Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA


“KINERJA DAN PENILAIAN PRESTASI KERJA”

Dosen Pengampu :
Ade Yuliar, S.E., M.M.

Disusun Oleh :
1. Afiffah Surya Rachman (191231045)
2. Ayu Winanda (191231054)
3. Bagus Susilo (191231068)
4. Shinta Damayanti Wakhidah (191231080)

MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS USHULUDIN DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
TAHUN 2020
PENILAIAN DAN MANAJEMEN KINERJA
Istilah penilaian kinerja
Penilaian kinerja (performance appraisal) adalah system formal untuk memeriksa atau mengkaji
dan mengevaluasi kinerja seseorang atau kelompok. Kinerja adalah pencapaian / prestasi
seseorang berkenalan dengan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Istilah lain kinerja menurut levirson :
Penilaian kinerja adalah uraian sistematis tentang kekuatan atau kelebihan dan kelemahan yang
berkaitan dengan pekerjaan seseorang atau sebuah kelompok.
Periode penilaian adalah lamanya waktu untuk mengobservasi kinerja seorang karyawan. Hasil
observasi dibuat menjadi sebuah laporan formal.

Manajemen kinerja
Manajemen kinerja adalah proses menyeluruh untuk mengamati kinerja seorang karyawan dalam
hubungannya dengan persyaratan jabatan selama jangka waktu tertentu dan kemudian membuat
penilaian tentang kinerja itu.

Informasi akan disampaikan kepada karyawan tujuanya untuk


1. Menentukan relevansi kerja individu dan kelompok dengan tujuan-tujuan organisasi
2. Meningkatkan efektivitas unit kerja
3. Meningkatkan kinerja karyawan
Manajemen kinerja berkaitan dengan kegiatan atau program yang diprakasai dan dilaksanakan
oleh pimpinan organisasi perusahaan untuk merencanakan, mengarahkan, dan mengendalikan
prestasi karyawan (Ruky)
Manajemen kinerja adalah pengelolaan seluruh unsur dan proses organisasi yang mempengaruhi
kinerjan karyawan. (Mohrmon dan Albers Mormon)
Manajemen kinerja proses signifikan yang mempengaruhi kerjasama organisasi dan menciptakan
kerjasama yang baik untuk mencapai harapan dan tujuan, memeriksa hasil kerja, dan memberi
imbalan atas kinerja
Manfaat manajemen kinerja adalah :
 Memberikan kejelasan tentang kinerja seperti apa yang diharapkan dari karyawan
(performance expectations)
 Memfasilitasi tercapainya kinerja yang diharapkan
 Meningkatkan kualitas hubungan kerja antara manajer dan karyawan
A. UNSUR-UNSUR DAN TUJUAN SYSTEM PENILAIAN KINERJA

1. Unsur-Unsur System Penilaian Kinerja


Sistem penilaian kinerja memerlukan standar kinerja. Untuk menjaga karyawan
bertanggung jawab (accountable) atas tugas-tugasnya.
System penilaian tersusun dari sejumlah unsur, system penilaian kinerja memerlukan
standar kinerja, yang berfungsi sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja.
Agar efektif standart yang digunakan hendaknya terkait dengan hasil yang diharapkan
dari sebuah pekerjaan.analisis jabatan berguna untuk mengungkapkan kriteria kinerja
yang spesifik.
Untuk menjaga agar semua karyawan bertanggung jawab (accountable) atas tugas-
tugasnya. Perlu disusun catatan tertulis tentang standart yang digunakan. Standar ini
hendaknya diberitahukan kepada karyawan sebelum berlangsungnya evaluasi. Penilaian
kinerja seiap karyawan didasarkan pada unsur-unsur penting yang telah didefinisikan
melalui analisis
2. Unsur-unsur pokok penilaian kinerja
Evaluasi kinerja juga memerlukan ukuran-ukuran kinerja (performance meansuras)
yakni rating yang mudah digunakan untuk menilai kinerja. Agar bermanfaat, ukuran
tersebut harus mudah digunakan, andal, dan mencatat perilaku kritis yang menentukan
kinerja. Ukuran-ukuran yang dapat diandalkan juga memungkinkan orang lain yang
mengunakan ukuran yang sama untuk membandingkan standart yang sama, untuk
memperoleh kesimpulan yang sama tentang kinerja, sehingga reabilitas system penilaian
kinerja meningkat. Sebagai conoh, seorang penyelia perusahaan telepon harus mengamati
ukuran-ukuran berikut ini dari setiap operator yang dibawahinya.
a. Pengunaan prosedur perusahaan : bersikap tenang, menerapkan tarif resmi untuk
setiap panggilan telephone, dan mengikuti peraturan perusahaan.
b. Perilaku bertelephone yang menyenangkan : berbicara jelas dan sopan.
c. Akurasi penyambungan telephone: menghubungkan panggilan telephone secara
akurat melalui operator.
Pengamatan tersebut dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung.
Pengamatan langsung terjadi bila penilaian benar-benar melihat kinerja karyawan.
Pengamatan tidak langsung, yang akurasinya rendah, terjadi bila penilaian dapat
mengevaluasi substitansi atau pengguna kinerja actual, substitansi ini disebut konstruk.

3. Tujuan / kegunaan penilaian kinerja


Penilaian kinerja adalah salah satu alat motivasi paling ampuh yang tersedia bagi
pemimpin atau manajer . PK memiliki tujuan utama berikut ini :
a. Untuk mengukur kinerja secara fair dan objektif berdasarkan persyaratan pekerjaaan.
Ini memungkinkan karyawan yang efektif untuk mendapat imbalan atas upaya
mereka dan karyawan yang tidak efektif mendapat konsekuensi sebaliknya atas
kinerja buruk .
b. Untuk meningkatkan kinerja dengan mengidentifikasikan tujuan-tujuan
pengembangan yang spesifik. “if you know whwrw you there”
c. Untuk mengembangkan tujuan karir sehingga karyawan dapat selalu menyesuaikan
diri dengan tuntutan dinamika organisasi. Semakin lama, setiap pekerjaan dalam
organisasi menjadi semakin menantang dengan persyaratan-persyaratan baru. Seorang
karyawan yang efektif kinerjanya saat ini belum terjamin akan efektif pula kinerjanya
di masa depan. Ia perlu diberi peluang berkembang dalam pekerjaanya dan dalam
organisasi.

