OLEH:
SURONO
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia ilmu bagi umat manusia yang senantiasa berpikir. Karunia utama yang
penulis rasakan saat ini adalah diberikannya kesempatan untuk memberikan
sumbang pemikiran dalam bentuk bahan ajar yang ditujukan bagi Sekolah Tinggi
Akuntansi Negara, khususnya Program Diploma I Spesialisasi Bea dan Cukai
untuk mata pelajaran Teknis Cukai.
Bahan Ajar ini disusun untuk Sekolah Tinggi Akuntansi Negara, Program
Diploma I Bea dan Cukai untuk mata diklat teknis cukai yang berisi pengetahuan
teknis untuk melaksanakan kegiatan di bidang cukai. Untuk penulisan ini penulis
mengambil referensi utama dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995
sebagaimana telah diamandemen dengan Undang-undang Nomor 39 Tahun
2007 tentang Perubahan atas Undang-undang RI nomor 11 tahun 1995 tentang
Cukai dan juga peraturan pelaksanaan dari Undang-undang tersebut. Selain hal
tersebut, penulis juga mengambil referensi tambahan dari buku-buku terkait dan
juga artikel-artikel on-line dengan tujuan agar penyajian modul ini dapat lebih
menarik dan up to date.
Penulis menyadari bahwa sebagai manusia biasa, tulisan ini masih jauh
dari tingkat sempurna. Untuk itu diharapkan kritik dan masukannya untuk
pengembangan dan penyempurnaan ke depan. Terakhir, semoga Bahan Ajar
singkat ini dapat bermanfaat bagi Mahasiswa STAN pada umumnya dan bagi
siapa saja yang tertarik membacanya.
Surono
hal | i
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR TABEL viii
PENDAHULUAN 1
hal | ii
D. Tatacara Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau 67
1. Proses Pemungutan Cukai Hasil Tembakau 67
2. Pengenalan Pita Cukai 69
3. Lokasi Penyediaan Pita Cukai 72
4. Mekanisme Penyediaan Pita Cukai 72
E. Tatacara Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau 77
1. Mekanisme Pemesanan CK-1 77
BAB 3 FASILITAS DAN KEMUDAHAN PEMBAYARAN CUKAI 82
A. Fasilitas Tidak Dipungut Cukai 82
1. Gambaran Umum 82
2. Jenis-jenis Fasilitas Tidak Dipungut Cukai 83
B Fasilitias Pembebasan Cukai 88
1. Gambaran Umum 88
2. Jenis-jenis Fasilitas Pembebasan Cukai 89
C Penundaan Pembayaran Cukai 101
1. Gambaran Umum 101
2. Ketentuan Penundaan Cukai 102
D. Pembayaran Berkala 108
1. Gambaran Umum 108
2. Ketentuan Pembayaran Berkala 109
BAB 4 TATACARA PELUNASAN DAN PENAGIHAN CUKAI 115
A. Tatacara Pelunasan Cukai 115
1. Konsep Pelunasan Cukai 115
2. Pelunasan Cukai dengan Cara Pembayaran 118
3. Pelunasan Cukai dengan Cara Pelekatan Pita Cukai 119
4. Pembubuhan Tanda Pelunasan Cukai Lainnya 121
B. Penghitungan Pungutan Cukai 121
1. Penghitungan Cukai Etil Alkohol 122
2. Penghitungan Cukai MMEA 123
3. Penghitungan Cukai Hasil Tembakau 125
C. Tatacara Penagihan dan Pengangsuran Cukai 128
1. Penagihan Cukai 128
2. Pengangsuran 130
3. Masa Daluwarsa Tagihan Cukai 132
BAB 5 PENCATATAN, PEMBUKUAN, DAN PENCACAHAN BKC 135
A. Pencatatan dan Pembukuan BKC 135
1. Kewajiban Pembukuan 135
2. Kewajiban Pencatatan 139
B. Pencatatan dan Pelaporan dalam Rangka Pengawasan BKC
144
yang Masih Terhutang Cukai
1. Pemberitahuan BKC yang Selesai Dibuat 145
2. Pemberitahuan Rencana Produksi PBCK-1 149
3. Laporan Penggunaan dan Persediaan BKC yang 150
Mendapat Fasilitas Cukai
hal | iii
4. Pencatatan oleh Pejabat Bea dan Cukai 155
C. Pencacahan BKC 159
1. Konsep Pencacahan 159
2. Waktu Pelaksanaan Pencacahan 160
3. Penyelesaian Hasil Temuan Pencacahan 160
BAB 6 MUTASI BKC 167
A. Jenis Kegiatan Mutasi BKC 167
1. Konsep Mutasi BKC 167
2. Penimbunan BKC 168
3. Pemasukan dan Pengeluaran BKC 169
4. Pengangkutan BKC 172
B. Dokumen Mutasi BKC 174
1. Dokumen Pemberitahuan Pemasukan dan Pengeluaran 174
2. Dokumen Pelindung Pengangkutan 178
C. Tatalaksana Mutasi BKC 181
1. Pengeluaran BKC dari Pabrik dengan Pelunasan 181
2. Pengeluaran BKC dari Pabrik dengan Tujuan Diekspor 183
3. Pengeluaran BKC sebagai Bahan Bakar dengan Tujuan
184
ke Pabrik BKC Lain
BAB 7 TATACARA PEMUSNAHAN DAN PENGOLAHAN KEMBALI
189
BKC
A. Gambaran Umum 189
1. Konsep Pemusnahan dan Pengolahan Kembali 189
2. Struktur Pengembalian Cukai atas BKC yang Diolah
190
Kembali atau Dimusnahkan
3. Cara Pengolahan Kembali dan Pemusnahan BKC 191
B. Pengolahan Kembali dan Pemusnahan BKC yang
191
Pelunasannya dengan Pelekatan Pita Cukai
1. Subyek yang Berhak Mendapat Pengembalian Cukai 191
2. Ketentuan dan Persyaratan 192
3. Mekanisme Pengolahan Kembali atau Pemusnahan 193
C. Pengolahan Kembali atau Pemusnahan BKC yang
203
Pelunasannya dengan Pembayaran
1. Subyek yang Berhak Mendapat Pengembalian Cukai 203
2. Ketentuan dan Persyaratan 203
3. Mekanisme Pengolahan Kembali atau Pemusnahan 204
BAB 8 KEWENANGAN PEJABAT BEA DAN CUKAI 208
A. Gambaran Umum 208
B. Kewenangan Umum 209
1. Pengertian dan Jenis Kewenangan Umum 209
2. Kewenangan dan Penindakan terhadap BKC atau
211
Barang Lain yang Terkait dengan BKC
3. Kewenangan Pejabat Bea dan Cukai untuk Tidak 219
hal | iv
Melayani Pemesanan Pita Cukai
4.Kewenangan Audit di Bidang Cukai 221
5.Penyerahan Perkara atas Dugaan Pelanggaran Cukai
222
dari Instansi Penegak Hukum Lain
C. Kewenangan Khusus 223
1. Kewenangan Khusus Direktur Jenderal 224
2. Kewenangan Khusus Penyidik di Bidang Cukai 224
BAB 9 KEBERATAN DAN BANDING DI BIDANG CUKAI 231
A. Keberatan di Bidang Cukai 231
1. Gambaran Umum 231
2. Konsep Keberatan di Bidang Cukai 231
3. Pejabat yang Berwenang Memutuskan Keberatan 232
4. Persyaratan Administrasi dan Jaminan dalam Pengajuan
233
Keberatan Persyaratan Administrasi
5. Mekanisme Pengajuan Keberatan 235
B. Pengajuan Banding 236
1. Konsep Banding di Bidang Cukai 236
2. Persyaratan Administrasi Banding 237
3. Mekanisme Pengajuan Banding 237
4. Jenis Putusan Pengadilan Pajak atas Perkara Banding 238
C. Pengajuan Gugatan 239
1. Konsep Gugatan di Bidang Cukai 239
2. Mekanisme Pengajuan Gugatan 240
PENUTUP 245
GLOSARIUM 246
DAFTAR PUSTAKA 248
BIODATA PENULIS 250
hal | v
DAFTAR GAMBAR
hal | vi
Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC dengan
6.5 183
Dokumen PMBKC Pelunasan
Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC sebagai
6.6 185
Bahan Baku untuk Pembuatan BKC Lainnya
Struktur Tatalaksana Pengolahan Kembali dan
7.1 191
Pemusnahan BKC
Flowchart Prosedur Pengolahan
7.2 Kembali/Pemusnahan BKC yang Masih Berada di 194
Dalam Pabrik
Prosedur Pengolahan Kembali /Pemusnahan BKC
7.3 198
yang Berasal dari Peredaran Bebas
Prosedur Pemusnahan BKC di Tempat
7.4 200
Pemusnahan di Luar Pabrik
hal | vii
DAFTAR TABEL
hal | viii
PENDAHULUAN
Kami berusaha agar materi yang disampaikan dalam Bahan Ajar ini tidak
membuat mahasiswa menjadi jenuh. Oleh karenanya layout dan variasi
penulisan yang kami tampilkan, baik dalam bentuk tabel atau gambar mudah-
mudahan dapat membuat Mahasiswa nyaman.
hal | 1
1) Perizinan di Bidang Cukai
Pokok bahasan pada bab 1 ini akan mencakup penjelasan mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan perizinan di bidang cukai. Untuk lebih fokus, uraian
penjelasan akan dibagi berdasarkan kategori ketentuan umum dan
ketentuan khusus perizinan cukai.
2) Penetapan Tarif dan Harga Dasar Barang Kena Cukai (BKC),
Penyediaan dan Pemesanan Pita Cukai
Pokok bahasan pada bab 2 ini akan mencakup mekanisme penetapan tarif
cukai yang di dalamnya juga akan mencakup Harga Jual Eceran BKC.
Kemudian dalam bab ini juga akan dijelaskan mengenai mekanisme
penyediaan dan pemesanan pita cukai.
3) Fasilitas dan Kemudahan Cukai
Pokok bahasan bab 3 ini akan mencakup penjelasan mengenai fasilitas
pembebasan dan fasilitas tidak dipungut cukai. Kemudian akan dijelaskan
pula kemudahan-kemudahan berkaitan dengan mekanisme pembayaran
cukai.
6) Mutasi BKC
Pokok bahasan pada bab 6 ini akan mencakup penjelasan mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan mekanisme pemasukan, penimbunan, pengeluaran,
pengangkutan dan perdagangan BKC. Uraian penjelasan akan mencakup
hal | 2
alur proses mutasi BKC dan pengenalan terhadap dokumen pelindung
mutasi BKC.
7) Pemusnahan dan Pengolahan Kembali BKC
Pokok bahasan pada bab 7 ini akan mencakup teknis operasional di bidang
cukai yang terkait dengan kategori pengembalian cukai, khususnya karena
alasan pemusnahan dan pengolahan kembali. Topik Pemusnahan dan
pengembalian cukai di materi Bab 7 ini merupakan hanya sebagian saja dari
keseluruhan topik pengembalian di bidang cukai.
Kompetensi dasar yang diharapkan setelah mempelajari modul ini adalah agar
peserta mampu menjelaskan ketentuan teknis operasional cukai yang berkaitan
dengan :
hal | 3
7) Pemusnahan dan pengolahan kembali BKC
8) Kewenangan pejabat di bidang cukai
9) Keberatan dan banding di bidang cukai
Akhirnya kami berharap agar Bahan Ajar ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman dan wawasan yang tepat mengenai tatacara teknis operasional di
bidang cukai kepada Mahasiswa STAN. Untuk selanjutnya kami akan berusaha
agar bahan ajar ini akan terus di-update sesuai dengan perkembangan terbaru
tatalaksana teknis operasional di bidang cukai .
hal | 4
BAB
1
Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diamandemen dengan
Undang-undang Nomor 39 tahun 2007
hal | 5
izin di bidang cukai Perizinan terhadap pengusaha BKC dikeluarkan dalam
bentuk Nomor Pokok Pengusaha BKC (NPPBKC).
hal | 6
2. Kegiatan di Bidang Cukai
Izin di bidang cukai wajib dimiliki oleh setiap orang yang menjalankan
kegiatan di bidang cukai. Pengertian “orang” dalam ketentuan tersebut mencakup
subyek orang pribadi atau subyek badan hukum. Adapun pengertian “kegiatan” di
bidang cukai adalah kegiatan-kegiatan yang meliputi :
hal | 7
c. Melakukan kegiatan impor BKC
hal | 8
Konsep penyalur BKC pada dasarnya hampir mirip dengan konsep tempat
penyimpanan etil alkohol. Hanya saja tempat penyimpanan etil alkohol
mendapat pengecualian dalam hal status BKC yang disimpan di dalamnya,
yaitu masih terutang cukai. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan,
mengapa kegiatan penyaluran etil alkohol belum diatur secara tegas dalam
peraturan operasional oleh Menteri Keuangan. Pihak yang melakukan
kegiatan penyaluran BKC disebut sebagai Penyalur. Pihak inilah yang wajib
memiliki izin NPPBKC sebelum melakukan kegiatan menyalurkan BKC.
Pengertian TPE adalah tempat untuk menjual secara eceran BJKC berupa
MMEA atau Etil Alkohol kepada konsumen akhir. Pihak yang mengusahakan
tempat penjualan eceran BKC disebut sebagai Pengusaha TPE. Pihak inilah
yang wajib memiliki izin NPPBKC sebelum melakukan kegiatan menjual
secara eceran BKC. Kewajiban memiliki NPPBKC diwajibkan khusus
terhadap BKC berupa etil alkohol dan MMEA. Hal ini dengan pertimbangan
bahwa karakteristik BKC tersebut memiliki tingkat kerawanan yang tinggi
dalam peredarannya di masyarakat.
Dalam hal pemegang izin NPPBKC adalah orang pribadi, apabila yang
bersangkutan meninggal dunia, maka izin NPPBKC dapat dipergunakan selama
dua belas bulan sejak tanggal meninggalnya yang bersangkutan oleh ahli waris
atau yang dikuasakan dan setelah lewat jangka waktu tersebut izin wajib
diperbaharui.
hal | 9
usahanya. Pengertiannya adalah bahwa Orang yang mendapat penunjukkan
sebagai pemegang NPPBKC baik mewakili kepentingan pribadinya (sebagai
pengusaha perorangan) ataupun mewakili kepentingan suatu Badan Usaha
harus bertindak sebagai subyek yang wajib bertanggung jawab penuh terhadap
kegiatan di bidang cukai. Apabila yang bersangkutan tidak lagi menjalankan
kegiatan usaha di bidang cukai tersebut, maka izin NPPBKC yang dipegangnya
tersebut menjadi batal.
hal | 10
1) Orang yang membuat tembakau iris yang dibuat dari tembakau hasil
tanaman di Indonesia yang tidak dikemas untuk penjualan eceran atau
dikemas untuk penjualan eceran dengan bahan pengemas tradisional yang
lazim dipergunakan, apabila :
- Dalam pembuatannya tidak dicampur atau ditambah dengan tembakau
yang berasal dari luar negeri atau bahan lain yang lazim dipergunakan
dalam pembuatan hasil tembakau;
- Pada pengemas atau tembakau irisnya tidak dibubuhi atau dilekati atau
dicantumkan cap, merek dagang, etiket, atau sejenis dengan itu.
2) Orang yang membuat minuman mengandung etil alkohol yang diperoleh dari
hasil peragian atau penyulingan, apabila :
- Dibuat oleh rakyat Indonesia;
- Pembuatannya dilakukan secara sederhana;
- Produksi tidak melebihi 25 (dua puluh lima) liter setiap hari;
- Tidak dikemas dalam kemasan penjualan eceran.
3) Orang yang mengimpor BKC yang mendapat fasilitas pembebasan cukai :
- Untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan
- Untuk keperluan perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang
bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
- Untuk keperluan tenaga ahli bangsa asing yang bertugas pada Badan
atau Organisasi Internasional di Indonesia;
- Yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas
atau kiriman dari Luar Negeri, dalam jumlah tertentu;
- Untuk tujuan sosial.
4) Pengusaha Tempat Penjualan Eceran etil alkohol yang jumlah penjualannya
dalam sehari maksimal 30 (tiga puluh) liter
5) Pengusaha Tempat Penjualan Eceran MMEA dengan kadar paling tinggi 5%
(lima persen).
hal | 11
B. Tatacara Pengajuan Izin NPPBKC
hal | 12
Gambar 1.1
Alur Proses Pemberian Izin NPPBKC
Penjelasan :
a) Tahap pertama pengajuan NPPBKC diawali dengan permohonan
pemeriksaan lokasi yang dimintakan izin. Permohonan pemeriksaan lokasi
atas bangunan atau tempat usaha minimal harus dilampiri dengan :
- Salinan atau fotocopi izin usaha;
- Gambar denah lokasi bangunan atau tempat usaha;
- Salinan atau fotocopi izin mendirikan bangunan (IMB);
- Salinan atau fotocopi izin berdasarkan Undang-undang Mengenai
Gangguan
b) Atas permohonan yang diajukan tersebut, Kantor Pelayanan Bea dan Cukai
akan melakukan wawancara terhadap pemohon. Tujuan wawancara adalah
untuk memeriksa kebenaran data pemohon selaku penanggung jawab dan
juga kebenaran mengenai data-data yang dilampirkan. Hasil wawancara
akan dituangkan dalam suatu Berita Acara Wawancara.
hal | 13
c) Langkah selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan lokasi terhadap
bangunan atau tempat usaha yang dimintakan izin NPPBKC. Proses
pemeriksaan lokasi ini harus dilaksanakan paling lambat dalam jangka waktu
30 hari sejak permohonan diterima. Hasil pemeriksaan lokasi akan
dituangkan dalam suatu berita acara pemeriksaan lokasi (BAP) yang
ditandatangani oleh Pemeriksa dan Pengusaha yang bersangkutan.
d) Berita Acara Pemeriksaan Lokasi dan Gambar Denah lokasi harus memuat
secara rinci :
- persil, bangunan, ruangan, tempat dan pekarangan yang termasuk bagian
dari bangunana atau tempat usaha yang dimohonkan izinnya ;
- batas-batas bangunan atau tempat usaha yang dimohonkan izinnya;
- luas bangunan atau Tempat Usaha yang dimohonkan izin NPPBKC.
e) Berita Acara Pemeriksaan Lokasi yang menyatakan Lokasi yang
bersangkutan Layak untuk diberikan izin NPPBKC , digunakan sebagai salah
satu persyaratan untuk memperoleh NPPBKC . Berita Acara tersebut hanya
dapat digunakan dalam jangka waktu paling lamabat tiga bulan sejak tanggal
BAP ditandatangani.
f) Tahapan Kedua dalam alur proses pemberian izin NPPBKC adalah
pengajuan permohonan izin NPPBKC dalam suatu format permohonan
standar (PMCK 6) dengan disertai lampiran perizinan dari instansi terkait dan
data identitas diri pemohon. Lampiran persyaratan izin dari instansi terkait
untuk masing-masing jenis kegiatan di bidang cukai tidaklah sama. Khusus
untuk persyaratan izin terhadap kegiatan dibidang cukai MMEA dan Etil
Alkohol agak lebih ketat dibandingkan dengan persyaratan izin untuk
kegiatan cukai hasil tembakau.
g) Kepala Kantor atas nama Menteri Keuangan harus memutuskan disetujui
atau ditolaknya permohonan PMCK.6 dalam jangka waktu 30 hari sejak
permohonan diterima secara lengkap.
h) Dalam hal permohonan disetujui maka akan diterbitkan Keputusan
Pemberian NPPBKC, namun bila permohonan ditolak maka diterbitkan surat
penolakan yang memberikan penjelasan mengenai alasan penolakan. Salah
satu dasar pertimbangan penolakan oleh Kepala Kantor adalah apabila
hal | 14
nama pabrik, tempat penyimpanan, importir, penyalur atau TPE yang
diajukan memiiliki kesamaan nama, baik tulisan maupun pengucapannya
dengan nama subyek cukai sejenis lainnya yang telah mendapatkan
NPPBKC lebih dahulu.
Gambar 1.2
Contoh Permohonan PMCK-6
hal | 15
hal | 16
2. Persyaratan Pemberian izin NPPBKC Etil Alkohol
hal | 17
m) Memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari tembok, dengan ketinggian
minimal 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah yang jelas, kecuali
sisi bagian depan disesuaikan dengan aturan pemerintah daerah setempat.
hal | 18
Kewajiban bagi Tempat Usaha Importir :
b. Persyaratan Administrasi
hal | 19
Untuk Pabrik Etil Alkohol dan Tempat Penyimpanan Etil Alkohol,
persyaratan administrasi yang wajib dilengkapi adalah :
a) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dari Pemerintah Daerah setempat;
b) Izin berdasarkan Undang-undang gangguan dari Pemerintah Daerah
setempat;
c) Izin Usaha Industri dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Perindustrian dan/atau Perdagangan;
d) Izin Usaha Perdagangan dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Perindustrian dan/atau Perdagangan;
e) Khusus untuk Pengusaha Pabrik Etil Alkohol, dilengkapi dengan izin atau
rekomendasi dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Kesehatan;
f) Khusus untuk Pengusaha Pabrik Etil Alkohol, dilengkapi dengan izin atau
rekomendasi dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
Tenaga Kerja;
g) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
h) Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian Republik Indonesia,
apabila pemohon merupakan orang pribadi;
i) Kartu Tanda Pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
j) Akta Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum; dan
k) Surat Pernyataan di atas materei yang cukup akan menyelenggarakan
pembukuan perusahaan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan yang
berlaku dan menyimpan dokumen, buku, dan laporan selama 10 (sepuluh)
tahun pada tempat usahanya.
l) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat.
hal | 20
d) Nomor Identitas Kepabeanan
e) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Bea dan Cukai setempat.
hal | 21
Kewajiban yang harus dipenuhi terhadap Pabrik MMEA :
a) Tidak berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-
tempat lain yang bukan bagian pabrik yang dimintakan izin;
b) Berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum;
c) Memiliki luas bangunan minimal 300 (tiga ratus) meter persegi;
d) Memiliki persil, bangunan, ruangan, tempat dan pekarangan yang termasuk
bagian dari pabrik;
e) Memiliki bangunan, ruangan dan tempat yang dipakai untuk membuat
MMEA;
f) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, dan tangki atau wadah lainnya untuk
menimbun MMEA yang selesai dibuat;
g) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, dan tangki atau wadah lainnya untuk
menimbun MMEA yang cukainya sudah dibayar atau dilunasi;
h) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, dan tangki atau wadah lainnya untuk
menimbun MMEA yang selesai dibuat;
i) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan dan tangki atau wadah
lainnya untuk menyimpan bahan baku atau bahan penolong;
j) Memiliki bangunan, ruangan, tempat, pekarangan dan tangki atau wadah
lainnya yang digunakan untuk kegiatan produksi dan penimbunan bahan
baku atau bahan penolong;
k) Memiliki ruangan yang memadai bagi pejabat bea dan cukai dalam
melakukan pekerjaan atau pengawasan; dan
l) Memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari tembok, dengan ketinggian
minimal 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah yang jelas, kecuali
sisi bagian depan disesuaikan dengan aturan pemerintah daerah setempat.
hal | 22
c) Berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum, kecuali yang
berada di kawasan perdagangan;
d) Memiliki persil, bangunan, ruangan, tempat dan pekarangan yang termasuk
bagian dari tempat usaha importir;
e) Memiliki bangunan,ruangan dan tempat yang digunakan untuk menimbun
MMEA yang diimpor; dan
f) Memiliki pagar dan/atau dinding keliling dari tembok dengan ketinggian
paling rendah 2 (dua) meter yang merupakan batas pemisah yang jelas,
kecuali sisi bagian depan disesuaikan dengan aturan pemerintah daerah
setempat.
hal | 23
Kewajiban bagi Pengusaha TPE MMEA :
a) Dilarang berhubungan langsung dengan bangunan, halaman, atau tempat-
tempat lain yang bukan bagian dari TPE yang dimintakan izin, kecuali yang
berada dikawasan industri atau kawasan perdagangan;
b) Berbatasan langsung dan dapat dimasuki dari jalan umum, kecuali yang
berada di kawasan perdagangan;
c) Memiliki jarak lebih dari 100 (seratus) meter dengan tempat ibadah umum,
sekolah dan rumah sakit, kecuali tempat ibadah umum yang disediakan oleh
pengusaha hotel, restoran, atau tempat hiburan ;
d) Memiliki persil, bangunan,ruangan, tempat dan pekarangan yang termasuk
bagian dari TPE;
e) Memiliki persil, bangunan,ruangan dan tempat yang digunakan untuk
menimbun MMEA.
b. Persyaratan Administrasi
hal | 24
g) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
h) Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian Republik Indonesia,
apabila pemohon merupakan orang pribadi;
i) Kartu Tanda Pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
j) Akta Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum; dan
k) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat.
l) Dalam hal status kepemilikan tempat usaha adalah bukan pemilik bangunan,
maka harus disertai dengan surat perjanjian sewa-menyewa yang disahkan
notaris untuk jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun.
hal | 25
d) Izin atau rekomendasi dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang tenaga kerja;
e) Nomor Pokok Wajib Pajak;
f) Surat Keterangan Catatan kepolisian dari Kepolisian Republik Indonesia,
apabila pemohon merupakan orang pribadi;
g) Kartu tanda pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
h) Akta pendirian usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum.
i) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat.
j) Dalam hal status kepemilikan tempat usaha adalah bukan pemilik bangunan,
maka harus disertai dengan surat perjanjian sewa-menyewa yang disahkan
notaris untuk jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun.
hal | 26
j) Dalam hal status kepemilikan tempat usaha adalah bukan pemilik bangunan,
maka harus disertai dengan surat perjanjian sewa-menyewa yang disahkan
notaris untuk jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun.
hal | 27
b) Izin berdasarkan Undang-undang gangguan dari Pemerintah Daerah
setempat;
c) Izin Usaha Industri dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Perindustrian dan/atau Perdagangan;
d) Izin Usaha Perdagangan dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya
di bidang Perindustrian dan/atau Perdagangan;
e) izin atau rekomendasi dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang Tenaga Kerja;
f) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
g) Surat Keterangan Catatan Kepolisian dari Kepolisian Republik Indonesia,
apabila pemohon merupakan orang pribadi;
h) Kartu Tanda Pengenal diri, apabila pemohon merupakan orang pribadi;
i) Akta Pendirian Usaha, apabila pemohon merupakan Badan Hukum;
j) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat;
k) Dalam hal status kepemilikan tempat usaha adalah bukan pemilik
bangunan, maka harus disertai dengan surat perjanjian sewa-menyewa
yang disahkan notaris untuk jangka waktu paling singkat 5 (lima) tahun;
l) Surat pernyataan bermaterei cukup bahwa pemohon tidak berkeberatan
untuk dibekukan atau dicabut NPPBKC yang telah diberikan dalam hal
nama pabrik yang bersangkutan memiliki kesamaan nama, baik tulisan
maupun pengucapannya dengan nama pabrik lain yang telah mendapat
NPPBKC.
a) Izin sebagai importir dari instansi yang tugas dan tanggung jawabnya di
bidang perdagangan;
b) Nomor Pokok Wajib Pajak ;
c) Akta Pendirian Usaha;
d) Nomor Identitas Kepabeanan (NIK)
hal | 28
e) Surat penunjukan sebagai agen penjualan dari produsen hasil tembakau
yang diimpor;
f) Berita Acara Hasil Pemeriksaan Lokasi dari Kantor Bea dan Cukai.
5. Penomoran NPPBKC
hal | 29
MMEA PT. “A” telah memenuhi persyaratan dan layak diberikan NPPBKC.
Maka terhadap Pabrik MMEA PT. “A” diberikan NPPBKC dengan nomor
0706.1.2. 1001, artinya bahwa :
hal | 30
Gambar 1.3
Contoh NPPBKC Hasil Tembakau
hal | 31
C. Pembekuan, Pencabutan, dan Perubahan NPPBKC
1. Pembekuan NPPBKC
Yang dimaksud dengan pembekuan izin adalah tidak diperbolehkannya
Pengusaha yang memiliki NPPBC untuk melakukan kegiatan usaha di bidang
cukai sampai dengan diterbitkannya keputusan pemberlakuan kembali atau
pencabutan izin, tanpa mengurangi kewajiban yang harus diselesaikan kepada
negara. Izin NPPBKC bagi Pengusaha BKC dapat dibekukan, dalam hal :
b) adanya bukti yang cukup sehingga persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi,
yaitu :
- Pemegang izin NPPBKC tidak lagi mewakili kepentingan Badan Hukum
atau orang pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia
- Persyaratan fisik lokasi bangunan atau tempat usaha tidak lagi dipenuhi
- Persyaratan administrasi pemberian izin NPPBKC tidak lagi dipenuhi
- Adanya kesamaan nama perusahaan dengan nama pabrik, importir,
penyalur, atau TPE lainnya yang telah mendapatkan NPPBKC
c) pemegang izin berada dalam pengawasan kurator sehubungan dengan
utangnya. Kondisi ini terjadi ketika perusahaan pemegang NPPBKC digugat
hal | 32
pailit namun belum mendapatkan keputusan Hakim yang bersifat tetap.
Selama belum ada keputusan yang bersifat final, maka status NPPBKC yang
bersangkutan hanya dibekukan saja.
2. Pencabutan NPPBKC
Pengertian pencabutan izin NPPBKC adalah bahwa Izin kegiatan di bidang
Cukai yang dimiliki Pengusaha BKC tidak lagi berlaku baik karena kemauan
sendiri ataupun dicabut oleh otoritas yang sah. Izin NPPBKC dapat dicabut,
dalam hal :
a) atas permohonan pemegang izin yang bersangkutan ;
b) tidak dilakukan kegiatan selama satu tahun ;
c) persyaratan perizinan tidak lagi dipenuhi ;
d) pemegang izin tidak lagi secara sah mewakili badan hukum atau orang
pribadi yang berkedudukan di luar Indonesia ;
e) pemegang izin dinyatakan pailit ;
f) tidak dipenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ;
g) pemegang izin dipidana berdasarkan keputusan hakim yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap karena melanggar ketentuan undang-
undang cukai ;
h) pemegang izin melanggar ketentuan Pasal 30 ; atau
i) Izin NPPBKC dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau dikerjasamakan
dengan orang/pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
Dalam hal izin NPPBKC dicabut maka terhadap BKC yang belum dilunasi
cukainya yang masih berada di dalam Pabrik atau Tempat Penyimpanan harus
dilunasi cukainya dan dikeluarkan dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan dalam
waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya surat keputusan pencabutan izin.
Dalam hal ketentuan tersebut tidak dipenuhi, maka BKC yang bersangkutan
dimusnahkan atau diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan. BKC
yang telah dilunasi cukainya dan berada di tempat usaha importir, penyalur, dan
pengusaha tempat penjualan eceran, yang izinnya telah dicabut, harus
dipindahkan ke tempat usaha importir BKC, penyalur, atau pengusaha tempat
penjualan eceran lainnya atau dimusnahkan.
hal | 33
3. Perubahan NPPBKC
hal | 34
2) Izin berdasarkan Undang-Undang Gangguan dari pernerintah daerah
setempat;
3) perubahan Izin Usaha Industri dari instansi yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang pcrindustrian dan/atau perdagangan;
4) perubahan Izin Usaha Perdagangan dari instansi yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang perindustrian dan/atau perdagangan; dan
5) perubahan Nomor Pokok Wajib Pajak.
hal | 35
RANGKUMAN :
4) Jangka waktu berlakunya izin NPPBKC adalah: khusus izin NPPBKC bagi
Pengusaha Pabrik Importir BKC adalah selama pengusaha yang bersangkutan
menjalankan kegiatan usahanya. Untuk izin NPPBKC bagi pengusaha tempat
penyimpanan, penyalur atau pengusaha Tempat penjualan Eceran adalah
selama lima tahun;
hal | 36
Latihan
LATIHAN : :
Agar Anda dapat lebih memahami materi bahasan pada Bab 1, coba kerjakan
latihan-latihan berikut ini.
1) Jelaskan siapa saja yang wajib memiliki izin NPPBKC dan juga yang
dikecualikan untuk memiliki izin NPPBKC ?
2) Jelaskan persyaratan fisik minimal yang berkaitan dengan luas lokasi
tempat usaha yang harus dimiliki oleh pengusaha dalam melakukan
kegiatan di bidang cukai ?
3) Jelaskan mekanisme pemberian izin NPPBKC ?
4) Jelaskan pengertian pembekuan dan pencabutan NPPBKC ?
5) Jelaskan mekanisme perubahan NPPBKC ?
hal | 37
BAB
2
TATACARA PENETAPAN TARIF CUKAI
PENYEDIAAN DAN PEMESANAN PITA
CUKAI
1. Tarif Cukai
hal | 38
– 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar
yang digunakan adalah Harga Jual Eceran (HJE).
b) Untuk yang diimpor :
– 275% (dua ratus tujuh puluh lima persen) dari harga dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea
masuk ; atau
– 57% (lima puluh tujuh persen) dari harga dasar apabila harga dasar
yang digunakan adalah HJE.
2) BKC lainnya dikenakan cukai berdasarkan tarif paling tinggi :
a) Untuk yang dibuat di Indonesia :
– 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik ; atau
– 80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar
yang digunakan adalah HJE.
b) Untuk yang diimpor :
– 1.150% (seribu seratus lima puluh persen) dari harga dasar apabila
harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean ditambah bea
masuk ; atau
– 80% (delapan puluh persen) dari harga dasar apabila harga dasar
yang digunakan adalah HJE.
Ketentuan pasal 5 Undang-undang Cukai tersebut sekaligus memberikan
pedoman mengenai sistem tarif cukai yang dapat diberlakukan terhadap BKC
Undang-undang cukai memberikan keleluasaan bagi pemerintah untuk
menerapkan alternatif sistem tarif cukai sebagai berikut :
hal | 39
Keuntungan dalam sistem tarif advalorum adalah mudah dalam mengikuti
perkembangan harga pasar. Hal ini karena komponen tarif cukai bersifat variabel
terhadap harga jual BKC. Sebagai contoh, apabila pengusaha dikenakan tarif
cukai advalorum sebesar 30% dari HJE (misal Rp. 10.000,-) maka pungutan
cukai akan mudah ditentukan yaitu sebesar Rp.3.000,-.
hal | 40
b. Tarif Cukai Spesifik
Dalam sistem tarif cukai spesifik, pungutan cukai dihitung dengan cara
mengalikan antara Tarif cukai dalam satuan Rupiah dengan jumlah satuan
spesifik tertentu, misalnya : jumlah dalam liter, jumlah dalam batang, dan
sebagainya.
Sistem tarif cukai spesifik sudah lebih dahulu diterapkan terhadap BKC
berupa etil alkohol dan MMEA sejak awal pemberlakukan Undang-undang
Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, dan bahkan sejak masa penerapan
Ordonansi Cukai Bir dan Cukai Alkohol Sulingan. Sejak penerapan Peraturan
Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2008 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau
pada tanggal 1 Februari 2009, pemungutan cukai hasil tembakau secara resmi
menggunakan sistem tarif spesifik.
Keuntungan dan kerugian sistem tarif spesifik ini merupakan kebalikan dari
sistem tarif advalorum. Dari sisi keuntungan, sistem tarif spesifik relatif akan
memudahkan aparatur DJBC dalam pengawasan terhadap peredaran BKC di
pasaran. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa sistem tarif advalorum cenderung
membuat disparitas harga jual BKC menjadi semakin besar. Hal ini tidak terjadi
pada sistem tarif spesifik, oleh karena kebijakan kenaikan cukai cenderung
menggunakan instrumen tarif. Komponen harga tidak lagi bersifat variabel
terhadap pungutan cukai. Diharapkan dengan pemberlakukan sistem tarif
spesifik akan mengurangi disparitas harga antara official price dengan demand
price.
Kerugian yang dihadapi dalam penerapan sistem tarif spesifik lebih kepada
sifat tarif spesifik yang tidak dapat mengikuti perkembangan harga pasar.
Ekstremnya dapat dikatakan bahwa berapapun peningkatan harga yang terjadi di
hal | 41
pasar tidak akan mempengaruhi besarnya pungutan cukai. Hal inilah yang terjadi
pada BKC berupa etil alkohol dan MMEA. Khusus untuk Hasil Tembakau
pemerintah pada dasarnya tidak menerapkan sistem tarif spesifik murni, karena
masih menggunakan variabel lain yaitu: batasan golongan berdasarkan jumlah
produksi dan batasan HJE dalam strata tertentu. Kita akan membahas lebih
lanjut hal ini pada bagian berikutnya.
a) Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas BKC yang dibuat
di Indonesia adalah harga jual pabrik atau HJE.
b) Harga dasar yang digunakan untuk perhitungan cukai atas BKC yang
diimpor adalah nilai pabean ditambah bea masuk atau HJE.
hal | 42
Berdasarkan ketentuan pasal 5 dan pasal 6 Undang-undang Cukai dapat
disimpulkan bahwa harga dasar yang dapat digunakan dalam rangka
penghitungan sistem tarif cukai advalorum adalah :
a. HJE
hal | 43
Gambar 2.1
Kalkulasi HJE Hasil Tembakau
hal | 44
c. Nilai Pabean + Bea Masuk
Dalam sistem penetapan tarif cukai spesifik pada BKC hasil tembakau,
pada dasarnya pemerintah tidak menetapkan sistem tarif spesifik murni
sebagaimana halnya pada etil alkohol maupun MMEA. Untuk sistem tarif cukai
hasil tembakau setidaknya ada empat besaran pokok yang mempengaruhi nilai
cukai hasil tembakau, yaitu :
1) Jenis hasil tembakau;
2) Golongan Produsen yang ditentukan berdasarkan jumlah produksi hasil
tembakau selama satu tahun takwim;
3) Batasan HJE, artinya adalah batas HJE minimum yang boleh diajukan
Pengusaha dalam rangka penetapan Tarif cukai; dan
hal | 45
4) Tarif cukai spesifik dalam nilai satuan Rupiah .
hal | 46
c) Sigaret Kretek Tangan (SKT) adalah sigaret yang dalam pembuatannya
dicampur dengan cengkih, atau bagiannya, baik asli maupun tiruan tanpa
memperhatikan jumlahnya yang dalam proses pembuatannya mulai dari
pelintingan, pengemasan dalam kemasan untuk penjualan eceran, sampai
dengan pelekatan pita cukai, tanpa menggunakan mesin.
hal | 47
pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
i) Rokok Daun atau Klobot (KLB); adalah hasil tembakau yang dibuat
dengan daun nipah, daun jagung (klobot), atau sejenisnya, dengan cara
dilinting, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan pengganti atau bahan
pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
j) Tembakau Iris (TIS); adalah hasil tembakau yang dibuat dari daun
tembakau yang dirajang, untuk dipakai, tanpa mengindahkan bahan
pengganti atau bahan pembantu yang digunakan dalam pembuatannya.
hal | 48
Kebijakan Industri Hasil Tembakau. Penggolongan pengusaha pabrik hasil
tembakau dapat anda lihat pada tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1
Penggolongan dan Batasan Produksi Hasil Tembakau
hal | 49
sejak tanggal keputusan mengenai penyesuaian golongan Pengusaha Pabrik
hasil tembakau, dan tidak melebihi tahun takwim berjalan.
Contoh :
1) Pabrik “A”, produksi pabrik berdasarkan dokumen pemesanan pita cukai
(CK-1) telah melampaui Batasan Jumlah Produksi Pabrik yang bersangkutan
pada tanggal 25 April 2012, maka kepala Kantor:
menetapkan Keputusan Penyesuaian Golongan Pengusaha Pabrik hasil
tembakau pada tanggal 25 April 2012 dan keputusan ini mulai berlaku
pada tanggal 25 April 2012; dan
menetapkan Keputusan Penyesuaian Tarif Cukai Hasil Tembakau pada
tanggal 25 April 2012 dan keputusan ini mulai diberlakukan mulai tanggal
25 Oktober 2012.
Dalam hal hasil produksi selama satu tahun takwim ternyata kurang dari
batasan jumlah produksi pabrik yang berlaku bagi golongan yang telah
ditetapkan, maka Pengusaha Pabrik hasil tembakau yang bersangkutan dapat
mengajukan permohonan untuk penurunan golongan. Permohonan penurunan
golongan diajukan paling lambat pada bulan Januari tahun takwim berikutnya
sebelum dokumen pemesanan pita cukai pertama kali diakjukan. Atas
permohonan tersebut, Kepala kantor wajib menetapkan keputusan menerima
atau menolak permohonan dalam jangka waktu maksimal 10 (sepuluh) hari
terhitung sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar. Keputusan
hal | 50
untuk menerima permohonan penurunan golongan hanya diberikan untuk satu
tingkat lebih rendah dari golongan pengusaha pabrik sebelumnya.
3. Batasan HJE
Meskipun tidak lagi menjadi fokus utama kebijakan di bidang cukai hasil
tembakau, instrumen HJE tetap menjadi salah komponen yang cukup
menentukan dalam pengambilan kebijakan mengenai tarif cukai hasil tembakau.
Batasan HJE minimal yang boleh diajukan oleh setiap pengajuan penetapan tarif
cukai hasil tembakau tetap harus memenuhi batasan HJE yang ditetapkan oleh
Pemerintah sebagaimana yang tercantum dalam lampiran I PMK Nomor
179/PMK.011/2012 (lihat Tabel 2.2)
Untuk penetapan tarif cukai atas pengajuan merek-merek baru produk hasil
tembakau maupun untuk penetapan kembali atas merek yang sudah ada
sebelumnya, maka penentuan batasan HJE yang bersangkutan harus mengacu
kepada :
1) HJE yang tercantum dalam penetapan tarif cukai yang masih berlaku
berdasarkan struktur tarif yang lama ;
2) HJE yang diberitahukan oleh Pengusaha Pabrik Hasil Tembakau, khusus
untuk pengajuan merek baru
3) HJE yang telah mengalami kenaikan
HJE yang menjadi dasar acuan sebagaimana tersebut diatas, harus dalam
kelipatan Rp. 25,00 .
HJE per batang atau gram untuk setiap jenis hasil tembakau untuk tujuan
ekspor harus ditetapkan sama dengan HJE per batang atau gram untuk setiap
jenis hasil tembakau dari jenis dan merek hasil tembakau yang sama yang
ditujukan untuk pemasaran di dalam negeri. Penetapan HJE atas produk hasil
tembakau yang diekspor tetap diperlukan untuk pencatatan administrasi,
meskipun untuk produk hasil tembakau yang diekspor tidak perlu dilekati dengan
pita cukai dan juga mendapat fasilitas tidak dipungut cukai .
hal | 51
mengenai HJE atas merek-merek baru yang boleh diajukan oleh Pengusaha
Pabrik atau Importir adalah tidak boleh lebih rendah dari HJE yang masih
berlaku atas merek hasil tembakau yang dimilikinya dalam satuan batang atau
gram untuk jenis hasil tembakau yang sama. Pengertian ini dapat kami
perjelas dengan contoh-contoh kasus sebagai berikut :
1) Pabrik “PR GG” merupakan pabrik yang sudah lama berdiri, termasuk
Pengusaha Pabrik jenis SKM golongan I, mengajukan penetapan tarif
cukai atas merek ”C” dengan HJE diberitahukan adalah Rp 8.050 isi 12
batang. Untuk pengajuan tersebut yang bersangkutan melampirkan merek-
merek lama yang masih berlaku yang dimilikinya, sebagai berikut :
- Merek A, SKM, isi @ 16 batang HJE Rp. 10.650,- tarif Rp.325,-
- Merek B, SKM, isi @ 20 batang, HJE Rp. 13.375,- tarif Rp.325,-
Pertanyaannya tentu saja adalah, apakah pengajuan terhadap “merk C”
dapat diterima oleh KPPBC setempat. Untuk menentukan hal ini, kita harus
meneliti terlebih dahulu HJE yang diajukan.
- HJE sebesar Rp. 8.050,- bila dibagi 12 batang hasilnya adalah Rp.
670,83
- Untuk HJE atas merek “A” : Rp.10.650,- dibagi 16 hasilnya adalah Rp.
665,63
- Untuk HJE atas merek “B” : Rp. 13.375,- dibagi 20 hasilnya adalah
Rp. 668,75
Oleh karena HJE atas merek C telah melebihi batas minimal HJE terendah
yang dimilikinya (merek A), maka pengajuan HJE atas merek C dapat
disetujui oleh KPPBC setempat. Selanjutnya perhitungan penetapan tarif
cukai atas merek C dapat merujuk pada ketentuan Lampiran I PMK nomor
190/PMK.011/2010, yaitu berada dalam batasan HJE per batang atau gram
golongan I layer 1 dengan rentang HJE lebih dari Rp 660 per batang, maka
penetapan tarif cukainya adalah Rp 325 per batang.
hal | 52
batang. Untuk pengajuan tersebut yang bersangkutan melampirkan merek-
merek lama yang masih berlaku yang dimilikinya, sebagai berikut :
- Merek A, SPM, isi @ 20 batang HJE Rp. 6.025,- tarif Rp.215,-
- Merek B, SPM, isi @ 20 batang, HJE Rp. 6.200,- tarif Rp.215,-
Apakah pengajuan terhadap “merk C” dapat diterima oleh KPPBC setempat?
Untuk menentukan hal ini, kita harus meneliti terlebih dahulu HJE yang
diajukan.
- HJE Merek C sebesar Rp. 6.000,- bila dibagi dengan isi 20 batang
hasilnya adalah Rp. 300,00
- Untuk HJE atas merek “A” : Rp.6.025,- dibagi 20 hasilnya adalah Rp.
301,25
- Untuk HJE atas merek “B” : Rp. 6.200,- dibagi 20 hasilnya adalah Rp.
310,00
Oleh karena HJE atas merek C masih dibawah batas minimal HJE terendah
yang dimilikinya (merek A), maka pengajuan HJE atas merek C harus
ditolak oleh KPPBC setempat. HJE minimal yang boleh diajukan atas merek
C adalah Rp. 6.025,- dengan penetapan tarif cukai Rp. 215 per batang.
Struktur tarif cukai hasil tembakau hasil produksi dalam negeri dapat anda
lihat pada tabel 2.2. Struktur tarif cukai tersebut dikutip dari PMK nomor
hal | 53
179/PMK.011/2012. Adapun penetapan tarif cukai hasil tembakau oleh
pengusaha, harus memperhatikan komponen sebagai berikut :
1) Jenis hasil tembakau;
2) Golongan pengusaha Pabrik;
3) Batasan HJE per batang atau gram.
Gambar 2.2
Alur Proses Penetapan Tarif Cukai Hasil Tembakau
atas Merek-Merek Baru
hal | 54
Penjelasan :
1) Pengusaha BKC sebelum memasarkan hasil produksinya ke pasar, baik
pasar dalam negeri maupun pasar internasional (ekspor), wajib terlebih
dahulu mengajukan permohonan kepada Kepala KPPBC setempat untuk
penetapan HJE dan tarif cukai atas produk hasil tembakau tersebut;
2) Disamping surat permohonan maka lampiran yang harus diikutsertakan
dalam proses pengajuan penetapan tarif cukai hasil tembakau tersebut
antara lain adalah: contoh etiket atau kemasan, daftar merek-merek hasil
tembakau yang dimiliki dan masih berlaku (jika ada), dan surat pernyataan
diatas materei bahwa merek atau desain kemasan yang dimohonkan tidak
memiliki kesamaan pada pokoknya atau pada keseluruhannya dengan
merek atau desain yang telah dimiliki atau dipergunakan oleh pabrik atau
importir lainnya.
3) KPPBC akan melakukan penelitian terhadap permohonan yang diajukan
dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh ) hari sejak tanggal
permohonan diterima secara lengkap. Fokus penelitian yang dilakukan
pihak KPPBC antara lain adalah: persyaratan administrasi, Batasan minimal
HJE yang boleh diajukan, dan penetapan tarif sesuai struktur tarif dalam
PMK nomor 179/PMK.011/2012
4) Dalam hal berdasarkan penelitian oleh Kepala Kantor
a) permohonan disetujui atau dikabulkan, kepala Kantor menerbitkan
keputusan penetapan tarif cukai hasil tembakau;
b) permohonan ditolak, kepala Kantor menerbitkan surat penolakan dengan
disertai alasan penolakan.
