Anda di halaman 1dari 77

RESPON PERTUMBUHAN MATA TUNAS BIBIT OKULASI

TANAMAN KARET (Hevea Brasiliensis Muell.Arg) TERHADAP


PEMBERIAN PUPUK BIO ORGANIK DAN PANJANG
POTONGAN AKAR BIBIT OKULASI MATA TIDUR (OMT)

Oleh

DEDI SAPUTRA
NIM. 1503015046

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
RESPON PERTUMBUHAN MATA TUNAS BIBIT OKULASI
TANAMAN KARET (Hevea Brasiliensis Muell.Arg) TERHADAP
PEMBERIAN PUPUK BIO ORGANIK DAN PANJANG
POTONGAN AKAR BIBIT OKULASI MATA TIDUR (OMT)

Oleh

DEDI SAPUTRA

NIM. 1503015046

Skripsi merupakan sebagian persyaratan untuk meraih


Derajat Sarjana Pertanian
Pada
Fakutas Pertanian
Universitas Mulawarman

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2020
HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi Tanaman Karet


(Hevea brasiliensis Muell.Arg) Terhadap Pemberian
Pupuk Bio Organik Dan Panjang potongan Akar Bibit
Okulasi Mata Tidur (OMT)

Nama Mahasiswa : Dedi Saputra

Nim : 1503015046

Jurusan : Agroekoteknologi

Program Studi : Agronomi

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Hj. Yetti Elidar, M.P Dr. Ir. Suria Darma Idris , M.Si
NIP. 19580104 198411 2 001 NIP. 19621112 198903 1 003

Mengetahui :

Dekan

Dr. Ir. H. Rusdiansyah, M.Si


NIP. 19610917 198703 1 005  
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Dedi Saputra

NIM : 1503015046

Program Studi/Jurusan : Agronomi/Agroekoteknologi

Judul Skripsi : Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi Tanaman


Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg) Terhadap
Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang
potongan Akar Bibit Okulasi Mata Tidur (OMT)

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi ini berdasarkan hasil

penelitian, pemikiran dan pemaparan asli dari peneliti sendiri. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan

dari penulis lain disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di

kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidak benaran dalam pernyataan ini

maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang

telah saya diperoleh dan sanksi lain sesuai dengan norma yang berlaku di Fakultas

Pertanian Universitas Mulawarman.

Samarinda, juni 2020


Yang membuat pernyataan

Dedi Saputra
NIM. 1503015046

ii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
KARYA ILMIAH

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa : Dedi Saputra

NIM : 15030150246

Program Studi/Jurusan : Agronomi/Agroekoteknologi

Judul Skripsi : Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi Tanaman

Karet (Hevea brasiliensis Muell.Arg) Terhadap

Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang

potongan Akar Bibit Okulasi Mata Tidur (OMT)

Menyatakan bahwa saya menyetujui untuk memberikan hak menyimpan,

mengalihmediakan/ mengalihformatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data

(data base), mempublikasikan untuk kepentingan akademis kepada Fakultas

Pertanian, Universitas Mulawarman, tanpa perlu meminta izin dari saya selama

tetap mencantumkan nama saya sebagai peneliti/pencipta.

Demikian surat ini saya buat dengan sesungguhnya dan semoga dapat

digunakan sebagaimana mestinya.

Samarinda, juni 2020


Yang membuat pernyataan

Dedi Saputra
NIM. 1503015046
ABSTRACT 

DEDI SAPUTRA. Growth of Rubber Plant Grafting (Hevea Brasiliensis) on


the application of Bio-Organic Fertilizer and Root Cut Length of dormant
bud budding (OMT). Faculty of Agriculture, Mulawarman University, 2020.
(Under the Guidance of Yetti Elidar and Suria Darma Idris). 

Rubber (Hevea brasiliensis) has great potential in the development of


agriculture, especially the plantation sub-sector in East Kalimantan. The first step
to good rubber farming is to use quality rubber planting material (seeds). Superior
seeds will ensure good plant growth with high production. This study aims to
determine the interaction between the application of BOF  and the length of the
roots, to know the best dosage of BOF fertilizer on shoot growth, and to
determine the length of the best root cut for the growth of the bud grafting
seedlings of rubber plants (Hevea brasiliensis). The research was conducted from
October 2018 to March 2019, at the Mulawarman University Housing, Batu
Besaung, Sempaja. 
The research was arranged in a completely randomized design (CRD) which
is a 3 x 4 factorial experiment with three replications. The first factor was the root
cut length treatment (M) which consisted of three levels, namely 10 cm, root
length of 15 cm, and root length of 20 cm. The second factor is the dosage of BOF
(B) fertilizer which consists of four levels, namely control, 12, 24, and 36 g of
fertilizer BOF for planting . The research were analyzed by means of variance
-1

and to compare between the two treatment averages, followed by the Least
Significant Difference (LSD) test at the 5% level. 
The results showed that the interaction between the application of BOF
fertilizer and the root length did not have a significant effect on all research
variables. The best dosage of BOF fertilizer, namely the treatment of 36 g BOF gr
/ polybag gave the best growth relative to all research variables. The best length
-1,

of root cut, which was 15cm plant gave the best growth for the variable number
-1,

of petioles, number of leaflets and days of shoots and tended to provide the best
growth for all research variables. 

kata Keywords: Rootstock length, BOF, dormant bud budding rubber


seedlings (OMT). 
ABSTRAK

DEDI SAPUTRA. Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi Tanaman Karet


(Hevea Brasiliensis) Terhadap Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang
Potongan Akar Bibit Stumb Okulasi Mata Tidur (OMT). Fakultas
Pertanian, Universitas Mulawarman, 2020. (Dibawah Bimbingan Yetti
Elidar dan Suria Darma Idris).

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis) memiliki potensi besar dalam


pengembangan bidang pertanian terutama sub sektor perkebunan dikalimantan
timur. Langkah awal pengusahaan usahatani karet yang baik adalah menggunakan
bahan tanam (bibit) karet yang berkualitas. Bibit yang unggul akan menjamin
pertumbuhan tanaman yang baik dengan produksi tinggi. Penelitian ini bertujuan
Untuk mengetahui interaksi antara pemberian pupuk BOF dengan ukuran panjang
akar, mengetahui dosis pupuk BOF terbaik terhadap pertumbuhan tunas,serta
mengetahui ukuran panjang potongan akar terbaik untuk pertumbuhan tunas bibit
okulasi mata tidur tanaman karet (Hevea brasiliensis). Penelitian dilaksanakan
sejak bulan oktober 2018 sampai maret 2019, di Perumahan Universitas
Mulawarman, Batu Besaung, Sempaja.
Penelitian disusun dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) merupakan
percobaan faktorial 3 x 4 dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan
panjang potongan akar (M) yang terdiri dari tiga taraf yaitu 10 cm, panjang akar
15 cm, dan panjang akar 20 cm. Faktor kedua adalah dosis pupuk BOF (B) yang
terdiri dari empat taraf, yaitu kontrol, 12, 24, dan 36 g pupuk BOF pertanaman -1.
Data hasil penelitian dianalisis dengan sidik ragam dan untuk membandingkan
antara dua rata-rata perlakuan, dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
pada taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukan Interaksi yang terjadi antara pemberian pupuk
BOF dengan ukuran panjang akar berpengaruh tidak nyata terhadap semua
variabel penelitian. Dosis pupuk BOF terbaik yaitu perlakuan 36 g BOF
gr/polybag-1 relatif memberikan perpertumbuhan terbaik bagi semua variabel
penelitian. Ukuran panjang potongan akar terbaik yaitu 15cm tanaman-1
memberikan pertumbuhan terbaik bagi variabel jumlah tangkai daun, jumlah
anak daun dan hari muncul tunas dan cenderung memberikan pertumbuhan
terbaik bagi semua variabel penelitian.

Kata Kunci : Panjang potongan akar, BOF, bibit karet okulasi mata tidur
(OMT).

vi
RIWAYAT HIDUP

Dedi Saputra lahir pada tanggal 12 april 1997 di batu

balai, kecamatan muara bengkal, kabupaten kutai timur,

Kalimantan Timur. Penulis merupakan anak pertama

dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Muhammad

Daud dan Ibu Sumarni. Pendidikan formal dimulai

pada tahun 2003 di Sekolah Dasar Negeri 009 Muara

Bengkal dan tamat pada tahun 2009. Pada tahun yang

sama melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 02 Muara

Bengkal dan tamat pada tahun 2012. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah

Menengah Kejuruan-SPP Negeri Samarinda pada tahun 2015. Pendidikan Tinggi

penulis dimulai pada tahun 2015 di Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman,

Jurusan Agroekoteknologi. Program Studi Agroekoteknologi, pada semester lima

memilih minat Agronomi.

Penulis melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat sebagai

perwujudan Tri Darma Perguruan Tinggi dengan mengikuti Kuliah Kerja Nyata

(KKN) pada bulan Juli hingga Agustus 2018 di Desa Muhuran, Kecamatan Kota

Bangun, Kabupaten Kutai Kartanegara. Pada bulan Oktober sampai November

2018 melaksanakan Prakter Kerja Lapangan (PKL) di UPTD Proteksi Tanaman

Pangan dan Hortikultura Kalimantan Timur.


HALAMAN PERSEMBAHAN

Alhamdulillahhirabil’alamin...

Sujud Syukur saya persembahkan kepada Allah SWT

Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW beserta keluarga dan para sahabat nya

Skripsi ini saya persembahkan kepada seluruh keluarga terutama kepada kedua orang tua saya Bapak

Muhammad Daud dan Ibu Sumarni yang telah membesarkan, mendidik dan memberikan kasih sayang

yang luar biasa indahnya, dan terimakasih kepada adik saya Sulasmi Wati dan Rasti Andini yang selalu

memberikan semangat dan dukunganya kepada saya, serta teman – teman dan sahabat saya yang sudah

membantu saya dalam menyelesaikan skripsi ini semoga apa yang kita lakukan selama ini dapat berguna

dan bermanfaat untuk orang lain.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan pembelajaran untuk semuanya

Aminn ya rabbalalamin...
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT berkat Rahmat dan

Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk mendapat

gelar Sarjana Pertanian (SP) di Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman

Samarinda. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ayahanda Muhammad Daud dan

Ibunda Sumarni sebagai orang tua penulis yang sangat penulis hormati, sayangi,

dan cintai, yang telah memberikan doa serta dukungan baik moril maupun materil

kepada penulis sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi dan

studi.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan skripsi ini dapat

terselesaikan karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Melalui

kesempatan ini penulis menyampaiakan secara khusus ucapan terima kasih

kepada:

1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman, seluruh dosen dan staff

akademik yang telah memberikan fasilitas, pengetahuan dan pelayanan selama

penulis menuntut ilmu di Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman.

2. Ketua jurusan Agroekoteknologi dan staf jurusan Agroekoteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Mulawarman.

3. Ibu Ir. Yetti Elidar, M.P. dan bapak Dr. Ir. Suria Darma Idris, M.Si. selaku

dosen pembimbing I dan II, yang telah berkenan memberikan bantuan moril

dan materil selama penelitian dan meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga

untuk membimbing serta mengarahkan penulis dari awal hingga akhir

penyusunan skripsi ini.


4. Bapak dosen penguji I dan II yaitu bapak Widi Sunaryo,S.P., M.Si., Ph.D

dan Dr. Odit Ferry Kurniawan, S.P., M.Si. yang banyak memberikan

masukan, kritik dan saran agar penulisan skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Sahabat-sahabat terbaik: Chairunisa, M. Fadhil Hayanto, Angga Setiawan,

Puja Anjelia, Wahyudi, terima kasih atas dukungan dan do’a yang telah

diberikan.

6. Teman-teman KKN Desa Muhuran, terima kasih atas doa dan dukungan yang

diberikan.

7. Teman-teman Agroekoteknologi angkatan 2015 yang telah memberikan

dukungan dan doa yang sangat berarti bagi penulis.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak bisa

penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini banyak kekurangan dan jauh dari

kata sempurna, dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan

saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ini. Penulis berharap

karya tulis ini dapat bermanfaat dan dapat memberi wawasan bagi pembaca,

Samarinda, mei 2020

Dedi Saputra

x
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR JUDUL.................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................... iii
HALAMAN PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI............... iv
ABSTRACT............................................................................................. v
RIWAYAT HIDUP................................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................. viii
KATA PENGANTAR............................................................................. ix
DAFTAR ISI............................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ............................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR............................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... xv

I. PENDAHULUAN
A. Latar belakang...................................................................... 1
B. Perumusan Masalah............................................................... 3
C. Tujuan Penelitian.................................................................. 3
D. Manfaat Penelitian................................................................ 4

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan umum tanaman karet................................................ 5
B. Pembibitan tanaman karet...................................................... 7
C. Panjang Potongan akar stumb OMT........................................ 10
D. Tinjauan umum Bio Organik Fertilizer (BOF).......................... 10
III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Pemikiran.............................................................. 13
B. Hipotesis.............................................................................. 15

IV. METODE PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat Penelitian................................................. 16
B. Bahan dan Alat..................................................................... 16
C. Rancangan Percobaan............................................................ 16
D. Prosedur Penelitian................................................................ 17
E. Pengambilan Data.................................................................. 20
F. Analisis Data......................................................................... 21
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Panjang tunas okulasi........................................................ 22

xi
2. Jumlah Tangkai Daun....................................................... 26
3. Jumlah Anak Daun........................................................... 30
4. Diameter Tunas................................................................ 34
5. Hari Muncul Tunas........................................................... 34
B. Pembahasan
1. Panjang tunas okulasi........................................................ 35
2. Jumlah Tangkai Daun....................................................... 38
3. Jumlah Anak Daun........................................................... 40
4. Diameter Tunas................................................................ 41
5. Hari Muncul Tunas........................................................... 42
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan........................................................................... 44
B. Saran.................................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA...................................................................... 45
LAMPIRAN...................................................................................
48

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
Panjang tunas okulasi umur 12 MSP dengan perlakuan konsentrasi
1. BOF dan panjang potongan akar...……………...............................
23
Panjang tunas okulasi umur 14 MSP dengan perlakuan konsentrasi
2. BOF dan panjang potongan akar...……………..........,.................... 24

Panjang tunas okulasi umur 16 MSP dengan perlakuan konsentrasi


3. BOF dan panjang potongan akar...……………............................... 24

Panjang tunas okulasi umur 18 MSP dengan perlakuan konsentrasi


4. BOF dan panjang potongan akar...................................................... 25

Panjang tunas okulasi umur 20 MSP dengan perlakuan konsentrasi


5. BOF dan panjang potongan akar...……………............................... 25

6. Jumlah tangkai daun tunas okulasi umur 14 MSP dengan 26

xii
perlakuan konsentrasi BOF dan panjang potongan akar..................

