Anda di halaman 1dari 28

Bab 6

Reaksi Inti

6.1 Mengenal Reaksi Inti

Salah satu jenis reaksi yang kita kenal selama ini adalah reaksi kimia,
misalnya
2H2 + O2 → 2H2 O

Na + Cl → Na+ + Cl− → NaCl

Pada reaksi kimia yang pertama terjadi pengelompokan ulang atom


sehingga terbentuk molekul baru. Pada reaksi kimia yang kedua terja-
di perpindahan elektron antar atom sehingga terbentuk ion positif dan
ion negatif, yang kemudian membentuk molekul. Pada reaksi kimia,
perubahan terjadi pada tingkat atom atau elektron, tanpa merubah
jenis inti.
Berbeda dengan reaksi kimia, reaksi inti terjadi pada tingkat in-
ti. Reaksi inti bisa berupa pengelompokan ulang nukleon (misalnya
peluruhan α) atau perubahan suatu nukleon menjadi nukleon yang
lain (misalnya peluruhan β) pada suatu inti, sehingga terbentuk inti
baru. Reaksi peluruhan merupakan salah satu contoh reaksi inti yang
berlangsung secara spontan. Meskipun demikian, tidak semua reaksi
inti berlangsung secara spontan. Untuk kasus tak spontan, suatu inti
target (T ) harus ditembak lebih dahulu dengan proyektil (p) dengan
energi kinetik tertentu. Sebagai hasilnya akan terbentuk inti baru

161
162 BAB 6. REAKSI INTI

atau inti residu (R) dan partikel emisi (x). Reaksinya dapat ditulis
sebagai
p + T → R + x, (6.1)

atau dalam notasi yang lebih ringkas1

T (p, x) R. (6.2)

Jenis proyektil yang biasa dipakai antara lain adalah netron (n atau
1 n), proton (p atau 11 p), deuteron (d atau 21 H), triton (t atau 31 H),
0
helium-3 (h atau 32 He), atau partikel alfa (α atau 42 He). Suatu reak-
si inti antara lain harus memenuhi hukum kekekalan nomor atom Z,
nomor massa A, dan massa-energi.

Contoh : Memahami reaksi inti


Carilah inti xi pada reaksi berikut: 59 Co (p, x1 ) 59 Ni, 27 Al (p, n) X2 ,
32 Si (α, γ) X , 197 Au 12 C, x 206 At, dan 116 Sn (x , p) 117 Sn.

3 4 5

Penyelesaian

• Untuk 59 Co (p, x1 ) 59 Ni, notasi lengkapnya adalah 59 59


27 Co (p, x1 ) 28 Ni.
Kita pakai hukum kekekalan nomor atom (Z) dan nomor massa
(A):

– hukum kekekalan Z: 27 + 1 = Zx1 + 28 → Zx1 = 0


– hukum kekekalan A: 59 + 1 = Ax1 + 59 → Ax1 = 1
– dapat disimpulkan bahwa x1 memiliki nomor atom 0 dan
nomor massa 1, sehingga x1 = n

• Untuk 27 Al (p, n) X2 , notasi lengkapnya adalah 27


13 Al (p, n) X2 se-
hingga X2 memiliki nomor atom 14 dan nomor massa 27, atau
1
Jika kita ingin menyertakan energi reaksinya, maka penulisannya adalah

p + T → R + x + Q,

atau
T (p, x) R Q = ...MeV.
6.1. MENGENAL REAKSI INTI 163

X2 = 27
14 Si

• Untuk 32 Si (α, γ) X3 , notasi lengkapnya adalah 32


14 Si (α, γ) X3 se-
hingga X3 memiliki nomor atom 16 dan nomor massa 36, atau
X3 = 36
16 S

• Karena notasi lengkapnya adalah 197 12 C, x 206 At,



79 Au 6 4 85 maka x4
memiliki nomor atom 0 dan nomor massa 3, atau x4 = 3n

• Karena notasi lengkapnya adalah 116 Sn (x , p) 117 Sn, maka x5


50 5 50
memiliki nomor atom 1 dan nomor massa 2, atau x5 = d.

6.1.1 Klasifikasi reaksi inti


Reaksi inti dapat dikelompokkan dalam berbagai kelompok, tergan-
tung pada batasan pengelompokannya.

• Berdasarkan perlu tidaknya pemicu, kita kenal reaksi spontan


(misalnya peluruhan radioaktif) dan reaksi tak spontan (misal-
nya reaksi yang terjadi pada reaktor nuklir atau akselerator).

• Berdasarkan nilai energi reaksi Q-nya, kita mengenal reaksi ek-


sotermik atau eksoergik (Q positif) dan reaksi endotermik atau
endoergik (Q negatif). Reaksi eksotermik bisa berlangsung se-
cara spontan. Sebaliknya reaksi endotermik (Q negatif) hanya
dapat terjadi jika proyektil dipercepat atau dinaikkan tempe-
raturnya sehingga energi kinetiknya Tp lebih besar dari energi
yang dibutuhkan |Q|, yang dapat dituliskan sebagai Tp > −Q
atau Q + Tp > 0. Nanti akan ditunjukkan bahwa
 energi
 ambang
mp +mT
untuk reaksi endotermik adalah Tp ≥ −Q mT .

• Berdasarkan ada atau tidak adanya interaksi antara proyektil


dan target, kita mengenal reaksi hamburan (proyektil terham-
burkan oleh target tanpa terjadi kontak antara keduanya) ma-
upun reaksi non hamburan (proyektil berinteraksi dengan tar-
get). Ada dua jenis hamburan yang kita kenal yaitu hamburan
elastik (elastic shape scattering, jika inti produk sama dengan
164 BAB 6. REAKSI INTI

inti reaktan) dan hamburan tak elastik (inelastic scattering, ji-


ka inti produk sama dengan inti reaktan, tetapi dalam keadaan
tereksitasi).

