Anda di halaman 1dari 93

MODUL BAHASA INDONESIA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

DISUSUN OLEH:
AHMAD SYAKIR, M.Pd. NIDN 1102019001
ISTIQAMAH, M.Pd. NIDN 1103029101
JAMIATUL HAMIDAH, M.Pd. NIDN 1105078501
MUHAMMAD RIDHA ANWARI, M.Pd. NIDN 1103019003
MUHAMMAD YUNUS, M.Pd. NIDN 1101018901

PROGRAM STUDI……………………….

FAKULTAS ……………………………..

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BANJARMASIN

2017

1
DAFTAR ISI
BAB 1. Pengantar perkuliahan
A. Deskripsi mata kuliah
B. Tujuan perkuliahan
C. Kontrak perkuliahan
D. Sub pokok materi
BAB 2. Sekilas Mengenal Bahasa Indonesia
A. Sejarah, fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia
B. Mengenal 4 keterampilan dasar berbahasa Indonesia
C. Ragam Bahasa
BAB 3. Pilihan Kata, Penyusunan Kalimat, dan Penyusunan Paragraf
A. Pilihan Kata (diksi)
B. Kalimat
C. Paragraf
BAB 4. Ejaan dan Istilah
A. Ejaan Bahasa Indonesia
B. Ejaan dan Bahasa Surat
C. Istilah
BAB 5. Menulis karya Ilmiah
A. Pengertian dan jenis-jenis karya ilmiah
B. Sistematika penulisan karya ilmiah
C. Tata cara mengutip dan membuat daftar rujukan
D. Plagiasi
BAB 6 Materi penciri (disesuaikan dengan program studi)
A. Sistematika Laporan
B. Asuhan Keperawatan/ Tugas Akhir/Skripsi

2
BAB 1 Pengantar

Pertemuan ke-1

A. Deskripsi mata kuliah


Mata kuliah Bahasa Indonesia adalah mata kuliah wajib umum yang harus
diikuti mahasiswa dari semua program studi. Kegiatan perkuliahan dilaksanakan
dengan tatap muka sebanyak 2 SKS atau (2 jam pelajaran/2 x 50 menit) per-
minggu. Jumlah tatap muka maksimal dalam 1 semester adalah 16 kali
pertemuan, termasuk UTS dan UAS.
Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan kegiatan belajar-mengajar
mata kuliah umum Bahasa Indonesia. Modul ini berisi kegiatan-kegiatan dasar
untuk mempelajari Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Modul ini disusun
untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan interaksi baik secara lisan
maupun tulisan, khususnya dalam hal menulis karya ilmiah mahasiswa
Universitas Muhammadiyah Banjarmasin.
Modul ini terdiri atas 4 aspek dasar keterampilan berbahasa, yaitu kegiatan
menyimak, membaca, menulis, dan berbicara. Setiap bagian modul ini memuat
latihan dan evaluasi sebagai alat ukur ketuntasan belajar mahasiswa. Seluruh
kegiatan yang dirangkum dalam modul ini dapat digunakan untuk program studi
terkait yang terdapat di Univertsitas Muhammadiyah Banjarmasin.

B. Tujuan perkuliahan
Setelah menyelesaikan mata kuliah Bahasa Indonesia, mahasiswa
diharapkan mampu:
1. Menguasai keterampilan berbahasa untuk komunikasi lisan maupun
tulisan.
2. Menguasai dan menerapkan Ejaan Bahasa Indonesia dalam menulis
laporan, menyusun proposal kegiatan, dan lain-lain.

3
3. Menguasai pengetahuan dasar surat-menyurat dan dapat membuat surat
resmi dengan baik dan benar, seperti surat lamaran pekerjaan atau yang
lainnya.
4. Menulis karya ilmiah sesuai dengan sistematika dengan benar.
5. Menerapkan Bahasa Indonesia dalam praktik asuhan keperawatan (prodi
Keperawatan) dan asuhan kebidanan (prodi kebidanan).
6. Membaca cepat untuk keperluan akademik.
7. Berkomunikasi secara lisan dengan menggunakan bahasa Indonesia yang
baik, sopan, santun, benar, dan tepat dalam segala situasi.

C. Kontrak perkuliahan
Penilaian:
1. Kehadiran                                      : 10%
2. Partisipasi kegiatan kelas                : 10%
3. Sikap : 10%
4. Tugas                                            : 20%
5. Ujian Tengah Semester                  : 20%
6. Ujian Akhir Semester                     : 30%

D. Sub pokok materi


Modul Bahasa Indonesia ini memuat materi perkuliahan yaitu:
1. Sejarah, fungsi dan kedudukan bahasa Indonesia
2. Mengenal 4 keterampilan dasar berbahasa Indonesia
3. Ragam Bahasa
4. Pilihan Kata (diksi), kalimat, paragraf.
5. Ejaan Bahasa Indonesia
6. Ejaan dan Bahasa Surat
7. Istilah
8. Menulis karya Ilmiah
9. Pengertian dan jenis-jenis karya ilmiah
10. Sistematika penulisan karya ilmiah

4
11. Tata cara mengutip dan membuat daftar rujukan
12. Plagiasi
13. Materi penciri (disesuaikan dengan kebutuhan program studi)

5
FORMAT PENILAIAN SIKAP
Skala Penilaian
No. Indikator
1 2 3 4
1 Etika Mengangkat tangan terlebih dahulu jika ingin bertanya atau berpendapat
berkomunikasi
Bertanya atau menyatakan pendapat dengan kalimat yang tidak menyakiti hati orang lain

Tidak menyela pembicaraan teman saat berdiskusi

Meminta izin terlebih dahulu kepada dosen jika ingin meninggalkan kelas

Tidak mengucapkan kata-kata kasar saat pembelajaran

Sopan dalam bertingkah laku

Bersahat dan komunikatif

2 Kejujuran Menyebutkan sumber kutipan bila mengutip suatu materi dari sumber manapun

Tidak nyontek dalam mengerjakan ujian/ulangan/tugas


Tidak melakukan plagiat (mengambil/menyalin karya orang lain tanpa menyebutkan sumber)
dalam mengerjakan setiap tugas
Mengungkapkan perasaan terhadap sesuatu apa adanya

Melaporkan data atau informasi apa adanya

Mengakui kesalahan atau kekurangan yang dimiliki

3 Tanggung Mengumpulkan tugas tepat waktu


jawab

6
4 Kerja sama Menghargai pendapat orang lain
Tidak menyela pembicaraan ketika diskusi
5 Ketangguhan Berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu.

Mampu membuat keputusan dengan cepat.

Tidak mudah putus asa.

Tidak canggung dalam bertindak.

Berani presentasi di depan kelas.

Berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan.

6 Kepedulian Memperhatikan tugas-tugas yang diberikan dan mengerjakan sesuai arahan

7 Kedisiplinan Masuk kelas tepat waktu

8 Ketekunan Bersungguh-sungguh dalam proses pembelajaran dan mengerjakan tugas

9 Kemandirian Menambah wawasan dengan mencari sendiri referensi belajar

10 Keberinsiatifan Menyampaikan ide untuk kelompoknya

Memberikan saran terhadap hasil kerja orang lain

Mengerjakan tugas dengan cara berbeda dengan orang lain

7
Sejarah, Kedudukan dan Fungsi Bahasa
BAB 2 Mengenal 4 Keterampilan Dasar Berbahasa
Ragam Bahasa

A. SEJARAH, KEDUDUKAN DAN FUNGSI BAHASA INDONESIA


1. SEJARAH BAHASA INDONESIA
Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu termasuk rumpun bahasa
Austronesia yang telah digunakan sebagai Lingua franca di Nusantara sejak
abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya.
Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu pasar.
Jenis ini sangat luntur sebab sangat mudah di menegerti dan ekspresif, dengan
toleransi kesalahan sangat besar dan mudah nyerap istilah-istilah lain dari
berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.
Selain Melayu pasar terdapat pula istilah Melayu tinggi. Pada masalalu
bahasa Melayu tinggi digunakan kalangan keluarga kerajaan disekitar
Samudra, Melaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena
penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif bahasa
Melayu pasar.
Penamaan istilah “bahasa Melayu” telah dilakukan pada masa sekitar
683-686 M yaitu angka tahun yang tercantum pada beberapa prasasti
berbahasa Melayu kuno dari Palembang dan Bangka. Prasasti-prasati ini di
tulis dengan aksara Pallawa atas perintah raja kerajaan Sriwijaya, kerajaan
Maritim yang Berjaya pada abad ke-7 dan ke-8.
Awal penamaan bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Soekarno tidak memilih
bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat
itu), namun beliau dasarkan dari bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.

8
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik
Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai
1. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau pihak lain di
Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang
merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa
Melayu.
3. Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan bahasa Melayu
Pontianak, Banjarmasin, Samarinda, Maluku, Jakarta ( Betawi),
ataupun Kutai, dengan pertimbangan-pertimbangan.
4. Pengunaan bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik
Indonesia.
Bahasa Indonesia yang telah dipilih ini kemudian dibakukan lagi
dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan.
Keputusan Kongres Bahasa Indonesia II 1954 di Medan, antara lain
menyatakan bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa melayu. Bahasa
Indonesia tumbuh dan berkembang dari bahsa Melayu yang sejak zaman
dahulu sudah digunakan sebagai bahasa perhubungan (lingau franca) bukan
hanya di Kepulauan Nusantara, melainkan juga hampir di seluruh Asia
Tenggara.
Bahasa Melayu mulai dipakai di kawasan Asia Tenggara pada abad ke-
7. Pada zaman Sriwijaya, bahasa Melayu dipakai sebagai bahasa kebudayaan,
yaitu bahasa buku pelajaran agama Budha.
Informasi dari seorang ahli sejarah Cina, I-Tsing, yang belajar agama
Budha di Sriwijaya, antara lain menyatakan bahwa di Sriwijaya ada bahasa
yangt bernama Koen-luen (I-Tsing,63:159), Koen-luen (I-Tsing,183), Koen-
luen (Ferrand, 1919), Kw’enlum (Alisjahbana, 1971: 1089), Kun’lun (Parni-
kel, 1977:91), Kun’ lun (Prentice, 1078: 19), yang berdam-pingan dengan
Sanskerta. Yang dimaksud Koen-luen adalah bahasa perhubungan (lingua
franca) di Kepulauan Nusantara, yaitu bahasa Melayu.

9
Bahasa Melayu menyebar ke pelosok Nusantara bersamaan dengan
menyebarnya agama Islam di wilayah Nusantara. Bahasa Melayu mudah
diterima oleh masyarakat Nusantara sebagai bahasa antarpulau, antarsuku,
antarpedagang, antarbangsa, dan antarkerajaan karena bahasa Melayu tidak
mengenal tingkat tutur.
Bahasa Melayu menyerap kosakata dari berbagai bahasa, terutama dari
bahasa Sanskerta Persia, Arab, dan bahasa-bahasa Eropa. Bahasa Melayu pun
dalam perkembangannya muncul dalam berbagai variasi dan dialek.
Perkembangan bahasa Melayu di wilayah Nusantara memengaruhi dan
mendorong tumbuhnya rasa persaudaraan dan persatuan bangsa Indonesia.
Pemuda Indonesia yang tergabung dalam perkumpulan pergerakan secara
sadar mengangkat bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, yang menjadi
bahasa persatuan untuk seluruh bangsa Indonesia. (Sumpah Pemuda, 28
Oktober 1928).

2. FUNGSI BAHASA INDONESIA


Bahasa Indonesia di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional,
bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1) Lambang kebanggaan kebangsaan
2) Lambang identitas nasional
3) Alat perhubungan antarwarga, antardaerah, dan antarbudaya
4) Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan
latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam
kesatuan kebangsaan Indonesia
a. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada 18
Agustus 1945, karena pada saat itu Undang-Undang Dasar 1945 disahkan sebagai
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang
Dasar 1945 disebutkan bahwa Bahsa negara ialah bahasa Indonesia. (Bab XV,
Pasal 36).

10
Dengan berlakunya Undang-Undang Dasar 1945, bertambah pula
kedudukan bahasa Indonesia, yaitu sebagai bahasa negara dan bahasa resmi.
Pidato-pidato kenegaraan ditulis dan diucapkan dengan bahasa Indonesia.
Untuk melaksanakan fungsi sebagai bahasa negara, bahasa perlu senantiasa
dibina dan dikembangkan. Fungsi ini harus diperjelas dalam pelaksanaanya
sehingga dapat menambah kewibaan bahasa Indonesia.
Sejarah bahasa Indonesia cukup jelas menyebutkan apa fungsi dan
bagaimana kedudukan bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia. Fungsi
bahasa Indonesia bagi bangsa Indonesia ialah sebagai pemersatu suku-suku
bangsa di Republik Indonesia yang beraneka ragam.
Kedudukan bahasa Indonesia di negara Republik Indonesia selain
sebagai bahasa persatuan juga sebagai bahasa negara atau bahasa nasional
dan sebagai budaya.

b. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Persatuan


Unsur yang ketiga dari Sumpah Pemuda merupakan pernyataan tekad
bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada
1928 itulah bahasa Indonesia dikukuhkan kedudukannya sebagai bahasa
nasional.
Latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda-beda berpotensi untuk
menghambat perhubungan antardaerah antarbudaya. Tetapi, berkat bahasa
Indonesia, etnis yang satu bisa berhubungan dengan etnis yang lain
sedemikian rupa sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman. Setiap orang
Indonesia apapun latar belakang etnisnya dapat bepergian ke pelosok Tanah
Air dengan memanfaatkan bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi.
Semuanya terjadi karena bertambah baiknya sarana perhubungan, luasnya
pemakaian alat perhubungan umum, banyaknya jumlah perkawinan
antarsuku, dan banyaknya perpindahan pegawai negeri atau karyawan swasta
dari daerah satu ke daerah yang lain karena mutasi tugas atau inisiatif sendiri.

11
c. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan
Seni
Pencantuman bahasa Indonesia dalam Bab XV, pasal 36 UUD 1945,
bahasa Indonesia berkedudukan juga sebagai bahasa budaya dan bahasa ilmu.
Saat ini, bahasa Indonesia digunakan sebagai alat untuk menyatakan semua
nilai sosial-budaya nasional pada situasi inilah bahasa Indonesia telah
menjalankan kedudukannya sebagai bahasa budaya.
Dalam kedudukannya sebagai bahasa ilmu, bahasa Indonesia berfungsi
sebagai bahasa pendukung ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
kepentingan pembangunan nasional. Dengan demikian, bahasa Indonesia
mempunyai peran sebagai bahasa pengembang ilmu pengetahuan dan
teknologi.
Bahasa Indonesia dipakai pula sebagai alat untuk mengantar dan
menyampaikan ilmu pengetahuan kepada berbagai kalangan dan tingkat
pendidikan. Karena itu, bahasa Indonesia jelas mempunyai peran penting
sebagai bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penyebarannya dalam
dunia pendidikan.

d. Bahasa Indonesia sebagai Bahasa dalam Pembangunan


Bahasa Indonesia merupakan bahasa resmi Republik Indonesia.
Sebagai bahasa resmi negara, bahasa Indonesia digunakan dalam berbagai
kesempatan dan kegiatan. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia
mempunyai fungsi sebagai alat perhubungan pada tingkat nasional dalam
berbagai kepentingan nasional.
Bahasa Indonesia memiliki peran penting di dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Komunikasi berhubungan pada
berbagai kegiatan masyarakat telah memanfaatkan bahasa Indonesia di
samping bahasa daerah sebagai wahana dan peranti untuk membangun
kesepahaman, kesepakatan, dan persepsi yang memungkinkan terjadinya
kelancaran pembangunan masyarakat di berbagai bidang.

12
Bahasa Indonesia sebagai milik bangsa, dalam perkembangan dari
waktu ke waktu telah teruji keberadaannya, baik sebagai bahasa persatuan
maupun sebagai bahasa resmi negara. Bahasa Indonesia hingga kini menjadi
perisai pemersatu yang belum pernah dijadikan sumber permasalahan oleh
masyarakat pemakainya yang berasal dari berbagai ragam suku dan daerah.
Dengan demikian, bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah memiliki peran
penting dalam memamjukan pembangunan masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan.

3. KEDUDUKAN BAHASA INDONESIA


Bahasa Indonesia adalah bahasa yang terpenting di negara kita. Bahasa
Indonesia mempunyai kedudukan yang sangat penting. Pentingnya peranan
bahasa Indonesia itu antara lain bersumber pada ikrar sumpah pemuda 1928
yang berbunyi: “Kami Putra dan Putri Indonesia menjunjung bahasa
persatuan, bahasa Indonesia.” Ini berarti bahwa bahasa Indonesia
berkedudukan sebagai bahasa nasional; kedudukannya berada di atas bahasa-
bahasa daerah. Penting tidaknya suatu bahasa dapat didasari patokan seperti
jumlah penutur, luas penyebaran, dan peranannya sebagai sarana ilmu, seni
sastra, dan budaya.

TUGAS
1. Berikan pendapat Anda mengenai bagaimanakah sebaiknya cara yang
ditempuh untuk menumbuhkan kesadaran terhadap rasa cinta kepada
bahasa Indonesia!
2. Sebagai generasi muda, hal apa yang Anda lakukan untuk
mengembangkan bahasa Indonesia agar tidak tersisih dari bahasa asing?

13
B. KETERAMPILAN BERBAHASA
Menurut Hoetomo MA (2005:531-532) terampil adalah cakap dalam
menyelesaikan tugas, mampu dan cekatan. Keterampilan adalah kecakapan untuk
menyelesaikan tugas. atau kecakapan yang disyaratkan. Dalam pengertian luas,
jelas bahwa setiap cara yang digunakan untuk mengembangkan manusia, bermutu
dan memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sebagaimana
diisyaratkan (Suparno, 2001:27).   
1. Jenis-jenis Keterampilan Berbahasa 
Sehubungan dengan penggunaan bahasa, terdapat empat keterampilan
dasar bahasa, yaitu mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan
menulis. 
Keterampilan Berbahasa
a. Keterampilan Menyimak/Mendengarkan
Menyimak adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat
reseftif. Dengan demikian di sini berarti bukan sekedar mendengarkan
bunyi-bunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya. Dalam bahasa
pertama (bahasa ibu), kita memperoleh keterampilan mendengarkan
melalui proses yang tidak kita sadari sehingga kitapun tidak menyadari
begitu kompleksnya proses pemmerolehan keterampilan mendengar
tersebut. Berikut ini secara singkat disajikan disekripsi mengenai aspek-
aspek yang terkait dalam upaya belajar memahami apa yang kita sajikan
dalam bahasa kedua.
Ada dua jenis situasi dalam mendengarkan yaitu situasi
mendengarkan secara interaktif dan situasi mendengarkan secara non
interaktif. Mendengarkan secara interaktif terjadi dalam percakapan tatap
muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu. Dalam
mendengarkan jenis ini kita secara bergantuan melakukan aktivitas
mendengarkan dan memperoleh penjelsan, meminta lawan bicara
mengulang apa yang diucapkan olehnya atau mungkin memintanya
berbicara agak lebih lambat. Kemudian contoh situasi-situasi
mendengarkan noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, dan film,

14
khotbah atau mendengarkan dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi
mendengarkan nonietraktif tersebut, kita tidak dapat meminta penjelasan
dari pembicara, tidak bisa meminta pembicaraan diperlambat.
Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan mikro yang terlibat
ketika kita berupaya untuk memahami apa yang kita dengar, yaitu
pendengar harus;
1) Menyimpan/mengingat unsur bahasa yang didengar menggunakan
daya ingat jangka pendek (short term memory).Berupaya
membedakan bunti-bunyi yang yang membedakan arti dalam
bahasa target.
2) Menyadari adanya bentuk-bentuk tekanan dan nada, warna suara
dan intinasi, menyadari adanya reduksi bentuk-bentuk kata.
3) Membedakan dan memahami arti dari kata-kata yang didengar.
4) Mengenal bentuk-bentuk kata yang khusus (typical word-order
patterns) Keterampilan Berbahasa

b. Keterampilan Berbicara
Berbicara berarti mengungkpan sesuatu secara lisan. Keterampilan
berbicara merupakan keterampilan yang paling mendasar. Pada hakikatnya
berbahasa itu adalah berbicara atau bertutur. Keterampilan berbicara
secara garis besar ada tiga jenis situasi berbicara, yaitu interaktif,
semiaktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara interaktif, misalnya
percakapan secara tatap muka dan berbicara lewat telepon yang
memungkinkan adanya pergantuan anatara berbicara dan mendengarkan,
dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kiat
dapat memintal lawan berbicara, memperlambat tempo bicara dari lawan
bicara. Kemudian ada pula situasi berbicara yang semiaktif, misalnya
dalam berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini,
audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan,
namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar dari ekspresi wajah dan

15
bahasa tubuh mereka. Beberapa situasi berbicara dapat dikatakan bersifat
noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau televisi.

Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki dalam


berbicara, dimana permbicara harus dapat;
1) Mengucapkan bunyi-bunyi yang berbeda secara jelas sehingga
pendengar dapat membedakannya.
2) Menggunakan tekanan dan nada serta intonasi secara jelas dan tepat
sehingga pendengar daoat memahami apa yang diucapkan pembicara.
3) Menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang
tepat.
4) Menggunakan register aau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi
komunikasi termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antar pembicara
dan pendengar.
5) Berupaya agar kalimat-kalimat utama jelas bagi pendengar.

c. Keterampilan Membaca
Membaca adalah keterampilan aktif-reseptif sebagaimana menyimak.
Membaca disebut aktif karena dalam proses membaca terdapat keaktifan
seseorang dalam mengeja, menyerap atau mengolah apa yang dibaca,
sehingga pross tersebut mengarah pada upaya memahami bahan atau
materi bacaan yang dihadapinya. Keterampilan membaca dapat
dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari keterampilan mendengar dan
berbibacara. Tetapi, pada masyarakat yang memilki tradisi liteasi yang
telah berkembang, seringkali keterampilan membaca dikembangkan secara
terintergrasi dengan keterampilan menyimak dan berbicara.
Keterampilan-keterampilan mikro yang terkait dengan proses
membaca yang harus dimiliki oleh pembicara adalah;
1) Keterampilan Berbahasa
2) Mengenal sistem tulisan yang digunakan.
3) Mengenal kosakata.

16
4) Menentukan kata-kata kunci yang mengindentifikasikan topik
dan  gagasan utama.
5) Menentukan makna kata-kata, termasuk kosakata split, dari  
konteks tertulis.
6) Mengenal kelas kata gramatikal, kata benda, kata sifat, dan
sebagainya.

d. Keterampilan Menulis
Menulis adalah keterampilan produktif dengan menggunakan tulisan.
Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit
di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis
bukanlah sekedar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat, melainkan juga
mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur
tulisan yang teratur. Oleh karena itu, keterampilan menulis merupakan
keterampilan berbahasa yang biasanya dikuasai paling akhir oleh
seseorang. Menulis berarti mengungkapkan buah pikiran, perasaan,
pengalaman, dan hal lain melalui tulisan.
Berikut ini keterampilan-keterampilan mikro yang diperlukan dalam
menulis. 
1) Menggunakan ortografi dengan benar, termasuk di sini penggunaan
ejaan.
2) Memilih kata yang tepat.
3) Menggunakan bentuk kata dengan benar.
4) Mengurutkan kata-kata dengan benar.
5) Menggunakan struktur kalimat yang tepat dan jelas bagi pembaca.
Keterampilan menulis adalah kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam bidang tulis menulis sehingga tenaga potensial dalam menulis.
Keterampilan menulis untuk saat sekarang telah menjadi rebutan dan
setiap orang berusaha untuk dapat berperan dalam dunia menulis. Banyak
orang berusaha meningkatkan keterampilan menulisnya dengan harapan
dapat menjadi penulis handal. Keterampilan Berbahasa. Seperti diketahui,

17
menulis itu adalah sebuah keterampilan sehingga dapat dilatih sedemikia
rupa meningkatkan kemampuan tersebut. Dalam dunia penulisan,
pengetian keterampilan menulis seringkali menjadi sesuatu yang bias
sehingga banyak yang tidak memahami pengertian yang sesungguhnya.
Hal ini banyak dibuktikan dari kenyataan banyak yang menganggap bahwa
menulis itu ditentukan karena bakat.
Apakah benar, kemampuan menulis itu ditentukan oleh bakat? Jika
ditelaah pengertian bakat, setidaknya secara sederhana anda dapat 
mengatakan bahwa  bakat adalah kemampuan yang dimiliki dan dibawa
seseorang sejak lahir. Padahal sebenarnya pengertian keterampilan menulis
itu adalah keterampilan itu sendiri. Artinya, seseorang mempunyai
kemampuan menulis karena dia terampil. Sementara untuk dapat terampil
dalam menulis, maka dia harus melakukannya secara langsung atau
melatih dirinya sehingga terampil. Dengan demikian pengertian
keterampilan menulis adalah kemampuan yang didapat dan dimiliki oleh
seseorang setelah melalui proses pelatihan secara itens, khusus dalam
bidang menulis. Dengan mengikuti pelatihan atau berlatih secara intens,
maka seseorang dapat terampil menulis. 

C. RAGAM BAHASA

1. Pengertian Ragam Bahasa


Ragam bahasa adalah  variasi bahasa menurut pemakaian, yang berbeda-
beda menurut topik yang dibicarakan, menurut hubungan pembicara, kawan
bicara, orang yang dibicarakan, serta menurut medium pembicara. Ragam
bahasa ditinjau dari media atau sarana yang digunakan untuk menghasilkan
bahasa, yang terdiri dari :
1) Ragam bahasa lisan.
2) Ragam bahasa tulisan.
            Bahasa yang di hasilkan menggunakan alat ucap (organ of speech)
dengan fonem sebagai unsur dasar dinamakan ragam bahasa lisan sedangkan
bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai

18
dasarnya, dinamakan ragam bahasa tulisan. Jadi dalam ragam bahasa lisan kita
berurusan dengan lafal, dalam ragam bahasa tulisan kita berurusan dengan tata
cara penulisan (ejaan). Selain itu aspek tata bahasa dan kosa kata dalam kedua
ragam tersebut memiliki hubungan yang erat. Ragam bahasa tulis yang unsur
dasarnya  ragam bahasa lisan. Oleh karena itu sering timbul kesan antara
ragam bahasa lisan dan tulisan itu sama. Padahal, kedua jenis ragam bahasa itu
berkembang menjadi sistem bahasa yang memiliki sistem seperangkat kaidah
yang berbeda satu dengan yang lainnya.
2. Macam-macam Ragam Bahasa
Yaitu bisa dibagi 3 berdasarkan media,cara pandang penutur, dan topik
pembicaraan.
a. Ragam bahasa berdasarkan media
1) Ragam bahasa Media (Lisan)
Ragam bahasa baku lisan didukung oleh situasi pemakaian
sehingga kemungkinan besar terjadi pelesapan kalimat. Namun hal itu
tidak mengurangi ciri kebakuannya. Walaupun demikian ketepatan
dalam pilihan kata dan bentuk kata serta kelengkapan kalimat dan
unsur-unsur didalam struktur kalimat tidak menjadi ciri kebakuan
dalam ragam baku lisan karena situasi dan kondisi pembicara menjadi
pendukung didalam memahami makna gagasan yang disampaikan
secara lisan.
Pembicara lisan dalam situasi formal berbeda tuntutan kaidah
kebakuannya dengan pembicara lisan dalam situasi tidak formal atau
santai. Jika ragam bahasa dituliskan, ragam bahasa itu tidak bisa disebut
ragam bahasa tulis, tetapi tetap disebut sebagai ragam lisan. Oleh
karena itu, bahasa yang dilihat dari ciri-cirinya tidak  menunjukan cir-
ciri ragam tulis, walaupun direalisasikan dengan tulisan,  ragam bahasa
serupa itu tidak dapat dikatakan sebagai ragam tulis. Kedua ragam itu
masing-masing adapun ciri dari keduanya:
Ciri-ciri ragam lisan:
a. Memerlukan orang kedua/teman bicara.
b. Tergantung kondisi, ruang, dan waktu.

19
c. Tidak harus memperhatikan gramatikal, hanya perlu intonasi
serta bahasa tubuh.
d. Berlangsung cepat
Contohnya; “Sudah saya baca buku itu”
2) Ragam Tulis
Dalam penggunaan ragam bahasa baku tulisan makna kalimat yang
diungkapkan nya ditunjang oleh situasi pemakaian sehingga
kemungkinan besar terjadi pelesapan unsur kalomat. Oleh karrena itu,
penggunaan ragam baku tulis diperlukan kecermatan dan ketepatan
dalam pemilihan kata, penerapan kaidah ejaan, struktur bentuk katadan
struktur kalimat, serta kelengkapaan unsur-unsur bahasa di dalam
struktur kalimat.
Ciri-ciri ragam tulis:
1. Tidak memerlukan orang kedua/teman bicara;
2. Tidak tergantung kondisi, situasi & ruang serta waktu;
3. Harus memperhatikan unsur gramatikal;
4. Berlangsung lambat;
5. Selalu memakai alat bantu;
6. Kesalahan tidak dapat langsung dikoreksi;
7. Tidak dapat dibantu dengan gerak tubuh dan mimik muka.
                                  Contohnya: “Saya sudah membaca buku itu”.

Perbedaan antara ragam lisan dan tulisan (berdasarkan tata bahasa


dan kosa kata ) :
a. Tata Bahasa :
a) Ragam Bahasa lisan
1)  Adi sedang baca surat kabar.
2)  Ari mau nulis surat.
3)  Tapi kau tak boleh menolak lamaran itu.
b) Ragam bahasa tulisan.
1)  Adi sedang membaca surat kabar.
2)  Ari mau menulis surat.
3)  Namun, engkau tidak boleh menolak lamaran itu.

20
b. Kosa kata :
a) Ragam bahasa lisan
1)  Ariani bilang kalau kita harus belajar.
2)  Kita harus bikin karya tulis.
3)  Rasanya masih terlalu pagi buat saya, Pak
b) Ragam bahasa tulisan
1)  Ariani mengatakan bahwa kita harus belajar.
2)  Kita harus membuat karya tulis.
3)  Rasanya masih telalu muda bagi saya, Pak.

2. Ragam bahasa Indonesia dari cara pandang penutur.


Berdasarkan cara pandang penutur, ragam bahasa indonesia terdiri dari
ragam dialek, ragam terpelajar, ragam resmi dan ragam tak resmi.
  Contoh:
Ragam dialek : “Gue udah baca itu buku ”
Ragam terpelajar : “Saya sudah membaca buku itu”
Ragam resmi : “Saya sudah membaca buku itu”
Ragam tak resmi : “Saya sudah baca buku itu”

3. Ragam bahasa Indonesia menurut topik pembicaraan.


Berdasarkan topik pembicaraan, ragam bahasa terdiri dari ragam bahasa
ilmiah, ragam hukum, ragam bisnis, ragam agama, ragam sosial, ragam
kedokteran dan ragam sastra. 
Ragam hukum : Dia dihukum karena melakukan tindak pidana.
Ragam bisnis   : Setiap pembelian diatas nilai tertentu akan diberikan
diskon.
Ragam sastra       : Cerita itu menggunakan Flashback.
Ragam kedokteran: Anak itu menderita penyakit kuorsior.

21
DAFTAR PUSTAKA

Ngalimun dan Yundi Fitrah. 2015. Belajar Berbahasa Indonesia di Perguruan


Tinggi. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Ngalimun dkk. 2013. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi.Yogyakarta: Aswara


Pressindo.

Rafiek dan Rusma. 2005. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa di Perguruan


Tinggi. Banjarmasin: Pustaka Pelajar.

http://materi-mata-kuliah.blogspot.co.id/2014/09/makalah-sejarah-kedudukan-
dan-fungsi-bahasa-indonesia.html

22
BAB 3 Pilihan Kata, Kalimat, Paragraf

Pada bab 2 ini, memuat tentang pilihan kata (diksi), kalimat, dan paragraf.
Pilihan kata (diksi) meliputi kata baku dan tidak baku, macam-macam hubungan
makna (sinonim, antonim, hiponim, polisemi, hipernim, homonim, homofon, dan
homograf), makna kata (denotatif-konotatif, makna umum-khusus, makna
gramatikal-leksikal, makna peribahasa, makna kias dan lugas, kata konkret dan
abstrak), majas, serta bagaimana agar pilihan kata benar dan tepat. Pada bagian
kalimat, meliputi unsur-unsur kalimat, kelimat efektif, kalimat ambigu, dan jenis
kalimat. Dalam sub-bagian paragraf memaparkan tentang teknik pengembangan
paragraf, jenis paragraf, dan pengait paragraf.

A. Pilihan Kata (diksi)


Kata merupakan suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan
terdiri dari satu atau lebih morfem. Umumnya kata terdiri dari satu akar kata tanpa
atau dengan berafiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau
kalimat. (Haryanta, 2012:115). Untuk berkomunikasi secara tepat, seseorang
wajib memilih kata-kata yang hendak diungkapkannya, agar komunikasi dapat
terjalin dengan baik dan tidak menimbulkan salah arti. Oleh karena itu, pilihan
kata (diksi) sangat diperlukan baik dalam komunikasi lisan maupun tulisan.
1. Kata baku dan tidak baku
Dalam komunikasi lisan, bentuk kata yang tidak baku tidak begitu
nampak. Namun sebaliknya, dalam komunikasi tertulis/tulisan, kata baku
menjadi perhatian. Kata baku merupakan kata yang sesuai dengan standar
aturan kebahasaan yang berlaku, didasarkan atas kajian berbagai ilmu
bahasa dan sesuai dengan perkembangan zaman. Contoh kata baku dan
tidak baku:
Baku Tidak baku
Jadwal jadual
Karier karir

23
Teknik tehnik
Trotoar trotoir
Metode metoda
2. Macam-macam hubungan makna
a) Sinonim
Merupakan kata-kata yang memiliki kesamaan atau kemiripan makna.
Misalnya: mati-wafat, abadi-kekal, dan cantik-ayu.
b) Antonim
Merupakan kata-kata yang berlawanan maknanya. Misalnya baik-
buruk, tinggi-rendah, dan benar-salah.
c) Hiponim
Merupakan hubungan makna spesifik dengan makna generik. Misalnya
kucing, kelinci, dan kuda disebut hiponim dari hewan.
d) Polisemi
Merupakan bentuk bahasa yang memiliki makna lebih dari satu.
Misalnya kepala bermakna bagian tubuh manusia dari leher ke atas,
kepala rumah sakit bermakna orang yang memiliki jabatan paling atas
atau paling tinggi di rumah sakit.
e) Hipernim
Hubungan dalam semantik antara makna umum dengan makna khusus
misalnya buku dan kitab.
f) Homonim
Merupakan kata yang memiliki kesamaan lafal dan ejaan, namun
berbeda maknanya dari sumber yang berlainan. Misalnya hak pada hak
asasi manusia dan hak pada hak sepatu.
g) Homofon
Merupakan kata yang pengucapannya sama dengan kata lain, namun
ejaan dan maknanya berbeda. Misalnya masa dan massa, sangsi dan
sanksi.
h) Homograf

24
Merupakan kata yang ejaannya sama, tetapi berbeda lafal dan
maknanya. Misalnya teras (inti kayu) dan teras (bagian rumah)
3. Makna kata
a) Denotatif-konotatif
Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya atau makna yang
wajar, misalnya kata kamar kecil bermakna kamar yang berukuran
kecil/tidak besar. Makna konotatif adalah bukan makna sebenarnya,
misalnya kamar kecil bermakna toilet atau jamban.
b) Makna umum-khusus
Kata umum adalah kata yang cakupannya lebih luas, sedangkan kata
khusus adalah kata yang cakupannya lebih sempit. Misalnya bunga
termasuk kata umum, sedangkan kata khusus dari bunga adalah melati,
anggrek, dan mawar.
c) Makna gramatikal-leksikal
Makna gramatikal adalah untuk menyatakan makna jamak bahasa
Indonesia, menggunakan pengulangan kata, seperti kata meja yang
bermakna sebuah benda, menjadi meja-meja menjadi banyak meja.
Makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan hasil observasi alat
indera atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan.
Misalnya kata nyamuk bermakna binatang yang menyebabkan
timbulnya penyakit.
d) Makna peribahasa
Makna peribahasa adalah makna yang bersifat memperbandingkan atau
mengumpamakan, maka lazim juga disebut dengan perumpamaan.
Misalnya bagai, bak, laksana, dan umpama.
e) Makna kias dan lugas
Makna kias adalah kata ataupun kalimat yang tidak mengandung arti
yang sebenarnya. Misalnya raja siang yang bermakna matahari.
f) Kata konkret dan abstrak
Kata konkret adalah kata yang dapat diserap oleh panca indera.
Misalnya: air, obat, kayu, sedangkan kata abstrak adalah kata yang sulit

25
diserap oleh panca indera, misalnya kemerdekaan, kebebasan,
perumahan, dll.
4. Majas
Majas atau gaya bahasa disebut juga dengan kiasan, yaitu cara
melukiskan sesuatu dengan jalan menyamakannya dengan sesuatu yang
lain. Majas digunakan untuk menghidupkan sebuah karangan atau
digunakan agar lebih ringkas dalam mengungkapkan sesuatu dibandingkan
dengan jika harus mengungkapkan dengan makna yang sebenarnya. Ada
beberapa macam majas dalam bahasa Indonesia, yaitu:
a) Majas persamaan atau simile yaitu persamaan dua hal, yang
dibandingkan dengan menggunakan kata seperti dan bagai. Contoh: Ia
manis bagai putri dari kayangan.
b) Majas perumpamaan, hampir sama dengan simile, namun tidak ada
unsur yang disamakan. Contoh: Bagai air di daun talas.
c) Majas metafora, menyatakan secara langsung dua benda yang sama.
Contoh: Ia sampah masyarakat.
d) Majas metonimi, gaya bahasa yang memakai nama ciri atau nama hal
yang ditautkan dengan nama orang lain, barang, atau hal, sebagai
penggantinya. Contoh: Dalam pertandingan kemarin saya hanya
memperoleh perunggu sedangkan teman saya perak.
e) Majas Personifikasi yaitu jenis makna yang melekatkan sifat-sifat
insani kepada benda yang tidak bernyawa dan ide abstrak.
Contoh: Pembangunan kini membelah desa dan kota.
f) Majas litotes, yaitu majas yang merendahkan diri secara berlebih-
lebihan. Contoh : Engkau menganggap ceritaku hanya angin lalu.
g) Majas hiperbola, yaitu majas yang melebih-lebihkan sesuatu dengan
cara meninggikan hal-hal yang tidak semestinya. Contoh : Harga-harga
sekarang mencekik leher.
h) Klimaks atau anabasis adalah gaya bahasa yang terbentuk dari
beberapa gagasan yang berturut-turut semakin meningkat kepentingan-
nya. Contoh: Setiap guru yang berdiri di depan kelas harus

26
mengetahui, memahami, serta menguasai bahan yang diajarkan.
Seorang guru harus bertindak sebagai pengajar, pembimbing,
penyuluh, pengelola, penilai, pemberi kemudahan, atau pendidik yang
sejati.
i) Antiklimaks gaya bahasa yang berisi gagasan-gagasan yang berturut-
turut semakin berkurang kepentingannya. Contoh: Kita hanya dapat
merasakan betapa nikmatnya dan mahalnya kemerdekaan bangsa
Indonesia, apabila kita mengikuti sejarah perjuangan para pemimpin
kita melawan serdadu penjajah.
j) Anthitesis adalah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan
yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok
kata yang berlawanan.
k) Repetisi adalah pengulangan bunyi, suku kata, kata, atau bagian
kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah
konteks yang sesuai.
l) Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang
dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai
efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali
tidak menghendaki adanya jawaban.
m) Sinekdoke adalah gaya bahasa yang menyebutkan nama bagian
sebagai pengganti nama keseluruhannya atau sebaliknya. Contoh:
Setiap tahun semakin banyak mulut yang harus diberi makan di Tanah
Air kita ini. Dalam pertandingan final besok malam di Stadion
Siliwangi Bandung berhadapanlah Medan dengan Jakarta.
n) Eufimisme adalah ungkapan yang halus untuk menggantikan kata-kata
yang dirasakan menghina ataupun menyinggung perasaan. Contoh:
Anak Anda memang tidak terlalu cepat mengikuti pelajaran seperti
anak-anak lainnya (bodoh).
o) Sarkasme adalah sindiran langsung dan kasar. Kata-kata pedas untuk
menyakiti hati orang lain, berupa cemoohan atau ejekan.