B. PENYEBAB-PENYEBAB MASALAH KINERJA


Empat penyebab utama masalah kinerja
1. Pengetahuan atau keterampilan karyawan tidak tahu bagaimana menjalankan tugas-
tugas secara benar-kurangnya keterampilan, pengetahuan, atau kemampuan.
2. Lingkungan, masalah tidak berhubungan dengan karyawan, tetapi disebabkan oleh
lingkungan-kondisi kerja, proses yang buruk, ergonomika, dan lain-lain.
3. Sumber daya, kurangnya sumber daya atau teknologi.
4. Motivasi karyawan tahu bagaimana menjalankan pekerjaan, tetapi tidak melakukanya
secara benar, ini mungkin saja disebankan oleh proses seleksi yang tidak sempurna.

C. PROSES PENILAIAN KINERJA


Dilakukan melalui langkah sistematis yang perlu direncanakan dan diimplementasikan
secara cermat dan konsisten untuk tercapainya tujuan-tujuan PK, ada lima langkah dalam
proses PK :
1. Mengidentifikasi tujuan spesifik penilaian kinerja.
Contoh tujuan spesifik adalah : mempromosikan karyawan, mengidentifikasi
kebutuhan pelatihan, mendiagnosis masalah-masalah yang dialami karyawan.
2. Menentukan tugas-tugas yang harus dijalankan dalam sebuah pekerjaan (analisis
jabatan).
Deskripsi jabatan yang akurat, yang dihasilkan dari analisis jabatan. Menjadi
masukan terpenting bagi penentuan factor-faktor penilaian yang benar-benar terkait
dengan jabatan(job related factors). Jika analisis jabatan sudah dilakukan , pada tahap
ini cukup dilakukan upaya untuk memutakirkan atau melengkapi informasi hasil
analisis jabatan.
3. Memeriksa tugas-tugas yang dijalankan.
Pada tahap ini , penilaian memeriksa tugas-tugas yang dilaksanakan tiap-tiap
pekerja,dengan berpedoman pada deskripsi jabaatan. Pada dasarnya, pemantauan dan
pencatatan atas pelaksanaan tugas-tugas dapat dilakukan setiap saat. Meslipun
demikian, banyak organisasi atau perusahaan yang menetapkan waktu pemantauan
berkala, misalnya setiap 4 bulan.
4. Menilai kinerja.
Setelah memeriksa tugas-tugas, penilai membarikan nilai untuk tiap-tiap unsur
jabatan yang diperiksa atau diamati.
5. Membicarakan hasil penilaian dengan karyawan.
Penilaian hendaknya menyampaikan dan mendiskusikan hasil penilaian kepada
karyawan yang dinilai. Karyawan yang dinilai dapat mengklarifikasikan hasil
penilaian dan bila perlu, bisa mengajukan keberatan atas hasil penilaian.

Karyawan tidak boleh terlibat dalam penilaian kinerja tanpa dibekali informasi yang
memadahi. Berikan pemahaman sejelas-jelasnya kepada karyawan tentang apa yang
diharapkan mereka mulai dari Sesi konseling dengan atasan, umpan balik, dqn pertemuan
tatap muka.

D. PENILAIAN DAN PERIODE PENILAIAN


Siapa yang bermungkinan dapat melakukan penilaian kinerja:
 Atasan langsung
 Bawahan
 Rekan kerja
 Penilaian kelompok
 Penilaian oleh diri sendiri
 Kombinasi
Pelatihan untuk penilaian
Ada 2 jenis pelatihan yang bisa diberikan antara lain, Rater Error Training (RET) dan
Rater Accuracy Training (RAT).
Ratter Error Training biasanya berfokus pada pengajaran untuk para penilai tentang
bagaimana tentang bagaimana menghilangkan kesalahan penilaian yang sistematis, seperti
hallo error, leniency-strictness, dan central tendency.
Rater Error Training (RET) diarahkan untuk melatih kepekaan penilai terhadap potensi
munculnya efek kontaminasi yang berasa; dari kesalahan penilaian (error) dan bias penilaian.
Biasanya RET menjelaskan kepada calon penilai tentang definisi, illustrasi contoh dan
informasi tentang berbagai kesalahan pelatihan serta bagaimana mereka bisa menghindari
kesalahan tersebut.
Meskipun berbagai program RET telah dikembangkan, program yang paling konsisten
keberhasilanya hingga saat ini adalah workshop training approach yang dikembangkan oleh
Latham, Wexley, dan pursef (1975).Lokakarya ini , yang memberikan kesempatan kepada
peserta untuk mempraktikan bagaimana mengamati dan menilai karyawan yang diekam
dalam videotape, terbukti berhasil mengurangi secara tajam berbagai kesalahan penilaian.
Unsur-unsur lokakarya meliputi
1. Video tentang sebuah pekerjaan yang sedang diajalankan, ditujukan kepafa peserta
2. Peserta mengevaluasi orang yang dinilai (dengan mengunakan serangkaian skala
penilaian).
3. Penilaian yang dibuat peserta dituliskan dalam sebuah flipchat.
4. Perbedaan penilaian dan alas an-alasanya didiskusikan dengan kelompok.
5. Pelatih atau fasilitator memberikan penilaian yang benar, yang mengambarkan
terhindarnya kesalahan yang sedang dikaji dan juga mengapa penilaian tersebut
dipandang.
6. Pelatih atau fasilitattor mendiskusikan kesalahan spessifik yang sedang dipelajari.
7. Peserta diminta memikirkan dan menyampaikan contoh nyata kesalahan yang terjadi, dari
sudut pandang mereka sendiri atau yang pernah mereka amati terjadi pada penilaian
orang lain.
8. Kelompok mendiskusikan cara-cara menghindari kesalahan yang sedang dipelajari.

Ratter Accuracy Training (RAT) bertujuan untuk meningkatkan akurasi penilaian dalam
memberikan penilaian. Focus pelatihan itu bukan pada penghilangan kesalahan penilaian
yang umum terjadi , tetapin pada aspek-aspek seperti bagaimana meningkatkan keterampilan
penilai dalam mengobservasi dan mempelajari penilaian bagaimana mengunakan skala
penilaian secara benar dalam mengevaluasi kinerja.

