Anda di halaman 1dari 4

PERMASALAHAN AGRARIA DI WILAYAH KABUPATEN

TANGERANG

Permasalahan- permasalahan agraria (pertanahan) yang terjadi


di wilayah Kabupaten Tangerang.

1. Sengketa Tanah Pembangunan Jalan Tol Serpong-Balaraja


Jalan Tol Serpong-Balaraja sepanjang 39,8 kilometer akan menghubungkan
Tangerang Selatan dan wilayah Barat Kabupaten Tangerang. Sekitar 4.000 bidang
tanah akan digusur untuk kepentingan proyek tol yang digarap oleh Konsorsium
dan pemrakarsa tol Serpong-Balaraja, yakni Sinarmas atau BSD City, Kompas
Gramedia, dan Astratel.
Lahan seluas 5.240 meter persegi di Kampung Jatake, Desa Jakatake RT 04, RW
02, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, itu bagian dari trase utama tol
Serpong-Balaraja sepanjang hampir 40 kilometer. Di atas lahan milik adat Girik C
1704 Persil 96 D jo C 158 Persil 96 D atas nama Romlah Binti Patma itu berdiri
lima bangun rumah yang ditempati lima keluarga dan satu warung. Tiga bangunan
di antaranya dengan luas tanah 3.000 m2 meter masih dalam sengketa
kepemilikan.
Diantaranya ada salah satu keluarga yang bernama Romlah Binti Patma menolak
pengukuran lahan dan rumah mereka yang akan terkena proyek trase Jalan Tol
Serpong-Balaraja. Dikarenakan adanya salah satu pihak yang mengklaim tanah
yang ibu Romlah miliki, sehingga Ibu Romlah menjelaskan, berdasarkan girik asli
yang ia pegang tanah tersebut belum pernah dijual kepada pihak manapun.
Bahkan, lahan seluas 5.240 m2 itu dalam satu hamparan yang tidak pernah
dipecah-pecah.
Sengketa tanah Romlah adalah satu dari sejumlah persoalan yang menghadang
pembangunan Jalan Tol Serpong-Balaraja. Sebelumnya, BPN Kabupaten
Tangerang menghentikan sementara pengadaan lahan di tujuh dari 32 desa yang
dilalui trase jalan tol itu.
Sehingga terjadi Penghentian sementara dalam pengukuran lahan untuk
pembagunan tol Serpong- Balaraja tersebut. berdasarkan hasil rapat koordinasi
pelaksana pengadaan tanah bersama Kementerian PUPR, Badan Usaha Jalan Tol,
BPKP, Tim Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Jalan Tol Serpong Balaraja.
"Kementerian PUPR minta untuk ditunda di tujuh desa, selanjutnya diadakan
konsultasi teknis dengan konsultan pembangunan jalan tol ini," kata Kepala Seksi
Pengadaan Tanah BPN Kabupaten Tangerang Sugiyadi.
Analisis dari berita kasus sengketa tanah diatas
Dari berita diatas bahwa kasus sengketa tanah diatas terjadi akibat dengan adanya
salah satu pihak yang mengklaim atas tanah yang ingin dijadikan trase utama
pembangunan jalan Tol Serpong-Balaraja, sehingga dalam pembangunan jalan tol
ini menimbulkan terjadi hambatan dalam proses pembangunan Tol, melihat kasus
diatas bahwa kasus ini sudah bermasalah selama bertahun tahun tanpa ada jalan
tengah yang harus diselesaikan.

Dengan adanya pembangunan jalan tol ini masalah ini terjadi kembali, karena
salah satu pihak yang menyatakan bahwa dalam kepemilikan tanah tersebut
adalah miliknya yaitu ibu Romlah binti Patma berdasarkan girik yang ia miliki.
Tetapi diatas lahan adat dan bukti girik yang ia miliki tidak dapat menutup
kemungkinan bahwa rentang atas kesengketaan tanah. Karena berdasarkan hukum
yang berlaku bawah tanah girik itu merupakan tanah yang memiliki tanda
kepemilikan berdasarkan hukum adat. Tanda kepemilikan ini bukanlah sertifikat
tanah, jadi kepemilikannya tidak tercatat di kantor pertanahan. 

ketika kita menilik pasal 5 Undang-undang Pokok Agraria tahun 1960, tanah girik
dapat dijadikan dasar untuk memohon hak atas tanah. Sebab pada dasarnya
hukum pertanahan di Indonesia bersumber pada hukum tanah adat yang tidak
tertulis.

Akan tetapi Setelah berlakunya UUPA dan PP No. 10 Tahun 1961 dirubah
menjadi PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; bukti kepemilikan hak
atas tanah yang diakui hanyalah sertifikat hak atas tanah. Jadi, setelah berlakunya
UUPA ini, girik tidak lagi diakui sebagai bukti hak atau kepemilikan atas tanah.
Solusi berdasarkan hasil diskusi kelompok

Penyelesaian dan solusi ibu romlah terkait sengketa jalan tol serpong – balaraja
Apabila suatu sengketa kepemilikan tanah tidak dapat diselesaikan dengan
bantuan pemerintah dalam hal ini Direktorat Agraria lewat jalur mediasi, maka
upaya lewat lembaga Pengadilan Umum maupun Badan Arbitrase dapat menjadi
jembatan dari para pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kepastian hukum
atas status tanah yang menjadi objek sengketa. Pilihan jalur penyelesaian yang
ada dapat menjadi solusi atas kebutuhan pemenuhan prinsip keadilan dan
kepastian hukum dari para pihak yang bersengketa.

1. Cara penyelesaian sengketa pertanahan ibu romlah disarankan


melakukukan dalam dua model, yaitu pertama, harus dilaksanakan dengan
negosiasi dan musyawarah dengan memperhatikan kepentingan
masyarakat dan kepentingan lainnya. Dalam hal ini, pemerintah harus
bertindak sebagai fasilitator bukan sebagai mediator, yang cenderung
bersifat sebagai partisipan dalam kelompok yang bertikai.

2. Pilihan jalur penyelesaian juga tergantung pada pilihan para pihak yang
bersengketa yang sudah tentu dengan segala pertimbangan atas faktor
waktu, biaya dan efisensi, maka pilihan arbitrase dapat menjadi satu solusi
dalam menyelesaikan sengketa pertanahan kasus ibu romlah.

3. Solusi selanjutnya yang harus dilakukan oleh bu Romlah ketika ingin


mengakui hak atas kepemilikan tanah tersebut, Memang dalam pemegang
surat girik yang dimiliki Ibu Romlah hanya menguasai tanah dan belum
memilikinya. Namun untuk menjadi pemilik penuh Ibu Romlah hanya perlu
meningkatkan statusnya menjadi sertifikat hak milik (SHM) ke kantor pertanahan
setempat. Ibu Romlah dapat menggunakan surat girik atas nama nya tersebut
sebagai dasar pengajuan peningkatan status hak atas tanah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai