Jantung memiliki lima permukaan: dasar (posterior), diafragma (inferior), sternokostal (anterior),
dan permukaan paru kiri dan kanan.
Batas-batas jantung:
· Batas kanan jantung adalah bagian kecil dari atrium kanan yang membentang antara vena
kava superior dan inferior
· Batas kiri jantung dibentuk oleh ventrikel kiri dan auricle kiri
· Batas superior jantung pada tampilan anterior dibentuk oleh atrium dan masing-masing
auricle nya
· Epikardium: Lapisan viseral perikardium serosa, terdiri dari sel mesothelial dan jaringan lemak
dan ikat
· Endokardium: Garis permukaan bagian dalam bilik jantung dan katup, terdiri dari lapisan sel
endotel, dan lapisan jaringan ikat subendokard
Referensi: https://www.kenhub.com/en/library/anatomy/heart
https://www.kenhub.com/en/library/anatomy/layers-of-the-heart
Atrium
· Atrium kanan menerima darah terdeoksigenasi dari vena kava superior dan inferior serta sinus
coroner, Fossa ovalis — sisa foramen ovale janin yang memungkinkan darah janin lewat di
antara atrium; tutup saat lahir
· Otot pektinat — tonjolan otot yang terletak di dalam kedua atrium di sepanjang dinding atrium
anterior dan di auricle
Ventrikel
· Ventrikel kanan — menerima darah dari atrium kanan melalui katup trikuspid (memiliki tiga
katup atau flap), juga disebut katup atrioventrikular kanan (AV). Dengan kontraksi, darah keluar
melalui katup paru (katup semilunar paru) ke dalam batang paru.
· Ventrikel kiri — dinding yang jauh lebih tebal daripada ventrikel kanan. Menerima darah dari
atrium kiri melalui katup mitral, juga disebut katup bikuspid (dua katup) atau katup
atrioventrikular kiri. Dengan kontraksi, darah keluar melalui katup aorta (katup semilunar aorta)
ke aorta asendens.
Referensi: https://www.palmbeachstate.edu/slc/documents/AandPch18LecturePearson.pdf
3. Jelaskan Proyeksi Jantung Ke Dinding Toraks Anterior (Apex, Base & Ictus
Cordis) [Zahra]
Basis jantung tersusun oleh : atrium dextra, atrium sinistra dan bagian
proximal pembuluh darah besar
Referensi :
https://docplayer.info/32457678-Praktikum-histologi-i-modul-2-3-kardiovaskular-
jantung-dan-pembuluh-darah.html
Referensi :
Referensi :
- Efek Latihan Fisik Terhadap Remodeling Jantung oleh Rita Hamdani, Finesa A
Hasye. http://Jurnal.fk.unand.ac.id
- web: http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/64793/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y
Referensi :
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/7a8daedc608dc0b0f61b5e8a297bb
f03.pdf
Jantung, berfungsi sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah sehingga
menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah sampai ke
jaringan.
Pembuluh darah, saluran tertutup yang berfungsi mengarahkan dan menyebarkan darah
dari jantung ke seluruh tubuh yang kemudian dikembalikan ke jantung. Darah adalah
substansi didalam pembuluh darah yang mengandung sejenis jaringan ikat yang sel-
selnya tertahan dan dibawa dalam cairan plasma.
Darah berfungsi sebagai media pengangkut yang membawa
kebutuhan jaringan tubuh seperti oksigen, karbondioksida, nutrien, elektrolit, dan
hormon.
Pada heart failure bisa berupa tipe sistolik (kegagalan dalam memompa) ataupun
diastolik (kegagalan dalam pengisian ventrikel) .
Bisa terjadi karena kerusakan otot jantung , sehingga mempengaruri kekuatannya untuk
memompa darah keluar dari jantung,
Stroke volume berkurang , voulme darah tertinggal , suplai darah menjadi berkurang
Gagal jantung sebelah kiri (ventrikel kiri jantung tidak dapat memompa darah
dengan baik ke seluruh tubuh menyebabkan tubuh kekurangan darah yang
mengandung oksigen).
Gagal jantung sebelah kanan (kerusakan pada ventrikel kanan jantung yang
menyebabkan proses pengambilan oksigen di dalam paru-paru oleh darah tidak berjalan
dengan baik).
Gagal jantung sistolik (otot jantung tidak dapat berkontraksi dengan baik sehingga
proses penyaluran darah yang mengandung oksigen ke seluruh tubuh menjadi
terganggu).
Gagal jantung diastolik (jantung sulit terisi darah akibat kekakuan pada otot organ
tersebut).
Pada penderita gagal jantung kongestif sebelah kiri, ruang ventrikel atau bilik kiri dari jantung
tidak berfungsi dengan baik. Bagian ini seharusnya mengalirkan darah yang ke seluruh tubuh
melalui aorta, kemudian diteruskan ke pembuluh darah arteri.
Karena fungsi bilik kiri tidak berjalan secara optimal, maka terjadilah peningkatan tekanan pada
serambi kiri dan pembuluh darah di sekitarnya. Kondisi ini menciptakan penumpukan cairan di
paru-paru (edema paru). Selanjutnya, penumpukan cairan juga dapat terbentuk di rongga perut
dan kaki. Kurangnya aliran darah ini kemudian mengganggu fungsi ginjal, sehingga tubuh
menimbun air dan garam lebih banyak dari yang dibutuhkan.
Pada beberapa kasus, penyakit ini bisa juga bukan dikarenakan kegagalan bilik kiri jantung
dalam memompa darah. Ketidakmampuan bilik kiri jantung dalam melakukan relaksasi juga
kadang menjadi penyebabnya. Karena tidak mampu melakukan relaksasi, maka terjadilah
penumpukan darah saat jantung melakukan tekanan balik untuk mengisi ruang jantung.
g. Jelaskan apa yang dimaksud dengan syok kardiogenik gagal jantung curah
jantung rendah (Olga)
Pada gagal jantung curah-rendah, curah jantung berada dalam batas normal
pada saat istirahat, tetapi tidak mampu meningkat secara normal selama aktivitas fisik.
Curah jantung saat istirahat pada gagal jantung ringan masih lebih rendah dari normal.
Pada keadaan istirahat curah jantung mendekati normal, tetapi saat aktifitas fisik
walaupun mula-mula curah jantung meningkat tetapi akan segera menurun, hal ini
terjadi karena jantung tidak mampu menerima beban. Jantung tidak mampu memopa
darah bahkan untuk jumlah aliran darah yang kecil sekalipun untuk memenuhi
kebutuhan jaringan. Akibatnya seluruh jaringan tubuh mengalami kerusakan dan
perburukan, sering kali menimbulkan kematian dalam waktu beberapa jam sampai
beberapa hari (Guyton et al., 2008).
Cadangan jantung mengacu pada perbedaan antara kecepatan jantung memompa darah
dan kapasitas maksimumnya untuk memompa darah pada waktu tertentu. Pengukuran
cadangan jantung dapat menjadi indikator kesehatan untuk beberapa kondisi medis.
Syok adalah sindrom klinis akibat kegagalan sistim sirkulasi dengan akibat ketidak cukupan
pasokan oksigen dan substrat metabolic lain ke jaringan serta kegagalan pembuangan sisa
metabolisme.
Berdasarkan komponen sistim sirkulasi, terdapat 3 jenis syok yaitu syok hipovolemik,
kardiogenik dan distributif.
Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik merupakan syok yang paling sering dijumpai pada anak, terjadi akibat
kehilangan cairan tubuh yang berlebihan. Penyebab tersering syok hipovolemik pada anak
adalah muntah, diare, glikosuria, kebocoran plasma (misalnya pada demam berdarah dengue),
sepsis, trauma, luka bakar, perdarahan saluran cerna, perdarahan intrakranial.
Akibat kehilangan cairan, terjadi penurunan preload. Sesuai dengan hukum Starling, penurunan
preload ini akan berakibat pada penurunan isi sekuncup, selanjutnya penurunan curah jantung.
Baro receptor akan merangsang syaraf simpatik untuk meningkatkan denyut jantung dan
vasokonstriksi untuk mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Syok hipovolemik
yang lama dapat mengakibatkan gangguan fungsi organ-organ. Dalam keadaan normal, Ginjal
menerima 25 persen curah jantung. Pada syok hipovolemik akan terjadi redistribusi aliran darah
dari korteks ke medula Bila keadaan ini berlangsung lama akan terjadi tubular nekrosis akut
serta gangguan glomerulus dengan akibat gagal ginjal akut. Depresi miokardium juga sering
terjadi, sementara hipotensi yang lama dapat pula menyebabkan gangguan hati.
Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan pompa jantung, yang dapat diakibatkan akibat
preload, afterload atau kontraktilitas miokardium. Curah jantung juga menurun pada disritmia.
Gangguan preload dapat terjadi akibat pneumotoraks, efusi perikardium, hemoperikardium atau
penumoperikardium. Gangguan afterload dapat terjadi akibat kelainan obstruktif congenital,
emboli, peningkatan resistensi vaskular sistemik (misalnya pada pheochromocytoma).
Gangguan kontraktilitas miokardium dapat diakibatkan infeksi virus, gangguan metabolik seperti
asidosis, hipoglikemia, hipokalsemia, penyakit kolagen dll. Disritmia, misalnya blok
arterioventrikular atau paroxysmal atrial takikardia dapat mengakibatkan syok kardiogenik.
Respon neurohumoral seperti terjadi pada syok hipovolemik juga terjadi pada syok kardiogenik.
Peningkatan resistensi vaskular sistemik akan meningkatkan afterload yang lebih lanjut akan
berakibat penurunan curah jantung.
Syok Distributif
Syok distributif terjadi akibat berbagai sebab seperti blok syaraf otonom pada anesthesia (syok
neurogenik), anafilaksis dan sepsis. Penurunan resistensi vaskular sistemik secara mendadak
akan berakibat penumpukan darah dalam pembuluh darah perifer dan penurunan tekanan vena
sentral. Pada syok septik, keadaan ini diperberat dengan adanya peningkatan permeabilitas
kapiler sehingga volume intravaskular berkurang.
Referensi : http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/PGD04_Syok-Q.pdf
Klasifikasi syok yang dibuat berdasarkan penyebabnya menurut Isselbacher, dkk, (1999, hal
219) :
Perdarahan dan kehilangan cairan yang banyak akibat sekunder dari muntah, diare, luka bakar,
atau dehidrasi menyebabkan pengisian ventrikel tidak adekuat, seperti penurunan preload
berat, direfleksikan pada penurunan volume, dan tekanan end diastolic ventrikel kanan dan kiri.
Perubahan ini yang menyebabkan syok dengan menimbulkan isi sekuncup (stroke volume) dan
curah jantung yang tidak adekuat.
2. Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik ini akibat depresi berat kerja jantung sistolik. Tekanan arteri sistolik < 80
mmHg, indeks jantung berkurang di bawah 1,8 L/menit/ m2, dan tekanan pengisian ventrikel kiri
meningkat. Pasien sering tampak tidak berdaya, pengeluaran urin kurang dari 20 ml/ jam,
ekstremitas dingin dan sianotik.
Penyebab paling sering adalah 40% lebih karena miokard infark ventrikel kiri, yang
menyebabkan penurunan kontraktilitas ventrikel kiri yang berat, dan kegagalan pompa ventrikel
kiri. Penyebab lainnya miokarditis akut dan depresi kontraktilitas miokard setelah henti jantung
dan pembedahan jantung yang lama.
Syok ini merupakan ketidakmampuan ventrikel untuk mengisi selama diastole, sehingga secara
nyata menurunkan volume sekuncup (Stroke Volume) dan berakhirnya curah jantung.
Penyebab lain bisa karena emboli paru masif.
4. Syok Distributif
Bentuk syok septic, syok neurogenik, syok anafilaktik yang menyebabkan penurunan tajam
pada resistensi vaskuler perifer. Patogenesis syok septic merupakan gangguan kedua system
vaskuler perifer dan jantung
Referensi : https://core.ac.uk/download/pdf/296949499.pdf
6. Jelaskan curah jantung, preload, afterload, aliran balik vena, remodeling jantung.
(Khansa)
Volume sekuncup, merupakan jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung
pada tiga faktor yaitu:
1. Preload, merupakan volume darah ventrikel kiri pada akhir fase diastolik. Preload
ditentukan oleh jumlah darah yang kembali dari sistem vena ke jantung dan distribusi volume
darah dalam sistem sirkulasi
3. Afterload merupakan tekanan dinding ventrikel kiri yang dibutuhkan untuk melawan
tahanan terhadap ejeksi darah dari ventrikel pada saat sistolik. Apabila afterload meningkat
maka ventrikel isi sekuncup dan curah jantung menurun
Referensi :
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/7a8daedc608dc0b0f61b5e8a297bbf03.pdf
Aliran balik vena adalah jumlah darah yang kembali ke jantung melalui vena cava superior
(Scanlon, 2007). Aliran balik vena dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu aktivitas saraf
simpatis, aktivitas otot rangka, efek katup vena, aktivitas pernafasan dan efek penghisapan oleh
jantung (cardiac suction effect).
Referensi : http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/42510/Chapter%20II.pdf?
sequence=4&isAllowed=y
Sumber: https://sinta.unud.ac.id/uploads/wisuda/1102305009-3-2.pdf
g. Menjelaskan fungsi sistem cairan tubuh ginjal untuk tekanan arteri (Fira)
Enzim renin merupakan enzim yang dihasilkan oleh sel-sel khusus di ginjal. Fungsi
enzim renin adalah untuk meningkatkan tekanan darah. Saat renin merangsang pembentukan
angiotensin II, kelenjar adrenal di dekat ginjal akan ikut terstimulasi untuk menghasilkan hormon
aldosteron. Aldosteron ini nantinya akan membuat ginjal lebih banyak menyaring air, elektrolit,
serta garam di dalam darah. Hal ini kemudian membuat jumlah cairan dan elektrolit di dalam
tubuh bertambah, sehingga tekanan darah pun meningkat.
Sumber:https://www.alodokter.com/fungsi-enzim-renin-berkaitan-dengan-kondisi-ginjal-dan-
tekanan-darah
Ketika aliran darah ginjal berkurang, sel-sel juxtaglomerular di ginjal mengubah
prekursor prorenin (sudah ada di dalam darah) menjadi renin dan mengeluarkannya langsung ke
sirkulasi . Renin plasma kemudian melakukan konversi angiotensinogen, dirilis oleh hati, untuk
angiotensin I. Angiotensin I kemudian diubah menjadi angiotensin II oleh enzim pengubah
angiotensin (ACE) yang ditemukan di permukaan sel endotel vaskular, terutama di paru - paru.
