Bab pertama ini terutama mencakup aspek umum Pada masa bayi seiuruh sumsum tulang bersifat
pembentukan sel darah (hemopoiesis) dan stadium hemopoietik tetapi selama masa kanak-kanak te{adi
awal pembentukan eritrosit (eritropoiesis), granu- penggantian sumsum tulang oleh lemak yang sifat-
losit dan monosit (mielopoiesis), serta trombosit nya progresif di sepanjang tulang panjang sehingga
(trombopoiesis). pada masa dewasa, sumsum tulang hemopoietik ter-
batas pada tulang rangka sentral serta ujung-ujung
proksimal os femur dan humerus (Tabel 1.1). Bahkan
pada daerah hemopoietik tersebut, sekitar 50%
TEMPAT TERJADINYA HEMOPOIESIS
Janin:::.:
2-7 bulan (hati, limpa)
:'r
5-9 bulan (sumsum tulang) :
::,::l .'
SaYiirl';,, Sumsum tulang (pada semua tulang)
,,, '"'i,t'
Gambar 1.1. Biopsi trephin sumsum tulang normal (krista iliaka posterior).
Dewasa Vertebra, tulang iga, stemum, tulang tengkorak, sakrum
Pewarnaan hematoksilin dan eosin; sekitar 50% jaringan intertrabekular adalah
dan pelvis, ujung proksimal femur.
jaringan hemopoietik dan 50 % adalah lemak (Lihat Gambar Berwarna hal. A-1).
ffiiiirillK i$ lk ffi'[;\\,\Y=1i\1$il1lii*:: "S r'ffi' ilrlti'1S
sumsum tulang terdiri dari lemak (Gb. 1.1). Sumsum berbeda dapat ditunjukkan melalui teknik brakan in
berlemak biasanya dapat berubah kembali untuk he- aitro.Progenitor yang sangat dini diperiksa dengan
mopoiesis, dan pada banyak penyakit, juga terjadi melakukan biakan pada stroma sumsum tulang
perluasan hemopoiesis pada tulang panjang. sebagai sel pemula biakan jangka panjang, sedang-
Lagipula, hati dan limpa dapat kembali berperan kan progenitor lanjut biasanya diperiksa pada media
hemopoietik seperti pada masa janin (hemopoiesis semi-padat. Salah satu contohnya adalah prekursor
ekstramedular). mieioid campuran yang terdeteksi paling dini, yang
menyebabkan timbulnya granulosit, eritrosit, mono-
sit, dan megakariosit dan dinamakan CFIJ (colony-
SEL INDUK DAN PROGENITOR forming unit/unil pembentuk koloni pada media
biakan agar)-GEMM (Gb. 1.2). Sumsum tulang juga
HEMOPOIETIK merupakan tempat asal utama limfosit (Bab 10) dan
terdapat bukti adanya sel prekursor sistem mieloid
Hemopoiesis bermula dari suatu sel induk pluri- dan limfoid.
poten bersam a, yang dapat menyebabkan timbulnya Sel induk mempunyai kemampuan untuk mem-
berbagai jalur sel yang terpisah. Fenotip sel induk perbarui diri (Gb. 1.3) sehingga walaupun sumsum
manusia yang tepat belum diketahui, tetapi pada uji tulang merupakan tempat utama terjadinya pem-
imunologik, sel ini adalah CD34+, CD38- dan tampak bentukan sel baru, namun kepadatan selnya tetap
seperti limfosit kecil atau sedang (lihat Gb. 8.3). konstan pada keadaan sehat normal yang stabil.
Diferensiasi sel terjadi dari sel induk menjadi jalur Terdapat amplifikasi yang cukup besar dalam sistem
eritroid, granulositik, dan jalur lain melalui progeni- ini: satu sel induk mampu menghasilkan sekitar 106
tor hemopoietik terikat (committed haemopoietic pro- sel darah yang matang setelah 20 kali pembelahan sel
genitor) yang terbatas dalam potensi perkembangan- (Cb. 1.3). Walaupun demikian, sel prekursor mem-
nya (Gb 1.2). Adanya berbagai sel progenitor yang punyai kemampuan untuk berespons terhadap
N LI'' icFU
=
:F..;ipge1ri1$l
=.,
p,,,,,,,,
$egqkq+
*ositi ri!,ir
,
r'd\\
qgl,
i ,W
ffi,i ;,,r ffi$,.Iliiltl
hittrnosit Eosiilonl Basofii
'l'. :.=
Gambar 1.2. Gambaran diagram sel induk pluripoten sumsum tulang dan jalur-jalur sel yang berasal darinya. Berbagai sel progenitor dapat diidenti{ikasi dengan
melakukan biakan pada media semi-padat berdasar jenis koloni yarig dibentuknya. baso, basofil; BFU, burst-forming unit CFU, colonylorming unlli E, eritroid; Eo,
eosinofil; GEMM, granulosit, eritroid, monosit, dan megakariosit; Gl\4, granulosit, monosit; Meg, megakariosit; NK, naturat kilter(sel pembunuh alami).
ffittruW: .ffi$: ,,"ffi, @
',* 19gq$tuksnser$Wan{heffii*esisi1,'
f aktor pertumbuhan hemopoietik dengan peningkat- lemak (adiposit), fibroblas, sel retikulum, sel endotel,
an produksi satu atau lebih jalur sel jika kebutuhan dan makrofag. Sel-sel tersebut mensekresi molekul
meningkat. ekstraselular seperti kolagen, glikoprotein (fibronek-
Sel induk hemopoietik juga menyebabkan terben- tin dan trombospondin), serta glikosaminoglikan
tuknya osteoklas yang merupakan bagian sistem (asam hialuronat dan derivat kondroitin) untuk
monosit-fagosit, sel pembunuh alami (NK) dan sel membentuk suatu matriks ekstraselular. Selain itu,
dendritik (Bab 10). Perkembangan sel-sel matur sel stroma mensekresi beberapa faktor pertumbuhan
(eritrosit, granulosit, monosit, megakariosit, dan lim- yang diperlukan bagi kelangsungan hidup sel induk.
fosit) dibicarakan lebih lanjut di bagian lain buku ini.
-:,:'! I {
Sel lemak
Fibroblas
Gambar 1.4, Hemopoiesis terjadi pada lingkungan mikro yang
sesuai yang disediakan oleh matriks stroma tempat sel induk
tumbuh dan membelah. Mungkin terdapat lokasi pengenalan trMolektl.adhe$llr )- ligan
dan adhesi yang spesilik (lihat hal. 8); glikoprotein ekstraselular
)- n"".ptor taftor pertumUunan
dan senyawa lain terlibat dalam pengikatan ini.
::::'i::::::::::i,frj;;l:::n::
ni.$.iixjrill$,i{$
Faktor pertumbuhan dapat bekerja secara lokal di Tabel 1.2 Karakteristik umum faktor peftumbuhan mieloid dan limloid
tempat produksinya melalui kontak antar sel atau
bersirkulasi dalam plasma. Zat-zat tersebut dapat Glikoprotein,yang bekerja pada konsentrasi yangsangat rendah
Bekerja secara hirarkis
berikatan dengan matriks ekstraselular untuk mem- Biasanya dihasilkan oleh beberapa jenis sel
bentuk celah tempat sel induk dan sel progenitor Biasanya mempengaruhi lebih dari satu jalur sel
melekat, Zat-zat tersebut mempunyai sejumlah sifat Biasanya aktil terhadap sel induld prooenitor dan pada sel akhir fungsional
yang sama (Tabel 1.2) dan bekerja pada berbagai sta- Biasanya menunjukkan interaksi sinergis atau aditif dengan faktor
pertumbuhan lain
dium hemopoiesis yang berbeda (Tabel 1.3 dan Gb. Seringkali bekerja pada se! hqopfa5tik yang se-taia dengan suatu sel normal
i.6). Limfosit T, monosit (dan makrofag) serta sel Kerja multipel: proliferasi. diferensiasi, maturasi, aktivasi fungsional,
stroma adalah sumber utama faktor pertumbuhan menghambat apoptosis
kectrali eritropoietin, yar.g 90'/"-nya disintesis di
ginjal dan trombopoietin yang terutama diproduksi
di hati. Antigen atau endotoksin mengaktifkan
limfosit T atau makrofag untuk melepaskan inter- PLASTISITAS SEL INDUK
leukin-1 ([-1) dan faktor nekrosis tumor / tumour ne-
crosis factor (TNF) yang kemudian merangsang sel Sel induk embrionik bersifat totipoten karena dapat
lain termasuk sel endotel, fibroblas, sel T lain, dan menghasilkan semua jaringan tubuh (Gb. 1.8). Ter-
makrofag untuk menghasilkan faktor pertumbuhan dapat makin banyak bukti yang menunjrikkan
i*i koloni granulosit-makrofag (gr anulo cy t e-mauophage bahwa sel induk dewasa pada berbagai organ ber-
rfr,
colony-stimulating factorl GM-CSF), C-CSF, M-CSF, sifat pluripoten dan dapat menghasilkan berbagai
lll
IL-6 dan faktor pertumbuhan lain dalam jaringan jenis jaringan. Sumsum tulang mengandung sel
yang saling berinteraksi (Gb. 1.5). induk hemopoietik (yang akan menurunkan sistem
Salah satu ciri kerja faktor pertumbuhan yang limfoid dan mieloid) serta sel induk mesenkim. Sel
penting adalah bahwa dua faktor atau lebih dapat induk mesenkim dapat berdiferensiasi menjadi otot,
bekerja sinergis dalam merangsang suatu sel tertentu tulang (osteoblas), jaringan endotel vaskular, sel
untuk berproliferasi atau berdiferensiasi. Lagipula, lemak, dan jaringan fibrosa tergantung pada keadaan
kerja satu faktor pertumbuhan pada suatu sel dapat biakan. Sel tersebut mungkin mempunyai aplikasi
merangsang produksi faktor pertumbuhan lain atau
reseptor faktor pertumbuhan. IL-1 mempunyai akti-
vitas biologik yang sangat bervariasi, yang terutama Tabel 1.3 Faktor pertumbuhan hemopoietik
terkait dengan inflamasi. Faktor sel induk (stem cell
factor) dan ligan Flt (Flt-L) bekerja secara lokal pada Bekerja pada sel stroma -.,,,,,, ,:1,,:
il -l
sel induk pluripoten dan pada progenitor limfoid
TNF
dan mieloid dini (Gb. 1.6). IL-3 dan GM-CSF adalah
faktor pertumbuhan multi-potensial dengan akti- Bekerja pada sel induk pluripoten
Faktoi sel induk (stem Cell faciorlsCF)
vitas yang saling tumpang tindih. IL-3 lebih aktif ,
pada progenitor sumsum tulang yang paling dini. G-
tioa1,rt(ff ), .,, , ,',, . l
cadangan (pool) sel induk dan progenitor hemopoie- :,,i.TromboPoielin, ,,': .:: ,,,
tik, yang padanya faktor-faktor yang bekerja lebih Bekerja pada sel prggenitor terikit
G-CSF.
lambat seperti eritropoietin, G-CSF, M-CSF, IL-5
(suatu faktor pertumbuhan eosinofilik) dan trombo- ,,r,.M.CSF t,, :i ' l, i:.
lL-5 (eosinophil-CSF) :
poietin bekerja untuk merangsang peningkatan pro- Eritropoietin
duksi satu atau jalur sel lain sebagai respons Trombopoietin-
, 6 l*""i.,
:;,.ili
i:,,,.:::
-
'a:+l)
*#ff*
;rli
..,, LLLii
ria
i=: :, lil
ii:.:n
naiflii
,:r, l:'-f$f
*di, ,
GM-CSF
rNi y'
::::i.=
iii::::-
7
.
-:' :=,1
i;i M-cSF,
L=;:,]jr;i
,= iiiii,=, .=r
Gambar 1
'6' Diagram peran faktor pertumbuhan dalam hemopoiesis normal. Berbagai taktor pertumbuhan bekerja pada sel induk dan progenitor sumsum tulang yang
lebih dini. EPO, eritropoietin; PSC, sel induk pluripoten; SCF, faktor sel induk; TPO, trombopoietin. Untuk singkatan lain, llhat Gb.
1.2.
ffi
V
^r1\
Zrl-.'\
\v
r#ffi#\
-*-
,/.#i k"ffifti*\
/t:ixraw,\ --,ff\
:r-/l
/J.4tU:Mlt F
,t::L:*\ffit t F
*reY
tldiiii},$Wt
\\:{a::ff::v
\:'Wf /
r
-
-
"-"li***r
-
klinis yang cukup besar untuk mengobati penyakit aktifkan protein intraselular yang mengakibatkan
jaringan mesenkim, misalnya osteogenesis imper- terjadinya kematian sel. Secara morfologik, apoptosis
fekta. Penelitian pada pasien dan hewan yang telah ditandai dengan pengerutan sel, kondensasi kro-
mendapat transplantasi sel induk hemopoetik (Bab 8) matin inti, fragmentasi inti, dan pembelahan DNA
telah menunjukkan bahwa sel donor dapat memberi pada lokasi internukleosorn. Proses ini adalah proses
kontribusi pada jaringan seperti neuron, hati, dan yang penting untuk mempertahankan homeostasis
otot. Walaupun kontribusi sel sumsum tulang donor jaringan dalam hemopoiesis dan perkembangan
dewasa pada jaringan non-hemopoietik hanya limfosit.
sedikit, temuan ini memunculkan kemungkinan Apoptosis disebabkan oleh kerja protease sistein S
menggunakan transplantasi sel induk hemopoietik intrasel disebut kaspase, yang diaktifkan setelah ffi
untuk mengobati berbagai kelainan yang diturunkan pembelahan dan menyebabkan digesti DNA oleh ffi
dan didapat seperti distrofi otot, penyakit Parkinson, endonuklease serta disintegrasi rangka sel (Gb. 1.9).N
stroke, dan diabetes melitus. Terdapat dua jalur utama yang dapat mengaktifkan ffi
kaspase. jalur pertama adalah dengan memberi ffi
sinyal melalui protein membran seperti Fas atau
reseptor TNF melalui domain kematian intra- *]
APOPTOSIS selularnya. Suatu contoh mekanisme ini ditunjukkan ffi
oleh sel T sitotoksik teraktivasi yang mengekspresi- )
Apoptosis adalah proses kematian sel fisiologik yang kan ligan Fas yang menginduksi terjadinya apoptosis i1i$
teratur; pada proses ini, sel dirangsang untuk meng- pada sel target. Jalur kedua adalah melalui pelepasan \S
ll[. ---- ]flil1i-.r..W]li[.KffiillllffiX,$
ffiffifr$ffi.$H&
' ',:.Y :#', M''' ffiilliM
Sel ind'irk
sitokrom c dari mitokondria. Sitokrom c berikatan memanjang. Contoh yang paling jelas adalah trans-
dengan Apaf-1 yang lalu mengaktifkan kaspase. lokasi genBCL-2 ke lokus rantai berat imunoglobulin
Kerusakan DNA yang diinduksi oleh iradiasi atau pada translokasi t(14;18) di limfoma pusat folikel.
kemoterapi dapat bekerja melalui jalur ini. Protein Ekspresi berlebihan protein BCL-2 menyebabkan sel
p53 berperan penting dalam mendeteksi kerusakan B ganas kurang rentan terhadap apoptosis.
DNA. Protein ini mengaktifkan apoptosis dengan Apoptosis adalah nasib yang wajar terjadi pada
meningkatkan kadar BAX sel, yang kemudian sebagian besar sel B y*g menjalani seleksi di pusat
meningkatkan pelepasan sitokrom c. Protein ini juga germinal limfoid. Beberapa translokasi yang menye-
mematikan siklus sel untuk menghentikan mem- babkan terjadinya fusi protein seperti t(9;22), t(1;1a)
belahnya sel yang rusak (Gb 1.10). Setelah kematian, dan t(15; 17) juga menyebabkan inhibisi apoptosis
se1 apoptotik menampilkan molekul yang menyebab- (Bab 11). Selain itu, gen pengkode protein yang
kan terjadinya diingesti oleh makrofag, berperan dalam memperantarai apoptosis setelah
Selain molekul yang memperantarai apoptosis, kerusakan DNA, seperti p53 danATM juga seringkali
terdapat beberapa protein intraselular yang melin- mengalami mutasi dan karena itu, terinaktivasi pada
dungi sel dari apoptosis. Contoh yang paling baik keganasan hemopoietik
diketahui adalah BCL-2. BCL-2 adalah prototipe dari
suatu famili protein terkait, beberapa di antaranya
bersifat anti apoptosis danbeberapa yang lain seperti
RESEPTOR FAKTOR PERTUMBUHAN
BAX bersifat pro-apoptosis. Rasio BAX dan BCL-2
intraselular menentukan kerentanan relatif sel ter- DAN TRANSDUKSI SINYAL
hadap apoptosis dan dapat bekerja melalui iii
pengaturan pelepasan sitokrom c dari mitokondria. Faktor pertumbuhan berikatan dengan afinitas kuat
Banyak perubahan genetik terkait-penyakit pada reseptomya yang sesuai di sel target (Tabel 1,3). liu
keganasan yang menyebabkan menurunnya kece- Sebagian besar reseptor termasuk dalam suatu
patan apoptosis sehingga ketahanan hidup sel kelompok glikoprotein transmembran yang terkait N
=i,i
il lffiliiilfi riilffil$
t==7' iil;fA
D.nd;ii$ is$i\
kgrrtdtiailr':t liii iir
:a:::::a_ ::..:attri
Gambar 1.9. Gambaran apoptosis. Apoptosis dimulai melalui
Jii::::lj: l
dua slimulus utama: (i) pengiriman sinyal melalui reseptor
li -t'
i,EjlU
i
membran sel seperti FAS atau reseptor faktor nekrosis tumor
(TNF) atau (il) pelepasan sitokrom c dari mitokondria, Reseptor
membran memberi stnyal apoptosis melalui suatu domain
kematian intrasel yang menyebabkan aktivasi kaspase yang
mencerna DNA. Sitokrom c berikatan dengan protein sito-
plasma Apatl yang menyebabkan aktivasi kaspase. Rasio
intrasel pada anggota keluarga BCL-2 pro-apoptosis (mis. BAX)
atau anti-apoptosis (mis. BCL"2)' dapat mempengaruhi
pelepasan sitokrom c dari mitokondria. Faktor pertumbuhan
meningkatkan'tingkat pelepasan sitokrom c yang menghambat
BCL-2, sedangkan kerusakan DNA, melalui pengaktifan p53
Obat sitotoksik
Radiasi meningkatkan kadar BAX yang memperkuat pelepasan
sitokrom c.
hidup, misalnya faktor pertumbuhan.
secara struktural. Domain reseptor intraselular 1.10). Faktor pertumbuhan juga meningkatkan keta-
berhubungan dengan anggota famili protein kinase hanan hidup sel dengan menghambat kematian sel
sp esif ik-tirosin, f amili kinase terkait J anu s (J anu s a s s o - apoptotik (Gb. 1.9). Aktivasi protein kinase B y*g
ciated kinaselJAK) (Gb. 1.10). Suatu molekul faktor diperantarai oleh JAK dan fosforilasi yang meng-
pertumbuhan berikatan secara simultan dengan do- ikutinya serta inaktivasi protein pro-apoptosis BAD
main ekstraselular dua atau tiga molekul reseptor, secara fungsional dapat memperantarai sinyal anti-
yang mengakibatkan agregasi molekul reseptor ter- apoptosis. Domain protein reseptor intrasel yang
sebut. Agregasi reseptor menginduksi aktivasi JAK berbeda dapat memberi sinyal untuk proses-proses
yang lalu memfosforilasi anggota-anggota peng- yang berbeda, misalnya proliferasi atau supresi
hantar sinyal dan aktivator famili transkripsi (STAT) apoptosis.yang diperantarai oleh faktor pertum-
dari faktor-faktor transkripsi. Ini'mengakibatkan buhan.
terjadinya dimerisasi dan translokasi faktor-faktor Kelompok faktor pertumbuhan kedua yang lebih
tersebut dari sitoplasma sel melalui membran inti ke kecil, yaitu faktor sel induk (SCF) dan M-CSF (Tabel
dalam inti sel. Di dalam inti, dimer STAT mengaktif- 1.3), berikatan dengan reseptor yang mempunyai do-
kan transkripsi gen yang spesifik. Suatu model untuk main mirip imunoglobulin ekstraselular, yang ter-
pengontrolan ekspresi gen oleh faktor transkripsi hubung pada domain tirosin kinase sitoplaimik
ditunjukkan pada Gb. 1.11. Dengan demikian, faktor melalui suatu jembatan transmembran. Pengikatan
pertumbuhan mengatur fungsi sel mieloid dan faktor pertumbuhan rnenyebabkan terjadinya di-
Iimfoid melalui jalur JAK/STAT yang selanjutnya merisasi reseptor-reseptor ini dan aktivasi domain
mengontrol ekspresi gen spesifik. tirosin kinase. Fosforilasi residu tirosin dalam
Aktivasi JAK juga dapat mengawali jalur yang reseptor itu sendiri menghasilkan tempat pengikatan
menyebabkan terjadinya proliferasi sel. Protein G untuk suatu set protein pemberi sinyal yang meng-
(protein pengikat guanin nukleotida) RAS, protein awali kaskade kejadian biokimiawi kompleks, yang
kinase RAF dan protein kinase yang diaktifkan mito- menyebabkan perubahan dalam ekspresi gery proli-
gen (mitogen-nctiaated protein kinsse/MAPK) dan ferasi sel, dan pencegahan apoptosis.
meningkatnya ekspresi suatu kelompok faktor trans-
kripsi, yaitu MYC dan FOS, berperan penting dalam
pemberian sinyal proliferasi (Cb 1.10). Famili protein MOLEKUL ADHESI
siklin juga berperan penting dalam transisi sel
melalui titik kontrol siklus sel yang terletak pada Suatu keluarga besar molekul glikoprotein yang di-
perbatasan G0/G7, Gt/5, S/G2 dan G2lM (Gb. namakan molekul adhesi memperantarai perlekatan
L-S"...l firiiit :.iffilill n
N
:lt;
i.ri
$
iI
t1t
il
.
#
:t+
prekursor sumsum tulang, leukosit dan trombosit penyembuhan luka, dan pada adhesi leukosit dan
pada berbagai komponen matriks ekstraselular, trombosit.
lapisan endotel, pada permukaan lain, dan satu sama Dengan demikian, molekul adhesi penting dalam
lain. Molekul adhesi pada permukaan leukosit menimbulkan dan mempertahankan respons infla,
dinamakan reseptor dan reseptor ini berinteraksi masi dan respons imun, serta dalam interaksi trom-
dengan molekul (yang disebut ligan) pada permu- bosit dengan dinding pembuluh serta leukosit
kaan sel target potensial. Terdapat 3 famili utama: dengan dinding pembuluh. Ekspresi molekul adhesi
L. Superfamili imunoglobulin. Meliputi reseptor dapat dimodifikasi oleh faktor-faktor ekstraselular
yang bereaksi dengan antigen (reseptor sel T dan dan intraselular dan perubahan ekspresi ini dapat
imunoglobulin) serta molekul adhesi permukaan bersifat kuantitatif atau fungsional. IL-1, TNF, inter-
yang tidak tergantung antigen. feron-y, aktivasi sel T, adhesi pada protein ekstra-
2. Selektin. Selektin terutama berperan dalam selular serta infeksi virus dapat meningkatkan (up-
adhesi leukosit dan trombosit pada lapisan regulat e) ekspresi molekul-molekul tersebut.
endotel selama inflamasi dan koagulasi. Pola ekspresi molekul adhesi pada sel tumor
3. Integrin. Integrin berperan dalam adhesi sel pada dapat menentukan cara penyebaran dan lokalisasi
matriks ekstraselular, misalnya kolagen pada jaringan, misalnya pola metastasis sel karsinoma
10
atau sel limfoma non Hodgkin menjadi pola folikular Metcalf D. and Nicola X.A. (f SSSI The Haemopoietic Colony
atau difus. Molekul adhesi dapat juga menentukan Stimulating Factors. Cambridge University Press, Cam-
apakah sel bersirkulasi atau tidak dalam aliran bridge.
Miller L.J. and Marx ]. (1998) Apoptosis reviews. Science
darah, atau sel tetap dalam jaringan. Molekul adhesi
28L,1301.-26.
tersebut sebagian juga dapat menentukan apakah sel
Moore M.A.S. (1999) 'Turning brain into blood'. Clinical
fumor rentan terhadap pertahanan imun tubuh atau applications of stem-cell research in neurobiology and
tidak. hematology. CIin. Implicat. Basic Res. 347, 605-7.
Potten C.S. (ed.) (1997) Stem Cells. Academic Press, San
Diego.
Welte K. (1996) Filgastrin (r-metHuG-CSF): the first L0
KEPUSTAKAAN years. Blood 88, 1907 -29.
Whetton A.D. (ed.) (1997) Molecular haemopoiesis. Clln.
Armitage, J.O. (1998) Emeiging applications for recombi- Haematol. 10,429-619.
nant human granulocyte-macrophage colony-stimulat- Wickremasinghe R.G. and Hoffbrand A.V. (1999) Bio-
ing factor. Blood 92;449L-508. chemical and genetic control of apoptosis: relevance to
normal hematopoiesis and hematological malignancies.
Metcalf D. (2000) Summon up the Blood - In dogged Blood 93,3587-600.
persuit of the blood cell regulators. Alpha Med Press, Day-
ton, OH, USA.
Eritropoiesis dan aspek umum anemia
Eritropoietin, 11 Anemia, 18
Eritrosit , 15
Setiap orang memproduksi sekitar 1012 eritrosit (sel poiesis terjadi di luar sumsum tulang (eritropoiesis
darah merah) baru tiap hari melalui proses eritro- ekstramedular) dan juga terdapat pada beberapa
poiesis yang kompleks dan teratur dengan baik. penyakit sumsum tulang. Normoblas tidak ditemu-
Eritropoiesis berjalan dari sel induk melalui sel pro- kan dalam darah tepi manusia yang normal.
genitor CFU"rr, (colony-forming unit granulocyte,
ery throid, mono cy te and me gaknryo cy t e ltnit pembentuk
koloni granulosit, eritroid, monosit dan mega- ERITROPOIETIN
kariosit), BFUu (burst-forming unit erythroid/unit
pembentuk letusan eritroid) dan CFU eritroid (CFUE) Eritropoiesis diatur oleh hormon eritropoietin.
(lihat Gb. 1.2 dan 2.2) menjadi prekursor eritrosit Hormon ini adalah suatu polipeptida yang sangat
yang dapat dikenali pertama kali di sumsum tulang, terglikosikasi yang terdiri dari 165 asam amino
yaitu pronormoblas. Pronormoblas adalah sel besar dengan berat molekul 30.400. Normalnya, 90 o/o
dengan sitoplasma biru tua, dengan inti di tengah hormon ini dihasilkan di sel interstisial peritubular
dan nukleoli, serta kromatin yang sedikit meng- ginjal dan 7}o/"-nyadi hati dan tempat lain. Tidak ada
gumpal. (Gb. 2.1). Pronormoblas menyebabkan ter- cadangan yang sudah dibentuk sebelumnya, dan
bentuknya suatu rangkaian normoblas yang makin stimulus untuk pembentukan eritropoietin adalah
kecil melalui sejumlah pembelahan sel. Normoblas tekanan oksigen (Or) dalam jaringan ginjal (Gb 2.a).
ini juga mengandung hemoglobin yang makin Karena itu, produksi eritropoietin meningkat padi
banyak (yang berwarna merah muda) dalam sito- anemia, jika karena sebab metabolik atau struktural,
plasma; warna sitoplasma makin biru pucat sejalan hemoglobin tidak dapat melepaskan O, secara nor-
dengan hilangnya RNA dan aparatus yang mensin- mal, jika O, atmosfer rendah atau jika gangguan
tesis protein, sedangkan kromatin inti menjadi makin fungsi jantung atau paru atau kerusakan sirkulasi
padat (Gb. 2.1 dan 2.2). Inti akhimya dikeluarkan ginjal mempengaruhi pengiriman O, ke ginjal. Eritro-
dari normoblas lanjut di dalam sumsum tulang dan poietin merangsang eritropoiesis dengan meningkat-
menghasilkan stadium retikulosit yang masih kan jumlah sel progenitor yang terikat untuk
mengandung sedikit RNA ribosom dan masih eritropoiesis. BFUE dan CFU' lanjut yang mempunyai
mampu mensintesis hemoglobin (Gb. 2.3). Sel ini reseptor eritropoietin terangsang untuk berproli-
sedikit lebih besar daripada eritrosit matur, berada ferasi, berdiferensiasi, dan menghasilkan hemoglo-
selama 1-2 hari dalam sumsum tulang dan juga bin. Proporsi sel eritroid dalam sumsum tulang
beredar di darah tepi selama 1-2 hari sebelum meningkat dan dalam keadaan kronik, terdapat
menjadi matur, terutama berada di limpa, saat RNA ekspansi eritropoiesis secara anatomik ke dalam
hilang seluruhnya. Eritrosit matur berwarna merah sumsum berlemak dan kadang-kadang ke lokasi
muda seluruhnya, adalah cakram bikonkaf tak ekstramedular. Pada bayi, rongga sumsum tulang
berinti. Satu pronormoblas biasanya menghasilkan dapat meluas ke tulang kortikal sehingga menye-
16 eritrosit matur (Gb. 2.2). Sel darah merah berinti babkan deformitas tulang dengan penonjolan tulang
(normoblas) tampak dalam darah apabila eritro- frontal dan protrusi maksila (hal. 70).
12
;15lri1l"ino$'*lpktaiui.#liiw'
.*B
(a) (b)
ffi
.:.:ttit.
i,ry ffiffi
*'
a*'#. ##' ffi
(c) (d)
Gambar 2.1. Erltroblas (normoblas) pada berbagai stadium perkembangan. Sel yang lebih dini berukuran lebih besar, dengan sitoplasma yang lebih basolilik dan pola
kromatin inti yang lebih berlubang-lubang. Sitoplasma sel yang lebih lanjut berwarna lebih eosinotilik akibat pembentukan hemoglobin (Lihat Gambar Berwarna hal. A-1).
Sebaliknya, peningkatan pasokan O, ke jaringan subkutan. Indikasi utama adalah penyakit ginjal
(akibat peningkatan massa sel darah merah atau stadium akhir (dengan atau tanpa dialisis) dan pada
karena hemoglobin dapat lebih mudah melepaskan keadaan ini suplementasi besi intravena seringkali
O, dibandingkan normalnya) menurunkan dorongan juga dibutuhkan untuk mendapatkan respons yang
eritropoietin. terbaik, Penggunaan lain adalah sebelum transfusi
Kadar eritropoietin plasma dapat bermanfaat darah autolog; anemia pada penyakit menahun, misal-
dalam penegakan diagnosis klinis. Kadar eritro- nya pada artritis rematoid atau kanker; beberapa kasus
poietin tinggi bila tumor yang mensekresi eritro- mielodisplasia atau mieloma; dan sindrom defisiensi
poietin menyebabkan terjadinya polisitemia, tetapi imun didapat (acquired immune deficiency syndrome,
kadarnya rendah pada penyakit ginjal berat atau AIDS) (lihat juga hal 272). Kadar eritropoietin serum
polisitemia rubra vera (Gb. 2.5). yang rendah sebelum pengobatan juga berguna
dalam memprediksi respons yang efektif.
Sumsum tulang memerlukan banyak prekursor
'lndikasi teiCpi Critropoietin lain untuk terjadinya eritropoiesis yang efektif.
Prekursor tersebut meliputi logam seperti besi.atau
Eritropoietin rekombinan terbukti sangat berguna kobalt, vitamin (khususnya vitamin B,r, folat, vitamin
untuk mengobati anemia akibat penyakit ginjal atau C, vitamin E, vitamin B., tiamin dan riboflavin), serta
berbagai penyebab lain. Eritropoietin ini dapat di- hormon seperti androgen dan tiroksin. Defisiensi salah
berikan secara intravena, atau, lebih efektif, secara satu di antaranya mungkin disebabkan oleh anemia.
13
Pronormoblas
-l-
,u".'"0,".
.tt\ ..t \ "-"
SUMSUM
TULANG _]
/\
ffi# 'ffit#t*ffi# /\ /\ Normoblas
intermedia
/\ /\i\/\/\/\/\
(polikromatik)
/\ Normoblas
,il #i li rl$r ]tlatla3.lal lanjut
llI ill|||lt
€#@@@r @)@w)@w@@)@ff$@)@)@)
(piknotik)
Retikulosit
rlrtO o (-)o()ooo()ooooc)
(:,1 (-)
lttttttttttt Erihosit
Gambar. 2.2. Ampliflkasi dan urutan maturasi perkembangan eritrosit matur dari pronormoblas (Lihat Gambar Berwarna hal. A-3).
DNA inti
ff@o Ya Tidak Tidak
dominan dalam darah setelah usia 3-6 bulan) terdiri
atas empat rantai polipeptida ur$r, masing-masing
dengan guglrs hemenya sendiri. Berat molekul FIbA
adalah 68.000. Darah orang dewasa normal juga
mengandung dua hemoglobin lain dalam jumlah
kecil, yaitu HbF dan HbA2. Keduanya juga mengan-
RNA dalam sitoplasma Ya Ya Tidak
dung rantai cr, tetapi secara berturutan, dengan
sumsum tulang Ya Ya Ya
rantai y dan 6, selain rantai B flabel 2.1). Sintesis
berbagai rantai globin pada fetus dan orang dewasa
darah Tidak Ya Ya dibahas lebih rinci di Bab 6. Perubahan utama dari
hemoglobin fetus ke hemoglobin dewasa terjadi 3-6
bulan setelah lahir (lihat Gb. 6.1a).
Gambar,2.3. Perbandingan kandungan DNA dan RNA, serta distribusi eritroblas
(normoblas), retikulosit dan eritrosit matur dalam sumsum tulang dan darah tepi.
Sintesis heme terutama terjadi di mitokondria
melalui suatu rangkaian reaksi biokimia yang ber-
mula dengan kondensasi glisin dan suksinil koenzim
A oleh kerja enzim kunci yang bersifat membatasi
HEMOGLOBIN kecepatan reaksi yaitu asam 6-aminolevulinat (ALA)
sintase (Gb. 2.6). Piridoksal fosfat (vitamin Bu) adalah
Sintesis hemoqlobin
.9: suatu koenzim untuk reaksi ini, yang dirangsang
oleh eritropoietin. Akhirnya, protoporfirin ber-
Fungsi utama eritrosit adalah membawa O, ke gabung dengan besi dalam bentuk ferro (Fe2*) untuk
jaringan dan mengembalikan karbondioksida (COr) membentuk heme (Gb. 2.7), masing-masing molekul
dari jaringan ke paru. Untuk mencapai pertukaran heme bergabung dengan satu rantai globin yang
gas ini, eritrosit mengandung protein khusus yaitu dibuat pada poliribosom (Gb. 2.6). Suatu tetramer
hemoglobin. Tiap eritrosit mengandung sekitar 640 yang terdiri dari empat rantai globin masing-masing
14
Sumsum tulang
Eritrosit O|,
yang /-\\,
bersirkulasi
Y O
O, atmosfer
Gambar 2.4 Produksi eritropoietin oleh ginjal sebagai respons terhadap Kurva disosiasi O,
pasokan oksigen (Or). Eritropoietin merangsang eritropoiesis sehingga Fungsi kardiopulmoner
meningkatkan pengiriman 0r. (Dari A.J. Erslev dan F. Gabuzda, 1985.) Konsentrasi hemoglobin
(Lihat Gambar Berwarna hal. A-3). Sirkulasi ginjal
Tabel 2.1 Hemoglobin normal pada darah orang dewasa pada tekanan ini hemoglobin terisi separuh dengan
Or) darah normal adalah 26,6 mmHg. Dengan
Hb,\ meningkatnya afinitas terhadap O, kurva ini
bergeser ke kiri (Pro turun) sedangkan dengan afinitas
Sbuktur r, I %Fr %T2,, %6.
Norual(%) s8-98 0,5-0,8 1,5*3,2 terhadap Oryangmenurun, kurva bergeser ke kanan
(Pro meningkat).
Secara normal in aiuo, pertukaran O, berjalan
antara saturasi 95% (darah arteri) dengan tekanan O,
dengan gugus hemenya sendiri dalam suatu arteri rata-rata sebesar 95 mmHg dan saturasi 70%
"kantung" kemudian dibentuk untuk menyusun (darah vena) dengan tekanan O, vena rata-rata
satu molekul hemoglobin (Gb. 2.8). sebesar 40 mmHg.
Posisi kurva yang normal bergantung pada
konsentrasi 2,3-DPG, ion H* dan CO, dalam eritrosit
Fungsi hemoglobin serta struktur molekul hemoglobin. Konsentrasi 2,3-
DPG, H* atau CO, yang tinggi, dan adanya hemoglo-
Eritrosit dalam darah arteri sistemik mengangkut O, bin tertentu, misalnya hemoglobin sabit (sickle haemo-
dari paru ke jaringan dan kembali dalam darah vena globin, Hb S), menggeser kurva ke kanan (oksigen
dengan membawa CO, ke paru. Pada saat molekul lebih mudah dilepas), sedangkan hemoglobin fetus
hemoglobin mengangkut dan melepas 02, masing- (Hb F)-yang tidak mampu mengikat 2,3-DPG-dan
masing rantai globin dalam molekul hemoglobin hemoglobin abnormal langka tertentu yang disertai
bergerak pada satu sama lain (Gb 2.8). Kontak a,0, polisitemia menggeser kurva ke kiri karena lebih
dan arp, menstabilkan molekul tersebut. Rantai p sulit untuk melepas O, dibanding normal.
bergeser pada kontak cr,0, dan orB, selama oksigenasi
dan deoksigenasi. Pada waktu O, dilepaskan, rantai-
rantai B ditarik terpisah, sehingga memungkinkan Methemoglobinemia
masuknya metabolit 2,3-difosfogliserat (2,3-DPG)
yang menyebabkan makin rendahnya afinitas Adalah suatu keadaan klinis dengan terdapatnya he-
molekul hemoglobin terhadap Or. Gerakan ini moglobin dalam sirkulasi yang mengandung besi
menyebabkan bentuk sigmoid pada kurva disosiasi dalam keadaan teroksidasi (Fe3*) dan bukan Fe2'
O, hemoglobin (Gb. 2.9). P so (tekanan parsial Oz. Img seperti biasa. Keadaan ini timbul akibat defisiensi
i.:i:li:lsjr-\r.+:it1. ].,:lirsi:l 15
I j:lr::i:.iliil, tli!lk::)i ;
Transferin g
,i#l1$.' .Norfiial g
lilil'tln:::ir1!=::i * Anemia
ilta:=.,, j.F-r:
Gagal ginjal:
r Nefrik
,, iii:',,i r'
* Anefrik
:.{iii :i-:
ll::i:l:i: :: lSr
,, .rr.#
ii^*$ii ii:- ,
illB;i,..1',,j,:,,-i, :
rlil=Aj.iir;l
$igg,i
lii;i ():r:.i11
,ri o-irti i
'ilri;:'Ul:::r;j I
,a:a:i )'
r91
lt'f
&.
1O!.r.i
Metabolisme eritrosit
ERITROSIT
Jalur Embden-Meyerhol
Untuk mengangkut hemoglobin agar berkontak erat
dengan jaringan dan agar pertukaran gas berhasil, Dalam rangkaian reaksi biokimia ini, glukosa
eritrosit yang berdiameter 8 pm harus dapat secara dimetabolisme menjadi laktat (Gb. 2.10). Untuk tiap
berulang melalui mikrosirkulasi yang diameter molekul glukosa yang dipakai, dihasilkan dua
minimumnya 3,5 pm, untuk mempertahankan hemo- molekul ATP, dan dengan demikian dihasilkan dua
globin dalam keadaan tereduksi (ferro) dan untuk ikatan fosfat energi tinggi. ATP menyediakan energi
mempertahankan keseimbangan osmotik walaupun untuk mempertahankan volume, bentuk, dan kelen-
16 .w
iiiiNi:i:,':;:l:i.:.::iii:i,i,ll,iiliiiirr,,.lLlir:;llifiHllllllfiii;ll
Tekanan Q arteri
Tekanan 02
vena iata-rala
..
2;3=DPG +
CH=Q11,
H*l
{--. HbF
cH" cHz
t'
CH,
I
cHz
t-
cooH
I
cooH
turan eritrosit. Eritrosit mempunyai tekanan osmotik Jalur heksosa monofosfat (pentosa fosfat)
lima kali lipat plasma dan adanya kelemahan intrin-
sik membran menyebabkan pergerakan Na* dan K* Sekitar 5% glikolisis terjadi melalui jalur oksidatif ini,
yang terjadi terus menerus. Diperlukan pompa dengan perubahan glukosa-6-fosfat menjadi 6-fosfo-
natrium ATPase membran, dan pompa ini meng- glukonat dan kemudian menjadi ribulosa-S-fosfat
(Gb. 2.11). NADPH dihasilkan dan berkaitan dengan
gunakan satu.molekul ATP untuk mengeluarkan 3
ion natrium dari sel dan memasukkan dua ion ka- glutation yang mempertahankan gugrls sulfhidril
(SH) tetap utuh dalam sel, termasuk SH dalam hemo-
lium ke dalam sel.
jalur Embden-Meyerhof jrga menghasilkan globin dan membran eritrosit. NADPH juga diguna-
NADH yang diperlukan oleh enzim methemoglobin kan oleh methemoglobin reduktase lain untuk mem-
reduktase untuk mereduksi methemoglobin (hemo- pertahankan besi hemoglobin dalam keadaan Fe2*
globin teroksidasi) yang tidak berfungsi, yang mengan- yang aktif secara fungsional. Pada salah satu ke-
dung besi ferri (dihasilkan oleh oksidasi sekitar 3% lainan eritrosit diturunkan yang sering ditemukan
hemoglobin tiap hari) menjadi hemoglobin tereduksi (yaitu defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase
(G6PD)), eritrosit sangat rentan terhadap stres oksi-
yang aktif berfungsi. 2,3-DPG yang dihasilkan pada
pintas Luebering-Rapoport (Lu eb er ing - Rnp op o r t shtmt), dasi (lihat hal. 57).
atau jalur samping pada jalur ini (Gb. 2.10b) mem-
bentuk suatu kompleks 1:1 dengan hemoglobin, dan :,
Membran eritrosit
seperti telah disebutkan di atas, penting dalam
regulasi afinitas hemoglobin terhadap oksigen.
Membran eritrosit terdiri atas lipid dua lapis (lipid
bilayer), protein membran integral, dan suatu rangka
membran (Gb. 2.72). Sekitar 50% membran adalah
8%
qw
protein, 40o/o lernak, dan 10% karbohidrat. Karbo-
hidrat hanya terdapat pada permukaan luar sedang-
kan protein dapat di perifer atau integral, menembus
lipid dua lapis. Beberapa protein eritrosit telah diberi
nomor menurut mobilitasnya pada elektroforesis gel
poliakrilamid (polyacrylamide gel electrophoresis,
PAGE).
Rangka membran terbentuk oleh protein-protein
Oksihemoglobin Deoksihemoglobin struktural yang mencakup spektrin a dan p, ankirin,
O Heme protein 4.1 dan aktin. Protein-protein tersebut mem-
Gambar.2.8. lllolekul hemoglobin teroksigenasi dan deoksigenasi. Rantai globin bentuk jaring horisontal pada sisi dalam membran
o, p pada hemoglobin dewasa normal (HbA); 2,3-DPG, 2,3-difosfogliserat. eritrosit dan penting untuk mempertahankan bentuk
aiie*ia
ffii;;'tffi/$*,=T,ggli$.4.{,Fffi [.i:i!1ffi 17
Pintas heksosa
monofosfal
Jalur
methemoglobin =Hb
reduktase
iri
:1'' MetHb
iriiiii,
:n'::'r -'il
iliii ,,.
... r . N. i:
,i::'
.':i;,..;' .ti$i$1rr li
: r;;" ' i
l,,l .L:
1".-. r-:'.
I
r:i:i.,:'.: :lrliilir
r. ' i
mengatur konsentrasi 2,3-DPG (2,3-difosfogliserat) dalam eritrosit. ADP, adenosin difosfat; .," l
ATB adenosin trifosfat; Hb, hemoglobin; NAD, NADH, nikotinamida adenin dinukleotida; .
:: ut::u:t I 1
:l .., ...
,,
PG, fosfogliserat. .:.r ;#r, .r
bikonkaf- Spektrin adalah protein yang terbanyak, Defek protein-protein tersebut dapat menjelaskan
terdiri atas dua rantai (o dan B) yang saling menge- terjadinya beberapa kelainan bentuk eritrosit, misal-
lilingi untuk membentuk heterodimer, kemudian nya sferositosis dan eliptositosis herediter (Bab 5),
berkumpul sendiri dengan posisi. kepala-kepala sedangkan perubahan komposisi lipid akibat
membentuk tetramer. Tetramer ini terkait pada aktin kelainan kongenital atau didapat dalam kolesterol
di sisi ekomya dan melekat pada protein band 4.1. atau fosfolipid plasma dapat disertai dengan ke-
Pada sisi kepala, rantai spektrin B melekat pada lainan membran yang lain. Contohnya, peningkatan
ankirin yang berhubungan dengan band 3, protein kadar kolesterol dan fosfolipid telah diperkirakan
transmembran yang bekerja sebagai saluran anion sebagai salah satu penyebab terjadinya sel target,
('hubungan vertikal') (Gb. 2.72). Pro tein 4. 2. memper- sedangkan peningkatan selektif yang besar dalam
kuat interaksi ini.
l:.tlr:lr ,:
18 il':irlS Kapita $slsklarHematologi
kadar kolesterol dapat menyebabkan pembentLrkan darah total berkurang. Memakan waktu sampai
akantosit (lihat Gb. 2.15). sehari untuk menggantikan volume plasma dan
sampai derajat anemia terlihat (lihat hal. 299).
Regenerasi massa hemoglobin memakan waktu yang
lebih lama. Dengan demikian, gambaran klinis awal
ANEMIA perdarahan berat terjadi akibat berkurangnya
volume darah dan bukan anemia.
Anemia didefinisikan sebagai berkurangnya kadar
hemoglobin darah. Walaupun nilai normal dapat
bervariasi antar laboratorium, kadar hemoglobin Gambaran klinis anemia
biasanya kurang dari 13,5 g/ dlpada pria dewasa dan
ktrrang dari 11,5 g/dlpadawanita dewasa. Sejak usia Adaptasi utama terhadap anemia terjadi dalam
3 bulan sampai pubertas, kadar hemoglobin yang sistem kardiovaskular (dengan peningkatan volume
kurang dari 11,0 g/dl menunjukkan anemia. Tinggi- sektmcup dan takikardia) dan pada kurva disosiasi
nya kadar hemoglobin pada bayi baru lahir O, hemoglobin. Pada beberapa penderita anemia
menyebabkan ditentukannya 1.5,0 g/dl sebagai batas yang cukup berat. mungkin tidak terdapat gejala
bawah pada waktu lahir (Tabel 2.2). Menurunnya atau tanda, sedangkan pasien lain yang menderita
kadar hemoglobin biasanya disertai dengan penu- anemia ringan mungkin mengalami kelemahan
runan jumlah eritrosit dan hematokrit (pncked cell aol- berat. Ada atau tidaknya gambaran klinis dapat di-
ume,PCY) tetapi kedua parameter ini mungkin nor- pertimbangkan menurut empat kriteria utama.
mal pada beberapa pasien yang memiliki kadar he- 1. Kecepatan awitan. Anemia yang memburuk
moglobin subnormal (dan berdasarkan definisi men- dengan cepat menimbulkan lebih banyak gejala
derita anemia). Perubahan volume plasma sirkulasi dibandingkan anemia awitan lambat, karena lebih
total dan massa hemoglobin sirkulasi total menentu- sedikit waktu untuk adaptasi dalam sistem kar-
kan konsentrasi hemoglobin. Berkurangnya volume diovaskular dan kurva disosiasi O, hemoglobin.
plasma (seperti pada dehidrasi) dapat menutupi 2. Keparahan. Anemia ringan sering kali tidak me-
kondisi anemia, atau bahkan menyebabkan (pseudo) nimbulkan gejala atau tanda, tetapi gejala biasa-
polisitemia (lihat hal. 216); sebaliknya, peningkatan nya mtrncul jika hemoglobin kurang dari 9-10 g/
volume plasma (seperti pada splenomegali atau dl. Bahkan anemia berat (kadar hemoglobin
kehamilan) dapat menyebabkan terjadinya anemia serendah 6,0 g/ dl) dapat menimbulkan gejala
bahkan dengan jumlah eritrosit sirkulasi total dan yang sangat sedikit jika awitan sangat lambat
massa hemoglobin yang normal. pada subyek mnda yang sehat.
Setelah kehilangan darah dalam jumlah banyak 3. Usia. Orang tua menoleransi anemia dengan
yang akut, tidak segera terjadi anemia karena volttme kurang baik dibandingkan orang mllda karena
adanya efek kekurangan oksigen pada organjika
terjadi gangguan kompensasi kardiovaskular nor-
.,, : ',.;r ' ': HzQ , HzO mal (peningkatan curah jantr"rng akibat pening-
katan volume sekuncup dan takikardia).
Jaturglikolitik \.<y'or't"ti-
t-> p6roks,'das€
Embden-Meyerhof AdH OdSC
Glukosa L )
| >-=< Glutation Tabel2.2 Nilai normal eritrosit dewasa
| {
runop \MDPH
redukrase
| Pria Wanita
ct-t*a-o-p U ) apc
I Glukosa-6-fosfat I Hemoglobin- (g/dl) 3;5-1 7,5 11,5"15,5
Iti oehidrogenase : Hematokrit (PCV) f/")
1
4Q-52 36-48
YV Hitung erilroslt (x10t'? /l) 4,5-6,5
, 27-34
3,9-5,6
Fruktosa-6-P #,Ribulosa-$P Hemoglobin eritrosit rata-rata (pg)
I Volume erikosit rata*ata (ll) 80-95
!
I Konsenkasi hemoglobin eritrosit rata- 30-35
rata (/dl)
Lahat
Hitung retikulosit (x10 /l) 25-125
Gambar.2.11. Jalur pintas heksosa monofosfat. GSH, GSSG, glutation; NADP, 'Pada anak, nilai hemoglobin normal adalah: neonatus, 15,0-21,0 g/dl; 3 bulan,
NADPH, nikotinamida adenin dinukleotida fosfat; P, fosfat; PG, fosfogliserat. 9,5-12,5 g/dl; 1 tahun hingga pubertas, 11,0-13,5 g/dl. PCV, packed cell volume.
r:::i::$l:t1:1.:1.:.+ : tj:s 19
:,:irill:-:rr' jriir,rjj
Protein Glikoforin B
band 3
Fosfolipid Glikoforin C
membran
/\ \ clikoforin A
(g
lz
@s&
E0)
ll0llOilc
'6
lz
(I'
@l@ @
0) Kolesterol
ANKITIN
c
4. Kurva disosiasi hemoglobin Or. Anemia umum- persulit anemia yang sangat berat, khususnya yang
nya disertai peningkatan 2,3-DPG dalam eritrosit awitannya cepat.
dan pergeseran kurva disosiasi O, ke kanan se-
hingga O, lebih mudah dilepaskan ke jaringan. Tanda
Adaptasi ini sangat jelas pada beberapa macam
anemia yang mengenai metabolisme eritrosit Thnda-tanda dapat dibedakan menjadi tanda umum
secara langsung, misalnya pada anemia akibat dan khusus. Tanda umum meliputi kepucatan mem-
defisiensi piruvat kinase (yang menyebabkan bran mukosa yang timbul bila kadar hemoglobin
peningkatan konsentrasi 2,3-DPC dalam eritro- kurang dari 9-10 g/dl (Gb. 2.13). Sebaliknya, warna
sit), atau yang disertai dengan hemoglobin ber- kulit bukan tanda yang dapat diandalkan. Sirkulasi
afinitas rendah (misal IlbS) (Gb 2.9). yang hiperdinamik dapat menunjukkan takikardia,
nadi kuat, kardiomegali, dan bising jantung aliran
Gejala
sistolik khususnya pada apeks. Gambaran gagal
jantung kongestif mr-rngkin ditemukan, khususnya
Jika pasien memang bergejala, biasanya gejalanya pada orang tua. Perdarahan retina jarang ditemukan
adalah nafas pendek, khususnya pada saat ber- (Gb. 2.14). Tanda yang spesifik dikaitkan dengan
olahraga, kelemahan, letargi, palpitasi dan sakit jenis anemia tertentu, misalnya koilonikia dengan
kepala. Pada pasien berusia tua, mungkin ditemukan defisiensi besi, iktems dengan anemia hemolitik atau
gejala gagal jantung, angina pektoris, klaudikasio megaloblastik, ulkus tungkai dengan anemia sel sabit
intermiten, atau kebingLrngan (konfusi). Gangguan dan anemia hemolitik lain, deformitas tulang dengan
penglihatan akibat penrdarahan retina dapat mem- talasemia mayor dan anemia hemolitik kongenital
lain yang berat.
Gambar.2.13. Pucat pada mukosa konjungtiva (a) dan lempeng kuku (b) pada dua penderita anemia berat (hemoglobin 6,0 g/dl) (Lihat Gambar Benrvarna hal. A-2),
20
Defisiensi besi Banyak anemia hemolitik Non-megaloblastik: alkohol, penyakit hati, mielodis-
plasia, anemia aplastik, dll. (lihat hal 49).
Talasemia' Anemia penyakit kronik (beberapa kasus)
Penyakit ginjal
Gejala-gejala anemia yang disertai infeksi ber- Jumlah leukosit dan trombosit
lebihan atau memar spontan menunjukkan adanya Pengukuran jumlah leukosit dan trombosit mem-
kemungkinan netropenia atau trombositopenia bantu membedakan anemia 'murni' dari 'pansito-
akibat kegagalan slrmsum tulang. penia' (penurunan jumlah eritrosit, granulosit dan
trombosit) yang mengarah pada defek sumsum
tulang yang lebih menyeluruh, misalnya akibat
Klasifikasi dan temuan laboralorium hipoplasia sumsLlm tulang, infiltrasi, atau destruksi
sel generalisata (mis. hipersplenisme). Pada anemia
pada anemia
yang disebabkan oleh hemolisis atau perdarahan,
jumlah netrofil dan trombosit seringkali meningkat;
lndeks eritrosit pada infeksi dan leukemia, jumlah leukosit seringkali
juga meningkat dan mungkin terdapat prekursor
Klasifikasi yang paling bermanfaat adalah klasifikasi netrofil atau leukosit abnormal.
berdasarkan indeks eritrosit (Tabel 2.3) yang mem-
bagi anemia menjadi mikrositik, normositik dan
Hitung retikulosit
makrositik. Selain mengarah paua sifat defek primer-
nya, pendekatan ini dapat juga menunjukkan kelainan Jtrmlah normal adalah 0,5-2,5o/o dari jumlah absolut
yang mendasari sebelum terjadi anemia yang jelas. 25-125 x10el1. ]umlah ini seharusnya meningkat pada
*1rillifi s!ig$i$[,!.ir'tr'{'i 21
septikemia:1 ., ,
,,,
@\ .,
\v
Makrosit
1,1:i, c)
Penyakit liati; alkoholisrne: Frsgmentosil 0lC, mikroangiopali, HUi;
Oval pada anemia TTP, luka bakar, katup jantung
megaloblastik
. i . , i, :
6:\
v, ,:.
Stomatosil Penyakit hati, alkoholisme Poikjlosit sel teardrop llielofibrosis, hemopoiesis
::
V,- Sel pensil Delisiensi besi Sel keranjang (baskel Kerusakan oksidasi-misalnya
ce\ defisiensi G6PD, hemoglobin
ffi
tak stabil
.#ry,
Ag/
nuntosit Penyakir hati, abetalipo:'
proteinemia,' gagal ginjal
Mikrosit Delisiensi besi,
hemogtobinopali
Gambar 2.15' Beberapa variasi ukuran (anisositosis) dan bentuk (poikilositosis) yang sering terdapat, yang mungkin ditemukan pada berbagai anemia. DlC,
dissemi
nated intravasculat coagulopathy (koagulopati intravaskular diseminata); G6PD, glukosa-6-fosfat dehidrogenase; HUS, haemolytic urjmic syndrome (
sindrom
hemolitik uremik); IIP, thrombotic thrombocytopenic purpura.
anemia karena terjadinya peningkatan eritropoietin atau B,, campLlran/ indeks eritrosit mungkin normal
dan makin tinggi iika anemia makin berat. Hal ini tetapi sediaan aplrs darah menunjukkan gambaran
lebih nyata bila sudah ada waktu untuk terjadinya dimorfik (dua populasi sel eritrosit besar dengan he-
hiperplasia eritroid di sumsum tulang seperti pada moglobin cukup dan sel kecil yang hipokrom).
hemolisis kronik. Setelah perdarahan berat akut, Selama pemeriksaan sediaan apus darah, dilakukan
terdapat respons eritropoietin dalam 6 jam, hitung pemeriksaan hitung jenis leukosit, penilaian jumlah
retikulosit meningkat dalam 2-3 hari, mencapai
maksimum dalam 6-10 hari, dan tetap tinggi sampai
hemoglobin kembali ke kadar normal. Hasil hitung
retikulosit pada pasien anemia yang tidak meningkat
menunjukkan terganggr-rnya fungsi sumsum tulang Tabel 2.4 Faktor-laktor yang mengganggu respons retikulosit normal
terhadap anemia
atau kurangnya rangsang eritropoietin (Tabel 2.4).
Normoblas Badan
(Eritrosit berintil Howell-Jolly
r-;\
ft,n7i"','',\
(l." ,.,'.' ^7
\'",'-'./
\*-tj'r'
Basophilic Granula siderotik
Stippling (badan Pappen- Parasit malaria
heimer)
, t,t ,, ' Gambar 2.16. Badan inklusi eritrosit yang terlihat pada sediaan
,, ,' apus darah tepi dalam berbagai keadaan. RNA retikulosit dan
W
pravital, misalnya dengan new nethylene b/ue. Badan Heinz
. ,, , i adalah hemoglobin lerdenalurasi yang teroksidasi. Granula
, , siderotik (badan Pappenheimer) mengandung besi. Badan ini
.,,,.,.l, berwarna ungu pada pewarnaan konvensional tetapi beMarna
, biru pada pewarnaan Perls. Badan Howell'Jolly adalah sisa
Retikulosit (RNA) Badan Heinz ..i::::':::, '' :: DNA, Basophla strpp/lng (titik"titik basofilik) adalah RNA yang
:: tgrdgnaturasi.
dan morfologi trombosit serta dicatat ada tidaknya Sampel aspirat juga dapat digunakan untuk
sel abnormal, misalnya normoblas, prekursor granlt- sejumlah pemeriksaan khusus lain (Tabel2.5).
losit, atau sel blas. Biopsi trephin menghasilkan inti tulang padat
berupa sumsum dan diperiksa sebagai spesimen
Pemeriksaan sumsum tulang histologik setelah difiksasi dalam formalin, didekal-
sifikasi, dan dipotong. Biopsi ini kurang berguna
Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan melakukan dibandingkan aspirasi jika ingin memeriksa rincian
aspirasi atau biopsi trephin (Gb.2.77). Pada aspirasi sel secara individual, tetapi dapat memberi gam-
sumsum tulang, sebuah jarum ditusukkan ke dalam baran panoramik sumsum; dari gambaran ini,
sumsum tulang dan dilakukan aspirasi sampel cairan arsitektur sumsum secara keseluruhan, kepadatan
sumsum tulang ke dalam spuit. Sampel ini kemudian sel, dan adanya fibrosis atau infiltrat abnormal dapat
diapuskan pada kaca obyek untuk pemeriksaan ditentukan dengan baik.
mikroskop dan diwarnai dengan teknik Roma-
nowsky. Banyak informasi morfologi dapat diperoleh
dengan memeriksa sediaan aspirat. Rincian sel yang Eritropoiesis inefehif
sedang berkembang dapat diperiksa (misalnya
normoblastik atau megaloblastik), proporsi berbagai Eritropoiesis tidak seluruhnya efisien karena sekitar
jalur sel dapat dinilai (rasio mieloid:eritroid) dan 10-15% dari eritroblas yang sedang berkembang,
adanya sel-sel asing di sumsum tulang (mis. mati di dalam sumsum tanpa menghasilkan sel
karsinoma sekunder) dapat dilihat. Kepadatan sel matur. Hal ini dinamakan eritropoiesis inefektif dan
sumsum tulang juga dapat dilihat asalkan didapat sangat meningkat pada beberapa anemia kronik
partikel sumsum. Pewarnaan besi dilakukan secara (Tabel 2.4). Kadar bilirubin tak berkonjungsi (berasal
rutin sehingga dapat dinilai jumlah besi dalam dari pemecahan hemoglobin) dan laktat dehidro-
cadangan retikuloendotelial (makrofag) dan sebagai genase (LDH, berasal dari sel yang rusak) dalam
granula halus (granula siderotik) dalam eritroblas serum biasanya meningkat jika eritropoiesis inefektif
yang sedang berkembang nyata. Hitung ertikulosit rendah jika dibandingkan
5r{rcn,tr r. 5H nHrTl.
z+fztz
,*tbLt,!k:
,',ia
Ed
w
"&
i"i
(a)
Gambar 2.17 (a) Jarum aspirasi sumsum tulang Salah dan sediaan apus yang dibuat dari aspirat sumsum tulang. (b) Jarum trephin sumsum lulang Jamshidi dan
potongan trephin normal.
Aspirasi Trephin
Lokasl kista iliaka posterior atau sternum {tibia pada bayi) Krista iliaka posterior
: .:::
Pewarnaan , Homanowsky; reaksi Perls' (untuk besi) Hematoksilin dan eosin; retikulin (pewarnaan perak)
tnOltasi utama Pemerikaan anemia, pansitopenh, kecurigaan leukemia atau lndikasi untuk trephin tambahan: kecurigaan polisitemla
mieloma, netropenia, trombositopenia, dll. vera, kelainan mielolibrosis dan mieloprolileratil lain, ane-
mia aplaslik, limfoma ganas, karsinoma sekunder, kasus-
kasus splenomegali atau demam dengan penyebab yang
lidak diketahui. Kasus-kasus dengan aEirasi kerlng (dry
@.
Pemeiiksaan khusus Sitogenetik, biakan mikrobiologi, analisis biokimia, petanda lmmunophenotyping (Penetapan imunofenotip)
imunologik dan sitokimia, analisis imunoglobulin ahu g€n
reseptor sel I analisis DNA atau RNA untuk mencari
kelainan gen, biakan sel progenitor.
dengan derajat anemia dan proporsi eritroblas dalam dapat dinilai dengan melakukan pemeriksaan sum-
sumsum tulang. sum tulang, kadar hemoglobin, dan hilung retikulosit.
Eritropoiesis total dinilai dari kepadatan sel
sumsum dan rasio mieloid:eritroid (yaitu proporsi
Penilaian eritropoiesis prekursor granulosit terhadap prekursor eritroid
dalam sumsum tulang, normalnya 2,5:1 sampail21).
Eritropoiesis total dan jumlah eritropoiesis yang efek- Rasio ini turun dan dapat terbalik jika eritropoiesis
tif untuk memproduksi eritrosit dalam sirkulasi total meningkat secara selektif.
24
Eritropoiesis efektif dinilai dengan hitung retiku- pada anemia hemolitik ditunjukkan pada Gb. 5.2.
losit. Hitung retikulosit meningkat sebanding Gambar 2.18 menunjukkan perubahan eritopoiesis
dengan derajat anemia saat eritropoiesis efektif, yang khas pada sumsum dan massa eritrosit dalam
tetapi rendah bila terdapat eritropoiesis yang inefek- sirkulasi pada beberapa jenis anemia yang berbeda.
tif atau kelainan yang menghambat respons sumsum
normal. (Tabel2.4).
KEPUSTAKAAN
Defisiensi besi adalah penyebab anemia yang ter- khususnya eritroblas dalam sumsum tulang, yang
sering di semua negara di dunia. Defisiensi besi menggabungkan besi menjadi hemoglobin (Gb. 3.2).
merupakan penyebab terpenting suatu anemia Transferin kemudian dipakai ulang. Pada akhir
mikrositik hipokrom, dengan ketiga indeks eritrosit hidupnya, eritrosit dipecah dalam makrofag sistem
(MCV MCH, dan MCHC-volume eritrosit rata-rata, retikuloendotelial dan besi dilepaskan dari hemoglo-
hemoglobin eritrosit rata-rata, dan kadar hemoglo- bin, memasuki plasma dan menyediakan sebagian
bin) berkurang dan sediaan apus darah menunjuk- besar besi untuk transferin. Hanya sejumlah kecil
kan eritrosit yang kecil (mikrositik) dan pucat (hipo- besi transferin plasma yang berasal dari makanan
krom). Gambaran ini disebabkan oleh defek sintesis mengandung besi, diabsorpsi melalui dnodenum
hemoglobin (Gb.3.1). Diagnosis banding utama pada dan yeyunum.
anemia mikrositik hipokrom adalah talasemia, yang Sebagian besi disimpan dalam sel retikuloendotel
dibahas di Bab 6 dan anemia pada penyakit kronik sebagai feritin dan hemosiderin, jumlahnya sangat
yang dibahas dalam bab ini. ben,ariasi sesuai dengan status besi tubuh keselu-
nthan. Feritin adalah kompleks besi-protein yang
larut dalam air, dengan berat molekul465.000. Feritin
tersusun atas cangkang protein luar, yaitu apoferitin,
ASPEK NUTRISI DAN METABOLIK BESI yang terdiri atas 22 subr-rnit dan inti besi-fosfat-
hidroksida; mengandung besi sampai 20o/o beratnya
Besi adalah salah satu unsur terbanyak dalam lapisan dan tidak tampak pada pemeriksaan mikroskop
kulit bumi, tetapi defisiensi besi adalah penyebab cahaya. Tiap molekul apoferitin dapat mengikat
anemia tersering, yang mengenai sekitar 500 juta 4000-5000 atom besi. Hemosiderin adalah suatu kom-
orang di seluruh dunia. Hal ini terjadi karena tubuh pleks besi-protein tak larut dengan komposisi yang
mempunyai kemampuan yang terbatas untuk meng- bervariasi dan mengandung besi sekitar 37o/" berat-
absorpsi besi dan seringkali tubuh mengalami kehi- nya. Hemosiderin berasal dari digesti parsial agregat
langan besi yang berlebihan akibat perdarahan. molekul feritin oleh lisosom, dan dapat dilihat dalam
makrofag dan sel lain pada pemeriksaan mikroskop
cahaya setelah diwarnai dengan reaksi Perls (biru
Distribusi dan transportasi besi tubuh Prussia). Besi dalam feritin dan hemosiderin terdapat
dalam bentuk ferri. Besi ini dimobilisasi setelah
Transportasi dan penyimpanan besi terutama di- reduksi menjadi bentuk ferro, dengan keterlibatan
perantarai oleh tiga protein-transferin, reseptor vitamin C. Seruloplasmin, yaitu suatu enzim yang
transferin, dan feritin. Transferin dapat mengandung mengandung tembaga, mengatalisis oksidasi besi
sampai dua atom besi. Transferin mengangkut besi menjadi bentuk ferri untuk berikatan pada transferin
ke jaringan yang mempunyai reseptor transferin, plasma.
26
Besi Protoporfirin
\/
a) Defisiensi besi \
kronik V
bi lnflamasi // -
Anemra
sideroblaslik
ataukeganasan \ X
\/
[.N$ffid:iiq
ffiffi|
g
't':";to"r",?ii*''
t
Duodenum
:w
Transferin
Prasma
flrf
kt
I
l;l
s;*;t:';; #\
_
F;l
Fl
^tffi y|
t^l
*',*r*"* *r"* ^*- ;x
I t
& [ijils"'
L
€ l-1T:nll'.ffi@
sirkulasi Wffi-
il
(1,7-2,4 q$$p
Gambar. 3.2 Siklus besi harian. Sebagian besar besi dalam tubuh
terdapat dalam hemoglobin yang bersirkulasi (Tabel 3.1) dan
digunakan kembali untuk sintesis hemoglobin setelah eritrosit mati.
+ Besi dipindahkan dari makrolag ke translerin plasma lalu ke
Kehilangan eritroblas sumsum tulang. Absorpsi besi secara normal cukup untuk
akibal menstruasi mengganti kehilangan besi. Garis terpulus-putus menunjukkan
(perdarahan) eritropoiesis yang inefektif.
Besi juga terdapat dalam otot sebagai mioglobin, Kadar feritin dan reseptor transferin (TfR) ber-
dan pada sebagian besar sel-sel tubuh sebagai enzim kaitan dengan status besi sehingga kelebihan besi
yang mengandung besi, mis. sitokrom, suksinat menyebabkan terj adinya peningkatan feritin jaringan
dehidrogenase, katalase, dll. (Tabel3.1). Besi jaringan dan penurunan TfR, sedangkan pada defisiensi besi,
ini lebih kecil kemungkinannya untuk berkurang feritin rendah dan TfR meningkat. Hubungan ini ter-
dibandingkan hemosiderin, feritin, dan hemoglobin jadi melalui pengikatan suatu protein pengatur besi
pada keadaan defisiensi besi, tetapi dapat terjadi ber- (IRP) pada unsur respons besi (IRE) pada feritin dan
kurangnya enzim yang mengandung heme. molekul messenger (m)RNA TfR. Defisiensi besi me-
rl I'p-mw*y$iii$ ni**in *ri
ti, . 27
Tabel 3.1. Distribusi besi tubuh protein. Kandungan besi dan proporsi besi yang
diabsorpsi berbeda antar makanan; secara umum,
Jumlah besi pada orang
dswasa rata-rata
,. ,,:,, ,., :':::Pels€ntas€
(g), daging dan khususnya hati, adalah sumber besi yang
Pria (g) Wanita :": daritotal
lebih baik dibanding sayuran, telur, atau produk
Hemoglobin 2;4 .'.,,...,' . ,;1,7t, , :,,'- 65 susu. Pola makan orang barat rata-rata mengandr-rng
Fenln dan 1,0 {o;3-1,5}
:'O,S
1O-r,O; 30 10-15 mg besi, dan hanya 5-1.0o/, yang diabsorpsi
hemosiderin pada keadaan normal. Proporsi ini dapat meningkat
Mioglobin ,, 0,15 o;12 3,5 menjadi 20-30% pada defisiensi besi atau kehamilan
l
petoksidase, :
diabsorpsi.
flavoprotein),
Besi yang terikat nt
lransferin ,'
0,004 0,003 Absorpsi besi
ffi
stabilisasi kadar mBNA dan peningkatan sintesis protein,
mRNA distabilkan
sedangkan pengikatan PPB pada URB dalam regio 5'
mRNA feritin yang tidak ditranslasi mengurangi translasi.
PPB dapat berada dalam dua keadaanlada waktu kadar
besi tinggi, PPB mengikat besi dan menunjukkan alinitas
yang menurun terhadap URB, sedangkan jika kadar besi AAAA 3'
rendah, pengikatan PPB pada URB meningkat. Dengan
cara ini, sintesis TfR, DMT-1, dan feritin dikoordinasikan
dengan kebutuhan lisiologik.
28
Defisiensi besi dalam sel kriptus akan menyebabkan tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi
terjadinya peningkatan ekspresi DMT-1. Hal ini jika terdapat kehilangan besi oleh sebab lain atau
terjadi melalui mekanisme yang sama (pengikatan kurangnya asupan dalam waktu lama.
IRP/IRE) sehingga dengan mekanisme tersebut
reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi
(Gb. 3.3). Peningkatan ekspresi DMT-1 (bila enterosit DEFISIENSI BESI
mencapai permnkaan absorpsi apikal vili duodenum
24-48 jam kemudian) menyebabkan terjadinya pe- Gambaran klinis ,
Tabel 3.2. Absorpsi besi GastrQintestinal, mis, ulkus peptikum, varises esofagus, ingesti aspirin
,,' (atau obat anti inllamasi non steroid laln), gastrektomi parsial,
karsinoma lambung, sekum, kolon atau rektum, cacing tambang,
fattoi rybhg menuukdhg Faklor yang mengurangl
1
r ,
db;sorpsi ., : .,..r ' , -t , ... , absorpsi ,, :
angiodisplasia, kolitis, hemoroid, divertikulosis, dll.
Vanglarani:hematuria,hemoglobinuria,hemosiderosispulmonal, :
,.Beltukieno (FS+) ::,:',",i: : "': Bentuk feni (Fe$) Kebutuhan yang nenrngkat (lihat juga Tabel 3.3)
Asam (HCl, vitamin C) Basa - anlaslda, sekesi pankreas Prematuritas
Agen pelarut (mis. gula, asam Agen;yang m€ngendapkan - fitat, Pertumbuhan
1., dmi1o) ., loslat.
