Anda di halaman 1dari 14

PATOFISIOLOGI

HEPATITIS

DISUSUN OLEH :

NIA NATASYA BR KABAN


NIM : 1911099

MATA KULIAH : KMB II

DOSEN : PRATIWI C.SIMARMATA, S.Kep, Ns, M.Kep

FAKULTAS KEPERAWATAN DAN FISIOTERAPI

INKES MEDISTRA LUBUK PAKAM

T.A 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME, atas limpahan rahmat dan karunianya penulis dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul “PATOFISIOLOGI HEPATITIS”. Makalah ini di
buat sebagai penugasan KMB II. Makalah ini berisi tentang pengertian hepatitis A dan
hepatitis B beserta patofisiologinya.

Demikian semoga makalah ini bisa menjadi tambahan referensi bagi mahasiswa. Saya
sadar makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun agar dalam pembuatan makalah berikutnya saya dapat
memperbaiki kesalahan.

Akhir kata saya berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi semua orang.
Terimakasih.

Medan, 28 Februari 2021

penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Penyakit hepatitis merupakan masalah kesehatan utama, baik di dunia maupun di


Indonesia. Diperkirakan sepertiga populasi dunia pernah terpajan oleh virus ini dan 350-
400juta diantaranya merupakan pengidap hepatitis B. Negara-negara berkembang
memiliki prevalensi yang lebih tinggi, dimana pengidap hepatitis pada populasi sehat
diperkirakan mencapai 4 –20,3% di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus
hepatitis B (VHB), yang merupakan virus DNA berlapis ganda dengan diameter 42
nm. Virus ini berasal dari keluarga Hepadnaviridae dengan struktur virus bagian
terluar terdiri dari HBsAg dan bagian dalam adalah nukleocapsid yang tersusun atas
HBcAg.Pajanan virusini dapat menimbulkan dua manisfestasi klinis yaitu:

 Secara akut, yang kemudian sembuh secara spontan dan membentuk


kekebalan terhadap penyakit
 Berkembang menjadi kronik, dengan definisi dari hepatitis B kronik
adalah adanya persistensi VHBlebih dari 6 bulan.

Lebih lanjut, sistem imun memiliki peranan yang penting dalam penyakit ini, baik
kesembuhan secara spontan maupun terjadinya kerusakan sel hati.1,2,8 Tingginya
prevalensi penyakit hepatitis menggambarkan adanya permasalahan dalam penanganan
penyakit ini, baik dari sisi pencegahan, diagnosis bahkan terapi. Oleh karena itu, sangat
penting untuk mengetahui patofisiologi penyakit ini, sehingga penulis akan membahas
bagaimana patogenesis dan patofisiologi penyakit hepatitis dalam tinjauan pustaka ini.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Hepatitis

Hepatitis adalah peradangan hati yang bisa berkembang menjadi fibrosis


(jaringan parut), sirosis atau kanker hati. Hepatitis disebabkan oleh berbagai faktor
seperti infeksi virus, zat beracun (misalnya alkohol, obat-obatan tertentu),dan penyakit
autoimun (Kemenkes, 2017).Peradangan hati ditandai dengan meningkatnya kadar
enzim hati. Peningkatan ini disebabkan adanya gangguan atau kerusakan membran
hati. Ada 2 faktor penyebabnya yaitu faktor infeksi dan faktor non infeksi. Faktor penyebab
infeksi antara lain virus hepatitis dan bakteri. Selain karena virus Hepatitis A,B,C,D,E dan G
masih banyak virus lain yang berpotensi menyebabkan hepatitis misalnya adenoviruses,
CMV, Herpes simplex, HIV, rubella, varicelladan lain-lain. Sedangkan bakteri yang
menyebabkan hepatitis antara lain misalnya bakteri Salmonella thypi, Salmonella
parathypi, tuberkulosis, leptosvera. Faktor non infeksi misalnya karena obat. Obat
tertentu dapat mengganggu fungsi hati dan menyebabkan hepatitis (Dalimartha,2008).