Dalam hal batas waktu maksimal telah dilewati, namun keputusan belum
juga dikeluarkan oleh KPPBC, maka pengajuan penetapan tarif cukai hasil
tembakau tersebut dianggap disetujui
5) Dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung sejak tanggal
penetapan, Kepala Kantor wajib mengirimkan lembar tembusan keputusan
penetapan hasil tembakau disertai berkas lampiran kepada Kepala Kantor
Wilayah dan Direktur Cukai.
hal | 55
Keputusan tentang Penetapan HJE yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor
Bea dan Cukai dinyatakan tidak berlaku, apabila selama lebih dari enam bulan
berturut-turut Pengusaha Pabrik atau Importir yang bersangkutan :
1) tidak pernah merealisasikan pemesanan pita cukainya dengan
menggunakan dokumen pemesanan pita cukai; atau
2) tidak pernah merealisasikan ekspor hasil tembakaunya dengan
menggunakan Dokumen pemberitahuan pengeluaran BKC yang belum
dilunasinya dari pabrik hasil tembakau untuk tujuan ekspor
Untuk dapat menggunakan kembali HJE atas merek hasil tembakau yang
dinyatakan tidak berlaku, Pengusaha Pabrik atau Importir harus mengajukan
kembali Permohonan Penetapan HJE sesuai dengan ketentuan dan prosedur
yang berlaku. Dalam hal penetapan kembali, maka tarif cukai atas merek
tersebut tidak boleh lebih rendah dari yang pernah berlaku dan HJE-nya minimal
sama dengan HJE yang pernah berlaku.
1) Dalam hal harga transaksi pasar atas suatu merek hasil tembakau telah
melampaui batasan HJE per batang atau gram diatasnya, maka pengusaha
pabrik atau importir wajib mengajukan penyesuaian tarif cukai. Contoh :
Merek A, SKM, Gol.I, isi @ 16 batang, HJE penetapan adalah Rp.
10.650,- dengan tarif cukai Rp. 355 per batang. Pemantauan HJE oleh
pejabat bea dan cukai dalam suatu wilayah dan dalam periode
pemantauan tertentu menunjukkan bahwa harga transaksi pasar untuk
merek A tersebut sudah mencapai Rp. 10.750,-.
Dalam kondisi perbedaan harga ini Direktur Cukai atas nama Direktur
Jenderal akan segera memberitahukan kepada Pengusaha yang
bersangkutan untuk segera mengajukan penyesuaian tarif cukai. Hal ini
dikarenakan HJE merek A sebesar Rp. 10.650,- per kemasan atau Rp.
hal | 56
665,63 per batang telah melampaui batasan layer ke-2 Golongan I untuk
produk SKM. Atas merek A tersebut wajib disesuaikan tarif cukai dan HJE
nya menjadi Rp. 10.750, - (layer 1) dengan tarif cukai spesifik sebesar Rp.
375,- per batang.
2) Dalam hal harga transaksi pasar atas suatu merek yang penetapan tarif
cukainya berada pada posisi batasan HJE per batang atau gram tertinggi
(layer 1) untuk masing-masing golongan pengusaha pabrik hasil tembakau,
dan telah melampaui 5% (lima persen) dari HJE yang berlaku atas harga
yang tercantum dalam pita cukai maka pengusaha pabrik atau importir hasil
tembakau wajib mengajukan permohonan penyesuaian kenaikan HJE
sebagai dasar perhitungan PPN Hasil Tembakau. Dalam hal ini tarif cukai
untuk merek hasil tembakau tersebut tidak akan mengalami kenaikan karena
sudah pada level tertinggi di golongannya masing-masing. Contoh :
Merek B, SKM, Gol.I, isi @ 16 batang, HJE penetapan adalah Rp.
10.750,- dengan tarif cukai Rp. 375 per batang. Pemantauan HJE oleh
pejabat bea dan cukai dalam periode pemantauan tertentu menunjukkan
bahwa harga transaksi pasar untuk merek A tersebut sudah mencapai
Rp. 11.400,-. (sudah melebihi 5%) .
Untuk kasus yang seperti ini, maka Direktur Cukai atas nama Direktur
Jenderal akan segera memberitahukan kepada Pengusaha yang
bersangkutan untuk segera mengajukan penyesuaian HJE saja. Hal ini
dikarenakan HJE merek B sebesar Rp. 11.400,- per kemasan atau Rp.
712,5 per batang telah melampaui 5% dari HJE penetapannya .
hal | 57
Tabel 2.2
Tarif Cukai dan Batasan Minimal HJE HT Dalam Negeri
No. Gol. Pengusaha Pabrik Batasan HJE per batang atau gram Tarif Cukai
Urut Hasil Tembakau per batang
Jenis Golongan
1. I Lebih dari Rp.669 Rp.375
Paling rendah Rp.631 sampai dengan Rp.669 Rp.355
SKM II Lebih dari Rp.549 Rp.285
Paling rendah Rp.440 s.d. Rp.549 Rp.245
2. I Paling rendah Rp.680 Rp.380
II Lebih dari Rp.444 Rp.245
SPM Paling rendah Rp.345 s.d. Rp.444 Rp.195
3. I Lebih dari Rp.749 Rp.275
SKT Lebih dari Rp.550 sampai dengan Rp.749 Rp.205
atau II Lebih dari Rp.379 Rp.130
SPT Lebih dari Rp.349 sampai dengan Rp.379 Rp.110
Paling rendah Rp.336 s.d. Rp.349 Rp.110
III Paling rendah Rp.250 Rp.80
4. SKTF I Lebih dari Rp.669 Rp.375
atau Paling rendah Rp.631 s.d. Rp.669 Rp.355
SPTF II Lebih dari Rp.549 Rp.285
Paling rendah Rp.440 sampai dengan Rp.549 Rp.245
5. TIS Tanpa Gol. Lebih dari Rp.260 Rp.25
Lebih dari Rp.160 sampai dengan Rp.260 Rp.20
Paling rendah Rp.50 s.d. Rp.160 Rp.5
6. KLB Tanpa Gol. Lebih dari Rp.260 Rp.25
Lebih dari Rp.180 sampai dengan Rp.260 Rp.20
7. KLM Tanpa Gol. Paling rendah Rp.180 Rp.20
8. CRT Tanpa Gol. Lebih dari Rp.180.000 Rp.100.000
Lebih dari Rp.50.000 s.d. Rp.180.000 Rp.20.000
Lebih dari Rp.20.000 s.d. Rp.50.000 Rp.10.000
Lebih dari Rp.5000 s.d 20.000 Rp.1.200
Paling Rendah Rp.450 s.d. Rp.5000 Rp.250
9. HPTL Tanpa Gol. Paling rendah Rp.275 Rp.100
hal | 58
Tabel 2.3
Tarif Cukai dan Batasan Minimal HJE HT yang Diimpor
No. Jenis HT Batasan HJE terendah per batang Tarif Cukai per batang
Urut atau gram atau gram
5. TIS Rp 261 Rp 25
6. KLB Rp 261 Rp 25
7. KLM Rp 180 Rp 20
hal | 59
C. Tatacara Penetapan Tarif Cukai MMEA dan Etil Alkohol
Mekanisme penetapan tarif cukai MMEA dan etil alkohol jauh lebih
sederhana bila dibandingkan dengan mekanisme penetapan tarif cukai hasil
tembakau. Instrumen yang berpengaruh terhadap pungutan cukai MMEA lebih
sedikit, mudah dipahami dan bahkan untuk pungutan cukai etil alkohol berlaku
tarif yang bersifat flat dalam satuan rupiah tertentu.
hal | 60
terhadap tarif cukai etil alkohol tersebut terlihat sangat minimalis dan cenderung
bersifat tetap selama kurun waktu yang cukup lama. Berdasarkan catatan kami,
dapat disebutkan bahwa sejak pemberlakuan Undang-undang Nomor 11 tahun
1995 tentang Cukai, tarif cukai etil alkohol hanya dua kali saja mengalami
peninjauan.
Semula tarif cukai etil alkohol ditetapkan secara flat Rp. 2.500,- per liter
sesuai Keputusan Menteri Keuangan nomor 230/KMK.05/1996. Kemudian
dilakukan peninjauan berdasarkan PMK nomor 89/PMK.04/2006 sehingga tarif
cukai etil alkohol saat ini menjadi Rp. 10.000,- per liter dan bersifat flat. Terakhir,
tarif cukai etil alkohol mengalami penyesuaian kembali dengan pemberlakuan
PMK nomor 62/PMK.04/2010 sehingga tarif cukai etil alkhol saat ini adalah Rp.
20.000,- per liter tanpa membedakan kadar alkohol yang terkandung di dalamnya
dan juga tidak dibedakan antara etil alkohol yang dibuat di dalam negeri atau
yang berasal dari impor.
hal | 61
Dalam sistem tarif cukai spesifik atas pemungutan cukai MMEA maka
pungutan cukai ditentukan berdasarkan komponen-komponen sebagai berikut 3:
1) Golongan MMEA, yang dibedakan berdasarkan kadar alkohol masing-
masing MMEA
2) Jumlah dalam satuan liter
3) Tarif cukai spesifik dalam satuan rupiah
Struktur tarif cukai MMEA dan Konsentrat yang mengandung etil alkohol
yang berlaku saat ini adalah sesuai yang ditetapkan dalam PMK nomor
62/PMK.011/2010 yang mulai berlaku sejak tanggal 1 April 2010, sebagaimana
terlihat pada Tabel dibawah ini. Istilah konsentrat dalam Peraturan Menteri
Keuangan tersebut mengacu pada pengertian pekatan dalam konsentrasi yang
tinggi (istilah awamnya adalah “biang”) yang mengandung etil alkohol dengan
konsentrasi kadar etil alkohol yang sangat tinggi.
Tabel 2.4
Tarif Cukai MMEA dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol
hal | 62
2. Mekanisme Penetapan Tarif Cukai MMEA
hal | 63
sederhana mekanisme penetapan tarif cukai MMEA dapat anda lihat pada
flowchart pada gambar 2.3 berikut.
Gambar 2.3
Mekanisme Penetapan Tarif Cukai MMEA
Penjelasan :
hal | 64
Persyaratan administrasi yang harus dilengkapi oleh Importir yang
mengajukan permohonan penetapan tarif cukai terhadap MMEA eks impor,
adalah sebagai berikut :
a) daftar rincian yang memuat jenis dan negara asal MMEA yang akan
diimpor;
b) label/etiket/brosur yang memberikan informasi tentang bentuk
kemasan penjualan eceran dan kadar etil alkohol;
c) fotokopi sertifikat telah terdaftar sebagai produk yang layak dikonsumsi
dari instansi/lembaga yang mengawasi peredaran makanan/minuman;
d) Perhitungan HJE.
2) Atas permohonan tersebut, Kepala Kantor harus membuat keputusan
untuk menolak dengan menyebutkan alasan penolakan atau menerbitkan
keputusan penetapan tarif cukai MMEA, dalam jangka waktu 5 (lima) hari
kerja. Dalam hal jangka waktu 5 (hari) belum juga mendapatkan keputusan
maka permohonan dianggap disetujui.
3) Dalam hal terdapat keragu-raguan atas kadar etil alkohol yang terkandung
dalam MMEA yang diajukan penetapan tarif cukainya, Kepala Kantor dapat
melakukan pengujian ulang ke laboratorium atas biaya Pengusaha Pabrik
atau Importir yang bersangkutan. Jangka waktu pengujian ulang kadar etil
alkohol tersebut tidak dihitung sebagai bagian jangka waktu penerbitan
selama 5 (hari).
4) Bentuk persetujuan dan penetapan tarif cukai atas MMEA dituangkan
dalam surat keputusan penetapan tarif cukai MMEA.
5) Keputusan penetapan tarif cukai MMEA diserahkan kepada yang
bersangkutan dan salinan keputusan wajib disampaikan kepada Direktur
Cukai serta Kepala Kantor Wilayah setempat.
6) Dalam hal terdapat perubahan jenis, merek, jenis kemasan, isi kemasan,
kadar, dan desain label/etiket yang telah ditetapkan sebelumnya, terhadap
MMEA produksi dalam negeri, Pengusaha Pabrik mengajukan permohonan
penetapan tarif cukai yang baru kepada Kepala Kantor.
7) Dalam hal terdapat perubahan perhitungan HJE yang telah ditetapkan
sebelumnya, terhadap MMEA produksi dalam negeri, Pengusaha Pabrik
hal | 65
cukup menyampaikan perhitungan HJE yang sudah disesuaikan kepada
Kepala Kantor.
Gambar 2.4
Contoh Permohonan Penetapan Tarif Cukai MMEA
hal | 66
D. Tatacara Penyediaan Pita Cukai Hasil Tembakau
Sebelum kita membahas materi penyediaan pita cukai hasil tembakau, ada
baiknya kita meninjau terlebih dahulu gambaran umum mekanisme pemungutan
cukai hasil tembakau. Proses ini diawali mulai dari penetapan tarif cukai hingga
diterimanya pita cukai oleh pengusaha untuk dilekati pada hasil tembakau.
Pemahaman yang komprehensif mengenai sistem pemungutan cukai hasil
tembakau akan membantu anda memahami materi pelajaran ini dengan efektif.
hal | 67
Gambar 2.5
Alur Proses Pemungutan Cukai Hasil Tembakau
Penjelasan :
1) Pengusaha yang akan memproduksi atau menjual hasil tembakau untuk
penjualan eceran, wajib mengajukan produk hasil tembakau yang akan
diproduksi kepada KPPBC setempat untuk mendapatkan penetapan tarif
cukai hasil tembakau;
2) Apabila permohonan telah memenuhi kelayakan, Kepala KPPBC akan
menerbitkan keputusan penetapan tarif cukai atas merek-merek hasil
tembakau;
3) Sebelum memproduksi merek hasil tembakau yang telah ditetapkan tarif
cukainya, pengusaha wajib mengajukan permohonan penyediaan pita
cukai melalui KPPBC setempat. Proses ini diperlukan, oleh karena pita
cukai untuk masing-masing pengusaha akan berbeda-beda tergantung
penetapan tarif dan HJE-nya. Bahkan untuk pengusaha golongan II jenis
produk SKM, SPM dan SKTF serta pengusaha golongan III jenis produk
hal | 68
SKT pita cukai dicetak dengan kode personalisasi untuk masing-masing
pabrik.
4) Atas permohonan penyediaan pita cukai (P3C) akan dilakukan penelitian
sesuai mekanisme yang berlaku, dan akan diteruskan kepada Direktorat
Cukai KPDJBC baik menggunakan Sistem Aplikasi Cukai maupun secara
manual menggunakan saluran komunikasi yang tersedia.
5) Data pemesanan pita cukai oleh masing-masing pengusaha akan dicatat
dan akan dibuatkan Order Bea dan Cukai (OBC) kepada perusahaan
percetakan yang ditunjuk (PERURI).
6) Pita cukai yang selesai dicetak akan didistribusikan melalui gudang pita
cukai KPDJBC. Dalam hal ini persediaan pita cukai dapat disimpan di
Gudang Pita Cukai KPDJBC atau di masing-masing KPPBC, hal ini diatur
dalam mekanisme standar.
7) Apabila pita cukai untuk seorang pengusaha pabrik disediakan di KPPBC,
maka persediaan pita cukai akan dikirim kepada Bendaharawan KPPBC.
8) Pengusaha yang pita cukainya telah tersedia baik di KPPBC atau di Kantor
Pusat wajib mengajukan pemesanan pita cukai dengan menggunakan
dokumen pemesanan CK-1.
9) Apabila proses administrasi CK-1 telah diselesaikan, pita cukai diserahkan
kepada pengusaha untuk dilekatkan pada BKC yang akan diproduksi untuk
penjualan eceran.
hal | 69
2) Seri II berjumlah 56 keping per lembar, ukuran 1,3 cm x 17,5 cm;
3) Seri III berjumlah 150 keping per lembar, ukuran 1,9 cm x 4,5 cm .
Adanya perbedaan ukuran ini dimaksudkan agar pita cukai yang digunakan
dapat sesuai atau seimbang dengan ukuran kemasan hasil tembakau yang
digunakan oleh setiap produk hasil tembakau. Sebagai contoh, untuk kemasan
SPM isi @ 20 batang (ukuran standar), maka produsen lebih cocok
menggunakan pita cukai seri I atau seri III. Pilihan terhadap seri pita cukai mana
yang akan digunakan oleh Pengusaha diserahkan sepenuhnya kepada
pengusaha yang bersangkutan.
Pita cukai yang diperuntukan sebagai tanda pelunasan cukai MMEA baik
yang diperuntukkan bagi MMEA impor maupun MMEA dalam negeri berbentuk
lembaran dalam satu seri. Setiap lembar pita cukai masing-masing terdiri dari 60
keping pita cukai dengan ukuran per kepingnya adalah : 1,5 cm x 7 cm. Setiap
keping pita cukai MMEA terdapat foil hologram berukuran 0,6 cm X 1,9 cm yang
sekurang-kurangnya memuat teks BC dan teks RI.
Secara umum desain pita cukai baik untuk pita cukai hasil tembakau dan
MMEA antara lain adalah sebagai berikut:
1) Pada setiap keping pita cukai terdapat foil hologram dengan ukuran tertentu;
2) Desain pita cukai memuat lambang negara Republik Indonesia;
3) Memuat lambang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
4) Memuat tarif cukai
5) Memuat angka tahun anggaran;
6) Memuat HJE;
7) Adanya teks “REPUBLIK” atau “INDONESIA”
8) Jumlah isi kemasan;
9) Jenis Hasil tembakau;
10) Kode personalisasi, khusus pita cukai yang diperuntukan bagi pabrik hasil
tembakau tertentu (Golongan II : jenis produk SKM, SPM, SFTF dan SPTF,
Golongan II dan III : jenis produk SKT dan SPT)
hal | 70
Setiap tahunnya desain dan warna pita cukai selalu dilakukan peninjauan
dan pergantian, terutama terhadap warna dasar pita cukai. Tujuannya adalah
untuk menjaga agar pita cukai tidak dipalsukan. Untuk pita cukai hasil tembakau
tahun edar 2013 telah ditetapkan cetakan dasar masing-masing warna sebagai
berikut :
1) Warna ungu dominan dikombinasi warna merah, digunakan untuk hasil
tembakau dari jenis SKM, SPM, SKT, SKTF, SPT, dan SPTF yang
diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan I;
2) Warna coklat dominan dikombinasi warna hijau, digunakan untuk hasil
tembakau dari jenis SKM, SPM, SKT, SKTF, SPT, dan SPTF yang
diproduksi oleh Pengusaha Pabrik Golongan II;
3) Warna hijau dominan dikombinasi warna jingga, digunakan untuk hasil
tembakau dari jenis SKT dan SPT yang diproduksi oleh Pengusaha Pabrik
Golongan III;
4) Warna biru dominan dikombinasi warna jingga digunakan untuk hasil
tembakau dari jenis Tembakau Iris (TIS), Rokok Daun atau Klobot (KLB),
Sigaret Kelembak Menyan (KLM), Cerutu (CRT), dan Hasil Pengolahan
Tembakau Lainnya (HPTL); dan
5) Warna merah dominan dikombinasi warna ungu, digunakan untuk hasil
tembakau yang diimpor untuk dipakai di dalam daerah pabean.
Untuk desain dan warna pita cukai MMEA edisi tahun 2013 juga
mengalami perubahan. Komposisi warna pita cukai MMEA edisi tahun 2013
menjadi sebagai berikut:
1) Warna merah dominan dikombinasi warna ungu, digunakan untuk MMEA
Golongan B dengan kadar etil alkohol di atas 5% sampai dengan 20%
2) Warna biru dominan dikombinasi warna jingga, digunakan untuk MMEA
Golongan C dengan kadar etil alkohol di atas 20%
3) Warna coklat dominan dikombinasi warna hijau, digunakan untuk MMEA
Golongan A (kadar etil alkohol maksimal 5%) yang diimpor untuk dipakai di
dalam daerah pabean
4) Warna ungu dominan dikombinasi warna merah, digunakan untuk MMEA
hal | 71
Golongan B (kadar etil alkohol lebih dari 5% sampai 20%) yang diimpor
untuk dipakai di dalam daerah pabean
5) Warna hijau dominan dikombinasi warna jingga, digunakan untuk MMEA
Golongan C (kadar etil alkohol di atas 20%) yang diimpor untuk dipakai di
dalam daerah pabean
Lokasi penyediaan pita cukai hasil tembakau untuk pengusaha pabrik hasil
tembakau ditentukan di dua tempat, yaitu :
a) Pabrik dengan total produksi semua jenis hasil tembakau dalam 1 tahun
takwim sebelumnya sampai dengan 100.000.000 (seratus juta) batang
dan/atau gram, pita cukainya disediakan di Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai.
b) Pabrik dengan total produksi semua jenis hasil tembakau dalam 1 tahun
takwim sebelumnya lebih dari 100.000.000 ( seratus juta ) batang dan/atau
gram, pita cukainya disediakan di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai.
c) Khusus pita cukai hasil tembakau untuk Importir disediakan di Kantor Pusat
DJBC.
Dalam hal-hal tertentu pita cukai hasil tembakau pada butir a diatas, atas
permohonan pengusaha yang bersangkutan dapat disediakan di Kantor Pusat
DJBC.
hal | 72
16/BC/2008 jo. P-29/BC/2009 yang merupakan tindak lanjut dari Peraturan
Menteri Keuangan nomor 108/PMK.04/2008 jo. PMK nomor 09/PMK.04/2009
tentang Pelunasan Cukai. Beberapa poin penting dalam Juklak penyediaan dan
pemesanan pita cukai (P3C) tersebut akan kami ringkaskan dalam penjabaran
pada sub pokok bahasan ini.
Jumlah pita cukai yang dapat diajukan oleh pengusaha pada P3C
pengajuan awal untuk setiap jenis pita cukai :
a) Paling banyak 100 % dari rata-rata perbulan jumlah pita cukai yang dipesan
dengan CK-1 dalam kurun waktu tiga bulan terakhir sebelum P3C pengajuan
awal, dengan memperhatikan batasan produksi golongan pengusaha pabrik.
Contoh : Data CK-1 atas PT XX pada bulan Maret = 500 lbr, April = 1.000
lbr, dan Mei=600 lbr, Juli = belum ada (bulan Juli baru sampai tanggal 10).
Maka pengajuan P3C PT XX untuk kebutuhan bulan Agustus 2009 adalah :
P3C = 100% X 1/3 (Realisasi CK-1 Maret+April+Mei)
hal | 73
= 100% X 1/3 (500+1000+600) = 700 lembar
b) Dalam hal data rata-rata perbulan jumlah yang dipesan dengan CK-1 dalam
kurun waktu tiga bulan terakhir sebelum P3C pengajuan awal untuk jenis pita
cukai yang diajukan tidak tersedia, jumlah pita cukai yang dapat diajukan
sesuai kebutuhan perbulan dengan memperhatikan batasan produksi
golongan pengusaha pabrik.
Contoh . PT. “AA” adalah Produsen SPM Golongan II, belum pernah
mengajukan CK-1 atas merek yang telah mendapat penetapan tarif
cukainya. Maka untuk pengajuan awal yang bersangkutan dapat
mengajukan P3C sesuai kebutuhan awalnya dan tidak boleh melewati
batasan maksimal di Golongan II, yaitu untuk kebutuhan 2 milyar batang
dibagi 12 bulan atau sekitar 166,67 juta batang.
Gambar 2.6
Contoh P3C Pengajuan Awal
hal | 74
b. P3C Pengajuan Tambahan
Dalam hal pita cukai yang disediakan berdasarkan P3C pengajuan awal
tidak mencukupi, maka pengusaha dapat mengajukan P3C pengajuan
tambahan. Pengajuan P3C tambahan dilakukan paling lambat pada tanggal 20
pada bulan pengajuan CK-1. Jenis pita cukai yang diajukan pada P3C tambahan
harus sama dengan jenis pita cukai yang sudah diajukan pada P3C pengajuan
awal untuk periode yang sama. P3C pengajuan tambahan hanya dapat dilakukan
1 kali dalam periode persediaan untuk setiap jenis pita cukai.
