Anda di halaman 1dari 308

Pembentukan sel darah (hemopoiesis)

Tempat terjadinya hemopoiesis 1 Plastisitas sel induk 4

Sel induk dan progenitor hemopoietik 2 Apoptosis 6

Stroma sumsum tulang 3 Reseptor faktor pertumbuhan dan transduksi sinyal 7

Faktor pertumbuhan hemopoietik 3 Molekul adhesi I

Bab pertama ini terutama mencakup aspek umum Pada masa bayi seiuruh sumsum tulang bersifat
pembentukan sel darah (hemopoiesis) dan stadium hemopoietik tetapi selama masa kanak-kanak te{adi
awal pembentukan eritrosit (eritropoiesis), granu- penggantian sumsum tulang oleh lemak yang sifat-
losit dan monosit (mielopoiesis), serta trombosit nya progresif di sepanjang tulang panjang sehingga
(trombopoiesis). pada masa dewasa, sumsum tulang hemopoietik ter-
batas pada tulang rangka sentral serta ujung-ujung
proksimal os femur dan humerus (Tabel 1.1). Bahkan
pada daerah hemopoietik tersebut, sekitar 50%
TEMPAT TERJADINYA HEMOPOIESIS

Pada beberapa minggu pertama gestasi, kantung


kuning telur (yolk sac) adalah tempat utama terjadi-
nya hemopoiesis. Sejak usia enam minggu sampai
bulan ke 6-7 rnasajanin, hati dan limpa merupakan
organ utama yang berperan dan terus memproduksi
sel darah sampai sekitar 2 minggu setelah lahir (Tabel
1.1) (Lihat Gb. 6.1b). Sumsum tulang adalah tempat
yang paling penting sejak usia 6-7 bulan kehidupan
janin dan merupakan satu-satunya sumber sel darah
baru selama masa anak dan dewasa yang normal.
Sel-sel yang sedang berkembang terletak di luar
sinus sumsum tulang, dan sel yang matang dilepas-
kan ke dalam rongga sinus, mikrosirkulasi sumsum
tulang, dan dengan demikian ke dalam sirkulasi
umum.

Tabel 1,'1, Tempat terjadinya hemopoiesis

Janin:::.:
2-7 bulan (hati, limpa)

:'r
5-9 bulan (sumsum tulang) :

::,::l .'
SaYiirl';,, Sumsum tulang (pada semua tulang)
,,, '"'i,t'
Gambar 1.1. Biopsi trephin sumsum tulang normal (krista iliaka posterior).
Dewasa Vertebra, tulang iga, stemum, tulang tengkorak, sakrum
Pewarnaan hematoksilin dan eosin; sekitar 50% jaringan intertrabekular adalah
dan pelvis, ujung proksimal femur.
jaringan hemopoietik dan 50 % adalah lemak (Lihat Gambar Berwarna hal. A-1).
ffiiiirillK i$ lk ffi'[;\\,\Y=1i\1$il1lii*:: "S r'ffi' ilrlti'1S

sumsum tulang terdiri dari lemak (Gb. 1.1). Sumsum berbeda dapat ditunjukkan melalui teknik brakan in
berlemak biasanya dapat berubah kembali untuk he- aitro.Progenitor yang sangat dini diperiksa dengan
mopoiesis, dan pada banyak penyakit, juga terjadi melakukan biakan pada stroma sumsum tulang
perluasan hemopoiesis pada tulang panjang. sebagai sel pemula biakan jangka panjang, sedang-
Lagipula, hati dan limpa dapat kembali berperan kan progenitor lanjut biasanya diperiksa pada media
hemopoietik seperti pada masa janin (hemopoiesis semi-padat. Salah satu contohnya adalah prekursor
ekstramedular). mieioid campuran yang terdeteksi paling dini, yang
menyebabkan timbulnya granulosit, eritrosit, mono-
sit, dan megakariosit dan dinamakan CFIJ (colony-
SEL INDUK DAN PROGENITOR forming unit/unil pembentuk koloni pada media
biakan agar)-GEMM (Gb. 1.2). Sumsum tulang juga
HEMOPOIETIK merupakan tempat asal utama limfosit (Bab 10) dan
terdapat bukti adanya sel prekursor sistem mieloid
Hemopoiesis bermula dari suatu sel induk pluri- dan limfoid.
poten bersam a, yang dapat menyebabkan timbulnya Sel induk mempunyai kemampuan untuk mem-
berbagai jalur sel yang terpisah. Fenotip sel induk perbarui diri (Gb. 1.3) sehingga walaupun sumsum
manusia yang tepat belum diketahui, tetapi pada uji tulang merupakan tempat utama terjadinya pem-
imunologik, sel ini adalah CD34+, CD38- dan tampak bentukan sel baru, namun kepadatan selnya tetap
seperti limfosit kecil atau sedang (lihat Gb. 8.3). konstan pada keadaan sehat normal yang stabil.
Diferensiasi sel terjadi dari sel induk menjadi jalur Terdapat amplifikasi yang cukup besar dalam sistem
eritroid, granulositik, dan jalur lain melalui progeni- ini: satu sel induk mampu menghasilkan sekitar 106
tor hemopoietik terikat (committed haemopoietic pro- sel darah yang matang setelah 20 kali pembelahan sel
genitor) yang terbatas dalam potensi perkembangan- (Cb. 1.3). Walaupun demikian, sel prekursor mem-
nya (Gb 1.2). Adanya berbagai sel progenitor yang punyai kemampuan untuk berespons terhadap

Progenitor 9.F.. ,'r


erifoirf '.
:F::i$6l1ritbr
eosinofii

N LI'' icFU
=
:F..;ipge1ri1$l
=.,
p,,,,,,,,

$egqkq+
*ositi ri!,ir

,
r'd\\
qgl,
i ,W
ffi,i ;,,r ffi$,.Iliiltl
hittrnosit Eosiilonl Basofii
'l'. :.=

Gambar 1.2. Gambaran diagram sel induk pluripoten sumsum tulang dan jalur-jalur sel yang berasal darinya. Berbagai sel progenitor dapat diidenti{ikasi dengan
melakukan biakan pada media semi-padat berdasar jenis koloni yarig dibentuknya. baso, basofil; BFU, burst-forming unit CFU, colonylorming unlli E, eritroid; Eo,
eosinofil; GEMM, granulosit, eritroid, monosit, dan megakariosit; Gl\4, granulosit, monosit; Meg, megakariosit; NK, naturat kilter(sel pembunuh alami).
ffittruW: .ffi$: ,,"ffi, @
',* 19gq$tuksnser$Wan{heffii*esisi1,'

f aktor pertumbuhan hemopoietik dengan peningkat- lemak (adiposit), fibroblas, sel retikulum, sel endotel,
an produksi satu atau lebih jalur sel jika kebutuhan dan makrofag. Sel-sel tersebut mensekresi molekul
meningkat. ekstraselular seperti kolagen, glikoprotein (fibronek-
Sel induk hemopoietik juga menyebabkan terben- tin dan trombospondin), serta glikosaminoglikan
tuknya osteoklas yang merupakan bagian sistem (asam hialuronat dan derivat kondroitin) untuk
monosit-fagosit, sel pembunuh alami (NK) dan sel membentuk suatu matriks ekstraselular. Selain itu,
dendritik (Bab 10). Perkembangan sel-sel matur sel stroma mensekresi beberapa faktor pertumbuhan
(eritrosit, granulosit, monosit, megakariosit, dan lim- yang diperlukan bagi kelangsungan hidup sel induk.
fosit) dibicarakan lebih lanjut di bagian lain buku ini.

FAKTOR PERTUMBUHAN HEMOPOIETIK


STROMA SUMSUM TULANG
Faktor pertumbuhan hemopoietik adalah hormon
Sumsum tulang membentuk lingkungan yang sesuai glikoprotein yang mengatur proliferasi dan diferen-
untuk pertumbuhan dan perkembangan sel induk. siasi sel-sel progenitor hemopoietik dan fungsi sel-sel
Sumsum tulang tersusun atas sel stroma dan jaringan darah matur. Efek biologik faktor pertumbuhan
mikrovaskular (Gb. 1.4). Sel stroma meliputi sel diperantarai melalui reseptor spesifik pada sel target.

-:,:'! I {

Gambar 1.3. (a) Selsel sumsum


tulang makin berdiferensiasi dan
kehilangan kemampuan untuk mem-
perbarui diri sejalan'dengan pema-
tangannya. (b) Satu sel induk setelah
,r ii:,,i,; ptps;!lb;=
yang Olienati ,,,:r
pembelahan sel multipel (ditunjukkan
dengan leknik b'idkiin
dengan garis vertikal) menghasilkan
>106 sel matur.

Sel lemak

Fibroblas
Gambar 1.4, Hemopoiesis terjadi pada lingkungan mikro yang
sesuai yang disediakan oleh matriks stroma tempat sel induk
tumbuh dan membelah. Mungkin terdapat lokasi pengenalan trMolektl.adhe$llr )- ligan
dan adhesi yang spesilik (lihat hal. 8); glikoprotein ekstraselular
)- n"".ptor taftor pertumUunan
dan senyawa lain terlibat dalam pengikatan ini.
::::'i::::::::::i,frj;;l:::n::
ni.$.iixjrill$,i{$

Faktor pertumbuhan dapat bekerja secara lokal di Tabel 1.2 Karakteristik umum faktor peftumbuhan mieloid dan limloid
tempat produksinya melalui kontak antar sel atau
bersirkulasi dalam plasma. Zat-zat tersebut dapat Glikoprotein,yang bekerja pada konsentrasi yangsangat rendah
Bekerja secara hirarkis
berikatan dengan matriks ekstraselular untuk mem- Biasanya dihasilkan oleh beberapa jenis sel
bentuk celah tempat sel induk dan sel progenitor Biasanya mempengaruhi lebih dari satu jalur sel
melekat, Zat-zat tersebut mempunyai sejumlah sifat Biasanya aktil terhadap sel induld prooenitor dan pada sel akhir fungsional
yang sama (Tabel 1.2) dan bekerja pada berbagai sta- Biasanya menunjukkan interaksi sinergis atau aditif dengan faktor
pertumbuhan lain
dium hemopoiesis yang berbeda (Tabel 1.3 dan Gb. Seringkali bekerja pada se! hqopfa5tik yang se-taia dengan suatu sel normal
i.6). Limfosit T, monosit (dan makrofag) serta sel Kerja multipel: proliferasi. diferensiasi, maturasi, aktivasi fungsional,
stroma adalah sumber utama faktor pertumbuhan menghambat apoptosis
kectrali eritropoietin, yar.g 90'/"-nya disintesis di
ginjal dan trombopoietin yang terutama diproduksi
di hati. Antigen atau endotoksin mengaktifkan
limfosit T atau makrofag untuk melepaskan inter- PLASTISITAS SEL INDUK
leukin-1 ([-1) dan faktor nekrosis tumor / tumour ne-
crosis factor (TNF) yang kemudian merangsang sel Sel induk embrionik bersifat totipoten karena dapat
lain termasuk sel endotel, fibroblas, sel T lain, dan menghasilkan semua jaringan tubuh (Gb. 1.8). Ter-
makrofag untuk menghasilkan faktor pertumbuhan dapat makin banyak bukti yang menunjrikkan
i*i koloni granulosit-makrofag (gr anulo cy t e-mauophage bahwa sel induk dewasa pada berbagai organ ber-
rfr,
colony-stimulating factorl GM-CSF), C-CSF, M-CSF, sifat pluripoten dan dapat menghasilkan berbagai
lll
IL-6 dan faktor pertumbuhan lain dalam jaringan jenis jaringan. Sumsum tulang mengandung sel
yang saling berinteraksi (Gb. 1.5). induk hemopoietik (yang akan menurunkan sistem
Salah satu ciri kerja faktor pertumbuhan yang limfoid dan mieloid) serta sel induk mesenkim. Sel
penting adalah bahwa dua faktor atau lebih dapat induk mesenkim dapat berdiferensiasi menjadi otot,
bekerja sinergis dalam merangsang suatu sel tertentu tulang (osteoblas), jaringan endotel vaskular, sel
untuk berproliferasi atau berdiferensiasi. Lagipula, lemak, dan jaringan fibrosa tergantung pada keadaan
kerja satu faktor pertumbuhan pada suatu sel dapat biakan. Sel tersebut mungkin mempunyai aplikasi
merangsang produksi faktor pertumbuhan lain atau
reseptor faktor pertumbuhan. IL-1 mempunyai akti-
vitas biologik yang sangat bervariasi, yang terutama Tabel 1.3 Faktor pertumbuhan hemopoietik
terkait dengan inflamasi. Faktor sel induk (stem cell
factor) dan ligan Flt (Flt-L) bekerja secara lokal pada Bekerja pada sel stroma -.,,,,,, ,:1,,:
il -l
sel induk pluripoten dan pada progenitor limfoid
TNF
dan mieloid dini (Gb. 1.6). IL-3 dan GM-CSF adalah
faktor pertumbuhan multi-potensial dengan akti- Bekerja pada sel induk pluripoten
Faktoi sel induk (stem Cell faciorlsCF)
vitas yang saling tumpang tindih. IL-3 lebih aktif ,
pada progenitor sumsum tulang yang paling dini. G-
tioa1,rt(ff ), .,, , ,',, . l

Bekeria pada :sel progenitor mLlltipotensial


CSF dan trombopoietin memperkuat efek faktor sel
induk, Flt-L, IL-3 dan GM-CSF pada kelangsungan GM.CSF
hidup dan diferensiasi sel hemopoietik dini. Ber- u-o
sama-sama, faktor-faktor tersebut mempertahankan G-CSF

cadangan (pool) sel induk dan progenitor hemopoie- :,,i.TromboPoielin, ,,': .:: ,,,
tik, yang padanya faktor-faktor yang bekerja lebih Bekerja pada sel prggenitor terikit
G-CSF.
lambat seperti eritropoietin, G-CSF, M-CSF, IL-5
(suatu faktor pertumbuhan eosinofilik) dan trombo- ,,r,.M.CSF t,, :i ' l, i:.
lL-5 (eosinophil-CSF) :
poietin bekerja untuk merangsang peningkatan pro- Eritropoietin
duksi satu atau jalur sel lain sebagai respons Trombopoietin-

terhadap kebutuhan tubuh, misalnya pada infeksi


(Gb. 1.5), perdarahan, hipoksia atau trombositopenia. G - dan G M -CSE granulocyte dan g ranul ocyte-macrophage colony-stimulating
Faktor pertumbuhan dapat menyebabkan proliferasi lactot (laklo( pertumbuhan koloni granulosit dan granulosit'monosit); /1,
interleukin: M-CSF, macrophage colony-stimulating factot (faktor pertumbuhan
sel, tetapi juga dapat menstimulasi diferensiasi, koloni makrofag); TNE tunour necrosis factot (faklot nekrosis tumor).
maturasi, menghambat apoptosis, dan mempenga- faktor-faktor ini juga bekerja secara sinergis dengan laktor yang bekerja dini
ruhi fungsi sel matur (Gb.1.7). pada progenitor pluripoten.
:, '-.s*i

iry;',,.$li ril r$lffiilffi


';"r;;;
-;, i,,,',i\f.,:1i, r,=

, 6 l*""i.,
:;,.ili
i:,,,.:::
-
'a:+l)

*#ff*
;rli
..,, LLLii
ria
i=: :, lil
ii:.:n

naiflii
,:r, l:'-f$f
*di, ,
GM-CSF

L :::::r=,li iir::.,r] ;11if';.-.:::1i "'',.'.11i;-


g: gF,ii-

rNi y'
::::i.=
iii::::-

7
.
-:' :=,1
i;i M-cSF,
L=;:,]jr;i
,= iiiii,=, .=r

Trombosil Netrofil Eosinofil

Gambar 1
'6' Diagram peran faktor pertumbuhan dalam hemopoiesis normal. Berbagai taktor pertumbuhan bekerja pada sel induk dan progenitor sumsum tulang yang
lebih dini. EPO, eritropoietin; PSC, sel induk pluripoten; SCF, faktor sel induk; TPO, trombopoietin. Untuk singkatan lain, llhat Gb.
1.2.
ffi
V
^r1\
Zrl-.'\

\v
r#ffi#\

-*-
,/.#i k"ffifti*\
/t:ixraw,\ --,ff\
:r-/l
/J.4tU:Mlt F
,t::L:*\ffit t F

*reY
tldiiii},$Wt
\\:{a::ff::v
\:'Wf /
r
-
-
"-"li***r
-

serraniut Gambar 1.7. FaKor pertumbuhan dapat merangsang pro-

ilu;;", {$, G-csF


) ffi;i:t:l;'" liferasi sel sumsum tulang dini, diferensiasi langsung
menjadi satu atau lebih tipe sel, merangsang maturasi sel,
menekan apoptosis, atau mempengaruhi fungsi sel matur
yang tidak membelah, seperti diilustrasikan di sini untuk G-
CSF pada progenitor mieloid dini dan netrofil (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-2).

klinis yang cukup besar untuk mengobati penyakit aktifkan protein intraselular yang mengakibatkan
jaringan mesenkim, misalnya osteogenesis imper- terjadinya kematian sel. Secara morfologik, apoptosis
fekta. Penelitian pada pasien dan hewan yang telah ditandai dengan pengerutan sel, kondensasi kro-
mendapat transplantasi sel induk hemopoetik (Bab 8) matin inti, fragmentasi inti, dan pembelahan DNA
telah menunjukkan bahwa sel donor dapat memberi pada lokasi internukleosorn. Proses ini adalah proses
kontribusi pada jaringan seperti neuron, hati, dan yang penting untuk mempertahankan homeostasis
otot. Walaupun kontribusi sel sumsum tulang donor jaringan dalam hemopoiesis dan perkembangan
dewasa pada jaringan non-hemopoietik hanya limfosit.
sedikit, temuan ini memunculkan kemungkinan Apoptosis disebabkan oleh kerja protease sistein S
menggunakan transplantasi sel induk hemopoietik intrasel disebut kaspase, yang diaktifkan setelah ffi
untuk mengobati berbagai kelainan yang diturunkan pembelahan dan menyebabkan digesti DNA oleh ffi
dan didapat seperti distrofi otot, penyakit Parkinson, endonuklease serta disintegrasi rangka sel (Gb. 1.9).N
stroke, dan diabetes melitus. Terdapat dua jalur utama yang dapat mengaktifkan ffi
kaspase. jalur pertama adalah dengan memberi ffi
sinyal melalui protein membran seperti Fas atau
reseptor TNF melalui domain kematian intra- *]
APOPTOSIS selularnya. Suatu contoh mekanisme ini ditunjukkan ffi
oleh sel T sitotoksik teraktivasi yang mengekspresi- )
Apoptosis adalah proses kematian sel fisiologik yang kan ligan Fas yang menginduksi terjadinya apoptosis i1i$
teratur; pada proses ini, sel dirangsang untuk meng- pada sel target. Jalur kedua adalah melalui pelepasan \S
ll[. ---- ]flil1i-.r..W]li[.KffiillllffiX,$
ffiffifr$ffi.$H&
' ',:.Y :#', M''' ffiilliM

Sel ind'irk

Gambar 1.8. (a) Sel pada embrio dini mampu meng-


hasilkan semua jaringan tubuh dan disebut totipoten. (b) ro!61,,i if
Sel induk dewasa yang khusus terdapat pada sumsum fe$on1 i q1;,

$el indtik..rrr; r ii iil:: ,,


tulang, jaringan saral, epitel dan jaringan lain menyebab- ifulflt-b".i.r':,il
induk s6i6f :,:], jiii.:1i ,,,
kan terbentuknya diferensiasi sel-sel dari jaringan serupa. I$wa,-ni:qlf I :-r:=i::::,:: i; il4ill:
Pada keadaan tertentu, sel induk dewasa juga dapat ii i:='
't.'.lrliiiiiii,i,,]:i
menghasilkan sel dari jalur yang berbeda. Jalur potensial
ini digambarkan oleh garis putus-putus. ,-s'.', :" 84. 'Tto"i

sitokrom c dari mitokondria. Sitokrom c berikatan memanjang. Contoh yang paling jelas adalah trans-
dengan Apaf-1 yang lalu mengaktifkan kaspase. lokasi genBCL-2 ke lokus rantai berat imunoglobulin
Kerusakan DNA yang diinduksi oleh iradiasi atau pada translokasi t(14;18) di limfoma pusat folikel.
kemoterapi dapat bekerja melalui jalur ini. Protein Ekspresi berlebihan protein BCL-2 menyebabkan sel
p53 berperan penting dalam mendeteksi kerusakan B ganas kurang rentan terhadap apoptosis.
DNA. Protein ini mengaktifkan apoptosis dengan Apoptosis adalah nasib yang wajar terjadi pada
meningkatkan kadar BAX sel, yang kemudian sebagian besar sel B y*g menjalani seleksi di pusat
meningkatkan pelepasan sitokrom c. Protein ini juga germinal limfoid. Beberapa translokasi yang menye-
mematikan siklus sel untuk menghentikan mem- babkan terjadinya fusi protein seperti t(9;22), t(1;1a)
belahnya sel yang rusak (Gb 1.10). Setelah kematian, dan t(15; 17) juga menyebabkan inhibisi apoptosis
se1 apoptotik menampilkan molekul yang menyebab- (Bab 11). Selain itu, gen pengkode protein yang
kan terjadinya diingesti oleh makrofag, berperan dalam memperantarai apoptosis setelah
Selain molekul yang memperantarai apoptosis, kerusakan DNA, seperti p53 danATM juga seringkali
terdapat beberapa protein intraselular yang melin- mengalami mutasi dan karena itu, terinaktivasi pada
dungi sel dari apoptosis. Contoh yang paling baik keganasan hemopoietik
diketahui adalah BCL-2. BCL-2 adalah prototipe dari
suatu famili protein terkait, beberapa di antaranya
bersifat anti apoptosis danbeberapa yang lain seperti
RESEPTOR FAKTOR PERTUMBUHAN
BAX bersifat pro-apoptosis. Rasio BAX dan BCL-2
intraselular menentukan kerentanan relatif sel ter- DAN TRANSDUKSI SINYAL
hadap apoptosis dan dapat bekerja melalui iii

pengaturan pelepasan sitokrom c dari mitokondria. Faktor pertumbuhan berikatan dengan afinitas kuat
Banyak perubahan genetik terkait-penyakit pada reseptomya yang sesuai di sel target (Tabel 1,3). liu
keganasan yang menyebabkan menurunnya kece- Sebagian besar reseptor termasuk dalam suatu
patan apoptosis sehingga ketahanan hidup sel kelompok glikoprotein transmembran yang terkait N
=i,i
il lffiliiilfi riilffil$

t==7' iil;fA
D.nd;ii$ is$i\
kgrrtdtiailr':t liii iir

:a:::::a_ ::..:attri
Gambar 1.9. Gambaran apoptosis. Apoptosis dimulai melalui
Jii::::lj: l
dua slimulus utama: (i) pengiriman sinyal melalui reseptor

li -t'
i,EjlU
i
membran sel seperti FAS atau reseptor faktor nekrosis tumor
(TNF) atau (il) pelepasan sitokrom c dari mitokondria, Reseptor
membran memberi stnyal apoptosis melalui suatu domain
kematian intrasel yang menyebabkan aktivasi kaspase yang
mencerna DNA. Sitokrom c berikatan dengan protein sito-
plasma Apatl yang menyebabkan aktivasi kaspase. Rasio
intrasel pada anggota keluarga BCL-2 pro-apoptosis (mis. BAX)
atau anti-apoptosis (mis. BCL"2)' dapat mempengaruhi
pelepasan sitokrom c dari mitokondria. Faktor pertumbuhan
meningkatkan'tingkat pelepasan sitokrom c yang menghambat
BCL-2, sedangkan kerusakan DNA, melalui pengaktifan p53
Obat sitotoksik
Radiasi meningkatkan kadar BAX yang memperkuat pelepasan
sitokrom c.
hidup, misalnya faktor pertumbuhan.

secara struktural. Domain reseptor intraselular 1.10). Faktor pertumbuhan juga meningkatkan keta-
berhubungan dengan anggota famili protein kinase hanan hidup sel dengan menghambat kematian sel
sp esif ik-tirosin, f amili kinase terkait J anu s (J anu s a s s o - apoptotik (Gb. 1.9). Aktivasi protein kinase B y*g
ciated kinaselJAK) (Gb. 1.10). Suatu molekul faktor diperantarai oleh JAK dan fosforilasi yang meng-
pertumbuhan berikatan secara simultan dengan do- ikutinya serta inaktivasi protein pro-apoptosis BAD
main ekstraselular dua atau tiga molekul reseptor, secara fungsional dapat memperantarai sinyal anti-
yang mengakibatkan agregasi molekul reseptor ter- apoptosis. Domain protein reseptor intrasel yang
sebut. Agregasi reseptor menginduksi aktivasi JAK berbeda dapat memberi sinyal untuk proses-proses
yang lalu memfosforilasi anggota-anggota peng- yang berbeda, misalnya proliferasi atau supresi
hantar sinyal dan aktivator famili transkripsi (STAT) apoptosis.yang diperantarai oleh faktor pertum-
dari faktor-faktor transkripsi. Ini'mengakibatkan buhan.
terjadinya dimerisasi dan translokasi faktor-faktor Kelompok faktor pertumbuhan kedua yang lebih
tersebut dari sitoplasma sel melalui membran inti ke kecil, yaitu faktor sel induk (SCF) dan M-CSF (Tabel
dalam inti sel. Di dalam inti, dimer STAT mengaktif- 1.3), berikatan dengan reseptor yang mempunyai do-
kan transkripsi gen yang spesifik. Suatu model untuk main mirip imunoglobulin ekstraselular, yang ter-
pengontrolan ekspresi gen oleh faktor transkripsi hubung pada domain tirosin kinase sitoplaimik
ditunjukkan pada Gb. 1.11. Dengan demikian, faktor melalui suatu jembatan transmembran. Pengikatan
pertumbuhan mengatur fungsi sel mieloid dan faktor pertumbuhan rnenyebabkan terjadinya di-
Iimfoid melalui jalur JAK/STAT yang selanjutnya merisasi reseptor-reseptor ini dan aktivasi domain
mengontrol ekspresi gen spesifik. tirosin kinase. Fosforilasi residu tirosin dalam
Aktivasi JAK juga dapat mengawali jalur yang reseptor itu sendiri menghasilkan tempat pengikatan
menyebabkan terjadinya proliferasi sel. Protein G untuk suatu set protein pemberi sinyal yang meng-
(protein pengikat guanin nukleotida) RAS, protein awali kaskade kejadian biokimiawi kompleks, yang
kinase RAF dan protein kinase yang diaktifkan mito- menyebabkan perubahan dalam ekspresi gery proli-
gen (mitogen-nctiaated protein kinsse/MAPK) dan ferasi sel, dan pencegahan apoptosis.
meningkatnya ekspresi suatu kelompok faktor trans-
kripsi, yaitu MYC dan FOS, berperan penting dalam
pemberian sinyal proliferasi (Cb 1.10). Famili protein MOLEKUL ADHESI
siklin juga berperan penting dalam transisi sel
melalui titik kontrol siklus sel yang terletak pada Suatu keluarga besar molekul glikoprotein yang di-
perbatasan G0/G7, Gt/5, S/G2 dan G2lM (Gb. namakan molekul adhesi memperantarai perlekatan
L-S"...l firiiit :.iffilill n

N
:lt;
i.ri

$
iI
t1t

il
.

Gambar 1,10. Pengaturan hemopoiesis oleh laktor


peftumbuhan. Faktor-faktor tersebut bekerja pada sel yang
mengekspresikan reseptor yang sesuai. Pengikatan faktor
pertumbuhan pada reseptornya mengaktifkan kinase
terkait Janus (JAK) melalui foslorilasi; JAK kemudian
memfosforilasi penghantar sinyal dan aktivator transkripsi
(STAT) yang bertranslokasi ke inti dan mengaktilkan
transkripsi gen spesilik (lihat teks). JAK juga dapat
mengaktifkan jalur lain, misalnya kinase RAS/ RAF/ [4AP,
yang lerkait dengan proliferasi sel dengan cara meng-
aktifkan faklor transkripsi inti yang merangsang sel untuk
memasuki siklus sel. E2F adalah faktor transkripsi yang
diperlukan untuk transisi sel dari lase G1 ke fase S. E2F
dihambat oleh gen supresor tumor Bb (retinoblastoma)
yang dapat diaktifkan secara tidak langsung oleh p53,
ii"
Sintesis dan degradasi berbagai siklin (tidak ditunjukkan)
menstimulasi sel untuk melalui berbagai lase siklus sel K
yang berbeda. Faktor pertumbuhan juga dapat menekan
#
6
apoptosis dengan mengaktifkan protein kinase B.

#
:t+
prekursor sumsum tulang, leukosit dan trombosit penyembuhan luka, dan pada adhesi leukosit dan
pada berbagai komponen matriks ekstraselular, trombosit.
lapisan endotel, pada permukaan lain, dan satu sama Dengan demikian, molekul adhesi penting dalam
lain. Molekul adhesi pada permukaan leukosit menimbulkan dan mempertahankan respons infla,
dinamakan reseptor dan reseptor ini berinteraksi masi dan respons imun, serta dalam interaksi trom-
dengan molekul (yang disebut ligan) pada permu- bosit dengan dinding pembuluh serta leukosit
kaan sel target potensial. Terdapat 3 famili utama: dengan dinding pembuluh. Ekspresi molekul adhesi
L. Superfamili imunoglobulin. Meliputi reseptor dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor ekstraselular
yang bereaksi dengan antigen (reseptor sel T dan dan intraselular dan perubahan ekspresi ini dapat
imunoglobulin) serta molekul adhesi permukaan bersifat kuantitatif atau fungsional. IL-1, TNF, inter-
yang tidak tergantung antigen. feron-y, aktivasi sel T, adhesi pada protein ekstra-
2. Selektin. Selektin terutama berperan dalam selular serta infeksi virus dapat meningkatkan (up-
adhesi leukosit dan trombosit pada lapisan regulat e) ekspresi molekul-molekul tersebut.
endotel selama inflamasi dan koagulasi. Pola ekspresi molekul adhesi pada sel tumor
3. Integrin. Integrin berperan dalam adhesi sel pada dapat menentukan cara penyebaran dan lokalisasi
matriks ekstraselular, misalnya kolagen pada jaringan, misalnya pola metastasis sel karsinoma
10

Gambar '1.11, Model pengontrolan ekspresi gen oleh sualu faktor


transkripsi. Domain pengikatan DNA pada faktor transkripsi mengikat
suatu sekuens penguat spesifik yang berdekatan dengan gen stuktural.
Domain transaKivasi lalu mengikat satu molekul RNA polimerase, dan
dengan demikian memperkuat ikatannya pada boks TATA (TATA box).
Sekuens Sekuens Gen RNA polimerase lalu memulai transkripsi gen struktural untuk mem-
DNA penguat boks struktural bentuk rnessenger BNA. Translasi mRNA oleh ribosom menghasilkan
TATA (promotor) protein yang dikode oleh gen.

atau sel limfoma non Hodgkin menjadi pola folikular Metcalf D. and Nicola X.A. (f SSSI The Haemopoietic Colony
atau difus. Molekul adhesi dapat juga menentukan Stimulating Factors. Cambridge University Press, Cam-
apakah sel bersirkulasi atau tidak dalam aliran bridge.
Miller L.J. and Marx ]. (1998) Apoptosis reviews. Science
darah, atau sel tetap dalam jaringan. Molekul adhesi
28L,1301.-26.
tersebut sebagian juga dapat menentukan apakah sel
Moore M.A.S. (1999) 'Turning brain into blood'. Clinical
fumor rentan terhadap pertahanan imun tubuh atau applications of stem-cell research in neurobiology and
tidak. hematology. CIin. Implicat. Basic Res. 347, 605-7.
Potten C.S. (ed.) (1997) Stem Cells. Academic Press, San
Diego.
Welte K. (1996) Filgastrin (r-metHuG-CSF): the first L0
KEPUSTAKAAN years. Blood 88, 1907 -29.
Whetton A.D. (ed.) (1997) Molecular haemopoiesis. Clln.
Armitage, J.O. (1998) Emeiging applications for recombi- Haematol. 10,429-619.
nant human granulocyte-macrophage colony-stimulat- Wickremasinghe R.G. and Hoffbrand A.V. (1999) Bio-
ing factor. Blood 92;449L-508. chemical and genetic control of apoptosis: relevance to
normal hematopoiesis and hematological malignancies.
Metcalf D. (2000) Summon up the Blood - In dogged Blood 93,3587-600.
persuit of the blood cell regulators. Alpha Med Press, Day-
ton, OH, USA.
Eritropoiesis dan aspek umum anemia
Eritropoietin, 11 Anemia, 18

Hemoglobin,l3 Lama hidup eritrosit, 24

Eritrosit , 15

Setiap orang memproduksi sekitar 1012 eritrosit (sel poiesis terjadi di luar sumsum tulang (eritropoiesis
darah merah) baru tiap hari melalui proses eritro- ekstramedular) dan juga terdapat pada beberapa
poiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemu-
Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel pro- kan dalam darah tepi manusia yang normal.
genitor CFU"rr, (colony-forming unit granulocyte,
ery throid, mono cy te and me gaknryo cy t e ltnit pembentuk
koloni granulosit, eritroid, monosit dan mega- ERITROPOIETIN
kariosit), BFUu (burst-forming unit erythroid/unit
pembentuk letusan eritroid) dan CFU eritroid (CFUE) Eritropoiesis diatur oleh hormon eritropoietin.
(lihat Gb. 1.2 dan 2.2) menjadi prekursor eritrosit Hormon ini adalah suatu polipeptida yang sangat
yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, terglikosikasi yang terdiri dari 165 asam amino
yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan berat molekul 30.400. Normalnya, 90 o/o
dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah hormon ini dihasilkan di sel interstisial peritubular
dan nukleoli, serta kromatin yang sedikit meng- ginjal dan 7}o/"-nyadi hati dan tempat lain. Tidak ada
gumpal. (Gb. 2.1). Pronormoblas menyebabkan ter- cadangan yang sudah dibentuk sebelumnya, dan
bentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin stimulus untuk pembentukan eritropoietin adalah
kecil melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas tekanan oksigen (Or) dalam jaringan ginjal (Gb 2.a).
ini juga mengandung hemoglobin yang makin Karena itu, produksi eritropoietin meningkat padi
banyak (yang berwarna merah muda) dalam sito- anemia, jika karena sebab metabolik atau struktural,
plasma; warna sitoplasma makin biru pucat sejalan hemoglobin tidak dapat melepaskan O, secara nor-
dengan hilangnya RNA dan aparatus yang mensin- mal, jika O, atmosfer rendah atau jika gangguan
tesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi makin fungsi jantung atau paru atau kerusakan sirkulasi
padat (Gb. 2.1 dan 2.2). Inti akhimya dikeluarkan ginjal mempengaruhi pengiriman O, ke ginjal. Eritro-
dari normoblas lanjut di dalam sumsum tulang dan poietin merangsang eritropoiesis dengan meningkat-
menghasilkan stadium retikulosit yang masih kan jumlah sel progenitor yang terikat untuk
mengandung sedikit RNA ribosom dan masih eritropoiesis. BFUE dan CFU' lanjut yang mempunyai
mampu mensintesis hemoglobin (Gb. 2.3). Sel ini reseptor eritropoietin terangsang untuk berproli-
sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada ferasi, berdiferensiasi, dan menghasilkan hemoglo-
selama 1-2 hari dalam sumsum tulang dan juga bin. Proporsi sel eritroid dalam sumsum tulang
beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum meningkat dan dalam keadaan kronik, terdapat
menjadi matur, terutama berada di limpa, saat RNA ekspansi eritropoiesis secara anatomik ke dalam
hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah sumsum berlemak dan kadang-kadang ke lokasi
muda seluruhnya, adalah cakram bikonkaf tak ekstramedular. Pada bayi, rongga sumsum tulang
berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan dapat meluas ke tulang kortikal sehingga menye-
16 eritrosit matur (Gb. 2.2). Sel darah merah berinti babkan deformitas tulang dengan penonjolan tulang
(normoblas) tampak dalam darah apabila eritro- frontal dan protrusi maksila (hal. 70).
12
;15lri1l"ino$'*lpktaiui.#liiw'

.*B

(a) (b)

ffi
.:.:ttit.

i,ry ffiffi
*'
a*'#. ##' ffi
(c) (d)

Gambar 2.1. Erltroblas (normoblas) pada berbagai stadium perkembangan. Sel yang lebih dini berukuran lebih besar, dengan sitoplasma yang lebih basolilik dan pola
kromatin inti yang lebih berlubang-lubang. Sitoplasma sel yang lebih lanjut berwarna lebih eosinotilik akibat pembentukan hemoglobin (Lihat Gambar Berwarna hal. A-1).

Sebaliknya, peningkatan pasokan O, ke jaringan subkutan. Indikasi utama adalah penyakit ginjal
(akibat peningkatan massa sel darah merah atau stadium akhir (dengan atau tanpa dialisis) dan pada
karena hemoglobin dapat lebih mudah melepaskan keadaan ini suplementasi besi intravena seringkali
O, dibandingkan normalnya) menurunkan dorongan juga dibutuhkan untuk mendapatkan respons yang
eritropoietin. terbaik, Penggunaan lain adalah sebelum transfusi
Kadar eritropoietin plasma dapat bermanfaat darah autolog; anemia pada penyakit menahun, misal-
dalam penegakan diagnosis klinis. Kadar eritro- nya pada artritis rematoid atau kanker; beberapa kasus
poietin tinggi bila tumor yang mensekresi eritro- mielodisplasia atau mieloma; dan sindrom defisiensi
poietin menyebabkan terjadinya polisitemia, tetapi imun didapat (acquired immune deficiency syndrome,
kadarnya rendah pada penyakit ginjal berat atau AIDS) (lihat juga hal 272). Kadar eritropoietin serum
polisitemia rubra vera (Gb. 2.5). yang rendah sebelum pengobatan juga berguna
dalam memprediksi respons yang efektif.
Sumsum tulang memerlukan banyak prekursor
'lndikasi teiCpi Critropoietin lain untuk terjadinya eritropoiesis yang efektif.
Prekursor tersebut meliputi logam seperti besi.atau
Eritropoietin rekombinan terbukti sangat berguna kobalt, vitamin (khususnya vitamin B,r, folat, vitamin
untuk mengobati anemia akibat penyakit ginjal atau C, vitamin E, vitamin B., tiamin dan riboflavin), serta
berbagai penyebab lain. Eritropoietin ini dapat di- hormon seperti androgen dan tiroksin. Defisiensi salah
berikan secara intravena, atau, lebih efektif, secara satu di antaranya mungkin disebabkan oleh anemia.
13

Pronormoblas

-l-

,u".'"0,".
.tt\ ..t \ "-"
SUMSUM
TULANG _]
/\
ffi# 'ffit#t*ffi# /\ /\ Normoblas
intermedia

/\ /\i\/\/\/\/\
(polikromatik)

/\ Normoblas
,il #i li rl$r ]tlatla3.lal lanjut

llI ill|||lt
€#@@@r @)@w)@w@@)@ff$@)@)@)
(piknotik)

Retikulosit

rlrtO o (-)o()ooo()ooooc)
(:,1 (-)
lttttttttttt Erihosit

Gambar. 2.2. Ampliflkasi dan urutan maturasi perkembangan eritrosit matur dari pronormoblas (Lihat Gambar Berwarna hal. A-3).

Normoblas Retikulosit Eritrosit juta molekril hemoglobin.Tiap molekul hemoglobin


(Hb) A pada orang dewasa normal (hemoglobin yang

DNA inti
ff@o Ya Tidak Tidak
dominan dalam darah setelah usia 3-6 bulan) terdiri
atas empat rantai polipeptida ur$r, masing-masing
dengan guglrs hemenya sendiri. Berat molekul FIbA
adalah 68.000. Darah orang dewasa normal juga
mengandung dua hemoglobin lain dalam jumlah
kecil, yaitu HbF dan HbA2. Keduanya juga mengan-
RNA dalam sitoplasma Ya Ya Tidak
dung rantai cr, tetapi secara berturutan, dengan
sumsum tulang Ya Ya Ya
rantai y dan 6, selain rantai B flabel 2.1). Sintesis
berbagai rantai globin pada fetus dan orang dewasa
darah Tidak Ya Ya dibahas lebih rinci di Bab 6. Perubahan utama dari
hemoglobin fetus ke hemoglobin dewasa terjadi 3-6
bulan setelah lahir (lihat Gb. 6.1a).
Gambar,2.3. Perbandingan kandungan DNA dan RNA, serta distribusi eritroblas
(normoblas), retikulosit dan eritrosit matur dalam sumsum tulang dan darah tepi.
Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria
melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang ber-
mula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim
A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi
HEMOGLOBIN kecepatan reaksi yaitu asam 6-aminolevulinat (ALA)
sintase (Gb. 2.6). Piridoksal fosfat (vitamin Bu) adalah
Sintesis hemoqlobin
.9: suatu koenzim untuk reaksi ini, yang dirangsang
oleh eritropoietin. Akhirnya, protoporfirin ber-
Fungsi utama eritrosit adalah membawa O, ke gabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2*) untuk
jaringan dan mengembalikan karbondioksida (COr) membentuk heme (Gb. 2.7), masing-masing molekul
dari jaringan ke paru. Untuk mencapai pertukaran heme bergabung dengan satu rantai globin yang
gas ini, eritrosit mengandung protein khusus yaitu dibuat pada poliribosom (Gb. 2.6). Suatu tetramer
hemoglobin. Tiap eritrosit mengandung sekitar 640 yang terdiri dari empat rantai globin masing-masing
14

Sumsum tulang

Eritrosit O|,
yang /-\\,
bersirkulasi
Y O

O, atmosfer
Gambar 2.4 Produksi eritropoietin oleh ginjal sebagai respons terhadap Kurva disosiasi O,
pasokan oksigen (Or). Eritropoietin merangsang eritropoiesis sehingga Fungsi kardiopulmoner
meningkatkan pengiriman 0r. (Dari A.J. Erslev dan F. Gabuzda, 1985.) Konsentrasi hemoglobin
(Lihat Gambar Berwarna hal. A-3). Sirkulasi ginjal

Tabel 2.1 Hemoglobin normal pada darah orang dewasa pada tekanan ini hemoglobin terisi separuh dengan
Or) darah normal adalah 26,6 mmHg. Dengan
Hb,\ meningkatnya afinitas terhadap O, kurva ini
bergeser ke kiri (Pro turun) sedangkan dengan afinitas
Sbuktur r, I %Fr %T2,, %6.
Norual(%) s8-98 0,5-0,8 1,5*3,2 terhadap Oryangmenurun, kurva bergeser ke kanan
(Pro meningkat).
Secara normal in aiuo, pertukaran O, berjalan
antara saturasi 95% (darah arteri) dengan tekanan O,
dengan gugus hemenya sendiri dalam suatu arteri rata-rata sebesar 95 mmHg dan saturasi 70%
"kantung" kemudian dibentuk untuk menyusun (darah vena) dengan tekanan O, vena rata-rata
satu molekul hemoglobin (Gb. 2.8). sebesar 40 mmHg.
Posisi kurva yang normal bergantung pada
konsentrasi 2,3-DPG, ion H* dan CO, dalam eritrosit
Fungsi hemoglobin serta struktur molekul hemoglobin. Konsentrasi 2,3-
DPG, H* atau CO, yang tinggi, dan adanya hemoglo-
Eritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut O, bin tertentu, misalnya hemoglobin sabit (sickle haemo-
dari paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena globin, Hb S), menggeser kurva ke kanan (oksigen
dengan membawa CO, ke paru. Pada saat molekul lebih mudah dilepas), sedangkan hemoglobin fetus
hemoglobin mengangkut dan melepas 02, masing- (Hb F)-yang tidak mampu mengikat 2,3-DPG-dan
masing rantai globin dalam molekul hemoglobin hemoglobin abnormal langka tertentu yang disertai
bergerak pada satu sama lain (Gb 2.8). Kontak a,0, polisitemia menggeser kurva ke kiri karena lebih
dan arp, menstabilkan molekul tersebut. Rantai p sulit untuk melepas O, dibanding normal.
bergeser pada kontak cr,0, dan orB, selama oksigenasi
dan deoksigenasi. Pada waktu O, dilepaskan, rantai-
rantai B ditarik terpisah, sehingga memungkinkan Methemoglobinemia
masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG)
yang menyebabkan makin rendahnya afinitas Adalah suatu keadaan klinis dengan terdapatnya he-
molekul hemoglobin terhadap Or. Gerakan ini moglobin dalam sirkulasi yang mengandung besi
menyebabkan bentuk sigmoid pada kurva disosiasi dalam keadaan teroksidasi (Fe3*) dan bukan Fe2'
O, hemoglobin (Gb. 2.9). P so (tekanan parsial Oz. Img seperti biasa. Keadaan ini timbul akibat defisiensi
i.:i:li:lsjr-\r.+:it1. ].,:lirsi:l 15

I j:lr::i:.iliil, tli!lk::)i ;
Transferin g
,i#l1$.' .Norfiial g
lilil'tln:::ir1!=::i * Anemia
ilta:=.,, j.F-r:
Gagal ginjal:
r Nefrik
,, iii:',,i r'
* Anefrik
:.{iii :i-:
ll::i:l:i: :: lSr
,, .rr.#
ii^*$ii ii:- ,

illB;i,..1',,j,:,,-i, :

rlil=Aj.iir;l

$igg,i
lii;i ():r:.i11
,ri o-irti i
'ilri;:'Ul:::r;j I

,a:a:i )'

r91
lt'f

&.

1O!.r.i

Gambar. 2.6. Sintesis hemoglobin dalam eritrosit yang sedang berkembang.


Mitokondria adalah tempat utama sintesis protoporfirin, besi (Fe) dipasok dari
Gambar. 2.5. Hubungan antara pengukuran eritropoietin (EP0) dalam plasma translerin yang bersirkulasi; rantai globin disintesis di ribosom. 6-ALA, asam 6-
dan kadar hemoglobin secara radioimnunoassay. Anemia tidak termasuk dalam aminolevulinat; KoA, koenzim A.
keadaan yang terbukti berkaitan dengan gangguan produksi EPO. (Dari M.
Pippard dkk, 1992) (Lihat Gambar Berwarna hal. A-3).

konsentrasi protein (hemoglobin) tinggi di dalarir sel.


Perjalanan secara keseluruhan selama masa hidup-
nikotinamida adenin dinukleotida tereduksi nya yang 120 hari diperkirakan sepanjang 480 km
(NADH) yang bersifat herediter, diaforase atau (300 mil). Untuk memenuhi fungsi ini, eritrosit
diwariskarurya hemoglobin yang secara struktur ab- adalah cakram bikonkaf yang fleksibel dengan ke-
normal (Hb M). Hemoglobin ini mengandung subs- mampuan menghasilkan energi sebagai adenosin
titusi asam amino yang mempengaruhi kantung trifosfat (ATP) melalui jalur glikolisis anaerob (Emb-
heme rantai globin. Methemoglobinemia toksik den-Meyerhof) (Gb. 2.10) dan menghasilkan kekuat-
(dan / atau sulfhemoglobinemia) terjadi apabila sua tu
an pereduksi sebagai NADH melalui jalur ini serta
obat atau zat toksik lain mengoksidasi hemoglobin. sebagai nikotinamida adenin dinukleotida fosfat
Pada semua keadaan ini, pasien mungkin memper- tereduksi (NADPH) melalui jalur pintas heksosa
lihatkan sianosis. monofosfat (hexose monophosphate shunt) (Gb. 2.11).

Metabolisme eritrosit
ERITROSIT
Jalur Embden-Meyerhol
Untuk mengangkut hemoglobin agar berkontak erat
dengan jaringan dan agar pertukaran gas berhasil, Dalam rangkaian reaksi biokimia ini, glukosa
eritrosit yang berdiameter 8 pm harus dapat secara dimetabolisme menjadi laktat (Gb. 2.10). Untuk tiap
berulang melalui mikrosirkulasi yang diameter molekul glukosa yang dipakai, dihasilkan dua
minimumnya 3,5 pm, untuk mempertahankan hemo- molekul ATP, dan dengan demikian dihasilkan dua
globin dalam keadaan tereduksi (ferro) dan untuk ikatan fosfat energi tinggi. ATP menyediakan energi
mempertahankan keseimbangan osmotik walaupun untuk mempertahankan volume, bentuk, dan kelen-
16 .w
iiiiNi:i:,':;:l:i.:.::iii:i,i,ll,iiliiiirr,,.lLlir:;llifiHllllllfiii;ll
Tekanan Q arteri

Tekanan 02
vena iata-rala
..
2;3=DPG +
CH=Q11,
H*l
{--. HbF

cH" cHz
t'
CH,
I

cHz
t-
cooH
I

cooH

Gambar. 2.7, Struktur heme.


Gambar.2.9. Kurva disosiasi oksigen (O,) hemoglobin.

turan eritrosit. Eritrosit mempunyai tekanan osmotik Jalur heksosa monofosfat (pentosa fosfat)
lima kali lipat plasma dan adanya kelemahan intrin-
sik membran menyebabkan pergerakan Na* dan K* Sekitar 5% glikolisis terjadi melalui jalur oksidatif ini,
yang terjadi terus menerus. Diperlukan pompa dengan perubahan glukosa-6-fosfat menjadi 6-fosfo-
natrium ATPase membran, dan pompa ini meng- glukonat dan kemudian menjadi ribulosa-S-fosfat
(Gb. 2.11). NADPH dihasilkan dan berkaitan dengan
gunakan satu.molekul ATP untuk mengeluarkan 3
ion natrium dari sel dan memasukkan dua ion ka- glutation yang mempertahankan gugrls sulfhidril
(SH) tetap utuh dalam sel, termasuk SH dalam hemo-
lium ke dalam sel.
jalur Embden-Meyerhof jrga menghasilkan globin dan membran eritrosit. NADPH juga diguna-
NADH yang diperlukan oleh enzim methemoglobin kan oleh methemoglobin reduktase lain untuk mem-
reduktase untuk mereduksi methemoglobin (hemo- pertahankan besi hemoglobin dalam keadaan Fe2*
globin teroksidasi) yang tidak berfungsi, yang mengan- yang aktif secara fungsional. Pada salah satu ke-
dung besi ferri (dihasilkan oleh oksidasi sekitar 3% lainan eritrosit diturunkan yang sering ditemukan
hemoglobin tiap hari) menjadi hemoglobin tereduksi (yaitu defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase
(G6PD)), eritrosit sangat rentan terhadap stres oksi-
yang aktif berfungsi. 2,3-DPG yang dihasilkan pada
pintas Luebering-Rapoport (Lu eb er ing - Rnp op o r t shtmt), dasi (lihat hal. 57).
atau jalur samping pada jalur ini (Gb. 2.10b) mem-
bentuk suatu kompleks 1:1 dengan hemoglobin, dan :,
Membran eritrosit
seperti telah disebutkan di atas, penting dalam
regulasi afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
Membran eritrosit terdiri atas lipid dua lapis (lipid
bilayer), protein membran integral, dan suatu rangka
membran (Gb. 2.72). Sekitar 50% membran adalah

8%
qw
protein, 40o/o lernak, dan 10% karbohidrat. Karbo-
hidrat hanya terdapat pada permukaan luar sedang-
kan protein dapat di perifer atau integral, menembus
lipid dua lapis. Beberapa protein eritrosit telah diberi
nomor menurut mobilitasnya pada elektroforesis gel
poliakrilamid (polyacrylamide gel electrophoresis,
PAGE).
Rangka membran terbentuk oleh protein-protein
Oksihemoglobin Deoksihemoglobin struktural yang mencakup spektrin a dan p, ankirin,
O Heme protein 4.1 dan aktin. Protein-protein tersebut mem-
Gambar.2.8. lllolekul hemoglobin teroksigenasi dan deoksigenasi. Rantai globin bentuk jaring horisontal pada sisi dalam membran
o, p pada hemoglobin dewasa normal (HbA); 2,3-DPG, 2,3-difosfogliserat. eritrosit dan penting untuk mempertahankan bentuk
aiie*ia
ffii;;'tffi/$*,=T,ggli$.4.{,Fffi [.i:i!1ffi 17

Pintas heksosa
monofosfal

Jalur
methemoglobin =Hb
reduktase
iri
:1'' MetHb

iriiiii,

:n'::'r -'il

iliii ,,.
... r . N. i:
,i::'
.':i;,..;' .ti$i$1rr li

: r;;" ' i

l,,l .L:
1".-. r-:'.
I

r:i:i.,:'.: :lrliilir

r. ' i

Gambar.2,10 (a) Jalur glikolisis EmbdenMeyerhof. (b) Pintas Luebering?apopoftyang j ",;l:;:


,

mengatur konsentrasi 2,3-DPG (2,3-difosfogliserat) dalam eritrosit. ADP, adenosin difosfat; .," l
ATB adenosin trifosfat; Hb, hemoglobin; NAD, NADH, nikotinamida adenin dinukleotida; .
:: ut::u:t I 1
:l .., ...
,,
PG, fosfogliserat. .:.r ;#r, .r

bikonkaf- Spektrin adalah protein yang terbanyak, Defek protein-protein tersebut dapat menjelaskan
terdiri atas dua rantai (o dan B) yang saling menge- terjadinya beberapa kelainan bentuk eritrosit, misal-
lilingi untuk membentuk heterodimer, kemudian nya sferositosis dan eliptositosis herediter (Bab 5),
berkumpul sendiri dengan posisi. kepala-kepala sedangkan perubahan komposisi lipid akibat
membentuk tetramer. Tetramer ini terkait pada aktin kelainan kongenital atau didapat dalam kolesterol
di sisi ekomya dan melekat pada protein band 4.1. atau fosfolipid plasma dapat disertai dengan ke-
Pada sisi kepala, rantai spektrin B melekat pada lainan membran yang lain. Contohnya, peningkatan
ankirin yang berhubungan dengan band 3, protein kadar kolesterol dan fosfolipid telah diperkirakan
transmembran yang bekerja sebagai saluran anion sebagai salah satu penyebab terjadinya sel target,
('hubungan vertikal') (Gb. 2.72). Pro tein 4. 2. memper- sedangkan peningkatan selektif yang besar dalam
kuat interaksi ini.
l:.tlr:lr ,:
18 il':irlS Kapita $slsklarHematologi

kadar kolesterol dapat menyebabkan pembentLrkan darah total berkurang. Memakan waktu sampai
akantosit (lihat Gb. 2.15). sehari untuk menggantikan volume plasma dan
sampai derajat anemia terlihat (lihat hal. 299).
Regenerasi massa hemoglobin memakan waktu yang
lebih lama. Dengan demikian, gambaran klinis awal
ANEMIA perdarahan berat terjadi akibat berkurangnya
volume darah dan bukan anemia.
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar
hemoglobin darah. Walaupun nilai normal dapat
bervariasi antar laboratorium, kadar hemoglobin Gambaran klinis anemia
biasanya kurang dari 13,5 g/ dlpada pria dewasa dan
ktrrang dari 11,5 g/dlpadawanita dewasa. Sejak usia Adaptasi utama terhadap anemia terjadi dalam
3 bulan sampai pubertas, kadar hemoglobin yang sistem kardiovaskular (dengan peningkatan volume
kurang dari 11,0 g/dl menunjukkan anemia. Tinggi- sektmcup dan takikardia) dan pada kurva disosiasi
nya kadar hemoglobin pada bayi baru lahir O, hemoglobin. Pada beberapa penderita anemia
menyebabkan ditentukannya 1.5,0 g/dl sebagai batas yang cukup berat. mungkin tidak terdapat gejala
bawah pada waktu lahir (Tabel 2.2). Menurunnya atau tanda, sedangkan pasien lain yang menderita
kadar hemoglobin biasanya disertai dengan penu- anemia ringan mungkin mengalami kelemahan
runan jumlah eritrosit dan hematokrit (pncked cell aol- berat. Ada atau tidaknya gambaran klinis dapat di-
ume,PCY) tetapi kedua parameter ini mungkin nor- pertimbangkan menurut empat kriteria utama.
mal pada beberapa pasien yang memiliki kadar he- 1. Kecepatan awitan. Anemia yang memburuk
moglobin subnormal (dan berdasarkan definisi men- dengan cepat menimbulkan lebih banyak gejala
derita anemia). Perubahan volume plasma sirkulasi dibandingkan anemia awitan lambat, karena lebih
total dan massa hemoglobin sirkulasi total menentu- sedikit waktu untuk adaptasi dalam sistem kar-
kan konsentrasi hemoglobin. Berkurangnya volume diovaskular dan kurva disosiasi O, hemoglobin.
plasma (seperti pada dehidrasi) dapat menutupi 2. Keparahan. Anemia ringan sering kali tidak me-
kondisi anemia, atau bahkan menyebabkan (pseudo) nimbulkan gejala atau tanda, tetapi gejala biasa-
polisitemia (lihat hal. 216); sebaliknya, peningkatan nya mtrncul jika hemoglobin kurang dari 9-10 g/
volume plasma (seperti pada splenomegali atau dl. Bahkan anemia berat (kadar hemoglobin
kehamilan) dapat menyebabkan terjadinya anemia serendah 6,0 g/ dl) dapat menimbulkan gejala
bahkan dengan jumlah eritrosit sirkulasi total dan yang sangat sedikit jika awitan sangat lambat
massa hemoglobin yang normal. pada subyek mnda yang sehat.
Setelah kehilangan darah dalam jumlah banyak 3. Usia. Orang tua menoleransi anemia dengan
yang akut, tidak segera terjadi anemia karena volttme kurang baik dibandingkan orang mllda karena
adanya efek kekurangan oksigen pada organjika
terjadi gangguan kompensasi kardiovaskular nor-
.,, : ',.;r ' ': HzQ , HzO mal (peningkatan curah jantr"rng akibat pening-
katan volume sekuncup dan takikardia).
Jaturglikolitik \.<y'or't"ti-
t-> p6roks,'das€
Embden-Meyerhof AdH OdSC
Glukosa L )
| >-=< Glutation Tabel2.2 Nilai normal eritrosit dewasa
| {
runop \MDPH
redukrase
| Pria Wanita
ct-t*a-o-p U ) apc
I Glukosa-6-fosfat I Hemoglobin- (g/dl) 3;5-1 7,5 11,5"15,5
Iti oehidrogenase : Hematokrit (PCV) f/")
1

4Q-52 36-48
YV Hitung erilroslt (x10t'? /l) 4,5-6,5
, 27-34
3,9-5,6
Fruktosa-6-P #,Ribulosa-$P Hemoglobin eritrosit rata-rata (pg)
I Volume erikosit rata*ata (ll) 80-95
!
I Konsenkasi hemoglobin eritrosit rata- 30-35
rata (/dl)
Lahat
Hitung retikulosit (x10 /l) 25-125

Gambar.2.11. Jalur pintas heksosa monofosfat. GSH, GSSG, glutation; NADP, 'Pada anak, nilai hemoglobin normal adalah: neonatus, 15,0-21,0 g/dl; 3 bulan,
NADPH, nikotinamida adenin dinukleotida fosfat; P, fosfat; PG, fosfogliserat. 9,5-12,5 g/dl; 1 tahun hingga pubertas, 11,0-13,5 g/dl. PCV, packed cell volume.
r:::i::$l:t1:1.:1.:.+ : tj:s 19
:,:irill:-:rr' jriir,rjj

Protein Glikoforin B
band 3
Fosfolipid Glikoforin C
membran

/\ \ clikoforin A
(g
lz
@s&
E0)
ll0llOilc
'6
lz
(I'
@l@ @
0) Kolesterol
ANKITIN
c

Gambar.2.l2. Struktur membran eritrosit. Beberapa pro-


tein yang menembus dan protein integral membawa anti- Sitoskeleton
gen karbohidrat; antigen lain melekat langsung pada
lapisan leniak. lnteraksi horizontal

4. Kurva disosiasi hemoglobin Or. Anemia umum- persulit anemia yang sangat berat, khususnya yang
nya disertai peningkatan 2,3-DPG dalam eritrosit awitannya cepat.
dan pergeseran kurva disosiasi O, ke kanan se-
hingga O, lebih mudah dilepaskan ke jaringan. Tanda
Adaptasi ini sangat jelas pada beberapa macam
anemia yang mengenai metabolisme eritrosit Thnda-tanda dapat dibedakan menjadi tanda umum
secara langsung, misalnya pada anemia akibat dan khusus. Tanda umum meliputi kepucatan mem-
defisiensi piruvat kinase (yang menyebabkan bran mukosa yang timbul bila kadar hemoglobin
peningkatan konsentrasi 2,3-DPC dalam eritro- kurang dari 9-10 g/dl (Gb. 2.13). Sebaliknya, warna
sit), atau yang disertai dengan hemoglobin ber- kulit bukan tanda yang dapat diandalkan. Sirkulasi
afinitas rendah (misal IlbS) (Gb 2.9). yang hiperdinamik dapat menunjukkan takikardia,
nadi kuat, kardiomegali, dan bising jantung aliran
Gejala
sistolik khususnya pada apeks. Gambaran gagal
jantung kongestif mr-rngkin ditemukan, khususnya
Jika pasien memang bergejala, biasanya gejalanya pada orang tua. Perdarahan retina jarang ditemukan
adalah nafas pendek, khususnya pada saat ber- (Gb. 2.14). Tanda yang spesifik dikaitkan dengan
olahraga, kelemahan, letargi, palpitasi dan sakit jenis anemia tertentu, misalnya koilonikia dengan
kepala. Pada pasien berusia tua, mungkin ditemukan defisiensi besi, iktems dengan anemia hemolitik atau
gejala gagal jantung, angina pektoris, klaudikasio megaloblastik, ulkus tungkai dengan anemia sel sabit
intermiten, atau kebingLrngan (konfusi). Gangguan dan anemia hemolitik lain, deformitas tulang dengan
penglihatan akibat penrdarahan retina dapat mem- talasemia mayor dan anemia hemolitik kongenital
lain yang berat.

Gambar.2.13. Pucat pada mukosa konjungtiva (a) dan lempeng kuku (b) pada dua penderita anemia berat (hemoglobin 6,0 g/dl) (Lihat Gambar Benrvarna hal. A-2),
20

Tabel 2.3 Klasifikasi anemia

Mikrositik hipokrom Normositik normokrom Makrosilik

MCV<80ll MCV BC95ll MCV>95 fl

MCH<27 pg MCH>26 pg Megaloblaslik : defisiensi vitamin 8,, atau lolat

Defisiensi besi Banyak anemia hemolitik Non-megaloblastik: alkohol, penyakit hati, mielodis-
plasia, anemia aplastik, dll. (lihat hal 49).
Talasemia' Anemia penyakit kronik (beberapa kasus)

Anemia penyakit kronik (beberapa kasus) Setelah pendarahan akut

Penyakit ginjal

Keracunan timbal Delisiensi campuran

Anemia sideroblastik (beberapa kasus) Kegagalan sumsum tulang, misalnya pasca-


kemolerapi, infiltrasi oleh karsinoma, dll.

MCH, hemoglobin eritrosit rata-rata; MCV, volume eritrosit rata-rata.

Pada dua keadaan fisiologik yang umum, volume


eritrosit rata-rata (MCV) mungkin terdapat di luar
kisaran orang dewasa normal. Pada neonatus,
selama beberapa minggu MCV tinggi, tetapi pada
masa bayi, MCV rendah (mis., MCV 70 fl pada usia 1
tahun) dan meningkat perlahan selama masa kanak
sampai kisaran dewasa normal. Pada kehamilan nor-
mal, MCV agak meningkat, bahkan tanpa adanya
penyebab makrositosis lainnya, mis. defisiensi folat.

Temuan laboratorium lain

Walaupun indeks eritrosit akan menunjukkan jenis


Gambar 2.14. Perdarahan retina pada seorang penderita anemia berat (hemo- anemia, informasi bermanfaat lebih lanjut dapat
globin 2.5 g/dl) yang disebabkan oleh perdarahan kronik berat. (Lihat Gambar
Benruarna hal. A-4).
diperoleh dari sampel darah permulaan.

Gejala-gejala anemia yang disertai infeksi ber- Jumlah leukosit dan trombosit
lebihan atau memar spontan menunjukkan adanya Pengukuran jumlah leukosit dan trombosit mem-
kemungkinan netropenia atau trombositopenia bantu membedakan anemia 'murni' dari 'pansito-
akibat kegagalan slrmsum tulang. penia' (penurunan jumlah eritrosit, granulosit dan
trombosit) yang mengarah pada defek sumsum
tulang yang lebih menyeluruh, misalnya akibat
Klasifikasi dan temuan laboralorium hipoplasia sumsLlm tulang, infiltrasi, atau destruksi
sel generalisata (mis. hipersplenisme). Pada anemia
pada anemia
yang disebabkan oleh hemolisis atau perdarahan,
jumlah netrofil dan trombosit seringkali meningkat;
lndeks eritrosit pada infeksi dan leukemia, jumlah leukosit seringkali
juga meningkat dan mungkin terdapat prekursor
Klasifikasi yang paling bermanfaat adalah klasifikasi netrofil atau leukosit abnormal.
berdasarkan indeks eritrosit (Tabel 2.3) yang mem-
bagi anemia menjadi mikrositik, normositik dan
Hitung retikulosit
makrositik. Selain mengarah paua sifat defek primer-
nya, pendekatan ini dapat juga menunjukkan kelainan Jtrmlah normal adalah 0,5-2,5o/o dari jumlah absolut
yang mendasari sebelum terjadi anemia yang jelas. 25-125 x10el1. ]umlah ini seharusnya meningkat pada
*1rillifi s!ig$i$[,!.ir'tr'{'i 21

Kelainan erilrosit Penyebab Kelainaneritroslt Penyebab

'Wi Normal .' r


Mikrosferosil Slerositosis herediter, anemia
hemolitik autoimun, . .':

septikemia:1 ., ,
,,,
@\ .,

\v
Makrosit
1,1:i, c)
Penyakit liati; alkoholisrne: Frsgmentosil 0lC, mikroangiopali, HUi;
Oval pada anemia TTP, luka bakar, katup jantung
megaloblastik
. i . , i, :

ffi, Sel target Oetisiensi UOsi, penyaiit


hati, hemoglobinopati,
pascasplenektomi
Eliptosit Eliptositosisherediter,-'

6:\
v, ,:.
Stomatosil Penyakit hati, alkoholisme Poikjlosit sel teardrop llielofibrosis, hemopoiesis

::

V,- Sel pensil Delisiensi besi Sel keranjang (baskel Kerusakan oksidasi-misalnya
ce\ defisiensi G6PD, hemoglobin

ffi
tak stabil

Ekinosit Penyakit hati, : Sel sabil Anem!,a sel sabit


pascaSplenektomi
, lL.. .l: :,
:.1::

.#ry,
Ag/
nuntosit Penyakir hati, abetalipo:'
proteinemia,' gagal ginjal
Mikrosit Delisiensi besi,
hemogtobinopali

Gambar 2.15' Beberapa variasi ukuran (anisositosis) dan bentuk (poikilositosis) yang sering terdapat, yang mungkin ditemukan pada berbagai anemia. DlC,
dissemi
nated intravasculat coagulopathy (koagulopati intravaskular diseminata); G6PD, glukosa-6-fosfat dehidrogenase; HUS, haemolytic urjmic syndrome (
sindrom
hemolitik uremik); IIP, thrombotic thrombocytopenic purpura.

anemia karena terjadinya peningkatan eritropoietin atau B,, campLlran/ indeks eritrosit mungkin normal
dan makin tinggi iika anemia makin berat. Hal ini tetapi sediaan aplrs darah menunjukkan gambaran
lebih nyata bila sudah ada waktu untuk terjadinya dimorfik (dua populasi sel eritrosit besar dengan he-
hiperplasia eritroid di sumsum tulang seperti pada moglobin cukup dan sel kecil yang hipokrom).
hemolisis kronik. Setelah perdarahan berat akut, Selama pemeriksaan sediaan apus darah, dilakukan
terdapat respons eritropoietin dalam 6 jam, hitung pemeriksaan hitung jenis leukosit, penilaian jumlah
retikulosit meningkat dalam 2-3 hari, mencapai
maksimum dalam 6-10 hari, dan tetap tinggi sampai
hemoglobin kembali ke kadar normal. Hasil hitung
retikulosit pada pasien anemia yang tidak meningkat
menunjukkan terganggr-rnya fungsi sumsum tulang Tabel 2.4 Faktor-laktor yang mengganggu respons retikulosit normal
terhadap anemia
atau kurangnya rangsang eritropoietin (Tabel 2.4).

Penyakit sumsum tulang, mis. hipoplasia, infiltrasi oleh karsinoma,


Sediaan apus darah limfoma, mieloma, leukemia akut, tuberkulosis.

Pemeriksaan sediaan apus darah semua kasus ane-


lolat
Delisiensi b€si, vitamin B,, atau ',
Tidak adanya erikopoietin, mis. penyakit ginjal
mia sangat penting silakukan. Morfologi eritrosit ab- Berkurangnya konsumsi O, jaringan, misalnya miksedema, defisiensi pro
normal (Gb. 2.15) atau inklusi eritrosit (Gb. 2.16) tein.
Eritropoiesis inefektif, misalnya lalasemia mayor, anemia megaloblastik,
dapat mengarah pada diagnosis tertentu. Jika mielodisplasia, mielofibrosls, anemla diseritropoiesis kongenital.
penyebab mikrositosis dan makrositosis terdapat Penyakit keganasan atau radang kronik.
bersamaan, misalnya defisiensi besi dan asam folat
22

Normoblas Badan
(Eritrosit berintil Howell-Jolly

r-;\
ft,n7i"','',\
(l." ,.,'.' ^7
\'",'-'./
\*-tj'r'
Basophilic Granula siderotik
Stippling (badan Pappen- Parasit malaria
heimer)

, t,t ,, ' Gambar 2.16. Badan inklusi eritrosit yang terlihat pada sediaan
,, ,' apus darah tepi dalam berbagai keadaan. RNA retikulosit dan

-,. I badan Heinz hanya dapat ditunjukkan dengan pewarnaan su'


::,.;1,,;,-,,

W
pravital, misalnya dengan new nethylene b/ue. Badan Heinz
. ,, , i adalah hemoglobin lerdenalurasi yang teroksidasi. Granula
, , siderotik (badan Pappenheimer) mengandung besi. Badan ini
.,,,.,.l, berwarna ungu pada pewarnaan konvensional tetapi beMarna
, biru pada pewarnaan Perls. Badan Howell'Jolly adalah sisa
Retikulosit (RNA) Badan Heinz ..i::::':::, '' :: DNA, Basophla strpp/lng (titik"titik basofilik) adalah RNA yang
:: tgrdgnaturasi.

dan morfologi trombosit serta dicatat ada tidaknya Sampel aspirat juga dapat digunakan untuk
sel abnormal, misalnya normoblas, prekursor granlt- sejumlah pemeriksaan khusus lain (Tabel2.5).
losit, atau sel blas. Biopsi trephin menghasilkan inti tulang padat
berupa sumsum dan diperiksa sebagai spesimen
Pemeriksaan sumsum tulang histologik setelah difiksasi dalam formalin, didekal-
sifikasi, dan dipotong. Biopsi ini kurang berguna
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan melakukan dibandingkan aspirasi jika ingin memeriksa rincian
aspirasi atau biopsi trephin (Gb.2.77). Pada aspirasi sel secara individual, tetapi dapat memberi gam-
sumsum tulang, sebuah jarum ditusukkan ke dalam baran panoramik sumsum; dari gambaran ini,
sumsum tulang dan dilakukan aspirasi sampel cairan arsitektur sumsum secara keseluruhan, kepadatan
sumsum tulang ke dalam spuit. Sampel ini kemudian sel, dan adanya fibrosis atau infiltrat abnormal dapat
diapuskan pada kaca obyek untuk pemeriksaan ditentukan dengan baik.
mikroskop dan diwarnai dengan teknik Roma-
nowsky. Banyak informasi morfologi dapat diperoleh
dengan memeriksa sediaan aspirat. Rincian sel yang Eritropoiesis inefehif
sedang berkembang dapat diperiksa (misalnya
normoblastik atau megaloblastik), proporsi berbagai Eritropoiesis tidak seluruhnya efisien karena sekitar
jalur sel dapat dinilai (rasio mieloid:eritroid) dan 10-15% dari eritroblas yang sedang berkembang,
adanya sel-sel asing di sumsum tulang (mis. mati di dalam sumsum tanpa menghasilkan sel
karsinoma sekunder) dapat dilihat. Kepadatan sel matur. Hal ini dinamakan eritropoiesis inefektif dan
sumsum tulang juga dapat dilihat asalkan didapat sangat meningkat pada beberapa anemia kronik
partikel sumsum. Pewarnaan besi dilakukan secara (Tabel 2.4). Kadar bilirubin tak berkonjungsi (berasal
rutin sehingga dapat dinilai jumlah besi dalam dari pemecahan hemoglobin) dan laktat dehidro-
cadangan retikuloendotelial (makrofag) dan sebagai genase (LDH, berasal dari sel yang rusak) dalam
granula halus (granula siderotik) dalam eritroblas serum biasanya meningkat jika eritropoiesis inefektif
yang sedang berkembang nyata. Hitung ertikulosit rendah jika dibandingkan
5r{rcn,tr r. 5H nHrTl.

z+fztz
,*tbLt,!k:
,',ia

Ed
w
"&

i"i

(a)

Gambar 2.17 (a) Jarum aspirasi sumsum tulang Salah dan sediaan apus yang dibuat dari aspirat sumsum tulang. (b) Jarum trephin sumsum lulang Jamshidi dan
potongan trephin normal.

Tabel 2.5 Perbandingan aspirasi sumsum tulang dan biopsi trephin

Aspirasi Trephin

Lokasl kista iliaka posterior atau sternum {tibia pada bayi) Krista iliaka posterior
: .:::

Pewarnaan , Homanowsky; reaksi Perls' (untuk besi) Hematoksilin dan eosin; retikulin (pewarnaan perak)

Hasil didapat: 1-2 jam 1-7 hari (menurut metode dekalsifikasi)

tnOltasi utama Pemerikaan anemia, pansitopenh, kecurigaan leukemia atau lndikasi untuk trephin tambahan: kecurigaan polisitemla
mieloma, netropenia, trombositopenia, dll. vera, kelainan mielolibrosis dan mieloprolileratil lain, ane-
mia aplaslik, limfoma ganas, karsinoma sekunder, kasus-
kasus splenomegali atau demam dengan penyebab yang
lidak diketahui. Kasus-kasus dengan aEirasi kerlng (dry
@.
Pemeiiksaan khusus Sitogenetik, biakan mikrobiologi, analisis biokimia, petanda lmmunophenotyping (Penetapan imunofenotip)
imunologik dan sitokimia, analisis imunoglobulin ahu g€n
reseptor sel I analisis DNA atau RNA untuk mencari
kelainan gen, biakan sel progenitor.

dengan derajat anemia dan proporsi eritroblas dalam dapat dinilai dengan melakukan pemeriksaan sum-
sumsum tulang. sum tulang, kadar hemoglobin, dan hilung retikulosit.
Eritropoiesis total dinilai dari kepadatan sel
sumsum dan rasio mieloid:eritroid (yaitu proporsi
Penilaian eritropoiesis prekursor granulosit terhadap prekursor eritroid
dalam sumsum tulang, normalnya 2,5:1 sampail21).
Eritropoiesis total dan jumlah eritropoiesis yang efek- Rasio ini turun dan dapat terbalik jika eritropoiesis
tif untuk memproduksi eritrosit dalam sirkulasi total meningkat secara selektif.
24

Gambar 2,18 Proporsi relatil aktivitas eritroblastik sumsum,


massa eritrosit dalam sirkulasi, dan lama hidup eritrosit
pada subyek normal, dan tiga jenis anemia.

Eritropoiesis efektif dinilai dengan hitung retiku- pada anemia hemolitik ditunjukkan pada Gb. 5.2.
losit. Hitung retikulosit meningkat sebanding Gambar 2.18 menunjukkan perubahan eritopoiesis
dengan derajat anemia saat eritropoiesis efektif, yang khas pada sumsum dan massa eritrosit dalam
tetapi rendah bila terdapat eritropoiesis yang inefek- sirkulasi pada beberapa jenis anemia yang berbeda.
tif atau kelainan yang menghambat respons sumsum
normal. (Tabel2.4).

KEPUSTAKAAN

LAMA HIDUP ERITROSIT Adamson l.W (1994) The relationship of erythropoietin


and iron metabolism to red blood cell production in hu-
Lama hidup eritrosit diukur dari ketahanan hidup mans. S emin. Oncol. 27, 9-15.
eritrosit berlabel Crsl. Suatu sampel darah subyek
Bain B.J. $995) Blood Cells: A Practical Guide, 2d edn.
Blackwell Science, Oxford.
diinkubasi dengan Crsl yang berikatan kuat pada he- Bain B.J. and Lewis S.M. (2001) Dacie's Practical Haema-
moglobin dan sel-sel berlabel disuntikkan kembali ke tology, 9th edn. Churchill Livingstone, Edinburgh.
dalam sirkulasi. Hilangnya Crsl dari darah diukur Cazolla M. (1998) How and when to use erythropoietin.
secara berurutan selama 3 minggu sesudahnya. Letak Curr. Opin. Haematol.5, 103-8.
penghancuran eritrosit ditetapkan dengan peng- Hsia C.C.W (1998) Respiratory function of haemoglobin.
ukuran di atas permukaan limpa, hati, dan jantung N. Engl. l. Med. 338, 239-47.
(sebagai indeks aktivitas darah). Hasil yang khas
.,:r

Anemia hipokrom dan


penimbunan besi
Aspek nutrisi dan metabolik besi, 25 Anemia sideroblastik, 35

Defisiensi besi, 28 Penimbunan besi, 37

Anemia pada penyakit kronik, 34

Defisiensi besi adalah penyebab anemia yang ter- khususnya eritroblas dalam sumsum tulang, yang
sering di semua negara di dunia. Defisiensi besi menggabungkan besi menjadi hemoglobin (Gb. 3.2).
merupakan penyebab terpenting suatu anemia Transferin kemudian dipakai ulang. Pada akhir
mikrositik hipokrom, dengan ketiga indeks eritrosit hidupnya, eritrosit dipecah dalam makrofag sistem
(MCV MCH, dan MCHC-volume eritrosit rata-rata, retikuloendotelial dan besi dilepaskan dari hemoglo-
hemoglobin eritrosit rata-rata, dan kadar hemoglo- bin, memasuki plasma dan menyediakan sebagian
bin) berkurang dan sediaan apus darah menunjuk- besar besi untuk transferin. Hanya sejumlah kecil
kan eritrosit yang kecil (mikrositik) dan pucat (hipo- besi transferin plasma yang berasal dari makanan
krom). Gambaran ini disebabkan oleh defek sintesis mengandung besi, diabsorpsi melalui dnodenum
hemoglobin (Gb.3.1). Diagnosis banding utama pada dan yeyunum.
anemia mikrositik hipokrom adalah talasemia, yang Sebagian besi disimpan dalam sel retikuloendotel
dibahas di Bab 6 dan anemia pada penyakit kronik sebagai feritin dan hemosiderin, jumlahnya sangat
yang dibahas dalam bab ini. ben,ariasi sesuai dengan status besi tubuh keselu-
nthan. Feritin adalah kompleks besi-protein yang
larut dalam air, dengan berat molekul465.000. Feritin
tersusun atas cangkang protein luar, yaitu apoferitin,
ASPEK NUTRISI DAN METABOLIK BESI yang terdiri atas 22 subr-rnit dan inti besi-fosfat-
hidroksida; mengandung besi sampai 20o/o beratnya
Besi adalah salah satu unsur terbanyak dalam lapisan dan tidak tampak pada pemeriksaan mikroskop
kulit bumi, tetapi defisiensi besi adalah penyebab cahaya. Tiap molekul apoferitin dapat mengikat
anemia tersering, yang mengenai sekitar 500 juta 4000-5000 atom besi. Hemosiderin adalah suatu kom-
orang di seluruh dunia. Hal ini terjadi karena tubuh pleks besi-protein tak larut dengan komposisi yang
mempunyai kemampuan yang terbatas untuk meng- bervariasi dan mengandung besi sekitar 37o/" berat-
absorpsi besi dan seringkali tubuh mengalami kehi- nya. Hemosiderin berasal dari digesti parsial agregat
langan besi yang berlebihan akibat perdarahan. molekul feritin oleh lisosom, dan dapat dilihat dalam
makrofag dan sel lain pada pemeriksaan mikroskop
cahaya setelah diwarnai dengan reaksi Perls (biru
Distribusi dan transportasi besi tubuh Prussia). Besi dalam feritin dan hemosiderin terdapat
dalam bentuk ferri. Besi ini dimobilisasi setelah
Transportasi dan penyimpanan besi terutama di- reduksi menjadi bentuk ferro, dengan keterlibatan
perantarai oleh tiga protein-transferin, reseptor vitamin C. Seruloplasmin, yaitu suatu enzim yang
transferin, dan feritin. Transferin dapat mengandung mengandung tembaga, mengatalisis oksidasi besi
sampai dua atom besi. Transferin mengangkut besi menjadi bentuk ferri untuk berikatan pada transferin
ke jaringan yang mempunyai reseptor transferin, plasma.
26

Besi Protoporfirin
\/
a) Defisiensi besi \
kronik V
bi lnflamasi // -
Anemra
sideroblaslik
ataukeganasan \ X
\/
[.N$ffid:iiq

,/ Gambar 3.1 Penyebab anemia mikrositik hipokrom adalah


Thalasemia (d alau 6) kekurangan besi (defisiensi besi) atau kurangnya pele-
pasan besi dari makrofag ke serum (anemia inflamasi
kronik alau keganasan), kegagalan sintesis protoporlirin
(anemia sideroblastik) atau sintesis globin (thalasemia o
atau p). Timbal juga menghambat sintesis heme dan
globin.

ffiffi|

g
't':";to"r",?ii*''
t
Duodenum

Hati, sel parenkim


dan jaringan
lain, khususnya
mioglobin otot.

:w
Transferin

Prasma

flrf
kt
I
l;l
s;*;t:';; #\
_
F;l
Fl
^tffi y|
t^l
*',*r*"* *r"* ^*- ;x
I t
& [ijils"'
L
€ l-1T:nll'.ffi@
sirkulasi Wffi-
il
(1,7-2,4 q$$p
Gambar. 3.2 Siklus besi harian. Sebagian besar besi dalam tubuh
terdapat dalam hemoglobin yang bersirkulasi (Tabel 3.1) dan
digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin setelah eritrosit mati.
+ Besi dipindahkan dari makrolag ke translerin plasma lalu ke
Kehilangan eritroblas sumsum tulang. Absorpsi besi secara normal cukup untuk
akibal menstruasi mengganti kehilangan besi. Garis terpulus-putus menunjukkan
(perdarahan) eritropoiesis yang inefektif.

Besi juga terdapat dalam otot sebagai mioglobin, Kadar feritin dan reseptor transferin (TfR) ber-
dan pada sebagian besar sel-sel tubuh sebagai enzim kaitan dengan status besi sehingga kelebihan besi
yang mengandung besi, mis. sitokrom, suksinat menyebabkan terj adinya peningkatan feritin jaringan
dehidrogenase, katalase, dll. (Tabel3.1). Besi jaringan dan penurunan TfR, sedangkan pada defisiensi besi,
ini lebih kecil kemungkinannya untuk berkurang feritin rendah dan TfR meningkat. Hubungan ini ter-
dibandingkan hemosiderin, feritin, dan hemoglobin jadi melalui pengikatan suatu protein pengatur besi
pada keadaan defisiensi besi, tetapi dapat terjadi ber- (IRP) pada unsur respons besi (IRE) pada feritin dan
kurangnya enzim yang mengandung heme. molekul messenger (m)RNA TfR. Defisiensi besi me-
rl I'p-mw*y$iii$ ni**in *ri
ti, . 27

Tabel 3.1. Distribusi besi tubuh protein. Kandungan besi dan proporsi besi yang
diabsorpsi berbeda antar makanan; secara umum,
Jumlah besi pada orang
dswasa rata-rata
,. ,,:,, ,., :':::Pels€ntas€
(g), daging dan khususnya hati, adalah sumber besi yang
Pria (g) Wanita :": daritotal
lebih baik dibanding sayuran, telur, atau produk
Hemoglobin 2;4 .'.,,...,' . ,;1,7t, , :,,'- 65 susu. Pola makan orang barat rata-rata mengandr-rng
Fenln dan 1,0 {o;3-1,5}
:'O,S
1O-r,O; 30 10-15 mg besi, dan hanya 5-1.0o/, yang diabsorpsi
hemosiderin pada keadaan normal. Proporsi ini dapat meningkat
Mioglobin ,, 0,15 o;12 3,5 menjadi 20-30% pada defisiensi besi atau kehamilan
l

Enzim heme (mis,


0,02 0,0t5 0,5 (Tabel 3.2) tetapi bahkan pada keadaan tersebut,
silokrom, - sebagian besar besi dari makanan tetap tidak
kahlasa; ::

petoksidase, :
diabsorpsi.
flavoprotein),
Besi yang terikat nt
lransferin ,'
0,004 0,003 Absorpsi besi

Besi organik dari makanan sebagian diabsorpsi


sebagai heme dan sebagian dipecah dalam usus
i;.1 ningkatkan kemampuan IRP untuk berikatan dengan
menjadi besi anorganik. Absorpsi terjadi melalui
i$ IRE, sedangkan kelebihan besi mengurangi ikatan.
duodenum dan dibantu oleh faktor-faktor seperti
l$ Lokasi pengikatan IRP pada IRE, apakah di hulu (5')
asam dan zat pereduksi yang mempertahankan besi
Ji atau di hilir (3') pada gen pengode, menentukan
di lumen usus dalam keadaan Fe2. dan bukan Fe3*
1i"i
jumlah mRNA dan protein yang dihasilkan mening-
(Tabel 3.2). Protein DMT-1 (diualent metal transporter /
ilii kat atau menumn (Gb. 3.3). Pengikatan di hulu mengu-
pengangkut logam divalen) terlibat dalam peng-
lli1 rangi translasi, sedangkan pengikatan di hilir men-
angkutan besi dari lumen usus melalui mikrovilus
iiti stabilkan mRNA, meningkatkan translasi protein.
enterosit (Gb. 3.4). Ferroportin pada permukaan
S. Jika besi plasma rr,e.ringkat dan tranJferin men- basolateral mengatur keluarnya besi dari sel ke
i.,i iuai jenuh, terjadi peningkatan jumlah besi yang dalam plasma porta. Jumlah besi yang diserap diatur
i; dipindahkan ke sel parenkim (mis. sel parenkim hati, menurut kebutuhan tubuh dengan cara mengubah
ii= organ endokrin, pankreas, dan jantung), dan ini kadar DMT-1 dan mungkin juga kadar ferroportin
ii menjadi dasar perubahan patologik yang menyertai menurut status besi pada enterosit kriptus vili
i;ii keadaan penimbunan besi.
duodenum. Besi dimasukkan ke dalam enterosit
kriptus dari transferrn plasma yang berikatan dengan
Besidalam makanan reseptor transferin sehubungan dengan protein HFE
pada permukaan basal sel. Pada defisiensi besi, lebih
Besi terdapat dalam makanan sebagai ferri hidrok- sedikit besi yang dibawa ke sel kriptus dari transferin
sida, kompleks ferri-protein, dan kompleks heme- yang sebagian besar tidak terjenuhkan oleh besi.

pensatur besi (PPB)


W ffi
Gambar 3,3. Regulasi ekspresi reseptor translerin (IlR), Besi tinggi Besi rendah
Dl\tlT-1 (pengangkut besi divalenldivalent metal trans- -Protein
til\r::i,'ir,'r,,illii:::.\}:ffil\\\ii:.,,i ttl\\N\i-i:it:l -
porter), lenoportin, dan leritin melalui pengindraan protein
pengatur besi dari kadar besi intrasel. PPB Translasi dihambat
@1 mampu
untuk berikatan pada struktur lingkar-batang yang disebut
unsur respons besi (URB) (_lL) paOa reseptor transferin F€rilin .,,:.r AAAA 3,
atau mRNA leritin. Pengikatan PPB pada URB dalam regio URB
3' pembentuk timbal yang tidak ditranslasikan untuk i:i.rtF.N(*liiti.NRWNs-}\:-:.:]' LtN'\\\\ffi,:l*'ii\,r,::+iSN\$lll'ql\rffili"\;rr:\l\\

ffi
stabilisasi kadar mBNA dan peningkatan sintesis protein,
mRNA distabilkan
sedangkan pengikatan PPB pada URB dalam regio 5'
mRNA feritin yang tidak ditranslasi mengurangi translasi.
PPB dapat berada dalam dua keadaanlada waktu kadar
besi tinggi, PPB mengikat besi dan menunjukkan alinitas
yang menurun terhadap URB, sedangkan jika kadar besi AAAA 3'
rendah, pengikatan PPB pada URB meningkat. Dengan
cara ini, sintesis TfR, DMT-1, dan feritin dikoordinasikan
dengan kebutuhan lisiologik.
28

Defisiensi besi dalam sel kriptus akan menyebabkan tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi
terjadinya peningkatan ekspresi DMT-1. Hal ini jika terdapat kehilangan besi oleh sebab lain atau
terjadi melalui mekanisme yang sama (pengikatan kurangnya asupan dalam waktu lama.
IRP/IRE) sehingga dengan mekanisme tersebut
reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi
(Gb. 3.3). Peningkatan ekspresi DMT-1 (bila enterosit DEFISIENSI BESI
mencapai permnkaan absorpsi apikal vili duodenum
24-48 jam kemudian) menyebabkan terjadinya pe- Gambaran klinis ,

ningkatan transfer besi dari lumen usus ke dalam


enterosit, Peningkatan ferroportin pada defisiensi besi Jika terjadi defisiensi besi, cadangan retikuloendotel
belum terbukti, tetapi karena mRNAnya mempunyai (hemosiderin dan feritin) habis selumhnya sebelum
IRE seperti pada DMT-1,3' dari bagian yang mengode, timbul anemia (Gb. 3.5). Sejalan dengan berkem-
maka mungkin kadar ferroportin juga meningkat bangnya keadaan ini, pasien dapat mengalami gejala
pada defisiensi besi. Ini akan menyebabkan mening- dan tanda Lrmllm anemia dan mengalami glositis
kaLnya transfer besi dari enterosit ke darah porta. yang tidak nyeri, stomatitis angularis, kttktt rapuh,
Pada permukaan apikal terdapat sttatu enzim bergerigi atau kuku sendok (koilonikia), disfagia
yang mengubah besi dari keadaan Fe3* menjadi Fe2*, akibat adanya selaput faring (sindrom Paterson-
dan enzim lain, hefestin (yang mengandung tem- Kelly atau Plummer-Vinson) (Gb.3.6) dan keinginan
baga), mengubah Fe2'menjadi Fe3* pada permukaan makan yang tidak biasa (picn). Penyebab terjadinya
basal sebelum pengikatan pada transferin. Meka- perubahan sel epitel tidak jelas, tetapi mungkin
nisme meningkatnya eritropoiesis inefektif, seperti berkaitan dengan berkurangnya besi dalam enzim
meningkatnya absorpsi besi pada talasemia inter- yang mengandung besi. Pada anak, defisiensi besi
media (lihat hal. 74) masih belum jelas. Defek sangat bermakna karena dapat menyebabkan
absorpsi besi pada hemokromatosis primer dibahas timbulnya iritabilitas, fungsi kognitif yang buruk,
di hal. 37. dan penurunan perkembangan psikomotor.

:k.uutullrnueii : , I ' Penyebab defisiensi besi

Perdarahan kronik, khususnya dari utertts atatt


Jumlah besi yang diperlukan tiap hari untr-rk mengom- saluran cerna adalah penyebab yang utama (Tabel
pensasi kehilangan besi dari tubuh dan untuk per-
tumbuhan bervariasi menurlrt usia dan jenis kela-
min; paling tinggi pada masa kehamilan, remaja, dan Tabel 3.4, Penyebab defisiensi besi
wanita menstruasi (Tabel 3.3). Karena itr.r, kelompok
Perdarahan kronik
ulerus I

Tabel 3.2. Absorpsi besi GastrQintestinal, mis, ulkus peptikum, varises esofagus, ingesti aspirin
,,' (atau obat anti inllamasi non steroid laln), gastrektomi parsial,
karsinoma lambung, sekum, kolon atau rektum, cacing tambang,
fattoi rybhg menuukdhg Faklor yang mengurangl
1
r ,
db;sorpsi ., : .,..r ' , -t , ... , absorpsi ,, :
angiodisplasia, kolitis, hemoroid, divertikulosis, dll.
Vanglarani:hematuria,hemoglobinuria,hemosiderosispulmonal, :

Besi heme '


Besi anorganik ' kehiiangan darah yang dilimbulkan sendki

,.Beltukieno (FS+) ::,:',",i: : "': Bentuk feni (Fe$) Kebutuhan yang nenrngkat (lihat juga Tabel 3.3)
Asam (HCl, vitamin C) Basa - anlaslda, sekesi pankreas Prematuritas
Agen pelarut (mis. gula, asam Agen;yang m€ngendapkan - fitat, Pertumbuhan
1., dmi1o) ., loslat.
Kehamilan
l, o.tisilsi besi Kelebihan besi
Terapi eritropoietin
.'Menirgkatnyaer:itopoiesis :
Berkurangnya erilropoiesis
Malabsotpsi
,, Kehamilan tniefsi
:', ConlghnYa enteroPat!, vanO dlinduksi gluten, gastrektomi
Hemokromatosis herediter Teh

Peningkatan ekspresi DMT-I dan Penurunan ekspresi DMT.1 dan Dietyang buruk

. :,,,,ledoportiir dalam enFrosil fenoportln dalam enterosit Merupakan fakor penunjang di banyak negara berkembang, tetapi jarang
duodenum duodenum merupakan penyebab tunggal kecuali pada bayi dan anak
$,i zz
Tabel 3.1. Distribusi besi tubuh protein. Kandungan besi dan proporsi besi yang
diabsorpsi berbeda antar makanan; secara umum,
Jumlah besi pada orang . :::', ..:' Pdlsentasg
dswasa rata-rata eria:1g1 Wanita (g1, : :t.;1161.1 daging dan khususnya hati, adalah sumber besi yang
lebih baik dibanding sayuran, telur, atau produk
Hemoglobin .
, ., i
2;4 ,,''t'."' ,1,7 ' 65 susu. Pola makan orang barat rata,rata mengandung
Fedtin dan ' 1 ,o 10,s.i51 o,s (or ,o) 30 10-15 mg besi, dan hanya 5-10o/, yang diabsorpsi
hemosiderin pada keadaan normal. Proporsi ini dapat meningkat
,
Mtoglobin ,,.,.
0,15 Q,12: 3,5 menjadi 20-30% pada defisiensi besi atau kehamilan
Enzim heme (mis;
o,oe 0,015 o,s (Tabel 3.2) tetapi bahkan pada keadaan tersebut,
sitokrom, . sebagian besar besi dari makanan tetap tidak
, katahse, ,

diabsorpsi.
peroksidase,
flavoprotein)

Beii yang terikat


transferin '
0,004 0,003 0,1 Absorpsi besi

Besi organik dari makanan sebagian diabsorpsi


sebagai heme dan sebagian dipecah dalam usus
ningkatkan kemampuan IRP untuk berikatan dengan
menjadi besi anorganik. Absorpsi terjadi melalui
IRE, sedangkan kelebihan besi mengurangi ikatan.
duodenum dan dibantu oleh faktor-faktor seperti
Lokasi pengikatan IRP pada IRE, apakah di hulu (5')
asam dan zat pereduksi yang mempertahankan besi
atau di hilir (3') pada gen pengode, menentukan
jumlah mRNA dan protein yang dihasilkan mening-
di lumen usus dalam keadaan Fe2* dan bukan Fe3'
kat atau menurun (Gb. 3.3). Pengikatan di hulu mengu-
(Tabel 3.2). Protein DMT-1 (diualent metal transporter /
pengangkut logam divalen) terlibat dalam peng-
rangi translasi, sedangkan pengikatan di hilir men-
angkutan besi dari lumen usus melalui mikrovilus
stabilkan mRNA, meningkatkan translasi protein.
enterosit (Gb. 3.4). Ferroportin pada permukaan
|ika besi plasma meningkat dan transferin men- basolateral mengatur keluarnya besi dari sel ke
jadi jenuh, terjadi peningkatan jumlah besi yang
dalam plasma porta. Jumlah besi yang diserap diatur
dipindahkan ke sel parenkim (mis. sel parenkim hati,
menurut kebutuhan tubuh dengan cara mengubah
organ endokrin, pankreas, dan jantung), dan ini
kadar DMT-1 dan mungkin juga kadar ferroportin
menjadi dasar perubahan patologik yang menyertai
menurut status besi pada enterosit kriptus vili
keadaan penimbunan besi.
duodenum. Besi dimasukkan ke dalam enterosit
kriptus dari transferin plasma yangberikatan dengan
Besidalam makanan reseptor transferin sehubungan dengan protein HFE
pada permukaan basal sel. Pada defisiensi besi, lebih
Besi terdapat dalam makanan sebagai ferri hidrok- sedikit besi yang dibawa ke sel kriptus dari transferin
sida, kompleks ferri-protein, dan kompleks heme- yang sebagian besar tidak terjenuhkan oleh besi.

Gambar 3.3, Regulasi ekspresi reseptor transferin (TfR), Besi tinggi Besi rendah
DMT-l (pengangkut besi divalenldivalent netal trans-
porler), ferroportin, dan leritin melalui pengindraan protein
pengatur besi dari kadar besi intrasel. PPB
@1 mampu
untuk berikatan pada struktur lingkar-batang yang disebut
unsur respons besi (URB) paOa reseptor translerin
UL) AAAA 3'
atau mRNA feritin. Pengikatan PPB pada URB dalam regio
3' pembentuk timbal yang tidak ditranslasikan untuk

ffi
stabilisasi kadar mRNA dan peningkatan sintesis protein,
mRNA distabilkan
sedangkan pengikatan PPB pada URB dalam regio 5'
mRNA feritin yang tidak ditranslasi mengurangi translasi.
PPB dapat berada dalam dua keadaanlada waktu kadar
besi tinggi, PPB mengikat besi dan menunjukkan afinitas
yang menurun terhadap URB, sedangkan jika kadar besi
rendah, pengikatan PPB pada URB meningkat. Dengan URB (5)
cara ini, sintesis TlR, DMT-.1, dan feritin dikoordinasikan
dengan kebutuhan lisiologik.
28

\: Defisiensi besi dalam sel kriptus akan menyebabkan tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi
r'ii
terjadinya peningkatan ekspresi DMT-1. Hal ini jika terdapat kehilangan besi oleh sebab lain atatt
ii\il
t\\ terjadi melalui mekanisme yang sama (pengikatan kurangnya asrlpan dalam waktu lama.
FN

$
IRP/IRE) sehingga dengan mekanisme tersebut
irii
reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi
(Gb. 3.3). Peningkatan ekspresi DMT-1 (bila enterosit DEFISIENSI BESI
$
[€ mencapai permukaan absorpsi
apikal vili duodenum
24-48 jam kemudian) menyebabkan terjadinya pe- Gambaran klinis
rit
ningkatan transfer besi dari lumen ustts ke dalam
enterosit. Peningkatan ferroportin pada defisiensi besi Jika terjadi defisiensi besi, cadangan retikuloendotel
$ belum terbukti, tetapi karena mRNAnya mempunyai (hemosiderin dan feritin) habis seluruhnya sebelum
#t,
i:r IRE seperti pada DMT-1 ,3' dan bagian yang mengode, timbul anemia (Gb. 3.5). Sejalan dengan berkem-
i{ maka mungkin kadar ferroportin juga meningkat bangnya keadaan ini, pasien dapat mengalami gejala
trT
pada defisiensi besi. Ini akan menyebabkan mening- dan tanda umLrm anemia dan mengalami glositis
katnya transfer besi dari enterosit ke darah porta. yang tidak nyeri, stomatitis angularis, kuku rapuh,
# Pada permukaan apikal terdapat sttatu enzim bergerigi atau kuku sendok (koilonikia), disfagia
{s
lw yang mengubah besi dari keadaan Fe3* menjadi Fe2*, akibat adanya selaput faring (sindrom Paterson-
\\i dan enzim lain, hefestin (yang mengandung tem- Kelly atau Plummer-Vinson) (Gb.3.6) dan keinginan
# baga), mengubah Fe2* menjadi Fe3* pada permukaan makan yang tidak biasa (pica). Penyebab terjadinya
,J'$
basal sebelum pengikatan pada transferin. Meka- perubahan sel epitel tidak jelas, tetapi mungkin
.l*
i-l;i nisme meningkatnya eritropoiesis inefektif, seperti berkaitan dengan berkurangnya besi dalam enzim
l{s meningkatnya absorpsi besi pada talasemia inter- yang mengandung besi. Pada anak, defisiensi besi
iiir
media (lihat hal. 74) masih belum jelas. Defek sangat bermakna karena dapat menyebabkan
$$
absorpsi besi pada hemokromatosis primer dibahas timbulnya iritabilitas, fungsi kognitif yang buruk,
di hal. 37. dan penurunan perkembangan psikomotor.
ffi.
e&

Kebutuhan besi Penyebab defisiensi besi

Perdarahan kronik, khususnya dari uterus atau


]umlah besi yang diperlukan tiap hari unluk mengom- saluran cerna adalah penyebab yang utama (Tabel
pensasi kehilangan besi dari tubuh dan untuk per-
tumbuhan bervariasi menurut usia dan jenis kela-
min; paling tinggi pada masa kehamilan, remaja, dan Tabel 3,4, Penyebab defisiensi besi
wanita menstruasi (Tabel3.3). Karena itu, kelompok
Perdarahan kronik
Uterus

Tabel 3.2. Absorpsi besi Gastrointestinal, mis. ulkus peptikum, varises esolagus, ingesti aspirin
(atau obat anti inllamasi non steroid lain), gastrektomi parsial,

F, aktoi:.yang,1rygL{ gkung Faktor yang mengurangl


, karsinoma lambung, sekum, kolon atau reklum, cacing tambang,

SbsolPsi ,::,
angiodisptasia, kolitis, hemoroid, divertikulosis, dll.
; ,,,
abgqlpsi: ;:
,:.r: tr : r,, ,..i',:
Yang iarang: hematuria, hemoglobinuria; hemosiderosis pulmonal,

il,Bdsi herye.,.
' ,r:,: :' ,rl Besi anorganik kehilangan darah yang ditimbulkan sendiri

,;"Bentut,lqro Fd') , , ir :: Bentuk leni (Fes) Kebutuhtanyangmenlngkal(lihatjugaTabel3.3) ii


Asam (HG, vitamin C) Basa - antasida, sekesi pankreas Promaturitas , :

Agsn pelarul {mis. gula, asam Agen yang mengendapkan - fitat, Pefiumbuhan
amiml
:
losfat
r,t.:r' .:.tt) l :;ti Kehamilani r .
l:l:bgOin:is'.bec, r,'i.:,,.:,,,,-',,r,,, Kelebihan besi
1 TeraOieritropoietin
i;q .Menir€kilnYa eritoPoiesis
j
Berkurangnya eritropoiesis , :t ,,',' ,,

t*hiihitgri', Malabsorpsi
iiittll,;l.,, :=::i;;;11,, 1,l1,
lnleksi
Contohnya enteropati yang diinduksi gluten, gastrsktomi
Hemokromatosis herediter Teh
i
.:l
Peningkatan ekspresi DMT-1 dan Psnurunan ekspresi DMT-l dan Diet yang buruk
' ferroportin dalam enterosit lsrroportin dalam enterosit Merupakan taKor penunjang di banyak negara berkembang, tetapi iarang
duodenum ' duodenum merupakan penyebab lunggal kecuali pada bayi dan anak
'
Anemia hipokom dan penimbunan besi
'''..-... 29

SELAPIKAL
DMT-'I

Ifft
t\P' vv
v &. la
L,,.
\r
i,ui,i,,ii .
{a',r
-1'
\ g{/ Ferroportin

-+q#3 ti:;z
Darah* -*, )
porta :'i:Pf-'a
-S@i'
*1,-;:4|;3-".- Transferin

Sel
Gambar. 3.4 Pengaturan absorpsi besi. Protein DMT-1 6ndot6l
mengangkut besi melalui tepi brush border mikrovilus duode-
num di apeks vilus. Keluarnya besi dari sel diatur oleh ferro.
portin. Protein hemokromatosis HFE diekspresikan pada SEL KRIPTUS
permukaan basolateral sel kriptus dan berikatan dengan
reseptor transferin yang tampaknya merupakan tempat untuk
mengatur ambilan besi ke dalam sel dari darah porta. Pada
keadaan normal, besi dimasukkan ke dalam enterosit kriptus
dari transferin, dan pasokan besi yang cukup menghasilkan
tingkat ekspresi DMT-1 dan ferroportin yang lisiologis. Pada
defisiensi besi, terjadi penurunan pengangkutan besi ke
enterosit yang menyebabkan peningkatan ekspresi DMT.1
dan mungkin juga lenoportin (Gb 3.3) dan akibatnya,
absorpsi besi dan transfer besi ke plasma portal meningkat.
Darah
porte
:-:
/;:i*::i
Pada hemokromatosis herediter, HFE mengalami mutasi,
menghambat masuknya besi ke dalam enterosit rendah di.
bandingkan cadangan besi tubuh. Sebagai akibatnya,
ekspresi DMT-1 tinggi dan absorpsi besi meningkat.

Tabel 3.3 Perkiraan kebutuhan besi harian. Satuan adalah mg/hari,

Urine, keringat, feses L4enstruasi Kehamilan Pertumbuhan Total

Pria dewasa 0,5-1 0,5-1


wanita pasca:menopause 0,5-1 0,5-1
Wanita menstruasi ' : 0,5-1 0,5-1 t-a
Wanita hamil
* ':: :
0,5-1 1,5-3
Anak (rata-rata) 0,5 0,6 1,1
-
Wanita (usia l2-15) 0,5-1 0,5-1 0,6 1,6-2,6

.
Kelompok ini lebih mungkin mengalami defisiensi besi.

3.4). Sebaliknya, defisiensi dari makanan jarang mengalami menstruasi menyebabkan tingginya risiko
sekali menjadi penyebab tunggal di negara maju. anemia pada kelompok klinis tersebut. Bayi baru
Setengah liter darah mengandung sekitar 250 mg lahir mempunyai cadangan besi yang berasal dari
besi, dan walaupun absorpsi besi dari makanan me- pemecahan eritrosit yang berlebihan. Sejak usia 3
ningkat pada tahap awal defisiensi besi, kesetim- sampai 6 bulan, terdapat kecenderungan kesetim-
bangan besi negatif biasa terjadi pada perdarahan bangan besi negatif akibat pertumbuhan. Susu for-
kronik. mula bersuplemen serta makan campuran yang di-
Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi, berikan sejak usia 6 bulan, khususnya dengan makan-
remaja, kehamilan, menyusui dan pada wanita yang an yang ditambah besi dapat mencegah defisiensi besi.
30

Gambar. 3.5. Perkembangan anemia defisiensi besi.


Cadangan retikuloendotel (makrofag) habis seluruhnya
sebelum terjadi anemia. [/CH, hemoglobin eritrosit rata-
rata; MCHC, kadar hemoglobin eritrosit rata-rata; MCV,
volume eritrosit rala-rata.

t,
.\i,
lt

(c)
(b) .aJ;i r

Gambar 3.6. Anemia delisiensi besi. (a) Koilonikia: kuku 'sendok' yang khas. (b) Keilosis angularis: fisura dan ulserasi di sudut mulut. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-4). (c)
Sindrom Paterson-Kelly (Plummer-Vinson): pemeriksaan sinar X barium meal menunjukkan adanya suatu defek pengisian (panah) yang disebabkan oleh selaput post-
krikoid.

Diperlukan lebih banyak besi untuk meningkat- menstruasi yang lama kesemuanya menunjukkan
kan massa eritrosit ibu sekitar 35% pada kehamilan, perdarahan yang berlebihan.
transfer 300 mg besi ke janin, dan karena perdarahan Diperkirakan perlu 8 tahun bagi seorang pria
pada saat persalinan. Walaupun absorpsi besi juga dewasa normal untuk menderita anemia defisiensi
meningkat, terapi besi seringkali diperlukan bila he- besi hanya akibat diet yang buruk atau malabsorpsi
moglobin turun sampai kurang dari 10 g/dl atau yang menyebabkan tidak adanya asupan besi sama
MCV di bawah 82 fl pada trimester ketiga. sekali. Dalam praktek klinik, asupan yang tidak ade-
Menorrhagia (hilangnya darah 80 ml atau lebih kuat atau malabsorpsi jarang merupakan penyebab
pada tiap siklus) sulit dinilai secara klinis, walaupun tunggal anemia defisiensi besi, walaupun di negara
perdarahan berupa bekuan, penggunaan pembalut berkembang dapat terjadi defisiensi besi akibat diet
atau tampon dalam jumlah banyak, atau masa yang buruk seumur hidup, yangterutama terdiri dari
31

..\
rl 1'.
\d
*o*
.'-! ;"'-q
w' ' jd\ i '. '.'' g*':. {
*. {;\J "a"
) {.-i{\
'-'""?"\ 'Y
.l u*' r-.O 1"\ \*
f
- ttlf
\*t -\
lii

rE ' /*h f:,


'tf:i*r' i"",
."
"*d
{

tr* t'.,..t
" Jed
#,
&4p
; r{
{} J
\alt ,e \-/ (3
Gambar, 3.7, Sediaan apus darah tepi pada anemia JI I .] .:
delisiensi besi yang berat. Sel mikrositik hipokrom dengan
1*"f *
,l {}t-
Sr&
beberapa sel target. (Lihat Gambar Benruarna hal. A-4).
11.,1t a & rl,

bijibijian dan sayuran. Meskipun demikian, entero- dengan komplikasi. Pada anemia defisiensi besi, tidak
pati yang diinduksi gluten, gastrektomi total atau ada besi dari eritroblas cadangan (makrofag) dan yang
parsial, dan gastritis atropik dapat merupakan faktor sedang berkembang (Gb. 3.9). Eritroblas berukuran
predisposisi untuk terjadinya defisiensi besi. keci'l dan mempunyai sitoplasma yang bergerigi.

::rr '', , r:' ;

Temuan laboratorium Besi serum dan daya ikat besi total


Besi serum turun dan daya ikat besi total (total iron-
Rangkuman temuan laboratorium dan perbandingan binding capacity, TIBC) meningkat sehingga TIBC
dengan anemia hipokrom lain terdapat di Tabel3.7, kurang dari 10% tersaturasi (Gb. 3.10). Hal ini ber-
lawanan dengan anemia penyakit kronik (lihat di
lndeks eritrosit dan sediaan apusan darah bawah) yang kadar besi serum dan TIBC-nya turun,
Bahkan sebelum terjadi anemia, indeks eritrosit sudah serta anemia hipokrom lain yang kadar besi serum-
menurun dan penurunan terjadi secara progresif se- nya normal atau bahkan meningkat.
jalan dengan memberatnya anemia. Sediaan apus
darah menunjukkan sel mikrositik hipokrom dan Reseptor transferin serum
kadang-kadang ditemukan sel target dan poikilosit lserum tran sferrin receptor, sTf B)
berbentuk pensil (Gb. 3.7). Hitung retikulosit rendah Reseptor transferin dilepaskan dari sel ke dalam
jika dibanditgkan dengan derajat anemia. Jika defi- plasma. Kadar sTfR meningkat pada anemia defi-
siensi besi disertai dengan defisiensi vitamin 8,, atau
defisiensi folat yang berat, terjadi gambaran 'di-
x /.; ./d 1Fr
morfik'dengan dua populasi eritrosit (satu diantara-
nya makrositik dan yang lainnya mikrositik hipo-
krom); indeks eritrosit mungkin normal. Gambaran
sediaan apus dimorfik juga ditemukan pada pen-
' l:,. ii.r"
derita defisiensi anemia yang baru mendapat terapi li
besi dan menghasilkan suatu populasi eritrosit baru
yang terisi baik dan berukuran normal (Gb. 3.8) dan
jika pasien telah mendapat transfusi. Pada defisiensi
.::
besi, jumlah trombosit seringkali meningkat sedang, -e
terutama jika perdarahan berlanjut.

Besi sumsum tulang Gambar. 3.8. Gambaran dimorfik pada anemia defisiensi besi yang berespons
terhadap terapi besi. Terdapat dua populasi eritrosit, satunya mikrositik
Pemeriksaan sumsum tulang tidak perlu dilakdkan hipokrom, lainnya normositik dengan hemoglobin cukup. (Lihat Gambar
untuk menilai cadangan besi kecuali pada kasus Berwarna hal. A-5).
' .. r1. . lFi#3tiit
l,r,r:;itiitt
r;;:4 Nrili+lilliltiti$r
- s{ir.r.' if ;::::.:::::::i:il:1li.r.l,:-:.lr:aiii,i"r:--i+*!i;I:l
-'lir }i.'
32 lt,!:

siensi besi, tetapi tidak meningkat pada anemia klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan rektal,
penyakit kronik atau pembawa gen (frcif) thalasemia. pemeriksaan darah samar, dan dengan penggunaan
Kadamya juga meningkat jika tingkat eritropoiesis endoskopi dan/atau radiologi gastrointestinal atas
keseluruhan meningkat. dan bawah yang sesuai (Gb. 3.11 dan 3.12). Dapat
dilakukan pemeriksaan antibodi terhadap endo-
Feritin serum misium dan gluten serta biopsi duodenum untuk
mencari adanya enteropati yang diinduksi gluten.
Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam se- Telur cacing tambang dicari dalam tinja pasien yang
rum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan berasal dari daerah infestasi cacing. Kadang kala,
besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Kisaran diperlukan angiogram sumbu seliak untuk men-
normal pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita demostrasikan angiodisplasia.
(Gb. 3.10). Pada anemia defisiensi besi, kadar feritin
Jika perdarahan saluran cerna sudah disingkir-
serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang kan, maka dipikirkan kehilangan besi melalui urine
meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau dalam bentuk hematuria atau hemosiderinuria
pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak (akibat hemolisis intravaskular kronik). Foto rontgen
atau suatu respons fase akut, misalnya pada infla- toraks yang normal menyingkirkan keadaan hemosi-
masi. Kadar feritin serum normal atau meningkat derosis pulmonal yang jarang ditemukan. Pasien ter-
pada anemia penyakit kronik. kadang membuat dirinya berdarah sehingga terjadi
defisiensi besi.
, lnvestigabi penyebab defisiensi besi (Tabel 3.4)
Pengobatan
Pada wanita pra-menopause, menorrhagia dan/atau
kehamilan berulang biasanya menyebabkan defi- Penyebab yang mendasari sedapat mungkin diobati.
siensi, walaupun penyebab lain harus dicari jika hal- Sebagai tambahan, diberikan besi untuk mengoreksi
hal tersebut tidak ada. Pada beberapa penderita men- anemia dan memulihkan cadangan besi.
orrhagia, terdapat kelainan pembekuan atau
trombosit, misalnya pada penyakit von Willebrand.
Besi oral
Pada pria dan wanita pascamenopause, perdarahan
gastrointestinal adalah penyebab utama defisiensi Preparat yang terbaik adalah ferro sulfat yang
besi dan penyebab pastinya dicari dari anamnesis harganya murah, mengandung 67 mg besi dalam tiap

B;i*;
W
*ffh"
iidf-+*"r.
.,.4 i

::. tirl
(b)

Gambar. 3.9. Besi sumsum tulang dinilai dengan pewarnaan Perls. (a) Cadangan besi normal ditandai dengan pewarnaan biru pada makrofag. lnset: granula siderotik
normal dalam eritroblas. (b). Tidak adanya warna blru (tidak adanya hemosiderin) pada defisiensi besi. lnset: tidak terdapat granula siderotik dalam eritroblas. (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-5).
33

0306090 0 100 200 300 1000 10 000


tumolll\ Feritin serum (agll)
@ Besi serum" ffiutec
Gambar.3.10. Kadar besi serum, daya ikat besi serum yang tak tersaturasi (unsatwated ircn-binding capacity, UIBC), dan leritin serum pada subyek yang normal dan
yang menderita delisiensi besi, anemia penyakit kronik, dan kelebihan besi. Daya ikat besi total (TIBC) terdiri dari besi serum dan UIBC. Di beberapa laboratorium,
kandungan hansferin serum diukur secara langsung dengan pemeriksaan imunodifusi, bukan dari kemampuan untuk mengikat besi, dan dinyatakan dalam g/1. Serum
normal mengandung2-4 gll transferin (1 g/l translerin = 20 pmol/l daya ikat). Kisaran normal untuk besi serum adalah 10-30 pmol/l; untuk TIBC 40-75 pmol/l; untuk
feritin serum, pria 40-340 pg/l ;wanita 14-150 pg/|.

Gambar, 3.11. lnvestigasi dan penatalaksanaan anemia


defisiensi besi. G.1., gastrointestinal; sTlR, reseptor trans-
ferin serum; TIBC, daya ikat besi total.

tablet 200 mg (anhidrat) dan paling baik diberikan Kadar hemoglobin harus meningkat dengan kece-
pada keadaan perut kosong dalam dosis yang patan sekitar 2 g/dl tiap 3 minggu. Respons retiku-
berjarak sedikitriya 5 jam. fika timbul efek samping losit tingginya sebanding dengan derajat anemia.
(mis. mual, nyeri perut, konstipasi, atau diare), dapat Kegagalan respons terhadap pemberian besi oral
dikurangi dengan memberikan besi bersama makan- mungkin disebabkan oleh beberapa hal (Tabel 3.5),
an atau menggunakan preparat dengan kandungan yang semudnya harus dipertimbangkan sebelum
besi yang lebih rendah, mis. ferro glukonat yang lebih menggunakan besi parenteral.
sedikit mengandung besi (37 mg) per tablet 300 mg.
Eliksir tersedia untuk anak-anak. Preparat lepas
Besi parenteral
lambat sebaiknya tidak diberikan.
Terapi besi oral harus diberikan cukup lama Besi-sorbitol-sitrat (Jectofer) diberikan sebagai injeksi
untuk mengoreksi anemia dan untuk memulihkan intramuskular dalam yang berulang, sedangkan ferri
cadangan besi tubuh, yang biasanya memberikan hidroksida-sukrosa (Venofer) diberikan melalui
hasil setelah penggunaan selama sedikitnya 6 bulan. injeksi intravena lambat atau infus. Mungkin terjadi
s4 :a*llls&.x
itiihi{t ('prr's*iiH!MM'

Gambar. 3.12. Barium enema pada pasien pria


berusia 63 tahun yang datang dengan anemia
defisiensi besi. Terdapat defek pengisian pada sekum
dan barium tidak memasuki ileum terminal. pada
laparotomi ditemukan karsinoma sekum.

Tabel 3,5. Kegagalan respons terhadap besi oral Tabel 3.6. Penyebab anemia penyakit kronik

Perdarahan berkelanjutan Penyakit radang kronik


Tidak makan tablet lnleksi, mis. abses paru, tuberkulosis, osteomielitis, pneumonia,
Sahh diagnosis - khususnya pembawa sifat thalasemia, anemia sideroblastik endokarditis bakterialis

Delisiensi carpuran - defisiensi vitamin B12 atau folat yang bersamaan Non-infeksi, mis. artritis rematoid, lupus eritematosus sistemik dan
penyakit jaringan ikat lain, sarkoidosis, penyakit Crohn
Penyebab anemia yang lain, misalnya keganasan, inflamasi

Malabsorpsi - ini adahh penyebab yang jarang Penyakit keganasan


Penggunaan preparat lepas lambal Misalnya karsinoma, limfoma, dan sarkoma

reaksi hipersensitivitas atau anafilaktoid dan oleh 1. Indeks dan morfologi eritrosit normositik normo-
karena itu, besi parenteral hanya diberikan jika krom atau hipokrom ringan (MCV jarang <75 fl);
dianggap perlu untuk memulihkan besi tubuh secara 2. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (he-
cepat, contohnya pada kehamilan tua atau pasien moglobin jarang kurang dari 9,0 g/dl)-beralnya
yang menjalani hemodialisis dan terapi eritropoietin anemia terkait dengan beratnya penyakit;
atau jika pemberian besi oral tidak efektif (mis. pada 3. Baik kadar besi serllm marlprln TIBC menurun;
malabsorpsi berat) atau tidak praktis (mis. penyakit kadar sTfR normal;
Crohn aktif). Respons hematologik terhadap pem- 4. Kadar feritin serum normal atau meningkat; dan
berian besi parenteral tidak lebih cepat dibandingkan 5. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikulo-
dengan respons terhadap pemberian dosis besi oral endotel) normal tetapi kadar besi dalam eritroblas
yang mencukupi, tetapi cadangan besi tubuh dapat berkurang (Tabel3.7).
pulih dalam waktu yang jauh lebih cepat. Patogenesis anemia ini tampaknya terkait dengan
menurunnya pelepasan besi dari makrofag ke
plasma, memendeknya umrlr eritrosit, dan respons
eritropoietin yang tidak adekuat terhadap anemia
ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIK yang disebabkan oleh efek sitokin seperti IL-1 dan
TNF pada eritropoiesis. Anemia ini hanya terkoreksi
Salah satu anemia yang paling sering terjadi pada dengan keberhasilan pengobatan penyakit yang
pasien yang menderita berbagai penyakit keganasan mendasari, dan tidak berespons terhadap terapi besi
dan radang kronik (Thbel 3.6). Gambaran khasnya walaupun kadar besi serum rendah. Pemberian
adalah: eritropoietin rekombinan memperbaiki keadaan ane-
Anemh hipokomtdin penimbunin besi 35

Tabel 3.7. Diagnosis laboratorium anemia hipokrom

Defisiensibesi Radang konik atau Pembawa gen Anemia sideroblastik


keganasan thalasemia (d, atau B)

MCV Menurun sebanding Normal atau menurun sedikit Menurun; sangat rendah jika Biasanya rendah pada ienis
MCH dengan beratnya dibanding deraial anemia kongenital, tetapi MCV
anemia seringkali meningkat pada
jenis yang didapat
Besi serum :
Menurun. Menurun Normal Meningkat
TIBC Meningkat Menurun Normal Normal
Reseptor transferin serum Meningkal : Normal/rendah Bervariasi Normal ,,

Feritin ierum Minurun Normal atau meningkat Normal Meningkat


Cadangan besi sumsum Tidak ada Ada Ada Ada
tulang
Besi eritrobhs , I toaK aoa Tidak ada Ada Bentuk cincin
Elekroforesis hemoglobin Normal Normal Hb{ meningkat pada bentuk p Normal

MCH, hemoglobin eritrosit rata-rata; MCV, volumer eritrosit rata-rata; TIBC, daya ikat besi total

mia pada beberapa kasus. Pada banyak keadaan, .:-i:t::lr'ti

anemia ini dipersulit oleh anemia yang disebabkan


oleh penyebab lain, seperti defisiensi besi, vitamin 8,,
atau folat, gagal ginjal, kegagalan sumsum tulang,
hipersplenisme, kelainan endokrin, anemia leuko-
eritroblastik, dll; semuanya ini dibahas di Bab 20.

ANEMIA SIDEROBLASTIK

Ini adalah anemia refrakter dengan sel hipokrom


dalam darah tepi dan besi sumsum tulang vang
meningkat; anemia ini dipastikan dengan adanya
banyak sideroblas cincin (ring sideroblnsf) yang pato-
logis dalam sumsum tulang (Gb. 3.13). Sideroblas ill',
cincin ini adalah eritroblas abnormal yang mengan-
dung banyak granula besi yang tersusun dalam
suatu bentuk cincin atau kerah yang melingkari inti,
bukan beberapa granula besi yang tersebar secara Gambar. 3.13. Sideroblas cincin dengan suatu cincrn granula besi perinuklear
pada anemia sideroblastik. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-6).
acak yang tampak bila eritroblas normal diwarnai
dengan pewarnaan besi. Anemia sideroblastik di-
diagnosis brla 15% atau lebih eritroblas dalam
sumsum tulang adalah sideroblas cincin, tetapi aminolevulinat sintase (ALA-S) yang terdapat pada
sideroblas cincin ini dapat ditemukan dalam jumlah kromosom X. Piridoksal-6-fosfat adalah suatu
yang lebih sedikit pada berbagai kondisi hema- koenzim untuk ALA-S. Jenis lain yang jarang di-
tologik. jumpai meliputi defek mitokondria, responsif tiamin,
Anemia sideroblastik digolongkan menjadi bebe- dan defek autosom lain. Bentuk didapat primer yang
rapa jenis (Tabel 3.8) dan persamaannya adaiah lebih sering ditemukan adalah salah satu subtipe
adanya suatu defek dalam sintesis heme. Pada mielodisplasia. Bentuk ini juga dinamakan 'anemia
bentuk herediter, anemia dicirikan oleh suatu refrakter dengan sideroblas cincin'. Keadaan ini
gambaran darah yang sangat hipokrom dan dibahas bersama dengan jenis mielodisplasia lain
mikrositik. Mutasi tersering adalah pada gen asam 6- pada Bab 13.
36 :: :i:n,:.i 1

Kdbitji:sdeffi Fl6malologi'

Tabel 3,8. Klasif ikasi anemia sideroblastik perdarahan yang menyebabkan defisiensi besi atau
adanya penyakit kronik. Negara asal dan riwayat
Herediler keluarga dapat mengarah pada kemungkinan diag-
Biasanya lerjadi pada pria, dibawa oleh wanita; dan juga jarang terjadi nosis thalasemia atau hemoglobinopati lainnya.
pada wanita (lihat teks)
Pemeriksaan fisik dapat juga membantu dalam
Didapat | menentukan lokasi perdarahan, gambaran penyakit
:. radang kronik atau keganasan, koilonikia, atau pada
Priner
beberapa hemoglobinopati, adanya pembesaran
Mielodisplasia (anemia refraker dengan sideroblas cincin) (lihat hal. 173)
limpa atau deformitas tulang.
Sekunder Pada pembawa sifat thalasemia (thnlassaemin
Pembehlukan sideroblas cincin juga dapat terjadi di sumsum tulang pada: trnit), eritrosit cenderung berukuran kecil, seringkali
penyakit keganasan sumsum tulang lain, mis. jenis mielodisplasia lain, dengan MCV 70 fl atau kurang, bahkan jika anemia-
mielofibrosis, leukemia mieloid, mieloma nya ringan atau tidak ada anemia; hitung eritrosit
obat, misalnya obat antituberkulosis (isoniazid, sikloserin), alkohol, timbal biasanya lebih dari 5,5 x7012 /1. Sebaliknya, pada ane-
kondisi jinak lain, misalnya anemia hemolitik, anemia megaloblastik, mia defisiensi besi, indeks eritrosit menurlln secara
malabsorpsi, artritis rematoid progresif sesuai derajat anemia dan jika anemianya
ringan, indeksnya seringkali hanya sedikit di bawah
normal (mis., MCV 75-80 fl). Pada anemia penyakit
kronik, indeks juga tidak begitu rendah, biasanya
Pada beberapa pasien, khususnya yang mende- MCV dalam kisaran 75-82 fl.
rita jenis herediter, terdapat stlatlt respons terhadap Peineriksaan besi serllm dan TIBC atau peme-
pemberian terapi piridoksin. Defisiensi folat dapat riksaan feritin serum mempakan pemeriksaan yang
terjadi dan dapat dicoba pemberian terapi asam folat. umllm dilakukan untuk memastikan diagnosis defi-
Walaupun demikian, pada banyak kasus berat, siensi besi. Pemeriksaan sTfR juga berguna untuk
transfusi darah berulang adalah satu-satunya cara membedakan anemia defisiensi besi dari anemia
untuk mempertahankan kadar hemoglobin yang penyakit kronik. Elektroforesis hemoglobin dengan
cukup dan penimbunan besi akibat transfusi menjadi pengukuran HbA, dan HbF dilakukan pada semua
suatu masalah utama. Pengobatan lain yang telah pasien yang dicurigai menderita thalasemia atau
dicoba pada mielodisplasia (mis. eritropoietin) dapat hemoglobinopati lain dari riwayat keluarga, asal
dicoba pada bentuk didapat primer (Bab 13). negara, indeks eritrosit, dan sediaan apr.rs darah.
Defisiensi besi atar,r anemia penyakit kronik dapat
juga terjadi pada subyek-subyek tersebut. Pembawa
Keracunan timbal sifat thalasemia B ditandai oleh peningkatan FIbA, di
atas 3,Soh, tetapi pada pembawa sifat thalasemia cr
Timbal menghambat sintesis heme dan globin pada tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan hemoglo-
sejumlah titik. Selain itu, timbal menggangglr peme- bin sederhana, sehingga diagnosis biasanya ditegak-
cahan RNA dengan cara menghambat enzim piri- kan dengan menyingkirkan semua penyebab eritrosit
midin 5' nukleotidase yang menyebabkan akttmulasi hipokrom lain dan hitung eritrosit >5,5 x 1012/1.
RNA terdenaturasi dalam eritrosit, RNA tersebut Pemeriksaan DNA dapat digunakan Lrntuk memasti-
mem- berikan gambaran yang disebut titik-titik baso- kan diagnosis. Meskipun demikian, pada beberapa
frlik (bnsophilic stippling) pada pewarnaan biasa
(Romanowsky) (lihat Gb.2.76). Anemia dapat hipo-
Tabel 3.9 Penyebab beban besi yang berlebihan
krom atau secara predominan hemolitik, dan
sumsum tulang dapat menunjukkan adanya sidero-
Peningkalan absorpsi besi Hemokromatosis herediter (primer)
blas cincin. Terdapat peningkatan kadar protopor-
Eritropoiesis yang tidak efektif, misalnya
firin eritrosit bebas. talasemia intermedia, anemia
sideroblastik
Penyakit hati kronik
Diagnosis banding anemia hipokrom
Peningkatan asupan besi Siderosis yang ditemukan pada orang
Atrika (akibat diet dan genetik)
Tabel 3.7. mencantumkan pemeriksaan laboratorium
yang mungkin diperlukan. Anamnesis klinis sangat Trans{usi eritrosit berulang Siderosis akibat transfusi
penting dilakukan untuk mengetahui adanya sumber
? ::.i:a' i:-tnli{,ilt ;i::
r *. ::11ii
jjj;:,:i:::!.i lr!:.1: rl :: 37
I{r,::.

pasien thalasemia cr, beberapa eritrosit memperlihat- plasma dan karena itu dianggap kekurangan besi.
kan adanya deposit Hb H (0) pada preparat retiku- Defisiensi besi pada enterosit kriptr.rs meningkatkan
losit (Bab 6). ekspresi protein DMT-1, sehingga ketika sel men-
Pemeriksaan sllmslrm tulang perlu dilakukan jika capai ujung vili, meningkatkan absorpsi besi dalam
terdapat kecurigaan adanya diagnosis anemia usus jika dibandingkan dengan cadangan besi tubuh
sideroblastik, tetapi biasanya tidak diperlukan untuk (Gb.3.4).
menegakkan diagnosis anemia hipokrom lain. Kelebihan besi yang diakibatkannya memsak sel
parenkim dan pasien datang dengan penyakit hati,
gangguan endokrin seperti diabetes atau impotensi,
penyakit jantung, pigmentasi kulit (lihat juga Bab 6),
PENIMBUNAN BESI dan artropati (akibat deposisi pirofosfat). Gejala
biasanya timbul pada orang dewasa di atas usia 40
Tidak ada mekanisme fisiologik untuk mengelimi- tahnn. Penegakan diagnosis ditunjukkan dari
nasi besi berlebihan dari tubuh sehingga absorpsi peningkatan saturasi transferin serum dan feritin
besi secara normal diatur dengan baik untuk men- yang disertai dengan pemeriksaan mutasi HFE.
cegah terjadinya akumulasi. Penimbunan dapat Biopsi hati dilakukan untuk menilai kuantitas derajat
terjadi pada penyakit yang disertai absorpsi ber- penimbunan besi dan menilai kemsakan hati.
lebihan atau transfusi darah kronik. Penimbunan Pengobatan adalah dengan venaseksi teratur, tiap
besi berlebihan dalam jaringan dapat menyebabkan unit darah yang hilang akan mengeluarkan 200-250
kerusakan yang serius pada organ tubuh, khususnya mg besi dan dipantau dengan pemeriksaan besi se-
jantung, hati, dan organ endokrin. Penyebab kele- rum, TIBC dan feritin serlrm, serta pemeriksaan
bihan besi dicantumkan dalam Tabel 3.9. Terapi fungsi organ.
khelasi besi dibahas dihal.72.

Hemokromatosis herediter (genetik, prime| KEPUSTAKAAN


Pada keadaan autosomal resesif ini terjadi absorpsi Anderson G.J. and Powell L.W. (1999) Haemochromatosis
besi berlebihan di saluran cerna. Gen yang terlibat di and control of intestinal iron absorption. Lancet 353,
sini adalah HFE dan sebagian besar pasien bersifat 2089-90
homozigot dengan mutasi missense (845G menjadi A) Andrer.r's N.C. (1999) Disorders of iron metabolism. N.
pada gen HFE yang menyebabkan insersi residu Engl. Med.341, 1986-95.
l.
tirosin dan bukannya sistein pada protein matur Andrews N.C. (2000) Iron metabolism and absorption. Reu.
CIm. Erp. Hentntol. 4,283-301.
(C282Y). Alel ini mempunyai prevalensi sekitar satu
Barton J.C. and Edwards C.Q. (eds) (2000) Haemochro-
dalam 300 pada populasi kulit putih. Gen HFE mntosis. Cambridge University Press, Cambridge.
terletak dekat lokus kompleks histokompatibilitas Brittenham G.M. (1991) Disorders of iron metabolism: iron
mayor (major histocompatibility compler, MHC) di deficiency and overload. In Hematology: Basic Principles
kromosom 6 dan dikaitkan dengan antigen leukosit and Prnctice (eds R. Hoffman, E.J. Benz, S.J. Shatill, B.
manusia (human leucocyte antigen, HLA)-A3 dan-B8. Furie and H.J.Cohen). Churchill Livingstone, New York,
Mutasi kedua yang menyebabkan terjadinya pp.329-49.
substitusi histidin ke asam aspartat H63D ditemukan Camaschella C., De Gobbi M. and Roetto A. (2000) Heredi-
bersamaan dengan mutasi C282Y pada sekitar 5% tary hemochromatosis: progress and perspectives. Reo,
CIin. Exp. Hematol. 4,302-21.
pasien tetapi penderita H63D homozigot tidak
Feder J.N. et nl. (1996) A novel MHC class I-like gene is
menderita penyakit ini. Mutasi pada gen lain (misal mutated in patients with hereditary haemochromatosis.
HFEr) menyebabkan hemokromatosis genetik tipe Nnt. Genet. 13, 399-408.
Iain, mis. bentuk juvenil yang terjadi sebelum usia 30 Kuhn L.C. (1991) mRNA-protein interactions regulate criti-
tahun. cal pathways in cellular iron metabolism. Br. l. Haentntol.
Mutasi C282y menyebabkan terjadinya kega- 79, r-6.
galan dalam mengekspresikan HFE di permukaan Zoller M., Pietroangelo A., Vogel W. et nl. (1999) Duodenal
basolateral sel kriptus. Konsekuensi dari kegagalan metal transporter (DMT-1, NRAMP-2) expression in pa-
ini tampaknya adalah bahwa sel kriptus duodenum tients with hereditary haemochromatosis. Lancet 353,
2120-3.
tidak mampn memasukkan besi dari transferin
Anemia megaloblastik dan
anemia makrositik lain
Pengantar anemia makrositik, 38 Defisiensi folat, 43

Anemia megaloblastik, 38 Gambaran klinis anemia megaloblastik, 43

Vitamin 8,, (B,r, kobalamin), 38 Diagnosis defisiensi vitamin B,, atau folat, 46

Folat,40 Anemia megaloblastik lain, 48

Defisiensi vitamin B,r, 42 Anemia makrositik lain, 49

PENGANTAR ANEMIA MAKROSITIK vlTAMlN 81, (81r, KOBALAMIN)

Pada anemia makrositik, eritrosit berukuran besar Vitamin ini disintesis di alam oleh mikroorganisme;
abnormal (volume eritrosit rata-rata, MCV >95 fl). hewan mendapatkannya dengan memakan makanan
Ada beberapa penyebab (Tabel 2.3) yang dapat berupa hewan lain, melalui produksi intemal dari
dibagi secara luas berdasarkan gambaran eritroblas bakteri usus (tidak pada manusia) atau dengan
yang sedang berkembang dalam sumsum tulang memakan makanan yang tercemar bakteri. Vitamin
menjadi megaloblastik dan non-megaloblastik. ini terdiri atas sekelompok kecil senyawa, yaitu
kobalamin, yang mempunyai struktur dasar yang
sama, dengan satu atom kobalt di pusat cincin korrin
ANEMIA MEGALOBLASTIK yang melekat pada suatu bagian nukleotida (Gb. 4.1).
Vitamin ini ditemukan dalam makanan yang berasal
Merupakan suatu kelompok anemia dengan eritro- dari hewan seperti hati, daging, ikan dan produk
blas di sumsum tulang memperlihatkan adanya susu, tetapi tidak terdapat dalam buah, biji-bijian
suatu kelainan yang khas-pematangan inti relatif atau sayuran. Tabel 4.2 membandingkan aspek
lebih lambat dibandingkan dengan sitoplasma. nutrisi vitamin 8,, dan folat.
Kromatin inti tetap memberi gambaran yang ter-
buka, berbercak, seperti renda, walaupun terjadi
pembenfukan hemoglobin normal dalam sitoplasma ,' Abaorpsl ' : ;,=,
eritroblas sejalan dengan pematangannya. Defek
mendasari yang menyebabkan maturasi inti yang
tidak sinkron adalah sintesis DNA yang terganggu, Diet yang normal mengandung B,, yang berlebih
dan dalam praktek klinik, hal ini biasanya disebab- dibandingkan dengan kebutuhan harian (Tabel a.2).
kan oleh defisiensi vitamin B, atau folat. Kasus yang B,, digabungkan dengan faktor intrinsik glikoprotein
lebih jarang, kelainan metabolisme vitamin ini atau (IF) @erat molekul, BM 45000) yang disintesis oleh
lesi lain dalam sintesis DNA dapat menyebabkan sel parietal lambung. Kompleks IF-B,, kemudian
suatu gambaran hematologik yang identik (Tabel dapat berikatan dengan suatu reseptor permukaan
4.1). Aspek diet dan metabolik kedua vitamin ini spesifik untuk IF (yaitu kubilin) di ileum distal
dibahas sebelum pembahasan anemia. tempat B,, diabsorpsi (Gb. a.2).

38
frJi,f : '|#:t',1. .,;v,.i
#ffi$Wil+Wil F)'l;$;J[frws
.:. :.r ;r.rJ i,
:
39

GHs
Transpoi : transkobalami n

Vitamin B,, diabsorpsi ke dalam darah porta tempat


vitamin ini melekat pada protein pengikat plasma,
yaitu transkobalamin II (TC II) yang mengangkut B,,
ke sumsum tulang dan jaringan lain. Walaupun TC ii
adalah protein plasma yang penting untuk meng-
angkut B,, ke sel tubuh, namun jumlah 81, di TC II
biasanya sangat rendah (<50 ngll). Defisiensi TC Il
menyebabkan terjadinya anemia megaloblastik karena
gagalnya 8,, memasuki sumsum tulang (dan sel lain)
dari plasma, tetapi kadar B,, serLrm pada defisiensi
TC II adalah normal. Ini karena sebagian besar B,,
dalam plasma yang terikat pada protein pengangktil
lain, yaitu TC I. TC I adalah glikoprotein yang seba-
gian besar disintesis oleh granulosit dan makrofag.

Gambar. 4.1. Struktur metilkobalamin (metil B,,), bentuk utama vitamin 8,,
Tabel 4.1. Penyebab anemia megaloblastik
dalam plasma manusia. Bentuk lain meliputi deokiiadenosilkobalamin
laOo 8,,),
bentuk utama dalam jaringan manusia; hidroksokobalamin (hidrokso B,r), beniuk
Delisiensi vilamin B,, , , , :: ., utama dalam pengobatan; dan sianokobalamin (siano B,r), bentuli terlabel
radioaktif (57Co atau ssCo) yang digunakan untuk memeri-ksa absorpsi atau
Defisiensi folat
metabolisme vitamin 8,,.
Kelainan rn€Abolim, uib*in 812 atau folat, mis. deiisiensi lransko.
balamin ll, nifat oksida, obat antifolat

Delek sintesis DNA lain

defisiensi enzim kongenital, mis. orotic aciduria

defisiensi enzim didapal rnii. alkohol, terapi hidroksiurea, sitosin


arabinosida

Tabel 4.2, Vitamin 8,. dan folat: aspek nutrisi

Vitamin B12 Folat

Asupan harian normal dali makanan 7-30 pg 20G250pg : , ,,

Makanan utama Produk hewan saja Sebagian besar, khususnya hati, sayuran hijau, dan ragi
Pemasakan Sedikit efeknya Mudah rusak
Kebutuhan harian minimum untuk dewasa 1-2 ttg 10$150 pg
Cadangan dalam lubuh 2:3mg (arkup untuk2-4lahun) , 10-12 mg (cukup untuk 4 bulan)
Absorpsi

:: l,
Lelak , lleum Duodenum dan yeyunum
Mekanlsme.,: :,, fuktor intrinsik Konversi menjadi metiltetrahidrofolat
, Bata$ ,,' 2.3 pg/trari , , 50-800/o kandungan makanan

Siriulasl enterohepatk : 5-10 pglhari ,, 90 pg/hari


Tnnspor dalam pfasma Sebagian besar terikat pada TC l; TC ll esensial Terikat lemah pada albumin

gentuk fisiologik lnt,?sel utama


untuk ambilan sel .:
Metil- dan deoksiadenosilkobalamln Derivat poliglutamat tereduksi
Benfuk teiapeutik umum Hidroksokobalamin :
Asam folat (pteroilglutamat)

TC, transkobalamin
40

Gambar. 4,2. Absorpsi vitamin B,, dari makanan setelah


bergabung dengan laktor intrinsik (lF), melalui ileum.
Absorpsi folat terjadi melalui duodenum dan yeyunum
setelah konversi semua bentuk dalam makanan menjadi
metil letrahidrololat (metil THF). TC ll, transkobalamin ll.

Gambar, 4.3. Reaksi biokimiawi vitamin 8,, pada


manusia. Ado 812, deoksiadenosilkobalamin; KoA,
koenzim A; THF, tetrahidrofolat.

Pada penyakit mieloproliferatif dengan produksi homosistein menjadi metionin dengan menggunakan
granulosit yang sangat meningkat, kadar TC I metil tetrahidrofolat (THF) sebagai donor metil (Gb.
maupun B, dalam serum sangat meningkat. B, yang 4.3a); dan kedua, sebagai deoksiadenosil Br, (ado Brr),
terikat pada TC I tidak langsung terangkut ke yang membantu konversi metil malonil koenzim A
sumsum tulang; tampaknya ia 'mati' secara (KoA) menjadi suksinil KoA (Gb.4.3b). Pemeriksaan
fungsional. Glikoprotein yang terkait terdapat dalam homosistein dalam plasma dan asam metilmalonat
getah lambung, susq, dan cairan tubuh lain. dalam urine atau plasma dapat digunakan sebagai
pemeriksaan untuk mengetahui adanya defisiensi
Br'

Vitamin B' merupakan suatu koenzim untuk dua FOLAT


reaksi biokimia dalam tubuhl yang pertama, sebagai
metil Br, suatu kofaktor untuk metionin sintase, Asam folat (pteroilglutamat) adalah senyawa induk
yaitu enzim yang bertanggung jawab untuk metilasi dari sekelompok besar senyawa, yaitu folat, yang
iilirit.,'!r::i:,iiiiii.:.,+
eneHigH6rupl iifi'fi11qfiffii r:ilii$iill

N
"'*Yr I
H
" fl1 \Fc-N-cH
cooH {rr}
t, w\fi 5 cHz-N-< F Gambar 4.4. Struktur asam folat (pteroilglutamat). Folat
yang berasal dari makanan dapat mengandung: (a) atom
N e 10 \
:,:,
\:./
,/
: rr. , :
I

?",
cH.
hidrogen tambahan di posisi 7 dan B (dihidrofotat) atau 5,6,7
dan 8 (tetrahidrofolat); (b) suatu gugus formil di Ns atau Nr0,
suatu gugus metil di Ns atau gugus 1-karbon lainnya; dan (c)
loo",", molekul glutamat tambahan yang melekat pada gugus y-
karboksil molekul glutamat.

berasal darinya (Gb. 4.4). Manusia tidak mampu ffi


mensintesis struktur folat sehingga memerlukan folat t'$

yang telah terbentuk sebagai vitamin.


ri ii
,..r#.

Absorpsi, transpor dan tungsi


$$

Folat yang berasal dari makanan dir.rbah menjadi


metil THF (yang, seperti folat, hanya mengandung
satu molekul glutamat) selama absorpsi melalui usus
kecil bagian atas. Begitu masuk dalam sel, metil THF
::::-ri

diubah menjadi poliglutamat folat (Gb. 4.5).


Folat diperlukan dalam berbagai reaksi biokimia
dalam tubuh yang melibatkan pemindahan satu unit
karbon (Gb. 4.5) dalam inter-konversi asam amino, !::i
mis. konversi homosistein menjadi metionin, dan itt
ilf
serin menjadi glisin, atau pada sintesis preklrrsor
DNApurin.

:,r'l

Dasar biokimiawi pada anemia megaloblastik .$


i:;i:

DNA dibentuk melalui polimerisasi keempat deoksi-


ribonukleosia trifosfat (Gb. 4.5). Defisiensi folat
dianggap menyebabkan terjadinya anemia megalo- ,tli
i!$
r!*
blastik dengan menghambat sintesis timidilat, yaitu $t
suatu tahap yang membatasi kecepatan sintesis DNA Gambar. 4.5. Dasar biokimiawi anemia megaloblastik yang disebabkan oleh lfi
defisiensi vitamin 8,, atau lolat. Folat diperlukan dalam salah satu bentuk
yang pada tahap ini disintesis timidin monofosfat, koenzimnya, yaitu 5,10-metilen tetrahidrofolat (THF) poliglutamat, dalam sintesis
karena reaksi ini memerlukan S,1O-metilen THF timidin monofosfat dari prekursornya, deoksiuridin monofoslat. Vitamin 8,,
poliglutamat sebagai koenzim. diperlukan untuk mengubah metil THF, yang memasuki sel dari plasma, menjadi
THF; dari THF, disintesis bentuk poliglutamat folat. Folat dari makanan semua-
Semua sel tubuh termasuk sel sumsum tulang
nya diubah menjadi metil THF (suatu monoglutamat) oleh usus halus. A, adenin;
menerima folat dari plasma dalam bentuk metil THF. C, sitosin;d,deoksiribosa:DHE dihidrofolat; DB difosfat; G, guanin:Mp, mono-
B,, melalui perannya dalam metilasi homosistein fosfat; T, timin; TB trilosfat; U, urasil.
menjadi metionin diperlukan dalam konversi metil
THF menjadi THF. THF (tetapi bukan metil THF)
adalah suatu substrat untuk sintesis poliglutamat
fosfat dalam sel. Poliglutamat folat bertindak sebagai
koenzim folat intraselular, termasuk 5,10-metilen Penyebab anemia megaloblastik lain yang bersifat
THF poliglutamat, yaitu bentuk koenzim folat yang kongenital atau didapat (mis., terapi obat anti-
terlibat dalam reaksi timidilat sintetase (Gb. 4.5). metabolit) menghambat sintesis purin atau pirimidin
Oleh karena itu, ketiadaan 8,, mencegah terjadinya pada salah satu tahap. Akibatnya adalah berkurang-
demetilasi metil THF, sehingga akibatnya sel nya pasokan salah satu dari empat prekursor yang
kekurangan THF, dan koenzim poliglutamat folat. diperlukan untuk sintesis DNA.
42

Tabel 4,3. Penyebab defisiensi vilamin B,,


Reduksifolat

!lutrisi
Selama sintesis timidilat, koenzim poliglutamat folat
teroksidasi dari bentuk THF menjadi dihidrofolat Tautama ,
vegetarian ,

(DHF) (Gb. 4.5). Regenerasi THF aktif memerlukan Malabsorpsl :,: ,1,.

enzim DHF reduktase. Dengan demikian, inhibitor Penyebab dafi tambung


enzim ini (mis. metotreksat) menghambat semua
,' , ,,, ,,,.

Anemia oernisiosa
reaksi koenzim folat, sehingga menghambat sintesis Tidak adanya atau kelainan laktor intrinsik kongenital
DNA. Metotreksat adalah obat yang berguna ter- I
utama dalam pengobatan keganasan atau penyakit
Gastrektomi lotal atau parsial ,, ' ,,

radang, mis. di kulit, dengan pertukaran sel yang Penyebabdail usus ,,: ,i ',,,
berlebihan. Pirimetamin, yaitu antagonis yang lebih Sindrom lengkung stagnan intestinal (lntestinal stagnanl loop
syndrorneHivertikulosis yeyunum, lengkung bunlu (blind loopl,
lemah, digunakan terutama untuk malaria. Trime-
striktur, dll.
toprim, yang aktif terhadap DHF reduktase bakteri
lropicat sprue kronik
tetapi aktivitasnya sangat lemah terhadap enzim .::::
manusia, digunakan dalam kombinasi antibiotik . Reseksi ileum dan penyakit Crohn ,, I ,, , ,

Malabsorpsi selektif kongenital dengan proteinuria (anemia


dengan sulfonamida, sebagai ko-trimoksazol. Toksi- ,
megaloblastik autosomal resesi0 ,

sitas yang disebabkan oleh metotreksat atau piri-


CaCing pita ikan , : ,,.
mietamin dapat ditanggulangi dengan memberi
pasien folat tereduksi seluruhnya yar.g stabil, yaitu
asam folinat (S-formil THF). NB. Penyebab lain malabsorpsi vitamin 812, mis. pankreatilis berat, enteropati
yang diinduksi gluten, inleksi HlV, atau terapi metformin, biasanya tidak
menyebabkan delisiensi vitamin 8,, yang penting secara klinis.

DEFtStENS| V|TAMtN B,,


tahun, dan mungkin juga disertai penyakit autoimun
Di negara-negara Barat, defisiensi ini biasanya (Tabel4.4). Penyakit ini ditemukan pada semua ras
disebabkan oleh anemia pernisiosa (Addison) (Tabel tetapi paling sering pada orang Eropa Utara dan
4.3). Kadang-kadang defisiensi ini disebabkan oleh cenderung terjadi dalam keluarga. Terdapat juga
vegetarianisme (tidak makan daging) dengan diet peningkatan insidensi karsinoma lambung (sekitar 2-
yang kurang vitamin 8,, &iasanya pada orang India 3% dari semua kasus anemia pernisiosa).
yang beragama Hindu), gastrektomi, atau lesi usus
halus. Tidak ada sindrom defisiensi B,, yang dise-
Antibodi
babkan oleh peningkatan pemakaian atau kehi-
langan, sehingga perlu 2 tahun untuk terjadi defi- Sembilan puluh persen pasien memperlihatkan
siensi, yaitu waktu yang diperlukan cadangan tubuh adanya antibodi sel parietal yang ditujukan terhadap
untuk berkurang dengan kecepatan 1-2 pg tiap hari H*/K*-ATPase lambung dalam serum, dan 50% tipe I
jika tidak adaBrrbaru dari makanan yang memasuki atau antibodi penyekat (blocking antibody) terhadaplF
tubuh. Walaupun demikian, nitrogen oksida dapat yang menghambat pengikatan IF pada B,r. Tiga
dengan cepat menginaktifkan B,, tubuh (hal. 49).

Tabel 4.4. Anemia pernisiosa: penyerta


Anemia pernisiosa

Disebabkan oleh serangan autoimun pada mukosa Wanita , ,,, , Vitiligo , ,

lambung yang menyebabkan terjadinya atrofi Matabiru ,, , Miksedema :,,:'.,

Uban yang timbul cepal Penyakit Hashimoto ', .


lambung. Dinding lambung menjadi tipis, dengan
suatu infiltrat sel plasma dan limfosit di lamina pro- Orang Eropa Utara Tirotoksikosis : , ::

pria. Metaplasia intestinal dapat terjadi. Terjadi Familial ,,: i, Penyakil Addisonl l

aklorhidria dan sekresi IF tidak ada atau hampir Golongan darah A ' Hipoparathoidisme

tidak ada. Hipogamaglobulinemia

Lebih banyak wanita dibanding pria yang terkena Karsinoma tambung:

penyakit ini (1,6:1) dengan puncaknya pada usia 60


ffiNa-$ffi 43

puluh lima persen pasien memperlihatkan adanya Tabel 4.5 Penyebab delisiensi folat
antibodi kedua (tipe II atau presipitasi) terhadap IF
yang menghambat lokasi pengikatannya pada ileum. Nutrisl
Antibodi IF bersifat spesifik untuk anemia pernisiosa Ierutama usia tua, penghuni panti, kemis*inan, kelaparan, diet
tetapi ditemukan dalam serum pada hanya separuh khusus, anemia susu kambing,dll. : . : :.
pasien, sedangkan antibodi sel parietal yang lebih
sering ditemukan bersifat kurang spesifik dan cukup
Malabsorpsl :, i,l
i

Tropical sprue, enteropati yang diinduksi gluten (orang dewasa atau


sering ditemukan pada subyek yangberusia tua (mis. anak). Faktor pendukung defisiensi lolat yang mungkin pada
16% pada wanita normal yang berusia lebih dari 60 beberapa pasien dengan gastrektomi parsial, reseksi yeyunum
tahun). ekstensif atau penyakit Crohn.
Tidak adanya IF kongenital biasanya timbul pada I,
Pemakaian berlebihan
usia sekitar 2 tahun ketika cadangan 8,, yang berasal
Fisiologik
dari ibu yang diturunkan secara in utero telah habis
Kehamilan dan menyusui, prematuritas.
terpakai. Terdapat juga suatu bentuk anemia
Patologik
pernisiosa autoimun yang timbul pada masa anak. :
Penyakit hematologik: anemia hemolitik, mielofibrosis
Tidak adanya reseptor IF di ileum yang bersifat
Keganasan: karsinoma, limfoma, mielomb.
kongenital dapat juga terjadi pada masa bayi atau
Penyakit radang: penyakit Crohn, tuberkulosis, artritis rematoid,
anak. Malabsorpsi B,, spesifik disebabkan oleh psoriasis, dermatitis eksfoliatif, malarla; ,: ',
,
mutasi reseptor IF-B,, (kubilin), danbiasanya muncul
pada usia tersebut. Kehilangan folat berlebih lewat urln
Penyakit hati akif, gagal jantung kongestif.

Obat obatan

DEFISIENSI FOLAT Antikonvulsan,sulfasalazin : : ,,

Campuran
Defisiensi ini paling sering disebabkan oleh asupan Penyakit hati, alkoholisme, perawatan intensif
folat yang buruk saja dalam diet atau kombinasi
dengan meningkatnya penggunaan folat atau
malabsorpsi (Tabel 4.5). Pergantian sel jenis apapun
yang berlebihan (termasuk dalam kehamilan) adalah
penyebab utama peningkatan kebutuhan folat, penia dan pigmentasi melanin yang tersebar luas
karena molekul folat mengalami degradasi jika (penyebab belum jelas) adalah gambaran yang lebih
sintesis DNA meningkat. Mekanisme bagaimana anti jarang ditemukan (Tabel4.6). Banyak pasien asimto-
konvulsan dan barbiturat menyebabkan defisiensi matik yang terdiagnosis setelah pemeriksaan hitung
folat masih kontroversial. Alkohol, sulfasalazin, dan darah (yang dilakukan karena alasan lain) menun-
obat lain dapat mempunyai banyak efek pada jukkan adanya makrositosis.
metabolisme folat.

Neuropativitamin B', (degenerasi medula ,

spinalis gabungan subaku$


GAMBARAN KLINIS ANEMIA
MEGALOBLASTIK Defisiensi B,, berat dapat menyebabkan terjadinya
suatu neuropati progresif yang mengenai saraf
Awitan biasanya lambat dengan gejala dan tanda sensorik perifer, serta kolumna posterior dan lateralis
anemia yang memburuk secara perlahan (Bab 2). (Gb. 4.9). Neuropati ini bersifat simetris dan lebih
Pasien mungkin menderita ikterus ringan (warna banyak mengenai tungkai daripada lengan. Pasien
kuning lemon) (Gb.4.6) karena pemecahan hemoglo- merasakan adanya rasa kesemutan di kaki, kesulitan
bin berlebihan akibat peningkatan eritropoiesis berjalan, dan dapat jatuh pada situasi gelap. Kadang-
inefektif dalam sumsum tulang. Glositis (lidah ber- kadang, dapat terjadi atrofi optik atau gejala psikiatri
wama merah-daging dan nyeri) (Gb.4.7), stomatitis berat. Anemia mungkin bersifat berat, ringan, atau
angularis (Gb. 4.8), dan gejala malabsorpsi ringan bahkan tidak ada, tetapi hasil pemeriksaan sediaan
disertai penurunan berat badan mungkin terjadi apus darah tepi dan gambaran sumsum tulang selalu
akibat kelainan epitel. Purpura akibat trombosito- abnormal. Penyebab neuropati mungkin terkait
44 dil.,strjl;i..t€i,

:;lia

-
,iill
il}l

Gambar 4.7 Anemia megaloblastik: glositis-lidah berwarna merah daging dan


nyeri. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-6).

Gambar 4.6 Anemia megaloblastlk: pucat dan ikterus ringan pada seorang
pasien yang memiliki kadar hemoglobin 7.0 g/dl dan MCV 132 fl. (Lihat Gambar
Berwarna hal. A-6).

dengan adanya akumulasi S-adenosil homosistein


dan berkurangnya kadar S-adenosil metionin dalam
jaringan saraf yang menyebabkan terjadinya
gangguan metilasi mielin dan substrat lain. Bukti
yang menunjukkan bahwa defisiensi folat pada
orang dewasa dapat menyebabkan terjadinya neuro-
pati masih bertentangan, walaupun lebih banyak
data yang menunjukkan bahwa defisiensi folat =,;:,.iil
menyebabkan terjadinya perubahan psikiatrik.
Gambar 4.8 Anemia megaloblastik: keilosis (stomatitis) angularis. (Lihat Gambar
Berwarna hal. A-5).

Defek tabung saral


diperkirakan terkait dengan penumpukan homo-
Defisiensi folat atau B,, pada ibu merupakan faktor sistein dan S-adenosil homosistein pada janin yang
predisposisi terjadinya defek tabung saraf (DTS) dapat mengganggu metilasi berbagai protein dan
(anensefalus, spina bifida, atau ensefalokel) pada lemak. Suatu polimorfisme yang umtlm pada enzim
janin (Gb.4.10). Makin rendahnya kadar folat serum/ 5,10-metilen tetrahidrofolat reduktase (5,10-MTHFR)
atau eritrosit ibu, atau kadar B,, serum ibu @ahkan (677C-+T) (lihat hal. 262) menyebabkan kadar homo-
walaupun kadar tersebut masih dalam batas normal), sistein serum menjadi lebih tinggi dan kadar folat
maka makin tinggi insidensi DTS. Suplesmentasi serum dan eritrosit menjadi lebih rendah bila diban-
asam folat dalam diet pada waktu konsepsi dan dingkan dengan kontrol. Insidensi terjadinya mutasi
kehamilan awal mengurangi insidensi DTS sebanyak lebih tinggi pada orang tua dan janin yang menderita
75%. Belum terdapat mekanisme yang pasti, tetapi DTS dibandingkan dengan kontrol.
'r',"ar*iti(ii* 45
lifg$trirffi1q!$;iiirt't

Gambar. 4,9. Potongan melinlang medula spinalis pada seorang pasien yang
meninggal akibat degenerasi medula spinalis gabungan subakut (pewarnaan
Weigerl-Pal). Terdapat demielinasi kolumna dorsalis dan dorsolateralis. (Lihat
Gambar Benrrrarna hal. A-5).

Tabel 4:6. Efek defisiensi vitamin 8,, atau lolat

Anemiamegaloblastlk: i.
Makrositosis permukaan sel epitel

Neuqopati (hanya gntqk,vitamin B,r),. ,' ' ' ':

Kemandulan

Jarang, pigmentasl kulit melanln yang reversibel


Menurunnya aKivitas osteoblast

Defek labung saral pada janin terkait pada defisiensi lolat alau 812.

Penyakit kardiovaskuhr (lihatteki dan Bab 21) , i :


Gambar 4.10.Seorang bayi yang menderita defek tabung saraf (spina bifida)
(atas kebaikan Profesor C.J.Schorah). (Lihat Gambar Bentrarna hal. A-6).

PenYakit kardiovaskular Kelainan jaringan lain


l$
li,i Kadar homosistein serlrm yang meningkat berkaitan Kemandulan sering terjadi pada wanita atau pria
dengan peningkatan insidensi infark miokard, yang mengalami defisiensi 8,, atau folat. Terjadi
iifi penyakit vaskular perifer dan serebral, serta trom- makrositosis, apoptosis berlebihan, dan kelainan
r;,,. bosis vena (Bab 21). Kadar homosistein yang morfologi epitel servikal, bukal, kandung kemih, dan
.il meningkat disertai oleh kadar folat serum dan epitel lain. Pigmentasi melanin reversibel yang
l1 eritrosit yang rendah, serta kadar vitamin B,, dan B. tersebar luas juga dapat terjadi. Defisiensi B,, disertai
ili serum yang rendah. Selain itu, kadar homosistein dengan aktivitas osteoblastik yang menumn. Pene-
,$ cenderung lebih tinggi pada pria dibanding wanita litian tanpa kontrol menunjukkan bahwa defisiensi
lg pra-menopause, pada usia tua, perokok berat, dan folat merupakan faktor predisposisi terjadinya
liii mereka yang mengonsumsi alkohol berlebihan, kanker kolon.
l$ dengan gangguan fungsi ginjal dan beberapa jenis
ft obat. Walaupun defisiensi folat (dan pada beberapa Temuan laboratorium 't,,
I; penelitian, adanya polimorfisme pada gen 5,10-
fl MTHFR) telah dikaitkan dengan peningkatan
i: insidensi penyakit kardiovaskular, hasil penelitian Anemia bersifat makrositik (MCV >95 fl dan sering
ii yang-menunjukkan adanya penurunan kejadian mencapai 720-140 fl pada kasus berat) dan makrosit
lii infark miokard atau stroke dengan penggunaan asam tersebut biasanya berbentuk oval (Gb. 4.11). Hitung
liii folat profilaksis masih belum dilaporkan (lihat hal. retikulosit memperlihatkan hasil yang rendah, dan
263). jumlah leukosit serta trombosit total mungkin turun
46

sedikit, khususnya pada pasien anemia berat. Suatu folat serum dan folat eritrosit rendah pada anemia
proporsi netrofil memperlihatkan adanya hiper- megaloblastik yang disebabkan oleh defisiensi folat.
segmentasi inti (dengan enam atau lebih lobus). Pada defisiensi Br' folat serum cenderung mening-
Sumsum tulang biasanya hiperselular, dan eritroblas kat, tetapi folat eritrosit turun. Walaupun demikiary
berukuran besar serta menunjukkan kegagalan tanpa adanya defisiensi B,r, folat eritrosit adalah
pematangan inti dengan inti yang mempertahankan petunjuk folat dalam jaringan yang lebih akurat
pola kromatin berlubang-lubang, halus, dan ber- dibandingkan dengan folat serum.
bercak, tetapi hemo globinisasinya normal (Gb. 4.1.2) . Uji supresi deoksiuridin (dU) dapat dipakai
Adanya metamielosit raksasa dan berbentuk abnor- unh.rk menegakkan diagnosis anemia megaloblastik.
mal adalah khas pada penyakit ini. Uji ini menilai integritas reaksi timidilat sintase dan
Bilirubin indirek, hidroksibutirat dan laktat mengukur derajat supresi dU tak berlabel terhadap
dehidrogenase (LDH) serum semuanya meningkat ambilan timidin radioaktif ke dalam DNA sel
akibat pemecahan sel sumsum tulang. sumsum tulang in aitro. Hasil pemeriksaan ini abnor-
mal (kurangnya supresi ambilan timidin oleh dU)
pada anemia megaloblastik yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin B,, atau folat. Pada defisiensi vita-
DIAGNoStS DEF|SIENSI V|TAMtN 812 min B,r, dapat dikoreksi oleh pemberian vitamin 8,,
ATAU FOLAT tetapi tidak oleh metil THF; pada defisiensi folat,
dikoreksi oleh pemberian metil THF, tetapi tidak oleh
Pemeriksaan kadar vitamin B' serum, folat serum, vitamin B,,
dan folat eritrosit (Tabel 4.7) biasa dilakukan. Kadar
8,, serum rendah pada anemia megaloblastik atau
Uji untuk menentukan penyebab defisiensi
neuropati yang disebabkan oleh defisiensi B,r. Kadar
vitamin B.,r,atau folat ,,',,
1: ,i .,, .

Untuk defisiensi vitamin B,r, uji absorpsi (Tabel4.8)


menggunakan dosis oral sianokobalamin berlabel
kobalt radioaktif (s7Co) berguna dalam membedakan

l' ffiWp ;;'


ffi" .,,$,-r\.
fut* ffb rs\*. {" -..
$$q
t4 r-.;
malabsorpsi dari diet yang tidak adekuat. jika uji ini
diulang dengan preparat IF aktif, lesi lambung
€Et.F i d :. . : - seperti yang terkait dengan anemia pernisiosa dapat
dibedakan dari lesi intestinal (Tabel 4.9). Absorpsi

#*%$,P#'
\ ry""J"rX*
*Sr '
paling sering diukur secara indirek menggunakan
tehnik eksresi urine (Schilling), dengan cara B,,
.$;;).*G:....-..
v"un ,..'t*- ". berlabel radioaktif yang telah diabsorpsi didorong ke
u$*tu' -l, #I.-..-
*^'-, : dalam sampel :urne 24 jam oleh B,, non radioaktif
q"pffifl*l .. {.rit l; '' ' ''''' ) :t rl
dosis besar (1 mg) yang diberikan secara bersamaan
" dengan dosis oral berlabel. Uji DICOPAC mengguna-
Gambar 4.11. Anemia megaloblastik: sediaan apus darah tepi memperlihatkan
kan dua isotop Brr, CosT dan Cos8 secara bersamaan;
makrosit oval. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-7).
salah satunya terikat pada IF.

Tabel 4,7. Pemeriksaan laboratorium untuk defisiensi vitamin B,, dan folat.

Hasil pada

Nitai normsl 1 Oelisiensi vilamin B,; Delisiensi tolal

Rendah :': ::, i Normal qlau perbalasan


Normal alau meningkal Bendah r, ' ::,:
,'
Normal atau rendah ,: Bendah " . .'

'Nilai normal sedikit berbedabila menggunakan peralatan (komersial) yang berbeda


47

(a)
(b)

(c)
**,
Gambat.4.l2. Perubahan megaloblastik pada sumsum lulang pasien anemia megaloblastik berat. (a-c) Eritroblas memperlihatkan gambaran kromatin inti yang halus,
berlubang-lubang dan berbercak (primitif) bahkan pada sel yang lanjut (sitoplasma pucat dengan sedikit pembentukan hemoglobin). (d) Bentuk batang Oan
metamielosit raksasa abnormal. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-7).

Pemeriksaan lain yang berguna tercantum dalam Tabel 4,8, Uji untuk menenlukan penyebab defisiensi vitamin 8,, atau folal.
Tabel 4.8. Pemeriksaan tersebut terutama mengenai
penilaian fungsi lambung dan pemeriksaan antibodi Vitarnin Bl;

terhadap antigen lambung. Pada semua kasus ane- . .-:1.r .,;: :-

mia pemisiosa, pemeriksaan endoskopi harus Rlwayal makanan ' iiwayat malonan
Ab.sofsi.Bir!.lF,t,;.,
dilakukan untuk memastikan adanya atrofi lambung ..".. .. . Uii untuk malabsorpsi intestinal
Anirbodi terhadap sel parieiet, lF Anlibodi anti-gliadin dan
dan menyingkirkan karsinoma lambung, ,r
I

endomisium
Untuk defisiensi folat, riwayat makanan adalah Endoskopi alau bariun meal dan Biopsi duodenum :

riwayat terpenting, walaupun sulit untuk memper- lollow thranh


kirakan asupan folat secara tepat. Enteropati diinduksi Furusi iambung (a$am;lF) ,,:; Penyakit yang mendasari
gluten yang tidak dicurigai atau penyakit lain yang
mendasari juga harus dipikirkan (Tabel 4.5). lF, faktor intrinsik
48

Tabel 4.9. Hasil uji absorpsi vitamin B,, radioaktif


Pengobatan
Dosis 8,, berlabel Dosis 8,, berlabel
Sebagian besar kasus hanya memerlukan pemberian diberi
yang yang diberi
vitamin yang sesuai (Tabel4.10). Jika asam folat dosis tersendiri bersama lF

besar (misal 5 mg sehari) diberikan pada defisiensi


Vegetarian Normal Normal
vitamin B,r, akan menyebabkan terjadinya respons
Anemia pernisiosa atau Rendah Normal
hematologik tetapi dapat memperbumk neuropati. gaslrektomi
Karena itu, folat tidak boleh diberikan sendiri kecuali Lesi ileum Rendah Rendah
jika defisiensi vitamin B,, telah disingkirkan. Pada -
lntestinat blindloop ,
Rendah Rendah
pasien anemia berat yang memerlukan pengobatan syndrome
segera, mungkin lebih aman untuk memulai peng-
obatan dengan kedua vitamin setelah dilakukan
Terkoreksi oleh terapi antibiotik
pengambilan darah untuk pemeriksaan 8,, dan folat lF, faktor intrinsik.
dan pemeriksaan sumsum tulang. Pada orang tua,
adanya gagal jantung harus dikoreksi dengan pem-
berian diuretik dan suplemen kalium oral selama 10 Terapi profilaksis
hari (karena pada beberapa kasus telah ditemukan
adanya hipokalemia). Transfusi darah harus di- Vitamin B,, diberikan pada pasien yang mengalami
hindari sedapat mungkin karena dapat menyebab- gastrektomi total atau reseksi ileum. Asam folat
kan kelebihan beban sirkulasi. diberikan pada kehamilan, dengan dosis anjuran
sebesar 400 pg tiap hari dan semua wanita usia subur
dianjurkan untuk mendapat asLrpan sedikitnya 400
pg tiap hari (dengan peningkatan asupan makanan
Respons terhadap terapi
kaya folat atau makanan yang ditambah folat atatr
dalam bentuk asam folat) untuk mencegah terjadinya
Pasien merasa lebih baik dalam waktu 24-48 jarn
DTS pada janin. Asam folat juga diberikan pada
setelah pemberian vitamin yang benar disertai nafsu
pasien yang menjalani dialisis kronik disertai anemia
makan yang meningkat dan rasa nyaman. Respons hemolitik berat dan mielofibrosis kronik, dan pada
retikulosit dimulai pada hari kedua atau ketiga bayi prematr.rr. Fortifikasi makanan dengan asam
dengan puncaknya pada hari ke 6-7-tinggi respons folat (misalnya tepung) saat ini sedang dipertim-
berbanding terbalik dengan jumlah eritrosit awal (Gb
bangkan di Inggris untuk menurunkan insidensi DTS
4.13). Hemoglobin meningkat 2-3 g/dl tiap dua
dan mungkin penyakit kardiovaskular, serta sudah
minggu. Hitung leukosit dan trombosit menjadi dipraktekkan di AS.
normal dalam 7-70 hari, dan sumsum lulang mem-
bentuk normoblas dalam wakfu sekitar 48 jam, walan-
pun metamielosit raksasa bertahan sampai 12 hari.
ANEMIA MEGALOBLASTIK LAIN
Neuropati perifer dapat membaik sebagian, tetapi
kerusakan medula spinalis bersifat ireversibel. Lihat Tabel4.1.

Tabel 4.10. Pengobatan anemia megaloblastik

Detisiensi vitamin B,* Delisiensi folat

$enyaw4: , Hidrqksokobalam!n Asam folat

,Futg,:::,.,,i ,,j, lntramuskular',t,,, ..,, Oral

outtt'"''' '
1000 pg ',:,, Smg :

Dosls awal 0 X 10m Ig s€lama 2;3 minggu Tlap hari selama 4 bulan

Pemelifaraan 1000 pg tiap 3 bulan ,' Telgantung penyakit yang mendasari: terapi seumur hidup mungkin diperlukan pada
I r:. anemia hemolitik kronik yang diturunkan, mlelofibrosis, dialisis ginjal.

Profilaksis :,:,,
Gastrektomi iotal Kehamilan, anemia hemolitik berat, dialisis, prematuritas
Reseksi ileum ,: '':

-
Beberapa penulis menganjurkan terapi delisiensi vitamin B,,sublingual atau oral harian.
:Anemia nngaloblaslik dan anemia makrogitik lain
49

Gambar. 4.13. Bespons hemalologik khas terhadap terapi


vitamin 8,, (hidroksokobalamin) pada anemia pernisiosa.
Hb, hemoglobin, Retik, retikulosit; leuko, leukosit.

Kelainan metabolisme vitamin 8.,, atau folat Defek sintesis DNA yang tidak terkait
dengan vitamin 8,, atau folat,
Kelainan ini meliputi defisiensi kongenital enzim
yang terkait dalam metabolisme vitamin B,, atau
Defisiensi kongenital salah satu enzim yang terlibat
folat atau defisiensi protein pengangkut B,r,yaitu TC
dalam sintesis purin atau pirimidin dapjt menyebab-
II dalam serum. Anestesi dengan nitrogen oksida
(NrO) menyebabkan terjadinya inaktivasi cepat 8,, kan terjadinya anemia megaloblastik yang gam-
barannya identik dengan anemia megaloblastik yang
tubuh melalui oksidasi atom kobalt tereduksi pada
disebabkan defisiensi B,, atau folat. Yang paling ter-
metil B,r. Perubahan megaloblastik pada sumsum
kenal adalah orotic aciduria.Terapi dengan obat yang
tulang terjadi setelah pemberian NrO selama bebe-
menghambat sintesis purin atau pirimidin (seperti
rapa hari dan dapat menyebabkan pansitopenia.
hidroksi urea, sitosin arabinosida, 6-merkaptopurin
Pemajanan kronik (seperti pada dokter gigi dan ahli
dan zidonidin(AZT)) serta beberapa bentuk leukimia
anestesi) telah dikaitkan dengan kerusakan neuro-
logik menyerupai neuropati defisiensi vitamin B,r. mieloid akut atau mielodisplasia juga menyebabkan
terjadinya anemia megaloblastik.
Obat anti folat, khususnya yang menghambat DHF
reduktase (misabrya metotreksat dan pirimetamin)
dapat juga menyebabkan terjadinya perubahan
megaloblastik. Trimetoprim (yang menghambat DHF
reduktase bakteri) hanya mempunyai sedikit efek ANEMIA MAKROSITIK LAIN
terhadap enzim manusia dan menyebabkan per-
ubahan megaloblastik hanya pada pasien yang telah Ada banyak penyebab anemia makrositik non-mega-
mengalami defisiensi vitamin B,, atau folat. Ioblastik (Tabel 4.11). Mekanisme pasti yang meng-
50
ffiffi .rtl" -ii,v '##'.",,t ,tffi ',
Tabel 4.11 Penyebab makrositosis selain anemia megaloblastik ikterus, glositis, atau neuropati juga merupakan
indikasi anemia megaloblastik yang penting.
Alkghgl-,, ', :'","" ' '.:,,':' Gambaran klinis yang sangat penting adalah
Penyakl hati,:;',,' :1 .:...r bentuk makrosit (oval pada anemia megaloblastik),
Miksedema:, ,,..,': . adanya netrofil dengan hipersegmentasi, leukopenia
lrldrom
mieMignlastik,,, dan trombositopenia pada anemia megaloblastik,
Obatsitotbksik, :.,r,r dan gambaran sumsum tulang. Pemeriksaan B,, dan
Anemia aplastik ,;, , folat langsung mengarah pada diagnosis ini.
Kehamilan ,,:, ,:, Menyingkirkan alkoholisme (khususnya jika pasien
Menkok :.': ,:, tidak anemia), pemeriksaan fungsi hati dan tiroid
Hetikulositosis ,.: ,:: ,,,
serta pemeriksaan sumsum tulang untuk melihat
Mieloma ,t1,,.,', , mielodisplasia, aplasia atau mieloma, sangat penting
Ngonatus ::,:::: :r:...., dalam investigasi makrositosis yang tidak disebab-
kan oleh defisiensi B,, atau folat.

hasilkan sel eritrosit yang besar pada tiap kondisi KEPUSTAKAAN


tersebut belum jelas walaupun mungkin terdapat
peningkatan deposisi lipid pada membran eritrosit Bailey L.B. (ed.) (1995) Folate in Health and Disease. Marcel
atau perubahan waktu maturasi eritroblas dalam Dekker, New York.
sumsum tulang. Alkohol adalah penyebab tersering Chanarin l. (1969, 1979, 1990) The Megaloblastic Anaemias,
meningkatnya MCV tanpa adanya anemia. Reti- 11', 2"d, 3d edns. Blackwell Scientific Publications, Oxford.

kulosit berukuran lebih besar daripada eritrosit Green R. and Miller l.W (1999) Folate deficiency beyond
matur dan dengan demikian, anemia hemolitik megaloblastic anemia: hyperhomocysteinemia and other
merupakan penyebab anemia makrositik yang manifestations of dysfunctional folate status. Semin.
penting. Penyakit mendasari lain yang tercantum di Hematol.36,47-&.
Rosenblatt D.S. and Hoffbrand A.V. (1999) Megaloblastic
Tabel4.11 biasanya mudah didiagnosis asal dipikir-
anaemia and disorders of cobalamin and folate metabo-
kan, dan dilakukan pemeriksaan yang sesuai untuk
lism. In: Pediatric Hematology (eds J. Lilleyman, L Hann,
menyingkirkan defisiensi vitamin 8,, atau folat. V. Blanchette). Churchill Livingstone, London, pp. 1.67-
84.
Rothenberg S.P. (1999) Increasing the dietary intake of
Dlagnosis banding anemia makrositik folate: pros and cons. Semin. Hematol 36,65-74.
,,
Toh B.-H., van Driel I.R and Gleeson P.A. (1997) Pernicious
Anamnesis klinis dan pemeriksaan fisik dapat meng- anemia N. Engl. I. Med. 337 , I44I-8.
arah pada defisiensi vitamin 8,, atau folat sebagai Wickramasinghe S.N. (ed.) (1995) Megaioblastic anaemia.
Clin. Haemat oI. 8, 441, -7 03.
penyebab. Makanan, obat, asupan alkohol, riwayat
Wickramasinghe S.N. (1999) The wide spectrum and re-
keluarga, dan anamnesis yang mengarah pada ada- solved issues of megaloblastic anemia. Semin, Hematol.
nya malabsorpsi, penyakit autoimun atau yang 36,3-1.8.
berkaitan dengan anemia pernisiosa (Tabel 4.4), Zittoun J. and Zittoun R. (1999) Modern clinical testing
penyakit atau operasi gastrointestinal sebelumnya, strategies in cobalamin and folate deficiency. Semin.
semuanya penting untuk ditanyakan. Adanya Hematol.36,35-46.
Anemia hemolitik
Destruksi eritrosit normal, 51 Anemia hemolitik herediter, 53

Pengantar anemia hemolitik, 51 Anemia hemolitik didapat, 59

Hemolisis intravaskular dan ekstravaskular, 53

DESTRUKSI ERITROSIT NORMAL eritrosit. Hiperplasia eritropoiesis dan pelebaran


anatomik sumsum tulang menyebabkan meningkat-
nya destruksi eritrosit beberapa kali lipat sebelum
Destruksi eritrosit biasanya terjadi setelah masa
pasien menjadi anemis-penyakit hemolitik terkom-
hidup rata-rata 120 hari, yaitu pada saat sel dikeluar-
pensasi. Sumsum tulang dewasa normal, setelah
kan ke ekstravaskular oleh makrofag sistem retikulo-
pelebaran maksimal, mampu menghasilkan eritrosit
endotelial (RE) yang terutama terdapat di sumsum
dengan kecepatan enam sampai delapan kali normal
tulang, tetapi juga di hati dan limpa. Eritrosit tidak
asalkan eritropoiesis ini 'efektif'. Hal ini menyebab-
berinti sehingga metabolisme eritrosit memburuk
kan retikulosis yang bermakna, khususnya pada
secara perlahan karena enzim didegradasi dan tidak
kasus anemia yang lebih parah. Oleh karena itu, ane-
diganti, sehingga sel menjadi tidak viabel. Peme-
mia hemolitik mungkin tidak tampak sampai masa
cahan heme dari eritrosit membebaskan besi ke re-
hidup eritrosit kurang dari 30 hari. Kadang-kadang
sirkulasi melalui transferin plasma ke eritroblas pemeriksaan ketahanan hidup eritrosit berlabel siCr
sumsum tulang, dan protoporfirin yang dipecah berguna untuk memastikan adanya hemolisis dan
menjadi bilirubin. Bilirubin bersirkulasi ke hati dan
menentukan lokasi destruksi melalui pengukuran
mengalami konjugasi menjadi glukuronida yang
permukaan di atas berbagai organ (Gb. 5.2).
diekskresikan ke dalam usus melalui empedu dan
diubah menjadi sterkobilinogen dan sterkobilin
(diekskresikan dalam feses) (Gb. 5.L). Sterkobili-
Klasifikasi
nogen dan sterkobilin direabsorbsi sebagian dan
diekskresikan dalam urine sebagai urobilinogen dan
urobilin. Rantai globin dipecah menjadi asam amino Tabel 5.1 adalah klasifikasi anemia hemolitik yang
yang digunakan kembali untuk sintesis protein disederhanakan. Anemia hemolitik herediter dise-
umum dalam tubuh. Haptoglobin adalah protein babkan oleh defek eritrosit 'intrinsik', sedangkan
yang terdapat dalam plasma normal yang mampu anemia hemolitik didapat biasanya disebabkan oleh
mengikat hemoglobin. Kompleks hemoglobin-hap to- suatu perubahan'ekstrakorpuskular' atau'lingkung-
globin dikeluarkan dari plasma oleh sistem RE. an'. Hemoglobinuria nokturnal paroksismal (paroxys-
Hemolisis intravaskular (pemecahan eritrosit dalam mal nocturnal haemoglobinuria, PNH) adalah penge-
pembuluh darah) sedikit atau tidak berperan dalam cualian karena walaupun penyakit ini adalah suatu
destruksi eritrosit normal. penyakit didapat, eritrosit PNH mempunyai defek
intrinsik.

PENGANTAR ANEMIA HEMOLITIK Gambaran ktinis

Anemia hemolitik didefinisikan sebagai anemia yang Pasien rnungkin memperlihatkan kepucatan mem-
disebabkan oleh peningkatan kecepatan destruksi bran mukosa, ikterus ringan yang berfluktuasi, dan

51
52 Kapita Selekta Hematologl

(a) I Ekstravaskular (b) lnlravaskular

--\ \\4 RBC


n
tt-
'r(.r\ ^t7
,./Y\ ,.:-
\--l,^
\
\
v
II
61\J
Globin + Proioporfirin

+ Zatbesi +
I

+
Asam Bilirubin u, .:1.
amino \--fl--.f--;-.r-.
* -
'-r'/ 1-:
f.isis,:
i

I
I
I
Y
Hemoglobin

I
Methemalbumin

Sterkobilinogen
(feses)

Gambar 5.1 (a) Pemecahan eritrosit normal (RBC), Proses ini terjadi secara ekstravaskular di makrofag sistem retikuloendotelial. (b) Hemolisis intravaskular terjadi
pada beberapa kelainan patologik.

splenomegali. Tidak ada bilimbin dalam urine, tetapi 1. G ambaran peningkatan pemecahan:
urine dapat menjadi gelap bila dibiarkan karena ttro- (a) bilimbin serlrm meningkat, tidak terkonju-
bilinogen yang berlebihan. Batu empedu pigmen (bi- gasi dan terikat pada albumin;
lirubin) dapat mempersulit keadaan ini (Gb. 5.3) dan (b) urobilinogen urine meningkat;
beberapa pasien (khususnya penderita penyakit sel (c) sterkobilinogen feses meningkat;
sabit) menderita ulkus di sekitar pergelangan kaki. (d) haptoglobin sen-rm tidak ada karena hapto-
Krisis aplastik dapat terjadi, biasanya dicetuskan globin menjadi jenuh oleh hemoglobin dan
' oleh infeksi parvovims yang 'mematikan' eritro- kompleks ini dikeluarkan oleh sel RE.
poiesis, dan ditandai oleh peningkatan anemia yang
2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit:
mendadak serta penumnan jumlah retikulosit (lihat
(a) retikulositosis;
cb.7.4).
(b) hiperplasia eritroid slrmsum tulang; rasio
mieloid: eritroid sumsum tulang normal
Kadang-kadang, defisiensi folat dapat menyebab-
sebesar 2:1 sampai 12:1 menurun menjadi 1:1
kan terjadinya suatu krisis aplastik dengan sumsum
atau sebaliknya.
tulang yang megaloblastik. J. Eritrosit yang rusak :

(a) Morfologi-mikrosferosit, eliptosit, fragmen-


tosit, dll;
Temuan laboratorium (b) Fragilitas osmotik, autohemolisis, dll;
(c) Ketahanan eritrosit memendek; paling baik
Temuan laboratorium dapat dengan mudah dibagi ditunjukkan dari pelabelan slCr disertai pe-
menjadi tiga kelompok. meriksaan lokasi destmksi (Cb. 5.2).
53

b.::,: '

Eoo
{:,,:.
s.: I

F 40 I
I
I
51cr |
t^^
I
I
I
I

10 .,
(a)

Sferositosis Anemia hemolitik


herediter autoimun (beberapa kasus)
1000

(u,

n
o
5 s00
9.,.,:,r'
C:':"
Gambar 5.2 (a) Pemeriksaan ketahanan masa hidup :; G'
O) r irlr.r,
eritrosit s'Cr[. (waktu paruh] s'Cr pada subyek normal
=
adalah30t2hari.Jikadatadikoreksiuntukelusi51Crdari
eritrosit (garis kuning), masa hidup eritrosit rata-rata adalah . ,
ao
c
o
50 t Shari. Pada anemia hemolitik, tuo 51Cr biasanya kurang IL
dari 15 hari. (b) Pola pengukuran peimukaan pada anemia
hemolitik selama pemeriksaan ketahanan hidup eritrosit
s'Cr memperlihatkan
destruksi dalam limpa yanq dominan
pada sferositosis herediter dan kombinasi destruksi di limpa
dan hati pada anemia hemolitik autoimun (beberapa jenis). (b)

HEMOLISIS INTRAVASKULAR DAN hemopeksin juga dibentuk dari proses hemolisis


intravaskular.
EKSTRAVASKULAR Gambaran laboratorium Lrtama dari hemolisis
intravaskular adalah sebagai berikut.
Terdapat dua mekanisme utama penghancuran 1. Hemoglobinemia danhemoglobinuria.
eritrosit pada anemia hemolitik. Mungkin terdapat 2. Hemosiderinuria (protein cadangan besi dalam
penghancuran eritrosit berlebihan oleh sel sistem RE sedimen urine).
(hemolisis ekstravaskular) atau eritrosit dapat 3. Methemalbuminemia (terdeteksi secara spektro-
dihancurkan langsung dalam sirkulasi phda suatu fotometri dengan uji Schumm).
proses yang disebut sebagai hemolisis intravaskular
(Gb. 5.1, Tabel 5.2). Mekanisme yang mendominasi
tergantung pada patologi yang terlibat. Pada hemo- ANEMIA HEMOLITIK HEREDITER
lisis intravaskular, dibebaskan hemoglobin bebas
yang dengan cepat menjenuhkan haptoglobin Defek membran
plasma dan hemoglobin bebas yang berlebih, dan
difiltrasi oleh glomerulus. ]ika kecepatan hemolisis
mensaturasi kapasitas reabsorpsi tubulus ginjal, he- Sferositosis herediter
moglobin bebas memasuki urine (Gb. 5.4) dan, Sferositosis herediter (HS) adalah anemia hemolitik
dengan dilepaskannya besi, tubulus ginjal menjadi herediter yang paling sering terjadi pada orang
penuh terisi hemosiderin. Methemalbumin dan Eropa utara
54

Tabel 5.1. Klasifikasi anemia hemolitik

Herditer Didapat

Membtan
::: " lmun
Slermitosis herediter, ell lositosis heredter Autolmun
:

Antibodi tipe hangat I


Meiabollsme
:,
Anlr000l ttp€
.. . ,I
dingin
Lihat Tabel 5.5
Defisiensi GOPD, defisiensi piruvat kinase
.'
Alainun
Hemoglobin ,' Reaksi lransfusi hemolitik.
- Abnormal(HbS,Hbo, tak stabit); tihat Bab 6
: Penyakit hemolitik neonatus (haern olytic disease otlha newilr;rn!
' Atqgratt; khususnya transplantasi sumsum tulang i ,:
l:,1 ,: ::
,::,, -

..-:,;:'-':
:il,t I:::::::, r,:'l;:::,'l. li:'l:.li1l:il :: . Terkalt obat
:: ,

'

":::: t,.;',
: i:i '',, , i l
,
:- ':,::-.
:'i:
Slndrom fragmentasi eritroslt
,,'
, ': Cangkok g t'arteri, *atup piiunig:' , ' ,.I l ;

..:,' : .. I ' ::: ,:r.l

:: " :
Purpura tromboiitopsnik trombolik
.::
'I
tt:
... .;',lsinOqh'bmolitikuremik ,:,.,:: , ,,-,, i ,l',i,,',,'
: ,:.':'
::'.: :::
Sepsis meningoiokal
.-:.::.: :::::::t!
Pre-eklamosia
'.] '
Koagulasi intravaskulai diseminata
Z,::
HemoglobinuiiaMarslilarchhaemoglobinurla)
: ... . ..'. l

] : :.:: .:::j ...:::

z* nmu ain iilit . '. ':::


| ':" 'l:: ':l ': '

Khubusnya obat, zat induski/rrjmah tanggl, tula Uakar ' . .

Sekundel
Penyakit hati dan ginjal ,. ', | ..

Hemogloblnuria nokturnal paroksismal

G6PD, glukosa-6-fosfat dehidrogenase; Hb, hemoglobin.

Tabel 5.3. Dasar molekular slerositosis dan eliptositosis herediter.

Sferreitosis herediter
Tabel 5.2. Penyebab hemolisis intravaskular

Oelisiensi atau kelainan spekUin

.
flth'sju$i ddrdh yanb tdak lesuai (biasanya AB0) ,,,::,,: ., ,, ,
(erainin lal Oln,lprotein +,21 .
: .,1, , , :,',,,, -'...:.,,. :',t
rrJ;ir.l
r ,
Defsiensi GOPD dengan stres oksidasi
romrums aiit*[l;l:;'ll -," ,,;: ' t1,.'..,,,
Mutan spektrin cl atau p yang menyeb4bQp'pembentukan dimei spektrin
,
,F.ryl;1l$,9,lF,Il'0litill ii'idimuhrii :,1.
il .,,1,,, l it,;,,,,,,,r, r
yang terganggu,
B t ai{nefna!pmgl$|(iaiig.dlinduki obat daii lnfeksi,-I 1,,

Mulan spektin a atau p yang menyebabkan gangguan hubungan


,H9ii$iobj!-'rrai9 at narotglmal i.:,, ..,, , =..'
oa1liensi.giau ratalnan protein.t;i ,i ,.:1,'. r ,,r1.'.,',-. I
HennOlobin tak stabil ..
i .,,, fetainan OanOS
t,,:,

'llr:,1
,
' t:
Debsi banid .3'ovblositos.ii Aiia',lenggan
G6PD, glukosa-6-foslat dehidrogenase
55

Patogenesis

HS biasanya disebabkan oleh defek protein yang ter-


libat dalam interaksi vertikal antara rangka membran
dan lapisan lemak dua lapis eritrosit (Tabel5.3) (Lihat
Gb.2.12). Hilangnya membran dapat terjadi akibat
terlepasnya bagian-bagian lemak dua lapis yang
tidak ditunjang oleh rangka. Sumsum tulang mem-
produksi eritrosit berbentuk bikonkaf normal, tetapi
eritrosit tersebut kehilangan membrannya dan men-
jadi makin sferis (kehilangan luas permukaan relatif
terhadap volume) selama bersirkulasi melalui limpa
dan sistem RE lainnya. Akhirnya, sferosit tidak
mampu melewati mikrosirkulasi limpa, sehingga
sferosit mati secara prematur.

Gambaran klinis

Kelainan ini diwariskan secara dominan autosomal


Gambar 5,3. Ultrasonograli batu empedu pigmen (tanda panah) pada seorang
dengan gambaran klinis bervariasi. Kadang-kadang, pasien pria berusia 16 tahun dengan sferositosis herediter (Atas kebaikan
dapat bersifat resesif autosomal. Anemia dapat L.Berger).
timbul pada usia berapapun dari bayi sampai tua.
Ikterus biasanya berfluktuasi dan sangat jelas bila sering ditemukan (Gb. 5.3); krisis aplastik biasanya
anemia hemolitik disertai penyakit Gilbert (kelainan dicetuskan oleh infeksi parvovirus dapat mening-
konjugasi bilirubin di hati); sp,lenomegali terjadi katkan keparahan anemia yang terjadi secara
pada sebagian besar pasien. Batu empedu pigmen mendadak (lihat Gb. 7.4).

IIITil (a)

.r *l
i-t
tl

tl

Gambar 5.4. (a) Sampel urine progresif pada suatu


episode akul hemolisis intravaskular yang memper
lihatkan hemoglobinuria dengan keparahan yang
makin ringan. (b) Deposit hemosiderin yang positil
dengan pewarnaan biru Prussia dalam suatu sedimen
urine (pewarnaan Perls). (Lihal Gambar Berwarna hal.
A-8). (b)
56

' m'* ffi*; :+-*ffi4hk{S*#*?


ss+ - -#"dW,
so
w S #;hss"
*-T.i ;ffi#
ffi,
*Le#-**&;%u%*. 8+r-r,::,.::::i r:
ffi $;*liB S
.
"* r-#"W {".
e# *hic +Sf sh
rp*** *
s
**fr
l#m ... u* o* # ti
%&&v
:.#.&sfis l

#* ^ - *'
ws # -'#"- .&ffffi
ti|1j

ffi q$l me*W


*
ep*# .
Y:8.
', s;F':rl
r .,,.,;':s$ g
ffiT #.+ *m@ . .f;:t
*'w
'
:*SI"r

sh@*'w e' _T*.. itlr:':


-rY
P# w *
*_mm#*- ili! lBiii ':::lr:l:+

*,'.q{* q. ff. r-t


#t +.
iri"llifr
Ev.\.
j"uffiffi# %*ffiffi :: #
ffi wm sS '*;*;* ;*,,
!,i;

+t: m"$hq# ,sfi s6F&P, * :.qYl

F T** ry" c* * %s$sW#,?w !

_s ffi*-*
ffi**W qF Er '
ff-w*;4-s a' rqi_ # ii:{

'2.
i1#i
,*,f ,ii!

u*&*ryws$#w*** i:i."i ffi, 'q


t',1:

.t.'l

Wq*i {* s * "*;W;;d*" @* i$ -]$ fiY,w

g%*#*ffi*&"*-.u."*_
r;/ *
k*** *$-*gq* gp"ffi *' *

fuffimtrryid.ffi%-r
Gambar 5.5. (a) Sediaan apus darah pada sferositosis herediter. Slerosit terwarna gelap dan berdiameter kecil. Sel polikrom yang berukuran lebih besar adalah
retikulosit (ditegaskan dengan pewarnaan supravital). (b) Sediaan apus darah pada eliptositosis herediler. (Lihat Gambar Benlrarna hal. A-B).

Temuan henatologik Bentuk utama pengobatan adalah splenektomi


walaupun ini tidak boleh dilakukan kecuali diindi-
Anemia lazim ditemukary tetapi tidak selalu ada;
keparahannya cenderung serupa dalam anggota
kasikan secara klinis karena anemia atau batu
empedu, sebab terdapat resiko sepsis pasca-splenek-
keluarga yang sama. Retikulosit biasanya 5-20"/o.
Sediaan apus darah memperlihatkan adanya mikros-
ferosit (Gb. 5.5a) yang terwarna padat dengan
diameter lebih kecil dibandingkan dengan eritrosit
normal.

Pemeriksaan dan pengobatan

Temuan klasik adalah adanya peningkatan fragilitas


osmotik (Gb. 5.6). Kelainan tersebut mungkin
memerlukan inkubasi selama 24 jampada suhu 37"C
supaya tampak jelas. Autohemolisis meningkat dan
terkoreksi dengan glukosa. Eritrosit diinkubasi
dengan plasmanya sendiri selama 48 jam dengan
atau tanpa glukosa. Uji antiglobulin (Coombs) lang-
sung hasilnya normal, menyingkirkan penyebab
sferositosis dan hemolisis autoimun. Pemeriksaan
Gambar 5.6. Fragilitas osmotik pada sferositosis herediter. Kurva bergeser ke
srCr dapat digunakan untuk mencatat destruksi di
kanan rentang normal (warna kuning), tetapi juga terdapat ekor yang terdiri dari
limpa yang dominan (Gb.5.2). sel-sel yang lebih resisten (retikulosit).
57

tomi, khususnya pada awal masa anak-anak (lihat sindrom utama yang timbul adalah anemia hemolitik
hal. 286). Splenektomi harus selalu meningkatkan akut yang terjadi akibat stres oksidasi: obat, kacang
kadar hemoglobin menjadi normal, walaupun mikro- fava, atau infeksi (Tabel 5.4). Ikterus neonatorum
sferosit yang terbentuk di sistem RE sisanya akan dan, kadang-kadang, anemia hemolitik non sferositik
tetap ada. Asam folat diberikan pada kasus yang kongenital dapat disebabkan oleh berbagai jenis
berat untuk mencegah terjadinya defisiensi folat. defisiensi enzim.
Sifat penurunannya adalah terkait seks, mengenai
Eliptositosis herediter pria , dan dibawa oleh wanita yang memperlihatkan
kadar G6PD eritrosit sekitar separuh dari nilai
Penyakit ini mempunyai gambaran klinis dan labo- normal. Heterozigot wanita mempunyai suatu keun-
ratorium yang mirip dengan sferositosis herediter tungan yaitu adanya resistensi terhadap malaria
kecuali pada gambaran sediaan apus darah (Gb. Falsiparum. Ras utama yang terkena penyakit ini
5.5b), tetapi biasanya kelainan ini secara klinis lebih adalah di Afrika Barat, Laut Tengah, Timur Tengah,
ringan. Beberapa pasien memerlukan splenektomi. dan Asia Tenggara. Derajat defisiensi bervariasi,
Defek dasarnya adalah kegagalan heterodimer seringkali bersifat ringan (10-15% aktivitas normal)
spektrin untuk bergabung dengan dirinya menjadi pada orangAfrika kulit hitam, lebih berat pada orang
heterotetramer. Sejumlah mutasi genetik yang mem- Asia Timur, dan paling berat pada orang Laut
pengaruhi interaksi horizontal telah terdeteksi (Tabel Tengah. Defisiensi yang berat kadang-kadang di-
5.3). Eliptositosis homozigot atau heterozigot ganda temukan pada orang kulit putih.
bermanisfestasi dengan anemia hemolitik berat
disertai mikrosferosit, poikilosit, serta splenomegali
Gambaran klinis
(piropoikilositosis herediter).
Gambaran klinisnya adalah gambaran hemolisis
Ovalositosis Asia Tenggara intravaskular yang cepat terjadi, disertai hemoglobi-
nuria. Faktor pencetus yaitu infeksi dan penyakit
Penyakit ini banyak ditemukan di Melanesia, Malay- akut lain, obat, atau ingesti kacang fava (Tabel 5.4).
sia, Indonesia, dan Filipina dan disebabkan oleh Anemia dapat bersif at swnsirnn karena eritrosit baru
delesi sembilan asam amino pada pertautan domain yang muda dibuat dengan kadar enzim yang
sitoplasma dan transmembran protein band 3. Sel
menjadi kaku dan melawan invasi parasit malaria.
Sebagian besar kasus bersifat asimtomatik.

Kelainan metabolisme eritrosit

Defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase


Glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD) berfungsi
mereduksi nikotinamida adenin dinukleotida
(NADPH) sambil mengoksidasi glukosa-6-fosfat. Ini
adalah satu-satunya sumber NADPH dalam eritrosit
dan NADPH diperlukan untuk produksi glutation
tereduksi sehingga defisiensi enzim ini menyebab-
kan eritrosit rentan terhadap stres oksidasi (Gb. 5.7).
Varian genetik normal enzim G6PD sangat ber-
variasi, yang tersering adalah tipe B (Barat) dan tipe
A pada orang Afrika. Selain itu, telah diketahui
terdapat lebih dari 400 varian akibat mutasi titik atau
delesi enzim G6PD yang memperlihatkan aktivitas
yang kurang dari normal, dan di seluruh dunia
terdapat lebih dari 400 juta orang yang mengalami Gambar 5.7. Hemoglobin dan membran eritrosit (RBC) biasanya terlindung dari
stres oksidasi oleh glutation tereduksi (GSH). Pada defisiensi GOPD, sintesis
defisiensi G6PD dalam aktivitas enzimnya. Walau- NADPH dan GSH terganggu. F6P, truktosa-6{osfat; G6P, glukosa-6-fosfat;
pun begitu, defisiensi G6PD biasanya bersifat asimto- G6PD, glukosa-6-fosfat dehidrogenase; GSSG, glutation (bentuk teroksidasi);
matik. Meskipun G6PD terdapat dalam semua sel, NADR NADPH, nikotinamida adenin dinukleotida fosfat.
58

mendekati normal. Gambaran klinis defisiensi G6PD Tabel 5.4, Agen penyebab anemia hemolitik pada defisiensi glukosa-6-
yang lain meliputi ikterus neonatorum dan, kadang- losf at dehidrogenase (G6PD).

kadang, anemia hemolitik kongenital yang terjadi


terus-menerus. Inteksi dan penyakit akut lain, mis. ketoasidosis diabetik

Obat
Diagnosis Anti malaria, mis. primakuin, pamakuin, klorokuin, Fansidar, Maloprim.

Hasil pemeriksaan hitung darah di antara krisis , Su[onamld dan sulfon, mis. kotrimoksazol, suffanilamida, dapson,

adalah normal. Defisiensi enzim dideteksi


:
salazopirin.

menggunakan satu dari sejumlah uji skrining, atau {gen antibakteri lain, mis. nilroiuran, kloramfenikal
dengan pemeriksaan enzim langsung pada eritrosit Analgesik, mis. aspirin (dosis sedang aman), fenasetin

Selama krisis, sediaan apus darah dapat memper- 0bat cacing, mis. Snaftol, stibofen, nitrodazol.
lihatkan sel-sel yang mengerut dan berfragmentasi, Lain-lain, mis. analog vitamin K, naftalen (bola kampeQ, probenisid,
'bite' cell, dan'blister' cell (Gb.5.8) yang badan Heinz-
Kacang lava (nungkin iuga sayur lain) :

nya telah dikeluarkan oleh limpa. Badan Heinz (he-


moglobin yang teroksidasi dan terdenaturasi) dapat
dilihat pada preparat retikulosit, terutama bila tidak NB. Banyak obat umum telah dilaporkan mencetuskan hemolisis pada

ada limpa. Terdapat juga gambaran hemolisis beberapa pasien yang mengalami delisiensi G6PD, mis. aspirin, kuinin, dan
penisilin, tetapi tidak pada dosis lazim.
intravaskular. Kadar enzim yang lebih tinggi pada
eritrosit muda dapat menyebabkan terjadinya hasil
kadar normal 'palsu' pada pemeriksaan enzim mungkin memerlukan fototerapi dan transfusi-tukar.
eritrosit yang dilakukan pada fase hemolisis akut Ikterus biasanya tidak disebabkan oleh hemolisis
disertai adanya suatu respons retikulosit. Pemerik- berlebihan tetapi oleh defisiensi G6PD yang mem-
saan selanjutnya setelah fase akut memperlihatkan
pengaruhi fungsi hati neonatus.
kadar G6PD yang rendah pada populasi eritrosit
yang mempunyai distribusi umur normal. .

Defisiensi glutation dan sindrom lain


Pengobatan Telah dibahas defek lain dalam jalur pentosa fosfat
yang menyebabkan terjadinya sindrom yang menye-
Menghentikan pemakaian obat pencetus, mengobati
rupai defisiensi G6PD-terutama defisiensi glutation.
infeksi yang mendasari, mempertahankan keluaran
urine yang tinggi, dan melakukan transfusi darah
bila perlu untuk anemia berat. Bayi yang kekurangan Delek jalur glikolitik (Embden-Meyerho0
G6PD mempunyai kecenderungan untuk menderita Semuanya ini jarang ditemukan dan menyebabkan
ikterus neonatorum dan pada kasus yang berat terjadinya anemia hemolitik non sferositik konge-

)
* 1],rr,:;

il
a:::
r*
Gambar 5.8. Sediaan apus darah pada delisiensi G6PD

',", *
rill d* dengan hemolisis akut setelah suatu slres oksidasi. Bebe-
* *ri' rapa sel memperlihatkan kehilangan sitoplasma dengan
: pemisahan hemoglobin yang tertinggal dari membran sel
(blister cell). Juga terdapat banyak sel yang mengerut dan
f\ terwarna gelap. Pewarnaan supravital (seperti untuk' reti-
a..:-":-': l::: :::
:r kulosit) memperlihatkan adanya badan Heinz (lihat Gb.
2.16). (Lihat Gambar Ben/arna hal. A-9).
:. ..r.l : :i .r*,_.
*"f'.'*.:+i,
:!\1, {'; .1t,.
ir+ ,:+*
., .
:;i' .
.it!t",: "if.''
;:
!
ii irtii+ +{ 5e

nital. Yang paling sering ditemukan adalah defisiensi Tabel 5.5 Anemia hemolitik autoimun: klasifikasi
piruvat kinase (PK).
Tipe hangat Tipe dingin

Defisiensi piruvat kinase ldiopatik ldiopatik ,

Kelainan ini diwariskan secara resesif autosomal, Sekunder Sekunder


pasien yang terkena bersifat homozigot atau hetero- SLE, penyakit'autoimun' lain lnfeksi pneumo nia Mycoplasma,
-
zigot ganda. Eritrosit menjadi kaku karena ber- CLL, limfoma mononukleosis infeksiosa

kurangnya pembentukan adenosin trifosfat (ATp). Obal, mis. metildopa, fludarabin Limfoma

Beratnya anemia sangat bervariasi (hemoglobin 4- Hemoglobinuria dingin paroksismal


(P a roxy smal col d haeno-
10g/ dl) dan menyebabkan gejala yang relatif ringan
globinwial
karena pergeseran knrva disosiasi oksigen (Or) ke
Jarang, kadang-kadang disertai
kanan akibat peningkatan kadar 2,3-difosfogliierat infeksi,.mis. sifilis
(2,3-DPG) intrasel. Ikterus klinis biasa ditemukan
dan batu empedu sering didapatkan. Penonjolan
tulang frontal mungkin ada. Sediaan apus darah me- CLL, leukimia limtositik kronik; SLE, lupus eritematosus sistemik.

nunjukkan poikilositosis dan prickle cell yang ter-


distorsi, terutama pasca-splenektomi. Pemeriksaan
laboratorium memperlihatkan meningkatnya auto- dengan komplemen, dan karena itu, diambil oleh
hemolisis, tetapi sebaliknya, pada HS, keadaan ini makrofag RE yang mempunyai reseptor untuk
tidak terkoreksi oleh glukosa; perlu dilakukan peme- fragmen Fc IgG. Bagian dari membran yang terlapis
riksaan kadar enzim langsung untuk menegakkan hilang sehingga sel menjadi makin sferis secara
diagnosis. Splenektomi dapat meringankan anemia, progresif untuk mempertahankan volume yang sama
tetapi tidak menyembuhkannya; diindikasikan dan akhirnya dihancurkan secara prematur, ter-
untuk pasien yang memerlukan transfusi berulang. utama di limpa. Jika sel dilapisi IgG dan komplemen
(C3d, fragmen C3 yang terdegradasi) atau kom-
plemen saja, destruksi eritrosit menjadi lebih banyak
Kelaihan sintesii hemoglobin herediter dalam sistem RE.

Beberapa kelainan ini menyebabkan hemolisis klinis. Gambaran klinis


Kelainan ini dibahas dalam Bab 6.
Penyakit ini dapat terjadi pada semua usia pada
kedua jenis kelamin dan timbul sebagai anemia
hemolitik dengan keparahan yang bervariasi. Limpa
ANEMIA HEMOLITIK DIDAPAT
seringkali membesar. Penyakit ini cenderung meng-
alami remisi dan relaps; dapat timbul sendiri atau
Anemia hemolitik imun disertai penyakit lain, atau muncul pada beberapa
pasien akibat terapi metildopa (Tabel 5.5). Apabila
Anemia hemolitik autoimun
disertai purpura trombositopenik idiopatik (idio-
Anemia hemolitik autoimun (Autoimmune hemolytic pathic thrombocytopenic purpura, ITP), yang mempa-
anemia, AIHA) disebabkan oleh produksi antibodi kan suatu kondisi sempa yang mengenai trombosit
oleh tubuh terhadap eritrosit sendiri. Kelainan ini (lihat hal. 236), dikenal sebagai sindrom Evans.
ditandai oleh hasil yang positif pada uji antiglobulin Apabila kelainan ini terjadi sekunder akibat lupus
langsung (direct antiglobulin test, DNI) yang juga di- eritematosus sistemik, sel biasanya terlapisi imuno-
kenal sebagai uji Coombs (lihat Gb.23.4) dan dibagi globulin dan komplemen.
menjadi tipe 'hangat' (warm) dan 'dingin' (cold)
(Tabel 5.5) menurut reaksi antibodi yang lebih kuat Temuan laboratorium
pada eritrosit yang dilakukan pada suhu B70C atau
40c. Temuan laboratorium dan biokimia bersifat khas
pada anemia hemolitik ekstravaskular dengan sfero-
sitosis yang menonjol dalam darah tepi (Gb. 5.9a).
Anemia hemolitik autoimun tipe hangat
DAT positif akibat IgG, IgG dan komplemen atau IgA
Eritrosit biasanya dilapisi oleh imunoglobulin (Ig), pada sel dan pada beberapa kasus, autoantibodi
yaitu umumnya imunoglobulin G (IgG) saja atau memperlihatkan spesifisitas dalam sistem rhesus.
60 l. F:l'.1r: r i. i i,t;ir :!jri

Antibodi di permukaan sel dan yang bebas dalam Pemeriksaan ambilan slCr oleh organ dapat
serum paling baik di deteksi pada suhu 370C. membantu memastikan apakah limpa merupakan
tempat destruksi yang dominan atau bukan (Gb.
Pengobatan
5.2b) dan dengan demikian, dapat digunakan
untuk memperkirakan kegunaan splenektomi.
1. Singkirkan penyebab yang mendasari (mis. 4. Imunosupresi dapat dicoba setelah gagal meng-
metildopa, fludarabin) gunakan cara lain, tetapi tidak selalu berguna.
2. Kortikosteroid. Prednisolon adalah pengobatan Azatioprin, siklofosfamid, klorambusil, siklos-
lini pertama yang umum diberikan; 60 mg per porin, dan mikrofenolat mofetil telah dicoba.
hari adalah dosis awal biasa untuk orang dewasa 5 Asam folat diberikan pada kasus berat.
dan kemudian harus dikurangi sedikit demi 6. Transfusi darah ..ru.rgkit diperlukan jika anemia
sedikit. Pasien dengan IgG dominan pada eritrosit berat dan menimbulkan gejala. Darah harus
memperlihatkan respons yang baik, sedangkan memiliki ketidakcocokan paling sedikit dan jika
pasien dengan komplemen dominan pada spesifisitas autoantibodi diketahui, dipilih darah
eritrosit sering berespons buruk terhadap donor yang tidak mengandung antigen yang
kortikosteroid maupun splenektomi. sesuai. Pasien juga dengan cepat membuat
3, Splenektomi mungkin berguna untuk dilakukan aloantibodi terhadap eritrosit donor.
pada pasien yang tidak berespons baik atau gagal 7. Imunoglobulin dosis tinggi telah digunakan
mempertahankan kadar hemoglobin yang me- tetapi hasilnya tidak sebaik pada ITP (lihat hal
muaskan dengan dosis steroid yang cukup kecil. 236).

T -**&o{
*ffi ffi ffiut
F* q- ::3 €i;
uffi
#fur%t
I 's*S?=*
r{tw
G' L +=*e{
ffiffi
ffru.q
(b)

Gambar 5.9. (a) Sediaan apus darah pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Terdapat banyak mikrosferosit dan sel polikromatik yang lebih besar (relikulosit) (b)
Sediaan apus darah pada anemia hemolitik autoimun dingin. Aglutinasi eritrosit yang jelas terdapat pada sediaan apus darah yang dibuat pada suhu ruangan. Latar
belakangnya disebabkan oleh konsentrasi protein plasma yang meningkat. (Lihat Gambar Benvarna hal. A-9).
$,,i, .rr;1;"l;;:,ffi'r,' i ' .+*#,:u,:lilfff:,ffji:.ii:edng1$.ffiFi:..o ''. ' 1- 1:"f 61

Anemia hemolitik autoimun tipe dingin Anemia hemolitik aloimun


Pada sindrom tersebut, autoantibodi, baik mono- Pada anemia ini, antibodi yang dihasilkan oleh satu
klonal (seperti pada sindrom hemaglutinin dingin individu bereaksi dengan eritrosit individu lain. Dua
idiopatik atau yang terkait dengan penyakit limfo- keadaan yang penting adalah transfusi darah yang
proliferatif) atau poliklonal (seperti sesudah infeksi, tidak sesuai secara ABO dan penyakit rhesus pada
mis. mononukleosis infeksiosa atau pneumonia oleh neonatus yang dibahas pada Bab 23 dan24. Mening-
Mycoplnsma) melekat pada eritrosit terutama pada katnya penerapan transplantasi alogenik untuk
sirkulasi perifer dengan suhu darah yang mendingin penyakit ginjal, hati, jantung, dan sumsum tulang
(Tabel5.5). Antibodi biasanya adalah IgM dan paling telah menyebabkan ditemukannya anemia hemolitik
baik berikatan dengan eritrosit pada suhu 40C. autoimun yang disebabkan oleh produksi antibodi
Antibodi IgM sangat efisien dalam memfiksasi kom- eritrosit pada resipien oleh limfosit donor yang
plemen dan dapat terjadi hemolisis intravaskular dipindahkan dalam alograf.
dan ekstravaskular. Komplemen sendiri biasanya
terdeteksi pada eritrosit, antibodinya telah meng-
alami elusi dari sel pada bagian sirkulasi yang lebih Anemia hemolitik imun yang diinduksi obat
hangat. Yang menarik, pada hampir semua sindrom
AIHA dingin ini, antibodi ditujukan pada antigen'I' Obat dapat menyebabkan terjadinya anemia hemo-
di permukaan eritrosit. Pada mononukleosis infek- litik imun melalui tiga mekanisme berbeda (Gb.5.10):
siosa, antibodinya adalah anti-i. 1. Antibodi yang ditujukan pada kompleks mem-
bran eritrosit-obat (mis. penisilin, ampisilin);
Gambaran klinis 2. Deposisi komplemen melalui kompleks obat-pro-
Pasien mungkin menderita anemia hemolitik kronik tein (antigen)-antibodi pada permukaan eritrosit
yang diperburuk oleh dingin dan seringkali disertai (mis. kuinidin, rifampisin); atau
dengan hemolisis intravaskular. Dapat terjadi ikterus 3. Anemia hemolitik autoimun sejati; pada keadaan
ringan dan splenomegali. Pasien dapat menderita ini peran obat tidak jelas (mis. metildopa, flu-
akrosianosis (perubahan warna kulit menjadi darabin)
keunguan) di ujung hidung, telinga, jari-jari tangan Pada setiap kasus, anemia hemolitik menghilang se-
dan kaki yang disebabkan oleh aglutinasi eritrosit cara perlahan jika obat dihentikan, tetapi pada peng-
dalam pembuluh darah kecil. obatan menggunakan metildopa, antibodi dapat
Temuan laboratorium serllpa dengan temuan menetap selama beberapa bulan. Anemia hemolitik
laboratorium pada AIHA, kecuali bahwa sferositosis imun yang diinduksi penisilin hanya terjadi pada
kurang jelas, eritrosit beraglutinasi dalam suhu pemberian antibiotik dosis besar.
dingin (Gb.5,9b) dan DAT memperlihatkan komple-
men (C3d) saja pada permukaan eritrosit.
Pengobatan dengan cara mempertahankan pasien
Sindrom lragmentasi eritrosit
tetap hangat dan mengobati penyebab yang men-
dasari, jika ada. Agen pengalkil (alkylating agent)
seperti klorambusil dapat bermanfaat untuk varian Kelainan ini timbul akibat kerusakan fisik pada
yang kronik. Splenektomi biasanya tidak menolong eritrosit, baik pada permukaan yang abnormal (mis.
kecuali bila terdapat splenomegali masif, dan pem- katup jantung artifisial atau cangkok arteri) atau
berian steroid tidak membantu. Limfoma yang men- sebagai anemia hemolitik mikroangiopatik yang di-
dasari harus disingkirkan pada kasus'idiopatik'. sebabkan oleh eritrosit yang melewati benang-
Hemoglobinuria dingin paroksismal adalah suatu benang fibrin yang terdeposit dalam pembuluh
sindrom hemolisis intravaskular akut .setelah darah kecil. Deposit fibrin dapat disebabkan oleh
pajanan terhadap dingin. Keadaan ini disebabkan koagulasi intravaskular diseminata (DIC; lihat hal.
oleh antibodi Donath-Landsteiner, suatu antibodi 252), hipertensi maligna, sindrom hemolitik uremik,
IgG dengan spesifisitas terhadap antigen golongan purpura trombositopenik trombotik, pre-eklampsia
darah P, yang berikatan dengan eritrosit pada waktu atau sepsis meningokokal. Darah tepi mengandung
dingin tetapi menyebabkan lisis dengan komplemen banyak fragmen eritrosit yang terwarna gelap (Gb.
pada kondisi hangat. Infeksi virus dan sifilis 5.11). Kelainan pembekuan khas pada DIC (lihat hal.
merupakan faktor predisposisi dan penyakit tersebut 254), juga disertai dengan hitung trombosit yang
biasanya bersifat swasirna. rendah apabila DIC mendasari hemolisis.
62

Pr?&
ef ,'l
\7 Gambar 5.10. Tiga mekanisme yang berbeda pada anemia
hemolitik imun yang diinduksi obat. Pada tiap kasus, sel
I Obar $ Protein plasma C Komplemen
)- nnriUoOi yang terlapis (teropsonisasi) dihancurkan dalam sistem
retikuloendotelial.

,,-llemogl0binuria,Mars , li ,l ,
:Agen kimia dan fi$ika :,:.: ,,
r,,
,
:'

Ini disebabkan oleh kerusakan pada eritrosit antara Obat tertentu (mis., dapson dan salazopirin) pada
tulang-tulang kecil kaki, biasanya terjadi selama ber- dosis besar menyebabkan terjadinya hemolisis intra-
jalan mars atau lari dalam waktu lama. Sediaan apus vaskular oksidatif dengan pembentukan badan
darah tidak memperlihatkan adanya fragmen. Heinz pada subyek normal. Pada penyakit Wilson,
dapat terjadi anemia hemolitik akut akibat kadar
tembaga yang tinggi dalam darah. Keracunan
kimiawi, mis. keracunan timbal, klorat atau arsin,
lnfeksi dapat menyebabkan hemolisis yang berat. Luka
bakar berat merusak eritrosit dan menyebabkan
Infeksi dapat menyebabkan hemolisis melalui ber- akantositosis atau sferositosis.
bagai cara. Infeksi dapat mencetuskan krisis hemo-
lisis akut pada defisiensi G6PD atau menyebabkan
anemia hemolitik mikroangiopatik, mis., pada Anemia tremolltlk sekunder
septikemia meningokokal atau pneumokokal. Ma-
laria menyebabkan hemolisis melalui destruksi Pada banyak penyakit sistemik, Iama hidup eritrosit
ekstravaskular eritrosit berparasit dan lisis intra- memendek. Hal ini dapat menyebabkan anemia (Bab
20).
vaskular langsung. Demam blackwater (blackwater
feaer) adalah hemolisis intravaskular akut disertai
gagal ginjal akut, yang disebabkan oleh malaria Hemoglobinuria nokturnal paioks'ismal,(PNH) I

F al cip ar um. Sep tikemia CI o s t r id ium p e rfr in g en s dap at


menyebabkan terjadinya hemolisis intravaskular PNH adalah suatu penyakit klonal sel induk sumsum
dengan mikrosferositosis yang nyata. tulang yang didapat dan jarang terjadi, dengan

*ilt* $ d[$ffi$ ffi


&
W
ffiffi
** #o'"-tS"{!
-Y*:a &;i
,',.o' : N,& - *ffi
p## s "*l* "i, "i;

ffi;b
ed ej*l
w S ii
ffi
ut-u
,,*a
t .,{i,
-' i$ r:'li
"T
{'1, r:
%
\+
"n* -
}Sffi*e.ffi{+s*S {--:
*@'J. .o-':c*
^*'Y # -{ {s
ffi* *aT y N *P s*
K
ffi&#u ":*J r.rr*gt*e ru ,"..;6ff
;"y,$ffi
Ts# .* *Y ffiffi
fft.
#S e'LJ -*W#
'{6S
--$* ''.i .*'l# ffi
ffi *ry ,{\ *3 *a ,**
* *S&&3 * "'i: ' k-Jy*."*Si"\ "y we
ffi"ffi* ffi't;H#s".",,ii
ffi-: {*F K Gambar 5,11. Sediaan apus darah pada anemia hemolitik

ffi*
*
ffi ""
*"iffi %*u* *Su
mikroangiopatik (pada pasien ini septikemia Gram negatif).
Banyak sel yang mengerut, terwarna gelap, dan terdapat
d4d4$ s}ff" ,. .,r i$ry,ssii$F \*d fragmen sel. (Lihat Gambar Berwana hal. A-10).
^
63

gangguan sintesis jangkar glikosilfosfatidilinositol PNH hampir selalu disertai dengan beberapa
(GPI), yaitu suatu struktur yang melekatkan bebe- bentuk hipoplasia sumsum tulang, seringkali bahkan
rapa protein permukaan pada membran sel. Kelainan anemia aplastik. Tampaknya klon PNG dapat meluas
ini disebabkan oleh mutasi pada kromosom X yang akibat tekanan selektif (kemungkinan diperantarai
mengode untuk protein yaitu fosfatidilinositol glikan secara imunologik) terhadap sel-sel yang mempunyai
protein A (PIG-A) yang diperlukan untuk pem- protein membran terkait-GPl yang normai.
bentukan jangkar GPI. Hasil akhirnya adalah tidak PNH dapat didiagnosis melalui demonstrasi lisis
adanya protein terkaiI-GPI (seperti CD55 dan CD59) eritrosit dalam serum pada pH rendah-uji Ham. pH
pada permukaan semua sel yang berasal dari sel yang rendah mengaktifkan komplemen melalui jah,rr
induk yang abnormal tersebut (Gb. 5.12). Tidak alternatif. Sitometri aliran lebih sensitif untuk
adanya molekul permukaan, faktor pengaktif pem- mencari hilangnya ekspresi protein terkait-GPl
busukan (decay nctiuating fnctor) (DAF, CD55), dan in- seperti CD55 (DAF) dan CD59 (MIRL).
hibitor lisis reaktif pada membran (MIRL, CD59) Pengobatan penyakit ini tidak memuaskan.
menyebabkan eritrosit menjadi rentan terhadap lisis Terapi besi digunakan untuk defisiensi besi dan
oleh komplemen dan mengakibatkan hemolisis intra- dapat diperlukan pemberian antikoagulasi jangka
vaskular kronik. Hemosiderinuria adalah gambaran panjang dengan warfarin. Imunosupresi dapat ber-
yang selalu ada dan dapat menyebabkan terjadinya guna dan transplantasi sumsum tulang alogenik
defisiensi besi yang dapat mengeksaserbasi anemia. adalah suatu terapi definitif. Penyakit ini kadang-
CD55 dan CD59 juga terdapat pada leukosit dan kadang mengalami remisi, tetapi ketahanan hidup
trombosit. Masalah klinis utama lain yang ditemukan rata-rata adalah sekitar 10 tahun.
pada PNH adalah trombosis, dan pasien dapat
menderita trombosis vena besar berulang (termasuk
vena porta dan vena hepatica) serta nyeri perut inter- KEPUSTAKAAN
miten akibat trombosis vena mesenterika.
Beutler E. (1,996) Glucose-6-phosphate-dehydrogenase
population genetics and clinical manifestations. Blood
Rea,10,45-52.
protein, Bolton-Maggs P.H.B. (2000) The diagnosis and manage-
mis, CD59;:CD55 ment of hereditary spherocytosis. CIin. Hnenntol. 13, 327-
I
42.
I Dacie J.V (1988, 1999) Tlte Hnentolytic Annemins; YoL2, The
I

Hereditnrrl Hnentohltic Atnenins; Vol. 3, The Haentolytic


Gtikan lnri glikan
Annentins of lnmunte Origirt;Yol4, Secondnry nnd Symptom-
I
ntic Hnentolytic Annentins; Vol. 5, Drug nnd Chemicalin-
duced Hemolytic Annentins; PNH; Haemolytic Disease of the
- Newborn, 3rd edn. Churchill Livingstone, Edinburgh.
Hillmen P. and Richards S. (2000) Paroxysmal nocturnal
haemoglobinuria. Rezr. CIin. Exp. Hematol 4,216-235.
McMullin M.F. (1999) The molecular basis of disorders of
red cell enzymes. l. CIin. Pathol.52,241,-4.
McMullin M.F. (1999) The molecular basis of disorders of
the red cell membrane. l. Clin. Pathol.52,245-8.
Tanner M.J.A. and Anstee D.J. (eds) (1999) Red cell mem-
brane disorders. CIin. Haematol. 12,605-770.
Tse W.T. and Lux S.E. (1999) Red blood cell membrane dis-
Gambar 5.12. Gambaran skematik losfatidilinositol glikan yang menjangkarkan
orders. Br. I. Haematol l04,2-I3.
banyak protein berbeda pada membran sel, mis. CD59 (MlRL, inhibitor lisis Zanella A. (ed.) (2000) Inherited disorders od red cell me-
reaktil pada membran) tabolism. CIin, Haematol. 13, 1-150.
.r (rrui -.: r'1?'<:1r.; :
t. iii.,+i.. tni?j . i.;r:lr,;1 f
, .:-:-.; .-i,,1.^::c-ill I :. .

,J:r) il'j: \rii 'i;a:i;:::r{tt1i il

Kelainan genetik pada hemoglobin


Sintesis hemoglobin, 64 Anemia sel sabit, 75

Kelainan hemoglobin, 66 Diagnosis pranatal kelainan hemoglobin genetik, 80

Thalasemia,66

Bab ini membahas penyakit herediter yang disebab- berasal dari intron dibuang melalui suatu proses
kan oleh sintesis globin yang berkurang atau ab- yang disebut splicing (Gb. 6.2). Intron selalu dimulai
normal. Mutasi pada gen globin adalah kelainan dengan suatu dinukelotida G-T dan berakhir dengan
monogenik yang paling sering dijumpai di seluruh dinukleotida A-G. Mesin splicing mengenali urutan
dunia dan mengenai sekitar 7% populasi dunia. tersebut dan juga sekuens dinukleotida didekatnya
Sintesis hemoglobin normal baik pada janin ataupun yang dipertahankan. RNA dalam nukleus juga
pada orang dewasa dibahas terlebih dulu, 'ditutupi' dengan penambahan suatu struktur pada
ujung 5' yang mengandung gugus tujuh metil-
guanosin. Struktur ini mungkin penting untuk
perlekatan mRNA pada ribosom. mRNA yang baru
SINTESIS HEMOGLOBIN terbentuk tersebut juga mengalami poliadenilasi
pada ujr-rng 3' (Gb. 6.2). Poliadenilasi ini menstabil-
Darah orang dewasa normal mengandung 3 jenis he- kan mRNA tersebut. Thalasemia dapat terjadi akibat
moglobin (lihat Tabel 2.1). Komponen utamanya mutasi atau delesi salah satr.r sekuens tersebut.
adalah hemoglobin A dengan struktur molekular Sejr.rmlah sekuens lain yang dipertahankan
or0r. Hemoglobin minor mengandung rantai y (Hb penting dalam sintesis globin, dan mutasi di tempat
janin atau HbF) atau 6 (Hb Ar) dan bukan rantai p. tersebut dapat juga menyebabkan thalasemia.
Pada embrio dan janin, Hb Gower 1, Portland, Gower Sekuens ini mempengaruhi transkripsi gen, memasti-
2, dan HbF mendominasi pada tahap yang berbeda kan kebenarannya dan menetapkan tempat untuk
(Gb. 6.1). Gen untuk rantai globin terdapat pada 2 mengawali dan mengakhiri translasi, dan memasti-
kelompok, e, 6 dan p pada kromosom 11 dan ( dan cr kan stabilitas mRNA yang di sintesis. Promotor
pada kromosom 16. Terdapat dua jenis rantai y, G, ditemukan pada posisi 5' pada gen, dekat dengan
dan A, yang dibedakan berdasarkan asam amino lokasi inisiasi atau lebih distal. Promotor ini adalah
glisin atau alanin pada posisi 136 dalam rantai poli- lokasi tempat RNA polimerase berikatan dan meng-
peptida. Gen rantai u mengalami duplikasi dan katalisis transkripsi gen (lihat Gb. 1.11). Penguat (er-
kedua gen c (cr, dan ar) pada setiap kromoson hancer) ditemukan pada posisi 5'atau 3'terhadap gen
bersifat aktif (Gb. 6.1). (Cb. 6.2). Penguat penting dalam regulasi ekspresi
gen globin yang spesifik jaringan, dan dalam regulasi
N sintesis berbagai rantai globin selama kehidupan
s Aspek molekular janin dan setelah kelahiran. Regio pengatur lokus
(locus control region, LCR) adalah unsur pengatur
Semua gen globin mempunyai tiga ekson (regio genetik yang terletak jauh di hulu kelompok globin-B
pengode) dan dua intron (regio yang tidak mengode, yang mengatur aktivitas genetik tiap domain, ke-
[i
yang DNA-nya tidak terwakili pada protein yang mungkinan dengan cara berinteraksi secara fisik
,iil
tli
i.ilrl
sudah jadi). RNA awal ditranskripsi dari ekson dan dengan regio promotor dan menguraikan kromatin
:"i:
'i+ intron, dan dari hasil transkripsi ini RNA yang agar faktor transkripsi dapat berikatan. Kelompok

64
65

.:i .lti:l:j.:. i--j:{:rj: .'jt:f.l ::


' '.. 11
" ; "fl.i'^-r:r r:1:
^:ir:rlr-i-ji I;;:; tj::.
:r:::1 .. :r:r
'i:'l
i ;ii:i:lij:jl::ii;;t; :ijil
::,: :

Kromosom 16 Chromosome 1l

9:"_.,
HS-40
/*1*
I
t-rd,2 c(t

*9i 5' tiir


LCR
*lm eGr
E]
A1 6

I I
p

ii,l

C
Gower 1
so
1;Yz
Poftland Gower
&zEz
s e$
dz^lz
F
azlz o16, arl,
FA,A
IrU'

+ \--------a-
Embrio Janin Dewasa
!i:i,l:r ii:1.::+'+:1rr ir :rir:.:1:iri::t

,,iilliffi i'll+;$i
I

;;,luE r i : ,'i,.-t.1'',..,','1':: ui.,i:',:iffi,#


:, .', rj:l::ii:iil:' ) ::::rr::-rl

0,:::1=ri'6
{b}

Gambar 6.1, (a) Gen globin berkelompok pada kromosom 16 dan 11. Pada kehidupan embrio, janin, dan dewasa, gen yang berbeda diaktifkan atau ditekan. Rantai
globin yang berbeda disintesis secara terpisah dan kemudian saling bergabung untuk membentuk hemoglobin yang berbeda. Gen y mempunyat dua sekuens, yang
mengode untuk sualu residu asam glutamat atau alanin pada posisi 136 (G, atau A, berturut-turut). LCR, regio pengatur lokus. (b) Sintesis rantai globin individu pada
kehidupan pranatal dan pascanatal. (Llhat Gambar Berwarna hal. A-10).

gen globin o juga mengandung regio yang mirip


,,,Pgrafihah,dari,hembgtobillfanin,'1,,,:,.', .,.
dengan LCR, disebut HS40. Faktor transkripsi ke hemoglobin dewasa
GATA-1, FoG, dan NF-E2 yang diekspresikan ter-
Slf
utama pada prekursor eritroid, penting untuk me-
nentukan ekspresi gen globin dalam sel eritroid. Gen globin tersusun pada kromosom 16 dan 11
mRNA globin memasuki sitoplasma dan melekat menurut urutan diekspresikannya (Gb. 6.1). Hemo-
pada ribosom (translasi) tempat terjadinya sintesis globin embrio tertentu biasanya hanya diekspresikan
rantai globin. Proses ini terjadi melalui perlekatan pada eritroblas kantung kuning telur. Gen globin-p
RNA transfer, masing-masing dengan asam amino- diekspresikan pada kadar rendah dalam awal kehi
nya sendiri, melalui berpasangannya basa kodon/ dupan janin, tetapi perubahan utama menjadi hemo-
antikodon pada suatu posisi yang sesuai di cetakan globin dewasa terjadi 3-6 bulan setelah kelahiran
!:i{
mRNA. pada saat sintesis rantai y sebagian besar digantikan
66
lffi,i'lrih i'iiiini'rililii.i iiiri[

Tabel 6.1 Sindrom klinik yang disebabkan oleh kelainan hemoglobin

Sindrom Kelainan

Hemolisis Hemogl0bin terkristalisasi {Hb S, C, D, q dll)


Hemoglobin tak stabil
Thalasemia c atau F yang disebabkan oleh berkurangnya
sintesis rantai globin.

Polisitemia familial Afinitas oksigen yang berubah

Methemoglobin Kegagalan reduksi (Hb Ms)

intravaskular (lihat Tabel 5.2). Hemoglobin abnormal


juga dapat menyebabkan terjadinya polisitemia (fa-
milial) (Bab 17) atau methemoglobinemia kongenital
(Bab 2).
Defek genetik hemoglobin merupakan kelainan
genetik yang paling banyak ditemukan di seluruh
Gambar. 6.2. Ekspresi suatu gen globin manusia dari transkripsi, eksisi intron,
pemotongan ekson dan translasi ke ribosom. Hasil transkripsi primer dipotong 20 dunia. Kelainan ini terdapat di daerah-daerah tropis
nukleotida ke hilir dari sekuens ini, 'ditutup' pada ujung 5' dan kemudian dan subtropis (Gb. 6.3), dan sebagian besar tampak-
ditambahkan ekor poli A. nya telah terseleksi karena keadaan karier meng-
hasilkan semacam perlindungan terhadap malaria.
Thalasemia-p lebih banyak ditemukan di daerah
oleh rantai B. Cara terjadinya pertukaran ini masih mediteranea, sedangkan thalasemia-o. lebih banyak
belum banyak diketahui. Walaupun demikian, jelas ditemukan di Timur Jauh.
bahwa keadaan gen yang termetilasi (gen yang
diekspresikan cenderung mengalami hipometilasi,
gen yang tidak diekspresikan cenderung mengalami
hipermetilasi), kepadatan kromosom dan berbagai THALASEMIA
sekuens penguat, semuanya berperan dalam me-
nentukan akan ditranskripsinya gen tertentu. Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik
heterogen, yang timbul akibat berkurangnya kece-
patan sintesis rantai o atau B.

KELAINAN HEMOGLOBIN
Sindrom thalasemia-cr
Kelainan hemoglobin disebabkan oleh hal-hal
berikut ini. Sindrom thalasemia a biasanya disebabkan oleh
L. Sintesis hemoglobin abnormal. delesi gen dan dicantumkan dalam Tabel 6.2. Secara
2. Berkurangnya kecepatan sintesis rantai globin cr- normal terdapat empat buah gen globin-o, oleh sebab
atau p- yang normal (thalasemia a dan B). itu beratnya penyakit
secara klinis dapat digolong-
Tabel 6.1 memperlihatkan beberapa penyakit dari kan menurut jumlah gen yang tidak ada atau tidak
sindrom kelompok pertama yang berasal dari sin- aktif. Tidak adanya keempat gen akan menekan
tesis rantai cx, atau p dengan substitusi asam amino. sintesis rantai-cr seluruhnya (Gb. 6.4) dan karena
Walaupun begitu, pada banyak kasus, kelainan rantai cr esensial dalam hemoglobin fetus dan
tersebut benar-benar tidak tampak. Penyakit dewasa, keadaan ini tidak sesuai untuk hidup
terpenting secara klinis adalah anemia sel sabit. He- sehingga menyebabkan kematian in utero (hidrops
moglobin (Hb) C,D, dan E juga sering ditemukan, fetalis, Gb. 6.5). Delesi tiga gen cr menyebabkan ane-
dan, seperti HbS, merupakan substitusi pada rantai mia mikrositik hipokrom yang cukup berat (hemo-
B. Hemoglobin tak stabil jarang ditemukan dan globin 7-71 g/ dl) (Gb. 6.6) disertai splenomegali.
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik kronik Keadaan ini dikenal sebagai penyakit Hb H karena
dengan keparahan yang bervariasi disertai hemolisis hemoglobin H (B) dapat dideteksi dalam eritrosit
67

fhdasemia "/t)
' Anemia sel sabit@
Hbcg
rI
HbD
HbEI

Gambar 6.3. Distribusi geogralik thalasemia dan kelainan


hemoglobin skuktural diwariskan yang lebih banyak
dijumpai. (Lihat Gambar Benruarna hal. A-11).

Tabel 6.2. Klasifikasi thalasemia

Hidropsletalis :i Thalaseniaminor, ::''::.', ;,.. :: , .

-.,,,
Thalasomia-odenUan deesi emnafr*n''. ,
llllll.:'1**g,f;' ,.-,1
Sifaf thalasemia-p
, , ,,, .-,,,

Thalasenia nayor H€moglobin tetus pgrsisten hdreditdr

Tergantung translusi, homozigot Sifat lhalasemia-0p

.Tha asem a 0" atau komblnasi s fat thasemia p lain. Sifat thalasemia-o"

Sifat thalasemia-cr*

Thalasenia intemedia
Lihat Tabel 6.5

Genetik

Haplotipe Sifat thalasemia heterozigot (minor)- Homo2igot

na&$etna.dt:.,ir
i : .,:;,:::,,,
*T,/
0l:rl, r,:.,t .,,,':r.,.,,t.,,,,,,
MCV MCH rendah , ; '
Hidrops fetalis

o1 :,;r , r:,11, ,:::'.,1;.it: l


; p1l MCV MCH berkurang minimal Seperti thalasemia-a'" heterozigot
fnatasenf"l|, ',' '.,,, ,,,

00,,.. r,,,1 , ,:i,,,'' I.,,:,'l MCV MCH rendah (HbAr>3,5"/") Thalasemia mayor (HbF 987o, HbAr 2"/")

ts' .,',,,..
t.,] l, MCVr MCH rendah (HbAr>3,5%) Thalasemia mayor atau intermeOia (HUF
, ,,,,,,, ,-,,.
70-80%, HbA 10-20%, HbA, variabel)

Thalasemia6 F dan homoglobin MCV MCH rendah (HbF,S-2ffl0, HbA, normal) Thalasemia intermedia (HbF 100%)
, fslxs pasisten hetediter r, ,

H[ r.i0rc ,,,
', . , .
MCV MCH rendah (HbA 8G90%, Hb Lepore Thatasemia mayol atau jntermedia (HbF
10%, HbA, berkurang) 800/0, Hb Lepore l&200/0, HbA HbA?
tidak ada)

-
Kadang-kadang, thalasemia-p heterozigot bersifat dominan (disertai gambaran klinis thalasemia intermedia). Terdapat beberapa penjelasan.

t Heterozigot campuran cr.o cr ( - - / - o) adalah penyakit hemoglobin H.


MCV, volume eritrosit rata-rata; lvlOH, hemoglobin eritrosit rata-rata.
68

Trail q"

#l IJ
Trail a+ homozigol

ffiffil tlsl

++ ++
Trait ao Penyakit Hb H

@+
&#
ryt ++
Gambar 6.5, Thalasemia-cr : hidrops fetalis, akibat delesi keempat gen globin-o
Gambar 6.4. Genetika thalasemia-o,. Setiap gen o mungkin mengalami delesi (thalasemia-o" homozigot). Hemoglobin utama yang ditemukan adalah Hb Barts
atau (lebih jarang) disfungsional. Kotak jingga mewakili gen-gen normal, dan (1). Kondisi ini tidak sesuai untuk kehidupan setelah stadium ianin. (Atas
kotak biru mewakili delesi gen alau gen disfungsional. kebaikan Profesor D. Todd). (Lihat Gambar Berurarna hal. A-1 1 ).

;
ffi
-*ry %m*
.,
.,r#4* ; . 6:ffiAti$ ;t&
i$ri*&;*,
Y&14
' , "W*
': .4Y+;
'r.ilal
rsJiSl
.+$flEE; .aw.:r :.#
.tt:...t+
j--:i:; ,lffi_*ffi ffi
%
]ffir,."

"JKdy
-
"dffi
'ffi.

,',tii
r'll:ffi:
1:dffig:
:ffi

w
ffiffilffi

##,. (b)

Gantbar 6.6. (a) Thalasemia-cr: penyakit hemoglobin H (delesi tiga gen globin-cr). Sediaan apus darah tepi memperlihatkan sel mikrositik yang sangat hipokrom dengan
sel target dan poikllositosis. (b) Thalasemia-o: penyakit hemoglobin H. Pewarnaan supravilal dengan brilliant cresylblue memperlihatkan deposit halus multipel yang

bergerak cepat (Gb. 6.13). (Lihat Gambar Benrarna hal. A-11 ).

pasien tersebut melalui pemeriksaan elektroforesis eritrosit rata-rata (MCV) dan hemoglobin eritrosit
atau sediaan retikulosit (Gb. 0.01. Pada kehidupan rata-rata (MCH) berjumlah rendah dan jumlah eritro-
janin, ditemukan Hb Barts (yn). sit lebih dari 5,5X1012/1. Elektroforesis hemoglobin
Terjadinya sifat thalasemia-o, (thalassernia tr ait) normal dan pemeriksaan sintesis rantai cr/p atau
disebabkan oleh hilangnya satu atau dua gen, dan analisis DNA perlu dilakukan untuk memastikan di-
biasanya tidak disertai anemia, walaupun volume agnosis. Rasio sintesis crlp yang normal adalah 1.:L,
rasio ini menurlrn pada thalasemia-a dan meningkat Pada beberapa kasus, terjadi delesi gen p, gen 6 dan
pada thalasemia-p. Terjadinya bentuk thalasemia-o, p, atau bahkan gen 6, p dany. Pada kasus lain, uossing
non-delesi yang tidak lazim disebabkan oleh mutasi oaer yang tidak seimbang menghasilkan gen fusi 6p
titik yang menyebabkan disfungsi gen atau kadang- (disebut sindrom Lepore, yang dinamakan menurut
kadang disebabkan oleh mutasi yang mempengaruhi keluarga pertama yang terdiagnosis menderita
terminasi translasi, dan menghasilkan rantai yang penyakit ini) (lihat hal. 75).
panjang tetapi tidak stabil, misalnya Hb Constant
Spring. Gambaran klinis

L. Anemia berat menjadi nyata pada usia 3-6 bulan


setelah kelahiran ketika seharusnya terjadi per-
Sindrom thatasemia-p
gantian dari produksi rantai-y ke rantai-p.
2. Pembesaran hati dan limpa terjadi akibat des-
Thalasemia-p mayor truksi eritrosit yang berlebihan, hemopoiesis
Keadaan ini rata-rata terjadi pada 1 dari 4 anak bila ekstramedula, dan lebih lanjut akibat penim-
kedua orang tuanya merupakan pembawa sifat bunan besi. Limpa yang besar meningkatkan
thalasemia-B. Tidak ada rantai 0 (00) atau sedikit kebutuhan darah dengan meningkatkan volume
rantai p (0.) yang disintesis. Rantai o yang berlebih plasma, dan meningkatkan destruksi eritrosit dan
berpresipitasi dalam eritroblas dan eritrosit matur, cadangan (poolin g) eritrosit.
menyebabkan eritropoiesis inefektif dan hemolisis 3. Pelebaran tulang yang disebabkan oleh hiper-
berat yang khas untuk penyakit ini. Makin banyak plasia sumsum tulang yang hebat menyebabkan
kelebihan rantai-u, maka makin berat anemia yang terjadinya fasies thalasemia (Gb. 6.9) dan
terjadi. Produksi rantai y membantu 'membersihkan' penipisan korteks di banyak tulang, dengan suatu
rantai o, yang berlebih dan memperbaiki keadaan kecenderungan terjadinya fraktur dan penonjolan
tersebut. Lebih dari 200 cacat genetik yang berbeda tengkorak dengan suatu gambaran 'rambut ber-
telah terdeteksi (Gb. 6.7 dan6.8). diri (hair-on-end)' pada foto Rontgen (Gb. 6.10).
Berbeda dengan thalasemia-o,, mayoritas lesi 4. Usia pasien dapat diperpanjang dengan pem-
genetik adalah mutasi titik dan bukan delesi gen. berian transfusi darah tetapi penimbunan besi
Mutasi ini dapat terjadi dalam kompleks gen itu sen- yang disebabkan oleh transfusi berulang tidak
diri atau pada regio promotor atau penyakit. Mutasi terhindarkan kecuali bila diberikan terapi khelasi
tertentu terutama sering terdapay pada beberapa (Tabel 6.3). Tiap 500 ml darah transfusi mengan-
komunitas (Cb. 6.7), dan ini dapat mempermudah dung sekitar 250 mg besi. Yang lebih memper-
penegakan diagnosis antenatal yang bertujuan untuk buruk, absorpsi besi dari mekanan meningkat
mendeteksi adanya mutasi pada DNA janin. Thala- pada thalasemia B, kemungkinan akibat eritro-
semia mayor sering kali merupakan akibat diturun- poiesis yang inefektif. Besi merusak hati (Gb.
kannya dua mutasi yang berbeda, masing-masing 6.11), organ endokrin (dengan kegagalan pertum-
mengenai sintesis globin-p (heterozigot campuran). buhan, pubertas yang terlambat atau tidak terjadi,

Gambar. 6.7, Distribusi berbagai mutasi thalasemia-p


mayor di sekitar daerah Mediteranea. Sekuens pengganggu
(interuening sequence) IVS 1, IVS 2; 1,6,39,110,745 adalah C p. rv-s 1-110 c p" s9 @ p.lvs 2-745
mutasi kodon yang terkait (Atas kebaikan Profesor A. Cao). 6 po tvs 1,1 a p'tvs 1-6 (., Lain-lain,
(Lihat Gambar Berwarna hal. A-12).
70 ::{1 i.,::;.:itiiii
r:irit ii iti i_r.?iiti lliii 'rli".i*l

' Berbagai delesi yang langka Delesi 600 pasangan basa

Mutaci

Gambar 6.8. Contoh mutasi yang menghasilkan thalasemia-0. Mutasi tersebut meliputi perubahan basa tunggal, delesi kecil, dan insersi satu atau dua basa yang
mengenai intron, ekson atau daerah yang mengapit gen globin"B, FS,'frameshifl'(pergeseran pola): delesi nukleotida yang menggeser bingkai pembacaan keluar dari
lasenya di hilir besi; NS, nonsense (tidak berarti) : penghentian rantai prematur akibat adanya kodon henti (slop sodon) translasional yang baru (mis. UM); SPL, sp/icrng
(penyambungan): inaktrvasi splicing alau timbulnya lokasi penyambungan baru (aberan) dalam ekson atau intron; promotor, CAP, inisiasi: reduksi transkripsi atau
translasi sebagai akibat lesi pada regio promotor, CAP atau inislasi; Poli A: mutasi pada regio sinyal penambahan poli A yang menyebabkan kegagalan penambahan
poli A dan suatu mRNA yang tidak stabil. (Lihat Gambar Benruarna hal. A-12).

Gambar 6.10. Rontgen tengkorak pada thalasemia-B mayor. Terdapat


gambaran'rambut berdiri' akibat ekspansi sumsum tulang ke dalam tulang
kortikal.

akibat kelebihan melanin dan hemosiderin mem-


Gambar 6.9. Tampilan wajah seorang anak yang menderita thalasemia-p mayor.
Tengkorak menonjol dengan tulang lrontal dan parielal yang menonjol; maksila
berikan tampilan kelabu seperti batu tulis pada
membesar. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-12). stadium awal penimbunan besi.
5. Infeksi dapat terjadi karena berbagai alasan. Pada
masa bayi, tanpa transfusi vang mencukupi, anak
yang menderita anemia rentan terhadap infeksi
diabetes melitus, hipotiroidisme, hipopara- bakteri. Infeksi pneumokokus, Haemophilus, dan
tiroidisme), dan miokardium. Tanpa khelasi besi meningokokus mungkin terjadi jika telah dilaku-
yang intensif, kematian terjadi pada dekade kan splenektomi dan tidak diberikan profilaksis
kedua atau ketiga, biasanya akibat gagal jantung penisilin. Yersinia enterocolitica terutama ditemu-
kongestif atau aritmia jantung. Pigmentasi kulit kan pada pasien kelebihan besi yang sedang
li, i;
ijri.l

menialani pengobatan desferioksamin; kuman ini Tabel 6.3. Penyebab anemia refrakter yang dapat mengakibalkan
menyebabkan gastroenteritis berat. Transfusi penimbunan besi akibat transfust.
virus melalui transfusi darah dapat terjadi.
Penyakit hati pada thalasemia paling sering
disebabkan oleh hepatitis C, tetapi juga sering Thalasemia-p mayor Mielodisplasia
disebabkan oleh hepatitis B bila virus tersebut Thalasemia-p/ pe4yakit Hb E Aplasia eritrosit
endemik. Virus imunodefisiensi manusia (human Anemia sel sabit (beberapa kasus) Anemia aplastik
immttnodeficiency uirus, HIV) telah ditularkan Aplasia eritrosit (Diamond-Blacklan) Mielolibrosis
pada beberapa pasien melalui transfusi darah. Anemia sideroblastik
6. Osteoporosis dapat terjadi pada pasien yang men- Anemia diseritropoietik
dapat transfusi dengan baik. Keadaan ini lebih
sering terjadi pada pasien diabetes.

Diagnosis laboratorium
peningkatan rasio o,:p dengan sintesis rantai-p
1. Terdapat anemia mikrositik hipokrom berat
yang berkurang atau tidak ada. Analisis DNA
dengan persentase retikulosit yang tinggi disertai
dapat digunakan untuk mengidentifikasi defek di
dengan normoblas, sel target, dan titik basofilik
tiap alel.
(basophilic stippling) pada sediaan apus darah tepi
(Gb.6.12).
2. Penilaian stafus besi
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tidak
adanya atau hampir tidak adanya Hb A, dan Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai
hampir semua hemoglobin dalam darah adalah penimbunan besi tercantum dalam Tabel 6.4. peme-
Hb F. Persentase Hb A, normal, rendah, atau riksaan juga dapat dilakukan untuk menentukan
sedikit tinggi (Gb. 6.13). Pemeriksaan sintesis derajat kerusakan organ yang disebabkan oleh besi.
rantai a/B pada retikulosit memperlihatkan suatu Pemeriksaan feritin serum adalah pemeriksaan yang

' ,{ -Z r,oo..,. &.1t,;,,,,7 g,;';iil':.,


i'r
p t
't(
I
:a
ii*.,*'' ;3
*u
.;i
.{
lia.'
**q.&
. o",

.(.
tq
r{.

?
ar
.t:: _

., ..

tt

(a)

Gambar 6'11. Thalasemia-p mayor: biopsi jarum organ hati. (a) Siderosis derajat lV dengan deposit besi di sel parenkim hati, epitel duktus koledokus,
makrofag dan
libroblas (pewarnaan Perl$. (b) Berkurangnya besi berlebih dalam hati setelah terapi khelasi yang intensif. (Lihat Gambar Benruarna hal. A-'13).
r. .!.: -- :;1; .ffiE..: ir'l!r9i,.. ,S1: 1:r ., : :
'{
72 i..,ul4lr " .' ,: ' , .. ;, 1r1. ry:,, :.j ,.
.
rir! ;#, i:"ilifl"'air4t;il#i1 :r:. '.:.
-.{ry-;r,i.
" . .i: " :

Lu
ft ist?.t-:

;.r?-."-
6i!$iIrta
i.4;t ..

:
,r;-
{:
*L:1 . .i
tr:.-'i',t.
'\;.:;:r'
,;f

**
tt -
, a=
ot 0,,".s: '.
' \s
.al+..
a.+

" .*. T
*-'*Q*
Gambar 6.12. Sediaan apus darah pada thalasemia-p
E. lii mayor pascasplenektomi. Sel-sel tersebut adalah sel
hipokrom, sel larget, banyak eritrosit berinti (normoblas).
Badan Howell-Jolly tampak pada eritrosit tersebut. (Lihal
Gambar Berwarna hal. A-13).

CSF
Gambar 6.13. Pola elektroforesis hemoglobin pada
darah manusia dewasa normal dan pada subyek
dengan slfat atau penyakit sel sabit (Hb S), sllat
thalasemia-8, thalasemia-p mayor, Hb S/ thalasemia-p
atau penyakit Hb S/ Hb C dan penyakit Hb H.

paling banyak dipakai. Pada thalasemia mayor/ Pengobatan


lazim untuk mempertahankan kadar feritin antara L. Transfusi darah yang teratur perlu dilakukan
L000 dan 1500 pgll apabila cadangan besi tubuh untuk mempertahankan hemoglobin di atas7} g/
sekitar 5-10 kali normal. Walaupun demikian, feritin dl setiap saat. Hal ini biasanya membutuhkan2-3
serum meningkat sebanding dengan status besi pada unit tiap 4-6 minggu. Darah segar/ yang telah di-
hepatitis virus dan penyakit inflamasi lain, dan saring untuk memisahkan leukosit, menghasilkan
karena itu harus diinterpretasikan bersamaan eritrosit dengan ketahanan yang terbaik dan
dengan pemeriksaan lain seperti biopsi hati (Gb. reaksi paling sedikit. Pasien harus diperiksa geno-
6.11), ekskresi besi urine sebagai respon terhadap tipnya pada permulaan program transfusi untuk
desferioksamin, pigmentasi kulit, fungsi jantung, mengantisipasi bila timbul antibodi eritrosit ter-
hati, endokrin, serta gambaran klinis. hadap eritrosit yang ditransfusikan.
..1 IJ
i;ili

,)
Asam folat diberikan secara teratur (misal 5 rng/ Walaupun demikian, pasien seringkali tidak
hari) jika asupan diet buruk. patuh dan obat tersebut mahal. Lagipula des-
J. Terapi khelasi besi digunakan untuk mengatasi ferioksamin memiliki efek samping, khususnya
kelebihan besi. Sayangnya desferioksamin tidak pada anak yang kadar feritin serumnya relatif
aktif bila diberikan secara oral. Desferioksamin rendah, berupa tuli nada tinggi, kerusakan retina,
dapat diberikan melalui kantung infus terpisah kelainan tulang, dan retardasi pertumbuhan.
sebanyak 1-2 g untuk tiap unit darah yang di- Pasien ini juga harus menjalani pemeriksaan
transfusikan dan melalui infus subkutan 20-40 auditorik dan funduskopi secara teratur. Des-
mglkg dalam 8-72 jam, 5-7 hari seminggu (Gb. feripron (L1), suatu khelator besi yang aktif secara
Hal ini dilaksanakan pada bayi setelah
6.14). oral, sekarang sudah diizinkan di Eropa dan In-
pemberian transfusi 10-15 unit darah. Besi yang dia, dan digunakan secara tersendiri maupun
terkhelasi oleh desferioksamin terutama dieksresi dalam kombinasi dengan desferioksamin. Kedua
dalam urine, tetapi hingga sepertiganya juga di- obat ini mempunyai efek aditif atau bahkan
eksresikan dalam tinja. Jika pasien patuh dengan sinergis pada eksresi besi. Desferipron sendiri
regimen khelasi besi yang intensif ini, harapan kurang efektif bila dibandingkan dengan
hidup penderita thalasemia mayor dan anemia desferioksamin. Pasien biasanya lebih patuh
refrakter kronik lain yang mendapat transfusi dalam menjalani pengobatan ini. Efek samping
darah yang teratur (Tabel 6.3) membaik secara meliputi arthropati, agranulositosis atau neutro-
nyata. Pada beberapa kasus, terapi khelasi terus- penia berat, gangguan gastrointestinal, dan
menerus yang intensif dengan desferioksamin defisiensi seng.
intravena dapat memperbaiki kerusakan jantung 4. Vitamin C (200 mg perhari) meningkatkan eksresi
yang disebabkan oleh penimbunan besi. besi yang disebabkan oleh desferioksamin.

Tabel 6.4. Penilaian terhadap penimbunan besi

Penllaian cadangan besl


Feritin serum

Besl serum dan persenlase saturasi translerin (kapasitas ikat besi)

Biopsi sumsum tulang (pewarnaan Perls) untuk menilai cadangan


retikuloendotelial

Tes DlrlA untuk melihat mulasi yang menghasilkan Cys282 Tyr pada gen
HFE.

Biopsi hati (cadangan parenkim dan retikuloendotel)

CT .san alau MRt hati ,

MRI jantung

U1i eist<reSiOesi Oesferioksamin (besi yang dapat dikhelasi)

Phlebolomi berulang sampai te4aOi defisiensi besi

Penllalan kerusakan iuingan yang disebabkan oleh penimbunan besi

Jantung Klinis; r6ntgen toraks; EKG; pemantauan 24 jam;


Ekokardiografi ; scan radionuklida (lvlUGA) untuk
': ::''
memeriksa fraksi ejeksi ventrikel kiri pada saat
istirahat dan saat dengan tegangan (stress)

Haii Uji fungsi hati; biopsi hati; CT scan

Endokrin Pemerilaaan klinis (pertumbuhan dan perkembangan


seksual); uji toleransi glukosa; uji penglepasan
,,, gonadotropin hipofisis; lungsi tiroid, paratiroid,
gonad, adrenal, pemerilcsaan hormon pertumbuhan;
radiologi untuk mengetahui umur tulang;
pemerikaan kepadatan tulang isotopik.

Gambar 6.14. Thalasemia-B mayor: infus subkutan desferioksamin yang


Cf , compute d tom og ra phy, EKG, e lektrokardiograf ; M R l, magnetic reson a nce
i sedang berjalan menggunakan suatu pompa yang dapat dibawa dan dijalankan
imaglng (pencitraan resonansi magnetik); MUGA, nultiple gated acquisition. dengan baterai.
i*j:ii:!Jtrri:jt::r;ur,. r.ii:ii::::::.::: I

rnalohei
i].,Kripitt;$flf

5. Splenektomi mungkin perlu dilakukan untr.rk Thalasemia intermedia


mengurangi kebutuhan darah. Splenektomi harus
dilunda sampai pasien berusia >6 tahun karena Kasus thalasemia dengan derajat keparahan sedang
tingginya risiko infeksi yang berbahaya pasca- (hemoglobin 7,0-\0,0 g/dl) yang tidak memerlukan
splenektomi. Vaksinasi dan antibiotik yang hams transfusi teratur disebut thalasemia intermedia
diberikan dijelaskan diBab 22. (Tabel 6.5). Ini adalah suatu sindrom klinis yang
6. Terapi endokrin diberikan sebagai terapi peng- dapat disebabkan oleh berbagai cacat genetik. Thala-
ganti akibat kegagalan organ akhir atau untuk semia intermedia dapat disebabkan oleh thalasemia-
merangsang hipofisis bila pubertas terlambat.
B homozigot dengan produksi Hb F yang lebih dari
Penderita diabetes memerlukan terapi insulin. biasanya atau dengan defek genetik pada sintesis
Penderita osteoporosis mungkin memerlukan rantai-p, atau oleh sifat thalasemia-p sendiri tetapi
terapi tambahan dengan penambahan kalsium dengan derajat keparahan yang tidak biasa (thala-
dan vitamin D dalam diet, bersamaan dengan semia B 'dominan') atau sifat thalasemia-B yang
pemberian bisf osfonat. disertai kelainan globin ringan seperti Hb Lepore.
7. Imunisasi hepatitis B harus dilakukan pada Adanya sifat thalasemia-u, memperbaiki kadar he-
semua pasien non-imun. Pada hepatitis C yang moglobin pada thalasemia-p homozigot dengan
ditularkan lewat transfusi, diobati dengan inter- mengurangi derajat ketidakseimbangan rantai dan
feron-q, dan ribavirin apabila ditemukan genom
dengan demikian presipitasi rantai cr, serta eritro-
virus dalam plasma. poiesis menjadi inefektif. Sebaliknya, penderita sifat
8. Transplantasi sumsum tulang alogenik memberi thalasemia-B yang juga mempr.rnyai gen o berlebih
prospek kesembuhan yang permanen. Tingkat (lima atau enam) cenderung lebih anemik dari biasa-
kesuksesannya (ketahanan hidup bebas thala- nya. Penderita thalasemia intermedia dapat memper-
semia mayor jangka panjang) adalah lebih dari lihatkan adanya deformitas tulang, pembesaran hati
80% pada pasien muda yang mendapat khelasi dan limpa, eritropoiesis ekstramedular (Gb. 6.15),
secara baik tanpa disertai adanya fibrosis hati dan gambaran kelebihan besi yang disebabkan oleh
atau hepatomegali. Saudara kandung dengan an- absorpsi besi yang meningkat. Penyakit Hb H, thala-
tigen leukosit manusia (htrman leuco,cyte nntigen, semia-cx dengan delesi tiga gen, adalah suatu jenis
HLA) yang sesuai (atau kadang-kadang, anggota thalasemia intermedia tanpa kelebihan besi atau
keluarga lainnya atau donor sesuai yang tak hemopoiesis ekstramedular.
memiliki hubungan) bertindak sebagai donor.
Kegagalan terutama adalah akibat kambuhnya
thalasemia, kematian (misalnya akibat infeksi), Thalasemia-6p
atau penyakit grnft uersLts hosf (cangkok r,ersus
pejamu) kronik yang berat. Penyakit ini meliputi kegagalan produksi rantai B
dan 6. Produksi hemoglobin fetus meningkat sampai
Sifat thalasemia-p (minor)
Tabel 6.5. Thalasemia intermedia
Keadaan ini adalah kelainan yang Llmum, biasanya
tanpa gejala, seperti sifat thalasemia-o ditandai oleh Thalasemia-p homozigot
gambaran darah mikrositik hipokrom (MCV dan Thalasemia p* ringan homozigot
MCH sangat rendah) tetapi jumlah eritrosit tinggi Pewarisan bersama thalasemia-0,
(>5,5 x 10"/l) dan anemia ringan (hemoglobin 1G15 Peningkatan kemampuan untuk membuat hemoglobin letus (produksi
g/dl). Kelainan ini biasanya lebih berat dibanding- rantai-y)

kan sifat u; kadar Hb A, yang tinggi (>3,5 %) Thalasemia-p heterozlgot


memastikan diagnosis. Salah satu indikasi terpenting Pewarisan bersama gen globin-cr tambahan (cro,odcro atau o,acr./oc,a)

untuk menegakkan diagnosis adalah karena diagno- Sifat thalasemia-B dominan

sis memungkinkan dilakukannya konseling pranatal Thalasemia.Dp dan hernoglobin fetus persisten herediter
pada pasien dengan seorang pasangan yang juga Thalasemia-6p homozigot
mempunyai kelainan hemoglobin yang nyata. Jika Thalasemia-6p/ thalasemia-p heterozigot
keduanya membawa sifat thalasemia-p, sebanyak Hb Lepore homozigot (beberapa kasus)

25o/o anak berisiko untuk menderita thalasemia Penyakit hemoglobin H

mayor.
iilili
75

Gambar 6.15. Thalasemia-B intermedia: Foto MRI mem-


perlihatkan massa jaringan hemopoietik ekslramedular
yang berasal dari tulang rusuk dan di daerah paravertebra
tanpa memasuki medula spinalis.

5-20% pada keadaan homozigot yang secara hema- tergantung-transfusi, tetapi beberapa kasus bersifat
tologik menyerupai thalasemia minor. Pada keadaan intermedia. Sifat thalasemia-B dengan sifat Hb S
homozigot, hanya ditemukan Hb !, dan secara hema- memberi gambaran klinis anemia sel sabit danbukan
tologik, gambarannya seperti thalasemia intermedia. thalasemia (hal. 80). Sifat thalasemia B dengan sifat
Hb D menyebabkan suatu anemia mikrositik hipo-
krom dengan derajat keparahan yang bervariasi.
Hemoglobin Lepore

Merupakan suatu hemoglobin abnormal yang dise-


babkan oleh crossing-oaer yar.g tidak seimbang pada ANEMIA SEL SABIT
gen B dan 6 yang memproduksi rantai polipeptida
yang terdiri dari rantai 6 di ujr,rng aminonya dan Penyakit sel sabit adalah sekelompok kelainan hemo-
rantai B di ujung karboksil. Rantai fusi 6p disintesis globin dengan pewarisan gen globin-B sabit. Anemia
secara tidak efisien dan produksi rantai 5 dan p yang sel sabit homozigot (FIb SS) adalah anemia sel sabit
normal tidak ada. Individu homozigot memperlihat- yang paling banyak ditemukan, sedangkan keadaan
kan gambaran thalasemia intermedia dan yang hete- heterozigot ganda Hb SC dan FIb S thalasemia-p juga
rozigot memperlihatkan gamba r an trait thalasemia. menyebabkan penyakit sel sabit. Hb S (Hb arprs)
tidak larut dan membentuk kristal jika terpajan
Hemoglobin fetus persisten herediter tekanan oksigen yang rendah. Hemoglobin sabit
terdeoksigenasi berpolimerisasi menjadi serat-serat
Ini adalah suatu kelompok penyakit genetik hete- panjang, masing-masing terdiri dari tujuh untai
rogen yang disebabkan oleh delesi atau cross-ouer ganda yang saling terjalin dengan ikatan silang.
yang mempengaruhi produksi rantai p dan y atau, Eritrosit mengerut membentuk sabit dan dapat
pada bentuk non delesi, oleh mutasi titik di hulu gen menyumbat berbagai tempat di mikrosirkulasi atau
globin y. pembuluh darah besar, menyebabkan terbentuknya
infark di berbagai organ. Kelainan globin-B sabit
disebabkan oleh substitusi valin menggantikan asam
Hubungan sifat thalasemia-P dengan ketainan glutamat pada posisi 6 dalam rantai P (Gb. 6.16).
hemoglobin genetik lain Kelainan ini tersebar luas dan ditemukan pada 1 dari
4 orang Afrika Barat, dan jumlah ini tetap bertahan
Kombinasi fraif thalasemia-p dengan trttit Hb E biasa- karena adanya perlindungan terhadap malaria yang
nya menyebabkan suatu sindrom thalasemia mayor dimungkinkan oleh keadaan karier.
76

Asam amino pro glu glu


Rantai p normal
Susunan basa ccT GAc cAG Gambar 6.16. Patologi molekular anemia sel sabit. Terdapat perubahan satu basa pada
pengodean DNA untuk asam amino pada posisi ke-6 dalam rantai globin-p (adenin
:iri l,t. .'.'r, ,,$usunan hasa cCn c@,cne digantikan oleh timin). lni menyebabkan perubahan asam amino dari asam glutamat
Rantal6 sabit
Asam amino . pro vif ,, , oiU menjadi valin. A, adenin; C, sitosin; G, guanin; glu, asam glutamat; pro, prolin; T, timin; val,
valin.

Gambar 6.17. Anemia sel sablt. (a) Foto rontgen pelvis


seorang pria muda keturunan Hindia Barat yang mem-
perlihatkan adanya nekrosis avaskular dengan pemipihan
kaput lemoralis, yang lebih jelas pada sisi kanan, arsiteKur
tulang yang lebih kasar dan daerah kistik di kolumna
femoralis kanan yang disebabkan oleh infark sebelumnya.
(b) Foto MRI panggul seorang wanita usia 17 tahun, yang
memperlihatkan suatu daerah kecil dengan sinyal yang kuat
di bagian anterior panggul kanan (tanda panah) dengan tepi
berintensitas rendah. Gambaran ini khas pada nekrosis
avaskular dini. Garis batas dan sinyal yang iregular pada
panggul kiri disebabkan oleh nekrosis avaskular yang lebih
lanjut. Cairan sendi ditunjukkan sebagai suatu sinyal kuat
(tepi putih) yang mengelilingi kaput femoralis. (Atas kebaikan
Dr. L. Berger).
77

Penyakit
r:, .i:.
hOmozi$ot
_
., .,

;,.,;
-:'
..,:.:,:
l pakan gejala pertama penyakit ini dan dapat menye-
babkan panjang jari yang bervariasi (Gb. 6.18).
Gambaran klinis
Krisis sekuestrasi viseral
Gambaran klinis berupa anemia hemolitik berat yang
diselingi oleh krisis. Gejala anemia seringkali ringan Krisis ini disebabkan oleh pembentukan sel sabit
jika dibandingkan dengan beratnya anemia karena dalam organ dan pengumpulan darah, seringkali
FIb S relatif lebih mudah melepaskan oksigen (Or) ke
dengan eksaserbasi anemia yang berat. Sindrom
jaringan dibandingkan dengan Hb A, kurva disosiasi dada sabit akut (acute sickle chest syndrome) adalah
Or-nya bergeser ke kanan (lihat Gb, 2.9). Ekspresi suatu komplikasi yang ditakuti dan merupakan
klinis Hb SS sangat bervariasi, beberapa pasien penyebab kematian tersering setelah pubertas. Mani-
menjalani hidup yang hampir normal, bebas dari festasi kelainan ini adalah dispnea, PO, menurun,
krisis, tetapi pasien lain menderita krisis yang berat, nyeri dada, dan infiltrat paru pada hasil foto Rontgen
bahkan pada masa bayi dan dapat meninggal pada dada. Terapinya adalah pemberian analgetik,
awal masa anak atau dewasa muda. Krisis dapat oksigen, transfusi tukar, dan bantuan ventilasi jika
bersifat vaso-oklusif, viseral, aplastik, atau hemolitik. perlu. Krisis sekuestrasi hati dan gelang panggul
serta sekuestrasi limpa dapat menyebabkan penyakit
berat, yang memerlukan transfusi tukar. Sekuestrasi
Krisis vaso-oklusif yang nyeri
limpa biasanya ditemukan pada bayi dan
Krisis ini adalah krisis yang paling sering terjadi dan manifestasinya adalah limpa yang membesar, kadar
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti infeksi, asidosis, hemoglobin turun, dan nyeri perut. Pengobatannya
dehidrasi, atau deoksigenasi (mis. ketinggian, adalah transfusi, dan pasien harus dipantau secara
operasi, pelahirary stasis sirkulasi, pajanan terhadap teratur karena perburukan dapat terjadi dengan
dingin, olahraga berat, dll). Infark dapat terjadi pada cepat. Serangan cenderung terjadi berulang, dan
berbagai organ termasuk tulang (sering mengenai seringkali dianjurkan spl.enektomi.
panggul, bahu, dan tulang belakang) (Gb. 6.17), paru
dan limpa. Krisis vaso-oklusif yang paling serius Krisis aplastik
adalah di otak (stroke terjadi pada 7'h dari semua
pasien) atau medula spinalis. Sindrom "tangan-kaki" Krisis ini dapat terjadi akibat infeksi parvovirus atau
('hand-foot' syndrome) (daktilitis yang nyeri, disebab- defisiensi folat, dan ditandai oleh penurunan kadar
kan oleh infark tulang-tulang kecil) seringkali meru- hemoglobin yang mendadak, biasanya membutuh-

Gambar.6.lS,Anemiaselsabit:(a)jari-jaribengkakdannyeri(daktilitis)padaseoranganak (LihatGambarBerwarnahal.A-14). dan(b)tanganseoranganakNigeria


berusia l8 tahun yang menderita sindrom tangan-kaki" ('handloot'syndrome), Terdapat pemendekan jari tengah kanan yang nyata karena daktilitis di masa kanak'
kanak yang mempengaruhi pertumbuhan epifisis.
78

kan transfusi. Krisis aplastik ditandai oleh penu-


runan jumlah retikulosit dan kadar hemoglobin (lihat
Gb.7.4).

Krisis hemolitik

Krisis ini ditandai oleh peningkatan kecepatan


hemolisis disertai kadar hemoglobin yang menumn
dan retikulosit yang meningkat. Krisis ini biasanya
menyertai krisis nyeri.

Gambaran klinis lain


Sering ditemukan ulkus di betis yang terjadi akibat
stasis vaskular dan iskemi lokal (Gb. 6.19). Limpa
membesar pada masa bayi dan awal masa anak,
tetapi selanjutnya ukuran limpa seringkali mengecil
karena adanya infark (autosplenektomi). Retinopati
proliferatif dan priapismus adalah komplikasi klinis
yang lain. Kerusakan kronik pada hati dapat terjadi
melalui mikroinfark. Batu empedu pigmen (biliru-
bin) sering ditemukan. Ginjal rentan terhadap infark
medula dengan nekrosis papilar. Kegagalan fungsi
pemekatan urine memperburuk kecenderungan
terjadinya dehidrasi dan krisis. Sering ditemukan en-
uresis nokturnal. Osteomielitis juga dapat terjadi,
Gambar. 6.19, Anemia sel sabit: bagian medial pergelangan kaki seorang anak
biasanya disebabkan oleh Salmonella spp. (Gb. 6.20).
laki-laki Nigeria berumur 15 tahun yang memperlihatkan nekrosis dan ulserasi.
(Lihat Gambar Berwarna hal. A-14).
Temuan laboratorium
1. Kadar hemoglobin biasanya 6-9 g/ dl-rendah bila
dibandingkan dengan gejala anemia. teratur efektif untuk mengurangi angka kejadian
2. Sel sabit dan sel target ditemukan dalam darah infeksi akibat organisme tersebut dan harus
(Gb. 6.21a). Juga dapat ditemukan gambaran sangat dianjurkan. Penisilin oral harus dimulai
atrofi limpa (mis. badan Howell-loIIy). pada saat penegakan diagnosis dan diteruskan
3. Hasil uji skrining untuk pembentukan sabit (slck- sedikilnya sampai pubertas. Vaksinasi hepatitis B
/lng) positif jika darah dideoksigenasi (mis. juga diberikan karena mungkin diperlukan
dengan ditionat dan NarHPOn). transfusi.
4. Elektroforesis hemoglobin (Gb. 6.13): pada Hb SS, 5. Krisis-obati dengan istirahat, kondisi hangat,
FIb A tidak terdeteksi. Jumlah Hb F bervariasi dan rehidrasi dengan cairan oral dan/atau garam
biasanya berjumlah 5-75'/o, jumlah yang lebih fisiologis intravena (3liter dalam 24 jam) dan anti-
besar biasanya disebabkan penyakit yang lebih biotik bila terdapat infeksi. Analgetik dengan
ringan. kadar yang sesuai harus diberikan. Obat yang
sesuai adalah parasetamol, suatu obat anti-
inflamasi non steroid, dan opiat, mis. diamorfin
Pengobatan
subkutan kontinu. Transfusi darah diberikan
1. Profilaksis-hindari faktor-faktor yang diketahui hanya bila terdapat anemia yang sangat berat
mencetuskan krisis, terutama dehidrasi, anoksia, disertai gejala. Transfusi tukar mungkin diperlu-
infeksi, stasis sirkulasi, dan pendinginan permu- kan, terutama bila ada kerusakan saraf, krisis
kaan kulit. sekuestrasi viseral, atau krisis nyeri berulang.
2. Asam folat, mis.5 mglhari. Pengobatan ini ditujukan untuk mencapai
3. Gizi dan higiene umum yang baik. persentase Hb S di bawah 30 pada kasus berat.
4. Vaksinasi terhadap pneumokokus, Haemophilus 6. Perhatian khusus diperlukan pada kehamilan dan
dan meningokokus serta penisilin oral secara anestesia. Masih diperdebatkan apakah pasien
:1.,:::=

memerlukan transfusi dengan darah normal


untuk menurunkan kadar Hb S selama kehamilan
atau sebelum persalinan atau untuk operasi kecil.
Teknik anestesi dan pemulihan yang hati-hati
harus dilakukan untuk mencegah terjadinya
hipoksemia atau asidosis. Transfusi rutin selama
kehamilan diberikan pada pasien yang memiliki
riwayat obstetri yang buruk atau riwayat krisis
yang sering.
7. Transfusi-transfusi juga kadang-kadang diberi-
kan secara berulang sebagai profilaksis untuk
pasien yang sering menderita krisis atau
kerusakan organ penting, misalnya otak.
Tujuannya adalah untuk menekan produksi Hb S
setelah periode beberapa bulan atau tahun.
Penimbunan besi dan aloimunisasi terhadap
darah transfusi adalah masalah yang sering
ditemukan.
Hidroksiurea (15,0-20,0 mg/kg) dapat mening-
katkan kadar Hb F dan telah terbukti memper-
baiki perjalanan klinis pasien yang mengalami 3
atau lebih krisis nyeri tiap tahun. Obat ini jangan
digunakan selama kehamilan.
u Transplantasi sel induk dapat menyembuhkan
penyakit dan banyak pasien yang sekarang telah
Gambar 6.20. Osteomielitis Salmonella'. foto Rontgen lateral lemur distal dan berhasil diobati. Angka kematian kurang dari
lutut. Periosteum terangkat secara iregular pada sepertiga distal lemur.
10%. Transplantasi hanya diindikasikan pada
kasus-kasus sangat berat, yang kualitas hidup
atau harapan hidupnya sangat terganggu.

JJ^ v v!*tet
' { }\:"f r, i'r (; *;;J g
L ''ll-o{}a ,q%gU
,,G*-
U r .l ,)-..OC*.8l-l
-€;t
")5''-sSV 6'n* S,
ic"'
u,., r.'*r1t..P*6S|
,.\dlrl, 'L$)fr{
.. , . t, (.
f..1.', ^
''n lf*#*:&'t'.bg**
":uj'"j.-q,,;%
.&'g*
{.' } &^ th ^u'." ts
*J
'' ,''-
" tq't)\il "\JCb,.*(
**n6*,S;d@
l-. ,: "-*-$t#"''t s^%
(b)

Gambar 6.2 1. (a) Anemia sel sabit: sediaan apus darah tepi memperlihatkan sel sabit yang terwarna gelap, sel target, dan polikromasi (tampak sebuah badan Howell-
Jollydalan eritrosit di bagian kanan atas). (b) Penyakit Hb C homozigot: sediaan apus darah tepi memperlihatkan banyak sel target, sferosit, dan sel rhomboid yang
terwarna gelap. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-15).
80 '3:iiir

r:]\\it {l
I ld;r$ L

10. Riset terhadap obat lain, mis. butirat, untuk Penyakit hemoglobin D
meningkatkan sintesis Hb F atau meningkatkan
Kelainan ini adalah sekelompok varian yang semua-
kelarutan Hb S, masih dilaksanakan. 'Terapi gen'
nya memiliki mobilitas elektroforesis yang sama.
adalah harapan yang masih jauh dan belum
Pasien heterozigot tidak memperlihatkan kelainan
tersedia (Bab 8).
hematologi, sedangkan pasien homozigot menderita
anemia hemolitik ringan.

Sifat selsabit Penyakit hemoglobin E

Merupakan varian hemoglobin tersering di Asia


Merupakan suatu penyakit jinak tanpa disertai ane-
Tenggara. Pada keadaan homozigot, terdapat anemia
mia dan dengan gambaran eritrosit normal pada
mikrositik hipokrom ringan. Walaupun demikian,
apusan darah tepi. Hematuria adalah gejala yang hemoglobin E/thalasemia-p0 menyerupai thala-
paling sering ditemukan dan diperkirakan disebab- semia-p0 homozigot baik secara klinis maupun hema-
kan oleh infark-infark kecil di papila ginjal. Hb S tologik.
bervariasi antara 25 sampai 45o/, dari hemoglobin to-
tal (Gb. 6.13). Perlu perhatian khusus pada anestesi,
kehamilan, dan di tempat tinggi.
DIAGNOSIS PRANATAL KELAINAN
HEMOGLOBIN GENETIK
Kombinasi Hb S dengan detek genetik
hemoglobin lain Konseling genetik penting dilakukan bagi pasangan
yang berisiko mempunyai seorang anak yang men-
Kombinasi tersering adalah FIb S/thalasemia-B, serta derita suatu defek hemoglobin berat. Jika seorang
penyakit sel sabit/C. Pada FIb S/thalasemia-B, MCV wanita hamil diketahui menderita kelainan hemoglo-
dan MCH lebih rendah dibandingkan dengan Hb SS bin, pasangannya harus diperiksa untuk menentu-
homozigot. Gambaran klinis seperti pada anemia sel kan apakah dia juga membawa defek. Jika keduanya
sabit; splenomegali biasa ditemukan. Pasien dengan memperlihatkan adanya kelainan dan ada resiko
penyakit Hb SC mempunyai kecenderungan tertentu suatu defek yang serius pada anak (khususnya
untuk menderita trombosis dan emboli paru, thalasemia-B mayor) maka penting untuk menawar-
khususnya pada kehamilan. Secara umum, jika di- kan penegakan diagnosis antenatal. Terdapat bebe-
bandingkan dengan penyakit Hb SS, penderita rapa teknik, pilihannya bergantung pada stadium
mempunyai insidensi yang lebih tinggi untuk kehamilan dan sifat potensial defek tersebut.
menderita kelainan retina, anemia yang lebih ringan,
splenomegali, dan umumnya harapan hidup yang
lebih lama. Diagnosis ditegakkan dari pemeriksaan Diagnosis DNA
elektroforesis hemoglobin, khususnya dari riwayat
keluarga.
Sebagian besar sampel dapat diperoleh dengan
biopsi vili khorialis walaupun kadang-kadang di-
Penyakit hemoglobin C gunakan sel cairan amnion. DNA kemudian diana-
lisis menggunakan salah satu cara di bawah ini.
Defek hemoglobin genetik ini sering ditemukan di Polymerase chain resctiorz (reaksi berantai poli-
Afrika Barat dan disebabkan oleh substitusi lisin merase) adalah teknik yang paling sering digunakan
menggantikan asam glutamat pada rantai globin-B (Gb. 6.22) dan dapat dilakukan dengan mengguna-
pada titik yang sama dengan substitusi pada Hb S. kan pasanganprimer yang hanya memperbanyak alel
Hb C cenderung membentuk kristal rhomboid dan individu(allele-specific priming) (Gb. 6.23) atau :ii
pada keadaan homozigot, terdapat anemia hemolitik dengan menggunakan primer konsensus yang mem-
ringan dengan pembentukan sel target yang nyata, perbanyak semua alel yang diikuti oleh digesti
sel-sel bentuk rhomboid, dan mikrosferosit (Gb. restriksi untuk mendeteksi suatu alel tertentu. Hal ini
6.21b). Ukuran limpa membesar. Pembawa silat (car- paling baik digambarkan oleh Hb S; pada Hb S,
rier) hany a memperlihatkan sedikit sel target. enzim Mst II mendeteksi perubahan A-T (Gb. 6.24).
t "-f ' kerainan gerii;tik pioa nenngdbin: 81

DNAuntai
ganda:

1) Panasken sampai::'r:,,',,
:'
94ocuntuk''::: "rl' '
mendanaturaei msnjadi
unlei turdoal i ,

2) ,,

Primsr Lekalkan,untai , .
I tunggal pada prim€r :

oligonukleotida sintatik
', '
Kontrol -
dan pasangkan
-Pkembali
Hnmer

3) Iambahlran DllA::,. ARMS


polimerase r dNTP =
untuk rnencintesis

4i Uhngi p{oses ini 2q{0 kali

Gambar 6.22. Polynerase chain reaction. Pnmer berhibridisasi pada DNA di


masing-masing sisi potongan DNA yang akan dianalisis. Siklus berulang yang
terdiri dari denaturasi, asosiasi dengan pnmer, inkubasi dengan suatu DNA
polimerase dan deoksiribonukleotida (dNTP) menghasilkan amplifikasi DNA
I co-:g I tvst-rro I
lebih dari sejuta kali dalam beberapa jam. Gambar 6.23. Diagnosis pranatal cepat pada thalasemia-p dengan sistem
mutasi refrakter amplifikasi (amplification refractory rnulatlon syslem, ARMS).
Sang ayah menderita mutasi kodon 39 (CD39) Mediteranea yang lazim terjadi,
ibu menderita mutasi lVSl-110 G + A. Janin heterozigot untuk mutasi CD39,
CVS, DNA janin dari pengambilan bahan vili korionik; F, ayah; M, ibu. (Atas
i:i
kebaikan Dr, J. Old dan Professor D.J. Weatherall).
=
i:::

l,{sl ll Mst ll Mst tl


llt
YVY3'
.?:. -.
-pro- -glu-
, 1,3 kb ccT c c cAG
Ft
13
1,1 -pro4lu-glu-
1,1 kb !lCT GAG GAT
fit

Gambar 6.24. Anemia sel sabit: diagnosis antenatal. Analisis DNA langsung. DNA telah dicerna oleh enzim restriksi Mst ll. Penggantian suatu basa adenin pada gen
globin-p normal oleh timin pada gen sel sabit menghilangkan lokasi restriksi normal untuk Mst ll, menghasilkan lragmen 1,3 kb yang lebih besar daripada lragmen 1,1
kb yang normal untuk berhibridisasi dengan probe gen globin-8. Pada kasus ini, DNA trofoblas (T) memperlihatkan fragmen restriksi yang normal (A) dan sel sabit (SS);
demikian juga AS (sifat sabit). (Atas kebaikan Dr. J. Old dan Royal College ol Obstetrics and Gynaecology).

Analisis Southern blot bergana untuk mendeteksi polimorfik. Perubahan ini menimbulkan lokasi-
delesi gen pada thalasemia-cr. lokasi yang dikenali oleh enzim restriksi atau meng-
Pemeriksaan kaitan polimorfisme panjang hilangkan lokasi-lokasi yang sebelumnya dikenali,
fragmen restriksi (restriction fragment length polymor- sehingga Llkuran fragmen DNA yang dihasilkan oleh
phism, RFLP) banyak digunakan untuk mendiagnosis enzim restriksi tersebut bervariasi. Lokasi restriksi
berbagai kelainan genetik (Gb. 6.25). Perubahan basa yang ada ditandai sebagai (+), dan yang tidak ada
tunggal tersebar di sepanjang tiap kelompok gen, sebagai (-). RFLP yang disebabkan oleh lokasi-lokasi
yang dapat bervariasi antar individu, yaitu bersifat tersebut diwariskan menurut Hukum Mendel dan
82
W,,.i$K .\ffi ",4"8
i"iffi

Gambar 6.25. (a) Analisis polimorlisme panjang fragmen


restriksi. Perbedaan satu titik yang dekat dengan gen
yang akan diperiksa (dan yang untuknya tersedia
pemindai/ probe) menghasilkan suatu lokasi restriksi
yang baru oleh enzim, sehingga lragmen DNA yang
berhibridisasi pada pemindai gen berukuran lebih kecil
(dan bergerak lebih jauh pada gel). (b) Daerah
hipervariabel yang dekat dengan gen yang diperiksa
(dan yang untuknya tersedia pemindai) menghasilkan
fragmen DNA yang berbeda ukurannya setelah digesti
oleh enzim. Ukuran lragmen yang berbeda dicerminkan
dalam perbedaan mobilitas dalam gel.

dapat digunakan sebagai petanda kaitan untuk


KEPUSTAKAAN
mengenali kromosom yang membawa thalasemia
atau mutasi lain asalkan lokasi tersebut cukup dekat
Bain B. et al. (1,998) Guideline: the laboratory diagnosis ot
dengan gen yang dicari. Kombinasi berbagai RFLP di
haemoglobinopathies. Br. l, Haematol. 101, 7 83-92.
sepanjang satu kromosom disebut haplotipe. lika Bunn H.F. (1997) Pathogenesis and treatment of sickle cell
ditemukan dua lokasi secara bersamaan di sepanjang disease. N, Engl. I. Med. 337, 762-9.
satu kromosom dengan frekuensi yang lebih sering Charache S. et al. (1995) Effect of hydtoxyurea on the fre-
dibandingkan penemuan kebetulan, maka keadaan quency of painful crises in sickle cell anaemia. N. Engl. l.
ini dikenal sebagai ketidakseimbangan ikatan (/lnk- Med. 332,1377.
age disequilibrium). Pertama-tama diperlukan peme- Embury S.H., Hebbel R.P., Mohandas N. and Steinberg
riksaan keluarga untuk menetapkan kaitan gen M.H. (eds) (1994) Sickle Cell Disease, Raven Press, New
York.
globin normal dan abnormal dengan haplotipe
Hershko C. And Hoffbrand A.V. (2000) Iron chelation
tertentu. Haplotipe DNA fetus dianalisis kemudian.
therapy. Rea. CIin, Exp. Hematol. 4,337-61.
Teknik ini mensyaratkan satu orang anak sebelum- Hillery C.A. (1998) Potential therapeutic approaches for
nya atau kakek atau nenek harus diperiksa di the treatment of vaso-occlusion in sickle-cell disease.
samping orang tua, dan orang tua tidak boleh Curr. Opin. Hematol.5, 151-5.
homozigot. Kadang-kadang, penyilangan antara Olivieri N. And Brittenham G. (1997) Iron-chelating
petanda-petanda yang diperiksa dan gen globin therapy and the treatment of thalassemia. Blood 89,739-
dapat menyebabkan hasil yang salah. 67.
Sergeant G.R. (1992) Sickle Cell Annemia,2nd edn. Oxford
University Press, Oxford.
Pengambilan bahan darah janin Steinberg M.H. (1999) Management of sickle cell disease.
N. Engl. I. Med.340,1021-30.
Steinberg M.H., Forget B.G., Higgs D.R. and Nagel R.L.
Pengambilan bahan darah janin dapat dilakukan (eds) (2001) Disorders of Hemoglobin Cambridge Univer-
pada pertengahan trimester kedua dan memungkin- sity Press, Cambridge.
kan pemeriksaan DNA dan pemeriksaan sintesis Vermylen C. And Cornu G. (1997) Haematopoietic stem
protein. cell transplantation for sickle cell anaemia. Curr. Opin.
Haematol. 4,377-80.
Weatherall D.J. and Clegg J.B. (2001) The Thalassaemia Syn-
dromes,4th edn. Blackwell Science, Oxford.
Wonke B. and De Sanctis V. (2000) Clinical aspects of trans-
fusional iron overload. Rea. CIin. Exp. Hematol. 4,322-36.
,iili$i

Anemia aplastik dan kegagalan


sumsum tulang
Pansitopenia, 83 Aplasia eritrosit, 87

Anemia aplastik, 83 Anemia diseritropoietik kongenital, 88

PANSITOPENIA Kongenital :

Pansitopenia menggambarkan berkurangnya jumlah memiliki suatu pola pewarisan resesif


Jenis Fanconi
sel dari semua jalur sel darah utama-eritrosit, autosomal dan sering disertai dengan retardasi per-
leukosit, dan trombosit. Terdapat beberapa penyebab tumbuhan dan cacat kongenital di rangka (misal-nya
(Tabel 7.7) yangdapat digolongkan secara garis besar mikrosefalus, tidak adanya radius atau ibu jari),
sebagai menurunnya produksi slrmsum tulang atau kelainan saluran ginjal (misalnya ginjal pelvis atau
meningkatnya destruksi perifer. ginjal tapal kuda/horseshoe kidney) (Gb. 7.2), atatt
kulit (daerah-daerah hiperpigmentasi atau hipopig-
mentasi); kadang-kadang terdapat retardasi mental.
Sindrom ini bersifat heterogen secara genetik dengan
ANEMIA APLASTIK
7 gr-rgus tambahan berbeda yang disebut FAA sampai

Anemia aplastik (hispoplastik) didefinisikan sebagai FAC. Telah teridentifikasi gen untuk FAA, FAC, FAF
pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sumsum dan FAG. Persoalan yang mendasari tampaknya
tulang, dan diklasifikasikan menjadi jenis primer adalah perbaikan (repair) DNA yang mengalami
(kongenital atau didapat) atau sekunder (Tabel 7 .2). gangglran. Sel dari penderita anemia Fanconi (AF)
memperlihatkan frekuensi pecahnya kromosom
spontan yang sangat tinggi dan uji diagnostik adalah
Patogenesis peningkatan pemecahan setelah inkubasi limfosit
darah perifer dengan diepoksibutana (tes DEB). Dis-
Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya keratosis kongenita adalah suatu penyakit terkait-
adalah pengurangan yang bermakna dalam jumlah seks yang jarang terjadi, disertai atrofi kulit, dan
sel induk pluripotensial hemopoietik, dan kelainan kuku; dihubungkan dengan mutasi pada gen yang
pada sel induk yang ada atau reaksi imun terhadap berkaitan dengan fungsi nukleolus yang dikode pada
sel induk tersebut, yang membuatnya tidak mampu Xq28.
membelah dan berdiferensiasi secukupnya untuk FA biasanya terjadi pada usia 5-10 tahun. Sekitar
mengisi sumsum tulang (Gb.7.1). Pemikiran menge- 10% pasien menderita leukemia mieloid akut.
nai adanya suatu kelainan primer dalam lingkungan Pengobatan biasanya dengan androgen dan/atau
mikro sumsum tulang juga telah diajukan tetapi ke- SCT. Hitung sel darah biasanya membaik setelah
berhasilan transplantasi sel induk (SCT) memper- pengobatan androgen tetapi efek sampingnya
lihatkan bahwa hal ini mungkin jarang terjadi, karena (khususnya pada anak) cukup berat (virilisasi dan
sel induk donor yang normal biasanya mampu hidup kelainan hati); remisi jarang berlangsung lebih dari 2
dalam rongga sumsum tulang resipien. tahun. TSI dapat menyembuhkan pasien; karena
84 Kapiia Seiekta,Hdindtotogi

(a) (b)

Gambar 7. 1. Anemia aplastik: gambaran lapang pandang kecil sumsum tulang memperlihatkan pengurangan sel hemopoietik yang berat disertai peningkatan rongga
lemak. (a) fragmen yang leraspirasi. (b) Biopsi trephin. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-14).

Tabel 7.1. Penyebab pansitopenia Tabel 7,2. Penyebab anemia aplastik

Berkurangnya fungsi sumsum tulang


Primer Sekunder

Aplasia Kongenital fienis Fanconi Radiasi pengion: pemajanan tidak


Leukemia akut, mielodisplasia, mieloma dan non-Fanconi) sengaja (radioterapi, isotop radioaktif ,

lnfiltrasi oleh limfoma, tumor padat, tuberkulosis stasiun pembangkit tenaga nuklir)

Anemia megaloblastik ldiopatik didapat Zat kimia: Benzena dan pelarut organik
lain, TNT, insektisida, pewarna
Hemoglobinuria paroksismal noklurnal
rambut, klordan, DDT
Mielofibrosis (arang)

Sindrom hemolagositik Obat


Obat yang biasanya menyebabkan
M eningkatnya destruksi pe ite r depresi sumsum lulang (misal
Splenomegali busulf an, siklolosfamid, antrasiklin,
nitrosourea)

Obat yang kadang-kadang menyebab-


kan depresi sumsum tulang (misal
kloramf enikol, sulfonamida, emas, dll)
kepekaan sel pasien terhadap kerusakan DNA, regi-
men pemeliharaan ringan. lnfeksi: Hepatitis virus (A atau non-A
non-B)

ldiopatik didapat DDT, dikloro-dilenil-trikloro-etana; TNT, trinitrotoluen.

Penyakit ini merupakan jenia anemia aplastik yang


paling sering ditemukan. Walaupun mekanismenya Sekunder .

belum diketahui, respons yang baik terhadap globu-


lin anti-limfosit (GAL) dan siklosporin A menunjuk- Seringkali disebabkan oleh kerusakan langsung di
kan bahwa kerusakan autoimun yang diperantarai sumsum hemopoietik akibat radiasi atau obat
sel T, kemungkinan terhadap sel induk yang berubah sitotoksik. Obat anti-metabolit (mis. metotreksat) dan
secara struktural dan fungsional, berperan penting. inhibitor mitosis (mis. daunorubisin) menyebabkan
rid-lli'ii 85

Gambar.7.2 (a) Foto Rontgen memperlihatkan tidak adanya ibu jari pada seorang penderita anemia
Fanconi (AF). (b) Pielogram intravena pada penderita AF yang memperlihatkan ginjal kanan yang
normal tetapi ginjal kiri yang letaknya abnormal di pelvis.

aplasia sementara saja, tetapi agen pengalkil, beberapa bulan setelah hepatitis virus (hepatitis A
khususnya busulfan, dapat menyebabkan terjadinya atau non-A, non-B, non-C). Kloramfenikol memiliki
aplasia kronik yang sangat menyerupai penyakit insidensi toksisitas sumsum tulang sangat tinggi,
idiopatik kronik. Beberapa individu menderita ane- sehingga obat ini harus digunakan untuk pengobatan
mia aplastik akibat efek samping obat idiosinkrasi infeksi yang mengancam jiwa dan untuk penyakit
yang jirang terjadi, seperti kloramfenikol atau emas yang membutuhkan obat ini sebagai pengobatan op-
yang tidak diketahui bersifat sitotoksik (Tabel7.2). timum (mis. tifoid). Zat kimia seperti benzena
Mereka juga dapat menderita penyakit ini dalam mungkin terlibat sebagai penyebab penyakit ini.
Kadang-kadang, anemia aplastik dapat mempakan urine. Pemeriksaan flowsitometri eritrosit untr.rk
gambaran yang muncul pada leukemia mieloid atau memeriksa CD55 dan CD59 juga digunakan. Pada
limfoblastik akut, khususnya pada masa anak. pasien yang r,rsianya lebih tua, mielodisplasia
Mielodisplasia (Bab 13) juga dapat bermanifestasi hipoplastik dapat memperlihatkan gambaran yang
sebagai sumsum yang hipoplastik. mirip dengan penyakit ini. Kelainan kualitatif sel dan
perubahan sitogenetik klonal mengarah pada
Gambaran klinis mielodisplasia daripada anemia aplastik. Beberapa
pasien yang didiagnosis anemia aplastik menderita
Awitan terjadi dalam segala usia dengan insidensi PNH, mielodisplasia, atau leukemia granulositik
puncak pada usia sekitar 30 tahun dan lebih banyak akut pada tahun-tahun berikulnya. Ini dapat terjadi
terdapat pada pria; dapat terjadi perlahan atau akut bahkan pada pasien yang telah berespons baik
dengan gejala dan tanda yang disebabkan oleh ane- terhadap terapi imunosupresif.
mia, netropenia, atau trombositopenia. Sering di-
temukan infeksi, khususnya di mulut dan tenggorok.
Infeksi generalisata seringkali mengancam jiwa. Pengobatan
Manifestasi perdarahan terserang dan gambaran Umum
yang lazim ditemukan adalah memar, perdarahan
gusi, epistaksis, dan menorhagia (seringkali disertai Penyebabnya (jika diketahui) harus disingkirkan,
gejdla anemia). Kelenjar getah bening, hati, dan limpa
misalnya menghentikan radiasi atau terapi obat.
Penatalaksanaan awal terutama meliputi perawatan
tidak membesar.
suportif dengan transfusi darah, konsentrat trom-
bosit, dan pengobatan serta pencegahan infeksi.
Temuan laboratorium Semtta produk darah harus disaring untuk mengu-
1. Anemia bersifat normokrom normositik, atau rangi resiko aloimunisasi, dan diradiasi untuk
makrositik (volume eritrosit rata-rata (VER) mencegah pencangkokan limfosit donor hidup. Pada
seringkali 95-110 fl). Jumlah retikulosit biasanya penderita trombositopenia berat (jumlah trombosit
sangat rendah jika dikaitkan dengan derajat ane- <t0 x 10'll) dan netropenia berat (netrofil < 0,5 x 70n /\,
mia. penatalaksanaannya serlrpa dengan perawatan
2. Leukopenia. Terdapat penurunan selektif granu- suportif pada penderita leukemia akut yang men-
losit, biasanya tetapi tidak selalu sampai di bawah jalani kemoterapi intensif. Obat antifibrinolitik (mis.
1.,5 x 70e /L Pada kasus-kasus berat, jumlah asam traneksamat) dapat digunakan bagi penderita
limfosit juga rendah. Netrofil tampak normal dan trombositopenia berat berkepanjangan. Obat anti
kadar fosfatase alkalinya tinggi. jamur oral dan antibiotik oral digunakan sebagai
3. Trombositopenia selalu ada dan, pada kasus profilaksis di beberapa unit kesehatan untuk
berat, kurang dari 10 x 10'l1. menurunkan insidensi infeksi.
4. Tidak ada sel abnormal dalam darah tepi.
5. Sumeum tulang memperlihatkan adanya hipo- Spesifik
plasia, dengan hilangnya jaringan hemopoietik
Harus disesuaikan dengan beratnya penyakit, usia
dan penggantian oleh lemak yang meliputi lebih
pasien, dan kemungkinan adanya donor sel induk
dari 75% sumsum tulang. Biopsi trephin sangat
penting dilakukan dan dapat memperlihatkan
dari saudara. Keparahan dinilai dengan hitung
retikulosit, netrofil, trombosit, dan derajat hipoplasia
daerah selular berbercak pada latar belakang
sumsum tulang. Mortalitas pada kasus yang berat
yang hiposelular (Gb. 7.1b). Sel-sel utama yang
dapat mencapai angka yang tinggi dalam 6-12 bulan
tampak adalah limfosit dan sel plasma; mega-
pertama, kecuali jika berespons terhadap terapi yang
kariosit sangat berkurang atau tidak ada.
spesifik. Pada kasus yang agak ringan, perjalanan
penyakitnya dapat bersifat akut dan sementara, atau
Diagnosis
dapat bersifat kronik yang akhirnya sembuh,
Penyakit ini harus dibedakan dari penyebab pansito- walaupun jumlah trombosit seringkali tetap kurang
penia lain (Tabel 7.7), dan biasanya tidak sulit asal dari normal selama bertahun-tahun. Dapat terjadi
didapat sampel sumsum tulang yang cukup. Apabila relaps, kadang-kadang berat dan dapat menyebab-
jumlah retikulosit meningkat, hemoglobinuria kan kematian. Kadang-kadang penyakit dapat
paroksismal nokturnal (PNH) harus disingkirkan berubah menjadi mielodisplasia, leukemia akut, atau
dengan pemeriksaan uji lisis asam dan hemosiderin PNH (Bab 5).
{#1,

Pengobatan "spesifik" berikut ini digunakan yang sesuai. Angka kesembuhan mencapai hingga
dengan keberhasilan yang bervariasi. 80%. Pada pasien yang berusia lebih tua dan men-
1. Globulin anti limfosit (timosit) (GAL atau GAT). derita penyakit yang tidak terlalu parah, biasanya
Zat ini dibuat pada hewan (misal kuda atau dicoba terapi imunosupresi terlebih dulu.
kelinci) dan bermanfaat untuk digunakan pada
sekitar 50-60% dari kasus didapat. Obat ini
biasanya diberikan bersamaan dengan kortikos-
' teroid yang juga mengurangi efek samping GAL, APLASIA ERITROSIT
meliputi penyakit serum (serum sickness) berupa
demam, ruam, dan nyeri sendi yang dapat terjadi Bentuk kronik
sekitar 7 hari setelah pemberian obat. Kortikos-
teroid tidak boleh digunakan secara tersendiri Ini adalah sindrom yangjarang terjadi, ditandai oleh
karena meningkatkan risiko infeksi. Biasanya, jika
anemia dengan jumlah leukosit dan trombosit yang
tidak ada respons terhadap pemberian GAL normal dan eritroblas yang sangat berkurang atau
setelah 4 bulan, dapat dicoba pengobatan kedua,
tidak ada di dalam slrmsum tulang (Gb.7.3). Bentuk
yang dibuat dari spesies lain. Secara keseluruhan, kongenital dikenal sebagai sindrom Diamond,
hingga B0% pasien berespons terhadap gabungan
Blackfan (Tabel 7.3) dan diwariskan secara resesif.
GAL, steroid, dan siklosporin. Penyakit ini disertai dengan berbagai kelainan
2. Siklosporin. Ini adalah obat efektif yang tampak- somatik dengan jumlah bervariasi, misalnya di wajah
nya sangat bermanfaat dalam kombinasi dengan
atau jantung. Mutasi gen di kromosom L9 yang
GAL dan steroid. mengode protein ribosom mendasari terjadinya
3. Faktor pertumbuhan hemopoietik. Faktor perang-
beberapa kasus.
sang pertumbuhan koloni granulosit-makrofag
Bentuk kronik didapat dapat terjadi tanpa adanya
(gr anul o cy t e -macrophag e col ony - s timulnt in g
fa c t o r, penyakit penyerta atau faktor pencetus lain yang
GM-CSF), faktor perangsang pertumbuhan koloni jelas (idiopatik) atau dapat ditemukan bersama
granulosit (granulocyte colony-stimulating factor, G-
penyakit autoimun (khususnya lupus eritematosus
CSF), interleukin-3 (IL-3), dan faktor sel induk
sistemik), bersama timoma, limfoma, atau leukemia
dapat menimbulkan respons yang sedikit tetapi limfositik kronik. Pada beberapa kasus, terapi imu-
tidak menyebabkan terjadinya perbaikan yang nosupresi menggunakan kortikosteroid, siklosporin,
bertahan lama.
azatioprin, atau GAL dapat bermanfaat. Kortiko-
4. Androgen. Androgen bermanfaat pada beberapa steroid juga merupakan obat lini pertama untuk ane-
penderita AF dan anemia aplastik didapat walan-
mia kongenital.
pun belum terbukti adanya perbaikan harapan Androgen dapat juga menghasilkan perbaikan
hidup secara keseluruhan pada anemia aplastik pada anemia kongenital, tetapi mempunyai efek
didapat. Biasanya dicoba oksimetolon 2,5 mg/ samping serius pada pertumbr-rhan. jika diperlukan
kglhari tetapi efek sampingnya jelas yaitu viri- transfusi darah yang teratur, maka terapi khelasi besi
lisasi, retensi garam dan kerusakan hati dengan
ikterus kolestatik, atau kadang-kadang karsinoma
hepatoselular. |ika tidak terjadi respons dalam 4-6
bulan, pemberian androgen harus dihentikan.
Jika ada respons, obat harus dihentikan secara
bertahap.
5. Transplantasi sel induk. Transplantasi alogenik
menawarkan kemungkinan terjadinya kesembuh-
an yang permanen. Pada anemia aplastik, peme-
%
FW'
liharaan dengan siklofosfamid tanpa radiasi
biasanya mencukupi. Peran relatif SCT diban-
dingkan terapi imunosupresif pada penderita
anemia aplastik sedang dinilai secara kontinu. 'W rffil
Secara umum, SCT lebih disukai pada pasien usia
muda yang menderita anemia aplastik berat rrffi
dengan donor dari saudara dengan antigen leu- Gambar 7.3. Sumsum tulang pada aplasia eritrosit primer. Ditemukan hilangnya
kosit manusia (human leucocyte nntigen, HLA) eritropoiesis yang bersifat selektif. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-15).
88

Gambar 7.4. lnfeksi parvovirus: bagan alur yang menun-


jukkan penurunan transien kadar hemoglobin dan retikulosil
pada seorang penderita slerositosis herediter.

Tabel 7,3. Klasilikasi aplasia eritrosit murni

.l'kurjf'.111$en

Kongenltal Didapat

Infg,fsi
pqryovjtus', .. ,,,,
,; r Sindrom Diamond-Blacklan ldiopatik

Mau bayi dan kanak-kanak Berkaitan dengan timoma, limfoma, lupus eritemalosus sistemik, leukemia
limlositik sel-B kronikl atau leukemia limfositik granular besar (selT)
bUit, mis. azatloprin, kolrimoksazol

juga diperlukan. SCT telah dilaksanakan pada ANEMIA DISERITROPOIETIK


beberapa kasus berat dan faktor sel induk sedang
dalam taraf percobaan. KONGENITAL

Anemia diseritropoietik kongenital (CDA) adalah


sekelompok anemia refrakter herediter yang ditandai
oleh eritropoiesis yang inefektif dan eritroblas berinti
Parvovirus 8L9 menginfeksi prekursor eritrosit banyak. ]umlah leukosit dan trombosit normal.
melalui antigen P dan menyebabkan aplasia eritrosit Jumlah retikulosit rendah dibandingkan dengan
transien dengan awitan anemia berat yang cepat derajat anemia, walaupun selularitas sumsum tulang
pada pasien-pasien dengan keadaan ketahanan meningkat. Anemia memiliki derajat keparahan yang
eritrosit memendek yang sudah ada sebelumnya, bervariasi dan biasanya pertama kali ditemukan
misalgya penyakit sel sabit atau sferositosis herediter pada masa bayi atau anak. Penimbunan besi dapat
(Gb. 7.4). Aplasia eritrosit transien dengan anemia terjadi dan splenomegali sering ditemukan. CDA
dapat juga terjadiberkaitan dengan terapi obat (Tabel digolongkan menjadi empat tipe berdasarkan derajat
7.3) dan pada bayi atau anak yang normal, seringkali perubahan megaloblastik, eritroblas raksasa dan
disertai adanya riwayat infeksi virus dalam 3 bulan perubahan diseritropoiesis. Tipe II dikenal sebagai
sebelumnya. HEMPAS (hereditary erythroblast multinuclearity with
89

positiae acidified serum lysis test, efitroblas berinti Doney K. et al. For the Seattle Bone Marrow Transplant
banyak herediter dengan uji lisis serum diasamkan team (1997) Primary treatment of aplastic anaemia: out-
yang positif). Lesi dasarnya adalah defek genetik come of bone marrow transplantation and immuno-
pada enzim N-asetilglukosaminiltransferase, yang suppressive therapy. Ann. Intern. Med. 126,I07-IS.
Faire L. et aL (2000) Association of complementation group
terkait dalam glikosilasi beberapa protein membran
and mutation type with clinical outcome in Fanconi
eritrosit. Interferon-q, menginduksi terjadinya remisi
anaemia. Blood 96, 4064-70.
pada beberapa kasus. Freedman M.H. (2000) Diamond-Blackfan anemia. Clin.
Haematol. 13,391-406.
Gordon-Smith E.C. and Marsh J.C.W. (eds) Management of
acquired aplastic anemia. Rea. CIin. Exp. Hematol.4,260-
KEPUSTAKAAN 78.
Passweg J.R. et al. (1997) Bone marrow transplantation for
Charles R.!. et al. (1996) The pathophysiology of pure red severe aplastic anaemia: has outcome improved? Blood
cell aplasia: implications for therapy. Blood 87,4831-8. 90,858-64.
Clarke A.A. et aL (1998) Molecular genetics and Fanconi Wickramasinghe S.N. (1998) Dyserythropoiesis and con-
anaemia: new insights into old problems. Br. l. Haematol. genital dyserythropoietic anaemias. Br. l. Haematol. gg,
L03,297-96. 785-97.
Dokal L (2000) The inherited bone marrow failure syn- Young N.S. (2000) Bone Marrow Failure Syndrome. W.B.
dromes: Fanconi anaemia, dyskeratosis congenita and Saunders, Philadelphia.
Diamond Blackfan anemia. Rev. Clin. Exp. Hematol. 4, Young N.S. (2000) The aetiology of acquired aplastic ane-
183-21s. mia. Rea. Clin. Exp. Hematol.4,236-59.
'I r. i:rrrt-j:rr::.

.:i BABS

Transplantasi sel induk


Prinsip transplantasi sel induk, 90 Transplantasi sel induk alogenik, 94

Transplantasi sel induk autolog, 93

PRINSIP TRANSPLANTASI SEL INDUK digunakan pada penderita penyakit keganasan dan
diberikan dalam dosis tunggal atau dosis yang lebih
kecil selama beberapa hari (terbagi-bagi). Obat yang
Transplantasi sel induk (SCT) adalah prosedur paling lazim digunakan adalah siklofosfamid, tetapi
eliminasi sistem hemopoietik dan imun seorang pada beberapa protokol pengobatan, diberikan
individu melalui kemoterapi dan/atau radioterapi busulfan, melfalan, sitosin arabinosida, etoposid atau
dan menggantikannya dengan sel induk, baik dari nitrosourea. Setelah dosis kemoterapi yang terakhir,
individu lain atau dengan sel induk hemopoietik diberikan waktu selama sedikitnya 36 jam untuk
individu itu sendiri yang dipanen sebelumnya (Gb. eliminasi obat dari sirkulasi sebelum pemberian
8.1). Istilah ini mencakup transplantasi sumsum infus sel induk donor. Pasien diberi obat anti-emetik,
tulang (BMT) yang mengacu pada pengumpulan sel dan jika digunakan siklofosfamid dosis tinggi, maka
induk dari sumsum tulang maupun transplantasi sel diberikan obat mesna untuk mengurangi risiko
induk darah tepi (PBSC) dengan sel induk yang terjadinya sistitis hemoragik akibat ekskresi meta-
dikumpulkan dari darah tepi. bolit siklofosfamid melalui ginjal. Terapi persiapan
SCT dapat bersifat singenik (dari kembar identik),
seringkali disertai komplikasi mukositis dan pasien
alogenik (dari orang lain), atau autolog (dari sel kadang-kadang memerlukan nutrisi parenteral.
induk pasien sendiri) (Tabel 8.1). Persiapan juga bersifat mielotoksik, dan pasien juga
Penyakit utama yang memerlukan SCT dijabar- mendapatkan profilaksis antibiotik oral, anti jamur,
kan dalam Tabel 8.2. Walaupr.rn demikian, peran SCT dan anti virus selama masa netropenia.
yang sesungguhnya dalam penatalaksanaan tiap
penyakit bersifat kompleks dan tergantung pada
faktor-faktor seperti derajat keparahan, subtipe Pengambilan sel induk',--,,,,,', :',',,",,.'.1,
penyakit, status remisi, usia, dan tergantung pada
adanya donor untuk transplantasi alogenik.
Sel induk dapat diambil dari sumsum tulang atau
dari darah tepi.
Persiapan
Pengambilan dari sumsum tulang
Sebelum pemberian infus sel induk hemopoietik, Donor diberi anestesi umum dan diambil 500-1200
pasien mendapat kemoterapi dosis tinggi, kadang- ml sumsum tulang dari pelvis. Sumsum tulang di-
kadang dikombinasikan dengan pancaran radiasi heparinisasi dan dilakukan hitung sel mononuklear
tubuh total (TBI) (Gb. 8.1). Prosedur ini disebut per- untuk menilai hasil panen yang seharusnya sekitar 2-
siapan dan dirancang untuk mengeradikasi sistem 4 x 108 sel berinti/kgBB resipien.
hemopoietik, sistem imun, dan keganasan (jika ada)
pada pasien. Selain itu, persiapan ini sangat berperan
Pengambilan sel induk darah tepi
penting pada resipien sel induk alogenik dengan
menekan sistem imun pejamu, sehingga mencegah PBSC diambil menggunakan mesin pemisah sel yang
terjadinya penolakan sel induk "asing". TBI biasanya dihubungkan dengan pasien atau donor melalui

90
91

Gambar. 8.1. Prosedur transplantasi sel induk (a)


alogenik dan (b) autolog. G-CSF, granulocyte cdony-
slmulating factq ; GVHD, gralt-versus-hosl d,:rease.

kanul perifer (Gb. 8.2). Darah diambil melalui satu yangberlangsung terus menerus ini dapat mernakan
kanul dan dipompa dalam mesin tempat sel waktu beberapa jam sebelum didapatkan sel mono-
mononuklear dikumpulkan dengan sentrifugasi nuklear yang cukup.
sebelum eritrosit dikembalikan ke pasien. Proses
92 i, lir
i.:i:'

Tabel 8.1. Transplantasi sel induk: donor potensial memperlihatkan bahwa dua prosedur, yaitu pem-
berian kemoterapi sebelumnya dan penggunaan
Saudara sekandung dengan HLA yang sesuai .\
faktor pertumbuhan dapat meningkatkan jumlah sel
Sukarelawan yang tidak berhubungan saudara t Alogenik progenitor dalam darah sekitar 100 kali lipat. Di
sesuai
dengan HLA yang
I masa mendatang, mungkin populasi sel induk dapat
Darah tali pusat ) '
dikembangkan secara in uitro.
Kembar identik Singenik Kemoterapi diberikan pada pasien yang men-
Diri sendiri Autolog jalani pengambilan sel induk autolog, tetapi tidak
pada donor yang sehat. PBSC biasanya diambil
HLA, human leucTyte antigen (antigen leukosit manusia)
selama fase pemulihan suatu siklus kemoterapi,
misalnya 7,5 g/m2 siklofosfamid yang dimasukkan
ke dalam program pengobatan pasien.
Darah tepi biasanya mengandung sejumlah kecil Faktor pertumbuhan yang paling banyak
sel induk hemopoietik dalam darah. Jumlahnya digunakan untuk mobilisasi sel induk adalah faktor
terlalu sedikit untuk memungkinkan pengambilan pertumbuhan koloni granulosit (G-CSF) yang dapat
sel induk darah tepi saja untuk dapat digunakan diberikan kepada pasien atau donor sebagai suatu
dalam transplantasi. Penelitian eksperimental telah rangkaian injeksi (biasanya 10 pg/kg/hari selama 4-

Tabel 8.2. Transplantasi sel induk: indikasi

Alogenik (atau singenik) Autolog

Leukemia mieloid atau timloblastik akul , Penyakit Hodgkin atau limloma non-Hodgkin

Leukemia mieloid kronik Mieloma multipel ,

Penyakit keganasan sumsum tulang lainnya, mis. mielodisplasia, mietoma multipel, Leukemia akut dan kronik
Penyakit autoimun berat
Anemira aplasliknerat lermabuk anemia Fancor.ri : ' ,
Arniloidosis
Panyakit hereditui thalaSemia mayor, anemia sel sabit, imunodelisiensi, kelainan
Untuk lerapi gen" pada penyakit genetik, mis. defisiensi
'metabolisms bawaan dalam sistem hemopoietik dan mesenkim, misalnya osteo. adenosin deaminase
petrosis

Penyakit sumsum tulang beral didapat lain, mis, hemoglobinuria noKurnal paroksismal,
aplasia eritrosit mielofibrosis

Gambar 8.2. Pengambilan sel induk darah tepi: seorang


donor sedang menjalani pengambilan PBSC pada suatu
pemisah sel.
93

Gambar 8.3. Pengambilan sel induk darah tepi: sel-sel


CD34+ yang diperkaya, diwarnai dengan May-Grunwald-
Giemsa. Sel tampak seperti limlosit berukuran kecil dan
sedang. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-15).

ffi
6 hari) sampai hitung leukosit mulai meningkat. Pencan gkokan pascatransplantasi
Dilakukan pemantauan jumlah leukosit donor dan
iriN
penghitungan CD34+. Dilakukan pengambilan PBSC Setelah suatu periode pansitopenia berat yang biasa-
* dan tergantung efisiensi mobilisasi sel induk, nya berlangsung selama 1-3 minggu, tanda pertama
s:(t mungkin diperlukan pengambilan sampai 3 hari. pencangkokan berhasilnya adalah adanya monosit
Kecukupan pengambilan dapat dinilai dari: dan netrofil dalam darah disertai peningkatan
1. Hitung CD34+ dengan menggunakan analisis fumlah trombosit (Gb. 8.4). Retikulositosis juga
pemilih sel yang teraktivasi fluoresensi (fluores- ditemukan dan terdapat sel pembunuh alami (natural
W
cence-actiaated cell sorter, FACS). Umumnya di- klllel NK) di antara limfosit asal donor yang paling
ffi
ti$ perlukan >2,5 x 70'/kg untuk transplantasi pertama ditemukan. Faktor pertumbuhan seperti G-
w autolog. CSF atau GM-CSF dapat digunakan untuk memper-
2. Pemeriksaan koloni, khususnya unit pembentuk pendek periode netropenia. Pencangkokan, khusus-
N
N koloni granulosit-makrofag (CFU-GM); 7-5 x105 / nya pencangkokan trombosit, biasanya lebih cepat
N
"\c kg koloni dianggap cukup untuk transplantasi. (setelah transplantasi PBSC) dibandingkan dengan
ti TST.
.$i

N
*x
il:ir
$$
ffi
TRANSPLANTASI SEL INDUK AUTOLOG
Ri
s
ffi
N
Setelah pengambilan, panen sel induk tersebut Transplantasi ini memungkinkan pemberian kemo-
D kemudian diproses. Proses ini biasanya mencakup terapi dosis tinggi dengan atau tanpa radioterapi,
pembuangan eritrosit dan pemekatan kumpulan sel yang bila tidak dilakukan akan menyebabkan aplasia
s* mononuklear.
Pengumpulan autolog dapat sumsum tulang berkepanjangan. Sel induk dipanen
!s di"bersih"kan
Jts menggunakan kemoterapi atau anti- dan disimpan sebelum pengobaian dan kemudian
!N bodi untuk membuang sel ganas residual. Pengum-
w diinfuskan kembali untuk "menyelamatkan" pasien
N

s
pulan alogenik dapat diproses dengan antibodi dari efek mieloablatif pengobatan (Gb. 8.1).
untuk membuang sel T. Sel induk CD34+ dapat ini adalah bahwa sel tumor
Keterbatasan prosedur
dipilih dari kedua jenis panenan tersebut (Gb. 8.3). yang mencemari panen sel induk dapat masuk
kembali ke tubuh pasien. Walaupun demikian,
11$

iiw Sel induk autolog biasanya dibekukan sampai sdat


N diperlukary sedangkan kumpulan alogenik biasanya autograft sangat berperan dalam pengobatan
#*
55 diberikan pada pasien segera setelah pemrosesan. penyakit hematologik sepepti limfoma dan mieloma.
94

Gambar, 8.4, Gralik hematologik yang khas pada seorang


penderita anemia aplaslik yang menjalani tranplantasi
sumsum tulang alogenik.

Autograft juga berperan dalam pengobatan leukernia hemopoietik dan sistem imun. Prosedur ini mem-
mieloid akut dan sedang diteliti untuk pengobatan punyai angka morbiditas dan mortalitas yang ber-
banyak keganasan lain termasuk leukemia limfo- makna. Salah satu alasan utamanya adalah ketidak.
blastik akut dan penyakit autoimun berat. cocokan imunologik, walaupun HLA donor dan
Masalah utama yang menyertai autograft ini ada- pasien sesuai. Ketidakcocokan ini dapat bermani-
lah regimen persiapan dan kekambuhan penyakit. festasi sebagai imunodefisiensi, GVHD, dan
Penyakit cangkok lawan pejamu (graft-uersus-host dis- kegagalan pencangkokan. Sebaliknya, ju.ga terdapat
ease,GVHD) bukan merupakan masalah dan efek cangkok lawan leukemia (graft-aersus-Ieukemia,
walaupun terjadinya kematian terkait-prosedur GVL) yang mungkin mendasari sebagian besar
tergantung pada pemilihan pasiery namun angkanya kesuksesan prosedur ini.
biasanya jauh di bawah 5%. Alograft tidak akan mungkin dilakukan bila tidak
mampu melakukan pemeriksaan jenis HLA.

TRANSPLANTASI SEL INDUK ALOGENIK

induk yang dipanen dari orang


Pada prosedur ini, sel Lengan pendek kromosom 6 mengandung sekelom-
lain diinfuskan ke pasien.untuk memulihkan sistem pok gen yang dikenal sebagai kompleks histokompa-
Kromosom 6 Pewarisan keempat lokus (HLA-A, -B, -C dan -DR)
memiliki kaitan yang erat, satu set lokus diwariskan
dari tiap orang tua sehingga terdapat kurang lebih
ltilNt#
HLA-C satu dalam empat kemungkinan pada dua
m. .Jalur,,. C2..
ffi
V HLA.B
bersaudara untuk memiliki antigen HLA yang
94- identik (Gb. 8.6). Crossing-oaer gen selama meiosis
neo;o i*n alternalif ,
menyebabkan perbedaan tak terduga yang kadang-
{H -- Faktor B1
kadang ditemukan.
.H HLA-DR
HLA.DO
Tata nama alel HLA dapat membingungkan,
Sunrror", HLA.DP tetapi sekarang telah dibakukan. Penetapan jenis
secara molekular telah sangat meningkatkan jumlah
ffi alel HLA yang teridentifikasi, dan alel yang berbeda
dapat membawa antigen serologik yang sama.
Gambar 8.5. Kompleks antigen leukosit manusia (HLA).
Contohnya, alel di lokus HLA-A ditulis sebagai
HLA-A*0101 sampai HLA-A*8001, dengan dua
angka pertama setelah tanda bintang menunjukkan
tibilitas mayor (mnjor histocompntibility complex, jenis alel dan dua angka terakhir menunjukkan
MHC) atau regio HLA (Gb.8.5). Gen dalam regio ini subtipe. Jenis seringkali terkait dengan antigen
mengode antigen HLA dan beberapa molekul lain serologik yang dibawa oleh alel-misalnya HLA-A2
termasuk komponen komplemen, faktor nekrosis tu- untuk alel HLA-A*0201 sampai HLA-A*0230. Tata
mor (tumour kecrosis factor, TNF), dan protein yang nama untnk gen kelas II juga serupa dengan tata
terkait dengan pemrosesan antigen. Protein HLA nama alel HLA, tetapi dipersulit karena mungkin
dibagi menjadi dua jenis (Tabel 8.3)-kelas I dan II. terdapat lebih dari satu gen HLA-DRB pada tiap
Perannya adalah untuk mengikat peptida intra- kromosom (Gb.8.6b).
selular dan "mempresentasikan"nya pada limfosit T
untuk pengenalan antigen. Molekul kelas I (HLTA-A, Antigen leukosit manusia dan transplantasi
-B dan -C) mempresentasikan antigen pada sel/
CD8+, dan molekul kelas II (HUIA-D& -DQ dan -DP) MHC (yang disebut HLA pada manusia, H-2 pada
mempresentasikan pada sel/CD + (Bab 10). tikus) pertama kali ditemukan pada tikus karena
Antigen kelas I terdapat di sebagian besar sel ber- ketidaksesuaian genetik pada regio ini berpengamh
inti dan di permukaan sel; antigen ini terkait dengan besar pada hasil transplantasi organ. Pada saat
mikroglobulln -0r.Antigen kelas II mempunyai dis- sistem HLA tersebr"rt ditemukan, sistem ini terbukti
tribusi jaringan yang lebih terbatas dan terdiri atas sama pentingnya pada manusia. Peran alamiah
rantai s, dan B, dan keduanya dikode oleh gen yang molekul MHC adalah dalam mengarahkan respons
terdapat dalam lokus MHC. Iimfosit T dan makin besar ketidaksesuaian MHC
maka makin berat respons imnn antar sel yang
ditransplantasikan. Oleh karena itu, penenttran jenis
HLA tetap merupakan hal yang penting dalam
Tabel 8.3. Antigen leukosit manusia
pemilihan donor untuk SCT.
Kelas I Kelas ll Antigen . histokompatibilitas minor adalah
peptida yang dipresentasikan oleh molekul HLA.
Antigbn HLA-A, -8,.C HLA.DR,-DB.DO
Antigen ini mampu bertindak sebagai antigen pada
Distribusi Semua sel berinti, trombosit Limfosit B
SCT karena sifabnya yang polimorfik dalam populasi
Monosit
atau karena antigen tersebut terkode di kromosom Y,
Makofag sehingga dengan demikian mewakili antigen yang
Sel T teraktivasi baru jika sistem imun seorang wanita dicangkokkan
SlruKur Rantai polipeptida besar Dua rantai polipeptida pada seorang pria. Antigen tersebut mungkin meru-
(dikode oleh MHC) dan (cr dan 0), keduanya
,,,, pakan antigen yang penting dalam reaksi GVHD dan
mikroglobulin-p, dikode oleh MHC
Berinteraksi LimfositCDB
GVL (lihat dibawah).
Limlosit CD4
dengan Penetapan jenis HLA dapat dilakukan dengan
teknik serologik atau molekular. Uji serologik
melibatkan penggunaan antibodi spesifik untuk alel
HLA, antigen leukosit manusia; MHC, kompleks histokompatibilitas mayor. HLA individual atau famili alel yang kecil. Hasil
I|r'1.*iiil,.5tnid+; r.rffiiosl

Ayah

Kemungkinan

DRBl DRA1
Haplotipe l
DRB5
Haplotipe ,
HLA
kelas ll . DRB3
Haplotipe g
19
DR84
Haplotipe 4

Gambar 8.6. (a) Contoh pola pewarisan yang mungkin pada alel seri A, B dan BR (DRBl) kompleks antigen leukosit manusia (HLA). (b) Genetika molekular kompleks
gen HLA kelas ll. Terdapat empat haplotipe utama gen MHC kelas ll dalam populasi dan tiap individu dapat mempunyai hingga dua (satu pada tiap kromosom). Gen
DRA1 mengode protein DRc! dan gen DRB1, DRB3, DRB4 dan DRBS mengkode rantai DRp. Ekspresi dari gen DRBl lebih tinggi daripada gen lain. Jumlah alel
pada

tiap gen diiunjukkan di bawah gen tersebut dalam cetak miring. Alel pada tiap lokus mempunyai tata nama yang baku, misalnya alel pada gen DRBl disebut
DRBi-0101 sampai DRBl-1608. Sekarang diketahui bahwa antigen DR51, DR52 dan DR53, yang didefinisikan berdasarkan pemeriksaan serologik, masing'masing
dikode dari gen DRBS, DRB4 dan DRB3. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-16).

yang positif terdeteksi dari pengikatan langsung analisis heterodupleks, atau analisis polimorfisme
suatu antibodi berlabel atau dari penggunaan kom- panjang fragmen restriksi (RFLP) untuk menentukan
plem-en untuk membunuh sel target yang mengikat pola haplotipe yang terkait dengan alel kelas II
antibodi (uji limfositotoksisitas dua tahap)' tertentu.
Uji molekuler dilakukan pada DNA dan melibat- Uji histokompatibiltas sel lebih lanjut yang
kan: amplifikasi alel individual menggunakan suatu kadang-kadang dilakukan, terutama pada donor
panel primer oligonukleotida unik yang besar SCT yang tidak berkerabat, adalah analisis dilusi
dengan polymerase chain renctiorz (PCR); amplifikasi pembatasan prekursor limfosit T-helper (HUlp) dan
subgrup HLA dengan PCR yang diikuti dengan limfosit T-sitotoksik (CTLp). Nilai yang lebih tinggi
hibridisasi dengan oligonukleotida alel spesifik; menunjukkan ketidakcocokan yang lebih besar dan
rr'.k{'';i :.'l:i:::::=lt 97

tampaknya berhubungan dengan kejadian GVHD Komplikasi (TabelS.a)


yang lebih tinggi.
Kemungkinan pada seorang saudara sekandung
untuk memiliki HLA yang sesuai dengan pasien Penyakit cangkok melawan pejamu
secara teoretis adalah sebesar 25o/", tetapi karena (Graft-vers us-host disease)
adanya penyilangan selama meiosis, maka insidensi
Penyakit ini disebabkan oleh sel imun yang berasal
sebenamya berjr-rmlah sedikit lebih kecil. Kesesuaian
dari donor, khususnya limfosit T, yang bereaksi ter-
HLA tidak tergantung pada jenis kelamin atau hadap jaringan resipien. Insidensinya meningkat
golongan darah. Jika mencari seorang donor tak
sejalan dengan bertambahnya usia donor dan
berkerabat untuk SCT maka tujuannya adalah untuk
resipien dan bila terdapat ketidaksesuaian HLA di
mencocokkan HLA-A, -B dan -DR antara resipien
dengan donor dan ini merupakan kecocokan 6/6.
antara mereka. Tanpa pengobatan profilaksis,
keadaan ini hampir tidak terhindarkan pada semua
Kadang-kadang satu ketidaksesu aian (5 / 6) dapat
ditoleransi, tetapi donor yang memiliki ketidak- transplantasi alogenik kecuali yang berasal dari
sesuaian lebih dari ini jarang diterima. Saat ini donor singenik dan kesesuaian HLA tidak men-
terdapat lebih dari 4 juta donor sukarelawan dalam cegahnya.
daftar internasional dan kemungkinan untuk Profilaksis GVHD biasanya diberikan sebagai
menemukan donor tak berkerabat yang sesuai untuk siklosporin (secara intravena atau oral selama 6-12
seorang pasien yang tidak mempunyai saudara bulan) dan metotreksat (tiga atau empat suntikan).
sekandung dengan HLA yang identik (tergantung Alternatif lain adalah dengan membuang sel T dari
pada kelompok etnis) adalah lebih dari 50%. inftis sel induk donor. Selain itu, antibodi anti sel T
ii dapat diberikan pada pasien. Mikofenolat mofetil
rl$
adalah suatu obat imnnosupresif baru yang sekarang
1i lmunitas pascatransplantasi
sedang dalam pengujian.
Selularitas sumsum tulang secara bertahap kembali GVHD akut (terjadi dalam 100 hari pertama)
normal, tetapi cadangan sumsum tulang tetap ter- mengenai kulit, saluran gastrointestinal, atau hati
ganggu selama 1-2 tahun. Terdapat defisiensi imun (Tabel 8.5). Ruam kulit biasanya mengenai wajah,
yang berat selama 3-12 bulan dengan kadar sel CD4 telapak tangan, telapak kaki, dan telinga tetapi pada
helper yangrendah dan rasio CD8:CD4 yang mening- kasus berat dapat mengenai seluruh tubuh (Gb.8.2).
kat selama 6 bulan atau lebih. Pemulihan kekebalan Diagnosis biasanya dipastikan dengan pemeriksaan
lebih cepat terjadi setelah SCT autolog atau srngenik biopsi kulit yang memperlihatkan adanya nekrosis
daripada SCT alogenik. Imunitas spesifik dapat sel tunggal di stratum basal epidermis pada awalnya;
ditingkatkan pasca-SCT dengan mengimunisasi do- infiltrasi limfosit mungkin sedikit-sedikit. Biasanya
nor dan resipien sebelumnya. Golongan darah pasien kadar bilirubin dan fosfatase alkali meningkat, tetapi
sendiri berubah menjadi sama dengan golongan enzim hati, lainnya relatif normal. GVHD akut
darah donor dan imunitas antigen-spesifik menjadi biasanya diobati dengan kortikosteroid dosis tinggi
sama dengan imunitas donor setelah sekitar 60 hari. yang efektif digunakan dalam sebagian besar kasus.

Tabel 8,4. Komplikasi transplantasi sumsum tulang

Dihi (bi3$anya <100 hari) Lambat (biasanya >100 hari)

tnfeksi, Qrffl,baKeri iamur,Virus herpes simpleks CMV' lnfeksi; lerutama varisela-zoster, bakteri berkapsul' , ':,::,,.

Perdarahan
j GVHD kronik (artritis, malabsorpsi, hepatitis, skleroderma, sindrom sicca,
'..
GVHD akut (kulit, hali, usus) :
liken planus, penyakit paru, elusi serosa)

Kegagalan pencangkokan, khuiusnya anemia aplastik Penyakit paru kronik

Sistitis hemoraoik :
Penyakil autoimun
,nneumonlt'lrilte1grisiif
1:l
, ' ,,, ., ,,., ,, t Kafarak
",',,,,',
Lain.lain: penyakit oklusi vena, gagal jantung lnferlilihs
Keganasan kedua

CMV, sitomegalovirus; GVHD, penyakit cangkok melawan pejamu.


98

Gambar. 8.7. Ruam kulit eritematosa yang tersebar luas pada


GVHD akut yang terjadi setelah transplantasi sumsum tulang.
(Lihat Gambar Berwarna hal. A-16).

Tabel 8.5. Penyakit cangkok lawan pejamu akut; stadium klinls (sistem Seattle)

Stadium Kulit Hati (bilirubin, pmo/l) Usus (diare, l/hari)

1.. Ruam <25% 20-35 015.1,0 I ,

lt Ruam 25-507o 35-80 1,0-1,5 ,

Erikoderma, ' 80-150 1,5-2:s


tlr
IV Bula, deskuamasi >150 >2,5; nyeri berat, ileus

lnfeksi terkait-kateter i.v.

BAKTERI Jika lerjadi GVHD atau S. pneumoniae


,?tsgll:T-=g Gj -*--9"-n 9l: o,
kegagalan pencangkokan S- aureus

Jika terjadi GVHD atau


JAMUR
candida, Aspersiilus . .,,,.,:]le-9-?,s-311!.pg-Lg-el.g.[g[1]-."
- -' '-"' " }triai - -'-$"
) "r

VIRUS
HSV

CMV

12 bulan
,r----'-'i-*--*^Varisela-zoster
-

PROTOZOA Pneumosistis
"""" {

jgiep-qlil-, .
-?-r-e-yr.ejrs --. " *-1

30 ,, 45,,1 , ..:, , 60 ' r,.:1.:.:75


Hari setelah transplantasi

Gambar 8.8. Urutan waktu terjadlnya berbagai jenis inleksi setelah transplantasi sumsum tulang alogenik. CMV, sitomegalovirus; Gr +, Gr -, Gram positil atau negatil;
GVHD, penyakit cangkok melawan pejamu; HSV virus herpes simpleks.
99

Pada GVHD kronik, yang terjadi setelah 100 hari lnfeksi


dan biasanya berkembang dari GVHD akut, jaringan
Pada awal periode pascatransplantasi, sering di-
tersebut terlibat, tetapi juga mengenai sendi, mukosa
temukan adanya infeksi bakteri atau jamur (Gb. 8.8).
mulut, kelenjar air mata, dan permukaan serosa
Hal ini dapat dikurangi dengan melakukan pera-
lainnya. Dapat terjadi gambaran skleroderma,
watan barier terbalik (reuerse bsrrier rutrsing) meng-
sindrom Sjogren, dan liken planus. Sistem imun
gunakan aliran udara laminar atau tekanan positif
mengalami gangguan (termasuk hiposplenisme)
dan penggunaan antiseptik kulit dan mulut. Sebagai
disertai dengan adanya risiko infeksi. Malabsorpsi
tambahan, seringkali ditambahkan terapi profilaksis
dan kelainan paru sering ditemukan. Obat-obatan
dengan pemberian asiklovir, obat anti jamur, dan
seperti siklosporin, azatioprin, atau kortikosteroid
antibiotik oral. Apabila terjadi demam atau tanda
digunakan walaupun responsnya mungkin buruk.
infeksi lain, segera diberikan antibiotik spektmm
Penggunaan thalidomid bermanfaat pada beberapa
Iuas secara intravena setelah pengambilan biakan
kasus.

w
Gambar. 8,9. (a) Foto rontgen dada yang mem- nft uJ
perlihatkan adanya aspergiloma pada seorang
pasien setelah transplantasi sel induk. (b) Sitologi
sputum memberikan gambaran hila Aspergfl/us yang
berseptum dan bercabang (pewarnaan methenamin
perak). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-1 7).
100

darah dan spesimen mikrobiologik lain yang sesuai. Infeksi dapat disebabkan oleh reaktivasi CMV pada
Pada trmumnya, pemberian obat anti jamur sistemik resipien atau suatu infeksi bam yang ditularkan oleh
menggunakan amfoterisin B diindikasikan bila donor. Pada penderita CMV-seronegatif dan donor
terjadi kegagalan respons terhadap pemberian obat yang menderita CMV-seronegatif, harus diberi
anti bakteri. Infeksi jamur, khususnya spesies Csndidn produk darah atau darah saring dengan CMV-
dan Aspergillus (Gb. 8,9), adalah masalah khusus negatif. Pemberian asiklovir dapat berguna sebagai
yang terjadi akibat netropenia yang berkepanjangan. profilaksis. Sebagian besar pusat perawatan
Flukonazol efektif untuk mengurangi risiko infeksi melakukan skrining pasien secara teratur untuk
Candidn, dan itrakonazol dapat diberikan sebagai mengetahui adanya reaktivasi CMV setelah
profilaksis terhadap kedua organisme tersebut. transplantasi alogenik, menggunakan PCR atau
Amfoterisin B harus diberikan relatif dini untuk pemeriksaan berdasarkan antibodi. Jika hasil
semua demam yang tidak diketahui penyebabnya. pemeriksaan positif, gansiklovir dapat menekan vi-
Formulasi baku bersifat nefrotoksik dan preparat rus sebelum penyakit timbul. Gansiklovir, foskarnet,
yang lebih baru seperti amfoterisin liposomal dan imunoglobulin CMV dapat dicoba untuk
ditoleransi dengan lebih baik. Sering ditemukan pengobatan infeksi CMV yang sudah ada.
infeksi virus, temtama kelompok virus herpes. Pneumocystis cnrinii adalah penyebab lain pneu-
Infeksi virus herpes simpleks, sitomegalovirus monitis, tetapi dapat dicegah dengan pengobatan
(CMV), dan virus varisela-zoster (VZV) timbul pada kotrimoksazol profilaktik. Infeksi YZY juga sering
interval puncak yang berbeda (Gb. 8.8). terjadi pasca-SCl tetapi timbul lebih lambat dengan
CMV menimbulkan ancaman tertentu disertai awitan median di bulan ke-4-5. Kadang-kadang,
1.,i
dengan pneumonitis interstisial yang berpotensi fatal terjadi infeksi VZV diseminata. Pemberian asiklovir
ia serta hepatitis dan hitung darah yang menurun. intravena merupakan indikasi. Infeksi virus Epstein-

(b)

fnrr*
tt
Sq*

(c)

Gambar. 8.10 (a) Foto rontgen dada yang memperlihatkan adanya pneumonitis interstisial setelah transplantasi sumsum tulang. Dapat terlihat bercak-bercak dilus
yang tersebar luas. Pasien ini telah mendapatkan radiasi tubuh total dan menderita penyakit cangkok lawan pejamu tingkat lll. Tidak ditemukan penyebab penumonitis
yang bersilat inleksi. Kemungkinana penyebab mencakup infeksi pneumosistis, cytomegalovirus, herpes, jamur, atau kombinasinya. (b) Sitologi sputum: badan inklusi CMV
intranuklear dalam sel paru. Pewarnaan Papanimlaou. (cl Pneumuystis cariniidalam bilasan bronkus, pewarnaan Gram Weigert. (Lihat Gambar BeMarna hal. A-17).
LiiBarr (EBV) dan penyakit limfoproliferatif yang Komplikasi lanjut
tiimenyertai EBV lebih jarang ditemukan setelah SCT
Dapat terjadi relaps penyakit awal, misalnya leuke-
* daripada setelah transplantasi organ padat. mia akut atau kronik. Infeksi bakteri sering ditemu-
i$ kan, khususnya oleh organisme Gram negatif atau
f i Pneumonifis interstisial bakteri berkapsul yang mengenai saluran nafas.
JrJl Ini adalah salah satu penyebab tersering kematian Infeksi YZY danjamur juga sering dijumpai. Peng-
^Ct,tV gLrnaan kotrimoksazol dan asiklovir oral profilaktik,
ijpasca-SCT (Gb. 8.10). uduluh penliebab yang
yang masing-masing diberikan selama 3-6 bulan
-'iI sering, tetapi vims herpes lain dan P. cnrinii meru-
dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi Pneu-
ilipakan penyebab pada kasus lainnya; pada sebagian
l, besar pasien, tidak ada penyebab lain selain kaitan mocystis dan herpes.
i*lidengan radiasi dan kemoterapi sebelumnya. Bilas Komplikasi paru yang terlambat meliputi pneu-
monitis restriktif dan bronkiolitis obliterans. Kom-
iltbronkoalveolar atau biopsi paru terbuka mungkin plikasi endokrin meliputi hipotiroidisme, kegagalan
S diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
pertumbuhan dengan kadar hormon pertumbuhan
yang rendah pada anak, gangguan perkembangan
Tambahan produk darah seksual, dan infertilitas. Masalah-masalah endokrin
Konsentrat trombosit diberikan untuk memper- ini lebih nyata apabila telah dilakukan TBL Penyakit
tahankan jumlahnya tetap 10 x 70e /l atau lebih. autoimun yang jelas secara klinis jarang terjadi dan :=
Transfusi trombosit dan darah yang diberikan pada meliputi miastenia, artritis rematoid, trombosito- tl

periode pascatransplantasi diberi pancaran radiasi penia, atau netropenia. Autoantibodi sering ditemu-
untuk membunuh limfosit yang mungkin menyebab- kan tanpa adanya gejala. Terjadi keganasan yang
kan terjadinya GVHD. kedua (khususnya limfoma non-Hodgkin) dengan
insidensi sebesar enam atau tujuh kali lipat diban-
dingkan insidensi pada kontrol.
Komplikasi transplantasi alogenik yang lain Komplikasi lanjut lain mencakup gangguan
sistem saraf pusat (CNS), neuropati, dan gangguan
Kegagalan pencangkokan
mata yang disebabkan oleh GVHD kronik (sindrom
Risiko kegagalan pencangkokan meningkat jika sicca) atau katarak, nefritis akibat radiasi, dan
pasien menderita anemia aplastik atau jika sumsum masalah vesika urinaria lanjut akibat riwayat sistitis
donor yang kekurangan sel T digunakan sebagai hemoragik sebeh-rmnya.
profilaksis CVHD. Hal ini menunjukkan bahwa
diperlukan sel T donor untttk mengatasi resistensi
pejamu terhadap pencangkokan sel induk. Transplantasi tali pusat

Sisfttts hemoragik Darah fetus mengandung sejumlah besar sel induk


hemopoietik, dan darah tali pusat telah berhasil di-
Ini biasanya disebabkan oleh metabolit siklofos- gunakan sebagai sumber sel induk donor. Masalah
famid, yaitu akrolein. Mesna diberikan sebagai suatu yang utama adalah sedikitnya jumlah darah
usaha untuk mencegah terjadinya keadaan ini. Virus sehingga jumlah sel induk yang dapat dikumpulkan
tertentu, misalnya adenovirus atau poliomavirus, dari tiap sampel terbatas, dan hal ini membatasi
juga dapat menyebabkan timbulnya komplikasi ini.
penggunaan transplantasi darah tali pusat pada anak
dan orang dewasa yang bertubuh kecil. Ekspansi sel
Komplikasi lain progenitor ex aiao mungkin berguna di masa datang.
Komplikasi lain mencakup penyakit oklusi vena di Sifat imunologik sel darah tali pusat masih dalam
hati (bermanifestasi sebagai ikterus, hepatomegali, penelitian.
asites, atau peningkatan berat badan) dan gagal
jantung akibat regimen persiapan (khususnya
siklofosfamid dosis tinggi) dan kemoterapi jantung Efek cangkok-lawan-l6ukemia (graft-iersus-
sebelumnya. Hemolisis akibat ketidaksesuaian ABO leukaemia) dan infus leukosit donor
antara donor dengan resipien dapat menimbulkan
masalah dalam minggu-minggu pertama. Dapat juga Beberapa observasi mengesankan bahwa selama
terjadi anemia hemolitik mikroangiopatik. transplantasi alogenik, sistem imun donor dapat
'frilll:.::lr i i.
102
liir::':=.,' RaiGdaiinanfiaiffi

'Deteksi
, jiornosom
Philadefphia
:::, dongan
oG) f, 0 ii
$itogenetika
PCf,.unluk
BCR.ABL o@ oo @o @ o o o
I ot-r
{ to'cos*lt<g

Gambar. 8.11. Contoh infus leukosit donor (DLl) dalam


pengobatan leukemia mieloid kronik yang relaps setelah
transplantasi sel induk (SCT) alogenik. Analisrs darah
dengan polymerase chain reaclron (PCR) unluk mencari
transkrip BCR-ABL menunjukkan bahwa terdapat kehi-
langan transkrip tersebut yang bersifat sementara tetapi
relaps molekular dan sitogenetik terjadi pada bulan
keenam. Satu kali infus leukosit donor (DLl) menghasilkan
tercapainya kembali suatu remisi lengkap yang tahan lama.

membantu mengeradikasi ler.rkemia pasien. Hal ini Transplantasi non-mieloablatif


merupakan suatu fenomena yang dikenal sebagai
efek GVL (grnft-uersus-leuknemin). Efek ini mencakup Untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas trans-
jumlah relaps yang rendah pada penderita GVHD plantasi alogenik, telah diperkenalkan sejumlah regi-
berat, jumlah relaps yang tinggi pada kembar men persiapan berintensitas rendah non-mieloablatif
identik, dan yang paling meyakinkan, kemampuan yang tidak merusak srlmsllm tulang pejamr.r. Regi-
infus leukosit donor (DLI) untuk menyembtthkan men ini dapat meliputi fludarabin, radiasi dosis
leukemia yang relaps pada beberapa pasien. Selain rendah, globulin anti-limfosit, dan busulfan atau
itu, terdapat efek cangkok melawan limfoma dan siklofosfamid dosis rendah. Tujuan "transplantasi
mieloma. mini" ini adalah menggunakan imunosupresi yang
Prinsip DLI adalah bahwa sel mononuklear darah cukup supaya sel induk donor dapat tercangkok.
tepi diambil dari donor alograf yang semula dan Infuis leukosit donor biasanya dipakai pada stadium
langsung diinfuskan ke pasien pada saat relaps leu- lanjr"rt untuk mendukung pencangkokan donor yang
kemia (Gb. 8.11). Dosis DLI dihitung berdasarkan lengkap. Regimen semacam ini sangat tergantung
jumlah sel T donor per kilogram berat badan resipien pada kemampllan efek GVL dalam mengobati
-5 x 10? /kg adalah dosis yang umum. Terdapat penyakit keganasan yang mendasari (Gb. 8.11) dan
perbedaanbesar dalam hasil akhir berbagai ieukemia mungkin memperpanjang kisaran usia dan mening-
yang diobati dengan DLI. Leukemia mieloid kronik katkan indikasi pengobatan untuk transplantasi
(CML) adalah yang paling sensitif sedangkan leuke- alogenik.
mia limfoblastik akut jarang memberi respons. Pada
CML, respons terhadap DLI lebih baik pada kasus
relaps dini dan sekarang dimungkinkan penggunaan Terapi mieloablatif bersasaran
PCR untuk memantau sampel darah serial sebagai
cara untuk mencari bukti rekurensi transkrip BCR- Saat ini sedang dilakukan penelitian dengan
ABL sebelum terjadi relaps kariotipik atau klinis. DLI antibodi monoklonal yang ditujukan pada antigen
kemudian dapat digunakan pada kasus-kasus relaps spesifik (misalnya CD45) pada sel mieloid resipien
molekular yang demikian. dilekatkan ke toksin atau isotop radioaktif dalam
Respons terhadap DLI membutuhkan waktu bebe- usaha mengeliminasi secara selektif sistem hemo-
rapa minggu tetapi biasanya menyebabkan kesem- poietik dan imun donor.
buhan permanen. Mekanismenya belum jelas tetapi
suatu respons imun aloreaktif yang diperantarai sel T
mungkin merupakan komponen utamanya. Efek Terapi gen
GVL menawarkan kemungkinan penyembuhan pada
beberapa penyakit yang sebelumnya tidak mungkin Kemampuan untuk memasukkan gen bam ke dalam
sembuh dan saat ini sedang diteliti sehubungan sel dengan menggunakan vektor yang sesuai
dengan regimen persiapan berintersitas rendah. memberikan.kemungkinan untuk memanipulasi sel
Ttanspliinta$i sel induk t 103
,1 .,t ''

Tabel 8.6. Vektor yang digunakan dalam terapi gen mengalami transduksi tetap merupakan masalah
yang sulit.
Vektor Sifat

Vcktor vjrus
Retrovirus ,,. Berintegrasi ke dalam DNA; menginfeksi
berbagai jenis sel. Hanya menginfeksi KEPUSTAKAAN
sel yang sedang membelah

Adenovirus Tidak berintegrasi, karena itu ekspresinya Appelbaum E.F. (1999) Choosing the source of stem cells
bersifat sementara. Menginfeksi sel for allogeneic transplantation: no longer a peripheral is-
yang sedang membelah dan tidak
sue. Blood 94, 381-3.
membelah. Sering mencetuskan
respons imun
Arkinson K. (ed.) (2000) Clinicnl Bone Mnrrou nnd Blood
Stent Cell Trnnsplntttntion, 2nd edn. Cambridge University
Virus terkait-adeno .
Lokasi integrasi terbatas
Press, Cambridge.
U rrr *rp.r Dapat membawa gen yang besar; tidak
Bensinger W.I., Martin P.J., Storer B. et al. (2001) Transplan-
, ,, ' berintegrasi; dapal menginleksi sel
tation of bone marrow as compared with peripheral-
': ,,:::
yang sedang beristirahat
blood cells from HLA-identical relatives in patients with
V-ektor hon-Vhus
hematologic cancers. N. Engl. l. Med.344, 175-81.
Liposoma Pembuatannya relatif sederhana dan Brenner M.K. (1996) Gene transfer to haematopoietic c'ells.
,. :,
murah
N. Engl. I. Med.335,337-9.
DNA telanjang Efisiensi masuknya ke dalam sel rendah Byrne J.L. and Russell N.H. (1999) The use of peripheral
Balistik {senapan gen) blood stem cells for allografting. CME Brill. Hsentitol.2,
90-3.
Craddock C. (2000) Haemopoietic stem cell transplanta-
tion: recent progress and fnture promise. Lnncet Oncol.1,
227-34.
induk sebelum diinfuskan kembali. Vektor terapi gen Gluckman E., Rocha V. And Chastang C. (1999) Cord blood
dapatberupa virus atau non-virus dan sifat relatifnya stem-cell transplantation. CIitt. HaenmtoL. 12, 279-92.
diperlihatkan dalam Tabel 8.6. Gratwohl A. et nl. (1996) Indication for haemopoietic pre-
Saat ini berbagai gen sedang diteliti untuk cursor cell transplants in Europe. Br. l. Hnemntol.92,35-
mencari ekspresi yang mungkin pada sel-sel seperti 43.
Ho A.D., Haas R. and Champlin R.E. (eds) (2000) Hnentato-
sel induk hemopoietik, dan populasi terdiferensiasi
poietic Stent Cell Trnnsplontntiotr. Marcel Dekker, New
tertentu seperti limfosit T. Ini mencakup gen t-lntuk
York.
memperbaiki kelainan metabolisme bawaan tertenfu, Klein j. and Sato A. (2000) The HLA system. N. Engl. J. Mcd.
gen seperti neomisin untuk "menandai" popr-rlasi 343(1),702-9.
tertentu untuk analisis lebih lanjut, gen "bunuh diri" N,lcSr,veeny P and Storb R. (1999) Establishing mixed chi-
seperti timidin kinase yang membuat sel menjadi merism r,vith immunosuppressive, minimally myelo-
rentan terhadap gansiklovir, serta gen resistensi suppressive conditioning: preclinical and clinical stud-
untuk melindungi sel induk normal terhadap kemo- ies. In: Hentntology. American Society of Hematology
terapi dosis tinggi. Sayangnya, sel induk hemopoi- Education Program Book, pp. 396-404.
Rubinstein P. and Stevens C.E. (2000) Placental blood for
etik sulit ditransfeksi karena sel ini relatif jarang dan
bone marrow replacement: the New York Blood Center's
hanya sedikit yang terdapat dalam siklus sel pada
program and clinical results. CIin. Hnematol.Ig, 565-84.
satu waktu tertentu. Oleh karena itu, berlanjuhnya Thomas E.D., Blume K.G. and Forman S.J. (eds) (1999) He-
koreksi kelainan metabolik setelah dimasukkannya . mntopoietic Cell Trnnsplnntntion,2nd edn. Blackwell Sci-
progenitor hemopoietik autolog yang sudah ence, Boston.
Leukosit 1: granulosit, monosit, dan
kelainan jinaknya
Granulosit, 104 Kelainan fungsi netrofil dan monosit, 108

Granulopoiesis, 106 Penyebab leukositosis dan monositosis, 111

Aplikasi klinis faktor pertumbuhan mieloid, 107 Netropenia kongenital, 11 2

Monosit, 108 Kelainan histiosit, 114

Sel darah putih (leukosit) dapat dibagi menjadi dua promielosit, dan sekunder (spesifik) yang tampak
kelompok besar-fagosit dan imunosit. Granulosit, pada periode mielosit dan dominan pada netrofil
yang mencakup tiga jenis sel-netrofil (polimorfo- matur. Kedua jenis granula berasal dari lisosorn.
nuklear), eosinofil, dan basofil-bersama dengan Granula primer mengandung mieloperoksidase,
monosit membentuk kelompok fagosit. Perkembang- fosfatase asam, dan hidrolase asam lainnya, semen-
an dan fungsi normal, serta kelainan leukosit yang tara granula sekunder mengandung kolagenase,
sifatnya jinak, dibahas dalam bab ini. Hanya sel Iaktoferin, dan lisozim (Gb. 9.6). Lama hidup netrofil
fagosit dan limfosit matur yang ditemukan dalam dalam darah hanya sekitar 10 jam.
darah tepi normal (Tabel 9.1 dan Gb. 9.1). Limfosit,
sel prekursornya, dan sel plasma yang membentuk Prekursor netrofil
populasi imunosit, dibahas dalam Bab 10.
Fungsi fagosit dan imunosit dalam melindungi Prekursor netrofil secara normal tidak tampak dalam
tubuh terhadap infeksi terkait erat dengan dua darah tepi normal tetapi terdapat dalam sumsum
sistem protein terlarut dalam tubuh, yaitu imuno- tulang (Gb. 9.2). Prekursor paling awal yang dapat
globulin dan komplemen. Protein-protein tersebut, dikenali adalah mieloblas, yaitu suatu sel dalam
yang juga dapat terlibat dalam penghancuran sel berbagai ukuran dengan inti yang besar berkromatin
darah pada sejumlah penyakit, dibahas bersama halus dan biasanya memiliki dua sampai lima anak
dengan limfosit dalam Bab 10. inti (nukleolus). Sitoplasmanya bersifat basofilik dan
tidak terdapat granula sitoplasma. Sumsum tulang
normal mengandung sampai 4% mieloblas. Melalui
pembelahan sel, mieloblas menghasilkan promielosit
GRANULOSIT yang berukuran sedikit lebih besar dan telah
membentuk granula primer dalam sitoplasmanya.
Netrofil (sel polimorf) Sel-sel ini kemudian menghasilkan mielosit yang
mempunyai granula spesifik atau sekunder.
Selini mempunyai inti padat khas yang terdiri atas Kromatin inti sekarang lebih padat dan anak inti
dua sampai lima lobus, dan sitoplasma yang pucat tidak tampak. Mielosit yang berbeda dari seri
dengan garis batas tidak beraturan mengandung netrofil, basofil, dan eosinofil dapat diidentifikasi.
banyak granula merah muda-biru (azurofilik) atau Melalui pembelahan sel, mielosit menghasilkan
kelabu-biru (Gb. 9.1a). Granula tersebut dibedakan metamielosit, yaitu sel yang tidak membelah, berinti
menjadi granula primer yang tampak pada stadium melekuk atau berbentuk tapal kuda, dan sitoplasma-

104
t05

**d'"*li#
H** g.''*%n
W w xe4 'r*ry Se

k
(a)

H, "Sil

tu;ffi.

(d) (e)

Gambar.9.1. Sel darah putih (leukosit): (a) netrofil (sel polimorf); (b) eosinofil; (c) basotil; (d) monosit; (e) limfosit. (Lihat Gambar Berwarna
hat. A-.|8).

Tabel 9.1. Leukosit: hilung darah normal

-,, ..':..
r,lr:. -:. i

,,;.:,:liiiiiiltli;ii,
t:ll:: ,:.ir lill:ritlil:ri

-
Subjek kulit hitam dan Timur Tengah yang normal dapat mempunyai hitung darah yang lebih rendah. Pada kehamilan normal, batas
atasnya adalah: leukosif iotal
14,5 x 10/1, netrotil 11 x 1d/l

nya dipenuhi oleh granula primer dan sekunder. berbentuk lonjong atau berlekuk dengan kromatin
Bentuk nehofil antara metamielosit dan netrofil yang yang menggumpal (Gb. 9.1d). Sitoplasrnanya yang
benar-benar mafur disebut "batarrg" ("band",' itab'\ banyak berwarna biru dan mengandung banyai
atau netrofil "muda" (" juaenile"). Sel-sel ini dapat vakuol halus, sehingga memberikan gambaran kaca
ditemukan dalam darah tepi normal. Netrofil batang asah (ground-glass appear anc e). Granula sitoplasma
tidak mengandung pemisahan berupa filamen tipis juga sering dijumpai. Prekursor monosit dalam
yang jelas antara lobus-lobus inti seperti yang sumsum tulang (monoblas dan promonosit) sulit
tampak pada netrofil matur. dibedakan dari mieloblas dan monosit.

Monosit Eosinofil
Monosit biasanya berukuran lebih besar dari leukosit Eosinofil mirip dengan netrofil, kecuali granula
darah tepi lainnya dan mempunyai inti sentral sitoplasmanya lebih kasaq, lebih berwarna merah tua,
106

Gambar.9.2. Pembentukan fagosit netrofil dan monosit. Eosinofil dan basolil luga dibentuk dalam sumsum tulang dengan suatu proses yang serupa dengan netrofil
(Lihat Gambar Benvarna hal. A-18).

dan jarang dijumpai lebih dari tiga lobus inti (Gb. genitor, mieloblas, promielosit, dan mielosit mem-
9.1b). Mielosit eosinofil dapat dikenali, tetapi sta- bentuk sekumpulan (pool) sel mitotik atau proli-
dium yang lebih awal tidak dapat dibedakan dari feratif, sedangkan metamielosit, granulosit batang,
prekursor netrofil. Waktu transit eosinofil dalam dan segmen membentuk kompartemen pematangan
darah lebih lama daripada netrofil. Sel ini memasuki pasca-mitosis (Gb. 9.3). Sejumlah besar netrofil
eksudat inflamatorik dan berperan khusus dalam batang dan segmen ditahan dalam sumsum tulang
respons alergi, pertahanan terhadap parasit, dan sebagai "pool persediaan" atau kompartemen
pembuangan fibrin yang terbentuk selama inflamasi. penyimpanan. Sumsum tulang biasanya mengan-
dung lebih banyak sel mieloid daripada eritroid
Basofil dengan perbandingan 2:7 sampai 12:L, dengan
proporsi terbesar berupa netrofil dan metamielosit.
Sel ini jarang ditemukan dalam darah tepi normal. Pada keadaan stabil atau normal, kompartemen
Sel ini mempunyai banyak granula sitoplasma yang penyimpanan sumsum tulang mengandung 10-15
gelap, menutupi inti, serta mengandungheparin dan kali dari jumlah granulosit yang ditemukan dalam
histamin (Gb. 9.1c). Di dalam jaringan, basofil ber- sel darah tepi. Setelah pelepasannya dari sumsum
ubah menjadi sel mast. Basofil mempunyai tempat tulang, granulosit hanya menghabiskan waktu 6-10
perlekatan imunoglobulin E (IgE) dan degranu- jam dalam darah sebelum pindah ke dalam jaringan
lasinya disertai dengan pelepasan histamin. tempat mereka melaksanakan fungsi fagositiknya.
Dalam aliran darah, terdapat dua kelompok yang
biasanya berukuran hampir sama-kelompok yang
bersirkulasi / circulating pool (termasuk dalam hitung
GRANULOPOIESIS darah) dan kelompok yang di tepi/marginating pool
(tidak termasuk dalam hitung darah). Diperkirakan
Granulosit dan monosit dalam darah dibentuk dalam netrofil rata-rata menghabiskan waktu selama 4-5
sumsum tulang dari suatu sel prekursor yang sama hari dalam jaringan sebelum dirusak selama kerja
(lihat Gb. 1.2). Dalam seri granulopoietik, sel pro- pertahanan atau akibat penuaan.
107

,:pdnEdndafian$ranulopoie$is;
laktor pertumbuhan mieloid
"',, GM-CSF meningkatkan jumlah netrofil, eosinofil,
dan monosit. Obat-obat ini telah banyak dipakai
dalam praktik klinik dan beberapa indikasinya
adalah sebagai berikut.
Seri granulosit berasal dari sel progenitor sumsum
tulang yang makin lama makin terspesialisasi.
P asca-kemoterapi, rcdioterapi, atau transplantasi sumsum
Banyak faktor pertumbuhan yang terlibat dalam
proses pematangan ini termasuk interleukin-1 (IL-1),
tulang. Pada kedaan ini GM-CSF dan G-CSF mem-
percepat pemulihan hemopoietik dan memper-
IL-3, IL-s (untuk eosinofil), IL-6, IL-77, faktor
singkat periode netropenia (Gb. 9.4). Sehingga hal ini
pertumbuhan koloni granulosit-makrofag (granillo-
mengurangi lama rawat inap di rumah sakit,
cyte-macrophage colony -stimulating factor, GM-CSF),
pemakaian antibiotik, dan kekerapan infeksi, tetapi
CSF granulosit (G-CSG), dan CSF monosit (M-CSF)
periode netropenia berat setelah kemoterapi intensif
(lihat Gb. 1.6). Faktor-faktor pertumbuhan tersebut
tidak dapat dicegah atau dipersingkat.
merangsang terjadinya proliferasi, diferensiasi, serta
memengaruhi fungsi sel matur tempat faktor Leukemia mielositik akut. G-CSF digunakan dalam
tersebut bekerja (misalnya fagositosis, pembentukan
beberapa protokol untuk merangsang sel blas
superoksida dan sitotoksisitas pada netrofil; fago-
mieloid masuk ke dalam siklus sel yang mening-
sitosis, sitotoksisitas, dan produksi sitokin lain oleh
katkan sensitivitasnya terhadap kemoterapi.
monosit).
Produksi granulosit dan monosit yang bertambah
Mielodisplasla. Faktor pertumbuhan granulosit telah
akibat adanya infeksi diinduksi oleh meningkatnya
produksi faktor pertumbuhan dari sel stroma dan diberikan secara tersendiri atau bersama dengan zat
limfosit T yang dirangsang oleh endotoksin, IL-1, seperti eritropoietin sebagai usaha untuk memper-
atau faktor nekrosis tumor (tumour necrosis factor, baiki fungsi sumsum tulang tanpa mempercepat
TNF) (lihat cb. 1.5). transformasi leukemia.

Netropenia berat. Netropenia kongenital dan didapat


(termasuk netropenia siklik dan netropenia yang di-
APLIKASI KLINIS FAKTOR induksi obat) telah terbukti berespons baik terhadap
pemberian G-CSF.
PERTUMBUHAN MIELOID
Infeksi berat. GM-CSF dan G-CSF telah digunakan
Pemberian G-CSF secara intravena atau subkutan sebagai adjuvan untuk terapi antimikroba dan GM-
dalam klinik telah terbukti menyebabkan terjadinya CSF dapat sangat membantu pada penyakit jamur
peningkatan jumlah netrofil, sedangkan pemberian invasif.
108

6raG-CSF

Gambar. 9.4. Elek khas faktor pertumbuhan koloni


granulosit (G-CSF) pada pemulihan netrofil setelah
510152025 transplantasi sumsum tulang autolog.
Jumlah hari setelah infus sumsum tulang

Transplantasi sel induk darah tepi. G-CSF digunakan molekul perlekatan leukosit dengan ligan di jaringan
untuk meningkatkan jumlah progenitor multipoten yang rusak.
dalam darah, dan meningkatkan panen sel induk
darah tepi yang cukup untuk transplantasi. Fagositosis. Bahan asing (bakteri, jamur,
dll) atau sel
pejamu yang mati atau rusak difagositosis (Gb. 9.6).
Pengenalan partikel asing dibantu oleh opsonisasi
dengan imunoglobulin atau komplemen karena
netrofil maupun monosit mempunyai reseptor Fc
MONOSIT dan C3b. Opsonisasi sel tubuh normal (misalnya
eritrosit atan trombosit) juga membuat sel tersebut
Monosit hanya sebentar berada dalam sumsum dapat dirusak oleh makrofag sistem retikuloendo-
tulang dan, setelah bersirkulasi selama 20-40 jam, telial, seperti pada hemolisis autoimun, purpura
meninggalkan darah dan memasuki jaringan untuk trombositopenik idiopatik (autoimun), atau sitopenia
menjadi matur dan melaksanakan fungsi utamanya. yang diinduksi obat.
Lama hidup ekstravaskular setelah berubah menjadi Makrofag mempunyai suatu peran sentral dalam
makrofag dapat selama beberapa bulan atau bahkan presentasi antigen-memproses dan mempresentasi-
beberapa tahun. Monosit dapat menjalankan fungsi kan antigen asing di molekul antigen leukosit
spesifik dalam jaringan yang berbeda, misalnya kulit, manusia (HLA) ke sistem imun. Makrofag juga
usus, hati, dll. (Gb. 9.5). Salah satu jalur yang sangat menyekresi sejumlah besar faktor pertumbuhan yang
penting adalah jalur sel dendritik yang terlibat dalam mengatur respons inflamasi dan respons imun.
presentasi antigen ke sel T (Bab 10). GM-CSF dan M- Kemokin adalah sitokin kemotaktik yang terdiri
CSF terlibat dalam produksi dan aktivasinya. atas dua kelas utama-kemokin CXC (a), yaitu sitokin
pro-inflamasi kecil (8-10000 MW) yang terutama
bekerja pada netrofil, dan kemokin CC (P) seperti
protein inflamasi makrofag (macrophage inflammatory
protein) (MIP)-1ct dan RANTES yang bekerja pada
KELAINAN FUNGSI NETROFIL DAN monosit, basofil, eosinofil, dan sel nntttral killer (NK).
MONOSIT Kemokin dapat dihasilkan secara konstitutif dan
mengatur aktivitas limfosit pada kondisi fisiologik;
Fungsi normal netrofil dan monosit dapat dibagi kemokin inflamatorik diinduksi dan diregulasi
menjadi tiga fase. meningkat oleh rangsangan inflamasi. Kemokin ini
berikatan dengan dan mengaktifkan sel melalui
Kemotaksis (mobilisasi dnn migrasi sel). Fagosit tertarik reseptor kemokin dan berperan penting dalam rne-
ke bakteri atau lokasi inflamasi oleh zat kemotaktik rekrut sel yang sesuai ke lokasi inflamasi. Reseptor
yang dilepaskan dari jaringan yang rusak atau oleh kemokin telah diidentifikasi sebagai koreseptor
komponen komplemen dan juga oleh interaksi untuk masuknya virus HIV ke dalam sel (hal. 130).
ii,ii.ri:i:::iilll'ii,\ li irriili!.:::::
': :i]]+4:.:.r:. ]i:..|:::]i
Liii I :,;'lti:ii:,,.lil il r;: illii;rriuj!ffilli* 10e

malas (lazy leucocyte)") dan pada kelainan didapat ,!ll


:-+
;n#;il,rij" yang lebih banyak ditemukan di lingkungan (miial_
ili:l:::

@
iiil
nya terapi kortikosteroid), atau kelainan pada ll
leukosit itu sendiri (misalnya pada leukemia mieloid .,1S
.'r ii

akut atau kronik, mielodisplasia, dan sindrom rrili

w
Mrxrogria :;$

n mieloproliferatif).

ini biasanya teqadi karena tidak


Fagositosis. Defek
adanya opsonisasi yang dapat disebabkan oleh
Monosit p Makrofag serosa penyebab hipogamaglobulinemia kongenital atau
dalam
darah tepi didapat atau tidak adanya komponen komplemen.
Makrofag

M
i::.:t
:itl'
alveolus Pembunuh. Kelainan ini dengan jelas digambarkan

v
paru
oleh penyakit granulomatosa kronik terkait-X atau
resesif autosomal yang langka ,yangdisebabkan oleh
kelainan metabolisme oksidatif leukosit. Terdapat
Sel KUpffer
hati
kelainan yang mengenai berbagai unsur oksidase
letupan respiratorik atau mekanisme yang
mengaktifkannya. Pasien menderita infeksi ber_
ulang, biasanya disebabkan oleh bakteri tetapi
I ., H["l,i"no. kadang-kadang disebabkan jamur, yang sebagiin
besar terjadi pada masa bayi atau awal misa anak.
) u"k or.g
. Kelainan kongenital lain yang jarang terjadi juga
sumsumtutans
dapat menyebabkan terjadinya defek pembunuhan
( bakteri, misalnya defisiensi mieloperoksidase dan

ffi HHfrli:",
sindrom Chediak-Higashi (lihat di bawah). Leuke-
mia mieloid akut atatr kronik dan sindrom mielo-
displasia dapat juga disertai gangguan pembunuhan
Gambar. 9.5. Sistem retikuloendotel: distribusi makrofag. mikroorganisme yang teringesti.

Membunuh dan mencerna. Ini terjadi melalui jalur Kelainanjinak , ' , ,

bergantung-oksigen atau tidak bergantung oksigen.


Pada reaksi bergantung-oksigen, superoksida (Or), Sejumlah penyakit herediter dapat menyebabkan
hidrogen peroksida (H2Or), dan spesies oksigen (Or) terjadinya perubahan morfologi granulosit.
teraktivasi lainnya, dihasilkan dari O2 dan
nikotinamida adenin dinukleotida fosfat ter-eduksi Kelainan Pelger-Hiiet Pada keadaan yang jarang
(NADPH). Dalam netrofil, HrO, bereaksi dengan terjadi ini, ditemukan netrofil berlobus dua dalam
mieloperoksidase dan halida intraselular untuk darah tepi. Kadang-kadang juga ditemukan netrofil
membunuh bakteri; mungkin juga terdapat keter- tidak bersegmen. Pewarisan sifat bersifat dominan
libatan oksigen teraktivasi. Mekanisme mikrobisida autosomal.
non-oksidatif melibatkan penurunan pH dalam
Kelainan May-Hegglin. Pada penyakit yang jarang
vakuol fagosit tempat dilepaskannya enzim lisosom.
Faktor tambahan, yaitu laktoferin-suatu protein terjadi ini, netrofil mengandung badan inklusi RNA
pengikat besi yang terdapat dalam granula netrofil- yang basofilik (menyerupai badan Doehle) dalam
bersifat bakteriostatik dengan cara mengambil besi sitoplasma. Penyakit ini disertai oleh trombosito-
l}-i
penia ringan dengan trombosit raksasa (giant plate-
dari bakteri (Gb. 9.6).
/ef). Pewarisan bersifat dominan autosomil.
I

li
Penyakit langkc lainnya. Berlawanan dengan kedua
,$: Defek fungsi sel fagasit
' 'i":::,:::::::!: , llr:r:i::,:i :l: ::rl i l
kelainan yang relatif jinak tersebut, kelainan leukosit
kongenital yang jarang terjadi lainnya dapat disertai
ini terjadi pada kelainan kongenital
Kemotoksis. Defek dengan penyakit yang berat. Sindrom Chediak-
yang jarang terjadi (misalnya sindrom "leukosit Higashi diwariskan secara resesif autosomal, dan
Nr,ttllllilL{l:il+9jJrillLl I i lLil
1't0 ::i::::::::::::,11.:::a:::l:::::j : : 1{

Fagosom

Granula primer
(mengandung
fosfatase asam,
mieloperoksidase,
esterase)

Granula sekunder
{spesifik)
(mengandung
lisozim, kolagenase,
laKoferin)
Gambar.9.6. Fagositosis dan penghancuran bakteri. Pada
saat memasuki netrolil, bakteri dikelilingi oleh suatu
membran permukaan yang berinvaginasi dan berfusi
Badan residu dengan suatu lisosom primer untuk membentuk suatu
lagosom. Enzim dari lisosom tersebut menyerang bakteri.
:i1
Granula sekunder juga berfusi dengan lagosom, dan
enzim baru dari granula tersebut termasuk laktoferin
menyerang organisme tersebut. Berbagai jenis oksigen
teraktivasi yang dihasilkan oleh metabolisme glukosa juga
membantu membunuh bakteri. Produk bakteri residual
yang tidak tercerna diekskresikan melalui eksositosis.

i\-i w* ry*iry
.6.!a::

:.'W,
,llllr|}d$"i::i

(a) (b)

,1 d, I ,il :i;
,#W
,Q*,
Ww;
'q rr-*
,,',, 1,.,-11tf
)'- i.i,,,'lto$.;Iii;
(e) (0

badan Doehle dapat dilihat dalam sitoplasma netrofil. (c) Anemia megaloblastik: netrolil berukuran besar dengan hipersegmentasi dalam darah tepi. (d) Kelainan May-
Hegglin: netrofil mengandung inklusi basofilik berrdiameter 2-5 pm; juga disertai lrombositopenia ringan dengan trombosit raksasa. (e) Kelainan Pelger-Hiiet:
penggumpalan kromatin yang kasar dalam konfigurasi seperti peniti. (f) Sindrom Chediak-Higashi: granula raksasa yang aneh dalam sitoplasma monosit. (g) Kelainan
Alder: granula ungu yang kasar dalam sitoplasma netrofil. (Lihat Gambar Berwarna hal. A'19).
111

iii terdapat granula raksasa dalam netrofil, eosinofil, netrofil batang dan kadang-kadang ditemukan sel
iii monosit, dan limfosit yang disertai dengan netro- yang lebih primitif seperti metamielosit dan mielosit;
iil penia, trombositopenia, dan hepatosplenomegali (b) adanya granulasi toksik sitoplasma dan badan
lli yang jelas. Granulasi atau vakuolisasi leukosit yang Doehle (Gb. 9.7a, b); dan (c) skor fosfatase alkali
rlii abnormal juga ditemukan pada penderita kelainan netrofil (neutrophil alkaline phosphatase, NAP) yang
iiii mukopolisakarida yang langka, misalnya sindrom meningkat. Untuk itu, kekuatan pewarnaan dari
,il Hurler. masing-masing 100 netrofil diberi skor antara 0
Kelqinnn morfologi umum. Gambar 9.7 memper- sampai 4. Skor maksimum adalah 400; skor normal
lihatkan adanya beberapa kelainan bentuk netrofil antara 20 dan 100.
*:l
3S yang lebih lazim ditemukan, yang dapat terlihat di
ffi darah tepi. Bentuk hipersegmentasi ditemukan pada
t-:.t anemia megaloblastik, badan Doehle, dan perubahan Reaksi leukemoid
rit
ll$'
toksik pada infeksi. "Drumstick" (tongkat drum)
tampak pada inti sebagian netrofil wanita normal Reaksi leukemoid adalah suatu Ieukositosis reaktif
dan disebabkan karena adanya dua kromosom X. Sel dan berlebihan yang biasanya ditandai oleh adanya
Pelger ditemukan pada kelainan kongenital jinak, sel imatur (misalnya mieloblas, promielosit, dan
dan pada penderita leukemia mieloid akut atau mielosit) dalam darah tepi. Kadang-kadang terjadi
mielodisplasia. reaksi limfositik. Kelainan yang terkait antara lain
rnfeksi berat atau kronik, hemolisis berat, atau kanker
metastasis. Reaksi leukemoid seringkali sangat jelas
pada anak. Perubahan granulosit seperti granulasi
PENYEBAB LEUKOSITOSIS DAN toksik dan badan Doehle serta skor NAP yang tinggi
MONOSITOSIS membantu membedakan reaksi leukemoid dengan
leukemia mieloid kronik (yang skor NAP-nya
rendah).
fCukoiitosis netibfil

Peningkatan jumlah netrofil dalam,darah sampai Leukositosis eosinof i lik (eosin of ilia)
batas lebih dari 7,5 x 70e /l adalah salah satu per-
ubahan hitung darah yang paling sering ditemukan.
Penyebab peningkatan jumlah eosinofil darah (Gb.
Penyebab leukositosis netrofil dijabarkan dalam
9.8) di atas 0,4 x 70e /l dicantumkan dalam Tabel 9.3.
Tabel 9.2. Leukositosis netrofil kadang-kadang Kadang-kadang tidak ditemukan penyebab yang
disertai oleh demam akibat dilepaskannya pirogen
mendasari dan jika jumlah eosinofil meningkat (> 1,5
leukosit. Ciri khas netrofilia reaktif yang lain dapat
meliputi: (a) "pergeseran ke kiri" dalam hitung jenis
Ieukosit darah tepi, yaitu meningkatnya jumlah Tabel 9.3. Penyebab eosinolilia

Penyakit alergi, khususnya hiporsensitivitas jenis atopik, misalnya awna


bronkial, hay fever,urtikaria, dan sensitivilas lerhadap makanan
Tabel 9.2. Penyebab leukositosis netrolil
Penyakit parasit, misalnya amubiasis, cacing tambang, askariasis,
infestasi cacing pita, lilariasis, skistosomiasis, dan trkinosis
lnfeksi bakteri (khusuSnya bakteil piogenik, lokal atau generalisala)
Pemulihan dari infeksi akut
lnllamasi dan nekosis jaringan, misalnya miositis, vaskulitis, intark
Penyakil kulit tertentu, misalnya psoriasis, pemfigus, dan dermatitis
ianlung, dan traumq herpelilormis
Kelajnan metabolik, misalnya uremia, eklampsia, asldosis, gout
Eosinolilia pulmonal dan sindrom hipereosinolilik
Semua ienis neoplasma, misalnya karsinoma, limloma, melanoma
Sensitivitas obat

:---
Perdarahan akut atau hernolisis
Poliartedtis nodosa ,.,

Penyakit Hodgkin dan beberapa tumor lain :


Terapi kortikosteroid (nEnghambat rnarginasi)
, '
Penyakit mieloproliferatil, misalnya leukemla mleloid kofl ii, polisitemia Keganasan mstasiasis dengan nekrosis lumor
vera, mielosklerosis
Leukemla eosinof ilik fiarang)
Pengobatan dengan laKor pertumbuhan mieloid, misalnya G-CSF, GM-
Pengobatan dengan GM-CSF
csF

G- dan GM-CSF, faktor pertumbuhan koloni granulosit dan granulositmakrolag. GM-CSF, faktor pertumbuhan koloni granulosi!makrolag.
112

i ;$Si iTP,g
: ji,a

,' .,.rlr$ Llt:,

,'''@'i:::"',
1-. ;1,i ":.i
,,. ,

* ' r-,:: .,
' : L'rlr

ir .':llrf ? l:
:.l
ir:iiI
i'::i ni l j ,.,, ,r .l:
l''-" t: '*"1't
"4
Gambar.9.8 Eosinofilia (Lihat Gambar Benruarna hal. A-17).

x 10'll) selama lebih dari 6 bulan disertai dengan netrofil absolut kurang dari 0,5 x 70e /1, pasien
adanya kerusakan jaringan, maka didiagnosis mungkin menderita infeksi berulang dan jika jumlah-
sebagai sindrom hipereosinofilik. nya turun sampai kurang dari 0,2 x 10e /1, risikonya
Katup jantung, kulit, dan paru dapat terkena sangat serius, khususnya jika terdapat juga suatu
penyakit ini dan pengobatannya biasanya dengan defek fungsional. Netropenia dapat bersifat selektif
steroid atau obat sitotoksik. Peningkatan produksi atau merupakan bagian dari pansitopenia umum
sitokin seperti IL-5 dari sel CD4+ dapat mendasari (Tabel9.5).
terjadinya sebagian kasus.
Netropenia kongenital
, Leuk0sitosis basofil (basofilia) , .,
Sindrom Kostmann adalah suatu penyakit resesif au-
tosomal yang bermanifestasi dalam usia tahun
Peningkatan jumlah basofil darah di atas 0,7 x 1.0e /l pertama dengan infeksi yang mengancam jiwa.
jarang terjadi. Penyebab umumnya adalah kelainan Sebagian besar kasus yang terjadi disebabkan oleh
mieloproliferatif seperti leukemia mieloid kronik mutasi gen yang mengode elastase netrofil. G-CSF
atau polisitemia vera. Peningkatan basofil reaktif menghasilkan suatu respons klinis walaupun fibrosis
kadang-kadang ditemukan pada miksedema, selama sumsum tulang dan leukemia mieloid akut dapat
infeksi cacar atau cacar air, dan pada kolitis ulseratif. mengatasinya.

.,, MOhoSit Sis,,t,,,'.,,,:,,,


,':,-,:
, ,.,,,,'
,,, ,: ,,

Peningkatan jumlah monosit darah di atas 0,8 x 10e /l


jarang ditemukan. Penyakit-penyakit yang tercan- Tabel 9.4. Penyebab monositosis

tum dalam Tabel9.4 mungkin menyebabkan mono-


sitosis. lnleksi baKeri konik'tuberkulosis, brlieloSls, enOot<arditis bakterial'rs,

lnfeksi protozoa
i i
;it:: : ,,::r.,::, , tri'.':::,]
Netropenia krorii6::'.:,'. ,"1',,,,, , ,I :,,:,
.: r,

NETROPENIA KONGENITAL PenValit l"lodskin dan kegrysan i'


lain,: , ,,1-:,::,,:,., ,,, :,,:::::,:,;t
,
Mielodig$qsh:ikhuiUSnyaleufemU,mi€iomonositikkronik) ., :,.
Batas bawah hifung netrofil normal adalah 2,5 x 70e /l eefuolatan el,rCSFlatau M-CSF
uOngan ,,,

kecuali pada kulit hitam dan Timur Tengah, dengan


nilai 1,5 x 10e /l masih normal. Apabila jumlah GM- dan M-CSF, laktor pertumbuhan koloni granulosit-makrolag dan makrofag.
113

Tabel 9.5. Penyebab netropenia meningkat sejalan dengan menurunnya netrofil.


Mutasi gen untuk elastase netrofil mendasari terjadi-
nya beberapa kasus.

Netropenia autoimun
Pada beberapa kasus netropenia kronik, dapat
diperlihatkan adanya suatu mekanisme autoimun.
Antibodi dapat ditujukan terhadap salah satu anti-
gen yang spesifik untuk netrofil (NA, NB, dll).

Netropenia benigna idiopatik


Peningkatan fraksi marginal netrofil darah serta
penurunem yang sejalan dalam fraksi yang terdapat
dalam darah adalah salah satu penyebab netropenia
benigna. Banyak orang Afrika normal dan ras lairy
khususnya di Timur Tengah, mempunyai jumlah
hitung netrofil darah tepi yang rendah. Subjek
tersebut tidak memperlihatkan peningkatan
kerentanan terhadap infeksi dan sumsum tulang
tampak normal walaupun produksi netrofil
berkurang.

Netropenia berat terutama disertai dengan infeksi


mulut dan tenggorok. Ulserasi yang terasa nyeri dan
seringkali sulit diatasi dapat terjadi di tempat-tempat
tersebut (Gb. 9.9), pada kulit atau emus. Septikemia
dapat terjadi dengan cepat. Organisme yang biasa-
nya dibawa sebagai komensal oleh individu normal,
seperti Staphylococcus epidermidis atau organisme
Gram negatif dalam usus, dapat menjadi patogen.
Gambaran infeksi lain yang menyertai netropenia
berat dijabarkan di hal. 158.

HlY, hunan innunodeficiency virus


Pemeriksaan sumsum tulang berguna dalam menen-
tukan derajat kerusakan granulopoiesis, misalnya
apakah terdapat pengurangan jumlah prekursor dini
Netropenia yang diinduksi obat atau apakah hanya terdapat pengurangan jumlah
netrofil darah dan netrofil sumsum tulang dengan
Telah diketahui keterlibatan sejumlah besar.obat
prekursor lanjut tetap dalam sumsum tulang. Aspi-
(Tabel 9.5) dan dapat menginduksi netropenia baik
rasi sumsum tulang dan biopsi trephin juga dapat
melalui toksisitas langsung atau kerusakan yang membuktikan adanya leukemia, mielodisplasia, atau
diperantarai sistem imun. infiltrasi lain.

Netropenia siklik

Sindrom ini jarang terjadi dan memiliki periodisitas


3-4 minggu. Terjadi netropenia yang berat tetapi Pengobatan penderita netropenia berat akut dijabar-
bersifat sementara. Jumlah monosit cenderung kan di hal. 158. Pada banyak penderita netropenia
114

virus sangat penting diberikan. Obat anti bakteri


profilaksis, misalnya ko-trimoksazol atau sipro-
floksasin, dan kolistin oral, serta obat anti jamur,
misalnya amfoterisin oral dan flukonazol atau intra-
konazol dapat berguna dalam menurunkan insidensi
dan beratnya infeksi yang disebabkan oleh netro-
penia berat. Faktor pertumbuhan hemopoietik
seperti G-CSF dapat digunakan untuk merangsang
produksi netrofil dan efektif untuk digunakan pada
berbagai keadaan netropenia kronik yang jinak.
Terapi kortikodteroid atau splenektomi telah dikait-
kan dengan hasil yang baik pada beberapa penderita
netropenia autoimun. Sebaliknya, kortikosteroid
mengganggu fungsi netrofil dan sebaiknya tidak di-
pakai secara sama rata pada penderita netropenia.

KELAINAN HISTIOSIT
Klasifikasi kelainan histiosit dicantumkan di Tabel
9.6.

Gambar. 9.9. Ulserasi lidah pada netropenia berat. (Lihat Gambar Berwarna hal.
A_20). :, seldendritik

yang diinduksi obat, penyembuhan spontan terjadi Ditemukan sel khusus yang mempresentasikan ant!
dalam 1-2 minggu setelah penghentian obat. Pen- gen, terutama di kulit, kelenjar getah bening, limpa,
derita netropenia kronik menderita infeksi berulang dan timus. Sel-sel ini mencakup sel yang berasal dari
yang terutama disebabkan oleh bakteri, walaupun mieloid dan monosit, termasuk sel Langerhans dan
juga terjadi infeksi jamur dan virus (terutama her- turunan yang berasal dari limfosit. Peran utamanya
pes). Diagnosis dini dan pengobatan yang kuat dan adalah dalam presentasi antigen sel limfosit T dan B
sesuai dengan obat antibiotik, anti jamur, atau anti (hal. 122).

'llil
its
iiit

i):t;

il

N\

N}
ffi it
*#
ffi i."1

i$
:8
t-.\ Gambar. 9.10. Limfohistiositosis hemofagositik: aspirat sumsum tulang memperlihatkan histiosit yang telah memakan eritrosit, eritroblas, dan netrofil. (Lihat Gambar r.l-:+

$N
w Bemarna hal. A-19).
ritiii*ftiliiiiini.*[$]l 115

', HlSt!6sit,*lLangbrhahS ,,, ' ,,,,,,: Limf0histiositosls,,h6mdfagositik,,,1,'.,'


(sindrom hemofagositik)
Histiositosis sel Langerhans (HSL) mencakup penya- rl:i

kit yang sebelumnya dikenal sebagai histiositosis X, Ini adalah penyakit herediter yang jarang terjadi,
penyakit Lettere-Siwe, penyakit Hand-Schuller- diwariskan secara resesif atau lebih sering sebagai
Christian, dan granuloma eosinofilik. Penyakit ini penyakit didapat, yang biasanya dicetuskan oleh its
dapat bersifat tunggal atau multisistem. Penyakit adanya infeksi virus, bakteri, jamur, atau timbul
multisistem mengenai anak dalam usia tiga tahun s
menyertai tumor. Manifestasi penyakit ini adalah tr
pertama disertai hepatosplenomegali, limfadenopati, demam dan pansitopenia, seringkali disertai dengan ffi
dan gejala kulit eksematosa. Lesi yang terlokalisir splenomegali dan disfungsi hati. Terdapat pening- s
dapat terjadi khususnya di tulang tengkorak, rusuk, katan jumlah histiosit dalam sumsum tulang yang }R
tulang panjang, hipofisis posterior yang menyebab- ffi
memakan eritrosit, leukosit, dan trombosit (Gb.9.10). $$
kan terjadinya diabetes insipidus, sistem saraf pusat, Gambaran klinis adalah demam, pansitopenia, dan ni$
*N
traktus gastrointestinal, dan paru. Lesi meliputi sel disfungsi multiorgan. Pengobatan adalah mengobati
Langerhans (yang ditandai oleh adanya granula infeksi yang mendasari (jika diketahui) dengan pera-
Birbeck yang berbentuk seperti raket tenis pada watan suportif. Aktivasi sel T'terlibat dalam etiologi -{i.{
irisan pemeriksaan mikroskop elektron), eosinofil, dan dapat dicoba pengobatan dengan siklosporin
limfosit, netrofil, dan makrofag. atau kemoterapi. Keadaan ini sering menyebabkan
kematian.

Tabel. 9.6. Klasilikasi kelainan histiosit

. Terlailsl den&itik KEPUSTAKAAN


:llistio$liosis sel tangrgrhans , ..::, ,,,
Dale D.C., Person R. E., Bolyard A. A. et al. (2000) Muta-
Terkaitnakrclag tions in the gene encoding neutrophil elastase in con-
Limtohisliosito$s henotagositik genital and cyclic neutropenia. Blood 96,2317-22.
Prkner {genetik) Gordon S. (1995) The macrophage. Bioessays 7,977-86.
Sekurder
Metcalf D. (1993) The hematopoietic regulators: redun-
dancy or subtlety. Blood 82,3515-23.
Keganasrin Rothenberg M. E. (1998) Eosinophilia. N. Engl. l. Med.338,
AML lip FAB M4 dan M5 (lihat hal: 'l5l) 7592-600.
Leul<emla mielomonositik kronik (lihat hal. 172)
Stock W. And Hoffman R. (2000) White blood cells l:non-
maiignant disorders. Lancet 355, 1.35I-7.
Sartoma lsnOrim dan terkait makrolag ,
Welte K. and Boxer L.A. (1997) Severe chronic neutropenia:
patophysiology and therapy. Semin, Hematol. 34,267-78.
:lr:::::l:::'1::;t:l:::::i,:r,,-J;ii:i:ri iif l 1 .;L: :!r.:i:

*:r,illr: B{0

Leukosit2: limfosit dan kelainan


limfosit iinak
Limfosit,116 Respons imun, 122

lmunoglobulin, 117 Limfositosis, 124

Penataan gen antigen-reseptor, 120 Defisiensi imun, 128

Komplemen,121 Diagnosis banding limfadenopati, 1 31

Limfosit (Gb. 10.1) adalah sel yang kompeten secara ini masih belum jelas apakah sel tersebut diproses di
imunologik dan membantu fagosit dalam perta- luar sumsum tulang untuk menjadi limfosit B matur.
hanan tubuh terhadap infeksi dan invasi asing lain. Pada burung, proses ini berlangsung di bursa Fabri-
Dua ciri unik yang khas untuk sistem imun adalah cius, tetapi pada manusia belum ditemukan organ
kemampuan untuk menimbulkan spesifisitas anti- yang setara.
genik dan fenomena memori imunologik. Deskripsi Sel T juga awalnya berasal dari sel induk sumsum
lengkap mengenai fungsi limfosit tidak terdapat tulang tetapi bermigrasi ke timus tempat berdiferen-
dalam lingkup buku ini, tetapi buku ini mencangkup siasi menjadi sel T matur selama perjalanan dari
mengenai informasi yang penting untuk memahami korteks menuju medula. Selama proses ini, sel T yang
penyakit sistem limfoid dan peran limfosit dalam swareaktif (self-reactiue) dibuang (seleksi negatif)
penyakit hematologik. sedangkan sel T yang memiliki sedikit spesifisitas
terhadap molekul antigen leukosit manusia (human
leucocyte antigen, HLA) pejamu diseleksi (seleksi
positif). Sel helper matur mengekspresikan CD4,
LIMFOSIT sedangkan sel sitotoksik mengekspresikan CD8
(Tabel 10.1). Sel-sel tersebut juga mengekspresikan
Pembentukan limfosit primer salah satu dari dua heterodimer reseptor antigen sel-
T, yaitu oB (>90%) atau y6 (<10%).
Pada kehidupan pascanatal, sumsum tulang dan
timus adalah organ limfoid primer tempat berkem-
bangnya limfosit (Gb. 10.2). Organ limfoid sekunder Sel pembunuh alami (Naturatkitler cell)
tempat pembentukan respons imun spesifik adalah
kelenjar getah bening, limpa, dan jaringan limfoid Sel pembunuh alami (NK) adalah sel CD8+ sitotoksik
saluran cerna dan saluran napas. yang tidak mempunyai reseptor sel T (TCR). Sel
tersebut berukuran besar dengan granula sitoplasma
dan biasanya mengekspresikan molekul permukaan
: Limfoiit B dan T CD16 (reseptor Fc), CD56, dan CD57. Sel NK di-
rancang untuk membunuh sel target dengan ekspresi
Respons imun bergantung pada dua jenis limfosit, molekul HLA kelas satu yang rendah, seperti yang
yaitu sel B dan sel T (Tabel 10.1). Pada manusia, sel B mungkin terjadi selama infeksi virus atau pada sel
berasal dari sel induk sumsum tulang. Hingga saat ganas. Sel NK melaksanakan hal ini dengan cara

116
i r.:,;-":- iis#
117

Gambar. 10.1. Limfosit: (a) limfosit kecil; (b) limlosil


teraktivasi; (c) limfosit granular besar; (d) sel plasma. (Lihat
Gambar Benruarna hal. A-20).

memperlihatkan sejumlah reseptor untuk molekul mal dan pusat germinal, banyak ditemukan selhelper
HLA di permukaannya. Apabila molekul HLA tidak CD4, tetapi dalam sumsum tulang dan usus, sub-
ada di sel target, sinyal inhibisi ini hilang dan sel NK populasi sel T yang utama adalah CD8 positif.
kemudian dapat membunuh targetnya. Selain itu, sel
NK memperlihatkan sitotoksisitas yang diperantarai
sel dan tergantung antibodi (antibody-dependent ceII-
mediated cytotoxicity, ADCC). Pada keadaan ini, anti- lmunoglobulin
bodi berikatan dengan antigen di permukaan sel,
kemudian sel NK berikatan dengan bagian Fc anti- Imunoglobulin adalah sekelompok protein heterogen
bodi yang terikat dan membunuh sel target. yang dihasilkan oleh sel plasma dan limfosit B, dan
bereaksi dengan antigen. Imunoglobulin dibagi men-
::
Siiiiuiisiiimi;ait .,,.,r.., ',,. ' '.,.,
, :,
jadi lima subkelas atau isotipe: imunoglobulin G
(IgG), IgA, IgM, IgD, dan IgE. IgG, yang paling
banyak ditemukan, mencakup sekitar 80% dari
Limfosit dalam darah tepi bermigrasi melalui venula imunoglobulin serum normal, dan lebih lanjut dibagi
pascakapiler ke dalam substansi kelenjar getah menjadi empat subkelas: IgG,, IgGr,IgG,, dan IgGn.
bening atau ke dalam limpa. Sel T terletak di zona IgA dibagi menjadi dua tipe. IgM biasanya yang
perifolikular daerah korteks kelenjar getah bening pertama kali dihasilkan sebagai respons terhadap an-
(daerah parakortikal) (Gb. 10.2), dan di selubung tigen, kemudian dihasilkan IgG (diperiode yang
periarteriol yang mengelilingi arteriol sentralis lebih lama). Sel yang sama dapat berubah dari
Iimpa. Sel B secara selektif berkumpul dalam folikel sintesis IgM menjadi IgG, atau IgA, atau IgE. IgA
kelenjar getah bening, limpa, di tepi subkapsular adalah imunoglobulin yang utama di dalam sekret,
korteks, dan korda medular kelenjar getah bening. khususnya di saluran cerna. IgD dan IgE (terlibat
Limfosit kembali ke darah tepi melalui aliran limfatik dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat) adalah
eferen dan ductus thoracicus. Dalam darah tepi nor- fraksi yang kecil. Beberapa sifat biokimia dan
118

cD8 > CD4

Timu!
Korteks TdT*
Medula TdT-

i=#iifi.i#,#r$i;=titfiili.,j;:,:tii,t'ttt,t;:i::,
OROAN LIMFOIO SEKUNDER

Kelenjar
getah bening
Zona mantel
Daerah
kortikal Folikel
dalam Korteks
(parakortoks)
Korda
medularis

Limpa

Daerah sel T
(marginal)
Pusat germinal
Zona mantol

Darsh ffi
*rr**t I O-rr1r
T>B
Ij l].-.'r] *-rlt.r
cD4>C08
r r,rrtrrtr It
iil;;;:-l$ii. r::ll;trs'j'i:il,;dii

r
ii i

Daerah sel T
Gambar, 10.2. Organ limloid primer dan sekunder, serta
darah.

biologik penting dari tiga subkelas imunoglobulin daerah yang sangat bervariasi, memberikan spesifi-
utama tersebut diringkas di Tabel 10.2. sitas pada imunoglobulin, serta daerah yang tetap
Semua imunoglobulin tersusun dari struktur tempat terdapatnya kesesuaian sempurna dalam
dasar sama (Gb. 10.3), yang terdiri atas dua rantai urutan asam amino pada semua antibodi yang
berat dan disebut gamma (1) di IgG, alfa (a) di IgA, termasuk dalam satu isotipe tertentu (misalnya IgA,
mu (p) di IgM, delta (6) di IgD, dan epsilon (e) di IgE, IgG, dll) atau subkelas isotipe (IgG,,IgGr, dll). Pada
serta dua rantai ringan-kappa (rc) atau lambda (),)- berbagai daerah di kedua rantai ringan dan berat
kelima imunoglobulin ini lazim ditemukan. Rantai tersebut terdapat daerah yang hipervariabel atau
berat dan rantai ringan masing-masing mempunyai daerah yang menentukan komplementaritas, serta
ifl[t=:.iffi
t o;it.. i'teiii*iqqtqry Xg@,,rhio*ir
jglii 119

Tabel 10.1. Aspek fungsional sel T dan B

Sel T Sel B

Asal : , : :: fimus Sumsum tulang


Distibusi pringan Daerah parafolikular korteks dalam kelenjar gehh Pusat germinal kelenjar getah bening, lirnpa, usus, saluran
bening, periarteriolar dalam limpa napas; juga di subkapsulardan korda medularis
kelenjar getah bening
Darah 80% dari limfosit CD4>CDB 20% dari limlosit
Reseptor membran TCR untuk antigen BCF (= irnunegl66ulin) untuk antigen
Sumsum tulang cD8 >CD4
FUngsr CD8+: CMI terhadap organisme inkasel lmunitas humoral dengan pembentukan antibodi
CD4+: sel T membantu produksi antibodi dan
membangkitkan C[/l
Penanda permukaan yang khas cD1 cDl9
cD2 cD20
cD3 cD22
CD4 atau 8 CD9 (sel pre B)
cD5 CD10 (sel prekursor B)
cD6
cD7 MHC kelas I dan ll :

MHC kelas I

MHC kelas ll jika terakivasl

Gen yang dilats ulang TCR o, F, y,6 lgH,lgx, lgl


BCR, reseptor sel B (B'cell receptor\; C, komplemen; CMl, imunitas selular; lFN, interferon; lg, imunoglobulin; MHC, kompleks histokompatibilitas
mayor; TCR,
reseptor sel f
(T-cell receptor); TNF, faktor nekrosrs tumor (tumour necrosis lactol.

Tabel 10.2, Beberapa sifat tiga kelas utama imunoglobulin

IgG lgA lgM

Berat nplekul 140000 '140000


900000
Konslanla sedimentasi 7S 7S 195
Kadar serum noimal (g/l) 6,0- 16,0 1,5-4,5 0,5-1,5
Terdapat dalam Serum dan cairan €kslras€lular Serum dan cairan tubuh lain, misalnya Serum saja
. ' bronkus dan usus
Fiksasi komlemen Biasanya Ya (jalur alternatif) Biasanya dan sangat efisien
Transfer melalui plasenla Ya ildak il0aK
lvl
Rantai berat o,(a, atau ar) I

daerah rangka yang varibilitasnya lebih rendah. tologik. Sekresi imunoglobulin spesifik dari suatu
Imunoglobulin dapat dipecah menjadi satu fragmen populasi limfosit atau sel plasma monoklonal terjadi
Fc yang konstan dan dua fragmen Fab yang sangat pada makroglobulinemia, sebagian besar kasus
beragam. Molekul IgM jauh lebih besar karena terdiri mieloma multipel, dan pada kelainan lain (hal. 201).
dari lima subunit. Protein Bence-Jones yang ditemukan dalam urin
Peran utama imunoglobulin adalah sebagai perta- pada beberapa kasus mieloma terdiri atas sekresi
hanan tubuh terhadap organisme asing. Walaupun monoklonal rantai ringan atau fragmen rantai ringan
demikian, imunoglobulin juga mempunyai peranan (rc atau ),). Pada berbagai kelainan imun, imuno-
penting dalam patogenesis sejumlah kelainan hema- globulin dapat berikatan dengan sel darah dan
120

Tempat pengikatan
antigen yang variabel PENATAAN GEN ANTIGEN-RESEPTOR

PenataCn ulang gen imunoglobulin

Gen rantai berat imunoglobulin dan rantai ringan r


dan l,
pada manusia berturut-turut terdapat di
kromosom 14, 2, dan 22. Pada keadaan sel benih
embrionik, gen rantai berat terdapat se.bagai segmen
terpisah untuk regio aariable (Y), diaersity (D), joining
0), dan constant (C). Masing-masing regio V, D, dan j
mengandung sejumlah (n) segmen gen yangberbeda
(Gb. 10.4). Pada sel yang tidak terikat pada sintesis
imunoglobulin, segmen gen ini tetap terdapat dalam
keadaan awal yang terpisah. Selama diferensiasi
Rantai berat awal sel B, terjadi penataan ulang(rearrangement) gen
p, 6, 1, e atau a
rantai berat sehingga satu segmen rantai berat V ber-
gabung dengan satu segmen D yang sudah ber-
Gambar, 10.3. Struktur dasar molekul imunoglobulin. Tiap molekul terdiri dari gabung dengan satu segmen J. Gabungan ini lalu
dua rantai ringan (r atau l, (raster tipis) dan dua rantai berat (raster tebal), dan
tiap rantai terdiri atas bagian variabel (V) dan konstan (C), bagian V meliputi
membentuk gen yang aktif bertranskripsi untuk
tempat pengikatan antigen. Rantai berat (p, 6,1, e, alau o) bervariasi menurut menyusun rantai berat. Segmen yang mengode pro-
kelas imunoglobulin. Molekul lgA membentuk dimer, sedangkan lgM membentuk tein pada mRNA regio C disatukan setelah pemo-
cincin yang terdiri dari lima molekul. Papain memecah molekul menjadi satu tongan RNA yang terletak di antaranya. Kelas
lragmen Fc dan dua fragmen Fab.
imunoglobulin yang disekresi tergantung pada regio
konstan mana di antara sembilan regio konstan (4 y,
2u,71t",16, dan 1e) yang digunakan. Keragaman dise-
babkan oleh variabilitas segmen V yang bergabung
dengan D yang mana dan segmen I yang mana. Pada
contoh yang telah disetujui seperti yang dicantum-
menyebabkan terjadinya aglutinasi (misalnya pada kan di Gb. 10.4, V, bergabung dengan D, dan Jr.
(c oI d a g glu tinin dis e a s e), hal.
penyakit a glu tinin din gin Keragaman lebih lanjut ditimbulkan oleh enzim ter-
6L) atau destruksi setelah terjadinya lisis komplemen minal deoksinukleotidil transferase (TdT) yang me-
langsung atau setelah eliminasi yang dilakukan oleh masukkan basa baru dalam jumlah yang bervariasi
sistem retikuloendotel. ke dalam DNA regio D pada saat penataan ulang gen.

s'fr--- Vn 123n 123456


,iFs
V1 CP

I Penataan utang DNA


ort
DNAgenrantai berat W|
yang sudah tertata ulang t; tZ A q S 6 Cp
a Transkiosi
RNA
lrPenotongan Gambar. 10.4, Penataan ulang gen rantai berat imuno-
pmRNA W{ltlit#t:: globulin. Salah satu segmen V didekatkan dengan satu
VDJCp segmen D, J, dan C (dalam kasus ini Cp), membentuk
suatu gen transkripsi aKif yang menghasilkan mRNA

tI rranslasi yang sesuai. Penataan ulang DJ mendahului


penggabungan VDJ. Kelas imunoglobulin bergantung
pada regio konstan di antara sembilan regio (1pt, 16,4^y,
Rantai p s itopl as
^ix
WW)ilrj!|
VDJCP 2a, dan 1e) yang digunakan. (Lihat Gambar Berwarna
hal. A-20).
121

Pra pra-B B awal

qm #

Gambar. 10.5. Urutan penataan ulang gen imunoglobulin, ekspresi an-


tigen dan imunoglobulin selama awal perkembangan sel B. CD22
CD22 oermukaan
intrasitoplasma adalah sualu gambaran sel B yang sangat dini. HLA,
antigen leukosit manusia; TdT, terminal deoksinukleotidil transferase.

Untuk rantai ringan, terjadi penataan ulang yang sama dengan yang digunakan pada sel B terlibat
serupa dalam segmen gen rantai ringan. Enzim- dalam penggabungan segmen gen TCR.
enzim yang dikenal sebagai rekombinase diperlukan
baik pada sel B maupun sel T untuk menggabungkan
potongan-potongan DNA yang berdekatan setelah
eksisi sekuens yang terletak di antaranya. Enzim KOMPLEMEN
tersebut mengenali sekuens heptamer dan nonamer
tertentu yang tetap, dan mengapit berbagai segmen Komplemen terdiri atas suatu rangkaian protein
gen tersebut. Penataan ulang terjadi selama ontogeni plasma yang menyusun suatu sistem enzim ampli-
sel B dalam urutan gen rantai berat, r dan ), (Gb. fikasi yang mampu melisiskan bakteri (atau sel
10.5). Kesalahan dalam aktivitas rekombinase ber- darah), atau dapat "mengopsonisasi' (melapisi)
peran penting dalam translokasi kromosom pada bakteri atau sel sehingga bakteri atau sel tersebut
keganasan sel B atau sel T. difagositosis. Urutan komplemen terdiri atas
sembilan komponen utama-C1, C2, dll.-yang di-
aktifkan secara bergantian (oleh sebab itu dinamakan
,,, Ponataan ulan$ reseptOr selT C1) dan membentuk suatu kaskade, yang menye-
rupai urutan koagulasi (Gb. 10.7). Protein yang
Sebagian besar sel T mengandung TCR yang ter- paling banyak jumlahnya dan yang paling penting
susun atas heterodimer dan terdiri atas rantai clt dan adalah C3 yang terdapat dalam plasma pada kadar
p. Pada sebagian kecil sel T, TCR tersusun atas rantai sekitar 7,2 g/1. Tahapan awal (opsonisasi) yang
^y dan 6. Gen a, P, y, dan 5 TCR masing-masing menyebabkan terjadinya pelapisan sel oleh C3b
mencakup regio V, D, J, dan C. Selama ontogeni sel I dapat terjadi melalui dua jalur yang berbeda:
penataan ulang segmen gen tersebut terjadi dengan 1. |alur klasik, biasanya diaktifkan oleh pelapisan
cara yang sempa dengan gen imunoglobulin dalam sel oleh IgG atau IgM; atau
sel B yang sedang berkembang, sehingga dengan 2. Jalur altematif yang lebih cepat, diaktifkan oleh
demikian menciptakan sel T yang mengekspresikan IgA, endotoksin (dari bakteri Gram negatif), dan
struktur TCR yang sangat bervariasi (108 atau lebih) faktor lain (Gb. 10.7).
(Gb. 10.6). TdT terlibat dalam pembentukan kera- Makrofag dan netrofil mempunyai reseptor C3b
gaman lebih lanjut, dan enzim rekombinase yang dan mereka memfagositosis sel yang terlapis C3b.
122

gen TCR 6 dan y ditata ulang/ dibodng

gen TCR (r dltata ulang

Gambar, 10,6. Urutan kejadian selama perkembangan sel T awal. Kejadian


yang paling awal tampaknya adalah ekspresi CD7 permukaan, terminal
deoksinukleotidil transferase (TdT) intranuklear dan CD3 intrasitoplasma
yang diikuti penataan ulang gen reseptor sel T (TCR). Timosit medula awal
dapat mengekspresikan CD4 dan CD8, tetapi sel ini kemudian kehilangan
salah satu struktur lersebut.

Kompleks antigen-antibodi
(antibodi lgM dan sebagian antibodi lgc)

Jalur
klasik

Fase
opsonisasi

Gambar, 10.7. Alur komplemen (C), Faktor yang teraktivasi


ditandai dengan garis di atas angkanya. Kedua ialur meng-
@c5 hasilkan C3 konvertase. Pada jalur klasik, konvertasenya
Jalur
altematif 7,C8,Ce
I

I
I| o,,,.
/isis adalah komponen utama (b) C4 dan C2 (C-4b2b). Pada jalur
t terminal alternatif, konverlase adalah kombinasi C3b debfab fragmen
Lisis )
utama (b) fakror B (d358;b).

C3b lalu didegradasi menjadi C3d yang terdeteksi mediator-mediator dari sel mast jaringan dan basofil
pada pemeriksaan antiglobulin (Coombs) menggu- yang dapat menyebabkan terjadinya vasodilatasi
nakan zat antikomplemen (hal. 292). Jika urutan dan peningkatan permeabilitas.
komplemen menjadi lengkap, terjadi pembentukan
fosfolipase aktif yang membuat lubang di membran
sel (misalnya sel eritrosit atau bakteri), menyebabkan
terjadinya lisis langsung. jalur komplemen juga RESPONS IMUN
menghasilkan fragmen C3a dan C5a yang aktif
secara biologik dan bekerja langsung di fagosit, ter- ciri yang paling menyolok dari sistem
Salah satu
utama netrofil untuk merangsang terjadinya ledakan imun adalah kapasitasnya untuk menghasilkan
respons yang sangat spesifik. Untuk sel B dan sel I
*?;
respiratorik (respirntory burst) disertai dengan
produksi metabolit oksigen. Keduanya dapat men- spesifisitas ini dicapai dengan adanya reseptor ter-
cetuskan terjadinya anafilaksis dengan pelepasan tentu di permukaan limfosit (Gb. 10.8). Sistem imun
123

Sel B (b), Sel T CD8'

Sel targel
Antigen

Gambar. 10.8, Reseptor antigen di limfosit dan interaksinya dengan antigen. (a) Reseptor antigen sel B adalah imunoglobulin yang terikat pada membran.
Dua rantai
berat (H) lerikat secara kovalen pada dua rantai ringan (L). Satuan pengikat antigen ini terkait dengan heterodimer CD79 yang bertindak
sebagai satuan penghantar
sinyal. (b). Reseptor sel T terdiri dad sejumlah komponen yang bersama-sama menyusun kompleks CD3. Suatu rantai pengr:kat antigen (o,, p;
bergaUung lengan
beberapa protein (1, 6, e, yang memperantarai lransduksi sinyal. Antigen dikenali dalam bentuk peptida pendek yang terikai pada permukaaan motekut Ut_n.
0 Sel f
CD8+ berinteraksi dengan peptida di molekul HLA kelas I dan heterodimer CD8 berinteraksi dengan domain a3 pada protein kelas L

mengandung banyak klon limfosit, Masing-masing inflamasi-faktor nekrosis tumor (TNF)-a dan
klon tersebut mempunyai reseptor yang memper- interleukin (Il)-1-serta produk virus dan bakteri
lihatkan perbedaan struktur dibandingkan struktur seperti lipopolisakarida (LPS) atau RNA untai ganda
klon lain, sehingga hanya akan berikatan dengan an- (dsRNA). Sel T CD4+ juga mengaktifkan DC melalui
tigen yang terbatas jumlahnya. Reseptor sel B adalah interaksi ligan (L) CD40-CD40. DC matur meng-
imunoglobulin yang terikat pada membran dan ekspresikan molekul-molekul ko-stimulatorik dalam
setelah aktivasi, reseptor ini disekresikan sebagai derajat tinggi dan dapat mempresentasikan antigen
imunoglobulin bebas yang dapat larut. TCR lebih secara efisien ke sel T spesifik antigen yang naif .
kompleks. Bagian yang mengenali antigen secara Sel T tidak dapat mengikat antigen bebas dalam
struktural analog dengan imunoglobulin, dan mem- larutan dan mensyaratkan antigen disajikan pada
punyai salah satu rantai c, atau B atau, pada sebagian APC dalam bentuk peptida yang terpegang di
kecil, rantai y dan 6. Selama perkembangan sel B atau permukaan molekul kompleks histokompatibilitas
T melalui penataan ulang gen yang mengode mayor (MHC, juga dikenal sebagai sistem HLA pada
imunoglobulin di sel B atau TCR di sel I dihasilkan manusia) (Gb. 10.8a). Oleh karena itu, sel T bukan
variabilitas (lihat hal. 121). Apabila ditemui suatu an- hanya mengenali antigen, tetapi juga molekul MHC
tigen, hanya klon-klon yang berikatan dengan anti- 'dirl' ('self), sehingga disebut terbatas-MHC (MHC-
gen yang mengalami induksi untuk berproliferasi restricted). Molekul CD4 pada sel helper mengenali
dan untuk pematangan menjadi sel efektor- molekul kelas II (HLA-DP, -DQ dan -DR), sedangkan
fenomena seleksi klon. molekul CD8 mengenali molekul kelas I (HLA-A, -B,
Makrofag khusus yang disebut sel dendritik (DC, dan -C). Lokasi pengenalan antigen TCR tergabung
lihat hal. 114) berperan penting dalam memproses pada beberapa subunit lain dalam kompleks CD3
antigen sebelum mempresentasikannya ke limfosit B yang bersama-sama memperantarai transduksi
dan T-oleh karena itu, sel-sel tersebut dikenal sinyal, Selama interaksi struktural ini, sel-sel tersebut
sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting ceII, melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-l., -2,-4, dan -10
APC). Prekursor DC secara alami bermigrasi dalam yang bekerja untuk memodifikasi ekspansi sel
derajat rendah dari darah ke dalam jaringan, tetapi teraktivasi. Berdasarkan produksi sitokinnya, sel T
kecepatan migrasinya meningkat di tempat infla- CD4+ secara luas terbagi menjadi selT helper tipel
masi. DC yang imatur efisien untuk terjadinya (Th1) dan sel Th2. Sel Th1 terutama menghasilkan IL-
makropinositosis, sehingga memungkinkan untuk 2, TNF-P, dan interferon-.y (IFN-g), serta penting
menangkap antigen dari lingkungan. DC dapat untuk meningkatkan imunitas selular (dan pemben-
dimatangkan oleh berbagai stimulus seperti sitokin tukan granuloma) sedangkan sel Th2 menghasilkan
124

IL-4 dan IL-10 dan terutama bertanggung jawab LIMFOSITOSIS


membantu produksi antibodi. Ketidakseimbangan
perbandingan kedua subtipe sel ini mungkin turut
Limfositosis sering terjadi pada bayi dan anak kecil
berperan pada beberapa bentuk defisiensi imun.
akibat infeksi yang menghasilkan reaksi netrofil pada
orang dewasa. Penyakit yang' terutama disertai
Pembentukan respons imun spesifik pada dengan limfositosis dicantumkan dalam Tabel 10.3.
organ limfoid sekunder Seringkali terdapat suatu penyakit yang ditandai
oleh demam, nyeri tenggorok, limfadenopati, dan
Limfosit T dan B naif (atav uirgin) yang meninggal- limfositosis atipik dalam darah. Penyakit ini dapat
kan sumsum tulang dan timus adalah sel yang disebabkan infeksi primer oleh virus Epstein-Barr
berada dalam keadaan istirahat dan tidak mengalami (EBV), sitomegalovirus, virus HIV, atau toksoplas-
pembelahan sel. Sel tersebut bersirkulasi ulang mosis. Penyebab terseringnya adalah infeksi EBV
dalam sistem limfatik dan mengalami ekspansi yang juga dikenal sebagai mononukleosis infeksiosa
klonal jika bertemu suatu APC yang menyajikan (atau penyakit demam kelenjar).
suatu antigen yang dapat memicu molekul reseptor
antigennya. Pada tahap ini, limfosit dapat berkem-
Mononukleosis infeksiosa
bang menjadi sel efektor (seperti sel plasma atau sel T
sitotoksik) atau sel memori. Penyakit ini disebabkan infeksi primer oleh EBV dan
1$i
Respons imun spesifik terhadap antigen ter- hanya terjadi pada sebagian kecil individu yang
bentuk di organ limfoid sekunder dan respons ini terinfeksi-pada sebagian besar kasus, infeksi bersifat
iii:
ii bermanfaat untuk meninjau bagaimana proses subklinis. Penyakit ini ditandai oleh adanya
tersebut terjadi dalam kelenjar getah bening. Antigen limfositosis yang disebabkan oleh ekspansi klon sel T
dibawa ke dalam kelenjar di sel Langerhans yang
NS

yang bereaksi terhadap limfosit B yang terinfeksi


'/!r\
berdiferensiasi menjadi sel interdigitatum pada saat EBV, dan tingkat penularannya rendah. Penyakit ini
l:x
mencapai zona T dalam kelenjar. Di sini, sel T disertai oleh titer antibodi heterofil (bereaksi dengan
:rii
w disaring untuk pengenalan antigen dan
jika satu sel T
sel spesies lain) yang tinggi, yang bereaksi dengan
Ft$
mengadakan interaksi, sel ini dapat mengaktifkan sel
eritrosit domba, kuda, atau sapi.
B dan juga bermigrasi ke dalam folikel. Di dalam
folikel, timbul pusat-pusat germinal akibat respons
berkesinambungan terhadap rangsangan antigen Gambaran klinis
iiil
ffi (Gb. 10.10). Pusat germinal ini terdiri atas sel
s Sebagian besar pasien berusia antara 15 dan 40
tu4 dendritik folikular (FDC) yang sarat antigen, serta sel
tahun. Timbul suatu periode prodromal selama
T dan B teraktivasi yang telah bermigrasi dari zona T.
beberapa hari dengan adanya letargi, malaise, sakit
*:l Sel B yang sedang berproliferasi bergerak ke zona
F.\ kepala, leher kaku, dan batuk kering. Pada penyakit
gelap di pusat germinal sebagai sentroblas; di zona
i.t ini mereka mengalami mutasi somatik gen regio yang sudah jelas, dapat ditemukan gambaran
sebagai berikut.
:iiS
variabel imunoglobulinnya. Progeninya dikenal
sebagai sentrosit, dan sentrosit ini harus diseleksi
oleh antigen di FDC, jika tidak, sel ini akan meng-
alami apoptosis. jika terseleksi, sel ini menjadi sel
gE Tabel 10.3. Penyebab limlositosis
12 memori dan sel plasma (Gb. i0.10).
lnfeksi

1,,,$el,plasma ' ',,,,

,
akul: mononukleosis infeksiosa, rubella, pertusis, limfositosis
infeksiosa akut, hepathis inteksiosa, siiomegalovirus, HlV, herpes
simp,eks atau zosler
Sel plasma berukuran lebih besar dibandingkan
frJnrlr:'tuUerrulosis,toltsoplasmoiis;bruselosis,.sifilis,.
dengan limfosit. Biasanya, sel ini mempunyai inti
bulat yang eksentrik dengan pola kromatin seperti
Leukemia limfoblastik akut
l'
jam ('clock-face'). Sitoplasma sel plasma sangat baso-
filik, namunbadan Golgi perinuklear terwarna muda Uimtoma non-Hodgkin (sebagian), . :
t
(Gb. 10.1d). Sel ini mengandung imunoglobulin
intrasel, tetapi tidak mengandung imunoglobulin
Tirotoksikosis
I
permukaan. HlV, virus imunodefisiensi manusia (human inmunodeficiency virusl
S;ffi;*ffiSffiffii1ffiffiffi,i.0ffi+liiffi1,;,$-u$sl[2tlisfoel&d{n'kblHiilffillmrositlrnsk*r
]ffi.ffiwtu\ffii:]!.ffi#,#qffi:
125

(a)

Sinus
subkapsularis

Folikel primer Zona


marginal

Folikel
(sel B)
Pusat
germinal ZonaT
Folikel
sekunder Zona
Korda
ifiiffJn"""',*\ medularis

Limfe kembali ke darah vena

Gahbal. 10,9. (a) Struktur kelenjar getah bening. (b)


Kelenjar getah bening memperlihatkan lolikel germinal
dikelilingi tepi zona selubung yang lebih gelap serta ,

daerah marginal dan zona T yang lebih muda dan lebih


difus. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-21).

1. Limfadenopati servikal bilateral pada75"/o kasus. sekitar 15% kasus. Sekitar 5% pasien mengalami
Limfadenopati generalisata simetris pada 50% ikterus.
kasus. Kelenjar berbatas tegas dan mungkin nyeri. 6. Neuropati perifer, anemia berat (disebabkan oleh
2. Lebih dari separuh pasien menderita sakit hemolisis autoimun), atau purpura (disebabkan
tenggorokan dengan permukaan rongga mulut oleh trombositopenia) adalah komplikasi yang
dan faring yang meradang. Seringkali ditemukan lebih jarang ditemukan.
tonsilitis folikular.
3. Demam dapat ringan atau berat
Diagnosis
4. Ruam morbiliformis, sakit kepala berat, dan
tanda-tanda di mata, misalnya fotofobia, kon- pI eomorfik. Lazim ditemukan jumlah
Limfosito sis atipik
jungtivitis, dan tidak jarang ditemukan edema leukosit yang meningkat sedang (misal 10x20 10' /l)
orbita. Mungkin terjadi ruam setelah terapi dengan limfositosis absolut, dan beberapa pasien
amoksisilin atau ampisilin. bahkan mempunyai jumlah leukosit yang lebih
5. Splenomegali yang dapat dipalpasi terjadi pada tinggi. Ditemukan sejumlah besar limfosit atipik
lebih dari separuh pasien dan hepatomegali pada dalam sediaan apus darah tepi (Gb. 10.11). Tampilan
126

FoJikel Seminal Sel dendritik folikular


Zona selubung

zona marslnal
iii

Sel B .:,
teraktivasi
dari zonaT
;o
''"O
Q setptaima

s"lB
O) memori

Perpindahan kelas lgG


dan pembentukan sel B
memori atau sel plasma

Seleksi positif sel B


melalui pengenalan
antigen pada sel dendritik
folikular atau apoptosis sel B

Gambar. 10.10, Pembentukan suatu pusat germinal. Sel B yang diakifkan oleh antigen bermigrasi dari zona T ke lolikel tempat sel B mengalami proliferiasi masil. Sel
memasuki zona gelap sebagai sentroblas dan menumpuk mutasi dalam gen V imunoglobulinnya. Sel kemudian berpindah kembali ke zona terang sebagai sentrosit.
Hanya sel yang dapat berinteraksi dengan antigen di sel dendritik lolikular dan menerima sinyal dari sel T yang spesilik terhadap antigen (Gb. 10.8) terseleksi dan
bermigrasi keluar sebagai sel plasma dan sel memori. Sel yang tidak terpilih kemudian mati oleh apoptosis.

(a) (b)

\itiill, Il
,'(
'ill'
. 4 ,.:a:i=

Gambar. 10,11 Mononukleosis infeksiosa: memperlihatkan


limfosit T'?eaktif dalam sediaan darah tepi seorang pria 21 tahun
(c) (lihat iuga Gb. 10.1b). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-21).
#t 127

(a)
':..."
^
i\r
\l
,,,y' -.oa
.\-al-
\\-_-/i\ pv l
.\
'1, ,, I
,'!l:, :r ()
\ -,/ (D--
\_-./
Y/ r
,' Eritrosit domba Ginjal marmut Erikosit sapi

a v^
(b)

\J--^
.+Y-*O
(_-) ai x
a)" (,
Erihosit sapi atau domba

Gambar. 10,12. Diagnosis serologik infeksi virus Epstein-


Ban (EBV) akut. (a) Antibodi heterofit tgM (dipertihatkan di
sini sebagai monomer antibodi untuk mempermudah
ilustrasi) terhadap eritrosit domba digunakan dalam uji paul-
,LO
j'\
Bunnell. Antibodi ini tidak diabsorpsi oleh ginjal marmut
tetapi bereaksi dengan eritrosit sapi. Hasil uji paul-Bunnell ,,li-'il' ir,..,, ::::ii:=,trr: i
yang positif harus memperlihatkan titer aglutinasi eritrosit
domba yang sedikitnya empat kali lebih rendah
dibandingkan dengan setelah absorpsi oleh eritrosit sapi,
tetapi tidak lebih besar dari tiga kali lebih rendah setelah
absorpsi oleh ginjal marmut. (b) Uji monospol yang biasa
dipakai untuk mendeteksi aglutinasi eritrosit domba atau
eritrosit kuda yang telah diformalin saja. (c) Setelah infeksi :
,:
akut, lgM heterofil dan lgM spesifik-EBV terdapat setama :

sekitar 3 bulan. Antibodi lgG terhadap antigen kapsid virus . 'ri..'


(VCA) dan antigen inti EBV (EBNA) tetap tinggi setama
bertahun-tahun.

sel T tersebut bervariasi, tetapi sebagian besar Kelainan hemntologik selain limfositosis atipik
mempunyai gambaran inti dan sitoplasma yang sering ditemukan. Beberapa penderita anemia hemo_
serupa dengan yang tampak selama transformasl litik autoimun. Autoantibodi fgM biasanya adalah
limfosit reaktif. |umlah limfosit atipik terbesar biasa- tipe 'dingin' dan memperlihatkan spesiiisitas ter_
nya ditemukan antara masa sakit hari ketujuh dan hadap golongan darah'i,. pada sejumlah kecil pasien
kesepuluh, sering ditemukan ttrombositopenia dan terjadi pur_
,Antibodi heterofil. Antibodi heterofil terhadap pura trombositopeni autoimun.
eritrosit domba dapat ditemukan dalam serum
dengan titer yang tinggi, dan ini membentuk dasar
Diagnosis banding
uji Paul-Bunnell-antibodi yang tidak diabsorpsi oleh
s9l ginjal marmut tetapi diabsorbsi oleh eritrosit sapi Diagnosis banding mononukleosis infeksiosa men_
(Gb. 10.12). Uji penyaring stide modern seperti uji cakup infeksi sitomegalovirus, HIV atau toksoplas_
monospot, mengganti eritrosit domba yang diguna_ mosis; leukemia akut; influenza; rubella; tonsilitis
k1"-p1d,u uji Paul-Bunnell dengan eritrosit t"diya.g bakteri; dan hepatitis infeksiosa.
telah diformalin, Titer tertinggi terjadi dalam minggu
kedua dan ketiga dan antibodi menetap pida Pengobatan
sebagian besar pasien selama 6 minggu.
Antibodi EBV. Apabila tersedia fasilitas diagnosis Pada sebagian besar pasien, hanya diperlukan pem_
.
virus, dapat terjadi peningkatan titer antibodi ter_ berian terapi simtomatik. Kadang-kadang dibeiikan
hadap antigen kapsid EBV selama 2-3 minggu kortikosteroid untuk penderita gelala sistimik berat.
pertama. Antibodi spesifik terhadap antigen inti EBV Pada pasien biasanya timbul ruam eritematosa bila
timbul kemudian dan menetap seumur hidup. diberikan terapi ampisilin. Sebagian besar pasien
128

sembuh sempurna dalam 4-6 minggu setelah gejala adenosin deaminase, serta defisiensi selektif IgA atau
awal, Walaupun demikian, penyembuhan mungkin IgM. Defisiensi imun didapat terjadi setelah kemo-
lambat dan disertai malaise berat dan letargi. terapi sitotoksik atau radioterapi dan terutama
menonjol setelah transplantasi sel induk. Disregulasi
imun menetap selama 1 tahun atau lebih dan ber-
tanggung jawab terhadap tingginya insidensi infeksi
virus berat, misalnya infeksi sitomegalovirus atau
Limfopenia dapat terjadi pada kegagalan sumsum herpes zoster. Defisiensi imun juga seringkali terkait
tulang yang berat, terapi kortikosteroid dan imuno- dengan tumor sistem limfoid termasuk leukemia
supresif lain, pada penyakit Hodgkin dan dengan limfositik kronik, penyakit Hodgkin, dan mieloma.
radiasi yang luas. Limfopenia juga terjadi pada ber- Salah satu penyebab utama defisiensi imun yang
bagai sindrom defisiensi imun, dan yang paling didapat adalah infeksi HIV dan aspek klinis serta
penting di antaranya adalah sindrom defisiensi imun hematologiknya dibahas berikut ini.
didapat (AIDS).

lnleksi HIV
DEFISIENSI IMUN
Etiologi
Sejumlah besar defisit herediter atau didapat pada
salah satu komponen sistem imun dapat menyebab- Infeksi oleh HIV, yaitu suatu retrovirus dari subgrup
kan terjadinya gangguan respons imun dan keren- lentivirus, seringkali menyebabkan terjadinya defi-
tanan terhadap infeksi yang meningkat (Tabel 10.4). siensi imun, dan menimbulkan berbagai gejala,
Defisit sel T primer (seperti pada AIDS) tidak hanya infeksi oportunistik, dan keganasan. HIV-1 diper-
mengarah pada infeksi bakteri tetapi juga infeksi vi- kirakan berasal dari simpanse di Afrika Tengah,
rus, protozoa, jamur, dan mikobakterium. Walaupun tempat ditemukannya subgrup virus yang paling
demikian, pada beberapa kasus, tidak adanya beragam saat ini. Sebagian besar infeksi di negara
subtipe spesifik sel T yang mengendalikan pema- Barat disebabkan oleh clade B HIV-1, tetapi clade
tangan sel B dapat menyebabkan terjadinya defisit (famili HIV yang dibedakan berdasarkan sekuens vi-
fungsi sel B sekunder seperti pada banyak kasus rus) lain mendominasi di bagian dunia yang lain,
defisiensi imun variabel bersama (common aariable misalnya clade E di Thailand, serta clade A dan C di
immune deficiency) yang dapat terjadi pada anak atau Afrika sub-Sahara. Mungkin riwayat alamiah
dewasa tanpa memandang jenis kelamin. Pada kasus penyakit yang terkait dengan infeksi oleh clade yang
lain, terdapat defek primer sel B atau APC. Agama- berbeda akan bervariasi. Infeksi oleh retrovirus yang
globulinemia terkait-X disebabkan oleh kegagalan terkait, HIV-2, yang terutama ditemukan di Afrika
perkembangan sel B. Infeksi bakteri piogenik mendo- Barat, menimbulkan perjalanan penyakit yang lebih
minasi perjalanan penyakit ini. Sindrom-sindrom Iambat, sehingga sebagian besar orang yang ter-
yang jarang terjadi meliputi aplasia timus, defisiensi infeksi HIV-2 memperlihatkan sedikit tanda defi-
imun gabungan (T dan B) berat akibat defisiensi siensi imun.

Tabel 10.4. Klasifikasi delisiensi imun


ltl:'::::t!t rr:::t!: i t;i',",.ii
|Jnll€t r..:.,S.el
Q lllsigngi ra$bodl),,,: ,,, Agqmagfobglinemia terkait'X, hipogamaglobulinemia variabel bersama didapat, defisiensi subklas lgA

,,,...ii' :ti.:!i ft:ii:I.:::':!.:r,:,:,: :i,: , , , i ii-:,:'::: :.. ::: :,:::_


alaq lgG yang selehif

,1i'illt lrset[,1; r , ,:,:,,.,;,,, ',:, ,


Aplasia limus (sindrom di George), defislensi PNP

tx;;!].i :t:1'; ll :::,:ri D€lisidnqirimul gabungan beral (sebagai akibat defisiensi ADA atau penyebab lain); sindrom Bloom;
ataxh-telangiektasia; sindrom Wiskott Aldrich
I

*lirt$iiliiii;*i$:r:,*
- $9Kunqgr.,rl .:,
riilill.ilil:.qeli,Hl{l$ffi
Mieloma, sindrom nefrolik, enteropati dengan kehilangan protein
'e'gq!$,F{ir ::

:'=":;"' Sql,It. ,,,,: lenVallt,Hodgkin,Jimfomanon-Hodgkrn; obat: sleroid, siklosporin; azatibprin, fludarabin, dll. ',,
iii;,;p!fiililti1 :r. r:,t "' ,, ,,.,,AlDSl
S6l B dail T':: '""':: ' 'il11,1 ,1.,, LCukemia limlositik kroni( pasca fansplantasi sumsum tulang dan pasca kemoterapi/ radioterapi.
. :;::!i:ir::. r :::::.. :::.:::

ADA, adenosin deaminase; AIDS, sidrom defisiensi imun didapat; lg,lmunoglobulin; PNP, purin nukleosida fosforilase
129

Epidemiologi terganggu replikasinya). Infeksi antara juga


dipercaya mempercepat progresi penyakit.
Virus ini ditularkan melalui air mani, darah, dan
Suatu periode prodromal selama sekitar 6 minggu
cairan tubuh lain, termasuk air susu ibu. Di seluruh
dunia, sebagian besar infeksi terjadi pada hubungan
terjadi setelah infeksi awal. Gejala m".,yerupai
seks heteroseksual. Sebanyak 40% anak yang lahir
mononukleosis infeksiosa dengan limfadenopati
transien dan kadang terjadi meningoensefalitis, yang
dari ibu terinfeksi dapat terkena infeksi pada saat .

kelahiran atau melalui proses menyusui, tetapi bersamaan dengan puncak viremia dan diikuti
penularan secara vertikal dapat dikurangi secara pengendalian oleh respons imun, sesudah itu uji
bermakna di negara Barat oleh penggunaan obat anti
antibodi menjadi positif. |umlah virus (airal load)
retrovirus pada kehamilan lanjut, saat persalinan, dalam plasma mungkin sangat tinggi selama infeksi
serta pemberian susu formula. Infeksi dari darah akut (hingga 107 salinan RNA/ml). Sebagian besar
pasien yang terinfeksi kemudian mengalami periode
atau produk darah sekarang jarang terjadi di negara-
negara yang secara rutin melakukan skrining donor,
asimtomatik yang panjang: namun demikian, virus
terus bereplikasi dan hitung sel T CD4+ menurun
tetapi jarum suntik terkontaminasi yang dipakai
perlahan. Dapat timbul sejumlah gejala yang terkait
bersama oleh pengguna obat intravena tetap ber-
potensi menjadi sumber infeksi.
HIV, termasuk limfadenopati generalisata dengan
demam yang menetap, penurunanberat badan, diare
yang tidak diketahui sebabnya, perubahan kulit,
Patogenesis manifestasi susunan saraf pusat (CNS), dan kelainan
HIV menghasilkan efek utarnanya melalui infeksi sel hematologik (termasuk trombositopenia, leukopenia,
T-helper (CD4) dan sel-sel jalur monosit, dan netropenia, hipergamaglobulinemia, dan anemia).
kerusakan pada sistem imun dapat terlihat sejak sta- Infeksi dapat disebabkan oleh organisme yang tidak
dium infeksi y*g paling dini. Masuknya virus ke selalu dikaitkan dengan imunosupresi, seperti her-
dalam sel memerlukan adanya molekul CD4 dan pes simpleks atau zoster, Pneumococcus, dan Salmo-
satu anggota famili reseptor kemokin: pada infeksi nella. Selama periode ini, HIV terdeteksi dalam
dini biasanya reseptor CCR-S, tetapi pada penyakit plasma, tetapi jumlah virus biasanya rendah. pada
lanjut, virus seringkali berevolusi untuk mengguna- saat hitung sel T CD4+ turun di bawah 200 x 10e /1,
kan reseptor kemokin lain, CXCR-4. CXCR- pasien menjadi rentan terhadap berbagai infeksi
diekspresikan lebih luas di sel CD4+ (khususnya sel oportunistik termasuk Pneumocystis carinii (Gb. 10.3),
dengan fenotipe naif) sehingga perubahan reseptor keganasan, dan dapat timbul penyakit CNS seperti
kemokin ini sering disertai dengan percepatan dalam demensia, dan stadium infeksi ini digolongkan
kecepatan penurunan sel CD4+. Salah satu gambaran sebagai AIDS yang sudah terjadi. Telah diajukan
utama infeksi HIV adalah kecepatan mutasi virus banyak sistem penentuan stadium infeksi HIV dan
yang tinggi pada seseorang yang terinfeksi: ini diperbaiki seterusnya: dalam praktek sebagian besar
adalah konsekuensi sifat enzim reaerse transcriptase klinisi menetapkan stadium infeksi menurut gejala
yang cenderung-salah dan kecepatan replikasi virus pasien dan jumlah sel T CD4+ (Tabel 10.5). Jumlah
yang tinggi. Sebagai akibatnya, virus dapat beradap- virus dalam plasma semakin sering digunakan untuk
tasi menjadi resisten dengan cepat terhadap terapi memperkirakan prognosis dan menentukan respons
anti-retrovirus dan respons imun yang ditujukan terhadap terapi.
terhadapnya Centers for Disease Control (CDC) di AS men-
definisikan AIDS sebagai jumlah sel T CD4+ kurang
dari 0,2 x 1.0e /l atau timbulnya infeksi oportunistik
Gambaran klinis
seperti pneumonia bakterial rekuren (yang disebab-
Waktu rata-rata sampai terjadinya AIDS pada uji kan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus
kohort di negara Barat sebelum muncuhrya terapi influenzae), Pneumocystis carinii, toksoplasmosis,
anti-retrovirus yang sangat aktif (high'ty actiie Cryptococcus, kriptosporidiosis, mikobakterium
antiretroairal therapy, HAART) adalah antara 10 atipik, Mycobacterium tuberculosis (baik pulmonal dan
sampai L2 tahun. Sejumlah faktor diketahui mem- ekstrapulmonal), leukoplakia berambut oral (dise-
pengaruhi kecepatan progresi penyakit: faktor-faktor babkan oleh EBV), histoplasmosis, kandidiasis
tersebut meliputi faktor pejamu (seperti haplotipe esofagus atau paru, virus JC yang menyebabkan
HLA bersama dengan polimorfisme gen yang leukoenpefalopati multifokal progresif, serta infeksi
mengode beberapa reseptor kemokin dan ligannya) sitomegalovirus di saluran gastrointestinal dan
serta faktor virus (seperti infeksi oleh virus yang retina. Selain itu, dapat timbul sejumlah kanker
130
'liCIitaseffiHo#tiwi
iii:1:tli
', Ls

Gambar. 10.13. lnleksi Pneumocystis cannrT foto rontgen


thorax memperlihatkan perselubungan'sayap kelelawar'
(bat wing\ yang khas di kedua bidang paru.

Tabel 10.5. Stadium klinis infeksi HIV infeksi lanjut, baik neuropati sentral (misal demensia
atau mielopati) atau perifer.
Hitung sel Stadium Gambaran klinis
CD4+ (x l0/l)
Diagnosis
> 0,5 Risiko terkena penyakit rendah

Respons normal terhadap Penyakit ini dipastikan oleh adanya antibodi


tmunlsast terhadap HIV atau deteksi langsung adanya RNA
HIV di dalam plasma. Hitung darah memperlihatkan
0,2-0,5 Tengah Tanda dan gejala minor banyak
ditemukan
adanya limfopenia dan penurunan rasio CD4:CD8
Risiko terkena penyakit
dari nilai normal sebesar 7,5-2,5..7 sampai kurang
oportunistik sedang dari 1:1. Seringkali ditemukan peningkatan imuno-
globulin serLrm yang bersifat poliklonal dan ditemu-
0,0s0,2 Lanjut Risiko terkena penyakit
kan paraprotein dalam serum pada sekitar 10./"
oportunistik tinggi
penderita AIDS.
Prolilaksis Pneumocyslis dan
terapi antiretroviral berguna
Aspek hematologik
<0,05 Sangat lanjut Risiko terkena penyakit
{advancedl oportunistik dAn kematian tinggi Kelainan yang paling sering dijumpai adalah anemia,
trombositopenia, dan netropenia, baik tersendiri
maupun dalam kombinasi, bersamaan dengan
limfopenia. Trombositopenia dapat bersifat imun
atau sekunder akibat terjadinya disfungsi sumsum
sekunder seperti sarkoma Kaposi (Gb. 10.14), yaitu tulang. Sumsum tulang mungkin hiperselular
suatu tumor kulit vaskular yang berasal dari sel (dengan peningkatan sel plasma dan limfosit),
endotel yang menyertai infeksi virus herpes sarkoma normoselular, atau hiposelular. Sel mungkin
Kaposi (KSHV atau HHV-8), limfoma non-Hodgkin displastik dan dapat terjadi fibrosis. Pemeriksaan
(seringkali primer di otak, stadium tinggi dan meng- sumsum berguna untuk penegakan diagnosis
ekspresikan petanda infeksi EBV), karsinoma beberapa infeksi oportunistik, misalnya tuberkulosis,
skuamosa di mulut atau rektum, serta kanker serviks infeksi mikobakterium atipik, Cryptococcus, leishma-
invasif. Dapat juga terjadi penyakit neurologik pada niasis, dan histoplasmosis (Gb. 10.15). Obat-obat
jiiiii 131
[r%.!$,31u;*gg5i;uaiidl}.i5fia*iiiiffi

walaupun limfoma tersebut cenderung berstadium


tinggi, dan jika pasien sr"rdah menderita AIDS,
prognosisnya buruk.

Pengobatan
Pengobatan penyakit ini bersifat suportif dan
spesifik. Pengobatan suportif terutama ditujukan
untuk mencegah atau mengobati infeksi, misalnya
dengan antibiotik profilaksis seperti kotrimoksazol,
isoniazid, atau anti jamur. Pengobatan spesifik
adalah dengan obat yang menekan replikasi virus.
AZT adalah obat pertama yang terbr_rkti berkhasiat
dalam menurunkan jumlah virus; diikr-rti oleh
perkembangan sekelompok inhibitor reuerse trsn-
suiptase lain seperti lamivudin dan nevirapin. Inhibi-
tor protease yang lebih akhir diperkenalkan seperti
indinavir, ritonavir, dan saquinavir sangat kuat
untuk menurunkan jumlah virus. Oleh karena
tingginya kemungkinan resistensi virus yang timbul
selama monoterapi, biasanya disarankan terapi
kombinasi menggunakan sedikitnya tiga obat. Waktu
yang optimal untr-rk memulai terapi masih belum
jelas, dan keuntungannya harus dipertimbangkan
Gambar. 10,14. Sarkoma Kaposi pada sindrom imunodelisiensi didapat (AIDS):
suatu tumor vaskular yang berasal dari endotel pada seorang pria homoseksual
terhadap kemungkinan efek samping terapi kombi-
(antigen HIV positif). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-221. nasi anti-retrovirus. Sebagian besar klinisi pasti akan
memulai terapi jika timbul gejala atau jumlah CD4+
yang turun di bawah 0,2 x 10e /1, tetapi pengobatan
lebih sering dimulai lebih dini, khususnya saat
yang digunakan dalam terapi, terutama adalah diketahui terdapat infeksi HIV primer.
azidotimidin (AZT) tetapi juga gansiklovir, penta-
midin, dan trimetoprim, dapat juga menyebabkan
terjadinya sitopenia, khususnya jika pasien meng-
alami defisiensi folat. Trombositopenia dapat DIAGNOSIS BANDING LIMFADENOPATI
berespons terhadap kortikosteroid dan imuno-
globulin intravena (jika autoimun) atau terapi anti- Penyebab utama limfadenopati dicantumkan dalam
retrovirus. Limfoma diobati dengan cara yang biasa, Gb. 10.16. Anamnesis dan pemeriksaan klinis

.i.''e

*
Gambar, 10'15. lnleksi virus imunodefisensi manusia (HlV): biopsi trefin sumsum tulang. (a) Granuloma yang memperlihatkan kepositifan dengan pewarnaan
Ziehl-
Nielsen. (b) Pembesaran yang lebih kuat memperlihatkan sejumlah besar batang tahan asam. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-23).
132

lnleksi lokal
. inleksi piogenik, misal faringitis, virus, misal mononukleosis infeksiosa,
abses gigi, otitis media, actino- campak, rubella, hepatitis vhus, HIV
myces bakteri, misal sif ilis, bruselosis, luberkulosis,
o infeksi virus Salmonella, endokarditis bakterialis
r demam cakaran kucing (cal a jamur, misal histoplasmosis

*ntchlevel protozoa, misal toksoplasmosis


. limfogranuloma venereum
Penyakit inflamasi non-infeksi, misal
. tuberkulosis
sarkoidosis, artritis rematoid, SLE, penyakit
Limfoma jaringan ikat lain, penyakit serum
. penyakit Hodgkin
Keganasan
. limloma non-Hodgkin
. leukemia, terulama LLK, LLA
il
Karsinoma (sekunder) . limfoma: limloma non-llodgkin, penyakil
Hodgkin
. makloglobulinemia Waldenstiin
r iarang-larang, karsinoma sekunder
r limfadenopati angioimunoblastik

Lain-lain
. histiositosis sinus dengan limfadenopali
masil
. reaksi terhadap obat dan bahan kimia, misal
hidantoin dan bahan kimia terkait, berilium
. hipertiroidisme

Gambar, 10.16. Penyebab limladenopati: ALL, leukemia limfoblastik akut CLL, leukemia limlositik kronik; SLE, lupus eritematosus sistemik. Keganasan tercantum
dengan tinta merah.

memberikan informasi yang penting, mencakup usia lidikan selanjutnya bergantung pada diagnosis yang
pasien, lamanya riwayat, gejala penyerta dari penya- ditegakkan dan gambaran khas pasien. Pada
kit infeksi atau keganasan yang mungkin, aPakah beberapa kasus pembesaran kelenjar profunda yang
kelenjar getah bening nyeri atau nyeri tekan, konsis- tidak dapat dilakukanbiopsi, biopsi sumsum tulang,
tensi kelenjar dan apakah terdapat limfoadenopati dan biopsi hati pada kelenjar superfisial yang
generalisata atau lokal. Lakukan penilaian ukuran membesar, maka mungkin diperlukan biopsi kelenjar
hati dan limpa. Pada kasus pembesaran kelenjar trucut yang dipandu ultrasound untuk mencapai
lokal, terutama dipertimbangkan adanya penyakit suatu diagnosis histologik serta mencegah perlunya
inflamasi atau keganasan pada daerah aliran limfatik laparotomi diagnostik.
terkait.
Penyelidikan lebih lanjut bergantung pada diag-
nosis klinis awal, tetapi biasanya mencakup
pemeriksaan hitung darah lengkap, aPusan darah KEPUSTAKAAN
tepi, serta laju endap darah (ESR). Rontgen thorax, uji
monospot, titer sitomegalovirus dan Toxoplasma, Albert L.J. and Inman R.D. (2000) Molecular mimicry and
autoimmunity. N. Engl. J. Med.341,2068-74.
serta uji anti-HIV dan Mantoux, seringkali perlu
Bain B.J. (1997) The haematological features of HIV infec-
dilakukan. Pada banyak kasusT sangat penting untuk tion. Br. l. Haematol. 99, I-8.
membuat diagnosis histologik dengan pemeriksaan Buckley R.H. (2001) Primary immunodeficiency diseases
biopsi kelenjar, tetapi aspirat jarum halus kadang- due to defects in lymphocytes. N. Engl. l. Med.343,1'373-
kadang dapat menghindari perlunya biopsi ini. 24.
Pemindaian tomografi terkomputasi (CT scan) bet- Carpenter C.C. et aL (1998) Antiretroviral therapy for HIV
guna dalam menentukan ada dan jauhnya pem- infection in 1998: update recommendations of the Inter-
besaran kelenjar getah bening profunda' Penye- national AIDS Society - USA panel. ]AMA 280,78.
133

Cohen IJ. (2000) Epstein-Barr virus infection. N. Engl. l. Roitt I.M. (2007) Essential Immunology,l0th edn. Blackwell
Med. 343, 481,-91. Science, Oxford.
Delves P.J. and Roitt I.M. (2000) The immune system. N. Walport M.J. (2001 ) Complement. N. EngL J. Med. 344, IL40-
EngI. l. Med. 343, 3749, 108-17. 4.
Klein U., Goosens T., Fischer M. et. al. Somatic hyper-
mutation in normal and transformed human B cells.
Immunol. Reo. 162, 261,-80.
BAB 11

Genetika keganasan hematologik


Tata nama kromosom, 135 Kelainan genetik yang disertai oleh keganasan hematologik,
144
Metode untuk mempelajari genetika sel ganas, 137
Contoh spesifik translokasi yang disertai keganasan
Penetapan klonalitas, 139
hematologik, 145
Predisposisi terhadap leukemia dan limfoma herediter dan
Nilai petanda genetik dalam penatalaksanaan keganasan
didapat,142
hematologik, 147

Keganasan hemopoietik adalah penyakit klonal yang protein fusi, misalnyapada leukemia mieloid kronik
diperkirakan berasal dari satu sel dalam sLrmsum (lihat Gb. 13.1), atau leukemia mieloid akut (ncute
tulang atau jaringan limfoid perifer yang telah myeloid leuknemia, AML M3) (Gb. 11.12). Suatu szbsef
mengalami perubahan genetik (Gb. 11.1). Transfor- proto-onkogen terlibat dalam pengendalian apop-
masi ganas terjadi akibat akumulasi mutasi genetik tosis. Yang terpenting di antaranya adalah BCL-2
pada gen selular. Gen yang terlibat dalam perkem- yang diekspresikan berlebihan di limfoma folikular
bangan kanker, secara luas terbagi menjadi dua (hal. 193).
kelompok-onkogen dan gen penekan tumor (tumour-
ntppressor genes).
Gen penekan tumor

Onkogen Gen penekan tumor mungkin mendapat mutasi


kehilangan fungsi, biasanya akibat mutasi titik atau
Onkogen timbul karena mutasi penambahan ftrngsi delesi, yang menyebabkan terjadinya transformasi
pada gen selular normal yang disebut proto-onkogen ganas (Gb. 11.2). Gen penekan tumor biasanya
(Gb. 11.2). Proto-onkogen terlibat dalam berbagai bertindak sebagai komponen mekanisme kontrol
proses sel penting, seringkali dalam jalur transduksi yang mengatur masuknya sel dari fase G1 siklus sel
sinyal ke inti sel untuk mengaktifkan gen. Versi ke dalam fase S atau melewati fase S ke G2 dan mito-
onkogenik terbentuk jika aktivitas proto-onkogen sis. Contoh-contoh onkogen dan gen penekan tumor
meningkat atau mendapat fungsi baru. Ini dapat yang terlibat dalam keganasan hemopoietik
terjadi dalam berbagai cara, termasuk translokasi, diperlihatkan dalam Tabel 11.1 dan 11.2.
mutasi, atau penggandaan (duplikasi). Salah satu ciri
keganasan hematologik yang paling menyolok (yang
berlawanan dengan kebanyakan tumor padat) Progresi klonal
adalah frekuensi translokasi kromosom yang tinggi.
Ini telah sangat berguna dalam mencirikan gen di Sel-sel ganas tampaknya muncul sebagai suattr
titik pemotongan, dan banyak di antaranya proses multitahap, dengan mendapatkan mutasi di
merupakan faktor transkripsi (lihat Gb. 1.11). berbagai jalur intrasel yang berbeda (Gb. 11.3). Ciri
Translokasi dapat menyebabkan terjadinya: (a) keganasan lainnya adalah progresi klonal. Pada
ekspresi berlebihan suatu onkogen jika dikendalikan banyak kasus, penyakit ini membentuk karakteristik
oleh promotor gen lain (biasanya gen imunoglobulin baru selama perjalanan klinisnya dan ini dapat
atau reseptor sel-l pada keganasan limfoid) atau (b) disertai dengan perubahan kromosom baru. Seleksi
fusi segmen-segmen dari dua gen menghasilkan gen sub-klon dapat terjadi selama pengobatan atatr
fusi yang baru dan dengan demikian, menghasilkan mencerminkan percepatan penyakit. Resistensi obat

134
, . .,r.i:
K:iil 135

100

::ll: c
i:i; G

.,1 ,,::- E
,.,, @ 50
-o
':a
,,:.: Sf
::. o
|]]:::
.o
Gambar. 11.1. Grafik teoretis yang memperlihalkan
penggantian sel-sel sumsum tulang normal oleh sualu
populasi klonal sel-sel ganas yang timbul melalui
pembelahan milosis berturut-turut dari satu sel tunggal
dengan perubahan genetik yang didapat.

SEL NORMAL
Proto-onkogen

,: {'w' Proliferasi dan

', ,,. I.ffi,'.,


apoptosis
yang teratur

Gen penekan tumor

(a)

SEL GANAS

Bahan kimia, Proliferasi


radiasi,
beriebihan dan
obat, virus,
kanslokasi,
------' ,l kegagalan

delesi x
Gen penekan
apoptosis

Gambar. 11.2. Prolilerasi sel-sel normal bergantung pada tumor


keseimbangan antara kerja proto-onkogen (a) dan.gen penekan tu- (b)
mor (b). Pada sel ganas, keseimbangan ini terganggu,
menyebabkan terjadinya pembelahan sel yang tidak terkendali.

dapat terjadi melalui berbagai mekanisme molekular. istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
Dalam salah satu contoh, sel-sel tersebut mengeks- kromosom yang berasal dari satu sel mitotik yang
presikan suatu protein yang secara aktif memompa- telah disusun dalam urutan numerik (lihat Gb.
kan sejumlah obat yang berbeda ke luar sel (resistensi 13.1d). Suatu sel somatik yang memiliki jumlah
terhadap banyak obat/ multidrug resistance, MDR). kromosom lebih atau kurang dari 46 kromosom
disebut nneuploid,lebih dari 4? disebut hiperdiptoid,
kurang dari 46 disebut hipodiptoid; 46 tetapi dengan
perbedaan susunan kromosom disebut pseudodipliid.
TATA NAMA KROMOSOM Tiap kromosom mempunyai dua lengan, lengan
yang lebih pendek disebut 'p', yang lebih panjing
Sel somatik normal mempunyai 46 kromosom dan dinamakan 'q'. Kedua lengan ini bertemu di
disebut diploid; sel telur atau sperma mempunyai 23 sentromer, dan ujung-ujung kromosom disebut
kromosom dan disebut haploid. Kromosom terdapat telomer. Pada pewarnaan, tiap lengan terbagi menjadi
berpasangan dan diberi nomor 1-22 sesuai urutan regio-regio yang diberi nomor ke arah luar dari
ukuran yang mengecil; terdapat dua kromosom seks, dan tiap regio terbagi menjadi pita-pita
XX pada wanita, XY pada pria. Kariotipe adalah 99nt1omer
(bnnd) (Gb.1r.4).
l,t.. ,r"- ; ,
{1}41{":.: --{
'.trt ' . ..
:

136 "' .li .-,'

^-O
./Lr\n
,o<
: :,,,,, : l
Telomer . '...:
-0<6 x
^/ o<3 z

'\oro'8 o<3 p--


-o<6 o<3
1

.) ,,O '\O-C :- Sentromer


rO'"'C(. -(t _-(D
--oi o<3
,O< /t
/
O( 'o<\ ,-c
..(O -\o
o<3 12
\'o<
-,O--riO(-o --a
3

-o<5x
o<3 q ---------
\-3 1

o<t 73 z

^--@
-/q'\m o<3
.(.t::ffi t t--
I
Regio
4

Pita Panal
Telomer

'.<;:H Gambar. 11.4. Gambaran skematik dari suatu kromosom. Pita dapat terbagi
o-O menjadi subpita menurut pola pewarnaan.

o(/'<;:H
^,6
\^.,,u-o Jika satu kromosom lengkap hilang atau bertam-
bah, huruf a-atau + ditaruh di depan nomor kromo-
".o<8 som. Jika sebagian kromosom hilang, diberi awalan
del untuk delesi. Jika terdapat bahan tambahan yang
Gambar, 11.3. Awal multitahap dari suatu tumor ganas. Mutasi berturut-turut menggantikan bagian dari suatu kromosom, diguna-
menyebabkan teriadinya suatu keuntungan pertumbuhan satu sub-klon (Lihat
kan awalan add untuk bahan tambahan' Translokasi
Gambar Berwarna hal.A-22).
kromosom ditandai dengan huruf t, kromosom yang
terlibat diletakkan dalam kurung dengan kromosom
bernomor rendah terlebih dahulu' Awalan inv
Tabel 11.1. Onkogen sel dan gen penekan tumor yang terlibat pada menunjukkan inversi yaitu sebagian dari kromosom
leukemia dan limfoma manusia
telah terbalik sehingga berjalan ke arah sebaliknya.
Suatu isokromosom, yang dilambangkan dengan i,
:. firotin kinse' tedait'rn6ntbran (termasuk FMS, KIT
... menunjukkan kromosom dengan lengan kromosom
resephr taktor Pertumbuhan)
'
yang identik pada tiap ujungnya. Misalnya i(17q)
inns duser spl htraselul a r ,::l akan terdiri dari dua salinan lTqyallg tergabung di
Perqikatan GTP
p4$ ..,, :
::
.::::
,,, , ,.,
, sentromer.
Serin-threonin kinase
'nAF
,,., ,,, , ,,,1 ,

'1,' : ' :|':


ha
Falcor ihnsrrtpsi l
'::
CBrcrOtn CBfr,MYC,
Telomer "

,TAL-litTAL-1, PBX '

Feseptor asam refnoal


Telomer adalah urutan berulang di ujung-ujung
Reseplu hormon
'alFABcl) ,.' , ', kromosom. Telomer berkurang sekitar 200 pasang
Tirosin kinase ABL'1FG:FRI ' ,:::., DNA di setiap putaran replikasi. Pada saat telomer
o.ilv.rt ru;ia;t;f iffi6.'' "p53i ATM t,' : ;' , ini berkurang sampai panjang yang kritis, sel keluar
lnhibitor apopiosis BQL!2.' I-''': ': I
dari siklus sel. Sel benih dan sel induk yang perlu
Kendali siklus sel
'967-1
6sn h5-t ' memperbaharui diri dan mempertahankan potensi
proliferasi yang tinggi mengandung suatu enzim
telomerase yang dapat menambahkan perpanjangan
' Protein lusi BCR-ABL pada LGK berada dalam sitoplasma. pada ulangan telomer dan mengompensasi kehi-
'- Gen penekan tumor. langan pada saat replikasi, sehingga dengan demi-
GTB guanosin trilosfat. kian memampukan sel untuk terus berproliferasi'
Iil:iWEru'iU'4 ntm'ruii,'rt:i1i!, \:,r: 137

Tabel 11.2. Beberapa kelainan genetikyang lebih sering ditemukan pada leukemiadan
limfoma.

Penyakit Kelainan genetik. Onkogen yang t€rlibal Penyakit Kelainan genetik' 0nkogen yang terlibat
Mlelctid
,,' Limfoma Burkrff,
B-ALL
t(8; 14)t MYC ke lokus /gH
AMLM, (8; 21)(qzz; q221 FIOdan C9ralnYYll t(2;8) MYC ke lokus /gK

t(6; s) DEK, CAN


(8;22) MYC ke lokus /91
:

AMLMs t(l5; 17) RARI., PML


t(l; 14) IAI-1 ke lokus ICB6
t(8; 14)t MYC
AMLMi inv(16)(p13q22), del(1 6q) cBFp, MYHtl t(l1;14) FBIIV-I atau BBIN2
AMLM- del(llq); t(9; 11); t(11; 19) MLL (7; e) TAL"2kelokus IC,9f
Limfoma lolikular t(1a;18)
MDS :5/del(5q) Tidak jetas BCL-2ke tgi
-7l(del 7q)
Limfoma t(2; 5) ALKke NPM
Mutasilitik N.PAS anaplastik t,
Leukemia mleloid translokasi 11q23 genMLL "i, Limloma sel selubung (11;14)f
sekunder BC[-I(cyclin Dl) ke /9H
: (nantle celll Mutasi p53 dan ATM
CML (9;22) i,
, ,
ABt_ BCR
B-CLL Tdsod 12 Tidak diketahui
Penyakit ' 20q- I '
OElsampai FGFRI Delesi 13q14 Tidak diketahui
mieloproliferatil t(8;13)
Mutasi atau delesi 11q22- ATM
Limloid ,
23
:

Mutasi alau delesi l7p p53


Jalur prekursor B t(12;21) TEL, AML| delesi 6q21 Tidak diketahui
t(4; 11) AF4, MLL(ALLI, HM)
t(9;22) , ,
ABL, BCR
Limloma sel B MALT t(l; 14) BCL10ke lokus tgH

l(1;19) PBX-\, E2A :


T.PLL mutasi inv(14q) atau ATM
Hiperdlploid t(14q)

Hipodiploid

-
Kelainan kromosom lain dapat terjadi pada banyak penyakit yang tercantum,
misalnya mutasj FlL3 terjadi pada 30% kasus AML.
t ritik batas pada kromosom 14 berada di posisi berbeda pada T-ALL, B-ALL, ijmfoma
sel selubung dan limfoma Burkitt. ALL, leukemia limfoblastik akut;
AIV1L

tlssue); MDS, mielodisplasia.

Telomerase juga sering diekspresikan dalam sel belahan sel sebelum pembuatan preparat kromosom iii,
ganas tetapi ini mungkin terjadi akibat transformasi (lihat Gb. 13.1). ::=

ganas dan bukan suatu faktor pencetusnya. ii il

Analisis hibridisasi fluoresensi in situ :"r'

METODE UNTUK MEMPELAJARI Analisis hibridisasi fluoresensi in sittt (flrrorescent in


GENETIKA SEL GANAS sittr hybridizntion, FISH) melibatkan penggunaan
p"l3:.uk (probe) genetik berlabel fluoresen yang
berh.ibridisasi dengan bagian tertentu di genomi
Analisis kariotipe
Pelabelan tiap kromosom dengan kombinasi label
f]go1es9n yang berbeda (Gb. 11.5) mungkin untr_rk
Analisis kariotipe mencakup analisis morfologik dilakukan. Ini adalah suatu teknik sensitif yang
kromosom secara langsung dari sel tumor dengln
pemeriksaan mikroskop (Gb. 11.5 dan lihat 13.1). Hal 9ufuj mengambil saiinan materi genetik yan[
berlebih pada sel dalam metafase dan lnterfase
ini membutuhkan sel tumor dalam keadaan metafase 1se'i
tidak membelah) (misalnya trisomi 12 padaleukemia
sehingga sel dibiakkan untuk mendukung pem- Iimfositik kronik (CLL)), atau, memperlihatkan
138

Its

Gambar. l1.5, Suatu kariotipe pita berwarna pada seorang pria normal. Tiap pasangan kromosom memperlihatkan suatu pola pita warna tersendiri. lni melibatkan
suatu teknik pemitaan (bandingl kromosom dengan banyak warna yang berlaku lintas-spesies. Seri probeyang dikembangkan dari kromosom babon dilabel secara
komblnasi dan dihibridisasi pada kromosom manusia. Keberhasilan pemitaan warna lintas-spesies bergantung pada homologi yang erat antara DNA tetap pada
manusia dan pejamu, perbedaan DNA repetitif dan penataan ulang kromosom yang tinggi pada pejamu relatif terhadap kariotipe manusia. (Atas kebaikan Dr. C.J.
Hanison). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-22).

translokasi kromosom menggunakan dua pelacak 77.7). Cara ini juga dapat digunakan untuk men-
yang berbeda (Gb. 11.6). deteksi sel 'klonal' jalur sel B atau T melalui analisis
penataan ulang gen imunoglobulin atau reseptor sel
T (TCR). Oleh karena cara ini relatif tidak berbelit-
'r Analisis southdrn hlot
belit dan sangat sensitif (mendeteksi satu sel abnor-
mal dalam 10s-106 sel normal), cara ini sangat
Analisis southern blot mellbatkan ekstraksi DNA sel
berguna dalam penegakan diagnosis dan peman-
diikuti dengan digesti oleh enzim restriksi, elektro-
tauan penyakit residual minimal (lihathal. i48).
foresis gel, dan pemindahan dengan cara'blotting'
pada membran yang sesuai. DNA kemudian dihibri-
disasi ke suatu pelacak y*g komplementer dengan
gen yang dicari. Apabila pelacak mengenali adanya
suatu segmen dalam lingkungan satu fragmen
Papan'sus[nan mikro DNA
(DN A m i c ro a r r dy pl atl o r m sl
, :' ',-\

restriksi tunggal, maka satu pita diidentifikasi, tetapi ",i4


t)l
jika gen telah mengalami translokasi ke daerah baru i::i'
lri

di genom, maka tampak pita baru dengan mobilitas Papan susunan mikro DNA memungkinkan suatu
elektroforesis yang berbeda (lihat Gb. 6.24). Walm- analisis transkripsi selular yang cepat dan
pun menghabiskan waktu dan relatif tidak sensitif, menyeluruh dengan cara menghibridisasi mRNA sel
liLl
'iilii

teknik ini tetap bermanfaat. berlabel pada pelacak DNA yang diimobilisasi pada ilil
u\
suatu penahan padat (Gb. 11.8). Oligonukleotida :!:.i-:

atau susunan (c)DNA tambahan dapat diimobilisasi :i::,::

Reaksi berantai polimerase pada susunan tersebut dan RNA dari jaringan yang rl:
llir
diperiksa digunakan untuk menghasilkan cDNA lt!:a
a::-::

Reaksi berantai polimerase (polymernse chain reaction, atau RNA fluoresen yang kemudian dilekatkan pada 'aa=

PCR) (lihat Gb. 6.22) dapat dilakukan pada darah matriks DNA ini. Pendekatan ini dapat dengan cepat
atau sumsum tulang untuk mencari sejumlah menentukan ekspresi mRNA dari sejumlah besar gen
translokasi spesifik seperti t(9;22) dan t(15; 17) (Gb. dan dapat digunakan untuk menentukan pola eks-
lg.*;$'ti:{i't 139

ffi
#ft

i:..j"

r:*

a*
R\:

w
s$
llr I
ts
FS

ii$
:ii#
SiB

'#
.s
il)!
w::
Gambar. 11.6. Suatu contoh analisis hibridisasi fluoresensi
rn srlu (FISH) yang Gambar. 11,7. Analisis pCH kanskripsi balik (reverse
memperlihatkan adanya transrokasi t(12; 21). peracak hijau franscnption) sumsum
berhibridisasi ke tulang dari seorang pasien dengan.LGA M, (leukemia promietoStit Ere
regio gen IEL di kromosom l2 dan pelacak merah
berhibridisasi ke regio gen
ifut) paOa
saat penegakan diagnosis. produk fusi PML_RARCI (cDNA) yang
AML 1 di kromosom 21. panah menunjuk pada kedua kromosom dibentuk oleh :ri
turunan yang translokasi t(15; 17) telah diamplifikasi oleh pCR menggJnakan
disebabkan oleh translokasi resiprokal (Atas kebaikan Dr. primer
C. J. Harrison). [ihat oligonukleotida dari gen pML dan RARo. Jalur 1, kontrol
Gambar Berwarna hal. A-23). aiilalur e, petanOa ;iE
DNA berat_molekul rendah; jalur,3, sampel pasien.
Satu pesan lusi tunggat
sebesar 355 pasangan basa telah diamplifikasi, memperlihatkan
adanya geniisi
tersebut. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-5'l). :ilil
ffi
j'J:ll

#ir
Wr

presi mRNA pada subtipe leukemia yang berbeda.


Analisis isOenzim glukosa-6-fosfat
Cara. ini mungkin menjadi suatu meiodJlogi yang
dehidrogenase
- ::
s.ls

penting untuk penegakan diagnosis dan ttasifitasl ,,'.-,'" JN


v!:

keganasan hema tologik.


M
Gen glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6pD) terdapat iilill
n\\
pada kromosom X dan pida wanita. bua alel 4

Pewarnaan imunof luoresensi berbeda untuk enzim tersebut, yaitu G6pDA atau
ffi
G6PDB, mungkin terdapat di tiap kromosom. irlll
Oleh wi
Pewarnaan imunofluoresensi dapat dilakukan karena adanya inaktiv;si krombsom X (hipotesis $tr

beberapa kelainan kromosom. Contohnya adalah ";,"; lor), suatu proliferasi klonal hanya akan meng_
E
\\*
ekspresi protein leukemia promielositik (nMl) yang ek_spresikan satu jenis saja, yaitu G6pDA atau #s
secara normal mempxnyai distribusi titik, tetapi G6PDB, tetapi tidak campuran ieduanya.
tersebar difus pada letrkemia promielositik akut i)i
d:"g1 translokasi t(1,5;17) (Gb. 1j.9). Selain itu, pro_
tein fusi abnormal kadang-kadang dapat dideteksi Sitogen6tika ffi
dengan adanya antibodi monoklonil spesifik. mi
It(

Jika suatu kromosom abnormal, misalnya philadel_ *#


phia (Ph) terdapat di semua sel tumor, sel_sel yang R
mengandung kelainan tersebut dianggap beiasal $ii"

PENETAPAN KLONALITAS EE]

dari satu sel 'induk' yang sama yang mengalami i;7


mutasi. Kelainan kromosom yang sama dapat di_ str ffi
Pembuktian bahwa suatu ekspansi sel bersifat klonal temukan pada berbagai jenis leukemia, misalnya #)
(berasal dari mitosis berulang dari satu sel tunggal) kromosom Ph pada leukemia mieloid kronik (CMi)
atau poliklonal sangat penting untuk penelitian w
dan pada beberapa kasus leukemia limfoblastik akut jlt
hematologi dan untuli mendiagnosis adanya prekursor B (c-ALL) (lihat Gb. 13.1). Lagipula, N- i*.
penyakit ganas. Berbagai teknik telah digunakan kelainan kromosom yang berbeda dapat mendisari
untuk tujuan ini (Tabel 11.3). penyakit yang tampaknya sama flabei tt.Z;. ffi
N
140

@g samperser

I Er"tr"r.i RNA
*

I Pelabelan fluoresen \ '


I oada RNA i i t, i.
* .1 i',ri
..'.,' ,l ''t'l ]
;;::...-ltt
e
O.".. 3
o; ]i'l
J
Hibridisasi Sr.un"n
I ',,'ifro
cDNA atau
oligonukleotida
* a
t:a
.; .?.t a
??

'ffigttv'
,#1.i.'s.J.
,,{ $o,]{ { i
:, ,lii
I oetet<si fluoresen dengan
I pemindaian laser
*
Pembacaan
fluoresensi
pada susunan Gambar. 11.8 (a) Prlnsip penentuan prolil lranskripsi ekspresi RNA
mikro
pada sampel leukemia dengan menggunakan susunan mikro DNA
(DNA microarraysl.

Tabel 11.3. Penetapan sifat klonalitas 81). Perbedaan ukuran RFLP yang dideteksi dapat
disebabkan oleh mutasi titik di tempat restriksi, atau
Analisii isoenzim GBPD Hanya dapat diterapkan pada wanild oleh pergeseran posisi tempat restriksi karena delesi
yang "inlormatif saja
atau duplikasi DNA yang bersebelahan. Pada
t1,: llisERfLftetkdnX . :.:i:.,rir,ir,:, 1,: wanita, kedua kromosom X dapat bersifat informatif
6i,!l(s].Sltal.rins{t,:r ,,,,.,i,,- ,, Hal4 9llal:diterapkah pada tunor dengan adanya haplotipe RFLP yang berbeda (lihat
Gb. 6.25). Dalam suatu klon sel-sel, hanya terdapat
..' F,e* illfiS, ient.., ...',,,,,.,,,,,. Dapa! dilerapran paoa teganasan
satu kromosom X yang aktif (lihat hipotesis Lyon di
' :'Sitog€{lelilq
hrunmlobulh dan,TCR - limfoid
',. ' :
atas). DNA yang aktif dalam transkripsi biasanya
1 ,t,: ,
-.u,::
{':
dalam keadaan hipometilasi, sedangkan DNA yang $\:

i,i., ...'
analiCls t,,,i,,''
translokasl ,,, ' beristirahat mengalami metilasi. Oleh karena DNA
komosoln . ::::.,",
.. $rl

muhsi$lik : :- ,,;,
i ;
kromosom X yang aktif akan mengalami hipo-
---. -""
' :.; ;:' ' :l
,
' metilasi, maka penggunaan enzim restriksi kedua
"
(misalnya Hpa I) yang sensitif terhadap status Ea.:.

G6PD, glukosa-6- foslat dehidrogenase; RFLB polimorfisme paniang fragmen metilasi DNA, diikuti dengan Southern blot rr.eng-
restriksi; TCR, reseptor sel T.
gunakan satu pelacak kromosom X, akan memberi
informasi mengenai apakah hanya satu kromosom X
(seperti pada tumor monoklonal) atau keduanya
(seperti pada proliferasi poliklonal) yang bersifat
aktif pada jaringan yang diperiksa.

::a.t: :. : ,::.: ii r, 1 ,: ,.. ::::,:t iilt,

Polimorfisme panjang fragmen restriksi (RFLP) .,.'ReStfik€i,featai iingan,.:, , ,,,i.::;:i:,. i,i ,,iji: :i' , :,:::::,:

menunjukkan variasi dalam ukuran suatu fragmen


DNA, yang dapat terdeteksi dengan pelacak tertentu, Sel-sel jalur B yang matang mengekspresikan imuno-
setelah digesti dengan suatu enzim restriksi (hal.80- globulin permukaan dengan rantai ringan r dan l.
141

Gen yang sangat banyak diekspresikan pada ALL -:4

C-myb (U22376)
i;i
Proteasom iota (X59417)
MB.1 (U05259)
ffi
Cyclin D3 (M922871
Rantai ringan miosin (M31211)
RbAp48 (X74262)
ffi
sNF2 (D261s6) t&!
HkrT-l (550223)
E2A (M31523) #
Protein yang dapat diinduksi (147738) 1B::3

Rantai ringan dynein (U32944) f::;


Topoisomerase ll B (215115)
rRF2 (X15949) ffi
TFilEB (X63469)
Acylkoenzim A dehidrogenase (i/91432) ffi
SnF2 (U2917s)
W
(Ca2+)-ATPase (26988i )
(d
sRP9 (U20998) gs
MCM3 (038073) L,!

Deoksihipusin sintase (U26266)


0p 18 (M31303)
Rabaptin-5 (Y08612) ffi
Protein heterokromatin p25 (U35451 ) .il

Reseptor lL-7 (M29626) :i


Adenosin deaminase (M13792)
Gen yang sangat banyak diekspresikan pada AML
Fumarilasetoasetat (M551 S0) ffi
:4
r::,4
Zyxin (X95735)
f,:i
LTC4 sintase (U50136)
LYN (M16038) tr
HoxA9 (U82759)
ffi
cD33 (M23197)
Adipsin (M84s26)
'A\
Reseptor leptin (Y12670)
Cystatin C (M27891) ffi
Proteoglikan 1 (X17042)
Prekursor lL-8 (Y00787)
ffi
Azurosidin (M96326) s*
p62 (U46751)
CyP3 (M80524)
MCLl (108246)
ffi
ATPase (M62762)
rL-8 (M28130)
Cathepsin D (tu|63138) i$
Lektin (M57710) ffi
MAD.3 (M69043) $s

ffizaffiw
-3'0 -2,5 -2,O ,5
{ ,:W
0 0,5 1,0 1,5 2,O 2,s
CD1lc (M81695)
:,{

-1 -1 ,0 -O,s 3,0
Ebp72 (X 85116)
Lisozim (M19045)
Rendah ffi
Ekspresi yang dinormalisasi Properdin ([,,l83652) *i
Katalase (X04085) nti

Gambat' 11.8. Bersambung' (b) Analisis susunan mikro gen yang membedakan leukemia limloblastik akut (ALL)
dari leukemia mieloid akut (AML). Kelimapuluh gen
yang berkorelasi paling tinggi pada susunan mikro ekspresi gen kedua jenis leukemia ffi
ini ditunjukkan pada gambar. Tiap baris mewakili satu gen; tiap kolom mewikili IN;
$#
nilai ekspresi dalam satu sampel tertentu, Ekspresi untuk tiap gen dinormalkan untuk sampel sedemikian
sehingga nilai rerata adalah 0 dan Soldalah t. Ekspresi yang ffi
lebih besar dari rerata diwarnai merah, dan di bawah rerata diwarnai biru. Walaupun gen sebagai suatu kelompoi -ja;
tampaknya berhubungan dengan jenis leuxbmia yani
dlperiksa, namun tidak ada satu gen tunggal yang secara seragam diekspresikan pada kelas tersebut, yang ffi
menggambarkan perlunya suatu metode prediksi multigen.
(Direproduksi atas kebaikan Golub dan sejawatnya). (Lihat Gambar Berwarna hal. A.24).

i*
ffi
ai{
c"$

st4
142

;.*:

ffi ffi
:'Nl

R ffi
r\i

$ ffi
N $i*
t!.i
iiE
ffi lLl
!;ul
'#t
{*$
N s!
r.:N
\\1

ffi $
t"i5

ffi ffi
liN
*$
#
ffi

H ffi
ii+

Gambar. 11.9, pewarnaan imunolluoresen protein leukemia promielositik (PML) pada leukemia promielositik akut. Pada sel normal (a), protein tersebut diekspresikan
(b) Pada sel-sel leukemia ffi
fl$ dalam pola berbercak pada inti yang khas akibat lokalisasi protein di titlk-titik yang berbatas legas (5-20 per inti), disebut badan inti P[/1.
ri\ promieiositik, badan inti pML tersebut pecah dan pewarnaan berubah menjadi suatu gambaran mikrogranular (Atas kebaikan Dr. R. Johnson). (Lihat Gambar Berwarna
hal. A-25).
N
N
rff
Suatu populasi poliklonal biasanya memperlihatkan kombinasi dari latar belakang genetik dan adanya R
pengaruh lingkungan. Walaupun demikian, pada \:
,ffi
i5:
suatu rasio sel-sel yang mengekspresikan x:l' sebesar ,!::

sebagian besar kasus individual, tidak ditemukan


\)\i
m
2:1. Pada suatu populasi klonal, misalnya LLK atau i ....

w limfoma . sel B, sel-sel tersebut semuanya


fis$
akan adanya kerentanan genetik atau penyebab .dari w
i\\t
mengekspresikan rantai r atau 1,, tetapi tidak lingkungan.
'iii$
keduanya (lihat Gb. 15.10).
D'
!ia4
ffi i€{
JR
.Fakt6ryangdiwariskan.i....l....l
ru
Penataan ulang imunoglobulin atau TCR .. ffi

Insidensi leukemia sangat meningkat pada beberapa $ r]t


Gen imunoglobulin atau TCR masing-masing penyakit genetik, khususnya sindrom Down (pada ffi
ffi terdapat sebagai segmen terpisah dalam sel benih sindrom Down, frekuensi leukemia akut meningkat 9,,<:1

w
N (lihat Gb. 10.4). Penataan ulang gen imunoglobulin 20-30 kali lipat), sindrom Bloom, anemia Fanconi, E+
RT
terjadi pada sel-sel jalur B dan TCR di sel-sel jalur T. ataksia-telangiektasia, sindrom Klinefelter, osteogen-
ffi Penataan ulang ini semuanya berbeda dalam sel esis imperfekta, dan sindrom Wiskott-Aldrich' W

poliklonal tetapi identik dalam suatu populasi Bersamaan dengan meningkatnya insidensi leuke- iE*

w mia pada penyakit-penyakit genetik primer tersebut,


s$ klonal, dan penataan ulang klonal ini dapat dideteksi $
dengan Southernblot atau teknik PCR. terdapat kecenderungan familial yang lemah pada -i
tr
penyakit-penyakit seperti CLL sel B (B-CLL), penya-
ffi is
kit Hodgkin, dan limfoma non-Hodgkin walaupun s
r-,i
N\ gen yang merupakan faktor predisposisi terjadinya x$
s PREDISPOSISI TERHADAP LEUKEMIA
Fq risiko tersebut belum diketahui. tr
Yang menarik, tampaknya sejumlah kasus leuke- ffi
DAN LIMFOMA HEREDITER DAN $s
.N
tfi mia limfoblastik akut (ALL) yang terjadi di masa ffi
il\ DIDAPAT
*s$ anak dapat diinisiasi oleh mutasi genetik yang terjadi ffi
selama perkembangan in utero (Gb. 11.10). Penelitian
ffi
ffi Bagaimana tepatnya mutasi genetik berakumulasi pada kembar identik telah menunjukkan bahwa
ffi
pada keganasan hemopoietik masih belum banyak keduanya dapat dilahirkan dengan kelainan ,$s
ffi
ffi diketahui. Seperti pada kebanyakan penyakit, kromos'om yu.tg turnu, misal t(72; 21). Hal ini ir#

x$& penentu risiko untuk menderita keganasan adalah diperkirakr. teladi R.3:? s::: t::' ::44 slao: sel
f*=;it 143

progenitor yang telah diturunkan pada kedua anak limfoma sel T dewasa (adult T-ceil letkeminflymphoma,
kembar karena berbagi darah akibat plasenta ATLL) (hal. 183) walaupun sebagian besar orang
tunggal. Salah satu kembar dapat menderita ALL yang terinfeksi virus ini tidak menderita tumor
pada usia muda, misalnya pada usia 5 tahun, tersebut. DNA virus Epstein-Barr (EBV) telah
diperkirakan akibat kejadian transformasi kedua, ditemukan terintegrasi ke dalam genom sel limfoma
sedangkan yang lainnya tetap sehat atau menderita Burkitt endemik (Afrika) tetapi jarang terintegrasi ke
ALLbelakangan. Sifat kejadian yang kedua inibelum dalam sel limfoma Burkitt sporadik. Genom EBV
jelas, tetapi dapat dihubungkan dengan stres juga ditemukan pada sel tumor penderita penyakit
proliferasi yang dibebankan pada progenitor sel B limfoproliferatif pascatransplantas i (post-tiansplnnt
pada saat timbulnya imunitas terhadap antigen Iymphoproliferatioe disense, PTLD) selama terapi
eksternal, misalnya infeksi. imunosupresif setelah transplantasi organ padit,
pada banyak penderita sindrom defisiensi imun
didapat (AIDS) yang menderita limfoma, dan pada
Pengaruh lingkungan '
sebagian penderita penyakit Hodgkin. Human ierpes
airus I (HHV-8) dikaitkan dengan sarkoma Kaposi
Bahan kimia d_an subtipe-subtipe limfoma yang jarang terjadi.
Pemajanan kronik terhadap benzena dapat menye- Hepatitis C telah dikaitkan dengan adanyihmfoma
babkan terjadinya hipoplasia sumsum tulang, non-Hodgkin sel B.
displasia dan kelainan kromosom serta merupakan
penyebab mielodisplasia atau leukemia mieloid akut
(AML) yang tidak lazim. Pelarut industri dan bahan Tabel 11,4. lnfeksi yang dikaitkan dengan keganasan hemopoietik' E.::

kimia lain mungkin lebih jarang menyebabkan =


l':r

terjadinya leukemia.
[:
,+
Vhus

0bat HTLV.1 Leukemia/ limfoma sel T dewasa i$


vrfus Epstetn-Harr Limfoma Burkitt dan Hodgkin; PTLD
Obat pengalkil, misalnya klorambusil, mustin,
HHV.8 Limfoma efusi primer
melfalan, prokarbazin, dan nitrosourea (misal
HIV.1 Limfoma sel B grade tinggi '
BCNU, CCNU) merupakan faktor predisposisi untuk
terjadinya AML, khususnya bila dikombinasikan Bal<tert
dengan radioterapi atau jika digunakan untuk Helicobacter pylori Limfoma gaster (MALT)
mengobati penderita kelainan limfositik atau
Ptotozoa
plasmasitik. Epipodofilotoksin seperti etoposid
Malaria
merupakan obat anti leukemia yang kuat, tetapi Limfoma Burkitt

penggunaannya disertai dengan adanya risiko


timbulnya leukemia sekunder yang dikaitkan HHY-8, human herpes virus B; HlV, virus imunodelisiensi manusia; HTLV-1,
dengan mutasi gen MLL di 17q23. virus Iimfotropik-T manusia tipe 1; PTLD, penyakit limfoproliferatil
pascatransplantasi.

Radiasi
Radiasi, terutama di sumsum tulang, bersifat leuke-
Bakteri
mogenik. Hal ini diperlihatkan dengan meningkat-
nya insidensi semua jenis leukemia (kecuali B-CLL) Infeksi Helicobncter pylori telah dikaitkan dalam pato-
pada orang-orang yang selamat dari ledakan bom genesis limfoma sel B mukosa gaster (MALI) (lihat
atom di Iepang. hal. 196).

Protozoa
lnfeksi
Limfoma Burkitt endemik terjadi di daerah tropik,
Virus (Tabel 11.4) khususnya di daerah rnalaria. Malaria diperkiraian
dapat merubah imunitas pejamu dan merupakan
Virus limfotropik-T manusia tipe 7 (human T-lympho- faktor predisposisi terhadap terbentuknya tumor
tropic airus, HTLV-1) terlibat dalam kausa leukemia,/ akibat infeksi EBV.
144

N
{f Kejadian
{.i sekunder

ffi
sEi; Gambar. 11.10. Asal pranatal leukemia limfoblastik akut
(ALL) pada sepasang kembar identik. Diagnosis ALL
ri$
ditegakkan pada kembar pertama yang berusia 5 tahun dan
kembar kedua yang berusia 14 tahun. Kedua tumor mem-
m
s .y' *lo^,t punyai translokasi t(12; 21) yang identik, memperlihatkan
adanya kemungkinan asal klon leukemik in utero dan li1
l,;r
penyebaran pada kedua kembar melalui pasokan darah
t*
s plasenta yang sama. Oleh karena masa laten ALL yang
berkepanjangan, diperkirakan perlu suatu keladian sekunder
ffi untuk mencetuskan timbulnya leukemia yang nyata. Pada
li:;
ln utero €.r'lll,o*, saat penegakan diagnosis ALL pada kembar l, translokasi
t(12; 21) tersebut dapat dideteksi pada sumsum tulang
kembar ll. lVlungkin "asal letus" ALL masa anak yang
ffi -90 5 demikian terjadi pada sejumlah kasus ALL sporadik.
14
bulan Usia (tahun) (Didasarkan pada J. L. Wiemels dkk, 1999).

N
S...1

tal
l"

(CML) (lihat Gb. 13.1), R-4Ra-PML pada t(15; 17)


ffi KELAINAN GENETIK YANG DISERTAI
;YC
pada AML M3 (Gb. 11.12) atau TEL-AML1 pada
!!ri OLEH KEGANASAN HEMATOLOGIK t(12;21) pada ALL pra-B (Gb. 11.6).
ffi
2. Ekspresi berlebih dari suatu gen sel normal,
fii Beberapa kelainan genetik yang biasanya dikaitkan misalnya ekspresi berlebihan BCL-2 pada trans-
N
dengan berbagai tipe leukemia dan limfoma dijabar- lokasi t(14; 18) limfoma folikular atau MYC pada
kan dalam Tabel 11.2. limfoma Burkitt (Gb. 11.13). Yang menarik, kelas
ffi
$\) Mekanisme kelainan gen mencakup hal berikut translokasi ini hampir selalu melibatkan suatu
K
s
hi (Gb. 11.11), lokus gen TCR atau imunoglobulin, mungkin
ss akibat aktivitas aberan enzim rekombinase yang
terlibat dalam penataan ulang gen imunoglobulin
lC
s$
{$
llutaaititik atau TCR pada sel B atau T imatur.

i.; Mutasi titik paling baik diilustrasikan oleh aktivasi


N onkogen Rz{S yang ditemukan
pada berbagai tumor Delesigen dan kromosom
manusia termasuk AML (20-30"h), ALL (75-20%),
ffi mielodisplasia (20-40%) dan mieloma (20%). Suatu
sft Delesi gen dan kromosom dapat melibatkan sebagian
mutasi titik pada salah satu dari tiga kodon (12,13,
kecil kromosom, lengan pendek atau lengan panjang
ffi atau 61) bertanggung jawab terhadap hampir semua (misalnya 5q-), atau keseluruhan kromosom (misal-
N alel R,{S yang teraktivasi pada keganasan manusia.
nya monosomi 7). Kromosom yang paling sering
ffi Aktivasi N-RAS adalah mutasi yang biasa ditemukan
ffi hilang adalah kromosom 5, 6,7,\\,20 dan Y. Kejadian
s pada keganasan hemopoietik manusia. yang sangat penting mungkin adalah hilangnya
sffi suatu gen penekan tumor.
s
si
Translokasi
ffi
ffi Translokasi adalah suatu gambaran khas keganasan , Duplil<asi kiomosom atau amplilikasigen
$i!
s$
& hematologi dan terdapat dua mekanisme utama F:;r
fil
ffi
ffi yang menjelaskan bagaimana translokasi ini dapat Pada duplikasi kromosom (misal trisomi 12 pada B-
ffi
mendukung perubahan keganasan. CLL) atau amplifikasi gen, penambahan lazim terjadi
ss 1. Fusi bagian-bagian dari dua gen untuk meng- pada kromosom 8, \2,79,21 dan Y. Ampliflikasi gen
hasilkan suatu gen chimeric yang mengode suatu bukan merupakan suatu gambaran yang umum pada
"protein fusi" yang baru, misal BCR-ABL pada keganasan hemopoietik tetapi telah dijabarkan
$#
l:r-: translokasi t(9;22) pada leukemia mieloid kronik melibatkan genMLL.
145

.i. :r:: . I .

..AGCTCGG.. ----> dimer dengan dirinya sendiri, sedangkan protein


(a) Mutasi titik R 4Rs membentuk heterodimer dengan protein
it:= reseptor X retinoid, RXR. Protein fusi PML-RARc
berikatan dengan PML dan RXR, sehingga meng-
ffi
i.s

,ffi
>4
(b) Translokasi
><
halanginya untuk berikatan dengan pasangan
alamiahnya. Ini menyebabkan fenotipe sel berupa
diferensiasi yang terhenti. Kasus-kasus LGAM, yang
disertai dengan translokasi t(75; 77) berespons
terhadap pengobatan nll-trnnsretinoic acid (ATRA)
%._# dosis tinggi yang menyebabkan terjadinya diferen-
ffi siasi promielosit abnormal dan menghasilkan prog-
(c) Delesi kromosom parsial nosis yang lebih baik (hal. 157). Yang menarik, pada

:z
:?-\
varian AML M3 yang jarang dijumpai, R.ARa berfusi
dengan gen lain. Pada kasus-kasus tersebut, terapi
ATRAtidak berhasil. Mekanisme umum yang terlibat
pada semua kasus adalah rekrutmen histon
(d) Duplikasi kromosom deasetilase, yang menekan transkripsi, oleh protein
fusi. Interaksi ini diatasi oleh ATRA dalam kasus-
kasus yang melibatkan translokasi t(15; 17), tetapi
Gambar. 1 l.11, Jenis-jenis kelainan genetik yang dapat menyebaban teriadinya
tidak dalam kasus dengan translokasi t(5; 17) atau
keganasan hemopoietik. (a) Mutasi titik; (b) translokasi kromosom; (c) delesi atau t(11,; t7).
hilangnya kromosom (d) duplikasi kromosom. Model ini dapat menggambarkan suatu konsep
pemersatu tentang jumlah translokasi kromosom
berbeda yang menyebabkan terjadinya LMA. Satu iii
persatu, penataan ulang gen faktor transkripsi
CONTOH SPESIFIK TRANSLOKASI YANG tersebut menyebabkan terjadinya transkripsi aberan ffi
DISERTAI KEGANASAN HEMATOLOGIK akibat direkrutnya histon deasetilase dan ko-represor :=
transkripsi dan bukan aktivator transkripsi. Inhibitor ffi
kimiawi deasetilasi histon saat ini sedang digunakan
Reseptor asam retinoat ,,.,.. dalam uji klinis.
[$
iiL

Pada translokasi t(15; 17) yang dikaitkan dengan


AML M3 (hal. xxx), gen leukemia promielositik PML Translokas MYC
di kromosom 15 berfusi dengan gen a reseptor asam
retinoat, R ARc,, di kromosom 17 (Gb. 11.12). Protein Pada limfoma Burkitt dan LLA-B biasanya ditemu-
fitsi PML-RARo yag dihasilkan berfungsi sebagai kan salah satu dari tiga translokasi. Semuanya
penekan transkripsi, sedangkan protein R4Ra yang mendekatkan onkogen MYC dengan salah satu gen
normal (wild-type) merupakan suatu aktivator. Pada imunoglobuhn (Gb. 11.13); yang paling sering adalah
keadaan normal, protein PML membentuk homo- translokasi ke lokus rantai berat, t(8; 14). Sebagai

15q22 17q12
123456 3 4 5 6 78I
ffi
PML
/W P"4.Rq.
.d^u

RARcr

Gambar. 11.12. Terladinya translokasi t(15;1 7). Gen PML di 1 5q22 dapat putus pada salah satu dari tiga regio kelompok titik putus yang berbeda (BCR-1, -2 dan-3) dan
bergabung dengan ekson 3-9 di gen BABcr pada 1 7q12. Terbentuk tiga mRNA lusi yang berbeda (disebut panjang/ /ong (L) ,varibell variable (V) atau pendeU shorl (S))
dan mRNA lersebut menyebabkan terjadinya protein fusi dengan ukuran berbeda. Pada diagram ini, yang diperlihatkan hanya versi panjang yang dihasilkan oleh
pemutusan di BCR-1.
'; t '':ll
.tttit
r::. . j"j

akibatnya, ekspresi gen MYC terganggu regulasinya Translokasi yang melibatkan gen faktor
dan gen tersebut diekspresikan di bagian-bagian pengikat inti
siklus sel yang pada keadaan normal ekspresi gen di
bagian tersebut dimatikan.
Faktor pengikat tnti (core binding fnctor, CBF) adalah
faktor transkripsi heterodimer dan memilikj arti
.rTrahslokasigen
BCL-2,,' penting dalam regulasi ekspresi sejumlah gen seperti
1L-3 dan GM-CSF. Gen yang mengode kedua kom-
Onkogen ini ditranslokasikan dari kromosom 18 ke ponen CBF, yaitu CBFcr dan CBFp, terlibat dalam
kromosom 14pada translokasi t(14; 18) yang ditemu- sejumlah translokasi kromosom yang dikaitkan
kan pada sekitar 85% kasus limfoma folikular dan dengan leukemia (Gb. 11.14). Translokasi ini meliputi
pada beberapa kasus limfoma difus dan B-CLL. t(8; 21) tempat gen CBFa, yang juga dikenali sebagai
Translokasi tersebut menyebabkan terjadinya eks- AML1, mengalami translokasi ke gen ETO di kromo-
presi konstitutif gen BCL-2 dengan peningkatan som 8. Penataan ulang lain yang lazim di AML
ketahanan hidup sel karena berkurangnya apoptosis. adalah inv(16) tempat gen CBFB difusikan ke gen

t99e
t--l t--l

-'"")ffil,"" sHilryffi(lt,
r c-tvrvc
\
t(8: 14Xq24; q32)

Gambar. 11.13. Kejadian genetik yang terdapat di salah satu dari tiga translokasi yang ditemukan pada limfoma Burkitt dan leukemia limfoblastik akut selB. Onkogen
c-MYCpada keadaan normal terletak di lengan panjang (q) kromosom 8. Pada translokasi (8; 14), c-MYC ditranslokasikan mendekati gen rantai berat imunoglobulin
pada lengan panjang kromosom 14. Sebagian dari gen rantai berat (regio V) secara resiprokal ditranslokasikan di kromosom 8. C, regio konstan; lgH, gen rantai berat
imunoglobulin; J, regio penyambung; V, regio variabel.
:ll

ii+
a6"kil6i) Transkriosi
.--.+'
(a)
@;78l::""" M
G;niaige!

- --"'';
..: i;,, I ll rt;.,.t:i::lSlii ";:r ,...:.;. ;l

Xffi
Tidak teriadi transkriosi

{b)
TGTGGT
i::r+;ll;
Tidakterjadi transkripsi centa*et
W@,
(c)

Gambar. 11.14. Mekanisme kerja laktor transkripsi laktor pengikat inli (core binding faclor, CBF) dan gangguannya pada leukemia mieloid akut. CBF terdiri dari dua sub-
unit, yaitu CBFF dan CBFu (atau AML1) yang bersama-sama membentuk suatu heterodimer (a). Kompleks ini berikatan dengan urutan DNA TGTGGT di regio
pengatur gen target tertentu. Pengikatan ini memungkinkan rekrutmen ko-aktivator yang menyebabkan terjadinya transkripsi gen-gen tersebut. (b) Translokasi t(B; 21
)
menghasilkan protein lusi CBFcr dengan ETO. Walaupun subunit-subunit CBF masih dapat membentuk heterodimer, pengikatannya dengan DNA menyebabkan
direkrutnya suatu kompleks ko-represor yang menghambat transkripsi. (c) Pada mutasi inv(16), dihasilkan protein lusi CBF0,-MYH11, yang juga dapat membentuk
heterodimer tetapi tidak mendapat akses ke DNA. 1r$:
eeniiit a t ads,a-a' t brnato*ti tti
SMMHC (MYH11). Pada transtokasi t(12; 27) yang
dikaitkan dengan ALL-pra-B, gen TEL berfusl
dengan gen CBFa untuk menghasiikan suatu protein
fusi baru. Ketiga translokasi tersebut tampaknya
bertindak sebagai inhibitor dominan pada aktivlias
CBF alami (tuild-type) yang normal.

NILAI PETANDA GENETIK DALAM


PENATALAKSANAAN KEGANASAN
HEMATOLOGIK

Deteksi kelainan genetik mungkin penting daiam


beberapa aspek penatalaksanaan penderita leukemia
atatr limfoma.

Untuk diagnosis awal

Banyak kelainan genetik yang bersifat sangat spesifik


untuk suatu penyakit tertentu sehingga keberadaan_
nya. memastikan penegakan diagnosis. Contohnya
adalah translokasi t(15; 17) yang mengklasifikasikan

Gambar. 11.16. Penyakit residual minimal pada sumsum tulang


seorang
penderita T-ALL dalam remisi yang dideteksi dengan pemeriksaan
mikroskop
imunofluoresensi. Tiga sel yang teruarna ganda oleh anti
CD3 (hijau) dan TdT
(merah) adalah sel leukemia residual. Sel T CD3+
sumsum tulang yang normal
bersifat TdT-. (Atas kebaikan D. Campana). (Lihat Gambar Berwarna
hal. A_23).
100

101 AML sebagai leukemia promielositik. Imunoglobulin


klonal atau penataan ulang gen TCR bermanfaat
Morfologi dalam menetapkan klonalitas dan menentukan jalur
-*i 102 (l in e n ge) keganasan limfoid.
Southem hlot 4, {n . Sitogenetika

103
Untuk menentukan protokol pengobatan
Petanda
imunologik Makin disadari bahwa keganasan hematologik tidak
104
seharusnya dikelompokkan bersama sesederhana
seperti yang terjadi saat ini. Misalnya, AML adalah
sekelompok kelainan genetik yang berbeda-beda dan
105
bukti mengesankan bahwa s.,btip" individual
berespons secara berbeda terhadap teiapi yang baku.
Misalnya, subgrup t(IS; 17), inv (16), aan i1S; Zt;
bertahan dengan baik, sedangkan monosomi 7 mem_
106
punyai prognosis yang bumk. Strategi pengobatan
sekarang disesuaikan dengan kelainan genetlk.ryu
91 puau beberapa kasus, pengetahuJn tentang
Gambar. 11.15. Sensitivitas deteksi sel leukemia menggunakan lima teknik yang
berbeda. l0r- 106 = 1 sel dalam 10 sampai 1 sel dalam 106 sel yangdideteksi. kelainan genetik yang menduru.it"4udinya tumor
'ffi:

Gambar. 11,17, Deteksi penyakit residual minimal (minimal residual disease, MRD) dengan flow cytometry empat warna pada: sel mononuklear sumsum tulang (BM)
normal, BM dari penderita ALL jalur B pada saat penegakan diagnosis dan dalam remisi 6 minggu setelah penegakan diagnosis. Sel-sel tersebut dideteksi dengan
empat antibodi yang berbeda (anti CD l 0, anti C019, anti CD34, anti CD38) yang dilekatkan pada label-label fluoresen yang disingkat berturut-turut sebagai PE, APC,
PerCB dan FITC. Gambaran tiga dimensi memperlihatkan sel limfoid dengan imunolenotipe CD19+ pada ketiga sampel. MRD dengan 0,03% sel mengekspresikan
lenotipe yang terkait dengan leukemia (CDl0+, CD34+, CD38-) terdeteksi di minggu keenam, ditegaskan melalui analisis PCR. (Atas izin dari D. Campana dan E.
Coustan-Smith, 1999. Cytometry Conmun Clin Cytometry38, 139-52.) (Lihat Gambar Berwarna hal. A-27).

7.zya......t.........................:......
MRD+,(>1%) nig

43o/o: I :

M.nqll>o:1 7: < 1o/;) nlta


i:
i 23o/o : l

:MRD+ (<0,1%) n=19

1Oo/o

ffiffi
Gambar. 11.18. lnsidensi relaps kumulatil sesuai dengan tingkat penyakit residual minimal (MRD) di akhir induksi remisi pada anak-anak penderita ALL yang diobati di
St. Jude Children's Research Hospital (Atas kebaikan Dr. D. Campana).

tersebut dapat mengarahkan pada pendekatan peng- :,,,,. PCma,ht-uan reapona teihadap,t6rhpi,rr
obatan yang rasional. Contoh terbaik adalah peng-
gunaan asam retinoat dalam pengobatan leukemia
promielositik yang dikaitkan dengan translokasi
t(75;17). Informasi genetik juga berharga untuk Deteksi penyakit residual minimal (minimal residual
membuat suatu prognosis. Misalnya, ALL Ph+ MRD) (penyakit yang tidak dapat ditemukan
disease,
mempunyai prognosis yang sangat buruk, sedang- dengan pewarnaan konvensional dan pemeriksaan
kan hiperdiploidi pada ALL adalah temuan yang mikroskopik darah atau sumsum tulang) padaAML,
memiliki prognosis baik. ALL, atau CML setelah kemoterapi atau transplan-
149

tasi sumsum tulang mungkin dilakukan dengan Greaves M.F. (1999) Molecular genetics, natural history
menggunakan teknik berikut ini (dalam urutan and the demise of childhood leukaemia. Eur. I. Cancer 35,
sensitivitas yang makin tinggi, Gb. 11.15). 173-85.
1. Analisis sitogenetika. Kearney L. (1999) The impact of the new FISH technologies
2. Analisis Southern b/of untuk mencari
. on the cytogenetics of haematological malignancies. Br. /.
penataan
Haematol.704, 648-58.
ulang DNAyang spesifik untuk tumor. Knuutila S. et. aI. (1997).Lineage specificity in haemato-
3. Imunofluoresensi (Gb. 11.16) atau pemilahan sel logical neoplasms. Br. l. Haematol.96,2-11.
yang teraktivasi fluore sen (fluorescence-actiattted Kuzrock R. and Thlpaz M. (eds) (1.999) Molecular Biology in
cell sorter, FACS) untuk mendeteksi sel tumor Cancer Medicine,2nd edn. Martin Dunitz, London.
menggunakan petanda imunologik yang men- Preudhomme C. and Fenaux P. (1,997) The clinical signifi-
deteksi kombinasi antigen yang'spesifik terhadap cance of mutations of the p53 tumour suppressor gene in
leukemia'(Gb. 11.17). haematological malignancies. Br. f. Haematol. 98, 502-11.
4. PCR untuk mengamplifikasi translokasi yang Rabbitts T.H. (1991) Translocations, master genes, and dif-
ferences between the origins of acute and chronic
spesifik untuk tumor atau urutan imunoglobulin/
leukaemias. Cell 67, 64I-4.
TCR (lihat Gb.71..17).
Russell N.H. (1997) Biology of acute leukaemia. Lancet 349,
Pendekatan-pendekatan tersebut sedang dieva- 118-22.
luasi, tetapi telah berperan penting dalam menentu- Stamatoyannopoulus G., Perlmutter R.M., Majerus P.W.
kan pengobatan pasien secara individual, misalnya and Varmus H. (eds) (2000) The Molecular Basis of Blood
menetapnya MRD pada ALL masa anak setelah Diseases, 3rd edn. WB. Saunders, Philadelphia.
terapi awal selama L-3 bulan memprediksikan ke- Wickremasinghe R.G. and Hoffbrand A.V. (2000) Molecu-
mungkinan relaps yang besar (Gb. 11.18) sedangkan lar basis of leukaemia and lymphoma. In: Molecular
menetapnya gen fusi BCR-ABL setelah transplantasi Haematology. Provan D. and Gribben j. (eds) Blackwell
Science, Oxford. Pp. 25-41.
sel induk alogenik untuk CML mengesankan perlu-
Wiemels J.L., Ford A.M., Van Wering E.R., Postma A. and
nya pengobatan dengan leukosit donor (lihat hal. Greaves M. (1999) Protracted latency of acute lympho-
101). blastic leukaemia after TEL-AMLI gene fusion in utero.
Blood 94,1,057-62.
Wiernick P.H., Canellos, G.P., Dutcher J.P. and Kyle R.A.
(eds) (1996) Neoplastic Diseases of the Blood, 3rd edn.
KEPUSTAKAAN Churchill Livingstone, New York.
Willis T.G. and Dyer M.l.S. (2000) The role of immunoglo-
Degos L., Linch D.C. and Lowerberg B. (eds) (1999) AText- bulin translocations in the pathogenesis of B-cell malig-
book of Malignant Hematology. Martin Dunitz, London. nancies. Blood 95, 808-22.
Leukemia akut
Klasifikasi leukemia, 150 Leukemia limfoblastik akut, 150

Klasifikasi leukemia akut, 150 Leukemia mieloid akut, 161

Leukemia adalah sekumpulan penyakit yang di-


tandai oleh adanya akumulasi leukosit ganas dalam
DiferensiasiALL dariAML :

sumsum tulang dan darah. Sel-sel abnormal ini


Pada sebagian besar kasus, gambaran klinis dan
menyebabkan timbulnya gejala karena: (a) kegagalan
morfologi pada pewarnaan rutin membedakan ALL
sumsum tulang (yaitu anemia, netropenia, trombo-
dari AML. Pada ALL, blas tidak memperlihatkan
sitopenia); dan (b) infiltrasi organ (misalnya hati,
adanya diferensiasi (dengan perkecualian ALL sel B
limpa, kelenjar getah bening, meninges, otak, kulit,
(ALL-B)) sedangkan pada AML, biasanya ditemukan
atau testis).
tanda-tanda diferensiasi ke arah granulosit atau
monosit pada blas atau progeninya. Diperlukan tes
khusus untuk memastikan penegakan diagnosis
AML atau ALL dan untuk membagi lagi kasus-kasus
KLASIFIKASI LEUKEMIA
AML atau ALL kedalam subtipe yang berbeda (Tabel
72.3 dan72.4).
Penggolongan utama dibagi menjadi empat tipe-leu- Pada sebagian kecil kasus leukemia akut, sel blas
kemia akut dan kronik, yang lebih lanjut dibagi memperlihatkan adanya gambaran AML dan ALL
menjadi limfoid atau mieloid (Tabel 12.1). sekaligus. Ciri-ciri ini dapat ditemukan pada sel yang
Leukemia akut biasanya merupakan penyakit sama (biphenotypic) atau pada populasi yang terpisah
yang bersifat agresif, dengan transformasi ganas (bilineal), dan gambaran ini mencakup ekspresi yang
yang menyebabkan teqadinya akumulasi progenitor tak wajar dari petanda imunologik atau penataan
hemopoietik sumsum tulang dini, disebut sel blas. ulang gen yang tak wajar. Hal ini disebut leukemia
Gambaran klinis dominan penyakit-penyakit ini akut hibrid dan pengobatan biasanya diberikan
biasanya adalah kegagalan sumsum tulang yang berdasarkan pola yang dominan.
disebabkan akumulasi sel blas walaupun juga terjadi
infiltrasi jaringan. Apabila tidak diobati, penyakit ini
biasanya cepat bersifat fatal, tetapi, secara paradoks,
lebih mudah diobati dibandingkan leukemia kronik. LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT

Penyakit ini disebabkan oleh akumulasi limfoblas


dan merupakan penyakit keganasan masa anak yang
KLASIFIKASI LEUKEMIA AKUT paling banyak ditemukan.

Leukemia akut didefinisikan sebagai adanya lebih


dari 30% sel blas dalam sumsum tulang pada saat Klasifikasi
manifestasi klinis. Leukemia akut selanjutnya dibagi
lagi menjadi leukemia mieloid akut (AML) dan leu- Klasifikasi dapat dilakukan berdasarkan morfologi
kemia limfoblastik akut (ALL) berdasarkan apakah atau petanda imunologik. Kelompok French-Ameri-
sel blasnya terbukti sebagai mieloblas atau limfoblas can-British (FAB) mensubklasifikasikan ALL menjadi
(Tabel12.2). tiga subtipe (Tabel 12.2 dan Gb. 12.1):

150
:l.ii;1*.t! rirlri
,ill:i, i lf:':
$.tfl ls1
1. Tipe L, memperlihatkan adanya sel blas kecil 2. ALL-T yang memperlihatkan adanya antigen sel
yang seragam dengan sitoplasma yang sedikit; T (misal CD7 dan CD3 sitoplasma)
2. Tipe L, terdiri dari sel blas yang berukuran lebih 3. ALL-B yang memperlihatkan adanya imunoglo-
besar dengan anak inti dan sitoplasma yang lebih bulin permukaan dan TdT-
jelas dan lebih heterogen; serta biasanya sesuai dengan tipe morfologik L,
3. Blas L, besar dengan anak inti yang jelas, sito- -ALL-B
sedangkan tipe prekursor B atau T mungkin L, atari
plasma yang sangat basofilik, dan vakuol L, dan secara morfologi tidak dapat dibedakan.
sitoplasma.
Petanda imunologik pada ALL adalah sebagai
berikut (Tabel 12.4 danGb.12.2). Insidensi dan gambaran klinis
L. Prekursor ALL-B: CD79+, CD22+ sitoplasma dan
TdT+ tiga subtipe: ALL adalah bentuk ieukemia yang paling lazim di-
(a) early pra-B, CD10- jumpai pada anak; insidensi tertinggi terdapat pada
o juga disebut ALL pre-pre-B atau pro-B usia 3-7 tahun, dan menurun pada usia 10 tahun. Tipe
o sering dijumpai pada bayi prekursor B yang lazim dijumpai (CD10+), paling
(b) early pra-B, CD10+ dikenal sebagai conlmln
ALL(cALL);
(c) pra-B Tabel12.2. Klasifikasi leukemia mieloid akut (AML) dan leukemia limfo-
o p+ intrasitoplasma blastik akut (ALL) menurut kelompok French-American-grilrsh (FAB)
r CD10- atau CD10+
AML

Mo tidak berdiferensiasi L, sel blas kecil, seragam, rasio inti


Tabel 12.1 Klasifikasi leukemia M, tanpa maturasi terhadap sitoplasma besar

M, dengan malurasi granulositik L, sel blas berukuran lebih besar,


Akul(lihatTabel 12.2) heterogen, rasio inti terhadap
M, promielositik akut
sitoplasma lebih rendah
Leukemia mieloid akut: Mo-M? Mo maturasi granulositik dan
L. blas bervakuol, sitoplasma
Leukemia iimfoblastik akul Lr-\ monositik
basofilik (biasanya ALL-B)
lvl, monoblastik (M*) atau
Kronlk(lihatTabel 13.1 dan 14.1) monositik (M,o)
Leukemia mieloid kronik Mu eritroleukemia
Leukemia limfositik kronik lVl, megakarioblastik

Tabel 12.3. Pemeriksaan khusus untuk leukemia limloblastik akut (ALL) dan leukemia mieloid akut (AML)

ALL Ai/L
Sitokimia
Mieloperoksidase
+(termasuk batang Auer)
Sudan black +(termasuk batang Auer) '
Esterase non spesifik + r4'5
oada M.. M-
Peiodic acid-Schift +(positivllas blok kasar pada ALL) +(blok halus pada Mu)
Foslatase asam : + pada ALL-T (pewarnaan Golgi) + pada Mu (difus)

llikroskop eleKron +(pembentukan granula awal)

Gen lmunoglobulin dan TCB ALL prekursor B: penataan klonal gen imunoglobulin Konfigurasi germline gen imunoglobulin dan TCR
ALL-T penataaan klonal gen TCR

Kromosom (lihat Tabel 11.2)

Petanda lmunologik (lihat Tabel 123)

TCR, reseptor sel T.


152

"l : !t
:.- ::it::.:::::i-
,l
;j; li" &{r+i$
:.r::1*

'":it";.;t;'i: *
(a)

(d) (e)

Gambar. 12.1. Leukemia limfoblastik akut. (a) Subtipe L, - blas memperlihatkan sitoplasma yang sedikit tanpa granula. (b) Subtipe I
- blas lebih besar dan heterogen
dengan sitoplasma yang Iebih banyak. (c) Subtipe \ - blas sangat basofilik dengan vakuolisasi sitoplasma. (d) Pewarnaan periodic acid-Schilf (PAS) memperlihatkan
adanya granula-granula kasar. (e) lmunofluoresensi indirek memperlihatkan terminal deoksinukleotidil transferase (TdT) inti (hijau) dan CD10 membran (ingga). (Atas
kebaikan Professor G. Janossy). (Lihat Gambar Berwarna hal. 4-26),

Gambar. 12.2. Perkembangan ketiga jalur sel dari sel induk


pluripoten menghasilkan tiga subkelas imunologik utama leukemia
akut. Diperlihatkan adanya pencirian imunologik menggunakan
pasangan petanda, demikian iuga ketiga petanda yang mencirikan
ALL prekursor B sel 'induk' dini. ALL, leukemia limloblastik akut; Alvll, leukemia
mieloid akut; c, sitoplasmik.
li^, ''iff. 1 153
'1; +ll

Tabel 12.4, Petanda imunologik untuk klasifikasi leukemia mieloid akut


Pemeriksaan
(AML) dan leukemia limfoblastik akut (ALL)

Pemeriksaan hematologik memperlihatkan adanya


anemia normositik normokromik dengan trombo-
Prekursor 81
sitopenia pada sebagian besar kasus. Jumlah leukosit
Mleloid total dapat menurun, normal, atau meningkathingga
CDl3: :,:
200 x 10e /I atau lebih. Pemeriksaan sediaan apus
cD33 darah biasanya memperlihatkan adanya sel blas
Glikoforin,:: l dalam jumlah yang bervariasi. Sumsum tulang
Antigen trombosit, misai hiperselular dengan blas leukemik >30%. Sel-sel blas
-
cDA1 tersebut dicirikan oleh morfologi, uji imunologik,
Mieloperoksidase,,, +(t'4) dan analisis sitogenetik. Untuk pemantauan lanjutan,
dilakukan analisis penyakit residual minimal dengan
JdW B
. CDlg '' ,,,,": :
pencirian menggunakan analisis PCR, penataan
+
klonal gen V atau gen TCR pada pasien tersebut.
&D22 +
Analisis sitogenetik memperlihatkan pola yang
cD10 + alau -: berbeda padabayi, anak, dan dewasa, yang sebagian
clg + (pra-B)
menjelaskan perbedaan prognosis pada kelompok-
Jalur T ,
kelompok tersebut (Gb. 12.7).
cD7 : Pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebro-
cCDg :' ,t: :
spinal harus dilakukan dan dapat menunjukkan
TdT :
+ bahwa tekanan cairan spinal meningkat dan
mengandung sel leukemia. Pemeriksaan biokimia
dapat memperlihatkan adanya kadar asam urat se-
'ALL-B menyerupai ALL prekursor B secara imunologik tetapi mempunyai
rum, laktat dehidrogenase serlrm yang meningkat,
imunoglobulin (lg) permukaan dan bersifat terminal deoksinukleotidil
translerase negatif (TdT-),
dan lebih jarang, hiperkalsemia. Uji fungsi hati dan
c, Sitoplasmik.
ginjal dilakukan sebagai dasar sebelum memulai
pengobatan. Pemeriksaan sinar X mungkin memper-
lihatkan adanya lesi litik tulang dan massa mediasti-
num yang disebabkan pembesaran timus dan/atau
kelenjar getah bening mediastinum yang khas untuk
sering ditemukan pada anak dan mempnnyai
ALL-T (Cb. 12.6).
insidensi yang sama untuk kedua jenis kelamin.
Diagnosis banding meliputi AML, anemia
Terdapat predominasi pria yang menderita ALL-T.
aplastik (kadang-kadang disertai ALL), infiltrasi
Frekuensi kejadian ALL lebih rendah setelah usia 10
sllmsLrm tulang oleh keganasan lain (misalnya
tahun dengan peningkatan sekunder setelah usia 40
rhabdomiosarkoma, neuroblastoma, dan sarkoma
tahun.
Ewing), infeksi seperti mononukleosis infeksiosa dan
Gambaran klinis terjadi akibat hal-hal berikut ini.
pertusis, artritis rematoid juvenilis, serta purpura
1. Kegagalan sllmsum tulang-anemia (pucat,
trombositopenia imun.
letargi, dan dispnea); netropenia (demam,
malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorok,
kulit, pernapasan, perianal atau infeksi lain; Gb. Prinsip terapi obat sitotoksik
12.3); dan trombositopenia (memar spontan, pur-
pura, gusi berdarah, dan menorh agia; Cb. 12.4). Sebagian besar obat sitotoksik yang digunakan
2. Infiltrasi organ-nyeri tulang, limfadenopati (Gb. dalam terapi leukemia memsak kapasitas sel untuk
12.5), splenomegali sedang, hepatomegali, dan bereproduksi (Tabel 12.5). Saat ini biasa digunakan
sindrom meningeal (sakit kepala, mual dan kombinasi sedikitnya tiga macam obat untuk
muntah, penglihatan kabur dan diplopia). Peme- meningkatkan efek sitotoksik, meningkatkan tingkat
riksaan fundus dapat memperlihatkan adanya remisi, dan menurunkan frekuensi timbulnya
papiledema dan kadang-kadang perdarahan. ini juga
resistensi obat. Kombinasi obat berganda
Manifestasi yang lebih jarang terjadi adalah pem- telah terbukti memberi remisi yang lebih panjang
bengkakan testis (Gb. 12.5b) atau tanda-tanda pada leukemia akut dibandingkan dengan obat
kompresi mediastinum di ALL-T. tunggal.
154

(c)

Gambar. 12.3 (a) lnfeksi orbita pada seorang wanita (berusia 68 tahun) penderita leukemia mieloid akut dan netropenia berat (hemoglobin 8,3 g/dl, leukosit 15,3 x 1ff/
l, blas 96%, netrolil
'l%, trombosit 30 x 1S/l). (b) Cf scantoraks memperlihatkan adanya massa berongga (landa panah) di bagian perifer lobus kanan atas yang pada

operasi (lobeKomi) terbukti sebagai suatu aspergiloma pada seorang penderita leukemia akut. (c) lnfeksi kulit (Pseudomon as aeruginosa\ pada seorang wanita (usia
33 tahun) penderita leukemia limloblastik akut (yang mendapat kemoterapi) dan netropenia berat (hemoglobin 10,1 g/dl, leukosit 0,7 x 1S/1, netrofil <0,1 x1ff/|, limlosil
0,6 xltr/|, trombosit 20 x 1ff/l). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-25).

Terapi awal dapat dipersulit oleh adanya rumatan jangka panjang (2-3 tahun) pada ALL telah
hiperkalemia dan hiperurikemia dengan nefropati terbukti menurunkan risiko terjadinya relaps, tetapi
urat ('sindrom lisis tumor'). Oleh karena itu, pasien hal ini belum dipastikan pada AML.
harus diberi alopurinol sebelum memulai terapi,
mendapat hidrasi yang cukup, dan jika jumlah
leukosit tinggi dan terdapat infiltrasi organ yang Pengobatan
luas, harus dilakukan alkalinisasi urine dengan pem-
berian natrium bikarbonat intravena. Pengobatan dibagi menjadi pengobatan suportif dan
Tujuan terapi sitotoksik'yang pertama adalah spesifik.
untuk menginduksi remisi (tidak terbukti adanya
penyakit secara klinis atau laboratorik konvensional)
Terapisuportif umum
dankemudian untuk memberantas populasi sel leu-
kemia yang tersembunyi dengan terapi konsolidasi. Terapi suportif umum untuk kegagalan sumsum
Kombinasi siklik dua, tiga atau empat obat diberikan tulang meliputi.
dengan interval bebas pengobatan untuk memung- 1 Pemasangan kateter vena sentral. Pemasangan
kinkan pulihnya sumsum tulang. Pemulihan ini vena sentral (misal, Hickman) biasa
tergantung pada pola pertumbuhan kembali yang
' kateter
dilakukan melalui saluran kulit dari dada ke vena
berbeda antara sel normal daan sel leukemia. Terapi kava superior untuk memudahkan akses untuk
Tabel 12.5 Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan leukemia

Mekanisme kerja Eiek samping khusus'

Antimetabollt
Metotrel6at Menghambat sintesis purin atau pktmidin alau Ulkus mulut, toksisitas usus
6-Merkaptopurinf penggabungan ke dalam DNA lkterus
6-Thioguaninf Toksisilas usus
Silosin-arabinosida CNS, terutama toksisitas serebelum dan konjungtivitis
pada dosis tinggi
Hidroksiurea Pigmentasi, distroli kuku, ulserasi kulit

Agen pengalkil

Siklofosfamid lkatan silang DNA, mengganggu pembentukan RNA sistitis hemoragik, kardiomiopati, rambut tontok

Klorambusil
,, Aplasia sumsum, toksisitas hati, dermstitis

Busullan {Myleran) ,
Aplasia sumsum, librosis paru, hiperpigmentasi

Nitrosourea BCNU, CCNU , Toksisilas ginjal dan paru

Pengikatan DNA
Antrasiklin, misal Berikatan dengan DNA dan mengganggu mitosii Toksisitas iantung, rambut rontok -

Daunorubisin

Hidroksodaunorubisin (Adriamisin)
Mitoksantron

ldarubisin

Bleomisin DNA,p€cah ' : Fibrosis paru, pigmentasi kulit


:,

Penghambat mltosis
:

Vinkistln (Onmvin) Kerusakan Spindel, tidak ada metafase Neuropati (perifer alau kandung kemih atAu usus),
Vinblastin rambut rontok
Vindesin

Analog purin
Fludarabin MenghambatadenosindgaminaseataujalurpurinlainPenekananimun(hitun9CD4rendaq;anemia
2-Klorodeoksiadenosin hemolitik autoimun,; toksisitas ginjal dan saraf (pada
Deoksikoformisin dosis tinggi)

Lain.laln
Kortikosteroid :'1 Lisis limfoblas Ulkus peptik, obesitas, diabetes, osteoporosis, psikosis;
,,
: hipertensi

rAsparaginase Membuat sel kekurangan asparagin Hipersensitivitas, kadar albumin dan laKor koagulasi
rendah, pankrealitis

Epipodolilotoksin(etoposid,VP-16) Penghambatmitosis Rambut rontok, ulkus mulut

0-lnterferon AKivasi RNAass dan aktivitas pembunuh alaml Gejala mirip llu, trombositopenia, leukopenia,
penurunan berat badan
.,,',,
lsam lransretinoat Menginduksi dilerensiasl Dlsfungsi hatl, hiperkeratosis kulit, leukositosis dan
hiperviskositas, eiusi pleura atau perikardial.

'Sebagian besar obat'obat tersebut menyebabkan mual, muntah, mukositis, toksisitas sumsum tulang, dan dalam dosis besar menyebaQkan terjadinya infertilitas.
Terjadi nekrosis jaringan apabila obat berekstravasasi selama infus.

tAlopurinol memperkuat kerja dan efek samping 6-merkaptopurin dan 6{ioguanin.


'1.:r r i:rlirtiiLrfi ri
156 Kepitalssl$ktdt BbmAtob$i

Gambar. 12.4. Purpura pada tungkai bawah seorang pria


(berusia 53 tahun) penderita leukemia akut. (Lihat Gambar
Berwarna hal. A-27).

(a) .i;(b)

Gambar. 12.5. Leukemia limfoblastik akut. (a) Limladenopati servikal yang jelas pada seorang anak laki-laki. (b) Pembengkakan testis dan eritema si sisi kiri skrotum
yang disebabkan infiltrasi ke testis. (Atas kebaikan Professor J.M. Chessels). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-26).

memberikan kemoterapi, produk darah, antibio- Dukungan produk darah dengan transfusi
tik, makanan intravena, dll, dan untuk pengam- eritrosit dan trombosit. Plasma beku segar (fresh
bilan darah bagi pemeriksaan laboratorium. frozen plasmn, FFP) mungkin perlu diberikan
2 Pencegahan muntah. Obat yang digunakan untuk untuk mengatasi koagulopati.
mencegah atau mengobati emesis yang diinduksi Alopurinol dan cairan intravena, kadang-kadang
obat adalah metoklopramid, fenotiazin (misaL:rya dengan alkalinisasi urin, untuk mencegah
klorpromazin atau proklorperazin), antagonis terjadinya sindrom lisis tumor.
reseptc,r 5-hidroksitriptamin tipe 3 (S-HTr) selektif Profilaksis dan pengobatan infeksi. Terjadinya
(misalnya ondansetron, granisetron, atau infeksi sangat berbahaya dalam pengobatan leu-
tropisetron), steroid (misal deksametason), kemia akut. Netropenia terjadi akibat penyakit itu
benzodiazepin (misal lorazepam), atau kanabi- sendiri dan akibat pengobatan, dan pada banyak
noid (misal nabilon). pasien, netrofil sama sekali hilang dari darah
157

Gambar. 12.6. Foto r6ntgen toraks pada seorang anak


berusia 16 tahun yang menderita leukemia limloblastik akut
(ALL-T). (a) Terdapat massa mediastinum yang besar
disebabkan oleh pembesaran timus pada saat presentasi.
(b) Setelah terapi prednisolon, vinkristin dan daunorubisin
selama 'l minggu, massa telah mengecil.

selama 2 minggu atau lebih. Infeksi terutama di- kan terjadinya infeksi yang mengancam jiwa.
sebabkan oleh bakteri dan biasanya muncul dari Lagipula, tanpa adanya netrofil, lesi superfisial
flora bakteri komensal pasien itu sendiri, yang lokal dapat dengan cepat menyebabkan septike-
paling sering dijumpai adalah organisme kulit mia berat. Infeksi virus (misalnya herpes simpleks
Gram positif (misalnya Staphylococcus dan Strepto- dan zoster), jamur (misalnya Candida, Aspergillus)
coccus) atau bakteri usus Gram negatif (misalnya dan protozoa (misalnya Toxoplasma gondii) juga
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Proteus, meningkat frekuensinya, khususnya jika netro-
Klebsiella, dan kuman anaerob). Organisme yang penia terjadi berkepanjangan/ terdapat limfo-
biasanya tidak dianggap bersifat patogen (misal- penia dan telah digunakan beberapa antibiotik
nya Staphylococcus epidermidis) dapat menyebab- untuk mengobati kemungkinan infeksi bakteri.
158 (rg1@=G.n{[oAf ,i,ii\i;*i
lfr i@;ffi,914$ii;i;ii;!$i],lL,,t ilrs$
l

Bayi Anak Dewasa

!eu acn-nel@Hiperdiptoidi !rer--nnrr-r $rrqzsnrr-r- NLuin-r"in


Gambar. 12.7. Kelompok sitogenetik ALL leukemia
limfoblastik akut. lnsidensi kelainan sitogenetik yang
:r *.r: : '
i. .,,. . ... i... ..:.1 berbeda pada bayi, anak, dan dewasa.

Prolilaksis infeksi episode demam, tidak ada organisme yang diisolasi.


Pengobatan menggunakan banyak regimen antibio-
Dapat dilakukan tindakan-tindakan berikut ini
untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi, tetapi tik yang berbeda. Antibiotik yang lazim diberikan
adalah golongan penisilin yang aktif terhadap Pseu-
berbagai protokol yang digunakan bervariasi dari
domonas (tazocin); monobaktam agen tunggal seperti
unit ke unit. Fasilitas isolasi dapat digunakan pada
pasien yang dirawat dalam ruang-ruang terpisah meropenem; sefalosporin spektrum luas seperti
dengan isolasi penghalang terbalik (reuerse-barrier) seftazidim dengan teikoplanin untuk mengatasi Sfa-
phylococcus epidermidis yang merupakan sumber
dan filtrasi udara untuk mencegah terjadinya infeksi
demam yang umum pada pasien dengan infus intra-
yang disebabkan oleh spora melalui udara, misalnya
verta. Teikoplanin seringkali ditambahkan setelah 24-
spesies Aspergillus. Obat antimikroba oral seperti
48 jam jika demam tidak mereda dan obat ini tidal:
neomisin dan kolistin dapat diberikan untuk
mengurangi flora usus dan flora komensal lain. Obat terdapat dalam regimen awal. Segera setelah agen
anti jamur seperti amfoterisin, flukonazol, atau intra-
infektif dan sensitivitas antibiotiknya diketahui,
konazol dapat diberikan sebagai profilaksis. Anti- dapat dilakukan perubahan yang sesuai dalam regi-
biotika oral seperti siprofloksasin dapat mengurangi
men terapi. Apabila tidak terdapat respons, maka
harus dipikirkan kemungkinan infeksi jamur atau vi-
terjadinya infeksi Gram negatif dan kotrimoksazol
digunakan sebagai profilaksis infeksi Pneumocystis.
rus dan diberikan terapi yang sesuai, misalnya
Biakan pemantauan regular diambil untuk mengeta- dengan amfoterisin (liposomal, jika gagal ginjal) atau
hui jumlah flora bakteri pasien dan sensitivitasnya. asiklovir.
Antiseptik topikal seringkali digunakan untuk
mandi dan kumur. Terapi spesifik
Terapi spesifik ALL adalah dengan kemoterapi dan
Pengobatan infeksi kadang-kadang radioterapi (Gb. 12.8). Terapi ini di-
Demam merupakan petunjuk utama terdapatnya gunakan dalam berbagai fase pada perjalanan peng-
infeksi tetapi karena adanya netropenia, mungkin obatan (Gb. 12.9) yang biasanya mempunyai empat
tidak terbentuk pus dan infeksi seringkali tidak komponen. Protokol-protokol tersebut berbeda pada
terlokalisir. Biakan harus diambil dari setiap fokus bayi, anak, dewasa, dan pada kasus-kasus yang
infeksi yang mungkin dan selain itu harus dilakukan dianggap mempunyai prognosis yang berbeda pada
biakan darah dari kateter vena sentral dan darah tepi, kelompok-kelompok umur yang berbeda tersebut.
urine, dan swab mulut. Pemeriksaan langsung pada ALL-B yang jarang dijumpai diobati dengan protokol
bahan yang mungkin terinfeksi dapat membantu yang berbeda dengan jenis yang lebih umum.
mengidentifikasi organisme yang mungkin. Mulut
lnduksiremisi
dan tenggorok, tempat kateter intravena, serta
daerah perineal dan perianal adalah fokus-fokus Apabila seorang pasien datang dengan menderita
yang sangat mungkin. Pemeriksaan rontgen toraks leukemia akut, mereka biasanya mempunyai beban
merupakan pemeriksaan yang diindikasikan. tumor yang tinggi dan berada dalam risiko tinggi
Terapi antibiotik harus segera diberikan setelah akibat komplikasi kegagalan sumsum tulang dan
diambil darah dan biakan lain. Pada sedikitnya 50% infiltrasi leukemik. Tujuan induksi remisi adalah
159

untuk membunuh sebagian besar sel tumor secara tumor sampai tingkat yang sangat rendah. Dosis
cepat dan menyebabkan pasien memasuki keadaan kemoterapi dekat dengan batas toleransi pasien dan
remisi. Keadaan ini didefinisikan sebagai jumlah sel selama blok intensifikasi, pasien mungkin memerlu-
blas yang kurang dari 5% dalam sumsum tulang, kan banyak sekali dukungan. protokol yang umum
hitung darah tepi yang normal, dan tidak ada gejala mencakup penggunaan vinkristin, siklofosfamid,
atau tanda-tanda lain penyakit itu. Prednisolon atau sitosin arabinosida, daunorubicin, etoposid, thio-
deksametason, vinkristin, dan asparaginase adalah
obat-obat yang biasanya dipakai dan sangat efektif- .g:TI, atau merkaptopurin yang diberikan sebagai
blok-blok dalam kombinasi yang berbeda. JumLh
mencapai remisi pada lebih dari 90'/. anak dan 80- blok intensifikasi yang optimal masih dalam pene-
90% orang dewasa (pada orang dewasa biasanya litian, tetapi dua atau tiga blok biasanya khas pada
juga ditambahkan daunorubicin). Walaupun demi- anak, dan lebih banyak terjadi pada dewasa.
kian, harus diingat bahwa remisi tidak sama dengan
sembuh. Pada remisi, dalam tubuh pasien mungkin
Terapi yang ditujukan pada sistem sarat pusat (CNS)
masih terdapat sejumlah besar sel tumor dan tanpa
pemberian kemoterapi lebih lanjut, hampir se.r,ua Beberapa obat yang diberikan secara sistemik dapat
pasien akan mengalami relaps. Walaupun begitu, mencapai cairan serebrospinal (CSF) dan perlu
pencapaian remisi merupakan langkah awal yang diberikan pengobatan spesifik. pilihannya adalah
berharga dalam perjalanan pengobatan, dan pisien metotreksat dosis tinggi yang diberikan secara intra_
yang gagal mencapai remisi mempunyai prognosis vena, metotieksat atau sitosin arabinosida intratekal,
yang buruk. atau radiasi kranial. Percobaan klinis untuk mem-
bandingkan regimen-regimen ini sedang dilakukan.
BI ok-bl ok ko n s ol i d asifi nten sifi ka si Relaps CNS masih terjadi dan muncul dengan sakit
kepala, muntah, papiledema dan sel blas dalam CSF.
Tahapan-tahapan ini menggunakan kemoterapi Pengobatan dengan meto treksat, sitosin arabinosida
multi-obat dosis tinggi untuk mengurangi bebin dan hidrokortison intratekal, dengan atau tanpa

";::. l;llir'.-i:iiiiiillii:j::.iti t})llrir.rr:,{ir;,1:::,:#r::j::::+jF::::r::.i:gi| rrilitiiir=


:{ tnduksi
1li remisi
Konsolidasi
'.fl
't
I

lll lils""#;';,""

=rtf

Gambar. 12,8, Leukemia akut: prinsip terapi. ALL, leukemia limfoblastik akut; kemo
1TBl, kemoterapit iradiasi tubuh total; SCT, transplantasi sel induk.
160

radiasi kranial dan reinduksi sistemik karena variasi yang besar. Usia memiliki arti penting-
biasanya juga terdapat penyakit sumsum tulang' sekitar 70-90% anak dapat mengharapkan kesem-
buhan, sedangkan pada orang dewasa, persentase ini
Rumatan (maintenance) turun secara bermakna sampai kurang dari 5% di
atas usia 65 tahun. Bayi juga memiliki prognosis yang
Rumatan diberikan selama 2 tahun pada anak kurang baik. Sitogenetika berperan penting, khusus-
perempuan dan'orang dewasa, dan 3 tahun pada nya adanya kromosom Philadelphia, yang insidensi-
anak laki-laki, dengan merkaptopurin oral harian nya meningkat sejalan usia (Gb. 72.7).Hiperdiploidi
dan metotreksat oral sekali seminggu. Vinkristin dan penataan TEL berkatan dengan prognosis yang
intravena dengan kortikosteroid oral singkat (5 hari) baik. ALL-B (\ atau tipe Burkitt) mempunyai prog-
ditambahkan dengan interval bulanan atau 3 nosis yang buruk dengan protokol pengobatan ALL
bulanan (pada dewasa). Selama terapi rumatan pada prekursor B; biasanya digunakan regimen yang mirip
anak yang tidak mempunyai imunitas terhadap vi- dengan yang digunakan untuk limfoma non-
rus-virus tersebut memiliki risiko yang tinggi unluk Hodgkin derajat tinggi. Apabila pengobatannya
menderita varisela atau campak. Apabila terjadi gagal, maka biasanya terjadi kematian karena
pemajanan terhadap infeksi tersebut, harus diberikan penyakit bersifat resisten atau akibat adanya infeksi
imunoglobulin profilaktik. Selain itu, diberikan atau komplikasi lain selama pengobatan.
kotrimoksazol oral untuk mengurangi risiko terkena
Pneumocystis carinii.
Pengobatan relaps
Pengobatan relaps saat ini belum mernuaskan.Apa-
Prognosis ' .
bila relaps terjadi selama atau segera setelah pem-
berian kemoterapi awal, maka prognosisnya sangat
Kemungkinan seorang pasien untuk mencapai ke- buruk. Biasanya diberikan kemoterapi lanjutan dan
sembuhan jangka panjang berdasarkan pada kemudian dilakukan transplantasi sel induk meng-
sejumlah variabel biologik (Tabel 12.6) memiliki gunakan donor dari saudara kandung yang memiliki

lnduksl ,.. ,: :,

misalnya vinkristn, asparaginase, prednisolon


(atiau deksametason) t daunorubicin

I
Konsolidasl '' .' . ' .': :

- etoposid,
misalnva daunorubicin, sitosin arabinosida, vinkristin,
thioguanin atau merkaptopudn, sikblosfamid
,r ':.1. dalatngatusampai empai tahap r : : :

+
l---.* t. I qgl indrk-'l"j,,:
I I

PiofllakslC',knrilal,,.::': ' ii t.:,': ::-...r,.+ ,_,:,::.,rr .:;,:"::::i,,:i


(1800'2400 rad) metotreksat
'
misalnva radiasi kranial
intratekal atau metotreksat si6temik closis tinggi +
metotreksat (alau sitosin arabinosida) intratekal
multipel atau m€totreksat ir*ratekal multip€l

rrf,;r-"-," ' ',, ,,,' .'l ,"


'.'ri - i
Terspl rumatan
misalnya merkaptopunn,. metouekeal, vinkristin, prednisolon
(atau doksametason)

l.'
- l

tntefdfikasi lanjut
(eepgrti konsolidgSi).='1.1;t, ..,,':1 i..:.,: , :11;:1':,111 : ,;-
I
t
,r"rapr *mataa lt'l:."'' ' i ., ," ' ,i, ,

Gambar. 12.9. Leukemia limloblastik akut: bagan alur yang meng-


seperti di atas(2-3 tahun)
gambarkan regimen pengobatan yang lazim digunakan.
:-l
lbuksmia akul 161
:iill

antigen leukosit manusia (HLA) yang cocok atau do- Tabel 12.6. Prognosis leukemia limfoblastik akut (ALL)
nor sukarela yang memiliki HLA yang cocok. Trans-
plantasi sel induk autolog berperan pada remisi Baik Buruk
pertama atau kedua.
Leukosit Rendah Tinggi (misalnya > 50 x

:1fll)
Jenis kelamin Wanita Laki-laki

LEUKEMIA MIELOID AKUT lmuno{enotipe o-ALL (C010+) ALL-B

Usia Anak Dewasa (atau bayi < 2


Insidensi dan gambaran klinis tahun)

Sitogenetika Normal atau


AML terjadi pada semua kelompok usia. AML hiperdiploidi (>50)
Susunan Ph+, 11q23

adalah bentuk umum leukemia akut pada orang


UUSUNAN I hL
dewasa dan makin sering ditemukan sejalan dengan
usia. AML hanya mencakup bagian kecil (10-15%) Waklu untuk mem. < 1 minggu > 1 minggu
bersihkan blas dari
leukemia yang terjadi di masa anak. Penting untuk
darah
membedakan antara AML primer yang tampaknya
timbul secara de noao dengan AML sekunder yang Waktu mencapai remisi < 4 minggu > 4 minggu

dapat berkembang dari mielodisplasia dan penyakit


Penyakit CNS pada saat Tidak ada Ada
hematologik lain atau menyertai pengobatan kemo- datang
terapi sebelumnya. Kedua tipe tersebut dikaitkan
dengan petanda genetik yang berbeda dan mempu- Penyakit residual Negalif pada 1-3 Masih positil pada
minimal bulan bulan ke3 sampai 0
nyai prognosis yang berbeda. Selain itu, kelainan
sitogenetik dan respons terhadap pengobatan awal
berpengaruh besar terhadap prognosis (Tabel 12.7). CNS, sistem saraf pusat; Ph+, kromosom Philadelphia +
Gambaran klinis penyakit ini menyerupai gam-
baran klinis pada ALL. Anemia dan trombositopenia
seringkali bersifat berat. Kecenderungan terjadinya sitik (Mr).Suatu massa blas leukemik yang terisolasi
perdarahan yang disebabkan oleh trombositopenia biasanyan disebut sebagai sarkoma granulositik.
dan koagulasi intravaskular diseminata (DIC) khas Klasifikasi biasanya berdasarkan kriteria morfo-
untuk varian AML M3. Sel tumor dapat menginfil- logik skema FAB. Skema ini membagi AML menjadi
trasi berbagai jaringan. Hipertrofi dan infiltrasi gusi delapan varian (Tabel 12,2 dancb. 12.11) dan subtipe
(Gb. 12.10), penyakit kulit, dan penyakit CNS khas FAB dikaitkan dengan pola pewarnaan sitokimia
dijumpai pada tipe mielolonositik (Mr) dan mono- yang khas (Gb.72.I2), imunofenotipe dan perubahan

Gambar. 12.10 Leukemia mielord akut FAB tipe Mu


(monositik): gusi bengkak dan berdarah karena inliltrasi
oleh sel leukemik. (Lihat Gambar Beruarna hal. A-28).
162

w
w
ry #
ffi
(a)
?!v e

(d)

ul
& sr[$r irr
'*"
rt3
13
(e)

& *
r. !:
^ da i1
t:t,:. ,r:

n3& '&n';':
za

rev." I &
#w ...:''

,:&.
l&,

(s)

&.:H
{ &#} 1ny

Gambar. 12.11 Klasifikasi leukemia mieloid akut menurut French-American-British (FAB). (a) Sel blas lvl, memperlihatkan adanya beberapa granula tetapi dapat
memperlihatkan batang Auer, seperti pada kasus ini. (b) Sel-sel M, memperlihatkan adanya granula sitoplasma multipel; (c) Sel blas M, memperlihatkan batang Auer
multipel; (d) Blas Mn memperlihatkan sedikit diferensiasi monositoid; (e) Mu" - leukemia monoblastik di mana > 80% blas adalah monoblas; (f) Muo - monositik tetapi
kurang dari 80% blai merupakan monoblas; (g) Il1, memperlihatkan predominasi eritroblas; (h) M, - leukemia megakarioblastik memperlihatkan adanya tonjolan (b/eb)
sitoplasma pada sel blas. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-29).
,:. . ..,:lii. '
..:.: ,.f' ....'
163

,::H#
\\

Gambar. 12.12 Pewarnaan sitokimia pada leukemia mieloid akut.


(a) Sudan black B menunjukkan pewarnaan hitam pada sito-
tr plasma. (b) Mo (mielomonositik): pewarnaan esterase non-spesiliU
klorasetat memperlihatkan sitoplasma monoblas yang terwarna
jingga dan sitoplasma (mieloblas) yang terwarna biru. (Lihat
(a) (b) Gambar Berwarna hal. A-23).

Tabel 12.7 Prognosis pada leukemia mieloid akut (AML)


lnduksi
misalnya daunorubicin, sitosin arabinosida,
Menguntungkan Tidak rnenQuntungkan. thioguanin atau etoposid

$itogenetika t(15;'17) Delesi kromosom 5 atau


t(8;21) 7
Konsolidasi
inv(16) Mulasi Flt-3 ' Misalnya daunorubicin, sitosin arabinosida,
11q23 thioguanin atau etoposid
l(6;9)
abn{3g) 1 ,

Susundn yang tompleks

Responssumsum <S% blas setelah >20% blas selelah tahap


tulanglerhadap tahapperlam€ pgrtama , :,,'
ln0uKsr remlsr
Kemungkinan Konsolidasi lebih lanjut
Usia a60 t.hun >60 tahun
kansplantasi sel induk, misalnya mitoksantron, idarubicin,
alogenik atau autolog sitosin arabinosida dosis tinggi

'Ekspresi tinggi dari protein yang resistensi banyak obat (lihat hal. I 36) juga Gambar. 12,13 Leukemia mieloid akut: bagan alur memperlihatkan regimen
merupakan suatu tanda prognosis yang buruk. pengobatan yang tipikal.

kromosom (lihat juga Bab 11). 'lmunofenotipe saan untuk DIC positif pada penderita varian AML
mieloid'yang khas adalah CD13+, CD33+, dan TdT- promielositik (M3). Kadar lisozim dalam darah dan
(Tabel 12.4 dan Gb. 12.8) dan antibodi khusus ber- urin dapat meningkat pada leukemia monositik.
guna dalam penegakan diagnosis AML M0, Mu atau Penatalaksanaan bersifat suportif dan spesifik.
M, (Tabel12.4). 1 Pengobatan suportif berdasarkan prinsip yang
Walaupun subtipe AML yang berbeda-beda ter- sama dengan ALL. Masalah yang unik pada AML
sebut nyatanya adalah penyakit genetik yang ber- mencakup sindrom perdarahan yang dikaitkan
beda, pengelompokannya menjadi satu adalah sahih, dengan varian AML M3. Penyakit ini dapat ber-
karena secara umum pengobatan dan prognosisnya manifestasi sebagai perdarahan yang sangat berat
serupa. Walaupun demikian, telah diajukan perbe- atau keadaan ini dapat timbul dalam beberapa
daan dalam pengobatan menurut subtipe. hari pertama pengobatan. Keadaan ini diobiti
Kelainan sitogenetik mempunyai pengaruh yang seperti pada pengobatan DIC dengan penggan-
besar terhadap prognosis (Tabel 12.7). tian faktor pembekuan menjadi FFp dan transfusi
trombosit berulang. Selain itu, terapi all-trans-
retinoic dcid (ATRA) diberikan bersama dengan
Pemeriksaan dan penatalaksanaan kemoterapi.
2 Terapi spesifik AML biasanya dengan peng-
Temuan hematologik dan biokimia umum sama gunaan kemoterapi yang intensif . Terapi ini biasa-
dengan yang ditemukan pada ALL. Hasil pemerik- nya diberikan dalam empat atau lima blok
164

il :ira.":;'irl '.il:'i:'ilil i l

:;-.L
-::.),. li,i i: ;, Induksl ,-: Konsolidasi'l Konsolidasl 2 ,. Kongoltdasl 3:.r': :,:,..
':1., :l:.--(B daunorubicin, sepelli lnquk6l misalnyi h-arnasgkrin, misahya mitoksanton,
ri- rb Sitosin,:+ ' " ,
f gitosin ,:'r:,:', :: i silosin arabinosida
,r 1,iin '' r, : i:. o grabinosida;:: tinssi
-= ri :,
'.,r ::::l ::: : I arabinosida, {tosis
.:. i;;l,riiirr
.;:::rl;iEitrftr :::i,: : €o thioouantn,,,.:; etoposid

i:{l|r I,,,,. [:.:'1'..::., I'' .r.1 :I n


lrr:! :r=i...,: .',ii,i,
, ..i i
t[t[
1

a I i I I I I I I lTransfusi
. Pdiaviatah l: J+W{ tt{ltromoosit il.l$l
':: -1

l.
PendukuflS
-i r I
ili,L II I Y
I

: :l
il
i'l I Transfusi eritrosil
{ @acked red celt)

.'
161 ,i1.,
,,"' "'t"
' ' -- ''
.cI I
'85 rz I " ",tj
0El
gts, I .'
lr- E" 81.,,
''t o)'
.sY" l.s"a
t:lso"/"
I
tl.s"a
l*s"rt
t I I

:jr;;i r it ir fl00
i+i .ia:::r' : ,r
L':::.' :=r::,:, :r:'; i : .i:
:5..' 100
r.. 6
50
::
'., 19
|'.:1: :::.:.::64 ::'.:::';
i :: lf
.., €
:

io
:..d
'I t.t:t.-.E,, E
:: Y:
,6 : :::
i.r. O
.:.)a
t:: :.!:::: : :
.. o I

:'..,,
,.,.r.,f .:,i , ,,
r:.: i;l;j:ljii=0;1,
:::',.:.i::, 0 a.2,', 4 6., 8 10 12 14 16
Waktu (minggu)

Gambar. 12.14 Bagan alur tipikal unluk penatalaksanaan leukemia mieloid akut dengan kemoterapi.

masing-masing sekitar 1 minggu dan obat-obat Suatu konsep penting yang dikembangkan dalam
yang paling umum digunakan antara lain sitosin terapi AML adalah mendasarkan jadwal pengobatan
arabinosida, daunorubicin, idarubicin, 6-thio- seorang pasien pada kelompok risikonya. Remisi
guanin, mitoksantron, atau etoposid (Gb. 12.13). setelah satu tahap kemoterapi juga menguntungkan.
Semua subtipe AML (FAB M0-M7) diobati dengan Sebaliknya, kelainan monosomi 5 atau 7, sel blas
cara yang sama kecuali varian promielositik (M3) dengan mutasi FIt-3 atau penyakit yang berespons
disertai dengan translokasi t(15; 17) yang buruk menempatkan pasien ke dalam kelompok
ditambahkan ATRA pada kemoterapi awal. Suatu risiko yang buruk, sehingga mungkin memerlukan
respons yang baik pada AML terhadap sitotoksik pengobatan yang lebih intensif. Antibodi monoklonal
diperlihatkan pada Gb. 72.14. Obat-obat tersebut berlabel radioaktif yang ditujukan terhadap CD33
adalah mielotoksik dengan selektivitas yang ter- atau CD45 sedang dikembangkan sebagai suatu
batas antara sel leukemik dengan sel sumsum nor- kemungkinan tambahan dalam terapi AML.
mal sehingga kegagalan sumsum tulang yang
terjadi bersifat berat, dan perlu diberikan pera- Transplantasi sel induk
watan suportif yang intensif dan lama. Terapi
rumatan tidak perlu diberikan dan profilaksis Transplantasi autolog menurunkan angka kejadian
CNS biasanya tidak diberikan pada AML. relaps, tetapi meningkatkan toksisitas lebih lanjut
165

1 995-99
1 990-94
1985-89
1 980-84
a::
:o 1975-79
_ 1970_74
=
!fl)
a
(!
tr
s

(a)
Tahun sejak masuk

1995-99
1 990-94

1 985-89

1 980-84
o. 1 975-79
t 1t97O_74
t50
E
o -
6
E
62s

(b)
5
Tahun sejak masuk

Gambat. 12.1 5 Ketahanan hidup pada anak dan orang dewasa penderita leukemia mieloid akut (percobaan oleh Medical Research Councrl). (a) pasien berusia
kurang
dari 60 tahun; (b) pasien berusia 60 tahun atau lebih. (Lihat Gambar Benvarna hal. A-28).

pada regimen pengobatan. Peranannya dalam peng- Kematian akibat perdarahan, infeksi atau kegagalan
obatan adalah subyek debat yang berkepanjangan, jantung, ginjal, atau organ lain lebih sering terjadi
tetapi cenderung disimpan sampai terjadi relaps dibandingkan pasien berusia lebih muda. Pada
pada kelompok risiko baik dan pada anak. SCT pasien usia tua yang menderita penyakit organ lain
alogenik digunakan di beberapa pusat pengobatan yang serius, diputuskan untuk menggunakan terapi
untuk pasien berusia kurang dari 45 tahun dengan suportif dengan atau tanpa kemoterapi obat tunggal
donor saudara yang HLA-nya cocok dengan AML yang ringan. Walaupun demikian, pada pasien yang
risiko standar atau buruk pada remisi pertama tidak menderita sakit lain, kemoterapi kombinasi
walaupun beberapa kelompok menjadikarurya yang serupa dengan yang digunakan pada pasien
pilihan untuk pengobatan penyakit yang relaps. berusia lebih muda dapat menimbulkan terjadinya
Pasien dengan t(8; 21), t(75; 17), dan inv16 yang remisi jangka panjang.
memasuki remisi setelah tahap pertama tidak
mendapat TSI, kecuali bila setelah itu mereka meng-
alami relaps. , ProghOSis ,.,,.

Pasien usia di atas 60 tahun Prognosis pada penderita AML telah membaik, ter-
utama untuk pasien berusia lebih muda. Mungkin
Hasil terapi AML pada orang tua buruk karena ada- 50% anak dan dewasa muda dapat mengharapkan
nya resistensi penyakit primer dan toleransi yang 'keftmbuhan' jangka panjang (Gb. 12.15). Keliinan
rendah terhadap protokol pengobatan intensif. sitogenetik dan respons awal terhadap pemberian
166

terapi adalah prediktor prognosis yang utama. Pada Hann I.M. et aL (1997) Results of the Medical Research
orang tua, keadaannya buruk dan hanya 5% pasien Council's 10th AML trial (MRC AML10) Blood 89,2311-
18.
berusia di atas 65 tahun yang dapat mengharapkan
Harousseau J.L. (1998) Acute myeloid leukaemia in the eld-
terjadinya remisi jangka panjang. erly. Blood Reu.\2, 145-53.
Harrison C.J. (2000) The management of patients with leu-
kaemia: the role of cytogenetics in this molecular era. Br.
l. Haematol. 108, 19-30.
KEPUSTAKAAN Lowenberg 8., Downing ].R. and Burnett A. (1999) Acute
myeloid leukaemia. N. Engl. J. Med.347, t05l-62.
Bumett A.(ed) Acute myeloid leukaemia. Clin. Haematol. Reilly J.T. et aI. (1996) The role of cytology, cytochemistry,
L4, l-23. immunophenotyping and cytogenetic analysis in the di-
Fenaux P. and Degos L. (1997) Differentiation therapy for agnosis of haematological neoplasms. Clin. Inb. Haem.
acute promyelocytic leukaemia. N, EngI. I. Med.337, 18,231.-6.
1076-7. Vora A. and Lilleyman l.S. (1999) Management of child-
Greaves M.F. (1997) Aetiology of acute leukaemia. Inncet hood lymphoblastic leukaemia. CME BuIl. Haematol.2,
349,344-9. 85-9.
BAB 13

Leukemia mieloid kronik dan


mielodisplasia
Leukemia mieloid kronik Philadelphia positif, 167 Leukemia mielomonositik kronik, 172

Leukemia mieloid kronik Philadelphia negatif, 172 Leukemia eosinofilik dan leukemia netrofilik kronik, 172

Leukemia mieloid kronik juvenilis, 172 Sindrom mielodisplastik (mielodisplasia), 1 72

Leukemia kronik dibedakan dari leukemia akut ber- c). Cen khimerik BCR-ABL yang dihasilkannya
dasarkan progresinya yang lebih lambat. Sebaliknya, mengode suatr,r protein fusi beruknrarr 210 kDa
leukemia kronik lebih sulit diobati. Leukemia kronik (p210). Protein ini mernpunyai aktivitas tirosin kinase
dapat dibagi secara luas menjadi kelompok mieloid yang lebih dari produk ABL 145 kDA yang normal.
dan limfositik (lihat Bab 14). Translokasi Ph jriga ditemr-rkan pada sejr-rmlah kecil
Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe kasus leukemia lirnfoblastik aktrt (ALL), dan pada
leukemia yang berbeda (Tabel 13.1), tetapi sejauh ini beberapa di antaranya, pemutr-rsan pada BCIt terjadi
tipe yang paling umlrm adalah leukemia mieloid di regio yal1g sama dengan Clv{L. Walaupr,rrr demi-
kronik yang disertai dengan kromosom Philadelphia kian, pada kasus-kasus lain, pemr-rtusan pada BCR
(Ph). terjadi jauir di atas, pacla intron antara ekson pertama
dan kedua, meninggalkarr hanyir ekson BCR pertama
yang utuh. Gen khimerik BCR ABLini diekspresikan
sebagai protein p190 seperti p210 yang mempunyai
LEUKEMIA MIELOID KRONIK
aktivitas tirosin kinase yang lebih tinggi. Pada
PHILADELPHIA POSITIF sebagian kecil pasien, kelainan Ph tidak terlihat
dengan menggunakan analisis kariotipe mikroskopik
Leukemia mieloid kronik (CML) adalah suatu penya- tetapi susunan molekular yang sama dapat terdeteksi
kit klonal sel induk pluripoten, dan digolongkan menggunakan teknik yang lebih sensitif. CML Ph
sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. negatif BCR-ABL positif ini secara klinis sama dengan
Penyakit ini mencakup sekitar 15% leukemia dan CML Ph positif. Kelainan irri ditemtrkan pada sel-sel
dapat terjadi pada semlra usia. Diagnosis CML dari jalur rnieloid (granr"rlositik, eritroid, dan mega-
kadang kala sulit ditegakkan dan dibantu oleh ada- kariositik) serta limfoid (scl 13 dan T) karc.na kromo-
nya kromosom Ph yang khas (Gb. 13.1). Kromosom som Ph ini adalah suatr-r kclainan scl induk hemo-
ini dihasilkan dari translokasi t(9; 22)(q23;q71) antara poietik yang didapat.
kromosom 9 dan22, akibatnya bagian dari protoon- Peningkatan lnassa scl rnieloid ttrbnh total dalam
kogen Abelson ABL dipindahkan pada gen BCR di jumlah besar bertangglrng jar,vab terhadap sebagian
kromosom 22 (Gb.13.1a) dan bagian kromosom 22 besar gambaran klinis penyakit ini. Pada sedikitnya
pindah ke kromosom 9. Kromosom 22 yang abnor- 70% pasien, terjadi suatu metamorfosis terminal
mal itu adalah kromosom Ph. Pada translokasi Ph, menjadi leukemia akut yang seringkali didahului
ekson 5' BCR berfusi dengan ekson 3' ABL (Gb.13.7b, oleh stral.tr [asc akseler.rsi.
,.. .li-{tr.' . ri\1::-:r::..:!*iii ri :ijtr:!::rrr:riil:;ji I jrlii$*wFn!
iij:'ir' I
:.1
r68 Kapf!{ :$ehkh$$ai.qb$i

Tabel 13.1 Klasilikasi leukemia mieloid kronik (CML) (a)

Lcukemia mieloid konik, Ph positif (CML, Ph+) (leukemia granulositik ,

Kromosom
kronik, CGL) 9
Leukemia mieloid konik, Ph negatif (CML, Ph-)

Leukemia mieloid kronik jwenilis ,' :.


Leukemia nebofi lik kronik

Leukemia eosinofilik

Leukemia mielomonositik kronik (CMML) (lihat mielodisplasia, hal, 172)

Kromosom
22

Gambaran klinis

Penyakit ini terjadi pada kedua jenis kelamin (rasio


pria:wanita sebesar 1,4'. 7), paling sering terjadi (b)
antara usia 40 dan 60 tahun. Walaupun demikian, '1 t23 Xl
- --|-|-l-
_ -------------I-
penyakit ini dapat terjadi pada anak, neonatus, dan =

orang yang sangat tua. Pada sebagian besar kasus, ., m-BCR M-BCR Xt
tidak terdapat faktor predisposisi, tetapi insidensi- ,;^-efrffi
nya meningkat pada orang-orang yang selamat dari 'l 2345
pajanan bom atom di |epang. Cambaran klinisnya
antara lain: (c) BcR ABL
22 Zg 9
1 Gejala-gejala yang berhubungan dengan hiper- GenS' l'
metabolisme, misalnya penurunan berat badan, t
kelelahan, anoreksia, atau keringat malam. BcR Y ABL
2 Splenomegali hampir selalu ada dan seringkali RNA s'Ws'
bersifat masif. Pada beberapa pasien, pembesaran
limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri, +
atau gangguan pencernaan. Protein r,u,Wcoon
3 Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan 210 kDa

takikardia.
4 Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan Gambar. 13.1. Kromosom Philadelphia. (a) Terdapat translokasi sebagian
dari tempat-tempat lain akibat fungsi trombosit lengan panjang kromosom 22 ke lengan panjang kromosom 9 dan translokasi
resiprok bagian lengan panjang kromosom g ke kromosom 22 (kromosom Phila-
yang abnormal. delphia). Translokasi resiprok ini membawa sebagian besar gen ABL ke regio
5 Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh BCB di kromosom 22 (dan sebagian gen BCF pada iukstaposisi dengan bagian
hiperurikemia akibat pemecahan purin yang sisa ABL di kromosom 9). (b) Titik putus pada ABL adalah antara ekson 1 dan 2.
Titik putus pada BCR adalah salah satu di antara dua titik di regio kelompok titik
berlebihan dapat menimbulkan masalah.
putus utama (M-BCR) pada CML atau pada beberapa kasus ALL Ph+. (c) Hal ini
6 Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan menghasilkan suatu produk protein fusi 210 kDa yang berasal dari gen lusi BCF-
penglihatan dan priapismus. ABL. Pada kasus ALL Ph+ lain, titik putus pada BCR adalah pada regio
7 Hingga 50% kasus, diagnosis ditegakkan secara kelompok titik putus minor (m-BCR) yang menghasilkan suatu gen lusi BCB-ABL
yang berukuran lebih kecil dan suatu protein 190 kDa. (Lihat Gambar Berwarna
tidak sengaja dari pemeriksaan hitung darah ru-
hal. A-30).
tin.

Temuan laboratorium
1 . Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 10ell dan Biasanya ditemukan anemia normositik normo-
kadang-kadang >500 x70e /l (Gb. 13.2). Spektrum krom.
lengkap sel-sel mieloid ditemukan dalam darah 4 Jumlah trombosit mungkin meningkat (paling
tepi. Jumlah netrofil dan mielosit melebihi jumlah sering), normal, atau menurun.
sel blas dan promielosit (Gb. 13.3). 5 Skor fosfatase alkali netrofil selalu rendah (Tabel
2 Meningkatnya jumlah basofil dalam darah. 73.2).
169

rr&*"
{j*w
u't
Tfl
% Ww %s
w*
rt
*
}f
tq
'Jl'
w %& tuL- * w* sil
,"- 4 5

w w WW 'ww wW f,9,
eE#
Effi
nt' $*
t0 ll t2

Y* an
d

ww ffi#
"
we
tl*
W
Y,{*"n #&
13 l.l l5 16 17 l8

K
t+ w% u'* *-
*,1, % @
t9 2It 2l

46,XY,t(9; 22Xq34;q I I )
\
(d)

Gambar. 13.1 (Lanjutan) (d) Kariotipe memperlihatkan translokasi t(9;22)(q34; q11). Kromosom Ph diberi tanda panah.

6 Sumsum tulang hiperselular dengan predominasi Tabel 13.2 Skor fosfatase alkali netrofil (hal. 111); skor normal adalah
granulopoiesis. 20-1 00
Kromosom Ph pada analisis sitogenetik darah
atau sumsum tulang (Gb. i3.1). Meningkat pada Menurun pada

Vitamin B,, serum dan daya ikat vitamin B,, lnieksi Leukemia mieloid kronik
meningkat. Kehamilan
9 Kadar asam urat dalam serum biasanya Polisitemia (rubra) vera
meningkat. Mielotibrosis
Reaksi leulomold

Pengobatan

Pengobatan fase kronik


cukup berat dan sekarang disisihkan untuk pasien
bersifat efektif dalam
Kemoterapi Hidroksiurea yang tidak toleran terhadap pemberian hidroksiurea.
mengendalikan penyakit dan mempertahankan Alopurinol seringkali dipakai di fase awal peng-
hitung leukosit yang normal pada fase kronik, tetapi obatan untuk mencegah terjadinya serangan gout.
biasanya perlu diberikan seumur hidup (Gb. 13.4). Inhibitor tirosinkinaseObat ini sekarang sedang
Regimenbiasanya dimulai dengan 7,0-2,0 g/hari dan diteliti dalam percobaan klinis dan tampaknya
kemudian menurunkannya tiap minggu sampai hasilrrya menjanjikan. Zat STI571 adalah suatu in-
mencapai dosis rumatan sebesar 0,5-1,5 g/hari. Zat hibitor spesifik terhadap protein ABL yaitu tirosin ki-
pengalkil busulfan juga efektif dalam mengendali- nase (Gb. 13.5) dan mampu menghasilkan respons
kan penyakit tetapi mempunyai efek sampi.g ya.g hematologik yang lengkap pada hampir semua
170

mungkin akan digantikan oleh inhibitor tirosin ki-


nase (lihat di atas). Regimen yang lazim digunakan
adalah dari 3 sampai 9 megaunit yang diberikan
antara tiga sampai tujuh kali setiap minggu sebagai
injeksi subkutan. Tujuannya adalah untuk memper-
tahankan jumlah leukosit tetap rendah (sekitar 4 x
70'/0. Hampir semua pasien menderita gejala
penyakit "mirip flu" pada beberapa hari pertama
pengobatan yang berespons terhadap parasetamol
dan perlahan-lahan hilang. Komplikasi yang lebih
serius berupa anoreksia, depresi, dan sitopenia (lihat
Tabel 12.5). Sebagian kecil pasien (sekitar 15%)
mungkin mencapai remisi jangka panjang dengan
hilangnya kromosom Ph pada analisis sitogenetik
walaupun gen fusi BCR-ABL masih dapat dideteksi
melalui PCR. Secara keseluruhan interferon meng-
hasilkan pemanjangan fase kronik dengan pening-
katan harapan hidup. Kombinasi pemberian inter-
feron dengan pulsasi sitosin arabinosida mungkin
lebih efektif dibandingkan interferon-o, saja.
Gambar. 13.2 Leukemia mieloid kronik: darah tepi memperlihatkan peningkatan
buffy coat dalam jumlah yang sangat besar. Jumlah leukosit adalah 532 x 1ff/|.
(Lihat Gambar Berwarna hal. A-25). Trnnsplantasi sel induk (SCT) Transplantasi ini dapat
bersifat alogenik atau autolog. Transplantasi
sumsum tulang (BMT) alogen adalah satu-satunya
pengobatan kuratif CML yang tersedia. Hasilnya
pasien yang berada dalam fase kronik dengan tingkat lebih baik bila dilakukan pada fase kronik diban-
konversi sumsum tulang yang tinggi dari Ph positif dingkan fase akut atau akselerasi. Hanya pasie4 yang
menjadi Ph negatif. Obat ini mungkin menjadi peng- berusia kira-kira di bawah 60 tahun yang dapat
obatan lini pertama pada CML, baik digunakan sen- mentoleransi prosedur ini dan hanya 30% di antara-
diri atau bersama dengan interferon atau obat lain. nya yang mempunyai saudara kandung yang sesuai.
Ketahanan hidup 5 tahun adalah sekitar 50-70%. SCT
Interferon-a Biasanya digunakan bila jumlah leukosit alogenik hanya dapat ditawarkan ke sebagian kecil
telah terkendali oleh hidroksiurea dan saat ini pasien meskipun panel donor sumsum tulang inter-
merupakan obat terpilih untuk fase kronik walaupun nasional makin berperan penting dalam penyediaan

,e
:iW,

,|W'

w *."fi
www *;, Gambar. 13.3 Leukemia mieloid kronik: sediaan apus darah

w Wn tepi menunjukkan berbagai tahap granulopoiesis termasuk


promielosit, rnielosit, metamielosit, dan netrofil batang serta
segmen. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-27).
171

Terapi menggunakan hidroksiurea, interferon- d., atau Inhlbitor tirosln kinase


-t6
:E
,.o o o-o t a '-'--"
o^ oo
E'E rz
Oi.:, oo*o.o.o*o'o ^o'o
&. .:::
',,.
8
l_l

'ffis f,!;i;.; r\J


I l+JCm
\.r"rr/
II
h\.4
1000
Trombosit
s00

.100

b50
,_:'
x
c
G
b10
E
o4
J
rD
(]r. :'
:.

Gambar. 13.4 Leukemia mieloid kronik: perjalanan hema-


tologik khas pada pasien yang diobati dengan hidroksiurea,
interferon-s, atau inhibitor lirosin kinase STI-571.

donor tidak berkerabat yang sesuai antigen leukosit Perjalanan penyakit dan prognosis
manusianya (HLA). Relaps leukemia pascatrans-
plantasi adalah masalah yang signifikan, tetapi inftis CML biasanya mentperlihatkan suatrl respons yang
leukosit donor sangat efektif pada CML (hal. 101) sangat baik terhadap kemoterapi pada fase kronik
terutama bila relaps terdiagnosis dini melalui deteksi (Gb. 13.4). Ketahanan hidup rata-rata adalah 5-6
molekular transkrip BCR-ABL. BMT autolog adalah tahttn. Kematian biasanya te4adi akibat transformasi
suatu pendekatan eksperimental dan sedang diteliti akut terminal atau perdarahan atau infeksi yang
untuk menilai peranannya. menyelingi. Dua puh.rh persen pasien dapat hidup
hingga 10 tahun atau lebih. Pasien dapat dibagi ke
dalam kelompok-kelompok prognostik berdasarkan
usia, ukuran limpa, jumlah trombosit, sel blas pada
ATP
saat presentasi penyakit, dan mudahnya respons
BCR-ABL terhadap terapi; hal-hal terseblrt hanya mempakan
protein
kinase petunjuk kasar mengenai prognosis.
Substrat

Fase akselerasi dan metamorfosis


(transformasi akut atau sel blas)
lnhibitor
protein Transformasi akut (309i, blas dalam sumsum tulang)
kinase
dapat terjadi dengan cepat dalam beberapa hari atau
minggu (Gb. 13.6). Yang lebih sering ter;adi, pasien
Substrat
mengalami fase akselerasi dengan anemia, trombo-
sitopenia, dan peningkatan basofil, eosinofil, atau sel
blas dalam darah dan slrmsllm tulang. Ukuran limpa
Gambar, l3.5 Cara kerja inhibitor tlrosin kinase STI-571. Obat ini menyekat mungkin membesar walauptrn jr"rmlah sel darah ter-
lokasi pengikatan adenosin trifoslat (ATP). kendali dan sumsnm tulang dapat menjadi fibrotik.
172

':n

's-.
"- 9.,
LEUKEMIA MIELOID KRONIK JUVENILIS
:q w-
Penyakit yang jarang terjadi ini mengenai anak kecil
dan mempunyai gambaran klinis yang khas antara
lain ruam kulit, limfadenopati, hepatosplenomegali,
dan infeksi rekuren. Sediaan hapus darah memper-
lihatkan adanya monositosis. Kadar hemoglobin F
ffi, (HbF) yang tinggi merupakan ciri diagnostik yang
lrr.,.l,r
aL,Nlld'
berguna, kadar fosfatase alkali netrofil normal dan
!* hasil uji kromosom Philadelphia negatif. Prognosis-
nya buruk dan SCT adalah pengobatan yang terpilih.

LEUKEMIA MIELOMONOSITIK KRONIK


Gambar. 13.6 Leukemia mieloid kronik: darah tepi translormasi mieloblastik akut
memperlihatkan banyak mieloblas. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-35).
Leukemia mielomonositik kronik (CMML) meng-
gambarkan daerah yang bertumpang tindih antara
penyakit mieloproliferatif dan mielodisplasia, tetapi
Pasien dapat berada dalam fase ini selama beberapa digolongkan ke dalam kelompok mielodisplasia
bulan; pada fase ini penyakit lebih sulit dikendalikan (lihat di bawah).
daripada fase kronik. Pada fase akut atau fase
akselerasi, seringkali ditemukan kelainan kromosom
baru (misalnya kromosom Ph ganda). Pada sekitar LEUKEMIA EOSINOFILIK DAN LEUKEMIA
seperlima kasus, transformasi akut bersifat limfo-
NETROFILIK KRONIK
blastik dan pasien dapat diobati dengan cara yang
sama seperti pengobatan leukemia limfoblastik akut,
dan sejumlah pasien kembali ke fase kronik selama
Ini adalah penyakit yang sangat jarang dijumpai
dengan terdapaLnya proliferasi sel matur yang relatif
beberapa bulan atau bahkan satu atau dua tahun.
murni. Mungkin didapatkan splenomegali, dan
Pada sebagian besar pasien, terjadi transformasi
secara umlrm prognosisnya baik.
menjadi leukemia mieloid akut atau tipe campuran.
jenis ini lebih sulit diobati. Sel induk sumsum tulang
atau darah tepi yang disimpan selama fase kronik
dapat digunakan untuk memulihkan hemopoiesis SINDROM MIELODISPLASTIK
setelah kemoterapi intensif dengan atau tanpa (MTELODTSPLASTA)
radioterapi seluruh tubuh (BMT autolog). Walaupun
demikian, harapan hidup setelah transformasi AML Ini adalah sekelompok penyakit neoplastik didapat
adalah singkat dan jarang melebihi 12 bulan. Peran pada sel induk hemopoietik multipoten yang di-
STI-571 pada fase akut masih dalam penyelidikan. tandai oleh meningkatnya kegagalan sumsum tulang
dengan kelainan kuantitatif dan kualitatif di ketiga
jalur sel mieloid. Ciri khas penyakit ini adalah he-
mopoiesis yang inefektif sehingga sitopenia sering-
LEUKEMIA MIELOID KRONIK kali menyertai sumsum tulang dengan selularitas
PHILADELPHIA NEGATIF yangnormal atau meningkat. Gambaran yang sering
ditemukan adalah apoptosis yang meningkat dalam
sumsum tulang. Terdapat kecenderungan yang
Kurang dari 5'/' pasien yang memiliki gambaran mengarah pada AML walaupun kematian seringkali
mengesankan CML, tidak mempunyai kromosom Ph terjadi sebelum timbul AML. Pada sebagian besar
dan translok asr B CR- ABL Pasien-pasien ini biasanya kasus, penyakit timbul secara de nooo, tetapi pada
mempunyai gambaran hematologik yang khas untuk sebagian pasien, kemoterapi dan/atau radioterapi
mielodisplasia dan prognosis tampaknya lebih buruk telah diberikan sebelumnya untuk penyakit hemato-
dibandingkan CML Ph-positif . logik lain, limforna, atau tumor padat lain.
173

Tabel 13.3 Klasilikasi sindrom mielodisplastik. Diberikan juga perubahan dalam klasifikasi semenlara World Health Organization (WHO) yang baru

Darah tepi Sumsum tulang Harapan hidup


rata,rata (bulan)

Anemia refralder (M)' Blas <lolq Blas <5% , i, ,i


50
RA denOan sideroblas cincin {RARS) Blas <1% Blas <5% 50
Sideroblas cincin >15% eritroblas total
M derqan kelebihan blas (RAEB) Blas <5o/o Blas 5-2ff/o ll
RAEB dahm transformasi (RAE&t)t Blas >5% Blas 20-30% atau terdapat batang Auer
Leukemia mielomonositik kronik (CMML) Seperli salah satu di atas Seperti salah satu di alas dengan tl
dengan monosit >1,0 x1ff/l promonosit

tPada beberapa kasus, terdapat netropenia atau trombositopenia tanpa anemia. Kasus-kasus ini digolongkan sebagai sitopenia refrakter (WHO). pasien umumnya
adalah wanita tua dengan delesi sebagian lengan panjang kromosom 5, mempunyai prognosis yang relatil baik, dan digolongkan secara terpisah sebagai sindrom
5q-(WH0).

t Saat ini digolongkan sebagai leukemia mieloid akut (WHO).

Klasilikasi,sindrom mielodisplaslik tahun. Pria lebih sering terkena. Evolusinya


seringkali lambat dan penyakit ini dapat ditemukan
Sindrom mielodisp I a stik (my el o dy spl a st i c sy n dr o me s,
secara kebetulan pada saat pasien diperiksa hitung
MDS) dikaslifikasikan menjadi lima subgrup darahnya untuk alasan lain yang tidak terkait.
menurut: Gejalanya, jika ada, adalah gejala anemia, infeksi
1 proporsi sel blas dalam darah dan sumsum atau mudah memar atau berdarah (Gb. 13.7). Pada
tulang; beberapa pasien, anemia yang tergantung transfusi
2 sering tidaknya sideroblas cincin (>15%) dalam mendominasi perjalanan penyakit, sedangkan pada
sumsum tulang; dan pasien lainnya infeksi rekuren atau memar dan
3 proporsi sel monosit dalam darah tepi. perdarahan spontan merupakan masalah klinis yang
Prognosis jauh lebih baik pada pasien dengan utama. Netrofil, monosit, dan trombosit seringkali
proporsi sel blas sumsum tulang yang normal (<5%) terganggu secara ftrngsional sehingga dapat terjadi
daripada pasien dengan proporsi sel blas sumsum infeksi spontan pada beberapa kasus, atau memar,
tulang yang meningkat (5% atau lebih). atau perdarahan pada kasus lain yang tidak seban-
ding dengan beratnya sitopenia. Limpa biasanya
tidak membesar kecuali pada CMML; pada keadaan
Kelainan kromosom ini juga dapat terjadi hipertrofi gusi dan limfa-
denopati.

sll
Kelainan sitogenetik lebih sering terdapat pada MDS
sekunder dibanding primer dan paling sering terdiri
dari hilangnya kromosom5,T atau Y parsial atau to- Temuan laboratorium
tal, atau trisomi 8. Hilangnya pita q13 sampai q33
$,* kromosom 5 pada wanita tua dengan anemia makro- Darah tepi Pansitopenia sering ditemukan. Eritrosit
\i$
ffi
sitik, hitung trombosit yang normal atau meningkat, biasanya makrositik atau dimorfik tetapi kadang-
N serta mikromegakariosit telah diberi nama sindrom kadang hipokrom; mungkin ditemukan normoblas.
N 5q dan berprognosis yang baik. Mutasi onkogen Ru4S Hitung retikulosit rendah. Jumlah granulosit sering-
(s (biasanya N-R 45) terjadi pada sekitar 20% kasus dan kali menurun dan memperlihatkan tidak adanya
mutasi FMS terjadi pada sekitar 15% kasus. granulasi (Gb. 13.8). Fungsi kemotaktik, fagositik,
dan. adhesinya terganggu. Kelainan Pelger (inti
I Gambarah'klinis ''i, i .'
tunggal atau berlobus dua) seringkali ditemukan.
Pada CMML monosit >1,0 X 10'll dalam darah dan
jumlah leukosit total mungkin >100 X 70' /1. Trom-
Sekitar separuh pasien berusia lebih dari 70 tahun bosit dapat sangat besar atau kecil dan biasanya
dan kurang dari25'/' pasien berusia kurang dari 50 berkurang jumlahnya tetapi meningkat pada 10%
174 KaFlla- $elekla::Ee-riratotogi

adanya gangguan granulasi primer dan sekunder,


dan sering ditemukan sel-sel yang sulit diidentifikasi
apakah sebagai mielosit agranular, monosit, atau
promonosit. Megakariosit abnormal dengan bentuk
mikronuklear, binuklear kecil, atau polinuklear.
Biopsi sLlmsum tulang memperlihatkan fibrosis pada
10% kasr.rs.

Pengobatan

Pengobatan seringkali sulit diberikan karena belum


ditemukan terapi yang memlrlihkan hemopoiesis
menjadi normal, dan kemoterapi yang intensif atau
bahkan dosis rendah malah dapat memperburuk
situasi pada beberapa kasus.

Sindrom mielodisplastik risiko rendah


Pasien yang memiliki jumlah sel blas kurang dari5"/o
dalam sumsum tulang didefinisikan sebagai
penderita sindrom mielodisplastik risiko rendah.
Pasien tersebut biasanya ditangani secara konservatif
dengan transfusi eritrosit, trombosit, atau pemberian
antibiotik sesuai dengan keperluan. Upaya untuk
memperbaiki fungsi sumsum tulang dengan faktor
pertumbuhan hemopoietik sedang dilakukan, baik
secara sendiri marlpun dalam kombinasi. Eritro-
poietin dalam dosis tinggi dapat meningkatkan
konsentrasi hemoglobin sehingga transfusi darah
tidak perlu dilakukin. Siklosporin atau globulin anti-
limfosit (GAL) kadang-kadang membuat pasien
lebih baik, terutama pasien dengan sumsum tulang
(b) hiposelular. Untuk jangka panjang, penimbunan besi
dapat menjadi masalah setelah transfusi berulang;
Gambar. 13.7 Mielodisplasia. (a) Seorang pasien pria berusia 78 tahun dengan harus dimulai terapi khelasi besi (hal. 73) setelah
anemia refrakter mengalami infeksi rekuren pada wajah dan sinus maksilaris mendapat transfusi 30-50 unit dan apabila anemia
yang terkait dengan netropenia (hemoglobin 9,8 g/dl; leukosit 1,3 x 10/l; netrofil dan kebutuhan akan transfusi terus menjadi masalah
0,3 x 1ff/l; trombosit 38 x 1tr/l). (b) Purpura pada seorang wanita usia 58 tahun
ld/l;
yang dominan. Pada pasien usia muda tertentu,
dengan anemia reliaKer (hemoglobin 10,5 g/dl; leukosit 2,3 x trombosit B x
10/l). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-30). transplantasi alogenik dapat memberikan kesem-
buhan permanen.

kasus. Pada kasus yang memiliki prognosis buruk,


Sindrom mielodisplastik risiko tinggi
ditemukan mieloblas dengan jumlah yang bervariasi
dalam darah. Pada pasien yang memiliki jumlah sel blas lebih dari
5% dalam sumsum tulang ini, telah dicoba berbagai
Sumsumtulang Selularitas biasanya meningkat. pengobatan untuk memperbaiki prognosis keselu-
Sideroblas cincin dapat ditemukan pada kelima tipe ruhan dengan tingkat kesttksesan yang bervariasi.
F rench-Americsn-British (FAB) tetapi secara definisi Pengobatan berkisar dari hanya tindakan suportif
mencakup >157o normoblas pada anemia refrakter umum sampai kemoterapi intensif.
dengan sideroblas cincin. Ditemukan normoblas
berinti banyak dan gambaran diseritropoiesis lain Pernzuntsn suportif umum sajn Paling sesuai diberikan
(Gb. 13.8). Prekursor granulosit memperlihatkan untuk pasien usia tua dengan masalah medis mayor
Leukemia miebid konik dan mielodisplasia 175

']-:4
*. irg
u ;r.Jlj:it:.l
I i}.a;i,ri ,,,
'1t,l;;.:ii,lt ti..,:
..
l
'F+;;+"

:., :
v;iiffi:
ii.

;J4
.ay

:..,'.:. .\,

%
' &'q''"'::

(c)

,& w'@ ffi


(d)
ww r" (e)

ir;: '
w
Gambar. 13.8 Mielodisplasia: gambaran darah tepi dan sumsum tulang. (a)
ti#
;ii,#::+r,"i:
za: tta:.::,.:a.:=:!

Eritroblas polikromatik berinti banyak. (b) Fewarnaan Perls menunlukkan


penimbunan besi dalam makrofag fragmen sumsum tulang. (c) Sideroblas ';ffi
.=,t - *ii
,-,:v) ,
cincin. (d) Leuksoit menunjukkan sel-sel pseudo-Pelger, mielosit dan netrofil
agranular. (e) Sel-sel monositoid dan netrofil agranular. (f) Megakariosit berinti
satu. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-31). 3q:, 'f:'
-,

W (f)
176

lainnya. Transfusi eritrosit dan trombosit, terapi


menggunakan antibiotik dan obat anti jamur diberi- KEPUSTAKAAN
kan sesuai kebutuhan.
Dansy R. (2000) Myelodysplasia. Curr. Opin. Oncol. 12, 13-
21.
Kemoterapi agen tunggal Hidroksiurea, etoposid, Deininger M.W.N. and Goldman l.M. (1998) Chronic my-
merkaptopurin, azasitidin, atau sitosin arabinosida eloid leukaemia. Curr. Opin. Hematol. 5,302-8.
dosis rendah dapat diberikan dengan sedikit manfaat Druker 8.J., Sawyers C.L., KantarjianH. et a/. (2001) Activ-
bagi pasien penderita CMML atau anemia refrakter ity of a specific inhibitor of the BCR-ABL tyrosine kinase
dengan kelebihan sel blas (RAEB) atau RAEB dalam in the blast crisis of the chronic myeloid leukemia and
transformasi (RAEB-t) dengan jumlah leukosit dalam acute lymphoblastic leukemia with the Philadelphia
darah yang tinggi. Chromosome. N. EngL l. Med.344, 1038-42.
Druker B.J,Talpaz M., Resta R. N. et al. (2001) Efficacy and
safety of a specific inhibitor of the BCR-ABL tyrosine
Kemoterapi intensif Kemoterapi seperti yang diberikan kinase in chronic myeloid leukemia. N. Engl. l. Med.344,
pada AML (hal. 163) dapat dicoba pada pasien yang 1031-7.
berisiko tinggi. Kombinasi fludarabin dengan sitosin Greenberg P. (2001) Implications of pathogenic and prog-
arabinosida (ara-C) dosis tinggi dengan faktor nostic features for management of myelodysplastic syn-
pembentuk koloni granulosit (G-CSF) (FLAG) dapat dromes. Lancet 357, 1059-60.
sangat bermanfaat untuk mencapai remisi pada Goldman l.M. (ed) (1997) Treatment of chronic myeloid
MDS. Topetecan, ara-C, dan G-CSF (TAG) juga dapat leukaemia. Clin. Haematol. 70, 1,87 -228.
Hansen J.A., Gooley T.A., Martin P.J. et al. (1998) Bone mar-
membantu. Remisi lengkap lebih jarang terjadi di-
row transplants from unrelated donors for patients with
bandingkan pada AML de nouo, dan risiko pemberian chronic myeloid leukemia. N. EngL l. Med.338,962-8.
kemoterapi intensif seperti untuk AML lebih besar Heaney M.L. and Golde D.W. (1999) Myelodysplasia. N.
karena dapat terjadi pansitopenia berkepanjangan Engl. l. Med.340, L649-60.
pada beberapa kasus tanpa regenerasi hemopoietik Heinrich M.C., Griffith D.J., Druker B.l. et al. (2000) Inhibi-
yang normal, diperkirakan karena tidak terdapat sel tion of c-kit reseptor tyrosine kinase activity by STI-571, a
induk yang norma selective tyrosine kinase inhibitor. Blood 96,925-32.
Koeffler H.D. (ed.) (1996) Myelodysplastic syndromes I
andll. Semin. Hematol.33, Nos 2 and 3.
Transplnntasi sel indukPada pasien yang berusia lebih
O'Dwyer M.E.O. and Druker B.l. (2000) STI/571: an inhibi-
muda (kurang dari 50-55 tahun) dengan saudara tor of the BCR-ABL tyrosine kinase for the treatment of
laki-laki atau perempuan yang HLAnya sesuai atau chronic myelogenous leukaemia. Lancet Oncol. l, 207 -II.
donor yang tidak berkerabat tetapi sesuai HLAnya, Sole F., Espinet 8., Sanz G.F. et aI. (2000) Incidence, charac-
SCT memberikan prospek kesembuhan yang terization and prognostic significance of chromosomal
lengkap. SCT biasanya dilakukan pada MDS tanpa abnormalities in 640 patients with primary myelody-
mencapai remisi lengkap dengan kemoterapi sebe- splastic syndromes. Br. l. Haematol. 180, 346-56.
lumnya, walaupun pada kasus-kasus risiko tinggi
dapat dicoba kemoterapi awal untuk mengurangi
proporsi sel blas dan risiko kambuhnya MDS. SCT
hanya dapat dilaksanakan pada sebagian kecil
pasien karena umumnya pasien MDS berusia tua.
8nB ltlir

Leukemia limfoid kronik


Leukemia limfositik kronik, 177 Leukemia limfositik granular besar, 183

Leukemia prolimfositik, 1 81 Limfoma/leukemia sel T dewasa, 183

Leukemia sel berambut, 181 Sindrom S6zary, 183

Limfoma limpa dengan limfosit vilosa, 182 Sindrom limfoma/leukemia, 1 83

Leukemia sel plasma, 182

Beberapa penyakit termasuk dalam kelompok ini, CLL merupakan leukemia yang paling banyak
ditandai oleh adanya proliferasi limfosit jenis sel B ditemukan di negara Barat, tetapi jarang di Timur
atau T yang tampak matur (Tabel 14.1). Terdapat Jauh. Insidensi tidak meningkat pada orang yang
cukup banyak tumpang tindih dengan limfoma. sebelumnya menjalani pengobatan radioterapi atau
Pada banyak kasus limfoma non-Hodgkin, sel lim- kemoterapi. Sel tumor tampak sebagai suatu sel B
foma ditemukan dalam darah dan pada beberapa yang relatif matur dengan ekspresi imunoglobulin M
kasus, pembedaan antara leukemia dan limfoma (IgM) atau IgD permukaan yang lemah. Sel-sel ini
bersifat semena-mena, bergantung pada proporsi berakumulasi dalam darah, sumsum tulang, hati,
relatif penyakit dalam massa jaringan lunak diban- Iimpa, dan kelenjar getah bening akibat lama hidup
dingkan dengan yang terdapat dalam darah dan yang memanjang disertai terganggunya apoptosis
sumsum tulang. Secara umum, penyakit-penyakit normal.
tersebut tidak dapat disembuhkan, tetapi pe4alanan
penyakit cenderung bersifat kronik dan berfluktuasi.
Gambaran klinis

Diagnosis
1 Penyakit ini mengenai orang berusia tua dan
jarang mengenai orang berusia kurang dari 40
Kelompok ini dicirikan dengan adanya lirnfositosis tahun. Rasio pria terhadap wanita adalah 2:1.
kronik persisten dan subtipenya dapat dibedakan 2 Banyak kasus (biasanya stadium 0) didiagnosis
berdasarkan morfologi, imunofenotipe, dan sito-
pada saat dilakukan pemeriksaan darah rutin.
genetika. DNA mungkin bermanfaat untuk memper-
Dengan meningkatnya pemeriksaan medis rutin,
Iihatkan penataan ulang monoklonal pada imuno-
proporsinya meningkat.
globulin atau gen reseptor sel T.
3 Pembesaran simetris kelenjar getah bening per-
mukaan adalah tanda klinis yang paling sering
dijumpai (Gb. 14.1). Kelenjar biasanya berbatas
LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIK tegas dan tidak nyeri tekan. Salah satu gambaran
yang dijumpai dapat berupa pembesaran tonsil.
Hingga saat ini, leukemia limfositik kronik (CLL) 4 Gambaran anemia mungkin ada.
adalah leukemia limfoid kronik yang paling sering 5 Splenomegali dan hepatomegali biasa ditemukan
dijumpai dan insidensi puncak terdapat pada usia pada stadium lebih lanjut.
antara 60-80 tahun. Etiologinya belum diketahui, 6 Infeksi bakteri dan jamur sering ditemukan pada
tetapi terdapat variasi geografik dalam insidensinya. stadium lanjut karena terjadi defisiensi imun dan
178

Tabel 14.1 Klasifikasi leukemia limloid kronik dan sindrom leukemia/


limfoma.

Sel B Sel T

Leukemia linloid kratk

Leukemia lirnfositik ktonik sel B - Leukemia limfosftik granuhr,'


(CLL-B, CLL) , besar: ,: ';',
Leukemia prolimtosilik s€l B (& Leukemia prolimlositik sel T {I'
PLL\ ' PLLI';:",,
Leukemia sel berambul (hairy eell
leukenid HQL).

Leukemia sel pasma

Sindrom limtama/leukemia

Gambar. 14.2 Leukemia limlositik kronik: infeksi herpes zoster pada seorang
Llmfoma limpa dengan limlosit Sindrom S6zary
wanita usia 68 tahun. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-32).
vitosa,,, :: Limfoma/ leukemia sel T dewasa
Limloma lolikulai '
Limloma sel besar ' ' "
"" ''
Limfoma sgl sslubung r 1,;r
Tabel 14.2 lmunofenotipe leukemia/ limfoma sel B kronik (semua kasus
Limioma limfophsmasitik'',
CD1 9+)
rimmasef#sar: , ,i

ct_L P!-t HCt FL MCt

slg, lemah
,,,,,
c05,, '
,

,: +
coza FM}T ::-
CD79b : t-

i.,ir, ",
, CLL, leukemia limfositik kronik; FL, limfoma folikular; HCL, leukemia sel
berambut; MCL, leukemia sel selubung; PLL, leukemia prolimlositik.
NB. CD103 positil hanya pada HCL.

apus darah tampak sebagai limfosit kecil. Smudge


cell atarr smear ceII juga ada (Gb. 14.3).
Penentuan imunofenotipe limfosit menunjukkan
bahwa limfosit tersebut adalah sel B (CD19 per-
Gambar. 14,1 Leukemia limlositik kronik: limladenopati servikal bilateral pada mukaan positif), yang mengekspresikan imuno-
seorang wanita usia 67 tahun. Hemoglobin 12,5 g/ dl; jumlah leukosit 150 x 1ff/
globulin permukaan (IgM atau IgD) secara lemah.
(limfosit 146 x 1d/l); trombosit 120 x 1ff/|. (Lihat Gambar Berwarna hal. A'32).
Imunoglobulin ini terbukti bersifat monoklonal
karena ekspresi satu bentuk rantai ringan (hanya
r atau 1,, hal. 140). Secara karakteristik, sel-sel
netropenia (akibat infiltrasi sumsum tulang, tersebut juga positif CD5 dan CD23 permukaan,
kemoterapi, atau hipersplenisme). ]uga terdapat tetapi CD79b dan FMCT negatif (Tabel14.2).
kaitan dengan herpes zoster (Gb. 14.2). Anemia normositik normokrom terdapat pada
7 Penderita trombositopenia mungkin memper- stadium lanjut akibat infiltrasi sumsum tulang
lihatkan adanya memar atau purpura. atau hipersplenisme. Hemolisis autoimun juga
dapat terjadi (lihat di bawah).
4 Trombositopenia terjadi pada banyak pasien.
Temuan laboratorium 5 Aspirasi sumsum tulang memperlihatkan adanya
penggantian elemen sumsum tulang oleh limfosit.
1 Limfositosis. Jumlah limfosit absolut adalah >5 x Limfosit mencakup 25-95% dari semua sel. Biopsi
10'll dan dapat mencapai hingga 300 x 10ell atau trephin menunjukkan adanya keterlibatan lim-
lebih. Antara 70 dan 99% leukosit dalam sediaan fosit nodular, difus, atau interstisial.
.*fi lFM..:l$lWF,,$$fl i II 179

#,c 4&;

! a G3 E &
3c -oo* W
s
e
afu
D @'-€"
:!fiffi
w W
Gambar. 14.3. Leukemia limfositik kronik: sediaan apus * & :sr & w@ &w
"i*e
w
darah tepi menunjukkan limfosit dengan tepi sitoplasma
yang tipis, kromatin inti padat yang kasar, serta anak inti
{p c&
yang jarang. Tampak srnudge cel/ yang khas. (Lihat G #
Gambar Berwarna hal. A-32).
%
Ditemukan kadar imunoglobulin serum yang me- Tabel 14.3 Faktor prognostik pada leukemia limfositik kronik

nurun dan ini makin jelas dengan memburuknya


penyakit. Terkadang, ditemukan paraprotein.
Empat kelainan kromosom yang paling lazirn Stadium ,,
' Binel A Binet B,C

dijumpai adalah delesi 13q14, trisomi 12, delesi


:
(Raist) (Raill-lV)

pada 11q23, dan kelainan struktural 17p yang Jenis kelamin Wanita priai, , ',
melibatkan gen p53. Kelainan-kelainan ini mem- Waktu penggandaan limlosit Lambat Cepat: ,: . ,

punyai makna prognostik (Tabel 14.3). Penampakan biopsi sumsum Nodular Difus 'ir,
tulang
Gen VH sel B mengalami hipermutasi somatik di
pusat-pusat germinal (hal. 125). Pada CLL, gen Kromosom Delesi 13q14 Trisomi 12

VH mengalami hipermutasi pada sekitar 50% :


Mutasi p53 (17p13.3)

kasus, mengesankan berasal dari sel-sel pusat Delesi 11q23

folikel postgerminal; pada 50% sisanya gen VH Gen imunoglobulin VH Hipermutasi Tidak bermutasi :: l

tidak mengalami mutasi, mengesankan berasal LDH Normal Meningkat ''.,t,

dari sel-sel pusat pre-germinal. Kelompok yang Fkspresi CD38 i Negatif Positif .,' 't ,,,,,

terakhir ini mempunyai prognosis yang lebih


buruk (Tabel14.3). LDH, laktat dehidrogenase.

Penehtuanstadium ,,' ',' .., kan pada pengendalian gejala dan bukan hitung
darah normal. Sebenarnya, kemoterapi pada penya-
Penentuan stadium pasien pada saat berobat sangat kit yang diberikan terlalu dini dapat memperpendek
bermanfaat karena informasi ini penting baik untuk harapan hidup dan bukannya memperpanjang.
perkiraan prognosis maupun penentuan terapi. Pengobatan diberikan bila terdapat organomegali yang
Sistem penentuan stadium Rai dan Binet di- bermasalah, episode hemolitik, dan supresi sumsum
perlihatkan di Tabel 74.4.Harapan hidup umumnya tulang. Hitung limfosit saja bukan merupakan pe-
berkisar dari 12 tahun untuk stadium Rai 0 sampai tunjuk yang baik unluk pengobatan. Biasanya pasien
kurang dari 3 tahun untuk stadium IV. dalam stadium Binet C akan memerlukan pengobatan,
seperti juga beberapa pasien dalam stadium B.

Pengobatan
Kemoterapi
Kesembuhan jarang terjadi pada CLL, sehingga pen- Klorsmbusil Pengobatan tradisional untuk CLL
dekatan terhadap terapi bersifat konservatit dituju- adalah dengan zat pengalkil oral klorambusil. Obat
180 $irffil'iriil$i
(6iji?$$ilii*"n#i4i iiiili:

Tabel, 14.4. Penentuan stadium leukemia limfositik kronik (CLL) dengan kotrimoksazol yang diberikan sampai jumlah
CD4 pulih. Apabila pasien resisten terhadap salah
(a) Klasifikasi Rai
satu analog purin sebaiknya dicoba obat lain dari
Stadium kelompok ini, misalnya 2-klorodeoksiadenosin.
Kombinasi fludarabin dengan misalnya siklofosfa-
0 Limlositosis absolnt >15 x 1Sfl.
mid (FC), atau metotreksat dan deksametason (FMD)
Sep€rti stadium 0 + penbesaran kelenjar getah bening (adenopati)
I
mungkin lebih efektif dibandingkan pemberian
il S€p€rti stadium 0 + pembesaran hati dan/atau limpa 1 adenopati
fludarabin saja.
lil Sep€rli stadium 0 + anemia (Hb <10,0 gldl)'1 adenopalil
pembesaran organ

IV Seperti stadium 0 + trombositopenia (trombosit <100 x 1S/l)'1 Kortikosteroid Pasien yang menderita kegagalan sum-
adsnopati t organomegali sum tulang harus diobati sejak awal dengan predni-
solon saja, sampai terdapat pemulihan jumlah
(b) Klasinkasi dari lntemational Working Party (dari J.L. Binet dkk, 1981) trombosit, netrofil, dan hemoglobin yang bermakna.
Jumlah limfosit darah tepi mula-mula meningkat
Stadium Pembesaran I
Hemoglobin Trombosit t sejalan dengan pengerutan organ yang terinfiltrasi,
organ- {s/dl) (x lf/l)
tetapi jumlahnya kemudian menurun. Kortikosteroid
A (50-6e/d 0, 1, atau 2 daenh juga diindikasikan bila terdapat anemia hemolitik
B (30'i") 3,4, atau 5 dasrah :10 :100 autoimun atau trombositopenia.
C (40%) Tidak dipertimbangkan <10 dan/alau <100
Bentuk pengobatan lain
-Satu
daerah = kelenjar getah bening > 1 cm pada leher, aksila, regio inguinal, Radioter api lni bermanfaat untuk mengurangi ukuran
atau pembesaran limpa atau hati. gugus kelenjar getah bening besar yang tidak
f Penyebab sekunder anemia (misalnya defisiensi besi), atau anemia hemolitik responsif terhadap kemoterapi.
autoimun, atau trombositopenia autoimun harus diobati sebelum penentuan
stadium.
Kemo t er ap i komb inssi Misalnya dengan siklof osf amid,
hidroksidaunorubisin, Oncovin (vinkristin) dan
prednison (CHOP, hal. 198) kadang-kadang efektif
untuk kasus-kasus stadium lanjut dan pasien yang
ini digunakan sebagai pengobatan harian (misal 4-6 refrakter terhadap klorambusil.
mglhari) atau 6 mg/rn' per hari selama 10 hari. Obat
ini efektif dalam mengurangi beratnya penyakit pada
sebagian besar kasus. Biasanya obat perlu diberikan
Siklosporin Aplasia eritrosit mungkin berespons
terhadap siklosporin.
selama 2-4 bulan, dan setelah itu akan dicapai remisi
dengan durasi yang bervariasi. Klorambusil dapat
diberikan kembali jika diperlukan, walaupun dapat Antibodi monoklonsl Campath IH (anti CD52) dan
timbul resistensi. Rituximnb (anti CD20) menghasilkan respons pada
sebagian pasien. Campnth-7H khususnya efektif
terhadap penyakit sumsum tulang.
Analog purin Obat-obat ini efektif untuk pengobatan
leukemia limfoid kronik dan limfoma. Obat yang pal-
ing efektif untuk pengobatan CLL tampak.,yu uaitut"t Splenektomi Ini biasanya disimpan untuk pasien-
fludarabin, dan bukti-bukti awal menunjukkan pasien dengan sitopenia imun yang tidak berespons
bahwa obat ini lebih efektif diberikan sebagai obat terhadap steroid jangka pendek atau pasien dengan
tunggal dibandingkan dengan klorambusil. Tempat pembesaran limpa yang besar dan nyeri.
fludarabin dalam penatalaksanaan CLL secara
keseluruhan masih diteliti hingga saaat ini. Obat ini Penggantinn imunoglobulln Penggantian imunoglo-
mungkin merupakan obat pilihan pertama dan juga bulin (misal250 mg/kglbulan melalui infus intra-
berguna untuk pasien-pasien yang resisten terhadap vena) berguna untuk pasien-pasien dengan hipo-
klorambusil. Formulasi obat intravena maupun oral gamaglobulinemia dan infeksi rekuren.
dapat digunakan secara bulanan. Mielosupresi dan
reduksi limfosit T CD4 (helper) yang berkepanjangan Transplantnsi sel induk (SCT) Pada saat ini, SCT
menyebabkan terjadinya peningkatan risiko infeksi merupakan suatu pendekatan ekspreimental pada
dan profilaksis terhadap infeksi Pneumocystis csrinii pasien-pasien bemsia muda. SCT alogenik mungkin
tffii 181

bersifat kuratif tetapi mempunyai tingkat mortalitas Gambaran klinis PLL dan CLL juga berbeda.
yang tinggi. SCT autolog yang dilakukan setelah Penderita PLL biasanya datang dengan splenomegali
sebelumnya menjalani terapi dengan fludarabin dan tanpa limfadenopati dan dengan jumlah limfosit
obat-obat lain saat ini sedang dalam uji klinis. yang tinggi dan meningkat cepat. Anemia mempa-
kan suatu gambaran prognostik yang buruk.
PLL sulit diobati. Splenektomi biasanya berguna
Perjalanan penyakit dan analog nukleosida purin mungkin membantu.

Banyak pasien dalam stadium Binet Aatau Ral 0 atau


1 yang tidak pernah memerlukan terapi. Sebenarnya,
wanita usia 60 tahun atau lebih yang menderita sta- LEUKEMIA SEL BERAMBUT
dium Rai 0 mempunyai harapan hidup yang sama
dengan populasi kontrol. Bagi pasien yang memerlu- Leukemia sel berambut (hairy ceII leukemin. HCL)
kan terapi, suatu pola yang lazim adalah pola penya- adalah suatu penyakit limfoproliferatif sel B yang
kit yang responsif terhadap beberapa kemoterapi jarang dijumpai dengan rasio pria terhadap wanita
sebelum awitan bertahap dari infiltrasi sumsum sebesar 4:1 dan insidensi puncak terdapat pada usia
tulang luas, penyakit berat, dan infeksi rekuren, 40-60 tahun. Pasien biasanya datang berobat dengan
Penyakit ini dapat bertransformasi menjadi limfoma
infeksi, anemia, atau splenomegali. Limfadenopati
derajat tinggi yang terlokalisir (transformasi Richter)
sangat jarang dijumpai. Pansitopeni a laztm ditemu-
atau mungkin terdapat peningkatan jumlah pro-
kan pada saat datang, dan jumlah limfosit kadang-
limfosit yang resisten terhadap pengobatan.
kadang lebih dari 20 x 10e /1. Monositopenia adalah
suatu gambaran yang penting. Sediaan apus darah
memperlihatkan adanya limfosit berukuran besar
LEUKEMIA PROLIMFOSITI K yang tidak biasa, dengan tonjolan sitoplasma vilosa
(Gb. 14.5) dalam jumlah yang bervariasi (Gb. 14.5).
Walaupun leukemia prolimfositik (Prolymphocytic
Imunofenotipe bersifat khas dengan CD22, FMC7,
leukemia, PLL) pada mulanya dapat menyerupai CLL
dan CD103 yang positif pada sebagian besar kasus
sel B (CLL-B), diagnosis ditegakan berdasarkan
penampakan mayoritas prolimfosit dalam darah.
(Tabel 14.2). Sel-sel berambut terwarna dengan
Prolimfosit berukuran sekitar dua kali limfosit CLL fosfatase asam yang resisten tartrat (TRAP). Biopsi
dan mempunyai anak inti sentral yang berukuran trephin sumsum tulang memperlihatkan gambaran
besar (Gb. 14.4). PLL sel B (B-PLL) tiga kali lebih fibrosis ringan dan infiltrat selular difus yang khas.
sering lebih lazim dijumpai dibandingkan dengan Terdapat beberapa pengobatan HCL yang efektif
PLL sel T (T-PLL). dan pasien dapat mengharapkan terjadinya remisi

i$

;,.:::x.:. i},i-ys
ili:::l::i
tf .''
j'
.
l
.::
$.r',,':i
'1:*ifri Llll
trlf
\,r-. **
':i*
., ..!(r-
i

Gambar. 14.4. Leukemia prolimfositik: sediaan apusan


darah memperlihatkan adanya prolimfosit yang mempunyai
.: ia'.

.. j \gll lir
anak inti sentral yang menonjol serta banyak sitoplasma !i i$f $\iw
t *t'
pucat. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-32).
182 u$il#$ru${-t'eril,ii

jangka panjang. Pengobatan terpilih saat ini mungkin


adalah 2-klorodeoksiadenosin atau deoksikofor-
misin, dan kedua obat ini mencapai respons pada
lebih dari 90% kasus. HCL adalah salah satu penyakit
pertama yang terbukti efektif pada pemberian inter-
feron-q, dan obat ini masih merupakan pengobatan
yang sangat baik. Biasanya interferon diberikan
selama satu tahun, dan setelahnya dapat dicapai
remisi jangka panjang, Pengobatan ini telah sangat
menggantikan kebutuhan splenektomi.

Varian leukemia sel berambut

Beberapa kasus HCL mempunyai perbedaan yang


jelas dengan penyakit yang tipikal dan memerlukan
klasifikasi yang terpisah. Jumlah leukosit biasanya
lebih tinggi, sel-sel berambut mempunyai suatu anak
inti yang menonjol dan responsnya terhadap inter-
feron dan analog purin kurang memuaskan.

Gambar, 14.5. Leukemia sel berambut: sediaan apus darah tepi memperlihatkan
sel-sel "berambut" yang khas dengan inti yang lonjong dan sitoplasma yang
LIMFOMA LIMPA DENGAN LIMFOSIT kelabu/biru pucat dengan tepi iregular. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-33).

VILOSA

Limfoma limpa dengan limfosit vilosa (SLVL) (lim-


foma zona marginal limpa) ditandai oleh splenome- LEUKEMIA SEL PLASMA
gali yang masif dan populasi sel B monoklonal
dengan tampilan berambut (vilosa) dalam darah. Ini Penyakit yang jarang dijumpai ini ditandai oleh
adalah penyakit yang terdapat pada orang tua tingginya jumlah sel plasma dalam darah. Gambaran
dengan perjalanan penyakit yang jinak. Walaupun klinisnya cenderung merupakan suatu gambaran
banyak pasien yang tidak akan memerlukan peng- klinis yang ditemukan pada leukemia akut (pansi-
obatan, splenektomi berguna dan analog nukleosida topenia) dengan gambaran mieloma (hiperkalsemia,
purin juga efektif. keterlibatan ginjal dan penyakit tulang) (Bab 16).
Pengobatannya adalah dengan perawatan suportif
dan kemoterapi sistemik, misalnya dengan CHOP,
siklofosfamid-VAMP (vinkristin, Adriamycin, dan

(a)

(b)

Gambar. 14.6 (a) Limlosit granular besar dalam darah tepi (b) Leukemia/ limloma sel T dewasa Sel-sel limfoid bergelung yang khas dalam darah tepi. (Lihat Gambar
Berwarna hal. A-33).
183

.,.r
:\tis.\
(HTLV-1). Virus ini bersifat endemik di beberapa
: ,..:i.t$.\:
ii'r::'\i
,,:i
bagian di Jepang dan Karibia dan penyakit ini sanfat
jarang dijumpai pada orang-orang yang tidak pernah
:l$
tinggal di daerah-daerah tersebut. Limfosit ATLL
mempunyai morfologi yang aneh dengan inti
bergelung "berbentuk daun semanggi" dan fenotipe
CD4+ yang konsisten (Gb. 14.6b).
Banyak orang yang terinfeksi virus tersebut dan
secara serologik positif, tidak menderita penyakit ini.
Penampilan klinisnya seringkali akut dan didomi-
nasi oleh hiperkalsemia, lesi kulit, hepatospleno-
megali, dan limfadenopati. Penegakan diagnosisnya
berdasarkan pada morfologi dan serologi, dan
Gambar. 14.7. Limfoma pusat folikel: sel-sel limfoid berbelah (cleavedl kecil walaupun dapat dicoba pemberian kemoterapi
pada darah tepi. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-33).
kombinasi, prognosisnya buruk. Obat anti-retrovirus
terbukti berperan penting.

metilprednisolon), atau ABCM seperti pada mieloma


multipel (Bab 16).
SINDROM SEZNNY

Penderita sindrom S6zary datang berobat dengan


LEUKEMIA LIMFOSITIK GRANULAR penyakit kulit, biasanya eritroderma gatal dan
BESAR mengelupas yang mengenai telapak tangan, telapak
kaki, dan wajah ("sindrom manusia merah"). Biopsi
Leukemia limfositik granular besar (L-LGB) dicirikan kulit memperlihatkan adanya infiltrasi limfosit, dan
dengan adanya limfosit dalam darah dengan sel-sel S1zary dalam darah tepi mempunyai morfo- ::4

sitoplasma yang banyak dan granula azurofilik yang Iogi yang khas dengan sumbing inti yang dalam,
besar (Gb. 14.6a). Sel-sel seperti itu mungkin adalah mirip dengan sel-sel ATLL Tersedia berbagai peng-
sel T atau sel pembunuh alami (NK) dan memper- obatan termasuk kemoterapi, radioterapi, dan obat
lihatkan ekspresi CD76, CD56, dan CD57 yang ber- yang fotoaktif (psoralens) dikombinasikan dengan
variasi. Sitopenia, terutama netropenia, adalah sinar ultraviolet A (PUVA).
masalah klinis utama walaupun juga sering ditemu-
kan anemia, splenomegali, dan artropati dengan
hasil serologi yang positif untuk artritis rematoid.
Usia rata-rata adalah 50 tahun. Pengobatan mungkin SINDROM LIMFOMA/ LEUKEMIA
tidak diperlukan, tetapi jika dibutuhkan, steroid,
siklofosfamid, siklosporin, atau metotreksat dapat Sel-sel limfoid ganas dalam darah ditemukan pada
memperbaiki netropenia. G-CSF dan GM-CSF (faktor berbagai sindrom yang terkait dengan kasus-kasus
pertumbuhan koloni granulosit-makrofag) telah Iimfoma non-Hodgkin yang tipikal, seperti limfoma
digunakan dalam kasus-kasus yang disertai netro- sel selubung (Tabel 14.1). Sindrom ini paling sering
penia. ditemukan pada tumor sel B tipe sel pusat folikel
(dengan inti berlekuk atau berbelah dalam darah)
sl (Gb 147) dan perjalanan penyakitnya seperti
perjalanan penyakit limfoma non-Hodgkin (hal. 190).
ffi
LEUKEMIA/ LIMFOMA SEL T DEWASA Limfoma tipe lain juga dapat memperlihatkan
adanya sel-sel tumor dalam darah tepi dan sumsum
Leukemia/limfoma sel T dewasa (adult T-cell lym- tulang, dan dalam beberapa kasus, sulit untuk
phoma/leukemia, ATLL) adalah keganasan pertama mendefinisikan penyakit ini sebagai Iimfoma
yang dihubungkan dengan suatu retrovirus manusia, (dengan sebagian besar massa jaringan lunak) atau
yaltu htrman T-ceII letrkemia/lymphomn airus ttlpe 1 leukemia.
184

Keating M.J. (1999) Chronic lymphocytic Ieukemia. Semin.


KEPUSTAKAAN Oncol.26,707-74.
Keating M.J. and O'Brien S. (2000) Conventional manage-
Binet ].L., Auquier A., Dighiero G. et aI. (1981) A new prog- ment of chronic lymphocytic leukemia. Reo. Clin. Exp.
nostic classification of chronic lymphocytic leukemia de- Hematol.4, 118-33.
rived from a multivariate survival analysis. Cancer 48, Kipps T.J. (2000) Chronic lymphocytic leukemia. Cun.
t98-206. Opin. Hematol. 7, 223-34.
Caligaris-Cappio F. (2000) Biology of chronic lymphocytic Matutes E. and Polliack A. (2000) Morphological and
leukemia. Rn, CIin. Exp. Hematol.4,5-21. immunophenotypic features of chronic lymphocytic leu-
Esteve J. and Montserrat E. (2000) Hematopoietic stem-cell kemia. Rez. CIin. Exp. Hematol.4,22-47.
transplantation for B-cell chronic lymphocytic leukemia: Rai K.R., Sawitsky A., Cronkite E.P., Chanana A.D., Levy
current status. Rar. CIin. Exp. Hematol. 4, L67-78. R.N. and Pasternack B.S. (1975) Clinical staging of
Hallek M. (2000) Nerv concepts in pathogenesis, diagnosis, chronic lymphocytic leukemia. Blood 46, 2I9 -34.
prognostic factors and clinical presentation of chronic Wierda W.g. and Kipps T.J. (1999) Chronic lymphocytic
lymphocytic leukemia. Rro. Clin. Exp. Hematol.4,703-17. leukemia. Curr. Opin. Hematol. 6, 253-61.
Limfoma maligna
Limfoma Hodgkin,185 Subtipe spesifik limfoma non-Hodgkin, 193

Limfoma non-Hodgkin, 190 Limfoma sel T, 198

Gambaran klinis limfoma non-Hodgkin, 192

Limfoma adalah sekelompok penyakit heterogen di- Gambaran klinis


sebabkan oleh limfosit ganas yang biasanya berkum-
pul dalam kelenjar getah bening dan menyebabkan
Penyakit ini dapat terjadi pada berbagai usia tetapi
timbulnya gambaran klinis khas berupa limfa- jarang terjadi pada anak, dan insidensi puncaknya
denopati. Kadang-kadang sel-sel ini dapat "tumpah"
adalah pada dekade ketiga dan pada orang tua. Di
ke dalam darah ("fase leukemik") atau menginfiltrasi
negara-negara maju, rasio kasus dewasa muda
organ-organ di luar jaringan limfoid. Limfoma dibagi
terhadap anak dan rasio penyakit sklerosis nodular
menjadi penyakit limfoma Hodgkin dan limfoma
terhadap jenis lain meningkat. Terdapat predominasi
non-Hodgkin berdasarkan adanya sel-sel Reed-
pria sebesar hampir 2:1. Gejala-gejala di bawah ini
Stemberg (RS) pada pemeriksaan histologik limfoma
sering ditemukan.
Hodgkin.
1 Sebagian besar pasien datang dengan pembe-
saran kelenjar getah bening superfisial yang tidak
nyeri, tidak nyeri tekan, asimetris, padat, berbatas
LIMFOMA HODGKIN tegas, dan kenyal (Gb. 15.1). Kelenjar getah
bening leher terkena pada 60-70%pasien, kelenjar
aksila pada 10-15%, dan inguinal pada 6-72%.
Patogenesis Pada beberapa kasus, ukuran kelenjar mengecil
dan membesar secara spontan. Kelenjar-kelenjar
Penyakit Hodgkin adalah suatu limfoma maligna ini dapat terjalin. Biasanya penyakit ini mula-
dengan adanya sel-sel RS. Tampaknya sel-sel RS mula terlokalisir di satu regio kelenjar getah
yang khas tersebut dan sel-sel mononuklear abnor- bening perifer dan perkembangan selanjutnya
mal yang terkait bersifat neoplastik sedangkan sel-sel adalah melalui penyebaran dalam sistem limfatik.
inflamasi yang menyertai bersifat reaktif. Studi Kelenjar retroperitoneal juga sering terkena tetapi
penataan ulang gen imunoglobulin menunjukkan biasanya hanya terdiagnosis melalui pemeriksaan
bahwa sel RS berasal dari jalur limfoid B dan sel CT scan.
tersebut seringkali berasal dari sel B dengan gen 2 Pada 50% pasien, terjadi splenomegali klinis
imunoglobulin "lumpuh" yang disebabkan oleh selama perjalanan penyakit. Pembesaran limpa
mutasi didapat yang mencegah terjadinya sintesis jarang bersifat masif. Hati juga mungkin mem-
imunoglobulin lengkap. Genom virus Epstein-Barr besar karena adanya keterlibatan hati.
(EBV) telah terdeteksi pada 50% atau lebih kasus 3 Pada saat berobat, ditemukan keterlibatan
pada jaringan Hodgkin, tetapi peranannya dalam mediastium pada 6-77'/. pasien. Ini adalah suatu
patogenesis belum jelas. gambaran tipe sklerosis nodular, khususnya pada
186

Respons pejamu Sel ganas


(Reed-Sternberg)

.:;..
:.::i. i,:i
f*.*u- -. -.
I ir
:

SSII\K i,i-;

Gambar 15.1 Llmfadenopati lehet pada seorang penderita penyakit Hodgkin

Eosinofil

wanita muda. Penyakit ini mungkin disertai efusi


pleura atau obstruksi vena kava superior.
Pada sekitar 107o pasien, penyakit Hodgkin kulit
terjadi sebagai komplikasi lanjut. Organ-organ Gambar. 15.2 Gambaran diagramatik sel-sel berbeda yang tampak secara
lain mungkin juga terkena (misalnya sumsum histologis pada penyakit Hodgkin.

tulang, saluran gastrointestinal, tulang, patrl,


medula spinalis, atau otak) bahkan pada saat
presentasi, tetapi hal ini jarang terjadi.
Gejala-gejala konstitusional menonjol pada 5 jumlah trombosit normal atau meningkat selanra
penderita penyakit yang tersebar luas. Dapat awal penyakit, dan menurun pada stadium lanjut.
ditemukan hal berikut: 6 Laju endap darah dan protein C-reaktif biasanya
(a) Demam terjadi pada sekitar 307o pasien, dan meningkat dan berguna dalam pemantauan
bersifat kontinu atau siklik; perjalanan penyakit.
(b) Pruritus, yang seringkali berat pada sekitar 7 Keterlibatan sumsum tulang jarang terjadi pada
25% kasus; awal penyakit. Hal ini dapat ditunjukkan melalui
(c) Pada beberapa pasien, terjadi nyeri yang di- biopsi trephin, biasanya pada pasien yang
induksi alkohol di daerah-daerah timbulnya menderita penyakit di berbagai tempat. Biopsi
penyakit; trephin bilateral dilaksanakan pada beberapa
(d) Gejala konstitusional lain meliputi penurun- unit.
an berat badan, berkeringat sangat banyak 8 Kadar laktat dehidrogenase (LDH) serum
(khususnya pada malam hari), kelemahan, meningkat mula-mula pada 30-40% kasus, dan
fatigue, anoreksia, dan kakeksia. Komplikasi peningkatan kadar transaminase serum dapat
hematologik dan infeksi dibicarakan di menunjukkan adanya keterlibatan hati.
bawah ini.

Diagnosis dan klasifikasi histologik


Temu'en,hC atologif ,uan biokimia i' , ,
:
Diagnosis ditegakkan melalui pemeriksaan histolo-
1 Anemia normositik normokrom paling sering gik kelenjar getah bening yang dieksisi. Sel RS poli-
ditemukan. Disertai dengan adanya infiltrasi ploid berinti lebih dari satu yang khas penting untuk
sumsum tulang, dapat terjadi kegagalan sumsum penegakan diagnosis (Gb. 15.2 dan 15.3). Komponen
hrlang dengan anemia leukoeritroblastik' inflamasi te'rdiri dari limfosit, histiosit; sel polimorf,
2 Sepertiga pasien menderita leukositosis yang eosinofil, sel plasma, dan fibrosis yang bervariasi.
disebabkan oleh peningkatan jumlah netrofil. Klasifikasi histologik dibagi menjadi lima tipe (Tabel
3 Sering ditemukan eosinofilia. 15.1), dan masing-masing mempunyai prognosis
4 Penyakit lanjut disertai dengan limfopenia dan yang berbeda. Sklerosis nodular dan selularitas
hilangnya imunitas yang diperantarai sel. campuran lebih sering ditemukan. Pasien yang hasil
187

Gambar, 1 5.3 Penyakit Hodgkin: (a) Pemeriksaan mikroskopik berkekuatan


besar dari biopsi kelenjar getah bening yang menunjukkan dua sel Reed-
Sternberg berinti banyak yang khas, satu di antaranya dengan gambaran
mata burung hantu yang khas, dikelilingi oleh limfosit, histiosit, dan eosinofil;
(b) selularitas campuran; dan (c) penyakit Hodgkin sklerosis nodular. (Lihat
Gambar BeMarna hal. A-34).

pemeriksaan histologinya didominasi limfosit memi- €ambar 15.4 memperlihatkan skema (Ann Arbor)
liki prognosis yang paling baik. Tipe sklerosis nodu- yang saat ini dianjurkan. Penetapan stadium dilaku-
lar lebih banyak dijumpai pada dewasa muda; tipe kan melalui pemeriksaan klinis menyeluruh dan
lain mempunyai dua distribusi umur dengan puncak rontgen toraks untuk mendeteksi adanya keter-
yang kedua terjadi di usia tua. libatan mediastinum, kelenjar getah bening hilus,
atau paru (Gb. 15.5) serta pemeriksaan CT scan untuk
mendeteksi adanya penyakit intratorakal, intra-
Penetapan stadium klinis abdomen, atau pelvis (Gb. 15.6). Hal ini juga diguna-
kan untuk memantau respons terhadap terapi. Peme-
Pemilihan pengobatan yang sesuai bergantung pada riksaan pencitraan resonansi magnetik (MRI)
penetapan stadium penyakit yang tepat (Tabel 15.2). mungkin perlu dilakukan pada tempat-tempat

Tabel 15.1 Histologi penyakit Hodgkin (klasifikasi REAL/IVHO)

Limlosit predominary' nodular t Tidak ada sel Reed-Sternberg; terdapat sel B polimodik abnormal (limfositik dan histiositik)
area dilus
Penyakil ttodgNn klasik -... .
Sklerosis nodular Pita-pita kolagen memanjang dari kapsul kelenjar untuk mengelilingi nodul-nodul jaringan abnormal. Varian lakunar
sel Reed-sternberg yang khas seringkali ditemukan. lnfiltrat sel dapat dari jenis predominan limfosit, selularitas
campuran, atau sedikit limfosit; sering ditemukan adanya eosinofilh.
Seluladlas campuran Sel-sei Reed.Sternberg binyak dan jumlah limtosit sedang,
Sedikit limfosit: Terdapat suatu pola retikular dengan dominasi selsel Beed-sternberg dan sedikit limfosit atau pola fibrosii dilus dan
:
kelenjar,getah bening diganti oleh jaringan ikal lidak teratur yang mengandung sedikit limfosit. Sel-sel Reed-
::
Slernberg dapat juga jarang dijumpai pada subtipe yang terakhir ini.
Kaya limfosit Sedikil sel-sel Heed-Sterberg; banyak limfosit kecil dengan sedikit eosinofil dan sel-sel plasma; lipe nodular dan difus

REAL, Bevised American European Lymphoma; V'IHQ, World Health Organization.


188

Tabel 15.2 Teknik penentuan stadium limfoma tertentu (Tabel 15.2). Biopsi trephin sumsum tulang
dikerjakan; biopsi hati mungkin juga perlu dilakukan
:i,,|.1itung'darah lengkap 11;
'. ,:'-.: ,,;':-;r
pada kasus-kasus yang sulit. Pemindaian dengan
., ESR' gallium atau tomografi emisi positron (PET) dapat
Aspirapj dan,bioB€isumgUm tulang juga berguna untuk menentukan stadium dan men-
Fungsi hati deteksi adanya fokus kecil penyakit residual setelah
,,,;,;LDH" , .: : . pengobatan.
Protsin C-realdil Pasien-pasien juga diklasifikasikan sebagai A atau
B menurut ada tidaknya gambaran konstitusional
Rontgen toralG
(demam atau penurunan berat badan) (Gb. 15.4).
::,:i: CT- tolaks, abdomen, dada; dan pelvis
'
Ullrasonograli

Pencitaan resonansi magnellk. ,..,,, . Pengobatan


,.-r,!!mfanOioSra!i.,,.,,,,,,
Pengobatan adalah dengan radioterapi, kemoterapi
,r :&4n
tulang
.'. ,, ,,
:'i

atau kombinasi keduanya. Pilihannya terutama ter-


Sban gallium': r' ' , :

Tomograli emisi positron gantung pada stadium, walaupun grnding histologik


merupakan faktor tambahan.
CT, tomografi terkomputerisasi; ESR, laju endap darah; LDH, laktat dehidro-
genase. Rad.ioterapi

Penderita penyakit Hodgkin stadium I dan IIA dapat


disembuhkan hanya dengan pemberian radioterapi.
Dosis sebesar 4000 rad (40 Cy) mampu menghancur-
kan jaringan Hodgkin kelenjar getah bening pada

Stadium I Stadium lll Stadium lV

Gambar. 15,4 Penentuan stadium penyakit Hodgkin. Stadium I menunjukkan adanya keterlibatan kelenjar getah bening di satu daerah kelenjar. Stadium ll
menunlukkan bahwa penyakit ini melibatkan dua atau lebih daerah kelenjar getah bening yang terbatas di satu sisi dialragma. Stadium lll menunjukkan penyakit yang
melibatkan kelenjar getah bening di atas dan di bawah diafragma. Penyakit limpa dimasukkan ke dalam stadium lll tetapi mempunyai makna khusus (lihat di bawah).
Stadium lV menunjukkan adanya keterlibatan di luar daerah kelenjar getah bening dan mengacu pada penyakit dilus atau diseminata dalam sumsum tulang, hati, dan
lokasi e(stranodal lain. NB. Nomor stadium pada semua kasus diikuti oleh hurul A atau B yang menunjukkan tidak adanya (A) atau adanya (B) satu atau lebih dari yang
berikut ini: demam lebih dari 38"C yang tidak diketahui sebabnya; keringat pada malam hari; atau penurunan berat badan lebih dari 10% dalam waktu 6 bulan.
Perluasan ekstranodal yang terlokalisir dari suatu massa kelenjar, tidak meningkatkan stadium tetapi ditunjukkan dengan huruf bawah E. Dengan demikian, penyakit
mediastinum dengan penyebaran per kontinuitatum ke paru atau teka spinalis akan digolongkan sebagai 1.. Oleh karena keterlibatan limpa seringkali mendahului
penyebaran penyakit yang luas secara hematogen, maka pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening dan limpa dimasukkan dalam stadium lll.. Penyakit yang
bermassa besar (pelebaran mediastinum lebih dari sepertiga, atau adanya massa kelenjar berdiameter >10 cm) sesuai dengan terapi pada tiap stadium.
189

Gambar. 15.5 R0ntgen toraks pada penyakit Hodgkin yang menunjukkan


adanya pembesaran kelenjar getah bening hilus dan mediastinum yang
tersebar luas dengan disertai kolaps lobus kanan atas dan inliltrasi atau
kemungkinan perubahan pneumonik di zona tengah paru kiri.

sekitar 80% pasien tersebut. Teknik radioterapi nodular atau deposit rangka, kelenjar getah bening,
tegangan tinggi yang lebih baik memungkinkan atau jaringan lunak yang nyeri. Kemoterapi jangka
pengobatan semua area kelenjar getah bening di atas pendek kadang-kadang dikombinasikan dengan
atau di bawah diafragma dengan satu blok "selu- radioterapi untuk menurunkan tingkat kekambuhan.
bung atas" atau "Y terbalik". Radioterapi juga ber-
peran dalam pengobatan massa tumor besar, misal- Kemoterapi
nya tumor mediastinum pada penyakit sklerosis
Kemoterapi siklik digunakan untuk penyakit sta-
dium III dan IV dan juga untuk pasien-pasien sta-
dium I dan II yang mempunyai penyakit dengan
massa besar, gejala-gejala tipe B, atau telah meng-
alami relaps setelah radioterapi awal. Kombinasi
Adriamycin, bleomisin, vinblastiry dan dakarbazin
(ABVD) sekarang ini paling banyak digunakan.
Terapi rangkap empat dengan mustin, vinkristin
(Oncovin), prokarbazin, dan prednisolon (MOPP)
lebih mungkin menyebabkan terjadinya'sterilitas
atau leukemia sekunder. Varian-varian mengganti-
kan mustin dengan klorambusil atau siklofosfamid.
Memberikan enam siklus (atau empat setelah terjadi-
nya remisi lengkap) lazim dilakukan. Kemoterapi
yang lebih intensif (seperti Stanford V) yang juga
menggunakan radioterapi pada tempat-tempat
Gambar. 15.6 Penyakit Hodgkin (jenis sklerosis nodular): CT scan dada
menunjukkan adanya massa kelenjar getah bening yang membesar di mediasti' dengan massa besar, sedang diteliti untuk pasien
num anterior (tanda panah). yang menderita penyakit lanjut atau relaps.
190

Kasus relaps miokard, dan komplikasi paru atau jantung lainnya


Pasien diobati dengan kemoterapi kombinasi alter- akibat radiasi mediastinum dan kemoterapi.
natif terhadap regimen awal dan, jika perlu, dengan
radioterapi di tempat dengan massa yang besar.
Apabila penyakit tetap kemosensitif, maka trans- LIMFOMA NON.HODGKIN
plantasi sel induk autolog meningkatkan kemung-
kinan sembuh. Tiansplantasi alogenik juga dapit Gambaran klinis dan perjalanan penyakit limfoma
digunakan. ganas ini lebih bervariasi dibandingkan penyakit
Hodgkin, pola penyebarannya tidak seteratur
penyakit Hodgkin, dan lebih banyak jumlah pasien
yang bermanifestasi sebagai penyakit ekstranodal
atau manifestasi leukemik.
Harapan hidup lima tahun rata-rata berkisar dari
50% sampai lebih dari 90% bergantung pada usia, ::::r,-ii
liiiai:f
stadium, dan histologi.
Ee|tjill
Terdapat peningkatan insidensi mielodisplasia
atau leukemia mieloid akut (AML) dengan puncak- Tidak ada area histopatologi diagnostik yang lebih
nya pada empat tahun setelah pengobatan penyakit membingungkan dibandingkan dengan klasifikasi
Hodgkin dengan obat peng-alkilasi, khususnya bila limfoma non-Hodgkin. Sejumlah klasifikasi telah
radioterapi juga telah diberikan. Limfoma non- digunakan selama bertahun-tahun tanpa adanya
Hodgkin dan kanker lain juga terjadi dengan dukungan penuh pada salah satunya. pada tahun
frekuensi yang lebih tinggi dibandingkan pada 1994 telah dikeluarkan klasifikasi Reaised American
kontrol. Komplikasi non-maligna mencakup sterili- European Lymphoma (REAL) dan diterapkan secara
tas (penyimpanan air mani harus dilakukan sebelum luas (Tabel 15.3). Klasifikasi REAL/WHO mencakup
menjalankan terapi), komplikasi intestinal, infark semua keganasan limfoid dan limfoma dan lebiir

Tabel 15.3 Klasifikasi Revised Ameian European Lymphoma(REAL) untuk neoplasma limfoid. NB. Penyakit Hodgkin juga dimasukkan ke dalam
klasifikasi REAL yang lengkap (Ktasitikasi wHo tengkap dicantumkan diApendiks 3)

$iild;iffiK:iioy,ji

I ,';:#i;,,
, ".;;;;1;

ALL' leukemia limloblastik akut; HTLV, virus limfoma/ leukemia sel T manusia; MALT, jaringan limloid yang terkait mukosa; NK, pembunuh
ala ni (natural kittel
liii! 'Sll.Slili
$:iri$N$$N 191

didasarkan pada klinis dibandingkan dengan skema- (grade) tinggi atau sedang. EBV biasanya terdapat
skema klasifikasi sebelumnya. Secara umum, terjadi pada penyakit limfoproliferatif pascatransplantasi
pergeseran pembagian limfoma yang awalnya hanya (post-transplant lymphoproliferatiae disease, PTLD)
berdasarkan penampilan histologik menjadi lebih ke yang mungkin diawali dengan proliferasi sel B poli-
arah sindrom dengan gambaran morfologik, imuno- klonal. EBV mendasari terjadinya limfoma Burkitt
fenotipe, genetik, dan klinis yang khas. Klasifikasi ini bentuk endemik yang terbatas di daerah-daerah ma-
juga berguna untuk mempertimbangkan kemung- laria holoendemik. EBV juga mendasari terjadinya
kinan asal keganasan masing-masing limfoid ber- limfoma tipe nasal (angiosentris) di Asia Tenggara
dasarkan fenotipe dan status penataan ulang gen dan Amerika Selatan. Enteropati yang diindutsi gtu-
imunoglobulirurya (Gb. 15.7). Dalam bab ini, kita ten serta limfadenopati angioimunoblastik merupa-
membahas tiap subtipe limfoma yang umum dalam kan faktor pencetus terjadinya limfoma sel T dan
klasifikasi ini. pada beberapa limfoma jaringan limfoid yang terkait
dengan mukosa (mucosa-nssociated lymphoid tissue,
MALT) di lambung, faktor pencetusnya telah
dikaitkan dengan infeksi Helicobacter. Infeksi hepati-
tis C juga telah diajukan sebagai faktor risiko terjadi-
HTLV-I adalah agen penyebab leukemia/limfoma nya limfoma non-Hodgkh.
sel T dewasa. Imunodefisiensi (herediter atau
didapat) merupakan faktor pencetus untuk terjadi-
nya limfoma sel B. Pada sindrom defisiensi imun Limloma non-Hodgkin derajat
didapat (AIDS) terdapat peningkatan insidensi rendah dan tinggi
limfoma di tempat-tempat yang tidak umum, misal-
nya di sistem saraf pusat. Limfoma tersebut biasanya Limfoma non-Hodgkin adalah sekelompok penyakit
berasal dari sel B dan secara histologi berderajat yang sangat beragam, pada manusia bervariasi dari

ser -,fFGiffia-l
Folikel germinal
Zona mantel
Zona marginal -\
c'
plasma /

iffiLc
CSel B --/
/
_|TiII'F-a-{il
lrnsrginal . I

naif

Gambar. 15.7 Asal sel keganasan limfoid B yang dialukan. Sel B normal bermigrasi dari sumsum tulang dan memasuki jaringan limloid sekunder. pada saat bertemu
antigen, dibentuk pusat germinal dan sel B mengalami hipermutasi somatik pada gen imunoglobulin. Akhirnya sel-sel B keluar dari kelenlar get:h bening sebagai
sel B
memori atau sel plasma. Asal sel berbagai keganasan limfoid yang berbeda dapat diperkirakan dari status penataan ulang gen imunoglobulin dan lenotipe membran.
Limfoma sel mantel dan sebagian kasus-kasus CLL-B mempunyai gen imunoglobulin yang tidak bermutasi, sedangkan limfoma zona marginal, limloma sel
besar difus,
limfoma sel lolikel, limfoma limfoplasmasitoid, dan beberapa kasus CLL-B mempunyai gen imunoglobulin yang bermutasi.
1e2 lii:l:

penyakit yang berproliferasi cepat dan fatal hingga Temuan hematologik


beberapa keganasan yang tidak terasa nyeri
(indolen) dan ditoleransi dengan baik. Selama 1 Biasa ditemukan anemia normositik normokrom,
bertahun-tahun, para ahli telah membagi limfoma tetapi anemia hemolitik autoimun juga dapat
menjadi penyakit derajat rendah dan derajat tinggi, terjadi.
beberapa di antaranya masttk dalam derajat sedang. 2 Pada penyakit lanjut yang disertai dengan keter-
Pendekatan ini sangat bermanfaat karena, secara libatan sumsum tulang, mungkin terdapat netro-
umum, kelainan derajat rendah relatif tidak nyeri, penia, trombositopenia (khususnya jika limpa
berespons baik terhadap kemoterapi, dan sangat sulit membesar), atau gambaran leukoeritroblastik.
disembuhkan, sedangkan limfoma derajat tinggi 3 Sel-sel limfoma (misalnya sel zona selubung, sel
bersifat agresif dan perlu pengobatan segera tetapi "limfoma folikular berbelah", atau "blas") dengan
seringkali dapat disembuhkan. kelainan inti yang bervariasi dapat ditemukan
dalam darah tepi beberapa pasien (lihat Gb. 14.7).
4 Biopsi trephin sumsum tulang bermanfaat (Cb.
75.12). Sebaliknya, keterlibatan sumslrm tulang
GAMBARAN KLINIS LIMFOMA lebih sering ditemukan pada limfoma maligna
derajat rendah. Pemeriksaan petanda imunologik
NON.HODGKIN dengan teknik fluoresensi atau peroksidase dapat
mendeteksi keterlibatan minimal (misalnya
1 Limfadenopati superfisial. Sebagian besar pasien dengan ditunjukkannya suatu populasi klonal sel
datang dengan pembesaran kelenjar getah bening B menggunakan rantai ringan imunoglobulin [rc
asimetris yang tidak nyeri pada satu atau lebih atau l"lyang terbatas) yang tidak mudah dikenali
regio kelenjar getah bening perifer. dengan mikroskop konvensional.
2 Gejala konstitusional. Demam, keringat pada
malam hari, dan penurunan berat badan lebih
jarang terjadi dibandingkan pada penyakit Petanda imunologik
Hodgkin. Adanya gejala tersebut biasanya menyer-
tai penyakit diseminata. Dapat terjadi anemia dan Antibodi monoklonal terhadap antigen yang dieks-
infeksi dengan jenis yang ditemukan pada presikan pada sel pada tahapan perkembangan
penyakit Hodgkin. limfoid dan pada jalur atau keadaan aktivasi yang
3. Gangguan orofaring. Pada 5-10% pasien, terdapat berbeda digunakan dalam klasifikasi limfoma
penyakit di struktur limfoid orofaringeal (cincin maligna (Tabel 15.4).
Waldeyer) yang dapat menyebabkan timbulnya
keluhan "sakit tenggorok" atau napas berbunyi
atan tersumbat. Temuan kromoiom
4. Anemia, netropenia dengan infeksi, atau trombo-
sitopenia dengan purpura mungkin merupakan Berbagai subtipe limfoma non-Hodgkin dikaitkan
gambaran pada penderita penyakit sumsum dengan translokasi kromosom khas yang mempu-
tulang difus. Sitopenia juga dapat disebabkan nyai nilai diagnostik dan prognostik (Bab 11). Hal ini
oleh autoimun. dijabarkan dalam Tabel 11.2. Yang sangat khas adalah
5. Penyakit abdomen. Hati dan limpa seringkali t(8;1a) (limfoma Burkitt), t(1a;18) (limfoma folikular),
membesar dan kelenjar getah bening retroperito- t(11; 14) (limfoma sel selubung) dan t(2; 5) (limfoma
neal atau mesenterika sering terkena (Gb. 15.11). sel besar anaplastik).
Saluran gastrointestinal adalah lokasi ekstranodal
yang paling sering terkena setelah sumsum Penataan ulang gen
tulang, dan pasien dapat datang dengan geiala
abdomen akut. Pada limfoma sel B, gen imunoglobulin secara klonal
6. Organ )arn. Kulit, otak, testis, atau trroid senng pe\ataa\ u\ar'g, biasanya ha\ in\ nre\\-
\ batkan gen rantai ringan dan rantai berat; sedangkan
' terkena. Kulit juga secara primer terkena pada
, dua jeils limfoma sd T yang tidak umum dan p ada limf oma sd T, gen imunogl obulin berada d alam
terkait erat: mikosis fungoides dan sindrom konfigurasi asal (germline) tetapi terjadi penataan
S6zary. ulang pada gen reseptor sel T (lihat Bab 10).
Tabel 15.4 Antigen diferensiasi kelompok (cluster differentiation, CDI Biopsi trephin sumsum tulang, pemeriksaan
yang berguna dalam penegakan diagnosis limfoma. Antigen lain yang
penataan ulang gen dan penentuan imunofenotipe
mungkin berguna dalam diagnosis limfoma adalah CD10, terminal
semuanya mungkin berguna (Gb. 15.10). Kadar LDH
deoksinukleotidil transferase (TdT), dan molekul adhesi
serum seringkali meningkat dan berguna sebagai
T - suatu indikator prognostik dan untuk memantau
Sel ,r,, r' Sel B,: ::r.::::,:, , Petanda aktivla$i Antigen um{rm l€ukosit
respons terhadap pengobatan. Elektroforesis imuno-
c02 ,::,., ,CDlg ':: ',:' , 'CD23 globulin dapat memperlihatkan adanya paraprotein.
C03 ," ;.,: cD20 ',,,: c025 Sistem penentuan stadium sama dengan yang
C05', . . CD22':: , , 'C030 telah diterangkan untuk penyakit Hodgkin, tetapi
c07.'., ,': :CD24 , ,
kurang jelas terkait dengan prognosis dibandingkan
' : j:,:,::: .
dengan jenis histologik. Prosedur penentuan stadium
$u&selsel T Sel E langk?
' biasanya mencakup rontgen toraks, CT scan, MRI
694: ;,::1' cds .r ',...

(Gb. i5.11), serta aspirasi dan biopsi trephin sumsum


CD8 , .:,r
tulang (Gb. 15.12). Tomografi emisi gallium atau
positron dapat mendeteksi adanya penyakit yang
tidak ditemukan pada pemeriksaan CT scan dan ber-
guna untuk memantau respons pengobatan (Gb.
15.11).

Dapat terjadi peningkatan kadar asam urat serum.


SUBTIPE SPESIFIK LIMFOMA
Uji fungsi hati yang abnormal mengesankan adanya
penyakit diseminata. Kadar LDH serum meningkat NON.HODGKIN
pada penyakit yang lebih cepat berproliferasi dan
luas serta dapat digunakan sebagai suatu petanda Limfoma limlositik
prognostik (Tabel 15.5).
Limfoma limfositik terkait erat dengan limfoma lim-
fositik kronik (CLL) dan banyak yang menganggap
Pemeriksaan dan penentuan stadium limfoma ini sebagai suatu fase jaringan CLL (Gb. 15.8
dan 15.9). Penderita penyakit ini kebanyakan adalah
Biopsi kelenjar getah bening adalah pemeriksaan orang tua dengan penyakit yang progresif lambat
definitif (Gb. 15.8 dan 15.9), dan pemeriksaan dan mungkin tidak memerlukan pengobatan dalam
morfologik dapat dibantu dengan analisis imuno- waktu lama. Pengobatan penyakit ini sesuai dengan
fenotipe dan genetik. pengobatan CLL sel B (hal. 179).

Gambar. 15.8 Limfoma non-Hodgkin: potongan histologik kelenjar


getah bening memperlihatkan (a) suatu pola ketedibatan difus
pada limloma limfositik dengan arsitektur normal yang digantikan
seluruhnya oleh sel limfositik neoplastik; (b) pola folikular atau
lrir:l,l
nodular pada limfoma folikular - "folikel" atau "nodul" sel neoplastik
menekan jaringan di sekelilingnya dan tidak mempunyai selubung l:'it
yang terdiri dari limfosit-limfosit kecil. (Lihat Gambar Berurarna hal.
I u'{
A-33). (a)
194 Kiip'tta $gpKa; Hematologi

'"i] '
:..
:'*'l

i*t
,:i: ti
t::. r;;s
iE : 'j *.

(a)
:e {;1 :; 71;' &,' I _ .; .,.r ; , (bl

(c)

Gambar. 15.9 Limfoma non-Hodgkin: pemeriksaan mikroskopik berkekuatan besar dari biopsi kelenjar getah bening memperlihatkan (a) limfoma limfositik yang
pola
menuniukkan predominasi llmlosit kecil dengan inti bulat yang mengandung heterokromatin yang menggumpal padat. (b) Limfoma sel selubung: menunjukkan
kelainan khas dari limlosit kecil dengan inti bersudut ("sentrosit'). (c) Limfoma sel B besar difus: sel-sel neoplastik jauh lebih besar daripada limfosit normal dan

mempunyai inti bulat dengan anak inti yang lelas, banyak di antaranya terletak dekat membran inti ("sentroblas"). Tampak sejumlah gambaran mitotik. (d) Limfoma sel
B besar dilus memperlihatkan sel-sel neoplastik yang besar dengan satu anak inti tunggal yang jelas dan sitoplasma terwarna gelap yang berjumlah banyak (dulu
disebut imunoblas). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-34).

.
;&
,:,,,
t:",1

';'ta
ioJ,

pewatnaan cincin coklat untuk K pada nodul


Gambar. 15..10 Limfoma non-Hodgkin: kelenjar getah bening yang diwarnai dengan imunoperoksidase menunjukkan (a)
limfoid ganas, dan (b) tidak ada pelabelan untuk ), yang memastikan asal monoklonal limloma tersebut, (Lihat Gambar Berwarna
hal. A-35)
1trf::
ii:+
195

,litr tw
ffil$t
f'::-'.:- "'+i

- : :ta{,N

(e) (D (ii)
(d)

Gambar, 15.11 Limloma non-Hodgkin. (al CT scan abdomen menunjukkan kelenjar getah bening mesenterika (lVl) dan retroperitoneal (RP; para-aorta) yang
membesar. B, usus (atas kebaikan Dr. L. Berger). (b)Cfscan abdomen: kelenjar getah bening retroperitoneal dan mesenterika yang membesar pada seorang pria
menyebabkan gambaran "aorta yang mengapung' (tanda panah) (atas kebaikan Professor A. Dixon dan Dr. R.E. Marcus). (c) MBl scan dada menunlukkan kelenjar
getah bening mediastinum yang besar (putih dan dlberi tanda panah) dekat dengan pembuluh-pembuluh darah besar (hitam). (d) Citra MRlsagital garis lengah yang
dibebani T, suatu tulang belakang lumbosakral menunjukkan penekanan kantung ganda (dual sacl oleh massa ekstradural. A. medula spinalis; B, mdssa ekstradural;
C, radix cauda equina. (Atas kebaikan Dr. A. Valentine). (e) Scan tubuh PET seorang wanita usia 59 tahun yang menderita limloma non-Hodgkin derajat tinggi. Scan
pertama (i) tidak membuktikan adanya penyakit sebelum transplantasi alogenik. Ambilan lisiologis yang normal tampak pada otak dan kandung kemih. Dua bulan
pasca-transplantasi, pasien kambuh secara klinis dengan massa di dinding dada anterior. PEfscan (ii) menunjukkan bukti kekambuhan yang tersebar luas pada lokasi-
lokasi nodal (kelenjar getah bening para-aorta dan iliaka) dan ekstranodal, termasuk paru dan tulang. Ambilan pada tulang secara jelas ditunjukkan pada humerus dan
femur kiri (tanda panah). Scan ini menggambarkan bagaimana PET dapat mendeteksi adanya penyakit kelenjar getah bening (nodal) dan ekstranodal dengan baik dan
memungkinkarl penilaian seluruh tubuh dalam satu sesi pemindaian. (Atas kebaikan Dr. S. F. Barrington).
196

Limfoma limfoplasmasitoid ,s,"rt


i.ri rn ti
Limfoma limfoplasmasitoid seringkali disertai ft-;.';F
produksi imunoglobulin M (IgM) monoklonal; pada !,r^ds-t}
kasus seperti itu, keadaan ini disebut makro- ! t;$i L.ti

globulinemia Waldenstrom (hal. 206). Komplikasi-


nya adalah anemia dan sindrom hiperviskositas.
Pengobatannya adalah fludarabin atau klorambusil
oral.

Limfoma selselubung

Limfoma sel selubung berasal dari sel-sel pusat pra-


germinal naif yang terlokalisir dalam folikel primer
atau regio selubung folikel sekunder. Limfoma ini
mempunyai fenotipe karakteristik CD19+ dan CD5+
(seperti CLL), tetapi yang berlawanan adalah CD22+,
Gambar. 15.12 Biopsi trephin krista iliaka pada limloma limfositik. Nodul-nodul
CD23-. Translokasi t(11;1a)(q13;q32) yang spesifik jaringan limfoid yang menoniol tampak dalam ruang intertrabekular dan daerah-
ditemukan pada sebagian besar kasus dan daerah paratrabekular. (Lihat Gambar Ben,rarna hal. A-33).
menyebabkan terjadinya deregulasi gen siklin D1
(BCL-I). Manifestasi klinis biasanya dengan limfa-
denopati dan seringkali terdapat infiltrasi sumsum
tulang dan sel tumor dalam darah. Sel-sel tersebut
mempunyai inti bersudut khas pada potongan pasien dalam durasi rata-rata sekitar 2 tahun.
histologik (Gb. 15.9b). Saat ini, regimen pengobatan Walaupun demikian, dengan adanya kekambuhan
tidak begitu efektif dan sedang diteliti potokol- berulang, tingkat dan lama respons menurun.
protokol baru. Prognosis penyakit ini buruk dan Penyakit yang terlokalisir mungkin berespons sangat
harapan hidup rata-rata adalah sekitar 3 tahun. baik terhadap radioterapi. CHOP (lihat di bawah)
berguna dalam kasus-kasus relaps. Pemberian
fludarabin saja atau kombinasi dengan siklofosfamid
Limtoma folikular atau mitozantron dan deksametason (FMD) dapat
menyebabkan terjadinya remisi dan interferon-u (a-
Ini adalah bentuk limfoma non-Hodgkin yang paling IFN) dapat membantu memperpanjang waktu
banyak ditemukan dan dikaitkan dengan translokasi remisi. Selain itu, antibodi monoklonal manusia
t(14;18) serta ekspresi konstitutif BCL-2 pada seba- terhadap CD20 untuk manusia mulai mendapat
gian besar kasus (Gb. 15.3). pasien mungkin berusia tempat dalam penatalaksanaan.
pertengahan atau tua dan penyakitnya sering
ditandai oleh perjalanan penyakit yang jinak selama
bertahun-tahun. Harapan hidup rata-rata sejak Limfoma zona marginal
penegakan diagnosis adalah sekitar 9 tahun.
Manifestasi klinis biasanya adalah limfadenopati Limfoma zona marginal biasanya ekstranodal dan
yang tidak nyeri, seringkali tersebar luas dan seba- biasanya terlokalisir. Limfoma MALT masuk ke
gian besar pasien menderita penyakit stadium III dalam kategori ini dan biasanya timbul akibat ke-
atau IV. Walaupun demikian, dapat terjadi trans- lainan inflamasi atau autoimun yang ada sebelum-
formasi mendadak menjadi tumor difus agresif yang nya pada tempat-tempat seperti lambung atau tiroid.
kadang-kadang disertai dengan fase leukemik. Limfoma MALT lambung adalahbentuk yangpaling
Pilihan pengobatan berkisar dari pemantauan umum dan didahului oleh infeksi Helicobacter pylori.
saja, kemoterapi oral, sampai pengobatan eksperi- Pada stadium-stadium awal, keadaan ini mungkin
mental dosis tinggi dengan dukungan sel induk. berespons terhadap terapi antibiotik yang ditujukan
Apabila digunakan sebagai terapi awal, maka klo- untuk mengeliminasi H. pylori. Limfoma sel B zona
rambusil atau COP (siklofosfamid, vinkristin, dan marginal limpa biasanya disertai limfosit "vllosa"
prednisolon) mencapai respons pada sekitar 90'h dalam darah (hal. 182).
ffiffiNffil ili$*F$'rififfii :i:+iliiiilliillii,, itiiiiiirHFjii 1e7

Gambar. 15.13 Limfoma folikular: deteksi protein BCL-2 secara


imunohistologik, (a) Limfoma folikular positil karena BCL-2
diaktivasi oleh translokasi t(l4;18); (b) nodul reaKif dengan pusat
germinal yang tidak teruarnai untuk BCL-2, dikelilingi oleh sel.sel B
dan T zona mantel yang positif. Pewarnaan imunoalkali foslatase
(APAPP). (Atas kebaikan Professor K.C. Gatter dan Professor D.Y
Mason). (Lihat Gambar Benruarna hal. A-35).

Limfoma Burkitt yang awalnya sangat responsif terhadap terapi,


walaupun kesembuhan jangka panjang jarang terjadi.
Limfoma Burkitt adalah korelasi limfomatosa leuke-
Limfoma Burkitt sporadik dapat terjadi di mana
mia limfoblastik akut L, (hal. 152) dan terjadi dalam
saja di dunia dan tidak dikaitkan dengan infeksi EBV.
bentuk endemik atau sporadik.
Gambaran histologik limfoma Burkitt tampak nyata
Limfoma Burkitt endemik (Afrika) ditemukan pada
(Gb. 15.15). Prognosis pasien yang demikian adalah
daerah terpajan malaria yang kronik dan dikaitkan
buruk, hingga baru-baru ini diperkenalkan suatu
dengan infeksi EBV. Selain itu, pada hampir semua
regimen pengobatan kemoterapi yang meliputi
kasus, onkogen C-MYC ditranslokasikan ke suatu
siklofosfamid dan metotreksat dosis tinggi yang telah
gen imunoglobulin, biasanya lokus rantai berat t(8;
merubah prognosis. Sekarang, sebagian besar pasien
14). Pasien biasanya adalah anak dan datang dengan
dapat mengharapkan kesembuhan.
limfadenopati masif pada rahang bawah (Gb. 15.14)

Gambar. 15,15 Limfoma Burkitt: potongan histologik kelenjar getah bening


Gambar. 15.14 Limloma Burkitt: pembengkakan wajah yang khas disebabkan memperlihatkan lembar-lembar limloblas dan badan makrofag "langit
oleh keterlibatan tumor ekstensil di mandibula dan jaringan lunak sekitarnya. berbintang" yang sedikit terwarnai. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-36).
198

Limfoma sel B besar difus


Limfoma sel B besar difus (DLCL) adalah sekelom-
pok kelainan heterogen yang mewakili limfoma
"derajat tinggi" yang klasik. Seperti demikianlah
biasanya penyakit ini berpresentasi dengan limfa-
denopati yang progresif cepat disertai dengan laju
proliferasi sel yang cepat. Infiltrasi yang progresif
dapat mengenai saluran gastrointestinal, medula spi-
nalis, ginjal, atau organ lain.
Berbagai temuan klinis dan laboratorium sesuai
dengan hasil terapi. Menurut indeks prognostik
internasional, temuan klinis dan hasil laboratorium
tersebut meliputi usia, status performa, stadium,
jumlah lokasi ekstranodal, dan kadar LDH serum
(Tabel 15.5). Penyakit yang bermassa besar (massa
utama berdiameter >5 cm) dan riwayat penyakit
derajat rendah sebelumnya atau AIDS juga dikaitkan
dengan prognosis yang lebih buruk. Sel asal DLCL
akhir-akhir ini mengesankan mempunyai makna
prognostik. Apabila asah:rya adalah pusat germinal,
maka prognosisnya lebih baik daripada jika berasal Gambar. 15.16 Mikosis fungoides (Lihat Gambar Berwarna hal. A-35).

dari sel B perifer yang teraktivasi. Kasus-kasus yang


dikaitkan dengan translokasi 3q27 |uga mempunyai
pemberian CHOP) mungkin bersifat optimal. Untuk
prognosis yang relatif baik.
pasien yang mengalami relaps dan menderita
penyakit yang sensitif terhadap kemoterapi, misal-
,Pengobatan ,, t.'',,,'.. ,' ' ': nya dengan ifosfamid, epirubisin, dan etoposid (IVE)
diikuti dengan transplantasi sel induk autolog
mungkin efektif. Untuk penderita penyakit refrakter
Prinsip utama pengobatan DLCL adalah regimen
primer atau kemoresisten, prognosisnya buruk.
CHOP (lihat hal. 180). Regimen ini diberikan dalam
Harapan hidup keseluruhan adalah sekitar 45%.
siklus 3-4 minggu-an, biasanya untuk enam sampai
delapan kali pemberian. Regimen kemoterapi yang
lebih agresif tidak terbukti lebih efektif. Walaupun Limfoma limfoblastik
demikian, data terbaru menunjukkan bahwa penam- Limfoma limfoblastik terutama terjadi pada anak
bahan anti-CD20 (Rituximab) pada terapi CHOP dan dewasa muda. Keadaan ini secara klinis dan
memperbaiki tingkat remisi DLCL, dan penelitian morfologik bergabung dengan leukemia limfoblastik
mengenai anti-CD20 yang dikaitkan secara radio- akut (ALL).
aktif dengan yttrium-90 atau iodium-131 ternyata
menjanjikan. Untuk penyakit yang terlokalisir, kom-
binasi radioterapi dan kemoterapi (misah:rya tiga kali
LIMFOMA SEL T

Tabel 15.5 lndeks prognostik internasional untuk limloma derajat tinggi


Limfoma sel T perifer yang bermanifestasi sebagai
limfodenopati dan bukannya penyakit ekstranodal,
Baik Buruk adalah sekelompok tumor langka yang heterogen,
- biasanya dengan fenotipe CD4+. Dikenal beberapa
Usia , :...t r.r::- <60 tahun >60 tahun
,,1 varian limfoma sel T.
,:,', , 0 atau
Status Perloimi L,'r.,'. 1:,:: 12 Limfadenopati angioimunoblastik biasanya ter-
Stadium (lihat hal. 188) r I alau ll . ll! atau lV jadi pada pasien berusia tua dengan limfodenopati,
,turnan ukasi eiiitranooai 0 atau f
,i::
>2 1

hepatosplenomegali, ruam kulit, dan peningkatan


LDH s€rum ., Normal '
Meningkal IgG serum poliklonal.
Mikosis fungoides adalah suatu limfoma sel T
LDH, laktat dehidrogenase kulit kronik yang bermanifestasi sebagai pruritus
ffii$inu+;rill $ii$liq l[i\-ii ]ii [.. ree

yang berat dan lesi mirip psoriasis (Gb. 15.16). Alizadeh A.A., Elsen M.8., Davis R.E. et al. (2000) Distinct
Akhirnya organ-organ yang lebih dalam akan types of diffuse large B-cell lyrnphoma identified by gene
terkena, khususnya kelenjar getah bening, limpa, expression profiling. Nature 403, 503-11.
hati, dan sumsum tulang. Armitage J.O., Cavalli F. and Longo D.L. (1999) Text Atlas of
Lymphomas. Martin Dunitz, London.
Pada sindrom S6zary, terdapat dematitis, eritro-
Cheson B.D. (ed) (2001) Chronic Lymphoid Leukemias,2nd
derma, limfadenopati generalisata, dan sel limfoma T
edn. Marcel Dekker Inc. New York.
dalam darah. Sel-sel tersebut biasanya adalah CD4+ Child J.A., Jack A.S. and Morgan G.J. e,998) The
dan mempunyai kromatin inti yang ierlipat atau ber- Lymphoproliferatiae Disorders. Chapman & Hall, London.
bentuk seperti serebrum. Pengobatan awal keadaan Fisher R.L (2000) Diffuse large-cell lymphoma. Ann. Oncol.
ini adalah dengan radiasi lokal, kemoterapi topikal, 11, Suppl. I,529-33.
atau fotokemoterapi dengan psoralen dan sinar ul- Gregory Bociek R. and Armitage J.O. (1999) Hodgkin,s dis-
traviolet (PUVA). Mungkin diperlukan kemoterapi. ease and non-Hodgkin's lymphoma . Curr. Opin. Hematol.
Leukemia/limfoma sel T dewasa dikaitkan 6: 205-15.
dengan adanya infeksi virus leukemia/limfoma_sel T Harris N.L., et al. (1994) A revised European-American
classification of lymphoid neoplasms: a proposal from
manusia tipe 1 (HTLV-I) dan bermanifestasi sebagai
the Internatronal Lymphoma Study Group. Blood g4,
limfadenopati, pembesaran hati dan limpa, infiltrasi 1361-92.
kulit, serta hiperkalsemia (hal. 183). Harris N.L., Jaffe 8.S., Diebold J. et al. (2000) The WHO
Limfoma angiosentris biasanya mengenai sinus- classification of neoplasms of the hematopoietic and
sinus hidung sedangkan limfoma usus sel T lymphoid tissues. Hematol, I. 1,, 53-66.
dikaitkan dengan enteropati yang diinduksi gluten Horning S.J. (2000) Follicular lymphoma: have we made
pada banyak kasus. progress? Ann. Oncol.11, Suppl. I,523-27.
Limfoma sel besar anaplastik terutama sering Krackhardt A. and Gribben J.G. (1999) Stem cell transplan-
dijumpai pada anak dan mempunyai fenotipe sel T tation for indolent lymphoma. Curr. Opin. Hemafol. 6,
388-93.
atau sel nol. Penyakit ini adalah CD30+ dan dikait-
Kuppers R., Klein U., Hansmann M.-L. et al. (1999) Cellular
kan dengan translokasi t(2;5)(p23; q35). Penyakit ini origin of human B-cell lymphomas. N. EngL l. Med. S4\,
mernpunyai perjalanan penyakit yang agresif dan 1520-9.
dicirikan oleh adanya gejala sistemik dan keter- Mauch P.M., Armitage J.O., Diehl Y. et aI. (1999) Hodgkin's
Iibatan ekstranodal. disease. Lippincot, Williams & Wilkins, Hagerstown.
Pinkerton, C. R. (1999) The continuing challenge of treat-
ment for non-Hodgkin's lymphoma in children. Br. /.
Hnematol.1O7,220-34.
KEPUSTAKAAN Yuen A.R. and Horning S.l. (1997) Recent advances in the
treatment of Hodgkin's diasease. Curr. Opin. Haematol.4,
286-90.
Aisenberg A.C. (1999) Problems in Hodgkin's disease man-
agement. Blood 93, 761-79.
BAB ll6j,,. r::lni: :;:ii::ii\\\il

Mieloma multipel dan


gangguan yang terkait
Paraproteinemia, 200 Gamopati monoklonal yan g tidak tentu kemakna anny a, 207

Mieloma multipel, 200 Amiloidosis,20T

Tumor sel plasma lain, 204 Sindrom hiperviskositas, 209

Makroglobulinemia Waldenstrom, 206

PARAPROTEINEMIA
mieloma, kemungkinan melalui mekanisme
autokrin. Selain itu, lesi osteolitik pada penyakit ini
mungkin terjadi akibat faktor aktivasi osteoklas (os-
Istilah ini merujuk pada adanya pita imunoglobulin teoclnst-actiaating factor, OAF), terutama faktor
monoklonal dalam serum. Pada keadaan normal, nekrosis tumor (TNF) dan IL-1, yang disekresi oleh
imunoglobulin serum bersifat poliklonal dan sel mieloma. Pada evolusi klonal sering terjadi per-
mewakili gabungan keluaran berjuta-juta sel plasma tambahan, pengurangan, dan perubahan struktur
yang berbeda. Suatu pita rnonoklonal, atau parapro- pada berbagai kromosom. Monosomi paling sering
tein, mencerminkan sintesis imunoglobulin dari satu terjadi pada kromosom 13 dan memiliki prognosis
klon sel plasma. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa buruk. Saat ini telah ditemukan berbagai perubahan
keadaan (Tabel 16.1) dan tidak semuanya memerlu- kromosom klonal lain.
kan pengobatan.

Gambaran klinis
MIELOMA MULTIPEL
1. Nyeri tulang (terutama nyeri punggung) dan
Mieloma multipel (mielomatosis) adalah proliferasi fraktur patologis.
neoplastik selplasma sumsum tulang, yang dicirikan 2. Gambaran anemia: letargi, kelemahan, dispnea,
dengan adanya lesi litik tulang, penimbunan sel pttcat, takikardia, dll.
plasma dalam sumsum tulang, dan adanya protein 3. Infeksi berulang; terkait dengan produksi anti-
monoklonal dalam serLrm dan urine. Sembilan puluh bodi yang berkurang, imunitas abnormal yang
delapan persen kasus terjadi pada orang berusia diperantarai sel, netropenia (pada penyakit
lebih dari 40 tahun dengan insidensi puncak pada lanjut).
dekade ketujuh. 4. Gambaran gagal ginjal dan/atau hiperkalsemia:
Sel plasma ganas mempunyai gen imunoglobulin polidipsia, poliuria, anoreksia, muntah, konsti-
yang mengalami penataan ulang klonal serta men- pasi, dan gangguan mental.
sekresi paraprotein yang sama dengan yang terdapat 5. Kecenderungan perdarahan yang abnormal: pro-
dalam serum. Etiologi penyakit ini belum diketahui tein mieloma dapat mengganggu fungsi trombosit
tetapi sitokin berperan penting. Interleukin (IL)-6 dan faktor-faktor pembekuan; pada penyakit
adalah faktor pertumbuhan potensial untuk lanjut ter;adi trombositopenia.

200
iri lili:-i:i rr,tierOnra'in' t c* Aihilt$n yarUiffi 201

6. Gambaran lain adalah makroglosia, sindrom


saluran karpal, dan diare akibat penyakit amiloid.
Pada sekitar 2% kasus terdapat sindrom hipervis-
kositas disertai dengan plrrpura, perdarahan,
gangguan penglihatan, gejala sistem saraf pusat
(SSP), neuropati, serta gagal jantung. Hal ini
disebabkan oleh polimerisasi imunoglobulin ab-
normal dan terutama dapat terladi pada imuno-
globulin A (IgA), IgM, atau IgD.

Diagnosis

Penegakan diagnosis bergantung pada tiga hasil


pemeriksaan utama.
Gambar. 16.1 Elektroforesis protein serum pada mieloma multipel menunjukkan
1. Protein monoklonal dalam serllm urine (atau
atar-r parapotein yang abnormal pada regio globulin y dengan penurunan kadar dasar
keduanya) (Gb. 16.1). Paraprotein serum adaiah globulin B dan y.
IgG pada dua pertiga kasus, dan jarang terjadi
kasus IgM atau IgD atau campuran. Kadar
imunoglobulin serum yang normal (lgG, IgA, dan 3. Lesi tulang. Pemeriksaan tulang rangka menun-
IgM) berkurang, dan hal ini merupakan ciri khas jukkan: daerah-daerah osteolitik tanpa adanya
yang disebut sebagai imunparesis. Urine mengan- reaksi osteoblastik atau sklerosis di sekitarnya
dung protein Bence Jones pada dua pertiga kasus. (60%) (Gb. 16.3); osteoporosis generalisata (20%)
Protein ini terdiri atas rantai ringan bebas (rc (Gb.76.9; atau tidak ada lesi tulang (20%). Selain
maupun )") dengan jenis yang sama dengan para- itu, sering ditemukan fraktur patologis atau
protein serum. Pada 15% kasus, dijumpai pro- kolaps vertebra (Gb. 16.4b).
teinuria Bence Jones tanpa disertai paraprotein se- Dua dari tiga gambaran diagnostik tersebut harus
rum. Beberapa kasus mieloma yang jarang terjadi ada untuk menegakkan diagnosis.
bersifat non-sekretorik, dan oleh karena itu tidak Hasil pemeriksaa_rr- laboratorium lain mencakup
disertai paraprotein. beriktrt ini:
2. Jumlah sel plasma dalam sllmsllm tnlang 1 Biasanya terdapat anemia normositik normokrom
meningkat (biasanya >20"/"), sering berbentuk ab- atau makrositik. Pembentukan rouleaux sangat
normal (Gb. 16.2). jelas pada sebagian besar kasus (Gb. 16.5). pada

i nd"'1,

-, l

Gambar. 16.2 Sumsum tulang pada mieloma multipel


menunjukkan sejumlah besar sel plasma, dengan banyak
bentuk abnormal. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-36).
202 iill.;. lr.-, rr, . r,.,':r,'- .'; :

Tabel 16.1 Penyakit yang berkaitan dengan protein M Jones yang berat, hiperkalsemia, asam urat,
amiloid, dan pielonefritis dapat menyebabkan
Keganasan atau prcduksi tidak terkendali gagal ginjal (Gb. 16.6).
Mieloma multipel 5 Pada penyakit lanjut dijumpai kadar albumin se-
Makroglobulinemia Waldenstrom rum yang rendah.
Limfoma maligna 6 Br-mikroglobulin serLlm adalah indikator progno-
Leukemia limJositik kronik sis yang berguna. Pemeriksaan ini menggambar-
Amiloidosis primer kan sebagian fungsi ginjal. Kadar yang kurang
Leukemia sel plasma dari 4 mg/l menunjukkan prognosis yang relatif
Penyakit rantai beral (Heavy chain diseasel baik.

Jinak alau produksi stabil


Gamopati monoklonal benigna Pengobatan
Plasmasitoma soliter

Penyakit hemaglutinin dingin kronik Pengobatan dibagi menjadi spesifik dan suportif.
Transien, misalnya pada inleksi

Sindrom defisiensi imun didapat (AIDS)


Spesifik
Penyakit Gaucher

Jarang dengan karsinoma dan keadaan lain Kemoternpi Kemajuan besar pertama dalam peng-
obatan mieloma adalah diperkenalkannya obat
pengalkil oral melfalan. Pada pasien usia tua,
melfalan dapat digunakan tersendiri atau dikombi-
nasikan dengan prednisoion. Obat ini efektif untuk
penyakit lanjut terjadi netropenia dan trombo- mengendalikan penyakit pada sebagian besar pasien.
sitopenia. Sel plasma abnormal tampak dalam Biasanya, kadar paraprotein perlahan-lahan menu-
sediaan hapus darah pada 15% pasien. run, lesi tulang memperlihatkan adanya perbaikan,
2 Laju endap darah tinggi. dan hitung darah mungkin membaik. Siklofosfamid
J Peningkatan kalsium serltm terjadi pada 45"h juga efektif dan mudah digunakan sebagai obat
pasien. Biasanya fosfatase alkali serum normal tunggal. Walaupun demikian, setelah beberapa
fraktur patologis).
(kecr"rali setelah perjalanan klinis, tercapai "fase plntenu" dan kadar
Urea dan kreatinin semm meningkat pada 20ok paraprotein berhenti turun. Pada saat ini pengobatan
kasus. Deposit protein dari proteinltria Bence dihentikan dan pasien diperiksa secara teratur di
klinik rawat jalan. Setelah suatu periode waktu yang
bervariasi (seringkali sekitar 1 tahun), penyakit ini
"lolos" dari plntenu dengan paraprotein yang
meningkat dan gejala yang memburuk. Pada saat ini,
pengobatan sulit dilakukan. Siklofosfamid oral atau
intravena mingguan merupakan salah satu pilihan
pengobatan.
Pada pasien berusia kurang dari 60 tahun,
digunakan kemoterapi yang lebih intensif pada
awalnya, seperti protokol C-VAMP (siklofosfamid,
vinkristin, Adriamycin, dan metilprednisolon).
Setelah beberapa siklus pengobatan, sebagian besar
pasien berlanjut dengan transplantasi sel induk
(SCT) autolog (lihat di bawah). Kombinasi lain dapat
digunakan, misalnya ABCM (Adriamycin, BCNU,
siklofosfamid, dan melfalan).

Trnnsplantnsi sel induk SCTmenggunakan melfalan


dosis tinggi dan sel induk autolog berperan pada
pasien yang berusia lebih muda dan memperpanjang
Gambar. 16.3 Rontgen tengkorak pada mieloma multipel menunjukkan banyak hidup. Sayangnya, hal ini tampaknya tidak menyem-
lesi berlubang ("punched oul').
203
fiil::rli

(a)

Gambar. 16.4 (a) Mieloma multipel: Foto Rontgen vertebra lumbal menunjukkan demineralisasi berat dengan kolaps parsial q. (b) MRI vertebra: pemeriksaan Tr.
\
dan Lu dengan penonjolan bagian posterior korpus L, ke dalam kanalis vertebralis yang menekan korda ekuina (panah). Radioterapi
Terdapat inliltrasi dan destruksi
telah menyebabkan perubahan sinyal sumsum tulang pada vertebra Cr-Dn karena sumsum merah yang normal digantikan oleh lemak (sinyal putih terang). (Atas
kebaikan Dr. A. Platts).

buhkan penyakit. Transplantasi alogenik dapat Radioterapi Radioterapi sangat efektif untuk meng-
mencapai kesembuhan, tetapi mempunyai mortalitas obati gejala mieloma. Radioterapi dapat digunakan
terkait-prosedur yang lebih besar. untuk daerah nyeri tulang atau penekanan medula
spinalis.
Interferon alfa Obat ini dapat memperpanjan gfase pla-
teau setelah kemoterapi atau transplantasi, tetapi Thalidomid Obat ini cukup menjanjikan untuk
mempunyai efek yang sedikit (jika ada) pada pengobatan penyakit relaps dan saat ini sedang
harapan hidup keseluruhan. dievaluasi dalam penelitian baik pada penyakit dini
: ,.
:.'.:;I t
Kapita Selekta Hematotogi
l

*. n t# {i.,
,: $ :-t t*-n .",i' %qr;-','
#b C_*'S i'J {r:$ S
{t. L,, ": "} i:
al'i '* 'u * -'",
l*r'o J'-i*t$gr K \$#
i",*
**") ftu
'qttr
._t V

(o
a lirt t '.-j
% d*-#
*;:",C #ffi t* * rp s'{$ { i t it qg
Q w-f,
- ff^
#
FH*q;%*
cft ft S:16 r;{ q %.i; frS *".'J !J a
Gambar. 16.5 Sediaan hapus darah tepi pada mieloma
multipel memperlihatkan pembentukan rouleaux. (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-36).

maupun lanjut. Mekanisme kerja yang pasti belum bersamaan dengan antibiotik berspektrum luas dan
diketahui. obat anti jamur oral.

Suportif Prognosis
Gagal ginjal Rehidrasi dan obati penyebab yang men-
dasari (misal, hiperkalsemia, hiperurikemia). Dialisis Harapan hidup rata-ratadengan pemberian kemo-
biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Semua terapi adalah 3-4 tahun de4gan harapan hidup 5
penderita mieloma harus minum sedikitnya 3 liter tahnn sebesar 20"k. Walaupun demikian, keadaan ini
cairan setiap hari selama perjalanan penyakitnya. dapat diperbaiki dengan transplantasi autolog.
Peningkatan kadar pr-mikroglobulin adalah suatu
gambaran prognostik yang buruk.
Penyakit tulang dan hiperkalsemin Bisfosfonat seperti
pamidronat dan klodronat efektif untuk menurlln-
kan perkembangan penyakit tulang. Obat tersebut
juga dapat memperbaiki harapan hidup keselu- TUMOR SEL PLASMA LAIN
ruhan. Pada hiperkalsemia akut, diberikan bisfos-
fonat setelah rehidrasi dengan larutan garam Plasmasitoma soliter
isotonis.

Tumor ini adalah tumor sel plasma yang terpisah dan


Kompresi paraplegia Lakukan laminektomi dekom-
umumnya terjadi pada jaringan tulang atau jaringan
presi atau radiasi; terapi kortikosteroid dapat mem-
lunak (misalnya mukosa saluran napas atas dan
banhr.
saluran gastrointestinal atau kulit). Protein M y*g
menyertai dapat menghilang setelah dilakukan
Anemia Diberikan transfusi atau eritropoietin. radioterapi pada lesi primernya.

Perdarahan Perddrahan yang disebabkan oleh


gangguan koagulasi oleh paraprotein dan sindrom Leukemia sel plasma ,:

hiperviskositas dapat diobati dengan plasmaferesis


berulang, Hal ini terjadi sebagai penyulit lanjut mieloma atau,
sering sebagai penyakit primer pada pasien yang
lnfeksi Pengobatan cepat terhadap semua infeksi bemsia lebih muda yang ditandai oleh 20% atau lebih
sangat penting. Pada infeksi berulang mungkin perlu sel plasma dalam darah, dengan hitung absolut >2,0
diberikan infus konsentrat imunoglobulin profilaktik x 70' / l (Bab14). Prognosisnya buruk.
Mielorna multipel dfln oAngguan yano €rkait 205

-;a-"*rr:tr
.1 v*4 I

.t ":. 6t
t i
- ",' :

.1 : . \.-t
t:l
,i* "6rf.- r i
-ot
'r +-. i-
. .\ . . ,n , a ;

Gambar. 16.6 Ginjal pada mieloma multipel. (a) Ginjal mieloma-tubulus ginjal melebar dengan protein hialin (protein Bence Jones atau rantai ringan yang mengendap).
Sel-sael raksasa menonjol dalam reaksi sel yang mengelilinginya. (b) Deposit amiloidllomerulus dan beberapa pembuluh darah kecil mengandung deposlt amorf
benrvarna merah muda yang khas untuk amiloid (pewarnaan Congo red). (c) Nefrokalsinosis-deposit kalsium (bahan "patah-patah" yang gelap) dalam parenkim ginjal.
(d) Pielonefritis-destruksi parenkim ginjal dan infiltrasi oleh sel-sel radang akut. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-37).
ii!s^ ! : I
206
fagtta$fg ro lobsi

Penyakit rantai berat yang buram (Gb. 16.8). Apabila makroglobulin


merupakan gambaran kriopresipitasi krioglobulin,
Pada penyakit yang jarang terjadi ini, sel neoplastik dapat dijumpai fenomena Raynaud. Anemia,
mensekresi hanya rantai berat imunoglobulin yang setidaknya sebagian disebabkan oleh peningkatan
tidak lengkap (y, a, atau p). Bentuk yang paling volume plasma, biasanya merupakan masalah yang
sering dijumpai adalah penyakit rantai berat a yang signifikan dan kecenderungan perdarahan dapat
terutama ditemukan pada daerah Mediteranea dan disebabkan oleh gangguan makroglobulin terhadap
bermula sebagai sindrom malabsorpsi yang dapat faktor koagulasi dan fungsi trombosit. Gejala nelrro-
berkembang menjadi limfoma. logis, dispnea, dan gagal jantung mungkin merlrpa-
kan gejala yang tampak. Sering ditemukan limfa-
denopati sedang dan pembesaran hati serta limpa.

MAKROGLOBULINEMIA WALDENSTRoM
Diagnosis
Keadaan ini jarang terjadi dan paling sering ditemu-
kan pada pria berusia lebih dari 50 tahun dengan Diagnosis ditegakkan dengan menemukan IgM
limfoma limfoplasmasitoid yang menghasilkan para- monoklonal serum (biasanya >15 g/l) bersamaan
protein IgM monoklonal (Gb. 16.7). Sel asal tampak- dengan infiltrasi sumsum tulang atau kelenjar getah
nya adalah sel B pusat postgerminal dengan ciri khas bening oleh sel limfoplasmasitoid. ESR meningkat
sel B memori yang membawa IgM. dan mungkin dijumpai limfositosis darah tepi.
.

Gambaran klinis
Pengobatan
Awitan biasanya perlahan disertai dengan kelelahan
dan penurunan berat badan. Sindrom hiperviskositas
Spesifik
(hal. 209) sering ditemukan. Paraprotein IgM lebih Tidak diperlukan terapi bagi pasien yang tidak me-
meningkatkan viskositas darah dibandingkan nunjukkan gejala, hepatosplenomegali, adenopati,
dengan IgG atau IgA dengan konsentrasi yang anemia bermakna. Klorambusil atau siklofosfamid
ekuivalen, dan sedikit peningkatan konsentrasi di merupakan terapi utama, tetapi fludarabin atau 2-
atas 30 g/l akan sangat meningkatkan viskositas. klorodeoksiadenosin juga bermanfaat untuk terapi
Gangguan penglihatan sering terjadi dan retina awal atau kasus relaps. Kemoterapi kombinasi,
dapat memperlihatkan berbagai perubahan: penon- misalnya CHOP (lihat hal. 180) dapat digunakan
jolan vena, perdarahan, dan eksudat serta makula pada penyakit lanjut.

w%
tu f\
rd
"e
!*
{

Gambar. 16.7 Limfoma limfoplasmasitoid yang menyertai


makroglobulinemia Waldenstrom. Sumsum tulang memper-
i'1
i i:.! lihatkan gambaran sel limfosit dan sel plasma. (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-38).
il r. i+
trlieror3ltiirpg s ssiHn:ianslettaii 207

(a)
(b)

Gambar, l&8 Makroglobulinemia Waldenstrom: sindrom hiperviskositas. (a) Retina sebelum plasmaferesis memperlihatkan pelebaran pembuluh darah retina,
terutama vena yang memperlihatkan pembengkakan dan penyempitan (elek "rangkaian saus") dan daerah perdarahan; (b) setelah plasmaferesis, pembuluh
darah
kembali normal dan daerah perdarahan telah bersih. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-38).

Suportil monoklonal dalam serum biasanya kurang dari20 g/I


Sindrom hiperviskositas akut diobati dengan dan menetap dalam waktu 2
3 tahun. Imuno-
ata:u
plasmaferesis berulang. IgM terutama intravaskulaq, globulin serum yang lain tidak mengalami pene-
sehingga plasmaferesis lebih efektif dibandingkan kanan. Walaupun demikian, setelah pemantauan
dengan paraprotein IgG atau IgA yang sebagian lanjutan selama bertahun-tahun, sebagian besar
besar ekstravaskular dan oleh karena itu cepat pasien akan menderita mieloma atall limfoma nyata.
mengisi kembali kompartemen plasma. Pada anemia Gambaran klinis yang membedakan parapro-
kronis mungkin diperlukan transfusi teratur. teinemia jinak dan ganas tercantum dalam Tabel 16.2.

GAMOPATI MONOKLONAL YANG TIDAK AMILOIDOSIS


TENTU KEMAKNAANNYA (MONOCLONAL
Amiloidosis adalah sekelompok gangguan heterogen
GAMMOPATHY OF UNDETERMINED yang dicirikan dengan adanya deposit protein
stcNtFrcANcg ekstrasel dalam bentuk fibrilar yang abnormal.
Amiloidosis dapat bersifat herediter atau didapat
Ditemukan paraprotein dalam serum, terutama pada dan distribusi deposit dapat fokal, terlokalisir, atau
orang berusia tua, tanpa bukti yang memastikan sistemik. Amiloid terbuat dari protein prekursor
adanya mieloma, makroglobulinemia, atau limfoma, fibril amiloid yang berbeda pada setiap jenis
dan tidak ada penyakit lain yang mendasari. Pada penyakit. Semna deposit amiloid mengandung suatu
gangguan ini tidak terdapat lesi tulang, tidak amiloid P glikoprotein non fibrilar yang berasal dari
terdapat proteinuria Bence Jones, dan proporsi sel prekursor serlrm normal yang secara struktural
plasma dalam sumsum tulang normal (<4"/") atau terkait dengan protein C-reaktif, kecuiali pada plak
sedikit meningkat (<10%). Kadar imunoglobulin amiloid intraserebral. Uji diagnostik yang klasik
208 Kapita $dena Hematologi

.r*
" , ",';4
,iy'r
,'., ,t :;',
'. /.
7 {:.';,Y:
t,
ll ,t n lr' l: !
I 7t
i,
{!it t ,:? {

/ r\ '
?. i;,'

,': ., ,!:lll
: \ :.iz ttl

.
?i
,. ,:::4,
't -t:.
4....
::t..':€:!= (a)

(b)

Gambar. l6.gAmiloidosis: (a) PewarnaanCongoreddan(b) Kilauanbiru-hijaudengancahayaterpolarisasi. (LihatGambarBerwarnahal.A-39)

adalah kilauan merah-hijau pada pewarnaan Congo Tabel 16.2 Gambaran paraproleinemla jinak dan ganas
red yang terlihat dengan menggunakan cahaya
Ganas
terpolarisasi (Gb. 16.9).
Amiloidosis diklasifikasikan dalam Tabel 16.3. Proteinuria Bence Jones Tidak ada Mungkin ada
Kadar paraprolein serum Biasanya<2Q/l Biasanya >20 g/l
dan stasioner dan meningkat
Amiloidosis AL sistemik lmunparesis Tidak ada Ada
Penyakit limfoproliferatil atau Tidak ada Ada
Pada jenis ini, penyakit amiloid disertai dengan mieloma yang mendasari

proliferasi klonal sel plasma. Terjadi penimbunan Le$i tulang Tidak ada Ada
komponen rantai ringan monoklonal yang dapat di- Sel plasma dalam sumsum <10o/o >10o/o

sertai dengan paraproteinemia yang dapat dideteksi. tulang

Gambaran klinis timbul akibat terkenanya jantung,


Mieloma mullipel dan gangguen yang ted<alt 209

Tabel 16.3 Klasifikasi amiloidosis: tipe, struktur dan 0rgan yang terkena. Bentuk lain adalah amiloidosis herediter
dan amiloid yang terlokalisir seperti
yang teqadi pada sistem saraf pusat, tumor endokrin, atau kulit.

Tipe Sifat kimiawi Organ yang terkena

Amiloidosis AL sistemik
Berkaitan dengan mieloma, makroglobulinemia W3ldenstrom, atau MGUS Rantai ringan imunoglobulin dan/atau Lidah
Dapat juga terjadi tersendiri sebagai amiloidosis primer (disertai proliferasi sel bagian regio variabelnya (AL)
Kulit
plasma yang tersembunyi)
Jantung
Dapat juga terjadi dalam bentuk terlokalisir dengan prolilerasi ,,imunosit' lokal
Saraf
Jaringan ikat
Ginjal

Hati

Limpa

Amiloidosis AA sistemik reaktif


Artritis reumatoid, luberkulosis, bronkiektasis, osteomielitis kronis, penyakil Protein A (reaktif akut, M) Hati
Hodgkin, karsinoma, demam Mediteranean lamilial.
Limpa
Ginjal

Sumsum tulang

Amlloidosis familial Misal, kelainan fanstiretin Saraf


Jantung
Mata

Amiloidosis terlokalisir
Sistem Saral Pusat Protein amiloid-B Penyakit Alzheimer
Endokrin Hormon peptik Tumor endokrin
Senilis Bervariasi Jantung, otak, sendi,
prostat, dll.

M, AL, didefinisikan berdasarkan sifat kimiawinya seperti yang terdapat dalam tabel; lr/GUS, monoclonal gammopathy
ol undetermined significance.

lidah (Gb. 16.10), saraf tepi, dan ginjal (Gb. 16.11). karpal, atau gagal ginjal. Pengobatan adalah kemo-
Pasien dapat datang berobat dengan gagal janttrng, terapi seperti yang digunakan pada mieloma, mllng-
makroglosia, neuropati perifer, sindrom terowongan kin disertai dengan transplantasi sel induk autolog.
Pengobatan ini dapat memperbaiki prognosis.

SINDROM HIPERVISKOSITAS

Sindrom ini paling sering disebabkan oleh polisite-


mia (hal. 213). Hiperviskositas juga dapat terjadi
pada penderita mieloma atau makroglobulinemia
Waldenstrorn atalr pada penderita leukemia akut
atau kronis yang disertai dengan hitung leukosit
yang sangat tinggi. Kadang-kadang penderita
hemofilia dengan inhibitor dalam darah yang sedang
diobati dengan kriopresipitat dalam dosis sangat
Gambar. 16..10 Mieloma multipel: lidah dan bibir membesar akibat deposit besar, menderita hiperviskositas karena fibrinogen
amiloid nodular yang mirip lilin. (Lihat Gambar Berwarna hal, A-40). yang diinfuskan dalam volume besar.
"Jqts.ll l^'t.:s
210
',1i, '*

(b)

Gambar. 16.11 Pemindaian anterior serial komponen amiloid P setum (serun anyloid P/SAP) berlabel 1231 seluruh tubuh pada seorang wanita berusia 52 tahun yang
datang dengan gagal ginjal karena amiloidosis AL sistemik. (a) Pemindaian awal menunjukkan beban amiloid yang besar dengan deposit pada hati, limpa, ginlal, dan
sumsum tulang. Diskrasia sel plasma yang mendasari berespons terhadap pengobatan melfalan dosis tinggi yang kemudian diikuti dengan penyelamatan sel induk
autolog. (b) Pemanlauan lanjut skintigrali SAP 3 tahun setelah kemoterapi memperlihatkan ambilan pelacak yang sangat berkurang dan menunjukkan regresi deposit
amiloid yang cukup besar. (Atas kebaikan Prolessor P.N. Hawkins, National Amyloidosis Centre, Royal Free Hospital, London.)

Gambaran klinis sindrom hiperviskositas adalah pengendalian penyakit primer dengan terapi
gangguan penglihatan, letargi, konfusi, kelemahan spesifik.
otot, gejala dan tanda susunan saraf pusat, serta
gagal jantung kongestif. Retina mungkin memper-
lihatkan berbagai perubahan: vena yang menonjol,
perdarahan, eksudat, dan makula yang kabur (Gb. KEPUSTAKAAN
16.8).
Pengobatan kedaruratan bervariasi sesuai Barlogie 8., Jaganath S., Desikan K.R., ef al. (1999) Total
penyebabnya: venaseksi atau pertukaran isovolemik therapy with tandem transplants for newly diagnosed
dengan plasma sebagai pengganti eritrosit pada multiple myeloma. Blood 93,55-65.
Falk R.H., Comenzo R.L. and Skinner M. (1997) The sys-
pasien polisitemia; plasmaferesis pada mieloma,
temic amyloidoses. N. Engl. ].Med. 337, 898-909.
penyakit Waldenstrom atau hiperfibrinogenemia; Gillmore J.D. et aI. (1997) Amyloidosis: a review of recent
dan leukoferesis atau kemoterapi pada leukemia diagnostic and therapeutics developments. Br. l.
yang disertai dengan jumlah leukosit yang tinggi. Haematol.99,245-56.
Pengobatan jangka panjang bergantung pada
211

Halek M., Bersagel P.L. and Anderson K.C. (1998) Multiple Reece D.E. (1998) New advances in multiple myeloma.
myeloma: increasing evidence for a multistep transfor- Curr. Opin. Haematol. S,460-4.
mation process. Blood 97,3-21. Samson D. (i998) Current perspectives in the management
fantunen E. et al. (1996) Bisphosphonates in multiple my- of multiple myeloma. CME Bull, Haematol. L,46-50.
eloma: current status, future perspectives. Br. J. Haematol Singal S., Mehta J. and Desikan R. (1999) Antitumour activ-
93, 501. ity of thalidomide in refractory myeloma. N . EngI. J. Med.
Kyle R.A. (2000) The role of high-dose chemotherapy in the 34L,1.565-71..
treatment of multiple myeloma: a controversy. Ann. Sjak-Shia N.N., Vescio R.A. and BerensonJ.R. (2000) Recent
Oncol.2, Suppl. 1, 555-8. advances in multiple myeloma. Curr. Opin. Haematol. T,
Lokhorst H.M. (1999) Intensive treatment for multiple my- 24t-6.
eloma: where do we stand? Br. J. Haematol106,7827.
BAB 17.

Kelainan mieloproliferatif
Polisitemia,212 Diagnosrs banding polisitemia, 21 7

Polisitemia (rubra) vera, 212 Trombosrtemia esensial, 21 7

Polisitemia sekunder, 21 6 Mielofibrosis, 218

Polisitemia relatif, 21 6

Istilah kelainan mieloproliferatif menggambarkan polisitemia relatif atau pseudopolisitemia (volume


sekelompok keadaan yang berasal dari sel induk eritrosit normal tetapi volume plasma menurun)
sumsum tulang dan ditandai oleh proliferasi klonal (Tabel 17.1). Polisitemia absolut kemudian dapat
dari satu atau lebih komponen hemopoietik dalam dibagi menjadi polisitemia primer (polisitemia rubra
sumsum tulang (serta hati dan limpa pada banyak vera) atau polisitemia sekunder (Tabel17.2).
kasus). Empat kelainan yang tercakup dalam
klasifikasi ini:
1. Polisitemia rubra vera
2. Trombositemiaesensial P0LrsrTEMrA (RUBRA) VERA
3. Mielofibrosis
4. Leukemia mieloid kronis Pada PRV, peningkatan volume eritrosit disebabkan
Kelainan-kelainan tersebut saling terkait erat satu oleh keganasan klonal sel indr-rk slrmslrm tulang.
sama lain. Malahan selama perjalanan penyakit Walaupun peningkatan volume eritrosit merupakan
terdapat bentuk transisional dan pada banyak pasien temuan yang bersifat diagnostik, pada banyak pasien
terjadi evolusi dari satu entitas menjadi entitas iain juga ditemukan produksi berlebihan granulosit dan
(Gb. 17.1). Polisitemia rubra vera (PRV), trombosite- trombosit.
mia esensial, dan mielofibrosis secara kolektif di- Penyakit ini dikaitkan dengan sejumlah per-
kenal sebagai kelainan mieloproliferatif non-leu- nbahan kromosom; di antaranyayang paling sering
kemik dan dibahas dalam bab ini; leukemia mieloid ditemukan adalah delesi kromosom 20q.
kronis dibahas dalam Bab 13.

Diagnosis

POLISITEMIA Menegakkan diagnosis PRV pada pasien yang


datang dengan polisitemia mungkin sulit dilakukan
Polisitemia (eritrositosis) didefinisikan sebagai pening- dan kriteria diagnosis Polycythaemin Vern Study Group
katan konsentrasi hemoglobin di atas batas atas yang sangat membantu (Tabel 17.3).
normal menurut usia dan jenis kelamin pasien.

Gambaran ktinis
Klasifikasi polisitem ia
Penyakit ini merupakan penyakit yang terjadi pada
Polisitemia diklasifikasikan menurut patofisiologi- orang tua dengan insidensi yang sama pada kedua
nya, tetapi pembagian utamanya adalah polisitemia jenis kelamin. Gambaran klinis timbul akibat hiper-
absolut (peningkatan massa (volume) eritrosit) dan viskositas, hipervolemia, atan hipermetabolisme.

212
213

lttlillfliil:tlili;11

nFil*lf
w Gambar. 17,1 Hubungan antara berbagai penyakit mielo-
proliferatil. Penyakit-penyakit tersebut dapat timbul melalui
P-glisilemia
(rubra) veia mutasi somatik pada sel induk pluripolen dan sel progenitor.
Banyak kasus transisional yang menunjukkan gambaran
dua keadaaan dan pada kasus lain, penyakit tersebut ber-
transformasi selama perjalanannya dari salah satu penyakit
menjadi penyakit lain atau menjadi leukemia mieloid akut.
Leukemia mieloid kronis iuga dapat bertransformasi
menjadi leukemia limfoblastik akut.

Tabel 17.1 Metode radiodilusi untuk mengukurvolume eritrosit dan plasma

Polisiiefi ki:prirnbiialet riikundei:'-,' ,,ri:r

'lfilog,l,?tg,in'rg
3;,9Jl
f Kii,.:.iiiilli r

Sakit kepala, dispnea, penglihatan kabur, dan


keringat malam hari. Pruritus yang terutama Tabel 17.2 Penyebab polisitemia
terjadi setelah mandi air hangat, dapat merupa-
kan masalah yang berat. Pdmer
Gambaran pletorik-sianosis kemerahan (ruddy Polisitemia{rubjaf v*1
cyanosis) (Gb. 17.2), bercak pada konjungtiva,
sekunder., . : ::,,::.:::tr:::,,

serta penonjolan vena retina.


3 Splenomegali pada 75"/" pasien (Gb. 17.3a).
4 Sering ditemukan perdarahan (misalnya gas-
trointestinal, uterus, serebral) atau trombosis, baik
arteri (misal jantung, otak, atau perifer) atau vena
(misal vena tungkai dalam atau superfisial, vena
otak, vena porta atau vena hepatika).
5 Hipertensi pada sepertiga pasien.
6 Gout (akibat peningkatan produksi asam urat)
(Gb.17.ad.
7 Ulkus peptikum terjadi pada 5-10% pasien.
nefdl :

, ri',,,; 111.:,.'.,:,,,,11,,
Stre$ atau pseudopof isitemia

1 Hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit me- Dqhiqragi: kekunngan aj6 munJah,,,;;, , ..,

ningkat. Volume eritrosit total (TRCV) meningkat Kehilangan plasma: luka bakar, enteropati

(Tabel 17.1).
i::'r: ::r r'-:::: I
214 ,:: 1:r::. ,;1' ,,,:1., Kapila $elekta Hematologi

Tabel 17,3 Kriteria diagnosis polisitemia (rubra) vera

Kategori A
Ma$sa eritrosit total

pria >35 ml/kg

wanita >32 ml,ftg


Saturasi oksigen arteri >92%

Splenomegali

Kategori B
Trombosit >400 x 10/l

Leukosit >12 x 1d/l

Peningkatan skor NAP

Feningkatan kadar vilamin B,rserum

NAP, neutrophil alkailne phosphatase, fosfatase alkali netrofil

Gambar. 17.3 Splenomegali:limpa yang membesar pada pasien pria dengan (a)
polisitem'a vera dan (b) mielofrbrosis.

6. Sumsr"rm tulang hiperselular dengan megakariosit


yang menonjol, paling baik dinilai dengan biopsi
trephin (Gb. 17.5a). Kelainan sitogenetik klonal
dapat terjadi, tetapi tidak ada satn pembahan
yang khas.
Gambar. 17.2 Polisitemia vera: plethora wajah dan bercak konjungtiva pada
seorang wanita usia 63 tahun. Hemoglobin 18 g/dl; volume eritrosit total 45 mUkg,
7. Viskositas darah meningkat.
(Lihat Gambar Berwarna hal. A-40). 8. Asam urat plasma seringkali meningkat.
9. Progenitor eritroid (colony-forming unit eritroid,
CFUE, danburst-forming unit eritroid, BFUr) dalam
2. Leukositosis netrofil ditemukan pada lebih dari darah (hal. 2) meningkat dibandingkan nilai
separuh pasien, dan pada beberapa pasien di- normal dan tumbuh secara in uitro tanpa bergan-
jumpai peningkatan jumlah basofil dalam darah. tung pada penambahan eritropoietin.
3. ]umlah trombosit yang meningkat ditemukan
pada sekitar setengah pasien.
4. Skor fosfatase alkali netrofil (NAP) biasanya Pengobatan
meningkat (lihat Tabel 13.2),
5. Peningkatan vitamin B,, sentm dan daya ikat vita- Pengobatan bertujuan untuk mempertahankan
min Br2 karena peningkatan transkobalamin I. jumlah darah yang normal. Hematokrit harr-rs diper-
af.r:...a:,.:

iffi.Rilln:{il i:rj::::ji Kelainan mieloproliferalif 215

(a) (b)

Gambar. 7.4 (a) Kaki seorang pria berusia 72 tahun dengan polisitemia rubra vera. Terdapat inflamasi sendi metatarsofalangeal kanan dan sendi lain yang disebabkan
1

oleh deposit asam urat. (b) Gangren jari kaki keempat kiri pada trombositemia esensial. (Lihat Gambar Benruarna hal. 4-36).

Gambar. 17.5 Biopsi trephin krista iliaka. (a) Polisitemia vera:


rongga-rongga lemak hampir semuanya digantikan oleh jaringan
hemopoietik hiperplastik. Semua jalur sel hemopoietik meningkat
dengan megakariosit yang menonjol. (b) lvlielofibrosis: arsiteklur
sumsum tulang yang normal hilang, dan sel-sel hemopoietik
0., ,af.;::".
l'r
A\!
dikelilingi oleh jaringan fibrosa dan substansi intraselular yang
bertambah. (Lihat Gambar Benivarna hal. A-39). (b)

tahankan pada sekitar 0,45 dan jumlah trombosit dapat digunakan secara intermiten) kadang-kadang
kurangdari400 x70e/1. digunakan pada pasien yang berusia lebih tua. Yang
perlu diperhatikan mengenai obat sitotoksik (ter-
Venaseksi
utama busulfan) adalah bahwa obat ini mungkin
berkaitan dengan meningkatnya kecepatan progresi
Bentuk terapi ini sangat berguna khr.rsusnya bila menjadi leukemia. Kecepatan progresi untuk hidrok-
diperlukan pengurangan volume eritrosit dengan siurea sangat rendah, tetapi risiko yang sebenarnya
cepat, misalnya pada permulaan terapi. Venaseksi belum jelas.
terutama diindikasikan pada pasien berusia muda
dan pasien dengan penyakit ringan. Defisiensi besi Terapifosfor-32
yang diakibatkannya dapat membatasi eritropoiesis.
Sayangnya, venaseksi tidak mengmdalikan jumlah Ini adalah terapi yang sangat baik bagi pasien yang
trombosit. bemsia lebih tua dengan penyakit berat. 32P adalah
emitor-B, dengan waktu paruh 14,3 hari. Zat ini
terkonsentrasi dalam tulang dan mempakan agen
Mielosupresi sitotoksik
mielosupresif yang sangat efektif. Waktu remisi yang
Hidroksiurea harian sangat berguna dalam mengen- lazim setelah satu dosis tunggal adalah 2 tahun. Ke-
dalikan jumlah darah dan mungkin perlu diteruskan khawatiran mengenai perkembangan lanjut menjadi
selama bertahun-tahun (Gb. 17.6). Busulfan (yang leukemia telah membatasi penggunaan obat ini.
Lr:.::
216

lnterferon POLISITEMIA SEKUNDER


Uji klinis interferon-cr telah menunjukkan respons
hematologik yang baik. Diperlukan pengujian yang Penyebab polisitemia sekunder dicantumkan pada
lebih lama untuk menentukan apakah terapi ini Tabel 17.2. Hipoksia akibat penyakit saluran napas
mengubah perjalanan alamiah penyakit. Terapi ini obstruktif kronis adalah salah satu penyebab ter-
kurang nyaman dan sering terjadi efek,gamping. In- sering, dan pengukuran saturasi oksigen arteri
terferon-o, mungkin sangat berguna untuk mengen- sangat berguna. Penyebab sekresi eritropoietin yang
dalikan rasa gatal. tidak sewajamya dari ginjal atau tumor jarang di-
temukan. Pasien dengan hemoglobin afinitas tinggi
seringkali mempunyai riwayat polisitemia. dalam
Perjalanan penyakitdan,pioghosi5i .' , :
keluarga dan bermanifestasi pada usia muda. Masih
diperdebatkan mengenai apakah penderita poli-
Prognosis biasanya baik, dengan harapan hidup me- sitemia yang disebabkan oleh hipoksia atau penyakit
dian 10-16 tahun. Trombosis dan perdarahan adalah jantung sianotik harus diturunkan hematokritnya,
masalah klinis utama. Viskositas yang meningkat, tetapi kadar hematokrit di atas 0,55-0,6 mengganggu
stasis vaskular, dan jumlah trombosit yang banyak hantaran oksigen jaringan.
dapat mendukung timbul-nya trombosis, sedangkan
gangguan fungsi trombosit dapat menyebabkan
perdarahan.
Transisi dari PRV menjadi mielofibrosis terjadi POLISITEMIA RELATIF
pada sekitar 30% pasien dan sekitar 5% pasien
berkembang menjadi leukemia akut. 32P dan busulfan Polisitemia relatif (disebut juga sebagai polisitemia
umumnya dihindari pada subyek y^g lebih berusia yang tampak atau pseudopolisitemia) timbul akibat
muda karena meningkatkan risiko ini. kontraksi volume plasma. Secara definisi, kadar

o
ot 1,5r
i
off EII
g'01
,O 0.5{
z ol
(@*ro"^
ffi.'"'
Ukuran
limpa

22-
,o)
I

Q
ot
ra --.1

o 16-l
=l ta4
'r, )
40-
o
.3 30
o
600 .<
o
x Trombosit X

x820 la', o-'o-'*o 400 '6


l
o.t o'-^.o a
o \oo-o E
o
ic s er4"4=e-",Ro *" a
J
1o zoo F

lllll I I

02468 '10 12
Gambar. 17.6 Respons hematologik terhadap terapi de-
Bulan
ngan hidroksiurea pada polisitemia vera. Hb, hemoglobin
217

TRCV normal. Penyebabnya tidak jelas, tetapi jauh jukkan gejala dan terdiagnosis pada pemeriksaan
lebih sering ditemukan daripada PRV. Polisitemia hitung darah rutin. Trombosis dapat terjadi pada
relatif terutama terjadi pada pria berusia muda atau sistem vena atau arteri (Gb. 17.4b), sedangkan
usia pertengahan dan dapat disertai masalah kardio- perdarahan yang terjadi akibat fungsi trombosit yang
vaskular, misalnya hipertensi (sindrom Gaisbock), abnormal dapat menyebabkan timbulnya perdarah-
iskemia miokard, atalr serangan iskemik sementara an kronis atau akut. Gejala yang khas adalah
pada otak. Terapi diuretik, perokok berat, dan kon- eritromelalgia, yaitu rasa terbakar pada tangan atau
sumsi alkohol adalah kaitan yang sering ditemukan. kaki yang segera mereda dengan pemberian aspirin.
Pengujian venaseksi untuk mempertahankan kadar Hingga 40% pasien akan mengalami splenomegali
hematokrit antara 0,45-0,47 saat ini sedang di- yang teraba, sedangkan pada pasien lain mungkin
lakukan. terjadi atrofi limpa karena infark. Trombosit besar
yang abnormal serta fragmen megakariosit dapat
ditemukan pada sediaan hapus darah (Gb. 17.7).
DIAGNOSIS BANDING POLISITEMIA Sumsum tulang mirip dengan pada PRV, tetapi
biasanya terdapat megakariosit abnormal yang
Pendekatan yang rasional diperlukan untuk meng- berlebihan. Pemeriksaan sitogenetika dan analisis
evaluasi pasien yang datang dengan kadar hemoglo- molekular untuk gen fusi BCR-ABL dilakukan untuk
bin yang tinggi. Apabila polisitemia tersebut menyingkirkan leukemia mieloid kronis. Keadaan ini
menetap, pemeriksaan dengan eritrosit berlabel slCr harus dibedakan dari penyebab peningkatan hitung
untuk mengukur TRCV dan 12sl-albumin untuk trombosit yang lain (Tabel 17.4).Uji fungsi trombosit
mengukur volume plasma sangat penting dilakukan. (hal. 2a3) selalu abnormal, yang terutama khas
Apabila keduanya memastikan polisitemia absolut, adalah kegagalan agregasi dengan adrenalin.
maka pasien tersebut harus diperiksa untuk
mengetahui adanya PRV. Sebagaimana hitung darah
lengkap, skor NAR biopsi trephin aspirat sumsum
tulang, dan ultrasonografi abdomen untuk menilai P.engObatan
ukuran limpa dan untuk mendeteksi kelainan ginjal
sangat berguna untuk dilakukan (Tabel 77.3). Prinsiphya adalah mengendalikan jumlah trombosit
Apabila semuanya terbukti negatif, carilah adanya untuk menurunkan risiko trombosis yang merupa-
penyakit paru atau jantung, periksa PO, arteri dan kan masalah klinis utama. Pasien ditempatkan dalam
pertimbangkan pemeriksaan kurva disosiasi oksigen kelompok risiko menurut usia, ukuran trombosit,
dan elektroforesis hemoglobin (Hb). Yang terakhir, dan episode trombosis atau perdarahan sebelumnya.
carilah adanya tumor yang mensekresi eritropoietin Risiko trombosis bergantung pada faktor risiko lain
dengan ultrasonografi ginjal dan limpa, CT scan, atatr
seperti riwayat merokok serta hipertensi, dan
pencitraan resonansi magnetik (MRI). Kadar eritro-
pengobatan harus mempertimbangkan risiko-risiko
poietin serum juga berguna dalam skrining tumor.
tersebut. Pada pasien berisiko tinggi, tujuannya
adalah mempertahankan hitung trombosit di bawah
600 x 10el1. Hidroksiurea mungkin merupakan
TROMBOSITEMIA ESENSIAL pengobatan yang paling banyak dipakai, walaupun
interferon-cx, juga berguna pada pasien yang berusia
Pada keadaan ini terdapat peningkatan jumlah lebih muda. Peran anagrelide (yang sangat efektif
trombosit yang menetap karena proliferasi mega- dalam menurunkan jumlah trombosit) sedang dinilai
kariosit dan produksi trombosit berlebihan. dalam berbagai uji klinis. Busulfan dan 32P dulu
Gambaran diagnostik utama adalah hitung trombosit
digunakan, tetapi sekarang tidak disukai karena
>600 x 10ell yang menetap, tetapi penyebab kenaikan
terdapat kemungkinan komplikasi jangka panjang.
jumlah trombosit yang lain harus disingkirkan dulu
Feresis trombosit mungkin berguna dalam penata-
sebelum diagnosis ditegakkan.
laksanaan jangka pendek. Aspirin biasa dipakai
untuk menurunkan risiko trombosis, dan pada
Tgmua'n klinis dan,lab0iat6rium," pasien berusia kurang dari 60 tahun tanpa riwayat
trombosis atau perdarahan sebelumnya dan trom-
Gambaran klinis yang terpenting adalah trombosis bosit <1000 x 10e /1, aspirin mungkin merupakan
dan perdarahan. Banyak kasus yang tidak menun- pengobatan terpilih.
lf,l:r:r
218 Kapita Selekta llet*atologi

,,: bingungkan, penyakit ini mempunyai banyak nama-


mielofibrosis idiopatik; rnielosklerosis; metaplasia
mieloid agnogenik; atau mielofibrosis dengan meta-
,:1 plasia mieloid (MMM).
u. ,' Fibrosis sllmsLrm tulang terjadi akibat hiperplasia
1a megakariosit abnormal. Diperkirakan fibroblast
dirangsang oleh faktor pertnmbuhan yang berasal
ta. dari trombosit dan protein lain yang disekresi oleh
* v-,f ,
%3,w megakariosit dan trombosit.
3e
e"*
Sepertiga atau lebih pasien mempunyai riwayat
PRV sebelumnya dan beberapa pasien datang
\. .3 dengan gambaran klinis dan iaboratorium dari
.. iF
kedua kelainan tesebut.
Gambar. 17.7 Sediaan hapus darah tepi pada trombositemia esensial
menunjukkan jumlah trombosit yang meningkat dan fragmen megakariosit yang
berinti. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-40). r Gambaran klinis

1 Awitan tersembunyi lazim terjadi pada orang tua


Tabel 17.4 Penyebab peningkatan jumlah trombosit dengan gejala anemia.
2 Cejala-gejala akibat splenomegali masif (misal
Reaktil rasa tidak enak di perllt, nyeri, atau ganggltan
Perdarahan, trauma, pasca-operasi pencernaan) sering terjadi; splenomegali merupa-
Defisiensi besi kronis kan temuan fisik utama (Gb. 17.3b).
Keganasan :
3 Gejala hipermetabolik seperti penurunan berat
lnleksi kronis badan, anoreksia, demam, dan keringat malam
Penyakit jaringan ikat, misalnya artritis reumatoid sering terjadi.
Pasca-splenektomi 4 Masalah perdarahan, nyeri tulang, atau gout
terjadi pada sebagian kecil pasien.
Endogen
Mielofibrosis dan leukemia mieloid kronis me-
Trombositemia esensial
nyebabkan sebagian besar kasus pembesaran limpa
Pada beberapa kasus polisitemia vera, mielolibrosis, dan leukemia
masif (>20 cm) di Inggris dan Amerika Utara (lihat
mieloid kronis
Tabel22.6).

Temuan laboratorium
Perjalanan penyakit
Anemia serig ditemukan, tetapi kadar hemoglo-
Penyakit seringkali menetap selama 10-20 tahun atau bin yang normal atau meningkat mungkin di-
lebih. Pasien mungkin mengalami transformasi jumpai pada beberapa pasien.
menjadi mielofibrosis setelah beberapa tahun; risiko Jumlah leukosit dan trombosit seringkali tinggi
transformasi menjadi leukemia akut relatif rendah pada saat berobat. Pada penyakit yang lebih lanjut,
(<s%). sering terjadi leukopenia dan trombositopenia.
Dijumpai sediaan hapus darah yang leukoeritro-
blastik. Eritrosit menunjukkan poikilosit " tear drop
(air mata)" yang khas (Gb. 17.8).
MIELOFIBROSIS Sttmsum tulang tidak dapat diperoleh melalui
aspirasi. Biopsi trephin (Gb. 17.5b) menunjukkan
Gambaran mielofibrosis yang utama adalah fibrosis slrmsum tulang yang fibrotik dan hiperselular.
generalisata progresif pada sumsum tulang disertai Sering ditemukan peningkatan kadar megakario-
hemopoiesis di limpa dan hati (dikenal sebagai meta- sit. Pada 107o kasus, terdapat peningkatan pem-
plasia mieloid). Secara klinis, hal ini menyebabkan bentukan tulang dengan peningkatan densitas
anemia dan hephtosplenomegali masif. Yang mem- tulang pada foto Rontgen.
rAHinari iii'lerobroiifsrarif
219

' j'o weffi

.&* ##*#ff#re*k*r.*;6q
"ttu^ & ffiW#ry*,
olx&#

:wffiwxw-#
r& *p-wr
*u-ww*
a# ff''''u*F
Gambar. 17.8. Sediaan hapus darah tepi pada mielo-
fibrosis. Perubahan leukoeritroblastik dengan sel ,,lear drop,
dan eritrosit berinti. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-40).
b"* T
YAywwr,y#*::i_ -;
5 Lazim ditemukan kadar folat serum dan eritrosit infeksi, dan transformasi leukemik. Kadar hemoglo_
yang rendah, peningkatan vitamin 8,, serum dan bin yang kurang darj
daya ikat vitamin B,r, serta skor fosfatase alkali ]0 g/dl, jumtah leukosit ying
kurang dari 4 atau lebih dari 30 x I}s /1, serta adanyf
netrofil (NAP) yang meningkat. kromosom yang abnormal dikaitkan dengan progno_
6 Kadar urat, laktat dehidrogenase (LDH), dan sis yang lebih buruk.
hidroksibutirat dehidrogenase serum yang tinggi
mencerminkan perputaran sel hemopoietik yang
meningkat tetapi sebagian besar tidak efektlf. Mastositosis sistemik
LDH serum normal pada pRV.
7 Transformasi menjadi leukemia mieloid akut Penyakit ini disebabkan oleh proliferasi neoplastik
pada 10-20% pasien. kronis sel mast yang biasanya melibatkan sLtmsum
j1n1rng, limpa, kelenjar getah bening, dan
l.,l.l"q,-
kulit. Ktilit biasanya menunjukkan urtikaria pigmen_
Pengobatan
tosa. Gejala dihubungkan dengan pelepasan hista_
min dan prostaglandin, yang meliputi kemerahan,
Pengobatan bersifat paliatif dan ditujukan untuk gatal, nyeri perut, dan bronkospasme.
mengurangi efek anemia dan splenomegali. Trans_ lasa .
Perjalanan klinis penyakit ini dapat indolen atan
fusi darah dan terapi asam folat regular digunakan agresif. Mastositosis sistemik dapal berakhir sebagai
pada pasien anemia berat. Hidroksiurei dapat leukemia mieloid akut. pengobatan adalah dengL
membantu mengurangi splenomegali dan gelala antagonis histamin H, dan H' pengendalian proli_
hipermetabolik. Splenektomi dipertimbangian ferasi sel mast (misalnya dengan-interferonlalfa,
untuk pasien dengan splenomegali simtomatik yang hidroksiurea, dan 2-klorodeoksiadenosin) dapat
berat-rasa tidak nyaman yang bersifat mekanis, menolong pada beberapa kasus.
trombositopenia, hipertensi portal, kebutuhan
transfusi yang berlebihan atau gejala hipermetabolik.
Radiasi limpa merupakan suatu alternatif, tetapi
biasanya hanya mengurangi gejala selama 3-6 bulan. KEPUSTAKAAN
Alopurinol diindikasikan pada hampir semlla pasien
untuk mencegah timbulnya gout dan nefropati urat Bain B.J. (1999) Systemic mastocytosis and other mast cell
akibat hiperurikemia. Transplantasi rei induk neoplasms. Br. l. Hnemntol. 106, g-17.
alogenik saat ini masih bersifat eksperimental, tetapi Dupriez B. et. al. (1996) prognositc factors in agnogenic
myeloid metaplasia: a report on 195 cases with a-new
mungkin bersifat kuratif untuk pasien usia muda.
scoring system. Blood 88, j 013_18.
Harapan hidup rata-rata adalah sekitar 3,5 tahun, Harrison C.N., Gale R.E., Machin S.J. and Linch D.C. (1999)
dan penyebab kematian meliputi gagal jantung, A large proportion of patients with a diagnosis of essen_
n0

tial thrombocythemia do not have a clonal disordei and Reilly J.T. (1997) Idiopathic myelofibrosis: patho-genesis,
may be at a lower risk of thrombotic complications' Blood aniural history and management. Blood Reo' TL, 233.
93,417-24. Silver R.T. (1997) Interferon-alfa: effects of long-term treat-
Michiels JJ. (1996) The myeloproliferative disorders' Lezk' ment for polycythaemia vera. Semin Haematol.34,40-50'
Lymph.XzS,t-4. Tefferi A. (ZOOO) trrtyelofibrosis with myeloid metaplasia' N'
Engl. I. Med. 342, 1255-65.
Naiean Y.'and Rai I'D. (L997) Treatment of polycythaemia
vera - the use of hydroxyurea and pipobroman in 292 Teffeii A., Mesa R.A., Nagorney D'M. et al. (2000) Splenec-
patients under the age of 65 yeats. Blood 90,3370'7 ' tomy in myelofibrosis with myeloid metaplasia: a single
naaia p. and PearsontC. (1999) The management of pri- institution experience with 223 patients. Blood 95,2226-
mary thrombocythemia. CME Bull. Haematol' 2,35-9' 33.
BAB'18

Trombosit, pembekuan darah,


dan hemostasis
Trombosit, 221 Respons hemostasis, 230
Pembekuan darah,225 Pemeriksaan fungsi hemostasis, 231
Fibrinolisis, 229

Mekanisme yang efisien dan cepat untuk menghenti- mikrovesikel dalam sitoplasma sel yang menyatu
kan perdarahan dari lokasi kerusakan pembuluh membentuk membran pembatas trombosit. Tiap
darah sangat penting dilakukan untuk bertahan megakariosit bertanggung jawab untuk menghasii-
hidup. Walaupun demikian, respons seperti itu harus kan sekitar 4000 trombosit. Interval waktu semenjak
dikendalikan secara ketat untuk mencegah ter- diferensiasi sel induk manusia sampai prodr.rksi
bentuknya bekuan yang luas dan untuk memecah trombosit berkisar sekitar 10 hari.
bekuan tersebut begitu kerusakan telah diperbaiki. Trombopoietin adalah pengatur utama produksi
Oleh karena itu, sistem hemostasis mencerminkan trombosit dan dihasilkan oleh hati dan ginjal.
keseimbangan antara mekanisme prokoagulan dan Trombosit mempunyai reseptor untuk trombopoietin
antikoagulan yang dikaitkan dengan proses untuk (C-MPL) dan mengeluarkannya dari si*ulasi,
fibrinolisis. Kelima komponen utama yang terlibat karena itu kadar trombopoietin tinggi pada trombo-
adalah trombosit, faktor koagulasi, inhibitor koagu- sitopenia akibat aplasia slrmslrm tulang dan sebalik-
lasi, fibrinolisis, dan pembuluh darah. nya. Trombopoietin meningkatkan jumlah dan kece-
patan maturasi megakariosit. Penelitian trombo-
poietin sedang dijalankan. Jumlah trombosit mulai
meningkat 6 hari setelah dimulainya terapi dan tetap
TROMBOSIT tinggi selama 7-10 hari. Interleukin-11 (IL-11) juga
dapat meningkatkan trombosit dalanl sirkulasi dan
Produksi trombosit sedang memasuki uji klinis. Kedua obat tersebut
belum tersedia dalam praktek klinik mtin.
Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang melalui Jumlah trombosit normal adalah sekitar 250 x
fragmentasi sitoplasma megakariosit. Prekursor 1O'qll (rentang 150-400 x 70r/t) dan lama hidup
megakariosit-megakarioblast-muncul melalui proses trombosit yang normal adalah 7-10 hari. Hingga
diferensiasi dari sel induk hemopoietik (Gb. 18.1). sepertiga dari trombosit keluaran slrmsum tulang
Megakariosit mengalami pematangan dengan dapat terperangkap dalam limpa yang normal, tetapi
replikasi inti endomitotik yang sinkron, memper- jumlah ini meningkat menjadi 90% pada kasus
besar volume sitoplasma sejalan dengan penam- splenomegali berat (hal. 242).
bahan lobus inti menjadi kelipatan duanya. pada
berbagai stadium dalam perkembangannya (paling
banyak pada stadium inti delapan), sitoplasma men- Struktur trombosit
jadi granular dan trombosit dilepaskan (Gb. 18.1).
Satu megakariosit poliploid matur terlihat pada Gb. Ultrastruktur trombosit digambarkan pada Gb. 18.3.
18.2. Produksi trombosit mengikuti pembentukan Clikoprotein permukaan sangat penting dalam

221
i''::,:':i i f: : i,:'.'rl:
222 Kapita $elekta Hemaiolggi

Produt(si trombo* |

G'"",r""l
l- sitoplasma
I I

+ @ --+ t"?

'+ ffi rrr+


:-?
-=l>
oo

@
9P o-^

:--) oo ^
ooo-o
-+ --+ o oo
qq oo
ogo o
r--) o oo"_" Gambar. 18.1 Diagram sederhana untuk menggambarkan
o produksi trombosit dari megakariosit. (Lihat Gambar
Berwarna hal. A-41).

H,'

;,'.w
(a) (b)

Gambar. 18.2 Megakariosit: (a) bentuk imatur dengan sitoplasma basofllik, (b) bentuk matur dengan banyak lobus inti dan granulasi sitoplasma yang nyata. (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-41).

reaksi adhesi dan agregasi trombosit yang merupa- penting dalam konversi faktor koagulasi X menjadi
kan kejadian awal yang mengarah pada pemben- Xa dan protrombin (faktor II) menjadi trombin
tukan sumbat trombosit selama hemostasis. Adhesi (faktor IIa) (lihat Gb. 18.6).
pada kolagen difasilitasi oleh glikoprotein Ia (GPIa). Di bagian dalam trombosit terdapat kalsium,
Glikoprotein Ib (terganggu pada sindrom Bernard- nukleotida (terutama adenosin difosfat (ADP) dan
Soulier) dan IIblIIIa (terganggu pada trombastenia) adenosin trifosfat (ATP), dan serotonin yang ter-
penting dalam perlekatan trombosit pada faktor von kandung dalam granula padat elektron. Granula cr
Willebrand (VWF) dan karenanya juga perlekatan spesifik (lebih sering dijumpai) mengandung
pada subendotel vaskular (Gb. 18.4). Tempat peng- antagonis heparin, faktor pertumbuhan yang berasal
ikatan untuk IIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk dari trombo sit (platelet-deriaed growth factor, PDGF), B-
fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit- tromboglobulin, fibrinogen, vWF, dan faktor pem-
trombosit. bekuan lain. Granula padat lebih sedikit jumlahnya
Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam dan mengandung ADP, ATP, S-hidroksitriptamin (5-
trombosit untuk membentuk suatu sistem membran HT), dan kalsium. Organel spesifik lain meliputi liso- rrl
::
(kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan som yang mengandung enzim hidrolitik dan perok-
reaktif yang luas tempat protein koagulasi plasma sisom yang mengandung katalase. Selama reaksi
diabsorpsi secara selektif. Fosfolipid membran (yang pelepasan yang dijabarkan di bawah ini, isi granula
dulu dikenal sebagai faktor trombosit 3) sangat dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular.
223

Gambar. lS.3.Ultrastruktur trombosit. ADB adenosin difoslaliPF, platelet factor, faktor trombosit; vWF, faktor von Willebrand.

Gambar. 18.4 Adhesi trombosit. Pengikatan glikoprotein (GP) lb (yang terdiri dari empat protein GPlba,, GPlbP, GPIX, GPV) pada faktor von Willebrand menyebabkan
adhesi pada subendotel dan juga memajankan tempat pengikatan pada GPllb/llla (integrin o,,00.) pada librinogen serla faklorvon Willebrand, yang menyebabkan
agregasi trombosit. GPla memungkinkan adhesi langsung pada kolagen.

Beberapa prptein permukaan trombosit telah ter- Fungsi utama trombosit adalah pembentukan
bukti merupakan antigen penting dalam auto- sumbat mekanik selama respons hemostasis normal
imunitas yang spesifik terhadap trombosit dan terhadap cedera vaskular. Tanpa trombosit, dapat
disebut sebagai antigen trombosit manusia (human terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh
darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi,
platelet antigen, HPA). Pada sebagian besar kasus,
agregasi, dan fusi serta aktivitas prokoagulannya
terdapat dua alel berbeda, yang disebut alel a ataub,
sangat penting untuk fungsinya.
misalnya HPA-1a. Trombosit juga mengekspresikan
antigen ABO dan antigen leukosit manusia (human
Adhesi dan agregasi trombosit sebagai respons ffi
leucocyte antigen, HLA) klas I, tetapi tidak meng- ffi
tr
terhadap cedera vaskular ffi
ekspresikan HLA klas II.
Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat ffi
pada jaringan ikat subendotel yang terbuka. Mikro. G
224 . , ,.,.' rapni$lr;na:iii i

I Sel endotel I ltr.mb""it]


Fosfolipid Fosfolipid
. t- t-

IlU""r"lp"-J
lLree&ae!e-)
+
Asam arakidonat Asam arakidonat
t-
ri: l@@ +--
| (Srk/o-oksrgenase)

Endoperoksida Endoperoksida
(PGG, dan PGH. (PGG, dan PGHr,
t-
lf Prosfaslk/ln \ I [Tmmboksan \
l\:rg:e-J
Y. iU!:L-J
Prostasiklin Tromboksan A,
ArP I
;::r\ I Gambar. 18.5 Sintesis prostasiklin dan tromboksan. Efek
yang berlawanan dari kedua zat ini diperantarai oleh
perubahan dalam konsentrasi adenosin monofosfat siklik
:rt,.:
l{i (cAMP) trombosit melalui stimulasi atau penghambatan
iill i enzim adenilat siklase. cAMP mengendalikan konsentrasi
ion kalsium bebas dalam trombosit yang penting dalam
AMP proses adhesi dan agregasi. Kadar cAMP yang tinggi

\ menyebabkan kadar ion kalsium bebas yang rendah serta


mencegah agregasi dan adhesi. ATP, adenosin trifosfat; Ca,
Menurunkan Ca2'
kalsium; PG, proslaglandin (G, dan H,).

fibril subendotel mengikat multimer VWF yang lebih granula cx, yang spesifik untuk trombosit. Pelepasan

besar, yang berikatan dengan kompleks Ib membran VWF dari sel endotel terjadi di bawah pengaruh
trombosit (Gb. 18.4). Di bawah pengaruh tekanan beberapa hormon. Stress dan olahraga atau pem-
shear stress,trombosit bergerak di sepanjang permu- berian infus adrenalin atau desmopresin (1-deamino-
kaan pembuluh darah sampai GPIa/IIa (integrin 8-D-arginin vasopresin, DDAVP) menyebabkan
or0,) mengikat kolagen dan menghentikan trans- peningkatan yang cukup besar dalam kadar VWF
lokasi. Setelah adhesi, trombosit menjadi lebih sferis dalam darah.
dan menonjolkan pseudopodia-pseudopodia panjang,
yang memperkuat interaksi antar trombosit yang
Reaksi pelepasan trombosit
berdekatan. Aktivasi trombosit kemudian dicapai
melalui glikoprotein IIblIIIa (integrin a,*0r) yang Pemajanan kolagen atau kerja trombin menyebabkan
mengikat fibrinogen untnk menghasilkan agregasi sekresi isi granula trombosit, yang meliputi ADP, se-
trombosit. Kompleks reseptor IIb/IIIa juga mem- rotonin, fibrinogen, enzim lisosom, B-tromboglo-
bentuk tempat pengikatan sekunder dengan vWF bulin, dan faktor penetral heparin (faktor trombosit,
yang menyebabkan adhesi lebih lanjut.
faktor trombosit 4). Kolagen dan trombin mengaktif-
kan sintesis prostaglandin trombosit. Terjadi =i
l!
r;r Faktor aon Willebrand (VWF) terlibat dalam adhesi
i
pelepasan diasilgliserol (yang mengaktifkan fosfo- iir:

iiii trombosit pada dinding pembuluh darah dan pada rilasi protein melalui protein kinase C) dan inositol
lil trombosit lain (agregasi). VWF juga membawa faktor trifosfat (yang menyebabkan pelepasan ion kalsium
il* Vil (lihat di bawah) dan dulu dikenal sebagai anti- intrasel) dari membran, yang menyebabkan pemben-
i$ gen yang terkait dengan faktor VIII (VIII-Rag). Faktor tukan suatu senyawa yang labil yaitu tromboksan A'
i:ii ini adalah molekul multimerik besar yang kompleks yang menurunkan kadar adenosin monofosfat siklik
$ (berat molekul (BM) 0,8-20 x 105) yang tersusun atas (cAMP) dalam trombosit serta mencetuskan reaksi
lii beberapa rantai subunit yang bervariasi dari dimer pelepasan (Gb. 18.5). Tromboksan A, tidak hanya
r:i GM 5 x 105) sampai multimer (BM 20 x 106) yang memperkuat agregasi trombosit, tetapi juga mem- ':
a: terikat dengan ikatan disulfida. VWF dikode oleh punyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat. Reaksi
gen pada kromosom 12 dan disintesis oleh sel
ir suatu
endotel dan megakariosit. VWF disimpan dalam
pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan
i; kadar cAMP trombosit. Salah satu zatyangberftingsi
i; badan Weibel-Palade pada sel endotel dan dalam demikian adalah prostasiklin (PGIr) yang disintesis
,.tE
iri=:1fii$ii:::l{,$,{ $['i.[,i,,: ;liiriiii;ii,= tltiil

ww' Kontak
. I Cedera
I
I
I Pembuluh darah :

{*rI
I+- rFVila ---->l<-- Xla
I

,vA *,
lAt
trt
lrpnt
l<- .'q-
Vttla txa
l-
+ 4-t*vtttffiffi
Gambar. 18.6 Jalur koagulasi darah yang dimulai oleh
lakor jaringan (tissue factor, TF) pada permukaan sel. Jika
plasma mengalami kontak dengan TE faktor Vll berikatan
dengan TF. Kompleks TF dan laktor Vll aktil (Vlla) meng-
aktifkan faktor X dan lX. lnhibitor jalur TF (TFPI) adalah in-
hibitor yang penting terhadap TF/Vlla. Kompleks faktor

,----i -------i I
Vllla-lXa sangat memperkuat pembentukan laktor Xa dari
X. Pembentukan trombin dari protrombin oleh kerja
:VY
i wwwffi
VrWW
Xll -i-+ tr{
xilta - -
kompleks laKor Xa-Va menyebabkan terbentuknya fibrin.
Trombin juga mengaktilkan laktor Xl (garis putus-putus), V,
dan Xlll. Trombin memecah laktor Vlll dari faktor von
Willebrand (vWF) yang membawanya, sangat mening-
Wffi katkan pembentukan Vllla-lXa, dan juga Xa-Va. Hijau
muda, protease serin; kuning, kofaKor.

oleh sel endotel vaskular. Prostasiklin merupakan in- (II). Permukaan fosfolipid membentuk cetakan yang
hibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah ideal untuk konsentrasi dan orientasi protein-protein ta:;

deposisi trombosit pada endotel vaskular normal' tersebut yang penting. -:i:i:

Agregasi trombosit Agregasi trombosit ireversibel

ADP dan tromboksan A, yang dilepaskan menyebab- Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan
kan makin banyak trombosit yang beragregasi pada selama reaksi pelepasan, dan protein kontraktil
tempat cedera vaskular. ADP menyebabkan trom- trombosit menyebabkan fusi yang ireversibel pada
bosit membengkak dan mendorong membran trom- trombosit-trombosit yang beragregasi pada lokasi
bosit pada trombosit yang berdekatan untuk melekat cedera vaskular. Trombin juga mendorong terjadinya
satu sama lain. Bersamaan dengan itu, terjadi reaksi fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat t
pelepasan lebih lanjut yang melepaskan lebih banyak stabilitas sumbat trombosit yang terbentuk.
ADP dan tromboksan A, yang menyebabkan agre-
gasi trombosit sekunder. Proses umpan balik positif Faktor pertumbuhan
ini menyebabkan terbentuknya massa trombosit
PDGF yang ditemukan dalam granula spesifik me-
yang cukup besar untuk menyumbat daerah keru-
rangsang sel-sel otot polos vaskular untuk memper-
sakan endolel.
banyak diri, dan ini dapat mempercepat penyem-
buhan vaskular setelah cedera.
Aktivitas prokoagulan trombosit
Setelah agregasi trombosit dan pelepasan tersebut,
fosfolipid membran yang terpajan (faktor trombosit, PEMBEKUAN DARAH
platelet factor 3) tersedia untuk dua jenis reaksi dalam
kaskade koagulasi. Kedua reaksi yang diperantarai
fosfolipid ini bergantung pada ion-kalsium. Reaksi Kaskade koagulasi
pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa, dan X
dalam pembentukan faktor Xa (Gb. 18.6). Reaksi Pembekuan darah melibatkan suatu sistem ampli-
kedua (protrombinase) menghasilkan pembentukan fikasi biologik; pada sistem ini zat-zat pencetus yang
trombin dari interaksi faktor Xa,Ya, dan protrombin relatif sedikit secara berurutan mengaktifkan suatu
' ' ' :.1
iitita $i. ii;mliirosi

Lokasi serin lXa aktiJ


menyerang di sini
Rantai ringan

Rantai berat

Faktor X Faktor Xa Gambar. 18.7 Aktivitas protease serrn (Se). Contoh ini menunjuk-
BM: 66666 kan aktivasi faktor X oleh laktor lX.

Tabel 18.1 Faktor-faktor pembekuan


faktor pembekuan adalah prekLrrsor atau kofaktor
Faktor Nama deskriptil
enzim (Tabel 18.1). Semua enzim tersebut (kecuali
Bentuk aktif
faktor XIII) adalah protease serin; kemampuannya
I Fibrinogen Subunit fibrin untuk menghidrolisis ikatan peptida bergantung
ll Protrombin Protease serin pada asam amino serin yang terletak di pusatnya
lll Fahor jaringan Reseptor/kofaktor- yang aktif (Gb. 18.7). Skala amplifikasi yang dicapai
V Faktor labil Kofaktor pada sistem ini cukup dramatis, misalnya 1 mol
Vll Prokonvertin Protease gedn faktor XI aktif melalui aktivasi faktor IX, X, dan
Vlll Faktor antihemofilik Kofahor l
protrombin secara berurutan dapat menghasilkan
lX Faktor Chrislmas Protease serin hingga 2 x 108 mol fibrin.
X , ir Faktor Sluart-Prower Protease serin
Koagulasi diperkirakan dicetuskan secara in aiao
Xl Prekursor tromboplastin Protease sgrin
oleh faktor jaringan, yang ditemukan pada
plasma (plasrna thrombo- permukaan jaringan perivaskular, terikat pada faktor
plastin antecedenl koagulasi VII (Gb. 18.6). Hal ini mengaktifkan faktor
Xll Faktor (kontak) Hageman Protease serin VII yang kemudian mengaktifkan faktor IX dan X.
Xttt Faktor penstabil fibrin Transglutaminase Aktivasi faktor X menyebabkan dihasilkannya
Prekalikrein (faktor Fletcher) Protease serin sejumlah kecil trombin yang mengampliJikasi proses
HMWK (faktor Fitzgerald) Kofaktor' koagulasi dengan mengaktifkan kofaktor V dan VIII
(Cb. 18.6). Jalur amplifikasi yang melibatkan faktor
-Aktif VIII dan IX ini m'empertahankan peran dominan
tanpa modilikasi proteolitik,
untuk memperkuat pembentukan faktor X aktif.
HMWK, h/gh molecular weight kinlnogen, kininogen dengan berat molekul
tinggi
Trombin juga mengaktifkan faktor XI, yang mening-
katkan produksi faktor IX aktif.
Faktor koagulasi VIII adalah protein berantai
tunggal dengan BM 350.000 (Gb. 18.8). protein ini
kaskade protein prekursor yang bersirkulasi (enzim- dikode oleh gen berukuran 186 kb yang terletak pada
enzim faktor koagulasi) melalui proteolisis, yang lengan panjang (regio q2.8) kromosom X. Faktor VIII
memuncak pada pembentukan trombin; trombin, terikat pada VWF dalam plasma. Faktor ini disintesis
dan pada gilirannya, merubah fibrinogen plasma di dalam hati oleh hepatosit.
yang terlarut menjadi fibrin (Gb. 18.6). Fibrin Dalam jalur "klasik" yang diformulasikan untuk
merangkap agregat trombosit pada tempat-tempat menjelaskan hasil pengujian koagulasi secara in uitro,
cedera vaskular dan merubah sumbat trombosit pencetusan jalur tersebut memerlukan reaksi kontak
primer yang tidak stabil menjadi sumbat hemostatik antara faktor XII, kalikrein, dan kininogen berbera(
akhir yang padat dan stabil. Daftar faktor koagulasi molekul tinggi (HMWK) yang menyebabkan aktivasi
tampak pada Tabel 18.1. faktor XL Walaupun demikian, tidak adanya per-
Bekerjanya kaskade enzim ini memerlukan kon- darahan abnormal pada individu-individu dengan
sentrasi lokal faktor-faktor koagulasi pada tempat defisiensi herediter faktor-faktor kontak tersebut
cedera. menunjukkan bahwa reaksi ini tidak diperlukan
Reaksi yang diperantarai-permukaan terjadi pada untuk koagulasi fisiologis in aiao.
kolagen yang terpajan, fosfolipid trombosit, dan Faktor XI tampaknya tidak berperan dalam pen-
faktor jaringan. Dengan pengecualian untuk fibrino- cetusan koagulasi fisiologis. Faktor ini berperan
gen/ yang merupakan subunit bekuan fibrin, faktor- sebagai suplemen dalam aktivasi faktor IX (lihat di
::. l l.ll .': -.
,1. .. ,. . .: .ili i ir:i::,i l
'.,:, :.
:

:+ :'ri |rr:r:::!?: 227

ri)r
;5
:a Proenzim

Faktor Vll
*{
r,T:bm
,-,1f
E'.1>:
.,/i f ffi='r Peptida sinyal

Faktor Xl t l
* ,,
'..
,r' : }€ + ,m Propeptida

Faktor lX
t*
FrT,nb@
,::.r,;**
E'---.'.-lE
".;11'
: . Domarn Gla

{+ i-."i :i.:,'l*
Faktor X lb@ -,-,-'-: ..*)f Domain EGf

Protrombjn ET,.nb@
++ i;ir"oll
o"'*-.-"'--": {t*{1 Domain sekuens
-.jii*i berulang

Prokofaktor !,,'2.) Domain krinole

#l----
Faktoriarinoan
ffi* Domain
tumpukan asam
amino aromatik
Faktor Vlll
+I --------I >"( Regio aktivasi
proenzim
Faktor V

Domain katalitik
dl:
1:4
Protein pengatur
++ E Domain A

Protein C F€ble
w Domain B

Protein S
+l
f=rrb@ EffM Domain C

Gambar. 1 8'8 Domain enzim-enzim, reseptor, dan kolaktor yang terlibat dalam pembekuan darah dan pengaturannya. Komponen pembekuan
darah adalah proenzim,
prokofaktor, dan protein pengatur. Proenzim (termasuk protein C) mengandung suatu domain kaialitik,
regio aktrvasi,'dan peptida sinyal. protein-proiein yang
bergantung pada vitamin K mencakup suatu propeptida dan domain asam y-karboksiglutamal (Gla). Domain pe-nting
lainnya melipuii domain yang mirip dengan riktoi
pertumbuhan epidermal (epidernal growth factor-tike, EGF domainl, domain kringle, dan domaln
sekuens berulang. Faktor jaringan adalah protJin membra-n integral
yang tidak terkait dengan prolein lain yang dikenal. StruKur laktor V sangat mirip dengan faktor Vlll.
Tempat-temp-at ikatan pept'ida intraselular yang dipecah selima
sintesis ditandai oleh anak panah tipis, dan tempat-tempat ikatan peptida yang dipecah selama aktivasi protein
ditandai oleh anak panah tebal. Domain transmembran
pada faktor jaringan dituniukkan dalam lapisan ganda fosfolipid. (Dari B. Furie dan B.C. Furie 1992,
atas kebaikan New En gtand journat of Medrbrne). (Lihat Gambar
Benruarna hal. A-42).

atas) dan mungkin berperan penting di tempat- trombin, fibrin monomer terdiri atas tiga pasangan
tempat utama terjadinya trauma atau untuk operasi. rantai u, p dan y.
Faktor X aktif (bersama dengan kofaktor V pada Beberapa sifat faktor-faktor koagulasi dicantum-
permukaan fosfolipid dan kalsium) mengubah pro- kan dalam Tabel 18.2. Aktivitas faktor II, VII, IX, dan ::it:,

trombin menjadi trombin. Trombin menghidrolisis fi- X bergantung pada vitamin K, yang bertanggung
brinogen, melepaskan fibrinopeptida A dan B untuk jawab untuk karboksilasi sejumlah residu asam
membentuk fibrin monomer (Gb. 18.9). Fibrin mono- glutamat terminal pada tiap molekul tersebut (lihat
mer berikatan secara 'spontan melalui ikatan Gb.20.7).
hidrogen Llntuk membentuk suatu fibrin polimer Faktor koagulasi protease serin bersama dengan
yang longgar dan tidak larut. Faktor XIII juga diaktif- faktor koagulasi dari sistem fibrinolitik (lihat hlm.
kan oleh trombin bersama dengan kalsium. Faktor 228) mempunyai derajat homologi yang tinggi dan
XIII aktif menstabilkan polimer fibrin dengan pem- mengandung domain-domain stmktural yang khas
bentukan ikatan silang yang terikat secara kovalen. (Gb. 18.8) seperti kringle yang terkait dengan
Fibrinogen memiliki berat molekul 340.000 dan pengikatan substrat dan residu asam glutamat ter-
terdiri dari dua subunit identik, masing-masing karboksilasi (Gla) yang terikat pada fosfolipid. Selain
mengandung tiga rantai polipeptida yang tidak sama itu juga terdapat regio yang homolog dengan fibro-
(Aa, BB, dan y) yang terikat oleh ikatan disulfida. nektin (regio jari) dan dengan faktor pertumbuhan
Setelah pemotongan fibrinopeptida A dan B oleh epidermal. Walaupun kofaktor faktor V dan VIII
228

Tabel 18.2 Faktor koagulasi

Gambar. 18.9 Pembentukan dan stabilisasi librin.

bukan merupakan enzim protease, faktor-faktor jaringan (tissue factor pathway inhibitor, tFPI) yang
tersebut bersirkulasi dalam bentuk prekursor, yang terdapat dalam plasma dan trombosit dan ter-
memerlukan pemecahan terbatas oleh trombin untuk akumulasi pada lokasi cedera yang disebabkan oleh
ekspresi aktivitas kofaktor secara penuh. aktivasi trombosit lokal. TFPI menghambat Xa dan
VIIa serta faktor jaringan untuk membatasi jalur
utama in aiuo. Terjadi inaktivasi langsung trombin
dan faktor protease serin lainnya oleh inhibitor lain
yang bersirkulasi; di antara inhibitor-inhibitor ter-
Pembekuan darah yang tidak terkendali akan sebut, anti trombin merupakan yang paling kuat.
menyebabkan terjadinya oklusi pembuluh darah Antitrombin menginaktifkan protease serin dengan
yang berbahaya (trombosis) jika mekanisme protektif cara bergabung dengannya melalui ikatan peptida
berikut ini tidak bekerja. untuk membentuk kompleks berberat molekul besar
yang stabil. Heparin memperkuat kerja antitrombin
secara bermakna. Protein lain yaitu kofaktor heparin
lnhibitor faktor pembekuan
II juga menghambat trombin. Alfa;makroglobulirg
Yang merupakan hal penting adalah bahwa efek alfar-antiplasmin, inhibitor Cr-esterase dan or-anti-
trombin terbatas pada lokasi cedera. Inhibitor tripsin juga memberi efek inhibisi pada protease
pertama yang bekerja adalah ffiibitor jalur faktor serin yang bersirkulasi.

lnhibitor
aktivator
plasminogen
jaringan

;:=\.i *,

Gambar. 18.10 Aktivasi dan kerja protein C melalui trombin


yang telah terikat pada lrombomodulin pada permukaan sel
iir' Fi i
endolel. Protein S adalah suatu kolaktor yang memfasilitasi
: pengikatan protein C aktif pada permukaan trombosit.
: : ,l lnaktivasi lakor Va dan Vllla menyebabkan lerhambatnya
::r:llt::r:,r-; pembekuan darah. lnaktivasi. inhibitor aKivator plasmino-
gen (plasninogen activator inhibitor, PAI) jaringan mening-
katkan fibrinolisis.
pBntpkuan dalghi din'hemqstasis 229
triiilol$f

Aktivasi Aktivasi
Protein C dan protein S intrinsik ekstrinsik
Faktor Xlla ) f tPA
Terdapat juga inhibitor kofaktor pembekuan V dan Ka'|ikrein Aktivator mirip urokinase
VIII. Trombin berikatan dengan reseptor permukaan
sel endotel yaitu trombomodulin. Kompleks yang
'1 [' Fibrin

terjadi mengaktifkan protein C yang merupakan pro- Plasminogen 4 ptasmin # I


tease serin tergantung-vitamin K, yang mampu +
menghancurkan faktor V dan VIII yang aktif,
t
StrePtokinase
Produk degradasi fibrin
(Rbrin degradation Products, FDP)
sehingga mencegah pembentukan trombin lebih
lanjut. Kerja protein C diperkuat oleh protein S, yaitu
Gambar. 18.11 Sistem fibrinolitik. tPA, tissue plasminogen activator, aklivalot
suatu protein lain yang bergantung pada vitamin K, plasminogen jaringan.
yang mengikat protein C pada permukaan trombosit
(CU. re.to). Selain itu, protein C aktif meningkatkan
fibrinolisis (lihat di bawah).
setelah stimr"rlus seperti traltma, olahraga, atau stres
Aliran darah emosional. Protein C aktif merangsang fibrinolisis
dengan menghancurkan inhibitor tPA dalam plasma
Pada bagian perifer daerah jaringan yang rusak, (Gb. 18.10). Di sisi lain, trombin menghambat fibrino-
aliran dirah dengan cepat mencapai dilusi dan lisis dengan mengaktifkan inhibitor fibrinolisis yang
penyebaran faktor-faktor aktif sebelum terjadinya diaktifkan trombin (thrombin-actiaated fibrinolysis in-
pembentukan fibrin' Faktor-faktor yang aktif hibitor, TAFI).
dihancurkan oleh sel-sel parenkim hati dan massa Obat-obat fibrinolitik dipakai secara luas dalam
berupa partikel disingkirkan oleh sel Kupffer dan sel- praktek klinik. tPA terapeutik telah disintesis meng-
sel retikuloendotel lainnYa. gunakan teknologi rekombinan DNA. Streptokinase
(suatu zat daribakteri) adalah peptida yang dihasil-
Plasmin dan produk pemecahan fibrin kan oleh Streptococcus hemolytictrs dan membentuk
kompleks dengan plasminogen, yang mengubah
Pembentukan plasmin pada tempat terjadinya
molekul plasminogen lain menjadi plasmin' Uroki-
cedera juga membatasi besarnya trombus yang ter-
nase adalah suatu tPA yang mula-mula diisolasi dari
bentuk (lihat di bawah). Produk pemecahan fibri-
urine manttsia.
nolisis merupakan inhibitor kompetitif terhadap
Plasmin mampu memecah fibrinogen, fibrin,
trombin dan polimerisasi fibrin' Secara normal, cx'r-
faktor V VIII, serta banyak protein lain. Pemecahan
antiplasmin menghambat semua plasmin bebas
ikatan peptida pada fibrin dan fibrinogen menghasil-
lokal.
kan berbigai produk pemecahan (degradasi) (Gb'
18.11). Fragmen terkecil D dan E dapat dideteksi
dalam jumlah besar dalam plasma pasien dengan
FIBRINOLISIS koagulasi intravaskular diseminata (lihat hal. 252)'

Fibrinolisis (seperti juga koagulasi) adalah respons


lnaktivasi plasmin
hemostatik yang normal terhadap kerusakan vas-
kular. Plasminogen (suatu proenzim B-globulin
dalam darah dan cairan jaringan) diubah menjadi Aktivator plasminogen jaringan diinaktifkan oleh in-
plasmin (suatu protease serin) oleh aktivator-akti- hibitor aktivator plasminogen (plasminogen actiantor
vator, baik dari dinding pembuluh darah (aktivasi inhibitor,PAI). Plasmin yang bersirkulasi diinaktif kan
intrinsik) atau dari jaringan (aktivasi ekstrinsik) (Gb' oleh inhibitor-inhibitor kuat yaitu ur-antiplasmin dan
18.11). Jalur yang terpenting terjadi setelah pelepasan
u,-makroglobulin'
aktivaior plasminogen jaringan (tPA) dari sel
endotel. tPA adalah protease serin yang mengikat fi-
Sel endotel
brin. Proses ini meningkatkan kemampuannya untuk
mengubah plasminogen yang terikat pada trombus
*".rj-ual plismin' Kerja tPA yang bergantung pada Sel endotel berperan aktif dalam mempertahankan
fibrin ini- sangat membatasi pembentukan plasmin integritas vaskular. Sel ini menghasilkan membran
oleh tPA padi bekuan fibrin. Pelepasan tPA terjadi basil yang pada keadaan normal memisahkan
230 Kapita Slekte'llemaiolqgi

Jaringan ikat
s0bendotel

Kolagen
Vasodilaiasi
Membran lnhibisi agregasi trombosil
basal

Faklor von Wllebrand


Faktor von VMllebrand

Mikrofibril

Elastin

Mukopolisakarida

Fibronektin
! Aniitrombin,
Faktor iaringan;
lnhibitor jalul
'.Protein S

Gambar. 18.12 Sel endotel membentuk penghalang antara trombosit dan faktor pembekuan plasma dengan jaringan ikat subendotel. Selsel endotel menghasilkan
zat-zat yang dapat mencetuskan pembekuan, menyebabkan vasodilatasi, menghambat agregasi trombosit atau hemostasis atau mengaktitkan fibrinolisis.

i:{: kolagen, elastin, dan fibronektin pada jaringan ikat arteriol di sekitarnya menyebabkan perlambatan
irtr
subendotel dari darah yang bersirkulasi. Hilangnya awal aliran darah ke daerah perlukaan. Jika terdapat
atau rusaknya lapisan endotel menyebabkan per- kerusakan yang luas, reaksi vaskular ini mencegah
darahan dan aktivasi mekanisme hemostasis. Sel keluarnya darah. Aliran darah yang berkurang
endotel juga mempunyai pengaruh inhibisi yang memungkinkan aktivasi kontak pada trombosit dan
kuat terhadap respons hemostasis, terutama melalui faktor koagulasi. Zat amine vasoaktif dan trombok-
sintesis PGI, dan nitrat oksida (NO) yang bersifat va- san ,A.2 yang dilepaskan dari trombosit, serta fibrino-
sodilator dan menghambat agregasi trombosit. peptida yang dilepaskan selama pembentukan fibrin,
Sebaliknya, endotelin adalah famili peptida vasoaktif juga mempunyai aktivitas vasokonstriksi.
yang dapat mengaktifkan fibrinolisis melalui
pelepasan tPA. Sintesis faktor jaringan yang meng-
awali hemostasis hanya terjadi pada sel-sel endotel Reaksi trombosit dan pembentukan sumbat
setelah aktivasi, dan inhibitor alamiahnya (yaittt hemostasis primer
TFPI) juga disintesis. Sintesis prostasiklin, VWF,
aktivator plasminogen, antitrombin dan trombomo-
Setelah timbul kerusakan pada lapisan endotel,
dulin, yaitu protein permukaan yang bertanggllng
jawab terhadap aktivasi protein C, menyediakan zat- terjadi pelekatan awal trombosit pada jaringan ikat
terpajan, yang diperkuat oleh VWF. Kolagen yang
zat yang penting untuk reaksi trombosit dan
terpajan dan trombin yang dihasilkan pada lokasi
pembekuan darah (Gb. 18.12).
cedera menyebabkan trombosit melepaskan isi
granulanya dan juga mengaktifkan sintesis prostag-
landin yang menyebabkan pembentukan trombok-
RESPONS HEMOSTASIS san A2. ADP yang dilepaskan menyebabkan trom-
bosit membengkak dan beragregasi. Tiombosit lain
Respons hemostasis normal terhadap kerusakan dari darah yang bersirkulasi ditarik ke daerah
vaskular bergantung pada interaksi yang terkait erat cedera. Agregasi trombosit yang berkelanjutan ini
antara dinding pembuluh darah, trombosit yang menyebabkan membesarnya sumbat hemostasis
bersirkulasi, dan faktor pembekuan trombosit (Gb. yang segera menutupi daerah jaringan ikat yang
18.13). terpajan. Sumbat hemostasis primer yang tidak stabil
yang dihasilkan oleh reaksi trombosit ini dalam
Vasokonstriksi beberapa menit pertama setelah cedera biasanya
cukup untuk mengendalikan perdarahan untuk
Vasokonstriksi segera pada pembuluh darah yang sementara. Ada kemungkinan bahwa prostasiklin
terluka dan konstriksi refleks pada arteri kecil dan yang dihasilkan oleh sel endotel dan sel otot polos di
231

I
Pemajanan kolagen

t Faktor
jaringan

Fosfolipid
trombosit I
Tromboksan Ar, ADP I, TK*."*-l
I pemoexuan
oaran
I

I I I

Agregasi trombosit
I I
Sumbat hemostasis Trombin
primer

*
Fusi trombosit
I
Fibrin

''1,

l-l-ffir--l
hemostasis stabil
I I

Gambar. 18.13 Keterlibatan pembuluh darah, trombosit dan pembekuan darah dalam hemostasis. ADP, adenosin difoslat.

dinding pembuluh darah, berperan penting dalam


PEMERIKSAAN FUNGSI HEMOSTASIS
membatasi besarnya sumbat trombosit awal tersebut.

Gangguan hemostasis dengan perdarahan abnormal


StalinCasi ;umtat tromUosit oleh fibrin dapat terjadi akibat:
1 Kelainan vaskular
Hemostasis definitif tercapai apabila fibrin yang 2 Trombositopenia atau gangguan fungsi trombosit;
dibentuk oleh koagulasi darah ditambahkan pada atau
massa trombosit tersebut serta oleh retraksi atau 3 Gangguan pembekuan darah
pemadatan bekuan yang diinduksi oleh trombosit. Sejumlah uji sederhana dikerjakan untuk menilai
Setelah cedera vaskular, aktivasi faktor jaringan trombosit, dinding pembuluh darah, dan komponen
mengaktifkan faktor VII untuk mengawali kaskade koagulasi hemostasis.
koagulasi. Agregasi trombosit dan reaksi pelepasan
mempercepat proses koagulasi dengan cara menye-
diakan fosfolipid membran yang berlimpah. Trombin
yang dihasilkan pada daerah cedera, mengubah fi- Hitung darah dan pemeriksaah , ,

brinogen plasma yang terlarut menjadi fibrin, sediaan hapus darah


memperkuat agregasi dan sekresi trombosit, dan juga
mengaktifkan faktor XI dan XIII serta kofaktor V dan
VIII. Komponen fibrin pada sumbat hemostasis Trombositopenia merupakan penyebab lazim dari
bertambah sejalan dengan autolisis trombosit yang perdarahan abnormal, sehingga pasien-pasien
sudah berfusi dan setelah beberapa jam, seluruh dengan kecurigaan kelainan darah awalnya harus
sumbat hemostasis tersebut berubah menjadi massa diperiksa hitung darahnya, termasuk hitung trom-
padat fibrin yang berikatan silang. Walaupun bosit dan pemeriksaan sediaan hapus darah. Selain
demikian, karena tercakupnya plasminogen dan tPA untuk memastikan adanya trombositopenia, tin-
(hal. 229), sumbat ini mulai mengalami autodigesti dakan ini mungkin dapat menemukan penyebabnya,
dalam waktu bersamaan. misalnya leukemia akut.
233

dilepaskan dari trombosit sendiri. Lima zat penyebab


agregasi eksternal yang paling banyak dipakai
adalah.ADP, kolagen, ristosetin, asam arakidonat,
Bloom A.L., Forbes C.D., Thomas D.P. and Tuddenham
dan adrenalin. Pola respons terhadap tiap zat mem- E.G.D. (eds) (1994) Haemostasis and Thrombosis.3rd edn.
bantu dalam menegakkan diagnosis (lihat Gb. 19.11). Churchill-Livingstone, Edinburgh.
FIow cytomefry sekarang semakin banyak digunakan Colman R.W., Hirsh J., Marder V.J., Clowes A.W. and
dalam praktik rutin untuk mengidentifikasi adanya George J.N. (eds) (2000) Hemostasis and Thrombosis: Basic
defek glikoprotein trombosit. Principles and Clinical Practice,4th edn. Lippincott, Will-
iams & Wilkins, Hagerstown.
Cramer E.M. (1999) Megakaryocyte structure and function.
Uji terhadap librinolisis
Curr. Opin. Hematol. 6,354-67.
Meningkatnya kadar aktivator plasminogen yang Dahlbiick B. (2000) Blood coagulation. Lancet 355,1627-32.
bersirkulasi dapat dideteksi dengan adanya pemen- Furie B. and Furie B.C. (1992) Molecular and cellular biol-
dekan masa lisis bekuan euglobulin. Tersedia sejum- ogy of blood and coagulation. N. EngL l, Med.326,800-6.
George I.N. (2000) Platelets. Lancet 355, 1 531-9.
lah metode imunologik untuk mendeteksi produk
Hutton R.A., Laffan M.A. and Tuddenham E.G.D. (1999)
pemecahan fibrinogen atau fibrin dalam serum. Pada Normal Haemostasis. ln: Postgrnduate Haematology, 4th
pasien yang mengalami peningkatan fibrinolisis, edn (edsA.V. Hoffbrand, S.M. Lewis and E.G.D. Tudden-
dapat dideteksi kadar plasminogen dalam darah ham). Butterworth-Heinemann, Oxford, pp. 550-80.
yang rendah. Kaushansky K. (1998) Thrombopoietin. N. Engl. J.Med.339,
746-54.
Ratnoff O.D. and Forbes C.D. (eds) (1996) Disorders of
Haemostasis, 3rd edn. W.B. Saunders, Philadelphia.
Bitffiiri

Kelainan perdarahan akibat kelainan


vaskular dan trombosit
Kelainan perdarahan vaskular, 234 Diagnosis kelainan trombosit, 242

Trombositopenia, 235 Transfusi trombosit, 243

Gangguan fungsi trombosit, 242

Perdarahan abnormal dapat disebabkan oleh: perdarahan normal dan uji hemostasis lain juga
1. Kelainan vaskular normal. Defek vaskular dapat bersifat herediter atau
2. Trombositopenia didapat.
3. Gangguan fungsi trombosit; atau
4. Gangguan koagulasi
Pola perdarahan yang terjadi relatif dapat diduga Kelainan vaskular herediter
bergantung pada etiologinya. Kelainan vaskular dan
trombosit cenderung disertai oleh perdarahan dari Telangiektasia hemoragik herediter
selaput lendir dan pada kulit, sedangkan pada ke- Pada kelainan yang jarang terjadi ini (diwariskan
lainan koagulasi perdarahan sering terjadi pada sebagai pembawa sifat autosornal domirran) di-
sendi atau jaringan lunak. jumpai pembengkakan mikrovaskular melebar, yan g
Ketiga kategori pertama yang dibahas dalam bab muncul selama masa anak dan jumlahnya bertambah
ini dan gangguan pembekuan darah terdapat dalam pada usia dewasa. Telangiektasia ini mr-rncr.rl pada
Bab20. kulit, selaput lendir (Gb. 19.1a), dan organ-organ
dalam. Malformasi arteriovenosus pulmonalis
ditemukan pada sekitar 70"/, kasus. Perdarahan
saluran cerna berulang dapat menyebabkan timbul-
KELAINAN PERDARAHAN VASKULAR nya anemia defisiensi besi kronis. Pengobatannya
adalah dengan embolisasi, terapi laser, estrogen,
Kelainan vaskular adalah sekelompok keadaan hete- asam traneksamat, dan suplementasi besi.
rogen/ yang ditandai oleh mudah memar dan per-
darahan spontan dari pembuluh darah kecil. Kelainan jaringan ikat
Kelainan yang mendasari terletak dalam pembuluh
darah itu sendiri atau dalam jaringan ikat perivas- Pada sindrom Ehlers-Danlos terdapat kelainan kola-
kular. Sebagian besar kasus perdarahan akibat defek gen herediter disertai dengan purpLrra yang terjadi
vaskular saja tidak bersifat parah. Perdarahan yang akibat gangguan agregasi trombosit, hiperekstensi-
seringkali terjadi terutama pada kulit menimbulkan bilitas sendi, dan kulit pecah-pecah yang hiperelastis.
petekie, ekimosis, atau keduanya (Gb. 19.1). Pada Pseudoxanthoma elastikum disertai dengan per-
beberapa kelainan, terdapat juga perdarahan dari darahan dan trombosis arteri. Kasus ringan dapat
selaput lendir. Pada keadaan-keadaan seperti ini, uji muncul dengan memar superfisial dan purpura
penyaring yang standar memberi hasil normal. Masa setelah terjadi trauma ringan.

234
Kdriinan #roararuin aiiuar:iiilliiiin v*r,utli uin riii*nusir

Defek vaskular didapat 6. Purpura steroid. Purpura yang berkaitan dengan


terapi steroid jangka panjang atau sindrom
1. Mudah memar sederhana adalah kelainan jinak Cushing disebabkan oleh jaringan penunjang
yang sering terjadi pada wanita sehat, khususnya vaskular yang tidak sempLrrna.
pada usia subur. Asam traneksamat dan asam aminokaproat
2. Purpura senilis yang disebabkan oleh atrofi adalah obat-obat antifibrinolitik bermanfaat yang
jaringan penr-rnjang pembuluh darah kulit di- dapat mengurangi perdarahan akibat kelainan vas-
temukan terutama pada aspek dorsal lengan kular atau trombositopenia, namun obat ini mempa-
bawah dan tangan (Gb. 19.1b). kan kontraindikasi bila terdapat hematuria karena
3. Purpura yang berkaitan dengan infeksi. Banyak dapat menyebabkan bekuan darah yang menyumbat
infeksi bakteri, vims, atau riketsia yang dapat saluran ginjal.
menyebabkan purprrra karena kerusakan vas-
kular oleh organisme akibat pembentukan
kompleks imun, misalnya campak, demam den- TROMBOSITOPENTA
gue, atau septikemia meningokok.
4. Sindrom Henoch-Schonlein lazim ditemukan Perdarahan abnormal yang berkaitan dengan trom-
pada anak dan sering menyertai infeksi akut. bositopenia atau fungsi trombosit abnormal yang
Keadaan ini merupakan vaskulitis yang diper- ditandai oleh purpura kulit spontan (Gb. 19.3),
. antarai imunoglobulin A (IgA). Ruam plrrplrra perdarahan mukosa, dan perdarahan berkepan-
disertai dengan edema lokal dan gatal biasanya jangan setelah trauma. Beberapa penyebab utama
paling menonjol pada pantat dan permukaan trombositopenia terdapat dalam Tabel 19.1 dan79.2.
ekstensor kaki bagian bawah dan siku (Gb.19.2).
Pembengkakan sendi yang terasa nyeri, hemaluria,
dan nyeri perut juga dapat terjadi. Keadaan ini Kegagalan produksitrombosit ,

biasanya bersifat swasirna, namLln pada beberapa


pasien dapat terjadi gagal ginjal. Hal ini adalah penyebab tersering trombositopenia
5. Skorbut. Pada defisiensi vitamin C, gangguan pada dan biasanya mempakan bagian dari kegagalan
kolagen dapat menimbr.rlkan petekie perifolikulal, sumsum tulang generalisata (Tabel 19.1). penekanan
memar, dan perdarahan mukosa (Gb. 19.1c). megakariosit selektif dapat disebabkan oleh toksi-

Gambar. 19.1 (a) Telangieklasia hemoragik herediter: iesi-lesi vaskular kecil yang khas tampak jelas pada bibir
dan lidah. (b) Purpura senilis. (c) Petekie perifolikular yang khas pada defisiensi vitamin C (skorbut). (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-41).
236

{:

Gambar. 19.2 Purpura Henoch-Schonlein. (a) Purpura yang


sangat parah pada kaki dengan pembentukan bula pada seorang
anak berusia 6 tahun; dan (b) lesi urtikaria dini. (Lihat Gambar
(a) Berwarna hal. A-42).

:t'
I *f,i":_
$h

s
_.* rw

,{
*{
i ,#.*',
:^
,
. i::*.
i :x:: r::
j..i.:i*,:::ll:vi, il
je"-r ii iL- $r \' o 'P Gambar. 19.3 (a) Purpura yang khas; dan (b) Perdarahan sub-
1'?3j',1':" l :!!t: kutan masif pada seorang penderita lrombositopenia yang
(a) diinduksi obat. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-43).

sitas obat atau infeksi virus. Halini kadang bersifat ITP kronis
kongenital akibat mutasi pada reseptor trombo-
poietin c-MPL, disertai dengan tidak adanya tulang Hal ini merupakan kelainan yang relatif sering
radius, atau pada sindrom May-Hegglin atau terjadi. Insidensi tertinggi diperkirakan terjadi pada
Wiskott-Aldrich. Diagnosis penyebab trombosito- wanita berusia 15-50 tahun walaupun beberapa
penia tersebut ditegakkan berdasarkan riwayat laporan menunjukkan insidensi yang meningkat
klinis, hitung darah tepi, sediaan hapus darah tepi, sejalan bertambahnya usia. ITP adalah penyebab
dan pemeriksaan sumsum tulang. tersering trombositopenia tanpa anemia atau neutro-
penia. Penyakit ini biasanya bersifat idiopatik tetapi
Reningkatan deStruksi tlombosit ":::rr'' dapat ditemukan terkait dengan penyakit lain seperti
lupus eritematosus sistemik (SLE), infeksi virus
Purpura trombositopenia autoimun (idiopatik) imunodefisiensi manusia (HIV), leukemia limfositik
Purpura trombositopenia autoimun (idiopatik) (ITP) kronis (CLL), penyakit Hodgkin, atau anemia
dapat dibedakan menjadi bentuk akut dan kronis. hemolitik autoimun (Tabel 19.1).
237

Tabel 19.1 Beberapa penyebab trombositopenia Tabel 19.2. Trombositopenia akibat obat atau toksin

'Kegagahnprodi'tlclitronbosit r ''::: . Penel@nah sumsum tulang :: : ."

I PenekananmegakariositseleKif . ;, l, ,. Dapatdperkirakan$erkaitdosisj ''::, '':i r,r


: r ;;r ,i,i::l'
letei iongenital yang lalgka ' l ''.,,raOiasi pengion;,Oai.Obatsltotoksfk, etano! :iirrr;;r':,r':,.,rrij;t

,, r-
',;riobatobatan, bahan kimia, infeksi virus: i rl ' : ' ]{adaltg:kada1g"
1i,y,,:,';;,; r,., ;;I ,,.,. ,,,,,,
.,,. ".'t .:- i lr,,':.;ttijrimtenirol;,kffmokla2ol, ioorsiuridin, penisilaqin, qrsen!kibrgahilliri,,i
i.ji ':
,,'Bagandarikegagilansumsumlulangumum' - benzen, dll: , 1,i : :'t, :. ''
,'', obttsitoto(sik'" . .,,,,i,,,':,' ..'.,'
-:,,;,1, j:- :t-*laalo, i;iaiii;ii;,r*ungtna^)
i,:, i', 'i'i
radiotefaPi : ,lj j
'.'
'
i aplaslik 1
anemia r
,. OU.t .nargetik bb.t-obat anti-inflamasi, garam emas, iitampisin ,:;, . l
t leuketia:
'il;' : ,,

i ,-i' ,,,,Antimikroba .,:,.",,,,,r,1iit.,t''i;ir,l,t,rr=li,ir,,il :liirfriijii:+r:

sindrom mielodisplastik ',,ti ,,..


p;r;did1{.t, .i.iiin".riiii
,,r1ipq;irtni irqtolamiu rimetopri'",
, ,,
"mjelofibrosiq,,,. ,,,1 ,,. 't . ,,., ,:, :
antilgnvylsan,,, jiiil'..:, ;,iiii
': rthet.tddn -
-: ,
,;iiiiil;:=,:..liil,l
';i,. inliltragi su4s-um tulang, miql karsinoma, limfoma ,1 '
",OpfiatSeoatil
,..:, r;1'oiai6pmjnafium vqlproat,
' '
.Otr.*'
'

:'' , '
mietoma multipel- ,:
t
: l
#;rairiio,ktorati&id,frusqmid
: ''i tu.
',
. '. t' ''
obatahti:diabetes :
anemiamiEtopta;1;i;
.l*r Hlv
-: ::';: : i j- ' ' ::
intet<si .
klorpropamid,tolbutamid .- .,.." i' l

,tt't,,'6mN; friOarin,, mettoonanolaipreno!g!r fuinin, rginrqln,. i,;,:ri,i l';1


Agr,egqSi,tto ;[slf .;,,,,.r;;i ; i:
hiitffi n;-rrqidn thairaozi

Gambaran klinis
Koagubsi intravai,'kular diseminata'
'.' Awitan seringkali terjadi perlahan dengan perdarah-
nurniiia tr;m,9;sitopen a trombotk
, ,i :

an berupa petekie, mudah memar, dan menoragia


,, ,,
' ", ; Di sf ibttsi tionbwit abno nnal (pada wanita). Perdarahan mukosa (misalnya
ipreno*grri ru'--, , epistaksis atau.perdarahan gusi) terjadi pada kasus
:' berat, namun untungnya perdarahan intrakranial
,,.

xama*nanoaqoigsi :
jarang terjadi. Beratnya perdarahan pada ITP
, tf,fl;l;' qrasil da1,gh simpqn pada pas91 dqnsan perdarahan
biasanya tidak seberat pada penderita trombo-
sitopenia yang sebanding akibat kegagalan sumsum
HIV virus imunodelisiensi manusia.
tulang; hal ini disebabkan beredarnya trombosit ya g
sebagian besar muda, dengan fungsi yang lebih
unggul pada ITP. ITP kronis cenderung mengalami
Patogenesis
relaps dan menyembuh secara spontan sehingga
Sensitisasi trombosit oleh autoantibodi (biasanya perjalanan klinisnya mungkin sulit diprediksi'
IgG) menyebabkan disingkirkannya trombosit ter- Banyak kasus asimtomatik yang ditemukan melalui
tebnt s".utu prematur dari sirkulasi oleh mal(rofag pemeriksaan hitung darah rutin.
sistem retikuloendotel, khususnya limpa (Gb. 19.4)' Limpa tidak teraba kecuali bila terdapat penyakit
Pada banyak kasus, antibodi tersebut ditujukan penyerta yang menyebabkan splenomegali.
terhadap tempat-tempat antigen pada glikoprotein
IIb-IIIa itau kompleks Ib. Masa hidup normal untuk Diagnosis
trombosit adalah sekitar 7 hari tetapi pada ITP masa
1. Hitung trombosit biasanya 10-50 x 10el1. Kon-
hidup ini memendek menjadi beberapa jam. Massa
sentrasi hemoglobin dan hitung leukosit biasanya
megikariosit total dan perputatan (turnoaer) trom-
bosit meningkat secara sejajar menjadi sekitar lima normal kecuali bila terdapat anemia defisiensi
kali normal. besi akibat kehilangan darah.
238

Y rr+
v
Autoantibodi
antitrombosit

Bagian Fc
pada antibodi

Reseptor Fc

Gambar. 19.4 Patogenesis trombositopenia pada purpura


trombositopenia autoimun.

2. Sediaan hapus darah menunjukkan jumlah steroid dalam dosis yang terlalu tinggi untuk
trombosit yang berkurang, trombosit yang ada mempertahankan hitung trombosit di atas 30 x
seringkali besar. 10'11. Hasil yang baik ditemukan pada sebagian
3. Sumsum tulang menunjukkan jumlah megakario- besar pasien, namun bagi penderita ITP yang
sit yang normal atau meningkat. refrakter terhadap steroid atau imunoglobulin,
a. Uji-uji yang sensitif dapat menunjukkan antibodi mungkin tidak banyak berguna. Splenunkuli
antiglikoprotein GPIIb/IIIa atau GPIb spesifik harus dibuang supaya tidak terjadi relaps ITP
pada permukaan trombosit atau dalam serum lagi.
pada sebagian besar pasien. Pemeriksaan IgG J. Terapi imunoglobulin intravena dosis tinggi
yang terkait trombosit kurang bersifat spesifik. dapat cepat meningkatkan hitung trombosit pada
sebagiary besar pasien. Dosis yang dianjurkan
Pengobatan sebesar 400 mg/kg/hari selama 5 hari atau L g/
kglhari selama 2 hari. Terapi ini sangat berguna
Penyakit ini adalah penyakit kronis, sehingga tujuan khususnya bagi penderita perdarahan yang
pengobatan sebaiknya adalah untuk mempertahan- mengancam jiwa, pada ITP yang refrakter
kan hitung trombosit di atas batas ketika memar terhadap steroid, saat kehamilan, atau sebelum
spontan atau perdarahan terjadi dengan intervensi pembedahan. Mekanisme kerjanya mungkin
yang minimal. Secara umum, hitung trombosit di berupa hambatan terhadap reseptor Fc pada
atas 50 x10e /l tidak memerlukan pengobatan. makrofag atau modifikasi produksi antibodi.
1. Kortikosteroid. Delapan puluh persen pasien 4. Obat-obat imunosupresif, misal vinkristin, siklo-
mengalami remisi dengan terapi kortikosteroid fosfamid, azatioprin atau siklosporin secara sen-
dosis tinggi. Prednisolon 1 mg/kg tiap hari adalah diri atau dalam kombinasi, biasanya dicadangkan
terapi awal yang umum diberikan pada orang untuk pasien-pasien yang tidak berespons baik
dewasa dan dosisnya diturunkan perlahan terhadap steroid dan splenektomi.
setelah 10-14 hari. Pada pasien yang berespons 5. Pengobatan lain yang dapat mencetuskan remisi
buruk, dosis diturunkan lebih lambat tetapi diper- adalah danazol (androgen yang dapat menye-
timbangkan untuk splenektomi atau imuno- babkan virilisasi pada wanita) dan imunoglobulin
supresi alternatif. anti-D.
2. Splenektomi (Gb. 19.5). Operasi ini dianjurkan 6. Transfusi trombosit. Konsentrat trombosit ber-
pada pasien yang tetap mempunyai hitung guna bagi penderita perdarahan akut yang meng-
trombosit <30 x 10'/l setelah pengobatan terapi ancam jiwa. Khasiatnya hanya akan bertahan
steroid 3 bulan atau pasien yang membutuhkan selama beberapa jam.
t:rii
i+
iii'+i 'i.,iil 23e

I Snlenektomi pasien itu sendiri). Hingga kini masih belum dike-


5o 60-
3 q 40-l
5 0, 20 -.'|
i-,:
i-- |
i :
tahui alasan mengapa trombosit pasien itu sendiri
yang kemudian dihancurkan. Pengobatan dengan
Ss eJ pemberian imunoglobulin intravena, pertukaran
500 a plasma, atau kortikosteroid.
I

I
I
F
ot 100 -l
Trombositopenia imun yang diinduksi obat
; s01
I

Suatu mekanisme imunologis telah dianggap sebagai


ol
€ ro-l penyebab sebagian besar trombositopenia yang
E sl diinduksi obat (Gb. 19.6). Penyebab temtama adalah
kuinin (termasuk yang terdapat dalam air tonikum),
,l 0
I

kr,rinidin, dan heparin (Tabel 19.2).


2 4 6 8 10 12 14 16
Hihrrig trombosit seringkali kurang dari 10 x10e /1,
\Ahktu (minggu)
dan sumsum tulang menunjukkan jumlah mega-
Gambar. 19.5 Respons terhadap prednisolon pada purpura lrombositopenia
kariosit yang rlormal atan meningkat. Antibodi
imun kronis dengan relaps susulan dan respons terhadap splenektomi. terhadap trombosit yang bergantung-obat dapat
ditunjukkan dalam serlrm beberapa pasien. peng-
obatan yang segera adalah menghentikan semlla
obat yang dicurigai, tetapi konsentrat trombosit
ITP akut harus diberikan pada pasien dengan perdarahan
ITP akut palhg sering terjadi pada anak. Pada sekitar yang berbahaya.
7SYo pasien, episode tersebut terjadi setelah vaksinasi
atau infeksi seperti cacar air atau mononukleosis Purpura trombositopenia trombotik dan sindrom
infeksiosa. Sebagian besar kasus terjadi akibat per- hemolitik uremik
lekatan kompleks imun non spesifik. Remisi spontan
lazim terjadi tetapi 5-70% kasus penyakit tersebut Purpura trombositopenia trombotik (TTp) terjadi
menjadi kronis (berlangsung >6 bulan). Untungnya, dalam bentuk familial atau didapat. Terdapat defi-
angka morbiditas dan mortalitas pada ITP akut siensi metalloprotease (kaspase) yang memecah
sangat rendah. multimer faktor von Willebrand (vWF) berberat
Penegakan diagnosis berdasarkan ekslusi dan molekul tinggi (Gb. 1,9.7). Bentuk familial terjadi
diperdebatkan perlunya aspirasi sumsum tulang. karena defek genetik, sedangkan bentuk didapat TTp
Jumlah trombosit yang lebih dari 30 x 10ell tidak terjadi setelah terbentuknya antibodi inhibitor, yang
memerlukan pengobatan kecuali jika perdarahan keberadaannya dapat dirangsang oleh infeksi.
yang terjadi berat. Pasien yang memiliki hitung trom- Multimer vWF berberat molekul tinggi dalam
bosit kurang dari 20 x70e /I dapat diobati dengan ste- plasma menginduksi agregasi trombosit, menyebab-
roid dan/atau imunoglobulin intravena, terutama kan pembentukan mikrotrombus dalam pembuluh
bila terdapat perdarahan bermakna. darah kecil. Pada sindrom hemolitik uremik yang
terkait erat, kadar kaspase normal.
lnleksi
fiP ditandai oleh demam, trombositopenia berat,
anemia hemolitik mikroangiopatik, dan gejala neLrro-
Tampaknya trombositopenia yang terkait dengan logis (Gb. 19.8). Biasanya terdapat ikterus. peng-
banyak infeksi virus dan protozoa diperantarai oleh obatannya adalah dengan pertukaran plasma, meng-
sistem imun. Pada infeksi HIV, produksi trombosit gunakan plasma beku segar (fresh frozen plnsma, FFp)
yang menurun juga terlibat (hal. 132). atau kriosupernatan. Cara ini melenyapkan
multimer vWF berberat molekul besar dan antibodi
Purpura pascatransfusi tersebut. Jumlah trombosit dan laktat dehidrogenase
(LDH) berguna untuk memantau respons terhadap
Trombositopenia yang terjadi sekitar 10 hari setelah pengobatan. Pada kasus refrakter telah digunakan
transfusi darah telah dikaitkan dengan terbentuknya kortikosteroid dosis tinggi, vinkristin, aspirin, dan
antibodi pada penerima darah terhadap antigen-1a terapi imunosupresif dengan azatioprin atau siklo-
trombosit manusia (HPA-1a) pada trombosit yang fosfamid. Bila kasus ini tidak diobati, angka
ditransfusikan (yang tidak terdapat pada trombosit mortalitas dapat mendekati 90%. Relaps sering terjadi.
240

Kompleks antibodi-

r\
Obat C . obat-protein
(lw<
6.},ffi.
emtelnl
plastna
rtY I
Komplemeri

o
,/
A^
t! Gambar. 19.6 Jenis kerusakan trombosit yang lazim terjadi

on(roo, L,A
disebabkan oleh obat; pada keadaan ini suatu kompleks
antibodi-obat protein terdeposit pada permukaan trombosit.
Jika komplemen melekat dan urutan tersebut menjadi
lengkap, trombosit dapat langsung dilisiskan. Jika tidak,
trombosit disingkirkan oleh sel-sel retikuloendotel karena
opsonisasi dengan imunoglobulin dan/atau komponen kom-
plemen C3.

Gambar. 19.7 Patogenesis yang diajukan untuk purpura


trombositopenia trombotik (TTP). Faktor von Willebrand
(vWF) terdiri atas serangkaian multimer vWF masing-
masing dengan berat molekul (BM) 250 kDa yang terikat
secara kovalen. (a) Pada keadaan fisiologis suatu melalo-
protease memecah multimer berberat molekul tinggi pada
ikatan Tyr-842-Met-843 dan vWF yang dihasilkan mem-
punyai BM 500-20.000 kDa. (b) Pada TTP non familial,
terbentuk antibodi terhadap'melaloprotease tersebut yang
menghambat pemecahan multimer vWF. (c) Pada TTP
bentuk kongenital, protease tersebut lampaknya tidak ada.
Pada kedua kasus, multimer vWF luar biasa besar yang
dihasilkan dapat mengikat trombosit pada keadaan sheat
slress yang tinggi dan menyebabkan agregasi trombosit.
241

khususnya Shigella. Terapi utama adalah dialisis


ginjal suportif dan pengendalian hipertensi dan
kejang. Transfusi trombosit merupakan kontraindi-
x
kasi pada HUS dan TTP.

. {,i..y,r* Koagulasi intravaskular diseminata


;
Trombositopenia dapat terjadi akibat peningkatan
.;-
'3..' ,, ,i..{*. * .,,. ,l
kecepatan destruksi trombosit melalui konsumsi
- t | .. ":.:,:61 l,,:*r
:rl;";i;
,;Lr . trombosit karena perannya pada koagulasi intravas-
i>.,.'. t,'17:'
i., :
." e:,.i
^.:
I j'r {. kular diseminata (DIC) (hal.252).
(a) &.. et
,',+" $$riu

Peningkatan penimbunan di limpa


Faktor utama yang menyebabkan trombositopenia
pada splenomegali adalah'penimbunan" trombosit
oleh limpa. Pada splenomegali, hingga 90% trom-
bosit dapat mengalami sekuestrasi dalam limpa,
sedangkan pada keadaan normal sekuestrasi hanya
terjadi pada sekitar sepertiga massa trombosit total
(Gb. 19.9). Lama hidup trombosit normal dan tidak
terdapat defek hemostasis lain. Trombositopenia
pada splenomegali umumnya tidak disertai per-
(b) ::j 4, :.r.,'1.
darahan.

Gambar. 19.8 Purpura trombositopenia trombotik: (a) trombus trombosit pada


suatu pembuluh darah jantung yang kecil dengan reaksi endotel dan inllamasi
Sindrom transfusi masif
ringan (atas kebaikan Dr. J.E. McLaughlin); dan (b) sediaan hapus darah tepi
Trombosit tidak berada dalam keadaan stabil bila
menunjukkan lragmentasi eritrosit. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-44).
darah disimpan pada suhu 4'C dan jumlah trombosit
menurun dengan cepat bila darah disimpan selama
lebih dari 24 jam. Pasien yang diberi transfusi darah
HUS pada anak memiliki banyak gambaran klinis simpan dalam jumlah sangat besar/masif (lebih dari
yang sama, tetapi kerusakan organ terbatas pada 10 unit dalam waktu 24 jarn) seringkali menunjukkan
ginjal. Kejang-kejang sering ditemukan. Banyak trombositopenia dan pembekuan yang abnormal.
kasus yang dikaitkan dengan infeksi Escherichia coli Hal ini dapat dikoreksi dengan pemberian transfusi
dengan verotoksin 0157 atau dengan organisme lain, trombosit dan FFP.

t\

fook

90o/o

Trombosit sirkulasi
70o/o 1040%
Gambar. 19.9 Distribusi trombosit di antara sirkulasi darah (
dan limpa pada seorang individu normal (kiri) dan pada
penderita splenomegali sedang atau masif (kanan).
242 ii tarla $lliqiili rt;; ffi i|i iiijiii;,i:

boksan A, (lihat Gb. 21.8). Akibatnya terdapat gang-


GANGGUAN FUNGSI TROMBOSIT
guan reaksi pelepasan dan agregasi dengan adre-
nalin dan adenosin difosfat (ADP). Setelah peng-
Terjadinya gangguan fungsi trombosit dicurigai pada
obatan dosis tunggal, defek bertahan selama 7-10
pasien dengan perdarahan kulit dan mttkosa dan hari. Dipiridamol menghambat agregasi trombosit
pada pasien dengan masa perdarahan yang meman-
dengan menghambat ambilan kembali adenosin dan
jang walaupun jumlah trombositnya normal. Kelain-
biasanya digunakan sebagai tambahan untuk anti-
an tersebut dapat bersifat herediter atau didapat.
koagulan oral.. Clopidogrel menghambat pengikatan
ADP pada reseptornya di trombosit dan digunakan
Kelainan herediter
untuk mencegah kejadian trombosis (misal setelah
pemasangan stent koronbr atau angioplasti) pada
pasien dengan riwayat penyakit aterosklerotik yang
Kelainan herediter yang langka dapat menyebabkan
simtomatik. Abciximab, eptifibatide, dan tirofiban
defek pada tiap fase yang berbeda dalam reaksi trom- adalah inhibitor reseptor glikoprotein GPIIb/IIIa dan
bosit yang mengarah pada pembentukan sumbat dapat digunakan pada pasien yang menjalani inter-
trombosit hemostatik. vensi koroner perkutan dan angina tak stabil.

t Glsnzmsnn) Kelainan resesif


Trombast enis (peny aki Hiper gl obrrl inemin Hip erglobulinemia yang menyertai
autosomal ini menyebabkan kegagalan agregasi mieloma multipel atau penyakit Waldenstrom dapat
trombosit primer karena terjadi defisiensi glikopro- menyebabkan gangguan terhadap adhesi, pelepasan,
tein membran IIb dan IIIa. Keadaan ini biasanya dan agregasi trombosit.
muncul pada masa neonatus dan biasanya trombosit
gagal beragregasi secara in aitro terhadap setiap Kelsinnn mieloproliferntif dan mielodisplastik Kelainan
agonis. intrinsik fungsi trombosit terjadi pada banyak pen-
derita trombositemia esensial, penyakit mielopro-
ini, trombosit
Sindrom Bernsrd-Sotrlier Pada penyakit liferatif, mielodisplastik lain, dan hemoglobinuria
berukuran lebih besar dari normal dan terdapat nokturnal paroksismal.
defisiensi glikoprotein Ib, gangguan pengikatan pada
vWF, gangguan adhesi pada jaringan ikat subendotel Llremis Kelainan ini dikaitkan dengan berbagai ke-
yang terbuka, dan trombosit tidak beragregasi lainan fungsi trombosit. F{eparin, dekstran, alkohol,
dengan ristosetin. Pada sindrom ini terdapat trombo- dan zat kontras radiografi juga dapat menyebabkan
sitopenia dalam derajat yang bervariasi. gangguan fungsi.

Penynkit penyimpnnnn (stornge pool disense) Pada


sindrom trombosit kelabu yang jarang ini, trombosit DIAGNOSIS KELAINAN TROMBOSIT
berukuran lebih besar dari normal dan hampir tidak
terdapat granula cr dengan defisiensi protein. Pada Pasien yang dicurigai mengalami kelainan trombosit
penyakit penyimpanan-B yang lebih sering dijumpai, atau pembuluh darah harus diperiksa jumlah trom-
terdapat defisiensi granula padat. bosit dan sediaan hapus darah terlebih dahulu (Gb.
Fungsi trombosit abnormal pada penyakit von 19.10). Pemeriksaan sumslrm tulang penting dilaku-
Willebrand karena defek herediter faktor von kan pada penderita trombositopenia untuk menentu-
Willebrand (lihat hal. 249). kan adanya kegagalan produksi trombosit. Sumsum
tulang juga dapat menunjukkan salah satu kondisi
:,t, :,: ::t: yang berkaitan dengan gangguan produksi (Tabel
Kelainan didapat , , : , r 19.1). Penderita trombositopenia yang tidak memiliki
riwayat meminum obat dengan jumlah megakariosit
Obst snti trombosit Terapi aspirin adalah penyebab sumsum tulang yang normal atau meningkat tanpa
tersering gangguan fungpi trombosit. Aspirin menye- kelainan sumsum tulang lain atau splenomegali,
babkan masa perdarahan yang abnormal dan, walau- lazim didiagnosis sebagai ITP. Uji-uji untuk antibodi
pun purpura mungkin tidak tampak, defek tersebut trombosit dapat memastikan hal ini. Uji penapis
dapat menyebabkan perdarahan saluran cerna untuk DIC juga berguna, demikian juga pemeriksaan
penyerta. Penyebab defek aspirin adalah inhibisi untuk penyakit yang mendasari, seperti SLE atau
siklo-oksigenase dengan gangguan sintesis trom- infeksi HIV
ffi$:tffi ,$,+:: ...er!,;r1l
iiffi ii:r,.:: lt:i$,i,iliu 243

HITUNG DAMH DAN SEDI.AAN HAPUS

/\
JUMLAH TROMBOSIT

tt
1 Pemeriksaan sumsum tulang
2 Antibodi trombosit
RENDAH JUMLAH TROMBOSI T NORMAL

1
2
Masa perdarahan

Pemeriksaan agregasi trombosit dengan


ADP, adrenalin, kolagen, dan ristosetin
3 Pemeriksaan penapis
untuk DIC
3 Pemeriksaan trombosit spesifik yang lain,
misal pemeriksaan adhesi, pengukuran
Gambar. 19.10 Pemeriksaan laboratorium untuk kelainan cadangan nukleotida
trombosit. NB. Beberapa kelainan fungsional trombosit ber
kaitan dengan trombositopenia, misalnya sindrom Bernard-
4 Pemeriksaan faktor von Wllebrand
Pemeriksaan faktor pembekuan Vlll
Soulier. ADP, adenosin difosfat; DlC, koagulasi intravas.
kular diseminata.

Apabila hitung darah (termasuk hitung trombosit


TRANSFUSI TROMBOSIT
dan pemeriksaan sediaan hapus darah) memiliki
hasil yang normal, dilakukan pemeriksaan masa
perdarahan untuk mendeteksi kelainan fungsi trom- Transfusi konsentrat trombosit diindikasikan pada
bosit. Pada sebagian besar penderita fungsi trombosit keadaan-keadaan berikr.rt:
abnormal yang ditunjukkan dengan masa perdarah- 1. Tiombositopenia atau fungsi trombosit abnormal
an yang memanjang, defek ini bersifat didapat dan pada saat terjadi perdarahan atau sebelum
dikaitkan dengan penyakit sistemik (misal uremia) dilakukan tindakan invasif dan tidak tersedia
atau dengan terapi aspirin. Defek fungsi trombosit terapi alternatif (misal steroid atau imunoglobulin
yang sangat jarang terjadi memerlukan uji in uitro dosis tinggi). Hitung trombosit harus di atas 50 x
yang lebih rumit untuk mendefinisikan kelainan 10ell sebelum (misalnya) biopsi hati atau pungsi
spesifik. Uji-uji tersebut meliputi pemeriksaan Iumbal.
agregasi trombosit (Gb. 19.11) dan pengr.rkuran 2. Secara profilaksis pada fasien dengan hitung
cadangan nukleotida. Jika dicurigai terdapat penya- trombosit <5-10 x 10'l1. Iika terdapat infeksi,
kit von Willebrand, diperlukan pemeriksaan vWF tempat perdarahan yang potensial atau koagulo-
dan faktor pembekuan VIII. pati, jumlah tersebut harus dipertahankan >20 x
10, /t.
Indikasi transfusi konsentrat trombosit dibahas
lebih jauh pada hal. 296.

ADP ,'' Adrenalin Kolagen


(? pmol/D (2 pmoVl)
100

,,,S 75
V
r'*
.o-
,o 50
aa
r0
::,'6
g
o 25
6
Gambar. 19.11 Gangguan agregasi trombosit pada pasien
0
yang menjalani terapi aspirin. Tidak terdapat agregasi fase
468
, ',
sekunder dengan adenosin (ADP) dan penurunan respons
terhadap adrenalin dan kolagen. Hasil yang serupa juga
Waktu (meni0 :,.
.
didapatkan pada defisiensi granula penyimpanan o, dan @ Pasien dalam terapi aspirin
delisiensi siklo-oksigenase.
244

George J.N. ef a/. (1996) Idiopathic thrombocytopenic pur-


KEPUSTAKAAN pura: a practical guideline developed by explicit meth-
ods for theAmerican Society of Haematology.BloodSS,3-
Blanchette V.S., Johnson J. and Rand M. (2000) The man- 40.
agement of alloimmune neonatal thrombocytopenia' Kelton ].G. and Bussel J.B. (2000) Idiopathic thrombocy-
Clin. Haematol. L3, 365-90. topenic purpura. S emin. H emat ol. 37, 2I9 -31,4.
British Committee for Standards in Haematology, Working Lilleyman l. (2000) Chronic childhood idiopathic thromb-
Party of Blood Transfusion Task Force (1992) Guidelines ocytopenic purpura. Clin. Haematol. 73, 469-83.
for platelet transfusions. Transfus. Med.2, In7-80. Mannucci P.M. (1998) Haemostatic drugs. N. EngI. l. Med.
Furlan M., Robles R., Galbusera M. et al. (1998) Von 339,245-53.
Willebrand factor cleaving Protease in
thrombotic Neild G.H. (1994) Haemolytic-uraemic syndrome in prac-
thrombocytopenic purpura and hemolytic uremic syn- tice. Ianc et 343, 398-401.
drome. N. Engl. J. Med.339,1'578-84. Rock G. (2000) Management of thrombotic thrombocy-
George l.N. (2000) How I treat Patients with thrombotic topenic purpura. Br. I. Haematol. 109,496-507.
thrombocytopenic purpura/ hemolytic uremic syn- Tsai H.M. and Lian E.C.Y. (1998) Antibodies to von
drome. Blood 96, 1223-9. Willebrand factor-cleaving protease in acute thrombotic
GeorgeJ.N. et aI. (1998) Drug induced thrombocytopenia: a thrombocytopenic purpura . N. Engl. I. Med. 339, l5U-94.
systemic review of published case reports' An.
lntern.Med. L29, 886-90.
t:iiii iL

r\jiliriltr

Kelainan pembekuan
Kelainan pembekuan herediter, 245 Kelainan pembekuan didapat, 250

Hemofilia A, 245 Tromboelastograf i, 255

KELAINAN PEMBEKUAN HEREDITER Gambaran klinis


Bayi dapat menderita perdarahan pascasirkumsisi
Defisiensi herediter setiap faktor pembekuan telah atau mengalami perdarahan sendi dan jaringan
dilaporkan. Penyakit yang sering dijumpai adalah lunak serta memar yang berlebihan pada saat mereka
hemofilia A (defisiensi faktor VIII), hemofilia B mulai aktif. Hemartrosis berulang yang terasa nyeri
(penyakit Christmas, defisiensi faktor IX), dan penya- dan hematorh otot mendominasi perjalanan penyakit
kit von Willebrand ( VWD); lainnya jarang dijumpai. pada pasien yang sakit berat dan jika tidak diobati
dengan baik, dapat menyebabkan deformitas sendi
yang progresif dan kecacatan (Gb. 20.3-20.6). Per-
darahan yang berkepanjangan terjadi setelah
HEMOFILIA A ekstraksi gigi. Hematuria dan pendarahan saluran
cerna yang spontan juga dapat terjadi. Keparahan
Hemofilia A adalah defisiensi faktor pembekuan klinis penyakit berkorelasi dengan beratnya defi-
herediter yang paling banyak ditemukan. Prevalensi- siensi faktor VIII (Tabel 20.1). Perdarahan operatif
nya adalah sekitar 30-100 tiap sejuta populasi. dan pascatrauma dapat mengancam jiwa baik pada
Pewarisannya berkaitan dengan jenis kelamin (Gb. pasien yang sakit berat maupun ringan. Walaupun
20.1), tetapi hingga 33% pasien tidak mempunyai tidak sering, pendarahan intraserebral spontan lebih
riwayat dalam keluarga dan terjadi akibat mutasi sering terjadi daripada populasi umum dan merupa-
spontan. Gen faktor VIII terletak di dekat ujung kan penyebab kematian yang penting pada pasien
lengan panjang kromosom X (regio Xq2.6).Gen ini dengan penyakit berat.
sangat besar dan terdiri dari26 ekson. Protein faktor Pseudotumor hemofilik dapat terjadi di tulang
VIII meliputi regio rangkap tiga A,, 42, A.3 dengan panjang, pelvis, serta jari-jari tangan dan kaki.
homologi sebesar 30% antar mereka, suatu regio Penyakit ini terjadi akibat perdarahan subperios-
rangkap dua C,C, dan suatu domain B yang sangat teum berulang dengan destruksi tulang, pemben-
terglikosilasi, yang dibuang pada waktu faktor VIII tukan tulang baru, pelebaran tulang, dan fraktur
d iaktifkan oleh trombin. patologik.
Defeknya adalah tidak ada atau rendahnya kadar Terdapatnya virus defisiensi imun manusia (HIV)
faktor VIII plasma. Sekitar separuh dari pasien- dalam konsentrat yang dibuat dari plasma manusia
pasien tersebut mengalami mutasi missense atatt selama awal tahun 1980-an menyebabkan lebih dari
frameshift (geser) atau delesi dalam gen faktor VIII. 50% penderita hemofilia'yang diobati di AS atau
Pada yang lain, ditemukan inversi/ip-tip yangkhas, Eropa Barat menjadi terinfeksi HIV. Sindrom
dengan gen faktor VIII yang rusak oleh suatu inversi defisiensi imun didapat (AIDS) telah merupakan
pada ujung kromoson X (Gb. 20.2). Mutasi ini salah satu penyebab lazim kematian pada hemofilia
menyebabkan bentuk klinis hemofilia A yang berat. berat. Trombositopenia akibat infeksi HIV dapat

245
246

mencetuskan perdarahan. Pemeriksaan donor dan Masa perdarahan dan masa protrombin (PT)
langkahJangkah inaktivasi virus selama pembuatan normal
konsentrat saat ini mencegah transmisi HIV. Faktor
VIII yang dibuat dengan teknik DNA rekombinan Deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal
juga bebas dari risiko HIV.
Sampai baru-baru ini, deteksi pembawa sifat dan di-
Banyak pasien terinfeksi virus hepatitis C
agnosis antenatal terbatas pada pengukuran kadar
sebelum dimungkinkannya pemeriksaan donor dan
faktor VIII dan faktor von Willebrand ( VWF) plasma.
produk darah. Hal ini menyebabkan meningkatnya
Sekarang deteksi pembawa sifat dapat lebih baik
morbiditas akibat hepatitis kronis, sirosis, dan
hepatoma. Penularan hepatitis B juga merupakan
dilakukan dengan pelacak DNA. Suatu mutasi
spesifik yang diketahui dapat diidentifikasi atau
risiko yang dapat terjadi.
polimorfisme panjang fragmen restriksi (hal. 80) di
dalam atau dekat gen faktorVIII memungkinkan alel
Hasil pemeriksaan laboratorium (Tabel 20.2) mutan diacak. Biopsi korion pada minggu ke-8
Pemeriksaan berikut ini hasilnya abnormal hingga 10 masa gestasi memberikan DNA fetus
L. Masa tromboplastin parsial teraktivasi (Actiaated dalam jumlah cukup untuk dianalisis. Diagnosis an-
partial thrombopl ns tin t ime, APTT) tenatal juga mungkin ditegakkan setelah pembuktian
2. Pemeriksaan faktor pembekuan VIII kadar faktor VIII yang rendah dalam darah fetus

Tabel 20.1. Korelasi antara aktivitas iaktor pembekuan dengan beratnya


penyakit pada hemofilia A atau hemolilia B.

Aktivitas faktor Manilestasi klinis


pembekuan
(persentase
terhadap normal)

<1 Penyakit berat : ,, 1

Episode perdarahan spontan yang sering


sejak kecil
10h l00o/o 650/o* 35Vo* l00oh
Deformitas sendi dan kecacatan bila tidak
diobati secara adekuat
/\ \Ahnita oembawa
Q tL,anit", tidak sakit I sifat
,
1-5 Penyakitsedang r,r : ,,,
pria, saxit
I eti", tidak sakit E#l Perdarahan pascatrauma
Episode spontan kadang-kadang

Gambar. 20. 1 Pohon keluarga yang khas dalam suatu keluarga dengan hemo'
filia. Perhatikan kadar laktor Vlll yang bervariasi pada pembawa sifat (') karena
Penyakit ringan i l ,

Perdarahan pascatrauma
inaktivasi acak kromosom X (lyonisasi). Persentass menunjukkan derajat
aktivitas faktor Vlll sebagai persentase terhadap normal.

IU ii
X

;8, 3' lnaN8' Gambal. 20.2 Mekanisme inversi lliplip


menyebabkan rusaknya gen faktor Vlll. (Kiri) orientasi gen
yang
rvrrrlN !!i
ll i 'llu Irrt faktor Vlll ditunjukkan dengan 3 kopi gen A regio ini (satu di

UjE \ F8A dalam intron 22 dan dua dekat telomer). (Tengah) selama

|i
\F8A
spermatogenesis pada waktu meiosis, X tunggal ber-

I
" pasangan dengan kromosom Y pada regio homolog.
Kromosom X lebih panjang daripada kromosom Y dan tidak

I,i
tel
U
tel
"t
' tel
5'
F8A
Imnnras'
ada yang dipasangkan dengan sebagian lengan panjang X.
Kromosom X lalu mengalami rekombinasi homolog antara
gen-gen A. (Kanan) Hasil akhirnya adalah bahwa gen faktor
X rusak. Sen, ujung sentomerik; tel, telomer; panah-panah
menunjukkan arah transkripsi dari gen A.
iriii,i5i,llij$ 247
':i

Gambar.20.3 Hemofilia A: hemartrosis akut pada sendi lutut kiri dengan pem-
bengkakan regio supra patella. Tampak atroli otot kuadrisep, khususnya pada
tungkai kanan.

yang didapat pada minggu ke-16 hingga 20 masa


gestasi dari vena umbilicalis melalui aspirasi jarum
yang dipandu ultrasonografi.
Gambar.20.4 Hemolilia A dengan kecacatan berat. Lutut kiri bengkak dengan
subluksasio posterior tibia pada femur. Pergelangan kaki dan kaki menunjukkan
Pengobatan deformitas residual berupa talipes equinus, dengan cavus dan jari kaki
membentuk cakar. Terdapat atrofi otot generalisata. parut pada sisi medial paha
Sebagian besar pasien datang ke pusat khusus kiri bawah adalah lokasi bekas pseudotumor yang telah dieksisi.
hemofilia dengan tim multidisipliner yang berdedi-
kasi pada perawatan mereka. Episode perdarahan
diobati dengan terapi penggantian faktor VIII dan
perdarahan spontan biasanya terkendali bila kadar
obatan segera untuk hemofilia ringan setelah trauma
faktor VIII pasien meningkat di atas2}o/odari normal.
kecelakaan atau perdarahan.
Untuk operasi besar, perdarahan pascatrauma yang Tindakan suportif lokal yang digunakan untuk
serius atau bila perdarahan terjadi pada tempat yang
mengobati hemartrosis dan hematoma meliputi
berbahaya, kadar faktor VIII harus dinaikkan sampai
pengistirahatan bagian yang sakit dan pencegahan
100% dan kemudian dipertahankan di atas 50% jika
trauma lebih lanjut.
perdarahan akut sudah berhenti, sampai terjadi
kesembuhan.
Faktor VIII rekombinan dan preparat faktor VIII Pengobatan profilaksis
yang dimurnikan dengan imunoafinitas saat ini Meningkatnya ketersediaan konsentrat faktor VIII
tersedia unluk penggunaan klinis dan mengeliminasi yang dapat disimpan di kulkas di rumah telah
risiko penularan virus. mengubah pengobatan hemofilia secara dramatis.
DDAVP (desmopresia) memberi cara alternatif Seorang anak yang menderita hemofilia dapat
untuk meningkatkan kadar faktor VIII plasma pada diobati di rumah begitu terdapat kecurigaan tanda-
penderita hemofilia yang lebih ringan. Setelah tanda awal perdarahan. Kemajuan ini telah mengu-
pemberian DDAVP intravena, terdapat peningkatan rangi angka kejadian hemartrosis yang menyebabkan
sedang faktor VIII pasien sendiri oleh pelepasan dari cacat dan perlunya penanganan rawat inap. Pasien
sel endotel dan peningkatan ini proporsional ter- sakit berat sekarang dapat mencapai usia dewasa
hadap kadar istirahat. DDAVP juga dapat diberikan dengan artritis ringan atau tanpa artritis. Terdapat
per-nasal-cara ini telah digunakan sebagai peng- perbedaan pendapat mengenai perlu tidaknya
248 Kgnxa selelila. ligmalql9q

Gambar.20.S Hemofilia A: perdarahan masif pada daerah


gluteus kanan. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-43).

hemofilia dan orang tua mereka sering kali memerlu-


kan bantuan ekstensif dalam masalah sosial dan
psikologis. Dengan pengobatan modern, gaya hidup
seorang anak penderita hemofilia dapat menjadi
hampir normal, tetapi penderita harus menghindari
aktivitas tertentu seperti olahraga dengan kontak
tubuh.

Terapi gen

Untuk mencegah sebagian besar mortalitas dan


morbiditas akibat defisiensi faktor VIII atau faktor IX
hanya perln mempertahankan kadar faktor >7"/o,
sehingga terdapat ketertarikan pada terapi berdasar-
gen dan saat ini sedang dilakukan uji klinis. Berbagai
vektor vims (retrovirus, lentivirus dan virus terkait-
adeno) dan vektor nonvirus sedang dalam penelitian.

lnhibitor

Salah satu komplikasi hemofilia yang paling serius


adalah terbentuknya antibodi (inhibitor) terhadap
Gambar. 20.6 Hemofilia A: gambaran radiografi sendi siku kanan pada seorang
pria berusia 25 tahun. Rongga sendi telah rusak dan terdapat ankilosis tulang. faktor VIII yang diinfuskan, yang terjadi pada 5-10%
Daerah-daerah kistik subkondral tampak jelas. pasien. Hal ini menyebabkan pasien refrakter ter-
hadap terapi penggantian selanjutnya sehingga
harus diberikan dosis yang sangat besar untuk men-
pengobatan profilaksis teratur dengan faktor VIII capai peningkatan aktivitas faktor VIII plasma yang
sebagai usaha untuk mencegah terjadinya episode bermakna. Imunosupresi telah digunakan dalam
perdarahan. Profilaksis yang dimulai sebelum usia 3 usaha mengurangi pembentukan antibodi. Konsen-
tahun yang ditujukan untuk mempertahankan kadar trat faktor VIII babi, faktor VIIa rekombinan dan
faktor VIII (atau faktor IX) di atas 1% telah direko- konsentrat kompleks protombin aktif (juga dikenal
mendasikan di AS. sebagai FEIBA-factor eight inhibitor bypassing actiaity
Penderita hemofilia dianjurkan untuk menjalani [aktivitas pintas inhibitor faktor VIII]) dapat berguna
perawatan gigi yang teratur. Anak-anak penderita dalam pengobatan episode perdarahan.
249

Tabel 20.2. Temuan klinis dan laboratorium utama pada hemofilia A, delisiensi faktor lX (hemofilia B, penyakit Christmas) dan penyakit von Willebrand

* i:',,;j;j5
..1"ni+io
N6rmalllti,'',

.'-l'iij

= t.l,
|.......

-lii
i,,ili ::.:,.:!

i- tt,.
li.t'l*1rt , ::.. Henqan

-,.:,NOtmalti l
,f"trg'4qg -,'.,

.
: '',1$':'..,1.,1i
:].1]:||: :: :: :: tlj:ii

VWF, laktor von Willebrand

F=;ilt tlfi n wffi l5hua-;.,l ;,r:'.z

Pewarisan dan gambaran klinis defisiensi faktor IX Pada kelainan ini, terdapat penurunan kadar atau
(penyakit Christmas, hemofilia B) identik dengan fungsi VWF yang abnormal akibat mutasi titik atau
yang terdapat pada hemofilia A. Bahkan kedua delesi besar. VWF adalah suatu protein yang memi-
kelainan tersebut hanya dapat dibedakan dengan liki dua peranan yaitu menunjang adhesi trombosit
pemeriksaan faktor pembekuan spesifik. Insidensi- pada endotel yang rusak dan merupakan molekul
nya seperlima dari insidensi hemofilia A. Faktor IX pembawa untuk faktor VIII, yang melindunginya
dikode oleh gen yang terletak dekat gen untuk faktor dari destruksi prematur. Sifat terakhir tersebut men-
VIII dekat ujung lengan panjang krosom X. Deteksi jelaskan penuruhan kadar faktor VIII yang kadang-
pembawa sifat dan diagnosis antenatal dilakukan kadang ditemukan pada VWD.
sama seperti untuk hemofilia A. Prinsip terapi peng- VWF disintesis sebagai protein besar 300 kiDa
gantian sama dengan hemofilia A. Episode perdarah- yang lalu membentuk multimer dengan berat hingga
an diatasi dengan konsentrat faktor IX. Waktu paruh mencapai 105 Da. Saat ini telah dikenal tiga jenis
biologis yang lebih panjang menyebabkan infus tidak VWD. VWD tipe ldan 3 dikaitkan dengan penurun-
harus diberikan sesering konsentrat faktor VIII pada an kadar VWF yang normal, sedangkan tipe 2 dise-
hemofilia A. Faktor IX rekombinan saat ini telah ter- babkan oleh bentuk abnormal protein. Tipe 1 adalah
sedia. Pemberian dosis yang lebih tinggi diperlukan penurunan parsial VWF, sedangkan tipe^3 tidak ada
dibandingkan dengan faktor IX yang berasal dari protein tersebut sama sekali. Telah diketahui empat
plasma. subtipe VWF tipe 2, tipe 2,A dikaitkan dengan tidak
adanya multimer berberat molekul tinggi dan tipe 28
Hasil Pemeriksaan laboratorium (Tabel 20.2) dikaitkan dengan afinitas yang luar biasa tinggi te-
hadap trombosit, tipe 2M mempunyai tempat peng-
Uji-uji berikut ini memberi hasil yang abnormal. ikatanGplb yang terganggu dan tipe 2N mempunyai
1. APTT afinitas yang rendah terhadap faktor VIII.
2. Pemeriksaan pembekuan faktor IX VWD merupakan suatu kelainan perdarahan
Seperti pada hemofilia A, masa perdarahan dan bawaan yang paling sering ditemukan. Biasanya pe-
PT memberi hasil yang normal warisan bersifat autosomal dominan dengan ekspresi
250 i !-:

yang bervariasi. Keparahan perdarahan yang terjadi KELAINAN PEMBEKUAN DIDAPAT


bervariasi. Biasanya terdapat perdarahan selaput
lendir (misal, epistaksis, menoragia), kehilangan
Kelainan pembekuan didapat (Tabel 20.3) lebih
darah berlebihan akibat luka potong superfisial dan
sering ditemukan daripada kelainan herediter. Tidak
lecet, serta pendarahan operatif dan pascatrauma.
seperti kelainan herediter, defisiensi faktor pem-
Keparahannya bervariasi pada tipe yang berbeda.
bekuan multipel biasa ditemukan.
Hemartrosis dan hematom otot jarang terjadi, kecuali
pada penyakit tipe 3.

Defisiensivitamin K
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (Tabel 20.2)
Vitamin K yang larut dalam lemak diperoleh dari
1. Masa pendarahan mungkin memanjang. sayuran hijau dan sintesis oleh bakteri dalam usus.
2. Kadar faktor VIII seringkali rendah dan APTT Defisiensi dapat terjadi pada neonatus (penyakit
mungkin memanjang. hemoragik pada neonatus) atau pada usia lanjut.
Defisiensi vitamin K disebabkan oleh diet yang
3. Kadar VWF biasanya rendah.
4. Agregasi trombosit dengan ristocetin terganggu tidak memadai, malabsorpsi, atau inhibisi vitamin K
(sensitivitas abnormal terhadap ristocetin di- oleh obat-obatan (seperti warfarin) yang bekerja
temukan pada penyakit tipe 28). Agregasi dengan
sebagai antagonis vitamin K. Warfarin dikaitkan
zat lain (adenosin difosfat IADP], kolagen, dengan penunlnan aktivitas fungsional faktor II, VII,
IX dan X, serta protein C danS, namun metode peme-
trombin, atau adrenalin) biasanya normal.
5. Hitung trombosit normal kecuali untuk penyakit riksaan imunologik memperlihatkan bahwa kadar
tipe 28 (pada tipe 28 rendah).
faktor-faktor tersebut normal. Protein vang non-
fungsional tersebut disebut sebagai PIVKA (protein
6. Analisis multimer berguna untuk mendiagnosis
subtipe-subtipe yang berbeda. formed in oitamin K sbsence lprotein yang terbentuk
pada keadaan tidak ada vitamin Kl). Perubahan
faktor-faktor PIVKA menjadi bentuk aktif biologik-
nya adalah kejadian pascatranslasi yang melibatkan
Pengobatan

Pilihannya adalah sebagai berikut:


1. Tindakan lokal dan obat antifibrinolitik, misal
asam traneksamat untuk perdarahan ringan. Tabel 20.3. Kelainan pembekuan didapat
2. Pemberian infus DDAVP bagi penderita VWD
tipe 1. Detisiensi laKor-faktor yang bergantung-vitamin K
3. Konsentrat faktor VIII dengan kemurnian sedang Penyakit hemoragik pada neonatus
(yang mengandung VWF dan faktor VIII) untuk Obstruksi biliaris
pasien dengan kadar VWF sangat rendah. Malabsorpsivitamin K, misal$prue, enteropati yang diinduksi gluten
Terapi antagonis-vitamin K, misal coumarin, indandion

Penyakit hati
Kelainan herediter faktor pembekuan lain
Koagulasl intravaskulil diseminata

Semua kelainan ini jarang ditemukan. Pada sebagian lnhibisi koagulasi


besar kelainan, pewarisan bersifat atttosomal resesif. lnhibitor spesifik,misal anlibodi terhadap komponen-komponen faktor Vlll
Defisiensi faktor XI ditemukan temtama pada orang lnhibitor nonspesilik, misal antibodi yang ditemukan pada lupus
Yahudi Ashkenazi. Kelainan tersebut biasanya eritematosus sistemik, artritis reumatoid :

menyebabkan perdarahan berlebihan hanya setelah


Laln-lain
trauma (seperti pembedahan) dan diobati dengan
Penyakit-penyakit dengan produksi protein M
konsentrat faktor XI. Defisiensi faktor XIII menye-
r-Asparaginase
babkan kecenderungan perdarahan berat yang khas
ierapi dengan heparin, obat-obat defibrinasi, atau trombolitik
dengan perdarahan tonjolan umbilikus. Konsentrat
spesifik atau preparat rekombinan faktor XI, XIII, dan Sindrom translusi masif.

VII sekarang sudah tersedia.


251

Bentuk prekursor
faktor ll, Vll, lX, X,
protein C dan
protein S (PIVKA)

\ brfarin , Vitamin K
menghambat /
reduktase \ Vitaniin K
epoksid

Gambar. 20.7. Kerja vitamin K dalam karboksilasi-y asam Asam gluta-


glutamat dalam faktor-faktor pembekuan yang kemudian mat dengan
mampu mengikat Ca2* dan melekat pada loslolipid karboksilasi
gamma (gla)
trombosit.

karboksilasi residu asam glutamat pada regio N ter- risiko tumor pada anak (yang belum terbukti),
minal dan faktor-faktor ini menunjukkan homologi beberapa pusat kesehatan merekomendasikan
sekuens yang kuat (Gb. 20.7). Asam glutamat ter- pemberian regimen oral, tetapi cara ini kurang
karboksilasi-gama mengikat ion kalsium, dan efektif sebagai pencegahan.
melalui ion tersebut membentuk kompleks dengan 2. Pada bayi-bayi dengan perdarahan: vitamin K
fosfolipid. Dalam proses karboksilasi, vitamin K 1mg intramuskular diberikan setiap 6 jam dengan
diubah menjadi vitamin K epoksid yang dikembali- mula-mula plasma beku se gar (fre sh fr ozen plasma)
kan ke bentuk tereduksi oleh reduktase. Warfarin jika perdarahannya berat.
menggangu reduksi vitamin K epoksid dan menye-
babkan defisiensi vitamin K fungsional. Defisiensivitamin K pada anak atau dewasa
Defisiensi yang disebabkan oleh iktems obstruktif,
Penyakit Hemoragik pada Neonatus penyakit pankreas atau usus halus kadang-kadang
Kadar faktor-faktor yang bergantung pada vitamin K menyebabkan diatesis perdarahan pada anak atatr
rendah pada saat lahir dan makin menurun pada dewasa.
bayi yang minum ASI pada usia beberapa hari
Diagnosis
pertama kehidupan. Belum matangnya sel hati, tidak
adanya sintesis vitamin K oleh bakteri nsus, dan PT dan APTT memanjang. Kadar faktor II, VII, IX,
kadar yang rendah dalam ASI dapat menyebabkan danX plasma rendah
defisiensi yang mungkin menimbulkan perdarahan,
biasanya saat usia dua sampai empat hari, tetapi Pengobatan
kadang-kadang selama dua bulan pertama.
1. Profilaksis: vitamin K 5mg peroral tiap hari.
2. Pendarahan aktif atau sebelum biopsi hati: vita-
Diagnosis min K 10mg intravena lambat. Biasanya terjadi
PT dan APTT abnormal. Jumlah trombosit dan fi- sedikit koreksi PT dalam 6 jam. Dosis harus di-
brinogen normal tanpa adanya produk pemecahan ulang pada 2 hari berikutnya. Setelah itu, biasa-
fibrin. nya terjadi koreksi optimal.

Pengobatan
Penyakit hati
1. vitamin K telah
Profilnksis. Selama bertahun-tahun
diberikan kepada semua bayi baru lahir sebagai Kelainan hemostasis multipel menyebabkan kecen-
injeksi intramuskular tunggal 1 mg. Tindakan ini derungan perdarahan dan dapat mencetuskan per-
merupakan pengobatan yang paling sesuai dan darahan dari varises esofagus.
aman. Setelah bukti-bukti epidemiologik menun- 1,. Obstruksi biliaris menyebabkan gangguan
jukkan adanya kemungkinan hubungan antara absorpsi vitamin K sehingga menurunkan sintesis
vitamin K intramuskular dengan peningkatan faktor II, VII, IX, dan X oleh sel parenkim hati.
252

Dengan adanya penyakit hepatoselular betat, Tabel 20.4. Penyebab koagulasi intravaskular diseminata
selain dijumpai defisiensi faktor-faktor tersebut,
sering ditemukan penurunan kadar faktor V dan
fibrinogen serta peningkatan jumlah aktivator
plasminogen.
3. Kelainan fungsional fibrinogen (disfibrinogene-
mia) ditemukan pada banyak pasien.
4. Penurunan produksi trombopoetin dari hati juga
menyebabkan trombositopenia.
5. Hipeisplenisme yang terkait dengan hipertensi
portal sering kali menyebabkan trombositopenia.
6. Koagulasi intravaskular diseminata (DIC, lihat di
bawah) mungkin berkaitan dengan pelepasan
tromboplastin dari sel-sel hati yang rusak serta
berkurangnya kadar antitrombiry protein C, dan ,,.1-SolusioPlasen,a,,
' Eklampsia, plasenta
lelg4qio
'
a;antiplasmin. Selain itu, terjadi gangguan pem- Aforsi sentik j
bersihan faktor pembekuan aktif dan peningkatan ,:1,: .. , ..
aktivitas fibrinolitik. ;i;jlrnlalisf ttlp,*, tJlv[a!iti,;*::r,,:i:,,,;
' Analilaksis ': , , ,,.i , .
oaaf inlln9tiuel' :1i:';:

,,',,ttun'tut]
.,:,,Ke11safan luas
fallngan
S€telah p€mbodahan atau trauma ,,

Defosit fibrin intravaskular yang luas dengan


konsumsi faktor-faktor pembekuan dan trombosit
terjadi akibat berbagai kelainan yang melepaskan
materi prokoagulan ke dalam darah atau menyebab-
kan kerusakan endotel atau agregasi trombosit yang eti loco,l;,11,,
,tiatuo,pl,0tL?ll
luas (Tabel 20.4). Keadaan ini mungkin terkait
_

Peino-edihan pinlas (bypaisf jantungl


dengan sindrom perdarahan atau trombosis ful-
minan, atau melalui perjalanan penyakit yang lebih
ringan dan lebih kronis.

Patogenesis (Gb,20.8)
1. DIC dapat dicehrskan oleh masuknya materi pro-
koagulan ke dalam darah pada keadaan-keadaan
berikut ini: emboli cairan amnion, solusio
plasenta, adenokarsinoma yang menyekresi
musin secara luas, leukemia promielositik akut
(LMA tipe M.), penyakit hati, malaria falsiparum

. FAKTOR. ..
tI FAKTOR
PElrgpruaN
: : r: : :

lrioMeosrr
:Kerusakan
r:,,,endobl + FDP:, i. .:,,:

Gambar, 20,8. Patogenesis koagulasi intravaskular


diseminata dan perubahan-perubahan dalam faktor-faktor
pembekuan, trombosit, dan produk pemecahan fibrin (FDP)
yang terjadi pada sindrom ini.
Kelainan'pembekuan 253

W Selain peranannya dalarn deposisi fibrin di dalam


mikrosirkulasi, pembentukan trombin intravaskular
menghasilkan sejr-rmlah besar fibrin monomer
l!,
bersirkulasi yang memberrtuk kompieks dengan fi-
brinogen. Fibrinolisis yang intens dirangsang oleh
trombus pada dindirrg pembuluh darah, dan pele-
pasan produk-produk pemecahan fibrin meng-
ganggu polimerisasi fibrin sehingga menyebabkan
defek koagulasi. Cabungan kerja trombin dan plas-
min pada keadaan normal menyebabkan berkurang-
ir.!j-
nya fibrinogen, protrombin, serta faktor V dan VIII.
Tiombin intravaskular juga menyebabkan agregasi
XNI?.11tJ trombosit yang tersebar luas serta deposisinya dalam
pembuluh darah. Masalah perdarahan yang
mungkin merupakan gambaran DIC dipersulit oleh
trombositopenia yang disebabkan oleh konsumsi
trombosit.

Gambaran Klinis
Gambaran klinis didominasi oleh pendarahan,
khususnya dari tempat pungsi vena atau luka baru
(Gb. 20.9). Mungkin terdapat perdarahan generali-
sata pada saluran cerna, orofaring, paru, saluran Llro-
genital, dan pada kasus-kasus obstetri, perdarahan
(b) vagina mungkin sangat berat. Mikrotrombus dapat
menyebabkan lesi kulit, gagal ginjal, gangren jari-jari
Gambar.20.9. Gambaran klinis koagulasi intravaskular diseminata: (a) purpura tangan atau kaki, atau iskemia serebrai (lebih jarang
konlluen yang berindurasi pada lengan; (b) gangren periler dengan terjadi).
pembengkakan dan perubahan warna kulit kaki pada penyakit fulminan. (Lihat
Gambar Benruarna hal. A-48).
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (Tabel 20.5)
Pada banyak sindrom akr-it, darah mungkin gagal
berat, reaksi transfusi hemolitik, dan beberapa membeku karena adanya defisiensi fibrinogen berat.
gigitan ular.
2. DIC dapat juga dicetuskan oleh kerusakan P e m e r i ks a a n hernosfasis
endotel luas dan pemajanan kolagen (misal endo-
toksemia, septikemia Gram negatif, dan meningo- 1. Hitung trombosit rendah.
kokus, aborsi septik), infeksi virus tertentu dan 2. Uj1 penyaring, titer atau pemeriksaan fibrinogen
luka bakar berat atau hipotermia. menunjukkan adanya defisiensi.

Tabel 20.5 Pemeriksaan hemoslasis: hasil yang biasa ditemukan pada kelainan perdarahan didapat

Jumlah trombosil Mau protrombin Masa tromboplastin Masa trombin


parsial teraktivasi

Penyakil hati ,, .r , Rendah : Memanjang Memanlang Normal fiarang memanjang)


Koagulasi intravaskular diseminata Hendah : Memanjang Memanjang Sangat memanjang
Translusi masif Rendah Memanjang Memanjang Normal
Antikoagulan oral Normal , Sangat memanjang Memanjang Normal
Heparin Normal (.iarang rendah) Sedikit memanjang Memanjang Memanjang
Antikogulan yang bersirkulasi Normal : i: Normal alau memanjang Memanjang Normal
254 xaiiffi iiiari*'iliiilipusi ,'r,".;,.l.,'l:'!'-r-l!'l':,,t
.!1.i'r. l .:.::ll
ilrLil

3. Masa trombin memanjang. Tabel 20.6. lndikasi penggunaan plasma beku segar (Pedoman Kon-
4. Produk pemecahan fibrinogen (danfibrin) seperti sensus lnstitut Kesehatan Nasional lNational lnstitute ol Healthll
D-dimer dalam kadar yang tinggi ditemukan
dalam serum dan urine. Delisiensi faktor pembekuan (tidak tersedianya konsentrat faKor spesilik
q atau gabungan)
PT dan APTT memanjang pada sindrom akut.
Pemulihan dari elek warfarin

Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi Defek pembekuan multipel, misal pada penderita penyakit hati, DIC

Transfusi darah masif dengari koagulopati dan pentarahin klinis l

Pada banyak pasien, dijumpai anemia hemolitik Purpura trombositopenik trombotik .


(mikroangiopntik) dan eritrosit memperlihatkan frag- ,:,

Delisiensi antitrombin, prolein C, atau protein S


mentasi nyata karena kerusakan saat melewati :

Beberapa penderita sindrom imunodelisiensi


benang-benang fibrin dalam pembuluh darah kecil
(hal.61 dan274).
DlC, koagulasi inlravaskular diseminata

Pengobatan
1. Pengobatan terpenting adalah mengobati penye- Protein lain yang dikenal sebagai lupus anti-
bab yang mendasari. koagulan menggangu tahap-tahap koagulasi yang
2. Terapi suportif dengan plasma beku segar (Tabel tergantung liprotein dan biasanya terdeteksi dengan
20.6) dan konsentrat trombosit diindikasikan pemanjangan uji APTT (Tabel 20.5). Inhibitor ini
pada pasien yang mengalami perdarahan yang terdeteksi pada 10% penderita lupus eritematosus
berbahaya atau luas. Kriopresipitat menyediakan sistemik (SLE) dan pada penderita penyakit auto-
sumber fibrinogen yang lebih terkonsentrasi, dan imun lain yang sering kali mempunyai antibodi
mungkin diperlukan transfusi eritrosit. terhadap antigen lain yang mengandung lipid,
Penggunaan heparin atau obat-obatan antitrom- misah:rya kardiolipin. Antibodi tersebut tidak dikait-
bosit untuk menghambat proses koagulasi biasanya kan dengan kecenderungan perdarahan, tetapi
tidak diindikasikan karena pada beberapa kasus terdapat peningkatan risiko trombosis dan seperti
perdarahan yang terjadi mungkin berat. Inhibitor juga penyebab trombofilia yang lain, juga terkait
fibrinolitik sebaiknya tidak dipertimbangkan karena dengan abortus berulang (Bab27).
kegagalan untuk melisiskan trombus dalam organ-
organ seperti ginjal mungkin menimbulkan efek
yang tidak diharapkan. Penggunaan konsentrat anti- Sindrom transfusi masif
trombin dan protein C untuk menghambat DIC pada
kasus-kasus berat (misal septikemia meningokokus)
Banyak faktor dapat menyebabkan kelainan per-
tampaknya men-rberi hasil menjanjikan.
darahan setelah transfusi masif. Kehilangan darah
menyebabkan menllrunnya kadar trombosit, faktor
, Defisiensi koagulasi yang disebabkan pembekuan, dan inhibitor. Pengenceran faktor-faktor
oleh antibodi
ini lebih lanjut terjadi selama penggantian dengan
darah simpan. Setelah penyimpanan 24 jam pada
Antibodi terhadap faktor koagulasi yang bersirkulasi 4oC, trombosit beragregasi, fungsinya memburuk,
kadang-kadang ditemukan dengan insidensi sekitar dan jumlah trombosit menurun secara progresif.
1 juta per tahun. Aloantibodi terhadap faktor VIII Faktor-faktor pembekuan V dan VIII yang labil juga
ditemukan pada 5-10% penderita hemofilia. Auto- tidak dapat dipertahankan setelah penyimpanan
antibodi terhadap faktor VIII juga dapat menyebab- beberapa hari. Aktivasi ringan faktor-faktor pembe-
kan timbulnya sindrom perdarahan. Antibodi kuan, mikroagregat dan sel-sel yang berdegenarasi
imunoglobulin G (IgG) tersebut jarang ditemukan dapat mencetuskan atau memperberat DIC. Bebe-
pada saat pasca-persalinan, pada kelainan imuno- rapa pasien mungkin mempunyai defek perdarahan
logik tertentu (misal artritis rematoid), dan pada usia yang sudah ada sebelumnya. Penatalaksanaan
tua. Pengobatan biasanya terdiri dari kombinasi dibahas pada halaman 251.
imunosupresi dan pengobatan dengan penggantian Hasil pemeriksaan penyaring hemostrasis pada
faktor, biasanya dalam bentuk faktor VIII manusia kelainan perdarahan didapat terdapat pada Tabel
atau babi, VIIa rekombinan, atau konsentrat 20.5 dan rangkuman indikasi penggunaan plasma
kompleks protrombin aktif (FEIBA). beku segar terdapat pada Tabel 20.6.
:::: i. ltlii:=
5t I : ::::::$, i1fllt 255

ir:il
i:$
t:.1a}

:t:s

ffi

il$

*11

$
:::.::

,lt'

Masa k

Koagulasi Fibrinolisis
F-*----:€
Waktu

Jalur TEG normal

Fibrinolosis
-ffi
*-
Gambar 20.10. Tromboelastografi (TEG): jalur normal dan
gambaran pada berbagai keadaan patologik . Sudut a,
kecepatan pembentukan bekuan padat; A.o pengukuran
lisis atau retraksi bekuan pada 60 menit; k, waklu pem-
bentukan bekuan; r, kecepatan pembentukan fibrin inisial;
Hiperkoagulabel
.:

Hemofilia
@
*
MA, kekuatan absolut bekuan librin. (Digambar kembali dari
S.V. Mallet dan D.J.A C0x 1992. Thromboelastography. Br:
J Anaeslfr 69, 307-1 3
Trombositopenia -ffi

TROMBOELASTOGRAFI KEPUSTAKAAN

Tromboelastografi (TEG) adalah teknik penilaian glo- Astermark J., Petrini P., Tenbotn L., Shulman ., Ljung R and
bal fungsi hemostasis suatu sampel darah, dengan Bentrop E. (1999) Primary prophylaxis in severe hemo-
reaksi trombosit dengan kaskade pembekuan protein philia should be started early but can be individualized.
terbuat dari waktu interaksi trombosit-fibrin inisial Int.J.IlnematoL 105, 1109-13.
melalui agregasi trombosit, penyuatan bekuan dan Collins P.W. (1998) Disseminated intravascular coagula-
ikatan silang fibrin sampai akhirnya lisis bekuan. tion. CME Bull. Hematol, 1,86-8.
Pemeriksaan ini cocok sebagai pemantau hemostasis Hedner U. and Ingenslev J. (1993) Clinical use of recombi-
pada pembedahan, misalnya operasi hati atau nant FVIIa (rFVIIa). Transfus. S ci. 79, 163-7 6.
jantung yang terkait dengan defek hemostasis. Darah Herzog R.W. and High K.A. (1998) Problems and prospects
yang baru diambil ditempatkan dalam kuvet yang for gene therapy for haemophilia. Curr. Opin. Haematol.
kemudian diosilasi, gerakannya dipindahkan pada 5,327-6.
High K.A. (2000) Gene therapy for hemophilia. Hematol-
suatu jarum yang menulis pada kertas yang sensitif
ogy 2000. Am. Soc. Hemntol. Edttc. Prog. Book 525-30
terhadap panas. Sejalan dengan terbentuknya
Lakich D. et nl. (1993) Inversions disrupting the factor VIII
benang fibrin, bekuan fibrin memengaruhi per-
gene are a common cause of severe haemophilia A. Na-
gerakan jarum. Gambaran normal menunjukkan
ture Genet.5,236-41..
kecepatan pembentukan fibrin inisial, waktu sampai
Ljung R.C.R. (1998). Can haemophilic arthropathy be pre-
terbentuknya bekuan (masa pembekuan), kekuatan vented? B. I. Haentatol. 101, 215-19.
bekuan fibrin, indeks lisis bekuan atau retraksi. Pola Ljung R.C.R. (1999) Prophylactic infusion regimens in the
tipikal yang menunjukkan hasil-hasil pada fibrino- management of hemophili a. Throntb Hennst. 82, S2S-30.
lisis, hiperkoagulabilitas, hemofilia, dan trombosito- Lusher J.M.N. (2000) First and second generation recombi-
penia diperlihatkan dalam Gb. 20.10. nant factor VIII concentrates in previously untreated
patiens: recovery safety, efficacy and inhibition develoP- Mannucci P.M. and Giangrande P.L.F. (2000) Choise of
ment. Sem. Thromb, Hemost. (inpress). Replacemet therapy of hemophilia, recombinant prod-
Manucci P.M.(1998) Hemostatic drugs. N. Engl.l. Med.339, ucts only? Hematol ].7,72-6.
245-53. Pamphilon D. (2000) Review: viral inactivation of fresh fro-
Manucci P.M. (2001) Hemostatics Drugs. How I trut patient zen plasma, Br. J. Haematol.709,680-93.
with oan Willebrand dismse. Blood. 97, 1915-19,
BAB 21

Trombosis dan terapi antitrombotik


Trombosis arleri,257 Heparin, 265

Trombosis vena, 258 Antikoagulan oral,267

Pemeriksaan trombof ilia, 264 0bat fibrinolitik, 268


Diagnosis trombosis vena, 264 Obat antrtrombosit, 269

Obat antikoagulan, 265

Trombus adalah massa padat atau sumbatan yang polos dan fibroblas dalam tunika intima arteri.
terbentuk dari unsur-unsllr darah dalam sirkulasi. Pertr"rmblihan kembali endotel serta perbaikan pada
Trombosit dan fibrin membentuk struktur dasarnya. tempat kemsakan arteri dan trombus yang tercakup
Makna klinisnya disebabkan oleh iskemi akibat di dalamnya menyebabkan terjadinya penebalan
obstruksi vaskular lokal atau embolisasi jauh. dinding pembultrh darah.
Trombus terlibat dalam patogenesis infark miokard, Selain menynmbat arteri secara lokal, emboli
penyakit serebrovaskular, penyakit arteri perifer, dan trombosit dan fibrin dapat terlepas dari trombus
oklusi vena profunda. primer untlrk menyumbat arteri distal. Contohnya
Trombosis (baik arteri mauplrn vena) lebih sering adalah trombus arteria karotis yang menyebabkan
terjadi sejalan dengan bertambahnya usia dan sering trombosis serebrai dan serangan iskemik sementara
dikaitkan dengan faktor-faktor risiko, seperti operasi (trnttsitrtt isclrcnic nttnck, TIA) serta trombus katup
atau kehamilan. Istilah trombofilia digunakan untuk darr rtrang jarrtung varlg menyebabkan emboli dan
menjelaskan kelainan-kelainan mekanisme hemosta- infark sistemik (Gb. 21.1).
sis bawaan atau didapat yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya trombosis.
Fahor risiko klinis

TROMBOSIS ARTERI Faktor risiko terjadinya trombosis arteri berkaitan


dengan terjadinya aterosklerosis dan tercantum
dalam Tabel 21.1. Identifikasi pasien yang berisiko
Patogenesis terutama berdasarkan pada penilaian klinis. Sejum-
lah penelitian epidemiologik telah menghasilkan
Aterosklerosis pada dinding arteri, ruptur plak, dan terbentuknya profil risiko tronrbosis arteria koroner
cedera endotel memajankan darah pada kolagen berdasarkan jenis kelamin, usia, peningkatan
subendotel dan faktor jaringan. Hal ini mencetuskan tekanan darah, kadar kolesterol serum yang tinggi,
pembentukan nidus trombosit tempat trombosit intoleransi glukosa, merokok, dan kelainan elektro-
melekat dan beragregrasi. kardiogram (EKC). Profil-profil tersebut memung-
Deposisi trombosit dan pembentukan trombus kinkan penilaian prasimtomatik pada subjek berusia
memiliki arti penting dalam patogenesis ateroskle- muda yang tampak sehat, dan bermanfaat dalam
rosis. Faktor pertumbuhan yang berasal dari trom- konseling perubahan gaya hidup atau untuk meng-
bosit (platelet-derizted growth faktor, PDGF) merang- anjurkan terapi medis pada individu yang berisiko.
sang terjadinya migrasi serta proliferasi sel-sel otot Hasil penelitian jantung Northwick Park
258

Tabel 21.1 Faktor-faktor risiko pada trombosis arteri (aterosklerosis)

Riwayat keluarga yang positif


Jenis kelamin laki-laki
Hiperlipidemia
Hiperhomosisteinemia
Kadar folat, vitamin B,r, vitamin Bu serum yang rendah

Hipertensl
Diabetes melitus
Gout
Polisitemia
Me.rokok sigaret

Kelainan EKG
Peningkatan faktor Vll

Peningkatan fibrinogen
Lupus antikoagulan

Gambar.21.l Arteriogram memperlihatkan embolus bentuk pelana (sadd/e) Penyakit pembuluh darah kolagen
pada percabangan aorta (panah terputus-putus) dan embolus pada arteria iliaka Penyakit Behget
komunis sinistra (panah garis).

EKG, elektrokardiogram

memperlihatkan bahwa peningkatan kadar faktor


VII dan fibrinogen plasma merupakan prediktor
independen terkuat pada gangguan koroner. Akhir- Kelainan hemostasis herediter
akhir ini hiperhomosisteinemia telah dikenali
sebagai faktor risiko penyakit arteri koroner dan
Prevalensi kelainan bawaan yang berkaitan dengan
perifer serta stroke.
peningkatan risiko trombosis sedikitnya sama
banyaknya dengan kelainan perdarahan bawaan.
Trombofilia herediter temtama harus dicurigai pada
pasien muda yang menderita trombosis spcntan,
TROMBOSIS VENA trombosis vena profunda berulang (Gb. 21.2); atau
lokasi trombosis yang tidak umum, misalnya vena
' Patogenesis dan faktor risiko axilaris, vena splanknikus, sinus sagitalis. Saat ini
beberapa kelainan telah diketahui (Tabel 21.2)

Trias Virchow menunjukkan tiga komponen penting Mutasi gen faktor V Leiden (resisfensi
dalam pembentukan trombtts: terhadap protein C teraktivasi)
1. perlambatan aliran darah;
2. hiperkoagulabilitas darah; dan Ini adalah penyebab bawaan tersering peningkatan
3. kerusakan dinding pembuluh darah risiko trombosis vena. Keadaan ini terjadi pada
Pada trombosis vena, hal yang terpenting adalah sekitar 4o/o alel faktor V orang Kaukasia. Kelainan ini
peningkatan koagulabilitas sistemik dan statis, ke- pertama kali dikenali karena tidak ditemukan
rusakan dinding pembuluh darah kurang memiliki pemanjangan masa tromboplastin parsial teraktivasi
arti penting dibanding pada trombosis arteri, walau- (APTT) pada saat protein C aktif ditambahkan ke
pun kerusakan dinding pembuluh mungkin memiliki dalam plasma pasien-pasien tertentu. Protein C
arti penting pada penderita sepsis dan yang dipasang memecah faktor V aktif sehingga protein C aktif
kateter menetap. Stasis memungkinkan lengkapnya seharusnya memperlambat reaksi pembekuan dan
pembekuan darah pada tempat inisiasi trombus, memperpanjang APTT. Pada tahun 1994, alasan yang
misalnya di belakang kantung katup vena-vena mendasari fenomena ini diketahui merupakan suatu
tungkai pasien yang mengalami imobilisasi. polimorfisme genetik dalam gen faktor V (peng-
Tabel 27.2 mencantumkan sejumlah faktor risiko gantian arginin pada posisi 506 dengan glutamin-
yang telah diketahui. Arg 506-bulan) yang menjadikan faktor V kurang
.t
Trombosis dan'iorapi antitronbotitr 259

Tabel 2'1.2 Faktor risiko trombosis vena

Berkaltan dengan kelainan pembekuan Berkaltan dengan statis


Ketai nan h enostasis here dibr Gagal jantung
FaKor V Leiden Skoke
Varian protrombin G2m10A lmobilitas berkepanjangan
Defisiensi protein C 0bstruksi pelvis
Detisiensi antitrombin Sindrom nefrotik
Delisiensi protsin S Dehidrasi

Fibrinogen abnormal Hiperviskositas, polisitemia


Plasminogen abnormal Varises vena

Kelainan henostasis herediter atau didapat Berkaltan dengan faktor-laktor yang tldak diketahui
Kadar laktor Vll, Vlll, lX, atau Xl yang tinggi Usia

Kadar fibrinogen plasma yang tinggi 0besitas


Kadar homosistein plasma yang tinggi Sepsis

Delisiensi glukosilseramid Hemoglobinuria nokturnal paroksismal


Konsenkat faktor pembekuan lX Penyakit Behget
Lupus antikoagulan

Terapi estrogen (konlrasepsi oral dan TSH)

Trombositopenia yang diinduksi heparin

Kehamilan dan nifas

Pembedahan, khususnya abdomen dan panggul

Trauma berat
Keganasan

lnfark miokard
Trombositomia

TSH, terapi sulih hormon

rentan terhadap pemecahan oleh protein aktif (Gb. berantai polimerase (PCR) untuk mencari mutasi
21.3). Hal ini disebut mutasi faktor V Leiden. relatif sederhana dan uji ini sudah banyak dilakukan.
Frekuensi faktor V Leiden dalam populasi umum di Risiko absolut terjadinya trombosis bergantung pada
negara-negara Barat berarti bahwa kelainan ini tidak banyak faktor lain dan sulit untuk memberitahu
dapat dianggap sebagai mutasi yang jarang tejadi, pasien mengenai risiko mereka. Saat ini, tidak
tetapi sebagai polimorfisme genetik yang diper- dianjurkan untuk memulai terapi antikoagulan pada
tahankan dalam populasi (Gb. 21.4). Diperkirakan seseorang yang mengalami mutasi Leiden, bahkan
individu-individu dengan alel ini telah jika pasien tersebut homozigot tanpa terdapat
"mengalami", kemungkinan karena menurllnnya riwayat trombosis. Sebagian kecil pasien yang meng-
kecenderungan perdarahan. Kelainan ini tidak alami resistensi terhadap protein C teraktivasi tidak
meningkatkan risiko terkena trombosis arteri. mempunyai faktor V Leiden dan diduga mempunyai
Pasien heterozigot faktor V Leiden berisiko mutasi faktor V yang lain.
terkena trombosis lima kali lebih besar dibandingkan
populasi umum. Individu yang homozigot berisiko Delisiensi antitrcmbin
sekitar 50 kali lipat. Setelah terkena trombosis vena,
individu tersebut berisiko lebih tinggi terkena trom- Pewarisannya bersifat autosomal dominan. Terjadi
bosis ulang dibandingkan individu yang menderita trombosis vena berulang yang biasanya bermula
trombosis vena profunda (DVT), tetapi dengan faktor pada awal usia dewasa. Kadang-kadang terjadi
V yang normal. trombus arteri. Tersedia konsentrat antitrombin dan
Insidensi faktor V Leiden pada penderita trom- konsentrat ini digunakan untuk mencegah trombosis
bosis vena adalah sekitar 20-40"/,. Skrining reaksi pada saat operasi atau melahirkan. Banyak varian
iill:i::r,i,ittr,::a
260 j::::::-lr;ll:'

.;t
t@:4
a (d)

Gambar. 21.2 Pemeriksaan ultasonografi Power Dopplersetinggi pembuluh


darah lemoralis pada kedua regio inguinal (a) Aliran darah normal pada arteria
dan vena femoralis kanan; (b) tidak terdapat aliran darah dalam vena femoralis
kiri (panah) dengan aliran darah yang normal dalam arteri. Vena femoralis
komunis tidak dapat ditekan dan dipenuhi oleh trombus (Atas kebaikan Dr.A.
Watkinson). (c) Pemeriksaan colour duplex menunjukkan trombosis non-oklusif
pada vena lemoralis superfisial (SFV) (daerah hipoekoik yang ditunjukkan oleh
tanda panah). Warna (meratr/biru) menggambarkan aliran darah (atas kebaikan
Unit Vaskular, Royal Free Hospital). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-aa). (d)
Trombosis vena profunda: venogram femoral memperlihatkan trombus yang luas
dalam vena iliaka eksterna kanan (atas kebaikan dr. l.S. Francis dan dr. A.F.
Watkinson). (e) Angiogram paru CT yang diperkuat-kontras memperlihatkan
emboli paru bilateral (ditunjukkan oleh tanda panah) di dalam trunkus pulmonalis
(R) + (L). (Atas kebaikan dr. l.S. Francis).
?talirrrl:ir irl.rFit4i Fat!.ji{ riiti:!qFry$.+]wn::i1jit
r".o di; . : ...t4:r/ 'i.J "' 1. i"+1"+;-U0m0OSlS:Un i*1i;titrr:i::::.=ti 261

molekular antitrombin yang telah dikategorikan dan kecenderungan timbulnya nekrosis kulit dengan
dikaitkan dengan berbagai derajat risiko trombosis. terapi warfarin. Pewarisannya bersifat autosomal
dominan.
Defisiensi Protein C
Alel Protrombin G20210 A
Pewarisan bersifat autosomal dominan dengan
berbagai frekuensi manifestasi. Kadar protein C pada Alel protrombin G20210 A adalah suatu varian (pre-
heterozigot sekitar 50% dari normal. Secara khas, valensi 2-3"/" dalam populasi) yang menyebabkan
banyak pasien menderita nekrosis kulit akibat oklusi peningkatan kadar protrombin plasma dan pening-
pembuluh darah kulit saat diobati dengan warfarin, katan risiko trombosis sedikitnya dua kali lipat.
yang diduga disebabkan oleh penurunan kadar pro-
tein C lebih lanjut dalam satu atau dua hari pertama
setelah terapi warfarin sebelum terjadi penurunan
kadar faktor-faktor pembekuan yang tergantung l:;:;:_r::ri:_:
1
'ai

vitamin K, khususnya faktor VII. Hanya sedikit bayi /l\

yang dapat lahir dengan defisiensi homozigot dan


,/l\
arg 306 arg 506 arg 679
bermanifestasi khas sebagai koagulasi intravaskular nnn
:' i
diseminata (DIC) atau purpura fulminan pada masa ' (a) | ,'ir l Faktorv
bayi. Saat ini telah tersedia konsentrat protein C. I ' . ..:i ':;'' :r'
''lrli' ':i11r"

iit Prot€in C
,11
i:r/\ ,/ \
Defisiensi Protein S
ars 306 506 arg 679
I:l
Defisiensi protein S telah ditemukan pada sejumlah ' nsn
I
stn
tfl ,,
keluarga dengan kecenderungan trombosis. Protein S (b) I ' '':' ..1:- . lFaktorvLeiden
merupakan kofaktor protein C dan gambaran klinis-
nya mirip dengan defisiensi protein C, termasuk
Gambar. 21,3 Dasar genetik laktor V Leiden (a) Protein C aKif menginaktifkan
laktor Va melalui pemecahan proteolitik pada tiga tempat pada rantai berat Va.
(b) Pada mutasi laktor V Leiden, polimorfisme Arg 506-Gln menghasilkan
glutamin pada posisi 506 dengan inaktivasi faktor V yang kurang elektif dan
Gambar, 21,4 lnsidensi penderita karier laktor V Leiden di berbagai negara. peningkatan risiko trombosis.
262

Kemungkinan penyebab trombosis vena dengan mungkin hanya ditemukan jika terdapat defisiensi
mutasi ini dan dengan kadar faktor VII, IX, dan XI folat (hal44). Faktor risiko didapat untuk hiperhomo-
yang tinggi adalah bahwa pembentukan trombin sisteinemia mencakup defisiensi folat, vitamin 8,,
yang berkepanjangan menyebabkan regulasi pengu- atau vitamin Bu, obat-obatan (misal, siklosporin),
rangan (d own - r e gul a t i o n) fib r tnolisis melalui ak tivasi kerusakan ginjal, dan merokok. Kadarnya juga
inhibitor fibrinolisis yang diaktifkan trombin (lihat meningkat sejalan bertambahnya usia dan kadamya
hal.229). lebih tinggi pada pria dan wanita pascamenopause.

Hi p e rh o m o si st(Qi n em i a Delek Fibrinogen


Kadar homosistein plasma yang tinggi mungkin Defek fibrinogen biasanya tidak terlihat secara klinis
disebabkan oleh faktor genetik atau didapat dan atau menyebabkan perdarahan berlebihan. Gang-
dikaitkan dengan meningkatnya risiko trombosis guan ini jarang disertai oleh trombosis.
vena maupun arteri. Namun demikian, pada tahun
2001 tidak ada bukti bahwa penurunan kadar Kelainan Hemotasis Herediter atau Didapat
homosistein akan mengurangi risiko tersebut.
Homosistein berasal dari metionin dalam Kadar faktor VII atau fibrinogen yang tinggi juga
makanan dan dibuang melalui remetilasi menjadi dikaitkan dengan terjadinya trombosis arteri.
metionin atau diubah menjadi sistein melalui jalur
trans-sulfurasi (Gb. 21.5). Homosisteinuria klasik Kombinasi berbagai faktor risiko dikaitkan dengan
adalah suatu kelainan autosomal resesif yang langka, peningkatan risiko trombosis. Apabila faktor risiko
yang disebabkan oleh defisiensi sistation B-sintase, tersebut menetap, mungkin keadaan tersebut meru-
yaitu enzim yang bertanggung jawab untuk terjadi- pakan penyebab antikoagulasi yang berkepanjangan.
nya trans-sulfurasi. Penyakit vaskular dan trombosis
adalah gambaran utama penyakit tersebut. Defisiensi
Faktor Risiko Didapat
sistation B-sintase heterozigot ditemukan pada
sekitar 0,5% populasi dan menyebabkan pening- Faktor-faktor ini dapat menyebabkan trombosis pada
katan sedang dalam kadar homosistein. Metilen pasien yang tidak memiliki kelainan lain yang dapat
tetrahidrofolat redultase (MTHR) terlibat dalam jalur diidentifikasi, tetapi paling mungkin menyebabkan
remetilasi dan suatu varian enzim termolabil yang trombosis bila terdapat kelainan herediter yang
mungkin bertanggung jawab atas terjadinya homo- merupakan faktor predisposisi (misal, faktor V
sisteinemia ringan (lebih dari 15 pmol/l) walanpun Leiden).

//'"'lllf.,""' \ S-adenosil metionin


I
5,10-metilen + n1;
I
THF @ Remetilasl
l-t"'
S-adenosil homosistein

\* I
AAo"no"in
\ rur .

r
s-metir Homosistein

.
I
Asam folat
Trans-Sulfurasi
Sistationin

Gambar. 21.5 Metabolisme homosistein. Homosistein berasal dari metionin dalam makanan dan dimetabolisme melalui jalur trans-sulfurasi atau remetilasi. Trans-
sullurasi berlangsung menggunakan enzim sistationin P-sintase (CBS) dengan vitamin Bu sebagai kofaktor. Remetilasi melibatkan kerja metionin sintase (MS) pada 5-
metil-THF dengan vitamin B,, sebagai kofaktor. Selain itu, metilen tetrahidrofolat reduktase (MTHFR) juga terlibat dalam siklus ini.
+Ilitil ,i l'i{,llii+ffit$ 263

Trombosis Ven a P asc aoperasi risiko trombosis, yang sebagian besar dicegah
Hal ini lebih mungkin terjadi pada orang tua, dengan penggunaan preparat estrogen dosis rendah.
obesitas, gemuk, orang dengan riwayat trombosis
vena sebelumnya atau riwayat trombosis vena dalam Sindrom Antifosfolid
keluarga, dan pada mereka yang menjalani operasi
besar pada abdomen atau panggul. Sindrom ini dapat didefinisikan sebagai terjadinya
trombosis atau keguguran berulang yang disertai
Stasis Vena dan Imobilitas dengan bukti laboratorium adanva antibodi antifos-
folipid yang menetap. Salah satu antibodi anti-
Faktor-faktor ini kemungkinan besar bertanggung fosfolid adalah "lupus antikoagulan" (LA) yang
jawab atas tingginya insidensi trombosis vena dideteksi pertama kali pada penderita lupus eritema-
pascaoperasi dan atas trombosis vena yang berkaitan tosus sistemik (SLE) dan diidentifikasi dengan APTT
dengan gagal jantung kongestif, infark miokardium, plasma yang memanjang yang tidak terkoreksi
dan vena varikosa. Pada fibrilasi atrium, pemben- dengan campuran plasma normal 50:50. Uji kedua
tukan trombin akibat akumulasi faktor-faktor pem- yang bergantung pada pembatasan kuantitas fosfo-
bekuan aktif menyebabkan tingginya risiko emboli lifid seperti uji racun ular Russel viper yang diencer-
sistemik. Penggunaan pelemas otot selama anestesi kan (dilute Russel aiper aenom test) juga digunakan
juga dapat menyebabkan stasis vena. Frekuensi dalam penegakan diagnosis. Uji ini mewakili
trombosis vena juga lebih tinggi setelah perjalanan sebagian sindrom antibodi antifosfolid (ApS) dan
udara yang lama. jika lupus antikoagulan relatif pada fase cair, antibodi
antifosfolid (APA) lain seperti antibodi antikardio-
Keganasan lipin (ACA) dan antibodi terhadap Fr-glikoprotein
(0r-Cn4 diidentifikasi dengan pemerilsaan imuno-
Penderita karsinoma payudara, paru, prostat, pan-
logik fase padat. Pemeriksaan fase padat maupun uji-
kreas, atau usus memiliki peningkatan risiko trorn-
bosis vena. Adenokarsinoma yang mensekresi musin
uji koagulasi untuk LA harus dig,unakan dalam
dapat disertai oleh DIC. penegakan diagnosis APS. Seperti pada penderita
SLE, APS juga ditemukan pada kelainan autoimun
lain, terutama pada jaringan ikat, penyakit limfo-
Kelainan Darah proliferatif, pascainfeksi virus, dengan obat-obat
Peningkatan viskositas, trombositosis, perubahan tertentu termasuk fenotiazin dan sebagai suatu
reseptor membran, dan respons trombosit adalah fenomena idiopatik pada subjek yang sehat. Sebalik-
faktor-faktor yang mungkin menyebabkan tingginya nya, jika melihat namanya, keadaan ini dikaitkan
insidensi trombosis pada penderita polisitemia vera dengan trombosis arteri dan vena. Trombosis arteri
dan trombositopenia esensial. Terdapat insidensi dapat menyebabkan iskemia ekstremitas perifer,
trombosis vena yang tinggi, termasuk trombus pada stroke, atau infark miokardium. Seperti pada
vena-vena besar (misal, vena hepatika) pada pen- penyebab-penyebab trombofilia yang lain, terdapat
derita hemoglobinuria nokturnal paroksimal. juga keterkaitan dengan abortus berulang akibat
Peningkatan kecenderungan trombosis vena telah infark plasenta (Tabel 21.3). Manifestasi kulit yang
diamati terjadi pada penderita penyakit sel sabit dan sering dijumpai adalah trombositopenia dan livedo
penderita trombositosis pascasplenektomi. retikularis. Pengobatannya adalah dengan antiko-
agulan jika ada indikasi. Biasanya rasio normalisasi
Terapi Estrogen
internasional (International nsrmalized ratio, INR)
dipertahankan antara 2,0 dan 3,0 dengan warfarin
Terapi estrogen (terutama terapi dosis tinggi) ber- tetapi mungkin diperlukan kadar yang lebih tinggi
kaitan dengan peningkatan kadar faktor II, VII, IX, bila telah terjadi trombosis arteri atau trombosis vena
dan X dalam plasma serta menurunnya kadar profunda sebelumnya atau terjadi trombosis ber-
antitrombin dan aktivator plasminogen jaringan di ulang selama terapi warfarin. Aspirin dan heparin
dinding pembuluh darah. Terdapat insidensi trom- dosis rendah berguna dalam penatalaksanaan ke-
bosis vena pascaoperasi y*g tinggi pada wanita- guguran bemlang.
wanita yang mendapat terapi estrogen dosis tinggi Penyakit vaskular kolagen dan sindrom Behsget
dan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen juga dikaitkan dengan trombosis arteri dan vena,
dosis penuh. Terapi sulih hormon juga meningkatkan dengan atau tanpa adanya lupus antikoagulan.
i:l; Kapita,SelektaH- J lW'

Tabel 21.3 Keterkaitan klinis antara lupus antikoagulan dan antibodi 2. Pemeriksaan sediaan hapus darah-dapat mem-
antikardiolipin berikan bukti adanya penyakit mieloproliferatif;
gambaran letrkoeritroblastik mungkin menunjuk-
Trombosis vena kan penyakit keganasan.
Trombosis vena profunda/emboli paru 3. Masa protrombin (PT) dan APTT-APTT yang
Vena renalis, hepatika, vena retina. memendek sering ditemukan pada keadaan-
Trombosit arteri keadaan trombotik dan dapat menunjtikkan
Keguguran berulang adanya faktor-faktor pembekuan aktif. Tes APTT
Trombositopenia yang memanjang, yang tidak terkoreksi oleh
Livedo retikulakis
penambahan plasma normal, mengarah pada 'lu-
pus antikogulan' atau inhibitor didapat terhadap
suatu faktor pembekuan.
4. Masa trombin dan masa reptilase-pemanjangan
Konsentrat laktor lX mengarah pada kelainan fibrinogen
Trombosis vena dapat menyulitkan penggllnaan 5. Pemeriksaan fibrinogen
konsentrat faktor IX yang mengandung faktor 6. Uji resistensi terhadap protein C aktif (APC) dan
pembekuan aktif dalam jumlah yang sangat sedikit. analisis DNA untuk faktor V Leiden
Pasien yang sangat berisiko adalah penderita 7. Antitrombin-pemeriksaan imunologik dan
penyakit hati yang tidak mampu membersihkan fungsional
faktor-faktor aktif tersebut. 8. Protein C dan protein S-pemeriksaan imuno-
logik dan fungsional
9. Analisis gen protombin untuk varian G 20210 A
Defisiensi glukosilseramid
10. Pengukuran homosistein plasma
Kadar glikolipid glukosil seramid plasma yang Bahkan pemeriksaan lengkap pada banyak pasien
rendah merupakan faktor risiko potensial untuk kadang tidak menunjukkan adanya kelainan
terjadinya trombosis vena terutama pada pasien pria sehingga pengobatan dengan antikoagulan oral
usia muda. Glikolipid tersebut memodulasi jalur pro- tetap bersifat empiris
tein C. .11. Uji lisis asam dan uji-uji r.rntuk ekspresi CDun dan
CDr, (pada hemoglobinuria nokturnal parok-
sismal) lebih disukai bila diduga terdapat hemo-
globinuria noktttrnal paroksimal.
PEMERIKSAAN TROMBOFILIA

Setelah pemeriksaan klinis, banyak keadaan ber-


DIAGNOSIS TROMBOSIS VENA
kaitan dengan meningkatnya risiko trombosis yang
terlihat jelas, Penilaian lengkap diindikasikan
khususnya pada pasien yang mengalami DVT atau Trombosis Vena Profunda
emboli paru berulang atau spontan, pada penderita
trombosis usia muda serta pada penderita kecen- Ultrnsonografi kompresi serial Pemeriksaan ini merupa-
derungan familial terjadinya trombosis atau trom- kan metode yang paling dapat dipercaya dan praktis
bosis pada lokasi yang tidak lazim. Dengan semakin bagi pasien yang diduga menderita DVT di tungkai
diketahuinya penyebab sistemik trombofilia, indikasi dan di tempat lain (Gb. 2I.2a,b). Pemeriksaan ini
penapisan trombofilia juga makin melttas. Peme- dapat digabungkan dengan pemindaian power Dop-
riksaan laboratorium berikut ini digunakan dalam pler (Duplex) (Gb. 21.2c) yang meningkatkan
penegakan diagnosis. keakuratan dengan memfokuskan pada vena ter-
sendiri. Pemeriksaan ini tidak membedakan antara
trombi akLrt dan kronis.
UiiSt<rlning
Venogrnfi kontrns Medium kontras disuntikkan ke
1. Hitung darah dan endap darah (ESR) untuk
lajr-r dalam vena yang terletak di sebelah perifer dari DVT
mendeteksi peningkatan kadar hernatokrit, yang dicr.rrigai. Pemeriksaan ini memungkinkan
jumlah leukosit, jumlah trombosit, fibrinogen, dan terlihatnya secara langsung lokasi, ukuran, dan besar
globulin trombus menggunakan sinar X (Gb. 27.2d). Walau-
,'i.,i!l:', ',,::i
,r.-1l.
Nli=-€i$$ iliii?,i$iliiil$Siiria,ffi#.i.6=fi. *if ,'ibW Eori,l te::::ir:::,. ,. l!!
:
i$i; i$ 26s

pun demikian, teknik ini bersifat invasif dan menim- kegunaan dalam pengobatan trombosis arteri kurang
bulkan nyeri dengan risiko reaksi terhadap kontras jelas.
dan DVT yang diinduksi oleh tindakan tersebut.

Konsentrasi D-dimer Plasmn Konsentrasi produk


HEPARIN
pemecahan fibrin tersebut meningkat bila terdapat
trombosis vena yang baru. Pemeriksaan ini berguna
Mukopolisakarida tidak terfraksionasi yang bersifat
jika diduga terdapat trombosis berulang dan juga asam dengan berat molekul rata-rata 15.000-18.000
dapat dikombinasi dengan pemeriksaan-pemerik- ini merupakan suatu inhibitor pembekuan darah
saan tersebut di atas untuk diagnosis kejadian karena kerjanya memperkuat aktivitas antitrombin
pertama. (lihat di bawah). Heparin harus diberikan melalui
injeksi karena tidak diserap di saluran cerna. Heparin
Pencitrsan resonnnsi mngnetik (MRI) Pemeriksaan ini diinaktifkan oleh hati dan diekskresi dalam urine.
juga dapat digunakan tetapi biayanya mahal. Pletis- Waktu pamh biologik yang efektif adalah sekitar 1
mografi impedansi bersifat kurang sensitif dan jam (Tabel21.4).
akurat sehingga makin jarang digunakan.
Cara kerja
Emboli Paru Heparin secara dramatis memperkuat pembentukan
kompleks antara antitrombin dengan faktor-faktor
Rontgen torqks Hasilnya sering kali normal, tetapi pembekuan protease serin aktif, trombin (IIa), dan
dapat menunjukkan bukti adanya infark paru atau faktor-faktor IXh, Xa, serta XIa (Gb. 21-6). Pemben-
efusi pleura. tukan kompleks ini menon-aktifkan faktor-faktor
tersebut secara ireversibel. Selain itu, heparin meng-
Skintigrafi aentiktsi perfitsi (VQ). Metode ini men- ganggu fungsi trombosit.
deteksi daerah pam yang mendapat ventilasi tetapi
tidak perfusi.
Tabel 21.4 Perbandingan heparin tidak terfraksionasi dengan heparin
Angiografi pulmonal tomogrnfi terkomputasi (CT) Irisan- berat molekul rendah.
irisan halus paru di-scan dengan CT spiral sehingga
defek pengisian dalam arterial pulmonalis tervisuali-
Heparin tidak Heparin berat
terfraksionasi molekul rendah
sasi(Gb.21.2e)
Berat molekul rata-rata dalam 15 4,5:l
Angiografi pulmonnl resonnnsi magnetik MRI yang di- kilodalton (kisaran) (4-30) (2- 10) ,:

perkuat godolinium adalah teknik yang relatif baru, Anti Xa: anti lla 1:1 2:1 sampai 4:1
mahal, tetapi akurat.
Menghambat lungsi trombosit Ya Tidak :,

Angiografi ptilmonal Ini adalah metode rujukan tradi- Bioavailabilitas


:

507o 100%
sional tetapi bersifat invasif dengan komplikasi,
seperti aritmia atau reaksi kontras (walaupun Waktu paruh

jarang). intnvena :: ljam .,,,2janl',,',


subkutan ziam 4 jam
Elektroknr dio grnm P emeriksaan ini dilakukan untuk Eliminasi hati
Ginlal dan Ginjal
menentukan apakah terdapat'tegangan' jantung
kanan yang terjadi hanya pada kasus-kasus yang Pemantauan :
APTT Pemeriksaan Xa
relatif berat. " ,: ,(biasanyatidak
diperlukan)

Frekuensi trombositopenia Tinggi Rendah


yang diinduksi heparin
OBAT ANTIKOAGULAN
Osleoporosis Ya Lebih jarang

Obat-obat antikoagulan banyak digunakan sebagai


pengobatan penyakit trombo-embolik vena, tetapi APTT, masa tromboplastin parsial teraktivasi
266

Heparin berat molekul rendah (low moleculnr dalam pengobatan DVT akr"rt atau embollls paru.
weight hepnrin, LMWH) dengan berat molekul 2000- Pada orang dewasa, dosis sebesar 30.000-40.000 unit
10.000 diproduksi melalui depolimerisasi enzimatik selama 24 jam (1000-2000 unit/jam dengan dosis
atau kimia dari heparin yang tak terfraksionasi, pembebanan 5000 unit) biasanya memberi hasil
LMWH mempunyai kemampuan yang lebih besar memuaskan. Terapi dipantau dengan mempertahan-
untuk menghambat faktor Xa daripada menghambat kan APTT antara 1,5 dan 2,5 kali nilai normal.
trombin dan kurang berinteraksi dengan trombosit Biasanya terapi walfarin dimulai 2 hari setelah mulai
dibandingkan heparin standar, sehingga kecen- terapi heparin dan heparin dihentikan jika INR
derungan unluk menyebabkan perdarahan lebih kecil. sudah melebihi 2,0 selama 2 hari berturut-turut. Pada
Obat ini juga mempunyai bioavailabilitas yang lebih sindrom koroner akut, penggunaan heparin tidak
besar dan waktu paruh yang lebih lama dalam terfraksionasi maupLrn heparin dengan berat
plasma sehingga memungkinkan pemberian satu molekul rendah bermanfaat bila digunakan bersama
kali sehari pada profilaksis atau pengobatan (Tabel aspirin sebagai pencegahan trombosis mural, embo-
27.4). lisasi sistemik, dan trombosis vena.
Heparin subkutnn Suntikan subkutan intermiten lebih
lndikasi disukai bila heparin diberikan sebagai profilaksis
terhadap trombosis vena, misalnya untuk prosedur
Heparin digunakan secara rutin pada trombosis vena
bedah. Dosis lazim adalah 5000 unit tiap 12 jam
profunda, emboli paru, dan angina pektoris tak stabil.
sebelum operasi diikuti dengan dosis ini tiap 8-12
Heparin juga banyak digunakan sebagai profilaksis jam selama 7 hari atau sampai pasien dapat bergerak.
trombosis vena dan merupakan obat pilihan bagi Heparin dengan berat molekul rendah (lihat di
perempuan yang memerlukan antikoagulan selama bawah) biasanya lebih disukai karena dapat diberi-
kehamilan karena obat ini tidak melewati plasenta. kan hanya sekali sehari.
Heparin juga digunakan selama operasi pintas (bypass)
kardiopulmonal, untuk mempertahankan patensi Heparin berat molekul rendah
infus vena menetap dan pada beberapa kasus DIC
apabila manifestasi yang dominan adalah vaso-oklusif. Heparin berat molekul rendah diberikan melalui
injeksi subkr-rtan dan karena waktu paruhnya lebih
lama dibandingkan heparin standar, maka dapat
Pemberian dan kontrol laboratorium
diberikan sekali sehari sebagai profilaksis, atau sekali
Heparin standar atau dua kali sehari sebagai pengobatan (Tabel 21.4).
Pemantauan APTT tidak diperlukan. Dosis nmum
Infrc intrnaenn kontinu. Ini memungkinkan pengen- adalah tinzaparin 175trnit/kganti Xa atau dalteparin
dalian terbaik terapi heparin dan lazim digunakan 200 unit/kg anti Xa secara subkutan tiap hari.
Heparin dengan berat molekul rendah mulai
menggantikan heparin terfraksionasi untuk heparin
DVT meliputi emboli paru dan sekarang banyak pen-
derita DVT tanpa komplikasi yang dapat ditangani
di rumah dengan injeksi heparin dengan berat
molekul rendah secara teratur sekali atau dua kali
sehari sesuai preparat. Lama tinggal di rumah sakit
yang lebih singkat ini dapat mengompensasi biaya he-
parin dengan berat molekul rendah yang lebih mahal.

Komplikasi
Heparin tidak terfraksionasi dengan sejumlah efek
samping. Risiko komplikasi tersebut tampaknya
I
Y berkurang sekitar 50% dengan pengglrnaan heparin
Fibrinogen .- Flbrin
dengan berat molekul rendah.

Gambar. 21.6 Kerja heparin. Heparin mengaktilkan antitrombin yang kemudian Perdarahdn selama terapi heparin
membentuk kompleks dengan faktor-faktor pembekuan protase serin aktif
(trombin, Xa. lXa, dan Xla) dan menginaktifkan faktor-faktor pembekuan
Perdarahan mungkin disebabkan oleh pemberian
tersebut. antikoagulan jangka panjang yang berlebihan atau
!.;trjr::, .i::ri;.:ii ii!ia{i:1: ': :t.
::it:t:-: I :iri i,r!i:i:
: rrr::=: nti ff$'iii.F"$irllifi1$ ;ioliir,
:'lr'i
rir ..:-
l .'
,. . zol
:.,:r:iisii
ti:1li:r ;
I r{::, :::
,
:j
: -,
, ..
::,;,
.
,. ii: : ,:

efek fungsional antitrombosit dari heparin. Heparin heparin tak terfraksionasi, tetapi terdapat reaktivitas
intravena mempunyai waktu paruh kurang dari satu silang antibodi. Terapi warfarin pada beberapa kasus
jam dan biasanya hanya diperlukan untuk meng- menyebabkan nekrosis kulit dan hams ditunda
hentikan infus. Protamin dapat menginaktifkan sampai tercapai antikoagulasi altematif.
dengan segera, untuk perdarahan berat, dosis prota-
min sebesar 1mg/100 unit heparin memberikan Osteoporosis
netralisasi yang efektif. Walaupun demikianr pro-
tamin sendiri dapat bekerja sebagai antikoagulan bila Hal ini terjadi pada terapi heparin jangka panjang (>2
berlebihan, bulan), terutama saat kehamilan. Obat membentuk
kompleks dengan mineral tulang, tetapi patogenesis
Trombositopenia yang diinduksi heparin
pastinya belum diketahui.

jumlah trombosit yang sedikit menurun dapat ter-


capai pada 24 jam pertama sebagai akibat pengum- lnhibitor trombin direk
pulan (clumping) trombosit. Ini tidak mempunyai
konsekuensi klinis (trombositopenia yang diinduksi Hirudin, fragmen hirudin, dan inhibitor trombin
heparin/HlT tipe 1). HIT yang penting, yaitu tipe2, direk dengan berat molekul rendah lainnya ber-
dapat terjadi pada sampai 5% pasien yang diobati potensi sebagai obat antitrombotik, tetapi belum
dengan heparin terfraksionasi dan secara paradoks digunakan secara rutin dalam klinik.
timbul dengan trombosis. Ini terjadi akibat peng-
ikatan heparin pada trombosis yang diikuti dengan
pembentukan antibodi imunoglobulin G (IgG) ter-
hadap kompleks heparin-p/ateletfnctor (PF ) yang ANTIKOAGULAN ORAL
menyebabkan aktivasi trombosi t (Gb. 21.7). Biasanya
HIT ini tampak sebagai penurunan jumlah trombosit Ini adalah derivat koumarin atau indandion. War-
sebesar >50% pada waktu 5 hari atau lebih setelah farin (suatu koumarin) paling banyak digunakan.
memulai terapi heparin atau terjadi lebih awal bila Obat-obat tersebut merupakan antagonis vitamin K
heparin telah diberikan sebelumnya. Diagnosis sulit (hal. 251) sehingga menyebabkan penurlrnan akti-
ditegakkan tetapi akhir-akhir ini telah dikembang- vitas biologi faktor II, VII, IX, dan X yang bergantung-
kan pemeriksaan yang memungkinkan deteksi vitamin K. Antikoagulan oral menghambat karbok-
antibodi untuk imobilisasi kompleks heparin-PF4. silasi-y residu asam glutamat protein-protein ini (Gb.
Terapi heparin harus dihentikan. Inhibitor-inhibitor 20-7). Setelah diberikan warfarin, kadar faktor VII
hombin seperti himdin atau lepimdin tampak men- ttrrun banyak dalam waktu 24 jam, tetapi protrombin
janjikan sebagai alternatif, dan heparinoid seperti mempunyai waktu pamh yang lebih panjang dalam
danaparoid juga dapat digunakan. Heparin dengan plasma dan menumn sampai 50% normal pada hari
berat molekul rendah lebih kecil kemungkinannya ketiga; pasien mengalami antikoagulasi penuh hanya
untuk menyebabkan HIT dibandingkan dengan dalam jangka wakhr tersebut.

Trombositopenia

Gambar. 21.7 Mekanisme lrombositopenia yang diinduksi


heparin (HIT). Platelet factor 4 (PF4) dilepaskan dari
granula a. dan membentuk kompleks dengan heparin pada
permukaan trombosit. Antibodi imunoglobulin G (biasanya
igG2) terbentuk dalam kompleks ini dan sekali terikat dapat
mengaktilkan trombosit melalui reseptor imunoglobin pada
trombosit, Fc 1Rll. Hal ini menyebabkan stimulas,j trombosit,
pelepasan PF4 lebih lanjut, dan reaksi pelepasan trombosit
yang akibalnya menyebabkan lrombositopenia dan pem-
bentukan trombus.
i,, : . i,ritr$1:ii:::3;:
xapita $b.loliB, ltema., lqtoSi

Prinsip antikoagulasi oral :


lnteraksi obat

Regimen awal yang khas untuk warfarin adalah 10 Sekitar 97o/o warfarin dalam sirkulasi berikatan
mg pada hari I, 10 mg pada hari kedua, dan kemu- dengan albumin dan hanya sebagian kecil warfarin
dian 5 mg pada hari ketiga. Setelah itu dosis hams yang bebas dan dapat memasuki sel parenkim hati.
disesuaikan menurut PT. Dosis rumatan lazim untuk Fraksi bebas inilah yang aktif. Dalam sel-sel hati,
warfarin adalah 3-9 mg per hari, tetapi respons setiap warfarin didegradasi dalam mikrosom menjadi
individu sangat bervariasi. Dosis yang lebih rendah metabolit inaktif yang larut dalam air, yang lain
dianjurkan untuk pasien usia lanjut atau pasien dikonjugasi dan dieksresi dalam empedu dan
dengan penyakit hati. direabsorbsi sebagian untr-rk dikeh'rarkan dalam
Indikasi dan kisaran yang dianjurkan untuk rasio urine. Obat yang mempengaruhi pengikatan dengan
internasional yang dinormalkan (Internnsionril Nor- albumin atau ekskresi warfarir-r (atau antikoagulan
malized Rafio, INR) dengan terapi warfarin dirang- oral lainnya) atau obat yang menttnlnkan absorpsi
kum dalam Tabel 21.5. Efek anti koagulan oral di- vitamin K akan mengganggu pengendalian terapi
pantau dengan PT. INI{ digunakan dan didasarkan (Tabel21.6).
pada rasio PT pasien terhadap PT normal rata-rata
dengan koreksi untuk sensitiuitas tromboplastin yang
digunakan. Nilai ini dikalibrasi terhadap trombo- Penan ganan overdosis warlarin
plastin standar primer Badan Kesehatan Dunia
(wHo). Bila INR lebih dari 4,5 tanpa perdarahan, warfarin
Warfarin melewati plasenta dan bersifat terato- hartrs dihentikan selama 1 atau 2 hari dan dosisnya
genik. Heparin lebih disukai pada pasien hamil disuntikkan sesuai INR. Waktu pamh warfarin yang
karena tidak melewati plasenta dan kerjanya jangka panjang (a0 jam) menttnda efek penuh perubahan
pendek. dosis selama 4-5 hari. Perdarahan ringan biasanva
Melanjutkah warfarin dalam jangka pendek hanya memerlukan pemeriksaan INR, penghentian
sampai sedang (sampai dengan 6 bulan) lazim obat, dan selanjutnya penyesuaian dosis (Tabel21.7).
digunakan untuk DVT yang sudah pasti, emboli pam Perdarahan serius mungkin memerlukan peng-
dan setelah operasi katup jantung xenograf atau hentian terapi, terapi vitamin K atau infus plasma
pintas koroner. Terapi jangka panjang diberikan beku segar atau konsentrat faktor. Namun faktor
untuk trombosis vena bemlang, untuk komplikasi yang disebutkan terakhir membawa risiko DIC dan
emboli pada penyakit jantung rematik atau fibrilasi keduanya dapat menularkan virus. Vitamin A adalah
atrium, serta pasien dengan katup prostetik dan antidotum spesifik; dosis 2,5 mg secara oral atau
cangkok arteri. Warfarin juga diberikan jangka intravena biasanya efektif, tetapi dosis yang lebih
panjang pada pasien dengan penyebab trombofilia tinggi mengakibatkan resistensi terhadap terapi
yang berat (misal, lupus antikoagulan dan riwayat warfarin selanjutnya selama 2-3 minggtt.
trombosis).

OBAT FIBRINOLITIK
Tabel 21.5 Uji kontrol antikoagulan oral. Kadar target
Sejumlah obat fibrinolitik mampu melisiskan
direkomendasikan oleh British Society ol Haematology (2000)
trombus baru (Tabel 21.8). Obat-obat tersebut dapat
INR target Keadaan klinis digunakan secara sistematik untuk penderita infark
miokard akut, emboli parr"r mayor atau trombosis
2,5 (2,G3,0) Pengobatan OVT, emboli paru, fibrilasi atrium, DVT
iliofemoral, dan secara lokal pada penderita oklusi
rekuren setelah lepas warfarin; trombofilia
herediter simtomatik, kardiomiopati, trornbus arteri perifer akttt.
mural, kardioversi ,
Pemberian obat trombolitik telah disederhanakan
dengan regimen dosis yang baku. Terapi ini paling
3,5 (3,S4,0) DVT rekuren pada saat masih diterapi heparin,
katup iantung prostetik mekanik, sindrom'
' efektif dalam 6 jam pertama setelah gejala mulai
antitoslolipid (beberaPa kasus) timbul, tetapi masih bermanfaat sampai dengan 24
jam. Streptokinase diberikan dalam dosis pem-
bebanan sebesar 250.000 unit diikuti dengan rumatan
DVT (deep vein thrombosis), trombosis vena profunda; INR (international
normatized ratio\, rasio internasional yang dinormalisasi
100.000 unit tiap jam selama 72 24 jam. Pada infark
269

Tabel 21.6 Obat dan faktor-faktoi' lain yang menggangu kontrol terapi antikoagulan

ln hibjsi An{ik6a0uhh :orel

;
Olat yan$menelen elet koumarin : r'.

Uimpercefiai de$ahS *otuiirin pAa nikonm h211:


:,:t',:\

. renutwlansnrcs5r€Klot-IaKIo/WnnnK .. j,.r :. .. ,.il:


,. ii,.l

:t '',
,- ;,i,1"r,:1' ,;. : ,:.:,i - '1':-"i' r r ' i ...,,.:

' Penyaltlt'hattliir:. iil ,, ., i,- ';"+-,. ii , , i =:,

NB' Pasien juga lebih besar kemungkinan mengalami perdarahan bila mendapat obat antitrombosit (misal, NSAID, dipiridamol, atau aspirin); alkohol dalam jumlah
besar memperkuat kerla warfarin.

miokard akut, streptokinase diberikan sebagai dosis Tabel 21.7 Rekomendasi penatalaksanaan perdarahan dan antiko-
tunggalsebesar 1.500.000 unit dalam 60 menit. Terapi agulasi bedebih dari British Comitee For Standards ln Haematology
aspirin juga diberikan dan kegunaan terapi heparin (2000)

tambahan saat ini sedang dalam penelitian.


INR 3,S6,0 (lNR larget2,5)
Penggunaan uji laboratorium untuk pemantauan
dan kontrol terapi trombolitik jangka pendek saat ini INB 4:S6,0 (lNR talget 3.15)

dianggap tidak perlu. Walaupun demikian, kompli-


kasi klinis tertentu tidak memungkinkan pengguna-
an obat trombolitik (Tabel21.9).
Aktivator plasminogen jaringan rekombinan
memiliki afinitas yang tinggi terhadap fibrin dan hal
ini memungkinkan lisis trombi dengan aktivasi
fibrinolisis sistemik yang lebih sedikit. Kompleks
aktivator streptokinase plasminogen terasilasi
(acylated plasminogen streptokinase actiaator complex,
APSAC) dan aktivator plasminqgen tipe urokinase
rantai tunggal (single-chain urokinase type plasminogen
actiaator, SCU-PA) adalah dua obat fibrinolitik lain.

OBAT ANTITROMBOSIT FFP, plasma beku segar; lNR, rasio internasional yang dinormalisasi.
.1
mg vitamin K dapat diberikan secara oral untuk menurunkan INR secara
Peranan obat-obatan antitrombosit makin meningkat cepat sampai ke kisaran terapeutik dalam waKu 24 jam pada semua pasien
dalam kedokteran klinik. Sekarang telah jelas di- dengan INR di atas kadar terapeutik dan tanpa perdarahan.
270 ffi$ffi|$i$-' ,*, '1.'*+r*.r,:"Fs.i$,.?,ffi$.ffrt, W,,S t- ':rr .*#i'l.}T, l,,,' .tli,ii il|illff.5nttt**
Tabel 21,8 Obat fibrinolitik-aktivator plasminogen Aspirin Aspirin menghambat siklooksigenase trom-
bosit secara ireversibel, sehingga menurunkan
Streptokinase (SK) produksi tromboksan A, trombosit. Telah dikemuka-
AKivalor plasminogen jaringan (tPA) kan bahwa siklooksigenase endotel vaskular kurang
Ahivaor plasminogen tipe uroklnase rantaitunggal (SCU+A} : sensitif terhadap aspirin dibandingkan dengan
,

Kompleks aktivator plasminogen-streptokinase terasilasi (APSAC) siklooksigenase trombosit. Terapi dosis rendah
(misal, 75 mg sehari lebih efektif dibandingkan
dengan dosis standar dalam meningkatkan rasio
prostasiklin:tromboksan A, dan mungkin mem-
Tabel 21.9 Kontraindikasi lerapi trombolitik
punyai efek antitrombosis yang lebih besar. Aspirin
Kontraindikasi absolul Koniraindikasi relatif
digunakan pada pasien dengan riwayat penyakit
arteri koroner atau serebrovaskular. Aspirin juga
Perdarahan gastrointestinsl Resusitasi kardiopulmonal traumalik : berguna dalam mencegah trombosis pada penderita
,, aktif Oporasi besar dalam 10 hsri terakhir trombositosis.
RuPfurSorta. .'.,:t.,',,',' Riwayat perdarahan gastroinisstinal
Cedera kepala alau stroke sebelumnya
: Dipiridamol (Persantin) Obat ini merupakan suatu in-
dalamduabulanlerakhir Earu mengalami persalinan obstetri[
:Bedah saral dahm dua bulan
hibitor fosfodiesterase yang diyakini meningkatkan
Pungsi arteri sebelumnya
,,. tsysldii:- ,, ,, ,,, kadar adenosin monofosfat siklit (cAMP) dalam
Biopsi organ sebelumnya
Aneurisma,,ahu neoplasma trombosit yang bersirkulasi, yang mengurangi sen-
:ihtrakanlal .- . Trauma serius sitivitas trombosit tersebut terhadap stimulus yang
Hipertensi arterial berat (lekanan mengaktivasi. Dipridamol telah terbukti mengurangi
Reiinopati ;diabetii,prollferatif
sistolik >200 mmHg , tekanan
diastolik >110 mmHg
komplikasi tromboemboli pada penderita katup
jantung prostetik dan memperbaiki hasil pada
Diatesis perdarahan
operasi pintas koroner.

Sulfinpirazon Obat ini merupakan suatu inhibitor


ketahui bahwa aspirin bermanfaat dalam pence- kompetitif siklooksigenase. Sulfinpirazon efektif
gahan sekunder penyakit vaskular. Beberapa obat mengurangi frekuensi penyumbatan dalam pintas
lain sedang diteliti dan tempat kerja obat-obat anti- arteriovenosa pada pasien dialisis kronis.
trombosit diilustrasikan dalam Gb. 21.8

Trombosit

Asoirin
suifin- +
prrazon Reseptor Gp

Gambar 21.8 Tempat kerja obat-obat antitrombosit. Aspirin


Dekstran mengasetilasi enzim siklooksigenase secaia ireversibel.
Sulfinpirazon menghambat sikloogenase secara reversibel.
Penyekal Dipridamol menghambat losfodiesterase, meningkatkan
Gp
Prostasiklin + (misal, kadar adenosin monoloslat (oAMP), dan menghambat
abciximab) agregasi. lnhibisi ambilan adenosin oleh eritrosit memung-
kinkan penimbunan adenosin dalam plasma yang mensti-
Clopidogrel mulasi adenilat siklase trombosit. Prostasiklin (epopres-
Dipiridamol .-.> tenol) menstimulasi adenilat siklase. Penyekat-p yang larut
dalam lemak menghambat fosfolipase. Antagonis saluran
lEsh'til"$ I kalsium menghambat aliran ion kalsium bebas melewati

IO
tnnioisi membran trombosit. Dekstran melapisi permukaan dan
Agregasi I
mengganggu adhesi dan agregasi. GP, glikoprotein
;iliirf,lY.jiffrt: ;";1liil 271

Ticlopidine Obat ini merupakan obat antitrombosit Epstein EH. (1998) Homocysteine and atherothrombosis.
yang digunakan setelah angioplasti koroner. Efek N.Engl. I. Med. 338,1042-50
sampingnya meliputi neutropenia dan trombosito- Guidelines on the investigation and management of the
penia. Obat ini telah digantikan oleh clopidogrel. antiphospholipid syndrome (2000) Br. I. Haematol.
709,704-15
Clopidogrel Obat ini merupakan obat antitrombosit Hirsh J. and Weitz J. Q999) New antithromboticagents.
yang digunakan untuk mengurangi kejadian iskemia Lancet. 353,1431-5.
pada penderita stroke iskemik infark miokard atau Kearon C. and Hirsh J. Q997) Management of anticoagula_
tion before and after elective surgery. N . Engl. y . tttted. ne
penyakit pembuluh darah perifer. Obat ini diguna- ,
1506-11.
kan setelah pemasangan stent arteri koroner atau
Lane D.A. and Grant P.J. (2000) pole of hemostatic gene
angioplasti koroner. polymorphisms in venous and arterial thrombotic dis-
ease. Blood 95, 1517 -32.
Abciximab Obat ini merupakan suatu antibodi
Lensig A.WA. et al. (1999) Deep-vein thrombosis. Lancef
monoklonal yang menghambat reseptor Gp IIblIIIa 3s3.479-8s.
Obat ini digunakan bersama heparin dan aspirin Levine M. et al. (1996) A comparison of low molecular
]'ntuk pencegahan komplikasi iskemik pada pisien weight heparin administered primarily at home with
berisiko tinggi yang menjalani angioplisti koroner unfractionated heparin administered inthe hospital for
transluminal perkutaneus. Obat ini hanya bisa proximal deep vein thrombosis. N. Engl.l. Med. tg4,6Z7_
digunakan sekali. 81.
MacCallum P.K. and Meade T.W. (eds) (1999) Thrombo_
Obat antitrombotik spesifik Obat-obat terbaru telah phtlia. Clin. Haematol. 12, 329403.
dikembangkan untuk mengubah keseimbangan Meijers j.C.M., Tekelenburg W.L.H., Bouma B.N. ef a/.
(2000) High ievels of coagulation factor XI as a risk factor
metabolisme prostaglandin fisiologis. prostasiklin
intravena telah digunakan dalam uji klinis pada for venous thrombosis. N. Engl. J. Med. g42,696-701.
Perry D.J. (1999) Hyperhomocystein aemia. CIin. Haematol.
penderita penyakit pembuluh darah perifer dan pur-
12,45L-78.
pura trombositopenia trombotik. Obat tersebut juga Prandoni P. and Mannucci p.M. (1999) Deep-vein thrombo_
telah mengurangi penyumbatan pintas arteriovenosa sis of the lower limbs: diagnosis and minagem ent. Clin.
pada pasien hemodialisis Haematol. 12,53344.
Rosendaal F.R. (1999) Venous thrombosis: a multicausal
disease. Lancet 353, 1167-73.
Shapiro S.S. (1996) The lupus anticoagulant/antipho-
pholipid syndrome. Ann. Rea. Med.47,53S_SS.
KEPUSTAKAAN Simonneau G. et al. (1997) A comparison of iow molecular
weight heparin with unfractionated heparin for acute
Baglin T. dkk. (1998) Guidelines on oral anticoagulation: ed
pulmonary embolism. N. Engl. I. Med. 9i7,663_9.
Thorogood M. (1998) Oral contraceptives and thrombosis.
3. Br. J. Haematol.701,374-87.
Curr. Opin. Haenntol. 5, 350-54.
Bertina R.M. dkk. (1994) Mutation in blood coagulation
Wertz J. Q997) Low molecular-weight heparins . N .Engl.
factor V associated with resistance to activated piotein C. | .

Med.337,688-54.
Nature 369,64-7.
Wood K. (ed) For the British Committee for Standards in
British Society for Haematology (1992) Guidelines on the
Haematology (2O00) Standard Haematology practice 2:
use and monitoring of heparin: second revision. I. CIin.
Pathol. 46,97-103.
Guidelines in Oral Anticoagulation. Blackwell Science,
Dahlback B. dkk. (1993) Familial thrombophilia due to Oxford; pp.104-29.
poor anticoagulant response to activated protein C. proc,
Natl. Acad. Sci. USA 90, 1004-8.
',111 i:.'":.::: -. I l

iiiiilll*lilifll. ! BABi?Z.''=

Perubahan hematologi pada


penyakit sistemik
Anemia penyakit kronis, 272 lnfeksi, 279

Penyakit keganasan (selain penyakit sumsum tulang primer), Splenomegali, 281


272
Kelainan metabolisme bawaan, 283
Artritis reumatoid (dan kelainan jaringan ikat lain), 275
Sindrom splenomegali tropis, 285
Gagal ginjal, 276
Splenektomi dan hiposplenisme, 285
Penyakit hali,277
Pemantauan nonspesilik pada penyakit sistemik, 287
Hipotiroidisme, 279

ANEMIA PENYAKIT KRONIS plasma dan ke eritoblas, berkurangnya masa hidtrp


eritrosit, dan respons eritropoiten yang tidak adekuat
terhadap anemia. Kadar berbagai sitokin dalam
Sebagian besar anemia yang ditemukan dalam
plasma, terutama interleukin-I (IL-I), IL-6, dan faktor
praktik klinik terjadi pada penderita penyakit nekrosis tumor (tumor necrosisfnctoa TNF) meningkat
sistemik dan terjadi akibat sejumlah faktor penyebab.
dan mungkin menumnkan sekresi eritropoietin.
Anemia penyakit kronis memiliki arti penting, dan
Anemia terkoreksi apabila penyakit yang mendasari
terjadi pada penderita berbagai penyakit inflamasi
berhasil diatasi. Anemia tersebut tidak berespons
kronis dan keganasan (Tabel 22.1). Biasanya kadar
terhadap terapi besi walaupun kadar besi serum
laju endap darah (erythrocyte sedimentation rcfe, ESR)
rendah. Respons terhadap terapi eritropoietin re-
dan protein C- reaktif (C-reactiae protein, CRP) me-
kombinan mungkin ada (misal, pada atritis rematoid
ningkat. Keadaan ini dapat diperburuk oleh gam-
atau kanker) tetapi ini saja tidak mengoreksi anemia
baran lain yang mungkin terjadi karena penyakit
secara keseluruhan. Pada banyak keadaan, anemia
mengenai secara khusus pada salah satu sistem.
diperburuk oleh anemia akibat sebab lain (misal, defi-
Gambaran yang khas adalah sebagai berikut:
siensi besi atau folat, gagal ginjal, infiltrasi sLlmsum
1. Indeks dan morfologi eritrosit, eritrosit normo-
tulang, hipersplenisme, atau kelainan endokrin).
krom, normositik, atau mikrositik ringan (volume
eritrosit rata-rata lmenn corpusctilar aoltnne, MCVI
77-82 fl) (lihat juga hal. 34).
2. Anemia ringan dan tidak progresif (hemoglobin PENYAKIT KEGANASAN (SELAIN
jarang yang >9,0 g/dl)-beratnya anemia terkait
PENYAKIT SUMSUM TULANG PRIMER)
dengan beratnya penyakit yang mendasari.
3. Besi serum dan daya ikat besi total (TIBC) menurun.
4. Feritin serum normal atau meningkat. Anemia
5. Besi cadangan sumsum tulang (retikuloendotel)
normal tetapi masuknya besi ke dalam eritroblas Faktor-faktor yang turut berperan antara lain anemia
menlrrun. penyakit kronis, kehilangan darah dan defisiensi
Patogenesis anemia tampaknya berkaitan dengan besi, infiltrasi sumsum tulang (Gb.22.1) yang sering
berkurangnya pelepasan besi dari makrofag ke dalam disertai gambaran hapusan darah leukoeritroblastik

272
Peryhahan hematologi pada periyakii.sistemtk

(eritrosit berinti dan prekursor granulosit dalam hemolitik autoimnm pada limfoma maligna dan
sediaan hapusan darah), defisiensi folat, hemolisis, kadang-kadang, dengan tumor lain; aplasia eritrosit
dan penekanan sumsum tulang akibat radioterapi primer pada timoma atau limfoma; serta sindrom
atau kemoterapi (Tabel 22.2). Penyebab lain anemia mielodisplastik sekunder karena kemoterapi. Ter-
leukoeritroblastik meliputi mielofibrosis, leukemia dapat kaitan pula antara anemia pernisiosa d".gur",
akut dan kronis, serta anemia hemolitik berat atau karsinoma lambung.
anemia megaloblastik. Anemia pada penyakit keganasan mungkin
Anemia hemolitik mikroangiopatik (hal. 61)
-berespons sebagian terhadap eritropoietin. Asam
terjadi pada adenokarsinoma yallg mensekresi musin folat sebaiknya hanya diberikan jika terdapat
(Gb22.2), temtama vang terjadi pada lambung, parLr, kepastian bahwa anemia megaloblastik disebabkan
dan payudara. Bentuk anemia yang lebih jarang oleh defisiensi folat; pemberian asam folat dapat
terjadi pada penyakit keganasan adalah anemia "memberi makan" tumor.

e{
"l ..'
,\' 9,**

*ut..-3I

.*t
I
-:t+

:f
f$
lrj
gi- l
'$
&

:' ,. ir . l_tl":=::iii:i:qri
,, 'i il ''

Gambar'22.1 Karsinomametastasispadaaspiratsumsumtulang: (a) Payudara; (b) Lambung: (c) Kolondanbiopsi trephinsumsumtulang; (d) prostat; (e) Lambung;
(l) Ginjal. (Lihat Gambar Berwarna hat. A-45).
274

Tabel22.1 Penyebab anemla penyakit kronis


Ferfbahah -l6uk05it.;,:'i,1,

Reaksi leukemoid (hal. 113) dapat terjadi pada


tumor-tumor yang menunjukkan nekrosis dari infla-
masi luas. Penyakit Hodgkin dikaitkan dengan ber-
bagai kelainan leukosit, termasuk eosinofilia, mono-
sitosis, dan leukopenia. Pada limfoma non-Hodgkin,
sel-sel ganas dapat beredar dalam darah (hal. 190).

Trombosit dan kelainan pembekuan darah


ri' ., .:,-;r'

Penderita penyakit keganasan dapat menunjukkan


trombositosis atau trombositopenia. Tumor disemi-
nata (khususnya adenokarsinoma yang mensekresi
musin) dikaitkan dengan koagulasi intravaskular
diseminata (DIC) (hal. 252) dan kegagalan hemosta-
Polisitemia sekunder kadang-kadang dikaitkan sis generalisata. Aktivasi fibrinolisis terjadi pada
dengan tumor ginjal, hati, serebelum, dan uterus (hal. beberapa penderita karsinoma prostat. Beberapa
276). penderita penyakit keganasan mengalami memar

Tabel22.2 Kelainan hematologi pada penyakit keganasan

Kelainait Tgmoi atau-tohgobalan :yang tetllaii

Kdm06iiipl;ip-qj0ierap!', :,, ..,,,tl


Kemoterapl, radioterapi
Mehslasls dalam zumsum tulang
Delisiensi tolat
l
Delisiensi B,, (karsinoma lambung)
Perubahan hematologi pada penyakit sislemik

%e n4l.*as:.:H"b&

'W-r;{;;j':'r1.-od
*:".ffi,q;r?"ffi
S.?*.qe if bT#s p s#A W H_#
Gambt.22.2 Sediaan hapus darah tepi pada adenokarsj-
noma lambung metastatik yang mensekresi musin
menunjukkan polikromasi dan fragmentasi eritrosit serta j; ;af$fuPy ; ':j.i*0r1: i; ,-* l
''c:-i' ff#;
trombosrtopenia. Pasien tersebut menderita koagulasi intra-
vaskular diseminata. (Lihat Gambar Berwarna hal. A.43).
n #xc> #8{;:-
atau perdarahan spontan akibat adanya suatu inhibi- antikoagulan dijabarkan pada hal. 263. Antikardio-
tor didapat terhadap salah satu faktor koagulasi, lipin yang beredar ini menggangu pembekuan darah
yang tersering adalah faktor VIII, atau akibat para- dengan cara mengLlbah pengikatan faktor-faktor
protein yang menggangu fungsi trombosit. pembekuan pada fosfolipid trombosis dan mempa-
kan faktor presdisposisi untuk teqadinya trombosis
arteri dan vena serl.l abortus bemlang. Antibodi ter-
ARTRITIS REUMATOID (DAN KELAINAN
JARTNGAN tKAT LA|N)
F
Pada penderita artritis reumatoid, anemia penyakit {
kronis yang terjadi sesnai dengan beratnya penyakit.
Pada beberapa pasien, anemia dipersulit oleh
defisiensi besi akibat perdarahan saluran cerna yang
disebabkan oleh terapi salisilat, obat anti inflamasi
, !.:.'1', ',-at
/"; ., U' 6
nonsteroid, atau kortikosteroid. perdarahan pada I
sendi, yang meradang mungkin juga merupakan t,t I
salah satu faktor yang berperan. Hipoplasia sumsum :d t*.i
2:,
'1,
J .t
tulang dapat terjadi setelah terapi dengan emas. pada
JI
sindrom Felty, splenomegali disertai oleh netropenia "-l
(Gb. 22.3) dan dapat ditemukan anemia serta trombo-
sitoperia. Pada lupus eritematosus sistemik (systemic
luptrs erythemntostts, SLE) mungkin terdapat anemia
penyakit kronis dan 50% pasien tersebut mengalami
leukopenia dengan hitung netrofil dan limfosit yang
menurlrn yang sering dikaitkan dengan kompleks
imun dalam peredaran darah. Gangguan ginjal dan
perdarahan gastrointestinal yang diinduksi obat juga
menyebabkan anemia. Anemia hemolitik autoimun
(biasanya dengan imunoglobulin G (ISG) dan
komponen komplemen C3 pada permukaan eritrosit)
ditemukan pada5"/. pasien dan mungkin merupakan
gambaran sindrom tersebut. Mungkin dijumpai
Gambar. 22.3 Penyakit Felty: (a) Deformitas tipikal artritis rematoid pada tangan
trombositopenia autoimun pada 5% pasien. Lupus dan (b) Splenomegali, (Lihat Gambar Berwarna hal. A-44)
276 iilii L,rt:l
Kapila $elekta Hematologi

taffi \-r'e
L @il^H@^&:lw
)d'@ ffi*ffi&t

i4WE*W@fr Gambar. 22.4 Sediaan hapus darah tepi pada gagal ginjal
kronis memperlihatkan akantositosis eritrosit dan banyak
burr cell. (Lihal Gambar Benivarna hal. A-46).

sebut mungkin menyebabkan reaksi Wasserman asidosis uremik. Oleh karena itu gejala derajat ane-
positif palsu, dan antibodi anti-DNA biasanya positif. mia pada pasien relatif ringan.
Penderita arteritis temporal dan polimialgia Terdapat faktor-faktor lain yang dapat memper-
reumatika memiliki ESR yang meningkat, roulenux buruk anemia pada gagal ginjal kronis (Tabel 22.3).
eritrosit yang jelas pada sediaan hapus darah, serta Faktor ini mencakup anemia penyakit kronis, defi-
respons imunoglobulin poliklonal. Kelainan-kelain- siensi besi akibat kehilangan darah selama dialisis
an tersebut dan penyakit pembuluh darah kolagen atau akibat perdarahan karena gangglran fungsi
lainnya dikaitkan dengan anemia penyakit kronis. trombosit, dan defisiensi folat pada beberapa pasien

Tabel 22.3 Kelainan hematologi pada gagal ginjal

GAGAL GINJAL
Anemia
Produksi erif opoetin berkurang
Anemia Kelebihan aluminium pada pasien dialisis
Anemia penyakit konis
Anemia normokromik terdapat pada sebagian besar Delisiensi besi
penderita gagal ginjal kronis. Umumnya terdapat Kehilangan darah, misal dialisis, venaseksi, ganguan fungsi trombosit
penurunan hemoglobin 29ldl untuk setiap kenaikan Delisiensi folat
10 mmol/l kadar ureum darah. Produksi eritrosit Hemodialisis kronis ianpa terapi pengganti
terganggu akibat sekresi eritropoietirr yang terl-
Fungsi iombosit abnormal
ganggu (lihat Gb. 2.5). Serum uremik juga terbukti
mengandung faktor-faktor yang menghambat proli- Trombositopenia
ferasi progenitor eritroid tetapi (dengan memandang Diperantarai kompleks imun, misal lupus eritematosus sistemik,
respons yang sangat baik terhadap eritropoietin pada poliarteritis nodosa.
sebagian besar pasien) relevansi klinisnya meragu- Beberapa kasus nefritis akut dan alograf sesudahnya
kan. Terjadi pemendekan masa hidup eritrosit yang Sindrom hemolitik uremik dan purpura trombositopenik trombotik
bervariasi dan pada uremia berat, eritrosit menun-
Trombosis
jukkan kelainan berupa spikula (luri) dan burr cell
Beberapa kasus sindrom nefrotik
(Gb.22.4). Peningkatan kadar 2,3 difosfogliserat (2,3-
DPG) eritrosit sebagai respons terhadap anemia dan Polisitemia
hiperfosfatemia menyebabkan penunlnan afinitas Pada resipien alogral ginjal
oksigen dan pergeseran kurva disosiasi oksigen he- Jarang terjadi pada karsinoma sel ginjal, kista, penyakit arteri
moglobin ke kanan (hal. 16), yang ditambah oleh
; t rf, --'rt ,:,1 !,,:r :il:li:::.::i'ii
ii i : !.rlr?:
277

dialisis kronis. Kelebihan aluminium pada pasien- dengan anemia makrositik ringan dan sering disertai
pasien yang menjalani dialisis kronis juga meng- sel target terutama akibat bertambahnya kolesterol
hambat eritropoiesis. penderita ginjal polikistik dalam membran (Gb. 22.5a). Faktor penyebab ane_
biasanya mempertahankan produlsi eritiopoietin mia dapat mencakup kehilangan darah (misal,
dan mungkin menderita anemia yang lebih ringan varises yang berdarah) dengan defisiensi besi,
dibandingkan derajat gagal ginjal. defisiensi folat dari makanan, dan penekanan he_
mopoiesis langsung oleh alkohol. Alkohol mungkin
Pengobatan mempunyai efek inhibisi pada metabolisme folat dan
kadang-kadang dikaitkan dengan perubahan sidero_
Terapi eritropoietin terbr-rkti dapat mengoreksi ane-
mia pada pasien yang menjalani dialisis atau pada blastik (cincin) yang menghiling alkohol ltka
dihentikan.
gagal ginjal kronis, asalkan defisiensi besi dan iolat,
kelebihan aluminium, dan infeksi telah terkoreksi. Anemia hemolitik dapat terjadi pada pasien
Dosis eritropoietin yang diperlukan biasanya 50_150
dengan intoksikasi alkohol (sindrom^Zieve) (Gb.
22.5b) dan pada penyakit Wilson (disebabkan oleh
unit/kg tiga kali seminggu secara intravena atau
oksidasi tembaga pada membran eritrosit) dan ane_
infus subkutan. Respons lebih cepat setelah pem-
mia hemolitik autoimun yang ditemukan pada bebe-
berian secara intravena, tetapi l;bih kuat secara
rapa penderita hepatitis imun kronis. Hepititis virus
subkutan. Rumatan biasanya dengan 75 urrit/kg/
(biasanya non-A, non-B, non-C) dikaitkan degan ane_
minggu secara subkutan. Komplikasi terapi adalih
mia aplastik
gejala awal sementara mirip flu, hipertensi, bekuan
pada selang dialisis, dan kadang-kada.,g kejang. - Kelainan koagulasi didapat yang berkaitan
dengan penyakit hati dijabaikan-paJa hal. 263.
Respons yang buruk terhadap eritropoietin menu.,-
jukkan defisiensi besi atau folat, infeksi, keracunan Terdapat defisiensi faktor-fakto. yu.,g b".guntung vi_
tamin K (II,VII, IX, dan X) dan pada penyakit yang
aluminium, atau hiperparatiroidisme.
berat terdapat defisiensi faktoi V din fib.inogenl
Trombositopenia mungkin terjadi akibat hiler_
splenisme atau destruksi trombosit yang diperantrai
Kelainan trombosit dan koagulasi
kompleks imun. Kelainan fungsi trombosit mungkin

Kecenderungan perdarahan disertai dengan pur_


pura, perdarahan saluran cerna atau uterus terjadi Tabel22.4 kelainan hematologi pada penyakit hati
pada 3O-50% penderita gagal ginjal kronis dan sangat
banyak terjadi pada penderita gagal ginjal akirt. Gagal hatit iklerus obstruhif t hipertensi porta
Perdarahan tidak sebanding dengan derajat tombo_
Anenia relraker-biasanya makrositik ringan, seringkali dengan
sel
sitopenia dan dikaitkan dengan kelainan fungsi target; dapat dikaitkan denganl
trombosit atau pembuluh darah, yang dapat diper- Kehilangan darah dan delisiensi besi
baiki dengan dialisis. Koreksi anemia dengan e.it.o_ Alkohol (t perubahan sideioblastik cincin)
poietin juga memperbaiki kecenderungan per_ Defisiensi folat
darahan. Trombositopenia yang diperantarai kom_ Hemolisis, misal sindrom Zieve, penyakit Wilson, hipersplenisme
imun
pleks imun terjadi pada beberapa penderita nefritis akibat hipertensi porta.
akut, SLE, poliarteritis nodosa, dan juga setelah Kecende ru ngan pe rda raha n
alograf- ginjal. Alograf ginjal dapat juga menyebab_ Detisiensi faktor-laktor yang bergantung vitamin K; juga delisiensi
kan polisitemia pada 70-75% pasien. laktor V dan fibrinogen.
Sindrom hemolitik uremik dan purpura trombo_ -Trombosithipersplenisme,deleklungsitrombositimun
sitopenia trombotik dibahas pada hal. 239. penderita Kelainan fibrinogen fungsional
sindrom nefrotik mempunyai risiko trombosis vena Fibrinolisis yang meningkat
yang meningkat. Hipertensi portal-perdarahan dari varises

Hepatitis virus
Anenia aplaslik
PENYAKIT HATI
Tumor
Polisitenia
Kelainan hematologi pada penyakit hati dicantum- Leukositosis neutrotit dan reaksi leukemoid
kan dalam Tabel22.4. Penyakit hati kronis dikaitkan
278 *3f-41,s a*te'cffi i

dMffi Gambar. 22.5 Penyakit hati: sediaan hapus darah tepi memper.
lihatkan (a) Makrositosis dan sel-sel target; dan (b) Akantositosis
nyata pada sindrom Zieve. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-46).

Tabel 22.5 Kelainan darah yang berkaitan dengan infeksi

Kelainan hematologi lnfeksi lerkait

Anemla ,

Anemia penyakit konis lnteksi konis khususnya tuberkulosis


Anemia aplastik Hepatitis virus

Aplasia eritrosit transien Parvovirus manusia


Fibrosis sumsum tulang Tuberkulosis
Anemia hemolitik imun Mononukleosis inleksiosa, Mycoplasna pneunoniae
Kerusakan eritrosit langsung atau mikroangiopatik Septikemia baKerial (DlC yang terkait), Closlndium peflringens, rnalaria,
bartonellosis

Virus--sindrom hemolitik uremik dan TTP


Hipersplenisme Malaria kronis, sindrom splenomegali tropik, leismaniasis, skistosomiasis

Perubahan leukosil
Leukositosis neutrofil lnfeksi baKeri akut
Reaksi leukemoid lnfeksi bakteri berat khususnya pada bayi
:
Tuberkulosis
':
E0srn0fllra Penyakit parasit, misal cacing tambang, filariasis, skistosomisiasis, trikinosis,
dil

Pemulihan dari infeksi akut

Monositosis lnfeksi bakteri kronis: tuberkulosis, bruselosis, endokarditis baKerial, tifoid


Neulropenia lnfeksi vkus *HlV hepatitis, influenza
lnfeksi bakteri fulminan, misal tjfoid, tuberkulosis milier :

Lim{osilosis Mononukleosls infeksiosa, toksoplasmosis, sitomegalovirus, rubella,


hepatitis virus, pertusis, tuberkulosis, bruselosis,

Limfopenia lnfeksi HIV


Le gionetla pn eu monophilia

Trombositopenia
Psnekanan megakariosit yang diperantarai kompleks imun, dan inleraksi lnfeksi virus akut khususnya pada anak-anak, misal campak, varisela,
langsung dengan trombosit rubella, rnalaria, inleksi bakieri berat

DlC, koagulasi intravaskular diseminata; HlV, virus imunodefisiensi manusia; TTP, purpura trombositopenia lrombotik
279

ada. Disfibrinogenemia dengan kelainan polimeri- Mycoplasma pneumoniae dikaitkan dengan anemia
sasifibrin dapat terjadi akibat asam sialat berlebihan hemolitik autoimun tipe'dingin' (hal. 61)
dalam molekul fibrinogen. Dapat terjadi tumpang Infeksi bakteri kronis dikaitkan dengan anemia
tindih dengan koagulopati konsumtif. Defek-defek penyakit menahun. Pada tuberkulosis, faktor-faktor
hemostasis ini dapat menyebabkan kehilangan darah tambahan dalam patogenesis anemia meliputi
akibat varises yang berdarah yang disebabkan oleh penggantian dan fibrosis sumsum tulang yang terkait
hipertensi portal.
dengan penyakit milier serta reaksi terhadap terapi
antituberkulosis (misal, isoniazid adalah suaiu
antagonis piridoksin dan dapat menyebabkan ane_
HIPOTIROIDISME mia sideroblastik). Tuberkulosis diseminata dikait_
kan dengan reaksi leukemoid dan pasien dengan
Anemia sedang lazim dijumpai darr dapat disebab- keterlibatan sumsum tulang mungkin menunjukkan
kan oleh kekurangan tiroksin. T3 dan T4 memper- perubahan leukoeritroblastik pada sediaan hapus
kuat kerja eritropoietin. Kebutuhan oksigen juga darah tepi.
berkurang dan karena itu sekresi eritropoietin
berkurang. Anemia sering kali makrositik dan MCV
menurlln dengan terapi tiroksin. penyakit tiroid
lnfeksi'viruS:,: : ,,

autoimun (terutama miksedema atau penyakit


Penyakit virus akut sering disertai dengan anemia
Hashimoto) dikaitkan dengan anemia pernisiosa.
ringan. Anemia hemolitik autoimun dengan auto
Defisiensi besi mungkin juga dijumpai, terutama
pada wanita-wanita dengan menoragia.
antibodi anti-i dikaitkan dengan mononukleosis
infeksiosa (hal. 124). Infeksi virus (seperti juga sifilis)
telah dikaitkan dengan hemoglobinuria dingin
paroksismal (hal. 61). Virus juga telah dihubungkan
INFEKSI dengan patogenesis sindrom hemolitik uremik, pur-
pura trombositopemia trombotik (hal. 239), serta
Kelainan hematologi biasanya terdapat pada sindrom hemofagositik (hal. 115). Anemia aplastik
penderita semua tipe infeksi (Tabel22.5). dapat terjadi pada hepatitis virus A atau lebih sering
terjadi pada hepatitis virus non-A, non-B, non-C-.
Aplasia eritrosit transien dikaitkan dengan infeksi
lnfeksi bakteri parvovirus manusia dan hal ini dapat menyebabkan
anemia berat pada penderita anemia hemolitik
Infeksi bakteri akut adalah penyebab tersering leuko- karena pemendekan masa hidup eritrosit, misal pada
sitosis netrofil. Dapat dijumpai granulasi toksik, sferositosis herediter atau penyakit sel sabit (lihat hal.
badan Doehle, dan metamielosit dalam darah. Reaksi 87).
leukemoid dengan jumlah trombosit >50 x 10rll dan Trombositopenia akut sering terjadi pada infeksi
prekursor granulosit dalam darah dapat terjadi pada rubella, morbili, dan varisela. Infeksi rubella dan
infeksi berat, khususnya pada bayi dan anak kecil. sitomegalovirus (CMV) dapat menyebabkan limfo-
Kadar fosfatase alkali netrofil (NAp) meningkat, sitosis reaktif yang mirip dengan yang ditemukan
berlawanan dengan kadar NAP yang rendah pada pada mononukleosis infeksiosa. CMV mungkin
leukemia mieloid kronis. Anemia ringan sering menyebabkan sindrom mirip mononukleosis pasca-
terjadi bila infeksi berkepanjangan. Anemia hemo- transfusi karena CMV ditularkan melalui leukosit.
litik berat terjadi pada septikemia bakterial, terutama Infeksi CMV pada bayi-bayi disertai dengan hepa-
akibat organisme Gram-negatif, yang biasanya toslenomegali masif. Pada penerima transplantasi
disertai DIC (hal. 252). sumsum tulang atau pasien-pasien lain dengan
Organisme Clostridium P erfringens menghasilkan imunosupresi, infeksi CMV dapat menyebabkan
suatu toksin cr, yaitu lesitinase yang bekerja langsung pansitopenia dan kelainan berat lainnya, seperti
pada eritrosit yang bersirkulasi' (Gb. 22.6). Hemolisis pneumonitis atau hepatitis (hal. 100). Kelainan hema-
pada bartonelosis (demam Oroya) disebabkan oleh tologi yang ctikaitkan dengan infeksi virus imuno-
infeksi eritrosit langsung. Pada infeksi bakteri akut defisiensi manusia (HIV) dan sindrom defisiensi
yang berat dapat ditemukan trombositopenia. Infeksi imun didapat (AIDS) dibahas dalam Bab 10.
-."'$:i3#HJ{$::i'
& *@J *'*l$.,
r B .r$* .as*t(

;i?.j
:rru-ts
i-{rlqH *to %
--[t],1.,',*
S ,c" -.,
,-us.
: Gambar. 22.6 Sediaan hapus darah tepi seorang penderita
; \L $*'. ',: anemia hemolitik pada septikemia akibat clostridium
-1.@ memperlihatkan pengerutan erilrosit dan slerositosis. (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-46).

I w\ * f
q'i.* ry--ffi
ffiqj '-W;@m. m%

**''*ffi
s tr
N%
$-k*#. ffi'*' "S&

ffi ",n.,r
4'*&d
,ir,
-
.effi%.W
4#.L

sffiWffi,i#w*-ffid
(a) .N\u\s is$s -W*',i{ S.

t&
v"&
ffi
W
ffi
WffiW*
w
WW*
(b) 9B&
(c)
W Gambar. 22,7 Malaria Sediaan hapus darah tepi pada
inleksi P/asmodium lalciparum berat menunjukkan: (a)
Banyak bentuk cincin dan satu merozoit; dan pada
pembesaran yang lebih kuat (b) Satu merozoil dan (c)
Gametosit. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-47).
281

Malaria Penyakit parasit lain


Hemolisis dengan derajat tertentu ditemukan pada Pada fase akut ditemukan organisme tripanoso-
semua tipe infeksi malaria, kelainan yang paling miasis Afrika dan Amerika Selatan dalam darah tepi
berat ditemukan pada infeksi Plssmodium fnlcipnrtm (Cb.22.9). Mikrofilaria pada filariasis bancrofti dan
(Gb. 22.7). Pada kasus-kasus terburuk, terjadi DIC loiasis juga terdeteksi pada pemeriksaan sediaan
dan hemolisis intravaskular ditandai dengan hemo- hapus darah tepi (Cb. 22.70). Pada skistosomiasis
globinuria. Ini dapat dikaitkan dengan terapi kuinin kronis, hiperspler-risme menyertai pembesaran limpa
(demam blackwater). Trombositopenia biasanya di- akibat hipertensi portal. Pada banyak penyakit
temukan pada malaria akut, penderita malaria kronis parasit, dijumpai adanya eosinofilia (Tabei 22.5).
yang menderita anemia penyakit menahun; hiper-
splenisme dapat memperberat anemia dan menye-
babkan trombositopenia dan neutropenia sedang.
SPLENOMEGALI
Splenomegali tropis (hal. 285) mungkin merupakan
reaksi imun kronik terhadap malaria. Diseritro- Dengan sedikit pengectralian, terkenanya limpa pada
poiesis dalam sumsum tulang, defisiensi folat, dan
mal-nutrisi kalori protein dapat memperberat anemia.
qenyakit akan menyebabkan pembesaran limpa.
Oleh karena itu splenorncgali merr-rpakan landa klinis
vang sering drjr,rmpai dan memiliki arti penting (limpa
Toksoplasmosis yang teraba sedikilnya dua kali lebih besar dari
Toksoplasmosis pada anak dan dewasa berkaitan normal). Tabel 22.6 memberikan klasifikasi spleno-
dengan dijumpainya limfadenopati dan sejumlah megali yang sederhana. Pada beberapa penyakit yang
besar limfosit atipik dalam darah. Penyakit konge- dicantumkan, pembesaran limpa hanya kadang
nital dapat dikelirukan dengan hidrops fetalis pada ditemukan dan jika ada, jarang bermakna (misal padi
bayi hidropik dengan anemia berat, dengan hepa- septikemia akut, anemia megaloblastik, sebagian besar
tosplenomegali, trombositopenia, atau sediaan penyakit kolagen, dan amiloidosis).
hapus darah tepi leukoeritroblastik. Insidensi relatif penyebab splenomegali bergan-
tung pada variasi geografis yang sangat besar. Di
Inggris, leukernia, limfoma maligna, penyakit-penya-
Kala azar (leishmaniasis viseral) kit mieloproliferatif, anemia hemolitik, dan hiper-
Bentuk leishmaniasis viseral dikaitkan dengan tensi portal aclalah penyebab sebagian besar, kasus
pansitopenia, hepatosplenomegali, dan limfadeno, splenor.rregali.
Er-rd okarditi s infekti f j uga relatif sering
pati. Aspirat sumsum tulang atau limpa dapat terjadi. Di negara-negara troois, insidensi penyebab
memperlihatkan sejumlah besar makrofag berparasit hematologi lersebut jauh di bawah frekuensi pem-
(Gb.22.8) besaran limpa akibat infeksi parasit tropik: malaria,

Gambar.22,8 Kalaazar: Aspirat sumsum tulang memperlihatkan makrofag yang mengandung badan Leishman-Donovan. (Lihat Gambar Berwarna hal.
A-47)
282

katan kapasitas limpa yang membesar untuk


penyediaan, sekuestrasi, dan penghancuran sel-sel
darah dan hal ini juga menyebabkan peningkatan
volume plasma. Istilah' hipersplenisme' digunakan
untuk menyebut penurunan jumlah sel darah ini.
Pada banyak keadaan yang menyebabkan spleno-
megali, faktor lain selain pembesaran limpa juga
dapat menyebabkan pansitopenia. Banyak anemia
hemolitik dan kelainan mieloproliferatif atau limfo-
proliferatif dikaitkan dengan pembesaran limpa.
Walaupun defek eritrosit intrinsik, kelainan imuno-
logik, atau kegagalan sumslrm tulang merupakan
penyebab primer berkurangnya unsur-unsur darah
pada kelainan-kelainan tersebut, splenomegali

Tabel 22.6 Penyebab splenomegali

Hematalogi .

Leukemia mieloid kronis-


Leukemia limfositik kronis ,,,,,

Leqkemia akut , '


Limloma maligna-
,l
Mielolibrosis konis- '
Polisitemia vera .

Leukemia sel berambul


Gambar. 22.9 Tripanosomiasis Afrika: Sediaan hapus darah tepi T€lasemla mayor atau lntermedifl:
lihatkan Irypanosomabrucei. (Lihat Gambar Berwarna hal. A'44).
Anemia sel sabit (sebelum infark limpa)

Anemia hemolitik

leishmaniasis, dan skistosomiasis. Hipertensi portal


Anemia megaloblaslik
.
, ' ,,
,.' ,,' , ,:
:.

tetap merupakan penyebab penting splenomegali di Hipertensi porta


sebagian besar negara tropis, tetapi khususnya di In- SlfOSlS . r,:., iii
':i,..:. :.

dia timur dan Cina bagian selatan. 'Sindrom spleno- Tlombosis yena hePatika;,vona:portar vena !ienal!s.:::'],t*, tt,;,,t
:..,
;
megali tropis' ditemukan pada sejumlah besar pasien
Gangguan 'penyimpanan
di Papua Nugini dan Afrika Tengah. Di antara penye-
bab splenomegali akibat kelainan darah, hemoglo-
binopati relatif merupakan penyebab penting di
beberapa negara. Penyakit hemoglobin C di Afrika
Barat dan hemoglobin E di Timur |auh disertai
dengan splenomegali dan sindrom thalasemia mem-
punyai distribusi yang luas di daerah tropis.
Terdapat banyak faktor yangbertanggung jawab atas
terjadinya splenomegali
sehingga lebih dari satu
di negara-negara
patologi dapat
tersebut,
menyebab-
t1l t'tlill*lio.
kan splenomegali pada satu pasien. .llfl9.!,,sJ,,,,,;.' ..''l',,t, r.1i
,Akgtir:::.l:r::!.:l;.ti.,,.: . :::::::
r.r,t. ,.. *:i: -., .-"":'i
.,,Hipersplenisrm: ,,. --:. ,rsepii(emil,ffioraioitip.baneriAtli;tiloid,'mo kie"siihfek"s.,1o9a
efek hemitologi oiil
' Kronik 1 t:
trlrtlrirl;i
t '

,lsplgnomegali : ,i,,,: :,,


..":
:li :; .j iuotrrriorir, uruseibfis, silitis, tropitc
*malaria, *leishmaniabid,l.'

{ -skistosomiasis;: ;,1,:' ' ,

Pembesaran limpa disertai oleh anemia, leukopenia,


dan trombositopenia (pansitopenia) akibat pening- 'Kemungkinan penyebab splenomegali masif (>20 cm).
Perubahan hematologi-pada penyakit sistemik 283

',;@ +t'u
:t72t
fta
,tat
",

Wtz)

(a) n

Gambar22.l0Sediaanhapusdarahtepi memperlihatkanmikrofilaria(a) Wuchereriabancrofti,dan(b) Loaloa. (LlhatGambarBenivarnahal.A-48)

penyerta juga dapat berperan dalam timbulnya salah satu tipenya temtama sering ditemukan pada
sitopenia. orang Yahr.rdi Ashkenazi sehingga insidensi penyakit
tersebut tinggi pada kelompok ini. pada tipe I,
temuan fisik yang menonjol adalah splenomegali.
Temuan khas lainnya adalah pembesaran hati sedang
KELAINAN METABOLISME BAWAAN dan pingr-rektrla (deposit konjungtiva). pada banyak
kasus, deposit tulang menyebabkan nyeri tulang dan
Penyakit Gaucher, Tay-Sachs, dan Niemann-pick fraktur patalogik. Pelebaran ujung bawah femur
semuanya disebabkan oleh defisiensi herediter dapat menyebabkan'deformitas labu Erlenmeyer,
enzim-enzim yang diperlukan untuk pemecahan (Gb.22.11c).
glikolipid. Manifestasi klinis disebabkan oleh penimbunan
makrofag yang penuh dengan glukoserebrosida
dalam limpa, hati, dan sumsum tulang (Gb.22.IIa,b,
'Penyakit Gaucher
c). Penyakit Gaucher pada semlra usia biasanya
dikaitkan dengan anemia bermakna, leukopenia, dan
Penyakit Gaucher adalah kelainan autosomal resesif trombositopenia yang terjadi secara tersendiri atau
yang jarang terjadi, ditandai oleh penimbunan gluko- kombinasi. Splenektomi dapat menyebabkan per-
serebrosida dalam sel-sel retikuloendotel akibat baikan l-rematologi, tetapi setelah operasi seiing
defisiensi glukoserebrosidase lisosomal. Terdapat terjadi peningkatan deposit serebrosida dalam
tiga tipe Penyakit Gaucher: tipe dewasa kronis (tipe jaringan di luar limpa, temtama tulang. Diagnosis
I); tipe nelrronopati infantil akut (tipe II); dan tipe ditegakkan dengan pemeriksaan glukoserebrosidase
neuropatik subakut dengan awitan pada masa leukosit dan analisis DNA. Kadar enzim lisosomal,
kanak-kanak atau remaja (tipe III). Tipe I disebabkan chitotriosidase, dan fosfatase asam meningkat dan
oleh berbagai mutasi pada gen glukoserebrosidase, hal ini bermanfaat dalam pemantauan terapi. Terapi
'. - ':ij .,ii,.r, :r;.'
284 tr'+ Kapita Selekta Hematologi ' itJ' ,- i..

l. f '';'
s

Gambar. 22.11 Penyakit Gaucher: (a) Aspirat sumsum


tulang - sel Gaucher dengan pola sitoplasma tibrilar (bl
Histologi limpa-kelompok pucat sel-sel Gaucher dalam
medula retikuloendotel: (c) Scan MRI lutut kiri pasien
sebelum pengobatan menunjukkan deformitas labu
Erlenmeyer dengan pelebaran sumsum dan penipisan
tulang kortikal: (d) Setelah 1 tahun terapi glukosidase
dengan remodeling tulang; dan biopsi trephin sumsum
tulang sebelum (e) dan setelah 2
(f) tahun terapi
(e) (f) glukoserebrosidase. (Lihat Gambar Ben,trarna hal. A'49).

sulih enzim dengan glukoserebrosidase (baik yang hitung darah, dan memperbaiki struktur tulang (Gb.
dimurnikan dari plasenta atau dibuat dengan tekno- 22.77d, f). Transplantasi sel induk telah berhasil
logi rekombinan) sangat efektif dalam mengobati dilaksanakan pada pasien yang sakit berat, biasanya
penyakit dengan penyusutan limpa, meningkatkan penyakit tipe II atau III.
!!3..ilft [-'r,efi fu ipda'.'liiffii*"$dffi 285

,Penyakit Niemann.Pick ,: :
Walaupun splenektomi mengoreksi pansitopenia,
terdapat peningkatan risiko infeksi malaria fulminan.
Percobaan profilaksis antimalaria (misal, proguanil
;.ii Penyakit Niemann-Pick menunjukkan kemiripan
dan obat antimalaria lain) telah terbukti berhasil
ill tertentu secara klinis dan patologis dengan penyakit dalam penatalaksanaan banyak pasien yang terkena
X$ Gaucher. Penyakit disebabkan oleh defisiensi sfingo-
.{i mielinase. Sebagian besar pasien adalah bayi, ying sehingga mendukung pandangan bahwa diperlukan ,rli

meninggal dalam usia beberapa tahun pertama antigen malaria terus-menerus untuk terjadinya '',::j

i= limfoproliferasi yang berkaitan dengan sindrorn ini.


:-
l: walaupun beberapa pasien bertahan hidup sampai
dewasa. Terjadi hepatosplenomegali masif, semen- Kasus-kasus resisten juga telah berhasil diobati
iii dengan kemoterapi.
i!tl:

i. tara paru serta sistem saraf biasanya terkena dengan


:.i hambatan perkembangan fisik dan mental. Suatu
it bintik'merah ceri'biasanya ditemukan pada retina
bayi yang terkena. Pansitopenia adalah gambaran
',i SPLENEKTOMI DAN HIPOSPLENISME
yang lazim dijumpai dan pada aspirat sumsum
:ii tulang ditemukan'sel-sel busa' seukuran sel
Splenektomi dikerjakan pada berbagai kelainan (Tabel
'j Gaucher. Analisis kimia pada jaringan menunjukkan
at bahwa kelainan tersebut disebabkan oleh akumulasi 22.7) dan efeknya sering bergantung pada penyakit
yang mendasari. Hiposplenisme fungsional juga dapat
i: sfingomielin dan kolesterol. teqadi pada berbagai penyakit, termasuk penyakit
sel sabit dan enteropati yang diinduksi gluten (Tabel
22.ti). Perubahan khas terjadi dalam darah tanpa
memandang patologi yang mendasari (Gb. 22.12).
SINDROM SPLENOMEGALI TROPIS
:'.i

I'J Suatu sindrom splenomegali masif dengan etiologi Efek Hematologi


ia
:1 tidak jelas dan sering ditemukan di banyak zona ma-
iri
laria di daerah tropis, termasnk Uganda, Nigeria, Perubahan eritrosit
New Guinea, dan Kongo. Penderita kelainan ini
ditemukan dalam jumlah kecil di Arab bagian Perubahan dalam morfologi eristrosit meliputi ter-
selatan, Sudan, dan Zambia. Dulu telah digunakan dapatnya badan Howell-Joly dan granula Pappen-
istilah-istilah seperti 'penyakit limpa besar', heimer (siderotik) (hal. 22) pada beberapa sel dan
'splenomegali kriptogenik', dan'makroglobulinemia terdapatnya sel target (Gb. 22.72 dan Tabel 22.8).
Afrika' untuk menyebut sindrom ini. Pada sebagian subjek ditemukan bentuk yang
Walaupun mungkin malaria merupakan penye- mengemt ireguler atau akantositik yang mengerut.
bab mendasar sindrom splenomegali tropis, penyakit Beberapa eritroblas mungkin ditemukan. Perubahan-
ini bukan terjadi akibat infeksi malaria aktif karena perubahan eritrosit ini sering disebut sebagai hipos-
parasitemia biasanya jarang terjadi dan pigmen ma- plenisme (Tabel 22.8). Adanya badan inklusi eritosit
laria tidak ditemukan dalam bahan biopsi hati dan mencerminkan tidak adanya fungsi pitting limpa.
ilir. limpa, Bukti yang ada menunjukkan bahwa terdapat
::!:: respons pejamu yang abnormal terhadap antigen
:i malaria yang terus-menerus menyebabkan kelainan Tabel22.7 lndikasi splenektomi elektif (hanya beberapa kasus)
"\s
-fi:i
limfoproliferatif relatif jinak dan terutama mengenai
fn
s{
hati dan limpa. Trombositopenia imun kronis (steroid gagal)

Splenomegali yang terjadi biasanya nyata dan Anemia hemolitik

hati juga membesar. Mungkin terdapat hipertensi Sferositosis herediter

porta. Anemia sering kali berat dan kadar hemoglo- Anemia hemolitik autoimun (steroid gagal)

bin yang sangat rendah ditemukan pada subjek Thalasemia mayor atau intermedia
dengan limpa yang besar. Walaupun leukopenia Leukemia limfositik konis
biasa ditemukan, beberapa pasien menderita limfo- Limfoma
sitosis bermakna. Trombositopenia derajat sedang Mielofibrosis
yang ada jarang menyebabkan pendarahan spontan. Splenomegali tropis
Kadar lgM serum tinggi dan teknik fluoresen Sindrom sel mast sistemik
menunjukkan titer antibodi malaria yang tinggi.
286
::: .:r r:tt.rili:iil i ,
ibpirt=$,.q ,i iai riiii .l
,,,
i ..,:.^1'
':r:, l":: ,
..,'.,,,t:.
: 11
.]
it
,

Wffi
Tabel 22.8 Penyebab hiposplenisme dan gambaran darah tepi

Penyebab Gambaran darah tepi

Splenektomi' Erltosit : " :

PenyAkjt s€l sabit '


Sel target
Trombositemiaesensial

*,rff"kffi
l,
Akantosit
fnterofail yang Oiinduksi gluten sel-sel yang mengerut ireguler
padalewasa , ,:, :

Dermalitis,heipeliiorm!s
KadanQ ' '
Badan Howell-Jolly (sisa-sisa DNA)
Granula siderotik (besi)
ffiffie"
,Kolitis ulseratii ,
.

i, (badan Pappenheimer) 'ji\Pu


PenyakitCrohh ,

Leukosit
","$*'#'#;&% _ 4*
,ht
!,:
+ Limfositosis ringan, monositosis ,6t'"''
:t
tr
d-r"! I
Trombosit
tTrombositosis
Gambar. 22.12 Altoti limpa; sediaan hapus darah tepi memperlihatkan badan
Howell-Jolly, badan Pappenheimer, dan selsel yang tak berbentuk. (Lihat
Gambar Benruarna hal. A-48).

Perubahan Leukosit terjadi akibat anemia berkelanjr"rtan dengan slrmslrm


yang hiperselular.
Setelah splenektomi terdapat peningkatan jumlah
leukosit total. Leukositosis neutrofil pada periode
segera setelah operasi (pada sebagian besar subjek)
kemudian digantikan oleh peningkatan jumlah Elek imunologik dan profilaksis Infeksi
limfosit dan monosit yang sedikit tetapi permanen.
Sebagai respons terhadap infeksi, subjek yang Limpa berperan penting dalam sintesis imuno-
menjalani splenektomi mengalami leukositosis yang globulin, dan penurunan fraksi IgM imunoglobin se-
lebih besar daripada individu dengan limpa utuh rum biasanya ditemukan pascasplenektomi.
dan sering kali jelas terdapat pergeseran ke kiri Infeksi fulminan, yang berpotensi mengancam
dalam hitung jenis leukosit, dengan mielosit dan jiwa merupakan risiko jangka panjang utama pasca-
kadang-kadang sel yang lebih muda. splenektomi dan pada penderita hiposplenisme.
Infeksi temtama disebabkan oleh bakteri berkapsul,
Perubahan Trombosit seperti Streptococctts pneumoniae, Hnemophilus influen-
zae tipe b, dan Neisseris meningitidis. Individu ter-
Limpa dalam keadaan normal menyimpan sepertiga
sebut juga berisiko mengalami infeksi malaria berat.
dari trombosit yang bersirkulasi. Segera setelah
Vaksinasi pneumokokus sebaiknya diberikan
operasi pada pasien yang displenektomi tanpa kom-
plikasi, jumlah trombosit meningkat tajam sampai pada semua pasien hiposplenisme yang belum
maksimum (biasanya kurang dari 1000x 10'll) mendapatkannya dan lebih disukai satu bulan
dengan puncaknya pada hari ke 7-72. Trombositosis sebelum splenektomi. Reimunisasi dianjurkan setiap
umumnya bersifat sementara dan umumnya penu- 5-10 tahun. Selain itu, pasien yang sebelumnya
runan terjadi sampai sepertiga kali lebih iinggi belum diimunisasi harus mendapat vaksin Hsemo-
dibandingkan subjek normal setelah 1-2 bulan philtts influenzae tipe b (HIB). Antibiotik profilaksis
berikutnya. Beberapa trombosit besar dan aneh seumur hidup harus diberikan pada semua kasus.
dapat ditemukan dalam sediaan hapus darah banyak Hal ini terutama penting diberikan pada anak
subjek yang displenektomi, adanya trombosit sampai usia 16 tahun. Regimen lazim untuk dewasa
tersebut menunjukkan bahwa trombosit khusus meliputi fenoksimetilpenisilin 250 mg tiap 12 jam
tersebut secara normal disingkirkan oleh limpa. Pada atau eritromisin 250 mg tiap hari. Pasien juga perlu
sejumlah pasien, trombositosis menetap dalam memiliki persediaaan antibiotik di rumah yang dapat
waktu tak tentu setelah splenektomi dan biasanya dimakan bila mereka terkena penyakit demam akut.
it

PEMANTAUAN NONSPESIFIK PADA ningkat disertai oleh pembentukan rouleaux eritrosit


yang jelas terlihat pada sediaan hapus darah tepi
PENYAKIT SISTEMATIK (lihat Gb. 16.5). Perubahan ESR dapat digunakan
untuk memantau respons terhadap terapi.
Respons peradangan terhadap cedera jaringan meli- Pembacaan yang lebih rendah daripada yang
puti perubahan konsentrasi protein yang dikenal diharapkan terjadi pada polisitemia vera karena
sebagai protein fase akut dalam plasma. Protein ini konsentrasi eritrosit yang tinggi. Hasil yang lebih
meliputi fibrinogen dan faktor-faktor pembekuan lain, tinggi dari yang diperkirakan dapat terjadi pada ane-
komponen komplemen CRP (hal. 287), haptoglobin, mia berat karena konsentrasi eritrosit yang rendah.
amyloid Aserum (SAA), protein, feritin dan lain-lain.
Peningkatan-peningkatan protein yang berasal dari
hati ini adalah bagian dari respons yang lebih luas, Viskositas Plasma
mencakup demam, leukositosis, dan reaktivitas imun
yang meningkat. Respons fase akut diperantarai oleh Pada banyak laboratorium, pengukuran ESR telah
sitokin, misal IL-1 (lihat Gb. 1.5) dan TNF, yang digantikan oleh pengukuran viskositas plasma.
dilepaskan dari makrofag dan mungkin dari sel-sel Viskositas plasma dipengaruhi oleh konsentrasi pro-
lain. Penderita penyakit kronik mungkin menunjuk- tein plasma dengan ukuran molekul besar, khusus-
kan tanda-tanda respons fase akut periodik atau nya protein-protein dengan asimetri aksial yang
kontinu, bergantung pada luis inflamasi. Pemerik- nyata-fibrinogen dan sebagian imunoglobin. Nilai
saan kuantitatif protein fase akut merupakan normal pada suhu ruangan biasanya dalam kisaran
indikator yang penting untuk mengetahui adanya 7,50-7,70 mPa/s. Nilai yang lebih rendah ditemukan
peradangan dan luasnya peradangan yang terjadi pada neonatus karena kadar protein yang lebih
dengan responsnya terhadap pengobatan. Apabila rendah, khususnya fibrinogen. Viskositas hanya
diharapkan terjadi perubahan respons imflamasi meningkat sedikit pada orang tua karena fibrinogen
jangka pendek (kurang dari 24 jam), maka CRP meningkat. Tidak ada perubahan nilai viskositas
adalah pemeriksaan terpilih. Perubahan jangka antara pria dan wanita. Keunggulan lain dibanding-
panjang dalam protein fase akut dipantau dengan kan ESR adalah bahwa pemeriksaan ini tidak dipe-
ESR atau viskositas plasma. Pemeriksaan-pemerik- ngaruhi anemia dan hasilnya keluar dalam 15 menit.
saan tersebut dipengaruhi oleh protein-protein
plasma yang merllpakan reaktan fase akut yang
berespons lambat (misal, fibrinogen) atau bukan Protein reaktif C
merupakan protein fase akut (misal, imunoglobin).
Selama filogenetik, CRP adalah imunoglobulin'awal'
yang kasar yang mengawali reaksi inflamasi. Kom-
Laju Endap Darah
pleks CRP-antigen dapat menggantikan antibodi
dalam fiksasi C1q dan mencetuskan kaskade kom-
Pemeriksaan ini lazim digunakan tetapi bersifat plemen yang memlrlai respons inflamasi terhadap
nonspesifik. Pemeriksaan ini mengukur kecepatan antigen atau kerusakan jaringan. Pengikatan C3b
pengendapan eritrosit dalam plasma dalam waktu 1
pada permukaan mikroorganisme selanjulnya meng-
ja^. Kecepatannya terutama bergantung pada
opsonisasi mikroorganisme untuk proses fagositosis.
konsentrasi protein-protein besar (misal, fibrinogen
Setelah cedera jaringan, maka peningkatan CRP,
dan imu4oglobin) dalam plasma. Kisaran normal
pada pria adalah 1-5 mm/jam dan pada wanita 5-15
protein SAA, dan reaktan fase akut lain dapat
mm/jam, tetapi terdapat peningkatan progresif pada dideteksi dalam waktu 6-10 jam. Peningkatan fi-
usia lanjut. ESR meningkat pada berbagai penyakit brinogen mungkin tidak terjadi sampai 24-48 jam
inflamasi sistemik dan neoplastik serta kehamilan. setelah cedera. Pemeriksaan imunologik untuk CRP
Pemeriksaan ini berguna untuk menegakkan diagno- sekarang digunakan secara luas untuk deteksi dini
sis dan memantau arteritis temporal dan polimialgia inflamasi akut atau cedera jaringan dan untuk
rematika serta untuk memantau penderita penyakit pemantauan remisi (misal, respons infeksi terhadap
Hodgkin. Kadar yang tinggi (>100 mm/jam) mem- antibiotik).
punyai nilai prediksi 90% untuk penyakit berat Tabel 22.9 mencantumkan keunggulan dan kele-
seperti infeksi, penyakit pembuluh darah kolagen, mahan pemeriksaan-pemeriksaan yang digunakan
atau keganasan (terutama mieloma). ESR yang me- untuk menilai respons fase akut.
I

288

Tabel 22.9 Keunggulan dan kelemahan pemeriksaan pemantauan respons lase akut.

Protein C reaktif (CRP) normalnya terdapat dalam konsentrasi rendah (< 5 mg/l). Kadar tidak dipengaruhi oleh anemia, kehamilan, atau gagal jantung. Selama
inleksi akut berat konsentrasi dalam plasma dapat meningkat 100 kali lipat,
ESR, laju endap darah.

Lowe G.D. (1994) Should plasma viscosity replace the ESB-?


KEPUSTAKAAN Br. I. Haematol. 5, 315-30.
Mehta A.B. and Mclntyre N. (1998) Hematologycal disor-
Bain B.J., Clak D.M., dan Lampert l.A. (1992) Diagnostic ders in liver disease. Forum 8,1,8-25.
Bone Marrow Pathology. Blackwell Scientific Publications, Phillips R.E. and Pavsol G. (1992) Anaemia of Plasmodium
Oxford. falcip arum malaria. CIin. H aematol. 5, 315-30.
Balicki D, dkk. (1995) Gaucher disease. Medicine 74,305-23. Spivak l.L. (2000) The blood in systemic diseases. Inncet.
Beutler E. (I99n Gaucher disease. Curr. Opin. Haematol. 4, 355,1707-12.
19-23. Wickramasinghe S.N. (ed) (2000) Haematological aspects
Bowdler A.j. (ed.) (1990) The Spleen: Structure, Function and of infection. CIin. Haematol. 73, 75I-326.
Clinical Significance. Chapman&Hall, London. Working Party of the BCSH. (1996) Guidelines for the pre.
Frenkel E.P. dkk (1996) Anemia of malignancy. Hematol. vention and treatment of infection in patients with an
Oncol. Clin. North Am.70,86L-73. absent or dysfunctional spleen. Br. Med. I.3t2,430-4.
iir ",!:

Transfusi darah
Antigen eritrosit dan antibodi golongan darah, 289 Komplikasi transfusi darah, 293

Teknik dalam serologi golongan darah, 291 Produk darah, 295

Uji pencocokan silang dan pratransfusi, 292 Kehilangan darah akut, 299

(antibodi hangat). Hanya antibodi IgG yang mampu


ANTIGEN ERITROSIT DAN ANTIBODI
melalui jalur transplasenta dari ibu ke janin. Antibodi
GOLONGAN DARAH imun yang terpenting adalah antibodi Ilh, yaitu anti-
D.
Sekitar 400 antigen golongan darah telah dilaporkan.
Makna klinis golongan darah dalam transfusi darah
adalah bahwa individu yang tidak mempunyai suatu Sistem ABO
antigen golongan darah tertentu mungkin meng-
hasilkan antibodi yang bereaksi dengan antigen Sistem ini terdiri atas tiga gen alel: A, B, dan O. Gen A
tersebut, yang kemungkinan menyebabkan reaksi dan B mengendalikan sintesis enzim spesifik yang
transfusi. Antigen-antigen golongan darah yang bertanggung jawab untuk penambahan residu
berbeda tersebut memiliki makna klinis yang sangat karbohidrat tunggal (N-asetil galaktosamin untuk
bervariasi, dan yang terpenting adalah golongan golongan A dan D-galaktosa untuk golongan B) pada
darah ABO dan rhesus (Rh). Beberapa sistem lain glikoprotein atau glikolipid antigenik dasar dengan
tercantum dalam Tabel 23.1. gula terminal l-fruktosa pada eritrosit, yang dikenal
sebagai substansi H (Gb. 23.1). Gen O adalah gen
amorf dan tidak mentransformasi substansi H.
Antibodi golongan darah Walaupun terdapat enam genotipe yang mungkin,
tidak adanya suatu anti-O spesifik mencegah penge-
Antibodi yang terdapat secara alami ditemukan nalan serologik lebih dari empat fenotipe (Tabel
dalam plasma subyek yang tidak mempunyai anti- 23.2). Kedua subgrup utama golongan A (A, dan Ar)
gen tersebut dan yang tidak pernah diberi transfusi mempersulit masalah tersebut tetapi makna klinis-
atau hamil. Antibodi yang terpenting adalah anti-A nya kecil. Sel-sel A, bereaksi lebih lemah dengan anti-
dan anti-B. Antibodi tersebut biasanya adalah A dibanding sel-sel A, dan pasien dengan ArB dapat
imunoglobbulin M (IgM) dan bereaksi secara optimal keliru digolongkan sebagai B.
pada suhu dingin (4'C) sehingga disebut antibodi Antigen A, B, dan H terdapat pada sebagianbesar
dingin (walaupun reaktif pada suhu 37"C). sel tubuh termasuk leukosit dan trombosit. Pada 80%
Antibodi imun terbentuk sebagai respons ter- populasi yang memiliki gen sekretor, antigen-antigen
hadap masuknya-melalui transfusi atau jalur trans- tersebut juga ditemukan dalam bentuk terlarut
plasenta selarna kehamilan-eritrosit yang mempu- dalam sekret dan cairan tubuh, misalnya plasma, air
nyai antigen yang tidak dimiliki subjek tersebut. Iiur, semen, dan keringat.
Antibodi tersebut biasanya adalah IgG, walaupun Antibodi alamiah terhadap antigen A dan/atau B
mungkin terbentuk juga sebagian antibodi IgM- ditemukan dalam plasma individu yang eritrositnya
biasanya dalam fase awal respons imun. Antibodi tidak mempunyai antigen tersebut (Tabel 23.2 dan
imun bereaksi secara optimal pada suhu 37"C Gb.23.2).

289
290 ,i ,,'',, Kapita Selekta Hematologi

Sistem Rh Tabel 23,1 Sistem golongan darah yang penting secara klinis

Penyebab penyakit
Lokus golongan darah Rh tersusun atas dua gen Frekuensi Penyebab reaksi hemolitik pada
struktural yang terkait (RhD dan RhCE) yang Sistem antibodi transtusihemolitik neonatus
mengode protein membran yang membawa antigen
ABO Sangat sering Ya (sering) Ya (biasanya ringan)
D, Cc, dan Ee. Gen RlzD bisa ada atau tidak ada,
menghasilkan fenotipe Rh D+ atau Rh D-. Pemo-
Rh Sering Ya (sering) Ya

tongan RNA alternatif dari gen RhCE menghasilkan


Kell Kadang"kadang Ya (kadang-kadang) Ya

dua protein,yang mengode antigen C, c, E, atau e


Dutfy Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (kadang"kadang)

(Gb. 23.3). Biasanya digunakan tata nama yang Kidd Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (kadang-kadang)
Lutheran Jarang Ya(jarang) Tidak
ringkas untuk fenotipe Rh (Tabel23.3).
Antibodi Rh jarang timbul secara alamiah; seba- Lewis Kadang-kadang Ya (jarang) Tidak

gian besar bersifat imun; antibodi tersebut dihasiikan P Kadang-kadang Ya fiarang) Ya (jarang)

dari transfusi atau kehamilan sebelumnya. Anti-D MN Jarang Ya (arang) Ya flarang)

bertanggung jawab nntuk sebagian besar masalah Li Jarang Kemungkinan kecil Tidak
klinis yang terkait dengan sistem Ilh dan peng-
golongan subyek secara sederhana menjadi Ith D
positif dan Rh D negatif menggunakan anti-D cukup Tabel 23,2 Sistem golongan darah ABO
untuk kepentingan klinis rutin. Kadang ditemukan
anti-C, anti-c, anti-E, dan anti-e dan dapat menimbul- Antibodi Frekuensi

kan reaksi transfusi dan penyakit hemolitik pada Fenotipe' Genotipe Antigen alamiah (lnggris)(%)

neonatus. Anti-d tidak ada. Penyakit hemolitik Rh o oo o Anti"A, anti-B 46


pada bayi baru lahir dibahas dalam Bab 24. A M atau AO A Anti-B 42
D o
BB atau BO B Anti-A
AB AB AB Tidak ada a
Sistem golongan darah lain

Sistem golongan darah lain memiliki lebih sedikit


kepentingan klinis. Walaupun antibodi alamiah bodi imun terhadap antigen sistem-sistem tersebut
sistem P, Lewis, dan MN lazim dijumpai, antibodi jarang terdeteksi. Banyak di antara antigen tersebut
tersebut biasanya hanya bereaksi pada suhu rendah mempunyai antigenisitas yang rendah dan yang
sehingga tidak menimbr-rlkan masalah klinis. Anti- lainnya (misal, Kell), walaupnn secara imunogenik

--- Fill

m
l={-..-rtrXl
Membran sel

Gambar. 23.1 Struktur antigen golongan darah ABO. Masing-masing terdiri dari suatu rantai gula yang melekat pada lipid atau protein yang merupakan bagian integral
membran sel. Antigen H pada golongan darah O mempunyai fukosa (fuc) terminal. Antigen A mempunyai tambahan N-asetil galaktosamin (galnac) dan antigen B
mempunyai tambahan galaktosa (gal). glu, glukosa.
Tran$lusi darah 291

Anti-AlAnti-BlRnti-R+g

(a)
Pasien nomor
5678 10 11 12

Anti-A
W@ Wq*@ "*'.i' {A,* W W "t
Anti-B
WWWW':;'W':il'*W'tWW
{\; r''t ,"/''", r".""'rr :'.'.
Anti-A+B
w *?s *?, &,1 ':.
w'w /*\"
'//,::?a.
W I a'

Gambar. 23.2 (a) Penggolongan ABO pada seorang


Sel-sel A
t'?'o"l' t. %t*'mw lr" w s&
pasien golongan darah A. Eritrosil yang disuspensikan
dalam larutan salin beraglutinasi bila terdapat anti-A atau
Sel-sel B 'll
'i!;'i,i, tX-3 {*Wi::ffi 't'
ry ffi
antiA+B (serum dari seorang pasien golongan darah O).
(b) Penggolongan darah rutin pada plat mikro dengan 96
Sel-sel diri ffi,m, w wwww ry ffi ffi
sumur. Reaksi positil ditunjukkan dengan aglutinasi yang
jelas; pada reaksi negatif sel-sel tersebut terdispersi.
lgM anti-D ..tr".li
"r",
w tiu#r:,;; {i; w w 'it
't' :T' . 's
Baris 1-3, sel-sel pasien terhadap antiserum; baris 4-6,
serum pasien terhadap eritrosit yang diketahui; baris 7-8,
anti-D terhadap sel-sel pasien. (Lihat Gambar Berwarna
lgG anti-D , il'; . .-f
r5c/
O+ O+
"' w U-
'""..../ ,;+./
A+
',:-y'
B+ O+
{3'
1.,-#
AB+
,W ffi i):dvti
o- AB- A+
hal. A-50). Golongan darah (b)

D ., CcEe
C"n

I / ,urno,ong"n \
v t alternatrf \

@gWWe
D E atau atau c
mRNA-E + CW&E

Gambar.23.3Genetikamolekulargolongandarahrhesus.Lokustersebutterdiri atasduagenyangterkaiterat, RhDdanRhCcEe.GenBhDmengodesuatuprotein


tunggal yang mengandung antigen RhD sedangkan mRNA FhCcEe menjalani pemotongan alternatif menjadi tiga transkrip. Salah satunya mengode antigen E atau e
sedangkan yang dua lagi (hanya satu yang ditunjukkan) mengandung epitop C atau c. Polimorfisme pada posisi 226 gen RhCcEe menentukan status antigen Ee
sedangkan antigen C atau c ditentukan oleh perbedaan alel empat asam amino. Beberapa individu tidak mempunyai gen RhD sehingga bersifat RhD negatif.

sebanding, lebih jarang ditemukan sehingga kecil Tabel 23.3 Sistem genotipe Rh
kemungkinan untuk terjadinya isoimunisasi kecuali
pada pasien yang mendapat transfusi multipel. Tata nama CDE Simbol Frekuensi Status Rh D
pendek Kaukasia (o/o)

cde/cde tA Negatil :

CDelcde R,f 5Z Positil


TEKNIK DALAM SEROLOGI CDel0De R'R, 17 Positil
GOLONGAN DARAH cDilcte Rrr 13 Positit
CDeicDE RrR, 14 Posilil
Teknik yang terpenting adalah yang didasarkan pada cDUcDE R,R, 4 Positit
aglutinasi eritrosit. Aglutinasi salin penting untuk Genotipe lain c
Positif (hampir semua)
mendeteksi antibodi IgM, biasanya pada suhu
292 ,-.i fl, . ,' ,1;.1.i: i
,:'.' . . '4,iir"';L

ruangan dan 4oC, misal anti-A, anti-B (Gb. 23.2). kan reagen AHG. Aglutinasi menunjukkanbahwa se-
Penambahan koloid ke dalam inkubasi atau pena- rum asal mengandung antibodi yang telah melapisi
nganan eritrosit dengan enzim proteolitik mening- eritrosit in aitro. Uji ini digunakan sebagai bagian dari
katkan sensitivitas uji antiglobulin indirek, demikian penapisan antibodi rutin pada serum resipien
juga larutan garam dengan kekuatan ion rendah (/ozu sebelum transfusi dan untuk mendeteksi antibodi
ionic strength saline, LISS). Metode yang terakhir di- golongan darah pada wanita hamil.
sebut ini dapat mendeteksi serangkaian antibodi IgG. Sebagian besar dari metode di atas awalnya di-
Uji antiglobulin (Coombs) adalah uji yang men- kembangkan untuk teknik tabung tetapi microplate
dasar dan dipakai secara luas baik dalam serologi dengan 96 sumur dan kolom putar berbasis gel
golongan darah dan imunologi umum. Anti globulin sekarang banyak digunakan (Gb. 23.5).
manusia (antihuman globulin, AHG) dihasilkan pada
hewan setelah injeksi globulin manusia, komplemen
yang dimumikan atau imunoglobulin spesifik (misal
IgG, IgA atau IgM). Preparat monoklonal sekarang UJI PENCOCOKAN SILANG DAN
juga tersedia. Jika AHC ditambahkan pada eritrosit PRA.TRANSFUSI
manusia yang dilapisi dengan imunoglobulin atau
komponen komplemen, aglutinasi eritrosit menun- Dilakukan sejumlah langkah untuk memastikan
jukkan hasil uji yang positif (Cb. 23.4). bahwa pasien menerima darah yang kompatibel
Uji antiglobulin dapat secara direk maupun pada saat transftisi.
indirek. Uji antiglobulin direk digunakan untuk men-
deteksi antibodi atau komplemen pada permukaan
Dari pasien
eritrosit tempat sensitisasi terjadi secara in aiao.
ReagenAHG ditambahkan pada eritrosit yang dicuci 1 Golongan darah ABO dan Rh ditentukan.
dan aglutinasi menunjukkan hasil uji yang positif. 2 Serum ditapis untuk antibodi yang penting
Hasil uji yang positif dijumpai pada penyakit hemo- melalui uji antiglobulin indirek pada suatu panel
litik pada neonatus, anemia hemolitik autoimun atau besar eritrosit yang digolongkan secara antigenik.
anemia hemolitik imun yang diinduksi obat, serta
reaksi transfusi hemolitik. Dari donor
Uji antiglobulin indirek digunakan untuk men-
deteksi antibodi yang telah melapisi eritrosit secara Dipilih unit ABO dan Rh yang sesuai. Pengujian
in aitro. Prosedur ini memiliki dua tahap: langkah (darah) donor dijabarkan pada hal.295.
pertama melibatkan inkubasi eritrosit uji dengan se-
rum; langkah kedua, eritrosit dicuci dan ditambah-

E
Y .:in;:

Antibodi (lg0, lg,A,atau


igM) alat komplemen
{C3)';,,,;, :.rr l
ffi'ffi
Gambar. 23.5 Penapisan antibodi pasien menggunakan sistem mikrokolom
(gel): terlihat 10 tes dengan dua kontrol (tabung 11 adalah kontrol positil dan
Gambar. 23.4 Uji antiglobulin untuk antibodi atau komplemen pada permukaan tabung 12 adalah kontrol negatif). Serum pasien diuji terhadap sel-sel penapis
eritrosit (ERl). Reagen anti globulin manusia (Coombs) dapat berspektrum luas dengan fenotipe eritrosit yang diketahui. Tabung 1, 3, 5, 6, 7, 8, dan 10 menun-
atau bersifat spesifik untuk imunoglobulin G (lgG), lgN,l, lgA, atau komplemen jukkan hasil positif. Serum pasien mengandung anti Fy. (Atas kebaikan Tn. G.
(ca). Hazlehurst). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-50).
293

Pada saat pencocokan silang (Tabel 23.4) Tabel 23.5 Komplikasi translusi darah

Serum pasien ditambahkan pada eritrosit donor dan Dini Lanjut


diputar untuk menyingkirkan aglutinasi ("putaran
segera" /immediate spin). Beberapa unit juga melak-
Reaksi hemolifik : Tnnsmisi penyakit

sanakan uji antiglobulin indirek serum pasien segera Virus


lambat hepatitis A, B, C dan lain-lain
dengan eritrosit donor.
Reaksi yang terjadi akibat darah HIV
terinleksi
Heaksi alergi terhadap leukosit, CMV
trombosit, ahu protein Bakleri
KOMPLIKASI TRANSFUSI
Heaksi pirogenik (torhadap protein Trepmema pattidum
DARAH gabel23.5) plasma atau akibat antibodi Brucella
HLA) Sa,lnonetta ,,,, ,.

Kelebihan beban sirkulasi Parasil


Reaksi transf usi hemolitik
Emboli udara . malaria , ,,,,. l

Tromboflebitis Toxoplasna
Reaksi transfusi hemolitik dapat terjadi segera atau
Toksisitas sikat mikrofilaria
lambat. Reaksi segera yang mengancam jiwa yang
Hiperkalemia
berkaitan dengan hemolisis intravaskular masif Kelebihan timbunan besi akibat
terjadi akibat antibodi yang mengaktifkan kom-
Kelainan pembekuan (setelah
translusi masif) ,,
lr€/:,slusi.,,
.: ,;: . . ,, ,..,

,,.,,,
plemen dari kelas IgM atau IgG, biasanya dengan . ,i, ,,
Gedera paru rtrt y.nt t *rit Sensifaasilmm :,
spesifisitas ABO. Reaksi yang berkaitan dengan dengan translusi misal terhadap eritrosit, trombosit,
hemolisis ekstravaskular (misalnya antibodi imun atau antigen Rh D ,. . ' :',
sistem Rh yang tidak mampu mengaktifkan komple-
Penyakit cangkok melawan pepnu
men) biasanya bersifat lebih ringan tetapi masih yang terkail dengn transtusi
dapat mengancam jiwa. Sel-sel menjadi terlapisi IgG
dan disingkirkan dalam sistem retikuloendotel. Pada
kasus ringan, mungkin satu-satunya tanda reaksi CMV, sitomegalovirus; HlV, virus imunodelisiensi manusia; HLA, antigen

transfusi adalah anemia progresif yang tidak dike- leukosit manusia.

tahui sebabnya dengan atau tanpa disertai ikterus.


Pada beberapa kasus dengan kadar antibodi pra-
transfusi yang terlalu rendah untuk dapat terdeteksi
pada pencocokan silang, pasien dapat mengalami
reimunisasi oleh transfusi eritrosit yang tidak Gambaran klinis reaksi translusi hemolitik mayor
kompatibel dan ini akan menyebabkan reaksi Fase syok hemolitik Fase ini dapat terjadi setelah
transfusi lambat dengan percepatan pembersihan transfusi beberapa mililiter darah saja atau sampai
eritrosit. Anemia mungkin muncul dengan cepat dengan 1-2 jam setelah akhir transfusi. Gambaran
disertai oleh ikterus ringan. klinis meliputi urtikaria, nyeri pada regio lumbal,
muka merah, sakit kepala, nyeri prekordial, napas
pendek, 'muntah, menggigil, pireksia, dan penu-
Tabel 23.4 Teknik yang digunakan dalam pengujian kompatibilitas. Sel- runan tekanan darah. Jika pasien dianestesi, fase
sel donor diuji terhadap serum resipien dan aglutinasi dideteksi secara syok ini tidak terlihat. Kini terdapat semakin banyak
visual atau mikroskopik setelah pencampuran dan inkubasi pada suhu bukti bahwa destruksi darah dan hemoglobinuria,
yang sesuai.
ikterus, dan koagulasi intravaskular diseminata
(DIC). Leukositosis sedang (misalnya 75-20 x 70'/l)
Untuk nendetebi anliWi lgM yang bermakna swua klinis:: biasa ditemukan.
Larutan salin 37€

Unluk nendetoki anlibodi inun (tMma lgQl :. ',:. Fase oligurik Pada beberapa pasien dengan reaksi
Uji antiglobulin indirek pada suhu 37€ hemolitik, terjadi nekrosis tubulus ginjal dengan
Larutan garam dengan kekuatan ionik rendah pada suhu 3f"C
gagal ginjal akut.
Eriimsityang diohh dengan enzim pada suhu 37€ ,

Fasediuretik Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit


lg, imunoglobulin dapat terjadi selama pemulihan gagal ginjal akut.
294
ifii,Ml,rW.g, ,iifr{d

Pemeriksaan pada reaksi transfusi segera akut, ditangani dengan cara yang biasa, bila perlu
dengan dialisis sampai tedadi kesembuhan.
Apabila seorang pasien memperlihatkan ciri-ciri
yang mengarah pada reaksi transfusi berat, transfusi
harus dihentikan dan harus dilakukan pemeriksaan neakliiranifusi lain
inkompatibilitas golongan darah serta kontaminasi
darah oleh bakteri. Renksi demsm knrens antibodi leukosit Antibodi antigen
1 Reaksi yang paling berat terjadi akibat kesalahan leukosit mantrsia (Human Leucocyte Antigen, HLA)
administrasi dalam penanganan spesimen darah (lihat di bawah dan Bab 8) biasanya timbul akibat
donor atau resipien. Oleh karena itu, harus sensitisasi oleh kehamilan atau transfusi sebelum-
dipastikan bahwa identitas resipien sama dengan nya. Reaksi tersebut menyebabkan menggigil,
yang tercantum pada label kompatibilitas dan pireksia, dan pada kasus berat timbul infiltrat paru.
sesuai dengan unit sebenarnya yang sedang Reaksi ini diminimalkan dengan pemberian packed
ditransfusikan. cells tanpa leukosit (yaitu yang telah disaring) (lihat
2 Unit darah donor dan sampel darah pasien pasca- di bawah).
transfusi harus dikirimkan ke laboratorium yang
akan; Reaksi nlergi dengnn febris atnu non-febris non-hemolitik
(a) Mengulangi penentuan golongan darah pada Reaksi ini biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas
sampel pra- dan pasca- transfusi serta pada terhadap protein plasma donor dan jika reaksi ini
darah donor, dan mengulangi pencocokan berat dapat menyebabkan syok anafilaktik. Gam-
silang; baran klinisnya adalah urtikaria, pireksia, dan pada
(b) Melakukan uji antiglobulin direk pada sampel kasus-kasus yang berat terjadi dispnea, edema
pascatransfusi; wajah, serta menggigil. Pengobatan segera adalah
(c) Memeriksa adanya hemoglobinemia pada antihistamin dan hidrokortison. Pemberian adrenalin
plasrna; juga bermanfaat. Eritrosit yang telah dicuci (washeC)
(d) Melakukan pemeriksaan untuk mengetahui atau eritrosit yang dibekukan mungkin diperlukan
adanya DIC; dan untuk transfusi lebih lanjut jika mayoritas darah
(e) Memeriksa sampel donor secara langsung yang telah dibuang plasmanya (misalnya darah
untuk mencari bukti kontaminasi bakteri yang dengan larutan salin, adenin, glukosa, manitol (SAG-
jelas serta membuat kultur darah dari sampel M)) menyebabkan timbul reaksi.
tersebut pada suhu 20 dan37'C.
3 Sampel urine pascatransfusi harus diperiksa Kelebihnn bebnn sirkulasi pnscatransy'rsl Penatalak-
untuk mengetahui adanya hemoglobinuria. sanaannya adalah penatalaksanaan pada gagal
4 Sampel darah berikutnya diambil 6 jam dan/atau
jantung. Reaksi tersebut dicegah dengan transfusi
24 jam setelah transfusi untuk dilakukan hitung lambat packed red cells atau komponen darah yang
darah serta pemeriksaan bilirubin, hemoglobin diperlukan, disertai dengan terapi diuretik.
bebas, dan methemalbumin.
Transfusi dnrah ynng terkontaminssi bakteri Ini sangat
5 Apabila tidak terdapat hasil positif, serum pasien
jarang tetapi mungkin serius. Keadaan ini dapat
diperiksa 5-10 hari kemudian untuk mencari anti-
timbul sebagai kolaps sirkulasi.
bodi terhadap eritrosit atau leukosit.
Transmisi uirus Hepatitis pascatransfusi dapat di-
Penatalaksanaan penderita hemolisis berat sebabkan oleh salah satu virus hepatitis, walaupun
terdapat juga keterlibatan sitomegalovirus (CMV)
Tujuan utama terapi awal adalah untuk memper- dan virus Epstein-Barr (EBV). Hepatitis pasca-
tahankan tekanan darah dan perfusi ginjal. Dekstran, transfusi dan infeksi virus HIV sekarang lebih jarang
plasma atau larutan salin intravena, serta furosemid ditemukan karena telah dilakukan penapisan rutin
kadang-kadang diperlukan. Pemberian hidrokor- semua darah donor
tison 100 mg intravena dan antihistamin dapat mem-
bantu meringankan syok. Pada keadaan syok berat, Infeksi /nln Toksoplasmosis, malaria, dan sifilis
dukungan adrenalin intravena 1:10000 dalam dosis semuanya dapat ditularkan melalui transfusi darah.
tambahan yang kecil mungkin diperlukan. Transfusi Sampai sekarang, belum pernah dijumpai. kasus
kompatibel lebih lanjut mungkin diperlukan pada penyakit Creutzfeld-Jakob varian baru yang ditular-
pasien yang sakit berat. Apabila terjadi gagal ginjal kan melalui transfusi.
295

Penimbunan berlebihan besi pascatransfusi Transfusi Leukodeplesi


eritrosit berulang selama bertahun-tahun tanpa ter-
dapat kehilangan darah akan menyebabkan penim- Di berbagai negara (termasuk Inggris) produk darah
bunan besi yang mula-mula terjadi pada jaringan sekarang secara rutin disaring untuk membuang
retikuloendotel dengan kecepatan 200-250 mglunit sebagian besar leukosit, proses ini disebut sebagai
(450 ml) darah lengkap. Setelah 50 unit pada dewasa leukodeplesi. Tindakan ini biasanya dilakukan
dan lebih sedikit pada anak, hati, miokard, dan segera setelah pengambilan dan sebelum pemro-
kelenjar endokrin menjadi msak sehingga menye- sesan (Gb. 23.7) dan lebih efektif dibandingkan bila
babkan akibat klinis. Hal ini merupakan masalah filtrasi darah dilakukan di bangsal. Produk darah
utama pada thalasemia mayor dan anemia refrakter didefinisikan terdeplesi atau tidak ada jika terdapat
kronis berat lainnya (lihat Bab 6). kurang dari 5 x 105 leukosit (Tabel 23.6).
Leukodeplesi menun rnkan irsidensi reaksi demam
transfusi dan aloimunisasi. Proses ini efektif men-
cegah penularan infeksi CMV dan selain itu sehams-
PRODUK DARAH nya menurunkan kemungkinan teoritis penularan
nvClD di negara-negara tempat kasus nvCJD
Sumbangan darah diambil dengan teknik aseptik ke dilaporkan.
dalam kantung-kantung plastik yang mengandung
sejumlah antikoagulan yang sesuai-biasanya sitrat,
fosfat, dekstrosa (CPD). Sitrat mencegah koagulasi Eritrosit
darah dengan cara bergabung dengan kalsium darah.
Sebelum digunakan, dilakukan pemeriksaan-peme- Eritrosit packed (tanpa plasma) adalah pengobatan
riksaan berikut: Penggolongan darah ABO dan RhD, terpilih untuk sebagian besar transfusi (Gb. 23.8a).
penapisan antibodi eritrosit, dan pemeriksaan sero- Pada subyek berusia tua, diuretik sering diberikan
logis untuk menyingkirkan sifilis, antigen permu- secara bersamaan dan infus harr.rs cukup lambat
kaan hepatitis B (HbsAg), virus hepatitis C (HCV), untuk mencegah kelebihan beban sirkulasi. Terapi
serta HIV 1 dan 2. Saat ini, HCV dan HIV disingkir- khelasi besi harrrs dipertimbangkan pada pasien
kan melalui deteksi antibodi antivirus yang sesuai, yang menjalani program transfusi berulang untuk
dan diperkenalkannya deteksi asam nukleat virus mencegah penimbunan besi.
yang didasarkan pada reaksi berantai polimerase Darah lengkap kadang-kadang digunakan untuk
(PCR) telah meningkatkan sensitivitas penapisan pengobatan kehilangan darah akut atau untuk
dengan mengidentifikasi individu pada "periode transfusi tukar.
jendela" sebelum pembentukan antibodi. Pengganti eritrosit sekarang sedang dikembang-
Darah disimpan pada suhu 4-6"C hingga selama kan tetapi belum terbukti berguna secara klinis.
35 hari, bergantung pada pengawetnya. Setelah 48
jam pertama terjadi kehilangan K* yang progresif
lambat dari eritrosit ke dalam plasma. Pada kasus
.:,:,,:., . Darah lengkap
tertentu ketika pemberian inftis K* dapat berbahaya, ,t . : ,4.t., ,,
sebaiknya digunakan darah segar, misalnya untuk ,

transfusi tukar pada penyakit hemolitik pada neo- Komponen : Plasma I

I:'
natus. Selama penyimpanan eritrosit, terjadi penu- sel segar ''1,,

runan kadar 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG), tetapi I


setelah transfusi kadar 2,3-DPG turun sampai normal
,

I
Eritrosit Ptasma beku segar ,':
dalam waktu 24 jam. Larutan tambahan optimum Trombosit :::
telah dikembangkan untuk menambah jangka Leukosil : : '
/ \
simpan eritrosit tanpa plasma dengan mempertahan- Kriopresipitat , Kriosupernatan

kan kadar adenosin trifosfat (ATP) dan 2,3-DPG. Me-


'-"1
dia SAG-M memungkinkan eritrosit digunakan l'=
Konsentral ::'Albumin,r...
.,-
sampai 35 hari setelah donasi. faktor Vlll lmunoglobulin
Konsentrat lain
Darah biasanya diproses dan dipisahkan menjadi
komponen-komponennya sebelum digunakan (Gb.
23.6). Darah lengkap sangat jarang digunakan. Gambar. 23.6 Persiapan komponen darah dari darah lengkap
296 xapitiisar,i'#' *e*iii6i!:ttr.'

Gambar.23.7 Leukofiltrasi darah: leukoliltrasi unil donor in-


dividual dilaksanakan dengan gravitasi melalui suatu filter
penyaring dalam sistem tertutup. Hal ini dilakukan jam I
setelah mendapatkan darah donor untuk memungkinkan
lagositosis bakteri yang mungkin mengontaminasi.

Tabel 23.6 Jumlah leukosit yang terdapat dalam komponen darah yang berbeda

Packed cells
Komponen eritrosit Bulfy coat dibuang Bebas Leukosil
>2xid 5-10x 1S ,
5-10xie'',
l

Trombosit
Dibuat daribulfy cml Disiaplan melalui aleresis Tanpa Leukwit
1S: 1ff <'ls

Pengganti sintetik yang mengangkut oksigen ini baran penyakit. Individu yang terlibat harus cukup
seringkali adalah lamtan hemoglobin terpolimerisasi sehat untuk meny'umbangkan darah dan perkiraan
dan terpiridoksalisasi bebas stroma dan hidrokarbon transfusi pengganti operatif harus antara 2 dan 4 unit.
terfluorinasi. Transfusi pengganti yang lebih besar membutuhkan
pengambilan darah dalam jangka waktu yang lebih
lama dan eritrosit disimpan dalam keadaan beku,
Donasi dan transfusi autotog yang sangat merepotkan dan mahal. Walaupun
autotransfusi merupakan bentuk transfusi yang pal-
Kekhawatiran mengenai sindrom imunodefisiensi ing aman, tetapi biaya yang tinggi dan terbatasnya
didapat (AIDS) dan infeksi lain telah menyebabkan penggunaan pada pasien yang menjalani bedah
meningkatnya permintaan autotransfusi. Terdapat elektif menyebabkan hal ini hanya menguntungkan
tiga cara pemberian transfusi autolog. sejumlah kecil dari jumlah penerima darah total.
1. Pradeposit-darah diambil dari resipien yang
potensial dalam beberapa minggu tepat sebelum
operasi elektif. Konsentrat granulosit
2. Hemodilusi-darah diambil tepat sebelum
pembedahan begitu pasien telah dianestesi dan Konsentrat granulosit dibuat sebagai btffi coat atau
kemudian diinfuskan kembali pada akhir operasi. pada pemisah sel darah dari donor sehat yang
3. Penyelamatan-darah yang hilang selama operasi normal atau dari penderita leukemia mieloid kronik.
dikumpulkan selama perdarahan berat dan Konsentrat ini telah digunakan pada penderita
kemudian diinfuskan kembali. netttropenia berat (<0,5 x70n /l) yang tidak berespons
Permintaan yang meningkat adalah untuk auto- terhadap terapi antibiotik tetapi biasanya tidak dapat
transfusi pradeposit. Autotransfusi adalah bentuk diberikan dalam jumlah cukup. Konsentrat ini dapat
transfusi yang paling aman jika memandang penye- menyebarkan infeksi CMV.
297

Gambar. 23.8 Komponen darah: (a) eritrosit bebas plasma; (b) trombosit; dan (c) plasma
beku segar. (Lihat Gambar Beruarna hal. A-51).

trdmbosit sangat berisiko mengalami perdarahan (penggunaan


profilaktik).
Konsentrat trombosit dipanen dengan pemisah sel Untuk profilaksis, hitung trombosit harus di-
atau dari unit darah donor individual (Gb. 23.8b). pertahankan di atas 5-10x10'/l kecuali jika terdapat
Transfusi trombosit digunakdn pada penderita faktor risiko lain seperti sepsis, penggunaan obat,
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit, yang atau gangguan koagulasi (pada keadaan ini, ambang
sedang berdarah aktif (penggunaan terapeutik), atau harus lebih tinggi). Untuk prosedur invasif minor,
Kapita Selekta Hginatglogi

misalnya biopsi hati atau pungsi lumbal, hitung kadang sebagai pengganti protein pada pasien
trombosit harus dinaikkan sampai di atas 50x10'/1. tertentu dengan hipoalbuminemia.
Penggunaan terapeutik diindikasikan pada per-
darahan yang berkaitan dengan kelainan trombosit.
Pada perdarahan masif, hitung trombosit harus di- Larutan albumin manusia (20o/ol
pertahankan di atas 50x10'/1. (albumin rendah-garam)
Transfusi trombosit hams dihindari pada purpura
trombositopenia autoimun kecuali jika terdapat Preparat dimumikan yang mahal ini tidak dianjur-
perdarahan berat. Transfusi trombosit merupakan kan sebagai pengembang volume plasma Llmllm
kontraindikasi pada trombositopenia yang diinduksi
walatipun pemakaian untuk tujuan ini tidak diragu-
heparin, pllrpLlra trombositopenia trombotik, dan
kan. Larutan ini dapat digunakan pada hipoalbu-
sindrom hemolitik uremik (hal. 239).
minemia berat jika perlu menggunakan produk
Refrakter terhadap transfusi trombosit ditandai
dengan kandungan elektrolit yang minimal. Indikasi
dengan sedikit peningkatan trombosit pascatransfusi
(<7,5 x 10el1 pada 1 jam atau <4,5 x 70e/l pada 24 utama penggunaannya adalah pada penderita
ja.n). Penyebabnya bisa imunologis (terutama sindrom nefrotik atau gagal hati.
aloimunisasi HLA) atau non imunologis (sepsis,
hipersplenisme, DIC, obat). Trombosit mengekspresi-
Kriopresipitat
kan antigen HLA kelas I (tetapi tidak kelas II) dan
diperlukan trombosit dengan HLA yang cocok atau
kompatibel pada pencocokan silang untuk pasien- Kriopresipitat diperoleh dengan mencairkan plasma
pasien dengan antibodi HLA. beku segar pada suhu 4"C dan mengandung kon-
sentrat faktor VIII serta fibrinogen. Kriopresipitat
disimpan pada suhu kurang dari ,30"C atau,
Preparat plasma manusia disimpan pada suhu 4-6'C apabila diliofilisasi, dai'r
digunakan secara Iuas sebagai terapi pengganti pada
Plasma adalah pengembang volume yang berguna. hemofilia A dan penyakit von Willebrand sebelum
Risiko hepatitis berkurang dengan diperkenalkannya
tersedia preparat faktor VIII yang lebih murni.
pemeriksaan yang lebih sensitif untuk hepatitis B dan
C. Plasma beku biasanya dibuat dari satu unit donor.
Konsentrat laktor Vlll yang dibeku-keringkan
Plssmn beht segnr (frcslt frozen plasma, FFP) Plasma
yang dibekukan secara cepat, dipisahkan dari darah (freeze-dried)
segar dan disimpan pada suhr.r kurang dari -30'C. i,,,il

Kegunaan r-rtamanya adalah untuk mengganti faktor- Konsentrat ini digunakan untuk mengobati hemofilia
faktor koagulasi (misalnya jika tidak tersedia A atau penyakit Von Willebrand. Pemberian dalam
konsentrat spesifik), setelah transfusi masif, pada volnme kecil sesuai untuk pasien anak, kasus bedah,
penyakit hati dan DIC, setelah operasi pintas pasien berisiko akibat pembebanan sirkulasi, dan
kardiopulmonal, untuk menghentikan efek warfarin, untuk pasien yang menjalani pengobatan di rumah.
dan pada purpLrra trombositopenia trombostik (lihat Penggunaannya semakin menlrrlln setelah tersedia-
Tabel 20.6). Bentuk FFP dengan inaktivasi virrrs nya bentuk rekombinan faktor VIII.
sekarang telah tersedia.

Larutan albumin manusia (4,5%) Konsentrat kompleks laktor lX-protrombin


yang dibeku-keringkan
Larutan ini mengandung albumin manusia dan
kegunaan utamanya adalah dalam penanganan syok Tersedia sejumlah preparat yang mengandung faktor
hipovolemik. Larutan ini adalah pengembang vol- II, VII, IX, dan X dalam jumlah yang bervariasi.
ume plasma yang bermanfaat saat diperlukan efek Konsentrat ini terutama digunakan untuk mengobati
osmotik yang tetap bertahan sebelum pemberian defisiensi faktor IX (penyakit Christmas) tetapi juga
darah, tetapi tidak boleh diberikan berlebih. Larutan kadang digunakan pada penderita penyakit hati atau
ini jr"rga digunakan sebagai pengganti plasma pada perdarahan yang mengancam jiwa setelah overdosis
pasien yang menjalani plasmaferesis dan kadang- antikoagulan oral atau pada pasien dengan inhibitor
.r[;-:::] i : lir:
Translusi darah 299

faktor VIII. Terdapat risiko trombosis pada pem- dewasa dengan kehilangan darah 500 ml atau kurang
berian konsentrat ini. kecr"rali jika perdarahan berlanjr.rt. Transfnsi darah
tidak bebas dari risiko dan tidak boleh dianggap
remeh. Permasalahan pada kehilangan darah masif
Konsentrat protein C serta transfusi masif dibahas padahal.247.

Konsentrat ini diberikan pada kasus sepsis berat


dengan koagulasi intravaskular diseminata, seperti
septikemia meningokokus untnk mengLrrangi trom- KEPUSTAKAAN
bosis akibat kekurangan protein C.
Anderson K.C. and Ness P.M. (1999) Scientific Bnsis of Trnns-
ftrsion Medicine. W.B. Saunders, Philadelphia.
lmunoglobulin British Committee for Standards in Flaematology Guide-
lines (1999) The administration of blood and biood com-
ponents and the management of transfused patients.
Imunoglobulin yang dikumpulkan merupakan Trnnsfus. Med. 9, 227 -38.
strmber utama antibodi terhadap vims yang lazirrr. Chang T.M.S. (2000) Red blood cell substitutes. Clin.
Imunoglobulin diberikan pada kasus hipogamaglo- Hnemntol.73, 65I-68.
bulinemia sebagai proteksi terhadap penyakit akibat Consensus Conference on Autologous Transfusion (1996)
bakteri dan virus, selain itu juga dapat diberikan Transfusiott 36, 667.
pada kasus trombositopenia imun dan penyakit Contreras M. (ed.) (2000) New aspects of blood transfusion.
imun didapat lainnya, misalnya purpura pascatrans- Clirt. Hnemotol. 13, 458-688.
fusi atau trombositopenia neonatal aloimun. Corash L. (2000) New technologies for the inactivation of
infectious pathogens in cellular blood components and
the development of plateiet substitues. CIitt. Hnemntol.13,
lmunoglobulin spesifik 5+9-63.
Imunoglobulin spesifik dapat diperoleh dari donor Goodnough L.T., Brecher M.E. and Kanter M.H. (1999)
Transfusion medicine. N. Engl. I. Med. 340, 43g-46; 525-
dengan titer antibodi yang tinggi, seperti anti Rh D,
JJ.
anti hepatitis B, anti herpes zoster, atau anti rubella. Issitt P. (1993) Applied Blood Group Serology,3rd edn. Mont-
gomery Scientific, Miami, Florida.
Mollison P.L., Engelfriet C.P. and Conrreras M. (1993) Blood
KEHILANGAN DARAH AKUT Trnnsfusion in Clinicnl Medicine, gth edn. Blackwell Scien-
tif ic Publications, Oxford.
Mouro I. et al. (1993) Molecular basis of the human Rhesus
Seperti disebutkan pada hal. 18, dalam waktu 3 blood group. Nnture Genet. S,62.
sampai 4 jam setelah satu episode perdarahan, kadar Navarette C.V. (2000) The HLA system in blood transfu-
hemoglobin dan volume eritrosit tetap normal sion. C/ln. Hoenmtol. 13, 57I-32.
karena terjadi vasokonstriksi awal dengan penlr- Norfolk D.R. ef ol. (1998) Consensus conference on platelet
runan volume darah total. Setelah 3-4 jarn, volume transfusion. Br. J. Haematol. 101., 609-77.
plasma mulai mengembang dan hemoglobin serta Prusiner S.B. (1998) The prion disease. Brain patlrcl.8,499-
volume eritrosit turun serta terjadi peningkatan 513.
neutrofil dan trombosit. Respons retikulosit mulai Reid M.E. (2000) Blood group antigens: molecular biology,
pada hari kedua atau ketiga dan berlangsung selama
functions and clinical applications. Semin. Hematol. ii,
111-216.
8-10 hari. Kadar hemoglobin mulai meningkat pada
Reid N{.E. and Yahalom V. (2000) Blood groups and their
sekitar hari ketujuh, tetapi bila cadangan besi sudah function. Clin. Hoemntol. 13, 485-510.
habis, kadar hemoglobin mungkin tidak meningkat Vamvakus E.C. and Pineda A.A. (2000) Autologous trans-
sampai normal. Diperlukan penilaian klinis untuk fusion and other approaches to reduce allogeneic blood
mengetahui perlunya transfusi darah, tetapi exposure. Clin Haemntol. 13, 533-47 .

tindakan ini biasanya tidak diperlukan pada orang


BAB 241ii.,l,.l t:

Hematologi pada kehamilan dan anak


Hematologi pada kehamilan, 300 Penyakit hemolitik pada neonatus, 303

Hematologi neonatus, 302

HEMATOLOGI PADA KEHAMILAN pmol/l dan harus diobati dengan suplemen besi oral.
Penggunaan suplementasi besi rutin dalam keha-
milan sering diperdebatkan, tetapi besi mungkin
Kehamilan memberi stres berat pada sistem hema-
lebih baik dihindari sampai Hb turun di bawah 10 g/
tologi dan pemahaman mengenai perr"rbahan fisiologi
dl atau MCV di bawah 82 fl pada trimester ketiga.
yang diakibatkannya wajib diketahui untuk menen-
tukan perlunya intervensi terapeu tik.
Defisiensi folat r, l,
,

, Anemia fisiologis Kebutuhan folat meningkat sekitar dua kali lipat


pada kehamilan dan kadar folat serum turun sampai
Anemia fisiologis adalah istilah yang sering diguna- sekitar sepamh kisaran normal dengan penurunan
kan untnk menyebut penllrlrnan konsentrasi hemo- yang kr-rrang dramatis dalam folat eritrosit. Di bebe-
globin (Hb) yang terjadi selama kehamilan normal rapa bagian dunia, anemia megaloblastik selama
(Gb. 24.1). Volume plasma darah meningkat sekitar kehamilan lazim terjadi karena kombinasi diet yang
1250 ml (atau 45%) di atas normal pada akhir gestasi bumk dan peningkatan kebutuhan folat. Mengingat
dan walauplrn nassa eritrosit sendiri meningkat efek protektif folat terhadap defek tabung saraf,
sekitar 25"/o, ini tetap mengarah pada penurunan asam folat 400 pg tiap hari harus dimakan sekitar
konsentrasi Hb. Kadar Hb di bawah 10 g/ dI mungkin saat konsepsi dan sepanjang kehamilan. Penam-
abnormal dan memerlukan pemeriksaan. bahan folat pada makanan sekarang dipraktikkan di
beberapa riegara. Defisiensi vitamin B,, jarang terjadi
selama kehamilan walaupun kadar vitamin B, se-
, Anemia defisiensi besi rum turun di bawah normal pada20-30% kehamilan
dan kadar yang rendah kadang-kadang merupakan
Saat hamil diperlukan hingga 600 mg besi untuk penyebab kebingungan dalam penegakan diagnosis.
meningkatkan massa eritrosit dan 300 mg lagi untuk
janin. Walaupun absorpsi besi meningkat, hanya
sedikit wanita yang terhindar dari kekurangan Trombositopenia pada kehamilan
cadangan besi yang parah pada akhir kehamilan.
Pada kehamilan tanpa komplikasi, volume eritro- Hitung trombosit biasanya turun sekitar 10% pada
sit rata-rata (mean corpusuilsr aolume, MCV) biasanya kehamilan tanpa komplikasi. Pada sekitar 7"h
meningkat sekitar 4 fl. Penumnan MCV adalah tanda wanita, penumnan ini lebih berat dan dapat
paling awal defisiensi besi. Selanjutnya hemoglobin menyebabkan trombositopenia (hitung trombosit
eritrosit rata-rata (mean corptrsctilar haemoglobin, <150 x 70'/l). Pada lebih dari 75"/" kasus terjadi
MCH) menurun dan akhirnya terjadi anemia. Defi- trombositopenia yang ringan dan tidak diketahui
siensi besi awal mungkin terjadi jika kadar feritin se- penyebabnya, kondisi ini dikenal sebagai
rum di bawah 151,t9/l dengan kadar besi serum <10 trombositopenia insidental pada kehamilan. Sekitar

300
Irl.qmtealiii iasiiru,iii 301

1. Anemia fisiologis
-Volume plasma darah meningkat 45%
-Massa eritrosit meningkat 25%

2. Trombositopenia
-Biasanya jumlah trombosit menurun '109lo

3. Koagulasi
-Faktor-faktor pembekuan meningkat
-Fibrinolisis berkurang

4. Kebutuhan untuk eritropoiesis meningkat


-Peningkatan 2-3 kali lipat dalam kebutuhan
folat
-Diperlukan 900 mg besi untuk ibu dan janin

Gambar. 24.1 Perubahan hematologi selama kehamilan

Trombositopenia Penyakit hiper- Penyakit


insidental pada tensi pada ke- imun pada
kehamilan hamilan kehamilan
Gambar. 24.2 Penyebab trombosilopenia selama kehamilan

21% kasus disebabkan oleh penyakit hipertensif dan trombosit turun selama sehari atau dua hari setelah
purpura trombositopenia
4% kasus dikaitkan dengan persalinan dan kemudian membaik dengan cepat.
imun (immune thrombocytopenic purpura, ITP) (Gb. Sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati
24.2) dan trombosit fhaemolisis, eleuated liuer enzymes and
plnteletl) merupakan subtipe dari kategori ini.
Trombositopenia insidental pada kehamilan Ini adalah di-
agnosis eksklusi dan biasanya dideteksi pada saat Purpura trombositopenin idiopntik (lihat hal. 236).Pada
persalinan. Hitung trombosit selalu di atas 70 x10'/l kehamilan, ITP mewakili suatu masalah tersendiri,
dan membaik dalam 6 minggu. Tidak diperlukan baik pada ibu maupun janin karena antibodi mele-
pengobatan dan bayi tidak terkena. wati plasenta dan janin mungkin menderita trom-
bositopenia berat.
Trombositopenia penyakit hipertensi Keadaan ini Seperti semua orang dewasa, wanita hamil yang
memiliki keparahan yang bervariasi tetapi hitung menderita ITP dengan hitLrng trombosit >50 x 10ell
trombosit jarang turun di bawah 40 x 70e/1. biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan
Trombositopenia lebih berat bila disertai dengan pre- diperlukan untuk wanita dengan hitung trombosit
eklampsia dan jika berat, pengobatan primernya <10 x 10ell dan hitung trombosit 70 x70'/l sampai 30
adalah persalinan secepat mungkin. Hitung x70e/l pada trimester kedua atau ketiga atau yang
ii:i::.1::il
302 :l:'j,,:\L i'i::,,.1 ;;11:1
rirtNr'l'€I i,}i:::Yll. *1il*i$,..=!!1i4i9e., 1
lLsl

ll's'riLill :,,i:

mengalami pendarahan. Pengobatannya adalah HEMATOLOGI NEONATUS


dengan steroid, imunnoglobin G intravena, dan sple-
nektomi bila perlu.
Dapat dianjurkan pengambilan darah vena umbi- : Hitung darah normal
It
lli likalis pada saat persalinan atau pengambilan darah
il$ vena kulit kepala fetus untuk mengukur jumlah Hb darah tali pusat bervariasi antara 76,5-17,7 g/ d\
t+ trombosit fetus walauplrn peran tepatnya belum dan dipengaruhi oleh waktu pemasangan klem pada
fl{ j"tur, Secara umlrm, setsio tiaat aiinaihsitan lita tali pusat (Gb. 24.3). MCV rata-rata adalah 119 il,
l;i jumlah trombosit ibu >50 x70e /1, kecuali bila jumlah tetapi turun hingga mencapai level dewasa setelah
$ trombosit fetus diketahui <20 xl}s /l.Transftrsi trom- sekitar 9 minggu. Hitung retikulosit awalnya tinggi
i$ bosit dapat diberikan pada ibu bersalin yang memi- (2-6'/") tetapi turun sampai di bawah 0,5 % pada usia
tli liki hitung trombosit sangat rendah atau yang sedang 1 minggu. Ini disertai dengan penlrrunan progresif
i$ mengalami perdarahan aktif. FIb sampai sekitar 10-11 g/dl pada usia 8 minggu,
Neonatus yang lahir dari ibu yang mengalami ITP dan dari titik tersebut membaik sampai 72,5 g/ dl
harus menjalani pemeriksaan hitung darah selama 4 pada sekitar 6 bulan. Dalam sediaan hapus darah,
hari pertama karena jumlah trombosit dapat menu- ditemukan eritrosit berinti pada 4 hari pertama dan
run secara progresif. Jumlah trombosit yang melebihi sampai usia 1 minggu pada bayi prematur. Jumlah-
50 x 10'll dianggap mencukupi. Dapat dilakukan nya meningkat pada kasus-kasus hipoksia, per-
pemeriksaan ultrasonografi serebral untuk mencari darahan, atau penyakit hemolitik pada neonatus
pendarahan intrakranial (intracrnnial haemorrhage, (hemolytic diseose of the newborn, HDN). Netrofil
ICH). Pada neonatus tanpa tanda-tanda ICH, peng- awalrrya tinggi pada saat lahir dan turun sampaipla-
obatan IgG intravena diberikan bila jumlah trombosit teau pada usia 4 hari-dari titik ini hitung limfosit
bayi <20 x 10e /1. Neonatus dengan trombositopenia lebih tinggi daripada netrofit selama masa kanak-
dan ICH harus diobati dengan steroid dan terapi IgG kanak.
intravena.

Anemia pada neonatus i

Hemostasis dan trombosis selama kehamilan


Penyebab yang harus dipertimbangkan antara lain:
Kehamilan menyebabkan suatu keadaan hiper-
1. Perdarahan-fetomartenal, kembar-kembar, tali
pusat, plasenta.
koagulabel yang disertai dengan peningkatan risiko
tromboembolisme dan koagulasi intravaskular dise-
2. Destruksi meningkat-hemolisis (imun atau
nonimun) atau infeksi
minata (DIC, hal. 252). Terdapat peningkatan faktor-
faktor VII, VIII, X, serta fibrinogen plasma, dan
3. Produksi menurun-aplasia ertrosit kongenital,
infeksi.
fibrinolisis mengalami penekanan. Perubahan-per-
ubahan ini berlangsung sampai dengan 2 bulan masa
nifas dan insidensi trombosis selama periode ini
meningkat. €.r20
>80
()
=

Pengobatan trombosis pada kehamilan


1E
Warfarin kurang berperan dalam penatalaksanaan. E^ '"
bsgr,
Obat ini melewati plasenta dan juga dikaitkan 5R
c
10
dengan embriopati, khususnya antara usia gestasi 6 Pg
rbd
dan 12 minggu. Heparin tidak melewati plasenta, s
tetapi efek samping yang bermakna akibat t,.
penggunaan jangka panjang adalah osteoporosis ,'9
pada ibu. Saat ini, heparin berat molekul rendah '', 0 , '''1 2 , .,3' 4
adalah pengobatan terpilih karena dapat diberikan ., Bulan

sekali sehari dan lebih kecil kemungkinannya dalam


menyebabkan os Leoporosis. Gambar.24.3 Profil khas hitung darah dalam masa neonatal
I:ll:iii,*ir tr:\:irt
iilltll'. ri:,iir Hematologi pada keflamilaq dan'anak 303

Umumnya anemia pada saat lahir terjadi akibat dari normal selama 3 bulan pertama. Walaupun
hemolisis imun atau perdarahan dengan penyebab defisiensi AT homozigot mungkin tidak dapat hidup,
hemolisis nonimun yang terjadi dalam waktu 24 jam. defisiensi protein C homozigot dikaitkan dengan
Gangguan produksi eritrosit biasanya tidak tampak purpura ftrlminans pada awal kehidupan. Sekarang
selama sedikitnya 3 minggu. Hemolisis sering tersedia konsentrat protein C terapeutik.
disertai dengan ikterus berat dan penyebabnya
mencakup HDN, anemia hemolitik autoimun (au-
toimmune hnemolytic nnaemin, AIHA) pada ibu, dan
kelainan kongenital membran atau metabolisme PENYAKIT HEMOLITIK PADA NEONATUS
eritrosit.
. Transfusi eritrosit mungkin diperlukan pada ane- HDN adalah akibat lewatnya antibodi IgG dari
mia simtomatik dengan Hb <10,5 g/dl atau ambang sirkulasi ibu melalui plasenta ke dalam sirkulasi fe-
yang lebih tinggi bila terdapat penyakit jantung atau tus di mana antibodi tersebut bereaksi dengan
pernapasan yang berat. eritrosit janin dan menyebabkan penghancurannya
oleh sistem retikuloendotel janin.
Sebelum 7967, saat diperkenalkan penggunaan
TrombositopCnia aloimun fetomaternal profilaksis IgG anti-D, HDN Rh anti D menyebabkan
sekitar 800 kelahiran mati dan kematian neonatus
Trombosi topeni a aloimun fe toma r te nal (fe to m a t e rn nl tiap tahun di Inggris Raya. Anti D bertanggung jawab
alloimmune thrombocy topenis, FMAIT) te4adi akibat atas 94u" HDN Rh; kasus-kasus lain biasanya
proses imunologi yang serupa dengan yang menye- disebabkan oleh anti C dan anti E, dengan rentang
babkan HDN. Trombosit fetus yang mempunyai anti- luas antibodi yang ditemukan pada beberapa kasui
gen yang diwariskan dari ayah (HPA-1a pada 80%: (untuk contoh, lihat Tabel 23.1). Insidensi HDN Rh
HPA-56 pada 15%) yang tidak terdapat pada sekarang turun secara dramatis dan proporsi kasus-
trombosit maternal dapat mensensitisasi ibu untuk kasus yang disebabkan oleh anti C dan anti E telah
membuat antibodi yang melewati plasenta, melapisi banyak meningkat.
trombosit tersebut yang kemudian dihancurkan oleh Penyebab HDN yang tersering sekarang adalah
sistem retikuloendotelial dan menyebabkan per- antibodi imun sistem golongan darah ABO-yang
darahan serius, termasuk ICH. Trombositopenia tersering adalah anti A yang dihasilkan oleh ibu
aloimun berbeda dengan HDN dalam hal50% kasus bergolongan darah O terhadap janin golongan darah
terjadi pada kehamilan pertama. Insidensi adalah A. Walaupun demikian, bentuk HDN ini biasanya
sekitar satu dari 1000-5000 kelahiran. ringan. Beberapa kasus HDN disebabkan oleh anti-
Trombositopenia dapat menyebabkan perdarah- bodi sistem golongan darah lain, misal anti-Kell.
an in utero atau setelah kelahiran yang serius, bahkan
kadang fatal. Kasus-kasus pascanatal yang berat
dapat dipengaruhi dengan transfusi trombosit yang HDN Rhesus
negatif untuk antigen tersebut. Pengobatan antenatal
dapat diberikan pada ibu (imunoglobulin intravena, Patogenesis
kortikosteroid, atau kombinasi keduanya) maupun
pada janin (transfusi trombosit atau steroid) dan hal Apabila seorang wanita Rh D-negatif (Rh d/d atau
ini sedang dinilai dalam pengujian. rr) hamil dengan janin Rh D-positif, eritrosit janin Rh
D positif melintas ke dalam sirkulasi ibu (biasanya
pada saat persalinan) dan mensensitisasi ibu untuk
Koagulasi membentuk anti D. Sensitisasi lebih mungkin terjadi
bila ibu dan janin memiliki golongan darah ABO
Uji-uji standar perlu diinterpretasikan secara hati- yang sesuai. Ibu juga dapat tersensitisasi oleh
hati pada neonatus. Masa tromboplastin parsial ter- keguguran sebelumnya, amniosentesis atau.trauma
aktivitasi (actiunted partinl thromboplnstin time, APTT) lain pada plasenta, atau oleh transftrsi darah.
memanjang karena berkurangnya kadar faktor- Anti D melewati plasenta ke janin selama keha-
faktor aktivasi dan kembali normal pada sekitar 3 milan berikutnya dengan janin Rh D-positif, melapisi
bulan. Masa protrombtn (prothrombin time, PT) dan eritrosit janin dengan antibodi dan menyebabkan
masa trombin (thrombin time, TT) sebanding dengan destruksi sel-sel tersebut oleh sistem retikuloendotel,
nilai dewasa. Kadar antitrombin (AT) sekitar 60% menyebabkan anemia dan ikterus. Bila sang ayah
304

heterozigot untuk antigen D (D/d), terdapat ke- Pengobatan


mungkinanbahwa 50% fetus akan D positif.
Transfusi tukar mungkin perlu diberikan; indikasi-
nya antara lain:
Gambaran klinis L. Gambaran klinis: pucat, ikterus, dan tanda-tanda
1. Penyakit berat: kematian intrauterin akibat gagal jantung yang jelas.
hidrops fetalis 2. Temuan laboratorium: hemoglobin<14,0 g/dl
2. Penyakit sedang: bayi lahir dengan anemia berat dengan uji antiglobulin direk yang positif; biliru-
dan ikterus dan dapat menunjukkan tanda-tanda bin serum tali pusat >60 pmol/l atau bilirubin se-
pucat, takikardia, edema, dan hepatosplenome- rum bayi>300 pmol/l atau kadar bilirubin me-
gati. Jika kadar bilirubin tak terkonjugasi melebihi ningkat cepat dengan uji antiglobulin yang
250 pmol/\, deposisi pigmen empedu pada gan- positif. Bayi prematur lebih rentan mengalami
glia basalis dapat menyebkan kernikterus-ke- kernikterus dan harus diberi transfusi tukar pada
rusakan sistem saraf pusat dengan spastisitas kadar bilirubin yang lebih rendah (misal >200
generalisata dan kemungkinan disertai defisiensi pmol/l).
mental, ketulian, dan epilepsi. Masalah ini men- Pada bayi-bayi dengan penyakit sedang, mung-
jadi akut setelah lahir karena bersihan matemal kin diperlukan lebih dari satu kali transfusi fukar.
bilirubin janin berkurang dan konjugasi bilirubin Transfusi tukar yang dilakukan segera setelah lahir
oleh hati neonatus belum mencapai aktivitas digunakan untuk menggantikan eritrosit bayi dan
penuh. menurunkan kecepatan penhgkatan kadar bilirubin.
3. Penyakit ringan: anemia ringan dengan atau Transfusi tukar berikutnya mungkin diperlukan
tanpa ikterus. untuk membuang bilirubin indirek. Prosedur mem-
buang dan menggantikan suatu volume darah yang
setara akan menyingkirkan 60% konstituen yang ada
Temuan laboratorium pada saat lahir sebelumnya dalam darah. Darah untuk transfusi
L. Darah tali pusat. Anemia bervariasi (hemoglobin tukar harus berumur <7 hari, Rh D negatif, dan ABO
<L69/ dl) dengan hitung retikulosit yang tinggi; kompatibel dengan bayi dan serum ibu dengan
bayi Rh D-positif, uji antiglobulin direk positif, pencocokan silang (cross-match). Normalnya, 500 ml
dan bilirubin serum meningkat. Pada kasus-kasus darah cukup untuk setiap kali transfusi tukar. Saat ini
sedang dan berat, banyak eritroblas yang ditemu- telah digunakan fototerapi (memajankan bayi pada
kan dalam sediaan hapus darah (Gb. 24.4)- cahaya terang dengan panjang gelombang tertentu)
eritroblastosis fetalis. untuk memfotodegradasi bilirubin agar dapat
2. Ibu Rh D-negatif dengan kadar anti-D plasma dieksresi melalui urine, sehingga menurunkan
yang tinggi. kemungkinan kernikterus.

Gambar. 24.4 Penyakit hemolitik rhesus pada neonatus


(eritroblastosis fetalis): sediaan hapus darah tepi memper'
lihatkan seiumlah besar eritroblas, polikromasi, dan sel-sel
yang mengerut. (Lihat Gambar Benruarna hal. A'52).
30s

Gambar. 24.5 Uji Kleihauer untuk eritrosit letus; sel yang


sangat teMarna dengan eosin yang mengandung hemoglo.
bin fetus, tampak di tengah. Hemoglobin telah dielusi dari
eritrosit lain melalui inkubasi pada pH asam dan sel-sel
tersebut tampak sebagai sel hantu yang tidak berwarna.
(Lihat Gambar Berwarna hal. A-52).

sf$
w
Penatalaksanaan pada wanita hamil Episode sensitisasi selama kehamilan IgG anti-D sebalik-
(r;
.!+ nya diberikan pada wanita Rh D-negatif yang
6) Pencegahan imunisasi Rh mengalami kejadian yang berpotensi menyensitisasl
ffi
Pada saat pencatatan rekam medis, semua wanita selama kehamilan: 250 i.u diberikan jika kejadian
ilit tersebut terjadi sampai dengan minggu ke-20 gestasi
til hamil harus ditentukan golongan darah ABO dan Rh
;& dan 500 i.u setelahnya, diikuti dengan uji Kleihauer.
$4 serta serumnya ditapis untuk pemeriksaan antibodi
Kejadian yang berpotensi menyensitisasi adalah
sedikitnya dua kali selama kehamilan. IgG anti D
ffi pengakhiran kehamilan terapeutik, keguguran
N yang diberikan secara pasif akan menekan imunisasi
r\$
spontan setelah 12 minggu gestasi, kehamilan ektopik,
N't
NN
primer pada sebagianbesar wanita yang memiliki Rh dan prosedur diagnostik antenatal yang invasif.
D negatif dan semua wanita Rh D negatif yang tidak
N tersensitisasi sebaiknya
diberikan 500 i.u. anti-D Penanganan sensifisasi anti-D yang telah pasti
ilY pada usia kehamilan 28 dan 34 minggu secara rutin
untuk mengurangi risiko sensitisasi akibat per- Jika antibodi anti-D terdeteksi selama kehamilan,
darahan fetomatemal. Selain itu, pada waktu lahir, antibodi ini harus diidentifikasi dan diukur pada in-
bayi-bayi dari wanita Rh D negatif y*g tidak mem- terval yang teratur (misal, 2-3 minggu, dan lebih
!'i(
&* punyai antibodi harus diperiksa golongan darah sering pada kehamilan lanjut atau bila kadar antibodi
$*
ss ABO dan Rh darah tali pusatnya. fika darah bayi Rh meningkat atau tinggi). Kekuatan anti-D yang ter-
D negatif, ibu tidak perlu mengobati lebih lanjut. Bila dapat dalam serum ibu berkaitan dengan klparahan
ffi
$s bayi Rh D positif, harus klinis HDN, tetapi selain itu juga dipengaruhi oleh
diberikan anti-D profilaksis
ffi dengan dosis 500 i.u. secara intramuskular dalam
faktor lain, seperti subkelas IgG, kecepatan pening-
katan antibodi dan terdapat riwayat sebelumnyi.
ffi waktu 72 jam setelah persalinan. Uji Kleihauer
Sebagai penuntun kasar, kadar di bawah 1,0 i.u/ml
sebaiknya dilakukah pada situasi ini untuk mem-
(0,2 1tg/ml) tidak perlu tindakan. Kadar 10 i.u/ml
ffi perkirakan beratnya perdarahan fetomaternal (feto-
(2,01tg/ml) biasanya mencerminkan bayi yang sakit
N maternal haemorrhage, FMH). Ini menggunakan parah, demikian juga kadar 5 i.u/ml (1,0 pglml)
!i"i
i,t pewamaan diferensial untuk memperkirakan jumlah
yang meningkat cepat. Kedua keadaan yang disebut
sel fetus dalam sirkulasi ibu (Gb.24.5). Kemungkinan terakhir dan riwayat sebelumnya dari bayi yang
pembentukan antibodi berkaitan dengan jumlah sel terkena merupakan indikasi amniosentesis. Antibodi
fetus yang ditemukan. Dosis anti D meningkat bila lain dipantau dengan titrasi serologik menggunakan
uji Kleihauer memperlihatkan perdarahan transpla- metode antiglobulin. Sebagai petunjuk kasar, titer
senta lebih dari 4 ml. IgG anti-D (125 i.u) diberikan melebihi 7/20 yang melibatkan anti C atau anti-Kell
ti
untuk setiap 1 ml FMH yang lebih besar dari 4 ml. harus diperhatikan.
LiL I iruil;tr'r; I "::::.r:..:::::::i:aiii
306 : "t,r .

Beralnya penyakit hemolitik dapat dinilai dengan dan B pada sel-sel lain, yang terjadi dalam plasma
pengukuran spektroskopik derivat pigmen empedu dan cairan jaringan.
dalam cairan amnion yang diperoleh dengan amnio- Berlawanan dengan HDN Rh, penyakit ABO
sentesis. jika hasilnya menunjukkan hemolisis berat, dapat ditemukan pada kehamilan pertama dan
janin dapat dipertahankan hidup dengan transfusi dapat atau tidak dapat mempengaruhi kehamilan
intrauterin dengan darah segar Rh D negatif (<7 hari) berikulnya. Hasil uji antiglobulin direk pada eritrosit
setelah 24 minggu dan dengan persalinan prematur bayi mungkin negatif atau positif lemah. Pemerik-
setelah usia gestasi 35 minggu. Darah segar yang saan sediaan hapus darah memperlihatkan atttoaglu-
sesuai harus tersedia pada saat induksi persalinan tinasi dan sferositosis polikromasi dan eritro-
untuk persiapan transfusi tukar. blastosis.

Penyakit hemolitik AB0 pada neonatus


KEPUSTAKAAN
Pada 20% kelahiran, seorang ibu tidak memiliki
golongan darah ABO yang sesuai (ABO inkompatible) Christiensen R.D. (2000) Hematological Problems in tlrc Neo-
nate. IN.8. Saunders, Philadelphia.
dengan janirurya. Ibu golongan darah A dan B biasa-
Hann I.M., Lake D.8., Lilleyman J. dan Pritchardl. Q996)
nya hanya mempunyai antibodi ABO IgM. Mayoritas
Colour Atlas of Paediatric Haematology, 3rd edn. Oxford
kasus HDN ABO disebabkan oleh antibodi IgG University Press, Oxford.
"imun" pada ibu golongan O. Walaupun 15% Joint working Group of the BBTS/RCOG (1999) Recom-
kehamilan pada orang kulit putih merupakan ibu mendations for the use of anti-D immunogiobulin for Rh
bergolongan O dengan janin golongan A atau B, prophylaxis. Trnnsf. Med. 9,93-7.
sebagian ibu tidak menghasilkan IgG anti-A atau Lanzkowsky P. (1999) Manual of Pediatric Hematology nnd
anti-B dan sangat sedikit bayi dengan penyakit Oncology,3rd edn. Academic Press, San Diego.
hemolitik yang cukup berat hingga memerlukan Lilleyman J.S. (ed) (2000) Paediatric haematology. Clin.
Haematol. 13,327-483.
pengobatan. Transfusi tukar diperlukan pada hanya
Luban N.L.C. (1998) Hemolytic disease of the newborn:
satu dari 3000 bayi. Ringannya HDN ABO dapat
progenitor cells and late effects. N. Engl. I . Med. 338, 830.
dijelaskan sebagian oleh antigen A dan B ya g belum Nathan D.G. dan Orkin S.H. (ed) (1997) Natlnn nnd Orkin's
sepenuhnya berkembang pada saat lahir dan karena Hnematology of Infnncy and Childhood, 5th edn. W.B.
netraligasi sebagian antibodi IgG ibu oleh antigen A Saunders, Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai