Anda di halaman 1dari 54

STUDI KASUS

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA NY”A” DENGAN


BENDUNGAN ASI PADA MASA NIFAS DI PUSKESMAS
POLI-POLIA KAB. KOLAKA TIMUR
TAHUN 2020

OLEH:

ISVA NASARI ISHAK

(NIM: 191302061)

KELAS: E19

PROGRAM DIV PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN


UNIVERSITAS INDONESIA TIMUR
MAKASSAR
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi Kasus yang

berjudul “ Manajemen Asuhan Kebidanan Pada Ny”A” Ibu Dengan

Bendungan ASI pada Masa Nifas di Puskesmas Poli-Polia Kabupaten

Kolaka Timur“ sebagai salah satu tugas MID.

Dalam penyusuna studi kasus ini ini penulis mendapat banyak bantuan

dan bimbingan dari berbagai pihak dan dari daftar pustaka sehingga studi

kasus ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih

kepada kepda berbagai pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan

Studi Kasus ini terselesaikan tepat pada waktunya .Karena keterbatasan

kemampuan, pengetahuan dan pengalaman penulis maka penyusunan studi

kasus ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran yang

sifatnya membangun sangat penulis harapakan.

Semoga laporan Studi kasus ini dapat bermanfaat bagi dunia

kesehatan pada umumnya dan dunia kebidanan pada khususnya.

Poli-Polia, juli 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PENGESAHAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Tujuan Penulisan
C. Ruang Lingkup
D. Metodologi dan Teknik Penulisan
E. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSATAKA

A. PengertianPostnatal Care

B. Asuhan Kebidanan Post Natal

C. Program Kebijakan Teknis Dalam Asuhan Masa Post Natal

D. Konsep Bendungan ASI

1. Pengertian bendungan ASI

2. Faktor Penyebab Bendungan ASI

3. Gejala Bendungan ASI

4. Pencegahan Bendungan ASI

5. Patologi Bendungan ASI

6. Patopisiologi Bendungan ASI


7. Penatalaksanaan

8. Upaya Pengobatan Bendungan ASI

9. Terapi Dan Pengobatan Bendungan ASI

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB IV PEMBAHASAN

BAB VPENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masa nifas adalah masa sesudah persalinan yang di perlukan untuk

pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 – 8 mgg, sedangkan

yang terpenting dalam nifas adalah masa involusi dan laktasi. Asuhan

pada masa nifas diperlukan karena masa ini merupakan masa kritis baik

ibu maupun janin.

Pemeriksaan pada masa nifas tidak banyak mendapat perhatian

ibu, karena sudah dirasa baik dan selanjutnya semua berjalan lancer.

Pemeriksaan pada masa nifas sebenarnya sangat penting dilakukan

untuk mendapatkan penjelasan yang berharga dari dokter atau bidan

yang menolong persalinan tersebut.

Asuhan masa nifas diperlukan dalam periode ini karena ini

merupakan masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan bahwa

60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50%

kematian dimana pada masa nifas ini terjadi dalam 24 jam pertama

(Sarwono, 2002: 122-123).

Perawatan masa nifas sangat di perlukan untuk mencegah dan

mendeteksi adanya komplikasi yang terjadi setelah persalinan ,antara

lain perdarahan, infeksi, dan gangguan psikologis. Dengan latar

belakang di atas penulis tertarik untuk mengangkat kasus bendungan

ASI.
B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Tujuan umum pembuatan studi kasus ini adalah agar penulis dapat

mengaplikasikan teori dan ketrampilan asuhan kebidanan yang telah

didapat selama masa perkuliahan dan di lahan praktek dalam asuhan

kebidanan secara nyata dengan menggunakan pendekatan

manajemen kebidanan.

2. Tujuan Khusus

Setelah melaksanakan praktek PKK mahasiswa mampu :

a. Melaksanakan pengkajian atau identifikasi data baik data

subyektif, obyektif, maupun penunjang guna menegakkan kasus

ibu nifas fisiologis

b. Mampu menginterpretasikan data pada ibu nifas dengan masalah

Bendungan ASI.

c. Mampu melakukan identivikasi diagnose potensial pada ibu nifas

dengan masalah Bendungan ASI.

d. Mampu melakukan tindakan antisipasi pada ibu nifas dengan

masalah Bendungan ASI.

e. Mampu mengintervensi atau merencanakan tindakan pada ibu

nifas dengan masalah Bendungan ASI.

f. Mampu melakukan tindakan sesuai rencana pada ibu nifas dengan

masalah Bendungan ASI.


g. Mampu melaksanakan evaluasi atau penjelasan terhadap tindakan

yang telah dilakuakn.

h. Mampu menganalisa kesenjangan antara teori dan praktek dalam

pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan masalah

Bendungan ASI.

C. Ruang Lingkup

1. Tempat

Tempat pengambilan kasus ini adalah di Puskesmas Poli-Polia

Kabupaten Kolaka Timur.

2. Waktu

Pelaksanaan asuhan kebidanan dalam kurun waktu 1 hari tanggal

10 Juli 2020.

3. Sasaran

Ny. A umur 24 tahun P1A0 dan keluarganya.

4. Materi

Landasan teori yang termuat disini adalah ibu nifas dengan

masalah Bendungan ASI dan manajemen kebidanan secara

Hellen Varney.

D. Metodologi dan Teknik Penulisan

Dalam penulisan laporan kasus ini, penulis menggunakan metode

penulisan secara deskriptif dengan pendekatan studi kasus melalui

teknik sebagai berikut :


1. Anamnesa/wawancara

Yaitu pengumpulan data dengan cara Tanya jawab secara

langsung pada keluarga pasien.

2. Studi Pustaka

Mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan judul laporan yaitu

ibu nifas dengan masalah Bendungan ASI.

3. Observasi

Melakukan pengamatan dalam melakukan asuhan kebidanan

secara langsung kepada pasien.

4. Dokumentasi

Teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari sehingga

dapat dijadikan pendukung selama menganalisa data.

E. Sistematika Penulisan

Laporan ini disusun secar sistematis yang terdiri dari V bab yaitu :

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Penulisan

C. Ruang Lingkup

D. Metodologi dan Teknik Penulisan

E. Sistematika penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. PengertianPostnatal Care

B. Asuhan Kebidanan Post Natal


C. Program Kebijakan Teknis Dalam Asuhan Masa Post
Natal

D. Konsep Bendungan ASI

1. Pengertian bendungan ASI

2. Faktor Penyebab Bendungan ASI

3. Gejala Bendungan ASI

4. Pencegahan Bendungan ASI

5. Patologi Bendungan ASI

6. Patopisiologi Bendungan ASI

7. Penatalaksanaan

8. Upaya Pengobatan Bendungan ASI

9. Terapi Dan Pengobatan Bendungan ASI

BAB III TINJAUAN KASUS

BAB IV PEMBAHASAN

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGERTIAN POSTNATAL CARE

Posnatal adalah suatu periode yang tidak kurang dari 10 atau lebih

dari 28 setelah persalinan. Dimana selama waktu itu kehadiran yang

continue dari bidan kepada ibu dan bayi sedang di perlukan bertujuan

untuk mendeteksi dini adanya kompiliasi dan penyulit pada masa

postnatal.

B. ASUHAN KEBIDANAN POSTNATAL

Asuhan kibadanan post natal (Nifas) yaitu meliputi:

1. Deteksi dini komplikasi masa postnatal

2. Persiapan pasien pulang

3.  Home visit dalam asuihan postnatal

4. Suport sistem dalam asudan postnatal

5. Breastfeeding

6. Peran menjadi orang tua

7. Kelompok ibu postpartum

C. PROGRAM DAN KEBIJAKAN TEKNIS DALAM ASUHAN MASA POST

NATAL (NIFAS)

Pada masa nifas dilakukan paling sedikit 4 kali kunjungan, yang

dilakukan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir, untuk mencegah, 

mendeteksi dan menangani masalah yang terjadi.

Adapun kunjungan pada masa nifas ini terdiri dari:


1. Kunjungan I : 6 – 8 jam setelah persalinan, tujuannya:

a. Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, merujuk bila

perdarahan berlanjut.

c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga

bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri.

d. Pemberian ASI awal.

e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi.

f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi

2. Kunjungan II :  6 hari setelah persalinan, tujuannya :

a. Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi,

fundus dibawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak

ada bau.

b. Menilai adanya tanda–tanda demam infeksi atau perdarahan

abnormal.

c. Memastikan ibu mendapat cukup makanan, minuman dan istirahat.

d. Memastikan ibu menyusui dengan dan memperhatikan tanda –

tanda penyakit

e. Memberikan konseling kepada ibu mengenai asuhan  pada bayi, tali

pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari– hari

3. Kunjungan III  : 2 minggu setelah persalinan,Tujuannya :  sama

dengan di atas ( 6 hari setelah persalinan )

4. Kunjungan IV  : 6 minggu setelah persalinan.Tujuannya :

a. Menanyakan ibu tentang penyakit – penyakit yang dialami.

b. Memberikan konseling untuk KB secara dini (Mochtar, 1998).


D. KONSEP BENDUNGAN ASI

1. Pengertian Pembendungan  ASI Menurut Beberapa Ahli

Pembendungan ASI menurut Pritchar (1999) adalah

pembendungan air susu karena penyempitan duktus lakteferi atau

oleh kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna atau

karena kelainan pada puting susu (Buku Obstetri Williams). 

Bendungan air susu adalah terjadinya pembengkakan pada

payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga

menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu

badan (Sarwono, 2005).

Keluhan ibu menurut Prawirohardjo, (2005) adalah payudara

bengkak, keras, panas dan nyeri. Penanganan sebaiknya dimulai

selama hamil dengan perawatan payudara untuk mencegah terjadinya

kelainan. Bila terjadi juga, maka berikan terapi simptomatis untuk

sakitnya (analgetika), kosongkan payudara, sebelum menyusui

pengurutan dulu atau dipompa, sehingga sumbatan hilang. Kalau

perlu berikan stilbestrol atau lynoral tablet 3 kali sehari selama 2-3 hari

untuk membendung sementara produksi ASI.

Kepenuhan fisiologis menurut Rustam (1998) adalah sejak hari

ketiga sampai hari keenam setelah persalinan, ketika ASI secara

normal dihasilkan, payudara menjadi sangat penuh. Hal ini bersifat

fisiologis dan dengan penghisapan yang efektif dan pengeluaran ASI

oleh bayi, rasa penuh tersebut pulih dengan cepat. Namun dapat
berkembang menjadi bendungan. Pada bendungan, payudara terisi

sangat penuh dengan ASI dan cairan jaringan. Aliran vena limpatik

tersumbat, aliran susu menjadi terhambat dan tekanan pada saluran

ASI dengan alveoli meingkat. Payudara menjadi bengkak, merah dan

mengkilap.

Jadi dapat diambil kesimpulan perbedaan kepenuhan fisiologis

maupun bendungan ASI pada payudara adalah :

a. Payudara yang penuh terasa panas, berat dan keras. Tidak terlihat

mengkilap. ASI biasanya mengalir dengan lancar dengan kadang-

kadang menetes keluar secara spontan.

b. Payudara yang terbendung membesar, membengkak dan sangat

nyeri. Payudara terlihat mengkilap dan puting susu teregang

menjadi rata. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit

menghisap ASI sampai bengkak berkurang.

c. Bila nyeri ibu tidak mau menyusui keadaan ini akan berlanjut, asi

yang disekresi akan menumpuk sehingga payudara bertambah

tegang. Gelanggang susu menonjol dan putting menjadi lebih getar.

Bayi menjadi sulit menyusu. Pada saat ini payudara akan lebih

meningkat, ibu demam dan payudara terasa nyeri tekan (oserty

patologi: 196) Saluran tersumbat = obstructed duct = caked brecs t.

terjadi statis pada saluran asi (ductus akhferus) secara local

sehingga timbul benjolan local (Wiknjosastro, 2006).

2.  Faktor Penyebab Bendungan ASI

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:


a. Pengosongan mamae yang tidak sempurna

Dalam masa laktasi, terjadi peningkatan produksi ASI pada

Ibu yang produksi ASI-nya berlebihan. apabila bayi sudah kenyang

dan selesai menyusu & payudara tidak dikosongkan, maka masih

terdapat sisa ASI di dalam payudara. Sisa ASI tersebut jika tidak

dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI.

b. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif

Pada masa laktasi, bila Ibu tidak menyusukan bayinya

sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif mengisap, maka akan

menimbulkan bendungan ASI.

c. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar

Teknik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan

puting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat

bayi menyusu. Akibatnya Ibu tidak mau menyusui bayinya dan

terjadi bendungan ASI.

d. Puting susu terbenam

Puting susu yang terbenam akan menyulitkan bayi dalam

menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola,

bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI.

e. Puting susu terlalu panjang

Puting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat

bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan

merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya

ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI.


3. Gejala Bendungan ASI

Gejala yang dirasakan ibu apabila terjadi bendungan ASI adalah:

a. Bengkak pada payudara

b. Payudara terasa keras

c. Payudara terasa panas

d. Terdapat nyeri tekan pada payudara (Prawirohardjo, 2005)

4.  Pencegahan Bendungan ASI

a. Menyusui secara dini, susui bayi segera mungkin (sebelum 30

menit) setelah dilahirkan

b. Susui bayi tanpa dijadwal (on demand)

c. Keluarkan asi dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi

kebutuhan bayi

d. Perawatan payudara pasca persalinan ( masa nifas ) menurut

Depkes, RI (1993) adalah dengan tangan yang sudah dilicinkan

dengan minyak (Baby oil)  lakukan pengurutan 3 macam cara :

1) Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara

kemudian urut ke atas, terus ke samping, ke bawah dan

melintang hingga tangan menyangga payudara, kemudian

lepaskan tangan dari payudara.

2) Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari – jari tangan

saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan

mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula

payudara kanan.
3) Telapak tangan menopang payudara pada cara ke -2 kemudian

jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku jari tangan kanan

mengurut dari pangkal ke arah puting.

e. Menyusui yang sering

f. Memakai kantong yang memadai

g. Hindari tekanan local pada payudara (Wiknjosastro, 2006)

5. Patologi Bendungan ASI

Faktor predisposisi terjadinya bendungan ASI antara lain :

a. Faktor hormon

b. Hisapan bayi

c. Pengosongan payudara

d. Cara menyusui

e. Faktor gizi

f. Kelainan pada puting susu

6. Patofisiologi Bendungan ASI

a. Gejala yang biasa terjadi pada bendungan ASI antara lain payudara

penuh terasa panas, berat dan keras, terlihat mengkilat meski tidak

kemerahan.

b. ASI biasanya mengalir tidak lancar, namun ada pula payudara yang

terbendung membesar, membengkak dan sangat nyeri, puting susu

teregang menjadi rata.

c. ASI tidak mengalir dengan mudah dan bayi sulit mengenyut untuk

menghisap ASI. Ibu kadang-kadang menjadi demam, tapi biasanya

akan hilang dalam 24 jam (Mochtar, 1998).


7. Penatalaksanaan

a. Jika ibu menyusui :

1) Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari

luar   kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan

lebih berhati-hati pada area yang mengera

2) Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama

mungkin, susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat

menahannya, karena bayi akan menyusui dengan penuh

semangat pada awal sesi menyususi, sehingga bisa

mengeringkannya dengan efektif

3) Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali

selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi

payudara yang sakit tersebut

4) Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat

pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau

mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan

dengan lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan

kelenjar susu dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting

susu

5) Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.

6) Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4

jam.

7) Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.


b.  Jika ibu tidak menyusui

1) Gunakan bra yang menopang

2) Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi bengkak dan

nyeri

3) Berikan parasetamol 500 mg per oral setiap 4 jam

4) Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.

5) Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.

8. Upaya Pengobatan Untuk Bendungan ASI

a. Kompres hangat payudara agar menjadi lebih lembek

b. Keluarkan sedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap dan

dihisap oleh bayi

c. Sesudah bayi kenyang keluarkan sisa ASI

d. Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres

dingin

e. Untuk mengurangi statis di vena dan pembuluh getah bening

lakukan pengurutan (masase) payudara yang dimulai dari putin

kearah korpus.(Sastrawinata, 2004)

9. Terapi dan Pengobatan Menurut Prawirohardjo (2005)

a. Anjurkan ibu untuk tetap menyusui bayinya 

b. Anjurkan ibu untuk melakukan post natal breast care 

c. Lakukan pengompresan dengan air hangat sebelum menyusui dan

d. Kompres dingin sesudah menyusui untuk mengurangi rasa nyeri

e. Gunakan BH yang menopang 

f. Berikan parasetamol 500 mg untuk mengurangi rasa nyeri


E. Tinjauan Asuhan Kebidanan

Konsep asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan ASI

menurut manajemen kebidanan Varney.

1. Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan adalah pendekatan yang digunakan oleh

bidan dalam menerapkan metode pemecahan masalah secara

sistematis mulai dari pengkajian analisa data, diagnosa kebidanan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi (PP IBI, 2006).

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan

tindakan berdasarkan teori ilmiah, penemuan, ketrampilan dalam

rangkaian tahapan logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus

pada klien (PPKC, 2002).

2. Langkah-langkah Manajemen Kebidanan menurut Varney

Menurut Varney (1997), proses manajemen kebidanan terdiri dari

7 (tujuh) langkah yang berurutan dimana setiap langkah

disempurnakan secara periodik.. Ketujuh langkah manajemen

kebidanan menurut Varney adalah sebagai berikut :

a. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar

Pada langkah pertama ini dilakukan pengkajian dengan

pengumpulan semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi

keadaan klien secara lengkap, yaitu riwayat kesehatan,

pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan, meninjau catatan

terbaru atau catatan sebelumnya, meninjau data laboratorium dan

membandingkan dengan hasil studi.


b. Langkah II : Interpetasi Data Dasar

Pada langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap

diagnosa atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan

interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan.

c. Langkah III : Mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial

Pada langkah ini kita mengidentifikasikan masalah atau

diagnosa potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan

diagnosa yang sudah diidentifikasikan. Langkah ini membutuhkan

antisipasi, bila kemungkinan dilakukan pencegahan, sambil

mengamati klien, bidan diharapkan dapat bersiap-siap bila

diagnosa/masalah potensial ini benar-benar terjadi. Pada langkah

ini penting sekali melakukan asuhan yang aman.

d. Langkah IV : Identifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan

segera

Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau

dokter dan atau untuk dikonsulkan atau ditangani bersama dengan

anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi. Langkah

keempat ini mencerminkan kesinambungan dari proses manajemen

kebidanan.

e. Langkah V : Merencanakan asuhan yang menyeluruh

Pada langkah ini direncanakan asuhan yang menyeluruh,

ditentukan oleh langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini

merupakan kelanjutan manajemen terhadap diagnosa atau

masalah yang telah diidentifikasikan atau antisipasi.


f. Langkah VI : Melaksanakan Perencanaan

Pada langkah keenam ini rencana asuhan menyeluruh seperti

yang telah diuraikan pada langkah kesehatan dilaksanakan secara

efisien dan aman. Perencanaan ini bisa dilakukan seluruhnya oleh

bidan atau sebagian oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya.

g. Langkah VII : Evaluasi

Pada langkah ketujuh ini dilakukan evaluasi keefektifan dari

asuhan yang sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan akan

bantuan apakah benar-benar telah terpenuhi sesuai dengan

kebutuhan sebagaimana telah diidentifikasikan didalam masalah

dan diagnosa rencana tersebut dapat dianggap efektif jika memang

benar efektif pelaksanaannya, ada kemungkinan bahwa bagian

sebagian rencana tersebut telah efektif sedang sebagian belum

efektif (PPKC, 2002).

F. Penerapan Manajemen Kebidanan pada kasus ibu nifas dengan

Bendungan ASI

1. Langkah I : Pengkajian

a. Data Subyektif

1) Identitas pasien

a) Nama

Dimaksudkan untuk lebih mengenal pasien, memanggil pasien

dan menghindari kekeliruan dengan pasien lain.

b) Umur
Menurut Manuaba (1998), untuk mengetahui apakah ibu

termasuk resiko tinggi atau tidak (umur reproduksi sehat

adalah 20 – 35 tahun) selain itu dapat digunakan untuk

menilai keadaan emosional ibu yang mana umur yang kurang

dari 20 tahun pada sebagian ibu keadaan emosionalnya

belum siap untuk mengalami kehamilan sedangkan kesiapan

psikologi seseorang adalah salah satu faktor yang dapat

mempengaruhi dalam perawatan bayinya

c) Pendidikan

Dimaksudkan untuk memudahkan petugas memperoleh

keterangan ataupun sebaiknya memberikan penjelasan

mengenai sesuatu hal, menggunakan metode penyampaian

yang tepat sesuai dengan tingkat pendidikan pasien (Mochtar,

1998).

d) Pekerjaan

Dimaksudkan untuk mengetahui taraf hidup dan tingkat sosial

ekonomi pasien. Agar pasien atau anjuran yang disampaikan

sesuai dengan tingkat sosial ekonomi pasien. (Mochtar, 1998).

e) Alamat

Menurut Manuaba (1998), dikaji untuk mengetahui tempat

tinggal pasien, menghindari kekeliruan bila ada dua pasien

yang namanya sama, maka dapat dibedakan dengan

alamatnya serta diperlukan untuk keperluan kunjungan rumah.


f) Penanggung jawab

Menurut Mochtar (1998), dikaji untuk mengetahui siapa yang

bertanggung jawab terhadap perawatan pasien di rumah sakit

dan bila diperlukan komunikasi dengan penanggung jawab

sehingga tidak mengganggu pasien.

2) Keluhan pasien

Manuaba (1998) mengemukakan bahwa dalam hiperemesis

gravidarum perlu dikaji yang paling utama yang dirasakan

pasien, keluhan yang timbul pada pasien hiperemesis

gravidarum adalah mual muntah dan nafsu makan berkurang.

3) Riwayat kesehatan

Menurut Wiknjosastro (2002), riwayat kesehatan perlu dikaji

antara lain sebagai berikut :

a) Riwayat kesehatan sekarang

Secara umum perlu dikaji untuk mengetahui kondisi

kesehatan ibu. Dalam hiperemesis gravidarum gastritis

merupakan salah satu faktor pencetus dimana hal ini dapat

mempengaruhi keadaan ibu.

b) Riwayat kesehatan terdahulu

Secara umum perlu dikaji untuk mengetahui kondisi

kesehatan ibu yang lalu. Apakah ibu pernah mempunyai

gangguan lambung yang dapat mempercepat terjadinya

hiperemesis gravidarum.
c) Riwayat kesehatan keluarga

Pada hiperemesis gravidarum perlu dikaji keturunan kembar

dalam keluarga karena keadaan tersebut akan terjadi

peningkatan kadar HCG yang berlebihan, dimana hal ini

merupakan salah satu pencetus terjadinya hiperemesis

gravidarum.

d) Riwayat obstetri

(1) Riwayat haid

HPHT perlu dikaji berkaitan dengan umur kehamilan,

karena hiperemesis gravidarum terjadi pada trimester I

(Mochtar, 1998).

(2) Riwayat kehamilan yang lalu

Pada hiperemesis gravidarum perlu dikaji apakah ibu

pernah mengalami kehamilan molahidatidosa yang

mungkin terulang (Wiknjosastro, 2002).

(3) Riwayat kehamilan sekarang

Pada hiperemesis gravidarum perlu dikaji untuk

mengetahui jumlah kehamilan atau kehamilan yang ke

berapa karena bila ini kehamilan yang pertama atau

primigravida maka merupakan salah satu pencetus

hiperemesis gravidarum (Wiknjosastro, 2002).

(4) Riwayat perkawinan


Menurut Manuaba (1998), pada hiperemesis gravidarum

perlu dikaji karena dengan status perkawinan yang tidak

jelas atau belum menikah akan berdampak pada

psikologis ibu. Dimana pada ibu hamil dengan status

perkawinan yang jelas sekalipun atau pada kehamilan

yang normal, psikologis ibu akan mengalami perubahan,

apalagi pada ibu hamil yang bermasalah sudah tentu akan

memperberat beban psikologis ibu sehingga ibu akan

mengalami gangguan kejiwaan berat.

(5) Riwayat psikologis dan ekonomi

Pada hiperemesis gravidarum perlu dikaji untuk

mengetahui bagaimana respon atau adaptasi ibu terhadap

masalah-masalah tersebut di atas apakah ibu mampu

beradaptasi dengan baik atau sebaliknya sehingga akan

berdampak pada psikologis ibu yang akhirnya akan

mempengaruhi peningkatan asam lambung sehingga

merangsang mual dan muntah (Wiknjosastro, 2002).

(6) Pola kehidupan sehari-hari

Menurut Wiknjosastro (2002), pola kehidupan sehari-hari

perlu dikaji yaitu sebelum dan waktu hamil.

v Pola nutrisi

v Minum

v Pola istirahat dan tidur


v Pola eliminasi

v Pola aktivitas

b. Data Obyektif

1) Pemeriksaan umum

a) Keadaan umum

Dikaji untuk mengetahui keadaan ibu saat datang, apakah

terlihat pucat, lemah, karena terjadi mual-muntah sehingga

keadaan umum menjadi buruk (Mochtar, 1998).

b) Tanda-tanda vital

Dikaji tekanan darah, suhu, nadi dan pernafasan pada

hiperemesis gravidarum berat sebagian besar jaringan

mengalami hipoksia, maka sebagai kompensasinya

pernafasan cepat, nadi pun cepat juga karena berusaha untuk

memenuhi kebutuhan oksigen jaringan tubuh (Wiknjosastro,

2002).

v Tekanan darah: Dikaji pasien mengalami penurunan

tekanan darah, ini merupakan salah satu tanda gejala dari

hiperemesis gravidarum (Manuaba, 1998).

v Nadi: Dikaji denyut nadi teraba cepat, ini merupakan salah

satu tanda gejala dari hiperemesis gravidarum (Manuaba,

1998).

v Berat badan:Pada ibu hamil dengan hiperemesis

gravidarum berat badan ibu turun karena nafsu makan


berkurang, hal ini merupakan salah satu tanda gejala

hiperemesis gravidarum (Manuaba, 1998).

v Lingkar lengan :Pada hiperemesis gravidarum nafus makan

berkurang maka berat badan menurun sehingga lila kurang

dari normal (Wiknjosastro, 2002).

2) Pemeriksaan fisik

Menurut Manuaba (1998), pemeriksaan fisik perlu dikaji antara

lain :

a) Mata: Dikaji mata tampak cekung karena hal ini merupakan

tanda dan gejala hiperemesis gravidarum.

b) Mulut : Dikaji lidah kering atau kotor, tercium bau acetone

c) Turgor kulit :Dikaji turgor kulit kurang, untuk mengetahui

distribusi cairan ke kulit.

3) Pemeriksaan obstetri

Menurut Wiknjosastro (2002), pemeriksaan obsteri perlu dikaji

antara lain :

Palpasi

Perut

LI : Dikaji apakan TFU lebih tinggi dari umur kehamilan.

Bila TFU lebih tinggi dari umur kehamilan normal kemungkinan

terjadi molahidatidosa, hal ini merupakan faktor predisposisi

hiperemesis gravidarum.
2. Langkah II : Interpretasi Data

Data dasar yang diperoleh dari pengkajian diinterpretasikan

sehingga dapat merumuskan diagnosa masalah dan kebutuhan.

a. Diagnosa Kebidanan

Berkaitan dengan para, abortus, umur ibu, umur kehamilan dengan

hiperemesis gravidarum tingkat I dasar dari diagnosa.

1) Pernyataan ibu tentang melahirkan anak ke berapa

2) Pernyataan ibu tentang riwayat keguguran

3) Pernyataan ibu tentang umur

4) Pernyataan ibu tentang haid pertama haid terakhir

5)   Pernyataan ibu tentang keluhan yang dirasakannya

6) Hasil pemeriksaan umum tentang keadaan umum, pemeriksaan

tanda-tanda vital, BB, pemeriksaan fisik tentang mata, mulut,

abdomen, turgor kulit.

7) Hasil pemeriksaan Leopold

b. Masalah

c. Permasalahan yang sering muncul pada ibu nifas bendungan ASI

adalah :

1) Kecemasan pasien karena keadaan yang dialaminya.

2) Ketidaknyamanan pasien dengan lingkungan tempat ia berada

atau bahwa dia harus menjalani perawatan di rumah sakit.

Permasalahan tersebut didasari kurangnya informasi yang

diterima pasien didukung dengan kecemasan pasien sehingga


timbul gangguan psikologis. Dukungan support mental atas apa

yang dialaminya dari orang-orang yang dekat dengannya

(terutama suami dan keluarga).

3. Langkah III : Diagnosa Potensial

Mansjoer (1999), mengemukakan bahwa diagnosa potensial

pada kasus ini adalah mastitis

4. Langkah IV : Indentifikasi kebutuhan yang memerlukan penanganan

antisipasi segera

Tindakan segera pada diagnosa potensial di atas adalah dengan

memberikan Penanganan mastitis, KIE tentang mastitis, KIE tentang

menyusui (Wiknjosastro, 2002).

5. Langkah V : Perencanaan

Wiknjosastro (2002), mengemukakan perencanaan yang

dilakukan sesuai dengan kewenangan kompetensi bidan. Berkaitan

dengan masalah dan diagnosa. Pencegahan terhadap bendungan ASI

yaitu Menyusui dini, susui bayi sesegera mungkin (setelah 30 menit)

setelah dilahirkan,Susui bayi tanpa jadwal atau ondemand, Keluarkan

ASI dengan tangan atau pompa, bila produksi melebihi kebutuhan

bayi, Perawatan payudara pasca persalinan.

6. Langkah VI : Pelaksanaan

Menurut Wiknjosastro (2002), pelaksanaan untuk mengantisipasi

diagnosa masalah dan kebutuhan pasien sesuai dengan rencana


yang telah dibuat berkaitan dengan diagnosa maka rencana

dilaksanakan dengan memberikan informasi keadaan ibu.

Berkaitan dengan permasalahan makan kecemasan pasien,

sesuai dengan perencanaan maka dilaksanakan penyuluhan dan

konseling untuk Kompreshangat payudara agar menjadi lebih

lembek.Keluarkansedikit ASI sehingga puting lebih mudah ditangkap

dan dihisap oleh bayi. Sesudahbayi kenyang keluarkan sisa ASI,

Untukmengurangi rasa sakit pada payudara, berikan kompres dingin.

7. Langkah VII : Evaluasi

Evaluasi dilaksanakan untuk mengetahui apakah asuhan yang

diberikan telah sesuai dengan hasil yang diharapkan serta apakah

asuhan yang diberikan telah benar-benar efektif dalam

pelaksanaannya sesuai dengan masalah dan diagnosa yang

diidentifikasikan (Pusdiknakes, 2003).

G. Landasan Hukum

Landasan hukum tentang kehamilan dengan hiperemesis

gravidarum tingkat I terdapat dalam KEP MENKES No.

900/MENKES/VII/2002, tentang registrasi dan praktek bidan, wewenang

bidan yaitu sebagai berikut :

1. Permenkes No. 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang ijin penyelenggara

praktik Bidanbidan dapat memberikan pelayanan kegawatdaruratan

dan rujukan.
2. KepMenKes RI No.369/MENKES/SK/III/2007 tentang standar Profesi

Bidan pada kompetensi ke-5 yaitu Bidan memberikan asuhan

nifasbermutu tinggi untuk mengoptimalkan kesehatan selama masa

nifasyang meliputi, deteksi dini,pengobatan atau rujukan dari

komplikasi tertentu.
BAB II
STUDI KASUS
ASUHAN KEBIDANAN PATOLOGIS PADA IBU NIFAS
DENGAN BENDUNGAN ASI TERHADAP NY. “A”
DI PUSKESMAS POLI-POLIA
KAB.KOLAKA TIMUR

Oleh : Isva Nasari Ishak

Waktu : 10 Juli 2020, pukul 09.00 wib

I. PENGKAJIAN

A. Identitas
Istri Suami
Nama : Ny. A Tn. A
Umur : 31 tahun 37 tahun
Suku : Jawa Jawa
Agama : Islam Islam
Pendidikan : SMU SMP
Pekerjaan : IRT karyawan
Alamat : Desa .Andowengga Kab. Kolaka Timur
1.    Keluhan utama

Ibu mengatakan terasa bengkak dan nyeri pada payudaranya sejak

tadi pagi tanggal 4 Maret 2013.

2.    Riwayat kehamilan ini

a. Riwayat menstruasi

1)      Menarche : 12 tahun

2)      Siklus : 28 hari


3)      Lama : 7 hari

4)      Dismenorhea: tidak ada

5)      Sifat darah : encer,sedikit menggumpal

6)      Banyaknya : 3 kali ganti pembalut

7)      HPHT : 7 – 6 – 2012

8)      HPL : 14 – 03 – 2013

9)      G.P.A : G1P0A0

c. Riwayat perkawinan

Sah, kawin 1 kali pada umur 29 tahun, dengan suami pertamanya

umur 35 tahun, lama perkawinan 2 tahun.

d. Riwayat KB

Ibu mengatakan dia belum pernah menggunakan alat kontrasepsi.

e. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.

N Thn. Tmpt. Usia Jenis Pnlg Kelainan anak ket


hml prts nf JK BB PB
o partus Partus kehamilan partus
s
1 2013 RS Aterm SC Dokter - - - Lk 3,5 48 -

f. Riwayat imunisasi

Imunisasi TT1 dilakukan pada saat usia kehamilan 20 minggu dan

TT2 pada usia kehamilan 24 minggu, ibu tidak mengalami penyulit

dalam kehamilannya.

g. Bayi
Jenis kelamin laki - laki, berat badan 3500 gram, panjang badan

48cm, lingkar kepala 33 cm, lingkar dada 33 cm,LLA 12 cm, jam

partus 11.10 wib, 8 Feb 2020.

DATA OBJEKTIF

B. Pemeriksaan umum

1.      Keadaan umum : Baik

2.      Keadaan emosional : Cemas

3.      Kesadaran : Composmentis

4.      TB : 140 cm

5.      BB : 81 kg , sebelum hamil : 68 kg

6.      LILA : 25 cm

7.      Tanda-tanda vital :TD : 120/80 mmHg N : 84x/mnt

R : 18x/mnt T : 36,0 °C

C. Pemeriksaan fisik

Inspeksi

1. Kepala

a. Rambut :Kebersihan : Bersih, tidak berketombe

Warna : Hitam

Kekuatan : Kuat, tidak rontok

b. Mata :Kelopak mata : Tidak oedema

Konjungtiva : Tidak anemis

Sclera : Tidak ikterik

c. Hidung : Bersih
d. Telinga : Bersih, tidak ada pengeluaran

e. Mulut dan gigi: Bibir : Norma

Lidah : Bersih

Gigi : ada caries

Gusi : Tidak ada stomatitis

2. Leher : Kelenjar Thyroid : Tidak ada pembengkakan

Kelenjar Limfe : Tidak ada pembengkakan

3. Dada

a.  Payudara

1)      Pembesaran : Ada

2)      Putting susu : Menonjol

3)      Pengeluaran ASI : Sudah ada berupa colostrum

4)      Simetris : Ya

5)      Benjolan : ada

6)      Rasa nyeri : ada

7)      Hyperpigmentasi : Ada

b.   Abdomen :ada bekas operasi, TFU 3 jari bawah

pusat.

