OLEH:
SURONO
hal | 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia ilmu bagi umat manusia yang senantiasa berpikir. Karunia utama yang
penulis rasakan saat ini adalah diberikannya kesempatan untuk memberikan
sumbang pemikiran dalam bentuk bahan ajar yang ditujukan bagi Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara, khususnya Program Diploma I Spesialisasi Bea dan Cukai
untuk mata pelajaran Teknis Cukai.
Bahan Ajar ini disusun untuk Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Program
Diploma I Bea dan Cukai untuk mata diklat teknis cukai yang berisi pengetahuan
teknis untuk melaksanakan kegiatan di bidang cukai. Untuk penulisan ini penulis
mengambil referensi utama dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995
sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun
2007 tentang Perubahan atas Undang-undang RI nomor 11 tahun 1995 tentang
Cukai dan juga peraturan pelaksanaan dari Undang-undang tersebut. Selain hal
tersebut, penulis juga mengambil referensi tambahan dari buku-buku terkait dan
juga artikel-artikel on-line dengan tujuan agar penyajian modul ini dapat lebih
menarik dan up to date.
Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa, tulisan ini masih jauh
dari tingkat sempurna. Untuk itu diharapkan kritik dan masukannya untuk
pengembangan dan penyempurnaan ke depan. Terakhir, semoga Bahan Ajar
singkat ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa STAN pada umumnya dan bagi
siapa saja yang tertarik membacanya.
Surono
hal | 3
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL viii
PENDAHULUAN 1
BAB 1 PERIZINAN DI BIDANG CUKAI 5
A. Ketentuan Umum Penerbitan Izin NPPBKC 5
1. Kewajiban Memiliki Izin NPPBKC 5
2. Kegiatan di Bidang Cukai 7
3. Pemegang Izin dan Masa Berlakunya NPPBKC 9
4. Pengecualian Kewajiban Memiliki Izin NPPBKC 10
B. Tatacara Pengajuan Izin NPPBKC 12
1. Alur Proses Perizinan NPPBKC 12
2. Persyaratan Pemberian Izin NPPBKC Etil Alkohol 17
. 3. Persyaratan Pemberian Izin NPPBKC MMEA 21
4. Persyaratan Pemberian Izin NPPBKC Hasil Tembakau 27
5. Penomoran NPPBKC 29
C.. Pembekuan, Pencabutan dan Perubahan NPPBKC 32
1. Pembekuan NPPBKC 32
2. Pencabutan NPPBKC 33
3. Perubahan NPPBKC 34
TATACARA PENETAPAN TARIF CUKAI, PENYEDIAAN DAN
BAB 2 38
PEMESANAN PITA CUKAI
A. Tarif Cukai dan Harga Dasar BKC 38
1. Tarif Cukai 38
.
2. Harga Dasar BKC 42
B. Tatacara Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau 45
1. Jenis Hasil tembakau 46
2. Golongan Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau 48
3. Batasan HJE 51
4. Struktur Tarif Cukai Hasil Tembakau 53
C. Tatacara Penetapan Tarif Cukai MMEA dan Etil Alkohol 60
1. Tarif Cukai MMEA dan Etil alkohol 60
2. Mekanisme Penetapan Tarif Cukai MMEA 63
D. Tatacara Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau 67
hal | 4
1. Proses Pemungutan Cukai Hasil Tembakau 67
2. Pengenalan Pita Cukai 69
3. Lokasi Penyediaan Pita Cukai 72
4. Mekanisme Penyediaan Pita Cukai 72
E. Tatacara Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau 77
1. Mekanisme Pemesanan CK-1 77
BAB 3 FASILITAS DAN KEMUDAHAN PEMBAYARAN CUKAI 82
A. Fasilitas Tidak Dipungut Cukai 82
1. Gambaran Umum 82
2. Jenis-jenis Fasilitas Tidak Dipungut Cukai 83
B Fasilitias Pembebasan Cukai 88
1. Gambaran Umum 88
2. Jenis-jenis Fasilitas Pembebasan Cukai 89
C Penundaan Pembayaran Cukai 101
1. Gambaran Umum 101
2. Ketentuan Penundaan Cukai 102
D. ayaran Berkala 108
1. Gambaran Umum 108
2. Ketentuan Pembayaran Berkala 109
BAB 4 TATACARA PELUNASAN DAN PENAGIHAN CUKAI 115
A. Tatacara Pelunasan Cukai 115
1. Konsep Pelunasan Cukai 115
2. Pelunasan Cukai dengan Cara Pembayaran 118
3. Pelunasan Cukai dengan Cara Pelekatan Pita Cukai 119
4. Pembubuhan Tanda Pelunasan Cukai Lainnya 121
B. Penghitungan Pungutan Cukai 121
1. Penghitungan Cukai Etil Alkohol 122
2. Penghitungan Cukai MMEA 123
3. Penghitungan Cukai Hasil Tembakau 125
C. Tatacara Penagihan dan Pengangsuran Cukai 128
1. Penagihan Cukai 128
2. Pengangsuran 130
3. Masa Daluwarsa Tagihan Cukai 132
BAB 5 PENCATATAN, PEMBUKUAN, DAN PENCACAHAN BKC 135
A. tatan dan Pembukuan BKC 135
1. Kewajiban Pembukuan 135
2. Kewajiban Pencatatan 139
tatan dan Pelaporan dalam Rangka Pengawasan BKC yang
B. 144
Masih Terhutang Cukai
1. Pemberitahuan BKC yang Selesai Dibuat 145
2. Pemberitahuan Rencana Produksi PBCK-1 149
3. Laporan Penggunaan dan Persediaan BKC yang 150
hal | 5
Mendapat Fasilitas Cukai
4. Pencatatan oleh Pejabat Bea dan Cukai 155
C. cahan BKC 159
1. Konsep Pencacahan 159
2. Waktu Pelaksanaan Pencacahan 160
3. Penyelesaian Hasil Temuan Pencacahan 160
BAB 6 SI BKC 167
Kegiatan Mutasi BKC 167
1. Konsep Mutasi BKC 167
2. Penimbunan BKC 168
3. Pemasukan dan Pengeluaran BKC 169
4. Pengangkutan BKC 172
men Mutasi BKC 174
1. Dokumen Pemberitahuan Pemasukan dan Pengeluaran 174
2. Dokumen Pelindung Pengangkutan 178
ksana Mutasi BKC 181
1. Pengeluaran BKC dari Pabrik dengan Pelunasan 181
2. Pengeluaran BKC dari Pabrik dengan Tujuan Diekspor 183
3. Pengeluaran BKC sebagai Bahan Bakar dengan Tujuan 184
ke Pabrik BKC Lain
BAB 7 CARA PEMUSNAHAN DAN PENGOLAHAN KEMBALI BKC 189
aran Umum 189
1. Konsep Pemusnahan dan Pengolahan Kembali 189
2. Struktur Pengembalian Cukai atas BKC yang Diolah 190
Kembali atau Dimusnahkan
3. Cara Pengolahan Kembali dan Pemusnahan BKC 191
lahan Kembali dan Pemusnahan BKC yang Pelunasannya
191
dengan Pelekatan Pita Cukai
1. Subyek yang Berhak Mendapat Pengembalian Cukai 191
2. Ketentuan dan Persyaratan 192
3. Mekanisme Pengolahan Kembali atau Pemusnahan 193
lahan Kembali atau Pemusnahan BKC yang Pelunasannya
203
dengan Pembayaran
1. Subyek yang Berhak Mendapat Pengembalian Cukai 203
2. Ketentuan dan Persyaratan 203
3. Mekanisme Pengolahan Kembali atau Pemusnahan 204
BAB 8 ENANGAN PEJABAT BEA DAN CUKAI 208
aran Umum 208
nangan Umum 209
1. Pengertian dan Jenis Kewenangan Umum 209
2. Kewenangan dan Penindakan terhadap BKC atau 211
Barang Lain yang Terkait dengan BKC
3. Kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk Tidak 219
hal | 6
Melayani Pemesanan Pita Cukai
4.Kewenangan Audit di Bidang Cukai 221
5.Penyerahan Perkara atas Dugaan Pelanggaran Cukai 222
dari Instansi Penegak Hukum Lain
nangan Khusus 223
1. Kewenangan Khusus Direktur Jenderal 224
2. Kewenangan Khusus Penyidik di Bidang Cukai 224
BAB 9 RATAN DAN BANDING DI BIDANG CUKAI 231
atan di Bidang Cukai 231
1. Gambaran Umum 231
2. Konsep Keberatan di Bidang Cukai 231
3. Pejabat yang Berwenang Memutuskan Keberatan 232
4. Persyaratan Administrasi dan Jaminan dalam Pengajuan 233
Keberatan Persyaratan Administrasi
5. Mekanisme Pengajuan Keberatan 235
juan Banding 236
1. Konsep Banding di Bidang Cukai 236
2. Persyaratan Administrasi Banding 237
3. Mekanisme Pengajuan Banding 237
4. Jenis Putusan Pengadilan Pajak atas Perkara Banding 238
juan Gugatan 239
1. Konsep Gugatan di Bidang Cukai 239
2. Mekanisme Pengajuan Gugatan 240
TUP 245
GLOSARIUM 246
DAFTAR PUSTAKA 248
BIODATA PENULIS 250
hal | 7
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Gambar Hal.
1.1 Alur Proses Pemberian Izin NPPBKC 13
1.2 Contoh Permohonan PMCK-6 15
1.3 Contoh NPPBKC Hasil Tembakau 31
2.1 Kalkulasi HJE Hasil Tembakau 44
Alur Proses Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau
2.2 54
atas Merek-Merek Baru
2.3 Mekanisme Penetapan Tarif Cukai MMEA 64
2.4 Contoh Permohonan Penetapan Tarif Cukai MMEA 66
2.5 Alur Proses Pemungutan Cukai Hasil Tembakau 68
2.6 Contoh P3C Pengajuan Awal 74
2.7 Alur Proses Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau 78
2.8 Contoh Pengajuan CK-1 79
3.1 Contoh PBCK-1 87
Skema Permohonan Pembebasan atas Etil alkohol
3.2 91
untuk Pembuatan BHA
5.1 Catatan Sediaan Hasil Tembakau (CSCK-1) 141
5.2 Catatan Sediaan Retur Hasil Tembakau (CSCK-2) 142
5.3 Catatan Sediaan Pita Cukai (CSCK-3) 143
5.4 Contoh Halaman Pertama CK-4A 146
5.5 Contoh CK-4B 148
5.6 Contoh CK-4C 149
5.7 Laporan Penggunaan LACK-1 151
5.8 Laporan LACK-10 154
5.9 Laporan Pengangkutan BKC Tertentu 155
5.10 Contoh Buku Rekening BKC (BRCK-1) 158
5.11 Contoh Buku Rekening Kredit (BRCK-3) 158
6.1 Dokumen Cukai PMBKC 176
6.2 Lembar Lanjutan PMBKC 177
6.3 Dokumen CK-6 180
6.4 Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC dengan 182
hal | 8
Dokumen PMBKC Pelunasan
Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC dengan
6.5 183
Dokumen PMBKC Pelunasan
Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC sebagai Bahan
6.6 185
Baku untuk Pembuatan BKC Lainnya
Struktur Tatalaksana Pengolahan Kembali dan
7.1 191
Pemusnahan BKC
Flowchart Prosedur Pengolahan Kembali/Pemusnahan
7.2 194
BKC yang Masih Berada di Dalam Pabrik
Prosedur Pengolahan Kembali /Pemusnahan BKC yang
7.3 198
Berasal dari Peredaran Bebas
Prosedur Pemusnahan BKC di Tempat Pemusnahan di
7.4 200
Luar Pabrik
hal | 9
DAFTAR TABEL
hal | 10
PENDAHULUAN
Kami berusaha agar materi yang disampaikan dalam Bahan Ajar ini tidak
membuat mahasiswa menjadi jenuh. Oleh karenanya layout dan variasi
penulisan yang kami tampilkan, baik dalam bentuk tabel atau gambar mudah-
mudahan dapat membuat Mahasiswa nyaman.
hal | 11
1) Perizinan di Bidang Cukai
Pokok bahasan pada bab 1 ini akan mencakup penjelasan mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan perizinan di bidang cukai. Untuk lebih fokus, uraian
penjelasan akan dibagi berdasarkan kategori ketentuan umum dan
ketentuan khusus perizinan cukai.
2) Penetapan Tarif dan Harga Dasar Barang Kena Cukai (BKC),
Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai
Pokok bahasan pada bab 2 ini akan mencakup mekanisme penetapan tarif cukai
yang di dalamnya juga akan mencakup Harga Jual Eceran BKC. Kemudian
dalam bab ini juga akan dijelaskan mengenai mekanisme penyediaan dan
pemesanan pita cukai.
3) Fasilitas dan Kemudahan Cukai
Pokok bahasan bab 3 ini akan mencakup penjelasan mengenai fasilitas
pembebasan dan fasilitas tidak dipungut cukai. Kemudian akan dijelaskan
pula kemudahan-kemudahan berkaitan dengan mekanisme pembayaran
cukai.
hal | 12
alur proses mutasi BKC dan pengenalan terhadap dokumen pelindung
mutasi BKC.
Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mempelajari modul ini adalah agar
peserta mampu menjelaskan ketentuan teknis operasional cukai yang berkaitan
dengan :
hal | 13
7) Pemusnahan dan pengolahan kembali BKC
8) Kewenangan pejabat di bidang cukai
9) Keberatan dan banding di bidang cukai
Akhirnya kami berharap agar Bahan Ajar ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman dan wawasan yang tepat mengenai tatacara teknis operasional di
bidang cukai kepada Mahasiswa STAN. Untuk selanjutnya kami akan berusaha
agar bahan ajar ini akan terus di-update sesuai dengan perkembangan terbaru
tatalaksana teknis operasional di bidang cukai .
hal | 14
BAB
1
PERIZINAN DI BIDANG CUKAI
1
Undang‐undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diamandemen dengan
Undang‐undang Nomor 39 tahun 2007
hal | 15
(produsen BKC). Hal ini akan lebih mudah dilakukan daripada proses
pemungutannya dilakukan pada tingkat hilir (konsumen langsung). Untuk
memudahkan kontrol terhadap pengusaha BKC maka pemerintah mewajibkan
pengusaha untuk memiliki izin di bidang cukai. Adanya kewajiban untuk memiliki
izin di bidang cukai Perizinan terhadap pengusaha BKC dikeluarkan dalam
bentuk Nomor Pokok Pengusaha BKC (NPPBKC).
hal | 16
2. Kegiatan di Bidang Cukai
Izin di bidang cukai wajib dimiliki oleh setiap orang yang menjalankan
kegiatan di bidang cukai. Pengertian “orang” dalam ketentuan tersebut mencakup
subyek orang pribadi atau subyek badan hukum. Adapun pengertian “kegiatan” di
bidang cukai adalah kegiatan-kegiatan yang meliputi :
hal | 17
c. Melakukan kegiatan impor BKC
Pengertian impor BKC adalah memasukkan BKC ke dalam daerah pabean
Indonesia. Tatalaksana kegiatan impor BKC secara umum diatur dalam
ketentuan tatalaksana kepabeanan. Undang-undang cukai hanya mengatur
penetapan suyek dan obyek berkaitan dengan kegiatan impor BKC. Pihak
yang memasukkan BKC ke dalam daerah pabean Indonesia disebut sebagai
importir. Importir berkewajiban memiliki NPPBKC sebelum melakukan
kegiatannya. Dalam aturan pelaksanaannya, khusus terhadap BKC MMEA
hanya dimungkinkan importasinya oleh importir yang ditunjuk oleh Menteri
Perdagangangan. Hingga saat ini (Oktober 2010) telah ditunjuk 8 importir
yang dapat melakukan importasi MMEA, yaitu :
- PT. Sarinah
- PT. Jaddi International
- PT. Indowines
- PT. Mitra Indo Maju
- PT. Muliatama Mitra Sejahtera
- PT. Aska Indoco
- PT. Boga Citra Nusapratama
- PT. Pantja Artha Niaga
Importasi MMEA yang dilakukan oleh importir yang ditnjuk hanya boleh
dilakukan di pelabuhan-pelabuhan yang ditunjuk dengan jumlah kuota yang
ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.
hal | 18
alkohol. Hanya saja tempat penyimpanan etil alkohol mendapat
pengecualian dalam hal status BKC yang disimpan di dalamnya, yaitu masih
terutang cukai. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan, mengapa kegiatan
penyaluran etil alkohol belum diatur secara tegas dalam peraturan
operasional oleh Menteri Keuangan. Pihak yang melakukan kegiatan
penyaluran BKC disebut sebagai Penyalur. Pihak inilah yang wajib memiliki
izin NPPBKC sebelum melakukan kegiatan menyalurkan BKC.
e. Melakukan kegiatan penjualan eceran BKC
Pengertian TPE adalah tempat untuk menjual secara eceran BJKC berupa MMEA
atau Etil Alkohol kepada konsumen akhir. Pihak yang mengusahakan tempat
penjualan eceran BKC disebut sebagai Pengusaha TPE. Pihak inilah yang
wajib memiliki izin NPPBKC sebelum melakukan kegiatan menjual secara
eceran BKC. Kewajiban memiliki NPPBKC diwajibkan khusus terhadap BKC
berupa etil alkohol dan MMEA. Hal ini dengan pertimbangan bahwa
karakteristik BKC tersebut memiliki tingkat kerawanan yang tinggi dalam
peredarannya di masyarakat.
3. Pemegang Izin dan Masa Berlakunya NPPBKC
Izin NPPBKC sebagai Pengusaha di bidang Cukai diberikan kepada :
a) Orang (baik sebagai pribadi atau badan hukum) yang berkedudukan di
Indonesia;
b) Orang (baik sebagai pribadi atau badan hukum) yang secara sah mewakili
badan hukum atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia.
Dalam hal pemegang izin NPPBKC adalah orang pribadi, apabila yang
bersangkutan meninggal dunia, maka izin NPPBKC dapat dipergunakan selama
dua belas bulan sejak tanggal meninggalnya yang bersangkutan oleh ahli waris
atau yang dikuasakan dan setelah lewat jangka waktu tersebut izin wajib
diperbaharui.
hal | 19
harus bertindak sebagai subyek yang wajib bertanggung jawab penuh terhadap
kegiatan di bidang cukai. Apabila yang bersangkutan tidak lagi menjalankan
kegiatan usaha di bidang cukai tersebut, maka izin NPPBKC yang dipegangnya
tersebut menjadi batal.
1) Orang yang membuat tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil
tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau
dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang
lazim dipergunakan, apabila :
hal | 20
‐ Dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau
yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan
dalam pembuatan hasil tembakau;
‐ Pada pengemas atau tembakau irisnya tidak dibubuhi atau dilekati atau
dicantumkan cap, merek dagang, etiket, atau sejenis dengan itu.
2) Orang yang membuat minuman mengandung etil alkohol yang diperoleh dari
hasil peragian atau penyulingan, apabila :
‐ Dibuat oleh rakyat Indonesia;
‐ Pembuatannya dilakukan secara sederhana;
‐ Produksi tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter setiap hari;
‐ Tidak dikemas dalam kemasan penjualan eceran.
3) Orang yang mengimpor BKC yang mendapat fasilitas pembebasan cukai :
‐ Untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
‐ Untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
‐ Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada Badan
atau Organisasi Internasional di Indonesia;
‐ Yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas
atau kiriman dari Luar Negeri, dalam jumlah tertentu;
‐ Untuk tujuan sosial.
4) Pengusaha Tempat Penjualan Eceran etil alkohol yang jumlah penjualannya
dalam sehari maksimal 30 (tiga puluh) liter
5) Pengusaha Tempat Penjualan Eceran MMEA dengan kadar paling tinggi 5%
(lima persen).
hal | 21
Cukai setempat. Sesuai dengan ketentuan Undang-undang Cukai, pemberian
izin NPPBKC merupakan wewenang yang dimiliki oleh Menteri Keuangan, akan
tetapi dalam pelaksanaan operasionalnya wewenang ini telah didelegasikan
hingga pada level Kepala Kantor Bea dan Cukai. Hal ini dimaksudkan untuk lebih
memberi kemudahan kepada para pengusaha yang ingin mendapatkan izin
kegiatan di bidang cukai.
hal | 22
Penjelasan :
a) Tahap pertama pengajuan NPPBKC diawali dengan permohonan
pemeriksaan lokasi yang dimintakan izin. Permohonan pemeriksaan lokasi
atas bangunan atau tempat usaha minimal harus dilampiri dengan :
‐ Salinan atau fotocopi izin usaha;
‐ Gambar denah lokasi bangunan atau tempat usaha;
‐ Salinan atau fotocopi izin mendirikan bangunan (IMB);
‐ Salinan atau fotocopi izin berdasarkan Undang-undang Mengenai
Gangguan
b) Atas permohonan yang diajukan tersebut, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
akan melakukan wawancara terhadap pemohon. Tujuan wawancara adalah
untuk memeriksa kebenaran data pemohon selaku penanggung jawab dan
juga kebenaran mengenai data-data yang dilampirkan. Hasil wawancara
akan dituangkan dalam suatu Berita Acara Wawancara.
c) Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan lokasi terhadap
bangunan atau tempat usaha yang dimintakan izin NPPBKC. Proses
pemeriksaan lokasi ini harus dilaksanakan paling lambat dalam jangka waktu
hal | 23
30 hari sejak permohonan diterima. Hasil pemeriksaan lokasi akan
dituangkan dalam suatu berita acara pemeriksaan lokasi (BAP) yang
ditandatangani oleh Pemeriksa dan Pengusaha yang bersangkutan.
d) Berita Acara Pemeriksaan Lokasi dan Gambar Denah lokasi harus memuat
secara rinci :
‐ persil, bangunan, ruangan, tempat dan pekarangan yang termasuk bagian
dari bangunana atau tempat usaha yang dimohonkan izinnya ;
‐ batas-batas bangunan atau tempat usaha yang dimohonkan izinnya;
‐ luas bangunan atau Tempat Usaha yang dimohonkan izin NPPBKC.
e) Berita Acara Pemeriksaan Lokasi yang menyatakan Lokasi yang
bersangkutan Layak untuk diberikan izin NPPBKC , digunakan sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh NPPBKC . Berita Acara tersebut hanya
dapat digunakan dalam jangka waktu paling lamabat tiga bulan sejak tanggal
BAP ditandatangani.
f) Tahapan Kedua dalam alur proses pemberian izin NPPBKC adalah
pengajuan permohonan izin NPPBKC dalam suatu format permohonan
standar (PMCK 6) dengan disertai lampiran perizinan dari instansi terkait dan
data identitas diri pemohon. Lampiran persyaratan izin dari instansi terkait
untuk masing-masing jenis kegiatan di bidang cukai tidaklah sama. Khusus
untuk persyaratan izin terhadap kegiatan dibidang cukai MMEA dan Etil
Alkohol agak lebih ketat dibandingkan dengan persyaratan izin untuk
kegiatan cukai hasil tembakau.
g) Kepala Kantor atas nama Menteri Keuangan harus memutuskan disetujui
atau ditolaknya permohonan PMCK.6 dalam jangka waktu 30 hari sejak
permohonan diterima secara lengkap.
h) Dalam hal permohonan disetujui maka akan diterbitkan Keputusan
Pemberian NPPBKC, namun bila permohonan ditolak maka diterbitkan surat
penolakan yang memberikan penjelasan mengenai alasan penolakan. Salah
satu dasar pertimbangan penolakan oleh Kepala Kantor adalah apabila
nama pabrik, tempat penyimpanan, importir, penyalur atau TPE yang
diajukan memiiliki kesamaan nama, baik tulisan maupun pengucapannya
hal | 24
dengan nama subyek cukai sejenis lainnya yang telah mendapatkan
NPPBKC lebih dahulu.
Gambar 1.2
Contoh Permohonan PMCK-6
hal | 25
hal | 26
2. Persyaratan Pemberian izin NPPBKC Etil Alkohol
a. Kewajiban dan Persyaratan Lokasi Bangunan atau Tempat Usaha
Sebelum mengajukan proses permohonan izin NPPBKC, pengusaha wajib
memenuhi persyaratan fisik lokasi yang dimintakan izin. Berikut ini akan kami
jelaskan beberapa ketentuan khusus yang harus dipenuhi dalam proses
pemberian izin dalam kegiatan cukai berkaitan dengan BKC etil alkohol.
hal | 27
Kewajiban bagi Tempat Penyimpanan etil alkohol :
hal | 28
b) Memiliki jarak lebih dari 100 (seratus) meter dengan tempat ibadah umum,
sekolah atau rumah sakit;
c) Berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum, kecuali yang
berada di kawasan perdagangan;
d) Memiliki persil, bangunan, ruangan, tempat dan pekarangan yang termasuk
bagian dari tempat usaha importir;
e) Memiliki bangunan,ruangan dan tempat yang digunakan untuk menimbun
etil alkohol yang diimpor; dan
f) Memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari tembok dengan ketinggian
paling rendah 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah yang jelas,
kecuali sisi bagian depan disesuaikan dengan aturan pemerintah daerah
setempat.
Kewajiban bagi Tempat Penjualan Eceran :
hal | 29
c) Izin Usaha Industri dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Perindustrian dan/atau Perdagangan;
d) Izin Usaha Perdagangan dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Perindustrian dan/atau Perdagangan;
e) Khusus untuk Pengusaha Pabrik Etil Alkohol, dilengkapi dengan izin atau
rekomendasi dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Kesehatan;
f) Khusus untuk Pengusaha Pabrik Etil Alkohol, dilengkapi dengan izin atau
rekomendasi dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Tenaga Kerja;
g) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
h) Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian Republik Indonesia,
apabila pemohon merupakan orang pribadi;
i) Kartu Tanda Pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
j) Akta Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum; dan
k) Surat Pernyataan di atas materei yang cukup akan menyelenggarakan
pembukuan perusahaan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku dan menyimpan dokumen, buku, dan laporan selama 10 (sepuluh)
tahun pada tempat usahanya.
l) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat.
Untuk persyaratan administrasi terhadap Importir etil alkohol yang
mengajukan permohonan NPPBKC:
a) Izin sebagai importir dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang perdagangan;
b) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
c) Akta Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum; dan
d) Nomor Identitas Kepabeanan
e) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Bea dan Cukai setempat.
Persyaratan administrasi terhadap Pengusaha Tempat Penjualan eceran
etil alkohol yang mengajukan permohonan NPPBKC:
a) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Daerah setempat;
hal | 30
b) Izin berdasarkan Undang-undang gangguan dari Pemerintah Daerah
setempat;
c) Izin usaha perdagangan dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Perdagangan;
d) Izin atau rekomendasi dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang tenaga kerja;
e) Nomor Pokok Wajib Pajak;
f) Surat Keterangan Catatan kepolisian dari Kepolisian Republik Indonesia,
apabila pemohon merupakan orang pribadi;
g) Kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
h) Akta pendirian usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum.
i) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat.
j) Dalam hal status kepemilikan tempat usaha adalah bukan pemilik bangunan,
maka harus disertai dengan surat perjanjian sewa-menyewa yang disahkan
notaris untuk jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun.
3. Persyaratan Pemberian izin NPPBKC MMEA
a. Kewajiban dan Persyaratan Lokasi Bangunan atau Tempat Usaha
Berkaitan dengan pemberian izin NPPBKC terhadap Pengusaha yang
melakukan kegiatan cukai MMEA diatur hal-hal yang bersifat khusus terhadap
proses pemberian izin NPPBKC untuk jenis BKC berupa MMEA. Berikut ini akan
kami jelaskan beberapa ketentuan khusus yang harus dipenuhi dalam proses
pemberian izin dalam kegiatan cukai MMEA.
hal | 31
e) Memiliki bangunan, ruangan dan tempat yang dipakai untuk membuat
MMEA;
f) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, dan tangki atau wadah lainnya untuk
menimbun MMEA yang selesai dibuat;
g) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, dan tangki atau wadah lainnya untuk
menimbun MMEA yang cukainya sudah dibayar atau dilunasi;
h) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, dan tangki atau wadah lainnya untuk
menimbun MMEA yang selesai dibuat;
i) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan dan tangki atau wadah
lainnya untuk menyimpan bahan baku atau bahan penolong;
j) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan dan tangki atau wadah
lainnya yang digunakan untuk kegiatan produksi dan penimbunan bahan
baku atau bahan penolong;
k) Memiliki ruangan yang memadai bagi pejabat bea dan cukai dalam
melakukan pekerjaan atau pengawasan; dan
l) Memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari tembok, dengan ketinggian
minimal 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah yang jelas, kecuali
sisi bagian depan disesuaikan dengan aturan pemerintah daerah setempat.
Kewajiban bagi Tempat Usaha Importir MMEA :
a) Tidak menggunakan tempat penimbunan etil alkohol yang berhubungan
langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-tempat lain yang bukan
bagian tempat usaha importir yang dimintakan izin;
b) Memiliki jarak lebih dari 100 (seratus) meter dengan tempat ibadah umum,
sekolah atau rumah sakit;
c) Berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum, kecuali yang
berada di kawasan perdagangan;
d) Memiliki persil, bangunan, ruangan, tempat dan pekarangan yang termasuk
bagian dari tempat usaha importir;
e) Memiliki bangunan,ruangan dan tempat yang digunakan untuk menimbun
MMEA yang diimpor; dan
f) Memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari tembok dengan ketinggian
paling rendah 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah yang jelas,
hal | 32
kecuali sisi bagian depan disesuaikan dengan aturan pemerintah daerah
setempat.
hal | 33
d) Memiliki persil, bangunan,ruangan, tempat dan pekarangan yang termasuk
bagian dari TPE;
e) Memiliki persil, bangunan,ruangan dan tempat yang digunakan untuk
menimbun MMEA.
b. Persyaratan Administrasi
Untuk mendapatkan NPPBKC terhadap kegiatan yang berkaitan dengan
BKC MMEA maka pengusaha harus memenuhi persyaratan administrasi sebagai
berikut:
hal | 34
Bagi Importir MMEA yang mengajukan permohonan NPPBKC, maka harus
melengkapi perizinan dari instansi terkait, sebagai berikut :
a) Izin sebagai importir dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang perdagangan. Dalam hal ini, penunjukan sebagai importir MMEA
bersifat terbatas, artinya bahwa hanya importir terdaftar (IT) tertentu saja
yang mendapat izin khusus dari Menteri Perdagangan yang boleh
mengimpor MMEA. Untuk saat ini, hanya PT. Sarinah yang mendapat izin
khusus untuk mengimpor MMEA;
b) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
c) Akta Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum; dan
d) Nomor Identitas Kepabeanan;
e) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat.
Bagi Pengusaha Penyalur MMEA yang mengajukan permohonan
NPPBKC, maka harus melengkapi perizinan dari instansi terkait, sebagai berikut
:
a) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Daerah setempat;
b) Izin berdasarkan Undang-undang gangguan dari Pemerintah Daerah;
c) Izin usaha perdagangan dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Perdagangan. Dalam hal ini ada dua izin yang harus dimiliki, yaitu
Surat izin usaha Perdagangan (SIUP) dan Surat Izin Usaha Perdagangan
Minuman Beralkohol (SIUPMB);
d) Izin atau rekomendasi dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang tenaga kerja;
e) Nomor Pokok Wajib Pajak;
f) Surat Keterangan Catatan kepolisian dari Kepolisian Republik Indonesia,
apabila pemohon merupakan orang pribadi;
g) Kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
h) Akta pendirian usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum.
i) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat.
hal | 35
j) Dalam hal status kepemilikan tempat usaha adalah bukan pemilik bangunan,
maka harus disertai dengan surat perjanjian sewa-menyewa yang disahkan
notaris untuk jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun.
Bagi Pengusaha Tempat Penjualan Eceran MMEA yang mengajukan
permohonan NPPBKC, maka harus melengkapi perizinan dari instansi terkait,
sebagai berikut :
hal | 36
Kewajiban bagi pabrik Hasil Tembakau
a) Tidak berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-
tempat lain yang bukan bagian pabrik yang dimintakan izin;
b) Tidak berhubungan langsung dengan rumah tinggal
c) Berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum;
d) Memiliki luas bangunan minimal 200 (dua ratus) meter persegi
Kewajiban bagi Tempat Usaha Importir Hasil Tembakau
a) Tidak menggunakan tempat penimbunan hasil tembakau yang
berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-tempat
lain yang bukan bagian tempat usaha importir yang dimintakan izin;
b) Tidak berhubungan langsung dengan rumah tinggal;
c) Berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum.
b. Persyaratan Administrasi
Untuk mendapatkan NPPBKC terhadap kegiatan yang berkaitan dengan
BKC Hasil Tembakau maka pengusaha minimal harus memenuhi persyaratan
administrasi sebagai berikut:
hal | 37
j) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat;
k) Dalam hal status kepemilikan tempat usaha adalah bukan pemilik
bangunan, maka harus disertai dengan surat perjanjian sewa-menyewa
yang disahkan notaris untuk jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun;
l) Surat pernyataan bermaterei cukup bahwa pemohon tidak berkeberatan
untuk dibekukan atau dicabut NPPBKC yang telah diberikan dalam hal
nama pabrik yang bersangkutan memiliki kesamaan nama, baik tulisan
maupun pengucapannya dengan nama pabrik lain yang telah mendapat
NPPBKC.
Importir Hasil Tembakau yang mengajukan permohonan NPPBKC harus
memenuhi persyaratan administrasi :
a) Izin sebagai importir dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang perdagangan;
b) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
c) Akta Pendirian Usaha;
d) Nomor Identitas Kepabeanan (NIK)
e) Surat penunjukan sebagai agen penjualan dari produsen hasil tembakau
yang diimpor;
f) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Bea dan Cukai.
5. Penomoran NPPBKC
Untuk memberikan keseragaman dalam hal identifikasi data pemegang
NPPBKC maka penomoran NPPBKC ditetapkan secara standar dengan
mengacu kepada ketentuan Surat Edaran Direktur Jenderal Bea dan Cukai
Nomor : SE-03/BC/2009. Adapun sistem penomoran yang harus digunakan
dalam pemberian izin NPPBKC adalah sebagai berikut :
hal | 38
kode angka “1” untuk pabrik , angka “2” untuk importir, angka “3” untuk
Tempat Penyimpanan, angka “4” untuk Tempat Penjualan Eceran, dan
angka “5” untuk Penyalur.
‐ 1 (satu) digit keenam merupakan kode jenis BKC, dengan rincian bahwa
kode angka “1” untuk jenis BKC etil alkohol, angka “2” untuk jenis BKC
MMEA, dan angka “4” untuk jenis BKC hasil tembakau.
‐ 4 (empat) digit terakhir merupakan nomor urut NPPBKC sesuai
dengan nomor urut pemberian di masing-masing Kantor Bea dan Cukai.
b) Dalam rangka tertib administrasi dan menghindari duplikasi, pemberian
nomor urut NPPBKC baru maupun pembaharuan, untuk 4 (empat) digit
keempat dimulai dengan angka 1001 (seribu satu) .
c) Contoh Penomoran NPPBKC :
▪ Pengusaha Pabrik MMEA PT. “A” (pabrik baru) berada di wilayah
pengawasan KPPBC Tipe Madya Cukai Malang mengajukan
permohonan NPPBKC. Setelah dilakukan proses penelitian administratif
dan pemeriksaan lokasi sesuai ketentuan yang berlaku, kedapatan Pabrik
MMEA PT. “A” telah memenuhi persyaratan dan layak diberikan
NPPBKC. Maka terhadap Pabrik MMEA PT. “A” diberikan NPPBKC
dengan nomor 0706.1.2. 1001, artinya bahwa :
hal | 39
Nomor 201/PMK.04/2008. Setelah dilakukan proses penelitian
administratif dan pemeriksaan lokasi sesuai ketentuan yang berlaku
kedapatan TPE MMEA PT. “B” telah memenuhi persyaratan dan layak
diberikan NPPBKC. Berdasarkan catatan pada KPPBC Tipe Madya
Cukai Kudus, diketahui bahwa KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus belum
pernah menerbitkan NPPBKC TPE MMEA. Maka terhadap TPE MMEA
PT. “B” diberikan NPPBKC dengan nomor 0603.4.2. 1001, artinya bahwa
:
‐ Angka 0603 adalah kode Kantor penerbit NPPBKC untuk KPPBC
Tipe Madya Cukai Kudus
‐ Angka 4 adalah kode untuk TPE
‐ Angka 2 adalah kode untuk MMEA
‐ Angka 1001 adalah nomor urut yang diberikan untuk TPE MMEA
PT. “B”
Gambar 1.3
Contoh NPPBKC Hasil Tembakau
hal | 40
hal | 41
1. Pembekuan NPPBKC
Yang dimaksud dengan pembekuan izin adalah tidak diperbolehkannya
Pengusaha yang memiliki NPPBC untuk melakukan kegiatan usaha di bidang
cukai sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali atau
pencabutan izin, tanpa mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan kepada
negara. Izin NPPBKC bagi Pengusaha BKC dapat dibekukan, dalam hal :
b) adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi,
yaitu :
‐ Pemegang izin NPPBKC tidak lagi mewakili kepentingan Badan Hukum
atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia
‐ Persyaratan fisik lokasi bangunan atau tempat usaha tidak lagi dipenuhi
‐ Persyaratan administrasi pemberian izin NPPBKC tidak lagi dipenuhi
‐ Adanya kesamaan nama perusahaan dengan nama pabrik, importir,
penyalur, atau TPE lainnya yang telah mendapatkan NPPBKC
c) pemegang izin berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan
utangnya. Kondisi ini terjadi ketika perusahaan pemegang NPPBKC digugat
pailit namun belum mendapatkan keputusan Hakim yang bersifat tetap.
Selama belum ada keputusan yang bersifat final, maka status NPPBKC yang
bersangkutan hanya dibekukan saja.
hal | 42
2. Pencabutan NPPBKC
Pengertian pencabutan izin NPPBKC adalah bahwa Izin kegiatan di
bidang Cukai yang dimiliki Pengusaha BKC tidak lagi berlaku baik karena
kemauan sendiri ataupun dicabut oleh otoritas yang sah. Izin NPPBKC dapat
dicabut, dalam hal :
a) atas permohonan pemegang izin yang bersangkutan ;
b) tidak dilakukan kegiatan selama satu tahun ;
c) persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi ;
d) pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau orang
pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia ;
e) pemegang izin dinyatakan pailit ;
f) tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ;
g) pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar ketentuan undang-
undang cukai ;
h) pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30 ; atau
i) Izin NPPBKC dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau dikerjasamakan
dengan orang/pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
Dalam hal izin NPPBKC dicabut maka terhadap BKC yang belum dilunasi
cukainya yang masih berada di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus
dilunasi cukainya dan dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan izin.
Dalam hal ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka BKC yang bersangkutan
dimusnahkan atau diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan. BKC
yang telah dilunasi cukainya dan berada di tempat usaha importir, penyalur, dan
pengusaha tempat penjualan eceran, yang izinnya telah dicabut, harus
dipindahkan ke tempat usaha importir BKC, penyalur, atau pengusaha tempat
penjualan eceran lainnya atau dimusnahkan.
3. Perubahan NPPBKC
Perubahan nama perusahaan, kepemilikan perusahaan,
lokasi/bangunan/tempat usaha yang tercantum dalam NPPBKC, hanya dapat
hal | 43
dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai
atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan. Untuk hal tersebut,
Subyek pemegang NPPBKC yang akan melakukan perubahan nama
perusahaan, kepemilikan perusahaan, lokasi/bangunan Pabrik atau Tempat
Penyimpanan, harus mengajukan permohonan perubahan NPPBKC kepada
Menteri Keuangan c.q. Kepala Kantor Pelayanan dilampiri dengan bukti dokumen
perubahan terdiri dari :
hal | 44
4) perubahan Izin Usaha Perdagangan dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang perindustrian dan/atau perdagangan; dan
5) perubahan Nomor Pokok Wajib Pajak.
Dalam hal permohonan diterima secara lengkap dan benar, Direktur
Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri
Keuangan dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak
permohonan diterima, menetapkan Keputusan Perubahan NPPBKC dengan
menggunakan format standar. Dalam hal permohonan diterima secara tidak
lengkap atau tidak benar, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang
ditunjuknya memberitahukan secara tertulis kepada pemohon untuk melengkapi
kekurangan persyaratan atau memperbaiki data permohonan dalam jangka
waktu paling lama 15 (lima belas) hari.
RANGKUMAN :
hal | 45
1) Pemberian NPPBKC kepada para Pengusaha yang bergerak di bidang cukai
merupakan salah satu mekanisme pengawasan yang diterapkan oleh DJBC
dalam rangka untuk pengamanan penerimaan negara dan
pengendalian/pengawasan BKC
2) Subyek yang wajib memiliki NPPBKC adalah : Pengusaha Pabrik BKC,
Pengusaha tempat Penyimpanan etil alkohol, Penyalur MMEA dan etil alkohol,
Importir BKC, Pengusaha TPE MMEA dan Etil alkohol;
3) Pada prinsipnya izin NPPBKC dikeluarkan oleh Menteri Keuangan, namun
dalam praktek operasionanalnya izin tersebut didelegasikan kewenangannya
kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai setempat;
4) Jangka waktu berlakunya izin NPPBKC adalah: khusus izin NPPBKC bagi
Pengusaha Pabrik Importir BKC adalah selama pengusaha yang bersangkutan
menjalankan kegiatan usahanya. Untuk izin NPPBKC bagi pengusaha tempat
penyimpanan, penyalur atau pengusaha Tempat penjualan Eceran adalah
selama lima tahun;
5) Izin NPPBKC dapat dibekukan dalam hal:
a) adanya bukti permulaan yang cukup bahwa pemegang izin NPPBKC
melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai;
b) adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi;
c) pemegang izin berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan
utangnya
hal | 46
Latihan
LATIHAN : :
Anda dapat lebih memahami materi bahasan pada Bab 1, coba kerjakan latihan-
latihan berikut ini.
1) Jelaskan siapa saja yang wajib memiliki izin NPPBKC dan juga yang
dikecualikan untuk memiliki izin NPPBKC ?
2) Jelaskan persyaratan fisik minimal yang berkaitan dengan luas lokasi
tempat usaha yang harus dimiliki oleh pengusaha dalam melakukan
kegiatan di bidang cukai ?
3) Jelaskan mekanisme pemberian izin NPPBKC ?
4) Jelaskan pengertian pembekuan dan pencabutan NPPBKC ?
5) Jelaskan mekanisme perubahan NPPBKC ?
BAB
hal | 47
2
TATACARA PENETAPAN TARIF CUKAI
PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA CUKAI
hal | 48
– 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar
yang digunakan adalah Harga Jual Eceran (HJE).
b) Untuk yang diimpor :
– 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea
masuk ; atau
– 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar
yang digunakan adalah HJE.
2) BKC lainnya dikenakan cukai berdasarkan tarif paling tinggi :
a) Untuk yang dibuat di Indonesia :
– 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik ; atau
– 80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar
yang digunakan adalah HJE.
b) Untuk yang diimpor :
– 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea
masuk ; atau
– 80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar
yang digunakan adalah HJE.
Ketentuan pasal 5 Undang-undang Cukai tersebut sekaligus memberikan
pedoman mengenai sistem tarif cukai yang dapat diberlakukan terhadap BKC
Undang-undang cukai memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk
menerapkan alternatif sistem tarif cukai sebagai berikut :
Cukai = Tarif % x Harga Dasar
hal | 49
Keuntungan dalam sistem tarif advalorum adalah mudah dalam mengikuti
perkembangan harga pasar. Hal ini karena komponen tarif cukai bersifat variabel
terhadap harga jual BKC. Sebagai contoh, apabila pengusaha dikenakan tarif
cukai advalorum sebesar 30% dari HJE (misal Rp. 10.000,-) maka pungutan
cukai akan mudah ditentukan yaitu sebesar Rp.3.000,-.
hal | 50
Dalam sistem tarif cukai spesifik, pungutan cukai dihitung dengan cara
mengalikan antara Tarif cukai dalam satuan Rupiah dengan jumlah satuan
spesifik tertentu, misalnya : jumlah dalam liter, jumlah dalam batang, dan
sebagainya.
Cukai = Tarif Rp x Jumlah Satuan Spesifik (liter atau batang)
Sistem tarif cukai spesifik sudah lebih dahulu diterapkan terhadap BKC
berupa etil alkohol dan MMEA sejak awal pemberlakukan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, dan bahkan sejak masa penerapan
Ordonansi Cukai Bir dan Cukai Alkohol Sulingan. Sejak penerapan Peraturan
Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau
pada tanggal 1 Februari 2009, pemungutan cukai hasil tembakau secara resmi
menggunakan sistem tarif spesifik.
Keuntungan dan kerugian sistem tarif spesifik ini merupakan kebalikan dari
sistem tarif advalorum. Dari sisi keuntungan, sistem tarif spesifik relatif akan
memudahkan aparatur DJBC dalam pengawasan terhadap peredaran BKC di
pasaran. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa sistem tarif advalorum cenderung
membuat disparitas harga jual BKC menjadi semakin besar. Hal ini tidak terjadi
pada sistem tarif spesifik, oleh karena kebijakan kenaikan cukai cenderung
menggunakan instrumen tarif. Komponen harga tidak lagi bersifat variabel
terhadap pungutan cukai. Diharapkan dengan pemberlakukan sistem tarif
spesifik akan mengurangi disparitas harga antara official price dengan demand
price.
Kerugian yang dihadapi dalam penerapan sistem tarif spesifik lebih kepada
sifat tarif spesifik yang tidak dapat mengikuti perkembangan harga pasar.
Ekstremnya dapat dikatakan bahwa berapapun peningkatan harga yang terjadi di
pasar tidak akan mempengaruhi besarnya pungutan cukai. Hal inilah yang terjadi
pada BKC berupa etil alkohol dan MMEA. Khusus untuk Hasil Tembakau
pemerintah pada dasarnya tidak menerapkan sistem tarif spesifik murni, karena
hal | 51
masih menggunakan variabel lain yaitu: batasan golongan berdasarkan jumlah
produksi dan batasan HJE dalam strata tertentu. Kita akan membahas lebih
lanjut hal ini pada bagian berikutnya.
c. Tarif Cukai Gabungan
Ketentuan Pasal 5 Undang-undang Cukai membolehkan Pemerintah untuk
mengubah tarif advalorum atau tarif spesifik menjadi tarif gabungan. Kita tidak
akan membahas kerugian atau kelebihan sistem tarif gabungan ini, karena pada
prakteknya sistem tarif gabungan bukanlah suatu pilihan tarif yang permanen.
Sistem tarif gabungan biasanya hanya digunakan pada masa transisi ketika
pemerintah hendak mengalihkan suatu sistem tarif advalorum menjadi sistem
tarif spesifik atau sebaliknya. Tujuannya adalah agar tidak menimbulkan gejolak
berlebihan dan sekaligus sebagai transisi terhadap proses pengalihan tarif baru.
Cukai = (Tarif % x Harga Dasar) + (Tarif Rp x Jumlah Satuan
tertentu)
a) Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas BKC yang dibuat
di Indonesia adalah harga jual pabrik atau HJE.
b) Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas BKC yang
diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atau HJE.
Berdasarkan ketentuan pasal 5 dan pasal 6 Undang-undang Cukai dapat
disimpulkan bahwa harga dasar yang dapat digunakan dalam rangka
penghitungan sistem tarif cukai advalorum adalah :
a. HJE
hal | 52
Pengertiannya adalah harga yang ditetapkan oleh Pemerintah sebagai
dasar penghitungan besarnya tarif cukai. Oleh karena penetapan HJE Hasil
tembakau dilakukan oleh Pemerintah, maka Mark (2003) mengistilahkan HJE
tersebut sebagai official price. Akan tetapi ketika Dalam konteks sistem
pemungutan cukai MMEA istilah HJE cenderung lebih mengarah kepada Harga
Pemberitahuan.
Gambar 2.1
Kalkulasi HJE Hasil Tembakau
hal | 53
Poin 1 sampai dengan poin ke-17 merupakan perhitungan untuk memperoleh harga jual
pabrik, sedangkan komponen untuk menghitung HJE, masih harus ditambah
dengan poin ke-18 sampai ke-22.
hal | 54
istilah yang diatur di dalam Undang-undang Kepabeanan. Sebagai tambahan
penjelasan, untuk penentuan harga dasar dalam penghitungan nilai cukai atas
BKC yang diimpor maka Pemerintah lebih memilih untuk menggunakan patokan
harga dasar berupa HJE yang ditetapkan oleh pemerintah.
Dalam sistem penetapan tarif cukai spesifik pada BKC hasil tembakau,
pada dasarnya pemerintah tidak menetapkan sistem tarif spesifik murni
sebagaimana halnya pada etil alkohol maupun MMEA. Untuk sistem tarif cukai
hasil tembakau setidaknya ada empat besaran pokok yang mempengaruhi nilai
cukai hasil tembakau, yaitu :
1) Jenis hasil tembakau;
2) Golongan Produsen yang ditentukan berdasarkan jumlah produksi hasil
tembakau selama satu tahun takwim;
3) Batasan HJE, artinya adalah batas HJE minimum yang boleh diajukan
Pengusaha dalam rangka penetapan Tarif cukai; dan
4) Tarif cukai spesifik dalam nilai satuan Rupiah .
1. Jenis Hasil Tembakau
2
hal | 55
Kebijakan pemerintah yang mengakomodasikan berbagai jenis hasil
tembakau yang ada di pasaran ke dalam struktur tarif cukai yang berbeda-beda
membuat sistem pemungutan cukai hasil tembakau di Indonesia agak sedikit
komplek dan rumit. Kebijakan penjenisan hasil tembakau ini sudah ada sejak
pemberlakuan Ordonansi Cukai Hasil Tembakau oleh Pemerintah Kolonial
Belanda berdasarkan Tabsacccijns Ordonnantie, Stbl. 1932 Nomor 517.
hal | 56
d) Sigaret Putih Tangan (SPT) adalah sigaret yang dalam pembuatannya
tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak, atau kemenyan yang dalam
proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter,
pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan
pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
e) Sigaret Kretek Tangan Filter (SKTF); adalah sigaret yang dalam
pembuatannya dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun
tiruan tanpa memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya
mulai dari pelintingan, pemasangan filter, pengemasan dalam kemasan
untuk penjualan eceran, sampai dengan pelekatan pita cukai, tanpa
menggunakan mesin.
f) Sigaret Putih Tangan Filter (SPTF); adalah sigaret yang dalam
pembuatannya tanpa dicampuri dengan cengkih, kelembak atau kemenyan
yang dalam proses pembuatannya mulai dari pelintingan, pemasangan filter,
pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai dengan
pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
g) Sigaret Kelembak Kemenyan (KLM) adalah sigaret yang
dalam pembuatannya dicampur dengan kelembak dan/atau
kemenyan asli maupun tiruan tanpa memperhatikan
jumlahnya.
h) Cerutu (CRT); adalah hasil tembakau yang dibuat dari
lembaran-lembaran daun tembakau diiris atau tidak, dengan
cara digulung demikian rupa dengan daun tembakau untuk
dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan
pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
i) Rokok Daun atau Klobot (KLB); adalah hasil tembakau yang dibuat
dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara
dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan
pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
j) Tembakau Iris (TIS); adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun
tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan
pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
hal | 57
k) Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL); adalah hasil tembakau
yang dibuat dari daun tembakau selain yang disebut dalam angka 1 sampai
dengan angka 8 yang dibuat secara lain sesuai dengan perkembangan
teknologi dan selera konsumen, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau
bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
2. Golongan Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau
Dalam struktur tarif cukai hasil tembakau, golongan pengusaha pabrik
merupakan salah satu variabel yang menentukan besarnya nilai cukai.
Penggolongan pabrikan hasil tembakau dikelompokkan berdasarkan masing-
masing jenis dan jumlah produksi hasil tembakau untuk setiap satu tahun
takwim. Pengertiannya adalah apabila seorang Pengusaha memproduksi dua
jenis hasil tembakau (misal: SKM dan SPM), maka kemungkinan Pabrikan
tersebut untuk menempati golongan yang berbeda, dapat saja terjadi ( Jenis
SKM sebagai Golongan I dan jenis SPM sebagai Golongan II).
Tabel 2.1
Penggolongan dan Batasan Produksi Hasil Tembakau
hal | 58
II Tidak Lebih dari 2 milyar batang
3. SKT atau SPT I Lebih dari 2 milyar batang
II Lebih dari 400 jt batang, tetapi
tidak lebih dari 2 milyar batang
III Tidak lebih dari 400 jt batang
4. SKTF atau SPTF I Lebih dari 2 milyar batang
II Tidak Lebih dari 2 milyar batang
5. TIS Tanpa Gol. Tanpa Batasan Jumlah Produksi
6. KLM atau KLB Tanpa Gol. Tanpa Batasan Jumlah Produksi
7. CRT Tanpa Gol. Tanpa Batasan Jumlah Produksi
8. HPTL Tanpa Gol. Tanpa Batasan Jumlah Produksi
Sumber : PMK Nomor 179/PMK.011/2012
Contoh :
1) Pabrik “A”, produksi pabrik berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai
(CK-1) telah melampaui Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang bersangkutan
pada tanggal 25 April 2012, maka kepala Kantor:
▪ menetapkan Keputusan Penyesuaian Golongan Pengusaha Pabrik hasil
tembakau pada tanggal 25 April 2012 dan keputusan ini mulai berlaku
pada tanggal 25 April 2012; dan
hal | 59
▪ menetapkan Keputusan Penyesuaian Tarif Cukai Hasil Tembakau pada
tanggal 25 April 2012 dan keputusan ini mulai diberlakukan mulai tanggal
25 Oktober 2012.
2) Pabrik “B”, produksi pabrik berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai
(CK-1) melampaui Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang bersangkutan pada
tanggal 25 September 2012, maka kepala Kantor:
▪ menetapkan Keputusan Penyesuaian Golongan Pengusaha Pabrik hasil
tembakau pada tanggal 25 September 2012 dan keputusan ini mulai
berlaku pada tanggal 25 September 2012; dan
▪ menetapkan Keputusan Penyesuaian Tarif Cukai Hasil Tembakau pada
tanggal 25 September 2012 dan keputusan ini mulai diberlakukan mulai
tanggal 31 Desember 2012.
Dalam hal hasil produksi selama satu tahun takwim ternyata kurang dari
batasan jumlah produksi pabrik yang berlaku bagi golongan yang telah
ditetapkan, maka Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang bersangkutan dapat
mengajukan permohonan untuk penurunan golongan. Permohonan penurunan
golongan diajukan paling lambat pada bulan Januari tahun takwim berikutnya
sebelum dokumen pemesanan pita cukai pertama kali diakjukan. Atas
permohonan tersebut, Kepala kantor wajib menetapkan keputusan menerima
atau menolak permohonan dalam jangka waktu maksimal 10 (sepuluh) hari
terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. Keputusan
untuk menerima permohonan penurunan golongan hanya diberikan untuk satu
tingkat lebih rendah dari golongan pengusaha pabrik sebelumnya.
3. Batasan HJE
Meskipun tidak lagi menjadi fokus utama kebijakan di bidang cukai hasil
tembakau, instrumen HJE tetap menjadi salah komponen yang cukup
menentukan dalam pengambilan kebijakan mengenai tarif cukai hasil tembakau.
Batasan HJE minimal yang boleh diajukan oleh setiap pengajuan penetapan tarif
cukai hasil tembakau tetap harus memenuhi batasan HJE yang ditetapkan oleh
Pemerintah sebagaimana yang tercantum dalam lampiran I PMK Nomor
179/PMK.011/2012 (lihat Tabel 2.2)
hal | 60
Untuk penetapan tarif cukai atas pengajuan merek-merek baru produk hasil
tembakau maupun untuk penetapan kembali atas merek yang sudah ada
sebelumnya, maka penentuan batasan HJE yang bersangkutan harus mengacu
kepada :
1) HJE yang tercantum dalam penetapan tarif cukai yang masih berlaku
berdasarkan struktur tarif yang lama ;
2) HJE yang diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau, khusus
untuk pengajuan merek baru
3) HJE yang telah mengalami kenaikan
HJE yang menjadi dasar acuan sebagaimana tersebut diatas, harus dalam
kelipatan Rp. 25,00 .
HJE per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau untuk tujuan
ekspor harus ditetapkan sama dengan HJE per batang atau gram untuk setiap
jenis hasil tembakau dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama yang
ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri. Penetapan HJE atas produk hasil
tembakau yang diekspor tetap diperlukan untuk pencatatan administrasi,
meskipun untuk produk hasil tembakau yang diekspor tidak perlu dilekati dengan
pita cukai dan juga mendapat fasilitas tidak dipungut cukai .
1) Pabrik “PR GG” merupakan pabrik yang sudah lama berdiri, termasuk
Pengusaha Pabrik jenis SKM golongan I, mengajukan penetapan tarif
cukai atas merek ”C” dengan HJE diberitahukan adalah Rp 8.050 isi 12
batang. Untuk pengajuan tersebut yang bersangkutan melampirkan merek-
merek lama yang masih berlaku yang dimilikinya, sebagai berikut :
‐ Merek A, SKM, isi @ 16 batang HJE Rp. 10.650,- tarif Rp.325,-
hal | 61
‐ Merek B, SKM, isi @ 20 batang, HJE Rp. 13.375,- tarif Rp.325,-
Pertanyaannya tentu saja adalah, apakah pengajuan terhadap “merk C”
dapat diterima oleh KPPBC setempat. Untuk menentukan hal ini, kita harus
meneliti terlebih dahulu HJE yang diajukan.
‐ HJE sebesar Rp. 8.050,- bila dibagi 12 batang hasilnya adalah Rp.
670,83
‐ Untuk HJE atas merek “A” : Rp.10.650,- dibagi 16 hasilnya adalah Rp.
665,63
‐ Untuk HJE atas merek “B” : Rp. 13.375,- dibagi 20 hasilnya adalah
Rp. 668,75
Oleh karena HJE atas merek C telah melebihi batas minimal HJE terendah
yang dimilikinya (merek A), maka pengajuan HJE atas merek C dapat
disetujui oleh KPPBC setempat. Selanjutnya perhitungan penetapan tarif
cukai atas merek C dapat merujuk pada ketentuan Lampiran I PMK nomor
190/PMK.011/2010, yaitu berada dalam batasan HJE per batang atau gram
golongan I layer 1 dengan rentang HJE lebih dari Rp 660 per batang, maka
penetapan tarif cukainya adalah Rp 325 per batang.
Untuk menentukan hal ini, kita harus meneliti terlebih dahulu HJE yang
diajukan.
‐ HJE Merek C sebesar Rp. 6.000,- bila dibagi dengan isi 20 batang
hasilnya adalah Rp. 300,00
‐ Untuk HJE atas merek “A” : Rp.6.025,- dibagi 20 hasilnya adalah Rp.
301,25
hal | 62
‐ Untuk HJE atas merek “B” : Rp. 6.200,- dibagi 20 hasilnya adalah Rp.
310,00
Oleh karena HJE atas merek C masih dibawah batas minimal HJE terendah
yang dimilikinya (merek A), maka pengajuan HJE atas merek C harus
ditolak oleh KPPBC setempat. HJE minimal yang boleh diajukan atas merek
C adalah Rp. 6.025,- dengan penetapan tarif cukai Rp. 215 per batang.
Struktur tarif cukai hasil tembakau hasil produksi dalam negeri dapat anda
lihat pada tabel 2.2. Struktur tarif cukai tersebut dikutip dari PMK nomor
179/PMK.011/2012. Adapun penetapan tarif cukai hasil tembakau oleh
pengusaha, harus memperhatikan komponen sebagai berikut :
1) Jenis hasil tembakau;
2) Golongan pengusaha Pabrik;
3) Batasan HJE per batang atau gram.
Tarif cukai hasil tembakau untuk masing-masing Pengusaha Pabrik atau
Importir ditetapkan oleh kepala Kantor dengan menerbitkan keputusan mengenai
tarif cukai hasil tembakau. Tarif cukai hasil tembakau ditetapkan dengan
menggunakan jumlah dalam rupiah untuk setiap satuan batang atau gram hasil
tembakau. Mekanisme pengajuan penetapan tarif cukai dapat kami jelaskan
dalam gambar 2.2 berikut.
Gambar 2.2
hal | 63
Alur Proses Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau
atas Merek-Merek Baru
Penjelasan :
1) Pengusaha BKC sebelum memasarkan hasil produksinya ke pasar, baik
pasar dalam negeri maupun pasar internasional (ekspor), wajib terlebih
dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala KPPBC setempat untuk
penetapan HJE dan tarif cukai atas produk hasil tembakau tersebut;
2) Disamping surat permohonan maka lampiran yang harus diikutsertakan
dalam proses pengajuan penetapan tarif cukai hasil tembakau tersebut
antara lain adalah: contoh etiket atau kemasan, daftar merek-merek hasil
tembakau yang dimiliki dan masih berlaku (jika ada), dan surat pernyataan
diatas materei bahwa merek atau desain kemasan yang dimohonkan tidak
memiliki kesamaan pada pokoknya atau pada keseluruhannya dengan
merek atau desain yang telah dimiliki atau dipergunakan oleh pabrik atau
importir lainnya.
hal | 64
3) KPPBC akan melakukan penelitian terhadap permohonan yang diajukan
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh ) hari sejak tanggal
permohonan diterima secara lengkap. Fokus penelitian yang dilakukan
pihak KPPBC antara lain adalah: persyaratan administrasi, Batasan minimal
HJE yang boleh diajukan, dan penetapan tarif sesuai struktur tarif dalam
PMK nomor 179/PMK.011/2012
4) Dalam hal berdasarkan penelitian oleh Kepala Kantor
a) permohonan disetujui atau dikabulkan, kepala Kantor menerbitkan
keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau;
b) permohonan ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan dengan
disertai alasan penolakan.
Dalam hal batas waktu maksimal telah dilewati, namun keputusan belum
juga dikeluarkan oleh KPPBC, maka pengajuan penetapan tarif cukai hasil
tembakau tersebut dianggap disetujui
5) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal
penetapan, Kepala Kantor wajib mengirimkan lembar tembusan keputusan
penetapan hasil tembakau disertai berkas lampiran kepada Kepala Kantor
Wilayah dan Direktur Cukai.
Keputusan tentang Penetapan HJE yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor
Bea dan Cukai dinyatakan tidak berlaku, apabila selama lebih dari enam bulan
berturut-turut Pengusaha Pabrik atau Importir yang bersangkutan :
1) tidak pernah merealisasikan pemesanan pita cukainya dengan
menggunakan dokumen pemesanan pita cukai; atau
2) tidak pernah merealisasikan ekspor hasil tembakaunya dengan
menggunakan Dokumen pemberitahuan pengeluaran BKC yang belum
dilunasinya dari pabrik hasil tembakau untuk tujuan ekspor
Untuk dapat menggunakan kembali HJE atas merek hasil tembakau yang
dinyatakan tidak berlaku, Pengusaha Pabrik atau Importir harus mengajukan
kembali Permohonan Penetapan HJE sesuai dengan ketentuan dan prosedur
yang berlaku. Dalam hal penetapan kembali, maka tarif cukai atas merek
tersebut tidak boleh lebih rendah dari yang pernah berlaku dan HJE-nya minimal
sama dengan HJE yang pernah berlaku.
hal | 65
Dalam rangka kegiatan pengawasan terhadap peredaran BKC hasil
tembakau si pasaran, maka unit-unit Pengawasan yang ada di Kantor-kantor Bea
dan Cukai wajib melakukan kegiatan pemantauan terutama terhadap harga
transaksi pasar. Apabila dalam kegiatan pemantauan ditemukan disparitas harga
yang sudah cukup besar antara HJE penetapan pemerintah dengan harga
transaksi pasar, maka harus diambil tindakan-tindakan sebagai berikut :
1) Dalam hal harga transaksi pasar atas suatu merek hasil tembakau telah
melampaui batasan HJE per batang atau gram diatasnya, maka pengusaha
pabrik atau importir wajib mengajukan penyesuaian tarif cukai. Contoh :
▪ Merek A, SKM, Gol.I, isi @ 16 batang, HJE penetapan adalah Rp.
10.650,- dengan tarif cukai Rp. 355 per batang. Pemantauan HJE oleh
pejabat bea dan cukai dalam suatu wilayah dan dalam periode
pemantauan tertentu menunjukkan bahwa harga transaksi pasar untuk
merek A tersebut sudah mencapai Rp. 10.750,-.
▪ Dalam kondisi perbedaan harga ini Direktur Cukai atas nama Direktur
Jenderal akan segera memberitahukan kepada Pengusaha yang
bersangkutan untuk segera mengajukan penyesuaian tarif cukai. Hal ini
dikarenakan HJE merek A sebesar Rp. 10.650,- per kemasan atau Rp.
665,63 per batang telah melampaui batasan layer ke-2 Golongan I untuk
produk SKM. Atas merek A tersebut wajib disesuaikan tarif cukai dan HJE
nya menjadi Rp. 10.750, - (layer 1) dengan tarif cukai spesifik sebesar Rp.
375,- per batang.
2) Dalam hal harga transaksi pasar atas suatu merek yang penetapan tarif
cukainya berada pada posisi batasan HJE per batang atau gram tertinggi
(layer 1) untuk masing-masing golongan pengusaha pabrik hasil tembakau,
dan telah melampaui 5% (lima persen) dari HJE yang berlaku atas harga
yang tercantum dalam pita cukai maka pengusaha pabrik atau importir hasil
tembakau wajib mengajukan permohonan penyesuaian kenaikan HJE
sebagai dasar perhitungan PPN Hasil Tembakau. Dalam hal ini tarif cukai
untuk merek hasil tembakau tersebut tidak akan mengalami kenaikan karena
sudah pada level tertinggi di golongannya masing-masing. Contoh :
hal | 66
▪ Merek B, SKM, Gol.I, isi @ 16 batang, HJE penetapan adalah Rp.
10.750,- dengan tarif cukai Rp. 375 per batang. Pemantauan HJE oleh
pejabat bea dan cukai dalam periode pemantauan tertentu menunjukkan
bahwa harga transaksi pasar untuk merek A tersebut sudah mencapai
Rp. 11.400,-. (sudah melebihi 5%) .
▪ Untuk kasus yang seperti ini, maka Direktur Cukai atas nama Direktur
Jenderal akan segera memberitahukan kepada Pengusaha yang
bersangkutan untuk segera mengajukan penyesuaian HJE saja. Hal ini
dikarenakan HJE merek B sebesar Rp. 11.400,- per kemasan atau Rp.
712,5 per batang telah melampaui 5% dari HJE penetapannya .
hal | 67
Tabel 2.2
Tarif Cukai dan Batasan Minimal HJE HT Dalam Negeri
hal | 68
Tabel 2.3
Tarif Cukai dan Batasan Minimal HJE HT yang Diimpor
hal | 69
C. Tatacara Penetapan Tarif Cukai MMEA dan Etil Alkohol
3
hal | 70
bersifat tetap selama kurun waktu yang cukup lama. Berdasarkan catatan kami,
dapat disebutkan bahwa sejak pemberlakuan Undang-undang Nomor 11 tahun
1995 tentang Cukai, tarif cukai etil alkohol hanya dua kali saja mengalami
peninjauan.
Semula tarif cukai etil alkohol ditetapkan secara flat Rp. 2.500,- per liter
sesuai Keputusan Menteri Keuangan nomor 230/KMK.05/1996. Kemudian
dilakukan peninjauan berdasarkan PMK nomor 89/PMK.04/2006 sehingga tarif
cukai etil alkohol saat ini menjadi Rp. 10.000,- per liter dan bersifat flat. Terakhir,
tarif cukai etil alkohol mengalami penyesuaian kembali dengan pemberlakuan
PMK nomor 62/PMK.04/2010 sehingga tarif cukai etil alkhol saat ini adalah Rp.
20.000,- per liter tanpa membedakan kadar alkohol yang terkandung di dalamnya
dan juga tidak dibedakan antara etil alkohol yang dibuat di dalam negeri atau
yang berasal dari impor.
hal | 71
Dalam sistem tarif cukai spesifik atas pemungutan cukai MMEA maka
pungutan cukai ditentukan berdasarkan komponen-komponen sebagai berikut 4:
1) Golongan MMEA, yang dibedakan berdasarkan kadar alkohol masing-
masing MMEA
2) Jumlah dalam satuan liter
3) Tarif cukai spesifik dalam satuan rupiah
Struktur tarif cukai MMEA dan Konsentrat yang mengandung etil alkohol
yang berlaku saat ini adalah sesuai yang ditetapkan dalam PMK nomor
62/PMK.011/2010 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2010, sebagaimana
terlihat pada Tabel dibawah ini. Istilah konsentrat dalam Peraturan Menteri
Keuangan tersebut mengacu pada pengertian pekatan dalam konsentrasi yang
tinggi (istilah awamnya adalah “biang”) yang mengandung etil alkohol dengan
konsentrasi kadar etil alkohol yang sangat tinggi.
Tabel 2.4
Tarif Cukai MMEA dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol
4
hal | 72
hal | 73
sederhana mekanisme penetapan tarif cukai MMEA dapat anda lihat pada
flowchart pada gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3
Mekanisme Penetapan Tarif Cukai MMEA
Penjelasan :
hal | 74
Persyaratan administrasi yang harus dilengkapi oleh Importir yang
mengajukan permohonan penetapan tarif cukai terhadap MMEA eks impor,
adalah sebagai berikut :
a) daftar rincian yang memuat jenis dan negara asal MMEA yang akan
diimpor;
b) label/etiket/brosur yang memberikan informasi tentang bentuk
kemasan penjualan eceran dan kadar etil alkohol;
c) fotokopi sertifikat telah terdaftar sebagai produk yang layak dikonsumsi
dari instansi/lembaga yang mengawasi peredaran makanan/minuman;
d) Perhitungan HJE.
2) Atas permohonan tersebut, Kepala Kantor harus membuat keputusan
untuk menolak dengan menyebutkan alasan penolakan atau menerbitkan
keputusan penetapan tarif cukai MMEA, dalam jangka waktu 5 (lima) hari
kerja. Dalam hal jangka waktu 5 (hari) belum juga mendapatkan keputusan
maka permohonan dianggap disetujui.
3) Dalam hal terdapat keragu-raguan atas kadar etil alkohol yang terkandung
dalam MMEA yang diajukan penetapan tarif cukainya, Kepala Kantor dapat
melakukan pengujian ulang ke laboratorium atas biaya Pengusaha Pabrik
atau Importir yang bersangkutan. Jangka waktu pengujian ulang kadar etil
alkohol tersebut tidak dihitung sebagai bagian jangka waktu penerbitan
selama 5 (hari).
4) Bentuk persetujuan dan penetapan tarif cukai atas MMEA dituangkan
dalam surat keputusan penetapan tarif cukai MMEA.
5) Keputusan penetapan tarif cukai MMEA diserahkan kepada yang
bersangkutan dan salinan keputusan wajib disampaikan kepada Direktur
Cukai serta Kepala Kantor Wilayah setempat.
6) Dalam hal terdapat perubahan jenis, merek, jenis kemasan, isi kemasan,
kadar, dan desain label/etiket yang telah ditetapkan sebelumnya, terhadap
MMEA produksi dalam negeri, Pengusaha Pabrik mengajukan permohonan
penetapan tarif cukai yang baru kepada Kepala Kantor.
7) Dalam hal terdapat perubahan perhitungan HJE yang telah ditetapkan
sebelumnya, terhadap MMEA produksi dalam negeri, Pengusaha Pabrik
hal | 75
cukup menyampaikan perhitungan HJE yang sudah disesuaikan kepada
Kepala Kantor.
Gambar 2.4
Contoh Permohonan Penetapan Tarif Cukai MMEA
hal | 76
D. Tatacara Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau
hal | 77
Gambar 2.5
Alur Proses Pemungutan Cukai Hasil Tembakau
Penjelasan :
1) Pengusaha yang akan memproduksi atau menjual hasil tembakau untuk
penjualan eceran, wajib mengajukan produk hasil tembakau yang akan
diproduksi kepada KPPBC setempat untuk mendapatkan penetapan tarif
cukai hasil tembakau;
2) Apabila permohonan telah memenuhi kelayakan, Kepala KPPBC akan
menerbitkan keputusan penetapan tarif cukai atas merek-merek hasil
tembakau;
3) Sebelum memproduksi merek hasil tembakau yang telah ditetapkan tarif
cukainya, pengusaha wajib mengajukan permohonan penyediaan pita
cukai melalui KPPBC setempat. Proses ini diperlukan, oleh karena pita
cukai untuk masing-masing pengusaha akan berbeda-beda tergantung
penetapan tarif dan HJE-nya. Bahkan untuk pengusaha golongan II jenis
produk SKM, SPM dan SKTF serta pengusaha golongan III jenis produk
hal | 78
SKT pita cukai dicetak dengan kode personalisasi untuk masing-masing
pabrik.
4) Atas permohonan penyediaan pita cukai (P3C) akan dilakukan penelitian
sesuai mekanisme yang berlaku, dan akan diteruskan kepada Direktorat
Cukai KPDJBC baik menggunakan Sistem Aplikasi Cukai maupun secara
manual menggunakan saluran komunikasi yang tersedia.
5) Data pemesanan pita cukai oleh masing-masing pengusaha akan dicatat
dan akan dibuatkan Order Bea dan Cukai (OBC) kepada perusahaan
percetakan yang ditunjuk (PERURI).
6) Pita cukai yang selesai dicetak akan didistribusikan melalui gudang pita
cukai KPDJBC. Dalam hal ini persediaan pita cukai dapat disimpan di
Gudang Pita Cukai KPDJBC atau di masing-masing KPPBC, hal ini diatur
dalam mekanisme standar.
7) Apabila pita cukai untuk seorang pengusaha pabrik disediakan di KPPBC,
maka persediaan pita cukai akan dikirim kepada Bendaharawan KPPBC.
8) Pengusaha yang pita cukainya telah tersedia baik di KPPBC atau di Kantor
Pusat wajib mengajukan pemesanan pita cukai dengan menggunakan
dokumen pemesanan CK-1.
9) Apabila proses administrasi CK-1 telah diselesaikan, pita cukai diserahkan
kepada pengusaha untuk dilekatkan pada BKC yang akan diproduksi untuk
penjualan eceran.
hal | 79
2) Seri II berjumlah 56 keping per lembar, ukuran 1,3 cm x 17,5 cm;
3) Seri III berjumlah 150 keping per lembar, ukuran 1,9 cm x 4,5 cm .
Adanya perbedaan ukuran ini dimaksudkan agar pita cukai yang digunakan
dapat sesuai atau seimbang dengan ukuran kemasan hasil tembakau yang
digunakan oleh setiap produk hasil tembakau. Sebagai contoh, untuk kemasan
SPM isi @ 20 batang (ukuran standar), maka produsen lebih cocok
menggunakan pita cukai seri I atau seri III. Pilihan terhadap seri pita cukai mana
yang akan digunakan oleh Pengusaha diserahkan sepenuhnya kepada
pengusaha yang bersangkutan.
Pita cukai yang diperuntukan sebagai tanda pelunasan cukai MMEA baik
yang diperuntukkan bagi MMEA impor maupun MMEA dalam negeri berbentuk
lembaran dalam satu seri. Setiap lembar pita cukai masing-masing terdiri dari 60
keping pita cukai dengan ukuran per kepingnya adalah : 1,5 cm x 7 cm. Setiap
keping pita cukai MMEA terdapat foil hologram berukuran 0,6 cm X 1,9 cm yang
sekurang-kurangnya memuat teks BC dan teks RI.
Secara umum desain pita cukai baik untuk pita cukai hasil tembakau dan
MMEA antara lain adalah sebagai berikut:
1) Pada setiap keping pita cukai terdapat foil hologram dengan ukuran tertentu;
2) Desain pita cukai memuat lambang negara Republik Indonesia;
3) Memuat lambang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
4) Memuat tarif cukai
5) Memuat angka tahun anggaran;
6) Memuat HJE;
7) Adanya teks “REPUBLIK” atau “INDONESIA”
8) Jumlah isi kemasan;
9) Jenis Hasil tembakau;
10) Kode personalisasi, khusus pita cukai yang diperuntukan bagi pabrik hasil
tembakau tertentu (Golongan II : jenis produk SKM, SPM, SFTF dan SPTF,
Golongan II dan III : jenis produk SKT dan SPT)
hal | 80
Setiap tahunnya desain dan warna pita cukai selalu dilakukan peninjauan
dan pergantian, terutama terhadap warna dasar pita cukai. Tujuannya adalah
untuk menjaga agar pita cukai tidak dipalsukan. Untuk pita cukai hasil tembakau
tahun edar 2013 telah ditetapkan cetakan dasar masing-masing warna sebagai
berikut :
1) Warna ungu dominan dikombinasi warna merah, digunakan untuk hasil
tembakau dari jenis SKM, SPM, SKT, SKTF, SPT, dan SPTF yang
diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan I;
2) Warna coklat dominan dikombinasi warna hijau, digunakan untuk hasil
tembakau dari jenis SKM, SPM, SKT, SKTF, SPT, dan SPTF yang
diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II;
3) Warna hijau dominan dikombinasi warna jingga, digunakan untuk hasil
tembakau dari jenis SKT dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik
Golongan III;
4) Warna biru dominan dikombinasi warna jingga digunakan untuk hasil
tembakau dari jenis Tembakau Iris (TIS), Rokok Daun atau Klobot (KLB),
Sigaret Kelembak Menyan (KLM), Cerutu (CRT), dan Hasil Pengolahan
Tembakau Lainnya (HPTL); dan
5) Warna merah dominan dikombinasi warna ungu, digunakan untuk hasil
tembakau yang diimpor untuk dipakai di dalam daerah pabean.
Untuk desain dan warna pita cukai MMEA edisi tahun 2013 juga
mengalami perubahan. Komposisi warna pita cukai MMEA edisi tahun 2013
menjadi sebagai berikut:
1) Warna merah dominan dikombinasi warna ungu, digunakan untuk MMEA
Golongan B dengan kadar etil alkohol di atas 5% sampai dengan 20%
2) Warna biru dominan dikombinasi warna jingga, digunakan untuk MMEA
Golongan C dengan kadar etil alkohol di atas 20%
3) Warna coklat dominan dikombinasi warna hijau, digunakan untuk MMEA
Golongan A (kadar etil alkohol maksimal 5%) yang diimpor untuk dipakai di
dalam daerah pabean
4) Warna ungu dominan dikombinasi warna merah, digunakan untuk MMEA
hal | 81
Golongan B (kadar etil alkohol lebih dari 5% sampai 20%) yang diimpor
untuk dipakai di dalam daerah pabean
5) Warna hijau dominan dikombinasi warna jingga, digunakan untuk MMEA
Golongan C (kadar etil alkohol di atas 20%) yang diimpor untuk dipakai di
dalam daerah pabean
Lokasi penyediaan pita cukai hasil tembakau untuk pengusaha pabrik hasil
tembakau ditentukan di dua tempat, yaitu :
a) Pabrik dengan total produksi semua jenis hasil tembakau dalam 1 tahun
takwim sebelumnya sampai dengan 100.000.000 (seratus juta) batang
dan/atau gram, pita cukainya disediakan di Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai.
b) Pabrik dengan total produksi semua jenis hasil tembakau dalam 1 tahun
takwim sebelumnya lebih dari 100.000.000 ( seratus juta ) batang dan/atau
gram, pita cukainya disediakan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.
c) Khusus pita cukai hasil tembakau untuk Importir disediakan di Kantor Pusat
DJBC.
Dalam hal-hal tertentu pita cukai hasil tembakau pada butir a diatas, atas
permohonan pengusaha yang bersangkutan dapat disediakan di Kantor Pusat
DJBC.
hal | 82
16/BC/2008 jo. P-29/BC/2009 yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan
Menteri Keuangan nomor 108/PMK.04/2008 jo. PMK nomor 09/PMK.04/2009
tentang Pelunasan Cukai. Beberapa poin penting dalam Juklak penyediaan dan
pemesanan pita cukai (P3C) tersebut akan kami ringkaskan dalam penjabaran
pada sub pokok bahasan ini.
Jumlah pita cukai yang dapat diajukan oleh pengusaha pada P3C
pengajuan awal untuk setiap jenis pita cukai :
a) Paling banyak 100 % dari rata-rata perbulan jumlah pita cukai yang dipesan
dengan CK-1 dalam kurun waktu tiga bulan terakhir sebelum P3C pengajuan
awal, dengan memperhatikan batasan produksi golongan pengusaha pabrik.
Contoh : Data CK-1 atas PT XX pada bulan Maret = 500 lbr, April = 1.000
lbr, dan Mei=600 lbr, Juli = belum ada (bulan Juli baru sampai tanggal 10).
Maka pengajuan P3C PT XX untuk kebutuhan bulan Agustus 2009 adalah :
P3C = 100% X 1/3 (Realisasi CK-1 Maret+April+Mei)
hal | 83
= 100% X 1/3 (500+1000+600) = 700 lembar
b) Dalam hal data rata-rata perbulan jumlah yang dipesan dengan CK-1 dalam
kurun waktu tiga bulan terakhir sebelum P3C pengajuan awal untuk jenis pita
cukai yang diajukan tidak tersedia, jumlah pita cukai yang dapat diajukan
sesuai kebutuhan perbulan dengan memperhatikan batasan produksi
golongan pengusaha pabrik.
Contoh . PT. “AA” adalah Produsen SPM Golongan II, belum pernah
mengajukan CK-1 atas merek yang telah mendapat penetapan tarif
cukainya. Maka untuk pengajuan awal yang bersangkutan dapat
mengajukan P3C sesuai kebutuhan awalnya dan tidak boleh melewati
batasan maksimal di Golongan II, yaitu untuk kebutuhan 2 milyar batang
dibagi 12 bulan atau sekitar 166,67 juta batang.
Gambar 2.6
Contoh P3C Pengajuan Awal
hal | 84
b. P3C Pengajuan Tambahan
Dalam hal pita cukai yang disediakan berdasarkan P3C pengajuan awal
tidak mencukupi, maka pengusaha dapat mengajukan P3C pengajuan
tambahan. Pengajuan P3C tambahan dilakukan paling lambat pada tanggal 20
pada bulan pengajuan CK-1. Jenis pita cukai yang diajukan pada P3C tambahan
harus sama dengan jenis pita cukai yang sudah diajukan pada P3C pengajuan
awal untuk periode yang sama. P3C pengajuan tambahan hanya dapat dilakukan
1 kali dalam periode persediaan untuk setiap jenis pita cukai.
Jumlah pita cukai yang diajukan oleh pengusaha dalam P3C pengajuan
tambahan paling banyak 50 % untuk setiap jenis pita cukai dari P3C pengajuan
awal yang telah diajukan. Periode pengajuannya juga harus dalam periode yang
sama dengan periode P3C pengajuan awal dan harus memperhatikan batasan
produksi golongan pengusaha pabrik.
Contoh : Pengajuan P3C untuk kebutuhan bulan Juli 2013
P3C = 50 % X 1/3 (Realisasi CK-1 Maret+April+Mei)
= 50 % X 1/3 (110+200+260)
= 50 % X 190 = 95 lembar, dibulatkan menjadi 90 lembar
Pembulatan jumlah pita cukai yang diajukan dengan P3C dilakukan dengan cara
membulatkan jumlah ke bawah dan harus dalam kelipatan 10 (sepuluh) lembar.
Dalam hal jumlah pita cukai yang dapat diajukan dengan P3C kurang dari 10
lembar, maka jumlah pengajuan pita cukai dalam P3C adalah 10 lembar.
Apabila kebutuhan pita cukai berdasarkan batas pengajuan P3C awal dan
tambahan ternyata dirasakan masih kurang maka Pengusaha dapat mengajukan
P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal. Pengertiannya bahwa P3C
dapat diajukan dengan jumlah yang melebihi batas ketentuan P3C awal dan
tambahan. Pengajuan ini ditujukan kepada Direktur Jenderal melalui Kantor Bea
dan Cukai setempat. Permohonan P3C izin Direktur Jenderal harus diserta
alasan yang jelas sesuai kondisi perusahaan yang sebenarnya sehingga
membutuhkan pita cukai dalam jumlah yang tidak biasanya.
hal | 85
Harus diingat bahwa P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal
hanya dapat diajukan setelah pengajuan P3C pengajuan tambahan. Jangka
waktu penyampaiannya, paling lambat sampai dengan tanggal 25 pada bulan
pengajuan CK-1. Jenis pita cukai yang diajukan pada P3C tambahan izin DJBC,
harus sama dengan jenis pita cukai yang sudah diajukan pada P3C pengajuan
awal dan P3C pengajuan tambahan untuk periode yang sama. P3C pengajuan
tambahan izin DJBC hanya dapat dilakukan 1 kali dalam periode persediaan
untuk setiap jenis pita cukai.
hal | 86
Atas P3C pengajuan tambahan izin DJBC dan Surat Rekomendasi Kepala
Kantor, Direktur Jenderal dapat mengabulkan seluruhnya atau sebagaian dan
juga dapat menolak permohonan.
Pengajuan P3C dari Kantor Bea dan Cukai kepada Kantor Pusat DJBC
bagi Kantor-Kantor yang telah menerapkan Sistem Aplikasi Cukai (SAC),
dilakukan secara elektronik melalui Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi. Untuk
Kantor yang tidak menerapkan Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi, Kepala Kantor
menyampaikan P3C pengajuan dan P3C pengajuan tambahan ke Kantor Pusat
DJBC paling lambat pada hari kerja berikutnya dengan cara dikirim melalui
faksimili atau media komunikasi lainnya.
hal | 87
Jenderal nomor P-29/BC/2009. Khusus Kantor-kantor pelayanan yang belum
menggunakan SAC, maka apabila pita cukai penyediaannya di Kantor Pusat
DJBC, setelah proses administrasi selesai di KPPBC, lembar ketiga CK-1
diserahkan kepada pengusaha untuk mengurus pengambilan pita cukainya di
Kantor Pusat DJBC.
Gambar 2.7
Alur Proses Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau
hal | 88
Gambar 2.8
Contoh Pengajuan CK-1
hal | 89
hal | 90
RANGKUMAN :
1) Dalam sistem tarif cukai hasil tembakau setidaknya ada empat besaran
pokok yang mempengaruhi nilai cukai hasil tembakau, yaitu :
a) jenis hasil tembakau
b) Golongan Produsen yang ditentukan berdasarkan jumlah produksi hasil
tembakau selama satu tahun takwim;
c) Batasan HJE, artinya adalah batas HJE minimum yang boleh diajukan
Pengusaha dalam rangka penetapan Tarif cukai; dan
d) Tarif cukai spesifik dalam nilai satuan Rupiah
4) Pita cukai yang diperuntukan sebagai tanda pelunasan cukai hasil tembakau
berbentuk lembaran dalam tiga seri, yaitu seri I, seri II dan seri III. Ukuran
masing-masing pita cukai, yaitu :
a) Seri I berjumlah 120 keping per lembar dengan ukuran 0,8 x 11,4 cm;
b) Seri II berjumlah 56 keping per lembar dengan ukuran 1,3 cm x 17,5 cm;
c) Seri III berjumlah 150 keping per lembar dengan ukuran 1,9 cm x 4,5 cm .
LATIHAN :
hal | 91
1) Jelaskan bagaimana implementasi sistem tarif cukai sebagaimana diatur
dalam pasal 5 ayat (3) Undang-undang Cukai terhadap ketiga BKC yang
menjadi obyek pungutan cukai !
2) Jelaskan instrumen apa saja yang berpengaruh terhadap pungutan cukai
hasil tembakau !
3) Jelaskan mekanisme pengajuan penetapan tarif cukai hasil tembakau atas
merek-merek baru yang dimiliki pengusaha pabrik !
4) Jelaskan mekanisme penyediaan pita cukai hasil tembakau !
5) Dimana pita cukai disediakan dan bagaimana mekanisme pemesanannya !
hal | 92
3 BAB
Bila kita meninjau cukai dari sudut pandang azas perpajakan, pada
dasarnya cukai adalah pajak atas barang (pajak obyektif) yang pelaksanaannya
berlaku azas domisili. Sumitro (1977) menjelaskan pengertian azas domisili
sebagai suatu azas pemungutan pajak yang digantungkan atas domisili (tempat
kediaman) wajib pajak di suatu negara. Pemberlakuan pungutan Cukai sesuai
yang diamanahkan dalam Undang-undang Cukai hanya berlaku di wilayah
hukum Indonesia. Orang yang berkedudukan sebagai wajib cukai atas suatu
hal | 93
pungutan cukai adalah orang yang berdomisili di Indonesia. Hal ini diikuti dengan
kewajiban untuk memiliki izin NPPBKC.
