Anda di halaman 1dari 16

Creatio-ex-nihilo, Percayakah Plato?

29 Nov 2010 Leave a Comment by Plato's Zone in Discussion of God oleh Jane Novita Larasathi Pada awalnya orang Yunani Kuno secara mitodologi mengenal banyak dewa yang diyakini sebagai Tuhan yang mengatur alam semesta. Namun, bersamaan dengan semakin berkembangnya alam berpikir orang Yunani Kuno, mitos-mitos para dewa akhirnya hanya menjadi sebuah doktrin warisan turun temurun, mulai runtuh dan tergantikan oleh doktrin yang lebih rasional-empiris. Doktrin inilah yang diusung oleh para ahli filsafat di Yunani. Adalah Plato seorang filosof dari Athena di zaman Yunani Kuno, yang mulai mengenalkan alam berpikir baru tentang realitas kebenaran abadi. Bagi Plato, di alam semesta ini terdapat sesuatu yang kekal dan abadi. Dengan demikian, eksistensi para dewa yang telah dipercaya sebelumnya dipertanyakan kembali. Apakah para dewa memiliki kekekalan dan keabadian sebagaimana yang dimaksud oleh Plato? Menurut Plato para dewa memiliki kedudukan yang lebih rendah ketimbang Ide. Apakah itu ide? Ide adalah sesuatu yang memimpin pemikiran manusia dan merupakan buah dari pemikiran manusia. Ide yang tertinggi ialah ide kebaikan, Dalam sistem hirarki, dibawah ide kebaikan berada jiwa dunia yang tidak bertubuh masuk ke dunia dan menggerakkannya. Kemudian ide keindahan yang rapat sekali hubungannya dengan idea yang tertinggi. Ia adalah suatu bentuk yang terutama daripada bayangan yang baik dalam dunia yang nyata. Ini adalah entitas baru yang diperkenalkan oleh Plato, ialah Tuhan. Ia menggambarkan sosok Tuhan sebagai sosok yang niscaya tetap memiliki kekuatan untuk melakukan segala sesuatu. Dengan keadaan niscaya, Tuhan tidak dapat berbuat apapun selain dari yang ia lakukan. Penjelasan tentang sosok Tuhan di atas yang masih rancu, terkesan amat sulit untuk dipahami oleh siapapun. Menurut Plato, idea yang tertinggi ialah idea kebaikan, sebagai Tuhan yang membentuk dunia. Plato menyamakannya dengan matahari yang menyinari semuanya. Idea kebaikan tidak saja sebab timblnya tujuan pengetahuan dalam dunia yang lahir, tetapi juga sebab tumbuh dan kembang segala-galanya. Idea kebaikan adalah yang pokok. Karena dunia idea tersusun menurut sistem teleology suatu susunan yang teratur tepat menurut tujuan yang sudah tertentu. Karena sinar yang memancar dari idea kebaikan, semuanya tertarik padanya dank arena itu ia jadi sebab tujuan dari segala-galanya. Dalam dunia yang asal ia sebab dari adanya daripengetahuan. Benarkah yang baik sebagai puncak dan kebaikan itu dapat disamakan dengan Allah? Tentunya konsep Plato tentang keberadaan Tuhan sangatlah berbeda dengan konsep Tuhan orang Kristen. Kekristenan percaya bahwa Tuhan yang menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada (creatio-ex-nihilo). Di dalam Alkitab kita

mengetahui bahwa Allah adalah satu-satunya Oknum yang menciptakan dari ketiadaan menjadi ada (Stephen Tong, 2007, hlm 16). Dan kita hanya percaya Satu Allah, dan Ia adalah Pencipta alam semesta ini. Dalam Kejadian 1:1-2 mengatakan, Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Bumi belum terbentuk dan kosong; gelap gulita menutupi samudera raya, dan Roh Allah melayang-layang di atas permukaan air. Jelas sekali menyatakan bahwa Allah yang mengadakan creatio-ex-nihilo. Konsep Plato yang mengatakan bahwa ide yang sempurna merupakan hasil dari pemikiran manusialah yang akan menghasilkan kebaikan dan kemudian kebaikan dapat disamakan dengan Allah sangat tidak sejalan dengan konsep kekristenan. Tuhanlah yang menciptakan manusia, dan yang sempurna ialah Allah sendiri. Tidak ada satupun yang sempurna dalam dunia ini selain daripada Tuhan Allah Sang Pencipta Semesta. Referensi Tong, Stephen. (2007). Kerajaan Allah, Gereja dan Pelayanan. Jakarta: Momentum No Author. Biografi Plato. (2010). Retrieved 26 November 2010, from http://kolombiografi. blogspot.com/2009/01/biografi-plato.html Maggie, Bryan. (2008). The story of philosophy: Kisah tentang filsafat. Yogyakarta: Kanisius

Tujuan Hidup Menurut Plato Dipandang dari Sudut Kekristenan


29 Nov 2010 Leave a Comment by Plato's Zone in Purpose of Life oleh Buana Misi Indah Pattawari Apa tujuan hidupku? Pertanyaan ini merupakan salah satu dari sekian banyak pertanyaan manusia dalam menjalani kehidupannya. Ketika mereka bertanya demikian, beberapa dari orang setuju dengan pendapat bahwa tujuan hidupnya adalah mencapai hidup yang baik untuk memperoleh kesenangan hidup. Banyak hal yang diusahakan manusia untuk memperoleh kesenangan hidupnya, tidak peduli bagaimana cara mencapainya, apa pun pengorbanannya, intinya tujuan hidupnya tercapai. Bagaimana cara orang untuk menjalani hidupnya, itu tergantung dari cara dia memandang hidupnya. Tidak banyak dari manusia yang sadar bahwa hidupnya itu mempunyai nilai yang istimewa, bahkan kebanyakan dari mereka cenderung lupa akan nilai dari hidupnya dan menganggap hidupnya sebagai sesuatu yang murah.

Plato mengemukakan bahwa jiwa manusia berasal dari dunia idea (dalam dunia ide-ide segala sesuatu abadi), dan di dunia ini (dunia kelihatan, dunia yang tidak sempurna, dimana segala sesuatu mengalami perubahan) jiwa terkurung dalam tubuh. Hal ini merupakan suatu keterasingan, sehingga jiwa kita rindu untuk kembali ke surga ide-ide (Hamersma, 1980, hal. 37 ). Tujuan hidup manusia adalah hidup yang baik (eudaimonia atau well-being) (Achmadi, 1995, hal.49). Dengan tercapainya kehidupan yang baik, maka manusia akan dapat terlepas dari kesengsaraan hidup mereka, baik secara jasmani maupun secara rohani. Menurut Plato, jiwa manusia terbagi atas tiga hal, yaitu: nafsu, semangat, dan intelek (rasio). Manusia harus mencapai keseimbangan antara tiga unsur dari jiwanya untuk mencapai hidup yang baik. Dibutuhkan keselarasan antara rasio, semangat, dan nafsu agar manusia dapat bertindak dengan keberanian dan pengendalian diri. Tugas manusia ialah memahami gejala kenyataan yang selalu berubah (Tafsir, 1990, hal. 76). Untuk mencapai kebenaran yang sebenarnya (idea), manusia harus mampu melepaskan diri dari pengaruh indera yang menyesatkan, dalam hal ini pemikiran merupakan pencapaian manusia yang tertinggi untuk hidup dengan baik. Pemahaman ini merupakan pengaruh dari ajaran gurunya yaitu Socrates yang mengajarkan bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting untuk tindakan kita. Dipandang dari sudut Kristen, menurut Agustinus, pemikiran bukanlah pencapaian manusia yang tertinggi. Pencapaian tertinggi adalah memperoleh kesadaran tentang keagungan Tuhan, dengan mengalami pencerahan ilahiah (Tafsir, 1990, hal. 76). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pemikiran itu ialah sesuatu yang dianugrahkan Tuhan kepada kita, sesuatu yang harus dihargai, diterima, dan dikembangkan. Pengetahuan pada tingkat setinggi apapun tetaplah rendah, karena kita harus menggantungkan diri sepenuhnya kepada cahaya Tuhan yang dapat menerangi jiwa kita. Tuhan mencurahkan cahaya-Nya pada jiwa manusia dan menyebabkan jiwa itu mampu menangkap kebenaran terakhir, tetap, dan tidak berubah. Agustinus menegaskan bahwa sekalipun iman adalah hal yang pertama, iman dapat diperkuat oleh pengetahuan rasional. Pemikiran tidak mungkin bertentangan dengan keimanan sebab kedua-duanya datang dari sumber yang sama, yaitu Tuhan (Tafsir, 1990, hal. 77). Dapat disimpulkan bahwa tujuan hidup manusia (khususnya orang Kristen) adalah mencapai hidup yang baik dalam Tuhan. Dalam upaya mencapai hal tersebut maka manusia harus hidup beriman dan cinta kepada Tuhan, mengutamakan Tuhan dalam segala hal, serta menaklukkan kehendak jasmaniah yang bertentangan dengan ajaran Tuhan dengan menggunakan iman dan rasio kita. Referensi Achmadi, A. (1995). Filsafat Umum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hamersma, H. (1980). Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Hassan, F. (1996). Pengantar Filsafat Barat. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya.

Melling, D. (2002). Jejak Langkah Pemikiran Plato. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya. Salam, B. (1995). Pengantar Filsafat. Jakarta: Bumi aksara. Tafsir, A. (1990). Filsafat Umum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Idea Versus God !


28 Nov 2010 Leave a Comment by Plato's Zone in Discussion of God oleh Mauren Irene Sopamena Plato adalah seorang filsuf dari barat yang memiliki pemahaman bahwa ide dalam pemikiran manusia adalah yang paling sempurna dari segala yang ada di dunia ini. Plato tidak mengetahui apakah ada Tuhan atau pencipta dibalik ciptaan ciptaan yang ada di dunia ini. Yang ia pahami adalah yang berada di atas semua ciptaan di dunia ini hanya satu yaitu ide yang sempurna. Mengapa idelah yang paling sempurna? Plato menganggap bahwa segala benda atau materi yang ada di dunia ini merupakan imitasi dari ide sempurna yang berada dalam pemikiran manusia. Ide merupakan creator yang tidak bercacat. Ide membuat sebuah kursi misalnya, ketika masih dalam bentuk sebuah ide, kursi tersebut akan dibuat sesempurna mungkin tetapi ketika ide membuat kursi tersebut dituangkan dalam bentuk nyata atau dengan kata lain kursi tersebut dibuat maka kursi itu merupakan sebuah imitasi karena tidak sesempurna dari kursi yang ada dalam ide. Plato menganggap ide inilah yang menguasai dunia. Lalu bagaimana dengan pencipta yang sering kita dengar dengan sebutan Tuhan Allah. Plato tidak tahu apakah Tuhan Allah sang Pencipta itu ada. Ia bahkan tidak tahu darimana ide yang merupakan sang penguasa itu muncul, tetapi yang pasti ia paham bahwa ide tersebut mengontrol segala yang ada di dunia ini. Apakah pandangan Plato ini dapat diterima dalam kehidupan orang Kristen ?. Sungguhkah ide yang Plato sendiri tidak tahu dari mana asalnya itu merupakan sang pencipta atau memang tidak ada pencipta dibalik semua ciptaan di dunia ini?. Jawabannya tentu saja tidak. Di dunia ini yang paling sempurna hanya satu yaitu Allah dan Ialah satu-satunya sang Pencipta. Ini terbukti dalam Kejadian 1 : 1 yang mengatakan bahwa Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi. Allah adalah absolut dalam pengertian bahwa Ia adalah Pencipta dari segala sesuatu dan demikian merupakan dasar dari realitas yang lain ( John M Frame. 2005. hal, 47 ). Dari pernyataan ini dapat dilihat bahwa Allah satu-satunya oknum yang menciptakan segala-galanya. Allah menciptakan manusia termasuk ide ide yang muncul didalamnya. Jika Plato sendiri tidak mengetahui dari mana ide itu berasal seharusnya ia paham betul bahwa pasti ada yang memunculkan ide tersebut dan itu hanya dilakukan oleh oknum yang dapat menciptakan segala sesuatu dari yang tidak ada menjadi ada termasuk sebuah ide dan oknum itu adalah Allah sendiri. Allah menciptakan segala ciptaan-Nya. Itu berarti Allah yang memiliki inisiatif dan Allah

sendiri yang memiliki ide untuk menciptakan segala ciptaan-Nya. Berbeda dengan pandangan Plato, segala ciptaan Allah itu baik adanya. Tidak ada yang merupakan imitasi atau tidak sempurna.. Dalam kejadian 1: 1- 31, diperlihatkan bahwa dalam setiap ciptaan, Allah melihat bahwa semuanya itu baik. Ini mematahkan prinsip Plato yang mengatakan bahwa ketika ciptaan itu dibuat maka ciptaan itu tidak sempurna dan merupakan imitasi dari ide. Dapat disimpulkan bahwa segala yang ada di dunia ini diciptakan oleh Allah sendiri. Allah menciptakan manusia dengan ide yang muncul di dalamnya. Ide bukanlah hal yang paling sempurna karena Allahlah yang menciptakan ide tersebut. Maka Allah satu satunya oknum yang paling sempurna. Allah melihat bahwa segala ciptaan-Nya itu indah dan baik adanya. REFERENSI John.M.Frame.2000. Apologetika bagi Kemuliaan Allah. Surabaya : Momentum

Apa Tujuan Hidupmu??


28 Nov 2010 Leave a Comment by Plato's Zone in Purpose of Life oleh Gabriel Endra. K Menurut Plato Tujuan hidup ialah mencapai kesenangan hidup. Yang dimaksud dengan kesenangan hidup diperoleh dengan pengetahuan. Tujuan dari ide-ide itu adalah menuju kepada Yang Baik. Yang Baik itu hakikat realitas tertinggi, suatu dinamika, suatu kebahagiaan paling sempurna. Lalu, apa dan bagaimana seharusnya manusia hidup agar arti hidup yang baik? Menurut Plato, orang itu baik apabila ia dikuasai oleh akal budi. Sebaliknya, orang itu buruk apabila dikuasai hawa nafsu dan emosi. Kenapa buruk? Karena selama kita dikekang dan dikuasai oleh nafsu dan emosi, berarti kita dikuasai oleh sesuatu yang berada di luar diri kita. Artinya, hidup kita menjadi tak teratur, hidup kita terlempar ke sana ke mari, kacau balau, alias berantakan. Hidup kita seakan terpecah belah, hancur, berkeping-keping tak jelas arahnya kemana. Di saat itulah, kita tersadar dan merasa tidak memiliki lagi arti diri kita sendiri. Melainkan hanya menjadi objek dorongan kuasa irrasional belaka. Intisari dari pada filosofi plato ialah pendapatnya tentang ide. Itu adalah suatu ajaran yang sangat sulit memahamkannya. Salah satu sebab ialah bahwa pahamnya ten tang idea selalu berkembang. Bermula idea itu dikemukakan sebagai teori logika. Kemudian meluas menjadi pandangan hidup, menjadi dasar umum bagi ilmu dan politik social dan mencakup pandangan agama. Maka manusia menjadi ukuran dari segalanya, seperti dikatakan oleh protagoras. Tetapi pengetahuan dapat memberikan apa yang tetap adanya, yaitu ide. Pengetahuan diperoleh atas usaha akal sendiri. Menurut Pandangan Kekristenan Untuk mengkritisi apa yang telah dipaparkan oleh plato mengenai tujuan hidup

seseorang, yaitu untuk mencari kesenagan dengan mencari ilmu pengetahuan maka saya kurang sependapat dan bahkan tidak setuju mengenai apa yang telah dikatakan plato. Karena Tujuan hidup setiap orang itu adalah hanya untuk memuliakan Tuhan. Daud juga menegaskan bahwa tujuan hidup setiap orang adalah untuk memuliakan Tuhan (Mazmur 146:2 Aku hendak memuliakan TUHAN selama aku hidup, dan bermazmur bagi Allahku selagi aku ada) dan bukan untuk mencari kesenangan. Tapi banyak orang yang belum menyadari akan hal tersebut, kebanyakan dari mereka hanya ingin memenuhi kebutuhan daging mereka. Seperti apa yang telah dikatakan Plato, tujuan hidup seseorang adalah untuk mencari kesenangan dengan mencari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya maka kita dapat menaklukan dunia dan agar memperoleh kebahagiaan. Tetapi bukan seperti itu orang yang telah mempercayai Tuhan Yesus sebagai Allah dan Juruslamatnya. Firman Tuhan mengatakan di dalam Matius 6:33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. Dengan kita mencari Tuhan terlebih dahulu maka itulah titik dimana kita memperoleh pengetahuan karena Firman Tuhan juga berkata di dalam Amsal 1:7 Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan. Jadi yang utama di dalam hidup kita adalah mencari Tuhan bukan mencari pengetahuan. Berdasakan Matius 6:33 dan Amsal 1:7, maka pandangan hidup yang dikatakan oleh Plato dipatahkan dengan kebenaran Firman Tuhan. Jadi tujuan hidup kita bukanlah memperoleh kebahagiaan dengan mencari pengetahuan. Melaikan hidup kita ini adalah untuk memuliakan Tuhan. Kita harus mengutamakan Tuhan dalam kehidupan kita, dengan kita mencari Tuhan maka itulah titik awal kita memperoleh pengetahuan yang benar. Karena Tuhanlah sumber kebenaran (Yohanes 14:6 Kata Yesus kepadanya: Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.) Refrensi Achmadi, A. (1995). Filsafat umum. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hassan, F. (1996). Pengantar filsafat Barat. Jakarta: Dunia Pustaka Jaya. Rahardi. N. (2009). Ajaran sang bijak. Retrieved 24 November 2010 from www.AjaranSangBijakPlato.htm Salam, B. (1995). Pengantar filsafat. Jakarta: Bumi aksara. Tafsir, A. (1990). Filsafat umum. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Cara hidup yang baik


