Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Hubungan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Ilmu Filsafat

Dosen Pengajar : Yeni Oktarina S.Pd

Disusun oleh :

Leily Aulia ( 201210170311266 )

Kelas :

Akuntansi II – E

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2013
Kata Pengantar

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat karunia-Nya saya dapat
menyusun dan menyelesaikan makalah yang berjudul Hubungan Pendidikan Kewarganegraan dengan
Ilmu Filsafat. Makalah ini saya susun untuk memenuhi tugas harian. Makalah ini dapat di selesaikan
dengan baik berkat bantuan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini, saya mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak, rekan-rekan sekerja, serta dosen saya ibu Yeni Oktarina S.Pd baik secara langsung
maupun tidak langsung telah memberikan manfaat serta motivasi, untuk lebih aktif, kreatif, serta beradap
dalam kehidupan.

Semoga makalah ini dapat memberikan sumbangan yang cukup berarti di dalam Ilmu Pendidikan
Kewarganegaraan. Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu , kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi penyempurnaan makalah ini.

Malang, Maret 2013

Penyusun
Daftar Isi

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan

2.1.1 Pergantian Istilah Pendidikan Kewarganegaraan

2.1.2 Perkembangan Kurikulum dan Materi Pendidikan Kewarganegaraan

2.2 Definisi Pendidikan Kewarganegaraan

2.2.1 Definisi Umum

2.2.2 Definisi Menurut Para Ahli

2.3 Definisi Ilmu Filsafat

2.4 Hubungan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Ilmu Filsafat

BAB III PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Daftar Pustaka
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan Kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia,


meskipun dengan berbagai macam istilah atau nama. Ilmu terebut sering disebut dengan civic education,
citizenship education, dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy education. Ilmu ini memiliki
peran strategis dalam mempersiapkan warganegara yang cerdas, bertanggungjawab dan berkeadaban.
Berdasarkan rumusan “Civic International” (1995) disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting
untuk pertumbuhan civic culture.

Berdasarkan kenyataan di seluruh negara di dunia, bahwa kesadaran demokrasi serta


implementasinya harus senantiasa dikembangkan dengan basis filsafat bangsa, identitas nasional,
kenyataan dan pengalaman sejarah bangsa tersebut, serta dasar-dasar kemanusiaan dan keadaban. Oleh
karena itu, dengan pendidikan kewarganegaraan diharapkan intelektual Indonesia memiliki dasar
kepribadian sebagai warga negara yang demokratis, religious, berkemanusiaan dan berkeadaban.

Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk
menjadi warga negara yang baik, cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan
UUD 1945.

Pendidikan Kewarganegaraan dapat diartikan sebagai wahana untuk mengembangkan dan


melestarikan nilai luhur dan moral yang berakar pada budaya bangsa Indonesia yang diharapkan dapat
diwujudkan dalam bentuk perilaku kehidupan sehari-hari peserta didik sebagai individu, anggota
masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 

Pendidikan Kewarganegaraan membahas berbagai aspek dalam kehidupan, yaitu pembentukan diri
yang beragam dari segi agama, sosial kultural, bahasa, usia, dan suku bangsa.
Dengan penyempurnaan kurikulum tahun 2000, menurut Kep. Dirjen dikti No. 267/Dikti/2000
materi Pendidikan Kewiraan membahas tentang hubungan antara warga negara dengan negara. Sebutan
Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan Kewarganegaraan. Materi pokok Pendidikan
Kewarganegaraan adalah tentang hubungan warga negara dengan negara. Kalau kaitan Pendidikan
Kewarganegaraan dalam lingkup Filasafat Ilmu menjadi kajian dalam penerapan Pendidikan
Kewarganegaraan sendiri dan menjadi dasar pengembangan ilmu pengetahuan.

1. 2 Rumusan Masalah

a. Bagaimana Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan?

b. Apa Definisi Pendidikan Kewarganegaraan?

c. Apa Obyek Pendidikan Kewarganegaraan?

d. Apa Definisi Ilmu Filsafat?

e. Bagaimanakah Hubungan Pendidikan Kewarganegaraan dalam Ilmu Filsafat?

1.3 Tujuan Penulisan

a. Agar dapat mengetahui Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan

b. Agar dapat mengetahui Definisi Pendidikan Kewarganegaraan

c. Agar dapat mengetahui Obyek Pendidikan Kewarganegaraan

d. Agar dapat mengetahui Definisi Ilmu Filsafat

e. Agar dapat mengetahui HubunganPendidikan Kewarganegaraan dalam Ilmu Filsafat


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pendidikan Kewarganegaraan

2.1.1 Pergantian istilah pendidikan kewarganegaraan

Tujuan utama Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk menumbuhkan wawasan dan kesadaran
bernegara, serta membentuk sikap dan perilaku cinta tanah air yang bersendikan kebudayaan dan filsafat
bangsa Pancasila. Di beberapa negara dikembangkan pula bidang studi yang sejenis dengan Pendidikan
Kewarganegaraan, yaitu yang dikenal dengan Civics Education.

Sebagai suatu perbandingan, di berbagai negara juga dikembangkan materi Pendidikan Umum
sebagai pembekalan nilai-nilai yang mendasari sikap dan perilaku warganegaranya.

a. Di Amerika Serikat di kenal dengan History, Humanity, dan Philosophy.

b. Di Jepang dikenal dengan Japanese History, Ethics, dan Philosophy.

c. Di Filipina di keal dengan Philipino, Family Planning Taxation and Land Reform, The

Philipine New Constitution, dan Study of Human Rights.

Sebagai mata pelajaran di sekolah, Pendidikan Kewarganegaraan telah mengalami perkembangan


yang fluktuatif, baik dalam kemasan maupun substansinya. Hal tersebut dapat dilihat dalam substansi
kurikulum PKn yang sering berubah dan tentu saja disesuaikan dengan kepentingan negara. Secara
historis, epistemologis dan pedagogis, pendidikan kewarganegaraan berkedudukan sebagai program
kurikuler dimulai dengan diintroduksikannya mata pelajaran Civics dalam kurikulum SMA tahun 1962
yang berisikan materi tentang pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept.
P&K: 1962). Pada saat itu, mata pelajaran Civics atau kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan
pengalaman belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik,
pidato-pidato presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-
Bangsa (Somantri, 1969:7). Istilah Civics tersebut secara formal tidak dijumpai dalam Kurikulum tahun
1957 maupun dalam Kurikulum tahun 1946. Namun secara materiil dalam Kurikulum SMP dan SMA
tahun 1957 terdapat mata pelajaran tata negara dan tata hukum, dan dalam kurikulum 1946 terdapat mata
pelajaran pengetahuan umum yang di dalamnya memasukkan pengetahuan mengenai pemerintahan.

Kemudian dalam kurikulum tahun 1968 dan 1969 istilah civics dan Pendidikan Kewargaan Negara
digunakan secara bertukar-pakai (interchangeably). Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan
istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang dipakai sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya
tercakup sejarah Indonesia, geografi Indonesia, dan civics (diterjemahkan sebagai pengetahuan kewargaan
negara). Dalam kurikulum SMP 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang berisikan
sejarah Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945. Sedangkan dalam kurikulum SMA 1968 terdapat
mata pelajaran Kewargaan Negara yang berisikan materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945.
Sementara itu dalam Kurikulum SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang isinya
terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi, pengetahuan kemasyarakatan dan hak asasi
manusia (Dept. P&K: 1968a; 1968b; 1968c; 1969). (Winataputra, 2006 : 1). Secara umum mata pelajaran
Pendidikan Kewargaan Negara membahas tentang nasionalisme, patriotisme, kenegaraan, etika, agama
dan kebudayaan (Somantri, 2001:298)

Pada Kurikulum tahun 1975 istilah Pendidikan Kewargaan Negara diubah menjadi Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) yang berisikan materi Pancasila sebagaimana diuraikan dalam Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau P4. Perubahan ini sejalan dengan missi pendidikan yang
diamanatkan oleh Tap. MPR II/MPR/1973. Mata pelajaran PMP ini merupakan mata pelajaran wajib
untuk SD, SMP, SMA, SPG dan Sekolah Kejuruan. Mata pelajaran PMP ini terus dipertahankan baik
istilah maupun isinya sampai dengan berlakunya Kurikulum 1984 yang pada dasarnya merupakan
penyempurnaan dari Kurikulum 1975 (Depdikbud: 1975 a, b, c dan 1976). Pendidikan Moral Pancasila
(PMP) pada masa itu berorientasi pada value inculcation dengan muatan nilai-nilai Pancasila dan UUD
1945 (Winataputra dan Budimansyah, 2007:97)

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistim Pendidikan Nasional
yang menggariskan adanya muatan kurikulum Pendidikan Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan,
sebagai bahan kajian wajib kurikulum semua jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 39), Kurikulum
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 1994 mengakomodasikan misi baru pendidikan
tersebut dengan memperkenalkan mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan atau PPKn.
Kurikulum PPKn 1994 mengorganisasikan materi pembelajarannya bukan atas dasar rumusan butir-butir
nilai P4 (Pedoman, Penghayatan, dan Pengalaman Pancasila), tetapi atas dasar konsep nilai yang
disaripatikan dari P4 dan sumber resmi lainnya yang ditata dengan menggunakan pendekatan spiral
meluas atau spiral of concept development (Taba,1967). Pendekatan ini mengartikulasikan sila-sila
Pancasila dengan jabaran nilainya untuk setiap jenjang pendidikan dan kelas serta catur wulan dalam
setiap kelas.

Dengan dberlakukannya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,


diberlakukan kurikulum yang dikenal dengan nama Kurikulum berbasis Kompetensi tahun 2004 dimana
Pendidikan Kewarganegaraan berubah nama menjadi Kewarganegaraan. Tahun 2006 namanya berubah
kembali menjadi Pendidikan Kewarganegaraan, dimana secara substansi tidak terdapat perubahan yang
berarti, hanya kewenangan pengembangan kurikulum yang diserahkan pada masing-masing satuan
pendidikan, maka kurikulum tahun 2006 ini dikenal dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).

Berbagai perubahan yang dialami dalam pengimplementasian PKn sebagaimana diuraikan diatas
menunjukkan telah terjadinya ketidakajekan dalam kerangka berpikir, yang sekaligus mencerminkan telah
terjadinya krisis konseptual, yang berdampak pada terjadinya krisis operasional kurikuler.

Secara Konseptual istilah Pendidikan Kewarganegaraan dapat terangkum sebagai berikut :

a. Civics atau Kewarganegaraan /1959 - 1962 (atas kurikulum SMA tahun 1962 yang berisikan
materi tentang pemerintahan Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar 1945 (Dept.
P&K: 1962)

Pada saat itu, mata pelajaran Civics atau kewarganegaraan, pada dasarnya berisikan pengalaman
belajar yang digali dan dipilih dari disiplin ilmu sejarah, geografi, ekonomi, dan politik, pidato-pidato
presiden, deklarasi hak asasi manusia, dan pengetahuan tentang Perserikatan Bangsa-Bangsa.

b. Pendidikan Kewarganegaraan /1968 (digunakan secara bertukar-pakai)

1) Misalnya dalam Kurikulum SD 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang dipakai
sebagai nama mata pelajaran, yang di dalamnya tercakup sejarah Indonesia dan geografi Indonesia.

2) Dalam kurikulum SMP 1968 digunakan istilah Pendidikan Kewargaan Negara yang berisikan sejarah
Indonesia dan Konstitusi termasuk UUD 1945.

3) Sedangkan dalam kurikulum SMA 1968 terdapat mata pelajaran Kewargaan Negara yang berisikan
materi, terutama yang berkenaan dengan UUD 1945.
4) Sementara itu dalam Kurikulum SPG 1969 mata pelajaran Pendidikan Kewargaan Negara yang
isinya terutama berkenaan dengan sejarah Indonesia, konstitusi, pengetahuan kemasyarakatan dan hak
asasi manusia (Dept. P&K: 1968a; 1968b; 1968c; 1969). (Winataputra, 2006 : 1).

c. Pendidikan Kewiraan /dimulai tahun 1973/1974,

Sebagai bagian dari kurikulum pendidikan nasional, dengan tujuan untuk menumbuhkan kecintaan
pada tanah air dalam bentuk PPBN yang dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap awal yang diberikan
kepada peserta didik SD sampai sekolah menengah dan pendidikan luar sekolah dalam bentuk pendidikan
kepramukaan, sedangkan PPBN tahap lanjut diberikan di PT dalam bentuk pendidikan kewiraan.

d. Pendidikan Moral Pancasila/1975 (Sesuai missi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR
II/MPR/1973)

e. Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan/1994 (atas berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun


1989)

f. Kewarganegaraan/2004(atas UU No. 20 Tahun 2003 / Kurikulum Berbasis Kompetensi)

g. Pendidikan Kewarganegaraan /2006(atas UU No. 20 Tahun 2003/Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan)

2.1.2 Perkembangan kurikulum dan materi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai berikut :

a. Awal 1979, materi disusun oleh Lemhannas dan Dirjen Dikti yang terdiri dari Wawasan
Nusantara, Ketahanan Nasional, politik dan Strategi Nasional, Politik dan Strategi Pertahanan dan
Keamanan Nasional, sistem Hankamrata. Mata kuliah ini bernama Pendidikan Kewiraan.

b. Tahun 1985, diadakan penyempurnaan oleh Lemhannas dan Dirjen Dikti, terdiri atas pengantar
yang bersisikan gambaran umum tentang bahan ajar PKn dan interelasinya dengan bahan ajar mata kuliah
lain, sedangkan materi lainnya tetap ada.

c. Tahun 1995, nama mata kuliah berubah menjadi Pendidikan Kewarganegaraan yang bahan
ajarnya disusun kembali oleh Lemhannas dan Dirjen Dikti dengan materi pendahuluan, wawasan
nusantara, ketahanan nasional, politik strategi nasional, politik dan strategi pertahanan dan keamanan
nasional, sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta.
d. Tahun 2001, materi disusun oleh Lemhannas dengan materi pengantar dengan tambahan materi
demokrasi, HAM, lingkungan hidup, bela negara, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan
strategi nasional

e. Tahun 2002, Kep. Dirjen Dikti No. 38/Dikti/Kep/2002 materi berisi pengantar sebagai kaitan
dengan MKP, demokrasi, HAM, wawasan nusantara, ketahanan nasional, politik dan strategi nasional.

2.2 Definisi Pendidikan Kewarganegaraan

2.2.1 Definisi Umum

Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa di setiap
jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat terdiri dari Pendidikan Bahasa, Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Kewarganegaraan. Kep. Mendikbud No. 056/U/1994 tentang Pedoman Penyusunan
Kurikulum Pendidikan Tinggi dan Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa menetapkan bahwa “Pendidikan
Pancasila, Pendidikan Agama, dan Pendidikan Kewarganegaraan termasuk dalam Mata Kuliah Umum
(MKU) dan wajib diberikan dalam kurikulum setiap program studi”.
Dengan penyempurnaan kurikulum tahun 2000, menurut Kep. Dirjen dikti No. 267/Dikti/2000 materi
Pendidikan Kewiraan disamping membahas tentang PPBN juga dimembahas tentang hubungan antara
warga negara dengan negara. Sebutan Pendidikan Kewiraan diganti dengan Pendidikan
Kewarganegaraan. Materi pokok Pendidikan Kewarganegaraan adalah tentang hubungan warga negara
dengan negara, dan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).

Pendidkan kewarganegaraan secara umum adalah pendidikkan yang mengkaji dan membahas
tentang pemerintahan, konstitusi, lembaga-lembaga demokrasi, rule of law, ham, hak dan kewajiban
warga Negara serta proses demokrasi.

Secara bahasa, istilah “Civic Education” oleh sebagian pakar diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia menjadi Pendidikan Kewargaan dan Pendidikan Kewarganegaraan. Istilah “Pendidikan
Kewargaan” diwakili oleh Azra dan Tim ICCE (Indonesian Center for Civic Education) dari Universitas
Islam Negeri (UIN) Jakarta, sebagai pengembang Civic Education pertama di perguruan tinggi.
Penggunaan istilah “Pendidikan Kewarganegaraan” diwakili oleh Winataputra dkk dari Tim CICED
(Center Indonesian for Civic Education), Tim ICCE (2005: 6).
2.2.2 Definisi Menurut Ahli

Adapun pengertian yang di kemukakan oleh para ahli yang mengangkut definisi Pendidikan
Kewarganegaraan yaitu sebagai berikut :

a. Menurut Zamroni (Tim ICCE, 2005:7) mengemukakan bahwa pengertian Pendidikan


Kewarganegaraan adalah:

Pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berpikir kritis dan
bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru, bahwa demokrasi
adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga masyarakat. Demokrasi
adalah suatu learning proses yang tidak dapat begitu saja meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan
demokrasi tergantung pada kemampuan mentransformasikan nilai-nilai demokrasi.

b. Depdiknas (2006:49),

Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warga
negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warga
negara Indonesia yang cerdas, terampil, berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD NRI
1945. Lebih lanjut Somantri (2001:154) mengemukakan bahwa:

PKn merupakan usaha untuk membekali peserta didik dengan pengetahuan dan kemampuan dasar
yang berkenaan dengan hubungan antar warga negara dengan negara serta pendidikan pendahuluan bela
negara agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara.

c. Menurut Branson 1999:4

Civic education dalam demokrasi adalah pendidikan – untuk mengembangkan dan memperkuat –
dalam atau tentang pemerintahan otonom (self government). Pemerintahan otonom demokratis berarti
bahwa warga negara aktif terlibat dalam pemerintahannya sendiri, mereka tidak hanya menerima didikte
orang lain atau memenuhi tuntutan orang lain.

d. Somantri, 2001:158:

Pendidikan Kewarganegaraan adalah seleksi dan adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial, ilmu
Kewarganegaraan, humaniora, dan kegiatan dasar manusia, yang diorganisasikan dan disajikan secara
psikologis dan ilmiah untuk ikut mencapai salah satu tujuanpendidikan IPS.

Beberapa unsur yang terkait dengan pengembangan PKn, antara lain:


1) Hubungan pengetahuan intraseptif (intraceptive knowledge) dengan pengetahuan ekstraseptif
(extraceptive knowledge) atau antara agama dan ilmu.

2) Kebudayaan Indonesia dan tujuan pendidikan nasional.

3) Disiplin ilmu pendidikan, terutama psikologi pendidikan.

4) Disiplin ilmu-ilmu sosial, khususnya “ide fundamental” Ilmu Kewarganegaraan.

5) Dokumen negara, khususnya Pancasila, UUD NRI 1945 dan perundangan negara serta sejarah
perjuangan bangsa.

6) Kegiatan dasar manusia.

7) Pengertian pendidikan IPS

Ketujuh unsur inilah yang akan mempengaruhi pengembangan PKn. Karena pengembangan
pendidikan Kewarganegaraan akan mempengaruhi pengertian PKn sebagai salah satu tujuan pendidikan
IPS.

Beberapa faktor yang lebih menjelaskan mengenai Pendidikan Kewarganegaraan antara lain
(Somantri, 2001:161):

1) PKn merupakan bagian atau salah satu tujuan pendidikan IPS, yaitu bahan pendidikannya
diorganisasikan secara terpadu (intergrated) dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, dokumen
negara, terutama Pancasila, UUD NRI 1945, GBHN, dan perundangan negara, dengan tekanan bahan
pendidikan pada hubungan warga negara dan bahan pendidikan yang berkenaan dengan bela negara.

2) PKn adalah seleksi dan adaptasi dari berbagai disiplin ilmu sosial, humaniora, Pancasila, UUD
NRI 1945 dan dokumen negara lainnya yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis
untuk tujuan pendidikan.

