Oleh:
Kelas: B
Kelompok: 8
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2021
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah
membahas tentang Sinkronisasi Estrus pada Sapi dan Kerbau yang baik dengan
syarat dan ketentuan yang berlaku.
tantangan dan hambatan. Akan tetapi, dengan bantuan dari berbagai pihak,
tantangan itu dapat teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan terimakasih yang
Setiawan ,S.Pt., M.Sc., Ph.D. selaku dosen mata kuliah Teknologi Reproduksi
Ternak atas bimbingan, pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada
kami dalam proses pengerjaan makalah ini.
ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan dan
harapkan dari para pembaca sekalian. Kami juga berharap makalah ini dapat
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Kelompok 8
ii
DAFTAR ISI
BAB Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
I PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1 Latar Belakang....................................................................................1
1.2 Manfaat dan Tujuan............................................................................1
1.3 Identifikasi Masalah ...........................................................................1
II TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................2
III PEMBAHASAN ......................................................................................4
3.1 Penjelasan Umum Sinkronisasi Estrus ...............................................4
3.2 Manfaat dan Keuntungan Sinkronisasi Estrus pada Ternak ...............6
3.3 Mekanisme Sinkronisasi Estrus pada Ternak Sapi .............................7
3.4 Sinkronisasi Estrus Pada Kerbau ........................................................9
3.5 Fisiologi siklus estrus kerbau ...........................................................10
3.6 Pengaturan siklus estrus dengan mengontrol fase luteal ..................12
3.7 Mengatur siklus estrus dengan mengontrol perkembangan folikel dan
ovulasi ....................................................................................................14
3.8 Protokol sinkronisasi Estrus dan kesuburan pada kerbau selama musim
kawin rendah..........................................................................................16
IV KESIMPULAN .....................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................19
1
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
berlebihan pada saat estrus sering dijadikan patokan dalam menentukan status
estrus.
4
BAB III
PEMBAHASAN
tumbuh, estrogen mencapai puncaknya pada hari ke-20, diikuti tingkah laku estrus
pada hari ke-21. Pada saat ini siklus estrus kembali dimulai.
Proses sinkronisasi dengan menggunakan preparat prostaglandin (PGF2 α)
akan menyebabkan regresi CL akibat luteolitik, secara alami prostaglandin (PGF2
α) dilepaskan oleh uterus hewan yang tidak bunting pada hari ke-16 sampai ke-18
siklus yang berfungsi untuk menghancurkan CL. Timbulnya berahi akibat
pemberian PGF2 α disebabkan lisisnya CL oleh kerja vasokontriksi PGF2 α
sehingga aliran darah menuju CL menurun secara drastis, akibatnya kadar
progesteron yang dihasilkan CL dalam darah menurun, penurunan kadar
progesteron ini akan merangsang hipofisa anterior melepaskan fsh dan lh, kedua
hormon ini bertanggung jawab dalam proses folikulogenesis dan ovulasi, sehingga
terjadi pertumbuhan dan pematangan folikel. Folikel-folikel tersebut akhirnya
menghasilkan hormon estrogen yang mampu memanifestasikan gejala berahi.
Kerja hormon estrogen adalah untuk meningkatkan sensitivitas organ kelamin
betina yang ditandai dengan perubahan pada vulva dan keluarnya lendir
transparan.
Prosedur sinkronisasi berahi sinkronisasi berahi pada kerbau seperti pada
sapi, paling umum menggunakan prostaglandin atau senyawa analognya. Dengan
tersedianya prostaglandin di pasaran memungkinkan pelaksanaan sinkronisasi
berahi di lapangan beberapa senyawa prostaglandin yang tersedia antara lain 1)
reprodin (luprostiol, bayer, dosis 15 mg), 2) prosolvin (luprostiol, intervet, dosis
15 mg), 3) estrumate (CLoprostenol, ici, dosis 500 μg) dan lutalyse (dinoprost, up
john, dosis 25 mg). Cara standar sinkronisasi berahi meliputi 2 kali penyuntikan
prostaglandin dengan selang 10-12 hari. Berahi akan terjadi dalam waktu 72-96
jam setelah penyuntikan kedua.
Pelaksanaan inseminasi dilakukan 12 jam setelah kelihatan berahi, atau
sekali pada 80 jam setelah penyuntikan kedua. Prosedur yang digunakan adalah:
ternak yang diketahui mempunyai corpus luteum (CL), dilakukan penyuntikan
PGF2α satu kali. Berahi biasanya timbul 48 sampai 96 jam setelah penyuntikan.
Apabila tanpa memperhatikan ada tidaknya CL, penyuntikan PGF2α dilakukan
6
dua kali selang waktu 11-12 hari. Setelah itu dilakukan pengamatan timbul
tidaknya berahi 36-72 jam setelah peyuntikan kedua. Pemberian PGF2α analog
dapat menyebabkan luteolisis melalui penyempitan vena ovarica yang
menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam ovarium. Berkurangnya aliran
darah ini menyebabkan regresi sel-sel luteal. Regresi sel-sel luteal menyebabkan
produksi progesteron menurun menuju kadar basal mendekati nol nmol/lt, dimana
saat-saat terjadinya gejala berahi. Regresi korpus luteum menyebabkan penurunan
produksi progesterone.
3.2 Manfaat dan Keuntungan Sinkronisasi Estrus pada Ternak
Sinkronisasi atau induksi estrus adalah tindakan menimbulkan birahi,
diikuti ovulasi fertil pada sekelompok atau individu ternak dengan tujuan utama
untuk menghasilkan konsepsi atau kebuntingan. Sinkronisasi estrus biasanya
menjadi satu paket dengan pelaksanaan IB, baik berdasarkan pengamatan birahi
maupun IB terjadwal (timed artificial insemination). Angka konsepsi atau
kebuntingan yang optimum merupakan tujuan dari aplikasi sinkronisasi estrus ini.
Manfaat dari tindakan sinkronisasi estrus pada sapi ada beberapa, antara lain:
1. Optimalisasi dan efisiensi pelaksanaan IB. Dengan teknik ini dimungkinkan
pelaksanaan IB secara massal pada suatu waktu tertentu.
2. Mengatasi masalah kesulitan pengenalan birahi. Subestrus atau birahi tenang
yang umum terjadi pada sapi perah dan potong di Indonesia dapat diatasi
dengan teknik sinkronisasi estrus.
3. Mengatasi masalah reproduksi tertentu, misalnya anestrus post partum
(anestrus pasca beranak).
4. Fasilitasi program perkawinan dini pasca beranak (early post partum
breeding) pada sapi potong dan perah. Teknik ini dapat digunakan untuk
mempercepat birahi kembali pasca beranak, pemendekkan days open (hari-
hari kosong) dan pemendekkan jarak beranak.
5. Manajemen reproduksi resipien pada pelaksanaan transfer embrio sapi.
Dalam program transfer embrio, embrio beku maupun segar (diambil dari
sapi donor pada hari ke 7 setelah estrus) ditransfer ke resipien pada fase siklus
7
c. Pemberian lewat pakan selama 15-18 hari dan birahi terjadi 3-5 hari
kemudian setelah penghentian perlakuan.
d. Fertilisasi rendah (42%) dan menjadi 82 % pada estrus berikutnya.
e. Pemberian esterogen dan gonadotropin menghambat MGA, fertilisasi
tetap rendah (Ismaya, 1998).
4. Implan silastik
a. Implan silastik yang mengandung MGA ditanam dibawah kulit leher atau
dibawah kulit luar telinga selama 22-64 hari
b. 36-72 jam setelah penghentian perlakuan terjadi birahi 64 % (Ismaya,
1998).
5. Spons intravagina
a. Progesteron juga dapat dimasukan ke vagina dengan memakai spons,
diharapkan dapat menghasilkan estrus yang baik.
b. Pemasangan spons selama 18-21 hari dan birahi akan tampak 24-72 jam
setelah pengambilan spons dari vagina.
c. Kelemahan: spons sering berubah tempat, kerusakan mukosa vagina dan
serviks.
d. Progesteron releasing intra vagina device (PRID) adalah alat intravagina
pelepas progesteron dengan speculum pada bagian vagina anterior
(Ismaya, 1998).
e. Dengan penyuntikan PMSG (750-2000 IU) sebelum dan sesudah
pengeluaran spons dapat meningkatkan birahi dan fertilisasi (Ismaya,
1998).
6. Progestagen dalam waktu singkat
a. Untuk meningkatkan fertilisasi prostagen diberikan 9-12 hari saja.
b. Sebelumnya disuntikan 5-7,5 mg EB dan 50-250 mg progesteron dan
setelah penghentian perlakuan, maka 56 jam kemudian birahi dan dapat
di IB (Ismaya, 1998).
7. Injeksi prostaglandin PGF 2α
9
Salah satu cara yang dapat mengatasi masalah sulitnya deteksi birahi saat
ini adalah dengan cara penerapan teknik sinkronisasi dengan metode ovsynch
(Taponen, 2009), cosynch, dan konvensional (De Rennis and Lo’pez, 2007).
Metode ovsynch memiliki tujuan agar terjadi ovulasi dalam periode 8 jam,
menghasilkan fertilitas yang baik, dan tidak membutuhkan deteksi berahi,
sedangkan protocol cosynch merupakan metode alternatif selain ovsynch, metode
ini memiliki sedikit perbedaan yang terletak pada saat melakukan inseminasi
buatan. Pada metode ovsynch, inseminasi buatan dilaksanakan 16-24 jam pasca
penyuntikan GnRH terakhir, sedangkan metode cosynch dilakukan lebih cepat
yaitu setelah dilakukan penyuntikan GnRH terakhir langsung di lakukan
inseminasi buatan (Pursley et al., 1998; Geary et al., 2001). Protokol ovsynch dan
cosynch menggunakan kombinasi dua hormone yaitu gonadotropin releasing
hormone (GnRH) dan prostaglandin (PGF2α) (Efendi et al. 2015). Menurut Hall
et al. (2009) GrnRH merupakan hormon natural yang diproduksi oleh hipotalamus
yang bertujuan untuk merangsang hipofisa anterior untuk melepaskan Follicle
Stimulating Hormone (FSH) atau Luteinizing Hormone (LH) (Suzana dkk., 2020).
1. Pemberian GnRH-prostaglandin
Pada sapi, pemberian GnRH banyak digunakan untuk memanipulasi pola
perkembangan folikel ovarium. Pemberian GnRH menyebabkan lonjakan LH
selama setiap tahap siklus estrus, yang akan mendorong ovulasi DF atau
menginduksi luteinisasi dan / atau atresia folikel pra-dominan. Telah dilaporkan
bahwa pemberian GnRH pada kerbau menyebabkan ovulasi pada 60-86% dan
interval antara pemberian GnRH dan ovulasi adalah 33 ± 8.3 jam. Seperti pada
sapi, keberadaan DF pada saat pengobatan merupakan faktor penentu awal untuk
induksi ovulasi.
Dalam sepuluh tahun terakhir, beberapa protokol sinkronisasi estrus dan
ovulasi untuk sapi dan kerbau telah dikembangkan yang memungkinkan
penggunaan program inseminasi buatan berjangka waktu tanpa deteksi estrus.
Sistem ini mendorong ovulasi DF dengan pemberian GnRH, regresi CL dengan
pemberian prostaglandin 7 hari kemudian, dan setelah itu ovulasi DF baru dengan
suntikan kedua GnRH.Untuk keberhasilannya,
Protokol ovsynch
protokol ini membutuhkan keberadaan DF pada saat pengobatan GnRH pertama .
Tingkat sinkronisasi setelah Ovsynch pada hewan siklik dapat ditingkatkan
dengan memulai pengobatan dengan adanya DF; dengan administrasi progesteron
antara administrasi GnRH dan PGF2alpha pertama dan saat pengobatan GnRH
kedua diganti dengan LH. Namun, tingkat konsepsi mengikuti protokol Ovsynch
berkurang selama transisi dari musim kawin ke musim tidak kawin, menurun
drastis selama musim non-kawin menjadi 7%.
16
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
De Rensis, F., & Lopez-Gatius, F. (2007). Protocols for synchronizing estrus and
ovulation in buffalo (Bubalus bubalis): A review. Theriogenology, 67(2),
209-216.
Hafez ESE, HafezB. 2000. Reproduction in farm animals. 7th edition.
Philadelphia (US): Lea and Febiger. p405-430.