Anda di halaman 1dari 15

Mahasiswa Psikologi

Makalah Kematian, Menjelang Ajal, dan Berduka (Psikologi Perkembangan 2)

- Mei 19, 2018

1.1 Latar Belakang

Manusia adalah makhluk sosial dan konkrit yang memiliki potensial. Manusia dikatakan sebagai makhluk
sosial karena tidak dapat hidup tanpa orang lain. Manusia juga merupakan makhluk konkrit yang
potensial dan dapat mengembangkan dirinya baik secara fisik maupun secara psikis karena didalam diri
manusia tersimpan kemampuan bawaan yang dapat dikembangkan secara terus-menerus.
Perkembangan kemampuan manusia pun akan menurun seiring dengan bertambahnya usia karena
perkembangan manusia seperti kurva yang naik kemudian turun.

Semakin bertambahnya usia, maka akan terjadi perubahan-perubahan baik secara fisik, pola pikir, daya
ingat, kemampuan, dan masih banyak lagi. Dengan bertambahnya usia seseorang, ia akan mulai
melepaskan diri dari kehidupan sosialnya karena berbagai keterbatasan yang dimilikinya. Keadaan ini
mengakibatkan interaksi sosial pada masa dewasa akhir (tua) menurun, baik secara kualitas maupun
secara kuantitas. Selain itu, pandangan di usia tua tentang kehidupan saat ini cenderung berubah.
Mereka tidak lagi memikirkan hal-hal seperti yang dipikirkan oleh masa anak-anak, remaja, bahkan
dewasa. Pada tahap ini mereka akan lebih berfikir tentang hal-hal penting untuk dilakukan dalam waktu
yang masih tersisa sebelum datangnya kematian.

Tahap dewasa dalam psikologi perkembangan dibagi menjadi tiga masa, yaitu masa dewasa awal (early
adulthood), masa dewasa menengah (middle adulthood), dan masa dewasa akhir (late adulthood). Masa
dewasa akhir adalah periode penutup dalam rentang kehidupan manusia. Pada makalah ini kami akan
membahas lebih lanjut tentang masa dewasa akhir dalam menghadapi kematian, menjelang ajal dan
berduka.
1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan kematian,menjelang ajal dan berduka?

2. Bagaimana perspektif perkembangan mengenai kematian?

3. Bagaimana mengatasi kematian diri sendiri?

4. Bagaimana mengatasi kematian orang lain?

1.3 Tujuan Makalah

1. Dapat mengetahui yang dimaksud dengan kematian,menjelang ajal dan berduka

2. Dapat mengetahui perspektif perkembangan mengenai kematian

3. Dapat mengetahui mengatasi kematian diri sendiri

4. Dapat mengetahui bagaimana mengatasi kematian orang lain


2.1 SISTEM KEMATIAN DAN KONTEKS BUDAYA

Setiap tahunnya di AS, kematian orang lanjut usia mencakup dua pertiga dari 2 juta kematian.
Bagaimana seseorang dalam menghadapi kematiannya adalah bagian dari budaya individu itu sendiri.
Setiap budaya memiliki cara menghadapi kematian, dan variasinya terjadi di seluruh budaya.

A. Sistem Kematian dan Variasi Budayanya

Robert Kastenbaum (2009) menekankan bahwa sejumlah komponen menentukan system kematian di
budaya tertentu, komponen-komponen itu adalah :

· Orang : setiap orang terlibat dengan kematian pada suatu titik, karena kematian tidak dapat
dihindari.

· Tempat atau konteks : hal ini mencakup rumah sakit, tempat pemakaman, rumah duka, medan
perang, dan monument peringatan.

· Waktu : kematian melibatkan waktu atau kejadian untuk menghormati mereka yang telah
meninggal.

· Objek : banyak objek di suatu budaya terkait dengan kematian, termasuk peti mati, berbagai
benda berwarna hitam seperti pakaian, pita lengan dan mobil jenazah.
· Simbol : seperti tengkorak dan tulang, dan juga ritual di berbagai upacara keagamaan.

B. Perubahan Kondisi Historis

Kapan, dimana, dan mengapa manusia meninggal telah berubah secara historis. Perubahan historis
melibatkan kelompok usia dimana kematian paling banyak terjadi, saat ini kematian umumnya terjadi
pada orang lanjut usia. Lebih dari 80 persen kematian di AS terjadi dirumah sakit atau institusi lain.

2.2 MENDEFINISIKAN KEMATIAN dan ISU-ISU MENGENAI HIDUP atau

KEMATIAN.

Adakah satu titik dalam proses kematian yang merupakan titik dimana kematian itu terjadi, atau apakah
kematian merupakan suatu proses bertahap? Keputusan-keputusan apakah yang dapat diambil individu
mengenai hidup, kematian, dan perwatan kesehatan?

A. Isu-isu Dalam Menetukan Kematian.

Berakhirnya fungsi-fungsi biologis tertentu, seperti pernapasan dan tekanan darah, serta kakunya tubuh
dianggap sebagai tanda-tanda yang jelas untuk menyimpulkan bahwa seseorang telah meninggal.
Beberapa decade yang lalu, mendefinisikan kematian menjadi lebih kompleks (Zamperetti & Bellomo,
2009).
Mati Otak (brain death) suatu definisi neurologis menyangkut kematian seseorang. Seseorang
memperlihatkan kematian otak jika semua aktivitas elektris di otak telah menghilang selama jangka
waktu tertentu.

B. Keputusan Mengenai Hidup, Kematian, dan Perawatan Kesehatan.

Dalam kasus penyakit berat atau kecelakaan, pasien mungkin tidak memberikan respons secara cukup
dan turut berpartisipasi dalam memutuskan perawatan medis yang akan dijalaninya. Sebagai persiapan
terhadap kondisi ini, beberapa individu telah membuat beberapa pilihan sebelumnya.

· Kematian Alamiah dan Advanced Directives.

Para pasien yang menderita penyakit lanjut mungkin cenderung memilih untuk meninggal dibandingkan
bertahan hidup dalam kondisi kesakitan. Organisasi “Choice in Dying” menciptakan dokumen mengenai
kehendak hidup, dokumen ini berisi tentang keinginan orang yang bersangkutan mengenai prosedur
medis yang mungkin ingin digunakan untuk mempertahankan hidup ketika situasi kesehatannya
memburuk dan tidak memiliki harapan. Advanced Directives menyatakan bahwa prosedur yang dapat
mempertahankan hidup boleh dilepas apabila kematian akan terjadi tidak lama lagi.

· Euthasiana (Kematian yang Mudah).

Euthasiana adalah sebuah tindakan mengakhiri hidup tanda rasa sakit atas seseorang yang menderita
penyakit yang tidak dapat di sembuhkan atau cacat yang parah, kadangkala disebut “membunuh karena
kasih” terdapat dua jenis euthanasia, yaitu :

1. Euthanasia Pasif : menghentikan penanganan yang dulunya diberikan untuk mempertahankan


hidup.
2. Euthanasia Aktif : kematian yang disebabkan dengan sengaja.

· Perawatan Bagi Orang yang Menjelang Ajal.

Orang yang menghadapi kematian sering kali kesepian, dan kesakitan. Mereka seringkali tidak
memperoleh perawatan yang cukup. Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan bahwa dalam banyak
kasus, dokter tidak memberikan informasi yang cukup pada pasien tentang sisa hidup mereka atau
berbagai pengobatan yang bisa mempengaruhi kehidupan mereka (Harringtonb & Smith, 2008).

Ada beberapa cara untuk menghilangkan rasa sakit di akhir hidup (Cowley & Hager, 1995) :

1. Buatlah surat wasiat.

2. Berikan kuasa pada seseorang.

3. Berikan instruksi spesifik pada dokter.

4. Jika ingin meninggal dirumah, bicarakan dengan dokter dan keluarga.

5. Periksa apakah asuransi anda mengganti biaya perawatan rumah sakit dan hospice.

2.3 PERSPEKTIF PERKEMBANGAN MENGENAI KEMATIAN

1. Penyebab Kematian
Kematian dapat terjadi kapan saja di sepanjang kehidupan manusia. Kematian dapat terjadi selama
perkembangan prakelahiran melalui keguguran atau lahir dalam keadaan tidak bernyawa. Dimasa
kanak-kanak, kematian lebih banyak disebabkan oleh kecelakaan atau penyakit, dibandingkan dengan
masa remaja cenderung disebabkan oleh kecelakaan ketika mengendarai kendaraan, bunuh diri, atau
dibunuh.

Kematian yang terjadi di antara orang lanjut usia lebih banyak disebabkan oleh penyakit kronis seperti
jantung dan kanker. Penyakit yang diderita oleh orang-orang lanjut usia sering kali telah menjadikan
mereka tidak mampu sebelum akhirnya terbunuh, dimana hal ini merupakan serangkaian proses yang
secara perlahan-lahan menggiring pada kematian.

2. Sikap Terhadap Kematian di Beberapa Fase Perkembangan Masa-Hidup

Usia anak-anak dan orang dewasa memengaruhi cara mereka mengalami dan berpikir mengenai
kematian. Sebagian besar peneliti menemukan bahwa seiring dengan pertumbuhannya, anak-anak
mengembangkan sikap yang lebih matang mengenai kematian (Haysip & Hansson, 2003).

* Masa Kanak-Kanak

Anak-anak yang berusia 3 hingga 5 tahun hanya memiliki sedikit ide atau tidak sama sekali mengenai
pengertian kematian. Mereka dapat mencampur adukkan kematian dengan tidur atau bertanya
keheranan.

* Masa Remaja

Remaja mengembangkan konsep yang lebih abstrak mengenai kematian dari pada anak-anak. Remaja
mendeskripsikan kematian dalam pengertian kegelapan, sinar, transisi, atau ketiadaan (Wenestam dan
Wass, 1987). Mereka juga mengembangkan pandangan religious dan filosofi mengenai kematian dan
apakah terdapat kehidupab setelah kematian.

* Masa Dewasa
Kesadaran mengenai kematian seseorang meningkat di masa dewasa menengah. Masa dewasa
menengah telah memperlihatkan bahwa masa setengah-baya merupaka waktu yang tersisa dalam
hidupnya. Di usia tua kematian diri sendiri dapat diterima secara lebih baik. Meningkatnya pemikiran
dan percakapan mengenai kematian, dan meningkatnya penghayatan mengenai integritas yang
diperoleh melalui suatu tinjauan hidup, dapat membantu orang lanjut usia menghadapi kematiannya.

2.4 Menghadapi Kematian Diri Sendiri

A. Tahap-Tahap Menjalang Kematian Menurut Kubler-Ross

1) Penolakan dan isolasi (denial and isolation)

Tahap pertama dari proses menjelang kematian sebagaimana dinyatakan oleh Kubler-Ross, dimana
orang yang akan meninggal menyangkal bahwa ia akan meninggal. Orang tersebut mungkin berkata
“tidak, itu tidak dapat terjadi pada saya. itu tidak mungkin.” Ini merupakan reaksi umum yang muncul
pada penyakit terminal. Meskipun demikian, penolakan biasa hanya merupakan mekanisme pertahanan
diri yang bersifat sementara. Penolakan akan diganti dengan meningkatnya kesadaran apabila orang
tersebut dihadapkan pada hal-hal seperti pertimbangan keungan, urusan yang belum selesai, yang
kekhawatiran mengenai kelangsungan hidup anggota keluarga nantinya.

2) Marah (enger)

Tahap kedua menurut Kubler-Ross, di mana orang yang mendekati ajal menyadari bahwa penyangkalan
yang dilakukakan selama ini tidak dapat dipertahankan lagi. Penyangkalan memberi jalan bagi
munculnya kemarahan, kebencian, kegusaran, dan iri hati. Pertanyaan yang biasanya muncul pada orang
yang menjelang ajalnya adalah “mengapa saya?” pada titik ini, seseorang menjadi semakin sulit dirawat
karena kemarahannya sering kali salah sasaran dan dilampiaskan kepada dokter, perawat, anggota
keluarga, dan bahkan kepada Tuhan. Realisasi kehilangan ini sangat besar, dan orang-orang yang
menjadi simbol kehidupan, energi, dan fungsi-fungsi yang kompeten, menjadi target utama
kebenciandan kecemburuan yang mendekati ajal tersebut.

3) Menawar (bargaining)

Tahap ketiga dari Kubler-Ross, di mana orang tersebut berharap kematiannya dapat ditunda atau
ditangguhkan. Beberapa orang melakukan penawaran atau negosisasi seringkali kepada Tuhan ketika
mereka mencoba menunda kematiannya. Secara psikologis, orang ini mengatakan, “ya, saya, tapi..”
sebagai pertukaran terhadap beberapa hari, minggu, atau bulan kebidupan, orang ini berjanji akan
mendedikasikan hidupnya pada Tuhan melayani atau orang lain.