Kehamilan
l, o.tisilsi besi Kelebihan besi
Terapi eritropoietin
.'Menirgkatnyaer:itopoiesis :
Berkurangnya erilropoiesis
Malabsotpsi
,, Kehamilan tniefsi
:', ConlghnYa enteroPat!, vanO dlinduksi gluten, gastrektomi
Hemokromatosis herediter Teh
Peningkatan ekspresi DMT-I dan Penurunan ekspresi DMT.1 dan Dietyang buruk
. :,,,,ledoportiir dalam enFrosil fenoportln dalam enterosit Merupakan fakor penunjang di banyak negara berkembang, tetapi jarang
duodenum duodenum merupakan penyebab tunggal kecuali pada bayi dan anak
$,i zz
Tabel 3.1. Distribusi besi tubuh protein. Kandungan besi dan proporsi besi yang
diabsorpsi berbeda antar makanan; secara umum,
Jumlah besi pada orang . :::', ..:' Pdlsentasg
dswasa rata-rata eria:1g1 Wanita (g1, : :t.;1161.1 daging dan khususnya hati, adalah sumber besi yang
lebih baik dibanding sayuran, telur, atau produk
Hemoglobin .
, ., i
2;4 ,,''t'."' ,1,7 ' 65 susu. Pola makan orang barat rata,rata mengandung
Fedtin dan ' 1 ,o 10,s.i51 o,s (or ,o) 30 10-15 mg besi, dan hanya 5-10o/, yang diabsorpsi
hemosiderin pada keadaan normal. Proporsi ini dapat meningkat
,
Mtoglobin ,,.,.
0,15 Q,12: 3,5 menjadi 20-30% pada defisiensi besi atau kehamilan
Enzim heme (mis;
o,oe 0,015 o,s (Tabel 3.2) tetapi bahkan pada keadaan tersebut,
sitokrom, . sebagian besar besi dari makanan tetap tidak
, katahse, ,
diabsorpsi.
peroksidase,
flavoprotein)
Gambar 3.3, Regulasi ekspresi reseptor transferin (TfR), Besi tinggi Besi rendah
DMT-l (pengangkut besi divalenldivalent netal trans-
porler), ferroportin, dan leritin melalui pengindraan protein
pengatur besi dari kadar besi intrasel. PPB
@1 mampu
untuk berikatan pada struktur lingkar-batang yang disebut
unsur respons besi (URB) paOa reseptor translerin
UL) AAAA 3'
atau mRNA feritin. Pengikatan PPB pada URB dalam regio
3' pembentuk timbal yang tidak ditranslasikan untuk
ffi
stabilisasi kadar mRNA dan peningkatan sintesis protein,
mRNA distabilkan
sedangkan pengikatan PPB pada URB dalam regio 5'
mRNA feritin yang tidak ditranslasi mengurangi translasi.
PPB dapat berada dalam dua keadaanlada waktu kadar
besi tinggi, PPB mengikat besi dan menunjukkan afinitas
yang menurun terhadap URB, sedangkan jika kadar besi
rendah, pengikatan PPB pada URB meningkat. Dengan URB (5)
cara ini, sintesis TlR, DMT-.1, dan feritin dikoordinasikan
dengan kebutuhan lisiologik.
28
\: Defisiensi besi dalam sel kriptus akan menyebabkan tersebut sangat mungkin menderita defisiensi besi
r'ii
terjadinya peningkatan ekspresi DMT-1. Hal ini jika terdapat kehilangan besi oleh sebab lain atatt
ii\il
t\\ terjadi melalui mekanisme yang sama (pengikatan kurangnya asrlpan dalam waktu lama.
FN
$
IRP/IRE) sehingga dengan mekanisme tersebut
irii
reseptor transferin meningkat pada defisiensi besi
(Gb. 3.3). Peningkatan ekspresi DMT-1 (bila enterosit DEFISIENSI BESI
$
[€ mencapai permukaan absorpsi
apikal vili duodenum
24-48 jam kemudian) menyebabkan terjadinya pe- Gambaran klinis
rit
ningkatan transfer besi dari lumen ustts ke dalam
enterosit. Peningkatan ferroportin pada defisiensi besi Jika terjadi defisiensi besi, cadangan retikuloendotel
$ belum terbukti, tetapi karena mRNAnya mempunyai (hemosiderin dan feritin) habis seluruhnya sebelum
#t,
i:r IRE seperti pada DMT-1 ,3' dan bagian yang mengode, timbul anemia (Gb. 3.5). Sejalan dengan berkem-
i{ maka mungkin kadar ferroportin juga meningkat bangnya keadaan ini, pasien dapat mengalami gejala
trT
pada defisiensi besi. Ini akan menyebabkan mening- dan tanda umLrm anemia dan mengalami glositis
katnya transfer besi dari enterosit ke darah porta. yang tidak nyeri, stomatitis angularis, kuku rapuh,
# Pada permukaan apikal terdapat sttatu enzim bergerigi atau kuku sendok (koilonikia), disfagia
{s
lw yang mengubah besi dari keadaan Fe3* menjadi Fe2*, akibat adanya selaput faring (sindrom Paterson-
\\i dan enzim lain, hefestin (yang mengandung tem- Kelly atau Plummer-Vinson) (Gb.3.6) dan keinginan
# baga), mengubah Fe2* menjadi Fe3* pada permukaan makan yang tidak biasa (pica). Penyebab terjadinya
,J'$
basal sebelum pengikatan pada transferin. Meka- perubahan sel epitel tidak jelas, tetapi mungkin
.l*
i-l;i nisme meningkatnya eritropoiesis inefektif, seperti berkaitan dengan berkurangnya besi dalam enzim
l{s meningkatnya absorpsi besi pada talasemia inter- yang mengandung besi. Pada anak, defisiensi besi
iiir
media (lihat hal. 74) masih belum jelas. Defek sangat bermakna karena dapat menyebabkan
$$
absorpsi besi pada hemokromatosis primer dibahas timbulnya iritabilitas, fungsi kognitif yang buruk,
di hal. 37. dan penurunan perkembangan psikomotor.
ffi.
e&
Tabel 3.2. Absorpsi besi Gastrointestinal, mis. ulkus peptikum, varises esolagus, ingesti aspirin
(atau obat anti inllamasi non steroid lain), gastrektomi parsial,
SbsolPsi ,::,
angiodisptasia, kolitis, hemoroid, divertikulosis, dll.
; ,,,
abgqlpsi: ;:
,:.r: tr : r,, ,..i',:
Yang iarang: hematuria, hemoglobinuria; hemosiderosis pulmonal,
il,Bdsi herye.,.
' ,r:,: :' ,rl Besi anorganik kehilangan darah yang ditimbulkan sendiri
Agsn pelarul {mis. gula, asam Agen yang mengendapkan - fitat, Pefiumbuhan
amiml
:
losfat
r,t.:r' .:.tt) l :;ti Kehamilani r .
l:l:bgOin:is'.bec, r,'i.:,,.:,,,,-',,r,,, Kelebihan besi
1 TeraOieritropoietin
i;q .Menir€kilnYa eritoPoiesis
j
Berkurangnya eritropoiesis , :t ,,',' ,,
t*hiihitgri', Malabsorpsi
iiittll,;l.,, :=::i;;;11,, 1,l1,
lnleksi
Contohnya enteropati yang diinduksi gluten, gastrsktomi
Hemokromatosis herediter Teh
i
.:l
Peningkatan ekspresi DMT-1 dan Psnurunan ekspresi DMT-l dan Diet yang buruk
' ferroportin dalam enterosit lsrroportin dalam enterosit Merupakan taKor penunjang di banyak negara berkembang, tetapi iarang
duodenum ' duodenum merupakan penyebab lunggal kecuali pada bayi dan anak
'
Anemia hipokom dan penimbunan besi
'''..-... 29
SELAPIKAL
DMT-'I
Ifft
t\P' vv
v &. la
L,,.
\r
i,ui,i,,ii .
{a',r
-1'
\ g{/ Ferroportin
-+q#3 ti:;z
Darah* -*, )
porta :'i:Pf-'a
-S@i'
*1,-;:4|;3-".- Transferin
Sel
Gambar. 3.4 Pengaturan absorpsi besi. Protein DMT-1 6ndot6l
mengangkut besi melalui tepi brush border mikrovilus duode-
num di apeks vilus. Keluarnya besi dari sel diatur oleh ferro.
portin. Protein hemokromatosis HFE diekspresikan pada SEL KRIPTUS
permukaan basolateral sel kriptus dan berikatan dengan
reseptor transferin yang tampaknya merupakan tempat untuk
mengatur ambilan besi ke dalam sel dari darah porta. Pada
keadaan normal, besi dimasukkan ke dalam enterosit kriptus
dari transferin, dan pasokan besi yang cukup menghasilkan
tingkat ekspresi DMT-1 dan ferroportin yang lisiologis. Pada
defisiensi besi, terjadi penurunan pengangkutan besi ke
enterosit yang menyebabkan peningkatan ekspresi DMT.1
dan mungkin juga lenoportin (Gb 3.3) dan akibatnya,
absorpsi besi dan transfer besi ke plasma portal meningkat.
Darah
porte
:-:
/;:i*::i
Pada hemokromatosis herediter, HFE mengalami mutasi,
menghambat masuknya besi ke dalam enterosit rendah di.
bandingkan cadangan besi tubuh. Sebagai akibatnya,
ekspresi DMT-1 tinggi dan absorpsi besi meningkat.
.
Kelompok ini lebih mungkin mengalami defisiensi besi.
3.4). Sebaliknya, defisiensi dari makanan jarang mengalami menstruasi menyebabkan tingginya risiko
sekali menjadi penyebab tunggal di negara maju. anemia pada kelompok klinis tersebut. Bayi baru
Setengah liter darah mengandung sekitar 250 mg lahir mempunyai cadangan besi yang berasal dari
besi, dan walaupun absorpsi besi dari makanan me- pemecahan eritrosit yang berlebihan. Sejak usia 3
ningkat pada tahap awal defisiensi besi, kesetim- sampai 6 bulan, terdapat kecenderungan kesetim-
bangan besi negatif biasa terjadi pada perdarahan bangan besi negatif akibat pertumbuhan. Susu for-
kronik. mula bersuplemen serta makan campuran yang di-
Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi, berikan sejak usia 6 bulan, khususnya dengan makan-
remaja, kehamilan, menyusui dan pada wanita yang an yang ditambah besi dapat mencegah defisiensi besi.
30
t,
.\i,
lt
(c)
(b) .aJ;i r
Gambar 3.6. Anemia delisiensi besi. (a) Koilonikia: kuku 'sendok' yang khas. (b) Keilosis angularis: fisura dan ulserasi di sudut mulut. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-4). (c)
Sindrom Paterson-Kelly (Plummer-Vinson): pemeriksaan sinar X barium meal menunjukkan adanya suatu defek pengisian (panah) yang disebabkan oleh selaput post-
krikoid.
Diperlukan lebih banyak besi untuk meningkat- menstruasi yang lama kesemuanya menunjukkan
kan massa eritrosit ibu sekitar 35% pada kehamilan, perdarahan yang berlebihan.
transfer 300 mg besi ke janin, dan karena perdarahan Diperkirakan perlu 8 tahun bagi seorang pria
pada saat persalinan. Walaupun absorpsi besi juga dewasa normal untuk menderita anemia defisiensi
meningkat, terapi besi seringkali diperlukan bila he- besi hanya akibat diet yang buruk atau malabsorpsi
moglobin turun sampai kurang dari 10 g/dl atau yang menyebabkan tidak adanya asupan besi sama
MCV di bawah 82 fl pada trimester ketiga. sekali. Dalam praktek klinik, asupan yang tidak ade-
Menorrhagia (hilangnya darah 80 ml atau lebih kuat atau malabsorpsi jarang merupakan penyebab
pada tiap siklus) sulit dinilai secara klinis, walaupun tunggal anemia defisiensi besi, walaupun di negara
perdarahan berupa bekuan, penggunaan pembalut berkembang dapat terjadi defisiensi besi akibat diet
atau tampon dalam jumlah banyak, atau masa yang buruk seumur hidup, yangterutama terdiri dari
31
..\
rl 1'.
\d
*o*
.'-! ;"'-q
w' ' jd\ i '. '.'' g*':. {
*. {;\J "a"
) {.-i{\
'-'""?"\ 'Y
.l u*' r-.O 1"\ \*
f
- ttlf
\*t -\
lii
tr* t'.,..t
" Jed
#,
&4p
; r{
{} J
\alt ,e \-/ (3
Gambar, 3.7, Sediaan apus darah tepi pada anemia JI I .] .:
delisiensi besi yang berat. Sel mikrositik hipokrom dengan
1*"f *
,l {}t-
Sr&
beberapa sel target. (Lihat Gambar Benruarna hal. A-4).
11.,1t a & rl,
bijibijian dan sayuran. Meskipun demikian, entero- dengan komplikasi. Pada anemia defisiensi besi, tidak
pati yang diinduksi gluten, gastrektomi total atau ada besi dari eritroblas cadangan (makrofag) dan yang
parsial, dan gastritis atropik dapat merupakan faktor sedang berkembang (Gb. 3.9). Eritroblas berukuran
predisposisi untuk terjadinya defisiensi besi. keci'l dan mempunyai sitoplasma yang bergerigi.
Besi sumsum tulang Gambar. 3.8. Gambaran dimorfik pada anemia defisiensi besi yang berespons
terhadap terapi besi. Terdapat dua populasi eritrosit, satunya mikrositik
Pemeriksaan sumsum tulang tidak perlu dilakdkan hipokrom, lainnya normositik dengan hemoglobin cukup. (Lihat Gambar
untuk menilai cadangan besi kecuali pada kasus Berwarna hal. A-5).
' .. r1. . lFi#3tiit
l,r,r:;itiitt
r;;:4 Nrili+lilliltiti$r
- s{ir.r.' if ;::::.:::::::i:il:1li.r.l,:-:.lr:aiii,i"r:--i+*!i;I:l
-'lir }i.'
32 lt,!:
siensi besi, tetapi tidak meningkat pada anemia klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan rektal,
penyakit kronik atau pembawa gen (frcif) thalasemia. pemeriksaan darah samar, dan dengan penggunaan
Kadamya juga meningkat jika tingkat eritropoiesis endoskopi dan/atau radiologi gastrointestinal atas
keseluruhan meningkat. dan bawah yang sesuai (Gb. 3.11 dan 3.12). Dapat
dilakukan pemeriksaan antibodi terhadap endo-
Feritin serum misium dan gluten serta biopsi duodenum untuk
mencari adanya enteropati yang diinduksi gluten.
Sebagian kecil feritin tubuh bersirkulasi dalam se- Telur cacing tambang dicari dalam tinja pasien yang
rum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan berasal dari daerah infestasi cacing. Kadang kala,
besi jaringan, khususnya retikuloendotel. Kisaran diperlukan angiogram sumbu seliak untuk men-
normal pada pria lebih tinggi dibandingkan wanita demostrasikan angiodisplasia.
(Gb. 3.10). Pada anemia defisiensi besi, kadar feritin
Jika perdarahan saluran cerna sudah disingkir-
serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang kan, maka dipikirkan kehilangan besi melalui urine
meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau dalam bentuk hematuria atau hemosiderinuria
pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak (akibat hemolisis intravaskular kronik). Foto rontgen
atau suatu respons fase akut, misalnya pada infla- toraks yang normal menyingkirkan keadaan hemosi-
masi. Kadar feritin serum normal atau meningkat derosis pulmonal yang jarang ditemukan. Pasien ter-
pada anemia penyakit kronik. kadang membuat dirinya berdarah sehingga terjadi
defisiensi besi.
, lnvestigabi penyebab defisiensi besi (Tabel 3.4)
Pengobatan
Pada wanita pra-menopause, menorrhagia dan/atau
kehamilan berulang biasanya menyebabkan defi- Penyebab yang mendasari sedapat mungkin diobati.
siensi, walaupun penyebab lain harus dicari jika hal- Sebagai tambahan, diberikan besi untuk mengoreksi
hal tersebut tidak ada. Pada beberapa penderita men- anemia dan memulihkan cadangan besi.
orrhagia, terdapat kelainan pembekuan atau
trombosit, misalnya pada penyakit von Willebrand.
Besi oral
Pada pria dan wanita pascamenopause, perdarahan
gastrointestinal adalah penyebab utama defisiensi Preparat yang terbaik adalah ferro sulfat yang
besi dan penyebab pastinya dicari dari anamnesis harganya murah, mengandung 67 mg besi dalam tiap
B;i*;
W
*ffh"
iidf-+*"r.
.,.4 i
::. tirl
(b)
Gambar. 3.9. Besi sumsum tulang dinilai dengan pewarnaan Perls. (a) Cadangan besi normal ditandai dengan pewarnaan biru pada makrofag. lnset: granula siderotik
normal dalam eritroblas. (b). Tidak adanya warna blru (tidak adanya hemosiderin) pada defisiensi besi. lnset: tidak terdapat granula siderotik dalam eritroblas. (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-5).
33
tablet 200 mg (anhidrat) dan paling baik diberikan Kadar hemoglobin harus meningkat dengan kece-
pada keadaan perut kosong dalam dosis yang patan sekitar 2 g/dl tiap 3 minggu. Respons retiku-
berjarak sedikitriya 5 jam. fika timbul efek samping losit tingginya sebanding dengan derajat anemia.
(mis. mual, nyeri perut, konstipasi, atau diare), dapat Kegagalan respons terhadap pemberian besi oral
dikurangi dengan memberikan besi bersama makan- mungkin disebabkan oleh beberapa hal (Tabel 3.5),
an atau menggunakan preparat dengan kandungan yang semudnya harus dipertimbangkan sebelum
besi yang lebih rendah, mis. ferro glukonat yang lebih menggunakan besi parenteral.
sedikit mengandung besi (37 mg) per tablet 300 mg.
Eliksir tersedia untuk anak-anak. Preparat lepas
Besi parenteral
lambat sebaiknya tidak diberikan.
Terapi besi oral harus diberikan cukup lama Besi-sorbitol-sitrat (Jectofer) diberikan sebagai injeksi
untuk mengoreksi anemia dan untuk memulihkan intramuskular dalam yang berulang, sedangkan ferri
cadangan besi tubuh, yang biasanya memberikan hidroksida-sukrosa (Venofer) diberikan melalui
hasil setelah penggunaan selama sedikitnya 6 bulan. injeksi intravena lambat atau infus. Mungkin terjadi
s4 :a*llls&.x
itiihi{t ('prr's*iiH!MM'
Tabel 3,5. Kegagalan respons terhadap besi oral Tabel 3.6. Penyebab anemia penyakit kronik
Delisiensi carpuran - defisiensi vitamin B12 atau folat yang bersamaan Non-infeksi, mis. artritis rematoid, lupus eritematosus sistemik dan
penyakit jaringan ikat lain, sarkoidosis, penyakit Crohn
Penyebab anemia yang lain, misalnya keganasan, inflamasi
reaksi hipersensitivitas atau anafilaktoid dan oleh 1. Indeks dan morfologi eritrosit normositik normo-
karena itu, besi parenteral hanya diberikan jika krom atau hipokrom ringan (MCV jarang <75 fl);
dianggap perlu untuk memulihkan besi tubuh secara 2. Anemia bersifat ringan dan tidak progresif (he-
cepat, contohnya pada kehamilan tua atau pasien moglobin jarang kurang dari 9,0 g/dl)-beralnya
yang menjalani hemodialisis dan terapi eritropoietin anemia terkait dengan beratnya penyakit;
atau jika pemberian besi oral tidak efektif (mis. pada 3. Baik kadar besi serllm marlprln TIBC menurun;
malabsorpsi berat) atau tidak praktis (mis. penyakit kadar sTfR normal;
Crohn aktif). Respons hematologik terhadap pem- 4. Kadar feritin serum normal atau meningkat; dan
berian besi parenteral tidak lebih cepat dibandingkan 5. Kadar besi cadangan di sumsum tulang (retikulo-
dengan respons terhadap pemberian dosis besi oral endotel) normal tetapi kadar besi dalam eritroblas
yang mencukupi, tetapi cadangan besi tubuh dapat berkurang (Tabel3.7).
pulih dalam waktu yang jauh lebih cepat. Patogenesis anemia ini tampaknya terkait dengan
menurunnya pelepasan besi dari makrofag ke
plasma, memendeknya umrlr eritrosit, dan respons
eritropoietin yang tidak adekuat terhadap anemia
ANEMIA PADA PENYAKIT KRONIK yang disebabkan oleh efek sitokin seperti IL-1 dan
TNF pada eritropoiesis. Anemia ini hanya terkoreksi
Salah satu anemia yang paling sering terjadi pada dengan keberhasilan pengobatan penyakit yang
pasien yang menderita berbagai penyakit keganasan mendasari, dan tidak berespons terhadap terapi besi
dan radang kronik (Thbel 3.6). Gambaran khasnya walaupun kadar besi serum rendah. Pemberian
adalah: eritropoietin rekombinan memperbaiki keadaan ane-
Anemh hipokomtdin penimbunin besi 35
MCV Menurun sebanding Normal atau menurun sedikit Menurun; sangat rendah jika Biasanya rendah pada ienis
MCH dengan beratnya dibanding deraial anemia kongenital, tetapi MCV
anemia seringkali meningkat pada
jenis yang didapat
Besi serum :
Menurun. Menurun Normal Meningkat
TIBC Meningkat Menurun Normal Normal
Reseptor transferin serum Meningkal : Normal/rendah Bervariasi Normal ,,
MCH, hemoglobin eritrosit rata-rata; MCV, volumer eritrosit rata-rata; TIBC, daya ikat besi total
ANEMIA SIDEROBLASTIK
Kdbitji:sdeffi Fl6malologi'
Tabel 3,8. Klasif ikasi anemia sideroblastik perdarahan yang menyebabkan defisiensi besi atau
adanya penyakit kronik. Negara asal dan riwayat
Herediler keluarga dapat mengarah pada kemungkinan diag-
Biasanya lerjadi pada pria, dibawa oleh wanita; dan juga jarang terjadi nosis thalasemia atau hemoglobinopati lainnya.
pada wanita (lihat teks)
Pemeriksaan fisik dapat juga membantu dalam
Didapat | menentukan lokasi perdarahan, gambaran penyakit
:. radang kronik atau keganasan, koilonikia, atau pada
Priner
beberapa hemoglobinopati, adanya pembesaran
Mielodisplasia (anemia refraker dengan sideroblas cincin) (lihat hal. 173)
limpa atau deformitas tulang.
Sekunder Pada pembawa sifat thalasemia (thnlassaemin
Pembehlukan sideroblas cincin juga dapat terjadi di sumsum tulang pada: trnit), eritrosit cenderung berukuran kecil, seringkali
penyakit keganasan sumsum tulang lain, mis. jenis mielodisplasia lain, dengan MCV 70 fl atau kurang, bahkan jika anemia-
mielofibrosis, leukemia mieloid, mieloma nya ringan atau tidak ada anemia; hitung eritrosit
obat, misalnya obat antituberkulosis (isoniazid, sikloserin), alkohol, timbal biasanya lebih dari 5,5 x7012 /1. Sebaliknya, pada ane-
kondisi jinak lain, misalnya anemia hemolitik, anemia megaloblastik, mia defisiensi besi, indeks eritrosit menurlln secara
malabsorpsi, artritis rematoid progresif sesuai derajat anemia dan jika anemianya
ringan, indeksnya seringkali hanya sedikit di bawah
normal (mis., MCV 75-80 fl). Pada anemia penyakit
kronik, indeks juga tidak begitu rendah, biasanya
Pada beberapa pasien, khususnya yang mende- MCV dalam kisaran 75-82 fl.
rita jenis herediter, terdapat stlatlt respons terhadap Peineriksaan besi serllm dan TIBC atau peme-
pemberian terapi piridoksin. Defisiensi folat dapat riksaan feritin serum mempakan pemeriksaan yang
terjadi dan dapat dicoba pemberian terapi asam folat. umllm dilakukan untuk memastikan diagnosis defi-
Walaupun demikian, pada banyak kasus berat, siensi besi. Pemeriksaan sTfR juga berguna untuk
transfusi darah berulang adalah satu-satunya cara membedakan anemia defisiensi besi dari anemia
untuk mempertahankan kadar hemoglobin yang penyakit kronik. Elektroforesis hemoglobin dengan
cukup dan penimbunan besi akibat transfusi menjadi pengukuran HbA, dan HbF dilakukan pada semua
suatu masalah utama. Pengobatan lain yang telah pasien yang dicurigai menderita thalasemia atau
dicoba pada mielodisplasia (mis. eritropoietin) dapat hemoglobinopati lain dari riwayat keluarga, asal
dicoba pada bentuk didapat primer (Bab 13). negara, indeks eritrosit, dan sediaan apr.rs darah.
Defisiensi besi atar,r anemia penyakit kronik dapat
juga terjadi pada subyek-subyek tersebut. Pembawa
Keracunan timbal sifat thalasemia B ditandai oleh peningkatan FIbA, di
atas 3,Soh, tetapi pada pembawa sifat thalasemia cr
Timbal menghambat sintesis heme dan globin pada tidak terdapat kelainan pada pemeriksaan hemoglo-
sejumlah titik. Selain itu, timbal menggangglr peme- bin sederhana, sehingga diagnosis biasanya ditegak-
cahan RNA dengan cara menghambat enzim piri- kan dengan menyingkirkan semua penyebab eritrosit
midin 5' nukleotidase yang menyebabkan akttmulasi hipokrom lain dan hitung eritrosit >5,5 x 1012/1.
RNA terdenaturasi dalam eritrosit, RNA tersebut Pemeriksaan DNA dapat digunakan Lrntuk memasti-
mem- berikan gambaran yang disebut titik-titik baso- kan diagnosis. Meskipun demikian, pada beberapa
frlik (bnsophilic stippling) pada pewarnaan biasa
(Romanowsky) (lihat Gb.2.76). Anemia dapat hipo-
Tabel 3.9 Penyebab beban besi yang berlebihan
krom atau secara predominan hemolitik, dan
sumsum tulang dapat menunjukkan adanya sidero-
Peningkalan absorpsi besi Hemokromatosis herediter (primer)
blas cincin. Terdapat peningkatan kadar protopor-
Eritropoiesis yang tidak efektif, misalnya
firin eritrosit bebas. talasemia intermedia, anemia
sideroblastik
Penyakit hati kronik
Diagnosis banding anemia hipokrom
Peningkatan asupan besi Siderosis yang ditemukan pada orang
Atrika (akibat diet dan genetik)
Tabel 3.7. mencantumkan pemeriksaan laboratorium
yang mungkin diperlukan. Anamnesis klinis sangat Trans{usi eritrosit berulang Siderosis akibat transfusi
penting dilakukan untuk mengetahui adanya sumber
? ::.i:a' i:-tnli{,ilt ;i::
r *. ::11ii
jjj;:,:i:::!.i lr!:.1: rl :: 37
I{r,::.
pasien thalasemia cr, beberapa eritrosit memperlihat- plasma dan karena itu dianggap kekurangan besi.
kan adanya deposit Hb H (0) pada preparat retiku- Defisiensi besi pada enterosit kriptr.rs meningkatkan
losit (Bab 6). ekspresi protein DMT-1, sehingga ketika sel men-
Pemeriksaan sllmslrm tulang perlu dilakukan jika capai ujung vili, meningkatkan absorpsi besi dalam
terdapat kecurigaan adanya diagnosis anemia usus jika dibandingkan dengan cadangan besi tubuh
sideroblastik, tetapi biasanya tidak diperlukan untuk (Gb.3.4).
menegakkan diagnosis anemia hipokrom lain. Kelebihan besi yang diakibatkannya memsak sel
parenkim dan pasien datang dengan penyakit hati,
gangguan endokrin seperti diabetes atau impotensi,
penyakit jantung, pigmentasi kulit (lihat juga Bab 6),
PENIMBUNAN BESI dan artropati (akibat deposisi pirofosfat). Gejala
biasanya timbul pada orang dewasa di atas usia 40
Tidak ada mekanisme fisiologik untuk mengelimi- tahnn. Penegakan diagnosis ditunjukkan dari
nasi besi berlebihan dari tubuh sehingga absorpsi peningkatan saturasi transferin serum dan feritin
besi secara normal diatur dengan baik untuk men- yang disertai dengan pemeriksaan mutasi HFE.
cegah terjadinya akumulasi. Penimbunan dapat Biopsi hati dilakukan untuk menilai kuantitas derajat
terjadi pada penyakit yang disertai absorpsi ber- penimbunan besi dan menilai kemsakan hati.
lebihan atau transfusi darah kronik. Penimbunan Pengobatan adalah dengan venaseksi teratur, tiap
besi berlebihan dalam jaringan dapat menyebabkan unit darah yang hilang akan mengeluarkan 200-250
kerusakan yang serius pada organ tubuh, khususnya mg besi dan dipantau dengan pemeriksaan besi se-
jantung, hati, dan organ endokrin. Penyebab kele- rum, TIBC dan feritin serlrm, serta pemeriksaan
bihan besi dicantumkan dalam Tabel 3.9. Terapi fungsi organ.
khelasi besi dibahas dihal.72.
Vitamin 8,, (B,r, kobalamin), 38 Diagnosis defisiensi vitamin B,, atau folat, 46
Pada anemia makrositik, eritrosit berukuran besar Vitamin ini disintesis di alam oleh mikroorganisme;
abnormal (volume eritrosit rata-rata, MCV >95 fl). hewan mendapatkannya dengan memakan makanan
Ada beberapa penyebab (Tabel 2.3) yang dapat berupa hewan lain, melalui produksi intemal dari
dibagi secara luas berdasarkan gambaran eritroblas bakteri usus (tidak pada manusia) atau dengan
yang sedang berkembang dalam sumsum tulang memakan makanan yang tercemar bakteri. Vitamin
menjadi megaloblastik dan non-megaloblastik. ini terdiri atas sekelompok kecil senyawa, yaitu
kobalamin, yang mempunyai struktur dasar yang
sama, dengan satu atom kobalt di pusat cincin korrin
ANEMIA MEGALOBLASTIK yang melekat pada suatu bagian nukleotida (Gb. 4.1).
Vitamin ini ditemukan dalam makanan yang berasal
Merupakan suatu kelompok anemia dengan eritro- dari hewan seperti hati, daging, ikan dan produk
blas di sumsum tulang memperlihatkan adanya susu, tetapi tidak terdapat dalam buah, biji-bijian
suatu kelainan yang khas-pematangan inti relatif atau sayuran. Tabel 4.2 membandingkan aspek
lebih lambat dibandingkan dengan sitoplasma. nutrisi vitamin 8,, dan folat.
Kromatin inti tetap memberi gambaran yang ter-
buka, berbercak, seperti renda, walaupun terjadi
pembenfukan hemoglobin normal dalam sitoplasma ,' Abaorpsl ' : ;,=,
eritroblas sejalan dengan pematangannya. Defek
mendasari yang menyebabkan maturasi inti yang
tidak sinkron adalah sintesis DNA yang terganggu, Diet yang normal mengandung B,, yang berlebih
dan dalam praktek klinik, hal ini biasanya disebab- dibandingkan dengan kebutuhan harian (Tabel a.2).
kan oleh defisiensi vitamin B, atau folat. Kasus yang B,, digabungkan dengan faktor intrinsik glikoprotein
lebih jarang, kelainan metabolisme vitamin ini atau (IF) @erat molekul, BM 45000) yang disintesis oleh
lesi lain dalam sintesis DNA dapat menyebabkan sel parietal lambung. Kompleks IF-B,, kemudian
suatu gambaran hematologik yang identik (Tabel dapat berikatan dengan suatu reseptor permukaan
4.1). Aspek diet dan metabolik kedua vitamin ini spesifik untuk IF (yaitu kubilin) di ileum distal
dibahas sebelum pembahasan anemia. tempat B,, diabsorpsi (Gb. a.2).
38
frJi,f : '|#:t',1. .,;v,.i
#ffi$Wil+Wil F)'l;$;J[frws
.:. :.r ;r.rJ i,
:
39
GHs
Transpoi : transkobalami n
Gambar. 4.1. Struktur metilkobalamin (metil B,,), bentuk utama vitamin 8,,
Tabel 4.1. Penyebab anemia megaloblastik
dalam plasma manusia. Bentuk lain meliputi deokiiadenosilkobalamin
laOo 8,,),
bentuk utama dalam jaringan manusia; hidroksokobalamin (hidrokso B,r), beniuk
Delisiensi vilamin B,, , , , :: ., utama dalam pengobatan; dan sianokobalamin (siano B,r), bentuli terlabel
radioaktif (57Co atau ssCo) yang digunakan untuk memeri-ksa absorpsi atau
Defisiensi folat
metabolisme vitamin 8,,.
Kelainan rn€Abolim, uib*in 812 atau folat, mis. deiisiensi lransko.
balamin ll, nifat oksida, obat antifolat
Makanan utama Produk hewan saja Sebagian besar, khususnya hati, sayuran hijau, dan ragi
Pemasakan Sedikit efeknya Mudah rusak
Kebutuhan harian minimum untuk dewasa 1-2 ttg 10$150 pg
Cadangan dalam lubuh 2:3mg (arkup untuk2-4lahun) , 10-12 mg (cukup untuk 4 bulan)
Absorpsi
:: l,
Lelak , lleum Duodenum dan yeyunum
Mekanlsme.,: :,, fuktor intrinsik Konversi menjadi metiltetrahidrofolat
, Bata$ ,,' 2.3 pg/trari , , 50-800/o kandungan makanan
TC, transkobalamin
40
Pada penyakit mieloproliferatif dengan produksi homosistein menjadi metionin dengan menggunakan
granulosit yang sangat meningkat, kadar TC I metil tetrahidrofolat (THF) sebagai donor metil (Gb.
maupun B, dalam serum sangat meningkat. B, yang 4.3a); dan kedua, sebagai deoksiadenosil Br, (ado Brr),
terikat pada TC I tidak langsung terangkut ke yang membantu konversi metil malonil koenzim A
sumsum tulang; tampaknya ia 'mati' secara (KoA) menjadi suksinil KoA (Gb.4.3b). Pemeriksaan
fungsional. Glikoprotein yang terkait terdapat dalam homosistein dalam plasma dan asam metilmalonat
getah lambung, susq, dan cairan tubuh lain. dalam urine atau plasma dapat digunakan sebagai
pemeriksaan untuk mengetahui adanya defisiensi
Br'
N
"'*Yr I
H
" fl1 \Fc-N-cH
cooH {rr}
t, w\fi 5 cHz-N-< F Gambar 4.4. Struktur asam folat (pteroilglutamat). Folat
yang berasal dari makanan dapat mengandung: (a) atom
N e 10 \
:,:,
\:./
,/
: rr. , :
I
?",
cH.
hidrogen tambahan di posisi 7 dan B (dihidrofotat) atau 5,6,7
dan 8 (tetrahidrofolat); (b) suatu gugus formil di Ns atau Nr0,
suatu gugus metil di Ns atau gugus 1-karbon lainnya; dan (c)
loo",", molekul glutamat tambahan yang melekat pada gugus y-
karboksil molekul glutamat.
:,r'l
!lutrisi
Selama sintesis timidilat, koenzim poliglutamat folat
teroksidasi dari bentuk THF menjadi dihidrofolat Tautama ,
vegetarian ,
(DHF) (Gb. 4.5). Regenerasi THF aktif memerlukan Malabsorpsl :,: ,1,.
Anemia oernisiosa
reaksi koenzim folat, sehingga menghambat sintesis Tidak adanya atau kelainan laktor intrinsik kongenital
DNA. Metotreksat adalah obat yang berguna ter- I
utama dalam pengobatan keganasan atau penyakit
Gastrektomi lotal atau parsial ,, ' ,,
radang, mis. di kulit, dengan pertukaran sel yang Penyebabdail usus ,,: ,i ',,,
berlebihan. Pirimetamin, yaitu antagonis yang lebih Sindrom lengkung stagnan intestinal (lntestinal stagnanl loop
syndrorneHivertikulosis yeyunum, lengkung bunlu (blind loopl,
lemah, digunakan terutama untuk malaria. Trime-
striktur, dll.
toprim, yang aktif terhadap DHF reduktase bakteri
lropicat sprue kronik
tetapi aktivitasnya sangat lemah terhadap enzim .::::
manusia, digunakan dalam kombinasi antibiotik . Reseksi ileum dan penyakit Crohn ,, I ,, , ,
pria. Metaplasia intestinal dapat terjadi. Terjadi Familial ,,: i, Penyakil Addisonl l
aklorhidria dan sekresi IF tidak ada atau hampir Golongan darah A ' Hipoparathoidisme
puluh lima persen pasien memperlihatkan adanya Tabel 4.5 Penyebab delisiensi folat
antibodi kedua (tipe II atau presipitasi) terhadap IF
yang menghambat lokasi pengikatannya pada ileum. Nutrisl
Antibodi IF bersifat spesifik untuk anemia pernisiosa Ierutama usia tua, penghuni panti, kemis*inan, kelaparan, diet
tetapi ditemukan dalam serum pada hanya separuh khusus, anemia susu kambing,dll. : . : :.
pasien, sedangkan antibodi sel parietal yang lebih
sering ditemukan bersifat kurang spesifik dan cukup
Malabsorpsl :, i,l
i
Obat obatan
Campuran
Defisiensi ini paling sering disebabkan oleh asupan Penyakit hati, alkoholisme, perawatan intensif
folat yang buruk saja dalam diet atau kombinasi
dengan meningkatnya penggunaan folat atau
malabsorpsi (Tabel 4.5). Pergantian sel jenis apapun
yang berlebihan (termasuk dalam kehamilan) adalah
penyebab utama peningkatan kebutuhan folat, penia dan pigmentasi melanin yang tersebar luas
karena molekul folat mengalami degradasi jika (penyebab belum jelas) adalah gambaran yang lebih
sintesis DNA meningkat. Mekanisme bagaimana anti jarang ditemukan (Tabel4.6). Banyak pasien asimto-
konvulsan dan barbiturat menyebabkan defisiensi matik yang terdiagnosis setelah pemeriksaan hitung
folat masih kontroversial. Alkohol, sulfasalazin, dan darah (yang dilakukan karena alasan lain) menun-
obat lain dapat mempunyai banyak efek pada jukkan adanya makrositosis.
metabolisme folat.
:;lia
-
,iill
il}l
Gambar 4.6 Anemia megaloblastlk: pucat dan ikterus ringan pada seorang
pasien yang memiliki kadar hemoglobin 7.0 g/dl dan MCV 132 fl. (Lihat Gambar
Berwarna hal. A-6).
Gambar. 4,9. Potongan melinlang medula spinalis pada seorang pasien yang
meninggal akibat degenerasi medula spinalis gabungan subakut (pewarnaan
Weigerl-Pal). Terdapat demielinasi kolumna dorsalis dan dorsolateralis. (Lihat
Gambar Benrrrarna hal. A-5).
Anemiamegaloblastlk: i.
Makrositosis permukaan sel epitel
Kemandulan
Defek labung saral pada janin terkait pada defisiensi lolat alau 812.
sedikit, khususnya pada pasien anemia berat. Suatu folat serum dan folat eritrosit rendah pada anemia
proporsi netrofil memperlihatkan adanya hiper- megaloblastik yang disebabkan oleh defisiensi folat.
segmentasi inti (dengan enam atau lebih lobus). Pada defisiensi Br' folat serum cenderung mening-
Sumsum tulang biasanya hiperselular, dan eritroblas kat, tetapi folat eritrosit turun. Walaupun demikiary
berukuran besar serta menunjukkan kegagalan tanpa adanya defisiensi B,r, folat eritrosit adalah
pematangan inti dengan inti yang mempertahankan petunjuk folat dalam jaringan yang lebih akurat
pola kromatin berlubang-lubang, halus, dan ber- dibandingkan dengan folat serum.
bercak, tetapi hemo globinisasinya normal (Gb. 4.1.2) . Uji supresi deoksiuridin (dU) dapat dipakai
Adanya metamielosit raksasa dan berbentuk abnor- unh.rk menegakkan diagnosis anemia megaloblastik.
mal adalah khas pada penyakit ini. Uji ini menilai integritas reaksi timidilat sintase dan
Bilirubin indirek, hidroksibutirat dan laktat mengukur derajat supresi dU tak berlabel terhadap
dehidrogenase (LDH) serum semuanya meningkat ambilan timidin radioaktif ke dalam DNA sel
akibat pemecahan sel sumsum tulang. sumsum tulang in aitro. Hasil pemeriksaan ini abnor-
mal (kurangnya supresi ambilan timidin oleh dU)
pada anemia megaloblastik yang disebabkan oleh
defisiensi vitamin B,, atau folat. Pada defisiensi vita-
DIAGNoStS DEF|SIENSI V|TAMtN 812 min B,r, dapat dikoreksi oleh pemberian vitamin 8,,
ATAU FOLAT tetapi tidak oleh metil THF; pada defisiensi folat,
dikoreksi oleh pemberian metil THF, tetapi tidak oleh
Pemeriksaan kadar vitamin B' serum, folat serum, vitamin B,,
dan folat eritrosit (Tabel 4.7) biasa dilakukan. Kadar
8,, serum rendah pada anemia megaloblastik atau
Uji untuk menentukan penyebab defisiensi
neuropati yang disebabkan oleh defisiensi B,r. Kadar
vitamin B.,r,atau folat ,,',,
1: ,i .,, .
#*%$,P#'
\ ry""J"rX*
*Sr '
paling sering diukur secara indirek menggunakan
tehnik eksresi urine (Schilling), dengan cara B,,
.$;;).*G:....-..
v"un ,..'t*- ". berlabel radioaktif yang telah diabsorpsi didorong ke
u$*tu' -l, #I.-..-
*^'-, : dalam sampel :urne 24 jam oleh B,, non radioaktif
q"pffifl*l .. {.rit l; '' ' ''''' ) :t rl
dosis besar (1 mg) yang diberikan secara bersamaan
" dengan dosis oral berlabel. Uji DICOPAC mengguna-
Gambar 4.11. Anemia megaloblastik: sediaan apus darah tepi memperlihatkan
kan dua isotop Brr, CosT dan Cos8 secara bersamaan;
makrosit oval. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-7).
salah satunya terikat pada IF.
Tabel 4,7. Pemeriksaan laboratorium untuk defisiensi vitamin B,, dan folat.
Hasil pada
(a)
(b)
(c)
**,
Gambat.4.l2. Perubahan megaloblastik pada sumsum lulang pasien anemia megaloblastik berat. (a-c) Eritroblas memperlihatkan gambaran kromatin inti yang halus,
berlubang-lubang dan berbercak (primitif) bahkan pada sel yang lanjut (sitoplasma pucat dengan sedikit pembentukan hemoglobin). (d) Bentuk batang Oan
metamielosit raksasa abnormal. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-7).
Pemeriksaan lain yang berguna tercantum dalam Tabel 4,8, Uji untuk menenlukan penyebab defisiensi vitamin 8,, atau folal.
Tabel 4.8. Pemeriksaan tersebut terutama mengenai
penilaian fungsi lambung dan pemeriksaan antibodi Vitarnin Bl;
mia pemisiosa, pemeriksaan endoskopi harus Rlwayal makanan ' iiwayat malonan
Ab.sofsi.Bir!.lF,t,;.,
dilakukan untuk memastikan adanya atrofi lambung ..".. .. . Uii untuk malabsorpsi intestinal
Anirbodi terhadap sel parieiet, lF Anlibodi anti-gliadin dan
dan menyingkirkan karsinoma lambung, ,r
I
endomisium
Untuk defisiensi folat, riwayat makanan adalah Endoskopi alau bariun meal dan Biopsi duodenum :
outtt'"''' '
1000 pg ',:,, Smg :
Dosls awal 0 X 10m Ig s€lama 2;3 minggu Tlap hari selama 4 bulan
Pemelifaraan 1000 pg tiap 3 bulan ,' Telgantung penyakit yang mendasari: terapi seumur hidup mungkin diperlukan pada
I r:. anemia hemolitik kronik yang diturunkan, mlelofibrosis, dialisis ginjal.
Profilaksis :,:,,
Gastrektomi iotal Kehamilan, anemia hemolitik berat, dialisis, prematuritas
Reseksi ileum ,: '':
-
Beberapa penulis menganjurkan terapi delisiensi vitamin B,,sublingual atau oral harian.
:Anemia nngaloblaslik dan anemia makrogitik lain
49
Kelainan metabolisme vitamin 8.,, atau folat Defek sintesis DNA yang tidak terkait
dengan vitamin 8,, atau folat,
Kelainan ini meliputi defisiensi kongenital enzim
yang terkait dalam metabolisme vitamin B,, atau
Defisiensi kongenital salah satu enzim yang terlibat
folat atau defisiensi protein pengangkut B,r,yaitu TC
dalam sintesis purin atau pirimidin dapjt menyebab-
II dalam serum. Anestesi dengan nitrogen oksida
(NrO) menyebabkan terjadinya inaktivasi cepat 8,, kan terjadinya anemia megaloblastik yang gam-
barannya identik dengan anemia megaloblastik yang
tubuh melalui oksidasi atom kobalt tereduksi pada
disebabkan defisiensi B,, atau folat. Yang paling ter-
metil B,r. Perubahan megaloblastik pada sumsum
kenal adalah orotic aciduria.Terapi dengan obat yang
tulang terjadi setelah pemberian NrO selama bebe-
menghambat sintesis purin atau pirimidin (seperti
rapa hari dan dapat menyebabkan pansitopenia.
hidroksi urea, sitosin arabinosida, 6-merkaptopurin
Pemajanan kronik (seperti pada dokter gigi dan ahli
dan zidonidin(AZT)) serta beberapa bentuk leukimia
anestesi) telah dikaitkan dengan kerusakan neuro-
logik menyerupai neuropati defisiensi vitamin B,r. mieloid akut atau mielodisplasia juga menyebabkan
terjadinya anemia megaloblastik.
Obat anti folat, khususnya yang menghambat DHF
reduktase (misabrya metotreksat dan pirimetamin)
dapat juga menyebabkan terjadinya perubahan
megaloblastik. Trimetoprim (yang menghambat DHF
reduktase bakteri) hanya mempunyai sedikit efek ANEMIA MAKROSITIK LAIN
terhadap enzim manusia dan menyebabkan per-
ubahan megaloblastik hanya pada pasien yang telah Ada banyak penyebab anemia makrositik non-mega-
mengalami defisiensi vitamin B,, atau folat. Ioblastik (Tabel 4.11). Mekanisme pasti yang meng-
50
ffiffi .rtl" -ii,v '##'.",,t ,tffi ',
Tabel 4.11 Penyebab makrositosis selain anemia megaloblastik ikterus, glositis, atau neuropati juga merupakan
indikasi anemia megaloblastik yang penting.
Alkghgl-,, ', :'","" ' '.:,,':' Gambaran klinis yang sangat penting adalah
Penyakl hati,:;',,' :1 .:...r bentuk makrosit (oval pada anemia megaloblastik),
Miksedema:, ,,..,': . adanya netrofil dengan hipersegmentasi, leukopenia
lrldrom
mieMignlastik,,, dan trombositopenia pada anemia megaloblastik,
Obatsitotbksik, :.,r,r dan gambaran sumsum tulang. Pemeriksaan B,, dan
Anemia aplastik ,;, , folat langsung mengarah pada diagnosis ini.
Kehamilan ,,:, ,:, Menyingkirkan alkoholisme (khususnya jika pasien
Menkok :.': ,:, tidak anemia), pemeriksaan fungsi hati dan tiroid
Hetikulositosis ,.: ,:: ,,,
serta pemeriksaan sumsum tulang untuk melihat
Mieloma ,t1,,.,', , mielodisplasia, aplasia atau mieloma, sangat penting
Ngonatus ::,:::: :r:...., dalam investigasi makrositosis yang tidak disebab-
kan oleh defisiensi B,, atau folat.
kulosit berukuran lebih besar daripada eritrosit Green R. and Miller l.W (1999) Folate deficiency beyond
matur dan dengan demikian, anemia hemolitik megaloblastic anemia: hyperhomocysteinemia and other
merupakan penyebab anemia makrositik yang manifestations of dysfunctional folate status. Semin.
penting. Penyakit mendasari lain yang tercantum di Hematol.36,47-&.
Rosenblatt D.S. and Hoffbrand A.V. (1999) Megaloblastic
Tabel4.11 biasanya mudah didiagnosis asal dipikir-
anaemia and disorders of cobalamin and folate metabo-
kan, dan dilakukan pemeriksaan yang sesuai untuk
lism. In: Pediatric Hematology (eds J. Lilleyman, L Hann,
menyingkirkan defisiensi vitamin 8,, atau folat. V. Blanchette). Churchill Livingstone, London, pp. 1.67-
84.
Rothenberg S.P. (1999) Increasing the dietary intake of
Dlagnosis banding anemia makrositik folate: pros and cons. Semin. Hematol 36,65-74.
,,
Toh B.-H., van Driel I.R and Gleeson P.A. (1997) Pernicious
Anamnesis klinis dan pemeriksaan fisik dapat meng- anemia N. Engl. I. Med. 337 , I44I-8.
arah pada defisiensi vitamin 8,, atau folat sebagai Wickramasinghe S.N. (ed.) (1995) Megaioblastic anaemia.
Clin. Haemat oI. 8, 441, -7 03.
penyebab. Makanan, obat, asupan alkohol, riwayat
Wickramasinghe S.N. (1999) The wide spectrum and re-
keluarga, dan anamnesis yang mengarah pada ada- solved issues of megaloblastic anemia. Semin, Hematol.
nya malabsorpsi, penyakit autoimun atau yang 36,3-1.8.
berkaitan dengan anemia pernisiosa (Tabel 4.4), Zittoun J. and Zittoun R. (1999) Modern clinical testing
penyakit atau operasi gastrointestinal sebelumnya, strategies in cobalamin and folate deficiency. Semin.
semuanya penting untuk ditanyakan. Adanya Hematol.36,35-46.
Anemia hemolitik
Destruksi eritrosit normal, 51 Anemia hemolitik herediter, 53
Anemia hemolitik didefinisikan sebagai anemia yang Pasien rnungkin memperlihatkan kepucatan mem-
disebabkan oleh peningkatan kecepatan destruksi bran mukosa, ikterus ringan yang berfluktuasi, dan
51
52 Kapita Selekta Hematologl
+ Zatbesi +
I
+
Asam Bilirubin u, .:1.
amino \--fl--.f--;-.r-.
* -
'-r'/ 1-:
f.isis,:
i
I
I
I
Y
Hemoglobin
I
Methemalbumin
Sterkobilinogen
(feses)
Gambar 5.1 (a) Pemecahan eritrosit normal (RBC), Proses ini terjadi secara ekstravaskular di makrofag sistem retikuloendotelial. (b) Hemolisis intravaskular terjadi
pada beberapa kelainan patologik.
splenomegali. Tidak ada bilimbin dalam urine, tetapi 1. G ambaran peningkatan pemecahan:
urine dapat menjadi gelap bila dibiarkan karena ttro- (a) bilimbin serlrm meningkat, tidak terkonju-
bilinogen yang berlebihan. Batu empedu pigmen (bi- gasi dan terikat pada albumin;
lirubin) dapat mempersulit keadaan ini (Gb. 5.3) dan (b) urobilinogen urine meningkat;
beberapa pasien (khususnya penderita penyakit sel (c) sterkobilinogen feses meningkat;
sabit) menderita ulkus di sekitar pergelangan kaki. (d) haptoglobin sen-rm tidak ada karena hapto-
Krisis aplastik dapat terjadi, biasanya dicetuskan globin menjadi jenuh oleh hemoglobin dan
' oleh infeksi parvovims yang 'mematikan' eritro- kompleks ini dikeluarkan oleh sel RE.
poiesis, dan ditandai oleh peningkatan anemia yang
2. Gambaran peningkatan produksi eritrosit:
mendadak serta penumnan jumlah retikulosit (lihat
(a) retikulositosis;
cb.7.4).
(b) hiperplasia eritroid slrmsum tulang; rasio
mieloid: eritroid sumsum tulang normal
Kadang-kadang, defisiensi folat dapat menyebab-
sebesar 2:1 sampai 12:1 menurun menjadi 1:1
kan terjadinya suatu krisis aplastik dengan sumsum
atau sebaliknya.
tulang yang megaloblastik. J. Eritrosit yang rusak :
b.::,: '
Eoo
{:,,:.
s.: I
F 40 I
I
I
51cr |
t^^
I
I
I
I
10 .,
(a)
(u,
€
n
o
5 s00
9.,.,:,r'
C:':"
Gambar 5.2 (a) Pemeriksaan ketahanan masa hidup :; G'
O) r irlr.r,
eritrosit s'Cr[. (waktu paruh] s'Cr pada subyek normal
=
adalah30t2hari.Jikadatadikoreksiuntukelusi51Crdari
eritrosit (garis kuning), masa hidup eritrosit rata-rata adalah . ,
ao
c
o
50 t Shari. Pada anemia hemolitik, tuo 51Cr biasanya kurang IL
dari 15 hari. (b) Pola pengukuran peimukaan pada anemia
hemolitik selama pemeriksaan ketahanan hidup eritrosit
s'Cr memperlihatkan
destruksi dalam limpa yanq dominan
pada sferositosis herediter dan kombinasi destruksi di limpa
dan hati pada anemia hemolitik autoimun (beberapa jenis). (b)
Herditer Didapat
Membtan
::: " lmun
Slermitosis herediter, ell lositosis heredter Autolmun
:
..-:,;:'-':
:il,t I:::::::, r,:'l;:::,'l. li:'l:.li1l:il :: . Terkalt obat
:: ,
'
":::: t,.;',
: i:i '',, , i l
,
:- ':,::-.
:'i:
Slndrom fragmentasi eritroslt
,,'
, ': Cangkok g t'arteri, *atup piiunig:' , ' ,.I l ;
:: " :
Purpura tromboiitopsnik trombolik
.::
'I
tt:
... .;',lsinOqh'bmolitikuremik ,:,.,:: , ,,-,, i ,l',i,,',,'
: ,:.':'
::'.: :::
Sepsis meningoiokal
.-:.::.: :::::::t!
Pre-eklamosia
'.] '
Koagulasi intravaskulai diseminata
Z,::
HemoglobinuiiaMarslilarchhaemoglobinurla)
: ... . ..'. l
Sekundel
Penyakit hati dan ginjal ,. ', | ..
Sferreitosis herediter
Tabel 5.2. Penyebab hemolisis intravaskular
.
flth'sju$i ddrdh yanb tdak lesuai (biasanya AB0) ,,,::,,: ., ,, ,
(erainin lal Oln,lprotein +,21 .
: .,1, , , :,',,,, -'...:.,,. :',t
rrJ;ir.l
r ,
Defsiensi GOPD dengan stres oksidasi
romrums aiit*[l;l:;'ll -," ,,;: ' t1,.'..,,,
Mutan spektrin cl atau p yang menyeb4bQp'pembentukan dimei spektrin
,
,F.ryl;1l$,9,lF,Il'0litill ii'idimuhrii :,1.
il .,,1,,, l it,;,,,,,,,r, r
yang terganggu,
B t ai{nefna!pmgl$|(iaiig.dlinduki obat daii lnfeksi,-I 1,,
'llr:,1
,
' t:
Debsi banid .3'ovblositos.ii Aiia',lenggan
G6PD, glukosa-6-foslat dehidrogenase
55
Patogenesis
Gambaran klinis
IIITil (a)
.r *l
i-t
tl
tl
#* ^ - *'
ws # -'#"- .&ffffi
ti|1j
_s ffi*-*
ffi**W qF Er '
ff-w*;4-s a' rqi_ # ii:{
'2.
i1#i
,*,f ,ii!
.t.'l
g%*#*ffi*&"*-.u."*_
r;/ *
k*** *$-*gq* gp"ffi *' *
fuffimtrryid.ffi%-r
Gambar 5.5. (a) Sediaan apus darah pada sferositosis herediter. Slerosit terwarna gelap dan berdiameter kecil. Sel polikrom yang berukuran lebih besar adalah
retikulosit (ditegaskan dengan pewarnaan supravital). (b) Sediaan apus darah pada eliptositosis herediler. (Lihat Gambar Benlrarna hal. A-B).
tomi, khususnya pada awal masa anak-anak (lihat sindrom utama yang timbul adalah anemia hemolitik
hal. 286). Splenektomi harus selalu meningkatkan akut yang terjadi akibat stres oksidasi: obat, kacang
kadar hemoglobin menjadi normal, walaupun mikro- fava, atau infeksi (Tabel 5.4). Ikterus neonatorum
sferosit yang terbentuk di sistem RE sisanya akan dan, kadang-kadang, anemia hemolitik non sferositik
tetap ada. Asam folat diberikan pada kasus yang kongenital dapat disebabkan oleh berbagai jenis
berat untuk mencegah terjadinya defisiensi folat. defisiensi enzim.
Sifat penurunannya adalah terkait seks, mengenai
Eliptositosis herediter pria , dan dibawa oleh wanita yang memperlihatkan
kadar G6PD eritrosit sekitar separuh dari nilai
Penyakit ini mempunyai gambaran klinis dan labo- normal. Heterozigot wanita mempunyai suatu keun-
ratorium yang mirip dengan sferositosis herediter tungan yaitu adanya resistensi terhadap malaria
kecuali pada gambaran sediaan apus darah (Gb. Falsiparum. Ras utama yang terkena penyakit ini
5.5b), tetapi biasanya kelainan ini secara klinis lebih adalah di Afrika Barat, Laut Tengah, Timur Tengah,
ringan. Beberapa pasien memerlukan splenektomi. dan Asia Tenggara. Derajat defisiensi bervariasi,
Defek dasarnya adalah kegagalan heterodimer seringkali bersifat ringan (10-15% aktivitas normal)
spektrin untuk bergabung dengan dirinya menjadi pada orangAfrika kulit hitam, lebih berat pada orang
heterotetramer. Sejumlah mutasi genetik yang mem- Asia Timur, dan paling berat pada orang Laut
pengaruhi interaksi horizontal telah terdeteksi (Tabel Tengah. Defisiensi yang berat kadang-kadang di-
5.3). Eliptositosis homozigot atau heterozigot ganda temukan pada orang kulit putih.
bermanisfestasi dengan anemia hemolitik berat
disertai mikrosferosit, poikilosit, serta splenomegali
Gambaran klinis
(piropoikilositosis herediter).
Gambaran klinisnya adalah gambaran hemolisis
Ovalositosis Asia Tenggara intravaskular yang cepat terjadi, disertai hemoglobi-
nuria. Faktor pencetus yaitu infeksi dan penyakit
Penyakit ini banyak ditemukan di Melanesia, Malay- akut lain, obat, atau ingesti kacang fava (Tabel 5.4).
sia, Indonesia, dan Filipina dan disebabkan oleh Anemia dapat bersif at swnsirnn karena eritrosit baru
delesi sembilan asam amino pada pertautan domain yang muda dibuat dengan kadar enzim yang
sitoplasma dan transmembran protein band 3. Sel
menjadi kaku dan melawan invasi parasit malaria.
Sebagian besar kasus bersifat asimtomatik.
mendekati normal. Gambaran klinis defisiensi G6PD Tabel 5.4, Agen penyebab anemia hemolitik pada defisiensi glukosa-6-
yang lain meliputi ikterus neonatorum dan, kadang- losf at dehidrogenase (G6PD).
Obat
Diagnosis Anti malaria, mis. primakuin, pamakuin, klorokuin, Fansidar, Maloprim.
Hasil pemeriksaan hitung darah di antara krisis , Su[onamld dan sulfon, mis. kotrimoksazol, suffanilamida, dapson,
menggunakan satu dari sejumlah uji skrining, atau {gen antibakteri lain, mis. nilroiuran, kloramfenikal
dengan pemeriksaan enzim langsung pada eritrosit Analgesik, mis. aspirin (dosis sedang aman), fenasetin
Selama krisis, sediaan apus darah dapat memper- 0bat cacing, mis. Snaftol, stibofen, nitrodazol.
lihatkan sel-sel yang mengerut dan berfragmentasi, Lain-lain, mis. analog vitamin K, naftalen (bola kampeQ, probenisid,
'bite' cell, dan'blister' cell (Gb.5.8) yang badan Heinz-
Kacang lava (nungkin iuga sayur lain) :
ada limpa. Terdapat juga gambaran hemolisis beberapa pasien yang mengalami delisiensi G6PD, mis. aspirin, kuinin, dan
penisilin, tetapi tidak pada dosis lazim.
intravaskular. Kadar enzim yang lebih tinggi pada
eritrosit muda dapat menyebabkan terjadinya hasil
kadar normal 'palsu' pada pemeriksaan enzim mungkin memerlukan fototerapi dan transfusi-tukar.
eritrosit yang dilakukan pada fase hemolisis akut Ikterus biasanya tidak disebabkan oleh hemolisis
disertai adanya suatu respons retikulosit. Pemerik- berlebihan tetapi oleh defisiensi G6PD yang mem-
saan selanjutnya setelah fase akut memperlihatkan
pengaruhi fungsi hati neonatus.
kadar G6PD yang rendah pada populasi eritrosit
yang mempunyai distribusi umur normal. .
)
* 1],rr,:;
il
a:::
r*
Gambar 5.8. Sediaan apus darah pada delisiensi G6PD
',", *
rill d* dengan hemolisis akut setelah suatu slres oksidasi. Bebe-
* *ri' rapa sel memperlihatkan kehilangan sitoplasma dengan
: pemisahan hemoglobin yang tertinggal dari membran sel
(blister cell). Juga terdapat banyak sel yang mengerut dan
f\ terwarna gelap. Pewarnaan supravital (seperti untuk' reti-
a..:-":-': l::: :::
:r kulosit) memperlihatkan adanya badan Heinz (lihat Gb.
2.16). (Lihat Gambar Ben/arna hal. A-9).
:. ..r.l : :i .r*,_.
*"f'.'*.:+i,
:!\1, {'; .1t,.
ir+ ,:+*
., .
:;i' .
.it!t",: "if.''
;:
!
ii irtii+ +{ 5e
nital. Yang paling sering ditemukan adalah defisiensi Tabel 5.5 Anemia hemolitik autoimun: klasifikasi
piruvat kinase (PK).
Tipe hangat Tipe dingin
kurangnya pembentukan adenosin trifosfat (ATp). Obal, mis. metildopa, fludarabin Limfoma
Antibodi di permukaan sel dan yang bebas dalam Pemeriksaan ambilan slCr oleh organ dapat
serum paling baik di deteksi pada suhu 370C. membantu memastikan apakah limpa merupakan
tempat destruksi yang dominan atau bukan (Gb.
Pengobatan
5.2b) dan dengan demikian, dapat digunakan
untuk memperkirakan kegunaan splenektomi.
1. Singkirkan penyebab yang mendasari (mis. 4. Imunosupresi dapat dicoba setelah gagal meng-
metildopa, fludarabin) gunakan cara lain, tetapi tidak selalu berguna.
2. Kortikosteroid. Prednisolon adalah pengobatan Azatioprin, siklofosfamid, klorambusil, siklos-
lini pertama yang umum diberikan; 60 mg per porin, dan mikrofenolat mofetil telah dicoba.
hari adalah dosis awal biasa untuk orang dewasa 5 Asam folat diberikan pada kasus berat.
dan kemudian harus dikurangi sedikit demi 6. Transfusi darah ..ru.rgkit diperlukan jika anemia
sedikit. Pasien dengan IgG dominan pada eritrosit berat dan menimbulkan gejala. Darah harus
memperlihatkan respons yang baik, sedangkan memiliki ketidakcocokan paling sedikit dan jika
pasien dengan komplemen dominan pada spesifisitas autoantibodi diketahui, dipilih darah
eritrosit sering berespons buruk terhadap donor yang tidak mengandung antigen yang
kortikosteroid maupun splenektomi. sesuai. Pasien juga dengan cepat membuat
3, Splenektomi mungkin berguna untuk dilakukan aloantibodi terhadap eritrosit donor.
pada pasien yang tidak berespons baik atau gagal 7. Imunoglobulin dosis tinggi telah digunakan
mempertahankan kadar hemoglobin yang me- tetapi hasilnya tidak sebaik pada ITP (lihat hal
muaskan dengan dosis steroid yang cukup kecil. 236).
T -**&o{
*ffi ffi ffiut
F* q- ::3 €i;
uffi
#fur%t
I 's*S?=*
r{tw
G' L +=*e{
ffiffi
ffru.q
(b)
Gambar 5.9. (a) Sediaan apus darah pada anemia hemolitik autoimun tipe hangat. Terdapat banyak mikrosferosit dan sel polikromatik yang lebih besar (relikulosit) (b)
Sediaan apus darah pada anemia hemolitik autoimun dingin. Aglutinasi eritrosit yang jelas terdapat pada sediaan apus darah yang dibuat pada suhu ruangan. Latar
belakangnya disebabkan oleh konsentrasi protein plasma yang meningkat. (Lihat Gambar Benvarna hal. A-9).
$,,i, .rr;1;"l;;:,ffi'r,' i ' .+*#,:u,:lilfff:,ffji:.ii:edng1$.ffiFi:..o ''. ' 1- 1:"f 61
Pr?&
ef ,'l
\7 Gambar 5.10. Tiga mekanisme yang berbeda pada anemia
hemolitik imun yang diinduksi obat. Pada tiap kasus, sel
I Obar $ Protein plasma C Komplemen
)- nnriUoOi yang terlapis (teropsonisasi) dihancurkan dalam sistem
retikuloendotelial.
,,-llemogl0binuria,Mars , li ,l ,
:Agen kimia dan fi$ika :,:.: ,,
r,,
,
:'
Ini disebabkan oleh kerusakan pada eritrosit antara Obat tertentu (mis., dapson dan salazopirin) pada
tulang-tulang kecil kaki, biasanya terjadi selama ber- dosis besar menyebabkan terjadinya hemolisis intra-
jalan mars atau lari dalam waktu lama. Sediaan apus vaskular oksidatif dengan pembentukan badan
darah tidak memperlihatkan adanya fragmen. Heinz pada subyek normal. Pada penyakit Wilson,
dapat terjadi anemia hemolitik akut akibat kadar
tembaga yang tinggi dalam darah. Keracunan
kimiawi, mis. keracunan timbal, klorat atau arsin,
lnfeksi dapat menyebabkan hemolisis yang berat. Luka
bakar berat merusak eritrosit dan menyebabkan
Infeksi dapat menyebabkan hemolisis melalui ber- akantositosis atau sferositosis.
bagai cara. Infeksi dapat mencetuskan krisis hemo-
lisis akut pada defisiensi G6PD atau menyebabkan
anemia hemolitik mikroangiopatik, mis., pada Anemia tremolltlk sekunder
septikemia meningokokal atau pneumokokal. Ma-
laria menyebabkan hemolisis melalui destruksi Pada banyak penyakit sistemik, Iama hidup eritrosit
ekstravaskular eritrosit berparasit dan lisis intra- memendek. Hal ini dapat menyebabkan anemia (Bab
20).
vaskular langsung. Demam blackwater (blackwater
feaer) adalah hemolisis intravaskular akut disertai
gagal ginjal akut, yang disebabkan oleh malaria Hemoglobinuria nokturnal paioks'ismal,(PNH) I
ffi;b
ed ej*l
w S ii
ffi
ut-u
,,*a
t .,{i,
-' i$ r:'li
"T
{'1, r:
%
\+
"n* -
}Sffi*e.ffi{+s*S {--:
*@'J. .o-':c*
^*'Y # -{ {s
ffi* *aT y N *P s*
K
ffi&#u ":*J r.rr*gt*e ru ,"..;6ff
;"y,$ffi
Ts# .* *Y ffiffi
fft.
#S e'LJ -*W#
'{6S
--$* ''.i .*'l# ffi
ffi *ry ,{\ *3 *a ,**
* *S&&3 * "'i: ' k-Jy*."*Si"\ "y we
ffi"ffi* ffi't;H#s".",,ii
ffi-: {*F K Gambar 5,11. Sediaan apus darah pada anemia hemolitik
ffi*
*
ffi ""
*"iffi %*u* *Su
mikroangiopatik (pada pasien ini septikemia Gram negatif).
Banyak sel yang mengerut, terwarna gelap, dan terdapat
d4d4$ s}ff" ,. .,r i$ry,ssii$F \*d fragmen sel. (Lihat Gambar Berwana hal. A-10).
^
63
gangguan sintesis jangkar glikosilfosfatidilinositol PNH hampir selalu disertai dengan beberapa
(GPI), yaitu suatu struktur yang melekatkan bebe- bentuk hipoplasia sumsum tulang, seringkali bahkan
rapa protein permukaan pada membran sel. Kelainan anemia aplastik. Tampaknya klon PNG dapat meluas
ini disebabkan oleh mutasi pada kromosom X yang akibat tekanan selektif (kemungkinan diperantarai
mengode untuk protein yaitu fosfatidilinositol glikan secara imunologik) terhadap sel-sel yang mempunyai
protein A (PIG-A) yang diperlukan untuk pem- protein membran terkait-GPl yang normai.
bentukan jangkar GPI. Hasil akhirnya adalah tidak PNH dapat didiagnosis melalui demonstrasi lisis
adanya protein terkaiI-GPI (seperti CD55 dan CD59) eritrosit dalam serum pada pH rendah-uji Ham. pH
pada permukaan semua sel yang berasal dari sel yang rendah mengaktifkan komplemen melalui jah,rr
induk yang abnormal tersebut (Gb. 5.12). Tidak alternatif. Sitometri aliran lebih sensitif untuk
adanya molekul permukaan, faktor pengaktif pem- mencari hilangnya ekspresi protein terkait-GPl
busukan (decay nctiuating fnctor) (DAF, CD55), dan in- seperti CD55 (DAF) dan CD59 (MIRL).
hibitor lisis reaktif pada membran (MIRL, CD59) Pengobatan penyakit ini tidak memuaskan.
menyebabkan eritrosit menjadi rentan terhadap lisis Terapi besi digunakan untuk defisiensi besi dan
oleh komplemen dan mengakibatkan hemolisis intra- dapat diperlukan pemberian antikoagulasi jangka
vaskular kronik. Hemosiderinuria adalah gambaran panjang dengan warfarin. Imunosupresi dapat ber-
yang selalu ada dan dapat menyebabkan terjadinya guna dan transplantasi sumsum tulang alogenik
defisiensi besi yang dapat mengeksaserbasi anemia. adalah suatu terapi definitif. Penyakit ini kadang-
CD55 dan CD59 juga terdapat pada leukosit dan kadang mengalami remisi, tetapi ketahanan hidup
trombosit. Masalah klinis utama lain yang ditemukan rata-rata adalah sekitar 10 tahun.
pada PNH adalah trombosis, dan pasien dapat
menderita trombosis vena besar berulang (termasuk
vena porta dan vena hepatica) serta nyeri perut inter- KEPUSTAKAAN
miten akibat trombosis vena mesenterika.
Beutler E. (1,996) Glucose-6-phosphate-dehydrogenase
population genetics and clinical manifestations. Blood
Rea,10,45-52.
protein, Bolton-Maggs P.H.B. (2000) The diagnosis and manage-
mis, CD59;:CD55 ment of hereditary spherocytosis. CIin. Hnenntol. 13, 327-
I
42.
I Dacie J.V (1988, 1999) Tlte Hnentolytic Annemins; YoL2, The
I
Thalasemia,66
Bab ini membahas penyakit herediter yang disebab- berasal dari intron dibuang melalui suatu proses
kan oleh sintesis globin yang berkurang atau ab- yang disebut splicing (Gb. 6.2). Intron selalu dimulai
normal. Mutasi pada gen globin adalah kelainan dengan suatu dinukelotida G-T dan berakhir dengan
monogenik yang paling sering dijumpai di seluruh dinukleotida A-G. Mesin splicing mengenali urutan
dunia dan mengenai sekitar 7% populasi dunia. tersebut dan juga sekuens dinukleotida didekatnya
Sintesis hemoglobin normal baik pada janin ataupun yang dipertahankan. RNA dalam nukleus juga
pada orang dewasa dibahas terlebih dulu, 'ditutupi' dengan penambahan suatu struktur pada
ujung 5' yang mengandung gugus tujuh metil-
guanosin. Struktur ini mungkin penting untuk
perlekatan mRNA pada ribosom. mRNA yang baru
SINTESIS HEMOGLOBIN terbentuk tersebut juga mengalami poliadenilasi
pada ujr-rng 3' (Gb. 6.2). Poliadenilasi ini menstabil-
Darah orang dewasa normal mengandung 3 jenis he- kan mRNA tersebut. Thalasemia dapat terjadi akibat
moglobin (lihat Tabel 2.1). Komponen utamanya mutasi atau delesi salah satr.r sekuens tersebut.
adalah hemoglobin A dengan struktur molekular Sejr.rmlah sekuens lain yang dipertahankan
or0r. Hemoglobin minor mengandung rantai y (Hb penting dalam sintesis globin, dan mutasi di tempat
janin atau HbF) atau 6 (Hb Ar) dan bukan rantai p. tersebut dapat juga menyebabkan thalasemia.
Pada embrio dan janin, Hb Gower 1, Portland, Gower Sekuens ini mempengaruhi transkripsi gen, memasti-
2, dan HbF mendominasi pada tahap yang berbeda kan kebenarannya dan menetapkan tempat untuk
(Gb. 6.1). Gen untuk rantai globin terdapat pada 2 mengawali dan mengakhiri translasi, dan memasti-
kelompok, e, 6 dan p pada kromosom 11 dan ( dan cr kan stabilitas mRNA yang di sintesis. Promotor
pada kromosom 16. Terdapat dua jenis rantai y, G, ditemukan pada posisi 5' pada gen, dekat dengan
dan A, yang dibedakan berdasarkan asam amino lokasi inisiasi atau lebih distal. Promotor ini adalah
glisin atau alanin pada posisi 136 dalam rantai poli- lokasi tempat RNA polimerase berikatan dan meng-
peptida. Gen rantai u mengalami duplikasi dan katalisis transkripsi gen (lihat Gb. 1.11). Penguat (er-
kedua gen c (cr, dan ar) pada setiap kromoson hancer) ditemukan pada posisi 5'atau 3'terhadap gen
bersifat aktif (Gb. 6.1). (Cb. 6.2). Penguat penting dalam regulasi ekspresi
gen globin yang spesifik jaringan, dan dalam regulasi
N sintesis berbagai rantai globin selama kehidupan
s Aspek molekular janin dan setelah kelahiran. Regio pengatur lokus
(locus control region, LCR) adalah unsur pengatur
Semua gen globin mempunyai tiga ekson (regio genetik yang terletak jauh di hulu kelompok globin-B
pengode) dan dua intron (regio yang tidak mengode, yang mengatur aktivitas genetik tiap domain, ke-
[i
yang DNA-nya tidak terwakili pada protein yang mungkinan dengan cara berinteraksi secara fisik
,iil
tli
i.ilrl
sudah jadi). RNA awal ditranskripsi dari ekson dan dengan regio promotor dan menguraikan kromatin
:"i:
'i+ intron, dan dari hasil transkripsi ini RNA yang agar faktor transkripsi dapat berikatan. Kelompok
64
65
Kromosom 16 Chromosome 1l
9:"_.,
HS-40
/*1*
I
t-rd,2 c(t
I I
p
ii,l
C
Gower 1
so
1;Yz
Poftland Gower
&zEz
s e$
dz^lz
F
azlz o16, arl,
FA,A
IrU'
+ \--------a-
Embrio Janin Dewasa
!i:i,l:r ii:1.::+'+:1rr ir :rir:.:1:iri::t
,,iilliffi i'll+;$i
I
0,:::1=ri'6
{b}
Gambar 6.1, (a) Gen globin berkelompok pada kromosom 16 dan 11. Pada kehidupan embrio, janin, dan dewasa, gen yang berbeda diaktifkan atau ditekan. Rantai
globin yang berbeda disintesis secara terpisah dan kemudian saling bergabung untuk membentuk hemoglobin yang berbeda. Gen y mempunyat dua sekuens, yang
mengode untuk sualu residu asam glutamat atau alanin pada posisi 136 (G, atau A, berturut-turut). LCR, regio pengatur lokus. (b) Sintesis rantai globin individu pada
kehidupan pranatal dan pascanatal. (Llhat Gambar Berwarna hal. A-10).
Sindrom Kelainan
KELAINAN HEMOGLOBIN
Sindrom thalasemia-cr
Kelainan hemoglobin disebabkan oleh hal-hal
berikut ini. Sindrom thalasemia a biasanya disebabkan oleh
L. Sintesis hemoglobin abnormal. delesi gen dan dicantumkan dalam Tabel 6.2. Secara
2. Berkurangnya kecepatan sintesis rantai globin cr- normal terdapat empat buah gen globin-o, oleh sebab
atau p- yang normal (thalasemia a dan B). itu beratnya penyakit
secara klinis dapat digolong-
Tabel 6.1 memperlihatkan beberapa penyakit dari kan menurut jumlah gen yang tidak ada atau tidak
sindrom kelompok pertama yang berasal dari sin- aktif. Tidak adanya keempat gen akan menekan
tesis rantai cx, atau p dengan substitusi asam amino. sintesis rantai-cr seluruhnya (Gb. 6.4) dan karena
Walaupun begitu, pada banyak kasus, kelainan rantai cr esensial dalam hemoglobin fetus dan
tersebut benar-benar tidak tampak. Penyakit dewasa, keadaan ini tidak sesuai untuk hidup
terpenting secara klinis adalah anemia sel sabit. He- sehingga menyebabkan kematian in utero (hidrops
moglobin (Hb) C,D, dan E juga sering ditemukan, fetalis, Gb. 6.5). Delesi tiga gen cr menyebabkan ane-
dan, seperti HbS, merupakan substitusi pada rantai mia mikrositik hipokrom yang cukup berat (hemo-
B. Hemoglobin tak stabil jarang ditemukan dan globin 7-71 g/ dl) (Gb. 6.6) disertai splenomegali.
menyebabkan terjadinya anemia hemolitik kronik Keadaan ini dikenal sebagai penyakit Hb H karena
dengan keparahan yang bervariasi disertai hemolisis hemoglobin H (B) dapat dideteksi dalam eritrosit
67
fhdasemia "/t)
' Anemia sel sabit@
Hbcg
rI
HbD
HbEI
-.,,,
Thalasomia-odenUan deesi emnafr*n''. ,
llllll.:'1**g,f;' ,.-,1
Sifaf thalasemia-p
, , ,,, .-,,,
.Tha asem a 0" atau komblnasi s fat thasemia p lain. Sifat thalasemia-o"
Sifat thalasemia-cr*
Thalasenia intemedia
Lihat Tabel 6.5
Genetik
na&$etna.dt:.,ir
i : .,:;,:::,,,
*T,/
0l:rl, r,:.,t .,,,':r.,.,,t.,,,,,,
MCV MCH rendah , ; '
Hidrops fetalis
00,,.. r,,,1 , ,:i,,,'' I.,,:,'l MCV MCH rendah (HbAr>3,5"/") Thalasemia mayor (HbF 987o, HbAr 2"/")
ts' .,',,,..
t.,] l, MCVr MCH rendah (HbAr>3,5%) Thalasemia mayor atau intermeOia (HUF
, ,,,,,,, ,-,,.
70-80%, HbA 10-20%, HbA, variabel)
Thalasemia6 F dan homoglobin MCV MCH rendah (HbF,S-2ffl0, HbA, normal) Thalasemia intermedia (HbF 100%)
, fslxs pasisten hetediter r, ,
H[ r.i0rc ,,,
', . , .
MCV MCH rendah (HbA 8G90%, Hb Lepore Thatasemia mayol atau jntermedia (HbF
10%, HbA, berkurang) 800/0, Hb Lepore l&200/0, HbA HbA?
tidak ada)
-
Kadang-kadang, thalasemia-p heterozigot bersifat dominan (disertai gambaran klinis thalasemia intermedia). Terdapat beberapa penjelasan.
Trail q"
#l IJ
Trail a+ homozigol
ffiffil tlsl
++ ++
Trait ao Penyakit Hb H
@+
&#
ryt ++
Gambar 6.5, Thalasemia-cr : hidrops fetalis, akibat delesi keempat gen globin-o
Gambar 6.4. Genetika thalasemia-o,. Setiap gen o mungkin mengalami delesi (thalasemia-o" homozigot). Hemoglobin utama yang ditemukan adalah Hb Barts
atau (lebih jarang) disfungsional. Kotak jingga mewakili gen-gen normal, dan (1). Kondisi ini tidak sesuai untuk kehidupan setelah stadium ianin. (Atas
kotak biru mewakili delesi gen alau gen disfungsional. kebaikan Profesor D. Todd). (Lihat Gambar Berurarna hal. A-1 1 ).
;
ffi
-*ry %m*
.,
.,r#4* ; . 6:ffiAti$ ;t&
i$ri*&;*,
Y&14
' , "W*
': .4Y+;
'r.ilal
rsJiSl
.+$flEE; .aw.:r :.#
.tt:...t+
j--:i:; ,lffi_*ffi ffi
%
]ffir,."
"JKdy
-
"dffi
'ffi.
,',tii
r'll:ffi:
1:dffig:
:ffi
w
ffiffilffi
##,. (b)
Gantbar 6.6. (a) Thalasemia-cr: penyakit hemoglobin H (delesi tiga gen globin-cr). Sediaan apus darah tepi memperlihatkan sel mikrositik yang sangat hipokrom dengan
sel target dan poikllositosis. (b) Thalasemia-o: penyakit hemoglobin H. Pewarnaan supravilal dengan brilliant cresylblue memperlihatkan deposit halus multipel yang
pasien tersebut melalui pemeriksaan elektroforesis eritrosit rata-rata (MCV) dan hemoglobin eritrosit
atau sediaan retikulosit (Gb. 0.01. Pada kehidupan rata-rata (MCH) berjumlah rendah dan jumlah eritro-
janin, ditemukan Hb Barts (yn). sit lebih dari 5,5X1012/1. Elektroforesis hemoglobin
Terjadinya sifat thalasemia-o, (thalassernia tr ait) normal dan pemeriksaan sintesis rantai cr/p atau
disebabkan oleh hilangnya satu atau dua gen, dan analisis DNA perlu dilakukan untuk memastikan di-
biasanya tidak disertai anemia, walaupun volume agnosis. Rasio sintesis crlp yang normal adalah 1.:L,
rasio ini menurlrn pada thalasemia-a dan meningkat Pada beberapa kasus, terjadi delesi gen p, gen 6 dan
pada thalasemia-p. Terjadinya bentuk thalasemia-o, p, atau bahkan gen 6, p dany. Pada kasus lain, uossing
non-delesi yang tidak lazim disebabkan oleh mutasi oaer yang tidak seimbang menghasilkan gen fusi 6p
titik yang menyebabkan disfungsi gen atau kadang- (disebut sindrom Lepore, yang dinamakan menurut
kadang disebabkan oleh mutasi yang mempengaruhi keluarga pertama yang terdiagnosis menderita
terminasi translasi, dan menghasilkan rantai yang penyakit ini) (lihat hal. 75).
panjang tetapi tidak stabil, misalnya Hb Constant
Spring. Gambaran klinis
Mutaci
Gambar 6.8. Contoh mutasi yang menghasilkan thalasemia-0. Mutasi tersebut meliputi perubahan basa tunggal, delesi kecil, dan insersi satu atau dua basa yang
mengenai intron, ekson atau daerah yang mengapit gen globin"B, FS,'frameshifl'(pergeseran pola): delesi nukleotida yang menggeser bingkai pembacaan keluar dari
lasenya di hilir besi; NS, nonsense (tidak berarti) : penghentian rantai prematur akibat adanya kodon henti (slop sodon) translasional yang baru (mis. UM); SPL, sp/icrng
(penyambungan): inaktrvasi splicing alau timbulnya lokasi penyambungan baru (aberan) dalam ekson atau intron; promotor, CAP, inisiasi: reduksi transkripsi atau
translasi sebagai akibat lesi pada regio promotor, CAP atau inislasi; Poli A: mutasi pada regio sinyal penambahan poli A yang menyebabkan kegagalan penambahan
poli A dan suatu mRNA yang tidak stabil. (Lihat Gambar Benruarna hal. A-12).
menialani pengobatan desferioksamin; kuman ini Tabel 6.3. Penyebab anemia refrakter yang dapat mengakibalkan
menyebabkan gastroenteritis berat. Transfusi penimbunan besi akibat transfust.
virus melalui transfusi darah dapat terjadi.
Penyakit hati pada thalasemia paling sering
disebabkan oleh hepatitis C, tetapi juga sering Thalasemia-p mayor Mielodisplasia
disebabkan oleh hepatitis B bila virus tersebut Thalasemia-p/ pe4yakit Hb E Aplasia eritrosit
endemik. Virus imunodefisiensi manusia (human Anemia sel sabit (beberapa kasus) Anemia aplastik
immttnodeficiency uirus, HIV) telah ditularkan Aplasia eritrosit (Diamond-Blacklan) Mielolibrosis
pada beberapa pasien melalui transfusi darah. Anemia sideroblastik
6. Osteoporosis dapat terjadi pada pasien yang men- Anemia diseritropoietik
dapat transfusi dengan baik. Keadaan ini lebih
sering terjadi pada pasien diabetes.
Diagnosis laboratorium
peningkatan rasio o,:p dengan sintesis rantai-p
1. Terdapat anemia mikrositik hipokrom berat
yang berkurang atau tidak ada. Analisis DNA
dengan persentase retikulosit yang tinggi disertai
dapat digunakan untuk mengidentifikasi defek di
dengan normoblas, sel target, dan titik basofilik
tiap alel.
(basophilic stippling) pada sediaan apus darah tepi
(Gb.6.12).
2. Penilaian stafus besi
Elektroforesis hemoglobin memperlihatkan tidak
adanya atau hampir tidak adanya Hb A, dan Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menilai
hampir semua hemoglobin dalam darah adalah penimbunan besi tercantum dalam Tabel 6.4. peme-
Hb F. Persentase Hb A, normal, rendah, atau riksaan juga dapat dilakukan untuk menentukan
sedikit tinggi (Gb. 6.13). Pemeriksaan sintesis derajat kerusakan organ yang disebabkan oleh besi.
rantai a/B pada retikulosit memperlihatkan suatu Pemeriksaan feritin serum adalah pemeriksaan yang
.(.
tq
r{.
?
ar
.t:: _
., ..
tt
(a)
Gambar 6'11. Thalasemia-p mayor: biopsi jarum organ hati. (a) Siderosis derajat lV dengan deposit besi di sel parenkim hati, epitel duktus koledokus,
makrofag dan
libroblas (pewarnaan Perl$. (b) Berkurangnya besi berlebih dalam hati setelah terapi khelasi yang intensif. (Lihat Gambar Benruarna hal. A-'13).
r. .!.: -- :;1; .ffiE..: ir'l!r9i,.. ,S1: 1:r ., : :
'{
72 i..,ul4lr " .' ,: ' , .. ;, 1r1. ry:,, :.j ,.
.
rir! ;#, i:"ilifl"'air4t;il#i1 :r:. '.:.
-.{ry-;r,i.
" . .i: " :
Lu
ft ist?.t-:
;.r?-."-
6i!$iIrta
i.4;t ..
:
,r;-
{:
*L:1 . .i
tr:.-'i',t.
'\;.:;:r'
,;f
**
tt -
, a=
ot 0,,".s: '.
' \s
.al+..
a.+
" .*. T
*-'*Q*
Gambar 6.12. Sediaan apus darah pada thalasemia-p
E. lii mayor pascasplenektomi. Sel-sel tersebut adalah sel
hipokrom, sel larget, banyak eritrosit berinti (normoblas).
Badan Howell-Jolly tampak pada eritrosit tersebut. (Lihal
Gambar Berwarna hal. A-13).
CSF
Gambar 6.13. Pola elektroforesis hemoglobin pada
darah manusia dewasa normal dan pada subyek
dengan slfat atau penyakit sel sabit (Hb S), sllat
thalasemia-8, thalasemia-p mayor, Hb S/ thalasemia-p
atau penyakit Hb S/ Hb C dan penyakit Hb H.
,)
Asam folat diberikan secara teratur (misal 5 rng/ Walaupun demikian, pasien seringkali tidak
hari) jika asupan diet buruk. patuh dan obat tersebut mahal. Lagipula des-
J. Terapi khelasi besi digunakan untuk mengatasi ferioksamin memiliki efek samping, khususnya
kelebihan besi. Sayangnya desferioksamin tidak pada anak yang kadar feritin serumnya relatif
aktif bila diberikan secara oral. Desferioksamin rendah, berupa tuli nada tinggi, kerusakan retina,
dapat diberikan melalui kantung infus terpisah kelainan tulang, dan retardasi pertumbuhan.
sebanyak 1-2 g untuk tiap unit darah yang di- Pasien ini juga harus menjalani pemeriksaan
transfusikan dan melalui infus subkutan 20-40 auditorik dan funduskopi secara teratur. Des-
mglkg dalam 8-72 jam, 5-7 hari seminggu (Gb. feripron (L1), suatu khelator besi yang aktif secara
Hal ini dilaksanakan pada bayi setelah
6.14). oral, sekarang sudah diizinkan di Eropa dan In-
pemberian transfusi 10-15 unit darah. Besi yang dia, dan digunakan secara tersendiri maupun
terkhelasi oleh desferioksamin terutama dieksresi dalam kombinasi dengan desferioksamin. Kedua
dalam urine, tetapi hingga sepertiganya juga di- obat ini mempunyai efek aditif atau bahkan
eksresikan dalam tinja. Jika pasien patuh dengan sinergis pada eksresi besi. Desferipron sendiri
regimen khelasi besi yang intensif ini, harapan kurang efektif bila dibandingkan dengan
hidup penderita thalasemia mayor dan anemia desferioksamin. Pasien biasanya lebih patuh
refrakter kronik lain yang mendapat transfusi dalam menjalani pengobatan ini. Efek samping
darah yang teratur (Tabel 6.3) membaik secara meliputi arthropati, agranulositosis atau neutro-
nyata. Pada beberapa kasus, terapi khelasi terus- penia berat, gangguan gastrointestinal, dan
menerus yang intensif dengan desferioksamin defisiensi seng.
intravena dapat memperbaiki kerusakan jantung 4. Vitamin C (200 mg perhari) meningkatkan eksresi
yang disebabkan oleh penimbunan besi. besi yang disebabkan oleh desferioksamin.
Tes DlrlA untuk melihat mulasi yang menghasilkan Cys282 Tyr pada gen
HFE.
MRI jantung
rnalohei
i].,Kripitt;$flf
sis memungkinkan dilakukannya konseling pranatal Thalasemia.Dp dan hernoglobin fetus persisten herediter
pada pasien dengan seorang pasangan yang juga Thalasemia-6p homozigot
mempunyai kelainan hemoglobin yang nyata. Jika Thalasemia-6p/ thalasemia-p heterozigot
keduanya membawa sifat thalasemia-p, sebanyak Hb Lepore homozigot (beberapa kasus)
mayor.
iilili
75
5-20% pada keadaan homozigot yang secara hema- tergantung-transfusi, tetapi beberapa kasus bersifat
tologik menyerupai thalasemia minor. Pada keadaan intermedia. Sifat thalasemia-B dengan sifat Hb S
homozigot, hanya ditemukan Hb !, dan secara hema- memberi gambaran klinis anemia sel sabit danbukan
tologik, gambarannya seperti thalasemia intermedia. thalasemia (hal. 80). Sifat thalasemia B dengan sifat
Hb D menyebabkan suatu anemia mikrositik hipo-
krom dengan derajat keparahan yang bervariasi.
Hemoglobin Lepore
Penyakit
r:, .i:.
hOmozi$ot
_
., .,
;,.,;
-:'
..,:.:,:
l pakan gejala pertama penyakit ini dan dapat menye-
babkan panjang jari yang bervariasi (Gb. 6.18).
Gambaran klinis
Krisis sekuestrasi viseral
Gambaran klinis berupa anemia hemolitik berat yang
diselingi oleh krisis. Gejala anemia seringkali ringan Krisis ini disebabkan oleh pembentukan sel sabit
jika dibandingkan dengan beratnya anemia karena dalam organ dan pengumpulan darah, seringkali
FIb S relatif lebih mudah melepaskan oksigen (Or) ke
dengan eksaserbasi anemia yang berat. Sindrom
jaringan dibandingkan dengan Hb A, kurva disosiasi dada sabit akut (acute sickle chest syndrome) adalah
Or-nya bergeser ke kanan (lihat Gb, 2.9). Ekspresi suatu komplikasi yang ditakuti dan merupakan
klinis Hb SS sangat bervariasi, beberapa pasien penyebab kematian tersering setelah pubertas. Mani-
menjalani hidup yang hampir normal, bebas dari festasi kelainan ini adalah dispnea, PO, menurun,
krisis, tetapi pasien lain menderita krisis yang berat, nyeri dada, dan infiltrat paru pada hasil foto Rontgen
bahkan pada masa bayi dan dapat meninggal pada dada. Terapinya adalah pemberian analgetik,
awal masa anak atau dewasa muda. Krisis dapat oksigen, transfusi tukar, dan bantuan ventilasi jika
bersifat vaso-oklusif, viseral, aplastik, atau hemolitik. perlu. Krisis sekuestrasi hati dan gelang panggul
serta sekuestrasi limpa dapat menyebabkan penyakit
berat, yang memerlukan transfusi tukar. Sekuestrasi
Krisis vaso-oklusif yang nyeri
limpa biasanya ditemukan pada bayi dan
Krisis ini adalah krisis yang paling sering terjadi dan manifestasinya adalah limpa yang membesar, kadar
dicetuskan oleh faktor-faktor seperti infeksi, asidosis, hemoglobin turun, dan nyeri perut. Pengobatannya
dehidrasi, atau deoksigenasi (mis. ketinggian, adalah transfusi, dan pasien harus dipantau secara
operasi, pelahirary stasis sirkulasi, pajanan terhadap teratur karena perburukan dapat terjadi dengan
dingin, olahraga berat, dll). Infark dapat terjadi pada cepat. Serangan cenderung terjadi berulang, dan
berbagai organ termasuk tulang (sering mengenai seringkali dianjurkan spl.enektomi.
panggul, bahu, dan tulang belakang) (Gb. 6.17), paru
dan limpa. Krisis vaso-oklusif yang paling serius Krisis aplastik
adalah di otak (stroke terjadi pada 7'h dari semua
pasien) atau medula spinalis. Sindrom "tangan-kaki" Krisis ini dapat terjadi akibat infeksi parvovirus atau
('hand-foot' syndrome) (daktilitis yang nyeri, disebab- defisiensi folat, dan ditandai oleh penurunan kadar
kan oleh infark tulang-tulang kecil) seringkali meru- hemoglobin yang mendadak, biasanya membutuh-
Krisis hemolitik
JJ^ v v!*tet
' { }\:"f r, i'r (; *;;J g
L ''ll-o{}a ,q%gU
,,G*-
U r .l ,)-..OC*.8l-l
-€;t
")5''-sSV 6'n* S,
ic"'
u,., r.'*r1t..P*6S|
,.\dlrl, 'L$)fr{
.. , . t, (.
f..1.', ^
''n lf*#*:&'t'.bg**
":uj'"j.-q,,;%
.&'g*
{.' } &^ th ^u'." ts
*J
'' ,''-
" tq't)\il "\JCb,.*(
**n6*,S;d@
l-. ,: "-*-$t#"''t s^%
(b)
Gambar 6.2 1. (a) Anemia sel sabit: sediaan apus darah tepi memperlihatkan sel sabit yang terwarna gelap, sel target, dan polikromasi (tampak sebuah badan Howell-
Jollydalan eritrosit di bagian kanan atas). (b) Penyakit Hb C homozigot: sediaan apus darah tepi memperlihatkan banyak sel target, sferosit, dan sel rhomboid yang
terwarna gelap. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-15).
80 '3:iiir
r:]\\it {l
I ld;r$ L
10. Riset terhadap obat lain, mis. butirat, untuk Penyakit hemoglobin D
meningkatkan sintesis Hb F atau meningkatkan
Kelainan ini adalah sekelompok varian yang semua-
kelarutan Hb S, masih dilaksanakan. 'Terapi gen'
nya memiliki mobilitas elektroforesis yang sama.
adalah harapan yang masih jauh dan belum
Pasien heterozigot tidak memperlihatkan kelainan
tersedia (Bab 8).
hematologi, sedangkan pasien homozigot menderita
anemia hemolitik ringan.
DNAuntai
ganda:
1) Panasken sampai::'r:,,',,
:'
94ocuntuk''::: "rl' '
mendanaturaei msnjadi
unlei turdoal i ,
2) ,,
Primsr Lekalkan,untai , .
I tunggal pada prim€r :
oligonukleotida sintatik
', '
Kontrol -
dan pasangkan
-Pkembali
Hnmer
Gambar 6.24. Anemia sel sabit: diagnosis antenatal. Analisis DNA langsung. DNA telah dicerna oleh enzim restriksi Mst ll. Penggantian suatu basa adenin pada gen
globin-p normal oleh timin pada gen sel sabit menghilangkan lokasi restriksi normal untuk Mst ll, menghasilkan lragmen 1,3 kb yang lebih besar daripada lragmen 1,1
kb yang normal untuk berhibridisasi dengan probe gen globin-8. Pada kasus ini, DNA trofoblas (T) memperlihatkan fragmen restriksi yang normal (A) dan sel sabit (SS);
demikian juga AS (sifat sabit). (Atas kebaikan Dr. J. Old dan Royal College ol Obstetrics and Gynaecology).
Analisis Southern blot bergana untuk mendeteksi polimorfik. Perubahan ini menimbulkan lokasi-
delesi gen pada thalasemia-cr. lokasi yang dikenali oleh enzim restriksi atau meng-
Pemeriksaan kaitan polimorfisme panjang hilangkan lokasi-lokasi yang sebelumnya dikenali,
fragmen restriksi (restriction fragment length polymor- sehingga Llkuran fragmen DNA yang dihasilkan oleh
phism, RFLP) banyak digunakan untuk mendiagnosis enzim restriksi tersebut bervariasi. Lokasi restriksi
berbagai kelainan genetik (Gb. 6.25). Perubahan basa yang ada ditandai sebagai (+), dan yang tidak ada
tunggal tersebar di sepanjang tiap kelompok gen, sebagai (-). RFLP yang disebabkan oleh lokasi-lokasi
yang dapat bervariasi antar individu, yaitu bersifat tersebut diwariskan menurut Hukum Mendel dan
82
W,,.i$K .\ffi ",4"8
i"iffi
PANSITOPENIA Kongenital :
Anemia aplastik (hispoplastik) didefinisikan sebagai FAC. Telah teridentifikasi gen untuk FAA, FAC, FAF
pansitopenia yang disebabkan oleh aplasia sumsum dan FAG. Persoalan yang mendasari tampaknya
tulang, dan diklasifikasikan menjadi jenis primer adalah perbaikan (repair) DNA yang mengalami
(kongenital atau didapat) atau sekunder (Tabel 7 .2). gangglran. Sel dari penderita anemia Fanconi (AF)
memperlihatkan frekuensi pecahnya kromosom
spontan yang sangat tinggi dan uji diagnostik adalah
Patogenesis peningkatan pemecahan setelah inkubasi limfosit
darah perifer dengan diepoksibutana (tes DEB). Dis-
Defek yang mendasari pada semua kasus tampaknya keratosis kongenita adalah suatu penyakit terkait-
adalah pengurangan yang bermakna dalam jumlah seks yang jarang terjadi, disertai atrofi kulit, dan
sel induk pluripotensial hemopoietik, dan kelainan kuku; dihubungkan dengan mutasi pada gen yang
pada sel induk yang ada atau reaksi imun terhadap berkaitan dengan fungsi nukleolus yang dikode pada
sel induk tersebut, yang membuatnya tidak mampu Xq28.
membelah dan berdiferensiasi secukupnya untuk FA biasanya terjadi pada usia 5-10 tahun. Sekitar
mengisi sumsum tulang (Gb.7.1). Pemikiran menge- 10% pasien menderita leukemia mieloid akut.
nai adanya suatu kelainan primer dalam lingkungan Pengobatan biasanya dengan androgen dan/atau
mikro sumsum tulang juga telah diajukan tetapi ke- SCT. Hitung sel darah biasanya membaik setelah
berhasilan transplantasi sel induk (SCT) memper- pengobatan androgen tetapi efek sampingnya
lihatkan bahwa hal ini mungkin jarang terjadi, karena (khususnya pada anak) cukup berat (virilisasi dan
sel induk donor yang normal biasanya mampu hidup kelainan hati); remisi jarang berlangsung lebih dari 2
dalam rongga sumsum tulang resipien. tahun. TSI dapat menyembuhkan pasien; karena
84 Kapiia Seiekta,Hdindtotogi
(a) (b)
Gambar 7. 1. Anemia aplastik: gambaran lapang pandang kecil sumsum tulang memperlihatkan pengurangan sel hemopoietik yang berat disertai peningkatan rongga
lemak. (a) fragmen yang leraspirasi. (b) Biopsi trephin. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-14).
lnfiltrasi oleh limfoma, tumor padat, tuberkulosis stasiun pembangkit tenaga nuklir)
Anemia megaloblastik ldiopatik didapat Zat kimia: Benzena dan pelarut organik
lain, TNT, insektisida, pewarna
Hemoglobinuria paroksismal noklurnal
rambut, klordan, DDT
Mielofibrosis (arang)
Gambar.7.2 (a) Foto Rontgen memperlihatkan tidak adanya ibu jari pada seorang penderita anemia
Fanconi (AF). (b) Pielogram intravena pada penderita AF yang memperlihatkan ginjal kanan yang
normal tetapi ginjal kiri yang letaknya abnormal di pelvis.
aplasia sementara saja, tetapi agen pengalkil, beberapa bulan setelah hepatitis virus (hepatitis A
khususnya busulfan, dapat menyebabkan terjadinya atau non-A, non-B, non-C). Kloramfenikol memiliki
aplasia kronik yang sangat menyerupai penyakit insidensi toksisitas sumsum tulang sangat tinggi,
idiopatik kronik. Beberapa individu menderita ane- sehingga obat ini harus digunakan untuk pengobatan
mia aplastik akibat efek samping obat idiosinkrasi infeksi yang mengancam jiwa dan untuk penyakit
yang jirang terjadi, seperti kloramfenikol atau emas yang membutuhkan obat ini sebagai pengobatan op-
yang tidak diketahui bersifat sitotoksik (Tabel7.2). timum (mis. tifoid). Zat kimia seperti benzena
Mereka juga dapat menderita penyakit ini dalam mungkin terlibat sebagai penyebab penyakit ini.
Kadang-kadang, anemia aplastik dapat mempakan urine. Pemeriksaan flowsitometri eritrosit untr.rk
gambaran yang muncul pada leukemia mieloid atau memeriksa CD55 dan CD59 juga digunakan. Pada
limfoblastik akut, khususnya pada masa anak. pasien yang r,rsianya lebih tua, mielodisplasia
Mielodisplasia (Bab 13) juga dapat bermanifestasi hipoplastik dapat memperlihatkan gambaran yang
sebagai sumsum yang hipoplastik. mirip dengan penyakit ini. Kelainan kualitatif sel dan
perubahan sitogenetik klonal mengarah pada
Gambaran klinis mielodisplasia daripada anemia aplastik. Beberapa
pasien yang didiagnosis anemia aplastik menderita
Awitan terjadi dalam segala usia dengan insidensi PNH, mielodisplasia, atau leukemia granulositik
puncak pada usia sekitar 30 tahun dan lebih banyak akut pada tahun-tahun berikulnya. Ini dapat terjadi
terdapat pada pria; dapat terjadi perlahan atau akut bahkan pada pasien yang telah berespons baik
dengan gejala dan tanda yang disebabkan oleh ane- terhadap terapi imunosupresif.
mia, netropenia, atau trombositopenia. Sering di-
temukan infeksi, khususnya di mulut dan tenggorok.
Infeksi generalisata seringkali mengancam jiwa. Pengobatan
Manifestasi perdarahan terserang dan gambaran Umum
yang lazim ditemukan adalah memar, perdarahan
gusi, epistaksis, dan menorhagia (seringkali disertai Penyebabnya (jika diketahui) harus disingkirkan,
gejdla anemia). Kelenjar getah bening, hati, dan limpa
misalnya menghentikan radiasi atau terapi obat.
Penatalaksanaan awal terutama meliputi perawatan
tidak membesar.
suportif dengan transfusi darah, konsentrat trom-
bosit, dan pengobatan serta pencegahan infeksi.
Temuan laboratorium Semtta produk darah harus disaring untuk mengu-
1. Anemia bersifat normokrom normositik, atau rangi resiko aloimunisasi, dan diradiasi untuk
makrositik (volume eritrosit rata-rata (VER) mencegah pencangkokan limfosit donor hidup. Pada
seringkali 95-110 fl). Jumlah retikulosit biasanya penderita trombositopenia berat (jumlah trombosit
sangat rendah jika dikaitkan dengan derajat ane- <t0 x 10'll) dan netropenia berat (netrofil < 0,5 x 70n /\,
mia. penatalaksanaannya serlrpa dengan perawatan
2. Leukopenia. Terdapat penurunan selektif granu- suportif pada penderita leukemia akut yang men-
losit, biasanya tetapi tidak selalu sampai di bawah jalani kemoterapi intensif. Obat antifibrinolitik (mis.
1.,5 x 70e /L Pada kasus-kasus berat, jumlah asam traneksamat) dapat digunakan bagi penderita
limfosit juga rendah. Netrofil tampak normal dan trombositopenia berat berkepanjangan. Obat anti
kadar fosfatase alkalinya tinggi. jamur oral dan antibiotik oral digunakan sebagai
3. Trombositopenia selalu ada dan, pada kasus profilaksis di beberapa unit kesehatan untuk
berat, kurang dari 10 x 10'l1. menurunkan insidensi infeksi.
4. Tidak ada sel abnormal dalam darah tepi.
5. Sumeum tulang memperlihatkan adanya hipo- Spesifik
plasia, dengan hilangnya jaringan hemopoietik
Harus disesuaikan dengan beratnya penyakit, usia
dan penggantian oleh lemak yang meliputi lebih
pasien, dan kemungkinan adanya donor sel induk
dari 75% sumsum tulang. Biopsi trephin sangat
penting dilakukan dan dapat memperlihatkan
dari saudara. Keparahan dinilai dengan hitung
retikulosit, netrofil, trombosit, dan derajat hipoplasia
daerah selular berbercak pada latar belakang
sumsum tulang. Mortalitas pada kasus yang berat
yang hiposelular (Gb. 7.1b). Sel-sel utama yang
dapat mencapai angka yang tinggi dalam 6-12 bulan
tampak adalah limfosit dan sel plasma; mega-
pertama, kecuali jika berespons terhadap terapi yang
kariosit sangat berkurang atau tidak ada.
spesifik. Pada kasus yang agak ringan, perjalanan
penyakitnya dapat bersifat akut dan sementara, atau
Diagnosis
dapat bersifat kronik yang akhirnya sembuh,
Penyakit ini harus dibedakan dari penyebab pansito- walaupun jumlah trombosit seringkali tetap kurang
penia lain (Tabel 7.7), dan biasanya tidak sulit asal dari normal selama bertahun-tahun. Dapat terjadi
didapat sampel sumsum tulang yang cukup. Apabila relaps, kadang-kadang berat dan dapat menyebab-
jumlah retikulosit meningkat, hemoglobinuria kan kematian. Kadang-kadang penyakit dapat
paroksismal nokturnal (PNH) harus disingkirkan berubah menjadi mielodisplasia, leukemia akut, atau
dengan pemeriksaan uji lisis asam dan hemosiderin PNH (Bab 5).
{#1,
Pengobatan "spesifik" berikut ini digunakan yang sesuai. Angka kesembuhan mencapai hingga
dengan keberhasilan yang bervariasi. 80%. Pada pasien yang berusia lebih tua dan men-
1. Globulin anti limfosit (timosit) (GAL atau GAT). derita penyakit yang tidak terlalu parah, biasanya
Zat ini dibuat pada hewan (misal kuda atau dicoba terapi imunosupresi terlebih dulu.
kelinci) dan bermanfaat untuk digunakan pada
sekitar 50-60% dari kasus didapat. Obat ini
biasanya diberikan bersamaan dengan kortikos-
' teroid yang juga mengurangi efek samping GAL, APLASIA ERITROSIT
meliputi penyakit serum (serum sickness) berupa
demam, ruam, dan nyeri sendi yang dapat terjadi Bentuk kronik
sekitar 7 hari setelah pemberian obat. Kortikos-
teroid tidak boleh digunakan secara tersendiri Ini adalah sindrom yangjarang terjadi, ditandai oleh
karena meningkatkan risiko infeksi. Biasanya, jika
anemia dengan jumlah leukosit dan trombosit yang
tidak ada respons terhadap pemberian GAL normal dan eritroblas yang sangat berkurang atau
setelah 4 bulan, dapat dicoba pengobatan kedua,
tidak ada di dalam slrmsum tulang (Gb.7.3). Bentuk
yang dibuat dari spesies lain. Secara keseluruhan, kongenital dikenal sebagai sindrom Diamond,
hingga B0% pasien berespons terhadap gabungan
Blackfan (Tabel 7.3) dan diwariskan secara resesif.
GAL, steroid, dan siklosporin. Penyakit ini disertai dengan berbagai kelainan
2. Siklosporin. Ini adalah obat efektif yang tampak- somatik dengan jumlah bervariasi, misalnya di wajah
nya sangat bermanfaat dalam kombinasi dengan
atau jantung. Mutasi gen di kromosom L9 yang
GAL dan steroid. mengode protein ribosom mendasari terjadinya
3. Faktor pertumbuhan hemopoietik. Faktor perang-
beberapa kasus.
sang pertumbuhan koloni granulosit-makrofag
Bentuk kronik didapat dapat terjadi tanpa adanya
(gr anul o cy t e -macrophag e col ony - s timulnt in g
fa c t o r, penyakit penyerta atau faktor pencetus lain yang
GM-CSF), faktor perangsang pertumbuhan koloni jelas (idiopatik) atau dapat ditemukan bersama
granulosit (granulocyte colony-stimulating factor, G-
penyakit autoimun (khususnya lupus eritematosus
CSF), interleukin-3 (IL-3), dan faktor sel induk
sistemik), bersama timoma, limfoma, atau leukemia
dapat menimbulkan respons yang sedikit tetapi limfositik kronik. Pada beberapa kasus, terapi imu-
tidak menyebabkan terjadinya perbaikan yang nosupresi menggunakan kortikosteroid, siklosporin,
bertahan lama.
azatioprin, atau GAL dapat bermanfaat. Kortiko-
4. Androgen. Androgen bermanfaat pada beberapa steroid juga merupakan obat lini pertama untuk ane-
penderita AF dan anemia aplastik didapat walan-
mia kongenital.
pun belum terbukti adanya perbaikan harapan Androgen dapat juga menghasilkan perbaikan
hidup secara keseluruhan pada anemia aplastik pada anemia kongenital, tetapi mempunyai efek
didapat. Biasanya dicoba oksimetolon 2,5 mg/ samping serius pada pertumbr-rhan. jika diperlukan
kglhari tetapi efek sampingnya jelas yaitu viri- transfusi darah yang teratur, maka terapi khelasi besi
lisasi, retensi garam dan kerusakan hati dengan
ikterus kolestatik, atau kadang-kadang karsinoma
hepatoselular. |ika tidak terjadi respons dalam 4-6
bulan, pemberian androgen harus dihentikan.
Jika ada respons, obat harus dihentikan secara
bertahap.
5. Transplantasi sel induk. Transplantasi alogenik
menawarkan kemungkinan terjadinya kesembuh-
an yang permanen. Pada anemia aplastik, peme-
%
FW'
liharaan dengan siklofosfamid tanpa radiasi
biasanya mencukupi. Peran relatif SCT diban-
dingkan terapi imunosupresif pada penderita
anemia aplastik sedang dinilai secara kontinu. 'W rffil
Secara umum, SCT lebih disukai pada pasien usia
muda yang menderita anemia aplastik berat rrffi
dengan donor dari saudara dengan antigen leu- Gambar 7.3. Sumsum tulang pada aplasia eritrosit primer. Ditemukan hilangnya
kosit manusia (human leucocyte nntigen, HLA) eritropoiesis yang bersifat selektif. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-15).
88
.l'kurjf'.111$en
Kongenltal Didapat
Infg,fsi
pqryovjtus', .. ,,,,
,; r Sindrom Diamond-Blacklan ldiopatik
Mau bayi dan kanak-kanak Berkaitan dengan timoma, limfoma, lupus eritemalosus sistemik, leukemia
limlositik sel-B kronikl atau leukemia limfositik granular besar (selT)
bUit, mis. azatloprin, kolrimoksazol
positiae acidified serum lysis test, efitroblas berinti Doney K. et al. For the Seattle Bone Marrow Transplant
banyak herediter dengan uji lisis serum diasamkan team (1997) Primary treatment of aplastic anaemia: out-
yang positif). Lesi dasarnya adalah defek genetik come of bone marrow transplantation and immuno-
pada enzim N-asetilglukosaminiltransferase, yang suppressive therapy. Ann. Intern. Med. 126,I07-IS.
Faire L. et aL (2000) Association of complementation group
terkait dalam glikosilasi beberapa protein membran
and mutation type with clinical outcome in Fanconi
eritrosit. Interferon-q, menginduksi terjadinya remisi
anaemia. Blood 96, 4064-70.
pada beberapa kasus. Freedman M.H. (2000) Diamond-Blackfan anemia. Clin.
Haematol. 13,391-406.
Gordon-Smith E.C. and Marsh J.C.W. (eds) Management of
acquired aplastic anemia. Rea. CIin. Exp. Hematol.4,260-
KEPUSTAKAAN 78.
Passweg J.R. et al. (1997) Bone marrow transplantation for
Charles R.!. et al. (1996) The pathophysiology of pure red severe aplastic anaemia: has outcome improved? Blood
cell aplasia: implications for therapy. Blood 87,4831-8. 90,858-64.
Clarke A.A. et aL (1998) Molecular genetics and Fanconi Wickramasinghe S.N. (1998) Dyserythropoiesis and con-
anaemia: new insights into old problems. Br. l. Haematol. genital dyserythropoietic anaemias. Br. l. Haematol. gg,
L03,297-96. 785-97.
Dokal L (2000) The inherited bone marrow failure syn- Young N.S. (2000) Bone Marrow Failure Syndrome. W.B.
dromes: Fanconi anaemia, dyskeratosis congenita and Saunders, Philadelphia.
Diamond Blackfan anemia. Rev. Clin. Exp. Hematol. 4, Young N.S. (2000) The aetiology of acquired aplastic ane-
183-21s. mia. Rea. Clin. Exp. Hematol.4,236-59.
'I r. i:rrrt-j:rr::.
.:i BABS
PRINSIP TRANSPLANTASI SEL INDUK digunakan pada penderita penyakit keganasan dan
diberikan dalam dosis tunggal atau dosis yang lebih
kecil selama beberapa hari (terbagi-bagi). Obat yang
Transplantasi sel induk (SCT) adalah prosedur paling lazim digunakan adalah siklofosfamid, tetapi
eliminasi sistem hemopoietik dan imun seorang pada beberapa protokol pengobatan, diberikan
individu melalui kemoterapi dan/atau radioterapi busulfan, melfalan, sitosin arabinosida, etoposid atau
dan menggantikannya dengan sel induk, baik dari nitrosourea. Setelah dosis kemoterapi yang terakhir,
individu lain atau dengan sel induk hemopoietik diberikan waktu selama sedikitnya 36 jam untuk
individu itu sendiri yang dipanen sebelumnya (Gb. eliminasi obat dari sirkulasi sebelum pemberian
8.1). Istilah ini mencakup transplantasi sumsum infus sel induk donor. Pasien diberi obat anti-emetik,
tulang (BMT) yang mengacu pada pengumpulan sel dan jika digunakan siklofosfamid dosis tinggi, maka
induk dari sumsum tulang maupun transplantasi sel diberikan obat mesna untuk mengurangi risiko
induk darah tepi (PBSC) dengan sel induk yang terjadinya sistitis hemoragik akibat ekskresi meta-
dikumpulkan dari darah tepi. bolit siklofosfamid melalui ginjal. Terapi persiapan
SCT dapat bersifat singenik (dari kembar identik),
seringkali disertai komplikasi mukositis dan pasien
alogenik (dari orang lain), atau autolog (dari sel kadang-kadang memerlukan nutrisi parenteral.
induk pasien sendiri) (Tabel 8.1). Persiapan juga bersifat mielotoksik, dan pasien juga
Penyakit utama yang memerlukan SCT dijabar- mendapatkan profilaksis antibiotik oral, anti jamur,
kan dalam Tabel 8.2. Walaupr.rn demikian, peran SCT dan anti virus selama masa netropenia.
yang sesungguhnya dalam penatalaksanaan tiap
penyakit bersifat kompleks dan tergantung pada
faktor-faktor seperti derajat keparahan, subtipe Pengambilan sel induk',--,,,,,', :',',,",,.'.1,
penyakit, status remisi, usia, dan tergantung pada
adanya donor untuk transplantasi alogenik.
Sel induk dapat diambil dari sumsum tulang atau
dari darah tepi.
Persiapan
Pengambilan dari sumsum tulang
Sebelum pemberian infus sel induk hemopoietik, Donor diberi anestesi umum dan diambil 500-1200
pasien mendapat kemoterapi dosis tinggi, kadang- ml sumsum tulang dari pelvis. Sumsum tulang di-
kadang dikombinasikan dengan pancaran radiasi heparinisasi dan dilakukan hitung sel mononuklear
tubuh total (TBI) (Gb. 8.1). Prosedur ini disebut per- untuk menilai hasil panen yang seharusnya sekitar 2-
siapan dan dirancang untuk mengeradikasi sistem 4 x 108 sel berinti/kgBB resipien.
hemopoietik, sistem imun, dan keganasan (jika ada)
pada pasien. Selain itu, persiapan ini sangat berperan
Pengambilan sel induk darah tepi
penting pada resipien sel induk alogenik dengan
menekan sistem imun pejamu, sehingga mencegah PBSC diambil menggunakan mesin pemisah sel yang
terjadinya penolakan sel induk "asing". TBI biasanya dihubungkan dengan pasien atau donor melalui
90
91
kanul perifer (Gb. 8.2). Darah diambil melalui satu yangberlangsung terus menerus ini dapat mernakan
kanul dan dipompa dalam mesin tempat sel waktu beberapa jam sebelum didapatkan sel mono-
mononuklear dikumpulkan dengan sentrifugasi nuklear yang cukup.
sebelum eritrosit dikembalikan ke pasien. Proses
92 i, lir
i.:i:'
Tabel 8.1. Transplantasi sel induk: donor potensial memperlihatkan bahwa dua prosedur, yaitu pem-
berian kemoterapi sebelumnya dan penggunaan
Saudara sekandung dengan HLA yang sesuai .\
faktor pertumbuhan dapat meningkatkan jumlah sel
Sukarelawan yang tidak berhubungan saudara t Alogenik progenitor dalam darah sekitar 100 kali lipat. Di
sesuai
dengan HLA yang
I masa mendatang, mungkin populasi sel induk dapat
Darah tali pusat ) '
dikembangkan secara in uitro.
Kembar identik Singenik Kemoterapi diberikan pada pasien yang men-
Diri sendiri Autolog jalani pengambilan sel induk autolog, tetapi tidak
pada donor yang sehat. PBSC biasanya diambil
HLA, human leucTyte antigen (antigen leukosit manusia)
selama fase pemulihan suatu siklus kemoterapi,
misalnya 7,5 g/m2 siklofosfamid yang dimasukkan
ke dalam program pengobatan pasien.
Darah tepi biasanya mengandung sejumlah kecil Faktor pertumbuhan yang paling banyak
sel induk hemopoietik dalam darah. Jumlahnya digunakan untuk mobilisasi sel induk adalah faktor
terlalu sedikit untuk memungkinkan pengambilan pertumbuhan koloni granulosit (G-CSF) yang dapat
sel induk darah tepi saja untuk dapat digunakan diberikan kepada pasien atau donor sebagai suatu
dalam transplantasi. Penelitian eksperimental telah rangkaian injeksi (biasanya 10 pg/kg/hari selama 4-
Leukemia mieloid atau timloblastik akul , Penyakit Hodgkin atau limloma non-Hodgkin
Penyakit keganasan sumsum tulang lainnya, mis. mielodisplasia, mietoma multipel, Leukemia akut dan kronik
Penyakit autoimun berat
Anemira aplasliknerat lermabuk anemia Fancor.ri : ' ,
Arniloidosis
Panyakit hereditui thalaSemia mayor, anemia sel sabit, imunodelisiensi, kelainan
Untuk lerapi gen" pada penyakit genetik, mis. defisiensi
'metabolisms bawaan dalam sistem hemopoietik dan mesenkim, misalnya osteo. adenosin deaminase
petrosis
Penyakit sumsum tulang beral didapat lain, mis, hemoglobinuria noKurnal paroksismal,
aplasia eritrosit mielofibrosis
ffi
6 hari) sampai hitung leukosit mulai meningkat. Pencan gkokan pascatransplantasi
Dilakukan pemantauan jumlah leukosit donor dan
iriN
penghitungan CD34+. Dilakukan pengambilan PBSC Setelah suatu periode pansitopenia berat yang biasa-
* dan tergantung efisiensi mobilisasi sel induk, nya berlangsung selama 1-3 minggu, tanda pertama
s:(t mungkin diperlukan pengambilan sampai 3 hari. pencangkokan berhasilnya adalah adanya monosit
Kecukupan pengambilan dapat dinilai dari: dan netrofil dalam darah disertai peningkatan
1. Hitung CD34+ dengan menggunakan analisis fumlah trombosit (Gb. 8.4). Retikulositosis juga
pemilih sel yang teraktivasi fluoresensi (fluores- ditemukan dan terdapat sel pembunuh alami (natural
W
cence-actiaated cell sorter, FACS). Umumnya di- klllel NK) di antara limfosit asal donor yang paling
ffi
ti$ perlukan >2,5 x 70'/kg untuk transplantasi pertama ditemukan. Faktor pertumbuhan seperti G-
w autolog. CSF atau GM-CSF dapat digunakan untuk memper-
2. Pemeriksaan koloni, khususnya unit pembentuk pendek periode netropenia. Pencangkokan, khusus-
N
N koloni granulosit-makrofag (CFU-GM); 7-5 x105 / nya pencangkokan trombosit, biasanya lebih cepat
N
"\c kg koloni dianggap cukup untuk transplantasi. (setelah transplantasi PBSC) dibandingkan dengan
ti TST.
.$i
N
*x
il:ir
$$
ffi
TRANSPLANTASI SEL INDUK AUTOLOG
Ri
s
ffi
N
Setelah pengambilan, panen sel induk tersebut Transplantasi ini memungkinkan pemberian kemo-
D kemudian diproses. Proses ini biasanya mencakup terapi dosis tinggi dengan atau tanpa radioterapi,
pembuangan eritrosit dan pemekatan kumpulan sel yang bila tidak dilakukan akan menyebabkan aplasia
s* mononuklear.
Pengumpulan autolog dapat sumsum tulang berkepanjangan. Sel induk dipanen
!s di"bersih"kan
Jts menggunakan kemoterapi atau anti- dan disimpan sebelum pengobaian dan kemudian
!N bodi untuk membuang sel ganas residual. Pengum-
w diinfuskan kembali untuk "menyelamatkan" pasien
N
s
pulan alogenik dapat diproses dengan antibodi dari efek mieloablatif pengobatan (Gb. 8.1).
untuk membuang sel T. Sel induk CD34+ dapat ini adalah bahwa sel tumor
Keterbatasan prosedur
dipilih dari kedua jenis panenan tersebut (Gb. 8.3). yang mencemari panen sel induk dapat masuk
kembali ke tubuh pasien. Walaupun demikian,
11$
Autograft juga berperan dalam pengobatan leukernia hemopoietik dan sistem imun. Prosedur ini mem-
mieloid akut dan sedang diteliti untuk pengobatan punyai angka morbiditas dan mortalitas yang ber-
banyak keganasan lain termasuk leukemia limfo- makna. Salah satu alasan utamanya adalah ketidak.
blastik akut dan penyakit autoimun berat. cocokan imunologik, walaupun HLA donor dan
Masalah utama yang menyertai autograft ini ada- pasien sesuai. Ketidakcocokan ini dapat bermani-
lah regimen persiapan dan kekambuhan penyakit. festasi sebagai imunodefisiensi, GVHD, dan
Penyakit cangkok lawan pejamu (graft-uersus-host dis- kegagalan pencangkokan. Sebaliknya, ju.ga terdapat
ease,GVHD) bukan merupakan masalah dan efek cangkok lawan leukemia (graft-aersus-Ieukemia,
walaupun terjadinya kematian terkait-prosedur GVL) yang mungkin mendasari sebagian besar
tergantung pada pemilihan pasiery namun angkanya kesuksesan prosedur ini.
biasanya jauh di bawah 5%. Alograft tidak akan mungkin dilakukan bila tidak
mampu melakukan pemeriksaan jenis HLA.
Ayah
Kemungkinan
DRBl DRA1
Haplotipe l
DRB5
Haplotipe ,
HLA
kelas ll . DRB3
Haplotipe g
19
DR84
Haplotipe 4
Gambar 8.6. (a) Contoh pola pewarisan yang mungkin pada alel seri A, B dan BR (DRBl) kompleks antigen leukosit manusia (HLA). (b) Genetika molekular kompleks
gen HLA kelas ll. Terdapat empat haplotipe utama gen MHC kelas ll dalam populasi dan tiap individu dapat mempunyai hingga dua (satu pada tiap kromosom). Gen
DRA1 mengode protein DRc! dan gen DRB1, DRB3, DRB4 dan DRBS mengkode rantai DRp. Ekspresi dari gen DRBl lebih tinggi daripada gen lain. Jumlah alel
pada
tiap gen diiunjukkan di bawah gen tersebut dalam cetak miring. Alel pada tiap lokus mempunyai tata nama yang baku, misalnya alel pada gen DRBl disebut
DRBi-0101 sampai DRBl-1608. Sekarang diketahui bahwa antigen DR51, DR52 dan DR53, yang didefinisikan berdasarkan pemeriksaan serologik, masing'masing
dikode dari gen DRBS, DRB4 dan DRB3. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-16).
yang positif terdeteksi dari pengikatan langsung analisis heterodupleks, atau analisis polimorfisme
suatu antibodi berlabel atau dari penggunaan kom- panjang fragmen restriksi (RFLP) untuk menentukan
plem-en untuk membunuh sel target yang mengikat pola haplotipe yang terkait dengan alel kelas II
antibodi (uji limfositotoksisitas dua tahap)' tertentu.
Uji molekuler dilakukan pada DNA dan melibat- Uji histokompatibiltas sel lebih lanjut yang
kan: amplifikasi alel individual menggunakan suatu kadang-kadang dilakukan, terutama pada donor
panel primer oligonukleotida unik yang besar SCT yang tidak berkerabat, adalah analisis dilusi
dengan polymerase chain renctiorz (PCR); amplifikasi pembatasan prekursor limfosit T-helper (HUlp) dan
subgrup HLA dengan PCR yang diikuti dengan limfosit T-sitotoksik (CTLp). Nilai yang lebih tinggi
hibridisasi dengan oligonukleotida alel spesifik; menunjukkan ketidakcocokan yang lebih besar dan
rr'.k{'';i :.'l:i:::::=lt 97
tnfeksi, Qrffl,baKeri iamur,Virus herpes simpleks CMV' lnfeksi; lerutama varisela-zoster, bakteri berkapsul' , ':,::,,.
Perdarahan
j GVHD kronik (artritis, malabsorpsi, hepatitis, skleroderma, sindrom sicca,
'..
GVHD akut (kulit, hali, usus) :
liken planus, penyakit paru, elusi serosa)
Sistitis hemoraoik :
Penyakil autoimun
,nneumonlt'lrilte1grisiif
1:l
, ' ,,, ., ,,., ,, t Kafarak
",',,,,',
Lain.lain: penyakit oklusi vena, gagal jantung lnferlilihs
Keganasan kedua
Tabel 8.5. Penyakit cangkok lawan pejamu akut; stadium klinls (sistem Seattle)
VIRUS
HSV
CMV
12 bulan
,r----'-'i-*--*^Varisela-zoster
-
PROTOZOA Pneumosistis
"""" {
jgiep-qlil-, .
-?-r-e-yr.ejrs --. " *-1
Gambar 8.8. Urutan waktu terjadlnya berbagai jenis inleksi setelah transplantasi sumsum tulang alogenik. CMV, sitomegalovirus; Gr +, Gr -, Gram positil atau negatil;
GVHD, penyakit cangkok melawan pejamu; HSV virus herpes simpleks.
99
w
Gambar. 8,9. (a) Foto rontgen dada yang mem- nft uJ
perlihatkan adanya aspergiloma pada seorang
pasien setelah transplantasi sel induk. (b) Sitologi
sputum memberikan gambaran hila Aspergfl/us yang
berseptum dan bercabang (pewarnaan methenamin
perak). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-1 7).
100
darah dan spesimen mikrobiologik lain yang sesuai. Infeksi dapat disebabkan oleh reaktivasi CMV pada
Pada trmumnya, pemberian obat anti jamur sistemik resipien atau suatu infeksi bam yang ditularkan oleh
menggunakan amfoterisin B diindikasikan bila donor. Pada penderita CMV-seronegatif dan donor
terjadi kegagalan respons terhadap pemberian obat yang menderita CMV-seronegatif, harus diberi
anti bakteri. Infeksi jamur, khususnya spesies Csndidn produk darah atau darah saring dengan CMV-
dan Aspergillus (Gb. 8,9), adalah masalah khusus negatif. Pemberian asiklovir dapat berguna sebagai
yang terjadi akibat netropenia yang berkepanjangan. profilaksis. Sebagian besar pusat perawatan
Flukonazol efektif untuk mengurangi risiko infeksi melakukan skrining pasien secara teratur untuk
Candidn, dan itrakonazol dapat diberikan sebagai mengetahui adanya reaktivasi CMV setelah
profilaksis terhadap kedua organisme tersebut. transplantasi alogenik, menggunakan PCR atau
Amfoterisin B harus diberikan relatif dini untuk pemeriksaan berdasarkan antibodi. Jika hasil
semua demam yang tidak diketahui penyebabnya. pemeriksaan positif, gansiklovir dapat menekan vi-
Formulasi baku bersifat nefrotoksik dan preparat rus sebelum penyakit timbul. Gansiklovir, foskarnet,
yang lebih baru seperti amfoterisin liposomal dan imunoglobulin CMV dapat dicoba untuk
ditoleransi dengan lebih baik. Sering ditemukan pengobatan infeksi CMV yang sudah ada.
infeksi virus, temtama kelompok virus herpes. Pneumocystis cnrinii adalah penyebab lain pneu-
Infeksi virus herpes simpleks, sitomegalovirus monitis, tetapi dapat dicegah dengan pengobatan
(CMV), dan virus varisela-zoster (VZV) timbul pada kotrimoksazol profilaktik. Infeksi YZY juga sering
interval puncak yang berbeda (Gb. 8.8). terjadi pasca-SCl tetapi timbul lebih lambat dengan
CMV menimbulkan ancaman tertentu disertai awitan median di bulan ke-4-5. Kadang-kadang,
1.,i
dengan pneumonitis interstisial yang berpotensi fatal terjadi infeksi VZV diseminata. Pemberian asiklovir
ia serta hepatitis dan hitung darah yang menurun. intravena merupakan indikasi. Infeksi virus Epstein-
(b)
fnrr*
tt
Sq*
(c)
Gambar. 8.10 (a) Foto rontgen dada yang memperlihatkan adanya pneumonitis interstisial setelah transplantasi sumsum tulang. Dapat terlihat bercak-bercak dilus
yang tersebar luas. Pasien ini telah mendapatkan radiasi tubuh total dan menderita penyakit cangkok lawan pejamu tingkat lll. Tidak ditemukan penyebab penumonitis
yang bersilat inleksi. Kemungkinana penyebab mencakup infeksi pneumosistis, cytomegalovirus, herpes, jamur, atau kombinasinya. (b) Sitologi sputum: badan inklusi CMV
intranuklear dalam sel paru. Pewarnaan Papanimlaou. (cl Pneumuystis cariniidalam bilasan bronkus, pewarnaan Gram Weigert. (Lihat Gambar BeMarna hal. A-17).
LiiBarr (EBV) dan penyakit limfoproliferatif yang Komplikasi lanjut
tiimenyertai EBV lebih jarang ditemukan setelah SCT
Dapat terjadi relaps penyakit awal, misalnya leuke-
* daripada setelah transplantasi organ padat. mia akut atau kronik. Infeksi bakteri sering ditemu-
i$ kan, khususnya oleh organisme Gram negatif atau
f i Pneumonifis interstisial bakteri berkapsul yang mengenai saluran nafas.
JrJl Ini adalah salah satu penyebab tersering kematian Infeksi YZY danjamur juga sering dijumpai. Peng-
^Ct,tV gLrnaan kotrimoksazol dan asiklovir oral profilaktik,
ijpasca-SCT (Gb. 8.10). uduluh penliebab yang
yang masing-masing diberikan selama 3-6 bulan
-'iI sering, tetapi vims herpes lain dan P. cnrinii meru-
dapat menurunkan risiko terjadinya infeksi Pneu-
ilipakan penyebab pada kasus lainnya; pada sebagian
l, besar pasien, tidak ada penyebab lain selain kaitan mocystis dan herpes.
i*lidengan radiasi dan kemoterapi sebelumnya. Bilas Komplikasi paru yang terlambat meliputi pneu-
monitis restriktif dan bronkiolitis obliterans. Kom-
iltbronkoalveolar atau biopsi paru terbuka mungkin plikasi endokrin meliputi hipotiroidisme, kegagalan
S diperlukan untuk menegakkan diagnosis.
pertumbuhan dengan kadar hormon pertumbuhan
yang rendah pada anak, gangguan perkembangan
Tambahan produk darah seksual, dan infertilitas. Masalah-masalah endokrin
Konsentrat trombosit diberikan untuk memper- ini lebih nyata apabila telah dilakukan TBL Penyakit
tahankan jumlahnya tetap 10 x 70e /l atau lebih. autoimun yang jelas secara klinis jarang terjadi dan :=
Transfusi trombosit dan darah yang diberikan pada meliputi miastenia, artritis rematoid, trombosito- tl
periode pascatransplantasi diberi pancaran radiasi penia, atau netropenia. Autoantibodi sering ditemu-
untuk membunuh limfosit yang mungkin menyebab- kan tanpa adanya gejala. Terjadi keganasan yang
kan terjadinya GVHD. kedua (khususnya limfoma non-Hodgkin) dengan
insidensi sebesar enam atau tujuh kali lipat diban-
dingkan insidensi pada kontrol.
Komplikasi transplantasi alogenik yang lain Komplikasi lanjut lain mencakup gangguan
sistem saraf pusat (CNS), neuropati, dan gangguan
Kegagalan pencangkokan
mata yang disebabkan oleh GVHD kronik (sindrom
Risiko kegagalan pencangkokan meningkat jika sicca) atau katarak, nefritis akibat radiasi, dan
pasien menderita anemia aplastik atau jika sumsum masalah vesika urinaria lanjut akibat riwayat sistitis
donor yang kekurangan sel T digunakan sebagai hemoragik sebeh-rmnya.
profilaksis CVHD. Hal ini menunjukkan bahwa
diperlukan sel T donor untttk mengatasi resistensi
pejamu terhadap pencangkokan sel induk. Transplantasi tali pusat
'Deteksi
, jiornosom
Philadefphia
:::, dongan
oG) f, 0 ii
$itogenetika
PCf,.unluk
BCR.ABL o@ oo @o @ o o o
I ot-r
{ to'cos*lt<g
Tabel 8.6. Vektor yang digunakan dalam terapi gen mengalami transduksi tetap merupakan masalah
yang sulit.
Vektor Sifat
Vcktor vjrus
Retrovirus ,,. Berintegrasi ke dalam DNA; menginfeksi
berbagai jenis sel. Hanya menginfeksi KEPUSTAKAAN
sel yang sedang membelah
Adenovirus Tidak berintegrasi, karena itu ekspresinya Appelbaum E.F. (1999) Choosing the source of stem cells
bersifat sementara. Menginfeksi sel for allogeneic transplantation: no longer a peripheral is-
yang sedang membelah dan tidak
sue. Blood 94, 381-3.
membelah. Sering mencetuskan
respons imun
Arkinson K. (ed.) (2000) Clinicnl Bone Mnrrou nnd Blood
Stent Cell Trnnsplntttntion, 2nd edn. Cambridge University
Virus terkait-adeno .
Lokasi integrasi terbatas
Press, Cambridge.
U rrr *rp.r Dapat membawa gen yang besar; tidak
Bensinger W.I., Martin P.J., Storer B. et al. (2001) Transplan-
, ,, ' berintegrasi; dapal menginleksi sel
tation of bone marrow as compared with peripheral-
': ,,:::
yang sedang beristirahat
blood cells from HLA-identical relatives in patients with
V-ektor hon-Vhus
hematologic cancers. N. Engl. l. Med.344, 175-81.
Liposoma Pembuatannya relatif sederhana dan Brenner M.K. (1996) Gene transfer to haematopoietic c'ells.
,. :,
murah
N. Engl. I. Med.335,337-9.
DNA telanjang Efisiensi masuknya ke dalam sel rendah Byrne J.L. and Russell N.H. (1999) The use of peripheral
Balistik {senapan gen) blood stem cells for allografting. CME Brill. Hsentitol.2,
90-3.
Craddock C. (2000) Haemopoietic stem cell transplanta-
tion: recent progress and fnture promise. Lnncet Oncol.1,
227-34.
induk sebelum diinfuskan kembali. Vektor terapi gen Gluckman E., Rocha V. And Chastang C. (1999) Cord blood
dapatberupa virus atau non-virus dan sifat relatifnya stem-cell transplantation. CIitt. HaenmtoL. 12, 279-92.
diperlihatkan dalam Tabel 8.6. Gratwohl A. et nl. (1996) Indication for haemopoietic pre-
Saat ini berbagai gen sedang diteliti untuk cursor cell transplants in Europe. Br. l. Hnemntol.92,35-
mencari ekspresi yang mungkin pada sel-sel seperti 43.
Ho A.D., Haas R. and Champlin R.E. (eds) (2000) Hnentato-
sel induk hemopoietik, dan populasi terdiferensiasi
poietic Stent Cell Trnnsplontntiotr. Marcel Dekker, New
tertentu seperti limfosit T. Ini mencakup gen t-lntuk
York.
memperbaiki kelainan metabolisme bawaan tertenfu, Klein j. and Sato A. (2000) The HLA system. N. Engl. J. Mcd.
gen seperti neomisin untuk "menandai" popr-rlasi 343(1),702-9.
tertentu untuk analisis lebih lanjut, gen "bunuh diri" N,lcSr,veeny P and Storb R. (1999) Establishing mixed chi-
seperti timidin kinase yang membuat sel menjadi merism r,vith immunosuppressive, minimally myelo-
rentan terhadap gansiklovir, serta gen resistensi suppressive conditioning: preclinical and clinical stud-
untuk melindungi sel induk normal terhadap kemo- ies. In: Hentntology. American Society of Hematology
terapi dosis tinggi. Sayangnya, sel induk hemopoi- Education Program Book, pp. 396-404.
Rubinstein P. and Stevens C.E. (2000) Placental blood for
etik sulit ditransfeksi karena sel ini relatif jarang dan
bone marrow replacement: the New York Blood Center's
hanya sedikit yang terdapat dalam siklus sel pada
program and clinical results. CIin. Hnematol.Ig, 565-84.
satu waktu tertentu. Oleh karena itu, berlanjuhnya Thomas E.D., Blume K.G. and Forman S.J. (eds) (1999) He-
koreksi kelainan metabolik setelah dimasukkannya . mntopoietic Cell Trnnsplnntntion,2nd edn. Blackwell Sci-
progenitor hemopoietik autolog yang sudah ence, Boston.
Leukosit 1: granulosit, monosit, dan
kelainan jinaknya
Granulosit, 104 Kelainan fungsi netrofil dan monosit, 108
Sel darah putih (leukosit) dapat dibagi menjadi dua promielosit, dan sekunder (spesifik) yang tampak
kelompok besar-fagosit dan imunosit. Granulosit, pada periode mielosit dan dominan pada netrofil
yang mencakup tiga jenis sel-netrofil (polimorfo- matur. Kedua jenis granula berasal dari lisosorn.
nuklear), eosinofil, dan basofil-bersama dengan Granula primer mengandung mieloperoksidase,
monosit membentuk kelompok fagosit. Perkembang- fosfatase asam, dan hidrolase asam lainnya, semen-
an dan fungsi normal, serta kelainan leukosit yang tara granula sekunder mengandung kolagenase,
sifatnya jinak, dibahas dalam bab ini. Hanya sel Iaktoferin, dan lisozim (Gb. 9.6). Lama hidup netrofil
fagosit dan limfosit matur yang ditemukan dalam dalam darah hanya sekitar 10 jam.
darah tepi normal (Tabel 9.1 dan Gb. 9.1). Limfosit,
sel prekursornya, dan sel plasma yang membentuk Prekursor netrofil
populasi imunosit, dibahas dalam Bab 10.
Fungsi fagosit dan imunosit dalam melindungi Prekursor netrofil secara normal tidak tampak dalam
tubuh terhadap infeksi terkait erat dengan dua darah tepi normal tetapi terdapat dalam sumsum
sistem protein terlarut dalam tubuh, yaitu imuno- tulang (Gb. 9.2). Prekursor paling awal yang dapat
globulin dan komplemen. Protein-protein tersebut, dikenali adalah mieloblas, yaitu suatu sel dalam
yang juga dapat terlibat dalam penghancuran sel berbagai ukuran dengan inti yang besar berkromatin
darah pada sejumlah penyakit, dibahas bersama halus dan biasanya memiliki dua sampai lima anak
dengan limfosit dalam Bab 10. inti (nukleolus). Sitoplasmanya bersifat basofilik dan
tidak terdapat granula sitoplasma. Sumsum tulang
normal mengandung sampai 4% mieloblas. Melalui
pembelahan sel, mieloblas menghasilkan promielosit
GRANULOSIT yang berukuran sedikit lebih besar dan telah
membentuk granula primer dalam sitoplasmanya.
Netrofil (sel polimorf) Sel-sel ini kemudian menghasilkan mielosit yang
mempunyai granula spesifik atau sekunder.
Selini mempunyai inti padat khas yang terdiri atas Kromatin inti sekarang lebih padat dan anak inti
dua sampai lima lobus, dan sitoplasma yang pucat tidak tampak. Mielosit yang berbeda dari seri
dengan garis batas tidak beraturan mengandung netrofil, basofil, dan eosinofil dapat diidentifikasi.
banyak granula merah muda-biru (azurofilik) atau Melalui pembelahan sel, mielosit menghasilkan
kelabu-biru (Gb. 9.1a). Granula tersebut dibedakan metamielosit, yaitu sel yang tidak membelah, berinti
menjadi granula primer yang tampak pada stadium melekuk atau berbentuk tapal kuda, dan sitoplasma-
104
t05
**d'"*li#
H** g.''*%n
W w xe4 'r*ry Se
k
(a)
H, "Sil
tu;ffi.
(d) (e)
Gambar.9.1. Sel darah putih (leukosit): (a) netrofil (sel polimorf); (b) eosinofil; (c) basotil; (d) monosit; (e) limfosit. (Lihat Gambar Berwarna
hat. A-.|8).
-,, ..':..
r,lr:. -:. i
,,;.:,:liiiiiiltli;ii,
t:ll:: ,:.ir lill:ritlil:ri
-
Subjek kulit hitam dan Timur Tengah yang normal dapat mempunyai hitung darah yang lebih rendah. Pada kehamilan normal, batas
atasnya adalah: leukosif iotal
14,5 x 10/1, netrotil 11 x 1d/l
nya dipenuhi oleh granula primer dan sekunder. berbentuk lonjong atau berlekuk dengan kromatin
Bentuk nehofil antara metamielosit dan netrofil yang yang menggumpal (Gb. 9.1d). Sitoplasrnanya yang
benar-benar mafur disebut "batarrg" ("band",' itab'\ banyak berwarna biru dan mengandung banyai
atau netrofil "muda" (" juaenile"). Sel-sel ini dapat vakuol halus, sehingga memberikan gambaran kaca
ditemukan dalam darah tepi normal. Netrofil batang asah (ground-glass appear anc e). Granula sitoplasma
tidak mengandung pemisahan berupa filamen tipis juga sering dijumpai. Prekursor monosit dalam
yang jelas antara lobus-lobus inti seperti yang sumsum tulang (monoblas dan promonosit) sulit
tampak pada netrofil matur. dibedakan dari mieloblas dan monosit.
Monosit Eosinofil
Monosit biasanya berukuran lebih besar dari leukosit Eosinofil mirip dengan netrofil, kecuali granula
darah tepi lainnya dan mempunyai inti sentral sitoplasmanya lebih kasaq, lebih berwarna merah tua,
106
Gambar.9.2. Pembentukan fagosit netrofil dan monosit. Eosinofil dan basolil luga dibentuk dalam sumsum tulang dengan suatu proses yang serupa dengan netrofil
(Lihat Gambar Benvarna hal. A-18).
dan jarang dijumpai lebih dari tiga lobus inti (Gb. genitor, mieloblas, promielosit, dan mielosit mem-
9.1b). Mielosit eosinofil dapat dikenali, tetapi sta- bentuk sekumpulan (pool) sel mitotik atau proli-
dium yang lebih awal tidak dapat dibedakan dari feratif, sedangkan metamielosit, granulosit batang,
prekursor netrofil. Waktu transit eosinofil dalam dan segmen membentuk kompartemen pematangan
darah lebih lama daripada netrofil. Sel ini memasuki pasca-mitosis (Gb. 9.3). Sejumlah besar netrofil
eksudat inflamatorik dan berperan khusus dalam batang dan segmen ditahan dalam sumsum tulang
respons alergi, pertahanan terhadap parasit, dan sebagai "pool persediaan" atau kompartemen
pembuangan fibrin yang terbentuk selama inflamasi. penyimpanan. Sumsum tulang biasanya mengan-
dung lebih banyak sel mieloid daripada eritroid
Basofil dengan perbandingan 2:7 sampai 12:L, dengan
proporsi terbesar berupa netrofil dan metamielosit.
Sel ini jarang ditemukan dalam darah tepi normal. Pada keadaan stabil atau normal, kompartemen
Sel ini mempunyai banyak granula sitoplasma yang penyimpanan sumsum tulang mengandung 10-15
gelap, menutupi inti, serta mengandungheparin dan kali dari jumlah granulosit yang ditemukan dalam
histamin (Gb. 9.1c). Di dalam jaringan, basofil ber- sel darah tepi. Setelah pelepasannya dari sumsum
ubah menjadi sel mast. Basofil mempunyai tempat tulang, granulosit hanya menghabiskan waktu 6-10
perlekatan imunoglobulin E (IgE) dan degranu- jam dalam darah sebelum pindah ke dalam jaringan
lasinya disertai dengan pelepasan histamin. tempat mereka melaksanakan fungsi fagositiknya.
Dalam aliran darah, terdapat dua kelompok yang
biasanya berukuran hampir sama-kelompok yang
bersirkulasi / circulating pool (termasuk dalam hitung
GRANULOPOIESIS darah) dan kelompok yang di tepi/marginating pool
(tidak termasuk dalam hitung darah). Diperkirakan
Granulosit dan monosit dalam darah dibentuk dalam netrofil rata-rata menghabiskan waktu selama 4-5
sumsum tulang dari suatu sel prekursor yang sama hari dalam jaringan sebelum dirusak selama kerja
(lihat Gb. 1.2). Dalam seri granulopoietik, sel pro- pertahanan atau akibat penuaan.
107
,:pdnEdndafian$ranulopoie$is;
laktor pertumbuhan mieloid
"',, GM-CSF meningkatkan jumlah netrofil, eosinofil,
dan monosit. Obat-obat ini telah banyak dipakai
dalam praktik klinik dan beberapa indikasinya
adalah sebagai berikut.
Seri granulosit berasal dari sel progenitor sumsum
tulang yang makin lama makin terspesialisasi.
P asca-kemoterapi, rcdioterapi, atau transplantasi sumsum
Banyak faktor pertumbuhan yang terlibat dalam
proses pematangan ini termasuk interleukin-1 (IL-1),
tulang. Pada kedaan ini GM-CSF dan G-CSF mem-
percepat pemulihan hemopoietik dan memper-
IL-3, IL-s (untuk eosinofil), IL-6, IL-77, faktor
singkat periode netropenia (Gb. 9.4). Sehingga hal ini
pertumbuhan koloni granulosit-makrofag (granillo-
mengurangi lama rawat inap di rumah sakit,
cyte-macrophage colony -stimulating factor, GM-CSF),
pemakaian antibiotik, dan kekerapan infeksi, tetapi
CSF granulosit (G-CSG), dan CSF monosit (M-CSF)
periode netropenia berat setelah kemoterapi intensif
(lihat Gb. 1.6). Faktor-faktor pertumbuhan tersebut
tidak dapat dicegah atau dipersingkat.
merangsang terjadinya proliferasi, diferensiasi, serta
memengaruhi fungsi sel matur tempat faktor Leukemia mielositik akut. G-CSF digunakan dalam
tersebut bekerja (misalnya fagositosis, pembentukan
beberapa protokol untuk merangsang sel blas
superoksida dan sitotoksisitas pada netrofil; fago-
mieloid masuk ke dalam siklus sel yang mening-
sitosis, sitotoksisitas, dan produksi sitokin lain oleh
katkan sensitivitasnya terhadap kemoterapi.
monosit).
Produksi granulosit dan monosit yang bertambah
Mielodisplasla. Faktor pertumbuhan granulosit telah
akibat adanya infeksi diinduksi oleh meningkatnya
produksi faktor pertumbuhan dari sel stroma dan diberikan secara tersendiri atau bersama dengan zat
limfosit T yang dirangsang oleh endotoksin, IL-1, seperti eritropoietin sebagai usaha untuk memper-
atau faktor nekrosis tumor (tumour necrosis factor, baiki fungsi sumsum tulang tanpa mempercepat
TNF) (lihat cb. 1.5). transformasi leukemia.
6raG-CSF
Transplantasi sel induk darah tepi. G-CSF digunakan molekul perlekatan leukosit dengan ligan di jaringan
untuk meningkatkan jumlah progenitor multipoten yang rusak.
dalam darah, dan meningkatkan panen sel induk
darah tepi yang cukup untuk transplantasi. Fagositosis. Bahan asing (bakteri, jamur,
dll) atau sel
pejamu yang mati atau rusak difagositosis (Gb. 9.6).
Pengenalan partikel asing dibantu oleh opsonisasi
dengan imunoglobulin atau komplemen karena
netrofil maupun monosit mempunyai reseptor Fc
MONOSIT dan C3b. Opsonisasi sel tubuh normal (misalnya
eritrosit atan trombosit) juga membuat sel tersebut
Monosit hanya sebentar berada dalam sumsum dapat dirusak oleh makrofag sistem retikuloendo-
tulang dan, setelah bersirkulasi selama 20-40 jam, telial, seperti pada hemolisis autoimun, purpura
meninggalkan darah dan memasuki jaringan untuk trombositopenik idiopatik (autoimun), atau sitopenia
menjadi matur dan melaksanakan fungsi utamanya. yang diinduksi obat.
Lama hidup ekstravaskular setelah berubah menjadi Makrofag mempunyai suatu peran sentral dalam
makrofag dapat selama beberapa bulan atau bahkan presentasi antigen-memproses dan mempresentasi-
beberapa tahun. Monosit dapat menjalankan fungsi kan antigen asing di molekul antigen leukosit
spesifik dalam jaringan yang berbeda, misalnya kulit, manusia (HLA) ke sistem imun. Makrofag juga
usus, hati, dll. (Gb. 9.5). Salah satu jalur yang sangat menyekresi sejumlah besar faktor pertumbuhan yang
penting adalah jalur sel dendritik yang terlibat dalam mengatur respons inflamasi dan respons imun.
presentasi antigen ke sel T (Bab 10). GM-CSF dan M- Kemokin adalah sitokin kemotaktik yang terdiri
CSF terlibat dalam produksi dan aktivasinya. atas dua kelas utama-kemokin CXC (a), yaitu sitokin
pro-inflamasi kecil (8-10000 MW) yang terutama
bekerja pada netrofil, dan kemokin CC (P) seperti
protein inflamasi makrofag (macrophage inflammatory
protein) (MIP)-1ct dan RANTES yang bekerja pada
KELAINAN FUNGSI NETROFIL DAN monosit, basofil, eosinofil, dan sel nntttral killer (NK).
MONOSIT Kemokin dapat dihasilkan secara konstitutif dan
mengatur aktivitas limfosit pada kondisi fisiologik;
Fungsi normal netrofil dan monosit dapat dibagi kemokin inflamatorik diinduksi dan diregulasi
menjadi tiga fase. meningkat oleh rangsangan inflamasi. Kemokin ini
berikatan dengan dan mengaktifkan sel melalui
Kemotaksis (mobilisasi dnn migrasi sel). Fagosit tertarik reseptor kemokin dan berperan penting dalam rne-
ke bakteri atau lokasi inflamasi oleh zat kemotaktik rekrut sel yang sesuai ke lokasi inflamasi. Reseptor
yang dilepaskan dari jaringan yang rusak atau oleh kemokin telah diidentifikasi sebagai koreseptor
komponen komplemen dan juga oleh interaksi untuk masuknya virus HIV ke dalam sel (hal. 130).
ii,ii.ri:i:::iilll'ii,\ li irriili!.:::::
': :i]]+4:.:.r:. ]i:..|:::]i
Liii I :,;'lti:ii:,,.lil il r;: illii;rriuj!ffilli* 10e
@
iiil
nya terapi kortikosteroid), atau kelainan pada ll
leukosit itu sendiri (misalnya pada leukemia mieloid .,1S
.'r ii
w
Mrxrogria :;$
n mieloproliferatif).
M
i::.:t
:itl'
alveolus Pembunuh. Kelainan ini dengan jelas digambarkan
v
paru
oleh penyakit granulomatosa kronik terkait-X atau
resesif autosomal yang langka ,yangdisebabkan oleh
kelainan metabolisme oksidatif leukosit. Terdapat
Sel KUpffer
hati
kelainan yang mengenai berbagai unsur oksidase
letupan respiratorik atau mekanisme yang
mengaktifkannya. Pasien menderita infeksi ber_
ulang, biasanya disebabkan oleh bakteri tetapi
I ., H["l,i"no. kadang-kadang disebabkan jamur, yang sebagiin
besar terjadi pada masa bayi atau awal misa anak.
) u"k or.g
. Kelainan kongenital lain yang jarang terjadi juga
sumsumtutans
dapat menyebabkan terjadinya defek pembunuhan
( bakteri, misalnya defisiensi mieloperoksidase dan
ffi HHfrli:",
sindrom Chediak-Higashi (lihat di bawah). Leuke-
mia mieloid akut atatr kronik dan sindrom mielo-
displasia dapat juga disertai gangguan pembunuhan
Gambar. 9.5. Sistem retikuloendotel: distribusi makrofag. mikroorganisme yang teringesti.
li
Penyakit langkc lainnya. Berlawanan dengan kedua
,$: Defek fungsi sel fagasit
' 'i":::,:::::::!: , llr:r:i::,:i :l: ::rl i l
kelainan yang relatif jinak tersebut, kelainan leukosit
kongenital yang jarang terjadi lainnya dapat disertai
ini terjadi pada kelainan kongenital
Kemotoksis. Defek dengan penyakit yang berat. Sindrom Chediak-
yang jarang terjadi (misalnya sindrom "leukosit Higashi diwariskan secara resesif autosomal, dan
Nr,ttllllilL{l:il+9jJrillLl I i lLil
1't0 ::i::::::::::::,11.:::a:::l:::::j : : 1{
Fagosom
Granula primer
(mengandung
fosfatase asam,
mieloperoksidase,
esterase)
Granula sekunder
{spesifik)
(mengandung
lisozim, kolagenase,
laKoferin)
Gambar.9.6. Fagositosis dan penghancuran bakteri. Pada
saat memasuki netrolil, bakteri dikelilingi oleh suatu
membran permukaan yang berinvaginasi dan berfusi
Badan residu dengan suatu lisosom primer untuk membentuk suatu
lagosom. Enzim dari lisosom tersebut menyerang bakteri.
:i1
Granula sekunder juga berfusi dengan lagosom, dan
enzim baru dari granula tersebut termasuk laktoferin
menyerang organisme tersebut. Berbagai jenis oksigen
teraktivasi yang dihasilkan oleh metabolisme glukosa juga
membantu membunuh bakteri. Produk bakteri residual
yang tidak tercerna diekskresikan melalui eksositosis.
i\-i w* ry*iry
.6.!a::
:.'W,
,llllr|}d$"i::i
(a) (b)
,1 d, I ,il :i;
,#W
,Q*,
Ww;
'q rr-*
,,',, 1,.,-11tf
)'- i.i,,,'lto$.;Iii;
(e) (0
badan Doehle dapat dilihat dalam sitoplasma netrofil. (c) Anemia megaloblastik: netrolil berukuran besar dengan hipersegmentasi dalam darah tepi. (d) Kelainan May-
Hegglin: netrofil mengandung inklusi basofilik berrdiameter 2-5 pm; juga disertai lrombositopenia ringan dengan trombosit raksasa. (e) Kelainan Pelger-Hiiet:
penggumpalan kromatin yang kasar dalam konfigurasi seperti peniti. (f) Sindrom Chediak-Higashi: granula raksasa yang aneh dalam sitoplasma monosit. (g) Kelainan
Alder: granula ungu yang kasar dalam sitoplasma netrofil. (Lihat Gambar Berwarna hal. A'19).
111
iii terdapat granula raksasa dalam netrofil, eosinofil, netrofil batang dan kadang-kadang ditemukan sel
iii monosit, dan limfosit yang disertai dengan netro- yang lebih primitif seperti metamielosit dan mielosit;
iil penia, trombositopenia, dan hepatosplenomegali (b) adanya granulasi toksik sitoplasma dan badan
lli yang jelas. Granulasi atau vakuolisasi leukosit yang Doehle (Gb. 9.7a, b); dan (c) skor fosfatase alkali
rlii abnormal juga ditemukan pada penderita kelainan netrofil (neutrophil alkaline phosphatase, NAP) yang
iiii mukopolisakarida yang langka, misalnya sindrom meningkat. Untuk itu, kekuatan pewarnaan dari
,il Hurler. masing-masing 100 netrofil diberi skor antara 0
Kelqinnn morfologi umum. Gambar 9.7 memper- sampai 4. Skor maksimum adalah 400; skor normal
lihatkan adanya beberapa kelainan bentuk netrofil antara 20 dan 100.
*:l
3S yang lebih lazim ditemukan, yang dapat terlihat di
ffi darah tepi. Bentuk hipersegmentasi ditemukan pada
t-:.t anemia megaloblastik, badan Doehle, dan perubahan Reaksi leukemoid
rit
ll$'
toksik pada infeksi. "Drumstick" (tongkat drum)
tampak pada inti sebagian netrofil wanita normal Reaksi leukemoid adalah suatu Ieukositosis reaktif
dan disebabkan karena adanya dua kromosom X. Sel dan berlebihan yang biasanya ditandai oleh adanya
Pelger ditemukan pada kelainan kongenital jinak, sel imatur (misalnya mieloblas, promielosit, dan
dan pada penderita leukemia mieloid akut atau mielosit) dalam darah tepi. Kadang-kadang terjadi
mielodisplasia. reaksi limfositik. Kelainan yang terkait antara lain
rnfeksi berat atau kronik, hemolisis berat, atau kanker
metastasis. Reaksi leukemoid seringkali sangat jelas
pada anak. Perubahan granulosit seperti granulasi
PENYEBAB LEUKOSITOSIS DAN toksik dan badan Doehle serta skor NAP yang tinggi
MONOSITOSIS membantu membedakan reaksi leukemoid dengan
leukemia mieloid kronik (yang skor NAP-nya
rendah).
fCukoiitosis netibfil
Peningkatan jumlah netrofil dalam,darah sampai Leukositosis eosinof i lik (eosin of ilia)
batas lebih dari 7,5 x 70e /l adalah salah satu per-
ubahan hitung darah yang paling sering ditemukan.
Penyebab peningkatan jumlah eosinofil darah (Gb.
Penyebab leukositosis netrofil dijabarkan dalam
9.8) di atas 0,4 x 70e /l dicantumkan dalam Tabel 9.3.
Tabel 9.2. Leukositosis netrofil kadang-kadang Kadang-kadang tidak ditemukan penyebab yang
disertai oleh demam akibat dilepaskannya pirogen
mendasari dan jika jumlah eosinofil meningkat (> 1,5
leukosit. Ciri khas netrofilia reaktif yang lain dapat
meliputi: (a) "pergeseran ke kiri" dalam hitung jenis
Ieukosit darah tepi, yaitu meningkatnya jumlah Tabel 9.3. Penyebab eosinolilia
:---
Perdarahan akut atau hernolisis
Poliartedtis nodosa ,.,
G- dan GM-CSF, faktor pertumbuhan koloni granulosit dan granulositmakrolag. GM-CSF, faktor pertumbuhan koloni granulosi!makrolag.
112
i ;$Si iTP,g
: ji,a
,'''@'i:::"',
1-. ;1,i ":.i
,,. ,
* ' r-,:: .,
' : L'rlr
ir .':llrf ? l:
:.l
ir:iiI
i'::i ni l j ,.,, ,r .l:
l''-" t: '*"1't
"4
Gambar.9.8 Eosinofilia (Lihat Gambar Benruarna hal. A-17).
x 10'll) selama lebih dari 6 bulan disertai dengan netrofil absolut kurang dari 0,5 x 70e /1, pasien
adanya kerusakan jaringan, maka didiagnosis mungkin menderita infeksi berulang dan jika jumlah-
sebagai sindrom hipereosinofilik. nya turun sampai kurang dari 0,2 x 10e /1, risikonya
Katup jantung, kulit, dan paru dapat terkena sangat serius, khususnya jika terdapat juga suatu
penyakit ini dan pengobatannya biasanya dengan defek fungsional. Netropenia dapat bersifat selektif
steroid atau obat sitotoksik. Peningkatan produksi atau merupakan bagian dari pansitopenia umum
sitokin seperti IL-5 dari sel CD4+ dapat mendasari (Tabel9.5).
terjadinya sebagian kasus.
Netropenia kongenital
, Leuk0sitosis basofil (basofilia) , .,
Sindrom Kostmann adalah suatu penyakit resesif au-
tosomal yang bermanifestasi dalam usia tahun
Peningkatan jumlah basofil darah di atas 0,7 x 1.0e /l pertama dengan infeksi yang mengancam jiwa.
jarang terjadi. Penyebab umumnya adalah kelainan Sebagian besar kasus yang terjadi disebabkan oleh
mieloproliferatif seperti leukemia mieloid kronik mutasi gen yang mengode elastase netrofil. G-CSF
atau polisitemia vera. Peningkatan basofil reaktif menghasilkan suatu respons klinis walaupun fibrosis
kadang-kadang ditemukan pada miksedema, selama sumsum tulang dan leukemia mieloid akut dapat
infeksi cacar atau cacar air, dan pada kolitis ulseratif. mengatasinya.
lnfeksi protozoa
i i
;it:: : ,,::r.,::, , tri'.':::,]
Netropenia krorii6::'.:,'. ,"1',,,,, , ,I :,,:,
.: r,
Netropenia autoimun
Pada beberapa kasus netropenia kronik, dapat
diperlihatkan adanya suatu mekanisme autoimun.
Antibodi dapat ditujukan terhadap salah satu anti-
gen yang spesifik untuk netrofil (NA, NB, dll).
Netropenia siklik
KELAINAN HISTIOSIT
Klasifikasi kelainan histiosit dicantumkan di Tabel
9.6.
Gambar. 9.9. Ulserasi lidah pada netropenia berat. (Lihat Gambar Berwarna hal.
A_20). :, seldendritik
yang diinduksi obat, penyembuhan spontan terjadi Ditemukan sel khusus yang mempresentasikan ant!
dalam 1-2 minggu setelah penghentian obat. Pen- gen, terutama di kulit, kelenjar getah bening, limpa,
derita netropenia kronik menderita infeksi berulang dan timus. Sel-sel ini mencakup sel yang berasal dari
yang terutama disebabkan oleh bakteri, walaupun mieloid dan monosit, termasuk sel Langerhans dan
juga terjadi infeksi jamur dan virus (terutama her- turunan yang berasal dari limfosit. Peran utamanya
pes). Diagnosis dini dan pengobatan yang kuat dan adalah dalam presentasi antigen sel limfosit T dan B
sesuai dengan obat antibiotik, anti jamur, atau anti (hal. 122).
'llil
its
iiit
i):t;
il
N\
N}
ffi it
*#
ffi i."1
i$
:8
t-.\ Gambar. 9.10. Limfohistiositosis hemofagositik: aspirat sumsum tulang memperlihatkan histiosit yang telah memakan eritrosit, eritroblas, dan netrofil. (Lihat Gambar r.l-:+
$N
w Bemarna hal. A-19).
ritiii*ftiliiiiini.*[$]l 115
kit yang sebelumnya dikenal sebagai histiositosis X, Ini adalah penyakit herediter yang jarang terjadi,
penyakit Lettere-Siwe, penyakit Hand-Schuller- diwariskan secara resesif atau lebih sering sebagai
Christian, dan granuloma eosinofilik. Penyakit ini penyakit didapat, yang biasanya dicetuskan oleh its
dapat bersifat tunggal atau multisistem. Penyakit adanya infeksi virus, bakteri, jamur, atau timbul
multisistem mengenai anak dalam usia tiga tahun s
menyertai tumor. Manifestasi penyakit ini adalah tr
pertama disertai hepatosplenomegali, limfadenopati, demam dan pansitopenia, seringkali disertai dengan ffi
dan gejala kulit eksematosa. Lesi yang terlokalisir splenomegali dan disfungsi hati. Terdapat pening- s
dapat terjadi khususnya di tulang tengkorak, rusuk, katan jumlah histiosit dalam sumsum tulang yang }R
tulang panjang, hipofisis posterior yang menyebab- ffi
memakan eritrosit, leukosit, dan trombosit (Gb.9.10). $$
kan terjadinya diabetes insipidus, sistem saraf pusat, Gambaran klinis adalah demam, pansitopenia, dan ni$
*N
traktus gastrointestinal, dan paru. Lesi meliputi sel disfungsi multiorgan. Pengobatan adalah mengobati
Langerhans (yang ditandai oleh adanya granula infeksi yang mendasari (jika diketahui) dengan pera-
Birbeck yang berbentuk seperti raket tenis pada watan suportif. Aktivasi sel T'terlibat dalam etiologi -{i.{
irisan pemeriksaan mikroskop elektron), eosinofil, dan dapat dicoba pengobatan dengan siklosporin
limfosit, netrofil, dan makrofag. atau kemoterapi. Keadaan ini sering menyebabkan
kematian.
*:r,illr: B{0
Limfosit (Gb. 10.1) adalah sel yang kompeten secara ini masih belum jelas apakah sel tersebut diproses di
imunologik dan membantu fagosit dalam perta- luar sumsum tulang untuk menjadi limfosit B matur.
hanan tubuh terhadap infeksi dan invasi asing lain. Pada burung, proses ini berlangsung di bursa Fabri-
Dua ciri unik yang khas untuk sistem imun adalah cius, tetapi pada manusia belum ditemukan organ
kemampuan untuk menimbulkan spesifisitas anti- yang setara.
genik dan fenomena memori imunologik. Deskripsi Sel T juga awalnya berasal dari sel induk sumsum
lengkap mengenai fungsi limfosit tidak terdapat tulang tetapi bermigrasi ke timus tempat berdiferen-
dalam lingkup buku ini, tetapi buku ini mencangkup siasi menjadi sel T matur selama perjalanan dari
mengenai informasi yang penting untuk memahami korteks menuju medula. Selama proses ini, sel T yang
penyakit sistem limfoid dan peran limfosit dalam swareaktif (self-reactiue) dibuang (seleksi negatif)
penyakit hematologik. sedangkan sel T yang memiliki sedikit spesifisitas
terhadap molekul antigen leukosit manusia (human
leucocyte antigen, HLA) pejamu diseleksi (seleksi
positif). Sel helper matur mengekspresikan CD4,
LIMFOSIT sedangkan sel sitotoksik mengekspresikan CD8
(Tabel 10.1). Sel-sel tersebut juga mengekspresikan
Pembentukan limfosit primer salah satu dari dua heterodimer reseptor antigen sel-
T, yaitu oB (>90%) atau y6 (<10%).
Pada kehidupan pascanatal, sumsum tulang dan
timus adalah organ limfoid primer tempat berkem-
bangnya limfosit (Gb. 10.2). Organ limfoid sekunder Sel pembunuh alami (Naturatkitler cell)
tempat pembentukan respons imun spesifik adalah
kelenjar getah bening, limpa, dan jaringan limfoid Sel pembunuh alami (NK) adalah sel CD8+ sitotoksik
saluran cerna dan saluran napas. yang tidak mempunyai reseptor sel T (TCR). Sel
tersebut berukuran besar dengan granula sitoplasma
dan biasanya mengekspresikan molekul permukaan
: Limfoiit B dan T CD16 (reseptor Fc), CD56, dan CD57. Sel NK di-
rancang untuk membunuh sel target dengan ekspresi
Respons imun bergantung pada dua jenis limfosit, molekul HLA kelas satu yang rendah, seperti yang
yaitu sel B dan sel T (Tabel 10.1). Pada manusia, sel B mungkin terjadi selama infeksi virus atau pada sel
berasal dari sel induk sumsum tulang. Hingga saat ganas. Sel NK melaksanakan hal ini dengan cara
116
i r.:,;-":- iis#
117
memperlihatkan sejumlah reseptor untuk molekul mal dan pusat germinal, banyak ditemukan selhelper
HLA di permukaannya. Apabila molekul HLA tidak CD4, tetapi dalam sumsum tulang dan usus, sub-
ada di sel target, sinyal inhibisi ini hilang dan sel NK populasi sel T yang utama adalah CD8 positif.
kemudian dapat membunuh targetnya. Selain itu, sel
NK memperlihatkan sitotoksisitas yang diperantarai
sel dan tergantung antibodi (antibody-dependent ceII-
mediated cytotoxicity, ADCC). Pada keadaan ini, anti- lmunoglobulin
bodi berikatan dengan antigen di permukaan sel,
kemudian sel NK berikatan dengan bagian Fc anti- Imunoglobulin adalah sekelompok protein heterogen
bodi yang terikat dan membunuh sel target. yang dihasilkan oleh sel plasma dan limfosit B, dan
bereaksi dengan antigen. Imunoglobulin dibagi men-
::
Siiiiuiisiiimi;ait .,,.,r.., ',,. ' '.,.,
, :,
jadi lima subkelas atau isotipe: imunoglobulin G
(IgG), IgA, IgM, IgD, dan IgE. IgG, yang paling
banyak ditemukan, mencakup sekitar 80% dari
Limfosit dalam darah tepi bermigrasi melalui venula imunoglobulin serum normal, dan lebih lanjut dibagi
pascakapiler ke dalam substansi kelenjar getah menjadi empat subkelas: IgG,, IgGr,IgG,, dan IgGn.
bening atau ke dalam limpa. Sel T terletak di zona IgA dibagi menjadi dua tipe. IgM biasanya yang
perifolikular daerah korteks kelenjar getah bening pertama kali dihasilkan sebagai respons terhadap an-
(daerah parakortikal) (Gb. 10.2), dan di selubung tigen, kemudian dihasilkan IgG (diperiode yang
periarteriol yang mengelilingi arteriol sentralis lebih lama). Sel yang sama dapat berubah dari
Iimpa. Sel B secara selektif berkumpul dalam folikel sintesis IgM menjadi IgG, atau IgA, atau IgE. IgA
kelenjar getah bening, limpa, di tepi subkapsular adalah imunoglobulin yang utama di dalam sekret,
korteks, dan korda medular kelenjar getah bening. khususnya di saluran cerna. IgD dan IgE (terlibat
Limfosit kembali ke darah tepi melalui aliran limfatik dalam reaksi hipersensitivitas tipe lambat) adalah
eferen dan ductus thoracicus. Dalam darah tepi nor- fraksi yang kecil. Beberapa sifat biokimia dan
118
Timu!
Korteks TdT*
Medula TdT-
i=#iifi.i#,#r$i;=titfiili.,j;:,:tii,t'ttt,t;:i::,
OROAN LIMFOIO SEKUNDER
Kelenjar
getah bening
Zona mantel
Daerah
kortikal Folikel
dalam Korteks
(parakortoks)
Korda
medularis
Limpa
Daerah sel T
(marginal)
Pusat germinal
Zona mantol
Darsh ffi
*rr**t I O-rr1r
T>B
Ij l].-.'r] *-rlt.r
cD4>C08
r r,rrtrrtr It
iil;;;:-l$ii. r::ll;trs'j'i:il,;dii
r
ii i
Daerah sel T
Gambar, 10.2. Organ limloid primer dan sekunder, serta
darah.
biologik penting dari tiga subkelas imunoglobulin daerah yang sangat bervariasi, memberikan spesifi-
utama tersebut diringkas di Tabel 10.2. sitas pada imunoglobulin, serta daerah yang tetap
Semua imunoglobulin tersusun dari struktur tempat terdapatnya kesesuaian sempurna dalam
dasar sama (Gb. 10.3), yang terdiri atas dua rantai urutan asam amino pada semua antibodi yang
berat dan disebut gamma (1) di IgG, alfa (a) di IgA, termasuk dalam satu isotipe tertentu (misalnya IgA,
mu (p) di IgM, delta (6) di IgD, dan epsilon (e) di IgE, IgG, dll) atau subkelas isotipe (IgG,,IgGr, dll). Pada
serta dua rantai ringan-kappa (rc) atau lambda (),)- berbagai daerah di kedua rantai ringan dan berat
kelima imunoglobulin ini lazim ditemukan. Rantai tersebut terdapat daerah yang hipervariabel atau
berat dan rantai ringan masing-masing mempunyai daerah yang menentukan komplementaritas, serta
ifl[t=:.iffi
t o;it.. i'teiii*iqqtqry Xg@,,rhio*ir
jglii 119
Sel T Sel B
MHC kelas I
daerah rangka yang varibilitasnya lebih rendah. tologik. Sekresi imunoglobulin spesifik dari suatu
Imunoglobulin dapat dipecah menjadi satu fragmen populasi limfosit atau sel plasma monoklonal terjadi
Fc yang konstan dan dua fragmen Fab yang sangat pada makroglobulinemia, sebagian besar kasus
beragam. Molekul IgM jauh lebih besar karena terdiri mieloma multipel, dan pada kelainan lain (hal. 201).
dari lima subunit. Protein Bence-Jones yang ditemukan dalam urin
Peran utama imunoglobulin adalah sebagai perta- pada beberapa kasus mieloma terdiri atas sekresi
hanan tubuh terhadap organisme asing. Walaupun monoklonal rantai ringan atau fragmen rantai ringan
demikian, imunoglobulin juga mempunyai peranan (rc atau ),). Pada berbagai kelainan imun, imuno-
penting dalam patogenesis sejumlah kelainan hema- globulin dapat berikatan dengan sel darah dan
120
Tempat pengikatan
antigen yang variabel PENATAAN GEN ANTIGEN-RESEPTOR
qm #
Untuk rantai ringan, terjadi penataan ulang yang sama dengan yang digunakan pada sel B terlibat
serupa dalam segmen gen rantai ringan. Enzim- dalam penggabungan segmen gen TCR.
enzim yang dikenal sebagai rekombinase diperlukan
baik pada sel B maupun sel T untuk menggabungkan
potongan-potongan DNA yang berdekatan setelah
eksisi sekuens yang terletak di antaranya. Enzim KOMPLEMEN
tersebut mengenali sekuens heptamer dan nonamer
tertentu yang tetap, dan mengapit berbagai segmen Komplemen terdiri atas suatu rangkaian protein
gen tersebut. Penataan ulang terjadi selama ontogeni plasma yang menyusun suatu sistem enzim ampli-
sel B dalam urutan gen rantai berat, r dan ), (Gb. fikasi yang mampu melisiskan bakteri (atau sel
10.5). Kesalahan dalam aktivitas rekombinase ber- darah), atau dapat "mengopsonisasi' (melapisi)
peran penting dalam translokasi kromosom pada bakteri atau sel sehingga bakteri atau sel tersebut
keganasan sel B atau sel T. difagositosis. Urutan komplemen terdiri atas
sembilan komponen utama-C1, C2, dll.-yang di-
aktifkan secara bergantian (oleh sebab itu dinamakan
,,, Ponataan ulan$ reseptOr selT C1) dan membentuk suatu kaskade, yang menye-
rupai urutan koagulasi (Gb. 10.7). Protein yang
Sebagian besar sel T mengandung TCR yang ter- paling banyak jumlahnya dan yang paling penting
susun atas heterodimer dan terdiri atas rantai clt dan adalah C3 yang terdapat dalam plasma pada kadar
p. Pada sebagian kecil sel T, TCR tersusun atas rantai sekitar 7,2 g/1. Tahapan awal (opsonisasi) yang
^y dan 6. Gen a, P, y, dan 5 TCR masing-masing menyebabkan terjadinya pelapisan sel oleh C3b
mencakup regio V, D, J, dan C. Selama ontogeni sel I dapat terjadi melalui dua jalur yang berbeda:
penataan ulang segmen gen tersebut terjadi dengan 1. |alur klasik, biasanya diaktifkan oleh pelapisan
cara yang sempa dengan gen imunoglobulin dalam sel oleh IgG atau IgM; atau
sel B yang sedang berkembang, sehingga dengan 2. Jalur altematif yang lebih cepat, diaktifkan oleh
demikian menciptakan sel T yang mengekspresikan IgA, endotoksin (dari bakteri Gram negatif), dan
struktur TCR yang sangat bervariasi (108 atau lebih) faktor lain (Gb. 10.7).
(Gb. 10.6). TdT terlibat dalam pembentukan kera- Makrofag dan netrofil mempunyai reseptor C3b
gaman lebih lanjut, dan enzim rekombinase yang dan mereka memfagositosis sel yang terlapis C3b.
122
Kompleks antigen-antibodi
(antibodi lgM dan sebagian antibodi lgc)
Jalur
klasik
Fase
opsonisasi
I
I| o,,,.
/isis adalah komponen utama (b) C4 dan C2 (C-4b2b). Pada jalur
t terminal alternatif, konverlase adalah kombinasi C3b debfab fragmen
Lisis )
utama (b) fakror B (d358;b).
C3b lalu didegradasi menjadi C3d yang terdeteksi mediator-mediator dari sel mast jaringan dan basofil
pada pemeriksaan antiglobulin (Coombs) menggu- yang dapat menyebabkan terjadinya vasodilatasi
nakan zat antikomplemen (hal. 292). Jika urutan dan peningkatan permeabilitas.
komplemen menjadi lengkap, terjadi pembentukan
fosfolipase aktif yang membuat lubang di membran
sel (misalnya sel eritrosit atau bakteri), menyebabkan
terjadinya lisis langsung. jalur komplemen juga RESPONS IMUN
menghasilkan fragmen C3a dan C5a yang aktif
secara biologik dan bekerja langsung di fagosit, ter- ciri yang paling menyolok dari sistem
Salah satu
utama netrofil untuk merangsang terjadinya ledakan imun adalah kapasitasnya untuk menghasilkan
respons yang sangat spesifik. Untuk sel B dan sel I
*?;
respiratorik (respirntory burst) disertai dengan
produksi metabolit oksigen. Keduanya dapat men- spesifisitas ini dicapai dengan adanya reseptor ter-
cetuskan terjadinya anafilaksis dengan pelepasan tentu di permukaan limfosit (Gb. 10.8). Sistem imun
123
Sel targel
Antigen
Gambar. 10.8, Reseptor antigen di limfosit dan interaksinya dengan antigen. (a) Reseptor antigen sel B adalah imunoglobulin yang terikat pada membran.
Dua rantai
berat (H) lerikat secara kovalen pada dua rantai ringan (L). Satuan pengikat antigen ini terkait dengan heterodimer CD79 yang bertindak
sebagai satuan penghantar
sinyal. (b). Reseptor sel T terdiri dad sejumlah komponen yang bersama-sama menyusun kompleks CD3. Suatu rantai pengr:kat antigen (o,, p;
bergaUung lengan
beberapa protein (1, 6, e, yang memperantarai lransduksi sinyal. Antigen dikenali dalam bentuk peptida pendek yang terikai pada permukaaan motekut Ut_n.
0 Sel f
CD8+ berinteraksi dengan peptida di molekul HLA kelas I dan heterodimer CD8 berinteraksi dengan domain a3 pada protein kelas L
mengandung banyak klon limfosit, Masing-masing inflamasi-faktor nekrosis tumor (TNF)-a dan
klon tersebut mempunyai reseptor yang memper- interleukin (Il)-1-serta produk virus dan bakteri
lihatkan perbedaan struktur dibandingkan struktur seperti lipopolisakarida (LPS) atau RNA untai ganda
klon lain, sehingga hanya akan berikatan dengan an- (dsRNA). Sel T CD4+ juga mengaktifkan DC melalui
tigen yang terbatas jumlahnya. Reseptor sel B adalah interaksi ligan (L) CD40-CD40. DC matur meng-
imunoglobulin yang terikat pada membran dan ekspresikan molekul-molekul ko-stimulatorik dalam
setelah aktivasi, reseptor ini disekresikan sebagai derajat tinggi dan dapat mempresentasikan antigen
imunoglobulin bebas yang dapat larut. TCR lebih secara efisien ke sel T spesifik antigen yang naif .
kompleks. Bagian yang mengenali antigen secara Sel T tidak dapat mengikat antigen bebas dalam
struktural analog dengan imunoglobulin, dan mem- larutan dan mensyaratkan antigen disajikan pada
punyai salah satu rantai c, atau B atau, pada sebagian APC dalam bentuk peptida yang terpegang di
kecil, rantai y dan 6. Selama perkembangan sel B atau permukaan molekul kompleks histokompatibilitas
T melalui penataan ulang gen yang mengode mayor (MHC, juga dikenal sebagai sistem HLA pada
imunoglobulin di sel B atau TCR di sel I dihasilkan manusia) (Gb. 10.8a). Oleh karena itu, sel T bukan
variabilitas (lihat hal. 121). Apabila ditemui suatu an- hanya mengenali antigen, tetapi juga molekul MHC
tigen, hanya klon-klon yang berikatan dengan anti- 'dirl' ('self), sehingga disebut terbatas-MHC (MHC-
gen yang mengalami induksi untuk berproliferasi restricted). Molekul CD4 pada sel helper mengenali
dan untuk pematangan menjadi sel efektor- molekul kelas II (HLA-DP, -DQ dan -DR), sedangkan
fenomena seleksi klon. molekul CD8 mengenali molekul kelas I (HLA-A, -B,
Makrofag khusus yang disebut sel dendritik (DC, dan -C). Lokasi pengenalan antigen TCR tergabung
lihat hal. 114) berperan penting dalam memproses pada beberapa subunit lain dalam kompleks CD3
antigen sebelum mempresentasikannya ke limfosit B yang bersama-sama memperantarai transduksi
dan T-oleh karena itu, sel-sel tersebut dikenal sinyal, Selama interaksi struktural ini, sel-sel tersebut
sebagai sel penyaji antigen (antigen presenting ceII, melepaskan sitokin-sitokin seperti IL-l., -2,-4, dan -10
APC). Prekursor DC secara alami bermigrasi dalam yang bekerja untuk memodifikasi ekspansi sel
derajat rendah dari darah ke dalam jaringan, tetapi teraktivasi. Berdasarkan produksi sitokinnya, sel T
kecepatan migrasinya meningkat di tempat infla- CD4+ secara luas terbagi menjadi selT helper tipel
masi. DC yang imatur efisien untuk terjadinya (Th1) dan sel Th2. Sel Th1 terutama menghasilkan IL-
makropinositosis, sehingga memungkinkan untuk 2, TNF-P, dan interferon-.y (IFN-g), serta penting
menangkap antigen dari lingkungan. DC dapat untuk meningkatkan imunitas selular (dan pemben-
dimatangkan oleh berbagai stimulus seperti sitokin tukan granuloma) sedangkan sel Th2 menghasilkan
124
,
akul: mononukleosis infeksiosa, rubella, pertusis, limfositosis
infeksiosa akut, hepathis inteksiosa, siiomegalovirus, HlV, herpes
simp,eks atau zosler
Sel plasma berukuran lebih besar dibandingkan
frJnrlr:'tuUerrulosis,toltsoplasmoiis;bruselosis,.sifilis,.
dengan limfosit. Biasanya, sel ini mempunyai inti
bulat yang eksentrik dengan pola kromatin seperti
Leukemia limfoblastik akut
l'
jam ('clock-face'). Sitoplasma sel plasma sangat baso-
filik, namunbadan Golgi perinuklear terwarna muda Uimtoma non-Hodgkin (sebagian), . :
t
(Gb. 10.1d). Sel ini mengandung imunoglobulin
intrasel, tetapi tidak mengandung imunoglobulin
Tirotoksikosis
I
permukaan. HlV, virus imunodefisiensi manusia (human inmunodeficiency virusl
S;ffi;*ffiSffiffii1ffiffiffi,i.0ffi+liiffi1,;,$-u$sl[2tlisfoel&d{n'kblHiilffillmrositlrnsk*r
]ffi.ffiwtu\ffii:]!.ffi#,#qffi:
125
(a)
Sinus
subkapsularis
Folikel
(sel B)
Pusat
germinal ZonaT
Folikel
sekunder Zona
Korda
ifiiffJn"""',*\ medularis
1. Limfadenopati servikal bilateral pada75"/o kasus. sekitar 15% kasus. Sekitar 5% pasien mengalami
Limfadenopati generalisata simetris pada 50% ikterus.
kasus. Kelenjar berbatas tegas dan mungkin nyeri. 6. Neuropati perifer, anemia berat (disebabkan oleh
2. Lebih dari separuh pasien menderita sakit hemolisis autoimun), atau purpura (disebabkan
tenggorokan dengan permukaan rongga mulut oleh trombositopenia) adalah komplikasi yang
dan faring yang meradang. Seringkali ditemukan lebih jarang ditemukan.
tonsilitis folikular.
3. Demam dapat ringan atau berat
Diagnosis
4. Ruam morbiliformis, sakit kepala berat, dan
tanda-tanda di mata, misalnya fotofobia, kon- pI eomorfik. Lazim ditemukan jumlah
Limfosito sis atipik
jungtivitis, dan tidak jarang ditemukan edema leukosit yang meningkat sedang (misal 10x20 10' /l)
orbita. Mungkin terjadi ruam setelah terapi dengan limfositosis absolut, dan beberapa pasien
amoksisilin atau ampisilin. bahkan mempunyai jumlah leukosit yang lebih
5. Splenomegali yang dapat dipalpasi terjadi pada tinggi. Ditemukan sejumlah besar limfosit atipik
lebih dari separuh pasien dan hepatomegali pada dalam sediaan apus darah tepi (Gb. 10.11). Tampilan
126
zona marslnal
iii
Sel B .:,
teraktivasi
dari zonaT
;o
''"O
Q setptaima
s"lB
O) memori
Gambar. 10.10, Pembentukan suatu pusat germinal. Sel B yang diakifkan oleh antigen bermigrasi dari zona T ke lolikel tempat sel B mengalami proliferiasi masil. Sel
memasuki zona gelap sebagai sentroblas dan menumpuk mutasi dalam gen V imunoglobulinnya. Sel kemudian berpindah kembali ke zona terang sebagai sentrosit.
Hanya sel yang dapat berinteraksi dengan antigen di sel dendritik lolikular dan menerima sinyal dari sel T yang spesilik terhadap antigen (Gb. 10.8) terseleksi dan
bermigrasi keluar sebagai sel plasma dan sel memori. Sel yang tidak terpilih kemudian mati oleh apoptosis.
(a) (b)
\itiill, Il
,'(
'ill'
. 4 ,.:a:i=
(a)
':..."
^
i\r
\l
,,,y' -.oa
.\-al-
\\-_-/i\ pv l
.\
'1, ,, I
,'!l:, :r ()
\ -,/ (D--
\_-./
Y/ r
,' Eritrosit domba Ginjal marmut Erikosit sapi
a v^
(b)
\J--^
.+Y-*O
(_-) ai x
a)" (,
Erihosit sapi atau domba
sel T tersebut bervariasi, tetapi sebagian besar Kelainan hemntologik selain limfositosis atipik
mempunyai gambaran inti dan sitoplasma yang sering ditemukan. Beberapa penderita anemia hemo_
serupa dengan yang tampak selama transformasl litik autoimun. Autoantibodi fgM biasanya adalah
limfosit reaktif. |umlah limfosit atipik terbesar biasa- tipe 'dingin' dan memperlihatkan spesiiisitas ter_
nya ditemukan antara masa sakit hari ketujuh dan hadap golongan darah'i,. pada sejumlah kecil pasien
kesepuluh, sering ditemukan ttrombositopenia dan terjadi pur_
,Antibodi heterofil. Antibodi heterofil terhadap pura trombositopeni autoimun.
eritrosit domba dapat ditemukan dalam serum
dengan titer yang tinggi, dan ini membentuk dasar
Diagnosis banding
uji Paul-Bunnell-antibodi yang tidak diabsorpsi oleh
s9l ginjal marmut tetapi diabsorbsi oleh eritrosit sapi Diagnosis banding mononukleosis infeksiosa men_
(Gb. 10.12). Uji penyaring stide modern seperti uji cakup infeksi sitomegalovirus, HIV atau toksoplas_
monospot, mengganti eritrosit domba yang diguna_ mosis; leukemia akut; influenza; rubella; tonsilitis
k1"-p1d,u uji Paul-Bunnell dengan eritrosit t"diya.g bakteri; dan hepatitis infeksiosa.
telah diformalin, Titer tertinggi terjadi dalam minggu
kedua dan ketiga dan antibodi menetap pida Pengobatan
sebagian besar pasien selama 6 minggu.
Antibodi EBV. Apabila tersedia fasilitas diagnosis Pada sebagian besar pasien, hanya diperlukan pem_
.
virus, dapat terjadi peningkatan titer antibodi ter_ berian terapi simtomatik. Kadang-kadang dibeiikan
hadap antigen kapsid EBV selama 2-3 minggu kortikosteroid untuk penderita gelala sistimik berat.
pertama. Antibodi spesifik terhadap antigen inti EBV Pada pasien biasanya timbul ruam eritematosa bila
timbul kemudian dan menetap seumur hidup. diberikan terapi ampisilin. Sebagian besar pasien
128
sembuh sempurna dalam 4-6 minggu setelah gejala adenosin deaminase, serta defisiensi selektif IgA atau
awal, Walaupun demikian, penyembuhan mungkin IgM. Defisiensi imun didapat terjadi setelah kemo-
lambat dan disertai malaise berat dan letargi. terapi sitotoksik atau radioterapi dan terutama
menonjol setelah transplantasi sel induk. Disregulasi
imun menetap selama 1 tahun atau lebih dan ber-
tanggung jawab terhadap tingginya insidensi infeksi
virus berat, misalnya infeksi sitomegalovirus atau
Limfopenia dapat terjadi pada kegagalan sumsum herpes zoster. Defisiensi imun juga seringkali terkait
tulang yang berat, terapi kortikosteroid dan imuno- dengan tumor sistem limfoid termasuk leukemia
supresif lain, pada penyakit Hodgkin dan dengan limfositik kronik, penyakit Hodgkin, dan mieloma.
radiasi yang luas. Limfopenia juga terjadi pada ber- Salah satu penyebab utama defisiensi imun yang
bagai sindrom defisiensi imun, dan yang paling didapat adalah infeksi HIV dan aspek klinis serta
penting di antaranya adalah sindrom defisiensi imun hematologiknya dibahas berikut ini.
didapat (AIDS).
lnleksi HIV
DEFISIENSI IMUN
Etiologi
Sejumlah besar defisit herediter atau didapat pada
salah satu komponen sistem imun dapat menyebab- Infeksi oleh HIV, yaitu suatu retrovirus dari subgrup
kan terjadinya gangguan respons imun dan keren- lentivirus, seringkali menyebabkan terjadinya defi-
tanan terhadap infeksi yang meningkat (Tabel 10.4). siensi imun, dan menimbulkan berbagai gejala,
Defisit sel T primer (seperti pada AIDS) tidak hanya infeksi oportunistik, dan keganasan. HIV-1 diper-
mengarah pada infeksi bakteri tetapi juga infeksi vi- kirakan berasal dari simpanse di Afrika Tengah,
rus, protozoa, jamur, dan mikobakterium. Walaupun tempat ditemukannya subgrup virus yang paling
demikian, pada beberapa kasus, tidak adanya beragam saat ini. Sebagian besar infeksi di negara
subtipe spesifik sel T yang mengendalikan pema- Barat disebabkan oleh clade B HIV-1, tetapi clade
tangan sel B dapat menyebabkan terjadinya defisit (famili HIV yang dibedakan berdasarkan sekuens vi-
fungsi sel B sekunder seperti pada banyak kasus rus) lain mendominasi di bagian dunia yang lain,
defisiensi imun variabel bersama (common aariable misalnya clade E di Thailand, serta clade A dan C di
immune deficiency) yang dapat terjadi pada anak atau Afrika sub-Sahara. Mungkin riwayat alamiah
dewasa tanpa memandang jenis kelamin. Pada kasus penyakit yang terkait dengan infeksi oleh clade yang
lain, terdapat defek primer sel B atau APC. Agama- berbeda akan bervariasi. Infeksi oleh retrovirus yang
globulinemia terkait-X disebabkan oleh kegagalan terkait, HIV-2, yang terutama ditemukan di Afrika
perkembangan sel B. Infeksi bakteri piogenik mendo- Barat, menimbulkan perjalanan penyakit yang lebih
minasi perjalanan penyakit ini. Sindrom-sindrom Iambat, sehingga sebagian besar orang yang ter-
yang jarang terjadi meliputi aplasia timus, defisiensi infeksi HIV-2 memperlihatkan sedikit tanda defi-
imun gabungan (T dan B) berat akibat defisiensi siensi imun.
tx;;!].i :t:1'; ll :::,:ri D€lisidnqirimul gabungan beral (sebagai akibat defisiensi ADA atau penyebab lain); sindrom Bloom;
ataxh-telangiektasia; sindrom Wiskott Aldrich
I
*lirt$iiliiii;*i$:r:,*
- $9Kunqgr.,rl .:,
riilill.ilil:.qeli,Hl{l$ffi
Mieloma, sindrom nefrolik, enteropati dengan kehilangan protein
'e'gq!$,F{ir ::
:'=":;"' Sql,It. ,,,,: lenVallt,Hodgkin,Jimfomanon-Hodgkrn; obat: sleroid, siklosporin; azatibprin, fludarabin, dll. ',,
iii;,;p!fiililti1 :r. r:,t "' ,, ,,.,,AlDSl
S6l B dail T':: '""':: ' 'il11,1 ,1.,, LCukemia limlositik kroni( pasca fansplantasi sumsum tulang dan pasca kemoterapi/ radioterapi.
. :;::!i:ir::. r :::::.. :::.:::
ADA, adenosin deaminase; AIDS, sidrom defisiensi imun didapat; lg,lmunoglobulin; PNP, purin nukleosida fosforilase
129
kelahiran atau melalui proses menyusui, tetapi bersamaan dengan puncak viremia dan diikuti
penularan secara vertikal dapat dikurangi secara pengendalian oleh respons imun, sesudah itu uji
bermakna di negara Barat oleh penggunaan obat anti
antibodi menjadi positif. |umlah virus (airal load)
retrovirus pada kehamilan lanjut, saat persalinan, dalam plasma mungkin sangat tinggi selama infeksi
serta pemberian susu formula. Infeksi dari darah akut (hingga 107 salinan RNA/ml). Sebagian besar
pasien yang terinfeksi kemudian mengalami periode
atau produk darah sekarang jarang terjadi di negara-
negara yang secara rutin melakukan skrining donor,
asimtomatik yang panjang: namun demikian, virus
terus bereplikasi dan hitung sel T CD4+ menurun
tetapi jarum suntik terkontaminasi yang dipakai
perlahan. Dapat timbul sejumlah gejala yang terkait
bersama oleh pengguna obat intravena tetap ber-
potensi menjadi sumber infeksi.
HIV, termasuk limfadenopati generalisata dengan
demam yang menetap, penurunanberat badan, diare
yang tidak diketahui sebabnya, perubahan kulit,
Patogenesis manifestasi susunan saraf pusat (CNS), dan kelainan
HIV menghasilkan efek utarnanya melalui infeksi sel hematologik (termasuk trombositopenia, leukopenia,
T-helper (CD4) dan sel-sel jalur monosit, dan netropenia, hipergamaglobulinemia, dan anemia).
kerusakan pada sistem imun dapat terlihat sejak sta- Infeksi dapat disebabkan oleh organisme yang tidak
dium infeksi y*g paling dini. Masuknya virus ke selalu dikaitkan dengan imunosupresi, seperti her-
dalam sel memerlukan adanya molekul CD4 dan pes simpleks atau zoster, Pneumococcus, dan Salmo-
satu anggota famili reseptor kemokin: pada infeksi nella. Selama periode ini, HIV terdeteksi dalam
dini biasanya reseptor CCR-S, tetapi pada penyakit plasma, tetapi jumlah virus biasanya rendah. pada
lanjut, virus seringkali berevolusi untuk mengguna- saat hitung sel T CD4+ turun di bawah 200 x 10e /1,
kan reseptor kemokin lain, CXCR-4. CXCR- pasien menjadi rentan terhadap berbagai infeksi
diekspresikan lebih luas di sel CD4+ (khususnya sel oportunistik termasuk Pneumocystis carinii (Gb. 10.3),
dengan fenotipe naif) sehingga perubahan reseptor keganasan, dan dapat timbul penyakit CNS seperti
kemokin ini sering disertai dengan percepatan dalam demensia, dan stadium infeksi ini digolongkan
kecepatan penurunan sel CD4+. Salah satu gambaran sebagai AIDS yang sudah terjadi. Telah diajukan
utama infeksi HIV adalah kecepatan mutasi virus banyak sistem penentuan stadium infeksi HIV dan
yang tinggi pada seseorang yang terinfeksi: ini diperbaiki seterusnya: dalam praktek sebagian besar
adalah konsekuensi sifat enzim reaerse transcriptase klinisi menetapkan stadium infeksi menurut gejala
yang cenderung-salah dan kecepatan replikasi virus pasien dan jumlah sel T CD4+ (Tabel 10.5). Jumlah
yang tinggi. Sebagai akibatnya, virus dapat beradap- virus dalam plasma semakin sering digunakan untuk
tasi menjadi resisten dengan cepat terhadap terapi memperkirakan prognosis dan menentukan respons
anti-retrovirus dan respons imun yang ditujukan terhadap terapi.
terhadapnya Centers for Disease Control (CDC) di AS men-
definisikan AIDS sebagai jumlah sel T CD4+ kurang
dari 0,2 x 1.0e /l atau timbulnya infeksi oportunistik
Gambaran klinis
seperti pneumonia bakterial rekuren (yang disebab-
Waktu rata-rata sampai terjadinya AIDS pada uji kan oleh Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus
kohort di negara Barat sebelum muncuhrya terapi influenzae), Pneumocystis carinii, toksoplasmosis,
anti-retrovirus yang sangat aktif (high'ty actiie Cryptococcus, kriptosporidiosis, mikobakterium
antiretroairal therapy, HAART) adalah antara 10 atipik, Mycobacterium tuberculosis (baik pulmonal dan
sampai L2 tahun. Sejumlah faktor diketahui mem- ekstrapulmonal), leukoplakia berambut oral (dise-
pengaruhi kecepatan progresi penyakit: faktor-faktor babkan oleh EBV), histoplasmosis, kandidiasis
tersebut meliputi faktor pejamu (seperti haplotipe esofagus atau paru, virus JC yang menyebabkan
HLA bersama dengan polimorfisme gen yang leukoenpefalopati multifokal progresif, serta infeksi
mengode beberapa reseptor kemokin dan ligannya) sitomegalovirus di saluran gastrointestinal dan
serta faktor virus (seperti infeksi oleh virus yang retina. Selain itu, dapat timbul sejumlah kanker
130
'liCIitaseffiHo#tiwi
iii:1:tli
', Ls
Tabel 10.5. Stadium klinis infeksi HIV infeksi lanjut, baik neuropati sentral (misal demensia
atau mielopati) atau perifer.
Hitung sel Stadium Gambaran klinis
CD4+ (x l0/l)
Diagnosis
> 0,5 Risiko terkena penyakit rendah
Pengobatan
Pengobatan penyakit ini bersifat suportif dan
spesifik. Pengobatan suportif terutama ditujukan
untuk mencegah atau mengobati infeksi, misalnya
dengan antibiotik profilaksis seperti kotrimoksazol,
isoniazid, atau anti jamur. Pengobatan spesifik
adalah dengan obat yang menekan replikasi virus.
AZT adalah obat pertama yang terbr_rkti berkhasiat
dalam menurunkan jumlah virus; diikr-rti oleh
perkembangan sekelompok inhibitor reuerse trsn-
suiptase lain seperti lamivudin dan nevirapin. Inhibi-
tor protease yang lebih akhir diperkenalkan seperti
indinavir, ritonavir, dan saquinavir sangat kuat
untuk menurunkan jumlah virus. Oleh karena
tingginya kemungkinan resistensi virus yang timbul
selama monoterapi, biasanya disarankan terapi
kombinasi menggunakan sedikitnya tiga obat. Waktu
yang optimal untr-rk memulai terapi masih belum
jelas, dan keuntungannya harus dipertimbangkan
Gambar. 10,14. Sarkoma Kaposi pada sindrom imunodelisiensi didapat (AIDS):
suatu tumor vaskular yang berasal dari endotel pada seorang pria homoseksual
terhadap kemungkinan efek samping terapi kombi-
(antigen HIV positif). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-221. nasi anti-retrovirus. Sebagian besar klinisi pasti akan
memulai terapi jika timbul gejala atau jumlah CD4+
yang turun di bawah 0,2 x 10e /1, tetapi pengobatan
lebih sering dimulai lebih dini, khususnya saat
yang digunakan dalam terapi, terutama adalah diketahui terdapat infeksi HIV primer.
azidotimidin (AZT) tetapi juga gansiklovir, penta-
midin, dan trimetoprim, dapat juga menyebabkan
terjadinya sitopenia, khususnya jika pasien meng-
alami defisiensi folat. Trombositopenia dapat DIAGNOSIS BANDING LIMFADENOPATI
berespons terhadap kortikosteroid dan imuno-
globulin intravena (jika autoimun) atau terapi anti- Penyebab utama limfadenopati dicantumkan dalam
retrovirus. Limfoma diobati dengan cara yang biasa, Gb. 10.16. Anamnesis dan pemeriksaan klinis
.i.''e
*
Gambar, 10'15. lnleksi virus imunodefisensi manusia (HlV): biopsi trefin sumsum tulang. (a) Granuloma yang memperlihatkan kepositifan dengan pewarnaan
Ziehl-
Nielsen. (b) Pembesaran yang lebih kuat memperlihatkan sejumlah besar batang tahan asam. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-23).
132
lnleksi lokal
. inleksi piogenik, misal faringitis, virus, misal mononukleosis infeksiosa,
abses gigi, otitis media, actino- campak, rubella, hepatitis vhus, HIV
myces bakteri, misal sif ilis, bruselosis, luberkulosis,
o infeksi virus Salmonella, endokarditis bakterialis
r demam cakaran kucing (cal a jamur, misal histoplasmosis
Lain-lain
. histiositosis sinus dengan limfadenopali
masil
. reaksi terhadap obat dan bahan kimia, misal
hidantoin dan bahan kimia terkait, berilium
. hipertiroidisme
Gambar, 10.16. Penyebab limladenopati: ALL, leukemia limfoblastik akut CLL, leukemia limlositik kronik; SLE, lupus eritematosus sistemik. Keganasan tercantum
dengan tinta merah.
memberikan informasi yang penting, mencakup usia lidikan selanjutnya bergantung pada diagnosis yang
pasien, lamanya riwayat, gejala penyerta dari penya- ditegakkan dan gambaran khas pasien. Pada
kit infeksi atau keganasan yang mungkin, aPakah beberapa kasus pembesaran kelenjar profunda yang
kelenjar getah bening nyeri atau nyeri tekan, konsis- tidak dapat dilakukanbiopsi, biopsi sumsum tulang,
tensi kelenjar dan apakah terdapat limfoadenopati dan biopsi hati pada kelenjar superfisial yang
generalisata atau lokal. Lakukan penilaian ukuran membesar, maka mungkin diperlukan biopsi kelenjar
hati dan limpa. Pada kasus pembesaran kelenjar trucut yang dipandu ultrasound untuk mencapai
lokal, terutama dipertimbangkan adanya penyakit suatu diagnosis histologik serta mencegah perlunya
inflamasi atau keganasan pada daerah aliran limfatik laparotomi diagnostik.
terkait.
Penyelidikan lebih lanjut bergantung pada diag-
nosis klinis awal, tetapi biasanya mencakup
pemeriksaan hitung darah lengkap, aPusan darah KEPUSTAKAAN
tepi, serta laju endap darah (ESR). Rontgen thorax, uji
monospot, titer sitomegalovirus dan Toxoplasma, Albert L.J. and Inman R.D. (2000) Molecular mimicry and
autoimmunity. N. Engl. J. Med.341,2068-74.
serta uji anti-HIV dan Mantoux, seringkali perlu
Bain B.J. (1997) The haematological features of HIV infec-
dilakukan. Pada banyak kasusT sangat penting untuk tion. Br. l. Haematol. 99, I-8.
membuat diagnosis histologik dengan pemeriksaan Buckley R.H. (2001) Primary immunodeficiency diseases
biopsi kelenjar, tetapi aspirat jarum halus kadang- due to defects in lymphocytes. N. Engl. l. Med.343,1'373-
kadang dapat menghindari perlunya biopsi ini. 24.
Pemindaian tomografi terkomputasi (CT scan) bet- Carpenter C.C. et aL (1998) Antiretroviral therapy for HIV
guna dalam menentukan ada dan jauhnya pem- infection in 1998: update recommendations of the Inter-
besaran kelenjar getah bening profunda' Penye- national AIDS Society - USA panel. ]AMA 280,78.
133
Cohen IJ. (2000) Epstein-Barr virus infection. N. Engl. l. Roitt I.M. (2007) Essential Immunology,l0th edn. Blackwell
Med. 343, 481,-91. Science, Oxford.
Delves P.J. and Roitt I.M. (2000) The immune system. N. Walport M.J. (2001 ) Complement. N. EngL J. Med. 344, IL40-
EngI. l. Med. 343, 3749, 108-17. 4.
Klein U., Goosens T., Fischer M. et. al. Somatic hyper-
mutation in normal and transformed human B cells.
Immunol. Reo. 162, 261,-80.
BAB 11
Keganasan hemopoietik adalah penyakit klonal yang protein fusi, misalnyapada leukemia mieloid kronik
diperkirakan berasal dari satu sel dalam sLrmsum (lihat Gb. 13.1), atau leukemia mieloid akut (ncute
tulang atau jaringan limfoid perifer yang telah myeloid leuknemia, AML M3) (Gb. 11.12). Suatu szbsef
mengalami perubahan genetik (Gb. 11.1). Transfor- proto-onkogen terlibat dalam pengendalian apop-
masi ganas terjadi akibat akumulasi mutasi genetik tosis. Yang terpenting di antaranya adalah BCL-2
pada gen selular. Gen yang terlibat dalam perkem- yang diekspresikan berlebihan di limfoma folikular
bangan kanker, secara luas terbagi menjadi dua (hal. 193).
kelompok-onkogen dan gen penekan tumor (tumour-
ntppressor genes).
Gen penekan tumor
134
, . .,r.i:
K:iil 135
100
::ll: c
i:i; G
.,1 ,,::- E
,.,, @ 50
-o
':a
,,:.: Sf
::. o
|]]:::
.o
Gambar. 11.1. Grafik teoretis yang memperlihalkan
penggantian sel-sel sumsum tulang normal oleh sualu
populasi klonal sel-sel ganas yang timbul melalui
pembelahan milosis berturut-turut dari satu sel tunggal
dengan perubahan genetik yang didapat.
SEL NORMAL
Proto-onkogen
(a)
SEL GANAS
delesi x
Gen penekan
apoptosis
dapat terjadi melalui berbagai mekanisme molekular. istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan
Dalam salah satu contoh, sel-sel tersebut mengeks- kromosom yang berasal dari satu sel mitotik yang
presikan suatu protein yang secara aktif memompa- telah disusun dalam urutan numerik (lihat Gb.
kan sejumlah obat yang berbeda ke luar sel (resistensi 13.1d). Suatu sel somatik yang memiliki jumlah
terhadap banyak obat/ multidrug resistance, MDR). kromosom lebih atau kurang dari 46 kromosom
disebut nneuploid,lebih dari 4? disebut hiperdiptoid,
kurang dari 46 disebut hipodiptoid; 46 tetapi dengan
perbedaan susunan kromosom disebut pseudodipliid.
TATA NAMA KROMOSOM Tiap kromosom mempunyai dua lengan, lengan
yang lebih pendek disebut 'p', yang lebih panjing
Sel somatik normal mempunyai 46 kromosom dan dinamakan 'q'. Kedua lengan ini bertemu di
disebut diploid; sel telur atau sperma mempunyai 23 sentromer, dan ujung-ujung kromosom disebut
kromosom dan disebut haploid. Kromosom terdapat telomer. Pada pewarnaan, tiap lengan terbagi menjadi
berpasangan dan diberi nomor 1-22 sesuai urutan regio-regio yang diberi nomor ke arah luar dari
ukuran yang mengecil; terdapat dua kromosom seks, dan tiap regio terbagi menjadi pita-pita
XX pada wanita, XY pada pria. Kariotipe adalah 99nt1omer
(bnnd) (Gb.1r.4).
l,t.. ,r"- ; ,
{1}41{":.: --{
'.trt ' . ..
:
^-O
./Lr\n
,o<
: :,,,,, : l
Telomer . '...:
-0<6 x
^/ o<3 z
-o<5x
o<3 q ---------
\-3 1
o<t 73 z
^--@
-/q'\m o<3
.(.t::ffi t t--
I
Regio
4
Pita Panal
Telomer
'.<;:H Gambar. 11.4. Gambaran skematik dari suatu kromosom. Pita dapat terbagi
o-O menjadi subpita menurut pola pewarnaan.
o(/'<;:H
^,6
\^.,,u-o Jika satu kromosom lengkap hilang atau bertam-
bah, huruf a-atau + ditaruh di depan nomor kromo-
".o<8 som. Jika sebagian kromosom hilang, diberi awalan
del untuk delesi. Jika terdapat bahan tambahan yang
Gambar, 11.3. Awal multitahap dari suatu tumor ganas. Mutasi berturut-turut menggantikan bagian dari suatu kromosom, diguna-
menyebabkan teriadinya suatu keuntungan pertumbuhan satu sub-klon (Lihat
kan awalan add untuk bahan tambahan' Translokasi
Gambar Berwarna hal.A-22).
kromosom ditandai dengan huruf t, kromosom yang
terlibat diletakkan dalam kurung dengan kromosom
bernomor rendah terlebih dahulu' Awalan inv
Tabel 11.1. Onkogen sel dan gen penekan tumor yang terlibat pada menunjukkan inversi yaitu sebagian dari kromosom
leukemia dan limfoma manusia
telah terbalik sehingga berjalan ke arah sebaliknya.
Suatu isokromosom, yang dilambangkan dengan i,
:. firotin kinse' tedait'rn6ntbran (termasuk FMS, KIT
... menunjukkan kromosom dengan lengan kromosom
resephr taktor Pertumbuhan)
'
yang identik pada tiap ujungnya. Misalnya i(17q)
inns duser spl htraselul a r ,::l akan terdiri dari dua salinan lTqyallg tergabung di
Perqikatan GTP
p4$ ..,, :
::
.::::
,,, , ,.,
, sentromer.
Serin-threonin kinase
'nAF
,,., ,,, , ,,,1 ,
Tabel 11.2. Beberapa kelainan genetikyang lebih sering ditemukan pada leukemiadan
limfoma.
Penyakit Kelainan genetik. Onkogen yang t€rlibal Penyakit Kelainan genetik' 0nkogen yang terlibat
Mlelctid
,,' Limfoma Burkrff,
B-ALL
t(8; 14)t MYC ke lokus /gH
AMLM, (8; 21)(qzz; q221 FIOdan C9ralnYYll t(2;8) MYC ke lokus /gK
Hipodiploid
-
Kelainan kromosom lain dapat terjadi pada banyak penyakit yang tercantum,
misalnya mutasj FlL3 terjadi pada 30% kasus AML.
t ritik batas pada kromosom 14 berada di posisi berbeda pada T-ALL, B-ALL, ijmfoma
sel selubung dan limfoma Burkitt. ALL, leukemia limfoblastik akut;
AIV1L
Telomerase juga sering diekspresikan dalam sel belahan sel sebelum pembuatan preparat kromosom iii,
ganas tetapi ini mungkin terjadi akibat transformasi (lihat Gb. 13.1). ::=
Its
Gambar. l1.5, Suatu kariotipe pita berwarna pada seorang pria normal. Tiap pasangan kromosom memperlihatkan suatu pola pita warna tersendiri. lni melibatkan
suatu teknik pemitaan (bandingl kromosom dengan banyak warna yang berlaku lintas-spesies. Seri probeyang dikembangkan dari kromosom babon dilabel secara
komblnasi dan dihibridisasi pada kromosom manusia. Keberhasilan pemitaan warna lintas-spesies bergantung pada homologi yang erat antara DNA tetap pada
manusia dan pejamu, perbedaan DNA repetitif dan penataan ulang kromosom yang tinggi pada pejamu relatif terhadap kariotipe manusia. (Atas kebaikan Dr. C.J.
Hanison). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-22).
translokasi kromosom menggunakan dua pelacak 77.7). Cara ini juga dapat digunakan untuk men-
yang berbeda (Gb. 11.6). deteksi sel 'klonal' jalur sel B atau T melalui analisis
penataan ulang gen imunoglobulin atau reseptor sel
T (TCR). Oleh karena cara ini relatif tidak berbelit-
'r Analisis southdrn hlot
belit dan sangat sensitif (mendeteksi satu sel abnor-
mal dalam 10s-106 sel normal), cara ini sangat
Analisis southern blot mellbatkan ekstraksi DNA sel
berguna dalam penegakan diagnosis dan peman-
diikuti dengan digesti oleh enzim restriksi, elektro-
tauan penyakit residual minimal (lihathal. i48).
foresis gel, dan pemindahan dengan cara'blotting'
pada membran yang sesuai. DNA kemudian dihibri-
disasi ke suatu pelacak y*g komplementer dengan
gen yang dicari. Apabila pelacak mengenali adanya
suatu segmen dalam lingkungan satu fragmen
Papan'sus[nan mikro DNA
(DN A m i c ro a r r dy pl atl o r m sl
, :' ',-\
di genom, maka tampak pita baru dengan mobilitas Papan susunan mikro DNA memungkinkan suatu
elektroforesis yang berbeda (lihat Gb. 6.24). Walm- analisis transkripsi selular yang cepat dan
pun menghabiskan waktu dan relatif tidak sensitif, menyeluruh dengan cara menghibridisasi mRNA sel
liLl
'iilii
teknik ini tetap bermanfaat. berlabel pada pelacak DNA yang diimobilisasi pada ilil
u\
suatu penahan padat (Gb. 11.8). Oligonukleotida :!:.i-:
Reaksi berantai polimerase pada susunan tersebut dan RNA dari jaringan yang rl:
llir
diperiksa digunakan untuk menghasilkan cDNA lt!:a
a::-::
Reaksi berantai polimerase (polymernse chain reaction, atau RNA fluoresen yang kemudian dilekatkan pada 'aa=
PCR) (lihat Gb. 6.22) dapat dilakukan pada darah matriks DNA ini. Pendekatan ini dapat dengan cepat
atau sumsum tulang untuk mencari sejumlah menentukan ekspresi mRNA dari sejumlah besar gen
translokasi spesifik seperti t(9;22) dan t(15; 17) (Gb. dan dapat digunakan untuk menentukan pola eks-
lg.*;$'ti:{i't 139
ffi
#ft
i:..j"
r:*
a*
R\:
w
s$
llr I
ts
FS
ii$
:ii#
SiB
'#
.s
il)!
w::
Gambar. 11.6. Suatu contoh analisis hibridisasi fluoresensi
rn srlu (FISH) yang Gambar. 11,7. Analisis pCH kanskripsi balik (reverse
memperlihatkan adanya transrokasi t(12; 21). peracak hijau franscnption) sumsum
berhibridisasi ke tulang dari seorang pasien dengan.LGA M, (leukemia promietoStit Ere
regio gen IEL di kromosom l2 dan pelacak merah
berhibridisasi ke regio gen
ifut) paOa
saat penegakan diagnosis. produk fusi PML_RARCI (cDNA) yang
AML 1 di kromosom 21. panah menunjuk pada kedua kromosom dibentuk oleh :ri
turunan yang translokasi t(15; 17) telah diamplifikasi oleh pCR menggJnakan
disebabkan oleh translokasi resiprokal (Atas kebaikan Dr. primer
C. J. Harrison). [ihat oligonukleotida dari gen pML dan RARo. Jalur 1, kontrol
Gambar Berwarna hal. A-23). aiilalur e, petanOa ;iE
DNA berat_molekul rendah; jalur,3, sampel pasien.
Satu pesan lusi tunggat
sebesar 355 pasangan basa telah diamplifikasi, memperlihatkan
adanya geniisi
tersebut. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-5'l). :ilil
ffi
j'J:ll
#ir
Wr
Pewarnaan imunof luoresensi berbeda untuk enzim tersebut, yaitu G6pDA atau
ffi
G6PDB, mungkin terdapat di tiap kromosom. irlll
Oleh wi
Pewarnaan imunofluoresensi dapat dilakukan karena adanya inaktiv;si krombsom X (hipotesis $tr
beberapa kelainan kromosom. Contohnya adalah ";,"; lor), suatu proliferasi klonal hanya akan meng_
E
\\*
ekspresi protein leukemia promielositik (nMl) yang ek_spresikan satu jenis saja, yaitu G6pDA atau #s
secara normal mempxnyai distribusi titik, tetapi G6PDB, tetapi tidak campuran ieduanya.
tersebar difus pada letrkemia promielositik akut i)i
d:"g1 translokasi t(1,5;17) (Gb. 1j.9). Selain itu, pro_
tein fusi abnormal kadang-kadang dapat dideteksi Sitogen6tika ffi
dengan adanya antibodi monoklonil spesifik. mi
It(
@g samperser
I Er"tr"r.i RNA
*
'ffigttv'
,#1.i.'s.J.
,,{ $o,]{ { i
:, ,lii
I oetet<si fluoresen dengan
I pemindaian laser
*
Pembacaan
fluoresensi
pada susunan Gambar. 11.8 (a) Prlnsip penentuan prolil lranskripsi ekspresi RNA
mikro
pada sampel leukemia dengan menggunakan susunan mikro DNA
(DNA microarraysl.
Tabel 11.3. Penetapan sifat klonalitas 81). Perbedaan ukuran RFLP yang dideteksi dapat
disebabkan oleh mutasi titik di tempat restriksi, atau
Analisii isoenzim GBPD Hanya dapat diterapkan pada wanild oleh pergeseran posisi tempat restriksi karena delesi
yang "inlormatif saja
atau duplikasi DNA yang bersebelahan. Pada
t1,: llisERfLftetkdnX . :.:i:.,rir,ir,:, 1,: wanita, kedua kromosom X dapat bersifat informatif
6i,!l(s].Sltal.rins{t,:r ,,,,.,i,,- ,, Hal4 9llal:diterapkah pada tunor dengan adanya haplotipe RFLP yang berbeda (lihat
Gb. 6.25). Dalam suatu klon sel-sel, hanya terdapat
..' F,e* illfiS, ient.., ...',,,,,.,,,,,. Dapa! dilerapran paoa teganasan
satu kromosom X yang aktif (lihat hipotesis Lyon di
' :'Sitog€{lelilq
hrunmlobulh dan,TCR - limfoid
',. ' :
atas). DNA yang aktif dalam transkripsi biasanya
1 ,t,: ,
-.u,::
{':
dalam keadaan hipometilasi, sedangkan DNA yang $\:
i,i., ...'
analiCls t,,,i,,''
translokasl ,,, ' beristirahat mengalami metilasi. Oleh karena DNA
komosoln . ::::.,",
.. $rl
muhsi$lik : :- ,,;,
i ;
kromosom X yang aktif akan mengalami hipo-
---. -""
' :.; ;:' ' :l
,
' metilasi, maka penggunaan enzim restriksi kedua
"
(misalnya Hpa I) yang sensitif terhadap status Ea.:.
G6PD, glukosa-6- foslat dehidrogenase; RFLB polimorfisme paniang fragmen metilasi DNA, diikuti dengan Southern blot rr.eng-
restriksi; TCR, reseptor sel T.
gunakan satu pelacak kromosom X, akan memberi
informasi mengenai apakah hanya satu kromosom X
(seperti pada tumor monoklonal) atau keduanya
(seperti pada proliferasi poliklonal) yang bersifat
aktif pada jaringan yang diperiksa.
Polimorfisme panjang fragmen restriksi (RFLP) .,.'ReStfik€i,featai iingan,.:, , ,,,i.::;:i:,. i,i ,,iji: :i' , :,:::::,:
C-myb (U22376)
i;i
Proteasom iota (X59417)
MB.1 (U05259)
ffi
Cyclin D3 (M922871
Rantai ringan miosin (M31211)
RbAp48 (X74262)
ffi
sNF2 (D261s6) t&!
HkrT-l (550223)
E2A (M31523) #
Protein yang dapat diinduksi (147738) 1B::3
ffizaffiw
-3'0 -2,5 -2,O ,5
{ ,:W
0 0,5 1,0 1,5 2,O 2,s
CD1lc (M81695)
:,{
-1 -1 ,0 -O,s 3,0
Ebp72 (X 85116)
Lisozim (M19045)
Rendah ffi
Ekspresi yang dinormalisasi Properdin ([,,l83652) *i
Katalase (X04085) nti
Gambat' 11.8. Bersambung' (b) Analisis susunan mikro gen yang membedakan leukemia limloblastik akut (ALL)
dari leukemia mieloid akut (AML). Kelimapuluh gen
yang berkorelasi paling tinggi pada susunan mikro ekspresi gen kedua jenis leukemia ffi
ini ditunjukkan pada gambar. Tiap baris mewakili satu gen; tiap kolom mewikili IN;
$#
nilai ekspresi dalam satu sampel tertentu, Ekspresi untuk tiap gen dinormalkan untuk sampel sedemikian
sehingga nilai rerata adalah 0 dan Soldalah t. Ekspresi yang ffi
lebih besar dari rerata diwarnai merah, dan di bawah rerata diwarnai biru. Walaupun gen sebagai suatu kelompoi -ja;
tampaknya berhubungan dengan jenis leuxbmia yani
dlperiksa, namun tidak ada satu gen tunggal yang secara seragam diekspresikan pada kelas tersebut, yang ffi
menggambarkan perlunya suatu metode prediksi multigen.
(Direproduksi atas kebaikan Golub dan sejawatnya). (Lihat Gambar Berwarna hal. A.24).
i*
ffi
ai{
c"$
st4
142
;.*:
ffi ffi
:'Nl
R ffi
r\i
$ ffi
N $i*
t!.i
iiE
ffi lLl
!;ul
'#t
{*$
N s!
r.:N
\\1
ffi $
t"i5
ffi ffi
liN
*$
#
ffi
H ffi
ii+
Gambar. 11.9, pewarnaan imunolluoresen protein leukemia promielositik (PML) pada leukemia promielositik akut. Pada sel normal (a), protein tersebut diekspresikan
(b) Pada sel-sel leukemia ffi
fl$ dalam pola berbercak pada inti yang khas akibat lokalisasi protein di titlk-titik yang berbatas legas (5-20 per inti), disebut badan inti P[/1.
ri\ promieiositik, badan inti pML tersebut pecah dan pewarnaan berubah menjadi suatu gambaran mikrogranular (Atas kebaikan Dr. R. Johnson). (Lihat Gambar Berwarna
hal. A-25).
N
N
rff
Suatu populasi poliklonal biasanya memperlihatkan kombinasi dari latar belakang genetik dan adanya R
pengaruh lingkungan. Walaupun demikian, pada \:
,ffi
i5:
suatu rasio sel-sel yang mengekspresikan x:l' sebesar ,!::
w
N (lihat Gb. 10.4). Penataan ulang gen imunoglobulin 20-30 kali lipat), sindrom Bloom, anemia Fanconi, E+
RT
terjadi pada sel-sel jalur B dan TCR di sel-sel jalur T. ataksia-telangiektasia, sindrom Klinefelter, osteogen-
ffi Penataan ulang ini semuanya berbeda dalam sel esis imperfekta, dan sindrom Wiskott-Aldrich' W
poliklonal tetapi identik dalam suatu populasi Bersamaan dengan meningkatnya insidensi leuke- iE*
x$& penentu risiko untuk menderita keganasan adalah diperkirakr. teladi R.3:? s::: t::' ::44 slao: sel
f*=;it 143
progenitor yang telah diturunkan pada kedua anak limfoma sel T dewasa (adult T-ceil letkeminflymphoma,
kembar karena berbagi darah akibat plasenta ATLL) (hal. 183) walaupun sebagian besar orang
tunggal. Salah satu kembar dapat menderita ALL yang terinfeksi virus ini tidak menderita tumor
pada usia muda, misalnya pada usia 5 tahun, tersebut. DNA virus Epstein-Barr (EBV) telah
diperkirakan akibat kejadian transformasi kedua, ditemukan terintegrasi ke dalam genom sel limfoma
sedangkan yang lainnya tetap sehat atau menderita Burkitt endemik (Afrika) tetapi jarang terintegrasi ke
ALLbelakangan. Sifat kejadian yang kedua inibelum dalam sel limfoma Burkitt sporadik. Genom EBV
jelas, tetapi dapat dihubungkan dengan stres juga ditemukan pada sel tumor penderita penyakit
proliferasi yang dibebankan pada progenitor sel B limfoproliferatif pascatransplantas i (post-tiansplnnt
pada saat timbulnya imunitas terhadap antigen Iymphoproliferatioe disense, PTLD) selama terapi
eksternal, misalnya infeksi. imunosupresif setelah transplantasi organ padit,
pada banyak penderita sindrom defisiensi imun
didapat (AIDS) yang menderita limfoma, dan pada
Pengaruh lingkungan '
sebagian penderita penyakit Hodgkin. Human ierpes
airus I (HHV-8) dikaitkan dengan sarkoma Kaposi
Bahan kimia d_an subtipe-subtipe limfoma yang jarang terjadi.
Pemajanan kronik terhadap benzena dapat menye- Hepatitis C telah dikaitkan dengan adanyihmfoma
babkan terjadinya hipoplasia sumsum tulang, non-Hodgkin sel B.
displasia dan kelainan kromosom serta merupakan
penyebab mielodisplasia atau leukemia mieloid akut
(AML) yang tidak lazim. Pelarut industri dan bahan Tabel 11,4. lnfeksi yang dikaitkan dengan keganasan hemopoietik' E.::
terjadinya leukemia.
[:
,+
Vhus
Radiasi
Radiasi, terutama di sumsum tulang, bersifat leuke-
Bakteri
mogenik. Hal ini diperlihatkan dengan meningkat-
nya insidensi semua jenis leukemia (kecuali B-CLL) Infeksi Helicobncter pylori telah dikaitkan dalam pato-
pada orang-orang yang selamat dari ledakan bom genesis limfoma sel B mukosa gaster (MALI) (lihat
atom di Iepang. hal. 196).
Protozoa
lnfeksi
Limfoma Burkitt endemik terjadi di daerah tropik,
Virus (Tabel 11.4) khususnya di daerah rnalaria. Malaria diperkiraian
dapat merubah imunitas pejamu dan merupakan
Virus limfotropik-T manusia tipe 7 (human T-lympho- faktor predisposisi terhadap terbentuknya tumor
tropic airus, HTLV-1) terlibat dalam kausa leukemia,/ akibat infeksi EBV.
144
N
{f Kejadian
{.i sekunder
ffi
sEi; Gambar. 11.10. Asal pranatal leukemia limfoblastik akut
(ALL) pada sepasang kembar identik. Diagnosis ALL
ri$
ditegakkan pada kembar pertama yang berusia 5 tahun dan
kembar kedua yang berusia 14 tahun. Kedua tumor mem-
m
s .y' *lo^,t punyai translokasi t(12; 21) yang identik, memperlihatkan
adanya kemungkinan asal klon leukemik in utero dan li1
l,;r
penyebaran pada kedua kembar melalui pasokan darah
t*
s plasenta yang sama. Oleh karena masa laten ALL yang
berkepanjangan, diperkirakan perlu suatu keladian sekunder
ffi untuk mencetuskan timbulnya leukemia yang nyata. Pada
li:;
ln utero €.r'lll,o*, saat penegakan diagnosis ALL pada kembar l, translokasi
t(12; 21) tersebut dapat dideteksi pada sumsum tulang
kembar ll. lVlungkin "asal letus" ALL masa anak yang
ffi -90 5 demikian terjadi pada sejumlah kasus ALL sporadik.
14
bulan Usia (tahun) (Didasarkan pada J. L. Wiemels dkk, 1999).
N
S...1
tal
l"
.i. :r:: . I .
,ffi
>4
(b) Translokasi
><
halanginya untuk berikatan dengan pasangan
alamiahnya. Ini menyebabkan fenotipe sel berupa
diferensiasi yang terhenti. Kasus-kasus LGAM, yang
disertai dengan translokasi t(75; 77) berespons
terhadap pengobatan nll-trnnsretinoic acid (ATRA)
%._# dosis tinggi yang menyebabkan terjadinya diferen-
ffi siasi promielosit abnormal dan menghasilkan prog-
(c) Delesi kromosom parsial nosis yang lebih baik (hal. 157). Yang menarik, pada
:z
:?-\
varian AML M3 yang jarang dijumpai, R.ARa berfusi
dengan gen lain. Pada kasus-kasus tersebut, terapi
ATRAtidak berhasil. Mekanisme umum yang terlibat
pada semua kasus adalah rekrutmen histon
(d) Duplikasi kromosom deasetilase, yang menekan transkripsi, oleh protein
fusi. Interaksi ini diatasi oleh ATRA dalam kasus-
kasus yang melibatkan translokasi t(15; 17), tetapi
Gambar. 1 l.11, Jenis-jenis kelainan genetik yang dapat menyebaban teriadinya
tidak dalam kasus dengan translokasi t(5; 17) atau
keganasan hemopoietik. (a) Mutasi titik; (b) translokasi kromosom; (c) delesi atau t(11,; t7).
hilangnya kromosom (d) duplikasi kromosom. Model ini dapat menggambarkan suatu konsep
pemersatu tentang jumlah translokasi kromosom
berbeda yang menyebabkan terjadinya LMA. Satu iii
persatu, penataan ulang gen faktor transkripsi
CONTOH SPESIFIK TRANSLOKASI YANG tersebut menyebabkan terjadinya transkripsi aberan ffi
DISERTAI KEGANASAN HEMATOLOGIK akibat direkrutnya histon deasetilase dan ko-represor :=
transkripsi dan bukan aktivator transkripsi. Inhibitor ffi
kimiawi deasetilasi histon saat ini sedang digunakan
Reseptor asam retinoat ,,.,.. dalam uji klinis.
[$
iiL
15q22 17q12
123456 3 4 5 6 78I
ffi
PML
/W P"4.Rq.
.d^u
RARcr
Gambar. 11.12. Terladinya translokasi t(15;1 7). Gen PML di 1 5q22 dapat putus pada salah satu dari tiga regio kelompok titik putus yang berbeda (BCR-1, -2 dan-3) dan
bergabung dengan ekson 3-9 di gen BABcr pada 1 7q12. Terbentuk tiga mRNA lusi yang berbeda (disebut panjang/ /ong (L) ,varibell variable (V) atau pendeU shorl (S))
dan mRNA lersebut menyebabkan terjadinya protein fusi dengan ukuran berbeda. Pada diagram ini, yang diperlihatkan hanya versi panjang yang dihasilkan oleh
pemutusan di BCR-1.
'; t '':ll
.tttit
r::. . j"j
akibatnya, ekspresi gen MYC terganggu regulasinya Translokasi yang melibatkan gen faktor
dan gen tersebut diekspresikan di bagian-bagian pengikat inti
siklus sel yang pada keadaan normal ekspresi gen di
bagian tersebut dimatikan.
Faktor pengikat tnti (core binding fnctor, CBF) adalah
faktor transkripsi heterodimer dan memilikj arti
.rTrahslokasigen
BCL-2,,' penting dalam regulasi ekspresi sejumlah gen seperti
1L-3 dan GM-CSF. Gen yang mengode kedua kom-
Onkogen ini ditranslokasikan dari kromosom 18 ke ponen CBF, yaitu CBFcr dan CBFp, terlibat dalam
kromosom 14pada translokasi t(14; 18) yang ditemu- sejumlah translokasi kromosom yang dikaitkan
kan pada sekitar 85% kasus limfoma folikular dan dengan leukemia (Gb. 11.14). Translokasi ini meliputi
pada beberapa kasus limfoma difus dan B-CLL. t(8; 21) tempat gen CBFa, yang juga dikenali sebagai
Translokasi tersebut menyebabkan terjadinya eks- AML1, mengalami translokasi ke gen ETO di kromo-
presi konstitutif gen BCL-2 dengan peningkatan som 8. Penataan ulang lain yang lazim di AML
ketahanan hidup sel karena berkurangnya apoptosis. adalah inv(16) tempat gen CBFB difusikan ke gen
t99e
t--l t--l
-'"")ffil,"" sHilryffi(lt,
r c-tvrvc
\
t(8: 14Xq24; q32)
Gambar. 11.13. Kejadian genetik yang terdapat di salah satu dari tiga translokasi yang ditemukan pada limfoma Burkitt dan leukemia limfoblastik akut selB. Onkogen
c-MYCpada keadaan normal terletak di lengan panjang (q) kromosom 8. Pada translokasi (8; 14), c-MYC ditranslokasikan mendekati gen rantai berat imunoglobulin
pada lengan panjang kromosom 14. Sebagian dari gen rantai berat (regio V) secara resiprokal ditranslokasikan di kromosom 8. C, regio konstan; lgH, gen rantai berat
imunoglobulin; J, regio penyambung; V, regio variabel.
:ll
ii+
a6"kil6i) Transkriosi
.--.+'
(a)
@;78l::""" M
G;niaige!
- --"'';
..: i;,, I ll rt;.,.t:i::lSlii ";:r ,...:.;. ;l
Xffi
Tidak teriadi transkriosi
{b)
TGTGGT
i::r+;ll;
Tidakterjadi transkripsi centa*et
W@,
(c)
Gambar. 11.14. Mekanisme kerja laktor transkripsi laktor pengikat inli (core binding faclor, CBF) dan gangguannya pada leukemia mieloid akut. CBF terdiri dari dua sub-
unit, yaitu CBFF dan CBFu (atau AML1) yang bersama-sama membentuk suatu heterodimer (a). Kompleks ini berikatan dengan urutan DNA TGTGGT di regio
pengatur gen target tertentu. Pengikatan ini memungkinkan rekrutmen ko-aktivator yang menyebabkan terjadinya transkripsi gen-gen tersebut. (b) Translokasi t(B; 21
)
menghasilkan protein lusi CBFcr dengan ETO. Walaupun subunit-subunit CBF masih dapat membentuk heterodimer, pengikatannya dengan DNA menyebabkan
direkrutnya suatu kompleks ko-represor yang menghambat transkripsi. (c) Pada mutasi inv(16), dihasilkan protein lusi CBF0,-MYH11, yang juga dapat membentuk
heterodimer tetapi tidak mendapat akses ke DNA. 1r$:
eeniiit a t ads,a-a' t brnato*ti tti
SMMHC (MYH11). Pada transtokasi t(12; 27) yang
dikaitkan dengan ALL-pra-B, gen TEL berfusl
dengan gen CBFa untuk menghasiikan suatu protein
fusi baru. Ketiga translokasi tersebut tampaknya
bertindak sebagai inhibitor dominan pada aktivlias
CBF alami (tuild-type) yang normal.
103
Untuk menentukan protokol pengobatan
Petanda
imunologik Makin disadari bahwa keganasan hematologik tidak
104
seharusnya dikelompokkan bersama sesederhana
seperti yang terjadi saat ini. Misalnya, AML adalah
sekelompok kelainan genetik yang berbeda-beda dan
105
bukti mengesankan bahwa s.,btip" individual
berespons secara berbeda terhadap teiapi yang baku.
Misalnya, subgrup t(IS; 17), inv (16), aan i1S; Zt;
bertahan dengan baik, sedangkan monosomi 7 mem_
106
punyai prognosis yang bumk. Strategi pengobatan
sekarang disesuaikan dengan kelainan genetlk.ryu
91 puau beberapa kasus, pengetahuJn tentang
Gambar. 11.15. Sensitivitas deteksi sel leukemia menggunakan lima teknik yang
berbeda. l0r- 106 = 1 sel dalam 10 sampai 1 sel dalam 106 sel yangdideteksi. kelainan genetik yang menduru.it"4udinya tumor
'ffi:
Gambar. 11,17, Deteksi penyakit residual minimal (minimal residual disease, MRD) dengan flow cytometry empat warna pada: sel mononuklear sumsum tulang (BM)
normal, BM dari penderita ALL jalur B pada saat penegakan diagnosis dan dalam remisi 6 minggu setelah penegakan diagnosis. Sel-sel tersebut dideteksi dengan
empat antibodi yang berbeda (anti CD l 0, anti C019, anti CD34, anti CD38) yang dilekatkan pada label-label fluoresen yang disingkat berturut-turut sebagai PE, APC,
PerCB dan FITC. Gambaran tiga dimensi memperlihatkan sel limfoid dengan imunolenotipe CD19+ pada ketiga sampel. MRD dengan 0,03% sel mengekspresikan
lenotipe yang terkait dengan leukemia (CDl0+, CD34+, CD38-) terdeteksi di minggu keenam, ditegaskan melalui analisis PCR. (Atas izin dari D. Campana dan E.
Coustan-Smith, 1999. Cytometry Conmun Clin Cytometry38, 139-52.) (Lihat Gambar Berwarna hal. A-27).
7.zya......t.........................:......
MRD+,(>1%) nig
43o/o: I :
1Oo/o
ffiffi
Gambar. 11.18. lnsidensi relaps kumulatil sesuai dengan tingkat penyakit residual minimal (MRD) di akhir induksi remisi pada anak-anak penderita ALL yang diobati di
St. Jude Children's Research Hospital (Atas kebaikan Dr. D. Campana).
tersebut dapat mengarahkan pada pendekatan peng- :,,,,. PCma,ht-uan reapona teihadap,t6rhpi,rr
obatan yang rasional. Contoh terbaik adalah peng-
gunaan asam retinoat dalam pengobatan leukemia
promielositik yang dikaitkan dengan translokasi
t(75;17). Informasi genetik juga berharga untuk Deteksi penyakit residual minimal (minimal residual
membuat suatu prognosis. Misalnya, ALL Ph+ MRD) (penyakit yang tidak dapat ditemukan
disease,
mempunyai prognosis yang sangat buruk, sedang- dengan pewarnaan konvensional dan pemeriksaan
kan hiperdiploidi pada ALL adalah temuan yang mikroskopik darah atau sumsum tulang) padaAML,
memiliki prognosis baik. ALL, atau CML setelah kemoterapi atau transplan-
149
tasi sumsum tulang mungkin dilakukan dengan Greaves M.F. (1999) Molecular genetics, natural history
menggunakan teknik berikut ini (dalam urutan and the demise of childhood leukaemia. Eur. I. Cancer 35,
sensitivitas yang makin tinggi, Gb. 11.15). 173-85.
1. Analisis sitogenetika. Kearney L. (1999) The impact of the new FISH technologies
2. Analisis Southern b/of untuk mencari
. on the cytogenetics of haematological malignancies. Br. /.
penataan
Haematol.704, 648-58.
ulang DNAyang spesifik untuk tumor. Knuutila S. et. aI. (1997).Lineage specificity in haemato-
3. Imunofluoresensi (Gb. 11.16) atau pemilahan sel logical neoplasms. Br. l. Haematol.96,2-11.
yang teraktivasi fluore sen (fluorescence-actiattted Kuzrock R. and Thlpaz M. (eds) (1.999) Molecular Biology in
cell sorter, FACS) untuk mendeteksi sel tumor Cancer Medicine,2nd edn. Martin Dunitz, London.
menggunakan petanda imunologik yang men- Preudhomme C. and Fenaux P. (1,997) The clinical signifi-
deteksi kombinasi antigen yang'spesifik terhadap cance of mutations of the p53 tumour suppressor gene in
leukemia'(Gb. 11.17). haematological malignancies. Br. f. Haematol. 98, 502-11.
4. PCR untuk mengamplifikasi translokasi yang Rabbitts T.H. (1991) Translocations, master genes, and dif-
ferences between the origins of acute and chronic
spesifik untuk tumor atau urutan imunoglobulin/
leukaemias. Cell 67, 64I-4.
TCR (lihat Gb.71..17).
Russell N.H. (1997) Biology of acute leukaemia. Lancet 349,
Pendekatan-pendekatan tersebut sedang dieva- 118-22.
luasi, tetapi telah berperan penting dalam menentu- Stamatoyannopoulus G., Perlmutter R.M., Majerus P.W.
kan pengobatan pasien secara individual, misalnya and Varmus H. (eds) (2000) The Molecular Basis of Blood
menetapnya MRD pada ALL masa anak setelah Diseases, 3rd edn. WB. Saunders, Philadelphia.
terapi awal selama L-3 bulan memprediksikan ke- Wickremasinghe R.G. and Hoffbrand A.V. (2000) Molecu-
mungkinan relaps yang besar (Gb. 11.18) sedangkan lar basis of leukaemia and lymphoma. In: Molecular
menetapnya gen fusi BCR-ABL setelah transplantasi Haematology. Provan D. and Gribben j. (eds) Blackwell
Science, Oxford. Pp. 25-41.
sel induk alogenik untuk CML mengesankan perlu-
Wiemels J.L., Ford A.M., Van Wering E.R., Postma A. and
nya pengobatan dengan leukosit donor (lihat hal. Greaves M. (1999) Protracted latency of acute lympho-
101). blastic leukaemia after TEL-AMLI gene fusion in utero.
Blood 94,1,057-62.
Wiernick P.H., Canellos, G.P., Dutcher J.P. and Kyle R.A.
(eds) (1996) Neoplastic Diseases of the Blood, 3rd edn.
KEPUSTAKAAN Churchill Livingstone, New York.
Willis T.G. and Dyer M.l.S. (2000) The role of immunoglo-
Degos L., Linch D.C. and Lowerberg B. (eds) (1999) AText- bulin translocations in the pathogenesis of B-cell malig-
book of Malignant Hematology. Martin Dunitz, London. nancies. Blood 95, 808-22.
Leukemia akut
Klasifikasi leukemia, 150 Leukemia limfoblastik akut, 150
150
:l.ii;1*.t! rirlri
,ill:i, i lf:':
$.tfl ls1
1. Tipe L, memperlihatkan adanya sel blas kecil 2. ALL-T yang memperlihatkan adanya antigen sel
yang seragam dengan sitoplasma yang sedikit; T (misal CD7 dan CD3 sitoplasma)
2. Tipe L, terdiri dari sel blas yang berukuran lebih 3. ALL-B yang memperlihatkan adanya imunoglo-
besar dengan anak inti dan sitoplasma yang lebih bulin permukaan dan TdT-
jelas dan lebih heterogen; serta biasanya sesuai dengan tipe morfologik L,
3. Blas L, besar dengan anak inti yang jelas, sito- -ALL-B
sedangkan tipe prekursor B atau T mungkin L, atari
plasma yang sangat basofilik, dan vakuol L, dan secara morfologi tidak dapat dibedakan.
sitoplasma.
Petanda imunologik pada ALL adalah sebagai
berikut (Tabel 12.4 danGb.12.2). Insidensi dan gambaran klinis
L. Prekursor ALL-B: CD79+, CD22+ sitoplasma dan
TdT+ tiga subtipe: ALL adalah bentuk ieukemia yang paling lazim di-
(a) early pra-B, CD10- jumpai pada anak; insidensi tertinggi terdapat pada
o juga disebut ALL pre-pre-B atau pro-B usia 3-7 tahun, dan menurun pada usia 10 tahun. Tipe
o sering dijumpai pada bayi prekursor B yang lazim dijumpai (CD10+), paling
(b) early pra-B, CD10+ dikenal sebagai conlmln
ALL(cALL);
(c) pra-B Tabel12.2. Klasifikasi leukemia mieloid akut (AML) dan leukemia limfo-
o p+ intrasitoplasma blastik akut (ALL) menurut kelompok French-American-grilrsh (FAB)
r CD10- atau CD10+
AML
Tabel 12.3. Pemeriksaan khusus untuk leukemia limloblastik akut (ALL) dan leukemia mieloid akut (AML)
ALL Ai/L
Sitokimia
Mieloperoksidase
+(termasuk batang Auer)
Sudan black +(termasuk batang Auer) '
Esterase non spesifik + r4'5
oada M.. M-
Peiodic acid-Schift +(positivllas blok kasar pada ALL) +(blok halus pada Mu)
Foslatase asam : + pada ALL-T (pewarnaan Golgi) + pada Mu (difus)
Gen lmunoglobulin dan TCB ALL prekursor B: penataan klonal gen imunoglobulin Konfigurasi germline gen imunoglobulin dan TCR
ALL-T penataaan klonal gen TCR
"l : !t
:.- ::it::.:::::i-
,l
;j; li" &{r+i$
:.r::1*
'":it";.;t;'i: *
(a)
(d) (e)
Gambar. 12.1. Leukemia limfoblastik akut. (a) Subtipe L, - blas memperlihatkan sitoplasma yang sedikit tanpa granula. (b) Subtipe I
- blas lebih besar dan heterogen
dengan sitoplasma yang Iebih banyak. (c) Subtipe \ - blas sangat basofilik dengan vakuolisasi sitoplasma. (d) Pewarnaan periodic acid-Schilf (PAS) memperlihatkan
adanya granula-granula kasar. (e) lmunofluoresensi indirek memperlihatkan terminal deoksinukleotidil transferase (TdT) inti (hijau) dan CD10 membran (ingga). (Atas
kebaikan Professor G. Janossy). (Lihat Gambar Berwarna hal. 4-26),
(c)
Gambar. 12.3 (a) lnfeksi orbita pada seorang wanita (berusia 68 tahun) penderita leukemia mieloid akut dan netropenia berat (hemoglobin 8,3 g/dl, leukosit 15,3 x 1ff/
l, blas 96%, netrolil
'l%, trombosit 30 x 1S/l). (b) Cf scantoraks memperlihatkan adanya massa berongga (landa panah) di bagian perifer lobus kanan atas yang pada
operasi (lobeKomi) terbukti sebagai suatu aspergiloma pada seorang penderita leukemia akut. (c) lnfeksi kulit (Pseudomon as aeruginosa\ pada seorang wanita (usia
33 tahun) penderita leukemia limloblastik akut (yang mendapat kemoterapi) dan netropenia berat (hemoglobin 10,1 g/dl, leukosit 0,7 x 1S/1, netrofil <0,1 x1ff/|, limlosil
0,6 xltr/|, trombosit 20 x 1ff/l). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-25).
Terapi awal dapat dipersulit oleh adanya rumatan jangka panjang (2-3 tahun) pada ALL telah
hiperkalemia dan hiperurikemia dengan nefropati terbukti menurunkan risiko terjadinya relaps, tetapi
urat ('sindrom lisis tumor'). Oleh karena itu, pasien hal ini belum dipastikan pada AML.
harus diberi alopurinol sebelum memulai terapi,
mendapat hidrasi yang cukup, dan jika jumlah
leukosit tinggi dan terdapat infiltrasi organ yang Pengobatan
luas, harus dilakukan alkalinisasi urine dengan pem-
berian natrium bikarbonat intravena. Pengobatan dibagi menjadi pengobatan suportif dan
Tujuan terapi sitotoksik'yang pertama adalah spesifik.
untuk menginduksi remisi (tidak terbukti adanya
penyakit secara klinis atau laboratorik konvensional)
Terapisuportif umum
dankemudian untuk memberantas populasi sel leu-
kemia yang tersembunyi dengan terapi konsolidasi. Terapi suportif umum untuk kegagalan sumsum
Kombinasi siklik dua, tiga atau empat obat diberikan tulang meliputi.
dengan interval bebas pengobatan untuk memung- 1 Pemasangan kateter vena sentral. Pemasangan
kinkan pulihnya sumsum tulang. Pemulihan ini vena sentral (misal, Hickman) biasa
tergantung pada pola pertumbuhan kembali yang
' kateter
dilakukan melalui saluran kulit dari dada ke vena
berbeda antara sel normal daan sel leukemia. Terapi kava superior untuk memudahkan akses untuk
Tabel 12.5 Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan leukemia
Antimetabollt
Metotrel6at Menghambat sintesis purin atau pktmidin alau Ulkus mulut, toksisitas usus
6-Merkaptopurinf penggabungan ke dalam DNA lkterus
6-Thioguaninf Toksisilas usus
Silosin-arabinosida CNS, terutama toksisitas serebelum dan konjungtivitis
pada dosis tinggi
Hidroksiurea Pigmentasi, distroli kuku, ulserasi kulit
Agen pengalkil
Siklofosfamid lkatan silang DNA, mengganggu pembentukan RNA sistitis hemoragik, kardiomiopati, rambut tontok
Klorambusil
,, Aplasia sumsum, toksisitas hati, dermstitis
Busullan {Myleran) ,
Aplasia sumsum, librosis paru, hiperpigmentasi
Pengikatan DNA
Antrasiklin, misal Berikatan dengan DNA dan mengganggu mitosii Toksisitas iantung, rambut rontok -
Daunorubisin
Hidroksodaunorubisin (Adriamisin)
Mitoksantron
ldarubisin
Penghambat mltosis
:
Vinkistln (Onmvin) Kerusakan Spindel, tidak ada metafase Neuropati (perifer alau kandung kemih atAu usus),
Vinblastin rambut rontok
Vindesin
Analog purin
Fludarabin MenghambatadenosindgaminaseataujalurpurinlainPenekananimun(hitun9CD4rendaq;anemia
2-Klorodeoksiadenosin hemolitik autoimun,; toksisitas ginjal dan saraf (pada
Deoksikoformisin dosis tinggi)
Lain.laln
Kortikosteroid :'1 Lisis limfoblas Ulkus peptik, obesitas, diabetes, osteoporosis, psikosis;
,,
: hipertensi
rAsparaginase Membuat sel kekurangan asparagin Hipersensitivitas, kadar albumin dan laKor koagulasi
rendah, pankrealitis
0-lnterferon AKivasi RNAass dan aktivitas pembunuh alaml Gejala mirip llu, trombositopenia, leukopenia,
penurunan berat badan
.,,',,
lsam lransretinoat Menginduksi dilerensiasl Dlsfungsi hatl, hiperkeratosis kulit, leukositosis dan
hiperviskositas, eiusi pleura atau perikardial.
'Sebagian besar obat'obat tersebut menyebabkan mual, muntah, mukositis, toksisitas sumsum tulang, dan dalam dosis besar menyebaQkan terjadinya infertilitas.
Terjadi nekrosis jaringan apabila obat berekstravasasi selama infus.
(a) .i;(b)
Gambar. 12.5. Leukemia limfoblastik akut. (a) Limladenopati servikal yang jelas pada seorang anak laki-laki. (b) Pembengkakan testis dan eritema si sisi kiri skrotum
yang disebabkan infiltrasi ke testis. (Atas kebaikan Professor J.M. Chessels). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-26).
memberikan kemoterapi, produk darah, antibio- Dukungan produk darah dengan transfusi
tik, makanan intravena, dll, dan untuk pengam- eritrosit dan trombosit. Plasma beku segar (fresh
bilan darah bagi pemeriksaan laboratorium. frozen plasmn, FFP) mungkin perlu diberikan
2 Pencegahan muntah. Obat yang digunakan untuk untuk mengatasi koagulopati.
mencegah atau mengobati emesis yang diinduksi Alopurinol dan cairan intravena, kadang-kadang
obat adalah metoklopramid, fenotiazin (misaL:rya dengan alkalinisasi urin, untuk mencegah
klorpromazin atau proklorperazin), antagonis terjadinya sindrom lisis tumor.
reseptc,r 5-hidroksitriptamin tipe 3 (S-HTr) selektif Profilaksis dan pengobatan infeksi. Terjadinya
(misalnya ondansetron, granisetron, atau infeksi sangat berbahaya dalam pengobatan leu-
tropisetron), steroid (misal deksametason), kemia akut. Netropenia terjadi akibat penyakit itu
benzodiazepin (misal lorazepam), atau kanabi- sendiri dan akibat pengobatan, dan pada banyak
noid (misal nabilon). pasien, netrofil sama sekali hilang dari darah
157
selama 2 minggu atau lebih. Infeksi terutama di- kan terjadinya infeksi yang mengancam jiwa.
sebabkan oleh bakteri dan biasanya muncul dari Lagipula, tanpa adanya netrofil, lesi superfisial
flora bakteri komensal pasien itu sendiri, yang lokal dapat dengan cepat menyebabkan septike-
paling sering dijumpai adalah organisme kulit mia berat. Infeksi virus (misalnya herpes simpleks
Gram positif (misalnya Staphylococcus dan Strepto- dan zoster), jamur (misalnya Candida, Aspergillus)
coccus) atau bakteri usus Gram negatif (misalnya dan protozoa (misalnya Toxoplasma gondii) juga
Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Proteus, meningkat frekuensinya, khususnya jika netro-
Klebsiella, dan kuman anaerob). Organisme yang penia terjadi berkepanjangan/ terdapat limfo-
biasanya tidak dianggap bersifat patogen (misal- penia dan telah digunakan beberapa antibiotik
nya Staphylococcus epidermidis) dapat menyebab- untuk mengobati kemungkinan infeksi bakteri.
158 (rg1@=G.n{[oAf ,i,ii\i;*i
lfr i@;ffi,914$ii;i;ii;!$i],lL,,t ilrs$
l
untuk membunuh sebagian besar sel tumor secara tumor sampai tingkat yang sangat rendah. Dosis
cepat dan menyebabkan pasien memasuki keadaan kemoterapi dekat dengan batas toleransi pasien dan
remisi. Keadaan ini didefinisikan sebagai jumlah sel selama blok intensifikasi, pasien mungkin memerlu-
blas yang kurang dari 5% dalam sumsum tulang, kan banyak sekali dukungan. protokol yang umum
hitung darah tepi yang normal, dan tidak ada gejala mencakup penggunaan vinkristin, siklofosfamid,
atau tanda-tanda lain penyakit itu. Prednisolon atau sitosin arabinosida, daunorubicin, etoposid, thio-
deksametason, vinkristin, dan asparaginase adalah
obat-obat yang biasanya dipakai dan sangat efektif- .g:TI, atau merkaptopurin yang diberikan sebagai
blok-blok dalam kombinasi yang berbeda. JumLh
mencapai remisi pada lebih dari 90'/. anak dan 80- blok intensifikasi yang optimal masih dalam pene-
90% orang dewasa (pada orang dewasa biasanya litian, tetapi dua atau tiga blok biasanya khas pada
juga ditambahkan daunorubicin). Walaupun demi- anak, dan lebih banyak terjadi pada dewasa.
kian, harus diingat bahwa remisi tidak sama dengan
sembuh. Pada remisi, dalam tubuh pasien mungkin
Terapi yang ditujukan pada sistem sarat pusat (CNS)
masih terdapat sejumlah besar sel tumor dan tanpa
pemberian kemoterapi lebih lanjut, hampir se.r,ua Beberapa obat yang diberikan secara sistemik dapat
pasien akan mengalami relaps. Walaupun begitu, mencapai cairan serebrospinal (CSF) dan perlu
pencapaian remisi merupakan langkah awal yang diberikan pengobatan spesifik. pilihannya adalah
berharga dalam perjalanan pengobatan, dan pisien metotreksat dosis tinggi yang diberikan secara intra_
yang gagal mencapai remisi mempunyai prognosis vena, metotieksat atau sitosin arabinosida intratekal,
yang buruk. atau radiasi kranial. Percobaan klinis untuk mem-
bandingkan regimen-regimen ini sedang dilakukan.
BI ok-bl ok ko n s ol i d asifi nten sifi ka si Relaps CNS masih terjadi dan muncul dengan sakit
kepala, muntah, papiledema dan sel blas dalam CSF.
Tahapan-tahapan ini menggunakan kemoterapi Pengobatan dengan meto treksat, sitosin arabinosida
multi-obat dosis tinggi untuk mengurangi bebin dan hidrokortison intratekal, dengan atau tanpa
lll lils""#;';,""
=rtf
Gambar. 12,8, Leukemia akut: prinsip terapi. ALL, leukemia limfoblastik akut; kemo
1TBl, kemoterapit iradiasi tubuh total; SCT, transplantasi sel induk.
160
radiasi kranial dan reinduksi sistemik karena variasi yang besar. Usia memiliki arti penting-
biasanya juga terdapat penyakit sumsum tulang' sekitar 70-90% anak dapat mengharapkan kesem-
buhan, sedangkan pada orang dewasa, persentase ini
Rumatan (maintenance) turun secara bermakna sampai kurang dari 5% di
atas usia 65 tahun. Bayi juga memiliki prognosis yang
Rumatan diberikan selama 2 tahun pada anak kurang baik. Sitogenetika berperan penting, khusus-
perempuan dan'orang dewasa, dan 3 tahun pada nya adanya kromosom Philadelphia, yang insidensi-
anak laki-laki, dengan merkaptopurin oral harian nya meningkat sejalan usia (Gb. 72.7).Hiperdiploidi
dan metotreksat oral sekali seminggu. Vinkristin dan penataan TEL berkatan dengan prognosis yang
intravena dengan kortikosteroid oral singkat (5 hari) baik. ALL-B (\ atau tipe Burkitt) mempunyai prog-
ditambahkan dengan interval bulanan atau 3 nosis yang buruk dengan protokol pengobatan ALL
bulanan (pada dewasa). Selama terapi rumatan pada prekursor B; biasanya digunakan regimen yang mirip
anak yang tidak mempunyai imunitas terhadap vi- dengan yang digunakan untuk limfoma non-
rus-virus tersebut memiliki risiko yang tinggi unluk Hodgkin derajat tinggi. Apabila pengobatannya
menderita varisela atau campak. Apabila terjadi gagal, maka biasanya terjadi kematian karena
pemajanan terhadap infeksi tersebut, harus diberikan penyakit bersifat resisten atau akibat adanya infeksi
imunoglobulin profilaktik. Selain itu, diberikan atau komplikasi lain selama pengobatan.
kotrimoksazol oral untuk mengurangi risiko terkena
Pneumocystis carinii.
Pengobatan relaps
Pengobatan relaps saat ini belum mernuaskan.Apa-
Prognosis ' .
bila relaps terjadi selama atau segera setelah pem-
berian kemoterapi awal, maka prognosisnya sangat
Kemungkinan seorang pasien untuk mencapai ke- buruk. Biasanya diberikan kemoterapi lanjutan dan
sembuhan jangka panjang berdasarkan pada kemudian dilakukan transplantasi sel induk meng-
sejumlah variabel biologik (Tabel 12.6) memiliki gunakan donor dari saudara kandung yang memiliki
lnduksl ,.. ,: :,
I
Konsolidasl '' .' . ' .': :
- etoposid,
misalnva daunorubicin, sitosin arabinosida, vinkristin,
thioguanin atau merkaptopudn, sikblosfamid
,r ':.1. dalatngatusampai empai tahap r : : :
+
l---.* t. I qgl indrk-'l"j,,:
I I
l.'
- l
tntefdfikasi lanjut
(eepgrti konsolidgSi).='1.1;t, ..,,':1 i..:.,: , :11;:1':,111 : ,;-
I
t
,r"rapr *mataa lt'l:."'' ' i ., ," ' ,i, ,
antigen leukosit manusia (HLA) yang cocok atau do- Tabel 12.6. Prognosis leukemia limfoblastik akut (ALL)
nor sukarela yang memiliki HLA yang cocok. Trans-
plantasi sel induk autolog berperan pada remisi Baik Buruk
pertama atau kedua.
Leukosit Rendah Tinggi (misalnya > 50 x
:1fll)
Jenis kelamin Wanita Laki-laki
w
w
ry #
ffi
(a)
?!v e
(d)
ul
& sr[$r irr
'*"
rt3
13
(e)
& *
r. !:
^ da i1
t:t,:. ,r:
n3& '&n';':
za
rev." I &
#w ...:''
,:&.
l&,
(s)
&.:H
{ &#} 1ny
Gambar. 12.11 Klasifikasi leukemia mieloid akut menurut French-American-British (FAB). (a) Sel blas lvl, memperlihatkan adanya beberapa granula tetapi dapat
memperlihatkan batang Auer, seperti pada kasus ini. (b) Sel-sel M, memperlihatkan adanya granula sitoplasma multipel; (c) Sel blas M, memperlihatkan batang Auer
multipel; (d) Blas Mn memperlihatkan sedikit diferensiasi monositoid; (e) Mu" - leukemia monoblastik di mana > 80% blas adalah monoblas; (f) Muo - monositik tetapi
kurang dari 80% blai merupakan monoblas; (g) Il1, memperlihatkan predominasi eritroblas; (h) M, - leukemia megakarioblastik memperlihatkan adanya tonjolan (b/eb)
sitoplasma pada sel blas. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-29).
,:. . ..,:lii. '
..:.: ,.f' ....'
163
,::H#
\\
'Ekspresi tinggi dari protein yang resistensi banyak obat (lihat hal. I 36) juga Gambar. 12,13 Leukemia mieloid akut: bagan alur memperlihatkan regimen
merupakan suatu tanda prognosis yang buruk. pengobatan yang tipikal.
kromosom (lihat juga Bab 11). 'lmunofenotipe saan untuk DIC positif pada penderita varian AML
mieloid'yang khas adalah CD13+, CD33+, dan TdT- promielositik (M3). Kadar lisozim dalam darah dan
(Tabel 12.4 dan Gb. 12.8) dan antibodi khusus ber- urin dapat meningkat pada leukemia monositik.
guna dalam penegakan diagnosis AML M0, Mu atau Penatalaksanaan bersifat suportif dan spesifik.
M, (Tabel12.4). 1 Pengobatan suportif berdasarkan prinsip yang
Walaupun subtipe AML yang berbeda-beda ter- sama dengan ALL. Masalah yang unik pada AML
sebut nyatanya adalah penyakit genetik yang ber- mencakup sindrom perdarahan yang dikaitkan
beda, pengelompokannya menjadi satu adalah sahih, dengan varian AML M3. Penyakit ini dapat ber-
karena secara umum pengobatan dan prognosisnya manifestasi sebagai perdarahan yang sangat berat
serupa. Walaupun demikian, telah diajukan perbe- atau keadaan ini dapat timbul dalam beberapa
daan dalam pengobatan menurut subtipe. hari pertama pengobatan. Keadaan ini diobiti
Kelainan sitogenetik mempunyai pengaruh yang seperti pada pengobatan DIC dengan penggan-
besar terhadap prognosis (Tabel 12.7). tian faktor pembekuan menjadi FFp dan transfusi
trombosit berulang. Selain itu, terapi all-trans-
retinoic dcid (ATRA) diberikan bersama dengan
Pemeriksaan dan penatalaksanaan kemoterapi.
2 Terapi spesifik AML biasanya dengan peng-
Temuan hematologik dan biokimia umum sama gunaan kemoterapi yang intensif . Terapi ini biasa-
dengan yang ditemukan pada ALL. Hasil pemerik- nya diberikan dalam empat atau lima blok
164
il :ira.":;'irl '.il:'i:'ilil i l
:;-.L
-::.),. li,i i: ;, Induksl ,-: Konsolidasi'l Konsolidasl 2 ,. Kongoltdasl 3:.r': :,:,..
':1., :l:.--(B daunorubicin, sepelli lnquk6l misalnyi h-arnasgkrin, misahya mitoksanton,
ri- rb Sitosin,:+ ' " ,
f gitosin ,:'r:,:', :: i silosin arabinosida
,r 1,iin '' r, : i:. o grabinosida;:: tinssi
-= ri :,
'.,r ::::l ::: : I arabinosida, {tosis
.:. i;;l,riiirr
.;:::rl;iEitrftr :::i,: : €o thioouantn,,,.:; etoposid
a I i I I I I I I lTransfusi
. Pdiaviatah l: J+W{ tt{ltromoosit il.l$l
':: -1
l.
PendukuflS
-i r I
ili,L II I Y
I
: :l
il
i'l I Transfusi eritrosil
{ @acked red celt)
.'
161 ,i1.,
,,"' "'t"
' ' -- ''
.cI I
'85 rz I " ",tj
0El
gts, I .'
lr- E" 81.,,
''t o)'
.sY" l.s"a
t:lso"/"
I
tl.s"a
l*s"rt
t I I
:jr;;i r it ir fl00
i+i .ia:::r' : ,r
L':::.' :=r::,:, :r:'; i : .i:
:5..' 100
r.. 6
50
::
'., 19
|'.:1: :::.:.::64 ::'.:::';
i :: lf
.., €
:
io
:..d
'I t.t:t.-.E,, E
:: Y:
,6 : :::
i.r. O
.:.)a
t:: :.!:::: : :
.. o I
:'..,,
,.,.r.,f .:,i , ,,
r:.: i;l;j:ljii=0;1,
:::',.:.i::, 0 a.2,', 4 6., 8 10 12 14 16
Waktu (minggu)
Gambar. 12.14 Bagan alur tipikal unluk penatalaksanaan leukemia mieloid akut dengan kemoterapi.
masing-masing sekitar 1 minggu dan obat-obat Suatu konsep penting yang dikembangkan dalam
yang paling umum digunakan antara lain sitosin terapi AML adalah mendasarkan jadwal pengobatan
arabinosida, daunorubicin, idarubicin, 6-thio- seorang pasien pada kelompok risikonya. Remisi
guanin, mitoksantron, atau etoposid (Gb. 12.13). setelah satu tahap kemoterapi juga menguntungkan.
Semua subtipe AML (FAB M0-M7) diobati dengan Sebaliknya, kelainan monosomi 5 atau 7, sel blas
cara yang sama kecuali varian promielositik (M3) dengan mutasi FIt-3 atau penyakit yang berespons
disertai dengan translokasi t(15; 17) yang buruk menempatkan pasien ke dalam kelompok
ditambahkan ATRA pada kemoterapi awal. Suatu risiko yang buruk, sehingga mungkin memerlukan
respons yang baik pada AML terhadap sitotoksik pengobatan yang lebih intensif. Antibodi monoklonal
diperlihatkan pada Gb. 72.14. Obat-obat tersebut berlabel radioaktif yang ditujukan terhadap CD33
adalah mielotoksik dengan selektivitas yang ter- atau CD45 sedang dikembangkan sebagai suatu
batas antara sel leukemik dengan sel sumsum nor- kemungkinan tambahan dalam terapi AML.
mal sehingga kegagalan sumsum tulang yang
terjadi bersifat berat, dan perlu diberikan pera- Transplantasi sel induk
watan suportif yang intensif dan lama. Terapi
rumatan tidak perlu diberikan dan profilaksis Transplantasi autolog menurunkan angka kejadian
CNS biasanya tidak diberikan pada AML. relaps, tetapi meningkatkan toksisitas lebih lanjut
165
1 995-99
1 990-94
1985-89
1 980-84
a::
:o 1975-79
_ 1970_74
=
!fl)
a
(!
tr
s
(a)
Tahun sejak masuk
1995-99
1 990-94
1 985-89
1 980-84
o. 1 975-79
t 1t97O_74
t50
E
o -
6
E
62s
(b)
5
Tahun sejak masuk
Gambat. 12.1 5 Ketahanan hidup pada anak dan orang dewasa penderita leukemia mieloid akut (percobaan oleh Medical Research Councrl). (a) pasien berusia
kurang
dari 60 tahun; (b) pasien berusia 60 tahun atau lebih. (Lihat Gambar Benvarna hal. A-28).
pada regimen pengobatan. Peranannya dalam peng- Kematian akibat perdarahan, infeksi atau kegagalan
obatan adalah subyek debat yang berkepanjangan, jantung, ginjal, atau organ lain lebih sering terjadi
tetapi cenderung disimpan sampai terjadi relaps dibandingkan pasien berusia lebih muda. Pada
pada kelompok risiko baik dan pada anak. SCT pasien usia tua yang menderita penyakit organ lain
alogenik digunakan di beberapa pusat pengobatan yang serius, diputuskan untuk menggunakan terapi
untuk pasien berusia kurang dari 45 tahun dengan suportif dengan atau tanpa kemoterapi obat tunggal
donor saudara yang HLA-nya cocok dengan AML yang ringan. Walaupun demikian, pada pasien yang
risiko standar atau buruk pada remisi pertama tidak menderita sakit lain, kemoterapi kombinasi
walaupun beberapa kelompok menjadikarurya yang serupa dengan yang digunakan pada pasien
pilihan untuk pengobatan penyakit yang relaps. berusia lebih muda dapat menimbulkan terjadinya
Pasien dengan t(8; 21), t(75; 17), dan inv16 yang remisi jangka panjang.
memasuki remisi setelah tahap pertama tidak
mendapat TSI, kecuali bila setelah itu mereka meng-
alami relaps. , ProghOSis ,.,,.
Pasien usia di atas 60 tahun Prognosis pada penderita AML telah membaik, ter-
utama untuk pasien berusia lebih muda. Mungkin
Hasil terapi AML pada orang tua buruk karena ada- 50% anak dan dewasa muda dapat mengharapkan
nya resistensi penyakit primer dan toleransi yang 'keftmbuhan' jangka panjang (Gb. 12.15). Keliinan
rendah terhadap protokol pengobatan intensif. sitogenetik dan respons awal terhadap pemberian
166
terapi adalah prediktor prognosis yang utama. Pada Hann I.M. et aL (1997) Results of the Medical Research
orang tua, keadaannya buruk dan hanya 5% pasien Council's 10th AML trial (MRC AML10) Blood 89,2311-
18.
berusia di atas 65 tahun yang dapat mengharapkan
Harousseau J.L. (1998) Acute myeloid leukaemia in the eld-
terjadinya remisi jangka panjang. erly. Blood Reu.\2, 145-53.
Harrison C.J. (2000) The management of patients with leu-
kaemia: the role of cytogenetics in this molecular era. Br.
l. Haematol. 108, 19-30.
KEPUSTAKAAN Lowenberg 8., Downing ].R. and Burnett A. (1999) Acute
myeloid leukaemia. N. Engl. J. Med.347, t05l-62.
Bumett A.(ed) Acute myeloid leukaemia. Clin. Haematol. Reilly J.T. et aI. (1996) The role of cytology, cytochemistry,
L4, l-23. immunophenotyping and cytogenetic analysis in the di-
Fenaux P. and Degos L. (1997) Differentiation therapy for agnosis of haematological neoplasms. Clin. Inb. Haem.
acute promyelocytic leukaemia. N, EngI. I. Med.337, 18,231.-6.
1076-7. Vora A. and Lilleyman l.S. (1999) Management of child-
Greaves M.F. (1997) Aetiology of acute leukaemia. Inncet hood lymphoblastic leukaemia. CME BuIl. Haematol.2,
349,344-9. 85-9.
BAB 13
Leukemia mieloid kronik Philadelphia negatif, 172 Leukemia eosinofilik dan leukemia netrofilik kronik, 172
Leukemia kronik dibedakan dari leukemia akut ber- c). Cen khimerik BCR-ABL yang dihasilkannya
dasarkan progresinya yang lebih lambat. Sebaliknya, mengode suatr,r protein fusi beruknrarr 210 kDa
leukemia kronik lebih sulit diobati. Leukemia kronik (p210). Protein ini mernpunyai aktivitas tirosin kinase
dapat dibagi secara luas menjadi kelompok mieloid yang lebih dari produk ABL 145 kDA yang normal.
dan limfositik (lihat Bab 14). Translokasi Ph jriga ditemr-rkan pada sejr-rmlah kecil
Leukemia mieloid kronik mencakup enam tipe kasus leukemia lirnfoblastik aktrt (ALL), dan pada
leukemia yang berbeda (Tabel 13.1), tetapi sejauh ini beberapa di antaranya, pemutr-rsan pada BCIt terjadi
tipe yang paling umlrm adalah leukemia mieloid di regio yal1g sama dengan Clv{L. Walaupr,rrr demi-
kronik yang disertai dengan kromosom Philadelphia kian, pada kasus-kasus lain, pemr-rtusan pada BCR
(Ph). terjadi jauir di atas, pacla intron antara ekson pertama
dan kedua, meninggalkarr hanyir ekson BCR pertama
yang utuh. Gen khimerik BCR ABLini diekspresikan
sebagai protein p190 seperti p210 yang mempunyai
LEUKEMIA MIELOID KRONIK
aktivitas tirosin kinase yang lebih tinggi. Pada
PHILADELPHIA POSITIF sebagian kecil pasien, kelainan Ph tidak terlihat
dengan menggunakan analisis kariotipe mikroskopik
Leukemia mieloid kronik (CML) adalah suatu penya- tetapi susunan molekular yang sama dapat terdeteksi
kit klonal sel induk pluripoten, dan digolongkan menggunakan teknik yang lebih sensitif. CML Ph
sebagai salah satu penyakit mieloproliferatif. negatif BCR-ABL positif ini secara klinis sama dengan
Penyakit ini mencakup sekitar 15% leukemia dan CML Ph positif. Kelainan irri ditemtrkan pada sel-sel
dapat terjadi pada semlra usia. Diagnosis CML dari jalur rnieloid (granr"rlositik, eritroid, dan mega-
kadang kala sulit ditegakkan dan dibantu oleh ada- kariositik) serta limfoid (scl 13 dan T) karc.na kromo-
nya kromosom Ph yang khas (Gb. 13.1). Kromosom som Ph ini adalah suatr-r kclainan scl induk hemo-
ini dihasilkan dari translokasi t(9; 22)(q23;q71) antara poietik yang didapat.
kromosom 9 dan22, akibatnya bagian dari protoon- Peningkatan lnassa scl rnieloid ttrbnh total dalam
kogen Abelson ABL dipindahkan pada gen BCR di jumlah besar bertangglrng jar,vab terhadap sebagian
kromosom 22 (Gb.13.1a) dan bagian kromosom 22 besar gambaran klinis penyakit ini. Pada sedikitnya
pindah ke kromosom 9. Kromosom 22 yang abnor- 70% pasien, terjadi suatu metamorfosis terminal
mal itu adalah kromosom Ph. Pada translokasi Ph, menjadi leukemia akut yang seringkali didahului
ekson 5' BCR berfusi dengan ekson 3' ABL (Gb.13.7b, oleh stral.tr [asc akseler.rsi.
,.. .li-{tr.' . ri\1::-:r::..:!*iii ri :ijtr:!::rrr:riil:;ji I jrlii$*wFn!
iij:'ir' I
:.1
r68 Kapf!{ :$ehkh$$ai.qb$i
Kromosom
kronik, CGL) 9
Leukemia mieloid konik, Ph negatif (CML, Ph-)
Leukemia eosinofilik
Kromosom
22
Gambaran klinis
orang yang sangat tua. Pada sebagian besar kasus, ., m-BCR M-BCR Xt
tidak terdapat faktor predisposisi, tetapi insidensi- ,;^-efrffi
nya meningkat pada orang-orang yang selamat dari 'l 2345
pajanan bom atom di |epang. Cambaran klinisnya
antara lain: (c) BcR ABL
22 Zg 9
1 Gejala-gejala yang berhubungan dengan hiper- GenS' l'
metabolisme, misalnya penurunan berat badan, t
kelelahan, anoreksia, atau keringat malam. BcR Y ABL
2 Splenomegali hampir selalu ada dan seringkali RNA s'Ws'
bersifat masif. Pada beberapa pasien, pembesaran
limpa disertai dengan rasa tidak nyaman, nyeri, +
atau gangguan pencernaan. Protein r,u,Wcoon
3 Gambaran anemia meliputi pucat, dispnea, dan 210 kDa
takikardia.
4 Memar, epistaksis, menorhagia, atau perdarahan Gambar. 13.1. Kromosom Philadelphia. (a) Terdapat translokasi sebagian
dari tempat-tempat lain akibat fungsi trombosit lengan panjang kromosom 22 ke lengan panjang kromosom 9 dan translokasi
resiprok bagian lengan panjang kromosom g ke kromosom 22 (kromosom Phila-
yang abnormal. delphia). Translokasi resiprok ini membawa sebagian besar gen ABL ke regio
5 Gout atau gangguan ginjal yang disebabkan oleh BCB di kromosom 22 (dan sebagian gen BCF pada iukstaposisi dengan bagian
hiperurikemia akibat pemecahan purin yang sisa ABL di kromosom 9). (b) Titik putus pada ABL adalah antara ekson 1 dan 2.
Titik putus pada BCR adalah salah satu di antara dua titik di regio kelompok titik
berlebihan dapat menimbulkan masalah.
putus utama (M-BCR) pada CML atau pada beberapa kasus ALL Ph+. (c) Hal ini
6 Gejala yang jarang dijumpai meliputi gangguan menghasilkan suatu produk protein fusi 210 kDa yang berasal dari gen lusi BCF-
penglihatan dan priapismus. ABL. Pada kasus ALL Ph+ lain, titik putus pada BCR adalah pada regio
7 Hingga 50% kasus, diagnosis ditegakkan secara kelompok titik putus minor (m-BCR) yang menghasilkan suatu gen lusi BCB-ABL
yang berukuran lebih kecil dan suatu protein 190 kDa. (Lihat Gambar Berwarna
tidak sengaja dari pemeriksaan hitung darah ru-
hal. A-30).
tin.
Temuan laboratorium
1 . Leukositosis biasanya berjumlah >50 x 10ell dan Biasanya ditemukan anemia normositik normo-
kadang-kadang >500 x70e /l (Gb. 13.2). Spektrum krom.
lengkap sel-sel mieloid ditemukan dalam darah 4 Jumlah trombosit mungkin meningkat (paling
tepi. Jumlah netrofil dan mielosit melebihi jumlah sering), normal, atau menurun.
sel blas dan promielosit (Gb. 13.3). 5 Skor fosfatase alkali netrofil selalu rendah (Tabel
2 Meningkatnya jumlah basofil dalam darah. 73.2).
169
rr&*"
{j*w
u't
Tfl
% Ww %s
w*
rt
*
}f
tq
'Jl'
w %& tuL- * w* sil
,"- 4 5
w w WW 'ww wW f,9,
eE#
Effi
nt' $*
t0 ll t2
Y* an
d
ww ffi#
"
we
tl*
W
Y,{*"n #&
13 l.l l5 16 17 l8
K
t+ w% u'* *-
*,1, % @
t9 2It 2l
46,XY,t(9; 22Xq34;q I I )
\
(d)
Gambar. 13.1 (Lanjutan) (d) Kariotipe memperlihatkan translokasi t(9;22)(q34; q11). Kromosom Ph diberi tanda panah.
6 Sumsum tulang hiperselular dengan predominasi Tabel 13.2 Skor fosfatase alkali netrofil (hal. 111); skor normal adalah
granulopoiesis. 20-1 00
Kromosom Ph pada analisis sitogenetik darah
atau sumsum tulang (Gb. i3.1). Meningkat pada Menurun pada
Vitamin B,, serum dan daya ikat vitamin B,, lnieksi Leukemia mieloid kronik
meningkat. Kehamilan
9 Kadar asam urat dalam serum biasanya Polisitemia (rubra) vera
meningkat. Mielotibrosis
Reaksi leulomold
Pengobatan
,e
:iW,
,|W'
w *."fi
www *;, Gambar. 13.3 Leukemia mieloid kronik: sediaan apus darah
.100
b50
,_:'
x
c
G
b10
E
o4
J
rD
(]r. :'
:.
donor tidak berkerabat yang sesuai antigen leukosit Perjalanan penyakit dan prognosis
manusianya (HLA). Relaps leukemia pascatrans-
plantasi adalah masalah yang signifikan, tetapi inftis CML biasanya mentperlihatkan suatrl respons yang
leukosit donor sangat efektif pada CML (hal. 101) sangat baik terhadap kemoterapi pada fase kronik
terutama bila relaps terdiagnosis dini melalui deteksi (Gb. 13.4). Ketahanan hidup rata-rata adalah 5-6
molekular transkrip BCR-ABL. BMT autolog adalah tahttn. Kematian biasanya te4adi akibat transformasi
suatu pendekatan eksperimental dan sedang diteliti akut terminal atau perdarahan atau infeksi yang
untuk menilai peranannya. menyelingi. Dua puh.rh persen pasien dapat hidup
hingga 10 tahun atau lebih. Pasien dapat dibagi ke
dalam kelompok-kelompok prognostik berdasarkan
usia, ukuran limpa, jumlah trombosit, sel blas pada
ATP
saat presentasi penyakit, dan mudahnya respons
BCR-ABL terhadap terapi; hal-hal terseblrt hanya mempakan
protein
kinase petunjuk kasar mengenai prognosis.
Substrat
':n
's-.
"- 9.,
LEUKEMIA MIELOID KRONIK JUVENILIS
:q w-
Penyakit yang jarang terjadi ini mengenai anak kecil
dan mempunyai gambaran klinis yang khas antara
lain ruam kulit, limfadenopati, hepatosplenomegali,
dan infeksi rekuren. Sediaan hapus darah memper-
lihatkan adanya monositosis. Kadar hemoglobin F
ffi, (HbF) yang tinggi merupakan ciri diagnostik yang
lrr.,.l,r
aL,Nlld'
berguna, kadar fosfatase alkali netrofil normal dan
!* hasil uji kromosom Philadelphia negatif. Prognosis-
nya buruk dan SCT adalah pengobatan yang terpilih.
Tabel 13.3 Klasilikasi sindrom mielodisplastik. Diberikan juga perubahan dalam klasifikasi semenlara World Health Organization (WHO) yang baru
tPada beberapa kasus, terdapat netropenia atau trombositopenia tanpa anemia. Kasus-kasus ini digolongkan sebagai sitopenia refrakter (WHO). pasien umumnya
adalah wanita tua dengan delesi sebagian lengan panjang kromosom 5, mempunyai prognosis yang relatil baik, dan digolongkan secara terpisah sebagai sindrom
5q-(WH0).
sll
Kelainan sitogenetik lebih sering terdapat pada MDS
sekunder dibanding primer dan paling sering terdiri
dari hilangnya kromosom5,T atau Y parsial atau to- Temuan laboratorium
tal, atau trisomi 8. Hilangnya pita q13 sampai q33
$,* kromosom 5 pada wanita tua dengan anemia makro- Darah tepi Pansitopenia sering ditemukan. Eritrosit
\i$
ffi
sitik, hitung trombosit yang normal atau meningkat, biasanya makrositik atau dimorfik tetapi kadang-
N serta mikromegakariosit telah diberi nama sindrom kadang hipokrom; mungkin ditemukan normoblas.
N 5q dan berprognosis yang baik. Mutasi onkogen Ru4S Hitung retikulosit rendah. Jumlah granulosit sering-
(s (biasanya N-R 45) terjadi pada sekitar 20% kasus dan kali menurun dan memperlihatkan tidak adanya
mutasi FMS terjadi pada sekitar 15% kasus. granulasi (Gb. 13.8). Fungsi kemotaktik, fagositik,
dan. adhesinya terganggu. Kelainan Pelger (inti
I Gambarah'klinis ''i, i .'
tunggal atau berlobus dua) seringkali ditemukan.
Pada CMML monosit >1,0 X 10'll dalam darah dan
jumlah leukosit total mungkin >100 X 70' /1. Trom-
Sekitar separuh pasien berusia lebih dari 70 tahun bosit dapat sangat besar atau kecil dan biasanya
dan kurang dari25'/' pasien berusia kurang dari 50 berkurang jumlahnya tetapi meningkat pada 10%
174 KaFlla- $elekla::Ee-riratotogi
Pengobatan
']-:4
*. irg
u ;r.Jlj:it:.l
I i}.a;i,ri ,,,
'1t,l;;.:ii,lt ti..,:
..
l
'F+;;+"
:., :
v;iiffi:
ii.
;J4
.ay
:..,'.:. .\,
%
' &'q''"'::
(c)
ir;: '
w
Gambar. 13.8 Mielodisplasia: gambaran darah tepi dan sumsum tulang. (a)
ti#
;ii,#::+r,"i:
za: tta:.::,.:a.:=:!
W (f)
176
Beberapa penyakit termasuk dalam kelompok ini, CLL merupakan leukemia yang paling banyak
ditandai oleh adanya proliferasi limfosit jenis sel B ditemukan di negara Barat, tetapi jarang di Timur
atau T yang tampak matur (Tabel 14.1). Terdapat Jauh. Insidensi tidak meningkat pada orang yang
cukup banyak tumpang tindih dengan limfoma. sebelumnya menjalani pengobatan radioterapi atau
Pada banyak kasus limfoma non-Hodgkin, sel lim- kemoterapi. Sel tumor tampak sebagai suatu sel B
foma ditemukan dalam darah dan pada beberapa yang relatif matur dengan ekspresi imunoglobulin M
kasus, pembedaan antara leukemia dan limfoma (IgM) atau IgD permukaan yang lemah. Sel-sel ini
bersifat semena-mena, bergantung pada proporsi berakumulasi dalam darah, sumsum tulang, hati,
relatif penyakit dalam massa jaringan lunak diban- Iimpa, dan kelenjar getah bening akibat lama hidup
dingkan dengan yang terdapat dalam darah dan yang memanjang disertai terganggunya apoptosis
sumsum tulang. Secara umum, penyakit-penyakit normal.
tersebut tidak dapat disembuhkan, tetapi pe4alanan
penyakit cenderung bersifat kronik dan berfluktuasi.
Gambaran klinis
Diagnosis
1 Penyakit ini mengenai orang berusia tua dan
jarang mengenai orang berusia kurang dari 40
Kelompok ini dicirikan dengan adanya lirnfositosis tahun. Rasio pria terhadap wanita adalah 2:1.
kronik persisten dan subtipenya dapat dibedakan 2 Banyak kasus (biasanya stadium 0) didiagnosis
berdasarkan morfologi, imunofenotipe, dan sito-
pada saat dilakukan pemeriksaan darah rutin.
genetika. DNA mungkin bermanfaat untuk memper-
Dengan meningkatnya pemeriksaan medis rutin,
Iihatkan penataan ulang monoklonal pada imuno-
proporsinya meningkat.
globulin atau gen reseptor sel T.
3 Pembesaran simetris kelenjar getah bening per-
mukaan adalah tanda klinis yang paling sering
dijumpai (Gb. 14.1). Kelenjar biasanya berbatas
LEUKEMIA LIMFOSITIK KRONIK tegas dan tidak nyeri tekan. Salah satu gambaran
yang dijumpai dapat berupa pembesaran tonsil.
Hingga saat ini, leukemia limfositik kronik (CLL) 4 Gambaran anemia mungkin ada.
adalah leukemia limfoid kronik yang paling sering 5 Splenomegali dan hepatomegali biasa ditemukan
dijumpai dan insidensi puncak terdapat pada usia pada stadium lebih lanjut.
antara 60-80 tahun. Etiologinya belum diketahui, 6 Infeksi bakteri dan jamur sering ditemukan pada
tetapi terdapat variasi geografik dalam insidensinya. stadium lanjut karena terjadi defisiensi imun dan
178
Sel B Sel T
Sindrom limtama/leukemia
Gambar. 14.2 Leukemia limlositik kronik: infeksi herpes zoster pada seorang
Llmfoma limpa dengan limlosit Sindrom S6zary
wanita usia 68 tahun. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-32).
vitosa,,, :: Limfoma/ leukemia sel T dewasa
Limloma lolikulai '
Limloma sel besar ' ' "
"" ''
Limfoma sgl sslubung r 1,;r
Tabel 14.2 lmunofenotipe leukemia/ limfoma sel B kronik (semua kasus
Limioma limfophsmasitik'',
CD1 9+)
rimmasef#sar: , ,i
slg, lemah
,,,,,
c05,, '
,
,: +
coza FM}T ::-
CD79b : t-
i.,ir, ",
, CLL, leukemia limfositik kronik; FL, limfoma folikular; HCL, leukemia sel
berambut; MCL, leukemia sel selubung; PLL, leukemia prolimlositik.
NB. CD103 positil hanya pada HCL.
#,c 4&;
! a G3 E &
3c -oo* W
s
e
afu
D @'-€"
:!fiffi
w W
Gambar. 14.3. Leukemia limfositik kronik: sediaan apus * & :sr & w@ &w
"i*e
w
darah tepi menunjukkan limfosit dengan tepi sitoplasma
yang tipis, kromatin inti padat yang kasar, serta anak inti
{p c&
yang jarang. Tampak srnudge cel/ yang khas. (Lihat G #
Gambar Berwarna hal. A-32).
%
Ditemukan kadar imunoglobulin serum yang me- Tabel 14.3 Faktor prognostik pada leukemia limfositik kronik
pada 11q23, dan kelainan struktural 17p yang Jenis kelamin Wanita priai, , ',
melibatkan gen p53. Kelainan-kelainan ini mem- Waktu penggandaan limlosit Lambat Cepat: ,: . ,
punyai makna prognostik (Tabel 14.3). Penampakan biopsi sumsum Nodular Difus 'ir,
tulang
Gen VH sel B mengalami hipermutasi somatik di
pusat-pusat germinal (hal. 125). Pada CLL, gen Kromosom Delesi 13q14 Trisomi 12
folikel postgerminal; pada 50% sisanya gen VH Gen imunoglobulin VH Hipermutasi Tidak bermutasi :: l
dari sel-sel pusat pre-germinal. Kelompok yang Fkspresi CD38 i Negatif Positif .,' 't ,,,,,
Penehtuanstadium ,,' ',' .., kan pada pengendalian gejala dan bukan hitung
darah normal. Sebenarnya, kemoterapi pada penya-
Penentuan stadium pasien pada saat berobat sangat kit yang diberikan terlalu dini dapat memperpendek
bermanfaat karena informasi ini penting baik untuk harapan hidup dan bukannya memperpanjang.
perkiraan prognosis maupun penentuan terapi. Pengobatan diberikan bila terdapat organomegali yang
Sistem penentuan stadium Rai dan Binet di- bermasalah, episode hemolitik, dan supresi sumsum
perlihatkan di Tabel 74.4.Harapan hidup umumnya tulang. Hitung limfosit saja bukan merupakan pe-
berkisar dari 12 tahun untuk stadium Rai 0 sampai tunjuk yang baik unluk pengobatan. Biasanya pasien
kurang dari 3 tahun untuk stadium IV. dalam stadium Binet C akan memerlukan pengobatan,
seperti juga beberapa pasien dalam stadium B.
Pengobatan
Kemoterapi
Kesembuhan jarang terjadi pada CLL, sehingga pen- Klorsmbusil Pengobatan tradisional untuk CLL
dekatan terhadap terapi bersifat konservatit dituju- adalah dengan zat pengalkil oral klorambusil. Obat
180 $irffil'iriil$i
(6iji?$$ilii*"n#i4i iiiili:
Tabel, 14.4. Penentuan stadium leukemia limfositik kronik (CLL) dengan kotrimoksazol yang diberikan sampai jumlah
CD4 pulih. Apabila pasien resisten terhadap salah
(a) Klasifikasi Rai
satu analog purin sebaiknya dicoba obat lain dari
Stadium kelompok ini, misalnya 2-klorodeoksiadenosin.
Kombinasi fludarabin dengan misalnya siklofosfa-
0 Limlositosis absolnt >15 x 1Sfl.
mid (FC), atau metotreksat dan deksametason (FMD)
Sep€rti stadium 0 + penbesaran kelenjar getah bening (adenopati)
I
mungkin lebih efektif dibandingkan pemberian
il S€p€rti stadium 0 + pembesaran hati dan/atau limpa 1 adenopati
fludarabin saja.
lil Sep€rli stadium 0 + anemia (Hb <10,0 gldl)'1 adenopalil
pembesaran organ
IV Seperti stadium 0 + trombositopenia (trombosit <100 x 1S/l)'1 Kortikosteroid Pasien yang menderita kegagalan sum-
adsnopati t organomegali sum tulang harus diobati sejak awal dengan predni-
solon saja, sampai terdapat pemulihan jumlah
(b) Klasinkasi dari lntemational Working Party (dari J.L. Binet dkk, 1981) trombosit, netrofil, dan hemoglobin yang bermakna.
Jumlah limfosit darah tepi mula-mula meningkat
Stadium Pembesaran I
Hemoglobin Trombosit t sejalan dengan pengerutan organ yang terinfiltrasi,
organ- {s/dl) (x lf/l)
tetapi jumlahnya kemudian menurun. Kortikosteroid
A (50-6e/d 0, 1, atau 2 daenh juga diindikasikan bila terdapat anemia hemolitik
B (30'i") 3,4, atau 5 dasrah :10 :100 autoimun atau trombositopenia.
C (40%) Tidak dipertimbangkan <10 dan/alau <100
Bentuk pengobatan lain
-Satu
daerah = kelenjar getah bening > 1 cm pada leher, aksila, regio inguinal, Radioter api lni bermanfaat untuk mengurangi ukuran
atau pembesaran limpa atau hati. gugus kelenjar getah bening besar yang tidak
f Penyebab sekunder anemia (misalnya defisiensi besi), atau anemia hemolitik responsif terhadap kemoterapi.
autoimun, atau trombositopenia autoimun harus diobati sebelum penentuan
stadium.
Kemo t er ap i komb inssi Misalnya dengan siklof osf amid,
hidroksidaunorubisin, Oncovin (vinkristin) dan
prednison (CHOP, hal. 198) kadang-kadang efektif
untuk kasus-kasus stadium lanjut dan pasien yang
ini digunakan sebagai pengobatan harian (misal 4-6 refrakter terhadap klorambusil.
mglhari) atau 6 mg/rn' per hari selama 10 hari. Obat
ini efektif dalam mengurangi beratnya penyakit pada
sebagian besar kasus. Biasanya obat perlu diberikan
Siklosporin Aplasia eritrosit mungkin berespons
terhadap siklosporin.
selama 2-4 bulan, dan setelah itu akan dicapai remisi
dengan durasi yang bervariasi. Klorambusil dapat
diberikan kembali jika diperlukan, walaupun dapat Antibodi monoklonsl Campath IH (anti CD52) dan
timbul resistensi. Rituximnb (anti CD20) menghasilkan respons pada
sebagian pasien. Campnth-7H khususnya efektif
terhadap penyakit sumsum tulang.
Analog purin Obat-obat ini efektif untuk pengobatan
leukemia limfoid kronik dan limfoma. Obat yang pal-
ing efektif untuk pengobatan CLL tampak.,yu uaitut"t Splenektomi Ini biasanya disimpan untuk pasien-
fludarabin, dan bukti-bukti awal menunjukkan pasien dengan sitopenia imun yang tidak berespons
bahwa obat ini lebih efektif diberikan sebagai obat terhadap steroid jangka pendek atau pasien dengan
tunggal dibandingkan dengan klorambusil. Tempat pembesaran limpa yang besar dan nyeri.
fludarabin dalam penatalaksanaan CLL secara
keseluruhan masih diteliti hingga saaat ini. Obat ini Penggantinn imunoglobulln Penggantian imunoglo-
mungkin merupakan obat pilihan pertama dan juga bulin (misal250 mg/kglbulan melalui infus intra-
berguna untuk pasien-pasien yang resisten terhadap vena) berguna untuk pasien-pasien dengan hipo-
klorambusil. Formulasi obat intravena maupun oral gamaglobulinemia dan infeksi rekuren.
dapat digunakan secara bulanan. Mielosupresi dan
reduksi limfosit T CD4 (helper) yang berkepanjangan Transplantnsi sel induk (SCT) Pada saat ini, SCT
menyebabkan terjadinya peningkatan risiko infeksi merupakan suatu pendekatan ekspreimental pada
dan profilaksis terhadap infeksi Pneumocystis csrinii pasien-pasien bemsia muda. SCT alogenik mungkin
tffii 181
bersifat kuratif tetapi mempunyai tingkat mortalitas Gambaran klinis PLL dan CLL juga berbeda.
yang tinggi. SCT autolog yang dilakukan setelah Penderita PLL biasanya datang dengan splenomegali
sebelumnya menjalani terapi dengan fludarabin dan tanpa limfadenopati dan dengan jumlah limfosit
obat-obat lain saat ini sedang dalam uji klinis. yang tinggi dan meningkat cepat. Anemia mempa-
kan suatu gambaran prognostik yang buruk.
PLL sulit diobati. Splenektomi biasanya berguna
Perjalanan penyakit dan analog nukleosida purin mungkin membantu.
i$
;,.:::x.:. i},i-ys
ili:::l::i
tf .''
j'
.
l
.::
$.r',,':i
'1:*ifri Llll
trlf
\,r-. **
':i*
., ..!(r-
i
.. j \gll lir
anak inti sentral yang menonjol serta banyak sitoplasma !i i$f $\iw
t *t'
pucat. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-32).
182 u$il#$ru${-t'eril,ii
Gambar, 14.5. Leukemia sel berambut: sediaan apus darah tepi memperlihatkan
sel-sel "berambut" yang khas dengan inti yang lonjong dan sitoplasma yang
LIMFOMA LIMPA DENGAN LIMFOSIT kelabu/biru pucat dengan tepi iregular. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-33).
VILOSA
(a)
(b)
Gambar. 14.6 (a) Limlosit granular besar dalam darah tepi (b) Leukemia/ limloma sel T dewasa Sel-sel limfoid bergelung yang khas dalam darah tepi. (Lihat Gambar
Berwarna hal. A-33).
183
.,.r
:\tis.\
(HTLV-1). Virus ini bersifat endemik di beberapa
: ,..:i.t$.\:
ii'r::'\i
,,:i
bagian di Jepang dan Karibia dan penyakit ini sanfat
jarang dijumpai pada orang-orang yang tidak pernah
:l$
tinggal di daerah-daerah tersebut. Limfosit ATLL
mempunyai morfologi yang aneh dengan inti
bergelung "berbentuk daun semanggi" dan fenotipe
CD4+ yang konsisten (Gb. 14.6b).
Banyak orang yang terinfeksi virus tersebut dan
secara serologik positif, tidak menderita penyakit ini.
Penampilan klinisnya seringkali akut dan didomi-
nasi oleh hiperkalsemia, lesi kulit, hepatospleno-
megali, dan limfadenopati. Penegakan diagnosisnya
berdasarkan pada morfologi dan serologi, dan
Gambar. 14.7. Limfoma pusat folikel: sel-sel limfoid berbelah (cleavedl kecil walaupun dapat dicoba pemberian kemoterapi
pada darah tepi. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-33).
kombinasi, prognosisnya buruk. Obat anti-retrovirus
terbukti berperan penting.
sitoplasma yang banyak dan granula azurofilik yang Iogi yang khas dengan sumbing inti yang dalam,
besar (Gb. 14.6a). Sel-sel seperti itu mungkin adalah mirip dengan sel-sel ATLL Tersedia berbagai peng-
sel T atau sel pembunuh alami (NK) dan memper- obatan termasuk kemoterapi, radioterapi, dan obat
lihatkan ekspresi CD76, CD56, dan CD57 yang ber- yang fotoaktif (psoralens) dikombinasikan dengan
variasi. Sitopenia, terutama netropenia, adalah sinar ultraviolet A (PUVA).
masalah klinis utama walaupun juga sering ditemu-
kan anemia, splenomegali, dan artropati dengan
hasil serologi yang positif untuk artritis rematoid.
Usia rata-rata adalah 50 tahun. Pengobatan mungkin SINDROM LIMFOMA/ LEUKEMIA
tidak diperlukan, tetapi jika dibutuhkan, steroid,
siklofosfamid, siklosporin, atau metotreksat dapat Sel-sel limfoid ganas dalam darah ditemukan pada
memperbaiki netropenia. G-CSF dan GM-CSF (faktor berbagai sindrom yang terkait dengan kasus-kasus
pertumbuhan koloni granulosit-makrofag) telah Iimfoma non-Hodgkin yang tipikal, seperti limfoma
digunakan dalam kasus-kasus yang disertai netro- sel selubung (Tabel 14.1). Sindrom ini paling sering
penia. ditemukan pada tumor sel B tipe sel pusat folikel
(dengan inti berlekuk atau berbelah dalam darah)
sl (Gb 147) dan perjalanan penyakitnya seperti
perjalanan penyakit limfoma non-Hodgkin (hal. 190).
ffi
LEUKEMIA/ LIMFOMA SEL T DEWASA Limfoma tipe lain juga dapat memperlihatkan
adanya sel-sel tumor dalam darah tepi dan sumsum
Leukemia/limfoma sel T dewasa (adult T-cell lym- tulang, dan dalam beberapa kasus, sulit untuk
phoma/leukemia, ATLL) adalah keganasan pertama mendefinisikan penyakit ini sebagai Iimfoma
yang dihubungkan dengan suatu retrovirus manusia, (dengan sebagian besar massa jaringan lunak) atau
yaltu htrman T-ceII letrkemia/lymphomn airus ttlpe 1 leukemia.
184
.:;..
:.::i. i,:i
f*.*u- -. -.
I ir
:
SSII\K i,i-;
Eosinofil
pemeriksaan histologinya didominasi limfosit memi- €ambar 15.4 memperlihatkan skema (Ann Arbor)
liki prognosis yang paling baik. Tipe sklerosis nodu- yang saat ini dianjurkan. Penetapan stadium dilaku-
lar lebih banyak dijumpai pada dewasa muda; tipe kan melalui pemeriksaan klinis menyeluruh dan
lain mempunyai dua distribusi umur dengan puncak rontgen toraks untuk mendeteksi adanya keter-
yang kedua terjadi di usia tua. libatan mediastinum, kelenjar getah bening hilus,
atau paru (Gb. 15.5) serta pemeriksaan CT scan untuk
mendeteksi adanya penyakit intratorakal, intra-
Penetapan stadium klinis abdomen, atau pelvis (Gb. 15.6). Hal ini juga diguna-
kan untuk memantau respons terhadap terapi. Peme-
Pemilihan pengobatan yang sesuai bergantung pada riksaan pencitraan resonansi magnetik (MRI)
penetapan stadium penyakit yang tepat (Tabel 15.2). mungkin perlu dilakukan pada tempat-tempat
Limlosit predominary' nodular t Tidak ada sel Reed-Sternberg; terdapat sel B polimodik abnormal (limfositik dan histiositik)
area dilus
Penyakil ttodgNn klasik -... .
Sklerosis nodular Pita-pita kolagen memanjang dari kapsul kelenjar untuk mengelilingi nodul-nodul jaringan abnormal. Varian lakunar
sel Reed-sternberg yang khas seringkali ditemukan. lnfiltrat sel dapat dari jenis predominan limfosit, selularitas
campuran, atau sedikit limfosit; sering ditemukan adanya eosinofilh.
Seluladlas campuran Sel-sei Reed.Sternberg binyak dan jumlah limtosit sedang,
Sedikit limfosit: Terdapat suatu pola retikular dengan dominasi selsel Beed-sternberg dan sedikit limfosit atau pola fibrosii dilus dan
:
kelenjar,getah bening diganti oleh jaringan ikal lidak teratur yang mengandung sedikit limfosit. Sel-sel Reed-
::
Slernberg dapat juga jarang dijumpai pada subtipe yang terakhir ini.
Kaya limfosit Sedikil sel-sel Heed-Sterberg; banyak limfosit kecil dengan sedikit eosinofil dan sel-sel plasma; lipe nodular dan difus
Tabel 15.2 Teknik penentuan stadium limfoma tertentu (Tabel 15.2). Biopsi trephin sumsum tulang
dikerjakan; biopsi hati mungkin juga perlu dilakukan
:i,,|.1itung'darah lengkap 11;
'. ,:'-.: ,,;':-;r
pada kasus-kasus yang sulit. Pemindaian dengan
., ESR' gallium atau tomografi emisi positron (PET) dapat
Aspirapj dan,bioB€isumgUm tulang juga berguna untuk menentukan stadium dan men-
Fungsi hati deteksi adanya fokus kecil penyakit residual setelah
,,,;,;LDH" , .: : . pengobatan.
Protsin C-realdil Pasien-pasien juga diklasifikasikan sebagai A atau
B menurut ada tidaknya gambaran konstitusional
Rontgen toralG
(demam atau penurunan berat badan) (Gb. 15.4).
::,:i: CT- tolaks, abdomen, dada; dan pelvis
'
Ullrasonograli
Gambar. 15,4 Penentuan stadium penyakit Hodgkin. Stadium I menunjukkan adanya keterlibatan kelenjar getah bening di satu daerah kelenjar. Stadium ll
menunlukkan bahwa penyakit ini melibatkan dua atau lebih daerah kelenjar getah bening yang terbatas di satu sisi dialragma. Stadium lll menunjukkan penyakit yang
melibatkan kelenjar getah bening di atas dan di bawah diafragma. Penyakit limpa dimasukkan ke dalam stadium lll tetapi mempunyai makna khusus (lihat di bawah).
Stadium lV menunjukkan adanya keterlibatan di luar daerah kelenjar getah bening dan mengacu pada penyakit dilus atau diseminata dalam sumsum tulang, hati, dan
lokasi e(stranodal lain. NB. Nomor stadium pada semua kasus diikuti oleh hurul A atau B yang menunjukkan tidak adanya (A) atau adanya (B) satu atau lebih dari yang
berikut ini: demam lebih dari 38"C yang tidak diketahui sebabnya; keringat pada malam hari; atau penurunan berat badan lebih dari 10% dalam waktu 6 bulan.
Perluasan ekstranodal yang terlokalisir dari suatu massa kelenjar, tidak meningkatkan stadium tetapi ditunjukkan dengan huruf bawah E. Dengan demikian, penyakit
mediastinum dengan penyebaran per kontinuitatum ke paru atau teka spinalis akan digolongkan sebagai 1.. Oleh karena keterlibatan limpa seringkali mendahului
penyebaran penyakit yang luas secara hematogen, maka pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening dan limpa dimasukkan dalam stadium lll.. Penyakit yang
bermassa besar (pelebaran mediastinum lebih dari sepertiga, atau adanya massa kelenjar berdiameter >10 cm) sesuai dengan terapi pada tiap stadium.
189
sekitar 80% pasien tersebut. Teknik radioterapi nodular atau deposit rangka, kelenjar getah bening,
tegangan tinggi yang lebih baik memungkinkan atau jaringan lunak yang nyeri. Kemoterapi jangka
pengobatan semua area kelenjar getah bening di atas pendek kadang-kadang dikombinasikan dengan
atau di bawah diafragma dengan satu blok "selu- radioterapi untuk menurunkan tingkat kekambuhan.
bung atas" atau "Y terbalik". Radioterapi juga ber-
peran dalam pengobatan massa tumor besar, misal- Kemoterapi
nya tumor mediastinum pada penyakit sklerosis
Kemoterapi siklik digunakan untuk penyakit sta-
dium III dan IV dan juga untuk pasien-pasien sta-
dium I dan II yang mempunyai penyakit dengan
massa besar, gejala-gejala tipe B, atau telah meng-
alami relaps setelah radioterapi awal. Kombinasi
Adriamycin, bleomisin, vinblastiry dan dakarbazin
(ABVD) sekarang ini paling banyak digunakan.
Terapi rangkap empat dengan mustin, vinkristin
(Oncovin), prokarbazin, dan prednisolon (MOPP)
lebih mungkin menyebabkan terjadinya'sterilitas
atau leukemia sekunder. Varian-varian mengganti-
kan mustin dengan klorambusil atau siklofosfamid.
Memberikan enam siklus (atau empat setelah terjadi-
nya remisi lengkap) lazim dilakukan. Kemoterapi
yang lebih intensif (seperti Stanford V) yang juga
menggunakan radioterapi pada tempat-tempat
Gambar. 15.6 Penyakit Hodgkin (jenis sklerosis nodular): CT scan dada
menunjukkan adanya massa kelenjar getah bening yang membesar di mediasti' dengan massa besar, sedang diteliti untuk pasien
num anterior (tanda panah). yang menderita penyakit lanjut atau relaps.
190
Tabel 15.3 Klasifikasi Revised Ameian European Lymphoma(REAL) untuk neoplasma limfoid. NB. Penyakit Hodgkin juga dimasukkan ke dalam
klasifikasi REAL yang lengkap (Ktasitikasi wHo tengkap dicantumkan diApendiks 3)
$iild;iffiK:iioy,ji
I ,';:#i;,,
, ".;;;;1;
ALL' leukemia limloblastik akut; HTLV, virus limfoma/ leukemia sel T manusia; MALT, jaringan limloid yang terkait mukosa; NK, pembunuh
ala ni (natural kittel
liii! 'Sll.Slili
$:iri$N$$N 191
didasarkan pada klinis dibandingkan dengan skema- (grade) tinggi atau sedang. EBV biasanya terdapat
skema klasifikasi sebelumnya. Secara umum, terjadi pada penyakit limfoproliferatif pascatransplantasi
pergeseran pembagian limfoma yang awalnya hanya (post-transplant lymphoproliferatiae disease, PTLD)
berdasarkan penampilan histologik menjadi lebih ke yang mungkin diawali dengan proliferasi sel B poli-
arah sindrom dengan gambaran morfologik, imuno- klonal. EBV mendasari terjadinya limfoma Burkitt
fenotipe, genetik, dan klinis yang khas. Klasifikasi ini bentuk endemik yang terbatas di daerah-daerah ma-
juga berguna untuk mempertimbangkan kemung- laria holoendemik. EBV juga mendasari terjadinya
kinan asal keganasan masing-masing limfoid ber- limfoma tipe nasal (angiosentris) di Asia Tenggara
dasarkan fenotipe dan status penataan ulang gen dan Amerika Selatan. Enteropati yang diindutsi gtu-
imunoglobulirurya (Gb. 15.7). Dalam bab ini, kita ten serta limfadenopati angioimunoblastik merupa-
membahas tiap subtipe limfoma yang umum dalam kan faktor pencetus terjadinya limfoma sel T dan
klasifikasi ini. pada beberapa limfoma jaringan limfoid yang terkait
dengan mukosa (mucosa-nssociated lymphoid tissue,
MALT) di lambung, faktor pencetusnya telah
dikaitkan dengan infeksi Helicobacter. Infeksi hepati-
tis C juga telah diajukan sebagai faktor risiko terjadi-
HTLV-I adalah agen penyebab leukemia/limfoma nya limfoma non-Hodgkh.
sel T dewasa. Imunodefisiensi (herediter atau
didapat) merupakan faktor pencetus untuk terjadi-
nya limfoma sel B. Pada sindrom defisiensi imun Limloma non-Hodgkin derajat
didapat (AIDS) terdapat peningkatan insidensi rendah dan tinggi
limfoma di tempat-tempat yang tidak umum, misal-
nya di sistem saraf pusat. Limfoma tersebut biasanya Limfoma non-Hodgkin adalah sekelompok penyakit
berasal dari sel B dan secara histologi berderajat yang sangat beragam, pada manusia bervariasi dari
ser -,fFGiffia-l
Folikel germinal
Zona mantel
Zona marginal -\
c'
plasma /
iffiLc
CSel B --/
/
_|TiII'F-a-{il
lrnsrginal . I
naif
Gambar. 15.7 Asal sel keganasan limfoid B yang dialukan. Sel B normal bermigrasi dari sumsum tulang dan memasuki jaringan limloid sekunder. pada saat bertemu
antigen, dibentuk pusat germinal dan sel B mengalami hipermutasi somatik pada gen imunoglobulin. Akhirnya sel-sel B keluar dari kelenlar get:h bening sebagai
sel B
memori atau sel plasma. Asal sel berbagai keganasan limfoid yang berbeda dapat diperkirakan dari status penataan ulang gen imunoglobulin dan lenotipe membran.
Limfoma sel mantel dan sebagian kasus-kasus CLL-B mempunyai gen imunoglobulin yang tidak bermutasi, sedangkan limfoma zona marginal, limloma sel
besar difus,
limfoma sel lolikel, limfoma limfoplasmasitoid, dan beberapa kasus CLL-B mempunyai gen imunoglobulin yang bermutasi.
1e2 lii:l:
'"i] '
:..
:'*'l
i*t
,:i: ti
t::. r;;s
iE : 'j *.
(a)
:e {;1 :; 71;' &,' I _ .; .,.r ; , (bl
(c)
Gambar. 15.9 Limfoma non-Hodgkin: pemeriksaan mikroskopik berkekuatan besar dari biopsi kelenjar getah bening memperlihatkan (a) limfoma limfositik yang
pola
menuniukkan predominasi llmlosit kecil dengan inti bulat yang mengandung heterokromatin yang menggumpal padat. (b) Limfoma sel selubung: menunjukkan
kelainan khas dari limlosit kecil dengan inti bersudut ("sentrosit'). (c) Limfoma sel B besar difus: sel-sel neoplastik jauh lebih besar daripada limfosit normal dan
mempunyai inti bulat dengan anak inti yang lelas, banyak di antaranya terletak dekat membran inti ("sentroblas"). Tampak sejumlah gambaran mitotik. (d) Limfoma sel
B besar dilus memperlihatkan sel-sel neoplastik yang besar dengan satu anak inti tunggal yang jelas dan sitoplasma terwarna gelap yang berjumlah banyak (dulu
disebut imunoblas). (Lihat Gambar Berwarna hal. A-34).
.
;&
,:,,,
t:",1
';'ta
ioJ,
,litr tw
ffil$t
f'::-'.:- "'+i
- : :ta{,N
(e) (D (ii)
(d)
Gambar, 15.11 Limloma non-Hodgkin. (al CT scan abdomen menunjukkan kelenjar getah bening mesenterika (lVl) dan retroperitoneal (RP; para-aorta) yang
membesar. B, usus (atas kebaikan Dr. L. Berger). (b)Cfscan abdomen: kelenjar getah bening retroperitoneal dan mesenterika yang membesar pada seorang pria
menyebabkan gambaran "aorta yang mengapung' (tanda panah) (atas kebaikan Professor A. Dixon dan Dr. R.E. Marcus). (c) MBl scan dada menunlukkan kelenjar
getah bening mediastinum yang besar (putih dan dlberi tanda panah) dekat dengan pembuluh-pembuluh darah besar (hitam). (d) Citra MRlsagital garis lengah yang
dibebani T, suatu tulang belakang lumbosakral menunjukkan penekanan kantung ganda (dual sacl oleh massa ekstradural. A. medula spinalis; B, mdssa ekstradural;
C, radix cauda equina. (Atas kebaikan Dr. A. Valentine). (e) Scan tubuh PET seorang wanita usia 59 tahun yang menderita limloma non-Hodgkin derajat tinggi. Scan
pertama (i) tidak membuktikan adanya penyakit sebelum transplantasi alogenik. Ambilan lisiologis yang normal tampak pada otak dan kandung kemih. Dua bulan
pasca-transplantasi, pasien kambuh secara klinis dengan massa di dinding dada anterior. PEfscan (ii) menunjukkan bukti kekambuhan yang tersebar luas pada lokasi-
lokasi nodal (kelenjar getah bening para-aorta dan iliaka) dan ekstranodal, termasuk paru dan tulang. Ambilan pada tulang secara jelas ditunjukkan pada humerus dan
femur kiri (tanda panah). Scan ini menggambarkan bagaimana PET dapat mendeteksi adanya penyakit kelenjar getah bening (nodal) dan ekstranodal dengan baik dan
memungkinkarl penilaian seluruh tubuh dalam satu sesi pemindaian. (Atas kebaikan Dr. S. F. Barrington).
196
Limfoma selselubung
yang berat dan lesi mirip psoriasis (Gb. 15.16). Alizadeh A.A., Elsen M.8., Davis R.E. et al. (2000) Distinct
Akhirnya organ-organ yang lebih dalam akan types of diffuse large B-cell lyrnphoma identified by gene
terkena, khususnya kelenjar getah bening, limpa, expression profiling. Nature 403, 503-11.
hati, dan sumsum tulang. Armitage J.O., Cavalli F. and Longo D.L. (1999) Text Atlas of
Lymphomas. Martin Dunitz, London.
Pada sindrom S6zary, terdapat dematitis, eritro-
Cheson B.D. (ed) (2001) Chronic Lymphoid Leukemias,2nd
derma, limfadenopati generalisata, dan sel limfoma T
edn. Marcel Dekker Inc. New York.
dalam darah. Sel-sel tersebut biasanya adalah CD4+ Child J.A., Jack A.S. and Morgan G.J. e,998) The
dan mempunyai kromatin inti yang ierlipat atau ber- Lymphoproliferatiae Disorders. Chapman & Hall, London.
bentuk seperti serebrum. Pengobatan awal keadaan Fisher R.L (2000) Diffuse large-cell lymphoma. Ann. Oncol.
ini adalah dengan radiasi lokal, kemoterapi topikal, 11, Suppl. I,529-33.
atau fotokemoterapi dengan psoralen dan sinar ul- Gregory Bociek R. and Armitage J.O. (1999) Hodgkin,s dis-
traviolet (PUVA). Mungkin diperlukan kemoterapi. ease and non-Hodgkin's lymphoma . Curr. Opin. Hematol.
Leukemia/limfoma sel T dewasa dikaitkan 6: 205-15.
dengan adanya infeksi virus leukemia/limfoma_sel T Harris N.L., et al. (1994) A revised European-American
classification of lymphoid neoplasms: a proposal from
manusia tipe 1 (HTLV-I) dan bermanifestasi sebagai
the Internatronal Lymphoma Study Group. Blood g4,
limfadenopati, pembesaran hati dan limpa, infiltrasi 1361-92.
kulit, serta hiperkalsemia (hal. 183). Harris N.L., Jaffe 8.S., Diebold J. et al. (2000) The WHO
Limfoma angiosentris biasanya mengenai sinus- classification of neoplasms of the hematopoietic and
sinus hidung sedangkan limfoma usus sel T lymphoid tissues. Hematol, I. 1,, 53-66.
dikaitkan dengan enteropati yang diinduksi gluten Horning S.J. (2000) Follicular lymphoma: have we made
pada banyak kasus. progress? Ann. Oncol.11, Suppl. I,523-27.
Limfoma sel besar anaplastik terutama sering Krackhardt A. and Gribben J.G. (1999) Stem cell transplan-
dijumpai pada anak dan mempunyai fenotipe sel T tation for indolent lymphoma. Curr. Opin. Hemafol. 6,
388-93.
atau sel nol. Penyakit ini adalah CD30+ dan dikait-
Kuppers R., Klein U., Hansmann M.-L. et al. (1999) Cellular
kan dengan translokasi t(2;5)(p23; q35). Penyakit ini origin of human B-cell lymphomas. N. EngL l. Med. S4\,
mernpunyai perjalanan penyakit yang agresif dan 1520-9.
dicirikan oleh adanya gejala sistemik dan keter- Mauch P.M., Armitage J.O., Diehl Y. et aI. (1999) Hodgkin's
Iibatan ekstranodal. disease. Lippincot, Williams & Wilkins, Hagerstown.
Pinkerton, C. R. (1999) The continuing challenge of treat-
ment for non-Hodgkin's lymphoma in children. Br. /.
Hnematol.1O7,220-34.
KEPUSTAKAAN Yuen A.R. and Horning S.l. (1997) Recent advances in the
treatment of Hodgkin's diasease. Curr. Opin. Haematol.4,
286-90.
Aisenberg A.C. (1999) Problems in Hodgkin's disease man-
agement. Blood 93, 761-79.
BAB ll6j,,. r::lni: :;:ii::ii\\\il
PARAPROTEINEMIA
mieloma, kemungkinan melalui mekanisme
autokrin. Selain itu, lesi osteolitik pada penyakit ini
mungkin terjadi akibat faktor aktivasi osteoklas (os-
Istilah ini merujuk pada adanya pita imunoglobulin teoclnst-actiaating factor, OAF), terutama faktor
monoklonal dalam serum. Pada keadaan normal, nekrosis tumor (TNF) dan IL-1, yang disekresi oleh
imunoglobulin serum bersifat poliklonal dan sel mieloma. Pada evolusi klonal sering terjadi per-
mewakili gabungan keluaran berjuta-juta sel plasma tambahan, pengurangan, dan perubahan struktur
yang berbeda. Suatu pita rnonoklonal, atau parapro- pada berbagai kromosom. Monosomi paling sering
tein, mencerminkan sintesis imunoglobulin dari satu terjadi pada kromosom 13 dan memiliki prognosis
klon sel plasma. Hal ini dapat terjadi dalam beberapa buruk. Saat ini telah ditemukan berbagai perubahan
keadaan (Tabel 16.1) dan tidak semuanya memerlu- kromosom klonal lain.
kan pengobatan.
Gambaran klinis
MIELOMA MULTIPEL
1. Nyeri tulang (terutama nyeri punggung) dan
Mieloma multipel (mielomatosis) adalah proliferasi fraktur patologis.
neoplastik selplasma sumsum tulang, yang dicirikan 2. Gambaran anemia: letargi, kelemahan, dispnea,
dengan adanya lesi litik tulang, penimbunan sel pttcat, takikardia, dll.
plasma dalam sumsum tulang, dan adanya protein 3. Infeksi berulang; terkait dengan produksi anti-
monoklonal dalam serLrm dan urine. Sembilan puluh bodi yang berkurang, imunitas abnormal yang
delapan persen kasus terjadi pada orang berusia diperantarai sel, netropenia (pada penyakit
lebih dari 40 tahun dengan insidensi puncak pada lanjut).
dekade ketujuh. 4. Gambaran gagal ginjal dan/atau hiperkalsemia:
Sel plasma ganas mempunyai gen imunoglobulin polidipsia, poliuria, anoreksia, muntah, konsti-
yang mengalami penataan ulang klonal serta men- pasi, dan gangguan mental.
sekresi paraprotein yang sama dengan yang terdapat 5. Kecenderungan perdarahan yang abnormal: pro-
dalam serum. Etiologi penyakit ini belum diketahui tein mieloma dapat mengganggu fungsi trombosit
tetapi sitokin berperan penting. Interleukin (IL)-6 dan faktor-faktor pembekuan; pada penyakit
adalah faktor pertumbuhan potensial untuk lanjut ter;adi trombositopenia.
200
iri lili:-i:i rr,tierOnra'in' t c* Aihilt$n yarUiffi 201
Diagnosis
i nd"'1,
-, l
Tabel 16.1 Penyakit yang berkaitan dengan protein M Jones yang berat, hiperkalsemia, asam urat,
amiloid, dan pielonefritis dapat menyebabkan
Keganasan atau prcduksi tidak terkendali gagal ginjal (Gb. 16.6).
Mieloma multipel 5 Pada penyakit lanjut dijumpai kadar albumin se-
Makroglobulinemia Waldenstrom rum yang rendah.
Limfoma maligna 6 Br-mikroglobulin serLlm adalah indikator progno-
Leukemia limJositik kronik sis yang berguna. Pemeriksaan ini menggambar-
Amiloidosis primer kan sebagian fungsi ginjal. Kadar yang kurang
Leukemia sel plasma dari 4 mg/l menunjukkan prognosis yang relatif
Penyakit rantai beral (Heavy chain diseasel baik.
Penyakit hemaglutinin dingin kronik Pengobatan dibagi menjadi spesifik dan suportif.
Transien, misalnya pada inleksi
Jarang dengan karsinoma dan keadaan lain Kemoternpi Kemajuan besar pertama dalam peng-
obatan mieloma adalah diperkenalkannya obat
pengalkil oral melfalan. Pada pasien usia tua,
melfalan dapat digunakan tersendiri atau dikombi-
nasikan dengan prednisoion. Obat ini efektif untuk
penyakit lanjut terjadi netropenia dan trombo- mengendalikan penyakit pada sebagian besar pasien.
sitopenia. Sel plasma abnormal tampak dalam Biasanya, kadar paraprotein perlahan-lahan menu-
sediaan hapus darah pada 15% pasien. run, lesi tulang memperlihatkan adanya perbaikan,
2 Laju endap darah tinggi. dan hitung darah mungkin membaik. Siklofosfamid
J Peningkatan kalsium serltm terjadi pada 45"h juga efektif dan mudah digunakan sebagai obat
pasien. Biasanya fosfatase alkali serum normal tunggal. Walaupun demikian, setelah beberapa
fraktur patologis).
(kecr"rali setelah perjalanan klinis, tercapai "fase plntenu" dan kadar
Urea dan kreatinin semm meningkat pada 20ok paraprotein berhenti turun. Pada saat ini pengobatan
kasus. Deposit protein dari proteinltria Bence dihentikan dan pasien diperiksa secara teratur di
klinik rawat jalan. Setelah suatu periode waktu yang
bervariasi (seringkali sekitar 1 tahun), penyakit ini
"lolos" dari plntenu dengan paraprotein yang
meningkat dan gejala yang memburuk. Pada saat ini,
pengobatan sulit dilakukan. Siklofosfamid oral atau
intravena mingguan merupakan salah satu pilihan
pengobatan.
Pada pasien berusia kurang dari 60 tahun,
digunakan kemoterapi yang lebih intensif pada
awalnya, seperti protokol C-VAMP (siklofosfamid,
vinkristin, Adriamycin, dan metilprednisolon).
Setelah beberapa siklus pengobatan, sebagian besar
pasien berlanjut dengan transplantasi sel induk
(SCT) autolog (lihat di bawah). Kombinasi lain dapat
digunakan, misalnya ABCM (Adriamycin, BCNU,
siklofosfamid, dan melfalan).
(a)
Gambar. 16.4 (a) Mieloma multipel: Foto Rontgen vertebra lumbal menunjukkan demineralisasi berat dengan kolaps parsial q. (b) MRI vertebra: pemeriksaan Tr.
\
dan Lu dengan penonjolan bagian posterior korpus L, ke dalam kanalis vertebralis yang menekan korda ekuina (panah). Radioterapi
Terdapat inliltrasi dan destruksi
telah menyebabkan perubahan sinyal sumsum tulang pada vertebra Cr-Dn karena sumsum merah yang normal digantikan oleh lemak (sinyal putih terang). (Atas
kebaikan Dr. A. Platts).
buhkan penyakit. Transplantasi alogenik dapat Radioterapi Radioterapi sangat efektif untuk meng-
mencapai kesembuhan, tetapi mempunyai mortalitas obati gejala mieloma. Radioterapi dapat digunakan
terkait-prosedur yang lebih besar. untuk daerah nyeri tulang atau penekanan medula
spinalis.
Interferon alfa Obat ini dapat memperpanjan gfase pla-
teau setelah kemoterapi atau transplantasi, tetapi Thalidomid Obat ini cukup menjanjikan untuk
mempunyai efek yang sedikit (jika ada) pada pengobatan penyakit relaps dan saat ini sedang
harapan hidup keseluruhan. dievaluasi dalam penelitian baik pada penyakit dini
: ,.
:.'.:;I t
Kapita Selekta Hematotogi
l
*. n t# {i.,
,: $ :-t t*-n .",i' %qr;-','
#b C_*'S i'J {r:$ S
{t. L,, ": "} i:
al'i '* 'u * -'",
l*r'o J'-i*t$gr K \$#
i",*
**") ftu
'qttr
._t V
(o
a lirt t '.-j
% d*-#
*;:",C #ffi t* * rp s'{$ { i t it qg
Q w-f,
- ff^
#
FH*q;%*
cft ft S:16 r;{ q %.i; frS *".'J !J a
Gambar. 16.5 Sediaan hapus darah tepi pada mieloma
multipel memperlihatkan pembentukan rouleaux. (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-36).
maupun lanjut. Mekanisme kerja yang pasti belum bersamaan dengan antibiotik berspektrum luas dan
diketahui. obat anti jamur oral.
Suportif Prognosis
Gagal ginjal Rehidrasi dan obati penyebab yang men-
dasari (misal, hiperkalsemia, hiperurikemia). Dialisis Harapan hidup rata-ratadengan pemberian kemo-
biasanya dapat ditoleransi dengan baik. Semua terapi adalah 3-4 tahun de4gan harapan hidup 5
penderita mieloma harus minum sedikitnya 3 liter tahnn sebesar 20"k. Walaupun demikian, keadaan ini
cairan setiap hari selama perjalanan penyakitnya. dapat diperbaiki dengan transplantasi autolog.
Peningkatan kadar pr-mikroglobulin adalah suatu
gambaran prognostik yang buruk.
Penyakit tulang dan hiperkalsemin Bisfosfonat seperti
pamidronat dan klodronat efektif untuk menurlln-
kan perkembangan penyakit tulang. Obat tersebut
juga dapat memperbaiki harapan hidup keselu- TUMOR SEL PLASMA LAIN
ruhan. Pada hiperkalsemia akut, diberikan bisfos-
fonat setelah rehidrasi dengan larutan garam Plasmasitoma soliter
isotonis.
-;a-"*rr:tr
.1 v*4 I
.t ":. 6t
t i
- ",' :
.1 : . \.-t
t:l
,i* "6rf.- r i
-ot
'r +-. i-
. .\ . . ,n , a ;
Gambar. 16.6 Ginjal pada mieloma multipel. (a) Ginjal mieloma-tubulus ginjal melebar dengan protein hialin (protein Bence Jones atau rantai ringan yang mengendap).
Sel-sael raksasa menonjol dalam reaksi sel yang mengelilinginya. (b) Deposit amiloidllomerulus dan beberapa pembuluh darah kecil mengandung deposlt amorf
benrvarna merah muda yang khas untuk amiloid (pewarnaan Congo red). (c) Nefrokalsinosis-deposit kalsium (bahan "patah-patah" yang gelap) dalam parenkim ginjal.
(d) Pielonefritis-destruksi parenkim ginjal dan infiltrasi oleh sel-sel radang akut. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-37).
ii!s^ ! : I
206
fagtta$fg ro lobsi
MAKROGLOBULINEMIA WALDENSTRoM
Diagnosis
Keadaan ini jarang terjadi dan paling sering ditemu-
kan pada pria berusia lebih dari 50 tahun dengan Diagnosis ditegakkan dengan menemukan IgM
limfoma limfoplasmasitoid yang menghasilkan para- monoklonal serum (biasanya >15 g/l) bersamaan
protein IgM monoklonal (Gb. 16.7). Sel asal tampak- dengan infiltrasi sumsum tulang atau kelenjar getah
nya adalah sel B pusat postgerminal dengan ciri khas bening oleh sel limfoplasmasitoid. ESR meningkat
sel B memori yang membawa IgM. dan mungkin dijumpai limfositosis darah tepi.
.
Gambaran klinis
Pengobatan
Awitan biasanya perlahan disertai dengan kelelahan
dan penurunan berat badan. Sindrom hiperviskositas
Spesifik
(hal. 209) sering ditemukan. Paraprotein IgM lebih Tidak diperlukan terapi bagi pasien yang tidak me-
meningkatkan viskositas darah dibandingkan nunjukkan gejala, hepatosplenomegali, adenopati,
dengan IgG atau IgA dengan konsentrasi yang anemia bermakna. Klorambusil atau siklofosfamid
ekuivalen, dan sedikit peningkatan konsentrasi di merupakan terapi utama, tetapi fludarabin atau 2-
atas 30 g/l akan sangat meningkatkan viskositas. klorodeoksiadenosin juga bermanfaat untuk terapi
Gangguan penglihatan sering terjadi dan retina awal atau kasus relaps. Kemoterapi kombinasi,
dapat memperlihatkan berbagai perubahan: penon- misalnya CHOP (lihat hal. 180) dapat digunakan
jolan vena, perdarahan, dan eksudat serta makula pada penyakit lanjut.
w%
tu f\
rd
"e
!*
{
(a)
(b)
Gambar, l&8 Makroglobulinemia Waldenstrom: sindrom hiperviskositas. (a) Retina sebelum plasmaferesis memperlihatkan pelebaran pembuluh darah retina,
terutama vena yang memperlihatkan pembengkakan dan penyempitan (elek "rangkaian saus") dan daerah perdarahan; (b) setelah plasmaferesis, pembuluh
darah
kembali normal dan daerah perdarahan telah bersih. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-38).
.r*
" , ",';4
,iy'r
,'., ,t :;',
'. /.
7 {:.';,Y:
t,
ll ,t n lr' l: !
I 7t
i,
{!it t ,:? {
/ r\ '
?. i;,'
,': ., ,!:lll
: \ :.iz ttl
.
?i
,. ,:::4,
't -t:.
4....
::t..':€:!= (a)
(b)
adalah kilauan merah-hijau pada pewarnaan Congo Tabel 16.2 Gambaran paraproleinemla jinak dan ganas
red yang terlihat dengan menggunakan cahaya
Ganas
terpolarisasi (Gb. 16.9).
Amiloidosis diklasifikasikan dalam Tabel 16.3. Proteinuria Bence Jones Tidak ada Mungkin ada
Kadar paraprolein serum Biasanya<2Q/l Biasanya >20 g/l
dan stasioner dan meningkat
Amiloidosis AL sistemik lmunparesis Tidak ada Ada
Penyakit limfoproliferatil atau Tidak ada Ada
Pada jenis ini, penyakit amiloid disertai dengan mieloma yang mendasari
proliferasi klonal sel plasma. Terjadi penimbunan Le$i tulang Tidak ada Ada
komponen rantai ringan monoklonal yang dapat di- Sel plasma dalam sumsum <10o/o >10o/o
Tabel 16.3 Klasifikasi amiloidosis: tipe, struktur dan 0rgan yang terkena. Bentuk lain adalah amiloidosis herediter
dan amiloid yang terlokalisir seperti
yang teqadi pada sistem saraf pusat, tumor endokrin, atau kulit.
Amiloidosis AL sistemik
Berkaitan dengan mieloma, makroglobulinemia W3ldenstrom, atau MGUS Rantai ringan imunoglobulin dan/atau Lidah
Dapat juga terjadi tersendiri sebagai amiloidosis primer (disertai proliferasi sel bagian regio variabelnya (AL)
Kulit
plasma yang tersembunyi)
Jantung
Dapat juga terjadi dalam bentuk terlokalisir dengan prolilerasi ,,imunosit' lokal
Saraf
Jaringan ikat
Ginjal
Hati
Limpa
Sumsum tulang
Amiloidosis terlokalisir
Sistem Saral Pusat Protein amiloid-B Penyakit Alzheimer
Endokrin Hormon peptik Tumor endokrin
Senilis Bervariasi Jantung, otak, sendi,
prostat, dll.
M, AL, didefinisikan berdasarkan sifat kimiawinya seperti yang terdapat dalam tabel; lr/GUS, monoclonal gammopathy
ol undetermined significance.
lidah (Gb. 16.10), saraf tepi, dan ginjal (Gb. 16.11). karpal, atau gagal ginjal. Pengobatan adalah kemo-
Pasien dapat datang berobat dengan gagal janttrng, terapi seperti yang digunakan pada mieloma, mllng-
makroglosia, neuropati perifer, sindrom terowongan kin disertai dengan transplantasi sel induk autolog.
Pengobatan ini dapat memperbaiki prognosis.
SINDROM HIPERVISKOSITAS
(b)
Gambar. 16.11 Pemindaian anterior serial komponen amiloid P setum (serun anyloid P/SAP) berlabel 1231 seluruh tubuh pada seorang wanita berusia 52 tahun yang
datang dengan gagal ginjal karena amiloidosis AL sistemik. (a) Pemindaian awal menunjukkan beban amiloid yang besar dengan deposit pada hati, limpa, ginlal, dan
sumsum tulang. Diskrasia sel plasma yang mendasari berespons terhadap pengobatan melfalan dosis tinggi yang kemudian diikuti dengan penyelamatan sel induk
autolog. (b) Pemanlauan lanjut skintigrali SAP 3 tahun setelah kemoterapi memperlihatkan ambilan pelacak yang sangat berkurang dan menunjukkan regresi deposit
amiloid yang cukup besar. (Atas kebaikan Prolessor P.N. Hawkins, National Amyloidosis Centre, Royal Free Hospital, London.)
Gambaran klinis sindrom hiperviskositas adalah pengendalian penyakit primer dengan terapi
gangguan penglihatan, letargi, konfusi, kelemahan spesifik.
otot, gejala dan tanda susunan saraf pusat, serta
gagal jantung kongestif. Retina mungkin memper-
lihatkan berbagai perubahan: vena yang menonjol,
perdarahan, eksudat, dan makula yang kabur (Gb. KEPUSTAKAAN
16.8).
Pengobatan kedaruratan bervariasi sesuai Barlogie 8., Jaganath S., Desikan K.R., ef al. (1999) Total
penyebabnya: venaseksi atau pertukaran isovolemik therapy with tandem transplants for newly diagnosed
dengan plasma sebagai pengganti eritrosit pada multiple myeloma. Blood 93,55-65.
Falk R.H., Comenzo R.L. and Skinner M. (1997) The sys-
pasien polisitemia; plasmaferesis pada mieloma,
temic amyloidoses. N. Engl. ].Med. 337, 898-909.
penyakit Waldenstrom atau hiperfibrinogenemia; Gillmore J.D. et aI. (1997) Amyloidosis: a review of recent
dan leukoferesis atau kemoterapi pada leukemia diagnostic and therapeutics developments. Br. l.
yang disertai dengan jumlah leukosit yang tinggi. Haematol.99,245-56.
Pengobatan jangka panjang bergantung pada
211
Halek M., Bersagel P.L. and Anderson K.C. (1998) Multiple Reece D.E. (1998) New advances in multiple myeloma.
myeloma: increasing evidence for a multistep transfor- Curr. Opin. Haematol. S,460-4.
mation process. Blood 97,3-21. Samson D. (i998) Current perspectives in the management
fantunen E. et al. (1996) Bisphosphonates in multiple my- of multiple myeloma. CME Bull, Haematol. L,46-50.
eloma: current status, future perspectives. Br. J. Haematol Singal S., Mehta J. and Desikan R. (1999) Antitumour activ-
93, 501. ity of thalidomide in refractory myeloma. N . EngI. J. Med.
Kyle R.A. (2000) The role of high-dose chemotherapy in the 34L,1.565-71..
treatment of multiple myeloma: a controversy. Ann. Sjak-Shia N.N., Vescio R.A. and BerensonJ.R. (2000) Recent
Oncol.2, Suppl. 1, 555-8. advances in multiple myeloma. Curr. Opin. Haematol. T,
Lokhorst H.M. (1999) Intensive treatment for multiple my- 24t-6.
eloma: where do we stand? Br. J. Haematol106,7827.
BAB 17.
Kelainan mieloproliferatif
Polisitemia,212 Diagnosrs banding polisitemia, 21 7
Polisitemia relatif, 21 6
Diagnosis
Gambaran ktinis
Klasifikasi polisitem ia
Penyakit ini merupakan penyakit yang terjadi pada
Polisitemia diklasifikasikan menurut patofisiologi- orang tua dengan insidensi yang sama pada kedua
nya, tetapi pembagian utamanya adalah polisitemia jenis kelamin. Gambaran klinis timbul akibat hiper-
absolut (peningkatan massa (volume) eritrosit) dan viskositas, hipervolemia, atan hipermetabolisme.
212
213
lttlillfliil:tlili;11
nFil*lf
w Gambar. 17,1 Hubungan antara berbagai penyakit mielo-
proliferatil. Penyakit-penyakit tersebut dapat timbul melalui
P-glisilemia
(rubra) veia mutasi somatik pada sel induk pluripolen dan sel progenitor.
Banyak kasus transisional yang menunjukkan gambaran
dua keadaaan dan pada kasus lain, penyakit tersebut ber-
transformasi selama perjalanannya dari salah satu penyakit
menjadi penyakit lain atau menjadi leukemia mieloid akut.
Leukemia mieloid kronis iuga dapat bertransformasi
menjadi leukemia limfoblastik akut.
'lfilog,l,?tg,in'rg
3;,9Jl
f Kii,.:.iiiilli r
, ri',,,; 111.:,.'.,:,,,,11,,
Stre$ atau pseudopof isitemia
1 Hemoglobin, hematokrit, dan jumlah eritrosit me- Dqhiqragi: kekunngan aj6 munJah,,,;;, , ..,
ningkat. Volume eritrosit total (TRCV) meningkat Kehilangan plasma: luka bakar, enteropati
(Tabel 17.1).
i::'r: ::r r'-:::: I
214 ,:: 1:r::. ,;1' ,,,:1., Kapila $elekta Hematologi
Kategori A
Ma$sa eritrosit total
Splenomegali
Kategori B
Trombosit >400 x 10/l
Gambar. 17.3 Splenomegali:limpa yang membesar pada pasien pria dengan (a)
polisitem'a vera dan (b) mielofrbrosis.
(a) (b)
Gambar. 7.4 (a) Kaki seorang pria berusia 72 tahun dengan polisitemia rubra vera. Terdapat inflamasi sendi metatarsofalangeal kanan dan sendi lain yang disebabkan
1
oleh deposit asam urat. (b) Gangren jari kaki keempat kiri pada trombositemia esensial. (Lihat Gambar Benruarna hal. 4-36).
tahankan pada sekitar 0,45 dan jumlah trombosit dapat digunakan secara intermiten) kadang-kadang
kurangdari400 x70e/1. digunakan pada pasien yang berusia lebih tua. Yang
perlu diperhatikan mengenai obat sitotoksik (ter-
Venaseksi
utama busulfan) adalah bahwa obat ini mungkin
berkaitan dengan meningkatnya kecepatan progresi
Bentuk terapi ini sangat berguna khr.rsusnya bila menjadi leukemia. Kecepatan progresi untuk hidrok-
diperlukan pengurangan volume eritrosit dengan siurea sangat rendah, tetapi risiko yang sebenarnya
cepat, misalnya pada permulaan terapi. Venaseksi belum jelas.
terutama diindikasikan pada pasien berusia muda
dan pasien dengan penyakit ringan. Defisiensi besi Terapifosfor-32
yang diakibatkannya dapat membatasi eritropoiesis.
Sayangnya, venaseksi tidak mengmdalikan jumlah Ini adalah terapi yang sangat baik bagi pasien yang
trombosit. bemsia lebih tua dengan penyakit berat. 32P adalah
emitor-B, dengan waktu paruh 14,3 hari. Zat ini
terkonsentrasi dalam tulang dan mempakan agen
Mielosupresi sitotoksik
mielosupresif yang sangat efektif. Waktu remisi yang
Hidroksiurea harian sangat berguna dalam mengen- lazim setelah satu dosis tunggal adalah 2 tahun. Ke-
dalikan jumlah darah dan mungkin perlu diteruskan khawatiran mengenai perkembangan lanjut menjadi
selama bertahun-tahun (Gb. 17.6). Busulfan (yang leukemia telah membatasi penggunaan obat ini.
Lr:.::
216
o
ot 1,5r
i
off EII
g'01
,O 0.5{
z ol
(@*ro"^
ffi.'"'
Ukuran
limpa
22-
,o)
I
Q
ot
ra --.1
o 16-l
=l ta4
'r, )
40-
o
.3 30
o
600 .<
o
x Trombosit X
lllll I I
02468 '10 12
Gambar. 17.6 Respons hematologik terhadap terapi de-
Bulan
ngan hidroksiurea pada polisitemia vera. Hb, hemoglobin
217
TRCV normal. Penyebabnya tidak jelas, tetapi jauh jukkan gejala dan terdiagnosis pada pemeriksaan
lebih sering ditemukan daripada PRV. Polisitemia hitung darah rutin. Trombosis dapat terjadi pada
relatif terutama terjadi pada pria berusia muda atau sistem vena atau arteri (Gb. 17.4b), sedangkan
usia pertengahan dan dapat disertai masalah kardio- perdarahan yang terjadi akibat fungsi trombosit yang
vaskular, misalnya hipertensi (sindrom Gaisbock), abnormal dapat menyebabkan timbulnya perdarah-
iskemia miokard, atalr serangan iskemik sementara an kronis atau akut. Gejala yang khas adalah
pada otak. Terapi diuretik, perokok berat, dan kon- eritromelalgia, yaitu rasa terbakar pada tangan atau
sumsi alkohol adalah kaitan yang sering ditemukan. kaki yang segera mereda dengan pemberian aspirin.
Pengujian venaseksi untuk mempertahankan kadar Hingga 40% pasien akan mengalami splenomegali
hematokrit antara 0,45-0,47 saat ini sedang di- yang teraba, sedangkan pada pasien lain mungkin
lakukan. terjadi atrofi limpa karena infark. Trombosit besar
yang abnormal serta fragmen megakariosit dapat
ditemukan pada sediaan hapus darah (Gb. 17.7).
DIAGNOSIS BANDING POLISITEMIA Sumsum tulang mirip dengan pada PRV, tetapi
biasanya terdapat megakariosit abnormal yang
Pendekatan yang rasional diperlukan untuk meng- berlebihan. Pemeriksaan sitogenetika dan analisis
evaluasi pasien yang datang dengan kadar hemoglo- molekular untuk gen fusi BCR-ABL dilakukan untuk
bin yang tinggi. Apabila polisitemia tersebut menyingkirkan leukemia mieloid kronis. Keadaan ini
menetap, pemeriksaan dengan eritrosit berlabel slCr harus dibedakan dari penyebab peningkatan hitung
untuk mengukur TRCV dan 12sl-albumin untuk trombosit yang lain (Tabel 17.4).Uji fungsi trombosit
mengukur volume plasma sangat penting dilakukan. (hal. 2a3) selalu abnormal, yang terutama khas
Apabila keduanya memastikan polisitemia absolut, adalah kegagalan agregasi dengan adrenalin.
maka pasien tersebut harus diperiksa untuk
mengetahui adanya PRV. Sebagaimana hitung darah
lengkap, skor NAR biopsi trephin aspirat sumsum
tulang, dan ultrasonografi abdomen untuk menilai P.engObatan
ukuran limpa dan untuk mendeteksi kelainan ginjal
sangat berguna untuk dilakukan (Tabel 77.3). Prinsiphya adalah mengendalikan jumlah trombosit
Apabila semuanya terbukti negatif, carilah adanya untuk menurunkan risiko trombosis yang merupa-
penyakit paru atau jantung, periksa PO, arteri dan kan masalah klinis utama. Pasien ditempatkan dalam
pertimbangkan pemeriksaan kurva disosiasi oksigen kelompok risiko menurut usia, ukuran trombosit,
dan elektroforesis hemoglobin (Hb). Yang terakhir, dan episode trombosis atau perdarahan sebelumnya.
carilah adanya tumor yang mensekresi eritropoietin Risiko trombosis bergantung pada faktor risiko lain
dengan ultrasonografi ginjal dan limpa, CT scan, atatr
seperti riwayat merokok serta hipertensi, dan
pencitraan resonansi magnetik (MRI). Kadar eritro-
pengobatan harus mempertimbangkan risiko-risiko
poietin serum juga berguna dalam skrining tumor.
tersebut. Pada pasien berisiko tinggi, tujuannya
adalah mempertahankan hitung trombosit di bawah
600 x 10el1. Hidroksiurea mungkin merupakan
TROMBOSITEMIA ESENSIAL pengobatan yang paling banyak dipakai, walaupun
interferon-cx, juga berguna pada pasien yang berusia
Pada keadaan ini terdapat peningkatan jumlah lebih muda. Peran anagrelide (yang sangat efektif
trombosit yang menetap karena proliferasi mega- dalam menurunkan jumlah trombosit) sedang dinilai
kariosit dan produksi trombosit berlebihan. dalam berbagai uji klinis. Busulfan dan 32P dulu
Gambaran diagnostik utama adalah hitung trombosit
digunakan, tetapi sekarang tidak disukai karena
>600 x 10ell yang menetap, tetapi penyebab kenaikan
terdapat kemungkinan komplikasi jangka panjang.
jumlah trombosit yang lain harus disingkirkan dulu
Feresis trombosit mungkin berguna dalam penata-
sebelum diagnosis ditegakkan.
laksanaan jangka pendek. Aspirin biasa dipakai
untuk menurunkan risiko trombosis, dan pada
Tgmua'n klinis dan,lab0iat6rium," pasien berusia kurang dari 60 tahun tanpa riwayat
trombosis atau perdarahan sebelumnya dan trom-
Gambaran klinis yang terpenting adalah trombosis bosit <1000 x 10e /1, aspirin mungkin merupakan
dan perdarahan. Banyak kasus yang tidak menun- pengobatan terpilih.
lf,l:r:r
218 Kapita Selekta llet*atologi
Temuan laboratorium
Perjalanan penyakit
Anemia serig ditemukan, tetapi kadar hemoglo-
Penyakit seringkali menetap selama 10-20 tahun atau bin yang normal atau meningkat mungkin di-
lebih. Pasien mungkin mengalami transformasi jumpai pada beberapa pasien.
menjadi mielofibrosis setelah beberapa tahun; risiko Jumlah leukosit dan trombosit seringkali tinggi
transformasi menjadi leukemia akut relatif rendah pada saat berobat. Pada penyakit yang lebih lanjut,
(<s%). sering terjadi leukopenia dan trombositopenia.
Dijumpai sediaan hapus darah yang leukoeritro-
blastik. Eritrosit menunjukkan poikilosit " tear drop
(air mata)" yang khas (Gb. 17.8).
MIELOFIBROSIS Sttmsum tulang tidak dapat diperoleh melalui
aspirasi. Biopsi trephin (Gb. 17.5b) menunjukkan
Gambaran mielofibrosis yang utama adalah fibrosis slrmsum tulang yang fibrotik dan hiperselular.
generalisata progresif pada sumsum tulang disertai Sering ditemukan peningkatan kadar megakario-
hemopoiesis di limpa dan hati (dikenal sebagai meta- sit. Pada 107o kasus, terdapat peningkatan pem-
plasia mieloid). Secara klinis, hal ini menyebabkan bentukan tulang dengan peningkatan densitas
anemia dan hephtosplenomegali masif. Yang mem- tulang pada foto Rontgen.
rAHinari iii'lerobroiifsrarif
219
.&* ##*#ff#re*k*r.*;6q
"ttu^ & ffiW#ry*,
olx&#
:wffiwxw-#
r& *p-wr
*u-ww*
a# ff''''u*F
Gambar. 17.8. Sediaan hapus darah tepi pada mielo-
fibrosis. Perubahan leukoeritroblastik dengan sel ,,lear drop,
dan eritrosit berinti. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-40).
b"* T
YAywwr,y#*::i_ -;
5 Lazim ditemukan kadar folat serum dan eritrosit infeksi, dan transformasi leukemik. Kadar hemoglo_
yang rendah, peningkatan vitamin 8,, serum dan bin yang kurang darj
daya ikat vitamin B,r, serta skor fosfatase alkali ]0 g/dl, jumtah leukosit ying
kurang dari 4 atau lebih dari 30 x I}s /1, serta adanyf
netrofil (NAP) yang meningkat. kromosom yang abnormal dikaitkan dengan progno_
6 Kadar urat, laktat dehidrogenase (LDH), dan sis yang lebih buruk.
hidroksibutirat dehidrogenase serum yang tinggi
mencerminkan perputaran sel hemopoietik yang
meningkat tetapi sebagian besar tidak efektlf. Mastositosis sistemik
LDH serum normal pada pRV.
7 Transformasi menjadi leukemia mieloid akut Penyakit ini disebabkan oleh proliferasi neoplastik
pada 10-20% pasien. kronis sel mast yang biasanya melibatkan sLtmsum
j1n1rng, limpa, kelenjar getah bening, dan
l.,l.l"q,-
kulit. Ktilit biasanya menunjukkan urtikaria pigmen_
Pengobatan
tosa. Gejala dihubungkan dengan pelepasan hista_
min dan prostaglandin, yang meliputi kemerahan,
Pengobatan bersifat paliatif dan ditujukan untuk gatal, nyeri perut, dan bronkospasme.
mengurangi efek anemia dan splenomegali. Trans_ lasa .
Perjalanan klinis penyakit ini dapat indolen atan
fusi darah dan terapi asam folat regular digunakan agresif. Mastositosis sistemik dapal berakhir sebagai
pada pasien anemia berat. Hidroksiurei dapat leukemia mieloid akut. pengobatan adalah dengL
membantu mengurangi splenomegali dan gelala antagonis histamin H, dan H' pengendalian proli_
hipermetabolik. Splenektomi dipertimbangian ferasi sel mast (misalnya dengan-interferonlalfa,
untuk pasien dengan splenomegali simtomatik yang hidroksiurea, dan 2-klorodeoksiadenosin) dapat
berat-rasa tidak nyaman yang bersifat mekanis, menolong pada beberapa kasus.
trombositopenia, hipertensi portal, kebutuhan
transfusi yang berlebihan atau gejala hipermetabolik.
Radiasi limpa merupakan suatu alternatif, tetapi
biasanya hanya mengurangi gejala selama 3-6 bulan. KEPUSTAKAAN
Alopurinol diindikasikan pada hampir semlla pasien
untuk mencegah timbulnya gout dan nefropati urat Bain B.J. (1999) Systemic mastocytosis and other mast cell
akibat hiperurikemia. Transplantasi rei induk neoplasms. Br. l. Hnemntol. 106, g-17.
alogenik saat ini masih bersifat eksperimental, tetapi Dupriez B. et. al. (1996) prognositc factors in agnogenic
myeloid metaplasia: a report on 195 cases with a-new
mungkin bersifat kuratif untuk pasien usia muda.
scoring system. Blood 88, j 013_18.
Harapan hidup rata-rata adalah sekitar 3,5 tahun, Harrison C.N., Gale R.E., Machin S.J. and Linch D.C. (1999)
dan penyebab kematian meliputi gagal jantung, A large proportion of patients with a diagnosis of essen_
n0
tial thrombocythemia do not have a clonal disordei and Reilly J.T. (1997) Idiopathic myelofibrosis: patho-genesis,
may be at a lower risk of thrombotic complications' Blood aniural history and management. Blood Reo' TL, 233.
93,417-24. Silver R.T. (1997) Interferon-alfa: effects of long-term treat-
Michiels JJ. (1996) The myeloproliferative disorders' Lezk' ment for polycythaemia vera. Semin Haematol.34,40-50'
Lymph.XzS,t-4. Tefferi A. (ZOOO) trrtyelofibrosis with myeloid metaplasia' N'
Engl. I. Med. 342, 1255-65.
Naiean Y.'and Rai I'D. (L997) Treatment of polycythaemia
vera - the use of hydroxyurea and pipobroman in 292 Teffeii A., Mesa R.A., Nagorney D'M. et al. (2000) Splenec-
patients under the age of 65 yeats. Blood 90,3370'7 ' tomy in myelofibrosis with myeloid metaplasia: a single
naaia p. and PearsontC. (1999) The management of pri- institution experience with 223 patients. Blood 95,2226-
mary thrombocythemia. CME Bull. Haematol' 2,35-9' 33.
BAB'18
Mekanisme yang efisien dan cepat untuk menghenti- mikrovesikel dalam sitoplasma sel yang menyatu
kan perdarahan dari lokasi kerusakan pembuluh membentuk membran pembatas trombosit. Tiap
darah sangat penting dilakukan untuk bertahan megakariosit bertanggung jawab untuk menghasii-
hidup. Walaupun demikian, respons seperti itu harus kan sekitar 4000 trombosit. Interval waktu semenjak
dikendalikan secara ketat untuk mencegah ter- diferensiasi sel induk manusia sampai prodr.rksi
bentuknya bekuan yang luas dan untuk memecah trombosit berkisar sekitar 10 hari.
bekuan tersebut begitu kerusakan telah diperbaiki. Trombopoietin adalah pengatur utama produksi
Oleh karena itu, sistem hemostasis mencerminkan trombosit dan dihasilkan oleh hati dan ginjal.
keseimbangan antara mekanisme prokoagulan dan Trombosit mempunyai reseptor untuk trombopoietin
antikoagulan yang dikaitkan dengan proses untuk (C-MPL) dan mengeluarkannya dari si*ulasi,
fibrinolisis. Kelima komponen utama yang terlibat karena itu kadar trombopoietin tinggi pada trombo-
adalah trombosit, faktor koagulasi, inhibitor koagu- sitopenia akibat aplasia slrmslrm tulang dan sebalik-
lasi, fibrinolisis, dan pembuluh darah. nya. Trombopoietin meningkatkan jumlah dan kece-
patan maturasi megakariosit. Penelitian trombo-
poietin sedang dijalankan. Jumlah trombosit mulai
meningkat 6 hari setelah dimulainya terapi dan tetap
TROMBOSIT tinggi selama 7-10 hari. Interleukin-11 (IL-11) juga
dapat meningkatkan trombosit dalanl sirkulasi dan
Produksi trombosit sedang memasuki uji klinis. Kedua obat tersebut
belum tersedia dalam praktek klinik mtin.
Trombosit dihasilkan dalam sumsum tulang melalui Jumlah trombosit normal adalah sekitar 250 x
fragmentasi sitoplasma megakariosit. Prekursor 1O'qll (rentang 150-400 x 70r/t) dan lama hidup
megakariosit-megakarioblast-muncul melalui proses trombosit yang normal adalah 7-10 hari. Hingga
diferensiasi dari sel induk hemopoietik (Gb. 18.1). sepertiga dari trombosit keluaran slrmsum tulang
Megakariosit mengalami pematangan dengan dapat terperangkap dalam limpa yang normal, tetapi
replikasi inti endomitotik yang sinkron, memper- jumlah ini meningkat menjadi 90% pada kasus
besar volume sitoplasma sejalan dengan penam- splenomegali berat (hal. 242).
bahan lobus inti menjadi kelipatan duanya. pada
berbagai stadium dalam perkembangannya (paling
banyak pada stadium inti delapan), sitoplasma men- Struktur trombosit
jadi granular dan trombosit dilepaskan (Gb. 18.1).
Satu megakariosit poliploid matur terlihat pada Gb. Ultrastruktur trombosit digambarkan pada Gb. 18.3.
18.2. Produksi trombosit mengikuti pembentukan Clikoprotein permukaan sangat penting dalam
221
i''::,:':i i f: : i,:'.'rl:
222 Kapita $elekta Hemaiolggi
Produt(si trombo* |
G'"",r""l
l- sitoplasma
I I
+ @ --+ t"?
@
9P o-^
:--) oo ^
ooo-o
-+ --+ o oo
qq oo
ogo o
r--) o oo"_" Gambar. 18.1 Diagram sederhana untuk menggambarkan
o produksi trombosit dari megakariosit. (Lihat Gambar
Berwarna hal. A-41).
H,'
;,'.w
(a) (b)
Gambar. 18.2 Megakariosit: (a) bentuk imatur dengan sitoplasma basofllik, (b) bentuk matur dengan banyak lobus inti dan granulasi sitoplasma yang nyata. (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-41).
reaksi adhesi dan agregasi trombosit yang merupa- penting dalam konversi faktor koagulasi X menjadi
kan kejadian awal yang mengarah pada pemben- Xa dan protrombin (faktor II) menjadi trombin
tukan sumbat trombosit selama hemostasis. Adhesi (faktor IIa) (lihat Gb. 18.6).
pada kolagen difasilitasi oleh glikoprotein Ia (GPIa). Di bagian dalam trombosit terdapat kalsium,
Glikoprotein Ib (terganggu pada sindrom Bernard- nukleotida (terutama adenosin difosfat (ADP) dan
Soulier) dan IIblIIIa (terganggu pada trombastenia) adenosin trifosfat (ATP), dan serotonin yang ter-
penting dalam perlekatan trombosit pada faktor von kandung dalam granula padat elektron. Granula cr
Willebrand (VWF) dan karenanya juga perlekatan spesifik (lebih sering dijumpai) mengandung
pada subendotel vaskular (Gb. 18.4). Tempat peng- antagonis heparin, faktor pertumbuhan yang berasal
ikatan untuk IIb/IIIa juga merupakan reseptor untuk dari trombo sit (platelet-deriaed growth factor, PDGF), B-
fibrinogen yang penting dalam agregasi trombosit- tromboglobulin, fibrinogen, vWF, dan faktor pem-
trombosit. bekuan lain. Granula padat lebih sedikit jumlahnya
Membran plasma berinvaginasi ke bagian dalam dan mengandung ADP, ATP, S-hidroksitriptamin (5-
trombosit untuk membentuk suatu sistem membran HT), dan kalsium. Organel spesifik lain meliputi liso- rrl
::
(kanalikular) terbuka yang menyediakan permukaan som yang mengandung enzim hidrolitik dan perok-
reaktif yang luas tempat protein koagulasi plasma sisom yang mengandung katalase. Selama reaksi
diabsorpsi secara selektif. Fosfolipid membran (yang pelepasan yang dijabarkan di bawah ini, isi granula
dulu dikenal sebagai faktor trombosit 3) sangat dikeluarkan ke dalam sistem kanalikular.
223
Gambar. lS.3.Ultrastruktur trombosit. ADB adenosin difoslaliPF, platelet factor, faktor trombosit; vWF, faktor von Willebrand.
Gambar. 18.4 Adhesi trombosit. Pengikatan glikoprotein (GP) lb (yang terdiri dari empat protein GPlba,, GPlbP, GPIX, GPV) pada faktor von Willebrand menyebabkan
adhesi pada subendotel dan juga memajankan tempat pengikatan pada GPllb/llla (integrin o,,00.) pada librinogen serla faklorvon Willebrand, yang menyebabkan
agregasi trombosit. GPla memungkinkan adhesi langsung pada kolagen.
Beberapa prptein permukaan trombosit telah ter- Fungsi utama trombosit adalah pembentukan
bukti merupakan antigen penting dalam auto- sumbat mekanik selama respons hemostasis normal
imunitas yang spesifik terhadap trombosit dan terhadap cedera vaskular. Tanpa trombosit, dapat
disebut sebagai antigen trombosit manusia (human terjadi kebocoran darah spontan melalui pembuluh
darah kecil. Reaksi trombosit berupa adhesi, sekresi,
platelet antigen, HPA). Pada sebagian besar kasus,
agregasi, dan fusi serta aktivitas prokoagulannya
terdapat dua alel berbeda, yang disebut alel a ataub,
sangat penting untuk fungsinya.
misalnya HPA-1a. Trombosit juga mengekspresikan
antigen ABO dan antigen leukosit manusia (human
Adhesi dan agregasi trombosit sebagai respons ffi
leucocyte antigen, HLA) klas I, tetapi tidak meng- ffi
tr
terhadap cedera vaskular ffi
ekspresikan HLA klas II.
Setelah cedera pembuluh darah, trombosit melekat ffi
pada jaringan ikat subendotel yang terbuka. Mikro. G
224 . , ,.,.' rapni$lr;na:iii i
IlU""r"lp"-J
lLree&ae!e-)
+
Asam arakidonat Asam arakidonat
t-
ri: l@@ +--
| (Srk/o-oksrgenase)
Endoperoksida Endoperoksida
(PGG, dan PGH. (PGG, dan PGHr,
t-
lf Prosfaslk/ln \ I [Tmmboksan \
l\:rg:e-J
Y. iU!:L-J
Prostasiklin Tromboksan A,
ArP I
;::r\ I Gambar. 18.5 Sintesis prostasiklin dan tromboksan. Efek
yang berlawanan dari kedua zat ini diperantarai oleh
perubahan dalam konsentrasi adenosin monofosfat siklik
:rt,.:
l{i (cAMP) trombosit melalui stimulasi atau penghambatan
iill i enzim adenilat siklase. cAMP mengendalikan konsentrasi
ion kalsium bebas dalam trombosit yang penting dalam
AMP proses adhesi dan agregasi. Kadar cAMP yang tinggi
fibril subendotel mengikat multimer VWF yang lebih granula cx, yang spesifik untuk trombosit. Pelepasan
besar, yang berikatan dengan kompleks Ib membran VWF dari sel endotel terjadi di bawah pengaruh
trombosit (Gb. 18.4). Di bawah pengaruh tekanan beberapa hormon. Stress dan olahraga atau pem-
shear stress,trombosit bergerak di sepanjang permu- berian infus adrenalin atau desmopresin (1-deamino-
kaan pembuluh darah sampai GPIa/IIa (integrin 8-D-arginin vasopresin, DDAVP) menyebabkan
or0,) mengikat kolagen dan menghentikan trans- peningkatan yang cukup besar dalam kadar VWF
lokasi. Setelah adhesi, trombosit menjadi lebih sferis dalam darah.
dan menonjolkan pseudopodia-pseudopodia panjang,
yang memperkuat interaksi antar trombosit yang
Reaksi pelepasan trombosit
berdekatan. Aktivasi trombosit kemudian dicapai
melalui glikoprotein IIblIIIa (integrin a,*0r) yang Pemajanan kolagen atau kerja trombin menyebabkan
mengikat fibrinogen untnk menghasilkan agregasi sekresi isi granula trombosit, yang meliputi ADP, se-
trombosit. Kompleks reseptor IIb/IIIa juga mem- rotonin, fibrinogen, enzim lisosom, B-tromboglo-
bentuk tempat pengikatan sekunder dengan vWF bulin, dan faktor penetral heparin (faktor trombosit,
yang menyebabkan adhesi lebih lanjut.
faktor trombosit 4). Kolagen dan trombin mengaktif-
kan sintesis prostaglandin trombosit. Terjadi =i
l!
r;r Faktor aon Willebrand (VWF) terlibat dalam adhesi
i
pelepasan diasilgliserol (yang mengaktifkan fosfo- iir:
iiii trombosit pada dinding pembuluh darah dan pada rilasi protein melalui protein kinase C) dan inositol
lil trombosit lain (agregasi). VWF juga membawa faktor trifosfat (yang menyebabkan pelepasan ion kalsium
il* Vil (lihat di bawah) dan dulu dikenal sebagai anti- intrasel) dari membran, yang menyebabkan pemben-
i$ gen yang terkait dengan faktor VIII (VIII-Rag). Faktor tukan suatu senyawa yang labil yaitu tromboksan A'
i:ii ini adalah molekul multimerik besar yang kompleks yang menurunkan kadar adenosin monofosfat siklik
$ (berat molekul (BM) 0,8-20 x 105) yang tersusun atas (cAMP) dalam trombosit serta mencetuskan reaksi
lii beberapa rantai subunit yang bervariasi dari dimer pelepasan (Gb. 18.5). Tromboksan A, tidak hanya
r:i GM 5 x 105) sampai multimer (BM 20 x 106) yang memperkuat agregasi trombosit, tetapi juga mem- ':
a: terikat dengan ikatan disulfida. VWF dikode oleh punyai aktivitas vasokonstriksi yang kuat. Reaksi
gen pada kromosom 12 dan disintesis oleh sel
ir suatu
endotel dan megakariosit. VWF disimpan dalam
pelepasan dihambat oleh zat-zat yang meningkatkan
i; kadar cAMP trombosit. Salah satu zatyangberftingsi
i; badan Weibel-Palade pada sel endotel dan dalam demikian adalah prostasiklin (PGIr) yang disintesis
,.tE
iri=:1fii$ii:::l{,$,{ $['i.[,i,,: ;liiriiii;ii,= tltiil
ww' Kontak
. I Cedera
I
I
I Pembuluh darah :
{*rI
I+- rFVila ---->l<-- Xla
I
,vA *,
lAt
trt
lrpnt
l<- .'q-
Vttla txa
l-
+ 4-t*vtttffiffi
Gambar. 18.6 Jalur koagulasi darah yang dimulai oleh
lakor jaringan (tissue factor, TF) pada permukaan sel. Jika
plasma mengalami kontak dengan TE faktor Vll berikatan
dengan TF. Kompleks TF dan laktor Vll aktil (Vlla) meng-
aktifkan faktor X dan lX. lnhibitor jalur TF (TFPI) adalah in-
hibitor yang penting terhadap TF/Vlla. Kompleks faktor
,----i -------i I
Vllla-lXa sangat memperkuat pembentukan laktor Xa dari
X. Pembentukan trombin dari protrombin oleh kerja
:VY
i wwwffi
VrWW
Xll -i-+ tr{
xilta - -
kompleks laKor Xa-Va menyebabkan terbentuknya fibrin.
Trombin juga mengaktilkan laktor Xl (garis putus-putus), V,
dan Xlll. Trombin memecah laktor Vlll dari faktor von
Willebrand (vWF) yang membawanya, sangat mening-
Wffi katkan pembentukan Vllla-lXa, dan juga Xa-Va. Hijau
muda, protease serin; kuning, kofaKor.
oleh sel endotel vaskular. Prostasiklin merupakan in- (II). Permukaan fosfolipid membentuk cetakan yang
hibitor agregasi trombosit yang kuat dan mencegah ideal untuk konsentrasi dan orientasi protein-protein ta:;
deposisi trombosit pada endotel vaskular normal' tersebut yang penting. -:i:i:
ADP dan tromboksan A, yang dilepaskan menyebab- Konsentrasi ADP yang tinggi, enzim yang dilepaskan
kan makin banyak trombosit yang beragregasi pada selama reaksi pelepasan, dan protein kontraktil
tempat cedera vaskular. ADP menyebabkan trom- trombosit menyebabkan fusi yang ireversibel pada
bosit membengkak dan mendorong membran trom- trombosit-trombosit yang beragregasi pada lokasi
bosit pada trombosit yang berdekatan untuk melekat cedera vaskular. Trombin juga mendorong terjadinya
satu sama lain. Bersamaan dengan itu, terjadi reaksi fusi trombosit, dan pembentukan fibrin memperkuat t
pelepasan lebih lanjut yang melepaskan lebih banyak stabilitas sumbat trombosit yang terbentuk.
ADP dan tromboksan A, yang menyebabkan agre-
gasi trombosit sekunder. Proses umpan balik positif Faktor pertumbuhan
ini menyebabkan terbentuknya massa trombosit
PDGF yang ditemukan dalam granula spesifik me-
yang cukup besar untuk menyumbat daerah keru-
rangsang sel-sel otot polos vaskular untuk memper-
sakan endolel.
banyak diri, dan ini dapat mempercepat penyem-
buhan vaskular setelah cedera.
Aktivitas prokoagulan trombosit
Setelah agregasi trombosit dan pelepasan tersebut,
fosfolipid membran yang terpajan (faktor trombosit, PEMBEKUAN DARAH
platelet factor 3) tersedia untuk dua jenis reaksi dalam
kaskade koagulasi. Kedua reaksi yang diperantarai
fosfolipid ini bergantung pada ion-kalsium. Reaksi Kaskade koagulasi
pertama (tenase) melibatkan faktor IXa, VIIIa, dan X
dalam pembentukan faktor Xa (Gb. 18.6). Reaksi Pembekuan darah melibatkan suatu sistem ampli-
kedua (protrombinase) menghasilkan pembentukan fikasi biologik; pada sistem ini zat-zat pencetus yang
trombin dari interaksi faktor Xa,Ya, dan protrombin relatif sedikit secara berurutan mengaktifkan suatu
' ' ' :.1
iitita $i. ii;mliirosi
Rantai berat
Faktor X Faktor Xa Gambar. 18.7 Aktivitas protease serrn (Se). Contoh ini menunjuk-
BM: 66666 kan aktivasi faktor X oleh laktor lX.
ri)r
;5
:a Proenzim
Faktor Vll
*{
r,T:bm
,-,1f
E'.1>:
.,/i f ffi='r Peptida sinyal
Faktor Xl t l
* ,,
'..
,r' : }€ + ,m Propeptida
Faktor lX
t*
FrT,nb@
,::.r,;**
E'---.'.-lE
".;11'
: . Domarn Gla
{+ i-."i :i.:,'l*
Faktor X lb@ -,-,-'-: ..*)f Domain EGf
Protrombjn ET,.nb@
++ i;ir"oll
o"'*-.-"'--": {t*{1 Domain sekuens
-.jii*i berulang
#l----
Faktoriarinoan
ffi* Domain
tumpukan asam
amino aromatik
Faktor Vlll
+I --------I >"( Regio aktivasi
proenzim
Faktor V
Domain katalitik
dl:
1:4
Protein pengatur
++ E Domain A
Protein C F€ble
w Domain B
Protein S
+l
f=rrb@ EffM Domain C
Gambar. 1 8'8 Domain enzim-enzim, reseptor, dan kolaktor yang terlibat dalam pembekuan darah dan pengaturannya. Komponen pembekuan
darah adalah proenzim,
prokofaktor, dan protein pengatur. Proenzim (termasuk protein C) mengandung suatu domain kaialitik,
regio aktrvasi,'dan peptida sinyal. protein-proiein yang
bergantung pada vitamin K mencakup suatu propeptida dan domain asam y-karboksiglutamal (Gla). Domain pe-nting
lainnya melipuii domain yang mirip dengan riktoi
pertumbuhan epidermal (epidernal growth factor-tike, EGF domainl, domain kringle, dan domaln
sekuens berulang. Faktor jaringan adalah protJin membra-n integral
yang tidak terkait dengan prolein lain yang dikenal. StruKur laktor V sangat mirip dengan faktor Vlll.
Tempat-temp-at ikatan pept'ida intraselular yang dipecah selima
sintesis ditandai oleh anak panah tipis, dan tempat-tempat ikatan peptida yang dipecah selama aktivasi protein
ditandai oleh anak panah tebal. Domain transmembran
pada faktor jaringan dituniukkan dalam lapisan ganda fosfolipid. (Dari B. Furie dan B.C. Furie 1992,
atas kebaikan New En gtand journat of Medrbrne). (Lihat Gambar
Benruarna hal. A-42).
atas) dan mungkin berperan penting di tempat- trombin, fibrin monomer terdiri atas tiga pasangan
tempat utama terjadinya trauma atau untuk operasi. rantai u, p dan y.
Faktor X aktif (bersama dengan kofaktor V pada Beberapa sifat faktor-faktor koagulasi dicantum-
permukaan fosfolipid dan kalsium) mengubah pro- kan dalam Tabel 18.2. Aktivitas faktor II, VII, IX, dan ::it:,
trombin menjadi trombin. Trombin menghidrolisis fi- X bergantung pada vitamin K, yang bertanggung
brinogen, melepaskan fibrinopeptida A dan B untuk jawab untuk karboksilasi sejumlah residu asam
membentuk fibrin monomer (Gb. 18.9). Fibrin mono- glutamat terminal pada tiap molekul tersebut (lihat
mer berikatan secara 'spontan melalui ikatan Gb.20.7).
hidrogen Llntuk membentuk suatu fibrin polimer Faktor koagulasi protease serin bersama dengan
yang longgar dan tidak larut. Faktor XIII juga diaktif- faktor koagulasi dari sistem fibrinolitik (lihat hlm.
kan oleh trombin bersama dengan kalsium. Faktor 228) mempunyai derajat homologi yang tinggi dan
XIII aktif menstabilkan polimer fibrin dengan pem- mengandung domain-domain stmktural yang khas
bentukan ikatan silang yang terikat secara kovalen. (Gb. 18.8) seperti kringle yang terkait dengan
Fibrinogen memiliki berat molekul 340.000 dan pengikatan substrat dan residu asam glutamat ter-
terdiri dari dua subunit identik, masing-masing karboksilasi (Gla) yang terikat pada fosfolipid. Selain
mengandung tiga rantai polipeptida yang tidak sama itu juga terdapat regio yang homolog dengan fibro-
(Aa, BB, dan y) yang terikat oleh ikatan disulfida. nektin (regio jari) dan dengan faktor pertumbuhan
Setelah pemotongan fibrinopeptida A dan B oleh epidermal. Walaupun kofaktor faktor V dan VIII
228
bukan merupakan enzim protease, faktor-faktor jaringan (tissue factor pathway inhibitor, tFPI) yang
tersebut bersirkulasi dalam bentuk prekursor, yang terdapat dalam plasma dan trombosit dan ter-
memerlukan pemecahan terbatas oleh trombin untuk akumulasi pada lokasi cedera yang disebabkan oleh
ekspresi aktivitas kofaktor secara penuh. aktivasi trombosit lokal. TFPI menghambat Xa dan
VIIa serta faktor jaringan untuk membatasi jalur
utama in aiuo. Terjadi inaktivasi langsung trombin
dan faktor protease serin lainnya oleh inhibitor lain
yang bersirkulasi; di antara inhibitor-inhibitor ter-
Pembekuan darah yang tidak terkendali akan sebut, anti trombin merupakan yang paling kuat.
menyebabkan terjadinya oklusi pembuluh darah Antitrombin menginaktifkan protease serin dengan
yang berbahaya (trombosis) jika mekanisme protektif cara bergabung dengannya melalui ikatan peptida
berikut ini tidak bekerja. untuk membentuk kompleks berberat molekul besar
yang stabil. Heparin memperkuat kerja antitrombin
secara bermakna. Protein lain yaitu kofaktor heparin
lnhibitor faktor pembekuan
II juga menghambat trombin. Alfa;makroglobulirg
Yang merupakan hal penting adalah bahwa efek alfar-antiplasmin, inhibitor Cr-esterase dan or-anti-
trombin terbatas pada lokasi cedera. Inhibitor tripsin juga memberi efek inhibisi pada protease
pertama yang bekerja adalah ffiibitor jalur faktor serin yang bersirkulasi.
lnhibitor
aktivator
plasminogen
jaringan
;:=\.i *,
Aktivasi Aktivasi
Protein C dan protein S intrinsik ekstrinsik
Faktor Xlla ) f tPA
Terdapat juga inhibitor kofaktor pembekuan V dan Ka'|ikrein Aktivator mirip urokinase
VIII. Trombin berikatan dengan reseptor permukaan
sel endotel yaitu trombomodulin. Kompleks yang
'1 [' Fibrin
Jaringan ikat
s0bendotel
Kolagen
Vasodilaiasi
Membran lnhibisi agregasi trombosil
basal
Mikrofibril
Elastin
Mukopolisakarida
Fibronektin
! Aniitrombin,
Faktor iaringan;
lnhibitor jalul
'.Protein S
Gambar. 18.12 Sel endotel membentuk penghalang antara trombosit dan faktor pembekuan plasma dengan jaringan ikat subendotel. Selsel endotel menghasilkan
zat-zat yang dapat mencetuskan pembekuan, menyebabkan vasodilatasi, menghambat agregasi trombosit atau hemostasis atau mengaktitkan fibrinolisis.
i:{: kolagen, elastin, dan fibronektin pada jaringan ikat arteriol di sekitarnya menyebabkan perlambatan
irtr
subendotel dari darah yang bersirkulasi. Hilangnya awal aliran darah ke daerah perlukaan. Jika terdapat
atau rusaknya lapisan endotel menyebabkan per- kerusakan yang luas, reaksi vaskular ini mencegah
darahan dan aktivasi mekanisme hemostasis. Sel keluarnya darah. Aliran darah yang berkurang
endotel juga mempunyai pengaruh inhibisi yang memungkinkan aktivasi kontak pada trombosit dan
kuat terhadap respons hemostasis, terutama melalui faktor koagulasi. Zat amine vasoaktif dan trombok-
sintesis PGI, dan nitrat oksida (NO) yang bersifat va- san ,A.2 yang dilepaskan dari trombosit, serta fibrino-
sodilator dan menghambat agregasi trombosit. peptida yang dilepaskan selama pembentukan fibrin,
Sebaliknya, endotelin adalah famili peptida vasoaktif juga mempunyai aktivitas vasokonstriksi.
yang dapat mengaktifkan fibrinolisis melalui
pelepasan tPA. Sintesis faktor jaringan yang meng-
awali hemostasis hanya terjadi pada sel-sel endotel Reaksi trombosit dan pembentukan sumbat
setelah aktivasi, dan inhibitor alamiahnya (yaittt hemostasis primer
TFPI) juga disintesis. Sintesis prostasiklin, VWF,
aktivator plasminogen, antitrombin dan trombomo-
Setelah timbul kerusakan pada lapisan endotel,
dulin, yaitu protein permukaan yang bertanggllng
jawab terhadap aktivasi protein C, menyediakan zat- terjadi pelekatan awal trombosit pada jaringan ikat
terpajan, yang diperkuat oleh VWF. Kolagen yang
zat yang penting untuk reaksi trombosit dan
terpajan dan trombin yang dihasilkan pada lokasi
pembekuan darah (Gb. 18.12).
cedera menyebabkan trombosit melepaskan isi
granulanya dan juga mengaktifkan sintesis prostag-
landin yang menyebabkan pembentukan trombok-
RESPONS HEMOSTASIS san A2. ADP yang dilepaskan menyebabkan trom-
bosit membengkak dan beragregasi. Tiombosit lain
Respons hemostasis normal terhadap kerusakan dari darah yang bersirkulasi ditarik ke daerah
vaskular bergantung pada interaksi yang terkait erat cedera. Agregasi trombosit yang berkelanjutan ini
antara dinding pembuluh darah, trombosit yang menyebabkan membesarnya sumbat hemostasis
bersirkulasi, dan faktor pembekuan trombosit (Gb. yang segera menutupi daerah jaringan ikat yang
18.13). terpajan. Sumbat hemostasis primer yang tidak stabil
yang dihasilkan oleh reaksi trombosit ini dalam
Vasokonstriksi beberapa menit pertama setelah cedera biasanya
cukup untuk mengendalikan perdarahan untuk
Vasokonstriksi segera pada pembuluh darah yang sementara. Ada kemungkinan bahwa prostasiklin
terluka dan konstriksi refleks pada arteri kecil dan yang dihasilkan oleh sel endotel dan sel otot polos di
231
I
Pemajanan kolagen
t Faktor
jaringan
Fosfolipid
trombosit I
Tromboksan Ar, ADP I, TK*."*-l
I pemoexuan
oaran
I
I I I
Agregasi trombosit
I I
Sumbat hemostasis Trombin
primer
*
Fusi trombosit
I
Fibrin
''1,
l-l-ffir--l
hemostasis stabil
I I
Gambar. 18.13 Keterlibatan pembuluh darah, trombosit dan pembekuan darah dalam hemostasis. ADP, adenosin difoslat.
Perdarahan abnormal dapat disebabkan oleh: perdarahan normal dan uji hemostasis lain juga
1. Kelainan vaskular normal. Defek vaskular dapat bersifat herediter atau
2. Trombositopenia didapat.
3. Gangguan fungsi trombosit; atau
4. Gangguan koagulasi
Pola perdarahan yang terjadi relatif dapat diduga Kelainan vaskular herediter
bergantung pada etiologinya. Kelainan vaskular dan
trombosit cenderung disertai oleh perdarahan dari Telangiektasia hemoragik herediter
selaput lendir dan pada kulit, sedangkan pada ke- Pada kelainan yang jarang terjadi ini (diwariskan
lainan koagulasi perdarahan sering terjadi pada sebagai pembawa sifat autosornal domirran) di-
sendi atau jaringan lunak. jumpai pembengkakan mikrovaskular melebar, yan g
Ketiga kategori pertama yang dibahas dalam bab muncul selama masa anak dan jumlahnya bertambah
ini dan gangguan pembekuan darah terdapat dalam pada usia dewasa. Telangiektasia ini mr-rncr.rl pada
Bab20. kulit, selaput lendir (Gb. 19.1a), dan organ-organ
dalam. Malformasi arteriovenosus pulmonalis
ditemukan pada sekitar 70"/, kasus. Perdarahan
saluran cerna berulang dapat menyebabkan timbul-
KELAINAN PERDARAHAN VASKULAR nya anemia defisiensi besi kronis. Pengobatannya
adalah dengan embolisasi, terapi laser, estrogen,
Kelainan vaskular adalah sekelompok keadaan hete- asam traneksamat, dan suplementasi besi.
rogen/ yang ditandai oleh mudah memar dan per-
darahan spontan dari pembuluh darah kecil. Kelainan jaringan ikat
Kelainan yang mendasari terletak dalam pembuluh
darah itu sendiri atau dalam jaringan ikat perivas- Pada sindrom Ehlers-Danlos terdapat kelainan kola-
kular. Sebagian besar kasus perdarahan akibat defek gen herediter disertai dengan purpLrra yang terjadi
vaskular saja tidak bersifat parah. Perdarahan yang akibat gangguan agregasi trombosit, hiperekstensi-
seringkali terjadi terutama pada kulit menimbulkan bilitas sendi, dan kulit pecah-pecah yang hiperelastis.
petekie, ekimosis, atau keduanya (Gb. 19.1). Pada Pseudoxanthoma elastikum disertai dengan per-
beberapa kelainan, terdapat juga perdarahan dari darahan dan trombosis arteri. Kasus ringan dapat
selaput lendir. Pada keadaan-keadaan seperti ini, uji muncul dengan memar superfisial dan purpura
penyaring yang standar memberi hasil normal. Masa setelah terjadi trauma ringan.
234
Kdriinan #roararuin aiiuar:iiilliiiin v*r,utli uin riii*nusir
Gambar. 19.1 (a) Telangieklasia hemoragik herediter: iesi-lesi vaskular kecil yang khas tampak jelas pada bibir
dan lidah. (b) Purpura senilis. (c) Petekie perifolikular yang khas pada defisiensi vitamin C (skorbut). (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-41).
236
{:
:t'
I *f,i":_
$h
s
_.* rw
,{
*{
i ,#.*',
:^
,
. i::*.
i :x:: r::
j..i.:i*,:::ll:vi, il
je"-r ii iL- $r \' o 'P Gambar. 19.3 (a) Purpura yang khas; dan (b) Perdarahan sub-
1'?3j',1':" l :!!t: kutan masif pada seorang penderita lrombositopenia yang
(a) diinduksi obat. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-43).
sitas obat atau infeksi virus. Halini kadang bersifat ITP kronis
kongenital akibat mutasi pada reseptor trombo-
poietin c-MPL, disertai dengan tidak adanya tulang Hal ini merupakan kelainan yang relatif sering
radius, atau pada sindrom May-Hegglin atau terjadi. Insidensi tertinggi diperkirakan terjadi pada
Wiskott-Aldrich. Diagnosis penyebab trombosito- wanita berusia 15-50 tahun walaupun beberapa
penia tersebut ditegakkan berdasarkan riwayat laporan menunjukkan insidensi yang meningkat
klinis, hitung darah tepi, sediaan hapus darah tepi, sejalan bertambahnya usia. ITP adalah penyebab
dan pemeriksaan sumsum tulang. tersering trombositopenia tanpa anemia atau neutro-
penia. Penyakit ini biasanya bersifat idiopatik tetapi
Reningkatan deStruksi tlombosit ":::rr'' dapat ditemukan terkait dengan penyakit lain seperti
lupus eritematosus sistemik (SLE), infeksi virus
Purpura trombositopenia autoimun (idiopatik) imunodefisiensi manusia (HIV), leukemia limfositik
Purpura trombositopenia autoimun (idiopatik) (ITP) kronis (CLL), penyakit Hodgkin, atau anemia
dapat dibedakan menjadi bentuk akut dan kronis. hemolitik autoimun (Tabel 19.1).
237
Tabel 19.1 Beberapa penyebab trombositopenia Tabel 19.2. Trombositopenia akibat obat atau toksin
,, r-
',;riobatobatan, bahan kimia, infeksi virus: i rl ' : ' ]{adaltg:kada1g"
1i,y,,:,';;,; r,., ;;I ,,.,. ,,,,,,
.,,. ".'t .:- i lr,,':.;ttijrimtenirol;,kffmokla2ol, ioorsiuridin, penisilaqin, qrsen!kibrgahilliri,,i
i.ji ':
,,'Bagandarikegagilansumsumlulangumum' - benzen, dll: , 1,i : :'t, :. ''
,'', obttsitoto(sik'" . .,,,,i,,,':,' ..'.,'
-:,,;,1, j:- :t-*laalo, i;iaiii;ii;,r*ungtna^)
i,:, i', 'i'i
radiotefaPi : ,lj j
'.'
'
i aplaslik 1
anemia r
,. OU.t .nargetik bb.t-obat anti-inflamasi, garam emas, iitampisin ,:;, . l
t leuketia:
'il;' : ,,
:'' , '
mietoma multipel- ,:
t
: l
#;rairiio,ktorati&id,frusqmid
: ''i tu.
',
. '. t' ''
obatahti:diabetes :
anemiamiEtopta;1;i;
.l*r Hlv
-: ::';: : i j- ' ' ::
intet<si .
klorpropamid,tolbutamid .- .,.." i' l
Gambaran klinis
Koagubsi intravai,'kular diseminata'
'.' Awitan seringkali terjadi perlahan dengan perdarah-
nurniiia tr;m,9;sitopen a trombotk
, ,i :
xama*nanoaqoigsi :
jarang terjadi. Beratnya perdarahan pada ITP
, tf,fl;l;' qrasil da1,gh simpqn pada pas91 dqnsan perdarahan
biasanya tidak seberat pada penderita trombo-
sitopenia yang sebanding akibat kegagalan sumsum
HIV virus imunodelisiensi manusia.
tulang; hal ini disebabkan beredarnya trombosit ya g
sebagian besar muda, dengan fungsi yang lebih
unggul pada ITP. ITP kronis cenderung mengalami
Patogenesis
relaps dan menyembuh secara spontan sehingga
Sensitisasi trombosit oleh autoantibodi (biasanya perjalanan klinisnya mungkin sulit diprediksi'
IgG) menyebabkan disingkirkannya trombosit ter- Banyak kasus asimtomatik yang ditemukan melalui
tebnt s".utu prematur dari sirkulasi oleh mal(rofag pemeriksaan hitung darah rutin.
sistem retikuloendotel, khususnya limpa (Gb. 19.4)' Limpa tidak teraba kecuali bila terdapat penyakit
Pada banyak kasus, antibodi tersebut ditujukan penyerta yang menyebabkan splenomegali.
terhadap tempat-tempat antigen pada glikoprotein
IIb-IIIa itau kompleks Ib. Masa hidup normal untuk Diagnosis
trombosit adalah sekitar 7 hari tetapi pada ITP masa
1. Hitung trombosit biasanya 10-50 x 10el1. Kon-
hidup ini memendek menjadi beberapa jam. Massa
sentrasi hemoglobin dan hitung leukosit biasanya
megikariosit total dan perputatan (turnoaer) trom-
bosit meningkat secara sejajar menjadi sekitar lima normal kecuali bila terdapat anemia defisiensi
kali normal. besi akibat kehilangan darah.
238
Y rr+
v
Autoantibodi
antitrombosit
Bagian Fc
pada antibodi
Reseptor Fc
2. Sediaan hapus darah menunjukkan jumlah steroid dalam dosis yang terlalu tinggi untuk
trombosit yang berkurang, trombosit yang ada mempertahankan hitung trombosit di atas 30 x
seringkali besar. 10'11. Hasil yang baik ditemukan pada sebagian
3. Sumsum tulang menunjukkan jumlah megakario- besar pasien, namun bagi penderita ITP yang
sit yang normal atau meningkat. refrakter terhadap steroid atau imunoglobulin,
a. Uji-uji yang sensitif dapat menunjukkan antibodi mungkin tidak banyak berguna. Splenunkuli
antiglikoprotein GPIIb/IIIa atau GPIb spesifik harus dibuang supaya tidak terjadi relaps ITP
pada permukaan trombosit atau dalam serum lagi.
pada sebagian besar pasien. Pemeriksaan IgG J. Terapi imunoglobulin intravena dosis tinggi
yang terkait trombosit kurang bersifat spesifik. dapat cepat meningkatkan hitung trombosit pada
sebagiary besar pasien. Dosis yang dianjurkan
Pengobatan sebesar 400 mg/kg/hari selama 5 hari atau L g/
kglhari selama 2 hari. Terapi ini sangat berguna
Penyakit ini adalah penyakit kronis, sehingga tujuan khususnya bagi penderita perdarahan yang
pengobatan sebaiknya adalah untuk mempertahan- mengancam jiwa, pada ITP yang refrakter
kan hitung trombosit di atas batas ketika memar terhadap steroid, saat kehamilan, atau sebelum
spontan atau perdarahan terjadi dengan intervensi pembedahan. Mekanisme kerjanya mungkin
yang minimal. Secara umum, hitung trombosit di berupa hambatan terhadap reseptor Fc pada
atas 50 x10e /l tidak memerlukan pengobatan. makrofag atau modifikasi produksi antibodi.
1. Kortikosteroid. Delapan puluh persen pasien 4. Obat-obat imunosupresif, misal vinkristin, siklo-
mengalami remisi dengan terapi kortikosteroid fosfamid, azatioprin atau siklosporin secara sen-
dosis tinggi. Prednisolon 1 mg/kg tiap hari adalah diri atau dalam kombinasi, biasanya dicadangkan
terapi awal yang umum diberikan pada orang untuk pasien-pasien yang tidak berespons baik
dewasa dan dosisnya diturunkan perlahan terhadap steroid dan splenektomi.
setelah 10-14 hari. Pada pasien yang berespons 5. Pengobatan lain yang dapat mencetuskan remisi
buruk, dosis diturunkan lebih lambat tetapi diper- adalah danazol (androgen yang dapat menye-
timbangkan untuk splenektomi atau imuno- babkan virilisasi pada wanita) dan imunoglobulin
supresi alternatif. anti-D.
2. Splenektomi (Gb. 19.5). Operasi ini dianjurkan 6. Transfusi trombosit. Konsentrat trombosit ber-
pada pasien yang tetap mempunyai hitung guna bagi penderita perdarahan akut yang meng-
trombosit <30 x 10'/l setelah pengobatan terapi ancam jiwa. Khasiatnya hanya akan bertahan
steroid 3 bulan atau pasien yang membutuhkan selama beberapa jam.
t:rii
i+
iii'+i 'i.,iil 23e
I
I
F
ot 100 -l
Trombositopenia imun yang diinduksi obat
; s01
I
Kompleks antibodi-
r\
Obat C . obat-protein
(lw<
6.},ffi.
emtelnl
plastna
rtY I
Komplemeri
o
,/
A^
t! Gambar. 19.6 Jenis kerusakan trombosit yang lazim terjadi
on(roo, L,A
disebabkan oleh obat; pada keadaan ini suatu kompleks
antibodi-obat protein terdeposit pada permukaan trombosit.
Jika komplemen melekat dan urutan tersebut menjadi
lengkap, trombosit dapat langsung dilisiskan. Jika tidak,
trombosit disingkirkan oleh sel-sel retikuloendotel karena
opsonisasi dengan imunoglobulin dan/atau komponen kom-
plemen C3.
t\
fook
90o/o
Trombosit sirkulasi
70o/o 1040%
Gambar. 19.9 Distribusi trombosit di antara sirkulasi darah (
dan limpa pada seorang individu normal (kiri) dan pada
penderita splenomegali sedang atau masif (kanan).
242 ii tarla $lliqiili rt;; ffi i|i iiijiii;,i:
/\
JUMLAH TROMBOSIT
tt
1 Pemeriksaan sumsum tulang
2 Antibodi trombosit
RENDAH JUMLAH TROMBOSI T NORMAL
1
2
Masa perdarahan
,,,S 75
V
r'*
.o-
,o 50
aa
r0
::,'6
g
o 25
6
Gambar. 19.11 Gangguan agregasi trombosit pada pasien
0
yang menjalani terapi aspirin. Tidak terdapat agregasi fase
468
, ',
sekunder dengan adenosin (ADP) dan penurunan respons
terhadap adrenalin dan kolagen. Hasil yang serupa juga
Waktu (meni0 :,.
.
didapatkan pada defisiensi granula penyimpanan o, dan @ Pasien dalam terapi aspirin
delisiensi siklo-oksigenase.
244
r\jiliriltr
Kelainan pembekuan
Kelainan pembekuan herediter, 245 Kelainan pembekuan didapat, 250
245
246
mencetuskan perdarahan. Pemeriksaan donor dan Masa perdarahan dan masa protrombin (PT)
langkahJangkah inaktivasi virus selama pembuatan normal
konsentrat saat ini mencegah transmisi HIV. Faktor
VIII yang dibuat dengan teknik DNA rekombinan Deteksi pembawa sifat dan diagnosis antenatal
juga bebas dari risiko HIV.
Sampai baru-baru ini, deteksi pembawa sifat dan di-
Banyak pasien terinfeksi virus hepatitis C
agnosis antenatal terbatas pada pengukuran kadar
sebelum dimungkinkannya pemeriksaan donor dan
faktor VIII dan faktor von Willebrand ( VWF) plasma.
produk darah. Hal ini menyebabkan meningkatnya
Sekarang deteksi pembawa sifat dapat lebih baik
morbiditas akibat hepatitis kronis, sirosis, dan
hepatoma. Penularan hepatitis B juga merupakan
dilakukan dengan pelacak DNA. Suatu mutasi
spesifik yang diketahui dapat diidentifikasi atau
risiko yang dapat terjadi.
polimorfisme panjang fragmen restriksi (hal. 80) di
dalam atau dekat gen faktorVIII memungkinkan alel
Hasil pemeriksaan laboratorium (Tabel 20.2) mutan diacak. Biopsi korion pada minggu ke-8
Pemeriksaan berikut ini hasilnya abnormal hingga 10 masa gestasi memberikan DNA fetus
L. Masa tromboplastin parsial teraktivasi (Actiaated dalam jumlah cukup untuk dianalisis. Diagnosis an-
partial thrombopl ns tin t ime, APTT) tenatal juga mungkin ditegakkan setelah pembuktian
2. Pemeriksaan faktor pembekuan VIII kadar faktor VIII yang rendah dalam darah fetus
Gambar. 20. 1 Pohon keluarga yang khas dalam suatu keluarga dengan hemo'
filia. Perhatikan kadar laktor Vlll yang bervariasi pada pembawa sifat (') karena
Penyakit ringan i l ,
Perdarahan pascatrauma
inaktivasi acak kromosom X (lyonisasi). Persentass menunjukkan derajat
aktivitas faktor Vlll sebagai persentase terhadap normal.
IU ii
X
UjE \ F8A dalam intron 22 dan dua dekat telomer). (Tengah) selama
|i
\F8A
spermatogenesis pada waktu meiosis, X tunggal ber-
I
" pasangan dengan kromosom Y pada regio homolog.
Kromosom X lebih panjang daripada kromosom Y dan tidak
I,i
tel
U
tel
"t
' tel
5'
F8A
Imnnras'
ada yang dipasangkan dengan sebagian lengan panjang X.
Kromosom X lalu mengalami rekombinasi homolog antara
gen-gen A. (Kanan) Hasil akhirnya adalah bahwa gen faktor
X rusak. Sen, ujung sentomerik; tel, telomer; panah-panah
menunjukkan arah transkripsi dari gen A.
iriii,i5i,llij$ 247
':i
Gambar.20.3 Hemofilia A: hemartrosis akut pada sendi lutut kiri dengan pem-
bengkakan regio supra patella. Tampak atroli otot kuadrisep, khususnya pada
tungkai kanan.
Terapi gen
lnhibitor
Tabel 20.2. Temuan klinis dan laboratorium utama pada hemofilia A, delisiensi faktor lX (hemofilia B, penyakit Christmas) dan penyakit von Willebrand
* i:',,;j;j5
..1"ni+io
N6rmalllti,'',
.'-l'iij
= t.l,
|.......
-lii
i,,ili ::.:,.:!
i- tt,.
li.t'l*1rt , ::.. Henqan
-,.:,NOtmalti l
,f"trg'4qg -,'.,
.
: '',1$':'..,1.,1i
:].1]:||: :: :: :: tlj:ii
Pewarisan dan gambaran klinis defisiensi faktor IX Pada kelainan ini, terdapat penurunan kadar atau
(penyakit Christmas, hemofilia B) identik dengan fungsi VWF yang abnormal akibat mutasi titik atau
yang terdapat pada hemofilia A. Bahkan kedua delesi besar. VWF adalah suatu protein yang memi-
kelainan tersebut hanya dapat dibedakan dengan liki dua peranan yaitu menunjang adhesi trombosit
pemeriksaan faktor pembekuan spesifik. Insidensi- pada endotel yang rusak dan merupakan molekul
nya seperlima dari insidensi hemofilia A. Faktor IX pembawa untuk faktor VIII, yang melindunginya
dikode oleh gen yang terletak dekat gen untuk faktor dari destruksi prematur. Sifat terakhir tersebut men-
VIII dekat ujung lengan panjang krosom X. Deteksi jelaskan penuruhan kadar faktor VIII yang kadang-
pembawa sifat dan diagnosis antenatal dilakukan kadang ditemukan pada VWD.
sama seperti untuk hemofilia A. Prinsip terapi peng- VWF disintesis sebagai protein besar 300 kiDa
gantian sama dengan hemofilia A. Episode perdarah- yang lalu membentuk multimer dengan berat hingga
an diatasi dengan konsentrat faktor IX. Waktu paruh mencapai 105 Da. Saat ini telah dikenal tiga jenis
biologis yang lebih panjang menyebabkan infus tidak VWD. VWD tipe ldan 3 dikaitkan dengan penurun-
harus diberikan sesering konsentrat faktor VIII pada an kadar VWF yang normal, sedangkan tipe 2 dise-
hemofilia A. Faktor IX rekombinan saat ini telah ter- babkan oleh bentuk abnormal protein. Tipe 1 adalah
sedia. Pemberian dosis yang lebih tinggi diperlukan penurunan parsial VWF, sedangkan tipe^3 tidak ada
dibandingkan dengan faktor IX yang berasal dari protein tersebut sama sekali. Telah diketahui empat
plasma. subtipe VWF tipe 2, tipe 2,A dikaitkan dengan tidak
adanya multimer berberat molekul tinggi dan tipe 28
Hasil Pemeriksaan laboratorium (Tabel 20.2) dikaitkan dengan afinitas yang luar biasa tinggi te-
hadap trombosit, tipe 2M mempunyai tempat peng-
Uji-uji berikut ini memberi hasil yang abnormal. ikatanGplb yang terganggu dan tipe 2N mempunyai
1. APTT afinitas yang rendah terhadap faktor VIII.
2. Pemeriksaan pembekuan faktor IX VWD merupakan suatu kelainan perdarahan
Seperti pada hemofilia A, masa perdarahan dan bawaan yang paling sering ditemukan. Biasanya pe-
PT memberi hasil yang normal warisan bersifat autosomal dominan dengan ekspresi
250 i !-:
Defisiensivitamin K
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (Tabel 20.2)
Vitamin K yang larut dalam lemak diperoleh dari
1. Masa pendarahan mungkin memanjang. sayuran hijau dan sintesis oleh bakteri dalam usus.
2. Kadar faktor VIII seringkali rendah dan APTT Defisiensi dapat terjadi pada neonatus (penyakit
mungkin memanjang. hemoragik pada neonatus) atau pada usia lanjut.
Defisiensi vitamin K disebabkan oleh diet yang
3. Kadar VWF biasanya rendah.
4. Agregasi trombosit dengan ristocetin terganggu tidak memadai, malabsorpsi, atau inhibisi vitamin K
(sensitivitas abnormal terhadap ristocetin di- oleh obat-obatan (seperti warfarin) yang bekerja
temukan pada penyakit tipe 28). Agregasi dengan
sebagai antagonis vitamin K. Warfarin dikaitkan
zat lain (adenosin difosfat IADP], kolagen, dengan penunlnan aktivitas fungsional faktor II, VII,
IX dan X, serta protein C danS, namun metode peme-
trombin, atau adrenalin) biasanya normal.
5. Hitung trombosit normal kecuali untuk penyakit riksaan imunologik memperlihatkan bahwa kadar
tipe 28 (pada tipe 28 rendah).
faktor-faktor tersebut normal. Protein vang non-
fungsional tersebut disebut sebagai PIVKA (protein
6. Analisis multimer berguna untuk mendiagnosis
subtipe-subtipe yang berbeda. formed in oitamin K sbsence lprotein yang terbentuk
pada keadaan tidak ada vitamin Kl). Perubahan
faktor-faktor PIVKA menjadi bentuk aktif biologik-
nya adalah kejadian pascatranslasi yang melibatkan
Pengobatan
Penyakit hati
Kelainan herediter faktor pembekuan lain
Koagulasl intravaskulil diseminata
Bentuk prekursor
faktor ll, Vll, lX, X,
protein C dan
protein S (PIVKA)
\ brfarin , Vitamin K
menghambat /
reduktase \ Vitaniin K
epoksid
karboksilasi residu asam glutamat pada regio N ter- risiko tumor pada anak (yang belum terbukti),
minal dan faktor-faktor ini menunjukkan homologi beberapa pusat kesehatan merekomendasikan
sekuens yang kuat (Gb. 20.7). Asam glutamat ter- pemberian regimen oral, tetapi cara ini kurang
karboksilasi-gama mengikat ion kalsium, dan efektif sebagai pencegahan.
melalui ion tersebut membentuk kompleks dengan 2. Pada bayi-bayi dengan perdarahan: vitamin K
fosfolipid. Dalam proses karboksilasi, vitamin K 1mg intramuskular diberikan setiap 6 jam dengan
diubah menjadi vitamin K epoksid yang dikembali- mula-mula plasma beku se gar (fre sh fr ozen plasma)
kan ke bentuk tereduksi oleh reduktase. Warfarin jika perdarahannya berat.
menggangu reduksi vitamin K epoksid dan menye-
babkan defisiensi vitamin K fungsional. Defisiensivitamin K pada anak atau dewasa
Defisiensi yang disebabkan oleh iktems obstruktif,
Penyakit Hemoragik pada Neonatus penyakit pankreas atau usus halus kadang-kadang
Kadar faktor-faktor yang bergantung pada vitamin K menyebabkan diatesis perdarahan pada anak atatr
rendah pada saat lahir dan makin menurun pada dewasa.
bayi yang minum ASI pada usia beberapa hari
Diagnosis
pertama kehidupan. Belum matangnya sel hati, tidak
adanya sintesis vitamin K oleh bakteri nsus, dan PT dan APTT memanjang. Kadar faktor II, VII, IX,
kadar yang rendah dalam ASI dapat menyebabkan danX plasma rendah
defisiensi yang mungkin menimbulkan perdarahan,
biasanya saat usia dua sampai empat hari, tetapi Pengobatan
kadang-kadang selama dua bulan pertama.
1. Profilaksis: vitamin K 5mg peroral tiap hari.
2. Pendarahan aktif atau sebelum biopsi hati: vita-
Diagnosis min K 10mg intravena lambat. Biasanya terjadi
PT dan APTT abnormal. Jumlah trombosit dan fi- sedikit koreksi PT dalam 6 jam. Dosis harus di-
brinogen normal tanpa adanya produk pemecahan ulang pada 2 hari berikutnya. Setelah itu, biasa-
fibrin. nya terjadi koreksi optimal.
Pengobatan
Penyakit hati
1. vitamin K telah
Profilnksis. Selama bertahun-tahun
diberikan kepada semua bayi baru lahir sebagai Kelainan hemostasis multipel menyebabkan kecen-
injeksi intramuskular tunggal 1 mg. Tindakan ini derungan perdarahan dan dapat mencetuskan per-
merupakan pengobatan yang paling sesuai dan darahan dari varises esofagus.
aman. Setelah bukti-bukti epidemiologik menun- 1,. Obstruksi biliaris menyebabkan gangguan
jukkan adanya kemungkinan hubungan antara absorpsi vitamin K sehingga menurunkan sintesis
vitamin K intramuskular dengan peningkatan faktor II, VII, IX, dan X oleh sel parenkim hati.
252
Dengan adanya penyakit hepatoselular betat, Tabel 20.4. Penyebab koagulasi intravaskular diseminata
selain dijumpai defisiensi faktor-faktor tersebut,
sering ditemukan penurunan kadar faktor V dan
fibrinogen serta peningkatan jumlah aktivator
plasminogen.
3. Kelainan fungsional fibrinogen (disfibrinogene-
mia) ditemukan pada banyak pasien.
4. Penurunan produksi trombopoetin dari hati juga
menyebabkan trombositopenia.
5. Hipeisplenisme yang terkait dengan hipertensi
portal sering kali menyebabkan trombositopenia.
6. Koagulasi intravaskular diseminata (DIC, lihat di
bawah) mungkin berkaitan dengan pelepasan
tromboplastin dari sel-sel hati yang rusak serta
berkurangnya kadar antitrombiry protein C, dan ,,.1-SolusioPlasen,a,,
' Eklampsia, plasenta
lelg4qio
'
a;antiplasmin. Selain itu, terjadi gangguan pem- Aforsi sentik j
bersihan faktor pembekuan aktif dan peningkatan ,:1,: .. , ..
aktivitas fibrinolitik. ;i;jlrnlalisf ttlp,*, tJlv[a!iti,;*::r,,:i:,,,;
' Analilaksis ': , , ,,.i , .
oaaf inlln9tiuel' :1i:';:
,,',,ttun'tut]
.,:,,Ke11safan luas
fallngan
S€telah p€mbodahan atau trauma ,,
Patogenesis (Gb,20.8)
1. DIC dapat dicehrskan oleh masuknya materi pro-
koagulan ke dalam darah pada keadaan-keadaan
berikut ini: emboli cairan amnion, solusio
plasenta, adenokarsinoma yang menyekresi
musin secara luas, leukemia promielositik akut
(LMA tipe M.), penyakit hati, malaria falsiparum
. FAKTOR. ..
tI FAKTOR
PElrgpruaN
: : r: : :
lrioMeosrr
:Kerusakan
r:,,,endobl + FDP:, i. .:,,:
Gambaran Klinis
Gambaran klinis didominasi oleh pendarahan,
khususnya dari tempat pungsi vena atau luka baru
(Gb. 20.9). Mungkin terdapat perdarahan generali-
sata pada saluran cerna, orofaring, paru, saluran Llro-
genital, dan pada kasus-kasus obstetri, perdarahan
(b) vagina mungkin sangat berat. Mikrotrombus dapat
menyebabkan lesi kulit, gagal ginjal, gangren jari-jari
Gambar.20.9. Gambaran klinis koagulasi intravaskular diseminata: (a) purpura tangan atau kaki, atau iskemia serebrai (lebih jarang
konlluen yang berindurasi pada lengan; (b) gangren periler dengan terjadi).
pembengkakan dan perubahan warna kulit kaki pada penyakit fulminan. (Lihat
Gambar Benruarna hal. A-48).
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (Tabel 20.5)
Pada banyak sindrom akr-it, darah mungkin gagal
berat, reaksi transfusi hemolitik, dan beberapa membeku karena adanya defisiensi fibrinogen berat.
gigitan ular.
2. DIC dapat juga dicetuskan oleh kerusakan P e m e r i ks a a n hernosfasis
endotel luas dan pemajanan kolagen (misal endo-
toksemia, septikemia Gram negatif, dan meningo- 1. Hitung trombosit rendah.
kokus, aborsi septik), infeksi virus tertentu dan 2. Uj1 penyaring, titer atau pemeriksaan fibrinogen
luka bakar berat atau hipotermia. menunjukkan adanya defisiensi.
Tabel 20.5 Pemeriksaan hemoslasis: hasil yang biasa ditemukan pada kelainan perdarahan didapat
3. Masa trombin memanjang. Tabel 20.6. lndikasi penggunaan plasma beku segar (Pedoman Kon-
4. Produk pemecahan fibrinogen (danfibrin) seperti sensus lnstitut Kesehatan Nasional lNational lnstitute ol Healthll
D-dimer dalam kadar yang tinggi ditemukan
dalam serum dan urine. Delisiensi faktor pembekuan (tidak tersedianya konsentrat faKor spesilik
q atau gabungan)
PT dan APTT memanjang pada sindrom akut.
Pemulihan dari elek warfarin
Pemeriksaan sediaan hapus darah tepi Defek pembekuan multipel, misal pada penderita penyakit hati, DIC
Pengobatan
1. Pengobatan terpenting adalah mengobati penye- Protein lain yang dikenal sebagai lupus anti-
bab yang mendasari. koagulan menggangu tahap-tahap koagulasi yang
2. Terapi suportif dengan plasma beku segar (Tabel tergantung liprotein dan biasanya terdeteksi dengan
20.6) dan konsentrat trombosit diindikasikan pemanjangan uji APTT (Tabel 20.5). Inhibitor ini
pada pasien yang mengalami perdarahan yang terdeteksi pada 10% penderita lupus eritematosus
berbahaya atau luas. Kriopresipitat menyediakan sistemik (SLE) dan pada penderita penyakit auto-
sumber fibrinogen yang lebih terkonsentrasi, dan imun lain yang sering kali mempunyai antibodi
mungkin diperlukan transfusi eritrosit. terhadap antigen lain yang mengandung lipid,
Penggunaan heparin atau obat-obatan antitrom- misah:rya kardiolipin. Antibodi tersebut tidak dikait-
bosit untuk menghambat proses koagulasi biasanya kan dengan kecenderungan perdarahan, tetapi
tidak diindikasikan karena pada beberapa kasus terdapat peningkatan risiko trombosis dan seperti
perdarahan yang terjadi mungkin berat. Inhibitor juga penyebab trombofilia yang lain, juga terkait
fibrinolitik sebaiknya tidak dipertimbangkan karena dengan abortus berulang (Bab27).
kegagalan untuk melisiskan trombus dalam organ-
organ seperti ginjal mungkin menimbulkan efek
yang tidak diharapkan. Penggunaan konsentrat anti- Sindrom transfusi masif
trombin dan protein C untuk menghambat DIC pada
kasus-kasus berat (misal septikemia meningokokus)
Banyak faktor dapat menyebabkan kelainan per-
tampaknya men-rberi hasil menjanjikan.
darahan setelah transfusi masif. Kehilangan darah
menyebabkan menllrunnya kadar trombosit, faktor
, Defisiensi koagulasi yang disebabkan pembekuan, dan inhibitor. Pengenceran faktor-faktor
oleh antibodi
ini lebih lanjut terjadi selama penggantian dengan
darah simpan. Setelah penyimpanan 24 jam pada
Antibodi terhadap faktor koagulasi yang bersirkulasi 4oC, trombosit beragregasi, fungsinya memburuk,
kadang-kadang ditemukan dengan insidensi sekitar dan jumlah trombosit menurun secara progresif.
1 juta per tahun. Aloantibodi terhadap faktor VIII Faktor-faktor pembekuan V dan VIII yang labil juga
ditemukan pada 5-10% penderita hemofilia. Auto- tidak dapat dipertahankan setelah penyimpanan
antibodi terhadap faktor VIII juga dapat menyebab- beberapa hari. Aktivasi ringan faktor-faktor pembe-
kan timbulnya sindrom perdarahan. Antibodi kuan, mikroagregat dan sel-sel yang berdegenarasi
imunoglobulin G (IgG) tersebut jarang ditemukan dapat mencetuskan atau memperberat DIC. Bebe-
pada saat pasca-persalinan, pada kelainan imuno- rapa pasien mungkin mempunyai defek perdarahan
logik tertentu (misal artritis rematoid), dan pada usia yang sudah ada sebelumnya. Penatalaksanaan
tua. Pengobatan biasanya terdiri dari kombinasi dibahas pada halaman 251.
imunosupresi dan pengobatan dengan penggantian Hasil pemeriksaan penyaring hemostrasis pada
faktor, biasanya dalam bentuk faktor VIII manusia kelainan perdarahan didapat terdapat pada Tabel
atau babi, VIIa rekombinan, atau konsentrat 20.5 dan rangkuman indikasi penggunaan plasma
kompleks protrombin aktif (FEIBA). beku segar terdapat pada Tabel 20.6.
:::: i. ltlii:=
5t I : ::::::$, i1fllt 255
ir:il
i:$
t:.1a}
:t:s
ffi
il$
*11
$
:::.::
,lt'
Masa k
Koagulasi Fibrinolisis
F-*----:€
Waktu
Fibrinolosis
-ffi
*-
Gambar 20.10. Tromboelastografi (TEG): jalur normal dan
gambaran pada berbagai keadaan patologik . Sudut a,
kecepatan pembentukan bekuan padat; A.o pengukuran
lisis atau retraksi bekuan pada 60 menit; k, waklu pem-
bentukan bekuan; r, kecepatan pembentukan fibrin inisial;
Hiperkoagulabel
.:
Hemofilia
@
*
MA, kekuatan absolut bekuan librin. (Digambar kembali dari
S.V. Mallet dan D.J.A C0x 1992. Thromboelastography. Br:
J Anaeslfr 69, 307-1 3
Trombositopenia -ffi
TROMBOELASTOGRAFI KEPUSTAKAAN
Tromboelastografi (TEG) adalah teknik penilaian glo- Astermark J., Petrini P., Tenbotn L., Shulman ., Ljung R and
bal fungsi hemostasis suatu sampel darah, dengan Bentrop E. (1999) Primary prophylaxis in severe hemo-
reaksi trombosit dengan kaskade pembekuan protein philia should be started early but can be individualized.
terbuat dari waktu interaksi trombosit-fibrin inisial Int.J.IlnematoL 105, 1109-13.
melalui agregasi trombosit, penyuatan bekuan dan Collins P.W. (1998) Disseminated intravascular coagula-
ikatan silang fibrin sampai akhirnya lisis bekuan. tion. CME Bull. Hematol, 1,86-8.
Pemeriksaan ini cocok sebagai pemantau hemostasis Hedner U. and Ingenslev J. (1993) Clinical use of recombi-
pada pembedahan, misalnya operasi hati atau nant FVIIa (rFVIIa). Transfus. S ci. 79, 163-7 6.
jantung yang terkait dengan defek hemostasis. Darah Herzog R.W. and High K.A. (1998) Problems and prospects
yang baru diambil ditempatkan dalam kuvet yang for gene therapy for haemophilia. Curr. Opin. Haematol.
kemudian diosilasi, gerakannya dipindahkan pada 5,327-6.
High K.A. (2000) Gene therapy for hemophilia. Hematol-
suatu jarum yang menulis pada kertas yang sensitif
ogy 2000. Am. Soc. Hemntol. Edttc. Prog. Book 525-30
terhadap panas. Sejalan dengan terbentuknya
Lakich D. et nl. (1993) Inversions disrupting the factor VIII
benang fibrin, bekuan fibrin memengaruhi per-
gene are a common cause of severe haemophilia A. Na-
gerakan jarum. Gambaran normal menunjukkan
ture Genet.5,236-41..
kecepatan pembentukan fibrin inisial, waktu sampai
Ljung R.C.R. (1998). Can haemophilic arthropathy be pre-
terbentuknya bekuan (masa pembekuan), kekuatan vented? B. I. Haentatol. 101, 215-19.
bekuan fibrin, indeks lisis bekuan atau retraksi. Pola Ljung R.C.R. (1999) Prophylactic infusion regimens in the
tipikal yang menunjukkan hasil-hasil pada fibrino- management of hemophili a. Throntb Hennst. 82, S2S-30.
lisis, hiperkoagulabilitas, hemofilia, dan trombosito- Lusher J.M.N. (2000) First and second generation recombi-
penia diperlihatkan dalam Gb. 20.10. nant factor VIII concentrates in previously untreated
patiens: recovery safety, efficacy and inhibition develoP- Mannucci P.M. and Giangrande P.L.F. (2000) Choise of
ment. Sem. Thromb, Hemost. (inpress). Replacemet therapy of hemophilia, recombinant prod-
Manucci P.M.(1998) Hemostatic drugs. N. Engl.l. Med.339, ucts only? Hematol ].7,72-6.
245-53. Pamphilon D. (2000) Review: viral inactivation of fresh fro-
Manucci P.M. (2001) Hemostatics Drugs. How I trut patient zen plasma, Br. J. Haematol.709,680-93.
with oan Willebrand dismse. Blood. 97, 1915-19,
BAB 21
Trombus adalah massa padat atau sumbatan yang polos dan fibroblas dalam tunika intima arteri.
terbentuk dari unsur-unsllr darah dalam sirkulasi. Pertr"rmblihan kembali endotel serta perbaikan pada
Trombosit dan fibrin membentuk struktur dasarnya. tempat kemsakan arteri dan trombus yang tercakup
Makna klinisnya disebabkan oleh iskemi akibat di dalamnya menyebabkan terjadinya penebalan
obstruksi vaskular lokal atau embolisasi jauh. dinding pembultrh darah.
Trombus terlibat dalam patogenesis infark miokard, Selain menynmbat arteri secara lokal, emboli
penyakit serebrovaskular, penyakit arteri perifer, dan trombosit dan fibrin dapat terlepas dari trombus
oklusi vena profunda. primer untlrk menyumbat arteri distal. Contohnya
Trombosis (baik arteri mauplrn vena) lebih sering adalah trombus arteria karotis yang menyebabkan
terjadi sejalan dengan bertambahnya usia dan sering trombosis serebrai dan serangan iskemik sementara
dikaitkan dengan faktor-faktor risiko, seperti operasi (trnttsitrtt isclrcnic nttnck, TIA) serta trombus katup
atau kehamilan. Istilah trombofilia digunakan untuk darr rtrang jarrtung varlg menyebabkan emboli dan
menjelaskan kelainan-kelainan mekanisme hemosta- infark sistemik (Gb. 21.1).
sis bawaan atau didapat yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya trombosis.
Fahor risiko klinis
Hipertensl
Diabetes melitus
Gout
Polisitemia
Me.rokok sigaret
Kelainan EKG
Peningkatan faktor Vll
Peningkatan fibrinogen
Lupus antikoagulan
Gambar.21.l Arteriogram memperlihatkan embolus bentuk pelana (sadd/e) Penyakit pembuluh darah kolagen
pada percabangan aorta (panah terputus-putus) dan embolus pada arteria iliaka Penyakit Behget
komunis sinistra (panah garis).
EKG, elektrokardiogram
Trias Virchow menunjukkan tiga komponen penting Mutasi gen faktor V Leiden (resisfensi
dalam pembentukan trombtts: terhadap protein C teraktivasi)
1. perlambatan aliran darah;
2. hiperkoagulabilitas darah; dan Ini adalah penyebab bawaan tersering peningkatan
3. kerusakan dinding pembuluh darah risiko trombosis vena. Keadaan ini terjadi pada
Pada trombosis vena, hal yang terpenting adalah sekitar 4o/o alel faktor V orang Kaukasia. Kelainan ini
peningkatan koagulabilitas sistemik dan statis, ke- pertama kali dikenali karena tidak ditemukan
rusakan dinding pembuluh darah kurang memiliki pemanjangan masa tromboplastin parsial teraktivasi
arti penting dibanding pada trombosis arteri, walau- (APTT) pada saat protein C aktif ditambahkan ke
pun kerusakan dinding pembuluh mungkin memiliki dalam plasma pasien-pasien tertentu. Protein C
arti penting pada penderita sepsis dan yang dipasang memecah faktor V aktif sehingga protein C aktif
kateter menetap. Stasis memungkinkan lengkapnya seharusnya memperlambat reaksi pembekuan dan
pembekuan darah pada tempat inisiasi trombus, memperpanjang APTT. Pada tahun 1994, alasan yang
misalnya di belakang kantung katup vena-vena mendasari fenomena ini diketahui merupakan suatu
tungkai pasien yang mengalami imobilisasi. polimorfisme genetik dalam gen faktor V (peng-
Tabel 27.2 mencantumkan sejumlah faktor risiko gantian arginin pada posisi 506 dengan glutamin-
yang telah diketahui. Arg 506-bulan) yang menjadikan faktor V kurang
.t
Trombosis dan'iorapi antitronbotitr 259
Kelainan henostasis herediter atau didapat Berkaltan dengan faktor-laktor yang tldak diketahui
Kadar laktor Vll, Vlll, lX, atau Xl yang tinggi Usia
Trauma berat
Keganasan
lnfark miokard
Trombositomia
rentan terhadap pemecahan oleh protein aktif (Gb. berantai polimerase (PCR) untuk mencari mutasi
21.3). Hal ini disebut mutasi faktor V Leiden. relatif sederhana dan uji ini sudah banyak dilakukan.
Frekuensi faktor V Leiden dalam populasi umum di Risiko absolut terjadinya trombosis bergantung pada
negara-negara Barat berarti bahwa kelainan ini tidak banyak faktor lain dan sulit untuk memberitahu
dapat dianggap sebagai mutasi yang jarang tejadi, pasien mengenai risiko mereka. Saat ini, tidak
tetapi sebagai polimorfisme genetik yang diper- dianjurkan untuk memulai terapi antikoagulan pada
tahankan dalam populasi (Gb. 21.4). Diperkirakan seseorang yang mengalami mutasi Leiden, bahkan
individu-individu dengan alel ini telah jika pasien tersebut homozigot tanpa terdapat
"mengalami", kemungkinan karena menurllnnya riwayat trombosis. Sebagian kecil pasien yang meng-
kecenderungan perdarahan. Kelainan ini tidak alami resistensi terhadap protein C teraktivasi tidak
meningkatkan risiko terkena trombosis arteri. mempunyai faktor V Leiden dan diduga mempunyai
Pasien heterozigot faktor V Leiden berisiko mutasi faktor V yang lain.
terkena trombosis lima kali lebih besar dibandingkan
populasi umum. Individu yang homozigot berisiko Delisiensi antitrcmbin
sekitar 50 kali lipat. Setelah terkena trombosis vena,
individu tersebut berisiko lebih tinggi terkena trom- Pewarisannya bersifat autosomal dominan. Terjadi
bosis ulang dibandingkan individu yang menderita trombosis vena berulang yang biasanya bermula
trombosis vena profunda (DVT), tetapi dengan faktor pada awal usia dewasa. Kadang-kadang terjadi
V yang normal. trombus arteri. Tersedia konsentrat antitrombin dan
Insidensi faktor V Leiden pada penderita trom- konsentrat ini digunakan untuk mencegah trombosis
bosis vena adalah sekitar 20-40"/,. Skrining reaksi pada saat operasi atau melahirkan. Banyak varian
iill:i::r,i,ittr,::a
260 j::::::-lr;ll:'
.;t
t@:4
a (d)
molekular antitrombin yang telah dikategorikan dan kecenderungan timbulnya nekrosis kulit dengan
dikaitkan dengan berbagai derajat risiko trombosis. terapi warfarin. Pewarisannya bersifat autosomal
dominan.
Defisiensi Protein C
Alel Protrombin G20210 A
Pewarisan bersifat autosomal dominan dengan
berbagai frekuensi manifestasi. Kadar protein C pada Alel protrombin G20210 A adalah suatu varian (pre-
heterozigot sekitar 50% dari normal. Secara khas, valensi 2-3"/" dalam populasi) yang menyebabkan
banyak pasien menderita nekrosis kulit akibat oklusi peningkatan kadar protrombin plasma dan pening-
pembuluh darah kulit saat diobati dengan warfarin, katan risiko trombosis sedikitnya dua kali lipat.
yang diduga disebabkan oleh penurunan kadar pro-
tein C lebih lanjut dalam satu atau dua hari pertama
setelah terapi warfarin sebelum terjadi penurunan
kadar faktor-faktor pembekuan yang tergantung l:;:;:_r::ri:_:
1
'ai
iit Prot€in C
,11
i:r/\ ,/ \
Defisiensi Protein S
ars 306 506 arg 679
I:l
Defisiensi protein S telah ditemukan pada sejumlah ' nsn
I
stn
tfl ,,
keluarga dengan kecenderungan trombosis. Protein S (b) I ' '':' ..1:- . lFaktorvLeiden
merupakan kofaktor protein C dan gambaran klinis-
nya mirip dengan defisiensi protein C, termasuk
Gambar. 21,3 Dasar genetik laktor V Leiden (a) Protein C aKif menginaktifkan
laktor Va melalui pemecahan proteolitik pada tiga tempat pada rantai berat Va.
(b) Pada mutasi laktor V Leiden, polimorfisme Arg 506-Gln menghasilkan
glutamin pada posisi 506 dengan inaktivasi faktor V yang kurang elektif dan
Gambar, 21,4 lnsidensi penderita karier laktor V Leiden di berbagai negara. peningkatan risiko trombosis.
262
Kemungkinan penyebab trombosis vena dengan mungkin hanya ditemukan jika terdapat defisiensi
mutasi ini dan dengan kadar faktor VII, IX, dan XI folat (hal44). Faktor risiko didapat untuk hiperhomo-
yang tinggi adalah bahwa pembentukan trombin sisteinemia mencakup defisiensi folat, vitamin 8,,
yang berkepanjangan menyebabkan regulasi pengu- atau vitamin Bu, obat-obatan (misal, siklosporin),
rangan (d own - r e gul a t i o n) fib r tnolisis melalui ak tivasi kerusakan ginjal, dan merokok. Kadarnya juga
inhibitor fibrinolisis yang diaktifkan trombin (lihat meningkat sejalan bertambahnya usia dan kadamya
hal.229). lebih tinggi pada pria dan wanita pascamenopause.
\* I
AAo"no"in
\ rur .
r
s-metir Homosistein
.
I
Asam folat
Trans-Sulfurasi
Sistationin
Gambar. 21.5 Metabolisme homosistein. Homosistein berasal dari metionin dalam makanan dan dimetabolisme melalui jalur trans-sulfurasi atau remetilasi. Trans-
sullurasi berlangsung menggunakan enzim sistationin P-sintase (CBS) dengan vitamin Bu sebagai kofaktor. Remetilasi melibatkan kerja metionin sintase (MS) pada 5-
metil-THF dengan vitamin B,, sebagai kofaktor. Selain itu, metilen tetrahidrofolat reduktase (MTHFR) juga terlibat dalam siklus ini.
+Ilitil ,i l'i{,llii+ffit$ 263
Trombosis Ven a P asc aoperasi risiko trombosis, yang sebagian besar dicegah
Hal ini lebih mungkin terjadi pada orang tua, dengan penggunaan preparat estrogen dosis rendah.
obesitas, gemuk, orang dengan riwayat trombosis
vena sebelumnya atau riwayat trombosis vena dalam Sindrom Antifosfolid
keluarga, dan pada mereka yang menjalani operasi
besar pada abdomen atau panggul. Sindrom ini dapat didefinisikan sebagai terjadinya
trombosis atau keguguran berulang yang disertai
Stasis Vena dan Imobilitas dengan bukti laboratorium adanva antibodi antifos-
folipid yang menetap. Salah satu antibodi anti-
Faktor-faktor ini kemungkinan besar bertanggung fosfolid adalah "lupus antikoagulan" (LA) yang
jawab atas tingginya insidensi trombosis vena dideteksi pertama kali pada penderita lupus eritema-
pascaoperasi dan atas trombosis vena yang berkaitan tosus sistemik (SLE) dan diidentifikasi dengan APTT
dengan gagal jantung kongestif, infark miokardium, plasma yang memanjang yang tidak terkoreksi
dan vena varikosa. Pada fibrilasi atrium, pemben- dengan campuran plasma normal 50:50. Uji kedua
tukan trombin akibat akumulasi faktor-faktor pem- yang bergantung pada pembatasan kuantitas fosfo-
bekuan aktif menyebabkan tingginya risiko emboli lifid seperti uji racun ular Russel viper yang diencer-
sistemik. Penggunaan pelemas otot selama anestesi kan (dilute Russel aiper aenom test) juga digunakan
juga dapat menyebabkan stasis vena. Frekuensi dalam penegakan diagnosis. Uji ini mewakili
trombosis vena juga lebih tinggi setelah perjalanan sebagian sindrom antibodi antifosfolid (ApS) dan
udara yang lama. jika lupus antikoagulan relatif pada fase cair, antibodi
antifosfolid (APA) lain seperti antibodi antikardio-
Keganasan lipin (ACA) dan antibodi terhadap Fr-glikoprotein
(0r-Cn4 diidentifikasi dengan pemerilsaan imuno-
Penderita karsinoma payudara, paru, prostat, pan-
logik fase padat. Pemeriksaan fase padat maupun uji-
kreas, atau usus memiliki peningkatan risiko trorn-
bosis vena. Adenokarsinoma yang mensekresi musin
uji koagulasi untuk LA harus dig,unakan dalam
dapat disertai oleh DIC. penegakan diagnosis APS. Seperti pada penderita
SLE, APS juga ditemukan pada kelainan autoimun
lain, terutama pada jaringan ikat, penyakit limfo-
Kelainan Darah proliferatif, pascainfeksi virus, dengan obat-obat
Peningkatan viskositas, trombositosis, perubahan tertentu termasuk fenotiazin dan sebagai suatu
reseptor membran, dan respons trombosit adalah fenomena idiopatik pada subjek yang sehat. Sebalik-
faktor-faktor yang mungkin menyebabkan tingginya nya, jika melihat namanya, keadaan ini dikaitkan
insidensi trombosis pada penderita polisitemia vera dengan trombosis arteri dan vena. Trombosis arteri
dan trombositopenia esensial. Terdapat insidensi dapat menyebabkan iskemia ekstremitas perifer,
trombosis vena yang tinggi, termasuk trombus pada stroke, atau infark miokardium. Seperti pada
vena-vena besar (misal, vena hepatika) pada pen- penyebab-penyebab trombofilia yang lain, terdapat
derita hemoglobinuria nokturnal paroksimal. juga keterkaitan dengan abortus berulang akibat
Peningkatan kecenderungan trombosis vena telah infark plasenta (Tabel 21.3). Manifestasi kulit yang
diamati terjadi pada penderita penyakit sel sabit dan sering dijumpai adalah trombositopenia dan livedo
penderita trombositosis pascasplenektomi. retikularis. Pengobatannya adalah dengan antiko-
agulan jika ada indikasi. Biasanya rasio normalisasi
Terapi Estrogen
internasional (International nsrmalized ratio, INR)
dipertahankan antara 2,0 dan 3,0 dengan warfarin
Terapi estrogen (terutama terapi dosis tinggi) ber- tetapi mungkin diperlukan kadar yang lebih tinggi
kaitan dengan peningkatan kadar faktor II, VII, IX, bila telah terjadi trombosis arteri atau trombosis vena
dan X dalam plasma serta menurunnya kadar profunda sebelumnya atau terjadi trombosis ber-
antitrombin dan aktivator plasminogen jaringan di ulang selama terapi warfarin. Aspirin dan heparin
dinding pembuluh darah. Terdapat insidensi trom- dosis rendah berguna dalam penatalaksanaan ke-
bosis vena pascaoperasi y*g tinggi pada wanita- guguran bemlang.
wanita yang mendapat terapi estrogen dosis tinggi Penyakit vaskular kolagen dan sindrom Behsget
dan kontrasepsi oral yang mengandung estrogen juga dikaitkan dengan trombosis arteri dan vena,
dosis penuh. Terapi sulih hormon juga meningkatkan dengan atau tanpa adanya lupus antikoagulan.
i:l; Kapita,SelektaH- J lW'
Tabel 21.3 Keterkaitan klinis antara lupus antikoagulan dan antibodi 2. Pemeriksaan sediaan hapus darah-dapat mem-
antikardiolipin berikan bukti adanya penyakit mieloproliferatif;
gambaran letrkoeritroblastik mungkin menunjuk-
Trombosis vena kan penyakit keganasan.
Trombosis vena profunda/emboli paru 3. Masa protrombin (PT) dan APTT-APTT yang
Vena renalis, hepatika, vena retina. memendek sering ditemukan pada keadaan-
Trombosit arteri keadaan trombotik dan dapat menunjtikkan
Keguguran berulang adanya faktor-faktor pembekuan aktif. Tes APTT
Trombositopenia yang memanjang, yang tidak terkoreksi oleh
Livedo retikulakis
penambahan plasma normal, mengarah pada 'lu-
pus antikogulan' atau inhibitor didapat terhadap
suatu faktor pembekuan.
4. Masa trombin dan masa reptilase-pemanjangan
Konsentrat laktor lX mengarah pada kelainan fibrinogen
Trombosis vena dapat menyulitkan penggllnaan 5. Pemeriksaan fibrinogen
konsentrat faktor IX yang mengandung faktor 6. Uji resistensi terhadap protein C aktif (APC) dan
pembekuan aktif dalam jumlah yang sangat sedikit. analisis DNA untuk faktor V Leiden
Pasien yang sangat berisiko adalah penderita 7. Antitrombin-pemeriksaan imunologik dan
penyakit hati yang tidak mampu membersihkan fungsional
faktor-faktor aktif tersebut. 8. Protein C dan protein S-pemeriksaan imuno-
logik dan fungsional
9. Analisis gen protombin untuk varian G 20210 A
Defisiensi glukosilseramid
10. Pengukuran homosistein plasma
Kadar glikolipid glukosil seramid plasma yang Bahkan pemeriksaan lengkap pada banyak pasien
rendah merupakan faktor risiko potensial untuk kadang tidak menunjukkan adanya kelainan
terjadinya trombosis vena terutama pada pasien pria sehingga pengobatan dengan antikoagulan oral
usia muda. Glikolipid tersebut memodulasi jalur pro- tetap bersifat empiris
tein C. .11. Uji lisis asam dan uji-uji r.rntuk ekspresi CDun dan
CDr, (pada hemoglobinuria nokturnal parok-
sismal) lebih disukai bila diduga terdapat hemo-
globinuria noktttrnal paroksimal.
PEMERIKSAAN TROMBOFILIA
pun demikian, teknik ini bersifat invasif dan menim- kegunaan dalam pengobatan trombosis arteri kurang
bulkan nyeri dengan risiko reaksi terhadap kontras jelas.
dan DVT yang diinduksi oleh tindakan tersebut.
perkuat godolinium adalah teknik yang relatif baru, Anti Xa: anti lla 1:1 2:1 sampai 4:1
mahal, tetapi akurat.
Menghambat lungsi trombosit Ya Tidak :,
507o 100%
sional tetapi bersifat invasif dengan komplikasi,
seperti aritmia atau reaksi kontras (walaupun Waktu paruh
Heparin berat molekul rendah (low moleculnr dalam pengobatan DVT akr"rt atau embollls paru.
weight hepnrin, LMWH) dengan berat molekul 2000- Pada orang dewasa, dosis sebesar 30.000-40.000 unit
10.000 diproduksi melalui depolimerisasi enzimatik selama 24 jam (1000-2000 unit/jam dengan dosis
atau kimia dari heparin yang tak terfraksionasi, pembebanan 5000 unit) biasanya memberi hasil
LMWH mempunyai kemampuan yang lebih besar memuaskan. Terapi dipantau dengan mempertahan-
untuk menghambat faktor Xa daripada menghambat kan APTT antara 1,5 dan 2,5 kali nilai normal.
trombin dan kurang berinteraksi dengan trombosit Biasanya terapi walfarin dimulai 2 hari setelah mulai
dibandingkan heparin standar, sehingga kecen- terapi heparin dan heparin dihentikan jika INR
derungan unluk menyebabkan perdarahan lebih kecil. sudah melebihi 2,0 selama 2 hari berturut-turut. Pada
Obat ini juga mempunyai bioavailabilitas yang lebih sindrom koroner akut, penggunaan heparin tidak
besar dan waktu paruh yang lebih lama dalam terfraksionasi maupLrn heparin dengan berat
plasma sehingga memungkinkan pemberian satu molekul rendah bermanfaat bila digunakan bersama
kali sehari pada profilaksis atau pengobatan (Tabel aspirin sebagai pencegahan trombosis mural, embo-
27.4). lisasi sistemik, dan trombosis vena.
Heparin subkutnn Suntikan subkutan intermiten lebih
lndikasi disukai bila heparin diberikan sebagai profilaksis
terhadap trombosis vena, misalnya untuk prosedur
Heparin digunakan secara rutin pada trombosis vena
bedah. Dosis lazim adalah 5000 unit tiap 12 jam
profunda, emboli paru, dan angina pektoris tak stabil.
sebelum operasi diikuti dengan dosis ini tiap 8-12
Heparin juga banyak digunakan sebagai profilaksis jam selama 7 hari atau sampai pasien dapat bergerak.
trombosis vena dan merupakan obat pilihan bagi Heparin dengan berat molekul rendah (lihat di
perempuan yang memerlukan antikoagulan selama bawah) biasanya lebih disukai karena dapat diberi-
kehamilan karena obat ini tidak melewati plasenta. kan hanya sekali sehari.
Heparin juga digunakan selama operasi pintas (bypass)
kardiopulmonal, untuk mempertahankan patensi Heparin berat molekul rendah
infus vena menetap dan pada beberapa kasus DIC
apabila manifestasi yang dominan adalah vaso-oklusif. Heparin berat molekul rendah diberikan melalui
injeksi subkr-rtan dan karena waktu paruhnya lebih
lama dibandingkan heparin standar, maka dapat
Pemberian dan kontrol laboratorium
diberikan sekali sehari sebagai profilaksis, atau sekali
Heparin standar atau dua kali sehari sebagai pengobatan (Tabel 21.4).
Pemantauan APTT tidak diperlukan. Dosis nmum
Infrc intrnaenn kontinu. Ini memungkinkan pengen- adalah tinzaparin 175trnit/kganti Xa atau dalteparin
dalian terbaik terapi heparin dan lazim digunakan 200 unit/kg anti Xa secara subkutan tiap hari.
Heparin dengan berat molekul rendah mulai
menggantikan heparin terfraksionasi untuk heparin
DVT meliputi emboli paru dan sekarang banyak pen-
derita DVT tanpa komplikasi yang dapat ditangani
di rumah dengan injeksi heparin dengan berat
molekul rendah secara teratur sekali atau dua kali
sehari sesuai preparat. Lama tinggal di rumah sakit
yang lebih singkat ini dapat mengompensasi biaya he-
parin dengan berat molekul rendah yang lebih mahal.
Komplikasi
Heparin tidak terfraksionasi dengan sejumlah efek
samping. Risiko komplikasi tersebut tampaknya
I
Y berkurang sekitar 50% dengan pengglrnaan heparin
Fibrinogen .- Flbrin
dengan berat molekul rendah.
Gambar. 21.6 Kerja heparin. Heparin mengaktilkan antitrombin yang kemudian Perdarahdn selama terapi heparin
membentuk kompleks dengan faktor-faktor pembekuan protase serin aktif
(trombin, Xa. lXa, dan Xla) dan menginaktifkan faktor-faktor pembekuan
Perdarahan mungkin disebabkan oleh pemberian
tersebut. antikoagulan jangka panjang yang berlebihan atau
!.;trjr::, .i::ri;.:ii ii!ia{i:1: ': :t.
::it:t:-: I :iri i,r!i:i:
: rrr::=: nti ff$'iii.F"$irllifi1$ ;ioliir,
:'lr'i
rir ..:-
l .'
,. . zol
:.,:r:iisii
ti:1li:r ;
I r{::, :::
,
:j
: -,
, ..
::,;,
.
,. ii: : ,:
efek fungsional antitrombosit dari heparin. Heparin heparin tak terfraksionasi, tetapi terdapat reaktivitas
intravena mempunyai waktu paruh kurang dari satu silang antibodi. Terapi warfarin pada beberapa kasus
jam dan biasanya hanya diperlukan untuk meng- menyebabkan nekrosis kulit dan hams ditunda
hentikan infus. Protamin dapat menginaktifkan sampai tercapai antikoagulasi altematif.
dengan segera, untuk perdarahan berat, dosis prota-
min sebesar 1mg/100 unit heparin memberikan Osteoporosis
netralisasi yang efektif. Walaupun demikianr pro-
tamin sendiri dapat bekerja sebagai antikoagulan bila Hal ini terjadi pada terapi heparin jangka panjang (>2
berlebihan, bulan), terutama saat kehamilan. Obat membentuk
kompleks dengan mineral tulang, tetapi patogenesis
Trombositopenia yang diinduksi heparin
pastinya belum diketahui.
Trombositopenia
Regimen awal yang khas untuk warfarin adalah 10 Sekitar 97o/o warfarin dalam sirkulasi berikatan
mg pada hari I, 10 mg pada hari kedua, dan kemu- dengan albumin dan hanya sebagian kecil warfarin
dian 5 mg pada hari ketiga. Setelah itu dosis hams yang bebas dan dapat memasuki sel parenkim hati.
disesuaikan menurut PT. Dosis rumatan lazim untuk Fraksi bebas inilah yang aktif. Dalam sel-sel hati,
warfarin adalah 3-9 mg per hari, tetapi respons setiap warfarin didegradasi dalam mikrosom menjadi
individu sangat bervariasi. Dosis yang lebih rendah metabolit inaktif yang larut dalam air, yang lain
dianjurkan untuk pasien usia lanjut atau pasien dikonjugasi dan dieksresi dalam empedu dan
dengan penyakit hati. direabsorbsi sebagian untr-rk dikeh'rarkan dalam
Indikasi dan kisaran yang dianjurkan untuk rasio urine. Obat yang mempengaruhi pengikatan dengan
internasional yang dinormalkan (Internnsionril Nor- albumin atau ekskresi warfarir-r (atau antikoagulan
malized Rafio, INR) dengan terapi warfarin dirang- oral lainnya) atau obat yang menttnlnkan absorpsi
kum dalam Tabel 21.5. Efek anti koagulan oral di- vitamin K akan mengganggu pengendalian terapi
pantau dengan PT. INI{ digunakan dan didasarkan (Tabel21.6).
pada rasio PT pasien terhadap PT normal rata-rata
dengan koreksi untuk sensitiuitas tromboplastin yang
digunakan. Nilai ini dikalibrasi terhadap trombo- Penan ganan overdosis warlarin
plastin standar primer Badan Kesehatan Dunia
(wHo). Bila INR lebih dari 4,5 tanpa perdarahan, warfarin
Warfarin melewati plasenta dan bersifat terato- hartrs dihentikan selama 1 atau 2 hari dan dosisnya
genik. Heparin lebih disukai pada pasien hamil disuntikkan sesuai INR. Waktu pamh warfarin yang
karena tidak melewati plasenta dan kerjanya jangka panjang (a0 jam) menttnda efek penuh perubahan
pendek. dosis selama 4-5 hari. Perdarahan ringan biasanva
Melanjutkah warfarin dalam jangka pendek hanya memerlukan pemeriksaan INR, penghentian
sampai sedang (sampai dengan 6 bulan) lazim obat, dan selanjutnya penyesuaian dosis (Tabel21.7).
digunakan untuk DVT yang sudah pasti, emboli pam Perdarahan serius mungkin memerlukan peng-
dan setelah operasi katup jantung xenograf atau hentian terapi, terapi vitamin K atau infus plasma
pintas koroner. Terapi jangka panjang diberikan beku segar atau konsentrat faktor. Namun faktor
untuk trombosis vena bemlang, untuk komplikasi yang disebutkan terakhir membawa risiko DIC dan
emboli pada penyakit jantung rematik atau fibrilasi keduanya dapat menularkan virus. Vitamin A adalah
atrium, serta pasien dengan katup prostetik dan antidotum spesifik; dosis 2,5 mg secara oral atau
cangkok arteri. Warfarin juga diberikan jangka intravena biasanya efektif, tetapi dosis yang lebih
panjang pada pasien dengan penyebab trombofilia tinggi mengakibatkan resistensi terhadap terapi
yang berat (misal, lupus antikoagulan dan riwayat warfarin selanjutnya selama 2-3 minggtt.
trombosis).
OBAT FIBRINOLITIK
Tabel 21.5 Uji kontrol antikoagulan oral. Kadar target
Sejumlah obat fibrinolitik mampu melisiskan
direkomendasikan oleh British Society ol Haematology (2000)
trombus baru (Tabel 21.8). Obat-obat tersebut dapat
INR target Keadaan klinis digunakan secara sistematik untuk penderita infark
miokard akut, emboli parr"r mayor atau trombosis
2,5 (2,G3,0) Pengobatan OVT, emboli paru, fibrilasi atrium, DVT
iliofemoral, dan secara lokal pada penderita oklusi
rekuren setelah lepas warfarin; trombofilia
herediter simtomatik, kardiomiopati, trornbus arteri perifer akttt.
mural, kardioversi ,
Pemberian obat trombolitik telah disederhanakan
dengan regimen dosis yang baku. Terapi ini paling
3,5 (3,S4,0) DVT rekuren pada saat masih diterapi heparin,
katup iantung prostetik mekanik, sindrom'
' efektif dalam 6 jam pertama setelah gejala mulai
antitoslolipid (beberaPa kasus) timbul, tetapi masih bermanfaat sampai dengan 24
jam. Streptokinase diberikan dalam dosis pem-
bebanan sebesar 250.000 unit diikuti dengan rumatan
DVT (deep vein thrombosis), trombosis vena profunda; INR (international
normatized ratio\, rasio internasional yang dinormalisasi
100.000 unit tiap jam selama 72 24 jam. Pada infark
269
Tabel 21.6 Obat dan faktor-faktoi' lain yang menggangu kontrol terapi antikoagulan
;
Olat yan$menelen elet koumarin : r'.
:t '',
,- ;,i,1"r,:1' ,;. : ,:.:,i - '1':-"i' r r ' i ...,,.:
NB' Pasien juga lebih besar kemungkinan mengalami perdarahan bila mendapat obat antitrombosit (misal, NSAID, dipiridamol, atau aspirin); alkohol dalam jumlah
besar memperkuat kerla warfarin.
miokard akut, streptokinase diberikan sebagai dosis Tabel 21.7 Rekomendasi penatalaksanaan perdarahan dan antiko-
tunggalsebesar 1.500.000 unit dalam 60 menit. Terapi agulasi bedebih dari British Comitee For Standards ln Haematology
aspirin juga diberikan dan kegunaan terapi heparin (2000)
OBAT ANTITROMBOSIT FFP, plasma beku segar; lNR, rasio internasional yang dinormalisasi.
.1
mg vitamin K dapat diberikan secara oral untuk menurunkan INR secara
Peranan obat-obatan antitrombosit makin meningkat cepat sampai ke kisaran terapeutik dalam waKu 24 jam pada semua pasien
dalam kedokteran klinik. Sekarang telah jelas di- dengan INR di atas kadar terapeutik dan tanpa perdarahan.
270 ffi$ffi|$i$-' ,*, '1.'*+r*.r,:"Fs.i$,.?,ffi$.ffrt, W,,S t- ':rr .*#i'l.}T, l,,,' .tli,ii il|illff.5nttt**
Tabel 21,8 Obat fibrinolitik-aktivator plasminogen Aspirin Aspirin menghambat siklooksigenase trom-
bosit secara ireversibel, sehingga menurunkan
Streptokinase (SK) produksi tromboksan A, trombosit. Telah dikemuka-
AKivalor plasminogen jaringan (tPA) kan bahwa siklooksigenase endotel vaskular kurang
Ahivaor plasminogen tipe uroklnase rantaitunggal (SCU+A} : sensitif terhadap aspirin dibandingkan dengan
,
Kompleks aktivator plasminogen-streptokinase terasilasi (APSAC) siklooksigenase trombosit. Terapi dosis rendah
(misal, 75 mg sehari lebih efektif dibandingkan
dengan dosis standar dalam meningkatkan rasio
prostasiklin:tromboksan A, dan mungkin mem-
Tabel 21.9 Kontraindikasi lerapi trombolitik
punyai efek antitrombosis yang lebih besar. Aspirin
Kontraindikasi absolul Koniraindikasi relatif
digunakan pada pasien dengan riwayat penyakit
arteri koroner atau serebrovaskular. Aspirin juga
Perdarahan gastrointestinsl Resusitasi kardiopulmonal traumalik : berguna dalam mencegah trombosis pada penderita
,, aktif Oporasi besar dalam 10 hsri terakhir trombositosis.
RuPfurSorta. .'.,:t.,',,',' Riwayat perdarahan gastroinisstinal
Cedera kepala alau stroke sebelumnya
: Dipiridamol (Persantin) Obat ini merupakan suatu in-
dalamduabulanlerakhir Earu mengalami persalinan obstetri[
:Bedah saral dahm dua bulan
hibitor fosfodiesterase yang diyakini meningkatkan
Pungsi arteri sebelumnya
,,. tsysldii:- ,, ,, ,,, kadar adenosin monofosfat siklit (cAMP) dalam
Biopsi organ sebelumnya
Aneurisma,,ahu neoplasma trombosit yang bersirkulasi, yang mengurangi sen-
:ihtrakanlal .- . Trauma serius sitivitas trombosit tersebut terhadap stimulus yang
Hipertensi arterial berat (lekanan mengaktivasi. Dipridamol telah terbukti mengurangi
Reiinopati ;diabetii,prollferatif
sistolik >200 mmHg , tekanan
diastolik >110 mmHg
komplikasi tromboemboli pada penderita katup
jantung prostetik dan memperbaiki hasil pada
Diatesis perdarahan
operasi pintas koroner.
Trombosit
Asoirin
suifin- +
prrazon Reseptor Gp
IO
tnnioisi membran trombosit. Dekstran melapisi permukaan dan
Agregasi I
mengganggu adhesi dan agregasi. GP, glikoprotein
;iliirf,lY.jiffrt: ;";1liil 271
Ticlopidine Obat ini merupakan obat antitrombosit Epstein EH. (1998) Homocysteine and atherothrombosis.
yang digunakan setelah angioplasti koroner. Efek N.Engl. I. Med. 338,1042-50
sampingnya meliputi neutropenia dan trombosito- Guidelines on the investigation and management of the
penia. Obat ini telah digantikan oleh clopidogrel. antiphospholipid syndrome (2000) Br. I. Haematol.
709,704-15
Clopidogrel Obat ini merupakan obat antitrombosit Hirsh J. and Weitz J. Q999) New antithromboticagents.
yang digunakan untuk mengurangi kejadian iskemia Lancet. 353,1431-5.
pada penderita stroke iskemik infark miokard atau Kearon C. and Hirsh J. Q997) Management of anticoagula_
tion before and after elective surgery. N . Engl. y . tttted. ne
penyakit pembuluh darah perifer. Obat ini diguna- ,
1506-11.
kan setelah pemasangan stent arteri koroner atau
Lane D.A. and Grant P.J. (2000) pole of hemostatic gene
angioplasti koroner. polymorphisms in venous and arterial thrombotic dis-
ease. Blood 95, 1517 -32.
Abciximab Obat ini merupakan suatu antibodi
Lensig A.WA. et al. (1999) Deep-vein thrombosis. Lancef
monoklonal yang menghambat reseptor Gp IIblIIIa 3s3.479-8s.
Obat ini digunakan bersama heparin dan aspirin Levine M. et al. (1996) A comparison of low molecular
]'ntuk pencegahan komplikasi iskemik pada pisien weight heparin administered primarily at home with
berisiko tinggi yang menjalani angioplisti koroner unfractionated heparin administered inthe hospital for
transluminal perkutaneus. Obat ini hanya bisa proximal deep vein thrombosis. N. Engl.l. Med. tg4,6Z7_
digunakan sekali. 81.
MacCallum P.K. and Meade T.W. (eds) (1999) Thrombo_
Obat antitrombotik spesifik Obat-obat terbaru telah phtlia. Clin. Haematol. 12, 329403.
dikembangkan untuk mengubah keseimbangan Meijers j.C.M., Tekelenburg W.L.H., Bouma B.N. ef a/.
(2000) High ievels of coagulation factor XI as a risk factor
metabolisme prostaglandin fisiologis. prostasiklin
intravena telah digunakan dalam uji klinis pada for venous thrombosis. N. Engl. J. Med. g42,696-701.
Perry D.J. (1999) Hyperhomocystein aemia. CIin. Haematol.
penderita penyakit pembuluh darah perifer dan pur-
12,45L-78.
pura trombositopenia trombotik. Obat tersebut juga Prandoni P. and Mannucci p.M. (1999) Deep-vein thrombo_
telah mengurangi penyumbatan pintas arteriovenosa sis of the lower limbs: diagnosis and minagem ent. Clin.
pada pasien hemodialisis Haematol. 12,53344.
Rosendaal F.R. (1999) Venous thrombosis: a multicausal
disease. Lancet 353, 1167-73.
Shapiro S.S. (1996) The lupus anticoagulant/antipho-
pholipid syndrome. Ann. Rea. Med.47,53S_SS.
KEPUSTAKAAN Simonneau G. et al. (1997) A comparison of iow molecular
weight heparin with unfractionated heparin for acute
Baglin T. dkk. (1998) Guidelines on oral anticoagulation: ed
pulmonary embolism. N. Engl. I. Med. 9i7,663_9.
Thorogood M. (1998) Oral contraceptives and thrombosis.
3. Br. J. Haematol.701,374-87.
Curr. Opin. Haenntol. 5, 350-54.
Bertina R.M. dkk. (1994) Mutation in blood coagulation
Wertz J. Q997) Low molecular-weight heparins . N .Engl.
factor V associated with resistance to activated piotein C. | .
Med.337,688-54.
Nature 369,64-7.
Wood K. (ed) For the British Committee for Standards in
British Society for Haematology (1992) Guidelines on the
Haematology (2O00) Standard Haematology practice 2:
use and monitoring of heparin: second revision. I. CIin.
Pathol. 46,97-103.
Guidelines in Oral Anticoagulation. Blackwell Science,
Dahlback B. dkk. (1993) Familial thrombophilia due to Oxford; pp.104-29.
poor anticoagulant response to activated protein C. proc,
Natl. Acad. Sci. USA 90, 1004-8.
',111 i:.'":.::: -. I l
iiiiilll*lilifll. ! BABi?Z.''=
272
Peryhahan hematologi pada periyakii.sistemtk
(eritrosit berinti dan prekursor granulosit dalam hemolitik autoimnm pada limfoma maligna dan
sediaan hapusan darah), defisiensi folat, hemolisis, kadang-kadang, dengan tumor lain; aplasia eritrosit
dan penekanan sumsum tulang akibat radioterapi primer pada timoma atau limfoma; serta sindrom
atau kemoterapi (Tabel 22.2). Penyebab lain anemia mielodisplastik sekunder karena kemoterapi. Ter-
leukoeritroblastik meliputi mielofibrosis, leukemia dapat kaitan pula antara anemia pernisiosa d".gur",
akut dan kronis, serta anemia hemolitik berat atau karsinoma lambung.
anemia megaloblastik. Anemia pada penyakit keganasan mungkin
Anemia hemolitik mikroangiopatik (hal. 61)
-berespons sebagian terhadap eritropoietin. Asam
terjadi pada adenokarsinoma yallg mensekresi musin folat sebaiknya hanya diberikan jika terdapat
(Gb22.2), temtama vang terjadi pada lambung, parLr, kepastian bahwa anemia megaloblastik disebabkan
dan payudara. Bentuk anemia yang lebih jarang oleh defisiensi folat; pemberian asam folat dapat
terjadi pada penyakit keganasan adalah anemia "memberi makan" tumor.
e{
"l ..'
,\' 9,**
*ut..-3I
.*t
I
-:t+
:f
f$
lrj
gi- l
'$
&
:' ,. ir . l_tl":=::iii:i:qri
,, 'i il ''
Gambar'22.1 Karsinomametastasispadaaspiratsumsumtulang: (a) Payudara; (b) Lambung: (c) Kolondanbiopsi trephinsumsumtulang; (d) prostat; (e) Lambung;
(l) Ginjal. (Lihat Gambar Berwarna hat. A-45).
274
%e n4l.*as:.:H"b&
'W-r;{;;j':'r1.-od
*:".ffi,q;r?"ffi
S.?*.qe if bT#s p s#A W H_#
Gambt.22.2 Sediaan hapus darah tepi pada adenokarsj-
noma lambung metastatik yang mensekresi musin
menunjukkan polikromasi dan fragmentasi eritrosit serta j; ;af$fuPy ; ':j.i*0r1: i; ,-* l
''c:-i' ff#;
trombosrtopenia. Pasien tersebut menderita koagulasi intra-
vaskular diseminata. (Lihat Gambar Berwarna hal. A.43).
n #xc> #8{;:-
atau perdarahan spontan akibat adanya suatu inhibi- antikoagulan dijabarkan pada hal. 263. Antikardio-
tor didapat terhadap salah satu faktor koagulasi, lipin yang beredar ini menggangu pembekuan darah
yang tersering adalah faktor VIII, atau akibat para- dengan cara mengLlbah pengikatan faktor-faktor
protein yang menggangu fungsi trombosit. pembekuan pada fosfolipid trombosis dan mempa-
kan faktor presdisposisi untuk teqadinya trombosis
arteri dan vena serl.l abortus bemlang. Antibodi ter-
ARTRITIS REUMATOID (DAN KELAINAN
JARTNGAN tKAT LA|N)
F
Pada penderita artritis reumatoid, anemia penyakit {
kronis yang terjadi sesnai dengan beratnya penyakit.
Pada beberapa pasien, anemia dipersulit oleh
defisiensi besi akibat perdarahan saluran cerna yang
disebabkan oleh terapi salisilat, obat anti inflamasi
, !.:.'1', ',-at
/"; ., U' 6
nonsteroid, atau kortikosteroid. perdarahan pada I
sendi, yang meradang mungkin juga merupakan t,t I
salah satu faktor yang berperan. Hipoplasia sumsum :d t*.i
2:,
'1,
J .t
tulang dapat terjadi setelah terapi dengan emas. pada
JI
sindrom Felty, splenomegali disertai oleh netropenia "-l
(Gb. 22.3) dan dapat ditemukan anemia serta trombo-
sitoperia. Pada lupus eritematosus sistemik (systemic
luptrs erythemntostts, SLE) mungkin terdapat anemia
penyakit kronis dan 50% pasien tersebut mengalami
leukopenia dengan hitung netrofil dan limfosit yang
menurlrn yang sering dikaitkan dengan kompleks
imun dalam peredaran darah. Gangguan ginjal dan
perdarahan gastrointestinal yang diinduksi obat juga
menyebabkan anemia. Anemia hemolitik autoimun
(biasanya dengan imunoglobulin G (ISG) dan
komponen komplemen C3 pada permukaan eritrosit)
ditemukan pada5"/. pasien dan mungkin merupakan
gambaran sindrom tersebut. Mungkin dijumpai
Gambar. 22.3 Penyakit Felty: (a) Deformitas tipikal artritis rematoid pada tangan
trombositopenia autoimun pada 5% pasien. Lupus dan (b) Splenomegali, (Lihat Gambar Berwarna hal. A-44)
276 iilii L,rt:l
Kapila $elekta Hematologi
taffi \-r'e
L @il^H@^&:lw
)d'@ ffi*ffi&t
i4WE*W@fr Gambar. 22.4 Sediaan hapus darah tepi pada gagal ginjal
kronis memperlihatkan akantositosis eritrosit dan banyak
burr cell. (Lihal Gambar Benivarna hal. A-46).
sebut mungkin menyebabkan reaksi Wasserman asidosis uremik. Oleh karena itu gejala derajat ane-
positif palsu, dan antibodi anti-DNA biasanya positif. mia pada pasien relatif ringan.
Penderita arteritis temporal dan polimialgia Terdapat faktor-faktor lain yang dapat memper-
reumatika memiliki ESR yang meningkat, roulenux buruk anemia pada gagal ginjal kronis (Tabel 22.3).
eritrosit yang jelas pada sediaan hapus darah, serta Faktor ini mencakup anemia penyakit kronis, defi-
respons imunoglobulin poliklonal. Kelainan-kelain- siensi besi akibat kehilangan darah selama dialisis
an tersebut dan penyakit pembuluh darah kolagen atau akibat perdarahan karena gangglran fungsi
lainnya dikaitkan dengan anemia penyakit kronis. trombosit, dan defisiensi folat pada beberapa pasien
GAGAL GINJAL
Anemia
Produksi erif opoetin berkurang
Anemia Kelebihan aluminium pada pasien dialisis
Anemia penyakit konis
Anemia normokromik terdapat pada sebagian besar Delisiensi besi
penderita gagal ginjal kronis. Umumnya terdapat Kehilangan darah, misal dialisis, venaseksi, ganguan fungsi trombosit
penurunan hemoglobin 29ldl untuk setiap kenaikan Delisiensi folat
10 mmol/l kadar ureum darah. Produksi eritrosit Hemodialisis kronis ianpa terapi pengganti
terganggu akibat sekresi eritropoietirr yang terl-
Fungsi iombosit abnormal
ganggu (lihat Gb. 2.5). Serum uremik juga terbukti
mengandung faktor-faktor yang menghambat proli- Trombositopenia
ferasi progenitor eritroid tetapi (dengan memandang Diperantarai kompleks imun, misal lupus eritematosus sistemik,
respons yang sangat baik terhadap eritropoietin pada poliarteritis nodosa.
sebagian besar pasien) relevansi klinisnya meragu- Beberapa kasus nefritis akut dan alograf sesudahnya
kan. Terjadi pemendekan masa hidup eritrosit yang Sindrom hemolitik uremik dan purpura trombositopenik trombotik
bervariasi dan pada uremia berat, eritrosit menun-
Trombosis
jukkan kelainan berupa spikula (luri) dan burr cell
Beberapa kasus sindrom nefrotik
(Gb.22.4). Peningkatan kadar 2,3 difosfogliserat (2,3-
DPG) eritrosit sebagai respons terhadap anemia dan Polisitemia
hiperfosfatemia menyebabkan penunlnan afinitas Pada resipien alogral ginjal
oksigen dan pergeseran kurva disosiasi oksigen he- Jarang terjadi pada karsinoma sel ginjal, kista, penyakit arteri
moglobin ke kanan (hal. 16), yang ditambah oleh
; t rf, --'rt ,:,1 !,,:r :il:li:::.::i'ii
ii i : !.rlr?:
277
dialisis kronis. Kelebihan aluminium pada pasien- dengan anemia makrositik ringan dan sering disertai
pasien yang menjalani dialisis kronis juga meng- sel target terutama akibat bertambahnya kolesterol
hambat eritropoiesis. penderita ginjal polikistik dalam membran (Gb. 22.5a). Faktor penyebab ane_
biasanya mempertahankan produlsi eritiopoietin mia dapat mencakup kehilangan darah (misal,
dan mungkin menderita anemia yang lebih ringan varises yang berdarah) dengan defisiensi besi,
dibandingkan derajat gagal ginjal. defisiensi folat dari makanan, dan penekanan he_
mopoiesis langsung oleh alkohol. Alkohol mungkin
Pengobatan mempunyai efek inhibisi pada metabolisme folat dan
kadang-kadang dikaitkan dengan perubahan sidero_
Terapi eritropoietin terbr-rkti dapat mengoreksi ane-
mia pada pasien yang menjalani dialisis atau pada blastik (cincin) yang menghiling alkohol ltka
dihentikan.
gagal ginjal kronis, asalkan defisiensi besi dan iolat,
kelebihan aluminium, dan infeksi telah terkoreksi. Anemia hemolitik dapat terjadi pada pasien
Dosis eritropoietin yang diperlukan biasanya 50_150
dengan intoksikasi alkohol (sindrom^Zieve) (Gb.
22.5b) dan pada penyakit Wilson (disebabkan oleh
unit/kg tiga kali seminggu secara intravena atau
oksidasi tembaga pada membran eritrosit) dan ane_
infus subkutan. Respons lebih cepat setelah pem-
mia hemolitik autoimun yang ditemukan pada bebe-
berian secara intravena, tetapi l;bih kuat secara
rapa penderita hepatitis imun kronis. Hepititis virus
subkutan. Rumatan biasanya dengan 75 urrit/kg/
(biasanya non-A, non-B, non-C) dikaitkan degan ane_
minggu secara subkutan. Komplikasi terapi adalih
mia aplastik
gejala awal sementara mirip flu, hipertensi, bekuan
pada selang dialisis, dan kadang-kada.,g kejang. - Kelainan koagulasi didapat yang berkaitan
dengan penyakit hati dijabaikan-paJa hal. 263.
Respons yang buruk terhadap eritropoietin menu.,-
jukkan defisiensi besi atau folat, infeksi, keracunan Terdapat defisiensi faktor-fakto. yu.,g b".guntung vi_
tamin K (II,VII, IX, dan X) dan pada penyakit yang
aluminium, atau hiperparatiroidisme.
berat terdapat defisiensi faktoi V din fib.inogenl
Trombositopenia mungkin terjadi akibat hiler_
splenisme atau destruksi trombosit yang diperantrai
Kelainan trombosit dan koagulasi
kompleks imun. Kelainan fungsi trombosit mungkin
Hepatitis virus
Anenia aplaslik
PENYAKIT HATI
Tumor
Polisitenia
Kelainan hematologi pada penyakit hati dicantum- Leukositosis neutrotit dan reaksi leukemoid
kan dalam Tabel22.4. Penyakit hati kronis dikaitkan
278 *3f-41,s a*te'cffi i
dMffi Gambar. 22.5 Penyakit hati: sediaan hapus darah tepi memper.
lihatkan (a) Makrositosis dan sel-sel target; dan (b) Akantositosis
nyata pada sindrom Zieve. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-46).
Anemla ,
Perubahan leukosil
Leukositosis neutrofil lnfeksi baKeri akut
Reaksi leukemoid lnfeksi bakteri berat khususnya pada bayi
:
Tuberkulosis
':
E0srn0fllra Penyakit parasit, misal cacing tambang, filariasis, skistosomisiasis, trikinosis,
dil
Trombositopenia
Psnekanan megakariosit yang diperantarai kompleks imun, dan inleraksi lnfeksi virus akut khususnya pada anak-anak, misal campak, varisela,
langsung dengan trombosit rubella, rnalaria, inleksi bakieri berat
DlC, koagulasi intravaskular diseminata; HlV, virus imunodefisiensi manusia; TTP, purpura trombositopenia lrombotik
279
ada. Disfibrinogenemia dengan kelainan polimeri- Mycoplasma pneumoniae dikaitkan dengan anemia
sasifibrin dapat terjadi akibat asam sialat berlebihan hemolitik autoimun tipe'dingin' (hal. 61)
dalam molekul fibrinogen. Dapat terjadi tumpang Infeksi bakteri kronis dikaitkan dengan anemia
tindih dengan koagulopati konsumtif. Defek-defek penyakit menahun. Pada tuberkulosis, faktor-faktor
hemostasis ini dapat menyebabkan kehilangan darah tambahan dalam patogenesis anemia meliputi
akibat varises yang berdarah yang disebabkan oleh penggantian dan fibrosis sumsum tulang yang terkait
hipertensi portal.
dengan penyakit milier serta reaksi terhadap terapi
antituberkulosis (misal, isoniazid adalah suaiu
antagonis piridoksin dan dapat menyebabkan ane_
HIPOTIROIDISME mia sideroblastik). Tuberkulosis diseminata dikait_
kan dengan reaksi leukemoid dan pasien dengan
Anemia sedang lazim dijumpai darr dapat disebab- keterlibatan sumsum tulang mungkin menunjukkan
kan oleh kekurangan tiroksin. T3 dan T4 memper- perubahan leukoeritroblastik pada sediaan hapus
kuat kerja eritropoietin. Kebutuhan oksigen juga darah tepi.
berkurang dan karena itu sekresi eritropoietin
berkurang. Anemia sering kali makrositik dan MCV
menurlln dengan terapi tiroksin. penyakit tiroid
lnfeksi'viruS:,: : ,,
;i?.j
:rru-ts
i-{rlqH *to %
--[t],1.,',*
S ,c" -.,
,-us.
: Gambar. 22.6 Sediaan hapus darah tepi seorang penderita
; \L $*'. ',: anemia hemolitik pada septikemia akibat clostridium
-1.@ memperlihatkan pengerutan erilrosit dan slerositosis. (Lihat
Gambar Berwarna hal. A-46).
I w\ * f
q'i.* ry--ffi
ffiqj '-W;@m. m%
**''*ffi
s tr
N%
$-k*#. ffi'*' "S&
ffi ",n.,r
4'*&d
,ir,
-
.effi%.W
4#.L
sffiWffi,i#w*-ffid
(a) .N\u\s is$s -W*',i{ S.
t&
v"&
ffi
W
ffi
WffiW*
w
WW*
(b) 9B&
(c)
W Gambar. 22,7 Malaria Sediaan hapus darah tepi pada
inleksi P/asmodium lalciparum berat menunjukkan: (a)
Banyak bentuk cincin dan satu merozoit; dan pada
pembesaran yang lebih kuat (b) Satu merozoil dan (c)
Gametosit. (Lihat Gambar Berwarna hal. A-47).
281
Gambar.22,8 Kalaazar: Aspirat sumsum tulang memperlihatkan makrofag yang mengandung badan Leishman-Donovan. (Lihat Gambar Berwarna hal.
A-47)
282
Hematalogi .
Anemia hemolitik
dia timur dan Cina bagian selatan. 'Sindrom spleno- Tlombosis yena hePatika;,vona:portar vena !ienal!s.:::'],t*, tt,;,,t
:..,
;
megali tropis' ditemukan pada sejumlah besar pasien
Gangguan 'penyimpanan
di Papua Nugini dan Afrika Tengah. Di antara penye-
bab splenomegali akibat kelainan darah, hemoglo-
binopati relatif merupakan penyebab penting di
beberapa negara. Penyakit hemoglobin C di Afrika
Barat dan hemoglobin E di Timur |auh disertai
dengan splenomegali dan sindrom thalasemia mem-
punyai distribusi yang luas di daerah tropis.
Terdapat banyak faktor yangbertanggung jawab atas
terjadinya splenomegali
sehingga lebih dari satu
di negara-negara
patologi dapat
tersebut,
menyebab-
t1l t'tlill*lio.
kan splenomegali pada satu pasien. .llfl9.!,,sJ,,,,,;.' ..''l',,t, r.1i
,Akgtir:::.l:r::!.:l;.ti.,,.: . :::::::
r.r,t. ,.. *:i: -., .-"":'i
.,,Hipersplenisrm: ,,. --:. ,rsepii(emil,ffioraioitip.baneriAtli;tiloid,'mo kie"siihfek"s.,1o9a
efek hemitologi oiil
' Kronik 1 t:
trlrtlrirl;i
t '
',;@ +t'u
:t72t
fta
,tat
",
Wtz)
(a) n
penyerta juga dapat berperan dalam timbulnya salah satu tipenya temtama sering ditemukan pada
sitopenia. orang Yahr.rdi Ashkenazi sehingga insidensi penyakit
tersebut tinggi pada kelompok ini. pada tipe I,
temuan fisik yang menonjol adalah splenomegali.
Temuan khas lainnya adalah pembesaran hati sedang
KELAINAN METABOLISME BAWAAN dan pingr-rektrla (deposit konjungtiva). pada banyak
kasus, deposit tulang menyebabkan nyeri tulang dan
Penyakit Gaucher, Tay-Sachs, dan Niemann-pick fraktur patalogik. Pelebaran ujung bawah femur
semuanya disebabkan oleh defisiensi herediter dapat menyebabkan'deformitas labu Erlenmeyer,
enzim-enzim yang diperlukan untuk pemecahan (Gb.22.11c).
glikolipid. Manifestasi klinis disebabkan oleh penimbunan
makrofag yang penuh dengan glukoserebrosida
dalam limpa, hati, dan sumsum tulang (Gb.22.IIa,b,
'Penyakit Gaucher
c). Penyakit Gaucher pada semlra usia biasanya
dikaitkan dengan anemia bermakna, leukopenia, dan
Penyakit Gaucher adalah kelainan autosomal resesif trombositopenia yang terjadi secara tersendiri atau
yang jarang terjadi, ditandai oleh penimbunan gluko- kombinasi. Splenektomi dapat menyebabkan per-
serebrosida dalam sel-sel retikuloendotel akibat baikan l-rematologi, tetapi setelah operasi seiing
defisiensi glukoserebrosidase lisosomal. Terdapat terjadi peningkatan deposit serebrosida dalam
tiga tipe Penyakit Gaucher: tipe dewasa kronis (tipe jaringan di luar limpa, temtama tulang. Diagnosis
I); tipe nelrronopati infantil akut (tipe II); dan tipe ditegakkan dengan pemeriksaan glukoserebrosidase
neuropatik subakut dengan awitan pada masa leukosit dan analisis DNA. Kadar enzim lisosomal,
kanak-kanak atau remaja (tipe III). Tipe I disebabkan chitotriosidase, dan fosfatase asam meningkat dan
oleh berbagai mutasi pada gen glukoserebrosidase, hal ini bermanfaat dalam pemantauan terapi. Terapi
'. - ':ij .,ii,.r, :r;.'
284 tr'+ Kapita Selekta Hematologi ' itJ' ,- i..
l. f '';'
s
sulih enzim dengan glukoserebrosidase (baik yang hitung darah, dan memperbaiki struktur tulang (Gb.
dimurnikan dari plasenta atau dibuat dengan tekno- 22.77d, f). Transplantasi sel induk telah berhasil
logi rekombinan) sangat efektif dalam mengobati dilaksanakan pada pasien yang sakit berat, biasanya
penyakit dengan penyusutan limpa, meningkatkan penyakit tipe II atau III.
!!3..ilft [-'r,efi fu ipda'.'liiffii*"$dffi 285
,Penyakit Niemann.Pick ,: :
Walaupun splenektomi mengoreksi pansitopenia,
terdapat peningkatan risiko infeksi malaria fulminan.
Percobaan profilaksis antimalaria (misal, proguanil
;.ii Penyakit Niemann-Pick menunjukkan kemiripan
dan obat antimalaria lain) telah terbukti berhasil
ill tertentu secara klinis dan patologis dengan penyakit dalam penatalaksanaan banyak pasien yang terkena
X$ Gaucher. Penyakit disebabkan oleh defisiensi sfingo-
.{i mielinase. Sebagian besar pasien adalah bayi, ying sehingga mendukung pandangan bahwa diperlukan ,rli
meninggal dalam usia beberapa tahun pertama antigen malaria terus-menerus untuk terjadinya '',::j
porta. Anemia sering kali berat dan kadar hemoglo- Anemia hemolitik autoimun (steroid gagal)
bin yang sangat rendah ditemukan pada subjek Thalasemia mayor atau intermedia
dengan limpa yang besar. Walaupun leukopenia Leukemia limfositik konis
biasa ditemukan, beberapa pasien menderita limfo- Limfoma
sitosis bermakna. Trombositopenia derajat sedang Mielofibrosis
yang ada jarang menyebabkan pendarahan spontan. Splenomegali tropis
Kadar lgM serum tinggi dan teknik fluoresen Sindrom sel mast sistemik
menunjukkan titer antibodi malaria yang tinggi.
286
::: .:r r:tt.rili:iil i ,
ibpirt=$,.q ,i iai riiii .l
,,,
i ..,:.^1'
':r:, l":: ,
..,'.,,,t:.
: 11
.]
it
,
Wffi
Tabel 22.8 Penyebab hiposplenisme dan gambaran darah tepi
*,rff"kffi
l,
Akantosit
fnterofail yang Oiinduksi gluten sel-sel yang mengerut ireguler
padalewasa , ,:, :
Dermalitis,heipeliiorm!s
KadanQ ' '
Badan Howell-Jolly (sisa-sisa DNA)
Granula siderotik (besi)
ffiffie"
,Kolitis ulseratii ,
.
Leukosit
","$*'#'#;&% _ 4*
,ht
!,:
+ Limfositosis ringan, monositosis ,6t'"''
:t
tr
d-r"! I
Trombosit
tTrombositosis
Gambar. 22.12 Altoti limpa; sediaan hapus darah tepi memperlihatkan badan
Howell-Jolly, badan Pappenheimer, dan selsel yang tak berbentuk. (Lihat
Gambar Benruarna hal. A-48).
288
Tabel 22.9 Keunggulan dan kelemahan pemeriksaan pemantauan respons lase akut.
Protein C reaktif (CRP) normalnya terdapat dalam konsentrasi rendah (< 5 mg/l). Kadar tidak dipengaruhi oleh anemia, kehamilan, atau gagal jantung. Selama
inleksi akut berat konsentrasi dalam plasma dapat meningkat 100 kali lipat,
ESR, laju endap darah.
Transfusi darah
Antigen eritrosit dan antibodi golongan darah, 289 Komplikasi transfusi darah, 293
Uji pencocokan silang dan pratransfusi, 292 Kehilangan darah akut, 299
289
290 ,i ,,'',, Kapita Selekta Hematologi
Sistem Rh Tabel 23,1 Sistem golongan darah yang penting secara klinis
Penyebab penyakit
Lokus golongan darah Rh tersusun atas dua gen Frekuensi Penyebab reaksi hemolitik pada
struktural yang terkait (RhD dan RhCE) yang Sistem antibodi transtusihemolitik neonatus
mengode protein membran yang membawa antigen
ABO Sangat sering Ya (sering) Ya (biasanya ringan)
D, Cc, dan Ee. Gen RlzD bisa ada atau tidak ada,
menghasilkan fenotipe Rh D+ atau Rh D-. Pemo-
Rh Sering Ya (sering) Ya
(Gb. 23.3). Biasanya digunakan tata nama yang Kidd Kadang-kadang Ya (kadang-kadang) Ya (kadang-kadang)
Lutheran Jarang Ya(jarang) Tidak
ringkas untuk fenotipe Rh (Tabel23.3).
Antibodi Rh jarang timbul secara alamiah; seba- Lewis Kadang-kadang Ya (jarang) Tidak
gian besar bersifat imun; antibodi tersebut dihasiikan P Kadang-kadang Ya fiarang) Ya (jarang)
bertanggung jawab nntuk sebagian besar masalah Li Jarang Kemungkinan kecil Tidak
klinis yang terkait dengan sistem Ilh dan peng-
golongan subyek secara sederhana menjadi Ith D
positif dan Rh D negatif menggunakan anti-D cukup Tabel 23,2 Sistem golongan darah ABO
untuk kepentingan klinis rutin. Kadang ditemukan
anti-C, anti-c, anti-E, dan anti-e dan dapat menimbul- Antibodi Frekuensi
kan reaksi transfusi dan penyakit hemolitik pada Fenotipe' Genotipe Antigen alamiah (lnggris)(%)
--- Fill
m
l={-..-rtrXl
Membran sel
Gambar. 23.1 Struktur antigen golongan darah ABO. Masing-masing terdiri dari suatu rantai gula yang melekat pada lipid atau protein yang merupakan bagian integral
membran sel. Antigen H pada golongan darah O mempunyai fukosa (fuc) terminal. Antigen A mempunyai tambahan N-asetil galaktosamin (galnac) dan antigen B
mempunyai tambahan galaktosa (gal). glu, glukosa.
Tran$lusi darah 291
Anti-AlAnti-BlRnti-R+g
(a)
Pasien nomor
5678 10 11 12
Anti-A
W@ Wq*@ "*'.i' {A,* W W "t
Anti-B
WWWW':;'W':il'*W'tWW
{\; r''t ,"/''", r".""'rr :'.'.
Anti-A+B
w *?s *?, &,1 ':.
w'w /*\"
'//,::?a.
W I a'
D ., CcEe
C"n
I / ,urno,ong"n \
v t alternatrf \
@gWWe
D E atau atau c
mRNA-E + CW&E
sebanding, lebih jarang ditemukan sehingga kecil Tabel 23.3 Sistem genotipe Rh
kemungkinan untuk terjadinya isoimunisasi kecuali
pada pasien yang mendapat transfusi multipel. Tata nama CDE Simbol Frekuensi Status Rh D
pendek Kaukasia (o/o)
cde/cde tA Negatil :
ruangan dan 4oC, misal anti-A, anti-B (Gb. 23.2). kan reagen AHG. Aglutinasi menunjukkanbahwa se-
Penambahan koloid ke dalam inkubasi atau pena- rum asal mengandung antibodi yang telah melapisi
nganan eritrosit dengan enzim proteolitik mening- eritrosit in aitro. Uji ini digunakan sebagai bagian dari
katkan sensitivitas uji antiglobulin indirek, demikian penapisan antibodi rutin pada serum resipien
juga larutan garam dengan kekuatan ion rendah (/ozu sebelum transfusi dan untuk mendeteksi antibodi
ionic strength saline, LISS). Metode yang terakhir di- golongan darah pada wanita hamil.
sebut ini dapat mendeteksi serangkaian antibodi IgG. Sebagian besar dari metode di atas awalnya di-
Uji antiglobulin (Coombs) adalah uji yang men- kembangkan untuk teknik tabung tetapi microplate
dasar dan dipakai secara luas baik dalam serologi dengan 96 sumur dan kolom putar berbasis gel
golongan darah dan imunologi umum. Anti globulin sekarang banyak digunakan (Gb. 23.5).
manusia (antihuman globulin, AHG) dihasilkan pada
hewan setelah injeksi globulin manusia, komplemen
yang dimumikan atau imunoglobulin spesifik (misal
IgG, IgA atau IgM). Preparat monoklonal sekarang UJI PENCOCOKAN SILANG DAN
juga tersedia. Jika AHC ditambahkan pada eritrosit PRA.TRANSFUSI
manusia yang dilapisi dengan imunoglobulin atau
komponen komplemen, aglutinasi eritrosit menun- Dilakukan sejumlah langkah untuk memastikan
jukkan hasil uji yang positif (Cb. 23.4). bahwa pasien menerima darah yang kompatibel
Uji antiglobulin dapat secara direk maupun pada saat transftisi.
indirek. Uji antiglobulin direk digunakan untuk men-
deteksi antibodi atau komplemen pada permukaan
Dari pasien
eritrosit tempat sensitisasi terjadi secara in aiao.
ReagenAHG ditambahkan pada eritrosit yang dicuci 1 Golongan darah ABO dan Rh ditentukan.
dan aglutinasi menunjukkan hasil uji yang positif. 2 Serum ditapis untuk antibodi yang penting
Hasil uji yang positif dijumpai pada penyakit hemo- melalui uji antiglobulin indirek pada suatu panel
litik pada neonatus, anemia hemolitik autoimun atau besar eritrosit yang digolongkan secara antigenik.
anemia hemolitik imun yang diinduksi obat, serta
reaksi transfusi hemolitik. Dari donor
Uji antiglobulin indirek digunakan untuk men-
deteksi antibodi yang telah melapisi eritrosit secara Dipilih unit ABO dan Rh yang sesuai. Pengujian
in aitro. Prosedur ini memiliki dua tahap: langkah (darah) donor dijabarkan pada hal.295.
pertama melibatkan inkubasi eritrosit uji dengan se-
rum; langkah kedua, eritrosit dicuci dan ditambah-
E
Y .:in;:
Pada saat pencocokan silang (Tabel 23.4) Tabel 23.5 Komplikasi translusi darah
Tromboflebitis Toxoplasna
Reaksi transfusi hemolitik dapat terjadi segera atau
Toksisitas sikat mikrofilaria
lambat. Reaksi segera yang mengancam jiwa yang
Hiperkalemia
berkaitan dengan hemolisis intravaskular masif Kelebihan timbunan besi akibat
terjadi akibat antibodi yang mengaktifkan kom-
Kelainan pembekuan (setelah
translusi masif) ,,
lr€/:,slusi.,,
.: ,;: . . ,, ,..,
,,.,,,
plemen dari kelas IgM atau IgG, biasanya dengan . ,i, ,,
Gedera paru rtrt y.nt t *rit Sensifaasilmm :,
spesifisitas ABO. Reaksi yang berkaitan dengan dengan translusi misal terhadap eritrosit, trombosit,
hemolisis ekstravaskular (misalnya antibodi imun atau antigen Rh D ,. . ' :',
sistem Rh yang tidak mampu mengaktifkan komple-
Penyakit cangkok melawan pepnu
men) biasanya bersifat lebih ringan tetapi masih yang terkail dengn transtusi
dapat mengancam jiwa. Sel-sel menjadi terlapisi IgG
dan disingkirkan dalam sistem retikuloendotel. Pada
kasus ringan, mungkin satu-satunya tanda reaksi CMV, sitomegalovirus; HlV, virus imunodelisiensi manusia; HLA, antigen
Unluk nendetoki anlibodi inun (tMma lgQl :. ',:. Fase oligurik Pada beberapa pasien dengan reaksi
Uji antiglobulin indirek pada suhu 37€ hemolitik, terjadi nekrosis tubulus ginjal dengan
Larutan garam dengan kekuatan ionik rendah pada suhu 3f"C
gagal ginjal akut.
Eriimsityang diohh dengan enzim pada suhu 37€ ,
Pemeriksaan pada reaksi transfusi segera akut, ditangani dengan cara yang biasa, bila perlu
dengan dialisis sampai tedadi kesembuhan.
Apabila seorang pasien memperlihatkan ciri-ciri
yang mengarah pada reaksi transfusi berat, transfusi
harus dihentikan dan harus dilakukan pemeriksaan neakliiranifusi lain
inkompatibilitas golongan darah serta kontaminasi
darah oleh bakteri. Renksi demsm knrens antibodi leukosit Antibodi antigen
1 Reaksi yang paling berat terjadi akibat kesalahan leukosit mantrsia (Human Leucocyte Antigen, HLA)
administrasi dalam penanganan spesimen darah (lihat di bawah dan Bab 8) biasanya timbul akibat
donor atau resipien. Oleh karena itu, harus sensitisasi oleh kehamilan atau transfusi sebelum-
dipastikan bahwa identitas resipien sama dengan nya. Reaksi tersebut menyebabkan menggigil,
yang tercantum pada label kompatibilitas dan pireksia, dan pada kasus berat timbul infiltrat paru.
sesuai dengan unit sebenarnya yang sedang Reaksi ini diminimalkan dengan pemberian packed
ditransfusikan. cells tanpa leukosit (yaitu yang telah disaring) (lihat
2 Unit darah donor dan sampel darah pasien pasca- di bawah).
transfusi harus dikirimkan ke laboratorium yang
akan; Reaksi nlergi dengnn febris atnu non-febris non-hemolitik
(a) Mengulangi penentuan golongan darah pada Reaksi ini biasanya disebabkan oleh hipersensitivitas
sampel pra- dan pasca- transfusi serta pada terhadap protein plasma donor dan jika reaksi ini
darah donor, dan mengulangi pencocokan berat dapat menyebabkan syok anafilaktik. Gam-
silang; baran klinisnya adalah urtikaria, pireksia, dan pada
(b) Melakukan uji antiglobulin direk pada sampel kasus-kasus yang berat terjadi dispnea, edema
pascatransfusi; wajah, serta menggigil. Pengobatan segera adalah
(c) Memeriksa adanya hemoglobinemia pada antihistamin dan hidrokortison. Pemberian adrenalin
plasrna; juga bermanfaat. Eritrosit yang telah dicuci (washeC)
(d) Melakukan pemeriksaan untuk mengetahui atau eritrosit yang dibekukan mungkin diperlukan
adanya DIC; dan untuk transfusi lebih lanjut jika mayoritas darah
(e) Memeriksa sampel donor secara langsung yang telah dibuang plasmanya (misalnya darah
untuk mencari bukti kontaminasi bakteri yang dengan larutan salin, adenin, glukosa, manitol (SAG-
jelas serta membuat kultur darah dari sampel M)) menyebabkan timbul reaksi.
tersebut pada suhu 20 dan37'C.
3 Sampel urine pascatransfusi harus diperiksa Kelebihnn bebnn sirkulasi pnscatransy'rsl Penatalak-
untuk mengetahui adanya hemoglobinuria. sanaannya adalah penatalaksanaan pada gagal
4 Sampel darah berikutnya diambil 6 jam dan/atau
jantung. Reaksi tersebut dicegah dengan transfusi
24 jam setelah transfusi untuk dilakukan hitung lambat packed red cells atau komponen darah yang
darah serta pemeriksaan bilirubin, hemoglobin diperlukan, disertai dengan terapi diuretik.
bebas, dan methemalbumin.
Transfusi dnrah ynng terkontaminssi bakteri Ini sangat
5 Apabila tidak terdapat hasil positif, serum pasien
jarang tetapi mungkin serius. Keadaan ini dapat
diperiksa 5-10 hari kemudian untuk mencari anti-
timbul sebagai kolaps sirkulasi.
bodi terhadap eritrosit atau leukosit.
Transmisi uirus Hepatitis pascatransfusi dapat di-
Penatalaksanaan penderita hemolisis berat sebabkan oleh salah satu virus hepatitis, walaupun
terdapat juga keterlibatan sitomegalovirus (CMV)
Tujuan utama terapi awal adalah untuk memper- dan virus Epstein-Barr (EBV). Hepatitis pasca-
tahankan tekanan darah dan perfusi ginjal. Dekstran, transfusi dan infeksi virus HIV sekarang lebih jarang
plasma atau larutan salin intravena, serta furosemid ditemukan karena telah dilakukan penapisan rutin
kadang-kadang diperlukan. Pemberian hidrokor- semua darah donor
tison 100 mg intravena dan antihistamin dapat mem-
bantu meringankan syok. Pada keadaan syok berat, Infeksi /nln Toksoplasmosis, malaria, dan sifilis
dukungan adrenalin intravena 1:10000 dalam dosis semuanya dapat ditularkan melalui transfusi darah.
tambahan yang kecil mungkin diperlukan. Transfusi Sampai sekarang, belum pernah dijumpai. kasus
kompatibel lebih lanjut mungkin diperlukan pada penyakit Creutzfeld-Jakob varian baru yang ditular-
pasien yang sakit berat. Apabila terjadi gagal ginjal kan melalui transfusi.
295
I:'
natus. Selama penyimpanan eritrosit, terjadi penu- sel segar ''1,,
I
Eritrosit Ptasma beku segar ,':
dalam waktu 24 jam. Larutan tambahan optimum Trombosit :::
telah dikembangkan untuk menambah jangka Leukosil : : '
/ \
simpan eritrosit tanpa plasma dengan mempertahan- Kriopresipitat , Kriosupernatan
Tabel 23.6 Jumlah leukosit yang terdapat dalam komponen darah yang berbeda
Packed cells
Komponen eritrosit Bulfy coat dibuang Bebas Leukosil
>2xid 5-10x 1S ,
5-10xie'',
l
Trombosit
Dibuat daribulfy cml Disiaplan melalui aleresis Tanpa Leukwit
1S: 1ff <'ls
Pengganti sintetik yang mengangkut oksigen ini baran penyakit. Individu yang terlibat harus cukup
seringkali adalah lamtan hemoglobin terpolimerisasi sehat untuk meny'umbangkan darah dan perkiraan
dan terpiridoksalisasi bebas stroma dan hidrokarbon transfusi pengganti operatif harus antara 2 dan 4 unit.
terfluorinasi. Transfusi pengganti yang lebih besar membutuhkan
pengambilan darah dalam jangka waktu yang lebih
lama dan eritrosit disimpan dalam keadaan beku,
Donasi dan transfusi autotog yang sangat merepotkan dan mahal. Walaupun
autotransfusi merupakan bentuk transfusi yang pal-
Kekhawatiran mengenai sindrom imunodefisiensi ing aman, tetapi biaya yang tinggi dan terbatasnya
didapat (AIDS) dan infeksi lain telah menyebabkan penggunaan pada pasien yang menjalani bedah
meningkatnya permintaan autotransfusi. Terdapat elektif menyebabkan hal ini hanya menguntungkan
tiga cara pemberian transfusi autolog. sejumlah kecil dari jumlah penerima darah total.
1. Pradeposit-darah diambil dari resipien yang
potensial dalam beberapa minggu tepat sebelum
operasi elektif. Konsentrat granulosit
2. Hemodilusi-darah diambil tepat sebelum
pembedahan begitu pasien telah dianestesi dan Konsentrat granulosit dibuat sebagai btffi coat atau
kemudian diinfuskan kembali pada akhir operasi. pada pemisah sel darah dari donor sehat yang
3. Penyelamatan-darah yang hilang selama operasi normal atau dari penderita leukemia mieloid kronik.
dikumpulkan selama perdarahan berat dan Konsentrat ini telah digunakan pada penderita
kemudian diinfuskan kembali. netttropenia berat (<0,5 x70n /l) yang tidak berespons
Permintaan yang meningkat adalah untuk auto- terhadap terapi antibiotik tetapi biasanya tidak dapat
transfusi pradeposit. Autotransfusi adalah bentuk diberikan dalam jumlah cukup. Konsentrat ini dapat
transfusi yang paling aman jika memandang penye- menyebarkan infeksi CMV.
297
Gambar. 23.8 Komponen darah: (a) eritrosit bebas plasma; (b) trombosit; dan (c) plasma
beku segar. (Lihat Gambar Beruarna hal. A-51).
misalnya biopsi hati atau pungsi lumbal, hitung kadang sebagai pengganti protein pada pasien
trombosit harus dinaikkan sampai di atas 50x10'/1. tertentu dengan hipoalbuminemia.
Penggunaan terapeutik diindikasikan pada per-
darahan yang berkaitan dengan kelainan trombosit.
Pada perdarahan masif, hitung trombosit harus di- Larutan albumin manusia (20o/ol
pertahankan di atas 50x10'/1. (albumin rendah-garam)
Transfusi trombosit hams dihindari pada purpura
trombositopenia autoimun kecuali jika terdapat Preparat dimumikan yang mahal ini tidak dianjur-
perdarahan berat. Transfusi trombosit merupakan kan sebagai pengembang volume plasma Llmllm
kontraindikasi pada trombositopenia yang diinduksi
walatipun pemakaian untuk tujuan ini tidak diragu-
heparin, pllrpLlra trombositopenia trombotik, dan
kan. Larutan ini dapat digunakan pada hipoalbu-
sindrom hemolitik uremik (hal. 239).
minemia berat jika perlu menggunakan produk
Refrakter terhadap transfusi trombosit ditandai
dengan kandungan elektrolit yang minimal. Indikasi
dengan sedikit peningkatan trombosit pascatransfusi
(<7,5 x 10el1 pada 1 jam atau <4,5 x 70e/l pada 24 utama penggunaannya adalah pada penderita
ja.n). Penyebabnya bisa imunologis (terutama sindrom nefrotik atau gagal hati.
aloimunisasi HLA) atau non imunologis (sepsis,
hipersplenisme, DIC, obat). Trombosit mengekspresi-
Kriopresipitat
kan antigen HLA kelas I (tetapi tidak kelas II) dan
diperlukan trombosit dengan HLA yang cocok atau
kompatibel pada pencocokan silang untuk pasien- Kriopresipitat diperoleh dengan mencairkan plasma
pasien dengan antibodi HLA. beku segar pada suhu 4"C dan mengandung kon-
sentrat faktor VIII serta fibrinogen. Kriopresipitat
disimpan pada suhu kurang dari ,30"C atau,
Preparat plasma manusia disimpan pada suhu 4-6'C apabila diliofilisasi, dai'r
digunakan secara Iuas sebagai terapi pengganti pada
Plasma adalah pengembang volume yang berguna. hemofilia A dan penyakit von Willebrand sebelum
Risiko hepatitis berkurang dengan diperkenalkannya
tersedia preparat faktor VIII yang lebih murni.
pemeriksaan yang lebih sensitif untuk hepatitis B dan
C. Plasma beku biasanya dibuat dari satu unit donor.
Konsentrat laktor Vlll yang dibeku-keringkan
Plssmn beht segnr (frcslt frozen plasma, FFP) Plasma
yang dibekukan secara cepat, dipisahkan dari darah (freeze-dried)
segar dan disimpan pada suhr.r kurang dari -30'C. i,,,il
Kegunaan r-rtamanya adalah untuk mengganti faktor- Konsentrat ini digunakan untuk mengobati hemofilia
faktor koagulasi (misalnya jika tidak tersedia A atau penyakit Von Willebrand. Pemberian dalam
konsentrat spesifik), setelah transfusi masif, pada volnme kecil sesuai untuk pasien anak, kasus bedah,
penyakit hati dan DIC, setelah operasi pintas pasien berisiko akibat pembebanan sirkulasi, dan
kardiopulmonal, untuk menghentikan efek warfarin, untuk pasien yang menjalani pengobatan di rumah.
dan pada purpLrra trombositopenia trombostik (lihat Penggunaannya semakin menlrrlln setelah tersedia-
Tabel 20.6). Bentuk FFP dengan inaktivasi virrrs nya bentuk rekombinan faktor VIII.
sekarang telah tersedia.
faktor VIII. Terdapat risiko trombosis pada pem- dewasa dengan kehilangan darah 500 ml atau kurang
berian konsentrat ini. kecr"rali jika perdarahan berlanjr.rt. Transfnsi darah
tidak bebas dari risiko dan tidak boleh dianggap
remeh. Permasalahan pada kehilangan darah masif
Konsentrat protein C serta transfusi masif dibahas padahal.247.
HEMATOLOGI PADA KEHAMILAN pmol/l dan harus diobati dengan suplemen besi oral.
Penggunaan suplementasi besi rutin dalam keha-
milan sering diperdebatkan, tetapi besi mungkin
Kehamilan memberi stres berat pada sistem hema-
lebih baik dihindari sampai Hb turun di bawah 10 g/
tologi dan pemahaman mengenai perr"rbahan fisiologi
dl atau MCV di bawah 82 fl pada trimester ketiga.
yang diakibatkannya wajib diketahui untuk menen-
tukan perlunya intervensi terapeu tik.
Defisiensi folat r, l,
,
300
Irl.qmtealiii iasiiru,iii 301
1. Anemia fisiologis
-Volume plasma darah meningkat 45%
-Massa eritrosit meningkat 25%
2. Trombositopenia
-Biasanya jumlah trombosit menurun '109lo
3. Koagulasi
-Faktor-faktor pembekuan meningkat
-Fibrinolisis berkurang
21% kasus disebabkan oleh penyakit hipertensif dan trombosit turun selama sehari atau dua hari setelah
purpura trombositopenia
4% kasus dikaitkan dengan persalinan dan kemudian membaik dengan cepat.
imun (immune thrombocytopenic purpura, ITP) (Gb. Sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim hati
24.2) dan trombosit fhaemolisis, eleuated liuer enzymes and
plnteletl) merupakan subtipe dari kategori ini.
Trombositopenia insidental pada kehamilan Ini adalah di-
agnosis eksklusi dan biasanya dideteksi pada saat Purpura trombositopenin idiopntik (lihat hal. 236).Pada
persalinan. Hitung trombosit selalu di atas 70 x10'/l kehamilan, ITP mewakili suatu masalah tersendiri,
dan membaik dalam 6 minggu. Tidak diperlukan baik pada ibu maupun janin karena antibodi mele-
pengobatan dan bayi tidak terkena. wati plasenta dan janin mungkin menderita trom-
bositopenia berat.
Trombositopenia penyakit hipertensi Keadaan ini Seperti semua orang dewasa, wanita hamil yang
memiliki keparahan yang bervariasi tetapi hitung menderita ITP dengan hitLrng trombosit >50 x 10ell
trombosit jarang turun di bawah 40 x 70e/1. biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan
Trombositopenia lebih berat bila disertai dengan pre- diperlukan untuk wanita dengan hitung trombosit
eklampsia dan jika berat, pengobatan primernya <10 x 10ell dan hitung trombosit 70 x70'/l sampai 30
adalah persalinan secepat mungkin. Hitung x70e/l pada trimester kedua atau ketiga atau yang
ii:i::.1::il
302 :l:'j,,:\L i'i::,,.1 ;;11:1
rirtNr'l'€I i,}i:::Yll. *1il*i$,..=!!1i4i9e., 1
lLsl
ll's'riLill :,,i:
Umumnya anemia pada saat lahir terjadi akibat dari normal selama 3 bulan pertama. Walaupun
hemolisis imun atau perdarahan dengan penyebab defisiensi AT homozigot mungkin tidak dapat hidup,
hemolisis nonimun yang terjadi dalam waktu 24 jam. defisiensi protein C homozigot dikaitkan dengan
Gangguan produksi eritrosit biasanya tidak tampak purpura ftrlminans pada awal kehidupan. Sekarang
selama sedikitnya 3 minggu. Hemolisis sering tersedia konsentrat protein C terapeutik.
disertai dengan ikterus berat dan penyebabnya
mencakup HDN, anemia hemolitik autoimun (au-
toimmune hnemolytic nnaemin, AIHA) pada ibu, dan
kelainan kongenital membran atau metabolisme PENYAKIT HEMOLITIK PADA NEONATUS
eritrosit.
. Transfusi eritrosit mungkin diperlukan pada ane- HDN adalah akibat lewatnya antibodi IgG dari
mia simtomatik dengan Hb <10,5 g/dl atau ambang sirkulasi ibu melalui plasenta ke dalam sirkulasi fe-
yang lebih tinggi bila terdapat penyakit jantung atau tus di mana antibodi tersebut bereaksi dengan
pernapasan yang berat. eritrosit janin dan menyebabkan penghancurannya
oleh sistem retikuloendotel janin.
Sebelum 7967, saat diperkenalkan penggunaan
TrombositopCnia aloimun fetomaternal profilaksis IgG anti-D, HDN Rh anti D menyebabkan
sekitar 800 kelahiran mati dan kematian neonatus
Trombosi topeni a aloimun fe toma r te nal (fe to m a t e rn nl tiap tahun di Inggris Raya. Anti D bertanggung jawab
alloimmune thrombocy topenis, FMAIT) te4adi akibat atas 94u" HDN Rh; kasus-kasus lain biasanya
proses imunologi yang serupa dengan yang menye- disebabkan oleh anti C dan anti E, dengan rentang
babkan HDN. Trombosit fetus yang mempunyai anti- luas antibodi yang ditemukan pada beberapa kasui
gen yang diwariskan dari ayah (HPA-1a pada 80%: (untuk contoh, lihat Tabel 23.1). Insidensi HDN Rh
HPA-56 pada 15%) yang tidak terdapat pada sekarang turun secara dramatis dan proporsi kasus-
trombosit maternal dapat mensensitisasi ibu untuk kasus yang disebabkan oleh anti C dan anti E telah
membuat antibodi yang melewati plasenta, melapisi banyak meningkat.
trombosit tersebut yang kemudian dihancurkan oleh Penyebab HDN yang tersering sekarang adalah
sistem retikuloendotelial dan menyebabkan per- antibodi imun sistem golongan darah ABO-yang
darahan serius, termasuk ICH. Trombositopenia tersering adalah anti A yang dihasilkan oleh ibu
aloimun berbeda dengan HDN dalam hal50% kasus bergolongan darah O terhadap janin golongan darah
terjadi pada kehamilan pertama. Insidensi adalah A. Walaupun demikian, bentuk HDN ini biasanya
sekitar satu dari 1000-5000 kelahiran. ringan. Beberapa kasus HDN disebabkan oleh anti-
Trombositopenia dapat menyebabkan perdarah- bodi sistem golongan darah lain, misal anti-Kell.
an in utero atau setelah kelahiran yang serius, bahkan
kadang fatal. Kasus-kasus pascanatal yang berat
dapat dipengaruhi dengan transfusi trombosit yang HDN Rhesus
negatif untuk antigen tersebut. Pengobatan antenatal
dapat diberikan pada ibu (imunoglobulin intravena, Patogenesis
kortikosteroid, atau kombinasi keduanya) maupun
pada janin (transfusi trombosit atau steroid) dan hal Apabila seorang wanita Rh D-negatif (Rh d/d atau
ini sedang dinilai dalam pengujian. rr) hamil dengan janin Rh D-positif, eritrosit janin Rh
D positif melintas ke dalam sirkulasi ibu (biasanya
pada saat persalinan) dan mensensitisasi ibu untuk
Koagulasi membentuk anti D. Sensitisasi lebih mungkin terjadi
bila ibu dan janin memiliki golongan darah ABO
Uji-uji standar perlu diinterpretasikan secara hati- yang sesuai. Ibu juga dapat tersensitisasi oleh
hati pada neonatus. Masa tromboplastin parsial ter- keguguran sebelumnya, amniosentesis atau.trauma
aktivitasi (actiunted partinl thromboplnstin time, APTT) lain pada plasenta, atau oleh transftrsi darah.
memanjang karena berkurangnya kadar faktor- Anti D melewati plasenta ke janin selama keha-
faktor aktivasi dan kembali normal pada sekitar 3 milan berikutnya dengan janin Rh D-positif, melapisi
bulan. Masa protrombtn (prothrombin time, PT) dan eritrosit janin dengan antibodi dan menyebabkan
masa trombin (thrombin time, TT) sebanding dengan destruksi sel-sel tersebut oleh sistem retikuloendotel,
nilai dewasa. Kadar antitrombin (AT) sekitar 60% menyebabkan anemia dan ikterus. Bila sang ayah
304
sf$
w
Penatalaksanaan pada wanita hamil Episode sensitisasi selama kehamilan IgG anti-D sebalik-
(r;
.!+ nya diberikan pada wanita Rh D-negatif yang
6) Pencegahan imunisasi Rh mengalami kejadian yang berpotensi menyensitisasl
ffi
Pada saat pencatatan rekam medis, semua wanita selama kehamilan: 250 i.u diberikan jika kejadian
ilit tersebut terjadi sampai dengan minggu ke-20 gestasi
til hamil harus ditentukan golongan darah ABO dan Rh
;& dan 500 i.u setelahnya, diikuti dengan uji Kleihauer.
$4 serta serumnya ditapis untuk pemeriksaan antibodi
Kejadian yang berpotensi menyensitisasi adalah
sedikitnya dua kali selama kehamilan. IgG anti D
ffi pengakhiran kehamilan terapeutik, keguguran
N yang diberikan secara pasif akan menekan imunisasi
r\$
spontan setelah 12 minggu gestasi, kehamilan ektopik,
N't
NN
primer pada sebagianbesar wanita yang memiliki Rh dan prosedur diagnostik antenatal yang invasif.
D negatif dan semua wanita Rh D negatif yang tidak
N tersensitisasi sebaiknya
diberikan 500 i.u. anti-D Penanganan sensifisasi anti-D yang telah pasti
ilY pada usia kehamilan 28 dan 34 minggu secara rutin
untuk mengurangi risiko sensitisasi akibat per- Jika antibodi anti-D terdeteksi selama kehamilan,
darahan fetomatemal. Selain itu, pada waktu lahir, antibodi ini harus diidentifikasi dan diukur pada in-
bayi-bayi dari wanita Rh D negatif y*g tidak mem- terval yang teratur (misal, 2-3 minggu, dan lebih
!'i(
&* punyai antibodi harus diperiksa golongan darah sering pada kehamilan lanjut atau bila kadar antibodi
$*
ss ABO dan Rh darah tali pusatnya. fika darah bayi Rh meningkat atau tinggi). Kekuatan anti-D yang ter-
D negatif, ibu tidak perlu mengobati lebih lanjut. Bila dapat dalam serum ibu berkaitan dengan klparahan
ffi
$s bayi Rh D positif, harus klinis HDN, tetapi selain itu juga dipengaruhi oleh
diberikan anti-D profilaksis
ffi dengan dosis 500 i.u. secara intramuskular dalam
faktor lain, seperti subkelas IgG, kecepatan pening-
katan antibodi dan terdapat riwayat sebelumnyi.
ffi waktu 72 jam setelah persalinan. Uji Kleihauer
Sebagai penuntun kasar, kadar di bawah 1,0 i.u/ml
sebaiknya dilakukah pada situasi ini untuk mem-
(0,2 1tg/ml) tidak perlu tindakan. Kadar 10 i.u/ml
ffi perkirakan beratnya perdarahan fetomaternal (feto-
(2,01tg/ml) biasanya mencerminkan bayi yang sakit
N maternal haemorrhage, FMH). Ini menggunakan parah, demikian juga kadar 5 i.u/ml (1,0 pglml)
!i"i
i,t pewamaan diferensial untuk memperkirakan jumlah
yang meningkat cepat. Kedua keadaan yang disebut
sel fetus dalam sirkulasi ibu (Gb.24.5). Kemungkinan terakhir dan riwayat sebelumnya dari bayi yang
pembentukan antibodi berkaitan dengan jumlah sel terkena merupakan indikasi amniosentesis. Antibodi
fetus yang ditemukan. Dosis anti D meningkat bila lain dipantau dengan titrasi serologik menggunakan
uji Kleihauer memperlihatkan perdarahan transpla- metode antiglobulin. Sebagai petunjuk kasar, titer
senta lebih dari 4 ml. IgG anti-D (125 i.u) diberikan melebihi 7/20 yang melibatkan anti C atau anti-Kell
ti
untuk setiap 1 ml FMH yang lebih besar dari 4 ml. harus diperhatikan.
LiL I iruil;tr'r; I "::::.r:..:::::::i:aiii
306 : "t,r .
Beralnya penyakit hemolitik dapat dinilai dengan dan B pada sel-sel lain, yang terjadi dalam plasma
pengukuran spektroskopik derivat pigmen empedu dan cairan jaringan.
dalam cairan amnion yang diperoleh dengan amnio- Berlawanan dengan HDN Rh, penyakit ABO
sentesis. jika hasilnya menunjukkan hemolisis berat, dapat ditemukan pada kehamilan pertama dan
janin dapat dipertahankan hidup dengan transfusi dapat atau tidak dapat mempengaruhi kehamilan
intrauterin dengan darah segar Rh D negatif (<7 hari) berikulnya. Hasil uji antiglobulin direk pada eritrosit
setelah 24 minggu dan dengan persalinan prematur bayi mungkin negatif atau positif lemah. Pemerik-
setelah usia gestasi 35 minggu. Darah segar yang saan sediaan hapus darah memperlihatkan atttoaglu-
sesuai harus tersedia pada saat induksi persalinan tinasi dan sferositosis polikromasi dan eritro-
untuk persiapan transfusi tukar. blastosis.