27
p) Pleonasme adalah pemakaian kata yang mubazir (berlebihan), yang
sebenarnya tidak perlu (seperti menurut sepanjang adat; saling tolong-
menolong). Contoh:Saya telah mencatat kejadian itu dengan tangan
saya sendiri. Kami telah memikul peti jenazah itu di atas bahu kami
sendiri.
5. Beberapa hal yang harus diperhatikan agar dapat memilih kata yang tepat,
adalah:
a) Ketetapatan, bisa diukur dari gagasan yang akan disampaikan dan
diterima partisipan.
b) Kecocokan, bisa diukur dari kesesuaian kata dengan konteks
penggunaannya.
c) Kelaziman kata yang digunakan, yaitu kata tersebut dikenal luas
atau lazim digunakan.
d) Kecermatan, hindari kata yang maknanya bersifat kabur, tidak
benar, atau tidak dapat diketahui kepastiannya, misalnya kata
mungkin, kira-kira, dan nyaris/hampir.

Evaluasi
Latihan
1. Jelaskan pengertian diksi/pilihan kata dan berikan 3 contoh pemakaiannya
dalam kalimat!
2. Jelaskan hal-hal apa saja yang harus diperhatikan agar dapat menggunakan
diksi yang tepat!
3. Buatlah sebuah paragraf dengan menggunakan majas!

Tugas
Amatilah penggunaan bahasa promosi dalam iklan-iklan produk makanan
atau minuman yang ada di televisi, kemudian berikan komentar terhadap
pilihan kata/ diksinya!

28
B. Kalimat
Kalimat adalah satuan pikiran atau perasaan yang dinyatakan dengan subjek
dan predikat yang dirakit secara logis. Kalimat menjelaskan pikiran dan perasaan
pembicara atau penulis. Sebuah kalimat minimal harus terdiri dari Subjek dan
Predikat.
1. Unsur-unsur kalimat
a) Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberitahu melakukan
(tindakan) apa atau dalam keadaan bagaimana subjek (pelaku). Selain
menyatakan perbuatan atau tindakan Subjek, sesuatu dinyatakan oleh P
dapat pula mengenai sifat, situasi, status, ciri, atau jati diri S. Predikat
dapat berupa kata atau frasa, sebagian besar berkelas verba atau
adjektiva, tetapi dapat juga nomina atau frasa nominal. Contoh:
Kucingku belang tiga.
b) Subjek (S) adalah bagian kalimat yang menunjukkan pelaku, sosok
(benda), sesuatu hal, atau masalah yang menjadi pangkal/pokok
pembicaraan. Subjek biasanya diisi oleh jenis kata/frasa verbal. Contoh:
Yang berbaju batik dosen saya.
c) Obyek (O) adalah bagian kalimat yang melengkapi predikat. Pada
umumnya diisi oleh nomina, frasa nominal, atau klausa. Letak obyek di
belakang predikat yang berupa verba transitif, yaitu verba yang
menuntut wajib hadirnya O. Contoh : Arsitek merancang…. (gedung).
d) Pelengkap (pel) atau komplemen adalah bagian yang melengkapi P.
letak pel umumnya di belakang verba. Posisi it jug ditempati O, dan
jenis kata yang mengisi Pel dan O jug sama, yaitu dapat berupa
nominal, frasa nominal, atau klausa. Namun, antara pel dan O terdapat
perbedaan. Contoh:
- Indonesia berasaskan pancasila
- Gamelan merupakan kesenian tradisional
e) Keterangan (ket.) adalah bagian kalimat yang menerangkan berbagai
hal tentang bagian kalimat yang lainnya. Unsur keterangan dapat
berfungsi menerangkan S, P, O, dan Pel. Posisinya bersifat manasuka,

29
dapat di awal, di tengah, atau di akhir kalimat. Pengisi keterangan
adalah frasa nominal, frasa preposisional, adverbial, atau klausa.
Contoh :
- Karena malas belajar, mahasiswa itu tidak lulus.
- Polisi menyelidiki masalah itu dengan hati-hati.
2. Kalimat efektif
Keefektifan kalimat diukur dari sudut pandang banyak sedikitnya
kalimat itu berhasil mencapai sasaran komunikasi. Menurut Alek (2011:
248) kalimat yang efektif dapat meyakinkan dan menarik perhatian
pendengar atau pembaca karena memiliki ciri: keutuhan, perpautan,
penegasan, ekonomi, dan variasi.
Menurut Rafiek (2015: 180) suatu kalimat dikatakan efektif jika
memiliki ciri-ciri:
a) Sesuai dengan tuntutan bahasa baku.
b) Jelas, artinya kalimat itu mudah ditangkap maksudnya
c) Ringkas dan lugas.
d) Adanya hubungan yang baik (koherensi) antara satu kalimat dengan
kalimat lain, antara satu paragraf dengan paragraf yang lain.
e) Kalimat harus hidup/ bervariasi (pilihan kata, urutan dalam kalimat,
bentuk kalimat, gaya bahasa, dan perbandingan/perumpamaan).
f) Tidak ada unsur yang tidak berfungsi.

3. Kalimat Ambigu
Kalimat yang memenuhi ketentuan tata bahasa, tetapi masih
menimbulkan tafsiran ganda tidak termasuk kalimat yang efektif.
Contoh:
(1) Tahun ini SPP mahasiswa baru dinaikkan.
Kata baru di atas menerangkan kata mahasiswa atau kata dinaikkan?
Jika menerangkan mahasiswa, tanda hubung dapat digunakan untuk
menghindari salah tafsir.
- Tahun ini SPP mahasiswa-baru dinaikkan.

30
Jika kata baru menerangkan dinaikkan, kalimat itu dapat diubah
menjadi:
- SPP mahasiswa tahun ini baru dinaikkan.
(2) Rumah sang jutawan yang aneh itu akan segera dijual.
Frasa yang aneh di atas menerangkan kata rumah atau frasa sang
jutawan?
Jika yang aneh menerangkan rumah, kalimat itu dapat diubah
menjadi:
- Rumah aneh milik sang jutawan itu akan segera dijual.
Jika yang aneh itu menerangkan sang jutawan kata yang dapat
dihilangkan sehingga makna kalimat di atas menjadi lebih jelas.
- Rumah sang jutawan aneh itu akan segera dijual.

4. Jenis Kalimat
Menurut fungsinya, jenis kalimat dapat dibedakan menjadi kalimat
pernyataan, pertanyaan, perintah, dan permintaan. Dalam bahasa lisan,
intonasi yang khas menjelaskan kapan kita berhadapan dengan salah satu
jenis itu.
a) Kalimat pernyataan (deklaratif) adalah kalimat yang menyatakan
sesuatu dengan lengkap pada waktu penutur ingin menyampaikan
informasi kepada lawan tuturnya.
b) Kalimat pertanyaan (interogatif) adalah kalimat yang dipakai penutur
untuk memperoleh infomasi atau reaksi (jawaban atau tindakan) yang
diharapkan.
c) Kalimat perintah/ permintaan (imperative) adalah kalimat yang
digunakan untuk menyuruh atau melarang orang berbuat sesuatu.
d) Kalimat seruan (ekslamatif) adalah seruan mengungkapkan perasaan
yang kuat atau yang mendadak.

31
Latihan dan Tugas
Petunjuk:
Telitilah kesalahan atau kejanggalan dalam kalimat-kalimat di bawah ini
dan selanjutnya perbaiki menjadi struktur kalimat yang benar!

1. Rumah yang mana dahulu pernah saya tinggali baru-baru ini dibongkar oleh
petugas yang berwajib.
2. Tahun 2019 merupakan tahun yang penting di mana pemerintah akan
mengadakan pemilihan umum.
3. Pada tahun ini merupakan tahun terakhir masa dinasnya sebagai pegawai
negeri.
4. Kepada para pelamar diharap mendaftarkan diri.
5. Kepada hadirin kami harap berdiri.
6. Kepada saudara-saudara kami ucapkan terima kasih atas perhatiannya.
7. Kepada siapa yang merasa tidak adil harap mengajukan protes.
8. Acara selanjutnya ialah sambutan dari wakil mahasiswa. Waktu dan tempat
kami persilakan.
9. Orang itu saudara saya punya istri.
10. Di dalam keputusan itu mengandung kebijaksanaan yang dapat
menguntungkan umum.
11. Sementara orang mengatakan bahwa hal itu tak usah dibesar-besarkan.
12. Demikianlah laporan saya dan harap menjadi periksa adanya.
13. Tenaga ahli sangat kurang jumlahnya untuk proyek ini.
14. Duduklah yang baik dan bicaralah yang benar.
15. Barang siapa yan tidak menaati pengumuman ini akan dipertanggung-
jawabkan terhadap segala akibat yang ditimbulkannya.
16. Penataran ilmu Bedah Orthopedi di Rumah-sakit-rumah Sakit Swasta.
17. Hal ini tergantung dari izin untuk dididik lebih lanjut daripada ahli bedah-
bedah di daerah yang membutuhkan.

32
18. Kata orang, bahasa hak-milik masyarakat. Jika begitu, marilah kita semua
yang merasa menjadi anggota masyarakat, dan tidak seakan-akan di atasnya,
turut memelihara bahasa kita.
19. 100 rumah selesai dibangun di kompleks perumahan itu.
20. Menjawab pertanyaan wartawan dikatakan oleh Menteri bahwa ia tidak tahu-
menahu.

33
C. Paragraf
1. Teknik Pemaparan Paragraf
a) Paragraf Deskriptif
Paragraf deskriptif yakni melukiskan atau menggambarkan apa saja
yang dilihat du depan mata penulisnya, misalnya menggambarkan tata
ruang atau tata letak objek yang dilukiskan. Tujuan paragraf deskriptif
adalah untuk menggambarkan suatu objek sejelas-jelasnya. Ciri-ciri
paragraf deskriptif antara lain:
- Menggambarkan benda, tempat, atau suasana tertentu.
- Penggambaran dengan melibatkan panca indera (pendengaran,
penglihatan, penciuman, pengecapan, dan perabaan).
- Bertujuan agar pembaca seolah-olah melihat atau merasakan sendiri
objek yang dideskripsikan.
- Menjelaskan ciri-ciri objek seperti warna, ukuran, bentuk, dan
keadaan suatu objek secara terperinci.
b) Paragraf Ekspositoris
Paragraf ekspositoris adalah paragraf yang isinya memaparkan,
menerangkan, menjelaskan suatu topik yang berupa informasi dengan
urut, jelas dan detail dan bertujuan untuk memberikan informasi
sejelas-jelasnya kepada para pembacanya. Ciri-ciri paragraf ekspositoris
yaitu:
- Memaparkan definisi dan memaparkan langkah-langkah, metode
atau melaksanakan suatu tindakan.
- Gaya penulisannya bersifat informatif.
- Menginformasikan/menceritakan sesuatu yang tidak bisa dicapai
oleh panca indera.
- Paragraf eksposisi umumnya menjawab pertanyaan apa, siapa,
dimana, kapan, mengapa, dan bagaimana.
c) Paragraf Argumentasi
Paragraf argumentasi atau paragraph persuasif merupakan paragraph
yang berusaha untuk membujuk atau meyakinkan pembaca tentang arti

34
penting dari objek tertentu yang dijelaskan dalam paragraph itu. Ciri-
ciri paragraf argumentatif yaitu:
- Menjelaskan suatu pendapat agar pembaca yakin.
- Memerlukan fakta untuk membuktikan pendapatnya biasanya
berupa gambar/grafik.
- Menggali sumber ide dari pengamatan, pengalaman, dan penelitian.
- Penutup berisi kesimpulan.
d) Paragraf Naratif
Paragraf naratif berkaitan erat dengan penceritaan atau pendongengan
dari sesuatu. Ciri-ciri paragraf naratif yaitu:
- Ada kejadian atau peristiwa
- Ada pelaku
- Ada waktu dan tempat kejadian.
2. Bentuk Paragraf

35
3. Jenis paragraf berdasarkan sifat dan tujuannya, sumber
http://dosenbahasa.com/jenis-jenis-paragraf
a) Paragraf Pembuka
Paragraf ini letaknya di awal sebuah wacana. Paragraf ini berfungsi
sebagai pembuka atau pengantar isi sebuah karangan kepada pembaca.
Sebelum memasuki isi dan inti karangan, paragraf ini mengantarkan
dan mempersiapkan pikiran pembaca agar lebih fokus, serta isinya
mempengaruhi pembaca supaya tertarik melanjutkan isi bacaan.
Contoh paragraf pembuka :
“Besok internet mendatangi desa kita. Internet membuat kita
menyaksikan dunia. Internet juga dapat menyampaikan surat ke
sahabat kita di pulau seberang, bahkan hingga ke negara
tetangga.” Itulah bunyi iklan layanan masyarakat yang dapat
disaksikan lewat televisi. Bayangkan, melalui internet kita dapat
mengakses kabar terkini dari seluruh penjuru dunia. Kita pun bisa
mengetahui keadaan roket yang tengah diuji di angkasa luar.
Dengan suatu blog, kita dapat menjadi penulis dengan memposting
tulisan karya kita. Bahkan, kita pun dapat berbincang sambil menatap
sahabat pena yang berada di Australia melalui web camera. Dengan
hanya duduk di depan komputer, kita dapat menggunakan
fasilitas chatting, browsing, gaming, atau surfing.

b) Paragraf Pengembang
Paragraf ini letaknya di antara pembuka dan penutup pada sebuah
karangan. Paragraf ini memuat isi dari sebuah karangan. Paragraf
penghubung menguraikan isi dan inti sebuah tulisan. Sifat dari
paragraf penghubung sesuai dengan tipe tulisannya seperti narasi,
deskripsi, eksposisi, dll.
Contoh paragraf penghubung :
Meskipun begitu jangan lupa bahwa bersahabat dengan internet
terdapat aturan yang sebaiknya kita patuhi. Jika tidak mengetahui

36
aturan bermainnya, berteman dengan internet dapat merugikan.
Tentunya kita pernah mendengar dari TV atau koran terdapat
penculikan anak, kemudian orang tuanya diminta memberikan
sejumlah tebusan berupa uang jika ingin anaknya dikembalikan.
Ternyata setelah diselidiki, kasus penculikan tersebut bermula dari
kegemaran anak terhadap internet seperti chatting. Anak tersebut tanpa
sadar memberikan identitas atau data – data pribadi miliknya kepada
orang yang ia ajak chatting padahal orang tersebut merupakan
penjahat yang sedang menyamar menjadi anak-anak. Hal tersebut
sangat mungkin mengingat chatting tidak bisa melihat teman yang di
ajak berbincang secara nyata alias maya.
Supaya kejadian tersebut tidak terulang, apalagi menimpa diri kita,
maka sebaiknya kita mengikuti aturan berikut:

1. Jangan memberi data pribadi ke seseorang yang tidak kita kenal


2. Jangan pergi sendirian ketika ingin bertemu dengan
teman chatting
3. Tidak malu untuk bertanya kepada orang tua/kakak
4. Jangan mengakses sembarang situs
5. Jangan lupa log out atau sign out akun ketika selesai
6. Hati-hati terhadap virus di software tertentu
7. Buatlah kesepakatan dalam penggunaan internet

c) Paragraf Penutup
Paragraf penutup ialah paragraf yang letaknya di akhir sebuah sebuah
karangan. Paragraf berfungsi sebagai penutup pada sebuah karangan.
Paragraf ini menunjukkan tulisan telah berakhir, bentuknya
kesimpulan, pengulangan secara ringkas, penekanan atau komentar
akhir. Bentuknya disesuai dengan kebutuhan maupun jenis tulisan.
Berikut contoh untuk paragraf penutup:

37
Contoh paragraf penutup :
Hal-hal di  atas tidak susah untuk dilakukan hanya perlu kesadaran,
kedisiplinan serta tanggung jawab diri kita sendiri. Ketika itu
dilakukan, internet akan sangat berguna bagi kehidupan, khususnya
diri kita.

4. Pengait paragraf.
Agar paragraf menjadi padu digunakan pengait paragraf berupa:
a) Ungkapan penghubung transisi.
1) Hubungan tambahan: lebih lagi, selanjutnya, tambahan pula, di
samping itu, lalu, berikutnya, demikian pula, begitu juga, dan, lagi
pula, seperti halnya, juga, kedua, ketiga, akhirnya, tambahan lagi,
demikian juga.
2) Hubungan pertentangan: akan tetapi, namun, bagaimanapun,
walaupun, demikian, sebaliknya, meskipun begitu, lain halnya,
sama sekali tidak, biarpun, meskipun.
3) Hubungan perbandingan: sama dengan itu, dalam hal yang
demikian, sehubungan dengan itu, sama halnya, seperti, dalam
hal yang sama, sebagaimana.
4) Hubungan akibat: oleh sebab itu, jadi, akibatnya, oleh karena itu,
maka, sebab itu, karena itu.
5) Hubungan tujuan: untuk itu, untuk maksud itu, untuk maksud
tersebut, supaya.
6) Hubungan singkatan: singkatnya, pendeknya, akhirnya, pada
umumnya, dengan kata lain, sebagai simpulan, contoh, ringkasnya,
secara singkat, seperti sudah dikatakan, misalnya, yakni, yaitu,
sesungguhnya.
7) Hubungan waktu: sementara itu, segera setelah itu, beberapa saat
kemudian, sesudah, kemudian.
8) Hubungan tempat: berdekatan dengan itu, berdampingan dengan,
disini, disitu, dekat, di seberang.

