Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK UNGGAS

“STUDI KASUS AYAM BROILER”

Oleh:
Kelas: B
Kelompok: 2
Alif Marcotera Zein 200110180097
Dena Abdeul Azis 200110180048
Jefry Daniel Sitorus 200110180056
Intan Iklima 200110180066
Arya Gumilang 200110180072
Tri Yulianti 200110180073
Siti Fatimah 200110180076
Muhammad Farhan Kautsar 200110180090
Raden Ayu Puspita Sari Putri 200110180118
Rizky Maulia 200110180121

FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
SUMEDANG
2020
Kata Pengantar

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah

memberikan kemampuan, kesehatan, serta keberkahan baik waktu,

tenaga, maupun pikiran kepada kami sehingga dapat menyelesaikan

makalah yang membahas tentang Studi Kasus Ayam Broiler.

Dalam penulisan makalah ini, kami sebagai penulis banyak mendapat

tantangan dan hambatan. Akan tetapi, dengan bantuan dari berbagai

pihak, tantangan itu dapat teratasi. Oleh karena itu, kami mengucapkan

terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. HjTuti

Widjastuti,MS. selaku dosen Manajemen Ternak Unggas atas bimbingan,

pengarahan, dan kemudahan yang telah diberikan kepada kami dalam

proses pengerjaan makalah ini.

Kami menyadari masih banyaknya kekurangan pada penulisan

makalah ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat

kami butuhkan dan harapkan dari para pembaca sekalian. Kami juga

berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang

membacanya.

Jatinangor, 22 September 2020


Kelompok 2

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Menurut Miller (1970) dalam Margaretha (2007) menyatakan bahwa iklim


mikro banyak dipengaruhi oleh faktor lokal diantaranya karakteristik vegetasi,
badan air yang kecil seperti danau, juga aktivitas manusia dapat mengubah
kemurnian pada iklim mikro diantaranya intesitas energi radiasi matahari, struktur
permukaan yang bervariasi dengan warna komposit dan karakteristiknya pada
permukaan bumi, distribusi daratan dan lautan serta pengaruh pengunungan atau
bentuk topografi dan angin.

Perkembangan peternak yang menggunakan closed house, baik full closed


house maupun semi closed house semakin hari semakin bertambah. Tujuannya
adalah meningkatkan performa ayam (indeks performa) sehingga keuntungan
peternak semakin besar. Terlebih lagi tantangan cuaca (global warming atau
pemanasan global) maupun perubahan genetik menuntut kita untuk selalu berinovasi
agar performa dan keuntungan kita semakin meningkat.

Sistem kandang closed house merupakan suatu sistem kandang yang sanggup
mengeluarkan kelebihan panas, uap air, dan gas-gas berbahaya (CO, CO2, NH3)
yang ada di dalam kandang tetapi disisi lain dapat menyediakan kebutuhan O2 bagi
ayam sehingga performa ayam optimal (Poultry Indonesia, 2011).

1.2. Rumusan Masalah

Setelah mengacu dari latar belakang diatas, maka dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan iklim mikro ?


2. Apa yang mempengaruhi tidak tercapainya target produksi pada system kandang closed
house saat panen ayam broiler ?
3. Bagaimana cara mengatasi masalah dari kasus tersebut ?

3
1.3. Maksud dan Tujuan

Setelah melihat dari rumusan masalah diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :

1. Dapat menjelaskan yang dimaksud dengan iklim mikro.


2. Dapat menyimpulkan secara detail yang mempengaruhi tidak tercapainya target produksi
pada system kandang closed house saat panen ayam broiler.
3. Dapat memamparkan cara mengatasi masalah dari kasus tersebut.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Closed House

Closed house merupakan kandang sistem tertutup yang dijalankan pada peternakan

modern dengan tujuan untuk menyediakan suhu dan kelembaban ideal bagi ayam, sehingga

meminimalkan stres akibat perubahan kondisi lingkungan dan diharapkan mampu meningkatkan
produktivitas ayam. Kandang closed house dapat meminimalkan kontak langsung ayam dengan

organisme lain dan memiliki pengaturan ventilasi yang baik untuk menyediakan kondisi

lingkungan yang nyaman bagi ternak (Wurlina, 2012).

Sistem ventilasi pada kandang closed house terdiri dari inlet dan outlet. Outlet berfungsi

untuk mengeluarkan gas karbondioksida dan amonia dari dalam kandang, sedangkan inlet

berfungsi untuk menerima udara bersih dari luar kandang kemudian dibawa masuk ke dalam

kandang (Dewanti, 2009). Peningkatan suhu di dalam kandang semakin tinggi pada jarak yang

semakin menjauhi inlet (Yani et al., 2011).

2.2. Musim dan Penempatan Zona

Musim kemarau yang terjadi di Indonesia memiliki suhu lebih tinggi dari suhu optimum

pertumbuhan ayam broiler dapat menjadi salah satu faktor pemicu stres. Suhu lingkungan pada

musim kemarau di Indonesia mencapai 33 – 35oC, khususnya di Jawa Tengah musim kemarau

ditandai dengan curah hujan di bawah 100 mm (Edwin, 2000). Pemeliharaan ayam broiler di

dataran rendah pada musim kemarau memiliki performans kurang baik karena suhu kandang

lebih tinggi dari comfort zone ayam broiler.

Penempatan zona di dalam kandang dibagi menjadi beberapa bagian (pen) yaitu pada

zona dekat dengan inlet dan dekat dengan outlet. Pembagian zona tersebut dapat memudahkan

5
peternak untuk mengetahui dan mengontrol kondisi di sekitar ayam. Pada setiap zona akan

memiliki perbedaan suhu, kelembaban dan kecepatan angin dan kadar amonia pada closed house

(Renata et al., 2018).

2.3. Amonia (NH3)

Gas amonia merupakan salah satu dampak negatif yang berasal dari kandang closed

house karena dapat menimbulkan polusi dan bau tidak sedap. Amonia (NH3) merupakan salah

satu jenis gas hasil dekomposisi oleh bakteri dari limbah nitrogen dalam ekskreta yang tidak

termetabolisme dengan baik seperti asam urat dan asam amino. Produksi gas amonia dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi kotoran yang lembap dan manajemen litter

yang kurang baik (Maliselo dan Nkonde, 2015).

Kandungan gas amonia di dalam kandang memiliki batas toleransi tertentu bagi ayam

yang dapat menurunkan produktivitasnya. Amonia pada level tertentu berakibat pada penurunan

performans dan produktivitas ayam broiler seperti laju pertumbuhan dan konversi pakan serta

timbulnya penyakit pernafasan (Patterson dan Adrizal, 2005). Kadar amonia dapat menurunkan

produktivitas ayam pada konsentrasi 25 ppm kadar maksimum yang dapat di toleransi selama 8

jam (Rahmawati, 2000). Pada level 5 ppm amonia dapat mengiritasi mata dan lebih dari 10 ppm

amonia dapat menjadi pemicu stres sehingga mengganggu aktivitas makan pada ayam dan

berakibat pada penurunan konsumsi pakan (Miles et al., 2004; Aziz dan Barnes, 2010). Paparan

amonia secara langsung dan terus menerus mencapai 25 ppm mengakibatkan iritasi saluran

pernafasan pada bagian mukosa dan penurunan performans (Beker et al., 2004; Kristensen dan

Wathes, 2000).

Produksi amonia yang tinggi menyebabkan tingkat kematian tinggi pada ayam dan

menggangu pertumbuhan (Moore et al., 1995). Konsentrasi amonia di dalam kandang

dipengaruhi oleh iklim mikro di dalamnya. Variasi perubahan iklim mikro yang meliputi

6
ventilasi, pencahayaan, suhu dan kelembaban berkontribusi dalam konsentrasi amonia

didalamnya, sehingga terbentuklah mikroklimatik amonia.

2.4. Ayam Broiler

Ayam broiler aatau ayam ras pedaging, merupakan jenis ayam ras unggulan yang

memiliki karakteristik tersendiri dalam produktivitas dagingnya. Ayam broiler mampu tumbuh

cepat dengan tujuan dapat dipanen dalam waktu yang relatif singkat yaitu sekitar lima hingga

enam minggu. Ayam broiler dapat dipelihara dalam waktu cukup singkat yaitu 5 - 7 minggu

dapat menghasilkan bobot badan sekitar 1,8 - 2 kg. Karakteristik ayam broiler yaitu bersifat
tenang, pertumbuhan badan cepat, bentuk tubuh relatif besar dan warna bulu putih (Suprijatna et

al., 2008).

Selain keunggulan dalam produktivitas dagingnya, ayam broiler memiliki kelemahan

yaitu mudah stres yang dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu dan nutrien pakan.

Ayam broiler yang menghadapi suhu tinggi akan terjadi penimbunan panas dalam tubuhnya,

untuk mengurangi suhu yang tinggi maka ternak berusaha mengeluarkan panasnya, hal tersebut

membutuhkan energi yang tinggi sehingga mampu menurunkan bobot badan ayam broiler

Produktivitas ayam broiler dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain lingkungan, nutrien

pakan, manajemen pemeliharaan dan genetik (Budiansyah, 2010).

2.5. Performans Ayam Broiler

Performans merupakan suatu penilaian pada ayam broiler untuk mengetahui sifat serta

perilaku yang tampak dari ternak tesebut, sehingga peternak dapat mengetahui hasil akhir

pemeliharaan sesuai yang di harapkan. Penilaian pada ternak yang dijadikan objek penelitian

untuk mendapat informasi berbagai perilaku sesuai dengan kriteria yang diinginkan Indikator

penilian pada performans ayam broiler antara lain konsumsi pakan, pertambahan bobot badan,

konversi pakan (Suprijatna et al., 2008). Performans ayam broiler baik apabila indikator

penilaiannya memiliki nilai sama atau lebih tinggi dari standar.

7
2.5.1. Konsumsi Pakan

Konsumsi pakan dapat digunakan sebagai tolok ukur keberhasilan pertumbuhan ayam

broiler karena pakan yang dikonsumsi dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup ayam,

apabila pakan yang dikonsumsi tidak sesuai maka pertumbuhan ayam akan terganggu

(Anggorodi, 1995). Konsumsi pakan dapat mempengaruhi peningkatan pertambahan bobot

badan yaitu semakin tinggi tingkat konsumsi pakan maka tinggi pula pertumbuhan bobot

badannya.

Faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan adalah jenis kelamin, bobot badan ayam,
aktivitas, kualitas dan kuantitas pakan serta kondisi lingkungan (Fadillah dan Polana, 2007).

Suhu lingkungan dan kelembaban yang tinggi dapat menjadi pemicu stres pada ternak dan

berdampak pada penurunan konsumsi pakannya karena ayam berusaha mempertahankan suhu

tubuh dengan melakukan panting . Amonia yang semakin tinggi akan mengganggu pelepasan

panas unggas sehingga berdampak pada efisiensi panting, penurunan konsumsi pakan dan

peningkatan konsumsi minum.

2.5.2. Pertambahan Bobot Badan

Pertumbuhan pada ternak dapat dilihat salah satunya dengan mengukur pertambahan

bobot badan ternak tersebut. Pertambahan bobot badan merupakan tolak ukur kemampuan ternak

dalam memanfaatkan nutrien untuk pertumbuhannya . Pertambahan bobot badan diperoleh dari

selisih bobot badan akhir dan awal pemeliharaan dibagi dengan lama waktu pemeliharaan

(Fadillah dan Polana, 2007). Pertambahan bobot badan ayam umur 5 minggu berkisar antara

1.838 – 2.114 g.

Pertambahan bobot badan ayam broiler dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara

lain kandungan nutrien dalam pakan, konsumsi pakan dan kondisi lingkungan. Pertambahan

bobot badan yang sesuai dengan standar dikarenakan kandungan nutrien pakan meliputi

karbohidrat, protein, vitamin, lemak dan mineral tercukupi. Faktor lingkungan seperti amonia,

8
suhu dan kelembaban perlu diperhatikan dalam pemeliharaan agar pertumbuhan ayam broiler

optimal. Suhu ideal untuk pertumbuhan ayam broiler yaitu 18 – 21oC (Amrullah, 2003).

Peningkatan mikroklimatik amonia sebesar 25 ppm dapat menyebabkan penurunan bobot badan

sebesar 2% .

9
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Iklim mikro kandang ayam pedaging

Iklim mikro atau Iklim kecil, kondisi lingkungan seperti suhu, kelembaban dan

pergerakan udara di daerah yang sangat terbatas. Iklim di dalam kandang ayam

mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan peternak serta ayam. Gangguan pernafasan,

pencernaan dan perilaku lebih cenderung mudah terjadi pada kandang dengan kondisi

iklim tidak sesuai standar kebutuhan penghuninya. Efisiensi penggunaan pakan dan

kesehatan ayam. Ayam-ayam yang tidak sehat tentu saja tidak bisa diharapkan dapat

membuahkan hasil maksimal. Semakin muda umur ayam atau ketika tingkat produksi

mereka semakin tinggi, ayam cenderung semakin sensitif terhadap kondisi iklim di dalam

kandang.

3.1.1 Suhu

Suhu nyaman ayam broiler berkisar antara 20 – 24°C (Charles, 1981), sementara suhu

harian di daerah tropis pada siang hari dapat mencapai 34 0C. Menurut Baziz et al.

(1996), suhu udara lingkungan termonetral untuk ayam adalah 21-23 oC. Pada suhu udara

termonetral inilah ayam broiler akan berproduksi optimal. Pemeliharaan ayam broiler
pada suhu udara lingkungan di atas 21 oC mengakibatkan ayam mengalami cekaman

panas.

Tingginya suhu lingkungan merupakan salah satu penyebab terjadinya stres oksidatif

yakni keadaan dimana aktivitas oksidan (radikal bebas) melebihi antioksidan. Hasil

penelitian Harlova et al. (2002) menunjukkan bahwa cekaman panas pada ayam broiler

(suhu siang hari 35 - 40°C dan malam hari 28 - 300C), nyata menurunkan jumlah sel

darah merah, sel darah putih, konsentrasi hemoglobin dan nilai hematokrit darah ayam

broiler umur 1 minggu.

10
Dilaporkan pula bahwa cekaman panas ternyata menyebabkan turunnya kekebalan

tubuh, hal ini terlihat dari peningkatan rasio heterofil/limfosit.

3.1.2 Kelembaban

Apabila kelembaban udara lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara

berkurang, akibatnya aktivitas mikroorganisme akan menurun dan akan terjadi fermentasi

anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap. Menurut Charles dan Hariono (1991),

senyawa yang menimbulkan bau dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti
tumpukan kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut dapat dihasilkan selama proses

dekomposisi pada kotoran ayam. Oleh karena itu, faktor lingkungan yaitu kelembaban

udara dapat mempengaruhi jumlah emisi yang dihasilkan.

Hal ini sejalan dengan pendapat NORTH (1982) bahwa kelembaban yang ideal untuk

unggas di daerah tropik tidak lebih dari 75%, karena bila lebih dapat menyebabkan

perkembangan mikroorganisme meningkat. Kelembaban dapat mempengaruhi

penyerapan zat amoniak yang dihasilkan dari kotoran itik, kandungan amonia yang tinggi

mengganggu itik dalam pengambilan oksigen sehingga mengganggu metabolisme

(Mardalena 2002). Pada Kandang Slat kisaran kelembaban kandang rendah (30%),

sirkulasi udara yang baik pada kandang Slat dapat mengurangi cekaman panas pada itik

yang dapat menyebabkan kotoran itik yang lebih encer, lantai Slat lebih kering

mengurangi polusi amonia karena dekomposisi kotoran sempurna. Kelembaban optimum

pada kandang yaitu berkisar antara 55-65% (Purwanto & Yani 2006). Borges et al.

(2004) menyatakan bahwa kelembaban udara optimum untuk pertumbuhan ayam broiler

berkisar antara 50%-70%. Menurut BPS (1992), ayam broiler akan terkena stress apabila

kelembaban udaranya terlalu tinggi yaitu diatas 70%.

11
3.1.3 Kecepatan angin

Menurut DEFRA (2005), kecepatan angin di daerah beriklim tropis untuk ayam

broiler minimal 1,0 m/s dengan kisaran 1,0-1,5 m/s. Kecepatan angin yang semakin

tinggi menyebabkan pencampuran dan penyebaran polutan dari sumber emisi di atmosfer

akan semakin besar sehingga konsentrasi zat pencemar menjadi encer begitu juga

sebaliknya. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat polutan di udara (Hasnaeni, 2004).

3.1.4 Gas yang bersifat racun

Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas yang dapat menghasilkan bau tidak sedap.
Gas tersebut bersifat toksik bagi manusia dan ternak, dapat meningkatkan kerentanan

terhadap penyakit, dan dapat mengganggu efisiensi aktivitas para pekerja yang berada di

sekitar peternakan karena bau yang ditimbulkan (Setiawan, 1996).

Selain gas H2S, terdapat juga gas NO2 yang dibentuk melalui proses mikrobiologi

dari nitrifikasi dan denitrifikasi. Gas ini dapat menyebabkan gangguan terhadap

kesehatan terutama gangguan pernafasan akut. Gas ini juga dapat menyebabkan

keracunan apabila konsentrasinya melebihi ambang batas normal.

Kadar NO2 sebesar 800 ppm akan mengakibatkan 100% kematian pada binatang-

binatang yang diuji dalam waktu 29 menit atau kurang. Pemberian NO2 dengan kadar 5

ppm selama 10 menit terhadap manusia mengakibatkan kesulitan dalam bernafas

(Wardhana, 2001).

Gas NO2 (nitrogen dioksida), dapat juga merusak jaringan paru-paru dan jika

bersama H2O akan membentuk nitric acid (HNO3) yang pada gilirannya dapat

menimbulkan hujan asam yang sangat berbahaya bagi lingkungan (Kusuma, 2002).

Penyebab jumlah terbesar timbulnya bau dari peternakan berasal dari berbagai

komponen yang meliputi NH3, VOCs, dan H2S (NRC, 2003). Senyawa yang

menimbulkan bau ini dapat mudah terbentuk dalam kondisi anaerob seperti tumpukan

kotoran yang masih basah. Senyawa tersebut tercium dengan mudah walau dalam

konsentrasi yang sangat kecil. Untuk H2S, kadar 0,47 mg/l atau dalam konsentarasi part

12
per million (ppm) di udara merupakan batas konsentrasi yang masih dapat tercium bau

busuk. Untuk amonia, kadar rendah yang dapat terdeteksi baunya adalah 5 ppm. Akan

tetapi, kepekaan seseorang terhadap bau ini sangat tidak mutlak, terlebih lagi bau yang

disebabkan oleh campuran gas (Charles dan Hariono, 1991).

Bau kotoran ayam selain berdampak negatif terhadap kesehatan manusia yang

tinggal di lingkungan sekitar peternakan, juga berdampak negatif terhadap ternak dan

menyebabkan produktivitas ternak menurun. Pengelolaan lingkungan peternakan yang

kurang baik dapat menyebabkan kerugian ekonomi bagi peternak itu sendiri karena gas-
gas tersebut dapat menyebabkan produktivitas ayam menurun sedangkan biaya kesehatan

semakin meningkat yang menyebabkan keuntungan peternak menipis (Pauzenga, 1991).

3.2. pengaruh tidak tercapainya target produksi pada system kandang close house saat
panen ayam broiler.

3.2.1 Amonia

Closed house adalah kandang tertutup yang dilengkapi dengan tempat pakan,

tempat minum, alat penerangan, sistem pemanas/ brooder, exhaust fan, cooling pad,

sensor, panel listrik, dan tirai. Penggunaan kandang closed house pada pemeliharaan

ayam broiler untuk mengu-rangi pengaruh dari suhu di luar kandang (Sujana, Darana, dan

Setiawan, 2011). Memelihara broiler dalam jumlah banyak dalam satu kandangakan

menghasilkan amonia yang cukup tinggi. Amonia adalah fermentasi asam urat dalam

ekskreta. Amonia terbentuk dari votilisasi ammonia, kondisi yang mendukung terjadinya

votilisasi amonia adalah suhu hangat, kelembabab, dan pH yang normal namun

cenderung sedikit tinggi (Sarjana dkk. 2017). Gas amonia yang dihasilkan dalam kandang

berasal dari hasil fermentasi anta-ra ekskreta dan litter kandang yang men-galami

dekomposisi menjadi urea (Pereira, 2017). Kadar amonia yang tinggi mempengaruhi

perfoma ayam, meningkat-kan kerentanan penyakit dan mortalitas tinggi (Miles, Branton,

dan Lott, 2004). Kadar amonia yang tinggi pada kandang ayam broiler dapat

13
mempengaruhi perfor-ma ayam broiler. Performa ayam yang turun dapat mempengaruhi

kualitas daging ayam broiler (Assad, Widiastuti, dan Sugi-harto, 2016). Closed house

mempunyai zonasi di dalamnya, dimana pada zona 1 dekat dengan cooling pad memiliki

suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan zona 4 yang dekat dengan exhaust fan,

yang mendapatkan akumulasi panas dari zona 1 sampai zona 4. Hal ini menyebab-kan

perbedaan suhu, kelembaban, dan ka-dar amonia pada closed house.

Musim penghujan juga mempengaruhi kadar amonia di kandang closed house,

dikarenakan kelembaban yang tinggi mengakibatkan amonia dalam kandang menguap


lebih cepat di udara sehingga ka-dar amonia di udara lebih besar (William dan Meijerhof,

1990). Kelembaban yang tinggi dalam kandang juga menyebabkan sulitnya ayam untuk

melepas panas dalam tubuh apalagi pada periode finisher karena ukuran tubuh yang lebih

besar, sehingga panas di dalam tubuh terakumulasi dengan kadar amonia yang tinggi

dalam kandang, berakibat pada stres oksidatif pada ayam dan mempengaruhi kualitas

daging. Produksi amonia yang ada di dalam kan-dang dapat mempengaruhi kualitas

daging ayam broiler. Produksi amonia yang berkepanjangan pada kandang ayam broiler

tertutup mengakibatkan stress oksidatif dimana aktivitas radikal bebas melebihi

antioksidan dan mempengaruhi kualitas daging (Xing dkk., 2016).

3.2.2 ABK/pekerja kendang

ABK/pekerja kandang ternyata juga sangat berpengaruh untuk gagal/suksenya dalam

budidaya ayam broiler karena kemampuan dari anak kendang dalam melakukan tugas sangat

dibutuhkan karena kesalahan sedikit saja bisa saja membuat ayam stress atau bahkan mati.

3.2.3 Managemen Pemeliharaan

Tidak cermat dalam managemen pemeliharaan ayam broiler, menyebabkan kematian

yang tinggi, penurunan prokduktivitas ayam, penurunan kualitas, tidak mampu mengantisipasi

perubahan cuaca.

14
3.2.4 Biosecuriti yang buruk

Mencegah dari pada mengobati, seorang peternak ataupun anak kandang harus tahu

bagaimana cara mencegah penyakit yang sering menyerang peternakan ayam broiler dengan cara

menerapkan system biosekuriti yang bagus, serta bagaimana cara untuk menyembuhkanya. Jika

peternak ataupn anak kandang tidak tahu apa-apa tentang langkah-langkah preventif, maka PPL

atau konsultan lapangan harus dilibatkan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik.

3.3 Cara mengatasi masalah tidak tercapainya target produksi pada system kandang

close house saat panen ayam broiler

3.3.1 Amonia

Kebutuhan pergantian udara untuk ayam adalah sekitar 1,5-1,6 x10 +4 m kubik/

detik untuk setiap kilogram pangkat 0,75 dari berat ayam. Apabila kecepatan angin

kurang karena terhalang pepohonan, maka penggunaan kipas angin akan membantu

memberikan udara segar pada ayam. Dianjurkan agar dalam kandang memiliki

kandungan CO2 < 0,3% dan kelembapan udara berkisar 60-70%.

Untuk mengurangi dampak bau yang ditimbulkan dari usaha peternakan ayam

dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain memperbaiki ventilasi udara,

memberikan imbuhan pakan (feed additif), pemberian ransum denagn asam amino

berimbang serta perlakuan pada litter dengan pemberian ferro sulfat dan asam fosfat

untuk mengubah pH agar pelepasan amoniak berkurang.

Bahan lain yang dapat mengurangi bau amoniak dalam kandang adalah penambahan kapur

sebanyak 1-3 % pada kotoran ayam. Hal ini dapat mengurangi pelepasan gas amoniak dan H2S

secara nyata.

15
Selain itu, Liquid Smoke yang telah terklorinasi (ZEROMON) juga terbukti

efektif dalam menghilangkan bau amoniak. Pengalaman dilapangan menunjukan hanya

membutuhakn waktu sekitar 30 menit setelah penyemprotan bau amoniak langsung

berkurang drastis. Penyemprotan ZEROMON yang berkala juga dapat mencegah

timbulnya bau amoniak dan mencegah munculnya penyakit lain karena ZEROMON juga

mempunyai penanan sebagai disinfektan yang mampu membunuh mikroorganisme

penyebab penyakit.

3.3.2 ABK/Anak Kandang

Untuk permasalahan anak kendang dapat diatasi dengan memberikan pelatihan

khusus untuk para anak kandang agar lebih memahami tentang penggunaan beberapa

peralatan kendang dan untuk memahami kemauan si ayam.

3.3.3 Manajemen pemeliharaan

Sering sekali masalah terjadi akibat kegagalan dalam memanajemen pemeliharaan

yang mengakibatkan gagal tercapainya target produksi saat panen namun itu dapat

dicegah dengan memperbaiki manajemen pemeliharaan seperti memahami keinginan

ayam terhadap suhu kendang ataupun kelembaban

3.3.4 Bioscurity yang salah

Untuk memperbaiki masalah biosecurity yang buruk dapat dilakukan dengan

mengatur ulang system biosecurity seperti tidak boleh ada sembarangan orang yang

masuk ke kandang, melakukan penyemprotan dengan desinfektan, membakar ayam yang

mati akibat penyakit dan juga membersihkan kandang segera setelah panen agar saat

ayam datang untuk pemeliharaan baru ayam tidak tertular penyakit yang mungkin saya

masih tersisa dari kendang sebelumnya.

16
3.2. pengaruh tidak tercapainya target produksi pada system kandang close house saat
panen ayam broiler.
Closed house adalah kandang tertutup yang dilengkapi dengan tempat pakan,
tempat minum, alat penerangan, sistem pemanas/ brooder, exhaust fan, cooling pad,
sensor, panel listrik, dan tirai. Penggunaan kandang closed house pada pemeliharaan
ayam broiler untuk mengu-rangi pengaruh dari suhu di luar kandang (Sujana, Darana, dan
Setiawan, 2011). Memelihara broiler dalam jumlah banyak dalam satu kandangakan
menghasilkan amonia yang cukup tinggi. Amonia adalah fermentasi asam urat dalam
ekskreta. Amonia terbentuk dari votilisasi ammonia, kondisi yang mendukung terjadinya
votilisasi amonia adalah suhu hangat, kelembabab, dan pH yang normal namun
cenderung sedikit tinggi (Sarjana dkk. 2017). Gas amonia yang dihasilkan dalam kandang
berasal dari hasil fermentasi anta-ra ekskreta dan litter kandang yang men-galami
dekomposisi menjadi urea (Pereira, 2017). Kadar amonia yang tinggi mempengaruhi
perfoma ayam, meningkat-kan kerentanan penyakit dan mortalitas tinggi (Miles, Branton,
dan Lott, 2004). Kadar amonia yang tinggi pada kandang ayam broiler dapat
mempengaruhi perfor-ma ayam broiler. Performa ayam yang turun dapat mempengaruhi
kualitas daging ayam broiler (Assad, Widiastuti, dan Sugi-harto, 2016). Closed house
mempunyai zonasi di dalamnya, dimana pada zona 1 dekat dengan cooling pad memiliki
suhu yang lebih rendah dibandingkan dengan zona 4 yang dekat dengan exhaust fan,
yang mendapatkan akumulasi panas dari zona 1 sampai zona 4. Hal ini menyebab-kan
perbedaan suhu, kelembaban, dan ka-dar amonia pada closed house.
Musim penghujan juga mempengaruhi kadar amonia di kandang closed house,
dikarenakan kelembaban yang tinggi mengakibatkan amonia dalam kandang menguap
lebih cepat di udara sehingga ka-dar amonia di udara lebih besar (William dan Meijerhof,
1990). Kelembaban yang tinggi dalam kandang juga menyebabkan sulitnya ayam untuk
melepas panas dalam tubuh apalagi pada periode finisher karena ukuran tubuh yang lebih
besar, sehingga panas di dalam tubuh terakumulasi dengan kadar amonia yang tinggi
dalam kandang, berakibat pada stres oksidatif pada ayam dan mempengaruhi kualitas
daging. Produksi amonia yang ada di dalam kan-dang dapat mempengaruhi kualitas
daging ayam broiler. Produksi amonia yang berkepanjangan pada kandang ayam broiler
tertutup mengakibatkan stress oksidatif dimana aktivitas radikal bebas melebihi
antioksidan dan mempengaruhi kualitas daging (Xing dkk., 2016).

17
BAB IV
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Iklim mikro yang cocok untuk ayam yaitu suhu sekitar 20-24°C, suhu udara termonetral

untuk ayam adalah 21-23°C. Sedangkan pada ayam broiler, suhu udara diatas 21°C

mengakibatkan ayam mengalami cekaman panas. Kelembaban ideal untuk unggas di daerah

tropik tidak lebih dari 75%. Kelembaban optimum untuk perkembangan ayam broiler berkisar

50-70%. Kecepatan angin di daerah beriklim tropis untuk ayam broiler minimal 1,0 m/s dengan

kisaran 1,0-1,5 m/s.

Tidak tercapainya target produksi pada sistem kandang close house saat panen ayam broiler

biasanya diakibatkan oleh kadar amonia yang tinggi, ABK/pekerja kandang, ketidak cermatan

dalam me-manajemen pemeliharaan dan biosecurity yang buruk. Untuk mengatasi masalah

tersebut dapat dilakukan: pergantian udara untuk ayam adalah sekitar 1,5-1,6 x10 +4 m kubik/

detik untuk setiap kilogram pangkat 0,75 dari berat ayam, atau penggunaan Liquid Smoke yang

telah terklorinasi (ZERONOM); Memberikan pelatihan khusus untuk ABK/Anak kandang;

memperbaiki manajemen pemeliharaan; dan memperbaiki biosekuriti.

18
DAFTAR PUSTAKA

Wurlina dan D.K. Weles. 2012. Teknologi Kandang Tertutup (Closed House) terhadap Berat

Badan, Mortalitas dan Waktu Panen Ayam Pedaging. Surabaya. Jurnal Peternakan, 5 (3) :

215-218.

Dewanti, Ratih, Jafendi hasoloan D.S, Zuprizal. 2009. Pengaruh Pejantan Dan Pakan

Terhadap Pertumbuhan Itik Turi Sampai Umur 8 Minggu. Buletin Peternakan Vol. 33(2) : 88-95

Yani, A., H. Suhardiyanto, Erizal, dan B. P. Purwanto. 2011. Analysis of air temperature

distribution in a closed house for broiler in wet tropical climate. Media Peternakan. 37 (2):

87 – 94.

Edwin B.Flippo, 2000.Manajemen Personalia, Jakarta: Erlangga.

Renata, T. A. Sarjana dan S. Kismiati. 2018. Pengaruh zonasi dalam kandang closed house

terhadap kadar ammonia dan dampaknya pada kualitas daging ayam broiler di musim

penghujan. J. Ilmu-Ilmu Peternakan. 28(3): 183-191.

Maliselo, P.S., dan G.K. Nkonde. 2015. Amonia production in poultry houses and its

effect on the growth of gallus gallus domestica (broiler chickens): a case study of a small

scale poultry house in Riverside, Kitwem Zambia

Patterson, P. H. and Adrizal.2005. Management strategies to reduce air emissions:

emphasis—dustand ammonia.J. Appl. Poult. Res. 14:638– 650.

Fadilah, R., Polana. dan Agustin. 2007. Sukses Beternak Ayam Broiler.Agromedia Pustaka,

Jakarta.

19
Rahmawati. 2000. Keanekaragaman Serangga Tanah dan Perannya pada Komunitas Rhizopora

spp. dan Komunitas Ceriops tagal di Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai, Sulawesi

Tenggara. Naskah Thesis Mahasiswa s2. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Suprijatna, E., U. Atmomarsono dan R. Kartasudjana. 2008. Ilmu Dasar Ternak

Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.

Budiansyah, A. 2010. Performa Broiler yang Diberi Ransum yang Mengandung

Bungkil Kelapa yang Difermentasi Ragi Tape Sebagai Pengganti Sebagian Ransum
Komersial. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan 9(5):8-13.

Anggorodi, H.R. 1995. Ilmu Nutrisi dan Bahan Makanan Ternak. Jakarta: P.T Gramedia.

Amrullah, I. 2003. Nutrisi Ayam Broiler. Lembaga Satu Gunung Budi. Bogor

Kusnadi, E. 2008. Pengaruh temperature kandang terhadap konsumsi ransum dan komponen darah

ayam broiler. J.Indon.Trop.Agric.33(3):197-220.

Prasetyanto, N. 2011. Kadar H2S, NO2 dan debu pada peternakan ayam broiler dengan kondisi

lingkungan yang berbeda di kab. Bogor, Jawa Barat. Departemen Ilmu produksi dan Teknologi

Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi)


Sujana, E., S. Darana, dan L. Setiawan. 2011. Implementasi teknologi semi closed –
house system pada perfor-man ayam broiler di test farm sus-tainable livestock techno park,
kampus Fakultas Peternakan Uni-versitas Padjadjaran, Jatinangor.

Sarjana, T.A., L.D. Mahfudz, M. Rama-dhan, Sugiharto, F. Wahyono, dan S. Sumarsih.


2017. Emisi ammonia dan kondisi litter pada kandang ayam broiler sistem terbuka yang
mendapatkan additive berbeda dan kombinasinya dalam ransum. Semi-nar Nasional
Pengembangan Peter-nakan Berkelanjutan, Universitas Padjajaran. Sumedang.

Pereira, J.L.S. 2017. Assessment of ammo-nia and greenhouse gas emissions from broiler
houses in Portugal. At-mospheric Pollutiongogo Research, 8(2017): 949 – 955.

Miles, D.M., S. L. Branton, dan B.D. Lott. 2004. Atmospheric ammonia is detrimental to
the performance of modern commercial broilers. Journal Poultry Science, 10(83): 1650 – 1654.

20
Assad. H.A., E. Widiastuti., dan S. Sugi-harto. 2016. Penaruh penambahan onggok
terfermentasi dan/atau anti-biotik dalam ransum terhadap kuali-tas liter dan footpad ayam
broiler. Prosiding Seminar Nasional Peter-nakan Berkelanjutan. Sumedang, 16 November 2016.

William, D.W. dan R. Meijerhof. 1990. The Effect of Different Levels of Rela-tive
Humidity and Air Movement on Litter Conditions, Ammonia Levels, Growth, and Carcass
Quali-ty for Broiler Chickens. Journal Poultry Science, 70 : 746- 755.

Xing, H., S. Luna., Y. Sun., R. Sa., dan H. Zhang. 2016.Effects of ammonia exposure on
carcass traits and fatty acid composition of broiler meat. Journal Animal Nutrion, 2(2016): 282
-287.

Sujana, E., S. Darana, dan L. Setiawan. 2011. Implementasi teknologi semi closed –
house system pada perfor-man ayam broiler di test farm sus-tainable livestock techno park,
kampus Fakultas Peternakan Uni-versitas Padjadjaran, Jatinangor.
Sarjana, T.A., L.D. Mahfudz, M. Rama-dhan, Sugiharto, F. Wahyono, dan S. Sumarsih.
2017. Emisi ammonia dan kondisi litter pada kandang ayam broiler sistem terbuka yang
mendapatkan additive berbeda dan kombinasinya dalam ransum. Semi-nar Nasional
Pengembangan Peter-nakan Berkelanjutan, Universitas Padjajaran. Sumedang.
Pereira, J.L.S. 2017. Assessment of ammo-nia and greenhouse gas emissions from broiler
houses in Portugal. At-mospheric Pollutiongogo Research, 8(2017): 949 – 955.
Miles, D.M., S. L. Branton, dan B.D. Lott. 2004. Atmospheric ammonia is detrimental to
the performance of modern commercial broilers. Journal Poultry Science, 10(83): 1650 – 1654.
Assad. H.A., E. Widiastuti., dan S. Sugi-harto. 2016. Penaruh penambahan onggok
terfermentasi dan/atau anti-biotik dalam ransum terhadap kuali-tas liter dan footpad ayam
broiler. Prosiding Seminar Nasional Peter-nakan Berkelanjutan. Sumedang, 16 November 2016.
William, D.W. dan R. Meijerhof. 1990. The Effect of Different Levels of Rela-tive
Humidity and Air Movement on Litter Conditions, Ammonia Levels, Growth, and Carcass
Quali-ty for Broiler Chickens. Journal Poultry Science, 70 : 746- 755.
Xing, H., S. Luna., Y. Sun., R. Sa., dan H. Zhang. 2016.Effects of ammonia exposure on
carcass traits and fatty acid composition of broiler meat. Journal Animal Nutrion, 2(2016): 282
-287.

21

Anda mungkin juga menyukai