Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus


ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun
klien. Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi.
Sebuah globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang
kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat
menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi
perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara.
Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan
keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat.

Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran


perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan
spiritual klien. Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat.
Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang
didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal
dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan,
krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat
klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.

Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari


keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting
dilakukan. Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan
keperawatan yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan
hal-hal lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak
sekali tugas perawat dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang
kematian, dan saat kematian. Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu
spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara
paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus
terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS Patient,
Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa orang
yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak
mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga
pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian
khusus (Hawari, 1977)

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa kasus transcultural nursing?

1.2.2 Bagaimana memecahkan masalah transcultural nursing?

1.2.3 Bagaimana mengaplikasikan tindakan keperawatan transcultural?

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui kasus transcultural nursing

1.3.2 Untuk mengetahui cara memecahkan masalah transcultural nursing

1.3.3 Untuk mengaplikasikan tindakan keperawatan kultural


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menulusuri Kasus Transcultural Nursing Kasus Semu

An. J usia 11 th, SD, suku jawa, islam, masih belajar sholat 5 waktu,
tinggal bersama ibu di sebuah desa Suko Moro. Ayahnya bernama Tn. S 28 th,
islam, pendidikan SMP, TKI di Malaysia. Ibunya Ny. W 25 tahun, islam,
pendidikan SMP, ibu rumah tangga. Ny. W berkomunikasi dengan Tn. S lewat
telepon.

An. J dirawat di puskesmas dengan diagnose diare dehidrasi ringan


dengan ciri – ciri mukosa bibirnya masih kering dan matanya cowong . Ibu klien
bercerita bahwa setiap sore An. J sering bermain di sungai dekat rumahnya
bersama teman-temannya. Sepulang bermain An. J mandi dengan air dingin
kemudian makan malam dengan nasi sambal dan tempe sisa kemarin. Keesokan
harinya tiba-tiba An. J BAB lebih dari 4x, Ny. W khawatir dengan kondisi
anaknya. Ny. W kemudian mencarikan batu kerikil untuk digenggam anaknya,
karena Ny. W mempercayai batu kerikil dapat memperlambat keinginan untuk
BAB. Ny. W menduga anaknya sakit disebabkan karena anaknya sering mandi
sore dan menggunakan air dingin karena bisa menyebabkan perut kembung dan
diare.

Karena tidak ada perubahan, Ny. W kemudian membawa anaknya ke


dukun pijat karena pijat di percaya bisa menyembuhkan perut kembung. Dukun
pijat menyarankan agar Ny. W membuat sari daun jambu biji dan juga apel cuka,
karena sari daun jambu biji dan apel cuka dapat menghentikan diare serta tidak
boleh minum susu dan mengkonsumsi telur. Tetapi semakin lama An. J semakin
sering BAB dan tubuhnya terasa lemas. Ny. W semakin bingung dengan kondisi
An. J yang tak kunjung sembuh. Tetangganya menyarankan untuk membuat
oralit tetapi Ny. W tidak tau cara membuatnya dengan benar dan diare An.J
hanya sembuh sementara.

Akhirnya Ny. W membawa An. J ke puskesmas terdekat karena bingung


mau membawa anaknya ke mana. Disana Ny. W diberi informasi oleh perawat
bahwa An. J mengalami dehidrasi akibat diare yang dialaminya dan perawat
menganjurkan An. J untuk rawat inap tetapi An. J tidak mau karena An. J merasa
takut . Jadi, dokter memperbolehkan pulang dengan syarat menjaga kebersihan
lingkungan dan makanan serta rajin mengkonsumsi obat.

Meskipun sudah disarankan seperti itu, An. J tetap saja masih sering
bermain dengan temannya ditempat yang kurang bersih dan Ny. W tidak begitu
mementingkan kebersihan makanan serta tidak teratur minum obat selain itu
An. J hanya minum air putih sedikit. Ny. W juga memberikan buah dan sayur
pada anak sebagai vitamin dan daya tahan tubuh. Diare yang dialami An. J tidak
kunjung sembuh tubuhnya lemas. Melihat kondisi anaknya, Ny. W membawa
kembali anaknya ke puskesmas, dan perawat menganjurkan An. J untuk segera
rawat inap. Ny. W kebingungan untuk mengambil keputusan sendiri, karena
menurut peraturan di desanya pengambilan keputusan berada di pihak laki-laki,
sedangkan suaminya berada di Malaysia sebagai TKI. Perawat menjelaskan
kepada Ny. W bahwa keputusan bisa diambil pihak perempuan, karena melihat
kondisi An. J yang harus segera mendapatkan perawatan. Akhirnya Ny. W setuju
An. J dirawat inap.

2.1.1 7 Sub Sistem Pengkajian Menurut Model Sunrise Leininger

2.1.1.1 Faktor teknologi

1) Ny. W masih mempercayai kalau batu kali dapat


memperlambat keinginan untuk BAB.
2) Ny. W mendapatkan informasi pengobatan menggunakan
sari daun jambu biji dan apel cuka serta tidak boleh
minum susu dari seorang dukun pijat.
3) Selain itu Ny. W juga mendapatkan saran dari tetangganya
untuk mengkonsumsi oralit.

2.1.1.2 Faktor sosial dan ketertarikan keluarga

1) Dari kasus di atas klien yang bernama An. J


2) Umur 7 tahun
3) Jenis kelamin laki-laki
4) Pendidikan SD
5) Tipe keluarganya inti (tinggal sekeluarga tanpa ada
keluarga lain)
6) Hubungan kekerabatan yang lebih dominan pihak laki-
laki, hubungan An. J dengan Tn. S dan Ny. W adalah
sebagai anak dan orangtua
7) Pengambilan keputusan dalam anggota keluarga secara
sepihak, karena Ny. W hanya tinggal bersama An. J.

2.1.1.3 Faktor agama dan falsafah hidup

1) Agama yang di anut An. J adalah islam, karena An. J


masih kecil jadi An. J mengikuti orangtuanya.
2) Masih belajar sholat 5 waktu.

2.1.1.4 Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup

1) Keyakinan yang dianut An. J mengikuti orangtua, yang


meyakini diare disebabkan karena An. J sering mandi sore
dan menggunakan air dingin karena bisa menyebabkan
perut kembung dan diare.
2) An. J sering bermain di sungai dekat rumahnya.
3) An. J makan sambal dengan tempe menjes sisa kemarin.
4) Pijat dipercaya bisa menyembuhkan perut kembung.
5) Ny. W masih mempercayai kalau batu kali dapat
memperlambat keinginan untuk BAB.
6) Persepsi tentang sehat sakit berhubungan dengan aktivitas
sehari – hari diantaranya An. J dan Ny. W tidak
memperhatiakan kebersihan diri dan makanan.

2.1.1.5 Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku

1) An. J dibawa ke puskesmas An. J disarankan untuk rawat


inap tetapi An. J tidak mau karena takut. Akhirnya Dokter
mengijinkan untuk pulang dengan syarat menjaga
kesehatan lingkungan dan makanan serta rajin
mengkonsumsi obat.
2) Kondisi An. J semakin memburuk akhirnya An. J
dianjurkan untuk rawat inap untuk yang kedua kalinya
tetapi Ny. W tidak berani mengambil keputusan sendiri.
Tetapi perawat menganjurkan untuk mengambil keputusan
secara sepihak karena kondisi anak sudah tidak
memungkinkan.

2.1.1.6 Faktor ekonomi

1) An. J sebagai pelajar, biaya hidup masih ditanggung


orangtuanya.
2) Pekerjaan Ny. W adalah ibu rumah tangga dan Tn. S
sebagai TKI di Malaysia, jadi kebutuhan hidup An. J dan
Ny. W ditanggung oleh Tn. S berupa uang yang dikirim
setiap bulannya.

2.1.1.7 Faktor pendidikan

1) Tingkat pendidikan An. J adalah SD.


2) Ny. W dan Tn. S lulusan SMP

2.1.2 Analisa Data

No Analisa Data Diagnosa Keperawatan


1. Ds : Kurang pengetahuan klien
tentang pengobatan medis
- Ny. W menduga anaknya sakit karena
mandi sore dan menggunakan air
dingin.
- Ny. W masih mempercayai apabila
memegang batu kali dapat
mengurangi rasa untuk ingin BAB
- Ny. W membawa anaknya berobat ke
dukun pijat karena percaya bahwa
pijat dapat menyembuhkan perut
kembung
- Ny. W menggunakan sari daun jambu
biji dan apel cuka serta tidak boleh
minum susu dan makan makanan
yang digoreng.
- Ny. W tidak tahu membuat oralit
- An. J tidak mau dilakukan rawat inap
karena takut dengan tenaga medis.

Do :

- Pendidikan terakhir Ny. W dan Tn. S


adalah SMP

2 Ds : Defisit cairan tubuh

- An. J tidak rutin mengkonsumsi obat


dari puskesmas karena Ny. W tidak
terlalu percaya dengan pengobatan
medis
- An. J tidak diberikan susu dan
mengkonsumsi air putih sedikit
- Ibu klien mengatakan tubuh anaknya
semakin lemah
- Ibu klien mengatakan anaknya BAB
>4x dalam sehari

Do :

- Bibir kering
- Mata cowong

3. Ds : Kurangnya pemahaman
kebersihan diri
- Ny. W mengatakan anaknya masih
sering bermain dengan temannya di
sungai dekat rumahnya
- Ny. W mengatakan anaknya makan
nasi sambal dan tempe sisa kemarin

Do :

- An. J BAB lebih dari 4x


- Keadaan An. J lemah
- Bibir kering
- Mata cowong

2.1.3 Diagnosa Keperawatan


2.1.3.1 Kurang pengetahuan klien tentang pengobatan medis
behubungan dengan tingkat pendidikan yang rendah
2.1.3.2 Defisit cairan tubuh berhubungan dengan ketidakpatuhan
minum obat
2.1.3.3 Kurangnya pemahaman kebersihan diri berhubungan dengan
informasi yang tidak adekuat

2.1.4 Rencana Keperawatan

No Tujuan Rencana Kegiatan


1. Setelah diberikan asuhan Melakukan pendekatan dengan cara
keperawatan selama 1 x 24 jam
a. Memelihara komunikasi yang sedang
diharapakan orang tua klien dapat
terjalin dengan baik (tanpa ada
memahami dan mengikuti
masalah karena budaya) antara klien
pengobatan medis yang sesuai,
dengan perawat maupun klien
dengan kriteria hasil :
dengan dokter atau klien dengan
a. Orang tua klien dapat tenaga kesehatan lain.
mengerti dan menerima b. Identifikasi perbedaan konsep antara
pengobatan medis yang perawat dan Ny. W.
c. Perawat harus tenang dan tidak
dijelaskan
terburu- buru berinteraksi dengan
b. Orang tua klien dapat
Ny. W.
menjelaskan kembali
d. Dalam berkomunikasi perawat harus
informasi yang diberikan
menggunakan bahasa yang mudah
c. Orang tua klien dapat
dipahami oleh Ny. W.
mempraktekkan
e. Perawat dapat mendiskusikan cara
pengobatan yang
mengatasi perbedaan budaya yang
diinformasikan
dimilikinya dengan yang dimiliki Ny.
W, diantaranya :

- Maintenance

Penggunaan sari daun jambu biji


dan juga apel cuka, karena sari
daun jambu biji dan apel cuka
dapat menghentikan mencret,
sehingga pengobatan alami ini
dapat dipertahankan.

Tidak boleh mengkonsumsi susu


dan makan makanan yang digoreng
karena bisa memperburuk kondisi
klien.