• Berdasarkan ukuran inti produk dan reaktan, kita mengenal re-


aksi fisi (pembelahan, di mana produk lebih kecil dibanding re-
aktan) dan reaksi fusi (penggabungan, di mana produk lebih
besar dibanding reaktan). Kedua jenis reaksi ini akan dibahas
tersendiri.

• Berdasarkan perpindahan nukleon dari proyektil ke inti target,


kita kenal reaksi memungut (pick up reaction, bila inti tar-
get mendapat tambahan nukleon dari proyektil) dan reaksi pe-
lepasan (stripping reaction, bila inti target kehilangan nukle-
on karena diambil proyektil). Contoh reaksi pelepasan adalah
16 O (d, t) 15 O dan 41 Ca (h, α) 40 Ca, sedang contoh reaksi tang-
kapan adalah 23 Na (h, d) 24 Mg dan 90 Zr (d, p) 91 Zr.

• Berdasarkan kekekalan jumlah proton dan jumlah netron, kita


mengenal reaksi di mana jumlah proton dan jumlah netronnya
tetap, seperti peluruhan alfa. Di samping itu ada juga reaksi
yang melibatkan perubahan netron menjadi proton (atau se-
baliknya), seperti peluruhan beta, sehingga jumlah proton dan
jumlah netronnya tidak tetap. Reaksi pertama terkait dengan
gaya nuklir kuat, sedang reaksi kedua terkait dengan gaya nuklir
lemah.

• Berdasarkan mekanisme terjadinya reaksi, kita mengenal reak-


si langsung (direct reaction, di mana reaktan langsung bere-
aksi dan menghasilkan produk, tanpa melalui inti perantara),
dan reaksi tak langsung atau reaksi majemuk (compound rea-
ction, di mana reaktan bereaksi membentuk inti majemuk se-
bagai perantara, yang kemudian meluruh menjadi inti produk).
Ada dua perbedaan antara reaksi langsung dan reaksi tak lang-
sung. Pertama, reaksi tak langsung berlangsung dalam rentang
10−18 − 10−16 s (waktu tersebut sekaligus merupakan umur paro
6.1. MENGENAL REAKSI INTI 165

inti majemuk), dan lebih lama dibanding waktu untuk reaksi


langsung (10−22 s, yang merupakan waktu tempuh proyektil da-
lam inti). Kedua, distribusi anguler dari partikel emisi untuk
reaksi langsung cenderung memiliki puncak yang lebih tajam
dibanding distribusi sejenis dari reaksi tak langsung.

Suatu inti majemuk bisa jadi merupakan hasil dari berbagai reaksi,
dan dapat meluruh dalam berbagai cara yang berbeda.2 Berikut disa-
jikan contoh berbagai reaksi majemuk dengan inti 20 Ne∗ sebagai inti
majemuk perantara.
 19 F

 +p


 19 Ne +n




 20 Ne +γ



 
 18 F +d
19 F

+p  

17 F +t

 

17 O + h 
 

 

 
 17 O +h
16 O + α 
 

→ 20 Ne∗ → 16 O
14 N + 6 Li 



 
 14 N + 6 Li
12 C + 8 Be 

 



 
 13 N +7 Li
10 B + 10 B 
 




 12 C + 8 Be




 11 C + 9 Be




 10 B + 10 B


 9B + 11 B

Contoh : Menghitung waktu tempuh netron dalam inti.


Hitunglah waktu tempuh netron 14 MeV dalam dalam inti U-238.

Penyelesaian
Waktu tempuh netron dalam inti adalah

2R 2R0 A1/3
t= =p .
v 2T /mn

2
Cara khas terjadinya reaksi majemuk, terkait dengan jenis inti pembentuk dan
inti yang dihasilkan, dikenal sebagai channel.
166 BAB 6. REAKSI INTI

Misalkan kita pakai mn = 939, 57 MeV/c2 dan R0 = 1, 2 fm, maka


didapatkan

2 × 1, 2 fm × 2381/3 26, 0233 × 10−15 m


t= q = = 2, 9 × 10−22 s.
2×14 MeV 0, 1726 c
939,57 MeV/c2

Gambar 6.1: Skema reaksi inti dalam kerangka laboratorium.

6.1.2 Energetika pada reaksi inti

Kita tinjau gambaran reaksi inti, di mana proyektil p menumbuk inti


target T yang diam. Untuk reaksi tersebut, hukum kekekalan massa-
energi menghasilkan

Q = (mT + mp − mR − mx ) c2 . (6.3)

Nilai Q tersebut akan muncul sebagai jumlahan energi kinetik partikel


yang terlibat dalam reaksi, yaitu

Q = TR + Tx − Tp . (6.4)

Kita tinjau reaksi tersebut dalam koordinat laboratorium, seperti


diperlihatkan pada Gambar 6.1. Prinsip kekekalan momentum linier
6.1. MENGENAL REAKSI INTI 167

memberikan kita persamaan

pp = px cos θ + pR cos φ
0 = px sin θ − pR sin φ.

Selanjutnya, karena p = (2mT )1/2 , maka persamaan di atas dapat


ditulis sebagai

(mR TR )1/2 cos φ = (mp Tp )1/2 − (mx Tx )1/2 cos θ


(mR TR )1/2 sin φ = (mx Tx )1/2 sin θ.

Sekarang kedua persamaan di atas kita kuadratkan lalu kita jumlah-


kan, di mana kita akan mendapatkan

mR TR = mx Tx + mp Tp − 2 (mp Tp mx Tx )1/2 cos θ,

atau
   
mx mp 2
TR = Tx 1+ − Tp 1− − (mp Tp mx Tx )1/2 cos θ.
mR mR mR

Dengan memanfaatkan hasil terakhir, Persamaan (6.4) dapat ditulis


sebagai

mx mp 2
Q= Tx + Tp − (mp Tp mx Tx )1/2 cos θ. (6.5)
mR mR mR

Persamaan terakhir dapat dipecahkan karena semua parameternya da-


pat dikontrol (mp dan Tp ) atau dapat diukur (mx , mR , Tx , θ). Persa-
maan tersebut memberi kita nilai energi yang dilepaskan pada suatu
reaksi,Q. Jika Q dapat dihitung dengan memanfatkan Persamaan
(6.3), maka Persamaan (6.5) dapat dipakai untuk menghitung energi
kinetik partikel emisi, Tx , Karena energi kinetik proyektil Tp biasanya
sudah diketahui, maka dengan mengetahui Q dan Tx , kita juga dapat
menghitung energi kinetik rekoil inti residu TR dengan menggunakan
Persamaan (6.4).

Sekarang kita tinjau reaksi tersebut dalam koordinat pusat massa,


168 BAB 6. REAKSI INTI

Gambar 6.2: Skema reaksi inti dalam kerangka pusat massa (PM)

seperti ditunjukkan pada Gambar 6.2. Dengan menggunakan hukum


kekekalan momentum

(mp + mT ) vpm = mp vp ,

kita dapatkan kecepatan pusat massa

mp
vpm = vp .
mp + mT

Selanjutnya, kita dapatkan energi kinetik pusat massa, sebagai beri-


kut
 2
1 2 1 mp
Tpm = (mp + mT ) vpm = (mp + mT ) vp
2 2 mp + mT
   
1 mp mp
= mp vp2 = Tp . (6.6)
2 mp + mT mp + mT

Pada persamaan di atas, Tp = 12 mp vp2 adalah energi kinetik partikel


dalam kerangka laboratorium. Selama reaksi, tidak seluruh energi
proyektil dalam kerangka laboratorium Tp dapat dipakai untuk energi
reaksi, melainkan harus dikurangi dengan energi kintik pusat massa
Tpm . Dengan demikian, energi yang tersedia untuk reaksi adalah

T0 = Tp − Tpm
   
mp mT
= Tp 1 − = Tp . (6.7)
mp + mT mp + mT
6.1. MENGENAL REAKSI INTI 169

Selanjutnya  reaksi akan berlangsung bila Q + T0 ≥ 0. Karena


 suatu
mT
T0 = Tp mp +mT , maka suatu reaksi akan berlangsung bila
 
mp + mT
Tp ≥ −Q . (6.8)
mT
 
mp +mT
Nilai energi minimum proyektil Tp,min = −Q mT dikenal se-
bagai energi ambang sebuah reaksi (threshold energy). Perlu diingat
bahwa Q berharga negatif, sehingga nilai Tp berharga positif. Un-
tuk proyektil yang bermuatan positif, dia akan mengalami gaya tolak
Coloumb ketika mendekati inti target, yang besarnya diberikan oleh

1 (Zp e) (ZT e) e2 Z Z
Bc = = Bc =  p T 
4πε0 Rp + RT 4πε0 R A1/3 + A1/3
p
0 T
Zp ZT
= 1, 22   MeV (6.9)
1/3 1/3
AT + Ap

Dalam hal ini, nilai energi proyektil Tp pada reaksi endotermik harus
memenuhi  
mp + mT
Tp ≥ Bc − Q . (6.10)
mT
Kelebihan energi partikel sebesar Bc akan dipakai sebagai energi ki-
netik partikel hasil reaksi, Tx dan TR . Untuk reaksi eksotermik, harus
dipenuhi
Tp ≥ Bc . (6.11)

Jika suatu reaksi eksotermik melepaskan energi sebesar Q3 , maka


energi tersebut dipakai sebagai energi kinetik T dari partikel emisi
x dan inti rekoil yang terbentuk R, atau = Tx + TR . Selanjutnya,
dengan mengacu pada Persamaan (5.9), didapatkan
 
Q mR
TX = mx = Q, (6.12)
1+ mR
mx + mR

3
Nilai Q yang dimaksud di sini juga mencakup kelebihan energi kinetik proyek-
til.
170 BAB 6. REAKSI INTI

dan  
Q mx
TR = mR = Q. (6.13)
1+ mX
mx + mR

Contoh : Menghitung energi ambang reaksi


Hitunglah energi ambang reaksi 14 N (α, p) 17 O.

Penyelesaian
Dengan menggunakan hukum kekekalan massa energi, didapatkan

Q = (mN −14 + mα − mp − mO−17 ) c2


= (14, 003074 + 4, 002603 − 1, 007276 − 16, 999131) × 931, 5
= −0, 6800 MeV

Terlihat bahwa reaksi 14 N (α, p) 17 O adalah reaksi endotermik dan


membutuhkan energi ambang agar bisa berlangsung. Besarnya energi
ambang untuk reaksi tersebut adalah
 
mp + mT
Tp = −Q
mT
 
4, 002603 + 14, 003074
= − (−0, 6800) = 0, 8742 MeV
14, 003074

Besar gaya tolak Coloumb adalah

7×2
Bc = 1, 22  = 4, 2026 MeV.
141/3
+ 41/3

Dengan demikian, partikel alfa harus memiliki energi minimal sebesar


5,0768 MeV.

6.1.3 Tampang reaksi inti

Sekarang kita tinjau seberkas proyektil dengan intensitas φ0 (dalam


satuan jumlah proyektil per satuan luas) yang mengenai bahan tar-
get dengan kerapatan inti per satuan luas N , sehingga berkas yang
diteruskan tinggal φ, seperti diperlihatkan pada Gambar 6.3. Dengan
demikian, berkas yang diserap oleh bahan target harusnya sebanding
6.1. MENGENAL REAKSI INTI 171

kerapatan inti N , intensitas proyektil φ, serta luas efektif interaksi


proyektil dan target σ, dan dapat ditulis sebagai

Gambar 6.3: Gambaran berkas sinar proyektil yang mengenai target.

