Kelas : E (BT 5)
Dua hari berturut-turut, pada 25 Februari dan 26 Februari 2020, Kementerian Lingkungan
Hidup dan Kehutanan memenangkan gugatan perdata dalam kasus pencemaran lingkungan.
Pengadilan mengabulkan dua gugatan perdata KLHK kepada perusahaan yang mencemari
Daerah Aliran Sungai Citarum.
Pengadilan Negeri Bale Bandung memutus PT Kamarga Kurnia Textile Industri (KKTI)
bersalah dan hukuman PN Jakarta Utara buat PT How Are You Indonesia (HAYI).
Perusahaan tekstil ini terbukti mencemari lingkungan hidup DAS Citarum dan dihukum
membayar gantu rugi materiil sebesar Rp16,263 miliar.
“Ini kali pertama coba menggugat perdata kasus pencemaran lingkungan,” kata Rasio Ridho
Sani, Direktur Jenderal Penegakan Hukum, KLHK kepada Mongabay, baru-baru ini.
Dia mengapresiasi putusan pengadilan negeri terhadap kedua gugatan ini. Roy, sapaan
akrabnya, menyakini, putusan ini sangat adil dan berpihak kepada lingkungan hidup dan
masyarakat. “In dubio pro natura, “ katanya seraya bilang, putusan ini harus jadi
pembelajaran bagi korporasi lain.
Pada 25 Februari 2020, Majelis Hakim PN Bale Bandung yang diketuai Astea Bidarsari, dan
Hakim Anggota Firza Andriyansyah serta Herudinarto, mengabulkan gugatan KLHK
terhadap KKTI. Perusahaan ini terbukti mencemari lingkungan hidup di lokasi KKTI di Jalan
Cibaligo KM 3 Leuwigajah, Desa Melong, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, Jawa
Barat.
Atas putusan ini, majelis hakim menghukum KKTI membayar ganti rugi materiil Rp 4,25
Miliar, lebih rendah dari gugatan KLHK Rp18,2 miliar.
“Sudah banyak korporasi yang diproses dan kami bawa ke pengadilan. Walaupun
pencemaran sudah berlangsung lama, akan tetap ditindak,” katanya. KLHK, karta Roy, dapat
melacak jejak-jejak dan bukti pencemaran lingkungan hidup sebelumnya dengan dukungan
ahli dan teknologi.
Pada 26 Februari 2020, Majelis Hakim PN Jakarta Utara diketuai Taufan Mandala, dengan
hakim anggota Agus Darwanta, dan Agung Purbantoro, menyatakan, HAYI beralamat di
Jalan Nanjung No 206, Kalurahan Cibeureum, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi
terbukti mencemari lingkungan hidup DAS Citarum. Adapun, Majelis Hakim menghukum
HAYI membayar ganti rugi Rp 12,013 miliar. Angka ini lebih rendah dari gugatan KLHK,
Rp12,198 miliar.
KLHK, kata Roy, tidak akan berhenti mengejar dan menyeret pelaku pencemar lingkungan
hidup ke pengadilan baik melalui perdata dan atau pidana.
“Komitmen kami mewujudkan lingkungan hidup yang baik dan sehat sangat serius. Kami
tidak akan berhenti menyeret pelaku pencemaran dan kejahatan LHK lain ke pengadilan,”
katanya juga menambahkan, kini lebih 780 kasus lingkungan hidup dan kehutanan sudah
mereka proses ke pengadilan.
Jasmin Ragil Utomo, Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup mengatakan, selain
menggugat kedua perusahaan ini, KLHK juga masih menunggu persidangan atas gugatan
kepada PT United Colour Indonesia (CI) di PN Bale Bandung. Juga PT Kawi Mekar (KM)
telah putus dengan akta van dading oleh PN Bale Bandung.
Jumlah perkara serupa yang akan digugat terus bertambah sesuai permasalahan terjadi
dengan melibatkan tim jaksa pengacara negara Kejaksaan Agung.
“Kami sangat menghargai putusan ini. Langkah hukum lebih lanjut masih akan kami pelajari
terlebih dahulu setelah mendapat salinan putusan dari pengadilan negeri,” katanya.
Roy mengatakan, pelaku pencemaran lingkungan hidup di DAS Citarum harus dihukum
seberat-beratnya. Terlebih, saat ini pemerintah mengupayakan restorasi DAS Citarum.
Aksi perusahaan ini, katanya, berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat, ekonomi,
kerusakan ekosistem serta berdampak pada wilayah luas dalam waktu lama. Dengan begitu,
katanya, tak ada pilihan lain agar memberikan efek jera buat pelaku.
“Kami melihat, putusan ini menunjukkan pencemaran lingkungan merupakan kejahatan luar
biasa dan majelis hakim telah menerapkan prinsip in dubio pro natura, prinsip kehati-hatian
serta dalam mengadili perkara menggunakan beban pembuktian dengan pertanggungjawaban
mutlak.”