DI BUAT OLEH :
NIM : 192124044
SEM/KLS : III/B
PRODI : B. INDONESIA
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. kami sangat berharap tugas ini dapat berguna sebagai
penambah wawasan serta pengetahuan mengenai Mata kuliah. Kami juga menyadari
bahwa di dalam tugas “ CBR SEMANTIK BAHASA INDONESIA”ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
tugas ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Akhir
kata semoga tugas ini dapat memberikan mafaaat kepada kita sekalian.
Johaneslim Zalukhu
A. IDENTITAS BUKU UTAMA
Materi : Sinonimi
Semiotik adalah teori tentang sistem tanda. Nama lain semiotik adalah
semiologi (semiology) dari bahasa Yunani semeion yang bermakna tanda, mirip
dengan istilah semiotik. Semiologi dan semiotik kedua-duanya mempelajari tanda.
Tanda bermacam-macam asalnya. Ada tanda yang berasal dari manusia yang
berwujud lambang dan isyarat (orang yang mengacungkan jari telunjuk bermakna
ingin bertanya), ada yang berasal dari hewan (burung kuak menukik di depan rumah,
tanda akan mendapat musibah), ada tanda yang diciptakan oleh manusia, misalnya
rambu-rambu lalu lintas, tanda-tanda pangkat, konvensi yang berlaku dalam dunia
Pramuka dan olahraga, ada tanda yang berasal dari alam (langit mendung
menandakan hujan tidak lama lagi akan turun), ada tanda yang berasal dari dunia
tumbuh-tumbuhan, misalnya tumbuhan yang diserang penyakit akan memberikan
tanda tertentu.
Berdasarkan asal tanda itu, jenis tanda dapat ditetapkan. Oleh karena lambang
yang dihasilkan oleh manusia menjadi bahan pembicaraan orang yang bergerak dalam
bidang semantik, yakni yang khusus menelaah makna lambang, sedangkan lambang
itu sendiri adalah tanda, dan tanda tersebut menjadi objek pembahasan orang yang
bergerak dalam bidang semiotik, maka kedudukan semantik dalam dalam semiotik
dapat dijelaskan.
Untuk membahas kata, ada baiknya diperhatikan kalimat: “Ali dan Bahtiar
yang keduanya adalah mahasiswa pergi ke toko buku di Manado.” Bentuk-bentuk
seperti: dan, yang, adalah, mahasiswa, pergi, ke, toko, semuanya disebut kata dalam
BI. Bentuk-bentuk seperti mahasiswa, pergi, toko, mempunyai makna leksikal, sebab
maknanya dapat dilihat di dalam kamus, tetapi bentuk seperti, dan, yang, ke, apakah
makna leksikalnya? Bentuk-bentuk ini tergolong bentuk bebas terikat konteks
kalimat. Makna leksikalnya akan diketahui setelah kata ini berada di dalam kalimat.
Kata-kata ini berbeda, misalnya dengan kata pergi, mahasiswa, toko, yang meskipun
tanpa bantuan kata yang lain sudah memiliki makna leksikal.
Pada kalimat “Saya pergi ke pasar” terdiri dari 4 unsur atau 4 kata. Perhatikan
unsur atau kata saya. Kalau ada seseorang berkata saya, apakah yang terbayang pada
Anda? Demikian pula dengan kata pergi dan pasar. Kalau orang berkata pergi,
terbayang adalah kegiatan pergi., kegiatan pergi yang dilakukan seseorang yang
disebut saya. Kegiatan tersebut diarahkan ke pasar, bukan ke sekolah atau ke terminal
bus. Semuanya terbayang pada kita. Hal itu terjadi karena ada orang yang
mengujarkannya atau kata-kata tersebut tertulis. Bunyi ujaran atau lambang yang
tertulis dipahami karena makna tiap-tiap kata, ada di dalam otak kita. Begitu ada
rangsangan berupa kalimat yang terdiri dari kata-kata, maka makna tiap satuan unsur
bahasa yang disebut kata yang ada di dalam otak, secara otomatis keluar dari
persemayamannya. Dalam proses bahasa, maksudnya jika terjadi komunikasi, pada
pihak pendengar terjadi proses pemecahan kode fonologis, pemecahan kode
gramatikal, dan pemecahan kode semantik. Dengan demikian, kata-kata saya, pergi,
ke, dan pasar¸ semuanya mempunyai
Bab 3 : Makna
Orang dapat melihat kamus jika ia ingin mengetahui makna sesuatu kata;
namun dalam kehidupan sehari-hari orang tidak selamanya membuka kamus kalau
ada kata yang tidak dimengerti maknanya, dan juga orang tidak harus membuka
kamus kalau akan berkomunikasi. Kata, urutan kata, makna kata, dan kaidah bahasa
pendukungnya telah ada di dalam otaknya yang sewaktu-waktu muncul kalau
diperlukan. Pengetahuan tentang bahasa sendiri seperti itu, disebut kompetensi.
Kompetensi itu sendiri menurut Chomsky merupakan suatu potensi yang tidak
terbatas, sedang penampilan terbatas pada faktor-faktor fisik dan temporal
Menurut Harimurti (1989:9), “Leksemlah yang merupakan bahan dasar yang setelah
mengalami pengolahan gramatikal menjadi kata dalam subsistem gramatika.
Pengertian leksem tersebut terbatas pada satuan yang diwujudkan dalam gramatika
dalam bentuk morfem dasar atau kata.”
Makna dalam leksem yang dimaksud di sini, yakni bentuk yang sudah dapat
diperhitungkan sebagai kata. Dalam BI terdapat bentuk seperti: kunci, lompat, makan,
pagar, tidur. Bentuk kunci dapat menghasilkan bentuk turunan dikunci, mengunci, dan
kata pagar dapat diberi imbuhan sehingga menjadi dipagari, memagari, terpagar. Kata
kunci dan pagar telah memiliki makna leksikal, dan demikian pula kata dikunci,
mengunci, dipagari, memagari, terpagar. Sementara itu, bentuk lompat, makan, tidur
dapat muncul dalam kalimat, misalnya “Ayo, lompat!” “Ayah, silakan makan!”
“Sebaiknya engkau tidur sebab sudah larut malam.” Timbul pertanyaan, apakah
makna leksikal bentuk-bentuk seperti itu? Bentuk-bentuk seperti ini menurut Verhaar
(1983) maknanya dapat dengan mudah dicari di dalam kamus, misalnya dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia.
Ada juga leksem yang belum dapat ditentukan makna leksikalnya. Misalnya,
leksem juang. Apakah makna leksem juang? Makna leksikalnya dapat ditentukan
setelah leksem tersebut diberikan imbuhan, misalnya menjadi: berjuang,
diperjuangkan, memperjuangkan, pejuang, perjuangan, seperjuangan. Kata-kata ini
sudah memiliki makna leksikal yang maknanya dapat dilihat di dalam kamus di
bawah entri juang. Jadi, makna dalam leksem di sini adalah makna leksikal yang
terdapat dalam leksem yang berwujud kata, yang makna leksikalnya dapat dicari di
dalam kamus.
Paduan leksem adalah gabungan dua leksem atau lebih yang diperhitungkan
sebagai kata. Menurut Harimurti (1989) paduan leksem menjadi calon kata majemuk,
konsep paduan leksem tidak sama benar dengan konsep kata majemuk. Makna paduan
leksem dapat dirunut dari unsur yang membentuknya. Dalam BI terdapat paduan
leksem daya juang; unsur daya bermakna akal, kemampuan, muslihat, tenaga; daya
juang bermakna kemampuan untuk berjuang; agar bagaimana caranya berjuang.
Terlihat di sini, pada paduan leksem terdapat unsur inti sedangkan unsur yang lain
bersifat periperal.
Hal yang akan dibahas, antara lain mengenai keragu-raguan tentang makna
kata atau makna kalimat yang dalam linguistik disebut ambiguitas. Dihubungkan
dengan makna, ternyata ada kata yang bertentangan maknanya atau disebut antonimi.
Selain itu, ada kata yang berhierarki yang maknanya masih saling berhubungan atau
diponimi. Dalam hubungan makna, ada bentuk yang sama tetapi maknannya berbeda-
beda; sementara ada kata yang bentuknya berbeda-beda tetapi maknanya sama, dan
ada juga kata yang maknanya lebih dari satu. Hal-hal itu akan dibicarakan pada
bagian yang disebut homonimi, sinonimi, dan polisemi.
Ambiguitas timbul dalam berbagai variasi ujaran atau bahasa tertulis. Kalau
kita mendengarkan ujaran seseorang atau membaca sebuah tulisan, kadang-kadang
kita sulit memahami apa yang diujarkan atau yang kita baca. Misalnya kalau kita
mendengar ujaran “Anak istri kapten cantik.” Kita bingung, apakah yang dimaksud
dengan ujaran ini? Apakah anak dan istri kapten yang cantik? Apakah anak, istri, dan
kapten semuanya cantik? Semuanya masih merupakan tanda tanya pada kita.
Keraguan, kebingungan mengambil keputusan tentang makna, dan keanekaan tafsiran
makna seperti ini, itulah yang disbeut ambiguitas.
