Anda di halaman 1dari 21

TEMA : Pariwisata

Analisis Pengaruh Penyimpangan Dalam Bentuk Patologi Sosial Pelaku


Pariwisata Terhadap Pembangunan Sosial di Tempat Wisata

KU4183 - SOSIOLOGI INDUSTRI

Disusun
Oleh :

Marcella Adriana Aridewo – 10719085- K03

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG


BANDUNG
2020
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pariwisata merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam kehidupan bernegara,
karena merupakan salah satu industri yang mendukung peningkatan devisa suatu negara. Selain
itu, sektor pariwisata juga merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat. Perkembangan
pariwisata yang ada di suatu negara juga menjadi salah satu aspek yang menentukan apakah suatu
negara dikatakan negara berkembang atau negara maju. Oleh karena itulah, penting bagi suatu
negara untuk terus membangun mutu pariwisata yang ada di negaranya. Namun dalam prosesnya,
banyak faktor yang dapat menghambat berjalannya suatu pembangunan pariwisata. Salah satunya
adalah perilaku menyimpang dari pelaku pariwisata. Pelaku pariwisata merupakan seluruh pihak
yang melakukan aktivitas pariwisata, seperti turis, karyawan hotel, tour guide, dan lain-lain. Dalam
suatu sektor pariwisata, banyak sekali pelaku pariwisata yang terlibat dan tidak semuanya
memenuhi kriteria perilaku sosial yang baik. Banyaknya pelaku pariwisata ini menyebabkan
adanya perilaku penyimpangan sosial. Jika penyimpangan sosial ini tidak segera ditangani, maka
akan mengganggu pembangunan sosial di lokasi pariwisata yang bersangkutan.

1.1.1. Das Sollen

Das Sollen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang Undang No. 10 Tahun 2009
tentang Kepariwisataan.

1.1.2. Das Sein

Perkembangan pariwisata yang ada di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan


semenjak adanya kasus Covid-19. Sebelum maraknya kasus ini, perkembangan pariwisata sudah
mengalami kenaikan dari segi strategi pariwisata seperti pemasaran dan pemberdayaan sumber
daya alam sebagai daya tarik pariwisata. Namun ada beberapa hal yang menghambat
pembangunan sektor pariwisata di Indonesia seperti sanitasi dan kebersihan lingkungan serta
keterbatasan tenaga kerja.

1.2. Identifikasi Masalah


1. Sering terjadinya penyimpangan sosial oleh pelaku pariwisata.
2. Masyarakat di tempat wisata kurang bisa menangani penyimpangan dengan baik
sehingga berpengaruh ke pembangunan sosial yang ada di tempat wisata tersebut.
3. Kurangnya hukum mengenai penyimpangan sosial yang ada di tempat wisata.

1.3. Rumusan Masalah

1. Apa saja penyimpangan sosial dalam bentuk ketidaksesuaian perilaku yang terjadi di
kalangan pelaku pariwisata?
2. Mengapa kesejahteraan sosial dan ekonomi pada pemilik maupun pengunjung wisata dapat
mengalami penurunan?
3. Bagaimana upaya yang dapat dilakukan agar pelaku pariwisata dapat mempertahankan
sikap saling mendukung dan menghormati ?

1.4. Tujuan Penelitian

1.Mengetahui apa saja penyimpangan sosial dalam bentuk ketidaksesuaian perilaku yang
terjadi di kalangan pelaku pariwisata.
2. Mengetahui penyebab kesejahteraan sosial dan ekonomi pada pemilik maupun pengunjung
wisata dapat mengalami penurunan.
3. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan agar pelaku pariwisata dapat mempertahankan
sikap saling mendukung dan menghormati di dalam tempat wisata?

3.1. Manfaat Penelitian

1. Memaparkan perilaku penyimpangan pelaku pariwisata yang mungkin ditemui dalam


kehidupan sehari-hari.
2. Memberi pengetahuan bagi pembaca mengenai faktor-faktor penghambat pembangunan sosial
tempat pariwisata dan upaya pencegahannya.
3. Sebagai sarana referensi bagi seluruh pelaku pariwisata untuk mempertahankan perilaku sosial
yang baik di tempat wisata.
BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Teori Patologi Sosial

Kata patologi berasal dari kata Pathos yang berarti penyakit dan Logos yang berarti berbicara
tentang/ilmu. Jadi, patologi adalah ilmu yang membicarakan tentang penyakit atau ilmu tentang
penyakit. Sedangkan kata sosial adalah tempat atau wadah untuk melakukan interaksi antar
manusia yang perwujudannya berupa kelompok manusia atau organisasi. Maka pengertian dari
patologi sosial adalah ilmu tentang gejala-gejala sosial yang dianggap “sakit” disebabkan oleh
faktor-faktor sosial.
Menurut teori patologi, masyarakat selalu dalam keadaan sakit atau masyarakat yang tidak
berfungsi secara sebagian atau keseluruhan. Masyarakat bisa dikatakan sehat jika selurung anggota
masyarakat berfungsi dengan sempurna. Jika dipandang dari luar, masyarakat memang terlihat
menjalankan fungsinya dengan sempurna. Namun jika dilihat dari dalam, pada kenyataannya
masyarakat tidak menjalankan fungsinya dengan baik. Misalnya, masyarakat yang makmur.
Masyarakat ini memang terlihat makmur, namun didalamnya banyak masalah yang dihadapi.
Blumer (1971) dan Thompson (1988), menyatakan bahwa masalah sosial adalah suatu kondisi
yang dirumuskan atau dinyatakan oleh suatu entitas berpengaruh yang mengancam nilai-nilai suatu
masyarakat dan kondisi itu diharapkan dapat diatasi melalui kegiatan bersama.
Blackmar dan Billin (1923) menyatakan bahwa patologi sosial merupakan kegagalan individu
dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan sosial dan ketidakmampuan struktur dan institusi
sosial melakukan sesuatu bagi perkembangan kepribadian. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa
patologi sosial adalah suatu gejala ketika tidak ada persesuaian antara berbagai unsur dari suatu
keseluruhan sehingga dapat membahayakan kehidupan kelompok.

2.2. Teori Pembangunan Sosial

Pembangunan sosial adalah suatu proses perubahan sosial yang terencana yang didesain untuk
mengangkat kesejahteraan penduduk secara menyeluruh, dengan menggabungkannya dengan
proses pembangunan ekonomi yang dinamis (Midgley, 2005). Pembangunan ekonomi dan sosial
sangat berkaitan. Artinya pembangunan sosial dan kesejahteraan masyarakat tidak akan terjadi
tanpa adanya pembangunan ekonomi secara menyeluruh. Para ahli lain seperti Edi Suharto
mendefinisikan pembangunan sosial sebagai pendekatan pembangunan yang bertujuan
meningkatkan kualitas kehidupan manusia secara paripurna, yakni memenuhi kebutuhan manusia
yang terentang mulai dari kebutuhan fisik sampai sosial.
Tujuan pembangunan sosial adalah mengangkat kesejahteraan sosial, sejahtera dari kondisi sosial
yaitu, dapat terpenuhi tidak kebutuhan dasarnya, dan dapat atau tidak tercipta kesempatan
sosialnya. Tujuan pembangunan sosial didukung dengan berbagai macam strategi baik secara
langsung maupun tidak langsung.

2.3. Teori Perilaku Sosial

Perilaku sosial adalah suasana saling ketergantungan yang merupakan keharusan untuk
menjamin keberadaan manusia (Rusli Ibrahim, 2001). Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup
tidak dapat melakukannya sendiri, melainkan memerlukan bantuan dari orang lain. Artinya,
kelangsungan hidup manusia berlangsung dalam suasana saling mendukung dalam kebersamaan.
Menurut Krech, Crutchfield dan Ballachey (1982) dalam Rusli Ibrahim (2001), perilaku
sosial seseorang itu tampak dalam pola respons antar orang yang dinyatakan dengan hubungan
timbal balik atar pribadi. Perilaku sosial juga identik dengan reaksi seseorang terhadap orang lain
(Baron & Bryne, 1991). Perilaku itu ditunjukkan dengan perasaan, tindakan, sikap, keyakinan,
kenangan, atau rasa hormat terhadap orang lain. Perilaku sosial seseorang merupakan sifat relatif
untuk menanggapi orang lain dengan cara-cara yang berbeda. Misalnya dalam melakukan kerja
sama, ada orang yag melakukannya dengan tekun, sabar, dan selalu mementingkan kepentingan
bersama diatas kepentingan pribadinya. Sementara di pihak lain, ada orang yang bermalas-
malasan, tidak sabaran dan hanya ingin mencari untung sendiri.
Perilaku ditunjukkan dengan suatu perasaan, tindakan, sikap, keyakinan, atau bahkan rasa
hormat terhadap orang lain sehingga yang dimaksud perilaku sosial adalah aktivitas fisik dan psikis
seseorang terhadap orang lain atau sebaliknya dalam rangka memenuhi diri atau orang lain yang
sesuai dengan tuntutan sosial (Hurlock, 2003). Dengan kata lain, perilaku sosial sendiri
menggambarkan perilaku umum yang ditunjukkan individu dalam bermasyarakat.

2.4. Teori Konstruksionisme Sosial

Konstruksionisme sosial memiliki definisi sebagai teori di mana pengetahuan tentang dunia
yang dimiliki seseorang dikembangkan dalam konteks sosial, dan bahwa sesuatu yang kita rasakan
sebagai realita tergantung pada asumsi bersama. Teori konstruksionisme sosial menyatakan bahwa
makna dan pengetahuan diciptakan secara sosial.
Menurut Margareth Poloma, istilah konstruksi sosial atas realitas (sosial construction of
reality) didefinisikan sebagai proses sosial melalui tindakan dan interaksi dimana individu
menciptakan secara terus-menerus suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara
subyektif.
Konstruksi sosial merupakan sebuah teori sosiologi kontemporer yang dicetuskan oleh
Peter L.Berger dan Thomas Luckman. Dalam menjelaskan paradigma konstruktivis, realitas sosial
merupakan konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia yg bebas
yang melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan yang lain. Individu menjadi penentu
dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah korban fakta
sosial, namun sebagai media produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi
dunia sosialnya (Basrowi dan Sukidin, 2002 : 194).
Dalam penelitian ini, teori konstruksionisme dapat dikaitkan dengan penyimpangan sosial
masyarakat. Berdasarkan teori konstruksionisme sosial, masalah sosial merupakan hasil konstruksi
manusia, yang disebabkan oleh interaksi intens individu dengan orang-orang yang mendefinisikan
hal-hal menyimpang sebagai suatu hal yang biasa atau bahkan positif.

2.5. Teori Pelabelan (Labelling Theory)

Teori pelabelan menyatakan bahwa perilaku menyimpang hanya ketika masyarakat menyebut
mereka sebagai menyimpang. Teori ini berkaitan dengan makna yang orang peroleh dari label,
simbol, tindakan, dan reaksi satu sama lain. Dengan demikian, menyesuaikan anggota masyarakat,
yang menafsirkan perilaku tertentu sebagai menyimpang dan kemudian melampirkan label ini
kepada individu, menentukan perbedaan antara penyimpangan dan non-penyimpangan. Teori
pelabelan mempertanyakan siapa yang menerapkan label apa kepada siapa, mengapa mereka
melakukan ini, dan apa yang terjadi sebagai akibat dari pelabelan ini.
Dengan memberikan label pada diri seseorang, kita cenderung melihat dia secara keseluruhan
kepribadiannya, dan bukan pada perilakunya satu per satu. Labelling bisa juga disebut sebagai
penjulukan/ pemberian cap. Menurut Lemert (dalam Sunarto, 2004) Teori Labeling adalah
penyimpangan yang disebabkan oleh pemberian cap/ label dari masyarakat kepada seseorang yang
kemudian cenderung akan melanjutkan penyimpangan tersebut.
Teori labelling dipelopori oleh Lemert dan Interaksionisme simbolik dari Herbert Mead (dalam
Sunarto, 2004). Kemudian dikembangkan oleh Howard Becker pada tahun 1963. Awalnya,
menurut Teori Struktural devian atau penyimpangan dipahami sebagai perilaku yang ada dan
merupakan karakter yang berlawanan dengan norma-norma sosial. Devian adalah bentuk dari
perilaku.

2.6. Teori Disorganisasi Sosial

Disorganisasi sosial terjadi ketika seseorang tidak melaksanakan fungsinya dalam sebuah
organisasi. Disorganisasi sosial dapat menimbulkan keretakan organisasi sosial yang berkelanjutan
dan dapat menimbulkan masalah sosial. Disorganisasi sosial dapat terjadi karena adanya
perubahan sosial yang ada.
Teori disorganisasi sosial merupakan salah satu teori sosiologi yang menjelaskan bagaimana
munculnya masalah sosial di tingkat kelompok atau di tingkat pranata sosial. Teori ini merupakan
bagian dari perspektif fungsional yang menganalogikan pranata sosial bagai organ dalam tubuh
manusia.
Perbedaan dengan teori patologi sosial terletak pada penjelasantentang kegagalan sebuah
kelompok atau bahkan pranata sosial dalam menjalankan fungsinya di masyarakat. Patologi sosial
menjelaskan disfungsi sosial sebagai kegagalan individu atau kelompok dalam menjalankan atau
memahami nilai dan norma yang berlaku umum. Sementara teori disorganisasi sosial berfokus
pada sejauh mana nilai dan norma yang ada di terima dan ditegakkan oleh masyarakat.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan studi literatur.
Peneliti memilih metode kualitatif dengan asumsi bahwa pendapat tiap-tiap masyarakat pasti
berbeda sehingga metodologi ini sangat cocok digunakan karena pendekatannya berfokus pada
realita ganda yang sewaktu-waktu dapat berubah atau dinamis (Nana Sudjana dan Ibrahim,
2001:7).
Penelitian kualitatif sendiri adalah sebuah metodologi penelitian yang bertujuan untuk
memahami fenomena sosial yang dialami oleh subjek penelitian. Fenomena ini dapat berupa
perilaku, persepsi, motivasi, atau tindakan yang dirangkai secara deskriptif dalam bentuk kata-kata
dan bahasa. (Moleong, 2005:6). Metode kualitatif memegang prinsip fenomenologis, yaitu
memahami fenomena yang sedang terjadi dan sangat bergantung pada sudut pandang partisipan.
Penelitian kualitatif biasanya digunakan untuk memperoleh suatu teori dari data yang didapat.
Berbeda dengan metode kuantitatif yang membuktikan data dengan teori yang sudah ada.
Peneliti akan mewawancarai dua narasumber yang termasuk ke dalam masyarakat pelaku
wisata. Pelaku wisata di sini dapat berarti pemilik tempat wisata, tour guide, karyawan hotel, atau
pengunjung. Pada penelitian ini, narasumber yang akan di wawancarai adalah mahasiswa sebagai
pengunjung dan pemilik tempat wisata.

3.2. Pedoman Wawancara

Tabel 3.1. Pedoman Pertanyaan untuk Narasumber Mahasiswa dan Pemilik Tempat Wisata
Teori Berdasarkan Rumusan Masalah Pedoman Pertanyaan
Apa saja perilaku ketidaksesuaian dalam • Menurut anda, apa fungsi dari pelayan
masyarakat pariwisata? (Teori Patologi pariwisata?
Sosial) • Apa fungsi dari pengunjung
pariwisata?
• Apakah anda pernah mendapat
respons/perilaku yang tidak sesuai
dengan fungsinya dari pelayan
pariwisata?
• Apa saja perilaku yang menurut anda
menunjukkan ketidaksesuaian dari
pelaku pariwisata?
• Apakah pengunjung pariwisata juga
sering melakukan perilaku yang
tidak sesuai? Jika iya, seperti apa
contohnya?
Apa saja penyebab dari turunnya • Menurut anda, apa saja faktor yang
kesejahteraan dalam pembangunan sosial di menyebabkan kesejahteraan
sektor pariwisata? (Teori pembangunan ekonomi pemilik pariwisata
sosial) menurun?
• Apa saja yang menyebabkan
ketidakpuasan kebutuhan akan
pariwisata dari pengunjung?
• Apakah ada keterkaitan antara
penyimpangan sosial yang dilakukan
dengan menurunnya kesejahteraan
masyarakat pariwisata?
• Penyimpangan sosial seperti apa yang
kira-kira dapat menyebabkan hal
tersebut?
• Mengapa penyimpangan sosial itu
terjadi?
Bagaimana upaya yang dilakukan untuk • Bagaimana menurut anda
menekan perilaku sosial yang menyimpang? perilaku/tindakan pemilik/pelayan
(Teori perilaku sosial) pariwisata yang seharusnya?
• Bagaimana perilaku/tindakan
pengunjung pariwisata yang
seharusnya?
• Menurut anda bagaimana cara
menunjukkan rasa hormat terhadap
pemilik/pengunjung wisata?
• Apa saja upaya yang dapat dilakukan
agar rasa saling mendukung di
lingkungan pariwisata tetap terjaga?
• Menurut anda siapa saja yang dapat
mengupayakan hal tersebut?
BAB IV HASIL PENELITIAN

4.1. Hasil Wawancara dengan Mahasiswa

Wawancara dilakukan pada tanggal 12 Desember 2020 dengan narasumber seorang mahasiswa
Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti bernama Ian Simanungkalit. Pertanyaan disesuaikan dengan
pedoman wawancara yang ada dan didapatkan hasil sebagai berikut.

Tabel 4.1. Hasil Wawancara dengan Mahasiswa


Pedoman Wawancara Jawaban
Menurut anda, apa fungsi dari pelayan • Menemani selama perjalanan wisata,
pariwisata? • Memberi jaminan keselamatan pada
wisatawan,
• Penyedia jasa/fasilitas (travel agen atau tour
operator lainnya),
• Memberi penjelasan dengan sebaik-baiknya
mengenai suatu obyek wisata.

Apa fungsi dari pengunjung pariwisata? Memberi penghasilan bagi pemilik wisata,
Menggunakan fasilitas wisata dengan baik dan
benar.
Apakah anda pernah mendapat Pernah, waktu saya menginap di suatu hotel,
respons/perilaku yang tidak sesuai dengan sikap pegawainya cukup kasar dan tidak
fungsinya dari pelayan pariwisata? membantu.
Apa saja perilaku yang menurut anda Berkata kasar kepada pengunjung;
menunjukkan ketidaksesuaian dari pelayan Pelayan pariwisata tidak santun;
pariwisata? Pelayan pariwisata melakukan penipuan.
Apakah pengunjung pariwisata juga sering Ya, banyak pengunjung yang sering
melakukan perilaku yang tidak sesuai? Jika melakukan penyimpangan sederhana.
ya, seperti apa contohnya? Contohnya seperti meludah sembarangan,
membuang sampah sembarangan, membuat
kegaduhan dan merusak barang pariwisata
secara sengaja.
Menurut anda, apa saja faktor yang Situasi pandemik seperti ini;
menyebabkan kesejahteraan ekonomi Kurangnya pengunjung, bisa disebabkan
pemilik pariwisata menurun? karena kurangnya daya tarik tempat wisata;
Apa saja yang menyebabkan ketidakpuasan Daya tarik tempat wisata yang tidak menarik;
kebutuhan akan pariwisata dari Tempat asli dan yang ada diwebsite jauh
pengunjung? berbeda (tempat yang asli sangat kotor);
Pelayanan dari petugas pariwisata tidak baik.
Apakah ada keterkaitan antara penyimpangan Ya. Penyimpangan sosial dapat menurunkan
sosial yang dilakukan dengan menurunnya kesejahteraan masyarakat pariwisata.
kesejahteraan masyarakat pariwisata?
Penyimpangan sosial seperti apa yang kira- Perilaku seperti mengotori dan merusak
kira dapat menyebabkan hal tersebut? tempat wisata akan mengurangi daya tarik;

Mengapa penyimpangan sosial itu terjadi? Karena pendidikan yang rendah dari
masyarakat.
Bagaimana menurut anda perilaku/tindakan Sesuai dengan fungsinya yang sudah
pemilik/pelayan pariwisata yang seharusnya? dijelaskan tadi
Bagaimana perilaku/tindakan pengunjung Sesuai dengan fungsinya
pariwisata yang seharusnya?
Menurut anda bagaimana cara menunjukkan Bersikap sopan santun;
rasa hormat terhadap pemilik/pengunjung Membantu jika dibutuhkan;
wisata? Menjalankan fungsi;
Menjaga kebersihan tempat wisata.
Apa saja upaya yang dapat dilakukan agar Mungkin dengan mengingatkan orang lain
rasa saling mendukung di lingkungan untuk selalu berperilaku yang baik. Petugas
pariwisata tetap terjaga? pariwisata juga harus memberikan informasi
yang lengkap dan jelas untuk mencegah
terjadinya pelanggaran.
Menurut anda siapa saja yang dapat Semua masyarakat.
mengupayakan hal tersebut?

4.2. Hasil Wawancara dengan Pemilik Tempat Wisata

Wawancara dilakukan pada tanggal 12 Desember 2020 dengan narasumber seorang pemilik
usaha pariwisata Floating Market Lembang bernama Syariffudin. Pertanyaan disesuaikan dengan
pedoman wawancara yang ada dan didapatkan hasil sebagai berikut.

Tabel 4.2. Hasil Wawancara dengan Pemilik Tempat Wisata


Pedoman Wawancara Jawaban
Menurut anda, apa fungsi dari pelayan • Menemani selama perjalanan wisata,
pariwisata? • Memberi jaminan keselamatan pada
wisatawan,
• Penyedia jasa/fasilitas (travel agen atau tour
operator lainnya),
• Memberi penjelasan dengan sebaik-baiknya
mengenai suatu obyek wisata.

Apa fungsi dari pengunjung pariwisata? Memberi penghasilan bagi pemilik wisata,
Menggunakan fasilitas wisata dengan baik dan
benar.
Apakah anda pernah mendapat Sejauh ini karyawan saya belum ada yang
respons/perilaku yang tidak sesuai dengan menunjukkan perilaku seperti itu.
fungsinya dari pelayan pariwisata?
Apa saja perilaku yang menurut anda Melakukan penipuan dan bertindak tidak
menunjukkan ketidaksesuaian dari pelayan sopan (berkata kasar, pelecehan seksual, dan
pariwisata? lain-lain)
Apakah pengunjung pariwisata juga sering Ya, cukup banyak pelaku yang melakukan
melakukan perilaku yang tidak sesuai? Jika penyimpangan. Contohnya seperti melanggar
iya, seperti apa contohnya? aturan di tempat wisata (pergi ke tempat yang
seharusnya tidak diperbolehkan), mengotori,
merusak, bahkan ada yang menggunakan
tempat wisata sebagai sarana perjudian, seks
bebas, mabuk-mabukan, hingga pemakaian
narkoba.
Menurut anda, apa saja faktor yang Situasi pandemik seperti ini;
menyebabkan kesejahteraan ekonomi Kurangnya pengunjung, bisa disebabkan
pemilik pariwisata menurun? karena kurangnya daya tarik tempat wisata;
Apa saja yang menyebabkan ketidakpuasan Daya tarik tempat wisata yang tidak menarik;
kebutuhan akan pariwisata dari Pelayanan dari petugas pariwisata tidak baik.
pengunjung?
Apakah ada keterkaitan antara penyimpangan Ya, ada keterkaitannya.
sosial yang dilakukan dengan menurunnya
kesejahteraan masyarakat pariwisata?
Penyimpangan sosial seperti apa yang kira- Pengotoran tempat wisata, perusakan tempat
kira dapat menyebabkan hal tersebut? wisata, pemakaian tempat wisata untuk sesuatu
yang ilegal (narkoba, pelecehan, mabuk, dan
lain-lain)
Mengapa penyimpangan sosial itu terjadi? Pendidikan masyarakat yang kurang, situasi
keluarga, kenakalan remaja.
Bagaimana menurut anda perilaku/tindakan Sesuai dengan fungsinya
pemilik/pelayan pariwisata yang seharusnya?
Bagaimana perilaku/tindakan pengunjung Sesuai dengan fungsinya
pariwisata yang seharusnya?
Menurut anda bagaimana cara menunjukkan Melayani dengan sopan;
rasa hormat terhadap pemilik/pengunjung Membantu jika dibutuhkan;
wisata? Menjalankan fungsi;
Menjaga kebersihan tempat wisata.
Apa saja upaya yang dapat dilakukan agar Meningkatkan mutu pendidikan di
rasa saling mendukung di lingkungan masyarakat, memberi informasi yang jelas dan
pariwisata tetap terjaga? lengkap.
Menurut anda siapa saja yang dapat Semua masyarakat
mengupayakan hal tersebut?

4.3 Hasil Studi Literatur

Studi literatur diambil dari artikel jurnal yang berjudul “Hubungan Persepsi Dampak
Pariwisata Budaya, Nilai Personal, dan Sikap Pariwisata Budaya”. Pada artikel ini dijelaskan
mengenai keterkaitan antara sikap penduduk yang membentuk sikap pariwisata budaya dan
nantinya berdampak ke pariwisata itu sendiri.
Dijelaskan pada literatur ini bahwa sikap penduduk di sekitar objek pariwisata sangat
penting untuk diketahui. Pariwisata bukan lagi urusan pemerintah saja, namun juga harus
melibatkan penduduk. Jika pemerintah sudah melakukan pembangunan pariwisata secara
signifikan namun tidak meneliti sikap penduduk di sekitar, maka efeknya tidak akan
menguntungkan. Penduduk merupakan aspek penting yang menjadi pendukung dari suatu
pariwisata. Oleh karena itu, jika tidak mendapat dukungan penduduk, objek pariwisata tidak akan
berjalan dengan baik.
Menurut Pearce (1980), Hall dan Page (1999) sikap penduduk tidak diragukan lagi
merupakan sebuah komponen kunci dalam identifikasi, pengukuran, dan analisis dampak
pariwisata. Pembangunan pariwisata merupakan suatu proses dinamis yang di dalamnya terdapat
interaksi sosial antara pelaku pariwisata dengan pelaku itu sendiri, antara pelaku pariwisata dengan
masyarakat setempat, dan dengan lingkungan alam disekitarnya.
Sikap seorang individu terbentuk dari proses yang kompleks karena telah melewati tahap
perkembangan manusia dan terjadi melalui interaksi dengan manusia lain atau kelompok. Sikap
seseorang terhadap pariwisata budaya dapat dilihat sepertipada gambar berikut ini.
Berdasarkan gambar di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap seorang individu dipengaruhi
oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal terdiri dari hubungan beliefs (keyakinan)
dan attitude (sikap) (Fishbein dan Ajzen, 1975). Sedangkan faktor eksternalnya adalah
pengalaman, situasi, dan norma yang terjadi dimasyarakat (di luar dirinya sendiri).
BAB V ANALISIS PENELITIAN

