Blunder Komunikasi Politik (COMED LP3ES Wija)
Blunder Komunikasi Politik (COMED LP3ES Wija)
: Blunder Komunikasi
Politik Kabinet Jokowi di
Masa Pandemi
Wijayanto, Ph.D
Center for Media and Democracy, LP3ES
Latar Belakang
Berbagai studi menunjukkan bahwa kualitas komunikasi
merupakan salah satu faktor penting bagi terbangunnya
“trust” (Diallo and Thuillier, 2004; Zeffane, Tipu and Ryan,
2011). Argumen utama studi itu menyatakan bahwa
semakin berkualitas komunikasi antar anggota dalam
suatu kelompok, maka akan semakin tinggi tingkat
kepercayaan antara anggota dalam kelompok itu.
Sebaliknya, semakin rendah kulitas komunikasi antara
anggota kelompok maka semakin rendah pula tingkat
kepercayaan di antara mereka. Dengan demikian untuk
membangun kepercayaan diperlukan kualitas komunikasi
yang baik dari pemerintah kepada publik secara luas.
O Selanjutnya, dalam masa bencana,
komunikasi yang berkualitas berperan
penting bagi terbangunnya kepercayaan diri
publik untuk menghadapi bencana,
meredam kepanikan, meminimalisir rumor
dan membantu publik menyiapkan diri
menghadapi krisis.
66,3% dari
ratusan ribu
negative ke
pemerintah
8.666
tweets,
79%
negative
ke
Jokowi
Pertanyaan penelitian?
Bagaimana komunikasi politik kabinet Jokowi
dalam menghadapi pandemi COVID19 sejak
pandemi masih berupa ancaman (masa pra
krisis) hingga saat ini ketika krisis sudah
benar-benar terjadi?
Metode Penelitian
Untuk menjawab pertanyaan penelitian, paper ini
melakukan analisis isi media masa baik media
mainstream seperti berita daring dan TV maupun
media sosial seperti face book, twitter dan
youtube dari periode 1 Januari hingga 5 April
2020. Untuk triangulasi data, penelitian ini juga
melihat hasil analisis big data untuk melihat
sentimen publik dan respon mereka terhadap
kinerja pemerintah seperti yang dilakukan oleh
INDEF.
Landasan Teoritis
Komunikasi Politik Tradisional
(McNair, 1995)
Komunikasi Politik Digital
(Hasfi, 2019)
Komunikasi Krisis (Reynolds
and Seeger, 2005)
Salah satu model yang dapat digunakan untuk
melakukan komunikasi yang efektiv di masa
bencana adalah Crisis and Emergency Risk
Communication (CERC) yang digagas oleh Barbara
Reynolds dan Matthew W Seeger (2005) yang
terdiri dari 5 tahapan:
1. sebelum krisis (pre-crisis),
2. awal krisis (initial event),
3. selama krisis (maintenance),
4. resolusi (resolution),
5. evaluasi (evaluation).
Fase Pra Krisis
Pada tahap sebelum krisis, pemerintah
berkomunikasi dengan publik untuk memberikan
pengetahuan awal agar publik memahami dan
menyiapkan diri terhadap krisis yang dihadapi.
Tujuan komunikasi pra-krisis ini untuk
meningkatkan kepercayaan diri publik dan juga
mengajak semua pemangku kepentingan
(lembaga pemerintah, pemerintah daerah, dan
organisasi sipil) untuk mengkomunikasikan hal
yang sama. Pada tahap ini kunci keberhasilan
komunikasi bertumpu pada sinergi dan koordinasi
antar komunikator utama.
Fase Awal Krisis
O Memasuki fase awal krisis, pemerintah
perlu menyediakan informasi melalui satu
pintu. Ini memudahkan sirkulasi dan
mencegah kesimpangsiuran berita.
O Pemerintah perlu menyusun pesan yang
komprehensif sehingga publik mengerti
mengenai krisis yang terjadi, konsekuensi,
dan antisipasi aksi berdasarkan data terkini.
Ini dimaksudkan agar publik siaga terhadap
langkah lanjutan.
Fase Krisis
O Pada fase krisis, pemerintah perlu
menyalurkan informasi mutakhir secara
berkala agar masyarakat yakin krisis dapat
dilalui. Pemerintah perlu melakukan ini
dengan cara memaparkan penanggulangan
keadaan darurat, mengkoreksi rumor dan
misinformasi, serta menjelaskan rencana
pemulihan paska krisis.