E. KARAKTERISTIK SISTEM PENILAIAN YANG EFEKTIF


Mondy dan Noe menyebutkan sejumlah karakteristik yang harus dipenuhi untuk
memastikan efektivitas sebuah sistem penilaian kinerja, yang diuraikan berikut ini.
Karakteristik adalah kriteria yang terkait dengan pekerjaan, ekspektasi kinerja, standardisasi,
penilaian yang cakap, komunikasi terbuka, akses karyawan terhadap hasil penilaian, dan
proses pengajuan keberatan.
1. Kriteria Yang Terkait Dengan Pekerjaan

Kriteria yang digunakan untuk menilai kinerja karyawan harus berkaitan dengan
pekerjaan (valid). Lebih spesifik lagi, informasi pekerjaan harus ditentukan melalui
analisis jabatan. Faktor-faktor subyektif, seperti inisiatif, antusiasme, loyalitas, dan
kerjasama, penting untuk dinilai. Akan tetapi, faktor ini sukar didefinisikan dan diukur.
Faktor ini sebaiknya tidak digunakan dalam penilaian formal, kecuali bila secara jelas
dapat ditunjukkan hubungannya dengan pekerjaan.
2. Ekspektasi Kinerja
Sebelum periode penilaian para manajer harus menjelaskan secara gambling tentang
kinerja yang diharapkan kepada pekerja. Mengevaluasi karyawan dengan menggunakan
ukuran atau kriteria yang tidak mereka ketahui, adalah tindakan tidak wajar. Dalam
bidang manufaktur, perakitan, dan penjualan, penentuan standar kinerja yang obyektif
relatif mudah dilakukan. Evaluasi tetap harus dilakukan dan standarkinerja yang
diharapkan (performance expectation), bagaimanapun sulitnya, hendaknya didefinisikan
dengan menggunakan istilah-istilah yang dapat dipahami oleh pekerja.
3. Standardisasi

Para pekerja dalam kategori pekerjaan yang sama dan berada dibawah penyelia yang
sama, harus dinilai dengan menggunakan instrument penelaian yang sama. Selain itu,
penilaian harus mencakup periode penilaian yang sama. Pemberian umpan balik dan
kesempatan wawancara harus dijadwalkan bagi semua pekerja. Aspek lain standardisasi
ialah dokumentasi formal. Dukumentasi atau catatan ini meliputi deskripsi kewajiban
pekerja dan hasil kerja yang diharapkan.
4. Penilai Yang Cakap

Tanggung jawab untuk menilai kinerja karyawan hendaknya dibebankan kepada


seseorang atau sejumlah orang yang secara langsung mengamati paling tidak satu sempel
representatif dari kinerja itu. Orang ini adalah atasan langsung pekerja. Atasan yang baru
saja menduduki jabatannya, misalnya, tidak layak melakukan penilaian karena tidak
mempunyai pengetahuan yang cukup tentang kinerja karyawan. Dalam kasus ini,
penilaian hendaknya dilakukan oleh beberapa penilai.
Untuk menjamin konsistensi penilaian, para penilai (appraiser / rater) harus
mendapatkan pelatihan yang memadai harus menekankan bahwa penilaian kinerja
merupakan komponen penting dari tugas seorang manajer. Pelatihan juga harus
menegaskan bahwa, salah satu tugas pokok seorang manajer adalah menjamin bahwa
para bawahan paham tentang apa yang diharapkan dari mereka. Pelatihan harus
memasukkan materi tentang cara-cara menilai pekerja dan bagaimana melakukan
wawancara penilaian (appraisal interview) serta materi yang berupa petunjuk atau
instruksi tertulis. Instruksi ini hendaknya cukup rinci dan menekankan pentingnya
penilaian yang obyektif dan tidak bias.
5. Komunikasi Terbuka

Pada umumnya, para pekerja memiliki kebutuhan untuk mengetahui tentang seberapa
baik prestasi kerja mereka. System penilaian yang baik memberikan umpan balik yang
sangat dibutuhkan itu secara terus menerus, tidak hanya pada saat proses penilaian
dilakukan.
6. Akses Karyawan Terhadap Hasil Penilaian
Salah satu alasan terpenting untuk memberikan akses ini adalah, bahwa pekerja tidak
akan mempercayai sebuah system yang tidak ia pahami. Menyediakan akses terhadap
hasil penilaian akan memberikan kesempatan bagi para karyawan untuk mendeteksi
setiap kesalahan yang mereka perbuat. Atau, mereka bisa saja tidak setuju atas penilaian
dan kemudian berkeinginan untuk mengajukan keberatan secara formal.
7. Proses Pengajuan Keberatan (Due Process)

Dalam hubungannya dengan pengajuan keberatan secara formal, penetapan due


process merupakan langkah vital. Sebuah prosedur formal harus disusun, jika belum ada,
untuk memberikan kesempatan kepada karyawan untuk mempersoalkan hasil penelitian
yang mereka anggap tidak akurat atau tidak adil. Bagi para karyawan, harus tersedia
sebuah prosedur yang jelas untuk menyalurkan keberatan atau keluhan mereka dan
membicarakannya secara obyektif.

F. JENIS PENILAIAN KINERJA


Pada dasarnya, kinerja pegawai akan dinilai dengan menggunakan informasi dari
beberapa sumber. Secara umum, ada tiga alternatif sumber informasi tentang kinerja
pegawai, yakni :
1. Catatan produksi sesungguhnya (misal : volume penjualan)
2. Catatan pribadi pegawai (missal : jumlah kehadiran); dan
3. Pertimbangan tentang kinerja (missal : nilai aspek pengawasan)

Sumber informasi mana yanh lebih relevan digunakan untuk menilai kinerja, bergantung
pada jabatan atau pekerjaan dan jenis organisasi. Bila dipandang relevan, ketiga sumber
informasi tersebut dapat digunakan sekaligus.
1. Catatan Produksi

Sebenarnya, data tentang produktivitas adalah indikator yang tida valid dan tidak
andal untuk sebagian besar jabatan karena dua alasan. Pertama, perhitungan produktivitas
tidak bisa dilakukan dalam, atau tidak relevan dengan banyak pekerjaan yang ada dalam
masyarakat.
Tidak mudah, misalnya, untuk mendata keluaran seseorang dosen atau manajer.
Kedua, meskipun sebuah pekerjaan mengarah pada keluaran yang berwujud nyata
(tangible), data tentang produktivitas biasanya terkontaminasi oleh faktor-faktor diluar
efektivitas pegawai itu sendiri. Secara umum, ada dua jenis kontaminan terhadap data
produktivitas. Produktivitas dipengaruhi oleh :
a. Sifat dasar dari tugas-tugas jabatan tertentu
b. Lingkungan tempat pekerjaan dilakukan
Tidak banyak jenis jabatan yang dapat menjadikan produktivitas sebagai dasar yang
kuat untuk penilaian kinerja, dan tampaknya akan semakin jarang ditemukan. Jabatan-
jabatan semacam ini mencakup :
a. Pegawai dalam jumlah besar yang melakukan tugas yang sama dibawah kondisi
yang serupa
b. Pekerjaan yang relatif berulang-ulang, dan
c. Kinerja yang relatif bebas dari kendala-kendala eksternal.

