Anda di halaman 1dari 82

TUGAS CRITICAL BOOK REPORT

DI BUAT OLEH :

NAMA : JOHANESLIM ZALUKHU

NIM : 192124044

SEM/KLS : III/B

PRODI : B. INDONESIA

M.K : SEMANTIK BAHASA INDONESIA

DOSEN PENGAMPU : AROZATULO BAWAMENEWI. S.Pd.,M.Pd.

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) GUNUNGSITOLI

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. kami sangat berharap tugas ini dapat berguna sebagai
penambah wawasan serta pengetahuan mengenai Mata kuliah. Kami juga menyadari
bahwa di dalam tugas “ CBR SEMANTIK BAHASA INDONESIA”ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
tugas ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Akhir
kata semoga tugas ini dapat memberikan mafaaat kepada kita sekalian.

Gunungsitoli, 23 oktober 2020

Johaneslim Zalukhu
A. IDENTITAS BUKU UTAMA

Judul : Semantik Leksikal

Penulis : Prof.DR.Mansoer Pateda

Penerbit : PT.RINEKA CIPTA

Tahun terbit : 2001

Kota terbit : Jakarta

Materi : Sinonimi

B. IDENTITAS BUKU PEMBANDING


Judul : Pengantar Semantik Bahasa Indonesia

Pengarang : Abdul Chaer

Penerbit : Rineka Cipta

Cetakan : kedua edisi revisi

Tempat Terbit : Jakarta

Tahun Terbit : 2013

Jumlah Halaman : ix, 193 hlm


C. RINGKASAN BUKU

Bab 1: Kedudukan Semantik Dalam Semiotik

Semiotik adalah teori tentang sistem tanda. Nama lain semiotik adalah
semiologi (semiology) dari bahasa Yunani semeion yang bermakna tanda, mirip
dengan istilah semiotik. Semiologi dan semiotik kedua-duanya mempelajari tanda.
Tanda bermacam-macam asalnya. Ada tanda yang berasal dari manusia yang
berwujud lambang dan isyarat (orang yang mengacungkan jari telunjuk bermakna
ingin bertanya), ada yang berasal dari hewan (burung kuak menukik di depan rumah,
tanda akan mendapat musibah), ada tanda yang diciptakan oleh manusia, misalnya
rambu-rambu lalu lintas, tanda-tanda pangkat, konvensi yang berlaku dalam dunia
Pramuka dan olahraga, ada tanda yang berasal dari alam (langit mendung
menandakan hujan tidak lama lagi akan turun), ada tanda yang berasal dari dunia
tumbuh-tumbuhan, misalnya tumbuhan yang diserang penyakit akan memberikan
tanda tertentu.

Berdasarkan asal tanda itu, jenis tanda dapat ditetapkan. Oleh karena lambang
yang dihasilkan oleh manusia menjadi bahan pembicaraan orang yang bergerak dalam
bidang semantik, yakni yang khusus menelaah makna lambang, sedangkan lambang
itu sendiri adalah tanda, dan tanda tersebut menjadi objek pembahasan orang yang
bergerak dalam bidang semiotik, maka kedudukan semantik dalam dalam semiotik
dapat dijelaskan.

Masyarakat diatur oleh berbagai sistem, semantik membahas sistem makna,


sementara semiotik adalah teori tentang tanda, maka masyarakat dapat dikatakan
berdimensi semiotik. Masyarakat yang berwujud manusia dikelilingi oleh tanda,
diatur oleh tanda, ditentukan oleh tanda, bahkan dipengaruhi oleh tanda, sehingga
dengan demikian terdapat kelompok semiotik dalam masyarakat, misalnya kelompok
pedagang yang diatur oleh tanda-tanda tertentu yang berlaku dalam kelompok mereka
sendiri dan secara bersama-sama dengan kelompok lain membentuk sosiosemiotik.

Dalam perkembangannya, semiotik terpecah menjadi dua, yakni semiotik


kubu Charles S. Peirce yang terkenal dengan sebutan Semiotisian Anglo Saxon dan
semiotik kubu Ferdinand de Saussure yang terkenal dengan sebutan Semiotisian
Kontinental. Pandangan kedua kubu ini berbeda, karena Peirce ahli filsafat dan logika,
sedangkan Saussure adalah ahli linguistik.
Menurut Peirce, setiap hari manusia menggunakan tanda untuk berkomunikasi. Pada
waktu manusia menggunakan sistem, ia harus bernalar. Bagaimana orang bernalar
dipelajari dalam logika. Dengan mengembangkan teori semiotik, Peirce memusatkan
perhatian pada berfungsinya tanda pada umumnya.

Sebaliknya Saussure mengembangkan teorinya melalui telaah linguistik. Menurut


Saussure, bahasa adalah sistem tanda. Para ahli semiotik yang berkiblat pada kubu
Saussure menganggap bahwa tanda-tanda linguistik mempunyai kelebihan dari sistem
semiotik lainnya. Ahli semiotik yang berkiblat pada kubu Saussure menggunakan
istilah berbeda yang diserap dari istilah yang berlaku dalam linguistik.

Bab 2: Aspek-Aspek Semantik

Untuk membahas kata, ada baiknya diperhatikan kalimat: “Ali dan Bahtiar
yang keduanya adalah mahasiswa pergi ke toko buku di Manado.” Bentuk-bentuk
seperti: dan, yang, adalah, mahasiswa, pergi, ke, toko, semuanya disebut kata dalam
BI. Bentuk-bentuk seperti mahasiswa, pergi, toko, mempunyai makna leksikal, sebab
maknanya dapat dilihat di dalam kamus, tetapi bentuk seperti, dan, yang, ke, apakah
makna leksikalnya? Bentuk-bentuk ini tergolong bentuk bebas terikat konteks
kalimat. Makna leksikalnya akan diketahui setelah kata ini berada di dalam kalimat.
Kata-kata ini berbeda, misalnya dengan kata pergi, mahasiswa, toko, yang meskipun
tanpa bantuan kata yang lain sudah memiliki makna leksikal.

Pada kalimat “Saya pergi ke pasar” terdiri dari 4 unsur atau 4 kata. Perhatikan
unsur atau kata saya. Kalau ada seseorang berkata saya, apakah yang terbayang pada
Anda? Demikian pula dengan kata pergi dan pasar. Kalau orang berkata pergi,
terbayang adalah kegiatan pergi., kegiatan pergi yang dilakukan seseorang yang
disebut saya. Kegiatan tersebut diarahkan ke pasar, bukan ke sekolah atau ke terminal
bus. Semuanya terbayang pada kita. Hal itu terjadi karena ada orang yang
mengujarkannya atau kata-kata tersebut tertulis. Bunyi ujaran atau lambang yang
tertulis dipahami karena makna tiap-tiap kata, ada di dalam otak kita. Begitu ada
rangsangan berupa kalimat yang terdiri dari kata-kata, maka makna tiap satuan unsur
bahasa yang disebut kata yang ada di dalam otak, secara otomatis keluar dari
persemayamannya. Dalam proses bahasa, maksudnya jika terjadi komunikasi, pada
pihak pendengar terjadi proses pemecahan kode fonologis, pemecahan kode
gramatikal, dan pemecahan kode semantik. Dengan demikian, kata-kata saya, pergi,
ke, dan pasar¸ semuanya mempunyai

Bab 3 : Makna

Istilah makna (meaning) merupakan kata dan istilah yang membingungkan.


Bentuk makna diperhitungkan sebagai istilah sebab bentuk ini mempunyai konsep
dalam bidang ilmu tertentu, yakni dalam bidang linguistik. Istilah makna meskipun
membingungkan, sebenarnya lebih dekat dengan kata. Sering kita berkata, apa artinya
kata ini, apakah artinya kalimat ini? Kalau seseorang berkata, “Saya akan berangkat,”
itu berarti bahwa ia siap berjalan, siap melaksanakan kegiatan atau aktivitas pindah,
pindah dari satu tempat ke tempat yang lain, dengan jalan melaksanakan kegiatan
berjalan. Sering seseorang berkata, “Kita harus membantu orang miskin,” yang
kemudian diikuti dengan gerakan; gerakan membantu orang miskin. Ini beratti wujud
membantu orang miskin tampak dari gerakan memberikan sesuatu kepada orang
miskin.

Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Depdikbud 1993:619) kata makna


diartikan: (i) arti: ia memperhatikan makna setiap kata yang terdapat dalam tulisan
kuno itu, (ii) maksud pembicara atau penulis, (iii) pengertian yang diberikan kepada
suatu bentuk kebahasaan.

Telah diketahui bahwa kalau seseorang memperkatakan sesuatu, terdapat tiga


hal yang oleh Ullmann diusulkan istilah: name, sense, dan thing. Soal makna terdapat
dalam sense, dan ada hubungan timbal balik antara nama dengan pengertian sense.
Apabila seseorang mendengar kata tertentu, ia dapat membayangkan bendanya atau
sesuatu yang diacu, dan apabila seseorang membayangkan sesuatu, ia segera dapat
mengatakan pengertiannya itu. Hubungan antara nama dengan pengertian, itulah yang
disebut makna.

Orang dapat melihat kamus jika ia ingin mengetahui makna sesuatu kata;
namun dalam kehidupan sehari-hari orang tidak selamanya membuka kamus kalau
ada kata yang tidak dimengerti maknanya, dan juga orang tidak harus membuka
kamus kalau akan berkomunikasi. Kata, urutan kata, makna kata, dan kaidah bahasa
pendukungnya telah ada di dalam otaknya yang sewaktu-waktu muncul kalau
diperlukan. Pengetahuan tentang bahasa sendiri seperti itu, disebut kompetensi.
Kompetensi itu sendiri menurut Chomsky merupakan suatu potensi yang tidak
terbatas, sedang penampilan terbatas pada faktor-faktor fisik dan temporal

Bab 4 : Makna Dalam Kata

Menurut Harimurti (1989:9), “Leksemlah yang merupakan bahan dasar yang setelah
mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam subsistem gramatika.
Pengertian leksem tersebut terbatas pada satuan yang diwujudkan dalam gramatika
dalam bentuk morfem dasar atau kata.”

Makna dalam leksem yang dimaksud di sini, yakni bentuk yang sudah dapat
diperhitungkan sebagai kata. Dalam BI terdapat bentuk seperti: kunci, lompat, makan,
pagar, tidur. Bentuk kunci dapat menghasilkan bentuk turunan dikunci, mengunci, dan
kata pagar dapat diberi imbuhan sehingga menjadi dipagari, memagari, terpagar. Kata
kunci dan pagar telah memiliki makna leksikal, dan demikian pula kata dikunci,
mengunci, dipagari, memagari, terpagar. Sementara itu, bentuk lompat, makan, tidur
dapat muncul dalam kalimat, misalnya “Ayo, lompat!” “Ayah, silakan makan!”
“Sebaiknya engkau tidur sebab sudah larut malam.” Timbul pertanyaan, apakah
makna leksikal bentuk-bentuk seperti itu? Bentuk-bentuk seperti ini menurut Verhaar
(1983) maknanya dapat dengan mudah dicari di dalam kamus, misalnya dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia.

Ada juga leksem yang belum dapat ditentukan makna leksikalnya. Misalnya,
leksem juang. Apakah makna leksem juang? Makna leksikalnya dapat ditentukan
setelah leksem tersebut diberikan imbuhan, misalnya menjadi: berjuang,
diperjuangkan, memperjuangkan, pejuang, perjuangan, seperjuangan. Kata-kata ini
sudah memiliki makna leksikal yang maknanya dapat dilihat di dalam kamus di
bawah entri juang. Jadi, makna dalam leksem di sini adalah makna leksikal yang
terdapat dalam leksem yang berwujud kata, yang makna leksikalnya dapat dicari di
dalam kamus.

Paduan leksem adalah gabungan dua leksem atau lebih yang diperhitungkan
sebagai kata. Menurut Harimurti (1989) paduan leksem menjadi calon kata majemuk,
konsep paduan leksem tidak sama benar dengan konsep kata majemuk. Makna paduan
leksem dapat dirunut dari unsur yang membentuknya. Dalam BI terdapat paduan
leksem daya juang; unsur daya bermakna akal, kemampuan, muslihat, tenaga; daya
juang bermakna kemampuan untuk berjuang; agar bagaimana caranya berjuang.
Terlihat di sini, pada paduan leksem terdapat unsur inti sedangkan unsur yang lain
bersifat periperal.

Bab 5 : Perubahan Makna

Perubahan makna menyangkut banyak hal. Perubahan makna tersebut bisa


saja terjadi karena perubahan kata dari bahasa lain, termasuk di sini dari bahasa
daerah ke bahasa Indonesia. Kita mengetahui bahwa kata butuh, dibutuhkan,
kebutuhan, membutuhkan, berpangkal dari leksem butuh. Bagi masyarakat
Palembang, leksem butuh dihubungkan dengan alat kelamin laki-laki. Demikian pula
leksem tele bagi masyarakat Gorontalo dihubungkan dengan alat kelamin perempuan.
Namun dalam pemakaian BI dewasa ini leksem butuh yang muncul dalam kata
dibutuhkan, kebutuhan, membutuhkan, maknanya dihubungkan dengan makna
diperlukan. Demikian pula leksem tele dalam BI dewasa ini yang muncul dalam kata-
kata bertele-tele, tidak dihubungkan dengan makna berpanjang-panjangan atau
berlama-lama. Maknanya telah berubah, makna dari bahasa daerah ke bahasa
Indonesia. Kebetulan perubahan makna yang kurang baik dalam bahasa daerah
menjadi makna yang baik dalam BI. Lingkungan masyarakat dapat mengakibatkan
perubahan makna. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan masyarakat tertentu
belum tentu sama maknanya dengan makna kata yang digunakan di lingkungan
masyarakat yang lain. Misalnya leksem salin yang menurunkan kata disalin,
menyalin, salinan. Di lingkungan sekolah kata menyalin biasanya dihubungkan
dengan menyalin pelajaran. Di lingkungan orang yang bergerak di bidang kesehatan,
kata salin dihubungkan dengan proses melahirkan anak, sehingga muncul urutan kata
kamar persalinan, rumah bersalin, sehingga kita dapat mengatakan, “Ia bersalin
kemarin.” Bagi lingkungan masyarakat biasa, kata bersalin sering dimaknakan
mengganti, misalnya dalam kalimat “Tunggu sebentar, ia sedang bersalin baju!”
Berdasarkan contoh tersebut diperoleh gambaran mengenai perubahan makna karena
lingkungan yang berbeda.

Telah diketahui bahwa indra manusia meliputi indra penciuman, indra


pendengaran, indra penglihatan, indra peraba, dan indra perasa. Masing-masing indra
menimbulkan kelompok kata yang dapat dimanfaatkan oleh pemakai bahasa. Indra
penciuman menghasilkan kelompok kata busuk, harum; indra pendengaran
menghasilkan kata keras, lembut, merdu; indra penglihatan menimbulkan kata gelap,
jelas, kabur, terang; indra peraba menimbulkan kata halus, kasar; sedangkan indra
perasa menghasilkan kata benci, iba, jengkel, kasihan, rindu, sedih. Perubahan makna
akibat pertukaran indra, disebut sinestesi. Pertukaran indra dimaksud, misalnya indra
pendengaran dengan indra penglihatan. Misalnya, kata terang seperti telah dikatakan

Bab 6 : Sekitar Makna

Hal yang akan dibahas, antara lain mengenai keragu-raguan tentang makna
kata atau makna kalimat yang dalam linguistik disebut ambiguitas. Dihubungkan
dengan makna, ternyata ada kata yang bertentangan maknanya atau disebut antonimi.
Selain itu, ada kata yang berhierarki yang maknanya masih saling berhubungan atau
diponimi. Dalam hubungan makna, ada bentuk yang sama tetapi maknannya berbeda-
beda; sementara ada kata yang bentuknya berbeda-beda tetapi maknanya sama, dan
ada juga kata yang maknanya lebih dari satu. Hal-hal itu akan dibicarakan pada
bagian yang disebut homonimi, sinonimi, dan polisemi.

Ambiguitas timbul dalam berbagai variasi ujaran atau bahasa tertulis. Kalau
kita mendengarkan ujaran seseorang atau membaca sebuah tulisan, kadang-kadang
kita sulit memahami apa yang diujarkan atau yang kita baca. Misalnya kalau kita
mendengar ujaran “Anak istri kapten cantik.” Kita bingung, apakah yang dimaksud
dengan ujaran ini? Apakah anak dan istri kapten yang cantik? Apakah anak, istri, dan
kapten semuanya cantik? Semuanya masih merupakan tanda tanya pada kita.
Keraguan, kebingungan mengambil keputusan tentang makna, dan keanekaan tafsiran
makna seperti ini, itulah yang disbeut ambiguitas.

Verhaar (1983) mengatakan: antonim adalah ungkapan (biasanya kata, tetapi


dapat juga frasa atau kalimat) yang dianggap bermakna kebalikan dari ungkapan lain.
Secara mudah dapat dikatakan, antonim adalah kata-kata yang maknanya berlawanan.
Misalnya besar berlawanan dengan kecil, panjang berlawanan dengan pendek. Dan
masih banyak lagi kata-kata yang berantonim.

Hiponimi ialah ungkapan (kata, biasanya atau kiranya dapat juga frasa atau
kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan
lain. Misalnya aster, bugenfil, ros, tulip, semuanya disebut bunga. Kata-kata ini dapat
diganti dengan kata umum, bunga. Hubungan seperti ini disebut hiponimi. Kata bunga
yang berada pada tingkat atas dalam sistem hierarkinya, disebut superordinat, dan
anggota-anggotanya berupa aster, bugenfil, yang berada pada tingkat bawah disebut
hiponm.

Homonimi adalah nama sama untuk benda yang berlainan. Homograf


berhubungan dengan ejaan, maksudnya ejaan sama tetapi makna berbeda, dan
homofon berhubungan dengan bunyi bahasa, maksudnya lafalnya sama tetapi
maknanya berbeda. Misalnya, kata bisa yang bermakna dapat dan kata bisa yang
bermakna racun.

Bab 7 : Komponen Makna

Seandainya kata melompat dibandingkan dengan kata melihat, terdapat


kenyataan bahwa kedua kata ini tidak memperlihatkan hubungan makna. Kalau begitu
dapat dikatakan bahwa pembeda makna akan terjadi karena perbedaan bentuk, dan
perubahan bentuk. Perbedaan bentuk mengakibatkan perbedaan makna, dan
perubahan bentuk mengakibatkan adanya hubungan makna.

Dalam BI terdapat kata ayah. Orang telah mengetahui makna inti kata ayah.
Agar dipahami makna ayah, orang dapat mengontraskannya dengan kata ibu. Dilihat
dari segi jenis kelaminnya, ayah adalah laki-laki, sedangkan ibu adalah perempuan.
Dengan demikian, untuk melihat perbedaan makna antara kata ayah dan kata ibu,
orang harus melihat acuannya. Sebab denga acuannya, orang dapat melihat perbedaan
makna yang terkandung pada setiap kata. Tetapi hal itu tidak selamanya dapat
dilakukan, misalnya kalau ayah sudah meninggal, atau acuannya abstrak. Jadi,
penggunaan kriteria acuan ada kesulitannya juga karena kata-kata yang acuannya
hanya dapat dibayangkan, diimajinasikan. Hal itu terjadi karena wujud konkretnya
tidak ada, misalnya kata kemakmuran, perasaan, waktu. Kebetulan kata ayah dan kata
ibu acuannya dapat diamati, dapat dilihat. Dengan sendirinya orang diperhadapkan
dengan kenyataan yang ada pada kata ayah dan kenyataan-kenyataan yang ada pada
kata ibu. Orang dapat menderetkan kenyataan-kenyataan tersebut dan
membandingkannya sehingga jelas perbedaan-perbedaannya. Kenyataan itu tentu
sejauh yang diketahui atau sejauh yang dapat dilihat. Orang sulit mengklasifikasikan
ciri pembaca makna, apabila acuannya belum pernah dilihat meskipun telah pernah
didengar.

Berdasarkan komponen diagnostik (dengan pengertian bahwa ciri diagnostik


dapat digunakan untuk menentukan perbedaan makna kata dengan kata yang lain
dalam domain yang sama), terlihat bahwa makna kata ayah sebagai leluhur tidak
mempunyai hubungan makna dengan bentuk lain, misalnya dengan kata ibu, kakek,
kemenakan.

Dalam kaitan dengan hubungan antara komponen, ada baiknya disinggung


pertautan makna sehingga hubungan antara komponen bersifat logis. Hubungan antara
komponen memudahkan pemakai bahasa untuk menggunakannya. Contohnya,
ambillah kata dilompatkan. Komponen diagnostik kata ini, yakni ada objek yang
dikenai kegiatan. Dengan menyebut urutan kata ada objek yang dikenai kegiatan
sudah tersirat di dalamnya orang yang melaksanakan kegiatan.

D. RINGKASAN BUKU II

Pembahasan buku ini mengenai semantik sebagai salah satu komponen


bahasa, semantik jarang diperhatikan orang karena objek studinya, yaitu makna
dianggap sangat sungkar ditelusuri dan dianalisis strukturnya. Makna sangat bersifat
abitrer, berbeda dengan morfem atau kata, sebagai sasaran dala studi morfologi, yang
strukturnya tampak jelas dan dapat disegmen-segmenkan.

Namun, keadaan Ini sudah berbalik. Kini semantic dianggap sebagai


komponen bahasa yang tidak dapat dilepaskan dalam pembicaraan lingustik. Tanpa
membicarakan makna pembahasan linguistic belum dianggap lengkap karena
sesungguhnya tindakan ujaran-ujaran yang tidak ada maknanya tidak ada artinya sama
sekali.

Makna sebagai objek dalam studi semantic ini memang sangat rumit
persoalanya, karena bukan hanya menyangkut persoalan dalam bahasa saja tapi juga
menyangkuut persoalan luar bahasa. Factor-faktor luar bahasa seperti masalah agama,
pandangan hidup,budaya, norma, dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat
termasuk persoalan semantik.

Dalam buku ini terdiri dari dua jilid. Jilid menitik beratkan pada pembicaraan
semantik leksikal bahasa Indonesia. Jilid kedua membicarakan pada semantik
gamatikal bahasa Indonesia.

Bab 1

semantik. Dalam bab ini, dijelaskan pengertian semantik, jenis semantik, manfaat
semantik, dan semantik dalam studi linguistic. Pengertian Semantik
Semantik adalah bidang studi dalam linguistik yang mempela!ari makna atau artikata
dalam bahasa.Analisis semanti$ suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu sa!a,
tidak bisadigunakan untuk menganalisis bahasa lain.&"nt"h' dalam bahasa Inggris nasi
adalah

Sedangkan dalam bahasa Ind"nesia baik galah, padi, beras maupun nasi
memiliki kata dan makna yang berbeda.)ertanyaannya apakah bahasa Inggris miskin
bahasa* Tidak+ Karena ped"mankebahasaannya pun berbeda, maka dari itu analisis
semanti$ tidak bisa dipakai untuk dua bahasa.

a. Semantik leksikal menyelidiki makna dari leksem-leksem tersebut.


b. Semantik sintaksial sasaran penyelidikannya tertumpu pada hal-hal yang berkaitan
dengan sintaksis.Semantik maksud berkenaan dengan pemakaina bentuk-bentuk
gaya bahasa.)erbedaan pengertian dari u!aran itu bukan bergantung dari makna
kata-katayang bersangkutan, melainkan dari maksud si penga!ar.

Bab 2

Makna dan Masalahnya. Dalam bab ini diuraikan pengertian makna,


informasi,maksud, tanda, lambing, konsep, dan definisi, beberapa kaidah umum.

Bab 3

Penamaan dan Pendefisian. Dalam bab ini menguraikan mengenai , peniruan buyi,
penyebutan bagian, penyebutan sifat khas, penemu dan pembuat, tempat asal, bahan,
keserupaan, pendekatan, penamaan baru, pengistilahan, pendefisian.

Bab 4 :

Jenis Makna. Fdalambab ini menjelaskann mengenai,makna leksikal dan makna


gramatikal, makna referensial dan nonrefensial, makna denotative dan konotatif,
makna kata dan makna istilah, makna konseptual dan makna asosiatif, makna
idiomatical dan makna bahasa, mkna kis, makna kolusi, ilokusi,dan perlokusi.

Bab 5

Relaksi Makna. Dalam bab ini membahas mengenai,senonimi, antonimi dan oposisi,
hiponimi, homofon, hommografi, hiponimi, hipernimi, polisemi, ambiguitas, dan
redundasi.

Bab 6
Medan Makna dan Makna, dalam bab ini membahas medan makna, komponen
makna, kesesuaian semantic dan gramatis.

Bab 7

Perubahan Makna. Dalam bab ini membahas sebab-sebab perubahan, jenis perubahan.

Bab 8

katagori Makna Leksikal. Dalm bab ini membahas mengenai katagori nominal,
katagori verbal, katagori ajektiva, katagori pendamping dan katagori penghubung.

E. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BUKU


a. Kelebihan

Buku dengan judul “Semantik Leksikal” disusun dan didesain sedemikian


rupa sehingga menampakkan model yang menarik, terutama menarik perhatian
untuk membacanya. Tampilan sampul yang memikat disertai dengan campuran
berbagai warna memberikan nilai tersendiri bagi buku ini.

Buku ini merupakan buku yang amat penting untuk diketahui dan dimiliki
oleh orang yang berkecimpung dalam dunia bahasa, baik mahasiswa S1 dan S2
jurusan pendidikan maupun para guru dan dosen. Buku ini dususun berdasarkan
kebutuhan masyarakat akan pentingnya memahami konsep tentang semantic atau
pemaknaan sebuah kata.

Buku ini mengarahkan pembaca untuk memahami secara detail tentang


semantic secara umum dan cocok dijadikan referensi dalam pengajaran. Pada
buku ini juga ditemukan beberapa konsep yang memberikan acuan bagi pembaca
dalam memberikan makna pada sebuah kata.

b. Kelemahan

Walaupun ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh buku ini namun
bukan berarti tidak terdapat kesalahan-kesalahan yang mencirikan kelemahan dari
buku ini sendiri. Kekurangan atau kelemahan yang paling menonjol pada buku ini
adalah sistem penulisannya yang kurang konsisten. Sistematika penulisan pada
buku “Semantik Leksikal” ini tidak tersusun secara hierarki berdasarkan subpokok
bahasan. Buku ini tidak cocok untuk pembaca pemula karena bahasa yang
digunakan tidak sederhana dan banyak mengutip bahasa asing dalam menegaskan
setiap topik pembahasannya.

Pada buku ini terdapat beberapa kesalahan, baik kesalahan struktur,


penulisan kata yang tidak baku, dan kesalahan penulisan EYD. Begitupun dalam
menguraikan subpokok bahasan yang satu dengan lainnya terkadang berulang
dijelaskan. Banyak hal-hal yang dibahas dalam buku ini memilki makna yang
ambiguitas.

F. PENUTUP
a. Kesimpulan

Semantik menelaah serta menggarap makna kata.

Masyarakat diatur oleh berbagai sistem, semantik membahas sistem makna,


sementara semiotik adalah teori tentang tanda, maka masyarakat dapat
dikatakan berdimensi semiotik.

1. Tanda, meskipun bersifat konvensional tidak dapat diorganisasi, tidak dapat


direkam, dan tidak dapat dikomunikasikan seperti lambang. Ingin diingatkan
di dalam semiotik, lambang juga adalah tanda. Itu sebabnya dikatakan, bahasa
adalah sistem tanda. Dengan kata lain, lambang sebagai tanda berhubungan
dengan bahasa.
2. Makna dapat dibicarakan dari dua pendekatan, yakni pendekatan analitik atau
referensial dan pendekatan operasional. Pendekatan analitik ingin mencari
makna dengan cara menguraikannya atas segmen-segmen utama, sedangkan
pendekatan operasional ingin mempelajari kata dalam penggunaannya.
Pendekatan operasional lebih menekankan, bagaimana kata dioperasikan di
dalam tindakan fonasi sehari-hari.
3. Perubahan makna dapat terjadi disebabkan oleh banyak factor, yaitu akibat
perubahan lingkungan, pertukaran tanggapan indra, dari bahasa daerah ke
bahasa Indonesia, gabungan leksem atau kata, tanggapan pemakai bahasa,
asosiasi, perubahan bentuk, perluasan makna, pembatasan, melemahkan, dan
kekaburan makna.
4. Keragu-raguan tentang makna kata atau makna kalimat yang dalam linguistik
disebut ambiguitas.
b. Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, diajukan saran sehubungan dengan hasil


resensi buku ini, yaitu hendaknya mengembangkan penulisan tentang Semantik,
mengingat masih langkanya buku-buku yang membahas persoalan ini dan
banyaknya persoalan yang belum tuntas dan masih perlu dibahas. Selanjutnya,
semoga resensi buku Semantik Leksikal ini bisa memberikan tambahan wawasan
bagi yang membacanya sekaligus memperkaya khasanah kita sebagai kaum
intelektual yang berlatarbelakang pendidikan bahasa.
MINI RISET

DI BUAT OLEH :

NAMA : JOHANESLIM ZALUKHU

NIM : 192124044

SEM/KLS : III/B

PRODI : B. INDONESIA

M.K : SEMANTIK BAHASA INDONESIA

DOSEN PENGAMPU : AROZATULO BAWAMENEWI. S.Pd.,M.Pd.

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) GUNUNGSITOLI

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. kami sangat berharap tugas ini dapat berguna sebagai
penambah wawasan serta pengetahuan mengenai Mata kuliah. Kami juga menyadari
bahwa di dalam tugas “ MINI RISET SEMANTIK BAHASA INDONESIA”ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu,
saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
tugas ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Akhir
kata semoga tugas ini dapat memberikan mafaaat kepada kita sekalian.

Gunungsitoli, 23 oktober 2020

Johaneslim Zalukhu
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................19

A. Latar Belakang..............................................................................................19

B. Rumusan Masalah.........................................................................................20

C. Tujuan Penelitian..........................................................................................21

D. Manfaat Penelitian........................................................................................21

E. Metode Penelitian.............................................................................................21

BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................................24

A. Slogan...........................................................................................................24

B. Semantik.......................................................................................................24

BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................28

A. Hasil Penelitian.............................................................................................28

BAB 1V PENUTUP.....................................................................................................33

A. Kesimpulan...................................................................................................33

B. Implikasi.......................................................................................................33

C. Saran.............................................................................................................34
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengetahuan akan adanya hubungan antara lambang atau satuan bahasa
dengan maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan bahasa itu (Chaer,
1995). Selanjutnya, makna sesungguhnya merupakan isi yang terkandung di dalam
suatu bentuk atau lambang, yaitu hubungan antara lambang atau satuan bahasa
dengan dunia luar yang disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat
saling dimengerti. Dengan kata lain, mempelajari makna kata pada hakikatnya berarti
mempelajari bagaimana para pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa
menafsirkan lambang-lambang bahasa untuk dapat saling mengerti. Salah satu media
untuk menyampaikan maksud adalah dengan
menggunakan tulisan. Bahasa terbagi dalam dua jenis, yakni bahasa tulis dan
bahasa lisan. Bahasa memiliki beragam makna yang dapat diinterpretasi oleh setiap
orang yang mendengar atau membacanya. Tulisan yang digunakan untuk
menyampaikan maksud tertentu dapat ditulis yang menarik dan mencolok seperti
slogan.
Slogan merupakan tuturan, perkataan, atau kalimat pendek yang menarik atau
mencolok dan mudah diingat untuk memberitahu, atau menjelaskan tujuan suatu
ideologi golongan, organisasi, partai politik, dan sebagainya.
Slogan merupakan tulisan yang digunakan untuk menyampaikan maksud yang
ingin disampaikan oleh pembuat slogan. Slogan di lingkungan sekolah adalah
kalimat ringkas dan sederhana yang berisi peringatan, himbauan dan ajakan yang
sengaja dibuat oleh lembaga sekolah yang mengandung makna tujuan agar mudah
diingat para warga sekolah. Slogan di lingkungan sekolah tersebut bertujuan untuk
menambah kedisiplinan. Penulisan bahasa slogan di lingkungan sekolah dibuat
secara tegas agar para warga anggota sekolah membudayakan tertib dan taat pada
peraturan sekolah.
Semantik sebagai pelafalan lain dari istilah “la semantique” yang diukir oleh
M. Breal dari Prancis merupakan satu cabang studi linguistik general. Oleh karena
itu, semantik adalah satu studi dan analisis tentang makna-makna linguistik (Parera,
2004 : 42).
Aspek tujuan ditemukan dalam slogan di lingkungan smp n.4 alasa, yang
dibuat oleh pihak lembaga sekolah tersebut. Slogan di lingkungan sekolah ini dibuat
bertujuan untuk menyampaikan berbagai aspek makna tujuan terhadap para warga
anggota sekolah.
Makna adalah arti kata yang sudah bersifat tertentu, yaitu mempunyai arti
dalam hubungan antara tanda berupa lambang bunyi ujaran dengan hal atau barang
yang dimaksudkan. Makna dalam bahasa tertentu, asal mula dan perkembangan arti
suatu kata dapat diketahui melalui semantik.
Hampir disetiap lingkungan sekolah pastilah memiliki sloganslogan yang
tertempel di dinding-dindingnya. Namun SMP N.4 ALASA, Kecamatan alasa ,
Kabupaten nias, memiliki slogan-slogan yang berjumlah tidak sedikit, yaitu 12 buah
slogan. Setiap slogan pastilah memiliki makna ataupun maksud yang berda-beda.
Akan tetapi tidak sedikit pula yang memahami makna maupun maksud dari
kandungan dari slogan-slogan yang ada. Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji penelitian mengenai
Penelitian terhadap semantik dapat dilakukan pada segala macam makna yang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah makna tujuan yang
terdapat pada slogan di lingkungan sekolah. Upaya untuk menciptakan warga sekolah
yang tertib, aman dan nyaman merupakan hal yang sangat penting karena pada saat
ini para warga anggota sekolah cenderung mengabaikan perturan yang ada yang
ujungnya merenggut ketertiban. Tidak dapat dipungkiri, setiap makna yang terdapat
dalam slogan di lingkungan sekolah melahirkan konsekuensi-konsekuensi tertentu
berkaitan dengan masalah ketertiban. Misalnya saja ketertiban dalam membuang
sampah yang dapat mencemari lingkungan sekolah.
Demikian pula dampaknya akan dirasakan oleh pihak lain yang berada di
sekitar sekolah. Sebagai contoh ketika seorang warga sekolah yang melanggar salah
satu tata tertib yang terdapat dalam sebuah slogan “Buang Sampah pada
Tempatnya!”, tetapi orang tersebut membuang sampah sembarangan yang akhirnya
akan menimbulkan terjadinya permasalahan yang merugikan banyak pihak.
Melihat kondisi seperti ini salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah
melalui hukuman yang memberatkan bagi warga sekolah yang melanggar aturan
yang tertera dalam slogan tersebut. Hukuman adalah cara yang paling bijak ketika
terjadi pelanggaran aturan yang tertera dalam slogan. Bagaimanapun juga tertib itu
sendirilah yang menjadi cermin budaya warga sekolah pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks penelitian tersebut, maka peneliti akan menjabarkan
pokok permasalahan yang akan dijabarkan dalam fokus penelitian adalah:
1. Apa saja jenis slogan yang terdapat di SMP N. 4 ALASA
2. Bagaimanakah makna semantik slogan-slogan di SMP N. 4 ALASA
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian atau dalam rumusan masalah selalu memiliki tujuan. Dalam
penelitian ini tujuan yang ingin dicapai yaitu:

1. Untuk mengetahui jenis slogan yang terdapat di SMP.N 4 ALASA

2. Untuk mengetahui makna semantik slogan-slogan di SMP,N 4 ALASA

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah manfaat teoritis dan praktis,
yaitu:

1. Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penambah
wawasan dan pengetahuan bagi peneliti untuk mengetahui makna semantik yang
terkandung pada slogan-slogan di lingkungan sekolah, yang ingin menganalisis
bahasa slogan dengan menggunakan metode semantik dan kualitatif dalam
mengupas kandungan makna bahasa pada slogan serta mengetahui keterkaitan
dengan kehidupan warga sekolah.
2. Praktis
Pada sisi lain, penelitian bermanfaat pula untuk memecahkan masalah-
masalah praktis. Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi
penelitian selanjutnya mengenai kebahasaan yang digunakan dalam
berkomunikasi. Penelitian ini juga dapat diharapkan menjadi sumber informasi
tentang makna semantik yang terkadung pada slogan-slogan yang terdapat
dilingkungan yang masih belum diketahui sebelumnya oleh warga sekolah.
E. Metode Penelitian

Menurut Neuman (1997) dalam buku Menulis Ilmiah Metode Penelitian


Kualitatif (Santana, 2007: 15) metode yang digunakan dalam penelitian yang sesuai
dengan tujuan penelitian yaitu dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif.

Menurut Sumanto (2014: 179) kegiatan penelitian deksriptif melibatkan


mengumpulan data untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan status atau
kondisi objek yang diteliti pada saat dilakukan penelitian. Penelitian deskriptif
berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasi apa yang ada. Pada penelitian
deskriptif, apabila masalah penelitian telah didefinisikan, kajian pustaka dan
hipotesis telah dibuat, selanjutnya peneliti harus hati-hati dalam memikirkan
pemilihan sampel dan pengumpulan data.

1. Pendekatan Penelitian

Untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam terhadap makna kata pada


slogan yang berada di sekitar sekolah, maka peneliti ini menggunakan
pendekatan kualitatif model semantik.

2. Kehadiran Peneliti

Subjek dari penelitian ini adalah slogan yang berada di sekitar lingkungan
sekolah. Untuk wilayah penelitian, peneliti akan meneliti di SMP N. 4 ALASA ,
Kecamatan alasa, Kabupaten nias utara, di mana di sana adalah suatu lembaga
pendidikan yang memiliki banyak tempelan slogan-slogan pada dinding
bangunan. Untuk mendapatkan data-data yang valid dan objektif terhadap apa
yang diteliti maka kehadiran penelitian di lapangan dalam penelitian kualitatif
mutlak diperlukan. Kehadiran peneliti sebagai pengamat langsung terhadap
kegiatan-kegiatan yang akan diteliti sangat menentukan hasil penelitian, maka
dengan cara riset lapangan sebagai pengamat penuh secara langsung pada lokasi
penelitian peneliti dapat menemukan dan mengumpulkan data secara langsung.
Jadi, dalam penelitian ini, instrumen penelitian adalah peneliti sendiri yang
sekaligus sebagai pengumpul data. Instrumen-instrumen yang lain merupakan
instrumen pendukung atau instrumen pelengkap oleh karena itu kehadiran
peneliti di lapangan sangatlah diperlukan. Adapun tujuan kehadiran penelitian
di lapangan adalah untuk mengamati secara langsung slogan-slogan yang
tertempel di sekitar sekolah. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengamati
langsung supaya relevan dengan hasil-hasil penelitian yang diperoleh.

3. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMP,N 4 ALASA,Kecamatan alasa, Kabupaten nias


utaran yang tepatnya terletak di Desa ononamolo. Pertimbangan peneliti memilih
sekolah tersebut karena terdapat banyaknya slogan-slogan yang tertempel di
sekitar sekolah. Selain itu, lokasi strategis untuk dijangkau dan jarak dari rumah
tidak
BAB II KAJIAN PUSTAKA

Beberapa teori yang digunakan untuk mengkaji makna slogan di sekitar


lingkungan sekolah, antara lain pengertian slogan, jenis-jenis slogan, tujuan slogan,
pengertian semantik, sejarah semantik, jenis-jenis semantik, manfaat semantik.
Berikut akan diuraikan teori-teori yang terkait dengan penelitian.
A. Slogan
Prihantini (2015: 182) mengungkapkan bahwa slogan ialah perkataan atau
kalimat pendek yang menarik dan mudah diingat untuk memberitahukan atau
menyampaikan sesuatu (imbauan, ajakan, atau larangan). Biasanya slogan ditemui
pada poster, imbauan, atau iklan (reklame). Kalimat slogan bersifat sugesti
(menyadarkan) dan tidak mengandung larangan.
Slogan menurut situs ensiklopedia online terbesar wikipedia adalah sebuah
frase, kata-kata, kalimat atau motto yang digunakan individu maupun kelomppok
dalam berbagai macam konteks seperti politik, komersial, agama, pendidikan,
lingkungan dan lain sebagainya sebagai ekspresi sebuah ide dan tujuan yang mudah
diingat. Perlu diketahui bersama bahawa kata “slogan” berasal dari kata slaughghairm
(bahasa Gaelik) yang artinya teriakan bertempur.
Dari rentetan istilah di atas dapat diketahui makna bahasa slogan adalah suatu
istilah yang terkandung dalam ucapan pikiran atau perasaan manusia yang terbentuk
kalimat atau kata-kata sebagai ekspresi sebuah ide dan tujuan yang mudah diingat.
Slogan adalah suatu kalimat yang singkat, menarik, mencolok. Walaupun kalimatnya
singkat, tetapi didalamnya terkandung makna yang luas Umumnya kita melihat
sebuah bahasa slogan dalam bentuk iklan, dimana penjual atau produsen membuat
slogan untuk menjelaskan dan mempromosikan produk dan jasanya kepada
masyarakat luas. Saat ini penggunaan slogan sudah meluas kepada hal-hal lain seperti
peringatan mengenai aturan membuang sampah, tepat waktu, nasehat belajar, dan
salah satunya pada penelitian ini yaitu makna slogan di sekolahan.
B. Semantik
Palmer dalam Aminuddin (2001: 15) menyatakan bahwa semantik yang
semula berasal dari bahasa Yunani, mangandung makna to signifity atau mamaknai.
Sebagai istilah teknis, semantik mengandung pengertian “studi tentang makna”.
Dengan anggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka semantik
merupakan bagian dari linguistik. Seperti halnya bunyi dan tata bahasa, komponen
makna dalam hal ini juga menduduki tingkatan tertentu. Apabila komponen bunyi
umumnya menduduki tingkat pertama, tata bahasa pada tingkat kedua, maka
komponen makna menduduki tingkatan paling akhir. Semantik adalah cabang
linguistik yang membahas arti atau makna. Contoh jelas dari perian atau “deskripsi”
semantis adalah leksikografi, masing-masing leksem diberi perian artinya atau
maknanya (Verhaar, 2006: 13). Semantik sebagai pelafalan lain dari istilah “la
semantique” yang diukir oleh M. Breal dari Prancis merupakan satu cabang studi
linguistik general. Oleh karena itu, semantik adalah satu studi dan analisis tentang
makna-makna linguistik (Parera, 2004 : 42). Tarigan (1985: 5) semantik ialah
menelaah lambanglambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan
makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan
masyarakat. Oleh karena itu, semantik mencakup makna-makna kata,
perkembangannya dan perubahannya.

Semantik merupakan penghubung bahasa dengan dunia luar, sesuai dengan


kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling dimengerti, sebagai manusia
yang bermasyarakat kita tidak bisa lepas dari bahasa sebagai alat komunikasi dan
tanpa “makna” bahasa yang berbentuk ujaran-ujaran tersebut tidak akan berarti sama
sekali.

1. Sejarah Semantik
Aristoteles, sebagai pemikir Yunani yang hidup pada masa 384-322 SM,
adalah pemikir pertama yang menggunakan istilah “makna” lewat batasan
pengertian kata yang menurut Aristoteles adalah “satuan terkecil yang
mengandung makna”. Dalam hal ini, Aristoteles juga telah mengungkapkan
bahwa makna kata itu dapat dibedakan antara makna yang hadir dari kata itu
sendiri secara otonom, serta makna kata yang hadir akibat terjadinya hubungan
gramatikal menurut Ullman dalam Aminuddin (2001: 15). Bahkan plato (429-347
SM) dalam Aminuddin (2001) mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi bahasa itu
secara implisit mengandung maknamakna tertentu. Hanya saja memang, pada
masa itu batas antara etimologi, studi makna, maupun studi makna kata, belum
jelas.
2. Jenis Semantik
Chaer (1995: 6) mengungkapkan bahwa objek kajian semantik adalah
makna bahasa. Lebih tepat lagi, makna dari satuan-satuan bahasa seperti kata,
frase, klausa, kalimat, dan wacana. Kalau bahasa itu memiliki tataran-tataran
analisis, yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis, maka persoalan kita sekarang
adalah bagian-bagian mana dari tataran analisis itu yang mengandung masalah
semantik, atau yang memiliki persoalan makna. .
a. Semantik Leksikal

Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina


leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Satuan dari leksikon
adalah leksem lazim yang didefinisikan sebagai satuan gramatikal bebas
terkecil yang memiliki makna. Kumpulan dari leksem-leksem suatu bahasa
adalah leksikon.

Objek studi dari semantik leksikal adalah leksikon pada suatu bahasa.
Semantik leksikal menyelidiki makna yang ada pada leksem-leksem disebut
makna leksikal.
b. Semantik Gramatikal

Tata bahasa atau gramatikal dibagi menjadi dua subtataran, yaitu


morfologi dan sintaksis. Semantik gramatikal objek studinya adalah makna-
makna gramatikal dari tataran morfologi dan sintaksis. Morfologi adalah
cabang dari linguistik yang mempelajari struktur intern kata-kata serta proses
pembentukkannya. Sementara, sintaksis adalah studi mengenai hubungan kata
dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar

c. Semantik Kontekstual
Munculnya makna bisa disebabkan oleh situasi, tempat, waktu, dan
lingkungan. Dalam semantik, hal tersebut dapat dikaji berdasarkan makna
kontekstual. Menurut Verhaar (1978: 130) makna kontekstual berhubungan
dengan pemakaian bentuk- bentuk gaya bahasa, atau dapat diartikan sebagai
bidang studi semantik yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan
konteks situasi pemakaiannya. Makna ini akan menjadi jelas jika digunakan
dalam kalimat. Makna kontekstual berlaku sebagai akibat hubungan antara
ujaran dan situasi. Di samping itu, Catford (2005) berpendapat ”contextual
meaning is similarly language bound,since the grouping of relevant situational
features that a linguistic item is related.” Maksudnya adalah makna
kontekstual sama dengan bahasa yang terikat, karena hubungan situasi atau
konteks yang sesuai dengan makna kata tersebut. Makna

.
BAB IV PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan pembahasan mengenai analisis semantik pada
slogan di lingkungan smp,n 4 alasa, Kecamatan alasa, Kabupaten nias utara. Dalam
hasil penelitian dipaparkan tabel slogan yang tertera, beserta makna yang terkandung
di dalamnya.
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis memperoleh data mengenai
slogan diambil dari papan slogan di MI Tarbiyatul Aulad Jombor, Kecamatan
Tuntang, Kabupaten Semarang. Tujuan dari slogan adalah menghimbau serta
memotivasi warga sekolah, siswa-siswi utaman. Dari data yang dikumpulkan di bulan
Agustus 2017 terdapat 12 slogan dari 6 slogan pendidikan dan 6 slogan motivasi/
nasehat.
1. Makna Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk
nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Slogan Pendidikan
Slogan Pendidikan adalah slogan yang mengandung tentang dunia pendidikan.
a. Ilmu tidak akan habis jika dibagi, tidak seperti harta.
Slogan tersebut terdiri atas kata ilmu, tidak, akan, habis, jika, dibagi, tidak,
seperti, harta. Kata ilmu memiliki arti:
1. Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu
di bidang (pengetahuan) itu.
2. Pengetahuan atau kepandaian (tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin,
dan sebagainya) (KBBI, 2007: 423)
3. Kata tidak memiliki arti:
4. Partikel untuk menyatakan pengingkaran, penolakan, penyangkalan, dan
sebagainya (KBBI,2007: 1189).
Kata akan memiliki arti:

a. Slogan Pendidikan.
Slogan pendidikan adalah slogan yang mengandung makna tentang dunia
pendidikan.
1. Ilmu tidak akan habis jika dibagi, tidak seperti harta.

Slogan di atas memiliki makna gramatikal yakni klausa negatif. Klausa


negatif adalah klausa yang berdasarkan ada tidaknya kata negatif yang secara
gramatikal mengaktifkan predikat. Makna secara leksikal kata ilmu adalah
sebuah pengetahuan, kata tidak akan adalah sebuah larangan, kata habis
berartikan tidak tersisa, kata jika dibagi berarti diberikan kepada orang lain
dan kata tidak seperti harta adalah tidak sama dengan kekayaan. Setelah
mengalami proses gramatikal yaitu perubahan menjadi klausa negatif dengan
melekatnya kata tidak pada slogan. Maka, maknanya berubah menjadi makna
gramatikal. Makna gramatikal secara keseluruhan adalah kekayaan dibagi
tidak akan tersisa seperti pengetahuan.

2. Ilmu adalah investasi berharga untuk masa depan.


Slogan diatas memiliki makna gramatikal yang terdiri dari kata ilmu
yang berarti pengetahuan, investasi yang berarti tabungan, berharga yang berarti
penting, untuk masa depan berarti kehidupan mendatang. Setelah mengalami
proses gramatikal secara keseluruhan adalah menghadapi kehidupan yang akan
datang dengan bekal ilmu.
3. Bagi pelajar, waktu adalah ilmu.
Slogan di atas memiliki makna gramatikal yang terdiri dari kata bagi
pelajar berarti untuk seseorang yang menuntut ilmu. Kata waktu berarti masa, dan
kata ilmu berarti pengetahuan. Setelah mengalami proses gramatikal secara
keseluruhan adalah pengetahuan yang dicari setiap masa oleh siswa.
4. Tujuan pendidikan bukan hanya pengetahuannya, akan tetapi juga tingkah
laku dan perbuatannya. Slogan di atas memiliki makna gramatikal yang terdiri
dari kata tujuan adalah arah, kata pendidikan adalah lembaga menuntut ilmu, kata
bukan hanya pengetahuannya berati tidak hanya wawasan saja, kata tingkah laku
dan perbuatan adalah kelakuan yang telah diperbuat. Setelah mengalami proses
gramatikal secara keseluruhan adalah tingkah laku yang diperbuat dipengaruhi
oleh wawasannya.
5. Orang yang berilmu terlihat besar, meskipun ia masih remaja. Slogan di atas
memiliki makna gramatikal yang terdiri dari kata orang yang berilmu adalah
seseorang yang memiliki pengetahuan, kata terlihat besar adalah melebihi ukuran
biasanya, dan kata meskipun ia masih remaja adalah walaupun umurnya masih
kecil. Setelah mengalami proses gramatikal secara keseluruhan adalah walaupun
masih kecil tetapi banyak wawasan, ia terlihat besar.
6. Knowledge is the adornment and protection of the empire. Slogan di atas
memiliki makna gramatikal yang terdiri dari kata knowledge adalah pengetahuan
atau wawasan, kata adornment adalah perhiasan atau kekayaan, kata protection
adalah perlindungan, dan kata empire adalah kekuasaan atau jabatan. Setelah
mengalami proses gramatikal secara keseluruhan adalah jabatan, perlindungan,
serta kekayaan adalah bagian dari wawasan yang dimiliki.
B. Slogan motivasi/ nasehat.
Slogan yang mengandung makna memberikan imbauan, nasehat, motivasi dan juga
inspiriasi.
1. Mengoreksi diri sendiri adalah modal dari tindakan.
Slogan di atas memiliki makna gramatikal yang terdiri dari kata
mengoreksi berarti mawas atau berbenah, kata diri sendiri berarti menunjukkan
yang berbicara, kata adalah berarti sama dengan, kata modal berarti hal yang di
keluarkan, kata dari berarti asal, kata tindakan berarti yang dilakukan. Setelah
mengalami proses gramatikal maka menjadi hal yang di keluarkan dalam bertindak
merupakan benah diri.
2. Ambeg utomo, andhap asor.