2.2 Definisi Hepatitis A


Hepatitis A adalah penyakit yang menyerang organ Hepar yang disebabkan
oleh VHA. Hepatitis A dapat menyebabkan sakit ringan hingga berat. Pada umumnya
penyebaran terjadi secara fekal-oral ketika seseorang mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi tinja seseorang yang terinfeksi VHA. VHA bersifat
termostabil, tahan asam, dan tahan terhadap cairan empedu (Kemenkes, 2014).

Hepatitis A juga merupakan jenis hepatitis yang paling ringan dan paling
mudah penularannya serta tidak menutup kemungkinan akan berubah atau masuk ke tingkat
yang lebih parah seperti hepatitis B atau hepatitis C. Jika tidak dilakukan intervensi
segera, anak-anak yang sehat agar tetap sehat dan anak-anak yang rentan dapat terhindar
dari faktor-faktor penyebab terjangkitnya hepatitis A (Mardhiyah, 2019).

2.2.1 Etiologi Hepatitis A

Hepatitis A, yang dahulu dinamakan hepatitis infeksiosa, disebabkan oleh virus RNA
dari familyenterovirus. Masa inkubasi virus Hepatitis A diperkirakan berkisar dari 1 hingga
7 minggu dengan rata-rata 30 hari. Perjalanan penyakit dapat berlangsung lama, dari 4
minggu hingga 8 minggu. Virus Hepatitis A hanya terdapat dalam waktu singkat di
dalam serum, pada saat timbul ikterik kemungkinan pasien sudah tidak infeksius lagi
(Smeltzer,2001).

Hepatitis A merupakan penyakit hati serius yang disebabkan oleh virus Hepatitis
A (HAV). HAV ditemukan di tiap tubuh manusia pengidap Hepatitis A. Terkadang penyakit
ini menular melalui kontak personal. Terkadang pula melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi HAV (Sari, 2016).

2.2.2 Patofisiologi Hepatitis A

VHA memiliki masa inkubasi ± 4 minggu. Replikasi virus dominasi terjadi pada
hepatosit, meski VHA juga ditemukan pada empedu, feses, dan darah. Anti gen VHA
dapatditemukan pada feses pada 1-2 minggu sebelum dan 1 minggu setelah awitan
penyakit (ArifA., 2014).

Fase akut penyakit ditandai dengan peningkatan kadar aminotransferaseserum,


ditemukan antibodi terhadap VAH (IgM anti-VAH), dan munculnya gejala klinis (jaundice).
Selama fase akut, hepatosit yang terinfeksi umumnya hanya mengalami perubahan
morfologi yang minimal, hanya <1% yang menjadi fulminant. Kadar IgM anti-VAH
umumnya bertahan kurang dari 6 bulan, yang kemudian digantikan oleh IgG anti-VAH
yang akan bertahan seumur hidup. Infeksi VHA akan sembuh secara spontan, dan
tidak pernah menjadi kronis atau karier (ArifA., 2014).

2.2.3 Faktor Resiko Hepatitis A

Perilaku berisiko terhadap Hepatitis A berdasarkan Kemenkes RI (2012) :

1. Kebiasaan membeli makanan di sembarang tempat, makan makanan


mentah atau setengah matang.
2. Personal hygieneyang rendah antara lain : penerapan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat masih kurang diantaranya cuci tangan dengan air bersih
dan sabun, mengkonsumsi makanan dan minuman sehat, serta cara
mengolah makanan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan
(Kemenkes RI, 2012).

Kelompok risiko tinggi tertular HAVberdasarkan Cahyono,dkk(2010),


diantaranya :

1. Tinggal di daerah dengan kondisi lingkungan yangburuk (penyediaan air


minum dan air bersih, pembuangan air limbah, pengelolaan sampah,
pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat).
2. Tempat penitipan anak dan asrama (Pesantren).
3. Penyaji makanan.