2. Data Pegawai

Data pegawai berisi informasi yang kurang berhubungan secara langsung dengan
produktivitas, dalam kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi.
a. Gaji, Tingkat Kenaikan Gaji, Penghargaan (Commendations)
Ketiga aspek ini dikelompokkan bersama karena alasan penggunaannya sama:
ketiganya dianggap sebagai hasil yang berwujud nyata sebagai konsekuensi penilaian
organisasi atas prestasi pegawai, khususnya pegawai manajerial dan teknis. Karena
penilaian ini bersandar pada judgment (pertimbangan), validitasnya menurun tiap kali
judgment terkontaminasi oleh faktor-faktor asing atau faktor-faktor yang taka da
hubungannya dengan prestasi kerja. Ada tiga kontaminan potensi yang utama: bias
pribadi, stereotipe pekerjaan, dan kendala lainnya.

b. Masa Kerja dan Turnover


Dengan asumsi bahwa pegawai menunjukkan kinerja memuaskan, senioritas berarti
cost-effetive bagi organisasi. Akan tetapi, tidak tepat untuk mengatakan bahwa turnover
pegawai perlu selalu dihindari karena adanya biaya penggantian pegawai. Begitu juga,
tidak tepat untuk mengansumsikan bahwa pegawai dengan masa kerja yang panjang
selalu lebih baik prestasinya. Oleh karena itu, baik data masa kerja maupun data turnover
pegawai bukan kriteria kinerja yang bermanfaat, kecuali jika data tersebut telah
diklarifikasi dengan informasi tentang alasan pegawai untuk terus bekerja atau keluar dari
organisasi.

c. Ketidakhadiran
Data ini akan bermanfaat untuk menilai kinerja jika data tersebut memberi indikasi
tentang mengapa pegawai mangkir. Beberapa alasan yang memungkinkan
ketidakhadiran:
1) Faktor individual (kesehatan, kelelahan akibat kerja , hobi, dll)
2) Faktor lingkungan (flu, infeksi virus, dll)

d. Faktor-Faktor Lain
Faktor ini umumnya berada diluar kendali manajer ataupun atasan, misalnya:
frekuensi kecelakaan, jumlah keluhan.
Jadi, kegunaan data produksi dan data pegawai bagi penilaian kinerja terbatas. Banyak
jabatan yang tidak mencakup kegiatan atau fungsi produksi, sehingga sulit diukur
‘produktivitas’nya. Penggunaan data pribadi pegawai harus dilihat relevansinya, dan
tidak berdasar anggapan bahwa ada hubungan antara data pegawai dan efektivitas
pegawai.
Karena alasan di atas, banyak organisasi menggunakan jenis penilaian kinerja yang
disebut judgmental performance appraisal (JPA). Meskipun sadar bahwa jenis penilaian
ini bersifat subyektif (karena menggunakan judgment penilai), JPA seringkali menjadi
pendekatan yang paling bermanfaat untuk melakukan penilaian.

G. JUDGMENTAL PERFORMANCE APPRAISAL


Ada beberapa manfaat untuk mengelompokkan prosedur yang menggunakan judgment
ini dalam dua cara: standar untuk mengevaluasi dan tugas penilai.
1. Standar Evaluasi

Jika membuat pertimbangan untuk menilai sesuatu (evaluative judgment) kita harus
menggambarkan pertimbangan itu dalam standar. Dapat menggunakan standar absolut
(misal: pegawai X berprestasi ‘lebih baik’ dari pegawai Ydan Z tetapi ‘lebih buruk’ dari
pegawai A, B, dan C). Jadi, kerangka acuan bagi standar absolut adalah sebuah definisi
yang dirumuskan secara cermat tentang berbagai tingkat kemahiran atau penguasaan
tugas. Sebaliknya, acuan bagi standar relatif adalah kinerja pegawai lain.

2. Tugas-tugas Penilai

Tugas penilai adalah menghasilkan penilaian langsung (direct appraisal) dan


penilaian tidak langsung (derived appraisal). Untuk penilaian langsung, penilai diminta
menunjukkan posisi pegawai dalam sebuah skala kinerja atau sebuah kontinum (penilaian
digambarkan dalam bentuk angka). Penilaian tidak langsung meminta penilai
menunjukkan apakah pernyataan tertentu berlaku atau tidak bagi pegawai, atau
menguraikan perilaku pegawai secara naratif.
3. Kesalahan dan Bias JPA

Kesalahan dan bias adalah dua sumber kontaminan utama dalam pengukuran. Semua
prosedur penilaian yang menggunakan judgment dipengaruhi oleh dua jenis kontaminan:
halo error dan personal bias. Prosedur yang disebut rating procedure juga dipengaruhi
oleh kontaminan ketiga: kesalahan distribusi (distributional error) yakni leniency,
severity, dan central tendency.
Personal bias bisa menimbulkan efek sistematis: nilai semua anggota kelompok yang
terkena akan meningkat atau bertambah atau berkurang. Dua jenis bias yang sangat erat
hubungannya dengan personal bias terjadi bila penilai menggunakan diri mereka sendiri
sebagai standar pembanding: contrast bias dan similarity bias.
Personal bias adalah kecenderungan untuk menilai orang lain secara berbeda dari cara
penilai memandang dirinya sendiri. Similarity bias adala kecenderungan untuk menilai orang
lain sama seperti kita memandang diri kita berdasarkan kesamaan latar belakang, sikap, dan
sebagainya.

H. METODE PENILAIAN
Banyak metode penilaian kinerja yang meletakkan fokus pada perilaku pekerja (behavior-
oriented systems), baik dengan cara membandingkan kinerja pekerja satu sama lain (disebut
relative rating systems) atau dengan menilai setiap pekerja berdasarkan standar kinerja tanpa
membandingkannya dengan pekerja lain (absolute rating systems). Metode penilaian yang
lain memberikan penekanan pada apa yang dihasailkan oleh pekerja (results-oriented
systems) misalnya volume penjualan dalam rupiah, jumlah unit yang dihasilkan.
1. Skala Penilaian (Rating Scales)
Metode penilaian kinerja yang digunakan secara luas, yang menilai pekerja berdasarkan
atas sejumlah faktor yang telah didefinisikan sebelumnya, disebut metode skala penilaian
(rating scales). Dalam metode ini, pertimbangan (judgment) atas kinerja dicatat pada sebuah
skala. Lihat contoh berikut:

Petunjuk: Untuk setiap faktor kinerja dibawah ini, tunjukkan penilaian anda terhadap karyawan
dengan memberi tanda panah pada kolom yang sesuai.
Nama Karyawan : Departemen :
Nama Penilai : Tanggal :
Amat Baik Sedang Cukup Kurang
Baik
5 4 3 2 1

1. Kemandirian ……. ..…… ..……. …….. ………..


2. Prakarsa ……. …….. ……… …….. ………..
3. Produktivitas ……. …….. ……… …….. ………..
4. Kehadiran ……. …….. ……… …….. ………..
5. Sikap ……. …….. ……… …….. ………..
6. Kerja sama …… …….. ……… …….. ………..

