Anda di halaman 1dari 184

Pajak Penghasilan (PPh)

Badan

Anang Mury Kurniawan

13 October 2011
anangmury@gmail.com
Subjek Pajak PPh
Pasal 2 ayat (1)
Yang menjadi Subyek Pajak adalah :
a. 1. orang pribadi;
2. warisan yang belum terbagi
sebagai satu kesatuan,
menggantikan yang berhak;
b. Badan; dan
c. bentuk usaha tetap.
Pengertian Badan
penjelasan pasal 2 ayat (1) huruf b
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang
merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha
maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan
lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha
milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,
perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi
sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan
bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.
Bukan Subjek Pajak Badan
Pasal 2 ayat 3 huruf b
Unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi
kriteria:
1.pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
2.pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah;
3.penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah
Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
4.pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan
fungsional negara; dan
Termasuk Subjek Pajak Badan
Badan usaha milik negara dan badan usaha
milik daerah merupakan subjek pajak tanpa
memperhatikan nama dan bentuknya sehingga
setiap unit tertentu dari badan Pemerintah,
misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang
dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan untuk memperoleh
penghasilan merupakan subjek pajak.
Subjek Pajak Badan Dalam
Negeri dan Luar Negeri
Badan Dalam Negeri
badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia
Badan Luar Negeri
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan
melalui bentuk usaha tetap di Indonesia
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan
dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan
kegiatan melalui bentuk usaha tetap di Indonesia.
Perbedaan Subjek Pajak dalam
negeri dan luar negeri
Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang
diterima atau diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia,
sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai pajak hanya atas
penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
Wajib Pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan
neto dengan tarif umum, sedangkan Wajib Pajak luar negeri dikenai
pajak berdasarkan penghasilan bruto dengan tarif pajak sepadan;
dan
Wajib Pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk
menetapkan pajak yang terutang dalam suatu tahun pajak,
sedangkan Wajib Pajak luar negeri tidak wajib menyampaikan Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan karena kewajiban
pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang bersifat final.
Bentuk Usaha Tetap
Bentuk usaha tetap adalah bentuk usaha yang
dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak
bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi
yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183
(seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka
waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang
tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di
Indonesia untuk menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan di Indonesia
BUT dapat berupa…. (1)

tempat kedudukan manajemen;


cabang perusahaan;
kantor perwakilan;
gedung kantor;
pabrik;
bengkel;
gudang;
ruang untuk promosi dan penjualan;
BUT dapat berupa… (2)
pertambangan dan penggalian sumber alam;
wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi;
perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan;
proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan;
pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau oleh orang lain,
sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12
(dua belas) bulan;
orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak
bebas;
agen atau pegawai dari perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak
bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau
menanggung resiko di Indonesia; dan
komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa,
atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan
kegiatan usaha melalui internet.
Perlakuan Perpajakan BUT
Pasal 2 ayat (1) huruf a

Bentuk usaha tetap merupakan subjek


pajak yang perlakuan perpajakannya
dipersamakan dengan subjek pajak
badan.
Tidak termasuk subjek pajak

!
" "
"
#
! $ % $
Objek Pajak
Ps. 4 ayat (1)
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan
Penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan
ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib
Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun
dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk
konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama
dan dalam bentuk apa pun.
Pengelompokan Penghasilan
Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan
kerja dan pekerjaan bebas, seperti ; gaji,
honorarium, penghasilan dari praktek dokter,
notaris, aktuaris, pengacara, dsb.
Penghasilan dari usaha dan kegiatan.
Penghasilan dari modal yang berupa harta
gerak ataupun harta tak gerak seperti ; bunga,
dividen, royalty, sewa, keuntungan penjualan
harta atau hak yang dipergunakan untuk usaha,
dsb.
Penghasilan lain-lain, seperti ; pembebasan
utang, hadiah, dan sebagainya.
&

' # '
'' ' (

'
' ( )
' # '
'' ' (
skema
• *#*+,-.,/0/1 '.231+- ,+2 44 A

• '
' ''
#
'
(B)
( 44444444444444

• '
' ( ) 444 (C)


' #
= ' '' '
( 444444444444444 A-B-C
Objek Pajak
Termasuk penghasilan (1)
Penggantian atau imbalan berkenaan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan,
honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang
ini;
hadiah dari undian atau pekerjaan atau
kegiatan, dan penghargaan;
laba usaha;
Objek Pajak
Termasuk penghasilan (2)
keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta
termasuk :
keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan,
dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu,
atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan
lainnya;
keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran,
pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama
dan dalam bentuk apa pun;
keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau
sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang
pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak
ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan di antara pihak-pihak yang bersangkutan; dan
keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh
hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau
permodalan dalam perusahaan pertambangan;
Objek Pajak
Termasuk penghasilan (3)
penerimaan kembali pembayaran pajak
yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian
pajak;
bunga termasuk premium, diskonto, dan
imbalan karena jaminan pengembalian
utang;
dividen, dengan nama dan dalam bentuk
apapun, termasuk dividen dari perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
Objek Pajak
Termasuk
Termasuk Deviden
penghasilan (4)
pembagian laba baik secara langsung ataupun tidak langsung, dengan nama dan
dalam bentuk apapun;
pembayaran kembali karena likuidasi yang melebihi jumlah modal yang disetor;
pemberian saham bonus yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk saham
bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham;
pembagian laba dalam bentuk saham;
pencatatan tambahan modal yang dilakukan tanpa penyetoran;
jumlah yang melebihi jumlah setoran sahamnya yang diterima atau diperoleh
pemegang saham karena pembelian kembali saham-saham oleh perseroan yang
bersangkutan;
pembayaran kembali seluruhnya atau sebagian dari modal yang disetorkan, jika
dalam tahun-tahun yang lampau diperoleh keuntungan, kecuali jika pembayaran
kembali itu adalah akibat dari pengecilan modal dasar (statuter) yang dilakukan
secara sah;
pembayaran sehubungan dengan tanda-tanda laba, termasuk yang diterima
sebagai penebusan tanda-tanda laba tersebut;
bagian laba sehubungan dengan pemilikan obligasi;
bagian laba yang diterima oleh pemegang polis;
pembagian berupa sisa hasil usaha kepada anggota koperasi;
pengeluaran perusahaan untuk keperluan pribadi pemegang saham yang
dibebankan sebagai biaya perusahaan.,
Objek Pajak
Termasuk penghasilan (5)
royalti atau imbalan atas penggunaan hak;
Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau
perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai
imbalan atas
1. penggunaan atau hak menggunakan hak cipta di bidang kesusastraan, kesenian atau
karya ilmiah, paten, desain atau model, rencana, formula atau proses rahasia, merek
dagang, atau bentuk hak kekayaan intelektual/industrial atau hak serupa lainnya;
2. penggunaan atau hak menggunakan peralatan/perlengkapan industrial, komersial, atau
ilmiah;
3. pemberian pengetahuan atau informasi di bidang ilmiah, teknikal, industrial, atau
komersial;
4. pemberian bantuan tambahan atau pelengkap sehubungan dengan penggunaan atau
hak menggunakan hak-hak tersebut pada angka 1, penggunaan atau hak
menggunakan peralatan/ perlengkapan tersebut pada angka 2, atau pemberian
pengetahuan atau informasi tersebut pada angka 3, berupa :
penerimaan atau hak menerima rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya, yang
disalurkan kepada masyarakat melalui satelit, kabel, serat optik, atau teknologi yang serupa;
penggunaan atau hak menggunakan rekaman gambar atau rekaman suara atau keduanya,
untuk siaran televisi atau radio yang disiarkan/dipancarkan melalui satelit, kabel, serat optik,
atau teknologi yang serupa;
penggunaan atau hak menggunakan sebagian atau seluruh spektrum radio komunikasi;
penggunaan atau hak menggunakan film gambar hidup (motion picture films), film atau pita
video untuk siaran televisi, atau pita suara untuk siaran radio; dan
5. pelepasan seluruhnya atau sebagian hak yang berkenaan dengan penggunaan atau
pemberian hak kekayaan intelektual/industrial atau hak-hak lainnya sebagaimana
tersebut di atas.
Objek Pajak
Termasuk penghasilan (6)
sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta;
penerimaan atau perolehan pembayaran berkala;
keuntungan karena pembebasan utang, kecuali
sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan
dengan Peraturan Pemerintah
PP NOMOR 130 TAHUN 2000; utang usaha yang jumlahnya tidak lebih
dari Rp 350.000.000, Kukesra, KUT, KPRSS, KUK
keuntungan selisih kurs mata uang asing;
selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
Objek Pajak
Termasuk penghasilan (7)
premi asuransi;
iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan
dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak
yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
tambahan kekayaan neto yang berasal dari
penghasilan yang belum dikenakan pajak.
penghasilan dari usaha berbasis syariah;
imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang yang mengatur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan
surplus Bank Indonesia.
Bukan Objek Pajak - Ps. 4 ayat (3)
bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau
disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima
zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya
wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang
diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan
oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan
yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah; (PP No 18 Tahun 2009) dan
harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan
pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau
orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang
ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan,(KEPMENKEU NO. 604/KMK.04/1994, PER MENKEU NO.
245/PMK.03/2008)
sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan,
kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
BADAN-BADAN DAN ORANG PRIBADI YANG MENJALANKAN
USAHA MIKRO DAN KECIL YANG MENERIMA HARTA HIBAH,
BANTUAN, ATAU SUMBANGAN YANG TIDAK TERMASUK
SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN
(PERMENKEU NOMOR 245/PMK.03/2008)

Harta hibah, bantuan, atau sumbangan yang


diterima oleh :
a. keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat;
b. badan keagamaan;
c. badan pendidikan;
d. badan sosial termasuk yayasan dan koperasi; atau
e. orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan
kecil,
dikecualikan sebagai objek Pajak Penghasilan.
BADAN-BADAN DAN ORANG PRIBADI YANG MENJALANKAN
USAHA MIKRO DAN KECIL YANG MENERIMA HARTA HIBAH,
BANTUAN, ATAU SUMBANGAN YANG TIDAK TERMASUK
SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN
(PERMENKEU NOMOR 245/PMK.03/2008)

Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu


derajat adalah orang tua dan anak kandung.
Badan keagamaan adalah badan keagamaan yang
kegiatannya semata-mata mengurus tempat-tempat
ibadah dan/atau menyelenggarakan kegiatan di bidang
keagamaan, yang tidak mencari keuntungan.
Badan pendidikan adalah badan pendidikan yang
kegiatannya semata-mata menyelenggarakan
pendidikan yang tidak mencari keuntungan.
BADAN-BADAN DAN ORANG PRIBADI YANG MENJALANKAN
USAHA MIKRO DAN KECIL YANG MENERIMA HARTA HIBAH,
BANTUAN, ATAU SUMBANGAN YANG TIDAK TERMASUK
SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN
(PERMENKEU NOMOR 245/PMK.03/2008)
Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi adalah
badan sosial yang kegiatannya semata-mata
menyelenggarakan :
pemeliharaan kesehatan;
pemeliharaan orang lanjut usia (panti jompo);
Pemeliharaan anak yatim-piatu, anak atau orang terlantar, dan
anak atau orang cacat;
santunan dan/atau pertolongan kepada korban bencana alam,
kecelakaan, dan sejenisnya;
pemberian beasiswa;
pelestarian lingkungan hidup; dan/atau
kegiatan sosial lainnya.
yang tidak mencari keuntungan
BADAN-BADAN DAN ORANG PRIBADI YANG MENJALANKAN
USAHA MIKRO DAN KECIL YANG MENERIMA HARTA HIBAH,
BANTUAN, ATAU SUMBANGAN YANG TIDAK TERMASUK
SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN
(PERMENKEU NOMOR 245/PMK.03/2008)
Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro
dan usaha kecil adalah orang pribadi yang
menjalankan usaha mikro dan usaha kecil yang
memiliki dan menjalankan usaha produktif yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;atau
memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
2.500.000.000,00 (dua miyar lima ratus juta rupiah
BADAN-BADAN DAN ORANG PRIBADI YANG MENJALANKAN
USAHA MIKRO DAN KECIL YANG MENERIMA HARTA HIBAH,
BANTUAN, ATAU SUMBANGAN YANG TIDAK TERMASUK
SEBAGAI OBJEK PAJAK PENGHASILAN
(PERMENKEU NOMOR 245/PMK.03/2008)
Ketentuan pengecualian harta hibah, bantuan,
atau sumbangan dari objek Pajak Penghasilan
berlaku apabila pihak pemberi hibah, bantuan,
atau sumbangan tidak mempunyai hubungan
usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau
penguasaan dengan penerima hibah, bantuan,
atau sumbangan.
Harta hibah, bantuan, atau sumbangan
dibukukan oleh pihak penerima sesuai dengan
nilai buku harta hibah, bantuan, atau
sumbangan dari pihak pemberi.
Bukan Objek Pajak - Ps. 4 ayat (3)
warisan;
harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b
UU PPh sebagai pengganti saham atau sebagai
pengganti penyertaan modal;
penggantian atau imbalan sehubungan dengan
pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam
bentuk natura dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak
atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan
Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara
final atau Wajib Pajak yang menggunakan norma
penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 UU PPh;
pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang
pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan,
asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna,
dan asuransi bea siswa;
Bukan Objek Pajak - Ps. 4 ayat (3)
dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh
perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri,
koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha
milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha
yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia
dengan syarat :
dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan
usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham
pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua
puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor;
Contoh
PT ABC membagikan deviden tunai Rp 1
Milyar kepada para pemegang sahamnya
berdasarkan porsi kepemilikan, sbb :
PT A 40%
PT B 20%
Koperasi D 10%
Tn Edi 30%
contoh
PT ABC membagikan deviden tunai Rp 1
Milyar kepada para pemegang sahamnya
berdasarkan porsi kepemilikan, sbb :
PT A 30%
Firma B 30%
Yayasan C 40%
Bukan Objek Pajak - Ps. 4 ayat (3)
iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang
pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik
yang dibayar oleh pemberi kerja maupun pegawai;
penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana
pensiun sebagaimana dimaksud pada huruf g, dalam
bidang-bidang tertentu yang ditetapkan dengan
Keputusan Menteri Keuangan;
bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari
perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas
saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan
kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak
investasi kolektif;
Bukan Objek Pajak - Ps. 4 ayat (3)
penghasilan yang diterima atau diperoleh
perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan
menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia,
dengan syarat badan pasangan usaha tersebut :
merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau
yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor
usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia.
Bukan Objek Pajak - Ps. 4 ayat (3)
beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 246/PMK.03/2008 stdtd. Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 154/PMK.03/2009
Atas penghasilan berupa beasiswa yang diterima atau diperoleh Warga Negara
Indonesia dari Wajib Pajak pemberi beasiswa dalam rangka mengikuti
pendidikan formal dan/atau pendididikan nonformal yang dilaksanakan di dalam
negeri dan/atau di luar negeri dikecualikan dari objek Pajak Penghasilan.
Pendidikan formal adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang
terdiri atas tingkat pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang
dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang.
Tidak berlaku apabila penerima beasiswa mempunyai hubungan istimewa
dengan :
Pemilik;
Komisaris;
Direksi; atau
Pengurus,
dari Wajib Pajak pemberi beasiswa.
Bukan Objek Pajak - Ps. 4 ayat (3)
sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian
dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang
membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana
dan prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun
sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur
lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
dan
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
80/PMK.03/2009, PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 44/PJ./2009
Badan atau lembaga nirlaba wajib menyampaikan pemberitahuan
(bersamaan dg penyempaian SPT) mengenai rencana fisik sederhana dan
rencana biaya pembangunan dan pengadaan sarana dan prasarana
kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan kepada Kepala
Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dengan tindasan
kepada instansi yang membidanginya.
Bukan Objek Pajak - Ps. 4 ayat (3)

