Anda di halaman 1dari 20

TEKNIK IDENTIFIKASI BAHAYA

JOB SAFETY ANYSIS (JSA)

Makalah

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Manajemen Risiko

Disusun oleh :

Kelompok 3 / AJ 2018

Nur Indah Fatma K. 101811123016

Ria Nuranisa 101811123023

Finda Amalia Hadi 101811123034

Nadya Kumalasari 101811123053

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena


berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Manajemen Risiko.
Adapun maksud dan tujuan kami dalam menyelesaikan tugas ini adalah
untuk menambah pengetahuan kami mengenai materi tersebut. Dengan upaya
yang kami lakukan, semoga Bapak/Ibu dosen selalu memberikan bimbingan
pada kami, agar mendapatkan nilai yang kami harapkan dan dapat
menyampaikan persepsi dan standar pendidikan di Universitas Airlangga
Surabaya khususnya dalam mata kuliah Manajemen Risiko. Pola dan
penyajiannya diharapkan dapat dimengerti dan dapat digunakan sebagai media
pembelajaran.
Makalah ini telah kami susun secara sistematis dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu, kami mohon maaf atas segala kesalahan serta menerima segala kritik dan
saran dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini dan bisa lebih
baik dalam pembuatan makalah ilmiah selanjutnya.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan


manfaat terhadap pembaca.

Surabaya, Mei 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................ii
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.2.1 Apa itu Job Safety Analysis (JSA)?.......................................................2
1.2.2 Apa fungsi Job Safety Analysis (JSA)?.................................................2
1.2.3 Apa manfaat Job Safety Analysis (JSA)?.............................................2
1.2.4 Bagaimana tahapan penyusunan Job Safety Analysis (JSA)?.........2
1.2.5 Bagaimana contoh pengaplikasian Job Safety Analysis (JSA)?.......2
1.3 Tujuan...............................................................................................................2
1.3.1 Mengetahui apa itu Job Safety Analysis (JSA)....................................2
1.3.2 Mengetahui apa fungsi Job Safety Analysis (JSA)..............................2
1.3.3 Mengetahui apa saja manfaat Job Safety Analysis (JSA).................2
1.3.4 Mengetahui tahapan penyusunan Job Safety Analysis (JSA)...........2
1.3.5 Mengetahu pengaplikasian JSA pada studi kasus..............................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................3
2.1 Pengertian Job Safety Analysis (JSA)..........................................................3
2.2 Fungsi Job Safety Analysis (JSA).................................................................3
2.3 Manfaat Penggunaan Job Safety Analysis (JSA)........................................3
2.4 Tahapan Penyusunan Job Safety Analysis (JSA).......................................4
BAB III STUDI KASUS...................................................................................................6
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................12
BAB V PENUTUP.........................................................................................................16
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................16
5.2 Saran...............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahaya merupakan situasi yang berpotensi menimbulkan cidera atau


kerusakan pada manusia. Bahaya sangat alamiah dan melekat pada zat,
sistem atau peralatan. Sedangkan risiko merupakan katalis bagi bahaya
untuk menjadi sebuah kecelakaan. Risiko tidak dapat dihindari dari setiap
pekerjaan, namun dapat diminimalisir dengan adanya proses manajemen
risiko.
Manajemen risiko meliputi kegiatan identifikasi bahaya, analisis risiko
dan evaluasi risiko. Proses identifikasi bahaya dilakukan dengan cara
inspeksi, informasi mengenai data kecelakaan kerja, penyakit dan absensi,
laporan dari tim K3, P2K3, supervisor dan keluhan pekerja, serta dapat pula
melalui material safety data sheet. Analisis risiko dicerminkan dengan tingkat
keparahannya, sedangkan evaluasi risiko adalah menentukan risiko yang ada
dapat diterima atau harus segera dilakukan pengendalian untuk mengurangi
tingkat risiko.
Setiap proyek memiliki persoalan yang berbeda pada setiap proses
pengerjaannya. Bahkan proses yang terjadi pada suatu proyek tidak berulang
pada proyek yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh lokasi yang berbeda,
proses pengerjaan dan bahan yang digunakan berbeda satu sama lainnya.
Karakteristik ini yang menyebabkan kondisi proyek berbahya dan rawan
kecelakaan. Keadaan tersebut semakin mempersulit penanganan masalah
K3.
Menurut Austalian Standard/New Zealand Standard (AS/NZS) 4360
(2004), terdapat tiga metode analisi risiko yaitu analisi kualitatif, analisi semi
kuantitatif, dan analisis kuantitatif. Metode analisis risiko yang digunakan
dalam studi kasus ini adalah analisis risiko semi kuantitatif yang bertujuan
untuk memperoleh indentifikasi bahaya kerja untuk dapat menilai risiko kerja
dan selanjutnya melakukan pengendalian risiko kerja menggunakan hirarki
pengendalian risiko.

1
1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Apa itu Job Safety Analysis (JSA)?

1.2.2 Apa fungsi Job Safety Analysis (JSA)?

1.2.3 Apa manfaat Job Safety Analysis (JSA)?

1.2.4 Bagaimana tahapan penyusunan Job Safety Analysis (JSA)?

1.2.5 Bagaimana contoh pengaplikasian Job Safety Analysis (JSA)?

1.3 Tujuan

1.3.1 Mengetahui apa itu Job Safety Analysis (JSA)

1.3.2 Mengetahui apa fungsi Job Safety Analysis (JSA)

1.3.3 Mengetahui apa saja manfaat Job Safety Analysis (JSA)

1.3.4 Mengetahui tahapan penyusunan Job Safety Analysis (JSA)

1.3.5 Mengetahu pengaplikasian JSA pada studi kasus

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Job Safety Analysis (JSA)

Menurut NOSA (1999), Job Safety Analysis (JSA) merupakan salah satu
usaha dalam menganalisa tugas dan prosedur yang ada di suatu industri.
JSA didefinisikan sebagai metode mempelajari suatu pekerjaan untuk
mengidentifikasi bahaya dan potensi insiden yang berhubungan dengan
setiap langkah, mengembangkan solusi yang dapat menghilangkan dan
mengkontrol bahaya serta incident.

2.2 Fungsi Job Safety Analysis (JSA)

Fungsi yang dapat diperoleh dari pelaksanaan Job Safety Analysis (JSA),
adalah :
1. Sebagai upaya pencegahan kecelakaan
2. Sebagai alat kontak safety (safety training) terhadap tenaga kerja baru
3. Melakukan review pada Job prosedur setelah terjadi kecelakaan
4. Memberikan pre job intruction pada pekerjaan yang baru
5. Memberikan pelatihan secara pribadi kepada karyawan
6. Dapat Meninjau ulang SOP

2.3 Manfaat Penggunaan Job Safety Analysis (JSA)

1. Memberikan pengertian yang sama terhadap setiap orang tentang apa


yang dilakukan untuk mengerjakan pekerjaan dengan selamat
2. Suatu alat pelatihan yang efektif untuk para pegawai baru
3. Elemen yang utama dapat dimasukkan dalam daftar keselamatan,
pengarahan sebelum memulai pekerjaan, observasi keselamatan, dan
sebagai topik pada rapat keselamatan
4. Membantu dalam penulisan prosedur keselamatan untuk jenis pekerjaan
yang baru maupun yang dimodifikasi
5. Suatu alat yang efektif untuk mengendalikan kecelakaan pada pekerjaan
yang dilakukan tidak rutin

3
2.4 Tahapan Penyusunan Job Safety Analysis (JSA)

Analisis Keselamatan Pekerjaan atau tugas-tugas harus dilakukan


secara berurutan dan teliti dari setiap tahapan proses kerja dalam sistem
kerja secara keseluruhan. Secara garis besar, langkah-langkah dasar analisis
keselamatan pekerjaan dapat diuraikan sebagai berikut :
Langkah 1 : Pembuatan Daftar Pekerjaan
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah membuat dan
meninjau daftar pekerjaan yang ada di setiap Unit kerja.
mencatat semua pekerjaan/tugas yang dikerjakan pada setiap
bagian proses kerja pada masing-masing unit kerja. Buat daftar
dan letakan pekerjaan/tugas yang paling berbahaya pada
urutan paling atas. Untuk menentukan pekerjaan/tugas yang
akan dianalisis terlebih dahulu, maka sebagai bahan
pertimbangan dapat digunakan riwayat kecelakaan pada tugas
tersebut.
Langkah 2 : Penentuan Jenis Pekerjaan yang akan dianalisis
Jenis-jenis pekerjaan/tugas yang akan dianalisis, terlebih
dahulu perlu dibuat skala prioritas berdasarkan urgensi potensi
bahayanya dengan melihat criteria-kriteria penentuan sebagai
berikut :
a. Tingkat frekuensi kecelakaan tinggi
b. Tingkat keparahan kecelakaan tingi
c. Potensi bahaya yang mempunyai resiko kecelakaan tinggi
d. Terdapat pekerjaan/tugas-tugas baru, pekerjaan tidak rutin
atau terdapat perubahan pola pekerjaan
e. Pekerjaan/tugas-tugas yang bersifat rutin
f. Menggunakan sistem rangking atau tingkat resiko bahaya.

Langkah 3 : Mengurai Tugas ke dalam langkah-langkah dasar

Setelah dibuat daftar jenis pekerjaan/tugas dan ditentukan jenis


pekerjaan mana yang akan dianalisis, langkah selanjutnya

4
adalah menguraikan pekerjaan tersebut menjadi langkah-
langkah dasar. Setiap langkah dasar yang diuraikan harus
dapat menggambarkan tentang apa yang akan dikerjakan.
Dengan demikian, uraian pekerjaan tersebut harus dibuat
secara berurutan sdebagaimana pada saat pekerjaan
dilakukan. Untuk memudahkan dalam menguraikan pekerjaan
ke dalam langkah-langkah dasar, maka hal-hal yang perlu
dilakukan adalah sebagai berikut:

Tulis setiap tahapan pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja dan


selanjutnya dapat dibuat penyempurnaan bila diperlukan.

Amati setiap perubahan proses kerja, arah atau perubahan


tersebut untuk menentukan dimana tahapan awal dan mana
tahapan akhir pekerjaan. Untuk mengurai tahapan pekerjaan
gunakan kata kerja operasional yang sederhana dan mudah
dimengerti seperti; memotong; mengelas; menggergaji, dll.

Konsultasikan dengan tenaga kerja untuk klarifikasi uraian


pekerjaan, Amati apa yang dilakukan oleh pekerja dan bukan
bagaimana pekerja melakukan pekerjaan. Buat kesepakatan
dengan tenaga kerja hal-hal yang terkait dengan uraian
pekerjaan tersebut.

Langkah 4 : Identifikasi Potensi Bahaya pada setiap langkah dasar

Tujuan analisis pada langkah ini adalah untuk mengenali atau


mengidentifikasi dan mencatat sumber-sumber bahaya yang
ada pada setiap tahapan proses kerja. Dari identifikasi potensi
bahaya ini, akan dapat diketahui berbagai jenis potensi bahaya
yang mungkin timbul dan beresiko terjadinya kecelakaan atau
penyakit akibat kerja. Di dalam mengidentifikasi potensi bahaya
pada setiap tahapan proses kerja pergunakan daftar periksa
potensi bahaya.

Langkah 5 : Pelaksanaan Analisis Keselamatan Pekerjaan

5
Untuk melaksanakan analisis keselamatan pekerjaan perlu
dilakukan pengamatan secara terencana di lapangan (Job
Safety Observation). Analisis keselamatan pekerjaan yang
telah disetujui harus dijelaskan dan dikonsultasikan kepada
tenaga kerja yang terkait di pabrik untuk mendapatkan
masukan. Tenaga kerja perlu ditanya tentang potensi bahaya
apa saja yang mungkin timbul di tempat kerjanya yang
berkaitan dengan tugas-tugas yang dilakukan sehari-hari. Dan
setelah dilakukan observasi ada yang perlu dilakukan
perbaikan, kembali ke langkah 4 untuk dibuatkan revisinya.

BAB III
STUDI KASUS

Penelitian dilakukan pada salah satu pabrik milik perusahaan PT.


Anugerah Rimba Nusantara yang khusus memproduksi barecore di Boyolali.
Proses produksi dilakukan setiap hari kerja (Senin-Jum’at). Terdapat 2 shift kerja
yaitu shift pagi pukul 08.00 – 16.00 dan shift malam pukul 04.00 – 24.00 dengan
1 jam istirahat tiap shift. Dengan jumlah karyawan 80 orang, dalam satu hari
kerja, pabrik mampu menghasilkan 8 kontainer dengan masing-masing kontainer
berisi 1528 lembar barecore.

1. Kondisi Umum Pabrik


Lantai terbuat dari beton dan semen. Kondisinya kering dan banyak
terdapat debu dari serbuk kayu. Kondisi ini mengakibatkan lantai sedikit licin.
Area jalur alat angkut ditandai dengan safety line berwarna kuning, akan
tetapi warnanya sudah sebagian besar memudar. Pengerjaan dengan mesin
masih dijalankan secara manual. Tingkat kebisingan lebih dari ambang batas
85db, suhu temperatur lebih dari 35 derajat celcius di bagian oven.
Penerangan pada siang hari berasal dari atap yang dibuat tidak tertutup
genteng. Terdapat banyak peringatan K3 di dalam pabrik. Alat angkat dan
angkut yang terdapat pada pabrik ini adalah forklift dan troli dorong. Oven
yang digunakan untuk pengeringan ada 2. Boiler pada oven memiliki bahan
bakar oli, kayu dan serbuk sisa hasil produksi. Untuk penanganan kebakaran
pada pabrik belum ada karena pabrik tidak memiliki Alat Pemadam Api
Ringan (APAR).

6
2. Peralatan Kecelakaan dan Kesehatan Kerja
Alat pelindung diri (APD) yang diberikan oleh perusahaan antara lain
masker untuk menghindari insfeksi saluran pernapasan dan sarung tangan
untuk menghindari dari tergores benda kerja maupun kulit kemasukan
serbuk. Sedangkan APD yang wajib disediakan oleh pekerja secara mandiri
adalah safety shoe atau alas kaki untuk menghindari dari kemungkinan
menginjak benda tajam dan safety shoes dapat melindungi keseluruhan dari
kaki. Selain itu terdapat pula P3K, yaitu Pertolongan Pertama pada
Kecelakaan di tempat kerja selanjutnya sebagai upaya memberikan
pertolongan pertama secara cepat dan tepat kepada pekerja dan/atau orang
lain yang berada di tempat kerja, yang mengalami sakit atau cidera di tempat
kerja. Di pabri sediktnya terdapat 6 kotak P3K yang disebar di area pabrik.
3. Proses Produksi
Proses yang dilakukan untuk membuat barecore adalah sebagai berikut:
a. Mempersiapkan kayu dalam bentuk utuh.
b. Pengeringan kayu dengan oven selama 7 hari.
c. Kayu yang sudah kering dipotong membentuk bongkahan balok
menggunakan mesin jamping saw.
d. Dipotong kembali menggunakan mesin double planner supaya berbentuk
bongkahan persegi tipis.
e. Dipotong sesuai ukuran yang diinginkan dengan mesin gangrph.
f. Penyortiran dengan mesin Conveyor.
g. Penataan membentuk barecore dengan mesin Conveyor.
h. Pengepressan dengan mesin pres untuk merekatkan barecore.
i. Finishing dengan pendempulan atau perbaikan bagian yang cacat.
j. Penumpukan produk jadi.

Gambar 3.1 Proses Pemotongan Kayu

7
Gambar 3.2 Boiler

4. Identifikasi Risiko dengan JSA


1) Tahap pengeringan kayu dengan oven selama 7 hari
Pada tahap ini, kayu di masukkan dalam oven selama seminggu untuk
menghilangkan kandungan air. Tabel 4.1 menunjukkan analisis potensi
kecelakaan kerja pada tahap ini. Matriks perhitungan nilai potensi risiko
berdasarkan job safety analysis adalah dari hasil perkalian nilai severity
dan likelihood, maka akan terlihat besar tingkat bahaya yang ditimbulkan.
Potensi kecelakaan tahap ini disajikan dalam bentuk matriks sehingga
terlihat kategori dan level dari masing-masing potensi kecelakan yang
dianalisis pada job safety analysis. Matriks yang menyajikan kategori dan
level dari potensi kecelakaan kerja tahap pengeringan kayu terlihat pada
Gambar 3.3.
No Pekerjaan Potensi Konsekuensi Risk Pengendalian Saran
Cidera Matrix yang ada
S L RL
1. Mengisi Radiasi Dehidrasi 2 C 2C Menggunakan Menyediakan
bahan bakar panas APD, yaitu minum yang
oven dengan sarung banyak bagi
serbuk kayu tangan, tenaga kerja
dan oli masker dan khusus oven.
safety shoes.
Ledakan Kematian 5 D SD Pengecekan Ketel uap yang
ketel berkala ketel digunakan belum
uap uap. sesuai ketentuan,
yaitu apendages
tidak lengkap.
Sebaikanya

8
mengganti ketel
uap yang lebih
aman sesuai
standar ketel uap.
Terkena Kulit 3 C 3C Menggunakan Untuk pekerja
oven melempuh APD, yaitu baru dilakukan
sarung training/bimbingan
tangan, pada 3 bulan
masker dan pertama.
safety shoes.
Serbuk Penyakit 3 C 3C Menggunakan Mengganti bahan
kayu saluran APD, yaitu bakar serbuk kayu
sisa pernafasan sarung dengan sisa
produksi dan mata tangan, produksi kayu
masker dan
safety shoes.
2. Memasukkan Radiasi Kulit 2 C 2C Menggunakan Memodifikasi
kayu ke panas melempuh, APD, yaitu ruang oven yang
dalam dehidrasi sarung meminimalkan
tempat tangan, radiasi panas.
pengovenan masker dan Menyediakan
safety shoes. minum yang
banyak bagi
tenaga kerja
khusus oven.
Tergores Luka 2 C 2C Menggunakan Untuk pekerja
dan APD, yaitu baru dilakukan
terjepit sarung training /
benda tangan, bimbingan pada 3
kerja masker dan bulan pertama.
safety shoes.
Posisi Gangguan 1 B 1B Pekerja Untuk pekerja
lengan otot pada terlatih baru dilakukan
tangan lengan training /diberikan
salah tangan bimbingan pada
saat saat melakukan
menaruh pekerjaan pada 3

9
kayu bulan masa
training
3. Melakukan Rdiasi Kulit 2 C 2C Menggunakan Menyediakan
proses panas melepuh, APD, yaitu minuman yang
pengovenan dehidrasi sarung banyak bagi
tangan, tenaga kerja
masker dan khusus oven.
safety shoes.
Ketel Kebakaran 5 D 5D Pengecekan Sebaiknya
uap pabrik, berkala untuk menggunakan
meledak kematian bahan bakar tenaga kerja
dan profesional dan
pengecekan sesuai dengan
berkala ketel ketentuan dalam
uap. Per.01/Men/1988,
tentang kualifikasi
dan syarat-syarat
operator pesawat
uap.
Menyesuaikan
ketel uap sesuai
ketentuan.

Gambar 3.3 Matriks Nilai Potensi Risiko

10
Potensi cidera kerja pada proses pengeringan kayu dengan oven selama
7 hari terdapat 9 poin. Terdapat 5 poin pada level medium, 1 poin level high, 3
poin level ekstrem. Lima poin yang memiliki posisi pada level medium adalah 1A
(Radiasi panas), 2A (Radiasi panas), 2B (Tergores dan terjepit benda kerja),
2C(Posisi lengan tangan salah), 3A(Radiasi panas). Lima potensi cidera tersebut
harus diwaspadai dan harus dilakukan tindakan agar tidak terjadi kecelakan,
apabila terjadi maka dilakukan perbaikan dengan jangka waktu 3 hari.

Posisi level selanjutnya adalah level high, yaitu 1C (Terkena oven) dan
1D (Serbuk kayu sisa produksi). Poin tersebut harus diwaspadai dan perlu
dilakukan perbaikan 24 jam dengan tindakan yang lebih dan khusus agar tidak
terjadi kecelakaan. Posisi level terparah adalah level ekstrem dan hanya
terdapat 2 poin, yaitu 1B (Ledakan ketel uap) dan 3B (Ledakan ketel uap).
Kondisi pada level ini merupakan kondisi yang sangat berbahaya. Apabila terjadi
kejadian maka harus diperbaiki disaat itu juga.

11
BAB IV
PEMBAHASAN

Dengan adanya analisa risiko dengan menggunakan JSA maka muncul


analisa yaitu :

1. Tahap mempersiapkan kayu dalam bentuk utuh memiliki 3 potensi cidera.


Pertama adalah tergores dan terjepit benda kerja, konsekuensinya adalah
luka goresan. Kedua adalah kulit kemasukan serbuk kayu, konsekuensinya
iritasi kulit dan luka. Ketiga adalah posisi lengan tangan salah saat menaruh
kayu, konsekuensinya adalah gangguan otot lengan tangan.
Penanggulangan perusahaan adalah penggunaan APD sarung tangan dan
alas kaki yang prakteknya tidak diawasi sehingga banyak pekerja yang tidak
mengenakan APD secara teratur. Sarannya untuk pekerja baru perlu diberi
training, melapisi kayu dengan bahan yang aman untuk kulit, misalkan kertas,
serta tempat untuk menyimpan kayu dibuat luas.
2. Tahap pengeringan kayu dengan oven selama 7 hari terdapat 3 aktivitas.
Pertama, aktivitas mengisi bahan bakar oven dengan serbuk kayu dan oli
dengan 4 potensi cidera, yaitu radiasi panas, konsekuensinya adalah
dehidrasi, ledakan yang terjadi pada sumber tenaga oven, konsekuensinya
adalah kematian. Potensi lain adalah terkena oven dan serbuk kayu sisa
produksi, konsekuensinya adalah penyakit saluran pernapasan dan mata.
Saran aktivitas adalah memodifikasi ruang oven yang meminimalkan radiasi
panas, menyediakan minum tenaga kerja khusus oven, sebaiknya mengganti
ketel uap yang lebih aman sesuai standar ketel uap, pekerja baru harus
dilakukan training dan mengusahakan untuk mengganti bahan bakar serbuk
kayu dengan sisa produksi kayu. Kedua adalah memasukkan kayu ke dalam
tempat pengovenan dengan 3 potensi cidera. Pertama adalah radiasi panas,
konsekuensinya adalah dehidrasi. Kedua, tergores dan terjepit benda kerja.
Ketiga adalah posisi lengan tangan salah saat menaruh kayu.

12
Konsekuensinya adalah gangguan otot pada lengan tangan. Sarannya
adalah memodifikasi ruang oven yang meminimalkan radiasi panas serta
menyediakan minum yang banyak bagi tenaga kerja khusus oven, untuk
pekerja baru harus dilakukan training. Ketiga adalah proses pengovenan,
dengan 2 potensi. Pertama, radiasi panas., konsekuensinya dehidrasi. Kedua
adalah ketel uap meledak, konsekuensinya kematian, kebakaran. Sarannya
ialah memodifikasi ruang oven yang meminimalkan radiasi panas serta
menyediakan minum yang banyak bagi tenaga kerja khusus oven dan
sebaiknya menggunakan tenaga kerja profesional.
3. Tahap kayu yang sudah kering dipotong membentuk bongkahan balok
menggunakan mesin jamping saw. Terdapat 2 aktivitas pada tahap ini.
Pertama adalah memindahkan kayu dari oven ke tempat produksi dengan
forklift. Potensi dari aktivitas ini ada 4. Pertama ialah radiasi panas. Kedua
ialah tergores dan terjepit benda kerja atau kayu. Ketiga ialah kulit
kemasukan serbuk kayu. Keempat ialah tertabrak forklift. Sarannya adalah
untuk yang berhubungan dekat dengan oven sebaiknya memodifikasi ruang
oven yang meminimalkan radiasi panas dan menyediakan minum yang
banyak bagi tenaga kerja khusus oven, untuk pekerja baru harus dilakukan
training, melapisi kayu dengan bahan yang aman untuk kulit serta forklift
diberi klakson atau suara untuk peringatan bagi pekerja di sekitar forklift dan
mewarnai kembali safety line supaya terlihat jelas. Kedua ialah melakukan
proses pemotongan. Potensi cidera pada aktivitas ini adalah tangan terkena
dan terjepit mesin, konsekuensinya adalah luka, jari putus. Potensi dari
serbuk kayu sisa pemotongan, konsekuensinya penyakit saluran pernapasan
dan mata. Potensi tingkat kebisingan tinggi, konsekuensinya dapat
menurunkan tingkat pendengaran bahkan tuli. Sarannya sebaiknya
memodifikasi mesin untuk menjauhkan tangan pekerja dari alat pemotong
dan untuk pekerja baru dilakukan training, menyediakan tempat khusus untuk
serbuk kayu setelah pengolahan sehingga tidak berserakan di dalam pabrik
dan memasang peredam suara di sekitar sumber suara dan rutin melakukan
pengecekan pada besar desible supaya masih dalam batas aman, yaitu
kurang dari 80 desible.
4. Tahap dipotong kembali menggunakan mesin double planner supaya
berbentuk bongkahan persegi tipis. Aktivitas yang terdapat pada tahap ini
adalah melakukan proses pemotongan langsung dari tahap sebelumnya.

13
Potensi cidera ada sama seperti proses pemotongan bongkahan balok
menggunakan mesin jamping saw. Untuk saran, sama seperti tahap
sebelumnya dikarenakan potensi dan jenis pekerjaan serta mesinnya sama.
5. Tahap dipotong sesuai ukuran yang diinginkan dengan mesin gangrph.
Aktivitas yang terdapat pada tahap ini adalah melakukan proses pemotongan
langsung dari tahap sebelumnya. Aktivitas yang terdapat pada tahap ini
adalah melakukan proses pemotongan langsung dari tahap sebelumnya.
Potensi cidera ada sama seperti proses pemotongan bongkahan balok
menggunakan mesin jamping saw. Untuk saran, sama seperti tahap
sebelumnya dikarenakan potensi dan jenis pekerjaan serta mesinnya sama.
6. Tahap penyortiran dengan mesin conveyor. Aktivitas yang terdapat pada
tahap ini adalah melakukan proses sortir langsung dari tahap sebelumnya.
Aktivitas yang terdapat pada tahap ini adalah melakukan proses pemotongan
langsung dari tahap sebelumnya. Potensi cidera ada sama seperti proses
pemotongan bongkahan balok menggunakan mesin jamping saw. Untuk
saran, sama seperti tahap sebelumnya dikarenakan potensi dan jenis
pekerjaan serta mesinnya sama.
7. Tahap penataan membentuk barecore dengan mesin conveyor. Aktivitas
yang terdapat pada tahap ini adalah melakukan proses sortir langsung dari
tahap sebelumnya. Aktivitas yang terdapat pada tahap ini adalah melakukan
proses pemotongan langsung dari tahap sebelumnya. Potensi cidera ada
sama seperti proses pemotongan bongkahan balok menggunakan mesin
jamping saw. Untuk saran, sama seperti tahap sebelumnya dikarenakan
potensi dan jenis pekerjaan serta mesinnya sama.
8. Tahap pengepressan dengan mesin pres untuk merekatkan barecore.
Terdapat 3 aktivitas pada tahap ini. Pertama adalah menata beberapa
barecore dari tahap sebelumnya di atas mesin press. Potensi cidera ada
sama seperti proses pemotongan bongkahan balok menggunakan mesin
jamping saw. Untuk saran, sama seperti tahap sebelumnya dikarenakan
potensi dan jenis pekerjaan serta mesinnya sama. Kedua adalah melakukan
pengepressan dengan mesin press. Disini juga potensi cidera sama seperti
proses pemotongan bongkahan balok menggunakan mesin jamping saw.
Untuk saran, sama seperti tahap sebelumnya dikarenakan potensi dan jenis
pekerjaan serta mesinnya sama. Ketiga adalah memindahkan barecore yang
sudah dipress. Aktivitas yang terdapat pada tahap ini adalah melakukan

14
proses pemotongan langsung dari tahap sebelumnya. Potensi cidera ada
sama seperti proses pemotongan bongkahan balok menggunakan mesin
jamping saw. Untuk saran, sama seperti tahap sebelumnya dikarenakan
potensi dan jenis pekerjaan serta mesinnya sama.
9. Tahap finishing dengan pendempulan atau perbaikan bagian yang cacat.
Aktivitas pada tahap ini adalah quality control. Terdapat 3 potensi cidera.
Pertama adalah tangan terkena dan terjepit benda kerja, konsekuensinya
adalah luka. Kedua dari serbuk kayu sisa pemotongan, konsekuensinya
adalah penyakit saluran pernapasan dan mata. Ketiga dari tingkat kebisingan
tinggi, konsekuensinya adalah dapat menurunkan tingkat pendengaran dan
tuli. Sarannya untuk pekerja baru harus dilakukan training, lokasi
pendempulan dibuat agak jauh dari lokasi produksi untuk menghindari
dampak debu serbuk kayu serta memasang peredam suara di sekitar sumber
suara dan rutin melakukan pengecekan pada besar desible supaya masih
dalam batas aman, yaitu kurang dari 80 desible.
10. Tahap penumpukan produk jadi. Aktivitas yang terdapat pada tahap ini ada 3.
Pertama mengelompokkan produk jadi sesuai kualitas dengan cara
menumpuk sesuah disortir dengan 4 potensi sidera. Pertama tangan terkena
dan terjepit barecore. Kedua dari serbuk kayu sisa pemotongan. Ketiga dari
tingkat kebisingan tinggi. Keempat posisi lengan tangan yang salah saat
memposisikan. Sarannya pengecekkan dilakukan oleh ahlinya, untuk pekerja
baru harus dilakukan training, lokasi penyortiran dibuat agak jauh dari lokasi
produksi serta memasang peredam suara di sekitar sumber suara dan rutin
melakukan pengecekan pada besar desible supaya masih dalam batas
aman, yaitu kurang dari 80 desible. Aktivitas kedua adalah produk jadi
dibawa dengan troli dorong. Terdapat 4 potensi cidera. Pertama tangan
terkena dan terjepit barecore. Kedua adalah dari serbuk kayu sisa
pemotongan. Ketiga terdapat pula potensi dari tingkat kebisingan tinggi.
Keempat adalah posisi lengan tangan yang salah pada saat memposisikan.
Sarannya sebaiknya untuk pekerja baru harus dilakukan training, lokasi
produk jadi dibuat agak jauh dari lokasi produksi serta memasang peredam
suara di sekitar sumber suara dan rutin melakukan pengecekan pada besar
desible supaya masih dalam batas aman, yaitu kurang dari 80 desible.

15
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Job Safety Analyssis (JSA) merupakan salah satu usaha dalam
menganalisa tugas dan prosedur yang ada di suatu industri untuk
mengidentifikasi bahaya dan potensi suatu insiden. Salah satu fungsi dari
adanya JSA itu sendiri adalah sebagai upaya pencegahan kecelakaan
dengan cara memberikan pelatihan kepada karyawan dan memperbaharui
setiap SOP yang telah dietapkan. Manfaat yang dapat dirasakan dengan
adanya JSA di suatu perusahaan adalah dapat mengendalikan kejadian
kecelakaan pada suatu pekerjaan, dengan harapan angka kejadian tersebut
dapat menurun. Dalam menerapkan JSA sendiri ada tahapan yang harus
dilalui diantaranya membuat draf pekerjaan, menentukan jenis pekerjaan
yang akan dianalisis, mengurai setiap tugas dalam pekerjaan,
menidentifikasi risiko bahaya, kemudian melaksanakan analisis keselamatan
pekerjaan.
Salah satu contoh penerapan JSA di peusahaan yaitu di PT. Anugerah
Rimba Nusantara yang khusus memproduksi barecore di Boyolali. Setelah
dilakukan penerapan JSA didapatkan hasil bahwa pekerjaan tersebut
berpotensi cedera sebanyak 9 poin, tang terdiri dari 5 poin medium
(membutuhkan perawatan medis, kerugian cukup besar), 1 poin pada level
high (menghilangkan hari kerja hingga cacat permanen sebagian), 3 poin
pada level extreem (cacat permanen serius hingga kematian).

5.2 Saran

Perusahaan sebaiknya benar-benar memberikan pelatihan kepada


karyawan dalam penilaian risiko, agar karyawan dapat serius menanggapi,
memahami, dan melaksanakan aturan K3 di perusahaan, serta dapat
menjadi garda terdepan dalam memberikan contoh keteladanan bagi

16
lingkungan sekitarnya sehingga dapat mencapai zero accident. Serta dalam
hal penanganan risiko, dapat dilakukan berbagai hal untuk mengurangi
dampak risiko, seperti menekan probability dengan cara melakukan safety
induction.

DAFTAR PUSTAKA

Handayani, P. R., 2015. Analisis Risiko Kerja pada PT. Anugerah Rimba
Nusantara dengan Metode Job Safety Analysis (JSA). Jurnal
Teknik, pp. 2-6.

Hakim, R Arif. 2017. Implementasi Manajemen Risiko Sistem Kesehatan


Keselamatan Kerja dan Lingkungan (K3I) pada Pembangunan
Flyover Pegangsaan 2 Kelapa Gading Jakarta Utara. Jurnal Teknik
Sipil Univeritas Mercu Buana : Jakarta.

Maisyaroh, 2010. Implementasi Job Safety Analysis Sebagai Upaya Pencegahan


Kecelakaan Kerja di Pt. Tri Polyta Indonesia, Tbk. Surakarta :
Universitas Sebelas Maret

Muslim. Tahapan Analisis Keselamatan Pekerjaan. Diakses melalui :


http://wahedlabstechnologies.blogspot.com/2012/06/tahapan-
analisis-keselamatan-pekerjaan.html pada tangga; 11 Mei 2020

17

Anda mungkin juga menyukai