4) Depresi (depression)

Tahap keempat dari Kubler-Ross, dimana orang tersebut mulai menerima kepastian atas kematiannya.
Periode depresi atau persiapan duka-cita dapat saja muncul. Orang yang mendekati ajal mungkin akan
menjadi pendiam, menolak dikunjungi, serta menhabiskan banyak waktu untuk menangis dan berduka.
Perilaku ini normal dan sebenarnya merupakan usaha nyata untuk melepaskan diri dari seluruh objek
yang disayangi. Menurut Kubler-Ross, orang pada tahap ini tidak perlu dihibur karena orang tersebut
perlu merenungkan kematiannya yang akan segera terjadi.

5) Menerima (acceptance)

Tahap kelima dari proses menjelang kematian sebagaimana dikemukakan oleh Kubler-Ross, di mana
orang tersebut mengembangkan rasa damai, menerima nasibnya, dan dalam banyak kasus, ingin
dibiarkan sendiri. Dalam tahap ini, perasaan dan rasa sakit pada fisik mungkin hilang. Kubler-Ross
menggambarkan tahap kelima sebagai akhir perjuangan menjelang kematian.

B. Pemahaman Terhadap Kendali Dan Penolakan

Bagi beberapa orang lanjut usia yang menghadapi kematian, pemahaman terhadap kendali yang
dimilikin dapat menjadi sebuah strategi yang adaptif. Ketika individu dibiarkan untuk memiliki keyakinan
bahwa mereka dapat memengaruhi dan mengendalikan peristiwa seperti memperpanjangan hidupnya
mereka dapat menjadi lebih waspada dan gembira. Pemberian kendali kepada penghuni panti wreda
dapat meningkatkan sikap mereka dan memperpanjang usia hidupnya (Rodin & Langer, 1977).

Bagi sejumlah individu penolakan juga dapat menjadi suatu cara yang baik dalam menghadapi kematian.
Cara ini dapat bersikap adaptif maupun maladaptif. Penolakan dapat digunakan untuk menghindari
pengaruh negatif yang disebabkan oleh perasaan terkejut. Penolakan ini mencegah individu agar tidak
mengatasinya dengan perasaan marah dan terluka meskipun demikian, apabila penolakan mencegah
kita untuk menjalankan fungsi-fungsi yang dapat mempertahankan hidup, maka penolakan itu dikatakan
bersifat maladaptif. Penolakan dapat baik maupun buruk kualitas adaptifnya perlu dievaluasi secara
individual.

C. Beberapa Konteks Di Mana Orang Meninggal

Bagi individu yang menedekati ajal. Konteks di mana mereka meninggal merupakan hal yang penting.
Lebih dari 50 persen orang Amerika meninggal di rumah sakit, sekitar 20 persen meninggal di rumah
perawatan. Beberapa orang menghabiskan hari-hari terakhirnya dalam kondisi sendirian dan ketakutan
(Clay, 1997). Kini terdapat semakin banyak orang yang meninggal di perawatan hospice yang lebih
manusiawi.

Rumah sakit menawarkan sejumlah keuntungan penting bagi individu yang mendekati ajal sebagai
contoh, para staf profesional sudah siap dan dilengkapi dengan teknologi medis yanga dapat
memperpanjang hidup. Namun, rumah sakit bukanlah tempat terbaik bagi banyak orang untuk
meninggal (Pantilat & Isaac, 2008). Sebagian besar individu mengatakan bahwa mereka lebih memilih
meninggal di rumah (Jackson & Kawan-kawan, 2010; Kalish & Reynolds, 1976). Meskipun demikian,
banyak diantara mereka yang akan menjadi beban bagi keluarga. Individu-individu yang menghadapi
kematian juga mengkhawatirkan kemampuan dan ketersediaan penanganan medis yang siap sedia
dalam kondisi darurat, apabila mereka tinggal di rumah.

2.5 MENGATASI KEMATIAN ORANG LAIN


A. BERKOMUNIKASI DENGAN ORANG YANG MENJELANG AJALNYA

Sebagian psikolog berpendapat bahwa menjelang kematiannya, individu yang bersangkutan maupun
orang-orang terdekat sebaiknya mengetahuinya agar dapat saling berinteraksi dan berkomnikasi
berdasarkan pengetahuan itu (Banja, 2005). Apa keuntunga yang diperoleh dari kesadaran yang terbuka
ini bagi individu menjelang kematian? Pertama, individu dapat menyesuaikan hidupnya dengan cara
meninggal sesuai dengan keinginan. Kedua, mereka dapat menyesuaikan beberapa rencana dan proyek,
dapat melakukan pengaturan bagi orang yang masih hidup, dan dapat berpartisipasi dalam membuat
keputusan mengenai pemakamannya. Ketiga, individu berkesempatan meninjau kembali hidupnya,
bercakap-cakap dengan orang-orang yang penting dalam hidupnya, dan mengakhiri kehidupannya
dengan kesadaran mengenai bagaimana kehidupannya selama ini. Dan keempat, individu itu menjadi
lebih memahami apa yang terjadi dengan tubuhnya dan apa yang dilakukan oleh para staf medis
terhadap tubuhnya (Kalish, 1981).

Selain mengusahakan agar komunikasi berlangsung terbuka, beberapa ahli berpendapat bahwa
percakapan sebaiknya tidak difokuskan pada patologi mental atau persiapan kematian namun pada
kekuatan individu dan persiapan untuk menghadapi sisa hidupnya. Karena individu sudah tidak
dimungkinkan lagi meraih prestasi yang bersifat eksternal, komunikasi sebaiknya difokuskan pada
pertumbuhan pribadi yang bersifat internal. Perlu diingat pula bahwa dukungan yang diberikan individu
yang hendak meninggal sebaiknya tidak hanya diberikan oleh para profesional kesehatan mental,
namun juga diberikan oleh perawatan, doketer. Pasangan atau kawan-kawan dekat. Dalam
Mengoneksikan Perkembangan dengan Kehidupan, anda dapat membaca lebih jauh mengenai strategi-
strategi komunikasi yang efektif dengan orang yang sedang menjelang ajalnya.

B. DUKA CITA

Dimensi-Dimensi Duka Cita

* Dukacita (grief) : Adalah kumpulan emosi, ketidak yakinan, kecemasan karena keterpisahan
(separation anxiety), keputusaasaan, kesedihan, dan kesepian, yang menyertai kehilangan seseorang
yang kita cintai.

* Dukacita Berkepanjangan (Prolonged grief) : Jenis dukacita dengan keputusan berkepanjangan dan
tidak terselesaikan selama beberapa waktu tertentu (Kersting & Kroker, 2010; kresting & kawan-kawan,
2009). Orang yang kehilangan orang tempat bergantung secara emosional sering kali beresiko tinggi
mengembangakan dukacita yang berkepanjangan (Johnson dkk., 2007).

* Dukacita Disenfranchised : Dukacita seseorang terhadap orang meninggal, yang secara sosial
merupakan kehilangan yang tidak dapat diungkapkan atau didukung secara terbuka (Aloi, 2009; hendry,
2009).

* Model Dwi Proses Dalam Mengatasi Pengalaman Kehilangan : Merupakan model usaha coping
kematian yang terdiri dari dua dimensi utama, yaitu: (1) stersor yang berorientasi pada kehilangan, dan
(2) stresor yang berorientasi pada pemulihan (Stroebe, Schut, dan Boerner, 2010; Streobe, Schut, dan
Stroebe, 2005). Stresor yang berorientasi pada kehilangan fokus pada individu yang telah meninggal dan
mencakup mengenang kembali secara positif atau negatif.

* Coping Dan Jenis Kematian : Pengaruh kematian terhadap individu-individu yang selamat sangat
dipengaruhi oleh situasi dimana kematian itu terjadi (Smith ddk, 2009). Kematian yang terjadi secara
mendadak, sebelum waktunya disebabkan oleh kekerasan atau traumatik, cenderung memiliki dampak
yang lebih intens dan lama terhadap individu yang ditinggalkan; proses coping juga terasa lebih sulit bagi
mereka (Sveen dan Walby, 2008). Kematian semacam itu seringkali disertai dengan ganguan stress
pascatrauma (post-traumatic stress atau PTSD).

C. KESADARAN TERHADAP DUNIA

Proses dukacita dapat menstimulasi individu untuk berjuang agar memahami dunianya. Ketika kematian
disebabkan oleh kecelakaan atau bencana, usaha untuk memahaminya sulit untuk dicapai.

D. KEHILANGAN PASANGAN HIDUP

Pengalaman kehilangan yang paling berat adalah kematian pasangan. Pengalaman kehilangan dapat
menimbulkan risiko untuk menderita masalah-masalah kesehatan meskipun pengalaman kegelisahan
yang dirasakan oleh pasangan yang masih hidup dapat bervariasi. Dukungan sosial dapat membantu
pasangan yang ditinggalkan.

E. BENTUK-BENTUK PERKABUNGAN

Bentuk perkabung yang berlangsung di setiap budaya dapat bervariasi. Sekitar dua pertiga jenzah
dimakamkan, sedangkan sepertiganya dikremasi. Aspek penting dalam masa perkabuangan di beberapa
budaya adalah upacara pemakaman. Di tahun-tahun terakhir ini, industri pemakaman telah menjadi
bahan perdebatan. Dalam beberapa budaya, tradisi makan bersama dilakukan setelah pemakaman.

3.1 Kesimpulan

Kematian biasanya terjadi di usia dewasa akhir, namun dapat juga terjadi pada fase
perkembangan manapun. Kematian beberapa orang, khususnya anak-anak dan dewasa sering dianggap
lebih tragis daripada kematian pada orang yang lanjut usia. Pada anak-anak dan dewasa muda kematian
banyak disebabkan karena kecelakaan, sedang orang dewasa lanjut banyak disebabkan oleh penyakit
kronis.

Duka cita merupakan kelumpuhan secara emosional, tidak percaya perpisahan, cemas, putus asa, sedih,
dan kesepian yang muncul saat kita akan melalui tiga fase duka cita, yaitu terkejut, putus asa, dan pulih
kembali. Sedang empat fase duka cita yaitu kelumpuhan, rindu, depresi, dan pulih kembali. Biasanya
kehilangan yang paling sulit adalah kematian pasangan hidup. Kematian pasangan dikaitkan dengan
depresi.
Daftar Pustaka

Santrock, John W. 2012. Life-Span Development: Perkembangan Masa-Hidup Edisi 13 Jilid 2.

Jakarta: Erlangga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Tes CPM (Colours Proggresive Matrices)

- Mei 19, 2018

1.1Latar Belakang

Istilah Intelegensi yang padanan katanya “kecerdasan”, walaupun sepintas lalu kelihatan jelas, rupanya
tidak mudah dirumuskan, karena tidak semua orang atau bahkan setiap ahli menyatakan hal yang sama
untuk istilah tersebut. Banyak ahli yang berbeda persepsi untuk mendefinisikan istilah inteligensi.
Intelegensi merupakan salah satu konsep yang di pelajari dalam psikologi. Pada hakekatnya, Semua
orang sudah merasa memahami makna intelegensi. Sebagian orang berpen dapat bahwa intelegensi
merupakan hal yang sangat penting dalam berbagai aspek kehidupan.

Intelegensi juga tidak terlepas dengan alat ukur untuk mengetahui tingkat intelegensi seseorang yang
biasa disebut dengan Tes Intelegensi. Tes Intelegensi memeliki berbagai macam jenis dan fungsinya
salah satu bagian atau jenis dari Tes Intelegensi adalah Tes Colours Progressive Matrices, yang biasa
disebut dengan Tes CPM.
1.2 Rumusan masalah

1. Apa itu Tes Intelegensi CPM?

2. Apa Fungsi dari Tes Intelegensi CPM?

3.Bag…

BACA SELENGKAPNYA

Makalah Psikologi Kesehatan (Psikologi Umum 2)

- Mei 19, 2018

1. LATAR BELAKANG

Psikologi Kesehatan dikembangkan untuk memahami pengaruhpsikologis terhadap bagaimana


seseorang menjaga dirinya agar tetap sehat, dan mengapa mereka menjadi sakit dan untuk menjelaskan
apa yang mereka lakukan saat mereka jatuh sakit. Selain mempelajari hal-hal tersebut di atas, psikologi
kesehatan mempromosikan intervensi untuk membantu orang agar tetap sehat dan juga mengatasi
kesakitan yang dideritanya. Psikologi kesehatan tidak mendefinisikan sehat sebagai tidak sakit. Sehat
dilihat sebagai pencapaian yang melibatkan keseimbangan antara kesejahteraan fisik, mental dan sosial.
Psikologi kesehatan mempelajari seleruh aspek kesehatan dan sakit sepanjang rentang hidup. Psikologi
kesehatan fokus pada pemeliharaan dan peningkatan kesehatan, seperti bagaimana mendorong anak
mengembangkan kebiasaan hidup sehat, bagaimana meningkatkan aktivitas fisik, dan bagaimana
merancang suatu kampanye yang dapat mendorong orang lain memperbaiki pola makannya, maupun
kesehatan mental rem…

BACA SELENGKAPNYA

Diberdayakan oleh Blogger

Gambar tema oleh Radius Images

Arsip

Laporkan Penyalahgunaan

Anda mungkin juga menyukai