TANGERANG
Dengan adanya pembangunan jalan tol ini masalah ini terjadi kembali, karena
salah satu pihak yang menyatakan bahwa dalam kepemilikan tanah tersebut
adalah miliknya yaitu ibu Romlah binti Patma berdasarkan girik yang ia miliki.
Tetapi diatas lahan adat dan bukti girik yang ia miliki tidak dapat menutup
kemungkinan bahwa rentang atas kesengketaan tanah. Karena berdasarkan hukum
yang berlaku bawah tanah girik itu merupakan tanah yang memiliki tanda
kepemilikan berdasarkan hukum adat. Tanda kepemilikan ini bukanlah sertifikat
tanah, jadi kepemilikannya tidak tercatat di kantor pertanahan.
ketika kita menilik pasal 5 Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960, tanah girik
dapat dijadikan dasar untuk memohon hak atas tanah. Sebab pada dasarnya
hukum pertanahan di Indonesia bersumber pada hukum tanah adat yang tidak
tertulis.
Akan tetapi Setelah berlakunya UUPA dan PP No. 10 Tahun 1961 dirubah
menjadi PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; bukti kepemilikan hak
atas tanah yang diakui hanyalah sertifikat hak atas tanah. Jadi, setelah berlakunya
UUPA ini, girik tidak lagi diakui sebagai bukti hak atau kepemilikan atas tanah.
Solusi berdasarkan hasil diskusi kelompok
Penyelesaian dan solusi ibu romlah terkait sengketa jalan tol serpong – balaraja
Apabila suatu sengketa kepemilikan tanah tidak dapat diselesaikan dengan
bantuan pemerintah dalam hal ini Direktorat Agraria lewat jalur mediasi, maka
upaya lewat lembaga Pengadilan Umum maupun Badan Arbitrase dapat menjadi
jembatan dari para pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kepastian hukum
atas status tanah yang menjadi objek sengketa. Pilihan jalur penyelesaian yang
ada dapat menjadi solusi atas kebutuhan pemenuhan prinsip keadilan dan
kepastian hukum dari para pihak yang bersengketa.
2. Pilihan jalur penyelesaian juga tergantung pada pilihan para pihak yang
bersengketa yang sudah tentu dengan segala pertimbangan atas faktor
waktu, biaya dan efisensi, maka pilihan arbitrase dapat menjadi satu solusi
dalam menyelesaikan sengketa pertanahan kasus ibu romlah.