- Negoisasi

Menurut kepercayaan di desanya


apabila seseorang terkena diare
dapat ditahan dengan mengenggam
batu kali, karena diyakini batu kali
dapat menahan seseorang yang
ingin BAB. Peran perawat disini
menganjurkan batu kali diganti
dengan minyak kayu putih yang
bisa menghangatkan perut yang
kembung.

- Restrukturisasi

Ny. W menduga anaknya sakit


karena mandi sore dan
menggunakan air dingin. anggapan
ini harus dirubah karena diare itu
disebabkan karena bakteri.

An. J tidak mau dilakukan rawat


inap karena takut dengan tenaga
medis. Dalam hal ini perawat dapat
merubah pandangan tentang tenaga
medis yang menakutkan dengan
cara melakukan pendekatan
menyenangkan

f. Memberikan informasi tentang diare


secara umum
g. Memberi informasi tentang cara
pencegahan dan pengobatan diare
secara medis.
h. Mengajarkan cara membuat oralit yang
benar

2. Setelah diberikan asuhan Melakukan pendekatan dengan cara


keperawatan selama 1 x 24 jam
a. Memelihara komunikasi yang
diharapakan Defisit cairan tubuh
sedang terjalin dengan baik (tanpa
tidak terjadi, dengan kriteria hasil:
ada masalah karena budaya) antara
a. Masukan dan haluaran klien dengan perawat maupun klien
seimbang dengan dokter atau klien dengan
b. Klien mau minum obat tenaga kesehatan lain.
dengan teratur b. Identifikasi perbedaan konsep antara
c. Keadaan klien cukup perawat dan Ny. W.
d. Turgor kulit elastis c. Perawat harus tenang dan tidak
e. Mata tidak cowong terburu- buru berinteraksi dengan
Ny. W.
d. Dalam berkomunikasi perawat harus
menggunakan bahasa yang mudah
dipahami oleh Ny. W.
e. Perawat dapat mendiskusikan cara
mengatasi perbedaan budaya yang
dimilikinya dengan yang dimiliki
Ny. W, diantaranya :

- Restrukturisasi

Mengubah kebiasaan An. J yang


kurang minum air putih. Karena air
putih dapat menggantikan cairan
tubuh yang hilang.

An. J tidak rutin mengkonsumsi


obat dari puskesmas karena Ny. W
tidak terlalu percaya dengan
pengobatan medis. Hal yang dapat
dilakukan perawat yaitu dengan
cara memberika informasi
mengenai dampak diare apabila
tidak ditangani dengan cepat serta
komplikasi yang terjadi.

f. Mengontrol intake dan output cairan


g. Menganjurkan untuk minum banyak
h. Memberikan obat dengan rasa yang
disukai anak
i. Menganjurkan An. J untuk membatasi
aktivitas
3. Setelah diberikan asuhan Melakukan pendekatan dengan cara
keperawatan selama 1 x 24 jam
a. Memelihara komunikasi yang sedang
diharapakan orang tua klien dapat
terjalin dengan baik (tanpa ada
memahami pentingnya kebersihan
masalah karena budaya) antara klien
diri bagi keluarga maupun
dengan perawat maupun klien dengan
lingkungan disekitarnya, dengan
dokter atau klien dengan tenaga
kriteria hasil :
kesehatan lain.
a. Orang tua klien dapat b. Identifikasi perbedaan konsep antara
mengerti dan memahami perawat dan Ny. W.
pentingnya menjaga c. Perawat harus tenang dan tidak
kebersihan diri maupun terburu- buru berinteraksi dengan Ny.
lingkungan W.
b. Orang tua klien dapat d. Dalam berkomunikasi perawat harus
menjelaskan kembali menggunakan bahasa yang mudah
informasi yang diberikan dipahami oleh Ny. W.
e. Perawat dapat mendiskusikan cara
mengatasi perbedaan budaya yang
dimilikinya dengan yang dimiliki Ny.
W, diantaranya :

- Negoisasi

Ny. W mengatakan anaknya masih


sering bermain dengan temannya di
sungai dekat rumahnya. Kebiasaan
ini diperbolehkan, asalkan setelah
bermain anak dianjuurkan untuk
membersihkan diri (cuci tangan
pakai sabun, mandi dan ganti
pakaian yang bersih) sebelum
makan.