Fase Resolusi
Di masa resolusi setelah krisis berakhir,
pemerintah perlu tetap melakukan komunikasi
untuk menciptakan solidaritas dan memahami
krisis yang telah terjadi.
Fase Evaluasi
Pada fase ini komunikasi diarahkan kepada
lembaga dan komunitas dengan tujuan untuk:
1. Mengevaluasi dan menilai tanggapan,
termasuk efektivitas komunikasi
2. Mendokumentasikan, memformalkan, dan
mengkomunikasikan pelajaran yang didapat
3. Menentukan tindakan spesifik untuk
meningkatkan kapabilitas komunikasi krisis di
masa depan.
.
Operasionalisasi Konsep
Berdasarkan landasan teoritis, penelitian ini
mendefinisikan blunder komunikasi politik di masa
krisis di era revolusi digital sebagai satu komunikasi
yang mengalami distorsi dalam isi pesannya (what)
yang dapat dilihat dari reaksi dari reaksi publik yang
negativ (what effect) sebagai akibat dari
ketidakmampuannya menyerap aspirasi publik
(whom) sehingga dia tidak mampu menunjukkan
respon sesuai dengan tahapan yang mestinya dia
lakukan dalam situasi krisis.
Temuan Penelitian
Dari 5 fase dalam model CERC, Indonesia
sudah melalui 3 fase yaitu fase pra krisis, awal
krisis dan krisis. Namun kita belum tiba pada
fase resolusi dan evaluasi.
I. FASE PRA KRISIS:
(1) Terawan..
O "Dari 1,4 miliar
penduduk sana ya paling
2 ribuan (yang terkena
virus corona). (Sebanyak)
2 ribu dari 1,4 miliar itu
kan kayak apa. Karena
itu pencegahannya
jangan panik, jangan
resah. Enjoy saja, makan
yang cukup,” (detik, 31
jan 2020)
Terawan (2)
O "Itu namanya
menghina, wong
peralatan kita kemarin
di-fixed-kan dengan
Duta Besar Amerika
Serikat (AS). Kita
menggunakan kit-nya
(alat) dari AS,”
O (Kompas, 11 Februari)
(3) Jokowi
Mahfud MD dan Airlangga (4 & 5)
O "Dalam kelakarnya,
Menko Perekonomian
Airlangga bilang:
Karena perizinan di
Indonesia berbelit-belit
maka virus corona tak
bisa masuk. Tapi
omnibus law tentang
perizinan lapangan
kerja jalan terus," cuit
Mahfud.
Terawan (6)
O "Kami berutang pada
Tuhan. Ini karena
doa kami. Kami tidak
mengharapkan hal-
hal seperti itu
sampai ke
Indonesia,”
O (Kompas, 18 Feb
2020)
Luhut Panjaitan (7)
"Corona? Corona masuk
Batam? Hah? Mobil Corona.
Corona kan sudah pergi
dari Indonesia,”
Detik, 18 Februari
(https://finance.detik.com/
berita-ekonomi-bisnis/d-
4893152/canda-luhut-saat-
ditanya-corona-masuk-
batam-mobil)
(8). Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Bencana ( BNPB) Doni Monardo
O "Apakah mungkin karena kita
sering minum jamu? Atau
mungkin karena kita sudah
kebal dari dulu karena sudah
sering kena batuk pilek, jadi
begitu ada virus dikit saja
virusnya mental,"
O "Ini mungkin bisa menjadi
salah satu cara kita untuk
mengkampanyekan untuk
mempromosikan bahkan juga
untuk menguasai pasar obat-
obatan di dunai yang berbasis
rempah-rempah tanah air
kita,” (Kompas, 24 Februari)
(9). Menteri Perhubungan
Budi Karya Sumardi
O "Kalau insentif itu satu dri
pemerintah ada, ada
insentif dari AP I dan II,
ada insentif dari avtur.
Ketiganya dibundling
berapa diskon yang akan
diberikan. Jadi angka
belum ketemu. Jadi dari
tiga sumber itu," jelas Budi
Karya. "Dalam bentuk
diskon. Diberikan kepada
penerbangan supaya dia
mendiskon tiket," ujar dia.
(Kompas, 24 Februari)
(10). Direktur Jenderal Perhubungan Udara
Kementerian Perhubungan, Novie Riyanto