38
b) Kata Ganti
Ungkapan pengait paragraf dapat berupa kata ganti orang maupun kata
ganti yang lain.
1) Kata ganti orang: saya, aku, kita, kami, mereka, engkau, dia,
beliau, dan –nya.
2) Kata ganti yang lain: itu, ini, demikian, tadi, di situ, di sana.
3) Kata kunci/ pengulangan kata-kata kunci untuk mengaitkan antar
kalimat dalam paragraf. Pengulangan kata-kata kunci ini perlu
dilakukan dengan hati-hati (tidak terlalu sering).

Daftar Rujukan

Achmad, H.P., dan Alek. 2011. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.
Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Bahtiar, Ahmad dan Fatimah. 2014. Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi.
Bogor: IN MEDIA.

Haryanta, Agung Tri. 2012. Kamus Kebahasaan dan Kesusastraan. Surakarta:


Aksarra Sinergi Media.

Mufid, Ahmad. 2015. Pedoman Kata Baku dan Tidak Baku. Jakarta: Buku Pintar.

Pusat Bahasa. 2003. Buku Praktis Bahasa Indonesia Jilid 1. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.

Rafiek, M., dan Rusma Noortyani. 2015. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa di
Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Zulkifli. 2016. Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa. Yogyakarta: Aswaja


Pressindo.

39
BAB 4 EJAAN DAN ISTILAH

A. Ejaan Bahasa Indonesia


Ejaan menurut Suyanto (2011:90) adalah sebuah ilmu yang mempelajari
bagaimana ucapan atau apa yang dilisankan oleh seseorang ditulis dengan
perantara lambang-lambang atau gambar-gambar bunyi. Secara teknis, yang
dimaksud dengan ejaan ialah penulisan huruf, penulisan kata, dan pemakaian
tanda baca (Arifin, 2008:127). Ejaan adalah sebuah ilmu yang mempelajari
bagaimana ucapan atau apa yang dilisankan oleh seseorang ditulis dengan
perantara lambang-lambang atau gambar-gambar bunyi.

B. Sejarah Ejaan di Indonesia


Kalau kita melihat perkembangan bahasa Indonesia sejak dulu sampai
sekarang, tidak terlepas dari perkembangan ejaannya. Kita ketahui bahwa
beberapa ratus tahun yang lalu bahasa Indonesia belum disebut bahasa
Indonesia, tetapi bahasa Melayu.
Kita masih ingat pada masa kerajaan Sriwijaya, Ada beberapa prasasti
yang bertuliskan bahasa Melayu Kuno dengan memakai huruf Pallawa (India)
yang banyak dipengaruhi bahasa Sanskerta, seperti  juga halnya bahasa Jawa
Kuno. Jadi bahasa pada waktu itu belum menggunakan huruf Latin. Bahasa
Melayu Kuno ini kemudian berkembang pada berbagai tempat di Indonesia,
terutama pada masa Hindu dan masa awal kedatangan Islam (abad ke-13).
Pedagang-pedagang Melayu yang berkekeliling di Indonesia memakai bahasa
Melayu sebagai lingua franca , yakni bahasa komunikasi dalam perdagangan,
pengajaran agama, serta hubungan antarnegara dalam bidang ekonomi dan
politik.
Lingua franca ini secara merata berkembang di kota-kota pelabuhan yang
menjadi pusat lalu lintas perdagangan. Banyak pedagang asing yang berusaha

40
untuk mengetahui bahasa Melayu untuk kepentingan mereka. Bahasa Melayu ini
mengalami pula penulisannya dengan huruf Arab yang juga berkembang menjadi
huruf Arab-Melayu. Banyak karya sastra dan buku agama yang ditulis dengan
huruf Arab-Melayu. Huruf ini juga dijadikan sebagai ejaan resmi bahasa Melayu
sebelum mulai digunakannya huruf Latin atau huruf Romawi untuk penulisan
bahasa Melayu, walaupun masih sangat terbatas.
Peristiwa-peristiwa penting dalam perkembangan ejaan di Indonesia:
1. Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-
buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman
Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai
Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya
dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun
memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa
Melayu di kalangan masyarakat luas.
2. Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan
agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
3. Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa
Indonesia.
4. Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di
Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan
dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh
cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
5. Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945,
yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa negara.
6. Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Soewandi sebagai
pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
7. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad
bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia

41
yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa
negara.
8. Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia,
meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
(EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan
pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
9. Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku
di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
10. Tanggal 28 Oktober s.d. 2 November 1978 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka
memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan
kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak
tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa
Indonesia.
11. Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa
Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka
memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya
disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus
lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis
Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara
Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar,
dapat tercapai semaksimal mungkin.
12. Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh
ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari
negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda,
Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan
dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan

42
Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa
Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
13. Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres
Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa
dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia,
Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia,
Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan
agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya
menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya
Undang-Undang Bahasa Indonesia.
14. Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia
VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya
Badan Pertimbangan Bahasa.

C. Perkembangan Ejaan di Indonesia


Sejarah perkembangan ejaan bahasa Indonesia telah melalui beberapa
tahap perkembangan, dimulai dari zaman penjajahan Belanda sampai sekarang.
Berikut ini adalah periode-periode waktu perkembangan ejaan Bahasa Indonesia:
1. Ejaan Van Ophuijsen
Van Ophuijsen adalah seorang ahli bahasa berkebangsaan Belanda. Ia
pernah jadi inspektur sekolah di maktab perguruan Bukit tinggi, Sumatera Barat,
kemudian menjadi profesor bahasa Melayu di Universitas Leiden, Belanda.
Setelah menerbitkan Kitab Logat Melajoe, van Ophuijsen kemudian menerbitkan
Maleische Spraakkunst (1910).
Pada tahun 1901 diadakan pembakuan ejaan bahasa Indonesia yang
pertama kali oleh Charles van Ophuijsen dibantu oleh Engku Nawawi gelar Sutan
Makmur dan Moh. Taib Sultan Ibrahim. Hasil pembakuan mereka yang dikenal
dengan Ejaan Van Ophuijsen ditulis dalam sebuah buku. Dalam kitab itu dimuat
sistem ejaan Latin untuk bahasa Melayu di Indonesia. Ejaan ini digunakan untuk
menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang dimengerti oleh orang

43
Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip dengan tuturan
Belanda, antara lain:
 huruf 'j' untuk menuliskan bunyi 'y', seperti pada kata jang, pajah, sajang.
 huruf 'oe' untuk menuliskan bunyi 'u', seperti pada kata-kata goeroe, itoe,
oemoer .
 tanda diakritik, seperti koma ain dan tanda trema, untuk menuliskan bunyi
hamzah, seperti pada kata-kata ma'moer, ‘akal, ta’, pa’, dinamaï.
2. Ejaan Soewandi
Pada tanggal 19 Maret 1947 ejaan Soewandi diresmikan untuk
menggantikan ejaan Van Ophuijsen. Masyarakat memberikan julukan ejaan ini
dengan ejaan Republik.
Perbedaan antara ejaan ini dengan ejaan Van Ophuijsen:
 Huruf 'oe' menjadi 'u', seperti pada goeroe → guru.
 Bunyi hamzah dan bunyi sentak yang sebelumnya dinyatakan dengan (')
ditulis dengan 'k', seperti pada kata-kata tak, pak, maklum, rakjat.
 Kata ulang boleh ditulis dengan angka 2, seperti ubur2, ber-main2, ke-
barat2-an.
 Awalan 'di-' dan kata depan 'di' kedua-duanya ditulis serangkai dengan
kata yang mengikutinya. Kata depan 'di' pada contoh dirumah, disawah,
tidak dibedakan dengan imbuhan 'di-' pada dibeli, dimakan.
3. Ejaan Melindo
Pada tanggal 4-7 Desember 1959 diadakan sidang panitia kerjasama
bahasa Indonesia dan bahasa Melayu. Prof. Slamet Mulyana dan Syed Nasir bin
Ismail mewakili kedua negara mengasilkan sebuah konsep ejaan bersama yang
kemudian dikenaldengan ejaan Melindo (Melayu-Indonesia). Perkembangan
politik selama tahun-tahun berikutnya mengurungkan peresmian ejaan ini.
4. Ejaan Yang Disempurnakan
Ejaan ini secara resmi dicanangkan oleh presiden Soeharto pada tanggal
16 Agustus 1972 dalam pidato kenegaraan di depan sidang Paripurna DPR RI.
Secara resmi, penggunaan ejaan ini ditetapkan pada tanggal 17 Agustus 1972
berdasarkan putusan Presiden No. 57. Pada tahun 1987. Buku kecil yang berjudul

44
Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan yang disebarkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dijadikan sebagai patokan pemakaian
ejaan ini. Pada tanggal 12 Oktober 1972 dikeluarkan surat putusan dari Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan No.156/P/1972 diketuai oleh Amran Halim,
menyusun buku pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan
yang isinya berkaitan dengan pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Namun
setelah itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya
No.0196/1975 memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah.
Pada tahun 1987 terjadi revisi pada kedua pedoman tersebut. Edisi revisi
dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No.0543a/U/1987.
Beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan Ejaan Bahasa
Indonesia yang Disempurnakan sebagai berikut.
(1) Perubahan yang terdapat pada Ejaan Soewandi ke Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan, antara lain:
 "tj" menjadi "c" : tjutji → cuci
 "dj" menjadi "j": djarak → jarak
 "j" menjadi "y" : sajang → sayang
 "nj" menjadi "ny" : njamuk → nyamuk
 "sj" menjadi "sy" : sjarat → syarat
 "ch" menjadi "kh": achir → akhir

Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:

(2) Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing diresmikan
pemakaiannya.
f fakir, maaf
v universitas, valuta
z zat, lezat
(3) Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap
digunakan, misalnya pada kata furqan, dan xenon.

45
(4) Awalan "di-" dan kata depan "udi" dibedakan penulisannya. Kata depan "di"
pada contoh di rumah, di sawah, penulisannya dipisahkan dengan spasi,
sementara "di-" pada dibeli atau dimakan ditulis serangkai dengan kata yang
mengikutinya.
(5) Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua tidak
digunakan sebagai penanda perulangan.
5. Ejaan Bahasa Indonesia
Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) adalah ejaan bahasa Indonesia yang berlaku
sejak tahun 2015 berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa
Indonesia.
Perbedaan Ejaan Bahasa Indonesia dengan Ejaan yang Disempurnakan adalah:
1. Penambahan huruf vokal diftong. Pada EYD, huruf diftong hanya tiga
yaitu ai, au, oi, sedangkan pada EBI, huruf diftong ditambah satu yaitu ei
(misalnya pada kata geiser dan survei).
2. Penggunaan huruf tebal. Dalam EYD, fungsi huruf tebal ada tiga, yaitu
menuliskan judul buku, bab, dan semacamnya, mengkhususkan huruf,
serta menulis lema atau sublema dalam kamus. Dalam EBI, fungsi ketiga
dihapus.

D. Penerapan Kaidah Ejaan Bahasa Indonesia


Ketika kita ingin menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, kita
memerlukan Tata Bahasa Baku sebagai rujukannya, sedangkan ketika kita ingin
menulis dengan baik membutuhkan Ejaan Bahasa Indonesia sebagai pedoman
dalam penulisan.
Ejaan Bahasa Indonesia ini membicarakan tentang (1) pemakaian huruf,
(2) penulisan huruf, (3) penulisan kata, (4) penulisan unsur-unsur serapan, dan (5)
pemakaian tanda baca.

1. Pemakaian Huruf
a. Huruf Abjad

46
Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri dari huruf
berikut ini.

Huruf Abjad
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri dari
huruf a, i, u, e, dan o. Contoh pemakaian huruf vokal dalam kata adalah.
 Pemakaian huruf vokal "a" : api, padi, lusa.
 Pemakaian huruf vokal "i" : itu, simpan, padi.
 Pemakaian huruf vokal "u" : ulang, tahun, itu.
 Pemakaian huruf vokal "e" : enak. petak, sore.
 Pemakaian huruf vokal "o" : oleh, kota, radio.
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia adalah
huruf yang selain huruf vokal yang terdiri dari huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m,
n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.
d. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat 4 gabungan huruf yang
melambangkan konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan sy. Masing-masing
melambangkan satu bunyi konsonan.
 Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "kh" : khusus, akhir, tarikh.
 Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "ng" : ngarai, bangun, senang.

47
 Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "ny" : nyata, banyak
 Pemakaian Gabungan Huruf Konsonan "sy" : syarat, musyawarah, arasy.
e. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan
dengan ai, au, dan oi. Contoh pemakaiannya dalam kata
 Pemakaian Huruf Diftong "ai" : balairung, pandai.
 Pemakaian Huruf Diftong "au" : autodidak, taufik, harimau.
 Pemakaian Huruf Diftong "oi" : boikot, amboi.
 Pemakaian Huruf Diftong “ei” : geiser, survei

2. Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring


a. Huruf Kapital atau Huruf Besar

Huruf Kapital dipakai sebagai huruf pertama pada awal kalimat,


petikan langsung, ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan, unsur
nama jabatan, nama gelar kehormatan, keturunan, nama orang, nama bangsa,
suku, nama geografi, bulan, tahun, dll.

b. Huruf Miring

Huruf Miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku,


majalah, surat kabar, yang dikutip dalam tulisan, nama ilmiah atau
ungkapan asing (kecuali yang telah disesuaikan ejaannya), dan untuk
menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, atau kelompok kata.

3. Penulisan Kata
Ada beberapa hal yang pelru diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu

a. Kata Dasar

Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk,


yang ditulis sebagai suatu kesatuan.

Misalnya :

 Buku itu sangat tebal.

48
 Kantor pajak penuh sesak.

b. Kata Turunan (Kata berimbuhan)


Kata Turunan (Kata berimbuhan) Kaidah yang harus diikuti dalam
penulisan kata turunan, yaitu :
Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya :
 Menulis
 Membaca
Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung
mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata.
Misalnya :
 Sebar luaskan
 Bertepuk tangan
Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat
awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai.
Misalnya :
 Keanekaragaman
 Menandatangani
Jika salah satu unsur gabungan kata hanya digunakan dalam
kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya :
 Mahaadil
 Antarkota
c. Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-).
Jenis jenis kata ulang yaitu :
 Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal. Misalnya = Laki : Lelaki
 Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan. Misalnya =
Laki : Laki-laki
 Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem. Misalnya =
Sayur : Sayur-mayur 
 Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan.
Misalnya =Main : Bermain-main

49
4. Pemakaian Tanda Baca
Tanda koma (,)
Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan:
 Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
 Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu
mendahului induk kalimatnya.
 Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang
didahului oleh kata tetapi atau melainkan.
 Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
 Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
 Dipakai diantara : (1) nama dan alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3)
tempat dan tanggal, (4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
 Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
 Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang
dinyatakan dengan angka.
 Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak
membatasi.
 Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar
pustaka.
 Menghindari terjadinya salah baca di belakang keterangan yang terdapat
pada awal kalimat.
 Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan
tanda tanya atau seru.

Tanda Titik (.)


Penulisan tanda titik di pakai pada:
 Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
 Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
 Akhir singkatan nama orang.

50
 Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum. Bila singkatan itu
terdiri atas tiga hurus atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
 Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau
daftar.
 Dipakai untuk memisahkan bilangan atau kelipatannya.
 Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
 Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan atau
ilustrasi dan tabel.

Tanda Titik Tanya ( ? )


Tanda tanya dipakai pada :
 Akhir kalimat tanya.
 Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang
diragukan atau kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Tanda Seru ( ! )
Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, rasa emosi yang kuat dan
ketidakpercayaan.

Tanda Titik Dua ( : )


Tanda titik dua dipakai untuk :
 Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
 Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
 Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam
percakapan
 Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
 Di antara bab dan ayat dalam kitab suci
 Di antara jilid atau nomor dan halaman
 Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap
yang mengakhiri pernyataan.

51
Tanda Titik Koma ( ; )
Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang
sejenis dan setara. dan digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara dalam
kalimat majemuk sebagai pengganti kata penghubung.

Tanda Garis Miring ( / )


Tanda garis miring ( / ) dipakai untuk :
 Dalam penomoran kode surat.
 Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.

Tanda Petik ( "…" )


Tanda petik dipakai untuk :
 Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau
bahan tertulis lain.
 Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan
atau yang belum
 Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam
kalimat.

Tanda Elipsis (…)


Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan
bahwa dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di
akhir kalimat, maka dipakai empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau
loncatan.

Tanda Penyingkat atau Apostrof ( ‘ )


Tanda penyingkat dipakai untuk menunjukkan penghilangan bagian kata atau
bagian angka tahun.
Misalnya:

52
 1 Januari ’88. (’88 = 1988)
 Ali ‘kan kusurati. (‘kan = akan)
 Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah)
Tanda Petik Tunggal ( ‘...’ )
Tanda petik tunggal dipakai untuk:
 Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
 mengapit makna, terjemahan, atau penjelasan kata atau ungkapan asing.

5. Penulisan Unsur Serapan


Penulisan unsur serapan pada umumnya mengadaptasi atau mengambil dari istilah
bahasa asing yang sudah menjadi istilah dalam bahasa Indonesia. Contoh :
president menjadi presiden
Penyerapan unsur asing dalam penggunaan bahasa indonesia dibenarkan,
sepanjang :
 Unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak
mewakili dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau
dipakai dalam bahasa Indonesia.
 Konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa
Indonesia.

Sebaliknya seandainya dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang


mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima.
Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia bukan berarti
bahasa Indonesia miskin kosakata atau ketinggalan. Penyerapan unsur serapan
asing adalah hal wajar, karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya.
Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda antara satu dengan
yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa
disebut akulturasi.
Sebagai contoh pada masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal
konsep "televisi" dan "radio", maka diseraplah dari bahasa asing (Inggris). Begitu

53
pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal adanya konsep "sarung" dan "bambu",
maka mereka menyerap bahasa Indonesia itu dalam bahasa Inggris.
Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia
dikelompokkan dua bagian, yaitu :
1. Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dalam
kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya.
Salah satu contoh yang tergolong secara adaptasi, yaitu : fungsi,
koordinasi, manajemen, atlet, sistem, material, ekspor.
2. Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara
utuh, baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh
yang tergolong secara adopsi, yaitu : bridge, de facto, civitas academica,
editor.

E. Ejaan dan Bahasa Surat


Surat adalah alat komunikasi yang mempergunakan bahasa tulisan di atas
lembaran kertas yang sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Sejak
zaman dahulu hingga di zaman serba modern ini, manusia tidak dapat melepaskan
dirinya dari kepentingan manusia lainnya baik yang berada di sekitarnya maupun
di tempat yang berjauhan.
Zaman dahulu bentuk surat sangat sederhana. Penulisan, bahan atau cara
mengirimkannya pun juga sangat sederhana. Dan kini zaman sudah maju dengan
pesat. Sedikit demi sedikit cara lama mulai ditinggalkan. Keberadaan surat itu
sendiri kini dihubungkan dengan adanya alat canggih yang bernama komputer.
Akan tetapi, walaupun kemajuan surat menyurat telah banyak
dicapai dewasa ini maka ciri khas surat sebagai alat komunikasi dibanding dengan
alat komunikasi lainnya tetap ada. Yakni, surat tetap merupakan alat komunikasi
yang mempergunakan bahasa tulisan dan kertas sebagai medianya.
Di era modern ini penulisan surat sebagian besar beralih menggunakan
komputer karena dianggap penggunaannya lebih praktis, lebih cepat, dan memiliki
kelebihan dalam menyimpan arsip secara otomatis. Barangkali hanya sebagian

54
kecil saja orang yang masih menggunakan mesin ketik biasa dan tulisan
tangan, bergantung dari kebutuhan dan tujuan dari surat itu sendiri
Di samping sebagai saran komunikasi, surat juga mempunyai fungsi lain,
yaitu sebagai wakil penulis untuk berhadapan dengan lawan bicaranya. Fungsi-
fungsi surat sebagai berikut:
1. Sebagai bukti tertulis karena surat merupakan sarana komunikasi secara
tertulis yang dapat dijadikan bukti yang mempunyai kekuatan hukum. 
2. Sebagai wakil lembaga atau pribadi dari pembuat surat yang membawa
pesan, misi atau informasi yang hendak disampaikan kepada penerima. 
3. Sebagai pegangan untuk bertindak dan titik tolak untuk kegiatan 
4. Sebagai catatan/dokumentasi historis dan bahan pengingat seseorang
dalam kegiatan atau aktifitasnya dimasa lalu yang bisa dipergunakannya
untuk melakukan kegiatan selanjutnya. 

1) Surat Lamaran Pekerjaan


Surat lamaran kerja masih tergolong ke dalam surat dinas atau surat
resmi, bila Anda belum tahu mengenai surat dinas. Oleh sebab itu
pembuatannya harus mengikuti aturan tertentu yang telah
dibakukan. Membuat surat lamaran kerja yang baik merupakan salah satu
kunci sukses untuk bisa diterima di sebuah perusahaan yang Anda tuju. Oleh
karena itu, penggunaan bahasa baik serta menghindari kesalahan dalam ejaan
dan penulisan huruf harus sangat diperhatikan. Selain itu struktur surat juga
akan menjadi pertimbangan perusahaan dalam menerima Anda. Oleh karena
itu buatlah surat dengan singkat, informatif, jelas dan tepat sasaran. Berikan
informasi yang diperlukan oleh perusahaan.
Umumnya saat ini surat lamaran kerja tidak lagi ditulis menggunakan
tangan tetapi lebih banyak menggunakan komputer. Di dalam komputer Anda
bisa menggunakan berbagai aplikasi yang bisa dimanfaatkan seperti
Microsoft Word yang sangat support untuk membuat dokumen. Berikut
adalah beberapa tips dalam membuat surat lamaran kerja menggunakan
aplikasi Microsoft Word.

55
 Pada aplikasi Microsoft word Anda bisa menggunakan huruf times new
roman dengan ukuran huruf 12pt, sedangkan untuk ukuran kertas bisa
menggunakan kertas A4. Atau bisa disesuaikan dengan syarat khusus yang
diberikan oleh perusahaan.
 Tulislah surat lamaran kerja semenarik mungkin agar perusahaan yang
membuka lowongan tertarik dan ingin mengetahui diri Anda lebih dalam.
 Surat harus ditulis dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan
benar sesuai dengan EYD yang berlaku. Gunakan susunan kalimat yang
baik, singkat, padat dan mudah dimengerti. Tidak menguasai EYD Anda
bisa mengecek tulisan Anda di KKBI.
 Tulislah skill yang Anda miliki sehingga bisa menarik hati perusahaan
yang merekrut karyawan. Selain itu masukan juga prestasi-prestasi yang
Anda raih.
Terkadang dalam membuat surat lamaran kerja kebanyakan orang
melupakan hal kecil. Padahal hal-hal kecil ini sangat penting dalam
sangat berpengaruh pada nasib surat yang telah dibuat. Apakah dibuang
ke tempat sampah atau disimpan untuk melanjutkan pada proses
selanjutnya. Berikut hal-hal kecil yang harus dicantumkan dalam surat
lamaran kerja.
Data pribadi pelamar yang meliputi :
 Nama Lengkap
 Tempat dan Tanggal Lahir
 Alamat
 Telepon dan/atau HP
 E-mail (bila ada, tidak wajib)
 Status Perkawinan
Khusus untuk nomor kontak jangan sampai lupa untuk mencantumkan di
surat yang Anda buat, karena bila perusahaan itu menerima surat yang Anda kirim
maka Anda akan langsung dihubungi lewat nomor yang Anda cantumkan. Bila

56
Anda tidak memiliki nomor telepon, bisa menggunakan nomor tetangga, saudara
atau siapa saja yang dekat dengan Anda.
Pendidikan
Tulislah rekam jejak pendidikan yang pernah Anda jalani. Baik itu pendidikan
secara formal atau pendidikan non formal. Pendidikan formal adalah pendidikan
yang dijalani mulai dari sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah
menengah atas dan juga perguruan tinggi. Sedangkan untuk pendidikan non
formal seperti kursus, pelatihan atau hal apapun yang menunjang kemampuan
Anda.
Pengalaman Bekerja
Bila Anda pernah bekerja di perusahaan lain maka tulislah pengalaman bekerja
Anda. Berapa lama Anda bekerja, posisi apa saja yang pernah dijabat dan jenis
pekerjaan apa saja yang pernah Anda lakukan. Tetapi bila Anda belum pernah
bekerja sebelumnya, Anda bisa melewatkan bagian ini.
Lampiran Surat Lamaran Pekerjaan
Lengkapi surat lamaran kerja Anda dengan bukti-bukti yang mendukung
pernyataan Anda di dalam surat tersebut. Fungsi lampiran ini adalah untuk
mempertegas surat lamaran untuk dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak
perusahaan atau instansi yang menawarkan pekerjaan. Lampiran tersebut meliputi:
1. Daftar Riwayat Hidup atau CV (Curriculum Vitae) atau Resume
2. Foto copy Ijazah terakhir
3. Foto copy sertifikat kursus/pelatihan
4. Pas Foto terbaru
5. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (tidak wajib, namun bila ada, lebih
baik)
6. Surat Keterangan Kesehatan dari Dokter (tidak wajib, namun bila ada,
lebih baik)
7. Itulah beberapa hal pokok yang harus ada di dalam surat lamaran kerja
yang Anda buat

57
BAB 5 Menulis Karya Ilmiah

A. Pengertian dan Jenis Karya Ilmiah

Karya ilmiah adalah sebuah tulisan yang berisi suatu permasalahan yang
diungkapkan dengan metode ilmiah (Soeparno, 1997:51); karangan ilmu
pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan
yang baik dan benar (Arifin, 2003:1). Artinya, pengungkapan permasalahan
dalam karya ilmiah itu harus berdasarkan fakta, bersifat objektif, tidak bersifat
emosional dan personal, dan disusun secara sistematis dan logis. Bahasa yang
digunakan adalah bahasa Indonesia ragam baku dengan memperhatikan kaidah
EBI dan Pembentukan Istilah.
Berdasarkan tingkat akademisnya, karya ilmiah dapat dibedakan atas lima
macam, yaitu (1) makalah, (2) laporan penelitian, (3) skripsi, (4) tesis, dan (5)
disertasi. Makalah adalah karya tulis yang memerlukan studi, baik secara
langsung maupun tidak langsung; dapat berupa kajian pustaka/buku, kajian suatu
masalah, atau analisis fakta hasil observasi. Laporan penelitian merupakan
sebuah tulisan yang dibuat setelah seseorang melakukan penelitian, pengamatan,
wawancara, pembacaan buku, percobaan, dan lain-lain. Adapun skripsi
merupakan jenis karya ilmiah yang ditulis oleh mahasiswa strata satu (S1) untuk
memperoleh gelar sarjana; tesis ditulis oleh mahasiswa strata dua (S2) untuk
memperoleh gelar magister; dan disertasi ditulis oleh mahasiswa strata tiga (S3)
untuk memperoleh gelar doktor.
1. Makalah
Makalah adalah karya tulis ilmiah yang menyajikan suatu masalah
yang pembahasannya berdasarkan data di lapangan yang bersifat empiris-
objektif. Makalah disusun melalui proses berpikir deduktif atau induktif.
Dilihat dari bentuknya, makalah mempunyai bentuk yang paling sederhana

58
diantara karya tulis ilmiah yang lain (skripsi, tesis, dan disertasi). Makalah
ilmiah yang tidak terlalu panjang, menggunakan bahasa yang lugas dan lebih
sederhana dikenal juga dengan istilah artikel ilmiah populer. Makalah ada
yang terdokumentasikan ada pula yang tidak. Terdokumentasikan melalui:
majalah, jurnal/prosiding, surat kabar, dan lain sebaginya. Tidak
terdokumentasikan, biasanya hanya dipresentasikan melalui seminar,
lokakarya, atau konsorsium.
2. Skripsi
Skripsi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat
penulis berdasarkan pendapat orang lain yang didukung oleh data dan fakta
empiris-objektif (dari studi lapangan atau studi kepustakaan). Ditulis untuk
melengkapi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari suatu perguruan
tinggi.
3. Tesis
Tesis adalah karya tulis ilmiah yang sifatnya lebih mendalam daripada
skripsi. Tesis membahas suatu pernyataan atau teori yang didukung oleh
sejumlah argumen yang dapat dipertanggungjawabkan. Tesis ditulis untuk
melengkapi ujian program strata dua (magister).
4. Disertasi
Disertasi adalah karya tulis ilmiah yang mengemukakan suatu dalil
yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih
dengan analisis yang terinci. Unsur orisinal dari temuan penulis sangat
ditonjolkan. Disertasi ditulis untuk melengkapi ujian program strata tiga
(doktor).

B. Sistematika Penulisan Karya Ilmiah


Sistematika penulisan skripsi, tesis, dan disertasi disesuaikan dengan
disiplin bidang ilmu dan jenjang pendidikan yang ada di KAMPUS. Namun
demikian, sistematika penulisan skripsi, tesis, dan disertasi ini secara umum
terdiri atas beberapa bagian yang dipaparkan secara lebih spesifik pada
subbagian yang disampaikan berdasarkan urutan penulisannya di bawah ini.

59
1) Halaman judul
Secara format, halaman judul pada dasarnya memuat beberapa
komponen, yakni (1) judul skripsi, tesis, atau disertasi, (2) pernyataan
penulisan sebagai bagian dari persyaratan untuk mendapatkan gelar, (3)
logo KAMPUS yang resmi, (4) nama lengkap penulis beserta Nomor Induk
Mahasiswa (NIM), dan (5) identitas prodi/jurusan, fakultas, universitas,
beserta tahun penulisan.
Terkait komponen judul, berikut ini disampaikan setidaknya dua catatan
penting yang disimpulkan dari Hartley (2008), Cargill dan O’Connor
(2009), serta Blackwell dan Martin (2011) mengenai perumusan judul pada
tulisan ilmiah berbasis penelitian seperti skripsi, tesis, dan disertasi.
Pertama, judul yang baik adalah judul yang dirumuskan secara menarik dan
informatif, mencerminkan secara akurat isi tulisan, dikemas secara singkat
dan jelas, serta memenuhi kaidah penggunaan bahasa yang baik dan benar.
Terkait jumlah kata, judul sebaiknya dirumuskan tidak lebih dari 14 kata.
Kedua, konstruksi judul disusun sesuai dengan sifat dan isi dari skripsi,
tesis, atau disertasi yang dibuat. Pada dasarnya penulis dapat memilih
apakah judulnya akan dikemas dalam bentuk (1) frasa nomina, (2) kalimat
lengkap, (3) kalimat tanya, atau (4) konstruksi judul utama dan subjudul.
Namun demikian penulisan judul pada kajian lintas bidang ilmu masih
secara dominan menggunakan frasa nomina. Penggunakan tiga konstruksi
judul lainnya dapat juga digunakan selama dikemas dan dirumuskan dengan
redaksi yang baik dan benar.
2) Halaman pengesahan
Halaman pengesahan dimaksudkan untuk memberikan legalitas bahwa
semua isi dari skripsi, tesis, atau disertasi telah disetujui dan disahkan oleh
pembimbing dan ketua jurusan/ program studi. Secara format, nama lengkap
dan gelar, serta kedudukan tim pembimbing disebutkan. Untuk skripsi dan
tesis dapat digunakan istilah Tim Pembimbing dengan kedudukan sebagai
Pembimbing I dan Pembimbing II. Adapun untuk disertasi digunakan istilah
Promotor, Kopromotor, serta Anggota.

60
3) Halaman pernyataan tentang keaslian skripsi, tesis, atau disertasi, dan
pernyataan bebas plagiarisme
Pernyataan tentang keaslian skripsi, tesis, dan disertasi berisi penegasan
bahwa skripsi, tesis, dan disertasi yang dibuat adalah benar-benar asli karya
mahasiswa yang bersangkutan. Pernyataan ini juga harus menyebutkan
bahwa skripsi, tesis, atau disertasi bebas plagiarisme.
Redaksi pernyataan tersebut adalah sebagai berikut:
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi/tesis/disertasi dengan judul
"............." ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya saya sendiri.
Saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang
tidak sesuai dengan etika ilmu yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi apabila di
kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran etika keilmuan atau ada klaim
dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.
Untuk penulisan skripsi, tesis, atau disertasi yang menggunakan bahasa
lain selain bahasa Indonesia (misal: bahasa daerah atau bahasa asing),
redaksi pernyataan di atas dapat dibuat kesetaraannya dalam bahasa yang
dipakai dalam penulisannya.
Mengingat tindakan plagiat adalah bentuk pencurian ide dan
ketidakjujuran, serta membawa dampak negatif terhadap wibawa
pendidikan, citra individu dan institusi, pernyataan tentang keaslian dan
bebas plagiarisme tersebut harus ditandatangani oleh mahasiswa yang
menulis skripsi, tesis, dan disertasi di atas materai Rp 6.000. Pernyataan ini
dibuat dalam setidaknya tiga lembar asli pada tiga eksemplar skripsi, tesis,
atau disertasi sebelum diajukan untuk ujian sidang.
4) Halaman ucapan terima kasih
Bagian ini ditulis untuk mengemukakan ucapan terima kasih dan
apresiasi kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
skripsi, tesis, atau disertasi. Ucapan terima kasih sebaiknya ditujukan
kepada orang-orang yang paling berperan dalam penyelesaian skripsi, tesis,
atau disertasi dan disampaikan secara singkat. Karena skripsi, tesis, dan

61
disertasi termasuk kategori tulisan akademik formal, penulis diharap tidak
memasukkan ucapan terima kasih yang berlebihan, membuat pernyataan
dan menyebutkan pihak-pihak yang tidak relevan.
5) Abstrak
Saat pembaca atau penguji melihat skripsi, tesis, atau disertasi, bagian
yang pertama kali mereka baca sesungguhnya adalah judul dan abstrak.
Abstrak menjadi bagian yang penting untuk dilihat di awal pembacaan
karena di sinilah informasi penting terkait tulisan yang dibuat dapat
ditemukan. Penulisan abstrak sesungguhnya dilakukan setelah seluruh
tahapan penelitian diselesaikan. Oleh karena itu abstrak kemudian menjadi
ringkasan dari keseluruhan isi penelitian.
Secara struktur, menurut Paltridge dan Starfield (2007, hlm. 156),
abstrak umumnya terdiri atas bagian-bagian berikut ini:
1) informasi umum mengenai penelitian yang dilakukan

2) tujuan penelitian

3) alasan dilaksanakannya penelitian

4) metode penelitian yang digunakan

5) temuan penelitian.

Terkait format penulisannya, abstrak untuk skripsi, tesis, dan disertasi


di KAMPUS dibuat dalam satu paragraf dengan jumlah kata antara 200 –
250 kata, diketik dengan satu spasi, dengan jenis huruf Times New Roman
ukuran 11. Bagian margin kiri dan kanan dibuat menjorok ke dalam.
Penggunaan bahasa untuk penulisan abstrak di lingkungan KAMPUS
dilakukan dengan mengacu pada ketentuan berikut ini.
a) Skripsi, tesis, dan disertasi yang ditulis dalam bahasa Indonesia
harus disertai abstrak dalam dua bahasa, yakni bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris.
b) Skripsi, tesis, dan disertasi yang ditulis dalam bahasa daerah, dalam
hal ini bahasa Sunda, harus disertaiabstrak dalam tiga bahasa, yakni
bahasa Sunda, bahasa Indonesia, dan bahasa Inggris.

62
c) Skripsi, tesis, dan disertasi yang ditulis dalam bahasa Inggris, harus
disertai abstrak dalam dua bahasa, yakni bahasa Inggris dan bahasa
Indonesia.
d) Skripsi, tesis, dan disertasi yang ditulis dalam bahasa asing selain
bahasa Inggris (misal: bahasa Arab, Jerman, Jepang, dan Perancis)
harus disertai abstrak dalam tiga bahasa, yakni bahasa asing yang
digunakan dalam penulisannya, bahasa Indonesia, dan bahasa
Inggris.
e) Bagi mahasiswa di jurusan/prodi bahasa asing yang menulis
skripsi, tesis, dan disertasi dengan menggunakan bahasa Indonesia,
abstrak yang disertakan ditulis dalam tiga bahasa, yakni bahasa
Indonesia, bahasa asing sesuai jurusan/prodinya, dan bahasa
Inggris.
6) Daftar isi
Daftar isi merupakan penyajian kerangka isi tulisan menurut bab,
subbab, dan topiknya secara berurutan berdasarkan posisi halamannya.
Daftar isi berfungsi untuk mempermudah para pembaca mencari judul atau
subjudul dan bagian yang ingin dibacanya. Oleh karena itu, judul dan
subjudul yang ditulis dalam daftar isi harus langsung ditunjukkan nomor
halamannya.
Karena sifatnya yang sangat teknis, mahasiswa yang menulis skripsi,
tesis, atau disertasi diharapkan dapat memanfaatkan fasilitas yang terdapat
dalam Microsoft Office Word, misalnya, untuk membuat daftar isi dari
skripsi, tesis, atau disertasi yang mereka buat. Pembuatan daftar isi dengan
fasilitas ini akan memerlukan pengetahuaan penggunaan Microsoft Office
Word dengan teknik khusus, namun akan sangat membantu keakuratan
dan otomatisasi dokumen yang sedang dibuat.
7) Daftar tabel
Daftar tabel menyajikan informasi mengenai tabel-tabel yang
digunakan dalam isi skripsi, tesis, atau disertasi beserta judul tabel dan
posisi halamannya secara berurutan. Nomor tabel pada daftar tabel ditulis

63
dengan dua angka Arab, dicantumkan secara berurutan yang masing-
masing menyatakan nomor urut bab dan nomor urut tabel di dalam skripsi,
tesis, atau disertasi.
Contoh :
Tabel 1.5., artinya tabel pada Bab I nomor 5.
Seperti halnya untuk pembuatan daftar isi, penulisan daftar tabel
juga sangat bersifat teknis. Para penulis skripsi, tesis, dan disertasi
diharapkan menguasai keterampilan penggunaan fasilitas Microsoft Office
Word secara mumpuni, sehingga memudahkan mereka dalam melakukan
format dokumen.
8) Daftar gambar
Daftar gambar sama seperti fungsi daftar-daftar lainnya, yaitu
menyajikan gambar secara berurutan, mulai dari gambar pertama sampai
dengan gambar terakhir yang tercantum dalam skripsi, tesis, dan disertasi.
Nomor gambar pada daftar gambar ditulis dengan dua angka Arab,
dicantumkan secara berurutan yang masing-masing menyatakan nomor
urut bab dan nomor urut gambar.
Contoh :
Gambar 2.3., artinya gambar pada Bab II nomor 3.
9) Daftar lampiran
Daftar lampiran menyajikan lampiran secara berurutan mulai dari
lampiran pertama sampai dengan lampiran terakhir. Berbeda dengan daftar
tabel dan daftar gambar, nomor lampiran didasarkan pada kemunculannya
dalam skripsi, tesis, atau disertasi. Lampiran yang pertama kali disebut
dinomori Lampiran 1. dan seterusnya.
Contoh:

Lampiran 1. artinya lampiran nomor 1 dan muncul paling awal dalam


skripsi, atau tesis, atau disertasi.

10) Bab I: Pendahuluan


- Bab pendahuluan dalam skripsi, tesis, atau disertasi pada dasarnya
menjadi bab perkenalan. Pada bagian di bawah ini disampaikan

64
struktur bab pendahuluan yang diadaptasi dari Evans, Gruba dan
Zobel (2014) dan juga Paltridge dan Starfield (2007).
- Latar belakang penelitian. Bagian ini memaparkan konteks
penelitian yang dilakukan. Penulis harus dapat memberikan latar
belakang mengenai topik atau isu yang akan diangkat dalam
penelitian secara menarik sesuai dengan perkembangan situasi dan
kondisi dewasa ini. Pada bagian ini penulis harus mampu
memosisikan topik yang akan diteliti dalam konteks penelitian
yang lebih luas dan mampu menyatakan adanya gap (kekosongan)
yang perlu diisi dengan melakukan pendalaman terhadap topik
yang akan diteliti. Pada bagian ini sebaiknya ditampilkan juga
secara ringkas hasil penelusuran literatur terkait teori dan temuan
dari peneliti sebelumnya mengenai topik yang akan diteliti lebih
lanjut.
- Rumusan masalah penelitian. Bagian ini memuat identifikasi
spesifik mengenai permasalahan yang akan diteliti. Perumusan
permasalahan penelitian lazimnya ditulis dalam bentuk pertanyaan
penelitian. Jumlah pertanyaan penelitian yang dibuat disesuaikan
dengan sifat dan kompleksitas penelitian yang dilakukan, namun
tetap mempertimbangkan urutan dan kelogisan posisi
pertanyaannya. Dalam pertanyaan penelitian yang dibuat, umunya
penulis mengidentifikasi topik atau variabel-variabel yang menjadi
fokus penelitian. Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan
kuantitatif pertanyaan penelitian biasanya mengindikasikan pola
yang akan dicari, yakni apakah sebatas untuk mengetahui
bagaimana variabel tersebar dalam sebuah populasi, mencari
hubungan antara variabel satu dengan yang lain, atau untuk
mengetahui apakah ada hubungan sebab akibat antara satu varibel
dengan variabel yang lain.
- Tujuan penelitian. Tujuan penelitian sesungguhnya akan tercermin
dari perumusan permasalahan yang disampaikan sebelumnya.

65
Namun demikian, penulis diharapkan dapat mengidentifikasi
dengan jelas tujuan umum dan khusus dari penelitian yang
dilaksanakan sehingga dapat terlihat jelas cakupan yang akan
diteliti. Tak jarang, tujuan inti penelitian justru terletak tidak pada
pertanyaan penelitian pertama namun pada pertanyaan penelitian
terakhir, misalnya. Hal ini dimungkinkan karena pertanyaan-
pertanyaan awal tersebut merupakan langkah-langkah awal yang
mengarahkan penelitian pada pencapaian tujuan sesungguhnya.
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif,
penulis dapat pula menyampaikan hipotesis penelitiannya karena
pada dasarnya hipotesis penelitian adalah apa yang ingin diuji oleh
peneliti. Dalam kata lain, tujuan penelitian memang diarahkan
untuk menguji hipotesis tertentu. Secara posisi penulisannya,
hipotesis penelitian dalam artian penyampaian posisi peneliti dapat
ditulis pada bagian ini atau dibuat dalam subbagian yang berbeda
setelah bagian ini. Secara lebih rinci penulisan hipotesis penelitian
disampaikan pada bab III yang membahas metode penelitian.
- Manfaat/ signifikansi penelitian. Bagian ini memberikan gambaran
mengenai nilai lebih atau kontribusi yang dapat diberikan oleh hasil
penelitian yang dilakukan. Manfaat/ signifikansi penelitian ini
dapat dilihat dari salah satu atau beberapa aspek yang meliputi: (1)
manfaat /signifikansi dari segi teori (mengatakan apa yang belum
atau kurang diteliti dalam kajian pustaka yang merupakan
kontribusi penelitian), (2) manfaat/ signifikansi dari segi kebijakan
(membahas perkembangan kebijakan formal dalam bidang yang
dikaji dan memaparkan data yang menunjukkan betapa seringnya
masalah yang dikaji muncul dan betapa kritisnya masalah atau
dampak yang ditimbulkannya), (3) manfaat/ signifikansi dari segi
praktik (memberikan gambaran bahwa hasil penelitian dapat
memberikan alternatif sudut pandang atau solusi dalam
memecahkan masalah spesifik tertentu), dan (4) manfaat/

66
signifikansi dari segi isu serta aksi sosial (penelitian mungkin bisa
dikatakan sebagai alat untuk memberikan pencerahan pengalaman
hidup dengan memberikan gambaran dan mendukung adanya aksi)
(lihat Marshall & Rossman, 2006, hlm. 34-38).
- Struktur organisasi skripsi, tesis, atau disertasi. Bagian ini memuat
sistematika penulisan skripsi, tesis, atau disertasi dengan
memberikan gambaran kandungan setiap bab, urutan penulisannya,
serta keterkaitan antara satu bab dengan bab lainnya dalam
membentuk sebuah kerangka utuh skripsi, tesis, atau disertasi.

11) Bab II: Kajian pustaka/ landasan teoretis


Bagian kajian pustaka/ landasan teoretis dalam skripsi, tesis, atau
disertasi memberikan konteks yang jelas terhadap topik atau permasalahan
yang diangkat dalam penelitian. Bagian ini memiliki peran yang sangat
penting. Melalui kajian pustaka ditunjukkan the state of the art dari teori
yang sedang dikaji dan kedudukan masalah penelitian dalam bidang ilmu
yang diteliti.
Pada prinsipnya kajian pustaka/ landasan teoretis ini berisikan hal-
hal sebagai berikut:
a. konsep-konsep, teori-teori, dalil-dalil, hukum-hukum, model-model, dan
rumus-rumus utama serta turunannya dalam bidang yang dikaji;
b. penelitian terdahulu yang relevan dengan bidang yang diteliti, termasuk
prosedur, subjek, dan temuannya;
c. posisi teoretis peneliti yang berkenaan dengan masalah yang diteliti.
Pada bagian ini, peneliti membandingkan, mengontraskan, dan
memosisikan kedudukan masing-masing penelitian yang dikaji melalui
pengaitan dengan masalah yang sedang diteliti. Berdasarkan kajian
tersebut, peneliti menjelaskan posisi/ pendiriannya disertai dengan alasan-
alasan yang logis. Bagian ini dimaksudkan untuk menampilkan "mengapa
dan bagaimana" teori dan hasil penelitian para pakar terdahulu diterapkan

67
oleh peneliti dalam penelitiannya, misalnya dalam merumuskan asumsi-
asumsi penelitiannya.

Ada beberapa perbedaan mendasar yang perlu digarisbawahi


terkait bagaimana teori dikaji pada skripsi, tesis, dan disertasi. Paltridge
dan Starfield (2007) mengemukakan beberapa ciri yang membedakan
tingkat dan sifat kajian pustaka untuk penulisan skripsi, tesis dan disertasi
yang disampaikan di bawah ini.
1) Pemaparan kajian pustaka dalam skripsi lebih bersifat deskriptif,
berfokus pada topik, dan lebih mengedepankan sumber rujukan yang
terkini.
2) Pemaparan kajian pustaka dalam tesis lebih bersifat analitis dan
sumatif, mencakup isu-isu metodologis, teknik penelitian dan juga
topik-topik yang berkaitan.
3) Pemaparan kajian pustaka dalam disertasi lebih mengedepankan sintesis
teori secara analitis, yang mencakup semua teori yang dikenal mengenai
topik tertentu, termasuk teori-teori yang dikaji dalam bahasa yang
berbeda. Dalam disertasi harus dilakukan upaya pengaitan/
penghubungan konsep baik di dalam maupun lintas teori. Evaluasi kritis
juga perlu dilakukan terhadap kajian-kajian yang dilakukan oleh
peneliti sebelumnya. Dalam hal ini kedalaman dan keluasan
pembahasan tradisi filosofis dan keterkaitan dengan topik yang
diangkat dalam penelitian perlu dilakukan.
Hal lain yang berkenaan pula dengan penulisan kajian pustaka,
khususnya untuk tesis, dan terutama disertasi adalah penulis hendaknya
memperhatikan persyaratan seperti yang dikemukakan oleh Bryant
(2004) di bawah ini.

a) Penulis sudah mengetahui teori yang berasal dari pemikiran yang


mutakhir dan teori yang mewakili aliran utama berkait dengan topik
yang ditelitinya.

b) Penulis sudah mampu mengkaji penelitian terdahulu yang berkaitan


dengan bidang yang ditelitinya secara bertanggung jawab.

68
c) Penulis sudah mengetahui rujukan atau penelitian yang dikutip secara
berulang oleh para ahli atau akademisi lain yang berkaitan dengan
bidang yang ditelitinya.
d) Penulis sudah mengenal nama-nama ahli yang mengemukakan teori
yang berkaitan dengan topik penelitian yang dikajinya.

12) Bab III: Metode penelitian


Bagian ini merupakan bagian yang bersifat prosedural, yakni
bagian yang mengarahkan pembaca untuk mengetahui bagaimana peneliti
merancang alur penelitiannya dari mulai pendekatan penelitian yang
diterapkan, instrumen yang digunakan, tahapan pengumpulan data yang
dilakukan, hingga langkah-langkah analisis data yang dijalankan.
Secara umum akan disampaikan pola paparan yang digunakan dalam
menjelaskan bagian metode penelitian dari sebuah skripsi, tesis, atau
disertasi dengan dua kecenderungan, yakni penelitian kuantitatif dan
kualitatif.
Berikut disampaikan kecenderungan alur pemaparan metode
penelitian untuk skripsi, tesis, dan disertasi yang menggunakan pendekatan
kuantitatif (terutama untuk survei dan eksperimen) yang diadaptasi dari
Creswell (2009).
1) Desain penelitian. Pada bagian ini penulis/ peneliti menyampaikan
secara eksplisit apakah penelitian yang dilakukan masuk pada kategori
survei (deskriptif dan korelasional) atau kategori eksperimental. Lebih
lanjut pada bagian ini disebutkan dan dijelaskan secara lebih detil jenis
desain spesifik yang digunakan (misal untuk metode eksperimental:
true experimental atau quasi experimental).
2) Partisipan. Peneliti pada bagian ini menjelaskan partisipan yang terlibat
dalam penelitian. Jumlah partisipan yang terlibat, karakteristik yang
spesifik dari partisipan, dan dasar pertimbangan pemilihannya
disampaikan untuk memberikan gambaran jelas kepada para pembaca.
3) Populasi dan sampel. Pemilihan atau penentuan partisipan pada
dasarnya dilalui dengan cara penentuan sampel dari populasi. Dalam hal

69
ini peneliti harus memberikan paparan jelas tentang bagaimana sampel
ditentukan. Karena tidak semua penelitian melibatkan manusia, untuk
bidang ilmu tertentu, teknik sampling juga dapat dilakukan untuk
hewan, benda mati, atau zat tertentu.
4) Instrumen penelitian. Pada bagian ini disampaikan secara rinci
mengenai instrumen/ alat pengumpul data yang dipergunakan dalam
penelitian. Instrumen penelitian ini dapat berupa angket, catatan
observasi, atau soal test. Penjelasan secara rinci terkait jenis instrumen,
sumber instrumen (apakah membuat sendiri atau menggunakan yang
telah ada), pengecekan validitas dan realibilitasnya, serta teknis
penggunaannya disampaikan pada bagian ini.
5) Prosedur penelitian. Bagian ini memaparkan secara kronologis langkah-
langkah penelitian yang dilakukan terutama bagaimana desain
penelitian dioperasionalkan secara nyata. Terutama untuk jenis
penelitian eksperimental, skema atau alur penelitian yang dapat disertai
notasi dan unsur-unsurnya disampaikan secara rinci. Identifikasi jenis
variabel beserta perumusan hipotesis penelitian secara statistik (dengan
notasi) dituliskan secara eksplisit sehingga menguatkan kembali
pemahaman pembaca mengenai arah tujuan penelitian.
6) Analisis data. Pada bagian ini secara khusus disampaikan jenis analisis
statistik beserta jenis software khusus yang digunakan (misal: SPSS).
Statistik deskriptif dan inferensial yang mungkin dibahas dan dihasilkan
nantinya disampaikan beserta langkah-langkah pemaknaan hasil
temuannya.
Sementara itu untuk penelitian yang menggunakan pendekatan
kualitatif, kecenderungan alur pemaparan metode penelitian untuk skripsi,
tesis, dan disertasi, seperti diadaptasi dari Creswell (2011), relatif lebih cair
dan sederhana, dengan berisikan unsur-unsur di bawah ini.
1) Desain penelitian. Bagian ini menjelaskan jenis desain penelitian yang
digunakan dengan menyebutkan, bila memungkinkan, label khusus

70
yang masuk kategori desain penelitian kualitatif, misalkan etnografi,
atau studi kasus.
2) Partisipan dan tempat penelitian. Bagian ini terutama dimunculkan
untuk jenis penelitian yang melibatkan subjek manusia sebagai sumber
pengumpulan datanya. Pertimbangan pemilihan partisipan dan tempat
penelitian yang terlibat perlu dipaparkan secara jelas.
3) Pengumpulan data. Pada bagian ini dijelaskan secara rinci jenis data
yang diperlukan, instrumen apa yang digunakan, dan tahapan-tahapan
teknis pengumpulan datanya. Sangat dimungkinkan bahwa
pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lebih dari satu
instrumen dalam rangka triangulasi untuk meningkatkan kualitas dan
realibilitas data.
4) Analisis data. Pada bagian ini penulis diharapkan dapat menjelaskan
secara rinci dan jelas langkah-langkah yang ditempuh setelah data
berhasil dikumpulkan. Apabila ada kerangka analisis khusus
berdasarkan landasan teori tertentu, penulis harus mampu menjelaskan
bagaimana kerangka tersebut diterapkan dalam menganalisis data yang
diperoleh agar dapat menghasilkan temuan untuk menjawab pertanyaan
penelitian yang diajukan. Secara umum dalam alur analisis data
kualitatif, peneliti berbicara banyak mengenai langkah-langkah
identifikasi, kategorisasi, kodifikasi, reduksi, pemetaan pola, dan
sistesis dari hasil pelaksanaan rangkaian tahapan tersebut.
5) Isu etik. Bagian ini pada dasarnya bersifat opsional. Terutama bagi
penelitian yang melibatkan manusia sebagai subjek penelitiannya,
pertimbangan potensi dampak negatif secara fisik dan psikologis perlu
mendapat perhatian khusus. Penulis harus mampu menjelaskan dengan
baik bahwa penelitian yang dilakukan tidak menimbulkan dampak
negatif baik secara fisik maupun nonfisik dan menjelaskan prosedur
penanganan isu tersebut.
Penjelasan mengenai unsur-unsur yang umumnya muncul dalam bab
mengenai metode penelitian, baik yang menggunakan pendekatan

71
kuantitatif dan kualitatif di atas pada dasarnya masih mungkin mengalami
variasi dan penyesuaian sesuai dengan kekhasan bidang kajian yang diteliti.
Apa yang disampaikan merupakan panduan yang berisikan elemen-elemen
penting yang dapat menjadi payung bagi penulisan skripsi, tesis, dan
disertasi di lingkungan KAMPUS.

13) Bab IV: Temuan dan pembahasan


Bab ini menyampaikan dua hal utama, yakni (1) temuan penelitian
berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan berbagai
kemungkinan bentuknya sesuai dengan urutan rumusan permasalahan
penelitian, dan (2) pembahasan temuan penelitian untuk menjawab
pertanyaan penelitian yang telah dirumuskan sebelumnya.
Dalam pemaparan temuan penelitian beserta pembahasannya,
Sternberg (1988, hlm. 54) menyatakan ada dua pola umum yang dapat
diikuti, yakni pola nontematik dan tematik. Cara nontematik adalah cara
pemaparan temuan dan pembahasan yang dipisahkan, sementara cara
tematik adalah cara pemaparan temuan dan pembahasan yang
digabungkan. Dalam hal ini, dia lebih menyarankan pola yang tematik,
yakni setiap temuan kemudian dibahas secara langsung sebelum maju ke
temuan berikutnya.
Tabel 3. 1. Pola Pemaparan Nontematik dan Tematik Cara Nontematik
Cara Tematik
Temuan
Temuan A
Temuan
A
Temuan B
Pembahasan
Temuan C
Temuan
B

72
Pembahasan
Pembahasan A
Pembahasan
Pembahasan B
Temuan
C
Pembahasan C
Pembahasan
(diadaptasi dari Sternberg, 1988, hlm. 54)
Dengan adanya dua pola yang berterima tersebut, apa pun pola
yang dijadikan rujukan, pastikan bahwa dalam memaparkan setiap temuan
dan pembahasannya, penulis/ peneliti mengingat betul rumusan
permasalahan yang telah diajukan di awal penelitian. Hal ini untuk
memastikan bahwa temuan dan pembahasan yang disampaikan betul-betul
menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan.
Pada bagian di bawah ini disampaikan secara umum
kecenderungan pola pemaparan temuan dan pembahasan untuk penelitian
dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif secara terpisah.
Penyajian data dalam pemaparan temuan dan pembahasan, terutama untuk
penelitian kuantitatif, menurut American Psychological Association
(2010), pada dasarnya memiliki beberapa tujuan, antara lain:
1) Eksplorasi, yaitu penyajian data memang ditujukan untuk memahami
apa yang ada di dalam data tersebut;
2) komunikasi, dalam pengertian bahwa data tersebut telah dimaknai
dan akan disampaikan kepada para pembaca;
3) kalkulasi, dalam pengertian bahwa data tersebut dapat dipergunakan
untuk memperkirakan beberapa nilai statistik untuk pemaknaan lebih
lanjut;
4) penyimpanan, dalam pengertian bahwa data tersebut digunakan
untuk keperluan pembahasan dan analisis lanjutan;

73
5) dekorasi, dalam pengertian bahwa penyajian data memang ditujukan
untuk menarik perhatian pembaca dan membuatnya menarik secara
visual.
Pemaparan temuan penelitian kuantitatif seperti yang dijelaskan oleh
American Psychological Association (2010) biasanya didahului oleh
penyampaian hasil pengolahan data yang dapat berbentuk tabel atau grafik
yang di dalamnya berisikan angka statistik baik yang bersifat deskriptif
maupun inferensial mengenai variabel-variabel yang menjadi fokus
penelitian yang dilakukan. Hal yang perlu diingat di sini adalah prinsip-
prinsip penting terkait bagaimana data disajikan agar memudahkan
pembaca memahami hasil penelitian yang telah dilakukan.
Setelah peneliti menyajikan temuan dalam bentuk yang sesuai
dengan tujuan yang jelas, baik itu grafik, tabel dll., apa yang perlu
dilakukan adalah menyertai tampilan tersebut dengan ringkasan penjelasan
sehingga temuan tersebut menjadi lebih bermakna. Penjelasan yang dibuat
dilakukan sesuai dengan kondisi data apa adanya, tidak mengurangi dan
tidak melebih-lebihkan. Apa yang disampaikan dapat berupa pembacaan
terhadap bentuk dan pola visual yang muncul, atau nilai statistik tertentu
sesuai dengan pola distribusi yang dapat dilihat. Dalam tahapan ini,
peneliti harus mampu menunjukan pola apa yang menarik, pola apa yang
muncul di luar dugaan, dan juga pola apa yang mungkin dianggap aneh
atau rancu.
Di bagian pembahasan, hal-hal yang perlu dilakukan adalah (1)
melihat kembali pertanyaan penelitian beserta hipotesis penelitian yang
telah dirumuskan, (2) melakukan pengaitan hasil temuan dengan kajian
pustaka relevan yang telah ditulis sebelumnya, dan (3) melakukan evaluasi
terhadap potensi kelemahan penelitian (seperti: bias, ancaman lain
terhadap validitas internal, dan keterbatasan lain yang dimiliki oleh
penelitian).
Peneliti pada umumnya menyatakan apakah akan menolak atau
menerima hipotesis yang telah disampaikan untuk menjawab pertanyaan

74
penelitian. Kemudian beranjak membahas kesamaan atau perbedaan
temuan penelitian dengan hasil temuan penelitian lain sebelumnya agar
peneliti dapat memberikan konfirmasi dan klarifikasi terhasil hasil
temuannya. Segala bentuk keterbatasan penelitian perlu disampaikan
sebagai bentuk evaluasi keseluruhan.
Beberapa contoh redaksi inti pembahasan temuan penelitian
kuantitatif dalam menjawab pertanyaan penelitian dapat dilihat di bawah
ini.
1) Terdapat hubungan negatif yang kuat antara waktu menonton TV
dengan IP yang diperoleh oleh mahasiswa, r (35) =- ,87. p < ,05.
(untuk menyatakan korelasi)
2) Ada perbedaan yang signifikan antara kelas yang menggunakan metode
penilaian group project - based assessment (x = 87,5) dengan kelas
yang menggunakan individual report assessment (x = 60,3), t(42) =
34,7, p< ,05. (untuk menyatakan hasil eksperimen)
Sementara itu, dalam pemaparan temuan dan pembahasan pada
penelitian kualitatif, peneliti menyampaikan hasil analisis data dan
mengevaluasi apakah temuan utama yang dihasilkan dari analisis data
tersebut menjawab pertanyaan penelitian yang diajukan (Burton, 2002,
hlm. 71). Bagian temuan dan pembahasan sebaiknya dimulai dengan
ringkasan singkat mengenai temuan penelitian, dengan mengatakan
kembali tujuan penelitian.
Penelitian kualitatif biasanya lebih menggunakan metode deskriptif
untuk menggambarkan perilaku daripada menggunakan data yang bisa
dianalisis secara statistik (Burton, 2002, hlm. 71).
Dalam memahami data kualitatif, seperti dikatakan oleh Lincoln dan
Guba (dikutip oleh Rudestam & Newton, 1992), peneliti harus melakukan
analisis induktif, dan dalam analisis ini ada dua kegiatan yang dilakukan.
Pertama adalah pengelompokan (unitizing), yaitu kegiatan memberikan
kode yang mengidentifikasi unit informasi yang terpisah dari teks. Kedua

75
adalah kategorisasi (categorizing), yaitu menyusun dan mengorganisasikan
data berdasarkan persamaan makna.
Proses ini memerlukan revisi, modifikasi dan perubahan yang
berlangsung terus menerus sampai unit baru dapat ditempatkan dalam
kategori yang tepat dan pemasukan unit tambahan menjadi suatu kategori
dan tidak memberi informasi baru.
Dalam memaparkan data, menurut Rudestam dan Newton (1992,
hlm. 111), peneliti kualitatif sangat perlu menggambarkan konteks di
mana suatu kejadian terjadi. Selain itu, seperti disarankan oleh Silverman
(2005), penelitian kualitatif perlu memperlihatkan upaya untuk membahas
setiap potongan data yang telah berhasil dikumpulkan.
Penulis skripsi, tesis, dan disertasi, baik dengan pendekatan
kuantitatif maupun kualitatif, seyogianya memperhatikan bahwa data tidak
sama pentingnya. Dengan demikian, data juga sebaiknya dipaparkan
berdasarkan tingkat signifikansinya dalam penelitian yang dilakukan.
Penulis, seperti disarankan oleh Crasswell (2005, hlm. 199), perlu
bertanya tentang beberapa hal yang disampaikan di bawah ini.
1) Apa yang dianggap paling penting tentang temuan penelitian secara
umum dan mengapa?
2) Temuan mana yang tampaknya lebih penting dan kurang penting dan
mengapa?
3) Apakah ada temuan yang harus saya perhatikan secara khusus dan
mengapa?
4) Apakah ada sesuatu yang aneh atau tidak biasa dalam temuan penelitian
yang perlu disebutkan dan mengapa?
5) Apakah metodologi yang dipakai atau faktor lain telah memengaruhi
interpretasi saya tentang temuan penelitian dan apakah ini merupakan
sesuatu yang perlu dibahas? Misalnya, bias yang bisa muncul dalam
desain penelitian (lihat saran Crasswell, 2005, hlm. 199).
Perlu diperhatikan bahwa dalam memaparkan temuan, penulis
hendaknya memaparkannya secara proporsional, dan membahasnya secara

76
analitis. Dengan memperhatikan kelima pertanyaan di atas, penulis skripsi,
tesis dan disertasi dapat menghindari pemaparan temuan penelitian yang
terlalu banyak.
Dalam membahas data, baik data kuantitatif maupun kualitatif, ada
beberapa tahap yang harus dilakukan:
1) menjelaskan bagaimana data bisa menjawab pertanyaan penelitian;
2) membuat pernyataan simpulan;
3) membahas atau mendiskusikan data dengan menghubungkannya
dengan teori dan implikasi hasil penelitian (kalau memungkinkan) (lihat
Sternberg, 1988, hlm.53).
Dalam hal pengorganisasiannya, struktur organisasi atau elemen yang
biasanya ada dalam pembahasan data dapat berupa:
1) latar belakang penelitian (informasi mengenai latar belakang
penelitian);
2) pernyataan hasil penelitian (statement of results);
3) hasil yang diharapkan dan tidak diharapkan (un)expected outcomes;
4) referensi terhadap penelitian sebelumnya;
5) penjelasan mengenai hasil penelitan yang tidak diharapkan, yakni
penjelasan yang dibuat untuk mengemukakan alasan atas munculnya
hasil atau data yang tidak diduga atau tidak diharapkan (kalau
memang ini benar) atau data yang berbeda dengan temuan penelitian
sebelumnya;
6) pemberian contoh, yaitu contoh untuk mendukung penjelasan yang
diberikan dalam tahap no. 5 di atas;
7) deduksi atau pernyataan, yaitu membuat pernyatan yang lebih umum
yang muncul dari hasil penelitian, misalnya menarik simpulan, dan
menyatakan hipotesis;
8) dukungan dari penelitian sebelumnya, yaitu mengutip penelitian
sebelumnya untuk mendukung pernyataan yang dibuat;
9) rekomendasi, yaitu membuat rekomendasi untuk penelitian yang akan
datang;

77
10) pembenaran penelitian yang akan datang, yakni memberikan
argumentasi mengapa penelitian yang akan datang direkomendasikan
(dikutip dari Paltridge & Starfield, 2007, hlm. 147).
Perlu diperhatikan bahwa kesalahan yang umum ditemukan dalam
menulis bab pembahasan adalah bahwa penulis gagal kembali kepada
kajian pustaka yang telah ditulis dalam Bab II dalam mengintegrasikan
hasil penelitian dengan penelitian empiris lain yang meneliti topik atau
fenomena yang sama (lihat Rudestam & Newton, 1992; Emilia, 2008).
Pembahasan atau diskusi yang baik melekatkan masing-masing temuan
penelitan dengan konteks teori yang dipaparkan dalam kajian pustaka.
Dengan demikian, dalam bagian pembahasan, penulis perlu kembali pada
kajian pustaka untuk mahami lebih baik temuan penelitian dan mencari
bukti yang mengonfirmasi atau yang bertentangan dengan data atau hasil
penelitian yang ada. Dalam bagian pembahasan data, pernyataan seperti di
bawah ini, seharusnya sering muncul.
“(Tidak) seperti penelitian yang dilakukan oleh …, yang menggunakan ...,
penelitian ini menemukan bahwa ...”.
Dalam membahas data, penulis skripsi, tesis, atau disertasi sebaiknya
bertanya dalam hal apa atau sejauh mana temuan penelitiannya itu sesuai,
atau mendukung, atau menentang temuan penelitian lain. Apabila sesuai,
persisnya dalam hal apa, dan apabila tidak, mengapa dan aspek apa yang
mungkin diteliti lebih lanjut untuk memperbaiki pengetahuan yang ada
sekarang.

14) Bab V: Simpulan, implikasi dan rekomendasi


Bab ini berisi simpulan, implikasi, dan rekomendasi, yang menyajikan
penafsiran dan pemaknaan peneliti terhadap hasil analisis temuan
penelitian sekaligus mengajukan hal-hal penting yang dapat dimanfaatkan
dari hasil penelitian tersebut. Ada dua alternatif cara penulisan simpulan,
yakni dengan cara butir demi butir atau dengan cara uraian padat.

78
Untuk karya tulis ilmiah seperti skripsi, terutama untuk tesis dan
disertasi, penulisan simpulan dengan cara uraian padat lebih baik daripada
dengan cara butir demi butir. Simpulan harus menjawab pertanyaan
penelitian atau rumusan masalah. Selain itu, simpulan tidak
mencantumkan lagi angka-angka statistik hasil uji statistik.
Implikasi dan rekomendasi yang ditulis setelah simpulan dapat
ditujukan kepada para pembuat kebijakan, kepada para pengguna hasil
penelitian yang bersangkutan, kepada peneliti berikutnya yang berminat
untuk melakukan penelitian selanjutnya, dan kepada pemecahan masalah
di lapangan atau follow up dari hasil penelitian.
Dalam menawarkan rekomendasi untuk penelitian selanjutnya,
sebaiknya saran atau rekomendasi dipusatkan pada dua atau tiga hal yang
paling utama yang ditemukan oleh penelitian. Akan lebih baik apabila
penulis menyarankan penelitian yang melangkah satu tahap lebih baik dari
penelitian yang telah dilakukan.
Dalam beberapa kasus bab terakhir dari skripsi, tesis, atau disertasi
dikemukakan keterbatasan penelitian, khususnya kelemahan yang
berkaitan dengan metode penelitian, teknik pengumpulan data, dan sampel
yang terlibat.

B. Tata Cara Mengutip dan Membuat Daftar Rujukan


Sesuai dengan yang disampaikan pada bagian pendahuluan, sistem
penulisan dalam penulisan karya ilmiah yang direkomendasikan di lingkungan
KAMPUS adalah sistem American Psychological Association (APA).
Contoh-contoh penulisan kutipan di bawah ini akan mengacu pada buku
Publication Manual of the American Psychological Association, yang telah
disesuaikan penggunaannya dalam bahasa Indonesia.
1) Penulisan kutipan langsung
Kutipan ditulis dengan menggunakan "dua tanda petik" jika kutipan ini
merupakan kutipan langsung atau dikutip dari penulisnya dan kurang dari

79
40 kata. Jika kutipan itu diambil dari kutipan maka kutipan tersebut ditulis
dengan menggunakan 'satu tanda petik'.
Contoh:
Dalam perspektif bimbingan konseling berbasis budaya, diperlukan
pemahaman konseling multibudaya yang memperhatikan keragaman
karakteristik budaya sebagai “…a sensitivity of the possible ways in which
different cultures function and interact…” (McLeod, 2004, hlm. 245).
Dalam hal ini apabila kutipan diambil dari bahasa selain bahasa
yang ditulis maka penulisannya dicetak miring.
Dalam kutipan yang berjumlah 40 kata atau lebih maka kutipan
ditulis tanpa tanda kutip dan diketik dengan jarak satu spasi. Baris pertama
diketik menjorok sama dengan kalimat pertama pada awal paragraf. Baris
kedua dari kutipan itu ditulis menjorok sama dengan baris pertama.
Contoh:
Tannen (2007) menyatakan bahwa discourse analysis memerlukan
kemampuan untuk menggabungkan berbagai pemahaman teori ke dalam
satu kajian. Dia mengatakan bahwa
Discourse analysis is uniquely heterogeneous among the many
subdisciplines of linguistics. In comparison to other subdisciplines of the
field, it may seem almost dismayingly diverse. Thus, the term “variation
theory” refers to a particular combination of theory and method employed
in studying a particular kind of data. (hlm. 33)
Terkait pengutipan langsung ini, proporsi kutipan langsung dalam
satu halaman maksimal ¼ halaman.
Apabila dalam pengutipan langsung ada bagian dari yang dikutip
yang dihilangkan, maka penulisan bagian itu diganti dengan tiga buah titik
(lihat contoh kutipan kurang dari 3 baris).
2) Penulisan sumber kutipan
Jika sumber kutipan mendahului kutipan langsung, maka cara
penulisannya adalah nama penulis diikuti dengan tahun penerbitan dan

80
nomor halaman yang dikutip. Tahun dan halaman diletakkan di dalam
kurung.
Contoh:
Gaffar (2012, hlm. 34) mengemukakan bahwa“esensi dari the
policies of national education adalah keputusan bahwa pendidikan
merupakan prioritas nasional dalam membangun bangsa menuju
masyarakat Indonesia baru.”
Jika sumber kutipan ditulis setelah apa yang dikutip, maka nama
penulis, tahun penerbitan, dan nomor halaman yang dikutip semuanya
diletakkan di dalam kurung.
Contoh :
“Ekspektasi standar dan target ukuran kuantitatif yang lepas
konteks bisa mendorong terjadinya simplifikasi proses pendidikan dan
pengembangan perilaku instan” (Kartadinata, 2010, hlm. 51).
3) Sumber kutipan merujuk sumber lain
Jika sumber kutipan merujuk sumber lain atas bagian yang dikutip,
maka sumber kutipan yang ditulis adalah sumber kutipan yang digunakan
pengutip, tetapi dengan menyebut siapa yang mengemukakan pendapat
tersebut.
Contoh:
Kutipan atas pendapat Hawes dari buku yang ditulis Muchlas
Samani dan Hariyanto:
Hawes (dalam Samani & Hariyanto, 2011, hlm. 6) mengemukakan
bahwa "...when character is gone, all gone, and one of the richest jewels
of life is lost forever”.
4) Kutipan dari penulis berjumlah dua orang dan lebih
Jika penulis terdiri atas dua orang, maka nama keluarga kedua
penulis tersebut harus disebutkan, misalnya: Sharp dan Green (1996, hlm.
1). Apabila penulisnya lebih dari dua orang, untuk penulisan yang
pertama, nama keluarga dari semua penulis ditulis lengkap. Namun untuk
penyebutan kedua dan seterusnya nama keluarga penulis pertama dan

81
diikuti oleh dkk. Misalnya, McClelland dkk. (1960, hlm. 35). Perhatikan
penggunaan titik setelah dkk.
5) Kutipan dari penulis berbeda dan sumber berbeda
Jika masalah dibahas oleh beberapa orang dalam sumber yang
berbeda, maka cara penulisan sumber kutipan itu adalah seperti berikut.
Contoh:
Beberapa studi tentang berpikir kritis membuktikan bahwa
membaca dan menulis merupakan cara yang paling ampuh dalam
mengembangkan kemampuan berpikir kritis (Moore & Parker, 1995;
Chaffee, dkk. 2002; Emilia, 2005).
6) Kutipan dari penulis sama dengan karya yang berbeda
Jika sumber kutipan itu adalah beberapa karya tulis dari penulis
yang sama pada tahun yang sama, maka cara penulisannya adalah dengan
menambah huruf a, b, dan seterusnya pada tahun penerbitan.
Contoh: (Suharyanto, 1998a, 1998b, 1998c).
7) Kutipan dari penulis sama dengan sumber berbeda
Jika kutipan berasal dari penutur teori yang sama, yang membuat
pernyataan yang sama, tetapi terdapat dalam sumber yang berbeda, maka
cara penulisannya seperti berikut.
Contoh:
Menurut Halliday ada dua konteks yang berpengaruh terhadap
penggunaan bahasa, yaitu (1) konteks situasi, yang terdiri atas field, mode
atau channel of communication (misalnya bahasa lisan atau tulisan), dan
tenor (siapa penulis/ pembicara kepada siapa); dan (2) konteks budaya
yang direalisasikan dalam jenis teks (1985a, b, c).
8) Kutipan dari tulisan tanpa nama penulis
Jika sumber kutipan itu tanpa nama, maka penulisannya adalah sebagai
berikut.
Contoh: (Tanpa nama, 2013, hlm. 18).
9) Kutipan pokok pikiran

82
Jika yang diutarakan adalah pokok-pokok pikiran seorang penulis,
maka tidak perlu ada kutipan langsung, cukup dengan menyebut
sumbernya.
Contoh:
Halliday (1985b) mengungkapkan bahwa setiap bahasa
mempunyai tiga metafungsi, yaitu fungsi ideasional, interpersonal, dan
fungsi tekstual.
Sebagai catatan, perlu diingat bahwa model kutipan tidak
mengenal adanya catatan kaki untuk sumber dengan berbagai istilah
seperti ibid., op.cit., loc.cit. vide, dan seterusnya. Catatan kaki
diperbolehkan untuk memberikan penjelasan tambahan terhadap suatu
istilah yang ada pada teks tetapi tidak mungkin ditulis pada teks karena
akan mengganggu alur uraian. Nama penulis dalam kutipan adalah nama
belakang atau nama keluarga dan ditulis sama dengan daftar rujukan.
Istilah daftar rujukan atau referensi digunakan dalam pedoman ini
sesungguhnya untuk menekankan bahwa sumber-sumber yang dikutip
pada bagian tubuh (isi) teks dipastikan ditulis pada daftar rujukan atau
referensi, begitu pula sebaliknya. Hal ini dilakukan semata-mata untuk
mendorong dan meminimalisir potensi praktik plagiarisme dalam
penulisan karya ilmiah.
Beberapa catatan umum yang perlu diperhatikan dalam penulisan
daftar rujukan dengan menggunakan sistem APA antara lain sebagai
berikut.
a) Memasukkan nama keluarga semua penulis dan inisialnya sampai
dengan tujuh penulis. Apabila lebih dari tujuh, maka yang ditulis adalah
sampai penulis yang keenam kemudian diberi tanda titik tiga kali lalu
dituliskan nama penulis terakhirnya sebelum tahun penulisan.
b) Jika ada nama keluarga dengan inisial penulis yang mirip, maka nama
lengkap inisialnya ditulis dalam kurung sebelum tahun penulisan.
c) Untuk penulis berupa kelompok atau institusi, nama institusinya ditulis
dengan jelas.

