Daftar Isi
I. SUBJEK PAJAK 1
1) Ketentuan Penghasilan Untuk Wanita Kawin dan Anak yang Belum Dewasa 11
5. Hubungan Istimewa 37
6. Nilai Perolehan 39
1
4) Penilaian Pengalihan Harta Atas Bantuan Atau Sumbangan, Harta Hibah dan
Warisan 45
5) Penilaian Harta Yang Dialihkan Atas Setoran Tunai Yang Diterima Oleh Badan
Sebagai Pengganti Saham Atau Sebagai Pengganti Penyertaan Modal. 46
1) Penyusutan 48
2) Amortisasi 51
1. Koreksi Fiskal 57
3. Tarif Pajak 59
2) Tarif Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap 61
2
2) Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 65
3
1) Objek, Pemotong, dan Tarif Pajak 101
2) PPh Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan dan
Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan 106
6) PPh Atas Bunga Deposito dan Tabungan Serta Diskonto Sertifikat Bank
Indonesia 112
7) PPh Atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek 114
10) PPh Atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi
Dalam Negeri 118
11) PPh Atas Penghasilan Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu 119
4
I. SUBJEK PAJAK
Dalam Pasal 2 ayat (1) UU 36/2008 disebutkan bahwa yang menjadi Subjek
Pajak adalah:
● Orang Pribadi (OP) dan Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan
menggantikan yang berhak (Warisan Belum Terbagi);
● Badan; dan
Orang Pribadi sebagai subjek pajak dapat bertempat tinggal atau berada di
Indonesia maupun di luar Indonesia. Sedangkan warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan merupakan subjek pajak pengganti, menggantikan
mereka yang berhak yaitu ahli waris, hal ini dimaksudkan agar pengenaan
5
pajak atas penghasilan yang berasal dari warisan tersebut tetap dapat
dilaksanakan.
dalam Pasal 2 ayat (2) UU 36/2008, Subjek pajak dibedakan menjadi subjek
pajak dalam negeri dan subjek pajak luar negeri.
Subjek pajak orang pribadi dalam negeri menjadi wajib pajak apabila telah
menerima atau memperoleh penghasilan yang besarnya melebihi
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Kewajiban pajak subjektif orang
pribadi dalam negeri dimulai pada saat orang pribadi tersebut dilahirkan,
berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir
pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk
selama-lamanya.
● berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia;
Pada prinsipnya orang pribadi yang menjadi subjek pajak dalam negeri
adalah orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia.
Termasuk dalam pengertian orang pribadi yang bertempat tinggal di
Indonesia adalah mereka yang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia. seseorang mempunyai niat untuk bertempat tinggal di
Indonesia ditimbang menurut keadaan. Keberadaan orang pribadi di
Indonesia lebih dari 183 hari tidaklah harus berturut-turut, tetapi
ditentukan oleh jumlah hari orang tersebut berada di Indonesia dalam
jangka waktu 12 bulan sejak kedatangannya di Indonesia.
Contoh
● Berada di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan,
atau dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia
Contoh
Mr. Eggy bekerja di Indonesia bulan Agustus - Oktober 2021. Lalu di tahun
selanjutnya kembali lagi ke Indonesia untuk bekerja mulai bulan Maret - Juni 2022.
6
Menurut tahun kalender, Mr. Eggy masih menjadi Wajib Pajak Luar Negeri (tahun
2021 selama 92 hari dan tahun 2022 selama 122 hari). Sedangkan bila dilihat
dalam jangka waktu 12 bulan, Mr. Eggy sudah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri.
Karena Mr. Eggy berada di Indonesia selama 214 hari, 92 hari ditambah 122 hari.
Menurut UU 36/2008, Mr. Eggy sudah menjadi Wajib Pajak Dalam Negeri karena
sudah berada di Indonesia selama lebih dari 183 hari.
Contoh
Contoh: Mr. Ando mulai bekerja di Indonesia bulan Desember 2020 tetapi berniat
untuk menetap di Indonesia dengan mengurus kontrak serta administrasi visa
bekerja untuk menetap lebih dari 183 hari, maka untuk tahun pajak 2020 Mr. Ando
dianggap sudah menjadi Subjek Pajak Dalam Negeri.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi subjek
pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri dalam
pengertian UU 36/2008 mengikuti status pewaris. Adapun untuk
pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut
menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut
telah dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris.
Warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi sebagai
subjek pajak luar negeri yang tidak menjalankan usaha atau melakukan
7
kegiatan melalui suatu bentuk usaha tetap di Indonesia, tidak dianggap
sebagai subjek pajak pengganti karena pengenaan pajak atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi dimaksud melekat
pada objeknya.
Orang pribadi yang menjadi subjek pajak luar negeri diatur dalam UU
36/2008 pasal 2 ayat (4) yang menyebutkan bahwa subjek pajak luar
negeri adalah :
● warga negara asing yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas)
bulan;
● Warga Negara Indonesia yang berada di luar Indonesia lebih dari 183
hari dalam jangka waktu 12 bulan serta memenuhi persyaratan:
tempat tinggal;
pada pasal 2 ayat (4) UU 36/2008 Kewajiban pajak Subjektif untuk subjek
pajak orang pribadi luar negeri Bagi yang mempunyai Bentuk Usaha
Tetap (“BUT”) di Indonesia, kewajiban Pajak Subjektifnya dimulai pada
saat orang pribadi tersebut menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
BUT Dan berakhir pada saat tidak lagi menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
Bagi subjek pajak luar negeri yang tidak mempunyai BUT di Indonesia,
kewajiban Pajak Subjektifnya dimulai pada saat orang pribadi tersebut
menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia dan berakhir
pada saat tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan tersebut.
Contoh:
8
● Mr Polin tidak pernah ke Indonesia tapi mempunyai saham di perusahaan
Indonesia. Bila perusahaan tersebut membagi dividen kepada Mr. Polin, maka
dividen tersebut dipotong pajak penghasilan untuk subjek pajak luar negeri
● Mr. Zahid orang India, membuka kantor cabang jasa konsultan di Indonesia maka
Mr. Zahid dapat diartikan sebagai BUT Orang Pribadi yang menjalankan usahanya
di Indonesia tetapi tidak bertempat tinggal di Indonesia.
Dalam penjelasan Pasal 2 ayat (1) huruf b UU 36/2008 jo. Pasal 1 angka 3
UU 7/2021 KUP menjelaskan bahwa badan adalah sekumpulan orang atau
modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang
tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan
komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi
massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha
tetap.
Dalam pengertian Badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah
merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya
sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga,
badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk
memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. Dalam pengertian
perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan
dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama.
Pada pasal 2 ayat (2) UU 36/2008, Subjek Pajak Badan terbagi 2 yaitu:
subjek pajak badan dalam negeri dan subjek pajak badan luar negeri dalam
pasal 2 ayat (3) UU 36/2008 dijelaskan perbedaannya yaitu:
Subjek Pajak Badan Dalam Negeri adalah badan yang didirikan atau
bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan
pemerintah yang memenuhi kriteria:
9
● pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
● penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau
Pemerintah Daerah; dan
● pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
Kewajiban subjektif dari badan dalam negeri diatur dalam pasal 2A ayat
(2) UU 36/2008 Kewajiban pajak subjektif badan dalam negeri dimulai
pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat
kedudukan di Indonesia.
b. Subjek Pajak Badan Luar Negeri
Subjek pajak badan luar negeri diatur dalam UU 36/2008 pasal 2 ayat (4)
huruf d yang menyatakan bahwa, badan yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia atau yang
dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap
di Indonesia.
Dalam hal ini subjek pajak badan luar negeri dimulai secara otomatis
pada saat menjalankan usaha melalui BUT ataupun pada saat menerima
dan memperoleh penghasilan. berakhir pada saat tidak lagi menjalankan
usaha di Indonesia dengan melalui BUT atau tidak lagi menerima atau
memperoleh penghasilan di Indonesia.
10
3) Bentuk Usaha tetap
Dalam Pasal 2 ayat (5) UU 36/2008 dijelaskan bahwa Bentuk usaha tetap
adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi dan badan
untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang dapat
berupa:
● cabang perusahaan;
● kantor perwakilan;
● gedung kantor;
● pabrik;
● bengkel;
● gudang;
● pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan;
● orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
● agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung risiko di Indonesia; dan
11
● tempat usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a bersifat permanen;
dan
Adapun BUT yang tidak memenuhi kriteria namun tetap menjadi BUT
disebutkan dalam Pasal 4 ayat (2) 35/PMK.03/2019 yaitu:
● pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan;
● orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas; dan
● agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan
tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi
atau menanggung risiko di Indonesia.
12
menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
II. Objek Pajak
Dalam Pasal 4 ayat (1) UU 36/2008 pengertian objek pajak adalah penghasilan,
yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang
bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
● penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas seperti
gaji, honorarium, dan penghasilan dari praktek dokter, notaris, aktuaris,
akuntan, pengacara, dan sebagainya;
● penghasilan dari modal, yang berupa harta bergerak ataupun harta tak
bergerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan
harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan
Dalam Pasal 4 ayat (1) UU 36/2008 yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah
kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk:
● laba usaha;
13
● keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk:
● dividen dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari
perusahaan asuransi kepada pemegang polis;
14
● selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
● premi asuransi;
● iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri
dari wajib pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
15
Contoh
Ando seorang suami yang memperoleh penghasilan neto dari usaha sebesar
Rp100.000.000 mempunyai seorang istri yang menjadi pegawai dengan penghasilan
neto sebesar Rp70.000.000 Apabila penghasilan istri Ando tersebut diperoleh dari satu
pemberi kerja dan telah dipotong pajak oleh pemberi kerja dan pekerjaan tersebut tidak
ada hubungannya dengan usaha Ando atau anggota keluarga lainnya, penghasilan neto
sebesar Rp70.000.000,00 tidak digabung dengan penghasilan Ando dan pengenaan
pajak atas penghasilan istri Ando tersebut bersifat final.
Apabila selain menjadi pegawai, istri Ando juga menjalankan usaha, misalnya salon
kecantikan dengan penghasilan neto sebesar Rp80.000.000 seluruh penghasilan istri
Ando sebesar Rp150.000.000 (Rp70.000.000,00 + Rp80.000.000,00) digabungkan
dengan penghasilan Ando.
Dengan penggabungan tersebut, Ando dikenai pajak atas penghasilan neto sebesar
Rp250.000.000 (Rp100.000.000 + Rp70.000.000 + Rp80.000.000). Potongan pajak atas
penghasilan istri Ando tidak bersifat final, artinya dapat dikreditkan terhadap pajak yang
terutang atas penghasilan sebesar Rp250.000.000 tersebut yang dilaporkan dalam Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.
bagi istri yang memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya
sendiri dan suami-istri yang melakukan perjanjian pemisahan harta dan
penghasilan, dikenai Pajak berdasarkan penggabungan penghasilan neto
suami-istri dan besarnya pajak yang harus dilunasi oleh masing-masing
suami-istri dihitung sesuai dengan perbandingan penghasilan neto mereka.
Contoh
Apabila istri Ando menjalankan usaha salon kecantikan, pengenaan pajaknya dihitung
berdasarkan jumlah penghasilan sebesar Rp250.000.000,00. Misalnya, pajak yang
terutang atas jumlah penghasilan tersebut adalah sebesar Rp 27.550.000,00 maka untuk
masing-masing suami dan istri pengenaan pajaknya dihitung sebagai berikut:
16
250.000.000
250.000.000
Untuk penghasilan anak yang belum dewasa diatur pada Pasal 8 ayat (4)
UU 36/2008 yang dijelaskan bahwa Penghasilan anak yang belum dewasa
dari mana pun sumber penghasilannya dan apapun sifat pekerjaannya
digabung dengan penghasilan orang tuanya dalam tahun pajak yang sama.
apabila orang tuanya telah berpisah, menerima atau memperoleh
penghasilan, pengenaan pajaknya digabungkan dengan penghasilan ayah
atau ibunya berdasarkan keadaan sebenarnya.
Terdapat ketentuan khusus bagi warga negara asing yang telah menjadi
subjek pajak dalam negeri dalam Pasal 4 ayat (1a) UU 36/2008 disebutkan
bahwa bagi warga negara asing yang telah menjadi subjek pajak dalam
negeri dikenai Pajak Penghasilan hanya atas penghasilan yang diterima
atau diperoleh dari Indonesia, baik yang dibayarkan di Indonesia maupun di
luar Indonesia, dengan ketentuan: memiliki keahlian tertentu dan berlaku
selama 4 tahun pajak, dihitung sejak menjadi subjek pajak dalam negeri.
● Penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan
dari harta yang dimiliki atau dikuasai.
17
antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan
penghasilan dimaksud.
dalam hal ini biaya-biaya yang berkenaan dengan penghasilan kantor pusat
dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di
Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh
bentuk usaha tetap di Indonesia dan Penghasilan sebagaimana tersebut
dalam Pasal 26 UU 36/2008 yang diterima atau diperoleh kantor pusat,
sepanjang terdapat hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan
harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud, boleh
dikurangkan dari penghasilan bentuk usaha tetap.
Dalam penjelasan Pasal 4 ayat (2) UU 36/2008 Perlakuan Pajak bersifat final
dilakukan atas dasar pertimbangan antara lain:
Atas dasar penjelasan diatas objek pajak penghasilan bersifat final dibuat
dengan mempertimbangkan kesederhanaan dalam pemungutan dan
berkurangnya beban administrasi baik bagi Wajib Pajak maupun Direktorat
Jenderal Pajak. hal ini bisa dilihat dalam cara menghitungnya yaitu dengan
langsung mengalikan tarif dengan penghasilan bruto.
18
Objek Pajak Penghasilan Bersifat Final memiliki karakteristik sebagai berikut:
● Jumlah Pajak Penghasilan Final yang telah dibayar sendiri atau dipotong
pihak lain sehubungan dengan penghasilan tersebut tidak dapat dikreditkan
Dalam hal ini Terdapat perlakuan tersendiri dalam pengenaan pajak atas jenis
penghasilan tersebut termasuk sifat, besarnya, dan tata cara pelaksanaan
pembayaran, pemotongan, atau pemungutan diatur dengan Peraturan
Pemerintah yang sudah dirangkum dalam Tabel berikut :
19
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
0%dari jumlah
bruto, untuk
Deposito DHE
dengan jangka
waktu lebih dari 6
bulan
Dikecualikan untuk:
Jumlah Deposito dan Tabungan serta SBI yang tidak melebihi Rp7.500.000,00;
20
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
bunga dan Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia; diterima atau diperoleh Dana Pensiun
yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapat izin
dari Otoritas Jasa Keuangan; bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah
dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap
bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana
sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri
2 Bunga Obligasi
21
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
Dikecualikan untuk:
Wajib Pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah disahkan oleh
Menteri Keuangan dan memenuhi persyaratan dan Wajib Pajak bank yang didirikan di
Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Penghasilan berupa Bunga Obligasi yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak bank
yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia, dikenai Pajak
Penghasilan berdasarkan tarif umum sesuai Undang-Undang PPh.
22
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
Dikecualikan untuk:
Diskonto SPN yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak:
● Bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
● Dana Pensiun yang pendirian/pembentukannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan;
● Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga
Keuangan, selama 5 (lima) tahun pertama sejak pendirian perusahaan atau
pemberian izin usaha.
4 Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi yang didirikan di Indonesia kepada
anggota koperasi orang pribadi
23
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
Rp240.000,00
per bulan.
5 Hadiah Undian
24
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
saham penjualan
atau pengalihan saham atau
penyertaan pengalihan
modal penyertaan
pada perusahaan modal
pasangan
usahanya
merupakan
perusahaan kecil,
menengah, atau
yang melakukan
kegiatan dalam
sektor-sektor usaha
yang ditetapkan
oleh Menteri
Keuangan dan
sahamnya tidak
diperdagangkan di
bursa efek di
Indonesia.
Dikecualikan untuk:
Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha yang tidak
memenuhi ketentuan di atas dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan
dalam Undang-undang Pajak Penghasilan.
Perlu Diperhatikan:
Mengingat perlakuan Pajak Penghasilan atas penghasilan dalam Peraturan
Pemerintah ini berbeda dengan perlakuan atas penghasilan lainnya, maka kepada
perusahaan modal ventura diwajibkan untuk melakukan pembukuan yang terpisah
atas penghasilan maupun biaya yang berkaitan dengan penghasilan dari transaksi
penjualan saham ini.
8 Dividen Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri
Perlu Diperhatikan:
dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi.
9 Pengalihan Hak Atas Tanah atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas
Tanah atau Bangunan Beserta Perubahannya
pengalihan hak atas 2,5% dari jumlah ● Selain PP 34/ 2016 jo.
tanah atau bruto nilai transaksi 261/PMK.03/2016
bangunan selain pengalihan hak dengan
pengalihan hak atas Pemerintah
25
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
26
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
Dikecualikan untuk:
● Orang pribadi yang mempunyai penghasilan di bawah Penghasilan Tidak Kena
Pajak yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan dengan
jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.000.000,00 dan bukan merupakan
jumlah yang dipecah-pecah;
● orang pribadi yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan
dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
dera.lat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan,
koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang
hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
● badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan
dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro
dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri
Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
● pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan karena waris;
● badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam
rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan
Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku;
● orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan
dalam rangka melaksanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna,
atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan;
● orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan
pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan.
10 Jasa Konstruksi
27
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
28
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
Perlu Diperhatikan:
● untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak sebelum berlakunya
Peraturan pemerintah ini, pengenaan Pajak Penghasilan dilaksanakan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang Pajak
Penghasilan atas penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 tentang Perubahan
atas Peraturan pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi;
● untuk pembayaran kontrak atau bagian dari kontrak terhitung sejak Peraturan
pemerintah ini berlaku, pengenaan Pajak penghasilan dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Pemerintah PP 9/2022.
● Dalam hal Penyedia Jasa adalah bentuk usaha tetap, tarif Pajak Penghasilan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk Pajak Penghasilan atas
sisa laba bentuk usaha tetap setelah Pajak Penghasilan yang bersifat final.
sewa atas tanah 10% dari jumlah ● Penyewa PP 34/ 2017 jo.
dan atau bangunan bruto nilai dalam hal 120/KMK.03/2002
berupa tanah, persewaan tanah penyewa
rumah, rumah dan atau adalah Badan
susun, apartemen, bangunan. Pemerintah,
kondominium, Subjek Pajak
gedung badan dalam
perkantoran, negeri,
gedung pertokoan, penyelenggar
atau gedung a kegiatan,
pertemuan bentuk usaha
termasuk tetap,
bagiannya, rumah kerjasama
kantor, toko, rumah operasi,
toko, gudang dan perwakilan
bangunan industri. perusahaan
luar negeri
lainnya, dan
orang pribadi
yang
ditetapkan
oleh Direktur
Jenderal
Pajak.
● Dalam
penyewa
adalah orang
pribadi atau
bukan Subjek
Pajak, selain
yang tersebut
di atas, PPh
disetor
sendiri oleh
29
N Jenis Penghasilan Tarif dan Dasar Pemotong Peraturan
o Pengenaan Pajak
yang
menyewakan.
Perlu Diperhatikan:
Orang pribadi yang ditunjuk sebagai pemotong Pajak Penghasilan adalah :
● Akuntan, arsitek, dokter, Notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali
PPAT tersebut adalah Camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan
pekerjaan bebas;
● Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan;
yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak dalam negeri.
12 Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib
Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Wajib Pajak orang 0,5% dari Jumlah ● Disetor sendiri PP 23/2018 jo.
pribadi dan Wajib peredaran bruto oleh Wajib 99 /PMK.03/2018
Pajak badan atas penghasilan Pajak yang
berbentuk koperasi, dari usaha memiliki
persekutuan setiap bulan peredaran
komanditer, firma, bruto tertentu
atau perseroan bersifat final. ● Dipotong atau
terbatas yang dipungut oleh :
menerima atau pembeli atau
memperoleh pengguna jasa
Penghasilan
dengan peredaran
bruto tidak melebihi
Rp4.800.000.000,0
0
dalam 1 Tahun
Pajak.
Dikecualikan Untuk :
● Wajib Pajak memilih untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Ketentuan
Umum Pajak Penghasilan;
● Wajib Pajak badan berbentuk persekutuan komanditer atau firma yang dibentuk
oleh beberapa Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki keahlian khusus
menyerahkan Jasa sejenis dengan Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
● Wajib Pajak badan memperoleh fasilitas Pajak Penghasilan berdasarkan:
o Pasal 31A UU 36/2008; atau
o PP 94 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan
Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan beserta perubahan atau
penggantinya, dan
o Wajib Pajak berbentuk Bentuk Usaha Tetap.
Perlu Diperhatikan :
Dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam jangka waktu tertentu, yaitu:
● 7 Tahun Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi;
● 4 (empat) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan
komanditer, atau firma; dan
● 3 (tiga) Tahun Pajak bagi Wajib Pajak badan berbentuk perseroan terbatas.
30
3. Yang Dikecualikan dari Objek Pajak
Dalam Pasal 4 ayat (3) UU 36/2008 yang Dikecualikan dari Objek Pajak
adalah:
bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil
zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang
dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah;
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan
lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial
termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha
mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan sepanjang tidak ada hubungan dengan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak
yang bersangkutan;
● Warisan
● Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti
saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
31
natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa;
dividen yang berasal dari dalam negeri yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak:
dividen yang berasal dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak dari
suatu bentuk usaha tetap di luar negeri yang diterima atau diperoleh
Wajib Pajak badan dalam negeri atau Wajib Pajak orang pribadi dalam
negeri, sepanjang diinvestasikan atau digunakan untuk mendukung
kegiatan usaha lainnya di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dalam jangka waktu tertentu, dan memenuhi persyaratan berikut:
● dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang sahamnya
tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia
sebelum Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak
atas dividen tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2)
UU 36/2008;
● dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang
sahamnya diperdagangkan di bursa efek; atau
● dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan proporsi
kepemilikan saham;
32
dalam hal dividen yang dibagikan berasal dari badan usaha di luar negeri
yang sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan
proporsi kepemilikan saham dan penghasilan setelah pajak dari suatu
bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud pada Pasal 4
ayat (3) huruf f angka 2 UU 36/2008 diinvestasikan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia kurang dari dari jumlah laba setelah pajak
sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf f angka 2 huruf a) UU
36/2008 berlaku ketentuan:
● atas selisih dari 30% laba setelah pajak dikurangi dengan dividen
dan/atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan sebagaimana
dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf f angka 3 huruf a) UU 36/2008
dikenai Pajak Penghasilan; dan
dalam hal dividen sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf f
angka 3 huruf b) UU 36/2008 dan penghasilan setelah pajak dari suatu
bentuk usaha tetap di luar negeri sebagaimana dimaksud pada Pasal 4
ayat (3) huruf f angka 2 UU 36/2008, diinvestasikan di wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebesar lebih dari 30% dari jumlah laba
setelah pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf f angka
2 huruf a) UU 36/2008 berlaku ketentuan:
dalam hal dividen yang berasal dari badan usaha di luar negeri yang
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek diinvestasikan di Indonesia
setelah Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat ketetapan pajak atas
dividen tersebut sehubungan dengan penerapan Pasal 18 ayat (2) UU
36/2008, dividen dimaksud tidak dikecualikan dari pengenaan Pajak
33
Penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf f angka
2 UU 36/2008;
pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri
atas penghasilan sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (3) huruf f
angka 2 dan angka 7 UU 36/2008, berlaku ketentuan:
● Pajak atas penghasilan yang telah dibayar atau terutang di luar negeri
atas penghasilan tersebut merupakan kredit pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24 Undang-Undang UU 36/2008;
● iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan Menteri Keuangan, baik yang dibayar oleh pemberi kerja maupun
pegawai;
● bagian laba atau sisa hasil usaha yang diterima atau diperoleh anggota dari
koperasi, perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
34
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk
pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
● sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang
bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan
pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya,
yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan
pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan 68/PMK.03/2020;
35
penghasilan bruto yang dikurangi biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih,
dan memelihara penghasilan dalam hal ini sering disebut dengan biaya (“3M”).
