Anda di halaman 1dari 4

ASPEK SOSIAL EKONOMI NEGARA-NEGARA KAWASAN ASIA PASIFIK

Prospek ekonomi di kawasan Asia Pasifik tetap kuat, dan kawasan ini terus menjadi
kawasan yang paling dinamis dalam ekonomi global. Prospek jangka pendek telah membaik
sejak edisi terakhir Regional Economic Outlook Update: Asia and Pacific pada bulan Oktober 4
2017 dengan risiko-risiko yang seimbang untuk saat ini. Namun, dalam jangka menengah, risiko
penurunan mendominasi, termasuk yang timbul dari kondisi keuangan global yang mengetat,
pergeseran ke arah kebijakan proteksionis, dan peningkatan ketegangan geopolitik. Mengingat
berbagai ketidakpastian tersebut, kebijakan ekonomi makro perlu konservatif dan ditujukan
untuk membangun bantalan dan meningkatkan ketahanan. Para pembuat kebijakan juga perlu
terus mendorong reformasi struktural untuk mengatasi tantangan jangka menengah dan jangka
panjang, seperti penuaan populasi dan penurunan produktivitas, dan untuk memastikan bahwa
Asia mampu meraup manfaat penuh dari peningkatan digitalisasi dalam ekonomi global.
Pertumbuhan di Asia diperkirakan 5,6 persen pada tahun 2018 dan 2019, sementara
inflasi diperkirakan akan menurun. Kuat dan luasnya pertumbuhan dan perdagangan global,
yang didorong oleh stimulus fiskal AS, diharapkan dapat mendukung ekspor dan investasi di
Asia, sementara kondisi keuangan yang akomodatif diperlukan untuk mendukung permintaan
domestik. Pertumbuhan Tiongkok diproyeksikan akan turun menjadi 6,6 persen sebagai
cerminan dari langkah-langkah pengetatan keuangan, perumahan, dan fiskal pemerintah.
Pertumbuhan di Jepang telah berada di atas potensi selama delapan triwulan berturut-turut 5
dan diperkirakan akan tetap kuat tahun ini pada 1,2 persen. Di India, pertumbuhan diperkirakan
akan kembali meningkat menjadi 7,4 persen, setelah gangguan sementara terkait inisiatif
penukaran mata uang dan penerapan pajak tidak langsung untuk barang dan jasa (GST).
Risiko seputar prospek untuk saat ini adalah seimbang, tetapi cenderung negatif dalam
jangka menengah. Pada sisi baiknya, pemulihan global dapat lebih kuat daripada yang
diperkirakan, telah disepakatinya Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Kemitraan
Trans-Pasifik (Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership – CPTPP)
dan keberhasilan pelaksanaan Belt and Road Initiative—dengan asumsi bahwa keberlanjutan
utang dan kualitas proyek dipertahankan—keduanya dapat mendukung perdagangan, investasi,
dan pertumbuhan. Di sisi buruknya, Asia tetap rentan terhadap pengetatan kondisi keuangan
global yang terjadi secara tiba-tiba dan tajam, sementara terlalu lamanya jangka waktu
persyaratan dapat menimbulkan risiko penumpukan utang yang lebih besar dan kerentanan
keuangan. Kerentanan-kerentanan ini dapat diperburuk oleh pengambilan risiko yang
berlebihan dan perpindahan risiko keuangan ke non-bank. Manfaat globalisasi belum terbagi
secara merata, dan, seperti yang diperjelas oleh pengumuman dan penerapan tarif baru-baru 6
ini, sebuah pergeseran ke arah kebijakan yang lebih mementingkan kepentingan dalam negeri
(inward-looking) adalah risiko lainnya yang berpotensi mengganggu perdagangan internasional
dan pasar keuangan. Ketegangan geopolitik terus menjadi sumber risiko penting lainnya.
Terakhir, peretasan keamanan cyber dan serangan cyber sedang meningkat secara
global, dan perubahan iklim dan bencana alam dapat terus memberikan dampak yang signifikan
terhadap kawasan Asia-Pasifik.
Prospek pertumbuhan jangka panjang untuk Asia Pasifik dipengaruhi oleh demografi,
pertumbuhan produktivitas yang melambat, dan kebangkitan ekonomi digital. Salah satu
7 tantangan penting adalah populasi yang menua karena banyak negara di kawasan ini yang
menghadapi risiko “menjadi tua sebelum menjadi kaya.” Dampak merugikan dari penuaan ini
terhadap pertumbuhan dan posisi fiskal dapat menjadi substansial. Tantangan kedua adalah
melambatnya pertumbuhan produktivitas. Terakhir, perekonomian global semakin menjadi
8
terdigitalisasi. Walaupun sebagian kemajuan ini dapat benar-benar transformatif, mereka juga
membawa berbagai tantangan, termasuk yang terkait masa depan pekerjaan. Asia sedang
mengalami revolusi digital, meskipun dengan keragaman yang signifikan di seluruh kawasan.
Bagian 2 menganalisis faktor-faktor di balik inflasi yang rendah, meskipun dengan
pertumbuhan yang kuat, dan berapa lama hal ini diharapkan tetap berlangsung. Temuan-
temuan yang ada memperjelas bahwa faktor-faktor global yang bersifat sementara, termasuk
inflasi yang disebakan karena produk impor (imported inflation), merupakan pemicu utama
tingkat inflasi yang rendah. Dan memang, sejalan dengan kenaikan harga minyak bumi selama
beberapa bulan terakhir, inflasi umum (headline inflation) di kawasan ini telah mengalami
kenaikan, sementara inflasi inti (core inflation) masih tetap rendah dan di bawah target di
banyak negara. Kedua, sementara ekspektasi inflasi secara umum terjangkar dengan baik pada
target, pengaruh ekspektasi dalam mendorong inflasi telah berkurang, karena proses inflasi kini
justru lebih melihat pada realisasi inflasi di masa lalu (backward-looking). Ketiga, terdapat
beberapa bukti bahwa sensitivitas inflasi terhadap perlambatan ekonomi telah berkurang—
singkatnya, kurva Philips telah menjadi datar.
Inflasi di kawasan Asia-Pasifik dapat meningkat pada saat faktor-faktor global, termasuk
inflasi AS dan harga komoditas, menjadi kurang menguntungkan, dan para pembuat kebijakan
perlu bersiap untuk bertindak. Selain itu, inflasi yang lebih tinggi dapat bertahan akibat
meningkatnya proses inflasi karena realisasi inflasi di masa lalu (backward-looking inflation).
Dengan kurva Phillips yang semakin datar, biaya penurunan output untuk menurunkan inflasi
dapat menjadi lebih besar. Dengan demikian, para pembuat kebijakan sebaiknya siaga dalam
merespons sinyal-sinyal dini tekanan inflasi, meskipun tanggapan terhadap kejutan harga
9
komoditas sebaiknya diakomodasi terlebih dahulu—namun bukan dampak putaran kedua.
Perbaikan kerangka kebijakan moneter dan komunikasi bank sentral dapat meningkatkan peran
ekspektasi dalam mendorong inflasi sehingga membuat inflasi tidak terlalu kaku. Kebijakan nilai
tukar yang lebih fleksibel dapat mengurangi pengaruh inflasi akibat produk impor, dan
kebijakan-kebijakan untuk memitigasi risiko terhadap sistem keuangan secara keseluruhan
(macroprudential policies) dapat membantu menanggulangi risiko stabilitas keuangan.
Dengan kesenjangan output yang berkurang di sebagian besar kawasan, dukungan fiskal
tidak terlalu diperlukan lagi, dan sebagian besar perekonomian di Asia perlu beralih untuk
menguatkan bantalan, meningkatkan ketahanan, dan memastikan keberlanjutan. Beberapa
negara sebaiknya juga fokus pada peningkatan mobilisasi pendapatan untuk menciptakan ruang
bagi belanja infrastruktur dan sosial dan membantu mendukung reformasi struktural. Prospek
ekonomi yang kuat saat ini adalah momen yang baik untuk melakukan berbagai reformasi.
Langkah-langkah yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing perlu dilakukan untuk
10 meningkatkan produktivitas dan investasi, mengurangi kesenjangan gender dalam partisipasi
angkatan kerja, menangani transisi demografi, menghadapi perubahan iklim, dan mendukung
mereka yang terkena dampak perubahan teknologi dan perdagangan. Terakhir, agar dapat
meraup manfaat revolusi digital sepenuhnya, Asia membutuhkan respons kebijakan yang
komprehensif dan terintegrasi yang mencakup teknologi informasi dan komunikasi,
infrastruktur, perdagangan, ketenagakerjaan, dan pendidikan.

Contoh Kerja-Sama Bidang Sosial-Ekonomi


Kerjasama Bidang Ekonomi dari Negara Asia – Pasifik – Secara geografis, kawasan Asia Pasifik meliputi beberapa

wilayah seperti Asia Tenggara, Pantai Asia Tiur, Australia, dan negara yang terletak di Oceania. Beberapa negara 11
yang ada di wilayah tersebut kemudian membentuk sebuah kerjasama ekonomi yang disebut dengan Asia Pasific

Economic Cooperation atau APEC.

Forum kerjasama APEC memiliki tiga pilar yang digunakan untuk


mencapai target Bogor Goal
Pilar pertama ini diterapkan dalam rangka untuk menghilangkan hambatan
baik tairf maupun non-tarif bagi perkembangan perdagangan dan investasi.
pilar yang kedua adalah fasilitas perdagangan dan investasi. Pilar ini
berfokus pada pengurangan biaya transaksi, kemudahan administasi pelabuhan,
peningkatan akses terhadap informasi perdagangan, dan penyelarasan kebijakan.

12 Pilar ketiga ini memungkinkan adanya kerjasama dalam bentuk pelatihan


yang memungkinkan setiap Ekonomi anggota dapat mengembangkan potensi dan
kapasitas ekonominya. Sehingga, setiap Ekonomi anggota dapat menghadapi
berbagai isu dan tantangan yang ada pada bidang ekonomi.
13
Peran Indonesia dalam APEC
Salah satunya adalah peran Indonesia sebagai Ketua APEC pada tahun 1994. Indonesia dipercaya
sebagai pemimpin APEC pada tahun tersebut karena pertumbuhan ekonomi Indonesia saat itu
merupakan yang tertinggi dari berbagai negara yang ada di kawasan Asia Pasifik. Atas penunjukan
sebagai pemimpin APEC tersebut, Indonesia banyak berpatisipasi dalam setiap kebijakan yang ada di
dalam APEC. Sehingga, tujuan pembangunan nasional yang telah dirancang oleh Indonesia menjadi
terlaksana dengan baik. Indonesia kembali menjabat sebagai pimpinan APEC pada tahun 2013.
Perpindahan kepemimpinan terjadi pada tahun 2012 di KTT APEC yang diselenggarakan di Rusia.

SUMBER DAYA ALAM NEGARA-NEGARA KAWASAN ASIA PASIFIK

Benua Asia mempunyai banyak lembah sungai besar yang subur dan
terletak pada pertemuan jalur sirkum pasifik dan mediteranian.
Sebagai akibatnya, Benua Asia mempunyai potensi alam yang
menonjol di bidang pertanian dan pertambangan.

1. Pertanian
Daerah pertanian potensial di Benua Asia, terdapat di daerah sekitar lembah sungai
besar. Kalian bisa lihat, di Asia tenggara banyak negara-negara yang menghasilkan padi,
terutama Myanmar, Thailand, Vietnam, dan Indonesia. Sedangkan Asia bagian Selatan yang
memiliki hasil padi adalah India, Bangladesh, dan Pakistan. Selain itu India juga memiliki sumber
daya alam seperti sorgum, gandum, dan kapas. Kemudian di Asia Tengah terkenal dengan hasil
utamanya yaitu gandum, kapas, dan buah-buahan. Sedangkan Asia Barat adalah penghasil
utama beras dan kopi.
2. Pertambangan
Hasil-hasil pertambangan yang menonjol di Benua Asia adalah minyak bumi. Negara-
negara penghasil minyak bumi terdapat di Timur Tengah, Asia Tenggara, dan Asia Timur. Untuk
timah putih terdapat di Negara Indonesia, Malaysia, dan Filipina. Kemudian batubara terdapat
di Siberia, Jepang, dan Indonesia. Selain itu beberapa daerah penting seperti Semenanjung
Korea pun mengandung mineral seperti biji besi, batubara, emas, perak, timah hitam, seng,
wolfram, dan grafit.

Anda mungkin juga menyukai