5.1. Analisis Rumusan Masalah 1

Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan fungsi dari pelaku pariwisata yaitu


pelayan/pemilik pariwisata dan pengunjung. Fungsi dari pemilik pariwisata adalah; menemani
selama perjalanan wisata; memberi jaminan keselamatan pada wisatawan; penyedia jasa/fasilitas
(travel agen atau tour operator lainnya); memberi penjelasan dengan sebaik-baiknya mengenai
suatu obyek wisata. Sedangkan fungsi dari pengunjung atau wisatawan adalah memberi
penghasilan bagi pemilik wisata dan menggunakan fasilitas wisata dengan baik dan benar. Kedua
fungsi ini merupakan suatu perilaku sosial yang baik, yang seharusnya dilakukan oleh subjek yang
bersangkutan. Perilaku yang menyimpang dari fungsi-fungsi ini dikategorikan sebagai tindakan
patologi sosial.
Pada wawancara narasumber pertama, beliau mengatakan bahwa pernah mengalami
tindakan/respons yang tidak sesuai dari pelayan pariwisata berupa perilaku tidak sopan. Sedangkan
narasumber kedua belum pernah merasakan respons yang tidak sesuai. Kedua narasumber
memberikan jawaban yang mirip mengenai respons apa saja yang menurut mereka merupakan
penyimpangan dari pelaku pariwisata, yaitu penipuan dan perlakuan tidak sopan seperti pelecehan
seksual, berkata kasar, dan lain-lain. Menurut teori patologi sosial, kondisi “sakit” atau
menyimpang adalah suatu kondisi di mana manusia tidak menjalankan fungsinya secara sebagian
atau keseluruhan. Jika dibandingkan dengan fungsi dari subjek penelitian, penyimpangan yang
telah disebutkan kedua narasumber adalah benar suatu bentuk patologi sosial. Berkata kasar,
pelecehan seksual, dan penipuan merupakan tindakan yang sangat bertolak belakang dengan
fungsi pemilik pariwisata sebagai penyedia jasa pelayanan wisata.
Penyimpangan yang telah disebutkan juga dapat dikategorikan sebagai disorganisasi
sosial karena merupakan kegagalan individu dalam menjalankan fungsinya di tengah masyarakat.
Perbedaan disorganisasi sosial dan patologi sosial adalah bahwa patologi sosial merupakan
kegagalan karena kurangnya kesadaran individu tersebut, sedangkan disorganisasi sosial
bergantung pada sejauh mana perilaku tersebut dapat diterima di norma masyarakat. Dalam kasus
ini, narasumber yang berperan sebagai masyarakat sudah tidak menerima perilaku yang dilakukan
oleh pelaku sehingga penyimpangannya dikategorikan sebagai disorganisasi sosial.
Kedua narasumber menyebutkan beberapa ketidaksesuaian perilaku yang dilakukan oleh
pengunjung yaitu, melanggar aturan di tempat wisata (pergi ke tempat yang seharusnya tidak
diperbolehkan), menginjak/menduduki barang yang seharusnya tidak boleh diduduki (biasanya
barang-barang sakral), mengotori, merusak, bahkan ada yang menggunakan tempat wisata sebagai
sarana perjudian, seks bebas, mabuk-mabukan, hingga pemakaian narkoba. Narasumber dapat
mengatakan bahwa sikap-sikap tersebut merupakan sikap menyimpang karena adanya
“paradigma” atau “label” dari masyarakat umum yang mendeskripsikan sikap-sikap menyimpang.
Pernyataan ini merupakan salah satu penerapan dari teori pelabelan (labelling theory) yang
menunjukkan bahwa seseorang dapat menunjukkan suatu sikap adalah menyimpang jika sikap
tersebut dikatakan menyimpang oleh masyarakat umum.

5.2. Analisis Rumusan Masalah 2

Berdasarkan hasil wawancara, didapatkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi


ketidaksejahteraan sosial maupun ekonomi dari pemilik pariwisata adalah situasi pandemik dan
kurangnya daya tarik objek pariwisata sehingga tidak ada pengunjung. Kedua situasi ini
menyebabkan para pemilik wisata tidak mendapatkan penghasilan dari usaha atau layanannya.
Oleh karena itulah, hal ini disebut faktor yang menurunkan pembangunan sosial dan ekonomi dari
pemilik pariwisata. Sedangkan faktor yang menurunkan kesejahteraan berwisata dari pengunjung
adalah daya tarik tempat wisata yang tidak menarik dan pelayanan dari petugas pariwisata tidak
baik.
Kedua narasumber mengatakan bahwa terdapat keterkaitan antara perilaku menyimpang
dengan pembangunan sosial pariwisata. Perilaku menyimpang ini dapat menyebabkan penurunan
pembangunan sosial. Contohnya seperti pengotoran dan perusakan objek pariwisata dapat
menurunkan daya tarik sehingga penghasilan ekonomi dari pemilik pariwisata berkurang. Para
narasumber juga mengatakan bahwa penyebab perilaku menyimpang ini adalah kurangnya
pendidikan mengenai perilaku sosial yang baik dan benar, situasi rumah (broken home), kenakalan
remaja.
Sama seperti yang dikatakan dalam studi literatur, perilaku/sikap seorang individu dapat
disebabkan oleh faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor eksternal di sini dapat berupa
situasi dari masyarakat yang tidak mendukung. Contohnya seperti yang dikatakan oleh narasumber
yaitu rumah tangga yang rusak dan kurangnya pendidikan. Sedangkan faktor internal merupakan
faktor psikologis dari diri sendiri. Faktor psikologis ini juga biasanya dipengaruhi oleh masyarakat
sekitar. Bila masyarakat di lingkungannya menganggap tindakan menyimpang sebagai sesuatu
yang normal, bisa jadi individu yang bersangkutan juga ikut menganggapnya sebagai hal yang
normal dan akhirnya melakukan hal tersebut. Pandangan seperti ini merupakan salah satu
penerapan dari teori konstruksionisme sosial yang menyatakan dimana masalah sosial
merupakan hasil konstruksi manusia, yang disebabkan oleh interaksi intens individu dengan orang-
orang yang mendefinisikan hal-hal menyimpang sebagai suatu hal yang biasa atau bahkan positif.

5.3. Analisis Rumusan Masalah 3

Berdasarkan teori, perilaku sosial merupakan suatu tindakan yang saling mendukung
dalam kebersamaan yang ditunjukkan dengan suatu perasaan, tindakan, sikap, keyakinan, atau
bahkan rasa hormat terhadap orang lain. Untuk mencapai perilaku sosial yang baik dari masyarakat
pariwisata, kedua sumber mengemukakan beberapa hal. Pertama adalah diadakannya peningkatan
mutu/kualitas pendidikan bagi masyarakat mengenai perilaku menyimpang. Dengan
meningkatkan kualitas pendidikan, maka tingkat penyimpangan sosial diharapkan dapat
berkurang. Solusi yang kedua adalah dengan memperjelas alur informasi dari pemilik kepada
pengunjung dan sebaliknya. Informasi dan komunikasi antar subjek pariwisata merupakan hal
penting yang dapat menentukan kesejahteraan masing-masing pihak. Dengan adanya informasi
yang jelas dan lengkap, pengunjung jadi mengetahui apa saja tindakan yang boleh dilakukan dan
yang tidak boleh dilakukan. Dari hasil studi literatur, dikatakan bahwa upaya untuk mencapai
kesejahteraan sosial dan ekonomi pariwisata adalah dengan melibatkan penduduk atau masyarakat
dan tidak hanya pemerintah. Oleh karena itu, dibutuhkan juga dukungan dari masyarakat terhadap
sektor pariwisata di daerahnya agar dapat mencapai kesejahteraan. Dukungan ini dapat berupa
pemeliharaan lingkungan seperti membuang sampah pada tempatnya dan tidak mengotori
lingkungan alam.
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

1. Jenis penyimpangan sosial dalam bentuk ketidaksesuaian perilaku dengan norma di


kalangan pelaku pariwisata adalah tindakan pelaku wisata yang tidak sesuai dengan
fungsinya, seperti melakukan penipuan, bertindak kurang sopan, dan pelecehan seksual.
2. Kesejahteraan sosial dan ekonomi pada pemilik maupun pengunjung wisata dapat
mengalami penurunan salah satunya disebabkan karena penyimpangan sosial yang terjadi
di masyarakat pariwisata.
3. Upaya yang dapat dilakukan agar pelaku pariwisata dapat mempertahankan sikap saling
mendukung dan menghormati adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan dan
meningkatkan kelancaran komunikasi dan informasi.

6.2. Saran

1. Masyarakat pariwisata harus bisa mengkomunikasikan informasi sebagai bentuk upaya


meminimalisir terjadinya penyimpangan sosial.
2. Pemerintah dapat mengadakan pendidikan terkait penyimpangan sosial sejak usia dini
sehingga masyarakat menjadi lebih taat terhadap norma-norma yang berlaku.
DAFTAR PUSTAKA

Hasanah, N. (n.d.). Hubungan Persepsi Dampak Pariwisata Budaya, Nilai Personal, dan Sikap
Pariwisata Budaya. Retrieved December 14, 2020.

Mardhiah, N. (2015). Analisis Patologi Sosial Generasi Muda Dalam Pelaksanaan Syariat Islam
Di Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Public Policy, 1(1)

Megawulandari, M., Rafli,Z., & Rohman, S. (2019). Patologi Sosial dalam Novel Rembulan
Tenggelam di Wajahmu Karya Tere Liye. JP-BSI (Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia), 4(2), 85-90.

Wirawan, D. I. (2012). Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial, Definisi Sosial,
dan Perilaku Sosial. Kencana.

Anda mungkin juga menyukai