Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

FILSAFAT PENDIDIKAN PAI:

SEJARAH FILSAFAT, ATAU LATAR BELAKANG MUNCULNYA FILSAFAT PENDIDIKAN

Di

Oleh:

Kelompok 2

Nama :Munazilla Rizki

Jannati

Unit/ Sem: 1/4

Pengasuh: Rusnawati, MA

PERGURUAN TINGGI ISLAM AL-HILAL SIGLI

ILMU TARBIYAH

TAHUN 2020/ 2021


KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah yang maha pengasih dan maha penyayang. Segala puji dan syukur bagi Allah swt
yang dengan ridho-Nya kita dapat menyelesaikan makalah ini dengna baik dan lancar. Sholawat dan
salam kami hantarkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad saw yang dengan do'a dan
bimbingannya makalah ini dapat terselesaikan dengan lancar.

Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan tentang sejarah lahirnya filsafat, atau latar belakang
munculnya filsafat pendidikan dengan mata kuliah filsafat pendidikan. Makalah ini diharapkan bisa
menambah wawasan dan pengetahuan yang selama ini kita cari. Dan juga kami berharap bisa
dimafaatkan semaksimal mungkin.

Sebagai mahasiswa kami mengharapkan bimbingan, bantuan, saran dan dukungan dari Bapak Ibu dosen
serta pihak lain agar makalah ini bisa berhasil dan berguna bagi kita semua. Amin.

Oeh karena itu saran dan kritik yang membangun tetap kami nantikan dan kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

Sigli, 2 April 2021

Penyusun:
Kelompok 2

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

2.Rumusan Masalah

3.Tujuan Masalah

BAB II PEMBAHASAN

1.Menjelaskan Sejarah Filsafat

2. Menjelaskan Sejarah Filsafat

3. Menjelasakan Sejarah Perkembangan Filsafat

a. Sejarah perkembangan filsafat Yunani Kuno

b. Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Abad Pertengahan

c. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern (Eropa)

d. Sejarah Perkembangan Filsafat pada Masa Kontemporer

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Daftar pustaka
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

LATAR BELAKANG MASALAH

Secara umum, filsafat biasanya di pahami dari dua sisi, yaitu sebagai disiplin ilmu dan sebagai landasan
filosofis bagi proses keilmuan. Sebagai sebuah disiplin ilmu, filsafat ilmu merupakan cabang dari ilmu
filsafat yang membicarakan objek khusus yaitu ilmu pengetahuan dan sudah memiliki sifat dan karakter
hampir sama dengan filsafat pada umumnya. Sementara sebagai landasan filosofis bagi proses keilmuan
dan merupakan kerangka dasar dari proses keilmuan itu sendiri. Artinya filsafat itu mecakup makna yang
mengarahkan kepada penelaah secara ilmiah sebagai sumber pengetahuan dan ilmu.

Perkembangan ilmu pengetahuan hingga seperti sekarang ini tidaklah berlangsung secara mendadak,
melainkan melalui proses bertahap, dan evolutif. Karenanya, untuk memahami sejarah perkembangan
ilmu pengetahuan harus melakukan pembagian atau klasifikasi secara periodik.

Setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas tertentu. Perkembangan
pemikiran secara teoritis senantiasa mengacu kepada peradaban Yunani. Kelahiran suatu ilmu tidak
dapat dipisahkan dari peranan filsafat, sebaliknya perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat.

Ditinjau dari segi historis, hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan
yang sangat mencolok. Pada permulaan sejarah filsafat di Yunani, “philosophia” meliputi hampir seluruh
pemikiran teoritis. Tetapi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di kemudian hari, ternyata juga kita
lihat adanya kecenderungan yang lain.

Mengetahui perkembangan filsafat sangatlah penting peranannya terhadap perkembangan pemikiran


manusia untuk kedepannya. Sebab, pembahasan tentang filsafat akan menyelidiki, menggali, dan
menelusuri sedalam, sejauh, dan seluas mungkin semua tentang hakikat hidup dan aspek di dalamnya.
Dalam hal ini, kita bisa mendapatkan gambaran bahwa filsafat merupakan akar dari semua ilmu dan
pengetahuan yang berkembang di muka bumi ini.

B.RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana Sejarah Filsafat?

2. Bagaimana Sejarah Filsafat?

3. sejak kapan munculnya filsafat?


3. Bagaimana Sejarah Perkembangan Filsafat?

C. TUJUAN MASALAH

1.Menjelaskan Sejarah Filsafat

2. Menjelaskan Sejarah Filsafat

3. Menjelasakan Latar Belakang Munculnya Filsafat

4. Menjelasakan Sejarah Perkembangan Filsafat

a. Sejarah perkembangan filsafat Yunani Kuno

b. Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Abad Pertengahan

c Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern (Eropa)

d Sejarah Perkembangan Filsafat pada Masa Kontemporer

BAB II PEMBAHASAN

A. Sejarah filsafat pendidikan

Pada mulanya, 1filsafat pendidikan adalah cara pendekatan terhadap masalah pendidikan yang biasa
dilakukan di negara anglo Saxon. Di Amerika Serikat misalnya, filsafat pendidikan dimulai dengan
pengkajian terhadap beberapa aliran filsafat tertentu seperti pragmatisme, idealisme, realisme, dan
eksistensialisme, yang diakhiri dengan implikasinya ke dalam aspek- aspek pendidikan. Di Inggris, Filsafat
pendidikan dipusatkan pada prinsip-prinsip yang mendasar sekali dalam pendidikan. Misalnya, tentang
tujuan pendidikan, tujuan kurikulum, metode mengajar, organisasi pendidikan, dan lain- lain. Dibelanda
tidak dikenal filsafat pendidikan, tetapi yang ada hanya pedagogik.

