Anda di halaman 1dari 4

TUGAS MAKALAH

Dampak pandemi covid-19 terhadap Perusahaan Adidas


Mata kuliah : Studi Kasus pemasaran

Sejarah perusahaan
Perusahaan Adidas merupakan Perusahaan Multiinternasional karena Adidas
memiliki kegiatan produksi dan pemasaran lebih dari satu Negara. Bukan hanya dinegara
asing saja Adidas terkenal, tetapi di Indonesia pun produk-produk Adidas banyak diminati
dan cukup terkenal di kalangan masyarakat luas.
Adidas-Salomon AG, juga dikenal sebagai adidas, adalah sebuah  perusahaan
sepatu Jerman. Perusahaan ini dinamakan atas pendirinya, Adolf (Adi) Dassler, yang mulai
memproduksi sepatu pada 1920-an di Herzogenaurach dekat Nuremberg. Rancangan baju
dan sepatu perusahaan ini biasanya termasuk tiga strip paralel dengan warna yang sama, dan
motif yang sama digunakan sebagai logo resmi adidas. Industri peralatan olah-raga
merupakan salah satu industri yang cukup berkembang pesat dalam beberapa dekade
belakangan ini, hal ini dapat terjadi karena beberapa perhelatan akbar dalam dunia olah-raga
hampir setiap tahun diadakan yang sehingga menarik peminat penonton untuk membeli
beberapa produk yang digunakan atlet yang digemarinya. Sebagai contoh adalah saat
perhelatan kejuaraan sepak bola piala dunia maka akan mengakibatkan permintaan akan
produk peralatan sepak bola menjadi meningkat, baik diakibatkan permintaan dari atlet
peserta kejuaraan maupun para penonton atau penggemar sepak bola.
Produk yang dihasilkan antara lain sepatu, kostum, jaket, serta asesoris olahraga dari
berbagai bidang seperti atletik, seluncur es, tennis, sepak bola, renang, bola basket, golf, bela
diri, dan lain-lain.
Sepanjang tahun 1950an, brand ADIDAS sungguh-sungguh melegenda. Dengan
inovasi pertama kali sebuah sepatu bola, lengkap dengan pul-nya, perusahaan ini telah
menarik perhatian semua liga sepakbola terbesar diseluruh dunia, yang tentunya terbukti
sangat menguntungkan. Kenyataannya, brand ADIDAS telah mendesain sepatu bola yang
dikenakan oleh tim juara pada Piala Dunia 1954, yang bertempat di Switzerland. Pada
pertenganhan tahun 1950an, tepatnya tahun 1956, brand ADIDAS menjadi sponsor dalam
Olimpiade Melbourne, sejak itu maka tidak ada yang memungkiri, tidak ada yang bisa
menghentikan ekspansi mereka. Saat ini, ADIDAS adalah salah satu nama brand paling
terkenal di seluruh dunia, sebuah prestasi hebat untuk awal yang sederhana.
Tidak sampai tahun 1960, Adidas telah mengembangkan sayapnya dan mulai
memproduksi pakaian olahraga. Pada tahun 1963, mereka juga mulai berekspansi di wilayah
alat olahraga, jika bukan karena manuver ini, kita tidak akan melihat bola dan perlengkapan
lainnya di seluruh event olahraga sepakbola utama. Secara ikonik menjadi olahraga yang
indah dengan brand ADIDAS. Hingga kini ADIDAS telah menjadi fashion yang sangat
populer, tidak hanya untuk olahraga, namun juga gaya hidup.
Logo adidas sendiri baru dipergunakan pada tahun 1948. Secara visual logo Adidas
hanya berupa huruf Adidas, dengan nama Adolf Dassler di atasnya serta ilustrasi sepatu
ditengahnya. Dengan merk ini, sepatu buatan Adi Dassler mencapai titik kesuksesannya,
dengan diakuinya merk sepatu Adidas diajang pesta olahraga dunia seperti Helsinki,
Melnourne, Roma dan lainnya.
Pada tahun 1972, logo Adidas mengalami perubahan yakni dengan menggunakan
konsep 'Trefoil Logo', yaitu logo dengan visual tiga daun terangkai. Konsep tiga daun ini
memiliki makna simbolisasi dari semangat Olimpiade yang menghubungkan pada 3 benua.
Sejak saat itulah Adidas menjadi sepatu resmi yang dipergunakan pada even Olimpiade
diseluruh dunia.
Akhirnya setelah bertahun-tahun berjaya dan mengalami liku-liku perkembangan
usaha, pada tahun 1996, Adidas mengalami modernisasi dengan menerapkan konsep 'We
knew then - we know now' yang kurang lebih menggambarkan kesuksesan masa lalu dan
kejayaan hingga kini. Adapun logo baru yang digunakan secara visual berupa tiga balok
miring yang membentuk tanjakan yang menggambarkan kekuatan, daya tahan serta masa
depan. Sejak saat itu logo Adidas tidak pernah mengalami perubahan, serta masih berjaya
hingga saat ini.
Setelah krisis pada awal 80-an, terutama karena berjayanya Nike di pasar
internasional, adidas berhasil mengembalikan pamornya pada tahun 1986 ketika Run D.M.C,
sebuah grup musik rap dari New York, membuat lagu yang berjudul “My Adidas”, dan
sekaligus mempopulerkan sepatu adidas yang mereka pakai tanpa menggunakan tali. Hal
tersebut menjadi gaya tersendiri yang banyak ditiru oleh fans-fans mereka.
Pada dekade 90-an terutama di AS dan Eropa berkembang pikiran bahwa generasi
muda cenderung menghindari apapun yang orang tua mereka pakai, termasuk dalam urusan
sepatu. Mereka menghindari pemakaian nike dan reebok, yang dulu dipakai oleh orang tua
mereka. Sehingga barang-barang produksi adidas yang sudah berumur 20 tahun-pun tiba-tiba
menjadi barang koleksi yang mahal harganya dan dicari-cari oleh banyak orang. Hal ini pun
dimanfaatkan oleh adidas untuk memproduksi dan mengeluarkan kembali (re-issue) beberapa
model sepatu populernya (seperti adidas rom, rekord, athen, dublin) .Hal ini mengangkat
status adidas itu sendiri, dari sekedar produk olahraga menjadi semacam lambang gaya hidup
yang baru.
Namun pada pertengahan tahun 2020 di mana dunia dilanda oleh wabah mematikan
yang telah mempengaruhi seluruh sektor tatanan dunia mulai dari bidang pariwisata sampai
ekonomi suatu negara. Akibat wabah atau pandemi ini daya beli masyarakat dunia pun
menurun drastis, dan akibat ini pula perusahaan Adidas harus mengalami kerugian yang besar
dari seluruh outlet yang tersebar di seluruh dunia. Pandemi ini telah mempengaruhi semua
aspek perusahaan mulai dari laba perusahaan akibat rendahnya transaksi, produksi
perusahaan yang menurun, SDM perusahaan yang terancam PHK sampai keuangan
perusahaan yang menurun drastic seiring pandemi virus covid-19 yang semakin meluas ke
seluruh dunia. Berikut akan dijelaskan mengenai pengaruh pandemic terhadap perusahaan
Adidas :

