Anda di halaman 1dari 33

BAB 4

POKOK-POKOK METODOLOGI
FISIKA KUANTUM

Melalui pembahasan tiga bab sebelum ini, kita mulai menyadari perlunya
teori baru untuk menjelaskan perilaku entitas fisis yang tidak dapat dipas-
tikan apakah sebagai gelombang atau sebagai partikel. Sebab, teori-teori
yang telah ada (mekanika Newton maupun teori gelombang, baik yang di-
turunkan dari mekanika Newton maupun dari teori Maxwell) masing-ma-
sing hanya dapat digunakan untuk entitas fisis yang dapat dipastikan seba-
gai partikel atau sebagai gelombang. Kita juga telah memiliki suatu kriteria
yang jelas untuk menyatakan apakah suatu entitas fisis dapat digolongkan
ke dalam salah satu golongan (gelombang atau partikel) itu atau tidak. Kri-
teria tersebut adalah panjang gelombang de Broglie. Jika suatu entitas yang
mula-mula kita kenali sebagai partikel ternyata memiliki panjang gelom-
bang de Broglie cukup besar (sekurang-kurangnya dalam orde angstrom)
maka entitas tersebut tidak dapat dipastikan sebagai partikel.
Pada Bab 3 kita juga telah mendiskusikan bahwa hipotesis de Broglie
tidak dapat digunakan untuk mendapatkan fungsi gelombang yang diaso-
siasikan dengan partikel. Berdasarkan kenyataan ini maka timbullah suatu
pertanyaan penting tentang bagaimana cara mendapatkan fungsi gelom-
bang itu. Jika fungsi gelombang telah kita dapatkan, pertanyaan penting
berikutnya adalah bagaimana cara mendapatkan informasi tentang keada-
an partikel berdasarkan fungsi gelombang itu. Jawaban atas pertanyaan
pertama akan kita bahas di Bab 5, sedangkan pertanyaan kedua akan kita
diskusikan pada bab ini.
Pada bab ini akan kita pelajari pokok-pokok metodologi dalam fisika
kuantum, atau mekanika gelombang, yaitu suatu cabang fisika teori yang
menelaah perilaku entitas fisis yang tidak dapat dipastikan apakah sebagai
Sutopo Pengantar Fisika Kuantum 83
84 Pendeskripsian keadaan

gelombang ataupun sebagai partikel. Pokok-pokok tersebut meliputi: pen-


deskripsian keadaan sistem, pendeskripsian besaran fisika, dan pendes-
kripsian pengukuran beserta aspek-aspeknya. Pada bagian akhir bab ini ju-
ga akan dibahas bagaimana mendeduksi asas ketakpastian Heisenberg ber-
dasarkan prinsip pengukuran dalam fisika kuantum.

4.1 PENDESKRIPSIAN KEADAAN

Pada bagian akhir Bab 3 kita telah mengkaji makna fungsi gelombang.
Kesimpulan yang kita peroleh adalah: berdasarkan fungsi gelombang ter-
sebut kita dapat mengetahui keberadaan (posisi) partikel dan besarnya mo-
mentum linear yang dimilikinya, meskipun secara probabilistik. Mengingat
semua besaran dinamis yang kita kenal dalam fisika klasik (misalnya ener-
gi kinetik, energi potensial, gaya, momentum sudut, dan sebagainya) selalu
dapat dinyatakan sebagai fungsi momentum linear dan/atau posisi, maka
dapat diharapkan bahwa dari fungsi gelombang tersebut dapat diketahui
berbagai informasi tentang keadaan gerak partikel yang kita bicarakan.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka sangatlah masuk akal untuk
mempostulatkan: keadaan gerak sistem dideskripsikan dengan fungsi ge-
lombang. Pernyataan ini harus pula dimaknai secara berbalikan. Artinya,
sebagai pendeskripsi keadaan maka fungsi gelombang tersebut harus me-
muat semua informasi tentang sistem yang dibicarakan; misalnya: posisi,
momentum linear, energi, momentum sudut, dan besaran-besaran dinamis
lain yang kita perlukan.
Sebagaimana telah kita bahas di Bab 3, fungsi gelombang dapat kita
tampilkan dalam dua cara, yaitu dalam ruang posisi (dilambangi  ( x , t ) )
~
atau dalam ruang momentum linear (dilambangi  ( p , t ) ). Perlu segera di-
catat bahwa variabel x dalam fungsi gelombang tersebut bukan menyatakan
posisi partikel, melainkan menyatakan sederetan posisi yang mungkin ditem-
pati partikel. Demikian pula dengan variabel p, harus dipahami sebagai se-
deretan nilai momentum linear yang mungkin dimiliki partikel.
Berdasarkan postulat tersebut maka pekerjaan penting dalam fisika
kuantum adalah menemukan fungsi gelombang. Sebab dengan mengeta-
hui fungsi gelombang kita dapat mengetahui semua informasi yang kita
perlukan tentang sistem. Peranan fungsi gelombang ini, jika dianalogikan
dengan fisika klasik, analog dengan peranan trayektori partikel. Dengan
diketahuinya trayektori, yaitu posisi partikel pada sebarang waktu, kita da-
pat mengetahui nilai berbagai besaran fisika yang dimiliki partikel itu pada
setiap saat.

Pengantar Fisika Kuantum


Pendeskripsian besaran fisika 85

Mengingat pentingnya fungsi gelombang dalam fisika kuantum, maka


diperlukan cara tertentu untuk mendapatkan fungsi gelombang tersebut.
Salah satu cara untuk mendapatkan fungsi gelombang adalah dengan me-
nyelesaikan Persamaan Schrödinger. Tentang persamaan Schrödinger akan
kita bicarakan lebih lanjut pada Bab 5. Untuk sementara kita lanjutkan dulu
membahas aspek penting lainnya dalam metodologi fisika kuantum.

4.2 PENDESKRIPSIAN BESARAN FISIKA

Jika keadaan sistem dideskripsikan dengan fungsi gelombang, bagai-


manakah kita harus mendeskripsikan besaran fisika dalam fisika kuantum?
Jawaban atas pertanyaan itu dapat kita peroleh berdasarkan definisi
besaran, yaitu segala atribut yang dapat diukur dan dimiliki oleh suatu sis-
tem fisis. Berdasarkan definisi itu, ada dua aspek penting tentang besaran
fisika, yaitu dapat diukur dan dimiliki oleh sistem fisis. Dapat diukur ber-
arti nilainya (hasil ukurnya) harus real. Dimiliki oleh sistem fisis berarti
untuk mendapatkan nilainya kita harus mengerjakan sesuatu pada sistem
itu. Kedua aspek inilah yang akan memandu kita dalam mendeskripsikan
besaran fisika tersebut.
Karena keadaan sistem dideskripsikan sebagai fungsi gelombang, se-
dangkan perangkat yang dapat dikerjakan pada fungsi gelombang adalah
operator, maka satu-satunya pilihan untuk menyajikan besaran fisika ada-
lah operator. Selanjutnya, karena hanya operator Hermitean yang nilai ha-
rapnya pasti real (lihat bagian 4.4.4) maka dipostulatkan bahwa besaran
fisika dinyatakan sebagai operator Hermitean. Lebih lanjut tentang opera-
tor dapat Anda pelajari pada bagian 4.4 bab ini.
Sebagaimana telah disebut, semua besaran dinamis di fisika klasik se-
lalu dapat dinyatakan sebagai fungsi posisi dan/atau momentum linear.
Oleh karena itu perlu segera kita pelajari operator yang mewakili besaran
posisi dan momentum linear.

4.2.1 Operator Posisi


Operator yang mewakili besaran posisi r dilambangi R̂ , dan yang me-
wakili komponen Cartesannya (yaitu x, y, dan z) masing-masing dilam-
bangi Xˆ , Yˆ , dan Zˆ . Mulai sekarang, untuk membedakan operator dengan
besaran padanannya, operator kita lambangi dengan huruf besar bertopi.