..
..
..
20. Kualitas …… ……. ……… …….. ………..
Kerja
Hasil ……. ……. ………. …….. …………
Jumlah …… + ……. + ………. + ……... + ……… = …...
Jumlah Skor
CONTOH SKALA PENILAIAN UNTUK EVALUASI KINERJA
Skala ini dibagi ke dalam kategori-kategori, biasanya 5 sampai 7 kategori yang sering
didefinisikan dengan menggunakan kata sifat, seperti sangat memuaskan, rata-rata, dan tidak
memuaskan. Metode ini memberikan kemungkinan untuk menggunakan lebih dari satu
kriteria kineja, meskipun dapat pula diterapkan satu penilaian yang bersifat menyeluruh
(global rating).
Faktor-faktor yang dipilih dalam metode ini biasanya terbagi ke dalam dua jenis:
a. Yang berhubungan dengan pekerjaan ( yaitu, jumlah dan mutu pekerjaan)
b. Yang berhubungan dengan karakteristik pribadi (misal; inisiatif, kemampuan
penyesuaian diri, kerja sama).

Penilai mengisi formulir penilaian dengan menandai derajat untuk tiap faktor yang paling
tepat menggambarkan seorang pekerja dan kinerjanya.
2. KEJADIAN KRITIS (CRITICAL INCIDENTS)
Dalam metode ini, penilai harus menyimpan catatan tertulis tentang tindakan-tindakan
atau perilaku kerja yang sangat menonjol atau sangat positif (highly favorable) dan perilaku
yang sangat negative (highly unfavorable).

Instruksi: Dalam setiap kategori di bawah ini, catatlah insiden spesifik perilaku karyawan, yang
sangat baik dan sangat buruk.
Nama Karyawan: Meutia Nur Izzani Departemen: Laboratorium Kimia
Nama Penilai: Muhammad Hanif Periode Penilaian: 01/10 sampai 31/12
Pengendalian Risiko Keselamatan Kerja
Tgl.Perilaku Positif KaryawanTgl.Perilaku Negatif Karyawan
3. REKAMAN KEJADIAN KRITIS UNTUK SEORANG ASISTEN
LABORATORIUM

Manajer akan mencatat tindakan yang memberikan dampak signifikan terhadap


efektivitas sebuah bagian atau departemen baik secara positif maupun negatif. Tindakan
seperti itu disebut 'kejadian kritis' (critical incident). Pada akhir periode penilaian, penilai
(rater/evaluator) menggunakan catatan tadi bersama-sama dengan data lainnya untuk
mengevaluasi kinerja karyawan.
Dengan metode ini, penilaian yang dilakukan lebih besar kemungkinannya untuk meliput
seluruh periode penilaian, dan tidak hanya memusatkan perhatian pada beberapa minggu atau
bulan terakhir saja. Mesi demikian, bila seorang penyelia harus menilai terlalu banyak
pekerja, waktu yang dibutuhkan untuk mencatat semua perilaku bisa jadi terlalu lama.
4. ESAI/ESAI NARATIF ( NARRATIVE ESSAY)
Dalam
Metode ini, penilai menulis sebuah narasi yang menguraikan kinerja karyawan
Cenderung lebih memusatkan perhatian pada perilaku ekstrim dalam tugas-tugas karyawan
daripada pekerjaan atau kinerja rutin yang mereka lakukan dari hari ke hari. Penilaian inis
angat bergantung pada kemampuan menulis seorang penilai. Pada saat hasil evaluasi dibaca
kembali, sebuah penilaian positif bisa ditafsirkan secara negatif jika penilai salah memilih
atau mengeja kata atau tidak mampu menuliskan alinea dengan baik. Sejumlah penyelia,
karena kemampuan menulis yang tinggi, bisa membuat pekerja yang berprestasi biasa
(marjinal) tampak sebagai seorang yang unggul. Metode ini, membandingkan hasil evaluasi
sulit dilakukan karena tidak adanya kriteria umum. Walaupun begitu, sejumlah manajer
percaya bahwa metode esai adalah pendekatan terbaik untuk menilai pekerja.
5. STANDAR PEKERJAAN (WORK STANDARS)
Metode ini membandingkan kinerja setiap karyawan dengan standar yang telah
ditetapkan sebelumnya atau dengan tingkat keluaran yang diharapkan. Standar
mencerminkan keluaran normal seorang pekerja yang berprestasi rata-rata, yang bekerja pada
kecepatan atau kondisi normal. Standar kinerja bisa diterapkan pada hampir semua jenis
pekerjaan, tetapi standar ini lebih banyak digunakan untuk pekerjaan bidang produksi. Ada
beberapa metode penentuan standar, misalnya studi waktu dan pengambilan sampel
pekerjaan. Salah satu keuntungan penggunaaan standar sebagai kriteria penilaian adalah
obyektivitas. Tetapi, agar standar ini dianggap obyektif, para pekerja harus memahami secara
jelas bagaimana standar ditetapkan. Jika ada perubahan standar, perubahan ini harus
dijelaskan secara cermat kepada karyawan.
6. PERINGKAT (RANKING)
Pada metode ini, penilai menempatkan seluruh pekerja dalam satu kelompok sesuai
dengan peringkat yang disusun berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Contoh, pekerja
terbaik dalam satu bagian diberi peringkat paling tinggi dan pekerja yang paling buruk
prestasinya diletakkan di peringkat paling bawah. Kesulitan terjadi bila pekerja menunjukkan
prestasi yang hampir sama atau sebanding. Paried comparison (perbandingan berpasangan)
ialah kombinasi dari metode peringkat. Dalam metode ini, kinerja setiap pekerja
dibandingkan dengan setiap pekerja lainnya di dalam kelompok. Perbandingan seringkali
didasarkan atas satu kriteria tunggal, misalnya kinerja keseluruhan. Pekerja yang paling
unggul dalam perbandingan itu, diberi peringkat paling tinggi.
7. FORCE DISTRIBUTION
Pada metode ini, penilai harus 'memasukkan' individu dari kelompok kerja ke dalam
sejumlah kategori yang serupa dengan sebuah distribusi frekuensi normal. Sebagai contoh,
para pekerja yang termasuk ke dalam 10 persen terbaik ditempatkan ke dalam kategori
tertinggi, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, 40 persen berikutnya ke dalam
kategori menengah, 20 persen sesudahnya ke dalam kategori berikutnya, dan 10 persen
sisanya ke dalam kategori terendah. Pendekatan ini didasarkan atas asumsi yang sebenarnya
agak meragukan bahwa semua kelompok pekerja akan mempunyai pekerja yang sama
distribusi prestasinya, yakni istimewa, rata - rata, dan buruk. Bila sebuah departemen
memiliki pekerja yang semuanya berprestasi istimewa, atasan cenderung 'dipaksa' untuk
memutuskan siapa yang harus dimasukkan ke dalam kategori yang lebih rendah.
8. FORCED-CHOICE
Metode forced-choice, kepada penilai diberikan serangkaian pernyataan tentang seorang
pekerja dan penilai harus menunjukkan item apa yang paling tepat menggambarkan perilaku
pekerja. Contoh :
a. Belajar secara cepat ..... Bekerja keras.
b. Pekerja cepat ..... Kinerja menjadi contoh yang baik diandalkan bagi pegawai lain.
c. Terlalu sering tidak ..... Biasanya terlambat hadir.

