Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH FISIKA RADIODIAGNOSTIK

EFEK FOTOGRAFIK DAN MEKANISME FLUORESENSI

Disusun Utuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fisika Radiodiagnostik

Dosen Pengampu : Sri Mulyati, S.Si,MT

Disusun Oleh :

KELOMPOK 1 KELAS 2B

1. NADYA OKTORIZA (P1337430119053)


2. RIO TIRTA AHMADI (P1337430119079)
3. WULAN ITSNAINI SONIA (P1337430119046)
4. NURAZIZA TIRTASARI K. (P1337430119055)
5. RIZKI BACHRUL ALAM (P1337430119080)
6. ZAHARA DZAKI ASNARTA (P1337430119047)
7. AIDA ZITA HAPSARI (P1337430119065)
8. ANGGRAENI MEGA HAPSARI (P1337430119052)
9. BINTANG (P1337430119058)

PROGAM STUDI RADIOLOGI SEMARANG PROGRAM DIPLOMA III

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Efek Fotografik dan Mekanisme Fluoresensi”. Penyusunan makalah ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Radiodiagnostik di
Semester IV, Program Studi Radiologi Semarang Program Diploma III, Jurusan
Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang.

Dalam penyusunan makalah ini, kami menyampaikan terimakasih kepada


Ibu Sri Mulyati, S.Si,MT selaku dosen pengampu mata kuliah Fisika
Radiodiagnostik yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama
pentyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih terdapat banyak kekurangan kesalahan yang harus diperbaiki, mengingat
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan kami. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun guna
memeperbaiki makalah berikutnya. Besar harapan kami semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi kami pribadi maupun untuk seluruh pembaca secara umum.

Semarang, XX Februari 2021

Penyusun

i
Daftar Isi

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian....................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
A. Fotografi.................................................................................................................3
B. Fluoresensi.............................................................................................................6
Gambar 1 : skema Luminisensi...................................................................................7
Gambar 2 Diagram Jabolanski....................................................................................8
Gambar 3 Prinsip Dasar Pengamatan Fluoresensi......................................................9
Gambar 4 spectrum fluoresensi...............................................................................11
C. Mekanisme fluoresensi........................................................................................12
D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Fluoresensi...................................................13
BAB III...............................................................................................................................15
A. Kesimpulan...........................................................................................................15
B. Saran....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Seiring dengan berkembangnya teknologi, kebutuhan manusia


semakin meningkat serta beragam. Salah satunya contohnya adalah
mengabadikan sebuah momen berharga. Biasanya sering diabadikan dalam
bentuk foto. Fotografi sendiri berasal dari kata “photos” yang berarti
cahaya, dan “graphos” yang berarti menggambar, apabila kedua istilah ini
digabungkan akan berarti menggambar menggunakan cahaya. Dalam
istilah umum sendiri fotografi bearti proses atau metode untuk
menghasilkan gambar atau foto dari suatu objek dengan merekam pantulan
cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka terhadap
cahaya.

Untuk menghasilkan sebuah karya fotografi yang bagus atau


menarik ada beberapa faktor penunjang, pencahayaan menjadi faktor yang
paling utama, tanpa cahaya atau pencahayaan yang baik akan sulit untuk
mendapatkan karya yang bagus. Cahaya tampak sangat mempengaruhi
proses pembuatan karya atau gambar dalam fotografi. Kualitas gambar
atau foto dipengaruhi oleh kualitas cahaya yang dimanfaatkan dalam
proses pembuatan. Untuk memperlihatkan semua objek ataupun warna
suatu objek membutuhkan pencahayaan yang cukup terang. Pencahayaan
yang kurang dapat menyebabkan warna dari suatu objek akan tidak
nampak atau terlihat kurang menonjol. Hal ini disebabkan oleh
ketergantungan fotografi terhadap cahaya tampak (Nova Rahman, 2009).

Fluoresensi adalah pendaran cahaya yang dihasilkan dari


penyerapan energi radiasi yang mempunyai panjang gelombang lebih
pendek pendek. Namun karena sangat singkat waktunya, mata manusia
akan melihat seolah-olah pendarannya terjadi selama energi radiasi
diberikan dan pendarannya akan berhenti jika energi radiasi dihentikan.