Dengan demikian, ketika suatu produk BKC yang berasal dari luar negeri
kemudian diangkut terus ke luar negeri atau produk BKC dalam negeri yang
diekspor, maka sudah selayaknya mendapatkan pengecualian dari pemungutan
cukai. Hal ini dengan mempertimbangkan bahwa obyek dan subyek cukai
tersebut tidak memenuhi azas domisili.
hal | 94
b) Pembuatannya dilakukan secara secara sederhana, dengan menggunakan
peralatan sederhana yang lazim digunakan oleh rakyat Indonesia dan
produksinya tidak melebihi 25 (dua puluh lima ) liter per hari;
c) semata-mata untuk mata pencaharian;
d) tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Pada dasarnya pengecualian pungutan cukai terhadap tembakau iris tradisional
maupun MMEA tradisional adalah untuk memberikan keringanan kepada
masyarakat di beberapa daerah yang secara historis telah memanfaatkan kedua
produk tersebut sebagai sumber mata pencahariannya. Contoh:
‐ Di beberapa daerah di Jawa sudah menjadi kelaziman bagi masyarakat
pribumi untuk menjual tembakau iris secara sederhana dan dalam jumlah
yang terbatas dalam suatu kemasan tradisionil semacam: besek dari kulit
bambu, daun jati, dan sebagainya.
‐ Masyarakat Bali telah mengenal arak sebagai minuman tradisional yang
biasa dikonsumsi dalam upacara-upacara adat.
‐ Masyarakat di beberapa daerah di Jawa Timur atau di daerah Sumatera
utara biasa mengkonsumsi minuman tuak yang beralkohol cukup tinggi yang
diproduksi secara sederhana.
c. BKC yang diangkut terus dan diangkut lanjut
Cukai tidak dipungut atas BKC yang berasal dari luar negeri apabila
diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean. Konsep
barang yang diangkut terus dalam pengertian ini sama halnya dengan konsep
diangkut terus dalam pengertian Undang-undang kepabeanan. Konsep
pengenaan cukai dan bea masuk pada dasarnya menerapkan azas domisili,
sehingga hal ini mengandung konsekuensi bahwa terhadap subyek pajak atas
barang yang diangkut terus adalah bukan subyek pajak dalam negeri dan tidak
dapat dikenakan pungutan bea masuk atau cukai. Akan tetapi, Selama obyek
cukai berada di wilayah Indonesia, kewajiban membayar cukai masih melekat
sampai dapat dibuktikan bahwa BKC tersebut benar-benar telah diangkut terus
dengan menggunakan dokumen kepabeanan (BC1.2).
hal | 95
Cukai tidak dipungut atas ekspor BKC yang belum dilunasi cukainya yang
berasal dari pabrik atau tempat penyimpanan. Sebelum pelaksanaan ekspor
BKC tersebut, atas pengeluaran BKC dari pabrik/tempat penyimpanan wajib
dilindungi dokumen PMBKC (CK-5). Selanjutnya untuk mengekspor barang yang
bersangkutan, pengusaha tetap mengajukan dokumen Pemberitahuan Ekspor
Barang sesuai mekanisme aturan kepabeanan. Dalam hal ekspor BKC
merupakan barang yang telah dilunasi cukainya yang berasal dari peredaran
bebas, maka fasilitas tidak dipungut cukai tetap diperlakukan (dilakukan
pengembalian cukai) sepanjang eksportir adalah pengusaha pabrik yang memiliki
NPPBKC.
Cukai tidak dipungut atas BKC yang berasal dari Pabrik atau yang berasal
dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Pabrik/tempat penyimpanan lainnya.
Sebelum pemasukan BKC ke dalam Pabrik/Tempat penyimpanan lainnya,
Pengusaha Pabrik, Importir BKC, atau Pengusaha Tempat Penyimpanan harus
memberitahukan kepada kepala Kantor yang mengawasi dengan menggunakan
formulir PMBKC. Umumnya kegiatan pemindahan BKC antar pabrik dan/atau
tempat penyimpanan adalah untuk penambahan persedian yang ada, namun
dalam kasus-kasus tertentu dapat saja berupa pemindahan BKC sebagai akibat
pencabutan izin NPPBKC terhadap suatu pabrik atau tempat penyimpanan.
f. BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang yang hasil akhirnya merupakan BKC
Cukai tidak dipungut atas BKC yang berasal dari Pabrik atau yang
berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya untuk digunakan
sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir
yang merupakan BKC. Konsep pengecualian cukai dalam kondisi ini lebih
dititikberatkan kepada kebijakan pemerintah untuk menghindari penerapan cukai
berganda.
hal | 96
Pengusaha Pabrik yang akan menghasilkan barang hasil akhir yang
merupakan BKC dengan menggunakan bahan baku atau bahan penolong, harus
menyampaikan rencana produksinya kepada DirekturJenderal melalui kepala
Kantor dan kepala Kantor Wilayah yang mengawasinya, dengan menggunakan
formulir PBCK-1. Sebelum pengeluaran BKC dari Pabrik, Tempat Penyimpanan,
atau Kawasan Pabean dengan tujuan untuk dimasukkan ke dalam Pabrik,
Pengusaha harus memberitahukan kepada kepala Kantor yang mengawasi
dengan menggunakan formulir pemberitahuan mutasi BKC.
hal | 97
Gambar 3.1
Contoh PBCK-1
hal | 98
g. BKC yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari Pabrik
atau Tempat Penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor
untuk dipakai.
Untuk BKC yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik
atau tempat penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk
dipakai, diatur sebagai berikut :
a) harus memberitahukan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang
mengawasi dengan menyebutkan sebab-sebab kemusnahan atau
kerusakan barang;
b) dilakukan pemeriksaan fisik atas BKC tersebut yang hasilnya dituangkan
dalam Berita Acara Pemeriksaan (BACK-1) ;
c) BACK-1 digunakan sebagai dasar pencatatan dalam Buku Rekening BKC
dan Buku Persediaan BKC ;
d) BKC yang rusak dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea Cukai.
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Importir atau setiap
orang yang melanggar ketentuan tentang tidak dipungutnya cukai dikenai sanksi
administrasi berupa denda paling banyak Sepuluh kali Nilai Cukai dan paling
sedikit Dua kali Nilai Cukai yang seharusnya dibayar. Yang dimaksud dengan
pelanggaran disini adalah bila BKC didapati menyimpang dari tujuan pemberian
fasilitas. Contoh: misalnya BKC yang diekspor tidak dapat dibuktikan bahwa
BKC yang bersangkutan telah benar-benar diekspor.
hal | 99
BIODATA PENULIS
Nama : Surono
Alamat korespondensi : Jl. Kampung Pluis No.52, RT.04/05, Grogol Utara,
Kebayoran lama, Jakarta Selatan
Unit Instansi : Pusdiklat Bea dan Cukai
Telp./Faks : 021-47862387
HP : 081212173686
E-mail : mr.surono@gmail.com
Riwayat Pendidikan
Tahun Lulus
Perguruan Tinggi
Bidang Spesialisasi
1994
2000
STIA - LAN
2007
Ilmu Manajemen
No
Nama Mata Kuliah
hal | 100
1.
Pengantar Cukai
2.
Teknis Cukai
3.
Teknis Perbendaharaan Penerimaan
4.
Teknis Perdagangan Internasional
Nama
Tahun terbit
Judul artikel
Nama berkala
Volume dan halaman
Status akreditasi
Majalah
2011
Potensi Kerjasama Diklat BPPK : Mewujudkan Mimpi Menjadi Center of Excellence
Edukasi Keuangan
Edisi 6/2011
‐
Majalah
2011
Kementerian Keuangan: 65 tahun Menapak Sejarah Keuangan Bangsa", pada Majalah Edukasi
Keuangan
Edukasi Keuangan
Edisi 8/2011
‐
Majalah
2011
Sertifikasi Widyaiswara: Suatu Upaya untuk Menjamin Kualitas Penyelenggaraan Diklat
Edukasi Keuangan
Edisi 9/2011
‐
Majalah
2012
hal | 101
Memaknai Suatu Perubahan
Edukasi Keuangan
Edisi 10/2012
‐
Majalah
2012
Penerapan Free Trade Agreement :
Antara Harapan Dan Kenyataan
Edukasi Keuangan
Edisi 11/2012
‐
Website Pusdiklat BC
10 Mei 2011
Mengenal Lebih Mendalam Pungutan Cukai
Artikel Web
Edisi Mei 2011
‐
Website Pusdiklat BC
10 Mei 2011
Fasilitas Kepabeanan: Suatu Upaya Pemberian Kemudahan dan Insentif Fiskal Bagi Industri dan
Perdagangan
Artikel Web
Edisi Mei 2011
‐
Website BPPK
26 Mei 2011
Roadmap Industri Hasil Tembakau: Menyeimbangkan Fungsi Budgetair dan Regulatory
Easylib
‐
‐
Website Pusdiklat BC
05 Agustus 2011
Perbedaan Perlakuan Fasilitas Kepabeanan Antara Skema PP Nomor 8 Tahun 1957 dengan Skema
PP Nomor 19 Tahun 1955
Artikel Web
Edisi Agustus 2011
hal | 102
‐
Website Pusdiklat BC
16 Mei 2012
Mungkinkah Pengenaan Cukai Terhadap Barang Tak Berwujud dan Jasa
Artikel Web
Edisi Mei 2012
‐
Website Pusdiklat BC
16 Mei 2012
Fasilitas Fiskal atas Impor Mesin, Barang dan Bahan Dalam Rangka Penanaman Modal
Artikel Web
Edisi Mei 2012
‐
Judul Buku
Tahun
Penerbit
ISBN
Modul Sistem Pengawasan Pelaksanaan Tugas dan Evaluasi Kinerja untuk DTSS KI
2009
Pusdiklat BC
‐
Modul Pemeriksaan kepatuhan Internmal untuk DTSS KI
2009
Pusdiklat BC
‐
Modul Tatalaksana Organisasi KPU dan KPPBC Madya untuk DTSS KI
2009
Pusdiklat BC
‐
Modul Transaksi Perdagangan Internasional untuk Diklat PFPD
2009
Pusdiklat BC
‐
Modul Teknik Perdagangan Internasional untuk DTSS PCA
hal | 103
2009
Pusdiklat BC
‐
Modul Konsep Intelijen untuk DTSS Intelijen
2010
Pusdiklat BC
‐
Modul Kegiatan Intelijen untuk DTSS Intelijen
2010
Pusdiklat BC
‐
Modul Pemetaan dan pelaporan Intelijen Taktis
2010
Pusdiklat BC
‐
Model Sasaran Operasi Intelijen untuk DTSS Intelijen Taktis
2010
Pusdiklat BC
‐
Modul Tatakerja Pemeriksaan Fisik Barang Dengan Alat Pemindai dan Analisis Temuan
Pelanggaran untuk DTSS Ketrampilan Penggunaan HICO Scan
2010
Pusdiklat BC
‐
Bahan Ajar Teknis Cukai I untuk Program Diploma III
2010
STAN
‐
Modul Prinsip Dasar Cukai untuk DTSS Cukai Lanjutan
2011
Pusdiklat BC
‐
Modul Perizinan Cukai untuk DTSS Cukai Lanjutan
2011
Pusdiklat BC
‐
hal | 104
cukai maka secara prinsip konsep pembebasan cukai berbeda dengan konsep
tidak dipungut cukai. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa tidak pungut cukai
mengandung pengertian bahwa obyek cukai dikecualikan dari kategori BKC atau
subyek cukai bukan termasuk sebagai subyek yang harus menanggung beban
cukai dengan alasan penghindaran cukai berganda, azas domisili dalam
pungutan cukai dan juga akibat adanya kemusnahan atau kerusakan BKC.
hal | 105
2006 tentang Paket Kebijakan Perbaikan Iklim Investasi, serta Peningkatan
Pertumbuhan Ekonomi Nasional. Bila kita melihat karakteristik BKC khususnya
BKC berupa etil alkohol, maka penggunaan BKC tersebut tidak semata-mata
untuk memproduksi MMEA. Cukup banyak industri-industri manufacturing
seperti: farmasi, kosmetik, bahan bangunan, Bio etanol dan lain sebagainya yang
menggunakan etil alkohol sebagai bahan baku atau bahan penmolong untuk
memproduksi barang-barang non BKC.
hal | 106
Contoh :
‐ Pabrik Etil Alkohol yang juga memproduksi Produk farmasi
‐ Pabrik Etil Alkohol yang juga memproduksi produk sanitari
Proses Produksi Non Terpadu
Gambar 3.2
Skema Permohonan Pembebasan atas
Etil Alkohol untuk Pembuatan BHA
hal | 107
Penjelasan:
hal | 108
permohonan diterima secara lengkap dan benar, menetapkan keputusan
atas permohonan yang diajukan sebagaimana dimaksud diatas dan
kepada pengusaha Barang Hasil Akhir bersangkutan diberikan NPP.
Produsen yang memperoleh pembebasan cukai etil alkohol untuk
digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan Barang
Hasil Akhir sebagaimana dimaksud diatas, wajib menyampaikan laporan bulanan
kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor Pelayanan paling lama tanggal
10 pada bulan berikutnya berdasarkan catatan pembukuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf b, yang memuat :
a. jumlah etil alkohol yang memperoleh pembebasan cukai yang diterima;
b. jumlah etil alkohol yang digunakan;
c. sisa etil alkohol yang belum digunakan yang masih ada dalam perusahaan
pada akhir bulan; dan
d. jenis dan jumlah Barang Hasil Akhir yang menggunakan etil alkohol yang
diproduksi selama satu bulan, dengan menggunakan contoh format
LACK-4 .
hal | 109
hari sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar, menetapkan
keputusan atas permohonan yang diajukan, dan kepada lembaga atau badan
bersangkutan diberikan NPP.
BKC yang diberikan pembebasan cukai dapat diperoleh dari Toko Bebas
Bea atau diimpor langsung sesuai ketentuan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan kepabeanan yang berlaku. Untuk memperoleh
pembebasan cukai sebagaimana diatas, yang bersangkutan mengajukan
permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal dengan diketahui
oleh Departemen Luar Negeri.
hal | 110
bersangkutan mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur
Jenderal dengan diketahui oleh Sekretariat Negara.
Jumlah BKC yang dapat diberi pembebasan cukai kepada tenaga ahli
bangsa asing, paling tinggi :
a) Minuman yang mengandung etil alkohol: 10 (sepuluh) liter setiap orang
dewasa setiap bulan
b) Hasil tembakau berupa: sigaret maksimal 300 (tiga ratus) batang ; atau
Cerutu maksimal 100 (seratus) batang; atau Tembakau iris/hasil tembakau
lainnya: maksimal 500 (lima ratus) gram; untuk setiap orang dewasa setiap
bulan atau dalam hal lebih dari satu jenis hasil tembakau, setara dengan
perbandingan jumlah setiap jenis hasil tembakau tersebut.
BKC yang diberikan pembebasan cukai untuk keperluan keperluan
tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada badan atau organisasi
internasional di Indonesia, hanya dapat diperoleh pada Toko Bebas Bea
sesuai ketentuan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan
kepabeanan yang berlaku.
hal | 111
‐ MMEA maksimal : 350 (tiga ratus lima puluh) mililiter setiap orang
dewasa.
‐ Hasil tembakau : Sigaret: 40 (empat puluh) batang ; atau Cerutu: 10
(sepuluh) batang ; atau Tembakau iris/hasil tembakau lainnya : 40
(empat puluh) gram untuk setiap orang dewasa atau dalam hal lebih dari
satu jenis hasil tembakau, setara dengan perbandingan jumlah setiap
jenis hasil tembakau tersebut.
3) Untuk barang kiriman dari luar negeri paling tinggi :
‐ MMEA : 350 (tiga ratus lima puluh) mili liter untuk setiap alamat
penerima kiriman
‐ Hasil tembakau: sigaret maksimal 40 empat puluh) batang ; atau Cerutu:
10 (sepuluh) batang ; atau Tembakau iris/hasil tembakau lainnya : 40
(empat puluh) gram untuk setiap alamat penerima kiriman atau dalam
hal lebih dari satu jenis hasil tembakau, setara dengan perbandingan
jumlah setiap jenis hasil tembakau tersebut.
Dalam hal jumlah BKC yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut,
atau kiriman dari luar negeri melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana
diatas, atas kelebihannya wajib dimusnahkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
hal | 112
Jika permohonan diterima secara lengkap dan benar, Direktur Jenderal
Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan
dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sejak permohonan diterima secara
lengkap dan benar, menetapkan keputusan atas permohonan yang diajukan,
dan kepada rumah sakit bersangkutan diberikan NPP. Keputusan
pembebasan ataupun penolakan disampaikan kepada pemohon dan
salinannya disampaikan kepada kepala/pimpinan rumah sakit bersangkutan,
Kepala Kantor Wilayah dan Direktur Cukai.
hal | 113
kepada pembeli yang berhak sesuai ketentuan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan kepabeanan yang berlaku.
Direktur Jenderal u.b. Direktur Cukai atas nama Menteri Keuangan dalam
waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara
lengkap, harus menetapkan keputusan mengabulkan atau menolak permohonan.
Izin pembebasan cukai terhadap etil alkohol untuk didenaturasi menjadi spiritus
bakar berlaku dalam periode 12 bulan dan tidak dapat dipindahtangankan.
hal | 114
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, atau Pengusaha
Tempat Penyimpanan Khusus Pencampuran wajib menyampaikan laporan
bulanan tentang jumlah etil alkohol yang dirusak menjadi spiritus bakar dan
jumlah spiritus bakar yang dihasilkan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala
Kantor Pelayanan, paling lambat pada tanggal 10 pada bulan berikutnya dengan
menggunakan contoh format LACK-7. Dalam hal etil alkohol yang telah dirusak
menjadi spiritus bakar disuling ulang (redestilasi) atau dipisahkan bahan
perusaknya, baik seluruhnya maupun sebagian, dianggap sebagai BKC yang
wajib dilunasi cukainya.
Tata cara perusakan Etil Alkohol menjadi spiritus bakar diatur sebagai
berikut :
‐ Perusakan etil alkohol menjadi spiritus bakar (brand spiritus) dilakukan di
Pabrik Etil Alkohol
‐ Atas kegiatan perusakan Etil Alkohol menjadi spiritus bakar tersebut
dilakukan pemeriksaan dan pengawasan oleh pejabat bea dan cukai.
‐ Perusakan Etil Alkohol dilakukan dengan cara mencampur Etil Alkohol
dengan bahan perusak dengan rumus Pencampuran:
hal | 115
Contoh :
PT PS sebagai pabrik etil alkohol mengajukan permohonan PMCK-6 untuk
pembuatan brand spiritus. Jumlah etil alkohol yang diajukan pembebasan adalah
1000 liter kadar 90%. Hitung jumlah bahan pencampur, jumlah spiritus bakar
yang duhasilkan dan bahan-bahan pencampur yang dibutuhkan.
Jawab :
- Jumlah Bahan Pencampur
Jumlah Kerosin
hal | 116
Permohonan pembebasan cukai, diajukan berdasarkan pesanan
pengusaha pengangkutan atau pengusaha jasa boga (catering) yang ditunjuk
oleh pengusaha pengangkutan dengan mencantumkan rincian jumlah minuman
mengandung etil alkohol dan/atau hasil tembakau yang dimintakan pembebasan
cukai. Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud diajukan oleh Importir,
harus dicantumkan pelabuhan pemasukan minuman mengandung etil alkohol
dan/atau hasil tembakau.
hal | 117
C. Penundaan Pembayaran Cukai
1. Gambaran Umum
Istilah Penundaan yang dimaksudkan dalam konteks materi belajar ini
adalah suatu bentuk kemudahan pembayaran berupa penangguhan pembayaran
cukai selama jangka waktu tertentu (antara satu hingga tiga bulan) tanpa
dikenakan bunga yang diberikan kepada Pengusaha Pabrik atau Importir BKC.
Penundaan dapat diberikan kepada pengusaha pabrik atau importir atas
pemesanan pita cukai bagi yang melaksanakan pelunasan dengan cara
pelekatan pita cukai.
hal | 118
Ketentuan mengenai penundaan pembayaran cukai diatur dalam pasal 7A ayat
(2) Undang-undang Cukai, dan sebagai aturan pelaksanaannya telah diterbitkan
dalam suatu Peraturan menteri Keuangan .
hal | 119
dijual di dalam negeri sebelum tahun anggaran berjalan yang dihitung
berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai, dapat diberikan penundaan
dalam jangka waktu 90 (sembilan puluh) hari.
Apabila tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur, hari yang diliburkan,
atau bukan hari kerja perbankan yang mengakibatkan pembayaran tidak dapat
dilakukan, pembayaran cukai yang terutang wajib dilakukan pada hari kerja
sebelum jatuh tempo.
hal | 120
b) merupakan Pengusaha Kena Pajak;
c) tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan di bidang cukai dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir;
d) tidak mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya,
kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di
bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan;
e) tidak sedang melakukan pengangsuran pembayaran atas surat tagihan;
f) memiliki laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan
publik dengan opini wajar tanpa pengecualian selama 2 (dua) tahun terakhir;
g) memiliki kinerja keuangan yang baik.
Untuk mendapatkan penundaan dengan jaminan bank atau jaminan dari
perusahaan asuransi, pengusaha pabrik harus memenuhi persyaratan :
1) merupakan Pengusaha Kena Pajak;
2) tidak pernah melakukan pelanggaran pidana di bidang cukai dalam kurun
waktu 1 (satu) tahun terakhir;
3) tidak mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya,
kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di
bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan;
4) dalam hal pengusaha pabrik mendapatkan pemberian pengangsuran, jumlah
angsurannya sudah mencapai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih dari
total tagihan;
5) memiliki laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan
publik dengan opini wajar tanpa pengecualian selama 1 (satu) tahun terakhir;
6) memiliki kinerja keuangan yang baik.
Untuk mendapatkan penundaan dengan jaminan bank, importir harus
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1) merupakan Pengusaha Kena Pajak;
2) tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan di bidang kepabeanan dan cukai dalam kurun waktu 1 (satu)
tahun terakhir;
hal | 121
3) tidak mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya,
kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di
bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan;
4) memiliki laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan
publik dengan opini wajar tanpa pengecualian selama 2 (dua) tahun terakhir;
5) memiliki kinerja keuangan yang baik.
d. Pejabat yang Berwenang Memberikan Penundaan
Penetapan terhadap permohonan penundaan yang diajukan oleh
pengusaha pabrik atau importir dilaksanakan berdasarkan ketentuan sebagai
berikut:
1) untuk permohonan penundaan dengan nilai cukai sampai dengan Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) ditetapkan oleh Kepala Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai atas nama Menteri Keuangan.
2) untuk permohonan penundaan dengan nilai cukai sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) ditetapkan oleh Kepala Kantor
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Madya atas nama Menteri
Keuangan.
3) untuk permohonan penundaan melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan
Cukai, ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas
nama Menteri Keuangan.
4) penundaan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri
Keuangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) untuk permohonan penundaan dengan nilai cukai lebih dari Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) bagi pengusaha pabrik atau
importir yang berada pada pengawasan kantor sebagaimana dimaksud
pada poin (1).
b) untuk permohonan penundaan dengan nilai cukai lebih dari Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) bagi pengusaha pabrik atau
importir yang berada pada pengawasan kantor Bea Cukai tipe madya.
e. Pembekuan dan Pencabutan Penundaan Cukai
Kemudahan penundaan cukai yang diberikan kepada pengusaha dapat
dibekukan selama 6 (enam) bulan, dalam hal :
hal | 122
1) pelanggaran perdagangan BKC berupa pemberian hadiah uang, barang atau
yang semacam itu, baik dikemas menjadi satu maupun tidak menjadi satu
dengan BKC;
2) pengusaha pabrik atau importir diduga melakukan pelanggaran pidana di
bidang cukai;
3) pengusaha pabrik atau importir melakukan pelanggaran administrasi di
bidang cukai;
4) pengusaha pabrik atau importir tidak menyelesaikan kewajiban pembayaran
cukai sampai jatuh tempo penundaan; atau
5) hasil pemeriksaan sediaan pita cukai atau hasil audit yang dilakukan pejabat
bea dan cukai, kedapatan selisih kurang atau lebih yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan dari jumlah pita cukai yang seharusnya ada sesuai
buku atau catatan sediaan pita cukai.
6) pengusaha pabrik yang mendapatkan penundaan dengan jaminan bank atau
jaminan dari perusahaan asuransi atau importir yang mendapatkan
penundaan dengan jaminan bank, sedang melakukan pengangsuran
pembayaran atas surat tagihan kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen)
dari jumlah tagihan.
Pengusaha pabrik atau importir yang dibekukan keputusan pemberian
penundaannya, tidak dapat mengajukan permohonan penundaan baru selama
masa pembekuan. Pembekuan keputusan pemberian penundaan dilakukan oleh
kepala kantor dengan menerbitkan surat pemberitahuan disertai alasan
pembekuan.
hal | 123
5) pengusaha pabrik yang melakukan pengangsuran pembayaran cukai, telah
melakukan pengangsuran pembayaran atas surat tagihan sebesar 75%
(tujuh puluh lima persen) atau lebih dari jumlah tagihan.
Keputusan pemberian penundaan dicabut dalam hal:
1) atas permohonan pengusaha pabrik atau importir yang bersangkutan;
2) NPPBKC pengusaha pabrik atau importir yang bersangkutan dicabut;
3) persyaratan mendapatkan penundaan tidak lagi dipenuhi;
4) jangka waktu 6 (enam) bulan telah dilewati namun pengusaha pabrik atau
importir tidak menyelesaikan kewajiban di bidang cukai;
5) pengusaha pabrik atau importir belum menyelesaikan utang cukai,
kekurangan cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda sampai jatuh
tempo; dan/atau
6) pengusaha pabrik atau importir dijatuhi sanksi pidana di bidang cukai yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pengusaha pabrik atau importir yang dicabut keputusan pemberian
penundaannya, dapat mengajukan kembali permohonan penundaan setelah 6
(enam) bulan sejak tanggal pencabutan.
D. Pembayaran Berkala
1. Gambaran Umum
Pengertian pembayaran berkala adalah pemberian kemudahan
pembayaran berupa penangguhan pembayaran hutang-hutang cukai yang timbul
atas pengeluaran BKC dari pabrik, dan wajib dilunasi paling lambat pada setiap
tanggal 5 bulan berikutnya, tanpa dikenai bunga. Dalam hal jatuh tempo
pembayaran berkala jatuh pada hari libur, hari diliburkan, atau bukan hari kerja
dari Bank Persepsi, Bank Devisa Persepsi, atau Pos Persepsi, yang
mengakibatkan pembayaran tidak dapat dilakukan, maka pembayaran cukai
yang terutang wajib dilakukan pada hari kerja sebelum jatuh tempo.
hal | 124
Pembayaran secara berkala dapat diberikan kepada pengusaha pabrik yang
melaksanakan pelunasan cukainya dengan cara pembayaran, yang memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
1) tidak pernah melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-
undangan di bidang cukai dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir;
2) memiliki volume produksi BKC dalam negeri paling sedikit 10 (sepuluh) juta
liter pertahun;
3) tidak mempunyai utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya,
kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di
bidang cukai kecuali sedang diajukan keberatan;
4) dalam hal pengusaha pabrik mendapatkan pemberian pengangsuran,
jumlah angsurannya sudah mencapai 75% atau lebih dari total tagihan;
5) memenuhi kewajiban perpajakan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir
dengan baik;
6) memiliki laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan
publik dengan opini wajar tanpa pengecualian dalam kurun waktu 2 (dua)
tahun terakhir;
7) menerapkan teknologi berupa sistem komputer yang dapat memonitor
setiap saat proses produksi dan pengeluaran BKC.
hal | 125
mengajukan permohonan secara tertulis kepada kepala kantor untuk dilakukan
pemeriksaan sistem komputer sebagai salah satu syarat diberikannya
pembayaran berkala. Atas pemeriksaan tersebut, pejabat bea dan cukai
membuat Berita Acara Pemeriksaan yang berisi hasil pemeriksaan fisik dengan
menggunakan contoh format standar dengan disertai tata letak (lay out) dan
bagan alur sistem monitoring proses produksi dan pengeluaran BKC.
hal | 126
Apabila sampai dengan jatuh tempo pembayaran, pengusaha pabrik tidak
menyelesaikan kewajibannya, bank penjamin atau surety harus melakukan
pencairan jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi paling lama 30
(tiga puluh) hari sejak jatuh tempo pembayaran secara berkala. Pencairan
jaminan bank atau jaminan dari perusahaan asuransi dilakukan dengan
menggunakan Surat Pencairan Jaminan (SPJ) sesuai dengan format standar.
Bank penjamin atau surety harus mencairkan jaminan sebesar nilai cukai
yang terutang dan memberitahukan pencairan tersebut kepada kepala kantor.
Dalam hal bank penjamin atau surety tidak melakukan pencairan jaminan berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) jaminan baru yang diterbitkan oleh bank penjamin atau surety yang
bersangkutan tidak dilayani sampai dengan kewajiban pencairan jaminan
dipenuhi; dan
2) terhadap cukai yang terutang dilakukan penagihan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pembekuan dan Pencabutan
hal | 127
keputusan pemberian pembayaran secara berkala yang telah dibekukan dapat
dilakukan dengan ketentuan:
1) apabila telah melewati jangka waktu 6 (enam) bulan sejak dibekukan
sementara; atau
2) pengusaha pabrik telah melakukan pengangsuran pembayaran atas surat
tagihan sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih dari jumlah
tagihan.
Pemberlakuan kembali keputusan pemberian pembayaran secara berkala
dilakukan oleh kepala kantor dengan menerbitkan surat pemberitahuan disertai
alasan pemberlakuan kembali.
hal | 128
RANGKUMAN :
hal | 129
bangsa asing;
d) BKC sebagai barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, atau
kiriman dari luar negeri;
e) BKC yang digunakan untuk Tujuan Sosial
f) BKC yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat
g) Etil Alkohol Yang Didenaturasi Menjadi Spiritus Bakar
h) BKC yang digunakan untuk konsumsi penumpang atau awak sarana
pengangkut
5) Pembayaran berkala merupakan bentuk kemudahan pembayaran yang
diberikan kepada subyek cukai yang cara pelunasannya dengan
pembayaran. Bentuknya adalah penangguhan pembayaran tanpa dikenakan
bunga atas kewajiban pembayaran cukai, dan wajib diselesaikan paling
lambat tanggl 5 bulan berikutnya.