Hiponimi ialah ungkapan (kata, biasanya atau kiranya dapat juga frasa atau
kalimat) yang maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan
lain. Misalnya aster, bugenfil, ros, tulip, semuanya disebut bunga. Kata-kata ini dapat
diganti dengan kata umum, bunga. Hubungan seperti ini disebut hiponimi. Kata bunga
yang berada pada tingkat atas dalam sistem hierarkinya, disebut superordinat, dan
anggota-anggotanya berupa aster, bugenfil, yang berada pada tingkat bawah disebut
hiponm.
Dalam BI terdapat kata ayah. Orang telah mengetahui makna inti kata ayah.
Agar dipahami makna ayah, orang dapat mengontraskannya dengan kata ibu. Dilihat
dari segi jenis kelaminnya, ayah adalah laki-laki, sedangkan ibu adalah perempuan.
Dengan demikian, untuk melihat perbedaan makna antara kata ayah dan kata ibu,
orang harus melihat acuannya. Sebab denga acuannya, orang dapat melihat perbedaan
makna yang terkandung pada setiap kata. Tetapi hal itu tidak selamanya dapat
dilakukan, misalnya kalau ayah sudah meninggal, atau acuannya abstrak. Jadi,
penggunaan kriteria acuan ada kesulitannya juga karena kata-kata yang acuannya
hanya dapat dibayangkan, diimajinasikan. Hal itu terjadi karena wujud konkretnya
tidak ada, misalnya kata kemakmuran, perasaan, waktu. Kebetulan kata ayah dan kata
ibu acuannya dapat diamati, dapat dilihat. Dengan sendirinya orang diperhadapkan
dengan kenyataan yang ada pada kata ayah dan kenyataan-kenyataan yang ada pada
kata ibu. Orang dapat menderetkan kenyataan-kenyataan tersebut dan
membandingkannya sehingga jelas perbedaan-perbedaannya. Kenyataan itu tentu
sejauh yang diketahui atau sejauh yang dapat dilihat. Orang sulit mengklasifikasikan
ciri pembaca makna, apabila acuannya belum pernah dilihat meskipun telah pernah
didengar.
D. RINGKASAN BUKU II
Makna sebagai objek dalam studi semantic ini memang sangat rumit
persoalanya, karena bukan hanya menyangkut persoalan dalam bahasa saja tapi juga
menyangkuut persoalan luar bahasa. Factor-faktor luar bahasa seperti masalah agama,
pandangan hidup,budaya, norma, dan tata nilai yang berlaku dalam masyarakat
termasuk persoalan semantik.
Dalam buku ini terdiri dari dua jilid. Jilid menitik beratkan pada pembicaraan
semantik leksikal bahasa Indonesia. Jilid kedua membicarakan pada semantik
gamatikal bahasa Indonesia.
Bab 1
semantik. Dalam bab ini, dijelaskan pengertian semantik, jenis semantik, manfaat
semantik, dan semantik dalam studi linguistic. Pengertian Semantik
Semantik adalah bidang studi dalam linguistik yang mempela!ari makna atau artikata
dalam bahasa.Analisis semanti$ suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu sa!a,
tidak bisadigunakan untuk menganalisis bahasa lain.&"nt"h' dalam bahasa Inggris nasi
adalah
Sedangkan dalam bahasa Ind"nesia baik galah, padi, beras maupun nasi
memiliki kata dan makna yang berbeda.)ertanyaannya apakah bahasa Inggris miskin
bahasa* Tidak+ Karena ped"mankebahasaannya pun berbeda, maka dari itu analisis
semanti$ tidak bisa dipakai untuk dua bahasa.
Bab 2
Bab 3
Penamaan dan Pendefisian. Dalam bab ini menguraikan mengenai , peniruan buyi,
penyebutan bagian, penyebutan sifat khas, penemu dan pembuat, tempat asal, bahan,
keserupaan, pendekatan, penamaan baru, pengistilahan, pendefisian.
Bab 4 :
Bab 5
Relaksi Makna. Dalam bab ini membahas mengenai,senonimi, antonimi dan oposisi,
hiponimi, homofon, hommografi, hiponimi, hipernimi, polisemi, ambiguitas, dan
redundasi.
Bab 6
Medan Makna dan Makna, dalam bab ini membahas medan makna, komponen
makna, kesesuaian semantic dan gramatis.
Bab 7
Perubahan Makna. Dalam bab ini membahas sebab-sebab perubahan, jenis perubahan.
Bab 8
katagori Makna Leksikal. Dalm bab ini membahas mengenai katagori nominal,
katagori verbal, katagori ajektiva, katagori pendamping dan katagori penghubung.
Buku ini merupakan buku yang amat penting untuk diketahui dan dimiliki
oleh orang yang berkecimpung dalam dunia bahasa, baik mahasiswa S1 dan S2
jurusan pendidikan maupun para guru dan dosen. Buku ini dususun berdasarkan
kebutuhan masyarakat akan pentingnya memahami konsep tentang semantic atau
pemaknaan sebuah kata.
b. Kelemahan
Walaupun ada beberapa kelebihan yang dimiliki oleh buku ini namun
bukan berarti tidak terdapat kesalahan-kesalahan yang mencirikan kelemahan dari
buku ini sendiri. Kekurangan atau kelemahan yang paling menonjol pada buku ini
adalah sistem penulisannya yang kurang konsisten. Sistematika penulisan pada
buku “Semantik Leksikal” ini tidak tersusun secara hierarki berdasarkan subpokok
bahasan. Buku ini tidak cocok untuk pembaca pemula karena bahasa yang
digunakan tidak sederhana dan banyak mengutip bahasa asing dalam menegaskan
setiap topik pembahasannya.
F. PENUTUP
a. Kesimpulan
DI BUAT OLEH :
NIM : 192124044
SEM/KLS : III/B
PRODI : B. INDONESIA
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. kami sangat berharap tugas ini dapat berguna sebagai
penambah wawasan serta pengetahuan mengenai Mata kuliah. Kami juga menyadari
bahwa di dalam tugas “ MINI RISET SEMANTIK BAHASA INDONESIA”ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu,
saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
tugas ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Akhir
kata semoga tugas ini dapat memberikan mafaaat kepada kita sekalian.
Johaneslim Zalukhu
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................19
A. Latar Belakang..............................................................................................19
B. Rumusan Masalah.........................................................................................20
C. Tujuan Penelitian..........................................................................................21
D. Manfaat Penelitian........................................................................................21
E. Metode Penelitian.............................................................................................21
A. Slogan...........................................................................................................24
B. Semantik.......................................................................................................24
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................................28
A. Hasil Penelitian.............................................................................................28
BAB 1V PENUTUP.....................................................................................................33
A. Kesimpulan...................................................................................................33
B. Implikasi.......................................................................................................33
C. Saran.............................................................................................................34
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengetahuan akan adanya hubungan antara lambang atau satuan bahasa
dengan maknanya sangat diperlukan dalam berkomunikasi dengan bahasa itu (Chaer,
1995). Selanjutnya, makna sesungguhnya merupakan isi yang terkandung di dalam
suatu bentuk atau lambang, yaitu hubungan antara lambang atau satuan bahasa
dengan dunia luar yang disepakati bersama oleh para pemakai bahasa sehingga dapat
saling dimengerti. Dengan kata lain, mempelajari makna kata pada hakikatnya berarti
mempelajari bagaimana para pemakai bahasa dalam suatu masyarakat bahasa
menafsirkan lambang-lambang bahasa untuk dapat saling mengerti. Salah satu media
untuk menyampaikan maksud adalah dengan
menggunakan tulisan. Bahasa terbagi dalam dua jenis, yakni bahasa tulis dan
bahasa lisan. Bahasa memiliki beragam makna yang dapat diinterpretasi oleh setiap
orang yang mendengar atau membacanya. Tulisan yang digunakan untuk
menyampaikan maksud tertentu dapat ditulis yang menarik dan mencolok seperti
slogan.
Slogan merupakan tuturan, perkataan, atau kalimat pendek yang menarik atau
mencolok dan mudah diingat untuk memberitahu, atau menjelaskan tujuan suatu
ideologi golongan, organisasi, partai politik, dan sebagainya.
Slogan merupakan tulisan yang digunakan untuk menyampaikan maksud yang
ingin disampaikan oleh pembuat slogan. Slogan di lingkungan sekolah adalah
kalimat ringkas dan sederhana yang berisi peringatan, himbauan dan ajakan yang
sengaja dibuat oleh lembaga sekolah yang mengandung makna tujuan agar mudah
diingat para warga sekolah. Slogan di lingkungan sekolah tersebut bertujuan untuk
menambah kedisiplinan. Penulisan bahasa slogan di lingkungan sekolah dibuat
secara tegas agar para warga anggota sekolah membudayakan tertib dan taat pada
peraturan sekolah.
Semantik sebagai pelafalan lain dari istilah “la semantique” yang diukir oleh
M. Breal dari Prancis merupakan satu cabang studi linguistik general. Oleh karena
itu, semantik adalah satu studi dan analisis tentang makna-makna linguistik (Parera,
2004 : 42).
Aspek tujuan ditemukan dalam slogan di lingkungan smp n.4 alasa, yang
dibuat oleh pihak lembaga sekolah tersebut. Slogan di lingkungan sekolah ini dibuat
bertujuan untuk menyampaikan berbagai aspek makna tujuan terhadap para warga
anggota sekolah.
