Oleh:
Kelompok 3
PEMBAHASAN:
A. KARAKTERISTIK KUALITAS INFORMASI
Rerangka konseptual merupakan pedoman (semacam konstitusi) bagi penyusun
standar (FASB) untuk memutuskan apakah suatu objek atau kejadian harus diwajibkan,
melalui standar akuntansi, untuk dilaporkan oleh badan usaha atau organisasi. Penentuan
apakah suatu objek layak dilaporkan atau tidak dan bagaimana melaporkannya
melibatkan apa yang disebut pilihan/alternatif akuntansi (accounting choices) atau
kebijakan akuntansi (accounting policies) karena tersedianya berbagai alternatif perlakuan
akuntansi Jadi, ada dua level kebijakan akuntansi yaitu penyusun standar dan badan usaha
secara individual. Rerangka konseptual harus memuat kriteria untuk mengevaluasi apakah
suatu objek layak untuk dilaporkan dalam kaitannya dengan tujuan pelaporan keuangan.
Sehingga kebijakan akuntansi yang diputuskan akan tetap mengarah ke pencapaian tujuan
pelaporan.
Kriteria yang menjadi pedoman kebijakan akuntansi sangat erat kaitannya dengan
masalah apakah informasi suatu objek bermanfaat untuk pengambilan keputusan bagi
pihak pemakai yang dituju. Kebermanfaatan merupakan suatu karakteristik yang hanya
dapat ditentukan secara kualitatif dalam hubungannya degngan keputusan pemakai dan
keyakinan pemakai terhada informasi. Oleh karena itu, kriteria ini secara umum disebut
karakteristik kualitatif atau kualitas informasi akuntansi.
Dalam mengidentifikasi dan menetapkan karakteristik kualitatif informasi, FASB
harus berpedoman pada tiga gagasan dan mengaitkannya dengan proses penalaran dan
pertimbangan (judgment) oleh penyusun standar atau penyusun statemen (manajemen)
dalam memilih alternatif atau kebijakan akuntansi. Tiga gagasan tersebut terdiri atas
Informasi akan bermanfaat kalau informasi tersebut berpaut dengan keputusan yang
menjadi sasaran informasi, informasi akan bermanfaat kalau informasi tersebut dipahami
dan digunakan oleh pemakai, serta informasi juga akan bermanfaat kalau pemakai
mempercayai informasi tersebut. Dalam menentukan kebijakan akuntansi terdapat
berbagai pertimbangan yang digambarkan melalui bagan berikut:
Proses Pertimbangan dalam Menentukan Kebijakan Akuntansi
a. Keterbandingan (Comparability)
b. Konsistensi (Consistency)
c. Kenetralan atau netralitas (Neutrality)
d. Keterpahamian (Understandibility)
Bila semua kriteria kualitas dipenuhi, apakah suatu informasi tentang kejadian atau
objek tetap akan dilaporkan? Dalam kenyataanya, akan banyak informasi yang memenuhi
kriteria di atas termasuk rincian atau elaborasi. Kalau semua informasi dan rincian harus
dilaporkan via statemen keuangan maka statemen keuangan akan menjadi sangat tebal
dan informasi tersebut malahan akan bersifat mengganggu (distracting) daripada
menerangkan (illuminating). Untuk membantu pengambil kebijakan akuntansi melakukan
pertimbangan 6, diperlukan kriteria untuk menyaring informasi mana yang harus
dilaporkan melalui statemen keuangan dan mana yang harus dilaporkan melalui cara lain.
Dengan kata lain, diperlukan suatu penyaring atau ambang pengakuan (threshold for
recognition) informasi untuk masuk ke statemen keuangan. Penyaring ini adalah materi-
alitas (materiality).
B. NILAI INFORMASI
Informasi harus bermanfaat bagi para pemakai mengandung makna bahwa informasi
harus mempunyai nilai. Informasi dapat dikatakan mempunyai nilai (kebermanfaatan
keputusan) apabila informasi tersebut:
1. Menambah pengetahuan pembuat keputusan tentang keputusannya di masa lalu,
sekarang, atau masa datang.
2. Menambah keyakinan para pemakai mengenai probabilitas terealisasinya suatu
harapan dalam kondisi ketidakpastian.
3. Mengubah keputusan atau perilaku para pemakai.
2. Konsistensi (Consistency)
Konsistensi adalah prinsip akuntansi yang menyatakan bahwa sebuah perusahaan
harus tetap menggunakan dan mempertahankan sistem akuntansi yang telah dipilih
dari periode ke periode selanjutnya dan setiap perubahan sistem akuntansi yang
dilakukan harus benar-benar didokumentasikan perusahaan diharapkan dapat menjaga
konsistensi untuk memastikan bahwa catatan keuangan perusahaan tetap akurat dan
koheren. Prinsip konsistensi menjelaskan bahwa perusahaan harus menggunakan
perlakuan akuntansi yang sama untuk setiap kejadian dan transaksi sejenis dari waktu
ke waktu dengan kata lain perusahaan tidak boleh menggunakan salah satu metode
akuntansi untuk hari ini kemudian besok menggunakan metode akuntansi yang lain
kemudian besok nya lagi beralih kembali ke metoda awal. Transaksi harus dicatat
dengan menggunakan metode akuntansi yang sama dari waktu ke waktu untuk
menciptakan konsistensi dalam informasi keuangan yang diberikan kepada kreditor
dan investor atau pihak lain.
Konsistensi dalam Akutansi adalah dasar yang menyatakan bahwa metode yang
sama untuk mencatat akun-akun transaksi harus digunakan dari tahun ke tahun agar
informasi mengenai keuntungan kerugian dan lain lain dapat dibandingkan.
3. Kenetralan (Neutrality)
Kenetralan adalah ketidakberpihakan pada suatu estimasi atau grup tertentu atau
ketakberbiasan dalam perlakuan akuntansi. Ketakberbiasan berarti bahwa informasi
disajikan tidak untuk mengarahkan grup pemakai tertentu agar bertindak sesuai
dengan keinginan penyedia informasi atau untuk memberi keuntungan/kerugian
kepada grup pemakai tertentu atau menghindari akibat/konsekuensi tertentu bagi
sekelompok pemakai.
Kenetralan lebih mempunyai arti penting bagi penyusun standar dibandingkan
bagi pelaksana standar, akan tetapi makna netral tetap sama bagi kedua pihak. Netral
berarti baik dalam merumuskan ataupun mengimplementasikan standar, perhatian
utama adalah relevansi dan reliabilitas informasi yang dihasilkan bukan pengaruh
(efek) standar tersebut kepada pihak pemakai. Netral bukan berarti tanpa tujuan dan
tidak berarti bahwa informasi akuntansi tidak mempengaruhi perilaku.
4. Keterpahaman (Understandibility)
Keterpahaman adalah kemampuan informasi untuk dapat dicerna atau dipahami
maknanya oleh pemakai. Terdapat 2 faktor yang mempengaruhi pemahaman
informasi, yaitu pemakai dan informasi itu sendiri. FASB menganalogikan bahwa
informasi sebagai alat bagi pemakai. Alat akan bermanfaat apabila alat tersebut cocok
atau tepat dan pemakai bersedia untuk mempelajari cara kerja alat tersebut.
Seberapapun canggih alat tersebut, jika pemakai tidak memahami cara kerja dan
kegunaannya maka alat tersebut menjadi tidak bermanfaat. Dengan demikian sebagai
pembuat kebijakan harus berusaha agar informasi dapat dipahami misalnya dengan
memberikan sharing pengetahuan melalui seminar, lokakarya, atau pelatihan.
E. MATERIALITAS
Apabila seluruh informasi diungkapkan dalam statemen keuangan, informasi harus
diakui dalam sistem pembukuan sehingga pengaruhnya terefleksi dalam statemen
keuangan. Namun keputusan untuk tidak mencantumkan suatu informasi dalam statemen
keuangan dapat disebabkan oleh pertimbangan bahwa investor tidak tertarik dengan
informasi tersebut (masalah keberpautan) atau karena jumlah rupiah informasi akuntansi
terlalu kecil untuk mempengaruhi keputusan. Oleh karena itu diperlukan batas bawah
untuk menyaring informasi mana yang dianggap penting dan tidak penting sehingga perlu
diakui atau tidak. Penting tidaknya suatu informasi biasanya diukur dari besar kecilnya
jumlah rupiah (magnitude) objek informasi dibandingkan dengan besar kecilnya jumlah
rupiah objek keputusan. Pada dasarnya penting tidaknya suatu informasi diukur secara
kuantitatif. Materialitas adalah ambang batas (thresold) kuantitatif untuk menyaring
informasi untuk diakui.
Materialitas adalah besar kecilnya atau magnituda suatu penghilangan atau
penyalahsajian informasi akuntansi yang memungkinkan pertimbangan profesional untuk
menghilangkan atau mengabaikan informasi tersebut. Untuk menjadi material, magnituda
informasi harus dievaluasi bersamaan dengan kondisi-kondisi yang melingkupi informasi
tersebut. Pertimbangan materialitas lebih banyak dihadapi oleh manajemen dan auditor di
tataran badan usaha dibandingkan pada perekayasaan atau penyusunan standar. FASB
berpendapat bahwa tidak ada standar umum materialitas yang dapat diformulasikan
dengan memasukkan semua faktor pertimbangan orang berpengalaman. Namun
materialitas merupakan pertimbangan individual dan hanya dapat dibuat oleh mereka
yang mempunyai semua fakta tentang kondisi-kondisi yang melingkupi suatu keputusan.