3) PKn dikembangkan secara ilmiah dan psikologis baik untuk tingkat jurusan PMPKN FPIPS
maupun dikembangkan untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah serta perguruan tinggi.

4) Dalam mengembangkan dan melaksanakan PKn, kita harus berpikir secara integratif, yaitu
kesatuan yang utuh dari hubungan antara hubungan pengetahuan intraseptif (agama, nilai-nilai) dengan
pengetahuan ekstraseptif (ilmu), kebudayaan Indonesia, tujuan pendidikan nasional, Pancasila, UUD1945,
GBHN, filsasat pendidikan, psikologi pendidikan, pengembangan kurikulum disiplin ilmu-ilmu sosial dan
humaniora, kemudian dibuat program pendidikannya yang terdiri atas unsur: (i) tujuan pendidikan, (ii)
bahan pendidikan, (iii) metode pendidikan, (iv) evaluasi.

5) Dalam kepustakan asing PKn sering disebut civic education, yang salah satu batasannya ialah
“seluruh kegiatan sekolah, rumah, dan masyarakat yang dapat menumbuhkan demokrasi.

e. Menurut Udin S. Winataputra

Secara akademis PKn didefinisikan sebagai suatu bidang kajian yang memusatkan telaahnya pada
seluruh dimensi psikologis dan sosial budaya kewarganegaraan individu dengan menggunakan ilmu
politik.

f. Menurut Stanley E. Diamond dan Elmer F. Peliger,

Pendidkan Kewarganegaraan adalah studi yang berhubungan dengan tugas-tugas Pemerintahan


serta hak dan kewajiban warga negara.

Menurut Majalah Education Tahun 1986, mengatakan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan


adalah suatu ilmu tentang kewarganegaraan yang berhubungan dengan manusia sebagai individu dalam
suatu perkumpulan yang terorganisir hubungannya dengan Negara.

g. Sukamto

Pendidkan Kewarnanegaraan adalah adalah yang mencakup pemahaman dasar keterampilan kerja
demokrasi dan lembaga-lembaganya, pemahaman tentang rule of law, HAM, penguatan keterampilan
partisifatif yang demokratis, pengembangan budaya demokrasi dan perdamaian.

2.3 Definisi Ilmu Filsafat

Filsafat dimulai dengan rasa tahu dan dengan rasa ragu - ragu. Bersifat didorong untuk mengetahui
apa yang telat diketahui dan apa yang belum diketahui. Karakteristik berpikir filsafat adalah sifat
menyeluruh. Setiap ilmuan tidak puas hanya mengenal ilmu dari segi pandang ilmu itu sendiri, tapi ingin
melihat hakikat ilmu dalam konstelasi pengetahuan yang lainnya.

Dalam kehidupan manusia, filsafat tidak terpisahkan, karena sejarahnya yang panjang
kebelakangan zaman dan juga karena ajaran filsafat malahan menjangkau masa depan umat manusia
dalam bentuk – bentuk ideology. Pembangunan dan pendidikan yang dilakukan oleh suatu bangsa pun
bersumber pada inti sari ajaran filsafat. Oleh karena itu, filsafat telah menguasai kehidupan umat manusia,
menjadi norma Negara, menjadi filsafat hidup suatu bangsa.
Filsafat adalah suatu lapangan pemikiran dan penyelidikan manusia yang amat luas
(komprehensif). Filsafat menjangkau semua persoalan dalam daya kemampuan pikir manusia. Filsafat
mencoba mengerti, menganalisis, menilai dan menyimpulkan semua persoalan-persoalan dalam
jangkauan rasio manusia, secara kritis, rasional dan mendalam.

Filsafat berasal dari bahasa Yunani “ Philosophos ”. “ Philos ” atau “ Philein” berarti mencintai,
sedangkan “ Shopos” berarti kebijaksanaan. Maka filsafat ternyata mempunyai arti yang bermacam-
macm yang mungkin berbeda satu dengan yang lainnya, satu pendapat mengartikan kebijaksanana dalam
konteks luas, yaitu melibatkan kemampuan untuk memperoleh pengertian tentang pengalaman hidup
sebagai suatu keseluruhan, penekanan pada kemampua untuk mewujudkan pengetahuan itu dalam praktek
kehidupan yang nyata.