1. Laba perusahaan
Produsen pakaian alat olah raga Jerman, Adidas pada bulan juni melaporkan penurunan laba
Kuartal I 95% karena jatuhnya angka penjualan yang disebabkan pandemi virus corona
Covid-19. Laba bersih perusahaan turun menjadi 31 juta euro (US$33,6 juta), merosot dari
632 juta pada periode Januari-Maret 2019. Angka itu baru sebagian kecil dari perkiraan analis
yang disurvei oleh Factset. "Hasil kami untuk kuartal pertama berbicara tentang tantangan
serius yang ditimbulkan oleh wabah global virus corona, bahkan untuk perusahaan yang
sehat,” ujar Chief Executive Officer (CEO) Kasper Rorsted dalam sebuah pernyataan. Pada
saat virus corona jenis baru menyebar ke seluruh dunia, grup perusahaan terpaksa menutup
toko-tokonya dengan dimulai dari pasar pertumbuhan penting, Tiongkok. Meskipun
penjualan di sana sudah mulai pulih, tapi toko-toko yang masih tutup di sebagian besar dunia
– yang jumlahnya 70% lebih dari total jaringan Adidas – berarti perusahaan belum bisa
memberikan proyeksi untuk sepanjang 2020. “Saat ini sudah diperkirakan total pendapatan
dan laba bersih turun pada Kuartal II-2020 daripada yang dicatat pada Kuartal I,” demikian
pernyataan Adidas, merujuk pada prediksi penurunan penjualan yang disesuaikan dengan
mata uang lebih dari 40% dan kerugian operasi. Setelah cadangan kasnya pada Kuartal I
menyusut lebih dari 500 juta euro, Adidas pun memperoleh pinjaman darurat pada April
sebanyak 2,4 miliar euro dari bank investasi publik KfW, dan 600 juta dari bank swasta
Sementara itu, perusahaan menghadapi masa depan yang tidak pasti karena kasus Covid-19
terus meningkat di banyak wilayah AS. Pada saat yang sama, beragam bentuk resesi terlihat
di penjuru dunia, sehingga dapat mengurangi pengeluaran untuk pembelian produk seperti
sneaker.

2. produksi perusahaan
Permintaan terhadap produksi sepatu dalam negeri maupun ekspor belum meningkat. Ini
meneyebabkan Industri alas kaki di Indonesia seperti brand sepatu kenamaan dunia Adidas,
Nike dan lainnya mengalami penurunan produksi akibat daya beli yang menurun.Saat ini,
industri alas kaki dalam negeri belum mendapat order baru dan baru akan kembali pulih di
bulan desember atau bulan depan.

Para pakar ekonomi menilai, meski Liga Eropa sudah kembali bergulir sejak Juli lalu, namun
tidak banyak berpengaruh terhadap permintaan produksi sepatu. Pasalnya, sejumlah negara
Eropa pun masih dalam kondisi pembatasan sosial dan terbatasnya pergerakan.

"Yang berpengaruh lebih ke pergerakan manusia, dan pola konsumsinya. Tapi juga
masalahnya di daya beli. Dimana-mana kan menurun," sebut manager sales Adidas

Dalam faktanya penurunan produksi sepatu di dalam negeri menyentuh angka 70%, ini
menyebabkan perusahaan harus melakukan efisiensi dana yang berujung pada keputusan
untuk memPKH ribuan karyawan buruh di perusahaan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai