Anda di halaman 1dari 86

KARYA TULIS ILMIAH

LITERATURE REVIEW : PENGARUH DUKUNGAN


KELUARGA TERHADAP KESEMBUHAN PENDERITA
GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT

Disusun Oleh:

NUR AZIZAH

11020170154

Pembimbing:

dr. Arina Fathiyyah Arifin, M.Kes

dr. Arni Isnaini Arfah, M.Kes

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2021

1

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala

atas limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan proposal penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini

sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi preklinik di Fakultas

Kedokteran Universitas Muslim Indonesia. Shalawat serta salam semoga

senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW.

yang selalu memberikan cahaya dan menjadi suri tauladan bagi seluruh

umatnya di muka bumi.

Keberhasilan penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah berkat

bimbingan, kerja sama, serta bantuan moril dan materil dari berbagai

pihak yang telah diterima penulis, sehingga segala tantangan dan

rintangan yang dihadapi selama penelitian dan penyusunan karya tulis

ilmiah ini dapat terselesaikan dengan baik.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan

memberikan penghargaan setinggi-tingginya dan secara tulus dan ikhlas

kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. dr. Syarifuddin Wahid, Ph.D, Sp.PA (K), Sp.F, DFM

sebagai dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

2

2. dr. Rachmat Faisal Syamsu, M.Kes selaku Koordinator Karya Tulis

Ilmiah Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

3. dr.Arina Fathiyyah Arifin,M.Kes dan dr.Arni Isnaini,M.kes selaku

pembimbing dengan kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran

senantiasa meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan

arahan kepada penulis selama ini.

4. Dr.dr.Dian Amelia Abdi,M.kes,SP.KK dan Dr.dr.Sri Wahyu,M.kes

selaku penguji yang telah ikhlas meluangkan waktunya,

memberikan petunjuk, saran dan kritikan selama penulisan karya

tulis ilmiah ini.

5. Teristimewa kepada orang tua saya Bapak Muhammad Nur dan Ibu

Bahrang, saudara saya Muh Fadli, sepupu tersayang saya Zahira

Azzahra, Elvi Almayanti, Mualif serta seluruh keluarga saya yang

telah memberikan kasih sayang, cinta, pengorbanan, semangat,

memfasilitasi dan mengiringi langkah penulis dengan dukungan

moril dan materil serta doa restu sehingga penulis dapat

menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.

6. Sahabat seperjuangan: Vivi Deviyana, Melinia Fajri Ramadhani,

Tasya Ardiani, Annisa Putri Shafira, Irsanti Sasmita Tauhid, Aulia

Putri Salsabilah, Cristy Wanti Suhestin, Tri Dini Harianti yang telah

menemani hari-hari penulis dan selalu mendengar segala curahan

hati serta memberi warna kehidupan masa kuliah penulis. Terima

kasih untuk kalian semua atas kasih sayang, bantuan, kerja sama

3

dan semangat yang selalu menemani selama perkuliahan hingga

penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.

7. Seluruh Keluarga Besar Fakultas Kedokteran Universitas Muslim

Indonesia, teman-teman Calc17onin angkatan 2017 yang saya

banggakan, teman- teman yang telah memberikan dukungan

selama ini.

8. Serta seluruh pihak terkait yang tidak bisa saya sebutkan satu per

satu yang turut mendukung saya selama ini. Semoga amal budi

baik dari semua pihak mendapatkan pahala dan rahmat yang

melimpah dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

Sebagai manusia biasa penulis menyadari sepenuhnya akan

keterbatasan baik dalam penguasaan ilmu maupun pengalaman

penelitian, sehingga penulisan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk saran dan kritik yang sifatnya membangun dari

berbagai pihak sangat diharapkan demi penyempurnan Karya Tulis Ilmiah

ini. Akhirnya penulis berharap sehingga Karya Tulis Ilmiah ini memberikan

manfaat bagi pembaca.Aamiin ya robbal alamin Wassalamu’alaikum

warahmatullahi wabarakatuh.

Makassar, 8 Januari 2021

Nur Azizah

4

LITERATURE REVIEW :PENGARUH DUKUNGAN KELUARGA TERHADAP
KESEMBUHAN PENDERITA GANGGUAN JIWA DI RUMAH SAKIT
Nur Azizah1, Arina Fathiyyah Arifin2, Arni Isnaini Arfah3, Dian Amelia Abdi4, Sri
Wahyu5
Program Studi Sarjana Kedokteran Umum
Fakultas Kedokteran UMI Email : Nazizah0101@gmail.com

1. Mahasiswa Fakultas kedokteran Universitas Muslim Indonesia


2. Dosen Bagian Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
3. Dosen Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
4. Dosen Bagian Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin Fakultas Kedokteran
Universitas Muslim Indonesia
5. Dosen Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia

ABSTRAK
Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan seseorang yang memiliki gangguan
pada fungsi mental, meliputi: emosi, fikiran, kemauan, motivasi, keinginan, perasaan,
dan persepsi sehingga mengganggu individu tersebut dalam proses kehidupan
dilingkungan masyarakat. Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan
penerimaan keluarga terhadap penderita sakit, kondisi ini menyebabkan pentingnya
peranan keluarga, karena keluarga merupakan kelompok kecil yang berinteraksi
dengan pasien, secara pribadi keluarga merupakan faktor utama dalam
penyembuhan pasien. Tujuan Penelitian ini untuk Mengetahui Pengaruh Dukungan
Keluarga Terhadap Kesembuhan Penderita Gangguan Jiwa.

Pada penelitian ini menggunakan Literature Review dengan desain Narrative


Review. Metode digunakan untuk mengidentifikasi, mengkaji, mengevaluasi,
menafsirkan semua penelitian yang tersedia. Dengan penggunaan metode ini, dapat
dilakukan review dan identifikasi jurnal secara sistematis, yang pada setiap
prosesnya mengikuti langkah-langkah dan protokol yang telah ditetapkan

Berdasarkan dari sembilan jurnal pada hasil dan pembahasan didapatkan


empat jurnal menyatakan dukungan emosional pada keluarga terhadap penderita
gangguan jiwa, satu jurnal menyatakan adanya dukungan instrumental pada
keluarga terhadap penderita gangguan jiwa, tiga jurnal menyatakan adanya
dukungan informasional pada keluarga terhadap penderita gangguan jiwa, satu
jurnal menyatakan adanya dukungan penilaian atau penghargaan pada keluarga
terhadap penderita gangguan jiwa.

Berdasarkan hasil dari Literature Review dari 9 jurnal yang diambil, dapat
disimpulkan bahwa dukungan keluarga dapat mempengaruhi kesembuhan penderita
gangguan jiwa di Rumah Sakit.

Kata Kunci : Gangguan jiwa , dukungan keluarga.

5

LITERATURE REVIEW : THE EFFECT OF FAMILY SUPPORT ON THE HEALING
OF MENTAL DISORDERS IN HOSPITALS
Nur Azizah1, Arina F. Arifin2, Arni Isnaini Arfah3, Dian Amelia Abdi4, Sri Wahyu5
General Medicine Undergraduate Study Program
UMI Faculty of Medicine Email: Nazizah0101@gmail.com

1. Students of the Faculty of Medicine, Muslim University of Indonesia


2. Lecturer in the Department of Histology, Faculty of Medicine, Muslim
University of Indonesia
3. Lecturer in the Department of Physiology, Faculty of Medicine, Muslim
University of Indonesia
4. Lecturer in the Department of Dermatology and Venereology, Faculty of
Medicine, Muslim University of Indonesia
5. Lecturer in the Department of Physiology, Faculty of Medicine, Muslim
University of Indonesia

Abstrack
Mental disorders are a condition of a person who has a disturbance in
mental functions, including: emotions, thoughts, will, motivation, desires, feelings,
and perceptions so as to disturb the individual in the process of life in the community.
Family support is the attitude, action, and family acceptance of sick sufferers. This
condition causes the importance of the role of the family, because the family is a
small group that interacts with the patient, personally the family is a major factor in
the patient's healing. The purpose of this study was to determine the effect of family
support on the healing of mental disorders.

This study uses a Literature Review with a Narrative Review design.


Methods are used to identify, review, evaluate, interpret all available research. With
the use of this method, a systematic review and identification of journals can be
carried out, which in each process follows the steps and protocols that have been
established.

Based on nine journals on the results and discussion, four journals stated
emotional support to families for people with mental disorders, one journal stated that
there was instrumental support to families for people with mental disorders, three
journals stated that there was informational support for families for people with
mental disorders, one journal stated there is support for the assessment or
appreciation of the family for people with mental disorders.

Based on the results of the Literature Review from 9 journals taken, it can
be concluded that family support can affect the healing of mental disorders in the
hospital.

Keywords: Mental disorders, family support.

6

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................2

ABSTRAK.................................................................................................5

DAFTAR ISI..............................................................................................5

BAB I PENDAHULUAN............................................................................7

1.1 Latar Belakang...................................................................................7

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................9

1.3 Tujuan Penelitian...............................................................................9

1.4 Tujuan Umum.....................................................................................9

1.5 Tujuan Khusus.................................................................................10

1.6 Manfaat Penelitian............................................................................10

1.7 Manfaat Praktisi................................................................................10

1.8 Manfaat Akademisi...........................................................................10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................11

2.1 Gangguan Jiwa.................................................................................11

2.2 Dukungan Keluarga..........................................................................32

2.3 Kerangka Teori..................................................................................41

2.4 Kerangka Konsep.............................................................................42

2.5 Hipotesis...........................................................................................42

BAB III METODE PENELITIAN...............................................................43

3.1 Jenis Penelitian................................................................................43

3.2 Jenis Data.........................................................................................43

3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi...........................................................43

7

3.4 Alur Penelitian.................................................................................44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN......................................................62

5.1 Kesimpulan......................................................................................62

5.2 Saran................................................................................................63

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................64

LAMPIRAN GAMBAR............................................................................67

8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Berdasarkan Laporan World Health Organization (WHO) tahun

2015, hampir 450 juta orang di seluruh dunia menderita gangguan

mental, dan sepertiganya tinggal di negara berkembang. Dilaporkan

juga bahwa 8 dari 10 penderita gangguan mental tidak mendapatkan

perawatan. Kebanyakan penderita gangguan mental adalah korban

yang selamat dari penyakit menular, bencana alam, dan perang.1

Masalah kesehatan jiwa atau gangguan jiwa masih menjadi

masalah kesehatan di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi gangguan

mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan

kecemasan adalah sebesar 6% untuk usia 15 tahun ke atas atau

sekitar 14 juta orang. Sedangkan, prevalensi gangguan jiwa berat,

seperti schizophreniaadalah 1,7 per 1000 penduduk atau sekitar

400.000 orang. Berdasarkan temuan tersebut 14,3% atau 57.000

orang pernah atau sedang dipasung. Angka pemasungan di

pedesaan adalah sebesar 18,2%. Angka ini lebih tinggi jika

dibandingkan dengan angka pemasungan di perkotaan, yaitu

sebesar 10,7%.1

Faktor utama penyebab gangguan jiwa adalah faktor biologis,

psikologis, dan sosial. Faktor biologis berupa kelainan di otak,

9

trauma, kondisi fisik, atau kondisi medis umum hingga timbulnya

gangguan jiwa. Faktor psikologis, penyebabnya bermacam-macam.

Namun penyebab utama umumnya adalah polapengasuhan dan

pendidikan dalam kehidupan seseorang.1

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan, dan penerimaan

keluarga terhadap penderita sakit. Fungsi dan peran keluarga adalah

sebagai sistem pendukung dalam memberikan bantuan, dan

pertolongan bagi anggotanya dalam perilaku minum obat, dan

anggota keluarga akan siap memberikan pertolongan dan bantuan

ketika dibutuhkan. Dukungan keluarga yang sejalan dengan konsep

dukungan sosial terbagi dalam empat dimensi yaitu dukungan

emosional, dukungan informatif, dukungan instrumental, serta

dukungan penghargaan (KemenkesRI, 2018).2

Dukungan keluarga dapat memperkuat setiap individu,

menciptakan kekuatan keluarga, memperbesar penghargaan

terhadap diri sendiri, dan mempunyai potensi sebagai strategi

pencegahan yang utama bagi seluruh keluarga dalam menghadapi

tantangan kehidupan sehari-hari.2

Dalam sistem perawatan atau pengobatan, kesehatan,keluarga

merupakan suatu pranata sosial yang melibatkan berbagai interaksi

dalam masyarakat seperti pada penyembuhan pasien serta antara

keluarga dengan lingkungan dimana ia berada untuk diikut sertakan

dalam mengatasi penyakit yang diderita pasien. Peranan keluarga

10

sangat dibutuhkan dalam proses pengobatan pasien gangguanjiwa,

kondisi ini yang menyebabkan pentingnya peranan keluarga, karena

keluarga merupakan kelompok kecil yang dapat berinteraksi dengan

pasien, secara pribadi keluarga merupakan faktor utama dalam

penyembuhan pasien. Dalam upaya pengobatan penyakit jiwa,

keluarga berperan penting, karena keluarga mempunyai

keterampilan khusus dalam menangani penderita gangguan jiwa,

karena pada penderita penyakit jiwa ini penderita mengalami suatu

kelemahan mental yang mana suatu keadaan terhenti atau tidak

lengkapnya perkembangan pikiran yang mencakup gangguan

maknaintelegensia dan fungsi sosial disertai dengan pikiran tak

bertanggungjawab serius atau agresif abnormal.5

Berdasarkan latar belakang, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian tentang pengaruh dukungan keluarga terhadap

kesembuhan penderita gangguan jiwa.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang di

dapat adalah “Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan

Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit?”

1.3 TujuanPenelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan

Penderita Gangguan Jiwa di Rumah Sakit

11

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui adanya dukungan emosional pada keluarga

terhadap penderita gangguan jiwa

2. Mengetahui adanya dukungan instrumental pada keluarga

terhadap penderita gangguan jiwa

3. Mengetahui adanya dukungan informasional pada keluarga

terhadap penderita gangguan jiwa

4. Mengetahui adanya dukungan penilaian atau penghargaan pada

keluarga terhadap penderita gangguan jiwa

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Akademisi

1. Memberikan informasi dan bukti ilmiah kepada akademisi

pengaruh dukungan keluarga keluarga terhadap kesembuhan

penderita gangguan jiwa di rumah sakit.

2. Memberikan dasar teori lebih lanjut untuk pengembangan

penelitian dari dukungan keluarga keluarga terhadap

kesembuhan penderita gangguan jiwa sebagai alternatif

pengobatan pengobatan nonmedikamentosa kepada pasien

gangguan jiwa di rumah sakit.

1.4.2 Manfaat Praktisi

Melalui penelitian lebih lanjut secara terkait dukungan keluarga

keluarga terhadap kesembuhan penderita gangguan jiwa.

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Jiwa

2.1.1 Definisi

Gangguan jiwa merupakan suatu keadaan seseorang yang

memilikigangguan pada fungsi mental, yang meliputi: emosi, fikiran,

kemauan, motivasi, keinginan, perasaan, dan persepsisehingga

mengganggu individu tersebut dalam proses kehidupan dilingkungan

masyarakat.3

Gangguan jiwabukan disebabkan oleh kelemahan pribadi. Di

masyarakat banyak beredar kepercayaan atau mitos yang salah

mengenai gangguan jiwa, ada yang percaya bahwa gangguan

jiwadisebabkan oleh gangguan roh jahat, ada yang menuduh bahwa

itu akibat guna-guna, karena kutukan atau hukuman atas dosanya.

Kepercayaan yang salah ini hanya akan merugikan penderita dan

keluarganya karena pengidap gangguan jiwatidak mendapat

pengobatan secara cepat dan tepat.6,12

Gangguan jiwabisa dimaknai sebagai suatu kondisi medis

dimana terdapat gejala atau terjadinya gangguan patofisiologis yang

menganggu kehidupan sosial, akademis dan pekerjaan. Gangguan

tersebut bisa berbentuk apa saja yang beresiko terhadap pribadi

seseorang dan lingkungan sekitarnya. Contoh ekstrim yang sering

kita lihat dari gangguan jiwaini adalah mereka yang menderita

13

skizophrenia. Mereka sering bicara sendiri, tertawa sendiri,

cepattersinggung atau marah sehingga tidak bisa ikut dalam

kegiatan sosial. Contoh gangguan jiwaringan yang sebenarnya

banyak terjadi, namun sering dianggap masalah sepele adalah

phobia. Takut ketinggian atau acrophobia misalnya, sebenarnya

masalah sepele, namun akan berdampak negatif apabila si penderita

diharuskan untuk bekerja di tempat yang tinggi. Misal si penderita

menjadi pegawai di sebuah perusahaan yang kantornya ada di lantai

8 sebuah gedung. Ada penderita phobia yang harus rela kehilangan

pekerjaan yang sebenarnya sangat ia impikan karena masalah

seperti tadi. Kasus seperti ini juga contoh dari efek negatifgangguan

jiwaterhadap diri sendiri.6

Gangguan Jiwa adalah kondisi dimana proses fisiologik atau

mentalnya kurang berfungsi dengan baik sehingga mengganggunya

dalam fungsi sehari-hari. Gangguan ini sering juga disebut sebagai

gangguan psikiatri atau gangguan mental dan dalam masyarakat

umum kadang disebut sebagai gangguan saraf.6

Gangguan jiwa yang dialami oleh seseorang bisa memiliki

bermacam-macam gejala, baik yang tampak jelas maupun yang

hanya terdapat dalam pikirannya. Mulai dari perilaku menghindar

dari lingkungan, tidak mau berhubungan/berbicara dengan orang lain

dan tidak mau makan hingga yang mengamuk dengan tanpa sebab

yang jelas. Mulai dari yang diam saja hingga yang berbicara dengan

14

tidakjelas. Adapulayang dapat diajak bicara hingga yang tidak

perhatian sama sekali dengan lingkungannya.6

2.1.2 Epidemiologi

World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa dari

data statistik yang dilaporkan terdapatsekitar 450 juta orang di dunia

mengalami masalah gangguan kesehatan jiwa, dimana sepertiga

diantaranya terjadi di Negara berkembang. World Health

Organization (WHO) juga menyebutkan bahwa terdapat sekitar 35

juta orang terkena depresi, 60 juta orang terkena afektif bipolar, 21

juta orang terkena skizofrenia, serta 47,5 juta terkena dimensia.

Lebih jauhWorld Health Organization (WHO) mengatakan bahwa

bahwa Skizofrenia merupakan penyakit mental berat yang

mempengaruhi lebih dari 21 juta orang di dunia.Masalah kesehatan

mental juga umum tetapi bervariasi menurut sistem perawatan

kesehatan. Di US Medicaid, prevalensi penyakit mental berkisar

antara 30% sampai 75%, sedangkan di US Medicare, prevalensinya

antara 10% dan 25%.7,10

Di Indonesia, orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ yang

merupakan istilah resmi bagi penyandang gangguan jiwa

berdasarkan Undang-undang kesehatan jiwa nomor 18 tahun 2014,

khususnya para penderita gangguan jiwa berat skizofrenia dan

psikosis belum sepenuhnya mendapatkan perlakuan yang baik

sertatidak memenuhi hak asasi manusia. Hasil survei kesehatan di

15

Indonesia tahun 2013 menunjukkan bahwa terdapat 1,7 per 1000

penduduk Indonesia yang menderita skizofrenia. Diketahuilebih dari

57,000 orang dengan disabilitas kondisi kesehatan kejiwaannya

(psikososial), setidaknya sekali dalam hidup mereka pernah

dipasung –dibelenggu atau dikurungdi ruang tertutup.7

Di antara para penderita yang tercatat, kurang lebih 14,8%

pernah dipasung dalam masa hidupnya (Laporan Riskesdas, 2013).

Di Provinsi Sumatra Selatan sendiri, angka pemasungan cukup

mengkhawatirkan dan belum bisa dikatakan aman, mengingat tahun

2017 lalu di kota palembang masih ditemukan ODGJ yang dipasung.

Dalam Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, yang

dilaporkan Riskesdes tahun 2013, persentase rumah tangga yang

memiliki ART gangguan jiwa berat yang pernah di pasung di

Sumatra Selatan masih sangat tinggi yaitu 14.4 persen. Angka

tersebut menempati posisi ke-3, dimana posisi ke-2 dan ke-1 nya

secara berturut-turut ditempati oleh DKI Jakarta dan Kalimantan

Tengah dari semua provinsi yang ada di Indonesia.7,13

Berdasarkan data Riskesdas 2013 diketahui prevalensi

gangguan jiwa berat secara nasional sebesar 1,7% (per mil), atau

sebanyak 1.728 orang. Kondisi ini menurundaripada data yang

dilaporkan pada tahun 2007 sebesar 4,6%. Prevalensi psikosisatau

skizofreniatertinggi di Yogyakarta (2,7%), Aceh (2,7%), dan Sulawesi

Selatan (2,6%), sedangkan yang terendah di Kalimantan Barat

16

(0,7%).8

Selanjutnya, prevalensi gangguan mental emosional yang

ditunjukkan dengan gejala-gejala depresi dan kecemasan terdapat

sekitar 6% atau sebesar 37.728 orang dari subyek yang diteliti pada

Riskesdas 2013. Provinsi dengan prevalensi gangguan mental

emosional tertinggi adalah Sulawesi Tengah (11,6%), Sulawesi

Selatan (9,3%), Jawa Barat (9,3%), sedangkan prevalensi terendah

di Provinsi Lampung sekitar 1,2%. Dalam edisi terbaru dari Manual

Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental (DSM-5) (e6), yang

merupakan teks referensi utama untuk taksonomi penyakit mental di

AS, gangguan kecemasan pemisahan dan mutisme selektif baru

diklasifikasikan sebagai gangguan kecemasan.8,11

Prevalensi gangguan mental emosional ini terlihat menurun

dibandingkan data hasil Riskesdas 2007 yang sebesar 11,6%.

Penilaian kesehatan mental ini menggunakan alat ukur serta metode

yang samapada Riskesdas 2007 dan 2013, menggunakan Self

Reporting Questionnaire (SRQ) yang terdiri dari 20 butir

pertanyaan.Gangguan mental emosional dikategorikan menjadi 3

yaitu gangguan ringan, sedang dan berat. Terjadi penurunan

persentase pada tahun 2013 dibanding tahun 2007 pada semua

kategori, yaitu 8,2% menjadi 4,2% untuk gangguan ringan, 2,1%

menjadi 1,1% untuk gangguan sedang, dan 1,3% menjadi 0,5%

untuk gangguan berat.8

17

Terdapat assosiasi (hubungan) yang bermakna secara statistik

antara disabilitas dan gangguan mental emosional responden. Hal

ini dapat dipahami karena seseorang yang mengalami disabilitas

fisik dan disabilitas sosial, akan dapat mempengaruhi kondisi

kejiwaan mereka. Menurut Santrock seperti yang dikutip Wardhani,

bahwa kondisi fisik dapat menyebabkan persoalan mental dan

sebaliknya masalah/kesulitan mental dapat memperburuk gejala

fisik.8

Berdasarkan analisis lanjut dari data Riskesdas, diketahui

responden yang menderita satu penyakit kronis berisiko 2,6 kali lebih

besar untuk mengalami gangguanmental emosional, begitu juga

yang menderita dua penyakit kronis berisiko 4,6 kali, yang menderita

tiga penyakit kronis atau lebih berisiko 11 kali.18Dampak lebih lanjut,

gangguan mental merupakan faktor risiko terjadinya usaha bunuh

diri dengan adjusted OR sebesar 7,16 (95% CI: 3,65-14,04).8

Mental emosional, begitu juga yang menderita dua penyakit

kronis berisiko 4,6 kali, yang menderita tiga penyakit kronis atau

lebih berisiko 11 kali.18Dampak lebih lanjut, gangguan mental

merupakan faktor risiko terjadinya usaha bunuh diri dengan adjusted

OR sebesar 7,16 (95% CI: 3,65-14,04).8

Tindakan ini termasuk pelanggaran hak asasi manusia. Hal ini

masih terjadi karena pengobatan dan akses ke pelayanan kesehatan

jiwa belum memadai,seperti penelitian di Surabaya disebutkan

18

bahwa keluarga mengalami hambatan ke pelayanan kesehatan

mental.20Sama juga dengan kondisi di Northwestern China,

diperkirakan prevalensi gangguan mental adalah 21%. Namun,

tingkat penggunaan layanan kesehatan mental hanya sekitar2,45%

sampai 4,67%.8

Hal lain yang menyebabkan gangguan kesehatan mental

adalah karena masih adanya stigma dan diskriminasi terhadap

penderita gangguan mental.7Begitu juga di India, stigma terjadi pada

pasien depresi dan lebih tinggi pada kasus psikosis. Disebutkan

bahwa tingkat stigma diri yang lebih tinggi menghasilkan tingkat

kepatuhan yang lebih rendah terhadap pengobatan.8

2.1.3 Tanda dan Gejala.6

1. Alam perasaan (affect) tumpul dan mendatar. Gambaran

alam perasaan ini dapat terlihat dari wajahnya yang tidak

menunjukkan ekspresi.

2. Menarik diri atau mengasingkan diri (with drawn). Tidak

mau bergaul atau kontak dengan orang lain, suka

melamun (day dreaming).

3. Delusi atau Waham yaitu keyakinan yang tidak rasional

(tidak masuk akal) meskipun telah dibuktikan secara

obyektif bahwa keyakinannya itu tidak rasional, namun

penderita tetap meyakini kebenarannya. Sering

berpikir/melamun yang tidak biasa (delusi).

19

4. Halusinasi yaitu pengalaman panca indra tanpa ada

rangsangan misalnya penderita mendengar suara-suara

atau bisikan-bisikan di telinganya padahal tidak ada

sumber dari suara/bisikan itu.

5. Merasa depresi, sedih atau stres tingkat tinggi secara

terus-menerus.

6. Kesulitan untuk melakukan pekerjaan atau tugas sehari-

hari walaupun pekerjaan tersebut telah dijalani selama

bertahun-tahun.

7. Paranoid (cemas/takut) pada hal-hal biasa yang bagi

orang normal tidak perlu ditakuti atau dicemaskan.

8. Suka menggunakan obat hanya demi kesenangan.

9. Memiliki pemikiran untuk mengakhiri hidup atau bunuh

diri.

10. Terjadi perubahan diri yang cukup berarti.

11. Memiliki emosi atau perasaan yang mudah berubah-ubah.

12. Terjadi perubahan pola makan yang tidak seperti

biasanya.

13.Pola tidur terjadi perubahan tidak seperti biasa.

14. Kekacauan alam pikir yaitu yang dapat dilihat dari isi

pembicaraannya, misalnya bicaranya kacau sehingga

tidak dapat diikuti jalan pikirannya.

15. Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif,

20

bicara dengan semangat dan gembira berlebihan.

16. Kontak emosional amat miskin, sukar diajak bicara dan

pendiam.

17. Sulit dalam berpikir abstrak.

18. Tidak ada atau kehilangan kehendak (avalition), tidak ada

inisiatif, tidak ada upaya/usaha, tidak ada spontanitas,

monoton, serta tidak ingin apa-apa dan serba malas dan

selalu terlihat sedih

2.1.4. Jenis-Jenis Gangguan Jiwa

Gangguan jiwa artinya bahwa yang menonjol ialah gejala

psikologik dari unsur psikis. Berbagai macam gangguan jiwa:

Gangguan jiwa organik dan simtomatik, skizofrenia, gangguan

skizotipal dan gangguan waham, gangguan suasana perasaan,

gangguan neurotik, gangguansomatoform, sindrom perilaku yang

berhubungan dengan gangguan fisiologis dan faktor fisik, Gangguan

kepribadian dan perilaku masa dewasa, retardasi mental, gangguan

perkembangan psikologis, gangguan perilaku dan emosional dengan

onset masa kanak-kanak dan remaja, berikut penjelasannya:6

1. Skizofrenia

Merupakan bentuk psikosa fungsional paling berat, dan

menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Skizofrenia

juga merupakan suatu bentuk psikosa yang sering dijumpai dimana-

mana sejak dahulu kala. Meskipun demikian pengetahuan kita

21

tentang sebab dan patogenisanya sangat kurang. Dalam kasus

berat, klien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga

pemikiran dan perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara

bertahap akan menuju kearah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa timbul

serangan. Jarang bisa terjadi pemulihan sempurna dengan spontan

dan jika tidak diobati biasanya berakhir dengan personalitas yang

rusak ”cacat”.6

2. Depresi

Merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala

penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan,

psikomotor, konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya,

serta gagasan bunuh diri. Depresi juga dapat diartikan sebagai salah

satu bentuk gangguan kejiwaan pada alam perasaan yang ditandai

dengan kemurungan, keleluasaan, ketiadaan gairah hidup, perasaan

tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya. Depresi adalah suatu

perasaan sedih dan yang berhubungan dengan penderitaan. Dapat

berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan

marah yang mendalam.6

Depresi adalah gangguan patologis terhadap mood mempunyai

karakteristik berupa bermacam-macam perasaan, sikap dan

kepercayaan bahwa seseorang hidup menyendiri, pesimis, putus

asa, ketidak berdayaan, harga diri rendah, bersalah, harapan yang

22

negatif dan takut pada bahaya yang akan datang. Depresi

menyerupai kesedihan yang merupakan perasaan normal yang

muncul sebagai akibat dari situasi tertentu misalnya kematian orang

yang dicintai. Sebagai ganti rasa ketidak tahuan akan kehilangan

seseorang akan menolak kehilangan dan menunjukkan kesedihan

dengan tanda depresi.6

Individu yang menderita suasana perasaan (mood) yang

depresi biasanya akan kehilangan minat dan kegembiraan, dan

berkurangnya energi yang menuju keadaan mudah lelah dan

berkurangnya aktifitas. Depresi dianggap normal terhadap banyak

stress kehidupan dan abnormal hanya jika ia tidak sebanding

dengan peristiwa penyebabnya dan terus berlangsungsampai titik

dimana sebagian besar orang mulai pulih.6

3. Kecemasan

Pengalaman psikis yang biasa dan wajar, yang pernah dialami

oleh setiap orang dalam rangka memacu individu untuk mengatasi

masalah yang dihadapi sebaik-baiknya. Suatu keadaan seseorang

merasa khawatir dan takut sebagai bentuk reaksi dari ancaman yang

tidak spesifik. Penyebab maupun sumbernya biasa tidak diketahui

atau tidak dikenali. Intensitas kecemasan dibedakan dari kecemasan

tingkat ringan sampai tingkat berat. Menurut Sundeen

mengidentifikasi rentang respon kecemasan ke dalam empat

tingkatan yang meliputi, kecemasan ringan, sedang, berat dan

23

kecemasan panik.6

4. Gangguan Kepribadian

Klinik menunjukkan bahwa gejala-gejala gangguan kepribadian

(psikopatia) dan gejala-gejala nerosa berbentuk hampir sama pada

orang-orang dengan intelegensi tinggi ataupun rendah. Jadi boleh

dikatakan bahwa gangguan kepribadian, nerosa dan gangguan

intelegensi sebagaian besar tidak tergantung pada satu dan lain atau

tidak berkorelasi. Klasifikasi gangguan kepribadian: kepribadian

paranoid, kepribadian afektif atau siklotemik,kepribadian skizoid,

kepribadian axplosif, kepribadian anankastik atau obsesif-konpulsif,

kepribadian histerik, kepribadian astenik, kepribadian anti sosial,

Kepribadian pasif agresif, kepribadian inadequate.6

5. Gangguan Mental Organik.6

Merupakan gangguan jiwayang psikotik atau non-psikotik yang

disebabkan oleh gangguan fungsi jaringanotak. Gangguan fungsi

jaringan otak ini dapat disebabkan oleh penyakit badaniah yang

terutama mengenai otak atau yang terutama di luar otak. Bila bagian

otak yang terganggu itu luas, maka gangguan dasar mengenai

fungsi mental sama saja, tidak tergantung pada penyakit yang

menyebabkannya bila hanya bagian otak dengan fungsi tertentu saja

yang terganggu, maka lokasi inilah yang menentukan gejala dan

sindroma, bukan penyakit yang menyebabkannya. Pembagian

menjadi psikotik dan tidak psikotik lebih menunjukkan kepada berat

24

gangguan otak pada suatu penyakit tertentu dari pada pembagian

akut dan menahun.6

6. Gangguan Psikosomatik

Merupakan komponen psikologik yang diikuti gangguan fungsi

badaniah. Sering terjadi perkembangan neurotik yang

memperlihatkan sebagian besar atau semata-mata karena

gangguan fungsi alat-alat tubuh yang dikuasai oleh susunan saraf

vegetatif. Gangguan psikosomatik dapat disamakan dengan

apayang dinamakan dahulu neurosa organ. Karena biasanya hanya

fungsi faaliah yang terganggu, maka sering disebut juga gangguan

psiko fisiologik.6

7. Retardasi Mental

Retardasi mental merupakan keadaan perkembangan jiwa

yang terhenti atau tidak lengkap, yang terutama ditandai oleh

terjadinya rendahnya daya keterampilan selama masa

perkembangan, sehingga berpengaruh pada tingkat kecerdasan

secara menyeluruh, misalnya kemampuan kognitif, bahasa, motorik

dan social.6

8. Gangguan Perilaku Masa Anak dan Remaja

Anak dengan gangguan perilaku menunjukkan perilaku yang

tidak sesuai dengan permintaan, kebiasaan atau norma-norma

masyarakat. Anak dengan gangguan perilaku dapat menimbulkan

kesukaran dalam asuhan dan pendidikan. Gangguan perilaku

25

mungkin berasal dari anak atau mungkin dari lingkungannya, kedua

faktor ini salingmempengaruhi. Diketahui bahwa ciri dan bentuk

anggota tubuh serta sifat kepribadian yang umum dapat diturunkan

dari orang tua kepada anaknya. Pada gangguan otak seperti trauma

kepala, ensepalitis, neoplasma dapat mengakibatkan perubahan

kepribadian. Faktor lingkungan juga dapat mempengaruhi perilaku

anak, dan ditentukan olehingkungan yang dapat diubah, maka

dengan demikian gangguan perilaku itu dapat dipengaruhi atau

dicegah.6

2.1.5 Penyebab Gangguan Jiwa.6

Gangguan jiwa bukanlah suatu keadaan yang mudah untuk

ditentukan penyebabnya. Banyak faktor yang saling berkaitan yang

dapat menimbulkan gangguan jiwa pada seseorang. Faktor kejiwaan

(kepribadian), pola pikir dan kemampuan untuk mengatasi masalah,

adanya gangguan otak, adanya gangguan bicara, adanya kondisi

salah asuh, tidak diterima dimasyarakat, serta adanya masalah dan

kegagalan dalam kehidupan mungkin menjadi faktor-faktor yang

dapat menimbulkan adanya gangguan jiwa.6

Faktor-faktor diatas tidaklah dapat berdiri sendiri; tetapi dapat

menjadi satu kesatuan yang secara bersama-sama menimbulkan

gangguan jiwa. Karena banyak sekali faktor yang dapat

mencetuskan gangguan jiwa; maka petugas kesehatan kadang kala

tidak dapat dengan mudah menemukan penyebab dan mengatasi

26

masalah yang dialami oleh pasien. Disamping itu tenaga kesehatan

sangat memerlukan sekali bantuan dari keluarga dan masyarakat

untuk mencapai keadaan sehat jiwa yang optimal bagi pasien.6

Gejala utama atau gejala yang menonjol pada gangguan jiwa

terdapat pada unsur kejiwaan, tetapi penyebab utamanya mungkin di

badan (somatogenik), di lingkungan sosial (sosiogenik) ataupun

psikis(psikogenik). Biasanya tidak terdapat penyebab tunggal, akan

tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang

saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu

timbullah gangguan jiwa.6

Manusia bereaksi secara keseluruhan-somato-psiko-sosial.

Dalam mencari penyebab gangguan jiwa, unsur ini harus

diperhatikan. Gejala gangguan jiwa yang menonjol adalah unsur

psikisnya, tetapi yang sakit dan menderita tetap sebagai manusia

seutuhnya.6

1. Faktor somatik (somatogenik), yakni akibat gangguan pada

neuroanatomi, neurofisiologi, dan neurokimia, termasuk tingkat

kematangan dan perkembangan organik, serta faktor pranatal

dan perinatal.6

2. Faktor psikologik (psikogenik), yang terkait dengan interaksi ibu

dan anak, peranan ayah, persaingan antar saudara kandung,

hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permintaan masyarakat.

Selain itu, faktor intelegensi, tingkat perkembangan emosi,

27

konsep diri, dan pola adaptasi juga akan memengaruhi

kemampuan untuk menghadapi masalah. Apabila keadaan ini

kurang baik, maka dapat mengakibatkan kecemasan, depresi,

rasa malu, dan rasa bersalah yang berlebihan.6

3. Faktor sosial budaya, yang meliputi faktor kestabilan keluarga,

pola mengasuh anak, tingkat ekonomi, perumahan, dan

masalahkelompok minoritas yang meliputi prasangka, fasilitas

kesehatan, dan kesejahteraan yang tidak memadai, serta

pengaruh rasial dan keagamaan.6

Biasanya gangguan tidak terdapat penyebab tunggal, akan

tetapi beberapa penyebab sekaligus dari berbagai unsur itu yang

saling mempengaruhi atau kebetulan terjadi bersamaan, lalu

timbulah gangguan badan atau pun jiwa.6

1. Faktor Organobiologi terdiri dari:

a. Nerokimia (misal : gangguan pada kromosom no 21 yang

menyebabkan munculnya gangguan perkembangan Sindrom

Down).

b. Nerofisiologi

c. Neroanatomi

d. Tingkat kematangan dan perkembangan organik.

e. Faktor-faktor prenatal dan perinatal.

2. Faktor psikologis terdiri dari:

a. Interaksi ibu-anak.

28

b. Interaksi ayah-anak : peranan ayah.

c. Sibling rivalry.

d. Hubungan dalam keluarga, pekerjaan, permainan, dan

masyarakat.

e. Kehilangan: Lossing of love object

2.1.6 Penangan Gangguan Jiwa

Temuan terhadap situasi kesehatan mentaldi Indonesia

menunjukkan pencapaian dari upaya implementasi kebijakan.

Pelaksanaan upaya kesehatan mental perlu melibatkan sektor yang

lebih luas dari pada sektor kesehatan. Seperti yang dikemukakan

WHO, bahwa kesehatan mental ditentukan oleh banyak faktor dan

interaksi sosial, psikologis dan faktor biologis, sertaekonomi dan

lingkungan, terkait dengan perilaku.Hal tersebut mengindikasikan

bukan hal yang sederhana untuk mencapai situasi kesehatan jiwa

yang diharapkan.8

Konsep upaya kesehatan mentaldi Indonesia yaitu kegiatan

untuk mewujudkan derajat kesehatan mentalyang optimal bagi

setiap individu, keluarga dan masyarakat dengan pendekatan

promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif yang diselenggarakan

secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan oleh

pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

Pelaksanaanupaya kesehatan jiwa berdasarkan asas keadilan,

perikemanusiaan, manfaat, transparansi, akuntabilitas,

29

komprehensif, perlindungan, serta non diskriminasi.8

Upaya promotif kesehatan jiwa bertujuan untuk

mempertahankan dan meningkatkan derajat kesehatan jiwa

masyarakat,menghilangkan stigma, diskriminasi,pelanggaran hak

asasi ODGJ, serta meningkatkan pemahaman, keterlibatan, dan

penerimaan masyarakat terhadap kesehatan jiwa.Oleh karena itu

penting untuk melaksanakanupaya promotif di lingkungan keluarga,

lembaga pendidikan, tempat kerja, masyarakat, fasilitas pelayanan

kesehatan, media massa, lembaga keagamaan dan tempat ibadah,

serta lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan.8

Upaya preventif kesehatan jiwa bertujuan untuk mencegah

terjadinya masalah kejiwaan, mencegah timbul dan/atau kambuhnya

gangguan jiwa,mengurangi faktor risiko akibat gangguan jiwa pada

masyarakat secara umum atau perorangan,serta mencegah

timbulnya dampak masalah psikososialyang dilaksanakan di

lingkungan keluarga, lembaga dan masyarakat.8

Upaya kuratif dilaksanakan melalui kegiatan

pemberianpelayanan kesehatan terhadap ODGJ yang mencakup

proses diagnosis dan penatalaksanaan yang tepat sehingga ODGJ

dapat berfungsi secara wajar di lingkungan keluarga, lembaga dan

masyarakat. Tujuan upaya kuratif adalah untuk penyembuhan dan

pemulihan, pengurangan penderitaan, pengendalian disabilitas, dan

pengendalian gejala penyakit. Kegiatan penatalaksanaan kondisi

30

kejiwaan pada ODGJ dilaksanakan di fasilitas pelayanan bidang

kesehatan jiwa.8

Selanjutnya upaya rehabilitatif kesehatan jiwa bertujuan untuk

mencegah dan mengendalikan disabilitas, memulihkan fungsi sosial,

memulihkan fungsi okupasional, mempersiapkan dan

mempersiapkan dan memberi kemampuan ODGJ agar mandiri di

masyarakat. Upaya rehabilitatif ini meliputi rehabilitatif psikiatrik,

psikososial, serta rehabilitatif sosial (dapat dilaksanakan dalam

keluarga, masyarakat, dan panti sosial).8

Saat ini UU No. 18/2014 tentang Kesehatan Jiwa menjadi

pedomandalampenyelenggaraan kesehatan jiwa yang komprehensif.

Penetapan pelayanan kesehatan jiwa dasar dan rujukan menjadi

upaya kesehatan jiwa yang dilaksanakan dengan membangun

sistem pelayanan kesehatan jiwa berjenjang dan komprehensif.

Selain aspek pelayanan juga ditetapkan sumber daya dalam

penyelenggaraan tersebut diantaranya sumber daya manusia,

fasilitas pelayanan, perbekalan, teknologi dan produk teknologi,

serta pendanaan.8

Undang-undang ini menjadi dasar kebijakan penanganan

kesehatan mental di Indonesia yang fokus pada peningkatan derajat

kesehatan jiwa masyarakat serta pencegahan gangguan jiwa bagi

mereka yang rentan atau berisiko. Secara tegas dituliskan bahwa

setiap orang dan/atau menyuruh orang lain dengan sengaja

31

melakukan pemasungan, penelantaran, kekerasan atau tindakan

lainnya yang melanggar hak asasi ODMK dan ODGJ harus

dipidana.8

Saat ini, upaya kesehatan jiwa di Indonesia dikelola oleh

Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa

dan NAPZA Kementerian Kesehatan. Visinya yaitu meningkatkan

pelayanan kesehatan jiwa masyarakat yang optimal dan berkeadilan

yang akan dicapai dalam kurun 2015-2019 dengan fokus utama

pada kemandirian dan kemitraan masyarakat mewujudkan jiwa yang

sehat,mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan,perhatian

pada kelompok risti dan pelayanan di rumah,serta profesionalisme

tenaga kesehatan jiwa.8

Direktorat Keswa Kemenkes mencanangkan Program

Indonesia Bebas Pasung. Program tersebut telah memiliki

pencapaian. Sebelum program bebas pasung dijalankan, hingga

tahun 2009, jumlah kasus ODGJ dipasung yang ditemukanberjumlah

213 orang dan 170 orang diantaranya dibebaskan dan mendapat

pelayanan medik. Namun sejak 2010 hingga bulan Desember 2014,

jumlah kasus ODGJ dipasung yang ditemukan menjadi 6.671 kasus

dengan 5.937 kasus dibebaskan dan mendapat pengobatan medik.8

Direktorat Keswa Kemenkes juga menangani gangguan

penyalahgunaan NAPZAsebagaimana menurut WHO13menyatakan

gangguan penggunaan NAPZAmerupakan penyakit otak kronis

32

kambuhan yang dapat ditanggulangi dengan berbagai program

pencegahan dan pemulihan. Gangguan ini dalam ICD-1014disebut

sebagai gangguan mental dan perilaku akibat zat psikoaktif.8

Penanganan dini bagi pengguna NAPZA diwujudkan dalam

program Wajib Lapor. Program ini mendorong pecandu agar datang

mencari pertolongan secara sukarela sehingga dapat menjalankan

rehabilitasi sesuai hasil asesmen. Harapannya, program ini dapat

meningkatkan kesadaran keluarga sehingga mampu sedini mungkin

mengenali anggota keluarganya yang terlibat masalahpenggunaan

NAPZA dan membawanya kepada layanan terapi rehabilitasi.8

Kondisi pelayanan kesehatan mental di Indonesia yang

dilaporkan pada tahun 2010 menggambarkan perkembangan

selama lima tahun sebelumnya antara lain adanya Undang-undang

kesehatan mental, pengembangan kebijakan kesehatan mental,

pengembangan program perawatan kesehatan mental

komunitas,pembentukan kelompok pengguna, memasukkan

kesehatan mental dalam kegiatan di puskesmas, dan dukungan

politik yang baik.8

Kebijakan yang diterapkan dalam bentuk aksi pada masyarakat

tidak hanya dilakukan oleh pemerintah dalam bentuk program

nasional. Beberapa komunitas memberiperhatian dan menunjukkan

kepedulian terhadap penanganan kesehatan. Gerakan berbasis

komunitas (misal Komunitas Peduli Skizofrenia Indonesia),

33

ketersediaan psikolog di Puskesmas (D.I. Yogyakarta), kader

kesehatan jiwa dan Desa Siaga Sehat Jiwa, pemanfaatan teknologi

(misal aplikasi kesehatan jiwa di masyarakat oleh Dirkeswa

Kemenkes RI dan Pijar Psikologi).8

2.2 Dukungan Keluarga

2.2.1 Pengertian Dukungan

Dukungan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah

sesuatu yang didukung, sokongan ; bantuan. Dukungan juga dapat

diartikan sebagai memberikan dorongan/motivasi atau semangat

dan nasihat kepada orang lain dalam situasi pembuat keputusan

(Chaplin, 2011). Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

dukungan adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang, baik itu

berupa motivasi dan nasehat agar ia bisa bertahan dalam

menghadapi sesuatu keadaan yang dihadapi atau dijalaninya.4

2.2.2 Pengertian Keluarga

Keluarga merupakan suatu pendukung utama yang memberi

perawatan pada saat anggota keluarga mengalami sehat atau

sakit(Yosep & Titin, 2014).Maka dibuatlah terapi keluarga agar

keluarga dapat mengembangkan dan meningkatkan kemampuan

keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga (Yosep &

Titin, 2014).3

Dalam UU No. 10 tahun 1992 tentang perkembangan

Kependudukan dan Pembangunan Keluarga sejahtera, keluarga

34

adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami istri atau

suami-istri dan anak-anaknya, atau ayah dan anak-anaknya atau ibu

dan anaknya. Ketiga pengertian tersebut mempunyai persamaan

bahwa dalam keluarga terdapat ikatan perkawinan dan hubungan

darah yangtinggal bersama dalam satu atap (serumah) dengan

peran masing-masing serta keterikatan emosional.6

2.2.3 Pengertian Dukungan Keluarga

Dukungan keluarga adalah bagian integral dari dukungan

sosial. Dampak positif dari dukungan keluarga adalah meningkatkan

penyesuaian diri seseorang terhadap kejadian-kejadian dalam

kehidupan. Dukungan keluarga meliputi informasi verbal atau

nonverbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang

diberikan oleh anggota keluarga yang lain yang dapat memberikan

keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku

penderita gangguan jiwa. Keluarga merupakan unit paling dekat

dengan penderita, dan merupakan “perawat utama” bagi

penderita,serta berperan dalam menentukan cara atau perawatan

yang diperlukan penderita di rumah. Keberhasilan perawatan di

rumah sakit akan sia-sia jika tidak diteruskan di rumah yang

kemudian mengakibatkan penderita mengalami kekambuhan dan

harus dirawat kembali. Peran serta keluarga sejak awal perawatan di

rumah sakit akan meningkatkan kemampuan keluarga merawat

penderita di rumah sehingga kemungkinan kambuh dapat dicegah.1

35

Eli, dkk (dalam Mutar, 2012) dukungan keluarga merupakan

ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan

psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa individu tersebut

dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain dan ia juga merupakan

anggota dalam suatu kelompok yang berdasarkan kepentingan

bersama. Dukungan sosial bersumber antara lain : orangtua,

saudara kandung, anak-anak, kerabat, pasanga hidup, sahabat,

rekan kerja, atau juga dari tetangga. Dukungan tersebut biasanya

diinginkan dari orang-orang yang signifikan seperti keluarga,

saudara, guru, dan teman, dimana memiliki derajat keterlibatan yang

erat. Selain itu, dukungan sosial merupakan pemberian hiburan,

perhatian, penghargaan atau bantuan yang diterima seseorang dari

orang lain atau kelompoknya.9

2.2.4 Bentuk Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2010) Keluarga memiliki bentuk dukungan yang

dibagi atas 4 dukungan, yaitu :


1. Dukungan Emosi


Dukungan ini meliputi memberikan individu rasa nyaman,

merasa dicintai saat mengalami kekambuhan atau proses

penyembuhan, bantuan dalam bentuk semangat, empati, rasa

percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa

berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga memberikan

fasilitas berupa tempat istirahat untuk individu dan memberikan

36

semangat dalam proses penyembuhan atau mencegah terjadinya

kekambuhan.2

2. Dukungan Instrumental

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmani seperti

pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata.

Suatu kondisi dimana benda atau jasa membantu dalam

pemecahan masalah secara praktis bahkan bantuan secara

langsung. Misalnya : membantu pekerjaan sehari-hari,

menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan

merawat orang yang sakit dengan membawa ke jasa pelayanan

kesehatan.2


3. Dukungan Informasional

Dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab

bersama, termasuk di dalanya memberikan solusi dari masalah,

memberikan nasihat, pengarahan, saran atau umpan balik tentang

apa yang dilakukan. Keluarga juga menyediakan informasi dengan

menyarankan tentang dokter, terapi dan tindakan yang baik dan

spesifik untuk mengontrol emosi keluarga terhadap penderita.

Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun

informasi dan pemberi informasi.2


4. Dukungan Penilaian

Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk

memahami kejadian penderita skizofrenia dan strategi

37

penatalaksanaan yang digunakan pada penderita skizofrenia.

Dukungan penelian ini terjadi bila ada ekspresi penelitian positif

terhadap individu. Individu yang dapat diajak bicara mengenai

masalah yang terjadi pada penderita berupa harapan positif,

penyemangat, persetujuan ide-ide atau perasaan dan

perbandingan positif antara keluarga dengan penderita. Dukungan

keluarga dapat membantu dalam peningkatan strategi individu

dengan stratagei-strategi alternative berdasarkan pengalaman

positif.2

2.2.5 Fungsi Keluarga

Salah satu fungsi keluarga adalah fungsi proteksi yaitu keluarga

memberikan perlindungan dan perawatan baik fisik maupun sosial

kepada para anggota, namun sekarang banyak fungsi perlindungan

dan perawatan diambil alih oleh badan sosial. Keluarga merupakan

suatu jaringan interaksi antar pribadi. Keluarga berperan

menciptakan persahabatan kecintaan, rasa aman hubungan antar

pribadi yang bersifat kontinyu yang keseluruhanya merupakan

dasar-dasar bagi perkembangan kepribadian anak. Salah satu

perlindungan yang dilakukan oleh keluarga dalam kehidupan

anggota-anggotanya adalah kesehatan, baik kesehatan jasmani

maupun kesehatan rohani.5

Berbagai fungsi dalam keluarga (Friedman, 1998 dalam Yohanes,

2013) adalah :

38

1. Fungsi aktif

Merupakan basis sentral bagi pembentukan dan

keberlangsungan unit keluarga yang dibutuhkan untuk

perkembangan individu dan psikologis anggota keluarga.

Komponen yang diperlukan dalam melaksanakan fungsi aktif

adalah saling asuh, menerima, menghormati dan mendukung

antar anggota keluarga, menaruhperhatian, cinta kasih dan

kehangatan, membina pendewasaan kepribadian anggota

keluarga.6

2. Fungsi sosialitas.6

Merupakan fungsi yang mengembangkan dan tempat melatih

anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah

untuk berhubungan dengan orang lain. Anggota keluarga

belajar disiplin, norma budaya dan perilaku melalui hubungan

dan interaksi dalam lingkup keluarganya sendiri.

3. Fungsi ekonomi

Kebutuhan yang harus dipenuhi dalam keluarga mencakup

kebutuhan makanan,pakaian, tempat berlindung yang aman

dan nyaman (rumah). Yang dilakukan keluarga dalam

menjalani fungsinya adalah mencari sumber penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi

keluarga dimasa yang akan datang seperti pendidikan anak

dan jaminan hari tua.6

39

4. Fungsi reproduksi.6

Keluarga memiliki fungsi untuk menjaga kelangsungan generasi

dan juga untuk keberlangsungan masyarakat. Komponen yang

dilaksanakan keluarga dalam melaksanakan fungsinya adalah

meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak,

memenuhi gizi keluarga, memelihara dan merawat anggota

keluarga

5. Fungsi perawatan keluarga.6

Merupakan fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan

keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi.

2.2.6 Tugas keluarga.6

a. Tugas keluarga dalam bidang Kesehatan

1.Mengenal masalah kesehatan keluarga

Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak

boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu

tidak akan berarti dan karena kesehatanlah kadang

seluruh kekuatan sumber daya dan dana akan habis.

Orang tua perlu mengenal keadaan kesehatan dan

perubahan yang dialami anggota keluarga.

2. Membuat keputusan tindakan yang tepat.6

Sebelum keluarga dapat membuat keputusan yang tepat

mengenai masalah kesehatan yang dialaminya, perawat

harus dapat mengkaji keadaan keluarga tersebut agar

40

dapat memfasilitasi keluarga dalam membuat keputusan

3. Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.6

Ketika memberikan perawatan kepada anggota

keluarganya yang sakit keluarga harus mengetahui hal-hal

tersebut:

a. Keadaan penyakitnya

b. Sifat dan perkembangan perawatan yang dibutuhkan

c. Keberadaan fasilitas yang dibutuhkan untuk perawatan

d. Sumber-sumber yang ada dalam keluarga (anggota

keluarga yang bertanggung jawab, sumber keuangan,

atau finansial, fasilitas fisik, psikososial)

e. Sikap keluarga terhadap yang sakit

4. Mempertahankan atau mengusahakan suasana rumah

yang sehat.6

a. Sumber-sumber yang dimiliki oleh keluarga

b. Keuntungan atau manfaat pemeliharaan lingkungan

c. Pentingnya hygienesanitasi

d. Upaya pencegahan penyakit

e. Sikap atau pandangan keluarga terhadap

hygienesanitasi

f. Kekompakan antar anggota keluarga

5. Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di

masyarakat.6

41

a. Keberadaan fasilitas keluarga

b. Keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari fasilitas

kesehatan

c. Tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan

fasilitas kesehatan

d. Pengalaman yang kurang baik terhadap petugas

kesehatan

e. Fasilitas kesehatan yang terjangkau oleh keluarga

Pentingnya keluarga dalam menjalani proses penerimaan dan

menerima informasi dari pelayanan kesehatan jiwa. Sehingga

keluarga menemukan jalan keluar dan membatasi kekambuhan

anggota keluarga yang sakit mental. Keluarga merupakan bagian

yang terpenting dalam proses penyembuhan gangguan jiwa.

Dukungan keluarga dalam proses menjadi harapan bagi klien

dengan gangguan jiwa selama menjalani kehidupannya (Tlhalefi,

2017).6

Pentingnya pendidikan komunitas tentang mitos dan fakta

penyakit jiwa dapat membantu menekan stigma yang dihadapi oleh

anggota keluarga penderita penyakit jiwa. Keluarga juga dapat

memperluas pengetahuan tentang gangguan jiwa dan tidak

menjauhi atau membiarkan anggota keluarga yang mengalami

gangguan jiwa (Nxumalo, 2015).6

42

2.4 Kerangka Teori

Gangguan Jiwa

TandadanGejala Jenis-Jenis Gangguan PenyebabGangguanJiw


jiwa a
1. Gangguanafekdanemo
si 1. Skizofrenia 1. FaktorSomatik
2. Delusi atau Waham 2. Depresi 2. FaktorPsikologik
3. Halusinasi 3. Kecemasan 3. FaktorsosioBudaya
4. Paranoid (cemas/takut)
4. Gang. Kepribadian
5. Perasaan yang mudah 4. Faktor Organobiologi
5. Gang.Mental organic
berubah-ubah 5. Faktorpsikologis
6. Gangg. Psikosomatik
6. Bicaranya kacau
7. Retardasi mental
7. Gaduh, gelisah
8. Gang. Perilaku Masa
anak dan remaja

Dukungan Keluarga

FungsiKeluarga Bentuk Dukungan TugasKeluarga


Keluarga
1. FungsiAfektif 1. Mengenalmasalahkese
1. Dukungan Emosional hatankeuarga
2. Fungsisosialisasi 2. Membuat keputusan
2. Dukungan
3. FungsiReproduksi tindakan yang tepat
Instrumental
4. FungsiEkonomi 3. Dukungan 3. Memberi perawatan
Informasional pada anggota keluarga
5. FungsiPerawatan
4. Dukungan Penilaian yang sakit
4. Menggunakan fasilitas
kesehatan yang ada di
masyarakat

43

2.5 Kerangka Konsep

Kesembuhan penderita
Pengaruh dukungan gangguan jiwa di Rumah
keluarga Sakit

= Variabel Dependent

= Variabel Indenpendent

2.6 Hipotesis

H0 = Tidak adapengaruh dukungan keluarga keluarga terhadap

kesembuhan penderita gangguan jiwa di rumah sakit.

H1 = Ada pengaruh dukungan keluarga keluarga terhadap kesembuhan

penderita gangguan jiwa di rumah sakit.

44

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

2.3 Jenis Penelitian

Jenis penelitian pada penelitian ini menggunakan Literature Review

dengan desain Narrative Review.

2.4 Jenis Data

Jenis data pada penilitian ini berupa data sekunder yaitu 3 jurnal

ilmiah terakreditasi internasional, 15 jurnal ilmiah terakreditasi

nasional, 5 sitasi tulisan berupa penelitian, tinjauan pustaka,

kesimpulan.

2.5 Kriteria Inklusi dan Ekslusi

2.5.1 Kriteria Inklusi

1) Referensi minimal berkisar 3 tahun terakhir dari tahun

berjalannya penelitian yang diambil.

2) Referensi yang diambil dari Sitasi Dosen Fk UMI, Clinical key,

Texboot, Laporan kasus serta tesis yang sesuai dengan tema

penelitian

3) Referensi yang diambil merupakan Jurnal Nasional dan

Internasional yang sudah terakreditasi

2.5.2 Kriteria Eksklusi

1) Referensi yang didapatkantidakberhubungandenganpengaruh

dukungan keluarga terhadap kesembuhan penderita gangguan

jiwa di Rumah Sakit.

45

2) Referensi yang terbitsebelumtahun 2017.

3) Referensitidakdapatdiaksessecarapenuh.

2.6 Alur Penelitian

BAB I
PENDAHULUAN

Kumpulkan Referensi
BAB III BAB II TINJAUAN
sesuai ketentuan
METODOLOGI PUSTAKA(Minimal 20
Fakultas
PENELITIAN Referensi) Mahasiswa
memberipengantar
disetiapreferensi

Review Referensi Membuat Priortias Membahas Abstrak,


yang paling jika masih kurang
berhubungan dengan maka cek isi
judul KTI

BAB V KESIMPULAN
Tampilkan Kelebihan
& SARAN BAB IV HASIL DAN
dan kelemahan
PEMBAHASAN

masing-masing
Referensi dengan
narasi sendiri

46

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Nama
No Nama jurnal Judul Metode Hasil penelitian
penulis
1 Jurnal Hubungan Desain deskriptif Rully andika Hasil penelitian
kebidanan dukungan korelasional menunjukkan bahwa
keluarga dengan sebagian besar
dengan rancangan cross keluarga yang
kemampuan sectional adalah memberikan dukungan
pasien untuk instrumental yang baik
mengontrol mengetahui terhadap kemampuan
halusinasi hubungan pasien mengontrol
pada dukungan halusinasi sebagian
penderita keluarga dalam besar 39 orang (50,6%)
skizofrenia kemampuan dan yang tidak
pasien memberikan dukungan
mengontrol instrumental sebesar
halusinasi pada 38 orang (49,4%).
penderita
skizofrenia di
instalasi
pelayanan
kesehatan jiwa
rsud banyumas
tahun 2017
2 Jurnal Hubungan Jenis penelitian I ketut alit Dari hasil penelitian ini
indonesia dukungan yang digunakan adianta, i menunjukkan bahwa
keluarga ada-lah made sebagian besar
dengan penelitian sedana putra dukungan keluarganya
tingkat descriptif tinggi yaitu sebanyak
kepatuhan corelationdenga (244/286, 85,3%). Klien
minum obat n metode skizofrenia sangat
pada pasien pendekatan memerlukan dukungan
skizofrenia cross sectional dari keluarga dalam
proses penyembuhan
klien karena

47

mempunyai peranan
yang besar bagi klien
skizofrenia, dari hasil
crosstab antara umur,
jenis kelamin dan
pekerjaan sangat
mempengaruhi dimana
keluarga yang bekerja
sebagai swasta dapat
memberikan waktu
lebih untuk
memperhatikan dan
memberikan
dukungananggota
keluarganya yang
mengalami skizofrenia.
3 Jurnal care vol Pengaruh Rancangan Vita maryah Hasil penelitian
.5, no2 dukungan penelitian yang ardiyani, menunjukkan bahwa
keluarga digunakan kumboyono, sebagian besar
terhadap adalah dan dian responden yaitu 79%
peningkatan observational susmarini mendapatkan
adaptasi analitik dengan dukungan keluarga
pasien pendekatan yang baik. Tingkat
skizophrenia cross-sectional. dukungan keluarga
baik menunjukkan
dukungan keluarga
diberikan secara
menyeluruh yaitu
berupa dukungan
instrumental,
emosional,
penghargaan dan
informatif. Sebesar
19% responden
mendapatkan
dukungan keluarga
cukup. Pada tingkat
dukungan keluarga
cukup dapat dilihat
kurangnya dukungan
informatif dan
penghargaan pada
pasien skizophrenia.
Kebanyakan pasien
dengan tingkat
dukungan keluarga

48

cukup hanya mendapat
dukungan instrumental
dan emosional. Hanya
2% pasien yang
mendapatkan tingkat
dukungan kurang.
Pada tingkat dukungan
keluarga kurang berarti
penderita kurang
mendapat 4 komponen
dukungan keluarga
tersebut diatas.
4 Jurnal Hubungan Penelitian ini Panggih ayu Motivasi untuk sembuh
indonesia dukungan menggunakan pusparia paling banyakyaitu,
keluarga desain penelitian motivasi sedang
dengan jenis non sebanyak 41 orang,
motivasi eksperimen motivasi rendah
untuk dengan sebanyak 6 orang,
sembuh pada kuantitatif motivasi tinggi
pasienskizofr korelasional sebanyak 22 orang.ada
enia di rumah dengan hubungan antara
sakit pendekatan dukungan keluarga
jiwagrhasia waktu yang dengan motivasi untuk
yogyakarta dipakai adalah sembuh pasien
cross skizofrenia di rumah
sectional,untuk sakit jiwa grhasia
mengetahui yogyakarta yaitu hasil
adanya uji statistic memberikan
hubungan nilai r = 0,423 dengan
dukungan demikian 0,4 > r < 0,6
keluarga dengan yang berarti kekuatan
motivasi untuk korelasi antara
sembuh pada dukungan keluarga
pasien dengan motivasi
skizofrenia di sembuh adalah
rumah sakit jiwa sedang, sedangkan
grhasia nilai p = 0,027, p <
yogyakarta. 0,05.
5 Jurnal Gambaran Metode Charin Hasil: berdasarkan
indonesia dukungan penelitian yunindra hasil penelitian, penulis
keluarga menggunakan menyimpulkan:
kepadapende metode kualitatif dukungan keluarga
rita gangguan dengan yang diberikan
jiwa pendekatan diantaranya adalah 1)
skizofrenia di fenomenologi dukungan
rsjd dr. Rm informasional, 2)

49

soedjarwadi dukungan emosional,
klaten jawa 3) dukungan
tengah instrumental, 4)
dukungan penilaian.
Semua dukungan
keluarga sebagian
besar semua baik.
6 Jurnal bahana Hubungan Penelitian ini Netha Berdasarkan
kesehatan pengetahuan menggunakan damayantie, hasilpenelitiandukunga
masyarakat(ba dan metode cross rusmimpong n keluarga yang paling
hana of journal dukungan sectionaldesign. dan ellya rendah dalam bentuk
public keluargadeng Populasi pada dukungan
health)vol 3 no an kepatuhan penelitian ini emosional,sementara
1 kontrol adalah seluruh dukungan emosional
berobat keluarga pasien merupakan salah satu
pasien skizofrenia di faktor yang
skizofreniadi poli jiwa tahun menyebabkan
poli jiwarsjd 2017 yang kepatuhan. Hasil
provinsi jambi berjumlah11877 penelitian juga
tahun 2018 orangdan menggambarkan rata –
diambil sampel rata pasien telah lebih
sebanyak 96 dari 3 kali dirawat
orang sehingga secara
keluargapasien emosional keluarga
yang melakukan sudah terbiasa dengan
kontrol yang hal itu sehingga tidak
dipilih menimbulkan
secaraaccidental kesedihan mendalam
sampling. atau cemas untuk
keluarga. Keluarga
sudah mengetahui
kalau tidak teratur
dalam pengobatan
dapat menimbulkan
efek kekambuhan
7 Jurnal Analisis Desain Rahmayani 32 responden yang
indonesia dukungan penelitian dan fadhiah diteliti, sekitar 22 orang
sosial adalah potong hanum (68,8%) keluarga
keluarga lintang. menyatakan tidak
terhadap memberikandukungan
pencegahan informasional terhadap
kekambuhan penderita gangguan
gangguan jiwa.sekitar 18 orang
jiwa di (56,2%) keluarga tidak
wilayah kerja memberikan dukungan
puskesmas penilaian.sebanyak

50

sukajaya 62,5%keluarga
menyatakan kurang
dalam memberikan
dukungan instrumental
kepada penderita
gangguan jiwa. Serta
53,1% keluarga juga
kurang baik dalam
memberikan dukungan
emosionalkepada
penderita gangguan
jiwa.tetapi walaupun
keluarga kurang baik
dalam memberikan
dukungan social,
pencegahan
kekambuhan yang
diberikan kepada
penderita gangguan
jiwa termasuk dalam
kategori baik yaitu
sebesar 59,4%.
8 Jurnal Stigma dan Desain Ririn nasriati Hasil penelitian
indonesia dukungan penelitian ini didapatkan stigma
keluarga adalah korelasi. tinggi sejumlah
dalam Pada penelitian 13responden (52%)
merawat ini bertujuan dan stigma
orang untuk rendahsejumlah
dengan mengidentifikasi 12responden (47%).
gangguan hubungan Sedangkan dukungan
jiwa (odgj) antara stigma baik sejumlah 10
dengan responden (40%) dan
dukungan dukungan
keluarga dalam buruksejumlah 15
merawat orang responden (60%). Uji
dengan statistik dengan fisher
gangguan jiwa. exact didapatkan ada
hubungan antara
stigma dengan
dukungan keluarga
dalam merawat orang
dengan gangguan jiwa
dengan (p
value=0,0082)
9 Jurnal Dukungan Rancangan Aditio Berdasarkan hasil
indonesia emosional penelitian ini priyambodho penelitian, didapatkan

51

keluarga menggunakan bahwarata-rata skor
terhadap studi korelasi dukunganemosionalad
kesembuhan yaitu alah sebesar 39,59,
pasien menggambarkan dengan nilai median
skizofrenia di hubungan sebesar 41. Skor
rsjd. Dr. antara variabel terendah adalah 24dan
Amino bebas dengan skor tertinggi adalah
gondohutomo variabel terikat 48dan standar deviasi
provinsi jawa (nursalam, berada pada angka
tengah 2008). 7,32.berdasarkan
Pendekatan kategorinya diketahui
yang digunakan sebagian besar
adalah cross dukungan emosional
sectionalyaitu keluargadalam kategori
pengukuran mendukung yaitu
variabel bebas 54,6% dan yang tidak
dan variabel mendukungsebanyak
terikat dilakukan 45,4%.dukungan
dalam waktu emosional ini
yang sama. menunjukkan adanya
kepedulian dari
keluarga terhadap
kondisi pasien
skizofrenia dengan
harapan dukungan
yang di berikan
terutama dalam bentuk
kasih sayang dan
perhatian dapat
membantu
kesembuhan pasien.

Pada penelitian ini dilakukan dengan cara studi literatur, yaitu

dengan cara mengumpulkan data dari sumber resmi di media online

tentang pengaruh dukungan keluarga terhadap kesembuhan

penderita gangguan jiwa di rumah sakit. Data yang diperoleh

selanjutnya dilakukan skrinning literatur berdasarkan inklusi dan

eksklusi. Kriteria inklusi yang dipilih yaitu literature 5 tahun terakhir

52

(2015 – 2020), serta kriteria eksklusi yang dipilih berdasarkan

metode narrative review literature yang digunakan. Dari skrinning

tersebut diperoleh dua puluh referensi dan ditampilkan berdasarkan

format tabel di bawah.

4.1. Pembahasan

Selanjutnya dibawah ini dilakukan penjelasan mengenai hasil

penelitian dari referensi diatas, kelebihan dan kekurangan dengan

kata – kata atau narasi sendiri yang baku diantaranya yaitu:

Pada penelitian yang dilakukan oleh Rully Andika dengan judul

“Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan Pasien

Mengontrol Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia” memiliki

kelebihan yaitu mengukur hubungan dukungan keluarga terhadap

pasien halusinasi. Mendata karakteristik responden berdasarkan

dengan usia, jenis kelamin, keluarga pasien halusinasi. Kekurangan

dari jurnal tersebut yaitu hanya menggunakan jumlah sampel

sebanyak 77 pasien. Dan ini sesuai dengan referensi ke-14 skripsi

ini.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga

yang memberikan dukungan instrumental yang baik terhadap

kemampuan pasien mengontrol halusinasi sebagian besar 39 orang

(50,6%) dan yang tidak memberikan dukungan instrumental sebesar

38 orang (49,4%). dukungan emosional keluarga dapat menimbulkan

efek penyangga yaitu dukungan keluarga menahan efek-efek negatif

53

dari stres terhadap kesehatan yang dialami keluarga dan efek utama

yaitu dukungan keluarga yang secara langsung mempengaruhi

peningkatan kesehatan. Dukungan emosional anggota keluarga

yang tinggi juga akan meningkatkan harga diri dan kemampuan

kontrol diri.

Pada penelitian yang dilakukan olehI Ketut Alit Adianta, dan I

Made Sedana Putra dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga

Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien

Skizofrenia”memiliki kelebihan yaitu data dukungan keluarga

menggunakan kuesioner dengan skala dukungan keluarga 20 item

pertanyaan yang terdiri dari pertanyaan tentang dukungan keluarga

informasional, dukungan keluarga instrumental, dukungan keluarga

emosional, dukungan keluarga penghargaan dengan 4 pilihan

jawaban berupa selalu, sering, kadang-kadang dan tidak pernah.

Kekurangan dari jurnal tersebut yaitu hanya meneliti padatingkat

kepatuhan minum obat pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa

sehigga tidak koheren dengan penelitian yang sedang dilakukan.Dan

ini sesuai dengan referensi ke-15 skripsi ini.

Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar

dukungan keluarganya tinggi yaitu sebanyak (244/286, 85,3%). Klien

skizofrenia sangat memerlukan dukungan dari keluarga dalam

proses penyembuhan klien karena mempunyai peranan yang besar

bagi klien skizofrenia, dari hasil crosstab antara umur, jenis kelamin

54

dan pekerjaan sangat mempengaruhi dimana keluarga yang bekerja

sebagai swasta dapat memberikan waktu lebih untuk memperhatikan

dan memberikan dukungananggota keluarganya yang mengalami

skizofrenia.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Vita Maryah Ardiyani,

kumboyono dan dian Susmarini dengan judul “Pengaruh Dukungan

Keluarga Terhadap Peningkatan Adaptasi Pasien Skizophrenia”

memiliki kelebihan yaitu pada penelitian ini menggunakan metode

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner dan

observasi langsung. Mendata karakteristik kuesioner dengan jenis

kelamin, usia, jenis skizofrenia, tingkat adapatasi respon di rumah

sakit, Kekurangan dari jurnal tersebut yaitu tidak melampirkan

berapa jumlah pertanyaan yang digunakan pada kuesioner yang

dibagikan kepada sampel yang dilakukan penelitian. Dan ini sesuai

dengan referensi ke-16 skripsiini.

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar

responden yaitu 79% mendapatkan dukungan keluarga yang baik.

Tingkat dukungan keluarga baik menunjukkan dukungan keluarga

diberikan secaramenyeluruh yaitu berupa dukungan instrumental,

emosional, penghargaan dan informatif. Sebesar 19% responden

mendapatkan dukungan keluarga cukup. Pada tingkat dukungan

keluarga cukup dapat dilihat kurangnya dukungan informatif dan

penghargaan pada pasien skizophrenia. Kebanyakan pasien dengan

55

tingkat dukungan keluarga cukup hanya mendapat dukungan

instrumental dan emosional. Hanya 2% pasien yang mendapatkan

tingkat dukungan kurang. Pada tingkat dukungan keluarga kurang

berarti penderita kurang mendapat 4 komponen dukungan keluarga

tersebut diatas.

Pada penelitian yang dilakukan olehPanggih Ayu Pusparia

dengan judul “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Motivasi Untuk

Sembuh Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit Jiwagrhasia

Yogyakarta”memilikikelebihanyaitu pada penelitian iniinstrumen

dalam peneliti menggunakan kuesioner dukungan keluarga dan

motivasi sembuh dengan analisis data menggunakan uji Gamma

Summers’d.Kekurangan dari jurnal tersebut yaitu kekuatan korelasi

antara dukungan keluarga dengan motivasi sembuh adalah sedang.

Dan ini sesuai dengan referensi ke-17 skripsiini.

Motivasi untuk sembuh paling banyak yaitu, motivasi sedang

sebanyak 41 orang, motivasi rendah sebanyak 6 orang, motivasi

tinggi sebanyak 22 orang.Ada hubungan antara dukungan keluarga

dengan motivasi untuk sembuh pasien skizofrenia di Rumah Sakit

Jiwa Grhasia Yogyakarta yaitu hasil uji statistic memberikan nilai r =

0,423 dengan demikian 0,4 > r < 0,6 yang berarti kekuatan korelasi

antara dukungan keluarga dengan motivasi sembuh adalah sedang,

sedangkan nilai p = 0,027, p < 0,05.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Charin Yunindra dengan

56

judul “Gambaran Dukungan Keluarga Kepadapenderita Gangguan

Jiwa Skizofrenia Di Rsjd Dr. Rm Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah”

memilikikelebihanyaitu pengumpulan data pada penelitian ini adalah

dengan wawancara mendalam (in-depth interview), yaitu proses

untuk mendapatkan informasi untuk kepentingan penelitian dengan

cara menggunakan dialog antara narasumber/informan dengan

peneliti. Kekurangan dari jurnal tersebut yaitu jumlah sampel

penelitian hanya menggunakan 10 narasumber dengan

menggunakan sampel jenuh. Dan ini sesuai dengan referensi ke-18

skripsiini.

Berdasarkan hasil penelitian, penulis menyimpulkan: Dukungan

keluarga yang diberikan diantaranya adalah 1) dukungan

Informasional, 2) dukungan emosional, 3) dukungan instrumental, 4)

dukungan Penilaian. Semua dukungan keluarga sebagian besar

semua baik.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Netha Damayantie,

Rusmimpong dan Ellya dengan judu l“Hubungan Pengetahuan Dan

Dukungan Keluarga dengan Kepatuhan Kontrol Berobat Pasien

Skizofreniadi Poli Jiwa RSJD Provinsi Jambi” memiliki kelebihan

yaitu populasi dalam penelitian ini adalah seluruh keluarga pasien

skizofrenia di Poli Jiwa RSJD Provinsi Jambi tahun 2017 sebanyak

11877 orang, dengan jumlah sampel 96 orang keluarga dari pasien

yang melakukan kontrol yang dipilih secara accidental sampling.

57

Kekurangan dari jurnal tersebut yaitu membahas hubungan

dukungan keluaraga dengan tingkat kepatuhan kontrol berobat pada

pasien skizofrenia di poli jiwa RSJD provinsi jambi tahun 2018. Dan

ini sesuai dengan referensi ke-19 skripsiini.

Berdasarkan hasil penelitian dukungan keluarga yang paling

rendah dalam bentuk dukungan emosional,sementara dukungan

emosional merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

kepatuhan. Hasil penelitian juga menggambarkan rata –rata pasien

telah lebih dari 3 kali dirawat sehingga secara emosional keluarga

sudah terbiasa dengan hal itu sehingga tidak menimbulkan

kesedihan mendalam atau cemas untuk keluarga. Keluarga sudah

mengetahui kalau tidak teratur dalam pengobatan dapat

menimbulkan efek kekambuhan.

Dukungan sosial keluarga yang buruk memberikan kontribusi

untuk kambuh pada pasien skizofrenia. Seorang individu yang tidak

memiliki dukungan keluarga atau sosial mungkin lebih cenderung

kepada kegagalan pengobatan jika tidak diawasi, dukungan sosial

yang baik juga memiliki efek perlindungan dalam membantu pasien

untuk mengatasi stres situasi. Oleh karena itu penting bagi individu

tersebut yang memiliki dukungan sosial yang kurang untuk

memperoleh intervensi sosial, seperti partisipasi dalam kegiatan

sosial Ketika pasienmemiliki dukungan sosial yang buruk, tanda-

tanda kambuh tidak terdeteksi secara dini sehingga mengarah ke

58

kambuh yang parah.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Rahmayani Dan Fadhiah

Hanum dengan judul “Analisis Dukungan Sosial Keluarga Terhadap

Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja

Puskesmas Sukajaya”memilikikelebihanyaitu penelitian ini

menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh

dari hasil wawancara pada keluarga penderita gangguan jiwa

dengan menggunakan kuesioner, sedangkan data sekunder

diperoleh dari pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Sukajaya

danDinas Kesehatan Kota Sabang yang berhubungan dengan

penelitian dan melalui dokumentasi serta referensi perpustakaan

yang berhubungan dengan penelitian serta literature yang terkait

lainnya. Kekurangan dari jurnal tersebut yaitupenggunakan sampel

penelitian hanya berjumlah 32 responden dengan hasil kebanyakan

keluarga tidak memberikan dukungan terhadap tingkat kesembuhan

pasien pada gangguan jiwa. Dan ini sesuai dengan referensi ke-20

skripsiini.

Dari hasil penelitian ini 32 responden yang diteliti, sekitar 22

orang (68,8%) keluarga menyatakan tidak memberikan dukungan

informasiona lterhadap penderita gangguan jiwa.Sekitar 18 orang

(56,2%) keluarga tidak memberikan dukungan penilaian.Sebanyak

62,5%keluarga menyatakan kurang dalam memberikan dukungan

instrumental kepada penderita gangguan jiwa. Serta 53,1% keluarga

59

juga kurang baik dalam memberikan dukungan emosional kepada

penderita gangguan jiwa.Tetapi walaupun keluarga kurang baik

dalam memberikan dukungan social, pencegahan kekambuhan yang

diberikan kepada penderita gangguan jiwa termasuk dalam kategori

baik yaitu sebesar 59,4%.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Ririn Nasriat dengan

judul“Stigma Dan Dukungan Keluarga Dalam Merawat Orang

Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)” memiliki kelebihanya itu pada

penelitian ini menggunakan instrumen penelitianuntuk mengukur

stigma menggunakan alat ukur Internalized Stigma of Mental Illness

(ISMI) scale,yang dirancang untuk mengukur pengalaman subyektif

dari stigma. Skala ISMI terdiridari 5 item yaitu keterasingan,

dukungan stereotype, persepsi diskriminasi, penarikan. Mendata

denga karakteristik usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, lama

menderita gangguan jiwa, penghasilan, gangguan jiwa yang

menonjol tempat mencari bantuan, informasi tentang gangguan jiwa.

Kekurangan dari jurnal tersebut yaitu jumlah sampel yang digunakan

hanya berjumlah 25 responden. Dan ini sesuai dengan referensi ke-

21 skripsi ini.

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan data bahwa sebagian

besar (60%) memberikan dukungan buruk dalam merawat penderita

gangguan jiwa. Menurut Friedman (2010) dukungan keluarga terdiri

dari dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan

60

emosional dan dukungan penilaian. Dukungan keluarga dapat

menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan

keyakinan dan nilai kesehatan individu serta dapat juga memenuhi

tentang program pengobatan yang mereka terima. Keluarga juga

memberikan dukungan dan membuat keputusan mengenai

perawatan darianggota keluarga yang sakit (Niven, 2002). Dukungan

buruk dalam merawat anggota keluarga yang menderita gangguan

jiwa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tingkat pendidikan, lama

sakitan pendapatan keluarga. Diagnosa penyakit gangguan jiwa

yang diterima penderita gangguan jiwa merupakan salah satu faktor

yang menimbulkan beban psikologis pada keluarga. Perasaan malu

yang dirasakan keluarga akan menyebabkan keluarga mengalami

harga diri rendah sehingga keluarga mengisolasi dan mengasingkan

penderita gangguan jiwa ( Magana et al, 2007). Salah satu bentuk

dukungan yang diberikan keluarga kepada penderita gangguan jiwa

adalah dukungan instrumental yang dapat diartikan sebagai

keterlibatan keluarga dalam pemberian bantuan pada pelayanan

kesehatan. Kurangnya dukungan dari keluarga akan berdampak

penundaan dan keterlambatan mencari bantuan ke pelayanan

kesehatan.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Aditio Priyambodho

dengan judul“Dukungan Emosional Keluarga Terhadap Kesembuhan

Pasien Skizofrenia Di RSJD. Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa

61

Tengah”memiliki kelebihanya itu hasil penelitian ini memberikan hasil

adanya hubungan dukungan keluarga terhadap kesembuhan pasien

skizofrenia.Kekurangan dari jurnal tersebut yaituhanya membahas

secara spesifik terhadap gangguan jiwa yaitu skizofrenia. Dan ini

sesuai dengan referensi ke-23 skripsiini.

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa rata-rata skor

dukungan emosional adalah sebesar 39,59, dengan nilai median

sebesar 41. Skor terendah adalah 24dan skor tertinggi adalah 48dan

standar deviasi berada pada angka 7,32.Berdasarkan kategorinya

diketahui sebagian besar dukungan emosional keluarga dalam

kategori mendukung yaitu 54,6% dan yang tidak mendukung

sebanyak 45,4%.Dukungan emosional ini menunjukkan adanya

kepedulian dari keluarga terhadap kondisi pasien skizofrenia dengan

harapan dukungan yang di berikan terutama dalam bentuk kasih

sayang dan perhatian dapat membantu kesembuhan

pasien.Dukungan emosional yang dalam kategori mendukung

ditemukan berdasarkan jawaban atas kuesioner dukungan

emosional keluarga yang sebagian besar responden penelitian

menjawab selalu terhadap berbagai pernyataan kuesioner, seperti

pada pernyataan memberikan perhatian kepada anggota keluarga

yang sakit sebanyak 68,6% menjawab selalu, merasa turut

bertanggung jawab atas perawatan penderita karena merupakan

bagian dari anggota keluarga sebanyak 68,6% menjawab selalu, dan

62

merasakan masalah yang dihadapi oleh anggota keluarga yang sakit

adalah masalah yang harus dihadapi bersama sebanyak 64,9%

menjawab selalu.

Dukungan emosional dalam penelitian ini juga masih

ditemukan dalam kategori kurang mendukung yang bisa dilihat dari

hasil jawaban kueisoner yang ditemukan pada pernyataan menjaga

perasaan anggota keluarga yang sakit sebanyak 41,1% responden

menjawab jarang, Mendampingi anggota keluarga yang sakit sampai

keadaannyalebih baik sebanyak 37,7% menjawab jarang, dan

Menjaga perasaan pasien ketika keinginannya sulit diikuti sebanyak

37,7% menjawab jarang.

63

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil analisis kajian sistematis dapat disimpulkan bahwa :

1. Adanya dukungan emosional pada keluarga terhadap penderita

gangguan jiwa di rumah sakit.

2. Adanya dukungan instrumental pada keluarga terhadap penderita

gangguan jiwa di rumah sakit.

3. Adanya dukungan informasional pada keluarga terhadap

penderita gangguan jiwa di rumah sakit.

4. Adanya dukungan penilaian atau penghargaan pada keluarga

terhadap penderita gangguan jiwa di rumah sakit.

5.2 Saran

1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai data

dasar dan pembanding untuk penelitian selanjutnya dalam

melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan Pengaruh

Dukungan Keluarga Terhadap Kesembuhan Penderita

Gangguan Jiwa

2. Perlu dilakukan pengkajian penelitian secara berkala sehingga

pembuktiaan secara ilmiah bisa dijadikan landasan teori dan

praktik bila dijumpai pasien gangguan jiwa.

64

Daftar Pustaka

1. Rahmayani Dan Fadhiah Hanum. Analisis Dukungan Sosial Keluarga

Terhadap Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa Di Wilayah

Kerja Puskesmas Sukajaya. 2018;78-79.

2. Cindy Tiara, Woro Pramesti, Upik Pebriyani Dan Ringgo Alfarisi.

Hubungan Konsep Dukungan Keluarga Dengan Tingkat

Kekambuhan Pada Paisen Skizofrenia. 2020; 522-432.

3. Juliana Putri1, Erna Marni2, Dian Roza Adila. Hubungan Kunjungan

Keluarga Terhadap Kesembuhan Pasien Risiko Perilaku Kekerasan

Di Rumah Sakit Jiwa Tampan Pekanbaru. 2019; 163-164.

4. Arris Dita Samudrra. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Kemandirian Perawatan Diri Pasienskizofrenia Di Kecamatan Geger

Kabupaten Madiun.2018; 21.

5. Rusnita Dan Syarifuddin. Dukungan Keluarga Pada Klien Yang

MengalamiGangguan Jiwa Di Wilayah KerjaPuskesmas Ulee

KarengKota Banda Aceh. 2019;191-120.

6. Nansy Delia Pangandaheng .Pengalaman Keluarga Merawat Klien

Dengan Gangguan Jiwa. 2018;

7. Nurkholis Buhori. Dukungan Keluarga Terhadap Penanggulangan

Pemasungan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Di Kabupaten

Ogan Ilir. 2019; 1-10.

8. Dumilah Ayuningtyas, Misnaniarti Dan Marisa Rayhani. Analisis

Situasi Kesehatan Mental pada Masyarakat Di Indonesiadan Strategi

65

Penanggulangannya. 2018; 1-10.

9. Suki Okta Hamimi. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Kepatuhan Kontrol Pasien Skizofrenia Di Poliklinik Jiwa Rumah Sakit

Jiwa Prof. Dr. Muhammad Ildrem Medan Tahun 2019. 2019;1-19.

10. Ferozkhan Jadhakhan,Oana C Lindner, Amy Blakemore Dan Elspeth

Guthrie. Prevalence Of Common Mental Health Disorders In Adults

Who Are High Or Costly Users Of Healthcare Services: Protocol For

A Systematic Review And Meta-Analysis. 2018;1-7.

11. Andreas Ströhle, Jochen Gensichen, Katharina Domschke. The

Diagnosis And Treatment Of Anxiety Disorders. 2018;611-620.

12. Diogo Telles-Correia, Sérgio Saraiva1 dan Jorge Gonçalves.Mental

Disorder-The Need For An Accurate Definition. 2018;1-5.

13. Nurul Hartini Nur Ainy Fardana Atika Dian Ariana Nido Dipo

Wardana. Stigma Toward People With Mental Health Problems In

Indonesia. 2018; 535–541.

14. Rully Andika. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kemampuan

Pasien Mengontrol Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia. 2018;80-

90.

15. I Ketut Alit Adianta, I Made Sedana Putra. Hubungan Dukungan

Keluarga Dengan Tingkat Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien

Skizofrenia. 2018;1-7.

16. Vita Maryah Ardiyani, kumboyono dan dian Susmarini. Pengaruh

Dukungan Keluarga Terhadap Peningkatan Adaptasi Pasien

66

Skizophrenia. 2018; 184-193.

17. Panggih Ayu Pusparia. Hubungan Dukungan Keluarga Dengan

Motivasi Untuk Sembuh Pada Pasien Skizofrenia Di Rumah Sakit

Jiwagrhasia Yogyakarta. 2018;1-10.

18. Charin Yunindra. Gambaran Dukungan Keluarga Kepadapenderita

Gangguan Jiwa Skizofrenia Di Rsjd Dr. Rm Soedjarwadi Klaten Jawa

Tengah. 2018; 1-21.

19. Netha Damayantie, Rusmimpong dan Ellya. Hubungan Pengetahuan

Dan Dukungan Keluargadengan Kepatuhan Kontrol Berobat Pasien

Skizofreniadi Poli Jiwarsjd Provinsi Jambi Tahun 2018. 2019;1-5.

20. Rahmayani Dan Fadhiah Hanum. Analisis Dukungan Sosial Keluarga

Terhadap Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa Di Wilayah

Kerja Puskesmas Sukajaya. 2018; 80-92

21. Ririn Nasriat. Stigma Dan Dukungan Keluarga Dalam Merawat

Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). 2018;56-65.

22. Aditio Priyambodho. Dukungan Emosional Keluarga Terhadap

Kesembuhan Pasien Skizofrenia Di RSJD. Dr. Amino Gondohutomo

Provinsi Jawa Tengah. 2018;1-15.

67

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1. Dari jurnal Analisis Dukungan Sosial Keluarga Terhadap


Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sukajaya.

68

Gambar 2. Dari Jurnal Hubungan Konsep Dukungan Keluarga Dengan
Tingkat Kekambuhan Pada Paisen Skizofrenia.

69

Gambar 3. Jurnal Hubungan Kunjungan Keluarga Terhadap Kesembuhan
Pasien Risiko Perilaku Kekerasan Di Rumah Sakit Jiwa Tampan
Pekanbaru.

70

Gambar 4. Dari skripsi penelitian Hubungan Dukungan Keluarga Dengan
Kemandirian Perawatan Diri Pasien skizofrenia Di Kecamatan Geger
Kabupaten Madiun.

71

Gambar 5. Dari Jurnal Dukungan Keluarga pada Klien yang
MengalamiGangguan Jiwa di Wilayah KerjaPuskesmas Ulee KarengKota
Banda Aceh.

72

Gambar 6. Dari Jurnal Pengalaman Keluarga Merawat Klien Dengan
Gangguan Jiwa.

Gambar 7. dari jurnal Dukungan Keluarga Terhadap Penanggulangan


Pemasungan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Di Kabupaten Ogan
Ilir.

73

Gambar 8. Dari jurnal Analisis Situasi Kesehatan Mental Pada
Masyarakat Di Indonesiadan Strategi Penanggulangannya.

74

Gambar 9. Dari Jurnal Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Kepatuhan
Kontrol Pasien Skizofrenia Di Poliklinik Jiwa Rumah Sakit Jiwa Prof. Dr.
Muhammad Ildrem Medan Tahun 2019.

75

Gambar 10. Dari Jurnal Internasional Prevalence Of Common Mental
Health Disorders In Adults Who Are High Or Costly Users Of Healthcare
Services: Protocol For A Systematic Review And Meta-Analysis.

76

Gambar 11. Dari Jurnal Internasional The Diagnosis And Treatment Of
Anxiety Disorders.

77

Gambar 12. Dari Jurnal Internasional Mental Disorder-The Need For An
Accurate Definition.

78

Gambar 13. Dari Jurnal InternasionalStigma Toward People With Mental
Health Problems In Indonesia.

Gambar 14. Dari Jurnal Hubungan Dukungan Keluarga Dengan


Kemampuan Pasien Mengontrol Halusinasi Pada Penderita Skizofrenia.

79

Gambar 15. Dari Jurnal Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien Skizofrenia.

80

Gambar 16. Dari JurnalPengaruh Dukungan Keluarga Terhadap
Peningkatan Adaptasi Pasien Skizophrenia.

81

Gambar 17. Dari Skripsi Penelitian Hubungan Dukungan Keluarga
Dengan Motivasi Untuk Sembuh Pada Pasien skizofrenia Di Rumah Sakit
Jiwagrhasia Yogyakarta.

Gambar 18. Dari Skripsi Penelitian Gambaran Dukungan Keluarga


Kepadapenderita Gangguan Jiwa Skizofrenia Di RSJD Dr. Rm
Soedjarwadi Klaten Jawa Tengah.

82

Gambar 19. Dari Jurnal Hubungan Pengetahuan Dan Dukungan
Keluargadengan Kepatuhan Kontrol Berobat Pasien Skizofreniadi Poli
Jiwarsjd Provinsi Jambi Tahun 2018.

83

Gambar 20. Dari Jurnal Analisis Dukungan Sosial Keluarga Terhadap
Pencegahan Kekambuhan Gangguan Jiwa Di Wilayah Kerja Puskesmas
Sukajaya.

84

Gambar 21. Dari Jurnal Stigma Dan Dukungan Keluarga Dalam Merawat
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).

85

Gambar 22. Dukungan Emosional Keluarga Terhadap Kesembuhan
Pasien Skizofrenia Di Rsjd. Dr. Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
Tengah

86

Anda mungkin juga menyukai