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


86 Pendeskripsian besaran fisika

Cara kerja operator posisi bergantung pada ruang penyajian yang kita
gunakan. Dalam ruang posisi, di mana fungsi gelombang berbentuk  (r, t ) ,
operasi operator posisi dipostulatkan sebagai berikut.
ˆ ( r , t )  r ( r , t ) ,
R (4. 1)

yang berarti hanya mengalikan fungsi gelombang dengan posisi r. Dalam


bentuk komponen-komponennya, Persamaan (4.1) identik dengan

Xˆ ( r , t )  x ( r , t ) ,
Yˆ ( r , t )  y ( r , t ) , (4. 2)
Zˆ ( r , t )  z ( r , t ) .
Jadi, cara kerja operator komponen vektor posisi dalam ruang posisi adalah
mengalikan fungsi gelombang dengan komponen vektor posisi pada arah
yang bersesuaian.
Bagaimana cara kerja operator posisi di ruang momentum linear? Da-
~
lam ruang momentum linear, fungsi gelombang berbentuk  ( p , t ) yang me-
rupakan transformasi Fourier dari ( r , t ). Dengan demikian, operasi opera-
ˆ ~ ( p, t ). Untuk penye-
tor posisi dalam ruang momentum dituliskan secara R
derhanaan, tanpa mengurangi generalisasinya, kita gunakan kasus satu di-
~
mensi sehingga operasi tersebut dapat dituliskan secara Xˆ  ( p , t ). Dengan
menggunakan transformasi Fourier, ungkapan yang terakhir ini dapat diu-
bah menjadi

~  1  i px / 
Xˆ ( p , t )  Xˆ   e ( x , t ) dx 
 2 
1  i px /  ˆ
  e X ( x , t ) dx (4. 3)
2 
1  i px / 
  e x ( x , t ) dx .
2 
  ipx/
Integran dalam integral tersebut dapat diubah menjadi i e (x, t),
p  
  ipx / ipx /
sebab e ( x , t )   (  i x /  ) e ( x , t ). Dengan demikian, Persa-
p  
maan (4.3) menjadi

Pengantar Fisika Kuantum


Pendeskripsian besaran fisika 87

~   1  ipx /  
Xˆ  ( p , t )  i   e  ( x, t ) dx 
p  2  (4. 4)
 ~
 i  ( p , t ).
p
Ungkapan itu menunjukkan bahwa, dalam ruang momentum, operator po-

sisi berbentuk i .
p
Penjabaran tersebut dapat diperluas ke dalam kasus 3 dimensi. Hasil-
nya: operator yang mewakili komponen vektor posisi dalam ruang mo-
mentum linear masing-masing berbentuk:

Xˆ  i 
p x

Yˆ  i  (4. 5)
p y

Zˆ  i 
p z
atau dalam bentuk vektor:
ˆ  i  ,
R (4. 6)
p

dengan p  (i /px + j /py + k /pz).

4.2.2 Operator Momentum Linear


Operator yang mewakili besaran momentum linear p dilambangi P̂
sedangkan operator yang mewakili komponen Cartesannya (yaitu: px, py,
dan pz) masing-masing dilambangi Pˆx , Pˆy , dan Pˆz .
Cara kerja operator momentum linear bergantung pada ruang penya-
jian yang kita gunakan. Dalam ruang momentum, di mana fungsi gelom-
~
bang berbentuk  ( p , t ), operasi operator momentum linear dipostulatkan
sebagai berikut.
~ ~
Pˆ Ψ ( p, t )  p Ψ ( p, t ), (4. 7)
yang berarti hanya mengalikan fungsi gelombang dengan momentum p.

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


88 Pendeskripsian besaran fisika

Dalam bentuk komponen-komponennya, Persamaan (4.7) identik dengan


~ ~
Pˆx  (p, t )  p x  (p, t ) ,
~ ~
Pˆ  (p, t )  p  (p, t ) ,
y y (4. 8)
~ ~
Pˆz  (p, t )  p z  (p, t ) .
Jadi, cara kerja operator komponen vektor momentum linear dalam ruang
momentum adalah mengalikan fungsi gelombang dengan komponen mo-
mentum linear pada arah yang bersesuaian.
Bagaimana cara kerja operator momentum linear dalam ruang posisi?
Dalam ruang posisi, fungsi gelombang berbentuk ( r , t ). Dengan demikian,
operasi operator momentum dalam ruang posisi dituliskan secara P ˆ ( r , t ).
~
Karena  (r, t ). merupakan pasangan Fourier dari  (p, t ), yaitu
~ 
( p , t )  2  3 /2  e  i p.r / ( r , t ) d 3 r , (4. 9)

dan
 ~
( r , t )  2  3 /2  e i p.r / ( p , t ) d 3 p , (4. 10)

dengan dr  dx dy dz dan dp  dpx dpy dpz , maka dengan prosedur yang
sama dengan yang kita gunakan untuk mendapatkan operator posisi da-
lam ruang momentum, kita peroleh hubungan

Pˆ  (r, t )   i  r  (r, t ), (4. 11)

dengan r  (i /x + j /y + k /z). Ini berarti, dalam ruang posisi, ope-
rator momentum linear berbentuk:

Pˆ   i  r , (4. 12)

atau, dalam bentuk komponen-komponen Cartesannya:



Pˆx   i  ,
x

Pˆy   i  , (4. 13)
y

Pˆz   i  .
z

Pengantar Fisika Kuantum


Pendeskripsian besaran fisika 89

4.2.3 Operator Besaran Lain


Berikut akan kita rumuskan bagaimana menentukan operator besaran-
besaran lain, khususnya yang sudah kita kenal di dalam fisika klasik. Mi-
salnya: energi kinetik, energi potensial, Hamiltonan (jumlahan energi kine-
tik dan energi potensial), dan momentum sudut.
Besaran-besaran tersebut selalu dapat dinyatakan sebagai fungsi posisi
dan/atau momentum linear. Karena kita telah memiliki operator yang me-
wakili posisi dan momentum linear, maka kita dapat merumuskan opera-
tor bagi besaran-besaran tersebut. Prosedur yang kita lakukan adalah
dengan mengikuti kaedah pengkuantuman sebagai berikut.

1. Nyatakan definisi klasik besaran tersebut sebagai fungsi posisi r dan


atau momentum linear p.
2. Jika dalam ungkapan tersebut termuat perkalian skalar antara posisi
dan momentum linear, ganti p.r dengan ½(p.r + r.p). Setelah itu, ganti
setiap variabel posisi dengan operator posisi, dan setiap variabel mo-
mentum linear dengan operator momentum linear.
3. Jika dalam ungkapan tersebut tidak termuat perkalian skalar antara
posisi dan momentum linear, ganti setiap variabel posisi dengan ope-
rator posisi, dan setiap variabel momentum linear dengan operator
momentum linear.

Contoh soal 4.1

Dapatkan operator energi kinetik dalam: (a) ruang posisi, dan (b)
dalam ruang momentum linear.
Analisis
Definisi energi kinetik, yaitu ½ m v, jika dinyatakan dalam fungsi
2
p
momentum (p  mv) berbentuk Ek  . Dengan demikian, secara
2m
Pˆ 2
umum, operator energi kinetik berbentuk Eˆ k  .
2m

Dalam ruang posisi, mengingat P̂   i  , maka operator energi


kinetik berbentuk

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


90 Pendeskripsian besaran fisika

2 2 2  2 2 2 
Eˆ k      2  2  2  .
2m 2 m  x y z 
p2
Dalam ruang momentum, mengingat Pˆ  p , maka Eˆ k  .
2m

Contoh soal 4.2

Dapatkan operator momentum sudut dan komponen-komponen-


nya dalam ruang posisi.

Analisis
Definisi momentum sudut L adalah L  r  p, dengan r menya-
takan vektor posisi dan p momentum linear. Dengan demikian, se-
cara umum, operator yang mewakili momentum sudut adalah
Lˆ  R
ˆ  Pˆ . Dalam ruang posisi, operator ini berbentuk

Lˆ  r   i     i  r   .

Komponen momentum sudut pada sumbu X, Y, dan Z masing-


masing:
L x  yp z  zp y , L y  zp x  xp z , Lz  xp y  yp x .
Dengan demikian, secara umum, operator yang mewakili kompo-
nen momentum sudut dinyatakan sebagai berikut.

Lˆ x  Yˆ Pˆz  Zˆ Pˆy , Lˆ y  Zˆ Pˆx  Xˆ Pˆz , Lˆ z  Xˆ Pˆy  Yˆ Pˆx .

Dalam ruang posisi, operator-operator tersebut berbentuk:

         
Lˆ x  i   z  y  , Lˆ y  i   x  z  , Lˆ z  i   y  x  .
 y z   z x   x y

Pengantar Fisika Kuantum


Pendeskripsian pengukuran 91

4.3 PENDESKRIPSIAN PENGUKURAN

Dari uraian tentang pendeskripsian keadaan sistem dan besaran fisika


di depan tampaklah bahwa fisika kuantum bersifat teoretis. Metode yang
dikembangkan didasarkan pada postulat-postulat yang diyakini dapat di-
gunakan untuk membangun teori yang cocok dengan eksperimen. Ban-
dingkan dengan metode fisika klasik yang pada umumnya bersifat induktif
yang didasarkan pada gejala-gejala yang telah teramati. Berdasarkan ke-
nyataan itu, dapatlah diduga bahwa dalam hal pengukuran pun, fisika ku-
antum akan mendeskripsikannya secara teoretis pula.
Ada beberapa aspek yang perlu kita pahami tentang bagaimana fisika
kuantum mendeskripsikan pengukuran. Aspek-aspek yang dimaksud me-
liputi: proses pengukuran, dampak pengukuran, dan hasil pengukuran.

4.3.1 Proses Pengukuran


Dalam laboratorium, mengukur didefinisikan sebagai proses memban-
dingkan nilai (ukuran) suatu besaran dengan besaran sejenis yang ditetap-
kan sebagai satuannya. Bagaimana fisika kuantum mendefinisikan peng-
ukuran?
Mengingat keadaan sistem disajikan dalam bentuk fungsi gelombang,
sedangkan besaran fisika disajikan dalam bentuk operator, maka pengu-
kuran didefinisikan (secara matematis) sebagai proses pengerjaan operator
terhadap fungsi gelombang. Tentu saja operator yang dimaksud haruslah
operator yang mewakili besaran fisika yang diukur. Dengan demikian, jika
 menyatakan operator yang mewakili besaran yang diukur A dan 
menyatakan fungsi gelombang yang mendeskripsikan keadaan sistem saat
pengukuran, maka proses pengukuran tersebut dilambangi Â .

Pengukuran besaran fisis A pada saat keadaan sistem


Â  dideskripsikan dengan fungsi gelombang .

Pengukuran dua besaran atau lebih dapat digolongkan ke dalam dua


kelompok, yaitu pengukuran serempak dan pengukuran tidak serempak.
Pengukuran dikatakan serempak jika pengukuran besaran kedua dilaku-
kan tepat setelah pengukuran besaran pertama. Pengukuran dikatakan tidak
serempak jika pengukuran besaran yang kedua dilakukan setelah selang
waktu yang cukup lama dari pengukuran pertama.

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


92 Pendeskripsian pengukuran

Penulisan proses pengukuran serempak dua besaran, misalnya A dan


B, bergantung pada urutannya. Jika A diukur terlebih dahulu, maka proses
pengukurannya dilambangi

Pengukuran besaran A yang segera diikuti pengukuran besar-


Bˆ Aˆ  
an B pada saat keadaan sistem dinyatakan dengan fungsi .

dengan operator  dan B̂ secara berurutan mewakili besaran A dan B. Jika


B diukur terlebih dahulu, maka proses pengukurannya dilambangi

Pengukuran besaran B yang segera diikuti pengukuran besar-


Aˆ Bˆ  
an A pada saat keadaan sistem dinyatakan dengan fungsi .

Nanti akan kita lihat bahwa kedua proses tersebut tidak sama.

4.3.2 Dampak Pengukuran


Memperhatikan pengungkapan matematis proses pengukuran seba-
gaimana diuraikan di depan segera dapat dipahami bahwa proses pengukur-
an pada umumnya akan mengubah keadaan sistem. Pemahaman seperti itu mu-
dah didapatkan mengingat pengerjaan operator pada fungsi gelombang
pada umumnya akan mengubah fungsi gelombang tadi. Perhatikan pengo-
perasian operator  terhadap fungsi gelombang :

     . (4. 14)
Pada umumnya Ψ   Ψ. Berdasarkan postulat pertama, yaitu fungsi gelom-
bang mendeskripsikan keadaan sistem, dapatlah dipahami bahwa keadaan
tepat setelah pengukuran pada umumnya tidak sama dengan keadaan
tepat sebelum pengukuran.
Perlu dicatat bahwa perbedaan antarfungsi gelombang tidak cukup di-
lihat dari wujud masing-masing fungsi gelombang itu. Dua fungsi gelom-
bang dikatakan berbeda apabila fungsi gelombang pertama tidak dapat
dinyatakan sebagai perkalian fungsi gelombang kedua dengan suatu bi-
langan. Sebagai contoh, ketiga fungsi gelombang berikut ini:  1  e i kx ,
 2  e e i kx , dan  3  k e i kx , dengan k dan  suatu tetapan, merupakan
fungsi gelombang yang sama; meskipun secara tersurat semuanya berbeda.

Pengantar Fisika Kuantum


Pendeskripsian pengukuran 93

Di lain pihak, fungsi  1  A sin (kx) dan  2  A cos ( kx ) merupakan dua fung-
si yang berbeda, sebab tidak ada cara untuk menyatakan  1    2 dengan
 berupa tetapan.

Contoh soal 4.3


Selidikilah apakah pengukuran momentum linear akan mengubah
keadaan partikel jika keadaan partikel saat pengukuran dinya-
takan oleh fungsi gelombang:
i p0 x / 
(a)  1  A e ,
(b)  2  A sin ( p 0 x /  ) dengan A dan p0 suatu tetapan.
Analisis

Pengukuran momentum linear dinyatakan sebagai P̂ . Karena


fungsi gelombang disajikan dalam ruang posisi satu dimensi maka
d
operator momentum berbentuk Pˆ   i .
dx
d 1 d
(a) Pˆ  1   i
dx
  i
dx
   
A e i p0 x /   p 0 A e i p0 x /   p 0  1 .

Berarti keadaan partikel setelah pengukuran sama dengan keada-


an partikel sebelum pengukuran. Dengan kata lain, pengukuran
ini tidak mengubah keadaan partikel.
d 2 d
(b) Pˆ  2   i   i  A sin ( p 0 x /  )    i p 0  A cos ( p 0 x / ) .
dx dx
Fungsi gelombang setelah pengukuran tersebut berbeda dengan
fungsi gelombang sebelum pengukuran. Ini berarti pengukuran
tadi telah mengubah keadaan partikel.

Jika fungsi gelombang tidak berubah akibat pengoperasian suatu ope-


rator, dikatakan bahwa fungsi gelombang tadi merupakan fungsi eigen
(fungsi karakteristik) bagi operator tersebut. Bilangan yang muncul sebagai
faktor kesebandingan tadi disebut nilai eigen (nilai karakteristik) bagi ope-

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


94 Pendeskripsian pengukuran

rator tersebut. Pada contoh (a) tadi,  1 merupakan fungsi eigen bagi mo-
mentum linear dengan nilai eigen sebesar p0.

Contoh soal 4.4

Tunjukkan bahwa keadaan akhir akibat pengukuran momentum


linear dan posisi partikel secara serempak bergantung pada urut-
an pengukurannya.
Analisis
Tanpa mengurangi generalisasinya, kita asumsikan keadaan par-
tikel disajikan dalam ruang posisi, sehingga operator posisi dan
d
momentum linear masing-masing berbentuk: Xˆ  x dan Pˆ   i .
dx
Urutan pertama: pengukuran posisi diikuti pengukuran momentum.
d( x ) d  d 
Pˆ Xˆ   Pˆ x    i    i    x 
   i  1 x  .
dx  dx   dx 
Urutan kedua: pengukuran momentum diikuti pengukuran posisi.
d    i  x d .
Xˆ Pˆ   Xˆ   i  
 dx  dx
Jelaslah bahwa keadaan akhir kedua proses pengukuran tadi tidak
sama.

Bahwa keadaan sistem pada umumnya berubah akibat pengukuran,


sesungguhnya telah kita kenal dalam pemikiran klasik maupun dalam
pengukuran praktis di laboratorium. Contoh pengukuran yang tidak me-
ngubah keadaan sistem adalah pengukuran panjang meja dengan mistar.
Contoh pengukuran yang mengubah keadaan sistem adalah pengukuran
suhu suatu zat dengan termometer zat cair. Pada pengukuran ini, kita ha-
rus mencelupkan (jika yang diukur zat cair) atau menempelkan (jika yang
diukur zat padat) termometer pada zat yang diukur. Pada saat pengu-
kuran, pasti terjadi pertukaran panas antara zat yang diukur suhunya de-
ngan zat cair pengisi termometer. Kejadian ini tentu mengubah keadaan
termodinamik zat yang diukur.

