Anda di halaman 1dari 11

Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional

2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

Kajian Makna Fungsi Arsitektur Tradisional : Menuju Arsitektur Lokal


Riandy Tarigan1), Prof. Ir. Antariksa, M.Eng., PhD2)
1)
Staf Pengajar Tetap di Program Studi Arsitektur Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas
Katolik Soegijapranata, Semarang dan Mahasiswa Program Doktor Arsitektur, Universitas Katolik
Parahyangan, Bandung. Email : riandy@unika.ac.id
2)
Guru Besar di Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya dan sebagai
Promotor disertasi penulis di Universitas Katolik Parahyangan

Abstrak
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengungkap perubahan makna fungsi rumah tradisional yang
diakibatkan oleh masuknya fungsi dan kegiatan baru, yaitu kegiatan industri rumah tangga yang berada di Kudus.
Obyek studi adalah beberapa rumah di Desa Kauman dan di Desa Langgardalem, kecamatan Kota, Kudus. Rumah
tersebut meskipun mengacu pada arsitektur tradisional namun telah terjadi perubahan fungsi. Metode penelitian
adalah studi kasus dengan berdasarkan pada pendekatan intertpretatif dengan menggunakan teknik wawancara
mendalam terhadap berbagai perubahan fungsi ruang yang dikaitkan dengan perubahan makna ruangnya. Hasil
penelitian adalah terjadinya perubahan pemaknaan terhadap ruang tradisional terjadi pada ruang yang mempunyai
sifat semi publik dan atau publik. Perubahan terebut sebagai salah satu cara untuk memenuhi kegiatan industri.
Makna fungsi ruang yang masih tetap adalah ruang yang bersifat privat (dalem). Perubahan ruang tersebut
merupakan upaya masyarakat untuk membentuk lingkungan buatan yang baru berdasarkan pada kemampuan dalam
mengembangkan ruang yang baru tanpa menghilangkan makna fungsi yang bersifat kosmologis. Hal ini memberi
peluang arsitektur tradisional dapat dikembangkan menjadi arsitektur lokal.
Kata kunci : arsitektur tradisional, perubahan makna dan fungsi, lokalitas.

LATAR BELAKANG
Perubahan budaya arsitektur terjadi pada tahap prosesnya. Budaya arsitektural di Jawa nampaknya
masuk dalam budaya transisional. Masyarakat Indonesia, khususnya Jawa, telah mengalami keadaan
yang ambigu, yaitu antara “mengejar dan melestarikan”. Mengejar dalam arti mencapai modernitas,
sedangkan melestarikan adalah masih memelihara budaya lama.[ 1] Aspek perubahan budaya khususnya
dalam dunia arsitektur sangat kuat terekspresikan di dalam huniannya, karena hunian atau rumah
merupakan pengejawantahan paling dekat dengan kebudayaan manusia. Rapopport mengatakan bahwa
rumah merupakan bentuk kebudayaan yang paling dasar yang dimiliki oleh manusia.[ 2] Dalam rumah
tinggal, manusia pertama kali tumbuh untuk memahami nilai hubungan antar manusia dan spasialitas
terhadap huniannya sebelum memahami spasialitas dan hubungan antar manusia di luar rumah. Rumah
merupakan wadah sebagian besar kegiatan domestik dilakukan dan keberadaan diri manusia sebagai
penghuni terekspresikan dalam kehidupan Jawa.[ 3] Didalam rumah terdapat berbagai pandangan
spiritual dan ritual yang berbentuk pada penentuan waktu dalam membangun, ukuran bangunan,
orientasi, hirarki dan susunan ruang. Tindakan spiritual melalui berbagai ritual dalam membanguna
merupakan bentuk pencapaian dalam pengidentifikasian diri baik individual maupun kelompok dalam
memaknai suatu tempat (place) di lingkungannya.[ 4] Ritualitas membangun rumah merupakan
pengejawantahan dalam kesadaran sosial dan transendensi diri dalam pencapaian kemapanan
(ketenangan) diri dalam bertempat tinggal.[ 5] Arsitektur rumah tradisional tersebut merupakan
perwujudan budaya masyarakat pada waktu tertentu berdasarkan pada nilai kepercayaan yang dianut dan
simbol-simbol kosmologis yang diterapkan dalam elemen bentuk arsitekturnya. Ketika penghuni