83
d) Untuk rujukan pada buku yang disunting, masukkan nama penyunting
di posisi penulis, dan berikan tulisan (Penyunting).
e) Keterangan tahun penerbitan ditulis di dalam kurung dengan didahului
dan diakhiri tanda titik. Untuk jenis rujukan berupa majalah, newsletter,
tuliskan tahun jelas dan tanggal lengkap publikasinya, yang dipisahkan
oleh koma dan diikuti nomor dalam tanda kurung.
f) Apabila tidak ada keterangan waktu penulisan, tuliskan t.t. di dalam
kurung.
g) Terkait judul buku, artikel atau bab, huruf kapital hanya dipergunakan
untuk kata pertama pada judul dan subjudul bila ada, dan kata yang
masuk kategori proper noun.
h) Untuk judul jurnal, newsletter, dan majalah, judul ditulis dengan
kombinasi huruf kapital dan huruf kecil. Sementara nama sumbernya
dicetak miring.
i) Identitas kota penerbitan ditulis dengan jelas diikuti dengan nama
penerbitnya.
Beberapa contoh teknis penulisan daftar rujukan atau referensi
dengan sistem APA dapat dilihat pada bagian di bawah ini.
1) Buku
Penulisan daftar rujukan yang berupa buku dalam sistem APA
mengikuti urutan seperti berikut, yakni:
a) nama belakang penulis;
b) nama depan (inisialnya saja);
c) tahun penerbitan (dalam kurung, diawali dan diakhiri titik);
d) judul buku dicetak miring (huruf pertama dari kata pertama, nama
tempat, atau nama orang dari judul sumber ditulis dengan huruf
kapital), diakhiri dengan titik;
e) edisi (kalau ada), kota tempat penerbitan, diikuti oleh titik dua dan
penerbit.
Contoh-contoh spesifik penulisan daftar rujukan buku dengan beberapa
variasi dapat dilihat pada bagian di bawah ini.

84
1. Buku ditulis oleh satu orang:
Poole, M.E. (1976). Social class and language utilization at the tertiary
level. Brisbane: University of Queensland.
2. Buku ditulis oleh dua orang atau tiga orang:
Burden, P.R. & Byrd, D.M. (2010). Methods for Effective Teaching.
Boston: Pearson.
Joyce, B., Weil, M., & Calhoun, E. (2011). Models of Teaching.
Boston: Pearson.
3. Buku ditulis oleh lebih dari tiga orang:
Emerson, L. dkk. (2007). Writing guidelines for education students.
Melbourne: Thomson.
4. Sumber yang ditulis oleh satu orang dalam buku yang berbeda:
Halliday, M. A. K. (1985a). Spoken and written language. Geelong:
Deakin University Press.
Halliday, M. A. K, (1985b). An introduction to functional grammar.
London: Edward Arnold.
Halliday, M. A. K. (1985c). Part A. Language, context, and text:
Aspects of language in a social semiotic perspective.
Melbourne: Deakin University Press.
5. Penulis sebagai penyunting:
Philip, H.W.S. & Simpson, G.L. (Penyunting). (1976). Australia in the
world of education today and tomorrow. Canberra: Australian
National Commission.
6. Sumber merupakan bab dari buku:
Coffin, C. (1997). Constructing and giving value to the past: An
investigation into secondary school history. Dalam F. Christie &
J.R. Martin (Penyunting), Genre and institutions: social
processes in the workplace and school (hlm. 196 -231). New
York: Continuum.
2) Artikel jurnal

85
Penulisan artikel jurnal dalam daftar rujukan mengikuti urutan sebagai
berikut:
a) nama belakang penulis;
b) nama depan penulis (inisialnya saja);
c) tahun penerbitan (dalam tanda kurung diawali dan diikuti tanda titik)
d) judul artikel (ditulis tidak dicetak miring dan huruf pertama dari kata
pertama, atau nama tempat, atau nama orang dalam judul ditulis dengan
huruf kapital);
e) judul jurnal (dicetak miring dan setiap huruf pertama dari setiap kata
dalam nama jurnal ditulis dengan huruf kapital kecuali kata tugas)
diikuti dengan koma;
f) nomor volume dengan angka Arab;
g) nomor penerbitan ditulis dengan angka Arab di antara tanda kurung;
h) nomor halaman mulai dari nomor halaman pertama sampai dengan
nomor terakhir.
Contoh:
Setiawati, L. (2012). A Descriptive Study On The Teacher Talk At An Eyl
Classroom. Conaplin Journal: Indonesian Journal of Applied
Linguistics, 1 (2), hlm. 176─178.
3) Selain buku dan artikel jurnal
Beberapa contoh penulisan daftar rujukan dengan sumber tulisan selain
buku dan artikel jurnal disampaikan di bawah ini.
a) Skripsi, tesis, atau disertasi:
Rakhman, A. (2008). Teacher and students' code switching in English as a
foreign language (EFL) classroom. (Tesis). Sekolah Pascasarjana,
Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.
b) Publikasi departemen atau lembaga pemerintah:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. (1998). Petunjuk pelaksanaan
beasiswa dan dana bantuan operasional. Jakarta: Depdikbud.
c) Dokumen atau laporan:

86
Panitia Proyek Pengembangan Pendidikan Guru. (1983). Laporan
penilaian proyek pengembangan pendidikan guru. Jakarta:
Depdikbud.
d) Makalah dalam prosiding konferensi atau seminar:
Sudaryat, Y. (2013). Menguak nilai filsafat pendidikan Sunda dalam
ungkapan tradisional sebagai upaya pemertahanan bahasa daerah.
Dalam M. Fasya & M. Zifana (Penyunting), Prosiding Seminar
Tahunan Linguistik Universitas Pendidikan Indonesia (hlm. 432-
435). Bandung: KAMPUS Press.
e) Artikel Surat kabar:
Sujatmiko, I. G. (2013, 23 Agustus). Reformasi, kekuasaan, dan korupsi.
Kompas, hlm. 6.
f) Sumber dari internet
1. Karya perorangan:
Thomson, A. (1998). The adult and the curriculum. [Online]. Diakses dari
http://www.ed.uiuc.edu/EPS/PES-Yearbook/1998/thompson.htm.
2. Pesan dalam forum online atau grup diskusi online:
Pradipa, E. A. (2010, 8 Juni). Memaknai hasil gambar anak usia dini
[Forum online]. Diakses dari http://www.paud.int/
gambar/komentar/Weblog/806.
3. Posel dalam mailing list:
Riesky (2013, 25 Mei). Penelitian kualitatif dalam pengajaran bahasa
[Posel mailing list]. Diakses dari http://bsing.groups.yahoo.com/
group/ResearchMethods/message/581
Ada beberapa catatan penting yang harus dicermati dari penulisan daftar
rujukan atau referensi di atas.
a) Contoh-contoh di atas merupakan pola rujukan dari beberapa jenis
dokumen yang sering dipergunakan dalam karya ilmiah. Tidak semua
dicontohkan pada pedoman ini. Untuk jenis-jenis sumber rujukan
khusus lainnya, silakan mengacu pada buku Publication manual of the
American Psychological Association (2010) edisi keenam.

87
b) Beberapa contoh di atas tidak merupakan sumber yang benar-benar
nyata dan dapat diakses. Penulisan sumber-sumber tersebut hanya
untuk keperluan pemberian contoh semata.
c) Bagi penulisan karya ilmiah yang menggunakan bahasa Inggris, silakan
ikuti sistem APA sesuai aslinya dalam bahasa Inggris.

C. Plagiasi
1) Pentingnya Orisinalitas Tulisan
Istilah orisinalitas tulisan mengemuka di sekitar tahun 1500-an di
Inggris. Saat itu istilah orisinalitas mengacu pada pengertian bahwa hasil
tulisan yang dibuat seseorang tidak pernah dibuat sebelumnya oleh orang
lain secara tertulis. Isu orisinalitas ini mengemuka hingga mendorong
munculnya kesadaran akan pentingya melindungi orisinalitas pemikiran
atau tulisan seseorang secara hukum di akhir tahun 1790-an (Sutherland-
Smith, 2008, hlm. 43).
Orisinalitas merupakan kriteria utama dan kata kunci dari hasil
karya akademik terutama pada tingkat doktoral (Murray, 2002, hlm. 52-
53). Karya ilmiah, khususnya skripsi, tesis, atau disertasi semaksimal
mungkin harus memperlihatan sisi orisinalitasnya. Sebuah skripsi, tesis,
atau disertasi bisa dikatakan orisinal apabila memenuhi beberapa kriteria
seperti yang diajukan oleh Murray (2002, hlm. 53, lihat juga Phillips &
Pugh, 1994, hlm. 61-62) sebagai berikut:
a) Penulis mengatakan sesuatu yang belum pernah dikatakan oleh
orang lain;
b) penulis melakukan karya empiris yang belum dilakukan
sebelumnya;
c) penulis menyintesis hal yang belum pernah disintesis sebelumnya;
d) penulis membuat interpretasi baru dari gagasan atau hasil karya
orang lain;
e) penulis melakukan sesuatu yang baru dilakukan di negara lain,
tetapi di belum dilakukan di negaranya;

88
f) penulis mengambil teknik yang ada untuk mengaplikasikannya
dalam bidang atau area yang baru;
g) penulis melakukan penelitian dalam berbagai displin ilmu dengan
menggunakan berbagai metodologi;
h) penulis meneliti topik yang belum diteliti oleh orang dalam bidang
ilmu yang ditekuninya;
i) penulis menguji pengetahuan yang ada dengan cara orisinal;
j) penulis menambah pengetahuan dengan cara yang belum dilakukan
sebelumnya;
k) penulis menulis informasi baru untuk pertama kali;
l) penulis memberi eksposisi terhadap gagasan orang lain;
m) penulis melanjutkan hasil sebuah karya yang orisinal.

2) Pengertian Plagiarisme
Kata plagiarisme sesungguhnya berasal dari sebuah kata dari
bahasa Latin plagiarius, yang artinya seseorang yang menculik anak atau
budak orang lain. Istilah ini kemudian mulai mengemuka dan umum
dipakai untuk menggambarkan apa yang kadang-kadang disebut sebagai
“pencurian karya sastra” sekitar tahun 1600-an (lihat Weber-Wulff, 2014).
Pemerintah Indonesia sendiri melalui Permendiknas No. 17 tahun 2010,
mendefinisikan plagiat sebagai
perbuatan secara sengaja atau tidak sengaja dalam memperoleh
atau mencoba memperoleh kredit atau nilai untuk suatu karya ilmiah,
dengan mengutip sebagian atau seluruh karya dan/atau karya ilmiah pihak
lain yang diakui sebagai karya ilmiahnya, tanpa menyatakan sumber
secara tepat dan memadai. (hlm. 2)
Di berbagai universitas di belahan bumi ini, isu plagiarisme mulai
mendapatkan perhatian yang serius. Istilah plagiarisme kerap dimaknai
sebagai academic cheating atau kecurangan akademik, dengan berbagai
asosiasi makna seperti kebohongan, pencurian, ketidakjujuran, dan
penipuan (lihat Sutherland-Smith, 2008).

89
Pada mulanya, plagiarisme memang tidak dianggap sebagai
masalah serius pada masa lalu. Mengambil ide hasil pemikiran orang lain
dan menuliskannya kembali dalam tulisan baru menjadi hal yang didorong
sebagai bentuk realisasi konsep mimesis (imitasi) oleh para penulis
terdahulu. Pandangan yang mengemuka saat itu adalah bahwa
pengetahuan atau pemikiran mengenai kondisi manusia harus dibagikan
oleh semua orang, bukan untuk mereka miliki sendiri (lihat Williams,
2008). Namun demikian, dalam konteks dunia akademik sekarang ini
tindakan tersebut perlu dihindari karena dapat membawa masalah serius
bagi para pelakunya.

3) Bentuk-Bentuk Tindakan Plagiat


Tindakan yang dapat masuk ke dalam jenis plagiat cukup beragam
dan luas. Jenis-jenis tindakan tersebut menurut Weber-Wulff (2014)
meliputi tindakan-tindakan atau hal-hal berikut ini.
a) Copy & paste. Tindakan ini adalah yang paling populer dan sering
dilakukan. Plagiator mengambil sebagian porsi teks yang biasanya dari
sumber online kemudian dengan dua double keystrokes (CTRL + C dan
CTRL + V) salinan dokumen kemudian diambil dan disisipkan ke
dalam tulisan yang dibuat. Dari penggabungan dokumen ini sebenarnya
dosen sering kali dapat melihat kejomplangan ide dan gaya penulisan.
Di bagian tertentu tulisan terlihat sangat baik sementara di bagian
lainnya tidak.
b) Penerjemahan. Penerjemahan tanpa mengutip atau merujuk secara tepat
juga sering dilakukan. Plagiator biasanya memilih bagian teks dari
bahasa sumber yang akan diterjemahkan kemudian secara manual atau
melalui software penerjemah melakukan penerjemahan ke dalam draft
kasar. Tak jarang karena menggunakan software yang tidak peka
terhadap konteks kalimat, misalnya, hasil terjemahan pun menjadi
rancu.

90
c) Plagiat terselubung. Yang dimaksud plagiat terselubung di sini adalah
tindakan mengambil sebagian porsi tulisan orang lain untuk kemudian
mengubah beberapa kata atau frasa dan menghapus sebagian lainnya
tanpa mengubah sisa dan konstruksi teks lainnya.
d) Shake & paste collections. Tindakan ini mengacu pada pengumpulan
beragam sumber tulisan untuk kemudian mengambil darinya ide dalam
level paragraf bahkan kalimat untuk menggabungkannya menjadi satu.
Sering kali hasil teks dari penggabungan ini tidak tersusun secara logis
dan menjadi tidak koheren secara makna.
e) Clause quilts. Tindakan ini adalah mencampurkan kata-kata yang dibuat
dengan potongan tulisan dari sumber-sumber yang berbeda. Potongan
teks dari berbagai sumber digabungkan dan tak jarang sebagian
merupakan kalimat yang belum tuntas digabung dengan potongan lain
untuk melengkapinya. Beberapa ahli menamakannya mosaic
plagiarism.
f) Plagiat struktural. Jenis tindakat plagiat ini adalah terkait peniruan pola
struktur tulisan, dari mulai struktur retorika, sumber rujukan,
metodologi, bahkan sampai tujuan penelitian.
g) Pawn sacrifice. Tindakan ini merupakan upaya mengaburkan berapa
banyak bagian dari teks yang memang digunakan walaupun penulis
menuliskan sumber kutipannya. Sering kali bagian teks dari sumber lain
yang dikutip dan diberi pengakuan hanya sebagian kecil saja, padahal
bagian yang diambil lebih dari itu.
h) Cut & slide. Pada dasarnya mirip dengan pawn sacrifice dengan sedikit
perbedaan. Plagiator biasanya mengambil satu porsi teks dari sumber
lain. Sebagian teks tersebut dikutip dan diberi pengakuan dengan cara
yang benar dengan kutipan langsung, sementara sebagian lain yang
jelas-jelas diambil langsung tanpa modifikasi dibiarkan begitu saja
masuk dalam tulisannya.
i) Self-plagiarism. Jenis tindakan ini adalah menggunakan ide dari tulisan-
tulisan sendiri yang telah dibuat sebelumnya namun menggunakannya

91
dalam tulisan baru tanpa kutipan dan pengakuan yang tepat. Walaupun
penulis merasa bahwa ide tersebut adalah miliknya dalam tulisan
sebelumnya dan dapat menggunakannya secara bebas sesuai
keinginannya, hal ini dianggap sebagai praktik akademik yang tidak
baik.
j) Other dimensions. Jenis-jenis tindakan plagiat lainnya dapat dilakukan
dengan berbagai cara. Plagiator dapat menjiplak dari satu sumber atau
lebih, atau menggabungkan dua atau lebih bentuk plagiat yang
disebutkan di atas dalam tulisan yang dia buat. Yang pasti, tindakan
plagiat masih memungkinkan untuk berkembang dengan modifikasi
dimensi dari tindakannya.

4) Sanksi bagi Tindakan Plagiat


Apabila memang terbukti secara jelas dan sah seseorang
melakukan tindakan plagiat dalam karya ilmiahnya, pihak Universitas
akan melakukan tindakan tegas dengan merujuk pada aturan yang berlaku,
yakni Permendiknas No. 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Plagiat di perguruan Tinggi. Dalam aturan tersebut, pada
Pasal 12 Ayat 1 dan 2 dinyatakan secara eksplisit mengenai sanksi
tindakan plagiat baik untuk mahasiswa, dosen, peneliti, maupun tenaga
kependidikan.
Menurut Pasal 12 Ayat 1 disebutkan bahwa mahasiswa yang
terbukti melakukan tindakan plagiat dapat diberikan sanksi berupa:
a) teguran;
b) peringatan tertulis;
c) penundaan pemberian sebagian hak mahasiswa;
d) pembatalan nilai satu atau beberapa mata kuliah yang diperoleh
mahasiswa;
e) pemberhentian dengan hormat dari status sebagai mahasiswa;
f) pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai mahasiswa; atau
g) pembatalan ijazah apabila mahasiswa telah lulus dari suatu program.

92
Sementara itu, sanksi bagi dosen/peneliti/ tenaga kependidikan
yang terbukti melakukan tindakan plagiat menurut Pasal 12 Ayat 2 dapat
berupa:
a) teguran;
b) peringatan tertulis;
c) penundaan pemberian hak dosen/peneliti/tenaga kependidikan;
d) penurunan pangkat dan jabatan akademik/fungsional;
e) pencabutan hak untuk diusulkan sebagai guru besar/ profesor/ahli
peneliti utama bagi yang memenuhi syarat;
f) pemberhentian dengan hormat dari status sebagai dosen/ peneliti/ tenaga
kependidikan;
g) pemberhentian tidak dengan hormat dari status sebagai dosen/ peneliti/
tenaga kependidikan; atau
h) pembatalan ijazah yang diperoleh dari perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Pada Pasal 12 Ayat 3 peraturan yang sama disebutkan juga bahwa:
Apabila dosen/ peneliti/ tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf f, huruf g, dan huruf h menyandang sebutan guru besar/
profesor/ ahli peneliti utama, maka dosen/ peneliti/ tenaga kependidikan
tersebut dijatuhi sanksi tambahan berupa pemberhentian dari jabatan guru
besar/ profesor/ ahli peneliti utama oleh Menteri atau pejabat yang
berwenang atas usul perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh
Pemerintah atau atas usul perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh
masyarakat melalui Koordinator Perguruan Tinggi Swasta.

93

Anda mungkin juga menyukai