Panduan Tatalaksana PJBD Edit 23 Okt 2020 PK 21.16 4
Panduan Tatalaksana PJBD Edit 23 Okt 2020 PK 21.16 4
A .
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, maka buku
PANDUAN TATALAKSANA PENYAKIT JANTUNG BAWAAN
DEWASA edisi pertama tahun 2020 yang disusun oleh Kelompok Kerja
Kardiologi Pediatrik dan Penyakit Jantung Bawaan, Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskuler Indonesia ini dapat terselesaikan dengan baik.
A ,
Salam sejahtera untuk kita semua.
Wa a a aa aa a a aba a a .
Jakarta, Oktober 2020
Kelompok Kerja Kardiologi Pediatrik dan Penyakit Jantung Bawaan
.. i
E . ii
iii
Daftar ... v
D . xi
D G . xii
D . xiii
International Classification of Diseases 10 (ICD-10)-WHO version
2016, kelainan bawaan sistem sirkulasi (Q20-Q28) . xiv
International Classification of Diseases 9CM (ICD-9CM)-WHO
version 2015, Operasi pada penyakit jantung bawaan ............... xvii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar belakang 1
1.2 Ketentuan klasifikasi rekomendasi 2
DAFTAR GAMBAR
Lain-lain
I25.41 Coronary artery fistulae
I27 Pulmonary hypertension, unspecified
I50.0 Gagal jantung kanan/kongestif
I50.1 Gagal jantung kiri
I50.9 Gagal jantung
Q87.1 Sindrom Noonan
Q87.40 Sindrom Marfan
Q93.82 Sindrom Williams (Beuren)
Q96 Sindrom Turner
Z86.74 Kematian mendadak / henti jantung mendadak
Level/Tingkat bukti :
A. Data berasal dari beberapa penelitian klinik acak berganda
atau meta-analisis terkait PJBD
B. Data berasal dari satu penelitian acak berganda/beberapa
penelitian tidak acak terkait PJBD
C. Data berasal dari konsensus opini para pakar PJBD dan/atau
penelitian kecil, studi retrospektif atau registry terkait PJBD
2.1 Epidemiologi
Berdasarkan studi terakhir, insidens PJB di kawasan Asia mencapai
9,3/1000 bayi lahir hidup. Dengan demikian, maka diperkirakan tidak
kurang dari 40 ribu bayi lahir dengan PJB setiap tahun di Indonesia.
Di negara maju, bayi yang lahir dengan PJB sangat kompleks
sekarang justru berkurang, karena adanya skrining janin dan terminasi
kehamilan; tidak demikian halnya di negara berkembang.
Prevalensi PJBD dikatakan mencapai 6/1000 penduduk, bertambah
5% pertahun, pertumbuhan pasien penyakit jantung yang paling cepat
saat ini. Diperkirakan ada 50 juta pasien PJBD di seluruh dunia, dan
mungkin sekitar 1,5 juta di antaranya hidup di Indonesia.
Populasi PJBD terdiri dari pasien dengan:
• lesi sederhana (contohnya ventricular septal defect = VSD kecil)
atau lesi kompleks yang bertahan hidup dan datang untuk
pertama kali (contohnya tetralogy of Fallot = TOF),
• status pasca prosedur paliatif sebelumnya, menunggu intervensi
bedah paliatif atau korektif berikutnya (contohnya pasca bedah
bidirectional cavopulmonary shunt = BCPS),
• status mengantisipasi prosedur operasi ulang (contohnya
penggantian katup prostetik atau conduit penghubung ventrikel
kanan dan arteri pulmonalis),
• status untuk perbaikan lesi residual setelah operasi terdahulu
(contohnya regurgitasi katup pulmonal pasca reparasi TOF),
• status terdapat kelainan residual setelah operasi terdahulu yang
tidak dapat diperbaiki lagi (contohnya penyakit vaskular paru
yang menetap),
• status dalam terapi penyakit jantung didapat (contohnya penyakit
jantung koroner),
• status menunggu transplantasi jantung.
Tabel 2.2. Staf dan akses pelayanan yang dibutuhan Unit Khusus PJBD
Jenis staf Jumlah
Dokter Sp.JP/Spesialis lain bersertifikat kompeten memberi >2
pelayanan PJBD dengan kemampuan melakukan dan
menginterpretasi TTE, TEE, CT, CMR pada PJB
Dokter Sp.JP Intervensionis PJB >2
Dokter Sp.JP Subspesialis elektrofisologi pengalaman PJB >2
Dokter Sp.BTKV Subspesialis PJB >2
Dokter Sp.An dengan pengalaman anestesi PJB >2
Akses ke layanan
Dokter Sp.KJ
Dokter Sp.OG pengalaman PJB
Dokter Sp.PD konsultan hematologi
Dokter Sp.PD subspesialis nefrologi
Dokter Sp.P berpengalaman penyakit vaskular paru
Dokter Sp.S
Dokter Sp.BS
Dokter Sp.Genetika
Perawat spesialis jantung dengan subspesilisasi PJBD >2
Pekerja sosial >1
Tim perawatan paliatif >1
CMR = cardiovascular magnetic resonance; CCT = cardiovascular computed tomography;
TEE = transesophageal echocardiography; TTE = transthoracic echocardiography; PJB =
penyakit jantung bawaan, SpJP = spesialis jantung dan pembuluh darah; SpBTKV =
spesialis bedah toraks kardiovaskular; SpP = spesialis paru;SpOG = spesialis obstetric
ginekologi, SpPD = spesialis penyakit dalam; SpS = spesialis saraf, SpBS = spesialis
bedah saraf
2.4 Diagnostik
Riwayat kesehatan pasien termasuk informasi rinci tentang operasi
paliatif/reparatif dan intervensi trans-kateter yang pernah dilakukan,
sangat penting dalam pemeriksaan pasien PJBD. Tujuan menganalisis
riwayat kesehatan pasien adalah untuk menilai gejala sekarang dan
masa lalu, serta untuk mencari kekambuhan masalah jantung dan
perubahan terapi yang dilakukan.
Gejala yang paling sering dikeluhkan yaitu intoleransi aktifitas
fisik/olahraga dan palpitasi. Kapasitas fisik yang dinilai sendiri oleh
pasien, terbukti kurang sesuai dengan pengukuran obyektif. Oleh
karena itu, untuk tujuan penilaian intoleransi olahraga baik pada pasien
yang asimtomatik maupun simtomatik, uji latih kardiopulmoner
(cardiopulmonary exercise test = CPET) atau minimal uji latih jantung
(ULJ) penting dilakukan. Selain itu, pasien perlu dimintai keterangan
tentang gaya hidupnya, untuk mendeteksi perubahan progresif dalam
aktivitas sehari-hari guna membatasi subjektivitas analisis gejala. Pada
pasien yang simtomatik, penyebab alternatif seperti anemia, depresi,
kenaikan berat badan dan penyebab penurunan kondisi fisik lainnya
yang tidak terkait dengan defek jantungnya, juga harus ditelusuri dan
segera diatasi.
Pemeriksaan klinis berperan penting, mencakup evaluasi cermat
terhadap setiap perubahan auskultasi, tekanan darah, atau timbulnya
tanda tanda gagal jantung. Elektrokardiogram (EKG) dan pengukuran
saturasi oksigen dengan oksimetri nadi rutin dilakukan, bersamaan
dengan pemeriksaan klinis. Foto Rontgen dada memberikan informasi
tentang perubahan ukuran dan konfigurasi jantung, serta vaskularisasi
paru; pencitraan yang juga rutin dilakukan adalah transthoracal
echocardiography (TTE). Transesophageal echocardiography (TEE),
cardiovascular magnetic resonance (CMR) atau cardiovascular
computed tomography (CCT) hanya dilakukan atas indikasi.
Ekokardiografi lebih unggul dari CMR dalam menilai gradien tekanan
dan tekanan arteri pulmonalis (pulmonary artery pressure = PAP) atau
pendeteksian struktur kecil yang mudah bergerak (contohnya vegetasi).
CMR sangat akurat untuk mengukur volume ventrikel, fraksi ejeksi
(ejection fraction = EF), regurgitasi katup, besar aliran darah paru dan
2.4.1 Ekokardiografi
Hingga saat ini, ekokardiografi tetap menjadi modalitas pencitraan lini
pertama. Ekokardiografi M-mode, dua dimensi (2D), dan tiga dimensi
(3D) digunakan untuk pencitraan struktur, sedangkan tissue Doppler
dan pencitraan deformasi seperti longitudinal strain dan strain rate
digunakan untuk penilaian fungsi.
Ekokardiografi memberikan informasi tentang anatomi jantung, situs
(termasuk orientasi dan posisi jantung), koneksi atrioventrikular (AV),
katup jantung, dan koneksi ventriculo-arterial (VA). Untuk menilai
morfologi dan fungsi katup jantung, TTE dan jika perlu, TEE merupakan
modalitas pencitraan utama. Juga dalam menilai lesi pirau, seperti
ASD/VSD; ekokardiografi (sering dilengkapi 3D) memungkinkan
tampilan kasat mata, yang memudahkan penilaian ukuran dan bentuk
lesi, serta hubungan dengan struktur sekitarnya.
Ukuran, bentuk, volume dan EF ventrikel dapat diukur dengan TTE.
Tanda-tanda kelebihan beban volume (seperti pada kasus pirau atau
regurgitasi katup), atau kelebihan beban tekanan (jika terjadi
peningkatan beban akhir/afterload), juga mudah dideteksi dengan TTE.
Teknik lama M-mode masih terus digunakan, terutama untuk mengukur
ekskursi sistolik bidang annulus katup trikuspid dan mitral, guna menilai
fungsi sistolik ventrikel. Dalam penilaian fungsi sistolik ventrikel kiri (left
ventricle = LV), ekokardiografi 3D, tissue Doppler dan pencitraan
deformasi 2D terbukti bermanfaat dan layak diintegrasikan dalam
praktik klinik. Meskipun muncul modalitas yang lebih baru,
ekokardiografi masih tetap memegang peran kunci, khususnya dalam
tindak lanjut jangka panjang penilaian fungsi sistolik ventrikel kanan
(right ventricle = RV) atau ventrikel tunggal (univentrikel), akan tetapi,
untuk pengukuran yang lebih akurat CMR lebih unggul.
2.4.6 Biomarker
Berbagai biomarker telah dilaporkan dalam kaitannya dengan kejadian
buruk pada populasi PJB, termasuk neurohormon dan penanda cedera
miokardium (high-sensitivity troponin) atau peradangan (high-sensitivity
C-reactive protein). Di antara neuro-hormon tersebut, peptida natriuretik
(B-type natriuretic peptide= BNP) dan N-terminal-pro-BNP/NT-pro-BNP)
adalah yang terpenting bagi pasien PJBD, karena membawa informasi
prognostik. Tetapi kurang berguna untuk mendiagnosis gagal jantung
pada berbagai jenis PJB, karena variabilitas ambang batas bergantung
pada lesi yang mendasarinya dan jenis operasi reparasi yang dilakukan.
Kegunaannya lebih jelas pada pasien dengan sirkulasi biventrikel, tidak
pada sirkulasi Fontan. Pemeriksaan serial peptida natriuretik berguna
dalam mengidentifikasi pasien yang berisiko mengalami perburukan.
Tetapi pada PJB sianotik, peptida natriuretik dapat meningkat karena
efek hipoksia sekresi peptida.
AF = atrial fibrillation; ASD = atrial septal defect; AV = atrioventricular; AVRT = atrioventricular reentrant
tachycardia; AVSD = atrioventricular septal defect; ccTGA = congenitally corrected transposition of the
great arteries; CHD = congenital heart disease; EAT = ectopic atrial tachycardia; IART = intraatrial
reentrant tachycardia; SCD = sudden cardiac death; SND = sinus node dysfunction; TGA =
transposition of the great arteries; TOF = tetralogy of Fallot; VSD = ventricular septal defect; VT =
ventricular tachycardia .
a
Mempertimbangkan prevalensi VSD yang tinggi, maka risiko keseluruhan pada pasien
VSD yang tidak diseleksi dinyatakan minimal.
b
Kematian mendadak mungkin akibat aritmia supraventrikuler dengan konduksi AV cepat
c
Estimasi risiko VT lebih tinggi pada TGA kompleks
d
Non-aritmik.
Subtipe klinis dari PAH-PJB adalah PAH dengan pirau L-R, sindrom
Eisenmenger, lesi yang telah direparasi, dan PAH yang muncul secara
2.5.3.2 Diagnosis
Tabel 2.6 memperlihatkan definisi dan klasifikasi PH terbaru disertai
kondisi klinis PJBD. Berdasarkan definisi tersebut, disebut PH pra-
kapiler bila rerata PAP > 20 mmHg dengan PVR 3 WU.
2.5.3.3.3 Antikoagulan
Antikoagulan dengan antagonis vitamin K pada PAH-PJB yang tidak
disertai aritmia atrial, katup mekanik, atau prostesis vaskular umumnya
tidak direkomendasikan, dan hanya diputuskan sesuai kondisi spesifik
pasien (misalnya terdapat aneurisma PA disertai trombus atau terdapat
riwayat trombo-emboli). Tidak ada data mengenai penggunaan novel
oral anticoagulants = NOACs).
Pada pasien dengan sindrom Eisenmenger, tidak cukup data yang
mendukung penggunaan antikoagulan, namun antikoagulan oral
Tabel 2.8. Strategi menurunkan risiko pada pasien dengan PJB sianotik
Tindakan profilaksis adalah inti upaya untuk menghindari komplikasi
Hal-hal berikut harus dihindari: Strategi lainnya:
Tabel 2.9. PJB dengan risiko hamil yang tinggi dan sangat tinggi
Peningkatan signifikan risiko Risiko kematian atau morbiditas
kematian atau morbiditas berat berat ibu sangat tinggi (mWHO
ibu (mWHO kelas III) (frekuensi kelas IV) (frekuensi kejadian
kejadian jantung 19-27%) jantung 40-100%)
3.1 Defek septum atrium (atrial septal defect = ASD) dan anomali
koneksi vena pulmonalis (anomalous pulmonary venous
connection = APVC)
3.1.1 Introduksi
ASD mempunyai 5 bentuk, yaitu:
• ASD sekundum (80%) - terletak di regio fossa ovalis dan
sekitarnya
• ASD primum/defek septum atrioventrikuler (atrioventricular septal
defect = AVSD) parsial (15%) - komunikasinya di tingkat atrial,
defek terletak dekat crux, katup AV mengalami malformasi,
sehingga menimbulkan regurgitasi katup
• SVD (sinus venosus defect) superior (5%) - terletak dekat alur
masuk vena cava superior (VCS), berhubungan dengan koneksi
vena pulmonalis ke VCS/RA.
• SVD Inferior (<1%) terletak dekat masuknya vena cava inferior
(VCI)
• Unroofed coronary sinus (1%) pemisah sinus koronarius dari
LA hilang sebagian atau seluruhnya.
3.1.3 Diagnostik
Terdengar bunyi jantung kedua (S2) terpisah menetap (fixed splitting),
dan bising sistolik di area pulmonal. EKG menunjukkan deviasi aksis ke
kanan atau superior kiri pada ASD primum/AVSD parsial, dan right
bundle branch block = RBBB. Pada foto toraks tampak dilatasi RV dan
peningkatan vaskular paru (plethora).
Ekokardiografi memperlihatkan penambahan beban volume di RV,
ditandai oleh RA dan RV dilatasi. PAP dan TR juga dapat dievaluasi
dengan ekokardiografi. SVD umumnya perlu pemeriksaan TEE untuk
diagnosis yang akurat atau CMR/CCT yang hasilnya lebih baik
dibandingkan TEE khususnya pada SVD inferior. TEE juga diperlukan
untuk evaluasi ASD sekundum sebelum penutupan trans-kateter,
meliputi ukuran, morfologi rim dan kelainan penyerta, misalnya anomali
koneksi vena pulmonalis; serta evaluasi ASD residual. Dengan
ekokardiografi 3D visualisasi morfologi ASD menjadi lebih jelas lagi.
3.1.4 Intervensi
Penutupan trans-kateter kini menjadi pilihan utama untuk ASD, jika
mo fologin a mem ngkinkan (diame e 38 mm, dan im 5 mm kec ali
pada rim dekat aorta). Angka mortalitas hampir 0%, dan beberapa studi
melaporkan tidak ada kematian pasca tindakan. Komplikasi serius
e jadi pada 1% pa ien, melip i: akia i mia atrial yang terjadi segera
setelah penutupan dan biasanya transien, erosi dinding atrium/daun
anterior katup mitral/aorta atau tromboemboli.
Terapi antiplatelet dibutuhkan setidaknya selama 6 bulan (minimal
aspirin 80-100 mg sekali sehari). Insidensi aritmia awitan lambat atau
efek yang tidak diinginkan lainnya, masih membutuhkan penelitian lebih
lanjut. Penelitian yang membandingkan intervensi trans-kateter dengan
bedah, melaporkan angka kesuksesan dan mortalitas yang sama, tetapi
morbiditas dan durasi perawatan lebih rendah pada intervensi perkutan.
Angka mortalitas penutupan dengan bedah <1% bila tanpa komorbid
bermakna, luaran jangka panjang juga baik, bila dilakukan dini (sebelum
PH). Pada pasien usia tua, komorbid yang dapat memengaruhi risiko
operasi harus dideteksi dan ditangani terlebih dahulu.
Luaran pasca penutupan ASD paling baik bila intervensi dilakukan
pada usia <25 tahun. Intervensi setelah usia 40 tahun tidak mengurangi
kejadian aritmia selama evaluasi jangka panjang. Akan tetapi,
morbiditas (seperti penurunan kapasitas fungsional, sesak nafas, gagal
jantung kanan) berkurang dengan penutupan, pada semua umur,
terutama jika ditutup dengan intervensi perkutan.
Penutupan defek akan meningkatkan tekanan pengisian LV,
sehingga pada pasien dengan disfungsi LV, gejala gagal jantung
bertambah berat dan memperburuk luaran. Pasien ini harus dievaluasi
ASD = atrial septal defect; L-R = left-to-right; LV = left ventricler; RV = right ventricle; PH
= pulmonary hypertension; PVR = pulmonary vascular resistance; Qp:Qs = pulmonary to
systemic flow ratio;;WU=Wood units.
a
RV dilatasi dengan peningkatan isi sekuncup.
b
Asalkan tidak ada penyakit vaskular paru atau disfungsi ventrikel kiri
c
Pada pasien tua yang tidak bisa ditutup perkutan, pertimbangkan benar manfaat dan
risiko operasi
d
Pertimbangkan dengan seksama manfaat dan risiko antara mengurangi pirau kiri ke
kanan dan penambahan tekanan pengisian LV pasca penutupan ASD (tutup seluruhnya,
tutup sebagaian/fenestrasi atau tidak ditutup)
3.2.1 Introduksi
VSD dikategorikan dalam 4 golongan, yaitu:
VSD perimembran/subaortik (+ 80%) - terletak pada septum
membranosa dengan kemungkinan ekstensi ke septum inlet,
trabekula, outlet. Dekat katup trikuspid dan aorta, terdapat
aneurisma septum membranosa (membranous septal aneurysm
= MSA), yaitu jaringan bagian dari daun septal katup trikuspid TV
3.2.3 Diagnotik
Temuan klinis spesifik: bising holosistolik pada rongga interkostal 3-4
dan thrill di prekordial.
Ekokardiografi dapat menegakkan diagnosis dan menentukan
lokasi, jumlah, ukuran defek, besarnya beban volume di LV, dan
estimasi PAP. AR akibat prolaps kuspis harus dicermati, terutama pada
VSD outlet dan perimembran. DCRV, PS infundibular dan aneurisma
sinus valsalva juga harus disingkirkan.
Uji latih jantung harus dilakukan pada pasien dengan PH untuk
mengeksklusikan desaturasi.
CMR dapat dilakukan apabila hasil ekokardiografi meragukan,
terutama dalam menilai beban volume LV dan kuantifikasi besar pirau.
Kateterisasi jantung diperlukan untuk kasus VSD dengan dugaan PH
secara non invasif, untuk menentukan tingginya PVR.
3.2.4 Intervensi
Penutupan trans-kateter dapat menjadi alternatif, terutama pada VSD
residual, defek sulit dijangkau dengan pembedahan, dan VSD muskular
di tengah septum interventrikular, tanpa riwayat IE. Penutupan secara
bedah dapat dilakukan dengan mortalitas 1-2%, dan hasil jangka
3.3.3 Diagnotik
Lihat bagian 2.3 untuk prinsip secara umum. Temuan klinis bergantung
pada varian individu (lihat bagian 3.3.1 dan 3.3.2)
Ekokardiografi dapat menilai semua bagian dari AVSD, katup AV
dan koneksinya, severitas regurgitasi katup AV dan penyebabnya,
besar dan arah pirau, fungsi LV dan RV, serta ada/ tidaknya LVOTO.
ULJ dilakukan pada pasien PH untuk mengekslusi desaturasi.
CMR diindikasikan untuk menilai secara kuantitatif fungsi dan
volume ventrikel, derajat regurgitasi katup AV atau pirau intrakardiak.
Kateterisasi jantung diperlukan jika terdapat tanda-tanda noninvasif
peningkatan PAP (sistolik > 40 mmHg atau ada tanda tidak langsung
PH), untuk menentukan nilai PVR.
3.3.4 Intervensi
Intervensi bedah menjadi satu-satunya upaya koreksi AVSD, meliputi
penutupan defek dan reparasi/penggantian katup, sebaiknya dikerjakan
oleh dokter bedah PJB. Penggunaan pacu jantung endokardial pada
ASD/VSD residual berisiko menyebabkan emboli paradoksikal,
sehingga pacu jantung epikardial menjadi pertimbangan bila diperlukan.
ASD = atrial septal defect; VSD = ventricular septal defect; RV = right ventricle; AV =
atrioventricular; AVV = atrioventricular valve; AVSD = atrioventricular septal defect; LV =
left ventricle; LVEF = left ventricular ejection fraction; LVESD = left ventricular end systolic
diameter; LVOTO = left ventricular outflow tract obstruction; PAH = pulmonary artery
hypertension; PAP = pulmonary artery pressure; PVR = pulmonary vascular resistance;
WU =Wood units.
a
berdasarkan pengalaman klinis penurunan saturasi oxygen arterial <90%.
b
Digunakan untuk ukuran orang dewasa umumnya, bisa disesuaikan kalau ukuran badan
kecil sekali.
3.4.3 Diagnosis
Temuan klinis yang spesifik adalah bising kontinu, yang menghilang
saat terjadi PH, dan sindrom Eisenmenger (dengan sianosis berbeda;
saturasi oksigen harus diperiksa pada ekstremitas atas dan bawah)
Ekokardiografi untuk menilai derajat beban volume LV, PAP, ukuran
arteri pulmonalis dan perubahan jantung kanan (mungkin sulit pada
fisiologi Eisenmenger). ULJ sebaiknya dilakukan pada pasien PDA
dengan PH untuk mengekslusi desaturasi di ekstremitas bawah.
CMR: terutama untuk quantifikasi beban volume LV dan Qp:Qs.
CMR/CCT dapat digunakan untuk mengevaluasi anatomi bila perlu.
Kateterisasi dibutuhkan untuk menentukan PVR, bila ada tanda non
invasif PH (sistolik PAP > 40mmHg/tanda tidak langsung PH).
3.4.4 Intervensi
Penutupan PDA trans-kateter menjadi pilihan utama, keberhasilannya
tinggi dan komplikasinya sangat rendah. Intervensi bedah diindikasikan
jika ada lesi jantung lain, anatomi PDA tidak ideal (terlalu besar untuk
ditutup dengan alat atau duktus mengalami aneurisma). Pada orang
dewasa, kalsifikasi PDA dapat menyebabkan masalah saat bedah ligasi
PDA.
3.5 Obstruksi alur keluar ventrikel kiri (Left ventricular outflow tract
obstruction = LVOTO)
3.5.1.3 Diagnostik
Kriteria diagnostik untuk menilai derajat AS valvular dirangkum pada
Table 3.5 Tanda klinis spesifik adalah bising ejeksi sistolik di area katup
aorta yang menjalar ke arteri karotis. Klik ejeksi juga dapat terdengar
dan thrill dapat teraba. Kemungkinan CoA juga harus disingkirkan.
Gambaran EKG dapat menunjukkan LVH dengan atau tanpa strain.
Ekokardiografi merupakan baku emas untuk diagnosis AS valvular,
juga untuk menilai derajat kalsifikasi, fungsi LV, LVH dan kelainan-
kelainan lain yang berhubungan, termasuk dilatasi aorta asendens dan
CoA. Dengan ekokardiografi Doppler derajat keparahan AS valvular
dapat ditentukan dari transaortic maximal velocity (Vmax), perbedaan
tekanan rerata (mean gradient) dan continuity equation-calculated aortic
valve area (AVA). Untuk lebih detail, lihat rekomendasi penilaian
ekokardiografi AS (Tabel 3.5). TEE terkadang dapat memberikan
gambaran lebih detail tentang anatomi dan disfungsi katup atau menilai
AVA planimetri pada katup yang mengalami kalsifikasi. Ekokardiografi
dobutamin dosis rendah atau uji stres dapat membantu pada pasien AS
valvular dengan volume sekuncup yang berkurang dan disfungsi LV (AS
valvular dengan aliran rendah atau gradien tekanan yang rendah)
ULJ direkomendasikan pada pasien AS valvular yang asimtomatis,
terutama bila derajat stenosis sedang/berat, untuk memastikan status
simtom dan toleransi latihan, respon tekanan darah dan aritmia untuk
stratifikasi risiko serta penentuan waktu operasi yang tepat.
Walaupun CMR/CCT memiliki potensi untuk menilai derajat AS
valvular, tetapi lebih diutamakan untuk keperluan menilai dilatasi aorta
desendens, ketika pengukuran ekokardiografi meragukan. CCT penting
untuk menilai derajat AS valvular melalui kuantifikasi kalsifikasi katup
bila gradien tekanan trans-valvular rendah; tetapi pada pasien muda AS
valvular tidak harus dikaitkan dengan kalsifikasi yang signifikan.
Kateterisasi jantung hanya diperlukan jika evaluasi non invasif
meragukan dan untuk mengevaluasi arteri coroner, atau ketika akan
dilakukan tindakan angioplasti balon trans-kateter.
3.5.1.4 Terapi
Pasien yang simtomatis memerlukan operasi segera. Terapi obat-
obatan untuk gagal jantung akibat AS valvular diberikan pada pasien
yang tidak dapat dilakukan intervensi. Pengobatan dengan statin/obat
lain tidak terbukti dapat menghambat perburukannya.
3.5.1.5 Intervensi
Pada pasien remaja dan dewasa muda dengan katup non kalsifikasi,
valvuloplasti balon dapat dipertimbangkan. Prosedur ini dapat dilakukan
pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, sebagai jembatan
menuju operasi atau untuk menunda penggantian katup (aortic valve
replacement = AVR) pada perempuan yang berkeinginan untuk hamil.
Pada pasien dengan katup yang mengalami kalsifikasi, terapi pilihan
adalah penggantian katup. Katup mekanik lebih tahan lama
dibandingkan katup biologis/homograf, tetapi memerlukan antikoagulan
seumur hidup. Prosedur Ross (two-valve operation) disarankan bagi
pasien usia subur dan pasien yang ingin menghindari antikoagulan.
Degenerasi progresif homograf pasca prosedur Ross merupakan
penyebab paling sering re-intervensi. Transcatheter pulmonal valve
implantation (TPVI) menjadi teknik alternatif pada kondisi ini, selain
bedah penggantian katup pulmonal. Transcatheter aortic valve
implantation (TAVI) saat ini tidak direkomendasikan untuk AS valvular
kongenital, kecuali bila risiko operasi sangat tinggi dan secara teknik
memungkinkan untuk dilakukan.
3.5.2.3 Diagnostik
Pada auskultasi terdengar bising ejeksi sistolik yang keras, paling jelas
di batas sternum kiri bawah, tanpa klik ejeksi atau bising diastolik AR.
Ekokardiografi memungkinkan diagnosis anatomis AS supra-
valvular. Dengan Doppler dapat diukur gradien tekanan, tetapi hasilnya
bisa lebih/kurang dari nilai sebenarnya. TEE dapat memvisualisasi
ostium koroner dengan baik, apalagi kalau digunakan TEE 3D. Uji latih
jantung: lihat AS valvular
CMR/CCT: berguna untuk evaluasi lebih detail anatomi AS supra-
valvular, khususnya jika ada LVOTO multilevel atau untuk evaluasi (pra-
operasi) anatomi arteri koroner dan lesi aorta/cabang aorta (misalnya
stenosis arteri karotis dan renal), juga arteri pulmonalis utama dan
cabang-cabangnya. Kateterisasi jantung: hanya direkomendasikan bila
hasil non invasif meragukan.
Evaluasi genetik dengan konseling dan tes lanjutan teknik micro
array dapat digunakan untuk mendiagnosis sindrom William-Beuren
dan pengurutan gen elastin pada presentasi non sindrom.
3.5.3.3 Diagnostik
Temuan klinis utama yaitu bising ejeksi sistolik pada batas sternum kiri,
tanpa klik ejeksi, dan bising diastolik (bila ada AR).
Ekokardiografi dapat melihat anatomi LVOT, abnormalitas katup
aorta, derajat AR, fungsi LV, LVH dan kelainan-kelainan yang
berhubungan. Dengan Doppler, keparahan obstruksi subvalvular dapat
ditentukan, tetapi mungkin didapat estimasi berlebih dalam menentukan
gradien tekanan, sehingga perlu konfirmasi kateterisasi jantung.
Terkadang, TEE diperlukan untuk menunjukkan bentuk obstruksi lebih
detail, apalagi bila digunakan TEE 3D, maka anatomi LVOT yang
kompleks akan lebih jelas dan area obstruksi dapat diukur secara
planimetri.
CMR dipakai untuk menentukan anatomi LVOT yang kompleks,
terutama pada pasien dengan jendela akustik yang buruk.
3.6.4 Intervensi
Pada CoA/re-CoA, stenting trans-kateter menjadi terapi pilihan pertama,
bila anatomi memungkinkan dan sebaiknya dilakukan di pusat PJBD.
Penggunaan covered stent lebih disukai, karena komplikasi jangka
pendek dan jangka panjang yang lebih rendah. Stent biodegradable
sedang dalam pengembangan, utamanya pada anak-anak, ketika aorta
sedang berkembang dan masih diharapkan untuk tumbuh. Balon
angioplasti pada CoA dewasa hanya diindikasikan untuk dilatasi ulang
stent aorta yang dipasang sebelumnya.
3.7 Aortopati
3.7.1.3 Diagnostik
Identifikasi dini dan penegakan diagnosis yang benar sangat penting
karena profilaksis bedah dapat mencegah diseksi dan ruptur aorta. Ini
membutuhkan pendekatan multidisiplin dengan mengintegrasikan
temuan klinis dan genetika. Diagnosis sindrom Marfan didasarkan pada
kriteria Ghent, di mana aneurisma/diseksi aortic root dan ectopia lentis
sebagai gambaran utama.
Pemeriksaan genetika berguna untuk konfirmasi diagnosis dan
menentukan tatalaksana. Derajat peningkatan mutasi dalam bentuk
sindrom lebih tinggi (> 90%) dibandingkan pada entitas non-sindrom (20
- 30%). Setelah varian patogen teridentifikasi, skrining genetik anggota
keluarga yang tidak bergejala wajib dilakukan, untuk memungkinkan
penatalaksanaan dini dan tepat.
3.7.1.5 Intervensi
Bedah profilaksis pada pangkal aorta adalah satu-satunya terapi definitif
untuk mencegah diseksi aorta pada sindrom Marfan dan HTAD. Pada
pasien aortopati dengan katup aorta normal/AR ringan, penggantian
pangkal aorta dengan prostesa Dacron disertai implantasi ulang arteri
koroner ke prostesa dan mempertahankan katup asli (prosedur David),
menjadi prosedur pilihan dengan hasil jangka panjang yang baik,
termasuk pada pasien Marfan.
3.8 Obstruksi alur keluar ventrikel kanan (right ventricular outflow tract
obstruction = RVOTO)
3.8.1 Introduksi
RVOTO dapat terjadi pada berbagai level, yaitu stenosis sub-
infundibular, infundibular, valvular, atau supravalvular.
Stenosis sub-infundibular atau double chamber RV (DCRV) -
seringkali dihubungkan dengan adanya VSD. Kondisi ini bisa
3.8.3 Diagnostik
Temuan klinis yang umum didapatkan pada RVOTO adalah bising
sistolik yang kasar sepanjang lokasi obstruksi dan suara jantung kedua
yang terpisah lebar (wide-splitting). Pada stenosis arteri pulmonalis
perifer, bising sistolik biasanya terdengar di seluruh lapang paru.
Ekokardiografi digunakan untuk menilai ukuran, bentuk, dan fungsi
RV, serta lokasi obstruksi, katup pulmonal dan arteri pulmonalis utama
bersama cabang-cabangnya. Penilaian RV ini lebih akurat bila
dilakukan dengan pemeriksaan CMR. Pemeriksaan Doppler digunakan
untuk mengukur Vmax melewati obstruksi, untuk menilai beratnya
stenosis. Hubungan antara Vmax dengan gradien tekanan cukup baik
hanya pada kasus stenosis tunggal (contohnya PS valvular). Pada
keadaan fungsi RV dan aliran transvalvular normal, RVOTO dikatakan
ringan ketika gradien tekanan puncak melewati obstruksi < 36 mmHg,
sedang bila 36 64 mmHg, dan berat bila > 64 mmHg. Jika lokasi
penyempitan memanjang, atau di lebih dari satu lokasi (misalnya
subvalvular dan valvular), penerapan hukum persamaan Bernoulli akan
bias (menghasilkan gradien tekanan yang lebih tinggi dari nilai
sebenarnya). Pemeriksaan Doppler dengan mengukur Vmax pada TR
memberikan perkiraan tekanan RV yang lebih terpercaya dalam
menggambarkan derajat RVOTO dibandingkan pengukuran Vmax di
sepanjang lokasi obstruksi. Penilaian beratnya RVOTO dengan
pengukuran gradien tekanan hanya dapat dipercaya bila fungsi sistolik
3.8.4 Intervensi
BPV direkomendasikan untuk pasien PS valvular non-displastik dan
stenosis perifer (seringkali disertai pemasangan stent). Pembedahan
direkomendasikan pada PS infundibular, sub-infundibular, bila anulus
pulmonal hipoplastik dan PV displastik, atau bila ada lesi lain yang perlu
dikoreksi, seperti PR atau TR yang berat. PS perifer jarang
membutuhkan intervensi bedah. Semua tindakan invasif ini sebaiknya
hanya dilakukan di pusat PJBD.
Pasien PS subvalvular, valvular, dan supravalvular dapat disertai
dengan dilatasi arteri pulmonalis bermakna, yang biasanya tidak
membutuhkan intervensi. Ruptur arteri pulmonalis jarang terjadi, karena
sangat elastis dan bertekanan rendah, dan aneurisma arteri pulmonalis
umumnya tidak memerlukan intervensi.
3.9.1 Introduksi
Anomali Ebstein ditandai dengan kelainan bentuk dan letak TV, yang
bergeser lebih ke apeks. Daun anterior TV biasanya berasal dari area
anulus, mengalami pembesaran sehingga berbentuk seperti layar (sail-
like), sementara daun septal dan posterior berpindah posisi ke arah
apeks RV dan seringkali menempel erat pada endokardium.
Perubahan letak TV ini membuat jantung kanan terdiri dari morfologi
RA dan bagian RV yang mengalami atrialisasi (sebagai penampung
darah vena sistemik), dan RV fungsional tersisa sebagai pemompa
sirkulasi pulmoner; TR sering terjadi.
Lesi penyerta yang sering adalah ASD/PFO dan jalur aksesoris
termasuk jalur tipe Mahaim. Jalur aksesoris multipel bersama AT dan
AF berhubungan erat dengan kematian mendadak. Anomali TV yang
mirip Ebstein dapat terjadi pada sepertiga kasus ccTGA.
Perubahan hemodinamik bergantung pada beratnya disfungsi TV,
besarnya atrialisasi RV, kontraktilitas RV fungsional yang tersisa, fungsi
LV, serta keberadaan dan keparahan kelainan penyerta termasuk
aritmia. TR akan menyebabkan dilatasi RA semakin parah. Adanya
ASD/PFO memungkinkan aliran L-R atau R-L terutama pada saat
latihan fisik. Anomali Ebstein dapat menyebabkan penurunan curah
jantung (cardiac output = CO) secara kronik.
3.9.3 Diagnostik
Temuan klinis dapat berupa sianosis dan hepatomegali. S1 dan S2
masing-masing komponennya terpisah lebar (quadriple rhythm),
terdengar juga klik, S3 dan S4, serta bising sistolik TR.
3.9.4 Intervensi
Terapi medikamentosa dapat meringankan gejala dan memberikan
manfaat untuk persiapan operasi. Antikoagulan oral direkomendasikan
pada pasien dengan riwayat emboli paradoksikal atau berisiko
tromboemboli (misalnya ada pirau R-L, AF). Gangguan irama jantung
yang simtomatik dapat diatasi dengan obat atau intervensi EP. Akses
transkateter menuju jalur aksesoris di sisi kanan dan jalur lambat pada
re-entry AV nodal mungkin terhalang oleh TV pasca pembedahan, jika
perlu ablasi kateter sebaiknya dilakukan sebelum operasi.
Terkadang ada indikasi untuk menutup komunikasi interatrial tanpa
tindakan lain. Keputusan ini membutuhkan pertimbangan yang matang,
karena dapat menyebabkan peningkatan tekanan RA dan penurunan
CO sistemik. Reparasi TV lebih disarankan, dibandingkan penggantian
katup, dan sebaiknya dikerjakan oleh dokter bedah PJB yang
berpengalaman dalam reparasi anomali Ebstein. Jika ukuran RV terlalu
kecil untuk direparasi atau didapatkan disfungsi RV, bedah bidirectional
cavopulmonary shunt (BCPS) dapat dipertimbangkan, sejauh fungsi LV
baik, tekanan LA dan tekanan diastolik akhir LV normal. Pasien yang
gagal dilakukan reparasi atau mengalami disfungsi biventrikel yang
berat, transplantasi jantung menjadi pilihan terakhir.
ASD = atrial septal defect; PFO = patent foramen ovale; RA = right atrium; RV = right
ventricleTR = tricuspid regurgitation; TV = tricuspid valve.
3.10.1 I d k i
TOF di andai oleh 4 kelainan, ai : VSD non- e ik if; o e iding ao a
(<50%); inf ndib la , al la , p a al la RVOTO dan/a a eno i
cabang a e i p lmonali ; e a RVH ebagai kon ek en in a.
Pop la i TOF dapa dibagi menjadi 2 kelompok: 1) pa ien TOF
dengan ind om - mencapai eki a 20% (mi aln a mik odele i 22q11,
i omi 21, Alagille, Noonan, William , dan Klippel Feil) dan 2) pa ien
TOF non- ind om ( ang me akili ebagian be a ka TOF).
Angka kema ian pa ien TOF ang di epa a i hampi d a kali lebih
inggi dibandingkan pa ien PJB ede hana (ASD dan VSD).
3.10.3 Diagnostik
Tem an klini ang m m pa ca bedah epa a i TOF adalah:
komponen S2 e pi ah leba , bi ing fa e akhi dia olik be nada endah
menandai PR be a . Bi ing i olik ejek i ang panjang dan ke a
mengindika ikan adan a RVOTO, bi ing dia olik be nada inggi akiba
AR, dan bi ing pan i olik men nj kkan adan a VSD e id al. EKG
e ing men nj kkan RBBB kompli be gan ng pada pendeka an
bedah. Leba QRS j ga dapa dipenga hi oleh de aja dila a i RV.
3.10.4 I e e i.
PR me pakan ala an paling e ing n k pe imbangan in e en i
lang pa ca epa a i TOF. Penggan ian PV dan/a a epa a i RVOTO
dapa dilak kan dengan i iko kema ian ang endah pada pa ien anpa
gagal jan ng dan/a a di f ng i en ik la ang lanj . No mali a i
k an RV pa ca in e en i lang li dicapai bila RV ESVi >80 mL/m 2
dan EDVi >160 mL/m2, e api ba a n k in e en i lang n k
kelang ngan hid p ma ih pe l di eli i lebih lanj .
S eno i a e i p lmonali di al ha di angani, baik pada aa
ope a i ( e ma k pema angan en in aope a if) a a aa in e en i
an -ka e e . PV biologi ( enog af a a homog af ) memiliki m
Rek e da i Kela Le el
Pa ien pa ca epa a i TOF ang im oma ik dengan PR
be a (f ak i eg gi a i pada CMR >30-40%) dan/a a
I C
RVOTO e idakn a de aja edang (Vma > 3 m/ )
di ek e da ika penggan ian PV
Pa ien pa ca epa a i TOF ang memakai homog af ,
cangkok ena j g la i api, biop o e a/ cond i , bila
I C
meme l kan penggan ian PV di ek e da ika TPVI
(jika eca a ana omi dan ekni mem ngkinkan).
Pa ien pa ca epa a i TOF, a im oma ik dengan PR
be a dan/a a RVOTO, ebaik a di e i ba gka
penggan ian PV jika e dapa alah a be ik :
• Pen nan kapa i a la ihan eca a ob ek if.
• Dila a i RV p og e if: ESVi > 80 mL/ m2 dan/a a IIa C
EDVi >160mL/m2 (peng k an be lang) dan/a a
pe b kan TR menjadi e idakn a de aja edang
• Di f ng i i olik RV p og e if.
• RVOTO dengan ekanan i olik RV > 80 mmHg.
Pa ien pa ca epa a i TOF dengan VSD e id al
ebaik a di e i ba gka n k men p VSD bila
IIa C
e dapa kelebihan beban ol me LV ignifikan a a bila
pa ien akan menjalani ope a i PV.
Pa ien pa ca epa a i TOF dengan VT ained ang
akan menjalani penggan ian PV a a TPVI, ebaik a
di e i ba gka n k peme aan ka e e p a-ope a i IIa C
dan an ek i da i ana omi i hm ang be h b ngan
dengan VT ebel m a a oada aa in e en i.
Pa ien pa ca epa a i TOF dengan fak o i iko
ambahan (di f ng i LV/RV; VT non- ained ang
imp oma ik; d a i QRS > 180 m , ja ingan pa RV
IIa C
l a pada CMR), ebaik a di e i ba gka
e al a i EP, e ma k im la i li ik e p og am,
ebagai pa a a ifika i i iko kema ian mendadak
3.10.5 Ti dak la j
Sem a pa ien TOF ha menjalani peme ik aan jan ng be kala
( m mn a e ah n ekali) di p a PJBD. E al a i lanj an di j kan
n k menca i komplika i. CMR be kala dilak kan e ai pa ologi ang
di em kan.
3.10.6 Pe ha ia kh
• La ihan/olah aga: idak ada ba a an pada pa ien ang elah
di epa a i dan a im oma ik dengan hemodinamik ang baik.
Pa ien dengan i iko inggi a i mia/meninggal mendadak,
di f ng i bi en ikel lanj , dan ao opa i a enden , ak i i a /
olah aga ha diba a i pada in en i a endah dan menghinda i
la ihan i ome ik.
• Kehamilan: pada pa ien ang bel m di epa a i - i iko komplika i
dan kema ian ib dan janin c k p be a . Ri iko kehamilan pada
pa ien ang elah di epa a i be gan ng pada a
hemodinamikn a ( endah bila hemodinamik baik). Pa ien dengan
le i e id al ignifikan, be i iko a i mia dan gagal jan ng kanan.
• P ofilak i IE: han a n k pa ien be i iko inggi
3.11.1 I d k i
P lmona a e ia dengan VSD (PA/VSD) memiliki kemi ipan dengan
TF, han a aja idak ada kom nika i lang ng an a a RV dan a e i
p lmonali . Se ing e jadi pada ind om mik odele i 22q11.2 (anomali
ajah, bica a enga dan ke e lamba an pe kembangan). Pa okan
a e i p lmonali be a ia i, dan menen kan p e en a i klini e a
a alak anan a (komplek i a a k la pa dapa memb a epa a i
li dan idak dapa dilak kan). Ada iga ben k/pola a e i p lmonali :
Unifokal - a e i p lmonali konfl en, k ann a memadai,
di plai oleh PDA
M l ifokal - a e i p lmonali konfl en e api hipopla ik (mi ip
' eag ll'), di plai oleh bebe apa MAPCA .
M l ifokal - a e i p lmonali idak konfl en a a idak e ben k,
ali an da ah pa di plai oleh MAPCA .
Pa ien PA/VSD de a a me pakan pop la i ang he e ogen dalam hal
ana omi, fi iologi dan in e en i ebel mn a.
3.11.3 Diag ik
Tem an klini : iano i pada pa ien ang bel m di epa a i m ngkin
anga be a , e liha aa i i aha a a ak i i a fi ik ingan. Bi ing
kon in ang e denga di p ngg ng mengindika ikan adan a MAPCA .
Pada EKG ampak de ia i mb ke kanan dan RVH. Fo o Ron gen
dada men nj kkan kon jan ng be ben k epa bo ( egmen a e i
p lmonali cek ng) dan pen nan co okan a k la pa (oligemi),
m ngkin bebe apa a ea mengalami peningka an a k la i a i akiba
MAPCA be a .
Ekoka diog afi: em an pada pa ien ang diko ek i be gan ng pada
jeni epa a i (liha bagian 3.10 dan 3.14). Un k pa ien ang bel m
di epa a i, pada colo Dopple idak ampak ali an lang ng da i RV ke
a e i p lmonali , e liha ali an kon in da i PDA a a bebe apa mbe
MAPCA. Ekoka diog afi 3D dapa memban menggamba kan pa ologi
ana omi e a k an dan f ng i LV dan RV. TEE be g na pada pa ien
e en n k menge al a i ana omi ka p pada TTE ang li , a a
menca i ege a i bila dic igai IE.
CMR, CCT dan ka e e i a i jan ng dipe l kan n k menen kan
mbe plai da ah pa e ma k menilai kebe adaan MAPCA,
k an a e i p lmonali , dan mempe oleh da a hemodinamik. Pada
pa ien ang elah diko ek i, CMR dig nakan n k pe a a an ang
mi ip dengan pa ien TOF, akni n k menilai ol me dan f ng i RV,
PR, k an dan ben k dila a i a e i p lmonali , k an ao a
a enden , e a menilai be a n a pi a e id al dengan menghi ng
Qp:Q . Angiog afi o a i 3D dan penci aan o e la 3D, ama baikn a
dengan ina -X dan MRI f ion dalam memban penilaian ang p e i i.
3.11.4 I e e i
In e en i bedah di en kan be da a kan ana omi a e i p lmonali :
• Pa ien dengan a e i p lmonali ang konfl en dan k an a e i
p lmonali ama e a cabang-cabang ang memadai (bia an a
di e ai ka p p lmonal ang a e ik), cocok n k pe baikan
epe i TOF mengg nakan TAP.
• Pa ien dengan k an a e i p lmonali ang baik e api idak
memp n ai a e i p lmonali ama, ha menjalani pe baikan
3.11.5 Ti dak la j
Pa ien PA/VSD ha menjalani peman a an be kala di p a PJBD,
e idakn a e ah n ekali, e m hid p, n k a alak ana ke e liba an
m l io gan akiba iano i k oni . Pa ien dengan PH egmen al, dapa
dipe imbangkan n k e api PH.
Gejala epe i di pnea, peningka an iano i , pe bahan bi ing
pi a , gagal jan ng, a a a i mia meme l kan pe ha ian kh dan
penilaian dini n k in e en i.
3.11.6 Pe ha ia kh
• La ihan/olah aga: pa ien dengan hemodinamik ang baik
dianj kan n k la ihan fi ik eca a e a , nam n hinda i la ihan
i ome ik ang ek im. Pa ien dengan hemodinamik ang
k ang op imal, kapa i a f ng ionaln a e ba a , bagi me eka
3.12.1 Introduksi
TGA ditandai dengan koneksi atrio-ventrikuler konkordan dan
ventrikulo-arterial diskordan; dengan demikian maka aorta berasal dari
RV dan arteri pulmonalis dari LV. Disebut TGA sederhana/simpel jika
tidak disertai PJB lainnya; TGA kompleks jika disertai dengan PJB
lainnya, seperti VSD (45%), LVOTO (25%), dan CoA (5%). Luaran
jangka panjang TGA kompleks lebih buruk dibandingkan yang simpel.
Etiologi pasti dan patogenesis TGA masih kontroversi. Angka
kejadian dalam keluarga ada, tetapi sangat jarang. Kejadian pada lelaki
dua kali lipat lebih sering dibandingkan perempuan.
TGA yang tidak dioperasi mempunyai angka kesintasan buruk.
Teknik pembedahan telah berkembang dari prosedur atrial switch
(pertukaran atrium) menjadi arteria switch (pertukaran arteri). Pada TGA
kompleks kadang dilakukan operasi Rastelli.
3.12.2.4 Intervensi
Prinsip umum studi EP, ablasi, CRT dan ICD juga berlaku untuk pasien
pasca atrial switch:
• Studi EP dan intervensi menjadi rumit, karena adanya baffle yang
menyulitkan akses ke atrium. Mekanisme dominan aritmia
supraventrikular adalah cavotrikuspid isthmus atrial flutter,
seringkali diperlukan pungsi baffle dengan panduan TEE untuk
dapat melakukan blok isthmus. Remote magnetic navigation
merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk akses
retrograde ke atrium tempat masuknya vena pulmonalis. Akses
retrograde trans-aorta yang konvensional pada orang dewasa
3.12.3.2 Diagnostik
Temuan klinis seperti AR atau PS.
Ekokardiografi untuk menilai: fungsi sistolik LV (global dan regional);
stenosis di area anastomosis arteri (paling sering PS); regurgitasi katup
neo-aorta; dimensi neo-aorta dan aorta asendens proksimal; dan
angulasi akut arkus aorta. Juga dapat dinilai: fungsi sistolik RV, tekanan
sistolik RV (bila ada TR). Karena posisinya jauh di anterior, tepat di
belakang sternum, maka visualisasi bifurkasi arteri pulmonalis dan
kedua cabangnya sulit. Ekokardiografi juga digunakan untuk menilai
abnormalitas gerakan dinding ventrikel pasca stres (aktifitas).
CMR lebih akurat dalam menentukan volume ventrikel, EF, dan
dilatasi atau regurgitasi neo-aorta. Arteri pulmonalis dan cabangnya
juga dapat divisualisasikan dengan baik, demikian halnya neo-aorta
yang mengalami dilatasi. Distribusi aliran antara paru kiri dan kanan bisa
dihitung. Stress CMR adalah teknik alternatif untuk menilai perfusi
miokardium dan gangguan arteri koroner, jika diindikasikan secara
klinis. CCT adalah teknik yang dipilih untuk pencitraan stenosis arteri
koroner, termasuk ostianya. Rendahnya insidensi masalah koroner
3.12.3.3 Intervensi
Tabel 3.15. Rekomendasi intervensi pasca arterial switch pada TGA
Rekomendasi Kelas Level
3.12.4.2 Diagnostik
Lihat bagian prinsip umum.
Temuan klinis mungkin mengarahkan pada stenosis conduit, VSD
residual, TR, MR, atau AR.
Ekokardiografi digunakan untuk menilai :
hubungan antara LV yang berada di posterior dan katup aorta
yang berada di anterior (karena TGA), fungsi katup aorta, dan
diameter pangkal aorta.
anatomi dan fungsi conduit RV - arteri pulmonalis (dengan
ekokardiografi Doppler), estimasi tekanan RV penting (dinilai
dengan Doppler kecepatan jet TR), karena sering terjadi
estimasi berlebihan pengukuran gradien tekanan conduit RV-
arteri pulmonalis.
CMR dapat menilai volume LV dan RV, diameter aorta, dan EF lebih
akurat. Conduit RV - arteri pulmonalis dan stenosis arteri pulmonalis
perifer sering sulit divisualisasikan dengan ekokardiografi, Untuk itu,
CMR membantu, sekaligus untuk menghitung Qp:Qs jika ada VSD
residual.
Kateterisasi jantung kadang diperlukan untuk penilaian stenosis
RV - arteri pulmonalis dan arteri pulmonalis perifer.
3.13.1 Introduksi
ccTGA (koneksi atrio-ventrikuler dan ventrikulo-arterial diskordan),
merupakan PJB yang jarang.
Letak ventrikel terbalik, dengan aorta keluar dari RV di anterior
(biasanya di sebelah kiri) dan arteri pulmonalis keluar dari LV di
posterior (biasanya di sebelah kanan). Koneksi diskordan ganda ini,
dapat dijumpai pada jantung dengan situs atrium normal (solitus) atau
terbalik (inversus/mirror image). Kelainan penyerta lainnya:
dextrocardia (20%), VSD (70%), PS (40%), struktur TV yang displastik
(misalnya anomali Ebstein).
Letak AV node (kadang AV node multipel) dan jalur/bundle of His
seringkali tidak normal, sehingga menyebabkan kelainan konduksi AV.
Pergeseran His bundle ke anterior dan lateral sangat penting untuk
dikenali ketika melakukan pemeriksaan EP dan intervensi kateter.
3.13.3 Diagnostik
Lihat bagian 2.4 untuk prinsip umum
Temuan klinis: dapat berupa bising akibat TR, VSD, dan/atau PS.
EKG: pemanjangan interval PR atau blok AV total. Aktivasi septal
dini dari kanan ke kiri dapat menimbulkan gelombang Q yang dalam
pada sadapan II, III, aVF, dan V1-V3. Progresi sadapan prekordial yang
terbalik dapat dilihat sebagai QR pada sadapan V1 dan rS pada
sadapan V6. Sindrom Wolff-Parkinson-White dijumpai pada 2-4%
pasien. Foto Rontgen dada memperlihatkan batas jantung kiri yang
lurus akibat posisi aorta ascending ke kiri-anterior, dekstrokardia atau
mesokardia (cukup sering).
Ekokardiografi: untuk membuktikan diskordan ganda (diskordan AV,
VA), mengidentifikasi anomali penyerta (malformasi TV menyerupai
anomali Ebstein dan TR, VSD, LVOTO dan PS), dan menilai fungsi
sistolik RV/LV serta derajat TR.
CMR: untuk menilai anatomi intrakardiak dan pembuluh darah
utama, pengukuran volume, massa, dan EF RV, yang secara
ekokardiografi sulit dilakukan/kurang akurat.
Pemeriksaan Holter, perekam kejadian, dan EP diindikasikan untuk
deteksi aritmia, blok AV progresif dan untuk penilaian resiko kematian
mendadak.
3.13.5 Intervensi
Intervensi kateter dapat direkomendasikan pada stenosis arteri
pulmonalis atau stenosis conduit, yang mungkin dapat dilebarkan atau
dipasang stent. Namun, residual LVOTO dapat bermanfaat bagi RV
yang dilatasi dan bagi regurgitasi katup AV (TV) karena pergeseran
septum.
Jika terjadi blok AV total, pacu sekuensial AV merupakan
tatalaksana standar. Fiksasi kabel pacu jantung pada dinding LV yang
mulus cukup sulit dan memerlukan elektroda screw-in. Beberapa data
mengarah pada manfaat pacu biventrikel dengan kabel pacu ventrikel
kedua diletakkan pada sinus koronarius dibelakang RV, karena dapat
mempertahankan fungsi RV lebih baik bila dibandingkan pacu LV saja.
Pertanyaan paling menantang adalah mengenai TR, disfungsi RV,
dan kapan melakukan TVR dan/atau memasang ICD. Berbeda dengan
kelompok pediatrik, di mana tindakan double switch merupakan
intervensi pilihan, pada pasien ccTGA dewasa yang mengalami
kegagalan RV sistemik, pendekatan ini jarang berhasil. TR seringkali
menjadi fokus pembedahan. Reparasi TV jarang membawa manfaat,
sehingga penggantian katup menjadi terapi pilihan. EF RV sistemik pra-
3.14.1 Introduksi
Conduit RV- arteri pulmonalis digunakan pada defek kompleks, bila alur
keluar native tidak dapat direkonstruksi, misalnya pada atresia
pulmonalis, trunkus arteriosus, dan operasi Ross.
Tipe conduit dapat berkatup seperti homograft pulmonal/aortik, katup
bioprostetik, conduit vena jugular sapi (®Contegra); atau tanpa katup.
Tidak ada conduit yang ideal, durabilitas yang terbatas mengharuskan
operasi ulang dini. Prediktor untuk kegagalan conduit ialah proses
sterilisasi/preservasi, stenosis arteri pulmonalis, dan diagnosis
transposisi. Angka 20 tahun bebas operasi ulang untuk kegagalan
conduit berkisar 32%-40%.
Komplikasi termasuk: ketidak sesuaian antara ukuran conduit
dengan pertumbuhan badan, obstruksi progresif dengan/tanpa
regurgitasi, endokarditis, dan aneurisma/pesudoaneurisma.
3.14.2 Diagnostik
Presentasi klinis disfungsi conduit RV- arteri pulmonalis termasuk: cepat
lelah ketika aktivitas, palpitasi, sinkop, dan kematian mendadak.
Temuan klinis termasuk gelombang A prominen pada vena jugular, thrill
dan bising sistolik di prekordial. Kalsifikasi pada conduit dapat dilihat
pada foto Rontgen dada.
Ekokardiografi: untuk melihat ukuran, bentuk, dan fungsi kedua
ventrikel, PR, TR dan lesi penyerta. Gradien melalui conduit kadang sulit
diukur dan kurang dapat dipercaya. Pengukuran tekanan RV
menggunakan velocity TR sebaiknya digunakan untuk menilai stenosis
conduit.
CMR berguna untuk menghitung stenosis conduit dan/atau
regurgitasi, volume dan massa RV, serta untuk menilai arteri
pulmonalis. CMR/CCT sangat menolong untuk menilai anatomi arteri
koroner dan jaraknya ke RV/conduit, serta mengevaluasi struktur lain di
balik sternum.
Kateterisasi untuk penilaian hemodinamik selalu diperlukan jika akan
dilakukan intervensi. Angiografi menyediakan informasi tingkat stenosis,
stenosis perifer arteri pulmonalis, dan anatomi koroner (anomali/jalur
abnormal).
3.15.1 Introduksi
Istilah UVH merangkum berbagai kelainan di mana RV atau LV tidak
terbentuk atau hipoplastik, sehingga tidak memungkinkan untuk
dilakukan operasi biventrikel, seperti:
• Trikuspid atresia
• Varian sindrom hipoplastik jantung kanan, misalnya pulmonary
atresia dengan intact ventricular sepum
• Varian hypoplastic left heart syndrome (HLHS), termasuk mitral
atresia.
• Double-Inlet LV
• Double-Inlet RV
• Bentuk ekstrim dari AVSD komplit dengan salah satu ventrikel
yang tidak berkembang
• Univentrikel dengan morfologi tidak jelas.
Malformasi tersebut dikaitkan dengan lesi intra- dan/atau ekstrakardiak
tambahan seperti:
• ASD, VSD, AVSD, PDA
• AS valvular, subvalvular
• Anomali arkus aorta: hipoplasia, interupsi, koarktasio.
• PS valvular, subvalvular, pulmonary atresia.
• Anomali arteri pulmonalis: PS perifer, hipoplasia, hanya satu sisi.
3.15.3 Diagnostik
Temuan klinis: sianosis sentral, jari tabuh di semua ekstrimitas, dan
seringkali dada asimetris dengan heave prekordial pada sisi di mana
jantung berada; skoliosis sering terjadi. S2 biasanya tunggal, temuan
auskultasi lainnya bergantung pada lesi penyerta. EKG dapat
menunjukkan gangguan irama atau konduksi. Takikardia atrial re-entry
dengan blok 2:1 dan takikardia ringan dapat dengan mudah terlewatkan.
3.16.1 Introduksi
Operasi Fontan diperkenalkan pada tahun 1968 dan telah menjadi
pengobatan definitif untuk pasien yang memiliki berbagai kelainan
jantung dengan fungsi ventrikel tunggal (lihat bagian 3.15).
Pembedahan terdiri dari pemisahan aliran balik vena pulmonal dan
3.16.3 Diagnostik
Temuan klinis biasanya ringan, distensi vena jugularis non-pulsatil.
Distensi vena jugularis yang signifikan dan hepatomegali meningkatkan
kecurigaan obstruksi Fontan atau kegagalan ventrikel. EKG sering
menunjukkan irama junctional atau aritmia atrium. Efusi pleura pada foto
toraks meningkatkan kecurigaan akan adanya PLE. Tes darah tahunan
harus mencakup hematologi, albumin serum, dan fungsi hati dan ginjal.
Jika did ga PLE, kli en 1-antitripsin harus diukur.
Ekokardiografi memberikan informasi penting tentang fungsi
ventrikel dan fungsi katup. Untuk menggambarkan jalur Fontan, TEE
atau modalitas pencitraan lainnya biasanya diperlukan.
3.16.5 intervensi
Intervensi kateter mungkin bermanfaat pada kasus obstruksi
aliran/hambatan koneksi vaskular. Pasien dengan 'gagal Fontan'
(dengan kombinasi aritmia menetap, dilatasi RA, regurgitasi katup AV
yang memburuk, penurunan fungsi ventrikel, dan/atau trombus atrium)
sebaiknya dipertimbangkan untuk operasi ulang. Pada pasien dengan
fungsi ventrikel sistemik yang baik, aritmia atrium, dan gangguan aliran
dinamis di sirkuit Fontan, konversi ke BCPS bisa membantu, mungkin
dengan krioablasi secara bersamaan. Jika dilakukan terlambat,
konversi sangat kecil kemungkinannya akan memberikan hasil akhir
yang baik. Pada pasien dengan gagal fungsi ventrikel sistemik, pilihan
akhir adalah transplantasi jantung. Pada pasien dewasa tertentu,
mungkin tepat untuk mempertimbangkan penutupan fenestrasi secara
perkutan jika terdapat sianosis yang signifikan, tetapi ini juga dapat
memperburuk kondisi pasien.
3.17.1. Introduksi
Anomali arteri koroner kongenital antara lain anomali arteri koroner
keluar dari arteri pulmonal (anomalous coronary artery from the
pulmonary artery = ACAPA), anomali arteri koroner keluar dari aorta
(anomalous aortic origin of a coronary artery = AAOCA), dan fistula
koroner
3.17.2 Diagnostik
CCT merupakan modalitas pilihan untuk mengevaluasi anatomi arteri
koroner yang berisiko tinggi, seperti intramural dan kelainan orifisium
(misalnya
orifisium > 1 cm di atas junction sinotubular).
Penilaian dengan physical stress induced ischemia menggunakan
modalitas pencitraan merupakan kunci untuk membuat keputusan.
AAOCA: anomalous aortic origin of coronary artery; AAOLCA: anomalous aortic origin of
the left coronary artery; AAORCA; anomalous aortic origin of right coronary artery;
ALCAPA: anomalous left coronary artery from the pulmonary artery; ARCAPA: anomalous
right coronary artery from the pulmonary artery.
a
Anatomi koroner berisiko tinggi meliputi: arteri coroner intramural, kelainan orifisium
misalnya slit-like orifice, acute angle take off, orifisium > 1 cm diatas sino tubular junction)
Dalam ringkasan ini akan dicantumkan beberapa pesan kunci secara umum
dan spesifik sesui jenis PJB, serta tentang hal-hal yang harus dilakukan dan
yang harus dihindari.
4.1.1.3 Aritmia
Untuk semua pasien PJBD dengan aritmia, perlu dilakukan
evaluasi guna mencari penyebab aritmia yang kemungkinan
reversibel dan abnormalitas hemodinamik baru atau residual.
Tujuan terapi adalah mempertahankan irama sinus.
Untuk optimalisasi terapi aritmia kronis, rujukan ke pusat PJBD
yang memiliki tim multidisiplin termasuk pakar aritmia pada PJBD,
mutlak diperlukan.
Pasien dengan riwayat aritmia atau dengan risiko tinggi aritmia
pasca intervensi perkutan atau bedah, harus ditangani oleh tim
multidisiplin, termasuk pakar intervensi dan terapi invasif aritmia
khusus PJB.
4.1.1.5 Sianosis
Pasien sianosis dengan gangguan multisistem, berisiko tinggi
untuk komplikasi perdarahan dan trombosis, sehingga dapat
menjadi dilema terapi.
4.1.2.4 Aortopati
Surveilans seumur hidup diperlukan pada seluruh pasien
penyakit aorta torakalis herediter (HTAD) dan perlu dilakukan
pencitraan pada seluruh aorta, sekaligus penilaian fungsi katup
dan kondisi miokardium.
Diameter aorta sebagai prasyarat bedah bergantung pada
penyakit dasar dan ada tidaknya faktor risiko