Jumlah tangkai daun tunas okulasi umur 16 MSP dengan 27


7. Perlakuan konsentrasi BOF dan panjang potongan akar..................

Jumlah tangkai daun tunas okulasi umur 18 MSP dengan 28


8. perlakuan konsentrasi BOF dan panjang potongan akar..................

Jumlah tangkai daun tunas okulasi umur 20 MSP dengan 29


9. perlakuan konsentrasi BOF dan panjang potongan akar..................

Jumlah anak daun tunas okulasi umur 14 MSP dengan perlakuan 30


10. konsentrasi BOF dan panjang potongan akar...................................

Jumlah anak daun tunas okulasi umur 16 MSP dengan perlakuan 31


11. konsentrasi BOF dan panjang potongan akar...................................

Jumlah anak daun tunas okulasi umur 18 MSP dengan perlakuan 32


12 konsentrasi BOF dan panjang potongan akar...................................

Jumlah anak daun tunas okulasi umur 20 MSP dengan perlakuan 33


13 konsentrasi BOF dan panjang potongan akar...................................

14 Diameter tunas okulasi tanaman karet umur 20 MSP dengan


perlakuan konsentrasi BOF dan panjang potongan akar.................. 34

Hari muncul Tunas okulasi tanaman karet dengan perlakuan


15 35
konsentrasi BOF dan panjang potongan akar...................................

xiii
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran Penelitian…................................ 14

2. Proses pembalutan mata okulasi .....................……........................


57
3. Pemberian thricoderma dengan campuran bekatul........……….....
57
4. Pemberian BOF awal tanam ...........................……………………
58
5. Pengukuran diameter stump awal tanam ..............………………..
58
6. Tunas okulasi tanaman karet umur 2 bulan .........………………..
59
7. Pengamatan tunas minggu 4......................................……………..
59
8. Pengukuran diameter tunas OMT minggu ke 20..............………...
60

xiv
9. Sampel tanaman dalam paranet .......................................................
60

Nomor Halaman
1. Jadwal penelitian Respon Pertumbuhan Mata Tunas Bibit
Okulasi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell.Arg) Terhadap
Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang Potongan Akar 48
Bibit Stumb Okulasi Mata Tidur
(OMT)..............................................................................................

2. Tata letak penelitian Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis


Muell.Arg) Terhadap Pemberian Pupuk Bio Organik Dan
Panjang Potongan Akar Bibit Stumb Okulasi Mata Tidur 49
(OMT).....................…….................................................................

3. Hasil analisis kimia tanah sebelum penelitian Respon


Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi Tanaman Karet (Hevea
Brasiliensis Muell.Arg) Terhadap Pemberian Pupuk Bio
50
Organik Dan Panjang Potongan Akar Bibit Stumb Okulasi Mata
Tidur (OMT)........………................................................................

4. Hasil sidik ragam Respon Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi 51


Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell.Arg) Terhadap
Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang Potongan Akar Bibit

xv
Stumb Okulasi Mata Tidur (OMT)...........................
………………….......................................

5. Rekapitulasi hasil penelitian Pertumbuhan Mata Tunas Bibit


Okulasi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell.Arg)
Terhadap Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang Potongan
56
Akar Bibit Stumb Okulasi Mata Tidur (OMT)..............
………………........................................................

6. Dokumentasi Respon Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi


Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell.Arg) Terhadap
Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang Potongan Akar Bibit 57
Stumb Okulasi Mata Tidur (OMT)...............................…………..

DAFTAR LAMPIRAN

xvi
BAB I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Kalimantan Timur (kaltim) memiliki potensi besar dalam pengembangan

bidang pertanian terutama sub sektor perkebunan. Hal ini didukung oleh Data

dari dinas perkebunan Kaltim, yang menunjukan luas keseluruhan areal

penanaman karet, tahun 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018 berturut-turut;

101.158 ha, 113.485 ha, 113.739 ha, 116.689 ha, 115.160 ha, dan 115.082 ha -

cenderung meningkat, kecuali 2 tahun terakhir. Adapun hasil produksi lumpnya

berturut-turut : sebesar 59.963 Mg ha-1, 63.281 Mg ha-1, 65.738 Mg ha-1 62.106

Mg ha-1, 63.510 Mg ha-1, dan 57.354 Mg ha-1, fluktuatif dan menurun drastis pada

tahun 2018. Selain direncanakan untuk dijadikan pusat penanaman kelapa sawit

nasional yaitu sebagai pusat Agroindustri dan Energi terkemuka, Kaltim juga

dapat dijadikan salah satu daerah yang memiliki tanaman karet klon unggul

dengan produktivitas lateks yang tinggi. Langkah awal pengusahaan usahatani

karet yang baik adalah menggunakan bahan tanam (bibit) karet yang berkualitas.

Memperhatikan pentingnya peranan bibit dalam perbaikan pembangunan

perkebunan karet, maka usaha tani pembibitan bibit berkualitas perlu dilakukan.

Bibit karet berkualitas yang digunakan akan menghasilkan tanaman karet yang

berkualitas pula. Untuk mendapatkan tanaman karet yang berkualitas, dalam hal

ini menghasilkan lateks yang tinggi, tahan terhadap penyakit dengan pertumbuhan

yang seragam diperlukan bibit yang berasal dari klon unggul. Bibit yang unggul

akan menjamin pertumbuhan tanaman yang baik dengan produksi tinggi.


2

Penggunaan media tanam bibit dengan campuran bahan organik

merupakan salah satu cara budidaya yang ramah lingkungan serta sangat berguna

untuk ketersediaan unsur hara dan memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah.

Bio Organik fertilizer (BOF) merupakan suatu zat  yang digunakan untuk

meningkatkan kesuburan tanah dengan  menggunakan limbah biologis.

Bermanfaat dalam meningkatkan jumlah mikroorganisme yang berperan dalam

dekomposisi bahan organik menjadi nutrisi yang tersedia bagi tanaman, dan

membantu mengendalikan potensi penyakit tanama serta membantu memerangi

OPT. Bio Organik fertilizer yang diaplikasikan pada bibit atau permukaan tanah,

akan mendorong pertumbuhan dikarenakan tejadi ketersediaan nutrisi utama

untuk tanaman inang.

Akar tanaman merupakan bagian organ penting pada tanaman yang

berfungsi sebagai penopang tubuh tanaman berdiri tegak dan penopang tanaman

dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi. Penyerapan air dan unsur hara yang ada

didalam tanah untuk diangkut ke daun dan disalurkan ke seluruh tubuh tanaman.

Begitu pentingnya fungsi akar pada tanaman sehingga perlu untuk diperhatikan

bentuk, panjang dan jenis akar tanaman yang kita budidayakan terutama pada saat

perbanyakan melalui okulasi. Bibit stump karet sangat bergantung pada cadangan

makanan yang ada pada batang terutama akar, untuk menopang pertumbuhan

mata tunas yang diokulasi, panjang akar sangat mempengaruhi pertumbuhan tunas

yang muncul, yang kemudian akan dikembangkan menjadi batang utama untuk

budidaya.

Untuk mendukung narasi di atas, maka dilakukan satu penelitian dengan judu

l : Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)


3

Terhadap Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang potongan Akar Bibit Okulasi

Mata Tidur (OMT).

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka dirumuskan permasalahan

penelitian sebagai berikut:

1. Apakah terdapat interaksi antara pemberian Bio Organik fertilizer (BOF)

dengan ukuran panjang potongan akar terhadap pertumbuhan tunas bibit

okulasi mata tidur tanaman karet (Hevea brasiliensis) ?

2. Berapakah dosis pupuk Bio Organik fertilizer (BOF) yang dapat memberikan

pertumbuhan terbaik terhadap pertumbuhan tunas bibit okulasi mata tidur

tanaman karet (Hevea brasiliensis) ?

3. Berapakah Ukuran panjang potongan akar yang dapat memberikan

pertumbuhan terbaik untuik tunas bibit okulasi mata tidur tanaman karet

(Hevea brasiliensis) ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui interaksi antara pemberian pupuk BOF dengan ukuran

panjang akar terhadap pertumbuhan tunas bibit okulasi mata tidur tanaman

karet (Hevea brasiliensis).

2. Untuk mengetahui dosis pupuk BOF terbaik terhadap pertumbuhan tunas bibit

okulasi mata tidur tanaman karet (Hevea brasiliensis).

3. Untuk mengetahui ukuran panjang potongan akar terbaik untuk pertumbuhan

tunas bibit okulasi mata tidur tanaman karet (Hevea brasiliensis).


4

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mendatangkan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan informasi bagi pembaca, instansi pertanian, maupun peneliti

mengenai teknik pembibitan tanaman karet yang benar untuk mendapatkan

bibit berkualitas agar memperoleh tanaman yang berproduksi tinggi.

2. Memberikan informasi bagi pembaca, instansi pertanian, maupun peneliti

tentang kandungan dan manfaat unsur hara yang ada di dalam pupuk BOF

terhadap pertumbuhan tunas bibit okulasi mata tidur tanaman karet (Hevea

brasiliensis).

3. Memberikan informasi bagi pembaca, instansi pertanian, maupun peneliti

tentang ukuran panjang potongan akar terbaik untuk pertumbuhan tunas bibit

okulasi mata tidur tanaman karet (Hevea brasiliensis).


BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tanaman Karet (Hevea brasiliensis)

1. Sejarah Tanaman Karet di Indonesia

Tanaman karet mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda.

Awalnya karet ditanam di Kebun Raya Bogor untu koleksi. Tahun 1864

perkebunan karet mulai diperkenalkan di Indonesia. Perkebunan karet dibuka oleh

Hofland pada tahun tersebut di daerah Pamanukan dan Ciase Jawa Barat. Jenis

karet yang ditanam pertama kali adalah karet rambung atau Ficus Elastica. Jenis

karet Hevea (Hevea Brasiliensis) baru ditanam tahun 1902 di daerah Sumatera

Timur. Jenis ini ditanam di Pulau Jawa pada tahun 1906. Pada masa sebelum

Perang Dunia II hingga tahun 1956 Indonesia menjadi penghasil karet alam

terbesar di dunia. Kebutuhan karet alam dunia yang besar waktu itu sebagian

besar dipasok oleh Indonesia. Pengelolaan kebun karet, perluasan perkebunan

karet, peremajaan tanaman-tanaman karet tua tidak dilakukan oleh Indonesia

sehingga terjadi penurunan produksi.

2. Sistematika

Menurut Nazarudin dan Paimin (2006), sistematika tanaman karet yaitu

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan), Divisio : Spermatophyta (tumbuhan

berbici), Sub Divisio : Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup), Klas :

Dicotyledoneae (biji berkeping dua), Ordo : Euphorbiales (tumbuhan bergetah),

Famili : Euphorbiceae (getah), Genus : Hevea (karet), dan Spesies : Hevea

brasiliensis.
6

3. Morfologi tanaman Karet

Tanaman karet berupa pohon dengan ketinggiannya dapat mencapai 30-40

m. Sistem perakarannya padat/kompak, akar tunggangnya dapat menghunjam

tanah hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh

10 m. Tanaman karet berupa pohon yang tingginya bisa mencapai 25 m dengan

diameter batang cukup besar dan tumbuh lurus ke atas dengan percabangan

dibagian atas. Pada batang inilah terkandung getah yang lebih terkenal dengan

nama lateks (Tim Penulis Penebar Swadaya 2007).

Daun karet berselang-seling, tangkai daun panjang, 3 anak daun yang licin

berkilat. Petiola tipis, hijau dan berpanjang 3,5-30 cm. Helaian anak daun

bertangkai pendek dan berbentuk lonjong oblong. Tanaman karet adalah tanaman

berumah satu (monoecus). Pada satu tangkai bunga yang berbentuk bunga

majemuk terdapat bunga betina dan bunga jantan (Sianturi 2001).

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina. Bunga karet

biasanya terletak di antara payung satu dengan payung yang lain dengan

jarakantar payung cukup jauh. Kepala putik pada bunga ini berjumlah tiga buah sedangkan

bunga jantan memiliki sepuluh benang sari yang menyatu (Tim Penulis Penebar Swadaya

2007).

Buah karet memiliki diameter 3-5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga

karet dan memiliki pembagian ruangan yang jelas, biasanya 3-6 ruang. Setiap

ruangan berbentuk setengah bola. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah.

Jadi, jumlah biji biasanya tiga, kadang enam. Ukuran biji besar dengan kulit keras.

Warnanya cokelat kehitaman dengan bercak-bercak berpola khas.


7

4. Syarat Tumbuh

Iklim yang dikehendaki Tanaman karet untuk dapat tumbuh baik dan

berproduksi tinggi pada kondisi iklim sebagai berikut, yaitu dataran rendah

sampai dengan ketinggian 200m DPL, suhu optimal 28oC. Daerah yang cocok

untuk tanaman karet adalah pada zona antara 15o LU dan 15o LS. Penanaman di

luar zona tersebut, pertumbuhannya agak lambat sehingga memulai produksinya

pun lebih lambat (Sianturi 2001). Vegetasi yang sesuai untuk kondisi lintang

tersebut adalah hutan hujan tropis yang disertai dengan suhu panas dan

kelembaban tinggi. Curah hujan rata-rata yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman

karet adalah sekitar 2000 mm per tahun dengan jumlah hari hujan 100-150 hari.

Menurut Setyamidjaja (1993) sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman

karet syaitu (1) Solum cukup dalam, sampai 100 cm atau lebih, tidak terdapat

batu-batuan, (2) Aerasi dan drainase baik, (3) Remah, porus dan dapat

menyimpan air, (4) Tekstur terdiri dari atas 35% liat dan 30% pasir, (5) Tidak

bergambut, dan jika ada tidak lebih tebal dari 20 cm, (6) Kandungan unsur hara

N, P dan K cukup dan tidak berkurang unsur mikro, (7) kemasaman tanah

optimum dengan pH 4,5-6,5, (8) kemiringan tidak lebih dari 16%.

B. Pembibitan Tanaman Karet

Penggunaan bibit bermutu tinggi merupakan keharusan bagi usaha

perkebunan untuk memperoleh keunggulan komperatif. Bibit yang baik

seharusnya berasal dari perkembangbiakan secara vegetatif, salah satunya dengan

cara okulasi. Teknik okulasi merupakan perbanyakan dengan menyatukan batang

atas berupa entres dari indukan klon unggul dengan batang bawah dari klon yang
8

sama. Menurut Boerhendhy (2009), kesesuaian batang bawah dengan batang atas

sangat menentukan pertumbuhan dan produksi yang akan dicapai. Oleh karena itu

dianjurkan penggunaan benih (calon batang bawah) yang berasal dari biji pilihan

(propellegitim) salah satunya seperti PB 260.

1. Okulasi

Okulasi merupakan salah satu metode penyambungan yang menurut Ashari

(1995) ada dua yaitu sambungan tunas dan sambungan mata tunas. Okulasi sering

juga disebut dengan menempel atau budding (Inggris). Cara memperbanyak

tanaman dengan okulasi mempunyai kelebihan dibandingkan dengan stek dan

cangkok. Kelebihannya adalah hasil okulasi mempunyai mutu lebih baik dari

induknya. Okulasi dilakukan pada tanaman batang bawah yang mempunyai

perakaran yang baik dan tahan terhadap serangan hama dan penyakit dipadukan

dengan batang atas yang mempunyai keunggulan yang baik seperti produksi yang

tinggi, dan resisten terhadap serangan penyakit. Tanaman yang memiliki

perakaran yang baik digunakan sebagai batang bawah. Sedangkan tanaman yang

mempunyai produksi yang tinggi diambil dari mata tunasnya untuk ditempelkan

pada batang bawah yang dikenal dengan nama entres atau batang atas (Wudianto,

2002).

Lebih lanjut dijelaskan oleh Budiyanto (2013) syarat batang bawah (stump)

antara lain perakaran yang kuat, tahan terhadap busuk akar. Batang diupayakan

berdiameter 3-5 mm, berumur 3-4 bulan, dalam fase pertumbuhan yang optimum,

kambiumnya aktif, sehingga mudah dalam pengupasan dan proses merekat entres.

Syarat entres yang baik adalah cabang sumber entres tidak terlalu tua dan juga

tidak terlalu muda (setengah berkayu). Warna kulitnya coklat muda kehijauan atau
9

abu-abu muda. Entres yang diambil dari cabang yang terlalu tua akan lambat

pertumbuhannya dan persentase keberhasilannya rendah. Besar diameter cabang

untuk entres ini harus sebanding dengan dengan besarnya batang bawah. Cabang

entres untuk okulasi sebaiknya tidak berdaun atau daunnya sudah rontok. Entres

yang diambil harus sesuai dengan keinginan pembudidaya produksi tinggi, cepat

berproduksi, kulit tebal, tahan terhadap hama dan penyakit.

Menurut Ashari (1995) pengaruh batang bawah terhadap batang atas antara

lain: (1) mengontrol kecepatan tumbuh batang atas dan bentuk tajuknya, (2)

mengontrol pembungaan, jumlah tunas dan hasil batang atas, (3) mengontrol

ukuran buah, kualitas dan kemasakan buah, dan (4) resistensi terhadap hama dan

penyakit tanaman. Menurut Sumarsono (2002), stadia entres berpengaruh

terhadap pertumbuhan batang bawah. Pertambahan batang bawah yang diokulasi

dengan entres muda selama 90 hari mencapai 1,80 cm, sedangkan yang diokulasi

dengan entres agak tua dan tua bertambah sebanyak 1,20 cm dan 1,10 cm saja.

Pengaruh batang atas terhadap batang bawah juga sangat nyata. Namun

pada umumnya efek tersebut timbal balik. Batang bawah asal biji (semai) lebih

menguntungkan dalam jumlah, umumnya tidak membawa virus dari pohon

induknya dan sistem perakarannya bagus. Kelemahannya adalah secara genetik

tidak seragam. Variasi genetik ini dapat mempengaruhi penampilan tanaman

batang atas setelah ditanam. Sangat perlu dilakukan seleksi secermat mungkin

terhadap batang bawah asal biji (Ashari, 1995).

Selain pengaruh batang atas dan batang bawah ada faktor penting lain yang

mempengaruhi keberhasilan dalam okulasi, faktor tersebut adalah faktor

lingkungan seperti suhu, kelambaban dan oksigen. Faktor berikutnya adalah


10

serangan penyakit yang menyebabkan kegagalan okulasi meningkat seiring

dengan meningkatnya curah hujan dan kelembaban yang tinggi. Masalah yang

sering timbul dalam pelaksanaan teknik ini adalah sukarnya kulit kayu batang

bawah dibuka, terutama pada saat tanaman dalam kondisi pertumbuhan aktif,

yakni pada saat berpupus atau daun-daunnya belum menua. Sebaiknya okulasi

dilakukan saat tanaman dalam kondisi dorman (Santoso, 2006).

C. Panjang potongan akar stumb OMT

Persyaratan umum dalam pembibitan tanaman karet yaitu Bibit stum mata

tidur harus memiliki akar tunggang yang tidak bercabang, akar tunggang dipotong

dengan menyisahkan 30-40 cm dan akar lateral disisakan dengan panjang 5 cm.

Funsi akar sudah jelas yaitu sebagai media tanaman untuk mengambil unsur hara

dalam tanah serta menyerap air sebagai pelarut unsur hara yang telah diserap akar

melalui pembuluh xylem. Tunas okulasi tumbuh awalnya hanya memakai

cadangan makanan yang ada pada stump batang tempat mata tunas menempel

serta cadangan makanan yang ada pada akar sebelum akar lateral tumbuh aktif

menyerap unsur hara dan air yang ada pada tanah. Akar akan mulai tumbuh

setelah bibit berumur 3-4 minggu setelah penanaman stump pada media tanam

setelah dicabut dari pembibitan hasil okulasi (Setiawan dan Andoko, 2005).

D. Tinjauan umum Bio Organik fertilizer (BOF)

BOF merupakan suatu zat  yang digunakan untuk  meningkatkan kesuburan

tanah dengan  menggunakan limbah biologis, bermanfaat dalam memperkaya

tanah dengan kandungan mikro-organisme yang menghasilkan nutrisi organik

untuk tanah dan membantu memerangi penyakit. Zat yang mengandung

mikroorganisme, yang ditambahkan pada bibit, permukaan tanaman, atau tanah,


11

akan mendorong pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan atau ketersediaan

nutrisi utama untuk tanaman inang.

BOF Tidak seperti pupuk kimia pada umumnya yang langsung

meningkatkan kesuburan tanah dengan menambahkan nutrisi, BOF menambahkan

nutrisi melalui proses alami dengan cara memperbaiki atmosfer nitrogen,

melarutkan fosfor, dan merangsang pertumbuhan tanaman dengan memicu

sintesis zat tertentu yang dibutuhkan. Mikroorganisme dalam BOF

mengembalikan siklus hara alami dan membangun materi organik tanah.

1. Peran pupuk BOF

Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai sistem pengelolaan produksi

pertanian yang holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-

ekosistem, termasuk biodiversitas, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah,

dengan menekankan pada penggunaan input dari dalam dan menggunakan cara-

cara mekanis, biologis dan kultural.  Dalam sistem pertanian organik masukan

(input) dari luar (eksternal) akan dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk

kimia buatan, pestisida, dan bahan bahan sintetis lainnya. Kekuatan hukum alam

yang harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan kuantitas dan

kualitas hasil pertanian sekaligus miningkatkan ketahanan terhadap serangan

hama dan penyakit ( Sembiring dkk, 2005).

Pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan dan mempertahankan

kesuburan tanah dalam sistem pertanian organik sangat penting. Peran mikroba

dalam tanah antara lain adalah daur ulang hara, penyimpan sementara dan

pelepasan untuk dimanfaatkan tanaman dan lain-lain. Keberhasilan memanfaatkan

mikroba untuk tujuan meningkatkan kesuburan tanah memerlukan pengetahuan


12

dari berbagai disiplin ilmu secara terpadu. Pakar mikrobiologi tanah mengawali

dengan mempelajari dan mengidentifikasi ekologi mikroorganisme yang akan

digunakan sebagai biofertilizer (pupuk hayati). Selanjutnya mikroorganisme hasil

isolasi dari tanah dikembangbiakkan pada kondisi laboratorium menggunakan

media buatan. Setelah mikroorganisme tersebut berhasil dibiakkan, maka harus

diperoleh galur yang dikehendaki, karena tidak semua spesies dari suatu populasi

bersifat efektif. Selanjutnya galur yang efektif diisolasi, dan dilakukan pengujian

di lapangan apakah hasil inokulasi dapat meningkatkan pertumbuhan dan

produksi tanaman. Mikroorganisme yang diinokulasi harus sesuai dengan kondisi

lingkungan tertentu, harus mampu menyesuaikan dengan fluktuasi kondisi

lingkungan dan tidak kalah bersaing atau dimangsa mikroorganisme asli

(Gunalan, 1996).

Mikroorganisme yang diinokulasikan cukup efektif dalam meningkatkan

hasil tanaman, maka tugas selanjutnya mengembangkan metode  untuk

memperbanyak dengan skala yang besar. Umumnya mikroorganisme akan

tumbuh dan berkembang melalui proses fermentasi. Apabila populasi

mikroorganisme mencapai ukuran tertentu, kemudian tahap berikutnya adalah

memanen dan mengemas untuk tujuan komersial. Tugas selanjutnya adalah

membuat formula cara kerja inokulan, termasuk cara memanfaatkan inokulan di

lapangan (disemprotkan ke tanah atau dicampur dengan biji), termasuk

memecahkan semua masalah yang mungkin dihadapi dalam mempertahankan

inokulan tetap efektif, terutama yang berhubungan dengan pengiriman, kemasan,

penyimpanan, dan pemanfaatan (Susanto, 2002).


BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Pemikiran

Ketersediaan bibit karet dapat ditingkatkan dengan cara melakukan

perbanyakan tanaman karet secara vegetatif, yaitu dengan cara okulasi yang

menggunakan bahan tanam berupa entres dan batang bawah dari klon unggul.

okulasi merupakan salah satu alternatif pilihan yang dapat digunakan dalam upaya

menyediakan bibit karet dalam jumlah banyak, cara ini akan menghemat

pengunaan bahan tanam terutama bagian entres serta tanaman yang dihasilkan

memiliki sifat keunggulan yang sangat mirip dengan indukannya, namun perlu

tenaga yang cukup banyak dalam pendongkelan stumb dilahan pembibitan.

Pendongkelan stumb bisa menghemat tenaga apabila ukuran potongan akar

dapat dioptimalkan ke ukuran yang tepat. Oleh karena itu diperlukan ukuran yang

tepat dalam memotong akar bibit OMT agar pertumbuhan tunas lebih cepat dan

tidak terganggu sehingga menghasilkan bibit yang seragam, sehat, dan unggul

untuk dibudidayakan dilahan budidaya karet.

Upaya lain dapat dilakukan untuk menunjang pertumbuhan tanaman karet

adalah dengan mengoptimalkan asupan hara bagi tanaman karet. Pemberian pupuk

bio organik (BOF) selain menyediakan asupan hara bagi stumb bibit karet, BOF

juga membantu memperbaiki struktur tanah, memudahkan pertumbuhan akar

tanaman, Sebagai Soil Conditioner sekaligus meningkatkan penyerapan udara,

meningkatkan aktivitas biologis mikroorganisme tanah yang menguntungkan dan

sebagai pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) penyakit tular

tanah. Adapun kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.


14

Adapun bagan alur dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Produksi lateks karet di


Kalimantan Timur

Umur tanaman

Replanting tanaman karet

Pembibitan melalui okulasi

Ukuran panjang akar OMT Konsentrasi Pupuk Bio Organik (BOF)

m1 : Panjang Akar 10 Cm b0 : Kontrol

m2 : Panjang Akar 15 Cm b1 : 12 gr BOF

m3 : Panjang akar 20 cm b2 : 24 gr BOF

b3 : 36 gr BOF

Pertumbuhan bibit karet

Gambar 1. Bagan Alur Kerangka Pemikiran


Penelitian
15

B. Hipotesis

1. Terdapat interaksi antara pemberian dosis Pupuk Bio Organik ( BOF ) Dan

Panjang Akar Bibit Okulasi Mata Tidur (OMT) terhadap pertumbuhan Mata

Tunas Bibit Okulasi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis).

2. Pemberian pupuk Bio Organik (BOF) dengan dosis 36 gr/polybag-1

memberikan pertumbuhan terbaik terhadap pertumbuhan Mata Tunas Bibit

Okulasi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis).

3. Panjang akar Bibit Okulasi Mata Tidur (OMT) dengan ukuran 20 cm

memberikan pertumbuhan terbaik terhadap pertumbuhan Mata Tunas Bibit

Okulasi Tanaman Karet (Hevea brasiliensis).


BAB IV. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan selama 20 minggu mulai bulan Oktober 2018

sampai bulan Maret 2019 di lahan perumahan UNMUL jalan Batu Besaung,

kelurahan Sempaja Utara, kota Samarinda Kalimantan timur. Jenis tanah tempat

persemaian batang bawah adalah podsolik merah kuning (ultisol). Ketinggian

tempat 50 m diatas permukaan laut.

B. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah: Batang bawah dari

kebun bibit karet umur 9 bulan dari klon PB260, Kayu entres dari klon PB260

untuk batang atas, Parafin, pupuk BOF, tanah yang dicampur pupuk organik, air.

Alat yang digunakan adalah: Pisau okulasi, gergaji entres/gunting stek,

polybag, kertas plastik gula 1 kg, meteran pita dan alat-alat tulis.

C. Rancangan Percobaan

Penelitian ini Percobaan dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak


Lengkap (RAL) dengan analisis faktorial 3x 4 dan 3 kali ulangan.

Faktor yang pertama adalah dosis pupuk Biofertilizer (BOF). (B) yang

terdiri dari 4 taraf, yaitu :

b0 : kontrol (tanpa BOF)

b1 : 12 g.polybag-1 pupuk BOF

b2 : 24 g.polybag-1 pupuk BOF

b3 : 36 g.polybag-1 pupuk BOF


17

Faktor kedua adalah ukuran panjang akar bibit okulasi mata tidur (M) yang

terdiri dari 3 taraf, yaitu :

m1 : panjang akar 10 cm

m2 : panjang akar 15 cm

m3 : panjang akar 20 cm

D. Prosedur Penelitian

1) Persiapan Tempat

Tempat penelitian dibersihkan terlebih dahulu sebelum dilakukan percobaan

penelitiaan dari kotoran dan gulma serta diratakan dengan cangkul.

2) Media Tanam

a. Persiapan media tanam

Media tanam terdiri dari tanah top soil. Setiap polybag berukuran 30 cm x

40 cm diisi tanah 12 kg yang dicampur merata dengan sekam padi, dan pupuk

kandang dengan perbandingan 2:1:1

b. Pengaturan letak polybag dilapangan

Polibag yang sudah terisi media tanam diletakan di tempat datar, jarak

antar polybag adalah 70 cm (dalam baris) x 80 cm (antar baris) dengan susunan 3

barisan, dimana setiap barisan berisi 12 polybag, jumlah polybag penelitian yaitu

36 polybag (Lampiran 1).

3) Penyiapan Batang Bawah

Batang bawah untuk bahan okulasi dalam penelitian ini adalah PB260 yang

telah berumur 9 bulan pada saat penelitian, dengan rata-rata diameter batang

tempat okulasi 2 cm dan warna kulit tempat okulasi kecoklatan sehingga termasuk

katagori okulasi coklat.


18

4) Penyiapan Batang Atas

a. Penyiapan Cabang Entres

Cabang entres yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari klon PB260

yang diambil dari Desa marang kayu. Entres disiapkan dengan cara memotong

cabang entres menggunakan gergaji. Dalam penyiapannya, cabang entres ini 10

hari sebelumnya dilakukan pemotongan tangkai daun, menggugurkan tangkai

daun sehingga mata entres siap untuk diokulasi.

b. Penyiapan Perisai Entres

Selanjutnya dilakukan pengirisan cabang entres sesuai ukuran jendela

okulasi yang telah ditentukan/diinginkan. Berikutnya dilakukan pengelupasan

dengan teliti agar mata entres tidak rusak atau kotor.

5. Pembuatan Jendela Okulasi

Pembuatan jendela okulasi pada batang bawah dilakukan dengan cara

mengiris batang bawah, pada ketinggian 10 cm dari permukaan tanah secara

vertikal, dengan ukuran panjang 5 cm dan secara horizontal/melintang 1 cm.

Kemudian kulit batang bawah dibuka secara berlahan, dan dipotong ¾ bagian

bawah kulit masih menyisakan sedikit untuk menyisipkan mata tunas.

6. Penempelan dan Pembalutan

Penempelan dan pembalutan mata entres dilakukan dengan cara

menempelkan perisai mata entres dari bawah ke atas, dengan sisa daun jendela

sepanjang 2 cm yang ada pada bagian bawah dijepitkan pada perisai mata entres,

kemudian dibalut dengan kertas plastik gula 1 kg yang telah dibelah memanjang

selebar 5cm. Balutan dimulai dari bawah ke atas sampai tertutup semua mata

okulasi.
19

7. Pembukaan Balutan

Pembukaan balutan dilakukan 3 minggu setelah okulasi (MSO) dengan

memotong lilitan sesuai arah lilitan balutan dengan pisau, kemudian diperiksa jika

masih hijau berarti hidup dan jika coklat mengering berarti mati.

c. Penanaman

Bibit tanaman karet yang berupa OMT dengan berbagai perlakuan ukuran

panjang akar yaitu 10 cm, 15 cm, dan 20 cm dimasukan kedalam polybag ukuran

30 cm x 40 cm yang telah diisi media tanam sebelumnya. Kemudian disiram

dengan air seperlunya apabila tidak turun hujan.

d. Pemeliharaan tanaman

Tanaman penelitian dipelihara dengan rincian kegiatan sebagai berikut :

1. Pemupukan

Pemupukan dengan pupuk BOF pada tanaman diberikan sesuai dengan

perlakuan.

2. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari kecuali jika

hari hujan maka penyiraman tidak dilakukan.

3. Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual yaitu dengan mencabut apabila

terdapat gulma pada area pembibitan.

4. Pemangkasan

Pemangkasan tunas yang tumbuh bukan pada mata tunas okulasian atau

yang disebut juga dengan wiwilan, dipangkas agar tunas mata okulasi tumbuh
20

normal dan sehat. Tunas wiwilan memiliki sifat mudah tumbuh serta

pertumbuhannya cepat dan memerlukan banyak air dan unsur hara.

E. Pengambilan Data

Data yang diamati setelah mendapatkan okulasi mata tidur yang hidup pada

penelitian ini adalah:

1. Panjang Tunas okulasi

Pengukuran panjang tunas dengan cara mengukur tinggi tunas dengan

meteran pita dimulai dari jendela okulasi sampai ujung titik tumbuh mata tunas

hingga ujung daun yang terpanjang dalam polybag. Tinggi tunas di ukur

menggunakan meteran pita setiap 2 minggu sekali yaitu pada umur 2 MST

(minggu setelah tanam), namun data yang didimasukan dalam sidik ragam yaitu

data dari minggu ke 12 sampai minggu ke 20. Hal ini karena data minggu ke 12

tunas okulasi sudah tumbuh seluruhnya.

2. Jumlah tangkai Daun

Pengamatan jumlah tangkai daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah

tangkai daun yang terbentuk dari tunas hasil okulasi. Pengukuran jumlah tangkai

daun dilaksanakan pada minggu ke 14,16,18 dan 20 minggu setelah tanam. Hal ini

dikarenakan tangkai daun sudah terbentuk semua dan pasti jumlahnya pada setiap

stadia payung yang terbentuk pada tunas yang tumbuh.

3. Jumlah anak daun

Pengamatan jumlah anak daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah

helai daun yang terbentuk pada tangkai daun yang terbentuk dari tunas hasil

okulasi. Pengukuran jumlah anak daun dilaksanakan pada minggu ke 14,16,18

dan 20 minggu setelah tanam mengikuti pengamatan jumlah tangkai daun.


21

4. Diameter tunas

Pengamatan diameter tunas dilakukan dengan mengukur diameter batang

tunas yang berada di dekat titik tumbuh mata okulasi dengan menggunakan

jangka sorong. Penelitian ini dilakukan pada minggu ke 20 setelah tanam. Hal ini

karena batang tunas yang tumbuh saat ini sudah keras dan tidak mudah patah

dibandingkan saat baru tumbuh. Sehingga resiko kegagalan penelitian bisa di

minimalisir.

5. Hari tumbuh tunas

Pengamatan hari tumbuh tunas dilakukan dengan mengamati berapa hari

yag diperlukan dalam proses pecahnya pangkal tunas dan tumbuhnya tunas pada

mata tunas okulasi. Penelitian ini dilaksanakan setiap 2 minggu sekali yaitu pada

umur 2 MST (minggu setelah tanam).

F. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan jika

terdapat perbedaan yang nyata maka untuk membandingkan dua rata-rata

perlakuan akan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata (BNT) pada taraf 5%.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

Berdasarkan hasil pengumupulan data lapangan berdasarkan parameter

pengamatan pada Metode Penelitian didapatkan data sebagai berikut:

1. Panjang Tunas okulasi

a. Panjang Tunas Okulasi Umur 12 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan Pemberian

Pupuk Bio Organik Dan Panjang potongan Akar Bibit Okulasi Mata Tidur

(OMT) serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas okulasi

pada minggu ke 12 MSP {Fhitung (1,88) < Ftabel 5% (3,42) (Lampiran 4 Tabel 1)}. Hasil

pengamatan rata-rata panjang tunas umur 12 MSP dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 1. Panjang tunas okulasi umur 12 MSP dengan perlakuan konsentrasi BOF
dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B)
Panjang
b0 b1 b2 b3 Rata-rata*
akar (M)
…………………… cm……………………..
m1 22,17 15,30 17,53 26,40 20,35
m2 30,17 29,53 30,63 31,60 30,48
m3 29,43 22,77 23,70 17,40 23,33
Rata- rata* 27,26 22,53 23,96 25,13  

b. Panjang Tunas Okulasi Umur 14 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan Pemberian

Pupuk Bio Organik Dan Panjang potongan Akar Bibit Okulasi Mata Tidur

(OMT) serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas okulasi

pada minggu ke 14 MSP {Fhitung (3,19) < Ftabel 5% (3,42) (Lampiran 4 Tabel 2)}. Hasil
24

pengamatan rata-rata panjang tunas umur 14 MSP dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 2. Panjang tunas okulasi umur 14 MSP dengan perlakuan konsentrasi BOF
dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B)
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar ( M)
……………………… cm……………………..
m1 26,70 20,10 24,13 27,07 24,50
m2 30,40 29,53 35,80 49,40 36,28
m3 29,43 31,07 31,90 22,17 28,64
Rata- rata* 28,84 26,90 30,61 32,88  

c. Panjang Tunas Okulasi Umur 16 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan Pemberian

Pupuk Bio Organik Dan Panjang potongan Akar Bibit Okulasi Mata Tidur

(OMT) serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas okulasi

pada minggu ke 16 MSP {Fhitung (0,79) < Ftabel 5% (3,42) (Lampiran 4 Tabel 3)}. Hasil

pengamatan rata-rata panjang tunas umur 16 MSP dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 3. Panjang tunas okulasi umur 16 MSP dengan perlakuan konsentrasi BOF
dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B)
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
…………………… cm……………………..
m1 29,00 28,50 31,47 38,67 31,91
m2 31,73 31,00 36,83 50,73 37,58
m3 35,07 35,20 35,60 22,17 32,01
Rata- rata* 31,93 31,57 34,63 37,19  

d. Panjang Tunas Okulasi Umur 18 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan Pemberian

Pupuk Bio Organik Dan Panjang potongan Akar Bibit Okulasi Mata Tidur

(OMT) serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas okulasi
25

pada minggu ke 18 MSP {Fhitung (2,85) < Ftabel 5% (3,42) (Lampiran 4 Tabel 4)}. Hasil

pengamatan rata-rata panjang tunas umur 18 MSP dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 4. Panjang tunas okulasi umur 18 MSP dengan perlakuan konsentrasi BOF
dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B)
Panjang
b0 b1 b2 b3 Rata-rata*
Akar (M)
…………………… cm……………………..
m1 31,67 28,50 31,13 39,00 32,58
m2 32,33 31,67 52,67 58,30 43,74
m3 35,07 35,20 35,60 32,67 34,63
Rata- rata* 33,02 31,79 39,80 43,32  

e. Panjang Tunas Okulasi Umur 20 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan Pemberian

Pupuk Bio Organik Dan Panjang potongan Akar Bibit Okulasi Mata Tidur

(OMT) serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap panjang tunas okulasi

pada minggu ke 20 MSP {Fhitung (2,25) < Ftabel 5% (3,42) (Lampiran 4 Tabel 5)}. Hasil

pengamatan rata-rata panjang tunas umur 20 MSP dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 5. Panjang tunas okulasi umur 20 MST dengan perlakuan konsentrasi


BOF dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B)
Panjang
b0 b1 b2 b3 Rata-rata*
Akar (M)
…………………… cm……………………..
m1 37,67 37,40 34,13 39,33 37,13
m2 38,00 35,00 51,33 61,27 46,40
m3 37,40 37,20 39,27 32,67 36,63
Rata- rata* 37,69 36,53 41,58 44,42  
26

2. Jumlah tangkai daun

a. Jumlah tangkai daun umur 14 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan panjang potongan akar

stump OMT berpengaruh nyata terhadap jumlah tangkai daun pada minggu ke 14

MSP pada taraf 5% {(Fhitung (4,93.) > Ftabel 5% (3,42)}, akan tetapi perlakuan pupuk BOF s

erta interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata {(Fhitung (1,04) < Ftabel 5%

}( Lampiran 4 Tabel 6 ). Hasil pengamatan rata-rata jumlah tangkai daun tunas


(2,51)

umur 14 MSP dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Jumlah tangkai daun tunas okulasi umur 14 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B) Rata-rata*
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
…………………… tangkai……………..
m1 11,00 12,33 14,00 14,33 12,92a

m2 14,33 14,00 15,67 20,33 16,08b

m3 10,00 10,33 11,33 12,00 10,92a

Rata- rata* 11,78 12,22 13,67 15,56


Keterangan *: = Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan
berpengaruh tidak nyata pada uji BNT 5%. (BNT M=3,42)

Berdasarkan Tabel 6 di atas, hasil uji BNT 5% terhadap rata-rata jumlah

tangkai daun umur 14 MSP menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi

pupuk BOF berbeda tidak nyata. Sedangkan perlakuan potongan panjang akar (M)

berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk BOF, didapat Jumlah rata-rata tangkai daun

umur 14 MSP terbanyak pada perlakuan b3 (15,56 tangkai), terkecil didapat pada

perlakuan b0 (11,78 tangkai), pada perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi

mata tidur (OMT), Jumlah rata-rata tangkai daun umur 14 MSP terbanyak pada pe

rlakuan m2 (16,08 tangkai), terkecil didapat pada perlakuan m3 (10,92 tangkai); se

dang pada interaksi, Jumlah rata-rata tangkai daun umur 14 MSP terbanyak pada
27

perlakuan m2b3 (20,33 tangkai ), terkecil didapat pada perlakuan m3b0 (10,00 tang

kai).

b. Jumlah tangkai daun umur 16 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan panjang potongan akar

stump OMT berpengaruh nyata terhadap jumlah tangkai daun pada minggu ke 16

MSP pada taraf 5% {(Fhitung (3,44.) > Ftabel 5% (3,42)}, akan tetapi perlakuan pupuk BOF s

erta interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata {(Fhitung (1,50) < Ftabel 5%

}( Lampiran 4 Tabel 7 ). Hasil pengamatan rata-rata jumlah tangkai daun tunas


(2,51)

umur 16 MSP dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 7. Jumlah tangkai daun tunas okulasi umur 16 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B) Rata-rata*
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
…………………… tangkai……………..
11,00 12,33 14,00 14,33 12,92a
m1
13,00 14,00 15,33 19,67 15,50b
m2
10,00 10,33 13,33 12,67 11,58a
m3
Rata- rata* 11,33 12,22 14,22 15,56
Keterangan* : = Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan
berpengaruh tidak nyata pada uji BNT 5%. (BNT M=3,13)

Berdasarkan Tabel 7 di atas, hasil uji BNT 5% terhadap rata-rata jumlah

tangkai daun umur 16 MSP menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi

pupuk BOF berbeda tidak nyata. Sedangkan perlakuan potongan panjang akar (M)

berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk BOF, didapat Jumlah rata-rata tangkai daun

umur 16 MSP terbanyak pada perlakuan b3 (15,56 tangkai), terkecil didapat pada

perlakuan b0 (11,33 tangkai), pada perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi

mata tidur (OMT), Jumlah rata-rata tangkai daun umur 16 MSP terbanyak pada pe

rlakuan m2 (15,50 tangkai), terkecil didapat pada perlakuan m3 (11,58 tangkai); se


28

dang pada interaksi, rata-rata jumlah tangkai daun umur 16 MSP terbanyak pada p

erlakuan m2b3 (19,67 tangkai ), terkecil didapat pada perlakuan m3b0 (10,00 tangk

ai).

c. Jumlah tangkai daun umur 18 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan panjang potongan akar

stump OMT berpengaruh nyata terhadap jumlah tangkai daun pada minggu ke 18

MSP pada taraf 5% {(Fhitung (3,87.) > Ftabel 5% (3,42)}, akan tetapi perlakuan pupuk BOF s

erta interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata {(Fhitung (1,82) < Ftabel 5%

(2,51) }( Lampiran 4 Tabel 8 ). Hasil pengamatan rata-rata jumlah tangkai daun tunas

umur 18 MSP dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 8. Jumlah tangkai daun tunas okulasi umur 18 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B) Rata-rata*
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
…………………… tangkai……………..
m1 11,00 12,33 13,67 14,33 12,83a

m2 13,67 14,00 15,33 19,67 15,67b

m3 10,00 10,33 13,33 12,33 11,50a

Rata- rata* 11,56 12,22 14,11 15,44


Keterangan *: = Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan
berpengaruh tidak nyata pada uji BNT 5%. (BNT M=3,16)

Berdasarkan Tabel 8 di atas, hasil uji BNT 5% terhadap rata-rata jumlah

tangkai daun umur 18 MSP menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi

pupuk BOF berbeda tidak nyata. Sedangkan perlakuan potongan panjang akar (M)

berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk BOF, didapat Jumlah rata-rata tangkai daun

umur 18 MSP terbanyak pada perlakuan b3 (15,44 tangkai), terkecil didapat pada

perlakuan b0 (11,56 tangkai), pada perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi

mata tidur (OMT), Jumlah rata-rata tangkai daun umur 18 MSP terbanyak pada pe
29

rlakuan m2 (15,67 tangkai), terkecil didapat pada perlakuan m3 (10,00 tangkai); se

dang pada interaksi, Jumlah tangkai daun umur 18 MSP terbanyak pada perlakuan

m2b3 (19,67 tangkai), terkecil didapat pada perlakuan m3b0 (10,00 tangkai).

d. Jumlah tangkai daun umur 20 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan panjang potongan akar

stump OMT berpengaruh nyata terhadap jumlah tangkai daun pada minggu ke 20

MSP pada taraf 5% {(Fhitung (4,68.) > Ftabel 5% (3,42)}, akan tetapi perlakuan pupuk BOF s

erta interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata {(Fhitung (1,50) < Ftabel 5%

}( Lampiran 4 Tabel 9 ). Hasil pengamatan rata-rata jumlah tangkai daun tunas


(1,97)

umur 20 MSP dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 9. Jumlah tangkai daun tunas okulasi umur 20 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B) Rata-rata*
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
…………………… tangkai……………..
m1 11,67 12,33 13,67 14,00 12,92a

m2 14,00 13,00 15,67 21,00 15,92b

m3 10,00 11,00 13,33 12,33 11,67a

Rata- rata* 11,89 12,11 14,22 15,78


Keterangan *: = Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan
berpengaruh tidak nyata pada uji BNT 5%. (BNT M=2,95)

Berdasarkan Tabel 9 di atas, hasil uji BNT 5% terhadap rata-rata jumlah

tangkai daun umur 20 MSP menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi

pupuk BOF berbeda tidak nyata. Sedangkan perlakuan potongan panjang akar (M)

berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk BOF, didapat Jumlah rata-rata tangkai daun

umur 20 MSP terbanyak pada perlakuan b3 (15,78 tangkai), terkecil didapat pada

perlakuan b0 (11,89 tangkai), pada perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi

mata tidur (OMT), Jumlah rata-rata tangkai daun umur 20 MSP terbanyak pada pe
30

rlakuan m2 (15,92 tangkai), terkecil didapat pada perlakuan m3 (10,00 tangkai); se

dang pada interaksi, Jumlah tangkai daun umur 20 MSP terbanyak pada perlakuan

m2b3 (21,00 tangkai), terkecil didapat pada perlakuan m3b0 (10,00 tangkai).

3. Jumlah anak daun

a. Jumlah anak daun umur 14 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan panjang potongan akar

stump OMT berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun pada minggu ke 14

MSP pada taraf 5% {(Fhitung (4,63) > Ftabel 5% (3,42)}, akan tetapi perlakuan pupuk BOF s

erta interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata {(Fhitung (0,32) < Ftabel 5%

}( Lampiran 4 Tabel 7 ). Hasil pengamatan rata-rata jumlah anak daun umur


(2,51)

16 MSP dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 10. Jumlah anak daun tunas okulasi umur 14 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B) Rata-rata*
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
…………………… helai……………..
m1 33,00 37,00 42,00 43,00 38,75a

m2 43,00 42,00 47,00 63,00 48,75b

m3 30,00 31,00 34,00 36,00 32,75a

Rata- rata* 35,33 36,67 41,00 47,33


Keterangan * : = Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan
berpengaruh tidak nyata pada uji BNT 5%. (BNT M=9,85)

Berdasarkan Tabel 6 di atas, hasil uji BNT 5% terhadap rata-rata jumlah

anak daun umur 14 MSP menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi

pupuk BOF berbeda tidak nyata. Sedangkan perlakuan potongan panjang akar (M)

berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk BOF, didapat Jumlah anak daun umur 14

MSP terbanyak pada perlakuan b3 (47,33 helai), terkecil didapat pada perlakuan b0

(35,33 helai), pada perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi mata tidur (OM
31

T), Jumlah anak daun umur 14 MSP terbanyak pada perlakuan m2 (48,75 helai), te

rkecil didapat pada perlakuan m3 (32,75 helai); sedang pada interaksi, Jumlah

anak daun umur 14 MSP terbanyak pada perlakuan m2b3 (63,00 helai ), terkecil di

dapat pada perlakuan m3b0 (30,00 helai).

b. Jumlah anak daun umur 16 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan panjang potongan akar

stump OMT berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun pada minggu ke 16

MSP pada taraf 5% {(Fhitung (3,71.) > Ftabel 5% (3,42)}, akan tetapi perlakuan pupuk BOF s

erta interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata {(Fhitung (1,30) < Ftabel 5%

}( Lampiran 4 Tabel 11 ). Hasil pengamatan rata-rata jumlah anak daun tunas


(2,51)

umur 16 MSP dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 11. Jumlah anak daun tunas okulasi umur 16 MSP dengan perlakuan
panjang akar dan konsentrasi BOF
Konsentrasi BOF (B) Rata-rata*
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
…………………… helai……………..
m1 33,00 37,00 42,00 43,00 38,75a

m2 41,00 42,00 46,00 59,00 47,00b

m3 30,00 31,00 40,00 37,00 34,50a

Rata- rata* 34,67 36,67 42,67 46,33


Keterangan *: = Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan
berpengaruh tidak nyata pada uji BNT 5%. (BNT M=9,63)

Berdasarkan Tabel 11 di atas, hasil uji BNT 5% terhadap rata-rata jumlah

anak daun umur 16 MSP menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi

pupuk BOF berbeda tidak nyata. Sedangkan perlakuan potongan panjang akar (M)

berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk BOF, didapat Jumlah anak daun umur 16

MSP terbanyak pada perlakuan b3 (46,33 helai), terkecil didapat pada perlakuan b0

(30,00 helai), pada perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi mata tidur (OM
32

T), Jumlah anak daun umur 16 MSP terbanyak pada perlakuan m2 (47,00 helai), te

rkecil didapat pada perlakuan m3 (34,50 helai); sedang pada interaksi, Jumlah

anak daun umur 16 MSP terbanyak pada perlakuan m2b3 (59,00 helai ), terkecil di

dapat pada perlakuan m3b0 (30,00 helai).

c. Jumlah anak daun umur 18 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan panjang potongan akar

stump OMT berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun pada minggu ke 18

MSP pada taraf 5% {(Fhitung (3,77.) > Ftabel 5% (3,42)}, akan tetapi perlakuan pupuk BOF s

erta interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata {(Fhitung (1,29) < Ftabel 5%

}( Lampiran 4 Tabel 12 ). Hasil pengamatan rata-rata anak tangkai daun umur


(2,51)

18 MSP dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 12. Jumlah anak daun tunas okulasi umur 18 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B) Rata-rata*
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
…………………… helai……………..
m1 33,00 38,00 41,00 43,00 38,75a

m2 41,00 42,00 46,00 59,00 47,00b

m3 30,00 31,00 40,00 37,00 34,50a

Rata- rata* 34,67 37,00 42,33 46,33


Keterangan *: = Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan
berpengaruh tidak nyata pada uji BNT 5%. (BNT M=9,56)

Berdasarkan Tabel 12 di atas, hasil uji BNT 5% terhadap rata-rata jumlah

anak daun umur 18 MSP menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi

pupuk BOF berbeda tidak nyata. Sedangkan perlakuan potongan panjang akar (M)

berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk BOF, didapat Jumlah rata-rata anak daun

umur 18 MSP terbanyak pada perlakuan b3 (46,33 helai), terkecil didapat pada per

lakuan b0 (30,00), pada perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi mata tidur
33

(OMT), Jumlah rata-rata anak daun umur 18 MSP terbanyak pada perlakuan m2

(47,00 helai), terkecil didapat pada perlakuan m3 (34,50 helai); sedang pada intera

ksi, Jumlah rata-rata anak daun umur 18 MSP terbanyak pada perlakuan m2b3

(59,00 helai), terkecil didapat pada perlakuan m3b0 (30,00 helai).

d. Jumlah anak daun umur 20 MSP

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan panjang potongan akar

stump OMT berpengaruh nyata terhadap jumlah anak daun pada minggu ke 20

MSP pada taraf 5% {(Fhitung (4,71.) > Ftabel 5% (3,42)}, akan tetapi perlakuan pupuk BOF s

erta interaksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata {(Fhitung (1,99) < Ftabel 5%

}( Lampiran 4 Tabel 13 ). Hasil pengamatan rata-rata anak tangkai daun tunas


(2,51)

umur 20 MSP dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 13. Jumlah anak daun tunas okulasi umur 20 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B) Rata-rata*
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
…………………… helai……………..
m1 35,00 37,00 40,67 42,00 38,67a

m2 41,67 39,00 47,00 63,00 47,67b

m3 30,00 33,00 40,00 36,67 34,92a

Rata- rata* 35,56 36,33 42,56 47,22


Keterangan *: = Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan
berpengaruh tidak nyata pada uji BNT 5%. (BNT M=8,81)

Berdasarkan Tabel 13 di atas, hasil uji BNT 5% terhadap rata-rata jumlah

anak daun umur 20 MSP menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi

pupuk BOF berbeda tidak nyata. Sedangkan perlakuan potongan panjang akar (M)

berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk BOF, didapat rata-rata Jumlah anak daun

umur 20 MSP terbanyak pada perlakuan b3 (47,22 helai), terkecil didapat pada perl

akuan b0 (35,56 helai), pada perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi mata ti
34

dur (OMT), Jumlah rata-rata anak daun umur 20 MSP terbanyak pada perlakuan

m2 (47,67 helai), terkecil didapat pada perlakuan m3 (34,92 helai); sedang pada int

eraksi, Jumlah daun umur 20 MSP terbanyak pada perlakuan m2b3 (63,00 helai), t

erkecil didapat pada perlakuan m3b0 (30,00 helai).

4. Diameter Tunas

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan Pemberian

Pupuk Bio Organik Dan Panjang potongan Akar Bibit Okulasi Mata Tidur

(OMT) serta interaksinya berpengaruh tidak nyata terhadap diameter tunas pada

minggu ke 20 MSP {Fhitung (0,67) < Ftabel 5% (3,42) (Lampiran 4 Tabel 14)}. Hasil

pengamatan rata-rata panjang tunas umur 20 MSP dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 14. Diameter Tunas okulasi umur 20 MSP dengan perlakuan konsentrasi
BOF dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B)
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
………………………cm……………………..
m1 2,10 2,30 2,10 2,23 2,18
m2 2,30 2,43 2,37 2,57 2,42
m3 2,23 2,20 2,37 2,30 2,28
Rata- rata* 2,21 2,31 2,28 2,37  

5. Hari muncul tunas

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan panjang potongan akar

stump OMT berpengaruh nyata terhadap hari muncul tunas pada taraf 5% {(Fhitung

(4,23.) > Ftabel 5% (3,42)}, akan tetapi perlakuan pupuk BOF serta interaksi antara kedua

perlakuan berpengaruh tidak nyata {(Fhitung (1,23) < Ftabel 5% (2,51)}( Lampiran 4 Tabel

15 ). Hasil pengamatan rata-rata hari muncul tunas dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:
35

Tabel 15. Hari muncul Tunas okulasi tanaman karet dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang potongan akar.
Konsentrasi BOF (B)
Panjang
b0 b1 b2 b3
Akar (M)
………………………hari……………………..
m1 61,67 51,33 58,67 48,33 55,00a
m2 23,67 62,33 31,67 32,00 37,42a
m3 79,33 63,00 49,33 81,67 68,33b
Rata- rata* 54,89 58,89 46,56 54,00  
Keterangan *: = Angka rata-rata yang diikuti dengan huruf yang sama pada baris yang sama menunjukan
berpengaruh tidak nyata pada uji BNT 5%. (BNT M=22,01)

Berdasarkan Tabel 15 di atas, hasil uji BNT 5% terhadap rata-rata jumlah

hari muncul tunas menunjukkan bahwa pemberian perlakuan konsentrasi pupuk

BOF berbeda tidak nyata. Sedangkan perlakuan potongan panjang akar (M)

berbeda nyata. Pada perlakuan pupuk BOF, didapat Jumlah hari muncul tunas te

rcepat pada perlakuan b2 (46,56 hari), terlambat didapat pada perlakuan b1 (58,89

hari), pada perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi mata tidur (OMT),

Jumlah hari muncul tunas tercepat pada perlakuan m2 (37,42 hari), terlama didapat

pada perlakuan m3 (68,33 hari); sedang pada interaksi, Jumlah hari muncul tunas

tercepat pada perlakuan m2b0 (23,67 hari), terlama didapat pada perlakuan m3b3

(81,67 hari).

B. Pembahasan

a. Panjang Tunas Okulasi

Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap data panjang tunas umur 12, 14,

16, 18, dan 20 MSP, perlakuan kombinasi pemberian pupuk bio organik dan

panjang potongan akar bibit okulasi mata tidur (OMT) menunjukkan berbeda

tidak nyata ( Lampiran 4 Tabel 1 sampai 5 ). Hal ini diduga karena cadangan

makanan yang tersimpan dalam batang bawah tanaman karet masih mencukupi

untuk mendukung pertumbuhan tunas okulasi. Cadangan makanan yang terdapat


36

pada stek, dimana stek yang lebih panjang dan berdiameter cukup besar memiliki

cadangan makanan yang lebih banyak ( Lampiran 5 ). Untuk menumbuhkan tunas

okulasi sampai dengan stadia satu payung daun, energi dipasok dari cadangan

makanan yang ada pada batang bawah. Sampai dengan stadia tersebut, akar

tanaman (terutama jika berasal dari stumb OMT) belum berkembang sempurna

(Hartman dan Kester, 1983).

Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan Panjang potongan akar 15 cm

memberikan pentumbuhan tertinggi pada tunas tanaman karet dan terendah pada

perlakuan panjang akar 20 cm. Hal ini ditunjukan dalam rekapituasi data

pertumbuhan rata-rata panjang tunas karet mulai dari minggu ke 2 sampai dengan

minggu ke 8 pertumbuhan panjang tunas masih konstan, hal ini disebabkan karena

akar sekunder tanaman belum tumbuh dan berfungsi sebagai mana mestinya

(lampiran 5). Pada minggu ke 10 sampai minggu 20 meningkat dalam

pertambahan panjang tunas, ini disebabkan karena akar tanaman karet sudah

berfungsi menyerap unsur hara dari perlakuan pupuk BOF yang diberikan, namun

belum mencukupi untuk memberikan perbedaan yang nyata. Menurut Aziz

(1999), perkembangan akar membutuhkan waktu 2-4 bulan. Semakin banyak

tunas yang tumbuh pada stek cabang, maka kebutuhan nutrisi yang diperlukan

semakin besar. Selain itu, stump pada panjang akar 15 cm ini juga memiliki

diameter yang cukup besar dibandingkan dengan perlakuan panjang akar lainnya,

sehingga cadangan makanan yang terdapat dalam batang stumb masih mencukupi

nutrisi yang diperlukan tanaman sampai akar sekunder dan rambut akar yang baru

muncul pada akar bisa untuk mencari asupan air dan hara pada media tanam yang

ditumbuhinya. Danu dan Putri (2014) menyatakan jika pembentukan akar


37

lambat, cadangan makanan dalam bahan stek berangsur-angsur habis sehingga

menimbulkan kematian stek. Pendapat tersebut menginformasikan bahwa

cadangan makanan pada batang sangat mempengaruhi pertambahan panjang tunas

tanaman karet hasil okulasian. Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan dengan

Dosis pupuk BOF 24 g memberikan perumbuhan tertinggi pada tunas okulasi

tanaman karet dibandingkan dengan dosis yang lainnya. Hal ini disebabkan Hal

ini disebabkan pemberian perlakuan 24 g BOF dapat memberikan pengaruh pada

pertumbuhan panjang tunas meskipun unsur hara yang terkandung dalam pupuk

BOF belum mampu diserap secara maksimal. Unsur hara yang terkandung dalam

BOF lambat diserap oleh tanaman karena proses pelepasannya memerlukan

jangka waktu tertentu. Sesuai dengan pendapat Musnamar (2003), bahwa pupuk

organik termasuk slow release, yaitu unsur hara akan dilepaskan secara perlahan

dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu.

Menurut analisis tanah yang diambil dari sampel tanah untuk penelitian

memiliki kandungan hara yang cukup potensial untuk mendukung pertumbuhan

tanaman, salah satunya yaitu kandungan N yang sedang (lampiran 3). Nitrogen di

dalam jaringan merupakan komponen penyusun dari berbagai senyawa esensial

bagi tumbuhan misalnya asama-asam amino, protein dan enzim. Unsur hara yang

tersedia tersebut dimanfaatkan akar sekunder yang mulai tumbuh pada akar

primer yang ditranslokasikan kedaun untuk proses fotosintesis. Unsur N berguna

dalam pembelahan dan pembesaran sel-sel yang terjadi pada meristem apikal

sehingga memungkinkan pertumbuhan tunas serta menimbun Nitrogen-terikat

hasil pembebasan N-bebas secara simbiotik dengan melibatkan jasad renik

tertentu (Sutejo dan Kartasapoetra,2002).


38

b. Jumlah tangkai daun

Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap data jumlah tangkai daun tanaman

umur 14, 16, 18 dan 20 MSP, perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi mata

tidur (OMT) berpengaruh nyata, akan tetapi perlakuan pupuk BOF serta interaksi

antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata ( lampiran 4 tabel 6 sampai 9 ).

Hasil sidik ragam menunjukan perlakuan potongan akar berpengaruh nyata

terhadap jumlah tangkai daun umur 14,16,18,20 MSP. Hal tersebut karena Untuk

menumbuhkan tunas okulasi sampai dengan stadia satu payung daun, energi

dipasok dari batang bawah. Sampai dengan stadia tersebut, biasanya akar tanaman

(terutama jika berasal dari stumb OMT) belum berkembang sempurna seperti

yang diungkapkan koesriningrum dan harjadi (1974) bahwa cadangan stek yang

ditanam berisi cadangan makanan yang selanjutnya mendorong terjadinya

pembelahan sel dan akan membentuk sel-sel baru dalam jaringan dan

dimanfaatkan tanaman dalam jumlah daun. Dalam penelitian, panjang potongan

15 cm memberikan pertumbuhan terbanyak pada tangkai daun tanaman karet

dibandingkan dengan panjang akar lainnya. Hal ini ditunjukan dalam rekapituasi

data jumlah rata-rata terbaik pada tangkai daun dari minggu ke 14 sampai minggu

20 memiliki rerata tertinggi (lampiran 5). Pertumbuhan tangkai karet umur 14

MSP pertumbuhan tertinggi pada perlakuan m2 yaitu 16,08 tangkai, sedangkan

yang terendah pada minggu ke 14 perlakuan m3 yaitu 10,91 tangkai. Pada minggu

ke 16 MSP pertumbuhan tertinggi pada perlakuan m2 yaitu 15,50 tangkai,

sedangkan yang terendah pada minggu ke 16 perlakuan m3 yaitu 11,58 tangkai.

Pada minggu ke 18 MSP pertumbuhan tertinggi pada perlakuan m2 yaitu 15,66

tangkai, sedangkan yang terendah pada minggu ke 18 perlakuan m3 yaitu 11,50


39

tangkai. Minggu ke 20 pertumbuhan tertinggi pada perlakuan m2 yaitu 15,91

tangkai, sedangkan yang terendah pada minggu ke 20 perlakuan m3 yaitu 11,66

tangkai.

Hasil sidik ragam menunjukan perlakuan pemberian pupuk bio organik

berpengaruh tidak nyata terhadap jumlah tangkai daun umur 14,16,18,20 MSP.

Hal tersebut karena dosis yang diberikan masih belum cukup untuk memacu

pertumbuhan daun. Sesuai dengan pendapat Suriatna (2002), yang mengatakan

bahwa apabila semua unsur yang dibutuhkan tanaman, terutama unsur nitrogen,

fosfor dan kalium cukup tersedia di dalam tanah sesuai dengan kebutuhan

tanaman, maka pertumbuhan tanaman dapat berjalan lancar dan normal. Namun

dosis pupuk BOF 36 g memberikan pertumbuhan terbanyak pada tangkai daun

tanaman karet seperti data rerata yang diperoleh pada minggu ke 14,16,18 dan 20

MSP yaitu 15.56, 15.56, 15.44, dan 15.78.

Tangkai daun pada umur 18 dan 20 MSP mengalami keguguran daun

normal pada beberapa sample tanaman karena tidak ditemukan gejala-gejala

karena penyakit tanaman. Hal tersebut terjadi karena aktifitas hormon pada

tanaman. Seperti Asam absisat adalah hormon yang pada awalnya dikenal sebagai

dormin karena menyebabkan terjadinya dormansi pada daun serta dapat memacu

terjadinya dormansi pada kuncup yang sedang tumbuh. Ternyata kemudian

senyawa ini sama dengan senyawa yang menyebabkan daun gugur (absisi)

sehingga dinamai absisin (ABA). Absisi adalah suatu proses terjadinya

pemisahan bagian atau organ tanaman dari bagian tanaman secara alami, seperti

kondisi panas, dingin, serta kekeringan akan mempengaruhi proses absisi.

c. jumlah anak daun


40

Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap variabel jumlah tangkai daun

tanaman karet (Hevea brasiliensis) berpengaruh nyata pada umur 14, 16, 18 dan

20 MSP ( lampiran 4 tabel 10 sampai 13 ). Hal tersebut dikarenakan jumlah helai

anak daun mengikuti jumlah tangkai daun. Pada umur 14 minggu akar tanaman

sudah tumbuh terutama pada akar-akar sekunder dan rambut akar sehingga

mampu mensuplai hara untuk pertumbuhan jumlah daun. Pertumbuhan dan

perkembangan akar yang baik menyebabkan akar lebih mudah menyerap air dan

hara, akibatnya pertumbuhan vegetatif tanaman meningkat sehingga memberikan

pengaruh terhadap jumlah anak daun.

Hasil sidik ragam menunjukkan perlakuan panjang potongan Akar 15 cm

memberikan pentumbuhan terbanyak pada jumlah anak daun tanaman karet

dibandingkan dengan panjang akar lainnya. Hal ini ditunjukkan dalam rekapituasi

data jumlah rata-rata terbaik pada jumlah anak daun dari minggu ke 14 sampai

minggu 20 memiliki rerata tertinggi dari perlakuan lainnya (lampiran 5).