2.3 Patogenesis hepatitis B

Struktur genom VHB terdiri dari empat open reading frame (ORF), yaitu gen S dan
pre-S (mengode HBsAg), gen pre-C dan gen C (mengode HBeAg dan HBcAg) 2 dan gen P
yang mengode DNA polimerase serta gen X yang mengode HBxAg.Berikut genom
VHB dengan 4 ORF.
Genom VHB dengan 4 ORF

Infeksi VHB dapat terjadi apabila partikel utuh VHB berhasil masuk ke dalam hepatosit,
kemudian kode genetik VHB akan masuk ke dalam inti sel hati dan kode genetik tersebut
akan “memerintahkan” selhati untuk membentuk protein-protein komponen VHB.
Patogenesis penyakit ini dimulai dengan masuknya VHBke dalam tubuh secara
parenteral. Terdapat 6 tahapdalam siklus replikasi VHBdalam hati, yaitu :

 Attachment
Virus menempel pada reseptor permukaan sel. Penempelan terjadi dengan
perantaran protein pre-S1, protein pre-S2, dan poly-HSA (polymerized
Human Serum Albumin) serta dengan perantaraan SHBs (small hepatitis B
antigen surface).
 Penetration
Virus masuk secara endositosis ke dalam hepatosit. Membran virus menyatu
dengan membran sel pejamu (host) dan kemudian memasukkan partikel
core yang terdiri dari HBcAg, enzim polimerase dan DNA VHBke dalam
sitoplasma sel pejamu.Partikel core selanjutnya ditransportasikan menuju nukleus
hepatosit.
 Uncoating
VHB bereplikasi dengan menggunakan RNA. VHB berbentuk partially double
stranded DNAyang harus diubah menjadi fully double stranded DNA terlebih dahulu,
dan membentuk covalently closed circular DNA (cccDNA). cccDNA inilah yang
akan menjadi template transkripsi untuk empat mRNA.
 Replication
Pregenom RNA dan mRNA akan keluar dari nukleus.Translasi
akanmenggunakanmRNA yang terbesar sebagai kopi material genetik dan
menghasilkan protein core, HBeAg, dan enzim polimerase. Translasi mRNA
lainnya akan membentuk komponen protein HBsAg.
 Assembly
Enkapsidasi pregenom RNA, HBcAg dan enzim polimerase menjadi partikel
core di sitoplasma. Dengan proses tersebut, virion-virion akan terbentuk dan
masuk kembali ke dalam nukleus.
 Release
DNA kemudian disintesis melalui reverse transcriptase. Kemudian terjadi proses
coating partikel core yang telah mengalami proses maturasi genom oleh
protein HBsAg di dalam retikulum endoplasmik.Virus baru akan dikeluarkan ke
sitoplasma, kemudian dilepaskan dari membran sel.

Gambaran Patogenesis VHB

2.3.1 Patofisiologi hepatitis B


Penelitian menunjukkan bahwa VHB bukan merupakan virus
sitopatik. Kelainan sel hati yang diakibatkan oleh infeksi VHB disebabkan
oleh reaksi imun tubuh terhadap hepatosit yang terinfeksi VHB dengan tujuan
akhir mengeliminasi VHB tersebut. Seperti yang sudah disebutkan dalam
pendahuluan, hepatitis B dapat berkembang secara akut dan kronis. Apabila
eliminasi VHBdapat berlangsung secara efisien, maka infeksi VHBdapat
diakhiri, namun apabila proses tersebut kurang efisien, makan akan terjadi
infeksi VHByng menetap. Proses eliminasi yang tidak efisien dipengaruhi oleh
faktor virus maupun pejamu. Adapun faktor viral dan pejamu sebagai berikut:
1. Faktor virus
 Toleransi imun terhadap produk VHB
 Hambatan terhadap sel T sitotoksik yang berfungsi melisis sel terinfeksi
 Terjadinya mutan VHB yang tidak memprodusi HbeAg
 Integrasi genom VHB dalam sel hati

