Anda di halaman 1dari 2

HAKEKAT KETUHANAN YANG MAHA ESA

Topik ketuhanan merupakan topik yang sentral di sebagian besar agama di dunia.
Topik ini menjadi begitu penting karena pada dasarnya manusia selalu ingin mencari tahu
makna eksitensinya. Pertanyaan-pertanyaan seperti asal usul alam semesta, asal usul diri, dan
ke mana tujuan akhir kita sebagai manusia merupakan pertanyaan yang kemudian mengarah
kepada konsep ketuhanan.
Dalam agama Buddha, topik mengenai ketuhanan memang jarang sekali disinggung.
Orang-orang kemudian berpendapat bahwa agama Buddha tidak mengenal istilah Tuhan
ataupun ketuhanan. Pada kenyataannya, kita harus memahami bahwa istilah Tuhan adalah
sesuatu yang asing di konteks Buddha dan sama halnya dengan istilah nibbana di agama lain.
Untuk itu, Anda perlu memahami bahwa bagaimana cara Buddha dalam menggambarkan
konsep ketuhanan juga sangat berbeda dengan cara agama lain.
Pada bab ini, Anda akan diajak untuk menelusuri konsep ketuhanan yang ada dalam ajaran
Buddha maupun konsep-konsep yang selaras dengannya. Adapun tujuannya adalah agar
setelah mempelajarinya, Anda dapat memiliki kompetensi berikut ini.
• Memahami konsep ketuhanan dalam Agama Buddha.
• Menghayati dharma (ajaran Buddha) sebagai pedoman dalam pengembangan karakter diri.
• Menganalisis konsep, dinamika historis Buddha, dan urgensi perkembangan dharma (ajaran
Buddha) sebagai konsepsi keagamaan Indonesia.
• Menyajikan hasil kajian perseorangan mengenai suatu kasus terkait dinamika historis
Buddha dan urgensi pokok-pokok ajaran serta sumber dharma (ajaran Buddha) sebagai
konsepsi keagamaan Indonesia.

Agama Buddha adalah religi humanistis, berpusat pada diri manusia sendiri dengan
segala kekuatan yang dapat dikembangkan hingga mencapai kesempurnaan. Hal ini berbeda
dengan religi otoriter yang menghendaki kepasrahan, penyerahan, dan ketergantungan
terhadap kekuatan di luar manusia. Buddha mengajarkan ketuhanan tanpa menyebut nama
Tuhan, Tuhan Yang Tanpa Batas, tidak terjangkau oleh alam pikiran manusia. Pemberian
nama akan memberi pembatasan kepada Yang Tidak Terbatas. Demikian pula kalau Yang
Tanpa Batas ini didefinisikan, sudah bukan Tanpa Batas lagi. Dalam agama Buddha, Tuhan
tidak dipandang sebagai pribadi (personifikasi), tidak bersifat antropomorfisme (diberikan
pengertian ciri-ciri yang berasal dari wujud wadak manusia), dan tidak pula bersifat
antropopatisme (diberikan pengertian yang berasal dari perasaan manusia, seperti marah,
benci, dan sebagainya).
Buddha tidak mengajarkan teisme fatalistis dan determinis yang menempatkan satu
kekuasaan adikodrati yang merencanakan dan menakdirkan hidup semua makhluk. Hal ini
mengingkari kehendak bebas manusia dan meniadakan tanggung jawab moral atas perbuatan
manusia itu sendiri. Jika ada suatu makhluk yang merancang kehidupan makhluk di seluruh
dunia, kebahagiaan - kesengsaraan, perbuatan baik - perbuatan buruk, manusia hanya akan
sebagai wayang dan yang bertanggung jawab sepenuhnya adalah makhluk itu sebagai dalang
(Piyatissa, 1994).
Konsep ketuhanan dalam agama Buddha tidak mengenal dualisme. Buddha melihat
Tuhan Yang Maha Esa sebagai Yang Mutlak, Mahatinggi, Mahaluhur, Mahasuci,
Mahasempurna, kekal, tanpa awal dan tanpa akhir, yang tidak bisa dijangkau oleh nalar
maupun imajinasi manusia.
Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan Tuhan Yang Maha Esa kecuali
ia adalah Yang Mutlak, seperti dalam penjelasan Sang Buddha berikut ini.
“O, bhikkhu, ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak.
Jika seandainya saja, O, bhikkhu, tidak ada sesuatu yang tidak dilahirkan, tidak menjelma,
tidak tercipta, yang mutlak, maka tidak akan ada jalan keluar kebebasan dari kelahiran,
penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu. Tetapi karena ada sesuatu
yang tidak dilahirkan, tidak menjelma, tidak tercipta, yang mutlak, maka ada jalan keluar
kebebasan dari kelahiran, penjelmaan, pembentukan, pemunculan dari sebab yang lalu.”
(Udana bab VIII Parinibbana Sutta 3).
Ungkapan di atas adalah pernyataan dari Sang Buddha yang terdapat dalam Sutta Pitaka,
Udana VIII: 3, yang merupakan konsep Ketuhanan Yang Maha Esa dalam agama Buddha.
Ketuhanan Yang Maha Esa dalam bahasa Pali adalah Atthi Ajatang Abhutang Akatang
Asamkhatang yang artinya ‘Suatu Yang Tidak Dilahirkan, Tidak Dijelmakan, Tidak
Diciptakan dan Yang Mutlak’. Dalam hal ini, Ketuhanan Yang Maha Esa adalah suatu yang
tanpa aku (anatta), yang tidak dapat dipersonifikasikan, dan yang tidak dapat digambarkan
dalam bentuk apa pun. Akan tetapi dengan adanya Yang Mutlak, yang tidak berkondisi
(asankhata), manusia yang berkondisi (sankhata) dapat mencapai kebebasan dari lingkaran
kehidupan (samsara) dengan melaksanakan samadhi.

Anda mungkin juga menyukai