Anda di halaman 1dari 10

PEMIKIRAN POLITIK HUGO GROTIUS

Disusun oleh :

Ricky Rifandi 201810360311216


Javier Rizqulloh 201810360311283
M. Fahmi Zein Ali 201810360311284

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

1. LATAR BELAKANG
Dalam unsur-unsur dunia politik, gagasan merenungkan pendapat dalam isu-isu
legislatif berubah menjadi hal dasar yang penting dalam menentukan sikap politik
seseorang. Sejak beberapa tahun yang lalu banyak ajaran telah dibuat yang digunakan
oleh pelaku politik di setiap gerakan politik. Peningkatan ide politik tidak terhindarkan
lagi mempengaruhi kehidupan politik dan negara di suatu negara. Terlebih lagi, belum
lama ini banyak pemikiran baru muncul tentang ide-ide politik. Meskipun demikian,
realita sejak zaman dahulu kala, gagasan-gagasan politik telah dihasilkan lebih banyak
oleh para pemikir Barat. Memang, bahkan hari ini, ide ini telah menjadi referensi dalam
menjalani latihan politik di negara mana pun. Teori politik mungkin adalah sains yang
paling berpengalaman dari berbagai bagian sains. Sejak individu mulai hidup masing-
masing, masalah pedoman dan pengawasan dimulai. Sejak saat itu, para pemikir politik
mulai berbicara tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan pembatasan aktivitas
intensitas, hubungan antara individu-individu yang mengelola dan individu-individu
yang diwakili, dan kerangka kerja apa yang paling menjamin kepuasan kebutuhan
administrasi dan pengawasan.
Teori politik dimulai dengan baik di Yunani Kuno, membuat peningkatan dalam
kerangka waktu Romawi, tidak diciptakan pada Abad Pertengahan, dibangun sedikit
dalam Renaisans dan Informasi, membuat beberapa perbaikan signifikan pada abad ke-
19, dan sesudahnya tumbuh dengan cepat pada abad ke-20. abad karena teori politik
mendapatkan kualitasnya sendiri. Teori politik sebagai pertimbangan Negara dimulai
pada 450 S.M. seperti yang sedang berlangsung Herodotus, Plato, Aristoteles, dan
lainnya. Di beberapa habitat sosial Asia, misalnya, India dan Cina, beberapa komposisi
berkualitas telah dikumpulkan. Komposisi dari India, yang dikumpulkan dalam
penulisan Dharmasatra dan Arthasastra, kembali ke sekitar 500 SM. Di antara para
sarjana Cina yang terkenal, ada Konfusius, Mencius, dan Shan Yang (± 350 S.M.). Di
Indonesia sendiri ada beberapa makalah tentang kenegaraan, misalnya Negarakertagama
sekitar abad ketiga belas dan Babad Tanah Jawi. Menulis di negara-negara Asia mulai
mengalami kemalangan karena mereka dibatasi oleh gagasan Barat yang dibawa oleh
kekuatan perintis dari Barat. Di negara-negara Eropa, pembicaraan tentang isu-isu
pemerintah dalam ratusan tahun kedelapan belas dan kesembilan belas sangat
dipengaruhi oleh sains yang sah, akibatnya teori politik hanya berpusat di sekitar negara.
Selain sains yang sah, dampak sejarah dan penalaran pada teori politik masih terasa
sampai Perang Dunia II. Di Amerika Serikat telah ada peningkatan alternatif, mengingat
fakta bahwa ada keinginan untuk memutuskan terbebas dari bobot yuridis, dan lebih
bergantung pada bermacam-macam informasi yang tepat. Peningkatan yang terjadi
sejalan dengan kemajuan humanisme dan sains otak, sehingga kedua bagian sains
tersebut sangat memengaruhi teori politik. Itulah alasan yang pantas dibicarakan.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Biografi Hugo Grotius


Hugo Grotius yang lahir di sebuah kota di utara Belanda, Delft pada 10 April 1583 adalah
penasihat hukum terkenal, ahli, dan penulis esai pada masanya. Dia adalah seorang sarjana yang
hidup pada abad kelima belas yang pikirannya dipengaruhi oleh beberapa hal, termasuk negara
Eropa ketika diserang oleh perang tiga puluh tahun, pertempuran untuk otonomi Belanda dari
Spanyol, dan pertempuran akses untuk jalur perdagangan di wilayah timur jauh.1 Gagasan Hugo
Grotius juga kemudian dimeriahkan oleh para sarjana gaya lama, misalnya, Aristoteles dan Stoa.
Dia mendapatkan pemahaman tentang Aristoteles yang mempengaruhi renungan Hugo Grotius
ketika dia mempertimbangkan ilmu-ilmu estetika di Universitas Leiden.2
Setelah menyelesaikan bimbingannya, pada saat dia berumur kelima belas, Hugo
menyetujui ajuan untuk menjadi bagian dari kontingen Belanda yang dikirim untuk bertemu
Mahkamah Agung Prancis pada 1598.3 Penugasan itu, yang digerakkan oleh Jan Van
Oldenbarnevelt, direncanakan untuk memperoleh bantuan dari Prancis untuk kemerdekaan
Belanda. Terlepas dari kenyataan bahwa misi tersebut gagal untuk mencapai tujuannya, akan
tetapi, Hugo Grotius mendapatkan apresiasi dari Raja Henry IV dengan memanggilnya " the
miracle of Holland "4. Apresiasi itu diberikan karena hubungan Hugo sebagai kontingen pada
usia muda. Keterlibatan Hugo dalam hal ini, memungkinkan Hugo berkesempatan untuk tinggal
lebih lama di Prancis dan melanjutkan dengan pendidikan doktornya di bidang hukum sebelum
kembali ke Belanda tahun berikutnya

Kembali dari Perancis, Hugo Grotius perlu menghadapi berbagai elemen politik yang
diciptakan di bangsanya. Elemen-elemen ini pada saat itu memunculkan pendirian berbagai ide
yang disebut dalam hubungan universal kontemporer, misalnya, kedaulatan, peluang lautan,

1
Heddley Bull, Benedict Kingsbury, Adam Roberts. Hugo Grotius and International Relations. ( New York : Oxford
University, 1992 ) hlm. 1
2
A. Bloom. 2014. “Hugo Grotius”, Internet Encyclopedia of Philosophy, diakses dalam
http://www.iep.utm.edu/grotius/ pada 07 maret 2020, pukul 21.00
3
Miller, Jon, "Hugo Grotius", The Stanford Encyclopedia of Philosophy (Spring 2014 Edition), Edward N. Zalta (ed.)
diakses dalam http://plato.stanford.edu/archives/spr2014/entries/grotius/ pada 07 Maret 2020, pukul 21.15
4
Jeferee Renee, Hugo Grotius in International Thought. (London : Palgrave Macmilan 2006), hlm. 4
hukum negara, masyarakat dunia dan pada hukum perang dan harmoni. Setiap gagasan dan
spekulasi ini tidak dapat dipisahkan dari pemahaman Hugo Grotius tentang hukum natural.5

Mengacu pada buku Teori Hubungan Internasional: Edisi Keempat oleh Viotti dan
Kaupi, hukum kodrat adalah hukum yang berasal dari Tuhan, dan secara alami melebihi hukum
lain yang dibuat oleh manusia. Walaupun konsep hukum kodrat bukanlah murni pemikiran Hugo
Grotius, pemahamannya tentang hukum kodrat memiliki posisinya sendiri dalam hukum
internasional. Komponen-komponen Hukum Alam dalam gagasan Hugo Grotius dapat dilihat
dari gagasan Sovereignity yang ia kemukakan. Dalam pandangan buku Hugo Grotius dalam
Pemikiran Internasional oleh Rene Jefferey, kedaulatan adalah pilihan yang fenomenal untuk
memimpin dan mengawasi suatu negara di mana tidak ada otoritas posisi yang lebih signifikan
daripada keinginan individu-individu di negara itu. Sesuai Hugo, individu memiliki opsi
"normal" untuk memutuskan oleh siapa mereka didorong dan kepada siapa kedaulatan akan
diberikan.6 Ini dengan alasan bahwa semua aspek jaringan perlu untuk menjamin bahwa
keuntungan mereka dijamin oleh kedaulatan otoritas eksekutif.

Gagasan kedaulatan yang ditulis oleh Hugo Grotius, dibujuk oleh ketidaktaatan Belanda
kepada pemerintah Spanyol pada 1601.7 Sebagai seorang sarjana yang bekerja untuk pemerintah
Belanda, Hugo Grotius didekati untuk melakukan upaya hukum untuk kegiatan tersebut. Melalui
karyanya, De Antiquate Reipublicae Batavicae, Hugo menyampaikan beberapa artikulasi pusat
sebagai jenis panggilan yang sah. Intisari penjelasan pokok berisi bahwa Belanda memiliki hak
penuh untuk kedaulatannya sendiri dan memiliki opsi untuk memutuskan kepada siapa hak
istimewa pemerintah diberikan.8 Perwujudan dari artikulasi selanjutnya adalah bahwa
perlawanan Belanda dapat dipandang sebagai kegiatan yang sah, dengan alasan bahwa
pemberontakan direncanakan untuk memperjuangkan hak-hak istimewa individu Belanda.
Pekerjaan ini pada saat itu memicu pertanyaannya mengenai keaslian kontrol Spanyol di
Belanda.

5
Ibid., hlm. 15
6
A. Bloom. 2014. “Hugo Grotius”, Internet Encyclopedia of Philosophy, diakses dalam
http://www.iep.utm.edu/grotius/ pada 08 Maret 2020, pukul 06.13
7
Ibid., Renee, Hugo Grotius In International Thought, hlm. 5
8
Ibid.,
Setelah tiga tahun (1604) ketika ia berusia 23 tahun, Grotius membuka kantor hukum dan
salah satu pelanggan utamanya adalah Dutch East India Company. Sebagai spesialis yang sah,
Grotius dikaitkan dengan menyelesaikan pertanyaan yang sah antara Portugis dan Belanda dalam
masalah pertukaran Selat Malaka pada 1602. Produk kontribusinya, Grotius pada saat itu
menyusun sebuah buku berjudul De Jure Praedae (Pengeluaran Hukum). Terlepas dari kenyataan
bahwa buku ini tidak memadai, buku itu memuat pendapat Grotius yang sah untuk situasi
tersebut. Salinan asli kemudian ditemukan pada obral pada tahun 1864. Sepotong signifikan dari
salinan asli adalah bagian yang berbicara tentang gagasan Mare Liberum (Laut Bebas) yang
berisi pertentangan yang sah untuk melindungi hak pertukaran Perusahaan Hindia Timur
Belanda. pengaturan gencatan senjata antara Spanyol dan Belanda pada 1609.9

Mare Liberum mendapat reaksi akut dari para peneliti. Pada 1612 buku itu dibuat dalam
buku terlarang oleh Inkuisisi Spanyol dan pada 1625 peneliti Portugis di University of
Valladolid, yang diatur oleh Profesor Hukum kanonik dari Universitas Freitas mendistribusikan
buku berjudul De justo imperio Lusitanorum Asiatico sebagai jawaban untuk Mare Liberum.
Yang paling terkenal adalah jawaban dari peneliti Inggris, John Selden, yang mendistribusikan
bukunya pada tahun 1636 di bawah judul provokatif dan menentang, Mare Clausum. 10 Diskusi
hangat antara Grotius dan Selden, antara Mare Liberum versus Mare Clausum terkenal dengan
istilah 'Ba1le of the Book'

Sebagai seorang cendekiawan, pada tahun 1611 Grotius mendistribusikan sebuah buku
berjudul Meletius sive de iis quae inter Christianos conveniunt epistola (Meletius or Le1er
on the Points of Agreement between Christians) yang berisi ide solidaritas Kristen. Buku
agama yang menyertainya didistribusikan pada tahun 1617 dengan judul Defensio Fidei
Catholicae de Satisfactione (A Defence of the Catholic Faith Concerning the Satisfaction of
Christ, Against Faustus Socinus). Karya itu memasukkan Grotius dalam perenungan yang
dipertanyakan tentang agama pada saat itu. Grotius dan rekannya tepat ketika pendidiknya Johan
van Oldenbarnevelt ditangkap pada 29 Agustus 1618 karena laporan musuh politiknya karena
percampuran gelap. Namun, kurungan ini adalah karunia untuk Grotius, mengingat kenyataan
bahwa sementara di penjara ia memiliki pilihan untuk menyelesaikan beberapa karyanya
9
Hugo Grotius, Mare Liberum (The Free Sea), trans. Richard Hakluyt, ed. David Armitage, Indianapolis: Liberty
Fund, 2004.
10
Mónica Brito Vieira, “Mare Liberum vs. Mare Clausum: Grotius, Freitas, and Selden’s Debate on Dominion
over the Seas,” Journal of the History of Ideas, Vol. 64, No.3, 2003, hlm. 361–77.
termasuk De Veritate Religionis Christianiae dan Inleiding tot de Hollandsche
Rechtsgeleertheyd (Introduction to the Jurisprudence of Holland).. Berbagai karya yang
diselesaikan adalah De Jure Belli AC Pacis, yang ditulis pada 1622 dan didistribusikan pada
1625. Buku ini adalah showstopper dari Grotius dan menjadi tidak bisa dibedakan dengannya.
Komposisi buku ini didorong oleh keadaan sosio-politik yang sengit pada saat itu dan bahaya
yang ditimbulkan oleh Perang Tiga Puluh Tahun.11 ”Grotius meninggal dunia pada 28 Agustus
1645 pada usia 62 tahun dan diliput di kota DelG. .

2. Pemikiran hugo Grotius tentang politik


A. Sekulerisasi hukum alam
Secara tradisional, hukum alam pada umumnya dinisbahkan kepada hukum Tuhan atau
hukum agama (...to link reason with some notion of a deity).⁸ Hukum alam dimaknai sebagai
hukum yang lebih tinggi (higher law) yang memiliki karakteristik universal dan itu tidak lain
adalah hukum Tuhan. Hukum alam adalah hukum yang berisi kehendak Tuhan (divine will).12
Teori ini merupakan pengembangan dari teori Thomas Aquinas yang mempopulerkan
mazhab Thomism. Menurut kaum Thomism, hukum alam adalah hukum yag irrasional (diluar
nalar). Grotius kemudian melepaskan hukum alam yang berkaitan dengan ilmu teologi. Jadi
sumber hukum alam adalah rasionalitas manusia. Dengan kata lain, hugo Grotius melakukan
sekulerisasi hukum alam.
Dengan pola pikir yang menolak teologi Katolik Roma dan juga menolak paham hukum
alam ala kaum Thomist, Grotius lebih memilih nalar (akal budi manusia) sebagai sumber hukum
alam dengan meminjam konsep Plato mengenai nalar sosial umat manusia (social nature of
humankind). Dalam konteks ini eksistensi hukum alam dipahami sebagai perwujudan dari akal
budi manusia, yaitu kehendak untuk hidup bersama dalam masyarakat. Jadi Grotius
mengemukakan pendapat yang dimaksud (nature) adalah ke rasional an manusia untuk hidup
bermasyarakat.

B. Ius gentium
11
Yasuaki Onuma, Introduction to A Normative Approach to War: Peace, War and Justice in Hugo Grotius,
Oxford: Clarendon Press, 1993, hlm. 8.
12
Brian Bix, “Natural law Theory” dalam buku A Companion to Philosophy of Law and Legal Theory, yang
disusun oleh Dennis Patterson (ed.), Oxford: Blackwell Publishers, 1999, hlm. 224-225.
Ius gentium dimaksudkan sebagai perwujudan hukum alam dalam realitas kehidupan
manusia. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan Cicero ketika menjelaskan relasi antara lex naturae
dan ius gentium sebagai berikut: “...what is accepted by all peoples is to be held as natural law”.
Oleh karenanya ius gentium dan ius naturale sebenarnya adalah sinonim, karena keduanya
berasal dari nalar alamiah (ratio naturalis).
Grotius mengangkat sistem hukum alam untuk menjadi tertib hukum bangsa-bangsa (ius
gentium primarium). Secara specific Grotius mengatakan; “what the common consent of
mankind has shown to be the will of all, that is law.” 13 Grotius kemudian mensistematisasi ius
gentium menjadi hukum internasional modern lewat karyanya De Iure Belli ac Pacis (Hukum
Perang dan Damai) yang dipublikasikan pada tahun 1625. Grotius menawarkan hukum antar
bangsa yang berbasis kepada kehendak negara (voluntary ius gentium), suatu sistem hukum
positif yang berbeda dengan hukum alam. Perwujudan hukum ini adalah perjanjian (treaties) dan
kebiasaan (customs) yang sangat berpengaruh terhadap masyarakat Eropa pada saat itu.

C. Just war
Konsep just war (perang yang adil/benar) merupakan salah satu tema penting dalam
magnum opus nya Grotius. Ada dua penjelasan tentang perang melalui karyanya, yaitu ius ad
bellum dan ius in bello. Ius ad belum menjelaskan alas an perang yang benar dan ius in bello
menjelaskan tata cara perang yang benar. Perang menurut Grotius, bukan hanya sesuai tapi
dalam hal tertentu merupakan keharusan yang dibenarkan oleh ketiga sistem hukum yaitu hukum
alam, hukum internasional, dan hukum domestik. Perang bukan merupakan pelanggaran moral
dan kemanusiaan, tetapi karena pemenuhan hak yang harus dilakukan. Oleh karena itu dia
berpendapat bahwa apabila penyelesaian secara hukum gagal, maka perang dapat dilakukan
sebagai alternatif penyelesainnya.