9. WEIGHTED CHECKLIST PERFORMANCE REPOTS


Dalam metode ini, penilai mengisi atau melengkapi formulir yang sama dengan metode
forced-choice, tetapi respons yang diisi oleh penilai diberi bobot yang berbeda.
10. BEHAVIORALLY ANCHORED RATING SCALES (BARS)
Metode BARS menggabungkan unsur dari metode traditional rating scales dan critical
incidents. Kinerja karyawan dinilai dengan menggunakan skala, tetapi butir-butir skalanya
dihubungkan dengan insiden kritis. Pembuatam BARS memang sangat menyita waktu, tetapi
sepadan dengan hasil yang diperoleh. Dengan menggunakan BARS, perilaku kerja yang
diperoleh dari critical incident -perilaku efektif dan tidak efektif- diuraikan secara lebih
obyektif. Orang yang sangat memahami satu pekerjaan tertentu, mengidentifikasikan
komponen utama pekerjaan itu. Kemudian, mereka menyusun peringkat dan memvalidasi
perilaku spesifik untuk tiap komponen tadi. Karena BARS biasanya menuntut

Mengabungkan unsur-unsur dari metode traditional ratting scales dan critical incident.
Kinerja karyawan dinilai dengan skala, tetapi butir-butir skalanya dihubungkan dengan
insiden kritis.Pembuatan BARS memang sangat menyita waktu, tetapi sepadan dengan hasil
yang di peroleh.
Dengan mengunakan BARS perilaku kerja yang diperoleh dan critical incident –perilaku
efektif diuraikan secara lebih obyektif. Kemudian mereka menyusun peringkat dan
memvalidasi perilaku spesifik untuk tiap komponen tadi . BARS biasnya menuntut
partisipasi luas dari pekerja, metode ini dapat diterima oleh atasan/penyedia dan bawahan.
Dalam BARS kinerja kerja itu diuraikan dalam bentuk perilaku kerja spesifik seorang
pekerja. BARS tidak menggunakan kata sift pada tiap jenjang skala, tetapi menggunakan
jangkar perilaku yang berhubungan dengan kriteria yang sedang diukur .
Tujuan metode BARS:
a. Meenilai kinerja berdasarkan pada perilaku spesifik yang sangat menentukan
keberhasilan suatu pekerjaan bukan berdasarkan sifat umum.
b. Menghilangkan penggunaan ukuran angka dan volume dan berpotensi menyesatkan
dan tidak segera di tafsirkan.
c. Mengurangi bias dan kesalahan penilai dengan mengaitkan nilai (rating) dengan
contoh-contoh perilaku spesifik.
d.
Meminimalkan kekurangcermatan, subyektivitas, dan ketidakberhasilan evaluator
dalam mengidentifikasikan fungsi-fungsi penting sebuah jabatan atau pekerjaan.
Insiden krisis dapat dikumpulkan melalui wawancara atau angket tertulis. Jadi tidak
perlu mengamati pelaksanaan pekerjaan secara langsung.
Contoh perilaku yang menunjukkan kinerja bagus/jelek untuk posisi sekretaris :
a. Mengetahui perbedaan mengoneksi tata bahasa surat dan gaya tulisan.
b. Selalu mencatat pengunaan alat tulis kantor.
c. Membuka semua surat,baik yang bertanda rahasia mauapun tidak.
d. Tiidak bisa membedakan mana pengetikan yang perlu segera dikerjakan dan
pekerjaan yang tidak mempunyai tanggal waktu (deadline).
e. Tidak menyimpan surat secara benar sehingga menyulitkan pencarian bisa diperlukan
untuk rujukan.
f. Melakukan banyak kesalahan pengetikan karena tidak mengoreksi atau meneliti
naskah yang di salin.
Contoh hasil pembuatan BARS yakni 4 program penilaian seorang sekretaris :
a. Mengidentifikasi masalah dalam manajemen dan organisasi kantor.
b. Membuat rekomendsi un tuk manajemen dan organisasi kantor.
c. Hubungan antar pribadi (interpersonal relation).
d. Penggunaan bahasa.

