Oleh :
II. PEMBAHASAN
1. Indikator Kinerja
A. Definisi Indikator Kinerja
Definisi indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif
yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang
telah ditetapkan (BPKP, 2000). Sementara menurut Lohman (2003),
indikator kinerja (performance indicators) adalah suatu variabel yang
digunakan untuk mengekspresikan secara kuantitatif efektivitas dan
efisiensi proses atau operasi dengan berpedoman pada target-target dan
tujuan organisasi. Jadi jelas bahwa indikator kinerja merupakan kriteria
yang digunakan untuk menilai keberhasilan pencapaian tujuan organisasi
yang diwujudkan dalam ukuran-ukuran tertentu.
Indikator kinerja (performance indicator) sering disamakan dengan
ukuran kinerja (performance measure). Namun sebenarnya, meskipun
keduanya merupakan kriteria pengukuran kinerja, terdapat perbedaan
makna. Indikator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak
langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi
kinerja, sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja
adalah kriteria kinerja yang mengacu pada penilaian kinerja secara
langsung, sehingga bentuknya lebih bersifat kuantitatif. Indikator kinerja
dan ukuran kinerja ini sangat dibutuhkan untuk menilai tingkat ketercapaian
tujuan, sasaran, dan strategi.
B. Definisi Critical Success Factors (CSF)
Critical Success Factors (faktor keberhasilan utama) adalah suatu area
yang mengindikasikan kesuksesan kinerja unit kerja organisasi. Area CSF
ini menggambarkan preferensi manajerial dengan memperhatikan variabel-
variabel kunci finansial dan non-finansial pada kondisi waktu tertentu.
Suatu CSF dapat digunakan sebagai indikator kinerja atau masukan dalam
menetapkan indikator kinerja. Identifikasi terhadap CSF dapat dilakukan
terhadap berbagai faktor misalnya, potensi yang dimiliki organisasi,
kesempatan, keunggulan, tantangan, kapasitas sumber daya, dana, sarana-
prasarana, regulasi atau kebijakan organisasi, dan sebagainya. Untuk
memperoleh CSF yang tepat dan relevan, CSF harus secara konsisten
mengikuti perubahan yang terjadi dalam organisasi. Setiap organisasi
mempunyai CSF yang berbeda-beda karena sangat tergantung pada unsur-
unsur apa dari organisasi tersebut yang dapat menentukan keberhasilan atau
kegagalan dalam pencapaian tujuan.
CSF sering disamakan pengertiannya dengan key performance
indicator (KPI) yang sebenarnya sangat berbeda. KPI adalah sekumpulan
indikator yang dapat dianggap sebagai ukuran kinerja kunci baik yang
bersifat finansial maupun nonfinansial untuk melaksanakan operasi dan
kinerja unit bisnis. Indikator ini dapat digunakan oleh manajer untuk
mendeteksi dan memonitor capain kinerja. Berikut ini contoh CSF Sebagai
Masukan dalam Penetapan Indikator Kinerja Perguruan Tinggi
Critical Success Factors dalam Penetapan Indikator Kinerja Perguruan
Tinggi
No. Critical Success Tujuan Strategik Indikator Kinerja
Factors (CSF)
1 Layanan Memantau secara Pelayanan yang
berkualitas dan terus menerus untuk tepat waktu dan
tepat waktu memastikan bahwa berkualitas
pelayanan berkualitas
dan tepat waktu
2 Pegawai yang Memantau Tingkat ketrampilan
bermutu tinggi proses recruitment dan pendidikan yang
dan terlatih seleksi pegawai untuk sesuai dengan
menghasilkan pegawai bidang kerja
bermutu tinggi
3 Dosen yang Memastikan bahwa Kehadiran
berkualitas para dosen telah Keterlambatan
melaksanakan Publikasian
aktivitas sesuai Penelitian
dengan tujuan untuk
menciptakan lulusan
berkualitas
4 Sistem Menciptakan sistem Efektifitas metode
pengajaran yang pengajaran yang pengajaran
efektif dan efektif dan efisien. Kurikulum sesuai
efisien. dengan kebutuhan
pasar kerja
5 Kelengkapan Memastikan bahwa Kesesuaian fasilitas
sarana dan PT mempunyai pendukung
prasarana fasilitas pendukung perguruan tinggi
yang memadai dengan standar yang
ditetapkan Dikti.
