Anda di halaman 1dari 4

Nama : Nyoman Tri Hayuni

No : 33

Kelas : XI AKL 1

LEMBAR JAWABAN

1. Tolak ukur Keluarga Sukhinah menurut Hindu yaitu:


a. Kecintaan
Cinta adalah dorongan yang sangat kuat sekali yang timbul dari dasar hati
yang paling dalam untuk membahagiakan obyek itu sendiri, dengan tidak
melihat kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri obyek tersebut dan mau
menerimanya dalam keadaan yang bagaimana pun juga.
b. Kegembiraan Tidak Menanggung Papa dan Dosa
Kegembiraan merupakan suatu harapan dalam sebuah rumah tangga. Keluarga
yang gembira adalah keluarga yang sehat lahir dan batin. Kegembiraan dapat
menyelesaikan berbagai masalah yang muncul di dalam rumah tangga. Yang
baik dalam berumah tangga adalah selalu berusaha untuk menyelesaikan
permasalahan-permasalahan rumah tangga dengan gembira. Marah adalah
musuhnya kegembiraan itu, oleh karenanya agar kegembiraan itu dapat
diwujudkan perangilah kemarahan bangunlah kegembiraan. Kegembiraan
yang sudah tentu berdasarkan dharma/kebenaran, dengan demikian, maka
dalam keluarga yang bersangkutan dapat terwujud keluarga Sukhinah yakni
keluarga
yang sejahtera, bahagia, dan ceria.
c. Kepuasan
Pernyataan rasa syukur terhadap semua anugrah Tuhan Yang Maha Esa/Ida
Sang Hyang Widhi Wasa yang harus diwujudkan dengan prilaku sehari-hari
agar dapat mencapai kesempurnaan hidup dan kepuasan batin. Dengan
membangun rasa syukur terhadap hasil yang telah dicapai maka akan dapat
memberikan “kepuasan”. Apabila dalam rumah tangga tidak dilandasi oleh
dharma maka rumah tangga akan diselimuti oleh nafsu indria yang akan
mengantarkan rumah tangga tersebut dalam jurang kehancuran.
2. Nafsu dapat dikendalikan dengan selalu bersyukur seperti yang disebutkan di atas
dalam Canakya Nitisastra yaitu:
a. Bersyukur terhadap harta yang diperoleh sesuai dharma yang akan mampu
membangun keluarga yang bahagia.
b. Bersyukur terhadap makanan yang telah disiapkan dalam rumah tangga
Makanan yang dimasak dengan tujuan menghidupi anggota keluarga akan
memberikan nilai spiritual yang sangat tinggi karena sebelum dihidangkan
diawali dengan yajna sesa sehingga yang menikmati makanan itu, akan
terlepas dari papa dosa. Sehingga seorang anggota keluarga pantang untuk
menghina masakan yang dihidangkan dalam rumah tangga. Sedangkan
makanan siap saji yang dibeli di pasar, cara masak dan tujuan membuatnya
berbeda dengan masakan dalam rumah tangga karena tujuannya itu adalah
untuk bisnis semata.
c. Bersyukur dengan istri sendiri. Pada sekarang ini, banyak hal yang
mengakibatkan terjadinya perselingkuhan. Perselingkuhan merupakan
pengkhianatan terhadap tujuan dari suatu perkawinan. Istri sering
diibaratkan sebagai sungai yang hatinya selalu berliku-liku perlu
mendapatkan perhatian yang khusus bagi seorang suami sehingga hatinya
bisa tetap lurus dengan komitmen yang telah diikrarkan pada waktu
perkawinan. Sebaliknya suami juga sangat penting dan perlu berhati-hati,
karena sebagai suami yang baik patut selalu waspada agar terhindar dari
kehancuran.
d. Kedamaian
Unsur kedamaian berarti tidak adanya perasaan yang mengancam dalam
hidupnya. Hidup di zaman kali-yuga, ibarat ikan hidup di air yang keruh di
mana pandangan terhalang oleh keruhnya air. Oleh karena itu, banyak
yang salah melihat sehingga temannya yang hitam bisa dilihat kuning
sehingga
kehidupan temannya yang kurang harmonis bisa dilihat harmonis.
Pandangan manusia dihalangi oleh gelapnya adharma yang sangat kuat
pengaruhnyadalam hidup pada zaman kali. Manawa Dharmasastra
menyatakan dharma pada zaman kali-yuga hanya berkaki satu sedangkan
adharma berkaki tiga. Kekuatan adharma itulah yang menjadi penghalang
sehingga orang sering keliru melihat kebenaran. Banyak yang benar
dipandang sebagai ketidakbenaran, demikian juga sebaliknya.
Terhalangnya hati nurani menyebabkan munculnya kekuasaan Panca klesa
yaitu: kegelapan, egois, hawa nafsu, kebencian, takut akan kematian.
Akibatnya banyak manusia saling bermusuhan dan terkadang musuh
sering kelihatannya seperti teman.
e. Ketenteraman
Ketenteraman dalam keluarga akan didapat apabila anggota keluarga
memiliki kesehatan sosial. Kemampuan untuk melakukan hubungan sosial
dengan tetangga kiri, kanan, belakang dan depan merupakan suatu
kebutuhan setiap keluarga. Semuanya ini didasarkan oleh ajaran Dharma
dengan berpegang pada pikiran, perkataan dan perbuatan yang baik, maka
akan dapat melakukan kerja sama dengan baik. Hubungan sosial yang baik
akan mempengaruhi perasaan setiap pribadi dan akan mendapat
perlindungan jika ada sesuatu yang akan mencelakakan rumah tangganya.
Hubungan kerja sama dalam ajaran agama hindu mutlak ada dalam rumah
tangga sehingga sesama akan merasakan saling menjaga dan melindungi.

