Anda di halaman 1dari 7

Seminar Nasional Seni dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi Melalui Riset Berbasis Praktik Seni dan Desain”

FBS Unesa, 28 Oktober 2017

Konsep Lamin Dalam Bangunan Modern


Dengan Pendekatan Vernakular
Studi Kasus Gedung Keuskupan Agung Samarinda

Alessandra Monica Putri

Universitas Kristen Petra, Surabaya


alessandra.mphs@gmail.com

Abstrak
Arsitektur dan interior tradisional merupakan bentuk fisik kekayaan budaya yang sarat akan
makna serta nilai filosofis. Nilai-nilai inilah yang lekat dengan keseharian masyarakat yang
kemudian menjadi indentitas sebuah masyarakat. Namun dewasa ini, ciri serta identitas
budaya semakin ditinggalkan karena dianggap tidak relevan dengan era modern saat ini.
Perancangan dengan pendekatan vernakular pada bangunan modern dapat digunakan sebagai
solusi untuk melestarikan nilai dan kepercayaan lokal. Pada Rumah tradisional Suku Dayak
atau Lamin terdapat nilai-nilai kepercayaan serta merupakan bentuk respon masyarakat Suku
Dayak terhadap iklim serta lingkungan tempat mereka tinggal. Penelitian Gedung Keuskupan
Agung Samarinda dengan pendekatan vernakular tidak hanya mengangkat nilai yang berupa
simbol dan filosofi namun juga ditemukan keseimbangan yang diciptakan bangunan dengan
alam sekitar.
Katakunci: Suku Dayak, Lamin, vernakular, Keuskupan Agung Samarinda

1. Pendahuluan Pendekatan vernakular dalam desain saat ini


1.1 Latar Belakang dianggap sebagai solusi untuk
Indonesia merupakan negara dengan memperbaharui ide dan hasil pemikiran serta
heterogenitas budaya yang tinggi. Budaya warisan budaya daerah dalam bangunan
yang bermacam-macam inilah yang kemudian modern tanpa mengurangi fungsi dari
membentuk wajah dan indentitas Indonesia bangunan. Pendekatan vernakular dalam
saat ini. Menurut Kroeber (1948), kebudayaan desain juga sebagai bentuk apresiasi
adalah keseluruhan realisasi kebiasaan, tata terhadap akar budaya setempat sehingga
cara, gagasan, dan nilai-nilai yang dipelajari bangunan memiliki nilai lokalitas serta
serta diwariskan, dan menghasilkan perilaku keaslian identitas budaya.
yang ditimbulkan. Sehingga warisan budaya
tercipta dari sebuah wujud kepercayaan serta Salah satu bangunan tradisional yang saat ini
apa yang diyakini masyarakat tersebut. Bentuk banyak digunakan sebagai konsep dalam
dari warisan budaya tersebut tidak hanya pendekatan desain di Kalimantan Timur
berupa bahasa, kesenian, dan adat istiadat, yaitu Lamin. Konsep Lamin diaplikasikan
tetapi juga dalam ranag arsitektur dan interior dalam bangunan pemerintahan, kediaman
tradisional. kepala daerah hingga rumah ibadah di
Samarinda. Rumah panjang atau Lamin
Wujud fisik dari rumah tradisional merupakan memiliki konstruksi rumah panggung
hasil dari kepercayaan dan pemikiran yang dengan bentukan memanjang dan digunakan
diwariskan secara turun temurun dalam sebuah sebagai tempat tinggal 8 hingga 10 keluarga.
masyarakat. Kepercayaan tertentu dalam Kebiasaan tinggal secara berkelompok di
sebuah masyarakat menyatu menjadi sebuah Lamin merupakan wujud sistem komunitas
pemikiran mutlak yang diaplikasikan dalam kekerabatan yang merupakan budaya Suku
kehidupan sehari-hari sehingga rumah Dayak. Rumah Lamin juga memiliki ragam
tradisional adalah salah satu bukti konkrit hias dan ornamen yang memiliki simbol
perkembangan peradaban manusia yang semiotik yang merupakan simbol
merupakan cerminan jati diri suatu daerah. kepercayaan Suku Dayak

124 Konsep Lamin Dalam Bangunan Modern dengan Pendekatan Vernakular


Seminar Nasional Seni dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi Melalui Riset Berbasis Praktik Seni dan Desain”
FBS Unesa, 28 Oktober 2017

1.2 Rumusan Masalah sebagai landasan teori. Sifat data yang


Setiap bangunan tradisional memiliki makna dikumpulkan merupakan data yang tidak
simbolik berdasarkan kepercayaan memiliki batasan waktu relevansi.
masyarakatnya sehingga sebuah desain 2.2 Observasi
bangunan maupun interior yang mengambil Informasi dikumpulkan dari observasi ruang
gagasana dan pemikiran yang mengacu pada untuk menghasilkan gambaran yang realistik
bangunan tradisional perlu memahami dengan di lapangan. Observasi dilakukan dengan
baik makna simboliknya. Saat ini juga banyak pengamatan objek melalui hasil dokumentasi
bangunan berbasis budaya hanya mengadopsi pribadi di lapangan.
ragam hias yang diambil secara eksplisit tanpa
penelusuran simbolik lebih lanjut sehingga 3. Pendekatan Vernakular
bangunan dianggap sebagai miskonsepsi 3.1 Definisi Vernakular
bangunan yang dapat menyinggung Definisi vernakular saat ini masih
masyarakat suku tersebut. merupakan perdebatan. Terdapat berbaga
Pada peneletian ini pembahasan yang ingin pandangan tentang pendekatan desain
ditelusuri lebih jauh ialah bagaimana konsep vernakular. Desain vernakular dapat ditinjau
Lamin diaplikasikan dalam bangunan modern dari karakteristiknya. Menurut Ravi S. Singh
dengan pendekatan vernakular dengan studi (2006) rumah vernakular lahir dengan
kasus Gedung Keuskupan Agung Samarinda. material dan teknologi lokal dan merupakan
sebuah respon terhadap iklim setempat dan
1.3 Tujuan Penelitian cerminan gaya hidup masyarakat. Teori ini
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah mendukung definisi dari Allsopp (1977)
satu tipologi untuk desain dengan pendekatan yang menyatakan bahwa bangunan
vernakular dengan wawasan budaya Suku vernakular adalah generalisasi desain
Dayak dan Lamin agar tidak terjadi arsitektur rakyat.
miskonsepsi dalam pengadopsian budaya
dalam sebuah bangunan dan interior. 3.2 Karakteristik Vernakular
Menurut Ira Mentayani pada LANTING
1.4 Manfaat Penelitian Journal of Architecture, Volume 1, Nomer 2,
Manfaat penelitian ini bagi masyarakat adalah Agustus 2012 bangunan vernakular memiliki
sebagai apresiasi dan upaya pelesterian karakteristik sebagai berikut:
terhadap kebudayaan dan warisan adat istiadat 1. Diciptakan masyarakat tanpa bantuan
daerah setempat khususnya Suku Dayak di tenaga ahli/ arsitek profesional
Samarinda, Kalimantan Timur. Manfaat melainkan dengan tenaga ahli lokal/
penelitian bagi ilmu desain arsitektur dan setempat.
interior adalah menambah bidang keilmuan 2. Diyakini dapat beradaptasi terhadap
desain dengan pendekatan vernakular kondisi fisik, sosial, budaya dan
berkonsep Lamin dan Suku Dayak. lingkungan setempat.
3. Dibangun dengan memanfaatkan sumber
2. Metode Penelitian daya manusia dan alam setempat.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian studi 4. Menggunakan tipologi bangunan
kasus. Penelitian studi kasus mengeksplorasi tradisional
sebuah masalah dengan adanya batasan yang 5. Diciptakan untuk mewadahi kebutuhan
terperinci, memiliki pengambilan data yang khusus yaitu mengakomodasi nilai-nilai
mendalam dan menyertakan berbagai sumber yang ada pada masyarakat.
informasi. Penelitian ini menggunakan studi 6. Fungsi, makna dan tampilan arsitektur
kasus Gedung Keuskupan Agung Samarinda. vernakular sangat dipengaruhi oleh
Tahap penelitian yang dijalankan dalam jurnal aspek struktur sosial, sistem kepercayaan
ini ialah dokumen dan observasi. dan pola perilaku masyarakatnya.
Karakter yang telah disebutkan kemudian
2.1 Dokumen akan menjadi landasan konsep vernakular.
Mengumpulkan teori serta penelitian terdahulu
dalam buku, catatan harian, cinderamata, 3.3 Aspek-Aspek vernakularitas
artefak, foto, dan sebagainya yang dianggap Dalam konsep arsitektur vernakular, aspek
relevan dengan penelitian serta dapat dijadikan vernakularitas dibagi menjadi 3 bagian,

Alessandra Monica Putri (Universitas Kristen Petra) 125


Seminar Nasional Seni dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi Melalui Riset Berbasis Praktik Seni dan Desain”
FBS Unesa, 28 Oktober 2017

yaitu: (1) teknis, (2) budaya, dan (3)


lingkungan. Ketiga aspek vernakularitas dapat 4. Konsep Lamin Pada Gedung
berada pada salah satu, dua, atau tiga ranah Keuskupan Agung Samarinda
sekaligus. Gedung Keuskupan Agung Samarinda
merupakan pusat kegiatan umat Katolik di
3.3.1 Aspek Teknis Kalimantan Timur. Keuskupan Agung
Aspek teknis merupakan aspek yang Samarinda membawahi Gereja Katolik
mewujudkan bentuk arsitektur agar dapat dalam wilayah geografis Kota Samarinda,
berdiri dan bertahan serta memberi nilai fungsi Kota Balikpapan, Kota Bontang, Kabupaten
fisik. Aspek fisik dianggap sebagai sentuhan Kutai Barat, Kabupaten Kutai Kartanegara,
terakhir karena merupakan aspek aplikatif dari Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Pasir,
konsep namun aspek ini merupakan aspek dan Kabupaten Penajam Paser Utara.
terpenting karena keilmuan teknis inilah yang Gedung Keuskupan Agung Samarinda ini
mendirikan bangunan sedimikian rupa. dibangun oleh panitia pembangunan yang
merupakan Umat Katolik lokal dengan
3.3.2 Aspek Budaya Mgr. Florentinus Sului Hajang Hau, M.S.F
Saat ini, objek arsitektur vernakular sebagian yang merupakan suketurunan Suku Dayak
besar menggunakan pendekatan keilmuan asli sebagai penasehat. Gedung ini
antropologi dan teori kebudayaan. Menurut diresmikan oleh Gubernur Kalimantan
Rapoport (1969), budaya adalah keseluruhan Timur Awang Farouq Ishak pada 20
pemikiran, kebiasaan dan aktivtas September 2010.
konvensional yang dilakukan oleh masyarakat.
Bentuk fisik bangunan bukan hanya 4.1 Konsep Organisasi Ruang Lamin
merupakan bentukan tanpa makna, tetapi Nilai yang dijunjung dalam sebuah Lamin
memiliki pertimbangan faktor sosial budaya. adalah nilai kebersamaan yang mengakar
Selain itu bentuk bangunan biasanya pada masyarakat Dayak. Pada Lamin nilai
merupakan hasil adaptasi terhadap iklim dan kebersamaan ini tercermin dari fisik interior
cuaca setempat yang diaplikasikan dalam bangunan yaitu adanya beranda tengah atau
konstruksi, penggunaan material, dan usei sebagai pusat tempat mereka berkumpul
diaplikasikan dengan teknologi tradisional bersama yang biasanya terdapat di area pintu
tertentu. Dalam wujud bangunan vernakular, masuk. Nilai inilah yang diadposi pada
baik eksterior dan interior biasanya organisasi ruang pada Gedung Keuskupan
terkandung ekspresi serta nilai-nilai budaya Agung Samarinda.
masyarakat setempat. Tiap bentukan memiliki
jiwa serta semangat yang menjadi identitas
sebuah masyarakat. Hal ini menegaskan
pentingnya sebuah hunian bagi manusia serta
pentingnya masyarakat modern melestarikan
pola pemikiran masyarakat tradisional yang
ada sejak dulu.

3.3.3 Aspek Lingkungan


Menurut Papanek (1995), arsitektur vernakular
merupakan pengembangan dari arsitektur
tradisional yang memiliki nilai ekologis dan
teknis yang menyesuaikan kondisi alam dan
budaya masyarakat setempat. Sementara
menurut Oliver (1997), arsitektur vernakular Gambar 1. Adanya beranda tengah pada area pintu masuk
Sumber: Dokumen Keuskupan Agung Samarinda, 2010
memiliki hubungan yang erat antara budaya
masyarakat serta iklim dan cuaca lingkungan Pada Lamin sisi depan merupakan ruangan
setempat. Dalam pendekatan vernakular, aspek terbuka untuk menerima tamu, upacara adat
lingkungan memiliki beberapa unsur penting dan tempat berkumpul keluarga. Bagian
yang dijadikan pendekatan, antara lain iklim, belakangnya terbagi menjadi kamar-kamar
lokasi, resiko bencana alam, dan settlement. luas atau ruangan pendukung lainnya.

126 Konsep Lamin Dalam Bangunan Modern dengan Pendekatan Vernakular


Seminar Nasional Seni dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi Melalui Riset Berbasis Praktik Seni dan Desain”
FBS Unesa, 28 Oktober 2017

Konsep organisasi ruang Lamin inilah yang Keempat karakter visual yang identik
diterapkan pada organisasi ruang Keuskupan dengan Lamin inilah yang kemudian
Agung Samarinda. diadopsi dalam fasad Gedung Keuskupan
Agung Samarinda. Selain sebagai penegasan
konsep Lamin¸karakter visual ini juga
sebagai wujud respon terhadap iklim
setempat.

Gambar 2. Denah Lamin


Sumber: Penulis, 2017
Gambar 4. Tampak depan Keuskupan Agung Samarinda
4.2 Karakter Visual Lamin Foto: Penulis, 2017
Bangunan Lamin Suku Dayak memiliki 4
karakter visual yang menonjol yaitu:
4.3 Elemen Interior Lamin
1. Konstruksi rumah pangung dengan material
Konstruksi rumah panggung Lamin
kayu dan beratap sirap. Bangunan Lamin
merupakan konstruksi tradisional yang
biasanya berdiri dipinggir sungai di
dibangun dengan material kayu ulin. Teknik
pedalaman hutan sehingga Lamin memiliki
konstruksi ini memiliki ciri dengan
konstruksi rumah panggung untuk
banyaknya kolom di dalam ruangan yang
melindingi penghuninya dari banjir serta
terekspos. Kolom-kolom inilah yang juga
serangan binatang buas.
menjadi salah satu karakter kuat rumah
2. Bentuk atap limasan sederhana dengan
Lamin.
sudut lancip. Iklim tropis Kalimantan
Pada interior Lamin, konstruksi atap
menyebabkan seringnya terjadi hujan. Atap
dibiarkan terkespos. Konstruksi atap tidak
yang berbetuk lancip bertujuan agar aliran
ditutupi atau dibatasi dengan plafon.
air lancar sehingga air segera jatuh
kepermukaan dan tidak terserap oleh sirap.
Pada bagian ujung atap terdapat ukiran
stilasi burung enggang yang dipercaya
menangkal roh jahat.
3. Bahan bangunan didominasi material kayu
ulin. Material kayu ulin merupakan
material yang dahulu mudah didapatkan di
hutan Kalimantan. Material ini juga Gambar 5. Interior Lamin di Desa Pampang, Kota
memiliki kualitas yang sangat baik. Samarinda
4. Terdapat ukiran dayak pada Lamin yang Sumber: http://kaltim.tribunnews.com

merupakan simbol kepercayaan Suku


Dayak. Keterbatasan teknis masyarakat Suku Dayak
inilah yang menjadi salah satu ciri khas
Lamin yang kemudian juga diterapkan dalam
bangunan Keuskupan Agung Samarinda.

Gambar 3. Fasad bangunan Lamin


Sumber: travel.detik.com

Gambar 6. Kolom ekspos pada Keuskupan Agung Samarinda

Alessandra Monica Putri (Universitas Kristen Petra) 127


Seminar Nasional Seni dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi Melalui Riset Berbasis Praktik Seni dan Desain”
FBS Unesa, 28 Oktober 2017

Foto: Penulis, 2017

4.4.1 Ornamen naga dengan kepala


burung enggang
Masyarakat Suku Dayak biasanya
menciptakan bentuk ukiran dari hewan serta
benda-benda disekitar mereka. Namun tidak
jarang juga objek ukir juga merupakan hasil
akulturasi budaya. Dapat dilihat dari motif
naga yang terdapat pada salah satu ornamen
Suku Dayak. Bentuk naga ini merupakan
naga yang mirip dengan naga yang berasal
dari budaya Cina yang merupakan leluhur
Gambar 7. Plafon finishing kayu pada Kapel Keuskupan Agung Suku Dayak yang kemudian terjadi
Samarinda akulturasi dengan budaya dan kepercayaan
Foto: Penulis, 2017
baru dengan menggabungkan naga dan
kepala burung enggang.
Pada Kapel Keuskupan Agung Samarinda
plafon tidak menggunkan plafon ekspos
Bagi masyarakat Suku Dayak naga memiliki
seperti pada Lamin, namun konsep yang
makna sebagai simbol kehidupan di bawah
diadopsi dari Lamin dikembangkan menjadi
bumi. Naga dipercaya hidup di dalam air
plafon limasan dengan finishing kayu agar
atau di bawah tanah. Simbol naga
tidak mudah debu dan mudah dibersihkan.
merupakan proyeksi tentang kekuatan,
keunggulan dan keperkasaan di perairan.
4.4 Makna Ornamen pada Lamin
Bentuk naga merupakan lambang kehidupan
Pada Lamin banyak ditemui ukiran dengan
dunia bawah yang subur dan makmur.
berbagai bentukan. Tiap ukiran dan ornamen
Sedangkan burung enggang yang merupakan
memiliki makna semiotik khusus yang
jenis burung endemik Kalimantan adalah
merupakan bagian dari kepercayaan dan
salah satu simbol kuat Kalimantan. Burung
filosofi Suku Dayak. Masyarakat Suku Dayak
enggang dianggap sebagai symbol pemersatu
mengekspresikan pengalaman serta buah
Suku Dayak di seluruh Kalimantan.
pemikiran serta pandangan mereka tentang
Anggapan ini muncul karena kepercayaan
kehidupan melalui kesenian kriya pada Lamin.
masyarakat Suku Dayak bahwa walaupun
Kesenian kriya atau ukir merupakan bagian
burung enggang besar dan gagah namun
penting serta menyatu dalam kehidupan
tetap baik dan rendah hati. Burung enggang
sehari-hari mereka. Hal ini terbukti dengan
merupakan lambing keberanian, kesetiaan,
adanya ukiran-ukiran pada Lamin yang
dan kerendahan hati.
merupakan tempat tinggal mereka. Menurut
Nieuwenhuis (1994), Suku Dayak Bahau
Motif ini menjadi motif dominan yang
merupakan suku yang mengutamakan
diaplikasikan di berbagai tempat pada
kesenian, khususnya ornament yang berupa
gedung Keuskupan Agung Samarinda.
patung manusia dengan bentuk yang
Selain makna konotasi dari Suku Dayak
mencekam yang diyakini dapat mengusir roh
motif ini juga merupakan lambang dari misi
jahat.
gereja yaitu dapat menyatu menjadi sebuah
satu kesatuan dengan masyarakat setempat.
Ornamen pada Lamin memiliki beberapa
Banyaknya aplikasi bentukan naga kepala
bentuk yang dominan, diantaranya bentuk
burung enggang ini menegaskan pentingkan
hewan (buaya, burung enggang, harimau atau
makna konotasi makhluk kepercayaan
singa), bentuk manusia, garis lengkung dan
Dayak ini pada bangunan.
lingkaran, serta gong dan guci. Pada bangunan
Keuskupan Agung Samarinda ini terdapat
ornamen namun tidak semua bentukan yang
merupakan kepercayaan Suku Dayak
melainkan hanya bentukan yang memilki spirit
yang sama dengan misi gereja.

128 Konsep Lamin Dalam Bangunan Modern dengan Pendekatan Vernakular


Seminar Nasional Seni dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi Melalui Riset Berbasis Praktik Seni dan Desain”
FBS Unesa, 28 Oktober 2017

pada sisi barat dan timur bangunan yang


dibuat lebih minim dibanding bukaan pada
sisi utara dan selatan. Hal tersebut untuk
mengurangi panas yang masuk dari arah
barat dan timur.

4.5.2 Warna dan Material Bangunan


Gedung Keuskupan Agung Samarinda
menggunakan material bata dengan finishing
cat warna terang yang dapat mengurangi
meminimalisir penyerapan panas sehingga
suhu ruangan dapat lebih rendah dibanding
luar ruangan.

Gambar 8. Motif naga kepala burung enggang pada balok


bangunan Keuskupan Agung Samarinda
Foto: Penulis, 2017

Gambar 11. Tampak depan Keuskupan Agung Samarinda


Foto: Penulis, 2017

4.5.3 Elevasi Bangunan


Dengan tingginya resiko banjir di
Samarinda, Gedung Keuskupan Agung
Samarinda berdiri dengan elevasi 60 cm dari
tanah sehingga civitas penghuni Keuskupan
Agung Samarinda terhindar dari resiko
banjir.
Gambar 9. Motif naga kepala burung enggang pada pintu
bangunan Keuskupan Agung Samarinda
Foto: Penulis, 2017 4.5.4 Tinggi Plafon
Ketinggian plafon dari lantai yaitu 4.5
m. Plafon yang tinggi memungkinkan
sirkulasi udara yang lebih baik serta
mengurangi kelembapan udara. Plafon yang
tinggi menyebabkan udara panas akan
bergerak ke atas sehingga dapat mengurangi
suhu ruangan bagi penghuninya. Selain itu,
desain plafond yang tinggi mempermudah
cahaya matahari masuk lebih hingga ke
Gambar 10. Patung naga kepala burung enggang pada Gua sudut ruangan.
Maria Keuskupan Agung Samarinda
Foto: Penulis, 2017
5. Kesimpulan
4.5 Respon Bangunan Terhadap Aspek kebudayaan serta identitas lokal dapat
Lingkungan Sekitar diaplikasikan kedalam sebuah bangunan
4.5.1 Orientasi Bangunan modern dengan pendekatan vernakular.
Pada bangunan Gedung Keuskupan Agung Pengaplikasian budaya tidak harus secara
Samarinda ini orientasi bangunan menghadap eksplisit apabila dianggap tidak relevan
ke selatan, sehingga tidak ada cahaya matahari dengan kondisi saat ini. Seperti halnya
langsung yang masuk ke dalam bangunan Gedung Keuskupan Agung Samarinda yang
yang dapat menaikan suhu ruangan. Bukaan mengadopsi konsep serta nilai-nilai penting

Alessandra Monica Putri (Universitas Kristen Petra) 129


Seminar Nasional Seni dan Desain: “Membangun Tradisi Inovasi Melalui Riset Berbasis Praktik Seni dan Desain”
FBS Unesa, 28 Oktober 2017

dalam Lamin serta kepercayaan Suku Dayak Pontianak Ke Samarinda 1894. Jakarta:
yang kemudian diaplikasikan dalam bentukan Gramedia Pustaka Utama bekerja sama
fisik sehingga bentuk fisik seperti organisasi dengan Borneo Research Council.
ruang menjadi sarat makna dan filosofi. Nilai,
pemikiran, dan filosofi inilah yang menjadi Oliver, Paul, (1997). Encyclopedia of
wujud terpenting identitas masyarakat yang Vernacular Architecture of the World. 3
harus dilestarikan. vols. Cambridge: Cambridge University
Respon bangunan terhadap lingkungan sekitar Press.
juga merupakan salah satu bentuk perwujudan
budaya dalam bangunan. Bangunan yang Papanek, Victor, (1995). The Green
menerapkan nilai lokalitas lingkungan Imperative: Ecology and Ethics in Design
sekitarnya menghargai konsep pemikiran and Architecture. Thames and Hudson.
masyarakat tentang kesatuan dengan alam.
Pupu, Saeful. EDT., (2014). Penelitian
6. Penghargaan
Kualitatif. Equillibrium Vol. 5 No. 9
Penulis mengucapan terima kasih kepada Dr.
Laksmi Kusuma Wardani, S.Sn., M.Ds. selaku
Rapoport, Amos, (1969). House Form and
dosen MK Seminar dan pembimbing
Culture. Englewood Cliffs, New Jersey:
penulisan makalah ini serta pihak Keuskupan
Prentice Hall
Agung Samarinda, Mgr. Yustinus
Harjosusanto, M.S.F. atas dukungannya
Singh, Ravi S., (2006). Defining
berupa informasi dan dokumen sebagai objek
“Vernacular”: Changing Vernacular
penelitian.
Houses around Varanasi, UP (India).
ResearchGate.net
7. Pustaka
Kroeber, Alfred Louis, (1948). Anthropology:
Widayati, Rusfina, S.T., Konsep Spasial
race, language, culture, psychology,
Lamin Adat Suku Dayak Kenyah Di
prehistory, Volume 1. San Diego: Harcourt.
Kabupaten Kutai Kartanegara.
http://etd.repository.ugm.ac.id
Lukito, Yulia Nurliani, (2016). Exhibiting
Modernity and Indonesain Vernacular
Yuwono, Abito Bamban. Peran, Fungsi Dan
Architecture: Hybrid Architecture of Pasar
Makna Arsitektur Rumah Lamin Dalam
Gambir of Batavia 1931, Paris
Budaya Adat Suku Dayak Di Kutai Barat
International Colonial Exhibition and
Kalimantan Timur. ejournal.utp.ac.id
Taman Mini Indonesia Indah. Jakarta:
Springer VS.

Mayasari, Maria Sicilia, (2014). .Kajian


Semiotik Ornamen Interior Pada Lamin
Dayak Kenyah ( Studi Kasus Interior
Lamin Di Desa Budaya Pampang).
JURNAL INTRA Vol. 2, No. 2, (2014)
288-293.

Mentayani, Ira, (2012). MENGGALI MAKNA


ARSITEKTUR VERNAKULAR: Ranah,
Unsur, dan Aspek-Aspek Vernakularitas.
LANTING Journal of Architecture,
Volume 1, Nomer 2, Agustus 2012.

M, Elly, (2007). Ilmu Sosial dan Budaya


Dasar Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.

Nieuwenhuis, Anton W., (1994). Di


Pedalaman Borneo Perjalanan Dari

130 Konsep Lamin Dalam Bangunan Modern dengan Pendekatan Vernakular

Anda mungkin juga menyukai