Pengantar Fisika Kuantum


Pendeskripsian pengukuran 95

4.3.3 Hasil Pengukuran


Mengingat keadaan sistem pada umumnya berubah akibat pengukur-
an, maka pengukuran berulang-ulang akan menghasilkan hasil ukur yang
berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena keadaan pada pengukuran per-
tama dan keadaan pada pengukuran berikutnya pada umumnya berlainan.
Berkaitan dengan perubahan keadaan sistem akibat pengukuran itu,
ternyata kita tidak memiliki cara untuk mengetahui ke keadaan mana sis-
tem akan berubah akibat pengukuran itu. Dengan demikian, satu-satunya
cara yang paling logis adalah dengan menggunakan prinsip statistik. Da-
lam hal ini, keadaan yang dituju sistem setelah pengukuran dipostulatkan
bersifat probabilistik. Dengan demikian, hasil pengukuran yang kita per-
oleh juga bersifat probabilistik. Akibatnya, jika kita melakukan pengukur-
an secara berulang-ulang, hasil yang kita dapatkan berupa sekumpulan
nilai yang tersebar secara random atau acak.
Dengan menggunakan prinsip statistik maka hasil pengukuran dapat
kita nyatakan sebagai nilai harap (expectation value), atau nilai rata-rata sta-
tistik, beserta ketakpastiannya.

Nilai harap
Nilai harap hasil pengukuran besaran A pada saat keadaan sistem di-
nyatakan sebagai fungsi gelombang  didefinisikan sebagai berikut.
Dalam ruang posisi satu dimensi didefinisikan sebagai

  Aˆ dx ,
*

A  
(4. 15)
*
   dx


dan dalam ruang momentum satu dimensi didefinisikan sebagai


 ~* ~
  Aˆ  dp
A ~   . (4. 16)
 ~* ~
  dp
Tanda bintang menyatakan “konjugat kompleks dari”, artinya  * adalah
konjugat kompleks dari  . Penulisan lambang nilai harap dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu A atau  .
Karena perbedaan ruang penyajian secara fisik tidak membedakan
keadaan sistem maka hasil penghitungan nilai harap seharusnya tidak ber-
gantung pada ruang penyajian yang kita gunakan. Dengan demikian, ke-

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


96 Pendeskripsian pengukuran

dua cara penghitungan tadi harus menghasilkan nilai yang sama. Pembuk-
tian tentang ini diharapkan dilakukan sendiri oleh pembaca. Lihat bagian
Perlatihan di akhir bab ini.
Jika fungsi gelombang sudah ternormalkan, yaitu integral ke seluruh
ruang dari kuadrat modulusnya bernilai satu, maka penyebut pada kedua
persamaan terakhir tadi bernilai satu. Dengan demikian, jika fungsi gelom-
bang telah ternormalkan, penghitungan nilai harap tadi menjadi

A    ψ * Aˆ ψ dx , (4. 17)

atau

A ~  ~ * Aˆ ~ dp .

Ketakpastian hasil ukur


Ketakpastian hasil ukur didefinisikan sebagai deviasi standar atau
akar varians. Yang dimaksud varian adalah rerata dari kuadrat perbedaan
nilai ukur terhadap nilai harapnya.
Berdasarkan pengertian umum varians di atas, maka varians hasil pe-
ngukuran besaran A pada saat sistem memiliki keadaan  adalah:

 A2  ( Aˆ  A  ) 2    *( Aˆ  A  ) 2 dx
 -
  
   *Aˆ 2 dx  2 A    *Aˆ  dx  A  2   * dx
- - -
2
 Aˆ 2  2 A A  A

2
 Aˆ 2  A.

dengan A menyatakan varians hasil ukur A, <A> menyatakan rata-rata


dari kuadrat nilai A, dan <A> menyatakan kuadrat dari nilai harap A.

Dengan demikian, ketakpastian hasil pengukuran besaran A adalah:


2
A   A2  A2  A . (4. 18)

Contoh soal 4.5


Dapatkan nilai harap beserta ketakpastian hasil pengukuran mo-
mentum linear suatu entitas yang keadaannya dinyatakan sebagai

Pengantar Fisika Kuantum


Pendeskripsian pengukuran 97

fungsi gelombang A e i p0 x /  dengan A dan p0 suatu tetapan. Berda-


sarkan hasil pengukuran ini, apa arti fisik dari p0 tersebut?

Analisis
Fungsi gelombang tersebut belum ternormalkan, sebab
i p0 x / 

-   *  dx  A * A-  (e

) (e i p0 x /  ) dx  A * A- dx  1 .

Dengan demikian kita harus menggunakan Rumusan (4.15) dalam


semua perhitungan nilai harap.
Berdasarkan Rumusan (4.15) tadi, nilai harap momentum pada pe-
ngukuran ini adalah

- A * e
  i po x / 
  i ddx Ae i po x /   dx
 
A * A   dx
P     p0  p0 .
 
A * A  dx A * A   dx

Jadi nilai harap pengukuran momentum ini sebesar p0.


Untuk mendapatkan ketakpastian hasil ukur, kita harus meng-
hitung dulu <P>, yaitu
2



-
A * e  i po x / 
  i ddx  Ae i po x / dx 
A * A  dx
P2     ( p 0 )2  ( p 0 )2 .
 
A * A  dx A * A  dx

Dengan menggunakan Rumusan (4.18) didapatkan


2
P  P2  P  ( p 0 )2  ( p 0 )2  0 .

Jadi ketakpastian hasil ukur ini sebesar 0. Hal ini menunjukkan


bahwa hasil ukur bersifat pasti. Ini berarti bahwa pada setiap
pengulangan pengukuran selalu didapatkan hasil ukur yang
sama, dan nilai itu sama dengan nilai harapnya. Karena nilai
harapnya sebesar p0, berarti p0 yang ada di ungkapan fungsi
gelombang tadi menyatakan nilai momentum linear partikel.

i p x/
Contoh tadi menunjukkan bahwa fungsi gelombang A e 0 menya-
takan keadaan sistem yang memiliki momentum pasti sebesar p0. Kesim-

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


98 Pokok-pokok matematika

pulan ini cocok dengan pembahasan Contoh Soal 4.3 a. Berdasarkan ana-
lisis Contoh Soal 4.3 a dan 4.5 ini dapat disimpulkan bahwa keadaan eigen
bagi suatu besaran adalah suatu keadaan di mana nilai besaran tadi bersifat
pasti. Dengan demikian, pada keadaan eigen: (a) hasil ukur pada setiap
pengukuran berulang selalu tetap dan nilainya sama dengan nilai harap-
nya, dan (b) ketakpastian hasil ukur sebesar nol.

4.4 POKOK-POKOK MATEMATIKA

Pada bagian ini akan disajikan secara singkat perihal operator dan ope-
rasi-operasi dasar yang melibatkan fungsi gelombang dalam ruang fungsi
kompleks variabel real. Pembahasan singkat ini diharapkan dapat mem-
bantu pembaca memahami berbagai operasi matematika yang diperlukan
dalam fisika kuantum, khususnya yang melibatkan fungsi gelombang dan
operator.

4.4.1 Perkalian Skalar Antarfungsi-Gelombang


Perkalian skalar fungsi gelombang f(x) dengan fungsi gelombang g(x),
dalam urutan yang demikian, didefinisikan sebagai

 f , g   - f * g dx , (4. 19a)

dengan f  (x) menyatakan konjugat kompleks dari f (x). Perkalian skalar


menghasilkan suatu bilangan, yang pada umumnya tergolong bilangan
kompleks. Jika urutan perkalian dibalik, maka hasilnya merupakan kom-
plek konjugate dari hasil semula. Jadi perkalian skalar fungsi gelombang
g(x) dengan fungsi gelombang f(x), dalam urutan yang demikian, adalah
  *
g , f    g * f dx    f * g dx    f , g * . (4. 20b)
 
Perkalian skalar suatu fungsi dengan dirinya sendiri, (f, f), disebut
norm, atau kuadrat modulus fungsi itu, dan biasanya dilambangi |f|.
Norm suatu fungsi selalu berupa bilangan real positif. Jika |f| = 1, dikata-
kan bahwa f(x) telah ternormalkan.
Jika (f, g) = 0, dikatakan fungsi f(x) dan g(x) ortogonal (tegak lurus).
Secara khusus, jika kedua fungsi f(x) dan g(x) keduanya telah ternormalkan
dan (f, g) = 0, maka f(x) dan g(x) dikatakan ortonormal.
Berdasarkan definisi pada Persamaan (4.19) tadi dapat dibuktikan
beberapa hubungan penting berikut:

Pengantar Fisika Kuantum


Pokok-pokok matematika 99

 f ( x ), ag ( x )  bh( x )   a  f ( x ), g ( x )   b  f ( x ), h( x )  (4. 21 a)

ag ( x )  bh( x ), f ( x )   a * g ( x ), f ( x )  b* h( x ), f ( x )  (4. 22b)


dengan a dan b sebarang bilangan kompleks.
Disarankan agar Anda membandingkan konsep-konsep tadi dengan
konsep-konsep serupa yang ada di ruang vektor biasa. Sebagai misal, di
ruang vektor biasa ada konsep: (1) perkalian skalar antara vektor a dan b
yang didefinisikan sebagai a.b  ab cos, (2) jika a.b = 0 maka a dan b dika-
takan saling ortogonal, (3) norm a adalah a.a, dan sebagainya.

4.4.2 Ketaksamaan Schwarz


Pada perkalian skalar dalam ruang vektor biasa, kita mengenal ketak-
samaan: |a| |b|  (a.b). Serupa dengan itu, dalam ruang fungsi kom-
pleks juga berlaku ketaksamaan |f| |g|  |(f, g)|, yang disebut ketak-
samaan Schwarz. Karena komponen real bagi bilangan kompleks (f, g) dapat
diperoleh dari hubungan: Re(f, g) = ½ {(f, g)+(g, f)} dan |(f, g)| |Re(f, g)|
maka ketaksamaan Schwarz tersebut dapat dinyatakan sebagai
|f | |g|  | { (f, g) + (g, f) }| (4. 23)

4.4.3 Operator
Operator pada dasarnya merupakan perangkat matematika yang digu-
nakan untuk memanipulasi bilangan dan atau fungsi. Jadi penjumlah (+),
pengurang (), dan penderivatif (d/dx) merupakan beberapa contoh ope-
rator.
Operasi operator terhadap suatu fungsi pada umumnya akan mengha-
silkan fungsi baru. Operator yang tidak mengubah suatu fungsi disebut
operator identitas, dilambangi Iˆ . Jadi, terhadap sebarang fungsi f, opera-
tor identitas bersifat

Iˆ f  f . (4. 24)
Operator yang berfungsi membuat sebarang fungsi menjadi fungsi nol
disebut operator nol, dilambangi Ô . Jadi, terhadap sebarang fungsi f, ope-
rator nol bersifat

Oˆ f  0 . (4. 25)

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


100 Pokok-pokok matematika

4.4.4 Operator Hermitean

Definisi
Perkalian skalar antara fungsi  dan    Â (dalam urutan yang de-
mikian) menghasilkan bilangan kompleks

 , Aˆ     *Aˆ  dx . (4. 26a)

Jika urutannya dibalik, kita dapatkan bilangan

Aˆ  ,    Aˆ  * dx , (4.24b)

yang selalu merupakan konjugat kompleks bagi bilangan sebelumnya. Jika


kedua bilangan itu sama, operator  yang muncul pada persamaan itu di-
katakan bersifat Hermitean.
Jadi, jika  merupakan operator Hermitean maka berlaku hubungan
  *
 
 *Aˆ  dx   Aˆ   dx (4. 27)

untuk sebarang fungsi  yang square integrable.

Contoh Soal 4.6

Selidikilah apakah pˆ x   i  / x bersifat Hermitean!


Analisis
  *
 pˆ x    i 
*
pˆ x    i 
x x
Jika  pada Persamaan (4.25) kita isikan pˆ x   i  / x , maka ruas
kiri menghasilkan
   
  * Aˆ  dx    * ( i  ) dx   i    *d , (i)
  x  

dan ruas kanan menghasilkan


   * 
 ( Aˆ  )  dx   ( i 
*
) dx  i   d * . (ii)
x
Melalui teknik integrasi parsial, ruas terakhir Persamaan (ii) dapat

Pengantar Fisika Kuantum


Pokok-pokok matematika 101

diubah menjadi


i  d *  i   *



 *
 d   i   

 * d

yang ternyata sama dengan hasil di Persamaan (i). Ini berarti


bahwa pˆ x   i  / x bersifat Hermitean! Kesimpulan ini seharus-
nya memang demikian, sebab pˆ x   i  / x adalah operator yang
mewakili besaran fisika, yaitu momentum linear.

Nilai Harap Operator Hermitean


Sebagaimana telah kita sebutkan di bagian sebelumnya, nilai harap se-
barang operator  pada sistem yang menduduki keadaan ternormalkan  ,
didefinisikan sebagai
ˆ   *A
A ˆ  dx . (4. 28a)

-
Konjugat kompleks nilai harap tersebut adalah
*


Aˆ  
-  * A
*
-   
ˆ  dx    Aˆ  * dx . (4. 26b)

Jika  bersifat Hermitean maka, menurut Persamaan (4.25), ruas ter-


akhir Persamaan (4.26b) sama dengan ruas kanan Persamaan (4.26a). Ini
berarti ruas kiri kedua persamaan tersebut harus sama. Jadi
*
ˆ
jika  Hermitean maka A ˆ
 A . (4. 29)
 

Bilangan yang konjugat kompleksnya sama dengan dirinya sendiri adalah


bilangan real. Dengan demikian disimpulkan bahwa nilai harap operator
Hermitean selalu bersifat real. Atas dasar inilah mengapa operator yang
mewakili besaran fisika harus bersifat Hermitean.

4.4.5 Aljabar Operator


Penjumlahan operator
Dua operator atau lebih dapat dijumlahkan atau saling dikurangkan.
Hasilnya juga merupakan operator. Penjumlahan operator bersifat komu-
tatif.
Aˆ  Bˆ  Bˆ  A
ˆ. (4. 30)

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


102 Pokok-pokok matematika

Perkalian operator
Perkalian antara dua sebarang operator akan menghasilkan operator
baru. Pada umumnya perkalian operator bersifat tidak komutatif.

Pada umumnya: Aˆ Bˆ  Bˆ Aˆ . (4. 31)

Jika Aˆ Bˆ  Bˆ Aˆ , dikatakan bahwa kedua operator tersebut rukun (kompa-


tibel atau berkomutasi)

4.4.6 Komutator

Komutator antara operator  dan B̂ ,dilambangi [  , B̂ ], didefinisikan


sebagai berikut

[ Aˆ , Bˆ ]  Aˆ Bˆ  Bˆ Aˆ . (4. 32)
Berdasarkan definisi tersebut dapat dibuktikan identitas-identitas berikut.
1) [ Â , B̂ ] +[ B̂ , Â ] = 0
2) [ Â , Â ] = 0
3) [ Â , B̂ + Ĉ ] = [ Â , B̂ ] + [ Â , Ĉ ]
4) [ Â + B̂ , Ĉ ]= [ Â , Ĉ ] + [ B̂ , Ĉ ]
5) [ Â , B̂ Ĉ ] = [ Â , B̂ ] Ĉ + B̂ [ Â , Ĉ ] (4. 33)
6) [ Â B̂ , Ĉ ] = [ Â , Ĉ ] B̂ + Â [ B̂ , Ĉ ]
7) [ Â , [ B̂ , Ĉ ]] + [ Ĉ , [ Â , B̂ ]]+ [ B̂ , [ Ĉ , Â ] = 0̂

4.5 ASAS KETAKPASTIAN HEISENBERG

Pada Bab 3 kita telah mendeduksi asas ketakpastian Heisenberg untuk


pasangan (x, px) berdasarkan prinsip penafsiran Born. Informasi awal yang
kita perlukan pada saat itu adalah tentang fungsi gelombang. Jika kita telah
mengetahui fungsi gelombang dalam ruang posisi misalnya, maka dengan
menggunakan transformasi Fourier kita dapat mengetahui bentuk fungsi
gelombang tadi dalam ruang momentum. Demikian pula sebaliknya sehi-
ngga kita memiliki fungsi gelombang yang disajikan dalam ruang posisi
dan dalam ruang momentum. Prosedur berikutnya adalah menentukan
fungsi rapat peluang yang diikuti dengan menghitung ketakpastian posisi

Pengantar Fisika Kuantum


Asas ketakpastian Heisenberg 103

dan momentum. Pada bab itu kita juga menyadari bahwa proses penghi-
tungan secara analitik tidak selalu mudah dilakukan.
Pada bab ini, dengan prosedur lain, kita akan mendeduksi lagi asas ke-
takpastian Heisenberg tersebut. Prosedur yang akan kita lakukan adalah
berdasarkan prinsip pengukuran dalam fisika kuantum, yaitu berdasarkan
Persamaan (4.15) sampai Persamaan (4.18). Penerapan prinsip pengukuran
untuk mendeduksi asas ketakpastian Heisenberg ini juga akan memper-
kokoh keyakinan kita tentang kesahihan prinsip pengukuran tersebut. Beri-
kut akan kita gunakan prosedur itu untuk menghitung xp untuk bebe-
rapa keadaan.

4.5.1 Penghitungan xp untuk beberapa keadaan

Keadaan dengan momentum pasti


Pada Contoh Soal 4.5 kita telah mendapatkan fungsi gelombang bagi
partikel yang momentum linearnya pasti, sebesar p0, yaitu  (x) = A e i p0 x /  .
Kita juga telah menghitung nilai p pada keadaan itu, yaitu sebesar nol.
Berapa nilai x pada keadaan itu?
Untuk menghitung x, kita hitung dulu <x> dan <x> . Karena fungsi
gelombang belum ternormalkan dan dinyatakan dalam ruang posisi maka
untuk menghitung nilai-nilai tersebut kita gunakan Persamaan (4.15). Jadi

 * x dx - A * e - ip0 x / x Ae ip0 x / dx


 

x
-
  
   0,
- ip x / ip x /
- *  dx - A * e 0 Ae 0 dx
dan

 * x 2 dx - A * e - ip0 x /  x 2 Ae ip0 x / dx


 

x 2 -
  
  .
- ip0x / Ae ip0x /dx
- *  dx - A * e
Dengan demikian kita peroleh x, berdasarkan Persamaan (4.18), sebesar
2
x  x2  x  .

Penghitungan ini menunjukkan bahwa jika momentum dapat diten-


tukan secara pasti maka posisi partikel sama sekali tidak dapat diramalkan.
Hal ini sesuai dengan asas ketakpastian Heisenberg.

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


104 Asas ketakpastian Heisenberg

Keadaan dengan posisi partikel bersifat pasti


Penghitungan untuk keadaan di mana posisi partikel bersifat pasti diha-
rapkan dilakukan sendiri oleh pembaca. Hasilnya: x = 0 dan p =  .

Partikel terikat di sumur potensial kotak tak berhingga dalam


Fungsi gelombang yang menyajikan keadaan partikel terikat di sumur
potensial kotak tak berhingga berbentuk:

 2
 sin ( nx / a ) ;0 x  a
 ( x)   a

 0 ; x  0 atau x  a
dengan a menyatakan lebar sumur dan n bilangan asli {1, 2, 3, …}. Penja-
baran fungsi gelombang tersebut diuraikan tersendiri di Bab 6.
Karena fungsi gelombang tersebut sudah ternormalkan maka kita
dapat menggunakan Persamaan (4.17) untuk menghitung nilai harap. Jadi

x  - ψ* x ψ dx
0 a 
 - ψ* x ψ dx  0 ψ* x ψ dx  a ψ* x ψ dx

 0  0
a
 2 /a sin (nx / a) x   
2 /a sin ( nx/a) dx  0
2
2 a 2 a a
 0 x sin 2 (nx/a) dx    ,
a a 4 2

 2  1 1 
dan x 2  - * x 2 dx  - x
2
sin 2 (nx / a) dx  a 2   2
,

a  3 2 n 2 
sehingga diperoleh

2 1 1
x  x2  x a  2 2 . (4. 34)
12 2 n 

Ketakpastian momentum dihitung dengan tahapan sebagai berikut.


Menghitung <p> berdasarkan Persamaan (4.17), yaitu
d i n 2
p  - *   i  dx  
 a

 dx  a a
0 sin ( 2nx / a ) dx  0 .

Menghitung <p> berdasarkan Persamaan (4.17), yaitu

Pengantar Fisika Kuantum


Asas ketakpastian Heisenberg 105

  d2   2 n 2 2 2 a  2n 2 π 2
p 2  - *    2 2  dx  0 sin
2
( nππ / a ) dx  .
 dx  a2 a a2

Dengan demikian kita peroleh nilai ketakpastian momentum sebesar


2 nπ
p  p2  p  . (4. 35)
a
Akhirnya kita peroleh nilai perkalian xp sebesar

1 1 n 2 2 1
x p  n    . (4. 36)
12 2n 2 2 12 2

Nilai xp, berdasarkan Persamaan (4.34), hanya bergantung pada n. Kare-


na nilai n terkecil adalah 1, maka nilai minimum xp adalah 0,57  , yang
berarti masih lebih besar dari  /2. Kesimpulan ini juga cocok dengan asas
ketakpastian Heisenberg.
Persamaan (4.34) juga menunjukkan bahwa xp tidak bergantung
pada lebar sumur (a), meskipun ketakpastian posisi dan momentum linear
masing-masing bergantung pada lebar sumur (lihat Persamaan (4.32) dan
(4.33)). Untuk n tertentu, berdasarkan kedua persamaan tadi, x berban-
ding lurus terhadap lebar sumur dan p berbanding terbalik terhadap lebar
sumur. Ini berarti: semakin besar nilai x akan menyebabkan semakin ke-
cilnya nilai p, dan sebaliknya. Kesimpulan ini juga cocok dengan asas
ketakpastian Heisenberg.

Osilator harmonis pada keadaan dasar


Fungsi gelombang untuk osilator harmonis pada keadaan dasar ada-
1
  2 x2
lah ( x )  A e 2 dengan A suatu tetapan dan   m / , m menyatakan
massa osilator, dan  menyatakan frekuensi sudut osilator.
Penghitungan x
Berdasarkan Persamaan 4.15 kita peroleh
    2 x2

x
  * x dx   A * A x e
 
dx
0,
 2 2
 *  dx  A * A e   x dx
dan

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


106 Asas ketakpastian Heisenberg

 2  2   2 x2

x 2   * x  dx   A * A x e
 
dx ( 3 / 2 ) ( 1 / 2 )
 :
1
 2.
   2 x2 2 3 /2
2 1 /2
2
  *  dx  A * A e dx

Dengan demikian, berdasarkan Persamaan (4.18), diperoleh

2 2
x  x2  x  .
2

Penghitungan nilai p
Berdasarkan Persamaan (4.15) diperoleh
  d 
 *   i dx  dx  A * Axe

dx   2 x2

p   i   0.
   2 x2
 *  dx  A * A e dx

dan

  2 d 2 
    dx 2
 *  dx  2 2
A * A(  2  2 )( 1   2 x 2 )e   x dx
2
p    

   2 x 2
 *  dx  A * A e dx
 2 2   2 x2
 ( 1   x ) e dx   2 ( 3 /2 ) ( 1 / 2 )   2  2
 2  2   2  2  1  :  .
   2 x2
dx 2  3 /2 2  1 / 2  2
 e 

Dengan demikian, berdasarkan Persamaan (4.18) diperoleh


2 
p  p2  p  .
2
Akhirnya kita peroleh nilai perkalian x p sebesar
 1     
xp   2   2  . (4. 37)
 2  2  2
Merujuk pada asas ketakpastian Heisenberg, nilai tersebut merupakan
nilai minimum bagi perkalian xp. Perhatikan bahwa fungsi gelombang
yang menghasilkan nilai terkecil xp ini termasuk kelompok fungsi
Gaussan.
Keseluruhan contoh perhitungan di atas hasilnya sama dengan yang
kita lakukan dengan menggunakan prinsip penafsiran Born sebagaimana

Pengantar Fisika Kuantum


Asas ketakpastian Heisenberg 107

telah kita lakukan di Bab 3. Sangat disarankan kepada pembaca untuk


membandingkan sekali lagi proses dan hasil penghitungan di bab ini de-
ngan yang telah dilakukan di Bab 3. Metode mana yang lebih mudah/
sederhana?

4.5.2 Rumusan umum asas Ketakpastian Heisenberg


Berdasarkan prinsip pengukuran dapat diturunkan rumusan umum
asas ketakpastian Heisenberg untuk pasangan x dan p. Berdasarkan defi-
nisi varians sebagaimana diuraikan di depan kita peroleh hubungan
2
2  d 
 x2  p2     * x  x   dx     *   i 
 p   dx (4. 38)
    dx  
Untuk penyederhanaan perhitungan, tanpa mengurangi generalisasi-
nya, kita andaikan  (x) berupa fungsi genap sehingga <x> dan <p> = 0.
(Lihat pertanyaan analitis di bagian Perlatihan). Dengan demikian Per-
samaan (4.36) menjadi
2
 x2 p2    2 -  * x  dx -  * ddx dx .


2 
 2
(4. 39)
 
Integran pada integral pertama persamaan ini dapat diubah menjadi
( * x )( x ) , sedangkan integral kedua dapat diubah menjadi


 d 2  d d  d  d d *
- * dx 2
dx  - * d dx
 *
dx
 -
dx
d *   -
dx dx
dx .


Dengan demikian, Persamaan (4.37) dapat diubah menjadi

  d * d 
 x2 2p   2 - ( * x)( x ) dx  -


dx .
dx dx 
(4. 40)

d
Dengan mendefiniskan f  x dan g  , maka integral pertama Per-
dx
2 2
samaan (4.38) tidak lain adalah f dan integral keduanya adalah g .
Selanjutnya, berdasarkan ketaksamaan Schwarz f
2
g 
2

1
2
( f , g)  ( g , f ) 
2

maka Persamaan (4.38) dapat diganti dengan pernyataan

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


108 Rangkuman

2
2 2  
2 d  d * 
  
x p  - 
( * x ) dx  - x dx 
4  dx dx 
2
2    d d *   
2
    * x )  x   dx  .
4  -  dx dx  
 4
Penyelesaian integral di atas dapat dilakukan dengan teknik integral par-
sial (Lihat pertanyaan analisis no 4). Persamaan terakhir di atas identik
dengan

x p   x2 2p   / 2 . (4. 41)

Itulah pernyataan umum asas ketakpastian Heisenberg untuk pasangan x


dan px.

RANGKUMAN

1. Fisika kuantum dibangun untuk mendeskripsikan secara teoretis peri-


laku entitas fisis yang memiliki sifat ganda, yaitu sebagai partikel dan
juga sebagai gelombang. Dengan kata lain, fisika kuantum dibangun
untuk menyempurnakan teori-teori dalam fisika klasik yang pada da-
sarnya bersifat parsial, yaitu ada sekelompok teori yang khusus mem-
pelajari perilaku partikel dan ada sekelompok teori yang secara khusus
mempelajari perilaku gelombang.
2. Pada bab ini kita telah membahas tiga postulat dasar dalam fisika ku-
antum, yaitu postulat tentang pendeskripsian keadaan sistem, postulat
tentang pendeskripsian besaran fisika, dan postulat tentang pendes-
kripsian pengukuran beserta aspek-aspeknya.
3. Postulat tentang pendeskripsian keadaan sistem menyatakan bahwa
keadaan sistem disajikan dalam bentuk fungsi gelombang. Sebagai pe-
nyaji keadaan sistem maka fungsi gelombang harus memuat semua
informasi tentang sistem. Artinya, berdasarkan fungsi gelombang itu
kita harus dapat mengetahui berbagai nilai besaran fisika yang dimiliki
oleh sistem yang dibicarakan. Fungsi gelombang dapat disajikan da-
lam ruang posisi maupun dalam ruang momentum. Keduanya meru-
pakan pasangan Fourier.
4. Postulat tentang pendeskripsian besaran fisika menyatakan bahwa be-
saran fisika disajikan dalam bentuk operator Hermitean, yaitu suatu
operator yang nilai harapnya selalu berupa bilangan real. Operator-

Pengantar Fisika Kuantum


Rangkuman 109

operator yang mewakili besaran dinamis fundamental yaitu posisi dan


momentum linear telah kita rumuskan. Bentuk eksplisitnya bergan-
tung pada ruang penyajian yang kita gunakan seperti ditunjukkan
pada tabel berikut.
Lambang dan wujud operator yang mewakili posisi dan momentum linear
Bentuk eksplisit
Lambang
Besaran dalam ruang dalam ruang
operator
posisi momentum linear
Posisi X̂ x 
i
r = (x, y, z) p x
y 
Ŷ i
p y

Ẑ z i
p z

P̂x  px
Momentum  i
linear x
p = (px, py, pz)  py
P̂y  i
y

P̂z  i pz
z

5. Berdasarkan kedua operator besaran dinamis fundamental tersebut


dapat dirumuskan operator-operator bagi besaran lainnya, utamanya
yang definisi klasiknya sudah diketahui. Prosedurnya mengikuti kae-
dah pengkuantuman besaran fisika sebagai berikut.
 Nyatakan definisi besaran tersebut sebagai fungsi posisi dan/atau
momentum linear.
 Jika dalam ungkapan tersebut termuat perkalian skalar antara posi-
si dan momentum linear, ganti p.r dengan ½ (p.r + r.p). Setelah itu,
ganti setiap variabel posisi dengan operator posisi, dan setiap vari-
abel momentum linear dengan operator momentum linear.
 Jika dalam ungkapan tersebut tidak termuat perkalian skalar p.r,
langsung ganti setiap variabel posisi dengan operator posisi, dan se-
tiap variabel momentum linear dengan operator momentum linear.

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


110 Rangkuman

6. Postulat tentang pengukuran menyatakan hal-hal berikut.


 Mengukur, secara matematis, didefinisikan sebagai proses menger-
jakan operator yang mewakili besaran yang diukur pada fungsi ge-
lombang yang menyatakan keadaan sistem saat pengukuran.
 Keadaan sistem pada umumnya berubah akibat pengukuran. Pe-
ngukuran tidak akan mengubah keadaan sistem jika dan hanya jika
keadaan sistem saat pengukuran merupakan keadaan eigen bagi be-
saran itu. Keadaan akhir setelah pengukuran serempak dua besaran
yang berbeda pada umumnya bergantung pada urutan pengukur-
annya. Keadaan akhir akan sama jika dan hanya jika kedua operator
yang mewakili besaran yang diukur itu saling berkomutasi.
 Nilai ukur dari suatu proses pengukuran tidak dapat diprediksi se-
belumnya. Hal ini disebabkan karena setiap pengukuran akan me-
ngubah keadaan sistem sehingga hasil dari sederetan pengukuran
berulang tidak akan sama. Karena keadaan akhir setiap pengukuran
bersifat acak, maka hasil ukur berulang-ulang akan membentuk se-
deretan data yang bersifat acak. Dengan demikian, hasil ukur hanya
dapat ditentukan secara probabilistik atau statistik.
 Nilai harap pengukuran besaran A pada saat keadaan sistem dinya-
takan dengan fungsi gelombang  didefinisikan sebagai berikut.
  ~ ~
  * Aˆ  dx - * Aˆ  dp
Aˆ  -  .
   ~ ~
- * dx - *  dp
Ruas kedua digunakan dalam ruang posisi, sedangkan ruas terakhir
digunakan dalam ruang momentum linear.
 Ketidakpastian nilai ukur pada pengukuran besaran A pada saat
keadaan sistem dinyatakan dengan fungsi gelombang  didefini-
sikan sebagai berikut.
2
A  A2  A ,

dengan

  * Aˆ  dx  -~ * Aˆ ~ dp .
 2  2
ˆ2
A  - 

- *  dx -~ * ~ dp

Pengantar Fisika Kuantum


Perlatihan 111

7. Berdasarkan postulat pengukuran tersebut dapat dihitung nilai xp


pada berbagai keadaan. Hasilnya ternyata cocok dengan asas ketak-
pastian Heisenberg.
8. Nilai xp akan minimal (yaitu =  / 2 ) jika fungsi gelombangnya
berupa fungsi Gaussan.

PERLATIHAN

Pertanyaan Konsep
1. Dalam fisika klasik, bagaimanakah kedaan sistem dideskripsikan?
2. Mengapa dalam fisika kuantum keadaan sistem disajikan dalam ben-
tuk fungsi gelombang? Tidak dapatkah dideskripsikan dengan menye-
butkan semua nilai besaran fisik yang dimiliki?
3. Berdasarkan peranannya sebagai penyaji keadaan sistem, berikanlah
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh fungsi gelombang! (Petunjuk:
ingatlah bahwa dari fungsi gelombang itu kita dapat mendefinisikan
fungsi rapat peluang, baik untuk posisi maupun untuk momentum li-
near partikel!)
4. Haruskah fungsi gelombang secara lengkap memuat semua informasi
tentang sistem? Apakah informasi itu tampak secara eksplisit dalam
ungkapan matematis fungsi gelombang?
5. Perlukah besaran massa dan waktu dirumuskan operatornya?
6. Dalam perkuliahan fisika dasar kita mengenal 7 besaran pokok, yaitu
massa, waktu, panjang, temperatur, intensitas cahaya, kuat arus listrik,
dan jumlah zat. Mengapa yang diangkat sebagai besaran pokok (fun-
damental) dalam dinamika kuantum adalah posisi dan momentum li-
near? Bukankah momentum linear merupakan besaran turunan?
7. Apakah pandangan dalam fisika kuantum yang menyatakan bahwa
pengukuran pada umumnya mengubah keadaan sistem merupakan pernya-
taan yang mengubah pandangan klasik?
8. Pernyataan: “Mengukur merupakan proses mengerjakan operator terhadap
fungsi gelombang”, dapat dikatakan sebagai mematematiskan proses pe-
ngukuran. Apakah mematematiskan proses pengukuran juga ada di
fisika klasik, walaupun mungkin dalam bentuk yang berbeda?
9. Menurut fisika kuantum, hasil pengukuran bersifat statistik atau pro-
babilistik. Menurut Anda, apakah cara pandang seperti itu dapat
menghasilkan teori yang dapat diuji kebenarannya di laboratorium?

