Disusun Oleh :
KELOMPOK 1 KELAS 2B
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Efek Fotografik dan Mekanisme Fluoresensi”. Penyusunan makalah ini
dimaksudkan untuk memenuhi tugas mata kuliah Fisika Radiodiagnostik di
Semester IV, Program Studi Radiologi Semarang Program Diploma III, Jurusan
Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Semarang.
Penyusun
i
Daftar Isi
KATA PENGANTAR...............................................................................................................i
Daftar Isi.............................................................................................................................ii
BAB I...................................................................................................................................1
A. Latar Belakang........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan Penelitian....................................................................................................2
BAB II..................................................................................................................................3
A. Fotografi.................................................................................................................3
B. Fluoresensi.............................................................................................................6
Gambar 1 : skema Luminisensi...................................................................................7
Gambar 2 Diagram Jabolanski....................................................................................8
Gambar 3 Prinsip Dasar Pengamatan Fluoresensi......................................................9
Gambar 4 spectrum fluoresensi...............................................................................11
C. Mekanisme fluoresensi........................................................................................12
D. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Fluoresensi...................................................13
BAB III...............................................................................................................................15
A. Kesimpulan...........................................................................................................15
B. Saran....................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Fluoresensi dapat didefinisikan juga sebagai proses pemancaran
radiasi cahaya oleh suatu materi setelah tereksitasi oleh berkas cahaya
berenergi tinggi. Emisi cahaya terjadi karena proses absorbsi cahaya oleh
atom yang mengakibatkan keadaan atom tereksitasi (Retno, 2013).
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Fotografi
1. Definisi Fotografi
3
2. Komponen Dalam Fotografi
a. Kamera, alat yang digunakan untuk menangkap bayangan dari
sebuah objek yang dikenai cahaya. Diantaranya terdiri dari :
1) Lensa, sebuah alat yang terbuat dari glasses yang berbentuk
cembung serta memiliki fungsi untuk menangkap gambar yang
telah dikenai cahaya.
2) Diafragma, berada di belakang lensa mata yang berfungsi
untuk menyaring cahaya yang masuk ke film. Semakin kecil
angka diafragma, semakin banyak cahaya yang lolos menuju
film.
3) Tempat meletakkan film, berada di belakang kamera dan harus
kedap caahaya.
b. Film fotografi, terbuat dari AgBr (perak bromida) yang sangat
sensitif cahaya tampak, OKI film hanya boleh mendapatkan cahaya
yang masuk dari lensa setelah sebelumnya melalui diafragma
sebagai pengatur besar kecilnya cahaya yang diloloskan.
c. Cahaya tambahan (Blitz), diperlukan apabila objek yang akan
diambil gambarnya memiliki sedikit cahaya.
d. Proccessing.
3. Proses Pembentukan Fotografi
4
Pada fotografi pembentukkan bayangan tidak cukup sampai
gambaran negatifnya saja, melainkan sampai gambaran positifnya.
Dalam proses pembentukkan bayangan positif ada beberapa cara
yaitu :
5
B. Fluoresensi
1. Luminisensi
a. Efek Fluoresensi
b. Efek Fosforisensi
6
9) Panjang gelombang bergantung pada tingkat eksitasi yang
elektron capai serta karakteristik dari bahan luminisensi
tertentu (karakteristik warna).
2. Pengertian Fluoresensi
7
atom tereksitasi (S1 atau S2) menuju pada keadaan sstabil (ground
states). Proses fluoresensi berlangsung kurang lebih 1 nano detik
sedangkan proses fosforisensi berlangsung lebih lama, sekitar 1 sampai
dengan 100 mili detik (Rhys-Williams, 2011).
8
Proses ini menghasilkan energi emisi cahaya yang relatif lebih
rendah dengan panjang gelombang yang lebih panjang dibandingkan
dengan fluoresensi (Skoog, Holler, Crouch, 2012).
Beberapa kondisi fisis yang mempengaruhi fluoresensi pada
molekul antara lain polaritas, ion-ion, potensial listrik, suhu, tekanan,
derajat keasaman (pH), jenis ikatan hidrogen, viskositas dan quencher
(penghambat de-eksitasi). Kondisi-kondisi fisis tersebut
mempengaruhi proses absorbsi energi cahaya eksitasi.
Hal ini berpengaruh pada proses de-eksitasi molekul sehingga
menghasilkan karakteristik intensitas dan spectrum emisi fluoresensi
yang berbeda-beda . flouresensi lazim seribu kali lebih peka daripada
spektrofotometri, meskipun nilai-nilai yang sebenarnya bergantung
pada senyawa-senyawa yang dilibatkan dan instrumen mana yang
tersedia.
Fakta bahwa fluoresensi ditandai dengan dua parameter
panjang gelombang yang signifikan meningkatkan spesifikasi dari
metode ini, dibandingkan dengan teknik spektroskopi hanya
didasarkan pada penyerapan. Suatu sifat yang menonjol dari analisis
fluoresensi adalah tingginya kepekaan dibandingkan dengan tehnik
lazim lainnya (Retno, 2013).
9
Gambar 3 Prinsip Dasar Pengamatan Fluoresensi
10
menyebabkan keluaran yang cukup besar untuk dapat dideteksi oleh
suatu alat pengukur (meter).
Metode yang dirancang adalah sebuah sistem untuk dapat
menangkap sinyal fluoresensi dari bahan yang akan diidentifikasikasi.
Sinyal fluoresensi terjadi akibat transisi molekul energi level S1 dasar
ke energi level S0 dengan berbagai alternatif seperti energi vibrasi
3,2,1 dan 0. Dengan menggunakan persamaan Plank maka panjang
gelombang maksimum (m) adalah transisi dari energy level S1 tingkat
dasar ke energi level S0 tingkat dasar. Sinyal fluoresensi ini pada
dasarnya adalah sinyal transien yaitu singkat dan lemah, sehingga
perlu penangan khusus untuk meningkatkan perbandingan signal-
to.noise ratio (S/N ratio).
11
disisipasi energi. Proses ini disebut konversi internal, secara
umum terjadi selama kurang dari 10-12 Untuk elektron yang
tereksitasi ke S2’ dan seterusnya, elektron juga akan segera
dengan cepat rileks ke keadaan S1’, dan emisi tetap terjadi pada
keadaan energi vibrasi terendah S1.s Emisi fluoresensi
merupakan akibat dari keseimbangan termal tingkat eksitasi,
yaitu pada level energi vibrasi yang paling rendah . Tetapi tidak
semua molekul yang tereksitasi kembali ke groundstate dengan
memancarkan fluoresensi, seperti collisional quenching yang
tidak memiliki tahap konversi internal.
c. Emisi
Ketika fluorophore kembali ke groundstate (S0), ia akan
memancarkan foton berenergi hƲEM yaitu sesuai dengan
perbedaan energi antara S1 dan S0. Karena adanya
pengurangan energi pada tahap 2 maka foton yang diemisikan
hƲEM memiliki energi yang lebih kecil dan panjang
gelombang yang lebih besar daripada foton yang diserap hƲEX
, sehingga spectrum emisi fluoresensi tidak tergantung panjang
gelombang eksitasi. Perbedaan energi eksitasi dan emisi
(hƲEX – hƲEM Intensitas emisi fluoresensi sebanding dengan
amplitudo spectrum eksitasi, tetapi panjang gelombang emisi
tidak bergantung pada panjang gelombang eksitasi.
C. Mekanisme fluoresensi
12
elektron yang kembali ke ground state itu memiliki energy yang lebih
rendah dibandingkan dengan cahaya yang diabsorbsi. Selisih energi
itu, yaitu energy yang diserap dan energy yang dipancarkan, disebut
dengan Stokes shift. Oleh karena itu, jika cahaya yang diserap
berwarna hijau, maka tidak mungkin suatu molekul berfluoresensi
dengan memancarkan cahaya biru atau ungu, karena warna biru atau
ungu memiliki energy yang lebih tinggi dibandingkan warna hijau.
a. Suhu
1) EF berkurang pada suhu yang dinaikkan.
2) Kenaikan suhu menyebabkan tabrakan antar mol atau dengan
mol pelarut.
3) Energi akan dipancarkan sebagai sinar fluoresensi diubah
menjadi bentuk lain misalnya : EC
b. Pelarut
1) Dalam pelarut polar intensitas fluoresensi bertambah,
2) Jika pelarut yang digunakan mengandung berat (CBr4,C2H5I)
maka intensitas fluoresensi berkurang, sebab ada interaksi
13
gerakan spin dengan gerakan orbital electron ikatan
mempercepat LAS maka intensitas menjadi berkurang.
c. pH mempengaruhi keseimbangan bentuk molekul dan ionic.
d. Adanya oksigen terlarut dalam larutan cuplikan menyebabkan
intensitas fluoresensi berkurang sebab oksigen terlarut oleh
pengaruh cahaya dapat mengoksidasi senyawa yang diperiksa dan
oksigen mempermudah LAS.
e. Kekakuan struktur (structural rigidity) struktur yang rigid (kaku)
mempunyai intensitas yang tinggi.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
15
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/68292/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
16