Adapun biaya yang tidak dapat menjadi pengurang meliputi pengeluaran yang
sifatnya pemakaian penghasilan atau yang jumlahnya melebihi kewajaran yang
disebutkan dalam Pasal 9 UU 36/2008. Dengan begitu dalam hal biaya-biaya
tersebut terbagi menjadi 2 yaitu:
biaya perjalanan;
premi asuransi;
36
pajak kecuali Pajak Penghasilan;
Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
37
● sumbangan fasilitas pendidikan yang ketentuannya diatur dengan
Peraturan Pemerintah;
● beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu)
tahun.
● beban atau biaya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu)
tahun.
Dalam hal ini beban yang mempunyai masa manfaat tidak lebih dari 1 tahun
merupakan biaya pada tahun yang bersangkutan, misalnya gaji, biaya
administrasi dan bunga, biaya rutin pengolahan limbah dan sebagainya.
Pengeluaran yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 tahun,
pembebanannya dilakukan melalui penyusutan atau melalui amortisasi.
a. Kompensasi Kerugian
Contoh
PT. A dalam tahun 2009 menderita kerugian fiskal sebesar Rp1.200.000.000,00 (satu
miliar dua ratus juta rupiah). Dalam 5 (lima) tahun berikutnya laba rugi fiskal PT. A
sebagai berikut:
38
Laba fiskal tahun 2010 R 200.000.000,00 (+)
p
Sisa rugi fiskal tahun R (1.000.000.000,00)
2009 p
Rugi fiskal tahun 2011 R 300.000.000,00 (-)
p
Sisa rugi fiskal tahun R (1.000.000.000,00)
2009 p
Laba fiskal tahun 2012 R NIHIL (+)
p
Sisa rugi fiskal tahun R (1.000.000.000,00)
2009 p
Laba fiskal tahun 2013 R 100.000.000,00 (-)
p
Sisa rugi fiskal tahun R (900.000.000,00)
2009 p
Laba fiskal tahun 2014 R 800.000.000,00 (-)
p
Sisa rugi fiskal tahun R (100.000.000,00)
2009 p
Keterangan Rp
39
Tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin 4,500,000
TK1 Rp 58,500,000
TK2 Rp 63,000,000
K1 Rp. 58,500,000
K2 Rp. 63,000,000
K3 Rp. 72,000,000
● pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apapun seperti dividen,
termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi;
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang
yang dihitung berdasarkan standar akuntansi keuangan yang berlaku
dengan batasan tertentu setelah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa
Keuangan;
41
pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut
dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan;
● Pajak Penghasilan
● cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan
pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
42
5. Hubungan Istimewa
Terdapat beberapa syarat yang harus diperhatikan agar dapat disebut sebagai
hubungan istimewa sebagaimana disebutkan dalam Pasal 18 ayat (4) UU
36/2008 berikut:
● Wajib Pajak menguasai Wajib Pajak lainnya atau dua atau lebih Wajib Pajak
berada di bawah penguasaan yang sama baik langsung maupun tidak
langsung; atau
43
● secara bersama-sama dengan Wajib Pajak dalam negeri lainnya
memiliki penyertaan modal paling rendah 50% dari jumlah saham yang
disetor.
Contoh
PT A dan PT B masing-masing memiliki saham sebesar 40% dan 20% pada X Ltd.
yang bertempat kedudukan di negara Q. Saham X Ltd. tersebut tidak diperdagangkan
di bursa efek. Dalam tahun 2009 X Ltd. memperoleh laba setelah pajak sejumlah
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Dalam hal demikian, Menteri Keuangan
berwenang menetapkan saat diperolehnya dividen dan dasar penghitungannya.
6. Nilai Perolehan
44
keuntungan atau kerugian apabila terjadi penjualan atau pengalihan harta, dan
penghitungan penghasilan dari penjualan barang dagangan.
Dalam hal ini bagi pihak pembeli nilai perolehannya adalah jumlah yang
seharusnya dibayar dan bagi pihak penjual nilai penjualannya adalah
jumlah yang seharusnya diterima. Adanya hubungan istimewa antara
pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga perolehan menjadi lebih
besar atau lebih kecil dibandingkan dengan jika jual beli tersebut tidak
dipengaruhi oleh hubungan istimewa.
Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai perolehan atau nilai
penjualan harta bagi pihak-pihak yang bersangkutan adalah jumlah yang
seharusnya dikeluarkan atau yang seharusnya diterima.
Nilai perolehan atau nilai penjualan dalam hal terjadi tukar-menukar harta
adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan
harga pasar.
45
Harta yang diperoleh berdasarkan transaksi tukar-menukar dengan harta
lain, nilai perolehan atau nilai penjualannya adalah jumlah yang seharusnya
dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar.
Contoh
PT. A PT. B
(Harta X) (Harta Y)
Selisih antara harga pasar dengan nilai sisa buku harta yang dipertukarkan merupakan
keuntungan yang dikenakan pajak.
Nilai perolehan atau pengalihan harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi,
penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan
usaha adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima
berdasarkan harga pasar, kecuali ditentukan lain dengan PMK No.
52/PMK.010/2017 beberapa kali diubah terakhir dengan PMK
56/PMK.010/2021 Tentang Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan dan
Perolehan Harta Dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran,
Atau Pengambilalihan Usaha (“56/PMK.010/2021”).
46
usaha. Selain itu pengalihan tersebut dapat dilakukan pula dalam rangka
likuidasi usaha atau sebab lainnya. Selisih antara harga pasar dengan nilai
sisa buku harta yang dialihkan merupakan penghasilan yang dikenakan
pajak.
Contoh
PT. A PT. B
(Harta X) (Harta Y)
Pada dasarnya, penilaian harta yang diserahkan oleh PT A dan PT B dalam rangka
peleburan menjadi PT C adalah harga pasar dari harta.
47
● penggabungan dari badan hukum yang didirikan atau bertempat
kedudukan di luar negeri dengan Wajib Pajak badan dalam negeri
yang modalnya terbagi atas saham, dengan cara mengalihkan
seluruh harta dan kewajiban badan hukum yang didirikan atau
bertempat kedudukan di luar negeri kepada Wajib Pajak badan
dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dan membubarkan
badan hukum yang didirikan atau bertempat kedudukan di luar
negeri yang mengalihkan harta dan kewajiban tersebut.
● Peleburan dari 2 atau lebih Wajib Pajak badan dalam negeri yang
modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha
baru di Indonesia dan mengalihkan seluruh harta dan kewajiban
kepada Wajib Pajak badan baru serta membubarkan Wajib Pajak
badan yang melebur tersebut; atau
49
● restrukturisasi serta pengalihan harta telah memperoleh
persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang pembinaan Badan Usaha Milik Negara.
dalam hal Wajib Pajak badan dalam negeri yang diambil alih
berbentuk perseroan terbuka, wajib memenuhi ketentuan
sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan di
bidang pasar modal;
50
4) Penilaian Pengalihan Harta Atas Bantuan Atau Sumbangan, Harta
Hibah dan Warisan
Nilai perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah nilai sisa buku
harta dari pihak yang melakukan penyerahan. Apabila Wajib Pajak tidak
menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai sisa buku tidak diketahui,
maka nilai perolehan atas harta ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.
Nilai perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah harga pasar.
5) Penilaian Harta Yang Dialihkan Atas Setoran Tunai Yang Diterima Oleh
Badan Sebagai Pengganti Saham Atau Sebagai Pengganti Penyertaan
Modal.
Apabila terjadi pengalihan harta atas setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal, maka
dasar penilaian harta bagi badan yang menerima pengalihan sama dengan
nilai pasar dari harta tersebut.
Contoh
Selisih antara nilai nominal saham dengan nilai pasar harta, yaitu sebesar:
Rp40.000.000 - Rp20.000.000 = Rp20.000.000
Objek Pajak
Rp15.000.000
51
6) Penilaian Persediaan dan Pemakaian Persediaan Untuk Penghitungan
Harga Pokok
Contoh:
100 @ Rp 9,00 =
Rp 900,00
52
Rp 1.075,00 Rp 1.075,00
1) Penyusutan
Dalam penjelasan Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2) dijelaskan lebih rinci
mengenai penyusutan yaitu Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh
tanah hak milik, termasuk tanah berstatus hak guna bangunan, hak guna
usaha, dan hak pakai yang pertama kali tidak boleh disusutkan, kecuali
apabila tanah tersebut dipergunakan dalam perusahaan atau dimiliki untuk
memperoleh penghasilan dengan syarat nilai tanah tersebut berkurang
karena penggunaannya untuk memperoleh penghasilan, misalnya tanah
dipergunakan untuk perusahaan genteng, perusahaan keramik, atau
perusahaan batu bata
53
ketentuan ini dikaitkan dengan saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan
dengan saat diterima atau diperolehnya penghasilan.
Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
Bangunan 20 tahun 5%
Permanen
54
dengan menunjukkan masa manfaat yang sesungguhnya jenis-jenis harta
berwujud bukan bangunan. Dalam hal permohonan ditolak, Wajib Pajak
menggunakan masa manfaat jenis-jenis harta berwujud bukan bangunan
sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan 96/PMK.03/2009.
c. Metode Penyusutan
Contoh
55
b) Saldo Menurun (“SM”) Atau Double Declining Balance Method
(“DDB”)
Contoh
Sebuah mesin yang dibeli dan ditempatkan pada bulan Januari 2009 dengan
harga perolehan sebesar Rp150.000.000. Masa manfaat dari mesin tersebut
adalah 4 (empat) tahun. Kalau tarif penyusutan misalnya ditetapkan 50%,
penghitungan penyusutannya adalah sebagai berikut:
Tahun Tarif Penyusutan Nilai Sisa Buku
2) Amortisasi
Dalam Pasal 11A ayat (1a) UU 36/2008 Amortisasi dimulai pada bulan
dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk bidang usaha tertentu diatur
dalam Pasal 1 248/PMK.03/2008 yaitu dimulai pada bulan dilakukannya
pengeluaran atau pada bulan produksi komersial. dalam hal ini bulan
produksi komersial adalah bulan dimana penjualan mulai dilakukan. Yang
menjadi bidang usaha tertentu dalam 248/PMK.03/2008 adalah :
56
b. Metode Amortisasi
dijelaskan dalam Pasal 11A ayat (1) UU 36/2008, harga perolehan harta
tak berwujud dan pengeluaran lainnya termasuk biaya perpanjangan hak
guna bangunan, hak guna usaha, hak pakai, dan muhibah (goodwill) yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun diamortisasi dengan
metode:
Penentuan masa manfaat dan tarif amortisasi atas pengeluaran harta tak
berwujud dimaksudkan untuk memberikan keseragaman bagi Wajib Pajak
dalam melakukan amortisasi.
Untuk harta tidak berwujud yang masa manfaatnya tidak tercantum pada
kelompok masa manfaat yang ada, maka Wajib Pajak menggunakan
masa manfaat yang terdekat. Misalnya harta tak berwujud dengan masa
manfaat yang sebenarnya 6 tahun dapat menggunakan kelompok masa
manfaat 4 tahun atau 8 tahun. Dalam hal masa manfaat yang sebenarnya
5 tahun, maka harta tak berwujud tersebut diamortisasi dengan
menggunakan kelompok masa manfaat 4 tahun.
57
d. Amortisasi Bidang Pertambangan Migas
Apabila ternyata jumlah produksi yang sebenarnya lebih kecil dari yang
diperkirakan, sehingga masih terdapat sisa pengeluaran untuk
memperoleh hak atau pengeluaran lain, maka atas sisa pengeluaran
tersebut boleh dibebankan sekaligus dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
Contoh
Pada 2023, jumlah produksi kayu PT X adalah 3.000.000 ton kayu. Berapakah
amortisasi atas hak pengusahaan hutan yang dapat dibebankan PT X?
Mengacu pada Pasal 11A ayat (5) UU 36/2008, pengeluaran untuk hak pengusahaan
hutan diamortisasi melalui metode satuan produksi dengan limitasi maksimal 20%
setahun. Dengan begitu untuk tahun 2023, besarnya persentase satuan produksinya
adalah sebagai berikut:
Dalam hal ini persentase satuan produksi yang sebenarnya adalah 30% maka
persentase satuan produksi yang digunakan untuk menghitung amortisasi adalah
20% Mengacu pada Pasal 11A ayat (5) UU 36/2008 terkait dengan limitasi maksimal.
58
Dengan demikian, biaya amortisasi hak pengusahaan hutan PT X untuk tahun pajak
2023 adalah sebesar Rp100.000.000.
59
pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
yang peredaran brutonya dalam 1 tahun kurang dari Rp4.800.000.000,00
boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan NPPN, dengan
syarat memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu
3 bulan pertama dari tahun pajak yang bersangkutan,
NPPN juga di gunakan dalam hal terhadap Wajib Pajak Badan atau Wajib
Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dilakukan pemeriksaan, ternyata Wajib Pajak orang pribadi atau badan
tersebut tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan atau
tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti
pendukungnya, penghasilan netonya dihitung dengan menggunakan Norma
Penghitungan Penghasilan Neto.
● daerah lainnya.
60
pembukuan atau bukti-bukti pendukungnya tercantum dalam Lampiran III
PER- 17 /PJ/2015.
● Penghasilan neto Wajib Pajak yang mempunyai lebih dari satu jenis
usaha atau pekerjaan bebas adalah penjumlahan penghasilan neto dari
masing-masing jenis usaha atau pekerjaan bebas yang dihitung.
● Penghasilan neto bagi tiap jenis usaha dihitung dengan cara mengalikan
angka persentase Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan
peredaran bruto atau penghasilan bruto dari kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas dalam 1 Tahun Pajak.
Dasar pengenaan
Penerima Sifat
pajak dan Tarif Dasar Hukum
penghasilan pemotongan
pajak
61
Perusahaan Penerbangan
Dalam Negeri
PPh = 2,64% x
Perusahaan Keputusan Menteri Keuangan
Peredaran Bruto.
Pelayaran Atau No. No. 417/ KMK.04/1996
Penerbangan (“PMK 417/KMK.04/1996”)
Luar Negeri tentang Norma Penghitungan
Final Khusus Penghasilan Neto Bagi
WP Perusahaan Pelayaran
Dan/Atau Penerbangan Luar
Negeri
PPh = 0,44% x
Kantor Keputusan Menteri Keuangan
Perwakilan Nilai Ekspor Bruto. No. 634/KMK.04/1994 tentang
Dagang Di Norma Penghitungan Khusus
Indonesia Final Penghasilan Neto Bagi WPLN
Yang Mempunyai Kantor
Perwakilan Dagang di
Indonesia
PPh = 5% x
Perjanjian Keputusan Menteri Keuangan
Jumlah Bruto Dari
Bangun No. 248/KMK.04/1995 Tentang
Nilai Tertinggi
Guna Serah Perlakuan PPh Atas
Pasar Dengan Final
Penghasilan Sehubungan
Njop Bagian
Dengan Perjanjian Bangun
Bangunan yang
Guna Serah
Diserahkan.
1. Koreksi Fiskal
Koreksi fiskal terdiri dari koreksi positif dan koreksi negatif. Pada pokoknya ,
koreksi positif akan mengakibatkan penghasilan kena pajak meningkat,
sedangkan koreksi negatif menghasilkan penghasilan kena pajak menurun.
Tabel berikut merinci kedua koreksi fiskal tersebut.
62
● Penghasilan yang bukan merupakan objek PPh sebagaimana diatur di
dalam Pasal 4 ayat 3 UU PPh dan dibahas sebelumnya, harus dikoreksi
negatif.
Bagi Wajib Pajak luar negeri penentuan besarnya Penghasilan Kena Pajak
dibedakan antara:
Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif bagi Wajib Pajak
dalam negeri dalam suatu tahun pajak dihitung dengan cara mengurangkan
dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) UU
36/2008 dengan pengurangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) dan ayat (2), Pasal 7 ayat (1), serta Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf e, dan huruf g UU 36/2008.
63
Bagi Wajib Pajak dalam negeri yang menyelenggarakan pembukuan,
Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan cara
penghitungan biasa dengan contoh sebagai berikut.
Contoh
Peredaran bruto
Rp.6.000.000.000
Rp.20.000.000 (+
)
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dan badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dihitung dengan menggunakan
norma penghitungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dan untuk
Wajib Pajak orang pribadi dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1).
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang berhak untuk tidak menyelenggarakan
pembukuan, Penghasilan Kena Pajaknya dihitung dengan menggunakan
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dengan contoh sebagai berikut.
Contoh
Peredaran bruto Rp 4.000.000.000
64
Penghasilan neto (menurut Norma Rp 800.000.000
Penghitungan) misalnya 20%
3. Tarif Pajak
Tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi wajib pajak
orang pribadi dalam negeri sesuai dengan Pasal 17 UU 36/2008 adalah
sebagai berikut:
Rp 5.000.000.000 35%
Contoh
15 x Rp190.000.000 = Rp28.500.000
%
25 x Rp250.000.000 = Rp62.500.000
%
65
30 x Rp4.500.000.000 = Rp1.350.000.000
%
Rp1.794.000.000
Dari penghitungan diatas diketahui bahwa Pajak penghasilan yang terutang dari Dika
adalah sebesar Rp1.794.000.000,00.
Adapun dalam Pasal 17 ayat (2c) UU 36/2008 dalam hal ini tarif dari
penghasilan yang dikenakan atas penghasilan berupa dividen yang
dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah paling
tinggi sebesar 10% dan bersifat final. Pengenaan pajak ini dilakukan melalui
pemotongan oleh pihak yang membayar atau pihak lain yang ditunjuk selaku
pembayar dividen.
Dalam hal Besarnya pajak yang terutang bagi Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri yang terutang pajak dalam bagian tahun pajak dihitung
sebanyak jumlah hari dalam bagian tahun pajak tersebut dibagi 360
dikalikan dengan pajak yang terutang untuk 1 tahun pajak dengan ketentuan
tiap bulan yang penuh dihitung 30 hari.
Contoh
Naufal baru membuka usaha pada bulan Oktober tahun 2022 mendapat keuntungan
sebesar Rp600.000.000,00. Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak Orang Pribadi tahun
2022 tuan Naufal Rp584.160.550,00.
Berapa pajak penghasilan orang pribadi Naufal yang terutang, apabila Naufal memilih
untuk dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif Pasal 17 dan dalam tahun 2022
Naufal tidak memiliki penghasilan selain dari usaha barunya?
15 x Rp190.000.000 = Rp28.500.000
%
25 x Rp250.000.000 = Rp62.500.000
%
Rp119.248.000
66
2) Tarif Wajib Pajak Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) Huruf b merupakan tarif umum
untuk wajib pajak badan dalam negeri sebesar 22% yang mulai berlaku
pada tahun pajak 2022.
Contoh
Catatan:
Untuk ketentuan tarif untuk wajib pajak badan telah disesuaikan dengan UU 2/2020
tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU No 1 Tahun 2020 tentang
Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan
Pandemi Coronavirus Disease(COVID-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi
Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem
Keuangan jo. Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2020 Tentang Penurunan Tarif
Pajak Penghasilan Bagi Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang Berbentuk Perseroan
Terbuka (“PP30/2020”), tarif PPh Wajib Pajak Badan dalam negeri dan BUT menjadi
sebagai berikut:
● Sebesar 22% yang berlaku pada Tahun Pajak 2020 dan Tahun Pajak
2021.
Contoh
● Sebesar 20% (dua puluh persen) yang mulai berlaku pada Tahun Pajak
2022.
Contoh
67
Berdasarkan PP 30/2020, untuk Wajib Pajak badan dalam negeri yang
berbentuk Perseroan Terbuka (“PT”) yang paling sedikit 40% dari jumlah
keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh
tarif sebesar 3% lebih rendah daripada tarif PPh Badan normal dengan
ketentuan sebagai berikut :
Pada pasal 17 ayat (2b) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan
berbentuk perseroan terbuka, dapat memperoleh tarif sebesar 3% lebih
rendah dari tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b UU
36/2008 dengan syarat:
● harus dipenuhi dalam waktu paling singkat 183 hari kalender dalam
jangka waktu 1 Tahun Pajak
Contoh
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran bruto tersebut
dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak Penghasilan badan yang berlaku karena
jumlah peredaran bruto PT ABC tidak melebihi Rp4.800.000.000
Pelunasan pajak dalam tahun berjalan ini merupakan angsuran pajak yang
boleh dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak
yang bersangkutan, kecuali untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya
bersifat final.
69
Penghasilan yang bersifat final tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak
Penghasilan yang terutang.
● Pekerjaan;
● Jasa; atau
● Kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diterima (cash
basis) atau diperoleh (accrual basis) WP OP dalam negeri.
● Pemberi kerja yang terdiri dari : orang pribadi dan badan, baik merupakan
pusat maupun cabang perwakilan atau unit yang membayar gaji atau
upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
70
● Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
serta badan yang membayar:
● pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang semata-mata mempekerjakan orang pribadi untuk
71
melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka
melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
● pegawai;
olahragawan;
agen iklan;
72
pengawas atau pengelola proyek;
● pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing, dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja
pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan
Warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau
73
memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut,
serta negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
● penghasilan Pegawai Tidak Tetap atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah
harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang
dibayarkan secara bulanan;
● imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang
representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan
nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama
apapun;
74
● penghasilan berupa penarikan dana pensiun oleh peserta program
pensiun yang masih berstatus sebagai pegawai, dan dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan.
● Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau
sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang
diakui di Indonesia yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari
lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan,
atau penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan;
75
8) Dasar Pengenaan Dan Pemotongan PPh Pasal 21
Besarnya tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak NPWP lebih
tinggi 20% daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat
menunjukkan NPWP. Jumlah PPh 21 yang harus dipotong adalah sebesar
120% dari jumlah PPh 21 yang seharusnya dipotong dalam hal yang
bersangkutan memiliki NPWP.
76
Contoh
Zahid seorang karyawan penghasilan kena pajak nya adalah Rp3.000.000 PPh 21 yang
dipotong adalah:
Rp3.000.000 x 5% = Rp150.000
Penghasilan teratur;
bulan Desember bagi pegawai tetap yang bekerja sampai akhir tahun
kalender dan bagi penerima pensiun yang menerima uang pensiun
sampai akhir tahun kalender.
77
pembayaran teratur lainnya, termasuk uang lembur dan pembayaran
sejenisnya.
Contoh:
Mamat pada tahun 2022 bekerja pada perusahaan PT Soulleehin dengan gaji
sebulan sebesar Rp5.750.000. dan Mamat membayar iuran pensiun sebesar
Rp200.000. Status Mamat menikah tetapi belum mempunyai anak. Pada bulan
Januari penghasilan Mamat dari PT Soulleehin hanya dari gaji. Penghitungan PPh 21
bulan Januari adalah sebagai berikut:
Gaji Rp 5.750.000
Pengurang
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 5.750.000 Rp 287.500
2. Iuran Pensiun Rp 200.000
Rp 487.500
Penghasilan neto sebulan Rp 5.262.500
Penghasilan neto Per Tahun
12 X Rp 5.262.500 Rp 63.150.000
PTKP K0 setahun Rp 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 4.650.000
Pajak Setahun
5% X Rp 4.650.000 Rp 232.500
78
PPh 21 bulan Januari
Rp 232.500,00 : 12 Rp 19.375
Apabila Mamat tidak mempunyai NPWP PPh 21 bulan Januari menjadi: 120% x
Rp19.375 = Rp23.250
Contoh
Astrit adalah seorang karyawati dengan status menikah tanpa anak, bekerja pada PT
Martpedia dengan gaji sebulan sebesar Rp10.500.000 Astrit membayar iuran pensiun
ke dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sebesar
Rp50.000 sebulan. Berdasarkan surat keterangan dari Pemerintah Daerah (Pemda)
tempat Astrit berdomisili yang diserahkan kepada pemberi kerja, diketahui bahwa
suaminya tidak mempunyai penghasilan apapun. Pada bulan Juli 2022 selain
menerima pembayaran gaji juga menerima pembayaran atas lembur (overtime)
sebesar Rp2.000.000,00. Penghitungan PPh 21 bulan Juli 2022 adalah sebagai
berikut:
Oleh karena suami Astrit tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya
PTKP Astrit adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin.
Gaji Rp 10.500.000
Pengurang
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 10.500.000 Rp 525.000
2. Iuran Pensiun Rp 50.000
Rp 550.000
Penghasilan neto sebulan RP 9.925.000
Penghasilan neto Per Tahun
12 X Rp p 9.925.000 Rp 119.100.000
PTKP K0 setahun Rp 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 60.600.000
PPh 21 Terutang
5% X Rp 60.000.000 Rp 3.000.000
15% X Rp 600.000 Rp 90.000 (+)
Rp 3.090.000
PPh 21 bulan Januari
Rp 3.090.000 : 12 = Rp 257.500
79
a) dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan
ditambah dengan penghasilan tidak teratur berupa tantiem, jasa
produksi, dan sebagainya.
b) dihitung PPh Pasal 21 atas penghasilan teratur yang disetahunkan
tanpa tantiem, jasa produksi, dan sebagainya.
c) selisih antara PPh Pasal 21 menurut penghitungan huruf a dan huruf b
adalah PPh Pasal 21 atas penghasilan tidak teratur berupa
tantiem,jasa produksi dan sebagainya
Contoh
Bapak Ando bekerja di PT. SAM beliau mendapatkan gaji pokok 10 juta per bulan,
ditambah dengan tunjangan lain-lain 5 juta. Pada bulan Desember 2022 beliau
mendapatkan THR 5 juta dan Bonus 5 juta. Perusahaan memberikan asuransi JKK
0,24% dan JKM 0,3%. Beliau sudah menikah dan memiliki 2 anak. Berapa PPh 21
Bapak Ando pada bulan Desember 2022?
Gaji Rp 10.000.000
Tunjangan Rp 5.000.000
JKK 0,24%
JKM 0,3%
Penghasilan Tidak Teratur (THR & Rp 10.000.000
Bonus)
Pengurang
1. Biaya Jabatan
5% X Rp 10.000.000 Rp 500.000
Rp 500.000
Penghasilan neto sebulan RP 24.500.000
Penghasilan neto Per Tahun
12 X Rp 24.500.000 Rp 294.000.000
PTKP K/2 setahun Rp 72.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 222.000.000
PPh 21 Terutang
5% X Rp 60.000.000 Rp 3.000.000
15% X Rp 162.000.000 Rp 24.300.000 (+)
Rp 27.300.000
PPh 21 bulan Desember 2022 (Termasuk
THR dan Bonus)
Rp 27.300.000 : 12 = Rp 2.275.500
80
Hitung PPh 21 terutang atas seluruh penghasilan yang diterima atau
diperoleh dari pemotong pajak dalam tahun kalender yang bersangkutan,
baik penghasilan yang teratur maupun yang tidak teratur.
PPh 21 terutang yang harus dipotong untuk bulan Desember atau bulan
tertentu untuk pegawai tetap yang berhenti bekerja sebelum bulan
Desember adalah sebesar selisih antara PPh 21 terutang atas seluruh
penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak
dalam tahun kalender yang bersangkutan, sebagaimana dimaksud pada
huruf a, dengan PPh 21 yang telah dipotong dalam tahun kalender yang
bersangkutan sampai dengan bulan sebelumnya.
Dalam hal jumlah PPh 21 yang telah dipotong sampai dengan bulan
sebelumnya tersebut lebih besar daripada PPh 21 terutang atas seluruh
penghasilan teratur dan tidak teratur yang diterima dari pemotong pajak
dalam tahun kalender yang bersangkutan, misalnya dalam hal pegawai
berhenti bekerja pada pertengahan tahun, atas kelebihan pemotongan
PPh 21 tersebut dikembalikan kepada pegawai tetap yang berhenti
bekerja bersamaan dengan pemberian bukti pemotongan PPh 21. Atas
kelebihan pemotongan PPh 21 untuk pegawai tetap yang bersangkutan,
pemotong pajak dapat memperhitungkan dengan PPh 21 terutang atas
penghasilan pegawai tetap lainnya dalam Masa Pajak yang sama,
sehingga jumlah PPh 21 yang harus disetor oleh pemotong pajak untuk
Masa Pajak tersebut telah mempertimbangkan jumlah kelebihan
pemotongan PPh 21 yang telah diberikan oleh pemotong pajak kepada
pegawai tetap yang berhenti bekerja.
Contoh
Arul yang berstatus belum menikah bekerja di PT. SAM sejak 2021 namun sejak 1
Oktober 2022 Arul berhenti bekerja. Pada tahun 2022 Arul mendaftarkan ibunya
sebagai tanggungan. Arul memperoleh gaji dari PT. SAM Rp 6.500.000 dan
membayar iuran pensiun Rp 100.000 setiap bulan. Arul hanya menerima penghasilan
berupa gaji saja.
81
Gaji Rp 6.500.000
Pengurangan
Biaya Jabatan
5% X Rp 6.500.000 Rp 325.000
Iuran Pensiun Rp 100.000
Rp 425.000
Penghasilan neto sebulan RP 6.075.000
Penghasilan neto Per Tahun
12 X Rp 6.075.000 Rp 72.900.000
PTKP TK/1 setahun Rp 58.500.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 14.400.000
PPh 21 Terutang
5% X Rp 14.400.000 Rp 720.000
PPh 21 bulan September 2022
Rp 720.000 : 12 = Rp 60.000
PPh 21 Setahun Terutang
(Januari – September 2022)
Rp 60.000 x 9 = Rp 540.000
Apabila pajak yang terutang oleh pemberi kerja tidak didasarkan atas
masa gaji sebulan, maka untuk penghitungan PPh Pasal 21, jumlah
penghasilan tersebut terlebih dahulu dijadikan penghasilan bulanan
dengan mempergunakan faktor perkalian sebagai berikut:
● Gaji untuk masa seminggu dikalikan dengan 4;
● Gaji untuk masa sehari dikalikan dengan 26
82
Contoh
Adit bekerja sebagai pegawai produk manager di perusahaan PT. SAM, memperoleh
gaji mingguan sebesar Rp. 1.500.000,- Adit telah menikah dan belum mempunyai anak.
PT. SAM mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan, premi Jaminan Kecelakaan Kerja,
dan Premi Jaminan Kematian dibayar oleh pemberi kerja dengan jumlah
masing-masing setiap bulan 1% dan 0,3% dari gaji. Adit membayar iuran pensiun
sebesar Rp. 50.000,- dan Jaminan Hari Tua sebesar 2% dari gaji. Pada Minggu kedua
Bulan Agustus 2022 Adit hanya memperoleh pembayaran berupa gaji saja, berapakah
PPh 21 Adit pada minggu kedua tersebut?
83
● PPh 21 terutang atas tambahan gaji untuk bulan-bulan dimaksud
adalah selisih antara jumlah pajak yang dihitung dengan cara gaji
untuk bulan-bulan setelah ada kenaikan, dihitung kembali atas dasar
gaji baru setelah ada kenaikan dikurangi jumlah pajak yang telah
dipotong.
Contoh
Fadllih pada tahun 2022 bekerja pada perusahaan PT. Solusi dengan gaji sebulan
sebesar Rp 6.750.000 dan Fadllih membayar iuran pensiun sebesar Rp 200.000.
Status Fadllih menikah anak satu. Pada bulan Januari 2022 penghasilan Fadllih hanya
dari gaji. Penghitungan PPh 21 bulan Januari 2022 adalah sebagai berikut:
Gaji Rp 6.750.000
Pengurangan
Biaya Jabatan
5% X Rp 6.750.000 Rp 337.500
Iuran Pensiun Rp 200.000
Rp 537.500
Penghasilan neto sebulan RP 6.212.500
Penghasilan neto Per Tahun
12 X Rp 6.212.500 Rp 74.550.000
PTKP K/1 setahun Rp 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 11.550.000
PPh 21 Terutang
5% X Rp 11.550.000 Rp 577.500
PPh 21 sebulan (Januari 2022)
Rp 577.500 : 12 = Rp 48.125
Lalu Fadllih pada bulan Juni 2022 menerima kenaikan gaji, menjadi Rp 7.750.000
berlaku surut sejak 1 Januari 2022. Dengan adanya kenaikan gaji yang berlaku surut
tersebut maka Fadllih menerima rapel sejumlah Rp. 5.000.000 (selisih gaji yang
seharusnya diterima untuk masa Januari s/d Mei 2022). Untuk menghitung PPh 21 atas
uang rapel tersebut, terlebih dahulu dithitung kembali PPh 21 untuk masa Januari s/d
Mei 2022 atas dasar penghasilan setelah ada kenaikan gaji. Dengan demikian
penghitungan PPh 21 terutangnya adalah sebagai berikut:
Gaji Rp 7.750.000
Pengurangan
Biaya Jabatan
5% X Rp 7.750.000 Rp 387.500
Iuran Pensiun Rp 200.000
Rp 587.500
Penghasilan neto sebulan RP 7.162.500
Penghasilan neto Per Tahun
12 X Rp 7.162.500 Rp 85.950.000
84
PTKP K/1 setahun Rp 63.000.000
Penghasilan Kena Pajak Setahun Rp 22.950.000
PPh 21 Terutang
5% X Rp 22.950.000 Rp 1.147.500
PPh 21 sebulan (seharusnya)
Rp 1.147.500 : 12 = Rp 95.625
Rp 95.625 x 5 = Rp 478.125
● Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut PPh Pasal 22 dari pembeli
atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
85
● Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut PPh Pasal 22 dari pembeli
atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.
Terkait dengan pemungut PPh Pasal 22 lebih rinci dijelaskan dalam 34/PMK.
010/2017 jo. PER-31/PJ/2015 yaitu:
● Bank Devisa dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atas impor barang
dan ekspor komoditas tambang batubara, mineral logam, dan mineral
bukan logam yang dilakukan oleh eksportir, kecuali yang dilakukan oleh
Wajib Pajak yang terikat dalam perjanjian kerjasama pengusahaan
pertambangan dan Kontrak Karya;
Badan Usaha Milik Negara yaitu badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan;
Badan usaha tertentu yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha
Milik Negara, meliputi PT Pupuk Sriwidjaja Palembang, PT Petrokimia
Gresik, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Pupuk
Iskandar Muda, PT Telekomunikasi Selular, PT Indonesia Power, PT
Pembangkitan Jawa-Bali, PT Semen Padang, PT Semen Tonasa, PT
Elnusa Tbk, PT Krakatau Wajatama, PT Rajawali Nusindo, PT Wijaya
Karya Beton Tbk, PT Kimia Farma Apotek, PT Kimia Farma Trading &
Distribution, PT Badak Natural Gas Liquefaction, PT Tambang Timah,
86
PT Petikemas Surabaya, PT Indonesia Comnets Plus, PT Bank
Syariah Mandiri, PT Bank BRI Syariah, dan PT Bank BNI Syariah.
Dalam hal badan usaha ini melakukan perubahan nama badan usaha,
badan usaha tersebut tetap ditunjuk sebagai pemungut pajak Pasal 22.
Pada Pokoknya apabila badan usaha ini Tidak lagi dimiliki secara
langsung oleh Badan Usaha Milik Negara, badan usaha tertentu
dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut pajak Pasal 22
Berkenaan dengan pembayaran atas pembelian barang dan/atau
bahan bahan untuk keperluan kegiatan usahanya.
● Badan usaha yang bergerak dalam bidang usaha industri semen, industri
kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi, atas penjualan
hasil produksinya kepada distributor di dalam negeri;
Industri baja yang merupakan industri hulu, termasuk industri hulu yang
terintegrasi dengan industri antara dan industri hilir.
● Produsen atau importir bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas, atas penjualan bahan bakar minyak, bahan bakar gas, dan
pelumas;
Dalam hal ini berkaitan dengan Izin usaha pertambangan yang dimaksud
adalah di bidang pertambangan mineral dan batu bara.
87
Dasar
Pemungut Objek Tarif
pemungutan
harga jual
barang yang tidak dikuasai 7,5%
lelang
● Bendahara
pemerintah dan
Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA)
● Bendahara harga
pengeluaran pembelian barang dan/atau
pembelian
● Kuasa Pengguna bahan-bahan untuk keperluan 1,5%
(tidak termasuk
Anggaran (KPA) atau kegiatan usahanya
PPN)
pejabat penerbit Surat
Perintah Membayar
● Badan usaha tertentu
meliputi:
➢ BUMN
88
Dasar
Pemungut Objek Tarif
pemungutan
➢ Badan usaha dan
BUMN
Restrukturisasi
➢ Badan usaha yang
dimiliki BUMN
Harga
bahan bakar gas 0,3% penjualan (tidak
termasuk PPN)
Harga
Pelumas 0,3% penjualan (tidak
termasuk PPN)
Harga
Industri Semen semua jenis semen 0,25%
penjualan
Harga
Industri Kertas Semua jenis kertas 0,1%
penjualan
Harga
Industri Baja Semua jenis Baja 0,3%
penjualan
89
Dasar
Pemungut Objek Tarif
pemungutan
Harga
Industri farmasi semua jenis obat 0,3%
penjualan
● Agen Tunggal
Pemegang Merek Dasar
(ATPM) penjualan kendaraan bermotor Pengenaan
● Agen Pemegang di dalam negeri, tidak 0,45% Pajak
Merek (APM) termasuk alat berat Pertambahan
● importir umum Nilai (“PPN”)
kendaraan bermotor
pembelian bahan-bahan
berupa hasil kehutanan, Harga
Industri/eksportir selaku perkebunan, pertanian, pembelian
0,25%
Pembeli peternakan, dan perikanan (tidak termasuk
yang belum melalui proses PPN)
industri manufaktur
Besarnya tarif pemungutan yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak
memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak lebih tinggi 100% daripada tarif yang
diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan Nomor Pokok
Wajib Pajak.
90
Contoh
PT. JKL mengimpor barang dengan harga faktur senilai A$ (Australian Dollar) 300.000
dari Australia. Biaya asuransi ditetapkan sebesar 5% dari nilai faktur dan biaya angkut
ditetapkan sebesar 6% dari harga faktur. Bea Masuk ditetapkan sebesar 10% dan kurs
yang berlaku adalah sebesar Rp 10.000 per dolar Australia.
Biaya Asuransi
b. (5% x A$ 300.000) A$ 15.000
(Insurance)
Biaya Angkut
c. (6% x A$ 300.000) A$ 18.000
(Freight)
= 10% x Rp 3.663.000.000
= Rp 366.300.000.000
= 7,5% x Rp 3.663.000.000
= Rp 274.725.000
= 0,5% x Rp 3.663.000.000
= Rp 18.315.000
Perhitungan Pasal 22 jika barang tidak termasuk dalam jenis barang tertentu yang
berada dalam lampiran A,B,C PMK 41/2022 dan PT JKL memiliki Angka Pengenal Impor
(API) :
= 2,5% x Rp 3.663.000.000
91
= Rp 91.575.000
Perhitungan Pasal 22 jika barang tidak termasuk dalam jenis barang tertentu yang
berada dalam lampiran A,B,C PMK 41/2022 dan PT JKL tidak memiliki Angka Pengenal
Impor (API):
= 7,5% x Rp 3.663.000.000
= Rp 274.725.000
● Impor barang yang dibebaskan dari pungutan Bea Masuk dan/atau Pajak
Pertambahan Nilai:
92
peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah;
barang pindahan;
93
yang ditunjuk oleh Perusahaan Angkutan Udara Niaga Nasional yang
digunakan dalam rangka pemberian jasa perawatan atau reparasi
pesawat udara kepada Perusahaan Angkutan Udara Niaga nasional;
kereta api dan suku cadangnya serta peralatan untuk perbaikan atau
pemeliharaan serta prasarana perkeretaapian yang diimpor dan
digunakan oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian
umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian
umum, dan komponen atau bahan yang diimpor oleh pihak yang
ditunjuk oleh badan usaha penyelenggara sarana perkeretaapian
umum dan/atau badan usaha penyelenggara prasarana perkeretaapian
umum yang digunakan untuk pembuatan kereta api, suku cadang,
peralatan untuk perbaikan atau pemeliharaan, serta prasarana
perkeretaapian yang akan digunakan oleh badan usaha penyelenggara
sarana perkeretaapian umum dan/atau badan usaha penyelenggara
prasarana perkeretaapian umum;
barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi yang importasinya
dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama; dan/atau
94
pembayaran yang dilakukan oleh pemungut pajak sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d, 34/PMK.
010/2017 yang jumlahnya paling banyak Rp2.000.000 tidak termasuk
Pajak Pertambahan Nilai dan bukan merupakan pembayaran yang
dipecah dari suatu transaksi yang nilai sebenarnya lebih dari
Rp2.000.000;
pembayaran untuk:
96
yang tata caranya diatur oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai dan/atau
Direktur Jenderal Pajak.
● Dalam hal pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, maka Pajak
Penghasilan Pasal 22 terutang dan dilunasi pada saat penyelesaian
dokumen Pemberitahuan Impor Barang (“PIB”)
97
importir yang bersangkutan; atau
98
7) Tata Cara Pelaporan PPh Pasal 22
99
Pemungut Pajak wajib memberikan tanda bukti pemungutan kepada orang
pribadi atau badan yang dipungut setiap melakukan pemungutan. Pemungut
Pajak wajib menyetorkan Pajak Penghasilan yang dipungut ke Kantor Pos
atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan paling lama tanggal 10
bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak. Pemungut Pajak wajib melaporkan hasil pemungutannya
dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa ke Kantor Pelayanan
Pajak paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam bentuk apa
pun yang dibayarkan, disediakan untuk dbayarkan, atau telah jatuh tempo
pembayaran oleh badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri,
penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan
luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha
tetap, dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayar.
100
a. Sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto atas:
101
Imbalan sehubungan dengan jasa Teknik, jasa manajemen,
jasa konsruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang diatur
atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, selain jasa
yang telah dipotong Pajak penghasilan.
1. Bunga
102
b. Jumlahnya datas Rp 240.000 Dipotong PPh 15%
final
2. Hadiah
3. Sewa
103
4) Tidak Termasuk Sebagai Pemotong
2. Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan bank
opsi
3. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperolehperseroan terbatas sebagai Wajib
Pajak dalam negeri, koperasi, Badan Usaha Milik Negara, atau Badan Usaha Milik Daerah,
dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di
Indonesia dengan syarat:
5. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya
tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, dirma, dan kongsi
6. Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya
7. Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri
Keuangan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
1. Dibayarkannya penghasilan
2. Disediakan untuk dibayarkan penghasilan
3. Jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu.
104
Contoh:
c. Dalam hal tidak ada bukti pendukung atas rincian tagihan diatas maka
jumlah bruto sebagai dasar pemotongan PPh Pasal 23 sebesar Rp
22.000.000,00 sehingga PPh 23 yang harus dipotong oleh PT Dwi
Makmur atas pembayaran kepada PT Aman Jaya adalah sebesar 2% x
Rp 22.000.000,00 = Rp 440.000,00
Besarnya kredit pajak adalah sebesar pajak penghasilan yang dibayar atau
terutang di luar negeri tetapi tidak boleh melebihi penghitungan pajak yang
terutang atas seluruh penghasilan.
Wajib pajak dalam negeri terutang pajak atas seluruh penghasilan, termasuk
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri. Untuk meringankan
beban pajak ganda yang dapat terjadi karena pengenaan pajak atas
peghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri, ketentuan ini mengatur
tetangperhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang
di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap Pajak yang terutang atas
seluruh penghasilan wajib pajak dalam negeri.
105
Dalam menghitung batas jumlah pajak yang boleh dikreditkan, sumber
penghasilan ditentukan sebagai berikut:
Apabila pajak atas penghasilan dari luar negeri yang dikreditkan ternyata
kemudian dikurangkan atau dikembalikan, maka pajak yang terutang menurut
Undang-undang ini harus ditambah dengan jumlah tersebut pada tahun
pengurangan atau pengembalian itu dilakukan
US$ 52.000,00
106
Dividen yang dikirim ke Indonesia US$ 32.240,00
Pajak penghasilan (Corporate income tax) atas Z Inc. sebesar US$48.000, tidak
dapat dikreditkan terhadap Pajak Penghasilan yang terutang atas PT A, karena pajak
sebesar US$48.000,00 tersebut tidak dikenakan langsung atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh PT A dari luar negeri, melainkan pajak yang dikenakan atas
keuntungan Z Inc. di negara X.
5. Pajak Penghasilan 26
1. Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam bentuk
apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan atau telah jatuh
tempo pembayarannya oleh badan pemerintah, subjek pajak dalam
negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan
perusahaan luar negeri lainnya kepada Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh
persen) dari jumlah bruto oleh pihak yang wajib membayarkan:
a. Dividen
b. Bunga termasuk premium, diskonto
c. Royalty, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
e. Hadiah dan penghargaan
f. Pension dan pembayaran berkala lainnya
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya
h. Keuntungan karena pembebasan utang
107
Contoh:
Mark (K/3) orang pribadi subyek pajak luar negeri, membuat perjanjian kerja dengan
PT Suka sebagai supervisor untuk jangka waktu 4 bulan terhitung mulai tanggal 1
September 2021 (berada di Indonesia, kurang dari 183 hari). PT Suka pada tanggal
29 September 2021 membayarkan gaji sebesar $3.000,00 sebulan. (Kurs Menteri
Keuangan Rp14.930 per $1)
PPh Pasal 26 yang harus dipotong oleh PT Suka
20% x Rp 44.790.000
Rp 8.958.000
2. Negara domisili dari wajib pajak luar negeri selain yang menjalankan
usaha atau melakukan kegiatan usaha melalui BUT di Indonesia adalah
negara tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak luar negeri
yang sebenarnya menerima manfaat dari penghasilan tersebut
(beneficial owner)
3. Beneficial owner sesuai PER-25/PJ/2018
WPLN memenuhi ketentuan sebagai Beneficial Owner dalam hal:
a. Bagi WPLN orang pribadi, tidak bertindak sebagai Agen atau nominee,
atau
108
● Wajib pajak yang berstatus pengusaha kena pajak (PKP) yang
terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Madya di seluruh
Indonesia (KEP – 652/PJ/2019).
● Wajib pajak yang berstatus pengusaha kena pajak (PKP) yang
terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di seluruh
Indonesia (KEP – 269/PJ/2020).
5. Atas penghasilan dari penjualan atau penghasilan harta di Indonesia,
kecuali yang diatur dalam Pasa 4 ayat (2) UU PPh yang diterima atau
diperoleh wajib pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia
dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar
negeri, dipotong pajak 20% (dua puluh persen) dari perkiraan
penghasilan netto diatur oleh Menteri Keuangan.
Sesuai dengan Pasal 15 ayat (4) PP No. 94 Tahun 2010, pemotongan Pajak
Peghasilan Pasal 26 oleh pihak lain dilakukan pada akhir bulan:
1. Dibayarkannya penghasilan
2. Disediakan untk dibayarkan penghasilan
3. Jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjaid terlebih dahulu
1. Memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 26 atas nama Wajib Pajak luar
negeri
2. Menyetor PPh Pasal 26 yang dipotong ke Kantor Penerima Pembayaran
selambat-lambatnya 10 hari setelah saat terutangnya pajak SSP (atau
dokumen yang dipersamakan) atas nama pemotong
3. Melaporkan penyetoran dan pemotongan pajak dengan menggunakan
tempat pemotong pajak terdaftar sebagai wajib pajak
Sesuai dengan Pasal 15 ayat (4) PP No.94 Tahun 2010 pemotongan pajak
penghasilan pasal 26 oleh pidahk lain dilakukan pada akhir bulan
1. Dibayarkannya penghasilan
2. Disedakan untuk dibayarkannya penghasilan
3. Jatuh temponya pembayaran penghasilan yang bersangkutan,
tergantung peristiwa yang terjadi terlebih dahulu
109
Saat terutangnya pajak penghasilan pasal 26 Undang-undang pajak
penghasilan adalah pada saat pembayaran, saat disediakan untuk
dibayarkan seperti dividen dan jatuh tempo seperti bunga dan sewa, saat
yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur seperti royalty,
imbalan jasa Teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya.
110
Peraturan Pemerintah. PPh Atas Peghasilan dari Persewaan Tanah dan
Bangunan
● Badan pemerintah
● Subjek pajak badan dalam negeri
● Penyelenggara kegiatan
● Bentuk usaha tetap
● Kerjasama operasi
● Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
● Orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak
Kewajiban
111
Menyetor PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau
terutangnya sewa ke Kantor Penerima Pembayaran.
2. Apabila penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak
Penghasilan PPh Pasal 4 ayat (2) yang terutang wajib disetor
sendiri-sendiri oleh pihak yang menyewakan. Selambat-lambatnya
tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan diterima atau diperolehnya
sewa ke Kantor Penerima Pembayaran
3. Melaporkan PPh Pasal 4 ayat (2) yang telah dipotong dan disetor ke
Kantor Pelayanan Pajak tempat terdaftar sebagai Wajib Pajak
selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan
pembayaran atau terutangnya sewa.
Objek
1. Pengalihan hak atas tanah dan/ atau bangunan adalah penghasilan yang
diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan ha katas tanah dan/atau
bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan
hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para
pihak
2. Perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta
perubahannya.
Tarif
1. 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas
tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau
bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana
yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan
pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
2. 1% (satu persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah
dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun
Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya
melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau
3. 0% (nol persen) atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan
kepada pemerintah, badan usaha milik negara yang mendapat
penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha milik daerah
yang mendapat penugasan khusus dari kepala daerah, sebagaimana
112
dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai pengadaan
tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum.
113
1. Atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan, baik
sebagian maupun seluruh bangunan.
2. Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan semua jumlah
yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh Penyewa dengan
nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau
Bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan,
biaya keamanan, biaya layanan, dan biaya fasilitas lainnya, baik yang
perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan.
3. Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
dalam bentuk Bangunan merupakan nilai Bangunan yang diterima oleh
pemegang hak atas tanah dari Investor.
4. Nilai Bangunan ditentukan berdasarkan nilai yang tertinggi antara nilai
pasar dan nilai jual objek pajak Bangunan.
Contoh
Borneo menyewa rumah milik Diego selama 5 tahun dari tahun November 2017 sampai
dengan November 2021 sebesar Rp250.000.000 yang dibayar pada awal sewa. Atas
pembayaran sewa tersebut Diego telah membayar Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2) atas
penghasilan berupa sewa tanah dan/atau bangunan sebesar Rp25.000.000
Dalam perjanjian dimasukkan syarat bahwa Borneo dapat menyewakan kembali rumah yang
disewanya tersebut kepada oranglain meskipun tanggung jawabnya tetap berada di Borneo.
Pada bulan Juni 2019 Borneo, tanpa mematalkan sewa dengan Diego menyewakan rumah
tersebut kepada adik kandungnya Tiara yang berprofesi sebagai pengusaha sampai dengan
November 2021 sebesar Rp90.000.000 yang dibayar pada tanggal 2 Juni 2019.
Bagaimanakah kewajiban PPh Pasal 4 ayat (2) terkait transaksi sewa antara Borneo dan
Tiara?
Jawab:
Mengingat Tiara bukan merupakan pemotong pajak, maka Borneo wajib menyetorkan sendiri
PPh yang terutang tersebut ke KPP tempat dia terdaftar. Besarnya PPh Pasal 4 ayat (2)
yang bersifat final yang wajib disetorkan adalah:
Nilai kontrak adalah jumlah pembayaran tidak termasuk PPN (dalam hal
melalui pemotongan oleh pengguna jasa) atau jumlah penerimaan
pembayaran jumlah penerimaan pembayaran (dalam hal melalui
penyetoran sendiri oleh pemberi jasa)
115
perencanaan menadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain
termasuk didalamnya pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu
pengabungan fungsi layanan dalam mode penggabungan
perencanaam pengadaan, dan pembangunan serta model
penggabungan perencaan dan pembangunan
● Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang
pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang professional di
bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan
pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaam
konstruksi sampai selesai dan diserah terimakan.
Contoh
= Rp6.000.000.000 x 2,65%
= Rp159.000.000
Objek
Atas penghasilan berupa hadiah undian dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk
apapun yang diberikan melalui undian
Tarif
116
Nilai hadiah adalah nilai uang atau nilai pasar apabila hadiah tersebu
diserahkan dalam bentuk natura misalnya mobil
Kewajiban Pemotong
1. Hadiah undian adalah hadiah dengan nama dan dalam bentuk apapun
yang diberikan melalui undian
2. Hadiah ata penghargaan perlombaan adalah hadiah atau penghargaan
yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan
3. Hadiah sehubuingan dengan kegaitan adalah hadiah dengan nama dan
dalam betuk apapun yang diberikan sehubungan dengan kegiatan yang
dilakukan oleh penerima hadiah
4. Penghargaan adalah imbalan yang diberikan sehubungan dengan
prestasi dalam kegaitan tertentu
Contoh
Riska mendapatkan hadiah dari suatu brand karena telah memenangkan suatu games
dan dia mendapatkan hadiah undian senilai Rp25.000.000. Atas hadiah tersebut Riska
harus membayar pajak dan dikenakan pajak sebesar 25%. Perhitungannya sebagai
berikut:
Maka Riska harus membayar Pajak senilai Rp6.250.000. Dan uang tunai yang
didapatkan Riska senilai Rp18.750.000
Objek
Atas penghasilan berupa bunga denga nama dan dalam bentuk apapun
yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan serta diskonto
117
Sertifikat Bank Indonesia (termasuk bunga yang diterima atau diperoleh dari
deposito dan tabungan yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang
didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau cabang bank luar
negeri di Indonesia.
Tarif
a. Atas bunga dari deposito dalam mata uang dola Amerika Serikat yang
dananya bersumber dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di dalam
negeri pada bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
atau cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut:
1. Tarif 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE
dengan jangka waktu 1 (satu) bulan
2. Tarif 7,5% (tujuh koma lima persen) dari jumlah bruto, untuk Deposito
DHE dengan jangka waktu 3 (tiga) bulan
3. Tarif 2,5% (dua koma lima persen) dari jumlah bruto, untuk Deposito
DHE dengan jangka waktu 6 (enam) bulan; dan
4. Tarif 0% (nol persen) dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE dengan
jangka waktu lebih dari 6 (enam) bulan.
b. Atas bunga dari deposito dalam mata uang rupiah yang dananya
bersumber dari Devisa Hasil Ekspor dan ditempatkan di dalam negeri
pada bank yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia atau
cabang bank luar negeri di Indonesia dikenai Pajak Peghasilan yang
bersifat final dengan tarif sebagai berikut:
1. Tarif 7,5% (tujuh koma lima persen) dari jumlah bruto, untuk Deposito
DHE dengan jangka waktu 1 (satu) bulan;
2. Tarif 5% (lima persen) dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE dengan
jangka waktu 3 (tiga) bulan; dan
3. Tarif 0% (nol persen) dari jumlah bruto, untuk Deposito DHE dengan
jangka waktu 6 (enam) bulan atau lebih dari 6 (enam) bulan.
118
c. Atas bunga dari tabngan dan diskonto Sertifikat Bank Indoneisa dimaksud
dalam huruf a dan huruf b dikenai pajak Peghasilan yang bersifat final
dengan tarif sebagai berikut:
1. Tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2. Tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif
berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku,
terhadap Wajib Pajak luar negeri.
Contoh:
Dana pension Solusi Indonesia yang pendirinya disahkan oleh Menteri Keuangan membeli
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dari Bank Indonesia dengan nominal Rp2.000.000.000
dengan memperoleh diskonto sebesar Rp40.000.000. Pada tanggal 1 April 2021, dana
pensiun Solusi Indonesia menjual SBI tersebut kepada PT Brand Brand dengan harga
Rp1.960.000.000 dan dibayarkan pada saat yang sama. Bagaimana kewajiban
pemotongan atau pemungutan PPh atas transaksi tersebut?
Jawab:
PPh pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh dana pensiun PT Solusi Indonesia adalah
119
7) PPh Atas Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham di Bursa Efek
1. 0,1% dari jumlah bruto nilai transaksi penjualan saham atas penghasilan
yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari transaksi
penjualan saham dibursa efek (bersifat final) dari transaksi penualan
saham di bursa efek (bersifat final)
2. 0,%% dari nilai saham perusahaan pada saat penawaran umum perdana
yang dimiliki pemilik saham pendiri (bersifat final)
Kewajiban Pemotong
Contoh
PT. Setiabudi memiliki 10% kepemilikan saham dari PT. Budiutomo. Seluruh penjualan
saham dari PT. Budiutomo dilakukan di bursa efek Indonesia. Apabila keseluruhan
lembar saham PT. Budiutomo yang beredar di publik adalah 10.000 lembar. Hitunglah
berapa pajak yang harus dikenakan bila PT. Setiabudi menjual seluruh sahamnya
dengan harga Rp6.000/lembar di bursa efek Indonesia?
Jawab:
= Rp60.000
120
8) PPh Atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi
Tarif pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 10% (sepuluh persen)
dari dasar pengenaan pajak penghasilan.
Pengecualian
Pengenaan Pajak Penghasilan bunga obligasi yang bersifat final dari dasar
pengenaan PPh ini dkecualikan atau tidak berlaku bagi:
121
a. Wajib pajak dana pensiun yang pendirian atau pembentukannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan atau telah mendapatkan izin dari
Otoritas Jasa Keuangan dan memenuhi persyaratan
b. Wajib pajak bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar
negeri di Indonesia.
Contoh:
Pada tanggal 1 April 2017 PT Sediakala (emiten) menerbitkan obligasi kupon (interest
bearing bond) dengan nilai nominal Rp12.000.000.000 per lembar. Jangka waktu obligasi 5
tahun (jatuh tempo tanggal 1 April 2022). Bunga tetap sebesar 16% per tahun, jatuh tempo
bunga setiap tanggal 30 Juni dan 31 Desember. Penerbitan perdana tercatat di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
PT LMO (investor) pada saat penerbitan perdana membeli 12 lembar obligasi dengan
harga dibawah nilai nominal (at discount) dengan harga Rp10.000.000 per lembar. Berapa
besaran pajak yang harus dibayarkan atas bunga obligasi tersebut?
Jawab:
PPh pasal 4 ayat (2) yang harus dipotong oleh PT Sediakala pada saat jatuh tempo bunga
tanggal 31 Desember 2017 adalah sebagai berikut:
Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, PP Nomor 123 Tahun 2015, PMK
Nomor 26/PMK.010/2016
1. Nilai nominal pada saat jatuh tempo dengan harga perolehan di Pasar
Perdana atau di Pasar Sekunder; atau
2. Harga jual di Pasar Sekunder dengan harga perolehan di Pasar Perdana
atau di Pasar Sekunder,
Pemotong Pajak
122
1. Penerbit SPN (emiten) atau kustodian yang ditunjuk selaku agen
pembayar, atas Diskonto SPN yang diterima pemegang SPN saat jatuh
tempo; atau
2. Perusahaan efek (broker) atau bank selaku pedagang perantara maupun
selaku pembeli, atas Diskonto SPN yang diterima di Pasar Sekunder.
Tarif
1. Tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, terhadap Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2. Tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif
berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku,
terhadap Wajib Pajak luar negeri.
Objek Pajak
Atas penghasilan tertentu dari Wajib Pajak berupa Diskonto SPN dikenakan
pemotongan Pajak Penghasilan yang bersifat final.
10) PPh Atas Dividen yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang
Pribadi Dalam Negeri
Pemotong Pajak
Tarif
10% dari jumlah bruto dari penghasilan berupa dividen dengan nama dan
dalam bentuk apapun yang dibayarkan kepada orang pribadi dalam negeri
termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi (bersifat final).
Kewajiban Pemotong:
123
Contoh:
Johnson menerima dividen dari PT. Nusa Hati sebesar Rp. 500 Juta. PT. Nusa Hati
mentransfer uang tersebut tanpa melakukan pemotongan pajak terlebih dahulu pada
tanggal 21 April 2022. Dari uang tersebut Johnson mengalokasikan sebesar Rp. 80 Juta
untuk konsumsi dan membeli sepeda dan sisanya dibelikan Emas Batangan.
Jawab:
Uang sebesar Rp. 80 juta merupakan dividen yang terutang PPh Final sebesar Rp. 8 Juta
(10% x Rp. 80.000.000,-) dan Wajib disetor tanggal 15 bulan berikutnya yaitu tanggal 15
Mei 2022 dengan KAP/KJS 411128/419 serta dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh OP
tahun 2022 nanti.
11) PPh Atas Penghasilan Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
Tarif
0,5% bersifat final dari jumlah peredaran bruto berasal dari usaha setiap
bulan (dalam jangka waktu tertentu)
Dalam hal Wajib Pajak orang Pribadi Merupakan Suami Istri yang:
124
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan
penggabungan peredaran bruto usaha dari suami dan istri
1. Disetor sendiri oleh wajib pajak dilakakan setiap bulan paling lama
tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Wajib pajak
dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak
Penghasilan sesuai dengan tanggal validasi Nomor Transaksi
Penerimaan Negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak atau
sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan Surat Setoran
Pajak.
125
Dalam hal wajib pajak tidak memiliki peredaran usaha pada bulan
tertentu, tidak wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
2. Pemotong atau Pemungut Pajak dalam kedudukan sebagai pembeli
atau pengguna jasa melakukan pemotongan atau pemungutan pajak
penghasilan dengan tarif sebesar 0,5% terhadap wajib pajak yang
memiliki Surat Keterangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dilakukan untuk setiap transaksi penjualan atau penyerahan jasa yang
merupakan objek pemotongan atau pemungutan pajak penghasilan
sesuai ketentuan yang mengatur mengenai pemotongan atau
pemungutan wajib pajak penghasilan
b. Wajib pajak bersangkutan harus menyerahkan fotokopi Surat Pajak
yang telah dipotong atau dipungut disetor paling lama tanggal 10 bulan
berikutnya setelah masa pajak berakhir dengan menggunakan Surat
Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang dipersamakan dengan
Surat Setoran Pajak yang telah diisi atas nama wajib pajak yang
dipotong atau dipungut seta ditandatangani oleh pemotong atau
pemungut pajak
Contoh:
Tuan Kris seorang arsitek dan memiliki usaha toko bahan bangunan, pada tahun pajak
2021, Tuan Kris memperoleh peredaran bruto dari memberikan jasa arsitek atau nama
diri sendiri sebesar Rp 1.500.000.000 dan dari toko bahan bangunan memperoleh
peredaran bruto sebesar Rp 2.100.000.000 dalam 1 Tahun Pajak. Penentuan Batasan
peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000, maka penghasilan dari usaha toko
bahan bangunan dikenai Pajak Penghasilan final berdasarkan PP Nomor 23 Tahun
2018. Sedangkan penghasilan dari kegiatan arsitek dikenai pajak penghasilan
berdasarkan tarif pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Objek Pajak
Semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak berdasarkan perjanjian charter dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke
pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke
pelabuhan di luar negeri.
126
Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri adalah WP perusahaan
penerbangan yang bertempat kedudukan di Indonesia (SPDN Badan) yang
memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian charter.
Tarif
Pemotong
Objek Pajak
Oleh karena itu penghasilan yang menjadi Objek pengenaan PPh meliputi
Penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dari pengangkutan orang
dan/atau barang termasuk penyewaan kapal dari:
Tarif
127
Norma Penghitungan Penghasilan Netto = 4% x Peredaran Bruto
Peredaran bruto adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang
atau nilai uang yang diterima atau diperoleh WP perusahaan pelayaran
dalam negeri dari pengangkutan o rang dan/atau barang yang dimuat dari
satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan luar negeri dan/atau sebaliknya.
Pemotong
Dalam hal Pengguna jasa adalah bukan pemotong pajak, maka Wajib Pajak
perusahaan pelayaran dalam negeri wajib menyetor sendiri PPh yang
terutang.
Objek Pajak
Objek PPh-nya adalah Semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang
atau nilai uang dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari
suatu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di
Indonesia ke pelabuhan di luar negeri.
Tarif
128
Pajak Perusahaan Pelayaran dan/atau Penerbangan luar negeri dari
pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke
pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke
pelabuhan di luar negeri.
Pemotong
Subjek Pajak
Objek Pajak
nilai ekspor bruto yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima
atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri yang mempunyai kantor perwakilan
dagang di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau
badan yang berada atau bertempat kedudukan di Indonesia.
Tarif
Pajak Penghasilan Terutang sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan
bersifat final.
Khusus untuk Kantor Perwakilan Dagang (KPD) yang berasal dari negara
mitra P3B
maka besarnya tarif pajak yang terutang disesuaikan dengan tarif BPT
(Branch Proftit Tax) dari suatu Bentuk Usaha Tetap tersebut sebagaimana
dimaksud dalam P3B terkait.
129
Pemotong
Subjek Pajak
Objek Pajak
Tarif (Final)
PPh terutang sebesar 2,1% (dua koma satu persen) dari jumlah seluruh
biaya pembuatan atau perakitan barang tidak termasuk biaya pemakaian
bahan baku (direct materials)
130
Pemotong
PPh terutang wajib disetor sendiri oleh Wajib Pajak dengan cara
pembayaran setiap bulan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah
masa pajak berakhir.
Contoh:
Kantor Perwakilan Dagang PT Harum Melati (Perusahaan minyak wangi arab) yang
beralamat di Jakarta Pusat melakukan ekspor parfume pada tanggal 15 April 2019 dengan
nilai ekspor Rp 900.000.000 dan biaya yang dikeluarkan selama proses ekspor ialah Rp
100.000.000 dibayarkan pada tanggal 19 April 2019. Diketahui bahwa negara Arab Saudi
merupakan negara terikat P3B dengan Indonesia yang mencakup lalu lintas internasional
dengan tarif BPT sebesar 20%.
Jawab:
= 0,44 x Rp 900.000.000
Subjek Pajak
Perusahaan yang dapat melakukan penilaian kembali aktiva tetap adalah Wajib
Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT), tidak termasuk
perusahaan yang memperoleh izin menyelenggarakan pembukuan dalam
bahasa Inggris dan mata uang Dollar Amerika Serikat.
Objek Pajak
131
● seluruh aktiva tetap berwujud, termasuk tanah yang berstatus hak milik
atau hak gunabangunan; atau
● seluruh aktiva tetap berwujud tidak termasuk tanah, yang terletak atau
berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Nilai Revaluasi
Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan jasa
penilai atau ahli penilai ternyata tidak mencerminkan keadaan yang
sebenarnya,Direktur Jenderal Pajak menetapkan kembali nilai pasar atau nilai
wajar aktiva yang bersangkutan.
Atas selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa
buku fiskal semula dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebesar
10% (sepuluh persen).
132
● perusahaan disesuaikan kembali menjadi masa manfaat penuh untuk
kelompok aktiva tetap tersebut.
● Perhitungan penyusutan dimulai sejak bulan dilakukannya penilaian
kembali aktiva tetap perusahaan.
Untuk bagian tahun pajak sampai dengan bulan sebelum bulan dilakukannya
penilaian kembali aktiva tetap perusahaan berlaku ketentuan sebagai berikut :
133
Pembukuan
Selisih lebih penilaian kembali aktiva tetap perusahaan di atas nilai sisa buku
komersial semula setelah dikurangi dengan Pajak Penghasilan harus
dibukukan dalam neraca komersial pada perkiraan modal dengan nama
"Selisih Lebih Penilaian Kembali Aktiva Tetap Perusahaan Tanggal
........................".
Pemberian saham bonus atau pencatatan tambahan nilai nominal saham tanpa
penyetoran yang berasal dari kapitalisasi selisih lebih penilaian kembali aktiva
tetap perusahaan, sampai dengan sebesar selisih lebih penilaian kembali
secara fiskal, bukan merupakan Objek Pajak.
Contoh:
PT. Riang Gembira memiliki aset bangunan dengan harga perolehan Rp 500 juta dibeli
tanggal 1 Januari 2016. Aset ini didepresiasikan selama 20 tahun tanpa nilai sisa.
Perusahaan mengajukan permohonan revaluasi aset di tahun 2020 dan baru disetujui dan
melakukan revaluasi aset pada 31 Desember 2021 dengan nilai revaluasi berdasarkan nilai
pasar yaitu Rp 540 juta. Berikut perhitungan PPh Pasal 19 yang terutang.
Jawab:
= Rp 40 juta
= 10% x Rp 40 juta
134