Makna adalah arti kata yang sudah bersifat tertentu, yaitu mempunyai arti
dalam hubungan antara tanda berupa lambang bunyi ujaran dengan hal atau barang
yang dimaksudkan. Makna dalam bahasa tertentu, asal mula dan perkembangan arti
suatu kata dapat diketahui melalui semantik.
Hampir disetiap lingkungan sekolah pastilah memiliki sloganslogan yang
tertempel di dinding-dindingnya. Namun SMP N.4 ALASA, Kecamatan alasa ,
Kabupaten nias, memiliki slogan-slogan yang berjumlah tidak sedikit, yaitu 12 buah
slogan. Setiap slogan pastilah memiliki makna ataupun maksud yang berda-beda.
Akan tetapi tidak sedikit pula yang memahami makna maupun maksud dari
kandungan dari slogan-slogan yang ada. Berdasarkan latar belakang masalah
tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji penelitian mengenai
Penelitian terhadap semantik dapat dilakukan pada segala macam makna yang
ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah makna tujuan yang
terdapat pada slogan di lingkungan sekolah. Upaya untuk menciptakan warga sekolah
yang tertib, aman dan nyaman merupakan hal yang sangat penting karena pada saat
ini para warga anggota sekolah cenderung mengabaikan perturan yang ada yang
ujungnya merenggut ketertiban. Tidak dapat dipungkiri, setiap makna yang terdapat
dalam slogan di lingkungan sekolah melahirkan konsekuensi-konsekuensi tertentu
berkaitan dengan masalah ketertiban. Misalnya saja ketertiban dalam membuang
sampah yang dapat mencemari lingkungan sekolah.
Demikian pula dampaknya akan dirasakan oleh pihak lain yang berada di
sekitar sekolah. Sebagai contoh ketika seorang warga sekolah yang melanggar salah
satu tata tertib yang terdapat dalam sebuah slogan “Buang Sampah pada
Tempatnya!”, tetapi orang tersebut membuang sampah sembarangan yang akhirnya
akan menimbulkan terjadinya permasalahan yang merugikan banyak pihak.
Melihat kondisi seperti ini salah satu cara untuk mengantisipasinya adalah
melalui hukuman yang memberatkan bagi warga sekolah yang melanggar aturan
yang tertera dalam slogan tersebut. Hukuman adalah cara yang paling bijak ketika
terjadi pelanggaran aturan yang tertera dalam slogan. Bagaimanapun juga tertib itu
sendirilah yang menjadi cermin budaya warga sekolah pada umumnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan konteks penelitian tersebut, maka peneliti akan menjabarkan
pokok permasalahan yang akan dijabarkan dalam fokus penelitian adalah:
1. Apa saja jenis slogan yang terdapat di SMP N. 4 ALASA
2. Bagaimanakah makna semantik slogan-slogan di SMP N. 4 ALASA
C. Tujuan Penelitian
Setiap penelitian atau dalam rumusan masalah selalu memiliki tujuan. Dalam
penelitian ini tujuan yang ingin dicapai yaitu:
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah manfaat teoritis dan praktis,
yaitu:
1. Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai penambah
wawasan dan pengetahuan bagi peneliti untuk mengetahui makna semantik yang
terkandung pada slogan-slogan di lingkungan sekolah, yang ingin menganalisis
bahasa slogan dengan menggunakan metode semantik dan kualitatif dalam
mengupas kandungan makna bahasa pada slogan serta mengetahui keterkaitan
dengan kehidupan warga sekolah.
2. Praktis
Pada sisi lain, penelitian bermanfaat pula untuk memecahkan masalah-
masalah praktis. Penelitian ini diharapkan menjadi sumber informasi bagi
penelitian selanjutnya mengenai kebahasaan yang digunakan dalam
berkomunikasi. Penelitian ini juga dapat diharapkan menjadi sumber informasi
tentang makna semantik yang terkadung pada slogan-slogan yang terdapat
dilingkungan yang masih belum diketahui sebelumnya oleh warga sekolah.
E. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
2. Kehadiran Peneliti
Subjek dari penelitian ini adalah slogan yang berada di sekitar lingkungan
sekolah. Untuk wilayah penelitian, peneliti akan meneliti di SMP N. 4 ALASA ,
Kecamatan alasa, Kabupaten nias utara, di mana di sana adalah suatu lembaga
pendidikan yang memiliki banyak tempelan slogan-slogan pada dinding
bangunan. Untuk mendapatkan data-data yang valid dan objektif terhadap apa
yang diteliti maka kehadiran penelitian di lapangan dalam penelitian kualitatif
mutlak diperlukan. Kehadiran peneliti sebagai pengamat langsung terhadap
kegiatan-kegiatan yang akan diteliti sangat menentukan hasil penelitian, maka
dengan cara riset lapangan sebagai pengamat penuh secara langsung pada lokasi
penelitian peneliti dapat menemukan dan mengumpulkan data secara langsung.
Jadi, dalam penelitian ini, instrumen penelitian adalah peneliti sendiri yang
sekaligus sebagai pengumpul data. Instrumen-instrumen yang lain merupakan
instrumen pendukung atau instrumen pelengkap oleh karena itu kehadiran
peneliti di lapangan sangatlah diperlukan. Adapun tujuan kehadiran penelitian
di lapangan adalah untuk mengamati secara langsung slogan-slogan yang
tertempel di sekitar sekolah. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengamati
langsung supaya relevan dengan hasil-hasil penelitian yang diperoleh.
3. Lokasi Penelitian
1. Sejarah Semantik
Aristoteles, sebagai pemikir Yunani yang hidup pada masa 384-322 SM,
adalah pemikir pertama yang menggunakan istilah “makna” lewat batasan
pengertian kata yang menurut Aristoteles adalah “satuan terkecil yang
mengandung makna”. Dalam hal ini, Aristoteles juga telah mengungkapkan
bahwa makna kata itu dapat dibedakan antara makna yang hadir dari kata itu
sendiri secara otonom, serta makna kata yang hadir akibat terjadinya hubungan
gramatikal menurut Ullman dalam Aminuddin (2001: 15). Bahkan plato (429-347
SM) dalam Aminuddin (2001) mengungkapkan bahwa bunyi-bunyi bahasa itu
secara implisit mengandung maknamakna tertentu. Hanya saja memang, pada
masa itu batas antara etimologi, studi makna, maupun studi makna kata, belum
jelas.
2. Jenis Semantik
Chaer (1995: 6) mengungkapkan bahwa objek kajian semantik adalah
makna bahasa. Lebih tepat lagi, makna dari satuan-satuan bahasa seperti kata,
frase, klausa, kalimat, dan wacana. Kalau bahasa itu memiliki tataran-tataran
analisis, yaitu fonologi, morfologi, dan sintaksis, maka persoalan kita sekarang
adalah bagian-bagian mana dari tataran analisis itu yang mengandung masalah
semantik, atau yang memiliki persoalan makna. .
a. Semantik Leksikal
Objek studi dari semantik leksikal adalah leksikon pada suatu bahasa.
Semantik leksikal menyelidiki makna yang ada pada leksem-leksem disebut
makna leksikal.
b. Semantik Gramatikal
c. Semantik Kontekstual
Munculnya makna bisa disebabkan oleh situasi, tempat, waktu, dan
lingkungan. Dalam semantik, hal tersebut dapat dikaji berdasarkan makna
kontekstual. Menurut Verhaar (1978: 130) makna kontekstual berhubungan
dengan pemakaian bentuk- bentuk gaya bahasa, atau dapat diartikan sebagai
bidang studi semantik yang mempelajari makna ujaran yang sesuai dengan
konteks situasi pemakaiannya. Makna ini akan menjadi jelas jika digunakan
dalam kalimat. Makna kontekstual berlaku sebagai akibat hubungan antara
ujaran dan situasi. Di samping itu, Catford (2005) berpendapat ”contextual
meaning is similarly language bound,since the grouping of relevant situational
features that a linguistic item is related.” Maksudnya adalah makna
kontekstual sama dengan bahasa yang terikat, karena hubungan situasi atau
konteks yang sesuai dengan makna kata tersebut. Makna
.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan pembahasan mengenai analisis semantik pada
slogan di lingkungan smp,n 4 alasa, Kecamatan alasa, Kabupaten nias utara. Dalam
hasil penelitian dipaparkan tabel slogan yang tertera, beserta makna yang terkandung
di dalamnya.
A. Hasil Penelitian
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, penulis memperoleh data mengenai
slogan diambil dari papan slogan di MI Tarbiyatul Aulad Jombor, Kecamatan
Tuntang, Kabupaten Semarang. Tujuan dari slogan adalah menghimbau serta
memotivasi warga sekolah, siswa-siswi utaman. Dari data yang dikumpulkan di bulan
Agustus 2017 terdapat 12 slogan dari 6 slogan pendidikan dan 6 slogan motivasi/
nasehat.
1. Makna Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk
nomina leksikon (vokabuler, kosa kata, perbendaharaan kata). Slogan Pendidikan
Slogan Pendidikan adalah slogan yang mengandung tentang dunia pendidikan.
a. Ilmu tidak akan habis jika dibagi, tidak seperti harta.
Slogan tersebut terdiri atas kata ilmu, tidak, akan, habis, jika, dibagi, tidak,
seperti, harta. Kata ilmu memiliki arti:
1. Pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut
metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala tertentu
di bidang (pengetahuan) itu.
2. Pengetahuan atau kepandaian (tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin,
dan sebagainya) (KBBI, 2007: 423)
3. Kata tidak memiliki arti:
4. Partikel untuk menyatakan pengingkaran, penolakan, penyangkalan, dan
sebagainya (KBBI,2007: 1189).
Kata akan memiliki arti:
a. Slogan Pendidikan.
Slogan pendidikan adalah slogan yang mengandung makna tentang dunia
pendidikan.
1. Ilmu tidak akan habis jika dibagi, tidak seperti harta.
Slogan di atas memiliki makna gramatikal yang terdiri dari kata manungso
adalah orang, kata mung adalah hanya, kata mungguh adalah menerima, kata
wohing adalah hasil dan kata pakerti adalah budi. Setelah mengalami proses
gramatikal yaitu hasil budi pekertilah yang diterima manusia. .
1). Ilmu tidak akan habis jika dibagi, tidak seperti harta.
Situasi yang diilustrasikan pada slogan tersebut ialah para siswa yang
sedang melaksanakan proses belajar di dalam kelas dengan kondisi yang
tenang dan damai. Makna secara gramatikal yaitu siswa serius dalam proses
belajar untuk menabung pengetahuan guna meraih masa depan yang bagus.
A. Kesimpulan
Slogan ialah perkataan atau kalimat pendek yang menarik dan mudah diingat
untuk memberitahukan atau menyampaikan sesuatu (imbauan, ajakan, atau
larangan). Semantik merupakan penghubung bahasa dengan dunia luar, sesuai
dengan kesepakatan para pemakainya sehingga dapat saling dimengerti.
Dari hasil pembahasan, slogan yang tertera di SMP, N.4 ALASA, memiliki 2
jenis slogan yang berjumlah 12 buah slogan dengan 6 slogan pendidikan, 6 slogan
motivasi/ nasehat. Slogan pendidikan adalah slogan yang mengandung makna
atau berhubungan dengan dunia pendidikan. Sedangkan slogan motivasi/ nasehat
adalah slogan yang mengandung makna memberikan imbauan, ajakan,
C. Saran
Sebagai penutup penelitian ini ada beberapa hal yang dapat penulis sarankan
terkait dengan penelitian ini yaitu sebagai berikut:
2. Bagi warga sekolah, jadikanlah slogan itu bukan hanya hiasan dinding
di bangunan sekolah, melainkan jadikanlah slogan sebagai motivasi
dan inspirasi untuk menjadi lebih baik lagi guna mengoreksi diri
dalam tindakan selama ini.
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Hasan dkk. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Aminuddin. 2001. Semantik (Pengantar Studi Tentang Makna). Malang: Penerbit Sinar
Baru Algensindo Bandung Bekerjasama dengan YA3 Malang.
Anshori, M. Isa. Kamus Lengkap 10 Milyard: Nur Ilmu.
Bahroni. 2013. Kuasailah Dunia dengan Bahasa. Salatiga: STAIN SALATIGA PRESS.
Chaer, Abdul. 1995. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Http://www.google.co.id/amp/s/berkelakar.wordpress.com/2014/12/09/mengenal-
pengertian-slogan-tujuan-serta-ciri-cirinya/amp/. Diakses pada Hari Senin, 7
Agustus 2017.
TUGAS CRITICAL JURNAL REVIEW
DI BUAT OLEH :
NIM : 192124033
SEM/KLS : III/B
PRODI : B. INDONESIA
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. kami sangat berharap tugas ini dapat berguna sebagai
penambah wawasan serta pengetahuan mengenai Mata kuliah. Kami juga menyadari
bahwa di dalam tugas “ CJR SEMANTIK BAHASA INDONESIA”ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
tugas ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Akhir
kata semoga tugas ini dapat memberikan mafaaat kepada kita sekalian.
Johaneslim Zalukhu
BAB I
PENDAHULUAN
d. Field theory
Teori ini menafsirkan kaitan makna antara anggota-anggota dalam kesatuan
bidang semantick tertentu.
e. Componential analysis theory
Teori ini mempelajarai bagaimana seperangkat kata atau istilah terbentuk dari
ciri-ciri semantik umum. Atau dengan kata lain, menganalisis seperangkat
kata-kata yang berhubungan ke dalam komponen terkecil dari maknanya,
seperti paman kepada komponen laki-laki, ayah, dan sebagainya. Dengan
analisis ini kita bisa mempelajari bagaimana para penutur bahasa
menggunakan seperangkat kosa kata untuk mengklasifikasikan objek dengan
mengacu kepada parameter tertentu dari makna (parameter adalah ciri
pemerlain atau penentu).
f. Combinaterial Semantics atau Semotactics
Teori ini menyelidiki arti leksis dari setiap butir kata juga penyusunan
sintaksisnya.
g. Generative Semantics
Teori ini mencoba menyimpulkan maknamakna dasar dari kalimat dan lalu
mentransformasikan
dalam bidang makna sehingga timbullah bermacam-macam teori semantk.
A. Semantik Behavioris
Aliran behavioris dikembangkan oleh J.B. Watson. Aliran ini
menganut sikap umum yaitu:
1. Tidak selalu yakin dengan istilahistilah bersifat mentalistis berupa mind,
concept, dan indra.
2. Tidak ada perbedaan esensial antara tingkah laku manusia dan tingkah laku
hewan.
3. Mementingkan faktor belajar dan kurang yakin dengan faktor-faktor hewan.
4. Mekanismenya atau determinasinya.
B. Semantik Generatif
Semantik generatif ini dipelopori oleh murid-murid Adik Makan
Nasi Chomsky antara lain (Lakoff, Postal, Mecauly dan Kiparsky) mereka
memisahkan diri dari kelompok Atau dapatChomsky menjelang
dasawarsa tujuh digambarkan Pred (Arg1, puluhan. Pemisahan diri itu
didasarkan Arg2) atau makan (adik, nasi). pada rasa ketidakpuasan
terhadap guru mereka. Chomssky berpendapat bahwa Argumen adalah segala
sesuatu semantik mempunyai eksistentsi yang yang dibicarakan, sedangkan
predikat berbeda dengan sintaksis, dan struktur itu semua yang menunjukkan batin
tidak sama dengan struktur hubungan, perbuatan, sifat, semantic. Sementara
menurut Lokoff keanggotaan, dan sebagainya. (Lihat dan teman-temannya bawwa
struktur Chaer, 1994:368-370).
C. Semantik Struktural
Aliran struktural dipelopori oleh Ferdinand De Saussure (1857-1913). Ia
mengemukakan pendapatnya untuk mengembangkan linguistik sebagai sains,
seperti:
a. Perbedaan la langue, la parok, la lawgage
b. Pengembangan linguistik diakronis dan sinkronis
c. Lambing linguistic seperti arti psikis mempunyai dua bagian yang tak
terpisahkan yaitu: konsep (signifie) dan inti bunyi (singifiant) Konsep =
Signifie = Lambang linguistik Inti bunyi = significant (linguistic sign)
d. Hubungan assosiatif dan sintagmatis
e. Nilai linguistik, isi dan signifikasi
Nilai linguistik mencakup dua segi yaitu segi konseptual ialah konsep atau
pikiran yang belum konkrit.
D. Semantik Deskriptif
Semantik deskriptif membicarakan makna yang sekarang berlaku. Makna kata
ketika kata itut untuk pertama sekali muncul tidak lagi diperhatikan. Misalnya:
Kata pura dalam bahasa Indonesia bermakna ‘tempat beribadat bagi umat
Hindu Dharma’ dan bukan bermakna lain misalnya dalam bahasa Minangkabau
yaitu:
a Pundi-pundi dari kain; kantung;
b dompet
c Bursa
d Dana dan juga bukan kata pura yang
e bermakna istana
E. Semantik Leksikal
Semantik leksikal adalah kajian semantik yang lebih meluas apda pembahasan
sistem makna yang terdapat dalam kata. Semantik leksikal memperhatikan makna
yang terdapat di dalam kata itu sendiri. Kamus sangat membantu dalam pencarian
makna suatu kata.
Misalnya kata basis yang maknanya: 1. alas, dasar, 2. garis alas pada segitiga, 3.
pangkalan perang dimana serangan dilakukan. Pateda (1996) membahas semantik
leksikal menjadi beberapa bagian yaitu: 1. Pengertian makna, 2. makna dalam
kata, 3. Perubahan makna, 4. Sekitar makna
F. Semantik Logika
Lyons (I, 1997:139) mengatakan “semantik logika adalh cabang logika
modern yang berkaitan dengan konsep-konsep dan notasi simbolik dalam analisis
bahasa. Semantik logika mengkaji sistem makna yang dilihat dari logika seperti
yang dalam matematika yang mengacu kepada pengkajian atau penafsiran ujaran,
terutama yang dibentuk dalam sistem logika (Pateda 1996:75). Semantik logika
membahas makna
G. Semantik Gramatikal
Semantik gramatikal adalah kajian semantik mengenai makna yang terdapat
dalam suatu kalimat. Verhaar (1983:9) mengatakan “Semantik gramatikal lebih
sulit dianalisis”. Misalnya : Daerah itu aman dan masih terkendali. Munculnya
kata terkendali di akhir kalimat di atas mengubur makna aman dalam suatu
kalimat. Kata terkendali artinya huru-hara, gangguan keamanan, masih dapat
dikendalikan. Dengan demikian makna kata aman berubah karena kata itu berada
dalam satuan kalimat.
H. Semantik Historis
Semantik historis mengkaji Sistem makna dalam rangkaian waktu bukan
perubahan bentuk kata. Contoh: Kata juara, dahulu bermakan pengatur pesta atau
hakim apda waktu menyambung ayam, kini makna hakim pada waktu
menyambung ayam telah dilupakan orang dan sekarang lebih banyak
dihubungkan dengan orang yang mendapat peringkat teratas dalam pertandingan
dan perlombaan.
B. RINGKASAN JURNAL KEDUA :
1. Pengertian Semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani "Sema" yang berarti tanda atau
lambang. Dalam bentuk kata kerja, kata sema menjadi semaino yang artinya
"menandai" atau "melambangkan". Dalam linguistik tanda diartikan sebagai tanda
linguistik.Kata semantik selanjutnya disepakati sebagai istilah yang digunakan
pada bidang linguistik, yakni hubungan antara tanda-tanda linguistik dengan hal-
hal yang ditandai. Oleh sebab itu, semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang
makna atau tentang arti. (Abdul Chaer, 2000:2)
Selanjutnya Tarigan mengatakan bahwa semantik adalah telaah tentang
makna. (Henry G. Tarigan, 1999:2.). Semantik mengasumsikan, bahwa bahasa
terdiri dari struktur yang menampakkan makna apabila dihubungkan dengan objek
lain di dunia. Dari pendapat- pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa semantik
adalah studi tentang makna bahasa, yang merupakan hubungan antara tanda
bahasa dengan sesuatu yang ditandai di dunia ini. Istilah semantik yang digunakan
di sini mengacu pada semantik linguistik (yang merupakan cabang dari linguistik)
yang dibedakan dari semantik murni (yang merupakan cabang dari logika atau
matematika). Seperti cabangcabang linguistik yang lain, semantik linguistik terdiri
atas dua bagian utama, yaitu bagian teoretis, atau lazim disingkat dengan semantik
teoretis, berkenaan dengan penyusunan teori umum makna bahasa atau kajian
teoretis mengenai berbagai aspek makna dalam bahasa. Semantik linguistik
deskriptif, atau lazim disingkat dengan linguistik deskriptif, mendeskripsikan atau
mengkaji makna kalimat dan ungkapan dalam bahasa tertentu. (John Lyons, 2001:
138-9)
Ia menyatakan bahwa analisis semantik terhadap suatu bahasa harus
mampu menjelaskan bagaimana kalimatkalimat dalam bahasa itu dipahami,
diinterpretasikan, dan dikaitkan dengan keadaan, proses, serta objek yang ada
dalam alam semesta. Menurutnya, tugas umum semantik itu, yang dapat
dirangkum dalam satu pertanyaan "Apa arti kalimat K dalam bahasa B?"Kalimat
ini tidak dapat didekati secara langsung, melainkan harus dijabarkan ke dalam
sejumlah pertanyaan yang lebih mendasar. Sebagai ilustrasi, kalimat, tongkat ini
terlalu pendek bersinonim dengan tongkat ini tidak cukup panjang. Dengan kata
lain, untuk memahami makna suatu kalimat, orang harus memahami tidak saja arti
elemen-elemen leksikalnya, tetapi juga bagaimana elemen-elemen tersebut
berhubungan satu sama nama lain. Verhaar menyebut hiponim ialah ungkapan
(biasanya berupa kata, tetapi kiranya dapat juga frasa atau kalimat) yang
maknanya dianggap merupakan bagian dari makna suatu ungkapan lain. (Ruth,
2003:13)
2. Macam-Macam Pendekatan Pembelajaran Puisi
a. Pendekatan Struktural
Pendekatan ini membatasi diri pada penelaahan karya sastra itu
sendiri, terlepas dari pengarang dan pembacanya. Karya sastra dianggap
sebagai suatu yang otonom, yang berdiri sendiri. Jefferson mengatakan, dalam
pendekatan struktural, pendekatan difokuskan pada wacana yang dianalisis,
dengan mengesampingkan aspek pengarangnya. Dengan demikian, masalah
bahasa memainkan peranan yang sangat penting dalam menganalisis karya
sasrta. Lebih lanjut dikatakan bahwa pendekatan ini lebih banyak digunakan
dalam bidang puisi. (Ann Jefferson, 1992:84 dan 97). Dengan demikian
pendekatan struktural dinamakan juga pendekatan objektif atau pendekatan
analitik, bertolak dari asumsi dasar bahwa karya sastra sebagai karya kreatif
memiliki otonomi penuh yang harus dilihat sebagai suatu sosok yang berdiri
sendiri terlepas dari hal-hal lain yang berada di luar dirinya.
Pendekatan ini melakukan penelaahan secara intrinsik atau dari dalam
karya itu sendiri. Karya sastra dilihat dari unsur yang membangun dirinya
sehingga menjadi satu kebulatan makna. Perpaduan yang harmonis antara
bentuk dan isi menjadikan karya sastra menjadi karya yang bermakna dan
bernilai tinggi. Penelaahan sastra melalui pendekatan struktural ini menjadi
anutan para strukturalis. Bila hendak dikaji atau diteliti, maka yang harus
dikaji atau diteliti adalah aspek yang membangun karya tersebut seperti tema,
alur, latar, penokohan, gaya penulisan, serta hubungan harmonis antar aspek
yang mampu membuatnya menjadi sebuah karya sastra.
b. Pendekatan Semiotik
Dari segi istilah, semiotik berasal dari kata Yunani kuno "semeion"
yang berarti tanda atau "sign" dalam bahasa Inggris. Semiotik merupakan
ilmu yang mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan komunikasi dan ekspresi.
Di dalam penelitian sastra, pendekatan semiotik khusus meneliti sastra yang
dipandang memiliki sistem sendiri, sedangkan sistem itu berurusan dengan
masalah teknik, mekanisme penciptaan, masalah ekspresi, dan komunikasi.
Kajian sastra harus dikaitkan dengan masalah ekspresi dan manusianya,
bahasa, situasi, simbol, gaya, dan lain sebagainya. Menurut Eagleton,
semiotik atau semiologi berarti ilmu tanda-tanda (signs) secara sistematik.
Semiotik menunjukkan bidang kajian khusus, yaitu sistem yang secara umum
dipandang sebagai tanda, seperti puisi, rambu-rambu lalu lintas dan nyanyian
burung. Dalam implementasinya, semiotik biasanya juga menggunakan
metode struktural.
c. Pendekatan Gestalt
Gestalt dalam bahasa Jerman “Pola” atau “Konfigurasi” adalah
keseluruhan yang punya identitas dan makna tersendiri. Dalam hal ini bagian-
bagian dapat diidentifikasi sebagai unsur, dan bagian-bagian dihubungkan
dalam pola konfigurasi. Ahli psikologi Gestalt mengembangkan ilusi dan
peragaan untuk menunjukan bahwa persepsi manusia bersifat subjektif dan
cenderung holistik. Wertheimer memanfaatkan psikologi Gestalt untuk
merumuskan garis-garis besar pengajaran. Dia mencatat bahwa sinar-sinar
berkekuatan tinggi, kerangka, kontras dan teknik ilustrasi lain dapat
digunakan untuk membuat rangsangan visual. Menurut Wertheimer
penyadaran siswa terhadap isi yang dipelajari dan hubungannya antar unsur-
unsur dapat disimpan sebagai tubuh ilmu pengetahuan yang teratur. (Thomas
L. Good. 2001: 128)
1. Kelebihan Jurnal
a. Ide yang diangkat dalam penelitian ini cukup menarik
b. Judul artikel sesuai dengan pemaparan yang disampaikan penulis pada
pembahasan
c. Tujuan yang dipaparkan cukup jelas
2. Kekurangan Jurnal
a. Adanya teori yang tidak berhubungan dengan hasil penelitian
b. Penggunaan EYD yang tidak sempurna
c. Menggunakan teori yang tidak jelas
BAB IV
PENUTUP
A. SIMPULAN
B. SARAN
1. Sebaiknya penulis menggunakan bahasa yang mudah dipahami.
2. Dalam skema yang terdapat di dalam jurnal, akan lebih mudah dipahami jika
teradapat penjelasan lebih rinci mengenai hal terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Chaer, 2000. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia , Jakarta: Rineka Cipta
Ann Jefferson, 1992, Structuralism and Post Structuralism. Modern Literary theory: A
Comparative Introduction. London: Batsford Academic and educational Ltd.
DI BUAT OLEH :
NIM : 192124044
SEM/KLS : III/B
PRODI : B. INDONESIA
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. kami sangat berharap tugas ini dapat berguna sebagai
penambah wawasan serta pengetahuan mengenai Mata kuliah. Kami juga menyadari
bahwa di dalam tugas “ PROJECT SEMANTIK BAHASA INDONESIA”ini terdapat
kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu, saya
berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang,
mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang membangun.
Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
tugas ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Akhir
kata semoga tugas ini dapat memberikan mafaaat kepada kita sekalian.
Johaneslim Zalukhu
A. PENDAHULUAN
Penelitian ini sangat tepat mengambil hiponim dan hipernim dalam kajian
semantik, karena objek penelitian ini adalah judul wacana yang terdapat pada koran
Kompas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan dan fungsi
penggunaan hiponim dan hipernim secara keseluruhan dalam isi opini koran Kompas
Edisi Bulan Juni Minggu ke-4.