Angiotensin II adalah peptida vasokonstriksi kuat yang menyebabkan pembuluh darah
menyempit, sehingga meningkatkan tekanan darah. Angiotensin II juga merangsang sekresi
hormon aldosteron dari korteks adrenal . Aldosteron menyebabkan tubulus ginjal meningkatkan
reabsorpsi natrium yang akibatnya menyebabkan reabsorpsi air ke dalam darah, sekaligus
menyebabkan ekskresi kalium (untuk menjaga keseimbangan elektrolit ). Ini meningkatkan
volume cairan ekstraseluler dalam tubuh, yang juga meningkatkan tekanan darah.
Jika RAS aktif secara tidak normal, tekanan darah akan terlalu tinggi. Ada beberapa jenis
obat yang meliputi penghambat ACE , ARB , dan penghambat renin yang mengganggu langkah-
langkah berbeda dalam sistem ini untuk meningkatkan tekanan darah. Obat-obatan ini adalah
salah satu cara utama untuk mengontrol tekanan darah tinggi , gagal jantung , gagal ginjal , dan
efek berbahaya dari diabetes .
Venous return (VR) adalah aliran darah kembali ke jantung. Dalam kondisi mapan, aliran balik
vena harus sama dengan curah jantung/cardiac output (CO) ketika dirata-ratakan dari waktu ke
waktu karena sistem kardiovaskular pada dasarnya adalah loop tertutup. Jika tidak, darah akan
menumpuk di sirkulasi sistemik atau paru. Meskipun curah jantung dan aliran balik vena saling
bergantung, masing-masing dapat diatur secara independen.
Referensi:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470455/
https://www.cvphysiology.com/Cardiac%20Function/CF016#:~:text=Venous%20return
%20(VR)%20is%20the,the%20systemic%20or%20pulmonary%20circulations.
i. Menjelaskan jumlah normal curah jantung pada saat istirahat dan beraktivitas
(Eka)
Cardiac output adalah hasil dari detak jantung dan stroke volume (SV) dan diukur dalam liter per
menit. Detak jantung paling sering didefinisikan sebagai berapa kali jantung berdetak dalam satu
menit. SV adalah volume darah yang dikeluarkan selama kontraksi ventrikel. Tidak semua darah
yang memenuhi jantung pada akhir diastolik (volume diastolik akhir atau EDV) dapat
dikeluarkan dari jantung selama sistol. Jadi volume yang tersisa di jantung pada akhir sistol
adalah volume sistolik akhir (ESV). Dengan demikian, stroke volume tidak sama dengan volume
diastolik-akhir tetapi dengan EDV-ESV.HR dan SV secara bersamaan dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Cardiac output pada manusia umumnya 5-6 L/menit saat istirahat hingga lebih dari 35
L/menit pada atlet selama latihan.
Referensi: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK470455/
Ketika fungsi ventrikel jantung melemah, hukum Frank-Starling bekerja. Menurut hukum
Frank-Starling, pengosongan ventrikel yang tidak adekuat berujung pada peningkatan
volume akhir diastole (EDV). Hal ini dinamakan peningkatan preload, sehingga isi
sekuncup jantung akan meningkat pada kontraksi berikutnya. Dengan kata lain,
kontraktilitas jantung berhubungan dengan perpanjangan sarkomer yang disebabkan
karena meningkatnya volume akhir diastolik jantung. Pada ventrikel yang sakit,
perpendekan otot setelah panjang serat diastolik serta afterload berkurang. Awalnya,
ventrikel masih mampu mempertahankan stroke volume dengan nilai normal pada
peningkatan volume EDV. Namun, setelah beberapa waktu, tekanan vena yang mengisi
jantung (filling pressure) meningkat secara tidak teratur, sehingga kompensasi ini tidak
bisa dilakukan (Kemp & Conte, 2012).
Jantung yang dalam keadaan normal memompa darah yang di kembalikan kepadanya atau
peningkatan Venous return akan menyebabkan peningkatan EDV sehingga terjadi
peningkatan Stroke Volume. Faktor yang mempengaruhi cardiac output yaitu stroke
volume. Stroke volume biasanya ditentukan tiga faktor utama, preload, afterload, dan
kontraktilitas.
Faktor:
- Preload adalah jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan
tekanan yang ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut otot jantung pada akhir
distolik
- Afterload : mengacu pada besarnya tekanan venterikel yang harus dihasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
m. Jelaskan Apa Yang Secara Patologis Tinggi Dan Rendah Curah Jantung
[zahra]
Perubahan fungsi jantung berhubungan pada penurunan curah jantung, yaitu hasil dari
penurunan stroke volume yang disebabkan karena disfungsi sistolik, disfungsi diastolik,
atau kombinasi dari keduanya. Secara singkat, disfungsi sistolik terjadi karena hilangnya
inotropy intrinsik (kontraktilitas), yang dapat disebabkan oleh perubahan dalam
mekanisme transduksi sinyal yang bertanggung jawab untuk mengatur inotropy tersebut.
disfungsi sistolik juga terjadi setelah infark miokard akut. disfungsi diastolik mengacu
pada sifat diastolik ventrikel yang mengalami "kekakuan" sehingga mengganggu
pengisian ventrikel (klabunde, 2015). Faktor yang mempengaruhi cardiac output yaitu
stroke volume. Stroke volume biasanya ditentukan tiga faktor utama, preload, afterload,
dan kontraktilitas.
Referensi :
- web:
https://sinta.unud.ac.id/uploads/dokumen_dir/7a8daedc608dc0b0f61b5e8a297bbf03.pdf
n.
n. .
n. Menjelaskan mekanisme molekuler remodeling dan kegagalan miokard dan
remodeling miokard kronis (Cindy)
Proses awal remodeling jantung dipengaruhi oleh stimulus hemodinamik dari kelebihan
beban transien, seperti apa yang terjadi dalam latihan fisik atau kelebihan beban persisten yang
timbul dari kejadian seperti infark miokard atau dari beberapa penyakit seperti hipertensi.
Komponen dari Remodeling Jantung
1. Miosit jantung
Jumlah miosit menurun dan menjadi panjang atau hipertrofi sebagai bagian dari proses kompensasi
awal untuk menjaga stroke volume setelah hilangnya jaringan kontraktil. Peningkatan tekanan
dinding jantung dapat memicu ketidakseimbangan energi dan iskemia, yang merupakan salah satu
faktor penentu utama kebutuhan oksigen miokard.
2. Proliferasi fibroblas
stimulasi fibroblas meningkatkan sintesis kolagen dan menyebabkan fibrosis pada daerah infark
dan non infark dari ventrikel, yang berkontribusi terhadap remodeling.
3. Degradasi kolagen
Miokardium terdiri dari miosit dan didukung oleh jaringan penghubung yang terdiri dari
kolagen fibrilar, yang disintesis dan terdegradasi oleh fibroblas interstisial.
4. Apoptosis
merupakan regulasi penting terhadap kelebihan beban tekanan di mana apoptosis awal terjadi terkait
dengan hipertrofi jantung.
9. Patogenesis dan perubahan histopatologi hipertrofi jantung, kardiomiopati
dilatasi, kardiomiopati hipertrofik, kardiomiopati restriktif, dan miokarditis pada
gagal jantung
Hipertrofi ventrikel kiri, patologis dapat diinduksi oleh berbagai penyakit yaitu hipertensi
sistemik, infark miokard, penyakit jantung koroner, mutasi genetik pada gen yang
mengkode protein sarkomer, diabetes, kardiomiopati metabolik, miokarditis viral dan
bakterial, insuffisiensi katup serta penyakit jantung kongenital. HVK mendasari sekelompok
perubahan struktural yang disebabkan oleh peningkatan dimensi miosit jantung, proliferasi
jaringan penunjang intersisial dan mempersempit sirkulasi koroner. Pada waktu miosit
jantung menerima sebuah rangsangan hipertrofi, hal ini akan diterjemahkan di dalam sel
sebagai perubahan biokimia yang menyebabkan aktivasi messenger kedua (cystolic) dan
ketiga (nukleus) yang akan beraksi dalam sel, mengatur transkripsi dan akhirnya
menentukan ekspresi genetik yang menginduksi hipertrofi ventrikel kiri
Kardiomiopati dilatasi, memiliki banyak etiologi seperti: virus, alkohol, peripartum,
genetik, dan idiopatik. Kardiomiopati dilatasi yang disebabkan oleh infeksi virus umumnya
akan sembuh sendiri. Dihipotesiskan bahwa kerusakan miokardium dan fibrosis terjadi
karena adanya kompeks imun yang merusak yang timbul karena dipicu oleh komponen dari
tubuh virus. Walapun demikian terdapat hal yang kontradiktif yaitu pemakaian obat
penekan imun tidak memberikan perbaikan pada pasien kardiomiopati oleh sebab virus
Kardiomiopati hipertrofi, diawali mutasi gen kebanyakan pada gen myosin heavy chain
(MYH7) dan myosin binding protein (MYBPC3). Hal ini menyebabkan defek pada sarkomer,
baik dari kandungan protein sarkomer, sensitivitas kalsium, maupun aktivitas ATPase.
Defek pada sarkomer akan mengubah signalling pathway sehingga mengakibatkan
hipertrofi miokard dan fibrosis interstisial. Hipertrofi miokard ini dapat terjadi secara simetri
(40% kasus, umumnya pada pasien tua) maupun asimetri (umumnya pada pasien muda).
Pada akhirnya, perubahan morfologi dan histologi ini dapat menyebabkan manifestasi klinis
aritmia hingga gagal jantung
Kardiomiopati restriktif, didasari kekakuan ventrikel akibat patologi miokard atau
endomiokard, di mana ventrikel tidak mampu ekspansi dan relaksasi secara optimal.
Kekakuan ventrikel ini dapat diakibatkan kelainan genetik secara langsung (mutasi gen
troponin I TNNI3), ataupun akibat penyakit sistemik lainnya, misalnya penyakit infiltratif
amyloidosis. Pada amyloidosis, adanya deposit protein amyloid pada ruang ekstrasel
menyebabkan otot miokard menjadi kaku. Hal ini dapat meningkatkan tekanan
intraventrikel dan gangguan hemodinamik, sehingga volume pengisian ventrikel (volume
diastolik) dapat berkurang dan fungsi sistolik akan terganggu.
Miokarditis, melibatkan sistem imun inang dan juga patogen eksternal yang keduanya
akan memicu peradangan pada miokard. Miokarditis dapat disebabkan oleh infeksi (virus,
bakteri, protozoa), ataupun agen noninfeksi (toksin, autoimun). Namun, penyebab yang
tersering adalah infeksi virus dan postviral immune-mediated response.
Sesak nafas pada penderita gagal jantung disebabkan oleh kongesti paru
atau penumpukan cairan pada rongga interstisial dan alveoli paru (kantung
tempat pertukaran oksigen dan karbon dioksida). Cairan tersebut akan
menghambat pengembangan paru-paru sehingga mangalami kesulitan bernafas.
Pasien gagal jantung juga dapat menderita dyspnea tanpa ada kongesti paru,
karena berkurangnya aliran darah ke otot – otot pernapasan yang bekerja berat
dan adanya akumulasi asam laktat juga dapat menyebabkan keluhan ini. Di
awal, gagal jantung dapat hanya menyebabkan dyspnea saat aktivitas, namun
bila sudah parah maka gejala tersebut akan muncul pada saat istirahat.
Saat aliran darah keluar dari jantung melambat, darah dapat kembali ke
jantung melalui pembuluh darah balik, sehingga menyebabkan cairan menumpuk
di jaringan. Selain itu, gagal jantung bisa membuat ginjal kurang mampu
membuang natrium dan air, sehingga menyebabkan retensi cairan di jaringan.
3. Kelelahan
Orang dengan gagal jantung sangat mungkin akan mengalami rasa lelah
sepanjang waktu dan kesulitan dengan aktivitas sehari-hari, seperti berbelanja,
menaiki tangga, membawa belanjaan atau berjalan kaki. Pasalnya, jantung tidak
dapat memompa cukup darah untuk memenuhi kebutuhan jaringan tubuh. Tubuh
kemudian mengalihkan darah dari organ-organ, terutama otot-otot di tungkai,
dan mengirimkannya ke jantung dan otak.
· Temuan Fisik :
Sesak napas, toleransi aktivits berkurang, cepat lelah, bengkak di pergelangan kaki,
peningkatan tekanan vena jugular (JVP), suara jantung S3 (gallop), bising jantung
Batuk di malam hari/dini hari, mengi, bb turun (gagal jantung stadium lanjut), nafsu
makan menurun, depresi, berdebar, edema perifer, krepitasi pulmoner, takikardia, nadi
tidak regular, nafas cepat.
· Temuan Lab :
Pada cardiac, nilai ukuran jantung. Ukuran jantung yang normal harus di bawah 50% pada foto
yang diambil dengan posisi PA dan di bawah 60% pada foto yang diambil dengan posisi AP. Selain
menilai ukuran, dapat juga menilai bentuk, kalsifikasi dan apakah adanya katup prostetik.
Dari gambaran rontgen thorax pun dapat memperkirakan bagian dari jantung dengan melihat
silhouette jantung. Batas kanan biasa dibentuk oleh atrium kanan di mana superior vena cava
masuk dari superior dan inferior vena cava dapat terlihat di batas bawah kanan jantung.
Sebaliknya, batas kiri terbentuk dari ventrikel kiri dan left atrial appendage.
Rontgen pada gagal jantung
Sementara itu, gagal jantung dapat terlihat dari pembesaran jantung, bayangan dapat
menunjukkan dilatasi/hipertrofi bilik atau perubahan pembuluh darah yang kemudian
mencerminkan peningkatan tekanan pulmonalis
15. . Analisis dan kategorikan prognosis gagal jantung (bim)
Prognosis gagal jantung masih tergolong buruk dan sangat terkait dengan laju kematian yang
lebih tinggi dibandingkan laju kematian sebagian kanker yang umum ditemukan). Data studi
klasik Framingham menunjukkan bahwa median kesintasan pada pria dan wanita dengan gagal
jantung masing-masing adalah 1,7 tahun dan 3,2 tahun. Sementara itu, tak lebih dari 25% pria
dan 38% wanita yang mampu bertahan hidup dalam kurun 5 waktu pasca diagnosis gagal
jantung
Beragam faktor telah diketahui dapat meningkatkan mortalitas dan berkaitan dengan prognosis
buruk pada pasien dengan gagal jantung. Ini mencakup variabel demografik (usia, etnis, jenis
kelamin), etiologi gagal jantung (penyakit jantung koroner, kardiomiopati dilatasi, penyakit
jantung katup, alkohol), komorbiditas (diabetes melitus, hipertensi sistemik,, insufisiensi renal),
kadar biomarker gagal jantung (ANP, BNP, NTproBNP, troponin, hematokrit), serta parameter
hemodinamik (fraksi ejeksi ventrikel, tekanan baji kapiler paru, dan tekanan arteri pulmonal)
Namun, belum ada satu variabel prognostik yang paling menentukan luaran buruk pada pasien
dengan gagal jantung.
Model Prognosis
Untuk mengatasi kesulitan ini, sejumlah model prognosis menggunakan skor yang
dikembangkan dari data populasi gagal jantung telah mulai dipelajari. Salah satu model
prognosis semacam ini adalah The Seattle Heart Failure Model (SHFM) yang didapat dari
analisis retrospektif prediktor kesintasan pada pasien gagal jantung dari uji klinis. Model ini
memberikan estimasi kesintasan pada tahun pertama, kedua, dan ketiga pasca diagnosis
dengan menggunakan data klinis, farmakologis, alat, dan laboratorium. Namun, model
prognosis ini tak luput dari kritik yang banyak menitikberatkan pada estimasi kesintasan yang
melenceng jauh ketika model prognosis diterapkan pada subpopulasi spesifik pasien gagal
jantung
16. Menganalisis penatalaksanaan gagal jantung akut, onset baru, dan kronis
(Khansa)
TATALAKSANA NON-FARMAKOLOGI
Ketaatan pasien berobat menurunkan morbiditas, mortalitas dan kualitas hidup pasien.
Berdasarkan literatur, hanya 20 - 60% pasien yang taat pada terapi farmakologi maupun non-
farmakologi
Pasien harus memantau berat badan rutin setap hari, jika terdapat kenaikan berat badan > 2 kg
dalam 3 hari, pasien harus menaikan dosis diuretik atas pertmbangan dokter (kelas
rekomendasi I, tingkatan bukti C)
Asupan cairan
Restriksi cairan 1,5 - 2 Liter/hari dipertimbangkan terutama pada pasien dengan gejala berat
yang disertai hiponatremia. Restriksi cairan rutin pada semua pasien dengan gejala ringan
sampai sedang tidak memberikan keuntungan klinis (kelas rekomendasi IIb, tingkatan bukti C)
Pengurangan berat badan pasien obesitas (IMT > 30 kg/m2) dengan gagal jantung
dipertimbangkan untuk mencegah perburukan gagal jantung, mengurangi gejala dan
meningkatkan kualitas hidup (kelas rekomendasi IIa, tingkatan bukti C)
fisik direkomendasikan kepada semua pasien gagal jantung kronik stabil. Program latihan fisik
memberikan efek yang sama baik dikerjakan di rumah sakit atau di rumah (kelas rekomendasi I,
tingkatan bukti A)
Kecuali kontraindikasi, ACEI harus diberikan pada semua pasien gagal jantung simtomatik dan
fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %.ACEI memperbaiki fungsi ventrikel dan kualitas hidup,
mengurangi perawatan rumah sakit karenaperburukan gagal jantung, dan meningkatkan angka
kelangsungan hidup (kelas rekomendasi I, tingkatan bukti A). ACEI kadang-kadang
menyebabkan perburukanfungsi ginjal, hiperkalemia, hipotensi simtomatik, batuk dan
angioedema (jarang), oleh sebab itu ACEIhanya diberikan pada pasien dengan fungsi ginjal
adekuat dan kadar kalium normal.
PENYEKAT β
Kecuali kontraindikasi, penyekat β harus diberikan pada semua pasien gagal jantung
simtomatik dan fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 %. Penyekat β memperbaiki fungsi ventrikel dan
kualitas hidup, mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung, dan
meningkatkan kelangsungan hidup
ANTAGONIS ALDOSTERON
Kecuali kontraindikasi, penambahan obat antagonis aldosteron dosis kecil harus
dipertimbangkan pada semua pasien dengan fraksi ejeksi ≤ 35 % dan gagal jantung simtomatik
berat (kelas fungsional III - IV NYHA) tanpa hiperkalemia dan gangguan fungsi ginjal berat.
Antagonis aldosteron mengurangi perawatan rumah sakit karena perburukan gagal jantung dan
meningkatkan kelangsungan hidup
IVABRADINE
Ivabradine menurunkan frekuensi denyut jantung melalui penghambatan kanal If (If channel)
pada nodus sinus. Efek ini tidak disertai penurunan kontraktilitas miokardium ataupun
penghambatan konduksi intrakardiak
Ivabradine bekerja memperlambat laju jantung melalui penghambatan kanal If di nodus sinus,
dan hanya digunakan untuk pasien dengan irama sinus. Ivabradine menurunkan mortalitas dan
perawatan rumah sakit akibat gagal jantung pada pasien gagal jantung dengan fraksi ejeksi
yang menurun (LVEF < 35%, irama sinus, dan denyut nadi > 70 kali/menit)
Panduan pemberian terapi gagal jantung terbaru yang meliputi Sacubitril/ valsartan dan
Ivabradine
Digoxin
Pemberiannya dapat menurunkan risiko hospitalisasi pada pasien dengan EF < 45% yang
intoleran terhadap penyekat B (ivabradine adalah pilihan lain bagi pasien dengan laju nadi >
70x / menit). Pasien juga harus mendapat ACE-I / ARB / ARNI dan MRA. Pemberiannya dapat
menurunkan risiko hospitalisasi pada pasien dengan EF < 45% dan gejala yang persisten
(NYHA II-IV) walaupun sudah mendapat terapi yang optimal ACE-I / ARB / ARNI, penyekat B,
dan MRA
• Pemberiannya dapat dipertimbangkan sebagai pengganti ACE-I ARB / ARNI dan MRA, bila
intoleran, untuk menurunkan hospitalisasi dan kematian dini pada pasien dengan EF < 45%
dengan dilatasi ventrikel kiri (atau EF < 35%). Pasien juga harus mendapat penyekat B, dan
MRA
DIURETIK
Diuretik direkomendasikan pada pasien gagal jantung dengan tanda klinis atau gejala kongesti
(kelas rekomendasi I, tingkatan bukti B). Tujuan dari pemberian diuretik adalah untuk mencapai
status euvolemia (kering dan hangat) dengan dosis yang serendah mungkin, yaitu harus diatur
sesuai kebutuhan pasien untuk menghindari dehidrasi atau retensi.
Referensi : http://www.inaheart.org/upload/image/PERKI__BOOKLET__PAGES.pdf
1) Penghambat ACE
2) Diuretik
Diuretik merupakan obat utama untuk mengatasi gagal jantung akut yang selalu disertai dengan
kelebihan cairan yang bermanifestasi sebagai kongesti paru atau edema perifer. Penggunaan
diuretik dapat menghilangkan sesak napas dan meningkatkan kemampuan melakukan aktivitas
fisik. Diuretik mengurangi retensi air dan garam sehingga mengurangi volume cairan ekstrasel,
alir balik vena, dan tekanan pengisian vertikel. Dengan demikian, edema perifer dan kongesti
paru akan berkurang/hilang
Diuretik tiazid merupakan diuretik lemah dan tidak pernah diberikan sendiri pada pengobatan
gagal jantung, tetapi jika dikombinasi dengan diuretik kuat menunjukkan efek sinergistik. Jika
laju filtrasi glomerulus < 30 mL/Menit, diuretic tiazid tidak boleh digunakan karena tidak efektif,
kecuali diberi Bersama diuretic kuat.
Diuretik hemat kalium adalah diuretik lemah, karena itu tidak efektif untuk mengurangi volume.
Obat ini digunakan untuk mengurangi pengeluaran K atau Mg oleh ginjal atau memperkuat
respon diuretis terhadap obat lain. Pada pengobatan gagal jantung, obat ini hanya digunakan
jika hipokalemia menetap setelah awal terapi dengan penghambat ACE dan diuretik. Pemberian
diuretik hemat kalium dimulai dengan dosis rendah selama 1 minggu, lalu ukur kadar K dan
kreatinin serum setelah 5-7 hari.
3) Beta bloker
Penggunaan β-bloker untuk terapi gagal jantung bekerja mengeblok atau menghentikan
rangsangan pada reseptor β pada tubuh. β-bloker juga digunakan untuk penyakit angina,
tekanan darah tinggi, dan antiaritmia. β-bloker efektif sebagai antiangina karena mengurangi
frekuensi denyut jantung dan kontraktilitas akibatnya kebutuhan oksigen akan berkurang.
Penggunaan β-bloker untuk terapi gagal jantung kronik membuktikan bahwa β-bloker
memperbaiki gejala-gejala, mengurangi hospitalisasi, dan mortalitas pada pasien gagal jantung
ringan dan sedang.
Pemberian β-bloker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi kejadian iskemia miokard,
mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek antiaritmia lainnya, sehingga
mengurangi resiko terjadinya aritmia jantung, dan dengan demikian mengurangi resiko
terjadinya kematian mendadak (kematian kardiovaskular).
4) Antagonis Aldosteron
Aldosteron menyebabkan retensi Na dan air serta ekskresi K dan Mg. Retensi Na dan air
menyebabkan edema dan meningkatan preload jantung. Aldosteron memacu remodeling dan
disfungsi ventrikel melalui peningkatan preload dan efek langsung yang menyebabkan fibrosis
miokard dan proliferensi fibroblas. Karena itu antagonisasi efek aldosteron akan mengurangi
progresi remodelling jantung sehingga dapat mengurangi mortalitas dan morbiditas akibat gagal
jantung.
Spironolakton merupakan inhibitor spesifik aldosteron yang sering meningkat pada gagal
jantung kongestif dan mempunyai efek penting pada retensi potassium. Triamteren dan amirolid
beraksi pada tubulus distal dalam mengurangi sekresi potassium. Potensi diuretik obat-obat
tersebut ringan dan tidak cukup untuk sebagian besar pasien gagal jantung, namun dapat
meminimalkan hipokalemia akibat agen tertentu. Efek samping akibat pemakaian. spironolakton
adalah gangguan saluran cerna, impotensi, ginekomastia, menstruasi tidak teratur, letargi, sakit
kepala, ruam kulit, hiperkalemia, hepatotoksisitas, dan osteomalasia. Spironolakton dapat
berinteraksi dengan aspirin, suplemen kalium, kolestiramin, digoksin dan propoksifen.
Spironolakton kontraindikasi pada pasien insufisiensi ginjal akut, anuria, hiperkalemia,
hipermagnesia dan gagal ginjal berat.
6) Digoksin
Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrial, digoksin dapat digunakan untuk
memperlambat laju ventrikel yang cepat, walaupun obat lain (seperti penyekat beta) lebih
diutamakan. Pada pasien gagal jantung simtomatik, fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤ 40 % dengan
irama sinus, digoksin dapat mengurangi gejala, menurunkan angka perawatan rumah sakit
karena perburukan gagal jantung,tetapi tidak mempunyai efek terhadap angka kelangsungan
hidup.
Pada pasien dengan gagal jantung dan takiaritmia supraventrikuler seperti fibrilasi atrial,
pemberian digoksin dapat dipertimbangkan pada tahap awal terapi untuk membantu mengontrol
laju respon ventrikel. Pada pasien dengan ritme sinus yang normal, pemberian digoksin tidak
meningkatkan survival, namun efek inotropic positif, kemampuan mereduksi gejala, serta
memperbaiki kualitas hidup yang dimilikinya dapat digunakan untuk pasien dengan tingkat
keparahan gagal jantung antara rendah hingga parah. Maka dari itu pemberian digoksin harus
dibarengi dengan pemberian obat standar dalam terapi gagal jantung (ACE inhibitor, β-bloker,
dan diuretik) pada pasien gagal jantung dengan gejala. Namun, beberapa pertimbangan
menyarankan bahwa pemberian digoksin dilakukan setelah terapi β-bloker, karena terdapat
efek bradikardia dari digoksin yang dapat mempengaruhi penggunaan β-bloker.
Referensi : http://repo.unand.ac.id/29292/2/Dian%20Ayu%20Juwita%20Fak%20Farmasi
%20RD%202019_Laporan%20Akhir.pdf
18. Jelaskan obat yang digunakan dalam pengobatan gagal jantung : konsep
mekanisme kerja obat tertentu (digoxin, captopril, furosemid, isosorbid dinitrat).
(susan)
Farmakologi digoxin sebagai antiaritmia yang bekerja melalui tiga proses:peningkatan kadar
kalsium intraselular, reduksi reuptake katekolamin di ujung terminal saraf, serta mempengaruhi
aktivitas listrik jantung.
Farmakodinamik
Digoxin adalah glikosida jantung yang digunakan untuk tata laksana gagal jantung, aritmia
supraventrikuler dan mengontrol laju ventrikel pada fibrilasi atrial kronis
Aspek penting dari farmakologi captopril adalah mekanisme kerja antagonis efek dari sistem
renin-angiotensin-aldosteron (SRAA). Farmakodinamik dan farmakokinetik captopril akan
dijelaskan secara lengkap di bawah.
Farmakodinamik
Aspek farmakologi furosemide utamanya adalah sebagai diuretik kuat dengan menghambat
cotranspoter Na+/K+/Cl2- pada membran luminal tubulus dalam mereabsorpsi elektrolit natrium,
kalium, dan klorida. Farmakodinamik dan farmakokinetik selengkapnya akan dijelaskan di bawah.
Farmakodinamik
Farmakodinamik furosemide terjadi pada segmen tebal pars asendens lengkung henle.
Secara farmakologi, mekanisme aksi Isosorbide dinitrate (ISDN) yang paling utama adalah
relaksasi otot polos vaskular dan sebagai akibatnya dilatasi arteri serta vena perifer.
Farmakokinetiknya sangat dipengaruhi oleh rute pemberian.
Farmakodinamik
ISDN dikonversi menjadi nitrit oksida (NO), suatu komponen intermediate radikal bebas yang
dapat mengaktifkan enzim guanilat siklase terhadap reseptor atrial natriuretik peptide A. Obat
ini akan menstimulasi sintesis siklik guanosin 3,5-monofosfat (cGMP), yang kemudian akan
mengaktivasi fosforilasi protein kinase-dependent serial pada sel-sel otot polos. Hasil akhir dari
proses biokimia tersebut adalah defosforilasi miosin light-chain serat otot polos. Selanjutnya,
pengeluaran ion-ion kalsium akan merelaksasikan sel-sel otot polos, sehingga terjadi dilatasi
yang bersifat dose-dependent pada jaringan arteri dan vena. Dengan demikian, terjadi
peningkatan sirkulasi aliran darah pada daerah yang iskemik.
19. Efek samping digoxin (aritmia), kaptopril (batuk), furosemid (alkalosis metabolik
hipokalemia, ototoksisitas, hiperurisemia, hipomagnesia), isosorbid dinitrat
(hipotensi ortostatik).(susan)
Efek samping dan bahaya aritmia : Aritmia, berupa gangguan konduksi, bigemini, trigemini, PR
prolongation, atau sinus bradikardia
· Sakit perut
· Batuk kering
· Ruam kulit
· Sakit dada
· Hipotensi
· Rambut rontok
· Sulit tidur
· Mulut kering
lain:
· Pusing
Vertigo
· Diare
· Penglihatan buram
· Sembelit
samping berikut:
· Pusing
· Sakit kepala
· Kelelahan
-Dobutamin
1.Indikasi :Syok Kardiogenik, kondisi hipotensi berat atau kecenderungan syok setelah
mendapat terapi cairan.
2.Mekanisme :Bekerja sebagai agonis reseptor Beta 2 adrenergik. Meningkatkan
kontraktilitas miokard dan meningkatkan frekuensi denyut jantung. Efek klinis yang
diharapkan setelah pemberian dopamin adalah peningkatkan cardiac output dan
tekanan darah. Efek renal tidak ada. Efek takikardi lebih ringan dari dopamin. Dobutamin
sering digunakan bersama dopamin, dengan mempertahankan dosis dopamin tetap
rendah dan meningkatkan dosis dobutamin secara bertahap untuk menstabilkan
hemodinamik pada syok kardiogenik. 3.Efek Samping:
takikardia, palpitasi, hipertensi, aritmia ventrikel ektopik, mual, sakit kepala, angina
pektoris dan napas pendek.
4.Interaksi Obat: Beta-Blockers dan nitroprusside.
-Norepinefrin.
1.Indikasi :Hipotensi dan syok, sebagai obat tambahan pada henti jantung.
2.Mekanisme :Norepinefrin disintesis dari dopamin dan dilepaskan oleh medulla adrenal
ke sirkulasi. Agonis reseptor alfa 1. Aktivasi reseptor alfa adrenergik menyebabkan
vasokonstriksi dan meningkatkan tekanan darah. Frekuensi denyut jantung akan turun
sebagai refleks kompensasi peningkatan tekanan darah.
3.Efek Samping: Bradikardia, iskemia serebral dan kardia, aritmia, ansietas, sakit
kepala, nekrosis bila terjadi ekstravasasi infus.
4.Interaksi Obat: Potensiasi efek dengan penghambat MAO, Trisiklik Antidepresan
-Epinephrine atau adrenalin merupakan obat yang digunakan untuk mengobati reaksi
alergi yang dapat membahayakan nyawa, yaitu syok anafilaktik.Interaksi Obat Dapat
terjadi gangguan irama jantung jika epinephrine digunakan bersama dengan cisapride,
indapamide, atau quinidine; serta meningkatkan tekanan darah bila digunakan bersama
linezolide.Kenali Efek Samping dan Bahaya Epinephrine Beberapa
efek samping epinephrine yang mungkin terjadi adalah:Berkeringat,Mual dan
muntah,Gelisah,Pusing,Gangguan irama jantung.
22. .Patofisiologi dan Patogenesis dari Pulmonary Edema, DD Pulmonary Edema,
Management Pulmonary Edema (Ardian)
Patofisiologi Edema paru akan mempengaruhi kemampuan mekanik dan pertukaran gas
di paru dengan berbagai mekanisme. Produksi lapisan surfaktan terganggu karena alveoli
terendam cairan, serta adanya protein dan sel debris. Keadaan ini akan menyebabkan
peningkatan tegangan permukaan pada alveoli, sehingga memudahkan terjadi kolaps
(atelektasis). Adanya penumpukan cairan berlebihan di ruang intestisial juga mengurangi
kelenturan paru dan mempermudah kolaps alveoli dan saluran respiratorik kecil. Resistensi
jalan napas juga meningkat akibat kompresi saluran respiratorik kecil oleh cairan dan
penumpukan cairan di interstisial peribronkial. Efek ini bersama-sama akan mengurangi
komplians paru dan meningkatkan resistensi jalan napas yang secara langsung meningkatkan
kerja pernapasan, akhirnya terjadi kelelahan otot respiratorik, dan terjadi gagal napas. Pada
edema paru, terjadi gangguan pertukaran gas. Pada edema interstisial, pertukaran gas hanya
sedikit terganggu karena membran kapiler mencegah penumpukan cairan, tetapi pada edema
alveoli pertukaran gas sangat terganggu secara bermakna. Terjadi ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi (V/Q) karena terdapat unit paru yang tidak mengembang akibat terendam
cairan, atau karena obstruksi saluran respiratorik, sehingga aliran darah ke unit paru yang tidak
mengembang akan berkurang karena vasokonstriksi akibat hipoksia.
Patogenesis Edema paru terjadi bila volume plasma berlebihan memasuki ruang
interstisial dan alveoli. Edema paru merupakan suatu keadaan klinis akut yang ditandai dengan
gejala distres pernafasan dan takipnea yang sebanding dengan penurunan PaO2 dan P(A-
a)O2. Gangguan fisiologis yang menyebabkan terjadinya hipoksemia adalah adanya
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi (ventilation-perfusion missmatch).
http://spesialis1.ika.fk.unair.ac.id/wp-content/uploads/2017/03/RS20_Edema-paru-BS-
DW-Q.pdf
DD
1. Acute respiratory distress syndrome Kondisi ketika cairan
menumpuk di kantong udara paru-paru dan mengurangi organ-organ oksigen.
Sindrom gawat napas akut ARDS dapat terjadi pada penderita penyakit kritis atau
memiliki cedera parah. ARDS sering bersifat fatal, dan risiko ini meningkat seiring
usia dan sesuai dengan tingkat keparahan penyakit. Penderita ARDS mengalami
sesak napas berat dan sering tidak dapat bernapas tanpa bantuan
ventilator.Penanganan berupa menggunakan oksigen, manajemen cairan, dan obat-
obatan.
2. Asma Kondisi ketika saluran udara meradang, sempit dan membengkak,
dan menghasilkan lendir berlebih sehingga menyulitkan bernapas.Asma bisa ringan
atau bisa juga mengganggu aktivitas sehari-hari. Dalam beberapa kasus, kondisi ini
dapat menyebabkan serangan yang mengancam jiwa. Asma dapat menyebabkan
kesulitan bernapas, nyeri dada, batuk, dan napas berbunyi. Gejala terkadang
menjadi parah. Asma biasanya dapat ditangani dengan inhaler penyelamatan untuk
mengobati gejala dan pengendali inhaler yang mencegah gejala. Kasus yang parah
mungkin membutuhkan inhaler yang berefek lebih lama yang menjaga saluran udara
terbuka, serta steroid oral.
3. Pneumenia Infeksi yang menimbulkan peradangan pada kantung udara di salah
satu atau kedua paru-paru, yang dapat berisi cairan. Pada pneumonia, kantung
udara bisa berisi cairan atau nanah. Infeksi dapat mengancam nyawa siapa pun,
terutama pada bayi, anak-anak, dan lansia di atas 65 tahun. Gejala berupa batuk
berdahak atau bernanah, demam, menggigil, dan kesulitan bernapas. Antibiotik
dapat mengobati berbagai jenis pneumonia. Beberapa jenis pneumonia dapat
dicegah dengan vaksin.
4. Syok Kardiogenik syok yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Syok kardiogenik merupakan kondisi
yang berbahaya dan perlu mendapatkan penanganan secepatnya. Beberapa
gejala yang terjadi saat seseorang mengalami syok kardiogenik adalah
penurunan tekanan darah, denyut yang cepat namun lemah, sesak napas, ujung
kaki dan tangan yang dingin, hingga penurunan kesadaran. Salah satu penyebab
tersering dari syok kardiogenik adalah serangan jantung.
b. Management
Airway
Pasien EPA harus diperhatikan patensi jalan nafas, apakah ada ditemukan benda asing, atau
kemungkinan aspirasi. Pasien diposisikan dalam posisi duduk sehingga dapat meningkatkan
volume dan kapasitas vital paru, mengurangi kerja otot pernafasan, menurunkan aliran darah
vena balk ke jantung dan mencegah aspirasi
Breathing
Lakukan pemasangan sungkup muka non-rebreathing dengan aliran 15 L/menit oksigen (target
Saturasi O2>90%), berikan bersamaan dengan pemasangan akses IV, monitor EKG dan
monitor Saturasi O2 dengan pulse oximetry. Pertimbangkan penggunaan noninvasive positive
pressure ventilation (NPPV) atau bahkan intubasi dan ventilasi mekanik jika sesak nafas
semakin berat.
Penggunaan NPPV merupakan metode yang aman dan efektif dalam membantu pernafasan
pasien EPA. NPPV yang dapat diberikan yaitu Continous Positive Airway Pressure (CPAP) atau
bilevel Positive Airway Pressure (BiPAP). CPAP dapat dimulai dengan tekanan awal 10 cmH2O
yang dapat dititrasi bertahap hingga 20 cmH20 disesuaikan dengan kondisi pasien. FiO2 diatur
pada konsentrasi 100% dan dapat dititrasi ketika kondisi pasien sudah mulai stabil. BiPAP
dapat dimulai dengan inspiratory positive airway pressure (IPAP) 10cmH2O dan Expiratory
positive airway pressure (EPAP) 5cmH20 dititrasi sesuai dengan kondisi pasien. FiO2 diatur
pada konsentrasi dan dititrasi jika kondisi pasien sudah stabil. Pada pemberian CPAP atau
BiPAP harus diperhatikan tekanan yang akan diberikan karena ada kemungkinan timbulnya
pneumothoraks, pneumonia atau aspirasi yang dapat mengancam nyawa.
Circulation
Monitor sirkulasi secara berkelanjutan. Pada pasien dengan tensi yang tinggi, dapat dilakukan
pemberian nitrogliserin intravena dengan dosis 10-20mcg/menit dititrasi dengan memantau
tekanan darah. Pasien dengan hipotensi dapat diberikan Dobutamin 2-20mcg/kgBB/menit tanpa
syok, dan dopamine 2-20mcg/kgBB/menit jika hipotensi disertai syok.
https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/edema-paru-akut/penatalaksanaan
Syok kardiogenik merupakan akibat dari gangguan dari keseluruhan system sirkulasi
baik yang besifat temporer maupun permanen. Kegagalan ventrikel kiri atau ventrikel kanan
(akibat disfungsi miokardium) memompakan darah dalam jumlah yang adekuat merupakan
penyebab primer syok kardiogenik pada infark miokard akut. Akibatnya adalah hipotensi,
hipoperfusi jaringan, serta kongesti paru atau kongesti vena sistemik. Kegagalan ventrikel kiri
merupakan bentuk yang paling sering dari syok kardiogenik, namun bagian lain dari sistem
sirkulasi juga ikut bertanggung jawab terhadap gagalnya mekanisme kompensasi. Kebanyakan
abnormalitas ini sifatnya reversibel sehingga bagi pasien-pasien yang selamat, fungsi jantung
mungkin masih dapat dipertahankan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/63387/041%20.pdf?sequence=1
Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Kardiomiopati
Sumber: https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/gagal-jantung/epidemiologi
26. Rehabilitasi Medis: Untuk memahami intervensi promosi Pengobatan Fisik dan
Rehabilitasi dan pencegahan komplikasi imobilisasi / ketidakaktifan yang
disebabkan oleh gagal jantung (Eka)
Kapasitas latihan yang berkurang secara negatif mempengaruhi kemampuan pasien dengan gagal
jantung untuk melakukan aktivitas yang diperlukan untuk kehidupan sehari-hari, yang
selanjutnya menurunkan kemandirian dan kualitas hidup pasien. Cardiac Rehabilitation (CR)
secara efektif dapat meningkatkan kebugaran aerobik dan status kesehatan secara keseluruhan
pada pasien gagal jantung.
Resep latihan bertujuan untuk meningkatkan kebugaran fisik, meningkatkan kesehatan dengan
mengurangi faktor risiko penyakit kardiovaskular, dan memastikan keamanan selama
berolahraga. Komponen utama dari resep latihan individu yang sistematis terdiri dari jenis,
intensitas, durasi, frekuensi, dan perkembangan latihan yang sesuai.
Jenis latihan
· Aerobic endurance training yang terdiri dari latihan isotonik dan ritmik menggunakan otot
besar telah diusulkan untuk menjadi bagian dari strategi rehabilitasi yang efektif untuk pasien
gagal jantung.
· Aerobic interval training (AIT), yang mencakup sesi latihan intensitas tinggi dan rendah secara
bergantian, adalah modalitas yang lebih efektif untuk meningkatkan kapasitas fungsional
daripada pelatihan ketahanan tradisional pada pasien gagal jantung.
· Dalam perkembangan terbaru dalam rehabilitasi gagal jantung, latihan kekuatan telah
direkomendasikan untuk mengatasi kecacatan terkait cachexia.
Rekomendasi dari Center for Disease Control and Prevention and the American College of
Sports Medicine (ACSM), intensitas olahraga adalah faktor utama saat meresepkan rejimen
olahraga untuk melindungi individu dari penyakit kardiovaskular. Resep olahraga yang optimal
untuk individu didasarkan pada evaluasi objektif dari respons individu terhadap olahraga,
termasuk detak jantung, peringkat aktivitas yang dirasakan, VO , dan ekuivalen metabolik selama
2
Referensi: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4834951/#s6title
27. BHP: Mengevaluasi Masalah Kualitas Hidup Pada Pasien Gagal Jantung
[zahra]
Ethical Clinic :
✿ Indikasi Medis
Ny. H, wanita 58 tahun, Pasien 50 Thn, Emergency, Dengan Diagnose Penyakit jantung
hipertensi, regurgitasi mitral, gagal jantung kelas IV Asosiasi Jantung New York.
Diberikan tatalaksana berupa oksigen, IV line, Injeksi furosemide dan terapi oral
(kaptropil) lalu selama perawatan memburuk dengan diagnosis syok kardiogenik dan
diberikan suntikan dopamine dan dirujuk ke unit perawatan jantung intensif. Tidak ada
second opinion pada kasus ini
✿ Client Preference
Pasien Usia 58 Thn dalam kondisi sadar dan mampu untuk membuat keputusan untuk
dirinya sendiri
✿ Quality Of Life
Setelah dirawat 1 minggu di ICU, kondisi pasien membaik dan bias keluar 3 hari
setelahnya. Namun karena pasie menderita gagal jantung sehingga pasien harus rutin
check up dan rutin meminum obat untuk mencegak terjadi pemburukan/kecacatan
✿ Contextual Feature
Keluarga Setuju Dengan Keputusan Dokter tanpa dipengaruhi factor ekonomi, social
maupun budaya. Tidak Ada Konflik Of Interest Disini.
28. PHOP
5 level of prevention :
a. Health promotion : Penyuluhan masyarakat mengenai gagal jantung
b. Specific protection : Edukasi pada masyarakat beresiko ( orang tua
dan obesitas )
c. Early diagnose & prompt treatment : Bila ada gejala gagal jantung langsung ke dokter
d. Disability limitation : Dokter memberikan obat yang sesuai agar tidak
terjadi komplikasi lain
e. Rehabilitation : Kontrol ke dokter