2. Faktor Pejamu
 Genetik
 Rendahnya produksi IFN
 Adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid
 Kelainan fungsi limfosit
 Faktor kelamin atau hormona

2.3.2 Hepatitis B akut


VHB bersifat non-sitopatik, dengan demikian kelainan sel hati pada infeksi
VHB disebabkan oleh reaksi imun tubuh terhadap hepatosit yang terinfeksi VHB.
Pada kasus hepatitis B akut, respon imun tersebut berhasil mengeliminasi sel
hepar yang terkena infeksi VHB, sehingga terjadi nekrosis pada sel yang
mengandung VHB dan muncul gejala klinik yang kemudian diikuti kesembuhan.
Pada sebagian penderita, respon imun tidak berhasil menghancurkan sel hati
yang terinfeksi sehingga VHB terus menjalani replikasi.
Pada infeksi primer, proses awal respon imun terhadap virus sebagian besar
belum dapat dijelaskan. Diduga, awal respon tersebut berhubungan dengan
imunitas innatepada liver mengingat respon imun ini dapat terangsang dalam
waktu pendek, yakni beberapa menit sampai beberapa jam.Terjadi pengenalan
sel hepatosit yang terinfeksi oleh natural killercell(sel NK)pada hepatosit maupun
natural killersel T(sel NK-T)yang kemudian memicu teraktivasinya sel-sel
tersebut dan menginduksi sitokin-sitokin antivirus, termasuk diantaranya
interferon(terutama IFN-α).Kenaikan kadar IFN-α menyebabkan gejala panasbadan
dan malaise. Proses eliminasi innate ini terjadi tanpa restriksi HLA, melainkan
dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T yang terangsang oleh adanya IFN-
α.
Dalam Textbookof Gastroenterology, juga disebutkan peran imunitas
innatedalam mengaktivasi imunitas adaptif yang terdiri dari respon humoral dan
seluler. Respon humoral bersama-sama dengan antibodi akan mencegah penyebaran
virus dan mengeliminasi virus yang sudah bersirkulasi. Terdapat eliminasi virus
intrasel tanpa kerusakan pada sel hati dengan mekanisme non-sitolitik yang
diperantarai aktivitas sitokin. Antibodi IgM akan terdeteksi pertama kali dan
menjadi marker pada infeksi akut. Lebih lanjut, pada studi yang dilakukan oleh
Busca dan Kumar pada tahun 2014, juga disebutkan fase awal infeksi viral
ditandai dengan adanya produksi sitokin, interferon tipe 1 (IFN)-α/β dan aktivasi
sel natural-killer. Studi tersebut juga menemukan munculnya sel T CD8+
cenderung tidak langsung membunuh hepatosit yang terinfeksi, melainkan
mengontrol replikasivirus melalui mekanisme IFN-γ dependen.
Untuk proses eradikasi lebih lanjut, dibutuhkan respon imun spesifik yaitu
aktivasi sel limfosit T dan B. Aktivasi sel T CD8+ terjadi setelah kontak reseptor sel
T dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas Iyang ada pada permukaan
dinding sel hati dan pada permukaan dinding Antigen Presenting Cell(APC)
dengan dibantu rangsangan sel T CD4+ yang sebelumnya sudah mengalami
kontak dengan kompleks peptida VHB-MHC kelas II pada dinding APC. Sel T
CD8+ selanjutnya akan mengeliminasi virus dalam sel hati yang terinfeksi. Proses
eliminasi tersebut bisa berupa nekrosis sel hati yang dapat meningkatkan kadar
ALT. Respon imun yang pertama terjadi sekitar 10 hari sebelum terjadi kerusakan sel
hati. Respon imun tersebut muncul terhadap antigen pre-S, disusul respon
terhadap HBcAg sekitar 10 hari kemudian. Respon yang terkuat adalah respon
terhadap antigen S yang terjadi 10 hari sebelum kerusakan sel hati.

2.3.3 Hepatitis B kronis


Pada hepatitis B akut, tubuh berusaha mengeliminasi VHB baik
dengan mekanisme innatemaupun spesifik, serta non-sitolitik seperti yang
telah dijelaskan di atas. Eliminasi virus melalui respon spesifik akan
menunculkan produksi antibodi seperti anti-HBs, anti-HBc, dan anti-HBe. Fungsi
anti-HBs adalah menetralkan partikel VHB bebas dan mencegah masuknya virus ke
dalam sel. Infeksi kronis VHB bukan disebabkan gangguan produksi anti-
HBs.Persistensi infeksi VHB disebabkan oleh adanya respon imun yang tidak
efisien oleh faktor viral maupun pejamu.
Studi yang dilakukan oleh Busca dan Kumarjuga menemukan keadaan
aktivasi sel T sitotoksik yang menurunakanmenstimulasi tipe-tipe sel lain secara
terus-menerus, hal ini dapat menjelaskanterjadinya inflamasi kronisyang persisten
pada infeksi hepatitis B kronis.5Persistensi infeksi VHB juga dapat disebabkan
adanya mutasi pada daerah precore DNA yang menyebabkan tidak dapat
diproduksinya HBeAg, sehingga menghambat eliminasi sel yang terinfeksi
VHB.8Interaksi antaraVHB dan respon imun tubuh terhadap VHP sangat
berperan dalam derajat keparahan hepatitis. Makin besar respon imun tubuh terhadap
virus, makin besar pula kerusakan jaringan hati dan sebaliknya.
Pada masa anak-anak maupun dewasa muda, sistem imun tubuh dapat
toleran terhadap VHB, sehingga konsentrasi virus dalam darah dapat
sedemikian tingginya namun tidak terjadi peradangan hati yang berarti. Dalam
keadaan ini VHB berada dalam fase replikatif dengan titer HBsAg sangat
tinggi, HBeAg positif, anti-HBe negatif, titer DNA VHB tinggi dan kadar ALT
relatif normal. Fase ini disebut sebagai fase imunotoleran dimana pada fase ini
jarang terjadi serokonversi HBeAg secara spontan dan terapi untuk menginduksi
serokonversi juga tidak efektif.
Setelah mengalami persistensi yang berkepanjangan terjadilah
proses nekroinflamasi dimana pada keadaan ini pasien mulai kehilangan
toleransi imun terhadap virusditandai dengan adanya peningkatan pada kadar
ALT. Tubuh berusaha menghancurkan virus dan menimbulkan pecahnya sel-sel
hati yang terinfeksi VHB.Fase ini disebut fase immune clearance(imunoeliminasi).
Pada fase ini, baik dengan bantuan pengobatan maupun spontan, 70% individu
dapat menghilangkan sebagai besar partikel VHBtanpa disertai kerusakan sel hati
yang berarti(serokonversi HBeAg). Bila titer HBsAg rendah dengan HBeAg
negatif dan anti-HBe positif secara spontan, disertai kadar ALT yang normal,
pasien sudah berada dalam fase residual (non-replikatif). Namun dapat terjadi
reaktivasi pada 20-30% pasien dalam fase ini. Pada sebagian pasien
kekambuhan, terjadi fibrosis setelah nekrosis yang berulang-ulang. Dalam fase ini
replikasi sudah mencapai titik minimal, namun resiko pasien untuk
terjadi karsinoma hepatoseluler mungkin meningkat. Hal ini diduga disebabkan
adanya integrasi genom VHBke dalam genom sel hati.
Gambaran rangkuman proses patofisiologi pada penyakit hepatitis B
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Infeksi hepatitis B dapat terjadi secara akut maupun kronis, hal ini
dipengaruhi oleh faktor virus dan faktor pejamu. Pada infeksi akut hepatitis B, proses
imunitas innatediduga menjadi proses awal yang teraktivasi akibat virus
tersebut. Sedangkan infeksi kronis terjadi akibat adanya imunotoleransi terhadap
VHByang masuk ataupun dapat disebabkan kelelahan pada sel T akibat
konsentrasi partikel virus yang terlalu tinggi. Proses imun spesifik yang
melibatkan sistem imun spesifik memegang peranan dalam infeksi hepatitis B
kronis. Patogenesis dan patofisiologi hepatitis B perlu dimengerti, terutama
untuk mencegah, mendiagnosis dan memberikan terapi yang tepat bagi
penderitapenyakit hepatitis B.
Hepatitis B ini menular kepada orang lain dimana sumber penularannya dapat
melalui darah. Tetapi berdasarkan penilitian yang pernah dilakukan dilaporkan
bahwa sumber penularan hepatitis yang lain dapat juga melalui cairan sekresi dan
saliva dimana dijumpai HbsAg pada saliva penderita hepatitis B. Oleh karena sumber
penularan virus hepatitis B bisa melalui darah dan saliva maka hepatitis B ini erat
kaitannya dengan dokter gigi karena dokter gigi dalam bertugas sehari-hari akan
selalu berkontak dengan darah dan saliva.
Syarat penularan hepatitis yaitu si penular harus dalam keadaan cukup
viremic ,penyedia layanan kesehatan/pasien harus memiliki cedera (luka tusukan) atau
kondisi (kulit yang tidak utuh) yang memungkinkan pajanan /darahnya atau menular
cairan tubuh lainnya dan darah atau cairan infeksi tubuh penyedia harus berkontak
langsung dengan luka, jaringan trauma, selaput lendir, atau portal yang serupa selama
prosedur pajanan rawan.

