Anda di halaman 1dari 8

Menjamurnya Budaya Ngaret Fenomena Merebaknya Kemalasan di

Indonesia

Oleh Rimbi Wijanti


Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan
Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang
Rimbi_wjnti@yahoo.co.id

Abstrak
Berdasarkan kebiasaan masyarakat di Indonesia yang sering terlambat maka artikel ini akan
membahas tentang fenomena Budaya Ngaret yang terjadi di Indonesia. Tidak dapat
dipungkiri bahwa sejatinya setiap orang pasti pernah terlamabat dengan berbagai macam
alasan mereka terlambat. Semua itu dianggap wajar jika keterlambatan itu hanya terjadi
secara periodik akan tetapi bagaimana jika keterlambatan tersebut dilakukan secara
berulang ulang dan terkesan adanya kesengajaan untuk melakukan hal tersebut ? Banyak
cara yang digunakan untuk menutupi kesalahan kesalahaan tersebut dengan dalih bangun
kesiangan, kendaraan mogok, dan lain lain. Namun semua itu tetap kembali ke diri masing
masing, bagaimana kita mengatur diri dan menghindarkan diri dari rasa malas, bagaimana
penerapan kedispilinan kita untuk mengatasi masalah tersebut dan bagaimana cara kita
menghargai waktu dan memanajemen waktu yang telah diberikan dengan sebaik mungkin.
Keywords : Ngaret, malas, manajemen waktu, disiplin
Pendahuluan
Sudah menjadi rahasia umum kalau di Indonesia marak akan ”Kebudayan Ngaret”. Bisa
dibilang hampir seluruh aspek di kehidupan kita ngaret mulai dari lalu lintas, pendidikan,
teknologi dan lain lain. Hal yang paling sering ditemui adalah ngaret dalam membuat janji
dengan seseorang. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah kenapa orang orang di
Indonesia sering datang terlambat? Apa yang menyebabkan mereka selalu datang terlambat?
Mengapa kebiasaan “Ngaret” ini dilakukan oleh orang banyak dan dianggap sebagai
“Budaya”? Apakah Budaya ngaret termasuk hal yang patut untuk dibanggakan?
Telat bisa dikatakan terlambat, kata telat sendiri merujuk ke arah ketidaksengajaan
berbeda dengan Ngaret yang lebih condong ke kesengajaan dalamm diri kita sehingga ngaret
itu justru yang menyebabkan terlambat dan tidak sebaliknya. Ngaret adalah istilah bagi
ketidaktepatan waktu, atau dengan kata lain terlambat karena mengulur-ulur waktu atau
malas. Jam adalah penunjuk waktu, sangat tegas dan nyata namun kalau waktu bisa
difleksibelkan, molor sebagaimana karet, itulah dinamakan jam karet atau Ngaret.
(lihat di http://muhyasir.wordpress.com , 2012)
Jika ditanya apakah anda sudah pernah telat, pasti jawabannya “Ya”. Entah apapun
telat itu, mulai dari telat makan, telat tidur, telat sekolah,telat ke kantor, telat janjian, telat
rapat, dan telat telat yang lainnya. Kita pasti pernah mengalaminya atau mungkin malah
sering melakukannya. Miris. Yah memang jika dikatakan secara gamblang memang sangat
tragis dimana suatu perbuatan yang bisa dikatakan “negatif” justru sangat booming disini.
Dari sekian banyak orang, mungkin hanya segelintir orang yang benar benar menyikapi dan
memerangi telat, ya mungkin hanya orang orang yang mendapatkan pencerahan dan bersikap
kritis mengenai budaya di negara ini. Inilah Indonesia, Negaraku tercinta nan indah, dan yang
sangat disayangkan adalah budaya ngaretnya yang sangat luarbiasa. Apakah seperti inikah
cerminan bangsa agraris di negeri ini ?
Awalnya memang ‘Ngaret” adalah  masalah yang kecil dan dianggap biasa karena
banyak orang di Indonesia yang melakukannya, akan tetapi jika hal ini dibiarkan terus terusan
juga akan merugikan diri sendiri dan membuat citra buruk bagi negara kita tentunya, efek
negatif itu meliputi mulai dari tidak efektifnya waktu yang tersedia karena sudah terpotong
akibat keterlambatan tadi, tidak jarang juga pihak yang  menunggu meningkat tingkat
emosinya, dan alhasil bagi orang yang terlambat tadi pun akan terkena marah atau bahkan
surat peringatan bagi yang sedang bekerja di suatu tempat. Semuanya akan dianggap wajar
tentunya jika hanya terjadi kadang kala, akan tetapi kebiasaan dari negara agraris ini adalah
selalu terlambat dalam hal apapun dan kapanpun. Bagaimana dengan kompak masyarakat di
Indonesia menganggap wajar kebiasaan “ngaret” yang jelas jelas akan merusak mental dan
sikap mereka menjadi pribadi yang malas dan tidak menghargai waktu.
Kurangnya kesadaran masyarakat akan arti disiplin
Anehnya setiap kegiatan ataupun acara di Indonesia itu pasti: telat, molor, fleksibel. Banyak
kegiatan yang akhirnya ditunda karena pihak pihak yang bersangkutan telat atau lebih
tepatnya Ngaret . Dengan merebaknya budaya ngaret dan telat sudah menjadi cerminan
buruknya tingkat kedisiplinan da menghargai waktu para warga di Indonesia. Bahkan kalau
bisa dikatakan mungkin Indonesia adalah negara dengan budaya ngaret yang sudah mendarah
daging. Kenapa? Karena menurut beberapa artikel yang saya baca, Negara negara di luar sana
justru sangat menjunjung tinggi kedisiplinan dan ketepatan waktu. Kita bandingkan saja
dengan negara tetangga kita yaitu Singapore dan Malaysia. Singapore pantas berbahagia
karena di antara 10 negara anggota ASEAN, negara ini didaulat sebagai negara paling Bersih
kemudian disusul oleh negara tetangga yaitu Malaysia. Sedangkan Indonesia ? Indonesia
harus puas dengan hanya mampu mengukuhkan posisinya di peringkat no 7 yaitu diatas
Filipina dan Kamboja menurut World Happiness Report yang dirilis oleh The Earth Institute
pada 1 juni 2012 lalu, lembaga penelitian milik Columbia University. Laporan itu sendiri
dirilis oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan dijuluki sebagai laporan PBB pertama yang
berkaitan dengan tingkat kebahagiaan manusia. (Lihat di sosbud.kompasiana.com, 2012).
Singapore bisa menjadi negara yang seperti itu tidak lain karena sikap disiplin yang
selalu mereka tanamkan, penegakan hukum yang jelas dan tidak pandang bulu, tidak lupa
sikap menghargai waktu sehingga sekarang bisa menjadi dalam jajaran negara Baru,
Bagaimana dengan Indonesia? Peraturan yang sudah ditegakkan saja masih sering
diselewengkan, apa lagi dengan pelaku pelanggarannya sendiri ?. Hukuman untuk membuang
sampah sembarangan untuk daerah DKI Jakata adalah sebagai berikut seperti yang telah
dilansir oleh VIVAnews bahwa pada tanggal 19 Oktober 2013, Kepala Dinas Kebersihan
DKI Jakarta, Unu Nurdin menegaskan jika perseorangan dikenakan sanksi Rp 100 ribu
hingga Rp 500 ribu. Sementara perusahan akan dikenakan denda sekitar Rp 10 juta hingga
Rp 50 juta. “Aturan itu berlaku bagi perusahaan perusahaan yang ada di kawasan pemukiman
penduduk dan kawasan industri,”kata Unu di sela kegiatan pembersihan kali di Pintu Air
Manggarai, Jakarta Selatan”.
Unu menjelaskan, sanksi tersebut berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3
tahun 2013 yang diundangkan pada 20 juni lalu, juga Perda Nomor 7 tahun 2008 tentang
ketertiban umum yang sanksinya berupa hukuman pidana dan juga hukuman denda. (Lihat di
http://metro.news.viva.co.id, 2013). Cuplikan berita diatas adalah Sanksi yang akan diberikan
kepada oknum pembuangan sampah sembarangan, Hukuman tersebut lumayan berat menurut
saya, akan tetapi implementasi secara langsungnya apakah masyarakat takut akan sanksi
tersebut? Tidak kawan, mereka justru semakin membabi buta membuang sampah seenaknya.
Kenapa? sekali lagi saya tekankan bahwa perangkat untuk mengatur stabilitas masyarakatnya
saja tidak disiplin apalagi masyarakatnya.
Maka dari itu mungkin pemerintah DKI Jakarta sengaja membuat wacana tentang
Sanksi bagi pembuang sampah secara sembarangan untuk “menggertak” warganya agar tidak
membuang sampah secara sembarangan lagi. Semoga saja usaha yang dilakukan oleh
pemerintahan DKI Jakarta bisa terealisasikan. Pemerintah memang harus membuat kebijakan
yang bisa membuat jera para oknum oknum tersebut agar menghargai lingkungan serta
disiplin dan tertib dengan peraturan yang sudah dibuat. Semuanya tetap kembali ke sikap
masing masing orang akan tetapi jika hanya menunggu semua orang sampai mau
menyadarkan dirinya agar peduli terhadap arti disiplin dan menghargai waktu itu hanya akan
memakan waktu lama sekali bahkan belum tentu bisa terlaksana.
Masalah masalah yang ada di Indonesia sendiri sebenarmya juga berakar dari sikap
kurang disiplin dan tidak tertib. Misalnya saja masalah sampah dan kebersihan di atas yang
kemudian berujung menjadi banjir. Penebangan pohon yang tidak tertib dan asal asalan juga
salah satu contoh lagi betapa rendahnya tingkat disiplin di Indonesia. Kedisiplinan memang
hal yang harus dibudayakan bukan malah telat atau ngaret yang justru dilestarikan. Butuh
adanya kesadaran diri untuk disiplin dan tertib. Disiplin bukan tentang kepentingan orang lain
akan tetapi justru kepentingan diri sendiri, dengan disiplin akan membuat hidup teratur dan
berkesinambungan. Disiplin yang akan saya bahas dalam artikel ini adalah tentang disiplin
terhadap waktu. Jika sudah membuat janji pada waktu tertentu maka usahakan sebisa
mungkin utnuk tidak telat atau On Time.
Djamaludin Ancok (dosen Fakultas Psikologi UGM) juga meyebutkan tentang budaya
jam karet di Indonesia dalam buku Psikologi Terapan (Ancok, 2010), bagaimana seorang
petani di Indonesia saja ngaret dan tidak disiplin serta memanfaatkan waktu. Beliau
menjelaskan bahwa budaya masyarakat agraris juga mempengaruhi tingkat kedisiplinan
masyarakat Indonesia terhadap waktu. Masyarakat agraris adalah masayarakat yang sangat
bergantung pada sektor pertanian, seperti yang kita ketahui para petani di Indonesia bisa
bekerja kapanpun, pagi,  siang, sore, bahkan tidak hanya itu mereka juga bisa memanen
kapanpun menyesuaikan dengan jenis tumbuhan yang mereka tanam. Maka dari itu sebagian
besar dari para petani tersebut menjadi terkesan “malas” dalam menggarap sawahnya,
berbeda dengan para petani di luar negeri, mereka justru memanfaatkan waktu secara optimal
mengingat musim tanam mereka hanya sebentar, otomatis bagaimanapun mereka harus
memanajemen waktu mereka agar mendapatkan hasil panen yang maksimal. (Lihat di
http://ancok.staff.ugm.ac.id, 2010).
Seperti yang dikatakan oleh beliau di web http://ancok.staff.ugm.ac.id tentang
beberapa pengaruh yang diakibatkan oleh adanya budaya ngaret ialah seperti berikut, Beliau
menjelaskan bahwa budaya ngaret itu lebih banyak membawa pengaruh negatif dibandingkan
dengan pengaruh positif. Mengapa dikatakan membawa pengaruh negatif? Karena ngaret itu
akan menghancurkan rencana rencana yang akan dilakukan menjadi berantakan. Penundaan
penundaan serta penguluran waktu yang dilakukan ketika ngaret jelas akan merusak schedule
yang telah dibuat selanjutnya. Misalnya: Penundaan rapat kerja, Terlambat ke sekolah atau
kegiatan lainnya. Dengan adanya keterlambatan dalam rencana kegiatan tersebut maka akan
mengakibatkan rasa gelisah atau “Stress” karena mungkin ada rasa bersalah telah terlambat
yang pastinya berefek negatif atau tidak menguntungkan bagi diri kita. Dengan adanya
gangguan jiwa tersebut maka akan mempengaruhi psikologi orang tersebut bahkan bisa
berujung pada kecelakaan fisik. Bayangkan saja jika kita diposisikan sedang dalam rapat
yang bernilai investasi tinggi akan tetapi kita telat atau ngaret ketika datang, maka
kemungkinan besar yang akan terjadi adalah kehilangan investasi besar tersebut.
 Akibat lain yang disebabkan oleh kehilangan investasi tersebut bisa berujung ke
bunuh diri atau mungkin mengasingkan diri dari peradaban karena bisa jadi investasi yang
telah hilang tersebut adalah investasi yang benar benar berharga untuk perusahaan tersebut,
dan dengan kehilangan investasi tersebut maka perusahaan itu terancam bangkrut. Sedangkan
untuk dampak positifnya adalah lebih santai, orang orang di psikolog atau psikiater menyebut
orang dengan kepribadian ini dengan tipe B yaitu kebalikan dari tipe A yang cenderung selalu
menepati janji. Orang dengan kepribadian tipe B ini cenderung santai dan tidak terlalu
menaruh perhatian terhadap waktu.
Kebanyakan dari orang orang yang berkepribadian tipe B ini lebih cenderung
memiliki prinsip alon alon asal kelakon dan menurut mereka terlambat ataupun ngaret
bukanlah hal yang menyebabkan stress. Maka dari itu orang orang ini cenderung memiliki
resiko kecil terhadap penyakit penyakit yang disebabkan oleh stress dan secara tidak
langsung kemungkinan hidup mereka akan jauh lebih panjang dibandingkan dengan orang
yang berkepribadian tipe A yang selalu stress karena mempermasalahkan tentang waktu.
(Untuk lebih jelasnya lihat di http://ancok.staff.ugm.ac.id/, 2010 )
Bagaimana agar disiplin dan menghargai waktu bisa diterapkan? Berdasarkan ;hasil
pengalaman yang pernah saya lakukan dan saya alami, ada beberapa tindakan yang yang
harus dilakukan dan disadari oleh tiap tiap individu. Pertama, Kesadaran dari tiap tiap orang.
Memang jika membahas tentang kesadaran rasanya adalah suatu hal yang mustahil, karena
setiap individu memiliki sifat dan tabiat yang berbeda akan tetapi disiplin yang ditegaskan
dalam hal ini lebih menyangkut tentang kepentingan bersama, jadi sikap tentang
kebersamaanlah yang harus dijunjung tinggi bukan ego masing masing individu. Kesadaran
untuk menjadi disiplin juga bukan hanya untuk orang lain, tetapi juga untuk diri sendiri.
Ketika kedisiplinan menjadi sebuah kebiasaan dan tingkah laku akan semakin bnayak pula
orang yang percaya dan simpati terhadap kinerja kita yang teratur dan tepat waktu.
Yang kedua adalah konsisten, jika kita sudah sadar maka tinggal bagaimana kita
konsekuen dengan apa yang kita lakukan . Bagaimana sikap kita akan diuji, bukan tentang
siapa yang memulai untuk menerapkan sikap disiplin terhadap waktu akan tetapi siapa yang
akan konsisten dengan sikap disiplin tersebut hingga menjadi sebuah kebiasaan yang tidak
dapat ditinggalkan. Konsisten dengan apa yang dilakukan juga sangatlah penting karena akan
percuma jika rencana yang sudah dirancang hanya dilakukan di awal dan tidak ada tindak
lanjut atau kelanjutannya dalam jangka waktu panjang. Selain itu perencanaan juga
diperlukan untuk meminimalisir masalah masalah yang akan terjadi kelak seperti kemalasan
ketika proses penerapan sikap disiplin, maka dari itu perencanaan jangka panjang diperlukan.
Akan tetapi Konsisten merupakan harga mati jika ingin kebiasaan buruk tersebut hilang.
Karena disini kita akan berbicara tentang merubah tabiat yang notabene susah seklai untuk
dirubah. 
Dan yang Ketiga adalah Evaluasi, evaluasi diperlukan untuk mengukur sejauh mana
kita melakukan perubahan dalam hal disiplin tersebut, selain itu evaluasi juga digunakan
untuk introspeksi diri, yaitu mengoreksi apa yang kurang atau bahkan salah dengan apa yang
telah dilakukan. Evaluasi hendaknya dilakukan secara periodik tertentu dan teratur agar bisa
mengontrol yang kita diperbuat. Agar rencana yang sudah dirancang sebelumnya dapat
terealisasikan dengan baik dan benar. Selain itu evaluasi juga sangat menjadi hal yang sanagt
penting karen adengan evaluasi menentukan apakah rencana tersebut akan berkelanjutan atau
tidak. Kelanjutan dari rencana untuk bersikap disiplin itu sangat penting karena untuk sampai
taraf menjadi disiplin tersebut menjadi sebuah sikap dan tingkah laku harus dilakukan secara
terus terusan agar tertanam juga dalam alam bawah sadar kita sehingga membentuk sugesti
untuk selalu bersikap disiplin dimanapun dan kapanpun.
Menghargai Waktu dan Manajemen Waktu
Sebelum mengenal lebih jauh tentang manajemen waktu ada baiknya kita mengerti tentang
menghargai waktu. Waktu itu sangatlah penting dan berharga, kenapa ?  Karena waktu adalah
suatu hal yang tidak dapat terulang, maka sebisa mungkin kita harus memanfaatkannya
dengan sebaik dan seefisien mungkin agar tidak terbuang sia sia. Menghargai waktu sama
saja dengan menghargai orang lain karena jika diruntut semuanya akan saling berhubungan
satu sama lain. Misalnya ketika ada janjian dengan orang lain pada jam tertentu dan datang
pada tepat waktu maka secara tidak langsung kita juga menghargai waktu kita juga waktu
teman janjian kita dengan cara tidak molor atau mengulur ulur waktu. Tentunya jika kita
melakukan hal tersebut secara berulang ulang sehingga menjadi kebiasaan pasti akan banyak
orang yang simpati dan berasumsi bahwa kita adalah orang yang bertanggungjawab dan
menghargai waktu. Seperti yang dikatakan oleh Choan - Seng Song (235: 2008 ) sebagai
berikut (lebih jelasnya lihat  CARApedia.com, 2012) :
waktu adalah suatu ruang yang di dalamnya mereka melakukan segala usaha yang
memperluasnya agar dapat memenuhinya dengan sebanyak mungkin hal. Kehidupan yang
berhasil adalah kehidupan yang telah menghasilkan prestasi terbanyak dalam waktu sesingkat
mungkin
Dari pernyataan beliau bisa diambil kesimpulan bahwa secara tidak langsung waktu itu
sangat cepat, maka dari itu waktu tersebut haruslah diisi dengan hal hal yang bermanfaat serta
segala sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhannya selama hidupnya. Choan menjelaskan
juga bahwasanya kehidupan yang sukses adalah kehidupan yang menghasilkan prestasi yang
amat banyak akan tetapi dengan memanfaatkan waktu sesingkat mungkin. Dalam waktu yang
singkat itu maka kita akan lebih terfokus dengan tujuan tujuan kita dalam menjalani hidup
pastinya. Dengan mengetahui bahwa waktu yang dimiliki sangatlah sedikit juga kita kan
mencari cari kegiatan yang bermanfaat dan berguna bagi kehidupan masa mendatang. Akan
tetapi jarang orang yang menyadari bahwa waktu itu sangatlah sedikit, maka dari itu perlu
adanya kesadan diri akan pentingnnya sebuah waktu. Jangan sampai menyia- nyiakannya
dengan hal yang tidak penting bahkan merugikan. Ingat waktu itu itu tidak akan akan
terulang lagi, menghargai waktu sama pentingnya dengan bersikap sopan santun dengan
orang lain. Dengan datang tepat waktu merupakan salah satu cerminan dari menghargai
waktu yang dimiliki, karena datang tepat waktu sama saja menghargai waktu yang digunakan
oleh diri kita sendiri dan juga waktu yang dikeluarkan oleh orang lain atau teman janjian kita.
Menghargai waktu juga sama menghargai hidup, seperti yang dijelaskan diatas bahwa waktu
tidak dapat terulang, jadi apa yang dilakukan sekarang adalah apa yang akan kita dapat.
( Lebih jelasnya lihat di CARApedia.com, 2012 )
Manajemen waktu sangatlah penting untuk kita, maka dari itu kita perlu memahami
arti dari manajemen itu sendiri. Selain itu juga  untuk mengetahui apa fungsi serta kegunaan
dari manajemen tersebut. Dikarenakan banyak paham yang mengartikan manajemen maka
akan saya tuliskan beberapa pendapat para pakar sebagai referensi.
Adanya konsep manajemen terjadi karena terjadinya gejolak masyarakat sebagai
akibat dari tidak seimbangnya pengembangan teknis dengan kemampuan sosial. Untuk istilah
manajemen sendiri telah diartikan dalam berbagai persepsi, sebagai bahan perbandingan kita
perlu mendalami pengertian dari manajemen itu sendiri agar tidak terjadi kesalahpahaman,
berikut adalah paparan menurut beberapa sumber mengenai manajemen:
John D.Millet (dalam Siswanto, 1987:4) telah membatasi dan membatasi sebuah arti
manajemen sebagi berikut :
Management is the process of directing and facilitating the work of people organized in
formal groups to achieve a desired goal ( Manajemen adalah suatu proses pengarahan dan
pemberian fasilitas kerja kepada orang yang diorganisasikan dalam kelompok formal untuk
mencapai tujuan )
Dari kutipan diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen menurut Millet adalah tentang
proses menuju pengarahan dan pemberian fasilitas dalam mencapai tujuan tesebut yang
saling berkaitan satu sama lain pastinya; Proses pengarahan, daapat diartikan sebagai
rangkaian kegiatan untuk memberikan pengarahan atau instruksi kepada orang lain atau
kelompok tertentu dalam rangka mencapai tujuan tertentu; Proses pemberian fasilitas,
diartikan sebagai rangaian kegiatan untuk menyediakan sarana dan juga prasarana, serta jasa
untuk memudahkan dalam melaksanakan pekerjaan dalam rangka pencapaian tujuan itu
sendiri. Jika disangkutpautkan dengan probematika yang dihadapi oleh kita sekarang tentang
Budaya ngaret, sebenarnya dari pengertian diatas bisa disimpulkan melalui pendekatannya
dengan waktu bahwa manajemen menurut Millet itu sendiri digunakan untuk memahami
lebih dalam tentang Proses menuju perubahan yang melalui pemngarahan dan juga
pemberian fasilitas.
Jika disambungkan dengan waktu maka proses pemberin arahan adalah bagaimana kita
mendoktrin diri kita untuk terus berusaha disiplin, tepat waktu dan juga memanfaatkan waktu
tersebut. Dengan sugesti sugesti tersebut maka akan membuat alam bawah sadar kita
menyadari kalau hal- hal tersebut adalah yang terbaik untuk diri kita. Selain itu untuk
pemberian fasilitasnya sendiri bisa diartikan sebagai maping atau bisa juga to do list tentang
keogiatan yang akan dilakukan oleh kita sehingga akan terjadi keteraturan serta kerapihan
rancangan kegiatan yang akan dilakukan, selain itu to do list juga akan mempermudah kita
dalam membagi waktu dan membuatnya menjadi benar benar bermanfaat dan tidak terbuang
sia sia pastinya.
Selain itu James A.F. Stoner dan Charles Wankel (Dalam Siswanto, 1987:4 ) juga
memaparkan persepsinya tentang manajemen serta memberikan batasan batasan manajemen
itu sendiri. Beliau menjelaskan bahwa manajemen adalah sebagai berikut :
Management is the process of planning, organizing,leading, and controlling the efforts of
oeganization members and of using all other organizational resorces to achieve stated
organizational goals(manajemen adalah proses perencanan,
pengorganisasian,kepemimpinan,dan pengendalian upaya anggota organisasi dan penggunaan
seluruh sumber daya organisasi lainnya demi tercapainya tujuan organisasi)
Berbeda dengan Millet, Stoner dan Wankel (Dalam Siswanto, 1987:4 ) mengatakan bahwa
proses adalah cara sistematis untuk menjalankan suatu pekerjaan. Dalam batasan batasan
tersebut, batasan manajemen di atas prosesnya adalah 1) Perencanaan yang bisa juga
disebutkan sebagai penetapaan tujuan dan tindakan tindakan ynag direncanakan atau
dilakukan. Bisa dibilang proses ini menentukan apa yang akan kita capai dan tuju tentunya;
2) Pengorganisasian, yaitu pengorganisasian sumber daya manusia serta sumber daya
lainnya yang dibutuhkan. Dalam hal ini diri kita sebagai sumber daya manusia harus bisa
dengan kompak bersinergi dengan sumber daya lainnya seperti manusia lain, lingkungan,
bahkan makhluk makhluk lainnya;
 3) Kepemimpinan, adalah bagaimana kita mengupayakan agar bawahan bekerja sebaik
mungkin. Karena dalam pembahasan kali ini kita membahas tentang memanajemen diri
sendiri maka tuan sekaligus bawahan adalah diri kita sendiri, dikatakan tuan karena kitalah
yang memimpin diri kita sendiri, sedangkan sebagai bawahan karena kita memerintahkan
perintah perinath tersebut ke diri kita sendiri. Bagaimana cara kita agar jangan sampai lepas
dari tujuan awal dan tetap membelenggu keinginan untuk lari, untuk menyerah daan faktor
faktor negatif yang sekiranya akan merusak tujaun awal;
4) Pengendalian, yaitu memastikan apakah tujuan tercapai atau tidak dan jika tidka tercapai
dilakukan upaya tindakan perbaikan. Poin ini menjelaskan bahwa perlu adanya pemastian
apakah tujuan tujuan yang sudah direncanakan bisa tercapai atau tidak, karena jikalau
memang tidak bisa tercapai perlu adanya revisi agar sampai pada akhirnya rencana tersebut
bisa tercapai. Kalau dihubungkan dengan manajemen waktu yang dibahas pada artikel ini
maka, perlu adanya kejelasan tentang list kegiatan yang akan dilkukan serta tujuuan tujuan
dari list list tersebut, apakah memang sudaah sesuai dengan diharapkan ataukah memang
tidak sama sekali. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa pengendalian dilakukan untuk
mengendalikan tujuan tujuan tersebut dari kemungkinan kegagalan atau mungkin salah
sasaran. Perlu adanya revisi lebih lanjut jika rencana yang sudah disusun gagal atau tidak
sesuai yang diharapkan.
Kesimpulan
Berdasarkan paparan paparan diatas dapat disimpulkan bahwa budaya ngaret sebenarnya
adalah salah satu cerminan dari kemalasan, karena ngaret itu lebih mengandung unsur
kesengajaan untuk terlambat dibandingkan dengan sebuah tragedi yang tidak disengaja.
Ngaret juga banyak mengandung efek negatifnya dibandingkan dengan efek positifnya
karena ngaret itu sendiri sebenarnya adalah sebuah sikap atau tabiat yang jelek, jadi efek
yang akan timbul dari sikap yang jelek juga tidak terlepas jauh dari hal hal yang negatif.
Untuk mengatasi kebiasaan buruk itu maka harus berubah yaitu salah satunya dengan
membiasakan diri untuk bersikap disiplin, menghargai waktu dan juga memanajemen waktu
agar kegiatan kita lebih teratur dan jelas arah dan tujuannya.
Daftar Pustaka
Ancok, Djamaludin. (2004). Psikologi Terapan. Yogyakarta: Darussalam.
Siswanto, B. (1987). (Manajemen Tenaga Kerja). Bandung: Sinar Baru.
CARApedia. (2012). “Pengertian Definisi Waktu “ diunduh dari
(http://carapedia.com/pengertian_definisi_waktu_info3404.html), pada 29 September 2013
Djamaludin Ancok. (2010). “Jam Karet: Sekelumit visi Psikologi” diunduh dari
(http://ancok.staff.ugm.ac.id/main/jam-karet-sekelumit-visi-psikologi/), pada tanggal 9
November 2013
Kompasiana. (2012). “Rakyat Singapura paling bahagia Indonesia nomer 3 paling belakang”
diunduh dari (http://sosbud.kompasiana.com/2012/04/06/rakyat-singapura-paling-bahagia-
indonesia-nomer-3-paling-belakang-452234.html), pada 3 November 2013
Muhammad Yasir. (2012). ”Ngaret Paling Indonesia” diunduh dari
(http://muhyasir.wordpress.com/2012/06/25/ngaret-paling-indonesia/), pada 21 Oktober 2013
VivaNews. (2013).”Buang Sampah di DKI Ini Sanksinya” diunduh dari 
(http://metro.news.viva.co.id/news/read/452497-buang-sampah-sembarangan-di-dki--ini-sanksinya ),
pada tanggal 29 Oktober 2013
Fenomena jam karet tidak hanya terjadi pada beberapa golongan atau masyarakat saja, tetapi
hampir semua lapisan masyarakat yang ada di Indonesia. Bukan hanya pada orang yang tidak
berpendidikan, tetapi di dunia kampus juga terjadi hal yang sama.

Istilah jam karet berarti bahwa waktu yang elastis, dapat diubah tanpa merusak bentuk yang
asli. Fenomena ini dapat dijumpai di berbagai tempat misalnya di dunia lapangan kerja
seperti pertanian, perindustrian, dunia kampus dan lainnya. Orang Indonesia sering terlambat
apabila diajak rapat atau ada pertemuan pada waktu tertentu. Misalnya dalam undangan rapat
tertulis bahwa rapat akan diadakan pada hari senin pukul 09.00. Pada waktu yang telah
ditentukan, belum banyak undangan yang datang bahkan hanya satu atau dua orang. Para
undangan baru datang nanti sekitar pukul 10.00.

Ada perbedaan penyebab terjadinya fenomena jam karet pada orang desa dengan orang
perkotaan. Di pedesaan biasanya terdiri atas petani yang umunya berpendidikan rendah.
Sedangkan orang kota umumnya berpendidikan dan memiliki jadwal pekerjaan yang padat.

Penyebab terjadinya pada orang desa diakibatkan karena kurangnya pengetahuan tentang
waktu seperti yang dipahami pada umumnya masyarakat dunia. Mereka kurang tahu
mengenai penggunaan jam yang padahal mereka telah memilikinya. Masyarakat pedesaan
sering mempergunakan jam tangan yang tidak aktif lagi. Selain itu pula mereka memilki
pengaturan waktu sendiri. Misalnya pada masyarakat Islam pedesaan yang membagi waktu
atas beberapa bagian. Misalnya waktu subuh (sekitar pukul 04.00-06.00), waktu dhuhur
(sekitar pukul 13.00-15.00), ashar (sekitar pukul 15.30-18.00), magrib (pukul 18.00-19.15),
dan Isya (pukul 19.30-waktu subuh tiba). Pada saat menentukan waktu pertemuan, mereka
menyebut waktu dhuhur (yaitu pukul 13.00-15.00), bukan ditentukan dalam waktu jam.
Sehingga bisa saja mereka datang pada pukul 14.00 atau lewat.

Sedangkan pada orang kota misalnya atasan perkantoran yang biasanya datang terlambat
pada saat akan diadakan rapat di kantor. Sang atasan terlambat bedasarkan motivasi bahwa
atasan tidak seharusnya menunggu bawahan, tetapi bisa jadi juga tanpa motiv hanya karena
kebiasaan. Seperti halnya juga penyanyi terkenal yang sengaja terlambat agar diperhatikan
oleh para penggemarnya.

Menurut ahli yang menganalisa berdasarkan analisa psikologi bahwa fenomena jam karet
disebabkan oleh jadwal buang air besar sejak kecil yang tidak teratur yang kemudian dibawah
sampai dia dewasa. Sebaiknya harus diperhatikan bahwa membiasakan anak buang air besar
yang teratur sejak dini membawa dampak keteraturan hidupnya di waktu dewasa.

Untuk membangun Indonesia, fenomena jam karet akan menjadi hambatan yang sukar untuk
diselesaikan. Maka dari itu hendaknya hal ini dicegah agar tidak menjadi kebiasaan generasi
muda bangsa.

Tulisan ini diilhami dari sebuah Jurnal dengan judul "Catatan Antropologi". Penulis dan
Penerbit tidak ditemukan karena jurnal tersebut telah berumur tua dan kondisinya telah
rusak.

Anda mungkin juga menyukai