Kata hiponimi berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu onoma berarti
“nama” dan hypo berarti “di bawah”. Jadi, secara harfiah berarti “nama yang
termasuk di bawah nama lain”. Sesuai dengan yang diungkapkan Keraf (2005:38)
Hiponimi adalah semacam relasi antar kata yang berwujud atas- bawah, atau
dalam suatu makna terkandung sejumlah komponen yang lain. Karena ada kelas
atas yang mencakup sejumlah komponen yang lebih kecil dan ada kelas bawah
yang merupakan komponen komponen yang tercakup dalam kelas atas, maka kata
yang berkedudukan di kelas atas ini disebut superordinat dan kata yang berada di
kelas bawah disebut hiponim
2. Pengertian Opini
b. Ciri-Ciri Opini
dari segi isi opini sesuai atau tidak sesuai dengan kenyataan bergantung pada
kepentingan tertentu,
dari segi kebenaran opini dapat benar atau salah bergantung data pendukung
atau konteksnya,
dari segi pengungkapan opini cenderung argumentatif dan persuasif,
dari segi penalaran opini cenderung deduktif.
c. Pengertian Opini Publik
B. METODE PENELITIAN
1. Waktu Penelitian
2. Jenis Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif
kualitatif. Data yang dikumpulkan bukanlah angka-angka, melainkan berupa kata-
kata atau gambaran sesuatu. Metode penelitian kualitatif muncul karena terjadi
perubahan paradigma dalam memandang suatu realitas/fenomena/gejala.Dalam
paradigma ini realitas sosial dipandang sebagai suatu yang holistik, kompleks,
dinamis, dan penuh makna. Penelitian kualitatif ini sering disebut metode
penelitian naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi alamiah
(natural setting) (Sugiyono, 2010: 1). Laporan untuk penelitian kualitatif lebih
cenderung menggunakan model laporan studi kasus yang berbeda dengan yang
sering disebut sebagai “laporan ilmiah” atau laporan tekhnik. Laporan model
kasus mampu menjelaskan bagaimana peneliti berinteraksi dengan medan
penelitiannya, di samping juga tepat bagi penyajian posisi nilai penelitinya, teori
substantif, paradigma metodologis, dan juga nilai-nilai kontekstual lokalnya.
b. Objek Penelitian
Data dalam penelitian ini berupa dari isi opini pada Koran Kompas untuk
dianalisis dan diteliti makna hiponim dan hipernim dengan diklasifikasikan
berdasarkan atribut dan dengan menggunakan teknik perluasan dari setiap data
yang akan diteliti. Sedangkan sumber data dalam penelitian ini berupa isi opini
koran Kompas edisi Juni Minggu ke-4 2016.
b. Teknik Catat
c. Teknik Perluasan
6. Keabsahan Data
Teknik analisis data pada penelitian ini bersifat kualitatif. Dalam penelitian
kualitatif, teknik analisis data yang digunakan sudah jelas, yaitu diarahkan untuk
menjawab rumusan masalah. Dalam penelitian kualitatif data diperoleh dari
berbagai sumber, dengan teknik pengumpulan data yang bermacam-macam,
(Sugiyono, 2010: 87). Penelitian kualitatif menekan pada analisis yaitu data yang
dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung hipotesis yang telah disusun
sebagai kekhususan yang telah terkumpul pada data yang dilaksanakan secara
teliti. Setelah data terkumpul, data dianalisis. Penelitian kualitatif menekan pada
analisis yaitu data yang dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung
hipotesis yang telah disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul pada data
yang dilaksanakan secara teliti. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan
metode agih dan metode padan. Metode agih merupakan metode yang alat
penentunya justru bagian dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto,
1993:15). Sedangkan metode padan adalah metode analisis data yang alat
penentunya berada di luar bahasa, terlepas dan tidak menjadi bagian dari bahasa
yang bersangkutan dan diteliti (Sudaryanto, 1993: 13). Alat penentu metode padan
ada lima yaitu referen bahasa, organ wicara, bahasa lain, bahasa tulis, dan mitra
wicara.
Data yang ditemukan pada isi opini Koran Kompas hari Sabtu, 25 oktober
2020 yang berjudul “Fitri dengan Mengalami-Nya”. Ditemukan kata butik, toko baju
dan sale. Hipernimnya adalah butik dan hiponimnya adalah toko baju dan sale. Maka
skemanya:
Pada isi opini juga ditemukan kata jabatan, kekuasaan, keuntungan dan
ketenangan. Hipernimnya adalah jabatan dan hiponimnya kekuasaan, keuntungan dan
ketenaran. Maka dapat digambarkan dengan skema
Ada juga ditemukan kata infak, zakat, santunan, beasiswa. Dengan hipernimnya
adalah infak dan hiponimnya yaitu zakat, santunan, beasiswa. Maka melalui skema
terlihat seperti berikut ini:
Ada juga ditemukan kata Libido, pahala, sosial, religius, harta dan kuasa.
Hipernimnya adalah libido dan hiponimnya pahala, sosial, religius, harta dan kuasa.
Dan dapat lebih jelas dengan skema seperti berikut ini:
Data yang ditemukan dari isi opini koran Kompa hari Kamis, 30 Juni 2016
yang berjudul “Gaduh Pergantian Kapolri” ditemukan kata gaduh, heboh, ribut.
Hipernimnya adalah gaduh dan homonimnya heboh dan ribut. Berikut skemanya:
Data yang ditemukan dari isi opini koran kompas hari Minggu, 26 Juni 2016 dengan
judul “Mudik, antara Kebutuhan dan Keinginan” yaitu ditemukan kata new edition,
new relese, new series, new frend. Hipernimnya adalah new edition dan hiponimnya
yaitu new relese, new series, new frend. Jika digambarkan maka seperti berikut ini:
Data yang ditemukan dari isi opini koran Kompas hari Rabu, 29 Juni 2016 yang
berjudul “Agama dan Korupsi”. Ditemukan kata korupsi, penyuapan, penipuan,
pemerasan, penggelapan dan pencucian uang. Hipernimnya adalah kata korupsi dan
hiponimnya penyuapan, penipuan, pemerasan, penggelapan dan pencucian uang.
Untuk lebih mudahnya lagi dapat kita perhatikan pada skema berikut:
Data yang ditemukan dari isi opini koran Kompas hari Selasa, 28 Juni 2016 yang
berjudul “Optimalisasi APBN Perubahan 2016” terdapat kata menerima, budgeting,
tambahan, suntikan dan lobi. Hipernim kata menerima yang hiponimnya yaitu
budgeting, tambahan, suntikan dan lobi. Maka dapat dipahami dengan memperhatikan
skemanya:
Data yang ditemukan dari isi opini koran kompas hari senin, 27 Juni 2016 yang
berjudul “Paradoks Intelijen Kemenhan” yaitu Pemerintah, kementrian, DPRD,
Badan POM, Dinas Kesehatan. Hipernimnya yaitu Pemerintah dan hiponimnya
adalah Kementrian, DPRD, Badan POM, Dinas kesehatan. Maka penulis akan
menggambarkan skema yaitu:
Data yang ditemukan dari isi opini koran Kompas pada hari Kamis, 30 Juni 2016 yang
berjudul “Vaksin Palsu dan Bayi Kita” yaitu rumah sakit, puskesmas, posyandu,
apotek rakyat, toko obat, klinik. Hipernimnya rmahh sakit dan hiponimnya
puskesmas, posyandu, apotek rakyat, toko obat, klinik. Agar lebih mudah untuk
dipahami, perhatikan skema dibawah ini:
Ditemukan juga kata damba, perkasa, teguh, luhur dan penuh adab. Hipernimnya
adalah Damba sedangkan hiponimnya perkasa, teguh, luhur dan penuh adab. Maka
dapat kita gambarkan skemanya:
Ditemukan kata elite, penguasa, petinggi. Hipernimnya yaitu elite dan hiponimnya
adalah penguasa dan petinggi. Maka skemanya yaitu:
Pada kalimat juga ditemukan seperti berikut yang terdapat dari isi opini Koran
Kompas “Skenario pertama tak berhasil lantaran restrukturiasi kementrian kementrian
mati suri karena kebutuhan menampung pendukung politik lebih besar”Analisis
makna yaitu mati suri adalah keadaan saat usaha-usaha untuk menghidupkan kembali
dilakukan sebelum seseorang menjadi hidup kembali.Mati suri yaitu Pernapasan,
detak jantung, dan fungsi spontan lainnya mungkin masih terjadi, tapi mereka hanya
dapat dideteksi oleh sarana artifisial “
Pada kalimat ditemukan dari isi opini “Hal itu terjadi jika sikap hidup kurang
itu tak hanya dipraktikkan dalam Ramadhan”. Analisis maknanya yaitu Ramadhan
adalah sebuah latihan untuk hidup dengan amalan yang baik.Ramadhan adalah bulan
kesembilan dalam penanggalan hijriyah dalam bulan ini umat muslim melakukan
aktivitas berpuasa.