28 Nov 2010 Leave a Comment by Plato's Zone in Ethics

oleh Eviani Libba Taruk A Salah satu pokok pembicaraan dalam filsafat adalah Etika. Menurut Kumaran (2010, hal. 32) dalam bukunya yang berjudul The Greatest Philosohpers 100 toko filsuf barat dari abad 6 SM- abad 21 yang menginspirasi dunia bisnis menyatakan bahwa etika (ethics) adalah salah satu cabang utama dalam filsafat yang mempelajari, mempertanyakan, dan mengarahkan bagaimana seharusnya hidup yang baik (right conduct and good life). Bagaimana menurut Plato mengenai cara manusia harus hidup agar hidupnya baik? Untuk memahami pikiran Plato mengenai hal tersebut maka kita harus mengerti bagaimana Plato memahami akan realitas, ajaran ini terungkap dalam idea-idea. Apa yang baik tidak perlu diwajibkan karena yang terasa baik dengan sendirinya akan diusahakan orang. Hidup yang baik berkaitan erat dengan pengertian yang tepat. Orang yang hidup secara gegabah itu bukan jahat, melainkan bodoh atau kurang bijaksana. Seperti halnya orang yang menghabiskan harta bendanya untuk kepentingan pesta, bukan digunakan untuk menanamkannya untuk berbagai usaha yang menghasilkan uang untuk kehidupan selanjutnya. Sehingga Plato menyatakan bahwa sikap keterbukaan roh terhadap realitas yang sebenarnya, karena orang mencintai kebijaksanaan ia bersikap terbuka, merupakan sarana ampuh untuk mengantarkan orang ke hidup yang etis. Hal ini dikemukakan oleh Franz (1997, hal. 15) dalam bukunya yang berjudul Filsafat 13 tokoh etika, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19. Selain itu, menurut Franz (1997, hal. 19) dalam bukunya yang berjudul Filsafat 13 tokoh etika, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19 mengemukakan bahwa orang itu baik apabila dikuasai oleh akal budi, buruk apabila dikuasai oleh hawa nafsu dan emosi. Karena apabila kita dikuasai oleh hawa nafsu dan emosi maka kita akan dikuasai oleh sesuatu yang ada diluar kita.Sehingga berakibat kita menjadi tidak teratur, dan menjadi kacau balau, Sebaliknya apabila kita dikuasai oleh akal budi maka kita bisa menguasai diri kita sendiri, kita berpusat pada diri kita sendiri dan menjadi satu dengan dirinya sendiri. Sehingga kita akan menikmati ketenangan, dan ia mantap dalam dirinya sendiri. Dan 3 hal yang akan yang akan dinikamti adalah kesatuan dengan dirinya sendiri,

ketenangan dan pemilikan diri yang tenang. Jadi cara agar kita dapat hidup yang baik maka kita harus mengarahkan diri pada akal budi. Yaitu dari yang badani ke yang jiwani, dari yang jasmani ke yang rohani, dari alam indrawi ke alam idea-idea yang tepat yaitu dengan menggunakan akal budi. Tetapi perlu kita ketahui bahwa yang menuntun kita untuk hidup yang baik bukan berdasarkan akan idea atau bagaimana kita bijaksana dan bagaimana kita dikuasai oleh akal budi kita, tetapi Alkitab atau firman Tuhanlah yang memberi kita instruksi terinci mengenai seharusnya kita hidup sebagai orang Kristen, mana yang seharusnya kita lakukan. Hal inilah yang merupakan cara hidup yang baik secara kristiani. Apabila kita mengandalkan akan idea yang menuntun kita kepada hidup yang baik maka, kita harus mengetahui bahwa dari mana kita mengetahui akan apakah idea tersebut adalah benar. Selain itu juga yang menuntun kita untuk hidup yang baik adalah 10 Perintah Allah, dan kita berjalan dalam iman kita kepada Yesus Kristus. Selain itu, kita juga yakin bahwa kesempurnaan yang sejati hanya dari Tuhan jadi kita harus melandaskan apa yang kita lakukan (yang baik) berdasarkan apa yang dikatakan oleh Tuhan atau diilhamkan oleh Tuhan dalam Alkitab. Referensi Ari, K (2010). The Greatest Philosohpers 100 Tokoh Filsuf Barat dari Abad 6 SM- abad 21 yang Menginspirasi Dunia Bisnis. Yogyakarta: C.V . Andi. Magnis, F (1997). Filsafat 13 tokoh etika, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19. Yogyakarta: Kanisius.

Apakah Dasar Etikamu???


28 Nov 2010 Leave a Comment by Plato's Zone in Ethics oleh Irene K Suyono Hampir setiap manusia disegala penjuru dunia mengenal apa itu etika. Etika akan mengatur bagaimana manusia berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, etika merefleksikan bagaimana manusia harus hidup agar ia berhasil sebagai manusia. Tindakan manusia ini dipengaruhi oleh macam-macam norma, etikalah yang akan menyelidiki dasar semua norma moral. Etika tersebutlah yang akan menetukan orang dipandang baik dalam masyarakat atau tidak. Banyak orang yang mempelajari mengenai etika, termasuk di dalam bidang filsafat. Etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang bagaimana manusia harus bertindak. Etika merupakan topik yang selalu hangat untuk dibicarakan karena etika mempelajari tentang tindakan makhluk hidup. Lebih dari satu filsuf yang memberikan perhatian kepada cabang filsafat ini. Salah satu filsuf yang memberikan banyak sumbangsih dalam filsafat mengenai etika adalah Plato.

Plato mengatakan bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting dalam tidakan kita (Hamersma, 36, 1980). Menurut Franz dalam bukunya yang berjudul Filsafat 13 Tokoh Etika, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19, apabila kita dikuasai oleh akal budi maka kita bisa menguasai diri kita sendiri, kita berpusat pada diri kita sendiri dan menjadi satu dengan dirinya sendiri. Dengan demikian, kita bisa mengatur kearah mana kita hendak bertindak. Tentu saja hal ini akan berbahaya, karena manusia telah jatuh dalam dosa dan selalu memiliki kehendak bebas yang telah tercemari oleh dosa. Seperti yang telah dikatakan bahwa etika menyelidiki dasar semua norma moral. Bagi orang percaya, ketika mereka telah menerima Kristus sebagai Tuhan dan juru selamat, maka hidup mereka harus sepenuhnya diatur oleh kebenaran Allah, tidak terkecuali dalam hal beretika. Bagi orang percaya dasar beretika itu terletak dalam perintah utama, yaitu: Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenep akal budimu, itulah hukum yang terutama dan yang pertama. Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu ialah: Kasihilan sesamamu manusia seperti dirimu sendiri (Matius 22:37-39). Kutipan ayat di atas menjadi menjadi dasar bagi orang percaya dalam beretika. Tuhan sendirilah yang telah memerintahkan hal itu kepada orang percaya. Apapun yang kita perbuat bagi sesama, kita harus memperlakukannya dengan dasar kasih seperti untuk diri kita sendiri. Sekali lagi hal ini adalah merupakan suatu perintah. Dengan adanya perintah ini, hidup akan menjadi terarah, terutama dalam berperilaku. Bukan dengan pengertian kita sendiri kita berperilaku, tetapi sesuai dengan perintah Allah yang jelas tercantum dalam ayat diatas. Banyak orang yang menemukan dasar etika mereka dalam sesuatu yang lain, misalnya dalam prinsip para filsuf-filsuf ternama seperti Plato yang mengatakan bahwa bahwa akal budi harus menjadi norma terpenting dalam tidakan kita. Jadi yang menjadi dasar dalam beretika adalah akal budi. Akal budi akan menentukan etika kita dalam bertingkah laku. Tidak hanya Plato, banyak filsuf-filsuf lain yang menawarkan banyak dasar dalam beretika. Terkadang apa yang mereka tawarkan itu jika dilihat sekejap masuk akal. Tetapi jika kita bandingkan dengan kebenaran Alkitab, tentu saja sangat bertentangan. Begitu banyak tawaran-tawaran duniawi yang begitu mengoyahkan iman kita. Tetapi dari sekian banyak tawaran, hanya ada satu kebenaran yang harus kita pegang, yaitu kebenaran Alkitab. Bagaimana dengan Anda? Apa yang menjadi dasar dari etika Anda? Apakah kebenaran Alkitab? REFERENSI Hamersma, H. (1980). Pintu Masuk ke Dunia Filsafat. Yogyakarta: Kanisius. Magnis, F (1997). Filsafat 13 tokoh etika, Sejak Zaman Yunani Sampai Abad ke-19. Yogyakarta: Kanisius.

Hakikat Pengetahuan yang Benar


28 Nov 2010 Leave a Comment by Plato's Zone in Theory of Knowledge Oleh: Marissa R.T. Plato merupakan salah satu penganut paham rasionalisme yang memahami bahwa hanya dengan menggunakan prosedur tertentu dari akal saja kita akan bisa sampai pada pengetahuan yang sebenarnya, yaitu pengetahuan yang tidak akan salah. (Keraf & Dua, 2000, hlm. 43). Menurut kaum rasionalis, satu-satunya sumber pengetahuan adalah akal budi. (Keraf & Dua, 2000, hlm. 44). Dalam pandangannya, Plato percaya bahwa dunia ini terbagi 2 yaitu:

Dunia ide (idea/form): dunia akal; dunia yang mengatasi indera; dunia pengetahuan sejati. Dunia fisik (matter/world): dunia yang nampak; dunia indera; dunia pendapat.

