Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK

MODEL KONSEPTUAL KEPERAWATAN GERONTIK ADAPTASI ROY

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Keperawatan Gerontik
Kelompok 1 :
1. Abier Delpia Syaprialdi
(A0019001)
2. Aenun Safitri (A0019002)
3. Akhmad Nur Fakih (A0019003)
4. Alfiyah Nur Baeti (A0019004)
5. Amelia Rahmawati (A0019005)
6. Anggun Larasati (A0019006)
7. Anjar Devi Febrianingsih (A0019007)
8. Azkinnada Aqiela (A0019008)
9. Denita Dwi Muktami (A0019009)
10. Didik Sugiarto (A0019010)
11. Dwi Fatimatuzzahra (A0019011)
12. Fahdia Fathihatul Nabila (A0019012)
13. Felisa Aryani (A0019013)
14. Finka Azzahra (A0019014)
15. Oktaviana Muthoharoh (A0019081)
16. Pradita Yolanda (A0019082)
17. Putri Khasanatul Fitriani (A0019083)
18. Putri Nur Ainiyyah (A0019084)

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


STIKES BHAKTI MANDALA HUSADA SLAWI
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Model Konseptual Keperawatan Gerontik Adaptasi Roy”.
Makalah ini kami buat bertujuan untuk menjelaskan materi tentang
Keperawatan Gerontik Adaptasi Roy. Dengan adanya makalah ini diharapkan
mahasiswa lain dapat memahami makalah “Model Konseptual Keperawatan
Gerontik Adaptasi Roy” dengan baik.
Kami tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.

Slawi, 27 Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI
Halaman Judul.................................................................................................i
Kata Pengantar................................................................................................ii
Daftar Isi........................................................................................................iii
A. PENDAHULUAN
1. Roy Adaptation Model .........................................................................1
a) Riwayat Sister Callista Roy...........................................................1
b) Filosofi...........................................................................................2
c) Pola Pengembangan Model Konseptual Callista Roy....................3
d) Paradigma Keperawatan ................................................................3
e) Teori Adaptasi................................................................................6
B. TUJUAN MODEL KONSEP
C. APLIKASI MODEL KONSEP
1. Aplikatif Model Keperawatan Pada Lansia dengan Depresi Kehila-
ngan Anak-anak ..................................................................................11
2. Aplikatif Model Keperewatan Pada Lansia dengan Gangguan Fung-
si Fisik Akibat Stroke..........................................................................11
3. Aplikatif Model Keperawatan Pada Lansia dengann Gangguan Ke-
mampuan Bersosialisasi di Masyarakat .............................................12
D. PELAYANAN KEPADA LAYANAN LANSIA
1. Posyandu Lansia .................................................................................12
2. Puskesmas Santun Usia Lanjut ..........................................................13
3. Pelayanan Kesehatan di Panti Werdha ...............................................14
E. REFERENSI

iii
A. PENDAHULUAN
1. Roy Adaptation Model
a. Riwayat Sister Calista Roy
Suster Calista Roy adalah seorang suster dari Saint Joseph of
Carondelet. Roy dilahirkan pada tanggal 14 oktober 1939 di Los Angeles
California. Roy menerima Bachelor of Art Nursing pada tahun 1963 dari
Mount Saint Marys College dan Magister Saint in Pediatric Nursing pada
tahun 1966 di University of California Los Angeles.
Roy memulai pekerjaan dengan teori adaptasi keperawatan pada
tahun 1964 ketika dia lulus dari University of California Los Angeles.
Dalam Sebuah seminar dengan Dorrothy E. Johnson, Roy tertantang
untuk mengembangkan sebuah model konsep keperawatan. Konsep
adaptasi mempengaruhi Roy dalam kerangka konsepnya yang sesuai
dengan keperawatan. Dimulai dengan pendekatan teori sistem. Roy
menambahkan kerja adaptasi dari Helsen tahun 1964, seorang ahli
fisiologis – psikologis. Untuk memulai membangun pengertian
konsepnya. Helsen mengartikan respon adaptif sebagai fungsi dari
datangnya stimulus sampai tercapainya derajat adaptasi yang di butuhkan
individu. Derajat adaptasi dibentuk oleh dorongan tiga jenis stimulus
yaitu : focal stimuli, konsektual stimuli dan residual stimuli.
Roy mengkombinasikan teori adaptasi Helson dengan definisi dan
pandangan terhadap manusia sebagai sistem yang adaptif. Selain
konsepkonsep tersebut, Roy juga mengadaptasi nilai “ Humanisme”
dalam model konseptualnya berasal dari konsep A.H. Maslow untuk
menggali keyakinan dan nilai dari manusia. Menurut Roy humanisme
dalam keperawatan adalah keyakinan, terhadap kemampuan koping
manusia dapat meningkatkan derajat kesehatan.
Sebagai model yang berkembang, Roy menggambarkan kerja dari
ahli-ahli lain di area adaptasi seperti Dohrenwend (1961), Lazarus
(1966), Mechanic (1970) dan Selye (1978). Setelah beberapa tahun,
model ini berkembang menjadi sebagai suatu kerangka kerja pendidikan

1
keperawatan, praktek keperawatan dan penelitian. Tahun 1970, model
adaptasi keperawatan diimplementasikan sebagai dasar kurikulum
sarjana muda keperawatan di Mount Saint Mary’s College. Sejak saat itu
lebih dari 1500 staf pengajar dan mahasiswa-mahasiswa terbantu untuk
mengklarifikasi, menyaring, dan memperluas model. Penggunaan model
praktek juga memegang peranan penting untuk klarifikasi lebih lanjut
dan penyaringan model.
Sebuah studi penelitian pada tahun 1971 dan survey penelitian pada
tahun 1976-1977 menunjukkan beberapa penegasan sementara dari
model adaptasi. Perkembangan model adaptasi keperawatan dipengaruhi
oleh latar belakang Roy dan profesionalismenya. Secara filosofi Roy
mempercayai kemampuan bawaan, tujuan,, dan nilai kemanusiaan,
pengalaman klinisnya telah membantu perkembangan kepercayaannya
itu dalam keselarasan dari tubuh manausia dan spirit. Keyakinan filosofi
Roy lebih jelas dalam kerjanya yang baru pada model adaptasi
keperawatan.
b. Filosofi
Filosofi tidak didasarkan terhadap hal yang bersifat empiris, tetapi
merupakan suatu keyakinan dan penyataan yang terkait terhadap praktek
keperawatan dan mempengaruhi munculnya model konseptual. Asumsi
Humanism dan Veritivity yang diturunkan dari teori Spiritual oleh
Swimme dan Berry tahun 1992 menjadikan Philosifical dari teori ini.
Humanism menegaskan bahwa seseorang atau pengalaman
manusia sangat essensial untuk pengetahuannya dan bernilai. Hal itu
dapat menjadi kekuatan untuk berkreatif. Veritivity menegaskan tentang
kepercayaan, nilai dan arti pada semua kehidupan manusia. Selain itu
Asumsi dari Teori System dan Teori level adaptasi digabungkan menjadi
kesatuan asusmsi yang scientific.
Dari teori System, sistim adaptasi manusia dipandang sebagai
sesuatu yang berinteraksi yang bekerja sebagai kesatuan untuk mencapai
tujuan. Sistem adaptasi manusia adalah sesuatu yang kompleks, memiliki

2
banyak factor dan juga merupakan respon terhadap stimulus lingkungan
untuk mencapai adaptasi. Dalam beradaptasi dengan stimulus
lingkungan, manusia mempunyai kapasitas untuk mengadakan
perubahan-perubahan pada lingkungan.
c. Pola Pengembangan Model Konseptual Calista Roy
Sister Calista Roy mengembangkan model adaptasi dalam
keperawatan pada tahun 1964. Model ini banyak di gunakan sebagai
falsafah dasar dan model konsep dalam pendidikan keperawatan. Model
adaptasi Roy adalah system model yang esensial dalam keperawatan.
Roy menjelaskan bahwa manusia adalah makhluk biopsikososial sebagai
satu kesatuan yang utuh. Dalam memenuhi kebutuhan manusia selalu di
hadapkan berbagai persoalan yang kompleks. Dalam menghadapi
persoalan tersebut Roy mengemukakan teori adaptasi. Penggunaan
koping atau mekanisme pertahanan diri, berespon melakukan peran dan
fungsi secara optimal untuk memelihara integritas diri keadaan
lingkungan sekitarnya dalam suatu rentang kontinu sehat – sakit.
Sumber- sumber yang mendukung perkembangan teori ini :
Didasari dari teori adaptasi Helson, yang mengatakan bahwa respon
adaptive adalah fungsi yang muncul ketika ada stimulus dan level
adaptasi. Stimulus adalah setiap factor yang mengakibatkan sebuah
respon. Stimulus dapat muncul dari lingkungan internal maupun
eksternal. Setelah mengembangkan teorinya, Roy mempresentasikan
teori tersebut pada praktek keperawatan, riset dan pendidikan
keperawatan.
Selain itu pengembangan model konseptual C.Roy di kontribusi
oleh lebih dari 1500 mahasiswa di fakultas di mana C.Roy bekerja.
Pemerintah Amerika saat itupun sangat mendukung perkembangan teori
ini, diantaranya dengan menyediakkan 100. 000 perawat di USA
disiapkan untuk praktek menggunakan teori ini.
d. Paradigma Keperawatan Menurut Sister Calista Roy

3
Empat Elemen utama dari teori Roy adalah : Manusia sebagai
penerima asuhan keperawatan, Konsep lingkungan, Konsep sehat dan
Keperawatan. Dimana antara keempat elemen tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain karena merupakan suatu sistem.
1) Manusia
Manusia merupakan fokus utama yang perlu diperhatikan karena
manusialah yang menjadi penerima asuhan keperawatan, baik itu
individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat, yang dipandang
sebagai “Holistic Adaptif System”. Dimana “Holistic Adaptif System
“ ini merupakan perpaduan antara konsep sistem dan konsep adaptasi.
a) Konsep Sistem
Roy memandang manusia sebagai mahluk holistik yang dalam
sistem kehidupannya akan selalu berinteraksi dengan
lingkungannya, dimana diantara keduanya akan terjadi pertukaran
informasi, “matter” dan energi. Adapun karakteristik sistem
menurut Roy adalah input, output, control dan feed back
b) Konsep Adaptasi
Output dalam sistem adaptasi ini berupa respon perilaku individu
yang dapat dikaji oleh perawat baik secara objektif maupun
subjektif. Respon perilaku ini dapat menjadi umpan balik bagi
individu maupun lingkungannya. Roy mengkategorikan output dari
sistem adaptasi ini berupa respon adaptif dan respon inefektif.
Respon adaptif dapat meningkatkan integritas individu sedangkan
respon inefektif tidak dapat mendukung untuk pencapaian tujuan
perawatan individu.
Roy menggunakan istilah mekanisme koping untuk
menggambarkan proses kontrol individu dalam sistem adaptasi ini.
Beberapa koping ada yang bersifat genetik seperti : WBC (sel
darah putih) sebagai benteng pertahanan tubuh terhadap adanya
kuman, sedangkan beberapa koping lainnya ada yang merupakan
hasil belajar seperti : menggunakan antiseptik untuk membersihkan

4
luka. Dalam mekanisme kontrol ini, Roy menyebutnya dengan
istilah “Regulator” dan “Cognator”. Transmitter dari sistem
regulator berupa kimia, neural atau sistem saraf dan endokrin, yang
dapat berespon secara otomatis terhadap adanya perubahan pada
diri individu. Respon dari sistem regulator ini dapat memberikan
umpan balik terhadap sistem cognator. Proses kontrol cognator ini
sangat berhubungan dengan fungsi otak dalam hal fungsi persepsi
atau memproses informasi, pengambilan keputusan dan emosi.
2) Lingkungan
Stimulus yang berasal dari individu dan sekitar individu merupakan
elemen dari lingkungan, menurut Roy. Lingkungan didefinisikan oleh
Roy adalah “ Semua kondisi, keadaan dan pengaruh-pengaruh
disekitar individu yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
perilaku individu dan kelompok “(Roy and Adrews, 1991 dalam
Nursing Theory : 260) . Dalam hal ini Roy menekankan agar
lingkungan dapat didesign untuk meningkatkan kemampuan adaptasi
individu atau meminimalkan resiko yang akan terjadi pada individu
terhadap adanya perubahan.
3) Sehat
Roy mendefinisikan sehat adalah “A State and a process of being and
becoming an integrated and whole person”. Integritas individu dapat
ditunjukkan dengan kemampuan untuk mempertahankan diri, tumbuh,
reproduksi dan “mastery”. Asuhan keperawatan berdasarkan model
Roy bertujuan untuk meningkatkan kesehatan individu dengan cara
meningkatkan respon adaptifnya.
4) Keperawatan
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa tujuan keperawatan
menurut Roy adalah meningkatkan respon adaptif individu dan
menurunkan respon inefektif individu, dalam kondisi sakit maupun
sehat. Selain meningkatkan kesehatan di semua proses kehidupan,
keperawatan juga bertujuan untuk mengantarkan individu meninggal

5
dengan damai. Untuk mencapai tujuan tersebut, perawat harus dapat
mengatur stimulus fokal, kontekstual dan residual yang ada pada
individu, dengan lebih menitikberatkan pada stimulus fokal, yang
merupakan stimulus tertinggi.
e. Teori Adaptasi Sister Calista Roy
Roy mengidentifikasi bahwa input sebagai stimulus, merupakan
kesatuan informasi, bahan-bahan atau energi dari lingkungan yang dapat
menimbulkan respon, dimana dibagi dalam tiga tingkatan yaitu input,
proses dan output.
1) Input
Input atau masukan terdiri dari stimulus dan level adaptasi. Stimulus
terdiri dari :
a) Stimulus fokal yaitu stimulus yang langsung berhadapan dengan
seseorang, efeknya segera, misalnya infeksi .
b) Stimulus kontekstual yaitu semua stimulus lain yang dialami
seseorang baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi
situasi dan dapat diobservasi, diukur dan secara subyektif
dilaporkan. Rangsangan ini muncul secara bersamaan dimana dapat
menimbulkan respon negatif pada stimulus fokal seperti anemia,
isolasi sosial.
c) Stimulus residual yaitu ciri-ciri tambahan yang ada dan relevan
dengan situasi yang ada tetapi sukar untuk diobservasi meliputi
kepercayan, sikap, sifat individu berkembang sesuai pengalaman
yang lalu, hal ini memberi proses belajar untuk toleransi. Misalnya
pengalaman nyeri pada pinggang ada yang toleransi tetapi ada yang
tidak. Level adaptasi dapat menjadi data masukan yang akan
mempengaruhi respon adaptasi seseorang. Menurut Roy level
adaptasi seseorang dibagi menjadi 3, yaitu : integrated,
compensatory, compromised.
2) Proses
Mekanisme kontrol seseorang menurut Roy adalah bentuk mekanisme

6
koping yang di gunakan. Mekanisme kontrol ini dibagi atas regulator
dan kognator yang merupakan subsistem.
a) Subsistem regulator. Input stimulus berupa internal atau eksternal.
Transmiter regulator sistem adalah kimia, neural atau endokrin.
Refleks otonom adalah respon neural dan brain sistem dan spinal
cord yang diteruskan sebagai perilaku output dari regulator sistem.
Banyak proses fisiologis yang dapat dinilai sebagai perilaku
regulator subsistem.
b) Subsistem kognator. Stimulus untuk subsistem kognator dapat
eksternal maupun internal. Perilaku output dari regulator subsistem
dapat menjadi stimulus umpan balik untuk kognator subsistem.
Kognator kontrol proses berhubungan dengan fungsi otak dalam
memproses informasi, penilaian dan emosi. Persepsi atau proses
informasi berhubungan dengan proses internal dalam memilih
atensi, mencatat dan mengingat. Belajar berkorelasi dengan proses
imitasi, reinforcement (penguatan) dan insight (pengertian yang
mendalam). Penyelesaian masalah dan pengambilan keputusan
adalah proses internal yang berhubungan dengan penilaian atau
analisa. Emosi adalah proses pertahanan untuk mencari keringanan,
mempergunakan penilaian dan kasih sayang.
Dalam memelihara integritas, kognator dan regulator saling
bekerjasama dan menguatkan. Selanjutnya Roy mengembangkan
proses internal seseorang sebagai sistem adaptasi dengan
menetapkan sistem efektor, yaitu 4 mode adaptasi meliputi
fisiologis, konsep diri, fungsi peran dan interdependensi.
 Mode Fungsi Fisiologi
Fungsi fisiologi berhubungan dengan struktur tubuh dan
fungsinya. Roy mengidentifikasi sembilan kebutuhan dasar
fisiologis yang harus dipenuhi untuk mempertahankan integritas,
yang dibagi menjadi dua bagian, mode fungsi fisiologis tingkat

7
dasar yang terdiri dari 5 kebutuhan dan fungsi fisiologis dengan
proses yang kompleks terdiri dari 4 bagian yaitu :
1) Oksigenasi : Kebutuhan tubuh terhadap oksigen dan
prosesnya, yaitu ventilasi, pertukaran gas dan transpor gas.
2) Nutrisi : Mulai dari proses ingesti dan asimilasi makanan
untuk mempertahankan fungsi, meningkatkan pertumbuhan
dan mengganti jaringan yang injuri.
3) Eliminasi : Yaitu ekskresi hasil dari metabolisme dari
instestinal dan ginjal.
4) Aktivitas dan istirahat : Kebutuhan keseimbangan aktivitas
fisik dan istirahat yang digunakan untuk mengoptimalkan
fungsi fisiologis dalam memperbaiki dan memulihkan semua
komponen-komponen tubuh.
5) Proteksi/ perlindungan : Sebagai dasar defens tubuh termasuk
proses imunitas dan struktur integumen (kulit, rambut dan
kuku) dimana hal ini penting sebagai fungsi proteksi dari
infeksi, trauma dan perubahan suhu.
6) The sense/perasaan : Penglihatan, pendengaran, perkataan,
rasa dan bau memungkinkan seseorang berinteraksi dengan
lingkungan Sensasi nyeri penting dipertimbangkan dalam
pengkajian perasaan.
7) Cairan dan elektrolit. : Keseimbangan cairan dan elektrolit di
dalamnya termasuk air, elektrolit, asam basa dalam seluler,
ekstrasel dan fungsi sistemik. Sebaliknya inefektif fungsi
sistem fisiologis dapat menyebabkan ketidakseimbangan
elektrolit.
8) Fungsi syaraf / neurologis : Hubungan-hubungan neurologis
merupakan bagian integral dari regulator koping mekanisme
seseorang. Mereka mempunyai fungsi untuk mengendalikan
dan mengkoordinasi pergerakan tubuh, kesadaran dan proses

8
emosi kognitif yang baik untuk mengatur aktivitas organ-
organ tubuh.
9) Fungsi endokrin : Aksi endokrin adalah pengeluaran horman
sesuai dengan fungsi neurologis, untuk menyatukan dan
mengkoordinasi fungsi tubuh. Aktivitas endokrin mempunyai
peran yang signifikan dalam respon stress dan merupakan
dari regulator koping mekanisme.
 Mode Konsep Diri
Mode konsep diri berhubungan dengan psikososial dengan
penekanan spesifik pada aspek psikososial dan spiritual
manusia. Kebutuhan dari konsep diri ini berhubungan dengan
integritas psikis antara lain persepsi, aktivitas mental dan
ekspresi perasaan.
Konsep diri menurut Roy terdiri dari dua komponen yaitu the
physical self dan the personal self.
1) The physical self, yaitu bagaimana seseorang memandang
dirinya berhubungan dengan sensasi tubuhnya dan gambaran
tubuhnya. Kesulitan pada area ini sering terlihat pada saat
merasa kehilangan, seperti setelah operasi, amputasi atau
hilang kemampuan seksualitas.
2) The personal self, yaitu berkaitan dengan konsistensi diri,
ideal diri, moral- etik dan spiritual diri orang tersebut.
Perasaan cemas, hilangnya kekuatan atau takut merupakan
hal yang berat dalam area ini.
 Mode Fungsi Peran
Mode fungsi peran mengenal pola–pola interaksi sosial
seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, yang
dicerminkan dalam peran primer, sekunder dan tersier.
Fokusnya pada bagaimana seseorang dapat memerankan dirinya
dimasyarakat sesuai kedudukannya
 Mode Interdependensi

9
Mode interdependensi adalah bagian akhir dari mode yang
dijabarkan oleh Roy. Fokusnya adalah interaksi untuk saling
memberi dan menerima cinta/ kasih sayang, perhatian dan saling
menghargai. Interdependensi yaitu keseimbangan antara
ketergantungan dan kemandirian dalam menerima sesuatu untuk
dirinya. Ketergantungan ditunjukkan dengan kemampuan untuk
afiliasi dengan orang lain. Kemandirian ditunjukkan oleh
kemampuan berinisiatif untuk melakukan tindakan bagi dirinya.
Interdependensi dapat dilihat dari keseimbangan antara dua nilai
ekstrim, yaitu memberi dan menerima.
3) Output
Output dari suatu sistem adalah perilaku yang dapt di amati, diukur
atau
secara subyektif dapat dilaporkan baik berasal dari dalam maupun dari
luar. Perilaku ini merupakan umpan balik untuk sistem. Roy
mengkategorikan output sistem sebagai respon yang adaptif atau
respon
yang tidak efektif/maladaptif. Respon yang adaptif dapat
meningkatkan integritas seseorang yang secara keseluruhan dapat
terlihat bila seseorang tersebut mampu melaksanakan tujuan yang
berkenaan dengan kelangsungan hidup, perkembangan, reproduksi
dan keunggulan. Sedangkan respon yang mal adaptif perilaku yang
tidak mendukung tujuan ini.
Tingkat adaptasi seseorang sebagai sistem adaptasi dipengaruhi oleh
perkembangan individu itu sendiri, dan penggunaan mekanisme
koping. Penggunaan mekanisme koping yang maksimal
mengembangkan tingkat adaptasi seseorang dan meningkatkan
rentang stimulus agar dapat berespon secara positif.
B. Tujuan Model Konsep
Model konseptual adaptasi roy itu terdiri dari 4 elemen penting yang
termasuk dalam model adaptasinya yaitu ada Manusia, Lingkungan, Sehat, dan

10
Keperawatan. Tujuan dari 4 elemen model konseptual adaptasi roy itu terhadap
lansia yaitu :
1. Agar individu mampu meningkatkan kesehatannya dengan cara
mempertahankan perilaku adaptif serta mampu merubah perilaku yang
inadaptif dengan harapan individu dapat beradaptasi dengan baik.
C. Aplikatif Model Konsep
1. Aplikatif Model Keperawatan Pada Lansia dengan Depresi Kehilangan
Anak-anak
Tindakan Keperawatannya :
a. Mengobservasi keadaan umum dan tingkah laku pasien apakah
menunjukkan adanya depresi atau tidak.
b. Menanyakan keluhan yang dirasakan oleh pasien.
c. Melakukan pendekatan yang lebih terhadap pasien agar pasien mau
terbuka tentang masalah yang tengah dihadapinya.
d. Setelah pasien terbuka dan mau untuk menceritakan masalahnya, sebagai
seorang perawat harus menjadi pendengar yang baik dan berempati
terhadap masalah yang dihadapi pasien.
e. Perawat memberikan saran untuk pasien agar dapat beradaptasi dengan
masalah yang dihadapinya dengan mencari kegiatan lain yang
bermanfaat untuk menghibur diri pasien dan mengisi waktu luang,
seperti: menyiram tanaman didepan rumah, rajin beribadah, mengikuti
pengajian rutin, bercocok tanam, berjemur di pagi hari, dan berjalan-jalan
di pagi hari.
2. Aplikatif Model Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan Fungsi
Fisik Akibat Stroke
Tindakan Keperawatannya :
a. Mengobservasi keadaan stroke dari pasien untuk mengetahui tindakan
keperawatan selanjutnya yang tepat
b. Menanyakan pada pasien atau keluarga penyebab dari stroke.

11
c. Melakukan rencana keperawatan sesuai dengan stroke yang dialami
pasien, jika strokenya bermasalah pada gangguan fisik maka tindakan
keperawatanya yaitu :
1) Terapi Latihan Khusus dengan METODE BOBATH
 Latihan dengan posisi tidur terlentang di atas bed
 Latihan dengan posisi pasien duduk
 Latihan pasien pada posisi berdiri
3. Aplikatif Model Keperawatan Pada Lansia dengan Gangguan
Kemampuan Bersosialisasi di Masyarakat
Tindakan keperawatannya :
a. Mengobservasi keadaan umum pasien dan tingkah laku pasien.
b. Menanyakan pada keluarga mengenai penyebab factor terjadinya
gangguan kemampuan bersosialisasi di masyarakat apakah karena trauma
atau hal lainnya.
c. Menyarankan kepada pasien untuk mencoba mengikuti kegiatan
dilingkungan masyarakat, seperti : pengajian rutin, gotong royong
kebersihan lingkungan, berjalan di pagi hari dengan tetangga dan
bercengkrama dengan tetangga.
D. Penerapan Kepada Layanan Lansia
1. Posyandu Lansia
a. Pengertian
Posyandu Lansia merupakan pengembangan dari kebijakan
pemerintah untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi lansia yang
diselenggarakan melalui program Puskesmas dengan melibatkan peran
serta para lansia, keluarga, tokoh masyarakat dan organisasi sosial.
Posyandu Lansia merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang
berada di desa/kelurahan bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
masyarakat khususnya lansia.
f. Sasaran Posyandu Lansia
1) Sasaran langsung
a) Kelompok pra usia lanjut (45-59 tahun)

12
b) Kelompok usia lanjut (60 tahun keatas)
c) Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi (70 tahun ke atas)
2) Sasaran tidak langsung
a) Keluarga dimana usia lanjut berada
b) Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut
c) Masyarakat luas
g. Jenis Pelayanan Kesehatan di Posyandu Lansia (DEPKES RI, 2005).
1) Pemeriksaan kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari-hari
2) Pemeriksaan status mental
3) Pemeriksaan status gizi
4) Pengukuran tekanan darah dan denyut nadi
5) Pemeriksaan Hb sahli
6) Pemeriksaan gula darah
7) Pemeriksaan protein urine
8) Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas, apabila ditemukan kelainan pada
pemeriksaan butir a-g
9) Penyuluhan kesehatan baik di dalammaupun di luar kelompok melalui
kunjungan rumah lansia dengan resiko tinggi terhadap penyakit dan
konseling lansia
10) Kunjungan rumah oleh kader disertai petugas kesehatan dalam rangka
kegiatan Keperawatan Kesehatan Masyarakat (Perkesmas) untuk
lansia dengan resiko tinggi terhadap penyakit.
11) Pemberian PMT (pemberian makanan tambahan)
12) Kegiatan olah raga untuk lansia
2. Puskesmas Santun Usia Lanjut
a. Pengertian
Puskesmas yang melaksanakan pelayanan kesehatan kepada para
lansia yang meliputi pelayanan promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif
yang lebih menekankan unsur proaktif, kemudahan proses pelayanan,
santun, sesuai standart pelayanan dan kerjasama dengan unsur lintas
sektor. Program Lansia tidak terbatas pada pelayanan kesehatan klinik,

13
tetapi juga pelayanan kesehatan di luar gedung dan pemberdayaan
masyarakat.
b. Aspek Pelayanan Puskesmas Santun Lansia
1) Promotif
a) Penyuluhan kesehatan, gizi
b) Upaya peningkatan kebugaran jasmani
c) Pemeliharaan kemandirian
d) Pemeliharaan produktivitas
2) Preventif
a) Deteksi dini
b) Pemantauan kondisi kesehatan
c) Sarana KMS (Kartu Menuju Sehat) usila
3) Kuratif
a) Berupa pengobatan ringan kepada usila dikelompok usila
b) Pengobatan lanjutan dipuskesmas
c) Rujukan kasus ke RS
4) Rehabilitatif
a) Upaya medis
b) Upaya psikososial
c) Upaya edukatif (penkes)
3. Pelayanan Kesehatan di Panti Werdha
a. Pengertian
Merupakan unit pelaksana teknis di bidang pembinaan
kesejahteraan sosial lansia yang memberikan pelayanan kesejahteraan
sosial bagi lansia berupa pemberian penampungan, jaminan hidup seperti
pakaian, pemeliharaan kesehatan, pengisian waktu luang termasuk
rekreasi, bimbingan sosial mental serta agama sehingga mereka dapat
menkmati hari tua diliputi ketentraman lahir dan batin.
b. Sasaran Pembinaan di Panti Wredha
1) Sasaran Khusus

14
 Lanjut usia : Berusia 60 tahun ke atas, tidak berdaya mencari
nafkah sendiri untuk kelangsungan hidupnya, tidak mempunyai
keluarga dan atau memiliki keluarga tetapi tidak mampu
memelihara lansia tersebut.
2) Sasaran Umum :
 Keluarga lanjut usia
 Pengelola dan petugas penghuni panti
 Masyarakat luas
 Instansi terkait seperti Departemen Agama (Depag), Dinas
Kesehatan (Dinkes), Pemerintah Daerah (Pemda), dan lain-lain.
c. Jenis Pelayanan di Panti Werdha
1) Upaya Promotif
Upaya untuk menggairahkan semangat hidup dan meningkatkan
derajat kesehatan lansia agar tetap berguna, baik bagi dirinya,
keluarga, maupun masyarakat.
Kegiatannya berupa :
a) Penyuluhan kesehatan danatau pelatihan bagi petugas panti
mengenai hal-hal : Masalah gizi dan diet, perawatan dasar
kesehatan, keperawatan kasus darurat, mengenal kasus gangguan
jiwa, olahraga, teknik-teknik berkomunikasi.
b) Bimbingan rohani pada lansia, kegiatannya antara lain : Sarasehan,
pembinaan mental dan ceramah keagamaan, pembinaan dan
pengembangan kegemaran pada lansia di panti werdha.
c) Rekreasi
d) Kegiatan lomba antar lansia di dalam atau antar panti werdha.
e) Penyebarluasan informasi tentang kesehatan lansia di panti maupun
masyarakat luas melalui berbagai macam media.
2) Upaya Preventif
Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit-
penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan dan komplikasinya.
Kegiatannya adalah sebagai berikut :

15
a) Pemeriksaan berkala yang dapat dilakukan dipanti oleh petugas
kesehatan yang datang ke panti secara periodik atau di Puskesmas
dengan menggunakan KMS lansia.
b) Penjaringan penyakit pada lansia, baik oleh petugas kesehatan di
puskesmas maupun petugas panti yang telah dilatih dalam
pemeliharaan kesehatan lansia.
c) Pemantauan kesehatan oleh dirinya sendiri dengan bantuan petugas
panti yang menggunakan buku catatan pribadi.
d) Melakukan olahraga secara teratur sesuai dengan kemampuan dan
kondisi masing-masing.
e) Mengelola diet dan makanan lansia penghuni panti sesuai dengan
kondisi kesehatannya masing-masing.
f) Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
g) Mengembangkan kegemarannya agar dapat mengisi waktu dan
tetap produktif.
h) Melakukan orientasi realita, yaitu upaya pengenalan terhadap
lingkungan sekelilingnya agar lansia dapat lebih mampu
mengadakan hubungan dan pembatasan terhadap waktu, tempat,
dan orang secara optimal.
3) Upaya Kuratif
Upaya pengobatan bagi lansia oleh petugas kesehatan atau petugas
panti terlatih sesuai kebutuhan.
Kegiatan ini dapat berupa hal-hal berikut ini :
a) Pelayanan kesehatan dasar di panti oleh petugas kesehatan atau
petugas panti yang telah dilatih melalui bimbingan dan pengawasan
petugas kesehatan/puskesmas.
b) Perawatan kesehatan jiwa.
c) Perawatan kesehatan gigi dan mulut.
d) Perawatan kesehatan mata.
e) Perawatan kesehatan melalui kegiatan di Puskesmas.

16
f) Rujukan ke rumah sakit, dokter spesialis, atau ahli kesehatan yang
diperlukan.
4) Upaya Rehabilitatif
Upaya pemulihan untuk mempertahankan fungsi organ seoptimal
mungkin. Kegiatan ini dapat berupa rehabilitasi fisik, mental dan
vokasional (keterampilan). Kegiatan ini dilakukan oleh petugas
kesehatan dan petugas panti yang telah dilatih.

E. Referensi
Alligood, M.R. Nursing Theorists and Their Work-e-book. Elsevier Health
Sciences; 2017 Jul 20.
Alligood, M. The Nature of Knowledge Needed for Nursing Practice. Nursing
theory. 2006:3-15.
Fitzpatrick, J.J, Whall, A.L. Conceptual Models of Nursing Analysis and
Application. 1996
McCurry, M.K, Revell, S.M, Roy, S.C. Knowledge for The Good of The
Individual and Society: Linking Philosophy, Disciplinary Goals, Theory,
and Practice. Nursing philosophy. 2010 Jan;11(1):42-52.
Roy, C. Generating Middle Range Theory: From Evidence to Practice.
Springer publishing company. 2013 Aug 28.
Roy, C. The Roy Adaptation Model: The Definitive Statement.
McGrawHill/Appleton & Lange; California. 1991.
Roy, C. Research Based on the Roy Adaptation Model: Last 25 years. Nursing
Science Quarterly. 2011 Oct;24(4):312-20.
Roy, C. Key Issues in Nursing Theory: Developments, Challenges, and Future
Directions. Nursing research. 2018 Mar 1;67(2):81-92.
Sarif La Ode. 2012. Asuhan Keperawatan Gerontik Berstandar Nanda, NIC,
NOC, Dilengkapi dengan Teori dan Contoh Kasus Askep. Jakarta: Nuha
Medika

17

Anda mungkin juga menyukai