PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
An. J usia 11 th, SD, suku jawa, islam, masih belajar sholat 5 waktu,
tinggal bersama ibu di sebuah desa Suko Moro. Ayahnya bernama Tn. S 28 th,
islam, pendidikan SMP, TKI di Malaysia. Ibunya Ny. W 25 tahun, islam,
pendidikan SMP, ibu rumah tangga. Ny. W berkomunikasi dengan Tn. S lewat
telepon.
Meskipun sudah disarankan seperti itu, An. J tetap saja masih sering
bermain dengan temannya ditempat yang kurang bersih dan Ny. W tidak begitu
mementingkan kebersihan makanan serta tidak teratur minum obat selain itu
An. J hanya minum air putih sedikit. Ny. W juga memberikan buah dan sayur
pada anak sebagai vitamin dan daya tahan tubuh. Diare yang dialami An. J tidak
kunjung sembuh tubuhnya lemas. Melihat kondisi anaknya, Ny. W membawa
kembali anaknya ke puskesmas, dan perawat menganjurkan An. J untuk segera
rawat inap. Ny. W kebingungan untuk mengambil keputusan sendiri, karena
menurut peraturan di desanya pengambilan keputusan berada di pihak laki-laki,
sedangkan suaminya berada di Malaysia sebagai TKI. Perawat menjelaskan
kepada Ny. W bahwa keputusan bisa diambil pihak perempuan, karena melihat
kondisi An. J yang harus segera mendapatkan perawatan. Akhirnya Ny. W setuju
An. J dirawat inap.
Do :
Do :
- Bibir kering
- Mata cowong
3. Ds : Kurangnya pemahaman
kebersihan diri
- Ny. W mengatakan anaknya masih
sering bermain dengan temannya di
sungai dekat rumahnya
- Ny. W mengatakan anaknya makan
nasi sambal dan tempe sisa kemarin
Do :
- Maintenance
- Negoisasi
- Restrukturisasi
- Restrukturisasi
- Negoisasi
- Restrukturisasi
Ny. W mengatakan anaknya makan
nasi sambal dan tempe sisa
kemarin. Hal ini harus dicegah,
karena makanan basi sudah banyak
mengandung bakteri yang bisa
membahayakan tubuh. Sehingga
sebagai orangtua, harus
mewaspadai jangan sampai ada
makanan basi dirumah yang
diletakkan di sembarang tempat
(yang bisa dijangkau anak)
hendaknya dibuang.
2.1.5 Evaluasi
2.1.5.1 Orang tua klien dapat memahami dan mengikuti pengobatan
medis yang sesuai
2.1.5.2 Defisit cairan tubuh tidak terjadi
2.1.5.3 Peningkatan pemahaman orangtua klien untuk menjaga
kebersihan diri dan lingkungan
Seperti contoh berikut, cultural shock akan dialami oleh klien pada
suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan
nilai budaya dan kepercayaan. Hal ini dapat menyebabkan munculnya rasa
ketidaknyamanan, ketidakberdayaan dan beberapa mengalami disorientasi.
Salah satu contoh yang sering ditemukan adalah ketika klien sedang
mengalami nyeri. Pada beberapa daerah atau Negara diperbolehkan
seseorang untuk mengungkapkan rasa nyerinya dengan berteriak atau
menangis. Tetapi karena perawat memiliki kebiasaan bila merasa nyeri
hanya dengan meringis pelan, bila berteriak atau menangis akan dianggap
tidak sopan, maka ketika ia mendapati klien tersebut menangis atau
berteriak, maka perawat akan memintanya untuk bersuara pelan-pelan,
atau memintanya berdoa atau malah memarahi pasien karena dianggap
telah mengganggu pasien lainnya. Kebutaan budaya yang dialami oleh
perawat ini akan berakibat pada penurunan kualitas pelayanan
keperawatan yang diberikan. Agar tidak terjadi penurunan pelayanan
terhadap masyarakat dan masyarakat tetap percaya dengan pelayanan
kesehatan, maka perawat harus mampu memahami budaya masyarakat
yang ada, mampu beradaptasi dengan baik, mampu berpikir secara kritis
dan bertindak tepat.
2.2.5.1 Kalkun
2.3.1 Pengkajian
d.
) Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya
yang dianggap baik atau buruk. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai
sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu dikaji pada faktor ini
adalah : posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan,
kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, persepsi sakit berkaitan
dengan aktivitas sehari-hari dan kebiasaan membersihkan diri. e.
) Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang
mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and
Boyle, 1995). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : peraturan dan kebijakan yang
berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat. f.
Faktor ekonomi (
economical factors
Faktor pendidikan (
educational factors
) Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur
pendidikan formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan
klien biasanya didukung oleh bukti- bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut
dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya.
Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah : tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan
serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sakitnya
sehingga tidak terulang kembali. 2.
Diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang
budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan.
(Giger and Davidhizar, 1995). Terdapat tiga diagnosa keperawatan yang sering
ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu : gangguan komunikasi verbal
berhubungan dengan perbedaan kultur, gangguan interaksi sosial berhubungan
disorientasi sosiokultural dan ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan
sistem nilai yang diyakini. 3.
1)
Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat tentang proses melahirkan dan
perawatan bayi
2)
3)
b.
Cultural careaccomodation/negotiation
1)
2)
c.
1)
Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
2)
3)
4)
Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami
oleh klien dan orang tua
5)
Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mncoba untuk memahami budaya masing-masing melalui
proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami
budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara
perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari
efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat
terapeutik. 4.
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
4.2. Saran
Efendi, Ferry dan Makhfudli. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas Teori dan
Praktik dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
https://www.academia.edu/18168357/transcultural_nursing_diare
https://www.academia.edu/5611692/Aplikasi_Leininger