Plato gagal menemukan kebenaran yang dinyatakan dalam hal-hal fisik dan sejarah kehidupan manusia (Holmes, 2009, hlm. 60). Dunia fisik yang kita rasakan dengan indera adalah suatu keadaan yang terus menerus berubah. Kita tidak dapat mengandalkan pancaindera kita untuk memperoleh pengetahuan. Karena, apa yang kita tangkap melalui pancaindera hanya merupakan tiruan cacat dari ide-ide tertentu yang abadi. Itulah sebabnya, dua orang akan memiliki pendapat yang berbeda akan suatu objek yang sama. Hanya ide-ide sajalah yang bersifat nyata dan sempurna. Segala hal lain hanya tiruan dan karena tidak nyata. (Keraf & Dua, 2000, hlm. 44). Menurut Plato, dunia ide yang mengandalkan akal budi manusia adalah sesuatu yang tidak berubah dan bersifat abadi. Karena itu, ia menyimpulkan bahwa satu-satunya pengetahuan yang sejati adalah apa yang disebutnya episteme, yaitu pengetahuan yang tunggal dan tidak berubah, sesuai dengan ide-ide abadi. (Keraf & Dua, 2000, hlm. 44). Pengetahuan yang sejati itu terdiri dari konsep-konsep (ide-ide yang telah ada di kepala kita), bukan informasi atau ide-ide yang datang pada kita melalui pancaindera. Jika ide itu dituangkan ke dalam dunia fisik, maka ide itu yang pada awalnya adalah sempurna menjadi tidak sempurna. Dalam iman Kristen, sebagai orang percaya, kita tahu bahwa segala kebenaran adalah kebenaran Allah. Pengetahuan yang benar hanya berasal dari Allah. Seperti yang tertulis dalam Kolose 2:3 Sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan. Pengetahuan Allah itu utuh dan benar secara sempurna, maka kebenaran itu tidak dapat berubah, ia tetap sama di setiap saat dan tempat, ia bersifat mutlak. (Holmes, 2009, hlm. 60). Karena, Allah yang adalah sumber pengetahuan adalah mutlak dan sempurna. Bahkan, ketika pengetahuan yang benar yang berasal dari Allah ada pada manusia, ia pun akan tetap pada sifatnya, utuh dan benar secara sempurna. Berbeda dengan pandangan Plato tentang dunia fisik dan dunia ide. Sebagai orang percaya kita

mengimani bahwa segala sesuatu dalam hidup manusia tidak lepas dari campur tangan Tuhan. Allah lah yang memberi kita hikmat untuk memahami setiap pengetahuan yang benar yang berasal dari padaNya. Selain itu, hal lain yang berbeda antara pandangan Plato dengan pandangan Kristiani, yaitu sebagai orang percaya, kita tahu bahwa Allah telah menyatakan diri-Nya dalam ciptaan fisik dan sejarah kehidupan manusia: seluruh ciptaan memberi kesaksian mengenai kebenaran Allah. (Holmes, 2009, hlm. 60). Sebagai Pencipta segala sesuatu, Dia adalah sumber tertinggi semua pengetahuan kita, sehingga usaha kita untuk mengetahui kebenaran bergantung kepada Dia dan menyaksikan mengenai Dia. Jadi, ketika kita memperoleh pengetahuan, pengetahuan itu benar jika hal tersebut sesuai dengan kebenaran Allah. Maka setiap pengetahuan seharusnya menceritakan kemuliaan Allah, kuasa dan keberadaan Allah itu sendiri. Holmes, A. F. (2009). Segala Kebenaran adalah Kebenaran Allah. Surabaya: Momentum Smith, L. & Reaper, W. (2000). Ide-Ide: Filsafat dan Agama Dulu dan Sekarang. Yogyakarta: Kanisius Keraf, A. S. & Dua, M. (2000). Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius

Sumber pengetahuan yang benar


28 Nov 2010 Leave a Comment by Plato's Zone in Theory of Knowledge

Oleh Hetty Josefina Manurung

Filsafat Plato dikenal dengan teori tentang bentuk dan ide sebagai realitas dari pengetahuan manusia. Teori tentang ide dikemukakan dalam Republik dengan menggunakan citra yang ternama: Matahari, Garis Pemisah dan Gua (Meiling, 2002, p.181). Ilustrasi yang Plato gunakan sangat terkenal, di beberapa filsafat, ilustrasi ini sering dituliskan. Dalam buku berjudul The Story of Philosophy ilustrasi Plato dituliskan dengan judul Mitos Gua. Hanya dalam buku ini mengunakan api unggun bukan matahari. Tulisan ini bercerita tentang tawanan yang terkurung dalam gua, diikat dan hanya dapat memandang ke satu titik di dalam gua dan membelakangi pintu masuk gua. Tawanan hanya melihat bayangan orang yang berlalu lalang didepan gua yang terpantul lewat cahaya api unggun ke dalam dinding gua. Tawanan hanya memahami setiap hal dari apa yang dia lihat selama ini. Namun, ketika mereka diberi kesempatan untuk keluar dari gua, mereka akan melihat hal yang sangat berbeda dengan apa yang mereka pahami. Dan ketika mereka kembali dan menceritakan pengetahuan baru mereka kepada tawanan lain di dalam gua, belum tentu mereka diterima karena tawanan yang masih tetap berada dalam gua memahami dan mempercayai pengetahuan dari bayangan dalam gua yang selama ini mereka pahami. Mereka tidak mampu memahami di luar pengetahuan mereka tentang bentuk yang mereka lihat di dalam gua. Dalam pandangan Plato tawanan yang di dalam gua adalah manusia yang hidup dalam dunia yang pengetahuannya berubah-ubah berdasarkan penangkapan indera manusia. Bentuk yang para tawanan lihat di dalam gua sebagai wujud dari bentuk sebenarnya yang ada di luar gua yang merupakan pengetahuan yang sesungguhnya dan bersifat absolut. Pengetahuan yang berada diluar gua adalah pengetahuan yang benar yang merupakan bentuk sempurna dari apa yang tawanan lihat di dalam gua. Sebagai dasar pengetahuan yang benar dalam filsafat plato adalah dunia ide. Pengetahuan yang bersifat inderawi adalah bayangan belaka (Snijders, 2006, p.57). Sehingga dalam pemahaman Plato yang bersifat kekal adalah dunia ide yang mendasari setiap pengetahuan manusia dalam hidup di dunia dan dunia ide terpisah dari dunia tempat dimana manusia hidup. Pandangan Plato sangat berbeda dengan kebenaran pengetahuan secara Kristen. Jika dalam pandangan Plato pengetahuan yang benar dan sempurna berasal dan berada dalam dunia ide namun tidak memahami siapa yang menciptakan ide tersebut. Sedangkan dalam kekristenan pengetahuan yang benar bersumber dari Allah. Seperti yang tertulis dalam Kolose 2:3 sebab di dalam Dialah tersembunyi segala harta hikmat dan pengetahuan. Allah adalah Pencipta yang kekal dan Maha bijaksana dari segala sesuatu maka hikmatNya yang kreatif itu merupakan sumber dan norma semua kebenaran mengenai segala sesuatu (Holmes, 2009, p.20). Kebenaran Allah yang menjadi sumber dari segala sesuatu yang manusia ketahui. Dengan demikian segala kebenaran adalah kebenaran Allah di mana pun itu ditemukan (Holmes, 2009, p.59). Allah memberikan manusia akal budi untuk berpikir dengan penuh hikmat yang daripada Allah sebagai gambar dan rupa Allah, untuk memahami setiap kebenaran Allah. Sehingga ketika kita diperhadapkan kepada pengetahuan yang benar menurut manusia, kita sebagai orang yang mengimani Kristus dalam hidup kita, tidak dengan gampang

menerima pengetahuan tersebut. Namun meminta pertolongan Tuhan untuk memahami apakah pengetahuan tersebut benar menurut Allah. Daftar Pustaka David J. Melling, Cuk Ananta Wijaya, R. H. Widada. (2002). Jejak langkah pemikiran Plato. Jakarta: Yayasan Bentang Budaya. Hadi, Hardono P. (1994). Epistemologi: Filsafat pengetahuan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Holmes, Arthur F. (2009). Segala kebenaran adalah kebenaran Allah. Surabaya: Momentum. Maggie, Bryan. (2008). The story of philosophy: Kisah tentang filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius Snijders, Adelbert. (2006). Manusia dan kebenaran. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Cara Hidup Manusia


28 Nov 2010 Leave a Comment by Plato's Zone in Nature of Human oleh Maria Imaculata Addelin Dalam ajaran Plato tentang manusia, dikatakan bahwa seseorang dikatakan baik jika dikuasai oleh akal budi dan dikatakan buruk jika dikuasai oleh nafsu dan emosi. menurut Plato, jika manusia hidup di bawah nafsu dan emosi, berarti dia dikuasai oleh sesuatu di luar dirinya. Maka, hidupnya akan menjadi tidak teratur. Sedangkan jika manusia hidup menurut akal budi, manusia seakan-akan mengatur diri sendiri, berpusat dalam jiwa sendiri, dan menyatu dengan dirinya sendiri yang berarti manusia tersebut hidup secara rasional. Ajaran Plato ini tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Dalam ajaran Kristen, manusia tidak dapat mengatur dirinya sendiri dan tidak diperbolehkan menjadikan dirinya sebagai pusat kehidupan. Kita orang Kristen percaya bahwa Allah adalah pengatur hidup dan pusat dari kehidupan kita. Sebagai orang Kristen, kita mengenal dosa merupakan salah satu natur manusia. Jika natur manusia adalah dosa, apakah Allah menciptakan manusia sudah berdosa? Tidak. pada awal mulanya, manusia diciptakan dalam keadaan baik, tanpa pemikiran dan hasrat untuk berdosa. Namun, sejak dosa masuk ke dalam dunia yang terjadi melalui kejatuhan malaikat dan manusia pertama yaitu Adam dan Hawa mengalami kejatuhan, natur manusia menjadi begitu rusak.

Bagaimana asal usul dosa? Hoekema dalam Manusia: Ciptaan Menurut Gambar Allah mengatakan bahwa di dalam hidup manusia maupun di dalam hidup para malaikat, dosa itu tidak dapat dijelaskan karena asal mula kejahatan merupakan salah satu teka teki kehidupan yang terhebat. Kita tidak dapat menemukan alasan terjadinya dosa di dalam ciptaan Allah yang sudah pasti baik adanya atau di dalam karunia-karunia yang Ia berikan kepada manusia. namun, seharusnya dan sebenarnya Adam dan Hawa dapat bertahan dari godaan ular. Jika demikian, apakah Allah yang menyebabkan kejatuhan manusia pertama? Tidak. Allah tidak menyebabkan kejatuhan manusia pertama. Hoekema menjelaskan bahwa Allah mengizinkan kejatuhan terjadi karena di dalam kemahakuasaan-Nya, Ia dapat mendatangkan kebaikan bahkan dari kejahatan. Namun, fakta bahwa dosa manusia tidak terjadi di luar kehendak Allah, tidak dapat dijadikan dalih dan tidak dapat juga dipakai untuk menjelaskan dosa. Maka, dosa akan selalu merupakan teka-teki. Upah dari dosa adalah maut atau kematian. Maka, manusia pasti akan menghadapi kematian. Kita sebagai manusia biasa tidak dapat membayar hutang dosa kita tersebut. Maka, Bapa mengirimkan Anak yang Dia kasihi berinkarnasi menjadi manusia, sengsara dan wafat di kayu salib untuk menebus hutang dosa kita. Hal ini merupakan anugerah Allah yang luar biasa dan tanpa anugerah ini, manusia tidak dapat melakukan hal apa pun yang baik dan cenderung melakukan segala jenis kejahatan. Dari penjelasan di atas, jelas apa yang dikatakan Plato tidak sesuai dengan ajaran Kristen. Plato mengatakan dengan hidup sesuai akal budi maka seseorang akan menyatu dengan dirinya dan dirinya menjadi pusat dari kehidupan. Sehingga dia akan hidup tenang dan nyaman. Namun, kebenarannya hanya di dalam Dialah kita manusia akan mendapat kehidupan yang tidak hanya tenang dan nyaman. Namun penuh dengan berkat, anugerah, dan damai sejahtera. Manusia tidak dapat hidup hanya mengandalkan dirinya karena manusia tidak sempurna. Hanya satu pribadi yang sempurna yaitu Allah Bapa yang kita kenal dalam Yesus Kristus. Perbuatan baik belum tentu dapat menyelamatkan kita, hanya dengan anugerah Allah kita akan mendapatkan keselamatan. REFERENSI Hoekema, A. A. (2008). Manusia: ciptaan menurut gambar Allah. Surabaya: Momentum. Rahardi, N. (2007, June 25). Ajaran Sang Bijak Plato. Retrieved November 27, 2010, from GOOD 4U2C: http://neonovan.blogspot.com/2007/06/ajaran-sang-bijak-plato.html

Elemen-Elemen Konstituen dari Natur Manusia


28 Nov 2010 Leave a Comment by Plato's Zone in Nature of Human

oleh Andreas Sastra W Ajaran Plato tentang natur manusia secara sekilas terlihat benar. Oleh karena itu, jika kita tidak mengajinya dengan tepat sesuai dengan kebenaran Alkitab, maka kita akan terbawa ke dalam arus pemikirannya. Artikel ini secara khusus membahas ajaran Plato berdasarkan kebenaran Alkitab. Menurut Plato ada dua hal yang utama dalam diri manusia yaitu jiwa dan tubuh, keduanya merupakan kenyataan yang harus dibedakan dan dipisahkan. Jiwa berada sendiri. Jiwa adalah sesuatu yang adikodrati, yang berasal dari dunia ide dan oleh karenanya bersifat kekal, tidak dapat mati (Hadiwijono, hal. 43, 2005). Plato juga mengajarkan teori Praeksistensialisme dan transmigrasi jiwa. Teori praeksistensi beranggapan bahwa jiwa-jiwa manusia ada dalam keadaan yang sudah lebih dahulu terbentuk dan keadaan jiwa-jiwa itu dalam keadaan tersebut mempengaruhi keadaan jiwa tersebut pada saat yang kemudian. (Berkhof, hal. 35, 2006). Dari ajarannya, dapat dilihat bahwa sebenarnya Plato menganut dikotomis dalam pandangannya tentang elemen natur manusia. Pandangan ini pada dasarnya sama dengan pandangan Alkitab. Akan tetapi, kesalahan teori Plato adalah caranya melihat dikotomis tersebut. Plato melihat tubuh dan jiwa secara dualistik, jiwa dan tubuh berupa kanyataan yang terpisahkan. Jiwa dipenjarakan di dalam tubuh. Oleh karena itu, jiwa perlu dilepaskan dengan mendapatkan pengetahuan tentang ide. Sedangkan, Alkitab menjelaskan manusia memiliki dua elemen dalam dirinya namun tetap menekankan kesatuan organis di dalam diri manusia. Dari kisah penciptaan jelas bahwa manusia memang memiliki dua elemen yang bersatu. Dalam Kejadian 2:7 dikatakan ketika itulah TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. Ayat ini menunjukkan bahwa ketika Allah membentuk tubuh oleh Rohnya, pada saat itu juga manusia menjadi makhluk yang hidup. Kalimat dalam ayat tersebut tidak menunjukkan urutan penciptaan tubuh dahulu baru jiwa. Akan tetapi, baik tubuh maupun jiwa dimiliki oleh manusia secara bersamaan ketika penciptaan. Berdasarkan pandangan Alkitab di atas, berarti bahwa tubuh dan jiwa merupakan elemen dari manusia yang menyusun keseluruhan diri manusia. Oleh karena itu, segala tindakan manusia harus dilihat sebagai tindakan dari keseluruhan diri manusia. Yang berdosa adalah manusianya, bukan jiwanya; yang mati adalah manusianya, bukan tubuhnya dan juga bukan hanya jiwa saja tetapi manusia itu baik tubuh maupun jiwanya yang ditebus di dalam Kristus. (Berkhof, hal. 35, 2006) Teori Plato tentang praeksistensialisme jiwa juga tidak sesuai dengan pandangan Alkitab. Alasan terpentingnya adalah karena teori ini berdasar pada dualisme, dimana jiwa yang tadinya tidak memiliki tubuh, kini secara kebetulan dipenjarakan di dalam tubuh. Dari sudut kesadaran, teori ini juga tidak dapat diterima karena kita sebagai manusia tidak memiliki kesadaran tentang keadaan jiwa kita ketika masih belum lahir ke dunia. Teori Plato tentang transmigrasi jiwa jelaslah salah. Dalam Alkitab tidak pernah dikatakan

bahwa jiwa manusia yang telah meninggal akan diturunkan ke dalam tubuh lain lagi. akan tetapi, Alkitab menjelaskan bahwa ketika seorang individu meninggal, ia akan dibangkitkan pada hari penghakiman dengan tubuh yang tidak dapat binasa dan tidak dapat mati. Disaat itulah firman Tuhan digenapkan bahwa maut telah ditelan dalam kemenangan dan manusia akan memasuki hidup kekal bersama dengan Tuhan pada kekekalan.

Daftar Pustaka Aprillins. (2009). Filsafat plato: ide, pengenalan, jiwa, dan raga. Retrieved: November, 27, 2010, from: http://aprillins.com/2009/267/filsafat-plato-ide-pengenalan-jiwa-danraga/ Berkhof, Louis. (2006). Teologi sistematika: doktrin manusia. Surabaya: Momentum. Hadiwijono, Harun. (2005). Sari Sejarah Filsafat Barat I. Yogyakarta: Kanisius.

Anda mungkin juga menyukai