Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PRODUKSI TERNAK PERAH

Disusun Oleh kelompok 4:


Bunia Ulfa B1D022077
Cu Maulana Bahtiar B1D022078
Danu Hardianto B1D022079
Dara Aulia Safitri B1D022080
Darasita Deliva Purwanda B1D022081
Def Saputra Wijaya B1D022082
Doni Saputra B1D022087
Fariz Ramdhani B1D022092

FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2023
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puja & Puji syukur atas rahmat & ridho
Allah SWT, karena tanpa Rhmat & RidhoNya, kita tidak dapat menyelesaikan
laporan praktikum ini dengan baik dan selesai tepat waktu. Tidak lupa kami
ucapkan terima kasih kepada Drs. Pengindon Sembiring sekalu dosen pengampu
kewarganegaraan yang membimbing kami dalam pengerjaan tugas makalah ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman kami yang selalu setia
membantu dalam hal mengumpulkan data data dalam pembuatan makalah ini.
Dalam makalah ini kami menjelaskan tentang individu dan masyarakat.Mungkin
dalam pembuatan makalah ini terdapat kesalahan yang belum kami ketahui. Maka
dari itu kami mohon saran & kritik dari teman-teman maupun dosen. Demi
tercapainya makalah yang sempurna.
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Suhu dan kelembaban memiliki pengaruh yang signifikan pada sapi perah.
Sapi perah adalah hewan yang peka terhadap perubahan lingkungan, terutama
suhu dan kelembaban. Ketidaksesuaian kondisi lingkungan dapat
menyebabkan stres pada sapi perah, yang pada gilirannya dapat
mempengaruhi kesehatan dan produktivitas mereka. Suhu lingkungan yang
terlalu tinggi dapat menyebabkan stres panas pada sapi perah. Ketika suhu
melebihi ambang batas yang nyaman bagi sapi, mereka mulai mengalami
kesulitan dalam mengatur suhu tubuh mereka sendiri. Ini dapat menyebabkan
peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut jantung, dan peningkatan
produksi panas internal. Sapi perah akan mencoba mengurangi suhu tubuh
mereka dengan cara mengeluarkan panas melalui pernapasan dan keringat.
Namun, jika suhu lingkungan terlalu tinggi, mekanisme ini mungkin tidak
cukup efektif, dan sapi perah dapat mengalami dehidrasi, kelelahan panas, dan
penurunan produksi susu.

Kelembaban juga memainkan peran penting dalam kenyamanan sapi


perah. Kelembaban yang tinggi dapat membuat sapi perah sulit untuk
menghilangkan panas tubuh mereka melalui penguapan keringat. Ini dapat
menyebabkan peningkatan suhu tubuh dan meningkatkan risiko stres panas.
Selain itu, kelembaban yang tinggi juga dapat menciptakan kondisi yang lebih
ideal bagi pertumbuhan mikroorganisme, seperti bakteri dan jamur, yang
dapat menyebabkan masalah kesehatan pada sapi perah.Pengaruh suhu dan
kelembaban yang tidak sesuai juga dapat mempengaruhi reproduksi sapi
perah. Sapi betina mungkin mengalami penurunan kesuburan, penurunan
produksi telur, dan peningkatan risiko keguguran. Sapi jantan juga dapat
mengalami penurunan kualitas sperma dan penurunan libido. Selain itu, suhu
dan kelembaban yang tinggi juga dapat mempengaruhi kualitas susu sapi
perah. Produksi susu dapat menurun, dan kualitas susu seperti kandungan
lemak, protein, dan vitamin dapat terpengaruh. Risiko kontaminasi bakteri
juga meningkat pada suhu yang tinggi.

Untuk mengatasi pengaruh suhu dan kelembaban pada sapi perah, penting
untuk menyediakan lingkungan yang nyaman dan sejuk. Ini dapat mencakup
penggunaan sistem pendingin, ventilasi yang baik, penyediaan air yang cukup,
dan perlindungan dari sinar matahari langsung. Selain itu, pemilihan waktu
pemberian pakan dan manajemen nutrisi yang tepat juga dapat membantu
mengurangi dampak suhu dan kelembaban pada sapi perah.

1.2 Tujuan dan Kegunaan


1.2.1. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum yaitu untuk mengetahui pengaruh
suhu dan kelembaban pada Termak perah
1.2.2. Kegunaan Praktikum
Adapun kegunaan dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa
mengetahui pengaruh suhu dan kelembaban pada Ternak perah
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Produksi Panas Hewan Dalam Kandang

Ternak menghasilkan sejumlah panas metabolisme tergantung dari tipe


ternak yaitu bobot badan, jumlah makanan yang dikonsumsi dan kondisi
lingkungan mikro. Panas yang dihasilkan dalam kandang harus diprediksi
untuk mendisain sistem kontrol lingkungan. Panas yang dihasilkan dan
kemudian dilepas oleh tubuh hewan terdiri atas panas sensibel (sensible heat)
dan panas laten (latent heat). Panas sensibel dan panas laten yang dihasilkan
oleh hewan dalam kandang merupakan komponen kritis keseimbangan panas
untuk kondisi setimbang dalam struktur kandang (Esmay, 1960).

Kehilangan panas pada lingkungan kandang akan meningkat seiring


dengan menurunnya bobot badan hewan pada kondisi temperatur lingkungan
kandang yang semakin menurun. Produksi panas yang berhubungan dengan
bobot badan hewan akan memperlihatkan penurunan kehilangan panas (heat
loss) dengan peningkatan bobot badan. Sebagai contoh sapi dengan bobot 400
– 500 kg menghasilkan panas 2 W/kg, lebih kecil dibandingkan dengan
domba bobot 50 kg yang menghasilkan panas 3-4 W/kg dan unggas dengan
bobot 2 kg
menghasilkan 6 W/kg (Esmay and Dixon 1986).

Suhu (oC) Panas laten (W) Panas sensible Total panas (W)
(W)
4,44 278,4 766,6 1.055
10,00 322,4 674,0 996
15,56 392,7 556,8 949
21,11 410,3 498,2 908
26,67 556,8 293,1 849
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kenaikan suhu kandang akan
menurunkan total panas yang diproduksi oleh sapi perah. Kondisi ini
menunjukkan bahwa ternak (sapi perah) akan mempertahankan panas
tubuhnya sesuai dengan keadaan suhu lingkungannya. Perolehan panas dari
luar tubuh (heat gain) akan menambah beban panas bagi ternak, bila suhu
udara lebih tinggi dari suhu nyaman. Sebaliknya, akan terjadi kehilangan
panas tubuh (heat loss) apabila suhu udara lebih rendah dari suhu nyaman.
Perolehan dan penambahan panas tubuh ternak dapat terjadi secara sensible
melalui mekanisme radiasi, konduksi dan konveksi. Pada saat suhu udara
lebih tinggi dari suhu nyaman ternak, jalur utama pelepasan panas hewan
terjadi melalui mekanisme evaporative heat loss dengan jalan melakukan
pertukaran panas melalui permukaan kulit (sweating) atau melalui pertukaran
panas di sepanjang saluran pernapasan (panting) (Purwanto, 1993) dan
sebagian melalui feses dan urin (McDowell, 1972).

2.2 Suhu efektif


Suhu efektif adalah suhu yang dimanfaatkan oleh ternak untuk
kehidupannya, dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban udara (RH), radiasi
matahari dan kecepatan angin (West, 1994). Suhu efektif dapat
memperlihatkan tingkat kenyamanan dan stress bagi sapi perah. Hubungan
suhu efektif dengan paremeter iklim mikro ditunjukkan pada beberapa
persamaan berikut (Yamamoto, 1983): (1) hubungan suhu efektif dengan
suhu bola basah dan bola kering; (2) hubungan suhu efektif dengan suhu
bola kering (suhu tubuh sapi) dan kecepatan angin; (3) hubungan suhu
efektif dengan suhu bola kering (suhu pernafasan) dan kecepatan angin;
(4) hubungan suhu efektif dengan suhu bola kering dan radiasi matahari;
(5) hubungan suhu efektif dengan suhu bola basah dan suhu udara
lingkungan.
ET = 35,0 DBT + 65,0 WBT ...................................................................(1)
ET = DBTb – 6 √ AM ..............................................................................
(2)
ET = DBTp −10 √ AM ............................................................................
(3)
ET = DBT +11RD ....................................................................................
(4)
ET = 57,0 DBT + 43,0 GT .......................................................................
(5)

2.3 Pengaruh Suhu dan Kelembaban Udara Terhadap Sapi Perah FH

Suhu dan kelembaban udara merupakan dua faktor iklim yang


mempengaruhi produksi sapi perah, karena dapat menyebabkan perubahan
keseimbangan panas dalam tubuh ternak, keseimbangan air, keseimbangan energi
dan keseimbangan tingkah laku ternak (Hafez, 1968; Esmay, 1978). McDowell
(1974) menyatakan bahwa untuk kehidupan dan produksinya, ternak memerlukan
suhu lingkungan yang optimum. Zona termonetral suhu nyaman untuk sapi Eropa
berkisar 17 – 21oC (Hafez, 1968); 13 – 18oC (McDowell, 1972); 4 – 25oC
(Yousef, 1985), 5 – 25oC (Jones & Stallings, 1999). Bligh dan Johnson (1985)
membagi beberapa wilayah suhu lingkungan berdasarkan perubahan produksi
panas hewan, sehingga didapatkan batasan suhu yang nyaman bagi ternak, yaitu
antara batas suhu kritis minimum dengan maksimum (Gambar 1). Hubungan
besaran suhu dan kelembaban udara atau biasa disebut “Temperature Humidity
Index (THI)” yang dapat mempengaruhi tingkat stres sapi perah dapat dilihat pada
Tabel 2. Sapi perah FH akan nyaman pada nilai THI di bawah 72. Jika nilai THI
melebihi 72, maka sapi perah FH akan mengalami stres ringan (72 ≤ THI ≤ 79),
stres sedang (80 ≤ THI ≤ 89) dan stres berat ( 90 ≤ THI ≤ 97) (Wierema, 1990).
Untuk sapi perah FH, penampilan produksi terbaik akan dicapai pada suhu
lingkungan 18,3oC dengan kelembaban 55%. Bila melebihi suhu tersebut, ternak
akan melakukan penyesuaian secara fisiologis dan secara tingkah laku
(behaviour). Secara fisiologis ternak atau sapi FH yang mengalami cekaman panas
akan berakibat pada : 1) penurunan nafsu makan; 2) peningkatan konsumsi
minum; 3) penurunan metabolisme dan peningkatan katabolisme; 4) peningkatan
pelepasan panas melalui penguapan; 5) penurunan konsentrasi hormon dalam
darah; 6) peningkatan temperatur tubuh, respirasi dan denyut jantung (McDowell,
1972); dan 7) perubahan tingkah laku (Ingram & Dauncey, 1985) dan 8)
meningkatnya intensitas berteduh sapi (Combs, 1996). Respons fisiologis sapi FH
akibat cekaman panas dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Cekaman panas
dapat direduksi dengan menurunkan suhu tubuh sapi FH melalui penyemprotan
air dingin ke seluruh permukaan tubuh (Shibata, 1996). Hasil simulasi
menunjukkan bahwa penurunan suhu lingkungan mikro (sekitar kandang) sebesar
5oC dapat meningkatkan produksi susu sapi FH sebesar 10 kg/hari yaitu dari 35
kg/hari menjadi 45 kg/hari (Berman, 2005). Perubahan suhu pada kandang dapat
mempengaruhi perubahan denyut jantung dan frekuensi pernapasan sapi FH.
Denyut jantung sapi FH yang sehat pada daerah nyaman (suhu tubuh 38,6oC)
adalah 60 – 70 kali/menit dengan frekuensi nafas 10 – 30 kali/menit (Ensminger,
1971). Reaksi sapi FH terhadap perubahan suhu yang dilihat dari respons
pernapasan dan denyut jantung merupakan mekanisme dari tubuh sapi untuk
mengurangi atau melepaskan panas yang diterima dari luar tubuh ternak.
Peningkatan denyut jantung merupakan respons dari tubuh ternak untuk
menyebarkan panas yang diterima ke dalam organ-organ yang lebih dingin
(Anderson, 1983).

2.4. Pindah Panas dan Massa pada Kandang Sapi Perah FH

Bangunan perkandangan akan mendapatkan perolehan dan kehilangan


panas dan massa dari dan ke lingkungan sekitarnya melalui proses perpindahan
panas dan massa secara konduksi, konveksi dan radiasi. Perpindahan panas
konduksi terjadi melalui dinding dan atap bangunan dengan arah masuk dan
keluar bangunan termasuk konduksi panas dari dan ke dalam tanah. Perpindahan
panas dan massa secara konveksi terjadi karena aliran udara yang masuk dan
keluar melalui bukaan ventilasi. Perpindahan panas radiasi gelombang pendek
dari radiasi matahari dan refleksinya serta difusivitasnya selalu memiliki nilai
positif. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang adalah radiasi yang
dipancarkan oleh permukaan bangunan dan yang diterima dari lingkungan di
sekitar bangunan. Panas lainnya yang ditimbulkan oleh penghuni atau peralatan
yang ada di dalam kandang juga harus dapat diperhitungkan (Soegijanto, 1999).

Perpindahan panas radiasi gelombang panjang terjadi antara ternak (sapi


perah FH) dengan lingkungan di sekitarnya melalui kulit sapi FH yang dominan
berwarna putih atau hitam. Perpindahan panas radiasi gelombang panjang pada
ternak dengan lingkungannya terjadi karena ternak mengeluarkan panas tubuhnya
melalui permukaan kulit dan saluran pernafasan (Esmay dan Dixon, 1986).
Perpindahan panas secara konveksi pada kandang sapi perah FH di lingkungan
tropika basah terjadi pada atap bangunan kandang, sapi perah, lantai, serta
bangunan penopangnya seperti dinding, kerangka dan peralatan lainnya.

Keseimbangan panas di permukaan lantai pada bangunan perkandangan


ternak sapi perah FH meliputi radiasi gelombang panjang dari lantai ke atap,
pindah panas konveksi dari permukaan lantai ke udara dalam kandang, dan pindah
panas konduksi dari permukaan lantai ke lapisan di bawahnya atau sebaliknya.
Keseimbangan panas di udara dalam kandang sapi perah lebih mudah dihitung
karena proses pindah panas terjadi secara konveksi dari penutup (atap) kandang ke
udara dalam kandang terjadi secara alami dan melalui bukaan ventilasi baik
masuk maupun keluar (Esmay dan Dixon, 1986). Perpindahan panas konveksi
dipengaruhi oleh koefisien konveksi udara, kecepatan angin dan suhu lingkungan.
Semakin besar nilai koefisien konveksi dan kecepatan angin, maka akan semakin
cepat keseimbangan panas dalam ruangan konveksi. Perpindahan panas secara
konduksi terjadi pada penutup (atap) kandang sapi FH, dinding bangunan,
kerangka bangunan, ternak (sapi FH), air minum sapi FH, tubuh sapi FH.
Perpindahan panas konduksi sangat dipengaruhi oleh konduktivitas bahan dan
suhu lingkungan. Semakin besar nilai konduktivitasnya, bahan tersebut semakin
cepat merambatkan panas (Esmay dan Dixon, 1986).

2.5. Distribusi Suhu dan Kelembaban Udara pada Kandang Sapi Perah FH

Distribusi suhu dan kelembaban udara (RH) pada kandang sapi perah FH
dipengaruhi oleh luas dan tinggi bangunan, jumlah ternak, suhu lingkungan,
sistem ventilasi, radiasi matahari, peralatan peternakan, kecepatan angin,
pergerakan udara di sekitar bangunan. Pada bangunan pertanian (greenhouse),
faktor desain yang sangat menentukan distribusi suhu dan kelembaban udara
adalah dimensi bangunan, posisi dinding atau atap ventilasi, sudut pembukaan
ventilasi, jumlah span dan sebagainya (Boutet, 1987). Pertukaran udara dalam
kandang sapi perah dipengaruhi oleh besarnya suhu lingkungan, produksi panas
hewan, kelembaban, konsentrasi gas dalam kandang, jenis bahan atap bangunan,
pindah panas dari lantai, sistem dan luasan ventilasi, luas dan tinggi bangunan
kandang (Hellickson dan Walker, 1983).

Pindah panas pada kandang sapi perah dapat terjadi secara radiasi,
konveksi maupun konduksi (Wathes dan Charles, 1994) yang mengakibatkan
adanya distribusi suhu dalam kandang. Pindah panas secara radiasi dipengaruhi
oleh besarnya radiasi matahari atau bahan, kecepatan angin dan suhu lingkungan.
Pindah panas pada bahan bangunan kandang dipengaruhi oleh konduktivitas
bahan, tebal bahan dan waktu, sedangkan secara konveksi sangat dipengaruhi oleh
suhu lingkungan, kecepatan angin, waktu dan luasan daerah konveksi.
BAB III

MATERI DAN METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat Praktikum

Praktikum ini dilaksanakan pada hari kamis, 16 November 2023 pada


pukul 07.00, 13.00 dan 17.00 wita. Bertempat di Ruang ATA.1.1. Fakultas
Peternakan Universitas Matarm.

3.2. Materi Praktikum

3.2.1. Alat-alat

Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Termo


Hygrometer.

3.2.2. Metode Praktikum

1. Menyiapkan alat yang digunakan.


2. Memastikan thermo hygrometer dalam kondisi baik.
3. Menyiapkan ruangan yang akan diukur suhu dan kelembabannya.
4. Menempatkan thermo hygrometer diatas meja.
5. Membiarkan thermo hygrometer beradaptasi dengan kondisi
ruangan sebelum memulai pengukuran.
6. Mengamati dan catat hasil pengukuran suhu dan kelembaban yang
ditampilkan oleh alat tersebut.

3.3. Analisis Data


Berdasarkan data yang kita peroleh dari pengamatan, kita menganalisis
data menggunakan microsoft excel dengan cara mencari rata-rata suhu,
kelembaban, dan ITH.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Praktikum


Nama Alat Suhu (℃)
Pagi Siang Sore Rata/Hari
Termo-hygrometer digital
clock 07.20 13.20 17.20
27,2 29,6 29,3 28,7
Kelembaban (%) ITH
Pagi Siang Sore Rata/Hari Pagi Siang Sore Rata/Hari
08.01 14.28 17.20 07.20 13.20 17.20
55 43 51 49,6 777,56 727,88 834,74 780,06

4.2. Pembahasan
Pada praktikum ini, kita mengamati suhu dan kelembaban di
pagi hari, siang hari, dan sore hari. Dari kegiatan tersebut Kami
mendapatkan suhu rata- rata 28,7℃ dan kelembaban rata-rata 49,6 %,
dan ITH rata-rata 780,06 sedangkan jika kita dibandingkan dengan
teori yang menyatakan suhu nyaman ternak perah antara 5 - 25 ℃ dan
kelembaban 55%, ITH suhu nyaman di bawah 72, maka bisa
dinyatakan data yang kami peroleh bukan merupakan suhu nyaman
bagi ternak perah dan jika sapi perah ditempatkan pada kandang
dengan suhu, kelembaban, dan ITH tersebut maka sapi akan
mengalami stres ringan yang dapat mempengaruhi ternak perah.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum ini yaitu suhu, kelembaban, dan
ITH yang kami peroleh pada saat pengamatan bukan merupakan suhu nyaman
bagi ternak perah dan bisa dinyatakan ternak mengalami stres ringan.

5.2. Saran

Informasi praktikum sebaiknya diinformasikan lebih awal agar praktikan


bisa mempersiapkan diri dan bisa menyesuaikan dengan jadwal mata kuliah
lain.
DAFTAR PUSTAKA

Esmay, M. L., & Dixon, J. E. (1986). Environmental control for agricultural


buildings. Avi.
Ingram, D. L., Dauncey, M. J. (1985). Synchronization of motor activity in
young pigs to a non-circadian rhythm without affecting food intake and
growth. Comparative Biochemistry and Physiology Part A: Physiology,
80(3), 363-368.
Jones, G. M., & Stallings, C. C. (1999). Reducing heat stress for dairy cattle.
McDowell, R. E. (1972). Improvement of livestock production in warm climates.
Improvement of livestock production in warm climates.

Purwanto. (1993). Effect of environmental temperatures on heat production in


dairy heifers differing in feed intake level. Asian-Australasian Journal of
Animal Sciences, 6(2), 275-279.

Wathes, C. M., & Charles, D. R. (1994). Livestock housing. Wallingford (UK),


CAB International, 1994.

Wierema. 1990. Perbandingan Suhu Lingkungan Dan Pengaruh Pakan Terhadap


Produktivitas Sapi Perah Di Daerah Dengan Ketinggian Berbeda. Jurnal
ilmiah peternakan terpadu, 7(2), 234-240.

Yamamoto, S. (1983). In vitro differentiation and calcification in a new clonal


osteogenic cell line derived from newborn mouse calvaria. The Journal
of cell biology, 96(1), 191-198.
LAMPIRAN

Gambar 1.Pengukuran suhu Pagi Gamabar 2. PengukuranSuhu Siang

Gamabar 3.Pengukuran Suhu Sore

Anda mungkin juga menyukai