3. Kitab Manu Smerti menyatakan bahwa perkawinan bersifat religius dan obligator
karena dikaitkan dengan kewajiban seseorang untuk mempunyai keturunan dan untuk
menebus dosa-dosa orang tua dengan jalan melahirkan seorang “putra”. Maksud dari
pernyataan tersebut adalah Wiwaha/perkawinan dalam Agama Hindu dipandang
sebagai suatu yang amat mulia dan sakral. Dalam Manawa Dharmasastra dijelaskan
bahwa Wiwaha itu bersifat sakral yang hukumnya bersifat wajib, dalam artian harus
dilakukan oleh setiap orang yang normal sebagai suatu kewajiban dalam hidupnya.
Penderitaan yang dialami oleh seseorang dan juga oleh para leluhur dapat dikurangi
bila memiliki keturunan. Penebusan dosa dapat dilakukan oleh keturunannya, seperti
dijelaskan dalam berbagai karya sastra Hindu, baik Itihasa maupun Purana. Jadi,
tujuan utama dari Wiwaha adalah untuk memperoleh keturunan “sentana” terutama
yang “suputra”. Suputra dapat diartikan anak yang hormat kepada orang tua, cinta
kasih, terhadap sesama, dan berbhakti kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa/Tuhan
Yang Maha Esa dan para leluhurnya. Suputra sebenarnya berarti anak yang mulia dan
mampu menyeberangkan orang tuannya dari penderitaan menuju kebahagiaan.
Seorang anak yang suputra dengan sikapnya yang mulia mampu mengangkat derajat
dan martabat orang tuannya.

4. Kitab Manawa Dharmasastra menjelaskan bahwa Wiwaha itu disamakan dengan


Samskara yang menempatkan kedudukan perkawinan sebagai lembaga yang memiliki
keterkaitan yang erat dengan Agama Hindu. Oleh karena itu, semua persyaratan yang
ditentukan hendaknya dipatuhi oleh umat Hindu. Dalam Upacara Manusa Yandnya,
Wiwaha Samskara (upacara perkawinan) dipandang merupakan puncak dari Upacara
Manusia Yadnya, yang harus dilaksanakan oleh seseorang dalam hidupnya. Wiwaha
bertujuan untuk membayar hutang kepada orang tua atau leluhur, maka itu dari itu
dapat disamakan dengan Dharma.Wiwaha Samskara diabdikan berdasarkan Weda,
karena ia merupakan salah satu sarira Samskara atau penyucian diri melalui
perkawinan

Anda mungkin juga menyukai