Kalimat “ Desa telah menjadi altar baru dalam gempita” analisisnya Altar
adalah bangunan apapun di mana (hewan) kurban atau persembahan lainnya
dipersembahkan untuk tujuan religius, atau tempat sakral di mana upacara keagamaan
berlangsung. Altar biasanya ditemukan di dalam tempat pemujaan, biara, dan tempat-
tempat suci lainnya.Kalimat “Mengerem nafsu dan ambisiAnalisisnya kata Mengerem
memiliki makna untuk menahan, mengekang (hawa nafsu). Makna lain dar kata
mengerem yaitu menggunakan rem supaya berhenti.
Kalimat “inilah sebenarnya jihad. Analisisnya makna kata jihad yaitu sebuah
perjalan, yang memang tidak mudah bahkan sulit sekali, tetpi sekali kita mampu
menjalaninya dengan ikhlas dan istikamah. Makna lain jihad yaitu berjuang atau
berusaha keras namun bukan harus berarti perang dalam makna fisik namun
perjuangan untuk agama.
D. KESIMPULAN
Djamaluddin, (1994:105)
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Jakarta:
PT. Raya Grafindo.
Moleong, Lexy J. 1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Karya CV.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Tehnik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana
Kebudayaan Secara Linguistik). Yogyakarta: Duta Wacana University Press.
DI BUAT OLEH :
NIM : 192124044
SEM/KLS : III/B
PRODI : B. INDONESIA
Puji Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat serta karuniaNya, kami dapat menyelesaikan Tugas ini sebagaimana
kemampuan yang kami miliki. kami sangat berharap tugas ini dapat berguna sebagai
penambah wawasan serta pengetahuan mengenai Mata kuliah. Kami juga menyadari
bahwa di dalam tugas “ REKAYASA IDE SEMANTIK BAHASA INDONESIA”ini
terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang saya harapkan. Untuk itu,
saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan
datang, mengingat bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga tugas ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
tugas ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Akhir
kata semoga tugas ini dapat memberikan mafaaat kepada kita sekalian.
Johaneslim Zalukhu
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................68
A. Latar Belakang.........................................................................................68
B. Rumusan Masalah....................................................................................68
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................69
A. Makna......................................................................................................70
A. Jenis Makna.............................................................................................72
B. Relasi Makna...........................................................................................72
C. Perubahan Makna....................................................................................72
E. Pengajaran Semantik...............................................................................73
B. Metode Penelitian....................................................................................74
B. Model Teoretik........................................................................................76
A. Simpulan 79
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah adalah: (a)
menghasilkan lulusan yang berkualitas dan berdaya saing di bidang Bahasa, Sastra
Indonesia dan Daerah; (b) minat, bakat, apresiasi, dan kreativitas mahasiswa di bidang
Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah yang tumbuh dan berkembang; (c) iklim yang
kondusif bagi dosen untuk melaksanakan Tridarma Perguruan Tinggi; dan (d) tenaga
dosen berdaya menurut keahliannya dalam membina dan mengembangkan Bahasa,
Sastra Indonesia dan Daerah.
B. Rumusan Masalah
Tujuan mata kuliah semantik, Mahasiswa mampu memahami Semantik yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik secara lisan maupun tulisan. Oleh
karena itu tujuan yang diharapkan dengan sajian mata kuliah pada perkuliahan
tersebut adalah agar mahasiswa mampu memahami semantik.
Untuk memenuhi hal tersebut, pada penelitian dilakukan dengan tujuan
mendisain pengembangan materi ajar yang memenuhi tuntutan itu. Oleh karenanya
sangat perlu dikembangkan suatu model materi ajar yang refresentatif untuk dijadikan
pegangan bagi pengajar dan pemelajar selain kurikulum di Program Studi Pendidikan
Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah.
Nasution mengemukakan bahwa buku pelajaran (materi ajar) merupakan
salah satu alat teknologi pendidikan yang memberi keuntungan antara lain: (1)
membantu pengajar melaksanakan kurikulum, (2) pegangan dalam menentukan
metode pengajaran, (3) memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengulangi
pelajaran atau mempelajari pelajaran baru, (4) memberikan kontinuitas pelajaran di
kelas yang berurutan sekalipun pengajar berganti.1 Begitu pula Tarigan
mengemukakan bahwa buku materi ajar adalah sarana belajar yang bisa digunakan di
sekolah-sekolah dan di Perguruan tinggi untuk menunjang suatu program pengajaran.2
Dengan pengembangan materi ajar secara sistemik dan berkesinambungan
akan dapat menghasilkan buku materi ajar semantik yang sangat dibutuhkan
khususnya oleh pengajar dan pemelajar di Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra
Indonesia dan Daerah sehingga kesulitan-kesulitan yang dialami pengajar dan
pemelajar dalam mempelajari dan memahami materi ajar semantik dapat diatasi
dengan baik dengan memiliki buku materi ajar semantik, di samping motivasi belajar.
Materi ajar yang memenuhi tuntutan visi, misi dan tujuan tersebut, tentu harus
memenuhi tuntutan kebutuhan pengajar dan pemelajar yang diharapkan sebagaimana
yang telah dijelaskan terdahulu.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah mendapatkan model materi ajar
semantik yang memenuhi kebutuhan pengajar dan pemelajar yang dapat digunakan di
Program Studi Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas Jambi.
BAB II KAJIAN TEORI
Objek kajian semantik yakni makna, berada di seluruh atau di semua tataran
yang bangun-membangun ini. Makna berada di dalam tataran fonologi, morfologi,
dan sintaksis. Penamaan tataran untuk semantik agak kurang tepat, sebab dia bukan
satu tataran dalam arti unsur membangun satuan lain yang lebih besar, melainkan
merupakan unsur yang berada pada semua tataran itu, meskipun kehadirannya pada
tiap tataran itu tidak sama. Para linguis strukturalis tidak begitu peduli dengan
masalah makna ini, karena dianggap tidak termasuk atau menjadi tataran yang
sederajat dengan tataran yang bangun-membangun itu. Hockett, salah seorang tokoh
strukturalis menyatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem yang kompleks dari
kebiasaankebiasaan.3 Sistem bahasa terdiri atas lima subsistem, yaitu: subsistem
gramatika, subsistem fonologi, subsistem morfofonemik, subsistem semantik, dan
subsistem fonetik.
A. Makna
Berbagai nama jenis makna telah dikemukakan oleh para pakar bahasa dalam
berbagai buku linguistik atau semantik. Kiranya jenis-jenis makna yang dibicarakan
pada pembahasan berikut ini dapat mewakili jenis-jenis makna yang pernah
dibicarakan para pakar yaitu: makna lesikal, gramatikal, kontekstual; makna
referensial dan non-referensial serta deiktik; makna denotatif, makna konseptual, dan
makna asosiasi; makna kata dan makna istilah; dan makna idiom dan pribahasa.
B. Relasi Makna
Relasi makna yang dimaksud adalah relasi makna atau hubungan semantik
antarsatuan bahasa. Satuan bahasa yang terlibat bisa level kata, frase, klausa, dan
kalimat.6 Berdasarkan pernyataan tersebut bahwa yang dimaksud relasi makna adalah
hubungan semantik yang terdapat antara satuan bahasa yang satu dengan satuan
bahasa lainnya. Satuan bahasa dapat berupa kata, frase, maupun kalimat; dan relasi
semantik. Berdasarkan sifat relasinya, relasi makna meliputi: menyatakan kesamaan
makna (sinonim), pertentangan makna (antonim), ketercakupan makna (polisemi),
kegandaan makna (ambigu/ketaksaan) atau kelebihan makna (homonim), majas
metafor.
C. Perubahan Makna
72
Berdasarkan pernyataan di atas bahwa terjadinya perubahan makna seiring
dengan perubahan sosial. Dalam masa yang relatif singkat makna sebuah kata akan
tetap sama, tidak berubah, tetapi dalam waktu yang relatif lama ada kemungkinan
makna sebuah kata akan berubah.
1. Pertama, perkembangan atau kemajuan dalam bidang ilmu dan teknologi.
Umpama, kata sastra pada mulanya bermakna ’tulisan, huruf, lalu berubah menjadi
’bacaan’; kemudian berubah lagi menjadi bermakna ’buku yang baik isinya dan
baik pula bahasanya’.
2. Kedua, perkembangan sosial budaya. Kata saudara, misalnya, pada mulanya
’seperut’ atau ’orang yang lahir dari kandungan yang sama’, tapi kini kata saudara
digunakan juga untuk menyebut orang lain sebagai kata sapaan sederajat.
3. Ketiga, perkembangan pemakaian kata. Misal, kata menggarap dari bidang
pertanian digunakan juga dalam bidang lain dengan makna, ‘mengerjakan,
membuat’.
4. Keempat, pertukaran tanggapan indaria. Misal, rasa pedas yang seharusnya
ditangkap oleh alat indra perasa lidah menjadi ditangkap oleh alat pendengar
telinga, seperti dalam ujaran ‘kata-katanya sangat pedas’.
5. Kelima, adanya asosiasi. Misal, kata amplop sebenarnya adalah ’sampul surat’,
tetapi amplop juga bermakna ‘uang sogok’.
Kata-kata yang berada dalam satu kelompok lazim dinamai kata yang berada
dalam satu medan makna atau satu makna leksikal. Sedangkan usaha untuk
menganalisis kata atau leksem atas unsur-unsur makna yang dimilikinya disebut
analisis komponen makna atau analisis ciri-ciri makna, atau juga analisis ciri-ciri
leksikal.