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


112 Perlatihan

10. Operator yang mewakili besaran fisika harus bersifat Hermitean ka-
rena nilai harap operator Hermitean selalu real. Apakah nilai besaran
fisika itu memang harus real?

Pertanyaan Analisis
1. Tiga fungsi gelombang berikut  1  e i kx ,  2  e e i kx , dan  3  k e i kx
dengan k dan  suatu tetapan, menyatakan suatu keadaan yang sama.
Ujilah pernyataan itu dengan: (a) menentukan fungsi rapat peluang
posisi partikel, dan (b) menghitung nilai harap momentum linear
partikel.
1
  2 x2
2. Hitung tetapan penormalan A pada fungsi gelombang  ( x )  A e 2

3. Jika  (x ) merupakan fungsi genap, tunjukkan bahwa <x> = <p> = 0.

 d
d *
x  dx   1 (Petunjuk: lakukan

4. Buktikan bahwa -   * x dx 
dx 
integrasi secara parsial dan ingat bahwa  bernilai nol di x    serta

- * dx  1 ).
 Pˆ 2
5. Buktikan bahwa: a) Xˆ  i , b) Xˆ  x, dan c) Eˆ k  Hermitean!
p x 2m

6. (a). Tunjukkan bahwa: (i) Xˆ Pˆx dan Pˆx Xˆ keduanya tidak Hermitean, te-
tapi (ii) Xˆ Pˆx  Pˆx Xˆ  bersifat Hermitean. (b) Berdasarkan pertanyaan (a)
tersebut, jelaskan mengapa dalam merumuskan operator yang mewa-
kili p.r kita harus terlebih dahulu mengubah p.r menjadi ½ (p.r + r.p)?
(Petunjuk: (i) ingat bahwa p.r = xpx + ypy + zpz, (ii) kaitkan persoalan ini
dengan postulat tentang pendeskripsian besaran fisika)
7. (a) Rumuskan bentuk eksplisit operator yang mewakili kuadrat mo-
mentum sudut dalam ruang posisi! (b) Rumuskan bentuk eksplisit
operator yang mewakili energi potensial osilator harmonis dalam
ruang: (i) posisi, dan (ii) dalam ruang momentum linear!

8.    
Tunjukkan bahwa: a) Xˆ,Pˆx  XˆPˆx  Pˆx Xˆ  i , b) Pˆ 2 , Xˆ   2i Pˆ
9. Apakah pengukuran momentum linear pada osilator harmonis dalam
keadaan dasar akan mengubah keadaan sistem? Bagaimana jika yang
kita ukur posisinya? energi kinetiknya? energi potensialnya?

Pengantar Fisika Kuantum


Perlatihan 113

10. Tunjukkan bahwa antarkomponen momentum sudut tidak saling ber-


komutasi, yaitu: [ Lˆ x , Lˆ y ]  i Lˆ z , [ Lˆ y , Lˆ z ]  i Lˆ x , [ Lˆ z , Lˆ x ]  i Lˆ y tetapi
setiap komponen momentum sudut komut dengan kuadrat mo-
mentum sudut, yaitu [Lˆ 2 , Lˆ y ]  0 , [Lˆ 2 , Lˆ z ]  0 , [ Lˆ 2 , Lˆ x ]  0 .
11. (a). Buktikan semua identitas komutator pada Persamaan (4.31).
(b). Jika [ Aˆ , [ Aˆ , Bˆ ]]  0 dan Bˆ , [ Aˆ , Bˆ ]]  0 tunjukkan bahwa
(i) [  , B̂ n] = n B̂ n1 [  , B̂ ] , (ii) [  n , B̂ ] = n  n1 [  , B̂ ]
(c). Kapan berlaku hubungan:

(i) Aˆ Cˆ Aˆ  Aˆ 2 Cˆ ? ˆ [A
(ii) A ˆ , Bˆ ] A
ˆ A
ˆ 2 [A
ˆ , Bˆ ] ?

12. Persamaan: A ˆ   a dengan a suatu bilangan, merupakan contoh

persamaan nilai eigen. Dalam hal ini,  disebut fungsi eigen bagi Â
dengan nilai eigen sebesar a. Berdasarkan peristilahan pada persamaan
nilai eigen tersebut, tunjukkan bahwa jika  dan B̂ saling berkomuta-
si dan  merupakan fungsi eigen bagi B̂ dengan nilai eigen b maka
Â juga fungsi eigen bagi B̂ dengan nilai eigen b juga.
13. Jika operator A ˆ dan Bˆ memenuhi hubungan Aˆ Bˆ   Bˆ Aˆ  dengan  me-
rupakan sebarang fungsi gelombang, manakah pernyataan-pernyataan
berikut yang benar?
a. Dampak pengukuran serempak besaran A dan B tidak bergantung
pada urutan pengukurannya.
b. Dimungkinkan menghasilkan ketakpastian serempak (A B) = 0
ˆ , Bˆ ]  0 .
c. [ A
14. Manakah pernyataan-pernyataan berikut yang benar perihal pendes-
kripsian pengukuran dalam fisika kuantum?
a. Pengukuran selalu mengubah keadaan sistem.
b. Hasil ukur bersifat probabilistik.
c. Hasil pengukuran suatu besaran di ruang momentum linear ber-
beda dengan hasil pengukuran di ruang posisi.
15. Operasi matematika berikut melibatkan unsur-unsur: fungsi (dilam-
bangi huruf-huruf yunani, operator (dilambangi huruf besar bertopi),
dan bilangan (dilambangi huruf-huruf biasa). Manakah operasi berikut
yang syah?
a. (,) = c b. Aˆ   c c. [ Aˆ , Bˆ ]  c

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum


114 Perlatihan

definisi 102
A posisi dan momentum 112
Asas ketakpastian Heisenberg
M
berdasar postulat pengukuran
102–3 Maxwell 83
rumusan umum 107 Metodologi Fisika Kuantum 84

B N
Born, Max 102, 106 Newton 83
Nilai eigen
D persamaan 113
de Broglie Nilai harap 95
hipotesis 83
O
F Operator
Fungsi eigen 113 besaran lain, kaedah
Fungsi gelombang pengkuantuman 89
norm 98 energi kinetik 89
perkalian skalar 98 Hermitean 85, 108, 112
Fungsi gelombang, analogi Hermitean
dengan trayektori klasik 84 definisi 100
nilai harap 101
G identitas 99
momentum linear
Gaussan, fungsi 106, 111 dalam ruang momentum 87
Gelombang de Broglie 83 dalam ruang posisi 88
momentum sudut 90
H
nol 99
Heisenberg, W operator-operator kompatibel
asas ketakpastian 84, 102, 103, 102
105, 106, 108, 111 penjumlahan 101
posisi
K dalam ruang momentum 86
kaedah pengkuantuman 89, 109 dalam ruang posisi 86
Komutator Ortogonal 98, 99
antarkomponen momentum Ortonormal 98
sudut 113 osilator harmonis 105, 112

Pengantar Fisika Kuantum


Perlatihan 115

P R
Pendeskripsian keadaan 84 Ruang momentum 84, 86, 87, 88,
Pengukuran 89, 90, 95, 102, 108, 109, 110,
dampak 92 112, 113
deskripsi kuantum 91 Ruang posisi 84, 86, 88, 89, 90,
hasil, probabilistik 95 93, 94, 95, 102, 103, 108, 109,
pengukuran serempak 91 110, 112, 113
proses 91
Persamaan Schrödinger 85 S
Postulat Fisika Kuantum Schrödinger
Pendeskripsian besaran 85 persamaan 85
Pendeskripsian keadaan 84 Schwarz
ketaksamaan 99, 107
SI 100

Bab 4: Pokok-pokok Metodologi Fisika Kuantum

Anda mungkin juga menyukai