Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Penelitian Sejenis

Terdapat beberapa penelitian sejenis yang telah dilakukan sebelumnya

oleh mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Atma Jaya

Yogyakarta. Penelitian-penelitian tersebut selanjutnya dapat digunakan sebagai

pembanding dalam pelaksanaan Tugas Akhir ini. Penelitian-penelitian tersebut

adalah sebagai berikut.

2.1.1. Perencanaan landas pacu dan tebal perkerasan fleksibel landas pacu

bandar udara Waioti Maumere oleh Yosef Norbertus T. Muda

Data informasi bandar udara Waioti Maumere adalah sebagai berikut.

a. Kode IATA/kode ICAO : MOF/WATC.

b. Nama bandar udara : Waioti.

c. Kabupaten/kota/provinsi : Sikka/Maumere/Nusa Tenggara

Timur.

d. Kelas : III/B.

e. Kemampuan : B-737, DC-9, F-100, F-28, ATR-

42.

f. Lokasi (koordinat ARP) : 08 38 25.4 S-122 15 24.8 E.

g. Elevasi : 35 m.

h. Jarak dari kota : 3 km dari Maumere.

i. Transportasi ke bandara : Mobil CATER.

7
8

j. Pelayanan LLU : AFIS.

k. Fasilitas sisi udara :

k.1. Landas pacu (runway) :

1. Dimensi : 1.850 m x 30 m.

2. Azimuth : 05-23.

3. Elevasi : 35 m.

4. Permukaan : Asphalt hotmix.

5. Kekuatan (PCN) : 18 FCYT.

k.2. Landas hubung (taxiway) :

1. Dimensi TWY A : 97 m x 23 m.

2. Dimensi TWY B : 97 m x 23 m.

3. Dimensi TWY C : 97 m x 23 m.

4. Permukaan : Asphalt hotmix.

5. Kekuatan (PCN) : 18 FCYT.

k.3. Landas parkir (apron) :

1. Dimensi : 148,75 x 80,75 m.

2. Permukaan : Asphalt hotmix.

3. Kapasitas : Narrow body aircraft (B-737, DC-

9, F-100, F-28, ATR-24).

4. Kekuatan (PCN) : 18 FCYT.

l. Fasilitas sisi darat :

l.1. Gedung :

1. Terminal domestik : 3.450 m2.


9

2. Terminal internasional : -

3. Operasional : 300 m2.

4. Administrasi : 800 m2.

5. Fasilitas penunjang lain : BMG/KP3U/Karantina Hewan dan

Tumbuhan.

6. Pelayanan umum : Kantin.

m. Kemiringan melintang : 1 %.

n. Kemiringan memanjang : 2,31 %.

o. Temperatur harian rata-rata dalam bulan terpanas: 24o C.

p. Harian terpanas dalam bulan itu : 34o C.

q. Kecepatan angin rata-rata : 27,56 %.

Sedangkan data pesawat rencana adalah sebagai berikut.

a. Pesawat rencana : Airbus A-300-B4.

b. Bentang sayap : 167 ft.

c. Panjang pesawat : 183,084 ft.

d. Jarak antar roda utama : 87 ft.

e. Radius putaran : 111,548 ft.

f. Lebar antar roda utama : 41 ft.

g. Berat lepas landas struktur maksimum : 346.122,20 lbs.

h. Berat pendaratan maksimum : 224758,97lbs.

i. Berat bahan bakar : 121.253 lbs.

j. Jumlah dan tipe mesin : 2 TF.


10

k. Panjang landasan : 8.740 ft.

l. Jumlah maksimum penumpang : 345 orang.

Berdasarkan data-data diatas serta menggunakan metode FAA sebagai

metode penghitungannya, didapat hasil sebagai berikut.

1. Runway

Runway mengalami pertambahan dimensi panjang 1250 meter yang

semula 1850 meter menjadi 3100 meter, sedangkan lebar mengalami

pertambahan dimensi lebar 16 meter yang semula 30 meter menjadi 46

meter, sehingga dapat didaratkan pesawat jenis Airbus A-300-B4 (Muda

Y.N.T., 2010).

2. Taxiway

Taxiway tidak mengalami pertambahan dimensi panjang, tetap dengan

panjang saat ini 97 meter sedangkan pada lebar tidak mengalami

pertambahan dimensi lebar tetap dengan lebar saat ini 23 meter dengan

sudut 45o, dapat dilewati pesawat jenis Airbus A-300-B4 (Muda Y.N.T.,

2010).

3. Apron

Apron mengalami pertambahan dimensi panjang 91,25 meter yang semula

148 meter menjadi 240 meter dan lebar mengalami pertambahan dimensi

lebar 49,25 meter yang semula 80,75 meter menjadi 130 meter, dapat

diparkir 3 (tiga) pesawat jenis Airbus A-300-B4 dengan jenis parkir nose-

in parking (Muda Y.N.T., 2010).


11

4. Tebal perkerasan fleksibel landas pacu

Perencanaan tebal total perkerasan fleksibel landas pacu yaitu 92 cm,

dengan tebal lapis permukaan 10 cm, tebal lapis pondasi 27 cm, dan tebal

lapis pondasi bawah 55 cm (Muda Y.N.T., 2010).

5. Material perkerasan fleksibel landas pacu

a. Lapis permukaan menggunakan P-401 asphalt concrete AC 60/70

yang telah memenuhi spesifikasi yang sudah ditentukan ketahanan

agregat atau bahan terhadap keausan dan abrasi. Asphalt concrete

AC 60/70 terdiri dari agregat halus, agregat kasar, material pengisi

dan material aspal (Muda Y.N.T., 2010).

b. Lapis pondasi menggunakan P-209 crushed aggregate yang terdiri

dari partikel-pertikel batu pecah yang bersih, kuat dan tahan lama,

kerikil batu pecah yang harus bebas dari lapisan tanah liat, lumpur,

tumbuhan serta material-material lain yang merugikan (Muda

Y.N.T., 2010).

c. Lapis pondasi bawah menggunakan P-154 granular subbase yang

merupakan base course standar, terdiri dari campuran pasir halus,

tanah liat, batu debu, bahan pengikat dan bahan pengisi yang

dihasilkan dari sumber-sumber yang ada. Campuran ini harus

seragam dan memenuhi spesifikasi gradasi tanah dasar, serta dapat

dipadatkan hingga stabil (Muda Y.N.T., 2010).


12

2.1.2. Perancangan lapis keras landas pacu di Kabupaten Boven Digoel

Papua oleh Rinanda Putrining Tyas

Data perencanaan bandara Tanah Merah adalah sebagai berikut.

1. Informasi umum bandara Tanah Merah

a. Kelas bandara : IV/D

b. Dimensi runway : 1.050 m x 20 m

c. Dimensi taxiway : 70 m x 15 m

d. Dimensi apron : 60 m x 40 m

e. Elevasi landasan : 17 m (dpl)

f. Temperatur rata-rata : 26,17o C

g. Koordinat lokasi : 06.07.07.S-40.16 E

h. Kemampuan operasi : DHC-6/HS-748

i. Jenis perkerasan landasan : Aspal kolakan

2. Karakteristik pesawat udara rencana

a. Basic runway lengthi : 5.460 ft/1.664,208 m

b. Maximum take off weight : 20.400 kg/45.000 lbs

c. Wheel arrangement : Single wheel assembly

d. Tire pressure : 90 psi

e. Take off field length : 1.088 m

Berdasarkan data-data diatas serta perhitungan dengan menggunakan

metode LCN, didapat hasil sebagai berikut.


13

Runway pada Bandara Tanah Merah mampu didarati pesawat terbang F-27 dan

sejenisnya setelah dikembangkan. Adapun data teknis adalah sebagai berikut

(Tyas R.P., 2005).

1. Tipe non-instrument runway 3 C

Dimensi Kondisi awal Hasil rancangan


Runway 1.050 m x 20 m 1.300 m x 30 m
Taxiway 70 m x 15 m 55 m x 23 m
Apron 60 m x 40 m 80 m x 50 m

- Overrun 07 : 50 m

- Overrun 25 : 50 m

- Lebar shoulder : 20 m (kiri) + 20 m (kanan)

- Lebar strip : 150 m

Kemiringan Memanjang Melintang


Runway 0,10 % 1,5 %
Shoulder 0,10 % 2,5 %
Taxiway 0,10 % 1,5 %
Apron 0,5 % 0,5 %

2. Konstruksi perkerasan runway, taxiway dan apron yang telah ada masih

mampu memenuhi persyaratan untuk melayani operasional penerbangan

pesawat sejenis F-27.


14

2.2. Bandar Udara

Menurut Horonjeff dan McKelvey (1993), bandar udara adalah tempat

pesawat terbang mendarat dan tinggal di landasan, dengan bangunan tempat

penumpang menunggu. Berikut adalah beberapa bagian penting bandar udara.

1. Landas pacu/runway

Landas pacu/runway adalah suatu bidang persegi panjang tertentu di dalam

lokasi bandar udara yang dipergunakan untuk pendaratan dan lepas landas

pesawat udara (SKEP - 161 - IX Petunjuk Perencanaan Runway, Taxiway

dan Apron., 2003). Kebanyakan konfigurasi landasan pacu merupakan

kombinasi dari beberapa konfigurasi dasar. Menurut Basuki (1984),

konfigurasi dasar tersebut adalah sebagai berikut.

a. Landasan pacu tunggal

Merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Diperkirakan bahwa

kapasitas landasan pacu tunggal dalam kondisi VFR (Visual Flight

Rules) adalah antara 40-100 gerakan tiap jam, sedangkan dalam

kondisi IFR (Instrumental Flight Rules), kapasitasnya berkurang

menjadi 40-50 gerakan, tergantung kepada komposisi pesawat

campuran dan tersedianya alat bantu navigasi.

b. Landasan pacu paralel

Kapasitas landasan sejajar terutama tergantung pada jumlah landasan

pacu dan jarak diantaranya. Jarak diantara landasan pacu sangat

bervariasi yang dapat digolongkan ke dalam jarak yang berdekatan


15

(close), menengah (intermediate) dan jauh (far), tergantung pada

tingkat ketergantungan antara dua landasan dalam kondisi IFR.

c. Landasan pacu dua jalur

Terdiri dari dua landasan pacu sejajar dipisahkan berdekatan (700-

2.499 ft) dengan exit taxiway secukupnya. Diperhitungkan bahwa

landasan pacu dua jalur dapat melayani 70 % lalu lintas lebih banyak

dari landasan pacu tunggal dalam kondisi VFR dan sekitar 60 %

lebih banyak lalu lintas pesawat daripada landasan pacu tunggal

dalam kondisi IFR. Keuntungan utamanya adalah bisa meningkatkan

kapasitas dalam kondisi IFR tanpa menambah luas tanah.

d. Landasan pacu bersilangan

Landasan bersilangan diperlukan jika angin yang bertiup keras lebih

dari satu arah, yang akan menghasilkan tiupan angin berlebihan bila

landasan mengarah ke satu mata angin.

e. Landasan pacu V terbuka

Landasan dengan arah divergen, tetapi tidak saling berpotongan.

Ketika angin bertiup kencang dari satu arah, maka landasan hanya

bisa dioperasikan satu arah saja, sedangkan pada keadaan angin

bertiup lembut, kedua landasan bisa dipakai bersama.

Berdasarkan referensi yang tertuang dalam Airport Design Manual

(dokumen standar yang dikeluarkan oleh ICAO), panjang landas pacu

sebuah bandar udara ditentukan oleh faktor-faktor berikut.


16

a. Kinerja (performance) jenis pesawat rencana

Setiap jenis pesawat mempunyai karakteristik dan kinerja yang

spesifik sesuai dengan kriteria desain pada pesawat tersebut. Selain

itu, berat pesawat juga mempunyai mempunyai pengaruh terhadap

kebutuhan panjang landasan pacu untuk lepas landas (take-off)

maupun pendaratan (landing). Karena itu karakteristik dan kinerja

pesawat udara menjadi dasar utama dalam penentuan kebutuhan

panjang landas pacu bandar udara.

b. Suhu udara

Suhu udara di permukaan landasan pacu suatu bandar udara

berpengaruh terhadap kebutuhan panjang landas pacu. Berdasarkan

standar ISA (International Standard Atmospheric), suhu standar

yang ditetapkan untuk perhitungan panjang landas pacu adalah

sebesar 15° C (27° F). Artinya, kinerja dan karakteristik kebutuhan

panjang dasar untuk masing-masing jenis pesawat udara ditetapkan

pada suhu tersebut. Panjang dasar kebutuhan panjang untuk

masing-masing jenis pesawat udara disebut sebagai ARFL

(Aeroplane Reference Field of Length). Adapun faktor koreksi

terhadap suhu yang terjadi pada sebuah bandar udara adalah bahwa

setiap perbedaan 1° C panjang landas pacu ditambah sebanyak

0,50–1,00 % dari kebutuhan panjang landasan pacu untuk take-off.

Sedangkan untuk pendaratan, suhu udara di bandar udara tidak


17

banyak mempunyai pengaruh terhadap kebutuhan panjang landasan

pacu.

c. Keadaan angin

Untuk keperluan perencanaan, faktor angin baik itu berupa angin

sakal (head-wind) ataupun angin buritan (tail-wind) perlu

dipertimbangkan. Dalam perhitungan kebutuhan panjang landas

pacu, keadaan angin pada umumnya diasumsikan dalam kondisi

calm sehingga diabaikan.

d. Kemiringan memanjang (longitudinal slope)

Faktor kemiringan memanjang landas pacu akan mempengaruhi

kebutuhan panjang landas pacu cukup dominan dibandingkan

dengan landas pacu horizontal atau rata. Kemiringan 1 % akan

menyebabkan kebutuhan panjang landas pacu bertambah sekitar 5

% tergantung dari jenis pesawat yang beroperasi.

e. Permukaan landas pacu

Struktur permukaan landas pacu disyaratkan sedemikian rupa

sehingga efek gesekan roda pesawat tidak banyak berpengaruh

terhadap kebutuhan panjang landas pacu.

f. Elevasi permukaan landas pacu

Elevasi atau ketinggian permukaan landas pacu di atas permukaan

air laut rata-rata (Mean Sea Level/MSL) akan berpengaruh

langsung terhadap kebutuhan panjang landas pacu. Semakin tinggi

permukaan landas pacu, maka semakin besar kebutuhan panjang


18

landasan pacu. Dalam perencanaan bandar udara pada umumnya

dipergunakan ketinggian fisik terhadap MSL.

2. Landas hubung/taxiway

Menurut Basuki (1984), landas hubung/taxiway berfungsi sebagai jalan

keluar masuk pesawat dari landas pacu ke apron dan sebaliknya, atau dari

landas pacu ke hanggar pemeliharaan. Taxiway diatur sedemikian sehingga

pesawat yang baru saja mendarat tidak mengganggu pesawat lain yang

sedang taxiing, siap menuju ujung lepas landas. Di banyak lapangan

terbang, taxiway membuat sudut siku-siku dengan landasan sehingga

pesawat yang mendarat harus diperlambat sampai kecepatan yang sangat

rendah sebelum berbelok masuk taxiway. Namum sebuah taxiway yang

direncanakan untuk pesawat berbelok dengan kecepatan tinggi

meninggalkan landasan, akan mengurangi waktu pemakaian landasan.

3. Apron

Menurut SKEP - 161 - IX Petunjuk Perencanaan Runway, Taxiway dan

Apron (2003), apron adalah suatu bagian tertentu dari bandar udara yang

dipergunakan untuk menaikkan/menurunkan penumpang ke/dari pesawat,

bongkar muat barang atau pos, pengisian bahan bakar, parkir dan

pemeliharaan pesawat. Apron berada pada sisi udara (air side) yang

langsung bersinggungan dengan bangunan terminal, dan juga dihubungkan

dengan taxiway yang menuju ke landasan pacu. Geometri apron

ditentukan oleh layout parkir, jumlah dan ukuran gates serta geometri

pesawat yang dilayani.


19

4. Holding bay

Menurut Basuki (1984), holding bay adalah apron yang tidak luas,

berlokasi di lapangan terbang untuk parkir pesawat sementara. Holding

bay tidak diperlukan bila kapasitas pesawat sebanding dengan permintaan.

2.3. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)

Menurut Basuki (1984), perkerasan lentur (flexible pavement) adalah

perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dengan agregat, digelar di atas suatu

permukaan material granular mutu tinggi. Perkerasan lentur di lapangan terbang

biasanya dipakai untuk runway dan taxiway atau tempat-tempat yang mengalami

limpahan minyak sedikit.

Perkerasan lentur biasanya terdiri dari 4 lapisan mulai dari atas ke bawah

(Horonjeff dan McKelvey., 1993), yaitu sebagai berikut.

1. Surface course (lapis permukaan)

Lapisan ini dibuat dengan komposisi gradasi, kekuatan, dan abrasi yang

diharapkan mempunyai struktur penahan yang baik. Lapisan inilah yang

secara langsung menerima beban pesawat dan menderita gesekan akibat

roda pesawat. Oleh karena itu lapis permukaan atau lapisan aus ini harus

memiliki stabilitas yang tinggi untuk dapat menahan beban masa

pelayanan, mempunyai kekedapan terhadap air dan mampu menyebarkan

beban ke lapisan di bawahnya.


20

2. Base course (lapis pondasi)

Adalah struktur yang mengandung perkerasan dan dibuat agregat seperti

batu pecah, semen ataupun aspal. Fungsinya adalah sebagai lapis

perkerasan yang dapat menahan gaya lalu lintas dari beban roda dan

menyebarkannya ke lapisan di bawahnya.

3. Subbase course (lapis pondasi bawah)

Merupakan material yang dimampatkan dan memiliki fungsi yang hampir

sama dengan lapis pondasi. Perkerasan yang sangat tebal biasanya terdiri

dari beberapa lapis pondasi bawah.

4. Subgrade (tanah dasar)

Tanah ini merupakan dasar dari struktur perkerasan dan dapat berupa tanah

timbunan atau galian.

Keempat lapisan tersebut harus memiliki ketebalan terhadap struktur di

atasnya agar tegangan yang terjadi akibat beban lalu lintas udara dapat direduksi

ke setiap lapisan dengan daerah distribusi yang luas sehingga tegangan yang

sampai ke tanah dasar (subgrade) tidak melampaui daya dukung tanah dasar.

Perkerasan yang memenuhi digunakan untuk mendukung pembebanan secara

struktural, fungsi, dan kenyamanan bandar udara terutama landasan pacu.

2.4. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)

Menurut Basuki (1984), perkerasan kaku (rigid pavement) terdiri dari

pelat-pelat beton digelar di atas granular atau subbase course yang telah

distabilkan/dipadatkan, ditunjang oleh lapisan tanah asli dipadatkan yang disebut


21

subgrade. Namun pada kondisi-kondisi tertentu kadang-kadang subbase course

tidak diperlukan. Perkerasan kaku biasanya dipakai pada daerah yang banyak

terkena limpahan minyak dan pengaruh panas blast jet seperti apron dan di ujung

landasan.

Tanah dasar (subgrade) harus dipadatkan agar didapat stabilitas yang

memadai dan dukungan yang seragam. Pemadatan ini bertujuan meningkatkan

density, tentunya dengan moisture content yang tepat. Namun pemadatan yang

dibutuhkan tidaklah seketat untuk perkerasan lentur. Subbase course yang digelar

diatas subgrade terdiri dari material kerikil, batu pecah dengan gradasi baik,

kerikil campur tanah dan bahan kerikil yang diperbaiki dengan semen atau

campuran kerikil aspal. Tugas dan fungsi subbase course adalah mengatasi dan

mengurangi efek pompa (pumping), mengatasi pembekuan (pada negara-negara

yang memiliki 4 musim), memberikan ketahanan terhadap perubahan bentuk

akibat kembang susut yang berlebihan pada jenis tanah tertentu, dan memperbaiki

daya dukung lapisan subgrade (Basuki, 1984).

2.5. Karakteristik Pesawat Terbang

Data-data karakteristik pesawat terbang yang diperlukan dalam

perencanaan bandar udara meliputi ukuran pesawat, berat pesawat, kapasitas

penumpang, tekanan roda pesawat, dan lain-lain. Menurut Basuki (1984),

beberapa macam berat yang berhubungan dengan operasi penerbangan adalah

sebagai berikut.
22

1. Operating Weight Empty (Berat Kosong Operasi)

Merupakan berat dasar pesawat, termasuk crew dan peralatan pesawat, tapi

tidak termasuk bahan bakar dan penumpang/barang yang membayar. Berat

kosong operasi tidak tetap untuk pesawat-pesawat komersil, besarnya

tergantung pada konfigurasi tempat duduk.

2. Payload (muatan)

Adalah muatan yang menghasilkan pendapatan (income) total, termasuk

penumpang, barang, pos, paket-paket dan express bagasi.

3. Zero Fuel Weight (Berat Pesawat Tanpa Bahan Bakar)

Adalah jumlah berat kosong operasi ditambah muatan. Jadi Zero Fuel

Weight merupakan berat tanpa bahan bakar saja.

4. Maximum Ramp Weight

Merupakan berat maksimum pesawat yang diizinkan untuk melewati

taxiway. Pada saat pesawat taxiing dari apron menuju ujung runway dia

berjalan dengan kekuatannya sendiri, membakar bahan bakar sehingga

kehilangan berat.

5. Maximum Structural Landing Weight (Berat Pendaratan Struktur Utama

Maksimum)

Adalah kemampuan pesawat maksimum dalam pendaratan. Struktur roda

utama pesawat dirancang untuk menyerap gaya-gaya yang timbul selama

pendaratan. Makin besar gaya-gaya itu, maka roda pesawat harus lebih

kuat.
23

6. Maximum Structural Take-Off Weight (Berat Lepas Landas Struktur

Maksimum)

Adalah berat pesawat maksimum yang diperbolehkan pada pelepasan rem

untuk lepas landas. Berat ini tidak termasuk bahan bakar untuk jalan

perlahan-lahan dan berpindah. Berat ini meliputi berat kosong operasi,

berat bahan bakar untuk perjalanan dan cadangan serta berat muatan.

Adapun jenis pesawat yang dipakai sebagai acuan pada perancangan

bandara ini adalah pesawat Airbus A330-300, yang merupakan pesawat

penumpang komersial berbadan lebar buatan Airbus.

Tabel 2.1. Karakteristik Umum Pesawat Rencana (Airbus A330-300)

Karakteristik Jumlah/Nilai/Ukuran
295 (3 kelas); 12 kelas satu, 42 kelas
Kapasitas tepat duduk
bisnis, 241 kelas ekonomi

Panjang 63,69 m (208 ft 11 in)

Bentang sayap 60,3 m (197 ft 10 in)

Luas sayap 361,6 m2

Wing sweepback 30o

Lebar kabin 5,28 m (17 ft 4 in)

Lebar badan pesawat 5,64 m (18 ft 6 in)

Kapasitas kargo 162,8 m3

Operating Empty Weight 124.500 kg (274.000 lb)

Maximum Take-Off Weight 230.000 kg (510.000 lb) to 235.000 kg


(MTOW) (520.000 lb)
24

lanjutan Tabel 2.1.

Karakteristik Jumlah/Nilai/Ukuran

Maximum Landing Weight 185.000 kg (407.925 lb)

Takeoff distance at (MTOW) 2.500 m (8.200 ft)

Kapasitas bahan bakar 97.530 L


maximum

Mesin (×2) General Electric CF6-80E1, Pratt &


Whitney PW4000, Rolls-Royce Trent 700

Sumber: Airbus, Pratt & Whitney, EASA, FAA, The International Directory of
Civil Aircraft

2.6. Analisis Angin

Analisis angin merupakan dasar bagi perencanaan bandar udara, karena

angin adalah pedoman pokok dalam penentuan panjang landas pacu. Landas pacu

sebuah bandar udara harus sedemikian rupa sehingga searah dengan arah angin

dominan/prevailling wind (Basuki, 1984).

Ketika pendaratan dan lepas landas, pesawat dapat melakukan manuver

selama komponen angin samping (cross wind) tidak berlebihan. Maximum Cross

Wind yang diizinkan tergantung bukan saja kepada ukuran pesawat, tetapi juga

kepada konfigurasi sayap dan kondisi perkerasan landasan. Persyaratan FAA

untuk cross wind untuk semua lapangan terbang kecuali utillity, landasan harus

mengarah sehingga pesawat dapat mendarat pada 95 % dari waktu dengan

komponen cross wind tidak melebihi 13 knots (15 mph), sedangkan untuk

lapangan terbang utility, komponen cross wind diperkecil menjadi 10 knots/11,5

mph (Basuki, 1984).


25

Menurut Annex 14 (1983), Persyaratan ICAO, pesawat dapat mendarat

atau lepas landas pada sebuah lapangan terbang pada 95 % dari waktu dengan

komponen cross wind tidak melebihi:

1. 20 knots (37 km/jam) dengan Aeroplanes Reference Field Length (ARFL)

1.500 m atau lebih, kecuali bila landasan mempunyai daya pengereman

yang jelek yaitu dari pengalaman berkali-kali mendapatkan koefisien

gesek memanjang tidak cukup baik,

2. 13 knots (24 km/jam) dengan ARFL antara 1.200-1.499 m,

3. 10 knots (19 km/jam) dengan ARFL < 1.200 m.

2.7. Metode Ekstrapolasi Garis Kecenderungan

Peramalan merupakan faktor yang sangat penting dari perencanaan dan

proses kontrol. Pemilihan metode peramalan yang paling tepat dipengaruhi oleh

penggunaan peramalan, ketersediaan data, kerumitan, fasilitas teknik, dana,

waktu, jangka peramalan dan derajat ketepatan yang dikehendaki (Horonjeff dan

McKelvey, 1993).

Menurut Putra (1998), metoda ekstrapolasi garis kecenderungan

didasarkan pada konsep time series, yaitu suatu pengujian pola data historis

kegiatan dan mengganggap bahwa faktor-faktor yang menentukan variasi lalu

lintas pada masa lalu menunjukkan hubungan yang serupa pada masa yang akan

datang serta analisis dilakukan dengan memperhatikan pola kecenderungan data

yang ada.
26

Metode ekstrapolasi garis kecenderungan memiliki empat jenis garis

kecenderungan yaitu ekstrapolasi linier, ekstrapolasi eksponensial, ekstrapolasi

modifikasi eksponensial dan ekstrapolasi geometrik. Dari keempat model tersebut

dipilih salah satu yang dianggap paling mendekati. Pemilihan jenis grafik

ditentukan oleh kecenderungan data dan nilai koefisien penentunya (Putra, 1998).

Anda mungkin juga menyukai