Jumlah pita cukai yang diajukan oleh pengusaha dalam P3C pengajuan
tambahan paling banyak 50 % untuk setiap jenis pita cukai dari P3C pengajuan
awal yang telah diajukan. Periode pengajuannya juga harus dalam periode yang
sama dengan periode P3C pengajuan awal dan harus memperhatikan batasan
produksi golongan pengusaha pabrik.
Contoh : Pengajuan P3C untuk kebutuhan bulan Juli 2013
P3C = 50 % X 1/3 (Realisasi CK-1 Maret+April+Mei)
= 50 % X 1/3 (110+200+260)
= 50 % X 190 = 95 lembar, dibulatkan menjadi 90 lembar
Pembulatan jumlah pita cukai yang diajukan dengan P3C dilakukan dengan cara
membulatkan jumlah ke bawah dan harus dalam kelipatan 10 (sepuluh) lembar.
Dalam hal jumlah pita cukai yang dapat diajukan dengan P3C kurang dari 10
lembar, maka jumlah pengajuan pita cukai dalam P3C adalah 10 lembar.
Apabila kebutuhan pita cukai berdasarkan batas pengajuan P3C awal dan
tambahan ternyata dirasakan masih kurang maka Pengusaha dapat mengajukan
P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal. Pengertiannya bahwa P3C
dapat diajukan dengan jumlah yang melebihi batas ketentuan P3C awal dan
tambahan. Pengajuan ini ditujukan kepada Direktur Jenderal melalui Kantor Bea
dan Cukai setempat. Permohonan P3C izin Direktur Jenderal harus diserta
alasan yang jelas sesuai kondisi perusahaan yang sebenarnya sehingga
membutuhkan pita cukai dalam jumlah yang tidak biasanya.
hal | 75
Harus diingat bahwa P3C pengajuan tambahan izin Direktur Jenderal
hanya dapat diajukan setelah pengajuan P3C pengajuan tambahan. Jangka
waktu penyampaiannya, paling lambat sampai dengan tanggal 25 pada bulan
pengajuan CK-1. Jenis pita cukai yang diajukan pada P3C tambahan izin DJBC,
harus sama dengan jenis pita cukai yang sudah diajukan pada P3C pengajuan
awal dan P3C pengajuan tambahan untuk periode yang sama. P3C pengajuan
tambahan izin DJBC hanya dapat dilakukan 1 kali dalam periode persediaan
untuk setiap jenis pita cukai.
hal | 76
Atas P3C pengajuan tambahan izin DJBC dan Surat Rekomendasi Kepala
Kantor, Direktur Jenderal dapat mengabulkan seluruhnya atau sebagaian dan
juga dapat menolak permohonan.
Pengajuan P3C dari Kantor Bea dan Cukai kepada Kantor Pusat DJBC
bagi Kantor-Kantor yang telah menerapkan Sistem Aplikasi Cukai (SAC),
dilakukan secara elektronik melalui Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi. Untuk
Kantor yang tidak menerapkan Sistem Aplikasi Cukai Sentralisasi, Kepala Kantor
menyampaikan P3C pengajuan dan P3C pengajuan tambahan ke Kantor Pusat
DJBC paling lambat pada hari kerja berikutnya dengan cara dikirim melalui
faksimili atau media komunikasi lainnya.
hal | 77
Cukai tersentralisasi sesuai panduan yang diberikan dalam Peraturan Direktur
Jenderal nomor P-29/BC/2009. Khusus Kantor-kantor pelayanan yang belum
menggunakan SAC, maka apabila pita cukai penyediaannya di Kantor Pusat
DJBC, setelah proses administrasi selesai di KPPBC, lembar ketiga CK-1
diserahkan kepada pengusaha untuk mengurus pengambilan pita cukainya di
Kantor Pusat DJBC.
Gambar 2.7
Alur Proses Pemesanan Pita Cukai Hasil Tembakau
hal | 78
Gambar 2.8
Contoh Pengajuan CK-1
hal | 79
RANGKUMAN :
1) Dalam sistem tarif cukai hasil tembakau setidaknya ada empat besaran
pokok yang mempengaruhi nilai cukai hasil tembakau, yaitu :
a) jenis hasil tembakau
b) Golongan Produsen yang ditentukan berdasarkan jumlah produksi hasil
tembakau selama satu tahun takwim;
c) Batasan HJE, artinya adalah batas HJE minimum yang boleh diajukan
Pengusaha dalam rangka penetapan Tarif cukai; dan
d) Tarif cukai spesifik dalam nilai satuan Rupiah
4) Pita cukai yang diperuntukan sebagai tanda pelunasan cukai hasil tembakau
berbentuk lembaran dalam tiga seri, yaitu seri I, seri II dan seri III. Ukuran
masing-masing pita cukai, yaitu :
a) Seri I berjumlah 120 keping per lembar dengan ukuran 0,8 x 11,4 cm;
b) Seri II berjumlah 56 keping per lembar dengan ukuran 1,3 cm x 17,5 cm;
c) Seri III berjumlah 150 keping per lembar dengan ukuran 1,9 cm x 4,5 cm .
hal | 80
LATIHAN :
hal | 81
BAB
1. Gambaran Umum
Pengertian tidak dipungut cukai secara
harfiah adalah adanya pengecualian dari kewajiban
pemungutan cukai terhadap obyek dan/atau subyek
cukai tertentu. Dalam pengertian yang lebih tegas
konsep tidak pungut cukai mengandung pengertian
bahwa obyek cukai dikecualikan dari kategori BKC
atau subyek cukai bukan termasuk sebagai subyek yang harus menanggung
beban cukai dengan alasan penghindaran cukai berganda, azas domisili dalam
pungutan cukai dan juga akibat adanya kemusnahan atau kerusakan BKC.
Bila kita meninjau cukai dari sudut pandang azas perpajakan, pada
dasarnya cukai adalah pajak atas barang (pajak obyektif) yang pelaksanaannya
berlaku azas domisili. Sumitro (1977) menjelaskan pengertian azas domisili
sebagai suatu azas pemungutan pajak yang digantungkan atas domisili (tempat
kediaman) wajib pajak di suatu negara. Pemberlakuan pungutan Cukai sesuai
yang diamanahkan dalam Undang-undang Cukai hanya berlaku di wilayah
hukum Indonesia. Orang yang berkedudukan sebagai wajib cukai atas suatu
pungutan cukai adalah orang yang berdomisili di Indonesia. Hal ini diikuti dengan
kewajiban untuk memiliki izin NPPBKC.
hal | 82
Dengan demikian, ketika suatu produk BKC yang berasal dari luar negeri
kemudian diangkut terus ke luar negeri atau produk BKC dalam negeri yang
diekspor, maka sudah selayaknya mendapatkan pengecualian dari pemungutan
cukai. Hal ini dengan mempertimbangkan bahwa obyek dan subyek cukai
tersebut tidak memenuhi azas domisili.
b. MMEA tradisional
Cukai tidak dipungut atas MMEA yang diperoleh dari hasil peragian atau
penyulingan, apabila :
a) dibuat oleh rakyat Indonesia;
hal | 83
b) Pembuatannya dilakukan secara secara sederhana, dengan menggunakan
peralatan sederhana yang lazim digunakan oleh rakyat Indonesia dan
produksinya tidak melebihi 25 (dua puluh lima ) liter per hari;
c) semata-mata untuk mata pencaharian;
d) tidak dikemas dalam kemasan untuk penjualan eceran.
Cukai tidak dipungut atas BKC yang berasal dari luar negeri apabila
diangkut terus atau diangkut lanjut dengan tujuan luar Daerah Pabean. Konsep
barang yang diangkut terus dalam pengertian ini sama halnya dengan konsep
diangkut terus dalam pengertian Undang-undang kepabeanan. Konsep
pengenaan cukai dan bea masuk pada dasarnya menerapkan azas domisili,
sehingga hal ini mengandung konsekuensi bahwa terhadap subyek pajak atas
barang yang diangkut terus adalah bukan subyek pajak dalam negeri dan tidak
dapat dikenakan pungutan bea masuk atau cukai. Akan tetapi, Selama obyek
cukai berada di wilayah Indonesia, kewajiban membayar cukai masih melekat
sampai dapat dibuktikan bahwa BKC tersebut benar-benar telah diangkut terus
dengan menggunakan dokumen kepabeanan (BC1.2).
hal | 84
d. BKC yang diekspor.
Cukai tidak dipungut atas ekspor BKC yang belum dilunasi cukainya yang
berasal dari pabrik atau tempat penyimpanan. Sebelum pelaksanaan ekspor
BKC tersebut, atas pengeluaran BKC dari pabrik/tempat penyimpanan wajib
dilindungi dokumen PMBKC (CK-5). Selanjutnya untuk mengekspor barang yang
bersangkutan, pengusaha tetap mengajukan dokumen Pemberitahuan Ekspor
Barang sesuai mekanisme aturan kepabeanan. Dalam hal ekspor BKC
merupakan barang yang telah dilunasi cukainya yang berasal dari peredaran
bebas, maka fasilitas tidak dipungut cukai tetap diperlakukan (dilakukan
pengembalian cukai) sepanjang eksportir adalah pengusaha pabrik yang memiliki
NPPBKC.
Cukai tidak dipungut atas BKC yang berasal dari Pabrik atau yang berasal
dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Pabrik/tempat penyimpanan lainnya.
Sebelum pemasukan BKC ke dalam Pabrik/Tempat penyimpanan lainnya,
Pengusaha Pabrik, Importir BKC, atau Pengusaha Tempat Penyimpanan harus
memberitahukan kepada kepala Kantor yang mengawasi dengan menggunakan
formulir PMBKC. Umumnya kegiatan pemindahan BKC antar pabrik dan/atau
tempat penyimpanan adalah untuk penambahan persedian yang ada, namun
dalam kasus-kasus tertentu dapat saja berupa pemindahan BKC sebagai akibat
pencabutan izin NPPBKC terhadap suatu pabrik atau tempat penyimpanan.
f. BKC yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam
pembuatan barang yang hasil akhirnya merupakan BKC
Cukai tidak dipungut atas BKC yang berasal dari Pabrik atau yang
berasal dari Impor apabila dimasukkan ke dalam Pabrik lainnya untuk digunakan
sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir
yang merupakan BKC. Konsep pengecualian cukai dalam kondisi ini lebih
dititikberatkan kepada kebijakan pemerintah untuk menghindari penerapan cukai
berganda.
hal | 85
Pengusaha Pabrik yang akan menghasilkan barang hasil akhir yang
merupakan BKC dengan menggunakan bahan baku atau bahan penolong, harus
menyampaikan rencana produksinya kepada DirekturJenderal melalui kepala
Kantor dan kepala Kantor Wilayah yang mengawasinya, dengan menggunakan
formulir PBCK-1. Sebelum pengeluaran BKC dari Pabrik, Tempat Penyimpanan,
atau Kawasan Pabean dengan tujuan untuk dimasukkan ke dalam Pabrik,
Pengusaha harus memberitahukan kepada kepala Kantor yang mengawasi
dengan menggunakan formulir pemberitahuan mutasi BKC.
hal | 86
Gambar 3.1
Contoh PBCK-1
hal | 87
g. BKC yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari Pabrik
atau Tempat Penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor
untuk dipakai.
Untuk BKC yang telah musnah atau rusak sebelum dikeluarkan dari pabrik
atau tempat penyimpanan atau sebelum diberikan persetujuan impor untuk
dipakai, diatur sebagai berikut :
a) harus memberitahukan kepada Kepala Kantor Bea dan Cukai yang
mengawasi dengan menyebutkan sebab-sebab kemusnahan atau
kerusakan barang;
b) dilakukan pemeriksaan fisik atas BKC tersebut yang hasilnya dituangkan
dalam Berita Acara Pemeriksaan (BACK-1) ;
c) BACK-1 digunakan sebagai dasar pencatatan dalam Buku Rekening BKC
dan Buku Persediaan BKC ;
d) BKC yang rusak dimusnahkan dibawah pengawasan Pejabat Bea Cukai.
1. Gambaran Umum
hal | 88
tidak dipungut cukai. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa tidak pungut cukai
mengandung pengertian bahwa obyek cukai dikecualikan dari kategori BKC atau
subyek cukai bukan termasuk sebagai subyek yang harus menanggung beban
cukai dengan alasan penghindaran cukai berganda, azas domisili dalam
pungutan cukai dan juga akibat adanya kemusnahan atau kerusakan BKC.
Pembebasan cukai dapat diberikan atas etil alkohol yang berasal dari
Pabrik, Tempat Penyimpanan, Tempat Penyimpanan Khusus Pencampuran,
atau Asal Impor, yang digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong
dalam pembuatan Barang Hasil Akhir (BHA). Termasuk dalam pengertian
pembuatan Barang Hasil Akhir sebagaimana dimaksud diatas, adalah
pembuatan yang dilakukan melalui proses produksi terpadu.
hal | 89
Proses Produksi Terpadu
hal | 90
Gambar 3.2
Skema Permohonan Pembebasan atas
Etil Alkohol untuk Pembuatan BHA
Penjelasan:
hal | 91
3) Apabila permohonan telah lengkap dan layak diterima, Kepala Kantor
membuat rekomendasi mengenai permohonan yang diajukan.
4) Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang ditunjuknya atas
nama Menteri Keuangan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) hari sejak
permohonan diterima secara lengkap dan benar, menetapkan keputusan
atas permohonan yang diajukan sebagaimana dimaksud diatas dan
kepada pengusaha Barang Hasil Akhir bersangkutan diberikan NPP.
hal | 92
Permohonan diajukan berdasarkan pesanan lembaga/badan resmi
pemerintah yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dengan mencantumkan rincian jumlah etil alkohol yang dimintakan
pembebasan cukai dan tujuan pemakaiannya. Dalam hal permohonan diterima
secara lengkap dan benar, Direktur Jenderal Bea dan Cukai atau Pejabat yang
ditunjuknya atas nama Menteri Keuangan dalam waktu paling lama 10 (sepuluh)
hari sejak permohonan diterima secara lengkap dan benar, menetapkan
keputusan atas permohonan yang diajukan, dan kepada lembaga atau badan
bersangkutan diberikan NPP.
BKC yang diberikan pembebasan cukai dapat diperoleh dari Toko Bebas
Bea atau diimpor langsung sesuai ketentuan yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan kepabeanan yang berlaku. Untuk memperoleh
pembebasan cukai sebagaimana diatas, yang bersangkutan mengajukan
permohonan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal dengan diketahui
oleh Departemen Luar Negeri.
hal | 93
Untuk keperluan Tenaga ahli Bangsa asing
Jumlah BKC yang dapat diberi pembebasan cukai kepada tenaga ahli
bangsa asing, paling tinggi :
a) Minuman yang mengandung etil alkohol: 10 (sepuluh) liter setiap orang
dewasa setiap bulan
b) Hasil tembakau berupa: sigaret maksimal 300 (tiga ratus) batang ; atau
Cerutu maksimal 100 (seratus) batang; atau Tembakau iris/hasil tembakau
lainnya: maksimal 500 (lima ratus) gram; untuk setiap orang dewasa setiap
bulan atau dalam hal lebih dari satu jenis hasil tembakau, setara dengan
perbandingan jumlah setiap jenis hasil tembakau tersebut.
hal | 94
- Hasil tembakau : Sigaret: 200 (dua ratus) batang ; atau Cerutu: 25 (dua
puluh lima) batang ; atau Tembakau iris/hasil tembakau lainnya : 100
(seratus) gram untuk setiap orang dewasa atau dalam hal lebih dari satu
jenis hasil tembakau, setara dengan perbandingan jumlah setiap jenis
hasil tembakau tersebut.
2) untuk awak sarana pengangkut, paling tinggi :
- MMEA maksimal : 350 (tiga ratus lima puluh) mililiter setiap orang
dewasa.
- Hasil tembakau : Sigaret: 40 (empat puluh) batang ; atau Cerutu: 10
(sepuluh) batang ; atau Tembakau iris/hasil tembakau lainnya : 40
(empat puluh) gram untuk setiap orang dewasa atau dalam hal lebih dari
satu jenis hasil tembakau, setara dengan perbandingan jumlah setiap
jenis hasil tembakau tersebut.
3) Untuk barang kiriman dari luar negeri paling tinggi :
- MMEA : 350 (tiga ratus lima puluh) mili liter untuk setiap alamat
penerima kiriman
- Hasil tembakau: sigaret maksimal 40 empat puluh) batang ; atau Cerutu:
10 (sepuluh) batang ; atau Tembakau iris/hasil tembakau lainnya : 40
(empat puluh) gram untuk setiap alamat penerima kiriman atau dalam
hal lebih dari satu jenis hasil tembakau, setara dengan perbandingan
jumlah setiap jenis hasil tembakau tersebut.
Dalam hal jumlah BKC yang dibawa oleh penumpang, awak sarana pengangkut,
atau kiriman dari luar negeri melebihi jumlah yang ditetapkan sebagaimana
diatas, atas kelebihannya wajib dimusnahkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan
Cukai.
Pembebasan cukai untuk tujuan sosial, dapat diberikan atas etil alkohol
dengan kadar paling rendah 85 % (delapan puluh lima persen) yang digunakan
untuk tujuan sosial. Yang dimaksud dengan tujuan sosial adalah untuk keperluan
rumah sakit. Untuk memperoleh pembebasan sebagaimana dimaksud diatas,
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan, Pengusaha Tempat
hal | 95
Penyimpanan khusus pencampuran, atau Importir mengajukan permohonan
kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor
Pengawasan dan Pelayanan, dengan menggunakan contoh format PMCK-3.
Permohonan sebagaimana dimaksud diatas, diajukan berdasarkan pesanan
rumah sakit dengan mencantumkan rincian jumlah etil alkohol yang dimintakan
pembebasan cukai dan tujuan pemakaiannya.
Pembebasan cukai dapat diberikan atas BKC yang berasal dari dalam
negeri atau luar negeri yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat.
Pengusaha Pabrik, Pengusaha Tempat Penyimpanan atau Pengusaha Tempat
Penyimpanan Khusus Pencampuran, sebelum mengeluarkan BKC dari Pabrik,
Tempat Penyimpanan atau Tempat Penyimpanan khusus pencampuran untuk
dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat, wajib memberitahukan kepada
Kepala Kantor Pelayanan dengan menggunakan contoh format PMBKC. Dalam
hal BKC yang akan dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat berasal dari
hal | 96
Kawasan Pabean, pelaksanaannya mengikuti tata laksana yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan Kepabeanan.
Ketentuan Pembebasan
Direktur Jenderal u.b. Direktur Cukai atas nama Menteri Keuangan dalam
waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak permohonan diterima secara
lengkap, harus menetapkan keputusan mengabulkan atau menolak permohonan.
hal | 97
Izin pembebasan cukai terhadap etil alkohol untuk didenaturasi menjadi spiritus
bakar berlaku dalam periode 12 bulan dan tidak dapat dipindahtangankan.
Tata cara perusakan Etil Alkohol menjadi spiritus bakar diatur sebagai
berikut :
- Perusakan etil alkohol menjadi spiritus bakar (brand spiritus) dilakukan di
Pabrik Etil Alkohol
- Atas kegiatan perusakan Etil Alkohol menjadi spiritus bakar tersebut
dilakukan pemeriksaan dan pengawasan oleh pejabat bea dan cukai.
- Perusakan Etil Alkohol dilakukan dengan cara mencampur Etil Alkohol
dengan bahan perusak dengan rumus Pencampuran:
hal | 98
Perbandingan 80 liter Etil Alkohol dengan kadar 50 % dicampur 1,4 liter
bahan pencampur.
Bahan perusakan dimaksud butir 3 diatas, diperoleh dari pencampuran
bahan-bahan dengan perbandingan :
a) 400 liter metanol tidak berwarna dicampur dengan 96 gram bahan
warna biru kering ( methylen blue) atau bahan warna violet (
methylen violet) ;
b) 400 liter hasil pencampuran tersebut, dicampur dengan 160 liter
kerosen (minyak tanah) sehingga menjadi 560 liter bahan
pencampur.
Contoh :
PT PS sebagai pabrik etil alkohol mengajukan permohonan PMCK-6 untuk
pembuatan brand spiritus. Jumlah etil alkohol yang diajukan pembebasan adalah
1000 liter kadar 90%. Hitung jumlah bahan pencampur, jumlah spiritus bakar
yang duhasilkan dan bahan-bahan pencampur yang dibutuhkan.
Jawab :
- Jumlah Bahan Pencampur
Jumlah Kerosin
hal | 99
h. Untuk Konsumsi Penumpang Atau Awak Sarana Pengangkut
hal | 100
tentang realisasi penerimaan dan penggunaan BKC kepada Direktur Jenderal
melalui Kepala Kantor Pelayanan, paling lambat pada tanggal 10 pada bulan
berikutnya, yang memuat :
1. Gambaran Umum
hal | 101
berlangsung, Pengusaha wajib memiliki persediaan pita cukai dalam jumlah
yang cukup. Hal iini tentu saja akan membuat cost tersendiri bagi pengusaha
pabrik apabila pemesanan pita cukai dilakukan secara tunai.
Berdasar filosofi inilah dapat kita ambil kesimpulan bahwa penundaan
pembayaran adalah sangat wajar diberikan kepada pengusaha atau reksan.
Perlu anda ingat bahwa pemesanan pita cukai dengan pengajuan dokumen
CK-1 yang dibayar secara tunai bukanlah suatu bentuk pelunasan cukai.
Pelunasan cukai atas BKC hasil tembakau dan MMEA tertentu terjadi pada
saat pita cukai dilekatkan pada kemasan penjualan eceran.
hal | 102
e) Dalam hal terjadi perubahan ketentuan peraturan perundang-undangan
mengenai HJE dan/atau tarif cukai yang mengakibatkan kenaikan nilai cukai
yang wajib dibayar, pengusaha pabrik dan importir dapat mengajukan
permohonan penyesuaian nilai cukai yang diberikan penundaan.
Apabila tanggal jatuh tempo bertepatan dengan hari libur, hari yang diliburkan,
atau bukan hari kerja perbankan yang mengakibatkan pembayaran tidak dapat
dilakukan, pembayaran cukai yang terutang wajib dilakukan pada hari kerja
sebelum jatuh tempo.
hal | 103
Contoh : PT. XY pabrik HT dalam negeri mengajukan CK-1 pada tanggal 04
Februari 2010 dengan penundaan pembayaran, maka jatuh tempo CK-1 yang
bersangkutan adalah tanggal 04 April 2010.
hal | 104
3) tidak mempunyai tunggakan utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya,
kekurangan cukai, sanksi administrasi berupa denda, dan/atau bunga di
bidang cukai, kecuali sedang diajukan keberatan;
4) dalam hal pengusaha pabrik mendapatkan pemberian pengangsuran, jumlah
angsurannya sudah mencapai 75% (tujuh puluh lima persen) atau lebih dari
total tagihan;
5) memiliki laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan
publik dengan opini wajar tanpa pengecualian selama 1 (satu) tahun terakhir;
6) memiliki kinerja keuangan yang baik.
hal | 105
Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Madya atas nama Menteri
Keuangan.
3) untuk permohonan penundaan melalui Kantor Pelayanan Utama Bea dan
Cukai, ditetapkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai atas
nama Menteri Keuangan.
4) penundaan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah atas nama Menteri
Keuangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
a) untuk permohonan penundaan dengan nilai cukai lebih dari Rp
5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) bagi pengusaha pabrik atau
importir yang berada pada pengawasan kantor sebagaimana dimaksud
pada poin (1).
b) untuk permohonan penundaan dengan nilai cukai lebih dari Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah) bagi pengusaha pabrik atau
importir yang berada pada pengawasan kantor Bea Cukai tipe madya.
hal | 106
6) pengusaha pabrik yang mendapatkan penundaan dengan jaminan bank atau
jaminan dari perusahaan asuransi atau importir yang mendapatkan
penundaan dengan jaminan bank, sedang melakukan pengangsuran
pembayaran atas surat tagihan kurang dari 75% (tujuh puluh lima persen)
dari jumlah tagihan.
hal | 107
6) pengusaha pabrik atau importir dijatuhi sanksi pidana di bidang cukai yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pengusaha pabrik atau importir yang dicabut keputusan pemberian
penundaannya, dapat mengajukan kembali permohonan penundaan setelah 6
(enam) bulan sejak tanggal pencabutan.
