55
56 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
Penyelesaian
Contoh inti dengan bilangan ajaib ganda antara lain adalah He-4,
O-16, Ca-40, Ca-48, Ni-48, dan Pb-208. Keistimewan masing-masing
inti tersebut adalah sebagai berikut. He-4 adalah isotop paling stabil.
Ca-40 adalah isotop dengan N = Z, yang terberat. Ca-48 adalah iso-
top ringan dengan dengan N/Z terbesar, Ni-48 adalah isotop ringan
dengan dengan N/Z terkecil setelah He-3. Pb-208 adalah isotop stabil
terberat.
Penyelesaian
36 37 38
Kelima isotop stabil dengan N = 20 adalah 16 S , 17 Cl , 18 Ar ,
39
19 K , dan 20 Ca40 . Sebagai perbandingan, jumlah isotop stabil untuk
N = 19 dan N = 21 adalah 3.
Penyelesaian
86 87
Keenam isotop stabil dengan N = 50 adalah 36 Kr , 37 Rb ,
88 89 90 92
38 Sr , 39 Y , 40 Zr , dan 42 Zr . Sebagai perbandingan, jumlah iso-
top stabil untuk N = 49 dan N = 51 adalah 4.
58 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
Penyelesaian
Z (Z − 1) (N − Z)2 12
B = av A − as A2/3 − ac 1/3
− aa + 1/2 ,
A A A
di mana = 0 jika A ganjil, berharga positif jika N dan Z genap,
dan berharga negatif jika N dan Z ganjil. Dapat dihitung bahwa
B 39 Ca = 329.65 MeV, B 40 Ca = 345.00 MeV, dan B 41 Ca =
41 41 40
Sn Ca = B Ca − B Ca = 10, 38 MeV
40 40 39
Sn Ca = B Ca − B Ca = 15, 35 MeV
Gambar 3.5: Energi eksitasi inti. (Sumber: Phys. Rev. Lett. 50, 432
(1950))
Penyelesaian
Penyelesaian
Untuk menerangkan bilangan ajaib dengan model tetes cairan,
kita tulis kembali SEMF
Z (Z − 1) (N − Z)2
B = av A − as A2/3 − ac − aa + δ + η.
A1/3 A
Suatu inti akan stabil jika B-nya besar. Menurut SEMF, B akan besar
jika salah satu kondisi berikut terpenuhi, yaitu
Untuk mendapatkan tingkat energi pada kulit inti, kita harus me-
mecahkan persamaan Schrödinger untuk inti
~2 2
∇ + V (r) Ψ = EΨ, (3.1)
2m
~2 2
di mana 2m ∇ adalah energi kinetik nukleon, V (r) adalah energi po-
tensial efektif inti, serta E adalah energi nukleon. Dengan memberik-
an V (r) yang benar, maka akan didapatkan nilai energi yang benar,
menurut kulit dan sub kulitnya, yang menentukan konfigurasi nukleon
dalam inti. Pada kasus atom, energi potensial atom bisa dirumusk-
an dengan mudah karena gaya elektrostatis yang mengatur interaksi
elektron dengan inti diketahui dengan pasti. Masalahnya, gaya nuklir
kuat yang mengatur interaksi antar nukleon belum banyak dipahami.
Sebagai konsekuensinya, potensial inti juga belum bisa dirumuskan
dengan baik. Dengan demikian, kita akan mencoba berbagai model
potensial inti sampai didapatkan bilangan ajaib inti yang benar.
arah pada deret Bessel jnl , di mana solusi tingkat energi dari kulit n
sub kulit atau orbital l adalah
~2
2
Enl = Xnl , (3.3)
2mR2
dengan Xnl didapatkan pada saat jnl = 0. Setiap orbiltal nl memili-
ki energi Enl dan dapat ditempati sampai Nnl = 2 (2l + 1) nukleon.
Orbital tersebut kita susun dari energi terkecil sampai energi terbe-
sar. Jika jarak antara satu Enl dengan Enl berikutnya kecil, maka
kedua orbital tersebut kita perlakukan sebagai satu ‘tingkat’ yang sa-
ma. Sebaliknya, jika jarak antara satu Enl dengan Enl berikutnya
besar, maka kedua orbital tersebut kita perlakukan sebagai ‘tingkat’
yang berbeda. Bilangan ajaib diperoleh sebagai akumulasi jumlah ke-
adaan untuk nukleon pada setiap akhir ‘tingkat’ energi, Σnl Nnl . Nilai
energi yang didapatkan dengan model sumur potensial disajikan pada
Tabel 3.1. Terlihat bahwa potensial kotak menghasilkan konfigurasi
tertutup dengan bilangan 2, 8, 18, 20, 34, 40, 58, 68, 92, 132, 138,
dengan hanya 2 bilangan, yaitu 2 dan 8, yang sesuai dengan bilang-
an ajaib hasil eksperimen. Secara keseluruhan hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan hasil eksperimen.
Potensial sentral berikutnya adalah potensial osilator harmonis.
Potensial ini dirumuskan atas anggapan bahwa nukleon hanya ber-
3.1. MODEL KULIT 65
Tabel 3.1: Nilai energi dan populasi nukleonnya untuk model poten-
sial kotak. 2
~
orbital Xnl Enl 2mR 2 Nnl gnl Bilangan ajaib
1s 3.142 9.872 2 2 2
1p 4.493 20.187 6 8 8
1d 5.763 33.212 10 18 18
2s 6.283 39.476 2 20 20
1f 6.988 48.832 14 34 34
2p 7.725 59.676 6 40 40
1g 8.183 66.961 18 58 58
2d 9.095 82.719 10 68 68
1h 9.356 87.535 22 90
3s 9.425 88.831 2 92 92
2f 10.417 108.514 14 106
1i 10.513 110.523 26 132 132
3p 10.904 118.897 6 138 138
2g 11.705 137.007 18 156
.. .. .. .. .. ..
Tabel 3.2: Tingkat energi, jumlah keadaan energi, serta bilangan ajaib
yang dihasilkan, untuk model 3 osilator harmonis 1 dimensi
Bil.
N EN 21 ~ω
(nx , ny , nz ) gN
ajaib
0 3 (0,0,0) 2 2
1 5 (1,0,0), (0,1,0), (0,0,1) 6 8
(2,0,0), (0,2,0), (0,0,2), (1,1,0),
2 7 12 20
(1,0,1), (0,1,1)
(3,0,0), (0,3,0), (0,0,3), (2,1,0),
3 9 (1,2,1), (2,0,1), (1,0,2), (0,1,2), 20 40
(0,2,1), (1,1,1)
(4,0,0), (0,4,0), (0,0,4), (2,2,0),
(2,0,2), (0,2,2), (3,1,0), (1,3,0),
4 11 30 70
(3,0,1), (1,0,3), (0,3,1), (0,1,3),
(2,1,1), (1,2,1), (1,1,2)
.. .. .. .. ..
Jika kita memperhatikan dua jenis spin nukleon yang mungkin, yai-
tu spin up dan down, maka jumlah keadaan energinya adalah gN =
(N + 1) (N + 2). Tingkat energi dan bilangan ajaib yang dihasilkan
melalui pendekatan 3 osilator 1 dimensi disajikan pada Tabel 3.2.
Penyelesaian
Karena N = nx + ny + nz , maka jika kita pilih nX , maka nilai ny
dan nz tidak lagi bebas, tetapi mengikuti pola ny + nz = N − nx . Ini
berarti ada untuk setiap nilai nx , ada N − nx + 1 kombinasi untuk
nilai (ny , nz ). Karena nx dapat diplih dari 0 sampai dengan N , maka
jumlah keadaan energi yang mungkin (tanpa memperhatikan spinnya)
adalah ΣN
nx =0 (N − nx + 1) = (N + 1) × N × (N − 1) ... × 2 × 1 =
1
2 (N + 1) (N + 2). Jika faktor spin diperhitungkan, maka didapatkan
gN = (N + 1) (N + 2).
Alternatif lain, potensial pada Persamaan (3.4) juga dapat dipan-
3.1. MODEL KULIT 67
Tabel 3.3: Tingkat energi, jumlah keadaan energi, serta bilangan ajaib
yang dihasilkan, untuk
model 1 osilator harmonis 3 dimensi
N EN 21 ~ω (n, l) gN Bil. ajaib
0 3 1s 2 2
1 5 1p 6 8
2 7 1d, 2s 10+2 20
3 9 1f, 2p 14+6 40
4 11 1g, 2d, 3s 18+10+2 70
5 13 1h, 2f, 3p 22+14+6 112
6 15 1i, 2g, 3d, 4s 26+18+10+2 168
.. .. .. .. ..
N = 2 (n − 1) + l. (3.7)
1
Mengacu pada Persamaan (3.7), maka didapatkan n = 2 (N − l) +
1.1 Karena N = 0, 1, 2, 3... dan l = 0, 1, 2, ..., maka n = 1, 2, 3....
Nama yang dipilih untuk orbital l adalah s (l=0), p (l=1), d (l=2),
f (l=3), g (l=4), h (l=5), i (l=6), .... Setiap keadaan l menghasilkan
proyeksi l pada sumbu z sebesar −l, − (l − 1) , ...0, .... (l − 1) , l atau
total (2l + 1) keadaan. Mengingat dua jenis spin untuk nukleon, maka
populasi nukleon pada orbital l adalah 2 (2l + 1). Tingkat energi dan
bilangan ajaib yang dihasilkan melalui pendekatan 1 osilator 3 dimensi
disajikan pada Tabel 3.3. Ternyata kedua model osilator harmonis
1
Perhatikan bahwa Persamaan (3.7) memungkinkan kita memiliki keadaan de-
ngan l ≥ n. Hal ini terjadi karena solusinya adalah persamaan Laguerre. Hal
ini berbeda dengan kasus atom hidrogenik, di mana solusinya adalah persamaan
Legendre, sehingga l = 0, 1, ... (n − 1).
68 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
−V0
V (r) = (3.8)
1 + exp [(r − R) /a]
3.1. MODEL KULIT 69
di mana
di mana Vsentral dapat berupa salah satu dari potensial kotak, osilator
harmonis, atau Woods-Saxon.
Pada tahun 1949, Mayer dan Jansen atas saran Fermi, mengusulk-
an bentuk potensial untuk inti dengan memilih potensial inti sama
dengan potensial kotak ditambah potensial kopling spin inti 2
(
2
−V0 − ~2
αl.s r≤R
V (r) = . (3.10)
∞ r>R
j = l + s. (3.11)
2
Maria Goeppert Mayer mempublikasikan idenya dalam 2 paper, yaitu Phys.
Rev. 78 (1), 16-21 (1950) dengan judul “Nuclear Configurations in the Spin-
Orbit Coupling Model. I. Empirical Evidence” dan Phys. Rev. 78 (1), 22-23
(1950) dengan judul “Nuclear Configurations in the Spin-Orbit Coupling Model.
II. Theoretical Considerations”. Sementara itu, J. Hans D Jensen mempublikasikan
hasil kerjanya bersama dengan Otto Haxel dan Hans E. Suess di Phys. Rev. 75
(11) 1766-1766 (1949) dengan judul “On the Magic Numbers in Nuclear Structure”.
Pada tahun 1963, Mayer dan Jensen, bersama dengan E. Wigner, mendapat nobel
Fisika.
3.1. MODEL KULIT 71
Penyelesaian
~2 2
j − l2 − s2 .
l.s =
2
~2
nilai eigen j 2 − l2 − s2
nilai eigen (l.s) =
2
~2
= [j (j + 1) − l (l + 1) − s (s + 1)]
2
~2
3
= j (j + 1) − l (l + 1) − .
2 4
Terlihat bahwa jarak tingkat energi antar sub orbital bergantung pada
l. Untuk l yang besar, nilai ∆Ej juga cukup besar sehingga mungkin
lebih besar dari jarak tingkat energi antar orbital. Sebagai akibat-
nya, sangat mungkin sub orbital paralel dari orbital yang lebih tinggi
memiliki energi yang lebih rendah dibanding sub orbital anti para-
lel dari orbital yang lebih rendah. Sebagai contoh, sub orbital 1d5/2
memiliki energi lebih rendah dari sub orbital 1s1/2 . Atau, sub orbi-
tal 1f7/2 memiliki energi lebih rendah dari sub orbital 2p3/2 . Hasil
yang didapatkan dengan menggunakan pendekatan kopling spin disa-
jikan pada Gambar 3.10, dan memberikan bilangan ajaib yang sesuai
dengan hasil pengamatan, Ini berarti pendekatan kopling spin dapat
dipakai untuk memahami sebab munculnya bilangan ajaib pada inti.
di mana
Baik proton maupun netron mengisi orbital lebih rendah lebih da-
hulu sampai penuh, baru kemudian orbit yang lebih tinggi, begitu
seterusnya sampai nukleon terakhir. Pada setiap sub orbital, nukleon
akan membentuk pola berpasangan terlebih dahulu, sebelum mengisi
keadaan energi berikutnya. Dengan demikian, orbital terakhir tidak
selalu terisi penuh. Pada gilirannya, perilaku inti ditentukan oleh ada
tidaknya proton dan/atau netron tak berpasangan pada orbital tera-
khir. Mengacu pada jumlah proton dan netron dalam inti, kita dapat
mengelompokkan inti dalam 4 jenis, dengan nilai spin pada keadaan
dasar, yang juga khas, seperti ditunjukkan pada pada Tabel 3.4. Un-
tuk inti dengan nilai Z dan/atau N = A − Z yang besar, maka kita
bisa menuliskan konfigurasinya dari bilangan ajaib terbesar sebelum
nilai Z atau N . Untuk memahami keandalan model kulit, kita akan
menggunakannya untuk menghitung spin inti.
Penyelesaian
3.1. MODEL KULIT 75
2 4 2
Konfigurasi proton untuk 15 O adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2
yang berarti tidak ada proton tak berpasangan, atau jp = 0. Pada sisi
2 4 1
lain, konfigurasi netronnya adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 . Ini
berarti dalam 15 O ada satu netron tak berpasangan dengan jn = 21 .
Dengan demikian momentum sudut total nukleon atau spin inti O−15
1
adalah I = Σjp + Σjn = 0 + 2 = 12 .
2 4
Konfigurasi proton dan netron untuk 16 O adalah 1s1/2 , 1p3/2 ,
2
1p1/2 , yang berarti dalam 16 O tidak ada proton ataupun netron
yang tak berpasangan. Dengan demikian momentum sudut total nu-
kleon, atau momentum spin intimya, adalah I = 0 + 0 = 0.
2 4 2
Konfigurasi proton untuk 17 O adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 ,
2 4 2 1
sedang untuk netron adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 , 1d5/2 .
Ini berarti dalam 17 O ada satu netron tak berpasangan dengan j = 52 .
5
Dengan demikian spin inti O − 17, adalah I = 2. Nilai spin hasil
perhitungan untuk ketiga isotop tersebut sesuai dengan data hasil
eksperimen.
Penyelesaian
Karena Z untuk Zn adalah 30, berarti ada 30 proton dan 33 ne-
tron. Karena kedua bilangan tersebut cukup besar, maka konfigurasi
keduanya dimulai dari bilangan ajaib terbesar, yang masih lebih kecil
dari 30. Konfigurasinya adalah
2
• proton: [28] , 2d3/2
76 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
4 1
• netron: [28] , 2d3/2 , 1f5/2
Dengan demikian, perilaku inti Zn-63 ditentukan oleh netron tak ber-
pasangan di 1f5/2 , sehingga spin dari Zn-63 adalah 52 .
Penyelesaian
Karena inti N-14 mengandung 7 proton dan 7 netron, maka konfi-
2 4 1
gurasi proton dan netronnya adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 . De-
1
ngan demikian ada sebuah netron bebas dengan j = 2 dan sebuah
1
proton bebas dengan j = 2. Dengan demikian, spin inti N adalah
I = 1. Ketika dua buah atom N membentuk molekul N2 , maka ke-
mungkinan nilai spin inti dari molekulnya adalah 0 (ketika keduanya
anti paralel), 1 (ketika keduanya tegak lurus), dan 2 (ketika keduanya
paralel). Karena tiap keadaan I mempunyai multisiplitas 2I +1, maka
keadaan dengan I = 0 mempunyai 1 keadaan, keadaan dengan I = 1
mempunyai 3 keadaan, sedang keadaan dengan I = 2 mempunyai 5
keadaan, sehingga rasio Igenap : Iganjil = (1 + 5) : 3 = 6 : 3 = 2 : 1.
Pada eksperimen dengan pembangkitan sinar harmonik tinggi (hi-
gh harmonic generation, HHG), seperti ditunjukkan pada Gambar
3.11 (panel atas), sinar muncul pada puncak dengan mengikuti pola
(4I + 6) Bc. Untuk I ganjil, pola (4I + 6) Bc akan menghasilkan pun-
cak pada (10, 18, 26, 34, ...) Bc. Untuk I genap, puncak akan muncul
di (6, 14, 22, 30, ...)Bc. Dari gambar, terlihat bahwa puncak dengan
I genap atau deret (10, 18, 26, 34, ...) Bc dua kali lebih tinggi dari
puncak dengan I ganjil atau deret (6, 14, 22, 30, ...) Bc, yang menun-
jukkan bahwa Igenap : Iganjil = 2 : 1 pada molekul N2 . Hasil yang
sama juga didapatkan jika menghitung sinar HHG secara teoritis, se-
perti ditunjukkan pada Gambar 3.11 (panel bawah).
Penyelesaian
3.1. MODEL KULIT 77
Gambar 3.13: Tingkat energi proton (kiri) dan netron dari potensial
sentral yang ditunjukkan pada Gambar 3.12. (sumber: Povh, 1995)
80 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
Selain model potensial sentral yang sudah kita diskusikan, masih ada
beberapa model yang lain, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.5.
Penyelesaian
Mo-95 memiliki 42 proton yang berarti semua protonnya berpa-
sangan, jp = 0. Jumlah netronnya adalah 53, sehingga konfigurasinya
3
adalah [50] 2d5/2 , yang berart jn = 25 . Ini berarti spin Mo-95 ada-
lah 5
2 dan paritasnya adalah (−1)2 , sehingga paritasnya genap atau
postif,
Pb-207 memiliki 82 proton yang berarti semua protonnya berpa-
sangan, jp = 0. Jumlah netronnya adalah 125, sehingga konfigurasi-
8 10 6 4 14 1
nya adalah [82] 2f7/2 , 1h9/2 , 2f5/2 , 3p3/2 , 1i13/2 , 3p1/2 ,
3.1. MODEL KULIT 81
• menduga nilai spin inti I, di mana spin inti adalah jumlahan dari
semua momentum sudut total semua nukleon penyusun inti
Sekarang kita sudah siap membahas sifat inti yang bergantung pada
spin inti. Sifat-sifat inti tersebut adalah sifat mekanik (yang meliputi
spin, dan paritas inti), sifat magnetik (momen dipol magnetik), dan
sifat elektrik (momen quadrupol elektrik).
3
Istilah ganjil atau genap mengacu pada nilai momentum sudut l, sedang istilah
positif atau negatif mengacu pada nilai (−1)l .
3.2. SIFAT-SIFAT INTI 83
−
→ →
− A −→ → −
− →
I = ΣA
i=1 l i + Σi=1 s i = l + s . (3.18)
Penyelesaian
Kita tuliskan lagi Persamaan (3.18) dan memodifikasi suku-sukunya.
−
→ →
− A−Z Z −
→ A−Z −
→
I = ΣZi=1 l i + Σi=1 li + Σi=1 s i + Σi=1 s i
→
− Z −→
A−Z −
→
= ΣZi=1 l i + Σi=1 s i + ΣA−Zi=1 li + Σi=1 s i
proton netron
−
→ →
−
= I p + I n.
1
Secara umum, I adalah bilangan bulat plus 2 untuk A ganjil dan
bilangan bulat jika A genap. Dari pengamatan, didapatkan bahwa
inti dengan A genap memiliki spin 0, kecuali inti dengan A genap
tetapi Z dan N ganjil, yaitu 21 H, 63 Li, 10 B,
5 dan 14 N.
7
Spin inti pada keadaan dasar (ground state) dapat berbeda dari
spin inti pada keadaan tereksitasi (excited state). Sebutan spin inti
tanpa keterangan lebih lanjut berarti spin inti pada keadaan dasar.
Suatu inti dengan spin I akan terdegenerasi ke dalam (2I + 1) kea-
daan. Masing-masing dicirikan oleh bilangan kuantum magnetik spin
84 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
π = (−1)l , (3.19)
dengan I adalah spin inti. Dengan demikian suatu inti dengan paritas
7−
negatif dan I = 27 , dikatakan memiliki j = 2 .
Penyelesaian
15 O
1
Pada terdapat 1 netron tak berpasangan di 1p1/2 , yang
berarti l = 1, Dengan demikian, paritasnya adalah (−1)1 , yang berati
−1
paritasnya ganjil atau negatif. Kita tulis I = 12 . Pada 165 O tidak
terdapat netron atau proton, sehingga I = 0 I = 0+0 = 0. Pada 157 O
1
terdapat 1 netron tak berpasangan di 1d5/2 , yang berarti l = 3,
Dengan demikian, paritasnya adalah (−1)3 .
Penyelesaian
Karena inti Zn-63 memiliki netron tak berpasangan di 1f5/2 , maka
paritasnya adalah (−1)3 , yang berarti paritasnya ganjil atau negatif.
5−
Ini berarti I = 2 .
Penyelesaian
7−
Karena spin Ca-43 adalah 2 , maka l = 3 atau l = 4. Tetapi
karena paritasnya negatif, berarti l = 3 atau orbital f . Dengan demi-
kian, spin pada inti 43 Ca berasal dari netron tak berpasangan di sub
20
orbital f7/2 , atau lengkapnya adalah 1f7/2 .
93 Nb 9+
Nilai spin dan paritas 41 adalah 2 , artinya l = 4 atau l = 5.
Karena paritasnya positif, maka l = 4 atau sub orbitalnya 1f9/2 .
137 Ba 3+
Nilai spin dan paritas 56 adalah 2 , artinya l = 1 atau l = 2.
Karena paritasnya positif, maka l = 2 atau sub orbitalnya d3/2 .
inti. Menurut model kulit, momen magnetik dari inti dengan A gan-
jil bersumber dari nukleon tak berpasangan. Jika nukleon tak ber-
pasangan tersebut adalah proton, maka (menurut mekanika klasik)
gerakan orbitalnya akan menghasilkan momen dipol magnetik
el e~ l l
µl = = = µN ,
2mp 2mp ~ ~
e~
di mana µN = 2mp dikenal sebagai magneton nuklir.4 Sebuah netron,
karena tidak bermuatan, tidak memiliki momen magnetik orbital. Se-
cara umum, momen magnetik orbital nukleon adalah
l
µl = gl µN , (3.21)
~
4
Momen magnet didefinisikan sebagai µ = arus × luas = e
2πr/v
πr2 = evr
2
=
e~ l
2m ~
= magneton × ~l .
3.2. SIFAT-SIFAT INTI 87
atau
1 1 (l − s) (l + s + 1)
µ = µN (gl + gs ) j + (gl − gs ) . (3.24)
2 2 (j + 1)
1
Selanjutnya, karena s = 2 dan j = l ± 21 , maka
(
µhN jgl − 12 (gl − gs ) i untuk j = l + 1
2
µ= j 1 .
µN jgl + 2(j+1) (gl − gs ) untuk j = l − 2
Penyelesaian
5
Bandingkan dengan magneton Bohr (untuk elektron) yang nilainya µB =
~
2me
= 5, 7884 × 10−5 eV/T. Jika ada elektron bebas dalam inti, tentunya mo-
men magnetik yang teramati adalah dalam orde µB , bukan µN .
88 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
Penyelesaian
3
2 3 3 1
µ= 3 + × 0 − × (−3.83) µN = 1, 15 nm.
2 +1 2 2 2
3.2. SIFAT-SIFAT INTI 89
Nilai yang dipakai biasanya adalah gsef ektif = 0, 7gs dan glef ektif = gl .
Penyelesaian
Penyelesaian
Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa momen magnetik un-
tuk Nb-93 adalah µ = 5, 9565 µN , sedang untuk Ca-43 adalah µ =
−1, 3405 µN , di mana µN = 3, 15 × 10−14 MeV/T. Selanjutnya, fre-
kuensi resonansi dapat dihitung dengan
ω ~ω µB/j
ν= = = ,
2π 2π~ h
di mana nilainya adalah 37,67 MHz untuk Nb-93 dan 2.03 MHz untuk
Ca-43.
Momen elektrik inti orde terendah yang bisa berharga tidak nol adalah
momen quadrupol elektrik. Secara klasik, momen quadrupol elektrik
diberikan oleh Q = e 3z 2 − r2 . Jika fungsi gelombang inti dinya-
j (2j − 1)
Q= QB . (3.27)
(j + 1) (2j + 1)
Penyelesaian
6
Pada beberapa buku, dipakai sistem satuan atom dengan e = 1, sehingga
satuan Q adalah barn.
92 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
R2
2 2 2
QB = Ze R (1 + ε) −
5 1+ε
!
3
2 2 (1 + ε) − 1
= ZeR
5 1+ε
2 3
2 2 3ε + 3ε + ε
= ZeR
5 1+ε
2 3ε (1 + ε)
≈ ZeR2
5 1+ε
6
= ZeR2 ε.
5
Penyelesaian
Pb-207 memiliki 82 proton dan 125 netron. Itu berarti hanya ada
1 netron tak berpasangan di 3p1/2 . Dengan demikian j = 12 , dan ka-
rena itu maka Q = 0.
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 93
Penyelesaian
QB
= 52 Z a2 − b2 =
Dengan menggunakan Persamaan (3.28), didapatkan e
3, 58 b. Karena Z = 67, maka didapatkan a2 − b2 = 0, 13 b = 13 fm2 .
Selanjutnya dengan memanfaatkan ekspresi kerapatan nukleon da-
A 4 3 4 2 7
lam inti ρ = 4
πR3
, maka didapatkan A = 3 πR ρ = 3 πab ρ, atau
3
ab2 = 3A −3 dan A = 165, didapatkan ab2 =
4πρ . Karena ρ = 0, 17 fm
231, 7 fm3 . Selanjutnya dengan memecahkan kedua persamaan, dida-
patkan a = 6, 85 fm dan b = 5.82 fm. Karena a > b, maka kita dapat
menyimpulkan bahwa inti Ho-165 berbentuk prolate.
Sejauh inti kita memandang inti sebagai kumpulan proton dan netron,
di mana keduanya dipandang sebagai partikel yang secara ‘langsung’
membentuk inti. Bagaimana kalau misalnya netron dan proton mem-
bentuk ‘cluster’ lebih dahulu, dan kemudian cluster tersebut yang
membetuk inti. Cara pandang ini menjadi relevan jika kita melihat
fraksi energi ikat inti, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.15. Dari
gambar tersebut, terlihat bahwa setiap inti dengan A kelipatan 4 dan
Z kelipatan 2 selalu memiliki fraksi energi ikat yang lebih besar dari
inti tetangganya. Fakta inti memunculkan ide bahwa inti terdiri atas
partikel alfa, atau dikenal sebagai model alfa. Model alfa adalah salah
satu model cluster dengan n = 4.
Dalam model alfa, inti dipandang sebagai kumpulan partikel alfa,
di mana antar partikel alfa dihubungkan dengan ikatan alfa (αbond ),
yang jumlahnya tergantung pada jumlah partikel alfanya. Inti 42 He
terdiri atas 1 partikel alfa, sehingga jumlah αbond -nya adalah 0. Inti
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 95
B = n × Bα + m × Bbound .
Tabel 3.7 menunjukkan suatu hasil yang menarik, bahwa nilai energi
Bbond adalah bernilai konstan, sekitar 2,42 MeV. Hal ini merupakan
8
Nilai m pada persamaan ini mengacu pada tabel 3.7, yang dihitung berdasark-
an bentuk yang dipilih dan tidak mengharuskan hubungan antar setiap partikel α.
m−1
Jika setiap partikel alfa dihubungkan, maka m = Σi=1 i.
96 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
Gambar 3.16: Struktur inti menurut model alfa (Sumber Cook, 2005).
Penyelesaian
B − (n × Bα )
Bbound = .
m
16 O, 16
Untuk 8 diketahui bahwa A = 16, B = 127, 62 MeV, n = 4 = 4,
dan m = 6. Dengan demikian
127, 62 − 4 × 28.3
Bbound = = 2, 40 MeV.
6
Tabel 3.7: Energi ikat per αbond pada berbagai inti. (n = jumlah
partikel alfa, m = jumlah ikatan alfa, Bbound = energi ikat antar alfa
per ikatan)
Inti n m Bbound (MeV)
4 He 1 0 0
2
8 Be 2 1 -0.1
4
12 C 3 3 2.42
6
16 O 4 6 2.4
8
20 Ne 5 8 2.39
10
24 Mg 6 12 2.37
12
28 Si 7 15 2.56
14
32 S 8 18 2.52
16
36 Ar 9 20 2.60
18
40 Ca 10 24 2.46
20
1
di mana Rave = 2 (Rmayor + Rminor ). Mengacu pada persamaan di
atas, dikenal berbagai modus vibrasi, yaitu
q
1
• Monopol (λ = 0 atau R (t) = Rave + 4π a00 (t)). Terlihat
bahwa jari-jari inti hanya membesar dan mengecil secara sera-
gam. Hal ini berarti inti mengalami pemuaian dan penyusutan
tanpa mengalami perubahan bentuk dari bentuk lingkarannya.
Monopol teramati sebagai eksitasi dengan energi ratusan MeV.
Gambar 3.17: Panel atas: Berbagai model deformasi inti akibat vi-
brasi, dari kiri ke kanan: monopol, dipol, quadrupol, oktupol, dan
heksadekapol (sumber: Lylle, 2001). Panel bawah: mekanisme ter-
jadinya dipole (kiri) dan quadrupol (kanan), proton dilambangkan
dengan bulatan hitam sedang netron bulatan putih. (sumber: Cook,
2006)
γ yang datang.
Penyelesaian
Menurut model vibrasi, proton bergetar terhadap netron pada sua-
tu frekuensi tertentu. Foton γ yang datang ke inti berinteraksi secara
elektromagnetik dengan proton, tapi tidak dengan netron. Apabila
frekuensi foton γ sesuai dengan frekuensi getar proton terhadap ne-
tron, maka terjadi resonansi sehingga getaran proton semakin kuat.
Kejadian ini ditandai oleh puncak pada penampang lintang total.
Penyelesaian
Kita hitung lebih dahulu
" r # " r #
1 5 2 5
3 cos2 0 − 1 = R 1 + β
a = Rθ=0 =R 1+β
4 π 4 π
" r # " r #
1 5 π 1 5
b = Rθ=π/2 =R 1+β 3 cos2 − 1 = R 1 − β
4 π 2 4 π
r
3 5
a − b = Rβ
4 π
Dengan demikian, maka parameter deformasi β diberikan oleh
r
4 πa−b a−b
β= ≈ 1, 06 , (3.31)
3 5 R R
Penyelesaian
Kita evaluasi nilai keduanya pada saat θ = 0, di mana
" r #
2 5
a=R 1+β
4 π
a = R [1 + ε] .
q
2 5
Dari kedua hubungan di atas, didapatkan ε = 4 πβ = 1, 98β atau
ε
β = 1, 98.
J2
Energi dari benda yang berotasi adalah E = 2I dengan J adalah
momentum sudut dan I adalah momen inersia. Secara kuantum, J 2
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 101
c2 = J (J + 1) ~2 sehingga
harus diganti dengan J
~2
EJ = J (J + 1) . (3.32)
2I
2 2
Dengan demikian, akan didapatkan E1 = 0, E1 = 2 ~2I , E2 = 6 ~2I ,
2
E3 = 12 ~2I dan seterusnya.
Penyelesaian
Karena keadaan dasarnya adalah 0+ , maka keadaan eksitasi perta-
manya adalah 2+ . Eksitasi berikutnya adalah 4+ , 6+ , dan seterusnya.
~2 ~2
Dengan menggunakan 2I = 15, 2 keV, didapatkan E2 = 2I 2 (2 + 1) =
91, 4 keV, E4 = 20 × 15, 2 = 305 keV, E6 = 42 × 15, 2 = 640 keV,
dan E8 = 72 × 15, 2 = 1097 keV. Sebagai perbandingan, nilai hasil
pengukuran adalah E2 = 91, 4 keV, E4 = 300 keV, E6 = 614 keV, dan
E8 = 1025 keV.
Pada kenyataanya, nilai momen inersia bervariasi, tergantung pa-
da bentuk intinya. Untuk inti rigid berbentuk ellips dipakai Irigid =
2 2 ~
5 M R0 (1 + 0, 31β) atau 2Irigid = 6 keV. Untuk inti ‘cair’ berbentuk
9 2 ~
ellip dipakai Icair = 8π M R0 β atau 2Icair = 90 keV.
Sekarang kita bahas efek dari bentuk inti terhadap momen kua-
drupol. Perubahan bentuk inti mempengaruhi nilai QB (yaitu momen
quadrupol dalam ‘body-frame’), mengikuti persamaan
3
QB = √ R02 Zβ (1 + 0, 16β) .
5π
Sejauh ini kita telah mendiskusikan berbagai model inti dengan segala
keberhasilannya. Pendekatan independen (yang diwakili oleh model
gas fermi yang merupakan pendekatan klasik dan model kulit yang
merupakan pendekatan kuantum) dan pendekatan kolektif (yang di-
102 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
1
V (r) = mω 2 r2 (1 − 2βY20 (θ, φ)) + CL.S + DL2 . (3.33)
2
Penyelesaian
Na-23 mengandung 11 proton dan 12 netron, sehingga terdapat se-
buah proton tak berpasangan yang merupakan sumber spin inti Na-23.
Dengan menggunakan model kulit (atau menganggap inti berbentuk
bulat, β = 0), proton tak berpasangan tersebut berada pada sub kulit
1d5/2 , sehingga spinnya seharusnya 52 . Ternyata nilai ini berbeda de-
ngan hasil eksperimen, Hal ini wajar, karena Na-23 tidak berbentuk
lingkaran melainkan prolate dengan β = 0.12 (nilai β bisa didapatkan
dari data momen kuadrupol Q dan jari-jari inti rata-rata R). Meng-
acu pada gambar 3.18. Terlihat bahwa untuk β = 0.12, sub orbital
1d5/2 terpecah menjadi 3 keadaan sehingga proton bebas berada pada
3
j = 2. Ternyata, hasil ini sesuai dengan eksperimen, di mana spin
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 103
Na-23 adalah 32 .
Salah satu ramalan model Nielsson adalah nilai bilangan ajaib un-
tuk proton. Menurut model kulit, nilai bilangan ajaib setelah 82 ada-
lah 126. Untuk netron, keberadaan 126 sebagai bilangan ajaib sudah
dibuktikan dalam eksperimen. Untuk proton, keberadaan bilangan
126 sebagai bilangan ajaib belum dapat dibuktikan karena belum di-
temukan inti dengan Z = 126. Model Nilsson sebaliknya meramalkan
114 sebagai bilangan ajaib untuk proton setelah 82.