1
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional
2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

mengalami posisi transisi antara kebudayaan aslinya dengan kebudayaan baru yang masuk maka secara
signifikan akan berpengaruh pula terhadap sistem yang terbentuk ke dalam rumah dan lingkungan
pekarangannya.
Salah satu kekayaan budaya saat ini mengalami kepunahan dengan terjadinya penghancuran yang
disebabkan faktor ekonomi, perubahan gaya hidup serta ketidakmampuan ruang tradisional dalam
memenuhi kegiatan baru. Upaya untuk mempertahankan arsitektur tradisional adalah dengan cara
pendokumentasian arsitektur tradisional. Pengembangan arsitektur berbasis lokalitas saat ini, dilakukan
dengan meniru langsung terhadap idiom-idiom ruang dan bentuk arsitektur tradisional serta melakukan
penempelan dengan menggunakan elemen-elemen arsitektur tradisional.
Berdasarkan pada fenomena tersebut maka perumusan masalah kajian ini adalah relasi perubahan
kegiatan terhadap makna fungsi pada rumah tradisional yang disebabkan masuknya kegiatan industri
rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah mengungkapkan perubahan makna fungsi sebagai sebagai
bentuk lokalitas dalam upaya untuk mengembangkan rumah tradisional sesuai dengan perkembangan
masyarakat masa kini tanpa menghilangkan pandangan masyarakat masa lalu sebagai kesinambungan
budaya. Manfaat kajian ini adalah arsitektur tradisional dapat dikembangkan pada era masa kini sesuai
dengan nilai lokalitasnya.
Penelitian terhadap rumah tradisional meliputi fungsi, bentuk dan makna. Penelitian terlihat
adanya perubahan dari arsitektur vernakular yang bersifat fungsional menjadi arsitektur tradisional
mempunyai pemaknaan dengan menggunakan simbol-simbol pada rumah yang diberikan makna.[ 6]
Sedangkan Anisa, menjelaskan sistem nilai rumah tradisional Kudus berdasarkan pada pandangan
spiritual berdasarkan agama Islam dan status sosial-ekonominya belum mengalami perubahan.[ 7][ 8]
Beberapa peneltiian terhadap rumah tradisional Jawa menekankan pada aspek produksi makna,
khususnya makna konotatif. [ 9][ 10]
Penelitian terhadap ruang dan tradisional mencakup pada perubahan yang terjadi. Perubahan
tersebut meliputi perubahan fungsi dan makna ruang. Perubahan makna terjadi pada ruang suci/sakral
pada area krobongan pada rumah tradisional Jawa. Makna ruang tidak lagi menjadi ruang sakral,
melainkan menjadi ruang kosong.[ 11] Masyarakat tidak pernah lagi memperhatikan makna ruang
tradisional tersebut pada masa kini sebagai ruang sakral. Dalam penelitian yang dilakukan oleh
Hidayatun dan Arifin memperlihatkan adanya perubahan ruang tradisional yang diakibatkan pengaruh
perubahan jaman.[ 12][ 13] Hidayatun memperlihatkan bahwa perubahan akibat dari modernitas tidak
mengubah makna pendopo pada masa kini. Arifin memperlihatkan adanya persistensi pada ruang
tertentu pada rumah tradisional Kaili di Palu. Perubahan tersebut diakibatkan adanya perubahan jumlah
keluarga, kurangnya pengetahuan dan kebutuhan ekonomi.
Penelitian yang berdasarkan lokalitas adalah penelitian yang dilakukan oleh Utomo dan Bachtiar.
Penelitian yang dilakukan oleh Utomo, TP dan Slamet S memfokuskan pada nilai kearifan lokal pada
rumah tradisional Jawa dengan mengungkap simbol setiap elemen rumah tradisional Jawa.[ 14]
Sedangkan aspek lokalitas yang dikembangkan oleh Bachtiar adalah arsitektur rumah tinggal
dipengaruhi oleh budaya Cina.[ 15] Berdasar pada pengamatan tersebut, maka kajian terhadap rumah
tradisional secara umum memahami makna ruang berdasarkan pada simbol kosmologis serta persistensi
terhadap perubahan yang terjadi dengan menekankan pada perubahan fisik.

2
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional
2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

KAJIAN TEORITIK, METODA DAN KASUS STUDI


Kajian Teoritik
Menurut Vitruvius dalam Capon (1999), fungsi berada bagian dari commodity (kebutuhan fungsi),
firmness (konstruksi/teknik) dan delight (bentuk) merupakan 3 dimensi arsitektur merupakan paradigma
arsitektur yang mendasar.[ 16] Menurut Salura, fungsi merupakan salah satu obyek material arsitektur
yang mendasar, selain bentuk dan makna.[ 17] Hal ini yang membuat kajian arsitektur berbeda dengan
obyek material dari disiplin ilmu lainnya. Fungsi, bentuk dan makna merupakan hubungan kausal yang
saling berkaitan. Arsitektur selalu terkait dengan dengan budaya masyarakat. Broadbent mengatakan
bahwa arsitktur merupakan wujud budaya.[ 18] Bourdieu menjelaskan bahwa rumah merupakan wujud
dari visi dan struktur masyarakat pada masa tertentu. Penghuni rumah mengelola pesan melalui ruang
dan bentuk rumahnya berdasrkan pada skema pengetahuan dan penguasaan praktis dan pengetahuan
substansial dari budaya yang dimiliki. 19 Arsitektur merupakan salah satu produk budaya yang
berhubungan dengan kebutuhan (need) dan keinginan (want). Budaya arsitektur dibentuk berdasar pada
guna dan citra. Kegunaan berdasarkan pada aspek kebutuhan dan pemecahan pragmatis sebagai suatu
tempat kegiatan, sedangkan citra mengandung aspek kebutuhan berekspresi berdasarkan faktor sosial
dan budaya. 20 Rumah merupakan kebutuhan tempat untuk kegiatan domestik, manusia membutuhkan
tempat untuk mengekspresikan dirinya dalam masyarakat sosialnya.
Bangunan dibentuk oleh pengguna dan tempat. Pengguna dipengaruhi oleh pengetahuan baik dari
diri manusia sebagai makhluk individu, oleh masyarakat dan lingkungan buatan dimana bangunan
tersebut berada. Sedangkan tempat dipengaruhi oleh lingkungan alamnya. 21 Bangunan dibentuk oleh
fungsi dan bentuk yang ditata berdasarkan pada komposisi tertentu. Oleh karena itu, manusia sebagai
pengguna (individu) dan masyarakat (sosial) serta tempat merupakan faktor yang signifikan dalam
membentuk fungsi dan bentuk yang merupakan kumpulan dari elemen-elemen fungsi dan bentuk yang
dibentuk berdasar pada komposisinya. Eco menginterpretasikan fungsi tersebut berdasarkan pada 2
aspek yaitu aspek fungsi primer (denotatif) dan fungsi sekunder (konotatif). Sedangkan Mukarovsky
berpendapat bahwa fungsi mempunyai pengertian luas yaitu : fungsi praktis, fungsi historis, fungsi sosial
dan fungsi individu. [ 22] Dengan demikian fungsi mempunyai makna yang tidak tunggal yang hanya
mempunyai fungsi praktis dan pragmatis.
Apabila fungsi dan bentuk secara relasional membentuk makna. Maka fungsi dan bentuk dapat
juga mempunyai makna, yaitu makna denotatif adalah makna yang berhubungan langsung dalam suatu
benda (makna fungsional-pragmatis), sedangkan konotatif adalah makna yang tidak terkait secara
langsung dengan benda tersebut (makna non pragmatis). Hal ini juga dinyatakan oleh Eco bahwa atap
tidak hanya berfungsi sebagai pelindung kegiatan manusia didalamnya, namun mempunyai fungsi
mengekspresikan sesuatu dalam dirinya.[ 23] Bourdieu juga menyatakan bahwa makna yang berada pada
tingkat pengetahuan manusia (penghuni dan masyarakat) dimaterialisasikan secara praktis (menjadi
kebiasaan) ke dalam fungsi dan bentuk, selanjutnya distrukturkan berdasarkan skema yang sama, serta
diorganisasikan ke dalam interaksi simbolik dalam tindakannya.[ 24]
Setiap bangunan, selain aspek kebutuhan pragmatis dan keinginan untuk berekspresi,
membutuhkan tempat untuk menempatkan bangunan tersebut pada permukaan bumi. Dengan
meletakkan bangunan diatas permukaan bumi, maka faktor lingkungan alam dan buatan akan
berpengaruh terhadap bangunan tersebut. Tempat merupakan kondisi alam yang riil yang tidak dapat
disimulasikan dengan kondisi lingkungan alam yang lain. Tempat merupakan kondisi lingkungan fisik