E. Pengajaran Semantik
Pengajaran semantik merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diambil di
Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah. Mata kuliah ini
ditawarkan pada semester IV dengan bobot 2 dua SKS. Tujuan mata kuliah semantik
agar pemelajar mampu memahami materi ajar semantik yang ada hubungannya
dengan kehidupan sehari-hari, baik secara lisan maupun tulisan. Oleh karena itu
73
tujuan yang diharapkan dengan sajian mata kuliah pada perkuliahan tersebut adalah
agar maha pemelajar mampu memahami materi ajar semantik.
Semantik termasuk ilmu bahasa. Ilmu bahasa terdiri atas empat tataran, yaitu
fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Dari keempat cabang ilmu tersebut dapat
dibagi menjadi dua bagian besar,yaitu tata bahasa (gramatika) atau struktur bahasa
dan di luar gramatika atau di luar struktur bahasa.
Pengajaran semantik Bahasa Indonesia adalah salah satu mata kuliah yang
harus mahapemelajar pelajari dalam kelompok mata kuliah kebahasaan. Mata kuliah
ini mencakup pembahasan tentang teori semantik secara umum dan sistem makna
bahasa Indonesia.9 Pengajaran semantik yang harus dipelajari adalah:
1. Makna dalam Bahasa Indonesia yang mencakup: makna leksikal dan gramatikal,
denotatif dan konotatif, lugas dan kias, dan makna dasar dan ubahan,
2. Kerelasian makna yang mencakup: sinonim, antonim, polisemi, hiponimi, dan
homonimi,
3. Pengertian perubahan makna, sebab-sebab perubahan makna, dan arah perubahan,
4. Pengertian ungkapan tabu, jenis-jenisnya, dan strategi penghidarannya.
BAB III METODE PENELITIAN
B. Metode Penelitian
Menurut Borg dan Gall penelitian dan pengembangan adalah suatu proses
yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk-produk pendidikan
74
seperti silabus, materi ajar, buku teks, metode pembelajaran, dan lain sebagainya yang
dilakukan dalam suatu siklus penelitian dan pengembangan.10
Borg dan Gall menyarankan untuk membatasi penelitian dalam skala kecil,
termasuk dimungkinkannya untuk membatasi langkah-langkah penelitian. Oleh
karena itu, dalam penelitian ini hanya sampai pada langkah mendapat produk akhir
berupa pengembangan model materi ajar semantik berdasarkan acuan teoretik materi
ajar yang ada sekarang dan identifikasi kebutuhan pengajar (dosen) dan pemelajar
(mahasiswa). Dengan demikian, langkah-langkah pengembangan model materi ajar
semantik ini dibagi menjadi tiga langkah, tanpa menghilangkan makna langkahan
lainnya. Tiga langkah Borg dan Gall tersebut yakni: 1) Tahap persiapan penyusunan
model, (2) Tahap pengembangan model, dan (3) Tahap evaluasi model. Agar lebih
singkat menelaah rancangan pengembangan model materi ajar dapat dilihat pada
roadmap berikut ini:
75
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada hasil pengembangan model materi ajar ini digambarkan beberapa hal
berikut (1) model teoritik, (2) gambaran tentang kebutuhan mahasiswa dan dosen
pengajar terhadap materi ajar diperoleh melalui (a) hasil analisis kurikulum (b) hasil
analisis silabus, dan (c) hasil analisis materi ajar semantik bahasa Indonesia, (3)
gambaran rancangan silabus dan materi ajar semantik bahasa Indonesia.
B. Model Teoretik
Konsep teoritik pada penelitian ini merupakan konsepsi yang digunakan untuk
merancang seperangkat materi ajar, dalam penelitian ini konsepsi materi ajar semantik
bahasa Indonesia yang sesuai dengan kebutuhan mahasiswa dan dosen pengajar.
Rancangan teoritik ini bersifat konseptual yang diperoleh dari kajian teori-teori yang
dikemukakan para pakar pengembangan materi ajar dan pakar semantik bahasa. Ada
beberapa prinsip dasar teori yang dijadikan acuan untuk mengembangkan materi ajar
semantik bahasa Indonesia di Program Studi Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,dan
Daerah FKIP Universitas Jambi.
76
makna, baik makna kata, makna frasa, makna klausa, makna kalimat, maupun
makna wacana sebagai satuan bahasa yang lengkap. Keempat, pengajaran
semantik bahasa Indonesia adalah salah satu mata kuliah yang harus mahasiswa
pelajari dalam kelompok mata kuliah kebahasaan. Pengajaran semantik yang harus
dipelajari adalah (1) makna dalam Bahasa Indonesia yang mencakup: makna
leksikal dan gramatikal, denotatif dan konotatif, lugas dan kias, dan makna dasar
dan ubahan, (2) kerelasian makna yang mencakup: sinonim, antonim, polisemi,
hiponimi, dan homonimi, (3) pengertian perubahan makna, sebab-sebab perubahan
makna, dan arah perubahan, dan (4) pengertian ungkapan tabu, jenis-jenisnya, dan
strategi penghindarannya. Kelima, mempunyai beberapa manfaat yang dapat
mahasiswa peroleh dengan mempelajari dan menguasai mata kuliah Semantik
Bahasa Indonesia ini, (a) secara langsung mahasiswa akan mempunyai
pengetahuan tentang makna bahasa Indonesia. (b) penguasaan semantik akan
meningkatkan kemampuan berbahasa mahasiswa. (c) penguasaan makna
meningkatkan kemampuan pembelajaran bahasa mahasiswa, karena penguasaan
makna ini berkaitan erat dengan sejumlah mata kuliah lain, yakni morfologi,
sintaksis, pragmatik, membaca dan menulis.
77
harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan pendidikan. Komponen-
komponen yang dikembangkan sebagai berikut; identitas, deskripsi, kompetensi
dasar, standar kompetensi, indikator, rincian materi ajar, dan materi pokok.
Hasil analisis materi ajar semantik ini diperoleh dengan dua cara yaitu
Hasil analisis materi ajar semantik dengan (1) instrumen dan (2) wawancara. Hal
ini digunakan untuk melihat gambaran kesesuaian pengembangan materi ajar
dengan kriteria pengembangan materi ajar.
78
5. Gambaran Materi Ajar Semantik Bahasa Indonesia yang Telah Dikembangakan
Materi ajar yang dikembangkan pada penelitian ini merupakan hasil dari tahapan
pengembangan model materi ajar. Hasil analisis model materi ajar yang utuh dapat
dilihat pada lampiran.
BAB 1V PENUTUP
A. Simpulan
Hasil uji coba terbatas setelah dilakukan revisi untuk penyempurnaan materi
ajar semantik. Kemudian dilakukan uji coba terbatas pada kelompok kecil. Uji coba
dilakukan dengan metode eksperimen. Mahasiswa yang menjadi sampel uji coba
terbatas sebanyak 10 orang. Uji coba digunakan untuk mengetahui kelayakan dan
efektivitas materi ajar di lapangan. Berdasarkan hasil uji coba terbatas dan penilaian
mahasiswa pada materi ajar semantik diperoleh nilai dengan kategori baik. Dengan
demikian, materi ajar semantik layak digunakan sebagai pegangan mahasiswa Program
Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia dan Daerah FKIP Universitas Jambi. Persepsi
dosen pengajar mata kuliah semantik pada uji coba terbatas, peneliti menyebarkan
angket untuk mengetahui persepsi dosen pengajar. Persepsi dosen diperoleh data
kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa komentar, saran, dan rekomendasi.
Sedangkan data kuantitatif dengan memberikan penilai akhir 4.02 dengan kategori baik.
Dengan demikian, materi ajar semantik bahasa Indonesia layak dan relevan digunakan
di Program Studi Pendidikan Bahasa, Satra Indonesia..
Hasil uji coba keterbacaan materi ajar semantik dilakukan dengan cara
mahasiswa memberikan penilaian terhadap materi ajar I, II, III, IV, dan V. Tingkat
keterbacaan materi ajar semantik tergolong tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa materi
ajar semantik yang dikembangkan mudah dipahami.
Hasil pengujian lewat eksperimen yaitu melakukan uji validitas dan efektivitas.
Validasi materi ajar dilakukan di kelas A dan B dengan semester, Prodi, dan mata
kuliah yang ditawarkan sama. Hasil perhitungan perbedaan kelompok ekperimen dan
kelompok kontrol menunjukkan perbedaan yang signifikan antara kelompok
eksperimen dan kontrol. Kelompok kontrol rata-rata pretesnya 52.281, kelompok
eksperimen rata-rata pretesnya 51.313. Kelompok kontrol rata-rata posttestnya 55.938,
kelompok eksperimen rata-rata posttesnya 80.219. Hasil perhitungan uji t menunjukkan
terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dan eksperimen.
79
Kelompok kontrol t hitungnya 6,14, sedangkan kelompok eksperimen t hitungnya 24, t
2 2 2
table 1,99. Berdasarkan hasil perhitungan chi kuadrat hitung = 10.98, tabel = 3.841. hitung >
2
tabel. Dapat disimpulkan setelah dilakukan pengembangan mahasiswa lebih mudah
memahami materi ajar.
80
DAFTAR PUSTAKA
81
82