Anda di halaman 1dari 4

Realisasi Pancasila yang Objektif

Realisasi serta pengamalan Pancasila yang Obektif yeitu realisasi serta implementasi nilai-nilai Pancasila
dalam segala aspek penyelnggaraan negara, terutama dalam kaitanya dengan penjabaran nilai-nilai Pancasila
dalam praksis penyelenggaraan negara dan peraturan perundang-undangan di Indonesia. Dalam implementasi
Pancasila yang bersifat obektif merupakan perwujudan nilai-nilai Pancasila dalam kedudukanya sebagai dasar
negara Republik Indonesia, yang realisasi kongkritnya merupakan sumber dari segala sumber hukum
Indonesia. Oleh karena itu, implementasi Pancasila yang bersifat objektif ini berkaitan dengan norma-norma
hukum dan Moral, secara lebih luas dengan norma-norma kenegaraan.
Menutut Notonagoro pelaksanaan Pancasila yang subjektif  dari Pancasila dasar filsafat negara ini justru lebih
penting dan lebih menentukan daripara pelaksaan Pancasila yang objektif dalam arti Pelaksanaan Pancasila
yang subjektif merupakan persyaratan bagi keberhasilan pelaksanaan Pancasila yang objektif.  Impementasi
pelaksanaan Pancasila dalam kehidupan kenegaraan akan mengalami suatu kegagalan bilamana tidak didukung
oleh manifestasi pelaksanaan Pancasila yang subjektif baik setiap warga negara terutama oleh setiap
penyelenggara negara.
Realisasi dan pengamalan Pancasila secara objektif berkaitan dengan pemenuhan wajib hukum yang memiliki
norma-norma yang tertuang dalam suatu sistem hukum positif. Hal ini dimaksudkan agar memiliki daya
impertif secara yuridis. Walaupun implementasi pelaksanaa Pancasila secara optimal justru  realisasi subjektif 
yang memiliki kekuatan daya imperatif moral  merupan suatu persyarat bagi keberhasila pelaksanaan Pancasila
secara objektif. Dengan kata lain aktualiasi subjektif lebih menentukan keberhasilan aktualisasi Pancasila
secara objektif, dan tidak sebaliknya. Dapat dikatakan juga bahwa aktualisasi Pancasila secara objektif itu akan
berhasil secara optimal bilamana didukung oleh aktualisasi atau pelaksanaan Pancasila secara subjektif.
Hal ini terbukti dalam sejarah pelaksanaan Pancasila selama ini, yang kenyataanya tidak mendasarkan pada
interpretasi pelaksanaan Pancasila sebagaimana terkandung dalam penjelasan Pembukaan UUD 1945, yang
menjelaskan bahwa UUD harus mengandung isi yang mewajibkan kepada pemerintah dan penyelenggara
negara untuk memegang teguh dan memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang cita-cita
rakyat yang luhur. Hal ini mengandung bahwa sealisasi Pancasila yang objektif selain penjabaran nilai-nilai
Pancasila dalam segala aspek penyelenggaraan negara juga harus diwujudkan dalam moralitas para
penyelenggara negara.

Penjabaran Pancasila yang Objektif


Pengartian penjabaran Pancasila yang objektif  adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara, baik dibidang legislatif, eksekutif maupun yudikatif dan semua bidang kenegaraan
dan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan perundang-undangan negara Indonesia, hal itu antara lain
dapat dirinci sebagai berikut :
A.     Tafsir Undang-Undang Dasar 1945, dilihat dari sudut dasar filsafat negara Pancasila sebagaimana tercantum
dalam Pembukaan UUD 1945 alinea IV. Hal oini mengandung arti bahwa Pancasila sebagai sumber asas,
norma dan derivasi segala aspek penyelenggaraan negara. maka Pancasila sebagai batu uji dalam menentukan
suatu peraturan-perundangan itu bermakna, adil atau tidak.
B.     Pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945 harus mengingat dasar-dasar pokok pikiran yang tercantum dalam
dasar filsafat negara Indonesia.
C.     Tanpa mengurangi sifat-sifat undang-undang yang  tidak dapat diganggu gugat, interprestasi pelaksanaannya
harus mengingat unsur-unsur yang terkandung dalam filsafat negara.
D.     Interprestasi pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan menyeluruh, meliputi seluruh perundang-
undangan di bawah undang-undang dan keputusan-keputusan administrasi dari semua tingkat penguasa negara,
mulai dari pemerintah pusat sampai dengan alat-alat perlengkapannya negara di daerah.
E.      Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan tertib hukum Indonesia berdasarkan atas dan di liputi oleh
asas politik dan tujuan negara yang didasarkan atas dan diliputi oleh asas kerohanian Pancasila. Hal ini
termaksud pokok kaidah negara serta pokok-pokok pikiran yang  terkandung dalam pembukaan UUD 1945
dan UUD 1945 juga di dasarkan atas asas-asas realisasi
pelaksanaan kongkrit nya yaitu dalam setiap penentuan kebijaksanaan di bidang ke negaraan antara lain :
1.      Bentuk dan kedaulatan dalam negara
2.      Hukum, perundang-undangan dan peradilan
3.      Sistem demokrasi
4.      Pemerintah dari pusat sampai daerah
5.      Politik dalam dan luar negri
6.      Keselamatan, keamanan dan pertahanan
7.      Kesejahteraan
8.      Kebudayaan
9.      Pendidik, dan lain sebagainya (Notonagoro, 1971:43,44)
10.  Tujuan negara
11.  Reformasi dan segala pelaksaannya
12.  Pembangunan nasional dan lain pelaksanaan kenegaraan

Pancasila Sebagai Dasar Filsafat Pembangunan Nasional


Negara pada hakikatnya merupakan lembaga kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang merupakan suatu
organisasi. Sebagai suatu organisasi maka negara memiliki suatu dasar filsafat sebagai sumber cita-cita serta
sumber nilai-nilai bagi segala aspek dalam penyelenggaraan negara. Negara memiliki dasar-dasar sebagai
sumber cita-cita untuk membangun, dorongan untuk membangun dan cara-cara pembangunan pada hakikat
nya berpangkal pada cita-cita agar manusia sebagai warga negara hidup sesuai dengan martabatnya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka tujuan pembangunan nasional adalah agar masyarakat menjadi
‘masyarakat manusiawi’ (human sosiety) yang memungkinkan warganya hidup yang layak sebagai manusia,
mengembangkan diri pribadinya seta mewujudkan kesejahteraan lahir batain secara selengkapnya
     Dengan demikian dapat di simpulakan bahwa makana, hakiakat serta arah dan tujuan pembangunan
nasional adalah berdasatkan pancasila yang bersumber pada hakikat kodrat manusia ‘monoprularis’ yang
merupakan esensi dari pancasila. Pembangunan dalam suatu negara sangat penting karena negara sebagai
lembaga kemasyarakatan maka negara pada hakikatnya bukanlah merupakan suatu tujuan, melainkan srana
untuk mencapai tujuan dari seluruh warganya
Pancasila sebagai dasar filsafat negara hakikatnya merupakan dasar dan sumber derivasi nilai-nilai dan norma-
norma dalam segala aspek penyelenggaraan negara termasuk pelaksanaan pembangunan nasional. Maka
pancasila berkedudukan sebagai landasan ideal pembangunan nasionala indonesia.Subjek pendukung pokok
negara sekaligus subjek pendukung sila-sila pancasila pada hakikatnya adalah manusia. Maka manusia adalah
‘dasar ontologis’ pembangunan nasional indonesia. Dengan demikian maka hakikat manusia ‘monopluralis’
adalah dasar pembangunan nasional indonesia.
     Dewasa ini bangsa indonesia melaksanakan reformasi, pada prinsipnya merupakan suatu upaya untuk
memperbaiki negara.yang jauh lebih penting adalah tercapainya tingkat martabat manusia(rakyat) yang lebih
baik. Oleh karena itu reformasi juga harus mendasarkan pada suatu paradikma yang jelas paradikma yang
harus di letakan sebagai basis segala agenda reformasi adalah dasar filsafat negara yaitu pancasila. Hal ini
bukan merupakan suatu keharusan politik malainkan suatu keharusan logis. Reformasi  menyangkut masalah
masalah fundamental negara yang terkandung staasfundamentalnorm, maka hal itu sudah menyimpang dari
makna dan pengertian reformasi, karena  mengubah struktur fundamental negara sehingga sama halnya dengan
pembubaran negara dan hal ini merupkaan suatu refolusi.

Realisasi Pancasila yang Subjektif


Aktualisasi pancasila yang subjektif adalah pelaksanaan pada setiap pribadi perseorangan, setiap warga negara,
setiap individu, setiapa penduduk, setiapa penguasa dan setiap orang indonesia. Aktualaisasi pancasial yang
subjektif ini lebih penting karena realisasi yang subjektif merupakan persyaratan bagi aktualisasi pancasiala
yang sangat barkaitan dengan kesadaran, ketaatan serta kesiapan individu untuk merealisaikan pancasila.
Dalam pengertian inilah pelaksanaan pancasila yang subjektif yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan
dimana kesadaran wajib hukum, telah terpadu menjadi kesadaran wajib moral. Sehingga dengan demikian
suatu perbuatan yang tidak memenuhi wajib untuk melaksanakan pancasial bukanlah hanya akan menimbulkan
akibat hukum namun yang terlebih penting lagi akan menimbulak akibat moral. Dalam pengertian inilah maka
fenomena kongkrit yang ada pada seseorang yang berkaitan dengan sikap dan tingkah laku seseorang dalam
realisasi pancasila yang bersifat subjektif disebut moral pancasila. Maka aktulaisasi pancasila yang bersifat
subjektif ini lebih berkaitan dengan kondisi objektif, yaitu berkaitan dengan norma-norma moral.
•       Dalam aktualisasi pancasila yang bersifat subjektif bila mana nilai-nilai pancasila telah di pahami, diresapi dan
dihayati olah seseorang maka seseorang itu telah memiliki moral pandangan hidup. Dan bila mana hal ini
berlangsung secara terus-menerus sehingga nilai-nilai pancasila terlah melekat dalam hati sanubari bangsa
indonesia, maka kondisi yang demikian ini disebut dengan kepribadian pancasila. Hal ini dikarenakan bangsa
indonesia telah memeiliki suatu ciri khas (nilai-nilai pancasila, sikap dan karakter) sehingga membedakan
bangsa indonesia dengan bangsa lain.
•       Dalam pengalaman pancasila perlu di usahakan adanya suatu kondisi individu akan adanya kesadaran untuk
merealisasikan pancasila. Kesadaran adalah hasil perbuatan akal, yaitu pengalaman tentang keadaan-keadaan
yang ada pada diri manusia sendiri. Jadi keadaan-keadaan inilah yang menjadikan objek dari kesadaran dan
berupa segala sesuatu yang bakat menjadi sumber pangalaman manusia. Aktualisasi serta pengalaman itu
bersifat jasmaniah maupun rokhhaniah, dari kehendak manusia.

Internalisasi Nilai-nilai Pancasila


Realisasi nilai-nilai pancasila dasar filsafat negara indonesia,perlu berangsur-angsur dengan jalan pendidikan
baik dalam sekolah maupun dalam masyarakat dan keluarga sehingga diperoleh hal-hal sebagai berikut:

•       Pengetahuan, yaitu suatu pengetahuan yang benar tentang pancasila,baik aspek nilai,norma maupun aspek
prasisnya.
•       Kesadaran, selalu mengetahui pertumbuhan keadaan yang ada dalam diri sendiri.
•       Ketaatan, yaitu selalu dalam keadaan kesediaan untuk memenuhi wajib lahir dan batin,lahir berasal dari luar
misalnya pemerintah,adapun wajib batin dari diri sendiri.
•       Kemampuan kehendak,  yang cukup kuat sebagai pendorong untuk melakukan kegiatan,berdasar nilai-niali
pancasila.
•       Watak dan hati nurani,  Ada dua bentuk realisasinya yaitu bersifat statis dan yang bersifat dinamis. Statis
dalam pengertian intinya atau ensensinya (nilai-nilai yang bersifat rohaniah dan universal)sehingga merupakan
ciri khas,karakter yang bersifat tetap dan tidak berubah. Bersifat dinamis dalam arti bahwa aktualisasinya
senantiasa bersifat dinamis inifatif,sesuai dengan dinamika masyarakat,perubahan,serta konteks lingkunganya.
•       Strategi dan metode,  prosees internalisasi harus diikuti dengan strategi serta metode yang relefan dan
memadahi. Hal ini berdasarkan raealitas objektif, bahwa subjek dan objek internalisasi dan aktualisasi adalah
manusia dan dalam lingkungan masyarkat,bangsa dan negara.

Proses  Pembentukan  Kepribadian  Pancasila


Pemahaman dan aktualisasi pancasila sampai pada tingkat mentalitas, kepribadian, dan ketahan ideologis
adalah sebagai berikut:
1.      Proses penghayatan diawali dengan memiliki tentang pengetahuan yang lengkap, dan jelas tentang kebaikan
dan kebenaran pancasila.
2.      Kemudian ditingkatkan kedalam hati sanubari sampai adanya suatu ketaatan yaitu suatu kesediaan yang harus
senantiaasa ada untuk merealisasikan pancasila.
3.      Kemudian disusul dengan adanya kemampuan dan kebiasaan untuk melakukan perbuatan mengaktualisasikan
pancasila dalam kehidupan sehari-hari baik dalam bidang kenegaraan maupun dalam bidang kemasyarakatan.
4.      Kemudian ditingkatkan menjadi mentalitas,yaitu selalu terselenggaranya kesatuan lahir batin, kesatuan akal,
rasa, kehendak sikap dan perbuatan.

Sosialisasi dan Pembudayaan Pancasila

Epistemologi Realisasi Nilai-nilai Pancasila


     Dalam proses realisasi, sosialisasi dan pembudayaan Pancasila, pertama-tama harus diletakkan adalah suatu
pemahaman terhadap sistem epistemologi yang benar. Artinya jikalau kita ingin merealisasikan atau
mengamalkan Pancasila, harus dipahami terlebih dahulu bahwa Pancasila itu adalah suatu sistem nilai, dimana
kelima sila merupakan suatu kesatuan yang sistemik.Seluruh sila itu merupakan kesatuan sistematik, hierarkhis
dan bersifat koleratif. Oleh karena itu setiap sila tidak dapat dipisahkan dengan sila lainnya.
     Selain itu fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara, sebagai Philosofische Grondslag,
sehingga konsekuensinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam dalam hukum dasar negara,
sebagai norma dasar dalam penyelenggaraan negara yaitu Undang-Undang Dasar Negara, NKRI maupun UUD
Negara RI Tahun 1945 bersumber pada filsafat Pancasila.
     Oleh karena itu sistem epistemologi dalam realisasi Pancasila adalah Pancasila sebagai suatu sistem nilai,
kemudian dijabarkan dalam norma dasar negara yaitu UUD 1945 melalui suatu asas, atau dalam suatu
pengalaman bersifat kongkrit dan empiris.
     Pancasila juga merupakan suatu filsafat bangsa Indonesia, dan dalam kapasitas inilah Pancasila diistilahkan
sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia. Secara epistemologis juga memiliki sistem epistemologis yang
sama, yaitu Pancasila merupakan suatu sistem nilai, kemudian dijabarkan dalam norma, tahapan berikutnya
direalisasikan dalam suatu kehidupan yang bersifat kongkrit, nyata, dan empiris.
     Berdasarkan sistem epistemologis tersebut maka revitalisas, realisasi, sosialisasi, dan pembudayaan
Pancasila, tidak mungkin secara langsung dapat diamalkan, harus melalui transformasi dari sistem nilai,
norma, kemudian dijabarkan dalam suatu realisasi yang bersifat praksis.

Proses Sosialisasi dan Pembudayaan Pancasila


Secara sistematik wujud sistem sosial kebudayaan dalam pembudayaan pancasila dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu :

1.      Sistem nilai (Pembudayaan nilai-nilai Pancasila)


         Yang hanya dapat dipahami, dihayati, dan dimengerti oleh manusia. Misalnya
         pengetahuan, ideologi, etika, estetika, hasil pikiran manusia, norma, kaidah, dan
         lain sebagainya.
2.      Sistem social (Pembudayaan pancasila pada kehidupan sosial)
         Manusia adalah makhluk sosial selain sebagai individu, oleh karena itu membutuhkan
         orang lain dalam masyarakat. Sistem sosial ini tidak dapat dilepaskan dengan tatanan nilai
         sebagai suatu dasar dan pedoman. Oleh karena itu pola-pola aktivitas manusia ditentukan
          oleh tata nilai yang merupakan hasil budaya abstrak manusia.
3.      Wujud Fisik (Pembudayaan pancasila dalam wujud budaya fisik)
          Dalam hubungan ini pancasila merupakan suatu esensi nilai kehidupan sosial budaya yang
          multikulturalisme.

Anda mungkin juga menyukai