A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa mampu membuat infusa yang berasal dari bahan alami
2. Mahasiswa mampu melakukan pengujian senyawa botani sebagai
larvasida
3. Mengetahui dosis dan respon larvasida botani terhadap daya tahan
aedes
4. Mengukur konsentrasi larvasida untuk membunuh 50% dan 90% larva
uji
B. LANDASAN TEORI
Demam berdarah dengue merupakan penyakit yang masih menjadi
permasalahan global dimana terdapat 390 juta infeksi dengue per tahun dengan
prevalensi 3,9 miliar orang di 128 negara berisiko. Epidemi demam berdarah
adalah merupakan masalah utama di Indonesia, Myanmar, Sri Langka, Thailand
dan Timor Leste, yang berada di zona iklim tropis dimana Aedes aegypti tersebar
luas di daerah perkotaan dan pedesaan yang menjadi penyebab rawat inap dan
kematian pada anak-anak. (WHO, 2017).
Aedes aegypti dewasa berukuran lebih kecil, pada kakinya mempunyai
warna dasar hitam dengan bintik-bintik putih. Ciri khasnya adalah terdapat
gambaran lira (lyra-form) yang putih pada punggungnya (mesonotum). Telur
Aedes aegypti mempunyai dinding yang bergaris-garis dan menyerupai gambaran
kain kasa. Larva Aedes aegypti mempunyai pelana yang terbuka dan gigi sisir
yang berduri lateral (Utama, 2009).
Upaya pencegahan terhadap penularan DBD dilakukan dengan pemutusan
rantai penularan DBD berupa pencegahan terhadap gigitan nyamuk. Langkah-
langkah yang harus dilakukan antara lain melakukan pemantauan jentik nyamuk
dan PSN 3Mplus disetiap rumah secara rutin untuk memberantas sarang nyamuk
yaitu dengan:
a. Menguras tempat-tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air
seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum,
penampungan air di lemari es dan dispenser.
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air seperti drum/gentong air,
kendi air dan lainnya.
c. Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang dapat
menampung air seperti botol plastik, kaleng, ban bekas berpotensi menjadi
tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Sp.
Kemudian ditambah dengan “Plus” pada 3M Plus yang merupakan segala
bentuk kegiatan pencegahan dari gigitan nyamuk, seperti:
a. Menaburkan atau meneteskan larvasida pada tempat penampungan yang
sulit dibersihkan
b. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk
c. Menggunakan kelambu saat tidur
d. Memelihara ikan pemangsa jentik
e. Menanam tanaman pengusir nyamuk
f. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
g. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian didalam rumah yang
dapat menjadi tempat istirahat nyamuk, dan
h. Mulai menggunakan air pancur Shower untuk mandi, apabila
menggunakan bak mandi dibersihkan minimal seminggu sekali.
(Kemenkes, 2016)
C. HASIL PENGAMATAN
Tabel 1. Pengamatan kematian larva dalam satuan waktu menurut konsentrasi larvasida
botani pandan
Kontrol (-) 0 0 1 1 2 3 3
Kontrol (+) 23 25 - - - - -
D. PEMBAHASAN
Praktikum ini membahas tentang pembuatan larvasida botani dengan cara
infusa dan uji biopotensi larvasida. Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan
cara infundasi. Infundasi adalah proses penyaringan yang digunakan untuk
mencari zat aktif yang terlarut dalam air dari bahan alami. Uji biopotensi larvasida
adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui efektifitas dari infusa yang
telah dibuat terhadap larva.
1. Melakukan pengulangan 3 x
M1 x V1 = M2 x V2
Dimana :
Larutan yang akan diuji adalah 50% infusa dari 100g pandan dan 200ml
air. Sehingga 50% x V1 = 10% x 50 ml = 10 ml sehingga larutan pandan yang
dibutuhkan untuk konsentrasi 10% adalah 10 ml infusa pandan yang diencerkan
pada 50 ml aquades. Idealnya percobaan ini diencerkan dengan 100ml aquades
tetapi karena infusa yang terbatas maka digunakan 50ml aquades.
Konsentrasi yang digunakan dalam percobaan ini adalah 10%, 30% dan
50%.
Kisaran batas
Pengamatan LD50 Kisaran batas atas
bawah
24 jam 29.048% 21.321% 40.716%
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa LD 50 infusa pandan terhadap
larva aedes aegypti pada pengamatan 24 jam terletak pada konsentrasi 29,05%
dengan kisaran batas bawah 21,32% dan batas atas 40,72%.