D. Dimensi Akuntabilitas
Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi
sektor publik. Tuntutan akuntabilitas publik mengharuskan lembaga-lembaga
sektor publik untuk lebih menekankan pada pertanggungjawaban horizontal
bukan hanya pertanggungjawaban vertical. Tuntutan yang kemudian muncul
adalah perlunya dibuat laporan keuangan eksternal yang dapat menggambarkan
kinerja lembaga sektor publik.
Akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh organisasi sektor publik
terdiri atas beberapa dimensi. Ellwood (1993) menjelaskan terdapat empat
dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh organisasi sektor publik, yaitu:
1. Akutabilitas Kejujuran dan Akuntabilitas Hukum (Accountability for
Probity and Legality)
Akuntabilitas kejujuran terkait dengan penghindaran penyalahgunaan
jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hokum terkait dengan
jaminan adanya kepatuhan terhadap hokum dan peraturan lain yang
disyaratkan dalam penggunaan sumber dana publik.
2. Akuntabilitas Proses
Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan
dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem
informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur
administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasi melalui pemberian
pelayanan publik yang cepat, responsive, dan murah biaya.
Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses
dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark up dan
pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber
inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan
publik dan kelambanan dalam pelayanan. Pengawasan dan pemeriksaan
akuntabilitas proses juga terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender
untuk melaksanakan proyek-proyek publik. Yang harus dicermati dalam
kontrak tender adalah apakah proses tender telah dilakukan secara fair
melalui Compulsory Competitive Tendering (CCT), ataukah dilakukan
melalui korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
3. Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang
ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan
alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang
minimal.
4. Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban
pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang
diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas.
E. Lingkungan Akuntabilitas
Lingkungan akuntablitas mengacu pada kondisi dimana di dalamnya
akuntabilitas dapat berjalan dengan baik. Secara khusus, suatu lingkungan yang
memiliki akuntabilitas adalah adanya kondisi dimana di dalamnya individu, tim
dan organisasi merasa:
a. Termotivasi untuk melaksanakan wewenang mereka dan/atau memenuhi
tanggung jawab.
b. Mendorong untuk melaksanakan kerja mereka dan mencapai hasil yang
diinginkan.
c. Memberikan inspirasi untuk membagi (melaporkan) hasil mereka.
d. Kemauan untuk menerima kewajiban atas hasil tersebut.
III. KESIMPULAN
Indikator kinerja merupakan kriteria yang digunakan untuk menilai
keberhasilan pencapaian tujuan organisasi yang diwujudkan dalam ukuran-
ukuran tertentu. Indicator kinerja mengacu pada penilaian kinerja secara tidak
langsung yaitu hal-hal yang sifatnya hanya merupakan indikasi-indikasi kinerja,
sehingga bentuknya cenderung kualitatif. Sedangkan ukuran kinerja adalah
kriteria yang mengacu pada penilaian kinerja secara langsung, sehingga
bentuknya lebih bersifat kuantitatif.
Akuntabilitas berhubungan terutama dengan mekanisme supervise,
pelaporan dan pertanggungjawaban kepada otoritas yang lebih tinggi dalam
sebuah rantai komando formal. Akuntabilitas public terdiri atas dia macam, yaitu
(1) akuntabilitas vertical dan (2) akuntabilitas horizontal. Istilah akuntabilitas
berbeda dengan responsibilitas walaupun sering didefinisikan sama yaitu
pertanggungjawaban. Akuntabilitas didasarkan pada catatan/laporan tertulis
sedangkan responsibilitas didasarkan atas kebijaksanaan.