Instrumen final BARS berisi skala yang disusun secara vertrikal (satu untuk tiap dimensi)
dan dihubungkan dengan insiden kritis. Tiap insiden kritis ditetapkan disepanjang skala sesuai
nilai/peringkat yang sudah ditetapkan. Karena BARS terkait secara spesifik dengan satu
pekerjaan/jabatan, maka harus dibuat BARS yang berbeda untuk setiap pekerjaan.
Contoh BEHAVIORAL OBSERVATION SCALE
MANAJEMEN BERDASARKAN SASARAN
MBS adalah filosofi manajemen yang menekankan pada penentuan tujuan yang
disepakati bersama oleh atasan dan bawahan. Penggunaan tujuan ini sebagai dasar utama upaya
pemberian motivasi, evaluasi, dan pengendalian/pengawasan. MBO mencakup penetapan tujuan
spesifik yang terukur bersama dengan setiap karyawan dan kemudian pemeriksaan berkala atas
kemajuan yang dicapai.
Secara umum program penetapan tujuan dan penilaian komprehensif yang diterapkan
pada seluruh bagian organisasi yang terdiri atas 6 langkah,yaitu:
1. Menetapkan tujuan organisasi. Menyusun rencana yang menyeluruh untuk tahun depan
dan menetapkan tujuan perusahaan.
2. Menetapkan tujuan Departemen/bagian. Selanjutnya para kepala departemen / unit kerja
menerima tujuan perusahaan (missal meningkatkan laba 20%) dan, dengan atasan
mereka, bersama-sama menetapkan tujuan untuk unit kerja mereka masing-masing.
3. Mendiskusikan tujuan unit kerja. Para kepala departemen mendiskusikan tujuan unit
kerja dengan semua bawahan, biasanya dilakukan dalam rapat departemmen. Mereka
meminta karyawan untuk menetapkan tujuan individu masing-masing.
4. Mendefinisikan hasil yang ingin dicapai (menetapkan yujuan individu). Para kepala
departemen dan bawahan mereka menetapkan sasaran kinerja individu untuk jangka
pendek.
5. Pemantauan atau pemeriksaan kinerja. Para kepala departemen membandingkan prestasi
actual dan prestasi yang diharapkan dari setiap pegawai.
6. Memberikan umpan balik. Para kepala departemen dan karyawan mendiskusikan dan
mengevaluasi kemajuan yang dicapai.
11. Pusat Penilaian
Pusat penilaian adalah Pendekatan penilaian kinerja yang meminta karyawan untuk
berperan serta dalam suatu rangkaian kegiatan yang sejenis atau sama dengan aktivitas yang
dilakukan dalam pekerjaan sesungguhnya. Pusat penilaian menggunakan latihan yang
dirangcang sebagai situasi dan simulasi yang mungkin dihadapi dalam sebuah pekerjaan
tertentu.
Metode ini pada mulanya digunakan dalam lingkungan militer. Keberhasilan dalam
berbagai latihan kepemimpinan militer dilpangan, dipandang sebagai bukti atas peluang
keberhasilan memimpin aspek operasional dari unit yang di komandani. Pendekatan ini juga
dapat digunakan dalam proses seleksi atau pengembangan karyawan. Dalam penerapan untuk
pengembanagan SDM kadang disebut sebagai development centres hasilnya dapat digunakan
sebagai titik awal untuk merancang program pengembangan agar seorang berhasil dalam
tugas tertentu atau dalam tugas yang lebih umum.
Metode pusat penilaian meelibatkan sejumlah teknik evaluasi termasuk sebagai jenis
simulasi yang terkait dengan pekerjaan. Menurut Byham, simulasi pekerjaan yang lazim
digunakan dalam pusat penilaian adalah :
 Latihan in-basket.
 Diskusi kelompok.
 Simulasi wawancara dengan “bawahan” atau “kilon”.
 Latihan pencarian-fakta.
 Analisis masalah/pengambilan keputusan.
 Latihan presentasi lisan.
 Latihan komunikasi tertulis.
Simulasi dirancang untuk memunculkan perilaku dengan aspek paling penting dengan
posisi/jenjang yang dipertimbangkan untuk ditempati karyawan yang sedang di nilai.Aspek
yang dikenal sebagai dimensi (kompetensi) diidentifikasi sebelum masuk ke pusat penilaian,
dengan menganalisisi posisi yang ditujuselama penilaiain, simulasi pekerjaan akan
memperlihatkan perilaku dalam assessce dalam dimensi yang ditetapkan.
Ciri yang mungkin paling penting dari pusat penilaiain adalalah metode ini tidak
berkaitan dengan metode kerja saat ini,tapi yang akan datang. Dengan mengamati bagaimana
peserta menangani masalah atau tantangan dalam pekerjaan /jabatan yang ditargetkan (seperti
disimulasikan dengan latihan) asesor mendapat gambaran yang valid tentang bagaimana
seseorang akan bekerja dalam posisi yang dituju. Hal ini penting ketika menilai orang yang
sedang memegang jabatan yang tidak meberi peluang pada mereka untuk menujukkan
perilaku terkait dengan posisi yang dituju.
Selain meningkatnya akurasi dalam melakukan diagnosis dan pemilihan karyawan,
organisasi yang menggunakan pusat penilaian mendapatkan manfaat tidak langsung. Para
kandidat mudah menerima promosi yang adil, akurat dan memiliki pemahaman lebih baik
tentang persyaratan pekerjaan. Para pelatih manajer yang terlibat sebagai asesor dapat
meningkatkan banyak tugas manajerial, seperti menangani penilaian kinerja dan memberikan
pembimbingan(choachibg) serta diskusi dalam pemberian umpan balik.
12. PENILAIAN 360°
Penelusuran Dudgil menemukan bahwa penilaian 360° berasal dari angkatan darat
Amerika Serikat di trahun 1970an. Para peneliti militer menyimpulkan bahwa, penilaian
rekan kerja merupakan indicator yang lebih akurat btentang kemampuan seorang prajurit,
dari pada penilaian atasan.
Istilah 360° digunakan untuk mengantarkan semua umpan balik yang berasal dari
gabungan penilaian rekan kerja, bawahan, atasa, dan juga konsumen. Penilaian biasanya
dilakukan dengan survey anonym (identitas penilaian dirahasiaksan) meskipun sejumlah
inovasi yang lebih mutahir juga menggunakan rekaman suara dan gambar/video untyuki
merekan jawaban umpan balik. Beberapa Organisasi juga menggunakan sistem pengumpulan
data berbasis computer yang bersifat onlinedan juga sistem yang lebih informal misalnya,
Manajer cukup memberikan sebuah compact disc kepada sejumlah penilaian utuk diisi.
Meskipun sekarang semaki popular dikalangan manajer dan professional, bahkan
dipandang sebagai metode penilaian tradisional, Penerapan 360° perlu memperhatikan
sejumlah persoalan yang mungkin dihadapi. Ada yang berpendapat bahwa metode ini
menimbulkan tambahan bahan administrasi karena ada banyak penilaian berikut semua aspek
administrasinya.
Penilaian 360° Mampu memberikan umpan balik yang lebih akurat dan bermakna. Tetapi
menurut Grint, sebanrnya yamng terjadi hanyalah penggantian subjektivitas seorang penilai
dengan banyak penilai. Banyak Organisasi telah memperoleh manfaat dari penggunaan
metode ini.
Salah satu manfaat penggunaan penilan dengan metode 360° adalah bahwa, aspek ini
dapat memberikan penilaian yang lebih bermakna bagi karyawan yang tidak melakukan
kontak dengan tempat kerjanya. Penilaian yang bersifat atas bawah (top-down) menjadi
tidak begitu bermanfat disisi lain metode ini membutuhkan lebih banyak waktu, upaya, dan
biaya,dibandingkan dengan metode tradisional.
Salah satu kritik penilaian 360° adalah semua penilaian diberi instrument yang sama,
meskipun karakteristik/kontak hubungan mereka dengan yang lain dinilai berbeda-beda.
Solusinya adalah Menyiapkan instrument yang berbeda untuk setiap penilaian, yang
disesuaikan dengan sifat kontak mereka dengan apraisee.
I. UMPAN BALIK: WAWANCARA PENILAIAN KINERJA
Pemberian umpan balik adalah langkah akhir dalam penilaian kinerja. Tingkat kepuasan
pegawai atas penilaian sangat dipengaruhi oleh kualitas dsikusi umpan balik.
Umpan Balik mempunyai 3 tujuan yaitu:
1. Sebagai factor motivasi dan memberi peluang kepada penyela untuk mendorong pegewai
kearah kinerja yang diharapkan.
2. Sebagai umpan balik konstruktif yang sangat diperlukan untuk mengubah perilaku.
3. Mendorong terciptanya kejadian dan akurasi dalam penilaian.