B. Saran
Masyarakat apabila mengetahui seseorang menderita penyakit menular
misalnya hepatitis, masyarakat akan menstigmasi orang tersebut bahkan
mendiskriminasinya. Dokter gigi tidak perlu takut merawat pasien hepatitis
ataupun khawatir akan menularkan hepatitisnya kepada pasien selama memiliki
pengetahuan yang benar mengenai cara penularan hepatitis, menerapkan
kewaspadaan standar dan prosedur pengendalian infeksi yang benar, serta
menjaga beban virusnya tidak melewati ambang batas 1000 IU/mL (5000 GE/mL).
Upaya menanggulangi diskriminasi terhadap hepatitis ini dengan meningkatkan
pemahaman tentang hepatitis baik di lingkungan belajar maupun dari dokter gigi
kepada pasien. Di Indonesia belum dibuat peraturan yang mengatur tenaga
kesehatan yang terinfeksi hepatitis sehingga perlu dibuat peraturan yang mengatur
tenaga kesehatan khususnya dokter gigi, untuk mengawasi praktik dokter gigi yang
terinfeksi hepatitis B serta menjaga kestabilan beban virus dokter gigi yang terinfeksi
hepatitis B.
Daftar Pustaka
PB PPHI. 2012.Konsensus Penatalaksanaan Hepatitis Bdi Indonesia.Indonesia:
PB PPHI.
PB PAPDI. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jilid
Ketiga. Jakarta: Internal Publishing.
AMN Healthcare Education. 2013. Hepatitis B: Pathophysiology,
Protection, and Patient.
Yamada, Tadataka. 2009. Textbook of Gastroenterology. 5th ed.
Blackwell Publishing.
Kumar, Ashok and Aurelia Busca. Innate immune responses in hepatitis B virus
(HBV) infection. Virology Journ 201411:22
Oakes, Kathyrn. Hepatitis B:prevalence and pathophysiology.
NursTim2014110(7):12-13
Rehermann, Barbara. Pathogenesis of chronic viral hepatitis: differential
roles of T cells and NK cells. Nature Medicine 201319:859-868
Soemoharjo, Soewignjo. 2008. Hepatitis Virus B. Edisi Kedua. Jakarta: ECG

Anda mungkin juga menyukai