Anda di halaman 1dari 52

Bab 3

Model Inti Kuantum

3.1 Model Kulit


3.1.1 Motivasi model kulit
Sekalipun model tetes cairan dan model gas Fermi cukup berhasil
menerangkan berbagai fenomena inti, khususnya terkait dengan ener-
gi dan kestabilan inti, masih ada hasil eksperimen yang belum bisa
dijelaskan. Salah satu fakta eksperimen yang cukup mencolok ada-
lah keberadaan bilangan ajaib (magic number ), yaitu 2, 8, 20, 28,
50, 82, dan 126. Kemunculan bilangan ajaib bisa terwujud dalam
bentuk

• bilangan ajaib tunggal, di mana suatu inti memiliki Z bilangan


ajaib, dengan nilai N sembarang

• bilangan ajaib tunggal, di mana suatu inti memiliki N bilangan


ajaib, dengan nilai Z sembarang

• bilangan ajaib ganda, di mana suatu inti memiliki N dan Z


bilangan ajaib.

Contoh : Inti dengan bilangan ajaib ganda


Berikan contoh inti dengan bilangan ajaib ganda dan jelaskan keisti-
mewaan masing-masing.

55
56 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Penyelesaian
Contoh inti dengan bilangan ajaib ganda antara lain adalah He-4,
O-16, Ca-40, Ca-48, Ni-48, dan Pb-208. Keistimewan masing-masing
inti tersebut adalah sebagai berikut. He-4 adalah isotop paling stabil.
Ca-40 adalah isotop dengan N = Z, yang terberat. Ca-48 adalah iso-
top ringan dengan dengan N/Z terbesar, Ni-48 adalah isotop ringan
dengan dengan N/Z terkecil setelah He-3. Pb-208 adalah isotop stabil
terberat.

Lalu, bagaimanakah sifat inti yang memiliki bilangan ajaib? Dari


data eksperimen, diketahui bahwa isotop dengan bilangan ajaib ber-
sifat stabil. Kestabilannya terukur dari fakta eksperimen berikut.

• Jumlah inti stabil dengan bilangan ajaib lebih banyak dibanding


inti stabil yang lain (lihat Gambar 3.1 dan contoh soal).

• Inti stabil dengan bilangan ajaib memiliki kelimpahan isotop


lebih besar dibanding inti stabil yang lain (lihat Gambar 3.2).

• Energi separasi netron dengan N = bilangan ajaib + 1 sangat


kecil, yang berarti inti dengan bilangan ajaib “mudah” diha-
silkan dari separasi netron dari inti lain dengan nomor massa
satu angka lebih besar (lihat Gambar 3.3). Sebaliknya, energi
separasi netron untuk inti dengan dengan N = bilangan ajaib
adalah sangat tinggi, yang berarti sangat sulit untuk mengubah
inti dengan magic number menjadi inti lain (lihat Gambar 3.4).

• Inti stabil dengan bilangan ajaib memiliki energi eksitasi yang


besar (lihat Gambar 3.5).

• Inti stabil dengan bilangan ajaib memiliki tampang reaksi ne-


tron yang rendah (lihat Gambar 3.6).

• Inti stabil dengan bilangan ajaib memiliki momen quadrupol


hampir nol (lihat Gambar 3.7).

• Inti stabil dengan bilangan ajaib merupakan akhir dari deret


radioaktif (lihat contoh soal).
3.1. MODEL KULIT 57

Gambar 3.1: Jumlah isotop stabil sebagai fungsi jumlah netron


N . (sumber: http://ocw.mit.edu/courses/nuclear-engineering/22-
101-applied-nuclear-physics-fall-2006/lecture-notes/)

Contoh : Menghitung isotop stabil dengan N = 20


Menurut Gambar 3.1, terdapat 5 isotop stabil dengan N = 20. Tu-
lislah kelima isotop tersebut

Penyelesaian
36 37 38
Kelima isotop stabil dengan N = 20 adalah 16 S , 17 Cl , 18 Ar ,
39
19 K , dan 20 Ca40 . Sebagai perbandingan, jumlah isotop stabil untuk
N = 19 dan N = 21 adalah 3.

Contoh : Menghitung isotop stabil dengan N = 50


Menurut Gambar 3.1, terdapat 6 isotop stabil dengan N = 50. Tu-
lislah keenam isotop tersebut

Penyelesaian
86 87
Keenam isotop stabil dengan N = 50 adalah 36 Kr , 37 Rb ,
88 89 90 92
38 Sr , 39 Y , 40 Zr , dan 42 Zr . Sebagai perbandingan, jumlah iso-
top stabil untuk N = 49 dan N = 51 adalah 4.
58 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Gambar 3.2: Kelimpahan isotop. Perhatikan bahwa isotop de-


ngan kelimpahan tinggi selalu terkait dengan bilangan ajaib. Per-
kecualian hanya terjadi pada Fe-56 yang memiliki kelimpahan ting-
gi karena memiliki f tertinggi. (Sumber: http://hyperphysics.phy-
astr.gsu.edu/hbase/nuclear/shell2.html#c1)

Gambar 3.3: Energi separasi netron sehingga menghasilkan iso-


top X (A, Z). (Sumber: http://ocw.mit.edu/courses/nuclear-
engineering/22-101-applied-nuclear-physics-fall-2006/lecture-notes/)
3.1. MODEL KULIT 59

Contoh : Menghitung energi separasi netron


Dengan memanfaatkan SEMF, hitunglah energi separasi netron untuk
40 Ca dan 41 Ca.

Penyelesaian

Kita gunakan SEMF (Persamaan (2.3)) untuk menghitung energi


ikat inti

Z (Z − 1) (N − Z)2 12
B = av A − as A2/3 − ac 1/3
− aa +  1/2 ,
A A A
di mana  = 0 jika A ganjil, berharga positif jika N dan Z genap,
dan berharga negatif jika N dan Z ganjil. Dapat dihitung bahwa
B 39 Ca = 329.65 MeV, B 40 Ca = 345.00 MeV, dan B 41 Ca =
  

355.38 MeV. Selanjutnya, kita pakai Persamaan (1.13) untuk meng-


hitung energi separasi netron,

41 41 40
  
Sn Ca = B Ca − B Ca = 10, 38 MeV

40 40 39
  
Sn Ca = B Ca − B Ca = 15, 35 MeV

Terlihat bahwa Sn (Ca − 40) lebih besar dari Sn (Ca − 41).

Gambar 3.4: Energi ikat netron terakhir. (Sumber: Fruenfelder and


Hanley (1991))
60 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Gambar 3.5: Energi eksitasi inti. (Sumber: Phys. Rev. Lett. 50, 432
(1950))

Gambar 3.6: Tampang reaksi inti (Sumber:


http://ocw.mit.edu/courses/nuclear-engineering/22-101-applied-
nuclear-physics-fall-2006/lecture-notes/)
3.1. MODEL KULIT 61

Gambar 3.7: Momen quadrupol inti (Sumber: M. A. Preston, Physics


of the Nucleus, Addison-Wesley Publishing Company, 1962, seperti
dikutip dalam Loveland, 2006).

Contoh : Mengamati akhir deret alfa


Carilah bilangan ajaib pada inti akhir dari 4 jenis deret alfa yang
terkenal.

Penyelesaian

Keempat deret alfa berakhir sebagai berikut.

Deret Reaksi pertama Produk akhir Bil. ajaib


Thorium 232 Th → 228 Ra +α Pb-208 N dan Z
Neptunium 237 Np → 233 Pa + α Bi-209 N
Uranium 238 U → 234 Th +α Pb-206 Z
Actinium 235 Ac → 231 Th +α Pb-207 Z
62 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Contoh : Bilangan ajaib menurut model tetes cairan


Mungkinkah kehadiran bilangan ajaib pada inti diterangkan dengan
model tetes cairan?

Penyelesaian
Untuk menerangkan bilangan ajaib dengan model tetes cairan,
kita tulis kembali SEMF

Z (Z − 1) (N − Z)2
B = av A − as A2/3 − ac − aa + δ + η.
A1/3 A

Suatu inti akan stabil jika B-nya besar. Menurut SEMF, B akan besar
jika salah satu kondisi berikut terpenuhi, yaitu

• N = Z, sehingga suku koreksi Coulumb sama dengan nol

• N dan Z genap sehingga suku δ sama dengan nol

Terlihat bahwa SEMF meramalkan inti akan stabil jika N = Z =


genap. Tetapi itu tidak menerangkan keberadaan bilangan ajaib, ka-
rena tidak semua bilangan genap merupakan bilangan ajaib.
Lalu bagaimanakah cara menerangkan keberadaan bilangan ajaib
pada inti? Sebelumnya, juga dikenal bilangan ajaib untuk atom, ya-
itu 2, 10, 18, 36, 54, dan 86. Pada kasus atom, setiap atom yang
jumlah elektronnya adalah bilangan ajaib bersifat stabil. Untuk atom
netral, hal tersebut terjadi pada atom yang nomor atomnya adalah bi-
langan ajaib. Kestabilan tersebut, terkait dengan fakta bahwa atom
yang jumlah elektronnya merupakan bilangan ajaib akan memiliki
kulit terluar yang terisi penuh oleh elektron. Pengertian kulit terluar
di sini bisa berupa kulit atau sebuah sub kulit yang terpisah cukup
jauh dari energi berikutnya. Fakta bahwa kulit sudah terisi penuh
dan energi pemisah dengan kulit berikutnya sangat jauh, membuat
atom cenderung untuk tidak menangkap atau melepaskan elektron
lagi, dan karenanya bersifat sangat stabil. Keberhasilan model kulit
atom untuk menerangkan kehadiran bilangan ajaib atom, menginspi-
rasi ilmuwan untuk mencoba memakai model kulit inti (nuclear shell
model ) untuk menerangkan kehadiran bilangan ajaib inti.
3.1. MODEL KULIT 63

Untuk mendapatkan tingkat energi pada kulit inti, kita harus me-
mecahkan persamaan Schrödinger untuk inti

~2 2
 
∇ + V (r) Ψ = EΨ, (3.1)
2m

~2 2
di mana 2m ∇ adalah energi kinetik nukleon, V (r) adalah energi po-
tensial efektif inti, serta E adalah energi nukleon. Dengan memberik-
an V (r) yang benar, maka akan didapatkan nilai energi yang benar,
menurut kulit dan sub kulitnya, yang menentukan konfigurasi nukleon
dalam inti. Pada kasus atom, energi potensial atom bisa dirumusk-
an dengan mudah karena gaya elektrostatis yang mengatur interaksi
elektron dengan inti diketahui dengan pasti. Masalahnya, gaya nuklir
kuat yang mengatur interaksi antar nukleon belum banyak dipahami.
Sebagai konsekuensinya, potensial inti juga belum bisa dirumuskan
dengan baik. Dengan demikian, kita akan mencoba berbagai model
potensial inti sampai didapatkan bilangan ajaib inti yang benar.

