Oleh
DRS. P A R N O, M.Si
JURUSAN FISIKA
Pebruari 2006
Ralat fisika zat padat 2006
hal ralat
10 Gambar 1.9 CsCl
13 c/a = (2/3) akar 6
18 Baris ke-8 dalam table: ………. berikutnya
25 Pers (1.30) fkr,hkl
27 KBR seharusnya adalah KBr
35 interaksi seharusnya Interaksi
41 Baris ke-2 dr bw: dobel +
42 03.b. primitip adalah; 06. ………
48 2.1 dan 2.3
57 Letak Pers 2.34
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa atas segala rahmat-Nya
sehingga penulisan buku FISIKA ZAT PADAT ini dapat diselesaikan.
Buku ini disusun atas dasar deskripsi matakuliah FIU 437 FISIKA ZAT
PADAT di Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Malang dan dengan maksud
agar perkuliahan matakuliah tersebut dapat berlangsung lebih efektif dan efisien.
Disamping itu, buku ini diharapkan dapat melengkapi pilihan pustaka mahasiswa
dalam memahami konsep dan gejala mendasar dalam zat padat.
Isi buku ini dirancang untuk kuliah satu semester dengan tiga sampai empat
kredit pada semester kedua tahun ketiga. Dengan demikian mahasiswa diharapkan
sudah menempuh matakuliah prasyaratnya, yaitu FISIKA KUANTUM dan FISIKA
STATISTIK.
Dalam setiap bab buku ini disajikan urutan subbab sedemikian rupa sehingga
memahami subbab sebelumnya menjadi bekal yang cukup baik untuk memahami
subbab sesudahnya. Oleh karena itu dalam mempelajari setiap bab buku ini
mahasiswa diharapkan membaca dan memahaminya mulai dari awal sampai akhir
secara berturutan.
Diucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
buku FISIKA ZAT PADAT ini dapat diselesaikan. Saran dan kritik membangun dari
para pembaca sangat diharapkan demi lebih sempurnanya buku ini.
i
DAFTAR ISI
halaman
ii
B A B II DINAMIKA KISI KRISTAL
2.1. GETARAN DALAM ZAT PADAT 47
2.1.1 Getaran Elastik dan Rapat Moda Getar 47
2.1.2 Kuantisasi Energi Getaran dalam Zat Padat 52
2.1.2.1 Model Einstein tentang Cv Zat Padat 53
2.1.2.2 Model Debye tentang Cv Zat Padat 56
2.2 GETARAN DALAM KISI KRISTAL 58
2.2.1 Getaran dalam Kisi Linier 58
2.2.1.1 Kisi Monoatomik Satu Dimensi 58
2.2.1.2 Kisi Diatomik Satu Dimensi 63
2.2.1.3 Kisi Tiga Dimensi 66
RINGKASAN 66
LATIHAN SOAL BAB II 68
BAB V SEMIKONDUKTOR
5.1 KLASIFIKASI SEMIKONDUKTOR 140
5.2 SEMIKONDUKTOR INTRINSIK 140
5.3 SEMIKONDUKTOR EKTRINSIK 144
5.3.1 Ketidakmurnian Donor dan Akseptor 145
5.3.1.1 Donor 145
5.3.1.2 Aseptor 147
5.4 PENGUKURAN CELAH ENERGI
DENGAN METODE OPTIK 149
RINGKASAN 150
LATIHAN SOAL BAB V 152
iv
BAB VII BAHAN MAGNETIK
7.1 SUSEPTIBILITAS MAGNETIK BAHAN 183
7.2 GEJALA DIAMAGNETIK LANGEVIN 184
7.3 GEJALA PARAMAGNET 186
7.4 GEJALA MAGNETIK DALAM LOGAM 190
7.5 GEJALA FERROMAGNETIK 193
7.5.1 Gejala Ferromagnetik pada Isolator 193
7.5.1.1 Teori Medan Molekuler 193
7.5.1.2 Magnetisasi Spontan dan Hukum Curie-Weiss 194
7.5.2 Gejala Ferromagnetik pada Logam 197
7.6 GEJALA ANTIFERROMAGNETIK
DAN FERRIMAGNETIK 198
RINGKASAN 199
LATIHAN SOAL BAB VII 201
DAFTAR RUJUKAN
v
BAB I
STRUKTUR KRISTAL
Zat padat, yang terlihat sebagai benda tegar padat, secara mikro terdiri dari
atom. Atom-atom zat padat tidaklah diam, melainkan bervibrasi dengan amplitudo
kecil di sekitar titik kesetimbangannya. Karena posisinya yang relatif tetap, maka
atom-atom tersebut cenderung membentuk struktur tertentu. Hal ini berbeda
dengan cairan atau gas, yang mana atom-atomnya bergerak pada jarak yang lebih
besar sehingga strukturnya tidak tertentu.
Distribusi setimbang atom-atom mendefinisikan struktur padatan, yang
terdiri dari tiga bagian besar, yaitu kristalin, amorf, dan polikristal. Dalam zat
padat kristal, atom tersebut terdistribusi teratur relatif terhadap yang lain.
Terdapat beberapa jenis struktur kristal yang bergantung pada geometri susunan
atom. Pemahaman tentang struktur kristal bahan adalah hal penting dalam fisika
zat padat, karena, umumnya, struktur kristal mempengaruhi sifat zat padat. Zat
padat polikristal dibentuk oleh sejumlah besar kristal-kristal kecil, yang disebut
kristalin. Atom-atom membentuk pola dalam suatu kristal, tetapi orientasinya
akan lenyap pada batas kristalin. Sedangkan dalam zat padat amorf, terjadi
distribusi atom secara acak. Bahan-bahan zat padat dapat berbentuk kristalin,
polikristal atau amorf, bergantung pada bagaimana bahan tersebut dipreparasi.
Selanjutnya, dalam diktat ini hanya dibahas zat padat kristal saja.
I STRUKTUR KRISTAL 2
G G
b R
G
a
Bahan kristal memiliki simetri translasi, artinya seluruh kristal itu digeser
G
sejauh vektor R di atas (yang menghubungkan dua buah atomnya), maka
keadaannya tetap sama. Dengan kata lain kristal bersifat invarian terhadap
translasi semacam itu.
G G
b R
G
a
G G
Gambar 1.3 Vektor a dan b membentuk sel satuan
Sel satuan merupakan dasar pola elementer karena berulang secara periodik dan
membentuk struktur kisi suatu kristal. Bila sel satuan tersebut dilakukan translasi
G
oleh vektor kisi R di atas, maka seluruh kisi kristal tercakup olehnya. Luas daerah
G G G G
paralelogram dengan sisi a dan b adalah a × b =ab sin γ, dimana γ adalah sudut
G G
antara a dan b .
Perhatikanlah bahwa sel satuan itu (a) tidak unik, (b) setiap sel satuan
mempunyai luasan yang sama, dan (c) dalam contoh di atas sel satuan
mengandung satu titik kisi.
Yang dibicarakan di atas adalah sel primitip, yakni sel satuan yang hanya
mengandung satu titik kisi perselnya. Sedangkan sel non-primitip memiliki lebih
dari satu titik kisi perselnya. Vektor basis yang membentuk sel satuan primitip
disebut vektor basis primitip; dan sel satuan non-primitip disebut vektor basis
non-primitip. Gambar 1.4 berikut memperjelas perbedaan keduanya.
5
3
4
(c) antarvektor basis satu sama lain membentuk sudut α, β dan γ seperti terlihat
pada Gambar 1.5 berikut.
a a
a a
b b b
a a a
NaCl dapat pula dipandang sebagai struktur non-Bravais, yang terdiri dari
dua subkisi FCC, masing-masing untuk Na dan Cl, yang saling menembus. Kedua
subkisi tersebut terpisah sejauh ½a satu sama lain.
Beberapa kristal yang memiliki struktur NaCl adalah LiH, MgO, MnO,
AgBr, PbS, KCl, dan KBr dengan konstanta kisi masing-masing 4,08; 4,20; 4,43;
5,77; 5,92; 6,29; dan 6,59 Å.
Gambar 1.11 Proyeksi posisi atom dalam struktur intan sel kubik
pada salah satu sisi kubik. Bilangan pecahan menunjukkan
ketinggian di atas bidang dasar
Dalam setiap sel satuan terdapat 8 atom C dan bilangan koordinasinya adalah 4.
Keempat atom terdekat membentuk suatu tetrahedral, dengan pusat atom yang
bersangkutan. Konfigurasi semacam itu sering dijumpai pada semikonduktor, dan
dinamakan ikatan tetrahedral. Struktur intan merupakan contoh ikatan kovalen
dalam unsur-unsur kolom IV tabel periodik.
Struktur intan dapat pula dipandang sebagai gabungan dari dua subkisi
FCC yang saling menembus dengan titik asal, masing-masing 000 dan ¼ ¼ ¼.
Beberapa kristal yang memiliki struktur intan adalah Ge, Si, C, timah putih
dengan konstanta kisi masing-masing 5,65; 5,43; 3,56; dan 6,46 Å.
sejajar memiliki indek yang sama. Perhatikanlah beberapa arah dalam kristal
ortorombik seperti Gambar 1.13 berikut.
c D
C
O
b
a A
⎛x y z⎞
x, y dan z. Didapatkan perangkat tiga bilangan ⎜ ⎟ . Lalu, diambil
⎝a b c⎠
⎛a b c⎞
kebalikannya, yaitu ⎜⎜ ⎟⎟ . Indek Miller didapatkan dengan menyatakan
⎝x y z⎠
perangkat tiga bilangan terakhir sebagai perbandingan bilangan bulat terkecil, dan
dinyatakan dengan notasi
⎛ a c⎞
(h k l ) = ⎜⎜ m m
b
m ⎟⎟ (1.3)
⎝ x y z⎠
dengan m adalah bilangan bulat untuk mereduksi indek menjadi bilangan bulat
terkecil. Dengan demikian, kumpulan bidang paralel mempunyai representasi
indek Miller yang sama. Pada Gambar 1.14 di atas x=3a, y=2b dan z=2c, sehingga
jika dianggap a=b=c=1, maka bidang yang dimaksud memiliki indek Miller
(hkl)=(233). Pada kasus lain, misalnya x=2a, y=(3/2)b, dan z=c memiliki indeks
Miller (hkl)=(346).
Dalam satuan sel yang memiliki simetri rotasi, beberapa bidang nonparalel
(hkl) adalah ekivalen karena kesimetriannya, dan dinotasikan dengan {hkl}.
Misalnya dalam sistem kubik indek {100} menunjukkan enam bidang, yaitu
(100), (010), (001), ( 1 00), (0 1 0) dan (00 1 ).
z Garis normal
β y Y
α
x
X
Jarak dari titik O ke titik potong P dinayatakan dengan dhkl. Jika x, y dan z
merupakan titik potong bidang (hkl) dengan sumbu a, b dan c maka dhkl=x cos
α=y cos β=z cos γ. Secara geometri, pada gambar di atas didapatkan hubungan
cos2α+ cos2 β+ cos2 γ=1 sehingga didapatkan
1
d hkl = 1/ 2
(1.4)
⎛ 1 1 1 ⎞
⎜⎜ 2 + 2 + 2 ⎟⎟
⎝x y z ⎠
Harga x, y dan z berkaitan dengan bilangan h, k dan l melalui ungkapan
a b c
h=m ; k=m ; l=m (1.5)
x y z
sehingga jarak antarbidang (1.4) menjadi
m
d hkl = 1/ 2
(1.6)
⎛ h2 k 2 l 2 ⎞
⎜⎜ 2 + 2 + 2 ⎟⎟
⎝a b c ⎠
F=N
(4 / 3)π r3
(1.7)
V
dengan N= jumlah atom dalam sel satuan
r = jari-jari bola atom
V = volume sel satuan
Jarak kesetimbangan antara pusat dua atom berdekatan dapat dipandang sebagai
jumlah jari-jari kedua atom tersebut.
Tabel 1.3 berikut menunjukkan hubungan antara struktur kristal dengan
ukuran geometrik sel satuan.
Tabel 1.3 Ukuran geometrik dan struktur kristal
No Parameter SC BCC FCC Intan HCP
1 Jari-jari atom a/2 a√3/4 a√2/4 a√3/8 a/2
2 Atom persel satuan 1 2 4 8 6
3 3
3 Volume sel satuan a a a3 a3 3a3√2
π/6 π√3/8 π√2/6 π√3/16 π√2/6
4 Fraksi kepadatan
(=0,524) (=0,68) (=0,74) (=0,34) (=0,74)
Jumlah tetangga
5 6 8 12 4 12
terdekat
Jarak terhadap
6 a (½)a√3 (½)a√2 (¼)a√3 a
tetangga terdekat
Jumlah tetangga
7 12 6 6 12 6
terdekat berikutnya
Jarak terhadap
8 tetangga terdekat a√2 a a (½)a√13 a√3
berikutnya
Tampak bahwa intan memiliki struktur yang relatif kosong (hanya terisi 0,34) dan
FCC atau HCP relatif padat (terisi 0,74).
Struktur kristal dapat dipelajari melalui difraksi foton, netron dan elektron.
Panjang gelombang optik, misalnya 5000 Å, menghasilkan gelombang terhambur
elastis dengan atom-atom kristal sehingga terjadi refraksi optik biasa. Tetapi, jika
panjang gelombang radiasi sebanding atau lebih kecil daripada konstanta kisi
(orde angstrom), maka didapatkan berkas difraksi yang arahnya sangat berbeda
dengan arah berkas datang.
(a) (b)
Gambar 1.17 (a) Refleksi sinar-X dari suatu kristal. Sinar hampir paralel karena
posisi detektor jauh dari kristal.
(b) Intensitas refleksi kristal KBr. Pada gambar ditunjukkan
bidang-bidang refleksi yang menghasilkan difraksi
Beda lintasan untuk kedua sinar refleksi adalah Δ=AB + BC – AC’ = 2 AB – AC’
karena AB=BC. Mengingat jarak antarbidang d, maka
AB = d/sinθ dan AC’ = AC cos θ = (2d/tg θ) cos θ
dimana θ adalah sudut pantul antara berkas datang dan bidang refleksi, sehingga
Δ = 2 d sin θ. Interferensi maksimum (konstruktif) terjadi hanya jika
Δ=nλ (1.8)
dimana n = 1, 2, 3, …. (ordo refleksi) dan λ = panjang gelombang sinar-X,
sehingga diperoleh hukum Bragg untuk refleksi oleh bidang kristal (hkl)
n λ = 2 dhkl sin θ (1.9)
Harga λ ditentukan secara bebas dan sin θ diukur secara langsung dari refleksi
eksperimen, sehingga jarak antarbidang dhkl dapat dihitung. Hal lain adalah
difraksi hanya mungkin terjadi jika λ<2d. Oleh karena itu dalam hal ini tidak
dapat digunakan cahaya tampak.
Model yang dikemukakan di atas terlalu sederhana. Fakta menunjukkan
bahwa hamburan berkas sinar-X disebabkan oleh atom diskrit kristal yang
bersangkutan. Oleh karena itu bahasan berikut menelaah hukum Bragg melalui
proses hamburan.
ψ ' (D , t ) = f e
A i (kD −ω t )
e (1.11)
D
dengan fe adalah panjang hamburan elektron. Terlihat bahwa penurunan
amplitudo gelombang terhambur sebanding dengan 1/D.
Hamburan oleh sistem dua elektron, yang masing-masing berkedudukan di
P1 dan P2 disajikan pada Gambar 1.19 berikut.
k s
2θ
ko
G G
Gambar 1.19 Hamburan oleh dua elektron. r Gambar 1.20 Vektor hamburan s .
adalah vektor posisi elektron-1 terhadap Sudut 2θ adalah sudut hamburan
elektron-2
G
Didefinisikan vektor hamburan s , seperti pada Gambar 1.20, yaitu
G G G
s = k − ko (1.12)
G G
Karena hamburan bersifat elastik k o = k = k , maka terlihat dari Gambar 1.20
bahwa
G
s = s = 2k sin θ (1.13)
G G
Beda panjang lintasan sinar terhambur Δ=P1M- P1N. Jika S o dan S , masing-
G G 1 G G
masing merupakan vektor satuan dalam arah k o dan k , maka Δ = (r • s ) . Beda
k
fasa antara gelombang terhambur dalam radial
Δ G G
δ = 2π = kΔ = r • s (1.14)
λ
Superposisi dari dua gelombang terhambur dalam fungsi ruang
( ) ( )
A ikD A G G
ψ T = fe e + e ik ( D +δ ) = f e e ikD 1 + e is •r (1.15)
D D
G G
Secara umum, bila vektor posisi r1 untuk elektron-1 dan r2 untuk elektron-2
relatif terhadap pusat tertentu, maka
(
A ikD isG •rG1
)
G G
ψ T = fe e e + e is •r2 (1.16)
D
Bila yang ditinjau atom dengan l buah elektron, masing-masing dengan
G
vektor posisi rl , dengan l = 1, 2, 3, …, n, maka bentuk umum gelombang untuk
G
(1.16) dalam arah terhambur s tertentu
A ikD
ψT = f e (1.17)
D
dengan
n G G
f = f e ∑ e is •rl (1.18)
l =1
G
Jika atom dalam kristal, misalnya, terletak pada posisi Rl , maka faktor
hamburan kristal fkr
N G G
f kr = ∑ f al e is • Rl (1.20)
l =1
Ungkapan faktor hamburan kristal (1.20) di atas mengambil bentuk analogi dari
G G
atom. Posisi atom dapat ditinjau dalam sel satuannya, yaitu Rl = Rlc' + δ j , dimana
G
Rlc' adalah posisi sel satuan ke-l, dan δj adalah posisi atom dalam sel satuan,
sehingga faktor hamburan kristal (1.20) di atas dapat dinyatakan dalam bentuk
faktorisasi
fkr = F S (1.21)
G G G G
dengan F = ∑ f aj e dan S = ∑ e
is •δ j is • Rlc'
(1.22)
j l'
b. V ∗
=
(2π )
3
,
G G G G G G
dengan Vo = a • b xc dan Vo∗ = a ∗ • b ∗ xc ∗
o
Vo
G G G G
c. Setiap vektor dari kisi resiprok Ghkl = ha ∗ + kb ∗ + lc ∗ tegak lurus terhadap
bidang kisi (hkl) dalam ruang nyata.
d. Kisi nyata merupakan resiprok dari kisi resiprok.
G
e. Jarak antarbidang dhkl dan Ghkl direlasikan oleh
G
d hkl Ghkl = 2π (1.25)
120
d100
010 G
G110
G
d010 b*
O G 100
G a*
b
O G
a
b. setiap titik (hkl) dalam ruang resiprok terkait dengan perangkat bidang (hkl)
dalam ruang nyata, dan
c. simetri kelompok titik dalam ruang resiprok sama dengan simetri ruang nyata.
Dapat pula dibuktikan bahwa terdapat hubungan sebagai berikut.
a. Kisi resiprok kisi SC adalah kisi SC juga.
b. Kisi resiprok kisi BCC adalah kisi FCC; dan sebaliknya.
G
Dalam hal ini A adalah vektor sebarang dan penjumlahan dilakukan sepanjang
G
vektor kisi nyata yang mengandung N buah total sel dan vektor kedudukan Rlc' .
Dengan demikian faktor struktur kisi S (1.22) berharga nol untuk setiap nilai
G
vektor hamburan s , kecuali
G G
s = Ghkl (1.27)
G
Hal ini berarti s harus tegak lurus terhadap bidang (hkl). Dengan menginat
bahwa k=2π/λ, maka substitusi persamaan (1.13) dan (1.25) ke dalam persamaan
(1.27), dalam teori hamburan ini, menghasilkan bentuk hukum Bragg
2 dhkl sin θ = λ (1.28)
Dapatlah dikatakan bahwa gambaran Bragg tentang difraksi yang terjadi karena
pemantulan oleh bidang kristal, secara konseptual lebih sederhana daripada
melihatnya sebagai interferensi konstruktif berkas terhambur oleh atom kristal
dari teori hamburan. Gambar 1.22 berikut menjelaskan syarat terpenuhinya hukum
Bragg menurut teori hamburan.
Saat kondisi Bragg (127) terpenuhi, maka faktor struktur kisi S≠0, tetapi
bernilai S=N, seperti tampak pada (1.26), sehingga
Shkl = N (1.29)
Substitusi (1.29) ke dalam (1.21) menghasilkan faktor hamburan kristal fkr
menjadi
fkr,hkl = N Fhkl (1.30)
dan intensitas I menjadi
2 2
I hkl ∞ f kr ,hkl ∞ Fhkl (1.31)
maka
( )
Fhkl = f a ∑ e
2πi hu j + kv j + lw j
(1.32)
j
Berikut ini diberikan contoh kurva intensitas refleksi sinar-X dan sudut
hamburan (I vs 2θ) hasil eksperimen difraksi sinar-X dari bubukan KCl dan KBr.
Gambar 1.23 Perbandingan refleksi sinar-X antara bubukan KCl dan KBr
KCl dan KBr, keduanya, memiliki struktur FCC. Dalam KCl, jumlah elektron
pada K+ dan Cl- sama banyak sehingga faktor hamburan atom fa keduanya hampir
sama sehingga ia “terlihat” oleh sinar-X sebagai kristal SC monoatomik dengan
konstanta kisi a/2. Adanya refleksi indek-indek yang genap bulat menunjukkan
bahwa kristal tersebut adalah SC dengan konstanta kisi a. Sedangkan dalam KBr,
faktor hamburan atomnya berbeda sehingga ia tetap terlihat sebagai struktur FCC
oleh difraksi sinar-X.
Kondisi Bragg (1.27) masih dapat ditulis dalam bentuk lain. Substitusi
(1.12) ke dalam (1.27) menghasilkan
G G G
k − ko = G (1.33)
Mengalikan kedua ruas (1.33) dengan ħ menghasilkan
G G G
=k o = =k − = G
dengan energi yang diperlukan untuk memecah kristal tersebut menjadi atom
bebas bagiannya. Energi kohesi berkisar antara 0,02 eV peratom untuk ikatan
terlemah (ikatan Van der Walls) dan 10 eV peratom untuk ikatan terkuat (ikatan
kovalen). Ikatan logam terletak di antara dua harga ekstrim tersebut.
Molekul adalah sekelompok atom bermuatan listrik netral, terikat kuat
bersama dan berperilaku sebagai partikel tunggal. Suatu jenis molekul tertentu
memiliki komposisi dan struktur tertentu pula. Energi potensial yang
merepresentasikan interaksi antara dua atom dalam suatu molekul sebagai fungsi
jarak diperlihatkan pada Gambar 1.24 berikut.
Gambar 1.24 Energi potensial sebagai fungsi jarak dari ikatan dua atom
Posisi setimbang ditandai oleh energi terendah –Vo, yang terjadi pada jarak Ro
yang berordo beberapa angstrom. Pada R>Ro, potensial naik secara bertahap
sehingga mencapai nol pada R→∞ (dua atom bebas). Sedangkan pada R<Ro,
potensial naik secara tajam menuju ∞.
Gaya antaratom dapat dirumuskan
G
F (R ) = −∇V (R ) (1.34)
Terlihat bahwa F(R)<0 untuk R>Ro, sehingga terjadi tarik-menarik; dan F(R)>0
untuk R<Ro, sehingga terjadi tolak-menolak antara dua atom tesebut. Kedua gaya
ini saling meniadakan satu sama lain pada titik setimbang Ro. Tetapi, umumnya,
energi tarikan mendominansi energi tolakan pada titik setimbang Ro.
dimana penjumlahan dilakukan untuk semua ion kecuali j=i. Energi Uij berasal
dari potensial tolak-menolak medan sentral empirik λ eksp (-rij/ρ), dimana λ
(tetapan) dan ρ (panjang karakteristik) merupakan parameter empirik; dan tarik-
menarik Coulomb ±q2/4πεorij. Dengan demikian
− rij / ρ q2
U ij = λ e ± (1.36)
4πε o rij
Potensial tolak-menolak terjadi karena penerapan prinsip eksklusi Pauli saat jarak
antarion berkurang (lebih kecil dari jarak kesetimbangan). Berkurangnya jarak
antarion menyebabkab orbit elektron tumpang-tindih. Hal ini melanggar prinsip
eksklusi Pauli karena sel terluar ion sudah komplit. Akibatnya elektron harus
menempati tingkat energi yang lebih tinggi sehingga energi potensial naik secara
tajam. Sedangkan potensial Coulomb terjadi antara ion sejenis (tanda +) atau tidak
sejenis (tanda -).
Energi kisi kristal total yang terdiri dari N buah molekul atau 2N buah ion
Utot = N Ui
Ungkapan ini menunjukkan bahwa setiap pasangan atau setiap ikatan hanya
dihitung sekali. Andaikanlah r kita tulis sebagai rij=pijR, dengan R adalah jarak
terdekat antara dua atom terdekat dan interaksi tolak-menolak hanya terjadi
antartetangga terdekat saja, maka
⎧ −R / ρ q2
⎪ λ e − (te tan gga terdekat )
⎪ 4πε o R
U ij = ⎨ 2 (1.37)
⎪± 1 q (bukan te tan gga terdekat )
⎪⎩ pij 4πε o R
ραq 2
Ro2 e − Ro / ρ = (1.39)
4πε o λ z
Dengan menggunakan (1.38) dan (1.39), maka energi kisi kristal total dengan 2N
buah ion pada jarak setimbang Ro
Nαq 2 ⎛ ρ ⎞
U tot =− ⎜⎜1 − ⎟⎟ (1.40)
R = Ro
4πε o Ro ⎝ Ro ⎠
Nαq 2
Bentuk − disebut energi Madelung. Harga ρ berorde 0,1Ro sehingga
4πε o Ro
interaksi tolak-menolak mempunyai rentang yang amat pendek dan sedikit sekali
pengaruhnya terhadap energi kisi.
Sebagai contoh disajikan data tentang energi permolekul dalam kristal
KCl, yaitu energi Madelung (energi Coulomb) sebesar (25,2)/R eV dan energi
a b
Sedangkan distribusi muatan untuk kedua orbital tersebut adalah |ψgenap|2 dan
|ψganjil|2 seperti ditunjukkan oleh Gambar 1.26 berikut.
(a) (b)
Gambar 1.26 Propil distribusi muatan dan representasi kontur
Tampak bahwa ψgenap mengandung elektron terutama pada daerah antara dua
proton, sedangkan ψganjil mengandung elektron di sekitar masing-masing proton
yang bersangkutan dan jauh dari daerah antara dua proton.
Kedua orbital molekul di atas mempunyai energi yang berbeda seperti
ditunjukkan oleh Gambar 1.27 berikut.
merupakan bukti bahwa semua atom adalah identik sehingga transfer elektron dari
satu atom ke yang lain tidak menimbulkan akibat apapun.
Keadaan fisis ikatan kovalen dalam kristal sama dengan dalam molekul.
Gaya tarikan terjadi antara elektron dan proton di sepanjang garis yang
menghubungkan inti berturutan. Sedangkan gaya tolaknya terjadi karena interaksi
prinsip eksklusi Pauli saat inti saling merapat. Gaya tarikan elektron-proton lebih
dari cukup untuk mengimbangi penolakan langsung elektron-elektron ataupun
proton-proton.
Ikatan kovalen juga kuat, seperti ditunjukkan oleh intan yang tingkat
kekerasannya tinggi dan titik leleh di atas 30000C. Ikatan dua atom karbon dalam
struktur intan memiliki energi kohesi 7,3 eV peratom.
dimana ε dan σ adalah parameter baru, dengan 4εσ6=A dan 4εσ12=B. Potensial
(1.45) di atas dikenal dengan nama potensial Lennard-Jones.
Gaya antara dua atom ditentukan melalui –dU/dR. gaya ini sangat cepat
berubah dengan jarak R sehingga atom dalam kristal cenderung untuk serapat
mungkin. Biasanya, struktur yang dimiliki oleh gas mulia adalah FCC (“cubic
close-packed”).
Energi kinetik atom gas mulia dapat diabaikan. Oleh karena itu energi
kohesi kristal gas mulia didapatkan dengan menjumlahkan potensial Lennard-
Jones (1.45) di atas terhadap semua pasangan atom dalam kristal. Jika terdapat N
buah atom dalam kristal, maka energi tersebut
⎡ ⎛ σ ⎞12 ⎛ σ ⎞ ⎤
6
dimana pijR adalah jarak antara atom ke-i dan j. Faktor ½ muncul karena hitungan
dilakukan dua kali pada setiap pasangan atom.
Untuk struktur FCC, dimana terdapat 12 tetangga terdekat, perhitungan
menghasilkan
∑pj
−12
ij = 12,13188 ; ∑p
j
−6
ij = 14,45392 (1.47)
Pada posisi setimbang Ro, energi total sistem berharga minimum sehingga
dU tot ⎡ σ 12 σ6⎤
= 0 = −2 Nε ⎢(12 )(12,13) 13 − (6)(14,45) 7 ⎥ (1.48)
dR R = Ro ⎣ R R ⎦
Gambar 1.28 (a) Molekul air; dan (b) Susunan molekul air
sebagai akibat adanya ikatan hidrogen
Tetapi, gaya antarmolekul ini jauh lebih lemah daripada gaya internal yang
mengikat molekul itu sehingga molekul tetap dapat mempertahankan identitasnya
salam kristal. Ikatan hidrogen mempunyai orde 0,1 eV.
RINGKASAN
01. Suatu benda padat berbentuk kristal, apabila atom, ion, atau molekulnya
teratur dan periodik dalam rentang yang panjang dalam ruang. Bahan kristal
memiliki simetri translasi, artinya bila seluruh kristal itu digeser sejauh vektor
G G G
translasi kisi R = n1 a + n2 b , maka keadaannya tetap sama.
02. Pola geometrik dari kedudukan setimbang tiap atom sebagai suatu titik
dinamakan kisi kristal. Terdapat dua kelas kisi, yaitu Bravais dan non-
Bravais. Kisi non-Bravais seringkali disebut sebagai kisi dengan suatu basis
dan dapat dipandang sebagai kombinasi dari dua atau lebih kisi Bravais yang
saling menembus dengan orientasi tertentu.
03. Luas daerah jajaran genjang yang sisinya dibatasi oleh vektor basis disebut sel
satuan. Terdapat dua jenis sel satuan, yaitu sel primitip (satu titik kisi
perselnya) dan sel non-primitip (lebih dari satu titik kisi perselnya). Hubungan
antara keduanya adalah (a) sel non-primitip menunjukkan simetri lebih besar,
dan (b) luas sel non-primitip merupakan kelipatan bulat dari luas sel primitip.
04. Dalam dua dimensi, kisi kristal Bravais yang mungkin sebanyak lima jenis,
yaitu Genjang, Persegi, Heksagonal, Empat persegi panjang P, dan Empat
persegi panjang I. Sedangkan untuk tiga dimensi ternyata ada 14 buah kisi
Bravais yang terlingkupi dalam 7 buah sistem kristal, yaitu Triklinik (P),
Monoklinik (P, C), Ortorombik (P, C, I, F), Tetragonal (P, I), Trigonal (R),
Heksagonal (P), dan Kubik (P, I, F).
05. Beberapa kristal dengan struktur sederhana, di antaranya NaCl, CsCl, intan,
ZnS dan HCP
G G G G
06. Arah kristal, yakni vektor R = n1 a + n 2 b + n3 c , dinyatakan dengan [n1 n2
bidang kristal dinyatakan sebagai indek Miller (hkl). Jarak antarbidang Miller,
khusus untuk sumbu ortogonal dengan a≠b≠c dinyatakan oleh persamaan
1
d hkl = 1/ 2
⎛ 1 1 1 ⎞
⎜⎜ 2 + 2 + 2 ⎟⎟
⎝x y z ⎠
07. Fraksi kepadatan, didefinisikan sebagai proporsi maksimum dari volume yang
ada yang dapat diisi oleh bola atom dalam sebuah sel satuan, diungkapkan
dalam bentuk rumusan
F=N
(4 / 3)π r3
V
08. Menurut Bragg kristal direpresentasikan oleh kumpulan bidang paralel yang
bersesuaian dengan bidang atom, yang berperan sebagai cermin. Interferensi
maksimum (konstruktif) yang terjadi memenuhi hukum Bragg
n λ = 2 dhkl sin θ
Dengan menggunakan hukum Bragg, secara eksperimen, jarak antarbidang
dhkl dapat dihitung.
09. Fakta menunjukkan bahwa hamburan berkas sinar-X disebabkan oleh atom
diskrit kristal yang bersangkutan. Oleh karena itu bahasan berikut menelaah
hukum Bragg melalui proses hamburan elastik (hamburan Thomson) sinar-X
oleh elektron dalam setiap atom dalam kristal. Dalam teori ini ditemukan
bahwa intensitas parsial gelombang terhambur sebanding dengan kuadrat
faktor hamburan kristal, yaitu Fkr = F S, dimana S dan F, masing-masing
adalah faktor struktur geometri dan kisi.
G G
10. Faktor struktur kisi S berharga tidak nol, yakni S=N, hanya untuk s = Ghkl ,
yakni vektor hamburan sama dengan vektor kisi resiprok (syarat Bragg). Dari
hubungan ini dapatlah diturunkan hukum Bragg 2dhklsin θ = λ.
11. Jika syarat Bragg terpenuhi dan semua atom identik, maka untuk kedudukan
G G G G
atom ke-j dalam sel satuan δ j = u j a + v j b + w j c , didapatkan faktor struktur
( )
kisi Fhkl = f a ∑ e
2πi hu j + kv j + lw j
.
j
12. Dalam suatu kristal letak atom relatif jauh satu sama lain sehingga gaya inti
tidak berperan. Dengan demikian formasi kristal terjadi karena gaya
antaratom (bersifat listrik). Pada titik setimbang, energi potensial terendah dan
didominansi oleh energi tarik-menarik, serta resultan gaya nol. Pada jarak lebih
kecil dari titik setimbang, potensial naik secara tajam menuju tak berhingga
dan terjadi gaya tolak-menolak; sedangkan pada jarak yang lebih besar,
potensial naik secara bertahap sehingga mencapai nol pada jarak tak berhingga
dan terjadi gaya tarik-menarik.
13. Ikatan ion terjadi antara ion positip dan negatip karena terjadi perpindahan
elektron sehingga menyerupai kofigurasi gas mulia. Energi ikatan berasal dari
potensial tolak-menolak medan sentral empirik dan tarik-menarik Coulomb. Di
Nαq 2 ⎛ ρ ⎞
titik setimbang energi tersebut adalah U tot =− ⎜⎜1 − ⎟⎟
R = Ro
4πε o Ro ⎝ R o ⎠
14. Ikatan yang terjadi karena pemakaian bersama sepasang elektron oleh atom
untuk mencapai konfigurasi gas mulia dalam suatu molekul disebut ikatan
kovalen. Sepasang elektron tersebut lebih banyak terdistribusi di antara inti-
inti. Gaya tarikan terjadi antara elektron dan proton di sepanjang garis yang
menghubungkan inti berturutan. Sedangkan gaya tolaknya terjadi karena
interaksi prinsip eksklusi Pauli saat inti saling merapat. Gaya tarikan elektron-
proton lebih dari cukup untuk mengimbangi penolakan langsung elektron-
elektron ataupun proton-proton.
15. Model ikatan logam menggambarkan adanya suatu susunan ion teratur dan
suatu lautan elektron valensi (elektron konduksi) ion tersebut yang dapat
bergerak bebas di antara susunan ion. Ikatan logam terjadi bila tarikan antara
ion positip dan gas elektron melebihi penolakan antarelektron dalam gas
tersebut. Gaya tolak Coulomb antarion positip menjadi tidak efektif karena gas
elektron melingkupi ion secara kuat sehingga menjadi ion noninteraksi yang
netral.
16. Terdapat energi ikat yang lemah pada gas mulia. Meskipun secara rata-rata
semua momen multipol listriknya sama dengan nol, tetapi di setiap suatu waktu
momen dipol listrik terjadi secara fluktuatif sebagai akibat adanya kelebihan
elektron di bagian tertentu. Momen dipol listrik sesaat ini dapat menginduksi
atom atau molekul tetangganya sehingga terjadi interaksi antara keduanya.
Interaksi antara momen dipol listrik sesaat inilah yang memberikan ikatan
antara atom gas mulia. Energi ikatan Van der Walls ini adalah
⎡ ⎛ σ ⎞12 ⎛ σ ⎞
6
⎤
U tot = 12 N (4ε )⎢∑ ⎜ ⎟ − ∑⎜ ⎟ ⎥
⎢ j ⎜⎝ pij R ⎟⎠ ⎜ p R⎟ ⎥
⎝ ij ⎠ ⎦
⎣
17. Contoh ikatan hidrogen adalah kristal air. Sifat listrik sebuah molekul air
terisolasi adalah netral. Tetapi, dalam kristal es distribusi muatan internal
sedemikian rupa sehingga menghasilkan interaksi antarmolekul. Elektron lebih
ditarik ke arah atom oksigen sehingga bermuatan negatip; dan dalam waktu
bersamaan atom hidrogen menjadi bermuatan positip. Keadaan ini
menghasilkan dipol listrik dalam molekul air. Gaya tarik-menarik antardipol
listrik inilah yang menghasilkan ikatan hidrogen sehingga terbentuk kristal.
dengan iˆ, ˆj dan kˆ adalah tiga vektor satuan dalam koordinat Kartesian.
a. Gambarlah kisi tersebut!
b. Membentuk kisi Bravais jenis apakan vektor basis tersebut?
c. Berapakah volume sel satuan primitip tersebut?
02.a. Sama dengan soal 01), tetapi untuk vektor basis primitip
G G G
a = (a / 2)(iˆ + ˆj ), b = (a / 2)( ˆj + kˆ) dan c = (a / 2)(kˆ + iˆ) !
b. Buktikan bahwa ungkapan vektor satuan iˆ, ˆj dan kˆ sebagai kombinasi linier
dari vektor basis primitip ialah
G G G G G G G G G
aiˆ = a − b + c , aˆj = a + b − c dan akˆ = −a + b + c
d. Sama dengan (c), tetapi untuk 6 titik pada pusat muka, yaitu (½)a( iˆ + kˆ ),
(½)a( iˆ + ˆj + 2kˆ ) ! (Nyatalah bahwa, berdasarkan (c) dan (d) semua posisi
atom dapat dinyatakan sebagai kombinasi linier dari vektor kisi primitip
dengan koefisien bilangan bulat)
03.a. Sama dengan soal 02), tetapi untuk vektor basis primitip
G G G
a = (a / 2)(iˆ + ˆj − kˆ), b = ( a / 2)( ˆj + kˆ − iˆ) dan c = (a / 2)(kˆ + iˆ − ˆj ) !
b. Buktikan bahwa ungkapan vektor satuan iˆ, ˆj dan kˆ sebagai kombinasi linier
G G G G G G
dari vektor basis primitip adalah aiˆ = a + c , aˆj = a + b dan akˆ = b + c !
04. Sama dengan soal (1), tetapi untuk vektor basis primitip 1
2
a (iˆ + ˆj ) − 12 ckˆ ,
1
2 a (−iˆ + ˆj ) + 12 ckˆ , dan 1
2 a (iˆ − ˆj ) + 12 ckˆ dimana a adalah sisi bujursangkar dan
06. Buktikan bahwa struktur HCP memiliki rasio sumbu c/a= 23 6 =1,633 !
07. Pada suhu 1190 K besi memiliki struktur FCC dengan parameter kisi a=3,647
Å; dan pada suhu 1670 K berstruktur BCC dengan a=2,932 Å. Jika berat atom
besi adalah 55,85 sma, maka tentukan kerapatan massa pada masing-masing
suhu tersebut!
08. Diketahui padatan Al berstruktur FCC dengan a=4,04 Å dan berat atom 26,98
sma. Hitunglah massa jenisnya!
09. Gambarlah bidang dan arah berikut dalam sel satuan kubik: (122), [122],
(1 1 2) dan [1 1 2]!
10. Kristal Cu mempunyai struktur FCC dengan jari-jari atom 1,278 Å. Berapakah
kerapatan atom yang terdapat pada bidang (100)?
11. Sama dengan soal 08), tetapi untuk kristal Fe yang berstruktur BCC dengan
konstanta kisi 2,86 Å!
12. Buktikan bahwa dalam koordinat Kartesis bidang (hkl)=(mnox+mnoy+mnoz)
memberikan vektor arah yang tegak lurus bidang tersebut, yakni
G
no = nox iˆ + noy ˆj + noz kˆ !
13. Buktikan harga jari-jari atom dan fraksi kepadatan dari berbagai struktur
kristal dalam Tabel 5.1!
14. Suatu kristal kubik mempunyai konstanta kisi 2,62 Å. Berapakah sudut Bragg
yang sesuai untuk terjadi refleksi oleh bidang (100), (110), (111), (200), (210)
dan (211), jika berkas sinar-X monokhromatik yang digunakan mempunyai
panjang gelombang 1,54 Å?
15. Sudut Bragg untuk refleksi kristal besi BCC pada bidang (110) adalah 220,
dengan sinar-X yang panjang gelombangnya 1,54 Å.
a. Berapakah konstanta kisinya?
b. Jika berat atom Fe adalah 55,8 sma, maka berapakah kerapatan massanya?
16. Buktikan bahwa persamaan (1.21) dapat diturunkan dari persamaan (1.20),
dengan mengingat definisi (1.22)!
17. Gambarkan kisi resiprok untuk kisi dua dimensi yang mana a=1,25 Å, b=2,50
Å dan γ=120o!
G G G G
18.a. Buktikan bahwa vektor kisi resiprok G = ha1 + ka 2 + la3 tegak lurus
19. Suatu sel satuan berukuran a=4 Å, b=6 Å, c=8 Å dan α=β=900, γ=1200.
Tentukan
a. vektor basis a*, b* dan c* untuk kisi resiprok!
b. jarak antar bidang (210)!
c. sudut Bragg untuk bidang (210), jika diketahui panjang gelombang sinar-X
yang dipakai 1,54 Å!
20. Buktikan bahwa
a. kisi resiprok suatu kisi SC adalah kisi SC juga!
b. kisi resiprok suatu kisi FCC adalah kisi BCC, dan sebaliknya!
21. Diketahui bahwa vektor basis primitip kisi ruang heksagonal adalah
G G G
a1 = ( 12 a 3 ) xˆ + ( 12 a ) yˆ , a 2 = −( 12 a 3 ) xˆ + ( 12 a ) yˆ , a3 = czˆ
α Nq 2 ⎛ 1 ⎞
E0 = − ⎜1 − ⎟ !
4π ε 0 R0 ⎝ n ⎠
c. Jika kristal NaCl mempunyai konstanta kisi 5,63 Å, energi ikat terukur 7,95
eV/molekul dan konstanta Madelung 1,75, maka tentukan konstanta n!
32. Sama dengan soal 26), tetapi untuk struktur HCP dan FCC! Diketahui bahwa
untuk kisi HCP harga ∑p
j
−12
ij = 12,13229 ; ∑pj
−6
ij = 14,45489 .
6 12
⎛a ⎞ ⎛a ⎞
33. Energi total untuk 2 atom argon adalah E = −C ⎜ o ⎟ + B⎜ o ⎟ relatif
⎝R⎠ ⎝R⎠
terhadap keadaan keduanya pada jarak tak terhingga. Harga B= 2,35.103 eV,
C= 1,69.108 eV dan ao adalah radius Bohr. Suku pertama merepresentasikan
energi tarik menarik antara elektron-elektron terluar; dan kedua adalah energi
tolak menolak antara ion-ion teras. Hitunglah
a. posisi setimbang !
b. Buktikan bahwa di posisi setimbang energinya didominansi oleh energi
tarik menarik! (harga mutlak energi tarik menarik lebih besar daripada
energi tolak menolak, dan energi totalnya berharga negatip)
Bahasan struktur kristal pada bab lalu menganggap bahwa atom bersifat
statik pada masing-masing titik kisinya. Sebenarnya, atom tidaklah statik,
melainkan berosilasi di sekitar titik setimbangnya sebagai akibat energi termal.
Bab ini membahas vibrasi kisi secara agak rinci.
Bab ini mula-mula membahas vibrasi kristal dalam batasan panjang
gelombang elastik, yang mana kristal dapat dianggap medium kontinu. Kapasitas
panas bahan dikemukakan dalam beberapa model, dan yang sesuai dengan
eksperimen adalah hanya yang menggunakan konsep fisika kuantum. Akhirnya,
bab ini ditutup oleh bahasan vibrasi kisi kristal, yang dikaitkan dengan sifat diskrit
kisi.
∂ 2u
ρ A dx = [S ( x + dx) − S ( x)]A (2.1)
∂t 2
dimana u adalah simpangan terhadap titik setimbang dan S adalah tekanan.
Regangan e=du/dx dan tekanan S dihubungkan oleh hukum Hooke
S=Yu (2.2)
Untuk bagian yang kecil sesungguhnya
ΔS = S(x+dx) – S(x) = (∂S/∂x) dx
sehingga persamaan gerak gelombang (2.1) di atas menjadi
∂ 2u ρ ∂ 2u
− =0 (2.3)
∂x 2 Y ∂t 2
yang dikenal sebagai persamaan gelombang satu dimensi.
Diambil solusi berbentuk propagasi gelombang bidang, yaitu
u = Ao ei(kx - ωt) (2.4)
Dimana Ao, k dan ω adalah amplitudo, bilangan gelombang dan frekuensi radial
gelombang. Substitusi solusi (2.4) ke dalam persamaan gelombang (2.3)
menghasilkan
ω = vs k (2.5)
dengan
vs = (Y/ρ)1/2 (2.6)
adalah kecepatan fasa gelombang. Hubungan (2.5) antara frekuensi dan bilangan
gelombang disebut relasi dispersi. Dalam hal ini hubungan tersebut adalah linier,
dengan kemiringan kecepatan fasa, seperti disajikan pada Gambar 2.1 berikut.
ω=vsk
0 k
L 1
g (ω ) =
2π dω / dk
Ungkapan ini hanya berlaku untuk gerakan dalam satu arah positip saja. Dengan
demikian g(ω) yang mencakup gelombang ke kiri dan ke kanan adalah
L 1
g (ω ) = (2.12)
π dω / dk
Terlihat bahwa rapat keadaan g(ω) bergantung pada relasi dispersi. Untuk
hubungan linier (2.5), dimana dω/dk=vs, maka didapatkan
L 1
g (ω ) = (2.13)
π vs
yang konstan tidak bergantung pada ω.
ky
kontur (ω+dω)
kontur ω
kx
dω
k
Gambar 2.2 Nilai diskrit k untuk gelombang yang merambat tiga dimensi
Semua moda getar dengan k tertentu direpresentasikan oleh satu titik yang terletak
pada permukaan bola dalam ruang k, dengan jari-jari k dan berpusat di (kx , ky ,
kz) = (0,0,0).
Semua moda getar dengan vektor gelombang antara k dan (k+dk) terletak
dalam elemen volume 4πk2dk yang dibataskan oleh bola berjari-jari k dan (k+dk).
Dengan demikian, jumlah moda getar dalam selang vektor gelombang di atas
4πk 2 dk k2
dN = = V dk (2.15)
(2π / L )3 2π 2
dimana V=L3 adalah volume sampel. Rapat keadaan g(ω) diperoleh dengan
menggunakan hubungan dispersi ω(k).
Apabila digunakan hubungan dispersi linier (2.5), maka didapatkan
V ω2
g (ω ) = (2.16)
2π 2 v s3
yang dilukiskan dalam Gambar 2.3 berikut.
Ternyata bahwa bertambahnya g(ω) berbanding lurus dengan ω2, tidak seperti
dalam kasus satu dimensi dimana g(ω) berharga konstan. Hal ini terjadi karena
kenaikan elemen volume permukaan bola yang berbanding lurus dengan k2; dan
karena itu berbanding lurus juga dengan ω2 karena ω sebanding dengan k.
Ungkapan g(ω) di atas bersesuaian dengan moda tunggal untuk setiap nilai
G G
k . Sebenarnya, dalam tiga dimensi untuk setiap nilai k mengandung tiga moda
berbeda, yaitu satu moda longitudinal dan dua moda transversal. Hubungan
dispersinya juga berbeda. Dengan demikian rapat keadaan (2.16) menjadi
ω2 ⎛ 1 1 ⎞
g (ω ) = V ⎜⎜ 3 + 3 ⎟⎟ (2.17)
2π 2 ⎝ v L vT ⎠
dimana vL dan vT, masing-masing merupakan kecepatan gelombang longitudinal
dan transversal. Jika vL=vT, maka ungkapan (2.17) menjadi
3V ω 2
g (ω ) = (2.18)
2π 2 v s3
energi kinetik rata-rata sama dengan energi potensial rata-rata, sehingga energi
total sistem atom dalam kristal menurut hukum ekipartisi
⎛3 3 ⎞
U = N A ⎜ k oT + k oT ⎟ = 3RT (2.21)
⎝ 2 2 ⎠
Ungkapan ini menunjukkan bahwa kapasitas panas kristal pada volume konstan
adalah
CV = (∂U/∂T)V = 3R (2.22)
Harga (2.22) sesuai dengan penemuan empirik Dulong-Petit (1819), yang berlaku
untuk hampir semua zat padat pada suhu ruang atau yang lebih tinggi.
Selanjutnya, eksperimen menunjukkan bahwa nilai CV menurun apabila T
menurun, dan mendekati nol apabila T menuju 0 K. Disamping itu, terdapat
indikasi yang sangat kuat bahwa pada suhu yang sangat rendah mendekati nol
mutlak
CV ∼ T3
Penyempurnaan bahasan kapasitas panas ini, selanjutnya menggunakan teori
mekanika kuantum.
2.1.2.1 Model Einstein tentang CV Zat Padat
Diilhami oleh keberhasilan Planck dalam menerangkan radiasi benda
hitam, maka konsep kuantisasi energi itu juga diterapkan Einstein dalam teorinya
tentang CV zat padat. Model Einstein tentang getaran kisi mengambil andaian
sebagai berikut.
a. Atom kristal merupakan osilator independen, yang masing-masing memiliki
frekuensi sama dan energi diskrit
εn = n ћ ω , n = 0, 1, 2, … (2.23)
dengan ω adalah frekuensi osilator. Jarak antartingkat energi ini sebesar ћ ω.
b. Sebaran energi osilator pada harga energi yang diperbolehkan mengikuti
distribusi Boltzmann
f (ε n ) = e −ε n / koT (2.24)
Sebuah osilator dengan satu derajat kebebasan mempunyai energi rata-
rata
∑ε n f (ε n )
ε = n=0
∞
∑ f (ε
n=0
n )
klasik
kuantum
O T
Gambar 2.4 Energi kuantum rata-rata dan energi klasik rata-rata kristal
Tampak bahwa pada suhu tinggi, sehingga koT>>ћω, osilator berada dalam
keadaan kuantum tereksitasi tinggi. Pada keadaan demikian sifat kuantum
spektrum dapat diabaikan, sehingga dihasilkan energi klasik rata-rata ε = k oT .
Pada suhu rendah, koT<<ћω, dan energi koT tidak cukup untuk mengeksitasikan
osilator ke tingkat eksitasi pertama. Dalam hal ini energi osilator jauh lebih kecil
daripada koT. Oleh karena itu, pada suhu rendah ini, sifat kuantum gerakan lebih
dominan.
Bila zat padat sebanyak 1 kmol dan setiap atom mempunyai 3 derajat
kebebasan, maka energi totalnya
=ω
E = 3N Aε = 3N A E
=ω E / k o T
(2.26)
e −1
dimana ωE adalah frekuensi Einstein (frekuensi bersama osilator). Kapasitas
panas pada volume konstan
2
⎛ ∂E ⎞ ⎛θ ⎞ eθ E / T
CV = ⎜ ⎟ = 3 R⎜ E ⎟ θ / T (2.27)
⎝ ∂T ⎠V ⎝ T ⎠ e E −1
2
( )
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
II DINAMIKA KISI KRISTAL 55
dalam rentang frekuensi tersebut haruslah sama dengan jumlah derajat kebebasan
untuk keseluruhan padatan. Jadi
ωD
∫ g (ω ) dω = 3N
0
A (2.30)
dimana frekuensi atas ωD disebut frekuensi Debye. Hasil integrasi di atas, setelah
mensubstitusikan (2.18) memberikan nilai
ωD = vs (6π2n)1/3 (2.31)
dimana n=NA/V adalah konsentrasi atom dalam padatan.
Energi total (2.29) dapat ditulis kembali
ωD
3V =ω 3
E=
2π 2 v s3 ∫e ω
0
= / k 0T
−1
dω (2.32)
CV = ⎜ ⎟ =
⎝ ∂T ⎠V 2π v s k o T
2 3 2 ∫ (e ω
0
= / k oT
−1 )
2
dω (2.33)
Suhu Debye θD dapat diperoleh dengan mencocokkan kurva eksperimen dari data
(CV,T) suatu kristal dengan kurva universal teoritis CV terhadap T/θD. Untuk suatu
zat tertentu, sudu Debye θD adalah suhu yang dipilih sedemikian rupa sehingga
kurva eksperimen akan berimpit dengan kurva universal teoritis. Bahan berikut ini
Li, Na, K, Cu, Ag, Au, Al, Ga, Pb, Ge, Si, C, NaCl, KCl, CaF2, LiF dan SiO22
pada suhu kamar 300 K, masing-masing memiliki suhu Debye 335; 156; 91,1;
343; 226; 162; 428; 325; 102; 378; 647; 1860; 280; 230; 470; 680; dan 255 K.
Ungkapan CV di atas menunjukkan hal-hal sebagai berikut.
a. Pada suhu tinggi, T>>θD, didapatkan
CV ≅ 3 R
didapatkan
3
12π 4 ⎛ T ⎞
CV = R⎜⎜ ⎟⎟ (2.35)
5 ⎝θ D ⎠
Kebergantungan CV terhadap T3 ini sesuai dengan hasil pengamatan. Dalam
keadaan demikian, hanya sedikit moda tereksitasi, yakni moda yang memiliki
energi kuantum ћω, yang lebih kecil daripada kT.
Posisi setimbang atom dinyatakan pada koordinat kisi …, xA-1, xA, xA+1, …
∂2
m ψ l = −α (ψ l − ψ l +1 ) − α (ψ l − ψ l −1 ) = −α (2ψ l − ψ l +1 − ψ l −1 ) (2.36)
∂t 2
Kisi di atas mempunyai simetri translasi, yakni massa atom sama dengan interval
tertentu. Oleh sebab itu diambil bentuk solusi gelombang berjalan
ψ l = Ao e i (kla −ωt ) (2.37)
Solusi (2.37) menunjukkan bahwa semua atom bergetar dengan frekuensi dan
amplitudo sama. Getaran yang demikian disebut getaran modus normal.
Substitusi (2.37) ke dalam (2.36) dan penghilangan besaran-besaran yang sama,
yaitu A, e iω t dan e ikla , serta pemakaian rumus Euler eiy+e-iy=2 cos y
menghasilkan bentuk
ka
ω = ω o sin (2.38)
2
dimana ωo=(4α/m)1/2 dan hanya diambil harga ω positip (yang memiliki arti fisis).
Ungkapan ini tidak lain adalah hubungan dispersi ω(k), yang berbentuk sinusoida
dengan perioda 2π/a dan frekuensi maksimum ωo dalam ruang k, seperti disajikan
dalam Gambar 2.7 berikut.
ω(k)
kontinu
ωo
-π/a
-2π/a 0 π/a 2π/a
Gambar 2.7 Kurva dispersi ω(k) kisi satu dimensi dengan interaksi tetangga terdekat
Interpretasi fisis yang dapat dikemukakan dari model ini adalah sebagai berikut.
a. Nilai k kecil menyebabkan (2.38) menjadi hubungan dispersi linier, yaitu
⎛ ωoa ⎞
ω ≅⎜ ⎟k (2.39)
⎝ 2 ⎠
Dalam batas ini, kisi berkelakuan sebagai medium kontinu elastik (pegas
kontinu). Harga k kecil, berarti k<<(π/a) atau λ>>2a. Dengan kata lain,
panjang gelombang jauh lebih besar daripada jarak antaratom (sistem makro).
Atom bergerak dalam fasa yang sama satu sama lain. Hal ini menyebabkan
gaya pulih setiap atom menjadi kecil, sehingga ω kecil juga. Kecepatan fasa
vϕ=ω/k sama dengan kecepatan kelompok vg=∂ω/∂k, yaitu sebesar
αa
vϕ= vg=(ωoa)/2= (2.40)
m
Kecepatan fasa vϕ adalah kecepatan perambatan gelombang yang berfrekuensi
ω dan angka gelombang k. Sedangkan kecepatan kelompok vg adalah
kecepatan pulsa gelombang yang berfrekuensi dan angka gelombang rata-rata
ω dan k. Seringkali vg lebih berperan karena yang ditransmisikan gelombang
adalah energi dan momentum.
Kecepatan fasa vϕ tidak lain adalah kecepatan suara (2.6) dalam bahasan
gelombang elastik dahulu. Karena m/a adalah kerapatan massa satu dimensi
dan αa dapat diinterpretasikan sebagai tegangan dalam rantai kisi, maka hal ini
sama dengan bahasan kecepatan rambat gelombang transversal dalam kawat
Melde. Dari (2.40) dan (2.6) dapat dicari hubungan tetapan gaya α dan
modulus Young Y, yaitu
α=aY (2.41)
yang dapat digunakan untuk memprediksi harga α. Untuk nilai a= 5.10-8cm dan
Y= 1011 gr/cm s2 didapatkan nilai α= 5.103 dyne/cm. Kasus dengan k<<π/a,
atau λ>>a dinamakan batas gelombang panjang.
b. Saat k membesar terjadi deviasi secara signifikan terhadap bentuk linier. Pada
k=±π/a terdapat nilai frekuensi maksimum. Nilai k=±π/a, berarti λ=2a,
menyebabkan atom yang bertetangga bergetar dengan fasa berlawanan,
sehingga gaya pulih dan frekuensi menjadi maksimum. Karena adanya fasa
berlawanan pada dua atom berdekatan, maka terjadi gelombang pantulan.
Akibatnya terjadi superposisi antara gelombang datang dan pantul oleh semua
atom dalam kristal, dan menghasilkan gelombang berdiri. Dalam kasus ini
kecepatan kelompok vg=0. Kasus dengan k=±π/a dinamakan kondisi refleksi
Bragg.
Frekuensi maksimum ωo=(4α/m)1/2 yang bergantung pada konstanta pegas dan
massa atom adalah memang sifat untuk osilator harmonik. Dengan
mensubstitusikan nilai α= 5.103 dyne/cm dan m= 22.10-24 gr (untuk hidrogen)
didapatkan nilai ωo= 2.1013/s dalam daerah inframerah.
c. Nilai k=0, berarti λ=∞, menyebabkan keseluruhan bagian kristal bertranslasi,
sehingga gaya pulih menjadi nol. Hal ini berarti ω=0 untuk k=0.
Lihat kembali kurva dispersi (Gambar 2.7) di atas. Tampak bahwa kurva
tersebut periodik dalam ruang k, dan simetri terhadap pencerminan di sekitar titik
asal k=0. Oleh karena itu daerah yang penting adalah 0<k<π/a. Hanya frekuensi
dalam rentang 0<ω<ωo yang ditransmisikan dalam kisi. Frekuensi di atas ωo
mengalami atenuasi tajam. Dalam hal ini, kisi berperan sebagai filter mekanik
lolos rendah.
Periodisitas ω(k) dalam ruang k mempunyai perioda 2π/a. Oleh karena itu
a M2
M1
yang merupakan persamaan kuadrat dalam ω2, dan memberikan solusi untuk ω2,
yakni
1/ 2
⎛ 1 1 ⎞ ⎧⎪⎛ 1 1 ⎞
2
4 sin 2 (ka ) ⎫⎪
ω 2
1, 2 = α ⎜⎜ + ⎟⎟ ± α ⎨⎜⎜ + ⎟⎟ − ⎬ (2.48)
⎝ M1 M 2 ⎠ ⎪⎩⎝ M 1 M 2 ⎠ M 1M 2 ⎪
⎭
Tanda ± menyebabkan terdapat dua hubungan dispersi, yang masing-masing
kurvanya, dengan asumsi M1< M2, disajikan dalam Gambar 2.10 berikut.
Pada gambar di atas terdapat daerah tanpa getaran, yaitu daerah frekuensi
antara (2α/M2)1/2 sampai (2α/M1)1/2. Untuk harga α= 5.103dyne/cm dan M=10-23
gr didapatkan frekuensi ω=(2α/M)1/2= 3.1013/s dalam daerah inframerah. Daerah
terlarang ini, dimana kisi tidak dapat mentransmisikan gelombang, disebut celah
frekuensi. Oleh karena itu, kisi diatomik berperan sebagai filter mekanik lolos
pita.
zona ini, jumlah nilai k yang diperkenankan sebanyak jumlah atom total N.
Karena terdapat dua cabang, maka jumlah moda getar totalnya adalah 2N.
RINGKASAN
01. Padatan terdiri dari atom diskrit yang berosilasi di sekitar titik setimbangnya
sebagai akibat adanya energi termal. Jika gelombang yang merambat
mempunyai panjang gelombang yang jauh lebih besar daripada jarak
antaratom, maka sifat atomik dapat diabaikan dan padatan dapat dianggap
sebagai medium kontinu (lingkup makro). Gelombang yang demikian disebut
gelombang elastik. Bahasan ini menghasilkan hubungan dispersi linier ω = vs
03. Jika harga konstanta gas umum R≅2 kal/mol K, maka hitunglah kapasitas
panas pada volume tetap padatan pada suhu tinggi!
04. Tunjukkan penurunan persamaan (2.25)!
05. Tembaga mempunyai suhu Einstein θE=240 K. Berapa dan terletak di daerah
optik mana frekuensi Einstein tersebut?
06. Jika diketahui bahwa suatu padatan mempunyai konsentrasi atom n=1022
atom/cm3 dan kecepatan gelombang vs=5.105 cm/s, maka hitunglah frekuensi
Debye ωD!
07. Kemukakan sampai sejauh mana kesesuaian (terhadap rentang suhu) kapasitas
panas padatan ramalan (a) Dulong-Petit, (b) Einstein, dan (c) Debye dengan
hasil pengamatan!
08. Tunjukkan penurunan persamaan (2.41)!
09.a. Jika konstanta kisi a=5 Å dan modulus Young Y=1011 gr/cm s2, maka
tentukan konstanta gaya α!
b. Dengan menggunakan harga α dari soal a), dan massa m=2.10-24 gr (untuk
hidrogen), maka tentukan frekuensi maksimum ωo!
10. Anggaplah bahwa kisi kristal satu dimensi merupakan medium kontinu dan
mempunyai syarat batas periodik. Buktikan bahwa jumlah moda getar dalam
Zona Brillouin Pertama (ZBP) adalah sama dengan jumlah total atom, atau
jumlah sel satuan dalam kisi!
11. Semua getaran yang memiliki makna fisis berada dalam interval ZBP
⎛ π⎞ ⎛ π⎞
⎜ − ⎟ ≤ k < ⎜ + ⎟ . Sesuai dengan soal nomor (10), maka jika terdapat N
⎝ a⎠ ⎝ a⎠
atom, maka nilai k yang diperbolehkan akan sebanyak N pula, yang terentang
2π 1 2π 1
dari − 2 N hingga + N . Misalnya terdapat vibrasi gelombang yang
Na Na 2
merambat dalam kristal monoatomik satu dimensi dengan jarak setimbang
2α a 2
b. kecepatan fasa bunyi v = (Tampak bahwa dengan (M1+M2)/a
M1 + M 2
adalah kerapatan massa satu dimensi, maka hal ini sama dengan bahan
pegas/kawat kontinu dengan tegangan 2αa)
13. Tunjukkan bahwa untuk harga k=π/2a, maka dari persamaan (2.48) diperoleh
dua harga frekuensi ω 2 = 2α / M 1 dan ω 2 = 2α / M 2
14. Kemukakan yang terjadi pada Gambar 2.10, jika diasumsikan bahwa M1>M2!
15. Tunjukkan bahwa celah frekuensi dalam vibrasi kisi diatomik satu dimensi
a. semakin tajam bila kedua massa semakin tidak sama!
b. lenyap bila kedua massa sama besar!
16. Buktikan bahwa pada k=π/2a dalam kisi diatomik satu dimensi
a. cabang akustik menunjukkan bahwa hanya atom berat yang bervibrasi!
b. cabang optik menunjukkan bahwa hanya atom ringan yang bervibrasi!
17. Sama dengan soal (10), tetapi untuk kisi kristal diatomik satu dimensi.
Buktikan bahwa jumlah moda getarnya dua kali lebih besar karena masing-
masing angka gelombang k bersesuaian dengan dua moda, yaitu moda akustik
dan optik!
18. Harga kecepatan fasa bunyi dalam padatan berorde 3.103 m/s daan jarak
antaratomnya berorde 3 Å. Jika padatan diasumsikan sebagai sebuah kisi linier,
maka berapakah harga frekuensi maksimumnya?
19. Kecepatan kelompok bunyi suatu rantai linier monoatomik adalah 1,08.104
m/s. Jika massa tiap atom 6,81.10-26 kg dan jarak setimbang antaratom 4,85 Å,
maka
a. berapakah konstanta gaya?
atom dalam kolom ke-A dan baris ke-m. Setiap atom bermassa m dan konstanta
adalah jarak antara tetangga terdekat atom. Buktikan bahwa relasi dispersi
yang sesuai adalah ω2 m = 2 α (2 - cos kxa - cos kya) !
c. Buktikan untuk ka << 1 dipenuhi ω=(αa2/m)1/2 (kx2+ ky2)1/2= (αa2/m)1/2 k,
sehingga memiliki kecepatan yang konstan!
dengan NA adalah bilangan Avogadro dan M adalah berat atom. Logam memiliki
konsentrasi elektron yang besar, yakni n = 1029/m3. Misalnya, logam Na, K, Cu, Ag
dan Au adalah monovalen; dan logam Be, Mg, Zn dan Cd adalah divalen.
Bagian awal bab ini membahas perkembangan model elektron bebas. Bahasan
kapasitas panas dan suseptibilitas magnetik dari sumbangan elektron menunjukkan
bahwa yang sesuai dengan eksperimen adalah hanya jika elektron mengikuti prinsip
eksklusi Pauli. Kemudian, dikenalkan konsep tingkatan Fermi dan permukaan Fermi,
yang dapat digunakan untuk memperjelas deskripsi konduktivitas listrik dalam
logam.
Dalam bab ini juga dibahas pengaruh medan magnet terhadap gerakan
elektron bebas, yakni efek Hall dan resonansi siklotron. Bahasan kedua hal ini
menghasilkan informasi yang mendasar tentang logam.
Dalam model elektron bebas ini elektron mengalami tumbukan dengan fonon
dan ketidakmurnian. Hal ini menghasilkan ungkapan hukum Matthiessen. Selain itu,
elektron dapat melepaskan diri dari permukaan logam sehingga terjadi emisi
thermionik. Akhirnya, bab ini ditutup dengan dikemukakannya beberapa kegagalan
model elektron bebas dalam membahas sifat logam.
eε
ax = − (3.2)
m*
dengan e dan m*, masing-masing adalah muatan dan massa efektif elektron. Jika
waktu rata-rata antara dua tumbukan elektron dan ion adalah τ, maka kecepatan
hanyut dalam selang waktu tersebut
eε
v hanyut = vo − τ (3.3)
m*
Oleh karena itu rapat arus yang terjadi
⎡ ⎛ eε ⎞⎤
J x = ∑ ⎢− e⎜ vo − τ⎟ (3.4)
⎣ ⎝ m * ⎠⎥⎦
dimana penjumlahan dilakukan terhadap semua elektron bebas setiap satuan volume.
Elektron bergerak secara acak, sehingga ∑vo=0. Oleh sebab itu ungkapan (3.4)
menjadi
e 2 nτ
Jx = ε (3.5)
m*
Karena hubungan Jx=σε, maka menurut (3.5) konduktivitas listrik memiliki ungkapan
e 2 nτ
σ = (3.6)
m*
Pengukuran menunjukkan bahwa nilai rata-rata σ logam sekitar 5.107(Ωm)-1. Dengan
menganggap masa efektif m* sama dengan massa bebas mo=9,1.10-31kg, maka
didapatkan nilai τ berorde 10-14 s.
Contoh analisa lain adalah konduktivitas termal. Misalnya, sepanjang sumbu-
X terdapat gradien suhu ∂T/∂x, maka akan terjadi aliran energi persatuan luas
perdetik (arus kalor) Qe. Berdasarkan eksperimen arus kalor Qe tersebut sebanding
dengan gradien suhu ∂T/∂x
Qe = -K ∂T/∂x (3.7)
dengan K adalah konduktivitas termal. Dalam isolator, panas dialirkan sepenuhnya
oleh fonon. Sedangkan dalam logam dialirkan oleh fonon dan elektron. Tetapi karena
konsentrasi elektron dalam logam sangat besar, maka konduktivitas termal fonon jauh
volume, kecepatan partikel rata-rata dan lintas bebas rata-rata partikel. Karena
CV=(3/2)nk, (1/2)mv2=(3/2)kT dan A=vτ, maka konduktivitas (3.8) menjadi
3 nk 2Tτ
K= (3.9)
2 mo
Perbandingan konduktivitas termal (3.9) dan listrik (3.6) adalah
2
K 3⎛k ⎞
= ⎜ ⎟ T (3.10)
σ 2⎝ e⎠
Hal ini sesuai dengan penemuan empirik oleh Wiedemann-Frans (1853). Kadang-
kadang perbandingan (3.10) di atas dinyatakan sebagai bilangan Lorentz
K
L= (3.11)
σT
Ternyata, hukum Wiedemann-Frans sesuai dengan pengamatan untuk suhu tinggi
(termasuk suhu kamar) dan suhu sangat rendah (beberapa K). Tetapi, untuk suhu
“intermediate”, K/σT bergantung pada suhu.
Dalam teori drude, lintas bebas rata-rata elektron bebas, A=τvo, tidak
∫ μ cosθ e 2π sin θ dθ
− E / kT
μ= 0
π
(3.17)
∫e 2π sin θ dθ
− E / kT
dimana θ adalah sudut antara μ dan H. Hasil dari persamaan (3.17) adalah
μ = μ L(x) (3.18)
dengan L(x)=coth x – (1/x) = fungsi Langevin
x = (μH/kT)
Dengan menggunakan deret
1 x x3 2x5
coth x = + − + + ... , untuk 0< x <π
x 3 45 945
maka untuk medan H tidak kuat, yakni μH<<kT momen dipol rata-rata tersebut
berharga
1μH
μ =μ (3.19)
3 kT
Jika jumlah momen dipol magnet adalah N, maka magnetisasinya
Nμ 2
M = Nμ = H (3.20)
3kT
Dengan membandingkan (3.20) dan (3.15) diperoleh suseptibilitas magnetik
Nμ 2
χ= (3.21)
3kT
G G G
ψ (r ) = Ao e ik •r (3.23)
(
k 2 = k x2 + k y2 + k z2 = ) 2mo
=2
Ek
Sedangkan semua keadaan elektron yang berenergi antara E dan E+dE terletak dalam
kulit bola dengan jari-jari antara k dan k+dk dan volume 4πk2dk. Dengan demikian,
jumlah keadaan elektron
4π k 2 dk L3 k 2
=
(2π L)
dk
3
2π 2
Dengan kata lain, pada suhu T=0 K semua tingkat energi E<EF(0) terisi penuh
elektron dan E>EF(0) kosong. Sedangkan pada suhu T>0 K berlaku
untuk E < EF → f(E) < 1
untuk E = EF → f(E) = 1/2
untuk E > EF → f(E) > 0
Hal ini berarti pada T>0 K tingkat energi di atas EF sudah terisi sebagian dan di
bawah EF menjadi kosong sebagian.
Model elektron bebas terkuantisasi mengambil andaian sebagai berikut.
a. Kristal logam digambarkan sebagai superposisi dari jajaran gugus ion positip (yang
membentuk kisi kristal) dan elektron bebas yang bergerak dalam volume kristal.
b. Elektron bebas tersebut memenuhi kaidah fisika kuantum, yaitu mempunyai energi
terkuantisasi dan mematuhi larangan Pauli, yang secara menyatu dirangkum dalam
ungkapan rapat elektron
dn = n(E) dE = f(E) g(E) dE (3.28)
Dengan mensubstitusikan (3.27) dan (3.26) diperoleh ungkapan rapat elektron
sebagai fungsi dari energi elektron dan suhu sistem
3/ 2
1 ⎛ 2mo ⎞ E1/ 2
dn = ⎜ ⎟ dE (3.29)
2π 2 ⎝ = 2 ⎠ 1 + e ( E − EF ) / kT
c. Pengaruh medan ion positip dapat diabaikan karena energi kinetik elektron bebas
sangat besar.
d. Pada permukaan batas antara logam dan vakum yang mengelilinginya terdapat
suatu potensial penghalang φ yang harus diloncati oleh elektron bebas paling
energetik pada suhu T=0 K (energi EF) untuk dapat meninggalkan permukaan
batas logam.
nπ 2 k 2T
(CV )el = ∂U / ∂T = (3.36)
2EF
Apabila kapasitas panas elektron bebas model klasik (CV )el (persamaan (3.13)),
'
g(E) g(E)
μBμoH H
Ekin Ekin+mag
Gambar 3.1 Variasi tingkat energi karena aplikasi medan magnet luar H
∞ ∞
M = μ B ∫ dn =μ B ∫ f ( E ){12 g ( E + μ B μ o H ) − 12 g ( E − μ B μ o H )}dE (3.40)
0 0
laju Fermi vF), serta permukaannya disebut permukaan Fermi. Kecepatan elektron
bersifat acak, dan berkaitan dengan energi melalui ungkapan
E = ½ m v2
direpresentasikan oleh semua titik dalam bola. Arus total nol karena setiap elektron
yang berkecepatan v selalu berpasangan dengan yang berkecepatan –v. Kecepatan
elektron sangat besar di permukaan Fermi. Permukaan Fermi tidak begitu dipengaruhi
oleh suhu. Bila suhu naik, hanya sedikit elektron yang melintasinya.
Perlu diketahui bahwa pengukuran eksperimen menunjukkan bahwa
permukaan Fermi berbentuk bola terdistorsi, sebagai akibat dilibatkannya interaksi
elektron dan kisi. Hal ini akan dijelaskan dalam bab selanjutnya.
Bila terdapat medan listrik, misalnya, εX searah sumbu-X, maka distribusi
G
elektron berubah menjadi n(v ) . Perubahan ini mempunyai komponen posisi dan
waktu. Dalam hal ini bola Fermi bergeser ke arah (-X), seperti ditunjukkan oleh
Gambar 3.2 berikut.
Integral suku pertama persamaan (3.47) menghasilkan nol karena kecepatan rata-rata
G
v X = 0 dalam no (v ) . Dengan demikian rapat arus (3.47) menjadi
∞ G
e 2ε X ∂n(v )
JX =−
mo ∫ −∫∞∫ v X ∂v X dv X dv y dv z (3.48)
Mengingat bahwa
a. τ=A/v, dimana A adalah lintas bebas rata-rata antara dua tumbukan,
b. v 2 = v X2 + vY2 + v Z2 , dan
Untuk suhu T=0 K, harga (-∂f(E)/∂E) berupa fungsi delta Dirac δ sehingga integral
dalam (3.52)
∞
⎛ ∂f ( E ) ⎞
∫ AE ⎜⎝ −
0
∂E ⎠
⎟dE = A EF E F
dimana τF adalah waktu relaksasi sebuah elektron pada bola Fermi. Ungkapan
konduktivitas listrik di atas, ternyata, bentuknya sama dengan hasil teori Drude yang
lalu.
Ungkapan ini disebut hukum Matthiessen. Tampak bahwa ρ terdiri dari dua bentuk,
yaitu
a. resistivitas ideal ρf(T) karena hamburan elektron oleh fonon, sehingga bergantung
pada suhu, dan
Arus IX mengalir searah εX. akibat pengaruh medan BZ, lintasan elektron
membelok ke bawah, sehingga terkumpul banyak elektron di bagian bawah logam.
Dalam waktu bersamaan, terjadi muatan positip di bagian atas karena kekurangan
elektron. Dengan demikian terjadilah medan listrik Hall εY. apabila keadaan sudah
stasioner, maka εY konstan dan elektron bergerak dalam arah vX.
Y εx
Z + + + + + + +
εy
X - - - - - - -
vx=kec elektron
Bz
Dengan mengukur εY, JX dan BZ, maka rapat elektron konduksi n dapat ditentukan.
sinyal
elektromagnet
ω
ωc
Dari kurva absorbsi dapat diperoleh frekuensi siklotron ωC. Dengan demikian massa
elektron m* dapat diukur.
elektron
eφ
EF
Pada T=0 K semua tingkatan terisi sampai tingkat energi Fermi EF. Di atas tingkat EF
terdapat tingkat energi penghalang eφ sampai permukaan, yang dikenal sebagai
fungsi kerja logam. Dengan demikian untuk dapat meninggalkan logam, misalkan
dalam arah-X, elektron harus memiliki energi
p X2
≥ E F + eφ (3.61)
2mo
Dalam statistik Fermi-Dirac, rapat elektron yang berkecepatan antara
(vX,vY,vZ) sampai (vX+dvX, vY+dvY, vZ+dvZ) adalah sama dengan ungkapan distribusi
(3.50), yaitu
( )
−1
⎛ mo ⎞ ⎛⎜ ⎡ mo v X2 + vY2 + v Z2 ⎤ ⎞
3
= e e dv X
h3
Untuk dapat meninggalkan batas permukaan, berdasarkan ungkapan (3.61) elektron
harus memiliki kecepatan awal minimal
2 E F + 2eφ
vX = (3.65)
mo
∞
4π mo2 kT
m
− o v 2X
JX = − ∫
E F / kT
3
(1 r ) e ev X e 2 kT
dv X
h vX (3.66)
= A(1 − r )T 2 e −eφ / kT
dengan A=(4πmok2e)/(h3)=1,2.106 Amp/m2 K2. Ungkapan ini dikenal sebagai
persamaan Richardson-Dushman untuk pancaran thermionik. Jika persamaan di atas
ditulis dalam bentuk logaritma-natural
ln (JX/T2) = ln A + ln (1-r) - eφ/kT
maka dengan membuat grafik ln(JX/T2) terhadap 1/T akan diperoleh harga φ dan (1-r).
Harga fungsi kerja beberapa logam yang diperoleh dari pengukuran emisi termionik
adalah 4,5; 4,2; 4,6; 4,8; 1,8; dan 5,3 eV, masing-masing untuk W, Ta, Ni, Ag, Cs
dan Pt.
Secara eksperimental pancaran thermionik ini dilakukan dalam tabung hampa,
dimana terdapat anoda yang mengumpulkan elektron yang dipancarkan oleh katoda.
bebas rata-rata) yang panjang dibandingkan dengan jarak rata-rata antarion dalam
kristal logam. Hal inilah yang, barangkali, menyebabkan bahasan “aliran” elektron
dalam logam kurang bisa memprediksi kenyataan.
RINGKASAN
01. Logam mengandung elektron bebas (konduksi), dengan konsentrasi besar, yang
dapat bergerak dalam keseluruhan volume kristal. Jika ρm dan ZV, masing-masing
adalah kerapatan bahan dan valensi atom, maka konsentrasi elektron bebas
ρm N A
tersebut adalah n = Z V
M
02. Teori Drude (1900) tentang elektron dalam logam adalah bahwa dalam logam
terdapat elektron bebas, yang membentuk sistem gas elektron klasik, yang
bergerak acak dalam kristal dengan kecepatan random vo karena energi termal dan
berubah arah geraknya setelah bertumbukan dengan ion logam. Karena massanya
yang jauh lebih besar, maka ion logam tidak terpengaruh dalam tumbukan ini.
e 2 nτ
Teori Drude menghasilkan ungkapan konduktivitas listrik σ = dan termal
mo
3 nk 2Tτ
K= . Hal lain yang didapat adalah bahwa konsentrasi elektron
2 mo
berbanding terbalik dengan akar suhu mutlak n ∼ T-1/2. Ungkapan terakhir ini tidak
sesuai dengan fakta, dan menyebabkan teori Drude tidak memadai.
03. Model elektron bebasa klasik tentang logam mengambil andaian bahwa elektron
bebas diperlakukan sebagai gas, yang masing-masing bergerak secara acak dengan
kecepatan termal, pengaruh medan potensial ion diabaikan, karena energi kinetik
elektron bebas sangat besar, dan lektron hanya bergerak dalam kristal karena
adanya penghalang potensial di permukaan batas. Teori ini gagal menerangkan
kapasitas panas sumbangan elektron bebas pada suhu tinggi dan Suseptibilitas
magnetik.
04. Model elektron bebas yang terkuantisasi menggunakan prinsip kuantisasi energi
elektron dan prinsip eksklusi Pauli, pengaruh medan ion positip dapat diabaikan
karena energi kinetik elektron bebas sangat besar dan pada permukaan batas antara
logam dan vakum yang mengelilinginya terdapat suatu potensial penghalang φ
yang harus diloncati oleh elektron bebas paling energetik pada suhu T=0 K (energi
EF) untuk dapat meninggalkan permukaan batas logam.
05. Menurut model elektron bebas yang terkuantisasi, ungkapan kapasitas panas
nπ 2 k 2T
elektron bebas adalah (CV )el = yang sesuai dengan hasil eksperimen.
2E F
μ o μ B2 3n
Sedangkan untuk suseptibilitas magnetik diperoleh χ = yang cocok juga
2 E Fo
dengan hasil eksperimen. Model ini juga menghasilkan ungkapan konduktivitas
listrik yang sama dengan yang diperoleh teori Drude.
06. Hukum Matthiessen membahas resistivitas elektron dalam logam dikarenakan
dua hal, yaitu hamburan elektron oleh fonon (bergantung pada suhu) dan oleh
ketakmurnian (tidak bergantung pada suhu). Pada suhu sangat rendah, hamburan
oleh fonon dapat diabaikan. Sedangkan pada suhu yang cukup besar, hamburan
oleh fonon menjadi dominan.
07. Efek Hall dapat dipergunakan untuk menentukan macam rapat pembawa muatan
(positip atau negatip), dan rapat elektron konduksi yang berperan dalam proses
g. persentase elektron yang mengalami eksitasi di atas tingkat Fermi pada suhu
kamar!
03. Natrium memiliki koefisien ekspansi volume 15.10-5/K. Hitunglah persentase
perubahan energi Fermi EF jika suhu dinaikkan dari 0 K sampai 300 K!
04. Tembaga mempunyai suhu Einstein θE=240 K. Dengan menggunakan harga
energi Fermi soal 02), hitunglah perbandingan kapasitas panas elektron terhadap
kisi pada suhu T=0,3 K, T=4 K, T=20 K, T=77 K dan T=300 K!
05. Anggaplah bahwa energi Fermi EF=5 eV dan tidak bergantung suhu. Berapakah
harga energi untuk fungsi Fermi-Dirac f(E)=0,5 , f(E)=0,7 , f(E)=0,9 dan
f(E)=0,95 pada suhu kamar!
06.a. Buktikan bahwa kapasitas panas kisi dan elektronik berharga sama pada suhu
5θ D3
TC = !
24π 2TF
b. Hitunglah suhu soal a) untuk logam Ag yang mempunyai suhu Debye θD=225 K
dan suhu Fermi TF=6,4.104 K!
c. Tunjukkan bahwa pada suhu T<TC kapasitas panas elektronik lebih besar
daripada kapasitas panas kisi; dan sebaliknya pada T>TC!
07. Jika padatan natrium mempunyai energi Fermi EF=3,12 eV, maka berapakah
suseptibilitas paramagnet Paulinya?
08. Tembaga mempunyai konstanta Hall RH=-0,55.10-10 Vm3/A. Hitunglah
konsentrasi elektronnya!
09. Dalam suatu sampel tembaga didapati kecepatan hanyut elektron 2,16 m/s dalam
medan listrik 500 V/m. Hitunglah
a. mobilitas elektron!
b. waktu relaksasi (anggaplah m*=mo)!
10. Resistivitas listrik suatu sampel tembaga adalah 1,77.10-8 Ωm. Tembaga
berstruktur FCC dengan sisi kubus 3,61 Å dan masing-masing atom
menyumbangkan satu elektron bebas. Tentukanlah
a. waktu relaksasi!
b. kecepatan rata-rata elektron dalam medan 100 V/m!
11. Logam emas mempunyai kerapatan massa 19,3.103 kg/m3. Jika masing-masing
atomnya menyumbangkan satu elektron untuk menghasilkan arus, maka hitunglah
koefisien Hall dalam logam tersebut!
12. Pengamatan resonansi siklotron dalam tembaga terjadi pada frekuensi 24 GHz.
Jika untuk tembaga m*=mo, maka hitunglah medan magnet yang digunakan!
13. Sesium mempunyai fungsi kerja 1,8 eV. Hitunglah rapat arus emisi thermionik
pada suhu 500 K, 1000 K, 1500 K dan 2000 K! (anggaplah tidak ada elektron yang
terpantul di permukaan)
14.a. Buktikan bahwa emisi thermionik mencapai maksimum bila suhu T=eφ/2k!
b. Berapakah suhu soal a) untuk logam Cs dengan fungsi kerja 1,8 eV?
Gambar 4.1 Potensial sebagai fungsi jarak sepanjang garis inti atom
Elektron yang dapat bergerak bebas di antara ion adalah elektron yang berada di atas
potensial penghalang.
Teori pita energi zat padat mengajukan model tentang elektron dalam kristal
dengan asumsi sebagai berikut.
G
a. Terdapat energi potensial V (r ) yang tidak sama dengan nol di dalam kristal
dengan keberkalaan kisi kristal.
G
b. Fungsi gelombang ψ (r ) dibuat berdasarkan kisi sempurna dan dimana dianggap
bahwa kisi tidak bervibrasi secara termal.
c. Teori pita energi dikembangkan dari bahasan perilaku elektron tunggal di bawah
G
pengaruh suatu potensial periodik V (r ) yang merepresentasikan semua interaksi,
baik dengan ion kristal maupun dengan sesama elektron lain.
d. Bahasan elektron tunggal dapat menggunakan persamaan Schrodinger untuk satu
elektron
=2 2 G G G G
− ∇ ψ (r ) + V (r )ψ (r ) = Eψ (r ) (4.1)
2mo
dengan ketentuan bahwa pengisian keadaan elektron yang diperoleh menganut
distribusi Fermi-Dirac.
b. Mengingat V(x) riil, maka V*(x)=V(x). Karenanya setiap E senantiasa ada dua
fungsi gelombang yang memenuhi persamaan Schrodinger, yaitu ψ*(x) dan ψ(x);
dan E(k)=E(-k).
G
c. Mengingat hubungan antara vektor kisi resiprok G dan periodisitas kisi a adalah
G a = m 2π ; m = 0, ±1, ±2, …
maka suatu keadaan elektron dengan vektor gelombang G memenuhi
ψG(x+a) = ψG(x) (4.6)
G G G
Sedangkan suatu keadaan elektron dengan vektor gelombang k ' = G + k
memenuhi
ψ k ' ( x + a ) = e ikaψ k ' ( x) (4.7)
Hal ini berarti ψ k ' ( x) memenuhi teorema Bloch seolah-olah dengan vektor
V(x)
ion
Vo
x
-b 0 a a+b 2a+b 2a+2b
=2 d 2
− ψ ( x) + Voψ ( x) = Eψ ( x) , untuk − b < x < 0 (4.9)
2m0 dx 2
Jika kita bataskan E<Vo dan dua besaran riil
2mo E
α2 = (4.10)
=2
2mo (Vo − E )
β2 = (4.11)
=2
maka solusi persamaan di atas adalah
untuk 0<x<a, ψ = Ae iαx + Be − iαx (4.12)
β 2 −α 2
sinh (β b )sin (α a ) + cosh (β b ) cos(α a ) = cos k (a + b ) (4.19a)
2αβ
Hasil di atas menjadi lebih sederhana apabila potensial periodik merupakan fungsi
delta Dirac, yakni Vo→∞ dan b→0, tetapi Vob→berhingga. Dalam kasus ini β>>α
dan βb<<1 sehingga persamaan (4.19a) di atas menjadi
⎛ moVo b ⎞
⎜ 2 ⎟ sin (α a ) + cos(α a ) = cos ka (4.19b)
⎝ =α ⎠
⎛m V b⎞
Apabila dibataskan P = ⎜ o 2o ⎟ , maka persamaan (4.19b) menjadi
⎝ = ⎠
a. Spektrum energi elektron terdiri dari beberapa pita energi (daerah energi) yang
diperkenankan dan beberapa yang terlarang.
b. Lebar pita energi yang diperkenankan bertambah lebar dengan meningkatnya
harga αa, atau dengan energi elektron yang meningkat.
c. Lebar pita energi tertentu yang diperkenankan mengecil apabila P bertambah,
artinya mengecil bila “energi ikatan” makin naik.
V(x) E(k)
0 x k
0
V(x) E(k)
Vo
x k
-3π/a -2π/a -π/a 0 π/a 2π/a 3π/a
V(x) ∞
∞ ∞ ∞ ∞ E3
E2
E1
x
setiap atom bersifat diskrit, dan sesungguhnya atom dalam keseluruhannya bukanlah
merupakan suatu sistem fisis. Tingkat energi atom yang diskrit tersebut dinamakan
tingkat 1s, 2s, 2p dan seterusnya. Setiap atom merupakan sistem tersendiri, tanpa
interaksi dengan atom lain. Atom yang terisolasi ini, masing-masing memiliki
banyak keadaan elektron yang sama energinya.
Apabila kemudian jarak antaratom berkurang, maka mulai terjadi interaksi
antaratom dan fungsi gelombang elektron mulai saling bertindihan. Interaksi tersebut
menyebabkan harga energinya berubah. Secara keseluruhan atom tersusun menjadi
satu sistem fisis dan harus mengikuti kaidah yang menyangkut sistem fisis. Misalnya,
prinsip Pauli yang melarang dua elektron atau lebih mempunyai harga energi yang
tepat sama. Oleh karena itu terjadi pelebaran dari harga diskrit energi elektron (atom
terisolasi) menjadi harga pita energi elektron.
Berdasarkan prinsip larangan, tiap tingkat energi tersedia bagi dua elektron
dengan spin berlawanan. Oleh karena itu pita energi suatu zat padat yang terdiri dari
N atom akan tersedia N tingkat energi atau paling banyak boleh berisikan 2N
elektron. Karena N besar sekali, yakni 1023, maka tingkat-tingkat energi tersebut
saling merapat satu sama lain membentuk pita energi. Pita energi terdiri dari
kumpulan tingkat energi yang memiliki jarak antartingkat berdekatan sangat kecil
sehingga distribusinya kontinu. Misalnya, lebar pita energi 5 eV memiliki jarak
antartingkat berdekatan 5.10-23 eV. Jadi pada suatu kristal terdapat banyak pita energi
yang masing-masing sesuai dengan tingkat energi atom penyusun kisi tersebut.
Misalnya, tingkat energi 1s, 2s, dan 2p masing-masing menimbulkan pita 1s, 2s, dan
2p.
Perhatikanlah contoh kristal Lithium dalam gambar berikut. Setiap atom Li
mengandung tiga elektron, yaitu 2 elektron mengisi sel 2s dan 1 elektron dalam sel
2s (tidak penuh). Pita 2s dan 2p masing-masing mempunyai kapasitas 2N dan 6N
elektron. Terlihat bahwa lebar pita bertambah saat konstanta kisi mengecil. Juga,
untuk a<6ao (dimana ao adalah radius Bohr seharga 0,53 Å) pelebaran pita 2s dan 2p
mulai overlap, dan celah antara keduanya melenyap sehingga terbentuk pita tunggal
dengan kapasitas 8N. Tetapi pita tunggal ini hanya berisikan N elektron yang berasal
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
4 TEORI PITA ENERGI 107
dari pita 2s saja, atau hanya seperdelapan dari kapasitasnya. Karena pita valensinya
hanya terisi sebagian, maka kristal Li termasuk kelompok logam.
Gambar 4.5 Pelebaran tingkat energi 2s dan 2p menjadi pita energi dalam kristal
Pita-pita energi memang berkecenderungan overlap satu sama lain. Selain
pita 2s dan 2p seperti di atas, pita yang berkecenderungan overlap adalah 3s dan 3p
yang berkapasitas 8N; 4s, 3d dan 4p yang berkapasitas 18N; 5s, 4d dan 5p yang
berkapasitas 18N; 6s, 4f, 5d dan 6p yang berkapasitas 32N; serta 7s, 5f, 6d dan7p
yang berkapasitas 32N. Sebagai contoh berikut disajikan unsur wolfram (W).
Dalam sistem periodik unsur W termasuk golongan VIA dan memiliki nomor
atom 74 dengan konfigurasi elektron [Xe]4f145d46s2. Hal ini berarti semua elektron
sudah memiliki spin yang sudah berpasang-pasangan sehingga tidak ada yang
menjadi elektron bebas. Tetapi, faktanya tidak demikian. Wolfram termasuk
konduktor yang baik. Ternyata, antara satu pita energi dengan yang lain
dimungkinkan terjadi tumpang-tindih. Untuk konduktor W tersebut, tumpang tindih
terluar terjadi pada pita energi 6s, 4f, 5d dan 6p yang secara total memerlukan 32
elektron. Sedangkan, di luar sel [Xe], wolfram hanya memiliki 20 elektron. Hal ini
berarti masih terdapat 12 tempat kosong elektron, yang bisa berperan sebagai hole.
Meskipun pada dasarnya bentuk solusi fungsi gelombang menuruti teorema
Bloch, namun dalam memecahkan persamaan Schrodinger, dengan pendekatan
tentang model potensial berkala, memberikan berbagai metode, antara lain sebagai
berikut.
a. Metode LCAO (linear combination of atomic orbitals), dimana spektrum energi
elektron dalam zat padat diperoleh dengan mengandaikan adanya sedikit
tumpang-tindih dari potensial atom yang terpisah. Potensial atom yang begitu kuat
menyebabkan elektron hanya bergerak di sekitar atom yang bersangkutan. Model
ini merupakan pendekatan kasar terhadap pita sebelah dalam, yaitu pita 3d logam
transisi.
b. Model elektron hampir bebas, dimana diandaikan bahwa potensial berkala agak
rendah; atau dimana tumpang-tindih dari potensial atom sangat besar. Karena
potensial begitu lemah, maka elektron berperilaku seperti elektron bebas dan
model ini dibahas dengan metode perturbasi. Model ini merupakan pendekatan
kasar terhadap pita valensi logam sederhana, seperti Na, K, Al dan lain-lain.
c. Metode sel (cellular method) yang dikembangkan oleh Wigner-Seitz.
Dalam buku ini hanya akan disajikan metode LCAO saja.
G G
Karena k ' = k , maka syarat Bragg menjadi
G G G G
G • G + 2k • G = 0
Untuk kristal monoatomik linier dengan jarak antaratom a, hal ini menjadi
G π
k =± =± (4.22)
2 a
Pada saat kondisi (4.22) terpenuhi, gelombang yang merambat ke kanan mengalami
refleksi Bragg ke kiri, dan sebaliknya. Oleh karena itu terjadilah gelombang yang
tidak merambat ke kanan maupun ke kiri. Gelombang ini disebut gelombang tegak.
Dalam hal ini ungkapan gelombang tegak dapat berbentuk
⎧ i πa x π
−i x ⎫ πx
ψ genap ( x) = u genap ( x)⎨e + e a ⎬ = 2u genap ( x) cos (4.23)
⎩ ⎭ a
Dari Gambar 4.1 dan 4.2 terlihat bahwa energi potensial elektron di dekat inti atom
lebih rendah daripada di dalam ruang antara inti atom. Oleh karena itu energi yang
diperlukan untuk elektron yang direpresentasikan oleh ψgenap(x) lebih rendah
daripada untuk elektron yang direpresentasikan oleh ψganjil(x). Beda energi elektron
antara keduanya pada batas k==±π/a ini merupakan celah energi.
Penjumlahan dilakukan terhadap semua elektron dalam pita yang ditinjau. Rapat arus
elektron yang terjadi
e
J = −no ev = −
V
∑v
i
i (4.26)
E(k)
k
-π/a 0 π/a
E(k)
A’ A”
A
k
-π/a 0 π/a
Posisi setimbang elektron berada pada kedudukan paling rendah. Medan listrik ε
menyebabkan gaya sebesar -eε bekerja pada elektron, dan menggerakkannya secara
terus-menerus ke arah keadaan elektron dengan momentum linier (negatip) yang
makin besar sampai akhirnya mencapai titik A’ pada posisi k=-π/a. Pada titik ini
terjadi refleksi Bragg, dan elektron muncul di titik A” pada posisi k=+π/a; dan
kemudian menempuh lagi siklus yang sama. Proses pengulangan ini disebut osilasi
Zener. Adanya ketidaksempurnaan kisi menyebabkan hamburan terjadi sebelum
osilasi Zener sempat muncul.
Misalnya, dalam pita yang ditinjau terdapat keadaan elektron total sebanyak
A, yang terisi elektron sebanyak i, dan yang kosong sebanyak s. Jika masing-masing
∑ v =∑ v + ∑ v
A
A
i
i
s
s (4.29)
karena ∑v
A
A =0 , yakni semua keadaan elektron dianggap terisi penuh eleh elektron,
maka rapat arus elektron dapat dinyatakan seperti halnya persamaan (4.26), yakni
e
J =−
V
∑v i
i (4.30)
E(k)
k
-π/a 0 π/a
Gambar 4.8 Pita energi yang diperkenankan dengan sedikit elektron di dalamnya
Ungkapan rapat arus (4.31) menunjukkan bahwa pembawa muatannya mempunyai
muatan +e (sering disebut hole) dan “menempati” keadaan elektron yang kosong.
Umumnya, ungkapan ini digunakan bila pita energinya hampir penuh elektron. Hole
menempati pita energi bagian atas, seperti Gambar 4.9 berikut.
E(k)
k
-π/a 0 π/a
Gambar 4.9 Pita energi yang diperkenankan dengan hole pada bagian atasnya
Berdasarkan uraian tentang pengisian keadaan elektron dalam pita energi
yang diperkenankan seperti di atas, dapatlah dibedakan antara konduktor, isolator,
semikonduktor dan semilogam.
Isolator. Semua energi terisi penuh oleh elektron atau sama sekali kosong, sehingga
tidak dapat terjadi konduksi listrik. Pita energi tertinggi yang terisi penuh elektron
disebut pita valensi. Celah energi ΔE cukup besar, sehingga elektron dari pita energi
EF ΔE
yang penuh tidak dapat melompat (karena energi termal) ke pita energi yang kosong.
Tingkat energi Fermi EF melalui daerah energi yang kosong. Contoh isolator adalah
intan (karbon) yang memiliki celah energi 6 eV. Hal ini dijelaskan oleh Gambar 4.10
di atas.
EF
ΔE
EF ΔE
Semilogam. Celah energi lenyap seluruhnya, atau bahkan kedua pita energi terjadi
overlap tipis. Contoh semilogam adalag Bi, As, Sb dan Sn putih.
dengan Hamiltonian
=2 2 G
H =− ∇ + V (r )
2mo
⎧ =2 2 G G ⎫ G G G
= ⎨− ∇ + Vo (r − rn )⎬ + {V (r ) − Vo (r − rn )} (4.34)
⎩ 2mo ⎭
= Ho + H'
dengan demikian Ho adalah Hamiltonian untuk sebuah atom terisolasi di r=rn, dan H’
untuk semua atom lainnya. Harga ekspektasi energi diperoleh dari
1 G G
E =
N ∫ ψ k* (r ) Eψ k (r )dτ
(4.35)
1 G G 1 G G
= ∫ψ k* (r ) H oψ k (r )dτ + ∫ψ k* (r ) H 'ψ k (r )dτ
N N
Integral pertama dalam (4.35) adalah energi sebuah atom terisolasi Eo. Untuk
menghitung integral kedua, permasalahannya disederhanakan, yakni hanya
meperhitungkan interaksi antartetangga terdekat atom saja. Oleh karena itu integral
kedua dapat dipecah menjadi dua bagian, yakni yang hanya meliputi n=m saja dan
yang hanya meliputi interaksi antartetangga terdekat saja dengan indek j.
1 G G
N ∫ ψ k* (r ) H 'ψ k (r )dτ
1 G G G
G G G G
= ∑∑ e ik •( rn − rm ) ∫ψ o* (r − rm ) H 'ψ o (r − rn )dτ
N n m
G G G
1 G G G G G G G G
= ∑ ∫ψ o* (r − rn ) H 'ψ o (r − rn )dτ + ∑ e n j ∫ψ o* (r − r j ) H 'ψ o (r − rn )dτ
ik • ( r − r )
N n j
G G G
G G G G G G G G
≅ ∫ψ o* (r − rn ) H 'ψ o (r − rn )dτ + ∑ e n j ∫ψ o* (r − r j ) H 'ψ o (r − rn )dτ
ik •( r − r )
j
G G G
≅ −α − β ∑ e
ik •( rn − r j )
Dengan demikian energi elektron (4.35) dalam kristal di atas dapat ditulis
G G G
∑e
ik •( rn − r j )
E = Eo − α − β (4.38)
j
G
dengan r j = kedudukan atom di sekitar atom rn
E(k) ≅ Eo - α - 6β + β a2 k2 (4.40)
Terlihat bahwa harga energi ini sama dengan hubungan dispersi untuk elektron
bebas.
Gambar 4.13 berikut menyajikan kurva dispersi sepanjang arah [100] dan [111].
Gambar 4.14 Kontur energi kisi kubik sederhana dalam model ikatan kuat
G 1 G
v g = ∇ k E (k ) (4.41b)
=
Simak kembali elektron yang hanya bergerak dalam arah sumbu-X dalam kisi
kubik sederhana, sehingga energi (3.39) dapat dinyatakan
E(kx) = Eo’ – 2 β cos kxa (4.42)
dengan Eo’ adalah konstanta. Kecepatan kelompok dalam arah-X
1 ∂E (k x ) 2 β a
(v g ) x = = sin k x a (4.43)
= ∂k x =
Sketsa E(kx) dan (vg)x dalam (4.42) dan (4.43) di atas disajikan pada Gambar 4.15
berikut.
Gambar 4.16 Kecepatan elektron dan perubahan bentuk permukaan Fermi saat
konsentrasi elektron valensi atau konduksi meningkat
Bentuk permukaan Fermi ditentukan oleh geometri kontur energi dalam pita
energi karena sesungguhnya permukaan Fermi itu sendiri adalah sebuah kontur
energi dengan E(k)=EF pada T=0 K. Gambar 4.16 di atas juga menunjukkan
perubahan bentuk permukaan Fermi saat konsentrasi elektron valensi n meningkat.
Populasi n kecil hanya mengisi daerah dekat dasar pita pada pusat zona sehingga
volumenya berbentuk bola yang dibatasi oleh permukaan bola Fermi. Saat n naik,
“volume Fermi” mengembang, dan kontur energi mulai terdistorsi. Distorsi menjadi
besar saat permukaan Fermi memotong garis batas zona.
Perubahan kecepatan kelompok terhadap waktu t adalah
G
dv g 1 d G
= ∇ k E (k ) (4.44a)
dt = dt
G
Untuk suatu vektor A tertentu berlaku
G G
dA G dk
= (∇ k A) •
dt dt
Oleh karena itu
G G
dv g 1 dk
= ∇ k (∇ k E ) • (4.44b)
dt = dt
G
Gaya luar F pada elektron menyebabkan perubahan momentum
G
G dk
F == (4.45)
dt
G
Substitusi dk / dt dari (4.45) ke dalam (4.44b) menghasilkan ungkapan percepatan
G
G dv g 1 G
a= = 2 ∇ k (∇ k E ) • F (4.46a)
dt =
Dalam koordinat Kartesis, ungkapan percepatan (4.46a) ini berbentuk
1 ∂2E
ai = ∑ Fj dengan i, j = x, y, z (4.46b)
= 2 ∂k i ∂k j
⎛1 / m o 0 0 ⎞
⎛ 1 ⎞ ⎜ ⎟
⎜ ⎟ =⎜ 0 1 / mo 0 ⎟ (4.50)
⎝ m * ⎠ xx ⎜
⎝ 0 0 1 / mo ⎟⎠
Dengan cara yang sama hasilnya terlihat bahwa tensor (1/m*) tidak nol hanya untuk
elemen diagonalnya, yakni masing-masing besarnya
2β a 2
=2
Oleh karena itu massa efektifnya isotropik, dan dapat direpresentasikan dengan
skalar
=2 1
m* = (4.53)
2a 2 β
Terlihat bahwa dalam daerah ini elektron berperilaku seperti elektron bebas dengan
massa efektif yang berbanding terbalik dengan integral overlap β. Makin besar
overlap, makin mudah elektron menerobos dari satu atom ke atom yang lain sehingga
(massa) inersia elektron lebih kecil, dan sebaliknya. Dalam model ikatan kuat ini
overlap kecil sehingga massa efektif besar.
Di dekat puncak pita elektron memperlihatkan perilaku yang lain. Misalnya,
elektron dalam kisi kubik sederhana satu dimensi dalam arah-X. Jika didefinisikan
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
4 TEORI PITA ENERGI 125
kx’=(π/a)-kx dan energi kinetik E(kx) persamaan (4.42) dideretkan dekat titik
maksimum, maka didapatkan
E(kx’) = Ex,max – a2 β(k’)2 (4.54)
Jadi elektron berperilaku seperti partikel bebas yang mempunyai massa efektif
negatip
=2 1
m* = − 2 (4.55)
2a β
Gambar 4.17 berikut menyajikan struktur pita dan massa efektif dalam kisi kubik
sederhana satu dimensi arah-X
Gambar 4.17 a. Struktur pita, dan b. Masa efektif elektron sebagai fungsi kx
dalam kisi kubik sederhana
Massa efektip negatip di daerah yang lebih besar dari titik perubahan kc, menandakan
adanya percepatan negatip elektron karena menurunnya kecepatan. Di daerah ini kisi
mengenakan gaya pemerlambat yang sangat besar pada elektron.
G
dk G
= =F (4.56)
dt
G
Hal ini berarti vektor gelombang k terus meningkat terhadap naiknya waktu t,
seperti ditunjukkan dalam Gambar 4.18 berikut.
kx
π/a
t
0
-π/a
Gambar 4.18 Vektor gelombang elektron Bloch sebagai fungsi waktu saat dikenai gaya
luar F (satu dimensi)
Terlihat bahwa karena pengaruh Fx, momen kristal kx senantiasa meningkat sampai
mencapai batas Zona Brillouin Pertama. Pada saat itu terjadi UMKLAPP dan gerak
elektron mulai lagi dari batas baru zona.
Misalnya, medan luar εx menyebabkan gaya Fx=-eεx bekerja pada elektron,
sehingga vektor gelombang kx berubah terhadap waktu. Gerakan elektron dalam
“repeated-zone scheme”, disajikan dalam Gambar 4.19 berikut. Elektron bergerak
sepanjang lintasan OABC dan seterusnya. Sedangkan dalam “reduced-zone scheme”,
saat elektron sampai di batas zona A, kemudian segera muncul di titik ekivalensinya,
yaitu A’, sehingga terjadi gerakan elektron sepanjang OA(→A’)OA dan seterusnya.
Karena sifat simetri translasi, maka terlihat bahwa titik A, A’ dan C, C’ adalah
ekivalen; begitu pula O dan B.
0
xo
Gambar 4.20 Gerak elektron dalam ruang nyata-X sebagai fungsi waktu
Terlihat bahwa gerak elektron hanya bolak-balik antara x=0 sampi x=xo. Setiap kali
elektron berada di x=xo, energinya berada di puncak pita konduksi dimana kemudian
terjadi refleksi Bragg. Gerakan osilasi periodik elektron Bloch ini sangat berbeda
dengan perilaku elektron bebas.
Apabila εx cukup besar, maka dapat terjadi loncatan elektron ke pita di
atasnya, seperti ditunjukkan oleh Gambar 4.21 berikut. Apabila elektron di A dan
memperoleh energi sebesar celah energi ΔE, maka elektron tidak dipantulkan
kembali, tetapi mampu melompat ke pita energi di atasnya(titik A”). Misalnya, jarak
kedua titik AA” adalah d, maka haruslah
ΔE
d≤ (4.57)
eε x
E(k)
A”
ΔE
A
k
0 π/a 2π/a
Gambar 4.21 Gerakan elektron karena medan listrik yang melintasi celah energi
Hal ini dinamakan “tunneling”, dengan syarat bahwa d jauh lebih kecil dari panjang
gelombang de Broglie dan juga kecil terhadap konstanta kisi.
Bila dikenakan medan listrik εx, terjadi perpindahan δkx selama interval
waktu δt, yang memenuhi persamaan
eε x
δ kx = − δt (4.58a)
=
Karena elektron bertahan dalam interval waktu tumbukan τ, maka
eε x
δ kx = − τ (4.58b)
=
Akibatnya permukaan Fermi berpindah sejauh δkx, seperti ditunjukkan oleh Gambar
4.22 berikut.
J x = e 2 v F2, xτ F g ( E F )ε x (4.60)
Ungkapan (4.61) adalah bentuk umum konduktivitas listrik untuk suatu permukaan
Fermi tertentu. Tampak bahwa σ bergantung pada kecepatan Fermi vF dan waktu
tumbukan τF, serta pada rapat keadaan pada permukaan Fermi g(EF). Tingkat EF
suatu logam berada di tengah pita energi, dimana g(EF) besar, sehingga konduktivitas
besar. Sedangkan tingkat EF pada isolator berada pada puncak pita, dimana g(EF)=0,
sehingga konduktivitas nol, meskipun kecepatan Fermi sangat besar.
Permukaan Fermi sferik menyebabkan v F2, x = 13 v F2 sehingga ungkapan (4.61)
menjadi σ = 13 e 2 v F2 τ F g ( E F ) (4.62a)
Dengan menggunakan hubungan rapat keadaan (3.26) dan (3.30) untuk elektron
bebas, yakni
3/ 2
1 ⎛ 2m * ⎞ ⎛ =2 ⎞
g (E) = ⎜ ⎟ E /2
EF = m * v
1 2
E F = ⎜⎜ ⎟⎟(3π 2 n) 3 / 2
2π 2 ⎝ = 2 ⎠
F 2 F
⎝ 2m * ⎠
maka didapatkan ungkapan konduktivitas listrik (4.62a) menjadi
ne 2τ F
σ= (4.62b)
m*
yang hanya berlaku untuk model elektron bebas.
G
dimana integrasi dilakukan sepanjang orbit tertutup elektron dalam ruang k . Dengan
demikian, ungkapan umum frekuensi siklotron untuk elektron Bloch ini adalah
2π eB
ωc = = (4.67)
δk
∫ v(kG)
Eksperimen resonansi siklotron dilakukan dengan mendatangkan berkas
radiasi elektromagnetik pada daerah gelombang radio pada permukaan logam, yang
sebelumnya telah dikenakan medan magnet B dalam arah tegak lurus berkas
elektromagnetik, seperti disajikan oleh Gambar 4.24 berikut.
Gelombang radio
Medan magnet
Radiasi elektromagnetik ini hanya mampu menembus sedalam “skin depth” δ pada
permukaan logam. Elektron menyerap energi sinyal elektromagnetik. Resonansi
G
terjadi antara gerak putar elektron karena B dan energi gelombang radio yang
diserapnya, serta elektron berada dalam daerah “skin depth”. Apabila frekuensi
gelombang radio ωo, maka
ωo = n ωc (4.68)
dengan n adalah bilangan bulat.
Apabila energi elektron mempunyai bentuk E=(=2k2/2m*), maka orbit
G
elektron berupa lingkaran, v(k ) = =k / m * dan k keduanya besarnya konstan
sepanjang kontur energi. Oleh karena itu dari (4.67) diperoleh ungkapan frekuensi
eB
ωc =
m*
yang sama dengan yang diperoleh oleh model elektron bebas.
Resonansi siklotron, umumnya, digunakan untuk mengukur massa efektif
elektron. Umumnya, frekuensi ωo besarnya tertentu dan medan magnet divariasi
sehingga terjadi kondisi resonansi. Percobaan yang dilakukan oleh Azbel-Kaner
(untuk bahan Cu) menyajikan data impedansi riil permukaan bahan terhadap medan
magnet (dZ/dB) sebagai fungsi medan magnet (B), seperti Gambar 4.25 berikut.
ini menyebabkan waktu tumbukan τ cukup panjang, dan frekuensi siklotron ωc cukup
tinggi (daerah gelombang mikro), sehingga ωcτ>>1 terpenuhi dan “skin depth” cukup
dalam.
RINGKASAN
01. Apabila deretan ion tersusun teratur dan membentuk kisi kristal, maka energi
potensial kristalnya berubah secara periodik sesuai dengan periodisitas kisi
tersebut. Teori pita energi zat padat mengajukan model tentang elektron dalam
G
kristal dengan asumsi sebagai berikut. (a). Terdapat energi potensial V (r ) yang
tidak sama dengan nol di dalam kristal dengan keberkalaan kisi kristal, (b). Fungsi
G
gelombang ψ (r ) dibuat berdasarkan kisi sempurna dan dimana dianggap bahwa
kisi tidak bervibrasi secara termal, (c). Teori pita energi dikembangkan dari
bahasan perilaku elektron tunggal di bawah pengaruh suatu potensial periodik
G
V (r ) yang merepresentasikan semua interaksi, baik dengan ion kristal maupun
dengan sesama elektron lain, (d). Bahasan elektron tunggal dapat menggunakan
persamaan Schrodinger untuk satu elektron, dan dengan ketentuan bahwa
pengisian keadaan elektron yang diperoleh menganut distribusi Fermi-Dirac.
02. Elektron dalam potensial periodik logam memenuhi teorema Bloch, yaitu
“Fungsi eigen (fungsi Bloch) dari persamaan gelombang untuk suatu potensial
G G
periodik adalah hasilkali antara suatu gelombang bidang berjalan eksp (ik • r ) dan
G
suatu fungsi modulasi u k (r ) dengan periodisitas kisi kristal”.
elektron, (c). Lebar pita energi tertentu yang diperkenankan mengecil apabila
“energi ikatan” makin naik, (d). Celah energi terjadi pada harga k= nπ/a, dengan n
= ±1, ±2, ±3, …
04. Pada titik k= nπ/a terjadi gelombang tegak dan memenuhi kondisi refleksi Bragg.
Pada titik ini, elektron dapat direpresentasikan sebagai fungsi gelombang yang
selama sebagian besar dari waktunya berada (a) di dekat inti atom (x=ma), atau
(b) dalam ruang di antara inti atom (jauh dari inti atom). Energi di kidua tempat
ini berbeda dan beda energi elektron antara keduanya pada batas k==±π/a ini
merupakan celah energi.
05. Ada dua hal, dimana medan listrik luar tidak menghasilkan arus elektron dalam
kristal, yaitu (a). pita energi yang diperkenankan sama sekali tidak dihuni
elektron, dan (b). pita energi yang diperkenankan terisi penuh oleh elektron, atau
semua keadaan elektron terisi penuh oleh elektron. Berarti, hanya pita energi yang
terisi sebagian (atau yang kosong sebagian) dapat memberikan sumbangan pada
arus listrik. Hal ini menghasilkan dua jenis pembawa muatan, yaitu elektron
(negatip) dan hole (positip).
06. Ciri isolator adalah semua energi terisi penuh oleh elektron atau sama sekali
kosong, sehingga tidak dapat terjadi konduksi listrik. Celah energi ΔE cukup
besar, sehingga elektron dari pita energi yang penuh tidak dapat melompat (karena
energi termal) ke pita energi yang kosong. Tingkat energi Fermi EF melalui daerah
energi yang kosong. Ciri konduktor adalah tingkat energi Fermi EF melewati pita
energi yang diperkenankan, sehingga pita tersebut setengahnya (atau sebagiannya)
terisi oleh elektron. Ciri semikonduktor adalah tingkat energi Fermi EF melewati
daerah harga energi terlarang, sehingga pada T=0 K hanya ada pita yang sama
sekali penuh, dan di atasnya pita energi yang kosong sama sekali. Celah energi ΔE
tidak tinggi, sehingga pada T>0 K sebagian elektron dapat melompatinya, dan
berpindah ke pita konduksi yang masih kosong. Sementara tempat yang
ditinggalkan elektron menjadi hole dalam pita valensi. Dengan demikian,
pembawa muatannya adalah elektron dan hole. Sedangkan ciri semilogam adalah
celah energi lenyap seluruhnya, atau bahkan kedua pita energi terjadi overlap
tipis.
07. Metode LCAO menganggap bahwa elektron terikat kuat pada atom. Fungsi
gelombang elektron didasarkan pada fungsi gelombang elektron dalam atom
yang terisolasi, dan disusun dari fungsi gelombang elektron termaksud. Hasil
G G G
∑e
ik •( rn − r j )
metode ini adalah ungkapan energi elektron E = E o − α − β . Untuk
j
menjadi E(k) ≅ Eo - α - 6β + β a2 k2. Terlihat bahwa harga energi ini sama dengan
hubungan dispersi untuk elektron bebas.
08. Kecepatan dan massa efektif elektron, masing-masing dinyatakan sebagai
G 1 G 1 1
v g = ∇ k E (k ) dan = 2 ∇ k (∇ k E ) . Misalnya untuk kisi kubik sederhana
= m* =
dan elektron bebas dapat dicari ungkapan keduanya.
09. Pengaruh gaya luar F terhadap elektron adalah adanya perubahan momentum.
Karena bentuk E(k) dan kecepatan elektron yang sebanding dengan gradien
energi, maka gerak elektron hanya bolak-balik antara x=0 sampi x=xo. Setiap kali
elektron berada di x=xo, energinya berada di puncak pita konduksi dimana
kemudian terjadi refleksi Bragg.
10. Teori pita energi menghasilkan ungkapan umum konduktivitas listrik
σ = e 2 v F2, xτ F g ( E F ) . Bila didekati dengan permukaan Fermi sferik, maka
didapatkan ungkapan konduktivitas yang hanya berlaku untuk model elektron
bebas.
b. Sama dengan soal a), tetapi untuk kristal FCC! Diketahui bahwa kristal FCC
memiliki 12 tetangga terdekat dengan posisi
1
2
(
a yˆ − kˆ ) 1
2
(
a − yˆ − kˆ ) 1
2
(
a − yˆ + kˆ ) 1
2
(
a yˆ + kˆ )
1
2 a( xˆ + yˆ ) 1
2 a( xˆ − yˆ ) 1
2 a(− xˆ − yˆ ) 1
2 a(− xˆ + yˆ )
1
2
(
a xˆ − kˆ ) 1
2
(
a xˆ + kˆ ) 1
2
(
a − xˆ + kˆ ) 1
2
(
a − xˆ − kˆ )
Buktikan bahwa ungkapan energi untuk kristal FCC adalah
E(k) = Eo - α - 4β [cos ½ kya cos ½ kza + cos ½ kza cos ½ kxa
+ cos ½ kxa cos ½ kya]
03.a. Dengan menggunakan model ikatan kuat, hitunglah massa efektif elektron
dalam kisi dimensi satu! Gambarkan massa m* terhadap k, dan tunjukkan
bahwa massa tersebut tidak bergantung pada k hanya di dekat pusat dan di
dekat ujung zona!
b. Hitunglah massa efektif pada pusat zona dalam suatu kisi SC!
c. Sama dengan soal b), tetapi pada ujung zona sepanjang arah [111]!
04. Dengan menggunakan model ikatan kuat, hitunglah massa efektif elektron pada
kristal SC! Isotropkah massa tersebut?
05.a. Hitunglah kecepatan elektron untuk kristal satu dimensi dalam model ikatan
kuat dan buktikan bahwa kecepatan tersebut nol pada batas zona!
b. Sama dengan soal a), tetapi untuk kisi bujursangkar! Tunjukkan bahwa
kecepatan pada batas zona adalah paralel terhadap batas tersebut! Jelaskan hasil
ini dengan menggunakan refleksi Bragg!
c. Sama dengan soal a), tetapi untuk kisi SC tiga dimensi, dan tunjukkan bahwa
kecepatan elektron pada permukaan zona adalah paralel terhadap permukaan
tersebut! Jelaskan hal ini dengan menggunakan refleksi Bragg! Kemukakan
pernyataan umum tentang arah kecepatan pada permukaan zona tersebut!
06. Semikonduktor Si dan Ge mempunyai relasi dispersi berkontur ellips
G
E (k ) = α 1 k x2 + α 2 k y2 + α 3 k z2
b. Apa yang akan terjadi jika αi dalam ungkapan relasi dispersi di atas berharga
negatip?
07. Elektron Bloch berosilasi periodik dalam pengaruh medan listrik.
a. Tuliskan ungkapan perioda gerakan dalam “reduced-zone scheme”!
b. Jika perioda tersebut berorde 10-5 s dan waktu tumbukan elektron berorde 10-14s,
maka hitunglah jumlah tumbukan yang dialami elektron selama satu putaran
geraknya! Apakah konsekuensi dari jumlah tumbukan tersebut?
08. Medan listrik statik dikenakan pada sebuah elektron pada waktu t=0 saat elektron
berada di dasar pita energi.
a. Tunjukkan bahwa dalam satu dimensi posisi elektron dalam ruang sebenarnya
1 ⎛ F ⎞
pada saat t adalah X = X o + E ⎜ k = t ⎟ , dengan Xo adalah posisi awal dan
F ⎝ = ⎠
F=-eε adalah gaya listrik!
b. Apakah gerakan dalam soal a) periodik? Jelaskan!
09.a. Tentukan harga k yang mana kecepatan elektron mencapai maksimum pada kisi
kristal satu dimensi!
b. Bagaimana ungkapan m* pada harga k soal a)?
10. Turunkan ungkapan konstanta Hall (4.63) untuk sistem elektron-hole!
G =2 2 =2 2
11. Suatu kristal mempunyai kontur energi E (k ) = kx + k y . Jika medan
2m1* 2m2*
magnet tegak lurus terhadap bidang kontur, maka buktikan bahwa frkuensi
e2
siklotron adalah ω C = B !
m1* m2*
ketidakmurnian. Bab ini juga membahas pengaruh ketakmurnian pada rapat elektron
dan hole. Disamping itu, juga dibahas konduktivitas listrik dalam semikonduktor.
Akhirnya, bab ini ditutup oleh bahasan metode optik yang dapat digunakan untuk
mengukur celah energi.
Pada T=0 K, pita valensi semikonduktor terisi penuh elektron, sedangkan pita
konduksi kosong. Kedua pita tersebut dipisahkan oleh celah energi kecil, yakni dalam
rentang (0,18 – 3,7) eV. Pada suhu kamar, Si dan Ge masing-masing memiliki celah
energi 1,11 eV dan 0,66 eV. Pita konduksi dan pita valensi semikonduktor, masing-
masing sebagai pita antibonding dan bonding dari keadaan elektron valensi atom
yang bersangkutan.
Bila mendapat cukup energi, elektron dapat melepaskan diri dari ikatan
kovalen dan tereksitasi menyeberangi celah energi. Elektron ini bebas bergerak di
antara atom. Sedangkan tempat kekosongan elektron disebut hole, segera terisi
elektron ikatan kovalen lainnya. Holepun berpindah, begitu seterusnya. Dengan
demikian dasar pita konduksi dihuni oleh elektron, dan puncak pita valensi dihuni
hole. Sekarang, kedua pita terisi sebagian, dan dapat menimbulkan arus netto bila
dikenakan medan listrik.
Elektron dan hole, masing-masing sebagai pembawa muatan bebas negatip
dan positip dalam semikonduktor, mengikuti distribusi Fermi-Dirac. Dalam
semikonduktor murni, elektron dan hole mempunyai konsentrasi sama.
Semikonduktor yang demikian disebut semikonduktor intrinsik.
Distribusi elektron dalam pita konduksi mengikuti distribusi Fermi-Dirac
sama seperti persamaan (3.27), yaitu
1
f e (E) = E − EF
(5.1a)
1+ e kT
f e (E) ≅ e kT
(5.1b)
Tampak bahwa probabilitas orbital elektron konduksi untuk terisi elektron sangat
kecil fe(E)<<1. Energi elektron dalam pita konduksi adalah
=2k 2
E (k ) = E c + (5.2)
2me
dengan Ec = tingkat energi dasar pita konduksi
me = massa efektif elektron
Oleh karena itu rapat keadaan elektron, dengan mengacu pada persamaan (3.26),
adalah
3/ 2
1 ⎛ 2me ⎞
g e (E) = ⎜ ⎟ (E − Ec )1 / 2 (5.3)
2π 2 ⎝ = 2 ⎠
dengan tingkat energi referensi diambil pada dasar pita konduksi Ec. Dengan
mengggunakan (5.1b) dan (5.3) diperoleh rapat elektron di pita konduksi
∞ 3/ 2 ∞ EF − E
1 ⎛ 2me ⎞
∫ ∫ (E − E c ) e
1/ 2
ne = f e ( E ) g e ( E ) dE = ⎜ ⎟ kT
dE (5.4)
Ec 2π 2 ⎝ = 2 ⎠ Ec
∞
π
∫x e − x dx =
1/ 2
0
2
g h (E) =
1 ⎛ 2m h ⎞
⎜ ⎟ (E −E )1/ 2
(5.8)
2π 2 ⎝ = 2 ⎠
v
dengan mengambil tingkat referensi puncak pita valensi Ev. Dengan menggunakan
(5.6) dan (5.8) diperoleh rapat hole di pita valensi
Ev
nh = ∫f
−∞
h ( E ) g h ( E ) dE
3 / 2 Ev E − EF
∫ (E )
1 ⎛ 2m h ⎞ 1/ 2
= ⎜ ⎟ −E e kT
dE (5.9)
2π 2 ⎝ = 2 ⎠
v
−∞
3/ 2 E F − Ev
⎛ 2π mh kT ⎞ −
= 2⎜ 2
⎟ e kT
⎝ h ⎠
3/ 2
⎛ 2π m h kT ⎞
Faktor 2⎜ ⎟ menyatakan rapat keadaan efektif dalam pita valensi. Energi
⎜ 2 ⎟
⎝ h ⎠
Fermi EF dalam hubungan inipun belum diketahui.
Sebenarnya, dalam menurunkan ungkapan rapat elektron dan hole di atas
tidak dinyatakan bahwa bahan tersebut semikonduktor intrinsik atau ekstrinsik.
Dengan demikian ungkapan di atas berlaku agak umum.
Bila rapat elektron (5.5) dikalikan dengan rapat hole (5.9) diperoleh
3
⎛ 2π kT ⎞
Eg
3/ 2 −
ne nh = 4⎜ 2 ⎟ (me mh ) e kT (5.10)
⎝ h ⎠
karena celah energi Eg=Ec-Ev. Hubungan ini disebut hukum Aksi-Massa.
Ungkapannya tidak bergantung pada EF, dan jenis bahan murni atau didoping. Pada
suhu tertentu T, perkalian nenh berharga konstan dan rapat pembawa muatan yang
satu dapat dihitung bila rapat pembawa muatan lainnya diketahui.
Semikonduktor intrinsik harus memenuhi hubungan
ne = nh (5.11)
Substitusi ne dari (5.5) dan nh dari (5.9) ke dalam (5.11) menghasilkan ungkapan
energi Fermi EF relatif terhadap energi puncak pita valensi Ev
Eg 3 m
Ec − E F = + kT ln e (5.12)
2 4 mh
Karena kT<<Eg, maka suku kedua dapat diabaikan, sehingga EF tepat di tengah-
tengah antara Ev dan Ec. Karena persamaan (5.11), maka dari persamaan (5.10) dapat
diperoleh rapat elektron atau hole dalam semikonduktor intrinsik
3/ 2
⎛ 2π kT ⎞
Eg
−
ne = nh = 2⎜ 2 ⎟ (me mh )3 / 4 e 2 kT
(5.13)
⎝ h ⎠
Tampak bahwa n naik secara tajam (secara eksponensial) terhadap suhu T. Pada
Gambar 5.1 berikut disajikan sketsa pita konduksi dan valensi, fungsi distribusi dan
rapat keadaan elektron dan hole.
dengan f(T) adalah fungsi yang bergantung lemah terhadap suhu. Dengan membuat
grafik ln σ sebagai fungsi 1/T, dari data eksperimen, maka didapatkan kemiringan
kurva –Eg/2k. Dengan demikian celah energi Eg dapat ditentukan. Pada awal
perkembangan semikonduktor, cara ini merupakan prosedur standard dalam
menentukan celah energi Eg.
5.3.1.1 Donor
Misalnya, Si didoping dengan As. Atom As menempati titik kisi yang
sebelumnya ditempati tuan rumah Si secara acak. As adalah pentavalen, sedangkan
Si tetravalen. Kelebihan sebuah elektron dari setiap atom As, yang tidak turut dalam
ikatan tetrahedral Si, bebas bergerak dalam kristal sebagai elektron konduksi dalam
pita konduksi. Oleh karena itu, ketidakmurnian menjadi ion positip As+. Hal ini
berarti ketidakmurnian As menyumbangkan elektron ke dalam pita konduksi, dan
disebut donor.
Orbit elektron bebas di sekitar donor tersebut ternyata menyerupai atom
hidrogen model Bohr. Dengan demikian, interaksi yang terjadi adalah interaksi
Coulomb. Dengan memakai model Bohr, maka jari-jari elektron donor
⎛m ⎞
rd = ε r ⎜⎜ o ⎟⎟a o (5.15)
⎝ me ⎠
dengan εr = konstanta dielektrik kristal
ao = radius Bohr (=0,53 Å)
mo= massa bebas elektron
me= massa efektif elektron
Si memiliki konstanta dielektrik εr=11,7 dan (me/mo)=0,2. Oleh karena itu, harga rd
untuk Si kira-kira 60 kali lebih besar daripada ao. Karena itu orbit elektron donor
melingkupi banyak atom “tuan rumah” Si, seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.2
berikut.
1 ⎛ me ⎞
Ed = + ⎜ ⎟⎟ E o (5.16)
ε r 2 ⎜⎝ mo ⎠
dengan Eo adalah energi dasar atom hidrogen (-13,6 eV). Hal ini berarti, untuk Si,
harga Ed kira-kira 700 kali lebih kecil daripada Eo. Dengan demikian, tingkatan
energi donor dalam semikonduktor berada dalam celah energi sedikit di bawah dasar
pita konduksi, seperti ditunjukkan oleh Gambar 5.3 berikut.
Pada suhu kamar (kT=0,025 eV), sebagian besar donor terionisasi dan elektronnya
tereksitasi ke dalam pita konduksi. Jika semua donor terionisasi, maka konsentrasi
elektron dalam pita konduksi hampir sama dengan jumlah donor.
5.3.1.2 Aseptor
Misalnya, kristal Si didoping dengan atom Ga. Karena atom Ga trivalen, maka
pada salah satu ikatan elektronnya terjadi hole. Hole segera terisi oleh elektron dari
ikatan yang lain sehingga terjadi hole pada ikatan yang lain tadi. Pada akhirnya, hole
tersebut secara bebas bergerak ke seluruh bagian kristal. Karena cenderung menerima
elektron untuk melengkapi ikatan tetrahedralnya, ketidakmurnian Ga menjadi ion
negatip dan disebut aseptor.
Orbit hole di sekitar aseptor juga menyerupai atom hidrogen model Bohr.
Energi ikat hole pada aseptor juga sangat kecil harga numeriknya, dan terletak dalam
celah energi, sedikit di atas pita valensi, seperti ditunjukkan dalam Gambar 5.4
berikut.
Saat aseptor terionisasi (karena hole terisi elektron yang tereksitasi dari puncak pita
valensi), hole jatuh ke puncak pita valensi, dan menjadi pembawa muatan bebas.
Tingkat energi donor dan aseptor dalam celah energi (pita energi terlarang)
merupakan konsekuensi dari ketidaksempurnaan kristal. Kedua tingkatan ini
terlokalisasi dan tidak bisa menghantarkan listrik.
Pada suhu yang cukup tinggi, semua semikonduktor berada dalam keadaan intrinsik,
yaitu ni naik secata tajam (secara eksponensial) terhadap suhu T (kecuali konsentrasi
ketidakmurnian tinggi sekali).
ne = Nd (5.18)
ne nh = ni2 (5.19)
ni2
nh = (5.20)
Nd
nh = Na (5.21)
ni2
ne = (5.22)
Na
pita
konsuksi
Eg Eg
pita pita
valensi valensi
a b
harga maksimum pada panjang gelombang ambang foton λ0. Dengan demikian celah
energi dapat ditentukan melalui hubungan
hc
Eg = (5.23)
λ0
Karena Efonon(=0,05 eV) sangat kecil bila dibandingkan dengan Efoton(=1 eV), maka
hc
E g = E foton = (5.25)
λ0
sehingga dalam hal ini sama dengan kasus transisi langsung pada semikonduktor
celah-langsung.
RINGKASAN
01. Dilihat dari unsur pembentuknya, semikonduktor diklasifikasikan menjadi
beberapa kelompok berikut: (a). elemental kelompok IV, yang berstruktur kristal
intan dan ikatan kovalen homopolar, (b). kelompok III-V, yang berstruktur seng
sulfida dan ikatannya berbentuk kovalen heteropolar, (c). kelompok II-VI, yang
berstruktur seng sulfida dan berikatan kovalen heteropolar, dan (d). kelompok IV-
VI.
02. Pada T=0 K, pita valensi semikonduktor terisi penuh elektron, sedangkan pita
konduksi kosong. Kedua pita tersebut dipisahkan oleh celah energi kecil, yakni
dalam rentang (0,18 – 3,7) eV. Dasar pita konduksi dihuni oleh elektron, dan
puncak pita valensi dihuni hole. Sekarang, kedua pita terisi sebagian, dan dapat
menimbulkan arus netto bila dikenakan medan listrik. Keduanya mengikuti
distribusi Fermi-Dirac. Dalam semikonduktor murni, elektron dan hole
09. Pengukuran celah energi dengan menggunakan metode optik memenuhi rumus
hc
hubungan E g =
λ0
Bab ini membahas sifat dielektrik bahan, yang disertai dengan sifat optik dan
perubahan fasa bahan. Sifat tersebut meliputi rentang frekuensi yang sangat lebar,
yakni mulai dari daerah statik sampai ultraviolet, dan memberikan informasi penting
yang berkaitan dengan struktur bahan.
Bab ini diawali oleh bahasan rumusan dasar sifat dielektrik bahan.
Selanjutnya, dibahas konstanta dielektrik bahan sebagai besaran makroskopis, dan
merelasikannya dengan polarisabilitas molekul sebagai besaran mikroskopis. Sumber
polarisasi molekul adalah polarisabilitas polar, ionik dan elektronik. Akhirnya, bab
ini ditutup oleh bahasan gejala piezoelektrik dan ferroelektrik, dimana keduanya
berkaitan dengan polarisabilitas ionik
Dua muatan listrik berlawanan, tetapi besarnya sama, yakni –q dan +q,
membentuk dipol listrik yang momennya
G G
p = qd (6.1)
G
dengan d adalah vektor posisi dari muatan negatip ke positip, seperti ditunjukkan
oleh Gambar 6.1 berikut.
Gambar 6.2 Torsi pada suatu dipol yang ditimbulkan oleh medan listrik luar
Torsi berusaha membawa dipol menjadi searah medan. Disamping itu, interaksi
antara dipol dan medan menimbulkan energi potensial
G G
V = − p • ε o = − pε o cosθ (6.4)
Tampak bahwa dipol memiliki energi potensial minimum bila orientasinya paralel
medan. Hal ini sesuai dengan kecenderungan torsi pada dipol seperti di atas.
G
Dalam bahan dielektrik, kumpulan momen dipol membentuk polarisasi P ,
yakni jumlah momen dipol persatuan volume. Untuk suatu kristal, polarisasi
merupakan jumlah momen dipol dalam suatu sel satuan dibagi dengan volume sel.
Jika bahan mengandung jumlah molekul persatuan volume sebanyak N, dan masing-
G
masing memiliki momen p , serta momen tersebut searah, maka polarisasinya
G G
P=N p (6.5)
G G
D =∈o ε o (6.6)
G G G
Gambar 6.3 Medan ε ' melawan medan luar ε o . Resultan medan internal adalah ε
tertentu dibayangkan dikelilingi oleh rongga bola yang berjari-jari R cukup besar
sehingga titik-titik di permukaan bola luar dapat dianggap sebagai medium kontinu.
Medan lokal yang bekerja pada dipol di pusat bola
G G G G G
ε l = ε o + ε1 + ε 2 + ε 3 (6.12)
dimana
G
ε o = medan eksternal
G
ε 1 = medan yang terjadi karena muatan polarisasi pada permukaan eksternal bahan
G
ε 2 = medan yang terjadi karena muatan polarisasi pada permukaan bola Lorentz
G
ε 3 = medan yang terjadi karena semua dipol dalam bola Lorentz
Bagian antara bola dan permukaan eksternal menghasilkan muatan total nol karena
muatan polarisasinya saling menetralkan satu sama lain. Pada ungkapan (6.12) di
G G
atas, ε o dan ε 1 merupakan medan makroskopis. Hal di atas ditunjukkan oleh
+ -
- + +
+ -
- + +
+ + -
- + θ +
+ G -
- + +
+ εl -
- + +
+ + + -
- +
+ -
G
Gambar 6.4 Prosedur menghitung ε l pada dipol yang terletak pada pusat bola Lorentz
G
Medan ε 1 . Medan ini dikenal sebagai medan depolarisasi karena arahnya melawan
G
medan eksternal ε o . Untuk bahan berbentuk keping tak berhingga, dengan
G
Medan ε 3 . Dipol dalam bola berdistribusi secara diskrit dan masing-masing
menimbulkan medan listrik (persamaan (6.2)) di sekitarnya. Oleh karena itu medan
total diperoleh dengan menjumlahkan seluruhnya. Medan total ini bergantung pada
struktur kristal bahan. Untuk bahan berstruktur kubik, nilai medan total ini adalah
nol. Jadi
G
ε3 = 0 (6.16)
Dengan demikian substitusi medan (6.13), (6.15) dan (6.16) ke dalam (6.12)
menghasilkan medan lokal
G G 2 G
εl = εo − P (6.17)
3 ∈o
G
Bila ditulis dalam bentuk medan makroskopis bahan dielektrik ε , dengan
menggunakan persamaan (6.8), maka ungkapan medan lokal (6.17) di atas menjadi
G G 1 G
εl = ε + P (6.18)
3 ∈o
G G
Tampak bahwa medan lokal ε 1 lebih besar dari medan rata-rata ε . Ungkapan (6.18)
sering dinamakan hubungan Lorentz.
G
Medan Maxwell, ε , merupakan besaran makroskopis dan medan konstan
G
rata-rata dari seluruh jumlah molekul. Sedangkan medan Lorentz, ε 1 , merupakan
besaran mikroskopis yang nilainya berfluktuasi, yaitu sangat besar pada tempat di
G
sekitar molekul. Oleh sebab itu, molekul akan lebih efektif terpolarisasi dalam ε 1
G
daripada dalam ε . Hal ini dilukiskan dalam Gambar 6.5 berikut.
G G
Gambar 6.5 Perbedaan antara medan Maxwell ε dan medan Lorentz ε 1 .
Bulatan padat adalah molekul
W ⎛ ∈r −1 ⎞ N Aα
⎜ ⎟= (6.22)
ρ ⎜⎝ ∈r +2 ⎟⎠ 3 ∈o
Hal ini menunjukkan bahwa polarisabilitas α dapat ditentukan asalkan besaran berat
molekul W, rapat massa ρ, dan konstanta dielektrik ∈r diketahui. Ungkapan ruas
kanan (dan ruas kiri) dalam (6.22) di atas dinamakan polarisabilitas molar.
Persamaan Clausius-Mosotti cukup valid untuk bahan muatan dan cairan.
N Aα
Untuk gas, dimana N kecil, penyebut (6.20) menunjukkan << 1 sehingga dapat
3 ∈o
dideretkan. Bila dari deret tersebut diambil orde pertama, maka diperoleh ungkapan
konstanta dielektrik
Nα
∈r = 1 + (6.23)
∈o
G
Hal ini berarti, untuk gas, medan lokal ε 1 lebih kurang berharga sama dengan medan
G
rata-rata ε bahan.
Berdasarkan jenis molekul/atom di atas dan perilakunya saat dikenakan medan, maka
polarisabilitas bahan dapat terdiri dari beberapa jenis sebagai berikut.
a. Polarisabilitas polar/orientasional (αp)
Momen dipol permanen bahan terdistribusi secara acak sehingga polarisasi sama
dengan nol. Saat dikenakan medan momen dipol cenderung mensejajarkan diri
terhadap arah medan sehingga polarisasi tidak sama dengan nol.
b. Polarisabilitas ionik (αi)
Medan menyebabkan ion positip bergerak searah medan dan ion negatip bergerak
berlawanan arah medan, sehingga panjang ikatan antarion menjadi longgar.
Perpindahan relatif ion bermuatan ini menghasilkan momen dipol dalam satuan
sel, yang sebelumnya tidak ada.
c. Polarisabilitas elektronik (αe)
Masing-masing ion atau atom dalam molekul terdiri dari inti (nukleus) dan
elektron. Bila dikenakan medan, maka ion atau atom individual tersebut menjadi
terpolarisasi karena elektron mengalami perpindahan relatif terhadap inti ke arah
yang berlawanan dengan arah medan. Hal yang sama terjadi juga pada atom netral.
Dari uraian di atas, umumnya, polarisabilitas total suatu bahan dapat ditulis
α = αe + αi + αp (6.24)
Bentuk αe terjadi pada semua jenis bahan. Sedangkan bentuk αi hanya terjadi pada
bahan ionik. Pada bahan polar dapat terjadi proses ketiga polarisasi di atas.
Terdapat ciri khusus yang membedakan satu sama lain dari ketiga polarisasi di
atas, yakni sebagai berikut.
a. Polarisasi polar menunjukkan kebergantungan yang kuat terhadap suhu, sedangkan
dua yang lain tidak. Konstanta dielektrik bahan polar mengalami penurunan
dengan naiknya suhu.
b. Perilaku polarisabilitas bolak-balik, yakni saat pada bahan dikenakan medan listrik
bolak-balik, seperti ditunjukkan pada Gambar 6.6 berikut.
Gambar 6.6 Sketsa polarisabilitas total α terhadap frekuensi ω dalam bahan polar
sangat cepat. Dengan demikian konstanta dielektrik bahan polar menurun dengan
kenaikan frekuensi dari daerah statik sampai ke optik.
6.3.2.1 Polarisabilitas Polar
6.3.2.1.1 Polarisabilitas Polar Statik
Semula, momen dipol mempunyai orientasi acak sehingga resultan polarisasi
rata-rata bahan sama dengan nol. Bila pada bahan dikenakan medan listrik, misalnya
ε, maka energi potensial dipol sama seperti persamaan (6.4), yakni
G G
V = − p • ε = − pε cosθ (6.25)
dengan θ adalah sudut antara arah dipol dan medan. Medan menyebabkan adanya
torsi dan distribusi dipol tidak lagi acak, melainkan cenderung mensejajarkan diri
dalam arah medan. Probabilitas untuk mendapatkan dipol dalam arah θ memenuhi
fungsi distribusi Maxwell-Boltzmann
f (θ ) = e −V / koT = e pε cosθ / koT (6.26)
Terlihat bahwa dipol lebih menyukai arah θ=0o, yakni searah medan.
Harga rata-rata dipol dalam arah-X
px =
∫ p f (θ )dΩ
x
(6.27)
∫ f (θ )dΩ
dimana integrasi dilakukan atas semua arah dipol dalam sudut ruang Ω. Dalam hal ini
px = p cos θ θ = (0 s/d π) dΩ = sin θ dθ dφ dan φ = (0 s/d 2π)
Hasil integrasi di atas adalah
p x = p L(u ) (6.28)
dengan L(u) = coth u – 1/u dan u = pε/koT. Fungsi Langevin L(u) mempunyai bentuk
sketsa seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.7 berikut.
L(u)
u= ( pε
k oT
)
3
dengan αei adalah kombinasi polarisabilitas elektronik dan ionik yang tidak
bergantung suhu. Dengan menggrafikkan polarisabilitas molar (ruas kiri) terhadap
G
kebalikan suhu 1/T, maka dapat ditentukan momen dipol permanen molekul polar p
dan polarisabilitas nonpolar αei suatu bahan. Untuk molekul nonpolar, grafik tersebut
berbentuk horisontal.
Dalam dispersi polar, yakni daerah gelombang mikro, suseptibilitas elektronik relatif
konstan, sehingga kontribusi polar dapat ditulis
∈r (ω ) = n 2 + χ p (ω ) (6.41)
merupakan besaran komplek yang bentuknya sama dengan αp(ω) dalam (6.40)
sehingga konstanta dielektrik (6.40) dapat ditulis
χ p (0)
∈r (ω ) = n 2 + (6.42)
1 − iω τ
dengan χ p (0) =∈r (0) − n 2 adalah suseptibilitas polar statik. Terlihat bahwa
konstanta dielektrik (6.42) di atas bergantung pada frekuensi. Hal ini berarti bahan
menunjukkan gejala dispersi. Dalam bentuk bagian riil dan imaginer, konstanta
dielektrik ∈r (ω ) dapat ditulis
kurva absorbsi. Bagian riil ∈'r (0) berharga konstan, yakni ∈r (0) pada daerah
ω<<1/τ, dan berharga n2 (konstanta dielektrik frekuensi tinggi) pada daerah ω>>1/τ.
Besaran 1/τ sering disebut frekuensi tumbukan, yang mencakup semua frekuensi
sampai dengan daerah gelombang mikro. Sedangkan bagian imaginer ∈"r (ω )
2n 2n+1
+ - + -
M2 M1
⎛ 1 1 ⎞
dengan ω t2 = 2α ⎜⎜ + ⎟⎟ . Tampak bahwa ωt adalah frekuensi fonon optik
⎝ M1 M 2 ⎠
transversal pada k=0. Perbedaan perpindahan kedua ion ini menyebabkan timbulnya
momen dipol listrik molekul. Dengan demikian polarisasi ionik Pi yang terjadi
Pi = N e* (Uo+ -Uo-) (6.51)
Selain itu, pada kristal terjadi juga polarisasi elektronik Pe.
Polarisasi total Pie (ionik dan elektronik) disubstitusikan ke dalam persamaan
(6.7) sehingga menghasilkan konstanta dielektrik
Pe N (e*) 2 1
∈r (ω ) = 1 + + (6.52)
∈o ε ∈o ω t2 μ ω2
1− 2
ωt
M 1M 2
dengan μ = adalah massa tereduksi kedua ion. Pada ruas kanan, suku
M1 + M 2
kedua merupakan kontribusi elektronik, dan suku ketiga kontribusi ionik.
Untuk ω<<ωt, kedua kontribusi ada dan membentuk fungsi dielektrik statik ∈r (0) .
∈r (ω )
∈r (0)
n2
0 ω
ωt ωl
Pada gambar di atas tampak bahwa ∈r (ω ) <0 dalam rentang ωt<ω<ωl, dengan ωl
R=
(n − 1)2 + Χ 2 (6.55)
(n + 1)2 + Χ 2
α ab = 2Χk (6.56)
Jika ∈r (ω ) <0, maka menurut (6.54) haruslah n=0 dan Χ ≠ 0 , sehingga refleksivitas
(6.55) berharga R = 1. Hal ini berarti gelombang datang dengan frekuensi dalam
rentang ωt<ω<ωl mengalami refleksi total, dan tidak dapat merambat dalam kristal.
Daerah ini disebut celah terlarang.
Pada gambar di atas tampak pula bahwa ∈r (ω ) menunjukkan dispersi yang
kuat ( ∈r (ω ) →∞) di dekat frekuensi fonon optik ωt. Di daerah ini, disamping terjadi
absorbsi maksimum, juga terjadi kondisi resonansi, yakni dimana frekuensi sinyal
sama dengan frekuensi alami sistem ionik sehingga respon sistem menjadi tak
berhingga. Absorbsi dan refleksi optik secara kuat di atas terjadi dalam daerah
inframerah.
NZe 2 1
χ e (ω ) = (6.61)
∈o m ω o − ω 2
2
n 2 (ω )
n 2 (0)
1
ω
0
ωo
Tampak bahwa dispersi tajam terjadi pada frekuensi resonansi ωo (daerah ultraviolet).
Jika kita memulai ωo=0, maka elektron berperilaku sebagai partikel bebas. Pada
frekuensi tinggi, ωo<<ω, harga n2(ω)→1, seperti halnya untuk vakum. Pada frekuensi
ini elektron tidak mampu mengikuti osilasi medan yang kuat.
dengan C adalah konstanta Curie dan TC adalah suhu Curie. Hal ini ditunjukkan
dalam Gambar 6.14 berikut.
∈r
0 T
TC
Gambar 6.14 Sketsa konstanta dielektrik ∈r terhadap suhu T dalam bahan ferroelektrik
Hubungan di atas berlaku bila T>TC. Dalam daerah ini, bahan berada dalam fasa
paraelektrik, yang mana polarisasi hanya dapat terjadi jika pada bahan dikenakan
medan eksternal dan polarisasinya lenyap bila medan dihilangkan.
Dalam daerah T<TC, bahan menjadi terpolarisasi secara spontan. Dalam
daerah ini bahan berada dalam fasa ferroelektrik. Dengan demikian, suhu Curie TC
merupakan tempat transisi fasa. Polarisasi spontan PS semakin naik bila suhu turun,
seperti ditunjukkan dalam Gambar 6.15 berikut.
PS
0 T
TC
Gambar 6.15 Sketsa polarisasi spontan PS terhadap suhu T dalam bahan ferroelektrik
Dalam fasa ferroelektrik, pusat muatan positip kristal tidak berimpit dengan pusat
muatan negatip. Gejala ferroelektrik hanya terjadi pada kelas nonsentrosimetri polar.
Arah polarisasi spontan ferroelektrik tidak sama dalam keseluruhan bagian
bahan. Oleh karena itu bahan terdiri dari sejumlah domain, yakni daerah dimana
=Ba2+
=O2-
=Ti4+
a=b=0,398 nm
=Ti4+
c=0,403 nm =O2-
0,006 nm
0,006 nm
Gambar 6.18 Pergeseran Ti4+ dan O2- terhadap Ba2+ pada tetragonal BaTiO3
Akibatnya, terjadilah pemisahan pusat muatan positip dan negatip sejauh 0,012 nm,
sehingga terjadi polarisasi spontan.
RINGKASAN
01. Dua muatan listrik berlawanan, tetapi besarnya sama, yakni –q dan +q,
membentuk dipol listrik yang momennya p. Suatu dipol listrik menimbulkan
medan listrik di sekitarnya. Jika suatu dipol dalam medan listrik eksternal, maka
timbul torsi dan energi potensial pada dipol. Dalam bahan dielektrik, kumpulan
momen dipol membentuk polarisasi, yakni jumlah momen dipol persatuan
volume.
G
02. Bahan dielektrik yang ditempatkan dalam suatu medan listrik eksternal ε o
tertentu dibayangkan dikelilingi oleh rongga bola yang berjari-jari R cukup besar
sehingga titik-titik di permukaan bola luar dapat dianggap sebagai medium
kontinu. Jika jumlah dipol molekul adalah N, maka didapatkan ungkapan
hubungan besaran makroskopis konstanta dielektrik ∈r dan besaran mikroskopis
∈r −1 Nα
polarisabilitas molekul α, yaitu = , yang disebut sebagai hubungan
∈r +2 3 ∈o
Clausius-Mosotti.
04. Sehubungan dengan proses polarisasi bahan, struktur molekul/atom yang
membangun suatu bahan dapat dikelompokkan menjadi molekul polar, nonpolar,
ionik, dan atom kristal kovalen bersifat nonpolar dan nonionik. Berdasarkan jenis
molekul/atom di atas dan perilakunya saat dikenakan medan, maka polarisabilitas
bahan dapat terdiri dari beberapa jenis, yaitu polarisabilitas polar/orientasional
(αp), ionik (αi), dan elektronik (αe). Oleh karena itu polarisabilitas total suatu
bahan dapat ditulis α = αe + αi + αp. Bentuk αe terjadi pada semua jenis bahan.
Sedangkan bentuk αi hanya terjadi pada bahan ionik. Pada bahan polar dapat
terjadi proses ketiga polarisasi di atas.
05. Polarisabilitas polar terdiri dari dua macam, yaitu statik dan bolak-balik. Jenis
p2
yang pertama menghasilkan α p = ; dan yang kedua menghasilkan
3k oT
α p (0)
α p (ω ) = yang merupakan besaran komplek, artinya polarisasi tidak
1 − iω τ
sefasa dengan medan (terjadi absorbsi energi). Pada jenis yang kedua juga
χ p (0)
didapatkan konstanta dielektrik ∈r (ω ) = 1 + χ e (ω ) + χ p (ω ) = n 2 + .
1 − iω τ
06. Pada frekuensi tinggi, yang hanya terdiri dari kontribusi elektronik, ungkapan
∈r (0) − n 2
konstanta dielektrik dapat ditulis dalam bentuk ∈r (ω ) = n 2 + . Suku
ω2
1− 2
ωt
kedua ruas kanan merupakan polarisabilitas ionik bolak-balik.
07. Polarisabilitas elektronik terdiri dari dua macam, yaitu statik dan bolak-balik.
Jenis yang pertama menghasilkan polarisasi elektronik α e = 4π ∈o ra3 . Sedangkan
e2 / m
jenis yang kedua menghasilkan polarisabilitas elektronik α e (ω ) = 2 .
ωo − ω 2
08. Gejala piezoelektrik berkait dengan polarisasi ionik dan hanya terjadi pada bahan
nonsentrosimetri. Gejala piezoelektrik dapat digunakan untuk mengkonversikan
energi listrik menjadi energi mekanik (efek balik), atau sebaliknya (efek langsung),
seperti yang terjadi pada transduser.
09. Pada kelompok bahan ferroelektrik konstanta dielektrik berubah terhadap suhu
C
melalui hubungan hukum Curie-Weiss ∈r = . Bila T>TC, polarisasi hanya
T − TC
dapat terjadi jika pada bahan dikenakan medan eksternal dan polarisasinya lenyap
bila medan dihilangkan (fasa paraelektrik); dan bila T<TC, bahan menjadi
04. Momen dipol untuk distribusi muatan secara umum didefinisikan sebagai
G G G
p = ∑ qi ri , dengan qi dan ri , masing-masing adalah muatan dan vektor posisi
i
dari muatan ke-i, dan penjumlahan dilakukan atas semua muatan yang ada.
Pengambilan titik asal adalah sebarang.
a. Tunjukkan bahwa ungkapan di atas akan menjadi (6.1) bila hanya ada dua
muatan yang sama besar dan berlawanan tanda!
b. Buktikan bahwa jika muatan listrik sistem secara keseluruhan netral, maka
momen dipol tidak bergantung pada pengambilan titik asal!
05. Turunkanlah persamaan (6.13)!
06. Konstanta gaya untuk atom berdekatan dalam NaCl berharga 36 N/m. Jarak
setimbang kristal ini 2,82 Å.
a. Jika besar masing-masing muatan adalah e, maka hitunglah momen dipol pada
jarak setimbangnya!
b. Hitunglah perubahan jarak pisahnya karena medan listrik lokal 1500 V/m!
c. Hitunglah perubahan momen dipolnya!
d. Taksirlah polarisabilitas ionik statiknya!
07. Suatu kristal berstruktur kubik sederhana (dengan rusuk a) dan masing-masing
G
atomnya memiliki momen dipol sama, yaitu p .
a. Tunjukkan bahwa medan listrik pada suatu atom tertentu karena semua atom
yang berjarak a bernilai nol!
b. Ulangi soal (a) untuk medan dari semua atom yang berjarak a√2.
c. Ulangi soal (a) untuk medan dari semua atom yang berjarak a√3.
08. Suatu kristal berstruktur tetragonal sederhana (dengan sisi bujursangkar a dan
G
ketinggian c) dan masing-masing atomnya memiliki momen dipol p .
a. Tunjukkan bahwa medan listrik pada suatu atom tertentu karena semua atom
yang berjarak a adalah
G
G 1 p − 3 p Z zˆ
p1 =
2π ∈o a3
dengan ẑ adalah sumbu derajat-4 (tetrad)!
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
6 BAHAN DIELEKTRIK 181
10. Suatu bahan polar mempunyai konsentrasi molekul polar 1,6.1028 molekul/m3 dan
tiap molekul mempunyai momen dipol permanen 3,5.10-26 Cm. Dengan
menggunakan formulasi Langevin
a. hitunglah polarisasi saturasi!
b. hitunglah polarisasi pada 300 K dalam medan listrik 2,5.104 V/m!
c. Abaikan efek medan lokal dan hitunglah suseptibilitasnya pada 300 K!
11. Cahaya 500 nm diarahkan tegak lurus pada sampel dengan indek bias n=1,653
dan koefosien pemadaman Χ =2,35.10-2.
a. Hitunglah kecepatan gelombang dalam sampel!
b. Hitunglah panjang gelombang dalam sampel!
c. Hitunglah jarak dalam sampel sehingga intensitas gelombang tinggal
setengahnya, jika fraksi intensitas gelombang yang diteruskan
I = I o e −2 kΧz
G
12. Medan ε 3 dalam persamaan (6.12) karena dipol dalam rongga bola bergantung
pada simetri kristal, dan umumnya berharga tidak nol dalam kristal nonkubik.
Anggaplah bahwa medan ini berharga
G b G
ε3 = P
∈o
13. a. Deretkanlah fungsi Langevin L(u) persamaan (6.28) dalam pangkat u, dan
tunjukkan bahwa
L(u) = u/3 – u3/45 + … , dimana u<<1
b. Hitunglah medan yang diperlukan untuk menghasilkan polarisasi dalam air
sebesar 10% polarisasi saturasi pada suhu kamar, jika diketahui polarisasi air
p=1,9.10-29 Cm!
14. Polarisabilitas molar air naik dari 4.10-5 menjadi 6,8.10-5 m3 jika suhu diturunkan
dari 500 K menjadi 300 K. Hitunglah momen permanen molekul air!
15. Ion Na+ dan Cl- dalam NaCl, masing-masing mempunyai polarisabilitas
elektronik 0,20.10-40 dan 2,65.10-40 farad m2. NaCl berstruktur FCC.
a. Hitunglah jarak terdekat antara atom Na dan Cl!
b. Hitunglah konstanta kisi NaCl!
16. Hitunglah polarisabilitas statik untuk atom hidrogen, jika diasumsikan bahwa
muatan pada elektron terdistribusi seragam dalam keseluruhan bola dengan jari-
jari Bohr!
Pada bahan yang ditempatkan dalam medan magnet luar yang berintensitas
G G
H , terjadi magnetisasi M , yakni momen dipol magnet persatuan volume. Untuk
kristal, magnetisasi merupakan momen dipol total dalam sel satuan tunggal dibagi
G
volume sel. Pada bahan, juga, terjadi induksi magnet B yang memenuhi hubungan
G G G
B = μo H + μo M (7.1)
G
Dengan demikian, induksi magnet dalam bahan terdiri dari dua bagian, yakni μ o H
G
karena sumber luar dan μ o M karena magnetisasi bahan.
G
Magnetisasi timbul karena medan luar. Untuk medan lemah M sebanding
G
dengan H (bahan isotropik linier)
7 BAHAN MAGNETIK 184
G G
M =χ H (7.2)
dengan suseptibilitas magnetik χ sebagai tetapan pembandingnya. Asumsi tersebut
mengabaikan medan demagnetisasi, koreksi medan lokal dan lain-lain karena M
sangat kecil terhadap harga H (harga χ=M/H=10-5). Tetapi dalam bahasan
ferromagnetik, dimana M berharga besar, pengabaian ini ditiadakan. Dengan
mensubstitusikan M ke dalam (7.1) diperoleh
G G G
B = μ o (1 + χ ) H = μ H (7.3)
FL
inti
Fo
velektron
yang merupakan persamaan kuadrat dalam ω. Jika medan kecil, maka bentuk
solusinya
eB
ω = ωo − (7.8)
2m
Tampak bahwa rotasi elektron lebih pelan. Reduksi frekuensi ini menimbulkan
perubahan momen magnetik, bertolak dari (7.6), yaitu
⎛ e2r 2 ⎞
Δμ = −⎜⎜ ⎟⎟ B (7.9)
⎝ 4m ⎠
Tampak bahwa momen induksi berlawanan arah dengan medan. Dengan kata lain,
respon elektron terhadap kehadiran medan adalah diamagnetik.
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
7 BAHAN MAGNETIK 186
Dalam atom, orbit elektron berada dalam permukaan sferik. Tetapi, respon
diamagnetik efektif hanyalah pada penampang yang tegak lurus terhadap medan.
Dengan demikian, rata-rata r2 dalam ungkapan perubahan momen (7.9) di atas harus
diganti menjadi (2/3)r2, sehingga
⎛ e2r 2 ⎞
Δμ = −⎜⎜ ⎟⎟ B (7.10)
⎝ 6m ⎠
dengan r adalah radius bola. Apabila atom mempunyai Z elektron dan dalam satuan
volume terdapat N atom, maka suseptibilitas magnetik
χ=
M NZ Δμ
H
=
B / μo
μ e2
=− o
6m
NZ r 2( ) (7.11)
dilakukan terhadap semua elektron, dan berharga tidak nol hanya untuk suatu sel
yang tidak penuh.
G G
Momentum angular L dan S berinteraksi, sehingga menimbulkan
momentum angular total
G G G
J = L+S (7.12)
G G G
yang relatif konstan. Dengan demikian, L dan S berpresisi mengelilingi J , seperti
ditunjukkan dalam Gambar 7.2 berikut.
G ⎛ e ⎞G G ⎛ e ⎞G
Momen dipol orbital μ L = −⎜ ⎟ L dan spin μ S = −⎜ ⎟ S , juga berpresisi di sekitar
⎝ 2m ⎠ ⎝m⎠
G G G G G
J . Momen dipol totalnya μ = μ L + μ S tidak segaris dengan J , dan juga berpresisi
G
di sekitar J dengan sudut θ. Karena frekuensi presisi yang cukup tinggi, maka yang
G G
teramati hanyalah kompnen dari μ sepanjang J , yakni
G G ⎛ e ⎞G
μ rata − rata = μ cosθ = g ⎜ − ⎟J
⎝ 2m ⎠
dengan
j ( j + 1) + s ( s + 1) − l (l + 1)
g = 1+ (7.13)
2 j ( j + 1)
adalah faktor Lande.
Penentuan l, j dan s suatu atom memenuhi aturan Hund, yakti
(1). bilangan spin s cenderung mengambil harga maksimum dengan tetap berpegang
pada prinsip Pauli,
(2). demikian pula l, dan
(3). jika sel kurang dari separoh maksimum, maka j=|l-s|, dan jika sel sama atau lebih
dari separoh maksimum, maka j=l+s.
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa suatu atom yang selnya tidak penuh
mempunyai suatu momen magnetik permanen, yang terjadi dari kombinasi gerakan
orbital dan spin elektronnya.
Teori Klasik
G G
Selanjutnya, untuk sederhananya, μ rata −rata disingkat μ saja. Energi potensial
Tampak bahwa χ berbanding terbalik terhadap T. Hubungan ini disebut hukum Curie
dan suseptibilitasnya disebut suseptibilitas paramagnet Langevin.
Teori Kuantum
Saat medan magnet (misalnya, dalam arah sumbu-Z) dikenakan pada atom,
terjadilah “Zeeman splitting”
G G
E = − μ • B = gμ B B m j (7.18)
e=
dengan μ B = =9,3.10-24 Jm2/N disebut magneton Bohr.
2m
Misalnya, untuk j=1/2 dihasilkan tingkatan energi yang terpisah menjadi dua,
yang masing-masing bersesuaian dengan momen dipol paralel dan antiparalel dengan
arah medan, seperti ditunjukkan oleh Gambar 7.3 berikut.
mj=+1/2
ΔE=gμBB
mj=-1/2
NgμB
Tampak bahwa M sebanding dengan x untuk medan lemah dan M mencapai saturasi
saat medan listrik besar. Bila diambil kasus medan lemah, x<<1 dan tanh (x) ≅ x,
maka substitusi ke dalam (7.21) didapatkan suseptibilitas
μ o N ( gμ B ) 2
χ= (7.22)
k oT
Ungkapan ini sama dengan hasil teori klasik, tetapi dengan mengasumsikan momen
efektif atom μef=gμB√3.
Bentuk yang lebih umum, suatu atom dengan j tertentu akan mengalami
pembelahan tingkat energi sebanyak (2j+1) buah. Sedangkan suseptibilitasnya
μ o Nμ ef2
χ= (7.23)
3k oT
dengan
μef = p μB dan p = g (j[j+1])1/2 (7.24)
Bilangan p disebut bilangan efektif magneton Bohr untuk suatu atom.
Eksperimen menunjukkan bahwa kristal ion tanah-jarang memenuhi hukum
Curie, dengan bilangan efektif magneton Bohr p seperti yang dijelaskan dalam teori
interaksi spin-orbit di atas. Dalam ion ini (La s/d Lu), sel 4f, yang menunjukkan
perilaku magnetik, terisi tidak penuh. Sel yang lebih luar, yaitu 5p terisi penuh, 5d
dan 6s berperan dalam pembentukan ion. Karena letaknya yang jauh lebih dalam,
maka elektron dalam sel 4f tidak dipengaruhi oleh ion lain dalam kristal. Perilaku
G G
magnetiknya seperti ion bebas, sehingga momentum angular L dan S berkopel
sangat kuat.
Sedangkan untuk ion logam transisi, eksperimen menunjukkan bahwa j=s.
Dalam hal ini, sel terluar 3d terisi tidak penuh. Elektron dalam sel 3d ini berinteraksi
sangat kuat dengan ion tetangga, sehingga gerakan orbitalnya hanyut, dan tinggal
momen spin yang mengkontribusi terhadap proses magnetisasi. Gejala demikian
disebut “quenching”.
Paramagnetik Pauli
Apabila hanya memperhitungkan spin elektron saja, yakni j=s=1/2 dan g=2,
maka suseptibilitas bahan paramagnet (7.23) menjadi
μ o Nμ B2
χ= (7.26)
k oT
s=1/2
EFo
s=-1/2
B B
a b c
Ketika medan belum dikenakan, sebagian elektron berspin dalam arah-Z positip dan
sebagian lagi dalam arah-Z negatip sehingga resultan magnetisasi M=0. Tetapi, ketika
medan B dikenakan, tingkat energi spin yang paralel B mengalami penurunan sebesar
μBB; dan tingkat energi spin yang antiparalel B naik sebesar μBB. Kondisi yang tidak
stabil ini menyebabkan beberapa elektron dengan spin antiparalel B di dekat tingkat
Fermi berpindah ke spin paralel B sehingga magnetisasinya M≠0. Banyaknya
elektron yang sanggup berpindah (T=0 K) tersebut
E Fo + μ B B
1 1
Δn = ∫
E Fo
2
g ( E )dE ≅ g ( E Fo ) μ B B
2
Karena masing-masing spin mengalami perubahan sebesar 2μB (dari -μB ke +μB),
maka magnetisasi yang terjadi
M ≅ Δn 2 μ B = μ B2 g ( E Fo ) B
sehingga suseptibilitasnya
χ spin = μ o μ B2 g ( E F ) o
(7.27)
Tampak bahwa suseptibilitas bergantung pada rapat keadaan pada tingkat energi
Fermi; dan tidak bergantung pada suhu. Pengaruh suhu terhadap distribusi elektron
Fermi-Dirac memang kecil.
3 N
Mengingat bahwa harga g ( E Fo ) = (lihat persamaan (3.26) dan (3.30))
2 E Fo
untuk pita energi standard (E∼k2) dan EFo=koTF , maka suseptibilitas logam
3 T
χ spin ≅ χ (7.28)
2 TF
dengan χ adalah suseptibilitas klasik (Boltzmann) (7.26). Karena harga suhu Fermi
TF=30.000 K, maka harga χspin lebih kecil daripada χ dengan faktor pengecil 10-2,
yang sesuai pula dengan hasil eksperimen.
Pada logam transisi, suseptibilitas paramagnet besar sekali. Hal ini terjadi
karena g(EF) besar sebagai akibat sempit dan tingginya pita 3d.
Diamagnetik
G G
Vex = − J ' s i • s j (7.30)
dengan J’ adalah konstanta pertukaran. Agar terjadi gejala ferromagnet, maka spin si
G G
dan sj harus paralel, si = s j . Dengan demikian, agar energinya minimal, maka
⎛ μ gμ λ M ⎞
M = N g μ B tanh ⎜⎜ o B ⎟⎟ (7.34)
⎝ k oT ⎠
Solusi ungkapan ini dapat diselesaikan dengan metode grafik. Bila diambil
⎛ μ gμ λ M ⎞
tanh ⎜⎜ o B ⎟⎟ = tanh ( x)
⎝ k oT ⎠
maka didapatkan dua ungkapan magnetisasi, yakni
k oT
M = x (7.35)
μ o gμ B λ
M = N g μ B tanh ( x ) (7.36)
Keduanya diplot bersamaan dalam grafik M terhadap x untuk mendapatkan titik
perpotongan sebagai solusinya, seperti ditunjukkan dalam Gambar 7.6 berikut.
M
T>TC
T=TC
M∼x
T<TC
M∼tanh(x)
A
x
Gambar 7.6 Kurva garis lurus M∼x dan M∼tanh(x) terhadap x.
Titik perpotongan A merepresentasikan magnetisasi spontan (keadaan ferromagnetik)
Suhu kritik (Curie) TC adalah suhu dimana garis lurus (grafik M∼x) merupakan
tangensial kurva hiperbolik pada titik asal. Tampak bahwa untuk T<TC, dua kurva
berpotongan di titik A, yang berarti bahwa magnetisasi spontan terjadi pada bahan
(karena adanya medan molekuler HW).
Pendekatan tanh(x)≅x, untuk x kecil, menjadikan kesamaan M dalam dua
persamaan (7.35) dan (7.36) menghasilkan ungkapan konstanta Weiss
k oTC
λ= (7.37)
μ o N ( gμ B )2
Bila harga TC=103 K dan N=1029m-3, maka didapatkan pendekatan harga λ≅104.
M/M(0)
0 T/TC
1
TC μ o N ( gμ B ) 2
dengan C= = disebut konstanta Curie. Dengan demikian
λ k oT
suseptibilitas dalam daerah paramagnet
C
χ= (7.41)
T − TC
Ungkapan suseptibilitas ini sering disebut hukum Curie-Weiss.
Bω=μoHω
a b
karena M=2μB. Ternyata, tidak semua elektron dalam arah “down” dapat berpindah,
melainkan hanya elektron yang berada di dekat energi Fermi EF. Misalnya, ΔE
merupakan rentang energi dalam subpita “up” yang hendak ditempati elektron yang
berpindah, maka jumlah elektron yang berpindah tersebut
n = 12 g ( E Fo ) ΔE
dengan g(EFo) adalah rapat keadaan pada tingkat Fermi. Jika n=1, maka diperoleh
2
ΔE =
g ( E Fo )
2
2μ o λ μ B2 > (7.42))
g ( E Fo )
Untuk memenuhi syarat tersebut, maka konstanta pertukaran harus besar, yakni jika
sel atomik beradius kecil. Juga, g(EFo) harus besar, yang berarti menuntut pita sempit.
Sel beradius lebih kecil mempunyai kemungkinan overlap fungsi gelombang
lebih kecil dan karenanya pita menjadi lebih sempit. Hal ini dipenuhi oleh pita 3d
dalam Fe, Co dan Ni; dan pita 4f dalam Gd dan Dy. Nilai g(EFo) besar menyebabkan
pita dapat menampung elektron lebih banyak dalam rentang energi kecil. Tetapi,
g(EFo) kecil menyebabkan pita melebar, seperti pita 4s, yang tidak menunjukkan
gejala ferromagnetik.
a b c
Ferromagnetik
Semua dipol disejajarkan dalam arah yang sama sehingga bahan berada dalam
keadaan termagnetisasi penuh.
Antiferromagnetik
Masing-masing dipol mempunyai momen yang sama. Tetapi dipol yang
berdekatan berlawanan arahnya. Dengan demikian, masing-masing dipol saling
meniadakan satu sama lain, sehingga magnetisasi netto sama dengan nol. Gejala ini
banyak ditunjukkan oleh senyawa logam transisi, seperti kristal MnF2.
Ferrimagnetik
Dipol yang berdekatan berlawanan arah. Tetapi karena masing-masing
momen tidak sama, maka terdapat magnetisasi netto yang tidak sama dengan nol.
Bahan ferrimagnetik sering disebut ferrit, yakni kristal oksida ionik Xfe2O4, dimana
X adalah logam divalen. Contoh ferrit adalah magnetit (“lodestone”) Fe3O4.
RINGKASAN
G
01. Pada bahan yang ditempatkan dalam medan magnet luar yang berintensitas H ,
G G G G
terjadi magnetisasi M , dan juga, terjadi induksi magnet B . M dan H
G G
direlasikan oleh suseptibilitas magnetik χ; sedangkan B dan H direlasikan oleh
permeabilitas bahan μ. Berdasarkan tanda dan besar nilai suseptibilitas magnet
suatu bahan dikelompokkan menjadi (a). paramagnet, (b). diamagnet, dan (c).
ferromagnet.
G
02. Elektron yang beredar mengelilingi inti atom dalam medan magnet B mengalami
gejala diamagnetik Langevin, yakni momen induksi berlawanan arah dengan
medan. Respon diamagnetik ini terjadi pada padatan yang sel atomiknya terisi
penuh.
03. Momentum angular orbital dan spin total suatu atom, masing-masing adalah L
dan S berinteraksi membentuk momentum angular total J, sehingga L dan S
berpresisi mengelilingi J. L dan S berharga tidak nol hanya untuk suatu sel yang
tidak penuh. Demikian pula, momen dipol orbital μL dan spin μS berpresisi
G G G G
terhadap J, tetapi momen dipol totalnya μ = μ L + μ S tidak segaris dengan J .
G
Karena itu dicari momen dipol total rata-rata sepanjang J , yaitu
G G ⎛ e ⎞G j ( j + 1) + s ( s + 1) − l (l + 1)
μ rata − rata = μ cosθ = g ⎜ − ⎟ J dengan g = 1 + adalah
⎝ 2m ⎠ 2 j ( j + 1)
faktor Lande.
04. Hasil bahasan teori klasik adalah bahwa suseptibilitas paramagnet Langevin χ
berbanding terbalik terhadap T. Sedangkan teori kuantum memperoleh
μ o Nμ ef2
suseptibilitas χ = dengan μef = p μB dan p = g (j[j+1])1/2. Bila gerakan
3k oT
orbitalnya hanyut, dan tinggal momen spin yang mengkontribusi terhadap proses
magnetisasi, maka disebut “quenching”.
05. Elektron konduksi dalam logam mempunyai dua kontribusi, yaitu sifat
paramagnet karena spinnya dan sifat diamagnetik karena gerakan orbital yang
diinduksikan oleh medan magnet. Oleh karaean itu gejala magnetik dalam logam
meliputi dua hal, yaitu Paramagnetik Pauli dan diamagnetik. Bahasan
Paramagnetik Pauli memperoleh suseptibilitas χ spin = μ o μ B2 g ( E F ) , yang
o
bergantung pada rapat keadaan pada tingkat energi Fermi; dan tidak bergantung
pada suhu. Sedangkan bahasan diamagnetik, melalui pendekatan kuantum
1
menunjukkan bahwa kontribusi suseptibilitas diamagnetik χ orbital = χ spin
3
sehingga suseptibilitas elektronik netto merupakan respon paramagnet.
Fisika Zat Padat Parno – Fisika FMIPA UM
7 BAHAN MAGNETIK 201
06. Gejala ferromagnetik adalah gejala terjadinya magnetisasi secara spontan pada
suatu bahan magnet dan terjadi hanya di bawah suhu tertentu, yakni suhu Curie.
Bahan ferromagnetik juga menunjukkan adanya domain dan kurva histerisis.
Bahasan gejala ferromagnetik meliputi dua hal, yaitu pada isolator dan logam.
07. Gejala ferromagnetik dalam isolator memakai teori medan molekuler. Teori ini
C
menghasilkan suseptibilitas dalam daerah paramagnet χ = , yang sering
T − TC
disebut hukum Curie-Weiss.
08. Gejala ferromagnetik dalam logam menasumsikan bahwa elektron konduksi
dalam logam bersifat delokalisasi di seluruh ruang kristal dan mengikuti distribusi
Fermi-Dirac. Bahasan ini menggunakan model elektron-itinerant yang
dikembangkan oleh Stoner. Model ini memiliki syarat agar terjadi gejala
2
ferromagnetik, yaitu 2μ o λ μ B2 > . Berarti sel atomik harus beradius kecil.
g ( E Fo )
Juga, g(EFo) harus besar, yang berarti menuntut pita sempit.
09. Berkaitan dengan keteraturan magnetik pada bahan, maka terdapat (a)
ferromagnetik, (b) antiferromagnetik, dan (c) ferrimagnetik.
01. Sebuah elektron yang bergerak melingkar beraturan mempunyai momen dipol
magnetik μ seperti persamaan (7.6). Jika momentum angular elektron tersebut
adalah L, maka buktikan bahwa
G e G
μ=− L
2m
02. Pada suhu 4 K padatan Argon mempunyai konsentrasi 2,66.1028 atom/m3. Jika
jarak kuadrat rata-rata sebuah elektron terhadap inti terdekat 0,62 Å, maka
a. hitunglah suseptibilitasnya!
momentum angular total ђ, faktor Lande g=2 dan medan magnet induksi 0,7 T
serta memenuhi distribusi Maxwell-Boltzmann, maka
a. hitunglah fraksi atom dengan JZ=+ђ, dengan JZ=0 dan dengan JZ=-ђ pada suhu
300 K!
b. hitunglah momen dipol atomik rata-rata!
09. Pada suhu kamar Oksigen merupakan gas paramagnetik dengan suseptibilitas
molar 4,33.10-8 m3/mol.
a. Hitunglah bilangan efektif magneton Bohr peratom!
b. Tunjukkan bahwa soal (a) sesuai dengan sel s dengan 2 elektron!
10. Dua bahan ferromagnetik mempunyai struktur kristal dan ukuran sel satuan yang
identik. Spin atomnya identik, tetapi koefisien pertukaran J’ yang satu berharga
dua kali yang lain. Bandingkan konstanta Weiss λ, konstanta Cuire C,
magnetisasi saturasi M(0) dan suhu Cuire TC antara keduanya!
11. Suseptibilitas diamagnetik karena ion teras (“cores”) dalam logam Tembaga
adalah -0,2.10-6. Jika diketahui bahwa kerapatan Cu adalah 8,93 gr/cm3 dan berat
atomnya 63,5 gr/mol, maka hitunglah jari-jari rata-rata ion tersebut!
12. Germanium mempunyai kerapatan 5,38 gr/cm3 dan berat atom 72,6 gr/mol.
a. Jika diketahui bahwa suseptibilitasnya -0,8.10-5 dan radius ion teras (“core”)
0,44 Å, maka hitunglah persentase dari kontribusi ikatan kovalen terhadap
suseptibilitasnya!
b. Jika dikenakan medan H=5.104 A/m, maka hitunglah magnetisasi dan induksi
magnetnya!
13. Suatu sistem dengan spin j=s=1/2 ditempatkan dalam suatu medan magnet
H=5.104 A/m,. Hitunglah
a. fraksi ion yang paralel terhadap medan pada suhu kamar!
b. komponen rata-rata momen dipol searah medan pada suhu kamar!
c. medan untuk u Z =0,5μB!
d. Ulangi soal (a) dan (b) pada suhu sangat rendah 1 K!
14. Turunkanlah persamaan (7.23)!
15. Buktikanlah bahwa momen dipol rata-rata auatu atom, yang mengandung efek
interaksi spin-orbit, mempunyai ungkapan
⎛ e ⎞
u rata − rata = g ⎜ − ⎟J
⎝ 2m ⎠
dengan g adalah faktor Lande (7.13)!
16. a. Suseptibilitas spin elektron konduksi pada T=0 K diberikan oleh persamaan
(7.27). Nyatakalah hasil ini dalam bentuk konsentrasi elektron untuk pita energi
standard!
b. Hitunglah suseptibilitas spin logam K, bila diketahui kerapatan 0,87 gr/cm3
dan berat atom 39,1 gr/mol!
c. Hitunglah suseptibilitas diamagnetik elektron konduksi logam K!
d. Hitung jari-jari rata-rata ion K dalam keadaan logam!
17. Data untuk Fe: magnetisasi saturasi M(0)=1,74.106 A/m, suhu Fermi TF=1043 K,
kerapatan ρm=7,92 gr/cm3 dan berat atom M=55,6 gr/mol.
a. Buktikanlah bahwa momen dipol sebuah atom Fe adalah 2,22 μB!
b. Hitunglah konstanta pertukaran Weiss λ dan medan molekuler HW!
c. hitunglah konstanta Curie!
d. Hitunglah energi pertukaran untuk suatu interaksi dipol antartetangga terdekat!
Ashcroft, NW,. Mermin, ND. 1976. Solid State Physics. Philadelphia: Sounders
College
Chrisman, FR. 1984. Fundamental of Solid State Physics. Singapura: John Wiley
& Sons, Inc
Kittel, C. 1991. Introduction to Solid State Physics. Singapura: John Wiley &
Sons, Inc