1
Fluoresensi dapat didefinisikan juga sebagai proses pemancaran
radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya
berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh
atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi (Retno, 2013).

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Efek Fotografik Pada Sinar-X ?


2. Apa yang dimaksud dengan Fluoresensi ?
3. Bagaimana Mekanisme Fluoresensi ?
4. Faktor apa saja yang dapat mempengaruhi Fluoresensi ?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui Efek Fotografik Pada Sinar-X.


2. Untuk mengetahui pengertian Fluoresensi.
3. Untuk mengetahui mekanisme Fluoresensi.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fotografi

1. Definisi Fotografi

Fotografi sendiri berasal dari kata “photos” yang berarti


cahaya, dan “graphos” yang berarti menggambar, apabila kedua istilah
ini digabungkan akan berarti menggambar menggunakan cahaya.
Dalam istilah umum sendiri fotografi berarti proses atau metode untuk
menghasilkan gambar atau foto dari suatu objek dengan merekam
pantulan cahaya yang mengenai objek tersebut pada media yang peka
terhadap cahaya.

Prinsip fotografi adalah memfokuskan cahaya dengan bantuan


pembiasan sehingga mampu membakar medium penangkap cahaya.
Medium yang telah dibakar dengan ukuran luminitas cahaya yang
tepat akan menghasilkan bayangan identik dengan cahaya yang
memasuki medium pembiasan (selanjutnya disebut lensa).

Untuk menghasilkan sebuah karya fotografi yang bagus atau


menarik ada beberapa faktor penunjang, pencahayaan menjadi faktor
yang paling utama, tanpa cahaya atau pencahayaan yang baik akan
sulit untuk mendapatkan karya yang bagus. Cahaya tampak sangat
mempengaruhi proses pembuatan karya atau gambar dalam fotografi.
Kualitas gambar atau foto dipengaruhi oleh kualitas cahaya yang
dimanfaatkan dalam proses pembuatan. Untuk memperlihatkan semua
objek ataupun warna suatu objek membutuhkan pencahayaan yang
cukup terang. Pencahayaan yang kurang dapat menyebabkan warna
dari suatu objek akan tidak nampak atau terlihat kurang menonjol. Hal
ini disebabkan oleh ketergantungan fotografi terhadap cahaya tampak
(Nova Rahman, 2009).

3
2. Komponen Dalam Fotografi
a. Kamera, alat yang digunakan untuk menangkap bayangan dari
sebuah objek yang dikenai cahaya. Diantaranya terdiri dari :
1) Lensa, sebuah alat yang terbuat dari glasses yang berbentuk
cembung serta memiliki fungsi untuk menangkap gambar yang
telah dikenai cahaya.
2) Diafragma, berada di belakang lensa mata yang berfungsi
untuk menyaring cahaya yang masuk ke film. Semakin kecil
angka diafragma, semakin banyak cahaya yang lolos menuju
film.
3) Tempat meletakkan film, berada di belakang kamera dan harus
kedap caahaya.
b. Film fotografi, terbuat dari AgBr (perak bromida) yang sangat
sensitif cahaya tampak, OKI film hanya boleh mendapatkan cahaya
yang masuk dari lensa setelah sebelumnya melalui diafragma
sebagai pengatur besar kecilnya cahaya yang diloloskan.
c. Cahaya tambahan (Blitz), diperlukan apabila objek yang akan
diambil gambarnya memiliki sedikit cahaya.
d. Proccessing.
3. Proses Pembentukan Fotografi

Dalam hal fotograf pembentukan bayangan memakai alat yang


disebut kamera yang ada lensanya dengan bantuan cahaya setelah
bayangan terbentuk maka akan diteruskan pada alat pencatat yang peka
terhadap cahaya. Pada pembentukan bayangan dari objek pada bahan
yang lebih banyak menerima sinar akan menunjukkan bayangan yang
hitam/gelap, dibandingkan dengan yang kurang menerima sinar.
Bahan-bahan yang peka terhadap sinar/cahaya tersebut dari bahan
kimia campuran antara perak (Ag) dengan Broom (Br), Chlor (Cl),
Iodium (I) yang dicampur dalam satu emulsi.

4
Pada fotografi pembentukkan bayangan tidak cukup sampai
gambaran negatifnya saja, melainkan sampai gambaran positifnya.
Dalam proses pembentukkan bayangan positif ada beberapa cara
yaitu :

a. Prosessing dari gambaran negatif ke positif dengan menggunakan


sinar lagi.
b. Disertai positif material yaitu langsung menggunakan film positif
(film khusus) dengan prosessing secara biasa dari gambaran positif
dapat dibuat lagi gambaran yang sama dengan duplicating film.
c. Reversal development yaitu gambaran dibuat dengan negatif dan
prossesingnya secara khusus sehingga dapat menghasilkan
gambaran positif. Dalam sinematografi selain menggunakan cara 2
dapat juga menggunakkan cara 3.
d. Image transfer system yaitu mentransfer gambaran negatif dengan
sistem difusi (diffusion transfer reversal system).
4. Efek Fotografik Pada Sinar-X
a. Sinar-X dapat menghitamkan emulsi film (Emulsi Perak Bromida)
setelah melalui proses kimiawi.
b. Fungsi proses pembangkitan adalah membangkitkan bayangan
laten menjadi bayangan nyata dengan cara mereduksi AgBr yang
terkena Sinar-X menjadi perak metalik.
5. Proses Pembentukan Bayangan Laten
a. Ion Bromine menyerap foton Sinar-X atau cahaya, dan
mengeluarkan sebuah elektron. Elektron yang terlempar ditangkap
oleh bintik kepekaan. Sehingga bintik kepekaan bermuatan
negative. Sensitivity speck (yang bermuatan negatif) menarik ion
bebas Ag. Ion Ag akan menetralisir bintik kepekaan sehingga
terbentuk atom perak Ag. Proses yang berulang-ulang akan
mengumpulkan banyak atom perak pada bintik kepekaan.
b. Pembentukan bayangan laten terjadi di dalam lattice, selanjutnya
dengan mobilitas yang tinggi akan menuju atau ditangkap oleh
elektron trap (bintik kepekaan).

5
B. Fluoresensi

1. Luminisensi

Jika membicarakan cara kerja pada IS (Intensifying Screen)


tentu tidak akan lepas dari pembahasan mengenai proses terjadinya
cahaya itu sendiri atau biasa disebut dengan istilah Luminisensi.
Luminisensi adalah peristiwa keluarnya cahaya oleh suatu bahan
tertentu yang disebabkan atom bahan tersebut mengalami eksitasi.
Peristiwa terjadinya pancaran cahaya dari suatu bahan apabila bahan
tersebut terkena radiasi. Efek luminisensi terbagi menjadi dua jenis,
yaitu :

a. Efek Fluoresensi
b. Efek Fosforisensi

Berikut merupakan urutan skema luminisensi :

1) Luminisensi mengenai elektron kulit terluar.


2) Ketika bahan material luminisensi distimulasi elektron kulit
terluar aakan tereksitasi pada level energi tertentu sehingga ada
beberapa yang berpindah dari nucleus.
3) Karena elektron tereksitasi hal ini menyebabkan lubang (hole)
pada kulit elektron terluar (kondisi tidak stabil untuk atom).
4) Hole akan terisi ketika elektron tereksitasi kembali pada
keadaan normal.
5) Transisi ini disertai dengan emisi energi elektrromagnetik
dalam bentuk foton cahaya.
6) Energi yang diperlukan untuk mencapai pada keadaan
tereksitasi = keadaan ketika elektron kembali pada keadaan
normal.
7) Rentang energi tereksitasi dari elektron kulit terluar sempit.
8) Keadaan ini tergantung pada struktur bahan luminisensi.

6
9) Panjang gelombang bergantung pada tingkat eksitasi yang
elektron capai serta karakteristik dari bahan luminisensi
tertentu (karakteristik warna).

Gambar 1 : skema Luminisensi

2. Pengertian Fluoresensi

Fluoresensi adalah pendaran cahaya yang dihasilkan dari


penyerapan energi radiasi yang mempunyai panjang gelombang lebih
pendek. Pendaran cahaya akan berhenti setelah 8-10 detik setelah
sumber energinya berhenti (Jenkins, 1980). Dikarenakan waktunya
yang singkat, mata manusia akan melihat seolah-olah pendarannya
terjadi selama energi radiasi diberikan dan pendarannya akan berhenti
jika energi radiasi dihentikan. Pendaran jenis ini sangat diperlukan
untuk membuat gambaran, karena gambaran yang akan dibuat dapat
diprediksikan tingkat kehitamannya. Pendaran seperti ini yang dapat
digunakan salah satu syarat untuk intensifying screen.

Fluoresensi juga dapat didefinisikan sebagai proses


pemancaran radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh
berkas cahaya berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses
absorbsi cahaya oleh atom yang mengakibatkan keadaan atom
tereksitasi (Retno, 2013).

Keadaan atom yang tereksitasi akan kembali pada keadaan


semula dengan melepaskan energi yang berupa cahaya (de-eksitasi).
Fluoresensi merupakan proses perpindahan tingkat energi dari keadaan

7
atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju pada keadaan sstabil (ground
states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik
sedangkan proses fosforisensi berlangsung lebih lama, sekitar 1 sampai
dengan 100 mili detik (Rhys-Williams, 2011).

Gambar 2 Diagram Jabolanski

Gambar 2 adalah gambar diagram jabolanski yang menunjukan


proses terjadinya fosforisensi dan fluoresensi. Ketika satu atom atau
molekul mengabsorbsi energi cahaya sebesar hvA maka elektron-
elektron pada kondisi dasar (ground state) S0 akan berpindah ke
tingkat energi yang lebih tinggi yaitu pada tingkat S1 atau S2.

Atom akan mengalami konversi internal atau relaksasi pada


kondisi S1 dalam waktu yang sangat singkat sekitar 10-1 ns, kemudian
atom tersebut akan melepaskan sejumlah energi sebesar hvf yang
berupa cahaya karenanya energi atom semakin lama semakin
berkurang dan akan kembali menuju ke tingkat energi dasar S0 untuk
mencaoai keadaan suhu yang setimbang (thermally equilibrium).

Emisi fluoresensi dalam bentuk spectrum yang lebar tejadi


sebelum transisi dari S1 ke S0 yaitu pada saat di S1 terjadi konversi
spin ke triplet state yang pertama (T1), maka transisi dari T1 ke S0
akan mengakibatkan fosforesensi dengan energi emisi cahaya sebesar
hνP dalam selang waktu kurang lebih 1μs sampai dengan 1s.

8
Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang relatif lebih
rendah dengan panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan
dengan fluoresensi (Skoog, Holler, Crouch, 2012).
Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada
molekul antara lain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan,
derajat keasaman (pH), jenis ikatan hidrogen, viskositas dan quencher
(penghambat de-eksitasi). Kondisi-kondisi fisis tersebut
mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya eksitasi.
Hal ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga
menghasilkan karakteristik intensitas dan spectrum emisi fluoresensi
yang berbeda-beda . flouresensi lazim seribu kali lebih peka daripada
spektrofotometri, meskipun nilai-nilai yang sebenarnya bergantung
pada senyawa-senyawa yang dilibatkan dan instrumen mana yang
tersedia.
Fakta bahwa fluoresensi ditandai dengan dua parameter
panjang gelombang yang signifikan meningkatkan spesifikasi dari
metode ini, dibandingkan dengan teknik spektroskopi hanya
didasarkan pada penyerapan. Suatu sifat yang menonjol dari analisis
fluoresensi adalah tingginya kepekaan dibandingkan dengan tehnik
lazim lainnya (Retno, 2013).

Prinsip dasar setup peralatan untuk pengamatan sinyal


fluoresensi diperlihatkan pada Gambar 3 berikut ini :

9
Gambar 3 Prinsip Dasar Pengamatan Fluoresensi

Pada gambar 3, sumber dalam daerah uv/vis menyinari sampel


sehingga sampel berfluoresensi. Adapun bagian-bagian prinsip dasar
pengamatan fluoresensi adalah :
Source, merupakan sumber spectrum yang kontinyu misalnya
dari jenis lampu merkuri atau xenon. Monokromator (M1) untuk
menyinari sampel dengan panjang gelombang tertentu. Monokromator
kedua (M2) yang pada iradiasi konstan dapat dipakai menentukan
panjang gelombang spectrum fluoresensi sampel.
Detektor, berupa fotosel yang sangat peka misalnya
fotomultiplier merah untuk panjang gelombang lebih besar dari pada
500 nm. Detektor merupakan suatu bagian spektrofotometer yang
penting karena kualitas detector akan menentukan kualitas
spektrofotometer. Fungsi detector didalam spektrofotometer adalah
menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubah signal
radiasi menjadi signal elektronik.
Pada detector diinginkan kepekaan radiasi yang tinggi
terhadap radiasi yang diterima, dengan tingkat kebisingan yang
rendah, kemampuan respon kuantitatif dan signal elektronik yang
ditansfer oleh detector dapat diaplikasikan oleh penguat (amplifier) ke
recorder (rekaman / pembacaan).
Amplifier atau penguat dan Visual display untuk
menggandakan radiasi dan meneruskan ke pembacaan. Amplifier
dibutuhkan saat signal elektronik yang dialirkan setelah melewati
detector untuk menguatkan karena penguat dengan resistensi masukan
yang tinggi sehingga rangkaian detector tidak tersadap habis yang

10
menyebabkan keluaran yang cukup besar untuk dapat dideteksi oleh
suatu alat pengukur (meter).
Metode yang dirancang adalah sebuah sistem untuk dapat
menangkap sinyal fluoresensi dari bahan yang akan diidentifikasikasi.
Sinyal fluoresensi terjadi akibat transisi molekul energi level S1 dasar
ke energi level S0 dengan berbagai alternatif seperti energi vibrasi
3,2,1 dan 0. Dengan menggunakan persamaan Plank maka panjang
gelombang maksimum (m) adalah transisi dari energy level S1 tingkat
dasar ke energi level S0 tingkat dasar. Sinyal fluoresensi ini pada
dasarnya adalah sinyal transien yaitu singkat dan lemah, sehingga
perlu penangan khusus untuk meningkatkan perbandingan signal-
to.noise ratio (S/N ratio).

Gambar 4 spectrum fluoresensi

Pada gambar 4 ditunjukan spectrum sinyal pengeksitasi dan


spectrum sinyal fluoresensi secara simultan menunjukan spectrum
fluoresensi yaitu eksitasi filter, dikromtik mirror dan emisi.
a. Eksitasi filter
Foton dengan energi hƲEX ditembakkan dari sumber
energi eksternal seperti lampu pijar atau laser yang kemudian
diserap oleh fluorophore sehingga elektronnya tereksitasi ke
tingkat energi eksitasi (S1).
b. Dikromatik mirror
Molekul yang telah tereksitasi secara cepat rileks ke level
energi vibrasi yang paling rendah dari S1’ yaitu S1 akibat

11
disisipasi energi. Proses ini disebut konversi internal, secara
umum terjadi selama kurang dari 10-12 Untuk elektron yang
tereksitasi ke S2’ dan seterusnya, elektron juga akan segera
dengan cepat rileks ke keadaan S1’, dan emisi tetap terjadi pada
keadaan energi vibrasi terendah S1.s Emisi fluoresensi
merupakan akibat dari keseimbangan termal tingkat eksitasi,
yaitu pada level energi vibrasi yang paling rendah . Tetapi tidak
semua molekul yang tereksitasi kembali ke groundstate dengan
memancarkan fluoresensi, seperti collisional quenching yang
tidak memiliki tahap konversi internal.
c. Emisi
Ketika fluorophore kembali ke groundstate (S0), ia akan
memancarkan foton berenergi hƲEM yaitu sesuai dengan
perbedaan energi antara S1 dan S0. Karena adanya
pengurangan energi pada tahap 2 maka foton yang diemisikan
hƲEM memiliki energi yang lebih kecil dan panjang
gelombang yang lebih besar daripada foton yang diserap hƲEX
, sehingga spectrum emisi fluoresensi tidak tergantung panjang
gelombang eksitasi. Perbedaan energi eksitasi dan emisi
(hƲEX – hƲEM Intensitas emisi fluoresensi sebanding dengan
amplitudo spectrum eksitasi, tetapi panjang gelombang emisi
tidak bergantung pada panjang gelombang eksitasi.

C. Mekanisme fluoresensi

Fenomena fluorosensi terjadi manakala sebuah molekul


menyerap suatu cahaya yang memiliki energy tinggi, sehingga
akibatnya elektron dari molekul itu tereksitasi ke tingkat energi yang
lebih tinggi dibandingkan tingkat dasar (ground state). Elektron yang
tereksitasi ke tingkat energy yang tinggi itu kemudian akan
melepaskan sebagian energy yang tadi diperolehnya dan akan berada
dalam keadaan relaksasi. Setelah itu, elektron akan kembali ke ground
state sambil memancarkan cahaya. Nah, cahaya yang dipancarkan oleh

12
elektron yang kembali ke ground state itu memiliki energy yang lebih
rendah dibandingkan dengan cahaya yang diabsorbsi. Selisih energi
itu, yaitu energy yang diserap dan energy yang dipancarkan, disebut
dengan Stokes shift. Oleh karena itu, jika cahaya yang diserap
berwarna hijau, maka tidak mungkin suatu molekul berfluoresensi
dengan memancarkan cahaya biru atau ungu, karena warna biru atau
ungu memiliki energy yang lebih tinggi dibandingkan warna hijau.

Salah satu penerapan prinsip fluoresensi dalam kehidupan


sehari-hari adalah saat memeriksa keaslian lembaran uang. Pada
umumnya, di berbagai kasir terdapat alat pendeteksi uang palsu yang
menggunakan prinsip fluoresensi. Alat tersebut dilengkapi oleh lampu
UV (lectur tinggi) yang akan digunakan untuk menyinari uang yang
diperiksa. Jika uang itu asli, maka akan tampak tanda (watermark)
pada uang itu yang berfluoresensi memberikan sinar berwarna biru
(energinya lebih rendah dibandingkan sinar ultraviolet).
Prinsip fluoresensi juga digunakan sebagai alat pada kegiatan
penelitian, contohnya penggunaan Green Fluorescent Protein (GFP)
yang diisolasi dari Ubur - ubur (Aequorea lectron). Protein GFP
umum digunakan pada berbagai kegiatan penelitian di bidang Biologi
Molekular.

D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Fluoresensi

a. Suhu
1) EF berkurang pada suhu yang dinaikkan.
2) Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar mol atau dengan
mol pelarut.
3) Energi akan dipancarkan sebagai sinar fluoresensi diubah
menjadi bentuk lain misalnya : EC
b. Pelarut
1) Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah,
2) Jika pelarut yang digunakan mengandung berat (CBr4,C2H5I)
maka intensitas fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi

13
gerakan spin dengan gerakan orbital electron ikatan 
mempercepat LAS maka intensitas menjadi berkurang.
c. pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionic.
d. Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan menyebabkan
intensitas fluoresensi berkurang sebab oksigen terlarut oleh
pengaruh cahaya dapat mengoksidasi senyawa yang diperiksa dan
oksigen mempermudah LAS.
e. Kekakuan struktur (structural rigidity) struktur yang rigid (kaku)
mempunyai intensitas yang tinggi.

14
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar


atau foto dari suatu objek dengan merekam pantulan cahaya yang
mengenai objek tersebut pada media yang peka terhadap cahaya.
Fluoresensi adalah pendaran cahaya yang dihasilkan dari
penyerapan energi radiasi yang mempunyai panjang gelombang lebih
pendek. Pendaran cahaya akan berhenti setelah 8-10 detik setelah sumber
energinya berhenti (Jenkins, 1980).

B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih


terdapat banyak kekurangan kesalahan yang harus diperbaiki, mengingat
keterbatasan pengetahuan dan kemampuan kami. Oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun
guna memeperbaiki makalah berikutnya. Besar harapan kami semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kami pribadi maupun untuk seluruh
pembaca secara umum. Saran yang membangun dapat menjadi
pembangkit semangat kami untuk terus berbenah dalam pengerjaan
makalah selanjutnya, terimakasih semoga kita semua sehat selalu.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bushong, S.C. 2001. Radiologic Science for Technologist. 7th Edition.


Toronto: Mosby Company.

Rahman, Nova. 2009. Radiofotografi. Padang: Universitas Baiturrahman


Jenkins, D., Radiographic Photography and Imaging Processes,Aspen
Publisher,Inc.,Rockville,Maryland (1980)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68292/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y

16

Anda mungkin juga menyukai