D. Pembayaran Berkala
1. Gambaran Umum
hal | 108
4) dalam hal pengusaha pabrik mendapatkan pemberian pengangsuran,
jumlah angsurannya sudah mencapai 75% atau lebih dari total tagihan;
5) memenuhi kewajiban perpajakan dalam kurun waktu 2 (dua) tahun terakhir
dengan baik;
6) memiliki laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit oleh akuntan
publik dengan opini wajar tanpa pengecualian dalam kurun waktu 2 (dua)
tahun terakhir;
7) menerapkan teknologi berupa sistem komputer yang dapat memonitor
setiap saat proses produksi dan pengeluaran BKC.
hal | 109
memperoleh pembayaran cukai secara berkala. Permohonan tersebut harus
dilampiri dengan :
1) Laporan keuangan perusahaan selama 2 (dua) tahun terakhir berturut-turut
yang telah diaudit oleh akuntan publik dengan opini wajar tanpa
pengecualian;
2) Rekapitulasi produksi setiap bulan dan rekapitulasi pembayaran cukai setiap
bulan, dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir; dan
3) Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPT) Masa Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan SPT Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) dalam kurun waktu 2
(dua) tahun terakhir.
hal | 110
Bank penjamin atau surety harus mencairkan jaminan sebesar nilai cukai
yang terutang dan memberitahukan pencairan tersebut kepada kepala kantor.
Dalam hal bank penjamin atau surety tidak melakukan pencairan jaminan berlaku
ketentuan sebagai berikut:
1) jaminan baru yang diterbitkan oleh bank penjamin atau surety yang
bersangkutan tidak dilayani sampai dengan kewajiban pencairan jaminan
dipenuhi; dan
2) terhadap cukai yang terutang dilakukan penagihan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
hal | 111
Pemberlakuan kembali keputusan pemberian pembayaran secara berkala
dilakukan oleh kepala kantor dengan menerbitkan surat pemberitahuan disertai
alasan pemberlakuan kembali.
hal | 112
RANGKUMAN :
hal | 113
d) BKC sebagai barang bawaan penumpang, awak sarana pengangkut, atau
kiriman dari luar negeri;
e) BKC yang digunakan untuk Tujuan Sosial
f) BKC yang dimasukkan ke Tempat Penimbunan Berikat
g) Etil Alkohol Yang Didenaturasi Menjadi Spiritus Bakar
h) BKC yang digunakan untuk konsumsi penumpang atau awak sarana
pengangkut
5) Pembayaran berkala merupakan bentuk kemudahan pembayaran yang
diberikan kepada subyek cukai yang cara pelunasannya dengan
pembayaran. Bentuknya adalah penangguhan pembayaran tanpa dikenakan
bunga atas kewajiban pembayaran cukai, dan wajib diselesaikan paling
lambat tanggl 5 bulan berikutnya.
LATIHAN :
1) Apa yang dimaksud dengan Fasilitas Tidak Dipungut Cukai dan apa
persyaratan yang harus dipenuhi, jelaskan !.
2) Apa yang dimaksud dengan Fasilitas Pembebasan Cukai dan apa
persyaratan yang harus dipenuhi, jelaskan !
3) Jelaskan perbedaan antara fasilitas pembebasan dengan fasilitas tidak
dipungut cukai!
4) Jelaskan Mengapa terhadap Pabrik Hasil tembakau perlu diberikan
kemudahan pembayaran berupa penundaan cukai !
5) Terhadap BKC yang dibawa Penumpang, dalam jumlah tertentu diberikan
pembebasan cukai. Jelaskan apa yang harus dilakukan petugas Bea dan
Cukai, ketika penumpang membawa BKC dalam jumlah yang lebih dan
yang bersangkutan siap membayar pungutan pajak berapapun mahalnya !
hal | 114
BAB
hal | 115
b) BKC yang berasal dari impor terutang cukai pada saat pemasukannya ke
dalam Daerah Pebean Indonesia.
Pengertian yang dapat kita pahami untuk point (1) dari bunyi pasal tersebut
adalah konsep waktu mengenai saat timbulnya hutang cukai atas BKC yang
dibuat di Indonesia. Untuk BKC yang dibuat di Indonesia, terutang cukai pada
saat selesai dibuat. Istilah “selesai dibuat”dalam penjelasan pasal ditafsirkan
sebagai “saat proses pembuatan BKC itu selesai dengan tujuan untuk dipakai”.
a) Pengertian “selesai dibuat” untuk BKC etil alkohol adalah saat proses
produksi telah menghasilkan etil alkohol (C2H5OH) atau dalam konsep
sederhananya adalah saat etil alkohol tersebut menetes dari tangki-tangki
produksi untuk ditempatkan kedalam wadah penampungan atau tangki
penyimpanan barang jadi.
b) Pengertian “selesai dibuat” untuk produk BKC MMEA adalah pada saat
MMEA tersebut keluar dari keran-keran produksi untuk ditempatkan ke
dalam wadah penampungan atau langsung ke dalam kemasan penjualan
eceran.
c) Pengertian “selesai dibuat” untuk produk hasil tembakau adalah pada saat
proses produksi hasil tembakau telah menghasilkan produk hasil tembakau
yang siap untuk dikonsumsi. Sebagai contoh: untuk sigaret, saat selesai
dibuat adalah saat proses pelintingan dan pemotongan telah selesai
sehingga sigaret tersebut sudah berbentuk batang demi batang. Beberapa
pendapat mengatakan saat selesai dibuat ini adalah saat BKC dikemas
untuk penjualan eceran.
Dalam hal BKC yang telah selesai dibuat yang masih berada di dalam
pabrik ternyata telah dikonsumsi sebelum dikeluarkan dari pabrik, maka terhadap
BKC tersebut dianggap telah dikeluarkan. Oleh karenanya, Pengusaha Pabrik
wajib melunasi hutang cukai yang timbul atas BKC yang selesai dibuat tersebut.
Dalam hal ini, petugas Bea dan cukai berwenang untuk melakukan pengawasan
terhadap BKC yang sudah berstatus terutang cukai. Bentuk pengawasan yang
hal | 116
paling sederhana adalah dengan mewajibkan pengusaha pabrik untuk
melaporkan jumlah produksi BKC yang dihasilkan setiap harinya dengan
menggunakan dokumen CK-4.
Untuk pengertian pada poin (2) dari pasal 3 ayat (1) diatas mengenai
istilah saat terutang cukai terhadap BKC impor, pengertiannya sama dengan hal-
hal yang dijelaskan dalam Undang-undang Kepabeanan. Saya yakin anda
semua sudah mempelajari konsep dasar ini pada mata pelajaran Undang-
undang Kepabeanan.
Pasal 7 ayat (1) dan (2) Undang Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang
Perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai mengatur
ketentuan mengenai saat pelunasan cukai, yaitu :
a) Untuk BKC yang dibuat di Indonesia, pelunasan cukainya dilakukan pada
saat pengeluaran BKC dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan.
b) Untuk BKC yang di impor, pelunasan cukainya dilakukan pada saat BKC
tersebut dikeluarkan dari Kawasan Pabean atas impor untuk dipakai.
Pasal 7 ayat (1) dan (2) ini tidak berdiri sendiri, akan tetapi masih diikuti
dengan ayat (3) yang mengatur mengenai cara pelunasan cukai. Pelunasan
cukai atas kedua BKC diatas dilaksanakan dengan cara :
a) pembayaran
b) pelekatan pita cukai
c) pembubuhan tanda pelunasan cukai lainnya.
hal | 117
yang ternyata belum dilunasi cukainya, maka tindakan tersebut dianggap suatu
pelanggaran (baik pelanggaran sesuai pasal 52 atau pasal 25 ayat 4).
hal | 118
3. Pelunasan Cukai dengan Cara Pelekatan Pita Cukai
Pelunasan cukai dengan cara pelekatan pita cukai dilakukan atas BKC
berupa :
a) Hasil Tembakau (baik yang dibuat di Indonesia atau yang diimpor);
b) MMEA yang diimpor untuk dipakai di dalam Daerah Pabean Indonesia.
c) MMEA yang dibuat di Indonesia dengan kadar etil alkohol lebih dari 5% (lima
persen).
Proses pelekatan pita cukai baik dalam rangka pelunasan BKC dalam
negeri atau BKC eks. Impor, harus dilakukan di dalam suatu tempat yang
mendapat pengawasan Bea dan Cukai. Lokasi pelekatan pita cukai dapat
dilaksanakan di tempat-tempat sebagai berikut :
a) Untuk pelekatan pita cukai hasil tembakau dan MMEA yang dibuat di dalam
negeri harus dilakukan di dalam pabrik yang bersangkutan;
b) Untuk hasil tembakau dan MMEA asal impor, dapat dilakukan di negara asal
barang, di tempat penimbunan sementara, dan/atau di tempat penimbunan
berikat;
Pita cukai yang dilekatkan pada kemasan penjualan eceran MMEA yang
berasal dari impor dan yang dibuat di Indonesia dengan kadar alkohol lebih dari
5%, harus memenuhi ketentuan :
a) sesuai dengan Tarif Cukai dan Kadar etil alkohol pada isi kemasan ;
hal | 119
b) merupakan hak Importir BKC atau Pengusaha Pabrik yang bersangkutan
dan sesuai dengan peruntukannya ;
c) utuh, tidak rusak, dan/atau bukan bekas pakai ;
d) tidak lebih dari satu keping ; dan
e) dilekatkan pada kemasan yang tertutup dan menutup tempat pembuka
kemasan yang tersedia sehigga pita cukai akan rusak apabila tutup kemasan
dibuka ;
f) harus menggunakan bahan perekat yang kuat sehingga tidak mudah
dilepaskan dari kemasan, dalam keadaan utuh;
g) dilekatkan tidak melebihi batas waktu pelekatan pita cukai yang ditetapkan.
Pita cukai yang dilekatkan pada kemasan penjualan eceran hasil tembakau
baik yang berasal dari impor atau yang dibuat di Indonesia, harus memenuhi
ketentuan :
a) sesuai dengan Tarif Cukai dan Kadar etil alkohol pada isi kemasan ;
b) merupakan hak pengusaha pabrik atau Importir BKC yang bersangkutan dan
sesuai dengan peruntukannya ;
c) utuh, tidak rusak, dan/atau bukan bekas pakai ;
d) tidak lebih dari satu keping ; dan
e) dilekatkan pada kemasan yang tertutup dan menutup tempat pembuka
kemasan yang tersedia;
f) harus menggunakan bahan perekat yang kuat sehingga tidak mudah
dilepaskan dari kemasan, dalam keadaan utuh;
g) dilekatkan tidak melebihi batas waktu pelekatan pita cukai yang ditetapkan.
Dalam hal pita cukai yang dilekatkan tidak sesuai dengan ketentuan
sebagaimana dimaksud diatas, cukainya dianggap tidak dilunasi. Disamping hal
tersebut, pelekatan pita cukai oleh Pengusaha Pabrik atau importir juga harus
memenuhi ketentuan waktu pelekatan, sebagai berikut:
a) dalam hal pergantian tahun anggaran dan/atau desain : pelekatan pita
cukai harus dilakukan paling lambat tanggal 1 (satu) bulan berikutnya
setelah pergantian tahun anggaran dan/atau desain yang baru;
b) dalam hal terdapat perubahan kebijakan di bidang tarif dan/atau HJE
(HJE), atas pita cukai yang dipesan sebelum berlakunya perubahan,
hal | 120
pelekatan pita cukai harus harus dilakukan paling lambat tanggal 1 (satu)
bulan berikutnya setelah diberlakukan perubahan.
c) dalam hal pelekatan pita cukai dilakukan di luar negeri, importasi paling
lambat dilakukan pada tanggal 1 (satu) bulan berikutnya setelah pergantian
tahun anggaran dan/atau desain yang baru, yang dibuktikan dengan tanggal
manifest kedatangan sarana pengangkut (inward manifest BC 1.1).
hal | 121
penghitungan cukai. Konsep penghitungan cukai sebenarnya tidaklah terlalu
sulit. Akan tetapi pengalaman membuktikan bahwa apabila anda tidak pernah
mempraktekkan proses penelitian cukai ini, anda akan mengalami kesulitan
apabila ditempatkan di unit-unit pelayanan cukai. Untuk itu, mari kita bahas
materi ini dengan sungguh-sungguh dan silahkan mencoba mengerjakan soal-
soal latihan yang disediakan pada akhir Bab 5 ini.
Contoh Penghitungan:
1) Pabrik etil alkohol “PS” di Medan mengajukan permohonan pengeluaran
BKC dengan pelunasan cukai (dokumen CK-5) kepada KPPBC medan,
dengan rincian:
- 20 drum isi @ 200 liter, etil alkohol kadar 96%.
hal | 122
Pertanyaan, Berapa nilai cukai yang harus dibayar Pengusaha ?
Jawab :
Pungutan Cukai yang harus dilunasi = 20 x 200 ltr x Rp. 20.000,-
= Rp. 80.000,-
2) Importir “ACW” mengimpor BKC berupa etil alkohol dari luar negeri dengan
rincian data sebagai berikut :
- Jumlah etil alkohol yang diimpor sebanyak 14.000 liter
- Harga barang tersebut sesuai invoice adalah C& F USD 0.5 per liter
- Biaya insurance yang dikeluarkan importir adalah USD 1,000.00
- NDPBM diasumsikan Rp. 10.000 per 1 USD
- Pos Tarif dan pembebanan sesuai HS adalah :
Pos Tarif : 2207.10.00.00 (BM 30%, PPN 10%, PPh. Psl. 22 2,5%)
Pertanyaan : Hitung pungutan yang harus dilunasi Importir sebelum
barangnya dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean.
Jawab :
- Pungutan Cukai = 14.000 liter x Rp. 20.000,- = Rp. 280.000.000,-
- Nilai Pabean = CIF x NDPBM
= USD (14.000 x 0,5) + 1,000
= USD 8,000.00 x Rp. 10.000,- = Rp. 80.000.000,-
- Bea Masuk = 30 % x Rp. 80.000.000,- = Rp. 24.000.000,-
- Nilai Impor = Nilai Pabean + BM + Cukai
Rp. 80.000.000,- + 24.000.000,- + Rp. 280.000.000,- = Rp. 384.000.000,-
- PPN impor = 10% x Rp. 384.000.000,- = Rp. 38.400.000,-
- PPh. Psl 22 = 2,5% x Rp. 384.000.000,- = Rp. 9.600.000,-
- Total Pungutan : BM + Cukai + PPN + PPh. Psl 22 :
Rp. 24.000.000,- + Rp. 280.000.000,- + 38.400.000,- + Rp. 9.600.000,-
= Rp. 352.000.000,-
hal | 123
MMEA yang diimpor dan MMEA produksi dalam negeri dengan kadar lebih dari
5%, cara pelunasan cukainya dilakukan dengan pelekatan pita cukai. Untuk
MMEA produksi dalam negeri yang kadarnya kurang dari 5%, cara pelunasannya
tetap dengan cara pembayaran.
1) Pabrik “MB” sebagai produsen bir merek “BB” (isi per botol 330 ml) dengan
kadar alkohol 3%, mengajukan permohonan pengeluaran BKC dengan
pelunasan cukai (CK-5) sebanyak 1.000 krat isi @ 12 botol. HJE per
kemasan @ Rp 8.900,- Pertanyaan, berapa cukai yang harus dilunasi
sebelum pengeluaran dari Pabrik ?
Jawab :
Tarif cukai untuk MMEA kadar 3% (Golongan A) ; Rp. 11.000,- / liter
Pungutan Cukai = 1.000 x 12 x 0,33 x Rp. 11.000,-
= Rp. 43.560.000,-
2) Produsen MMEA “PT IS” telah mengajukan dokumen penyediaan pita
cukai MMEA (P3C) untuk kebutuhan bulan Februari 2010 sebanyak 1.000
lembar pita cukai Gol B. Pada tanggal 8 Februari 2010, Pengusaha
hal | 124
tersebut mengajukan CK-1A dengan total rincian pengajuan, sebagai
berikut :
No. Merk Kemasan Isi Gol. Tarif Lembar
1. CLB Vodka Botol Kaca 250 ml B 300
2. CLB Whisky Botol Kaca 620 ml B 100
Pertanyaan :
Berapa nilai cukai yang harus dibayar untuk pemesanan CK1A tersebut ?
Jawab :
Pertama kali yang harus diingat bahwa pita cukai MMEA diterbitkan
dalam satu seri saja, dengan jumlah keping pita cukai per lembarnya
sebanyak 60 keping.
hal | 125
Berkaitan dengan cara pelunasan cukai hasil tembakau yang dilakukan
dengan cara pelekatan pita cukai, maka komponen-komponen data yang
disebutkan dalam permohonan CK-1 menjadi referensi dalam penghitungan
pungutan cukai. Komponen-komponen data yang disebutkan dalam CK-1 antara
lain:
1) Seri pita cukai; untuk pita cukai hasil tembakau dibedakan menjadi tiga seri:
seri I = 120 keping per lembar, seri II =56 keping per lembar dan seri III =
150 keping per lembar;
2) Isi per bungkus; penghitungan cukai hasil tembakau menggunakan satuan
per batang, sehingga jumlah batang dalam satu bungkus harus diketahui;
3) HJE; komponen ini menentukan tingkat tarif spesifik yang harus dikenakan
(apakah berada di layer 1, layer 2 atau layer 3) dan juga komponen yang
harus diperhatikan dalam penghitungan PPN hasil tembakau;
4) Jumlah lembar; pengertiannya adalah jumlah lembar pita cukai yang dipesan
Hal lain yang harus diperhatikan dalam perhitungan cukai hasil tembakau
adalah kewajiban pemungutan pajak pertambahan nilai (PPN) hasil tembakau.
Ketentuan mengenai PPN hasil tembakau secara khusus diatur di dalam PMK
nomor 406/KMK.04/2000, antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut:
1) PPN atas hasil tembakau dipungut oleh pabrikan hasil tembakau buatan
dalam negeri dan disetor pada Bank Persepsi bersamaan dengan saat
pembelian pita cukai dengan pembayaran tunai atau saat pelunasan hutang
cukai tembakau atas pita cukai yang telah dipesan.
2) PPN yang dikenakan atas penyerahan hasil tembakau buatan dalam negeri
atau atas impor hasil tembakau buatan luar negeri dihitung dengan
menerapkan tarif efektif dikalikan dengan HJE. Besarnya tarif efektif
sebagaimana dimaksud ditetapkan sebesar 8,4%.
3) Terhadap hasil tembakau impor maka PPN yang dipungut adalah PPN
Dalam Negeri dan PPN impor. Dalam hal ini, penghitungan jumlah PPN
Dalam Negeri yang harus disetor yaitu sebesar tarif efektif x HJE dikurangi
Pajak Pertambahan Nilai Impor.
hal | 126
4) HJE hasil tembakau yang diberikan secara cumacuma kepada karyawan
Pabrik adalah 50% dari HJE hasil tembakau untuk jenis dan merek yang
sama, yang dijual untuk umum;
5) HJE hasil tembakau yang diberikan secara cumacuma kepada pihak ketiga
adalah sebesar 75% dari HJE hasil tembakau untuk jenis dan merek yang
sama, yang dijual untuk umum;
Rumus penghitungan :
HJE total : HJE per kemasan x Jumlah lembar PC x Jumlah Keping Seri
Contoh Perhitungan:
1) Produsen SKM “PT LM” telah mengajukan dokumen penyediaan pita cukai
(P3C) Hasil Tembakau untuk kebutuhan bulan Februari 2013. Pada tanggal
4 Februari 2013, Pengusaha tersebut mengajukan CK-1 dengan total rincian
pengajuan, sebagai berikut :
hal | 127
1. II SERI III 1.000 A 12 Btg Rp. 6.600,-
2. II SERI I 500 B 20 Btg Rp.9.000,-
Jawab :
1. Penagihan Cukai
hal | 128
a) Utang cukai yang tidak dibayar pada waktunya;
b) Kekurangan cukai; dan/atau
c) Sanksi Administrasi berupa Denda.
hal | 129
Pengusaha BKC sebagai akibat tindakan pelanggaran, baik pelanggaran
administrasi dan/atau pelanggaran pidana yang dilakukan Pengusaha tersebut.
2. Pengangsuran
hal | 130
3) Pengangsuran bagi pengusaha pabrik yang mengalami kesulitan keuangan
sebagaimana dimaksud diatas, diberikan apabila pengusaha pabrik tersebut
tidak mempunyai kewajiban pengangsuran sebelumnya yang tidak dibayar
sesuai jumlah dan waktu yang telah ditetapkan.
hal | 131
bersangkutan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung
sejak permohonan diterima secara lengkap. Apabila dalam jangka waktu
sebagaimana dimaksud pada butir 8, Direktur Jenderal tidak memberikan
keputusan, permohonan dianggap dikabulkan.
hal | 132
RANGKUMAN :
hal | 133
HJE total : HJE per kemasan x Jumlah lembar PC x Jumlah Keping Seri
LATIHAN :
hal | 134
BAB
1. Kewajiban Pembukuan
hal | 135
yang diselenggarakan oleh pengusaha harus berdasarkan sistem yang lazim
digunakan di Indonesia yaitu berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
hal | 136
3) Importir BKC
Importir BKC yang berstatus sebagai pemegang NPPBKC, tidak dibedakan
berdasarkan status PKP-nya.
4) Penyalur BKC tertentu
Penyalur yang wajib pembukuan adalah penyalur yang berstatus sebagai
pemegang NPPBKC dan merupakan pengusaha kena pajak (PKP).
Pengusaha pabrik non PKP dikecualikan dari kewajiban pembukuan.
hal | 137
prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Penyusunan
laporan keuangan wajib disajikan paling sedikit setahun sekali.
7) Buku, catatan, dokumen dan surat dalam bentuk data elektronik yang
disusun dalam rangka penyelenggaraan pembukuan wajib dijaga atau
dijamin keandalan sistem pengolahan datanya supaya dapat dibuka, dibaca,
atau diambil kembali setiap waktu.
8) Asli dari laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat dapat
dialihkan ke dalam bentuk data elektronik. Namun demikian, bukti asli
tersebut yang mempunyai kekuatan pembuktian otentik dan masih
mengandung kepentingan hukum tertentu, wajib tetap disimpan.
9) Setiap pengalihan laporan keuangan, buku, catatan, dokumen, dan surat
wajib dilegalisasi oleh pimpinan atau orang yang ditunjuk di lingkungan
badan hukum yang bersangkutan, dengan dibuatkan berita acara. Berita
acara sebagaimana dimaksud paling sedikit memuat:
keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun dilakukannya
legalisasi;
keterangan bahwa pengalihan laporan keuangan, buku, catatan,
dokumen, dan surat yang dibuat di atas kertas ke dalam disket, compact
disk, tape backup, hard disk atau media lainnya telah dilakukan sesuai
dengan aslinya;
tanda tangan dan nama jelas orang bersangkutan.
10) Laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar
pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha, serta
surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang cukai, baik tertulis di atas
kertas atau sarana lain yang terekam dalam bentuk apapun yang dapat
dilihat dan dibaca, wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun pada tempat
usahanya di Indonesia, termasuk tempat-tempat lain yang khusus
diperuntukkan sebagai tempat penyimpanan laporan keuangan, buku,
catatan, dokumen, dan surat.
11) Terhadap pengusaha yang kategorinya wajib pembukuan namun tidak
menyelenggarakan pembukuan dimaksud, dikenai sanksi administrasi
berupa denda sebesar Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
hal | 138
2. Kewajiban Pencatatan
a. Konsep Pencatatan
hal | 139
Sama halnya dengan konsep pabrik berskala kecil, maka pengertian
penyalur berskala kecil juga mengacu pada status perusahaan yang bukan
PKP.
3) Pengusaha Tempat Penjualan Eceran etil alkohol atau MMEA, yang wajib
memiliki NPPBKC. Khusus terhadap pengusaha tempat penjualan eceran
baik etil alkohol maupun MMEA hanya diwajibkan untuk menyelenggarakan
pencatatan di bidang cukai, tidak dibedakan berdasarkan status PKP-nya.
hal | 140
1) Buku CSCK-1
CSCK-1 (Gambar I.1) adalah buku catatan sediaan hasil tembakau untuk
mencatat seluruh produksi hasil tembakau yang dihasilkan oleh pabrik hasil
tembakau. Buku CSCK-1 ini akan menjadi dasar bagi pabrikan hasil
tembakau skala kecil untuk melaporkan produksi harian kepada Kantor Bea
dan Cukai dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BKC selesai
dibuat (CK-4C).
Gambar 5.1
Catatan Sediaan Hasil tembakau (CSCK-1)
2) Buku CSCK-2
CSCK-2 (Gambar 5.1) adalah buku catatan sediaan hasil tembakau untuk
mencatat hasil tembakau yang dikembalikan dari peredaran dan produk
rusak yang telah dilekati pita cukai. Pencatatan terhadap hasil tembakau
yang telah dilekati pita cukai tersebut bertujuan untuk membedakan
dengan sediaan hasil tembakau yang baru diproduksi dan belum dilekati
pita cukainya, di dalam pabrik.
hal | 141
Gambar 5.2
Catatan Sediaan Retur Hasil Tembakau CSCK-2
3) Buku CSCK-3
CSCK-3 (Gambar 5.2) adalah buku catatan sediaan pita cukai yang
digunakan untuk mencatat persediaan pita cukai yang telah diterima
pengusaha pabrik atas pemesanan pita cukainya. Pencatatan terhadap
persediaan pita cukai penting kegunaannya terutama pada saat pengusaha
pabrik akan mengembalikan pita cukai yang tidak habis digunakan. Salah
satu persyaratan pengembalian pita cukai adalah kewajiban untuk
melampirkan matriks asal pemesanan pita cukai (CK-1).
hal | 142
Gambar 5.3
Catatan Sediaan Pita Cukai (CSCK-3)
4) Buku CSCK-4
CSCK-4, adalah buku catatan sediaan etil alkohol yang berada di dalam
pabrik etil alkohol atau tempat penyimpanan etil alkohol. Buku ini
digunakan untuk mencatat produksi etil alkohol yang dihasilkan oleh
pengusaha pabrik skala kecil, pemasukan etil alkohol dari pabrik etil
alkohol lain atau dari proses impor. Bagi pengusaha tempat penyimpanan,
CSCK-4 ini digunakan untuk mencatat sediaan etil alkohol yang dimasukan
ke dalam tempat penyimpanan.
5) Buku CSCK-5 (Gambar I.4)
CSCK-5 adalah buku catatan sediaan MMEA hasil produksi pabrikan
berskala kecil. Buku CSCK-5 ini akan menjadi dasar bagi pabrikan MMEA
skala kecil untuk melaporkan produksi harian kepada Kantor Bea dan
Cukai dengan menggunakan dokumen pemberitahuan BKC selesai dibuat
(CK-4B).
hal | 143
6) Buku CSCK-6,
CSCK-6 (Gambar I.5) adalah catatan sediaan minuman mengandung etil
alkohol yang dikembalikan dari peredaran, dalam rangka proses
pemusnahan atau pengolahan kembali di dalam pabrik.
7) Buku CSCK-7
CSCK-7 (Gambar I.6) adalah catatan sediaan BKC untuk memonitor
pergerakan BKC yang belum dilunasi cukainya yang ditimbun di dalam
Pabrik BKC skala kecil untuk dipergunakan sebagai bahan baku atau
bahan penolong untuk pembuatan BKC lainnya. Pengusaha pabrik skala
kecil wajib menempatkan sedemikian rupa BKC dan hasil produksinya di
dalam tempat atau ruangan terpisah. Tujuan pemisahan tersebut adalah
agar dapat diketahui jenis dan jumlah BKC yang belum dilunasi cukainya
yang dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong. Atas
pengelolaan Buku catatan sediaan CSCK-7, pengusaha wajib membuat
laporan bulanan penggunaan atau persediaan dengan format LACK-1.
hal | 144
1. Pemberitahuan BKC yang Selesai Dibuat
hal | 145
Gambar 5.4
Contoh Halaman Pertama CK-4A
hal | 146
Halaman kedua CK-4A
hal | 147
Gambar 5.5
Contoh CK-4B
hal | 148
Gambar 5.6
Contoh CK-4C
hal | 149
3. Laporan Penggunaan dan Persediaan BKC yang Mendapat fasilitas
Cukai
hal | 150
Gambar 5.7
Laporan Penggunaan LACK-1
hal | 151
baku atau bahan penolong untuk proses produksi non BKC yang dilakukan
secara terpadu. Pengertian terpadu adalah proses produksi yang dilakukan
secara terintegrasi dalam suatu lokasi yang sama atau berdampingan. Contoh:
Pabrik etil alkohol yang didirikan khusus untuk dipakai dalam pabrik farmasi.
hal | 152
bakar kepada Direktur Cukai. dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah,
paling lambat pada tanggal 10 bulan berikutnya.
hal | 153
Gambar 5.8
Laporan LACK-10
hal | 154
k. Laporan Pengangkutan BKC Tertentu
Gambar 5.9
Laporan Pengangkutan BKC Tertentu
hal | 155
kredit. Pedoman penyelenggaraan buku rekening BKC dan buku rekening kredit
diatur dalam peraturan Menteri keuangan.
Penyelenggaraan buku rekening BKC (BRCK) oleh Pejabat Bea dan Cukai
dilakukan dengan ketentuan:
1) buku rekening BKC untuk etil alkohol yang masih terutang cukai dan masih
berada di pabrik diselenggarakan untuk setiap pengusaha pabrik etil alkohol
sesuai format BRCK-1 (Gambar I.13);
2) buku rekening BKC untuk etil alkohol yang masih terutang cukai dan masih
berada di tempat penyimpanan diselenggarakan untuk setiap pengusaha
tempat penyimpanan sesuai format BRCK-1; atau
3) buku rekening BKC untuk MMEA yang masih terutang cukai dan masih
berada di pabrik diselenggarakan untuk setiap pengusaha pabrik MMEA
sesuai format BRCK-2.
hal | 156
Buku Rekening kredit dan Buku Rekening BKC harus diselenggarakan
secara terpisah untuk masing-masing subyek cukai yang diawasi oleh
Pejabat Bea dan Cukai. Contoh:
KPPBC Medan membawahi empat Pabrikan Rokok yang mendapat
penundaan pembayaran dan tiga pabrikan etil alkohol . Maka
penyelenggaraan Buku Rekening Kredit akan terdiri dari: BRCK-3 untuk
empat pabrikan rokok, sedangkan penyelenggaraan Buku rekening BKC
untuk pabrikan etil alkohol juga ada tiga.
Buku rekening BKC ditutup dalam kondisi-kondisi sebagai berikut:
a) setiap akhir tahun kalender ; hal ini berkaitan dengan akhir tahun buku
atau akhir tahun anggaran dari pihak pemerintah.
b) setelah dilakukan pencacahan ; Pencacahan diselenggarakan secara
reguler pada setiap awal bulan dan/atau pada waktu-waktu tertentu
secara insidentil.
c) atas permintaan Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat
Penyimpanan.
Penutupan buku rekening BKC, dilakukan dengan cara membuat garis
horisontal dengan tinta merah dan ditandatangani oleh Pejabat Bea dan
Cukai. Penutupan buku rekening BKC tersebut harus diberitahukan kepada
Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat Penyimpanan yang
bersangkutan dengan Surat Pemberitahuan Penutupan Buku Rekening
BKC.
Penyelenggaraan buku rekening BKC dan buku rekening kredit dapat
dilakukan dengan media elektronik.
hal | 157
Gambar 5.10
Contoh Buku Rekening BKC (BRCK-1)
Gambar 5.11
Contoh Buku Rekening Kredit (BRCK-3)
hal | 158
C. Pencacahan BKC
1. Konsep Pencacahan
Atas kegiatan pencacahan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai,
pengusaha pabrik atau tempat penyimpanan wajib menunjukkan semua etil
alkohol atau MMEA yang berada di dalam pabrik atau tempat penyimpanan serta
menyediakan tenaga dan peralatan untuk keperluan pencacahan. Hasil
hal | 159
pencacahan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai dibuatkan berita acara
hasil pencacahan (BACK-5) dan ditandatangani oleh pejabat bea dan cukai serta
pengusaha yang bersangkutan. Dalam hal pengusaha yang bersangkutan
menolak dan berkeberatan atas hasil pencacahan, maka Berita Acara tersebut
cukup ditandatangani sepihak. Pengusaha selanjutnya dapat menempuh
mekanisme keberatan sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
hal | 160
Pengusaha pabrik MMEA, akan dikenakan tagihan cukai atas jumlah
kekurangan cukai yang terjadi. Untuk hal tersebut Kepala Kantor akan
menerbitkan penetapan dalam bentuk surat tagihan cukai (STCK).
Pengusaha Pabrik atau Tempat Penyimpanan etil alkohol, akan dikenakan
tagihan cukai atas kekurangan yang terjadi. Perhitungan atas kekurangan
jumlah etil alkohol yang ada terlebih dahulu harus diperhitungkan dengan
potongan yang dapat diberikan.
hal | 161
Apabila kekurangan yang terjadi melebihi batas kelonggaran
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-undang Cukai, maka
terhadap kekurangan yang terjadi akan dikenakan sanksi administrasi berupa
denda, paling banyak sepuluh kali nilai cukai dan paling sedikit dua kali nilai
cukai yang kedapatan kurang atau lebih. Adapun batas kelonggaran yang
diberikan terhadap kasus selisih kurang dalam pencacahan adalah sebesar tiga
kali potongan yang diberikan.
Contoh Kasus:
Pada tanggal 01 Februari 2013 Pejabat Bea dan Cukai dari KPPBC Medan
melakukan pencacahan terhadap pabrikan etil alkohol “PT PS” yang berlokasi di
Tanjung Morawa. Dari hasil pencacahan tersebut dan juga data yang tercantum
dalam BRCK-1 yang bersangkutan didapati hal-hal sebagai berikut:
Pencacahan terakhir terhadap PT PS dilakukan pada tanggal 02 Januari
2013, dengan jumlah saldo sebanyak 150.000 liter
Produksi Pabrik sampai dengan saat pencacahan 80.000 liter
Pengeluaran 100.000 liter
Pemasukan (retur) dari Tempat Penyimpanan 10.000 liter
Saldo menurut Buku BRCK-1 140.000 liter
Hasil pencacahan pejabat Bea dan Cukai 130.000 liter
Selisih kurang sebelum potongan 10.000 liter
Potongan: 0,5% x (150.000 + 80.000 + 10.000) 1.200 liter
Kekurangan (akan ditagih cukai dengan STCK) 8.800` liter
Apakah dalam kasus kekurangan ini akan dikenakan sanksi administrasi denda?
hal | 162
Dalam hal terjadi selisih lebih
Contoh Kasus:
Pada tanggal 01 Maret 2013 Pejabat Bea dan Cukai dari KPPBC Medan
melakukan pencacahan terhadap pabrikan etil alkohol “PT MA” yang berlokasi di
Deli Serdang. Dari hasil pencacahan tersebut dan juga data yang tercantum
dalam BRCK-1 yang bersangkutan didapati hal-hal sebagai berikut:
Pencacahan terakhir terhadap PT PS dilakukan pada tanggal 02 Februari
2013, dengan jumlah saldo sebanyak 40.000 liter
Produksi Pabrik sampai dengan saat pencacahan 50.000 liter
Pengeluaran 45.000 liter
Saldo menurut Buku BRCK-1 45.000 liter
Hasil pencacahan pejabat Bea dan Cukai 47.000 liter
Selisih lebih 2.000 liter
Potongan: tidak diberikan - liter
Kelebihan sebesar 2.000 liter akan ditambahkan pada saldo buku sehingga
saldo buku untuk penutupan BRCK-1 menjadi: 47.000 liter
hal | 163
Dalam kasus kelebihan BKC ini kita analisa terlebih dahulu, apakah melebihi
batas kelonggarannya atau tidak:
Batas kelonggaran: 1 % x Saldo yang seharusnya ada
= 1% x 45.000 liter = 450 liter
Oleh karena jumlah kelebihan BKC (2.000 liter) lebih besar daripada batas
kelonggaran (450 liter), maka terhadap PT. MA akan dikenakan sanksi
administrasi denda.
hal | 164
RANGKUMAN :
Sebagai rangkuman atas kegiatan belajar Bab 1 ini, dapat kami sampaikan
sebagai berikut:
1) Konsep Pembukuan di bidang cukai adalah suatu proses pencatatan yang
dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi yang
meliputi dan mempengaruhi keadaan harta, utang, modal, pendapatan, dan
biaya yang secara khusus menggambarkan jumlah harga perolehan dan
penyerahan barang atau jasa, yang kemudian diikhtisarkan dalam laporan
keuangan.
2) Pembukuan wajib diselenggarakan oleh Pengusaha Pabrik, Tempat
penyimpanan, importir BKC atau penyalur yang memiliki izin NPPBKC.
hal | 165
7) Untuk melakukan pengawasan secara aktif, pejabat Bea dan Cukai wajib
melaksanakan kegiatan pencacahan baiak secara reguler maupun insidentil.
Pengertian Pencacahan adalah kegiatan untuk mengetahui jumlah, jenis,
mutu, dan keadaan BKC. Pencacahan dilakukan terhadap:
a. Etil Alkohol yang masih terutang cukai yang berada di dalam Pabrik atau
Tempat Penyimpanan; dan/atau
b. MMEA yang masih terutang cukai yang berada di dalam pabrik.
LATIHAN :
3) Jelaskan pencatatan yang wajib diselenggarakan oleh pejabat bea dan cukai
berkaitan dengan BKC yang diawasi !
4) Dalam rangka pengawasan secara aktif, Pejabat Bea dan Cukai melakukan
kegiatan pencacahan. Jelaskan konsep dan prosedur pencacahan !
hal | 166
BAB
MUTASI BKC
6
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti pembelajaran ini mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
mekanisme pemasukan, penimbunan, pengeluaran, pengangkutan dan perdagangan BKC
hal | 167
Pengertian mutasi BKC adalah setiap kegiatan penimbunan, pemasukan,
pengeluaran dan pengangkutan BKC baik yang digunakan sebagai bahan baku
untuk produk lain maupun sebagai barang jadi yang siap untuk dikonsumsi yang
masih terutang cukai dan juga pengangkutan BKC tertentu yang telah dilunasi
cukainya di peredaran bebas. Terhadap setiap pergerakan BKC yang masih
terhutang cukai dan juga BKC tertentu (etil alkohol dan MMEA) wajib dilindungi
dokumen. Hal tersebut diatur di dalam ketentuan Undang-undang Cukai
khususnya di Pasal 25 ayat (1), dan Pasal 27 ayat (1) dan (2).
2. Penimbunan BKC
hal | 168
1) menyelenggarakan pencatatan atas pemasukan, penimbunan, dan
pemakaian BKC pada catatan sediaan;
2) menempatkan sedemikian rupa BKC dan hasil produksinya di dalam tempat
atau ruangan sehingga dapat diketahui jenis dan jumlah BKC yang belum
dilunasi cukainya yang dipergunakan sebagai bahan baku atau bahan
penolong;
3) membuat laporan penggunaan/persediaan BKC setiap bulan dengan
menggunakan formulir laporan penggunaan/persediaan BKC; dan
4) menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada poin (3) kepada
Direktur Jenderal melalui kepala Kantor yang mengawasi Pabrik dalam
jangka waktu paling lama pada hari kesepuluh bulan berikutnya.
Terhadap BKC yang ditimbun di dalam Pabrik BKC milik Pengusaha Pabrik
yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, mempunyai kewajiban:
1) menyelenggarakan pencatatan atas pemasukan, penimbunan, dan
pemakaian BKC tersebut sesuai dengan ketentuan pembukuan di bidang
cukai;
2) menempatkan sedemikian rupa BKC tersebut dan hasil produksinya di
dalam tempat atau ruangan sehingga dapat diketahui jenis dan jumlah BKC
yang belum dilunasi cukainya yang dipergunakan sebagai bahan baku atau
bahan penolong;
3) membuat laporan penggunaan/persediaan BKC setiap bulan dengan
menggunakan formulir laporan penggunaan/persediaan BKC; dan
4) menyerahkan laporan sebagaimana dimaksud pada poin (3) kepada Direktur
Jenderal melalui kepala Kantor yang mengawasi Pabrik dalam jangka waktu
paling lama pada hari kesepuluh bulan berikutnya.
hal | 169
1) pemasukan dan pengeluaran BKC berupa etil alkohol ke atau dari Pabrik
atau Tempat Penyimpanan;
2) pemasukan dan pengeluaran BKC berupa MMEA dengan kadar berapapun
ke atau dari Pabrik yang produksi minuman mengandung etil alkoholnya
dalam satu tahun melebihi 50.000 (lima puluh ribu) liter; dan/atau
3) terdapat dugaan bahwa Pengusaha Pabrik atau Pengusaha Tempat
Penyimpanan akan atau telah melakukan penyimpangan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang cukai.
hal | 170
b. Pemasukan atau Pengeluaran BKC dengan fasilitas pembebasan cukai:
1) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan ke Tempat Penimbunan Berikat dengan fasilitas
pembebasan cukai;
2) pengeluaran etil alkohol yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau
Tempat Penyimpanan dengan fasilitas pembebasan cukai untuk
digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan
barang hasil akhir yang bukan merupakan BKC;
3) pengeluaran etil alkohol yang belum dilunasi cukainya dari Tempat
Penimbunan Sementara atau Tempat Penimbunan Berikat dengan
fasilitas pembebasan cukai untuk digunakan sebagai bahan baku atau
bahan penolong dalam pembuatan barang hasil akhir yang bukan
merupakan BKC;
4) pengeluaran etil alkohol yang telah dirusak sehingga tidak baik untuk
diminum dari Pabrik atau Tempat Penyimpanan;
5) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan dengan fasilitas pembebasan cukai untuk keperluan
penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
6) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan dengan fasilitas pembebasan cukai untuk keperluan
perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di
Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
7) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan dengan fasilitas pembebasan cukai untuk tujuan sosial;
8) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan dengan fasilitas pembebasan cukai untuk dikonsumsi oleh
penumpang dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke
luar Daerah Pabean;
9) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Kawasan Pabean,
Tempat Penimbunan Sementara, atau Tempat Penimbunan Berikat
dengan fasilitas pembebasan cukai untuk keperluan perwakilan negara
hal | 171
asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan
asas timbal balik;
10) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Kawasan Pabean,
Tempat Penimbunan Sementara, atau Tempat Penimbunan Berikat
dengan fasilitas pembebasan cukai untuk dikonsumsi oleh penumpang
dan awak sarana pengangkut yang berangkat langsung ke luar Daerah
Pabean.
4. Pengangkutan BKC
hal | 172
jangka waktu kepada Kepala Kantor Bea dan cukai setempat, sebelum
berakhirnya jangka waktu yang telah ditetapkan.
hal | 173
B. Dokumen Mutasi BKC
hal | 174
tuntutan untuk menyederhanakan sistem administrasi di bidang cukai semakin
menguat.
hal | 175
Gambar 6.1
Dokumen Cukai PMBKC
hal | 176
Gambar 6.2
Lembar Lanjutan PMBKC
hal | 177
Format PMBKC (CK-5) digunakan untuk hampir seluruh kegiatan
pemasukan atau pengeluaran BKC baik yang cukainya telah dilunasi maupun
yang masih terutang cukai. Dapat dikatakan bahwa PMBKC merupakan single
document bagi kegiatan cukai yang cukup kompleks tersebut. Beberapa
kategori kegiatan mutasi BKC yang dilindungi dengan dokumen CK-5, anatara
lain:
1) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan dengan tujuan untuk dimasukkan ke Pabrik atau Tempat
Penyimpanan lainnya dengan fasilitas tidak dipungut cukai;
2) pemasukan BKC yang belum dilunasi cukainya ke Pabrik atau Tempat
Penyimpanan yang berasal dari Kawasan Pabean, Tempat Penimbunan
Sementara, atau Tempat Penimbunan Berikat dengan fasilitas tidak dipungut
cukai;
3) pemasukan dan pengeluaran BKC berupa hasil tembakau yang belum
dilunasi cukainya dari tempat pembuatan di luar Pabrik ke dalam Pabrik dan
sebaliknya;
4) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan dengan tujuan untuk diekspor dengan fasilitas tidak dipungut
cukai;
5) pengeluaran BKC yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau Tempat
Penyimpanan ke Tempat Penimbunan Berikat dengan fasilitas pembebasan
cukai;
6) pengeluaran etil alkohol yang belum dilunasi cukainya dari Pabrik atau
Tempat Penyimpanan dengan fasilitas pembebasan cukai untuk digunakan
sebagai bahan baku atau bahan penolong dalam pembuatan barang hasil
akhir yang bukan merupakan BKC;
hal | 178
pengangkutan sebagai berikut: “Pengangkutan BKC tertentu, walaupun sudah
dilunasi cukainya, harus dilindungi dengan dokumen cukai”.
hal | 179
dokumen CK-6. Kategori BKC tertentu yang wajib dilindungi dokumen CK-6
adalah sebagai berikut:
etil alkohol dalam jumlah lebih dari 6 (enam) liter; dan
minuman mengandung etil alkohol dengan kadar lebih dari 5% (lima persen)
dalam jumlah lebih dari 6 (enam) liter, wajib dilindungi dengan Dokumen
Cukai.
Gambar 6.3
Dokumen CK-6
hal | 180
C. Tata Laksana Mutasi BKC
Alur kegiatan mutasi BKC sangat beragam dan masing-masing memiliki
spesifikasi yang berbeda, walaupun dokumen yang digunakan sama. Pada sub
bagian ini penulis hanya akan menjelaskan beberapa alur kegiatan mutasi BKC
yang dilakukan dalam praktek kegiatan sehari-hari. Format alur kegiatan yang
digunakan disini mengacu kepada standar operasional prosedur yang telah
dipraktekkan di beberapa Kantor madya Cukai.
hal | 181
Gambar 6.4
Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC
dengan Dokumen PMBKC Pelunasan
Meneliti Konsep
Meneliti dan Surat Tugas
dan memaraf
TTD
Konsep
Surat Tugas
hal | 182
2. Pengeluaran BKC dari Pabrik dengan Tujuan Diekspor
Alur proses kegiatan mutasi berupa pengeluaran BKC dari pabrik dengan
tujuan diekspor, dapat dilihat dalam flowchart berikut (Gambar II.5).
Gambar 6.5
Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC
dengan Dokumen PMBKC Pelunasan
KEPALA SEKSI KASUBSI PELAKSANA PADA
PENGUSAHA PELAYANAN HANGGAR PABEAN SEKSI PELAYANAN PELAKSANA BENDAHARAWAN
KEPABEANAN DAN DAN CUKAI KEPABEANAN DAN PEMERIKSA
CUKAI CUKAI
M meneliti
M meneliti Konsep
Da dan
D dan Surat Tugas
M memaraf
M memaraf
T
Konsep
Surat Tugas
hal | 183
Sesuai flowchart pada gambar 6.5, pengusaha pabrik menyerahkan
PMBKC tujuan ekspor (dalam rangkap 5) yang telah didaftarkan kepada Kepala
Seksi PKC. Kepala Seksi PKC menerima, meneliti, mendisposisi PMBKC CK-5
Pelunasan kepada Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai untuk diproses lebih
lanjut.
hal | 184
Gambar 6.6
Flowchart Pelayanan Pengeluaran BKC
sebagai Bahan Baku untuk Pembuatan BKC Lainnya
PENGUSAHA KEPALA KEPALA SEKSI KASUBSI PELAKSANA KEPALA SEKSI KPPBC TUJUAN
KPPBC PKC HANGGAR PABEAN PEMERIKSA PERBEND.
DAN CUKAI
hal | 185
Sesuai dengan flowchart pada Gambar II.6, pengusaha mengajukan
rencana pengeluaran BKC dilengkapi dengan PMBKC rangkap 5 kepada Kepala
Kantor. Kepala Kantor menerima PMBKC (CK.5) dan mendisposisi kepada
Kepala Seksi PKC. Kepala Seksi PKC menerima dan mendisposisi kepada
Kasubsi Hanggar Pabean dan Cukai.