c.  Ekstermitas atas :lengkap kiri dan akanan, fungsi

pergerakan baik, tidak ada oedema,

keadaan bersih.

d.  Ekstermitas bawah : tungkai tidak ada oedema, fungsi

pergerakan baik, tidak ada cacat, tidak


ada varises, lengkap kanan kiri, reflek

patella baik.

e.       Genetalia :tidak ada oedema dan varises pada

vulva, ada pengeluaran darah nifas warna

merah.

f.       Punggung : tulang sedikit lordosis.

g.      Rectum : tidak ada hemoroid.

h.      Anogenital : perineum normal tidak ada laserasi jalan

lahir, tidak ada pembengkakan pada

vulva, anus normal

II.  IDENTIFIKASI MASALAH, DIAGNOSA, DAN KEBUTUHAN

A. Diagnosa : Ibu ny.AP1A0 AH1 post partum hari ke 2 dengan

bendungan ASI

B.  Dasar :

1.   Ibu mengatakan payudara terasa nyeri, dan bengkak,

2.   Ibu mengatakan melahirkan anaknya 2 hari yang lalu pada tanggal

2 maret 2013.

3.  Ibu mengatakan belum pernah keguguran

4.  Pengeluarah pervaginam berupa lochea rubra

5.  Kontraksi uterus baik

C.     Masalah : Payudara nyeri dan bengkak

D.    Kebutuhan : Penanganan bendungan ASI, KIE tentang menyusui

III.   ANTISIPASI MASALAH POTENSIAL

Mastitis
IV.   TINDAKAN SEGERA

Penanganan bendungan ASI,KIE tentang menyusui.

V.      PERENCANAAN

Tanggal/pukul : 10 Juli 2020, 09.20 wita

1.   Jelaskan pada ibu tentang kondisinya berdasarkan pemeriksaan yang

telah dilakukan

3.   Jelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami

4.   Beritahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini

5.   Beritahu ibu cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan,

6.   Ajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara,

7.   Ajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik

8.   Ajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara

9.  Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau

10.Anjurkan ibu banyak beristirahat

VI.   PELAKSANAAN

Tanggal/pukul : 10 Juli 2020, 09.35 wita

1.  Menjelaskan pada ibu tentang kondisinya berdasarkan pemeriksaan

yang telah dilakukan bahwa ibu mengalami bendungan ASI

2.  Menjelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami yaitu ASI yang

tidak keluar karena adanya sumbatan saluran ASI sehingga kelenjar

ASI membesar/membengkak dan menyebabkan rasa nyeri serta ASI

tidak keluar

3.  Memberitahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini adalah

pengaruh dari sumbatan ASI tersebut dan ibu akan diberikan

pengobatan untuk megurangi keluhan yang ibu rasakan.


4. Memberitahu ibu cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan, yaitu:

Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar

kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih

berhati-hati pada area yang mengeras.

5.  Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin,

susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya,

karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi

menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif

Ø Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali

selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi

payudara yang sakit tersebut.

Ø Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat

pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau

mandi dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan

lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu

dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu

Ø Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui

Ø Pakai bra yang dapat menyangga payudara

6.  Mengajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara, yaitu:

Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan

pengurutan 3 macam cara :

Ø Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara

kemudian urut keatas, terus kesamping, kebawah dan melintang


hingga tangan menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan

dari payudara.

Ø Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan

saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan

mengurut payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula

payudara kanan.

Ø Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian

jari tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan

kanan mengurut dari pangkal ke arah puting.

7.  Mengajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik, yaitu:

Ø Usahakan pada saat menyusui ibu dalam keadaan tenang.

Hindari menyusui pada saat keadaan haus dan lapar oleh karena

itu dianjurkan untuk minum segelas air /secukupnya sebelum

menyusui

Ø Memasukkan semua areola mamae kedalam mulut bayi

Ø Ibu dapat menyusui dengan cara duduk atau berbaring dengan

santai dan dapat menggunakan sandaran pada punggung

Ø Sebelum menyusui usahakan tangan dan payudara dalam

keadaan bersih

Ø Payudara dipegang dengan ibu jari di atas, jari yang lain

menopang di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara

dengan jari telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting) dibelakang

areola
Ø Berikan ASI pada bayi secara teratur dengan selang waktu 2-3

jam atau tanpa jadwal (on demand) selama 15 menit. Setelah

salah satu payudara mulai terasa kosong, sebaiknya ganti

menyusui pada payudara yang satunya

Ø Setelah selesai menyusui oleskan ASI ke payudara, biarkan

kering sebelum kembali memakai bra, langkah ini berguna untuk

mencegah lecet pada putting

Ø Sendawakan bayi tiap kali habis menyusui untuk mengeluarkan

udara dari lambung bayi supaya bayi tidak kembung dan muntah

8.  Mengajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara,

yaitu :

Ø Ibu mencuci tangan hingga bersih

Ø Duduk atau berdiri dengan nyaman dan pegang cangkir atau

mangkok bersih dan dekatkan pada payudara

Ø Letakan ibu jari diatas puting dan areola dan jari telunjuk pada

bagian bawah puting dan areola bersamaan dengan ibu jari dan

jari lain menopang payudara

Ø Tekan ibu jari dan telunjuk sedikit ke arah dada, jangan terlalu

kuat agar tidak menyumbat aliran susu

Ø Kemudain tekan sampai berada di sinus laktiferus yaitu tenpat

tampungan ASI dibawah areola


Ø Tekan dan lepas, kemudian tekan dan lepas kembali. Kalau

teraba sakit berarti tekniknya salah. ASI akan mengalir terutama

bila refleks oksitosinnya aktif.

9.  Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau dan makanan

yang bergizi untuk memperbanyak dan memperlancar ASI, misalnya

daun katuk, bayam dan lain-lain

10. Menganjurkan ibu banyak beristirahat, ibu dapat beristirahat dan tidur

pada saat bayi tidur. Selain itu ibu juga jangan terlalu bekerja berat.

Serta, mengingatkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan diri,

terutama di daerah payudara.

VII.   EVALUASI

Tanggal/pukul : 10 Juli 2020, pukul 09.50 wita

1.   Ibu mengerti dirinya sedang mengalami bendungan asi

2.  Jelaskan pada ibu tentang kondisinya berdasarkan pemeriksaan

yangtelah dilakukan

3.   Ibu mengerti tentang bendungan ASI yang ibu alami

4.  Ibu mengerti bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini

5.   Ibu mengerti cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan,

6.   Ibu mengerti cara perawatan/masase payudara,

7.   Ibu mengerti dan dapat mmpratkan teknik dan posisi menyusui yang baik

8.     Ibu mengerti dan dapat memeras ASI untuk mengosongkan payudara

9.    Ibu bersedia untuk mengkonsumsi sayuran hijau

10. Ibu bersedia untuk beristirahat


BAB IV
PEMBAHASAN

Pada pembahasan dalam asuhan kebidanan ibu nifas patologis ini

dilakukan setelah penerapan asuhan kebidanan yang terkait dengan teori-


teori yang ada. Selain itu untuk memperoleh gambaran secara nyata tentang

sejauh mana kesulitan serta upaya penempuhan dalam memberikan asuhan

kebidanan pada ibu nifas dengan bendungan ASI.

Dalam bab ini akan mengurai sesuai dengan manajemen kebidanan

menurut Varney yang terdiri dari 7 langkah, yaitu :

1. Pengkajian data

Pengkajian data merupakan langkah awal yang menentukan langkah

selanjutnya. Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan semua data

yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan ibu. Data ini diperoleh

melalui wawancara, observasi, serta pemeriksaan fisik. Data yang

diperoleh berupa data subyektif dan obyektif. Data subyektif yaitu ibu

mengeluh tersa bengkak dan merasa nyeri pada payudara.. Data objektif

yaitu wajah ibu terlihat cemas, dan hasil pemeriksaan dalam diperoleh

hasil bahwa ibu mengalami bendungan ASI. Apabila data yang diperoleh

secara akurat maka akan diinterpretasikan data-data tersebut. Pada tahap

ini tidak terlalu mengalami hambatan atau kesulitan karena adanya sifat

kooperatif dari keluarga dan ibu sendiri memberikan informasi serta

adanya kerjasama antara bidan di ruangan yang membantu dalam

mengumpulkan data.

2. Interpretasi Data

Interpretasi data dengan melakukan observasi, wawancara dan

pemeriksaan fisik pada ibu, maka pada langkah ini dilakukan identifikasi

terhadap diagnosa dan masalah yang aktual berdasarkan interpretasi data


yang benar. Dalam studi kasus terhadap ibu yang dimulai dengan

pengkajian data sampai dengan dilakukan pemeriksaan fisik, ditemukan

ibu nifas dengan kecemasan yang berhubungan dengan bendungan

ASIyang dialaminya. Adapun yang mendasari diagnosa bendungan ASI

pada ibu nifas adalah dengan data dasar yakni ibu mengatakan merasa

bengkak dan nyeri pada payudara. Pada langkah ini, tidak terdapat

kesenjangan antara diagnosa yang dibuat dengan teori yang sudah ada.

3. Diagnosa Potensial

Identifikasi diagnosa potensial. Berdasarkan diagnosa masalah yang

telah diidentifikasikan, sehingga pada langkah ini memerlukan antisipasi

bila memungkinkan dilakukan pemecahan sambil melakukan pengamatan

terhadap ibu nifas dan diharapkan dapat bersiap-siap bila memang

diagnosa dan masalah potensial ini benar-benar akan terjadi.

Pada kasus Ny.A dengan bendungan ASI dengan diagnosa

potensialnya mastitis karena ibu mengeluh terasa bengkak dan nyeri pada

payudara.

4.   Antisipasi Tindakan Segera

Tindakan segera atau kolaborasi. Pada langkah ini bidan diharapkan

melakukan tindakan segera berdasarkan data yang telah diidentifikasi,

menetapkan kebutuhan terhadap masalah. Pada tahap ini, perlu

menjelaskan tentang antisipasi tindakan terhadap diagnosa potensial.

Kerjasama antar ibu dan bidan melalui pendekatan dan perhatian serta
simpati semuanya berjalan dengan lancar melalui penerapan konseling

yang diberikan.

Berdasarkan teori tersebut diatas maka tindakan yang telah

dilakukan penulis tidak mempunyai kesenjangan dengan teori.

5. Perencanaan

Dalam menyusun rencana asuhan yang menyeluruh sebagai

kelanjutan dari diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi, maka

pada langkah ini bidan melakukan asuhan secara menyeluruh. Tujuan

perencanaan untuk mengurangi dan mencegah masalah pada ibu nifas

dengan sepsis puerperium. Masalah dalam kasus ini adalah gangguan

aktivitas sehubungan dengan nyeri pada luka jahitan yang dialaminya.

Rencana tindakan yang dilakukan oleh bidan adalah memberikan

konseling mengenai keadaan yang dialami oleh diri ibu sesuai dengan

keluhan yang disampaikan oleh ibu, disamping itu juga memberikan

motivasi dan dorongan. Adapun rencana asuhan yang akan diberikan

adalah sebagai berikut :

1.      Jelaskan pada ibu tentang kondisinya berdasarkan pemeriksaan yang

telah dilakukan

2.      Jelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami

3.      Beritahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini

4.      Beritahu ibu cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan,

5.      Ajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara,

6.      Ajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik


7.      Ajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara

8.      Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau

9.      Anjurkan ibu banyak beristirahat

6. Pelaksanaan

Pelaksanaan merupakan rangkaian perencanaan yang telah

diuraikan pada langkah sebelumnya secara efisien. Perencanaan ini

dilakukan oleh penulis dan bidan jaga. Untuk mengatasi rasa cemas yaitu

penulis memberikan penjelasan tentang ketidaknyamanan yang

dialaminya ,melalui konseling, sehingga ibu dapat memahami serta

melaksanakannya secara kooperatif. Penulis melakukan kegiatan sesuai

dengan rencana yang sudah dibuat.

Dalam kasus ini pelaksanaan yang dilakukan oleh penulis telah

sesuai dengan perencanaan seperti :

1.     Menjelaskan pada ibu tentang kondisinya berdasarkan pemeriksaan

yang telah dilakukan bahwa ibu mengalami bendungan ASI

2.     Menjelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami yaitu ASI yang

tidak keluar karena adanya sumbatan saluran ASI sehingga kelenjar

ASI membesar/membengkak dan menyebabkan rasa nyeri serta ASI

tidak keluar

3.      Memberitahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini adalah

pengaruh dari sumbatan ASI tersebut dan ibu akan diberikan

pengobatan untuk megurangi keluhan yang ibu rasakan.


4.      Memberitahu ibu cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan, yaitu:

Sebelum menyusui, pijat payudara dengan lembut, mulailah dari luar

kemudian perlahan-lahan bergerak ke arah puting susu dan lebih

berhati-hati pada area yang mengeras.

5.     Menyusui sesering mungkin dengan jangka waktu selama mungkin,

susui bayi dengan payudara yang sakit jika ibu kuat menahannya,

karena bayi akan menyusui dengan penuh semangat pada awal sesi

menyususi, sehingga bisa mengeringkannya dengan efektif

Ø Lanjutkan dengan mengeluarkan ASI dari payudara itu setiap kali

selesai menyusui jika bayi belum benar-benar menghabiskan isi

payudara yang sakit tersebut.

Ø Tempelkan handuk halus yang sudah dibasahi dengan air hangat

pada payudara yang sakit beberapa kali dalam sehari (atau mandi

dengan air hangat beberapa kali), lakukan pemijatan dengan

lembut di sekitar area yang mengalami penyumbatan kelenjar susu

dan secara perlahan-lahan turun ke arah puting susu.

Ø Kompres dingin pada payudara di antara waktu menyusui.

Ø Pakai bra yang dapat menyangga payudara

6.   Mengajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara, yaitu:

Dengan tangan yang sudah dilicinkan dengan minyak lakukan

pengurutan 3 macam cara :


Ø Tempatkan kedua telapak tangan diantara ke 2 payudara kemudian

urut keatas, terus kesamping, kebawah dan melintang hingga tangan

menyangga payudara, kemudian lepaskan tangan dari payudara.

