Surabaya,
14 Juli 2019
DAFTAR ISI
Final Report ini dibuat sebagai bagian dari penugasan yang telah diberikan kepada penulis untuk
membantu melakukan evaluasi terkait dengan pencapaian kontrak kerja REMDOC.
1. Kajian teknik
2. Kajian deliverable kontrak
3. Lampiran
Seluruh kajian diatas merupakan konsumsi internal perusahaan sebagai bahan / masukkan dalam
pengambilan keputusan di internal perusahaan oleh management dan hanya bersifat usulan / draft yang
bersifat staffing dan bukan merupakan final decision secara korporat.
Seluruh data yang digunakan dalam Final Report ini berasalkan dari informasi / dokumen yang diserahkan
kepada penulis oleh Tim REMDOC sampai terakhir pada saat evaluasi dan report ini dibuat.
Dalam kajian teknik akan disampaikan 2 versi, yaitu versi Remdoc dan versi Best Practice. Versi Remdoc
adalah termasuk seluruh dokumen final report dari GE dan beberapa file dari screen shoot software di
lapangan. Sedangkan versi Best Practise bersumber dari handbook book, journal ilmiah, international
training dan termasuk juga data internal management asset yang sudah ada di PJB. Dalam analisa teknik
versi Remdoc akan diberikan beberapa foot note / comment warna biru. Sedangkan untuk analisa versi
Best Parctice akan ditulis semua dengan huruf warna biru. Versi best practise hanyalah sebagai
pembanding / referensi.
BAB II
ASSET PERFORMANCE MANAGEMENT (APM)
Komponen APM:
Fitur APM:
Machine & Equipment Health: Data collection, Pembuatan base line, Pemodelan dan Monitoring Health
Index
Advance Maintenance Strategy: Cost Benefit Analysis (CBA) and Repair or Replace Decission
A. Machine and Equipment Health (Asset Health Manager)
Machine and Equipment Health ditunjukkan dengan indicator yang disebut Health Index (HI). Secara
umum HI menunjukkan kenormalan/ketidaknormalan suatu peralatan, semakin tinggi nilai HI maka
peralatan semakin normal.
Asset Health Manager merupakan tahapan mulai dari 1, 2 dan 3 pada APM Flow Chart diatas.
Gambar dibawah menunjukkan bagaimana proses untuk mendapatkan reference data yang akan
digunakan sebagai base line dan pemodelan. Dimulai dari data collection, similar vector matrix,
remove non similar vector matrix, normalized vector as estimated value (reference / base line).
Asset Health Index Component/Peralatan yaitu Index yang menunjukkan besarnya deviasi antara
online alarm operation parameter (flow, pressure, temperature, vibration, dll) terhadap base line
(reference data/historical patern) dalam model. Satuan dari HI adalah %.
APM:
- HI component tidak
dapat menunjukkan nilai
saat alarm / trip
Eksisting:
- Nilai actual parameter
lebih mudah dimengerti
apakah normal,
alarm/trip
Saat ada deviasi/anomali dari base line maka akan memunculkan alert (dihitung dari besar deviasi dan
lama waktu terjadinya). Alert tersebut kemudian untuk perhitungan Healt Index dari komponen
sebagai fungsi dari density dan severity.
Kesalahan 1 : Tidak Link Dengan Alarm / Trip, Tidak Mempertimbangkan Hubungan And/Or, Tidak
Bisa Memprediksikan Kerusakan
Perhitungan Healt Index ini merupakan fungsi dari density dan severity dan tidak berhubungan dengan
batasan alarm atau trip yang ada di DCS Unit. Hal ini menyebabkan, dalam kondisi tertentu bisa terjadi
dimana nilai health index peralatan sudah mendekati nilai 0% tetapi peralatan masih normal operasi
dan memang kondisi aktual belum alarm atau trip. Sebagai contoh adalah case dibawah ini dimana
muncul alert pump bearing BFP C dengan nilai health index 0.8675% dengan warna merah artinya
sudah sangat parah kondisinya secara health index. Tetapi kondisi actual dilapangan peralatan pump
BFP C masih normal operasi dan tidak ada alarm yang muncul dan semua parameter masih dibawah
nilai alarm.
Pada kondisi seperti diatas maka, nilai HI dengan smart signal alert bisa dikatakan kurang sesuai dengan
kondisi aktual di lapangan dimana gagal dalam menunjukkan kondisi aktual dalam sistem monitoring
anomaly. Smart signal alert yang dimunculkan dalam case tersebut bisa dikatakan tidak smart karena
jauh dari kondisi aktual di lapangan.
Asset Health Index System: diperoleh dari nilai health index component yang dihitung dengan
pembobotan masing-masing component penyusunnya. Besaran pembobotan berdasarkan best praktis
dari GE.
∑ ∗
𝐻𝐼 = ∑
APM:
- HI peralatan tidak dapat
menunjukkan nilai saat
alarm / trip
Eksisting:
- Nilai actual individu
parameter lebih mudah
dimengerti apakah
normal, alarm/trip
HI = 80%
Artinya tingkat kemiripan / kesesuaian operasi peralatan terhadap reference / base line adalah 80%
atau dalam arti lain deviasi / simpangan-nya adalah 20% (1 - HI)
Kesalahan 2: Tidak Mempertimbangkan Hubungan Series / Paralel / Redudancy dan Tidak
Memodelkan Main Equipment (Boiler, Trasnformator, dll), Tidak Menghitung Reliability &
Availability System
Health Index System untuk pembangkit didefinisikan / diasumsikan sama dengan Availability System
dan Reliability System.
HeaIth Index = Availability = Reliability
APM Modeling:
1. HI Pembangkit tidak memasukkan Boiler, DCS dan Common Plant (WTP, Coal & Ash Handling)
2. HI tidak memperhatikan pengaruh series / parallel equipment
3. HI tidak memperhatikan pengaruh redundancy (standby)
Kondisi Eksisting:
1. Boiler adalah peralatan utama & seharusnya wajib masuk pemodelan pembangkit (RBD)
2. Availability sangat dipengaruhi dari hubungan series / parallel dan redundancy (standby)
equipment
Dibawah ini adalah tampilan equipment yang dimodelkan dalam APM dan memang Boiler tidak
termasuk dalam pemodelan, padahal ini sangat penting.
Dengan kondisi banyak equipment/peralatan penting yang tidak dimodelkan dalam APM seperti Boiler,
Steam Coal Air Preheater, DCS, dll maka nilai Health Index secara system PLTU bisa terjadi sangat tidak
sesuai dengan kondisi actual. Seperti contoh case dibawah ini.
Pada kondisi disamping, dasbord APM PLTU
Indramyu 1,2,3 masih menunjukkan nilai yang
sangat besar yaitu lebih dari 90%. Pada kondisi
actual, PLTU Indramayu 2,3 shutdown. Hal itu
terlihat dari monitoring beban di layar.
Pada APM, nilai Healt Index disamakan dengan System Reliability dan System Availability.
Berikut ini adalah contoh hasil output perhitungan health index peralatan dan pembangkit dari APM
dashboard
APM Monitoring:
- HI PTN 2 = 99.10%
- EAF PTN 2 = 99.10% ??
Dalam APM, GE juga memberikan jasa Manage Service yaitu
Kondisi Eksisting:
- EAF PTN 2 tidak pernah
mencapai angka 99%
- EAF IDRM 2 tidak pernah
mencapai angka 97%
Terlihat bahwa goal dari APM adalah meningkatkan EAF dan menurunkan EFOR dengan
cara mengendalikan unreliability dan memastikan ada kesepahaman terhadap baseline
EAF dan EFOR. Dalam APM, Availability (EAF) dan Reliability (Unreliability/EFOR)
diasumsikan/didefinisikan sama dengan Health Index menjadi membingungkan.