∆φ = −N φσ. (6.14)

Pada persamaan di atas, σ dikenal sebagai penampang reaksi atau


penampang lintang (crosssection). Karena N σ adalah kuantitas tak
berdimensi, maka tampang lintang σ berdimensi luas. Satuan σ yang
sering dipakai adalah barn (b), di mana 1 b = 10−28 m2 .
Bagaimana ungkapan tampang lintang σ untuk reaksi inti? Se-
cara geometris, suatu proyektil dengan jari-jari Rp akan berinteraksi
dengan inti target dengan jari-jari RT , jika jarak keduanya adalah
R ≤ (Rp + RT ). Dengan kata lain, proyektil akan bereaksi dengan
inti target jika berada pada lingkaran yang berpusat di pusat inti
target, dengan jari jari Rp + RT . Luas lingkaran π (Rp + RT )2 meru-
pakan permukaan efektif terjadinya reaksi, dan dikenal sebagai nilai
tampang lintang. Sekalipun demikian, ada juga faktor koreksi terkait
dengan rasio antara energi kinetik proyektil (dalam koordinat pusat
massa) Tpm dan gaya tolak Coulumb (lihat Pers. (6.9)). Dengan de-
mikian, kita dapatkan ungkapan ketergantungan σ terhadap energi
proyektil Tpm (lihat Pers. (6.6)), sebagai berikut
 
Bc
σ = π (Rp + RT )2 1 − . (6.15)
Tpm
172 BAB 6. REAKSI INTI

Tampang reaksi nuklir juga dapat diukur secara eksperimen.4

Contoh : Menghitung nilai σ


Hitunglah tampang reaksi Ca-48 dan Pb-208, jika energi kinetik Pb-
208 dalam sistem laboratorium adalah Tlab = 256 MeV.

Penyelesaian
Kita hitung lebih dahulu jari-jari tampang lintang
   
1/3
Rp + RT = R0 Ap1/3 + AT = 1, 2 fm 481/3 + 2081/3 = 11, 47 fm,

dan gaya tolak Coulumb

e2 Zp ZT 20 × 82
BC = = 1, 44 MeV.fm = 205, 9 MeV,
4πε0 Rp + RT 11, 47 fm

serta energi kinetik peoyektil dalam sistem pusat massa (Persamaan


(6.6))
 
mp
Tpm = Tlab
mp + mT
 
207.976652
= 256 = 208, 03 MeV.
47, 952534 + 207.976652

Sekarang kita dapat menghitung tampang reaksi


 
2 205, 9
σ = π (11, 47 fm) 1− = 417 b = 44, 1 mb.
208.03

Sekarang kita lihat pengaruh σ terhadap interaksi. Untuk serap-


an yang kecil, kita bisa mengganti ∆φ dengan dφ serta mengganti
kerapatan atom per luas N dengan ndx di mana n adalah kerapat-
an atom per satuan volume dan dx adalah ketebalan bahan target.
Dengan demikian, Persamaan (6.14) dapat ditulis sebagai


= −nσdx,
φ
4
Silahkan lihat Abdurrouf, Pengukuran tampang reaksi neutron cepat pada bah-
an struktur Mg, Si, V, Fe, Cu, dan Zr, Skripsi S1, Fisika UB (1994).
6.1. MENGENAL REAKSI INTI 173

atau5
φtransmisi = φ0 e−nσx . (6.16)

Dengan demikian, berkas sinar yang diserap melalui bahan dengan


kerapatan n, ketebalan x, dan tampang lintang σ adalah

φawal − φtransmisi = φ0 1 − e−nσx .




Biasanya nilai intensitas φ dari suatu ion dengan muatan ne dinya-


takan dalam arus I, di mana hubungan keduanya adalah

I (coulumb/s)
φ (partikel/s) = .
ne (coulumb/partikel)

Contoh : Menghitung φ

• Hitunglah intensitas proton dari arus proton yang memiliki arus


sebesar 1 µA.

• Hitunglah intensitas Ar17+ dari arus Ar17+ yang memiliki arus


sebesar 4 µA.

Penyelesaian

• Intensitas proton dari arus proton adalah

10−6 C/s
φ= = 6, 24 × 1012 proton/s.
1, 602 × 10−19 C/proton

Dari sini didapatkan identitas untuk arus proton: 1 µA proton =


6, 24 × 1012 proton/s.

• Intensitas Ar17+ dari arus Ar17+ dapat dihitung sebagai berikut

4 × 10−6 C/s
φ= = 1, 47 × 1012 Ar17+ ion/s
17 × 1, 602 × 10−19 C/ion

Jika setiap proyektil yang diserap oleh bahan berinteraksi dengan inti
5
Dalam skala makro, persamaan di atas biasa ditulis sebagai φ = φ0 e−µx , di
mana µ = nσ adalah koefisien serapan per satuan panjang.
174 BAB 6. REAKSI INTI

target, maka intensitas inti yang bereaksi adalah

dN
= φ0 1 − e−nσx .

(6.17)
dt

Untuk target dengan ketebalan (x) yang sangat kecil, maka jumlah
inti yang mengalami reaksi dapat didekati sebagai

dN
≈ φ0 nσx.
dt

Jika inti yang bereaksi dengan proyektil kemudian meluruh dengan


laju λN , maka didapatkan laju total pembentukan inti radioaktif

dN
≈ φ0 nσx − λN.
dt
d(λN )
Persamaan terakhir dapat ditulis sebagai φ0 nσx−λN = d (λt), di mana
solusinya adalah ln (φ0 nσx − λN )|N
0 = −λt atau φ0 nσx−λN
φ0 nσx = e−λt .
Dari ekspresi terakhir didapatkan aktivitas radioaktif A = λN =
φ0 nσx 1 − e−λt . Pada akhirnya akan didapatkan


φ0 N σ  
N= 1 − e−λt . (6.18)
λ

Contoh : Menghitung aktivitas inti hasil reaksi


Hitunglah aktivitas No-254 (waktu paro 55 s) yang dihasilkan dari
iradiasi Pb-208 dengan Ca-48, selama 1 menit. Asumsikan kerapatan
massa Pb-208 adalah 0, 5 mg/cm2 , arus Ca-48 adalah 0,5 µA partikel,
dan tampang reaksi 208 Pb 48 Ca, 2n adalah 3,0 µb.


Penyelesaian
Karena aktivitas didefinisikan sebagai A = φN σ 1 − e−λt , maka


lebih dahulu kita hitung semua komponen yang terlibat, yaitu


m/A (0,5×10−3 )×(6,02×1023 )
• N= BM × NA = 208 = 1, 44 × 1018 atom/cm2

• σ = 3 × 10−30 cm2
0,5×10−6
• φ= 1,602×10−19
= 3, 12 × 1012 ion/s
6.2. REAKSI FISI 175

• λ= ln 2
55 = 1, 26 × 10−2 s−1

Dengan demikian, aktivitas dari inti yang terbentuk adalah A =


7, 2 peluruhan/detik.

6.2 Reaksi Fisi


6.2.1 Mengapa reaksi fisi?
Reaksi fisi nuklir (nuclear fision reaction) atau dikenal sebagai reaksi
fisi adalah pembelahan inti berat menjadi dua buah inti yang lebih
ringan. Pembelahan ini menghasilkan energi yang besarnya dapat
dinyatakan sebagai fungsi fraksi energi ikat inti, f , sebagai berikut

Q = (mreaktan − Σmproduk ) × c2
= −Breaktan + ΣBproduk
= −Areaktan freaktan + Σ (Aproduk fproduk ) . (6.19)

Mengingat inti produk biasanya memiliki nomor massa A yang hampir


sama, maka fraksi energi ikat produknya juga tidak berbeda jauh
sehingga dapat dipakai pendekatan

ΣAproduk fproduk ≈ f¯produk ΣAproduk = Areaktan f¯produk ,

di mana f¯produk adalah nilai rata-rata dari fraksi energi ikat produk.
Dengan demikian, Persamaan (6.19) dapat didekati sebagai

Q = Areaktan f¯produk − freaktan ,




yang menunjukkan bahwa reaksi fisi akan menghasilkan energi jika


f¯produk > freaktan .6 Ini berarti bahwa reaksi fisi terjadi pada in-
ti dengan nomor massa Areaktan yang besar, dan menghasilkan inti
6
Secara umum selisih antara fproduk dan freaktan adalah 0,9 MeV. Karena
untuk uranium A = 235, maka energi yang dilepaskan pada reaksi fisi adalah
sekitar 210 MeV.
176 BAB 6. REAKSI INTI

baru dengan Aproduk yang lebih kecil, tetapi tidak akan lebih kecil
dari inti dengan f terbesar, yaitu Fe-56. Dapat disimpulkan bahwa
56 < Aproduk < Areaktan .

Contoh : Menghitung energi reaksi fisi


Misalkan U-236 membelah menjadi 2 inti yang sama besar. Hitunglah
energi yang dilepaskan dengan menggunakan pendekatan massa dan
pendekatan energi ikat

Penyelesaian
Reaksi pembelahan U-236 menjadi 2 inti sama besar dapat ditulis
sebagai
236
92 U → 2118
46 Pd + Q.

Nilai Q dapat dihitung sebagai berikut

• Dengan pendekatan massa

Q = (mU−236 − 2mPd−118 ) × c2
= (MU−236 − 2MPd−118 ) × c2
= (236, 045568 − 2 × 117, 91898) u × 931, 5 Mev/u
= 193, 38 MeV

• Dengan pendekatan energi ikat (koefisien Ferbel)

Q = 2 × BP d−119 − BU −238
= 2 × 118 × fP d−118 − 236 × fU −236
= 2 × 118 × 8, 21 − 236 × 7, 41
= 189, 88 MeV

Lalu, mengapa terjadi perbedaan energi ikat yang begitu besar antara
produk dan reaktan? Menurut model SEMF, energi ikat inti terdistri-
busi atas komponen-komponennya (lihat Pers. (2.3)). Jika suatu inti
berat membelah menjadi 2 inti yang lebih ringan yang besarnya sama,
maka energi yang dilepaskan, jika kita hitung sampai suku asimetris,
6.2. REAKSI FISI 177

adalah

Q = 2 × Bp − Br
= (2Bv,p − Bv,r ) − (2 × Bs,p − Bs,r ) − (2 × Bc,p − Bc,r )
− (2 × Ba,p − Ba,r )

Pada persamaan terkahir, indeks p dan r masing-masing untuk pro-


duk dan reaktan.

Contoh : Menghitung komponen energi reaksi fisi


Misalkan U-236 membelah menjadi 2 inti yang sama besar. Hitunglah
(i) perubahan komponen energi volume, (ii) perubahan komponen
energi permukaan, (iii) perubahan komponen energi Coulumb, serta
(iv) perubahan komponen energi asimetri.

Penyelesaian
Reaksi pembelahan U-236 menjadi 2 inti sama besar adalah reaksi
236 U → 2118
92 46 Pd. Perubahan komponen energinya adalah

• Perubahan komponen energi volume

∆Bv = 2 × Bv−P d−118 − Bv−U −236


= 2 × [av A]P d−118 − [av A]U −236
= av × [2 × 118 − 236]
= 0 MeV

• Perubahan komponen energi permukaan

∆Bs = 2 × Bs−P d−118 − Bs−U −236


h i h i
= 2 × aS A2/3 − aS A2/3
h P d−118
i U −236
2/3 2/3
= 17, 86 × 2 × 118 − 236
= 177, 28 MeV
178 BAB 6. REAKSI INTI

• Perubahan komponen energi Coulumb

∆Bc = 2 × Bc−P d−118 − Bc−U −236


   
Z (Z − 1) Z (Z − 1)
= 2 × ac − ac
A1/3 P d−118 A1/3 U −236
 
46 × 45 92 × 91
= 0, 72 × 2 × −
1181/3 2361/3
= −367, 70 MeV

• Perubahan komponen energi asimetri

∆Ba = Ba−P d−118 − 2 × Ba−U −236


" # " #
(A − 2Z)2 (A − 2Z)2
= aa − 2 × aa
A A
P d−118 U −236
 2
272

54
= 23, 3 × −2×
236 118
≈ 0 MeV

• Perubahan komponen energi pairing

∆Bp = Bp−P d−118 − 2 × Bp−U −236


h ap i h a i
p
= 2 × 3/4 −
A P d−118 A3/4 U −236
 
2 1
= 34 × −
1183/4 2363/4
≈ 0, 53 MeV

Terlihat bahwa Q = ∆Bv −∆Bs −∆Bc −∆Ba = 0−177, 28+367, 70+


0 − 0, 53 = 189, 88 MeV, sama dengan hasil sebelumnya. Nlai Q ter-
kait dengan perubahan energi permukaan dan energi Coulumb. Nilai
∆Bs positif, menunjukkan bahwa pembelahan inti akan meningkatkan
6.2. REAKSI FISI 179

Tabel 6.1: Jenis netron


Jenis Energi
netron termal 0,025 eV
netron epitermal 1 eV
netron lambat 1 keV
netron cepat 100 keV - 10 MeV

energi permukaan. Nilai ∆Bv negatif, menunjukkan bahwa pembelah-


an inti akan mengurangi energi Coulomb. Ini berarti, faktor utama
pembelahan inti adalah karena tingginya gaya tolak Coulumb pada
inti berat.

6.2.2 Energi pada reaksi fisi

Pada kenyataanya, reaksi fisi tidak terjadi secara spontan. Suatu inti
akan meluruh jika ditembak dengan sebuah partikel ringan. Salah
satu partikel ringan yang banyak dipakai sebagai proyektil adalah
netron, karena tidak bermuatan sehingga tidak mengalami efek gaya
tolak Coulumb ketika mendekati inti. Salah satu contoh reaksi fisi
adalah

235 ∗
92 U +10 n → 236 93 141 1
92 U → 37 Rb + 55 Cs + 20 n + Q.

Pada reaksi di atas, digunakan netron termal (T = 300 K atau setara


dengan energi kinetik 0, 026 eV). Pengelompokan netron berdasarkan
energinya disajikan pada Tabel 6.1. Untuk 235
92 U yang ditembak netron
termal, dapat dihasilkan berbagai inti produk, dengan nomor massa
A merentang antara 80-100 dengan puncak pada A = 95 (contoh
kategori ini adalah Rb-93) dan 125-155 dengan puncak pada A = 140
(contoh kategori ini adalah Cs-141), seperti ditunjukkan pada Gambar
6.4.
Pada reaksi di atas, 236 U∗ adalah inti tak stabil, yang kemudian
92
meluruh menjadi 93 Rb dan 141
37 55 Cs, di mana keduanya dikenal sebagai
fragmen fisi primer. Mengacu pada syarat ketabilan inti (Pers. (2.7)),
suatu inti stabil dengan A = 93 harusnya memiliki Z = 40, sedangkan
180 BAB 6. REAKSI INTI

Gambar 6.4: Inti produk hasil reaksi fisi termal dar U-235 (Loveland,
2006).

inti stabil dengan A = 141 harusnya memiliki Z = 58. Ini berarti


kedua inti tersebut masih kelebihan netron, sehingga akan mengalami
peluruhan beta sampai didapatkan kondisi yang stabil.

93
37 Rb−6 detik 93 Sr 7 menit 93 Y 10 jam 93 Zr 106 tahun 93 Nb
−−−−−−→38 −−−−−−−→39 −−−−−−−→40 −−−−−−−−−→41
141
55 Cs−25 detik 141 Ba 18 menit 141 La 4 jam 141 Ce 33 hari 141 Pr
−−−−−−−→56 −−−−−−−−→57 −−−−−−→58 −−−−−−−→59
Inti Nb-93 dan Pr-141 dalam hal ini merupakan produk akhir fisi.

Contoh : Menghitung energi reaksi fisi


235 U +10 n → 236 ∗ 93 141 1
Tinjau reaksi 92 92 U → 37 Rb + 55 Cs + 20 n + Q.

• Tuliskan reaksinya

• Rumusan untuk energi reaksinya

Penyelesaian
Pada reaksi di atas, 93 Rb dan 141 Cs bukan produk akhir. Rb-93
37 55
6.2. REAKSI FISI 181

Tabel 6.2: Distribusi energi hasil reaksi fisi untuk U-235


Energi langsung (MeV) Energi tunda (MeV)
energi kinetik produk 167 partikel beta 7
energi kinetik netron 5 sinar gamma 6
sinar gamma langsung 5 neutrino 10
sinar gamma dari tangkapan 10
Total energi langsung 187 Total energi tunda 23

berubah menjadi Nb-93, yang berlangsung melalui 4 kali peluruhan


beta. Dengan demikian, didapatkan produk samping berupa 4 elek-
tron dan 4 anti netrino elektron. Hal yang sama terjadi pada perubah-
an Cs-141 menjadi Pr-141. Dengan demikian, persamaan reaksinya
adalah

235 ∗
92 U +10 n → 236 93 141 1
92 U → 41 Nb + 59 Pr + 20 n + 8e + 8ν̄e + Q.

Karena anti neutrino elektron tidak memiliki massa diam, massa elek-
tron sangat kecil, dan energi kinetik netron proyektil sangat kecil,
maka

Q = (mU −235 − mN b−93 − mP r−141 − mn ) × c2


= (235, 043924 − 92, 906474 − 140, 907647 − 1, 0087) × 931, 5
= 206 MeV

Energi yang dihasilkan pada reaksi fisi sebagian akan langsung


dilepaskan pada waktu reaksi, sedang sebagian yang lain akan dile-
paskan kemudian, setelah reaktor dimatikan. Tipikal distribusi energi
untuk U-235 disajikan pada Tabel 6.2. Pada akhirnya semua ener-
gi tersebut akan diubah menjadi energi termal yang ditransfer pada
material di sekitarnya, dan dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan ter-
tentu.
182 BAB 6. REAKSI INTI

Contoh : Menghitung energi reaksi fisi


Berapakah energi yang dihasilkan dari 1 gram U-235 melalui reaksi
fisi.

Penyelesaian
Jumlah inti U-235 dalam 1 gram U-235 adalah

10−3 kg
n= = 2, 562 × 1021 inti
(1, 66 × 10−27 kg/u) × (235, 043924 u/inti)

Jika rata-rata energi yang dilepaskan per reaksi fisi adalah 206 MeV,
maka energi yang dapat dihasilkan adalah 5, 3 × 1023 MeV.
Salah satu isu dalam reaksi fisi adalah tentang netron, terkait de-
ngan bagaimana ia dihasilkan dan bagaimana ia dikendalikan. Secara
umum, netron dapat diperoleh dari

• hasil penembakan suatu inti dengan partikel α, seperti

4
He + 9 Be → 12 C + 1 n

• hasil fotonetron, seperti

γ + 9 Be → 8 Be + 1 n

• hasil fisi spontan, seperti pada peluruhan Cf-252

• reaksi nuklir, seperti

t + d → α + 1n

• reaktor nuklir, seperti pada reaksi yang kita bahas

235
92 U +10 n → 93 141 1
41 Nb + 59 Pr + 20 n + 8e + 8ν e + Q.

Pada reaksi fisi (seperti pada contoh terakhir) juga dihasilkan netron,
dengan jumlah berlipat. Jika dibiarkan, netron ini akan menumbuk
U-235 dan menghasilkan reaksi fisi baru, begitu seterusnya. Hal ini
6.3. REAKSI FUSI 183

Gambar 6.5: Kecenderungan reaksi fusi dan fisi, berdasarkan nomor


massa A.

dikenal sebagai reaksi berantai. Pada kasus bom nuklir, reaksi beran-
tai tersebut dibiarkan tak terkendali. Pada reaktor nuklir, biasanya
reaksinya dikendalikan dengan cara mengendalikan jumlah netron pa-
da reaktor. Hal ini dapat dilakukan dengan menarik atau mendorong
masuk bahan yang mudah menyerap netron, yaitu kadmium atau Cd,

6.3 Reaksi Fusi


Jika inti berat (dengan fraksi energi ikat f yang rendah) cenderung
membelah diri menjadi inti yang lebih ringan (tetapi dengan f lebih
besar) untuk menghasilkan energi, tentunya situasi sebaliknya terjadi
pada inti ringan. Inti ringan (dengan f yang rendah) bila bergabung
dengan inti ringan lain (yang juga memiliki f rendah) akan dapat me-
lepaskan energi. Reaksi ini dikenal sebagai reaksi penggabungan atau
fusi (fusion reaction). Inti hasil fusi mestinya memiliki nomor massa
tidak lebih besar dari 56, yang merupakan puncak kurva f .

Contoh : Menghitung energi reaksi fusi


Berapakah energi yang dihasilkan bila 4 buah proton bergabung meng-
hasilkan α? Berapa energi yang dihasilkan per nukleonnya? Ban-
dingkan dengan energi per nukleon dari reaksi fisi.
184 BAB 6. REAKSI INTI

Penyelesaian
Reaksi lengkapnya adalah

41 H → 4 He + 2e+ + 2νe + 3γ,

di mana energi yang dihasilkan adalah

Q ≈ (4mp − mα ) c2
= (4 × 1, 00782503207 − 4, 00260325415) × 931, 5 = 26, 73 MeV.

Karena reaksi ini melibatkan 4 nukleon, maka energi reaksi per nu-
kleonnya adalah 6,68 MeV. Sebagai perbandingan, energi per nukleon
206
yang dilepaskan pada peluruhan U-235 adalah 235 = 0, 88 MeV. Per-
bedaan nilai ini terkait dengan kemiringan kurva f sebagai fungsi A,
df
atau dA . Perbedaan ini menunjukkan bahwa reaksi fusi merupakan
sumber energi yang lebih potensial dibanding reaksi fisi.

6.3.1 Energi pada reaksi fusi


Pada prakteknya, reaksi fusi tidak berlangsung begitu mudah. Misalk-
an kita tinjau 2 buah Ne-20 yang bereaksi membentuk Ca-40, dengan
Q = 20, 7 MeV. Kedua inti Ne-20 bermuatan positif, dan karenanya
mengalami gaya tolak Coulumb sebesar

e2 Z 2 102
BC = = 1, 44 MeV.fm = 21, 2 MeV.
4πε0 R 12 × 201/3 fm

Ini berarti inti Ne-20 harus diberi energi sebesar 21,2 MeV sehingga
terjadi reaksi, menghasilkan Ca-40, dan melepaskan energi sebesar
20, 7 + 21, 2 = 41, 9 MeV. Energi yang dibutuhkan tersebut (21,2
MeV) dapat diberikan melalui salah satu cara berikut, yaitu:

• mempercepat Ne-20 sehingga memiliki energi kinetik sebesar


21,2 MeV.

• menaikkan temperatur gas Ne-20, sehingga memiliki energi ter-


mal sebesar 21,2 MeV. Untuk itu, gas harus dipanaskan sampai
6.3. REAKSI FUSI 185

temperatur 1011 K. Reaksi jenis ini dikenal sebagai reaksi ter-


monuklir.

Contoh reaksi dasar fusi antara lain adalah

d + d → h + n (Q = 3, 3 MeV)

d + d → t + p (Q = 4, 0 MeV)

d + t → α + n (Q = 17, 6 MeV).

Dua reaksi pertama dikenal sebagai reaksi deutero-deuteron (D-D), se-


dang reaksi ketiga dikenal sebagai reaksi deuteron-triton (D-T). Pada
reaksi terakhir, energi sebesar 17,6 MeV dibagi sebagai energi kinetik
partikel alfa dan netron. Reaksi ini bisa menghasilkan netron cepat.

Contoh : Menghitung energi kinetik netron


Jika reaksi d + t → α + n menghasilkan energi 17,6 MeV, berapakah
energi kinetik netronnya?

Penyelesaian
Energi kinetik netron dapat dihitung dengan menggunakan Pers.
(6.12), di mana
 
mR
TX = Q
mx + mR
 
4, 001506
= 17, 6 = 14, 0567 MeV,
1, 008664 + 4, 001506

sehingga termasuk dalam kategori netron cepat.


Sebagaimana layaknya interaksi antara dua partikel dengan mu-
atan yang sama, maka proyektil mengalami gaya tolak Coulumb ke-
tika mendekati inti target. Untuk reaksi D-T, didapatkan BC =
1, 2 MeV 21/31×1
+31/3
≈ 0, 44 MeV. Sekalipun demikian, beberapa re-
aksi D-T dapat berlangsung sekalipun energi partikel datang cuma
1-10 keV. Peristiwa ini merupakan salah satu contoh efek terobosan
(tunnelling), seperti yang terjadi pada peluruhan alfa. Dengan de-
mikian, tampang lintang reaksi netron cepat dapat didekati dengan
186 BAB 6. REAKSI INTI
1 −2G
σ ∝ v2
e , dengan v adalah kecepatan proyektil dan G diberikan
oleh Persamaan (5.14), atau

1 πZp ZT
G= .
4πε0 ~v

Pada akhirnya, laju reaksi diberikan oleh harga harap hσvi. Ka-
rena partikel mengikuti distribusi Maxwell-Boltzman, maka laju re-
aksinya adalah
Z ∞ Z ∞
1 2
hσvi ∝ 2
v e−2G emv /2kT v 2 dv ∝ e−2G eE/kT dE.
0 v 0

6.3.2 Reaksi fusi pada matahari

Salah satu contoh reaksi fusi adalah reaksi yang terjadi pada matahari.
Material dasar penyusun matahari adalah 1 H, yang kemudian berfusi
dengan inti sejenis membentuk 2 H, sebagai berikut

1
H + 1 H → 2 H + e+ + νe (Q = 1, 44 MeV) .

2H yang dihasilkan akan bereaksi lagi dengan 1 H, mengikuti

2
H + 1 H → 3 He + γ (Q = 5, 49 MeV) .

Meskipun demikian, 3 He yang dihasilkan tidak bisa bereaksi dengan


1 H, mengikuti reaksi 3 He + 1 H → 4 Li, karena tidak ada isotop 4 Li.
Dengan demikian, reaksi berikutnya adalah

3
He + 3 He → 4 He + 21 H + γ (Q = 12, 86 MeV) .

Dengan demikian, reaksi lengkapnya adalah

2 [ 1H + 1H → 2H + e+ + νe ] Q = 2, 88 MeV
2 [ 2H + 1H → 3 He +γ ] Q = 10, 98 MeV
3 He + 3 He → 4 He + 21 H +γ Q = 12, 86 MeV
− − − − −− − − − − − − − −− − −−−−−−−
41 H → 4 He + 2e+ + 2νe + 3γ Q = 26, 72 MeV
6.3. REAKSI FUSI 187

Reaksi di atas dikenal sebagai siklus p − p (p − p cycle). Pada reaksi


tersebut, 2 H dan 3 He yang terbentuk, kemudian hilang pada step
reaksi berikutnya. Keduanya hanya bertindak sebagai katalis. Reaksi
netonya adalah 41 H → 4 He + 2e+ + 2νe + 3γ. Salah satu variasi siklus
p-p adalah

1H + 1H → 2H + e+ + νe
2H + 1H → 3 He +γ
3 He + 4 He → 7 Be +γ
7 Be + e− → 7 Be + νe
7 Be + 1H → 24 He
− − − − −− −− − − − − −−
41 H + e− → 4 He + e+ + 2νe + 2γ

dan
1H + 1H → 2H + e+ + νe
2H + 1H → 3 He +γ
3 He + 4 He → 7 Be +γ
7 Be + 1H → 8B +γ
8B → 8 Be + e+ + νe
8 Be → 24 He
− − − − − − − −− −−−−−−−
41 H → 4 He + 2e+ + 2νe + 3γ

Selain siklus p − p, juga dikenal sikus nitrogen atau CNO cycle,


sebagai berikut

12 C + 1H → 13 N +γ
13 N → 13 C + e+ + νe
13 C + 1H → 14 N +γ
14 N + 1H → 15 O +γ
15 O → 15 N + e+ + νe
15 N + 1H → 12 C + 4 He
− − − − −− −− −−−−−−−−−
41 H → 4 He + 2e+ + 2νe + 3γ
188 BAB 6. REAKSI INTI

Pada reaksi siklus carbon, katalisnya adalah 12 C, 13 N, 13 C, 14 N, 15 O,

dan 15 N, sehingga disebut sebagai siklus CNO. Reaksi neto pada siklus
carbon sama dengan reaksi neto pada siklus p − p. Energi reaksinya
juga sama. Perbedaan keduanya adalah pada gaya tolak Coulumb pa-
da kedua siklus, di mana siklus carbon memiliki gaya tolak Coulumb
lebih besar sehingga energi ambangnya pun lebih besar. Dengan de-
mikian, siklus carbon lebih dominan pada 1 H pada temperatur tinggi,
sedang siklus p-p lebih dominan pada 1 H pada temperatur rendah.7

7
Perlu dicatat di sini, sekalipun matahari dianggap memiliki temperatur mak-
roskopis yang sama, tetapi partikel penyusunnya memiliki kecepatan yang bervari-
asi, mengikuti distribusi Maxwell-Boltzmann. Dengan demikian, temperatur tiap
partikel juga bervariasi.

Anda mungkin juga menyukai