Anda di halaman 1dari 3

UJIAN TENGAH SEMESTER [UTS]

Mata kuliah / Kode : Psikologi Agama


Prodi / Jurusan : Psikologi / Psikologi
Semester / Kelas : Enam [VI] / A-B-C-D-E-F
Hari, tanggal / Waktu : Senin, 22 Maret 2021 / 08.10 sd 09.50
Dosen Pembina : Drs. Zainul Arifin, M. Ag.

A. PETUNJUK
1. Bacalah pernyataan dan pertanyaan di bawah ini sebelum mengerjakan.
2. Gunakan Bahasa Indonesia dengan baik dan benar
3. Soal bersifat individual, terbuka dan take hame
4. Kerjakan 4 [empat] dari 6 [enam] soal yang ada
5. Waktu pengumpulan satu minggu

B. BENTUK SOAL
1. Psikologi agama sebagai sebuah disiplin ilmu, tentunya memiliki obyek kajian, yang bisa dipilah menjadi dua kategori yaitu
obyek materia dana obyek forma, yang membedakan dengan disiplin ilmu yang lainnya seperti sosiologi agama atau
filsafat agama.
a. Apa yang anda ketahui tentang kedua obyek kajian tersebut ?
b. Apa yang mbedakan antara disiplin Psikologi Agama dengan disiplin ilmu yang lain tersebut dari sisi obyek formanya ?
c. Berilah contoh kongkrit dari penjelasan anda pada pertanyaan kedua tersebut !

2. Berdasar teori sumber kemunculan agama, terdapat dua sumber yaitu teori monistik dan teori dualistik yang
membedakan dengan teori lain, semisal teori Islam berupa teori fitroh beserta dalil aqli dan naqlinya.
a. Apa yang anda fahami tentang paradigma agama seperti pertayaan di atas ?
b. Jelaskan pandangan anda tentang dua teori sumber agama tersebut di atas !
c. Jelaskan pula pendapat anda tentang teori fitroh beserta dalil aqli dan naqlinya !

3. Jiwa keagamaan seseorang mengalami perkembangan seiring dengan tugas perkembangan dalam konteks psikologi
perkembangan [developmental psychology], mulai dari perkembangan pre natal, natal, anak-anak [awal-tengah-akhir],
remaja [awal-tengah-akhir], dewasa [awal-tengah-akhir], hingga lansia.
a. Apa yang anda fahami tentang konsep perkembangan jiwa keagamaan tersebut ?
b. Apa perbedaan dan persamaan antara perkembangan jiwa keagamaan dengan psikologi perkembangan ?
c. Jelaskan pandangan anda tentang teori natal [kelahiran] antara teori psikologi perkembangan dengan teori Islam ?

4. Masa perkembangan yang menarik adalah masa remaja, dimana masa ini disamping memiliki taraf perkembangan remaja
awal, tengah dan akhir, juga merupakan masa pubertas di satu sisi dan masa penentuan sebagai seorang yang dipandang
baligh [mukallaf], sehingga dipandang mampu mandiri [taklif] dan bertanggungjawab melaksanaan ajaran agamanya.
a. Jelaskan pandangan anda tentang konsep remaja dan indikator psikologis tugas perkembanganya tersebut ?
b. Jelaskan pula tugas perkembangan jiwa keagamaan di masing-masing tahapan remaja awal, tengah dan akhir
tersebut!
c. Jelaskan pula pendapat anda tentang terminologi baligh, aqil, tamyiz, taklif dan mukallaf, baik dari segi psikologi
perkembangan maupun sisi fiqh Islam nya !

5. Masa yang juga menarik adalah masa transisi antara ramaja akhir menuju dewasa awal, yang disebut dengan quarter life
crisis, di mana di usia ini secara psikologis penuh dengan kebimbangan, sementara secara psikologi agama memungkinkan
terjadi konversi agama.
a. Jelaskan apa yang anda fahami tentang masa transisi tersebut baik dari sisi psikologi maupun agama ?
b. Jelaskan pula apa yang anda fahami tentang term quarter life crisis tersebut di atas !
c. Analisislah perbandingan antara problem yang terjadi di masa quarter life crisis, dai sisi tugas perkembangan
[problem kebimbangan] dan dari sisi psikologi agama [konversi agama]

6. Salah satu tema sentral dalam diskursus psikologi agama adalah tema keberagamaan [religiusitas] dengan lima dimensi,
yang berakar dari agama dan kegiatan keagamaan.
a. Apa yang anda fahami tentang keberagamaan [religiusitas] di atas ?
b. Jelaskan apa yang anda fahami keterkaitan antara agama, kegiatan keagamaan dan keberagamaan !
c. Jelaskan pula lima dimensi keberagamaan di atas disertai dengan contoh masing-masing !

SELAMAT MENGERJAKAN
6. a) Menurut Daradjat (2005) agama adalah proses hubungan manusia yang dirasakan terhadap sesuatu yang
diyakini, bahwa sesuatu lebih tinggi dari pada manusia. Sedangkan Glock dan Stark medefinisikan agama sebagai
system symbol, system keyakinnan, system nilai, dan system perilaku yang terlembaga, yang kesemuanya terpusat
pada persoalan-persoalann yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate Mean Hipotetiking).

Religius dalam bahasa Arab ekuivalen dengan istilah al-din yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
dengan “Agama”. Asal mula kata religius yaitu Religion dan bersumber dari bahasa latin Religare yang berarti Re =
kembali dan ligare = terikat. Religiusitas menurut Suhardiyanto (2001) adalah hubungan pribadi dengan pribadi ilahi
Yang Maha Kuasa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang (Tuhan) yang berkonsekuensi hasrat untuk berkenan kepada
pribadi yang ilahi itu dengan melaksanakan kehendak-Nya dan menjauhi yang tidak dikehendakinya (larangannya).
Keberagamaan atau religiusitas adalah sesuatu yang amat penting dalam kehidupan manusia.Keberagamaan atau
religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika
seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga ketika melakukan aktifitas lain yang didorong oleh
kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat mata, tapi juga
aktivitas yang tak tampak dan terjadi dalam hati seseorang.

b) Agama dan keberagamaan adalah dua kata yang maknanya berbeda satu dengan lainnya. Secara morfologis,
masing-masing ungkapan tentu punya artinya sendiri. Agama merupakan kata benda dan keberagamaan adalah kata
sifat atau keadaan. Keberagamaan yaitu suatu kata yang berasal dari kata dasar agama yang kemudian dibentuk
menjadi beragama, lalu diberi imbuhan ke-dan–an sehingga menjadi keberagamaan. Dalam bahasa Indonesia, kata-
kata yang mendapat imbuhan ke-dan-an mengandung makna, antara lain, sifat atau keadaan, seperti kebekuan
(keadaan membeku), kebesaran (keadaan membesar), kerajinan, kepekaan, kejujuran dan lain-lain. Keberagamaan
berarti keadaan atau sifat orang-orang beragama, yang meliputi keadaan dan sifat atau corak pemahaman, semangat
dan tingkat kepatuhannya untuk melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, dan keadaan prilaku hidupnya sehari-
hari setelah ia menjadi penganut suatu agama.

Secara definitif, agama adalah ajaran, petunjuk, perintah, larangan, hukum, dan peraturan, yang diyakini oleh
penganutnya berasal dari dzat gaib Yang Maha Kuasa, yang dipakai manusia sebagai pedoman tindakan dan tingkah
laku dalam menjalani hidup sehari-hari. Dengan kata lain, inti dari suatu agama ialah ajaran yang dipakai manusia
sebagai pedoman hidup.

Kegiatan keagamaan ialah sutu bentuk usaha yang terencana dan terkendali baik dilakukan oleh seseorang
maupun kelompok dalam hal menanamkan, mengimplementasikan dan menyebarluaskan nilai-nilai agama. Sehingga
diharapkan dapat menciptakan budaya religius dan agamis dalam kehidupan sehari-hari.

C) Lima dimensi keberagamaan di atas disertai dengan contoh masing-masing

a. Religius Ractice (The Ritualistic Dimension)

Religius Ractice (The Ritualistic Dimension) yaitu tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan
kewajiban-kewajiban ritual di dalam agamanya. Unsur yang ada dalam dimensi ini mencakup pemujaan,
kultur serta hal-hal yang lebih menunjukkan komitmen seseorang dalam agama yang dianutnya.

Contoh : Pergi ke tempat ibadah, melakukan zakat, melaksanakan puasa ramadhan/puasa sunnah,
melaksanakan ibadah haji, dan lain-lain.

b. Religius Belief (The Ideological Dimension)

Religius Belief (The Ideological Dimension) atau disebut juga dimensi keyakinan adalah tingkatan
sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam ajaran agamanya. Meskipun diakui setiap
agama memiliki seperangkat kepercayaan yang secara doktriner berbeda dengan agama lainnya, bahkan
untuk agamanya saja terkadang muncul paham yang berbeda dan tidak jarang berlawanan.

Contoh : Kepercayaan tentang adanya Tuhan, Malaikat, Kitab-kitab, Nabi, Rasul, Hari kiamat, Surga neraka.
c. Religius Knowledge (The Intellectual Dimension)

Religius Knowledge (The Intellectual Dimension) atau dimensi pengetahuan agama adalah dimensi
yang menerangkan seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang
ada di dalam kitab suci maupun yang lainnya. Paling tidak seseorang yang beragama harus mengetahui hal-
hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi.

Contoh : Para Fuqaha’, Mufassir, Muhaddits, Muarrikh, Mushowwif, Hukama’.

d. Religius Feeling (The Experiental Dimension)

Religius Feeling (The Experiental Dimension) adalah dimensi yang terdiri dari perasaan-perasaan dan
pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dirasakan dan dialami.

Contoh : Perasaan dekat dengan Allah, perasaan doa-doanya sering terkabul, perasaan tentram bahagia
karena menuhankan Allah, perasaan bertawakkal, perasaan khusuk ketika melaksanakan sholat, perasaan
tergetar ketika mendengar adzan atau ayat-ayat al-qur’an, perasaan syukur kepada Allah, perasaan
mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah.

e. Religius Effect (The Consequential Dimension)

Religius Effect (The Consequential Dimension) yaitu dalam hal ini berkaitan dengan sejauh mana
seseorang itu mau berkomitmen dengan ajaran agamanya dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh : Menolong orang yang kesulitan, Bersikap jujur, Mensedekahkan sebagian hartanya, Mengunjungi
kerabat/saudara/tetangga yang sakit, dan ikut melestarikan lingkungan alam.

Anda mungkin juga menyukai