Anda di halaman 1dari 7

Nama : Zyahrotun Hafisyah

Nim : 170110071

Jurusan : Tarbiyah PAI 7

Mata kuliah : Qiroatul Kutub

Dosen : KH. Muhammad Basiturrijal, M.Pd

Kitab : Safinatun Najah

Bab : Tayamum

1. Pengertian Tayamum

Tayamum secara bahasa berarti al-qashdu (berkehendak). Secara istilah tayamum berarti
sampainya debu untuk bersuci dengan mengusap wajah dan kedua tangan dengan niat tertentu
dan dengan tata cara tertentu.

2. Syarat-syarat tayammum ada 10, yaitu:

a. Hendaknya bertayammum dengan debu.

b. Hendaknya debunya suci.

c. Hendaknya debunya bukan musta’mal.

d. Hendaknya tidak mencampur debu dengan tepung atau yang lainnya.

e. Hendaknya menyengaja menggunakan debu.

f. Mengusap wajah dan kedua tangan dengan dua kali pukulan.

g. Hendaknya menghilangkan najis terlebih dahulu.

h. Hendaknya berusaha mencari arah kiblat sebelum bertayammum.

i. Hendaknya tayaammum dilakukan setelah masuk waktu.

j. Hendaknya bertayammum untuk setiap shalat fardhu.

Pembahasan:

Adapun syarat-syarat sah tayammum ada 10, yaitu:

1. Hendaknya bertayammum dengan debu.

Tayammum hanya sah dengan debu. Jika bukan dengan debu maka tidak sah tayammumnya,
seperti bertayammum dengan pasir.

Allah berfirman dalam Alquran:


‫ص ِع ْيدًا طَيِّبًا‬
َ ‫فَتَيَ َّم ُموْ ا‬

“......maka bertayamumlah kamu dengan debu yang baik (suci)….” (QS. AnNisa: 43)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ت لَنَا اأْل َرْ ضُ ُكلُّهَا َم ْس ِجدًا َو تُرْ بَتُهَا طَهُوْ رًا‬


ْ َ‫ُج ِعل‬

“Dijadikan untuk kami seluruh bumi sebagai masjid, dan tanahnya suci mensucikan.”

2. Hendaknya debunya adalah suci

Debu yang digunakan untuk bertayammum adalah debu yang suci. Sehingga tidak sah debu yang
najis (seperti debu yang terbuat dari kotoran hewan) atau debu yang mutanajjis (seperti debu yang
tercampur dengan sesuatu yang najis).

3. Hendaknya debunya tidak musta'mal

Debu yang digunakan untuk bertayammum bukan debu yang musta'mal. Debu musta'mal tetap
dihukumi debu yang suci tetapi tidak bisa digunakan untuk bertayammum.

Debu musta'mal terbagi menjadi 2, yaitu:

a. Debu musta'mal dalam mengangkat hadast, yaitu debu yang menempel pada anggota
tayammum dan yang berjatuhan darinya.

b. Debu musta'mal dalam menghilangkan najis, yaitu debu yang digunakan untuk mengsucikan
najis mugholadhoh pada basuhan terakhir (ke-7). Adapun debu yang digunakan untuk
mensucikan najis mugholadhoh tetapi bukan untuk basuhan yang terakhir maka debu tersebut
adalah najis.

Jika debu yang digunakan adalah debu-debu tersebut maka tayammum tidak sah.

4. Hendaknya debu tidak bercampur dengan tepung atau semisalnya

Debu yang digunakan untuk bertayammum adalah debu yang murni. Tidak sah menggunakan
debu yang bercampur dengan benda lain seperti tepung, semen dll. Baik campurannya sedikit
ataupun banyak. Hal ini dikarenakan, jika debu bercampur dengan benda lain, maka debu akan
terhalang untuk sampai kepada anggota tayammum.

Ukuran sedikit atau banyaknya benda yang mencampuri debu adalah ketika campuran tersebut
terlihat oleh mata maka campuran tersebut dihitung banyak. Jika tidak terlihat oleh mata maka
sedikit.

Permasalahan

Jika debu bercampur dengan air musta'mal (air yang telah digunakan untuk membasuh basuhan
wajib seperti membasuh muka pertama kali ketika wudhu) kemudian kering, maka debu tersebut
tetap bisa digunakan untuk bertayammum.
5. Hendaknya menyengaja pada debu

Bagi orang yang bertayammum, wajib untuk memindah debu dari tempatnya secara sengaja ke
wajah dan tangan, baik yang memindah debu adalah dirinya sendii, orang lain, anak kecil maupun
orang kafir tetapi harus dengan ijin dari orang yang bertayammum.

Jika debu berterbangan sehingga menempel pada muka dan tangannya, kemudian diusap-usapkan
dengan niat untuk bertayammum, maka tayammum tidak sah. Hal ini dikarenakan tidak adanya
kesengajaan dalam memindah debu ke anggota tayammum.

6. Hendaknya mengusap wajah dan kedua tangan dengan dua pukulan.

Pukulan yang dimaksud adalah pukulan dalam mengambil debu. Maka disyaratkan dengan dua
kali pukulan atau tepukan ke debu. Sehingga tidak sah jika hanya dengan satu tepukan saja,
seperti menempelkan kain ke debu satu kali kemudian sebagian kain digunakan untuk mengusap
wajah dan sebagian lain digunakan untuk mengusap tangan.

Adapun ketika debu berterbangan terbawa angin, kemudian telapak tangan dihadangkan ke debu
tersebut dan digunakan untuk mengusap muka, kemudian melakukan kedua kalinya dan
digunakan untuk mengusap kedua tangan, maka sah tayammumnya. Karena ada kesengajaan
untuk memindah debu dari udara ke tangan dan dilakukan dengan dua kali.

7. Hendaknya menghilangkan najis terlebih dahulu

Orang yang bertayammum disyaratkan untuk mengjilangkan najis yang menempel di badannya
terlebih dahulu. Meskipun najis tersebut bukan berada di anggota tayammum. Najis yang wajib
dihilangkan adalah najis yang tidak dimaafkan oleh syariat. Adapun najis yang dimaafkan maka
tidak wajib untuk dihilangkan. Najis-najis yang dimaafkan dan yang tidak dimaafkan akan
dibahas dalam BAB Najis.

Hal ini berbeda dengan wudhu (dalam wudhu tidak disyaratkan menghilangkan najis terlebih
dahulu) karena wudhu bertujuan mengangkat hadast. Dan hadast bisa terangkat atau hilang
meskipun tanpa menghilangkan najis. Sedang dalam tayammum wajib menghilangkan najis
terlebih dahulu karena tayammum bertujuan supaya diperbolehkan mengerjakan shalat bukan
untuk mengangkat hadast. Sedang syarat shalat diantaranya adalah bersih dari najis. Sehingga
supaya diperbolehkan untuk tayammum maka disyaratkan untuk menghilangkan najis terlebih
dahulu, supaya diperbolehkan mengerjakan shalat.

Jika bertayammum tanpa menghilangkan najis terlebih dahulu, padahal mampu untuk
menghilangkannya, maka tayammumnya tidak sah. Tetapi ketika tidak bisa menghilangkan najis
terlebih dahulu (seperti tidak ada air untuk menghilangkan najis), maka tayammum yang
dilakukan sah dan wajib mengqodho’ shalatnya.

8. Hendaknya berusaha mencari arah kiblat sebelum tayammum

Ketika hendak bertayammum, maka disyaratkan untuk berusaha mencari arah kiblat terlebih
dahulu. Tetapi jika telah mengetahui arah kiblat sebelumnya, seperti bertayammum di sebelah
masjid, maka tidak perlu untuk mencari arah kiblat lagi.
Namun sebagian ulama, seperti Imam Romli dan Assyarqowi berkata, tidak disyaratkan untuk
mencari kiblat sebelum tayammum. Sehingga sah tayammum meski sebelum mencari arah kiblat.

9. Hendaknya tayammum dilakukan setelah masuknya waktu shalat

Tayammum yang dilakukan harus benar-benar/ yakin setelah masuk waktu shalat yang ingin
dikerjakan. Karena tayammum adalah thaharah yang darurat. Dan tidak bisa dikatakan darurat
ketika belum masuk waktu, karena belum ada kewajiban mengerjakan shalat. Sehingga
disyaratkan masuk waktu shalat sebelum melakukan tayammum.

Masuknya waktu shalat berbeda-beda pada setiap shalat yang akan dikerjakan. Perinciannya
adalah sebagai berikut.

a. Ketika ingin mengerjakan shalat fardhu, maka tayammum harus dikerjakan setelah masuk
waktu fardhu.

b. Ketika ingin mengerjakan shalat jenazah, maka tayammum harus dilakukan setelah mayit
dimandikan.

c. Ketika ingin mengerjakan shalat sunnah yang memiliki waktu, maka tayammum harus
dilakukan setelah masuk waktunya. Seperti ketika ingin melaksanakan shalat dhuha, maka harus
bertayammum setelah masuk waktu shalat dhuha.

d. Ketika ingin mengerjakan shalat sunnah yang disunnahkan karena sebab tertentu, maka
tayammum harus dilakukan ketika telah tiba waktu diperbolehkan mengerjakan shalat tersebut.
Seperti ketika hendak mengerjakan shalat tahiyatul masji, maka tayammum harus dikerjakan
setelah masuk masjid.

e. Ketika ingin mengerjakan shalat sunnah mutlak, maka bertayammum kapan saja selain di
waktu dilarang mengerjakan shalat-shalat tersebut, seperti setelah shalat ashar.

10. Hendaknya bertayammum untuk setiap fardhu

Seorang yang bertayammum untuk mengerjakan sesuatu yang fardhu, shalat ataupaun bukan
shalat (seperti thawaf wajib), maka harus bertayammum setiap kali hendak melaksanakan ibadah
fardhu tersebut. Fardhu yang dimaksud adalah fardhu ain. Baik fardhu tersebut karena sudah
menjadi kewajibannya (seperti shalat fardhu) atau karena dinadzari.

Sehingga tidak dibolehkan menggabungkan dua ibadah fardhu dengan satu tayammum saja.
Tetapi satu tayammum untuk satu fardhu.

Adapun fardhu kifayah, seperti shalat jenazah, dan sunnah, maka diperbolehkan mengumpulkan
ibadah tersebut meski hanya dengan satu tayammum saja. Sehingga setelah mengerjakan shalat
fardhu, misalnya, maka boleh mengerjakan shalat sunnah yang lainnya tanpa perlu bertayammum
lagi. Begitu juga ketika ingin mengerjakan shalat sunnah, maka hanya diperlukan tayammum satu
kali saja dan mengerjakan shalat sunnah sebanyak mungkin.
‫ص ِن َو‬ َ ْ‫صاَل ِة َو ال َّزانِي ْال ُمح‬ ِ ‫ ت‬:ٌ‫ َغ ْي ُر ْال ُمحْ تَ َر ِم ِستَّة‬.‫ش َحيَ َوا ٍن ُمحْ تَ َر ٍم‬
ُ ‫َار‬
َّ ‫ك ال‬ ِ َ‫ فَ ْق ُد ْال َما ِء َو ْال َم َرضُ َو اإْل ِ حْ تِيَا ُج اِلَ ْي ِه لِ َعط‬:ٌ‫فَصْ لٌ) أَ ْسبَابُ التَّيَ ُّم ِم ثَاَل ثَة‬
ْ ْ ُ ْ ْ ْ ْ ْ ْ
‫ال ُمرْ تَ ُد َو الكَافِ َر ال َحرْ بِ ُّي َو الكَلبُ ال َعقوْ ُر َو ال ِخن ِز ْي ُر‬.

Sebab-sebab tayammum ada 3, yaitu:

1. Tidak ada air.

2. Sakit.

3. Butuh air karena hayawan muhtarom yang kehausan.

Adapun hayawan yang tidak termasuk muhtarom ada 6, yaitu: orang yang meninggalkan shalat,
zani muhshon, kafir yang memerangi islam, murtad, anjing galak, babi.

Pembahasan

Tayammum adalah menggunakan debu ke muka dan kedua tangan dengan cara yang
dikhususkan.

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalam Alquran:

‫ص ِع ْيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوْ ا بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم َو أَ ْي ِد ْي ُك ْم‬


َ ‫ضى أَوْ َعلَى َسفَ ٍر أَوْ َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط أَوْ اَل َم ْستُ ُم النِّ َسا َء فَلَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َما ًء فَتَيَ َّم ُموْ ا‬
َ ْ‫َو إِ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
ُ ً ُ
‫إِ َّن هللاَ َكانَ َعف ّوا َغفوْ رًا‬

“Adapun jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan atau sehabis buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan sedangkan kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kamu
dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan debu itu. Sungguh, Allah
Maha Pemaaf, Maha Penganmpun.” (An-nisa :43)

Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫ت لَنَا اأْل َرْ ضُ ُكلُّهَا َم ْس ِجدًا َو تُرْ بَتُهَا طَهُوْ رًا‬


ْ َ‫ُج ِعل‬

“Dijadikan untuk kami seluruh bumi sebagai masjid, dan tanahnya suci mensucikan.”

Tayammum bisa menjadi pengganti wudhu ketika tidak mendapatkan air untuk berwudhu, juga
sebagai pengganti mandi besar ketika terkena kewajiban mandi tapi tidak mendapatkan air.

Seorang diperbolehkan bertayammum ketika terjadi dalam dirinya salah satu dari hal-hal yang
memperbolehkan tayammum. Jika ada satu saja hal yang memperbolahkan tayammum, maka dia
diperbolehkan bertayammum.

Adapun sebab-sebab/ hal-hal yang memperbolehkan tayammum ada 3, yaitu:

1. Tidak ada air

Jika seorang tidak bisa menggunakan air maka diperbolehkan untuk bertayammum. Yang
dimaksud dengan ‘tidak bisa menggunakan air’ adalah tidak bisa memakai air karena
kenyataannya tidak mendapatkan air setelah berusaha mencarinya atau mendapatkan air tapi ada
hal-hal yang mencegah dirinya menggunakan air.
Beberapa contoh ada air tapi tidak bisa menggunakannya karena beberapa hal, yaitu:

a. Seorang mendapatkan air tapi juga membutuhkannya untuk minum hayawan muhtarom. Maka
orang tersebut bertayammum dan airnya digunakan untuk minum.

b. seorang mendapatkan air dijual dengan harga diatas rata-rata daerah tersebut.

c. Seorang mendapatkan air namun ada bahaya yang menghadang sebelum mencapai air seperti
binatang buas.

d. Seorang mendapatkan air tetapi tidak bisa menggunakannya dikarenakan sakit.

Jika terjadi pada diri seseorang salah satu gambaran dari contoh diatas maka dia diperbolehkan
tayammum.

Permasalahan

a. Jika seorang meyakini tidak ada air maka tidak perlu mencari air tetapi langsung tayammum.
Namun jika ada prasangka ada air di sekelilingnya maka wajib mencari air hingga mencapai
haddul ghaust atau seukuran 150 m. jika berprasangka ada air di luar batas tersebut maka tidak
wajib mencari air.

Jika meyakini adanya air di daerah yang lebih dari 150 m, maka wajib mencari air hingga
mencapai 4,5 km. lebih dari jarak tersebut tidak wajib mencari air, tetapi langsung bertayammum.

Kewajiban mencari air dalam batasan-batasan tersebut hanya bagi orang yang merasa aman
dirinya, anggota tubuh, harta, terpisah dari rombongan dan keluar waktu shalat. Tetapi jika ia
mencari air dalam batasan tersebut akan terancam bahaya, baik dirinya, anggota tubuhnya, harta
dll, maka tidak wajib mencari air.

b. Jika memiliki air yang hanya cukup untuk membasuh beberapa anggota wudhu saja, maka air
tersebut digunakan untuk berwudhu secukupnya, setelah itu bertayammum.

2. Sakit

Sebab yang kedua, yang memperbolehkan seorang bertayammum adalah sakit. Namun tidak
semua penyakit yang menimpa yang memperbolehkan untuk bertayammum. Sakit yang
memperbolahkan seseorang untuk bertayammum adalah sakit yang sekiranya jika memakai air
akan menimbulkan hal buruk pada dirinya, manfaat anggota tubuhnya, menambah lama masa
penyembuhan atau terjadi perubahan yang buruk pada anggota tubuhnya.

Jika orang yang sakit menggunakan air, maka akan muncul hal-hal tersebut, maka diperbolehkan
untuk bertayammum. Namun ada keterangan dari dokter bahwa jika orang yang sakit tersebut jika
menggunakan air akan muncul hal-hal tersebut.

Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan hukum bertayammum bagi orang yang sakit, yaitu:

a. Wajib.
Seorang yang sakit wajib bertayammum dan tidak boleh menggunakan air jika ketika
menggunakan air ditakutkan akan binasa (mati).

b. Boleh.

Boleh bertayammum bagi orang yang sakit, yang ketika menggunakan air akan menimbulkan
bahaya-bahaya yang telah disebutkan diatas.

c. Haram.

Orang yang sakit haram menggunakan air jika sakit yang diderita adalah sakit yang ringan,
sekiranya tidak ada bahaya apapun ketika menggunakan air.

3. Butuh air karena hayawan muhtarom yang kehausan.

Setiap makhluk hidup memerlukan air. Ketika memiliki air dan ingin digunakan untuk berwudhu,
tetapi memerlukan air karena kehausan (sekiranya jika tidak minum akan sakit atau bahaya-
bahaya yang telah disebutkan sebelumnya), maka diperbolehkan untuk bertayammum dan airnya
digunakan untuk minum, baik dirinya sendiri yang memerlukan air tersebut ataupun yang
lainnya. Dengan syarat yang memerlukan air adalah hayawan muhtarom.

Hayawan muhtarom adalah hewan yang haram untuk dibunuh. Hewan disini mencakup manusia
atau bukan, milik sendiri atau orang lain.

Namun, jika yang memerlukan air karena kehausan bukan hayawan muhtarom maka air harus
digunakan untuk berwudhu dan tidak boleh bertayammum.

Hayawan yang bukan termasuk muhtarom ada 6, yaitu:

1. Orang yang meninggalkan shalat.

2. Zani muhshon.

3. Kafir yang memerangi islam.

4. Murtad.

5. Anjing galak.

6. Babi.

Jika salah satu dari hayawan muhtarom memerlukan air, tetapi air diperlukan untuk bersuci, maka
air hars digunakan untuk bersuci dan tidak memperdulikan kehausan dari hayawan muhtarom
tersebut

Anda mungkin juga menyukai