Definisi filsafat menurut beberapa ilmuwan :

1. Plato : filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada.


2. Aristoteles : filsafat menyelidiki tentang sebab dan asas segala benda.
3. Al-Kindi : filsafat merupakan kegiatan manusia yang bertingkat tinggi, merupakan pengetahuan
dasar mengenai hakikat segala yang ada sejauh mungkin bagi manusia.
4. Al-Faraby : filsafat merupakan ilmu pengetahuan tentang alam maujud dan bertujuan menyelidiki
hakikat yang sebenarnya.
5. Ibnu Sina / Avicenna : filsafat dan metafisika sebagai suatu badan ilmu tidak terbagi. Fisika
mengamati yang ada sejauh tidak bergerak. Metafisika memandang yang ada sejauh itu ada.
6. Immanuel Kant : filsafat itu pokok dan pangkal segala pengetahuan.

Dapat disimpulkan filsafat adalah ilmu pengetahuan hasil pemikiran manusia dari seperangkat
masalah ketuhanan, alam semesta dan manusia sehingga diperoleh budi pekerti. Adapun tujuan filsafat
adalah untuk mencari kebenaran sesuatu yang baik dalam logika ( kebenaran berfikir ), etika
( berperilaku ), maupun metafisika ( hakikat keaslian ).

2.4 Hubungan Pendidikan Kewarganegaraan dengan Ilmu Filsafat

Pendidikan Kewarganegaraan atau sekarang di sebut PKn sebagai cabang dari pendidikan Ilmu filsafat
secara substantif didesain untuk mengembangkan warga negara yang cerdas serta mempunyai intelektual
yang didasari oleh nilai - nilai pancasila baik untuk seluruh jalur dan jenjang pendidikan.

Yang mana hingga saat ini PKn memiliki kedudukan di dalam pendidikan nasional indonesia
sebagai ilmu pengetahuan yang mana terdiri dalam lima status yaitu diantaranya:
a. Pertama, sebagai mata pelajaran di sekolah

b. Kedua, sebagai mata kuliah di perguruan tinggi

c. Ketiga, sebagai salah satu cabang pendidikan ilmu filsafat pengetahuan sosial dalam kerangka
program pendidikan guru

d. Keempat, sebagai program pendidikan politik yang dikemas dalam bentuk Penataran Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau sejenisnya yang pernah dikelola oleh Pemerintah sebagai
suatu crash program

e. Kelima, sebagai kerangka konseptual dalam bentuk pemikiran individual dan kelompok pakar
terkait, yang dikembangkan sebagai landasan dan kerangka berpikir mengenai pendidikan
kewarganegaraan dalam status pertama, kedua, ketiga, dan keempat. Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan Program Pendidikan Ilmu filsafat Sosial sebagai program pendidikan guru mata pelajaran
pendidikan kewarganegaraan.

Secara Umum Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) mempunyai kedudukan sebagai cabang dari
ilmu filsafat lewat ilmu sosial yang mana ilmu PKn mempelajari mengenai Pemerintahan,Negara,Rule of
law (Hukum),HAM,Demokrasi dan nilai - nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Secara konseptual Pendidikan Ilmu filsafat ini memusatkan perhatian pada Program Pendidikan
Ilmu filsafat Politik, sebagai substansi induknya. Secara kurikuler program pendidikan ini berorientasi
kepada pengadaan dan peningkatan kemampuan profesional guru pendidikan kewarganegaraan. Ilmu
filsafat pendidikan lebih kepada pendidikan tentang ilmu pendidikan seperti misalnya fakultas ilmu
pendidikan. Sedangkan Pendidikan Ilmu filsafat mengacu kepada fakultas lainnya seperti pendidikan
MIPA, pendidikan IPS, Pendidikan Jasmani, Pendidikan Bahasa, dan lain sebagainya.