6) Penundaan pembayaran merupakan bentuk kemudahan pembayaran yang
diberikan kepada subyek cukai yang cara pelunasannya dengan pelekatan
pita cukai. Bentuknya adalah penangguhan pembayaran tanpa dikenakan
bunga atas kewajiban pembayaran cukai, dan wajib diselesaikan paling
lambat antara 1(satu) sampai 3(tiga) bulan
LATIHAN :
1) Apa yang dimaksud dengan Fasilitas Tidak Dipungut Cukai dan apa
persyaratan yang harus dipenuhi, jelaskan !.
2) Apa yang dimaksud dengan Fasilitas Pembebasan Cukai dan apa
persyaratan yang harus dipenuhi, jelaskan !
3) Jelaskan perbedaan antara fasilitas pembebasan dengan fasilitas tidak
dipungut cukai!
4) Jelaskan Mengapa terhadap Pabrik Hasil tembakau perlu diberikan
kemudahan pembayaran berupa penundaan cukai !
5) Terhadap BKC yang dibawa Penumpang, dalam jumlah tertentu diberikan
pembebasan cukai. Jelaskan apa yang harus dilakukan petugas Bea dan
Cukai, ketika penumpang membawa BKC dalam jumlah yang lebih dan yang
bersangkutan siap membayar pungutan pajak berapapun mahalnya !
hal | 130
BAB
4
TATA CARA PELUNASAN DAN PENAGIHAN
CUKAI
hal | 131
a) BKC yang dibuat di Indonesia terutang cukai pada saat selesai dibuat
menjadi BKC ;
b) BKC yang berasal dari impor terutang cukai pada saat pemasukannya ke
dalam Daerah Pebean Indonesia.
Pengertian yang dapat kita pahami untuk point (1) dari bunyi pasal tersebut
adalah konsep waktu mengenai saat timbulnya hutang cukai atas BKC yang
dibuat di Indonesia. Untuk BKC yang dibuat di Indonesia, terutang cukai pada
saat selesai dibuat. Istilah “selesai dibuat”dalam penjelasan pasal ditafsirkan
sebagai “saat proses pembuatan BKC itu selesai dengan tujuan untuk dipakai”.
a) Pengertian “selesai dibuat” untuk BKC etil alkohol adalah saat proses
produksi telah menghasilkan etil alkohol (C2H5OH) atau dalam konsep
sederhananya adalah saat etil alkohol tersebut menetes dari tangki-tangki
produksi untuk ditempatkan kedalam wadah penampungan atau tangki
penyimpanan barang jadi.
b) Pengertian “selesai dibuat” untuk produk BKC MMEA adalah pada saat
MMEA tersebut keluar dari keran-keran produksi untuk ditempatkan ke
dalam wadah penampungan atau langsung ke dalam kemasan penjualan
eceran.
c) Pengertian “selesai dibuat” untuk produk hasil tembakau adalah pada saat
proses produksi hasil tembakau telah menghasilkan produk hasil tembakau
yang siap untuk dikonsumsi. Sebagai contoh: untuk sigaret, saat selesai
dibuat adalah saat proses pelintingan dan pemotongan telah selesai
sehingga sigaret tersebut sudah berbentuk batang demi batang. Beberapa
pendapat mengatakan saat selesai dibuat ini adalah saat BKC dikemas
untuk penjualan eceran.
Dalam hal BKC yang telah selesai dibuat yang masih berada di dalam
pabrik ternyata telah dikonsumsi sebelum dikeluarkan dari pabrik, maka terhadap
BKC tersebut dianggap telah dikeluarkan. Oleh karenanya, Pengusaha Pabrik
wajib melunasi hutang cukai yang timbul atas BKC yang selesai dibuat tersebut.
hal | 132
Dalam hal ini, petugas Bea dan cukai berwenang untuk melakukan pengawasan
terhadap BKC yang sudah berstatus terutang cukai. Bentuk pengawasan yang
paling sederhana adalah dengan mewajibkan pengusaha pabrik untuk
melaporkan jumlah produksi BKC yang dihasilkan setiap harinya dengan
menggunakan dokumen CK-4.
Untuk pengertian pada poin (2) dari pasal 3 ayat (1) diatas mengenai
istilah saat terutang cukai terhadap BKC impor, pengertiannya sama dengan hal-
hal yang dijelaskan dalam Undang-undang Kepabeanan. Saya yakin anda
semua sudah mempelajari konsep dasar ini pada mata pelajaran Undang-
undang Kepabeanan.
hal | 133
yang ternyata belum dilunasi cukainya, maka tindakan tersebut dianggap suatu
pelanggaran (baik pelanggaran sesuai pasal 52 atau pasal 25 ayat 4).
hal | 134
a. BKC yang Pelunasannya dengan Cara Pelekatan Pita Cukai
Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan atas BKC
berupa :
a) Hasil Tembakau (baik yang dibuat di Indonesia atau yang diimpor);
b) MMEA yang diimpor untuk dipakai di dalam Daerah Pabean Indonesia.
c) MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar etil alkohol lebih dari 5% (lima
persen).
Pelekatan pita cukai oleh Pengusaha Pabrik dilakukan dengan cara
melekatkan pita cukai yang seharusnya dan dilekatkan sesuai ketentuan yang
berlaku di bidang cukai, sebelum hasil tembakau atau MMEA dikeluarkan dari
pabrik. Pelekatan pita cukai oleh importer dilakukan dengan melekatkan pita
cukai yang seharusnya dilekatkan sesuai ketentuan yang berlaku di bidang cukai,
sebelum diterbitkannya Surat Perintah Pengeluaran Barang.
Proses pelekatan pita cukai baik dalam rangka pelunasan BKC dalam
negeri atau BKC eks. Impor, harus dilakukan di dalam suatu tempat yang
mendapat pengawasan Bea dan Cukai. Lokasi pelekatan pita cukai dapat
dilaksanakan di tempat-tempat sebagai berikut :
a) Untuk pelekatan pita cukai hasil tembakau dan MMEA yang dibuat di dalam
negeri harus dilakukan di dalam pabrik yang bersangkutan;
b) Untuk hasil tembakau dan MMEA asal impor, dapat dilakukan di negara asal
barang, di tempat penimbunan sementara, dan/atau di tempat penimbunan
berikat;
Ketentuan Pelekatan Pita Cukai
Pita cukai yang dilekatkan pada kemasan penjualan eceran MMEA yang
berasal dari impor dan yang dibuat di Indonesia dengan kadar alkohol lebih dari
5%, harus memenuhi ketentuan :
a) sesuai dengan Tarif Cukai dan Kadar etil alkohol pada isi kemasan ;
b) merupakan hak Importir BKC atau Pengusaha Pabrik yang bersangkutan
dan sesuai dengan peruntukannya ;
c) utuh, tidak rusak, dan/atau bukan bekas pakai ;
hal | 135
d) tidak lebih dari satu keping ; dan
e) dilekatkan pada kemasan yang tertutup dan menutup tempat pembuka
kemasan yang tersedia sehigga pita cukai akan rusak apabila tutup kemasan
dibuka ;
f) harus menggunakan bahan perekat yang kuat sehingga tidak mudah
dilepaskan dari kemasan, dalam keadaan utuh;
g) dilekatkan tidak melebihi batas waktu pelekatan pita cukai yang ditetapkan.
Pita cukai yang dilekatkan pada kemasan penjualan eceran hasil tembakau
baik yang berasal dari impor atau yang dibuat di Indonesia, harus memenuhi
ketentuan :
a) sesuai dengan Tarif Cukai dan Kadar etil alkohol pada isi kemasan ;
b) merupakan hak pengusaha pabrik atau Importir BKC yang bersangkutan dan
sesuai dengan peruntukannya ;
c) utuh, tidak rusak, dan/atau bukan bekas pakai ;
d) tidak lebih dari satu keping ; dan
e) dilekatkan pada kemasan yang tertutup dan menutup tempat pembuka
kemasan yang tersedia;
f) harus menggunakan bahan perekat yang kuat sehingga tidak mudah
dilepaskan dari kemasan, dalam keadaan utuh;
g) dilekatkan tidak melebihi batas waktu pelekatan pita cukai yang ditetapkan.
Dalam hal pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud diatas, cukainya dianggap tidak dilunasi. Disamping hal
tersebut, pelekatan pita cukai oleh Pengusaha Pabrik atau importir juga harus
memenuhi ketentuan waktu pelekatan, sebagai berikut:
a) dalam hal pergantian tahun anggaran dan/atau desain : pelekatan pita
cukai harus dilakukan paling lambat tanggal 1 (satu) bulan berikutnya
setelah pergantian tahun anggaran dan/atau desain yang baru;
b) dalam hal terdapat perubahan kebijakan di bidang tarif dan/atau HJE
(HJE), atas pita cukai yang dipesan sebelum berlakunya perubahan,
pelekatan pita cukai harus harus dilakukan paling lambat tanggal 1 (satu)
bulan berikutnya setelah diberlakukan perubahan.
hal | 136
c) dalam hal pelekatan pita cukai dilakukan di luar negeri, importasi paling
lambat dilakukan pada tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah pergantian
tahun anggaran dan/atau desain yang baru, yang dibuktikan dengan tanggal
manifest kedatangan sarana pengangkut (inward manifest BC 1.1).
4. Pembubuhan Tanda Pelunasan Cukai Lainnya
Cara pelunasan yang ketiga yang diatur di dalam ketentuan Pasal 7
Undang Undang Nomor 11 Tahun 1995 Jo. Undang Undang Nomor 39 Tahun
2007, adalah mekanisme pelunasan cukai dengan cara pembubuhan tanda
pelunasan cukai lainnya. Mekanisme pelunasan dengan pembubuhan tanda
pelunasan cukai pada dasarnya adalah mekanisme pelunasan alternatif yang
disediakan Undang-undang dalam rangka mengantisipasi perkembangan
teknologi pelunasan ke depannya. Untuk sekarang ini, teknologi sekuriti telah
lazim menggunakan barcode dan hologram sebagai media pengaman untuk
suatu produk agar tidak mudah dipalsukan. Ke depan, dapat saja pemerintah
mengambil kebijakan untuk menggunakan sistem pelunasan cukai menggunakan
barcode atau hologram .
hal | 137
materi ini dengan sungguh-sungguh dan silahkan mencoba mengerjakan soal-
soal latihan yang disediakan pada akhir Bab 5 ini.
Contoh Penghitungan:
1) Pabrik etil alkohol “PS” di Medan mengajukan permohonan pengeluaran
BKC dengan pelunasan cukai (dokumen CK-5) kepada KPPBC medan,
dengan rincian:
‐ 20 drum isi @ 200 liter, etil alkohol kadar 96%.
Pertanyaan, Berapa nilai cukai yang harus dibayar Pengusaha ?
Jawab :
Pungutan Cukai yang harus dilunasi = 20 x 200 ltr x Rp. 20.000,-
= Rp. 80.000,-
hal | 138
2) Importir “ACW” mengimpor BKC berupa etil alkohol dari luar negeri dengan
rincian data sebagai berikut :
‐ Jumlah etil alkohol yang diimpor sebanyak 14.000 liter
‐ Harga barang tersebut sesuai invoice adalah C& F USD 0.5 per liter
‐ Biaya insurance yang dikeluarkan importir adalah USD 1,000.00
‐ NDPBM diasumsikan Rp. 10.000 per 1 USD
‐ Pos Tarif dan pembebanan sesuai HS adalah :
Pos Tarif : 2207.10.00.00 (BM 30%, PPN 10%, PPh. Psl. 22 2,5%)
Pertanyaan : Hitung pungutan yang harus dilunasi Importir sebelum
barangnya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean.
Jawab :
‐ Pungutan Cukai = 14.000 liter x Rp. 20.000,- = Rp. 280.000.000,-
‐ Nilai Pabean = CIF x NDPBM
= USD (14.000 x 0,5) + 1,000
= USD 8,000.00 x Rp. 10.000,- = Rp. 80.000.000,-
‐ Bea Masuk = 30 % x Rp. 80.000.000,- = Rp. 24.000.000,-
‐ Nilai Impor = Nilai Pabean + BM + Cukai
Rp. 80.000.000,- + 24.000.000,- + Rp. 280.000.000,- = Rp. 384.000.000,-
‐ PPN impor = 10% x Rp. 384.000.000,- = Rp. 38.400.000,-
‐ PPh. Psl 22 = 2,5% x Rp. 384.000.000,- = Rp. 9.600.000,-
‐ Total Pungutan : BM + Cukai + PPN + PPh. Psl 22 :
Rp. 24.000.000,- + Rp. 280.000.000,- + 38.400.000,- + Rp. 9.600.000,-
= Rp. 352.000.000,-
2. Penghitungan Cukai MMEA
Berdasarkan PMK nomor 159/PMK.04/2009 mekanisme pelunasan cukai
untuk BKC MMEA mengalami perubahan yang cukup mendasar. Terhadap
MMEA yang diimpor dan MMEA produksi dalam negeri dengan kadar lebih dari
5%, cara pelunasan cukainya dilakukan dengan pelekatan pita cukai. Untuk
MMEA produksi dalam negeri yang kadarnya kurang dari 5%, cara pelunasannya
tetap dengan cara pembayaran.
hal | 139
Berbeda dengan cara penghitungan cukai etil alkohol, dalam menghitung
pungutan cukai MMEA, variabel yang menentukan besarnya nilai cukai lebih
banyak, yaitu :
a) Jumlah barang dalam satuan liter
b) Tarif cukai spesifik sesuai golongan
c) Golongan MMEA yang dibedakan berdasarkan kadar etil alkohol yang
terkandung di dalamnya.
Rumus penghitungan cukai MMEA :
1) Pabrik “MB” sebagai produsen bir merek “BB” (isi per botol 330 ml) dengan
kadar alkohol 3%, mengajukan permohonan pengeluaran BKC dengan
pelunasan cukai (CK-5) sebanyak 1.000 krat isi @ 12 botol. HJE per
kemasan @ Rp 8.900,- Pertanyaan, berapa cukai yang harus dilunasi
sebelum pengeluaran dari Pabrik ?
Jawab :
Tarif cukai untuk MMEA kadar 3% (Golongan A) ; Rp. 11.000,- / liter
Pungutan Cukai = 1.000 x 12 x 0,33 x Rp. 11.000,-
= Rp. 43.560.000,-
2) Produsen MMEA “PT IS” telah mengajukan dokumen penyediaan pita
cukai MMEA (P3C) untuk kebutuhan bulan Februari 2010 sebanyak 1.000
lembar pita cukai Gol B. Pada tanggal 8 Februari 2010, Pengusaha
tersebut mengajukan CK-1A dengan total rincian pengajuan, sebagai
berikut :
No. Merk Kemasan Isi Gol. Tarif Lembar
1. CLB Vodka Botol Kaca 250 ml B 300
2. CLB Whisky Botol Kaca 620 ml B 100
hal | 140
Pertanyaan :
Berapa nilai cukai yang harus dibayar untuk pemesanan CK1A tersebut ?
Jawab :
Pertama kali yang harus diingat bahwa pita cukai MMEA diterbitkan
dalam satu seri saja, dengan jumlah keping pita cukai per lembarnya
sebanyak 60 keping.
hal | 141
1) Seri pita cukai; untuk pita cukai hasil tembakau dibedakan menjadi tiga seri:
seri I = 120 keping per lembar, seri II =56 keping per lembar dan seri III =
150 keping per lembar;
2) Isi per bungkus; penghitungan cukai hasil tembakau menggunakan satuan
per batang, sehingga jumlah batang dalam satu bungkus harus diketahui;
3) HJE; komponen ini menentukan tingkat tarif spesifik yang harus dikenakan
(apakah berada di layer 1, layer 2 atau layer 3) dan juga komponen yang
harus diperhatikan dalam penghitungan PPN hasil tembakau;
4) Jumlah lembar; pengertiannya adalah jumlah lembar pita cukai yang dipesan
Hal lain yang harus diperhatikan dalam perhitungan cukai hasil tembakau
adalah kewajiban pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) hasil tembakau.
Ketentuan mengenai PPN hasil tembakau secara khusus diatur di dalam PMK
nomor 406/KMK.04/2000, antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut:
1) PPN atas hasil tembakau dipungut oleh pabrikan hasil tembakau buatan
dalam negeri dan disetor pada Bank Persepsi bersamaan dengan saat
pembelian pita cukai dengan pembayaran tunai atau saat pelunasan hutang
cukai tembakau atas pita cukai yang telah dipesan.
2) PPN yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau buatan dalam negeri
atau atas impor hasil tembakau buatan luar negeri dihitung dengan
menerapkan tarif efektif dikalikan dengan HJE. Besarnya tarif efektif
sebagaimana dimaksud ditetapkan sebesar 8,4%.
3) Terhadap hasil tembakau impor maka PPN yang dipungut adalah PPN
Dalam Negeri dan PPN impor. Dalam hal ini, penghitungan jumlah PPN
Dalam Negeri yang harus disetor yaitu sebesar tarif efektif x HJE dikurangi
Pajak Pertambahan Nilai Impor.
4) HJE hasil tembakau yang diberikan secara cumacuma kepada karyawan
Pabrik adalah 50% dari HJE hasil tembakau untuk jenis dan merek yang
sama, yang dijual untuk umum;
5) HJE hasil tembakau yang diberikan secara cumacuma kepada pihak ketiga
adalah sebesar 75% dari HJE hasil tembakau untuk jenis dan merek yang
sama, yang dijual untuk umum;
hal | 142
Rumus penghitungan :
HJE total : HJE per kemasan x Jumlah lembar PC x Jumlah Keping Seri
Contoh Perhitungan:
1) Produsen SKM “PT LM” telah mengajukan dokumen penyediaan pita cukai
(P3C) Hasil Tembakau untuk kebutuhan bulan Februari 2013. Pada tanggal
4 Februari 2013, Pengusaha tersebut mengajukan CK-1 dengan total rincian
pengajuan, sebagai berikut :
hal | 143
b. Merk B, Tarif cukai spesifik adalah Rp. 245/btg
c. Tarif PPN HT adalah 8,4%
Berdasarkan data-data tersebut, Hitung :
A. Total Nilai cukai yang terhutang !
B. Total PPN Hasil Tembakau yang terhutang !
Jawab :
hal | 144
logis terhadap kemudahan pembayaran yang diberikan, baik karena unsur
kelalaian administrasi, kesulitan keuangan, dan lain sebagainya. Sebagai
penjelasan awal mengenai istilah kemudahan pembayaran dapat kami sebutkan
sebagai berikut : (akan dipelajari lebih lanjut pada Bab 6)
a) Pembayaran berkala; merupakan bentuk kemudahan pembayaran yang
diberikan kepada subyek cukai yang cara pelunasannya dengan
pembayaran. Bentuknya adalah penangguhan pembayaran tanpa dikenakan
bunga atas kewajiban pembayaran cukai, dan wajib diselesaikan paling
lambat tanggl 5 bulan berikutnya.
b) Penundaan pembayaran; merupakan bentuk kemudahan pembayaran yang
diberikan kepada subyek cukai yang cara pelunasannya dengan pelekatan
pita cukai. Bentuknya adalah penangguhan pembayaran tanpa dikenakan
bunga atas kewajiban pembayaran cukai, dan wajib diselesaikan paling
lambat antara 1(satu) sampai 3(tiga) bulan, tergantung kategori subyek
cukaiUtang cukai akibat kemudahan yang diberikan dalam bentuk
kemudahan penundaan pembayaran cukai.
Yang dimaksud dengan kekurangan cukai, adalah kewajiban cukai yang
timbul sebagai akibat adanya temuan dalam penelitian dokumen, dan hasil
pengecekan lainnya, antara lain:
a) Kekurangan cukai akibat kesalahan perhitungan dalam dokumen
pemberitahuan atau pemesanan pita cukai ; dan
b) Kekurangan cukai akibat hasil pencacahan fisik terhadap BKC berupa etil
alkohol dan MMEA
Berkaitan dengan kekurangan cukai sebagai akibat pengenaan sanksi
administrasi berupa denda maksudnya adalah sanksi yang dikenakan kepada
Pengusaha BKC sebagai akibat tindakan pelanggaran, baik pelanggaran
administrasi dan/atau pelanggaran pidana yang dilakukan Pengusaha tersebut.
hal | 145
empat) bulan dari nilai utang cukai atau kekurangan cukai, atau sanksi
administrasi denda yang tidak terbayar.
2. Pengangsuran
Berkaitan dengan penagihan utang cukai yang tidak dilunasi pada
waktunya, kekurangan cukai; dan/atau sanksi administrasi berupa denda, lebih
lanjut Menteri Keuangan mengatur secara teknis penyelesaian dengan cara
pengangsuran. Beberapa poin pokok dalam aturan PMK Nomor
116/PMK.04/2008 dapat kami jelaskan sebagai berikut :
1) Yang dimaksud dengan Pengangsuran adalah pemberian kemudahan
kepada pengusaha pabrik dalam melakukan pembayaran tagihan utang
cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi
administrasi berupa denda dengan cara beberapa kali pembayaran secara
teratur sampai batas waktu yang ditetapkan.
2) Pengangsuran diberikan kepada pengusaha pabrik yang mengalami
kesulitan keuangan atau dalam keadaan kahar (force majeur), yang
mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kewajiban terhadap utang cukai
yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan cukai, dan/atau sanksi
administrasi berupa denda di bidang cukai ;
3) Pengangsuran bagi pengusaha pabrik yang mengalami kesulitan keuangan
sebagaimana dimaksud diatas, diberikan apabila pengusaha pabrik tersebut
tidak mempunyai kewajiban pengangsuran sebelumnya yang tidak dibayar
sesuai jumlah dan waktu yang telah ditetapkan.
4) Pengangsuran bagi pengusaha pabrik yang mengalami keadaan kahar
(force majeur) sebagaimana dimaksud pada butir 2, diberikan apabila :
▪ telah terbukti terjadi kahar (force majeur) berdasarkan surat keterangan
dari instansi terkait; dan
hal | 146
▪ telah dibuatkan berita acara pemeriksaan lapangan oleh Pegawai Bea
dan Cukai.
5) Pengangsuran diberikan untuk jangka waktu paling lama 12 (dua belas)
bulan terhitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana
tercantum dalam surat tagihan. Atas pengangsuran tersebut, pengusaha
dikenai bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap bulan, bagian dari bulan
dihitung satu bulan penuh, terhitung sejak tanggal jatuh tempo pembayaran
sebagaimana tercantum dalam surat tagihan.
6) Untuk mendapatkan pengangsuran, pengusaha pabrik harus mengajukan
permohonan secara tertulis kepada Direktur Jenderal melalui kepala kantor
yang menerbitkan surat tagihan, dalam jangka waktu paling lama 15 (lima
belas) hari sejak tanggal diterima surat tagihan. Permohonan sebagaimana
dimaksud pada butir 6 harus dilampiri dengan :
a) laporan keuangan tahun terakhir atau surat keterangan dari instansi
terkait tentang terjadinya kahar (force majeur); dan
b) menyerahkan jaminan sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari
tagihan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya, kekurangan
cukai, dan/atau sanksi administrasi berupa denda ditambah dengan
bunga.
c) Jaminan sebagaimana dimaksud pada butir 7 huruf b berupa jaminan
bank atau jaminan dari perusahaan asuransi.
7) Atas permohonan sebagaimana dimaksud diatas, Direktur Jenderal
menetapkan keputusan menerima atau menolak permohonan yang
bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada butir 8, Direktur Jenderal tidak memberikan
keputusan, permohonan dianggap dikabulkan.
8) Keputusan pemberian pengangsuran dinyatakan tidak berlaku apabila:
a) NPPBKC dicabut;
b) pengusaha pabrik yang bersangkutan tidak membayar angsuran sesuai
jumlah dan waktu yang telah ditetapkan; atau
c) seluruh tagihan telah dibayar.
hal | 147
Dalam hal keputusan pemberian pengangsuran dinyatakan tidak berlaku
sebagaimana dimaksud pada poin a dan b, jaminan dicairkan dan dilakukan
penagihan aktif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam hal keputusan pemberian pengangsuran dinyatakan tidak berlaku
sebagaimana dimaksud pada poin c, jaminan dikembalikan kepada
pengusaha pabrik.
RANGKUMAN :
hal | 148
c) Sistem pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya
2) BKC yang cara pelunasannya dengan cara pembayaran adalah :
a) etil alkohol produksi dalam negeri;
b) etil alkohol yang diimpor; dan
c) MMEA produksi dalam negeri dengan kadar tidak lebih dari 5%
3) BKC yang cara pelunasannya dilakukan dengan pelekatan pita cukai
adalah:
a) Hasil tembakau produksi dalam negeri
b) Hasil tembakau yang diimpor; dan
c) MMEA produksi dalam negeri dengan kadar lebih dari 5%
d) MMEA yang diimpor
4) Rumus Penghitungan cukai MMEA :
HJE total : HJE per kemasan x Jumlah lembar PC x Jumlah Keping Seri
LATIHAN :
hal | 149
1) Jelaskan metode pelunasan yang diatur dalam Undang-undang cukai !
2) Jelaskan konsep terutang cukai dan saat pelunasan cukai !
3) Jelaskan penerapan sistem pelunasan cukai dengan cara pembayaran !
4) Menurut pandangan anda mana yang lebih efektif, sistem pelunasan cukai
dengan pembayaran atau pelekatan pita cukai ! Jelaskan.
5) Pabrik etil alkohol “PS” di Medan mengajukan permohonan pengeluaran
BKC dengan pelunasan cukai kepada KPPBC medan, dengan rincian:
450 drum isi @ 200 liter, etil alkohol kadar 95%.
Pertanyaan: Berapa nilai cukai yang harus dibayar Pengusaha sebelum
BKC dikeluarkan dari Pabrik ?
BAB
hal | 150
5
PENCATATAN, PEMBUKUAN, DAN PENCACAHAN BKC
hal | 151
yang diselenggarakan oleh pengusaha harus berdasarkan sistem yang lazim
digunakan di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
hal | 152
3) Importir BKC
Importir BKC yang berstatus sebagai pemegang NPPBKC, tidak dibedakan
berdasarkan status PKP-nya.
4) Penyalur BKC tertentu
Penyalur yang wajib pembukuan adalah penyalur yang berstatus sebagai
pemegang NPPBKC dan merupakan pengusaha kena pajak (PKP).
Pengusaha pabrik non PKP dikecualikan dari kewajiban pembukuan.
hal | 153
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Penyusunan
laporan keuangan wajib disajikan paling sedikit setahun sekali.
7) Buku, catatan, dokumen dan surat dalam bentuk data elektronik yang
disusun dalam rangka penyelenggaraan pembukuan wajib dijaga atau
dijamin keandalan sistem pengolahan datanya supaya dapat dibuka, dibaca,
atau diambil kembali setiap waktu.
8) Asli dari laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat dapat
dialihkan ke dalam bentuk data elektronik. Namun demikian, bukti asli
tersebut yang mempunyai kekuatan pembuktian otentik dan masih
mengandung kepentingan hukum tertentu, wajib tetap disimpan.
9) Setiap pengalihan laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat
wajib dilegalisasi oleh pimpinan atau orang yang ditunjuk di lingkungan
badan hukum yang bersangkutan, dengan dibuatkan berita acara. Berita
acara sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:
▪ keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya
legalisasi;
▪ keterangan bahwa pengalihan laporan keuangan, buku, catatan,
dokumen, dan surat yang dibuat di atas kertas ke dalam disket, compact
disk, tape backup, hard disk atau media lainnya telah dilakukan sesuai
dengan aslinya;
▪ tanda tangan dan nama jelas orang bersangkutan.
10) Laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar
pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, serta
surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, baik tertulis di atas
kertas atau sarana lain yang terekam dalam bentuk apapun yang dapat
dilihat dan dibaca, wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat
usahanya di Indonesia, termasuk tempat-tempat lain yang khusus
diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan laporan keuangan, buku,
catatan, dokumen, dan surat.
11) Terhadap pengusaha yang kategorinya wajib pembukuan namun tidak
menyelenggarakan pembukuan dimaksud, dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
hal | 154
2. Kewajiban Pencatatan
a. Konsep Pencatatan
Pengertian pencatatan di bidang cukai adalah suatu proses pengumpulan
dan penulisan data secara teratur tentang pemasukan, produksi, dan
pengeluaran BKC, dan penerimaan, pemakaian, dan pengembalian pita cukai
atau tanda pelunasan cukai lainnya. Sistem pencatatan merupakan bentuk yang
lebih sederhana dibandingkan dengan sistem pembukuan. Khusus untuk
pencatatan, pengusaha yang diwajibkan menyelenggarakan pencatatan harus
menggunakan pedoman pencatatan sebagaimana diatur di dalam PMK nomor
110/PMK.04/2008 tentang Kewajiban Pencatatan Bagi Pengusaha pabrik Skala
Kecil, Penyalur Skala Kecil yang Wajib Memiliki Izin, dan Pengusaha Tempat
Penjualan Eceran yang Wajib Memiliki Izin.
hal | 155
3) Pengusaha Tempat Penjualan Eceran etil alkohol atau MMEA, yang wajib
memiliki NPPBKC. Khusus terhadap pengusaha tempat penjualan eceran
baik etil alkohol maupun MMEA hanya diwajibkan untuk menyelenggarakan
pencatatan di bidang cukai, tidak dibedakan berdasarkan status PKP-nya.
c. Pedoman Penyelenggaraan Pencatatan
Beberapa pedoman penyelenggaraan pencatatan sebagaimana diatur
dalam PMK nomor 110/PMK.04/2008, antara lain:
▪ Khusus terhadap pengusaha pabrik BKC skala kecil yang pelunasannya
dengan pelekatan pita cukai, berlaku ketentuan kewajiban pembuatan
pencatatan secara lengkap yang mencerminkan penerimaan, pemakaian
dan pengembalian pita cukai yang sebenarnya.
▪ Pengadaan Buku catatan sediaan dilakukan sendiri oleh Pengusaha yang
bersangkutan, namun sebelum digunakan buku tersebut harus mendapat
pengesahan dan ditandatangani terlebih dahulu oleh Kepala Kantor Bea dan
Cukai setempat atau pejabat yang ditunjuknya.
▪ Berkaitan dengan penyelenggaraan pencatatan, pengusaha yang
menyelenggarakan pencatatan tersebut wajib menyimpan buku catatan
sediaan yang dimilikinya selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya
di Indonesia.
d. Buku Catatatan di Bidang Cukai
Pencatatan yang diselenggarakan oleh pengusaha skala kecil mengacu
pada contoh format yang telah ditentukan oleh DJBC. Buku-buku catatan yang
wajib diselenggarakan mencakup kegiatan pencatatan sediaan BKC dan catatan
sediaan pita cukai. Beberapa buku catataan yang wajib diselenggarakan antara
lain mencakup:
1) Buku CSCK-1
CSCK-1 (Gambar I.1) adalah buku catatan sediaan hasil tembakau untuk
mencatat seluruh produksi hasil tembakau yang dihasilkan oleh pabrik hasil
tembakau. Buku CSCK-1 ini akan menjadi dasar bagi pabrikan hasil
hal | 156
tembakau skala kecil untuk melaporkan produksi harian kepada Kantor Bea
dan Cukai dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BKC selesai
dibuat (CK-4C).
Gambar 5.1
Catatan Sediaan Hasil tembakau (CSCK-1)
2) Buku CSCK-2
CSCK-2 (Gambar 5.1) adalah buku catatan sediaan hasil tembakau untuk
mencatat hasil tembakau yang dikembalikan dari peredaran dan produk
rusak yang telah dilekati pita cukai. Pencatatan terhadap hasil tembakau
yang telah dilekati pita cukai tersebut bertujuan untuk membedakan
dengan sediaan hasil tembakau yang baru diproduksi dan belum dilekati
pita cukainya, di dalam pabrik.
Gambar 5.2
Catatan Sediaan Retur Hasil Tembakau CSCK-2
hal | 157
3) Buku CSCK-3
CSCK-3 (Gambar 5.2) adalah buku catatan sediaan pita cukai yang digunakan
untuk mencatat persediaan pita cukai yang telah diterima pengusaha
pabrik atas pemesanan pita cukainya. Pencatatan terhadap persediaan pita
cukai penting kegunaannya terutama pada saat pengusaha pabrik akan
mengembalikan pita cukai yang tidak habis digunakan. Salah satu
persyaratan pengembalian pita cukai adalah kewajiban untuk melampirkan
matriks asal pemesanan pita cukai (CK-1).
Gambar 5.3
Catatan Sediaan Pita Cukai (CSCK-3)
hal | 158
4) Buku CSCK-4
CSCK-4, adalah buku catatan sediaan etil alkohol yang berada di dalam pabrik etil
alkohol atau tempat penyimpanan etil alkohol. Buku ini digunakan untuk
mencatat produksi etil alkohol yang dihasilkan oleh pengusaha pabrik skala
kecil, pemasukan etil alkohol dari pabrik etil alkohol lain atau dari proses
impor. Bagi pengusaha tempat penyimpanan, CSCK-4 ini digunakan untuk
mencatat sediaan etil alkohol yang dimasukan ke dalam tempat
penyimpanan.
5) Buku CSCK-5 (Gambar I.4)
CSCK-5 adalah buku catatan sediaan MMEA hasil produksi pabrikan
berskala kecil. Buku CSCK-5 ini akan menjadi dasar bagi pabrikan MMEA
skala kecil untuk melaporkan produksi harian kepada Kantor Bea dan
Cukai dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BKC selesai dibuat
(CK-4B).
6) Buku CSCK-6,
hal | 159
CSCK-6 (Gambar I.5) adalah catatan sediaan minuman mengandung etil alkohol
yang dikembalikan dari peredaran, dalam rangka proses pemusnahan atau
pengolahan kembali di dalam pabrik.
7) Buku CSCK-7
CSCK-7 (Gambar I.6) adalah catatan sediaan BKC untuk memonitor pergerakan
BKC yang belum dilunasi cukainya yang ditimbun di dalam Pabrik BKC
skala kecil untuk dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong
untuk pembuatan BKC lainnya. Pengusaha pabrik skala kecil wajib
menempatkan sedemikian rupa BKC dan hasil produksinya di dalam
tempat atau ruangan terpisah. Tujuan pemisahan tersebut adalah agar
dapat diketahui jenis dan jumlah BKC yang belum dilunasi cukainya yang
dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong. Atas
pengelolaan Buku catatan sediaan CSCK-7, pengusaha wajib membuat
laporan bulanan penggunaan atau persediaan dengan format LACK-1.
hal | 160
Disamping kewajiban pembukuan atau pencatatan, seluruh pengusaha
pabrik diwajibkan untuk memberitahukan secara berkala kepada Kepala Kantor
bea dan Cukai setempat mengenai BKC yang selesai dibuat. Pengusaha pabrik
yang dimaksud adalah:
1) pengusaha pabrik etil alkohol;
2) pengusaha pabrik minuman yang mengandung etil alkohol; atau
3) pengusaha pabrik hasil tembakau.
Pemberitahuan BKC yang selesai dibuat, disusun sesuai format yang disediakan
untuk masing-masing pabrik BKC.
Gambar 5.4
Contoh Halaman Pertama CK-4A
hal | 161
Halaman kedua CK-4A
hal | 162
Pemberitahuan BKC yang selesai dibuat untuk Pengusaha Pabrik MMEA,
dibuat setiap hari dan disampaikan paling lambat keesokan harinya. Format
pemberiktahuan menggunakan dokumen Pemberitahuan Etil Alkohol Yang
Selesai Dibuat (CK-4B). Dokumen CK-4B tersusun dalam 2 halaman, halaman
pertama berisi pemberitahuan produksi dan halaman kedua berisi rincian jumlah
produksi. Sama halnya dengan CK-4A, maka format CK-4B ini dapat dibuat
dalam format dokumen elektronik. Berikut contoh halaman kedua dokumen CK-
4B.
Gambar 5.5
Contoh CK-4B
hal | 163
Pemberitahuan BKC yang selesai dibuat untuk Pengusaha Pabrik Hasil
Tembakau dibuat setiap 14 harian, dengan menggunakan dokumen
Pemberitahuan Hasil Tembakau Yang Selesai Dibuat (CK-4C). Pemberitahuan
BKC yang selesai dibuat sebagaimana dimaksud, wajib diserahkan oleh
pengusaha pabrik hasil tembakau kepada kepala kantor yang mengawasi pada:
a) paling lambat tanggal 3 untuk periode pembuatan BKC hasil tembakau dari
tanggal 15 sampai dengan akhir bulan sebelumnya; dan
b) setiap tanggal 17 untuk periode pembuatan BKC hasil tembakau dari tanggal
1 sampai dengan tanggal 14 pada bulan yang sama.
c) Dalam hal tanggal 1 dan tanggal 15 merupakan hari libur, kewajiban
penyerahan sebagaimana dimaksud, dapat dilakukan pada hari kerja
berikutnya.
Dokumen CK-4C (Gambar I.9) tersusun dalam 2 halaman, halaman pertama
berisi pemberitahuan produksi dan halaman kedua berisi rincian jumlah produksi.
Susunan komponen rincian jumlah produksi, sebagaimana terlihat pada gambar
dibawah ini.
Gambar 5.6
Contoh CK-4C
hal | 164
2. Pemberitahuan Rencana Produksi PBCK-1
Dokumen PBCK-1 merupakan pemberitahuan rencana produksi BKC yang
menggunakan BKC lainnya sebagai bahan baku atau bahan penolong dengan
fasilitas tidak dipungut cukai. Pengusaha pabrik yang akan menghasilkan barang
hasil akhir berupa BKC dengan menggunakan bahan baku berpa BKC lainnya
maka harus melaporkan rencana produksinya dengan menggunakan dokumen
PBCK-1. Dokumen PBCK-1 wajib disampaikan kepada Direktur Jenderal Bea
dan Cukai melalui Kepala Kantor pelayanan dan Kepala Kantor Wilayah Bea
dan Cukai sebelum dimulainya kegiatan produksi tiap awal tahun. Rencana
produksi dibuat untuk periode kegiatan selama satu tahun ke depan.
hal | 165
Pengusaha yang mendapatkan skema fasilitas cukai maupun sebagai
pengguna BKC dengan fasilitas cukai diwajibkan untuk melaporkan penggunaan
dan persediaan BKC-nya kepada Direktur Jenderal melalui Kantor Bea dan
Cukai. Disamping itu, Kepala Kantor Bea dan Cukai juga memiliki kewajiban
untuk melaporkan terhadap BKC yang mendapat fasilitas pembebasan cukai ini
kepada Direktur Jenderal. Bentuk-bentuk laporan tersebut antara lain sebagai
berikut.
Gambar 5.7
Laporan Penggunaan LACK-1
hal | 166
b. Laporan Penjualan/Penyerahan LACK-2
Dokumen LACK-2 merupakan Laporan Penjualan atau Penyerahan BKC
sebagai Bahan Baku atau Bahan Penolong dengan Fasilitas Tidak Dipungut
Cukai. Pengusaha yang diwajibkan untuk melaporkan LACK-2 ini adalah
Pengusaha pabrik BKC yang melakukan penjualan atau penyerahan BKC untuk
digunakan oleh Pabrik BKC lainnya. Contoh: Pabrik etil alkohol PT “X” memasok
bahan baku untuk membuat MMEA kepada Pabrik BKC MMEA. Dalam hal ini,
Pengusaha pabrik PT “X” wajib melaporkan kegiatan tersebut kepada Direktur
Jenderal Bea dan Cukai melalui Kepala Kantor paling lambat tanggal 10 setiap
bulannya.
hal | 167
secara terintegrasi dalam suatu lokasi yang sama atau berdampingan. Contoh:
Pabrik etil alkohol yang didirikan khusus untuk dipakai dalam pabrik farmasi.
hal | 168
Dokumen LACK-8 merupakan Laporan realisasi penerimaan dan
pengeluaran BKC yang ditujukan untuk konsumsi penumpang atau awak sarana
pengangkut. Laporan ini dibuat oleh pengusaha jasa boga atau pengusaha
pengangkutan yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai atas BKC yang
ditujukan untuk konsumsi penumpang atau awak sarana pengangkut yang
berangkat langsung ke luar daerah pabean.
Gambar 5.8
Laporan LACK-10
hal | 169
k. Laporan Pengangkutan BKC Tertentu
hal | 170
Atas pengangkutan BKC tertentu sebagaimana telah dijelaskan
sebelumnya wajib dilindungi dokumen CK-6. Subyek cukai yang wajib
memberitahukan kegiatan pengangkutan atas BKC tertentu tersebut adalah
Pengusaha Penyalur dan Pengusaha TPE . Penggunaan dokumen CK-6 oleh
pengusaha tersebut wajib dilaporkan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai
setempat setiap bulan dalam jangka waktu paling lama hari kesepuluh bulan
berikutnya. Pelaporan atas kegiatan pengangkutan BKC tertentu menggunakan
format formulir laporan pengangkutan etil alkohol/MMEA yang sudah dilunasi
cukainya di peredaran bebas (Gambar 5.9)
Gambar 5.9
Laporan Pengangkutan BKC Tertentu
hal | 171
Penyelenggaraan buku rekening BKC (BRCK) oleh Pejabat Bea dan Cukai
dilakukan dengan ketentuan:
1) buku rekening BKC untuk etil alkohol yang masih terutang cukai dan masih
berada di pabrik diselenggarakan untuk setiap pengusaha pabrik etil alkohol
sesuai format BRCK-1 (Gambar I.13);
2) buku rekening BKC untuk etil alkohol yang masih terutang cukai dan masih
berada di tempat penyimpanan diselenggarakan untuk setiap pengusaha
tempat penyimpanan sesuai format BRCK-1; atau
3) buku rekening BKC untuk MMEA yang masih terutang cukai dan masih
berada di pabrik diselenggarakan untuk setiap pengusaha pabrik MMEA
sesuai format BRCK-2.
Berkaitan dengan pencatatan dalam Buku Rekening Kredit Pejabat bea
dan cukai wajib menyelenggarakan buku tersebut terhadap:
1) buku rekening kredit untuk setiap pengusaha pabrik yang mendapatkan
kemudahan pembayaran berkala dan penundaan pembayaran cukai sesuai
format BRCK-3; atau
2) buku rekening kredit untuk setiap importir BKC yang mendapatkan
penundaan pembayaran cukai sesuai format BRCK-3 (Gambar I.13).
Dalam penyelenggaraan buku rekening BKC dan buku rekening kredit
beberapa pedoman yang harus anda laksanakan, antara lain sebagai berikut:
▪ Buku rekening kredit (BRCK-3) digunakan untuk mencatat jumlah cukai yang
diberikan penundaan pembayaran atau mendapat kemudahan pembayaran
secara berkala serta penyelesaiannya.
▪ Buku Rekening BKC (BRCK-1 dan BRCK-2) digunakan untuk mencatat
jumlah BKC berupa etil alkohol atau minuman yang mengandung etil alkohol
yang dibuat, dimasukkan, dikeluarkan, potongan, kekurangan, dan
kelebihan hasil pencacahan, yang masih terutang cukai dan berada di
Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
▪ Buku Rekening kredit dan Buku Rekening BKC harus diselenggarakan
secara terpisah untuk masing-masing subyek cukai yang diawasi oleh
Pejabat Bea dan Cukai. Contoh:
hal | 172
▪ KPPBC Medan membawahi empat Pabrikan Rokok yang mendapat
penundaan pembayaran dan tiga pabrikan etil alkohol . Maka
penyelenggaraan Buku Rekening Kredit akan terdiri dari: BRCK-3 untuk
empat pabrikan rokok, sedangkan penyelenggaraan Buku rekening BKC
untuk pabrikan etil alkohol juga ada tiga.
▪ Buku rekening BKC ditutup dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:
a) setiap akhir tahun kalender ; hal ini berkaitan dengan akhir tahun buku
atau akhir tahun anggaran dari pihak pemerintah.
b) setelah dilakukan pencacahan ; Pencacahan diselenggarakan secara
reguler pada setiap awal bulan dan/atau pada waktu-waktu tertentu
secara insidentil.
c) atas permintaan Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat
Penyimpanan.
▪ Penutupan buku rekening BKC, dilakukan dengan cara membuat garis
horisontal dengan tinta merah dan ditandatangani oleh Pejabat Bea dan
Cukai. Penutupan buku rekening BKC tersebut harus diberitahukan kepada
Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang
bersangkutan dengan Surat Pemberitahuan Penutupan Buku Rekening
BKC.
▪ Penyelenggaraan buku rekening BKC dan buku rekening kredit dapat
dilakukan dengan media elektronik.
Gambar 5.10
Contoh Buku Rekening BKC (BRCK-1)
hal | 173
Gambar 5.11
Contoh Buku Rekening Kredit (BRCK-3)
C. Pencacahan BKC
hal | 174
DJBC sebagai institusi pemerintah yang berkepentingan dalam hal
pengawasan terhadap kegiatan di bidang cukai senantiasa harus melakukan
upaya-upaya pengawasan baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat
refresif. Kegiatan pengawasan yang bersifat preventif secara aktif dilaksanakan
baik secara reguler maupun insidentil oleh Kantor Bea dan Cukai. Salah satu
bentuk pengawasan secara aktif dilakukan dengan pencacahan yang
dilaksanakan terhadap pabrik dan tempat penyimpanan etil alkohol dan pabrik
MMEA. Kegiatan pencacahan tersebut secara khusus diatur dalam pasal 20
sampai dengan pasal 23 Undang-undang Cukai. Pelaksanaan lebih lanjut
mengenai kegiatan pencacahan diatur dalam PMK nomor 115/PMK.04/2008
tentang Pencacahan dan Potongan Atas Etil Alkohol dan MMEA .
1. Konsep Pencacahan
Berdasarkan Undang-undang Cukai, pengertian Pencacahan adalah
kegiatan untuk mengetahui jumlah, jenis, mutu, dan keadaan BKC. Kegiatan
pencacahan dilakukan terhadap BKC tertentu berupa :
a. Etil Alkohol yang masih terutang cukai yang berada di dalam Pabrik atau
Tempat Penyimpanan; dan/atau
b. Minuman Mengandung Etil Alkohol yang masih terutang cukai yang berada
di dalam pabrik.
Kegiatan pencacahan dilaksanakan dalam rangka pengawasan secara aktif
untuk menghindari kemungkinan terjadinya manipulasi atau pelarian cukai.
Dalam kegiatan pencacahan Pejabat bea dan cukai yang melakukan
pencacahan harus berdasarkan surat tugas dari kepala kantor yang mengawasi
pabrik atau tempat penyimpanan dengan disaksikan oleh pengusaha pabrik atau
pengusaha tempat penyimpanan.
Atas kegiatan pencacahan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai,
pengusaha pabrik atau tempat penyimpanan wajib menunjukkan semua etil
alkohol atau MMEA yang berada di dalam pabrik atau tempat penyimpanan serta
menyediakan tenaga dan peralatan untuk keperluan pencacahan. Hasil
pencacahan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai dibuatkan berita acara
hasil pencacahan (BACK-5) dan ditandatangani oleh pejabat bea dan cukai serta
hal | 175
pengusaha yang bersangkutan. Dalam hal pengusaha yang bersangkutan
menolak dan berkeberatan atas hasil pencacahan, maka Berita Acara tersebut
cukup ditandatangani sepihak. Pengusaha selanjutnya dapat menempuh
mekanisme keberatan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
hal | 176
▪ Pengusaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan etil alkohol, akan dikenakan
tagihan cukai atas kekurangan yang terjadi. Perhitungan atas kekurangan
jumlah etil alkohol yang ada terlebih dahulu harus diperhitungkan dengan
potongan yang dapat diberikan.
Pengertian potongan adalah keringanan yang diberikan kepada pengusaha
pabrik atau pengusaha tempat penyimpanan atas kekurangan BKC yang didapat
pada waktu pencacahan. Potongan hanya diberikan khusus untuk selisih kurang
yang terjadi pada BKC berupa etil alkohol. Dasar pemikiran pemberian potongan
adalah pertimbangan bahwa kekurangan yang terjadi pada etil alkohol dapat
terjadi karena sebab-sebab alamiah seperti penguapan atau penyusutan.
hal | 177
diberikan terhadap kasus selisih kurang dalam pencacahan adalah sebesar tiga
kali potongan yang diberikan.
Contoh Kasus:
Pada tanggal 01 Februari 2013 Pejabat Bea dan Cukai dari KPPBC Medan
melakukan pencacahan terhadap pabrikan etil alkohol “PT PS” yang berlokasi di
Tanjung Morawa. Dari hasil pencacahan tersebut dan juga data yang tercantum
dalam BRCK-1 yang bersangkutan didapati hal-hal sebagai berikut:
▪ Pencacahan terakhir terhadap PT PS dilakukan pada tanggal 02 Januari
2013, dengan jumlah saldo sebanyak 150.000 liter
▪ Produksi Pabrik sampai dengan saat pencacahan 80.000 liter
▪ Pengeluaran 100.000 liter
▪ Pemasukan (retur) dari Tempat Penyimpanan 10.000 liter
▪ Saldo menurut Buku BRCK-1 140.000 liter
▪ Hasil pencacahan pejabat Bea dan Cukai 130.000 liter
▪ Selisih kurang sebelum potongan 10.000 liter
▪ Potongan: 0,5% x (150.000 + 80.000 + 10.000) 1.200 liter
▪ Kekurangan (akan ditagih cukai dengan STCK) 8.800` liter
Apakah dalam kasus kekurangan ini akan dikenakan sanksi administrasi denda?
hal | 178
Buku Rekening BKC yang bersangkutan dan diperhitungkan dalam saldo hasil
pencacahan. Atas jumlah selisih lebih tersebut tidak akan ditagihkan cukainya,
oleh karena BKC yang kedapatan lebih masih berada di dalam Pabrik yang
bersangkutan.
Contoh Kasus:
Pada tanggal 01 Maret 2013 Pejabat Bea dan Cukai dari KPPBC Medan
melakukan pencacahan terhadap pabrikan etil alkohol “PT MA” yang berlokasi di
Deli Serdang. Dari hasil pencacahan tersebut dan juga data yang tercantum
dalam BRCK-1 yang bersangkutan didapati hal-hal sebagai berikut:
● Pencacahan terakhir terhadap PT PS dilakukan pada tanggal 02 Februari
2013, dengan jumlah saldo sebanyak 40.000 liter
● Produksi Pabrik sampai dengan saat pencacahan 50.000 liter
● Pengeluaran 45.000 liter
● Saldo menurut Buku BRCK-1 45.000 liter
● Hasil pencacahan pejabat Bea dan Cukai 47.000 liter
● Selisih lebih 2.000 liter
● Potongan: tidak diberikan - liter
● Kelebihan sebesar 2.000 liter akan ditambahkan pada saldo buku sehingga
saldo buku untuk penutupan BRCK-1 menjadi: 47.000 liter
Dalam kasus kelebihan BKC ini kita analisa terlebih dahulu, apakah melebihi
batas kelonggarannya atau tidak:
▪ Batas kelonggaran: 1 % x Saldo yang seharusnya ada
= 1% x 45.000 liter = 450 liter
hal | 179
▪ Oleh karena jumlah kelebihan BKC (2.000 liter) lebih besar daripada batas
kelonggaran (450 liter), maka terhadap PT. MA akan dikenakan sanksi
administrasi denda.
Dalam hal hasil pencacahan sesuai dengan saldo BRCK
RANGKUMAN :
hal | 180
Sebagai rangkuman atas kegiatan belajar Bab 1 ini, dapat kami sampaikan
sebagai berikut:
1) Konsep Pembukuan di bidang cukai adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang
meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan
biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang kemudian diikhtisarkan dalam laporan
keuangan.
2) Pembukuan wajib diselenggarakan oleh Pengusaha Pabrik, Tempat
penyimpanan, importir BKC atau penyalur yang memiliki izin NPPBKC.
3) Konsep pencatatan di bidang cukai adalah suatu proses pengumpulan dan
penulisan data secara teratur tentang pemasukan, produksi, dan
pengeluaran BKC, dan penerimaan, pemakaian, dan pengembalian pita
cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya.
4) Subyek cukai yang tidak diwajibkan menyelenggarakan pembukuan namun
wajib menyelenggarakan pencatatan adalah:
a. Pengusaha Pabrik BKC skala kecil;
b. Penyalur etil alkohol atau MMEA berskala kecil, yang wajib memiliki
NPPBKC;
c. Pengusaha Tempat Penjualan Eceran etil alkohol atau MMEA, yang wajib
memiliki NPPBKC.
5) Bentuk buku catatan yang disediakan oleh DJBC untuk digunakan
pengusaha pabrik skala kecil antara lain:CSCK-1, CSCK-2 dan CSCK-3 bagi
pabrik hasil tembakau; CSCK-4 bagi pabrik etil alkohol; CSCK-5 dan CSCK-
6 bagi pabrik MMEA; dan CSCK-7 bagi pabrik BKC pengguna fasilitas tidak
dipungut cukai.
6) Disamping kewajiban pembukuan atau pencatatan, pengusaha pabrik
diwajibkan untuk memberitahukan secara berkala kepada Kepala Kantor
Bea dan Cukai setempat.
7) Untuk melakukan pengawasan secara aktif, pejabat Bea dan Cukai wajib
melaksanakan kegiatan pencacahan baiak secara reguler maupun insidentil.
Pengertian Pencacahan adalah kegiatan untuk mengetahui jumlah, jenis,
hal | 181
mutu, dan keadaan BKC. Pencacahan dilakukan terhadap:
a. Etil Alkohol yang masih terutang cukai yang berada di dalam Pabrik atau
Tempat Penyimpanan; dan/atau
b. MMEA yang masih terutang cukai yang berada di dalam pabrik.
LATIHAN :
BAB
hal | 182
6
MUTASI BKC
hal | 183
pemasukan, pengeluaran dan pengangkutan BKC tertentu.
2. Penimbunan BKC
hal | 184
bahan penolong. Atas BKC yang ditimbun di dalam pabrik yang dimiliki oleh
Pengusaha Pabrik skala kecil, memiliki kewajiban:
1) menyelenggarakan pencatatan atas pemasukan, penimbunan, dan
pemakaian BKC pada catatan sediaan;
2) menempatkan sedemikian rupa BKC dan hasil produksinya di dalam tempat
atau ruangan sehingga dapat diketahui jenis dan jumlah BKC yang belum
dilunasi cukainya yang dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan
penolong;
3) membuat laporan penggunaan/persediaan BKC setiap bulan dengan
menggunakan formulir laporan penggunaan/persediaan BKC; dan
4) menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada poin (3) kepada
Direktur Jenderal melalui kepala Kantor yang mengawasi Pabrik dalam
jangka waktu paling lama pada hari kesepuluh bulan berikutnya.
Terhadap BKC yang ditimbun di dalam Pabrik BKC milik Pengusaha Pabrik
yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, mempunyai kewajiban:
1) menyelenggarakan pencatatan atas pemasukan, penimbunan, dan
pemakaian BKC tersebut sesuai dengan ketentuan pembukuan di bidang
cukai;
2) menempatkan sedemikian rupa BKC tersebut dan hasil produksinya di
dalam tempat atau ruangan sehingga dapat diketahui jenis dan jumlah BKC
yang belum dilunasi cukainya yang dipergunakan sebagai bahan baku atau
bahan penolong;
3) membuat laporan penggunaan/persediaan BKC setiap bulan dengan
menggunakan formulir laporan penggunaan/persediaan BKC; dan
4) menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada poin (3) kepada Direktur
Jenderal melalui kepala Kantor yang mengawasi Pabrik dalam jangka waktu
paling lama pada hari kesepuluh bulan berikutnya.
3. Pemasukan dan Pengeluaran BKC
hal | 185
cukai dapat melakukan pengawasan langsung terhadap pemasukan dan
pengeluaran BKC, terutama dalam hal:
1) pemasukan dan pengeluaran BKC berupa etil alkohol ke atau dari Pabrik
atau Tempat Penyimpanan;
2) pemasukan dan pengeluaran BKC berupa MMEA dengan kadar berapapun
ke atau dari Pabrik yang produksi minuman mengandung etil alkoholnya
dalam satu tahun melebihi 50.000 (lima puluh ribu) liter; dan/atau
3) terdapat dugaan bahwa Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat
Penyimpanan akan atau telah melakukan penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang cukai.
hal | 186
4) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan dengan tujuan untuk diekspor dengan fasilitas tidak
dipungut cukai.
hal | 187
9) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Kawasan Pabean,
Tempat Penimbunan Sementara, atau Tempat Penimbunan Berikat
dengan fasilitas pembebasan cukai untuk keperluan perwakilan negara
asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan
asas timbal balik;
10) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Kawasan Pabean,
Tempat Penimbunan Sementara, atau Tempat Penimbunan Berikat
dengan fasilitas pembebasan cukai untuk dikonsumsi oleh penumpang
dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah
Pabean.
4. Pengangkutan BKC
hal | 188
selesai dilaksanakan dalam jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam
Dokumen Cukai, pengusaha yang bersangkutan dapat meminta perpanjangan
jangka waktu kepada Kepala Kantor Bea dan cukai setempat, sebelum
berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
hal | 189
B. Dokumen Mutasi BKC
hal | 190
dengan LACK-9). Sejalan dengan perkembangan pelaksanaan di lapangan,
tuntutan untuk menyederhanakan sistem administrasi di bidang cukai semakin
menguat.
hal | 191
Gambar 6.1
Dokumen Cukai PMBKC
hal | 192
Gambar 6.2
Lembar Lanjutan PMBKC
hal | 193
Format PMBKC (CK-5) digunakan untuk hampir seluruh kegiatan
pemasukan atau pengeluaran BKC baik yang cukainya telah dilunasi maupun
yang masih terutang cukai. Dapat dikatakan bahwa PMBKC merupakan single
document bagi kegiatan cukai yang cukup kompleks tersebut. Beberapa
kategori kegiatan mutasi BKC yang dilindungi dengan dokumen CK-5, anatara
lain:
1) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan dengan tujuan untuk dimasukkan ke Pabrik atau Tempat
Penyimpanan lainnya dengan fasilitas tidak dipungut cukai;
2) pemasukan BKC yang belum dilunasi cukainya ke Pabrik atau Tempat
Penyimpanan yang berasal dari Kawasan Pabean, Tempat Penimbunan
Sementara, atau Tempat Penimbunan Berikat dengan fasilitas tidak dipungut
cukai;
3) pemasukan dan pengeluaran BKC berupa hasil tembakau yang belum
dilunasi cukainya dari tempat pembuatan di luar Pabrik ke dalam Pabrik dan
sebaliknya;
4) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan dengan tujuan untuk diekspor dengan fasilitas tidak dipungut
cukai;
5) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan ke Tempat Penimbunan Berikat dengan fasilitas pembebasan
cukai;
6) pengeluaran etil alkohol yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau
Tempat Penyimpanan dengan fasilitas pembebasan cukai untuk digunakan
sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil
akhir yang bukan merupakan BKC;
hal | 194
pengangkutan sebagai berikut: “Pengangkutan BKC tertentu, walaupun sudah
dilunasi cukainya, harus dilindungi dengan dokumen cukai”.
hal | 195
▪ etil alkohol dalam jumlah lebih dari 6 (enam) liter; dan
▪ minuman mengandung etil alkohol dengan kadar lebih dari 5% (lima persen)
dalam jumlah lebih dari 6 (enam) liter, wajib dilindungi dengan Dokumen
Cukai.
Format dokumen CK-6 sebagai pelindung BKC tertentu di peredaran bebas
dapat dilihat dalam Gambar 6.3 berikut ini.
Gambar 6.3
Dokumen CK-6
hal | 196
Alur kegiatan mutasi BKC sangat beragam dan masing-masing memiliki
spesifikasi yang berbeda, walaupun dokumen yang digunakan sama. Pada sub
bagian ini penulis hanya akan menjelaskan beberapa alur kegiatan mutasi BKC
yang dilakukan dalam praktek kegiatan sehari-hari. Format alur kegiatan yang
digunakan disini mengacu kepada standar operasional prosedur yang telah
dipraktekkan di beberapa Kantor madya Cukai.
hal | 197
Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC
dengan Dokumen PMBKC Pelunasan
KEPALA SEKSI KASUBSI PELAKSANA PADA
PENGUSAHA PELAYANAN HANGGAR PABEAN SEKSI PELAYANAN PELAKSANA
KEPABEANAN DAN DAN CUKAI KEPABEANAN DAN PEMERIKSA
CUKAI CUKAI
eneliti Konsep
eneliti n Surat
n emaraf Tugas
TD
Konsep
Surat
Tugas
hal | 198
Alur proses kegiatan mutasi berupa pengeluaran BKC dari pabrik dengan
tujuan diekspor, dapat dilihat dalam flowchart berikut (Gambar II.5).
Gambar 6.5
Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC
dengan Dokumen PMBKC Pelunasan
KEPALA SEKSI KASUBSI PELAKSANA PADA
PENGUSAHA PELAYANAN HANGGAR PABEAN SEKSI PELAYANAN PELAKSANA BENDAHARAWAN
KEPABEANAN DAN DAN CUKAI KEPABEANAN DAN PEMERIKSA
CUKAI CUKAI
menelit
meneliti Konsep
a dan
dan memar Surat
mema Tugas
Konsep
Surat
Tugas
hal | 199
Seksi PKC. Kepala Seksi PKC menerima, meneliti, mendisposisi PMBKC CK-5
Pelunasan kepada Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai untuk diproses lebih
lanjut.
Gambar 6.6
Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC
sebagai Bahan Baku untuk Pembuatan BKC Lainnya
hal | 200
PENGUSAHA KEPALA KEPALA SEKSI KASUBSI PELAKSANA KEPALA SEKSI KPPBC TUJUAN
KPPBC PKC HANGGAR PABEAN PEMERIKSA PERBEND.
DAN CUKAI
Sumber: Bag. OTL DJBC
hal | 201
Kantor. Kepala Kantor menerima PMBKC (CK.5) dan mendisposisi kepada
Kepala Seksi PKC. Kepala Seksi PKC menerima dan mendisposisi kepada
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai.
Kasubsi Hangar Pabean dan Cukai melakukan penelitian dan dalam hal
sudah benar membukukan dan menomori PMBKC. Kasi PKC menerima dan
menandatangani dokumen PMBKC (CK.5) dan mendisposisi kepada Kasubsi
Hanggar untuk penyelesaian lebih lanjut. Berkas dokumen PMBKC selanjutnya
akan didistribusikan oleh Pelaksana Pemeriksa, sesuai peruntukan dan
melakukan pengawasan pengeluaran BKC. Lembar peruntukan PMBKC adalah
sebagai berikut:
▪ lbr ke-1 kepada pengusaha untuk pelindung BKC
▪ lbr ke-2 kepada bendaharawan asal
▪ lbr ke-3 kepada pengusaha
▪ lbr ke-4 kepada penerima BKC
▪ lbr ke-5 kepada bendaharawan tujuan
Pelaksana Pemeriksa pada Seksi KPC selanjutnya akan membuat konsep
Surat Tugas pengawasan pengeluaran, dan menyampaikannya kepada Kasubsi
Hanggar. Kasubsi Hanggar menerima konsep dan memaraf, selanjutnya
disampaikan kepada Kepala Seksi KPC. Kepala Seksi menerima dan
menandatangani surat tugas a.n. Kepala Kantor. Berdasarkan surat tugas,
Pelaksana Pemeriksa yang ditunjuk akan menerima ST dan melaksanakan
pengawasan pengeluaran. Selanjutnya pemeriksa menerima PMBKC lbr ke-1
dari pengusaha, menuangkan hasil pemeriksaan pada dokumen PMBKC dan
melakukan penyegelan serta membuat BA Penyegelan. Kemudian PMBKC
lembar ke-1 dijadikan dokumen pelindung BKC.
hal | 202
Pengusaha Asal mengirimkan BKC dengan dilindungi dokumen PMBKC ke
tempat tujuan. Pemasukan BKC ke Pabrik/TP tujuan diawasi oleh pelaksana
pemeriksa dari KPPBC tujuan. Selanjutnya PMBKC yang sudah diberikan
catatan pemasukan dikirim kepada KPPBC asal. Kepala Seksi Perbendaharaan
KPPBC asal menerima PMBKC lembar ke-1 dari kantor tujuan, dan
merekonsiliasi dengan PMBKC lembar ke-2.
RANGKUMAN :
hal | 203
penjualan eceran maupun dalam keadaan curah atau dikemas tidak untuk
penjualan eceran tetap menggunakan dokumen pemasukan dan pengeluaran
sesuai format PMBKC (CK-5).
▪ Dokumen pelindung pengangkutan yang digunakan terhadap pengangkutan
BKC tertentu yang sudah dilunasi di peredaran bebas dilindungi dokumen
CK-6.
LATIHAN :
Untuk menguji pemahaman anda dalam materi bab 2, silahkan anda kerjakan
soal-soal latihan berikut:
1) Jelaskan pengertian mutasi BKC dan untuk apa DJBC mengawasi
pergerakan BKC!
2) Jelaskan apa yang melatarbelakangi penggunaan dokumen CK-5 format
baru oleh DJBC!
3) Jelaskan kegunaan dokumen PMBKC!
4) Jelaskan konsep dokumen pemasukan/pengeluaran dan dokumen
pengangkutan!
5) Mengapa dalam pergerakan BKC etil alkohol dan MMEA tertentu wajib
dilindungi dengan dokumen CK-6? Jelaskan!
BAB
hal | 204
7
TATACARA PEMUSNAHAN
DAN PENGOLAHAN KEMBALI BKC
A. Gambaran Umum
1. Konsep Pemusnahan dan
Pengolahan Kembali
Pengertian pengolahan kembali BKC
adalah kegiatan menarik kembali BKC yang
sudah dilunasi cukainya dari peredaran bebas
ke dalam pabrik untuk dilakukan pengolahan
kembali. Umumnya produk BKC yang dapat
diolah kembali adalah produk-produk yang belum mengalami kadaluwarsa,
namun karena adanya cacat produksi mengharuskan BKC tersebut ditarik dari
peredaran bebas. Pengertian pemusnahan BKC adalah kegiatan penarikan BKC
yang sudah dilunasi cukainya dari peredararan bebas untuk dilakukan
pemusnahan di dalam pabrik atau di tempat-tempat lainnya dibawah
pengawasan DJBC.
hal | 205
113/PMK.04/2008 tentang Pengembalian Cukai dan/atau Sanksi Administrasi
Berupa Denda.
hal | 206
Gambar 7.1
Struktur Tatalaksana Pengolahan Kembali dan Pemusnahan BKC
hal | 207
pengembalian pita cukai hanya diizinkan apabila pemesanan pita cukainya
dilakukan pada tahun anggaran berjalan atau pada satu tahun anggaran
sebelumnya.
hal | 208
Pemusnahan atau pengolahan kembali BKC yang telah dilekati pita
cukainya yang berasal dari peredaran bebas hanya dapat dilakukan paling
banyak 4 (empat) kali dalam satu tahun anggaran. Apabila pengusaha pabrik
bermaksud melakukan kegiatan pemusnahan atau pengolahan lebih dari empat
kali dalam satu tahun anggaran, maka yang bersangkutan harus mendapatkan
persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Wilayah.
a. BKC yang masih berada di dalam Pabrik untuk diolah kembali atau
dimusnahkan di dalam pabrik
Proses permohonan pengolahan kembali dan pemusnahan atas BKC yang
masih berada di dalam pabrik pada dasarnya terbagi menjadi 2 tahapan, yaitu:
1) Tahapan pengajuan PBCK-7 hingga diterbitkannya Berita Acara
Pemeriksaan BKC (dengan dokumen BACK-1)
2) Tahapan pengolahan Kembali atau Pemusnahan (pengajuan PBCK-3)
Pada tahapan pertama, dimulai dengan pengajuan berkas permohonan
PBCK-7 untuk dilakukan pemeriksaan terhadap BKC yang akan
dimusnahkan/diolah kembali. Atas pengajuan PBCK-7 ini Kepala Kantor akan
hal | 209
mendisposikan kepada seksi kepabeanan dan cukai untuk dilakukan penelitian.
Apabila permohonan layak untuk diteruskan, maka Kepala Kantor akan
menugaskan pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan fisik terhadap BKC yang
dimohonkan pengolahan kembali atau pemusnahan. Output terakhir dari
kegiatan tahap pertama ini adalah diterbitkannya Berita Acara Pemeriksaan BKC
oleh pejabat pemeriksa (BACK-1). Atas BKC yang telah selesai diperiksa
dilakukan pengamanan dengan cara penyegelan.
Gambar 7.2
Flowchart Prosedur Pengolahan Kembali/Pemusnahan BKC
yang Masih Berada di Dalam Pabrik
hal | 210
Selanjutnya tahapan ke-2 dari proses permohonan pengolahan kembali
atau pemusnahan BKC adalah dengan mengajukan berkas PBCK-3 yang telah
dilampiri dengan copy PBCK-7 dan berita acara pemeriksaan atas BKC tersebut.
Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian dan pengadministrasian berkas
dokumen PBCK-3.
hal | 211
persetujuan pengolahan kembali atau pemusnahan diterbitkan oleh Kepala
Kantor Wilayah dan juga pembentukan Tim Pengawas yang terdiri dari paling
banyak dua orang pejabat Kanwil dan paling sedikit tiga orang pejabat dari
KPPBC.
b. BKC yang berasal dari peredaran bebas yang akan diolah kembali atau
dimusnahkan di pabrik
Pengajuan CK-5 paling lambat tanggal 1 bulan keempat sejak batas waktu
pelekatan sesuai ketentuan yang berlaku. Pemasukan kembali BKC dari
peredaran bebas ke dalam pabrik untuk diolah kembali atau dimusnahkan
dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
CK-5. Apabila jangka waktu 30 hari tersebut tersebut tidak dipenuhi, atas
pengolahan kembali BKC atau pemusnahan tidak diberikan pengembalian cukai.
Apabila tanggal pemasukan jatuh pada hari libur atau yang diliburkan, maka
hal | 212
pemasukan dilakukan pada hari kerja terakhir sebelum hari libur atau yang
diliburkan.
Atas pengajuan CK-5 ini Kepala Kantor akan mendisposikan kepada seksi
kepabeanan dan cukai untuk dilakukan penelitian. Apabila permohonan layak
untuk diteruskan, maka Kepala Kantor akan menugaskan pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan fisik terhadap BKC yang dimohonkan pengolahan
kembali atau pemusnahan. Output terakhir dari kegiatan tahap pertama ini
adalah diterbitkannya Berita Acara Pemeriksaan BKC oleh pejabat pemeriksa
(BACK-1). Atas BKC yang telah selesai diperiksa dilakukan pengamanan
dengan cara penyegelan. BKC selanjutnya akan dikirim ke Pabrik asal dengan
hal | 213
dilindungi CK-5 tembusan. Pengiriman BKC ke pabrik asal selambat-lambatnya
30 hari sejak tanggal pemberitahuan CK-5.
Gambar 7.3
Prosedur Pengolahan Kembali/Pemusnahan BKC
yang Berasal dari Peredaran Bebas
hal | 214
c. BKC yang berasal dari peredaran bebas yang akan dimusnahkan di
Luar Pabrik
Apabila kegiatan pemusnahan BKC akan dilakukan di luar pabrik, maka
Pengusaha Pabrik dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala
Kantor setempat. Pemusnahan BKC yang dilakukan di luar pabrik hanya
diberikan untuk BKC dengan nilai cukai sampai dengan Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah). Atas permohonan tertulis pengusaha pabrik, Kepala Kantor
memberikan putusannya. Kegiatan pemusnahan BKC di luar pabrik hanya dapat
dilakukan paling banyak 2 (dua) kali dalam satu tahun anggaran. Dalam hal
pemusnahan BKC dilakukan di beberapa tempat pemusnahan secara
bersamaan, maka kegiatan tersebut dihitung sama dengan satu kali pemberian
persetujuan pemusnahan di luar pabrik.
hal | 215
Proses permohonan pemusnahan BKC di luar pabrik pada dasarnya juga
terbagi menjadi 2 tahapan, yaitu:
1) Tahapan pemasukan BKC ke dalam Tempat Pemusnahan (CK-5)
2) Tahapan pengolahan Kembali atau Pemusnahan (pengajuan PBCK-3)
Flowchart sederhana pada gambar III.4 berikut akan memberikan gambaran
singkat mengenai alur proses permohonan pemusnahan BKC yang berasal dari
peredaran bebas untuk dilakukan pemusnahannya di luar pabrik.
Gambar 7.4
Prosedur Pemusnahan BKC
di Tempat Pemusnahan di Luar Pabrik
hal | 216
Tahapan pertama dimulai dengan pengajuan berkas permohonan CK-5
dalam rangka pemasukan BKC yang akan dimusnahkan oleh Pengusaha Pabrik
atau kuasanya. Proses ini dapat saja melibatkan dua KPPBC yang berbeda.
Pengajuan permohonan penarikan BKC ke Tempat Pemusnahan di Luar Pabrik
dapat diajukan kepada KPPBC yang terdekat dengan lokasi Tempat
Pemusnahan.
hal | 217
Selanjutnya, Kepala Kantor tempat pemeriksaan BKC menyampaikan
pemberitahuan CK-5 kepada Kepala Kantor pengawasan Pabrik. Sampai disini
tahap pertama kegiatan selesai. Kegiatan berikutnya dapat dilanjutkan pada
tahap kedua, yaitu permohonan pengolahan kembali atau pemusnahan BKC
dengan pengajuan PBCK-3.
hal | 218
mengawasi pabrik. Berkas BACK-3 dan lampirannya tersebut akan menjadi
dasar diterbitkannya dokumen Tanda Bukti Perusakan Pita Cukai (CK-2) oleh
Kepala Kantor yang mengawasi pabrik.
hal | 219
Pemusnahan atau pengolahan kembali atas BKC yang telah dilunasi
cukainya hanya dapat dilakukan oleh Pengusaha Pabrik dan pelaksanaannya
dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai setempat. Untuk melaksanakan
tugas pengawasan tersebut, Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi
pabrik membentuk Tim Pengawas yang beranggotakan Pejabat Bea dan Cukai
dari Kantor setempat. Khusus permohonan pengolahan kembali atau
pemusnahan yang nilainya melebihi Rp. 500.000.000,- Tim Pengawas
beranggotakan pejabat dari Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat.
hal | 220
Apabila kegiatan pemusnahan BKC akan dilakukan di luar pabrik, maka
Pengusaha Pabrik dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala
Kantor setempat. Pemusnahan BKC yang dilakukan di luar pabrik hanya
diberikan untuk BKC dengan nilai cukai sampai dengan Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah). Atas permohonan tertulis pengusaha pabrik, Kepala Kantor
memberikan putusannya. Kegiatan pemusnahan BKC di luar pabrik hanya dapat
dilakukan paling banyak 2 (dua) kali dalam satu tahun anggaran. Dalam hal
pemusnahan BKC dilakukan di beberapa tempat pemusnahan secara
bersamaan, maka kegiatan tersebut dihitung sama dengan satu kali pemberian
persetujuan pemusnahan di luar pabrik. Alur proses permohonan pengolahan
kembali dan pemusnahan atas BKC yang pelunasannya dengan cara
pembayaran pada dasarnya sama saja dengan flowchart sederhana yang kami
gambarkan dalam Gambar 7.2 dan 7.4 sebelumnya.
RANGKUMAN :
hal | 221
▪ Pemusnahan atau pengolahan kembali BKC yang cara pelunasannya
dengan pembayaran, yang dimasukkan ke dalam pabrik dan berasal dari
peredaran bebas dapat dilakukan paling banyak 2 (dua) kali dalam satu
tahun anggaran.
▪ Pemusnahan atau pengolahan kembali BKC yang telah dilekati pita cukainya
yang masih berada di dalam pabrik, hanya dapat dilakukan paling banyak 2
(dua) kali dalam satu bulan.
▪ Pemusnahan atau pengolahan kembali BKC yang telah dilekati pita cukainya
yang berasal dari peredaran bebas hanya dapat dilakukan paling banyak 4
(empat) kali dalam satu tahun anggaran.
▪ Pemusnahan BKC yang berasal dari peredaran bebas untuk dilakukan
pemusnahan di luar pabrik hanya diberikan untuk permohonan dengan nilai
cukai maksimal Rp 100 juta.
▪ Pejabat yang berwenang memberikan persetujuan pengolahan kembali atau
pemusnahan adalah sebagai berikut:
▪ Kepala KPPBC Tipe A1 ke bawah yang mengawasi pabrik, dalam hal nilai
cukai yang dimintakan pengembalian tidak melebihi Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah);
▪ Kepala KPPPBC Tipe Madya, dalam hal nilai cukai yang dimintakan
pengembalian tidak melebihi Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
▪ Kepala Kantor wilayah atau Kepala KPU Bea dan Cukai dalam hal nilai cukai
melebihi batasan poin a dan b diatas.
hal | 222
LATIHAN :
menguji pemahaman anda dalam materi kegiatan belajar Bab 7, silahkan anda
kerjakan soal-soal latihan berikut:
1) Jelaskan konsep pengolahan kembali dan pemusnahan, dan jelaskan
mengapa atas kegiatan tersebut diberikan pengembalian cukai!
2) Seorang distributor MMEA mengumpulkan produk-produk yang sudah
kadaluwarsa di pasar untuk dikembalikan ke pabrik pembuatnya. Jelaskan
apakah kegiatan tersebut dapat diberikan pengembalian cukai!
3) Jelaskan mekanisme pemusnahan BKC hasil tembakau yang akan
dilakukan di luar pabrik yang dapat diberikan pengembalian cukai!
4) Jelaskan batasan kewenangan pejabat Kepala kantor terkait dengan
pemberian persetujuan pemusnahan atau pengolahan kembali!
5) Jelaskan batasan dan persyaratan pengajuan permohonan pengolahan
kembali dan pemusnahan, untuk masing-masing kategori BKC !
hal | 223
BAB
8
KEWENANGAN PEJABAT BEA DAN CUKAI
A. Gambaran Umum
Ketentuan umum di bidang cukai
sebagaimana diatur dalam Undang-undang Cukai
membawa konsekuensi adanya hak dan kewajiban
bagi wajib cukai dan juga pihak pemungut cukai
(fiskus). Hak yang dimiliki oleh wajib cukai antara
lain: hak mendapatkan fasilitas dan kemudahan di
bidang cukai, hak mengajukan keberatan, banding dan gugatan atas putusan
pejabat Bea dan cukai, hak mendapatkan pelayanan yang baik dalam prosedur
tata laksana di bidang cukai, dan sebagainya. Disisi lain, wajib cukai diwajibkan
untuk memenuhi segala ketentuan yang diatur dalam Undang-undang cukai,
antara lain: perizinan di bidang cukai, mengajukan pemberitahuan kegiatan di
bidang cukai, membuat laporan-laporan di bidang cukai, membuat pembukuan
atau pencatatan, melunasi pungutan cukai, memenuhi ketentuan larangan, dan
sebagainya.
Dari sisi fiskus, kewajiban yang harus dipenuhi oleh DJBC erat kaitannya
dengan tugas pengawasan dan pelayanan terhadap subyek cukai. Dalam rangka
pelayanan di bidang cukai, DJBC berkewajiban memberikan pelayanan yang
hal | 224
baik, memberikan fasilitas dan kemudahan di bidang cukai sesuai ketentuan,
memungut cukai dan penerimaan terkait cukai lannya, dan sebagainya. Dalam
rangka pengawasan dibidang cukai, DJBC berkewajiban melakukan pengawasan
terhadap kegiatan mutasi BKC, pencacahan BKC tertentu, dan sebagainya.
Disamping kewajiban tersebut, pejabat Bea dan Cukai diberikan hak oleh
Undang-undang Cukai untuk melaksanakan seluruh ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang cukai. Hak yang diberikan kepada pejabat Bea dan Cukai
terwujud dalam bentuk kewenangan pengawasan terhadap BKC dan barang lain
yang terkait dengannya, maupun para pengusaha atau orang yang terlibat
didalam ketentuan Undang-undang Cukai.
B. Kewenangan Umum
1. Pengertian dan Jenis Kewenangan Umum
Secara definisi pengertian kewenangan umum adalah kewenangan pejabat
Bea dan Cukai untuk mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka
penegakan aturan di bidang Cukai. Tindakan yang dilakukan tersebut dapat
terkait dengan BKC, barang lain yang terkait dengan BKC, sarana pengangkut,
bangunan atau tempat lain, pembukuan atau pencatatan pengusaha BKC,
hal | 225
maupun pelayanan pemesanan pita cukai. Istilah kewenangan umum ini menurut
referensi Undang-undang Cukai dapat juga dimaknai sebagai kewenangan
administratif di bidang cukai.
Sifat kewenangan umum ini dapat melekat kepada siapa saja pejabat
Bea dan Cukai yang sedang menjalankan tugas. Untuk melaksanakan
kewenangan yang bersifat umum, seorang pejabat Bea dan Cukai harus
berdasarkan Surat Perintah Penindakan dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai,
Kepala Kantor atau Pejabat yang ditunjuk untuk menangani pengawasan. Surat
Perintah Penindakan paling sedikit memuat:
▪ Nama pejabat Bea dan Cukai yang diperintahkan;
▪ Alasan dan tujuan penindakan;
▪ Jangka waktu berlakunya surat perintah penindakan;
▪ Kewajiban membuat laporan hasil penindakan.
Dalam kondisi-kondisi tertentu, Surat Perintah Penindakan tidak diperlukan
antara lain dalam hal:
1) Pengejaran terus menerus atas orang atau pengangkut, dan/atau sarana
pengangkut yang patut diduga melanggaran peraturan perundang-undangan
cukai.
2) Pengawasan secara tetap atau berkala, terhadap pabrik, tempat
penyimpanan dan/atau tempat lain yang didalamnya terdapat BKC.
3) Audit cukai, kecuali audit investigasi dugaan adanya tindak pidana.
4) Terdapat kekhawatiran pelaku pelanggaran akan melarikan diri atau
menghilangkan barang bukti, melakukan penindakan terhadap:
▪ Orang atau pengangkut, dan/atau sarana pengangkut; atau
▪ Pabrik, Tempat Penyimpanan, dan/atau tempat lain yang didalamnya.
Jenis-jenis Kewenangan Umum
hal | 226
2) Kewenangan untuk mengambil tindakan berupa tidak melayani pemesanan
pita cukai (CK-1/CK-1A) atau tanda pelunasan cukai lainnya;
3) Kewenangan untuk menegah BKC, barang lain yang terkait dengan BKC
dan juga sarana pengakut yang terkait dengan BKC;
4) Kewenganan pemeriksaan terhadap pabrik, tempat penyimpanan, tempat-
tempat lainnya dan bangunan;
5) Kewenangan audit di bidang cukai terhadap pengusaha BKC dan
pengusaha penerima fasilitas cukai;
6) Kewenangan untuk melakukan penyegelan yang diperlukan terhadap
bagian-bagian dari pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha importir,
tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, tempat lain, atau sarana
pengangkut yang didalamnya terdapat BKC.
hal | 227
dilengkapi dengan senjata api serta dapat meminta bantuan Kepolisian RI,
Tentara Nasional Indonesia dan instansi terkait lainnya.
Dalam kegiatan penindakan cukai terhadap BKC atau barang lain yang
dibawa oleh sarana pengangkut maka tindakan penghentian, pemeriksaan,
penegahan hingga penyegelan, merupakan tindakan yang berkesinambungan
dan tidak boleh terputus. Setelah melakukan tindakan penghentian, maka
pejabat Bea dan Cukai harus segera melanjutkan dengan tindakan pemeriksaan
terhadap BKC atau barang lain yang dibawa oleh sarana pengangkut tersebut.
Kemudian harus segera diputuskan, apakah akan dilakukan penegahan atau
tidak terhadap BKC/barang lain/sarana pengangkut tersebut.
Penghentian
Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan BKC dan sarana
pengangkut dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC yang berada dalam
sarana pengangkut. Tindakan penghentian harus dilakukan secara selektif
berdasarkan adanya informasi adanya dugaan pelanggaran peraturan
perundang-undangan dibidang cukai.
hal | 228
isyarat lainnya yang lazim digunakan. Atas perintah penghentian terhadap
orang dan/atau pengangkut tersebut, maka yang bersangkutan wajib berhenti
dan bagi yang menggunakan sarana pengangkut wajib menghentikan sarana
pengangkutnya atau menghentikan kegiatan mengangkutnya. Kemudian
pengangkut diminta untuk menunjukkan dokumen cukai dan/atau pelengkap
cukai yang diwajibkan.
Disisi lain Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan kegiatan ini wajib
menunjukkan Surat Perintah Penindakan dan juga identitas yang jelas sebagai
pejabat Bea dan Cukai. Tindakan selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan
terhadap BKC atau barang lain atau sarana pengangkut yang dihentikan.
Pemeriksaan
1) Sarana pengangkut, BKC, dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC
yang berada disarana pengangkut.
hal | 229
2) BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC yang berada disarana
pengangkut.
3) Memerintahkan kepada pengangkut untuk membuka pengemas BKC
dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC.
4) Meminta keterangan baik kepada pengusaha pabrik maupun karyawan
perusahaan atau orang yang menguasai sarana pengangkut, BKC atau
barang lain yang terkait.
Dalam hal perintah Pejabat Bea dan Cukai tidak dipenuhi, pejabat Bea dan
Cukai dapat membuka sendiri:
1) Sarana pengangkut yang digunakan mengangkut BKC yang dipakai di
darat, di udara maupun yang dipakai di air dan orang pribadi yang
membawa BKC atau barang lain yang terkait.
2) Pengemas BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC.
Atas pemeriksaan dimaksud dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Khusus terhadap sarana pengangkut yang telah disegel oleh Dinas Pos
atau Penegak hukum lain, maka pemeriksaan tidak bisa dilakukan secara
sepihak oleh pejabat Bea dan Cukai. Pemeriksaan hanya dapat dilakukan
pembukaan segel dan diperiksa bersama-sama dengan dinas pos atau penegak
hukum lain yang menyegel BKC/Tempat tersebut.
hal | 230
dengan BKC yang berada di sarana pengangkut diizinkan untuk meneruskan
perjalanan.
2) Dalam hal hasil pemeriksaan menunjukkan adanya pelanggaran di bidang
cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang menegah sarana pengangkut,
BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC yang berada di sarana
pengangkut.
3) Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap sarana pengangkut menunjukkan
adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang cukai, sarana
pengangkut berikut BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC yang
dibawa, diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil DJBC.
Atas hasil pemeriksaan tersebut, kepada Pengangkut diberikan berita acara
pemeriksaan. Apabila dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran
ketentuan perundang-undangan cukai, maka pejabat Bea dan Cukai menegah
sarana pengangkut, BKC dan/atau barang lain yang terkait.
hal | 231
Dalam hal pengusaha atau orang mengusai pabrik, tempat penyimpanan,
bangunan atau tempat lain tidak bersedia atau menghalangi pemeriksaan, maka
pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk membuka dan melakukan pemeriksaan
sendiri. Pemeriksaan sendiri tersebut haruslah disaksikan oleh pengusaha atau
orang yang menguasai, atau ketua RT/RW, atau aparatur dilingkungan sekitar
pabrik, tempat penyimpanan, bangunan atau tempat lain yang dilakukan
pemeriksaan.
Apabila didapati adanya pelanggaran dibidang cukai dan lokasi pabrik dan
BKC tidak mungkin dilakukan pengawasan terus-menerus oleh pejabat Bea dan
Cukai, maka dapat dilakukan penyegelan atas bangunan atau tempat-tempat
atau bagian-bagian lain yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan.
Penegahan
1) Sarana pengangkut, BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC
yang berada dalam sarana pengangkut; atau
2) BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC yang berada di pabrik,
tempat penyimpanan, tempat usaha penyalur, TPE dan tempat-tempat
bedasarkan dugaan adanya pelanggaran atau adanya pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan dibidang cukai.
Kegiatan penegahan bertujuan untuk mengambil tindakan penyelesaian
atas pelangggaran yang dibuat. Jangka waktu yang diperkenankan untuk
melakukan penegahan adalah selama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
hal | 232
penegahan. Kemudian, penyelesaian atas tindakan penegahan dapat dilakukan
dengan cara-cara antara lain:
1) Menerbitkan STCK.1 penagihan dan pengenaan denda.
2) Menyerahkan kepada PPNS jika diduga merupakan tindak pidana cukai
3) Menyerahkan kepada penyidik umum jika hal tersebut adalah tindak pidana
selain tindak pidana cukai;
4) Melepaskan sarana pengangkut/BKC atau barang lain jika dalam penegahan
dan pemeriksaan tidak ditemukan adanya pelanggaran.
Penyegelan
Penyegelan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai
untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman. Hal ini
dilakukan untuk menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka
pengamanan keuangan negara.
hal | 233
Pada dasarnya tindakan penyegelan merupakan tindakan alternatif apabila
dipandang diperlukan. Alasan-alasan yang dapat menjadi dasar dilakukan
tindakan penyegelan adalah:
▪ Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran saat
pemeriksaan sarana pengangkut, BKC dan/atau barang lain yang terkait;
▪ Berdasarkan hasil pemeriksaan adanya pelanggaran saat pemeriksaan di
pabrik, bangunan atau tempat, BKC dan/atau barang lain yang terkait;
▪ Untuk menjamin laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen lain
yang berkaitan dengan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang
berkaitan dengan kegiatan dibidang cukai dan barang yang penting agar
tidak dihilangkan, tidak berubah atau tidak dipindahkan sampai dengan
pemeriksaan dan/atau tindakan dilanjutkan;
▪ Tidak dimungkinkan untuk dilakukan pengawasan terus menerus oleh
pejabat Bea dan Cukai;
▪ Diperlukan pengamanan atas BKC yang belum dilunasi cukainya, yang
belum dipungut cukainya, dan/atau yang mendapat pembebasan cukai; atau
▪ Adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan dibidang cukai.
Untuk setiap tindakan penyegelan yang dilakukan oleh pejabat Bea dan
Cukai wajib dibuatkan Berita Acara Penyegelan yang ditandatangani oleh
Pejabat Bea dan Cukai dan pengusaha/pengangkut, atau pihak yang menguasai
bangunan, sarana pengangkut, BKC atau barang lainnya yang terkait dengan
BKC, pada saat dilakukan penyegelan. Berita acara penyegelan paling sedikit
memuat:
▪ Nomor dan jenis kunci, segel atau tanda pengaman;
▪ Waktu penyegelan atau pelekatan tanda pengaman;
▪ Jumlah dan objek yang dilakukan penyegelan;
▪ Alasan penyegelan, segel atau tanda pengaman; dan
▪ Nama,NIP, dan tanda tangan pejabat Bea dan Cukai yang melakukan
penyegelan kunci, segel atau tanda pengaman.
Terhadap obyek BKC, sarana pengangkut dan bangunan yang disegel,
maka berlaku ketentuan sebagai berikut:
hal | 234
▪ Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang tidak boleh dibuka,
dilepas, dirusak, atau dilakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga kunci,
segel, atau tanda pengaman tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tanpa
izin Pejabat Bea dan Cukai
▪ Atas bangunan, bagian dari bangunan, atau tempat lain yang disegel, tidak
boleh dimasuki, melakukan kegiatan di dalamnya, atau memindahkan
barang-barang yang ada di dalamnya.
▪ Setiap tindakan yang menyangkut pembukaan segel atau memasuki
bangunan secara tidak sah, dapat dinyatakan sebagai tindakan perusakan
segel;
▪ Orang yang memiliki atau yang menguasai objek penyegelan bertanggung
jawab atas keutuhan kunci, segel, atau tanda pengaman lain sampai dengan
berakhirnya penyegelan.
Tindakan pembukaan segel karena telah berakhirnya tindakan pengamanan
terhadap obyek penyegelan dilakukan dengan membuat Berita Acara
Pembukaan Segel. Berita Acara tersebut harus ditandatangani oleh pejabat Bea
dan Cukai dan pihak yang menguasai obyek penyegelan.
hal | 235
▪ pengusaha pabrik atau importir BKC diduga melakukan pelanggaran pidana.
Hal ini harus dibuktikan dengan adanya surat bukti penindakan atau adanya
rekomendasi dari unit penindakan atau penyidikan DJBC;
▪ pengusaha pabrik atau importir yang mendapat penundaan pembayaran
cukai yang mempertaruhkan jaminan, tidak menyelesaikan pembayaran
cukai sampai dengan jatuh tempo;
▪ pengusaha pabrik atau importir BKC tidak menyelesaikan utang cukai,
kekurangan cukai dan sanksi administrasi berupa denda sampai dengan
jatuh tempo pembayaran;
▪ pengusaha pabrik atau importir BKC tidak membayar biaya pengganti
pencetakan pita cukai dalam jangka waktu yang ditentukan (paling lama 30
hari sejak diterima surat tagihan).
Tindakan pemblokiran terhadap dokumen pemesanan pita cukai akan
berakhir dan pemesanan pita cukai dapat dilayani kembali oleh Pejabat Bea dan
Cukai, apabila:
▪ pengusaha pabrik atau importir BKC tidak terbukti melakukan pelanggaran
pidana di bidang cukai;
▪ pengusaha pabrik yang mendapat penundaan pembayaran cukai dengan
menyerahkan jaminan perusahaan, telah membayar utang cukai yang tidak
dibayar pada waktunya dan sanksi administrasi berupa denda atau telah
mendapat persetujuan pengangsuran;
▪ pengusaha pabrik atau importir BKC telah menyelesaikan utang cukai,
kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda sampai dengan jatuh
tempo pembayaran serta kewajiban bunga yang timbul; atau
▪ pengusaha pabrik atau importir BKC telah membayar biaya pengganti
pencetakan pita cukai.
Perlu diingat bahwa setiap kegiatan penindakan yang dilakukan oleh
pejabat Bea dan Cukai wajib dibuatkan surat bukti penindakan (SBP).
Dikecualikan dari kewajiban penyerahan SBP adalah kegiatan penindakan dalam
rangka audit di bidang cukai.
hal | 236
4. Kewenangan Audit di Bidang Cukai
Berdasarkan ketentuan pasal 39 Undang-undang Cukai Pejabat Bea dan
Cukai diberikan kewenangan untuk melakukan audit terhadap pengusaha pabrik,
pengusaha tempat penyimpanan, importir BKC, penyalur dan pengguna BKC
yang mendapatkan fasilitas pembebasan. Tujuan audit di bidang cukai adalah
untuk menguji tingkat kepatuhan pengusaha BKC atau pengusaha yang
mendapat fasilitas cukai, dalam pelaksanaan pemenuhan ketentuan dalam
undang-undang cukai dan peraturan pelaksanannya.
Pelaksanaan audit di bidang cukai dilaksanakan oleh Tim Audit yang terdiri
dari: Pengawas Mutu audit (PMA), Pengendali teknis Audit (PTA), Ketua Auditor
dan anggota minimal sebanyak satu Auditor. Jenis audit di bidang cukai
dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Audit umum, yaitu audit yang memiliki ruang lingkup menyeluruh terhadap
pemenuhan kewajiban cukai.
2) Audit khusus, yaitu audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan tertentu
terhadap pemenuhan kewajiban tertentu.
3) Audit Investigasi, yaitu audit yang dilakukan untuk menyelidiki dugaan tindak
pidana dibidang cukai.
Dalam melaksanakan Audit, Tim Audit yang mendapatkan surat tugas
ataupun surat perintah dari Direktur Jenderal atau Kepala Kantor, diberikan
wewenang berdasarkan Undang-undang Cukai, untuk :
▪ meminta laporan keuangan; buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti
dasar pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan
usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan
di bidang cukai;
hal | 237
▪ meminta keterangan lisan dan/atau tertulis kepada pengusaha pabrik,
pengusaha tempat penyimpanan, importir BKC, penyalur, pengguna BKC
yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai, dan/atau pihak lain yang
terkait;
▪ memasuki bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan. laporan
keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar
pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha,
termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda
pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat
memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain
yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut;
▪ melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap bangunan
atau ruangan penyimpanan.
hal | 238
Atas penyerahan perkara kepada DJBC tersebut, pejabat Bea dan Cukai
yang menerima berkas penyerahan tersebut melakukan penelitian. Hasil
penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
▪ Apabila tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran pidana, maka pejabat
Bea dan Cukai menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penolakan
kepada penegak hukum lain yang melakukan penindakan dibidang cukai
serta alasan penolakan. Tembusan surat penolakan disampaikan kepada
Direktur Jenderal sebagai laporan.
▪ Apabila ditemukan adanya dugaan pelanggaran, pejabat Bea dan Cukai
menindak lanjuti dengan menerima penyerahan dugaan pelanggaran yang
yang ditemukan penegak hukum lain disertai barang hasil penindakan, alat
bukti terkait dan orang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.
Terhadap penyerahan berkas perkara di bidang cukai harus dibuatkan berita
acara serah terima.
C. Kewenangan Khusus
hal | 239
a. Membetulkan surat tagihan atau surat keputusan keberatan, yang dalam
penerbitannya terdapat kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau
kekeliruan dalam penerapan ketentuan undang-undang; atau
b. Mengurangi atau menghapus sanksi adminstrasi berupa denda dalam hal
sanksi tersebut dikenakan pada orang yang dikenai sanksi adminstrasi
karena kekhilafan atau bukan karena kesalahannya.
Pengertian “membetulkan” dalam kewenangan khusus tersebut dapat
berarti menambah, mengurangi atau menghapus sesuai dengan sifat kesalahan
dan kekeliruan yang dibuat. Secara jabatan, Direktur Jendral memiliki
kewenangan untuk membetulkan atau membatalkan surat tagihan yang tidak
benar. Sebagai contoh: penerbitan surat tagihan yang tidak memenuhi
persyaratan formal, meskipun persyaratan materialnya telah dipenuhi. Hal ini
dilaksanakan untuk menjalankan tata kelola pemerintahan yang baik (good
governance) sehingga apabila terdapat kekeliruan manusiawi dalam suatu
penetapan perlu dibetulkan sebagaimana mestinya.
Untuk menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) maka pejabat Bea
dan Cukai harus memenuhi syarat telah mengikuti pendidikan PPNS dan lulus
serta mempunyai sertifikat/tanda lulus pada Diklat PPNS tersebut. Diklat PPNS
diselenggarakan oleh unsur pembina penyidik yaitu Kepolisian RI. Untuk
menjalankan kewenangan penyidikan, seorang pejabat Bea dan Cukai terlebih
dahulu harus diangkat sebagai penyidik berdasarkan Undang-undang nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
hal | 240
1) menerima laporan atau keterangan dari seorang tentang adanya tindak
pidana;
2) memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
3) melakukan penangkapan dan penahanan terhadap orang yang disangka
melakukan tindak pidana dibidang cukai (penangkapan dan penahanan
dilakukan terutama dalam keadaan tertangkap tangan);
4) memotret dan/atau merekam melalui media audio visual terhadap orang,
barang, sarana pengangkut, atau apa saja yang dapat diajukan bukti
adanya tindak pidana dibidang cukai;
5) memeriksa catatan dan pembukuan yang diwajibkan menurut undang-
undang ini dan pembukuan lainnya;
6) mengambil sidik jari orang;
7) menggeledah rumah tinggal, pakaian dan badan;
8) menggeledah tempat atau sarana pengangkut dan memeriksa barang yang
terdapat didalamnya apabila dicurigai adanya tindak pidana dibidang cukai;
9) menyita benda-benda yang diduga keras merupakan barang yang dapat
dijadikan bukti dalam perkara tindak pidana dibidang cukai;
10) memberikan tanda pengaman dan mengamankan apa saja yang dapat
dipakai sebagai bukti sehubungan dengan tindak pidana dibidang cukai;
11) mendatangkan tenaga ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
12) menyuruh berhenti seorang tersangka pelaku tindak pidana dibidang cukai
serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
13) menghentikan penyidikan;
14) melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak
pidana dibidang cukai menurut hukum yang bertanggung jawab.
Pada dasarnya penyidik dianggap ”mulai melakukan penyidikan”, jika
dalam kegiatan yang dilakukan telah menggunakan tindakan upaya paksa dari
penyidik, seperti pemanggilan ”Untuk Keadilan”, pemeriksaan, penggeledahan,
penyitaan dan sebagainya. Untuk memulai proses penyidikan, penyidik
seyogyanya telah memiliki minimal dua alat bukti yang sah. Penyidik Bea dan
hal | 241
cukai memberitahukan dimulainya penyidikan langsung kepada penuntut umum
(jaksa) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Dimulainya Proses
penyidikan (SPDP). Penyampaian SPDP ini harus dilampiri dengan laporan
kejadian, resume berita acara pemeriksaan saksi, tersangka, berita acara
penggeledahan, dan sebagainya.
a. Penindakan
Penindakan adalah tindakan hukum yang dilakukan terhadap orang
maupun benda yang ada hubungannya dengan tindak pidana yang terjadi. Harus
dipahami bahwa istilah “penindakan” dalam kerangka kegiatan penyidikan
merupakan sesuatu yang berbeda dengan istilah penindakan dalam menjalankan
kewenagan umum. Langkah-langkah yang harus ditempuh dalam kegiatan
penindakan penyidikan adalah sebagai berikut;
hal | 242
bukti atau mengulangi tindak pidana. Perintah penahanan oleh penyidik
hanya paling lama 20 hari, tetapi apabila diperlukan dapat diperpanjang
paling lama 40 hari.
3) Penggeledahan
Pelaksanaan penggeledaan harus dilakukan berdasarkan surat Perintah
Penggeledahan yang didasari; Laporan kejadian, hasil pemeriksaan
tersangka dan/atau saksi dan pengembangan hasil pemeriksaan tersangka
atau saksi. Penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan setelah izin Ketua
Pengadilan Negeri setempat, kecuali dalam keadaan yang sangat perlu dan
terdesak. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penggeledahan
rumah disamping izin Ketua Pengadilan dan surat perintah penggeledahan
juga harus disaksikan oleh aparat pemerintah setempat bersama 2 orang
saksi dari lingkungan yang bersangkutan bila penghuni tidak menyetujui.
4) Penyitaaan
Penyitaan dilakkan dengan surat perintah penyitaan dan telah mendapat izin khusus
dari ketua pengadilan negeri. Dalam keadaan sangat perlu dan memerlukan
tindakan segera, penyitaan dapat dilakukan tanpa izin dari ketua pengadilan
negeri tetapi terbatas pada benda-benda bergerak dan sesudahnya segera
melaporkan kepada Ketua pengadilan negeri setempat.
b. Pemeriksaan
Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan,
kejelasan, keidentikkan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti maupun
tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau
saperanan seseorang maupun barang bukti didalam tindak pidana tersebut
menjadi jelas. Berdasarkan aturan KUHAP, yang berwenang melakukan
pemeriksaan adalah penyidik. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap tersangka
dan saksi-saksi/ahli.
hal | 243
pengikatan serta penyegelan yang berlaku. Penyerahan berkas perkara
merupakan kegiatan pengiriman berkas perkara berikut tanggung jawab
tersangka dan barang buktinya kepada penuntut umum. Apabila dalam waktu 14
hari sejak berkas perkara diterima oleh penuntut umum, berkas perkara tidak
dikembalikan kepada PPNS Bea dan cukai, maka penyidikan dianggap selesai
(P-21). Akan tetapi, jika berkas dikembalikan oleh penuntut umum sebelum
melampaui 14 hari, penuntut umum memberi petunjuk jelas yang memuat hal-hal
yang harus dilengkapi, diistilahkan dengan P-19.
RANGKUMAN :
hal | 244
▪ Kewenangan umum adalah kewenangan pejabat Bea dan Cukai untuk
mengambil tindakan yang diperlukan dalam rangka penegakan aturan di
bidang Cukai. Sifat kewenangan umum ini dapat melekat kepada siapa saja
pejabat Bea dan Cukai yang sedang menjalankan tugas.
▪ Jenis-jenis kewenangan umum yang diatur oleh Undang-undang Cukai,
antara lain:
1) Kewenangan untuk mengambil tindakan yang diperlukan terhadap BKC
dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC berupa tindakan:
penghentian, pemeriksaan , penegahan dan penyegelan;
2) Kewenangan untuk mengambil tindakan berupa tidak melayani
pemesanan pita cukai atau tanda pelunasan cukai lainnya;
3) Kewenangan untuk menegah BKC, barang lain yang terkait dengan BKC
dan juga sarana pengakut yang terkait dengan BKC.
4) Kewenganan pemeriksaan terhadap pabrik, tempat penyimpanan,
tempat-tempat lainnya dan bangunan
5) Kewenangan audit di bidang cukai terhadap pengusaha BKC dan
pengusaha penerima fasilitas cukai.
6) Kewenangan untuk melakukan penyegelan yang diperlukan terhadap
bagian-bagian dari pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha importir,
tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, tempat lain, atau
sarana pengangkut yang didalamnya terdapat BKC.
▪ Kewenangan khusus adalah kewenangan yang hanya dapat dijalankan oleh
pejabat Bea dan Cukai tertentu. Kewenangan khusus hanya dapat
dijalankan oleh Direktur Jenderal Bea dan cukai dan pejabat Bea dan Cukai
tertentu yang diangkat sebagai PPNS Bea dan Cukai
▪ Jenis kewenangan khusus yang diatur dalam Undang-undang Cukai adalah:
a) Kewenangan khusus Direktur Jenderal Bea dan cukai yang berkaitan
dengan pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi atau surat keputusan keberatan;
b) Kewenangan khusus pejabat Bea dan cukai yang diangkat sebagai
PPNS Bea dan Cukai, untuk melaksanakan kewenagan penyidikan.
LATIHAN :
hal | 245
1) Sebelum hasil tembakau diproduksi dan dijual secara eceran, pengusaha
pabrik harus memiliki persediaan pita cukai terlebih dahulu. Jelaskan secara
singkat dan gunakan flowchart sederhana bagaimana prosesnya pita cukai
dapat sampai ke tempat pengusaha pabrik!
2) Mengapa pita cukai untuk hasil tembakau disediakan dalam tuga seri yang
berbeda? Jelaskan alasannya menurut anda!
3) Jelaskan upaya-upaya pemerintah terhadap pencegahan atau manipulasi
pungutan cukai atas BKC yang seharusnya dipungut!
4) Jelaskan mekanisme penyediaan pita cukai hasil tembakau!
5) Apa konsekuensi yang harus ditanggung pengusaha, apabila pita cukai yang
telah dimohonkan penyediaannya ternyata tidak seluruhnya diajukan CK-1
atau CK-1A? Jelaskan!
hal | 246
9 BAB
hal | 247
lanjut di tingkat pelaksanaan, pemerintah telah menerbitkan PMK nomor
114/PMK.04/2008 tentang Keberatan di Bidang Cukai. Petunjuk teknis
pelaksanaan keberatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal
Nomor P-28/BC/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan
di Bidang Cukai sebagaimana telah diubah dengan P-36/BC2010.
Obyek yang dapat diajukan keberatan adalah penetapan pejabat Bea dan
Cukai yang meliputi:
1) penetapan yang mengakibatkan kekurangan cukai; dan/atau
2) penetapan yang mengakibatkan pengenaan sanksi administrasi denda.
Pengertian penetapan sebagaimana dimaksud adalah penetapan atas
surat tagihan cukai (STCK-1) yang menjadi dasar bagi wajib cukai untuk
melakukan pembayaran atas kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi
berupa denda.
hal | 248
keputusan keberatan, dalam hal keberatan diajukan atas penetapan pejabat
bea dan cukai yang disebabkan adanya Laporan Hasil Audit;
2) Kepala Kantor Wilayah untuk dan atas nama Dirjend Bea dan Cukai
membuat dan menandatangani keputusan keberatan, dalam hal keberatan
diajukan atas penetapan pejabat bea dan cukai selain yang disebabkan
adanya Laporan Hasil Audit;
3) Kepala Kantor Pelayanan Utama (Kepala KPU) Bea dan Cukai untuk dan
atas nama Dirjend Bea dan Cukai membuat dan menandatangani keputusan
keberatan, dalam hal keberatan diajukan atas penetapan pejabat bea dan
cukai di KPU selain yang disebabkan adanya Laporan Hasil Audit; dan
4) Kepala KPPBC untuk dan atas nama Dirjend Bea dan Cukai membuat dan
menandatangani keputusan penolakan keberatan, dalam hal pengajuan
keberatan melewati jangka waktu yang ditetapkan.
hal | 249
dianggap diterima. Jika hari ke 30 tersebut jatuh pada hari libur atau yang
diliburkan atau bukan hari kerja, batas akhir pengajuan permohonan adalah
pada hari kerja sebelum liburan.
5) Permohonan keberatan harus memuat alasan dan bukti yang jelas
mengenai:
▪ Jenis keberatan misalnya keberatan terhadap kekurangan cukai dan/atau
sanksi administrasi berupa denda;
▪ Argumentasi atau alasan pengajuan keberatan; dan
▪ Data dan/atau bukti lain yang mendukung pengajuan keberatan.
6) Dalam hal keberatan berkaitan dengan lebih dari satu jenis penetapan, maka
berkas lampiran permohonan dibuat dan dilengkapi untuk masing-masing
jenis penetapan tersebut dan masing-masing diajukan dalam satu
permohonan keberatan.
Persyaratan jaminan
hal | 250
kesanggupan untuk membayar seluruh utang cukainya kepada Direktur Jenderal
atau pejabat bea dan cukai yang ditunjuk sehubungan dengan penundaan dalam
jangka waktu yang ditentukan dengan menjaminkan seluruh aset
perusahaannya.
Dirjend Bea dan Cukai atau pejabat yang mendapat peimpahan wewenang
harus memberikan keputusannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60
(enam puluh) hari sejak tanggal berkas keberatan diterima secara lengkap dan
benar. Sebelum keputusan diterbitkan, pihak yang mengajukan keberatan dapat
menyampaikan alasan, penjelasan tambahan, atau bukti pendukung lain secara
tertulis kepada Direktur Jenderal. Sebaliknya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
apabila diperlukan, dapat meminta bukti dan/atau data lain yang diperlukan untuk
memutuskan keberatan kepada pihak yang mengajukan keberatan atau pihak
yang terkait. Dalam hal data yang diperlukan tidak lengkap, DIrektur Jenderal
memberikan keputusan berdasarkan data yang telah ada.
hal | 251
dianggap diterima dan jaminan dicairkan. Pihak yang mengajukan keberatan
dapat menanyakan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai
apabila sampai dengan 70 (tujuh puluh) dari sejak batas keberatan diterima
secara lengkap dan benar oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai,
keputusan atas keberatan belum diterima. Atas pertanyaan tersebut Direktur
Jenderal wajib menyampaikan penjelasan secara tertulis tentang penyelesaian
keberatan yang bersangkutan.
B. Pengajuan Banding
hal | 252
2. Persyaratan Administrasi Banding
Keputusan pejabat Bea dan Cukai yang menolak keberatan yang diajukan
pemohon dapat diajukan upaya hukum lanjutan berupa banding ke pengadilan
pajak. Untuk mengajukan banding maka pemohon harus memenuhi persyaratan
administrasi yang ditentukan. Kelengkapan syarat administrasi ini sangat
menentukan diterima atau tidaknya permohonan banding yang bersangkutan.
Adapun persyaratan administrasi yang harus dilengkapi dalam pengajuan
permohonan banding, antara lain:
1) Jangka waktu masih dalam 60 hari sejak putusan keberatan yang ditetapkan
oleh Dirjend Bea dan Cukai saat pengajuan banding.
2) Melunasi pajak 50% dari yang disengketakan.
3) Permohonan banding diajukan dalam bahasa Indonesia.
4) Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding.
5) Pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang dibanding.
hal | 253
Ketentuan ini agak berbeda dengan ketentuan jaminan yang wajib
dipersyaratkan dalam mekanisme keberatan di bidang cukai yang mewajibkan
untuk menjamin tagihan cukai dan/atau sanksi denda sebesar 100%.
hal | 254
Dalam undang-undang pengadilan pajak, pemohon keadilan tidak
diberikan kesempatan untuk mengajukan kasasi. Dasar pertimbangannya adalah
untuk menjamin kepastian keuangan negara yang setiap tahunnya ditentukan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Apabila sengketa pajak
dikasas, maka hal ini akan memakan waktu lama, sehingga tidak ada kepastian
penerimaan negara dalam satu tahun anggaran tersebut. Walaupun demikian,
bagi pencari keadilan dibidang perpajakan masih mempunyai hak atau
kesempatan untuk menempuh jalur peninjauan kembali (PK) dengan syarat
ditemukan adanya bukti baru yang bersifat menentukan.
C. Pengajuan Gugatan
1. Konsep Gugatan di Bidang Cukai
hal | 255
7) Pencabutan izin NPPBKC
8) Izin NPPBKC dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau dikerjasamakan
dengan orang/pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
‐ Gugatan diajukan oleh subyek pajak atas penetapan pajak yang tidak
berakibat pada kekurangan cukai dan/atau sanksi denda. Atas penetapan
pejabat bea dan cukai yang dapat digugat, tidak perlu melewati mekanisme
keberatan terlebih dahulu, tapi dapat langsung diajukan kepada pengadilan
pajak.
hal | 256
tersebut, perpanjangan jangka waktu adalah 14 (empat belas) hari terhitung
sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.
hal | 257
RANGKUMAN :
hal | 258
sebagian, atau menolak. Apabila keputusan atas keberatan dinyatakan
ditolak, maka jaminan yang dipertaruhkan akan dicairkan untuk membayar
cukai dan/atau sanksi administrasi berupa denda yang ditetapkan.
▪ Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding,
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakaan yang berlaku.
▪ Berdasarkan Undang-undang Cukai, orang yang berkeberatan terhadap
putusan Dirjend Bea dan Cukai yang menolak keberatan, dapat mengajukan
banding ke pengadilan pajak dalam jangka waktu 60 hari sejak tanggal
penetapan atau putusan.
▪ Hasil putusan hakim Pengadilan pajak terhadap perkara banding dapat
berupa:
a) Menolak banding
b) Mengabulkan sebagian
c) Mengabulkan seluruhnya
d) Menambah pajak yang harus dibayar
e) Tidak dapat diterima (tidak tergolong sengketa pajak)
▪ Pengertian gugatan sebagaimana diatur dalam Undang-undang nomor 14
tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah upaya hukum yang dapat
dilakukan oleh Wajib Pajak atau penanggung pajak terhadap suatu
keputusan yang dapat diajukan gugatan, berdasarkan peraturan perundang-
undangan perpajakaan yang berlaku.
▪ Undang-undang Cukai mengatur jenis putusan yang dapat diajukan gugatan
adalah keputusan pencabutan izin NPPBKC bukan atas kemauan
sendiri.
hal | 259
3) Jelaskan konsep banding berdasarkan Undang-undang Peradilan Pajak!
Apa yang berbeda dengan Undang-undang Cukai? Jelaskan!
4) Jelaskan perbedaan banding dengan gugatan!
5) Jelaskan mekanisme pengajuan keberatan dan banding di bidang cukai!
LATIHAN :
Harta akan membawa manusia pada kenikmatan dunia.
Tapi...ilmu yang bermanfaat akan membawa manusia pada
kenikmatan yang abadi
hal | 260
PENUTUP
hal | 261
Longlife Learning.
hal | 262
GLOSARIUM
CSCK: Buku catatan sediaan di bidang cukai yang wajib diselenggarakan oleh
Wajib Cukai skala kecil atau yang tidak bersatatus sebagai Pengusaha
Kena pajak
Excise bond: jaminan di bidang cukai yang diberikan oleh perusahaan asuransi
PBCK: Format pemberitahuan di bidang cukai yang wajib diajukan oleh
Pengusaha BKC dalam rangka tujuan tertentu, antara lain: penggunaan
bahan baku berupa BKC lainnya (PBCK-1), pemberitahuan pengolahan
kembali atau pemusnahan BKC
Preventif: upaya pencegahan
Presumptio justal causa: artinya bahwa penetapan pejabat pajak selalu
dianggap benar sebelum ditentukan lain oleh atasan pejabat yang
bersangkutan atau pengadilan.
LACK: Format Laporan di bidang cukai yang wajib dibuat oleh perusahaan
pengguna fasilitas dibidang cukai (LACK-1 s.d. LACK-9) dan juga yang
dibuat oleh Kantor Bea dan Cukai (LACK-10)
ledger: kumpulan catatan hasil klasifikasi transaksi keuangan sebagai dasar
pembuatan laporan keuangan
Lex spesialis derogat lex generalis: yang artinya bahwa ketentuan khusus
dapat menyampingkan ketentuan dalam UU yang bersifat umum.
Stuffing: proses pemuatan barang ke dalam kontainer
Selectivity in coverage : adanya pemilihan cakupan obyek secara terbatas atau
selektif
Supply price : harga penawaran produsen
hal | 263
Vermoden van rechtmatig heid: artinya bahwa penetapan pejabat pajak selalu
dianggap benar sebelum ditentukan lain oleh atasan pejabat yang
bersangkutan atau pengadilan.
hal | 264
DAFTAR PUSTAKA
Surono (2009). Modul Teknis Cukai untuk DTSD Kepabeanan dan Cukai
Perpajakan, Jakarta: Pusdiklat Bea dan Cukai,.
Peraturan:
hal | 265
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2008 jo. PMK nomor
191/PMK.4/2010 tentang Tatacara Pemberian, Pembekuan dan
Pencabutan NPPBKC untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil
Tembakau
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2008 tentang Tatacara
Pemberian, Pembekuan dan Pencabutan NPPBKC untuk Pengusaha
Pabrik, Importir, Penyalur dan Pengusaha Tempat penjualan Eceran
MMEA
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.04/2008 tentang Tatacara
Pemberian, Pembekuan dan Pencabutan NPPBKC untuk Pengusaha
Pabrik, IPengusaha Tempat Penyimpanan, Importirr dan Pengusaha
Tempat penjualan Eceran Etil Alkohol
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut
Cukai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.04/2009 tentang Penimbunan,
Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan BKC
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.04/2009 tentang Tatacara
Penghentian, Pemeriksaan, Penegahan, Penyegelan, Tindakan Berupa
Tidak Melayani Pemesanan Pita Cukai Atau Tanda Pelunasan Cukai
Lainnya dan Bentuk Surat Perintah Penindakan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.04/2010 tentang Tarif Cukai Etil
Alkohol, MMEA dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.04/2012 tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2012 tentang Tatacara
Pembebasan Cukai
hal | 266