3.1.2 Model potensial sentral

Yang dimaksud dengan potensial sentral adalah potensial yang nilai-


nya bergantung pada jarak titik pengamatan terhadap titik pusat inti.
Ada tiga kandidat potensial sentral yang perlu dicoba, yaitu potensial
kotak tak hingga, potensial osilator harmonis, serta potensial Woods-
Saxon. Model ketiga potensial tersebut disajikan pada Gambar 3.8.
Potensial sentral pertama yang akan kita coba adalah “sumur po-
tensial tak hingga”. Di sini kita bayangkan nukleon terkungkung da-
lam inti dengan jari-jari R dengan energi ikat −V0 sehingga V (r ≤ R) =
−V0 . Untuk meyakinkan bahwa nukleon tidak meninggalkan inti, ma-
ka dibayangkan ada potensial yang sangat besar di luar inti, atau
V (r > R) = ∞. Dengan demikian, potensialnya kita tulis sebagai
(
−V0 r≤R
V (r) = . (3.2)
∞ r>R

Solusi pesamaan Schrödinger dengan V pada Persamaan (3.2) meng-


64 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

arah pada deret Bessel jnl , di mana solusi tingkat energi dari kulit n
sub kulit atau orbital l adalah

Gambar 3.8: 3 Model potensial sentral

~2
 
2
Enl = Xnl , (3.3)
2mR2
dengan Xnl didapatkan pada saat jnl = 0. Setiap orbiltal nl memili-
ki energi Enl dan dapat ditempati sampai Nnl = 2 (2l + 1) nukleon.
Orbital tersebut kita susun dari energi terkecil sampai energi terbe-
sar. Jika jarak antara satu Enl dengan Enl berikutnya kecil, maka
kedua orbital tersebut kita perlakukan sebagai satu ‘tingkat’ yang sa-
ma. Sebaliknya, jika jarak antara satu Enl dengan Enl berikutnya
besar, maka kedua orbital tersebut kita perlakukan sebagai ‘tingkat’
yang berbeda. Bilangan ajaib diperoleh sebagai akumulasi jumlah ke-
adaan untuk nukleon pada setiap akhir ‘tingkat’ energi, Σnl Nnl . Nilai
energi yang didapatkan dengan model sumur potensial disajikan pada
Tabel 3.1. Terlihat bahwa potensial kotak menghasilkan konfigurasi
tertutup dengan bilangan 2, 8, 18, 20, 34, 40, 58, 68, 92, 132, 138,
dengan hanya 2 bilangan, yaitu 2 dan 8, yang sesuai dengan bilang-
an ajaib hasil eksperimen. Secara keseluruhan hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan hasil eksperimen.
Potensial sentral berikutnya adalah potensial osilator harmonis.
Potensial ini dirumuskan atas anggapan bahwa nukleon hanya ber-
3.1. MODEL KULIT 65

Tabel 3.1: Nilai energi dan populasi nukleonnya untuk model poten-
sial kotak.  2 
~
orbital Xnl Enl 2mR 2 Nnl gnl Bilangan ajaib
1s 3.142 9.872 2 2 2
1p 4.493 20.187 6 8 8
1d 5.763 33.212 10 18 18
2s 6.283 39.476 2 20 20
1f 6.988 48.832 14 34 34
2p 7.725 59.676 6 40 40
1g 8.183 66.961 18 58 58
2d 9.095 82.719 10 68 68
1h 9.356 87.535 22 90
3s 9.425 88.831 2 92 92
2f 10.417 108.514 14 106
1i 10.513 110.523 26 132 132
3p 10.904 118.897 6 138 138
2g 11.705 137.007 18 156
.. .. .. .. .. ..

interaksi dengan tetangganya dengan gaya efektif yang dimodelkan


dengan osilator harmonis sederhana 3 dimensi. Dengan demikian,
potensial inti dapat ditulis sebagai
(
−V0 + 12 mω 2 r2 r≤R
V (r) = . (3.4)
∞ r>R

Potensial pada persamaan di atas dapat dipandang (secara kartesi-


an) sebagai gabungan dari 3 potensial osilator harmonis 1 dimensi,
sehingga solusinya mengarah ke polinomial hermite, dengan energi
     
1 1 1
EN = nx + + ny + + nz + ~ω
2 2 2
 
3
= N+ ~ω, (3.5)
2

di mana N = nx +ny +nz , adalah bilangan kuantum utama. Untuk se-


1
tiap nilai N , jumlah keadaan energi terkait adalah 2 (N + 1) (N + 2).
66 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Tabel 3.2: Tingkat energi, jumlah keadaan energi, serta bilangan ajaib
yang dihasilkan, untuk model 3 osilator harmonis 1 dimensi
Bil.
N EN 21 ~ω

(nx , ny , nz ) gN
ajaib
0 3 (0,0,0) 2 2
1 5 (1,0,0), (0,1,0), (0,0,1) 6 8
(2,0,0), (0,2,0), (0,0,2), (1,1,0),
2 7 12 20
(1,0,1), (0,1,1)
(3,0,0), (0,3,0), (0,0,3), (2,1,0),
3 9 (1,2,1), (2,0,1), (1,0,2), (0,1,2), 20 40
(0,2,1), (1,1,1)
(4,0,0), (0,4,0), (0,0,4), (2,2,0),
(2,0,2), (0,2,2), (3,1,0), (1,3,0),
4 11 30 70
(3,0,1), (1,0,3), (0,3,1), (0,1,3),
(2,1,1), (1,2,1), (1,1,2)
.. .. .. .. ..

Jika kita memperhatikan dua jenis spin nukleon yang mungkin, yai-
tu spin up dan down, maka jumlah keadaan energinya adalah gN =
(N + 1) (N + 2). Tingkat energi dan bilangan ajaib yang dihasilkan
melalui pendekatan 3 osilator 1 dimensi disajikan pada Tabel 3.2.

Contoh : Mencari jumlah keadaan energi


Turunkan ungkapan jumlah keadaan energi pada model 3 OHS 1 di-
mensi.

Penyelesaian
Karena N = nx + ny + nz , maka jika kita pilih nX , maka nilai ny
dan nz tidak lagi bebas, tetapi mengikuti pola ny + nz = N − nx . Ini
berarti ada untuk setiap nilai nx , ada N − nx + 1 kombinasi untuk
nilai (ny , nz ). Karena nx dapat diplih dari 0 sampai dengan N , maka
jumlah keadaan energi yang mungkin (tanpa memperhatikan spinnya)
adalah ΣN
nx =0 (N − nx + 1) = (N + 1) × N × (N − 1) ... × 2 × 1 =
1
2 (N + 1) (N + 2). Jika faktor spin diperhitungkan, maka didapatkan
gN = (N + 1) (N + 2).
Alternatif lain, potensial pada Persamaan (3.4) juga dapat dipan-
3.1. MODEL KULIT 67

Tabel 3.3: Tingkat energi, jumlah keadaan energi, serta bilangan ajaib
yang dihasilkan, untuk
 model 1 osilator harmonis 3 dimensi
N EN 21 ~ω (n, l) gN Bil. ajaib
0 3 1s 2 2
1 5 1p 6 8
2 7 1d, 2s 10+2 20
3 9 1f, 2p 14+6 40
4 11 1g, 2d, 3s 18+10+2 70
5 13 1h, 2f, 3p 22+14+6 112
6 15 1i, 2g, 3d, 4s 26+18+10+2 168
.. .. .. .. ..

dang sebagai 1 osilator harmonis 3 dimensi, sehingga solusinya berupa


l+1/2
polinomial laguarre Ln−1 , dengan nilai energi dari kulit n sub kulit
l adalah
 
3
EN = 2 (n − 1) + l + ~ω. (3.6)
2
Dengan membandingkan Pers. (3.5) dan Pers. (3.6), didapatkan bi-
langan kuantum utama

N = 2 (n − 1) + l. (3.7)

1
Mengacu pada Persamaan (3.7), maka didapatkan n = 2 (N − l) +
1.1 Karena N = 0, 1, 2, 3... dan l = 0, 1, 2, ..., maka n = 1, 2, 3....
Nama yang dipilih untuk orbital l adalah s (l=0), p (l=1), d (l=2),
f (l=3), g (l=4), h (l=5), i (l=6), .... Setiap keadaan l menghasilkan
proyeksi l pada sumbu z sebesar −l, − (l − 1) , ...0, .... (l − 1) , l atau
total (2l + 1) keadaan. Mengingat dua jenis spin untuk nukleon, maka
populasi nukleon pada orbital l adalah 2 (2l + 1). Tingkat energi dan
bilangan ajaib yang dihasilkan melalui pendekatan 1 osilator 3 dimensi
disajikan pada Tabel 3.3. Ternyata kedua model osilator harmonis
1
Perhatikan bahwa Persamaan (3.7) memungkinkan kita memiliki keadaan de-
ngan l ≥ n. Hal ini terjadi karena solusinya adalah persamaan Laguerre. Hal
ini berbeda dengan kasus atom hidrogenik, di mana solusinya adalah persamaan
Legendre, sehingga l = 0, 1, ... (n − 1).
68 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Gambar 3.9: Tingkat energi menurut model sumur potensial (ki-


ri) dan osilator harmonis (kanan). Potensial Woods-Saxon meng-
hasilkan tingkat energi yang sama dengan potensial osilator harmo-
nis. (sumber: http://ocw.mit.edu/courses/nuclear-engineering/22-
101-applied-nuclear-physics-fall-2006/lecture-notes/)

menghasilkan konfigurasi tertutup pada bilangan 2, 8, 20, 40, 70, 112,


168 dengan 3 yang pertama, yaitu 2, 8, dan 20 sesuai dengan hasil
eksperimen. Secara keseluruhan hasil yang diperoleh melalui potensial
osilator harmonis tidak sesuai dengan hasil eksperimen, sehingga kita
perlu mencoba bentuk potensial lain. Hasil yang didapatkan dengan
menggunakan potensial sumur dan osilator harmonis disajikan pada
Gambar 3.9.
Potensial sentral ketiga yang akan kita coba adalah potensial Woods-
Saxon. Model potensial ini berdasarkan distribusi muatan inti (Pers.
(1.3)), di mana didefinisikan potensial serupa dengan kedalaman −V0
dengan lengkungan di ujungnya, sehingga

−V0
V (r) = (3.8)
1 + exp [(r − R) /a]
3.1. MODEL KULIT 69

di mana

• V0 = 50 MeV adalah potensial inti

• R = R0 A1/3 fm adalah jari-jari inti

• a = 0,254 fm adalah ketebalan kulit inti.

Potensial Woods-Saxon mempunyai perilaku yang diharapkan untuk


potensial inti, yaitu

• nilainya secara naik secara monotonik ketika jaraknya dari inti


naik, yang menunjukkan gayanya adalah gaya tarik

• Untuk A yang besar, bentuknya hampir konstan di tengah inti

• Nukleon di permukaan inti (yakni nukleon dengan r − R < a )


mengalami gaya tarik ke inti yang besar

• Nilainya mendekati nol pada jarak r − R  a, yang menujukkan


sifat berjangkauan pendek dari gaya inti.

Ternyata model potensial Woods-Saxon menghasilkan konfigurasi ter-


tutup yang sama dengan osilator harmonis, yaitu pada bilangan 2, 8,
20, 40, 70, 112, 168 dengan 3 yang pertama, yaitu 2, 8, dan 20 sesu-
ai dengan hasil eksperimen. Secara keseluruhan hasil yang diperoleh
melalui potensial Woods-Saxon tidak sesuai dengan hasil eksperimen,
sehingga kita perlu mencoba bentuk potensial yang tidak hanya ber-
upa potensial sentral.

3.1.3 Model potensial sentral plus kopling spin


Dari pembahasan sebelumnya, terlihat bahwa model potensial sentral
belum menghasilkan bilangan ajaib yang sesuai dengan hasil ekspe-
rimen, sebagaimana terlihat pada Gambar 3.9. Kegagalan tersebut
terjadi karena ketidakberhasilan potensial sentral memisahkan bebe-
rapa orbital, sehingga suatu tingkat energi terisi atas beberapa orbital
yang saling tumpang tindih. Dengan demikian, ide berikutnya adalah
70 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

bagaimana mendesain suatu potensial yang bisa memisahkan setiap


orbital yang ada. Hal tersebut dapat dilakukan jika kita mengako-
modir kopling interaksi antara spin inti dan momentum orbitalnya
(atau yang biasa dikenal sebagai kopling spin inti), dalam rumusan
potensial inti. Untuk itu, potensial inti dapat dituliskan sebagai

Vinti = Vsentral + Vkopling , (3.9)

di mana Vsentral dapat berupa salah satu dari potensial kotak, osilator
harmonis, atau Woods-Saxon.

Pada tahun 1949, Mayer dan Jansen atas saran Fermi, mengusulk-
an bentuk potensial untuk inti dengan memilih potensial inti sama
dengan potensial kotak ditambah potensial kopling spin inti 2

(
2
−V0 − ~2
αl.s r≤R
V (r) = . (3.10)
∞ r>R

Pada persamaan di atas, l adalah momentum sudut nukleon sedang


s adalah momentum spinnya. Penjumlahan keduanya menghasilkan
momentum sudut total dari nukleon

j = l + s. (3.11)

Karena nilai eigen spin adalah s = ± 12 , maka untuk setiap nilai l


berlaku j = l ± 21 . Dengan kata lain, kehadiran spin membuat satu
1
keadaan l terpecah jadi dua, yaitu j = l + 2 dan j = l − 12 .

2
Maria Goeppert Mayer mempublikasikan idenya dalam 2 paper, yaitu Phys.
Rev. 78 (1), 16-21 (1950) dengan judul “Nuclear Configurations in the Spin-
Orbit Coupling Model. I. Empirical Evidence” dan Phys. Rev. 78 (1), 22-23
(1950) dengan judul “Nuclear Configurations in the Spin-Orbit Coupling Model.
II. Theoretical Considerations”. Sementara itu, J. Hans D Jensen mempublikasikan
hasil kerjanya bersama dengan Otto Haxel dan Hans E. Suess di Phys. Rev. 75
(11) 1766-1766 (1949) dengan judul “On the Magic Numbers in Nuclear Structure”.
Pada tahun 1963, Mayer dan Jensen, bersama dengan E. Wigner, mendapat nobel
Fisika.
3.1. MODEL KULIT 71

Contoh : Mencari nilai l.s


Turunkan nilai l.s pada Persamaan (3.10)

Penyelesaian

Jika Persamaan (3.11) kita kuadratkan, maka didapatkan j 2 =


l2 + s2 + 2l.s, sehingga

~2  2
j − l2 − s2 .

l.s =
2

Dengan demikian maka

~2
nilai eigen j 2 − l2 − s2
 
nilai eigen (l.s) =
2
~2
= [j (j + 1) − l (l + 1) − s (s + 1)]
2 
~2

3
= j (j + 1) − l (l + 1) − .
2 4

Karena ada 2 nilai j, maka


(
1
~2 l untuk j = l + 2
nilai eigen (l.s) = 2 1
. (3.12)
− (l + 1) untuk j = l − 2

Dengan memanfaatkan hasil (3.12), potensial inti untuk r ≤ R dapat


ditulis sebagai
( ) (
1
−l l+ 2
V (r) = −V0 + α , j= 1
. (3.13)
l+1 l− 2

Persamaan terakhir menunjukkan bahwa keadaan dengan spin paralel


(j = l + 12 ) lebih terikat pada potensial inti dibanding keadaan dengan
spin anti paralel (j = l − 21 ). Akibatnya, spin paralel memiliki energi
lebih rendah. Nilai energi yang didapatkan dengan model potensial
pada Persamaan (3.13) adalah
( ) (
1
~2 −l
 
2 l+ 2
Enlj = Xnl +α , j= , (3.14)
2mR2 l+1 l− 1
2
72 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
 2 
~
Bagian pertama dari Persamaan (3.14), 2mR 2 , berasal da-
Xnl
2

ri pemecahan sumur potensial dan memberikan tingkat yang sama


dengan model(sumur potensial,
) seperti disajikan pada Tabel 3.1. Ba-
−l
gian kedua, α , muncul akibat kopling spin. Ternyata model
l+1
kopling spin menyebabkan suatu orbital terpecah menjadi 2 sub orbi-
tal, yaitu tingkat energi dengan spin anti paralel dan tingkat energi
dengan spin parallel. Energi yang memisahkan kedua sub orbital ter-
sebut adalah

∆Ej = Enlanti paralel − Enlparalel


 2    2  
~ 2 ~ 2
= Xnl + α (l + 1) − Xnl + α (−l)
2mR2 2mR2
= (2l + 1) α. (3.15)

Terlihat bahwa jarak tingkat energi antar sub orbital bergantung pada
l. Untuk l yang besar, nilai ∆Ej juga cukup besar sehingga mungkin
lebih besar dari jarak tingkat energi antar orbital. Sebagai akibat-
nya, sangat mungkin sub orbital paralel dari orbital yang lebih tinggi
memiliki energi yang lebih rendah dibanding sub orbital anti para-
lel dari orbital yang lebih rendah. Sebagai contoh, sub orbital 1d5/2
memiliki energi lebih rendah dari sub orbital 1s1/2 . Atau, sub orbi-
tal 1f7/2 memiliki energi lebih rendah dari sub orbital 2p3/2 . Hasil
yang didapatkan dengan menggunakan pendekatan kopling spin disa-
jikan pada Gambar 3.10, dan memberikan bilangan ajaib yang sesuai
dengan hasil pengamatan, Ini berarti pendekatan kopling spin dapat
dipakai untuk memahami sebab munculnya bilangan ajaib pada inti.

Dengan memanfaatkan model kulit, setiap keadaan energi nukleon


dicirikan oleh
(nlj )x (3.16)

di mana

• n adalah nomor kulit inti


3.1. MODEL KULIT 73

Gambar 3.10: Tingkat energi nukleon menurut model kopling spin


Mayer Jansen. (Sumber: M. G. Mayer dan J. H. D. Jenson, Elemen-
tery Theory of Nuclear Shell Structure, Wiley, New York, 1955).
74 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

• l adalah momentum sudut nukleon.

• j adalah momentum sudut total nukleon. Nilai j adalah j = l±s


dengan s adalah spin intrinsik nukleon, s = 12 .

• x adalah populasi nukleon pada keadaan tersebut. Untuk suatu


nilai j, nilai proyeksinya adalah mj = −j, − (j − 1) , ...., (j − 1) , j
atau total jumlah mj -nya adalah 2j + 1, Nilai 2j + 1 juga me-
nunjukkan populasi maksimum nukleon pada keadaan tersebut.

Dalam model kulit, proton dan netron dipandang sebagai partikel


yang berbeda, sehingga keduanya memiliki konfigurasi yang terpisah.
Mengacu pada Gambar 3.10, konfigurasi proton dan netron, mengi-
kuti urutan orbital sebagai berikut:
2 4 2 6 2 4
1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 , 1d5/2 , 2s1/2 , 1d3/2 , ....

Baik proton maupun netron mengisi orbital lebih rendah lebih da-
hulu sampai penuh, baru kemudian orbit yang lebih tinggi, begitu
seterusnya sampai nukleon terakhir. Pada setiap sub orbital, nukleon
akan membentuk pola berpasangan terlebih dahulu, sebelum mengisi
keadaan energi berikutnya. Dengan demikian, orbital terakhir tidak
selalu terisi penuh. Pada gilirannya, perilaku inti ditentukan oleh ada
tidaknya proton dan/atau netron tak berpasangan pada orbital tera-
khir. Mengacu pada jumlah proton dan netron dalam inti, kita dapat
mengelompokkan inti dalam 4 jenis, dengan nilai spin pada keadaan
dasar, yang juga khas, seperti ditunjukkan pada pada Tabel 3.4. Un-
tuk inti dengan nilai Z dan/atau N = A − Z yang besar, maka kita
bisa menuliskan konfigurasinya dari bilangan ajaib terbesar sebelum
nilai Z atau N . Untuk memahami keandalan model kulit, kita akan
menggunakannya untuk menghitung spin inti.

Contoh : Mencari momentum spin inti


Carilah momentum spin dari inti O-15, O-16, dan O-17.

Penyelesaian
3.1. MODEL KULIT 75

Tabel 3.4: Prediksi spin pada berbagai jenis inti


jumlah jumlah jp jn I
proton netron
genap genap 0 0 0
genap ganjil 0 bil. bulat + 21 bil. bulat + 21
ganjil genap bil. bulat + 12 bil. bulat + 21 bil. bulat + 21
ganjil ganjil bil. bulat + 12 bil. bulat + 21 bil. bulat

2 4 2
Konfigurasi proton untuk 15 O adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2
yang berarti tidak ada proton tak berpasangan, atau jp = 0. Pada sisi
2 4 1
lain, konfigurasi netronnya adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 . Ini
berarti dalam 15 O ada satu netron tak berpasangan dengan jn = 21 .
Dengan demikian momentum sudut total nukleon atau spin inti O−15
1
adalah I = Σjp + Σjn = 0 + 2 = 12 .
2 4
Konfigurasi proton dan netron untuk 16 O adalah 1s1/2 , 1p3/2 ,
2
1p1/2 , yang berarti dalam 16 O tidak ada proton ataupun netron
yang tak berpasangan. Dengan demikian momentum sudut total nu-
kleon, atau momentum spin intimya, adalah I = 0 + 0 = 0.
2 4 2
Konfigurasi proton untuk 17 O adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 ,
2 4 2 1
sedang untuk netron adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 , 1d5/2 .
Ini berarti dalam 17 O ada satu netron tak berpasangan dengan j = 52 .
5
Dengan demikian spin inti O − 17, adalah I = 2. Nilai spin hasil
perhitungan untuk ketiga isotop tersebut sesuai dengan data hasil
eksperimen.

Contoh : Mencari momentum spin inti


Tuliskan konfigurasi proton dan netron untuk Zn-63

Penyelesaian
Karena Z untuk Zn adalah 30, berarti ada 30 proton dan 33 ne-
tron. Karena kedua bilangan tersebut cukup besar, maka konfigurasi
keduanya dimulai dari bilangan ajaib terbesar, yang masih lebih kecil
dari 30. Konfigurasinya adalah

2
• proton: [28] , 2d3/2
76 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
4 1
• netron: [28] , 2d3/2 , 1f5/2

Dengan demikian, perilaku inti Zn-63 ditentukan oleh netron tak ber-
pasangan di 1f5/2 , sehingga spin dari Zn-63 adalah 52 .

Contoh : Mencari rasio Igenap : Iganjil pada molekul.


Carilah rasio Igenap : Iganjil pada molekul N2 .

Penyelesaian
Karena inti N-14 mengandung 7 proton dan 7 netron, maka konfi-
2 4 1
gurasi proton dan netronnya adalah 1s1/2 , 1p3/2 , 1p1/2 . De-
1
ngan demikian ada sebuah netron bebas dengan j = 2 dan sebuah
1
proton bebas dengan j = 2. Dengan demikian, spin inti N adalah
I = 1. Ketika dua buah atom N membentuk molekul N2 , maka ke-
mungkinan nilai spin inti dari molekulnya adalah 0 (ketika keduanya
anti paralel), 1 (ketika keduanya tegak lurus), dan 2 (ketika keduanya
paralel). Karena tiap keadaan I mempunyai multisiplitas 2I +1, maka
keadaan dengan I = 0 mempunyai 1 keadaan, keadaan dengan I = 1
mempunyai 3 keadaan, sedang keadaan dengan I = 2 mempunyai 5
keadaan, sehingga rasio Igenap : Iganjil = (1 + 5) : 3 = 6 : 3 = 2 : 1.
Pada eksperimen dengan pembangkitan sinar harmonik tinggi (hi-
gh harmonic generation, HHG), seperti ditunjukkan pada Gambar
3.11 (panel atas), sinar muncul pada puncak dengan mengikuti pola
(4I + 6) Bc. Untuk I ganjil, pola (4I + 6) Bc akan menghasilkan pun-
cak pada (10, 18, 26, 34, ...) Bc. Untuk I genap, puncak akan muncul
di (6, 14, 22, 30, ...)Bc. Dari gambar, terlihat bahwa puncak dengan
I genap atau deret (10, 18, 26, 34, ...) Bc dua kali lebih tinggi dari
puncak dengan I ganjil atau deret (6, 14, 22, 30, ...) Bc, yang menun-
jukkan bahwa Igenap : Iganjil = 2 : 1 pada molekul N2 . Hasil yang
sama juga didapatkan jika menghitung sinar HHG secara teoritis, se-
perti ditunjukkan pada Gambar 3.11 (panel bawah).

Contoh : Mencari spin inti


Carilah momentum spin dari inti Mo-95 dan Pb-207

Penyelesaian
3.1. MODEL KULIT 77

Gambar 3.11: Sinar HHG molekul N2 hasil eksperimen di Institut of


Advanced Energy Kyoto (panel a) dan hasil perhitungan teori (panel
b). (Sumber: Gambar eksperimen: K. Miyazaki, M. Kaku, G. Miyaji,
A. Abdurrouf, and F. H. M. Faisal, Phys. Rev. Lett. 95, 243903
(2005); Gambar teori: F. H. M. Faisal, A. Abdurrouf, K. Miyazaki,
and G. Miyaji, Phys. Rev. Lett. 98, 143001 (2007))
78 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Mo-95 memiliki 42 proton yang berarti semua protonnya berpa-


sangan, jp = 0. Jumlah netronnya adalah 53, sehingga konfigurasinya
3
adalah [50] 1g7/2 , yang berart jn = 27 . Ini berarti spin Mo-95 ada-
lah 7
2 dan paritasnya adalah (−1)4 , sehingga paritasnya genap atau
postif,
Pb-207 memiliki 82 proton yang berarti semua protonnya berpa-
sangan, jp = 0. Jumlah netronnya adalah 125, sehingga konfigurasi-
10 8 6 4 2 13
nya adalah [82] 1h9/2 , 2f7/2 , 2f5/2 , 3p3/2 , 3p1/2 , 1i13/2 ,
13 13
yang berarti jn = 2 . Ini berarti spin Pb-207 adalah 2 dan paritasnya
6
adalah (−1) , sehingga paritasnya genap atau postif,
Sayangnya hasil pengukuran menunjukkan kalau spin Mo-95 ada-
5
lah 2 dan Pb-207 adalah 12 . Perbedaan hasil ini memaksa fisikawan
untuk mencari bentuk potensial sentral yang lain.

3.1.4 Modifikasi potensial sentral inti

Dari pembahasan sebelumnya terlihat bahwa potensial Mayer-Jensen


berhasil untuk menerangkan spin inti ringan dan sedang dengan jum-
lah proton dan netron masing-masing tidak lebih dari 50. Untuk jum-
lah netron atau proton yang lebih besar dari 50, terlihat kalau model
Mayer-Jensen kurang berhasil. Karena konsep kopling spin terbukti
berhasil mereproduksi bilangan ajaib, maka kemungkinan kesalahan
bersumber dari anggapan potensial sentral berbentuk kotak tak hing-
ga yang dipakai Mayer-Jensen. Sekarang kita akan coba hal yang
berbeda, yaitu

Gambar 3.12: Potensial netron (kiri) dan proton (kanan).


3.1. MODEL KULIT 79

Gambar 3.13: Tingkat energi proton (kiri) dan netron dari potensial
sentral yang ditunjukkan pada Gambar 3.12. (sumber: Povh, 1995)
80 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

• mencoba mendefinisikan potensial inti sebagai jumlahan poten-


sial sentral non kotak ditambah potensial kopling inti

• mencoba memasukkan efek Coloumb, sehingga potensial untuk


proton mungkin berbeda dari potensial untuk netron.

Salah satu contoh potensial yang diusulkan disajikan pada Gambar


3.12, sedang tingkat energi yang dihasilkan disajikan pada Gambar
3.13.
Dengan membandingkan kedua tingkat energi yang ada (Gambar
3.10 dan 3.13) dapat dilihat bahwa

• semua model menghasilkan konfigurasi bilangan ajaib yang sa-


ma

• semua model memiliki urutan orbital yang sama sampai dengan


bilangan ajaib 50, dengan beberapa perbedaan urutan orbital
untuk orbital di atasnya. Hal ini terkait dengan fakta bahwa
gaya Coulumb mulai efektif pada jumlah proton yang besar.

Selain model potensial sentral yang sudah kita diskusikan, masih ada
beberapa model yang lain, seperti ditunjukkan pada Tabel 3.5.

Contoh : Mencari momentum spin inti


Carilah momentum spin dari inti Mo-95 dan Pb-207 dengan menggu-
nakan tingkat energi pada Gambar 3.13.

Penyelesaian
Mo-95 memiliki 42 proton yang berarti semua protonnya berpa-
sangan, jp = 0. Jumlah netronnya adalah 53, sehingga konfigurasinya
3
adalah [50] 2d5/2 , yang berart jn = 25 . Ini berarti spin Mo-95 ada-
lah 5
2 dan paritasnya adalah (−1)2 , sehingga paritasnya genap atau
postif,
Pb-207 memiliki 82 proton yang berarti semua protonnya berpa-
sangan, jp = 0. Jumlah netronnya adalah 125, sehingga konfigurasi-
8 10 6 4 14 1
nya adalah [82] 2f7/2 , 1h9/2 , 2f5/2 , 3p3/2 , 1i13/2 , 3p1/2 ,
3.1. MODEL KULIT 81

Tabel 3.5: Berbagai model potensial inti.


82 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

yang berart jn = 21 . Ini berarti spin Pb-207 adalah 1


2 dan paritasnya
1
adalah (−1) , sehingga paritasnya ganjil atau negatif,
Sekarang hasil perhitungan sesuai dengan hasil pengukuran.

3.2 Sifat-sifat inti


Dengan menggunakan model kulit, kita dapat mengetahui konfigurasi
netron dan proton dalam inti, sehingga kita bisa

• memahami sebab munculnya bilangan ajaib untuk inti, di mana


bilangan ajaib muncul sebagai jumlah total netron atau pro-
ton pada suatu orbital tertentu yang terpisah cukup jauh dari
orbital berikutnya.

• menduga nilai spin inti I, di mana spin inti adalah jumlahan dari
semua momentum sudut total semua nukleon penyusun inti

I = Σjp + Σjn . (3.17)

• mencari keadaan dasar dan keadaan tereksitasi dari suatu inti,


serta spin terkait.

• dengan menggunakan nilai spin inti I dan momentum sudut l,


kita dapat menduga

– menduga paritas inti π = (−1)l , di mana paritas inti dapat


bernilai ganjil (negatif) atau genap (positif).3
– menduga momen magnetik inti µ
– menduga momen quadrapol elektrik inti Q

Sekarang kita sudah siap membahas sifat inti yang bergantung pada
spin inti. Sifat-sifat inti tersebut adalah sifat mekanik (yang meliputi
spin, dan paritas inti), sifat magnetik (momen dipol magnetik), dan
sifat elektrik (momen quadrupol elektrik).
3
Istilah ganjil atau genap mengacu pada nilai momentum sudut l, sedang istilah
positif atau negatif mengacu pada nilai (−1)l .
3.2. SIFAT-SIFAT INTI 83

3.2.1 Sifat mekanik inti

Inti terdiri dari nukleon. Tiap nukleon memiliki momentum angular


intrinsik, yang dikenal sebagai spin s. Karena nukleon tidak diam
melainkan selalu bergerak di dalam inti, maka nukleon juga memiliki
momentum angular orbital l. Spin inti didefinisikan sebagai jumlah
momentum angular atau momentum angular total (terdiri dari spin
dan momentum angular orbital) seluruh nukleon penyusunnya:


→ →
− A −→ → −
− →
I = ΣA
i=1 l i + Σi=1 s i = l + s . (3.18)

Perhatikan bahwa penjumlahan pada persamaan di atas adalah pen-


jumlahan vektor. Kadang-kadang, spin inti juga dinyatakan sebagai
jumlahan spin total proton dan spin total netron.

Contoh : Mencari rumusan spin inti


Turunkan ungkapan spin inti (Persamaan (3.17)) dari Persamaan
(3.18).

Penyelesaian
Kita tuliskan lagi Persamaan (3.18) dan memodifikasi suku-sukunya.


→ →
− A−Z Z −
→ A−Z −

I = ΣZi=1 l i + Σi=1 li + Σi=1 s i + Σi=1 s i
 →
− Z −→
 
A−Z −


= ΣZi=1 l i + Σi=1 s i + ΣA−Zi=1 li + Σi=1 s i
proton netron

→ →

= I p + I n.

1
Secara umum, I adalah bilangan bulat plus 2 untuk A ganjil dan
bilangan bulat jika A genap. Dari pengamatan, didapatkan bahwa
inti dengan A genap memiliki spin 0, kecuali inti dengan A genap
tetapi Z dan N ganjil, yaitu 21 H, 63 Li, 10 B,
5 dan 14 N.
7
Spin inti pada keadaan dasar (ground state) dapat berbeda dari
spin inti pada keadaan tereksitasi (excited state). Sebutan spin inti
tanpa keterangan lebih lanjut berarti spin inti pada keadaan dasar.
Suatu inti dengan spin I akan terdegenerasi ke dalam (2I + 1) kea-
daan. Masing-masing dicirikan oleh bilangan kuantum magnetik spin
84 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

mI (yaitu proyeksi spin I pada sumbu quantisasi, misalnya sumbu z),


di mana mI = −I, −I + 1, ....., I − 1, I .

Kuantitas lain yang juga diperlukan adalah paritas (parity), yang


merepresentasikan sifat simetri fungsi gelombang suatu partikel. Jika
fungsi gelombang suatu partikel dinyatakan dengan Ψ (r, θ) dengan
r menyatakan koordinat posisi (x, y, z) dan θ menyatakan orientasi
ruangnya, maka partikelnya dikatakan memiliki paritas positif jika

Ψ (r, θ) = +Ψ (−r, −θ) ,

dan dikatakan memiliki paritas negatif jika

Ψ (r, θ) = −Ψ (−r, −θ) .

Menurut model kulit, kedudukan suatu nukleon di dalam inti dicirikan


oleh nilai kulit utamanya, orbitalnya, serta spinnya. Sifat paritas
suatu suatu nukleon, π, ditentukan oleh

π = (−1)l , (3.19)

di mana l adalah bilangan orbital. Suatu inti dikatakan memiliki


paritas positif atau paritas genap jika l bernilai genap, seperti 0 (untuk
orbital s), 2 (orbital d), 4 (orbital g), 6 (orbital i), dan seterusnya.
Sebaliknya, suatu inti dikatakan memiliki paritas negatif atau paritas
ganjil jika l bernilai ganjil, seperti 1 (untuk orbital p), 3 (orbital f ),
5 (orbital h), dan seterusnya. Seringkali nilai suatu paritas ditulis
bersama dengan spinnya sebagai berikut
l
j π = I (−1) , (3.20)

dengan I adalah spin inti. Dengan demikian suatu inti dengan paritas
7−
negatif dan I = 27 , dikatakan memiliki j = 2 .

Contoh : Mencari paritas


Carilah paritas dari inti O-15, O-16, dan O-17.
3.2. SIFAT-SIFAT INTI 85

Penyelesaian
15 O
1
Pada terdapat 1 netron tak berpasangan di 1p1/2 , yang
berarti l = 1, Dengan demikian, paritasnya adalah (−1)1 , yang berati
−1
paritasnya ganjil atau negatif. Kita tulis I = 12 . Pada 165 O tidak
terdapat netron atau proton, sehingga I = 0 I = 0+0 = 0. Pada 157 O
1
terdapat 1 netron tak berpasangan di 1d5/2 , yang berarti l = 3,
Dengan demikian, paritasnya adalah (−1)3 .

Contoh : Mencari momentum spin dan paritas inti


Tuliskan konfigurasi proton dan netron untuk Zn-63

Penyelesaian
Karena inti Zn-63 memiliki netron tak berpasangan di 1f5/2 , maka
paritasnya adalah (−1)3 , yang berarti paritasnya ganjil atau negatif.
5−
Ini berarti I = 2 .

Contoh : Spin dan paritas inti


Hasil eksperimen untuk nilai spin dan paritas dari beberapa inti ada-
7− 9+ 3+
lah sebagai berikut: Ca-43: 2 , Nb-93: 2 , dan Ba-137: 2 . Jelaskan
maksud hasil tersebut.

Penyelesaian
7−
Karena spin Ca-43 adalah 2 , maka l = 3 atau l = 4. Tetapi
karena paritasnya negatif, berarti l = 3 atau orbital f . Dengan demi-
kian, spin pada inti 43 Ca berasal dari netron tak berpasangan di sub
20
orbital f7/2 , atau lengkapnya adalah 1f7/2 .
93 Nb 9+
Nilai spin dan paritas 41 adalah 2 , artinya l = 4 atau l = 5.
Karena paritasnya positif, maka l = 4 atau sub orbitalnya 1f9/2 .
137 Ba 3+
Nilai spin dan paritas 56 adalah 2 , artinya l = 1 atau l = 2.
Karena paritasnya positif, maka l = 2 atau sub orbitalnya d3/2 .

3.2.2 Sifat magnetik inti

Di dalam inti, proton memiliki gerakan orbital. Karena proton ada-


lah partikel bermuatan, maka gerakannya menimbulkan ‘arus listrik’.
Berikutnya, ‘arus listrik’ tersebut akan menjadi sumber kemagnetan
86 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

inti. Menurut model kulit, momen magnetik dari inti dengan A gan-
jil bersumber dari nukleon tak berpasangan. Jika nukleon tak ber-
pasangan tersebut adalah proton, maka (menurut mekanika klasik)
gerakan orbitalnya akan menghasilkan momen dipol magnetik
    
el e~ l l
µl = = = µN ,
2mp 2mp ~ ~

e~
di mana µN = 2mp dikenal sebagai magneton nuklir.4 Sebuah netron,
karena tidak bermuatan, tidak memiliki momen magnetik orbital. Se-
cara umum, momen magnetik orbital nukleon adalah
 
l
µl = gl µN , (3.21)
~

di mana gl = 1 untuk proton dan gl = 0 untuk netron.

Sumber kemagnetan inti yang lain adalah sifat magnetik intrinsik


nukleon akibat spin nukleon yang tak berpasangan. Momen magnetik
intrinsik akibat spin adalah
s
µs = gs µN , (3.22)
~

di mana gs = 5, 59 untuk proton dan gs = −3.83 untuk netron. De-


ngan menggabungkan Pers. (3.21) dan (3.22), didapatkan momen
magnetik total untuk inti tunggal tak berpasangan adalah

µ = µl + µs = µN (gl l + gs s) /~. (3.23)

Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai


 
1 1
µ = µN (gl + gs ) (l + s) + (gl − gs ) (l − s) /~.
2 2

Sekarang kita dapat menghitung perkalian titik antara µ dan J (di

4
Momen magnet didefinisikan sebagai µ = arus × luas = e
2πr/v
πr2 = evr
2
=
e~ l
2m ~
= magneton × ~l .
3.2. SIFAT-SIFAT INTI 87

mana J = l + s), sebagai berikut


 
1 2 1 2 2

µ.J = µN (gl + gs ) J + (gl − gs ) l − s /~.
2 2
µ
Mengingat hµi = j~ hJi, maka proyeksi momentum dipole magnetik
µ
µ terhadap J adalah hµ.Ji = j~ j (j + 1) ~2 , sehingga
 
1 1
µ (j + 1) = µN (gl + gs ) j (j + 1) + (gl − gs ) (l (l + 1) − s (s + 1)) ,
2 2

atau
 
1 1 (l − s) (l + s + 1)
µ = µN (gl + gs ) j + (gl − gs ) . (3.24)
2 2 (j + 1)

1
Selanjutnya, karena s = 2 dan j = l ± 21 , maka
(
µhN jgl − 12 (gl − gs ) i untuk j = l + 1
 
2
µ= j 1 .
µN jgl + 2(j+1) (gl − gs ) untuk j = l − 2

Persamaan terakhir juga dapat ditulis sebagai


(
j − 21 gl + 12 gs µN 1
  
untuk j = l + 2
µ= j  , (3.25)
j + 23 gl − 12 gs µN 1
 
j+1 untuk j = l − 2

yang dikenal sebagai nilai Schmidt. Nilai magneton nukleon adalah


µN = 3, 1525 × 10−8 eV/T.5 Seringkali nilai µ dinyatakan dalam nu-
clear magneton, µN , dan disingkat sebagai nm.

Contoh : Momen magnetik inti dalam l


Nyatakan Persamaan (3.25) dalam variabel l.

Penyelesaian

5
Bandingkan dengan magneton Bohr (untuk elektron) yang nilainya µB =
~
2me
= 5, 7884 × 10−5 eV/T. Jika ada elektron bebas dalam inti, tentunya mo-
men magnetik yang teramati adalah dalam orde µB , bukan µN .
88 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Untuk j = l + 21 , kita dapatkan


  
1 1
µ = j− gl + gs µN
2 2
    
1 1 1 1
= l+ − gl + gs µN = gl l + gs µN
2 2 2 2

Untuk j = l − 12 ,kita dapatkan


  
j 3 1
µ = j+ gl − gs µN
j+1 2 2
1
l− 2
  
1 3 1
= l− + gl − gs µN
l − 12 + 1 2 2 2
l − 21
 
1
= 1 gl (l + 1) − 2 gs µN
l+ 2

Contoh : Momen magnetik inti


7−
Hitunglah nilai momen magnetik dari inti Ca-43 (I = 2 ), Nb-93
9+ 3+
(I = 2 ), dan Ba-137 (I = 2 ).

Penyelesaian

Karena momentum total 43 Ca disebabkan oleh netron tak berpa-


20
sangan dengan j = l + s = 3 + 21 = 72 , maka
  
7 1 1
µ= − × 0 + × (−3.83) µN = −1, 915 nm.
2 2 2

Momentum total 93 Nb disebabkan oleh proton tak berpasangan de-


41
ngan j = l + s = 4 + 12 = 29 , sehingga
  
9 1 1
µ= − × 1 + × (5, 59) µN = 6, 8 nm.
2 2 2

Momentum total 137 Ba disebabkan oleh netron tak berpasangan de-


58
ngan j = l − s = 2 − 21 = 23 , sehingga

3   
2 3 3 1
µ= 3 + × 0 − × (−3.83) µN = 1, 15 nm.
2 +1 2 2 2
3.2. SIFAT-SIFAT INTI 89

Ternyata momen magnetik hasil eksperimen untuk ketiga inti tersebut


adalah -1,312 nm (untuk Ba-43), 6,167 nm (untuk Nb-93), dan 0,9357
(untuk Ba-137).

Dari hasil di atas, ternyata ada ketidaksesuaian antara hasil me-


lalui rumusan Schmidt dan hasil eksperimen Hal ini terjadi karena
rumusan Schmidt dibangun atas anggapan nukleon yang bebas, pa-
dahal sebenarnya tidak. Untuk itu dilakukan modifikasi pada nilai gs
dan gl menjadi nilai efektifnya, di mana

gsef ektif = (0, 6 − 0, 7) gs


glef ektif = (0, 9 − 1, 0) gl .

Nilai yang dipakai biasanya adalah gsef ektif = 0, 7gs dan glef ektif = gl .

Contoh : Momen magnetik inti


Hitunglah momen magnetik inti dari Ca-43, Nb-93, dan Ba-137 de-
ngan mengunakan nilai g efektif.

Penyelesaian

Nilai momen magnetik untuk Ca-43, Nb-93, dan Ba-137, berturut-


turut adalah
  
7 1 1
µ= − × 0 + × (0, 7 × −3.83) µN = −1, 3405 nm
2 2 2
  
9 1 1
µ= − × 1 + × (0.7 × 5, 59) µN = 5, 9565 nm
2 2 2
3   
2 3 3 1
µ=µ= 3 + × 0 − × (0, 7 × −3.83) µN = 0, 805 nm
2 +1
2 2 2
Sekarang momen magnetik teoritis lebih dekat dengan hasil eksperi-
men, yaitu -1,312 nm (untuk Ba-43), 6,167 nm (untuk Nb-93), dan
0,9357 (untuk Ba-137).
90 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Tabel 3.6: Nilai momen magnetik beberapa inti

Eksperimen Teori Teori


(nm) (Pers. (3.25)) (Pers. (3.25), g ef ektif )
(nm) (nm)

Ca-43 -1,312 -1,92 -1,341


Nb-93 6,167 6,8 5,957
Ba-137 0,934 1,15 0,805

Contoh : Frekuensi resonansi


Hitunglah frekuensi NMR dari (a) Nb-93 dan (b) Ca-43, dalam medan
magnetik 1 tesla.

Penyelesaian
Dari contoh sebelumnya, didapatkan bahwa momen magnetik un-
tuk Nb-93 adalah µ = 5, 9565 µN , sedang untuk Ca-43 adalah µ =
−1, 3405 µN , di mana µN = 3, 15 × 10−14 MeV/T. Selanjutnya, fre-
kuensi resonansi dapat dihitung dengan

ω ~ω µB/j
ν= = = ,
2π 2π~ h

di mana nilainya adalah 37,67 MHz untuk Nb-93 dan 2.03 MHz untuk
Ca-43.

3.2.3 Sifat elektrik inti

Momen elektrik inti orde terendah yang bisa berharga tidak nol adalah
momen quadrupol elektrik. Secara klasik, momen quadrupol elektrik
diberikan oleh Q = e 3z 2 − r2 . Jika fungsi gelombang inti dinya-


takan dengan ψ, maka nilai momen quadrupol elektrik pada arah z


dapat dinyatakan sebagai
Z
ρψ ∗ 3z 2 − r2 ψdτ,
 
hQi = (3.26)

Secara umum, terdapat 3 jenis bentuk inti, yaitu


3.2. SIFAT-SIFAT INTI 91

• Inti berbentuk bola, sehingga r2 = x2 + y 2 + z 2 = 3z 2 dan


hQi = 0.

• Inti berbentuk oblate, x = y > z sehingga r2 = x2 +y 2 +z 2 > 3z 2


dan hQi bernilai negatif.

• Inti berbentuk prolate, x = y < z sehingga r2 = x2 + y 2 + z 2 <


3z 2 dan hQi bernilai positif.

Fakta bahwa Q sebanding dengan e r2 , mengakibatkan momen qu-



adrupol elektrik memiliki satuan e × (satuan luas), di mana satuan


luas yang sering dibakai adalah b dengan 1 b = 10−28 m2 . Dengan
demikian, satuan Q adalah ebarn dan disingkat eb.6
Mengacu pada nilai momen dipol magnetik µ yang dapat dimya-
takan sebagai fungsi j (Pers. (3.25)), maka momen quadrupol elektrik
inti dapat didekati sebagai

j (2j − 1)
Q= QB . (3.27)
(j + 1) (2j + 1)

Pers. (3.27) mengindikasikan bahwa Q = 0 jika j = 0, j = 21 , atau


QB = 0. QB adalah momen quadrapol dalam ‘body frame’. Nilai QB
diberikan oleh
2
QB = Ze a2 − b2 ,

(3.28)
5
di mana a = R (1 + ε) adalah jari-jari sepanjang sumbu rotasi (atau
sumbu z) dan b = R (1 + ε)−1/2 adalah jari-jari sepanjang sumbu
tegak lurus rotasi atau sumbu xy), dengan ε adalah parameter de-
formasi. Kaitan antara β, bentu inti, dan nilai Q ditunjukkan pada
Gambar 3.14

Contoh : Menyatakan QB sebagai fungsi ε


Nyatakan QB dalam parameter deformasi ε sebagai

Penyelesaian
6
Pada beberapa buku, dipakai sistem satuan atom dengan e = 1, sehingga
satuan Q adalah barn.
92 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Gambar 3.14: Berbagai bentuk inti dan kaitannya dengan parameter


deformasi β dan momen quadrupol Q. Panel kiri; oblate (ε < 0,
Q < 0), tengah: bola (ε = 0, Q = 0), dan kanan: prolate (ε > 0,
Q > 0). (sumber: Loveland, 2006)

Kita gunakan Persamaan (3.28) untuk QB sehingga didapatkan


ketergantungannnya pada parameter deformasi ε sebagai berikut

R2
 
2 2 2
QB = Ze R (1 + ε) −
5 1+ε
!
3
2 2 (1 + ε) − 1
= ZeR
5 1+ε
2 3
 
2 2 3ε + 3ε + ε
= ZeR
5 1+ε
 
2 3ε (1 + ε)
≈ ZeR2
5 1+ε
6
= ZeR2 ε.
5

Contoh : Momen quadrupol elektrik inti


Hitunglah momen quadrupol dari inti 207 Pb
82

Penyelesaian
Pb-207 memiliki 82 proton dan 125 netron. Itu berarti hanya ada
1 netron tak berpasangan di 3p1/2 . Dengan demikian j = 12 , dan ka-
rena itu maka Q = 0.
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 93

Contoh : Menduga bentuk inti dari momen quadrupolnya


7 −
Kedaan dasar dari 165

67 Ho stabil dengan I = 2 memiliki QB =
3, 58 eb. Gunakan data ini untuk mencari nilai a dan b serta men-
duga bentuk inti.

Penyelesaian
QB
= 52 Z a2 − b2 =

Dengan menggunakan Persamaan (3.28), didapatkan e
3, 58 b. Karena Z = 67, maka didapatkan a2 − b2 = 0, 13 b = 13 fm2 .
Selanjutnya dengan memanfaatkan ekspresi kerapatan nukleon da-
A 4 3 4 2 7
lam inti ρ = 4
πR3
, maka didapatkan A = 3 πR ρ = 3 πab ρ, atau
3
ab2 = 3A −3 dan A = 165, didapatkan ab2 =
4πρ . Karena ρ = 0, 17 fm
231, 7 fm3 . Selanjutnya dengan memecahkan kedua persamaan, dida-
patkan a = 6, 85 fm dan b = 5.82 fm. Karena a > b, maka kita dapat
menyimpulkan bahwa inti Ho-165 berbentuk prolate.

3.3 Model Inti yang lain


Selain berbagai keberhasilannya, model kulit juga memiliki kekurang-
an karena gagal menjelaskan beberapa sifat / fenomena inti lain, yang
menunjukkan gerakan nukleon secara kolektif. Contoh fenomena ter-
sebut antara lain

• Kurva fraksi energi inti f sebagai fungsi A tidak bersifat ‘smo-


oth’, tetapi menunjukkan adanya puncak pada inti dengan A
kelipatan 4.

• Inti yang turun ke keadaan dasar memancarkan foton. Da-


ri spektrum foton yang dipancarkan dapat dipelajari struktur
tingkat keadaan eksitasi inti. Pada tingkat eksitasi tertentu di-
dapatkan spektrum yang sederhana, yang menunjukkan adanya
modus gerak inti yang lain, bukan seperti yang digambarkan
oleh model kulit, yang justru memprediksi spektrum eksitasi
yang lebih rumit.
7
Ingat bahwa a = R (1 + ε) dan b = R (1 + ε)−1/2 .
94 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

• Momen quadrupol Lu-177 didapatkan 25 kali lebih besar dari


yang nilai diberikan oleh model kulit. Momen quadrupol yang
besar menunjukkan bahwa wujud inti bukan berupa bola yang
simetris ke segala arah. Dengan kata lain, inti mengalami peru-
bahan bentuk (deformasi). Ini menandakan adanya gerak kolek-
tif nukleon dalam tubuh inti, yang justru tidak dipertimbangkan
oleh model kulit.

• Pada hamburan inelastik, inti mengambil energi dari proyektil


untuk eksitasi. Seringkali perhitungan berdasarkan model kulit
memberikan penampang lintang yang lebih kecil dari data eks-
perimen. Ini menandakan suatu proses eksitasi kolektif nukleon,
sesuai suatu modus gerak kolektif tertentu.

Keseluruhan fenomena di atas, mendorong ilmuwan untuk merumusk-


an model inti alternatif yang bisa menjelasakan fenomena tersebut.
Kita akan mendiskusikan beberapa model alternatif tersebut.

3.3.1 Model alfa

Sejauh inti kita memandang inti sebagai kumpulan proton dan netron,
di mana keduanya dipandang sebagai partikel yang secara ‘langsung’
membentuk inti. Bagaimana kalau misalnya netron dan proton mem-
bentuk ‘cluster’ lebih dahulu, dan kemudian cluster tersebut yang
membetuk inti. Cara pandang ini menjadi relevan jika kita melihat
fraksi energi ikat inti, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.15. Dari
gambar tersebut, terlihat bahwa setiap inti dengan A kelipatan 4 dan
Z kelipatan 2 selalu memiliki fraksi energi ikat yang lebih besar dari
inti tetangganya. Fakta inti memunculkan ide bahwa inti terdiri atas
partikel alfa, atau dikenal sebagai model alfa. Model alfa adalah salah
satu model cluster dengan n = 4.
Dalam model alfa, inti dipandang sebagai kumpulan partikel alfa,
di mana antar partikel alfa dihubungkan dengan ikatan alfa (αbond ),
yang jumlahnya tergantung pada jumlah partikel alfanya. Inti 42 He
terdiri atas 1 partikel alfa, sehingga jumlah αbond -nya adalah 0. Inti
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 95

Gambar 3.15: Fraksi energi ikat inti (Sumber Cook, 2005).

8 Be terdiri atas 2 partikel alfa, sehingga jumlah αbond -nya adalah 1.


4
Inti 12 C terdiri atas 3 partikel alfa, sehingga jumlah αbond -nya adalah
6
3. Jumlah αbond menentukan ‘struktur’ intinya, seperi ditunjukkan
pada gambar 3.16.
Misalkan asumsi kita tentang struktur inti menurut model alfa
benar. Jika demikian, maka energi ikat inti B akan dipakai untuk
membentuk n partikel alfa (masing-masing dengan energi ikat Bα =
28, 3MeV) dan sisanya dipakai untuk m membentuk αbond , dengan
energi ikat per bound adalah Bbound . Dengan demikian8

B = n × Bα + m × Bbound .

Tabel 3.7 menunjukkan suatu hasil yang menarik, bahwa nilai energi
Bbond adalah bernilai konstan, sekitar 2,42 MeV. Hal ini merupakan
8
Nilai m pada persamaan ini mengacu pada tabel 3.7, yang dihitung berdasark-
an bentuk yang dipilih dan tidak mengharuskan hubungan antar setiap partikel α.
m−1
Jika setiap partikel alfa dihubungkan, maka m = Σi=1 i.
96 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Gambar 3.16: Struktur inti menurut model alfa (Sumber Cook, 2005).

dukungan bagi model alfa.

Contoh : Rumusan untuk Bbound


Carilah rumusan untuk Bbound . Carilah nilai Bbound per ikatan untuk
inti 16 O.
8

Penyelesaian

Menurut model alfa, energi ikat inti B dipakai untuk membentuk


partikel alfa di mana Bα = 28, 3 MeV, sedang sisanya dipakai untuk
membentuk ikatan alfa dengan energi Bbound . Jika inti terdiri atas n
partikel alfa dan memiliki m ikatan alfa, maka

B − (n × Bα )
Bbound = .
m
16 O, 16
Untuk 8 diketahui bahwa A = 16, B = 127, 62 MeV, n = 4 = 4,
dan m = 6. Dengan demikian

127, 62 − 4 × 28.3
Bbound = = 2, 40 MeV.
6

Nilai ini sama dengan harga pada tabel 3.7.


3.3. MODEL INTI YANG LAIN 97

Tabel 3.7: Energi ikat per αbond pada berbagai inti. (n = jumlah
partikel alfa, m = jumlah ikatan alfa, Bbound = energi ikat antar alfa
per ikatan)
Inti n m Bbound (MeV)
4 He 1 0 0
2
8 Be 2 1 -0.1
4
12 C 3 3 2.42
6
16 O 4 6 2.4
8
20 Ne 5 8 2.39
10
24 Mg 6 12 2.37
12
28 Si 7 15 2.56
14
32 S 8 18 2.52
16
36 Ar 9 20 2.60
18
40 Ca 10 24 2.46
20

3.3.2 Model vibrasi


Menurut model vibrasi, nukleon tidak diam dalam inti melainkan ber-
gerak di mana gerakan kolektifnya menyebabkan permukaan inti ikut
bergetar, seperti sebuah selaput yang bergetar. Getaran ini membuat
bentuk inti tidak tetap melainkan berubah-ubah secara periodik di
sekitar bentuk bola. Secara umum, perubahan tersebut akan muncul
sebagai perubahan jari-jari inti, yang dinyatakan sebagai

R (t, θ, φ) = Rave + Σλ Σλm=−λ aλm (t) Ylm (θ, φ) , (3.29)

1
di mana Rave = 2 (Rmayor + Rminor ). Mengacu pada persamaan di
atas, dikenal berbagai modus vibrasi, yaitu
q
1
• Monopol (λ = 0 atau R (t) = Rave + 4π a00 (t)). Terlihat
bahwa jari-jari inti hanya membesar dan mengecil secara sera-
gam. Hal ini berarti inti mengalami pemuaian dan penyusutan
tanpa mengalami perubahan bentuk dari bentuk lingkarannya.
Monopol teramati sebagai eksitasi dengan energi ratusan MeV.

• Dipol (λ = 1) muncul sebagai pergeseran pusat massa inti tan-


pa merubah bentuknya, dan dapat dipandang sebagai gerakan
98 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Gambar 3.17: Panel atas: Berbagai model deformasi inti akibat vi-
brasi, dari kiri ke kanan: monopol, dipol, quadrupol, oktupol, dan
heksadekapol (sumber: Lylle, 2001). Panel bawah: mekanisme ter-
jadinya dipole (kiri) dan quadrupol (kanan), proton dilambangkan
dengan bulatan hitam sedang netron bulatan putih. (sumber: Cook,
2006)

translasi. Dipol teramati sebagai eksitasi dengan 0 - 20 MeV.


Dipol dianggap timbul sebagai akibat gerakan kolektif proton
dan gerkan kolektif netron ke arah yang berlawanan.

• Quadrupol (λ = 2), muncul sebagai perubahan bentuk inti men-


jadi lonjong akibat gerakan netron dan proton. Kuadrupol ter-
amati sebagai eksitasi dengan di atas 10 MeV. Berbeda dengan
monopol dan dipol yang tidak merubah bentuk inti, maka qu-
drupol menyebabkan perubahan bentuk inti. Dengan demikian,
quadrupol dapat dianggap sebagai vibrasi orde terendah. Ku-
antisasi energi untuk vibrasi disebut fonon, dan untuk kasus qu-
adrupol disebut fonon quadrupol. Fonon quadrupol membawa
momentum dua unit (l = 2) dan paritas genap ((−1)l ). Sa-
lah satu fakta yang bisa dijelaskan dengan teori vibrasi adalah
‘ giant dipole resonance’ pada reaksi (γ,n) pada 208 Pb. Giant
dipole resonance ditunjukkan sebagai sebuah peak besar pada
distribusi penampang lintang total proses tersebut pada energi
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 99

γ yang datang.

• Oktupol (λ = 3), muncul sebagai perubahan bentuk inti dalam


3 arah yang berbeda. Contoh oktupol antara lain adalah eksitasi
208 Pb pada energi 2,61 MeV di atas energi dasarnya.

Contoh : Menjelasan ‘giant dipole resonance’.


Jelaskan terjadinya giant dipole resonance. menurut model vibrasi.

Penyelesaian
Menurut model vibrasi, proton bergetar terhadap netron pada sua-
tu frekuensi tertentu. Foton γ yang datang ke inti berinteraksi secara
elektromagnetik dengan proton, tapi tidak dengan netron. Apabila
frekuensi foton γ sesuai dengan frekuensi getar proton terhadap ne-
tron, maka terjadi resonansi sehingga getaran proton semakin kuat.
Kejadian ini ditandai oleh puncak pada penampang lintang total.

3.3.3 Model rotasi

Gerakan vibrasi inti dapat menyebabkan deformasi bentuk inti dari


bentuk lingkarannya. Perubahan ini bersifat lunak dalam arti dapat
hilang sehingga inti kembali ke bentuk dasarnya, yaitu lingkaran. Ka-
rena inti bersifat tak terbedakan, maka sebuah rotasi dapat diamati
hanya jika intinya tidak berbentuk lingkaran. Di alam terdapat be-
berapa inti yang secara permanen bentuknya bukan lingkaran, yaitu
dengan inti jarang (150 < A < 190) atau aktinida (A > 220). Inti ter-
sebut dikenal sebagai inti terdeformasi (deformed nuclei ). Salah satu
efek rotasi yang teramati adalah, inti dengan jarang atau aktanida
dengan A ganjil diketahui mempunyai momen magnetik yang sangat
besar, dibandingkan dugaan teori dengan model kulit.
Secara umum, bentuk inti yang mengalami deformasi akan men-
jadi ellips atau lonjong di mana jari-jarinya diberikan oleh

Rθ = R [1 + βY20 (θ, φ)] . (3.30)

Pada persamaan di atas, Rθ adalah jari-jari inti pada sudut θ se-


100 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

dang R adalah jari-jati


q inti jika inti dianggap berbentuk bola. Kare-
1 5
na Y20 (θ, φ) = 4 π 3 cos2 θ − 1 , maka Rθ hanya bergantung pada


θ dan tidak bergantung pada φ.

Contoh : Mencari ungkapan untuk β


Carilah ungkapan beta dalam R, a = R (θ = 0), dan b = R (θ = π/2),

Penyelesaian
Kita hitung lebih dahulu
" r # " r #
1 5 2 5
3 cos2 0 − 1 = R 1 + β

a = Rθ=0 =R 1+β
4 π 4 π
" r  # " r #
1 5 π  1 5
b = Rθ=π/2 =R 1+β 3 cos2 − 1 = R 1 − β
4 π 2 4 π
r
3 5
a − b = Rβ
4 π
Dengan demikian, maka parameter deformasi β diberikan oleh
r
4 πa−b a−b
β= ≈ 1, 06 , (3.31)
3 5 R R

Contoh : Hubungan antar parameter deformasi


Carilah hubungan antara β dan ε.

Penyelesaian
Kita evaluasi nilai keduanya pada saat θ = 0, di mana
" r #
2 5
a=R 1+β
4 π

a = R [1 + ε] .
q
2 5
Dari kedua hubungan di atas, didapatkan ε = 4 πβ = 1, 98β atau
ε
β = 1, 98.
J2
Energi dari benda yang berotasi adalah E = 2I dengan J adalah
momentum sudut dan I adalah momen inersia. Secara kuantum, J 2
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 101

c2 = J (J + 1) ~2 sehingga
harus diganti dengan J

~2
EJ = J (J + 1) . (3.32)
2I
2 2
Dengan demikian, akan didapatkan E1 = 0, E1 = 2 ~2I , E2 = 6 ~2I ,
2
E3 = 12 ~2I dan seterusnya.

Contoh : Menghitung energi rotasi.


Energi eksitasi pertama dari Er-164 adalah 91,4 keV di atas energi
dasarnya (0+ ). Carilah nilai energi rotasinya untuk sembarang J.

Penyelesaian
Karena keadaan dasarnya adalah 0+ , maka keadaan eksitasi perta-
manya adalah 2+ . Eksitasi berikutnya adalah 4+ , 6+ , dan seterusnya.
~2 ~2
Dengan menggunakan 2I = 15, 2 keV, didapatkan E2 = 2I 2 (2 + 1) =
91, 4 keV, E4 = 20 × 15, 2 = 305 keV, E6 = 42 × 15, 2 = 640 keV,
dan E8 = 72 × 15, 2 = 1097 keV. Sebagai perbandingan, nilai hasil
pengukuran adalah E2 = 91, 4 keV, E4 = 300 keV, E6 = 614 keV, dan
E8 = 1025 keV.
Pada kenyataanya, nilai momen inersia bervariasi, tergantung pa-
da bentuk intinya. Untuk inti rigid berbentuk ellips dipakai Irigid =
2 2 ~
5 M R0 (1 + 0, 31β) atau 2Irigid = 6 keV. Untuk inti ‘cair’ berbentuk
9 2 ~
ellip dipakai Icair = 8π M R0 β atau 2Icair = 90 keV.
Sekarang kita bahas efek dari bentuk inti terhadap momen kua-
drupol. Perubahan bentuk inti mempengaruhi nilai QB (yaitu momen
quadrupol dalam ‘body-frame’), mengikuti persamaan

3
QB = √ R02 Zβ (1 + 0, 16β) .

3.3.4 Model Nilsson

Sejauh ini kita telah mendiskusikan berbagai model inti dengan segala
keberhasilannya. Pendekatan independen (yang diwakili oleh model
gas fermi yang merupakan pendekatan klasik dan model kulit yang
merupakan pendekatan kuantum) dan pendekatan kolektif (yang di-
102 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

representasikan oleh model tetes cairan, model vibrasi, model rotasi,


dan model cluster/alfa) berhasil menerangkan berbagai perilaku inti,
dengan caranya yang berbeda-beda. Selanjutnya ilmuwan, di antara-
nya adalah A. Bohr dan B. Mottelson, tertarik untuk menggabungkan
kedua pendekatan tersebut, dalam suatu model yang konsisten. Di
antara pertanyaan yang coba dijawab adalah: ‘bagaimanakah bentuk
tingkat energi inti dan nilai bilangan ajaib jika faktor deformasi inti
diperhitungkan?’.
Ilmuwan yang pertama kali melakukan perhitungan berdasarkan
ide tersebut adalah Nilsson. Ia menggunakan model kulit, tetapi me-
masukkan faktor deformasi inti ke dalam rumusan potensialnya, se-
bagai berikut

1
V (r) = mω 2 r2 (1 − 2βY20 (θ, φ)) + CL.S + DL2 . (3.33)
2

Perhatikan bahwa suku β merepresentasikan deformasi inti (lihat Per-


samaan (3.31)). Sebagai konsekuensi dari kehadiran faktor β dalam
ekpresi potensial inti, maka bentuk tingkatan energi pada inti bergan-
tung pada faktor β, seperti ditunjukkan pada Gambar 3.18.

Contoh : Menghitung spin inti terdeformasi.


Hitunglah spin Na-23, jika β = 0.12.

Penyelesaian
Na-23 mengandung 11 proton dan 12 netron, sehingga terdapat se-
buah proton tak berpasangan yang merupakan sumber spin inti Na-23.
Dengan menggunakan model kulit (atau menganggap inti berbentuk
bulat, β = 0), proton tak berpasangan tersebut berada pada sub kulit
1d5/2 , sehingga spinnya seharusnya 52 . Ternyata nilai ini berbeda de-
ngan hasil eksperimen, Hal ini wajar, karena Na-23 tidak berbentuk
lingkaran melainkan prolate dengan β = 0.12 (nilai β bisa didapatkan
dari data momen kuadrupol Q dan jari-jari inti rata-rata R). Meng-
acu pada gambar 3.18. Terlihat bahwa untuk β = 0.12, sub orbital
1d5/2 terpecah menjadi 3 keadaan sehingga proton bebas berada pada
3
j = 2. Ternyata, hasil ini sesuai dengan eksperimen, di mana spin
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 103

Gambar 3.18: Tingkatan energi menurut model Nilsson (Cook, 2006).


104 BAB 3. MODEL INTI KUANTUM

Na-23 adalah 32 .
Salah satu ramalan model Nielsson adalah nilai bilangan ajaib un-
tuk proton. Menurut model kulit, nilai bilangan ajaib setelah 82 ada-
lah 126. Untuk netron, keberadaan 126 sebagai bilangan ajaib sudah
dibuktikan dalam eksperimen. Untuk proton, keberadaan bilangan
126 sebagai bilangan ajaib belum dapat dibuktikan karena belum di-
temukan inti dengan Z = 126. Model Nilsson sebaliknya meramalkan
114 sebagai bilangan ajaib untuk proton setelah 82.

3.3.5 Gambaran skematis model inti


Di luar model yang sudah kita diskusikan, sebenarnya masih banyak
model lain yang dikembangkan ilmuwan untuk mendapatkan gambar-
an yang lebih baik tentang inti atom. Secara umum, pengelompokan
model inti disajikan pada Gambar 3.19, sedang kronologis perumu-
sannya disajikan pada Gambar 3.20.
3.3. MODEL INTI YANG LAIN 105

Gambar 3.19: Berbagai model inti dan pengelompokannya (Sumber


Cook, 2005)
BAB 3. MODEL INTI KUANTUM
106
Gambar 3.20: Berbagai model inti dan kronologi perumusannya (Sumber Cook, 2005)

Anda mungkin juga menyukai