Program Pendidikan Ilmu filsafat bidang studi ilmu sosial dirumuskan sebagai “program
pendidikan yang menyeleksi ilmu filsafat-ilmu sosial dan humaniora yang diorganisasikan dan disajikan
secara ilmiah dan psikologis untuk tujuan pendidikan” (hlm. 19, Dokumen ISPI, 1995). Rumusan
akademik tentang Pendidikan Ilmu filsafat atau bidang studi tersebut bertujuan untuk memberikan
manfaat bagi pencapaian tujuan dan program pendidikan, khususnya untuk tingkat pendidikan dasar dan
menengah. Akan tetapi, karena pendidikan keguruan mempunyai fungsi mengembangkan akademik
tingkat perguruan tinggi dan harus dapat menerapkannya untuk tingkat pendidikan dasar dan menengah,
maka karakter Pendidikan Ilmu filsafat yang dibina harus memperhatikan dan mempelajari segala sesuatu
yang berkenan dengan sifat peserta didik, kurikulum, buku pelajaran, serta sekolah pada tingkat
pendidikan dasar dan menegah.
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Pendidikan kewarganegaraan sebenarnya dilakukan dan dikembangkan di seluruh dunia, meskipun


dengan berbagai macam istilah. Ilmu tersebut sering disebut dengan civic education, citizenship
education, dan bahkan ada yang menyebut sebagai democracy education. Ilmu ini memiliki peran
strategis dalam mempersiapkan warganegara yang cerdas, bertanggungjawab dan berkeadaban.
Berdasarkan rumusan “Civic International” (1995) disepakati bahwa pendidikan demokrasi penting
untuk pertumbuhan civic culture.

Yang mana di Indonesia sendiri istilah Pendidikan Kewarganegaraan secara konseptual mengalami
banyak perubahan yaitu yang mana dulu di kenal sebagai:

a. Civics atau Kewarganegaraan pada tahun 1959 - 1962

b. Pendidikan Kewarganegaraan /1968 (digunakan secara bertukar-pakai)

c. Pendidikan Kewiraan /dimulai tahun 1973/1974,

d. Pendidikan Moral Pancasila/1975(Sesuai missi pendidikan yang diamanatkan oleh Tap. MPR
II/MPR/1973)

e. Pendidikan Pancasila Kewarganegaraan/1994 (atas berlakunya Undang-Undang Nomor 2 tahun


(1989)

f. Kewarganegaraan/2004(atas UU No. 20 Tahun 2003 / Kurikulum Berbasis Kompetensi)

g. Dan hingga sekarang di kenal sebagai Pendidikan Kewarganegaraan /2006 (atas UU No. 20 Tahun
2003/Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Menurut Ilmu filsafat yang mana filsafat sebagai induk dari ilmu pengetahuan lainnya yang mana
Pendidikan Kewarganegaraan PKn merupakan ilmu yang berada di bagian ilmu pendidikan yang berasal
dari ilmu Sosial yang mana kedudukan PKn sangat berpengaruh terhadap sikap dan mental bangsa
Indonesia yang mana dalam PKn seseorang di ajarkan untuk menanamkan nilai- nilai pancasila yang
menjadi dasar Negara Indonesia dan menerapkannya di dalam kehidupan bermasyarakat lewat sikap yang
bermoral luhur, berbudi pekerti, cinta tanah air dan membangkitkan rasa satu persatuan Indonesia.
Daftar Pustaka

Pidarta, Prof. Dr. Made. 2004. Kewarganegaraan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Sabroto. Definisi Pendidikan Kewarganegarandan Menurut ahli.Http://Sabroto.blogspot.com.

Andi Sain. Perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan. Http://Andi.blogspot.com.

Detik News. Pentingnya Pendidikan Kewarganegaraan. http://www.detiknews.com.

Sib Bangkok. Pendidikan Kewarganegaraan di luar negeri. http://www.sib-bangkok.org.

http://fajarweiz.blogspot.com/2012/01/makalah-pkn-kedudukan-pkn-dalam.html

http://anisachy.weebly.com/makalah-pendidikan-kewarganegaraan.html

http://wwwdierycom.blogspot.com/2011/01/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Anda mungkin juga menyukai