3
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional
2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

yang yang spesifik dan mempunyai spirit terhadap keberadaan bangunan.[ 25] Spirit terhadap suatu tempat
dibentuk oleh manusia secara individu maupun masyarakat.
Pemikiran tersebut berpengaruh pula terhadap membaca makna rumah tradisional Jawa yang
dipenuhi oleh simbol-simbol yang dibentuk oleh masyarakat pada waktu itu berdasarkan pada
perkembangan pandangan pragmatis dan spiritual baik yang dipengaruhi oleh pengguna (user) dan
tempat (place) pada masa kini. Pemikiran ini pula yang menjadi dasar pandangan lokalitas dalam
membaca makna fungsi dan bentuk rumah tradisional Kudus.
Metoda Studi
Pendekatan penelitian adalah dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Menurut Creswell
dan Rahardjo, studi kasus ialah suatu serangkaian kegiatan ilmiah yang dilakukan secara intensif, terinci
dan mendalam tentang suatu program, peristiwa, dan aktivitas, baik pada tingkat perorangan,
sekelompok orang, lembaga, atau organisasi untuk memperoleh pengetahuan mendalam tentang
peristiwa tersebut.[ 26][ 27] Kasus-kasus dibatasi oleh waktu dan aktivitas, peristiwa yang dipilih yang
selanjutnya disebut kasus adalah hal yang aktual (real-life events), yang sedang berlangsung, bukan
sesuatu yang sudah lewat. Berdasarkan pada isu penelitian yang menekankan pada pembacaan makna
dan budaya, maka pendekatan yang dilakukan adalah melakukan studi berdasarkan pada metode
penelitian interpretatif-kualitatif. Hal ini dilakukan karena dalam memahami penghuni terhadap
perubahan makna fungsi diperlukan survei primer yang mengutamakan pengamatan lapangan dan
wawancara mendalam kepada penghuni.
Pengambilan data menggunakan pemotretan, pengukuran, pengamatan dan wawancara
mendalam. Pengambilan data melalui pemotretan (perekaman data) untuk mendapatkan data kegiatan
yang terjadi di dalam rumah. perekaman tersebut meliputi:
1. Perekaman terhadap proses kegiatan yang terjadi pada setiap ruang baik kegiatan hunian maupun
kegiatan industri;
2. Perekaman terhadap pergerakan penghuni antara ruang satu dengan ruang lainnya.
3. Perekaman terhadap kondisi fisik obyek ruang dan batas ruangnya;
4. Perekaman terhadap perubahan fungsi ruang yang diperlihatkan pada perletakan barang dan
furniturnya.
Selanjutnya, dari perekaman disusun pemetaan tersebut menjadi dasar dalam wawancara
mendalam. Wawancara mendalam merupakan wawancara yang dilakukan pada setiap penghuni yang
mempunyai potensi untuk mendapatkan pengetahuan yang mendalam terhadap makna didalam fungsi.
Dengan pengetahuan yang dipetakan dalam denah tersebut, wawancara mendalam dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat perubahan pandangan penghuni terhadap makna tradisionalitas akibat dari
perubahan fungsi dan kebutuhan ruang didalam rumah.
Obyek Studi
Obyek studi yang diamati sebagai studi kasus adalah rumah yang yang berada di 2 desa yaitu :
Desa Kauman, dan Desa Langgardalem, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus. Desa tersebut terletak di
pusat kota Kudus. Objek studi penelitian adalah 2 rumah yang mempunyai kegiatan industri di bidang
pembuatan pakaian jadi (konveksi), yaitu rumah tinggal Mas Cholid Isnawan dan Bapak Munawir.
Lokasi rumah Cholid Isnawan berada di RT 3/RW 03, Desa Langgar Dalam, Kecamatan Kota. Lokasi
rumah Munawir berada di kawasan Mesjid Menara yaitu di RT 1/ RW 1, No. 64, Desa Kauman,
Kecamatan Kota.

4
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional
2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

Gambaran tentang rumah tradisional tersebut dapat dilihat pada gambar 1.

Denah rumah Bapak Munawir

Denah rumah Bapak Cholid Isnawan


Gambar 1 Denah rumah pada ke dua objek studi

ANALISIS DAN HASIL


Analisa
Analisa dilakukan dengan 2 tahap yaitu analisa ruang dan analisa makna ruang.
1. Analisa fungsi
Analisa ruang terdiri dari analisa sirkulasi (pergerakan), analisa hubungan ruang, analisa zonasi
ruang, analisa hirarki ruang, analisa perubahan fungsi ruang, analisa pelingkup, analisa orientasi
bangunan.

5
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional
2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

Tabel 1 Analisa Perubahan Fungsi


No. Aspek Fungsi Rumah Cholid Isnawan Rumah Bapak Munawir
1. Sistem
Sirkulasi
(pergerakan)

Makna fungsi halaman telah menjadi publik


untuk penghuni, pekerja dan pelajar. Akses Makna fungsi halaman telah menjadi publik untuk
halaman menjadi depan dan belakang yang penghuni dan pekerja sebagai tempat untuk parkir.
disebabkan adanya warung yang terletak di Akses dicapai melalui pintu belakang dan pintu
pawon di bagian belakang. Akses pekerja samping. akses pekerja ke dalam ruang telah
dan pembeli ke dalam bangunan telah difilter hanya menggunakan jogosatru dan pawon.
difilter dengan hanya menggunakan
jogosatru dan pawon.
2. Hubungan Hubungan antara Jogosatru dengan Dalem Pengurangan hubungan antara Jogosatru dengan
antar ruang diputus dengan menurunkan tinggi lantai Dalem dilakukan dengan pintu Dalem yang selalu
Dalem. Pintu menuju ke Dalem dari tertutup. Karena fungsi dalem adalah fungsi untuk
Jogosatru masih ada namun tidak dapat kegiatan privat
diakses dari Jogosatru. Hal ini dimaksudkan
untuk mengurangi akses ke Dalem melalui
Jogosatru oleh pekerja.
3. Zona Privat
dan Publik

Makna dalem masih mempunyai sifat privat


meskipun terjadi perubahan fungsi untuk
menyimpan hasil konveksi, pekerja yang Makna dalem tetap bersifat privat. Makna yang
dilarang masuk. Makna pawon berubah berubah adalah pawon yang menjadi ruang industri
menjadi ruang yang sifatnya campuran

6
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional
2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

No. Aspek Fungsi Rumah Cholid Isnawan Rumah Bapak Munawir


antara formal dan non formal, namun tetap Makna jogosatru menjadi makna campuran antara
bersifat publik. sifat formal dengan non formal berdasarkan fungsi
ruang tamu dan ruang keluarga.
4. Hirarki Ruang

Dalem mempunyai nilai hirarki tinggi. Hal


ini ditunjukkan dengan sifat privat dan Hirarki ruang tertinggi terletak dalem yang
adanya upaya tidak berani mengubah berfungsi sebagai ruang tidur dan ruang sholat
bentuk atap pada saat perbaikan. dengan pintu yang masih tertutup dari jogo satru.
6. Perubahan
Fungsi

Makna jogosatru menjadi bersifat ruang


privat, karena digunakan sebagai ruang
produktif. Makna Pawon menjadi makna Perubahan tata letak terjadi pada ruang keluarga
yang tidak jelas karena fungsi tercampur yang seharusnya di pawon dipindah bersamaan
antara formal dan non formal, yaitu : fungsi dengan ruagn tamu di jogan, karena pawon
menjadi warung, ruang keluarga, ruang berubah jadi ruang kegiatan produksi.
tamu, tempat tidur, tempat penyimpanan
hasil produksi, ruang sholat dan dapur.
Makna dalem masih menjadi ruang privat,
meskipun dalem sudah bertambah sebagai
tempat penyimpanan barang.

2. Analisa Makna Ruang


Analisa makna adalah analisa perbandingan antara makna awal dengan makna yang berubah baik
makna denotatif maupun konotatif. Antara analisa ruang dan analisa makna mempunyai keterkaitan

7
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional
2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

yang saling bersinergi. Analisa terhadap makna ruang didasari atas pengamatan di lapangan serta
kriteria yang telah diutarakan pada sub bab sebelumnya. Dari berbagai kriteria tersebut, maka
analisa makna dapat dilakukan. Analisa makna terdiri dari 2 aspek yaitu aspek denotatif (fungsional-
pragmatis) dan aspek konotatif (non-fungsional/non pragmatis). Analisa tersebut dijelaskan melalui
tabel 3 berikut ini.

Tabel 2 Analisa Makna Ruang Tradisional


No. Ruang Fungsi dan Makna Tradisional Makna yang Berubah
Tradisi-onal Denotatif Konotatif
1. Jogosatru ― Fungsi untuk menerima ― Fungsi untuk ruang ― Berkurangnya makna jogosatru
menerima tamu (publik-formal keluarga (non formal) sebagai simbol kekuatan materi
― Makna status sosial dan ― Fungsi untuk kegiatan dan ekonomi penghuni.
ekonomi industri (privat) ― Makna sebagai ruang menerima
― Orientasi keluar tamu telah berubah menjadi
― Pelingkup : terbuka ruang non formal atau campuran.
2. Pawon ― Fungsi kegiatan non formal ― Mengakomodasikan ― Makna pawon secara umum
(fungsi sebagai ruang keluarga) fungsi produktif dan masih tetap
― Fungsi sosial dengan perdagangan
lingkungan. ― Berkembangnya
― Fungsi servis (dapur dan ruang fungsi campuran
makan) antara fungsi publik-
formal dengan fungsi
publik-nonformal
3. Dalem ― Fungsi : ruang istirahat dan ― Fungsi kegiatan ― Berkurangnya makna dalem
ruang semedi (spiritual) istirahat. sebagai ruang spiritual
― Sifat privat-formal ― Kegiatan privat ― Namun masih adanya apresiasi
lainnya terhadap nilai religius terhadap
dalem.
― Masih adanya pandangan bahwa
dalem masih mempunyai nilai
hirarki yang tinggi, meskipun
terdapat perubahan ketinggian
lantai.
4. Servis ― Fungsi : MCK dan dapur ― Fungsi sebagai ruang ― Makan MCK merupakan
― KM/WC selalu berada di luar servis tetap. pekiwen telah hilang.
bangunan sebagai simbol ruang ― Lokasi tetap
yang kotor (pekiwen)
― Sifat : non formal-privat.
― Letak MCK berada diluar dan
berada di kiri
5. Fungsi dan ― Fungsi industri ― Fungsi produksi ― Masuknya fungsi baru tersebut
kegiatan baru ― Fungsi perdagangan ― Fungsi perdagangan masih menjaga eksistensi ruang
tradisional dengan tidak
mengubah dan memberikan
peralatan dari kegiatan produksi
kedalamnya.

8
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional
2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