Kasubsi Hangar Pabean dan Cukai melakukan penelitian dan dalam hal
sudah benar membukukan dan menomori PMBKC. Kasi PKC menerima dan
menandatangani dokumen PMBKC (CK.5) dan mendisposisi kepada Kasubsi
Hanggar untuk penyelesaian lebih lanjut. Berkas dokumen PMBKC selanjutnya
akan didistribusikan oleh Pelaksana Pemeriksa, sesuai peruntukan dan
melakukan pengawasan pengeluaran BKC. Lembar peruntukan PMBKC adalah
sebagai berikut:
lbr ke-1 kepada pengusaha untuk pelindung BKC
lbr ke-2 kepada bendaharawan asal
lbr ke-3 kepada pengusaha
lbr ke-4 kepada penerima BKC
lbr ke-5 kepada bendaharawan tujuan
hal | 186
dari pengusaha, menuangkan hasil pemeriksaan pada dokumen PMBKC dan
melakukan penyegelan serta membuat BA Penyegelan. Kemudian PMBKC
lembar ke-1 dijadikan dokumen pelindung BKC.
RANGKUMAN :
hal | 187
kegiatan pemasukan dan pengeluaran di bidang cukai.
Dokumen pelindung pengangkutan yang digunakan terhadap pengangkutan
BKC yang belum dilunasi cukainya baik telah dikemas dalam kemasan untuk
penjualan eceran maupun dalam keadaan curah atau dikemas tidak untuk
penjualan eceran tetap menggunakan dokumen pemasukan dan pengeluaran
sesuai format PMBKC (CK-5).
Dokumen pelindung pengangkutan yang digunakan terhadap pengangkutan
BKC tertentu yang sudah dilunasi di peredaran bebas dilindungi dokumen
CK-6.
LATIHAN :
Untuk menguji pemahaman anda dalam materi bab 2, silahkan anda kerjakan
soal-soal latihan berikut:
1) Jelaskan pengertian mutasi BKC dan untuk apa DJBC mengawasi
pergerakan BKC!
5) Mengapa dalam pergerakan BKC etil alkohol dan MMEA tertentu wajib
dilindungi dengan dokumen CK-6? Jelaskan!
hal | 188
BAB
TATACARA PEMUSNAHAN
DAN PENGOLAHAN KEMBALI BKC 7
Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti pembelajaran ini Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan
mekanisme pemusnahan dan pengolahan kembali BKC
A. Gambaran Umum
hal | 189
Mengacu pada ketentuan pasal 12 Undang-undang Cukai, pengembalian
cukai yang telah dibayar diberikan dalam hal:
1) terdapat kelebihan pembayaran karena kesalahan penghitungan;
2) BKC diekspor;
3) BKC yang mendapat pembebasan cukai
4) BKC yang dibuat di Indonesia diolah kembali di pabrik atau dimusnahkan;
5) pita cukai dikembalikan karena rusak atau tidak terpakai
6) terdapat kelebihan pembayaran sebagai akibat putusan Pengadilan Pajak.
hal | 190
Gambar 7.1
Struktur Tatalaksana Pengolahan Kembali dan Pemusnahan BKC
Kegiatan pengolahan kembali BKC baik yang berasal dari peredaran bebas
maupun yang masih berada di dalam pabrik dilakukan dengan cara:
BKC dipindahkan ke dalam kemasan penjualan eceran yang baru atau
diproduksi ulang untuk menjadi BKC baru.
BKC diproduksi ulang untuk menjadi BKC baru.
hal | 191
dilakukan pada tahun anggaran berjalan atau pada satu tahun anggaran
sebelumnya.
hal | 192
Pemusnahan atau pengolahan kembali BKC yang telah dilekati pita
cukainya yang berasal dari peredaran bebas hanya dapat dilakukan paling
banyak 4 (empat) kali dalam satu tahun anggaran. Apabila pengusaha pabrik
bermaksud melakukan kegiatan pemusnahan atau pengolahan lebih dari empat
kali dalam satu tahun anggaran, maka yang bersangkutan harus mendapatkan
persetujuan tertulis dari Kepala Kantor Wilayah.
a. BKC yang masih berada di dalam Pabrik untuk diolah kembali atau
dimusnahkan di dalam pabrik
hal | 193
dimusnahkan/diolah kembali. Atas pengajuan PBCK-7 ini Kepala Kantor akan
mendisposikan kepada seksi kepabeanan dan cukai untuk dilakukan penelitian.
Apabila permohonan layak untuk diteruskan, maka Kepala Kantor akan
menugaskan pemeriksa untuk melakukan pemeriksaan fisik terhadap BKC yang
dimohonkan pengolahan kembali atau pemusnahan. Output terakhir dari
kegiatan tahap pertama ini adalah diterbitkannya Berita Acara Pemeriksaan BKC
oleh pejabat pemeriksa (BACK-1). Atas BKC yang telah selesai diperiksa
dilakukan pengamanan dengan cara penyegelan.
Gambar 7.2
Flowchart Prosedur Pengolahan Kembali/Pemusnahan BKC
yang Masih Berada di Dalam Pabrik
hal | 194
Selanjutnya tahapan ke-2 dari proses permohonan pengolahan kembali
atau pemusnahan BKC adalah dengan mengajukan berkas PBCK-3 yang telah
dilampiri dengan copy PBCK-7 dan berita acara pemeriksaan atas BKC tersebut.
Kantor Bea dan Cukai melakukan penelitian dan pengadministrasian berkas
dokumen PBCK-3.
hal | 195
persetujuan pengolahan kembali atau pemusnahan diterbitkan oleh Kepala
Kantor Wilayah dan juga pembentukan Tim Pengawas yang terdiri dari paling
banyak dua orang pejabat Kanwil dan paling sedikit tiga orang pejabat dari
KPPBC.
b. BKC yang berasal dari peredaran bebas yang akan diolah kembali atau
dimusnahkan di pabrik
Pengajuan CK-5 paling lambat tanggal 1 bulan keempat sejak batas waktu
pelekatan sesuai ketentuan yang berlaku. Pemasukan kembali BKC dari
peredaran bebas ke dalam pabrik untuk diolah kembali atau dimusnahkan
dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal
CK-5. Apabila jangka waktu 30 hari tersebut tersebut tidak dipenuhi, atas
pengolahan kembali BKC atau pemusnahan tidak diberikan pengembalian cukai.
Apabila tanggal pemasukan jatuh pada hari libur atau yang diliburkan, maka
hal | 196
pemasukan dilakukan pada hari kerja terakhir sebelum hari libur atau yang
diliburkan.
Atas pengajuan CK-5 ini Kepala Kantor akan mendisposikan kepada seksi
kepabeanan dan cukai untuk dilakukan penelitian. Apabila permohonan layak
untuk diteruskan, maka Kepala Kantor akan menugaskan pemeriksa untuk
melakukan pemeriksaan fisik terhadap BKC yang dimohonkan pengolahan
kembali atau pemusnahan. Output terakhir dari kegiatan tahap pertama ini
adalah diterbitkannya Berita Acara Pemeriksaan BKC oleh pejabat pemeriksa
(BACK-1). Atas BKC yang telah selesai diperiksa dilakukan pengamanan
dengan cara penyegelan. BKC selanjutnya akan dikirim ke Pabrik asal dengan
hal | 197
dilindungi CK-5 tembusan. Pengiriman BKC ke pabrik asal selambat-lambatnya
30 hari sejak tanggal pemberitahuan CK-5.
Gambar 7.3
Prosedur Pengolahan Kembali/Pemusnahan BKC
yang Berasal dari Peredaran Bebas
hal | 198
c. BKC yang berasal dari peredaran bebas yang akan dimusnahkan di
Luar Pabrik
hal | 199
Pemberitahuan pemusnahan ini diajukan dengan menggunakan pemberitahuan
mutasi BKC (CK-5).
Gambar 7.4
Prosedur Pemusnahan BKC
di Tempat Pemusnahan di Luar Pabrik
hal | 200
Tahapan pertama dimulai dengan pengajuan berkas permohonan CK-5
dalam rangka pemasukan BKC yang akan dimusnahkan oleh Pengusaha Pabrik
atau kuasanya. Proses ini dapat saja melibatkan dua KPPBC yang berbeda.
Pengajuan permohonan penarikan BKC ke Tempat Pemusnahan di Luar Pabrik
dapat diajukan kepada KPPBC yang terdekat dengan lokasi Tempat
Pemusnahan.
hal | 201
Selanjutnya, Kepala Kantor tempat pemeriksaan BKC menyampaikan
pemberitahuan CK-5 kepada Kepala Kantor pengawasan Pabrik. Sampai disini
tahap pertama kegiatan selesai. Kegiatan berikutnya dapat dilanjutkan pada
tahap kedua, yaitu permohonan pengolahan kembali atau pemusnahan BKC
dengan pengajuan PBCK-3.
hal | 202
BACK-3 lembar asli dan lembar tembusan dikirimkan kepada Kepala Kantor yang
mengawasi pabrik. Berkas BACK-3 dan lampirannya tersebut akan menjadi
dasar diterbitkannya dokumen Tanda Bukti Perusakan Pita Cukai (CK-2) oleh
Kepala Kantor yang mengawasi pabrik.
hal | 203
Pemusnahan atau pengolahan kembali atas BKC yang telah dilunasi
cukainya hanya dapat dilakukan oleh Pengusaha Pabrik dan pelaksanaannya
dibawah pengawasan Pejabat Bea dan Cukai setempat. Untuk melaksanakan
tugas pengawasan tersebut, Kepala Kantor Bea dan Cukai yang mengawasi
pabrik membentuk Tim Pengawas yang beranggotakan Pejabat Bea dan Cukai
dari Kantor setempat. Khusus permohonan pengolahan kembali atau
pemusnahan yang nilainya melebihi Rp. 500.000.000,- Tim Pengawas
beranggotakan pejabat dari Kantor Wilayah dan Kantor Pelayanan Bea dan
Cukai setempat.
hal | 204
Apabila kegiatan pemusnahan BKC akan dilakukan di luar pabrik, maka
Pengusaha Pabrik dapat mengajukan permohonan tertulis kepada Kepala
Kantor setempat. Pemusnahan BKC yang dilakukan di luar pabrik hanya
diberikan untuk BKC dengan nilai cukai sampai dengan Rp. 100.000.000,-
(seratus juta rupiah). Atas permohonan tertulis pengusaha pabrik, Kepala Kantor
memberikan putusannya. Kegiatan pemusnahan BKC di luar pabrik hanya dapat
dilakukan paling banyak 2 (dua) kali dalam satu tahun anggaran. Dalam hal
pemusnahan BKC dilakukan di beberapa tempat pemusnahan secara
bersamaan, maka kegiatan tersebut dihitung sama dengan satu kali pemberian
persetujuan pemusnahan di luar pabrik. Alur proses permohonan pengolahan
kembali dan pemusnahan atas BKC yang pelunasannya dengan cara
pembayaran pada dasarnya sama saja dengan flowchart sederhana yang kami
gambarkan dalam Gambar 7.2 dan 7.4 sebelumnya.
RANGKUMAN :
hal | 205
cukainya belum dilunasi.
Pemusnahan atau pengolahan kembali BKC yang telah dilekati pita cukainya
yang masih berada di dalam pabrik, hanya dapat dilakukan paling banyak 2
(dua) kali dalam satu bulan.
Pemusnahan atau pengolahan kembali BKC yang telah dilekati pita cukainya
yang berasal dari peredaran bebas hanya dapat dilakukan paling banyak 4
(empat) kali dalam satu tahun anggaran.
hal | 206
LATIHAN :
Untuk menguji pemahaman anda dalam materi kegiatan belajar Bab 7, silahkan
anda kerjakan soal-soal latihan berikut:
1) Jelaskan konsep pengolahan kembali dan pemusnahan, dan jelaskan
mengapa atas kegiatan tersebut diberikan pengembalian cukai!
2) Seorang distributor MMEA mengumpulkan produk-produk yang sudah
kadaluwarsa di pasar untuk dikembalikan ke pabrik pembuatnya. Jelaskan
apakah kegiatan tersebut dapat diberikan pengembalian cukai!
3) Jelaskan mekanisme pemusnahan BKC hasil tembakau yang akan
dilakukan di luar pabrik yang dapat diberikan pengembalian cukai!
4) Jelaskan batasan kewenangan pejabat Kepala kantor terkait dengan
pemberian persetujuan pemusnahan atau pengolahan kembali!
5) Jelaskan batasan dan persyaratan pengajuan permohonan pengolahan
kembali dan pemusnahan, untuk masing-masing kategori BKC !
hal | 207
BAB
A. Gambaran Umum
Dari sisi fiskus, kewajiban yang harus dipenuhi oleh DJBC erat kaitannya
dengan tugas pengawasan dan pelayanan terhadap subyek cukai. Dalam rangka
pelayanan di bidang cukai, DJBC berkewajiban memberikan pelayanan yang
baik, memberikan fasilitas dan kemudahan di bidang cukai sesuai ketentuan,
memungut cukai dan penerimaan terkait cukai lannya, dan sebagainya. Dalam
hal | 208
rangka pengawasan dibidang cukai, DJBC berkewajiban melakukan pengawasan
terhadap kegiatan mutasi BKC, pencacahan BKC tertentu, dan sebagainya.
Disamping kewajiban tersebut, pejabat Bea dan Cukai diberikan hak oleh
Undang-undang Cukai untuk melaksanakan seluruh ketentuan yang diatur dalam
Undang-undang cukai. Hak yang diberikan kepada pejabat Bea dan Cukai
terwujud dalam bentuk kewenangan pengawasan terhadap BKC dan barang lain
yang terkait dengannya, maupun para pengusaha atau orang yang terlibat
didalam ketentuan Undang-undang Cukai.
B. Kewenangan Umum
hal | 209
referensi Undang-undang Cukai dapat juga dimaknai sebagai kewenangan
administratif di bidang cukai.
Sifat kewenangan umum ini dapat melekat kepada siapa saja pejabat
Bea dan Cukai yang sedang menjalankan tugas. Untuk melaksanakan
kewenangan yang bersifat umum, seorang pejabat Bea dan Cukai harus
berdasarkan Surat Perintah Penindakan dari Direktur Jenderal Bea dan Cukai,
Kepala Kantor atau Pejabat yang ditunjuk untuk menangani pengawasan. Surat
Perintah Penindakan paling sedikit memuat:
Nama pejabat Bea dan Cukai yang diperintahkan;
Alasan dan tujuan penindakan;
Jangka waktu berlakunya surat perintah penindakan;
Kewajiban membuat laporan hasil penindakan.
hal | 210
2) Kewenangan untuk mengambil tindakan berupa tidak melayani pemesanan
pita cukai (CK-1/CK-1A) atau tanda pelunasan cukai lainnya;
3) Kewenangan untuk menegah BKC, barang lain yang terkait dengan BKC
dan juga sarana pengakut yang terkait dengan BKC;
4) Kewenganan pemeriksaan terhadap pabrik, tempat penyimpanan, tempat-
tempat lainnya dan bangunan;
5) Kewenangan audit di bidang cukai terhadap pengusaha BKC dan
pengusaha penerima fasilitas cukai;
6) Kewenangan untuk melakukan penyegelan yang diperlukan terhadap
bagian-bagian dari pabrik, tempat penyimpanan, tempat usaha importir,
tempat usaha penyalur, tempat penjualan eceran, tempat lain, atau sarana
pengangkut yang didalamnya terdapat BKC.
hal | 211
dilengkapi dengan senjata api serta dapat meminta bantuan Kepolisian RI,
Tentara Nasional Indonesia dan instansi terkait lainnya.
Dalam kegiatan penindakan cukai terhadap BKC atau barang lain yang
dibawa oleh sarana pengangkut maka tindakan penghentian, pemeriksaan,
penegahan hingga penyegelan, merupakan tindakan yang berkesinambungan
dan tidak boleh terputus. Setelah melakukan tindakan penghentian, maka
pejabat Bea dan Cukai harus segera melanjutkan dengan tindakan pemeriksaan
terhadap BKC atau barang lain yang dibawa oleh sarana pengangkut tersebut.
Kemudian harus segera diputuskan, apakah akan dilakukan penegahan atau
tidak terhadap BKC/barang lain/sarana pengangkut tersebut.
Penghentian
Pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk menghentikan BKC dan sarana
pengangkut dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC yang berada dalam
sarana pengangkut. Tindakan penghentian harus dilakukan secara selektif
berdasarkan adanya informasi adanya dugaan pelanggaran peraturan
perundang-undangan dibidang cukai.
hal | 212
isyarat lainnya yang lazim digunakan. Atas perintah penghentian terhadap
orang dan/atau pengangkut tersebut, maka yang bersangkutan wajib berhenti
dan bagi yang menggunakan sarana pengangkut wajib menghentikan sarana
pengangkutnya atau menghentikan kegiatan mengangkutnya. Kemudian
pengangkut diminta untuk menunjukkan dokumen cukai dan/atau pelengkap
cukai yang diwajibkan.
Disisi lain Pejabat Bea dan Cukai yang melaksanakan kegiatan ini wajib
menunjukkan Surat Perintah Penindakan dan juga identitas yang jelas sebagai
pejabat Bea dan Cukai. Tindakan selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan
terhadap BKC atau barang lain atau sarana pengangkut yang dihentikan.
Pemeriksaan
1) Sarana pengangkut, BKC, dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC
yang berada disarana pengangkut.
hal | 213
2) BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC yang berada disarana
pengangkut.
3) Memerintahkan kepada pengangkut untuk membuka pengemas BKC
dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC.
4) Meminta keterangan baik kepada pengusaha pabrik maupun karyawan
perusahaan atau orang yang menguasai sarana pengangkut, BKC atau
barang lain yang terkait.
Dalam hal perintah Pejabat Bea dan Cukai tidak dipenuhi, pejabat Bea dan
Cukai dapat membuka sendiri:
1) Sarana pengangkut yang digunakan mengangkut BKC yang dipakai di
darat, di udara maupun yang dipakai di air dan orang pribadi yang
membawa BKC atau barang lain yang terkait.
2) Pengemas BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC.
Atas pemeriksaan dimaksud dibuatkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Khusus terhadap sarana pengangkut yang telah disegel oleh Dinas Pos
atau Penegak hukum lain, maka pemeriksaan tidak bisa dilakukan secara
sepihak oleh pejabat Bea dan Cukai. Pemeriksaan hanya dapat dilakukan
pembukaan segel dan diperiksa bersama-sama dengan dinas pos atau penegak
hukum lain yang menyegel BKC/Tempat tersebut.
hal | 214
dengan BKC yang berada di sarana pengangkut diizinkan untuk meneruskan
perjalanan.
2) Dalam hal hasil pemeriksaan menunjukkan adanya pelanggaran di bidang
cukai, Pejabat Bea dan Cukai berwenang menegah sarana pengangkut,
BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC yang berada di sarana
pengangkut.
3) Dalam hal hasil pemeriksaan terhadap sarana pengangkut menunjukkan
adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang cukai, sarana
pengangkut berikut BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC yang
dibawa, diserahkan kepada Penyidik Pegawai Negeri Sipil DJBC.
hal | 215
Dalam hal pengusaha atau orang mengusai pabrik, tempat penyimpanan,
bangunan atau tempat lain tidak bersedia atau menghalangi pemeriksaan, maka
pejabat Bea dan Cukai berwenang untuk membuka dan melakukan pemeriksaan
sendiri. Pemeriksaan sendiri tersebut haruslah disaksikan oleh pengusaha atau
orang yang menguasai, atau ketua RT/RW, atau aparatur dilingkungan sekitar
pabrik, tempat penyimpanan, bangunan atau tempat lain yang dilakukan
pemeriksaan.
Apabila didapati adanya pelanggaran dibidang cukai dan lokasi pabrik dan
BKC tidak mungkin dilakukan pengawasan terus-menerus oleh pejabat Bea dan
Cukai, maka dapat dilakukan penyegelan atas bangunan atau tempat-tempat
atau bagian-bagian lain yang terhadapnya dilakukan pemeriksaan.
Penegahan
1) Sarana pengangkut, BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC
yang berada dalam sarana pengangkut; atau
2) BKC dan/atau barang lain yang terkait dengan BKC yang berada di pabrik,
tempat penyimpanan, tempat usaha penyalur, TPE dan tempat-tempat
bedasarkan dugaan adanya pelanggaran atau adanya pelanggaran terhadap
peraturan perundang-undangan dibidang cukai.
hal | 216
penegahan. Kemudian, penyelesaian atas tindakan penegahan dapat dilakukan
dengan cara-cara antara lain:
1) Menerbitkan STCK.1 penagihan dan pengenaan denda.
2) Menyerahkan kepada PPNS jika diduga merupakan tindak pidana cukai
3) Menyerahkan kepada penyidik umum jika hal tersebut adalah tindak pidana
selain tindak pidana cukai;
4) Melepaskan sarana pengangkut/BKC atau barang lain jika dalam penegahan
dan pemeriksaan tidak ditemukan adanya pelanggaran.
Penyegelan
Penyegelan adalah tindakan yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai
untuk mengunci, menyegel, dan/atau melekatkan tanda pengaman. Hal ini
dilakukan untuk menjamin pengawasan yang lebih baik dalam rangka
pengamanan keuangan negara.
hal | 217
Pada dasarnya tindakan penyegelan merupakan tindakan alternatif apabila
dipandang diperlukan. Alasan-alasan yang dapat menjadi dasar dilakukan
tindakan penyegelan adalah:
Berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan adanya pelanggaran saat
pemeriksaan sarana pengangkut, BKC dan/atau barang lain yang terkait;
Berdasarkan hasil pemeriksaan adanya pelanggaran saat pemeriksaan di
pabrik, bangunan atau tempat, BKC dan/atau barang lain yang terkait;
Untuk menjamin laporan keuangan, buku, catatan dan dokumen lain
yang berkaitan dengan usaha, termasuk data elektronik serta surat yang
berkaitan dengan kegiatan dibidang cukai dan barang yang penting agar
tidak dihilangkan, tidak berubah atau tidak dipindahkan sampai dengan
pemeriksaan dan/atau tindakan dilanjutkan;
Tidak dimungkinkan untuk dilakukan pengawasan terus menerus oleh
pejabat Bea dan Cukai;
Diperlukan pengamanan atas BKC yang belum dilunasi cukainya, yang
belum dipungut cukainya, dan/atau yang mendapat pembebasan cukai; atau
Adanya dugaan pelanggaran terhadap ketentuan peraturan perundang-
undangan dibidang cukai.
Untuk setiap tindakan penyegelan yang dilakukan oleh pejabat Bea dan
Cukai wajib dibuatkan Berita Acara Penyegelan yang ditandatangani oleh
Pejabat Bea dan Cukai dan pengusaha/pengangkut, atau pihak yang menguasai
bangunan, sarana pengangkut, BKC atau barang lainnya yang terkait dengan
BKC, pada saat dilakukan penyegelan. Berita acara penyegelan paling sedikit
memuat:
Nomor dan jenis kunci, segel atau tanda pengaman;
Waktu penyegelan atau pelekatan tanda pengaman;
Jumlah dan objek yang dilakukan penyegelan;
Alasan penyegelan, segel atau tanda pengaman; dan
Nama,NIP, dan tanda tangan pejabat Bea dan Cukai yang melakukan
penyegelan kunci, segel atau tanda pengaman.
hal | 218
Kunci, segel, atau tanda pengaman yang telah dipasang tidak boleh dibuka,
dilepas, dirusak, atau dilakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga kunci,
segel, atau tanda pengaman tidak berfungsi sebagaimana mestinya, tanpa
izin Pejabat Bea dan Cukai
Atas bangunan, bagian dari bangunan, atau tempat lain yang disegel, tidak
boleh dimasuki, melakukan kegiatan di dalamnya, atau memindahkan
barang-barang yang ada di dalamnya.
Setiap tindakan yang menyangkut pembukaan segel atau memasuki
bangunan secara tidak sah, dapat dinyatakan sebagai tindakan perusakan
segel;
Orang yang memiliki atau yang menguasai objek penyegelan bertanggung
jawab atas keutuhan kunci, segel, atau tanda pengaman lain sampai dengan
berakhirnya penyegelan.
hal | 219
pengusaha pabrik atau importir BKC diduga melakukan pelanggaran pidana.
Hal ini harus dibuktikan dengan adanya surat bukti penindakan atau adanya
rekomendasi dari unit penindakan atau penyidikan DJBC;
pengusaha pabrik atau importir yang mendapat penundaan pembayaran
cukai yang mempertaruhkan jaminan, tidak menyelesaikan pembayaran
cukai sampai dengan jatuh tempo;
pengusaha pabrik atau importir BKC tidak menyelesaikan utang cukai,
kekurangan cukai dan sanksi administrasi berupa denda sampai dengan
jatuh tempo pembayaran;
pengusaha pabrik atau importir BKC tidak membayar biaya pengganti
pencetakan pita cukai dalam jangka waktu yang ditentukan (paling lama 30
hari sejak diterima surat tagihan).
hal | 220
4. Kewenangan Audit di Bidang Cukai
Pelaksanaan audit di bidang cukai dilaksanakan oleh Tim Audit yang terdiri
dari: Pengawas Mutu audit (PMA), Pengendali teknis Audit (PTA), Ketua Auditor
dan anggota minimal sebanyak satu Auditor. Jenis audit di bidang cukai
dibedakan menjadi tiga kategori, yaitu:
1) Audit umum, yaitu audit yang memiliki ruang lingkup menyeluruh terhadap
pemenuhan kewajiban cukai.
2) Audit khusus, yaitu audit yang memiliki ruang lingkup pemeriksaan tertentu
terhadap pemenuhan kewajiban tertentu.
3) Audit Investigasi, yaitu audit yang dilakukan untuk menyelidiki dugaan tindak
pidana dibidang cukai.
hal | 221
usaha, termasuk data elektronik serta surat yang berkaitan dengan kegiatan
di bidang cukai;
meminta keterangan lisan dan/atau tertulis kepada pengusaha pabrik,
pengusaha tempat penyimpanan, importir BKC, penyalur, pengguna BKC
yang mendapatkan fasilitas pembebasan cukai, dan/atau pihak lain yang
terkait;
memasuki bangunan atau ruangan tempat untuk menyimpan. laporan
keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar
pembukuan, dan dokumen lain yang berkaitan dengan kegiatan usaha,
termasuk sarana/media penyimpan data elektronik, pita cukai atau tanda
pelunasan cukai lainnya, sediaan barang, dan/atau barang yang dapat
memberi petunjuk tentang keadaan kegiatan usaha dan/atau tempat lain
yang dianggap penting, serta melakukan pemeriksaan di tempat tersebut;
melakukan tindakan pengamanan yang dipandang perlu terhadap bangunan
atau ruangan penyimpanan.
hal | 222
3) Paling sedikit dilengkapi dengan laporan kejadian/laporan polisi,
pemeriksaan dan/atau permintaan keterangan awal yang dituangkan dalam
berita acara, dan kesimpulan pemeriksaan.
Atas penyerahan perkara kepada DJBC tersebut, pejabat Bea dan Cukai
yang menerima berkas penyerahan tersebut melakukan penelitian. Hasil
penelitian dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Apabila tidak ditemukan adanya dugaan pelanggaran pidana, maka pejabat
Bea dan Cukai menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penolakan
kepada penegak hukum lain yang melakukan penindakan dibidang cukai
serta alasan penolakan. Tembusan surat penolakan disampaikan kepada
Direktur Jenderal sebagai laporan.
Apabila ditemukan adanya dugaan pelanggaran, pejabat Bea dan Cukai
menindak lanjuti dengan menerima penyerahan dugaan pelanggaran yang
yang ditemukan penegak hukum lain disertai barang hasil penindakan, alat
bukti terkait dan orang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut.
Terhadap penyerahan berkas perkara di bidang cukai harus dibuatkan berita
acara serah terima.
C. Kewenangan Khusus
hal | 223
1. Kewenangan Khusus Direktur Jenderal
Untuk menjadi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) maka pejabat Bea
dan Cukai harus memenuhi syarat telah mengikuti pendidikan PPNS dan lulus
serta mempunyai sertifikat/tanda lulus pada Diklat PPNS tersebut. Diklat PPNS
diselenggarakan oleh unsur pembina penyidik yaitu Kepolisian RI. Untuk
hal | 224
menjalankan kewenangan penyidikan, seorang pejabat Bea dan Cukai terlebih
dahulu harus diangkat sebagai penyidik berdasarkan Undang-undang nomor 8
Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
hal | 225
Pada dasarnya penyidik dianggap ”mulai melakukan penyidikan”, jika
dalam kegiatan yang dilakukan telah menggunakan tindakan upaya paksa dari
penyidik, seperti pemanggilan ”Untuk Keadilan”, pemeriksaan, penggeledahan,
penyitaan dan sebagainya. Untuk memulai proses penyidikan, penyidik
seyogyanya telah memiliki minimal dua alat bukti yang sah. Penyidik Bea dan
cukai memberitahukan dimulainya penyidikan langsung kepada penuntut umum
(jaksa) dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Dimulainya Proses
penyidikan (SPDP). Penyampaian SPDP ini harus dilampiri dengan laporan
kejadian, resume berita acara pemeriksaan saksi, tersangka, berita acara
penggeledahan, dan sebagainya.
a. Penindakan
hal | 226
pelaku tindak pidana atau tidak memenuhi panggilan secara syah dua kali
berturut-turut. Penangkapan dapat dilakukan paling lama satu hari. Segera
setelah penangkapan agar diadakan pemeriksaan untuk memperoleh hasil
apakah penangkapan tersebut akan dilanjutkan dengan penahanan atau
tidak. Penahanan dilakukan karena adanya dugaan kuat atau kekhawatiran
bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang
bukti atau mengulangi tindak pidana. Perintah penahanan oleh penyidik
hanya paling lama 20 hari, tetapi apabila diperlukan dapat diperpanjang
paling lama 40 hari.
3) Penggeledahan
Pelaksanaan penggeledaan harus dilakukan berdasarkan surat Perintah
Penggeledahan yang didasari; Laporan kejadian, hasil pemeriksaan
tersangka dan/atau saksi dan pengembangan hasil pemeriksaan tersangka
atau saksi. Penggeledahan rumah hanya dapat dilakukan setelah izin Ketua
Pengadilan Negeri setempat, kecuali dalam keadaan yang sangat perlu dan
terdesak. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan penggeledahan
rumah disamping izin Ketua Pengadilan dan surat perintah penggeledahan
juga harus disaksikan oleh aparat pemerintah setempat bersama 2 orang
saksi dari lingkungan yang bersangkutan bila penghuni tidak menyetujui.
4) Penyitaaan
Penyitaan dilakkan dengan surat perintah penyitaan dan telah mendapat izin
khusus dari ketua pengadilan negeri. Dalam keadaan sangat perlu dan
memerlukan tindakan segera, penyitaan dapat dilakukan tanpa izin dari
ketua pengadilan negeri tetapi terbatas pada benda-benda bergerak dan
sesudahnya segera melaporkan kepada Ketua pengadilan negeri setempat.
b. Pemeriksaan
hal | 227
pemeriksaan adalah penyidik. Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap tersangka
dan saksi-saksi/ahli.
hal | 228
RANGKUMAN :
hal | 229
dengan pembetulan, pengurangan atau penghapusan sanksi
administrasi atau surat keputusan keberatan;
b) Kewenangan khusus pejabat Bea dan cukai yang diangkat sebagai PPNS
Bea dan Cukai, untuk melaksanakan kewenagan penyidikan.
LATIHAN :
hal | 230
BAB
1. Gambaran Umum
Salah satu prinsip yang dianut di dalam Undang-
undang Nomor 11 Tahun 1995 sebagaimana telah
diubah dengan Undang Undang Nomor 39 Tahun
1995 tentang Cukai adalah prinsip keadilan dalam
keseimbangan yang mengandung makna bahwa
kewajiban cukai hanya dibebankan kepada orang-
orang yang memang seharusnya diwajibkan untuk itu
dan semua pihak yang terkait diperlakukan dengan cara yang sama dalam hal
dan kondisi yang sama pula. Apabila wajib cukai merasa tidak diperlakukan
secara adil maka yang bersangkutan dapat menempuh cara-cara yang dapat
memberikan rasa keadilan tersebut. Dalam hal ini Undang-undang Cukai telah
memberikan sarana tersebut dalam bentuk mekanisme keberatan kepada DJBC
serta pengajuan banding dan gugatan kepada Lembaga Pengadilan yang
bersifat independen.
hal | 231
pelaksanaan keberatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Direktur Jenderal
Nomor P-28/BC/2009 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan
di Bidang Cukai sebagaimana telah diubah dengan P-36/BC2010.
Obyek yang dapat diajukan keberatan adalah penetapan pejabat Bea dan
Cukai yang meliputi:
1) penetapan yang mengakibatkan kekurangan cukai; dan/atau
2) penetapan yang mengakibatkan pengenaan sanksi administrasi denda.
hal | 232
2) Kepala Kantor Wilayah untuk dan atas nama Dirjend Bea dan Cukai
membuat dan menandatangani keputusan keberatan, dalam hal keberatan
diajukan atas penetapan pejabat bea dan cukai selain yang disebabkan
adanya Laporan Hasil Audit;
3) Kepala Kantor Pelayanan Utama (Kepala KPU) Bea dan Cukai untuk dan
atas nama Dirjend Bea dan Cukai membuat dan menandatangani keputusan
keberatan, dalam hal keberatan diajukan atas penetapan pejabat bea dan
cukai di KPU selain yang disebabkan adanya Laporan Hasil Audit; dan
4) Kepala KPPBC untuk dan atas nama Dirjend Bea dan Cukai membuat dan
menandatangani keputusan penolakan keberatan, dalam hal pengajuan
keberatan melewati jangka waktu yang ditetapkan.
hal | 233
diliburkan atau bukan hari kerja, batas akhir pengajuan permohonan adalah
pada hari kerja sebelum liburan.
5) Permohonan keberatan harus memuat alasan dan bukti yang jelas
mengenai:
Jenis keberatan misalnya keberatan terhadap kekurangan cukai dan/atau
sanksi administrasi berupa denda;
Argumentasi atau alasan pengajuan keberatan; dan
Data dan/atau bukti lain yang mendukung pengajuan keberatan.
6) Dalam hal keberatan berkaitan dengan lebih dari satu jenis penetapan, maka
berkas lampiran permohonan dibuat dan dilengkapi untuk masing-masing
jenis penetapan tersebut dan masing-masing diajukan dalam satu
permohonan keberatan.
Persyaratan jaminan
Jaminan bank adalah garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh
bank, yang mewajibkan pihak bank membayar kepada pihak yang menerima
garansi apabila pihak yang dijamin cidera janji (wanprestasi). Excise bond adalah
sertifikat jaminan yang diterbitkan oleh surety (penjamin) yang memberikan
jaminan pembayaran kewajiban cukai kepada obligee (penerima jaminan) dalam
hal principal (pihak terjamin) gagal memenuhi pembayaran kewajiban cukai
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jaminan
perusahaan adalah surat pernyataan tertulis dari pengusaha yang berisi
hal | 234
kesanggupan untuk membayar seluruh utang cukainya kepada Direktur Jenderal
atau pejabat bea dan cukai yang ditunjuk sehubungan dengan penundaan dalam
jangka waktu yang ditentukan dengan menjaminkan seluruh aset
perusahaannya.
Dirjend Bea dan Cukai atau pejabat yang mendapat peimpahan wewenang
harus memberikan keputusannya dalam jangka waktu selambat-lambatnya 60
(enam puluh) hari sejak tanggal berkas keberatan diterima secara lengkap dan
benar. Sebelum keputusan diterbitkan, pihak yang mengajukan keberatan dapat
menyampaikan alasan, penjelasan tambahan, atau bukti pendukung lain secara
tertulis kepada Direktur Jenderal. Sebaliknya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
apabila diperlukan, dapat meminta bukti dan/atau data lain yang diperlukan untuk
memutuskan keberatan kepada pihak yang mengajukan keberatan atau pihak yang
terkait. Dalam hal data yang diperlukan tidak lengkap, DIrektur Jenderal
memberikan keputusan berdasarkan data yang telah ada.
hal | 235
Direktur Jenderal Bea dan Cukai tidak menerbitkan keputusan, keberatan
dianggap diterima dan jaminan dicairkan. Pihak yang mengajukan keberatan dapat
menanyakan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai apabila
sampai dengan 70 (tujuh puluh) dari sejak batas keberatan diterima secara
lengkap dan benar oleh Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai, keputusan atas
keberatan belum diterima. Atas pertanyaan tersebut Direktur Jenderal wajib
menyampaikan penjelasan secara tertulis tentang penyelesaian keberatan yang
bersangkutan.
B. Pengajuan Banding
hal | 236
2. Persyaratan Administrasi Banding
Keputusan pejabat Bea dan Cukai yang menolak keberatan yang diajukan
pemohon dapat diajukan upaya hukum lanjutan berupa banding ke pengadilan
pajak. Untuk mengajukan banding maka pemohon harus memenuhi persyaratan
administrasi yang ditentukan. Kelengkapan syarat administrasi ini sangat
menentukan diterima atau tidaknya permohonan banding yang bersangkutan.
Adapun persyaratan administrasi yang harus dilengkapi dalam pengajuan
permohonan banding, antara lain:
1) Jangka waktu masih dalam 60 hari sejak putusan keberatan yang ditetapkan
oleh Dirjend Bea dan Cukai saat pengajuan banding.
2) Melunasi pajak 50% dari yang disengketakan.
3) Permohonan banding diajukan dalam bahasa Indonesia.
4) Terhadap satu keputusan diajukan satu surat banding.
5) Pada surat banding dilampirkan salinan keputusan yang dibanding.
hal | 237
ditentukan lain oleh atasan pejabat yang bersangkutan atau pengadilan.
Ketentuan ini agak berbeda dengan ketentuan jaminan yang wajib
dipersyaratkan dalam mekanisme keberatan di bidang cukai yang mewajibkan
untuk menjamin tagihan cukai dan/atau sanksi denda sebesar 100%.
Putusan pengadilan pajak atas perkara banding bersifat final dan tetap,
artinya bahwa putusan tersebut konsekuensinya langsung dapat dieksekusi. Sifat
pengadilannya adalah pengadilan pertama dan terakhir, artinya tidak ada kasasi
dalam pengadilan pajak.
hal | 238
Dalam undang-undang pengadilan pajak, pemohon keadilan tidak
diberikan kesempatan untuk mengajukan kasasi. Dasar pertimbangannya adalah
untuk menjamin kepastian keuangan negara yang setiap tahunnya ditentukan
dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Apabila sengketa pajak
dikasas, maka hal ini akan memakan waktu lama, sehingga tidak ada kepastian
penerimaan negara dalam satu tahun anggaran tersebut. Walaupun demikian,
bagi pencari keadilan dibidang perpajakan masih mempunyai hak atau
kesempatan untuk menempuh jalur peninjauan kembali (PK) dengan syarat
ditemukan adanya bukti baru yang bersifat menentukan.
C. Pengajuan Gugatan
hal | 239
7) Pencabutan izin NPPBKC
8) Izin NPPBKC dipindahtangankan, dikuasakan, dan/atau dikerjasamakan
dengan orang/pihak lain tanpa persetujuan Menteri.
- Gugatan diajukan oleh subyek pajak atas penetapan pajak yang tidak
berakibat pada kekurangan cukai dan/atau sanksi denda. Atas penetapan
pejabat bea dan cukai yang dapat digugat, tidak perlu melewati mekanisme
keberatan terlebih dahulu, tapi dapat langsung diajukan kepada pengadilan
pajak.
hal | 240
tersebut, perpanjangan jangka waktu adalah 14 (empat belas) hari terhitung
sejak berakhirnya keadaan di luar kekuasaan penggugat.
hal | 241
RANGKUMAN :
Orang yang berkeberatan atas penetapan pejabat bea dan cukai dalam
penegakan Undang-undang Cukai, yang mengakibatkan kekurangan cukai
dan/atau sanksi administrasi berupa denda, dapat mengajukan keberatan
secara tertulis kepada Direktur Jenderal dalam jangka waktu 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal diterimanya surat tagihan dengan menyerahkan
jaminan sebesar kekurangan cukai dan/atau sanksi administrasi berupa
denda yang ditetapkan”.
2) Kepala Kantor Wilayah untuk dan atas nama Dirjend Bea dan Cukai
membuat dan menandatangani keputusan keberatan, dalam hal
keberatan diajukan atas penetapan pejabat bea dan cukai selain yang
disebabkan adanya Laporan Hasil Audit;
3) Kepala Kantor Pelayanan Utama (Kepala KPU) Bea dan Cukai untuk dan
atas nama Dirjend Bea dan Cukai membuat dan menandatangani
keputusan keberatan, dalam hal keberatan diajukan atas penetapan
pejabat bea dan cukai di KPU selain yang disebabkan adanya Laporan
Hasil Audit; dan
4) Kepala KPPBC untuk dan atas nama Dirjend Bea dan Cukai membuat
hal | 242
dan menandatangani keputusan penolakan keberatan, dalam hal
pengajuan keberatan melewati jangka waktu yang ditetapkan.
Banding adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau
penanggung pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan banding,
berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakaan yang berlaku.
a) Menolak banding
b) Mengabulkan sebagian
c) Mengabulkan seluruhnya
d) Menambah pajak yang harus dibayar
e) Tidak dapat diterima (tidak tergolong sengketa pajak)
hal | 243
LATIHAN :
Latihan
1) Apa yang dimaksud dengan keberatan di bidang cukai, Jelaskan!
2) Apa perbedaan antara keberatan di bidang cukai dengan keberatan di
bidang kepabeanan? jelaskan!
3) Jelaskan konsep banding berdasarkan Undang-undang Peradilan Pajak!
Apa yang berbeda dengan Undang-undang Cukai? Jelaskan!
4) Jelaskan perbedaan banding dengan gugatan!
5) Jelaskan mekanisme pengajuan keberatan dan banding di bidang cukai!
hal | 244
PENUTUP
Tanpa usaha yang sungguh-sungguh dan tekad yang kuat, saya yakin
anda akan sulit memahami dan memiliki ketrampilan teknis cukai dengan baik.
Kata kunci yang dapat saya berikan sebagai tips untuk memahami pelajaran
teknis cukai secara efektif adalah “belajar secara menyeluruh”. Jangan anda
belajar hanya untuk keperluan praktis saja, tapi pelajari secara menyeluruh
konsep-konsep yang ada. Dengan mempelajarai bahan ajar teknis cukai ini
diharapkan anda mendapatkan gambaran yang utuh mengenai kegiatan-kegiatan
yang ada di bidang cukai. Gambaran dan pemahaman yang tepat mengenai
tatalaksana teknis cukai akan membawa anda menjadi seorang calon pelaksana
pemeriksa yang profesional dan berkompeten dalam ruang lingkup tugas di
bidang cukai.
Longlife Learning.
hal | 245
GLOSARIUM
CSCK: Buku catatan sediaan di bidang cukai yang wajib diselenggarakan oleh
Wajib Cukai skala kecil atau yang tidak bersatatus sebagai Pengusaha
Kena pajak
Excise bond: jaminan di bidang cukai yang diberikan oleh perusahaan asuransi
PBCK: Format pemberitahuan di bidang cukai yang wajib diajukan oleh
Pengusaha BKC dalam rangka tujuan tertentu, antara lain: penggunaan
bahan baku berupa BKC lainnya (PBCK-1), pemberitahuan pengolahan
kembali atau pemusnahan BKC
Preventif: upaya pencegahan
Presumptio justal causa: artinya bahwa penetapan pejabat pajak selalu
dianggap benar sebelum ditentukan lain oleh atasan pejabat yang
bersangkutan atau pengadilan.
LACK: Format Laporan di bidang cukai yang wajib dibuat oleh perusahaan
pengguna fasilitas dibidang cukai (LACK-1 s.d. LACK-9) dan juga yang
dibuat oleh Kantor Bea dan Cukai (LACK-10)
ledger: kumpulan catatan hasil klasifikasi transaksi keuangan sebagai dasar
pembuatan laporan keuangan
Lex spesialis derogat lex generalis: yang artinya bahwa ketentuan khusus
dapat menyampingkan ketentuan dalam UU yang bersifat umum.
Stuffing: proses pemuatan barang ke dalam kontainer
Selectivity in coverage : adanya pemilihan cakupan obyek secara terbatas atau
selektif
Supply price : harga penawaran produsen
hal | 246
Vermoden van rechtmatig heid: artinya bahwa penetapan pejabat pajak selalu
dianggap benar sebelum ditentukan lain oleh atasan pejabat yang
bersangkutan atau pengadilan.
hal | 247
DAFTAR PUSTAKA
Surono (2009). Modul Teknis Cukai untuk DTSD Kepabeanan dan Cukai
Perpajakan, Jakarta: Pusdiklat Bea dan Cukai,.
Peraturan:
hal | 248
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.04/2008 jo. PMK nomor
191/PMK.4/2010 tentang Tatacara Pemberian, Pembekuan dan
Pencabutan NPPBKC untuk Pengusaha Pabrik dan Importir Hasil
Tembakau
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 201/PMK.04/2008 tentang Tatacara
Pemberian, Pembekuan dan Pencabutan NPPBKC untuk Pengusaha
Pabrik, Importir, Penyalur dan Pengusaha Tempat penjualan Eceran
MMEA
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.04/2008 tentang Tatacara
Pemberian, Pembekuan dan Pencabutan NPPBKC untuk Pengusaha
Pabrik, IPengusaha Tempat Penyimpanan, Importirr dan Pengusaha
Tempat penjualan Eceran Etil Alkohol
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237/PMK.04/2009 tentang Tidak Dipungut
Cukai
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 235/PMK.04/2009 tentang Penimbunan,
Pemasukan, Pengeluaran, dan Pengangkutan BKC
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 238/PMK.04/2009 tentang Tatacara
Penghentian, Pemeriksaan, Penegahan, Penyegelan, Tindakan Berupa
Tidak Melayani Pemesanan Pita Cukai Atau Tanda Pelunasan Cukai
Lainnya dan Bentuk Surat Perintah Penindakan
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 62/PMK.04/2010 tentang Tarif Cukai Etil
Alkohol, MMEA dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 179/PMK.04/2012 tentang Tarif Cukai Hasil
Tembakau
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 109/PMK.04/2012 tentang Tatacara
Pembebasan Cukai
hal | 249
BIODATA PENULIS
Nama : Surono
Alamat korespondensi : Jl. Kampung Pluis No.52, RT.04/05, Grogol Utara,
Kebayoran lama, Jakarta Selatan
Unit Instansi : Pusdiklat Bea dan Cukai
Telp./Faks : 021-47862387
HP : 081212173686
E-mail : mr.surono@gmail.com
Riwayat Pendidikan
Tahun
Perguruan Tinggi Bidang Spesialisasi
Lulus
Volume
Tahun Nama Status
Nama Judul artikel dan
terbit berkala akreditasi
halaman
Majalah 2011 Potensi Kerjasama Diklat Edukasi Edisi -
BPPK : Mewujudkan Mimpi Keuangan 6/2011
Menjadi Center of Excellence
hal | 250
Majalah 2011 Kementerian Keuangan: 65 Edukasi Edisi -
tahun Menapak Sejarah Keuangan 8/2011
Keuangan Bangsa", pada
Majalah Edukasi Keuangan
Majalah 2011 Sertifikasi Widyaiswara: Edukasi Edisi -
Suatu Upaya untuk Keuangan 9/2011
Menjamin Kualitas
Penyelenggaraan Diklat
Majalah 2012 Memaknai Suatu Perubahan Edukasi Edisi -
Keuangan 10/2012
hal | 251
Website 16 Mei Fasilitas Fiskal atas Impor Artikel Edisi Mei -
Pusdiklat 2012 Mesin, Barang dan Bahan Web 2012
BC Dalam Rangka Penanaman
Modal
hal | 252
Modul Prinsip Dasar Cukai untuk 2011 Pusdiklat BC -
DTSS Cukai Lanjutan
Modul Perizinan Cukai untuk DTSS 2011 Pusdiklat BC -
Cukai Lanjutan
Modul Penetapan Tarif dan Harga 2011 Pusdiklat BC -
Dasar BKC untuk DTSS Cukai
Lanjutan
Modul Pelunasan Cukai untuk 2011 Pusdiklat BC -
DTSS Cukai Lanjutan
Modul Fasilitas Cukai untuk DTSS 2011 Pusdiklat BC -
Cukai Lanjutan
Modul Teknis Cukai II untuk 2011 STAN -
Program Diploma III
hal | 253