Anda di halaman 1dari 8

TINJAUAN PENGEMBANGAN BAHAN BAKAR GAS SEBAGAI BAHAN BAKAR

ALTERNATIF

Tulus Burhanuddin Sitorus, ST, MT


Fakultas Teknik
Jurusan Teknik Mesin
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK

Seperti diketahui bahwa suatu saat produksi minyak mentah Indonesia akan
berkurang dan habis dimana menurut prediksi para ahli kira-kira 10 tahun ke depan.
Karena itu negara kita harus mengimpor minyak untuk kebutuhan dalam negerinya.
Untungnya, indonesia memilki sumber gas alam yang berlimpah dan saat ini
merupakan eksportir gas alam terbesar di dunia. Saat ini BBG telah terbukti sebagai
pilihan yang lebih baik di bidang transportasi. Data menunjukkan bahwa BBG yang
mulai dicoba oleh pemerintah melalui pertamina pada tahun 1987 memiliki beberapa
keuntungan diantaranyalebih mrah dari BBM, lebih ringan dari udara, usia mesin
lebih lama, perawatan lebih murah dan tidak mencemari lingkungan. Tapi
masalahnya adalah perkembangan BBG di masyarakat sangatlah lambat. Hal ini
disebabkan antara lain karena harga BBG tidak kompetitif dibanding BBM, harga
konversi kit yang masih terlalu mahal, dan pemikiran masyarakat yang cenderung
untuk selalu menggunakan BBM. Oleh karena itu agar BBG menjadi bahan bakar
alternatif di bidang transportasi maka diperlukan kebijakan dari pemerintah yang
didukung oleh masyarakat.

Kata kunci : transportasi, produksi minyak mentah, pengembangan CNG, kebijakan


pemerintah

ABSTRACT
One day the production of Indonesia’s crude oil should decrease and expert’s
prediction approximately for ten years. Therefore country have to import oils for its
domestic use. Luckily, Indonesia has abundant natural gas resources and at present
is the biggest exporter of natural gas in the world. Recently CNG proves to be a
better choice to transportation field. The data shows that CNG which has been first
tried in this country in 1987 has several advantages such as, much cheaper than
gasoline, lighter than air, longer engine life, maintenance cost is cheaper and not
harmful to environtment. The problem is CNG development in this country is very
slowly. This is caused by CNG prices is not competitive than gasoline, the price of
conversion kits is too expensive, and public minded which usual to use gasoline.
Therefore so that CNG become alternative fuels in the field of transportation is
needed the government’s policy which supported by public.

Keywords : transportation, production of crude oil, CNG development, government


policy

2002 digitized by USU digital library 1


PENDAHULUAN

Pada tahun 1987 pemerintah melalui pertamina sudah mengadakan ujicoba


pemakaian Bahan Bakar Gas (BBG) untuk kendaraan bermotor. Dan kalau dihitung
berarti sudah sekitar 15 tahun BBG dipasarkan secara komersial sebagai bahan
bakar kendaraan bermotor di Indonesia, namun perkembangan penjualannya
berjalan sangat lambat. Sebagai informasi konsumsi BBG hanya 0,33% dari total
konsumsi bahan bakar kendaraan di wilayah Pantai Utara Jawa.
Hal-hal yang menyebabkan lambatnya pengembangan dan pemasyarakatan BBG
antara lain:
- Ditinjau dari sisi produsen
Harga jual BBG lebih rendah dari biaya pengadaannya sehingga produsen enggan
mengembangkan usaha ini. Apabila harga jual BBG dinaikkan maka akan
semakin sulit bersaing dengan bahan bakar minyak (BBM) yang harganya
disubsidi oleh pemerintah.

- Dari sisi konsumen


Kit konversi (Conversion kit) yang harus dipasang agar kendaraan biasa baik
bensin maupun diesel dapat menggunakan BBG dirasakan terlalu mahal,
disamping itu penyimpanan gas yang menjadi persoalan dimana dimana tangki
mobil BBM bisa diisi dengan 75 liter sedangkan untuk tangki BBG hanya dapat
menyimpan gas bertekanan 200 bar yang setara dengan 17 liter premium. Hal
lain adalah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) sulit diperoleh karena saat
ini hanya ada sekitar 26 SPBG(7) yang terdapat di Jawa dan Sumatera yaitu di
Jakarta (18), Surabaya (4), Medan (2), dan Palembang (2) serta pola pikir
masyarakat yang sudah terbiasa menggunakan bahan bakar cair.

Karena beragamnya masalah yang menyelimuti pengembangan BBG ini maka


diinginkan ada suatu terobosan atau pemikiran yang dapat membuka jalan bagi
pengembangan BBG saat ini dan masa mendatang.
Tujuan dari artikel ini yaitu untuk memberikan suatu masukan atau umpan balik
(feedback) terutama bagi pemerintah maupun masyarakat sehingga bahan bakar gas
akan menjadi bahan bakar yang paling potensial untuk dikembangkan di bidang
transportasi.

TINJAUAN PUSTAKA

1. Bahan Bakar Gas


Bahan Bakar Gas merupakan gas alam yang telah dimampatkan. Secara umum lebih
dari 80% komponen gas bumi yang dipakai sebagai BBG merupakan gas metana,
10%-15% gas etana, dan sisanya adalah gas karbon dioksida, dan gas-gas lain.
Susunan BBG yang dipakai di Jakarta 93% terdiri dari gas metana, 3,2% gas etana,
dan 3,8% sisanya adalah gas nitrogen, propana, dan karbon dioksida (3). Komposisi
gas alam tersebut berbeda-beda antara satu sumber dengan sumber lainnya.
Bahan bakar gas dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian utama yaitu gas alam
(natural gas) dan gas buatan (manufactured gas). Gas alam umumnya berada di
tempat yang sama dengan endapan minyak dan batubara. Sedangkan gas buatan
diproduksi dari kayu, tanah gambut, batubara, minyak, dan sebagainya. Komponen
mampu bakar dari gas adalah metana, karbondioksida, dan hidrogen dalam jumlah
yang bervariasi. Karakteristik dari gas sangat tergantung pada komponen yang ada
dalam gas tersebut.

2002 digitized by USU digital library 2


(2)
Tabel 1. Sifat Beberapa Bahan Bakar

No. Karakteristik Premium LPG CNG


1 Komposisi C8H18 C3H8 CH4
3 3
2 Densitas 752 kg/m 1,5 kg/m 0,6 kg/m3
3 Berat molekul 114,8 kg/kmol 44,09kg/kmol 17,51 kg/kmol
4 Nilai Kalor 45950 kj/kmol 46360 kj/kmol 47476 kj/kmol
5 AFR Stoikiometri 14,57 15,6 16,15
o o
6 Temperatur Penyalaan Min. 360 C 460 C 521,4oC
7 Kecepatan Nyala 20 - 40 m/s 0,82 m/s 0,66 m/s
8 Angka Oktan 88 110 130
Sebenarnya BBG merupakan bahan bakar alternatif yang paling prospektif
dikembangkan untuk kendaraan, karena:
- Cadangan gas bumi relatif masih cukup besar dan biaya pengadaannya lebih
murah dari BBM.
(5)
Tabel 3. Cadangan Minyak dan Gas Bumi di Indonesia

Minyak Gas Alam


No. Cadangan
109 TOE* TSCF 109 TOE
1 Jawa 0,275 8,89 0,217
2 Sumatera 0,834 19,84 0,484
3 Kalimantan 0,193 22,81 0,556
4 Pulau Lainnya 0,108 38,49 0,938
5 Indonesia 1,411 90,03 2,195
*Ton Oil Equivalent

- Konsumsi BBM untuk sektor transportasi adalah yang paling besar (mencapai
52%) dibandingkan untuk industri (19%), listrik (7%) dan rumah tangga
(22%) (1). Sehingga pengalihan BBM dengan BBG akan mengurangi konsumsi
BBM secara signifikan.

- Ramah lingkungan karena polusi yang disebabkan oleh BBG relatif lebih
rendah dibandingkan BBM. Hal ini disebabkan karena BBG dengan unsur
utama metana dan etana mempunyai perbandingan jumlah atom hidrogen
terhadap atom karbon yang lebih tinggi. Dan pada proses pemurnian BBG
tidak digunakan TEL (zat aditif untuk menaikkan angka oktan). Tingkat
pengurangan emisi tertentu untuk kendaraan BBG jika dibandingkan dengan
bensin adalah [4]:
• CO, 60%–80%
• NOx, 50%–80%
• CO2, sekitar 30%
• Reaktifitas penghasil ozon, 80%–90%.
Sedangkan jika dibandingkan dengan minyak solar maka akan diperoleh data
seperti pada tabel 2.

2002 digitized by USU digital library 3


(6)
Tabel 2. Perbandingan Emisi Udara

Minyak Solar Gas


g/kg
Partikel 0.017 0.008
SO2 3.600 0.027
HC 0.420 0.380
NOX 3.350 3.010
N2O 0.630 0.340
CO 0.630 0.340
CO2 3136.5 1879.4

- Aman karena BBG memiliki berat jenis yang lebih ringan daripada udara
sehingga bila terjadi kebocoran maka BBG segera membumbung ke udara
dan sulit bagi BBG untuk membentuk campuran mampu terbakar di udara.
Untuk menghindari ledakan, maka pada tangki BBG dilengkapi dengan katup
yang akan terbuka jika tekanan tangki melebihi batas tekanan yang diizinkan
dan segera kembali setelah tekanan tangki normal kembali.
- Lebih hemat dalam pemakaian minyak pelumas dan busi.
- Bahan Bakar Gas memiliki nilai oktan yang lebih tinggi daripada BBM
sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya detonasi.
- Murah karena BBG dijual dalam satuan liter setara premium lebih murah 40%
– 50% dari premium.
- Diproduksi di dalam negeri

2. Sistem Kit Konversi


Peralatan yang harus ditambahkan agar kendaraan bermotor dapat beroperasi
dengan BBG adalah kit konversi seperti tampak pada gambar 1. Bahan bakar gas
dimasukkan ke tabung BBG (1) melalui suatu katup pengisian BBG (5) pada tekanan
tinggi melalui pipa tekanan tinggi (3), kemudian gas disalurkan ke mesin mobil.
Tekanan gas diturunkan ke atmosfir (10) oleh penurun tekanan (6). Kemudian
dicampur dengan udara oleh pencampur udara dan gas (8) dan selanjutnya masuk
ke mesin untuk dibakar. Kendaraan bermotor dapat dioperasikan memakai bahan
bakar gas atau bensin. Pengaturan operasinya diatur oleh sakelar pemilih (4) yang
menutup atau membuka katup otomatis (6) dan (9) untuk gas atau bensin.

Gambar 1. Letak kit konversi pada kendaraan

Banyaknya volume gas yang tersimpan di tangki dapat dilihat di manometer (4).
Dalam pemakaian BBG untuk kendaraan tidak ada perubahan-perubahan pada mesin
kendaraan, yang ada hanya penambahan peralatan kit konversi. Bila prosedur
pemasangan dan pemeliharaan alat ini dilaksanakan dengan baik maka
penggunaannya akan aman.

2002 digitized by USU digital library 4


PEMBAHASAN

Upaya penghematan konsumsi BBM melalui program diversifikasi energi sudah


merupakan agenda nasional yang mendesak dan harus dilaksanakan.
Hal ini perlu disadari mengingat:
- Indonesia akan menjadi pengimpor minyak (net oil importer) dalam waktu
yang tidak lama lagi. Ketika status net importer tiba, kita tidak bisa
menghindar dari keharusan mengkonsumsi BBM dengan harga sesuai pasar
yakni sekitar 3 kali lipat dari harga BBM saat ini.
- Anggaran subsidi BBM terus meningkat. Hal ini semakin memberatkan
anggaran APBN.
- Anggaran subsidi tersebut sebagian digunakan untuk mengimpor BBM yang
pada tahun 2000 nilainya sudah mencapai US$ 2,34 milyar.

A. Kebijakan Penetapan Harga


Hal utama mengurangi konsumsi BBM dan meningkatkan pemakaian BBG
sebenarnya terletak pada kebijakan penetapan harga. Karena bila harga BBM
disesuaikan sampai ke tingkat yang wajar sesuai harga ekonomi, maka anggaran
subsidi dapat dikurangi, efisiensi konsumsi BBM oleh masyarakat akan meningkat
dan sumber-sumber energi lain yang biaya pengadaannya dari sudut ekonomi lebih
murah dari BBM dapat berkembang sesuai harga pasar. Namun hal ini dapat
dikatakan menjadi suatu dilema. Rendahnya daya beli masyarakat, kebiasaan
mengkonsumsi BBM dengan harga murah dan kelangkaan energi alternatif telah
menimbulkan resistensi yang luar biasa terhadap upaya pengurangan/pencabutan
subsidi BBM. Dari hasil kajian, biaya pengadaan BBG jauh lebih murah dari BBM
khususnya solar dan premium seperti ditunjukkan pada tabel 3. Tampak bahwa,
apabila harga jual BBG dan BBM ditentukan oleh mekanisme pasar, maka BBG yang
harganya sekitar Rp.850/lsp, akan mampu bersaing dengan BBM yang harganya
sekitar Rp. 2000/liter.

(1)
Tabel 4. Perbandingan Harga antara BBG dan BBM

BBG BBM
No. (Rp/Liter)
Rp/Lsp Premium Solar
1 Harga Jual Dalam Negeri 450* 1150* 600*
2 Biaya Pengadaan (Harga Ekonomi) 850** 1836*** 2010***
3 Selisih Biaya dan Harga = 2 - 3 400 686 1410

Keterangan:

*)Harga BBG dan BBM sebelum kenaikan terakhir


**)Komponen biaya = biaya gas di well head + transportasi gas +
management fee pengelola BBG + investasi SPBG + biaya operasi dan
kompensasi lahan SPBG + biaya diskon kit konversi.
***)Pada kurs Rp. 8000/US$ dan harga minyak mentah US$ 24/bbl.

Walaupun begitu pencabutan subsidi BBM sehingga harga BBM menjadi 3 kali lipat
dari harga sekarang adalah sangat tidak realistis. Oleh sebab itu diperlukan suatu
solusi jalan tengah dengan melakukan pengalihan subsidi BBM kepada BBG sampai

2002 digitized by USU digital library 5


harga kedua jenis energi tersebut dapat ditentukan oleh mekanisme pasar. Usulan
subsidi BBG tersebut, sama sekali tidak akan membebani pemerintah. Sebaliknya
pemerintah justru diuntungkan karena yang terjadi bukanlah penambahan anggaran
subsidi melainkan hanya mengalihkan alokasi subsidi dari BBM ke BBG dengan
jumlah lebih kecil untuk setiap volume BBM yang di substitusi BBG.

B. Rencana Pengembangan BBG


Rencana dasar yang dapat dipertimbangkan dalam rangka pengembangan BBG
antara lain :
1. Mengkondisikan agar BBG dan BBM dapat bersaing secara fair yakni
membiarkan harga kedua jenis energi tersebut ditentukan oleh mekanisme
pasar atau untuk sementara waktu kedua-duanya disubsidi oleh pemerintah.
2. Adanya insentif bagi pemilik kendaraan yang berminat memakai BBG.
3. Pengembangan BBG seyogianya berskala luas dengan investasi besar-
besaran.
4. Pemasaran BBG seharusnya menggunakan pendekatan product driven
(resources base approach) bukan market driven.
5. Pengembangan dan pemasaran BBG sebaiknya dilakukan secara terencana,
terpadu, dan komprehensif (tidak parsial).
Dengan adanya konsep pemikiran di atas akan membuat BBG berkembang secara
meluas di Indonesia sebagai bahan bakar alternatif pengganti BBM untuk sektor
transportasi.

C. Tahap Pelaksanaan
Agar pengembangan dan pemasyarakatan BBG dapat berjalan maka dapat dilakukan
tahap pelaksanaan antara lain:
1. Adanya lembaga/institusi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk menangani
proyek pengembangan BBG misalnya PERTAMINA atau perusahaan swasta
lainnya yang dapat menyatukan perencanaan dan pelaksanaan
pengembangan BBG.
2. Lembaga atau institusi yang ditunjuk tersebut membuat suatu business plan /
blue print (BP) yang meliputi struktur biaya BBG, target market share, jumlah
kendaraan yang diperkirakan, rencana pengembangan dan pemasaran,
kebutuhan dana dan rencana pendanaan.
3. Blue Print dipresentasikan dihadapan pemerintah melalui Departemen Energi
dan Sumber Daya Mineral dan BAPPENAS, lalu diadakan pembahasan
bersama hingga diperoleh suatu kesepakatan.
4. Blue Print disosialisasikan ke departemen lain yang terkait seperti
Departemen Keuangan, Perhubungan, Perindustrian, Lingkungan Hidup dan
Pemerintahan Daerah sehingga dicapai komitmen bersama bagi keberhasilan
proyek.
5. Institusi pelaksana proyek merealisasikan pengembangan BBG dengan
berpedoman kepada Blue Print yang telah disepakati dan ditetapkan.
Dalam hal dukungan kebijakan pemerintah yang dibutuhkan antara lain:
- Pemberian izin prinsip bagi institusi pelaksana proyek.
- Selama periode transisi menerapkan kebijakan subsidi BBG dan insentif bagi
pemilik kendaraan bermotor.
- Kemudahan bagi para investor atau memperoleh soft loan.
- Adanya peraturan yang mewajibkan pengusaha angkutan umum seperti taksi,
mikrolet, bus, dan truk agar sebagian armadanya menggunakan BBG.

2002 digitized by USU digital library 6


Bila langkah tersebut dilaksanakan secara terencana, terpadu, cepat, dan bijak maka
dapat diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama BBG akan menjadi bahan
bakar alternatif untuk sektor transportasi. Pada saat BBG sudah tersedia dan
dikonsumsi secara luas oleh masyarakat, maka saat itu pemerintah sudah dapat
dengan mudah menghapus subsidi BBM untuk kendaraan bermotor tanpa gejolak
yang berarti.

KESIMPULAN

Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan disertai pembahasan singkatnya


maka dapatlah diperoleh kesimpulan :

1. Pengembangan dan pemasyarakatan bahan bakar gas sebagai bahan bakar


alternatif untuk menggantikan BBM memerlukan kerjasama yang padu antara
pemerintah, produsen atau pihak swasta dan masyarakat sebagai konsumen.

2. Bila dari sekarang seluruh komponen yang terlibat terutama pemerintah tidak
serius mengembangkan bahan bakar gas ini maka maka dapat dipastikan
Indonesia akan mengalami krisis bahan bakar minyak kurang lebih 10 tahun
ke depan.

3. Karena Indonesia dalam waktu yang tidak lama lagi menjadi negara
pengimpor minyak maka kita harus bersiap untuk mengkonsumsi BBM
dengan harga 3 kali lipat dari harga sekarang bila mulai sekarang tidak
dipersiapkan bahan bakan alternatif.

4. Pengembangan dan pemasyarakatan BBG ini merupakan tugas berat yang


harus dilaksanakan pemerintah secara serius dan cepat.

2002 digitized by USU digital library 7


DAFTAR PUSTAKA

1. Sugriwan Soedarmo, T.A. Muda, Yosef. Marlono, “Konsep Pengembangan BBG


sebagai Energi Subsitusi BBM” Pertamina Divisi Gas Hulu dan DOH
Karangampel
2. Bambang Sugiarto, “Penggunaan LPG dan CNG pada Kendaraan Bensin
Kendala Teknis dan Ekonomis” Studi Uji Emisi Kendaraan di Lingkungan UI
Depok 1999, Jurnal Teknologi Edisi No. 1/Tahun XIV/Maret 2000
3. Atok Setiyawan. Ir. MEng, “Studi Kelayakan Mengenai Proyek Ujicoba Mikrolet
dengan Bahan Bakar Gas di Surabaya”, 2000
4. “Panduan para Penentu Kebijakan pada Kendaraan Berbahan Bakar Gas”,
Komisi Eropa Tim Kerja Kendaraan Berbahan Bakar Gas 2000
5. Agus Sugiyono, “Permintaan dan Penyediaan Energi Berdasarkan Kondisi
Perekonomian di Indonesia dengan Menggunakan Model Nonlinear
Programming”, Analisis Sistem No. 13 Tahun VI, 1999
6. Faiz Shahab, "Pengenalan Gas Alam Lapindo Brantas, Inc. untuk Kawasan
Industri" , Seminar Hyatt Hotel Surabaya, 18 April 2001
7. Harian Kompas, “ Sekali Lagi, Bahan Bakar Gas Lebih Murah” Kamis 31
Agustus 2000

2002 digitized by USU digital library 8

Anda mungkin juga menyukai