Perubahan Makna dan Keterkaitan dengan Lokalitas


Dengan adanya fungsi baru tersebut maka akan berpengaruh terhadap ruang tradisional yang telah
dibangun berdasarkan pada falsafah masyarakat pada saat itu. Pergeseran dan perubahan fungsi pada
ruang tradisional berkembang sesuai dengan pandangan masyarakat.
Makna tata ruang tradisional Kudus yang berkembang berdasarkan pada kepercayaan dan budaya
masa itu hingga masih dipercaya sampai saat ini. Makna tata ruang tradisional Kudus secara langsung
maupun tidak langsung sudah tidak dapat memenuhi perkembangan pengetahuan masyarakat pada saat
ini. Oleh karena itu, meskipun makna tata ruang berubah akan tetapi aspek budaya yang masih dipercayai
oleh masyarakat tidak dapat diabaikan. Dalam arti, perubahan makna selalu terjadi antara makna yang
tetap dan makna yang berubah.
Jogosatru dan pawon mempunyai tingkat perubahan makna yang cukup signifikan, karena ke dua
ruang ini yang paling banyak mengalami perubahan. Perubahan terjadi pada tingkat menambah fungsi
karena adanya adanya pergeseran fungsi. Jogosatru merupakan fungsi menerima tamu secara formal,
namun ketika terjadi perubahan fungsi pawon yang sebelumnya adalah fungsi publik-non formal menjadi
ruang produktif; maka fungsi publik-non formal tersebut dikembangkan di jogosatru. Sehingga jogosatru
dapat menjadi 2 fungsi atau 3 fungsi yang saling bertentangan antara satu makna ruang satu dengan
makna ruang lainnya. Hal ini dapat terjadi akibat keterbatasan yaitu keterbatasan lahan, keterbatasan
ekonomi dan keterbatasan lainnya yang keterbatasan tersebut terjadi pada waktu tertentu.
Pergeseran fungsi ruang tersebut berpengaruh terhadap pemaknaan ruang, pemaknaan ruang yang
berdasarkan pada sifat ruang tersebut tidak sesuai lagi dengan makna tata ruang pada awalnya. Meskipun
makna tersebut berubah, namun terlihat ada upaya masyarakat masih memelihara makna-makna
sebelumnya melalui penggunaan fungsi pada dalem.
Perubahan makna ruang yang dilakukan oleh penghuni/masyarakat akibat perkembangan
kebutuhan merupakan bagian dalam upaya untuk menjaga agar ruang tradisional Kudus tidak hilang dan
berkelanjutan melalui perubahan yang bersifat lokal.
Hasil
1. Perkembangan kebutuhan dan pandangan masyarakat berpengaruh terhadap makna fungsi ruang
tradisional yang menjadi dasar dalam penciptaan struktur ruang yang lebih didasari oleh nilai-nilai
kepercayaan (spiritual) berubah menjadi nilai-nilai yang bersifat pragmatis.
2. Perubahan dan perpindahan fungsi dan letak ruang terjadi antara jogosatru dengan pawon, dimana
ruang tersebut tidak berpengaruh terhadap dan tidak dipengaruhi oleh pelingkupnya. Pelingkup
tidak berubah meskipun fungsi ruang berubah atau bertambah.
3. Jogosatru dan Pawon mempunyai tingkat fleksibilitas tinggi dalam mengakomodasi penambahan
fungsi ruang, sedangkan Dalem merupakan ruang yang masih dimaknai sebagai pusat ruang
tradisional dan mempunyai hirarki yang tinggi dengan simbol ruang yang berbeda.

KESIMPULAN
Perubahan makna fungsi selalu terjadi pada rumah tradisional Kudus karena masuknya kegiatan
baru. Penghuni berupaya untuk beradaptasi dan melakukan akomodasi terhadap perubahan fungsi pada
ruang tradisional. dalam proses adaptasi terlihat bahwa ada ruang yang secara fleksibel untuk dilakukan
penambahan, pengurangan dan pergantian fungsi. Perubahan ini dapat mengubah makna fungsi tersebut.
Upaya perubahan tersebut tidak dilakukan secara total ke dalam ruang tradisional, melainkan
hanya pada elemen-elemen pelingkup seperti jendela, dinding, lantai. Upaya mempertahankan kondisi

9
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional
2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

makna ruang tradisional diperlihatkan dengan upaya mempertahankan dalem sebagai ruang yang
mempunyai hirarki tinggi.
Perubahan makna fungsi tersebut didasari atas suatu keinginan untuk mempertahankan makna
ruang tersebut namun sekaligus terdapat upaya untuk mempertahankan. Lokalitas ruang tradisional
dibentuk atas dasar nilai kontradiktif yang diterapkan pada ruang dalam rangka untuk memperbarui
makna ruang berdasar perkembangan kebutuhan dan keinginan yang sesuai dengan jamannya. Oleh
karena itu, upaya penghuni untuk menyusun makna-makna baru sebagai bagian dari perkembangan
tuntutan terhadap ruang tradisional menjadi bagian dari upaya untuk mempertahankan ruang tradisional
Kudus menjadi ruang tradisional yang berkelanjutan. Melalui pendekatan lokalitas, maka arsitektur
tradisional mampu melakukan perubahan yang masih mengakar pada budaya setempat.