bantuan atau santunan yang dibayarkan


oleh Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang
ketentuannya diatur lebih lanjut dengan
atau berdasarkan Peraturan Menteri
Keuangan. (Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 247/PMK.03/2008)
Objek PPh Final Ps. 4 ayat (2)
Objek PPh Final Ps. 4 ayat (2)
Objek PPh Final Ps. 4 ayat (2)
Objek PPh Final Ps. 4 ayat (2)
Objek PPh Final Ps. 4 ayat (2)
Objek PPh Final Ps. 4 ayat (2)
Objek PPh Final Ps. 15
Deductible Expense
Ps. 6 ayat (1)
biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
yang merupakan objek pajak (tidak final)
biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan
kegiatan usaha, antara lain:
biaya pembelian bahan;
biaya berkenaan dengan pekerjaan atau jasa termasuk upah, gaji,
honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam
bentuk uang;
bunga, sewa, dan royalti;
biaya perjalanan;
biaya pengolahan limbah;
premi asuransi;
biaya promosi dan penjualan yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan;
biaya administrasi; dan
pajak kecuali Pajak Penghasilan.
Deductible Expense
Ps. 6 ayat (1)
penyusutan atas pengeluaran untuk
memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas
pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas
biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih
dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 11 dan Pasal 11A;
Kelompok Harta Per Menkeu No 96/PMK.03/2009
Penyusutan Bidang tertentu Per Menkeu
249/PMK.03/2008
Penyusutan Masa sesungguhnya PER -
55/PJ/2009
Penyusutan Menurut Ketentuan
Fiskal
Harta yg dpt disusutkan adalah harta berwujud yang
memiliki masa manfaat lebih dari 1 tahun yang
digunakan untuk mendapatkan menagih, dan
memelihara penghasilan (obyek pajak), kecuali tanah
Harta yang tidak digunakan untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan tidak boleh
disusutkan secara fiskal.
Dalam hal harta yang tidak boleh disusutkan secara
fiskal tersebut dijual (dialihkan), keuntungannya
merupakan obyek PPh, yang dihitung dari selisih antara
harga jual (nilai pasar) dengan harga perolehan. Dalam
hal selisihnya negatif (rugi), kerugian tersebut tidak
dapat dikurangkan sebagai biaya
Penyusutan Menurut Ketentuan
Fiskal
Penyusutan aktiva dimulai pada bulan
dilakukannya pengeluaran kecuali untuk
harta yang masih dalam proses
pengerjaan, penyusutannya dimulai pada
bulan selesainya pengerjaan harta tesebut
Metode Penyusutan Aktiva
Tetap
Terhadap aktiva yang temasuk Kelompok I s.d.
Kelompok IV, wajib pajak diperkenankan untuk
memilih antara metode garis lurus (straight line
methode) atau metode saldo menurun (decline
balance methode).
Terhadap aktiva kelompok bangunan, wajib
pajak harus menerapkan metode garis lurus.
Penggunaan metode penyusutan tersebut harus
dilakukan secara taat azas.
Metode penyusutan
Garis lurus (straight line)
mengalokasikan biaya penyusutan dalam
bagian yg sama besar selama masa
manfaat yg ditetapkan dari harta
Saldo menurun mengalokasikan biaya
penyusutan dalam bagian-bagian yg
menurun dg cara menerapkan tarif
penyusutan atas nilai sisa buku
masa manfaat dan tarif
penyusutan
Kelompok Harta Masa Tarif Garis Tarif Saldo
Manfaat Lurus Menurun
Kelompok I 4 Th 25 % 50 %
Kelompok II 8 Th 12,5 % 25 %
Kelompok III 16 Th 6,25 % 12,5 %
Kelompok IV 20 Th 5% 10 %
Bangunan 20 Th 5% -
permanen
Bangunan tidak 10 Th 10 % -
permanen
contoh
PT A membeli 1 unit mobil truck untuk
distribusi barang pada tanggal 5 Januari
2001 senilai Rp 200.000.000
PT A membeli 1 unit mesin fotocopy pada
tanggal 31 Maret 2001 senilai Rp
40.000.000
contoh
PT ABC membeli mobil pick up untuk
distribusi barang dagangan tanggal 10
Oktober 2001 seharga 100.000.000
Pada tanggal 5 April 2004 mobil tersebut
dijual seharga Rp 70.000.000
Hitung laba (rugi) penjualan mobil tsb
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS BIAYA
PEMAKAIAN TELEPON SELULER DAN KENDARAAN
PERUSAHAAN
KEP - 220/PJ./2002
Atas biaya perolehan atau pembelian telepon seluler
yang dimiliki dan dipergunakan perusahaan untuk
pegawai tertentu karena jabatan atau pekerjaannya,
dapat dibebankan sebagai biaya perusahaan sebesar
50% (lima puluh persen) dari jumlah biaya perolehan
atau pembelian melalui penyusutan aktiva tetap
kelompok I
Atas biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa dan
perbaikan telepon seluler yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena jabatan atau
pekerjannya, dapat dibebankan sebagai biaya
perusahaan sebesar 50% (lima puluh persen) dari
jumlah biaya berlangganan atau pengisian ulang pulsa
dan perbaikan dalam tahun pajak yang bersangkutan
Atas biaya perolehan atau pembelian atau
perbaikan besar kendaraan bus, minibus,
atau yang sejenis yang dimiliki dan
dipergunakan perusahaan untuk antar
jemput para pegawai, dapat dibebankan
seluruhnya sebagai biaya perusahaan
melalui penyusutan aktiva tetap kelompok
II
Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan
rutin kendaraan bus, minibus atau yang
sejenis yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk antar jemput para
pegawai, dapat dibebankan seluruhnya
sebagai biaya perusahaan dalam tahun
pajak yang bersangkutan
Atas biaya perolehan atau pembelian atau
perbaikan besar kendaraan sedan atau yang
sejenis yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena
jabatan atau pekerjaannya, dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima
puluh persen) dari jumlah biaya perolehan atau
pembelian atau perbaikan besar melalui
penyusutan aktiva tetap kelompok II
Atas biaya pemeliharaan atau perbaikan rutin
kendaraan yang dimiliki dan dipergunakan
perusahaan untuk pegawai tertentu karena
jabatan atau pekerjaannya dapat dibebankan
sebagai biaya perusahaan sebesar 50% (lima
puluh persen) dari jumlah biaya pemeliharaan
atau perbaikan rutin dalam tahun pajak yang
bersangkutan.
Amortisasi harta tak berwujud 1
Pengeluaran untuk memperoleh harta tak
berwujud dan pengeluaran lainnya
yang mempunyai masa manfaat lebih dari
satu tahun, yang digunakan untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan
Amortisasi harta tak berwujud 2
Pengeluaran untuk biaya pendirian dan biaya
perluasan modal (dapat dipilih apakah
diamortisasi dengan metode di atas atau
langsung dibebankan seluruhnya pada tahun
terjadinya).
Pengeluaran yang dilakukan sebelum
perusahaan beroperasi komersial yang memiliki
masa manfaat lebih dari satu tahun,
dikapitalisasi (sebagai biaya praoperasi)
kemudian dimortisasi
Amortisasi harta tak berwujud 3
pengeluaran praoperasi adalah biaya-biaya
yang dikeluarkan sebelum perusahaan
beroperasi komersial, misalnya biaya study
kelayakan dan biaya produksi percobaan,
tetapi tidak termasuk biaya-biaya operasional
yang sifatnya rutin, seperti gaji pegawai,
rekening listrik dan telepon, dan biaya kantor
lainnya.
Pengeluaran yang rutin tersebut harus
dibebankan sekaligus pada tahun terjadinya
masa manfaat dan tarif
amortisasi
Kelompok Harta Masa Tarif Garis Tarif Saldo
Manfaat Lurus Menurun
Kelompok I 4 Th 25 % 50 %
Kelompok II 8 Th 12,5 % 25 %
Kelompok III 16 Th 6,25 % 12,5 %
Kelompok IV 20 Th 5% 10 %
Amortisasi atas pengeluaran untuk
memperoleh hak dan pengeluaran lain
yang mempunyai masa manfaat lebih dari
1 (satu) tahun di bidang penambangan
minyak dan gas bumi dilakukan dengan
menggunakan metode satuan produksi.
Amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh
hak penambangan
selain migas,
hak pengusahaan hutan, dan
hak pengusahaan sumber alam serta hasil alam
lainnya
yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1
(satu) tahun, dilakukan dengan menggunakan
metode satuan produksi setinggi-tingginya 20%
(dua puluh persen) setahun.
Contoh
Pengeluaran untuk memperoleh hak pengusahaan
hutan, yang mempunyai potensi 10.000.000 ton kayu,
sebesar Rp500.000.000 diamortisasi sesuai dengan
persentase satuan produksi yang direalisasikan dalam
tahun yang bersangkutan.
Jika dalam 1 tahun pajak ternyata jumlah produksi
mencapai 3.000.000 ton yang berarti 30% dari potensi
yang tersedia,
walaupun jumlah produksi pada tahun tersebut
mencapai 30% dari jumlah potensi yang tersedia,
besarnya amortisasi yang diperkenankan untuk
dikurangkan dari penghasilan bruto pada tahun tersebut
adalah 20% dari pengeluaran atau Rp100.000.000,00
Pengalihan hak
Apabila terjadi pengalihan harta tak
berwujud atau hak, maka nilai sisa buku
harta atau hak-hak tersebut dibebankan
sebagai kerugian dan jumlah yang
diterima sebagai penggantian merupakan
penghasilan pada tahun terjadinya
pengalihan tersebut.
PT X mengeluarkan biaya untuk memperoleh hak penambangan
minyak dan gas bumi di suatu lokasi sebesar Rp500.000.000,00.
Taksiran jumlah kandungan minyak di daerah tersebut adalah
sebanyak 200.000.000 (dua ratus juta) barel. Setelah produksi
minyak dan gas bumi mencapai 100.000.000 (seratus juta) barel, PT
X menjual hak penambangan tersebut kepada pihak lain dengan
harga sebesar Rp300.000.000,00. Penghitungan penghasilan dan
kerugian dari penjualan hak tersebut adalah sebagai berikut :
Harga perolehan Rp 500.000.000,00
Amortisasi yang telah dilakukan
100.000.000/200.000.000 barel (50%) Rp 250.000.000,00
Nilai buku harta Rp 250.000.000,00
Harga jual harta Rp 300.000.000,00
Dengan demikian jumlah nilai sisa buku sebesar Rp 250.000.000,00
dibebankan sebagai kerugian dan jumlah sebesar
Rp300.000.000,00 dibukukan sebagai penghasilan.
PERLAKUAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGELUARAN/BIAYA
PEROLEHAN PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) KOMPUTER
KEP - 316/PJ./2002

Perangkat lunak (software) komputer adalah semua


program yang (lapat digunakan pada sistem operasi
komputer .
Program aplikasi umum adalah program yang dapat
dipergunakan oleh pengguna (users) umum untuk
memproses berbagai pekerjaan dengan komputer .
Program aplikasi khusus adalah program yang
dirancang khusus untuk keperluan otomatisasi sistem
administrasi, pekerjaan atau kegiatan usaha tertentu,
seperti di bidang perbankan, pasar modal, perhotelan,
rumah sakit atau penerbangan.
Perangkat lunak komputer merupakan harta tak
berwujud (intangible asset) yang mempunyai
masa manfaat lebih dari satu tahun dan
termasuk dalam kelompok-1 sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11A ayat (2) Undang-
undang Pajak Penghasilan.
Perangkat lunak komputer berupa program
aplikasi umum diperlakukan sebagai
pengeluaran atau biaya operasional rutin
Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade
perangkat lunak komputer berupa program aplikasi
umum yang dimiliki dan digunakan untuk mendapatkan,
menagih dan memelihara penghasilan yang dikenakan
pajak berdasarkan ketentuan umum Undang-undang
Pajak Penghasilan, pembebanannya dilakukan
sekaligus dalam bulan pengeluaran
Dalam hal program aplikasi umum tersebut diperoleh
sebagai bagian dari harga pembelian perangkat keras
komputer, maka pembebanannya sudah termasuk
dalam penyusutan perangkat keras komputer tersebut
(Kelompok-1).
Atas pengeluaran/biaya perolehan dan upgrade
perangkat lunak komputer berupa program aplikasi
khusus yang dimiliki dan dipergunakan untuk
mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan
yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan umum
Undang-undang Pajak Penghasilan, pembebanannya
dilakukan melalui amortisasi harta tak berwujud
(Kelompok-1).
Dalam hal pengeluaran/biaya upgrade program aplikasi
khusus tersebut pada ayat (3). pengeluaran/biaya
tersebut terlebih dahulu ditambahkan pada nilai sisa
buku fiskal yang masih ada dan amortisasinya dilakukan
dengan masa manfaat baru/penuh terhitung mulai bulan
dilakukan upgrade.
Deductible Expense - Penyusutan
!

- %
" " "

% " "
" ! " 5 "
" "
' ! " 5 "
6 " 6
- "
+ 5

! & " "


+ "! "

' " " + "


" " "

) % " "
" " " "

( * % "
'

7 8 " " "


'.9 "

: ; ' + "+ < "' 0 "- = "- >


' * + 0 "% +
&

? ; = - <
"

- % " "
"
+ +<"

% " " "


<

' " % 5
" " " "
"
%
" "

) % "
" "
% "
" " "
"
" "
% 5

% 5

( % 5
"

7 ' " %
%

: $ ' " "


@
"

? * * "
' " "
$ " "
"
"
" "
" AA
&>*
$
" "
"
AA&>*
'
7A&>*
$

9 * '
' !
!

B + ! " " 6 "


" " "
" 6 " " " "
" " 6 "
" '3. A " ! "!
" " 6 " 6
" 8 /% + A " "
" " " "%'- "
%'- "#5
- " 6 " " !
" -%& " " "
5! " "

A ; ' ' - % "% & <


* + &

; * % - < "1 , 0 "C ,


- 0 + < " .D 0 "
2 - 6 < ' " 2
- 6 % ' "0 = - "* 6 / "
* -&15
% , "+
#

' % "

' " % 5
" " "
" " "
"
% " " "
"! " E "

) ' % 5
" "

%
#

( % 5

"
"
!
" " "
! " " " " " "
"
" "
" @ "
" " " "
! " ! ! !
% 5
" "
" " "
"

7 % 5
"

: * $ " "
'
" "
"
"
AA&>* AAA&>*
$
" " "
" "
AA &>*
AAA&>*
&
'
7A&>*
'

? * ' 6 "
$

$ %

* , !
' , ! "

, !
$ " "

$ " "

" "
"
"
AAA&>*
! $
" " "
" "
AAA&>*
&
Jenis-jenis Harta Berwujud Bukan
Bangunan Yang Tidak Tercantum
Jenis-jenis harta berwujud bukan
bangunan yang tidak tercantum dalam
Lampiran I, Lampiran II, Lampiran III, dan
Lampiran IV, Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 96/PMK.03/2009, untuk
kepentingan penyusutan digunakan masa
manfaat dalam Kelompok 3
Tata Cara Permohonan Dan Penetapan Masa Manfaat
Yang Sesungguhnya Atas Harta Berwujud Bukan
Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan
Per Dirjen PER - 55/PJ/2009

Dalam hal Wajib Pajak dapat menunjukkan masa manfaat yang


sesungguhnya dari suatu harta berwujud bukan bangunan tidak
dapat dimasukkan ke dalam kelompok 3, Wajib pajak harus
mengajukan permohonan untuk penetapan kelompok harta
berwujud bukan bangunan tersebut sesuai dengan masa manfaat
yang sesungguhnya kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi KPP
tempat Wajib Pajak yang bersangkutan terdaftar
Permohonan harus disampaikan dengan menggunakan formulir
Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dan dilampiri:
penjelasan terperinci mengenai aktiva;
spesifikasi aktiva dari produsen;
perkiraan umur aktiva/masa manfaat ekonomis dari Penilai Publik; dan
dokumen teknis pendukung dari produsen mengenai masa manfaat
aktiva.
Tata Cara Permohonan Dan Penetapan Masa Manfaat
Yang Sesungguhnya Atas Harta Berwujud Bukan
Bangunan Untuk Keperluan Penyusutan
Per Dirjen PER - 55/PJ/2009
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal
Pajak, atas nama Menteri Keuangan, harus
memberikan keputusan atas permohonan Wajib
Pajak paling lama 1 (satu) bulan sejak
permohonan beserta dokumen pendukung
diterima secara lengkap
Apabila jangka waktu telah lewat dan Kepala
Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak belum
memberikan keputusan, permohonan Wajib
Pajak dianggap diterima.
Deductible Expense
Ps. 6 ayat (1)
iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya telah
disahkan oleh Menteri Keuangan;
kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang
dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang
dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara
penghasilan;
kerugian selisih kurs mata uang asing;
biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang
dilakukan di Indonesia;
biaya beasiswa, magang, dan pelatihan;
Kurs Valas
Kurs realisasi kurs yg sebenarnya
terjadi saat merupiahkan/membeli valas
Kurs BI terdiri dari kurs jual dan kurs
beli. Kurs yg biasa dipakai adalah kurs
tengah rata-rata kurs jual & beli
Kurs menteri keuangan utk menghitung
PPN, PPn BM, PPh 21, 22, 23, 26, final,
bea masuk, pajak ekspor
Keuntungan yang diperoleh karena
fluktuasi kurs mata uang asing diakui
berdasarkan sistem pembukuan yang
dianut dan dilakukan secara taat asas
sesuai dengan Standar Akuntansi
Keuangan yang berlaku di Indonesia.
Penilaian hutang/piutang valas
tiap akhir periode pembukuan dilakukan
penilaian kembali saldo hutang/piutang
valas berdasar kurs tengah tgl neraca
diakui laba rugi kurs tiap akhir periode
pembukuan
contoh
Pada tgl 3 Oktober 2001 PT ABC
mendapat pinjaman sebesar $ 400.000
dari AMRO BANK dalam jangka waktu 2
tahun atau jatuh tempo tgl 3 Oktober 2003
Kurs 03-10-2001 10.000
Kurs 31-12-2001 9.500
Kurs 31-12-2002 10.500
Kurs 03-10-2003 9.000
contoh
Pada tgl 6 Februari 2001 PT ABC melakukan
penjualan secara kredit senilai $ 500.000 belum
termasuk PPN kepada PT XYZ. Pelunasan yg
dilakukan PT XYZ sbb :
Angsuran I tgl 6-5-01 $ 200.000
Angsuran II tgl 6-8-01 $ 100.000
Angsuran III tgl 6-11-01 $ 100.000
Angsuran IV tgl 6-2-02 $ 100.000
Kurs 6-2-2001 BI 10.300 KMK 10.200
Kurs 6-5-2001 BI 9.500 KMK 10.000
Kurs 6-8-2001 BI 10.000 KMK 9.500
Kurs 6-11-2001 BI10.500 KMK 10.000
Kurs 31-12-2001 BI 10.200 KMK 10.100
Kurs 6-2-2002 BI 9.800 KMK 9.900
Biaya gabungan
Biaya yg terkait dg penghasilan yang bukan
objek pajak dan penghasilan yang dikenakan
PPh Final harus dilakukan pencatatan terpisah
Atas biaya yg digunakan scr bersama utk
mendapatkan penghasilan objek pajak dan
penghasilan yang bukan objek pajak serta
penghasilan yang dikenakan PPh Final yg tidak
dpt dipisahkan secara jelas harus dihitung
secara proporsional
Deductible Expense
Ps. 6 ayat (1)
piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dengan syarat :
telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial;
Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih
kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/ pembebasan utang
antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah
dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya
pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah
utang tertentu
syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 tidak berlaku untuk
penghapusan piutang tak tertagih debitur kecil sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) huruf k. UU PPh
yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan (Peraturan Menteri Keuangan Nomor
105/PMK.03/2009)
Syarat
Permenkeu No 105/PMK.03/2009
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah
dibukukan sebagai penghasilan oleh debitur yang bersangkutan
pada tahun yang bersangkutan;
Wajib Pajak harus menyerahkan daftar piutang yang nyata-nyata
tidak dapat ditagih tersebut kepada Direktorat Jenderal Pajak; dan
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih tersebut telah
diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau
instansi pemerintah yang menangani piutang negara, atau terdapat
perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan
utang antara kreditur dan debitur atas piutang yang nyata-nyata
tidak dapat ditagih tersebut, atau telah dipublikasikan dalam
penerbitan umum atau khusus, atau adanya pengakuan dari debitur
bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu.
(Persyaratan ini tidak berlaku untuk piutang yang nyata- nyata tidak
dapat ditagih kepada debitur kecil atau debitur kecil lainnya)
Debitur Kecil dan Debitur Kecil Lainnya
Permenkeu No 105/PMK.03/2009

Debitur Kecil jumlahnya tidak melebihi


Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), yang
merupakan gunggungan jumlah piutang dari beberapa
kredit yang diberikan oleh suatu institusi bank/lembaga
pembiayaan dalam negeri sebagai akibat adanya
pemberian Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera
(Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), Kredit Pemilikan
Rumah Sangat Sederhana (KPRSS), Kredit Usaha Kecil
(KUK), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit kecil lainnya
dalam rangka kebijakan perkreditan Bank Indonesia
dalam mengembangkan usaha kecil dan koperasi.
Debitur Kecil Lainnya debitur kecil lainnya yang
jumlahnya tidak melebihi Rp 5.000.000,00 (lima juta
rupiah).
Administrasi
Permenkeu No 105/PMK.03/2009
Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih yang diserahkan
kepada Direktorat Jenderal Pajak harus mencantumkan identitas
debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pemenuhan ketentuan
tsb dilakukan dengan cara melampirkan :
fotokopi bukti penyerahan perkara penagihannya ke Pengadilan Negeri
atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau
fotokopi perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan
utang usaha yang telah dilegalisir oleh notaris;atau
fotokopi bukti publikasi dalam penerbitan umum atau penerbitan
khusus; atau
surat yang berisi pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah
dihapukan Daftar piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan
bukti/dokumen harus disampaikan bersamaan dengan penyampaian
Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan.
Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih kepada debitur kecil
atau debitur kecil lainnya harus dilampiri daftar nominatif yang berisi
identitas debitur berupa nama, Nomor Pokok Wajib Pajak, alamat
dan jumlah Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih.
Penerbitan Umum atau Khusus
Permenkeu No 105/PMK.03/2009

Penerbitan umum atau khusus adalah


penerbitan yang meliputi :
Penerbitan umum adalah pemuatan pengumuman
pada penerbitan koran/majalah atau media massa
cetak yang lazim lainnya Yang berskala nasional;
atau
Penerbitan khusus adalah pemuatan pengumuman
pada penerbitan Himpunan Bank-Bank Milik Negara
(HIMBARA)/Persatuan Bank-Bank Swasta Nasional
(PERBANAS) dan/atau penerbitan/pengumuman
khusus Bank Indonesia
Deductible Expense
Ps. 6 ayat (1)
sumbangan dalam rangka
penanggulangan bencana nasional yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
sumbangan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang dilakukan di
Indonesia yang ketentuannya diatur
dengan Peraturan Pemerintah
Kep Menkeu No 769/KMK.04/1990
Perlakuan Perpajakan Atas Biaya Penelitian Dan Pengembangan
(Research And Development) Yang Dilakukan Oleh Perusahaan

Yang dimaksud dengan biaya penelitian


dan pengembangan adalah biaya yang
nyata-nyata dikeluarkan untuk
pengembangan produksi (product
development), serta biaya untuk
meningkatkan efisiensi perusahaan
termasuk teknologi untuk pengembangan
proses (process technology).
Kep Menkeu No 769/KMK.04/1990
Perlakuan Perpajakan Atas Biaya Penelitian Dan Pengembangan
(Research And Development) Yang Dilakukan Oleh Perusahaan

Pembebanan biaya dibedakan dalam 3 (tiga) kategori :


1. Biaya yang dikeluarkan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan harus disusutkan/diamortisasi,
pembebanan biaya tersebut harus dilakukan dengan
disusutkan/diamortisasi
2. Biaya yang dikeluarkan dalam rangka penelitian dan
pengembangan yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan merupakan biaya usaha sehari-hari,
dibebankan sebagai biaya dalam Tahun Pajak yang
bersangkutan,
3. Biaya di luar biaya sebagaimana dimaksud butir 1 dan butir 2
antara lain biaya konsultan, perlakuan perpajakannya
disesuaikan dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku.
Deductible Expense
Ps. 6 ayat (1)
biaya pembangunan infrastruktur sosial yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah;
sumbangan fasilitas pendidikan yang
ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah; dan
sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga
yang ketentuannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Non Dedectible Expense
Ps. 9 ayat (1)
pembagian laba dengan nama dan dalam
bentuk apapun seperti dividen, termasuk
dividen yang dibayarkan oleh perusahaan
asuransi kepada pemegang polis, dan
pembagian sisa hasil usaha koperasi;
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan
untuk kepentingan pribadi pemegang
saham, sekutu, atau anggota;
Non Dedectible Expense
Ps. 9 ayat (1)
pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali :
cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain
yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi,
perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang;
cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial
yang dibentuk oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial;
cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan;
cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan;
cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan; dan
cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri,
yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; (Per Menkeu No.
81/PMK.03/2009)
Contoh
PT Bank Megapro mempunyai saldo piutang sebagai berikut
piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar Rp 50 Milyar termasuk
Sertifikat Bank Indonesia Rp 8 Milyar dan Surat Utang Negara Rp2 Milyar
piutang dengan kualitas yg digolongkan dalam perhatian khusus Rp 40 Milyar
dengan nilai agunan likuid Rp 10 Milyar dan agunan tidak likuid Rp 5 Milyar
piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang lancar Rp 30 Milyar dengan
nilai agunan likuid Rp 5 Milyar;
piutang dengan kualitas yang digolongkan diragukan Rp 20 Milyar dengan nilai
agunan yang ditetapkan perusahaan penilai yang mendapat ijin menteri
keuangan Rp 2 Milyar
piutang dengan kualitas yang digolongkan macet Rp 10 Milyar dengan nilai
agunan likuid Rp 1 Milyar
Hitung beban piutang ragu-ragu yang dapat dibebankan sebagai biaya
menurut ketentuan fiskal jika penyisihan sudah mempunyai saldo kredit
Rp18.600.000.000 dari periode sebelumnya, yang terdiri dari :
Penyisihan piutang ragu-ragu ( Piutang lancar) Rp 300.000.000
Penyisihan piutang ragu-ragu (Piutang dalam perhatian khusus) Rp
800.000.000
Penyisihan piutang ragu-ragu ( Piutang kurang lancar) Rp 2.500.000.000
Penyisihan piutang ragu-ragu (Piutang diragukan) Rp 8 Milyar
Penyisihan piutang ragu-ragu (Piutang macet) Rp 7 Milyar
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank umum
1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar,
tidak termasuk Sertifikat Bank Indonesia dan Surat Utang Negara;
5% (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam
perhatian khusus setelah dikurangi nilai agunan;
15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan
kurang lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan
diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan
macet setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada
cadangan paling tinggi adalah :
100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang
ditetapkan perusahaan penilai.
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank umum yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah
1% (satu persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan lancar, tidak
termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia dan surat berharga yang diterbitkan
Pemerintah berdasarkan prinsip syariah;
5 % (lima persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan dalam
perhatian khusus
setelah dikurangi nilai agunan;
15% (lima belas persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan kurang
lancar setelah dikurangi dengan nilai agunan;
50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan
diragukan setelah dikurangi dengan nilai agunan; dan
100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas yang digolongkan macet
setelah dikurangi dengan nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai pengurang pada
cadangan paling tinggi adalah :
100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar nilai yang ditetapkan
perusahaan penilai.
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank perkreditan
rakyat
0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak
termasuk Sertifikat Bank Indonesia;
10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan; dan
100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.
Besamya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai
pengurang pada cadangan paling tinggi adalah :
100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar
nilai yang ditetapkan perusahaan penilai
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk bank perkreditan
rakyat yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip
syariah
0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar tidak
termasuk Sertifikat Wadiah Bank Indonesia;
10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan; dan
100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai
pengurang pada cadangan paling tinggi adalah :
100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar
nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
Besarnya cadangan piutang tak tertagih koperasi simpan pinjam
0,5% (setengah persen) dari piutang dengan kualitas lancar;
10% (sepuluh persen) dari piutang dengan kualitas kurang lancar
setelah dikurangi dengan nilai agunan;
50% (lima puluh persen) dari piutang dengan kualitas diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan; dan
100% (seratus persen) dari piutang dengan kualitas macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan
sebagai pengurang pada cadangan paling tinggi adalah :
100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau
sebesar nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
Besarnya cadangan khusus penyisihan pembiayaan PT Permodalan
Nasional Madani (Persero)
2,5% (dua setengah persen) dari baki debet yang digolongkan dalam perhatian
khusus setelah dikurangi nilai agunan;
5% (lima persen) dari baki debet yang digolongkan kurang lancar setelah
dikurangi dengan nilai agunan;
50% (lima puluh persen) dari baki debet yang digolongkan diragukan setelah
dikurangi dengan nilai agunan; dan
100% (seratus persen) dari baki debet yang digolongkan macet setelah
dikurangi dengan nilai agunan.
Besarnya nilai agunan yang dapat diperhitungkan sebagai
pengurang pada cadangan paling tinggi adalah :
100% (seratus persen) dari nilai agunan yang bersifat likuid; dan
75% (tujuh puluh lima persen) dari nilai agunan lainnya atau sebesar
nilai yang ditetapkan perusahaan penilai.
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk
perusahaan sewa guna usaha dengan hak opsi
ditetapkan paling tinggi sebesar 2,5% (dua setengah
persen) dari rata-rata saldo awal dan saldo akhir
piutang.
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk
perusahaan pembiayaan konsumen ditetapkan paling
tinggi sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal
dan saldo akhir piutang.
Besarnya cadangan piutang tak tertagih untuk
perusahaan anjak piutang ditetapkan paling tinggi
sebesar 5% (lima persen) dari rata-rata saldo awal dan
saldo akhir piutang
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
Besarnya cadangan premi tanggungan sendiri untuk
perusahaan asuransi kerugian sebagaimana adalah
sebesar 40% (empat puluh persen) dari jumlah premi
tanggungan sendiri yang diterima atau diperoleh dalam
tahun pajak yang bersangkutan.
Cadangan premi tanggungan sendiri merupakan premi
yang sudah diterima atau diperoleh akan tetapi belum
merupakan penghasilan pada tahun pajak yang
bersangkutan.
Cadangan premi tanggungan sendiri merupakan
penghasilan pada tahun pajak berikutnya
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
Besarnya cadangan klaim tanggungan sendiri untuk perusahaan
asuransi kerugian adalah sebesar 100% (seratus persen) dari
jumlah klaim yang sudah disepakati tetapi belum dibayar dan klaim
yang sudah dilaporkan dan sedang dalam proses, tetapi tidak
termasuk klaim yang belum dilaporkan.
Cadangan klaim tanggungan sendiri dibentuk pada akhir tahun
pajak.
Jumlah klaim yang sebenarnya dibayar oleh perusahaan asuransi
kerugian dibebankan kepada perkiraan cadangan klaim tanggungan
sendiri.
Dalam hal jumlah cadangan klaim tanggungan sendiri seluruhnya
atau sebagian tidak dipakai untuk menutup kerugian, jumlah
kelebihan cadangan tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan.
Dalam hal jumlah klaim tanggungan sendiri sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipakai untuk menutup kerugian namun tidak
mencukupi, jumlah kekurangan cadangan tersebut boleh
dibebankan sebagai biaya.
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
Besarnya cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin
Simpanan adalah 80% (delapan puluh persen) dari surplus yang
diperoleh Lembaga Penjamin Simpanan dari kegiatan operasional
selama 1 (satu) tahun yang diakumulasikan sesuai peraturan
perundang-undangan mengenai Lembaga Penjamin Simpanan.
Besarnya cadangan biaya reklamasi untuk perusahaan yang
melakukan usaha pertambangan adalah yang sebenamya
dibebankan pada perkiraan cadangan biaya reklamasi.
Besarnya cadangan biaya penanaman kembali untuk perusahaan
yang melakukan usaha kehutanan adalah yang sebenarnya
dibebankan pada perkiraan cadangan biaya penanaman kembali.
Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat
pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah
industri adalah yang sebenamya dibebankan pada perkiraan
cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan
limbah.
Pencadangan
Per Menkeu No. 81/PMK.03/2009
premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa, yang dibayar oleh Wajib
Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan
premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang
bersangkutan;
penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa
yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali
penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta
penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di
daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan
yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;
(PER MENKEU NOMOR 83/PMK.03/2009 Tentang Penyediaan
Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian
Atau Imbalan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di Daerah
Tertentu Dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pekerjaan Yang
Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja)
Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta
Penggantian / Imbalan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di
Daerah Tertentu Dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan
Pekerjaan Pemberi Kerja (PER MENKEU NOMOR 83/PMK.03/2009)

Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat


dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan
bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang
menerimanya adalah :
Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi
seluruh Pegawai yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.
Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan
yang diberikan berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di
daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah
untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut.
Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan
dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan
kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.
Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta
Penggantian / Imbalan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di
Daerah Tertentu Dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan
Pekerjaan Pemberi Kerja (PER MENKEU NOMOR 83/PMK.03/2009)

Penggantian atau imbalan pelaksanaan pekerjaan di


daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan
pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah
tersebut adalah sarana dan fasilitas di lokasi kerja untuk:
tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan
keluarganya;
pelayanan kesehatan;
pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya;
peribadatan;
pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;
olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf,
power boating, pacuan kuda, dan terbang layang,
sepanjang sarana dan fasilitas tersebut tidak tersedia,
sehingga pemberi kerja harus menyediakannya sendiri.
Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta
Penggantian / Imbalan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di
Daerah Tertentu Dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan
Pekerjaan Pemberi Kerja (PER MENKEU NOMOR 83/PMK.03/2009)

Pemberian natura dan kenikmatan yang


merupakan keharusan dalam pelaksanaan
pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja
atau karena sifat pekerjaan tersebut
mengharuskannya meliputi pakaian dan
peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian
seragam petugas keamanan (satpam), sarana
antar jemput Pegawai, serta penginapan untuk
awak kapal, dan yang sejenisnya.
Penyediaan Makanan Dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta
Penggantian / Imbalan Dalam Bentuk Natura Dan Kenikmatan Di
Daerah Tertentu Dan Yang Berkaitan Dengan Pelaksanaan
Pekerjaan Pemberi Kerja (PER MENKEU NOMOR 83/PMK.03/2009)