Pertumbuhan anak daun karet umur 14 MSP pertumbuhan tertinggi pada

perlakuan m2 yaitu 48,75 helai, sedangkan yang terendah pada minggu ke 14

perlakuan m3 yaitu 32,75 helai. Pada minggu ke 16 MSP pertumbuhan tertinggi

pada perlakuan m2 yaitu 47,00 helai, sedangkan yang terendah pada minggu ke 16

perlakuan m3 yaitu 34,50 helai. Pada minggu ke 18 MSP pertumbuhan tertinggi

pada perlakuan m2 yaitu 47,00 helai, sedangkan yang terendah pada minggu ke 18

perlakuan m3 yaitu 34,50 helai. Minggu ke 20 pertumbuhan tertinggi pada

perlakuan m2 yaitu 47,67 helai, sedangkan yang terendah pada minggu ke 20

perlakuan m3 yaitu 34,92 helai.


41

Hasil sidik ragam perlakuan dengan Dosis pupuk BOF 24 g memberikan

pertumbuhan terbanyak pada tangkai daun tanaman karet dibandingkan dengan

dosis yang lainnya. Namun tidak pengaruh nyata untuk pertambahan jumlah

tangkai daun. Interaksi pupuk BOF dengan akar tanaman tidak lepas kaitannya

dalam pertumbuhan bibit karet. Petumbuhan payung pertama pada bibit karet

lebih banyak berpengaruh pada cadangan makanan yang ada pada batang dan akar

stump.

d. Diameter Tunas

Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap data diameter tunas umur 20 MSP,

perlakuan kombinasi pemberian pupuk bio organik dan panjang potongan akar

bibit okulasi mata tidur (OMT) berpengaruh tidak nyata ( Lampiran 4 Tabel 14 ).

Hal ini disebabkan karena unsur hara yang diperlukan dalam pembesaran diameter

tunas belum mencukupi. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Harjadi (1996),

pada pertumbuhan tanaman apabila terdapat karbohidrat, maka akan digunakan

dalam pembesaran diameter batang. Faktor lingkungan yang cukup lembab di

dalam paranet membuat persentase cahaya mata hari yang masuk juga terbatas

sehingga pertumbuhan tunas relatif memanjang sehingga diameter batangnya pun

relatif hampir sama. Penelitian dilakukan diminggu ke 20 yang bertujuan untuk

menghindari terjadinya patah atau rusak pada batang tunas yang akan

mempengaruhi pertumbuhan tunas.

Hasil statistik menunjukan bahwa bibit okulasi dengan perlakuan potongan

panjang akar 15 cm dan pemberian pupuk BOF 24 g memberikan pertumbuhan

terbaik terhadap diameter tunas okulasi tetapi belum berpengaruh nyata. Hal

tersebut karena Pertumbuhan tunas yang baik memerlukan unsur hara sebagai
42

nutrisi untuk pembentukan sel-sel tanaman, dan tersedia dalam jumlah yang

cukup. Menurut Tjitrosoepomo dan Sutarmi (2004), serapan unsur hara P dan Ca

mendorong pembelahan sel-sel kambium. Sel-sel tersebut mengalami pembesaran

dan berdiferensiasi membentuk xilem dan floem sekunder secara terus-menerus

sehingga menyebabkan peningkatan diameter batang. Jadi unsur-unsur tersebut

belum tercukupi dengan pemberian pupuk BOF tersebut.

e. Hari tumbuh tunas pada stumb OMT

Berdasarkan hasil sidik ragam terhadap data hari tumbuh tunas pada stumb

OMT umur 14, 16, 18 dan 20 MSP, perlakuan panjang potongan akar bibit okulasi

mata tidur (OMT) berpengaruh nyata, akan tetapi perlakuan pupuk BOF serta inte

raksi antara kedua perlakuan berpengaruh tidak nyata ( lampiran 4 tabel 15 ).

Hasil sidik ragam menunjukan perlakuan potongan akar berpengaruh

terhadap data hari tumbuh tunas. Hal ini disebabkan karena cadangan makanan

yang tersedia pada stump berbeda-beda berdasarkan diameter stump maupun

tinggi dan panjang akar stump akan mempengaruhi lamanya masa pecah tunas

( lampiran 5 ). Kandungan karbohidrat yang terdapat pada bahan stek, merupakan

faktor utama untuk perkembangan primordia tunas dan akar (Wahid, 1990).

Dengan cadangan makanan yang cukup, stek akan mampu membentuk tunas lebih

cepat (Hamidin,1983). Kondisi lingkungan yang baik terutama cahaya yang

cukup, juga akan memacu pertumbuhan tunas (Malaysia, 1989). Perlakuan Akar

dengan panjang potongan 15 cm (m2) memberikan pentumbuhan tercepat pada

hari muncul tunas yaitu 37,42 hari, sedangkan yang terlambat dicapai pada

perlakuan 20 cm (m3) yaitu 68,33 hari. Hal tersebut dikarenkan besarnya diameter

batang bawah yang digunakan pada perlakuan panjang potongan akar 15 cm


43

sehingga cadangan makanannya relatif banyak untuk mempercepat pertumbuhan

tunas, sedangkan panjang potongan akar 20 cm relatif memiliki ukuran diameter

batang yang kecil dan beragam ( lampiran 5 ).

Hasil sidik ragam menunjukan perlakuan pemberian pupuk bio organik

berpengaruh tidak nyata terhadap data hari tumbuh tunas. Hal tersebut karena

awal pertumbuhan tunas pada tanaman hasil stek hanya mengandalkan cadangan

makanan pada stek. Menurut Sitompul dan Guritno (1995), peristiwa

pertumbuhan dapat dimulai dari perkecambahan biji atau bahan tanaman lain

sperti stek. Setelah tanaman ditanam, substrat yang terdapat didalamnya

(karbohidrat, lemak dan protein) akan mengalami perombakan secara enzimatik

untuk mendukung aktivitas embrio atau tunas membentuk bakal tanaman yang

kemudian membentuk organ-organ utama dalam tanaman seperti batang, daun,

dan akar. Pembentukan awal dari organ-organ ini, kemudian tergantung dari

cadangan karbohidrat dan unsur hara dalam biji atau stek serta efisiensi

metabolisme. Tanaman kemudian tumbuh dan berkembang mengikuti program

ontogeni dimana aktivitas dari proses yang mendukung pertumbuhan

disingkronisasi sedemikian rupa dalam membentuk biomassa tanaman yang

maksimal sesuai dengan kondisi lingkungan.


BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkann hasil penelitian pertumbuhan mata tunas bibit okulasi

tanaman karet (Hevea Brasiliensis) terhadap pemberian pupuk bio organik dan

panjang potongan akar bibit stumb okulasi mata tidur (OMT) diambil beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

1. Interaksi yang terjadi antara pemberian pupuk BOF dengan ukuran panjang

akar berpengaruh tidak nyata terhadap semua variabel penelitian.

2. Dosis pupuk BOF terbaik yaitu perlakuan 36 g BOF gr/polybag-1 relatif

memberikan perpertumbuhan terbaik bagi semua variabel penelitian.

3. Ukuran panjang potongan akar terbaik yaitu 15cm tanaman-1 memberikan

pertumbuhan terbaik bagi variabel jumlah tangkai daun , jumlah anak daun

dan hari muncul tunas dan cenderung memberikan pertumbuhan terbaik bagi

semua variabel penelitian.

B. Saran

Penelitian sebaiknya dilanjutkan menggunakan panjang potongan akar

15cm hal tersebut dapat meminimalisir penggunaan polybag yang sangat besar

dan efisien terhadap tenaga dan waktu saat pendongkelan bibit dipembibitan.
45

DAFTAR PUSTAKA

.
Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek Budidaya. Universitas Indonesia press,
Jakarta.

Aziz SA. 1999. Studi pembiakan vegetatif bambu betung (Dendrocalamus asper
(Schult. F.) Backer ex Heyne) dan bambu ampel hijau (Bambusa vulgaris
Schrad.) dengan setek buluh dan kultur in vitro [disertasi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.

Boerhendy, I. (2009). Kesejahteraan petani meningkat. All about Natural Rubber


Hevea 2 (1). Palembang, Indonesia: Balai Penelitian Sembawa.

Budiyanto. 2013. Proses Pembuatan Bibit dengan Cara Penempelan Tunas


(Okulasi). www. Budisma.web.id.

Danu, Putri KP. 2014. Pengaruh sifat fisik media dan zat pengatur tumbuh IBA
pada pertumbuhan stek kayu bawang (Azadirachta excelsa L.). Jurnal
Perbenihan Tanaman Hutan. 2(2):89-98.

Dinas Perkebunan Propinsi kalimantan Timur, 2018. Laporan Tahunan 2018.


samarinda. kalimantan timur. http://disbun.kaltimprov.go.id/komoditi-7-
karet.html

Dinas Perkebunan Propinsi kalimantan Timur, 2015. Laporan Tahunan 2015.


samarinda.kalimantantimur.https://kaltim.bps.go.id/statictable/2015/03/10/4
4/produksi-tanaman-perkebunan-rakyat-menurut-jenis-tanaman-dan-
kabupaten-kota-ton-tahun-2015.html

Gunalan. 1996. Penggunaan Mikroba Bermanfaat pada Bioteknologi Tanah


Berwawasan Lingkungan. Majalah sriwijaya Vol. 32. No. 2. Universitas
Sriwijaya.

Hamidin, E. 1983. Pedoman Teknologi Benih. Pembimbing Masa, Jakarta.

Harjadi, S. S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Hartman, H.T and D.E.Kester. 1983. Plant Propagation:Principle and Practices.


Prectice Hall off India, New Delhi.

https://www.generasibiologi.com/2016/10/proses-mekanisme-absisi-daun.html
Koesriningrum, Harjadi SS. 1974. Pembiakan vegetatif. Bogor:Departemen
Agronomi ,Institut Pertanian Bogor.
46

Malaysia, Emi. 1989. Pengaruh Hormon IBA danPanjang Stek Terhadap


Pertumbuhan Stek Pucuk Semai Eucaliptus deglupta B. Skripsi Sarjana Fak.
Kehutanan Unmul, Samarinda

Maspary. 2010. Fungsi unsur hara dalam proses pertumbuhan dan


perkembangan tanaman.

Musnamar, E.I. 2003. Pupuk Organik Padat. Penebar Swadaya: Jakarta

Nazarudin dan paimin 2006. Budidaya dan Pengolahan Karet. Penebar Swadaya,
Jakarta. Hal 6.

Santoso, B. 2006. Variasi Pertumbuhan jati Muda hasil Okulasi. Jurnal Penelitian
Hutan Tanaman, 3 (3): 165-173.

Sembiring, H., E. Sembiring dan D.R. Siagaan. 2005. Pola Kerjasama


Pengembangan Komoditi Pertanian Organik daratan Tinggi Tujuan Ekspo
di Kabupaten Tanah Karo. Sumut. Indonesia.

Setiawan dan Andoko A. 2005. Petunjuk Lengkap Budidaya Karet. Jakarta:


PT AgroMedia Pustaka.

Setyamidjaja, D., 1993. Karet Budidaya Dan Pengolahan. Kanisius, Yogyakarta.

Sianturi H. 2001. Budidaya Tanaman Karet. Medan.USU Press.

Sitompul S.M. dan Guritno B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Yogyakarta (ID):
Gadjah Mada University Press

Sumarsono, L. 2002. Teknik Okulasi Bibit Durian pada Stadia Entres dan Model
Mata Tempel yang Berbeda. Jurnal Teknik Pertanian, (7) 1.

Surianta, S. 2002. Pupuk dan Pemupukan. Mediyatama Sarana, Jakarta.

Susanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Kanisius. Yogyakarta

Sutejo, M.M., dan Kartasapoetra , A.G., 2002. Pupuk dan Cara Pemupukan.
Rineka Cipta, Jakarta.

Tjitrosomo dan H. S. Sutarmi. 2004. Botani Umum. Bandung Angkasa

Tim Penulis Penebar Swadaya. 2007. Panduan Lengkap Karet. Kanisius.


Yogyakarta.

Wahid, P. 1990. Pengaruh pemupukan dan pemangkasan tajar hidup terhadap


produksi tanaman lada. Pemberitaan Littri 1 (4).
47

Wudianto, R. 2002. Membuat Setek, Cangkok dan Okulasi. Penebar Swadaya,


Jakarta.
48

LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal penelitian Respon Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi


Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell.Arg) Terhadap
Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang Potongan Akar Bibit
Stumb Okulasi Mata Tidur (OMT).

.Kegiatan september Oktober november Desember Januari


penelitian
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
tempat

Persiapan
media tanam
Pemupukan
sp 36

Pemupukan
NPK

Pemberian
Trichoderma
sp.
Perlakuan
pupuk Bio
Organik

Perlakuan
Pemotongan
Panjang akar
Penanaman

Pemeliharaan

Pengamatan

Keterangan : = Terlaksana
49

Lampiran 2. Tata letak penelitian Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell.Arg)


Terhadap Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang Potongan
Akar Bibit Stumb Okulasi Mata Tidur (OMT).

m2b1u2 m1b2u3 m1bou2

m3b1u3 m1b0u1 m1b1u3

m1b1u1 m3b3u2 m3b0u2

U m1b2u1 m2b2u1 m2b0u1

m1b1u2 m2b2u2 m2b3u2

m2b0u2 m3b2u3 m3b0u3

m3b3u1 m2b3u1 m1b0u3


S
m1b3u1 m2b1u3 m1b2u2

Keterangan : m3b3u3 m3b2u2 m2b1u1

Faktor m3b1u2 m2b0u3 m2b3u3 pertama :


Jumlah daun (D) terdiri
m1b3u2 m3b1u1 m2b2u3
atas :
m3b2u1 m1b3u3 m3b0u1
m1 : 10 cm panjang
potongan akar OMT
m2 : 15 cm panjang potongan akar OMT
m3 : 20 cm panjang potongan akar OMT
Faktor kedua : Dosis Pupuk Bio Organik (BOF) terdiri atas :
b0: Kontrol
b1 : 12 g polybag-1
b2 : 24 g polybag-1
b3 : 36 g polybag-1

u = ulangan (3 ulangan)

Lampiran 3. Hasil analisis kimia tanah sebelum penelitian Respon Pertumbuhan


Mata Tunas Bibit Okulasi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis
Muell.Arg) Terhadap Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang
Potongan Akar Bibit Stumb Okulasi Mata Tidur (OMT).
50

Lampiran 4. Hasil sidik ragam Respon Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi
Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell.Arg) Terhadap
Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang Potongan Akar Bibit
Stumb Okulasi Mata Tidur (OMT).
51

Tabel 1. Sidik Ragam Tinggi tunas okulasi umur 12 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar.

SK db JK KT F hit F tabel
5% 1%
M 2 651,11 325,55 1,88 3,42 5,61
B 3 107,69 35,90 0,21 3,01 4,72
MxB 6 445,44 74,24 0,43 2,51 3,67
Galat 24 4161,79 173,41
Total 35,00          
KK 53,27 %
Keterangan : tn= Berbeda tidak nyata

Tabel 2. Sidik Ragam . Tinggi tunas okulasi umur 14 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar.
SK db JK KT F hit F tabel
5% 1%
M 2 857,58 428,79 3,19 3,42 5,61
B 3 175,08 58,36 0,43 3,01 4,72
MxB 6 1027,29 171,21 1,27 2,51 3,67
Galat 24 3224,84 134,37
Total 35,00          
KK 38,89 %
Keterangan : tn= Berbeda tidak nyata

Tabel 3. Sidik Ragam Tinggi tunas okulasi umur 16 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar
SK Db JK KT F hit F tabel
5% 1%
M 2 252,44 126,22 0,79 3,42 5,61
B 3 185,83 61,94 0,39 3,01 4,72
MxB 6 1338,87 223,15 1,40 2,51 3,67
Galat 24 3820,62 159,19
Total 35,00          
KK 37,29%
Keterangan : tn= Berbeda tidak nyata

Tabel 4. Sidik Ragam Tinggi tunas okulasi umur 18 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar

SK Db JK KT F hit F tabel
5% 1%
M 2 847,57 423,79 2,85 3,42 5,61
B 3 817,09 272,36 1,83 3,01 4,72
MxB 6 1900,97 316,83 2,13 2,51 3,67
Galat 24 3570,06 148,75
52

Total 35,00          
KK 32,97 %
Keterangan : tn= Berbeda tidak nyata

Tabel 5. Sidik Ragam Tinggi tunas okulasi umur 20 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar.

SK Db JK KT F hit F tabel
5% 1%
M 2 726,04 363,02 2,25 3,42 5,61
B 3 354,53 118,18 0,73 3,01 4,72
MxB 6 1450,95 241,82 1,50 2,51 3,67
Galat 24 3868,20 161,17
Total 35,00          
KK 31,69%
Keterangan : tn= Berbeda tidak nyata

Tabel 6. Sidik Ragam Jumlah tangkai daun umur 14 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar.

F tabel
SK db JK KT F hit
5% 1%
M 2 162,89 81,44 4,93 * 3,42 5,61
B 3 78,31 26,10 1,58 tn 3,01 4,72
MxB 6 106,08 17,68 1,07 tn 2,51 3,67
Galat 24 396,36 16,52
Total 35,00          
KK 27,14%
Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5%
tn = Berbeda tidak nyata

Tabel 7. Jumlah Tangkai Daun tunas okulasi umur 16 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar

F tabel
SK db JK KT F hit
5% 1%
M 2 95,17 47,58 3,44 * 3,42 5,61
B 3 98,67 32,89 2,38 tn 3,01 4,72
MxB 6 124,17 20,69 1,50 tn 2,51 3,67
53

Galat 24 332,00 13,83


Total 35,00          
KK 24,79%
Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5%
tn = Tidak berbeda nyata

Tabel 8. Jumlah Tangkai Daun tunas okulasi umur 18 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar

F tabel
SK db JK KT F hit
5% 1%
M 2 108,67 54,33 3,87 * 3,42 5,61
B 3 85,11 28,37 2,02 tn 3,01 4,72
MxB 6 111,33 18,56 1,32 tn 2,51 3,67
Galat 24 336,89 14,04
Total 35,00          
KK 24,98%
Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5%
tn = Tidak berbeda nyata

Tabel 9. Jumlah Tangkai Daun tunas okulasi umur 20 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar

F tabel
SK db JK KT F hit
5% 1%
M 2 114,50 57,25 4,68 * 3,42 5,61
B 3 92,11 30,70 2,51 tn 3,01 4,72
MxB 6 144,50 24,08 1,97 tn 2,51 3,67
Galat 24 293,89 12,25
Total 35,00          
KK 23,04%
Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5%
tn = Tidak berbeda nyata

Tabel 10. Jumlah anak Daun tunas okulasi umur 14 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar

F tabel
SK db JK KT F hit
5% 1%
M 2 1568,00 784,00 4,63 * 3,42 5,61
B 3 788,75 262,92 1,55 tn 3,01 4,72
MxB 6 328,00 54,67 0,32 tn 2,51 3,67
Galat 24 4068,00 169,50
54

Total 35,00
KK 28,87%
Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5%
tn = Tidak berbeda nyata

Tabel 11. Jumlah anak Daun tunas okulasi umur 16 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar

F tabel
SK db JK KT F hit
5% 1%
M 2 969,50 484,75 3,71 * 3,42 5,61
B 3 780,75 260,25 1,99 tn 3,01 4,72
6 1019,2 169,88 1,30 tn 2,51 3,67
MxB
5
24 3137,2 130,72
Galat
5
Total 35,00
KK 25,35%
Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5%
tn = Tidak berbeda nyata

Tabel 12. Jumlah anak Daun tunas okulasi umur 18 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar

F tabel
SK db JK KT F hit
5% 1%
M 2 969,50 484,75 3,77 * 3,42 5,61
B 3 746,75 248,92 1,94 tn 3,01 4,72
MxB 6 995,25 165,88 1,29 tn 2,51 3,67
3087,2
Galat 24 128,64
5
Total 35,00          
KK 25,15%
Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5%
tn = Tidak berbeda nyata

Tabel 13. Jumlah anak Daun tunas okulasi umur 20 MSP dengan perlakuan
konsentrasi BOF dan panjang akar

F tabel
SK db JK KT F hit
5% 1%
1030,5
M 2 515,25 4,71 3,42 5,61
0
B 3 820,75 273,58 2,50 3,01 4,72
55

1304,2
MxB 6 217,38 1,99 2,51 3,67
5
2625,2
Galat 24 109,39
5
Total 35,00          
KK 25,87%
Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5%
tn = Tidak berbeda nyata
Tabel 14. Diameter Tunas okulasi umur 20 MSP dengan perlakuan konsentrasi
BOF dan panjang akar

F tabel
SK Db JK KT F hit
5% 1%
M 2 0,33 0,17 0,66 tn 3,42 5,61
B 3 0,11 0,04 0,15 tn 3,01 4,72
MxB 6 0,14 0,02 0,09 tn 2,51 3,67
Galat 24 6,06 0,25
Total 35,00          
KK 21,93%
Keterangan : tn= Berbeda tidak nyata

Tabel 15. Hari muncul Tunas okulasi tanaman karet dengan perlakuan konsentrasi
BOF dan panjang akar
F tabel
SK db JK KT F hit
5% 1%
5,6
M 2 5771,17 2885,58 4,05 * 3,42
1
4,7
B 3 714,75 238,25 0,33 tn 3,01
2
3,6
MxB 6 4314,17 719,03 1,01 tn 2,51
7
Galat 24 17084,67 711,86
Total 35,00          
sKK 49,79%
Keterangan : * = Berbeda nyata pada taraf 5%
tn = Berbeda tidak nyata
Lampiran 5. Rekapitulasi hasil penelitian Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell.Arg)
Terhadap Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang Potongan Akar Bibit Stumb Okulasi Mata Tidur (OMT).
Hari
Diamete
Tinggi Tunas (cm) Jumlah tangkai Daun Jumlah anak Daun Tumbuh Data sump
Perlakuan r Tunas
Tunas
2 MSP 4 MSP 6 MSP 8 MSP 10 MSP 12 MSP 14 MSP 16 MSP 18 MSP 20 MSP 14 MSP 16 MSP 18 MSP 20 MSP 14 MSP 16 MSP 18 MSP 20 MSP 20 MSP 20 MSP Panjang Diameter
Panjang Akar (M) tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn * * * * * * * * tn *
m1 0,02 0,45 2,94 7,96 17,13 20,35 24,50 31,91 32,58 37,13 12,91a 12,91ab 12,83ab 12,91a 38,75a 38,75ab 38,75ab 38,66a 2,18 55,00 a 24,23 5,31
m2 1,63 3,13 4,23 10,56 26,14 30,48 36,28 37,58 43,74 46,40 16,08ab 15,50b 15,66b 15,91ab 48,75ab 47,00b 47,00b 47,66ab 2,42 37,42 ab 24,69 5,85
m3 0,02 0,58 3,97 10,43 18,68 23,33 28,64 32,01 34,63 36,63 10,91a 11,58a 11,50a 11,66a 32,75a 34,50a 34,50a 34,91a 2,28 68,33 b 23,61 5,43
Nilai BNT 3,42 3,13 3,16 2,95 9,85 9,63 9,56 8,81 8,65
Konsentrasi BOF (B) tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn
b0 1,33 1,81 6,00 13,44 23,92 27,26 28,84 31,93 33,02 37,69 11,78 11,33 11,56 11,89 35,33 34,67 34,67 35,56 2,21 54,89 72,23 16,03
b1 0,02 0,53 1,94 7,02 18,06 22,53 26,90 31,57 31,79 36,53 12,22 12,22 12,22 12,11 36,67 36,67 37,00 36,33 2,31 58,89 71,80 16,17
b2 0,18 1,78 4,11 11,69 20,64 23,96 30,61 34,63 39,80 41,58 13,67 14,22 14,11 14,22 41,00 42,67 42,33 42,56 2,28 46,56 69,70 17,07
b3 0,69 1,42 2,80 6,43 19,98 25,13 32,88 37,19 43,32 44,42 15,56 15,56 15,44 15,78 47,33 46,33 46,33 47,22 2,37 54,00 76,33 17,10
Nilai BNT
Interaksi (MxB) tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn tn *
m1b0 0,00 0,20 5,47 12,27 21,83 22,17 26,70 29,00 31,67 37,67 11,00 11,00 11,00 11,67 33,00 33,00 33,00 35,00 2,10 61,67 24,33 5,40
m1b1 0,07 1,60 4,23 6,53 11,83 15,30 20,10 28,50 28,50 37,40 12,33 12,33 12,33 12,33 37,00 37,00 38,00 37,00 2,30 51,33 22,83 4,37
m1b2 0,00 0,00 1,17 6,90 17,40 17,53 24,13 31,47 31,13 34,13 14,00 14,00 13,67 13,67 42,00 42,00 41,00 40,67 2,10 58,67 23,50 5,60
m1b3 0,00 0,00 0,90 6,13 17,47 26,40 27,07 38,67 39,00 39,33 14,33 14,33 14,33 14,00 43,00 43,00 43,00 42,00 2,23 48,33 26,23 5,87
m2b0 4,00 5,17 5,70 13,90 27,40 30,17 30,40 31,73 32,33 38,00 14,33 13,00 13,67 14,00 43,00 41,00 41,00 41,67 2,30 23,67 23,83 5,60
m2b1 0,00 0,00 0,40 9,33 24,27 29,53 29,53 31,00 31,67 35,00 14,00 14,00 14,00 13,00 42,00 42,00 42,00 39,00 2,43 62,33 25,67 6,30
m2b2 0,47 3,10 3,40 7,00 21,30 30,63 35,80 36,83 52,67 51,33 15,67 15,33 15,33 15,67 47,00 46,00 46,00 47,00 2,37 31,67 23,00 5,53
m2b3 2,07 4,27 7,43 12,00 31,60 31,60 49,40 50,73 58,30 61,27 20,33 19,67 19,67 21,00 63,00 59,00 59,00 63,00 2,57 32,00 26,27 5,97
m3b0 0,00 0,07 6,83 14,17 22,53 29,43 29,43 35,07 35,07 37,40 10,00 10,00 10,00 10,00 30,00 30,00 30,00 30,00 2,23 79,33 24,07 5,03
m3b1 0,00 0,00 1,20 5,20 18,07 22,77 31,07 35,20 35,20 37,20 10,33 10,33 10,33 11,00 31,00 31,00 31,00 33,00 2,20 63,00 23,33 5,50
m3b2 0,07 2,23 7,77 21,17 23,23 23,70 31,90 35,60 35,60 39,27 11,33 13,33 13,33 13,33 34,00 40,00 40,00 40,00 2,37 49,33 23,20 5,93
m3b3 0,00 0,00 0,07 1,17 10,87 17,40 22,17 22,17 32,67 32,67 12,00 12,67 12,33 12,33 36,00 37,00 37,00 36,67 2,30 81,67 23,83 5,27
Lampiran 6. Dokumentasi Respon Pertumbuhan Mata Tunas Bibit Okulasi
Tanaman Karet (Hevea Brasiliensis Muell.Arg) Terhadap
Pemberian Pupuk Bio Organik Dan Panjang Potongan Akar Bibit
Stumb Okulasi Mata Tidur (OMT).

Gambar 2. Proses pembalutan mata okulasi

Gambar 3. Pemberian thricoderma dengan campuran bekatul


58

Gambar 4 . Pemberian BOF awal tanam

Gambar 5. Pengukuran diameter stump awal tanam


59

Gambar 6. Tunas okulasi tanaman karet umur 2 bulan

Gambar 7. Pengamatan tunas minggu 4


60

Gambar 8. Pengukuran diameter tunas OMT minggu ke 20

Gambar 9. Sampel tanaman dalam paranet


61

Anda mungkin juga menyukai