Slogan di atas memiliki makna gramatikal yakni klausa verbal adjektiva


karena unsur predikatnya kata sifat. Kata ambeg utomo berarti yang menjadi
terdepa n, dan kata andhap asor berarti selalu rendah hati. Setelah mengalami
proses gramatikal yaitu melekatnya klausa verbal adjektiva menjadi ambeg utomo,
andhap asor. Maka, maknanyapun berubah menjadi selalu rendah hati walaupun
menjadi orang yang terdepan.
3. Adidang, adigung, adiguno.

Slogan di atas memiliki makna gramatikal yakni klausa verbal adjektiva


karena unsur predikatnya kata sifat. Kata adigang, adigung, adiguno secara
leksikal bermakna kepinteran, kekuatan dan kekuasaan. Setelah mengalami proses
gramatikal yaitu melekatnya klausa verbal adjektiva menjadi adigang, adigung,
adiguno. Maka, maknanya pun berubah menjadi seseorang yang mengandalkan
kepandaian, kekuatan, dan kekuasaan.

4. Manungso mung mungguh wohing pakerti

Slogan di atas memiliki makna gramatikal yang terdiri dari kata manungso
adalah orang, kata mung adalah hanya, kata mungguh adalah menerima, kata
wohing adalah hasil dan kata pakerti adalah budi. Setelah mengalami proses
gramatikal yaitu hasil budi pekertilah yang diterima manusia. .

C. Makna Semantik kontekstual


Semantik kontekstual adalah semantik yang muncul karena disebabkan
oleh situasi, tempat, waktu, dan lingkungan. . Slogan Pendidikan. Slogan
pendidikan adalah slogan yang mengandung makna tentang dunia pendidikan.

1). Ilmu tidak akan habis jika dibagi, tidak seperti harta.

Situasi pada gambar slogan adalah segerombolan siswa yang sedang


bermain bersama di halaman sekolah. Makna secara gramatikal adalalah siswa
memberikan teknik atau ilmu kepada siswa lainnya. Sedangkan yang
dimaksud tidak seperti harta adalah siswa belum mempunyai fikiran tentang
harta. Jadi, makna kontekstual adalah para siswa suka berbagi ilmu tanpa
memikirkan hal yang lainnya.

2). Ilmu adalah investasi berharga untuk masa depan.

Situasi yang diilustrasikan pada slogan tersebut ialah para siswa yang
sedang melaksanakan proses belajar di dalam kelas dengan kondisi yang
tenang dan damai. Makna secara gramatikal yaitu siswa serius dalam proses
belajar untuk menabung pengetahuan guna meraih masa depan yang bagus.

3). Bagi pelajar, waktu adalah ilmu.


Situasi yang diilustrasikan adalah para siswa yang sedang berbaris
berjajar di halaman kelas. Makna secara gramatikal adalah siswa yang
memanfaatkan waktunya untuk tetap belajar dan tidak membuang waktu
sedikitpun karena waktu sangat berharga. Secara konteks situasi siswa yang
dimaksud adalah belajar bersama. Jadi, secara kontekstual makna tersebut
berarti para siswa yang memanfaatkan waktunya untuk tetap belajar walau
tidak sedang berada di dalam kelas.
BAB 1V PENUTUP

A. Kesimpulan
Slogan ialah perkataan atau kalimat pendek yang menarik dan mudah diingat
untuk memberitahukan atau menyampaikan sesuatu (imbauan, ajakan, atau
larangan). Semantik merupakan penghubung bahasa dengan dunia luar, sesuai
dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling dimengerti.
Dari hasil pembahasan, slogan yang tertera di SMP, N.4 ALASA, memiliki 2
jenis slogan yang berjumlah 12 buah slogan dengan 6 slogan pendidikan, 6 slogan
motivasi/ nasehat. Slogan pendidikan adalah slogan yang mengandung makna
atau berhubungan dengan dunia pendidikan. Sedangkan slogan motivasi/ nasehat
adalah slogan yang mengandung makna memberikan imbauan, ajakan,

nasehat, inspirasi, dan motivasi.

Makna semantik slogan-slogan di SPM,N 4 ALASA memiliki 3 jenis


semantik, yaitu semantik leksikal, gramatikal, dan kontekstual. Semantik leksikal
adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon (kosa kata,
perbendaharaan kata) dan berbentuk kata dasar. Semantik gramatikal objek
studinya adalah makna-makna gramatikal dari tataran morfologi dan sintaksis.
Morfologi adalah cabang dari linguistik yang mempelajari struktur intern kata-
kata serta proses pembentukannya. Sementara, sintaksis adalah studi mengenai
hubungan kata dengan kata dalam membentuk satuan yang lebih besar, yakni
frasa, klausa, maupun kalimat. Sedangkan semantik kontekstual yaitu munculnya
makna bisa disebabkan oleh situasi, tempat, waktu, dan lingkungan.
B. Implikasi
Pada pembelajaran bahasa hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
ilmu pengetahuan tambahan dalam ilmu linguistik mengenai makna semantik
dalam bahasa. Selain itu, mahasiswa dapat mempelajari makna-makna sebenarnya
pada bahasa slogan.

C. Saran

Sebagai penutup penelitian ini ada beberapa hal yang dapat penulis sarankan
terkait dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut:

1. Bagi pembelajar bahasa agar lebih meningkatkan pengetahuan tentang


semantik bahasa dan makna yang terkandung didalamnya, supaya dapat
menangkap pesan dan isi slogan bahasa Indonesia dengan lebih baik.

2. Bagi warga sekolah, jadikanlah slogan itu bukan hanya hiasan dinding
di bangunan sekolah, melainkan jadikanlah slogan sebagai motivasi
dan inspirasi untuk menjadi lebih baik lagi guna mengoreksi diri
dalam tindakan selama ini.
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Aminuddin. 2001. Semantik (Pengantar Studi Tentang Makna). Malang: Penerbit Sinar
Baru Algensindo Bandung Bekerjasama dengan YA3 Malang.
Anshori, M. Isa. Kamus Lengkap 10 Milyard: Nur Ilmu.

Bahroni. 2013. Kuasailah Dunia dengan Bahasa. Salatiga: STAIN SALATIGA PRESS.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Http://www.google.co.id/amp/s/berkelakar.wordpress.com/2014/12/09/mengenal-
pengertian-slogan-tujuan-serta-ciri-cirinya/amp/. Diakses pada Hari Senin, 7
Agustus 2017.
TUGAS CRITICAL JURNAL REVIEW

DI BUAT OLEH :

NAMA : JOHANESLIM ZALUKHU

NIM : 192124033

SEM/KLS : III/B

PRODI : B. INDONESIA

M.K : SEMANTIK BAHASA INDONESIA

DOSEN PENGAMPU : AROZATULO BAWAMENEWI. S.Pd.,M.Pd.

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) GUNUNGSITOLI

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. kami sangat berharap tugas ini dapat berguna sebagai
penambah wawasan serta pengetahuan mengenai Mata kuliah. Kami juga menyadari
bahwa di dalam tugas “ CJR SEMANTIK BAHASA INDONESIA”ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
tugas ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Akhir
kata semoga tugas ini dapat memberikan mafaaat kepada kita sekalian.

Gunungsitoli, 23 oktober 2020

Johaneslim Zalukhu
BAB I
PENDAHULUAN

A. INFORMASI JURNAL UTAMA

Judul Jurnal : BEBERAPA TEORI DAN PENDEKATAN SEMANTIK


Penulis : Herlina Ginting1, Adelina Ginting2
ISSN : 15421-71667
Tahun Terbit : 2 Desember 2019

B. INFORMASI JURNAL KEDUA

Judul Jurnal : Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Dan Penguasaan Semantik


Terhadap Peningkatan Pemahaman Makna Puisi
Penulis : Kinayati Djojosuroto

ISSN : 1693 -4725


Tahun Terbit : lingua vol,9.no 1 juni 2014
BAB II
PEMBAHASAN

A. RINGKASAN JURNAL PERTAMA :


Chomsky mengatakan betapa pentingnya semantic dalam ilmu linguistik.
Pernyataan Chomsky sangat menggugah para pengamat bahasa semakin
memperhatikan semantik sebagai satu tatanan dalam linguistik.
Semantik merupakan salah satu cabang linguistik. Semantik dalam bahasa Inggris
disebut semantics. Kata semantics berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata sema
(kata benda) yang berarti ‘tanda; semelon (kata kerja) berarti ‘menandai’. Istilah
semantic sudah ada pada abad ke-17. Misalnya dalam kelompok kata semantics
philosophy. Istilah ini kemudian lebih diperkenalkan lagi oleh oraganisasi fisiologi
Amerika
(American Philological Association) Pada atahun 1894 yang berjudul
Reflected meanings a point in semantics. Dibandingkan dengan cabang linguistic
alinnya, seperti : fonologi, morfologi dan sintaksis maka semantic ini adalah cabang
yang paling tertinggal. Hal ini dapat dipahami karena dalam semantic untuk
membicarakan makna banyak yang harus dipecahkan.
Apakah yang dimaksud dengan semantik? Berikut ini diuraikan beberapa pendapat
dari para ahli. “Semantik adalah bidang linguistic yang mempelajarai hubungan antara
tanda-tanda linguistic dengan hal-hal yang ditandainya atau dengan kata lain bidang
studi dalam linguistic yang mempelajari makna dalam bahasa”
(Chaer, 1994:2) “Semantik adalah bagian dari tata bahasa yang memiliki makna
dalam bahasa tertentu, mencari asal mula dan perkembangan dari arti suatu kata”
(Kraf) “Semantik adalah 1. Bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna
ungkapan dan juga dengan struktur makna suatu wicara. 2. System dan penyelidikan
makna dan arti dalam suatu bahasa atau bahasa pada umumnya” (Kridalaksana,
1993:193). “Semantik adalah cabang linguistik yang mengkaji dan meniliti makna
dari satuansatuan vokalbuler yang mengacu pada hubungan makna
antara satuan-satuan dimaksud” (Ridwan, 2002:61) Leherer (1974:1)mengatakan
“Semantik adalah studi tentang makna” (Pateda, 1996:6). Dalam Ensiklopedia
Britanika (Encyclopedia Britanica Vol. 20, 1965:313) yang terjemahannya “Semantik
adalah studi tentang hubungan antara suatu proses mental atau symbol dalam aktivitas
bicara (Pateda, 1996:7). Verhaar juga mengatakan (1983:124)
“Semantik berarti teori makna atau teori arti” (Pateda, 1996:7)
Dari pendapat di atas dapat kita lihat bahwa semantik ini ilmu atau cabang
linguistik yang memeplajarai makna. Sekarang, apa yang dimaksud dengan makna?
Seperti yang dikemukakan sebelumnya, jika membicarakan makna banyak hal yang
harus dipecahkan. Salah satu diantaranya adalah pengertian makna itu sendiri.
a Conceptual theory
Menurut teori ini makna adalah mental image si pembicara dari subjek yang
dia bicarakan.
b Reference atau Corrsepondence theory
Menurut teori ini bahwa makna adalah hubungan langsung antara simbol-
simbol linguistic dengan acuannya.
c Contextual theory

Teori ini berusaha menerangkan makna kata-kata dengan perantaraan


sanding kata (collocation) yang biasa ditemukan. Sebagai contoh kata tentara.
Kata ini dijelaskan dengan perantaraan sanding kata yang umum dipakai atau
berkaitan dengan kata tentara itu, seperti: perang, garis depan, komandan,
kopral, pistol, jarak tembak, parit, pertahanan dan sebagainya. Dengan kata-
kata ini kosa kata tentara memang lebih erat dibandingkan dengan kosa kata
seperti rujak cuka, ternak itik atau tuan profesor dan sebagainya.
Contohcontoh ini membentuk yang disebut collocational seis atau perangkat
sanding kata. Kesulitan dalam teori ini adalah tidak sistematikanya dalam
menangani data. Dengan demikian collocation ini dirasa tidak merupakan
jajahan linguistik, tapi lebih cocok dijelajahi para ahli psikologi dan retorika

d. Field theory
Teori ini menafsirkan kaitan makna antara anggota-anggota dalam kesatuan
bidang semantick tertentu.
e. Componential analysis theory
Teori ini mempelajarai bagaimana seperangkat kata atau istilah terbentuk dari
ciri-ciri semantik umum. Atau dengan kata lain, menganalisis seperangkat
kata-kata yang berhubungan ke dalam komponen terkecil dari maknanya,
seperti paman kepada komponen laki-laki, ayah, dan sebagainya. Dengan
analisis ini kita bisa mempelajari bagaimana para penutur bahasa
menggunakan seperangkat kosa kata untuk mengklasifikasikan objek dengan
mengacu kepada parameter tertentu dari makna (parameter adalah ciri
pemerlain atau penentu).
f. Combinaterial Semantics atau Semotactics
Teori ini menyelidiki arti leksis dari setiap butir kata juga penyusunan
sintaksisnya.
g. Generative Semantics
Teori ini mencoba menyimpulkan maknamakna dasar dari kalimat dan lalu
mentransformasikan
dalam bidang makna sehingga timbullah bermacam-macam teori semantk.
A. Semantik Behavioris
Aliran behavioris dikembangkan oleh J.B. Watson. Aliran ini
menganut sikap umum yaitu:
1. Tidak selalu yakin dengan istilahistilah bersifat mentalistis berupa mind,
concept, dan indra.
2. Tidak ada perbedaan esensial antara tingkah laku manusia dan tingkah laku
hewan.
3. Mementingkan faktor belajar dan kurang yakin dengan faktor-faktor hewan.
4. Mekanismenya atau determinasinya.
B. Semantik Generatif
Semantik generatif ini dipelopori oleh murid-murid Adik Makan
Nasi Chomsky antara lain (Lakoff, Postal, Mecauly dan Kiparsky) mereka
memisahkan diri dari kelompok Atau dapatChomsky menjelang
dasawarsa tujuh digambarkan Pred (Arg1, puluhan. Pemisahan diri itu
didasarkan Arg2) atau makan (adik, nasi). pada rasa ketidakpuasan
terhadap guru mereka. Chomssky berpendapat bahwa Argumen adalah segala
sesuatu semantik mempunyai eksistentsi yang yang dibicarakan, sedangkan
predikat berbeda dengan sintaksis, dan struktur itu semua yang menunjukkan batin
tidak sama dengan struktur hubungan, perbuatan, sifat, semantic. Sementara
menurut Lokoff keanggotaan, dan sebagainya. (Lihat dan teman-temannya bawwa
struktur Chaer, 1994:368-370).
C. Semantik Struktural
Aliran struktural dipelopori oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Ia
mengemukakan pendapatnya untuk mengembangkan linguistik sebagai sains,
seperti:
a. Perbedaan la langue, la parok, la lawgage
b. Pengembangan linguistik diakronis dan sinkronis
c. Lambing linguistic seperti arti psikis mempunyai dua bagian yang tak
terpisahkan yaitu: konsep (signifie) dan inti bunyi (singifiant) Konsep =
Signifie = Lambang linguistik Inti bunyi = significant (linguistic sign)
d. Hubungan assosiatif dan sintagmatis
e. Nilai linguistik, isi dan signifikasi
Nilai linguistik mencakup dua segi yaitu segi konseptual ialah konsep atau
pikiran yang belum konkrit.
D. Semantik Deskriptif
Semantik deskriptif membicarakan makna yang sekarang berlaku. Makna kata
ketika kata itut untuk pertama sekali muncul tidak lagi diperhatikan. Misalnya:
Kata pura dalam bahasa Indonesia bermakna ‘tempat beribadat bagi umat
Hindu Dharma’ dan bukan bermakna lain misalnya dalam bahasa Minangkabau
yaitu:
a Pundi-pundi dari kain; kantung;
b dompet
c Bursa
d Dana dan juga bukan kata pura yang
e bermakna istana
E. Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih meluas apda pembahasan
sistem makna yang terdapat dalam kata. Semantik leksikal memperhatikan makna
yang terdapat di dalam kata itu sendiri. Kamus sangat membantu dalam pencarian
makna suatu kata.
Misalnya kata basis yang maknanya: 1. alas, dasar, 2. garis alas pada segitiga, 3.
pangkalan perang dimana serangan dilakukan. Pateda (1996) membahas semantik
leksikal menjadi beberapa bagian yaitu: 1. Pengertian makna, 2. makna dalam
kata, 3. Perubahan makna, 4. Sekitar makna
F. Semantik Logika
Lyons (I, 1997:139) mengatakan “semantik logika adalh cabang logika
modern yang berkaitan dengan konsep-konsep dan notasi simbolik dalam analisis
bahasa. Semantik logika mengkaji sistem makna yang dilihat dari logika seperti
yang dalam matematika yang mengacu kepada pengkajian atau penafsiran ujaran,
terutama yang dibentuk dalam sistem logika (Pateda 1996:75). Semantik logika
membahas makna
G. Semantik Gramatikal
Semantik gramatikal adalah kajian semantik mengenai makna yang terdapat
dalam suatu kalimat. Verhaar (1983:9) mengatakan “Semantik gramatikal lebih
sulit dianalisis”. Misalnya : Daerah itu aman dan masih terkendali. Munculnya
kata terkendali di akhir kalimat di atas mengubur makna aman dalam suatu
kalimat. Kata terkendali artinya huru-hara, gangguan keamanan, masih dapat
dikendalikan. Dengan demikian makna kata aman berubah karena kata itu berada
dalam satuan kalimat.
H. Semantik Historis
Semantik historis mengkaji Sistem makna dalam rangkaian waktu bukan
perubahan bentuk kata. Contoh: Kata juara, dahulu bermakan pengatur pesta atau
hakim apda waktu menyambung ayam, kini makna hakim pada waktu
menyambung ayam telah dilupakan orang dan sekarang lebih banyak
dihubungkan dengan orang yang mendapat peringkat teratas dalam pertandingan
dan perlombaan.
B. RINGKASAN JURNAL KEDUA :
1. Pengertian Semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani "Sema" yang berarti tanda atau
lambang. Dalam bentuk kata kerja, kata sema menjadi semaino yang artinya
"menandai" atau "melambangkan". Dalam linguistik tanda diartikan sebagai tanda
linguistik.Kata semantik selanjutnya disepakati sebagai istilah yang digunakan
pada bidang linguistik, yakni hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-
hal yang ditandai. Oleh sebab itu, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang
makna atau tentang arti. (Abdul Chaer, 2000:2)
Selanjutnya Tarigan mengatakan bahwa semantik adalah telaah tentang
makna. (Henry G. Tarigan, 1999:2.). Semantik mengasumsikan, bahwa bahasa
terdiri dari struktur yang menampakkan makna apabila dihubungkan dengan objek
lain di dunia. Dari pendapat- pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa semantik
adalah studi tentang makna bahasa, yang merupakan hubungan antara tanda
bahasa dengan sesuatu yang ditandai di dunia ini. Istilah semantik yang digunakan
di sini mengacu pada semantik linguistik (yang merupakan cabang dari linguistik)
yang dibedakan dari semantik murni (yang merupakan cabang dari logika atau
matematika). Seperti cabangcabang linguistik yang lain, semantik linguistik terdiri
atas dua bagian utama, yaitu bagian teoretis, atau lazim disingkat dengan semantik
teoretis, berkenaan dengan penyusunan teori umum makna bahasa atau kajian
teoretis mengenai berbagai aspek makna dalam bahasa. Semantik linguistik
deskriptif, atau lazim disingkat dengan linguistik deskriptif, mendeskripsikan atau
mengkaji makna kalimat dan ungkapan dalam bahasa tertentu. (John Lyons, 2001:
138-9)
Ia menyatakan bahwa analisis semantik terhadap suatu bahasa harus
mampu menjelaskan bagaimana kalimatkalimat dalam bahasa itu dipahami,
diinterpretasikan, dan dikaitkan dengan keadaan, proses, serta objek yang ada
dalam alam semesta. Menurutnya, tugas umum semantik itu, yang dapat
dirangkum dalam satu pertanyaan "Apa arti kalimat K dalam bahasa B?"Kalimat
ini tidak dapat didekati secara langsung, melainkan harus dijabarkan ke dalam
sejumlah pertanyaan yang lebih mendasar. Sebagai ilustrasi, kalimat, tongkat ini
terlalu pendek bersinonim dengan tongkat ini tidak cukup panjang. Dengan kata
lain, untuk memahami makna suatu kalimat, orang harus memahami tidak saja arti
elemen-elemen leksikalnya, tetapi juga bagaimana elemen-elemen tersebut
berhubungan satu sama nama lain. Verhaar menyebut hiponim ialah ungkapan
(biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga frasa atau kalimat) yang
maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. (Ruth,
2003:13)
2. Macam-Macam Pendekatan Pembelajaran Puisi
a. Pendekatan Struktural
Pendekatan ini membatasi diri pada penelaahan karya sastra itu
sendiri, terlepas dari pengarang dan pembacanya. Karya sastra dianggap
sebagai suatu yang otonom, yang berdiri sendiri. Jefferson mengatakan, dalam
pendekatan struktural, pendekatan difokuskan pada wacana yang dianalisis,
dengan mengesampingkan aspek pengarangnya. Dengan demikian, masalah
bahasa memainkan peranan yang sangat penting dalam menganalisis karya
sasrta. Lebih lanjut dikatakan bahwa pendekatan ini lebih banyak digunakan
dalam bidang puisi. (Ann Jefferson, 1992:84 dan 97). Dengan demikian
pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif atau pendekatan
analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif
memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri
sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada di luar dirinya.
Pendekatan ini melakukan penelaahan secara intrinsik atau dari dalam
karya itu sendiri. Karya sastra dilihat dari unsur yang membangun dirinya
sehingga menjadi satu kebulatan makna. Perpaduan yang harmonis antara
bentuk dan isi menjadikan karya sastra menjadi karya yang bermakna dan
bernilai tinggi. Penelaahan sastra melalui pendekatan struktural ini menjadi
anutan para strukturalis. Bila hendak dikaji atau diteliti, maka yang harus
dikaji atau diteliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema,
alur, latar, penokohan, gaya penulisan, serta hubungan harmonis antar aspek
yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra.
b. Pendekatan Semiotik
Dari segi istilah, semiotik berasal dari kata Yunani kuno "semeion"
yang berarti tanda atau "sign" dalam bahasa Inggris. Semiotik merupakan
ilmu yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi dan ekspresi.
Di dalam penelitian sastra, pendekatan semiotik khusus meneliti sastra yang
dipandang memiliki sistem sendiri, sedangkan sistem itu berurusan dengan
masalah teknik, mekanisme penciptaan, masalah ekspresi, dan komunikasi.
Kajian sastra harus dikaitkan dengan masalah ekspresi dan manusianya,
bahasa, situasi, simbol, gaya, dan lain sebagainya. Menurut Eagleton,
semiotik atau semiologi berarti ilmu tanda-tanda (signs) secara sistematik.
Semiotik menunjukkan bidang kajian khusus, yaitu sistem yang secara umum
dipandang sebagai tanda, seperti puisi, rambu-rambu lalu lintas dan nyanyian
burung. Dalam implementasinya, semiotik biasanya juga menggunakan
metode struktural.

c. Pendekatan Gestalt
Gestalt dalam bahasa Jerman “Pola” atau “Konfigurasi” adalah
keseluruhan yang punya identitas dan makna tersendiri. Dalam hal ini bagian-
bagian dapat diidentifikasi sebagai unsur, dan bagian-bagian dihubungkan
dalam pola konfigurasi. Ahli psikologi Gestalt mengembangkan ilusi dan
peragaan untuk menunjukan bahwa persepsi manusia bersifat subjektif dan
cenderung holistik. Wertheimer memanfaatkan psikologi Gestalt untuk
merumuskan garis-garis besar pengajaran. Dia mencatat bahwa sinar-sinar
berkekuatan tinggi, kerangka, kontras dan teknik ilustrasi lain dapat
digunakan untuk membuat rangsangan visual. Menurut Wertheimer
penyadaran siswa terhadap isi yang dipelajari dan hubungannya antar unsur-
unsur dapat disimpan sebagai tubuh ilmu pengetahuan yang teratur. (Thomas
L. Good. 2001: 128)

Hamalik memberikan prinsip-prinsip belajar Gestalt, yakni: bahwa


belajar dimulai dari suatu keseluruhan, keseluruhan merupakan permulaan,
baru menuju ke bagianbagian dari hal-hal yang kompleks menuju ke hal-hal
yang sederhana. Keseluruhan memberikan makna kepada bagian-bagian,
bagian-bagian terjadi dari suatu keseluruhan. Bagian-bagian itu hanya
bermakna dalam rangka keseluruhan tadi. Jadi keseluruhan yang memberikan
makna terhadap suatu bagian, individuasi adalah bagian-bagian dari
keseluruhan. (Oemar Hamalik. 1998:.83)

Hakikat pemahaman makna atau apresiasi puisi dengan pendekatan


Gestalt adalah melakukan pertemuan antara apresiator dengan puisi sehingga
muncullah pertemuan antara apresiator dengan puisi sehingga muncullah nilai
Gestalt yang diakibatkan oleh pertemuan itu, yaitu: si apresiator yang
mempunyai pengalaman majemuk yang ingin memahami makna puisi, dan
karya puisi sebagai refleksi kehidupan penyairnya yang mempunyai
pengalaman majemuk pula. Dengan Gestalt, puisi dihubungkan dengan latar
belakang kejiwaan pengarang, latar belakang penciptaan puisi, proses kreatif,
konsep estetik, latar sosial budaya, dan landasan filsafat penyair. Puisi adalah
sebuah karya sastra yang sebenarnya
BAB III
PENILAIAN JURNAL
A. KELEBIHAN JURNAL SATU
1) Kelebihan Jurnal
a. Ide yang diangkat dalam penelitian ini cukup menarik
b. Judul artikel sesuai dengan pemaparan yang disampaikan penulis pada
pembahasan
c. Tujuan yang dipaparkan cukup jelas
2. Kekurangan Jurnal
a. Adanya teori yang tidak berhubungan dengan hasil penelitian

B. PENILAIAN JURNAL KEDUA

1. Kelebihan Jurnal
a. Ide yang diangkat dalam penelitian ini cukup menarik
b. Judul artikel sesuai dengan pemaparan yang disampaikan penulis pada
pembahasan
c. Tujuan yang dipaparkan cukup jelas

2. Kekurangan Jurnal
a. Adanya teori yang tidak berhubungan dengan hasil penelitian
b. Penggunaan EYD yang tidak sempurna
c. Menggunakan teori yang tidak jelas
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN

Chomsky mengatakan betapa pentingnya semantic dalam ilmu linguistik.


Pernyataan Chomsky sangat menggugah para pengamat bahasa semakin
memperhatikan semantik sebagai satu tatanan dalam linguistik.

Semantik merupakan salah satu cabang linguistik. Semantik dalam bahasa


Inggris disebut semantics. Kata semantics berasal dari bahasa Yunani yaitu dari kata
sema (kata benda) yang berarti ‘tanda; semelon (kata kerja) berarti ‘menandai’.
Istilah semantic sudah ada pada abad ke-17. Misalnya dalam kelompok kata
semantics philosophy. Istilah ini kemudian lebih diperkenalkan lagi oleh oraganisasi
fisiologi Amerika Ia menyatakan bahwa analisis semantik terhadap suatu
bahasa harus mampu menjelaskan bagaimana kalimatkalimat dalam bahasa itu
dipahami, diinterpretasikan, dan dikaitkan dengan keadaan, proses, serta objek yang
ada dalam alam semesta. Menurutnya, tugas umum semantik itu, yang dapat
dirangkum dalam satu pertanyaan "Apa arti kalimat K dalam bahasa B?"Kalimat ini
tidak dapat didekati secara langsung, melainkan harus dijabarkan ke dalam sejumlah
pertanyaan yang lebih mendasar. Sebagai ilustrasi, kalimat, tongkat ini terlalu
pendek bersinonim dengan tongkat ini tidak cukup panjang. Dengan kata lain, untuk
memahami makna suatu kalimat, orang harus memahami tidak saja arti elemen-
elemen leksikalnya, tetapi juga bagaimana elemen-elemen tersebut berhubungan satu
sama nama lain. Verhaar menyebut hiponim ialah ungkapan (biasanya berupa kata,
tetapi kiranya dapat juga frasa atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan
bagian dari makna suatu ungkapan lain. (Ruth, 2003:13)

B. SARAN
1. Sebaiknya penulis menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
2. Dalam skema yang terdapat di dalam jurnal, akan lebih mudah dipahami jika
teradapat penjelasan lebih rinci mengenai hal terkait.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Chaer, 2000. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia , Jakarta: Rineka Cipta

Ann Jefferson, 1992, Structuralism and Post Structuralism. Modern Literary theory: A
Comparative Introduction. London: Batsford Academic and educational Ltd.

Henry G. Tarigan, 1999, Pengajaran Semantik, Bandung: Angkasa


TUGAS PROJECT KAJIAN SEMANTIK PENGGUNAAN HIPONIM DAN
HIPERNIM PADA ISI OPINI PADA KORAN KOMPAS

DI BUAT OLEH :

NAMA : JOHANESLIM ZALUKHU

NIM : 192124044

SEM/KLS : III/B

PRODI : B. INDONESIA

M.K : SEMANTIK BAHASA INDONESIA

DOSEN PENGAMPU : AROZATULO BAWAMENEWI. S.Pd.,M.Pd.

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIP) GUNUNGSITOLI


FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. kami sangat berharap tugas ini dapat berguna sebagai
penambah wawasan serta pengetahuan mengenai Mata kuliah. Kami juga menyadari
bahwa di dalam tugas “ PROJECT SEMANTIK BAHASA INDONESIA”ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.

Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
tugas ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Akhir
kata semoga tugas ini dapat memberikan mafaaat kepada kita sekalian.

Gunungsitoli, 23 oktober 2020

Johaneslim Zalukhu
A. PENDAHULUAN

Semantik memiliki peran penting bagi linguistik khususnya berkaitan dengan


makna. Ilmu semantik terdapat beberapa hal yang perlu dikaji terutama terletak pada
makna suatu kata. Beranggapan bahwa makna menjadi bagian dari bahasa, maka
semantik merupakan bagian dari linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda
linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Tinjauan semantik dalam pengkajian
makna meliputi hiponim, hipernim, sinonim, antonim, polisemi dan homonim.
Semantik berkaitan dengan hubungan makna seperti hiponim dan hipernim. Makna
hiponim dan hipernim dalam wacana sebagai salah satu bagian keindahan wacana.
Pembaca akan lebih jelas memberikan makna pada wacana yang disajikan. Bukan
hanya pada karya sastra, melainkan pada wacana lain seperti pada koran maupun
wacana lain.

Penelitian ini sangat tepat mengambil hiponim dan hipernim dalam kajian
semantik, karena objek penelitian ini adalah judul wacana yang terdapat pada koran
Kompas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan dan fungsi
penggunaan hiponim dan hipernim secara keseluruhan dalam isi opini koran Kompas
Edisi Bulan Juni Minggu ke-4.

1. Hiponimi dan Hipernimi

Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti
“nama” dan hypo berarti “di bawah”. Jadi, secara harfiah berarti “nama yang
termasuk di bawah nama lain”. Sesuai dengan yang diungkapkan Keraf (2005:38)
Hiponimi adalah semacam relasi antar kata yang berwujud atas- bawah, atau
dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Karena ada kelas
atas yang mencakup sejumlah komponen yang lebih kecil dan ada kelas bawah
yang merupakan komponen komponen yang tercakup dalam kelas atas, maka kata
yang berkedudukan di kelas atas ini disebut superordinat dan kata yang berada di
kelas bawah disebut hiponim

Vehar (2001:396) Hubungan kehiponiman dalam pasangan kata adalah


hubungan antara yang lebih kecil (secara ekstensional) dan yang lebih besar
(secara ekstensional pula). Misalnya, melati adalah hiponom terhadap bunga, dan
merah merupakan hiponm terhadap berwarna. Secara semantik Verhar dalam
Chaer (2009:99) menyatakan hiponim ialah ungkapan (biasanya berupa kata,
tetapi kiranya dapat juga frase atau kalimat) yang maknanya dianggap merupakan
bagian dari makna suatu ungkapan lain.suherlan, Odien (2004:272) Hiponim
adalah hubungan makna yang mengandung pengertian hierarki (pengaturan secara
berurutan unsur-unsur bahasa mulai dari yang terkecil ‘terendah’ sampai yang
terbesar ‘tertinggi’.

Konsep hiponimi dan hipernimmengandaikan adanya kelas bawahan dan


kelas atasan, adanya makna sebuah kata yang berada di bawah makna kata
lainnya. Umpamanya kata melati adalah hiponim terhadap kata bunga sebab
makna melati berada atau termasuk dalam makna kata bunga. Melati memang
bunga, tetapi bunga bukan hanya melati melainkan meliputi semua jenis bunga
misalnya anggrek, mawar, adenium, sedap malam, flamboyan. Kalau relasi antara
dua buah kata yang bersinonim, berantonim, dan berhomonim bersifat dua arah,
maka relasi antara dua buah kata yang berhiponim ini adalah searah. Hubungan
kehiponiman tidak berlaku timnal balik atau hanya satu arah. Hubungan melati
terhadap bunga adalah hiponimi tetapi hubungan bunga terhadap melati bukanlah
hiponimi tetapi hipernimi.