Kisaran batas
Pengamatan LD90 Kisaran batas atas
bawah
24 jam 93.684% 59.372% 289.572%
Dari hasil diatas dapat disimpulkan bahwa LD 90 infusa pandan
terhadap larva aedes aegypti pada pengamatan 24 jam terletak pada konsentrasi
93.68% dengan kisaran batas bawah 59.37% dan batas atas 289.57%.
Kisaran batas
Konsentrasi LT50 Kisaran batas atas
bawah
10% 119,273 38,570 2,364E+07
20% 24,375 13,429 29616,889
30% 12,378 7,503 21,692
Kisaran batas
Konsentrasi LT90 Kisaran batas atas
bawah
10% 806,049 113,701 4,315E+12
20% 194,564 55,830 2,262E+22
30% 77,662 36,304 769,835
E. KESIMPULAN
1. Infusa dibuat dengan daun pandan seberat 100 g yang direbus dengan
200 ml air pada panci bertumpuk selama 15 menit. Sehingga konsentrasi infusa
adalah 50%.
2. Pengujian dilakukan dengan membuat gelas berisi 50 ml larutan dengan
konsentrasi masing-masing 10%, 30% dan 50% disertai kontrol positif dan negatif
3. Dosis yang dibutuhkan adalah 95% dan waktu yang dibutuhkan adalah
24 jam.
F. DAFTAR PUSTAKA
Kemenkes, RI. 2016. Profil Kesehatan Indonesia. Kemenkes RI. Jakarta.
PRAKTIKUM III
PENGUJIAN LARVASIDA
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mengetahui dosis dan respon larvasida terhadap daya tahan aedes
2. Mengukur konsentrasi larvasida untuk membunuh 50% dan 90% larva
uji
B. LANDASAN TEORI
Filariasis limfatik merupakan salah satu masalah kesehatan dunia yang
disebabkan oleh cacing filaria Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan Brugia
timori yang menyerang saluran dan kelenjar getah bening serta ditularkan oleh
berbagai jenis nyamuk Penyakit ini dapat menimbulkan sakit secara fisik, mental,
sosial maupun ekonomi. Penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan dan kronis
pada bagian tubuh yang diserang (Kemenkes, 2010).
Culex quinquefasciatus dikenal sebagai vektor filariasis Wuchereria
bancrofti. Nyamuk Culex aktif pada malam hari dengan jarak terbang maksimum
5 km dari tempat perindukan. Nyamuk betina menghisap darah untuk proses
pematangan telur dan kemudian meletakkan telur pada tempat yang disukainya.
Waktu yang diperlukan untuk mematangkan telur dimulai dari menghisap darah
sampai mengeluarkan telur biasanya 3-4 hari.
Jika nyamuk menghisap darah yang terinfeksi mikrofilaria maka
mikrofilaria akan ikut terhisap bersama darah menuju usus tengah, kemudian
melepaskan selubungnya. Setelah melepaskan selubungnya, Cacing mikrofilaria
bergerak menuju otot dada nyamuk untuk berkembang menjadi larva tahap
pertama (L1), larva tahap kedua (L2) dan larva tahap ketiga (L3). Banyaknya
nyamuk yang terinfeksi oleh larva mikrofilaria baik L1, L2 maupun L3 dapat
dihitung dengan infection rate (WHO, 2013).
C. HASIL PENGAMATAN
Tabel 2. Pengamatan kematian larva dalam satuan waktu menurut konsentrasi larvasida
kimia
Kontrol (-)
D. PEMBAHASAN
Praktikum ini membahas tentang uji larvasida kimia dengan abate. Abate
yang digunakan adalah konsentrasi 0,001%, 0,005%, 0,008%, dan 0,01%.
Pengujian dilakukan pada 4 gelas dengan total 100 sehingga masing-masing
konsentrasi adalah 25 larva.
Berdasarkan hasil pengamatan larva culex mati dalam waktu 2 jam dengan
kecepatan larva mati semua dalam waktu 1 jam adalah dengan konsentrasi
0.008%.
E. KESIMPULAN
1. Larva culex yang diuji belum resisten karena dapat mati 100% dalam 2
jam
F. DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Kesehatan RI. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi Filariasis
di Indonesia. Volume 1. Jakarta : Pusat data dan Surveilans Epidemiologi
Kementerian Kesehatan RI.
Ramadhani, T. 2009. Komposisi Spesies dan Dominasi Nyamuk Culex Di
Daerah Endemis Filariasis Limfatik Di Kelurahan Pabean Kota
WHO, 2013. Global Programe To Eliminate Lymphatic
Filariasis:Practical Entomologi. Geneva.