Pengeluaran untuk penyediaan makanan


dan/atau minuman bagi Pegawai sebagaimana
meliputi:
a. pemberian makanan dan/atau minuman yang
disediakan oleh pemberi kerja di tempat kerja, atau
b. pemberian kupon makanan dan/atau minuman bagi
Pegawai yang karena sifat pekerjaannya tidak dapat
memanfaatkan pemberian sebagaimana dimaksud
pada huruf a, meliputi Pegawai bagian pemasaran,
bagian transportasi, dan dinas luar lainnya.
Non Dedectible Expense
Ps. 9 ayat (1)
jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan
istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang
dilakukan;
Dalam hubungan pekerjaan, kemungkinan dapat terjadi pembayaran
imbalan yang diberikan kepada pegawai yang juga pemegang saham.
Karena pada dasarnya pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto
adalah pengeluaran yang jumlahnya wajar sesuai dengan kelaziman
usaha, berdasarkan ketentuan ini jumlah yang melebihi kewajaran
tersebut tidak boleh dibebankan sebagai biaya. Misalnya, seorang
tenaga ahli yang merupakan pemegang saham dari suatu badan
memberikan jasa kepada badan tersebut dengan memperoleh imbalan
sebesar Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Apabila untuk jasa yang sama yang diberikan oleh tenaga ahli lain yang
setara hanya dibayar sebesar Rp20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah),
jumlah sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh juta rupiah) tidak boleh
dibebankan sebagai biaya. Bagi tenaga ahli yang juga sebagai
pemegang saham tersebut jumlah sebesar Rp30.000.000,00 (tiga puluh
juta rupiah) dimaksud dianggap sebagai dividen
Non Dedectible Expense
Ps. 9 ayat (1)
harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan
warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)
huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf i
sampai dengan huruf m serta zakat yang diterima oleh
badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama
yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga
keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh
pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau
berdasarkan Peraturan Pemerintah;
Non Dedectible Expense
Ps. 9 ayat (1)
Pajak Penghasilan;
biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk
kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang
menjadi tanggungannya;
gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan,
firma, atau perseroan komanditer yang modalnya tidak
terbagi atas saham;
sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan
serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan
dengan pelaksanaan perundang-undangan di bidang
perpajakan.
Penilaian Persediaan dalam
Rangka Menghitung HPP
Ketentuan fiskal mengharuskan penilaian
persediaan berdasarkan harga perolehan
(cost methode) yang dilakukan secara :
rata-rata (Average methode) atau
dengan cara mendahulukan persediaan
yang diperoleh pertama (Fifo methode).
Contoh
Tgl Uraian Quantity Hg/Unit
1 Jan Persediaan awal 20 10.000
10 Feb Beli 10 11.000
12 Mei Jual (15) 15.000
3 Juni Beli 18 12.000
15 Okt Jual (12) 15.000
31 Des Persediaan akhir 21 …
Hubungan istimewa 1
Hubungan Kepemilikan
Penyertaan modal langsung atau tidak
langsung sebesar 25% tau lebih pada wajib
pajak lainnya.
Hubungan antara wajib pajak dengan
penyertaan 25% atau lebih pada dua wajib
pajak atau lebih
Hubungan antara dua wajib pajak atau lebih
yang modalnya sebesar 25% atau lebih
dimiliki oleh pihak yang sama.
Hubungan istimewa 2
Hubungan Penguasaan hubungan
antara wajib pajak yang menguasai wajib
pajak lainnya, atau dua wajib pajak atau
lebih berada di bawah penguasaan yang
sama baik langsung maupun tidak
langsung, baik penguasaan melalui
manajemen
pengunaan teknologi
Hubungan Istimewa 3
Hubungan Darah atau Perkawinan hubungan
istimewa karena terdapat hubungan keluarga baik
sedarah maupun semenda dalam garis keturunan
lurus dan/atau ke samping satu derajad.
Sedarah lurus satu derajad adalah ; ayah, ibu, dan
anak.
Sedarah kesamping satu derajad ; saudara
(kandung, seayah, atau seibu).
Semenda lurus satu derajad ; mertua dengan
menantu atau orang tua dengan anak tiri.
Semenda ke samping satu derajad ; ipar.
Apabila antara suami dan istri dilakukan perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan, maka antara
suami istri tersebut terdapat hubungan istimewa.
Perlakuan PPh atas transaksi
dipengaruhi hubungan istimewa
Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena
Pajak tidak boleh dikurangkan jumlah yang
melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada
pemegang saham atau pihak yang memiliki
hubungan istimewa sebagai imbalan
sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan
Menteri Keuangan berwenang menentukan
besarnya perbandingan antara utang dan modal
perusahaan untuk keperluan penghitungan
pajak
S-165/PJ.312/1992
Pinjaman perusahaan tanpa bunga kepada
pemegang saham dapat dianggap wajar dan tidak
perlu dilakukan koreksi apabila
Pinjaman tsb berasal dari dana milik pemegang
saham pemberi pinjaman itu sendiri bukan berasal
dari pihak lain
Modal yg seharusnya disetor oleh pemegang
saham pemberi pinjaman kpd perusahaan
penerima pinjaman telah disetor sepenuhnya
Pemegang saham pemberi pinjaman tidak dalam
keadaan merugi
Perusahaan penerima pinjaman sedang
mengalami kesulitan keuangan untuk
kelangsungan usahanya
Bila salah satu unsur tsb tidak dipenuhi maka atas
pinjaman tsb dilakukan koreksi menjadi terutang
bunga dengan tingkat bunga wajar
Biaya bunga
Apabila terdapat penempatan deposito atau
tabungan yang dananya langsung atau tidak
langsung berasal dari dana pinjaman yang
dibebani bunga, maka ; ( SE-46/PJ.4/1995 )
Apabila jumlah rata-rata pinjaman sama besarnya
atau lebih kecil dibanding jumlah rata-rata
deposito atau tabungan, maka bunga atas
pinjaman tersebut seluruhnya tidak dapat
dikurangkan sebagai biaya.
Apabila jumlah rata-rata pinjaman lebih besar
dibanding jumlah rata-rata deposito atau
tabungan, maka bunga atas pinjaman yang boleh
dikurangkan sebagai biaya adalah biaya bunga
atas selisih antara jumlah rata-rata pinjaman
dengan jumlah rata-rata deposito atau tabungan.
contoh
Pada tahun 2010 PT ABC mendapat pinjaman
dari Bank Mandiri dengan batas maksimum
sebesar Rp 200 Juta dan tingkat bunga pinjaman
20%. Dari jumlah tersebut telah diambil pada
bulan Februari sebesar Rp 125 Juta, pada bulan
Juni diambil lagi sebesar Rp 25 Juta dan sisanya
diambil bulan Agustus.
Disamping itu PT ABC mempunyai dana yang
ditempatkan dalam bentuk deposito dengan
perincian sebagai berikut :
Februari s/d Maret sebesar Rp 25 Juta
April s/d Agustus sebesar Rp 46 Juta
September s/d Desember sebesar Rp 50 Juta
Hitung bunga yang dapat dibebankan sebagai
biaya
Pengecualian
Dana pinjaman tsb disimpan/ditempatkan dlm
bentuk rekening giro yg atas jasanya dikenakan
PPh yg bersifat Final
Adanya keharusan bagi WP utk menempatkan
dana dlm juml tertentu pd suatu bank dlm
bentuk deposito berdasarkan ketentuan
perundangan (keharusan)
Dapat dibuktikan penempatan
deposito/tabungan tsb dananya berasal dr
tambahan modal dan sisa laba setelah pajak
contoh
PT ABC bergerak dibidang usaha perdagangan
barang elektronik. Selain itu PT ABC juga
mempunyai gedung yang disewakan kepada PT XYZ
Penghasilan dari perdagangan barang elektronik Rp
300.000.000 dengan biaya usaha sebesar Rp
200.000.000
Penghasilan dari persewaan gedung Rp 100.000.000
dengan biaya perwatan gedung Rp 20.000.000
Selain itu PT ABC juga mengeluarkan biaya
administrasi untuk mengelola semua aktifitas
kegiatan perdagangan barang elektronik dan
persewaan gedung yang tidak dapat dipisahkan
penggunaannya sebesar Rp 9.000.000
Hitung PPh terutang
Kompensasi Kerugian
Ps. 6 ayat (2)
Apabila penghasilan bruto setelah
pengurangan didapat kerugian, kerugian
tersebut dikompensasikan dengan
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
berturut-turut sampai dengan 5 (lima)
tahun.
Kompensasi Kerugian
PT A dalam tahun 1998 menderita kerugian
fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam 5
tahun berikutnya, rugi laba fiskal PT A adalah
sbb :
1999 : laba fiskal Rp 200.000.000,00
2000 : rugi fiskal Rp (300.000.000,00)
2001 : laba fiskal N I H I L
2002 : laba fiskal Rp 100.000.000,00
2003 : laba fiskal Rp 800.000.000,00
2004 : laba fiskal Rp 500.000.000
Contoh
Kompensasi Kerugian
'* + AAB ! 0 AAAAAAAA"
AA
& 7
! '*+
AA ! 0 AAAAAAAA"AA
A ! 0 )AAAAAAAA"AA
A ! 0 2 1 ,
A) ! 0 AAAAAAAA"AA
A( ! 0 9AAAAAAAA"
AA
Contoh
Kompensasi Kerugian
$
0 ! AAB 0 AAAAAAAA"AA
, ! AA 0 AAAAAAAA"AA F
- ! AAB 0 AAAAAAAAA" AA
0 ! A 0 )AAAAAAAA"AA
- ! AAB 0 AAAAAAAAA" AA
, ! A 0 2 1 , F
- ! AAB 0 AAAAAAAAA" AA
, ! A) 0 AAAAAAAA"AA F
- ! AAB 0 BAAAAAAAA" AA
, ! A( 0 9AAAAAAAA"AA F
- ! AAB 0 AAAAAAAA"AA
0 ! AAB 0 AAAAAAAA"
AA
A(
! A 7" ! A
0 )AAAAAAAA"
AA
! A7 A :"
A
A:
Rekonsiliasi Fiskal

Penghasilan Netto komersial xxxx


+Koreksi Fiskal Positif xxxx
Contoh : Biaya Non Deductible

- Koreksi Fiskal Negatif (xxxx)


Contoh : Penghasilan bukan objek pajak
& penghasilan dikenakan PPh Final

Penghasilan Netto Fiskal xxxx


>>> REVENUE ASSESMENT <<<
PENGHASILAN
(revenue, income, gain)

Objek PPh Objek PPh Final Bukan Objek PPh


Psl. 4 (1) Psl. 4 (2) Psl. 4 (3)

Sesuai UU Tidak Sesuai UU

over under

koreksi negatif Koreksi positif Koreksi negatif Koreksi negatif


>>> COST ASSESMENT <<<
BEBAN
(cost, expense, loss)

DEDUCTIBLE NON DEDUCTIBLE


Dapat Dikurangkan Tidak dapat dikurangkan
Psl.6 (1) Ps.9 (1)

Sesuai UU Tidak Sesuai UU

over under

Koreksi positif Koreksi negatif Koreksi positif


Penghasilan dari usaha
Penjualan Rp 52,000,000,000
Harga pokok penjualan Rp 24,000,000,000
Laba Kotor Rp 28,000,000,000
Biaya operasi
Gaji pegawai Rp 3,600,000,000
Alat tulis kantor Rp 3,200,000,000
Biaya pemeliharaan bangunan yang disewakan Rp 2,800,000,000
PPh Pasal 25 Rp 2,400,000,000
Sanksi administrasi perpajakan Rp 2,000,000,000
PBB Rp 1,600,000,000
Biaya listrik, air, telpon kantor Rp 1,200,000,000
Cadangan piutang tak tertagih Rp 800,000,000
Sumbangan HUT RI Rp 400,000,000
Jumlah biaya usaha Rp 18,000,000,000
Penghasilan luar usaha
Penghasilan dari persewaan bangunan Rp 20,000,000,000
Bunga pinjaman Rp 4,000,000,000
Deviden dari penyertaan 25% saham di PT XYZ Rp 800,000,000
Jumlah penghasilan luar usaha Rp 24,800,000,000
Laba Bersih Rp 34,800,000,000
Tarif PPh Badan
Tarif PPh Ps. 17 Ayat (1)
Tarif Umum PPh Badan
Tarif PPh Ps. 17 ayat (2b)
Khusus WP badan dalam negeri Tbk, dengan
syarat tertentu
Tarif PPh Ps. 31E ayat (1)
Khusus WP Badan Dalam Negeri UKM,
dengan syarat tertentu
Tarif PPh Ps. 17 Ayat (1)
Tarif Umum PPh Badan
Tarif pajak yang diterapkan atas
Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak
badan dalam negeri dan bentuk usaha
tetap adalah sebesar 28% (dua puluh
delapan persen).
Tarif tsb menjadi 25% yang mulai berlaku
sejak tahun pajak 2010
Contoh Tarif PPh Ps. 17 Ayat (1)
Tarif Umum PPh Badan
PT ABC melaporkan Peredaran usaha
dalam tahun 2009 sebesar Rp 60 Milyar
dengan Jumlah Penghasilan Kena
Pajak Rp 1.250.000.000,00
Pajak Penghasilan terutang:
28% x Rp1.250.000.000,00 = Rp 350.000.000,00
Tarif PPh Pasal 31E
Tarif Khusus WP Badan Dalam Negeri UKM

Wajib Pajak badan dalam negeri dengan


peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 mendapat fasilitas
berupa pengurangan tarif sebesar 50%
dari tarif Pasal 17 yang dikenakan atas
Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp
4.800.000.000,00
Keterangan : mulai tahun 2010 tarif 28% menjadi 25%
Tarif PPh Pasal 31E ayat (1)
Tarif Khusus WP Badan Dalam Negeri UKM
Peredaran Bruto 4,8 Milyar
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari
peredaran bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50%
dari tarif Pajak
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Penghasilan Kena Pajak
Peredaran Bruto > 4,8 Milyar, tapi 50 Milyar
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang memperoleh fasilitas :
(Rp 4,8 Milyar : Peredaran Bruto) x Penghasilan Kena Pajak
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Penghasilan Kena Pajak – Jumlah Penghasilan Kena Pajak
dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang memperoleh fasilitas
28% x Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
Contoh Tarif PPh Pasal 31E ayat (1)
Tarif Khusus WP Badan Dalam Negeri UKM

Peredaran bruto PT Y dalam tahun pajak 2009 sebesar


Rp 4.500.000.000 dengan Penghasilan Kena Pajak
sebesar Rp 500.000.000
Penghitungan pajak yang terutang:
Seluruh Penghasilan Kena Pajak yang diperoleh dari peredaran
bruto tersebut dikenai tarif sebesar 50% dari tarif Pajak
Penghasilan badan yang berlaku karena jumlah peredaran bruto
PT Y tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00.
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Rp 500.000.000,00 = Rp 70.000.000,00
Contoh Tarif PPh Pasal 31E ayat (1)
Tarif Khusus WP Badan UKM
Peredaran bruto PT X dalam tahun pajak 2009 sebesar Rp 30
Milyar dengan Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp 3 Milyar.
Penghitungan Pajak Penghasilan yang terutang :
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang
memperoleh fasilitas :
(Rp 4.800.000.000 : Rp 30.000.000.000) x Rp 3.000.000.000
= Rp 480.000.000,00
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak
memperoleh fasilitas:
Rp 3.000.000.000,00 – Rp 480.000.000,00 = Rp 2.520.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang:
(50% x 28%) x Rp480.000.000,00 = Rp 67.200.000,00
28% x Rp2.520.000.000,00 = Rp 705.600.000,00 (+)
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang = Rp 772.800.000,00
SE - 66/PJ/2010
Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam
Pasal 31E ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan
adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari
kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk
mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan
baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, meliputi :
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat
final;
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak
bersifat final; dan
Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak.
Tarif PPh Ps. 17 ayat (2b)
Khusus WP Badan Dalam Negeri Tbk

Wajib Pajak badan dalam negeri yang


berbentuk perseroan terbuka yang paling
sedikit 40% (empat puluh persen) dari
jumlah keseluruhan saham yang disetor
diperdagangkan di bursa efek di Indonesia
dan memenuhi persyaratan tertentu
lainnya dapat memperoleh tarif sebesar
5% (lima persen) lebih rendah
Tarif PPh Ps. 17 ayat (2b)
Tarif ini diterapkan bagi Wajib Pajak badan dalam negeri
yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit
40% (empat puluh persen) dari jumlah keseluruhan
saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di
Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya.
Wajib Pajak tersebut dapat memperoleh tarif sebesar
5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif
sebagaimana dimaksud pada Pasal 17 ayat (1) huruf b
dan ayat (2a) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.
PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif
dengan penghasilan kena pajak.
Contoh
Jumlah Penghasilan Kena Pajak dalam
tahun pajak 2009 Rp 1.250.000.000,00
Pajak Penghasilan yang terutang = (28% -
5%) x Rp1.250.000.000,00 = Rp
287.500.000,00.
SE - 42/PJ/2009
Penurunan tarif bagi Wajib Pajak badan dalam
negeri yang berbentuk perseroan terbuka
dilaksanakan dengan cara self assessment
melalui Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan Wajib Pajak Badan (SPT).
Dengan demikian, Wajib Pajak tidak perlu
menyampaikan permohonan untuk dapat
memperoleh penurunan tarif tersebut.
Permenkeu No. 238/PMK.03/2008
Syarat Penerapan Tarif Tarif PPh Ps. 17 ayat (2b)

1. Penurunan Tarif Pajak Penghasilan diberikan kepada


Wajib Pajakapabila jumlah kepemilikan saham publiknya
40% (empat puluh persen) atau lebih dari keseluruhan
saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki paling
sedikit oleh 300 (tiga ratus) Pihak.
2. Masing-masing Pihak hanya boleh memiliki saham
kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan saham
yang disetor.
3. Ketentuan poin 1 dan poin 2 harus dipenuhi oleh Wajib
Pajak dalam waktu paling singkat 6 (enam) bulan dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.
4. Waktu 6 (enam) bulan tersebut adalah 183 (seratus
delapan puluh tiga) hari kalender.
Administrasi
Wajib Pajak harus melampirkan surat keterangan dari
Biro Administrasi Efek pada Surat Pemberitahuan
Tahunan PPh WP Badan dengan melampirkan formulir
X.H.1-6 sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam
dan LK Nomor X.H.1 untuk setiap tahun pajak terkait.
Surat keterangan dibuat untuk setiap tahun pajak
dengan mencantumkan nama Wajib Pajak, Nomor
Pokok Wajib Pajak, Tahun Pajak serta menyatakan
bahwa dalam waktu paling singkat 6 (enam) bulan dalam
jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.
Saham Wajib Pajak dimiliki oleh publik paling sedikit 40%
(empat puluh persen) dari keseluruhan saham yang disetor; dan
saham Wajib Pajak yang dimiliki oleh publik dimiliki paling sedikit
oleh 300 (tiga ratus) pihak dan masing-masing pihak hanya
memiliki saham kurang dari 5% (lima persen) dari keseluruhan
saham yang disetor.
Jika Tidak Memenuhi Syarat
Pasal 3 Permenkeu Nomor 238/PMK.03/2008

Dalam hal Wajib Pajak dalam 1 (satu) tahun


pajak tertentu tidak memenuhi persyaratan
maka ketentuan penurunan tarif khusus tidak
berlaku.
Sehingga pajak Penghasilan atas penghasilan
Wajib Pajak dihitung berdasarkan ketentuan
yang berlaku secara umum sebagaimana diatur
dalam ketentuan Pasal 17 ayat (1) huruf b
Undang-Undang PPh.
Pembulatan
Ps. 17 ayat (4)
Untuk keperluan penerapan tarif pajak,
jumlah Penghasilan Kena Pajak dibulatkan
ke bawah dalam ribuan rupiah penuh.
Kredit Pajak PPh Badan
Kredit Pajak Dalam Negeri
PPh Ps. 22
PPh Ps. 23
Kredit Pajak Luar Negeri
PPh Ps. 24
PPh yang Dibayar Sendiri
PPh Ps. 25 Bulanan
STP PPh Ps. 25 (Hanya Pokok Pajak)
PPh Ps. 25 AYAT (8) / Fiskal luar negeri
PPh Pasal 22
PPh Pasal 23
PPh Pasal 23
PPh Pasal 23
PPh Pasal 23
PPh Pasal 24
Pengkreditan PPh yg dibayar di luar negeri
PPh dibayar di LN boleh dikreditkan dg
PPh di Indonesia
Pengkreditan PPh psl 24 dilakukan di
tahun pajak digabungkannya penghasilan
tersebut
Kerugian di LN tidak boleh digabung
pengkreditan PPh yg dibayar di
luar negeri
PPh psl 24 yg dikreditkan jumlah yg lebih kecil
antara :
Pajak yg sebenarnya dibayar di LN

Rumus :
PPh terutang atas X Penghasilan Netto LN
seluruh Penghasilan Penghasilan Kena Pajak
(dihitung per-country basis)

Jumlah PPh terutang atas seluruh penghasilan


Contoh
PT X berkedudukan di Jakarta memperoleh
penghasilan neto dalam tahun 2010 adalah
sbb :
Penghasilan neto dari dalam negeri sebesar Rp
8.000.000.000.
Di Singapura memperoleh penghasilan (laba neto)
Rp 2.000.000.000, dimana PPh yang dibayar di
Singapura sebesar Rp 800.000.000
Di Vietnam memperoleh penghasilan (laba neto)
sebesar Rp 6.000.000.000, dimana PPh yang
dibayar sebesar Rp 1.200.000.000
Di Malaysia menderita kerugian (rugi neto)
sebesar Rp 5.000.000.000
Hitung kredit pajak PPh pasal 24
Contoh
PT Y berkedudukan di Surabaya memperoleh
penghasilan neto dalam tahun 2001 sbb :
Penghasilan neto (rugi) di dalam negeri Rp
(600.000.000)
Penghasilan neto dari usaha di Philipina Rp
3.000.000.000
PPh yang terutang di Philipina sebesar Rp
1.200.000.000
Hitung kredit pajak PPh psl 24
Kompensasi Kerugian
Kerugian dapat dikompensasikan dg
penghasilan mulai tahun pajak berikutnya
bertutut-turut sampai dengan 5 tahun
PT A dalam tahun 1998 menderita kerugian
fiskal sebesar Rp 1.200.000.000,00. Dalam 5
tahun berikutnya, rugi laba fiskal PT A adalah
sbb :
1999 : laba fiskal Rp 200.000.000,00
2000 : rugi fiskal Rp (300.000.000,00)
2001 : laba fiskal N I H I L
2002 : laba fiskal Rp 100.000.000,00
2003 : laba fiskal Rp 800.000.000,00
2004 : laba fiskal Rp 500.000.000
PPh Ps. 25
Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak
Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan :
Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 22; dan
Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh
dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24,
dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak.

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak
untuk bulan-bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak
Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya
angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
PPh Pasal 25 Secara Umum
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 dalam
tahun berjalan =
sama dengan PPh yang terutang menurut SPT
Tahunan PPh tahun pajak yang lalu
dikurangi dengan PPh yang telah
dipotong/dipungut pihak lain ( PPh Pasal 22, dan
PPh Pasal 23) dan PPh yang terutang di Luar
Negeri yang boleh dikreditkan (PPh Pasal 24)
dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam bagian
tahun pajak
Penghasilan tidak teratur tidak diperhitungkan
dalam menentukan PPh psl 25
Contoh
Penghitungan PPh Ps. 25
' ' - ' * ' '
AAB 0 7AAAAAAA"AA

' ' $ ' 0 7 AAAAAA"AA


' ' ' 0 AAAAAAA" AA
' ' ' ) 0 7AAAAA"
AA
$ ' ' ' ( 0 ? 7AAAAA"AA F
; 0 )7 AAAAAA"
AA
- 0 7 AAAAAA"AA
= AA
0 7AAAA"
AA 0 7 AAAAAA"
AA

Apabila SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2009 dilapor tgl 30 April 2010 maka angsuran
tersebut berlaku mulai masa pajak April 2010 yang harus disetor paling lambat tgl 15 Mei
2010
Contoh Umum
PT ABC melakukan usaha penjualan barang hasil impor
Laporan Laba Rugi Th 2010 sbb :
Penjualan 500.000.000
HPP 300.000.000
Laba Kotor 200.000.000
Biaya usaha 130.000.000
Laba usaha 70.000.000
Pendapatan luar usaha
Laba selisih kurs 15.000.000
Bunga pinjaman 10.000.000
Laba bersih 95.000.000
PPh yang dipotong/dipungut pihak lain
PPh 22 impor 2.500.000
PPh 23 1.500.000 SOAL : Hitung PPh
Jumlah 4.000.000 25 untuk tahun 2011
Bagi Wajib Pajak yang
Memperoleh Penghasilan Tidak
Teratur

Penghasilan tidak teratur tidak


diperhitungkan dalam menentukan PPh
psl 25
Contoh Penghasilan Tidak Teratur
PT ABC melakukan usaha penjualan barang hasil impor
Laporan Laba Rugi Th 2010 sbb :
Penjualan 400.000.000
HPP 300.000.000
Laba Kotor 100.000.000
Biaya usaha 70.000.000
Laba usaha 30.000.000
Pendapatan luar usaha
Laba selisih kurs 15.000.000
Bunga pinjaman 10.000.000
Keuntungan penjualan mobil 5.000.000
Laba bersih 60.000.000
PPh yang dipotong/dipungut pihak lain
PPh 22 impor 500.000 SOAL : Hitung PPh
PPh 23 1.500.000 25 untuk tahun 2011
Jumlah 2.000.000
Angsuran PPh Pasal 25 Bagi
Wajib Pajak Baru
PPh Pasal 25 dihitung dengan
menerapkan tarif umum Pasal 17 terhadap
Penghasilan Kena Pajak sebulan yang
disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
Contoh WP Baru
PT ABC mulai 1 Januari 2010 terdaftar
sebagai wajib pajak dan diberikan
NPWP.
Bulan Penjualan Biaya Laba
Januari ’10 30 jt 20 jt 10 jt
Februari ’10 40 jt 35 jt 5 jt
Maret ‘10 50 jt 25 jt 25 jt

SOAL : Hitung PPh 25 untuk tahun 2010


PPh 25 sebelum batas waktu
penyampaian SPT Tahunan
Sama dengan jumlah angsuran PPh psl
25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya
(Masa Desember)
Wajib Pajak yang Menyampaikan SPT
Lewat Batas Waktu
Diberi Ijin Perpanjangan Jangka Waktu
Penyampaian SPT
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 mulai batas
waktu penyampaian SPT s.d. bulan
disampaikannya SPT dihitung berdasarkan
perhitungan sementara PPh terutang yang
disampaikan wajib pajak.
Setelah SPT Tahunan PPh disampaikan,
besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung
kembali berdasarkan SPT Tahunan tersebut.
Wajib Pajak yang Menyampaikan SPT
Lewat Batas Waktu
Tidak diberi Ijin Perpanjangan Jangka Waktu
Penyampaian SPT
Besarnya angsuran PPh Pasal 25 mulai batas
waktu s.d. bulan disampaikannya SPT sama
dengan angsuran bulan terakhir tahun pajak
sebelumnya
Setelah SPT Tahunan PPh disampaikan,
besarnya angsuran PPh Pasal 25 harus dihitung
kembali bedasarkan SPT Tahunan PPh yang
disampaikan
Membetulkan SPT Tahunan
PPh
PPh Pasal 25 dihitung kembali
berdasarkan SPT Pembetulan dan berlaku
mulai batas waktu penyampaian SPT
Tahunan PPh tersebut
Wajib Pajak yang Berhak atas
Kompensasi Kerugian
Kompensasi kerugian yang masih dapat
diperhitungkan, diperhitungkan dalam
menentukan angsuran PPh 25
Contoh :
Th 2010 Rugi Fiskal (300.000.000)
Th 2011 Laba Fiskal 200.000.000
Th 2012 Laba Fiskal 75.000.000
Hitung PPh psl 25 Th 2013
Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak atas
Tahun Pajak Yang Lalu
Apabila dalam tahun berjalan diterbitkan surat ketetapan
pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka angsuran PPh
dihitung berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut,
Perubahan angsuran berlaku mulai bulan berikutnya
setelah diterbitkannya surat ketetapan pajak.
Contoh :
PT ABC melaporkan laba fiskal Rp 100 juta berdasar
SPT Tahunan 2010 yang disampaikan tgl 30 April
2011
Pada bulan Juni 2011 PT ABC dilakukan
pemeriksaan dan Surat Ketetapan Pajak diterbitkan
tanggal 30 Agustus 2011 menetapkan laba fiskal Rp
150 juta
Wajib Pajak yang Mengalami
Perubahan Keadaan Usaha
Apabila setelah 4 bulan atau lebih dalam suatu tahun
pajak wajib pajak dapat menunjukkan bahwa PPh yang
akan terutang untuk tahun pajak tersebut kurang dari
75% dari PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh
Pasal 25, wajib pajak tersebut dapat mengajukan
permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25
kepada Kepala KPP setempat
Apabila dalam suatu tahun pajak WP mengalami
peningkatan usaha dan diperkirakan PPh yang akan
terutang untuk tahun pajak tersebut lebih dari 150% dari
PPh yang menjadi dasar penghitungan PPh Pasal 25,
maka PPh 25 untuk bulanyang masih tersisa dihitung
kembali berdasarkan perkiraan PPh yang terutang di
tahun tsb
WP Bank & SGU dg hak opsi
PPh tarif umum atas laba rugi fiskal
menurut laporan keuangan triwulan
terakhir disetahunkan dikurangi PPh 24
dibagi 12
BUMN /BUMD
Tarif umum dari laba rugi fiskal berdasar
rencana kerja dan anggaran pendapatan
(RKAP) tahun pajak ybs dikurangi PPh 22,
23,24 dibagi 12
Penghitungan
PPh Kurang/Nihil/(Lebih Bayar)
Penghasilan Netto Fiskal xxxxx
Kompensasi Kerugian (xxxx)
Penghasilan Kena Pajak xxxxx

PPh Terutang (Tarif x PKP) xxxxx


Kredit Pajak Dalam Negeri (xxxx)
Kredit Pajak Luar Negeri (xxxx)
PPh yg Dibayar Sendiri (Ps 25) (xxxx)
PPh Kurang/Nihil/(Lebih Bayar) xxxxx

PPh Pasal 29

Anda mungkin juga menyukai