- Restrukturisasi
Ny. W mengatakan anaknya makan
nasi sambal dan tempe sisa
kemarin. Hal ini harus dicegah,
karena makanan basi sudah banyak
mengandung bakteri yang bisa
membahayakan tubuh. Sehingga
sebagai orangtua, harus
mewaspadai jangan sampai ada
makanan basi dirumah yang
diletakkan di sembarang tempat
(yang bisa dijangkau anak)
hendaknya dibuang.

f. Memberikan informasi tentang


pentingnya menjaga kebersihan diri
maupun lingkungan di sekitarnya.

2.1.5 Evaluasi
2.1.5.1 Orang tua klien dapat memahami dan mengikuti pengobatan
medis yang sesuai
2.1.5.2 Defisit cairan tubuh tidak terjadi
2.1.5.3 Peningkatan pemahaman orangtua klien untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan

2.2 Memecahkan Masalah Transcultural Nuring

2.2.1 Berpikir Kritis

Berpikir kritis adalah suatu kegiatan penyelidikan yang melibatkan


penggunaan fakta-fakta, prinsip-prinsip, teori, abstrak, deduksi,
interprestasi, dan analisis argumen (mathews, 1979). Berpikir kritis adalah
pemikiran reflektif dan beralasan yang berfokus pada penutusan apa yang
diyakini atau dikerjakan (Ennis, 1988).

2.2.2. Transcultural Nursing

Keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan


yang berfokus pada analisis dan studi perbandingan tentang perbedaan
budaya (Leininger,1987). Keperawatan transkultural merupakan ilmu dan
kiat yang humanis, yang difokuskan pada prilaku individu atau kelompok,
serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku yang
sehat atau perilaku sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar
belakang budaya (Leininger, 1984). Pelayanan keperawatan transkultural
diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya.

2.2.3 Berpikir Kritis dalam Transkultural Nursing

Berpikir kritis dalam transkultural keperawatan merupakan suatu


kegiatan penyelidikan, pemecahan masalah, proses berpikir, yang mana
terdapat tujuan yang jelas, abstrak, sesuai dengan teori, realistis, dapat
diyakini, dan semuanya ini berhubungan langsung dengan kebudayaan-
kebudayaan masyarakat seperti menghargai kebudayaan mereka,
melakukan tindakan keperawatan yang tepat sesuai dengan teori dan
kepercayaan serta nilai budaya dan tentunya tidak melenceng dari dunia
keperawatan, bagaimana perawat profesional dapat memecahkan suatu
masalah dalam persoalan keperawatan terhadap klien-klien yang berbeda
budaya, kemudian bagaimana perawat dapat beradaptasi dengan baik
terhadap klien agar dalam pelayanan keperawatan maupun kesehatan tidak
terjadi ketidaknyamanan dari diri klien maupun perawat.

Berpikir kritis dalam transkultural keperawatan merupakan hal


penting. Seperti contoh misalnya seorang perawat dihadapkan dengan
seorang klien atau pasien yang berbeda budaya, maka perawat yang
profesional tetap harus mampu memberikan pelayanan yang tinggi untuk
memenuhi kebutuhan dasar pasien tersebut. Berpikir kritis diperlukan
untuk menangani hal ini agar terdapat kenyamanan dalam memberi
pelayanan dan bagi pasien tersendiri merasa nyaman ketika diberi
pelayanan. Berpikir kritis dan segera bertindak ketika pasien merasakan
sesutu yang tidak nyaman akan dilakukan oleh perawat profesional yang
begitu paham dengan budaya-budaya yang ada. Inilah pentingnya
transkultural keperawatan yang mana para perawat diharapkan memahami
budaya-budaya di negara ini maupun negara lain agar siap ketika
menghadapi persoalan kebudayaan. Paham terhadap budaya-budaya tetapi
tidak dapat berpikir secara kritis dalam menghadapi masalah itu tidaklah
baik bagi pelayanan. Ketika para perawat telah memahami budaya-budaya
dan dapat berpikir kritis serta bertindak tepat dan cepat, maka inilah yang
akan melengkapi tingginya suatu layanan ke masyarakat nantinya.

Leininger beranggapan bahwa sangatlah penting memperhatikan


keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan
keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan
mengakibatkan terjadinya cultural shock. Disinilah perawat harus berpikir
dan bertindak tepat agar tidak terjadi cultural shock.

Seperti contoh berikut, cultural shock akan dialami oleh klien pada
suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan
nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi.
Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang
mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan
seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau
menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri
hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap
tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau
berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan,
atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap
telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh
perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan
keperawatan yang diberikan. Agar tidak terjadi penurunan pelayanan
terhadap masyarakat dan masyarakat tetap percaya dengan pelayanan
kesehatan, maka perawat harus mampu memahami budaya masyarakat
yang ada, mampu beradaptasi dengan baik, mampu berpikir secara kritis
dan bertindak tepat.

2.2.4 Aspek - aspek Dalam Berfikir Kritis

Berfikir merupakan suatu proses yang berjalan secara


berkesinambungan. Namun, beberapa aktifitas kognitif atau mental dapat
diidentifikasi sebagai komponen-komponen utama dalam berfikir kritis

2.2.4.1 Mengajukan sebuah pertanyaan untuk menentukan alasan dan


penyebab

2.2.4.2 Mengumpulkan data

2.2.4.3 Memvalidasi informasi yang tersedia

2.2.4.4 Menganalisa informasi

2.2.4.5 Menggunakan pengalaman dan pengetahuan klinis yang lalu

2.2.4.6 Mempertahankan suatu sikap fleksibel

2.2.4.7 Mempertimbangkan pilihan yang tersedia dan menilai tiap pilihan


menurut keuntungan dan kerugian

2.2.4.8 Merumuskan suatu keputusan.

Perawat harus menggunakan keterampilan berfikir kritis dalam


semua keadaan :
1) Perawatan klinis, faktor-faktor yang dibawa oleh pasien dalam situasi
perawatan kesehatan dipertimbangkan, dipelajari, dianalisa, dan
diinterpretasikan.
2) Ambulatori
3) Perawatan extended dalam panti dan komunitas

2.2.5 Contoh Trend dan Issue dalam Transkultural Nursing

2.2.5.1 Kalkun

Ada mitos yang menyebutkan bahwa mengkonsumsi


kalkun menyebabkan kantuk. Hal itu tidak benar, rasa kantuk
seseorang disebabkan oleh kandungan tryptophan atau asam
amino dalam tubuh. Daging kalkun tidak memiliki asam yang
memungkinkan terciptanya zat – zat tersebut. Daging kalkun
memiliki banyak kelebihan karena selain bergizi tinggi, dapat
menyembuhkan penyakit. Di samping itu, daging kalkun
membantu pertumbuhan dan kecerdasan anak. Masih banyak
manfaat daging kalkun seperti mencegah penuaan dini. Daging
kalkun diyakini memiliki kandungan protein 34,3 persen atau
setara dengan dua kali daging sapi dan sangat baik untuk
mengganti sel tubuh yang rusak.

Selain itu, daging kalkun memiliki kandungan asam


amino dan lysine yang banyak dibutuhkan untuk pertumbuhan
dan perkembangan otak dan kecerdasan anak mulai 3-6 tahun.
Daging kalkun mempunyai kandungan rendah lemak yang bisa
menghindari kelebihan kolesterol. Daging kalkun juga
mengandung energi yang lebih tinggi dari ayam maupun telur
ayam.

2.3 Proses keperawatan Transcultural Nursing


Model konseptual yang dikembangkan oleh Leininger dalam
menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam
bentuk matahari terbit (Sunrise Model ) seperti yang terdapat pada gambar 1.
Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh
perawat sebagai landasan berfikir dan memberikan solusi terhadap masalah
klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan
dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk


mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995). Pengkajian dirancang
berdasarkan 7 komponen yang ada pada ”Sunrise Model” yaitu :

2.3.1.1 Faktor teknologi (tecnological factors)

Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk


memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam
pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji : persepsi sehat sakit,
kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan
mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan
alternatif dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan
teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan saat ini.

2.3.1.2 Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical


factors)

Agama adalah suatu simbol yang mengakibatkan


pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama
memberikan motivasi yang sangat kuat untuk menempatkan
kebenaran di atas segalanya, bahkan di atas kehidupannya sendiri.
Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah : agama yang
dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab
penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak
positif terhadap kesehatan.
2.3.1.3 Faktor sosial dan keterikatan keluarga ( kinship and social factors)

Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor :


nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir,
jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan
dalam keluarga, dan hubungan klien dengan kepala keluarga.

d.

Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (

cultural value and life ways

) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya
yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai
sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini
adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri. e.

Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (

political and legal factors

) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and
Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat. f.

Faktor ekonomi (

economical factors

) Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang


dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus
dikaji oleh perawat diantaranya : pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan
yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian
biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga. g.

Faktor pendidikan (

educational factors

) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan
klien biasanya didukung oleh bukti- bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut
dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan
serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya
sehingga tidak terulang kembali. 2.

Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan.
(Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering
ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan
disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini. 3.

Perencanaan dan Pelaksanaan Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan


trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan.
Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah
melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and
Davidhizar, 1995). Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural
(Andrew and Boyle, 1995) yaitu : mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila
budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan, mengakomodasi budaya klien bila
budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan merubah budaya klien bila budaya
yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a.

Cultural care preservation/maintenance

1)

Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi

2)

Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien

3)

Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat

b.

Cultural careaccomodation/negotiation

1)

Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien

2)

Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan


3)

Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan


pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik

c.

Cultual care repartening/reconstruction

1)

Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya

2)

Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok

3)

Gunakan pihak ketiga bila perlu

4)

Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami
oleh klien dan orang tua

5)
Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan

Perawat dan klien harus mncoba untuk memahami budaya masing-masing melalui
proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami
budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik. 4.

Evaluasi Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan


klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi
budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru
yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui
evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya
klien.

BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Peran agama dan kepercayaan sangat mempengaruhi pandangan klien


tentang kesehatan dan kondisi sakitnya. Rasa nyeri dan penderitaan serta
kehidupan dan kematian. Perawat harus memahami prespektif kliennya. Sehat
dan sakit atau kesehatan dalam perspektif transkultural nursing di artikan dalam
konteks budaya masing-masing pandangan masyarakat tentang kesehatan
spesifik bergantung pada kelompok kebudayaan. Peran agama dalam
keperawatan sangat berpengaruh, disini agama dijadikan pedoman yang
digunakan perawat dalam melakukan suatu tindakan terhadap klien oleh karena
itu pemahamaan tentamg peranan agama sangat penting dan pendasar dalam
memberikan asuhan keperawatan dimana nilai spiritual pasien selalu menjadi
pertimbangan dan dihormati.

4.2. Saran

Perawat diharapkan memahami betapa pentingnya peran agama dalam


keperawatan, karena perawat dituntut untuk bisa melayani kebutuhan klien
sesuai dengan ajaran ajaran agama. Kami sebagai penulis makalah ini
menyatakan siapapun yang membaca makalah ini dapat memahami pengertian
dan memahami model dan konsep dari Peranan Agama dan Kepercayaan dalam
Keperawatan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menciptakan
pemilihihan kepemimpinan yang baik,dan semoga makalah ini memberikan
dorongan, semangat, bahkan pemikiran para pembaca,dengan makalah ini
menjadi pedoman kaidah yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

https://www.academia.edu/18168357/transcultural_nursing_diare

https://www.academia.edu/5611692/Aplikasi_Leininger

Anda mungkin juga menyukai