Peran serta pegawai dalam pemberian umpan balik akan meningkatkan kepuasan. Umpan
balik lebih baik disampaikan secara positif dan spesifik serta mengandung tujuan yang dapat
di capai.
Amstrong mengungkapkan 12 prinsip yang disebutnya kaidah emas yang perlu dilakukan
dalam melaksanakan rapat pertemuan peninjauan kinerja.
1. Lakukan persiapan, Manajer harus mempersiapkan daftar tujuan yang telah disepakati
dan catatan kinerja karyawan sepanjang tahun.Mereka harus memiliki pandangan
pendapat tentang sebab keberhasilan atau kegagalan mempersiapkan aspek apa yang
harus di apresiasi, Masalah kinerja apa yang harus diungkapkan dan langkah yang harus
dilakukan untuk menyelesaikan masalah tersebut.
2. Buat struktur yang jelas. Rapat/Pertemuan harus direncanakan dengan baik agar bisa
membahas semua aspek yang telah diidentifikasikan dalam masa persiapan.
3. Ciptakan suasana tepat. Keberhasilan dapat bergantung pada upaya untuk menciptakan
suasana informal, yang memungkinkan terjadinya pertukaran pandangan yang terbuka
tetapi bersahabat.
4. Berikan umpan balik positif. Karyawan perlu tahu bagaimana kinerja mereka. Umpan
balik hanya didasarkan pada bukti yang nyata.. Umpan balik menuju kepada hasil,
peristiwa, insiden kritis, dan perilaku signifikan yang secara spesifik mempengaruhi
kinerja.
5. Gunakan waktu secara produktif. Manajer sebagai reviewer harus menguji pemahaman,
mendapatkan informasi, mengumpulkan usulan dan dukungan. Harus disediakan waktu
bagi karyawan untuk mengungkapkan pandangan mereka secara utuh dan untuk
menanggapi setiap komentar manajer.
6. Gunakan pujian bila mungkin. Manajer hendaknya menilai dengan pujian atau apresiasi
atas prestasi spesifik, sebagai penghargaan ini harus tulus dan pantas diterima oleh
karyawan. Pujian membuat orang rileks , setiap orang membutuhkan duukun gan dan
apresiasi.
7. Biarkan karyawan yang lebih banyak bicara ini memungkinkan mereka mengeluarkan isi
hati dan membantu mereka agar merasa didengra.
8. Dorong karyawan untuk melakukan evaluasi diri. Langkah ini bermaksud untuk melihat
sudut pandang karyawan untuk diskusi. Banyak orang yang memandang rendah diri
sendiri. Ajukan pertanyaan seperti:
a. ~Menurut anda, seberapa baik pencapaian anda?
b. ~Menurut anda, apa kekuatan serta kelebihan anda?
c. ~Apa yang paling anda sukai/tidak sukai dari pekerjaan anda?
d. ~Menurut anda, mengapa proyek itu berjalan baik?
e. ~Menurut anda, mengapa anda tidak bisa mencapai target?
9. Diskusi kinerja. Bukan kepribadian perbincangan tentang kinerja harus didasarkan atas
bukti nyata, bukan opini. Selalu merujuk kepada kejadian atau perilaku actual dan kepada
hasil kinerja.
10. Dorong terjadin ya analisis kinerja. Jangan hanya memberi pujian atau menyalahkan.
Lakukan analisis bersama secara objektif tentang mengapa suatu berjalan baik atau
sebaliknya.
11. Jangan berikan kritik tak terduga. Diskusi hendaknya hanya berkenaan dengan kejadian
atau perilaku yang memang telah berlangsung.Umpan balik atas kinerja harus diberikan
segera, jangan menunggu sampai akhir tahun.
12. Sepakati tujuan terukur dan sebuah aksi. Tujuannya adalah mengakhiri pertemuan review
kinerja dengan catatan positif.

McGif dan Beatty (1994) Memberikan saran yang berguna tentang bagaimana
memberikaqn umpan balik efektif.
1. Kejelasan - Sampaikan secara jelas apa yang ingin anda katakana.
2. Utamakan aspek positif - Tidak berarti bahwa anda berdiskusi dengan pahlawan.
3. Spesifik - Hindari komentar umum dan jelaskan kata seperti “hal itu, “ini” , dsb.
4. Fokuslah kepada perilaku daripada orang.
5. Merujuklah pada perilaku yang bisa diubah.
6. Deskriptif dari pada Evaluatif.
7. Yakinlah bahwa umpan balik benar dari anda. Gunakan kata “sayut”.
8. Berhati-hatilah dengan nasihat atau saran. Orang jarang sekali bersungguh-sumgguh
memperhatikan sebuah masalah karena informasinya kurang spesifik, seringkali bentuk
dukungan terbaik adalah membantu para karyawan untuk memahami masalah mereka
secara baik, nagaimana masalah itu muncul, dan bagaimana mereka bisa
mengindentifikasi tindakan un tuk menghadapi masalah secara efektif.
Daftar Pustaka

T. Hani, Handoko. 2014. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta :
BPFE-Yogyakarta.
Bangun, Wilson. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta : Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai