POKOK-POKOK METODOLOGI
FISIKA KUANTUM
Melalui pembahasan tiga bab sebelum ini, kita mulai menyadari perlunya
teori baru untuk menjelaskan perilaku entitas fisis yang tidak dapat dipas-
tikan apakah sebagai gelombang atau sebagai partikel. Sebab, teori-teori
yang telah ada (mekanika Newton maupun teori gelombang, baik yang di-
turunkan dari mekanika Newton maupun dari teori Maxwell) masing-ma-
sing hanya dapat digunakan untuk entitas fisis yang dapat dipastikan seba-
gai partikel atau sebagai gelombang. Kita juga telah memiliki suatu kriteria
yang jelas untuk menyatakan apakah suatu entitas fisis dapat digolongkan
ke dalam salah satu golongan (gelombang atau partikel) itu atau tidak. Kri-
teria tersebut adalah panjang gelombang de Broglie. Jika suatu entitas yang
mula-mula kita kenali sebagai partikel ternyata memiliki panjang gelom-
bang de Broglie cukup besar (sekurang-kurangnya dalam orde angstrom)
maka entitas tersebut tidak dapat dipastikan sebagai partikel.
Pada Bab 3 kita juga telah mendiskusikan bahwa hipotesis de Broglie
tidak dapat digunakan untuk mendapatkan fungsi gelombang yang diaso-
siasikan dengan partikel. Berdasarkan kenyataan ini maka timbullah suatu
pertanyaan penting tentang bagaimana cara mendapatkan fungsi gelom-
bang itu. Jika fungsi gelombang telah kita dapatkan, pertanyaan penting
berikutnya adalah bagaimana cara mendapatkan informasi tentang keada-
an partikel berdasarkan fungsi gelombang itu. Jawaban atas pertanyaan
pertama akan kita bahas di Bab 5, sedangkan pertanyaan kedua akan kita
diskusikan pada bab ini.
Pada bab ini akan kita pelajari pokok-pokok metodologi dalam fisika
kuantum, atau mekanika gelombang, yaitu suatu cabang fisika teori yang
menelaah perilaku entitas fisis yang tidak dapat dipastikan apakah sebagai
Sutopo Pengantar Fisika Kuantum 83
84 Pendeskripsian keadaan
Pada bagian akhir Bab 3 kita telah mengkaji makna fungsi gelombang.
Kesimpulan yang kita peroleh adalah: berdasarkan fungsi gelombang ter-
sebut kita dapat mengetahui keberadaan (posisi) partikel dan besarnya mo-
mentum linear yang dimilikinya, meskipun secara probabilistik. Mengingat
semua besaran dinamis yang kita kenal dalam fisika klasik (misalnya ener-
gi kinetik, energi potensial, gaya, momentum sudut, dan sebagainya) selalu
dapat dinyatakan sebagai fungsi momentum linear dan/atau posisi, maka
dapat diharapkan bahwa dari fungsi gelombang tersebut dapat diketahui
berbagai informasi tentang keadaan gerak partikel yang kita bicarakan.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka sangatlah masuk akal untuk
mempostulatkan: keadaan gerak sistem dideskripsikan dengan fungsi ge-
lombang. Pernyataan ini harus pula dimaknai secara berbalikan. Artinya,
sebagai pendeskripsi keadaan maka fungsi gelombang tersebut harus me-
muat semua informasi tentang sistem yang dibicarakan; misalnya: posisi,
momentum linear, energi, momentum sudut, dan besaran-besaran dinamis
lain yang kita perlukan.
Sebagaimana telah kita bahas di Bab 3, fungsi gelombang dapat kita
tampilkan dalam dua cara, yaitu dalam ruang posisi (dilambangi ( x , t ) )
~
atau dalam ruang momentum linear (dilambangi ( p , t ) ). Perlu segera di-
catat bahwa variabel x dalam fungsi gelombang tersebut bukan menyatakan
posisi partikel, melainkan menyatakan sederetan posisi yang mungkin ditem-
pati partikel. Demikian pula dengan variabel p, harus dipahami sebagai se-
deretan nilai momentum linear yang mungkin dimiliki partikel.
Berdasarkan postulat tersebut maka pekerjaan penting dalam fisika
kuantum adalah menemukan fungsi gelombang. Sebab dengan mengeta-
hui fungsi gelombang kita dapat mengetahui semua informasi yang kita
perlukan tentang sistem. Peranan fungsi gelombang ini, jika dianalogikan
dengan fisika klasik, analog dengan peranan trayektori partikel. Dengan
diketahuinya trayektori, yaitu posisi partikel pada sebarang waktu, kita da-
pat mengetahui nilai berbagai besaran fisika yang dimiliki partikel itu pada
setiap saat.
Cara kerja operator posisi bergantung pada ruang penyajian yang kita
gunakan. Dalam ruang posisi, di mana fungsi gelombang berbentuk (r, t ) ,
operasi operator posisi dipostulatkan sebagai berikut.
ˆ ( r , t ) r ( r , t ) ,
R (4. 1)
Xˆ ( r , t ) x ( r , t ) ,
Yˆ ( r , t ) y ( r , t ) , (4. 2)
Zˆ ( r , t ) z ( r , t ) .
Jadi, cara kerja operator komponen vektor posisi dalam ruang posisi adalah
mengalikan fungsi gelombang dengan komponen vektor posisi pada arah
yang bersesuaian.
Bagaimana cara kerja operator posisi di ruang momentum linear? Da-
~
lam ruang momentum linear, fungsi gelombang berbentuk ( p , t ) yang me-
rupakan transformasi Fourier dari ( r , t ). Dengan demikian, operasi opera-
ˆ ~ ( p, t ). Untuk penye-
tor posisi dalam ruang momentum dituliskan secara R
derhanaan, tanpa mengurangi generalisasinya, kita gunakan kasus satu di-
~
mensi sehingga operasi tersebut dapat dituliskan secara Xˆ ( p , t ). Dengan
menggunakan transformasi Fourier, ungkapan yang terakhir ini dapat diu-
bah menjadi
~ 1 i px /
Xˆ ( p , t ) Xˆ e ( x , t ) dx
2
1 i px / ˆ
e X ( x , t ) dx (4. 3)
2
1 i px /
e x ( x , t ) dx .
2
ipx/
Integran dalam integral tersebut dapat diubah menjadi i e (x, t),
p
ipx / ipx /
sebab e ( x , t ) ( i x / ) e ( x , t ). Dengan demikian, Persa-
p
maan (4.3) menjadi
~ 1 ipx /
Xˆ ( p , t ) i e ( x, t ) dx
p 2 (4. 4)
~
i ( p , t ).
p
Ungkapan itu menunjukkan bahwa, dalam ruang momentum, operator po-
sisi berbentuk i .
p
Penjabaran tersebut dapat diperluas ke dalam kasus 3 dimensi. Hasil-
nya: operator yang mewakili komponen vektor posisi dalam ruang mo-
mentum linear masing-masing berbentuk:
Xˆ i
p x
Yˆ i (4. 5)
p y
Zˆ i
p z
atau dalam bentuk vektor:
ˆ i ,
R (4. 6)
p
dan
~
( r , t ) 2 3 /2 e i p.r / ( p , t ) d 3 p , (4. 10)
dengan dr dx dy dz dan dp dpx dpy dpz , maka dengan prosedur yang
sama dengan yang kita gunakan untuk mendapatkan operator posisi da-
lam ruang momentum, kita peroleh hubungan
dengan r (i /x + j /y + k /z). Ini berarti, dalam ruang posisi, ope-
rator momentum linear berbentuk:
Pˆ i r , (4. 12)
Dapatkan operator energi kinetik dalam: (a) ruang posisi, dan (b)
dalam ruang momentum linear.
Analisis
Definisi energi kinetik, yaitu ½ m v, jika dinyatakan dalam fungsi
2
p
momentum (p mv) berbentuk Ek . Dengan demikian, secara
2m
Pˆ 2
umum, operator energi kinetik berbentuk Eˆ k .
2m
2 2 2 2 2 2
Eˆ k 2 2 2 .
2m 2 m x y z
p2
Dalam ruang momentum, mengingat Pˆ p , maka Eˆ k .
2m
Analisis
Definisi momentum sudut L adalah L r p, dengan r menya-
takan vektor posisi dan p momentum linear. Dengan demikian, se-
cara umum, operator yang mewakili momentum sudut adalah
Lˆ R
ˆ Pˆ . Dalam ruang posisi, operator ini berbentuk
Lˆ r i i r .
Lˆ x i z y , Lˆ y i x z , Lˆ z i y x .
y z z x x y
Nanti akan kita lihat bahwa kedua proses tersebut tidak sama.
 . (4. 14)
Pada umumnya Ψ Ψ. Berdasarkan postulat pertama, yaitu fungsi gelom-
bang mendeskripsikan keadaan sistem, dapatlah dipahami bahwa keadaan
tepat setelah pengukuran pada umumnya tidak sama dengan keadaan
tepat sebelum pengukuran.
Perlu dicatat bahwa perbedaan antarfungsi gelombang tidak cukup di-
lihat dari wujud masing-masing fungsi gelombang itu. Dua fungsi gelom-
bang dikatakan berbeda apabila fungsi gelombang pertama tidak dapat
dinyatakan sebagai perkalian fungsi gelombang kedua dengan suatu bi-
langan. Sebagai contoh, ketiga fungsi gelombang berikut ini: 1 e i kx ,
2 e e i kx , dan 3 k e i kx , dengan k dan suatu tetapan, merupakan
fungsi gelombang yang sama; meskipun secara tersurat semuanya berbeda.
Di lain pihak, fungsi 1 A sin (kx) dan 2 A cos ( kx ) merupakan dua fung-
si yang berbeda, sebab tidak ada cara untuk menyatakan 1 2 dengan
berupa tetapan.
rator tersebut. Pada contoh (a) tadi, 1 merupakan fungsi eigen bagi mo-
mentum linear dengan nilai eigen sebesar p0.
Nilai harap
Nilai harap hasil pengukuran besaran A pada saat keadaan sistem di-
nyatakan sebagai fungsi gelombang didefinisikan sebagai berikut.
Dalam ruang posisi satu dimensi didefinisikan sebagai
Aˆ dx ,
*
A
(4. 15)
*
dx
dua cara penghitungan tadi harus menghasilkan nilai yang sama. Pembuk-
tian tentang ini diharapkan dilakukan sendiri oleh pembaca. Lihat bagian
Perlatihan di akhir bab ini.
Jika fungsi gelombang sudah ternormalkan, yaitu integral ke seluruh
ruang dari kuadrat modulusnya bernilai satu, maka penyebut pada kedua
persamaan terakhir tadi bernilai satu. Dengan demikian, jika fungsi gelom-
bang telah ternormalkan, penghitungan nilai harap tadi menjadi
atau
A ~ ~ * Aˆ ~ dp .
Analisis
Fungsi gelombang tersebut belum ternormalkan, sebab
i p0 x /
- * dx A * A- (e
) (e i p0 x / ) dx A * A- dx 1 .
- A * e
i po x /
i ddx Ae i po x / dx
A * A dx
P p0 p0 .
A * A dx A * A dx
-
A * e i po x /
i ddx Ae i po x / dx
A * A dx
P2 ( p 0 )2 ( p 0 )2 .
A * A dx A * A dx
i p x/
Contoh tadi menunjukkan bahwa fungsi gelombang A e 0 menya-
takan keadaan sistem yang memiliki momentum pasti sebesar p0. Kesim-
pulan ini cocok dengan pembahasan Contoh Soal 4.3 a. Berdasarkan ana-
lisis Contoh Soal 4.3 a dan 4.5 ini dapat disimpulkan bahwa keadaan eigen
bagi suatu besaran adalah suatu keadaan di mana nilai besaran tadi bersifat
pasti. Dengan demikian, pada keadaan eigen: (a) hasil ukur pada setiap
pengukuran berulang selalu tetap dan nilainya sama dengan nilai harap-
nya, dan (b) ketakpastian hasil ukur sebesar nol.
Pada bagian ini akan disajikan secara singkat perihal operator dan ope-
rasi-operasi dasar yang melibatkan fungsi gelombang dalam ruang fungsi
kompleks variabel real. Pembahasan singkat ini diharapkan dapat mem-
bantu pembaca memahami berbagai operasi matematika yang diperlukan
dalam fisika kuantum, khususnya yang melibatkan fungsi gelombang dan
operator.
f ( x ), ag ( x ) bh( x ) a f ( x ), g ( x ) b f ( x ), h( x ) (4. 21 a)
4.4.3 Operator
Operator pada dasarnya merupakan perangkat matematika yang digu-
nakan untuk memanipulasi bilangan dan atau fungsi. Jadi penjumlah (+),
pengurang (), dan penderivatif (d/dx) merupakan beberapa contoh ope-
rator.
Operasi operator terhadap suatu fungsi pada umumnya akan mengha-
silkan fungsi baru. Operator yang tidak mengubah suatu fungsi disebut
operator identitas, dilambangi Iˆ . Jadi, terhadap sebarang fungsi f, opera-
tor identitas bersifat
Iˆ f f . (4. 24)
Operator yang berfungsi membuat sebarang fungsi menjadi fungsi nol
disebut operator nol, dilambangi Ô . Jadi, terhadap sebarang fungsi f, ope-
rator nol bersifat
Oˆ f 0 . (4. 25)
Definisi
Perkalian skalar antara fungsi dan  (dalam urutan yang de-
mikian) menghasilkan bilangan kompleks
diubah menjadi
i d * i *
*
d i
* d
Perkalian operator
Perkalian antara dua sebarang operator akan menghasilkan operator
baru. Pada umumnya perkalian operator bersifat tidak komutatif.
4.4.6 Komutator
[ Aˆ , Bˆ ] Aˆ Bˆ Bˆ Aˆ . (4. 32)
Berdasarkan definisi tersebut dapat dibuktikan identitas-identitas berikut.
1) [ Â , B̂ ] +[ B̂ , Â ] = 0
2) [ Â , Â ] = 0
3) [ Â , B̂ + Ĉ ] = [ Â , B̂ ] + [ Â , Ĉ ]
4) [ Â + B̂ , Ĉ ]= [ Â , Ĉ ] + [ B̂ , Ĉ ]
5) [ Â , B̂ Ĉ ] = [ Â , B̂ ] Ĉ + B̂ [ Â , Ĉ ] (4. 33)
6) [ Â B̂ , Ĉ ] = [ Â , Ĉ ] B̂ + Â [ B̂ , Ĉ ]
7) [ Â , [ B̂ , Ĉ ]] + [ Ĉ , [ Â , B̂ ]]+ [ B̂ , [ Ĉ , Â ] = 0̂
dan momentum. Pada bab itu kita juga menyadari bahwa proses penghi-
tungan secara analitik tidak selalu mudah dilakukan.
Pada bab ini, dengan prosedur lain, kita akan mendeduksi lagi asas ke-
takpastian Heisenberg tersebut. Prosedur yang akan kita lakukan adalah
berdasarkan prinsip pengukuran dalam fisika kuantum, yaitu berdasarkan
Persamaan (4.15) sampai Persamaan (4.18). Penerapan prinsip pengukuran
untuk mendeduksi asas ketakpastian Heisenberg ini juga akan memper-
kokoh keyakinan kita tentang kesahihan prinsip pengukuran tersebut. Beri-
kut akan kita gunakan prosedur itu untuk menghitung xp untuk bebe-
rapa keadaan.
x
-
0,
- ip x / ip x /
- * dx - A * e 0 Ae 0 dx
dan
x 2 -
.
- ip0x / Ae ip0x /dx
- * dx - A * e
Dengan demikian kita peroleh x, berdasarkan Persamaan (4.18), sebesar
2
x x2 x .
2
sin ( nx / a ) ;0 x a
( x) a
0 ; x 0 atau x a
dengan a menyatakan lebar sumur dan n bilangan asli {1, 2, 3, …}. Penja-
baran fungsi gelombang tersebut diuraikan tersendiri di Bab 6.
Karena fungsi gelombang tersebut sudah ternormalkan maka kita
dapat menggunakan Persamaan (4.17) untuk menghitung nilai harap. Jadi
x - ψ* x ψ dx
0 a
- ψ* x ψ dx 0 ψ* x ψ dx a ψ* x ψ dx
0 0
a
2 /a sin (nx / a) x
2 /a sin ( nx/a) dx 0
2
2 a 2 a a
0 x sin 2 (nx/a) dx ,
a a 4 2
2 1 1
dan x 2 - * x 2 dx - x
2
sin 2 (nx / a) dx a 2 2
,
a 3 2 n 2
sehingga diperoleh
2 1 1
x x2 x a 2 2 . (4. 34)
12 2 n
dx a a
0 sin ( 2nx / a ) dx 0 .
d2 2 n 2 2 2 a 2n 2 π 2
p 2 - * 2 2 dx 0 sin
2
( nππ / a ) dx .
dx a2 a a2
1 1 n 2 2 1
x p n . (4. 36)
12 2n 2 2 12 2
x
* x dx A * A x e
dx
0,
2 2
* dx A * A e x dx
dan
2 2 2 x2
x 2 * x dx A * A x e
dx ( 3 / 2 ) ( 1 / 2 )
:
1
2.
2 x2 2 3 /2
2 1 /2
2
* dx A * A e dx
2 2
x x2 x .
2
Penghitungan nilai p
Berdasarkan Persamaan (4.15) diperoleh
d
* i dx dx A * Axe
dx 2 x2
p i 0.
2 x2
* dx A * A e dx
dan
2 d 2
dx 2
* dx 2 2
A * A( 2 2 )( 1 2 x 2 )e x dx
2
p
2 x 2
* dx A * A e dx
2 2 2 x2
( 1 x ) e dx 2 ( 3 /2 ) ( 1 / 2 ) 2 2
2 2 2 2 1 : .
2 x2
dx 2 3 /2 2 1 / 2 2
e
d 2 d d d d d *
- * dx 2
dx - * d dx
*
dx
-
dx
d * -
dx dx
dx .
d * d
x2 2p 2 - ( * x)( x ) dx -
dx .
dx dx
(4. 40)
d
Dengan mendefiniskan f x dan g , maka integral pertama Per-
dx
2 2
samaan (4.38) tidak lain adalah f dan integral keduanya adalah g .
Selanjutnya, berdasarkan ketaksamaan Schwarz f
2
g
2
1
2
( f , g) ( g , f )
2
2
2 2
2 d d *
x p -
( * x ) dx - x dx
4 dx dx
2
2 d d *
2
* x ) x dx .
4 - dx dx
4
Penyelesaian integral di atas dapat dilakukan dengan teknik integral par-
sial (Lihat pertanyaan analisis no 4). Persamaan terakhir di atas identik
dengan
RANGKUMAN
P̂x px
Momentum i
linear x
p = (px, py, pz) py
P̂y i
y
P̂z i pz
z
dengan
* Aˆ dx -~ * Aˆ ~ dp .
2 2
ˆ2
A -
- * dx -~ * ~ dp
PERLATIHAN
Pertanyaan Konsep
1. Dalam fisika klasik, bagaimanakah kedaan sistem dideskripsikan?
2. Mengapa dalam fisika kuantum keadaan sistem disajikan dalam ben-
tuk fungsi gelombang? Tidak dapatkah dideskripsikan dengan menye-
butkan semua nilai besaran fisik yang dimiliki?
3. Berdasarkan peranannya sebagai penyaji keadaan sistem, berikanlah
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh fungsi gelombang! (Petunjuk:
ingatlah bahwa dari fungsi gelombang itu kita dapat mendefinisikan
fungsi rapat peluang, baik untuk posisi maupun untuk momentum li-
near partikel!)
4. Haruskah fungsi gelombang secara lengkap memuat semua informasi
tentang sistem? Apakah informasi itu tampak secara eksplisit dalam
ungkapan matematis fungsi gelombang?
5. Perlukah besaran massa dan waktu dirumuskan operatornya?
6. Dalam perkuliahan fisika dasar kita mengenal 7 besaran pokok, yaitu
massa, waktu, panjang, temperatur, intensitas cahaya, kuat arus listrik,
dan jumlah zat. Mengapa yang diangkat sebagai besaran pokok (fun-
damental) dalam dinamika kuantum adalah posisi dan momentum li-
near? Bukankah momentum linear merupakan besaran turunan?
7. Apakah pandangan dalam fisika kuantum yang menyatakan bahwa
pengukuran pada umumnya mengubah keadaan sistem merupakan pernya-
taan yang mengubah pandangan klasik?
8. Pernyataan: “Mengukur merupakan proses mengerjakan operator terhadap
fungsi gelombang”, dapat dikatakan sebagai mematematiskan proses pe-
ngukuran. Apakah mematematiskan proses pengukuran juga ada di
fisika klasik, walaupun mungkin dalam bentuk yang berbeda?
9. Menurut fisika kuantum, hasil pengukuran bersifat statistik atau pro-
babilistik. Menurut Anda, apakah cara pandang seperti itu dapat
menghasilkan teori yang dapat diuji kebenarannya di laboratorium?
10. Operator yang mewakili besaran fisika harus bersifat Hermitean ka-
rena nilai harap operator Hermitean selalu real. Apakah nilai besaran
fisika itu memang harus real?
Pertanyaan Analisis
1. Tiga fungsi gelombang berikut 1 e i kx , 2 e e i kx , dan 3 k e i kx
dengan k dan suatu tetapan, menyatakan suatu keadaan yang sama.
Ujilah pernyataan itu dengan: (a) menentukan fungsi rapat peluang
posisi partikel, dan (b) menghitung nilai harap momentum linear
partikel.
1
2 x2
2. Hitung tetapan penormalan A pada fungsi gelombang ( x ) A e 2
d
d *
x dx 1 (Petunjuk: lakukan
4. Buktikan bahwa - * x dx
dx
integrasi secara parsial dan ingat bahwa bernilai nol di x serta
- * dx 1 ).
Pˆ 2
5. Buktikan bahwa: a) Xˆ i , b) Xˆ x, dan c) Eˆ k Hermitean!
p x 2m
6. (a). Tunjukkan bahwa: (i) Xˆ Pˆx dan Pˆx Xˆ keduanya tidak Hermitean, te-
tapi (ii) Xˆ Pˆx Pˆx Xˆ bersifat Hermitean. (b) Berdasarkan pertanyaan (a)
tersebut, jelaskan mengapa dalam merumuskan operator yang mewa-
kili p.r kita harus terlebih dahulu mengubah p.r menjadi ½ (p.r + r.p)?
(Petunjuk: (i) ingat bahwa p.r = xpx + ypy + zpz, (ii) kaitkan persoalan ini
dengan postulat tentang pendeskripsian besaran fisika)
7. (a) Rumuskan bentuk eksplisit operator yang mewakili kuadrat mo-
mentum sudut dalam ruang posisi! (b) Rumuskan bentuk eksplisit
operator yang mewakili energi potensial osilator harmonis dalam
ruang: (i) posisi, dan (ii) dalam ruang momentum linear!
8.
Tunjukkan bahwa: a) Xˆ,Pˆx XˆPˆx Pˆx Xˆ i , b) Pˆ 2 , Xˆ 2i Pˆ
9. Apakah pengukuran momentum linear pada osilator harmonis dalam
keadaan dasar akan mengubah keadaan sistem? Bagaimana jika yang
kita ukur posisinya? energi kinetiknya? energi potensialnya?
(i) Aˆ Cˆ Aˆ Aˆ 2 Cˆ ? ˆ [A
(ii) A ˆ , Bˆ ] A
ˆ A
ˆ 2 [A
ˆ , Bˆ ] ?
persamaan nilai eigen. Dalam hal ini, disebut fungsi eigen bagi Â
dengan nilai eigen sebesar a. Berdasarkan peristilahan pada persamaan
nilai eigen tersebut, tunjukkan bahwa jika  dan B̂ saling berkomuta-
si dan merupakan fungsi eigen bagi B̂ dengan nilai eigen b maka
 juga fungsi eigen bagi B̂ dengan nilai eigen b juga.
13. Jika operator A ˆ dan Bˆ memenuhi hubungan Aˆ Bˆ Bˆ Aˆ dengan me-
rupakan sebarang fungsi gelombang, manakah pernyataan-pernyataan
berikut yang benar?
a. Dampak pengukuran serempak besaran A dan B tidak bergantung
pada urutan pengukurannya.
b. Dimungkinkan menghasilkan ketakpastian serempak (A B) = 0
ˆ , Bˆ ] 0 .
c. [ A
14. Manakah pernyataan-pernyataan berikut yang benar perihal pendes-
kripsian pengukuran dalam fisika kuantum?
a. Pengukuran selalu mengubah keadaan sistem.
b. Hasil ukur bersifat probabilistik.
c. Hasil pengukuran suatu besaran di ruang momentum linear ber-
beda dengan hasil pengukuran di ruang posisi.
15. Operasi matematika berikut melibatkan unsur-unsur: fungsi (dilam-
bangi huruf-huruf yunani, operator (dilambangi huruf besar bertopi),
dan bilangan (dilambangi huruf-huruf biasa). Manakah operasi berikut
yang syah?
a. (,) = c b. Aˆ c c. [ Aˆ , Bˆ ] c
definisi 102
A posisi dan momentum 112
Asas ketakpastian Heisenberg
M
berdasar postulat pengukuran
102–3 Maxwell 83
rumusan umum 107 Metodologi Fisika Kuantum 84
B N
Born, Max 102, 106 Newton 83
Nilai eigen
D persamaan 113
de Broglie Nilai harap 95
hipotesis 83
O
F Operator
Fungsi eigen 113 besaran lain, kaedah
Fungsi gelombang pengkuantuman 89
norm 98 energi kinetik 89
perkalian skalar 98 Hermitean 85, 108, 112
Fungsi gelombang, analogi Hermitean
dengan trayektori klasik 84 definisi 100
nilai harap 101
G identitas 99
momentum linear
Gaussan, fungsi 106, 111 dalam ruang momentum 87
Gelombang de Broglie 83 dalam ruang posisi 88
momentum sudut 90
H
nol 99
Heisenberg, W operator-operator kompatibel
asas ketakpastian 84, 102, 103, 102
105, 106, 108, 111 penjumlahan 101
posisi
K dalam ruang momentum 86
kaedah pengkuantuman 89, 109 dalam ruang posisi 86
Komutator Ortogonal 98, 99
antarkomponen momentum Ortonormal 98
sudut 113 osilator harmonis 105, 112
P R
Pendeskripsian keadaan 84 Ruang momentum 84, 86, 87, 88,
Pengukuran 89, 90, 95, 102, 108, 109, 110,
dampak 92 112, 113
deskripsi kuantum 91 Ruang posisi 84, 86, 88, 89, 90,
hasil, probabilistik 95 93, 94, 95, 102, 103, 108, 109,
pengukuran serempak 91 110, 112, 113
proses 91
Persamaan Schrödinger 85 S
Postulat Fisika Kuantum Schrödinger
Pendeskripsian besaran 85 persamaan 85
Pendeskripsian keadaan 84 Schwarz
ketaksamaan 99, 107
SI 100