REFERENSI
1
Sairin, S. 2002. Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia: Perspektif Antropologi. Yogyakarta:
Penerbit Pustaka Pelajar: 172.
2
Snyder, James C.; A.J. Catanese. 1994). Pengantar Arsitektur. (H. Sangkoyo, Penerj.) Jakarta:
Erlangga : 2
3
Santosa, R. B. 2000. Omah : Membaca Makna Rumah Jawa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya
:7
4
Schulz, C. N. (1985). The Concept of Dwelling: On the Way to Figurative Architecture. New York:
Rizolli : 5-6
5
Santosa, R. B. (2000). Omah : Membaca Makna Rumah Jawa. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya
: 116
6
Logi, OHA, W. Siswanto. 2009. Identifikasi Aspek Simbol dan Norma Kultural pada Arsitektur
Rumah Tradisional di Minahasa. Jurnal Ekoton, Vol. 9 No. 1, 43-58.
7
Anisa. 2005). Makna Rumah Tradisional Kudus. Jurnal Inersia, Vol. 1, No. 2, 37-47.
8
Anisa. 2011. Konsep Privasi Rumah-rumah di Kota Lama Kudus. NALARs, Vol. 10 No. 2, 155-172.
9
Said, N. 2010. Budaya Berhuni Kaum Sufistik Borjuis: Konstelasi Simbolik dalam Konstruksi Rumah
Adat Kudus. Jurnal el-Harakah, Vol. 12 No. 3, 239-260.
10
Pitana, T. 2007. Reproduksi Simbolik Arsitektur Tradisional Jawa Memahami Ruang Hidup Material
Manusia Jawa. Jurnal Gema Teknik, Nomor 2/Tahun X.
11
Widayat, R. 2004. Krobongan Ruang Sakral Rumah Tradisional Jawa. Jurnal Dimensi Interior, Vol.
2, No. 1, 1-21.
12
Hidayatun, M. 1999. Pendopo Dalam Era Modernisasi : Bentuk, Fungsi dan Makna Pendopo pada
Arsitektur Tradisional Jawa dalam Perubahan Kebudayaan. Jurnal Dimensi Teknik Arsitektur, Vol.
27, No. 1, 37-47.
13
Arifin, R. 2010. Perubahan Identitas Rumah Tradisional Kaili di Kota Palu. Jurnal Ruang, 2, 20-27.
14
Utomo, TP; Slamet S. (2012, Oktober 3). Nilai Kearifan Lokal Rumah Tradisional Jawa. Humaniora,
Vol. 24 No. 3, 269-278.
15
Fauzy, B. 2012. Konsep Kearifan Lokal dalam Arsitektur Rumah Tinggal Masyarakat Kota Pesisir
Utara Jawa, kasus studi : Arsitektur Rumah Tinggal Kampung Sumber Girang-Lasem. Bandung:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Universitas Katolik Parahyangan.

10
Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional
2017
MENERAPKAN KEMANFAATAN PENGETAHUAN LOKAL
DAN ARSITEKTUR TRADISIONAL
UNTUK PERMUKIMAN MASA KINI DAN MENDATANG

16
Capon, D. 1999. Architectural Theory Volume 2 : Le Corbusier's Legacy. West Sussex: John Wiley
& Sons, Ltd.
17
Salura, P. 2015. Sebuah Kritik : Arsitektur yang Membodohkan. Jakarta: Gakushudo.
18
Broadbent, G., Burn R., & C. Jenks. 1980. Signs, Symbol and Architenture. Chichester, England:
John Wiley and Sons, Ltd.
19
Bourdieu, P. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge: Cambridge University Press. Hal.
727
20
Mangunwijaya. 1995. Wastu Citra. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka.
21
Salura, P. 2015. Sebuah Kritik : Arsitektur yang Membodohkan. Jakarta: Gakushudo. Hal. 15
22
Noth, W. 1995. Handbook of Semiotics. Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press.
Hal. 436
23
Noth, W. 1995. Handbook of Semiotics. Bloomington and Indianapolis: Indiana University Press.
Hal 436
24
Bourdieu, P. 1977. Outline of a Theory of Practice. Cambridge: Cambridge University Press. Hal 723
25
Salura, P. 2015. Sebuah Kritik : Arsitektur yang Membodohkan. Jakarta: Gakushudo. Hal 7-13
26
Creswell, J. 1998. Qualitative Inquiry and Research Design : Choosing Among Five Traditions.
Thousand Oaks, London, New Delhi: Sage Publications, Inc.
27
Rahardjo, M. P. 2017. Studi Kasus Dalam Penelitian Kualitatif: Konsep Dan Prosedurnya. Malang:
Program Pascasarjana, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

11

Anda mungkin juga menyukai