Ø Telapak tangan kiri menopang payudara kiri dan jari-jari tangan

saling dirapatkan, kemudian sisi kelingking tangan kanan mengurut

payudara dari pangkal ke arah puting, demikian pula payudara

kanan.

Ø Telapak tangan menopang payudara pada cara ke-2 kemudian jari

tangan kanan dikepalkan kemudian buku-buku jari tangan kanan

mengurut dari pangkal ke arah puting.

7.    Mengajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik, yaitu:

Ø Usahakan pada saat menyusui ibu dalam keadaan tenang. Hindari

menyusui pada saat keadaan haus dan lapar oleh karena itu

dianjurkan untuk minum segelas air /secukupnya sebelum

menyusui

Ø Memasukkan semua areola mamae kedalam mulut bayi

Ø Ibu dapat menyusui dengan cara duduk atau berbaring dengan

santai dan dapat menggunakan sandaran pada punggung

Ø Sebelum menyusui usahakan tangan dan payudara dalam keadaan

bersih

Ø Payudara dipegang dengan ibu jari di atas, jari yang lain menopang

di bawah (bentuk C) atau dengan menjepit payudara dengan jari

telunjuk dan jari tengah (bentuk gunting) dibelakang areola


Ø Berikan ASI pada bayi secara teratur dengan selang waktu 2-3 jam

atau tanpa jadwal (on demand) selama 15 menit. Setelah salah

satu payudara mulai terasa kosong, sebaiknya ganti menyusui

pada payudara yang satunya

Ø Setelah selesai menyusui oleskan ASI ke payudara, biarkan kering

sebelum kembali memakai bra, langkah ini berguna untuk

mencegah lecet pada putting

Ø Sendawakan bayi tiap kali habis menyusui untuk mengeluarkan

udara dari lambung bayi supaya bayi tidak kembung dan muntah

8.   Mengajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara,

yaitu :

Ø Ibu mencuci tangan hingga bersih

Ø Duduk atau berdiri dengan nyaman dan pegang cangkir atau

mangkok bersih dan dekatkan pada payudara

Ø Letakan ibu jari diatas puting dan areola dan jari telunjuk pada

bagian bawah puting dan areola bersamaan dengan ibu jari dan jari

lain menopang payudara

Ø Tekan ibu jari dan telunjuk sedikit ke arah dada, jangan terlalu kuat

agar tidak menyumbat aliran susu

Ø Kemudain tekan sampai berada di sinus laktiferus yaitu tenpat

tampungan ASI dibawah areola


Ø Tekan dan lepas, kemudian tekan dan lepas kembali. Kalau teraba

sakit berarti tekniknya salah. ASI akan mengalir terutama bila

refleks oksitosinnya aktif.

Ø Menganjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau dan

makanan yang bergizi untuk memperbanyak dan memperlancar

ASI, misalnya daun katuk, bayam dan lain-lain

10.  Menganjurkan ibu banyak beristirahat, ibu dapat beristirahat dan tidur

pada saat bayi tidur. Selain itu ibu juga jangan terlalu bekerja berat.

Serta, mengingatkan ibu untuk selalu menjaga kebersihan diri,

terutama di daerah payudara.

7.  Evaluasi

Langkah terakhir yang diambil dalam melaksanakan asuhan

kebidanan dalam manajemen kebidanan menurut varney, adalah evaluasi.

Dalam mengevaluasi hasil tindakan, penulis melaksanakan dengan cara

mengevaluasi apakah pasien sudah merasa jelas dengan apa yang sudah

di sampaikan oleh nakes dan bersedia melakukan apa yang dianjurkan

oleh nakes.Pada saat di Puskesmas Poli-Polia pasien menunjukkan

kepatuhan klien terhadap advis yang telah diberikan oleh bidan dan

bersedia untuk melakukan anjuran yang telah diberikan.

Tindakan penulis diatas sudah sesuai dengan langkah varney yang

ketujuh yaitu mengevaluasi tahap asuhan yang telah diberikan, apa benar-

benar sudah terpenuhi sesuai dengan kebutuhan sebagaimana telah

diidentifikasikan dalam diagnosa dan masalah. Langkah ini bertujuan


mengevaluasi dan mengetahui sejauh mana manajemen kebidanan yang

sudah dilakukan oleh peneliti pada pasien.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan

1. Manajemen kebidanan varney dapat digunakan pada asuhan

kebidanan pada ibu nifas dengan sepsis puerperium. Manajemen

kebidanan varney sangat efektif untuk mengatasi masalah yang ada.

Data subjektif : Ibumengeluh terasa bengkak dan nyeri pada

payudara. Data objektif : Setelah dilakukan pemeriksaan. Didapatkan

suhu ibu 36,0 C. Interpretasi data dasar yaitu seorang Ibu Ny “A” P1A0

H1 umur 31 tahun dengan bendungan ASI.

2. Diagnosa potensial yang timbul berdasarkan data yang diperoleh

dalam studi kasus ini adalah mastitis.

Antisipasi tindakan segera dalam kasus ini adalah Penanganan

bendungan ASI,KIE tentang menyusui.

3. Menyusun rencana asuhan yang menyeluruh yaitu : Jelaskan kepada

ibu hasil pemeriksaan yang dilakukan

1.      Jelaskan tentang bendungan ASI yang ibu alami

2.      Beritahu ibu bahwa keluhan yang ibu rasakan sekarang ini

3.      Beritahu ibu cara mengatasi keluhan yang ibu rasakan,

4.      Ajarkan kepada ibu cara perawatan/masase payudara,

5.      Ajarkan ibu teknik dan posisi menyusui yang baik

6.      Ajarkan ibu cara memeras ASI untuk mengosongkan payudara

7.      Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau,

8.      Anjurkan ibu banyak beristirahat


4. Pelaksanaan yang dilakukan oleh penulis telah sesuai dengan

rencana asuhan yang akan diberikan pada pasien. Dan telah

terlaksana secara efektif

B. Saran

1. Bagi Mahasiswa

Mahasiswa diharapkan dapat lebih meningkatkan keterampilan

dan pengetahuannya mengenai sepsis puerperium yang terjadi di

masyarakat dengan cara sering melakukan latihan pelaksanaan

bendungan ASI.

2. Bagi bidan

Hendaknya bagi bidan diharapkan sering mengikuti pelatihan

penanganan dan deteksi dini infeksi nifas.

3. Bagi Institusi Pendidikan

Kepada pihak akademik, agar terus mempertahankan dan

meningkatkan mutu pembelajaran khususnya untuk pembelajaran

mengenai infeki nifas


DAFTAR PUSTAKA

Mohtar, Rustam 2002. Sinopsis Obstetri. Jakarta.ECG

Wiknjosastro . 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta :YBPSP

Prawirohardjo, Sarwono, 2005. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Yayasan Bina

Pustaka

Pritchard: Maedonal; Bant. 1999. Obstetri Williams. Surabaya: Airlangga

University

Saifudin, Abdul Bari.2004. Buku Acuan Nasional pelayanan Kesehatan

Maternal Dan Neonatal. Jakarta:YBPSP

http://kningsih.blogspot.com/2011/09/askeb-bendungan-asi-pada-masa-

nifas-ibu.html

http://wiyantisetianingsih.blogspot.com/2013/04/makalah-dan askeb-

bendungan-asi.html

Anda mungkin juga menyukai