2. Pengertian Opini

Opini juga sering disebut dengan pendapat. Opini atau pendapat


merupakan suatu sikap pikiran seseorang terhadap suatu persoalan. Menurut
Nurhadi (2003: 7) pendapat adalah mengungkapkan sesuatu secara subjektif,
berdasarkan pemikiran pribadi, kebenarannya kadang tidak dapat dibuktikan.
Pendapat adalah segala hal yang diungkapkan seseorang berdasarkan pendirian
atau sikap yang diyakininya (Suyono, 2004: 8). Opini artinya pendapat atau
pandangan tentang sesuatu. Karena itu, opini bersifat subjektif karena pandangan
atau penilaian seseorang dengan yang kainnya selalu berbeda. Jadi, kendati
faktanya sama, namun ketika orang beropini, antara orang yang satu dengan yang
lainnya memperlihatkan adanya perbedaan (Abdullah, 1999: 14).

Berdasarkan pengertian-pengertian opini tersebut, penulis mengacu pada


pendapat Abdullah, yaitu opini artinya pendapat atau pandangan tentang sesuatu.
Karena itu, opini bersifat subjektif karena pandangan atau penilaian seseorang
dengan yang lainnya selalu berbeda.
a. Macam-Macam Opini

Macam-macam opini dapat dibagi dalam beberapa bagian, yaitu


pemikiran, harapan, tanggapan, ide, gagasan, usul, saran, kritik, keinginan,
penolakan, persetujuan, pemecahan suatu masalah yang disampaikan dan lain-
lain. Opini biasanya disertai oleh argumen atau alasan-alasan tertentu yang
mendukung pemikirannya, opini juga biasanya dipadukan dengan kata-kata
seperti: (1) seharusnya, (2) seandainya, (3) sebaiknya, (4) mungkin, (5) menurut
saya atau pendapat saya, (6) jika, (7) sebab, (8) penyebab, (9) siapa lagi, dan (10)
pujian (Nurhadi, 2003: 7).

b. Ciri-Ciri Opini

Menurut Suyono (2007: 158) ciri-ciri opini dirincikan sebagai berikut:

 dari segi isi opini sesuai atau tidak sesuai dengan kenyataan bergantung pada
kepentingan tertentu,
 dari segi kebenaran opini dapat benar atau salah bergantung data pendukung
atau konteksnya,
 dari segi pengungkapan opini cenderung argumentatif dan persuasif,
 dari segi penalaran opini cenderung deduktif.
c. Pengertian Opini Publik

Opini yang berarti tanggapan ataupun pendapat merupakan suatu jawaban


terbuka terhadap suatu persoalan ataupun isu. Menurut Cutlip dan Center
(Sastropoetro, 1990 : 41), opini adalah suatu ekspresi tentang sikap mengenai
suatu masalah yang bersifat kontroversial. Opini timbul sebagai hasil pembicaraan
tentang masalah yang kontroversial, yang menimbulkan pendapat yang berbeda-
beda. Sementara William Albing mengemukakan bahwa opini itu dinyatakan
kepada sesuatu hal yang kontroversial atau sedikit-dikitnya terdapat pandangan
yang berlainan mengenai masalah tersebut. Opini timbul sebagai suatu jawaban
terbuka terhadap suatu persoalan atau isu. Subjek dari suatu opini biasanya adalah
masalah baru. Opini berupa reaksi pertama dimana orang yang mempunyai
perasaan ragu-ragu dengan sesuatu yang lain dari kebiasaan, ketidakcocokan dan
adanya perubahan penilaian. Unsur-unsur ini mendorong orang untuk saling
mempertentangkannya (Sunarjo, 1984 : 31). Sedangkan pengertian publik
menurut Emory. S. Bagardus, adalah sejumlah orang yang dengan suatu acara
mempunyai pandangan yang sama mengenai suatu masalah atau setidak-tidaknya
mempunyai kepentingan yang bersama dalam sesuatu hal (Sunarjo, 1984 : 20).
John Dewey dalam The Publik and its Problem mendefenisikan publik sebagai
kelompok individual yang sama-sama terpengaruh oleh suatu tindakan atau
Universitas Sumatera Utara gagasan tertentu. Jadi, setiap persoalan, problem, atau
kepentingan menciptakan publiknya sendiri (Djamaluddin, 1994: 105) Menurut
Bernard Berelson dalam tulisannya berjudul “Communication and Public
Opinion” (Komunikasi dan Pendapat/Opini Publik) mengemukakan bahwa
dengan pendapat publik diartikan people’s response atau jawaban rakyat
(persetujuan, ketidaksetujuan/penolakan atau sikap acuh tak acuh) terhadap issue-
issue/hal-hal yang bersifat politis dan sosial yang memerlukan perhatian umum,
seperti hubungan internasional, kebijaksanaan dalam negeri, pemilihan (umum)
untuk calon-calon, dan hubungan antar kelompok etnik (Sastropoetro, 1990 : 55).
Menurut Cutlip dan Center dalam bukunya “Effective Public Relation”, opini
publik adalah suatu hasil penyatuan dari pendapat individu-individu tentang
masalah umum (Sastropoetro, 1990 : 52). Mariam D. Irish dan James W. Prothro
dalam The Politics of American Democracy (1965) memberi defenisi pendapat
umum: “the expression of attitude on a social issue”. Dalam defenisi ini ada unsur
yaitu : dinyatakan (express), (attitude) sikap, social issue atau masalah masyarakat
(Susanto, 1985: 91). Hennessy menegaskan bahwa, “Pada setiap persoalan yang
muncul, opini publik merupakan kumpulan pandangan yang terukur atau
tersimpulkan, yang dipegang oleh orang-orang yang menaruh kepentingan
terhadap kepentingan tersebut (Djamaluddin, 1994: 105).

B. METODE PENELITIAN
1. Waktu Penelitian

Pelaksanaan sejak persiapan sampai dengan penulisan laporan penelitian


secara keseluruhan dilakukan mulai tanggal 04 Oktober 2016 sampai 08 Oktober
2016 pukul 01.50.

2. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif
kualitatif. Data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, melainkan berupa kata-
kata atau gambaran sesuatu. Metode penelitian kualitatif muncul karena terjadi
perubahan paradigma dalam memandang suatu realitas/fenomena/gejala.Dalam
paradigma ini realitas sosial dipandang sebagai suatu yang holistik, kompleks,
dinamis, dan penuh makna. Penelitian kualitatif ini sering disebut metode
penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah
(natural setting) (Sugiyono, 2010: 1). Laporan untuk penelitian kualitatif lebih
cenderung menggunakan model laporan studi kasus yang berbeda dengan yang
sering disebut sebagai “laporan ilmiah” atau laporan tekhnik. Laporan model
kasus mampu menjelaskan bagaimana peneliti berinteraksi dengan medan
penelitiannya, di samping juga tepat bagi penyajian posisi nilai penelitinya, teori
substantif, paradigma metodologis, dan juga nilai-nilai kontekstual lokalnya.

3. Subjek dan Objek Penelitian


a. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah koranKompas edisi oktober Minggu ke 4


2020

b. Objek Penelitian

Objek penelitian yang dianalisis adalah penggunaan hiponim dan hipernim


pada kajian isi opini dalam koran kompas edisi bulan oktoberMinggu ke-4
2020.

4. Data dan Sumber Data

Data dalam penelitian ini berupa dari isi opini pada Koran Kompas untuk
dianalisis dan diteliti makna hiponim dan hipernim dengan diklasifikasikan
berdasarkan atribut dan dengan menggunakan teknik perluasan dari setiap data
yang akan diteliti. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini berupa isi opini
koran Kompas edisi Juni Minggu ke-4 2016.

5. Teknik Pengumpulan Data

Sudaryanto (1993: 131) berpendapat bahwa teknik pengumpulan data


merupakan teknik yang benar-benar data, pengumpulan data yang terjamin
sepenuhnya akan hasil akhirnya.
a. Teknik Simak

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode


simak. Metode simak disebut juga metode penyimakan karena kegiatan yang
dilakukan berupa penyimakan, yaitu peneliti melakukan penyimakan terhadap
penggunaan bahasa.Teknik simak ini dalam praktiknya diwujudkan dengan
penyadapan (Mahsun, 2005: 90). Menyimak dalam penelitian ini adalah
dengan cara menyimak isi pidato wacana pada koran Kompas edisi oktober
2020

b. Teknik Catat

Teknik catat berarti penulis sebagai instrument kunci melakukan


observasi secara cermat, terarah, dan teliti terhadap sumber data. Langkah-
langkah dalam teknik simak catat adalah menyimak isi opini dalam wacana
pada koran Kompas edisi juni 2016, menggolongkan bentuk hiponim dan
hipernim dan menguraikan kembali isi opini wacana koran Kompas yang
termasuk bentuk hiponim dan hipernim dengan menambah beberapa
penjelasan. Mahsun (2005) menjelaskan teknik simak merupakan teknik yang
dilakukan dengan cara menyimak penggunaan bahasa.

c. Teknik Perluasan

Penggunaan teknik perluasan penting untuk mengetahui kadar


kesinoniman bila menyangkut dua unsur satuan yang berlainan tetapi diduga
bersinonim satu sama lain. Dalam hal ini, sinonim berarti sama informasinya,
mirip maknanya dan berbeda bentuknya Sudaryanto 1993: 55-56). Dapat
disimpulkan bahwa teknik perluasan adalah teknik yang digunakan untuk
dapat memperluas dari setiap data yang akan diteliti, sehingga teknik
perluasan ini dapat bertujuan untuk menggolongkan setiap data yang akan
diteliti.

6. Keabsahan Data

Keabsahan data ditujukan pada penjelasan dari deskripsi permasalahan


sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Untuk menganalisis data yang berbentuk
kualitatif, maka peneliti akan menggunakan dua teknik, yaitu teknik perpanjangan
keikutsertaan dan teknik ketekunan pengamatan. Perpanjangan keikutsertaan
peneliti akan memungkinkan peningkatan sederajat kepercayaan data yang
dikumpulkan. Peneliti dengan perpanjangan keikutsertaannya akan banyak
mempelajari “kebudayaan”, dapat menguji ketidakbenaran informasi yang
diperkenalkan oleh distorsi, baik yang berasal dari diri sendiri maupun dari
responden, dan membangun kepercayaan subjek. Dengan demikian, penting sekali
arti perpanjangan keikutsertaan peneliti ini guna berorientasi dengan situasi, juga
guna memastikan apakah konteks itu dipahami dan dihayati (Moleong, 1989:
192). Perpanjangan keikutsertaan ialah untuk memungkinkan peneliti terbuka
terhadap pengaruh ganda, yaitu faktor-faktor kontekstual dan pengaruh bersama
peneliti dan subjek yang akhirnya mempengaruhi fenomena yang diteliti
(Moleong, 1989:194). Hal itu berarti bahwa peneliti hendaknya mengadakan
pengamatan dengan teliti dan rinci secara berkesinambungan terhadap faktor-
faktor yang menonjol. Kemudian menelaahnya secara rinci sampai pada sauatu
titik sehingga pada pemeriksaan tahap awal tampak salah satu atau seluruh faktor
yang ditelaah sudah dipahami dengan cara yang biasa. Teknik ini menuntut agar
peneliti mampu menguraikan secara rinci bagaimana proses penemuan secara
tentatif dan penelaahan secara rinci tersebut dapat dilakukan.

7. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini bersifat kualitatif. Dalam penelitian
kualitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu diarahkan untuk
menjawab rumusan masalah. Dalam penelitian kualitatif data diperoleh dari
berbagai sumber, dengan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam,
(Sugiyono, 2010: 87). Penelitian kualitatif menekan pada analisis yaitu data yang
dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung hipotesis yang telah disusun
sebagai kekhususan yang telah terkumpul pada data yang dilaksanakan secara
teliti. Setelah data terkumpul, data dianalisis. Penelitian kualitatif menekan pada
analisis yaitu data yang dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung
hipotesis yang telah disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul pada data
yang dilaksanakan secara teliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
metode agih dan metode padan. Metode agih merupakan metode yang alat
penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto,
1993:15). Sedangkan metode padan adalah metode analisis data yang alat
penentunya berada di luar bahasa, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa
yang bersangkutan dan diteliti (Sudaryanto, 1993: 13). Alat penentu metode padan
ada lima yaitu referen bahasa, organ wicara, bahasa lain, bahasa tulis, dan mitra
wicara.

Jenis penentu metode padan yang digunakan dalam penelitian adalah


referen bahasa. Metode padan referensial merupakan metode yang alat penentunya
adalah kenyataan yang ditunjukkan oleh bahasa atau referen bahasa (Sudaryanto,
1993: 14). Teknik yang digunakan adalah teknik dasar pilah unsur penentu (PUP)
dan teknik perluas. Teknik dasar pilah unsur penentu (PUP) yaitu memilah-milah
data yang bersangkutan dengan referen atau acuan dan teknik perluas yaitu
dilaksanakan dengan memperluas satuan lingual yang bersangkutan ke kanan atau
ke kiri dan perluasan itu menggunakan “unsur” tertentu (Sudaryanto, 1993: 37).
Analisis data dalam penelitian ini dengan mendeskripsikan bentuk hiponim dan
hipernim pada isi opini koran Kompas kemudian dilanjutkan dengan analisis dan
penarikan kesimpulan.

8. Penyajian Hasil Analisis

Tahap penyajian merupakan upaya peneliti menampilkan dalam wujud


laporan tertulis apa-apa yang telah dihasilkan dari kerja analisis khususnya kaidah
(Sudaryanto, 1993:7). Metode penyajian hasil analisis di dalam penelitian ini
adalah metode formal dan informal. Metode formal adalah perumusan dengan
tanda dan lambang-lambang, sedangkan metode informal adalah perumusan
dengan kata-kata biasa walaupun dengan terminologi yang sifatnya teknis
(Sudaryanto, 1993:145).
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian

Berdasarkan hasil klasifikasi bentuk hiponim dan hipernim pada koran


Kompas, pada tahap analisis data berikut ini memaparkan bentuk hiponim dan
hipernim yang sudah dikategorikan berdasarkan permasalahan yang terdapat pada
rumusan masalah.

Data yang ditemukan pada isi opini Koran Kompas hari Sabtu, 25 oktober
2020 yang berjudul “Fitri dengan Mengalami-Nya”. Ditemukan kata butik, toko baju
dan sale. Hipernimnya adalah butik dan hiponimnya adalah toko baju dan sale. Maka
skemanya:

Pada isi opini juga ditemukan kata jabatan, kekuasaan, keuntungan dan
ketenangan. Hipernimnya adalah jabatan dan hiponimnya kekuasaan, keuntungan dan
ketenaran. Maka dapat digambarkan dengan skema

Ada juga ditemukan kata infak, zakat, santunan, beasiswa. Dengan hipernimnya
adalah infak dan hiponimnya yaitu zakat, santunan, beasiswa. Maka melalui skema
terlihat seperti berikut ini:

Ada juga ditemukan kata Libido, pahala, sosial, religius, harta dan kuasa.
Hipernimnya adalah libido dan hiponimnya pahala, sosial, religius, harta dan kuasa.
Dan dapat lebih jelas dengan skema seperti berikut ini:

Data yang ditemukan dari isi opini koran Kompa hari Kamis, 30 Juni 2016
yang berjudul “Gaduh Pergantian Kapolri” ditemukan kata gaduh, heboh, ribut.
Hipernimnya adalah gaduh dan homonimnya heboh dan ribut. Berikut skemanya:

Data yang ditemukan dari isi opini koran kompas hari Minggu, 26 Juni 2016 dengan
judul “Mudik, antara Kebutuhan dan Keinginan” yaitu ditemukan kata new edition,
new relese, new series, new frend. Hipernimnya adalah new edition dan hiponimnya
yaitu new relese, new series, new frend. Jika digambarkan maka seperti berikut ini:
Data yang ditemukan dari isi opini koran Kompas hari Rabu, 29 Juni 2016 yang
berjudul “Agama dan Korupsi”. Ditemukan kata korupsi, penyuapan, penipuan,
pemerasan, penggelapan dan pencucian uang. Hipernimnya adalah kata korupsi dan
hiponimnya penyuapan, penipuan, pemerasan, penggelapan dan pencucian uang.
Untuk lebih mudahnya lagi dapat kita perhatikan pada skema berikut:

Data yang ditemukan dari isi opini koran Kompas hari Selasa, 28 Juni 2016 yang
berjudul “Optimalisasi APBN Perubahan 2016” terdapat kata menerima, budgeting,
tambahan, suntikan dan lobi. Hipernim kata menerima yang hiponimnya yaitu
budgeting, tambahan, suntikan dan lobi. Maka dapat dipahami dengan memperhatikan
skemanya:

Data yang ditemukan dari isi opini koran kompas hari senin, 27 Juni 2016 yang
berjudul “Paradoks Intelijen Kemenhan” yaitu Pemerintah, kementrian, DPRD,
Badan POM, Dinas Kesehatan. Hipernimnya yaitu Pemerintah dan hiponimnya
adalah Kementrian, DPRD, Badan POM, Dinas kesehatan. Maka penulis akan
menggambarkan skema yaitu:

Data yang ditemukan dari isi opini koran Kompas pada hari Kamis, 30 Juni 2016 yang
berjudul “Vaksin Palsu dan Bayi Kita” yaitu rumah sakit, puskesmas, posyandu,
apotek rakyat, toko obat, klinik. Hipernimnya rmahh sakit dan hiponimnya
puskesmas, posyandu, apotek rakyat, toko obat, klinik. Agar lebih mudah untuk
dipahami, perhatikan skema dibawah ini:

Ditemukan juga kata damba, perkasa, teguh, luhur dan penuh adab. Hipernimnya
adalah Damba sedangkan hiponimnya perkasa, teguh, luhur dan penuh adab. Maka
dapat kita gambarkan skemanya:

Ditemukan kata elite, penguasa, petinggi. Hipernimnya yaitu elite dan hiponimnya
adalah penguasa dan petinggi. Maka skemanya yaitu:

Pada kalimat juga ditemukan seperti berikut yang terdapat dari isi opini Koran
Kompas “Skenario pertama tak berhasil lantaran restrukturiasi kementrian kementrian
mati suri karena kebutuhan menampung pendukung politik lebih besar”Analisis
makna yaitu mati suri adalah keadaan saat usaha-usaha untuk menghidupkan kembali
dilakukan sebelum seseorang menjadi hidup kembali.Mati suri yaitu Pernapasan,
detak jantung, dan fungsi spontan lainnya mungkin masih terjadi, tapi mereka hanya
dapat dideteksi oleh sarana artifisial “
Pada kalimat ditemukan dari isi opini “Hal itu terjadi jika sikap hidup kurang
itu tak hanya dipraktikkan dalam Ramadhan”. Analisis maknanya yaitu Ramadhan
adalah sebuah latihan untuk hidup dengan amalan yang baik.Ramadhan adalah bulan
kesembilan dalam penanggalan hijriyah dalam bulan ini umat muslim melakukan
aktivitas berpuasa.

Kalimat “ Desa telah menjadi altar baru dalam gempita” analisisnya Altar
adalah bangunan apapun di mana (hewan) kurban atau persembahan lainnya
dipersembahkan untuk tujuan religius, atau tempat sakral di mana upacara keagamaan
berlangsung. Altar biasanya ditemukan di dalam tempat pemujaan, biara, dan tempat-
tempat suci lainnya.Kalimat “Mengerem nafsu dan ambisiAnalisisnya kata Mengerem
memiliki makna untuk menahan, mengekang (hawa nafsu). Makna lain dar kata
mengerem yaitu menggunakan rem supaya berhenti.

Kalimat “inilah sebenarnya jihad. Analisisnya makna kata jihad yaitu sebuah
perjalan, yang memang tidak mudah bahkan sulit sekali, tetpi sekali kita mampu
menjalaninya dengan ikhlas dan istikamah. Makna lain jihad yaitu berjuang atau
berusaha keras namun bukan harus berarti perang dalam makna fisik namun
perjuangan untuk agama.
D. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian tentang penggunaan hiponim dan hipernim pada


isi opini dalam koran Kompas Edisi bulan Juni minggu ke-4, isi opini yang terdapat
pada koran Kompas juga banyak menggunakan makna hiponim dan hipernim
sehingga pembaca lebih mudah untuk menentukan objek yang ada pada opini
tersebut. Isi opini pada koran Kompas menggunakan hiponim dan hipernim untuk
memperjelas objek yang akan dibahas.Makna hipernim dan hiponim juga digunakan
di dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kajian analisis yang telah dilakukan lebih
mudah dipahami dalam mempelajari kajian semantik penggunaan Hiponim dan
Hipernim dalam isi opini.
E. DAFTAR PUSTAKA

James W. Prothro dalam The Politics of American Democracy (1965)

Djamaluddin, (1994:105)

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta:
PT. Raya Grafindo.

Moleong, Lexy J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya CV.

Surakarta: FKIP Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Tehnik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistik). Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sugiyono. 2010. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.


TUGAS REKAYASA IDE PENGEMBANGAN MODEL MATERI AJAR SEMANTIK

DI BUAT OLEH :

NAMA : JOHANESLIM ZALUKHU

NIM : 192124044

SEM/KLS : III/B

PRODI : B. INDONESIA

M.K : SEMANTIK BAHASA INDONESIA

DOSEN PENGAMPU : AROZATULO BAWAMENEWI. S.Pd.,M.Pd.

INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (IKIPGUNUNGSITOLI

FAKULTAS PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

PROGRAM STUDI BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. kami sangat berharap tugas ini dapat berguna sebagai
penambah wawasan serta pengetahuan mengenai Mata kuliah. Kami juga menyadari
bahwa di dalam tugas “ REKAYASA IDE SEMANTIK BAHASA INDONESIA”ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu,
saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.

Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
tugas ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Akhir
kata semoga tugas ini dapat memberikan mafaaat kepada kita sekalian.

Gunungsitoli, 23 oktober 2020

Johaneslim Zalukhu
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................68

A. Latar Belakang.........................................................................................68

B. Rumusan Masalah....................................................................................68

C. Tujuan Penelitian.....................................................................................69

BAB II KAJIAN TEORI.........................................................................................70

A. Makna......................................................................................................70

A. Jenis Makna.............................................................................................72

B. Relasi Makna...........................................................................................72

C. Perubahan Makna....................................................................................72

D. Medan Makna dan Komponen Makna....................................................73

E. Pengajaran Semantik...............................................................................73

BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................. 74

A. Tempat dan Waktu Penelitian..................................................................74

B. Metode Penelitian....................................................................................74

C. Sasaran Penelitian atau Target Penelitian................................................75

D. Perencanaan dan Penyusunan Model Materi Ajar...................................75

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.......................................76

A. Hasil Pengembangan Model....................................................................76

B. Model Teoretik........................................................................................76

1. Gambaran Hasil Analisis Kurikulum...................................................76


2. Gambaran Hasil Analisis Silabus.........................................................77
3. Gambaran Hasil Analisis Materi Ajar Semantik..................................78
BAB 1V PENUTUP................................................................................................79

A. Simpulan 79
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah adalah: (a)
menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing di bidang Bahasa, Sastra
Indonesia dan Daerah; (b) minat, bakat, apresiasi, dan kreativitas mahasiswa di bidang
Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah yang tumbuh dan berkembang; (c) iklim yang
kondusif bagi dosen untuk melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi; dan (d) tenaga
dosen berdaya menurut keahliannya dalam membina dan mengembangkan Bahasa,
Sastra Indonesia dan Daerah.

Kurikulum semantik Bahasa Indonesia yang digunakan di Program Studi


Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah sebagai berikut: (a) pembahasan
makna dalam Bahasa Indonesia yang mencakup: makna leksikal dan gramatikal,
denotatif dan konotatif, lugas dan kias, serta makna dasar dan ubahan; (b)
pembahasan kerelasian makna dalam Bahasa Indonesia mencakup: sinonimi dan
antonimi, relasi polisemi dan homonimi; (c) pembahasan pengertian perubahan
makna, sebab-sebab perubahan makna, dan arah perubahan; (d) pembahasan
pengertian ungkapan tabu, jenis-jenisnya, dan strategi penghindarannya.

Kedudukan mata kuliah semantik pada Program Studi Pendidikan Bahasa,


Sastra, dan Sastra Daerah sebagai mata kuliah prasarat yang wajib diambil, diajarkan
pada semester empat dengan bobot 2 (dua) sks.

B. Rumusan Masalah
Tujuan mata kuliah semantik, Mahasiswa mampu memahami Semantik yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara lisan maupun tulisan. Oleh
karena itu tujuan yang diharapkan dengan sajian mata kuliah pada perkuliahan
tersebut adalah agar mahasiswa mampu memahami semantik.
Untuk memenuhi hal tersebut, pada penelitian dilakukan dengan tujuan
mendisain pengembangan materi ajar yang memenuhi tuntutan itu. Oleh karenanya
sangat perlu dikembangkan suatu model materi ajar yang refresentatif untuk dijadikan
pegangan bagi pengajar dan pemelajar selain kurikulum di Program Studi Pendidikan
Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.
Nasution mengemukakan bahwa buku pelajaran (materi ajar) merupakan
salah satu alat teknologi pendidikan yang memberi keuntungan antara lain: (1)
membantu pengajar melaksanakan kurikulum, (2) pegangan dalam menentukan
metode pengajaran, (3) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengulangi
pelajaran atau mempelajari pelajaran baru, (4) memberikan kontinuitas pelajaran di
kelas yang berurutan sekalipun pengajar berganti.1 Begitu pula Tarigan
mengemukakan bahwa buku materi ajar adalah sarana belajar yang bisa digunakan di
sekolah-sekolah dan di Perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran.2
Dengan pengembangan materi ajar secara sistemik dan berkesinambungan
akan dapat menghasilkan buku materi ajar semantik yang sangat dibutuhkan
khususnya oleh pengajar dan pemelajar di Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia dan Daerah sehingga kesulitan-kesulitan yang dialami pengajar dan
pemelajar dalam mempelajari dan memahami materi ajar semantik dapat diatasi
dengan baik dengan memiliki buku materi ajar semantik, di samping motivasi belajar.
Materi ajar yang memenuhi tuntutan visi, misi dan tujuan tersebut, tentu harus
memenuhi tuntutan kebutuhan pengajar dan pemelajar yang diharapkan sebagaimana
yang telah dijelaskan terdahulu.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah mendapatkan model materi ajar
semantik yang memenuhi kebutuhan pengajar dan pemelajar yang dapat digunakan di
Program Studi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas Jambi.
BAB II KAJIAN TEORI

Objek kajian semantik yakni makna, berada di seluruh atau di semua tataran
yang bangun-membangun ini. Makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi,
dan sintaksis. Penamaan tataran untuk semantik agak kurang tepat, sebab dia bukan
satu tataran dalam arti unsur membangun satuan lain yang lebih besar, melainkan
merupakan unsur yang berada pada semua tataran itu, meskipun kehadirannya pada
tiap tataran itu tidak sama. Para linguis strukturalis tidak begitu peduli dengan
masalah makna ini, karena dianggap tidak termasuk atau menjadi tataran yang
sederajat dengan tataran yang bangun-membangun itu. Hockett, salah seorang tokoh
strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari
kebiasaankebiasaan.3 Sistem bahasa terdiri atas lima subsistem, yaitu: subsistem
gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan
subsistem fonetik.

A. Makna

Leech menyatakan bahwa pembahasan pengertian makna (meanings of


meaning) sebagai awal studi yang penting pada semantik dan banyak
dipermasalahkan mengenai kata ‘meaning’ di dalam bahasa Inggris dan para ahli
semantik.4 Lyons menyebutkan bahwa memberikan makna suatu kata ialah dengan
memahami kajian kata berbeda dengan kata-kata lain. Arti dalam hal ini menyangkut
makna leksikal dari katakata itu sendiri, yang cenderung terdapat di dalam kamus,
sebagai leksem.
Sebuah kata yang digunakan dalam konteks kalimat akan menngandung
makna yang berbeda juga mempunyai makna yang tidak sama. Misal makna kata
mengambil pada kalimat–kalimat berikut:
1. Semester ini saya belum mengambil mata kuliah sintaksis.
2. Tahun ini kami akan mengambil sepuluh orang pegawai baru.
3. Dia bermaksud mengambil gadis itu menjadi istrinya.
4. Sedikitpun saya tidak mengambil untung.
5. Kita bisa mengambil hikmah dari kejadian itu.
6. Saya akan mengambil gambar peristiwa bersejarah itu.
7. Diam–diam dia mengambil buku itu dari tasmu.
Kita tentu memahami bahwa kata mengambil pada ketujuh kalimat itu
memiliki makna yang tidak sama. Pada kalimat (1) kata mengambil bermakna
‘mengikuti’, pada kalimat (2) bermakna “menerima”, pada kalimat (3) bermakna
“menjadikan”, pada kalimat (4) bermakna “memperoleh”, pada kalimat (5)
“memanfaatkan”, pada kalimat (6) bermakna “membuat/memotret”, dan pada kalimat
(7) bermakna “mencuri”.
A. Jenis Makna

Berbagai nama jenis makna telah dikemukakan oleh para pakar bahasa dalam
berbagai buku linguistik atau semantik. Kiranya jenis-jenis makna yang dibicarakan
pada pembahasan berikut ini dapat mewakili jenis-jenis makna yang pernah
dibicarakan para pakar yaitu: makna lesikal, gramatikal, kontekstual; makna
referensial dan non-referensial serta deiktik; makna denotatif, makna konseptual, dan
makna asosiasi; makna kata dan makna istilah; dan makna idiom dan pribahasa.
B. Relasi Makna

Relasi makna yang dimaksud adalah relasi makna atau hubungan semantik
antarsatuan bahasa. Satuan bahasa yang terlibat bisa level kata, frase, klausa, dan
kalimat.6 Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa yang dimaksud relasi makna adalah
hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan
bahasa lainnya. Satuan bahasa dapat berupa kata, frase, maupun kalimat; dan relasi
semantik. Berdasarkan sifat relasinya, relasi makna meliputi: menyatakan kesamaan
makna (sinonim), pertentangan makna (antonim), ketercakupan makna (polisemi),
kegandaan makna (ambigu/ketaksaan) atau kelebihan makna (homonim), majas
metafor.

C. Perubahan Makna

Tarigan menyakan bahwa terjadinya perubahan semantik atau makna sering


bersamaan dengan perubahan sosial yang disebabkan oleh peperangan, perpindahan
penduduk, kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, ekonomi, budaya, dan
faktorfaktor lainnya.
Ullmann menjelaskan bahwa faktor-faktor perubahan makna adalah (1) bahasa
diwariskan dari generasi ke generasi, dimana setiap anak harus mempelajarinya dan
sudah menjadi pengetahuan umum bahwa anak-anak akan selalu salah memahai
makna kata-kata. (2) kesamaran dalam makna, berhubungan dengan makna,
berhubungan dengan sifat generik kata-kata kurangnya pengetahuan ketiadaan batas-
batas merupakan penyebab perubahan makna. (3) hilangnya motivasi. (4) eksistensi
dari polisemi. (5) muncul dalam konteks abiguitas dimana kata tertentu memiliki
makna yang berbeda, (6) Struktur kosa kata, terdiri dari sejumlah unit-unit terbesar
jauh lebih leluasa dan unsur-unsur baru kata-kata maupun makna dapat ditambahkan
lebih bebas, sementara unsur-unsur yang sudah ada mudah untuk dihilangkan.

72
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa terjadinya perubahan makna seiring
dengan perubahan sosial. Dalam masa yang relatif singkat makna sebuah kata akan
tetap sama, tidak berubah, tetapi dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan
makna sebuah kata akan berubah.
1. Pertama, perkembangan atau kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi.
Umpama, kata sastra pada mulanya bermakna ’tulisan, huruf, lalu berubah menjadi
’bacaan’; kemudian berubah lagi menjadi bermakna ’buku yang baik isinya dan
baik pula bahasanya’.
2. Kedua, perkembangan sosial budaya. Kata saudara, misalnya, pada mulanya
’seperut’ atau ’orang yang lahir dari kandungan yang sama’, tapi kini kata saudara
digunakan juga untuk menyebut orang lain sebagai kata sapaan sederajat.
3. Ketiga, perkembangan pemakaian kata. Misal, kata menggarap dari bidang
pertanian digunakan juga dalam bidang lain dengan makna, ‘mengerjakan,
membuat’.
4. Keempat, pertukaran tanggapan indaria. Misal, rasa pedas yang seharusnya
ditangkap oleh alat indra perasa lidah menjadi ditangkap oleh alat pendengar
telinga, seperti dalam ujaran ‘kata-katanya sangat pedas’.
5. Kelima, adanya asosiasi. Misal, kata amplop sebenarnya adalah ’sampul surat’,
tetapi amplop juga bermakna ‘uang sogok’.

D. Medan Makna dan Komponen Makna

Kata-kata yang berada dalam satu kelompok lazim dinamai kata yang berada
dalam satu medan makna atau satu makna leksikal. Sedangkan usaha untuk
menganalisis kata atau leksem atas unsur-unsur makna yang dimilikinya disebut
analisis komponen makna atau analisis ciri-ciri makna, atau juga analisis ciri-ciri
leksikal.

E. Pengajaran Semantik

Pengajaran semantik merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diambil di
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah. Mata kuliah ini
ditawarkan pada semester IV dengan bobot 2 dua SKS. Tujuan mata kuliah semantik
agar pemelajar mampu memahami materi ajar semantik yang ada hubungannya
dengan kehidupan sehari-hari, baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu

73
tujuan yang diharapkan dengan sajian mata kuliah pada perkuliahan tersebut adalah
agar maha pemelajar mampu memahami materi ajar semantik.

Semantik termasuk ilmu bahasa. Ilmu bahasa terdiri atas empat tataran, yaitu
fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Dari keempat cabang ilmu tersebut dapat
dibagi menjadi dua bagian besar,yaitu tata bahasa (gramatika) atau struktur bahasa
dan di luar gramatika atau di luar struktur bahasa.

Pengajaran semantik Bahasa Indonesia adalah salah satu mata kuliah yang
harus mahapemelajar pelajari dalam kelompok mata kuliah kebahasaan. Mata kuliah
ini mencakup pembahasan tentang teori semantik secara umum dan sistem makna
bahasa Indonesia.9 Pengajaran semantik yang harus dipelajari adalah:

1. Makna dalam Bahasa Indonesia yang mencakup: makna leksikal dan gramatikal,
denotatif dan konotatif, lugas dan kias, dan makna dasar dan ubahan,
2. Kerelasian makna yang mencakup: sinonim, antonim, polisemi, hiponimi, dan
homonimi,
3. Pengertian perubahan makna, sebab-sebab perubahan makna, dan arah perubahan,
4. Pengertian ungkapan tabu, jenis-jenisnya, dan strategi penghidarannya.
BAB III METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Program studi Bahasa, Satra Indonesia, dan


Penelitian dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pemelajar dan pengajar, juga untuk
meningkatkan kualitas materi ajar semantik Bahasa Indonesia.

B. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini mempunyai tujuan yakni dihasilkannya suatu produk


model materi ajar semantik. Untuk memenuhi tujuan penelitian tersebut penelitian ini
perlu mendisain dengan model pendekatan penelitian dan pengembangan R and D
(research and development). Penelitian pengembangan materi ajar semantik adalah
penelitian yang dapat menghasilkan produk, sehingga metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode penelitian dan pengembangan menurut Borg dan Gall.

Menurut Borg dan Gall penelitian dan pengembangan adalah suatu proses
yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan

74
seperti silabus, materi ajar, buku teks, metode pembelajaran, dan lain sebagainya yang
dilakukan dalam suatu siklus penelitian dan pengembangan.10

Rancangan dan pengembangan sebagai suatu ilmu harus terikat dengan


pengertian atau pemahaman yang dibangun atas penelitian empiris yang replikatif.
Model dan prosedurnya harus divalidasi dan solusi permasalahan harus didukung oleh
data. Menurut Richey dan Klein basis pengetahuan rancangan dan pengembangan
memiliki enam komponen utama, yaitu:

1. Para pemelajar bagaimana mereka belajar;


2. Konteks di mana pembelajaran dan performa berlangsung;
3. Sifat dari isi dan bagaimana urutannya;
4. Strategi pengajaran dan kegiatan yang dilaksanakan;
5. Media dan sistem penyajian;
6. Para perancang sendiri dan proses yang mereka gunakan.

C. Sasaran Penelitian atau Target Penelitian

Sasaran penelitian dalam penelitian ini adalah pengguna dari pengembangan


model materi ajar ini, yakni pengajar (dosen) dan pemelajar (mahasiswa) yang
mengontrak mata kuliah semantik yang diselenggarakan pada semester III (empat) di
Program studi Pendidikan Bahasa, Satra Indonesia.

D. Perencanaan dan Penyusunan Model Materi Ajar

Borg dan Gall menyarankan untuk membatasi penelitian dalam skala kecil,
termasuk dimungkinkannya untuk membatasi langkah-langkah penelitian. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini hanya sampai pada langkah mendapat produk akhir
berupa pengembangan model materi ajar semantik berdasarkan acuan teoretik materi
ajar yang ada sekarang dan identifikasi kebutuhan pengajar (dosen) dan pemelajar
(mahasiswa). Dengan demikian, langkah-langkah pengembangan model materi ajar
semantik ini dibagi menjadi tiga langkah, tanpa menghilangkan makna langkahan
lainnya. Tiga langkah Borg dan Gall tersebut yakni: 1) Tahap persiapan penyusunan
model, (2) Tahap pengembangan model, dan (3) Tahap evaluasi model. Agar lebih
singkat menelaah rancangan pengembangan model materi ajar dapat dilihat pada
roadmap berikut ini:

75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengembangan Model

Pada hasil pengembangan model materi ajar ini digambarkan beberapa hal
berikut (1) model teoritik, (2) gambaran tentang kebutuhan mahasiswa dan dosen
pengajar terhadap materi ajar diperoleh melalui (a) hasil analisis kurikulum (b) hasil
analisis silabus, dan (c) hasil analisis materi ajar semantik bahasa Indonesia, (3)
gambaran rancangan silabus dan materi ajar semantik bahasa Indonesia.

B. Model Teoretik

Konsep teoritik pada penelitian ini merupakan konsepsi yang digunakan untuk
merancang seperangkat materi ajar, dalam penelitian ini konsepsi materi ajar semantik
bahasa Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan dosen pengajar.
Rancangan teoritik ini bersifat konseptual yang diperoleh dari kajian teori-teori yang
dikemukakan para pakar pengembangan materi ajar dan pakar semantik bahasa. Ada
beberapa prinsip dasar teori yang dijadikan acuan untuk mengembangkan materi ajar
semantik bahasa Indonesia di Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,dan
Daerah FKIP Universitas Jambi.

Gambaran Kebutuhan Mahasiswa dan Dosen Pengajar


1. Gambaran Hasil Analisis Kurikulum

Hasil analisis kurikulum Pertama, materi ajar semantik merupakan salah


satu mata kuliah yang wajib diambil di Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia, dan Daerah, diajarkan pada semester III dengan bobot 2 dua SKS.
Kedua, Tujuan mata kuliah semantik diajarkan agar mahasiswa mampu
memahami materi ajar semantik yang ada hubungannya dengan kehidupan sehari-
hari, baik secara lisan maupun tulisan. Ketiga, semantik termasuk ilmu bahasa.
Ilmu bahasa terdiri atas empat tataran, yaitu fonologi, morfologi, sintaksis,
dansemantik. Dari keempat cabang ilmu tersebut dapat dibagi menjadi dua bagian
besar, yaitu tata bahasa (gramatika) atau struktur bahasa dan di luar gramatika atau
di luar struktur bahasa. Semantik merupakan ilmu bahasa yang membahas tentang

76
makna, baik makna kata, makna frasa, makna klausa, makna kalimat, maupun
makna wacana sebagai satuan bahasa yang lengkap. Keempat, pengajaran
semantik bahasa Indonesia adalah salah satu mata kuliah yang harus mahasiswa
pelajari dalam kelompok mata kuliah kebahasaan. Pengajaran semantik yang harus
dipelajari adalah (1) makna dalam Bahasa Indonesia yang mencakup: makna
leksikal dan gramatikal, denotatif dan konotatif, lugas dan kias, dan makna dasar
dan ubahan, (2) kerelasian makna yang mencakup: sinonim, antonim, polisemi,
hiponimi, dan homonimi, (3) pengertian perubahan makna, sebab-sebab perubahan
makna, dan arah perubahan, dan (4) pengertian ungkapan tabu, jenis-jenisnya, dan
strategi penghindarannya. Kelima, mempunyai beberapa manfaat yang dapat
mahasiswa peroleh dengan mempelajari dan menguasai mata kuliah Semantik
Bahasa Indonesia ini, (a) secara langsung mahasiswa akan mempunyai
pengetahuan tentang makna bahasa Indonesia. (b) penguasaan semantik akan
meningkatkan kemampuan berbahasa mahasiswa. (c) penguasaan makna
meningkatkan kemampuan pembelajaran bahasa mahasiswa, karena penguasaan
makna ini berkaitan erat dengan sejumlah mata kuliah lain, yakni morfologi,
sintaksis, pragmatik, membaca dan menulis.

2. Gambaran Hasil Analisis Silabus

Silabus yang dianalisis adalah silabus mata kuliah semantik yang


digunakan dari tahun 2005 sampai dengan 2012 di Program Studi Pendidikan
Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah /S-1 FKIP Universitas Jambi.

Gambaran silabus yang sedang digunakan pada komponen tujuan tidak


sesuai dengan kurikulum yang telah ditetapakan di Program Studi Pendidikan
Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah FKIP Universitas Jambi. Tujuan kurikulum
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah FKIP Universitas
Jambi adalah agar mahasiswa mampu memahami semantik yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari, baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu tujuan
yang diharapkan dengan sajian mata kuliah pada perkuliahan tersebut adalah
mahasiswa mampu memahami semantik. Komponen lainnya pada prinsipnya
sudah sesuai. Oleh karenanya komponen tujuan perlu disesuaikan dengan
kurikulum yang telah ditetapkan. Sesuai dengan perkembangan pendidikan
komponen-komponen silabus selain harus disesuaikan dengan kurikulum juga

77
harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan pendidikan. Komponen-
komponen yang dikembangkan sebagai berikut; identitas, deskripsi, kompetensi
dasar, standar kompetensi, indikator, rincian materi ajar, dan materi pokok.

Hasil analisis silabus yang telah dikembangakan sebagai bagian dari


analisis kebutuhan pengembangan materi ajar. Hasil analisis silabus diungkap
dengan menggunakan enam belas item penilaian. Masing-masing penilai
menyatakan komponenkomponen silabus penting dihadirkan dalam silabus.
Seperti dilihat pada tabel berikut;

Dari 16 item pertanyaan sembilan item pernyataan menunjukkan penilaian


penting (P). Hal itu menunjukkan bahwa komponen-komponen tersebut penting
(P) di dalam pengembangan silabus. Komponen-komponen tersebut sebagai
pedoman untuk pengembangan materi ajar dan pedoman untuk proses
pembelajaran. Silabus merupakan bagian dari perencanaan pembelajaran dan
dapat dijadikan pedoman untuk pengembangan materi ajar. Berdasarkan hasil
wawancara dengan mahasiswa, bahwa selama ini dosen pengajar tidak pernah
mengenalkan silabus semantik kepada mahasiswa. Padahal, mahasiswa sebagai
calon pengajar, silabus perlu diperkenalkan kepada mereka agar mengetahui apa
saja dan batas mana saja yang harus dipelajari.

3. Gambaran Hasil Analisis Materi Ajar Semantik

Hasil analisis materi ajar semantik ini diperoleh dengan dua cara yaitu
Hasil analisis materi ajar semantik dengan (1) instrumen dan (2) wawancara. Hal
ini digunakan untuk melihat gambaran kesesuaian pengembangan materi ajar
dengan kriteria pengembangan materi ajar.

4. Gambaran Rancangan Model Silabus dan Materi Ajar yang Dikembangkan


Berdasarkan hasil analisis kurikulum, silabus, materi ajar, dan analisis
kebutuhan sebagai dasar untuk pengembanganmateri ajar. Gambaran rancangan
pengembangannya dapat dilihat pada BAB IV Taber 4.5 merupakan gambaran
hasil pengembangan silabus, sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan dosen
pengajar. Silabus inilah akan menjadi dasar untuk pengembangan materi ajar
semantik bahasa Indonesia.

78
5. Gambaran Materi Ajar Semantik Bahasa Indonesia yang Telah Dikembangakan
Materi ajar yang dikembangkan pada penelitian ini merupakan hasil dari tahapan
pengembangan model materi ajar. Hasil analisis model materi ajar yang utuh dapat
dilihat pada lampiran.

BAB 1V PENUTUP

A. Simpulan
Hasil uji coba terbatas setelah dilakukan revisi untuk penyempurnaan materi
ajar semantik. Kemudian dilakukan uji coba terbatas pada kelompok kecil. Uji coba
dilakukan dengan metode eksperimen. Mahasiswa yang menjadi sampel uji coba
terbatas sebanyak 10 orang. Uji coba digunakan untuk mengetahui kelayakan dan
efektivitas materi ajar di lapangan. Berdasarkan hasil uji coba terbatas dan penilaian
mahasiswa pada materi ajar semantik diperoleh nilai dengan kategori baik. Dengan
demikian, materi ajar semantik layak digunakan sebagai pegangan mahasiswa Program
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas Jambi. Persepsi
dosen pengajar mata kuliah semantik pada uji coba terbatas, peneliti menyebarkan
angket untuk mengetahui persepsi dosen pengajar. Persepsi dosen diperoleh data
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa komentar, saran, dan rekomendasi.
Sedangkan data kuantitatif dengan memberikan penilai akhir 4.02 dengan kategori baik.
Dengan demikian, materi ajar semantik bahasa Indonesia layak dan relevan digunakan
di Program Studi Pendidikan Bahasa, Satra Indonesia..

Hasil uji coba keterbacaan materi ajar semantik dilakukan dengan cara
mahasiswa memberikan penilaian terhadap materi ajar I, II, III, IV, dan V. Tingkat
keterbacaan materi ajar semantik tergolong tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa materi
ajar semantik yang dikembangkan mudah dipahami.

Hasil pengujian lewat eksperimen yaitu melakukan uji validitas dan efektivitas.
Validasi materi ajar dilakukan di kelas A dan B dengan semester, Prodi, dan mata
kuliah yang ditawarkan sama. Hasil perhitungan perbedaan kelompok ekperimen dan
kelompok kontrol menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok
eksperimen dan kontrol. Kelompok kontrol rata-rata pretesnya 52.281, kelompok
eksperimen rata-rata pretesnya 51.313. Kelompok kontrol rata-rata posttestnya 55.938,
kelompok eksperimen rata-rata posttesnya 80.219. Hasil perhitungan uji t menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan eksperimen.

79
Kelompok kontrol t hitungnya 6,14, sedangkan kelompok eksperimen t hitungnya 24, t
2 2 2
table 1,99. Berdasarkan hasil perhitungan chi kuadrat hitung = 10.98, tabel = 3.841. hitung >

2
tabel. Dapat disimpulkan setelah dilakukan pengembangan mahasiswa lebih mudah
memahami materi ajar.

Berdasarkan kesimpulan di atas, terdapat beberapa implikasi. Pertama, perlu


pengembangan materi ajar oleh pengajar, Karena, (1) Materi ajar adalah seperangakat
materi yang disusun secara sistematis baik tertulis atau pun tidak sehingga tercipta
lingkungan atau suasana yang memungkinkan siswa untuk belajar. (2) Pengembangan
materi ajar adalah apa yang dilakukan dosen pengajar, guru, atau peserta didik untuk
memberikan sumber masukan berbagai pengalaman yang dirancang untuk
meningkatkan belajar bahasa. (3) Prinsip pengembangannya; dapat memberi dampak,
memberi perasaan mudah bagi pembelajar, mengembangkan rasa percaya diri
pembelajar, relevan dan berguna bagi pembelajar, mengarahkan dan memfasilitasi
pembelajar untuk menemukan sendiri, membuat pembelajar siap belajar dengan topik-
topik yang sedang diajarkan, memperhatikan perbedaan gaya belajar, memperhatikan
pengaruh positif terhadap pelajaran, memperhatikan sikap pembelajar, menyediakan
kesempatan umpan balik kepada pembelajar. (4) Pengembangan materi ajar meliputi;
identifikasi kebutuhan pengajar dan pembelajar, penentuan kegiatan eksplorasi
kebutuhan materi, realisasi kontekstual dengan mengajukan gagasan yang sesuai,
pemilihan teks, dan konteks materi ajar, realisasi pedagogis melalui tugas dan latihan
dalam materi ajar, produksi materi ajar, penggunaan materi ajar oleh pembelajar, dan
evaluasi materi ajar.

Kedua, penting melakukan penngembangan kurikulum, silabus, materi ajar, dan


evaluasi. Hal tersebut merupakan bagian dari perencanaan pembelajaran. Manfaat
menyusun materi ajar bagi dosen pengajar dan mahasiswa adalah sesuai tuntutan
kurikulum dan sesuai dengan kebutuhan belajar mahasiswa. Mahasiswa tidak lagi
tergantung kepada buku teks yang terkadang sulit untuk diperoleh. Materi ajar menjadi
lebih kaya karena dikembangkan dengan menggunakan berbagai referensi. Mahasiswa
akan lebih banyak mendapatkan kesempatan untuk belajar secara mandiri dan
mengurangi ketergantungan terhadap kehadiran pengajar. Idealnya materi ajar mulai
dari yang mudah untuk memahami yang sulit, dari yang kongkret untuk memahami
yang abstrak..

80
DAFTAR PUSTAKA

S. Nasution, Teknologi pendidikan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara, 1982.


Haryadi, Hubungan intensitas mendengarkan ceramah, pemahaman buku teks dan
partisipasi berorganisasi dengan retorik, Jurnal Kependidikan Nomor 2 Tahun XXXIII,
Yogyakarta: Lembaga Penelitian Universitas Negeri Yogyakarta, 2003.
Ch. F. Hockett, A Course in Modern Linguistics, New York: The Macmillan and Co,
1958, h. 33.
Geoffrey Leech, Semantik (Terjemahan: Paina Partana), Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2003, h. 7- 9.
John Lyons, Pengantar teori Linguistik (Introduction to Theoritical Linguistics),
(terjemah), Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1995, h. 396.

81
82

Anda mungkin juga menyukai