Istilah pedagogik sebagaimana telah diuraikan pada permulaan bab ini, ialah suatu ilmu yang
menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik, yang bukan saja menolak atau
ojeknya untuk mengetahui keadaan hakikat objek itu, melainkan mempelajari pula bagaimana
seharusnya mendidik. Atas dasar ini, ilmu pendidikan disebut juga sebagai suatu ilmu praktis. Jadi, ada
ilmu pendidikan teoritis dan ilmu pendidikan praktis. Ilmu pendidikan teoritis, bahwa pikiran tertuju
pada penyusunan persoalan dan pengetahuan sekitar pendidikan secara ilmiah yang mempunyai

1
Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, 2015,hal 26
lapangan bergerak dan praktik pendidikan ke arah penyusunan suatu sistem pendidikan, termasuk juga
persoalan yang muncul mengenai latar belakang filsafatnya. Sedangkan yang mau pendidikan praktis,
menempatkan dirinya dalam situasi pendidikan dan lebih ditujukan kepada pelaksanaan, daripada cita-
cita yang tersusun dalam ilmu pendidikan teoritis.

Selanjutnya, filsafat pendidikan yang lahir dari elemen pendidikan sebagai ilmu pengetahuan praktis
mengandung maksud, bahwa tugas pendidikan sebagai aspek kebudayaan mempunyai tugas untuk
menyalurkan nilai-nilai hidup. Selain itu, untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai norma
tingkah laku kepada subjek didik, yang bersumber dari filsafat dan/ atau orangtua. Pelaksanaan
pendidikan tersebut, juga merangkum antara teori pengetahuan dan filsafat yang terkandung dalam
pelajaran yang diberikan.

Untuk menyampaikan ilmu pengetahuan dan pengajaran kepada para siswa dan subjek didik dalam
pendidikan, memang memerlukan berbagai teori dan pemikiran dari para ahli filsafat. Metode
pengajaran dan susunan kurikulum telah banyak mengalami penyempurnaan dalam beberapa sejak
perkembangan pendidikan.

B. Sejarah Filsafat

Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan ( the mother of sciences ) yang mampu menjawab segala
pertanyaan dan permasalahaan. Mulai dari masalah-masalah yang berhubungan dengan alam semesta
hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupanya. 2

Di antara permasalahan yang dapat dijawab oleh filsafat adalah permasalahan yang ada di lingkungan
pendidikan.Padahal menurut John Dewey, seorang filosof Amerika, filsafat merupakan teori umum dan
landasan pertanyaan dan menyelidiki faktor-faktor realita dan pengalaman yang terdapat dalam
pengalaman pendidikan. Apa yang dikatakan John Dewey memang benar. Karena itu filsafat dan
pedidikan memiliki hubungan hakiki dan timbal balik, filsafat pendidikan yang berusaha menjawab dan
memecahkan persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat filosifis dan memerlukan jawaban secara
filosofis.

Jika kita memperhatikan pemikiran orang barat yang membahas filsafat mereka sama sekali lepas dari
apa yang dikatakan agama. Bagi mereka titik berat filsafat adalah mencari hikmah. Hikmah itu dicari
untuk mengetahui suatu keadaan yang sebenarnya, apa itu, dari mana itu, hendak kemana, dan
bagaimana. Namun pertayaan filosofis itu kalau diteruskan, akhirnya akan sampai dan berhenti pada
sesuatu yang disebut agama. Baik filosofis Timur maupun Barat mereka memiliki pandangan yang sama
bila sudah sampai pada pertanyaanya “bilakah permulaan yang ada ini, dan apakah yang sesuatu yang
pertama kali terjadi, apakah yang terakhir sekali bertahan di dalam ini”.

Akan tetapi mereka akan berusaha untuk mencari hikmah yang sebenarnya supaya sampai puncak
pengetahuan yang tinggi, yaitu Tuhan Yang Maha Mengetahui dan Maha Kuasa. Dari uraian di atas,
dapat diketahui filsafat mulai berkembang dan berubah fungsi, dari sebagai induk ilmu pengetahuan
menjadi semacam pendekatan perekat kembali sebagai ilmu pengetahuan yang telah berkembang pesat
2
Dr. H. Amka ,M.si, Filsafat pendidikan, 2019, hal 7-11
dan terpisah satu dengan lainnya. Jadi, jelaslah bagi kita bahwa filsafat berkembang sesuai perputaran
zaman. Paling tidak, sejarah filsafat lama membawa manusia untuk mengetahui cerita dalam katagori
filsafat spiritualisme kuno. Kira-kira 1200-1000 SM sudah terdapat cerita-cerita lahirnya Zarathusthra,
dari keluarga Sapitama, yang lahir di tepi sebuah sungai, yang ditolong oleh Ahura Mazda dalam masa
pemerintahan raja-raja Akhamania (550-530 SM). Timur jauh yang termasuk dalam wilayah Timur jauh
ialah Cina, India dan jepang. Di India berkembang filsafat Hinduisme, dan Buddhisme. Sedangkan di
Jepang berkembang Shintoisme.

a. Hinduisme

Pemikiran spiritualisme Hindu adalah konsep karma yang berarti setiap individu telah dilahirkan kembali
secara berulang dalam bentuk manusia atau binatang sehingga ia menjadi suci dan sempurna sebagai
bagian dari jiwa universal ( reingkarnasi ). Karma tersebut pada akhirnya akan menemukan status
seseorang sebagai anggota suatu kasta. Para ahli mengatakan, bahwa para filosof Hindu berpikir untuk
mencari jalan lepas dari ikatan duniawi agar bisa masuk dalam kebebasan yang menurut mereka
sempurna.

b. Buddha

Pencetus ajaran Buddha ialah Sidarta Gautama ( Kira-kira 563-483 SM ) sebagai akibat ketidakpuasannya
terhadap penjelasan para guru Hinduisme tentang kejahatan yang sering menimpa manusia. Setelah
melakukan hidup bertapa dan meditasi selama 6 tahun, secara tiba-tiba menemukan gagasan dan
jawaban dari pertanyaannya. Gagasan-gagasan itulah yang kemudian menjadi dasar-dasar Agama
Buddha. Filsafat Buddha berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang ada di dunia ini terliputi oleh sengsara
yang disebabakan oleh “Cinta” terhadap suatu yang berlebihan.

c. Taoisme

Pendiri Taoisme adalah Leo Tse, Lahir pada tahun 604 SM. Tulisannya yang mengandung makna Filsafat
adalah jalan tuhan atau sabda tuhan, Tao ada di mana-mana tetapi tidak berbentuk dan tida pula diraba,
dilihat, dan di dengar.

Manusia harus hidup selaras dengan tao, dan harus bisa menahan hawa nafsunya sendidi. Pengertian
Tao dalam filsafat Lao Tse tersebut dapat dimasukan dalam aliran spiritualisme. Dan menurut aliran-
aliran filsafat India dan Tiongkok, spirirtualisme itu berkaitan dengan Etika, karena ia memberi petunjuk
bagaimana manusia mesti bersikap dan bertindak di dunia agar memperoleh bahagia dan
kesempurnaan ruh.

d. Shinto

Shinto merupakan salah satu kepercayaan yang banyak dipeluk masyarakat Jepang. Agama Shinto
tumbuh di Jepang yang sangat respek terhadap alam (natural) di sebabkan ajaran-ajaranya mengadung
nilai antara lain: kreasi (SOZO), generasi (size), pembangunan (hatten), sehingga ia menjadi jalan hidup
dan kehidupan dan mengandung nilai optimis.Melihat ajaran-ajaran pokok moral Shinto yang
mengandung makna filsafat yang tinggi di atas, maka tidalah berlebihan jika ajaran-ajaranya
mengandung nilai motivasi dan optimistik guru menjadi pegangan bagi penganutnya.

C. Latar Belakang Munculnya Filsafat

Sejarah filsafat bermula di posisi mediterania bagian timur pada abad ke-6 SM. Dari asia minor filsafat
menyeberangi Aegean menuju tanah Yunani. Ribuan tahun lamanya athena menjadi tanah air filsafat.
Sejak iskandaria didirikan oleh Iskandar Agung (Aleksander Agung) pada 332 SM, filsafat mulai
merambah dunia timur, dan berpuncak pada 529 M.

Pasalnya, di negeri itu lah jealous al-falah hitam berkembang hingga mencengangkan peradaban dunia
lain sampai abad ini. Karenanya, tidak heran bila banyak pihak mengkaji filsafat berawal dari sejarah
peradaban yunani kuno, lalu abad pertengahan, modern, sampai abad kontemporer seperti saat ini.
Dari negeri yunani inilah filsafat tersebar di seluruh penjuru dunia.

Filsafat muncul di Yunani, sebab yunani lebih dikenal sebagai negeri yang tidak mempersoalkan
perbedaan status sosial, seperti kasta pendeta,dan iklim alam, yang membuat perkembangan pemikiran
begitu pesat.3

D. Sejarah Perkembangan Filsafat

a. Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Yunani Kuno

Untuk mempelajari filsafat kita tidak bisa terlepas dari belajar atau mengkaji sejarah filsafat. Hal ini
sangat penting mengingat dalam mempelajari sejarah kita juga akan mempelari ruang lingkup dimensi
yang ada dalam ruang dan waktu yang melandasi suatu fenomena.

Dengan fenomena yang ada kita bisa mengetahui sebab dan akibat yang saling terkait. Oleh karena itu,
dalam kajian filsafat belajar sejarah filsafat merupakan metode bahkan merupakan subject matter
sebagaimana, yang dijelaskan Wiramhardja: “sejarah filsafat merupakan metode yang terkenal dan
banyak digunakan orang dalam mempelajari filsafat bahkan merupakan metode yang sangat penting
dalam belajar berfilsafat. Sejarah filsafat pun merupakan subject matter itu sendiri” 4.

Mempelajari sejarah filsafat berarti kita mempejari dengan dasar kategori waktu mengenai pemikiran
secara kronologis, yang di dalamnya antara lain: Tempat kejadian, Lingkungan sosial, kebudayaan yang
melingkupinya. Dengan mempelajari berbagai latar belakang yang merupakan bagian dari kronologi
maka kita akan mengetahui watak dari pemikiran berdasarkan pereode sejarah tertentu.

Disamping itu seringkali persoalan-persoalan hanya dapat dipahami jika dilihat dari perkembangan
sejarahnya. Pemikiran para filosof besar seperti Aristoteles, Thomas Aquino, Imanuel Kant hanya dapat
dimengerti dari aliran aliran yang mendahului mereka. Aliran yang satu biasanya tesis dan yang lainnya
merupakan sintesis, atau bisa jadi merupakan reaksi dari pemikiran yang lain pada masa yang berbeda.

3
Johar T.H, Situmorang, Filsafat Yunani, (Yogyakarta: PBMR ANDI 2020) hal 25

4
Suterdjo A. Wiramihardjo, Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika Aditama 2007) hlm. 43.
Dan dari seluruh perjalanan pemikiran filsafat itu menjadi sangat terlihat juga persoalan-persoalan
manakah yang selalu tampil kembali bagi setiap kurun waktu. 5

Maka untuk mengetahui watak dan karakter masing – masing pereode waktu atau dalam sejarah
filsafat maka penulis membagi sejarah filsafat menjadi, pertama zaman Yunani Kuno atau Filsafat Alam
(600 SM – 200 SM). Kedua Zaman Keemasan (470 SM – 300 SM). Kemudian yang ketiga dilanjutkan pada
masa Abad Pertengahan pada masa Filsafat Islam (Arab) (awal abad VIII M – abad XII M). pereode
Kristen (abad IX – XII M). Kemudian masuk pada zaman modern (1600 – 1800 M), diteruskan Zaman
Baru (1800 – 1950 M). Dan terakhir adalah Postmodernism atau Kontemporer (1950 -…M) .

1. Pra Socrates

Pada masa awal ini sering di sebut dengan filsafat alam. Penyebutan tersebut didasarkan pada
munculnya banyak pemikir/filosof yang memfokuskan pemikirannya pada apa yang diamati di
sekitarnya, yakni alam semesta. Mereka memikirkan alam mencari unsur induk yang dianggap asal dari
segala sesuatu. Pandangan para filosof ini melahirkan monisme, yaitu aliran yang menyatakan bahwa
hanya ada satu kenyataan fundamental. Kenyataan tersebut dapat berupa jiwa, materi, Tuhan atau
sebutansi lainnya yang tidak dapat di ketahui. 6

Pada zaman masa ini para filosof mulai berfikir ulang dan tidak mempercayai sepenuhnya pengetahuan
yang didasarkan pada mitos-mitos, legenda, kepercayaan yang sedang menjadi meanstream di
masyarakat waktu itu. Mereka mempercayai bahwa pengetahuan bisa didapatkan melalui proses
pemikiran dan mengamati. Salah satu pemikir pertama pada masa ini adalah Thales (624 – 545 SM)
berfikiran bahwa zat utama yang menjadi dasar semua kehidupan adalah air. Anaximander (610 – 546
SM) adalah murid dari Thales, tetapi walaupun begitu Thales berbeda pendapat dengan gurunya. Thales
berfikiran bahwa permulaan yang pertama tidak bisa ditemukan (apeiron) karena tidak memiliki sifat-
sifat zat yang ada sekarang. Ia mengatakan bahwa segala hal berasal dari satu subtansi azali yang abadi,
tanpa terbatas yang melingkupi seluruh alam. 7

2. Zaman Keemasan

Jika pada masa Pra Socrates para pemikir masih berkutat pada wilayah kemenjadian, maka pada masa
keemasan sudah masuk pada pemikiran dan keutamaan moral. Pada masa keemasan kajian sudah
mengarah kepada manusia sebagai objek pemikiran. Pada masa ini juga sudah mulai berkembang
dialektis- kritis untuk menunjukkan kebenaran.

Socrates (470 – 399 SM) merupakan generasi pertama dari tiga filsafat besar dari Yunani. Pemikiran
Socrates sangat dipengaruhi oleh kondisi kaum “sophis” cerdik cendekia yang dalam mengajarkan
pengetahuannya meminta imbalan. Dan pada masa hidupnya kekuasaan politik di Athena sedang
dikuasai oleh para “sophis” yang jahat dan sombong pada masa sebelumnya.
5
Burhanudin Salam, pengantar Filsafat, (Jogyakarta: Bumi Aksara, 2009) hlm. 186

6
Burhanudin Salam, Pengantar Filsafat, (Jogyakarta: Bumi Aksara, 2009) hlm. 187

7
Ali Maksum, Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008) hlm. 43 – 46.
Socrates adalah seorang yang meyakini bahwa menegakkan moral merupakan tugas filosof, yang
berdasarkan ide-ide rasional dan keahlian dalam pengetahuan. Menurut Socrates ada kebenaran
objektif yang tidak tergantung pada saya atau kita. Setiap orang bisa berpendapat benar dan salah
tergantung pada pengujian rasionya.

Socrates percaya bahwa kebaikan berasal dari pengetahuan diri, manusia pada dasarnya adalah jujur,
dan kejahatan merupakan upaya akibat salah pengarahan yang membebani kondisi seseorang. Ia
menjelaskan gagasan sistematis bagi pembelajaran mengenai keseimbangan alam dan lingkungan yang
kemudian akan mengarah pada perkembangan metode ilmu pengetahuan. Socrates berpendapat
bahwa pemerintahan yang ideal harus melibatkan orang-orang yang bijak, dan dipersiapkan dengan baik
dan mengatur kebaikan-kebaikan untuk masyarakat.

Socrates memiliki pandangan atau gagasan tunggal dan transenden yang ada di balik pergerakan ini.
Sampai dia di suruh bunuh diri meminum racun karena pandangannya dianggap meracuni kepercayaan
umum yang saat itu masyarakat mempercayai kuil dan dewa-dewa.

Berikutnya adalah Plato (427 – 347 SM) adalah murid Socrates. Menurutnya dunia yang tampak ini
sebuah bayangan atau refleksi dari dunia yang ideal. Bahkan kebenaran dan definisi lahir bukan dari
hasil dialog melainkan hasil bayangan dari dunia ide. Menurutnya dunia ide adalah realitas yang
sebenarnya. Untuk menjelaskan tentang pemikiran filosofisnya Plato membagi realitas menjadi dua
yakni pertama dunia ide. Kedua dunia baying-bayang dan dunia yang tampak ini adalah di dalamnya.

Aristoteles (384 – 322 SM) adalah filosof yang sangat berpengaruh sama sebagaimana Plato, namun
Aristoteles sangat empiris dan mulai memperlihatkan kecenderungan berfikir yang saintific. Menururnya
tidak ada sesuatu pun di dalam kesadaran yang belum pernah dialami oleh indra. Seluruh pemikiran dan
gagasan yang masuk ke dalam kesadaran kita melaui apa yang pernah kita lihat dan dengar sebelumnya.

Manusia memiliki akal pembawaan untuk mengorganisasikan seluruh kesan inderawi ke dalam kategori-
kategori atau kelompok-kelompok. Aristoteles juga mulai membagi benda dengan melaui “bentuk” dan
“substansi” nya. 8Selain pemikiran yang empiris ini, Aristoteles juga mengembangkan logika, bahkan
Aristoteles terkenal dengan bapak logika. Logikanya disebut logika tradisional, sebab nanti berkembang
logika modern.

b Sejarah Perkembangan Filsafat Pada Abad Pertengahan

Filsafat abad pertengahan sering disebut filsafat scholastic, karena sekolah-sekolah yang ada sudah
mengajarkan hasil dari pemikiran filsafat . Pada abad ini perkembangan filsafat sangat di pengaruhi oleh
agama, sehingga pokus kajiannya lebih banyak membahas dan membicarakan Theocentris (Tuhan).

Secara histori peradaban yang dibangun oleh Yunani mengalami masa kejayaan sudah sangat
berkembang pesat dan besar, sehingga mempengaruhi pemikiran di Eropa. Karena pada saat di Eropa
muncul peradaban Kristen. Namun pada pereode selanjutnya dominasi gereja semakin berlanjut,
sampai pada titik belenggu kehidupan pemikiran manusia.

8
Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Terj.) Rahmani Astuti (Bandung: Mizan. Cet X, 2013) hlm. 176 – 184
Gereja memberlakukan aturan yang sangat ketat terhadap pemikiran manusia, termasuk pemikiran
tentang teologi. Hanya pihak gereja yang berhak mengadakan penyelidikan terhadap agama. Kendati
demikian ada saja pihak-phak pemikir yang melanggar peraturan tersebut, dan mereka dianggap orang
yang murtad, dan kemudian diadakan pengejaran. Pengejaran terhadap orang-orang yang murtad ini
mencapai puncaknya pada akhir abad XII dan yang paling berhasil di Spanyol. 9

Pada abad IV Agustinus (354-430) adalah pemikir besar yang berpengaruh terhadap pemikiran yang
berkembang. Pada Agustinus pemikirannya merupakan integrasikan dari teologi Kristen dan pemikiran
filsafatinya. Ia sendiri tidak sepaham dengan pendapat yang mengatakan bahwa filsafat itu otonom atau
lepas dari iman kristiani.

Pada pemikiran masa ini ada beberapa hal yang penting dan sebagai maenstream yaitu rasio insani
hanya dapat abadi jika medapatkan penerangan dari rasio Ilahi. Tuhan adalah guru yang tinggal dalam
batin kita dan menerangi roh manusia. 10 Abad pertengahan yang memasuki masa keemasan filsafat
masih dipelajari dalam hubugannya dengan teologi. Namun wacana filsafat masih hidup dan dipelajari
walaupun tidak secara terbuka dan mandiri.

Pada zaman ini dikenal sebagai Abad Pertengahan (400-1500 ). Filsafat pada abad ini dikuasai dengan
pemikiran keagamaan (Kristiani). Puncak filsafat Kristiani ini adalah Patristik (Bapa-bapa Gereja) dan
Skolastik Patristik sendiri dibagi atas Patristik Yunani (atau Patristik Timur) dan Patristik Latin (atau
Patristik Barat).

Tokoh-tokoh Patristik Yunani ini antara lain: Clemens dari Alexandria (150-215), Origenes (185-254),
Gregorius dari Naziane (330-390), Basilius (330-379). Tokoh-tokoh dari Patristik Latin antara lain Hilarius
(315-367), Ambrosius (339-397), Hieronymus (347-420) dan Augustinus (354-430). Ajaran-ajaran dari
para Bapa Gereja ini adalah falsafi-teologis, yang pada intinya ajaran ini ingin memperlihatkan bahwa
iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam dari manusia. Ajaran-ajaran ini banyak pengaruh dari
Plotinos. Pada masa ini dapat dikatakan era filsafat yang berlandaskan akal-budi diabdikan untuk dogma
agama.

Zaman Skolastik (sekitar tahun 1000), pengaruh Plotinus diambil alih oleh Aristoteles. Pemikiran-
pemikiran Ariestoteles kembali dikenal dalam karya beberapa filsuf Yahudi maupun Islam, terutama
melalui Avicena (Ibn. Sina, 980-1037), Averroes (Ibn. Rushd, 1126-1198) dan Maimonides (1135-1204).
Pengaruh Aristoteles demikian besar sehingga ia (Aristoteles) disebut sebagai Sang Filsuf sedangkan
Averroes yang banyak membahas karya Aristoteles dijuluki sebagai Sang Komentator. Pertemuan
pemikiran Aristoteles dengan iman.11

Kristiani menghasilkan filsuf penting sebagian besar dari ordo baru yang lahir pada masa Abad
Pertengahan, yaitu, dari ordo Dominikan dan Fransiskan. Filsafatnya disebut Skolastik karena pada
periode ini filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah biara dan universitas-universitas menurut suatu
9
Ali Maksum, pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz Media:2008) hlm. 99.

10
Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika Aditama, 2007) hlm. 51

11
Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika Aditama,2007), hlm. 53
kurikulum yang baku dan bersifat internasional. Inti ajaran ini bertema pokok bahwa ada hubungan
antara iman dengan akal budi.

Pada masa ini filsafat mulai ambil jarak dengan agama, dengan melihat sebagai suatu kesetaraan antara
satu dengan yang lain (Agama dengan Filsafat) bukan yang satu mengabdi terhadap yang lain atau
sebaliknya. Sampai dengan di penghujung Abad Pertengahan sebagai abad yang kurang kondusif
terhadap perkembangan ilmu, dapatlah diingat dengan nasib seorang astronom berkebangsaan
Polandia N. Copernicus yang dihukum kurungan seumur hidup oleh otoritas Gereja, ketika
mengemukakan temuannya tentang pusat peredaran benda-benda angkasa adalah matahari
(Heleosentrisme).12

Teori ini dianggap oleh otoritas Gereja sebagai bertentangan dengan teori geosentrisme (Bumi sebagai
pusat peredaran benda-benda angkasa) yang dikemukakan oleh Ptolomeus semenjak zaman Yunani
yang justru telah mendapat mandat dari otoritas Gereja. 13Oleh karena itu dianggap menjatuhkan
kewibawaan Gereja, itu sebabnya N. opernicus di hukum oleh kerajaan atas perintah gereja.

c Sejarah Perkembangan Filsafat pada Zaman Modern (Eropa)

Istilah modern itu sendiri tidak jelas apa maksudnya. Lazimnya, istilah modern menampilkan
kesombongan dan arogan, bahkan menampilkan buah pikiran yang telah lahir sebelumya disebut juga
sebagai suatu pemberontakan yang sedikit dilebih-lebihkan. Sehingga pemikiran filsafat modern lebih
cendrung membicarakan hal-hal antroposentris artinya mebicarakan apa yang ada dalam dirinya.

Adapun filsafat modern memiliki ciri khas dan karakter dalam mendapatkan kebenaran, cirinya adalah
kesangsian terhadap kebenaran itu sendiri. Maka dalam mendapatkan kebenaran yang sejati adalah
dengan kesangsian dan keraguan. Sama halnya dengan kaum pasca-modernisme yang memberontak
terhadap pemikiran modern yang terlalu menghargai rasio.

Mengenai siapa “founding fathers” Zaman Modern ini, beberapa ahli berpendapat adalah Rene
Descartes dengan pikiran rasionalitas, John Locke dengan pemikiran empirisnya, Immanuel Kant dengan
kritis melihat ketidak sempurnaan. Baik pada Descartes, Locke maupun Kant mengatakan bahwa,
“pengamatan tanpa konsep adalah buta, sedangkan tanggapan tanpa penglihatan adalah hampa.” Ia
berpendapat, bahwa pengetahuan itu dasarnya adalah pengamatan dan pemikiran.

Untuk melihat lebih mudah, maka filsafat modern dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu: (1)
rasionalisme, empirisme, dan kritisisme. (2) dialektika idealisme dan dialektika materialisme, (3)
fenomenologi dan eksistensialime, serta (4) filsafat kontemporer dan pasca-modernisme. 14

12
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014) hlm.19

13
Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad, 2008, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 69

14
Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika Aditama, 2007) hlm 61.
Para pemikir rasional menuntut kenyataan sejati yang berdasar pada pemikiran, sehingga hukum
pengetahuan sangat jelas. Hal ini bisa berlaku jika hanya pengetahuan bersifat apriori. Dasar
pengetahuan adalah sensasi yang berasal dari rangsangan-rangsangan yang berdasar pada pengalaman.
Menurut kaum kritisisme (Kant) ilmu pengetahan harus memiliki kepastian sehingga rasionalisme adalah
benar. Ilmu pengetahuan harus mau dan berkembang didasari oleh kenyataan-kenyataan yang
berkembang pula.

Dialektika idealisme merupakan hasil dari pemikiran Georg Wilhelm Friedrich Hegel (1770 – 1831) yang
sangat berorientasi pada ilmu sejarah, alam, dan hukum. Hegel menyatakan bahwa segenap realitas
bersifat rasional, dan yang rasional bersifat nyata. Ia sangat mementingkan rasio, tetapi bukan hanya
rasio pada perseorangan,melainkan rasio pada subjek absolute. Kemudian dealektika Hegel adalah
pemikiran yang berusaha mendamaikan, mengkromomikan daua pandangan atau lebih atau keadaan
yag bertentangan menjadi satu keatuan. Hegel berpendpat bahwa pertentangan adalah “bapak”segala
hal.

Ada tiga hal dalam fase dielektika, pertama tesis menampilkan lawannya antithesis sebagai fase kedua.
Kemudian, timbullah fase ketiga yang mendamaikan kedua fase itu, yaitu ”aufgehoben” artinya
bermacam-macam di cabut, ditiadakan, dan tidak berlaku lagi. Hal ini disebut sintesis. Dalam sintesis
terdapat tesis dan antithesis, keduanya diangkat pada satu taraf yang baru. Jadi tesis dan antithesis
tetap ada, hanya lebih sempurna.

Mengenai materilisme yang muncul “berlawanan” dengan idealisme dapat dikemuakakan sebagai
berikut. Berdasarkan dialektika materialime bahwa seluruh kenyataan sejati adalah materi, sehingga
apapun dapat dijelaskan dalam proses material. Materialisme terbagi menjadi dua, pertama
materialisme yang meneruskan masa “aufklaerung” yang banyak digunakan dalam meneruskan tradisi
ilmu pengetahuan alam atau disebut materialisme ilmiah. Kedua materialisme filsafat yang merupakan
reaksi atas idealisme.

Filsafat materialisme adalah “Hegelian kiri” yang memberikan kritik tajam atas pemikiran Hegel yang
dipandangnya sebagai puncak rasionaisme modern. Pengikut pertama hegelan kiri adalah Ludwig
Feuerbach (1804 – 1872). Menurutnya dalam rasionalisme selalu ada suasana religious sehingga
pengenalan inderawi kurang mendapat penghargaan yang semestinya. 15

d Sejarah Perkembangan Filsafat pada Masa Kontemporer

Pada masa ini pembicaraan filsafat lebih banyak mebahas dan membicrakan maslah logocentris
(kata/kalimat), inipun terjadi pada filosof-filosuf eropa, lain halnya dengan di Amerika lebih bersifat
Pragmatis, artinya mereka akan mengambilnya jika filsafat itu menguntungkan bagi mereka.

Perkembangan pemikiran filsafat pengetahuan memperlihatkan aliran-aliran besar: rasionalisme,


empirisme dan idealisme dengan mempertahankan wilayah-wilayah yang luas. Dibandingkan dengan
filsafat abad ketujuh belas dan abad kedelapan belas, filsafat abad kesembilan belas dan abad kedua
puluh banyak bermunculan aliran-aliran baru dalam filsafat tetapi wilayah pengaruhnya lebih tertentu.
15
Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 61-64.
Akan tetapi justru menemukan bentuknya (format) yang lebih bebas dari corak spekulasi filsafati dan
otonom.

Aliran-aliran tersebut antara lain: positivisme ialah Paradigma ilmu pengetahuanyang paling awal
muncul dalam dunia ilmu pengetahuan,fenomenologi yakni hanyalah suatu gaya berfikir, bukan suatu
mazhab filsafat. Pendapat lain,16 fenomenologi merupakan suatu metode dalam mengamati,
memahami, mengartikan dan memaknakan sesuatu sebagai pendirian atau suatu aliran filsafat.

Aliran lainnya ada namanya marxisme, eksistensialisme, pragmatisme, neokantianisme, neo-tomisme,


sedangkan dalam aliran filsafat pendidikan ada namanya Progresivisme (fleksibel artinya lentur tidak
kaku, toleran, terbuka maksudnya ingin mengetahuai dan menyelidiki demi pengembangan ilmu),
esensialisme yakni kembali ke kebudayaan lama karena banyak melakukan kebaikan bagi manusia,
perennialisme memiliki arti kekal tiada akhir, dan konstruksionalisme yakni berusaha membina suatu
consensus untuk tujuan utama dan tertinggi dalam kehidupan manusia.Menurut A. Comte (1798-1857),

pemikiran manusia dapat dibagi kedalam tiga tahap/fase, yaitu tahap: (1) teologis, (2) Metafisis, dan (3)
Positif-ilmiah. Bagi era manusia dewasa (modern) ini pengetahuan hanya mungkin dengan menerapkan
metode-metode positif ilmiah, artinya setiap pemikiran hanya benar secara ilmiah bilamana dapat diuji
dan dibuktikan dengan pengukuran-pengukuran yang jelas dan pasti sebagaimana berat, luas dan isi
suatu benda. Dengan demikian Comte menolak spekulasi metafisik, dan oleh karena itu ilmu sosial yang
digagas olehnya ketika itu dinamakan Fisika Sosial sebelum dikenal sekarang sebagai Sosiologi.

Bisa dipahami, karena pada masa itu ilmu-ilmu alam (Natural sciences) sudah lebih mantap dan mapan,
sehingga banyak pendekatan dan metode-metode ilmu-ilmu alam yang diambil-oper oleh ilmu-ilmu
sosial (Social sciences) yang berkembang sesudahnya. Pada periode terkini (kontemporer) setelah aliran-
aliran sebagaimana disebut di atas munculah aliran-aliran filsafat, misalnya : Strukturalisme dan
Postmodernisme. Strukturalisme dengan tokoh-tokohnya misalnya C. Lévi-Strauss, J. Lacan dan M.
Faoucault. Tokoh-tokoh Postmodernisme antara lain. J. Habermas, J. Derida. 17

Kini oleh para epistemolog (ataupun dari kalangan sosiologi pengetahuan) dalam perkembangannya
kemudian, struktur ilmu pengetahuan semakin lebih sistematik dan lebih lengkap (dilengkapi dengan,
teori, logika dan metode sain), sebagaimana yang dikemukakan oleh Walter L.Wallace dalam bukunya
The Logic of Science in Sociology. Dari struktur ilmu tersebut tidak lain hendak dikatakan bahwa kegiatan
keilmuan/ilmiah itu tidak lain adalah penelitian (search dan research). Demikian pula hal ada dan
keberadaan (ontologi/metafisika) suatu ilmu/sain berkaitan dengan watak dan sifat-sifat dari obyek
suatu ilmu /sain dan kegunaan/manfaat atau implikasi (aksiologi) ilmu /sains juga menjadi bahasan
dalam filsafat ilmu.

16
Muslim, Mohammad, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2006), hlm. 77

17
Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 23
BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Pada mulanya, filsafat pendidikan adalah cara pendekatan terhadap masalah pendidikan yang biasa
dilakukan di negara anglo Saxon.

Filsafat diakui sebagai induk ilmu pengetahuan ( the mother of sciences ) yang mampu menjawab segala
pertanyaan dan permasalahaan. Mulai dari masalah masalah yang berhubungan dengan alam semesta
hingga masalah manusia dengan segala problematika dan kehidupanya.

Sejarah filsafat bermula di posisi mediterania bagian timur pada abad ke-6 SM. Dari asia minor filsafat
menyeberangi Aegean menuju tanah Yunani. Ribuan tahun lamanya athena menjadi tanah air filsafat.
Sejak iskandaria didirikan oleh Iskandar Agung (Aleksander Agung) pada 332 SM, filsafat mulai
merambah dunia timur, dan ber puncak pada 529 M.

Maka untuk mengetahui watak dan karakter masing – masing pereode waktu atau dalam sejarah
filsafat maka penulis membagi sejarah filsafat menjadi, pertama zaman Yunani Kuno atau Filsafat Alam
(600 SM – 200 SM). Kedua Zaman Keemasan (470 SM – 300 SM). Kemudian yang ketiga dilanjutkan pada
masa Abad Pertengahan pada masa Filsafat Islam (Arab) (awal abad VIII M – abad XII M). pereode
Kristen (abad IX – XII M). Kemudian masuk pada zaman modern (1600 – 1800 M), diteruskan Zaman
Baru (1800 – 1950 M). Dan terakhir adalah Postmodernism atau Kontemporer (1950 -…M).
DAFTAR PUSTAKA

Dr. H. Amka, M,si, Filsafat Pendidikan, 2019

Muhammad, Anwar, Filsafat Pendidikan, 2015

Jonar T.H, Situmorang, Filsafat Yunani,2020

Burhanuddin, salam, pengantar Filsafat,2009

Muhammad, muslim, Filsafat ilmu, 2006

[1] Muhammad Anwar, Filsafat Pendidikan, 2015, hal 26

[2]Dr. H. Amka ,M.si, filsafat pendidikan, 2019, hal 7-11

[3] Johar T.H Situmorang , filsafat Yunani, (Yogyakarta: PBMR ANDI, 2020) hal 25

[4] Suterdjo A. Wiramihardjo, Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika Aditama, 2007) hlm. 43.

[5]Burhanudin Salam, pengantar Filsafat, (Jogyakarta: Bumi Aksara, 2009) hlm. 186

[6] Burhanudin Salam, pengantar Filsafat, (Jogyakarta: Bumi Aksara, 2009) hlm. 187

[7] Ali Maksum, Pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz Media, 2008) hlm.
43 – 46

[8] Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Terj.) Rahmani Astuti (Bandung: Mizan. Cet X. 2013) hlm. 176 – 184

[9] Ali Maksum, pengantar Filsafat Dari Masa Klasik Hingga Postmodernisme (Ar-Ruzz Media, 2008),
hlm. 99

[10] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm 51

[11] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm 53

[12] Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 19

[13] Hakim, Atang Abdullah dan Saebanu, Bani Ahmad, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 2008),
hlm. 69

[14] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat, (Bandung: Refika Aditama, 2007), hlm 61.

[15] Suterdjo A. Wiramihardja, Pengantar Filsafat (Bandung: Refika Aditama 2007), hlm 61-64.
[16]Muslim, Mohammad. Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, 2006), hlm. 77

[17] Bakhtiar, Amsal. 2014. Filsafat Ilmu. (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 23

Anda mungkin juga menyukai