------------------------------------------------------
Sebagai perbandingan dan referensi, dalam dunia pembangkit/industry secara umum/best practise,
tingkat kenormalan/ketidaknormalan suatu peralatan diukur/dihitung dengan menggunakan nilai
Reliability (keandalan). Analisa reliability merupakan bagian dari quantitative engineering analysis yang
dikenal dengan RAM Analysis (reliability availability maintainability).
Reliability
Reliability adalah adalah: peluang (probability) sebuah komponen, sub-sistem atau sistem
melakukan fungsinya dengan baik, seperti yang dipersyaratkan (required the function), dalam kurun
waktu tertentu (time) dan dalam kondisi operasi tertentu pula (specific condition).
Reliability merupakan fungsi dari failure rate (λ) yang diperoleh dari distribusi kerusakan peralatan
(failure distribution).
R (90day) = 80%
Artinya kemungkinan peralatan beroperasi dengan baik (reliable) pada hari ke-90 adalah 80% atau
dalam arti lain kemungkinan peralatan failure (unreliable) adalah 20% (1 - R)
Failure rate dari suatu component sangat bergantung dengan failure behaviour dari component
tersebut.
Di bawah ini adalah beberapa contoh failure curve dari component. Dari data Airline component
terlihat bahwa pattern terbesar adalah F yaitu high infant mortality dan kemudian random failure.
Dibawah ini adalah contoh data NERC untuk failure rate dan repair time untuk component
Reliability System / Pembangkit: diperoleh dari nilai reliability component yang tersusun secara series
atau parallel.
Untuk menghitung bagaimana system reliability dari power plant diperlukan Reliability Block Diagram
(RBD).
RBD di PLTU Paiton (Eksisting)
Availability bisa dinaikkan dengan cara menaikkan Reliability dan atau menaikkan Maintainability.
Kesimpulan:
1. Health Index hanya menunjukkan kondisi ketidaknormalan peralatan (deviasi terhadap base line)
saat ini (monitoring), tidak bisa digunakan untuk memprediksi (prediction) kerusakan
peralatan/component mirip fungsinya dengan PKU Online . Artinya APM tidak bisa memprediksi
kerusakan karena tidak bisa memprediksi nilai HI suatu peralatan/component di masa mendatang.
Selain itu health index juga tidak memiliki hubungan dengan nilai alarm atau trip yang ada di actual
DCS sehingga bisa terjadi nilai health index sudah mendekati 0% tetapi kondisi peralatan masih
normal operasi.
------
Berbeda dengan best practise. Reliability merupakan fungsi waktu sehingga bisa saat menghitung
nilai saat ini (monitoring), dan juga bisa digunakan untuk memprediksi (prediction) kerusakan
peralatan/component di masa mendatang. Berapapun nilai t (time) yang dimasukkan akan
diketahui berapa nilai reliability sesuai dengan distribusinya. Nilai healt index seharusnya memiliki
hubungan dengan alarm ato trip seperti pada nilai reliability.
3. Menurut APM:
a. Health Index System = System Availability = System Reliability
b. Karena dihitung dari deviasi base line maka nilai HI Pembangkit baik PLTU Paiton dan
Indramayu bisa mencapai nilai mendekati 100% (99.1%) artinya untuk PLTU Paiton nilai Health
Index System = System Availability = System Reliability = 99.1%
c. HI Pembangkit tidak memperhitungkan Boiler & Common Plant sehingga bisa terjadi PLTU trip
karena boiler tube leaks tetapi APM dasbord masih menunjukkan PLTU normal operasi dengan
health index > 90%
d. HI Pembangkit tidak memperhitungkan hubungan series dan parallel dari peralatan /
component
e. HI Pembangkit tidak memperhitungkan factor redundancy
f. Tidak bisa menghitung/memprediksikan nilai EAF dan EFOR pembangkit
------
Berbeda dengan best practise.
a. Health Index ≠ System Availability ≠ System Reliability
b. Karena berdasarkan failure distribution maka seharusnya nilai Health Index ≠ System
Availability ≠ System Reliability
c. Boiler adalah termasuk komponen utama dalam pembangkit sehingga seharusnya dalam
menganalisa keandalan dan ketersediaan (reliability & availability) pembangkit harus
memasukkan boiler dalam perhitungan
d. Reliability dan Availability Pembangkit sangat bergantung dari hubungan dan interaksi series
dan parallel dari peralatan / component yang dihitung/dimodelkan melalui Reliability Block
Diagram (RBD). Nilai Availability tergantung dari nilai Reliability dan Maintainability
e. Factor redundancy akan sangat berpengaruh terhadap nilai keandalan dan ketersediaan
(reliability & availability) pembangkit
f. EAF dan EFOR pembangkit dapat dihitung dari nilai RAM (Reliability Availability
Maintainability)
------------------------------------------------
B. Reliability Management
Saat muncul alert maka REMDOC akan memberikan informasi kepada unit untuk melakukan
pengecekan di lapangan.
Dalam contoh dibawah adalah adanya problem pada pompa dimana terjadi pressure or flow problem.
Rekomendasi diberikan secara bertahap mulai dari tahap 1, 2, 3, 4, 5, 6.
Pump Problem
Cek:
1. Ada bocor/tidak
2. Filter buntu/tidak
3. Valve buka/tutup
4. Bypass/return line
buka/tutup
Cek:
Cek:
1. Pressure tank
rendah/low
2. Orifice/return
normal/tidak
3. Viscosity sesuai/tidak
Dibawah ini adalah contoh rekomendasi step 1 untuk case diatas yaitu cek sensor RTD untuk temperature
dan ini konsisten dengan contoh sebelumnya dimana step/langkah pertama jika terjadi anomaly adalah
dengan melakukan pengecekan instrument. Bukan berdasarkan urutan / kemungkinan penyebab utama
yang sering terjadi berdasarkan data base / big data.
----------------------------------------------
Best Practice:
Dalam best practice pembuatan dan analisa FMEA, Failure Mode memiliki interaksi/berhubungan dengan
Failure Cause. Dalam APM, problem pressure low dan flow low rekomendasi yang diberikan adalah sama
yaitu mengecek fungsi setiap komponen. Dalam best practise, problem pressure low memiliki root cause
yang berbeda dengan flow low (capacity low). Gambar dibawah menunjukkan perbedaan root cause yang
menyebabkan pressure low dan capacity low.
Dalam table tersebut juga sangat jelas, detail dan sistematis menunjukkan failure mode dan failure cause.
Maintenance optimization mencakup evaluasi kecukupan maintenance task (CM, PM, PdM, OH) yang
telah dilakukan apakah sudah optimum atau tidak. Evaluasi dikatakan optimum saat maintenance cost
yang dikeluarkan lebih dari potential loss bila terjadi kerusakan (cost of failure). Artinya perhitungan
maintenance cost dan cost of failure dalam CBA harus akurat sehingga diperoleh maintenance cost
optimization.
Untuk dapat menghitung dan menganalisa maintenance optimization maka dibutuhkan analisa kerusakan
secara lebih detail seperti: no of breakdown, breakdown hours, distribution of breakdown.
Saat ini terkait dengan data downtime, repair time telah di setup di system Ellips dan Maximo eksiting
data base PJB sehingga probability of failure sudah bisa dihitung secara quantitative sehingga lebih akurat
karena berdasarkan adata actual kerusakan di lapangan dibandingkan dengan qualitative base on matrix
table yang lebih banyak mengandalkan rule of thumb dan expert judgment.
Terkait dengan failure mode dan failure cause matrix telah juga di setup di system Ellips dan Maximo
eksiting data base PJB sehingga probability possibility root cause secara statistic bisa diketahui mana root
cause kerusakan yang paling sering terjadi di PJB.