D. Ius ad bellum
Ius ad bellum adalah ajaran yang menyatakan bahwa perang adalah suatu tindakan yang
sah apabila didasarkan kepada alasan-alasan yang benar. Untuk memahami doktrin ini perlu
dibedakan terlebih dahulu antara perang internasional (inter- national wars) dan perang sipil

13
Jeffery, Op.cit., hlm. 38.
(revolution). Terkait dengan perang internasional Grotius mengikuti tradisi perang yang sah (just
war) dengan menolak pasifisme (pacifism) dan mensyaratkan alasan yang sah untuk melakukan
perang. Dalam karya-karya awalnya, Grotius menekankan mengenai kebolehan perang dan
menentang pasifisme.
Atas dasar itu Grotius kemudian memformulasikan alasan perang yang sah dalam terma
negatif yaitu, perang yang tidak melanggar hak-hak bangsa lain diperbolehkan (a war that does
not infringe on the rights of other nations is permissible). Hal ini akan menciptakan kesan bahwa
hukum asal mengenai perang (default rule) adalah boleh. Namun dalam karya-karya berikutnya
kesan pemaknaan seperti ini tidak sepenuhnya benar, karena kemudian Grotius membedakan
pengertian antara alasan (reason) dan motif (motive). Reason adalah alasan yang benar dan
berbasis moral, sedangkan motive bermakna alasan yang berbasis kehati-hatian dan kearifan
(prudential reason). Menurut Grotius, perang yang sah adalah perang yang didasarkan kepada
alasan yang sah (reason, just cause).

Grotius menetapkan standar yang tinggi untuk perang dengan alasan mempertahankan diri
(self-defense), yaitu harus dilakukan untuk mempertahankan diri terhadap serangan yang tidak
sah. Grotius menekankan untuk tidak melakukan dengan alasan yang bersifat khayalan mengenai
serangan musuh.

E. Ius in bello
Berbeda dengan ius ad bellum yang berbicara mengenai alasan kebolehan perang, ius in
bello adalah ajaran tentang tata cara perang atau mungkin juga dapat dimaknai sebagai hukum
tentang perang (the law of war). Pemikiran Grotius mengenai konsep ini sangat penting
mengingat pada saat itu hukum perang baru pada tahap pembentukan (formative period).
Grrotius menekankan moralitas dalam perang yaitu dalam konflik bersenjata/perang, hukum
tidak berlaku/diam. Perang tidak boleh dilakukan tanpa ikatan ketaatan terhadap hukum dan
keadilan.
Pendekatan Grotius sangat unik, karena berkaitan dengan hukum alam dimana grotius
berdalil bahwa musuh boleh dibunuh jika mengancam nyawa. Kita juga dapat mengambil
kekayaannya, sepanjang diperlukan untuk alasan keamanan. Hak untuk menggunakan kekerasan
senjata termasuk juga hak untuk menghukum, tetapi harus dalam batas-batas keadilan. Kita tidak
diijinkan untuk membunuh atau menghancurkan aset musuh yang dilakukan secara tidak
proporsional dengan kerusakan yang kita terima. Pemikiran Grotius ini sangat rasional dan pada
umumnya diikuti oleh hukum internasional modern. Yang jelas, Grotius percaya bahwa praktik
perang jauh melampaui standar keadilan. Jika demikian, rekomendasinya adalah desakan yang
ditujukan kepada para penguasa untuk memanusiawikan perang, dan bukan menghadirkan
filsafat perang yang lengkap.

3. Kontribusi pemikiran
Hugo de Groot (Grotius) memberikan sumbangsih besar dalam perkembangan ilmu
hubungan internasional. Ia memberi paradigma baru dalam memahami hubungan antar negara-
negara dan komponen penyusunnya.
Secara nyata, Hugo telah memberikan sebuah paradigma baru yang dinamakan
rasionalisme dalam melihat hubungan antar negara-negara.. Paradigma ini juga merupakan titik
tengah sekaligus gabungan dari kedua paradigma besar yakni, Realist dari Machiavelli dan
Thomas Hobbes, serta cosmopolitan atau revolutionist dari Immauel Kant. Kontribusi lain Hugo
Grotius bagi hubungan internasional adalah dukungannya terhadap teori just war yang
dikemukakan oleh Thomas Aquinas, dan pemikirannya yang menjadi pondasi dari hukum
perdagangan internasional, dan hukum internasional lain. Keseluruhan kontribusi Hugo Grotius
ini, tidak terlepas dari peristiwa-peristiwa yang terjadi selama hidupnya. 14

Bull, Heddley., Benedict Kingsbury, Adam Roberts. Hugo Grotius and International Relations, New York :
14

Oxford University, 1992

Anda mungkin juga menyukai