Secara umum, kondisi eksiting yang ada telah sesuai dengan best practise.
-------------------------------------------------
C. Advance Maintenance Strategy and Cost Benefit Analysis (CBA)
Advance maintenance strategy merupakan suatu strategi untuk melakukan pemeliharaan dengan
mengikuti konsep sebagai berikut:
Kesalahan 5: CBA Tidak Link Dengan HI, Probability of Failure dan Failure Cost, Perhitungan Kualitatif
Banyak Yang Salah Secara Konsep
Detail CBA pada APM dapat dilihat pada bagian bawah berikut:
Langkah 1: Dari list nilai alarm diambil beberapa case yang perlu untuk dianalisa lebih mendalam karena dianggap memiliki dampak yang
significant terhadap pembangkit. Dalam contoh dibawah adalah adanya indikasi ketidaknormalan/kerusakan pada HP Heater
Langkah 2: menghitung Probability Decision yang menunjukkan kemungkinan terjadinya kerusakan HP Heater
Probability diperoleh secara kualitatif dari table impact, likelihood dan urgency
Langkah 3: menghitung Potential Output Loss yang merupakan dampak/consequence jika terjadi kerusakan pada HP Heater
Consequence diperoleh dari worst case scenario yaitu dampak terburuk yang pernah terjadi
Langkah 4: menghitung
Benefit = Cost of Failure = Probability Decision * Potential Loss Output
HI
Kesalahan 6: Tidak Link Dengan HI, Probability of Failure dan Failure Cost, Perhitungan Kualitatif Banyak Yang Salah Secara Konsep
CBA APM:
1. Semua pendekatan menggunakan qualitative-subjective approach
2. Economic life dari component telah ditentukan dari 70% Design Life, sedangkan design life menggunakan asumsi OEM
3. Consequence of Failure menggunakan qualitative sedangkan pada CBA menggunakan worst case
4. Probability of Failure didasarkan dari persentase actual life peralatan terhadap design life artinya jika umurnya sama maka = 100% rusak
sehingga tidak memperhitungan faktor maintenance
5. Replace decission masih menggunakan pendekatan qualitative Repalce Aset Value (RAV) pada ambang RAV = 70%
6. Peralatan harus di replace saat Health Index dibawah 50%. Jika konsisten Health Index = Availability = Reliability maka jika Availability = 50%
maka harus di replace
Dibawah ini adalah Economic Repair or replace Decision Philosophy dari APM dimana suatu asset sebaiknya di-replace jika:
1. Repair Cost > 70% Replace Cost
2. Bussiness Risk Exposure > 30%
3. Residual Economic Life < 15%, Economic Life = 70% Design Life
4. Lead Time < Residual Economic Life
5. Health Index < 50%
Introduction
A Beyond Economic Repair analysis compares the cost of repairing a part or assembly with the cost of replacing it giving a company information to help determine if repairing a product is more
economical than replacement. Using information from a Beyond Economic Repair analysis, a practice is if the total cost of repair exceeds 70% of the present equipment or assembly cost, a
decision can be taken to go for replacement. Which will increase profitability in terms of reduced maintenance cost, improved efficiency and life.
Dalam dunia pembangkit/industry saat ini dimana melibatkan biaya investasi dan biaya O&M yang sangat
besar maka akurasi dan ketepatan dalam memprediksikan pemeliharaan menjadi sangat penting sehingga
secara umum/best practise pendekatan kualitatif perhitungan cost benefit analysis (CBA) telah diganti
dengan pendekatan yang lebih kuantitatif.
Dimana :
PoF = F = 1 - R
Failure Consequence = Δ A * electricity cost
Suatu asset sebaiknya di-replace saat umur ekonomisnya tercapai. Adapun definisi dari umur ekonomis
suatu asset adalah:
Jadi umur ekonomis (economic life) adalah umur / waktu suatu asset dapat digunakan sampai pada
kondisi dimana biaya perbaikan (repairing) lebih mahal dari pada biaya penggantian (replacing). Dalam
asset life cycle economic life model, umur yang tepat dalam mengganti (optimum replacement age)
suatu asset adalah pada saat Total Annual Cost berada pada titik minimum. Total Annual Cost sendiri
diperoleh dari penjumlahan Ownership Cost (CAPEX) dan O&M Cost (OPEX). Untuk asset yang
menghasilkan revenue maka umur ekonomis adalah pada saat profit maksimum. Profit adalah revenue
dikurangi cost.
Konsep economic replacement time ini sudah digunakan oleh Electric Power Research Institue (EPRI)
sebagai bagian dari Integrated Life Cycle Management (ILCM). Frame work ILCM ini merupakan
pengembangan dari framework Life Cycle Management (LCM) untuk power plant yang sudah
diformalkan di tahun 1998. ILCM sendiri baru dikembangkan EPRI tahun 2011. Visi dari ILCM adalah:
Adapun tahapan pendekatan yang dilakukan adalah:
1. Langkah pertaman dari ILCM adalah membuat “Likelihood of Failure” Curve. Dimana Likelihood of
Failure atau Probability of Failure menurut EPRI dihitung secara analitis (kuantitatif) berdasarkan data
histori pemeliharaan dari asset untuk mendapatkan kurva kerusakan (failure curve) berdasarkan
failure rate sebagai fungsi waktu. Teknik analisa kerusakan bisa menggunakan analisa Monte Carlo.
Jadi berdasarkan best praktis (EPRI), likelihood of failure atau probability of failure itu harus dihitung
secara analitis kuantitatif dan bukan seperti yang ada di APM yang menggunakan metode kualitatif
base on table.
Gambar dibawah ini adalah likelihood of failure atau probability of failure sebagai fungsi waktu/ f(t)
berdasarkan metode ILCM base on EPRI.
Sedangkan dibawah ini adalah likelihood of failure atau probability of failure versi APM yang tidak
menggunakan perhitungan analitis tapi menggunakan matrix table dengan pendekatan kualitatif. Jelas
sekali bahwa likelihood of failure atau probability of failure versi APM bukan merupakan fungsi kerusakan
peralatan berdasarkan waktu dan tidak sesuai dengan best praktis. Jadi jelas bahwa analisa replacement
versi APM adalah tidak akurat dibandingkan dengan versi best practise (EPRI).
Probability of Failure
% of Effective Life Consumed PoF Rating
0% 1
10% 2
No alarm to detect issue or alarms were disabled, inoperable, or ignored.
LIKELIHOOD DEFINITIONS
20% 3
Very Likely
Rounds were not conducted on this issue or would not have detected this issue. 30%
40%
4
5
50% 6
Likely No alarm to detect issue or alarms were disabled, inoperable, or ignored. Operator rounds might have caught this issue.
60% 7
70% 8
Somewhat Likely No alarm to detect issue or alarms were disabled, inoperable, or ignored. Operator rounds should have caught this issue.
80% 9
90% 10
Operator alarms to detect this issue were in place and operable and should have caught this issue. Rounds were not
Unlikely
conducted on this issue or would not have detected this issue.
Redundancy
Operator alarms to detect this issue were in place, operable and should have caught this issue. Rounds were in place and Level of Redundancy Reduce PoF by:
Very Unlikely
should have detected this issue. 50% Backup 50%
2. Langkah kedua adalah menghitung waktu yang tepat untuk melakukan penggantian peralatan yaitu
pada saat total cost minimum.
Jadi konsep metodologi dari ILCM adalah menggabungkan antara component aging model dengan
component cost model sehingga didapatkan economic replacement time.
Optimum replacement time adalah waktu dimana saat yang paling ekonomis untuk mengganti/replace
component/equipment dibandingkan dengan melakukan perbaikan/repair. Jika penggantian dilakukan
lebih cepat dari optimum replacement time maka biaya yang dikeluarkan akan tidak ekonomis/mahal
karena biaya penggantian/replacement yang masih terlalu tinggi dengan kondisi laju kerusakan/failure
rate yang masih rendah (replace too early). Sedangkan jika penggantian dilakukan lebih lambat dari
optimum replacement time maka biaya yang dikeluarkan akan tidak ekonomis/mahal karena kondisi laju
kerusakan/failure rate yang sudah terlalu tinggi sehingga biaya karena kerusakan lebih tinggi
dibandingkan dengan biaya penggantian/replacement (higher cost due to outage).
Prinsip ILCM base on EPRI ini telah diterapkan di PT PJB melalui SK DIR No 008 th 2011 terkait Panduan
Penerapan Life Cycle Management (LCM). Gambar dibawah ini adalah contoh perhitungan economic life
pada pulverizer system 1B di PLTU paiton menggunakan prinsip ILCM base on EPRI. Dari contoh tersebut
terlihat bahwa economic replacement time terjadi pada tahun 2018 saat nilai cost minimum. Artinya jika
pulverizer system diganti/replace sebelum atau setelah 2018 maka menjadi tidak ekonomis
Saat ini PLN sedang melakukan revisi terkait SK Penghapusan Aset dimana asset bisa dihapuskan jika
asset mengalami kerusakan dan biaya perbaikannya tidak ekonomis. Revisi akan dilakukan pada
metode perhitungan umur ekonomis dimana konsep yang digunakan adalah quantitative analysis
dengan menggunakan prinsip minimize TCO / Total Life Cycle Cost (LCC) dan tidak menggunakan
qualitative analyst seperti Repalce Asset Value (RAV) atau Health Index.
Kesimpulan:
1. Health Index APM yang menunjukkan kesehatan peralatan dan domonitor secara online tidak
digunakan dalam perhitungan CBA APM. Nilai HI yang berubah-ubah tidak akan berpengaruh
terhadap nilai CBA karena probability decision dan potential loss nilainya tetap dan tidak link
dengan HI.
------
Berbeda dengan best practise. Nilai Reliability merupakan inputan dalam perhitungan CBA
sehingga ada hubungan yang erat antara reliability, probability of failure, dan availability dalam
perhitungan CBA. Perubahan nilai reliability akan mengubah nilai probability of failure dan
consequence.
2. Perhitungan Probability Decision dalam CBA APM menggunakan table dan qualitative sehingga
sangat subjective dan tidak akurat untuk perhitungan CBA.
------
Berbeda dengan best practise. Perhitungan Probability of Failure sangat quantitative bergantung
dengan distribusi failure dan repair dari peralatan sehingga sangat objective dan lebih akurat untuk
perhitungan CBA.
3. Perhitungan dampak kerusakan dalam CBA APM menggunakan worst case yang merupakan
scenario terburuk. Nilai HI yang naik turun tidak akan mempengatuhi perhitungan CBA karena
technical & financial impact dihitung dari losses terburuk (worst case) sehingga nilainya akan tetap
kecuali ada lagi kejadian baru yang lebih buruk dari sebelumnya.
------
Berbeda dengan best practise. Perhitungan consequence sangat bergantung pada nilai availability
dari pembangkit, sehingga saat nilai reliability naik/turun maka nilai availability juga akan
naik/turun.
4. Dalam perhitungan umur ekonomis untuk Repair or Replace, APM masih menggunakan
pendekatan kualitatif / rule of thumb yaitu menggunakan RAV = 70%, HI = 50%, Economic Life =
70% Design Life dimana akhirnya setiap kriteria bisa menghasilkan keputusan yang berbeda-beda
------
Berbeda dengan best practise. Economic Life ditentukan dari Minimum Total Cost Ownership
(TCO) dari suatu asset dimana merupakan penjumlahan dari Ownership Cost (CAPEX) dan O&M
Cost (OPEX). Ini merupakan pendekatan yang sangat quantitative dan objective. Tidak akan ada
lagi multi tafsir dan interpretasi karena memang bisa dibandingkan secara actual total cost yang
dikeluarkan (CAPEX + OPEX).
5. Dalam perhitungan umur ekonomis APM, Health Index (HI) juga digunakan dalam salah satu
kriteria replace. APM mengasumsikan Health Index (HI) = Availability (A) = Reliability (A). Jadi bisa
disimpulkan jika ada peralatan yang Availability-nya dibawah 50% maka sebaiknya di-replace.
------
Berbeda dengan best practise. Untuk peralatan, Economic Life ditentukan dari Minimum Total Cost
Ownership (TCO), dimana dampak kerusakan peralatan akan menaikkan maintenance cost dan
menurunkan availaility. Availabiltiy merupakan inputan tetapi tidak dipatok pada angka tertentu
karena yang dihitung adalah actual cost dan impact terhadap revenue.
6. Dalam perhitungan umur ekonomis APM, Repair or Replace decision hanya berlaku untuk kondisi
saat ini (RKAP) dan tidak bisa digunakan untuk memprediksi jangka panjang (RJPP).
------
Berbeda dengan best practise. Economic Life ditentukan dari Minimum Total Cost Ownership
(TCO), yang merupakan fungsi waktu sehingga bisa digunakan untuk saat ini dan bisa untuk prediksi
jangka panjang (RKAP dan RJPP).
7. Dalam perhitungan umur ekonomis, Repair or Replace Decision, APM hanya berlaku untuk
peralatan / equipment tetapi tidak bisa digunakan untuk analisa System / Pembangkit termasuk
analisa dampak Revaluasi Aset.
------
Berbeda dengan best practise. Untuk peralatan, Economic Life ditentukan dari Minimum Total Cost
Ownership (TCO), tetapi untuk tataran pembangkit, maka Economic Life ditentukan dari Maximum
Profit yang didapatkan dari pengurangan Revenue dengan Total Cost. Revenue sendiri merupakan
fungsi dari Availability. Jika diasumsikan revenue constant maka maximum profit akan terjadi tepat
pada saat minimum total cost.
8. Dalam perhitungan umur ekonomis, Repair or Replace Decision, APM tidak bisa digunakan untuk
analisa dampak Revaluasi Aset artinya APM tidak bisa digunakan untuk menghitung berapa biaya
investasi yang harus dikeluarkan untuk replacement peralatan di PLTU Paiton agar bisa tetap
beroperasi selama 40 th setelah diperpanjang dari 30 th pasca revaluasi. Hal ini karena APM hanya
menghitung kondisi saat ini dan tidak bisa digunakan untuk prediksi
------
Berbeda dengan best practise. Dengan kombinasi Economic Life peralatan dari Minimum Total
Cost Ownership (TCO) dan Economic Life pembangkit dari Maximum Profit maka semua peralatan
dan pembangkit dapat dievaluasi dan diprediksikan.
-------------------------------------------------------------
Inventory Optimization
Inventory Optimization didasarkan pada prinsip bad actor yaitu peralatan mana saja yang sering kali
menjadi penyebab kerusakan dan tercatat di MIMS. Bad actor diperoleh dari frekuensi / even count /
jumlah kejadian terjadinya PM, PdM dan Repair. Peralatan dengan frekuensi / even count / jumlah
kejadian PM, PdM dan Repair tertinggi menjadi prioritas untuk dilakukan pengadaan / inventory. Dalam
inventory optimization versi APM tidak mempertimbangkan biaya untuk spare part dan biaya downtime
akibat kerusakan peralatan. Kemungkinan terjadinya kerusakan di masa mendatang juga tidak
diperhitungkan atau diprediksikan. Disini jelas terlihat bahwa tidak ada fungsi optimasi karena secara
umum fungsi optimasi harus mempertimbangkan dua factor yaitu biaya spare part dibandingkan dengan
biaya downtime. Jadi inventory dikatakan optimal jika waktu pengadaannya adalah tepat. Jika waktunya
terlalu cepat maka biaya akan mahal karena harga spare part yang mahal. Tetapi jika terlalu terlambat
maka biaya juga akan mahal karena downtime yang terlalu lama.
-----------------------------------------
- Failure rate
- Redundancy
- Unit down time / repair time
- Lead time of procurement
Contoh perhitungan diatas merupakan contoh bagaimana optimasi inventory dilakukan. Optimasi diukur
dari cost unit time yang paling minimal. Perhitungan diatas menunjukkan bahwa interval pengadaan spare
part yang terlalu pendek akan mahal secara unit cost karena biaya spare part lebih dominan tetapi jika
interval pengadaan spare part terlalu lama maka unit cost juga akan mahal karena kerusakan / downtime
cost sudah terlalu dominan. Untuk dapat menghitung optimal inventory interval dibutuhkan data failure
rate, reliability, maintainability, availability dan cost of failure. Karena APM tidak menghitung failure rate,
reliability, maintainability, availability dan cost of failure maka APM jelas tidak bisa melakukan inventory
optimization.
BAB III
OPERATION OPTIMIZATION (OO)
Kesalahan 7: Tidak Mempertimbangkan Losses di Individual Fans & Pumps, Losses Auxiliary Power,
Tidak Menganalisa Input Output Ada Kesalahan Konsep kWh Produksi
Basic perhitungan pada Dashboard Operation Optimization, sebagai berikut:
𝐻𝑒𝑎𝑡 𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛𝑐𝑒
𝐶𝑜𝑟𝑟𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑 = ∗ 𝑅𝑎𝑡𝑒𝑑
𝐸𝑥𝑝𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑
(𝑅𝑎𝑡𝑒𝑑 − 𝐶𝑜𝑟𝑟𝑒𝑐𝑡𝑒𝑑)
𝐷𝑒𝑔𝑟𝑎𝑑𝑎𝑠𝑖 =
𝑅𝑎𝑡𝑒𝑑
Evaluasi dan analisa dilakukan pada perhitungan Heat Rate Rated dibandingkan dengan Heat Rate
Corrected. Heat Rate Rated adalah Heat Rate Actual saat Commissioning sedangkan Heat Rate Corrected
adalah Heat Rate saat Commissioning dengan asumsi New & Clean dengan menggunakan metode
perhitungan Heat and Mass Balance.
Dari analisa efficiency map diatas terlihat bahwa gap heat rate antara rated dan corrected di tataran
power plant dibreak down / dirinci menjadi tataran equipment/peralatan. Yang perlu diperhatikan adalah
gap di peralatan tidak memodelkan untuk all pump dan all fans dan hanya memodelkan individu untuk all
heat exchanger, padahal saat analisa di gap power plant, all pump dan all fans ada termasuk all heat
exchanger. Secara analisa ini sangat salah karena ada selisih gap yang kemudian menjadi rancu karena
ada di level power plant tetapi tidak ada di breakdown individu padahal gap tersebut harus balance antara
gap di power plant dan di individu equipment.
Seperti dijelaskan sebelumnya, analisa di OO hanya dilakukan pada kondisi corrected dan rated.
Sedangkan untuk measured tidak dilakukan analisa tetapi hanya dihitung. Karena nilai measured tidak
dianalisa maka bisa terjadi kejadian seperti gambar diatas dimana secara measured atau actual di
lapangan beban pembangkit adalah 390 MW (warna biru). Sedangkan di pemodelan corrected (warna
merah) beban pembangkit adalah 328 MW. Seperti diketahui, corrected adalah kondisi pemodelan heat
balance saat commissioning serta new & clean. Kondisi ini sangat sulit diterima secara teknik karena nilai
actual bisa 380 MW.
Beberapa catatan terkait analisa Heat Balance pada OO yang perlu digaris bawahi adalah:
1. Analisa Heat Balance pada OO berbasiskan Cloud (Web Basis) dengan server dan software Gate
Cycle ada di luar Indonesia sehingga saat server di luar down maka fungsi OO di Remdoc juga tidak
bisa dijalankan. Dalam kondisi tersebut, Tim Remdoc PJB terpaksa menggunakan software Gate
Cycle versi PJB yang dapat di run dengan posisi off line karena software berada di computer /
server local (tidak di cloud).
2. Analisa / Evaluasi Heat Balance pada OO hanya dilakukan untuk Heat Balance Rated vs Corrected.
Untuk analisa gap antara Heat Rate Heat Balance Actual vs Heat Rate Commissioning dan Heat
Rate Measured vs Heat Rate Commissioning tidak bisa dilakukan. Heat Rate Measured adalah
Heat Rate Actual saat ini yang dihitung menggunakan metode Input Output. Heat Rate Measured
inilah yang dipergunakan dalam perhitungan niaga (jual beli listrik). Padahal seperti diketahui,
laporan Alco PLN selalu menuntut adanya analisa gap antara NPHR Actual dan Measured
dibandingkan dengan NPHR Commissioning.
3. Analisa performa Heat Balance pada OO untuk individu peralatan hanya dilakukan pada peralatan
Heat Exchanger (Boiler, Condenser, HPH, LPH, AH) tetapi tidak termasuk untuk peralatan All Pump
(BFP, CEP) dan All Fan (ID Fan, PA Fan, FDFan). Hal ini menyebabkan tidak bisa melakukan analisa
Auxiliary Power (Pemakaian Sendiri / PS). Padahal All Pump dan All Fan memiliki dampak yang
sangat significant terhadap NPHR Pembangkit.
4. Analisa Heat Balance tidak termasuk analisa Auxiliary Power (Pemakaian Sendiri / PS) sehingga
pada saat mengevaluasi NPHR (Net Plant Heat Rate), perhitungan PS diasumsikan sekian % dari
GPHR (Gross Plant Heat Rate)
5. Analisa Heat Balance pada OO tidak termasuk menghitung dampak penggunaan HHV as received
vs HHV as fired. Asumsi yang digunakan hanya as fired
------------------------------------------------
Best Practice:
Dalam best practice tata niaga jual beli tenaga listrik, yang dihitung adalah Heat Rate Measured yang
diperoleh dengan menggunakan metode input dan output actual di pembangkit.
∗
𝑁𝑃𝐻𝑅 =
𝐴𝑢𝑥
Dalam monitoring, seringkali nilai Heat Rate Measured tersebut dibandingkan dengan nilai Heat Rate
saat Commissioning yang menggunakan metode input dan output. Ada beberapa factor yang
mempengaruhi perbedaan perhitungan tersebut yaitu:
1. Perbedaan Nilai HHV as fired dan HHV as received
2. Perbedaan batasan Auxiliary Power
3. Perbedaan Capacity Factor (CF)
4. Perbedaan kondisi transient dan steady state
Berikut ini adalah analisa Heat Rate Eksisting yang memperhitungan beberapa factor diatas.
3000.00
45.12 27.66 1.17
35.73
0.00 58.68 4.69 3.80 11.42 26.18 119.42
2500.00
NPHR (kCal/kWh)
2000.00
1500.00
2571.50 2681.18
2347.30 2410.68
1000.00
Konversi Titik Pengukuran Pengaruh EAF & Pola Operasi Pengaruh Performace
500.00 (Nilai Tetap) Peralatan
0.00
Kesimpulan:
1. Analisa Heat Rate pada menu OO berbasiskan Cloud (server luar) sehingga saat server down maka
analisa OO tidak bisa dilakukan.
------
Berbeda dengan best practise. Software Heat and Mass Balance telah banyak dijual bebas di
pasaran. Beberapa software Heat and Mass Balance yang dijual bebas adalah Thermo Flow, Cycle
Tempo dan termasuk Gate Cycle. Seharusnya analisa Heat and Mass Balance bisa dilakukan di
personal computer (PC) atau server local tanpa harus dengan Cloud yang bisa terganggu
connection atau ada maintenance di server luar.
2. Analisa Heat Rate pada menu OO tidak bisa untuk menganalisa gap yang terjadi antara Heat Rate
Measured (Heat Rate Actual Niaga) atau Heat Rate Actual dibandingkan dengan Heat Rate
Commissioning.
------
Berbeda dengan best practise. Gap yang terjadi antara Heat Rate Measured dibandingkan dengan
Heat Rate Commissioning harus dapat dianalisa karena sudah merupakan kewajaran dalam tata
niaga kelistrikan. Bahkan PLN selalu menggunakan / menanyakan gap tersebut dalam evaluasinya.
3. Analisa Heat Rate pada menu OO tidak menghitung factor Auxiliary Power (PS) sehingga
mengasumsikan nilai PS sebagai % dari Gross.
------
Berbeda dengan best practise. Dalam pemodelan Heat Balance, nilai Auxiliary Power (PS)
merupakan saah satu fokus KPI sehingga sangat perlu untuk dihitung dan dibuat analisanya.
4. Analisa Heat Rate pada menu OO menggunakan nilai HHV batubara sebagai input pemodelan
sehingga tidak bisa digunakan untuk memvalidasi nilai HHV dari pemodelan dibandingkan dengan
nilai HHV aktual.
------
Berbeda dengan best practise. Dalam pemodelan Heat Balance, nilai HHV dari batubara dapat
diubah-ubah posisinya baik sebagai input ataupun sebagai output tergantung tujuan dari
pemodelan.
5. Analisa Heat Rate pada menu OO tidak memasukkan analisa efisinsi untuk individu peralatan
antara lain: All Pump (BFP, CEP) dan All Fans (ID, PA, FD).
------
Berbeda dengan best practise. All Pump (BFP, CEP) dan All Fans (ID, PA, FD) merupakan peralatan
utama pembangkit dan berdampak significant sehingga efisiensi individu dari peralatan tersebut
seharusnya dianalisa dalam perhitungan individual efficiency.
6. Menu OO hanya bisa digunakan untuk menghitung Fuel Cost (component C) saat ini tetapi tidak
bisa digunakan untuk memprediksikan berapa Fuel Cost (component C) di masa mendatang.
------
Berbeda dengan best practise. Fuel Cost adalah komponen terbesar dari Biaya Pokok Produksi
(BPP) pembangkit. Untuk mendapatkan Operation Cost Optimization, prediksi fuel cost harus
dapat dilakukan.
7. Rekomendasi OO menggunakan Knowledge Base Learning.
------
Berbeda dengan best practise. Analisa Heat Loss menggunakan Matrix base on EPRI
----------------------------------------------------
Start up Optimization
Pada APM terdapat fungsi Start up Optimization dimana APM bisa menunjukkan kurva startup dari
pembangkit sebagai fungsi waktu. Tetapi yang ditampilkan hanyalah kondisi actual di lapangan. Tidak ada
referensi atau base line bagaimana seharusnya kurva startup yang optimal. Selain itu sehausnya juga ada
menu untuk menganalisa atau memberikan rekomendasi jika terjadi deviasi antara kondisi startup actual
dengan referensi. Karena tidak ada base line maka menu rekomendasi juga tidak ada. Dengan kondisi
seperti diatas maka klaim bahwa telah terjadi startup optimization adalah tidak benar
Kesalahan 8: Tidak Mempertimbangkan Base Line dan Tidak Ada Analisa Startup
-----------------------------------------
Best Practice:
PLTU Paiton telah memiliki kurva startup sebagai base line sehingga bisa digunakan untuk melakukan
evaluasi jika ada deviasi dengan kondisi actual. Dibawah ini adalah contoh standard / base line untuk
startup waktu “cold start”.
Jika terjadi deviasi antara standard dan actual maka rendal operasi akan memberikan rekomendasi
untuk perbaikan. Di bawah ini adalah contoh rekomendasi yang diberikan.
Dispatch Optimization
Note:
1. Ada istilah availability dan reliability yang
berbeda dengan HI (tidak konsisten)
2. Reliability disamakan dengan capacity
Dispatch OO:
1.Tidak memasukkan load ramp
2.Tidak memasukkan slope NPHR
3.Tidak memasukkan keandalan system
Dari data diatas terlihat bahwa Final decision Dispatch Optimization adalah fuel cost (component C).
Dalam perhitungan diatas ada istilah reliability tetapi dari perhitungan rumusan yang dihitung
sebenarnya bukan reliability tetapi adalah capacity yaitu perbandingan antara kapasitas actual dengan
kapasitas terpasang. Remdo memang dari awal tidak menghitung nilai reliability dan availability karena
mengasumsikan bahwa Health Index = Availability = Reliability. Di bawah ini adalah screen soot
tampilan Dispatch Optimization pada OO.
Dispatch OO:
1. Reliability diatas adalah beban
actual/expected
2. BPP Comp C termurah yg paling
tinggi dispatchnya
-----------------------------------------
Best Practice:
Dispatch Optimization secara best practice merupakan fungsi dari: fuel cost (component C), reliability,
load ramp, dan slope of load and cost, take or pay. Dispatch System (JROS) yang dimiliki PLN lebih
komprehensip dibandingkan dengan OO.
-----------------------------
BAB IV
BOILER OPTIMIZATION (BO)
Dari gambar diatas terlihat jelas bahwa Boiler Optimization melakukan control / tuning pada:
---------------------------
Best Practice:
Saat ini PLTU Paiton dan sebagian besar PLTU di Indonesia sudah menggunakan batubara yang tidak sesuai
dengan desain awal dari pembangkit. Dengan perubahan spesifikasi dari bahan bakar tersebut maka
untuk mendapatkan pembakaran yang optimal di boiler diperlukan perubahan dan tunning setting
parameter antara lain:
Setting Rasio SA-PA dan MOT tergantung dari kadar moisture batubara untuk memastikan drying
capacity di pulverizer terpenuhi dan kesempurnaan pembakaran
Tidak adanya setting MOT pada menu BO bisa menyebabkan 2 hal yaitu:
1. Jika setting MOT terlalu tinggi: maka batubara akan terbakar di coal pipe (internal combustion)
dimana drying capacity di pulverizer melebihi drying rate untuk moisture batubara
2. Jika setting MOT terlalu rendah: maka batubara akan terbakar di belakang (delay combustion)
dan menyebabkan over heating di area Superheater / Reheater. Hal ini terjadi saat drying
capacity di pulverizer lebih rendah dari drying rate untuk moisture batubara
Perubahan damper secondary flue gas dan primary flue gas diperlukan untuk memastikan thermal
capacity dari Air Heater terpenuhi dan kesempurnaan pembakaran
Setting nilai coal fineness tergantung dari nilai kalor dan kadar moisture batubara
Berikut ini adalah matrik hubungan antara coal properties terhadap main equipment di PLTU Batubara:
Kesimpulan:
1. BO belum bisa menentukan setting yang tepat saat PLTU menggunakan batubara Low Rank Coal
terutama terkait dengan adanya potensi slagging, overheating, delay combustion maupun self
combustion di coal pipe. Hal ini dikarenakan BO tidak mengatur beberapa parameter yang
berkontribusi terhadap terjadinya potensi slagging, overheating, delay combustion dan self
combustion di coal pipe yaitu setting MOT dan fineness. Dengan kata lain, BO tidak bisa digunakan
untuk menentukan setting Boiler yang tepat saat akan melakukan Coal Switching sehingga masih
diperlukan combustion tunning secara manual / auto selain dengan BO.
------
Berbeda dengan best practise. Nilai fineness dan MOT sangat berpengaruh terhadap terjadinya
slagging, overheating, delay combustion maupun self combustion di coal pipe selain factor rasio
udara bahan bakar dan burner tilt.
------------------------------------------------
BAB V
RESUME
Deviasi dan Kesalahan Mendasar dari APM (tidak sesuai best practice)
Item Kekurangan & Kesalahan Basic Dampak
Machine & Analisa & perhitungan Health Index memiliki banyak HI salah sehingga Performace &
Equipment kekurangan & kesalahan basic, seperti: monitoring tidak optimal
Health Index - Tidak bisa menunjukkan tingkat/level kerusakan/ - HI tidak sesuai / tidak akurat
ketidaknormalan peralatan
- Tidak link dengan alarm / trip peralatan - HI tidak sesuai / tidak akurat
- Tidak memperhitungkan fungsi and/or indicator - HI tidak sesuai / tidak akurat
- Tidak memperhitungkan fungsi series / parallel / - HI tidak sesuai / tidak akurat
redundancy
- Tidak memonitor kerusakan / anomali di boiler, DCS - Kerusakan berulang / chronic
dan common plant problem
- Tidak mempertimbangkan / menghitung failure rate - kerusakan tidak bisa dikontrol
- Tidak link dengan tehnical impact dan performace - Target konkin EAF dan EFOR
keadalan / reliability peralatan atau kesiapan / tidak bisa dikontrol dan
availability pembangkit (EFOR dan EAF) dicapai
- Tidak link dengan financial impact (Cost Benefit - Maintenace cost tidak efektif /
Analysis) over cost
- Tidak bisa memprediksi (future) kerusakan peralatan - Kerusakan berulang / chronic
problem
Reliability Analisa & perhitungan dalam Reliability Management Reliability Management tidak
Management memiliki banyak kekurangan & kesalahan basic, efektif sehingga Availability &
seperti: reliability tidak optimal
- Tidak bisa memperhitungkan potensial saving dari - Availability & reliability tidak
optimasi reliability dan availability optimal
- Tidak bisa mengukur, menganalisa dan - Kerusakan tidak bisa
memprediksikan nilai keandalan (reliability) dikendalikan, konkin EFOR
peralatan / system tidak tercapai
- Tidak mengukur, menganalisa dan memprediksikan - Target konkin EAF tidak
nilai kesiapan (availability) pembangkit / system tercapai
- Tidak bisa melakukan Root Cause Failure Analysis - Kerusakan berulang / chronic
(RCFA), rekomendasi yang diberikan lebih mirip problem
trouble sooting (dilakukan oleh operator, hanya
pengecekan fisik dan tidak membutuhkan analisa /
perhitungan, urutan prioritas berdasarkan
kemudahan pengecekan dan tidak menggunakan big
data history analysis)
- Tidak bisa menghitung dan memprediksikan - Downtime terlalu lama, target
Probability of Failure (PoF) konkin EAF dan EFOR tidak
bisa dikontrol dan dicapai
- Tidak mempertimbangkan / menghitung repair / - FOH, MOH, OH mundur dari
downtime jadwal
Advance Analisa & perhitungan Cost Benefit Analysis (CBA) Perhitungan CBA salah, sehingga
Maintenance memiliki banyak kekurangan & kesalahan basic, asset life tidak optimal
Strategy seperti:
- Tidak link dengan Health Index (HI) - Tidak bisa online / auto
- Rumusan membingungkan karena double counting - Nilai potesial losses tidak
Probabilty = likelihood * Impact sesuai kondisi actual / salah
Losses = Probability * Impact (worst case)
Jadi
Losses = Lokelihood * Impact * Impact (worst case)
Inventory Analisa & perhitungan Inventory Optimization memiliki Inventory tidak optimal
Optimization kekurangan & kesalahan basic, seperti:
- Tidak bisa memperhitungkan potensial saving dari - Biaya inventory terlalu mahal
optimasi inventory atau downtime terlalu lama
- Hanya memperhitungkan jumlah failure / even count
tetapi tidak memperhitungakan failure rate,
reliability, maintainability, cost of failure, cost of
planned outage
- Tidak bisa menentukan kapan waktu interval yang
tepat untuk pengadaan / inventory spare part
Dampak secara umum:
Dispacth Dispacth optimization memiliki kekurangan & Dispacth system tidak optimal
Optimization kesalahan basic, seperti:
- Tidak bisa memperhitungkan potensial saving dari - Dispatch tidak optimal
optimasi dispatch
- Hanya fungsi biaya bahan bakar, tidak - Tidak bisa digunakan untuk
mempertimbangkan incremental heat rate, load optimasi dispatch
ramping, TOP, keandalan (reliability)
- Rumus reliability yang digunakan adalah salah dan
tidak sesuai dengan best practise. Rumus yang
digunkana untuk reliability lebih sesuai untuk
capacity factor
Dampak secara umum:
Coal Mixing / - Tidak bisa mengatur setting/tunning untuk coal - Tidak bisa auto tunning untuk
Blending mixing / blending Coal mixing / blending
Coal - Tidak bisa digunakan untuk menentukan - Tidak bisa auto tunning untuk
Switching seting/tunning saat coal switching coal switching
Kesimpulan Umum:
Seluruh fungsi / capability dari Remdoc yaitu:
1. Performance & monitoring optimization
2. Asset life optimization
3. Avaliability & reliability optimization
4. Inventory optimization
5. Efficiency optimization
6. Startup optimization
7. Dispatch optimization
Semua fungsi / capability Remdoc seperti yang dijanjikan di kontrak diatas adalah tidak benar
karena banyak terjadi kesalahan secara perhitungan dan basic concept dan tidak sesuai
dengan best practise. Secara konsep dan implementasi, Remdoc secara umum lebih jelek dari
kondisi eksisting yang ada di tata kelola PJB sebelumnya.
Kesimpulan Akhir:
1. Perhitungan, Analisa & Evaluasi Remdoc secara umum tidak/belum sesuai dengan best practice (spt EPRI)
2. Perhitungan, Analisa & Evaluasi Remdoc secara umum lebih jelek dibandingkan Eksisting
KAJIAN & EVALUASI DELIVERABLE KONTRAK
Di bawah ini adalah summary / checklist yang termasuk dalam deliverable kontrak REMDOC:
DETAILED STATEMENT
NO REFERENSI PADA KONTRAK
OF WORK
Pasokan Perangkat keras. Pemasok wajib mengadakan perangkat keras yang termasuk central historian server
5.2 Pekerjaan 5.2.a dengan cyber security appliance, dan BoilerOpt processlink. Keterangan dari spesifikasi untuk peragkat keras
tersebut akan ditentukan dalam Spesifikasi Teknis (Lampiran)
Pasokan Perangkat Lunak. Pemasok wajib mengadakan perangkat lunak yang termasuk BSC, BoilerOpt dan
5.2.b enterprise historian. Keterangan dari spesifikasi untuk perangkat lunak tersebut, termasuk jagka waktu
berlangganan Perangkat Lunak, akan ditentukan pada Appendix A dan/atau Spesifikasi Teknis (Lampiran)
PENYEDIAAN JASA:
1. Digital Industries Solutions
2. Predix Service
1 5.2.c
3. Project Management Services
4. Pilot REMDOC system architecture and supplied equipment layout scheme
6. On-site installation services
DOCUMENTATION
1. Enginnering Design and as-built drawings for architecture
2. Engineering tag list
3. Initial Assessment for each Site
4. Bilingual technical manual and instruction for Product usage and maintenance
2 5.2.d.
5. Commisioning reports for each Site after each Functional Test
6. Final Handover Reports
8. Monthly Individual Site Operation Report
9. Incidental Reports for each Site in case any interruption
10. Any other documents may be reasonably required by PJB
3 15. Uji Fungsi 15,2 Uji Fungsi APM-BSC
15,3
Uji Fungsi OO-BoilerOpt
15,4
Uji Fungsi Boiler Effisiensi yang Dijaminkan (Sesuai Item 15.4 a,b,c,d,e)
SERVICES
1. Project Management
2. Pilot REMDOC system architecture and supplied equipment layout design
DOCUMENTATION
1. Project Schedule
2. Project Organization Chart
3. Site Assessment Report
4. REMDOC layout and system architecture
4 Lampiran A.II 5. Bill of Material
6. Each REMDO Site System architecture drawing
7. Engineering Tag List
8. Site Acceptance Reports
9. As built system architecture
10. Blueprint for all softaware
11. Final Handover Report
12. Hardware O&M Manuals
13. BSC Core maps to CIP Requirements
5 Required Function Evidence of Delivery
Design for implementation in 20GW power plant Delivered per the overall solution design document
Provide supporting facilities, accessories, and Historian Delivered per the overall solution design document &
(data collection storage) hardware bill of material in basis of design
IIOT/Industrial Internet of Things (IaaS-Infrastructure as
a Service, PaaS Platformas a Service dan SaaS-Software Basis of design document for all products
as a Service)
- Must given the best practice for each power plant for
REMDO System. Development started with
Lampiran A.VI
tag/equipment system which is in the unit.
Refference Applications and procedures for analytics, diagnostics,
- GE to provide list of recommended sensors to PJB to
and optimization, and case management (tools and
increase analytics coverage for existing assets in APM
Clarification procedurs : Asset Performance Analytics, Operations
and OO.
for TOR Optimization analytics)
Once PJB adds the required sensors, GE will map the
Requirements
tags for the respective solutions within the subscription
period.
Application development for analytics, diagnostics, and Access to Predix.io
optimization Screenshot of the development page
Can be developed for integration with Business Brochure that shows that Business optimization can be
Optimization connected to the Predix platform
Complete Design Drawing according to standard & codes System & site architecture
System & site architecture. site layout and 3D
Layout Drawing.
perspective drawings will be provided
*Seluruh apikasi dan prosedur untuk analisa, diagnisa, optimasi dan manajemen kasus harus diberikan
sesuai dengan best practice untuk setiap power plant. Dari beberapa penjelasan sebelumnya terlihat
bahwa deliverable yang diberikan masih belum sesuai dengan best practise yang umum berlaku di dunia
teknik atau power plant pada khususnya.
System Architecture Drawing. System architecture.
Bill Of Material (BOM) with detailed specification BOM in basis of design document
Complete Project Schedule. Project plan
Project Organization Team. Project team
Historian server for REMDOC Surabaya GE Historian @ Central Historian in REMDOC
Cyberware for REMDOC Surabaya Firewall specification snapshot and user manual
GE Historian delivery specification snapshot and user
Historian server for REMDOC
manual
Cyberware for REMDOC Firewall specification snapshot and user manual
Historian server for sites OSM server specification snapshot and user manual
BSC server, Firewall specification snapshot and user
Cyberware for sites
manual
BoilerOpt server - ProcessLink server and firewall
Boiler optimization analytics device for Java sites
specification snapshot and user manual
IIOT platform for REMDOC System Architecture drawing
Predix Developer Packs, Predix.io access for app
System for REMDOC application development
development
Regular and ad-hoc knowledge transfer Managed services monthly report
Periodic & ad-hoc reports on Hardware, Software &
Managed services - - monthly
Network
Periodic & ad-hoc reports on Power Plant Managed services - - monthly
Periodic & ad-hoc reports on Application development Managed services - - monthly
Site assessment report (English) Assessment report for each sites
- Must add with this word "Flowchart on how
modelling and analytics works". And must be auto
reccomendation
Blueprint (English)
- Flowcharts will be generic, each alert will have syntax
rules that show the conditions on how the analytics
work and will be available in the APM UI for APM.
As Build (English) System architecture drawings
Test documents - Verification and validation, System
Commisioning & Site Acceptance Report (English)
acceptance test and Function test document
Engineering - Basis of design, Hardware - Hardware
Final Hand Over Report (English)
delivery, Test documents - Subscription
User manuals, Basis of design documents, Owner
Instruction Manual Book Operation, Maintenance &
manual for harware, Managed Services process for
Engineering (English & Bahasa Indonesia)
IT/OT
- Must given Best Practice for each plant for REMDO
System
- Any rework after retrofitting will be a change order.
During negotiations, it was agreed that retrofitting
Configuration Management
vendor will not change any parameters and will
maintain existing site architecture, tag nomenclature
and configurations to avoid rework or additonal tag
configurations.
AMS (Advance Maintenance Strategy) to show
technical & financial impact must be automated UI /
Extension to be develop to show financial impact. All
data needs to be available in Maximo, Ellipse, and
other PJB's application.
*Pada Advance Maintenance Strategy (AMS), deliverable harus mampu menunjukkan technical and
financial impact. Dari pembahasan sebelumnya terlihat bahwa technical and financial impact yang
diberikan adalah bersifat sangat kualitatif dan tidak sesuai dengan kaidah umum dalam analisa
engineering / reliability secara best practise.
- Financial & Technical Analysis must be generated
automatically
- UI / Extension to be develop to show financial
impact. All data needs to be available in Maximo,
Ellipse, and other PJB's application.
GE will provide a recommended format during
execution. UI will include manual inputs, data from
Maximo, Ellipse and other PJB's appplication, Manage
services team inputs to make decisions on
Advance Maintenance Strategy repair/replace utilising bad actor analysis.
System Availability APM dashboard snapshot
System Reliability APM dashboard snapshot
Inventory Management Bad actor analysis screenshot
Physic Based Models - Still have to show model document each function or
each model. Example, mathematic model in physic
Plants Thermodynamic Models
based model
- These technologies are the underlying principles of
Anomaly & Detection Models
APM, OO, Opflex, and BoilerOpt. No specific
Lifing Models documentation to validate these principles.
Thermal & Transient Models - GE to explain in the form of a report the working
principals of the analytics and how it intergrates with
Dynamic Estimation & Model Tuning
each product. If these technologies is affect to
Flow & Combustion Models flowchart, GE have to provide flow of how the
- Must given Best Practice for each plant for REMDO
System
- Any rework after retrofitting will be a change order.
During negotiations, it was agreed that retrofitting
Configuration Management
vendor will not change any parameters and will
maintain existing site architecture, tag nomenclature
and configurations to avoid rework or additonal tag
configurations.
Pattern Recognition
Machine Learning Models
These technologies are the underlying principles of
Deep Learning Anomaly Models
APM, OO, Opflex, and BoilerOpt. No specific
Unstructured Data Analytics documentation to validate these principles.
GE to explain in the form of a report the working
Multimodal Data Analytics
principals of the analytics and how it intergrates with
Knowledge Networks each product
*Deliverable adalah termasuk analisa Asset Health, Reliability System, Availability System. Dari
pembahasan sebelumnya terlihat bahwa analisa hanya dilakukan untuk asset health sedangkan reliability
dan availability system belum dianalisa. Yang ada adalah analisa financial impact, recommendation dan
financial impact yang secara umum tidak sesuai dengan best practise.
Note:
1. Seluruh applications and procedures untuk analytics, diagnostics, optimization, and case
management (tools and procedurs : Asset Performance Analytics, Operations Optimization
analytics) mengacu kontrak harus sesuai dengan best practice (must given the best practice)
2. Perhitungan Health Index, System Availability, System Reliability dan Financial & Technical Impact
Analysis termasuk dalam deliverable yang dipersyaratkan dalam kontrak
3. Pengertian untuk Health Index, System Availability, System Reliability dan Financial & Technical
Impact Analysis tidak ada / tidak termasuk dalam DEFINITIONS / DEFINISI yang telah diatur di
dalam kontrak
Lampiran